Bahan Ajar Filsafat Ilmu [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 1dari 147



BAHAN AJAR/DIKTAT FILSAFAT ILMU 15P00671 2 SKS



PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2021



Tanggal Terbit 20 Januari 2021



KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 2dari 147



Tanggal Terbit 20 Januari 2021



VERIFIKASI BAHAN AJAR Pada hari ini ......... tanggal ..... bulan ................... tahun ...........Bahan Ajar Mata Kuliah Filsafat Ilmu Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Ilmu Pendidikan telah diverifikasi oleh Ketua Jurusan/ Ketua Program Studi Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar



Ketua Jurusan/ Ketua Prodi ......



..................................... NIP



Semarang, ................................. Tim Penulis



…………………………… NIP.



KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 3dari 147



Tanggal Terbit 20 Januari 2021



PRAKATA Bahan ajar ini disusun untuk memberikan gambaran yang berkaitan dengan dasar-dasar pengetahuan dan pemahaman mengenai filsafat dalam kaitannya dengan ruang lingkup kajian pendidikan. Diharapkan dengan bahan ajar ini dapat memberikan bekal dasar mengenai kognisi dan aspek-aspek yang terdapat di dalamnya.



Bahan ajar ini tersusun dari 8 bab, yang masing-masing akan membahas topik yang berbeda namun tetap saling berhubungan. Bahan ajar ini juga bukan sebagai satu-satunya sumber dalam proses pembelajaran, sehingga bahan lain terutama yang berkaitan dengan jurnal penelitian akan ditambahkan untuk memperkaya konteks kajian psikologi kognitif.



Melalui buku ini diharapkan mahasiswa dapat muncul ketertarikan dalam memahami filsafat pendidikan, serta mengembangkannya dalam kajian keilmuan yang lebih mendalam. Selanjutnya, masukan dan tanggapan terhadap bahan ajar ini akan sangat membantu untuk mengembangkan dan menyempurnakan isi dalam bahan ajar ini. Semoga bahan ajar ini dapat berguna bagi dosen maupun mahasiswa yang mempelajari matakuliah filsafat pendidikan.



Selamat Membaca!



Tim Penulis



KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 4dari 147



Tanggal Terbit 20 Januari 2021



DESKRIPSI MATAKULIAH Mata kuliah ini mengkaji : pendekatan dan sistematika filsafat, filsafat pendidikan, kebudayaan sebagai isi pendidikan, teori-teori kebenaran, teori ilmu pengetahuan, sistem nilai dalam kehidupan manusia, pandangan filsafat tentang hakekat manusia, hakekat masyarakat, politik dan pendidik, filsafat barat dan alirannya serta filsafat pendidikan di Indonesia, pendekatan pembelajaran menggunakan multi metode yang menekankan keaktifan mahasiswa



KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 5dari 147



Tanggal Terbit 20 Januari 2021



DAFTAR ISI Prakata



4



Daftar Isi



5



Bab I



Bab II



Pendekatan dan Sistematika Filsafat Deskripsi Singkat



7



Capaian pembelajaran pertemuan



7



Isi Materi perkuliahan



7



Rangkuman



36



Pertanyaan/Diskusi



37



Filsafat Pendidikan Deskripsi Singkat



25



Capaian pembelajaran pertemuan



25



Isi Materi perkuliahan



25



Rangkuman



36



Pertanyaan/Diskusi



37



Bab III Kebudayaan sebagai Isi Pendidikan Deskripsi Singkat



38



Capaian pembelajaran pertemuan



38



Isi Materi perkuliahan



39



Rangkuman



48



Pertanyaan/Diskusi



48



Bab IV Teori-teori Kebenaran Deskripsi Singkat



52



Capaian pembelajaran pertemuan



52



Isi Materi perkuliahan



53



Rangkuman



56



Pertanyaan/Diskusi



57



Bab V Sistem Nilai Dalam Kehidupan Manusia Deskripsi Singkat



68



Capaian pembelajaran pertemuan



68



Isi Materi perkuliahan



68



KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 6dari 147



Tanggal Terbit 20 Januari 2021



Rangkuman



86



Pertanyaan/Diskusi



87



Bab VI Pandangan Filsafat tentang Hakikat Manusia Deskripsi Singkat



88



Capaian pembelajaran pertemuan



88



Isi Materi perkuliahan



89



Rangkuman



96



Pertanyaan/Diskusi



96



Bab VII Hakekat Masyarakat, Politik dan Pendidikan Deskripsi Singkat



116



Capaian pembelajaran pertemuan



116



Isi Materi perkuliahan



116



Rangkuman



133



Pertanyaan/Diskusi



134



Bab VIII Filsafat Pendidikan di Indonesia Deskripsi Singkat



135



Capaian pembelajaran pertemuan



135



Isi Materi perkuliahan



136



Rangkuman



145



Pertanyaan/Diskusi



145



Daftar Pustaka



146



KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 6dari 147



Tanggal Terbit 20 Januari 2021



BAB I PENDEKATAN DAN SISTEMATIKA FILSAFAT



A. Deskripsi singkat Filsafat dibutuhkan manusia dalam upaya menjawab pertanyaanpertanyaan yang timbul dalam berbagai lapangan kehidupan manusia. Jawaban itu merupakan hasil pemikiran yang sistematis, integral, menyeluruh, dan mendasar. Jawaban seperti itu juga digunakan untuk mengatasi



masalah-masalah



yang



menyangkut



berbagai



bidang



kehidupan manusia, termasuk bidang pendidikan. Filsafat dapat dikatakan sebagai usaha untuk memahami atau mengerti semesta dalam hal makna (hakikat) dan nilai-nilainya (esensi) yang tidak cukup dijangkau hanya dengan panca indera manusia sekalipun. Bidang filsafat sangatlah luas dan mencakup secara keseluruhan sejauh dapat dijangkau oleh pikiran. Filsafat berusaha untuk menjawab pertanyaanpertanyaan tentang asal mula dan sifat dasar alam semesta tempat manusia hidup serta apa yang merupakan tujuan hidupnya. Karena itu penulis mengangkat suatu yang berjudul “Pendekatan dan Sistematika Filsafat (Pengertian dan Metode dalam Filsafat).”



