Baby Blues Syndrome [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Referat



Baby Blues Syndrome dan Penatalaksanaannya



Penyusun: Nur Sabrina binti Mohd Rokis (NIM 11.2016.396)



Pembimbing: dr. Elly Tania, SpKJ



Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana RS Ketergantungan Obat Jakarta Periode 14 Agustus – 16 September 2017



BAB I PENDAHULUAN Kehamilan dan periode setelah melahirkan merupakan transisi besar dalam hidup dengan perubahan dan tantangan pada seorang wanita. Perbedaan antara respons alami terhadap transisi ini dan pengobatan gangguan yang membutuhkan bisa sulit untuk dideteksi, baik untuk ibu baru dan untuk orang-orang di sekelilingnya. Bagi banyak wanita, pada periode ini terjadi peningkatan kerentanan psikologis dan kesusahan, yang terdeteksi di seluruh spektrum baik bagi kesejahteraan wanita itu, ikatan antara ibu dan anak, dan untuk seluruh keluarga.1 Kira-kira 20 hingga 40 persen perempuan melaporkan adanya gangguan emosional dan disfungsi kognitif pada periode pasca melahirkan. Banyak dari perempuan tersebut mengalami apa yang disebut dengan baby blues syndrome, suatu gangguan emosi ringan yang biasanya terjadi dalam kurun waktu 2 minggu atau 14 hari setelah ibu melahirkan. Istilah blues ini mengacu pada arti “keadaan tertekan”. Sesuai dengan arti katanya, maka tanda-tanda dari sindrom ini adalah adanya gejala-gejala gangguan emosi seperti menangis, sering merasa cemas, tidak percaya diri, sulit beristirahat dengan tenang dan mood yang sering berubah-ubah.1-2 Baby blues syndrome perlu dibedakan dengan postpartum depression, dimana pada postpartum depression gejalanya lebih berat dan sering serta onsetnya lebih dari 2 minggu.1



2



BAB II PEMBAHASAN 2.1. Definisi Baby blues/ postnatal blues/ maternity blues adalah fenomena ringan dan sementara ditandai terutama oleh perasaan menangis, lelah, cemas, pelupa, kacau, overemotional, perubahan suasana hati dan tidak bersemangat yang terjadi selama hari-hari pertama masa nifas. Umumnya terjadi antara 7-10 hari pertama setelah melahirkan.1-2 Baby blues adalah keadaan di mana seorang ibu mengalami perasaan tidak nyaman (kesedihan atau kemurungan)/ gangguan suasana hati setelah persalinan, yang berkaitan dengan hubungannya dengan si bayi, atau pun dengan dirinya sendiri. Ketika plasenta dikeluarkan pada saat persalinan, terjadi perubahan hormon yang melibatkan progesteron dan estrogen dalam tubuh ibu, yang dapat mempengaruhi kondisi fisik, mental dan emosional ibu.2 Baby blues sudah dikenal sejak lama. Savage pada tahun 1875 telah menulis referensi di literatur kedokteran mengenai suatu keadaan disforia ringan pascapersalinan yang disebut sebagai “milk fever” karena gejala disforia tersebut muncul bersamaan dengan proses laktasi. Dewasa ini, baby blues syndrome dimengerti sebagai suatu sindroma gangguan afek ringan yang sering tampak dalam minggu pertama setelah persalinan, dan ditandai dengan gejala-gejala seperti reaksi depresi/sedih/disforia, menangis, mudah tersinggung (iritabilitas), cemas, labilitas perasaan, cenderung menyalahkan diri sendiri, gangguan tidur dan gangguan nafsu makan.1-2 Baby blues ini dikategorikan sebagai sindrom gangguan mental yang ringan oleh sebab itu sering tidak dipedulikan sehingga tidak terdiagnosis dan tidak ditatalaksana sebagaimana seharusnya, akhirnya dapat menjadi masalah yang menyulitkan, tidak menyenangkan dan dapat membuat perasaan-perasaan tidak nyaman bagi wanita yang mengalaminya, dan bahkan kadang-kadang gangguan ini dapat berkembang menjadi keadaan yang lebih berat yaitu depresi dan psikosis pasca-salin, yang mempunyai dampak lebih buruk, terutama dalam masalah hubungan perkawinan dengan suami dan perkembangan anaknya.1-2 3