B. Capaian pembelajaran mata kuliah 1. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian filsafat 2. Mahasiswa dapat menjelaskan metode dalam filsafat 3. Mahasiswa dapat menjelaskan yang dimaksud dengan ontology 4. Mahasiswa



dapat



menjelaskan



yang



dimaksud



dengan



epistimologi 5. Mahasiswa dapat menjelaskan yang dimaksud dengan aksiologi



C. Isi Materi perkuliahan Pengertian Filsafat Kata filasafat berasal dari bahasa Yunani Kuno, yaitu dari kata “philos” dan “sophia”. Philos artinya cinta yang sangat mendalam, dan cinta



KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



sendiri



artinya



Hal 6dari 147



ingin.



Sedangkan



sophia



artinya



Tanggal Terbit 20 Januari 2021



kebijaksanaan



(memahami sedalam-dalamnya). Jadi arti filsafat yaitu ingin memahami sedalam-dalamnya. Filsafat berasal dari bahasa Arab, yaitu falsafah atau juga dari bahasa Yunani yaitu philosophia – philien : cinta dan sophia : kebijaksanaan. Jadi bisa dipahami bahwa filsafat berarti cinta kebijaksanaan. Dan seorang filsuf adalah pencari kebijaksanaan, pecinta kebijaksanaan dalam arti hakikat. Sedangkan pengertian filsafat secara terminologi sangat beragam. Para filsuf merumuskan pengertian filsafat sesuai dengan kecenderungan pemikiran kefilsafatan yang dimilikinya. Drs. Sidi Gazalba (dalam Prasetya, 1997;10), bahwa para filosof mempunyai pengertian atau definisi tentang filsafat sendiri-sendiri. Sebagai contoh ia mengemukakan beberapa pengertian filsafat menurut beberapa ahli, antara lain yaitu sebagai berikut: 1.



Plato, mengatakan bahwa filsafat tidak lain daripada pengetahuan



tentang segala yang ada. 2.



Aristoteles,



berpendapat



bahwa



kewajiban



filsafat



ialah



menyelidiki sebab dan asas segala benda. Dengan demikian filsafat bersifat ilmu yang umum sekali. 3.



Fichte, menyebut filsafat sebagai Wissenschaftslehre: ilmu dari



ilmu-ilmu, yaitu ilmu yang umum, yang menjadi dasar segala ilmu. 4.



Kant, mengatakan bahwa filsafat adalah pokok dan pangkal



segala pengetahuan dan pekerjaan. 5.



Al-Kindi, sebagai ahli pikir pertama dalam filsafat Islam yang



memberikan pengertian filsafat dikalangan umat Islam, membagi filsafat itu dalam tiga lapangan: a)



Ilmu Fisika (al-ilmu al-tabbiyyat), merupakan tingkatan terendah;



b)



Ilmu Matematika (al-ilmu al-riyadil), merupakan tingkatan tengah;



c) tertinggi;



Ilmu Ketuhanan (al-ilmu al-rububiyyat) merupakan tingkatan



KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



6.



Hal 6dari 147



Tanggal Terbit 20 Januari 2021



Immanuel Kant (1724-1804 M), mengatakan bahwa filsafat



adalah ilmu pokok dan pangkal segala pengetahuan yang mencakup di dalamnya empat persoalan, yaitu: –



Apakah yang dapat kita ketahui (dijawab oleh metafisika).







Apakah yang boleh kita kerjakan (dijawab oleh etika).







Sampai di manakah penghargaan kita (dijawab oleh agama).







Apakah yang dinamakan manusia (dijawab oleh antropologi).



7. Paul Natorp bahwa filsafat sebagai ilmu dasar yang hendak menentukan kesatuan pengetahuan manusia dengan jalan menunjukkan dasar akhir yang sama yang memikul sekaliannya. 8. Dr. H. Hasbullah Bakry, menentukan rumusan, bahwa filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai Ketuhanan, alam semesta dan manusia sehingga dapat menghasilkan pengetahuan bagaimana hakikatnya sejauh yang dapat dicapai akal manusia dan bagaimana sikap manusia itu seharusnya setelah mengetahui pengetahuan itu. 9.



Prof. Dr. Fuad Hassan, guru besar FK. Psikologi UI dan mantan



Menteri P & K RI. Merumuskan bahwa filsafat adalah suatu ikhtiar untuk berfikir radikal, radikal dalam arti mulai dari radixnya suatu gejala dari akarnya suatu hal yang hendak dimasalahkan. Dan dengan jalan penjagaan yang radikal itu filsafat berusaha untuk sampai kepada kesimpulan yang universal. 10. Al-Farabi, mengatakan bahwa filsafat ialah mengetahui semua yang wujud karena ia wujud (al’ilmu bi al maujudat bima hiya maujudah) 11.Ibnu Sina, juga membagi filsafat dalam dua bagian, yaitu teori dan praktek, yang keduanya berhubungan dengan agama, di mana terdapat dalam syariat Tuhan, yang penjelasan dan kelengkapannya diperoleh dengan tenaga akal manusia. Menurut Rizal dan Misnal (2006;3) ada beberapa pengertian filsafat yang diklasifikasikan yaitu sebagai berikut: 1.



Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap



kehidupan dan alam yang biasanya diterima secara tidak kritis.



KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



2.



Hal 6dari 147



Tanggal Terbit 20 Januari 2021



Filsafat adalah suatu proses kritik untuk pemikiran terhadap



kepercayaan dan sikap yang sangat kita junjung tinggi. 3.



Filsafat adalah usaha menggambarkan keseluruhan. Artinya



filsafat berusaha untuk mengkombinasikan hasil bermacam-macam sains dan pengalaman kemanusiaan sehingga menjadi pandangan yang konsisten tentang alam. 4.



Filsafat adalah analisis logis dari bahasa serta penjelasan tentang



arti kata dan konsep. 5.



Filsafat adalah sekumpulan problema yang langsung, yang



mendapat perhatian dari manusia dan yang dicarikan jawabannya oleh ahli-ahli filsafat. Pada bagian lain Harold Titus (dalam Sadulloh, 2007;18), mengemukakan makna filsafat, yaitu : 1.



Filsafat adalah suatu sikap tentang hidup dan alam semesta.



2.



Filsafat adalah suatu metode berfikir reflektif, dan penelitian



penalaran. 3.



Filsafat adalah suatu perangkat masalah-masalah.



4.



Filsafat adalah seperangkat teori dan sistem berfikir.



Berfilsafat berarti berfikir, tetapi tidak semua berfikir dapat dikategorikan berfilsafat. Berfikir yang dikategorikan berfilsafat adalah apabila berfikir tersebut mengandung tiga ciri, yaitu radikal, sistematis, dan universal. Seperti yang dijelaskan oleh Sidi Gazalba (dalam Sadulloh, 2007;18): Berfikir radikal, berfikir sampai ke akar-akarnya, tidak tanggung-tanggung sampai konsekuensi yang terakhir. Berfikir itu tidak separuh-separuh, tidak berhenti di jalan, tetapi terus sampai ke ujungnya. Berfikir sistematis ialah berfikir logis yang bergerak selangkah demi selangkah dengan penuh kesadaran dengan urutan yang bertanggung jawab dan saling berhubungan yang teratur. Berfikir universal tidak berfikir khusus, yang hanya terbatas kepada bagian-bagian tertentu, melainkan mencakup keseluruhan. Dari pengertian secara etimologi, Harun Nasution (dalam Prasetya, 1997;9) memberikan definisi filsafat sebagai berikut:



KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 6dari 147







Pengetahuan tentang hikmah;







Pengetahuan tentang prinsip atau dasar-dasar;







Mencari kebenaran;







Membahas dasar-dasar dari apa yang dibahas.



Tanggal Terbit 20 Januari 2021



Berdasarkan uraian di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa filsafat merupakan kegiatan berpikir manusia yang berusaha untuk mencapai kebijakan dan kearifan. Filsafat berusaha merenungkan dan membuat garis besar dari masalah-masalah dan peristiwa-peristiwa yang pelik dari pengalaman umat manusia dengan kata lain filsafat sampai kepada sinopsis tentang pokok-pokok yang ditelaahnya.



Metode-Metode dalam Filsafat Istilah metode berasal dari kata Yunani, methodeuo yang berarti mengikuti jejak atau mengusut, menyelidiki dan meneliti yang berasal dari kata methodos dari akar kata meta (dengan) dan hodos (jalan). Dalam hubungan dengan suatu upaya yang bersifat ilmiah, metode berarti cara kerja yang teratur dan sistematis yang digunakan untuk memahami suatu objek yang dipermasalahkan, yang merupakan sasaran dari bidang ilmu tertentu. Metode yang benar dan tepat akan menjamin kebenaran yang diraih. Oleh karena itu, setiap cabang ilmu pengetahuan harus mengembangkan metodologi yang sesuai dengan objek studi ilmu pengetahuan itu sendiri. Ini merupakan suatu keharusan karena sesungguhnya tidak ada satu metode yang cocok digunakan bagi semua bidang ilmu pengetahuan. Filsafat pun memiliki metode sendiri, namun harus ditegaskan pula bahwa filsafat sesungguhnya tidak memiliki metode tunggal yang digunakan oleh semua filsuf sejak zaman purba hingga sekarang ini. Dapat dikatakan bahwa jumlah filsafat adalah sebanyak jumlah filsufnya. Sangat banyak metode filsafat yang digunakan oleh para filsuf dari dahulu sampai sekarang ini. 1.



Metode Kritis (Socrates)



KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 6dari 147



Tanggal Terbit 20 Januari 2021



Metode kritis disebut juga metode dialektik. Dipergunakan oleh Socrates dan Plato. Harold H Titus mengatakan bahwa metode ini merupakan metode dasar dalam filsafat. Socrates (470-399 SM) menganalisis objekobjek filsafatnya secara kritis dan dialektis. Berusaha menemukan jawaban



yang



mendasarkan



tentang



objek



analisanya



dengan



pemeriksaan yang amat teliti dan terus-menerus. Ia menempatkan dirinya sebagai intelektual mid wife, yaitu orang yang memberi dorongan agar seseorang bisa melahirkan pengetahuannya yang tertimbun oleh pengetahuan semunya. Asumsi dasarnya adalah bahwa setiap orang tahu akan hakekat. Jadi Socrates menolong orang untuk melahirkan pengetahuan hakekat tersebut dengan jalan mengajak dialog yang dilakukan secara cermat. Dialog ini dilakukan dengan menarik, penuh humor, segar dan sederhana. Socrates mengajukan pertanyaanpertanyaan yang tajam dan terarah. Lawan dialog giring kearah persoalan, makin lama makin mendalam kearah intinya. Lewat proses inilaah orang didorong untuk melahirkan pengetahuan yang dimiliki. Diteliti konsistensinya, dijernihkan keyakinan-keyakinannya, dibuka kesadarannya sehingga orang memahami keadaan dirinya. Entah dia memiliki pengetahuan yang sebenarnya atau dia kurang tahu. Socrates dalam hal ini bertindak sebagai bidan penolong sebuah proses kelahiran. Ia sebagai lawan dialog yang kritis dan menyenangkan, mengantar orang untuk menemukan kebenaran-kebenaran yang ada. Kemudian secara sitematis menyusun dalam suatu batasan pengertian yang mengandung nilai filosofis. Plato meneruskan usaha gurunya, mengembangkan lebih lanjut metode Socrates. Dalam dialog Plato, orang dituntun untuk memahami hakekat objek dengan jalan mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara kritis dan mencari rumusan jawaban yang benar. Metode Socrates dan Plato ini disebut metode kritis, sebab proses yang terjadi dalam implikasinya adalah menjernihkan keyakinan-keyakinan orang. Meneliti apakan memiliki kosistensi intern atau tidak. Prinsip utama dalam metode kritis adalah perkembangan pemikiran dengan cara mempertemukan ide-ide,



KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 6dari 147



Tanggal Terbit 20 Januari 2021



interplay antar ide. Sasarannya adalah yang umum atau batiniah. Akhir dari dialog kritis tersebut adalah perumusan definisi yang sudah merupakan suatu generalisasi.



2. Metode Intuitif (Platinos dan Bergson) Filsuf yang mengembangkan pemikiran dengan metode ini adalah Platinos



(205-275 M)



dan



Henri



Bergson (1859-1941).