2.2. Epidemiologi Dalam dekade terakhir ini, banyak peneliti dan klinisi yang memberi perhatian khusus pada gejala psikologis yang menyertai seorang wanita pasca-salin, dan telah melaporkan beberapa angka kejadian dan berbagai faktor yang diduga mempunyai kaitan dengan gejala gejala tersebut. Berbagai studi mengenai baby blues syndrome di luar negeri melaporkan angka kejadian yang cukup tinggi dan sangat bervariasi antara 26-85%, yang kemungkinan disebabkan karena adanya perbedaan populasi dan kriteria diagnosis yang digunakan.1-2 Sebuah penelitian di India pada tahun 2011 menunjukkan setinggi 69% ibu yang mengalami baby blues telah melahirkan anak perempuan. Ini mungkin diakibatkan oleh harapan yang tinggi oleh keluarga untuk mendapat anak lelaki sewaktu konsepsi. Angka kejadian baby blues pada ibu dari keluarga yang berpendapatan rendah juga sangat tinggi yaitu 62% dan ini mungkin karena timbulnya stress untuk menjaga dan membesarkan anak dalam keadaan kekangan uang.3 Untuk di Indonesia dari penelitian Wratsangka pada tahun 1996 di RS Hasan Sadikin Bandung, ditemukan 33% wanita pasca persalinan mengalami baby blue syndrome. Hasil penelitian di berbagai tempat yang ditelaah Bagian Obstetri dan Ginekologi FKUI-RSCM menunjukkan, paling sedikit setinggi 26% wanita pascasalin. 2.3. Etiologi Etiologi atau penyebab pasti terjadinya postpartum blues sampai saat ini belum diketahui. Namun, banyak faktor yang diduga berperan terhadap terjadinya postpartum blues, antara lain:1,4 1. Faktor hormonal yang berhubungan dengan perubahan kadar estrogen, progesteron, prolaktin dan estradiol. Penurunan kadar estrogen setelah melahirkan sangat berpengaruh pada gangguan emosional pascapartum karena estrogen memiliki efek supresi aktifitas enzim monoamine oksidase yaitu suatu enzim otak yang bekerja mengaktifasi adrenalin dan serotonin yang berperan dalam perubahan mood dan kejadian depresi. 4



2. Faktor demografi yaitu umur dan paritas. 3. Latar belakang psikososial ibu, seperti tingkat pendidikan, status perkawinan, kehamilan yang tidak diinginkan, riwayat gangguan kejiwaan sebelumnya, sosial ekonomi serta keadekuatan dukungan sosial dari lingkungannya (suami, keluarga dan teman). Apakah suami menginginkan juga kehamilan ini, apakah suami, keluarga, dan teman memberi dukungan moril (misalnya dengan membantu pekerjaan rumah tangga, atau berperan sebagai tempat ibu mengadu atau berkeluh-kesah) selama ibu menjalani masa kehamilannya atau timbul permasalahan, misalnya suami yang tidak membantu, tidak mau mengerti perasaan istri maupun persoalan lainnya dengan suami, problem dengan orang tua dan mertua, problem dengan anak sebelumnya. 4. Takut kehilangan bayinya atau kecewa dengan bayinya. 5. Ibu belum siap menghadapi persalinan. Ada beberapa pendapat yang menyebutkan bahwa post partum blues tidak berhubungan dengan perubahan hormonal, biokimia atau kekurangan gizi. Antara 8% sampai 12% wanita tidak dapat menyesuaikan peran sebagai orang tua dan menjadi sangat tertekan sehingga mencari bantuan dokter. Dengan kata lain para wanita lebih mungkin mengembangkan depresi post partum jika mereka terisolasi secara sosial dan emosional. 6. Ketidaknyamanan fisik yang dialami wanita menimbulkan gangguan pada psikologi



ibu



seperti



adanya



pembengkakan



pada



payudara



yang



menyebabkan rasa nyeri ataupun jahitan yang belum sembuh. 7. Marital dysfunction atau ketidak mampuan membina hubungan dengan orang lain, merasa terisolasi. 8. Masalah medis dalam kehamilan (hipertensi gestational, diabetes melitus, disfungsi tiroid). 9. Pengalaman dalam proses persalinan dan kehamilan yang bersifat trauma (seksio cesaria, epistomi). 10. Kelahiran anak dengan kecacatan/penyakit. 5