Platinos



menggunakan metode intuitif atau mistik dengan membentuk kelompok yang



melakukan



kontemplasi



religious



yang



dijiwai



oleh



sikap



kontemplatif. Filsafat Platinos adalah a way of life. Tapi bukan doktrin yang dogmatis, merupakan jalan untuk menghayati hidup religious yang mendalam. Dalam kelompoknya Platinos melakukan usaha untuk member semangat dan mengantarkan mereka kedalam kehidupan rohani. Metode filsafat Platinos disebut metode mistik sebab dimaksudkan untuk menuju pengalaman batin dan persatuan dengan Tuhan. Dengan demikian bisa kita pahami bahwa tujuan Platinos dengan filsafatnya adalah ingin membawa manusia kedalam hidup mistis, hidup yang mempertinggi nilai rohani dan persatuan dengan Yang Maha Esa. Tokoh lain dalam metode intuitif adalah Henry Bergson, seorang filsuf Yahudi, dia juga seorang matematikus dan fisikawan. Menurut Henry Bergson, rasio tidak akan mampu untuk menyelami hakekat sesuatu. Rasio hanya berguna bagi pemikkiran ilmu fisika, matematika, dan mekanika. Untuk bisa menangkap, memahami hakekat suatu kenyataan kita harus mempergunakan intuisi. Intuisi menurut Henry Bergson adalah kekuatan rohani, merupakan naluri yang mendapatkan kesadaran diri. Intuisi adalah percakapan untuk menyimpulkan dan meninjau dengan sadar lepas dari rasio. Pemikiran intuisi bersifat dinamis dan berfungsi untuk mengenal hakekat pribadi dan seluruh kenyataan. Objek bisa dikenal sebagai masa murni yang keadaannya berbeda sekali dengan waktu dimana akal bisa mengenalnya. Metode intuitif Henry Bergson adalah gambaran yang merupakan suatu gerakan dinamik, sesuai



KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 6dari 147



Tanggal Terbit 20 Januari 2021



dengan kenyataan. Dinamika kosmis hanya bisa dipahami kalau manusia menyelam dan membiarkan diri dalam arus kesadaran. Ia langsung mengambil bagian dalamnya. Identifikasi telah ditemukan dalam naluri, tapi dalam manusia mencapai tingkat lebih tinggi bersifat sadar diri, reflektif, disinterested, lepas dari tuntutan kegiatan dan hidup social. Penyatuan ini merupakan persepsi yang langsung dan bukan konseptual. Intuisi langsung dan simple mengenai yang konkrit dan individual, pengertian yang terdiri dari kontak dan afinitas. Intuisi dalam metode Henry Bergson merupakan suatu usaha mental dan konsentrasi pikiran. Menuju kesuatu hal yang spiritual dan bebas, dinamik dan bergelombang. Bukan kearah kontemplasi yang tenang. Jadi ada perbedaan dengan metode intuisi Platinos.



3. Metode Skolastik (Aristoteles dan Thomas Aquinas) Metode Skolastik dikembangkan oleh Thomas Aquinas (1225-1247). Juga disebut metode sintetis deduktif. Metode berpikir skolastik menunjukan persamaan dengan metode mengajar dalam bentuknya yang sistematis dan matang. Ada dua prinsip utama dalam metode sekolastik yaitu Lectio dan Disputatio. Lectio adalah perkuliahan kritis, diambil teks-teks dari para pemikir besar yang berwibawa untuk dikaji. Biasanya diberi interpretasi dan komentarkomentar kritis. Dalam proses inilah bisa timbul objektifitas metodis yang sangat mendalam terhadap sumbangan otentik dari para pemikir besar. Soal real dalam teks diberi komentar. Problem-problemnya dipahami, ideidenya diinterpretasi, dan kenyataannya dirumuskan, dibedakan, diuji dari segala segi. Penafsiran, pembahasan, dan pemahaman dari segala sudut. Pro dan kontra diajukan secara argumentative. Disputatio adalah suatu diskusi sistematis dan meliputi debat dialegtis yang sangat terarah. Bahannya adalah soal-soal yang ditemukan dalam teks atau persoalan-persoalan yang muncul dari teks tersebut. Bentuk perbincangan sangat terarah dan sistematis. Dosen mengajukan soal-



KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 6dari 147



Tanggal Terbit 20 Januari 2021



soal yang problematis, kemudian keberatan-keberatan diajukan oleh seorang mahasiswa, dan seorang mahasiswa senior memberikan jawaban-jawaban. Kemudian kesimpulan determinatif kembali deberikan oleh dosen, kesimpulan ini merupakan jawaban-jawaban yang tepat atas persoalan



dan



keberatan-keberatan



yang



diajukan.



Disputatio



menekankan aspek disiplin. Urutan-urutan harus tepat dalam mengajukan soal-soal diskusi. Harus mengarah kejalan penemuan. Aspek lain dalam metode ini adalah penahanan terhadap sistem berpikir yang harus berlandakan aturan logika formal. Dan dengan metode ini diharapkan terjadi proses kreatif, terbentuk sikap kritis serta kemampuan berpikir mandiri. Akhirnya akan lahir pemikiran-pemikiran filsafat. 4. Metode Geometris, Rene Descartes Melalui analisis mengenai hal-hal kompleks di capai intiuisi akan hakikathakikat sederhana (ide terang dan berbeda dari yang lain), dari hakikathakikat itu di dedukasikan secara matematis segala pengertian lainnya. Rene Descartes (1596-1650) adalah pelopor filsafat modern yang berusaha melepaskan dari pengaruh fisafat klasik. Dalam metodenya Descartes mengintegrasikan logika, analisa geometris dan aljabar dengan menghindari kelemahannya. Metode ini membuat kombinasi dari pemahaman



intuitif



akan



pemecahan



soal



dan



uraian



analitis.



Mengembalikan soal itu kehal yang telah diketahui tetapi akan menghasilkan pengetian baru. Menurut Descartes semua kesatuan ilmu harus dikonsepsikan dan dikerjakan oleh seorang diri saja. Koherensi yang tepat harus dating dari seseorang. Orang harus menemukan kebenaran sendiri. Mencari pemahaman dan keyakinan pribadi tidak harus mulai dengan kebenarankebenaran yang sudah diterima dari orang lain. Descartes ingin mencari titik pangkal yang bersifat mutlak dari filsafat dengan menolak atau meragukan metode-metode dan pengetahuan lain secara prinsipel ia menghasilkan segala-galanya. Tapi keraguan ini adalah bersifat kritis. Descartes banyak member pengaruh pada filsafat dan ilmu pengetahuan modern. Terutama usaha-usaha pembaharuannya, baik dalam pemikiran



KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 6dari 147



Tanggal Terbit 20 Januari 2021



maupun metode ilmiah. Tapi juga banyak kritik ditujukan pada filsafat dan pembaharuannya.



Descartes



membangun



kerangka



berpikir



dari



‘keraguan’ terhadap sesuatu, dari ‘keraguan’ terus berpikir logis menuju ke ‘kepastian’ untuk menemukan ‘keyakinan’ yang berada di balik keraguan itu, ketika keyakinan itu begitu jelas dan pasti (clear and distinct) akhirnya diperoleh ‘keyakinan yang sempurna, yang disebut truths of reason. Jadi, akal (reason) itulah basis (dasar) yang terpenting dalam berfilsafat. Filsafat Descartes ini disebut filsafat modern (modern philosophy). Tokoh atau filosof lain yang mendukung Descartes adalah Spinoza (1632-1677), Leibniz (1646-1716), dan Hobbes (Peursen,C.A. 1980;



Tafsir,



A.



2003).



Metode



rasional



inilah



yang



nantinya



menghasilkan aliran atau paham rasionalisme dalam studi filsafat. 5. Metode Empiris (Thomas Hobbes & John Locke) Empirisme adalah suatu doktrin filsafat yang menekankan peranan pengalaman dalam memperoleh pengetahuan dan pengetahuan itu sendiri dan mengecilkan peran akal. Istilah empirisme diambil dari bahasa yunani empeiria yang berarti pengalaman. Sebagai suatu doktrin, empirisme adalah lawan rasionalisme. Akan tetapi tidak berarti bahwa rasionalisme ditolak sama sekali. Dapat dikatakan bahwa rasionalisme dipergunakan dalam kerangka empirisme, atau rasionalisme dilihat dalam bingkai empirisme. Orang pertama pada abad ke-17 yang mengikuti aliran empirisme di Inggris adalah Thomas Hobbes (1588-1679). Jika Bacon lebih berarti dalam bidang metode penelitian, maka Hobbes dalam bidang doktrin atau ajaran. Hobbes telah menyusun suatu sistem yang lengkap berdasar kepada empirisme secara konsekuen. Meskipun ia bertolak pada dasar-dasar empiris, namun ia menerima juga metode yang dipakai



dalam



mempersatukan



ilmu



alam



empirisme



yang dengan



bersifat



matematis.



rasionalisme



Ia



telah



matematis.



Ia



mempersatukan empirisme dengan rasionalisme dalam bentuk suatu filsafat materialistis yang konsekuen pada zaman modern. Menurut Hobbes, filsafat adalah suatu ilmu pengetahuan yang bersifat umum, sebab filsafat adalah suatu ilmu pengetahuan tentang efek-efek



KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 6dari 147



Tanggal Terbit 20 Januari 2021



atau akibat-akibat, atau tentang penampakan-panampakan yang kita peroleh dengan merasionalisasikan pengetahuan yang semula kita miliki dari sebab-sebabnya atau asalnya. Sasaran filsafat adalah fakta-fakta yang diamati untuk mencari sebab-sebabnya. Adapun alatnya adalah pengertian-pengertian



yang



diungkapkan



dengan



kata-kata



yang



menggambarkan fakta-fakta itu. Di dalam pengamatan disajikan faktafakta yang dikenal dalam bentuk pengertian-pengertian yang ada dalam kesadaran kita. Sasaran ini dihasilkan dengan perantaraan pengertianpengertian; ruang, waktu, bilangan dan gerak yang diamati pada bendabenda yang bergerak. Menurut Hobbes, tidak semua yang diamati pada benda-benda itu adalah nyata, tetapi yang benar-benar nyata adalah gerak dari bagian-bagian kecil benda-benda itu. Segala gejala pada benda yang menunjukkan sifat benda itu ternyata hanya perasaan yang ada pada si pengamat saja. Segala yang ada ditentukan oleh sebab yang hukumnya sesuai dengan hukum ilmu pasti dan ilmu alam. Dunia adalah keseluruhan sebab akibat termasuk situasi kesadaran kita. Sebagai penganut empirisme, pengenalan atau pengetahuan diperoleh melalui pengalaman. Pengalaman adalah awal dari segala pengetahuan, juga awal pengetahuan tentang asas-asas yang diperoleh dan diteguhkan oleh pengalaman. Segala pengetahuan diturunkan dari pengalaman. Dengan demikian, hanya pengalamanlah yang memberi jaminan kepastian. Berbeda dengan kaum rasionalis, Hobbes memandang bahwa pengenalan dengan akal hanyalah mempunyai fungsi mekanis sematamata. Ketika melakukan proses penjumlahan dan pengurangan misalnya, pengalaman dan akal yang mewujudkannya. Yang dimaksud dengan pengalaman adalah keseluruhan atau totalitas pengamatan yang disimpan dalam ingatan atau digabungkan dengan suatu pengharapan akan masa depan, sesuai dengan apa yang telah diamati pada masa lalu. Pengamatan inderawi terjadi karena gerak benda-benda di luar kita menyebabkan adanya suatu gerak di dalam indera kita. Gerak ini diteruskan ke otak kita kemudian ke jantung. Di dalam jantung timbul



KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 6dari 147



Tanggal Terbit 20 Januari 2021



reaksi, yaitu suatu gerak dalam jurusan yang sebaliknya. Pengamatan yang sebenarnya terjadi pada awal gerak reaksi tadi. Selanjutnya tradisi empiris diteruskan oleh John Locke (1632-1704) yang untuk pertama kali menerapkan metode empiris kepada persoalanpersoalan tentang pengenalan atau pengetahuan. Bagi Locke, yang terpenting adalah menguraikan cara manusia mengenal. Locke berusaha menggabungkan teori-teori empirisme seperti yang diajarkan Bacon dan Hobbes dengan ajaran rasionalisme Descartes. Usaha ini untuk memperkuat ajaran empirismenya. Ia menentang teori rasionalisme mengenai idea-idea dan asas-asas pertama yang dipandang sebagai bawaan manusia. Menurut dia, segala pengetahuan datang dari pengalaman dan tidak lebih dari itu. Peran akal adalah pasif pada waktu pengetahuan didapatkan. Oleh karena itu akal tidak melahirkan pengetahuan dari dirinya sendiri. Pada waktu manusia dilahirkan, akalnya merupakan sejenis buku catatan yang kosong (tabula rasa). Di dalam buku catatan itulah dicatat pengalaman-pangalaman inderawi. Seluruh pengetahuan



kita



diperoleh



dengan



jalan



menggunakan



serta



membandingkan ide-ide yang diperoleh dari penginderaan serta refleksi yang pertama dan sederhana. Segala sesuatu berasal dari pengalaman inderawi, bukan budi (otak). Otak tak lebih dari sehelai kertas yang masih putih, baru melalui pengalamanlah kertas itu terisi atau yang kita kenal dengan istilah Tabula Rasa. Tabula Rasa (dari bahasa Latin kertas kosong) merujuk pada pandangan epistemologi bahwa seorang manusia lahir tanpa isi mental bawaan, dengan kata lain "kosong", dan seluruh sumber pengetahuan diperoleh sedikit demi sedikit melalui pengalaman dan persepsi alat inderanya terhadap dunia di luar dirinya. Gagasan mengenai teori ini banyak dipengaruhi oleh pendapat John Locke di abad 17. Dalam filosofi Locke, tabula rasa adalah teori bahwa pikiran (manusia) ketika lahir berupa "kertas kosong" tanpa aturan untuk memroses data, dan data yang ditambahkan serta aturan untuk memrosesnya dibentuk hanya oleh pengalaman alat inderanya. Pendapat ini merupakan inti dari empirisme



KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 6dari 147



Tanggal Terbit 20 Januari 2021



Lockean. Anggapan Locke, tabula rasa berarti bahwa pikiran individu "kosong" saat lahir, dan juga ditekankan tentang kebebasan individu untuk mengisi jiwanya sendiri. Setiap individu bebas mendefinisikan isi dari karakternya - namun identitas dasarnya sebagai umat manusia tidak bisa ditukar. Dari asumsi tentang jiwa yang bebas dan ditentukan sendiri serta dikombinasikan dengan kodrat manusia inilah lahir doktrin Lockean tentang apa yang disebut alami. Menurut Locke, pikiran bukanlah sesuatu yang pasif terhadap segala sesuatu yang datang dari luar. Beberapa aktifitas berlangsung dalam pikiran. Gagasan-gagasan yang datang dari indera tadi diolah dengan cara berpikir, bernalar, mempercayai, meragukan dan dengan demikian memunculkan apa yang dinamakannya dengan perenungan. Locke menekankan bahwa satu-satunya yang dapat kita tangkap adalah penginderaan sederhana. Ketika kita makan apel misalnya, kita tidak merasakan seluruh apel itu dalam satu penginderaan saja. Sebenarnya, kita menerima serangkaian penginderaan sederhana, yaitu apel itu berwarna hijau, rasanya segar, baunya segar dan sebagainya. Setelah kita makan apel berkali-kali, kita akan berpikir bahwa kita sedang makan apel. Pemikiran kita tentang apel inilah yang kemudian disebut Locke sebagai gagasan yang rumit atau ia sebut dengan persepsi. Dengan demikian kita dapat mengatakan bahwa semua bahan dari pengetahuan kita tentang dunia didapatkan melalui penginderaan. Ini berarti bahwa semua pengetahuan kita betapapun rumitnya, dapat dilacak kembali sampai kepada pengalaman-pengalaman inderawi yang pertama-tama yang dapat diibaratkan seperti atom-atom yang menyusun objek-objek material. Apa yang tidak dapat atau tidak perlu dilacak kembali seperti demikian itu bukanlah pengetahuan atau setidak-tidaknya bukanlah pengetahuan mengenai hal-hal yang faktual. Di tangan empirisme Locke, filsafat mengalami perubahan arah. Jika rasionalisme Descartes mengajarkan bahwa pengetahuan yang paling berharga tidak berasal dari pengalaman, maka menurut Locke, pengalamanlah yang menjadi dasar dari segala pengetahuan. Namun



KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 6dari 147



Tanggal Terbit 20 Januari 2021



demikian, empirisme dihadapkan pada sebuah persoalan yang sampai begitu jauh belum bisa dipecahkan secara memuaskan oleh filsafat. Persoalannya



adalah



menunjukkan



bagaimana



kita



mempunyai



pengetahuan tentang sesuatu selain diri kita dan cara kerja pikiran itu sendiri. Hanya pengalamanlah menyajikan pengertian benar, maka semua pengertian (ide-ide ) dalam intropeksi di bandingkan dengan cerapan-cerapan (impresi) dan kemudian di susun bersama secara geometris. 6. Metode Transendental (Immanuel Kant & Neo Skolastik) Immanuel Kant (1724-1804) dalam filsafat mengembangkan metode kritis transcendental.



Kant



berpikir



tentang



unsure-unsur



mana



dalam



pemikiran manusia yang berasal dari pengalaman dan unsur-unsur mana yang terdapat dalam rasio manusia. Ia melawan dogmatisme. Kant tidak mau mendasarkan pandangannya kepada pengertian-pengertian yang telah ada. Harus ada pertanggung jawaban secara kritis. Kant mempertanyakan bagaimana pengenalan objektif itu mungkin. Harus diketahui secara jelas syarat-syarat kemungkinan adanya pengenalan dan batas-batas pengenalan itu. Metodenya merupakan analisa criteria logis mengenai titik pangkal. Ada pengertian tertentu yang objektif sebagai titik tolak. Analisa tersebut dibedakan dalam beberapa macam: -



Analisa psikologis. Analisa ini merupakan penelitian proses atau jalan



kegiatan yang factual. Prinsipnya adalah mencari daya dan potensi yang berperanan. Kemudian memperhatikan peningkatan taraf kegiatan, inferensi, asosiasi, proses belajar, dsb. -