11. Riwayat depresi, penyakit mental dan alkoholik. Orang yang mempunyai latar belakang gangguan mental dan pernah bermasalah secara psikis sebelum hamil, berisiko tinggi mengalami post partum blues. Resikonya bisa 2-3 kali lipat dibandingkan mereka yang tidak mempunyai latar belakang masalah tersebut. 12. Karakter pribadi (harga diri, ketidakdewasaan). 13. Stress dalam keluarga, misalnya : Faktor ekonomi memburuk, persoalan dengan suami, problem dengan mertua. stress yang dialami wanita itu sendiri misalnya ASI tidak keluar,frustasi karena bayi tidak mau tidur, stress melihat bayi sakit,rasa bosan dengan hidup yang dijalani. Ada juga yang berpendapat bahwa kemunculan dari postpartum blues ini disebabkan oleh beberapa factor dari dalam dan luar individu. Penelitian dari Dirksen dan De Jonge Andriaansen menunjukkan bahwa depresi tersebut membawa kondisi yang berbahaya bagi perkembangan anak di kemudian hari. De Jonge Andriaansen juga meneliti beberapa teknologi medis (penggunaan alat-alat obstetrical) dalam pertolongan melahirkan dapat memicu depresi postpartum blues ini. Misalnya saja pada pembedahan caesar dan episiotomi dan sebagainya. Perubahan hormon dan perubahan hidup ibu pasca melahirkan juga dapat dianggap pemicu.4 Penyebab lain menurut para ahli adalah :1-2,4-6 1. Sarafino, faktor lain yang dianggap sebagai penyebab munculnya gejala ini adalah masa lalu ibu tersebut, yang mungkin mengalami penolakan dari orang tuanya atau orang tua yang overprotective, kecemasan yang tinggi terhadap perpisahan, dan ketidakpuasaan dalam pernikahan. Perempuan yang memiliki sejarah masalah emosional rentan terhadap gejala depresi ini, kepribadian dan variable sikap selama masa kehamilan seperti kecemasan, kekerasan dan kontrol eksternal berhubungan dengan munculnya gejala depresi. 2. Llewellyn–Jones, karakteristik wanita yang berisiko mengalami depresi postpartum adalah wanita yang mempunyai sejarah pernah mengalami depresi, wanita yang berasal dari keluarga yang kurang harmonis, wanita yang kurang mendapatkan dukungan dari suami atau orang–orang terdekatnya selama hamil 6



dan setelah melahirkan, wanita yang jarang berkonsultasi dengan dokter selama masa kehamilannya misalnya kurang komunikasi dan informasi, wanita yang mengalami komplikasi selama kehamilan. 3. Pitt mengemukakan 4 faktor penyebeb depresi postpartum sebagai berikut : 1. Faktor konstitusional. Gangguan post partum berkaitan dengan status paritas adalah riwayat obstetri pasien yang meliputi riwayat hamil sampai bersalin serta apakah ada komplikasi dari kehamilan dan persalinan sebelumnya dan terjadi lebih banyak pada wanita primipara. Wanita primipara lebih umum menderita blues karena setelah melahirkan wanita primipara berada dalam proses adaptasi, kalau dulu hanya memikirkan diri sendiri begitu bayi lahir jika ibu tidak paham perannya ia akan menjadi bingung sementara bayinya harus tetap dirawat. 2. Faktor fisik. Perubahan fisik setelah proses kelahiran dan memuncaknya gangguan mental selama 2 minggu pertama menunjukkan bahwa faktor fisik dihubungkan dengan kelahiran pertama merupakan faktor penting. Perubahan hormon secara drastis setelah melahirkan dan periode laten selama dua hari diantara kelahiran dan munculnya gejala. Perubahan ini sangat berpengaruh pada keseimbangan. Kadang progesteron naik dan estrogen yang menurun secara cepat setelah melahirkan merupakan faktor penyebab yang sudah pasti. 3. Faktor psikologis. Peralihan yang cepat dari keadaan “dua dalam satu” pada akhir kehamilan menjadi dua individu yaitu ibu dan anak bergantung pada penyesuaian psikologis individu. Klaus dan Kennel mengindikasikan pentingnya cinta dalam menanggulangi masa peralihan ini untuk memulai hubungan baik antara ibu dan anak. 4. Faktor sosial. 7



Paykel mengemukakan bahwa pemukiman yang tidak memadai lebih sering menimbulkan depresi pada ibu – ibu, selain kurangnya dukungan dalam perkawinan. Menurut Kruckman menyatakan terjadinya depresi pascasalin dipengaruhi oleh faktor :6 1. Biologis. Faktor biologis dijelaskan bahwa depresi postpartum sebagai akibat kadar hormon seperti estrogen, progesteron dan prolaktin yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dalam masa nifas atau mungkin perubahan hormon tersebut terlalu cepat atau terlalum lambat. 2. Karakteristik ibu, yang meliputi : 1. Faktor umur. Sebagian besar masyarakat percaya bahwa saat yang tepat bagi seseorang perempuan untuk melahirkan pada usia antara 20–30 tahun, dan hal ini mendukung masalah periode yang optimal bagi perawatan bayi oleh seorang ibu. Faktor usia perempuan yang bersangkutan saat kehamilan dan persalinan seringkali dikaitkan dengan kesiapan mental perempuan tersebut untuk menjadi seorang ibu. 2. Faktor pengalaman. Beberapa penelitian diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Paykel dan Inwood mengatakan bahwa depresi pascasalin ini lebih banyak ditemukan pada perempuan primipara, mengingat bahwa peran seorang ibu dan segala yang berkaitan dengan bayinya merupakan situasi yang sama sekali baru bagi dirinya dan dapat menimbulkan stres. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Le Masters yang melibatkan suami istri muda dari kelas sosial menengah mengajukan hipotesis bahwa 83% dari mereka mengalami krisis setelah kelahiran bayi pertama. 3. Faktor pendidikan. Perempuan yang berpendidikan tinggi menghadapi tekanan social dan konflik peran, antara tuntutan sebagai perempuan yang memiliki dorongan untuk bekerja atau melakukan aktivitasnya diluar rumah, dengan peran mereka sebagai ibu rumah tangga dan orang tua dari anak–anak mereka. 4. Faktor selama proses persalinan. Hal ini mencakup lamanya persalinan, serta intervensi medis yang digunakan selama proses persalinan. Diduga semakin besar trauma fisik yang ditimbulkan pada saat persalinan, maka 8



akan semakin besar pula trauma psikis yang muncul dan kemungkinan perempuan yang bersangkutan akan menghadapi depresi pascasalin. 5. Faktor dukungan sosial. Banyaknya kerabat yang membantu pada saat kehamilan, persalinan dan pascasalin, beban seorang ibu karena kehamilannya sedikit banyak berkurang. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa faktor penyebab depresi postpartum adalah faktor konstitusional, faktor fisik yang terjadi karena adanya ketidakseimbangan hormonal, faktor psikologi, faktor sosial dan karakteristik ibu. 2.4. Faktor Resiko Beberapa orang yang beresiko mengalami depresi post partum, terutama sindrom baby blues diantaranya adalah:1 1. Ibu dengan usia di bawah 17 tahun. 2. Orang yang mengalami kehamilan yang tidak di inginkan. 3. Orang yang pernah mengalami gangguan kejiwaan sebelumnya. 4. Alkoholisme. 5. Ibu yang belum siap menghadapi persalinan. 6. Ibu dengan persalinan sesar. 7. Ibu yang memili gangguan atau masalah dalam keluarga. 8. Wanita karier, artis, model (wanita yang belum siap menghadapi perubahan pada fisik pasca persalinan). 2.5. Patofisiologi Baby blues bisa disebabkan oleh beberapa faktor antara lain faktor biologis dan faktor emosi. Ketika bayi lahir, terjadi perubahan level hormon yang sangat mendadak pada ibu. Hormon kehamilan (estrogen dan progesteron) secara mendadak mengalami penurunan 72 jam setelah melahirkan sedangkan hormon menyusui mengalami peningkatan. Hal ini kemudian memodulasi ekstabilitas otak, sehingga menyebabkan sub unit reseptor GABA teraktivasi, GABA 9