Analisa logis. Meneliti hubungan antara unsur-unsur isi pengertian



satu sama lain. -



Analisa ontologis. Meneliti realitas subjek dan objek menurut adanya. Analisa kriteriologis. Meneliti relasi formal antara kegiatan subjek



sejauh ia mengartikan dan menilai hal tertentu. Dalam metode Kant juga dipergunakan kergu-raguan. Kant meragukan kemungkinan dan kompetensi metafisik. Metafisik tidak pernah



KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 6dari 147



Tanggal Terbit 20 Januari 2021



menemukan metode ilmiah yang pasti untuk memecahkan problemnya. Kant menerima nilai objektif dari ilmu-ilmu positif karena mendatangkan kemajuan dalam hidup sehari-hari. Demikian juga tentang nilai objektif agama dan moral. Sebab mendatangkan kemajuan dan kebahagiaan. Karena itulah Kant menerima dan meneliti dasar-dasar yang bukan empiris, tetappi sintetis apriori. Kant juga melakukan pembagian terhadap macam-macam pengertian -



Pengertian analitis. Bentuknya selalu apriori seperti kita lihat dalam



ilmu pasti. Dalam pengertian analitis prediket sudah termuat dalam konsep subjek. Tidak otomatis mengenai kenyataan dan tidak memberi pengertian baru. -



Pengertian sintetis. Relasi subjek dan prediket berdasarkan objek



riil.terjadi kesatuan dari hal-hal yang berbeda sehingga timbul pengertian yang baru. Ada dua pengertian sintetis: apriori dan aposteriori. Sintetis apriori merupakan pengertian umum, universal dan pasti. Misalnya air mendidih pada suhu 100o C. sintetis aposteriori tidak bersifat universal. Misalnya saya merasa panas. Filsafat Kant disebut kritisisme. Metodenya bersifat kritik. Dia mulai dengan terlebih dahulu menyelidiki kemampuan dan batas-batas rasio. Kant memang seorang pembaharu dengan kritikkritiknya. Ia membawa perubahan-perubahan tertentu dalam filsafat. Kant memberi alternatif metode yang relevan. Metode ini bertitik tolak dari tepatnya pengertian tertentu dengan jalan analisis di selidiki syarat-syarat apriori bagi pengertian demikian. 7. Metode Fenomenologis (Husserl) Edmund Husserl (1859-1938) mengembaangkan metode fenomenologis dalam filsafat. Menurut Husserl dalam usaha kita mencapai hakekat – pengertian dalam aslinya- harus melalui proses reduksi. Reduksi adalah proses pembersihan atau penyaringan dimana objek harus disaring dari beberapa hal tambahannya. Obyek penyelidikan adalah fenomena. Dan yang kita cari adalah kekhasan hakekat yang berlaku bagi masing-masing fenomena. Fenomena adalah yang menampak. Yaitu data sejauh disadari



KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 6dari 147



Tanggal Terbit 20 Januari 2021



dan sejauh masuk dalam pemahaman. Obyek justru dalam relasi dengan kesadaran. Jadi fenomena adalah yang menampakkan diri menurut adanya didalam diri manusia. Fenomenologis mengadakan refleksi mengenai pengalaman langsung. Melakukan penerobosan untuk mencari pengertian sebenarnya atau yang hakiki. Kita harus menerobs gejala-gejalanya yang menampakkan diri sampai pada hakekat obyek. Jalan yang ditempuh adalah reduksi yang menurut Husserl ada tiga macam : -



Reduksi fenomenologis, kita berupaya untuk mendapatkan



fenomen dalam bentuk semurni-murninya. Cara yang ditempuh adalah dengan jalan menyaring pengalaman-pengalaman kita. Obyek



kita



selidiki sejauh kita sadari. Kita pandang obyek menurut hubungannya dengan kesadaran. Mengenai fakta-fakta kita tidak melakukan refleksi. Dalam proses ini ada segi-sehi yang sementara kita singkirkan. Ditempatkan diantara tanda kurung. Atau menurut istilah yang menurut Husserl –Einklamerung-. Segi-segi yang sementara disingkirkan ini adalah:



pandangan



adat,



agama,



pandangan



umum



dan



ilmu



pengetahuan. Kalau langkah-langkah tersebut berhasil kita akan bisa mengenal gejala dalam dirinya sendiri atau yang disebut fenomen. -



Reduksi eidetis atau penilaian. Dalam proses ini kita akan melihat



hakekat sesuatu atau pengertian sejatinya. Semua gejala kita tinjau lagi untuk membedakan mana yang intisari dan mana yang tidak. Yang kitacari adalah hakekat fenomenologis yang bersifat luas bukan arti umum, bukan arti yang tersembunyi. Bukan hakekat yang spesifik, tetapi struktur dasariah yang meliputi isi fundamental, sifat hakiki, relasi hakiki dengan kesadaran. Prosesnya mulai dengan titik tolak intuisi praprediktif. Digambarkan, diteliti, dan dianalisa dengan berdasarkan pengalaman pertama dan tekhniknya adalah : a. Kelengkapan, analisa harus melihat segala suatu yang ada dalam data secara eksplisit dan sadar. Dalam analisa harus kita temukan kembali unsur maupun segi dalam fenomena.



KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 6dari 147



Tanggal Terbit 20 Januari 2021



b. Diskripsi, segala yang terlihat harus bisa diuraikan dalam analisa. Kita gambarkan satu-persatu semua unsur daro objek dan dibentangkan. Hubungan satu sama lain harus tergambar dan diketahui perbedaanperbedaan pentingnya dalam penjelasan yang tuntas sehingga jelas aspek-aspeknya. c.



Variasi Imajinasi, apakah sifat-sifat tertentu memang hakiki bisa



ditentukan dengan mengubah contoh-contoh, menggambarkan contoh tertentu yang representatif. Misalnya manusia dengan panca inderanya. Sitambah dan dikurangi salah sau sifat. Hanya dengan tiga indera misalnya, apakah dia masih person. Apakah diskripsi itu masih mengenai macam objek yang sama seperti yang pertama. d.