merupakan suatu reseptor ionotropik yang terdapat diberbagai belahan otak dan memiliki kadar yang tinggi yaitu 1000 kali lebih tinggi dari kadar neorotransmiter, disamping untuk memperantarai hambatan simpatik yang cepat, GABA juga berfungsi untuk mengambat ion cloroda masuk kedalam darah, jika kadar ion clorida dalam darah meningkat maka akan menghasilkan kecemasan yang berkepanjangan , dan akan menyebabkan terlepasnya beberapa hormon otak lain tanpa kendali, dan memicu terjadinya peningkatan Corticotropin-Releasing Hormone (CRH) dikelenjer hipotalamus. CRH akan merangsang kelenjer adrenal untuk menghasilkan hormon kortisol. Hormon kortisol adalah suatu hormon yang menyebabkan kekecewaan, kesedihan, perasaan tertekan, dan ketakutan yang berlebihan.1,6 2.6. Gejala Klinis Kebanyakan wanita akan mengalami perubahan suasana hati dalam mingguminggu setelah kelahiran anak. Kondisi ini biasanya ringan dan sementara, perubahan emosi pada hari puncak yaitu hari ke 4 atau ke 5 dan kembali normal pada hari ke 10 serta tidak disertai oleh keinginan bunuh diri. Beberapa gejala baby blues syndrome:5,8-9 1. Dipenuhi oleh perasaan kesedihan dan depresi disertai dengan menangis tanpa sebab. 2. Mudah kesal, mudah tersinggung dan tidak sabar. 3. Tidak memiliki atau kurang bertenaga. 4. Cemas, merasa bersalah dan tidak berharga. 5. Menjadi tidak tertarik dengan bayi atau menjadi terlalu memperhatikan dan kuatir terhadap bayinya. 6. Tidak percaya diri. 7. Sulit beristirahat dengan tenang atau tidur lebih lama. 8. Peningkatan berat badan yang disertai dengan makan berlebihan. 9. Penurunan berat badan yang disertai tidak mau makan. 10



10. Perasaan takut untuk menyakiti diri sendiri atau bayinya. Keadaan ini akan terjadi beberapa hari saja setelah melahirkan dan biasanya akan beransur-ansur menghilang dalam beberapa hari dan masih dianggap sebagai suatu kondisi yang normal terkait dengan adaptasi psikologis postpartum. Apabila memiliki faktor predisposisi dan pemicu lainnya maka dapat berlanjut menjadi depresi postpartum.4 Tabel 1 Perbedaan Baby Blues Syndrome dan Postpartum Depression1



Karakteristik Insidens



Durasi



Baby blues syndrome Terjadi pada 30-75% ibu melahirkan 3-5 hari setelah melahirkan Hari sampai minggu



Stressor terkait



Tidak ada



Pengaruh sosial dan budaya



Tidak ada, ada dalam semua budaya dan kelas sosioekonomi Tidak ada hubungan



Onset



Riwayat gangguan mood Riwayat gangguan mood dalam keluarga Rasa sedih Mood labil



Anhedonia Gangguan tidur Keinginan untuk bunuh diri Keinginan untuk menyakiti bayi Rasa bersalah, ketidakmampuan



Postpartum depression Terjadi pada 10-15% ibu melahirkan Dalam waktu 3-6 bulan setelah melahirkan Bulan sampai tahun jika tidak diobati Ada, terutama kurang dukungan Ada hubungan yang kuat



Ada hubungan yang kuat



Tidak ada hubungan



Ada hubungan



Ada Ada



Ada Kadang-kadang Tidak ada



Ada Sering pada awalnya kemudian depresi secara bertahap Sering Hampir selalu Kadang-kadang



Jarang



Sering



Tidak ada, jika ada biasanya ringan



Sering dan biasanya berat



2.7. Diagnosis Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM) IV, Baby blues dikategorikan dalam Major Depression.



11



Terdapat gejala berupa kesedihan, disfori, sering menangis dan ketergantungan untuk “lengket”. Kondisi ini berlangsung beberapa hari, perubahan emosi pada hari puncak yaitu hari ke 4 atau ke 5 dan kembali normal pada hari ke 10.7 Skrining untuk mendeteksi gangguan mood/depresi sudah merupakan acuan pelayanan pasca salin yang rutin dilakukan. Untuk skrining ini dapat dipergunakan beberapa kuesioner dengan alat bantu. Edinburgh Postnatal Depression Scale (EPDS) merupakan kuesioner dengan validasi yang teruji yang dapat mengukur intensitas perubahan perasaan depresi selama 7 hari pasca salin. Pertanyaan-pertanyaan berhubungan dengan labilitas perasaan, kecemasan, perasaan bersalah serta mencakup hal-hal lain yang terdapat pada postpartum blues. Kuesiner ini terdiri dari 10 pertanyaan, dimana setiap pertanyaan memiliki 4 pilihan jawaban yang mempunyai nilai skor dan harus dipilih satu sesuai dengan gradasi perasaan yang dirasakan ibu pasca salin saat itu. Pertanyaan harus dijawab sendiri oleh ibu dan rata rata dapat diselesaikan dalam waktu 5 menit, nilai scoring lebih besar 12 memiliki sensitifitas 86% dan nilai prediksi positif 73% untuk mendiagnosis postpartum blues. EPDS dapat dipergunakan dalam minggu pertama pasca salin dan bila hasilnya meragukan dapat diulangi pengisiannya 2 minggu kemudian.8



12



Gambar 1 Edinburgh Postnatal Depression Scale (EPDS)8



2.8. Penatalaksanaan 1. Psikoterapi.1,9 Dapat diajarkan mengenai mekanisme pemecahan masalah dan merencanakan tujuan yang realistis, terapi marital, dan terapi keluarga juga membantu. 2. Antidepresan.7,9 Sangat



dianjurkan pemberian antidepresan



pada kasus



yang berat.



Antidepresan yang digunakan seperti: Fluoxetine (Prozac) 10-60 mg/hari, Sertraline (Zoloft) 50-200 mg/hari, Paroxetine (Paxil) 20-60 mg/hari, Citalopram (Celexa) 20-60 mg/hari, atau escitalopram (Lexapro) 10-20 mg/hari. Bila ibu menyusui pertimbangkan keuntungan dan efek samping antidepresan. 13



3. Terapi hormonal.9 Pergantian hormon esterogen diharapkan dapat mengatasi penurunan esterogen yang berkaitan dengan kelahiran secara cepat. Walaupun data yang ada masih terbatas. Dengan terapi yang tepat, baby blues syndrome dapat diatasi dalam beberapa bulan, beberapa kasus dijumpai mencapai satu tahun. Penting melanjutkan terapi walaupun kedaan telah terasi. Terlalu cepat menghentikan pengobatan dapat menyebabkan relaps. 2.9. Pencegahan1,6-7,9 1. Persiapan diri yang baik, artinya persiapan diri yang baik pada saat kehamilan sangat diperlukan sehingga saat kelahiran memiliki kepercayaan diri yang baik dan mengurangi terjadinya resiko depresi post partum. Kegiatan yang dapat ibu lakukan adalah dengan membaca artikel atau buku yang ada kaitannyadengan kelahiran, mengikuti kelas prenatal, bergabung dengan kelompok senam hamil. Ibu dapat memperoleh banyak informasi yang diperlukan sehingga pada saat kelahiran ibu sudah siap dalam hal traumatis yang mungkin mengejutkan dapat dihindari. 2. Olahraga dan nutrisi yang cukup, dengan olahraga dapat menjaga kondisi dan stamina sehingga dapat membuat kedaan emosi juga lebih baik. Nutrisi yang baik, baik asupan makanan maupun minum sangat penting pada periode post partum. Usahakan mendapatkan keseimbangan dari kedua hal ini. 3. Dukungan mental dan lingkungan sekitar, dukungan mental sangat diperlukan pada periode post partum. Dukungan ini tidak hanya dari suami tapi dari keluarga, teman dan lingkungan sekitar. Jika ingin bercerita ungkapkan perasaan emosi dan perubahan hidup yang dialami kepada orang yang dipercaya dapat menjadi penggemar yang baik. Ibu post partum harus punya keyakinan bahwa lingkungan akan mendukung dan selalu siap membantu jika mengalami kesulitan. Hal tersebut akan membuat ibu merasa lebih baik dan mengurangi resiko terjadinya depresi post partum. 4. Ungkapkan apa yang dirasakan, ibu post partum jangan memendam perasaan sendiri. Jika mempunyai masalah harus segera dibicarakan baik dengan suami 14



maupun teman terdekat. Petugas kesehatan dapat membantu ibu untuk mengungkapkan perasaan dan emosi ibu agar lebih nyaman. 5. Mencari informasi tentang depresi post partum, informasi tentang depresi post partum yang kita berikan akan sangabermanfaat sehingga ibu mengetahui faktor – faktor pemicu sehingga dapat mengantisipikasi atau mencari bantuan jika menghadapi kondisi tersebut. Ibu



juga harus mempelajari keadaan



dirinyasehingga ketika sdar terhadap kondisi ini akan mendapat bantuan secepatnya. Bergabung dengan orang yang pernah mengalami depresi post partum dapat membantuibu memperoleh informasi terhadap gejala dan hal nyata yang dialami. 6. Menghindari perubahan hidup yang drastis, maksudnya perubahan hidup yang drastis sesudah kelahiran aka berpengaruh terhadap emosional ibu sehingga sebisa mungkin sebaiknya dihindari misalnya pindah kerja, pindah ke rumah yang baru. Hiduplah dengan wajar seperti sebelum melahirkan. 7. Melakukan pekerjaan rumah tangga seperti memasak, membersihkan rumah, merawat tanaman dan pekerjaan rumah tangga lainnya yang dapat membantu melupakan gejolak emosi yang timbul pada periode post partum. Saat kondisi ibu masih labil bisa dilampiaskan dengan melakukan pekerjaan rumah tangga. Ibu dapat meminta dukungan dari keluarga dan lingkungan meski mempunyai pembantu rumah tangga ibu dapat melakukan aktivitas tersebut.



15



BAB III KESIMPULAN Baby blues syndrome adalah fenomena ringan dan sementara ditandai terutamanya oleh perasaan menangis, lelah, mood yang labil, kacau, overemotional, perubahan suasana hati dan tidak bersemangat yang terjadi selama hari-hari pertama masa nifas. Baby blues perlu dibedakan dengan postpartum depression, dimana pada postpartum depression gejalanya lebih berat dan onset nya lebih dari 2 minggu. Etiologi dari baby blues belum dapat dibuktikan, tetapi banyak penelitian telah meneliti perubahan biologis yang dramatis terjadi selama persalinan, serta faktorfaktor psikologi dan sosial. Baby blues dapat ditatalaksana dengan metode farmakologi dan nonfarmakologi. Empati dan dukungan keluarga serta staf kesehatan diperlukan untuk menangani masalah baby blues dan mencegah dari terjadinya postpartum depression.



16



DAFTAR PUSTAKA 1. Sadock, Benjamin J. Buku ajar psikiatri klinis, edisi 2. Jakarta: EGC;2010.p.398-99 2. Ryan D. Psychiatric disorders in the postpartum period. BC Medical Journal;2005.p.3 3. Venkatesh, G., Manjunath, N. and Rajanna (2011). Postpartum blue is common in socially and economically insecure mothers. Indian Journal of Community Medicine, 36(3), p.231. 4. Sadock B J. Kaplan & sadock’s synopsis of psychiatry: behavioral sciences/clinical psychiatry, 10th edition. New York: Lippincot Williams & Wilkins;2007 5. Buttner, Melissa M, et al. The structure of women’s mood in the early postpartum. Assessment;2012.p.247 6. Cantwell, R. (2012). Baby blues -- 100 words. The British Journal of Psychiatry, 200(4), pp.335-335. 7. Rosario D, Genevieve A. Postpartum depression: symptoms, diagnosis, and treatment approaches. JAAPA;2013.p.50-4 8. Cox J L, Holden J M. Detection of postnatal depression: development of the postnatal depression scale. Edinburgh;2013 9. Sharma, I., Rai, S. and Pathak, A. (2015). Postpartum psychiatric disorders: Early diagnosis and management. Indian Journal of Psychiatry, 57(6), p.216.



17