Kriterium Koherensi, kita dapat mengukur tepatnya analisa



fenomenologis dengan kriterium koherensi ; Pertama, harus ada kesesuaian antara subjek, objek intensional dan sifatsifat. Observasi yang beturut-turut harus dapat disatukan dalam satu horizon yang konsisten. Kedua, harus ada koherensi dalam deretan kegiatan. Setiap observasi memberi harapan akan tindakan-tindakan yang sesuai dengan yang pertama atau yang melangsungkan. Harus ada kontinuitas diantara tindakan yang dapat dilakukan subjek. Fenomenologis harus melakukan analisa internasional yaitu menjelaskan dan merumuskan horizon-horizon bagi tindakan-tindakan intensional tertentu. Hasil proses reduksi eidetis kita akan mencapai intuisi hakekat. Ketiga, Reduksi Transendental. Reduksi Transendental ini adalah pengarahan ke subjek. Jadi fenomenologi itu diterapkan kepada subjeknya sendiri dan kepada perbuatannya. Kepastian akan kebenaran pengertian kita bisa peroleh dari pengalaman yang sadar yang disebut erlebnisse. Didalamnya kita bisa mengalami diri kita sendiri. Aku-kita selalu berhubungan dengan dunia benda diluar kita dalam situasi jassmaniah tertentu. 8. Metode Dialektis (Hegel, Marx) Metode yang dikembangkan oleh Hegel (George Wilhelm Friederich Hegel, 1770-1831) disebut metode dialektis. Disebut demikian sebab



KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 6dari 147



Tanggal Terbit 20 Januari 2021



jalan untuk memahami kenyataan adalah dengan mengikuti gerakan fikiran atau konsep. Metode teori dan sistem tidak dapat dipisahkan karena saling menentukan dan keduanya sama dengan kenyataan pula. Menurut Hegel, struktur didalam pikiran adalah sama dengan proses genetis dalam kenyataan. Dengan syarat kita mulai berfikir secara benar, kita akan memahami kenyataan sebab dinamika dinamika fikiran kita akan terbawa. Dialektis terjadi dalam langkah-langkah yang dinamakan tesis-antitesissintesis. Diungkapkan dalam tiga langkah: dua pengertian yang bertentangan,



kemudian



dipertemukan



dalam



suatu



kesimpulan.



Implikasinya adalah dengan cara kita menentukan titik tolaknya



lebih



dulu. Kita ambil suatu pengertian atau konsep yang jelas dan paling pasti. Misalnya konsep tentang keadilan, kebebasan, kebaikan, dsb. Konsep tersebut



dirumuskan



secara



jelas,



kemudian



diterangkan



secara



mendasar. Dalam proses pemikiran ini konsep yang jelas dan terbatas ini akan cair dan terbuka. Menjadi titik tegas dan hilang keterbatasannya. Kemudian pikiran akan dibawa dalam langkah kedua yang berupa pengingkaran. Konsep atau pemikiran pertama akan membawa konsep yang menjadi lawannya. Timbullah pengertian ekstrim yang lain. Terjadilah penyangkalan terhadap pengertian pertama : •



Kebebasan menimbulkan keharusan







Ada menimbulkan tiada







Absolute menimbulkan relative







Aktif menimbulkan pasif.



Konsep yang muncul dalam langkah kedua inipun akan mengalami perlakuan yang sama dalam langkah pertama. Dijelaskan, diuraikan, diterangkan, dan diekstrimkan. Kemudian konsep ini akan terbuka dann menuju konsep ketiga. Langkah ketiga ini merupakan pemahaman baru. Berujud pengingkaran terhadap pengingkaran. Jadi selau dinamik. Menurut Hegel ada tahap mutlak yang harus dilalui untuk mencapai kebenaran yaitu kontradiksi-kontradiksi yang berfungsi sebagai motor dialektik.



KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 6dari 147



Tanggal Terbit 20 Januari 2021



Hegel menampilkan contoh tentang bentuk negara sebaimana disadur oleh Dr.K.Bertens dalam Ringkasan Sejarah Filasafat: bentuk Negara yang pertama adalah diktator. Hidup masyarakat diatu secara baik, tetapi warga



Negara



tidak



mempunyai



kebebasan,



ini



sebagai



tesis.



Antitesisnya keadaan berlawanan yang tampil yaitu anarki. Dalam bentuk Negara ini para warga Negara memiliki kebebasan tanpa batas dan hidup masyarakat jadi kacau. Tesis dan antitesis ini akan bertemu dalam sintesis yaitu demokrasi konstitusional. Inilah sintesisnya. Dalam Negara yang ketiga



ini



kehidupan masyarakat berjalan dengan baik, kebebasan para warga Negara dijamin, aturan yang baik sudah diciptakan, batas-batas konsitusional semakin jelas, warga Negara berada dalam batas undangundang yang berlaku. Ini adalah contih dari proses dialektis. Nampak dalam contoh ini tahapantahapan yang terdiri dari tiga fase. Ada tesis yang berhadapan dengan antitesisnya. Akhirnya didamaikan dalam sintesis dalam fase ketiga. 9. Metode Nen-Positivistis Kenyataan



yang



di



pahami



menurut



hakikatnya



dengan



jalan



mempergunakan aturan-aturan seperti berlaku pada ilmu pengetahuan positif (eksakta)..Non-positivisme adalah satu cara pandang open mind untuk mendapatkan keunikan informasi serta tidak untuk generalisasi, yang entry pouint pendekatannya berawal dari pemaknaan untuk menghasilkan teori dan bukan mencari pembenaran terhadap suatu teori ataupun menjelaskan suatu teori, dikarenakan kebenaran yang diperoleh ialah pemahaman terhadap teori yang dihasilkan. Untuk ini dalam non positivisme terdapat tiga hal penyikapan, yaitu: 1.



Memusatkan perhatian pada interaksi antara actor dengan dunia



nyata. 2.



Actor



manusia



pelaku



ekonomi



maupun



dunia



ekonomi



senyatanya perlu dipandang sebagai proses dinamis dan bukan sebagai sturktur yang statis.



KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



3.



Hal 6dari 147



Tanggal Terbit 20 Januari 2021



Arti penting yang terkait dengan kemampuan actor pelaku



ekonomi untuk menafsirkan kehidupan sosialnya. Dalam interaksi sosial, non-positivistic mengakomodir perhatian pada kajian penjelasan aktor pelaku maupun cara cara penjelasannya dapat diterima atau ditolak oleh pihak lain. 10. Metode Analitika Bahasa (Wittgenstein)\ Menurut Ludwig Von Wittgenstein (1889-1951) filsafat adalah hanya merupakan metode Critique of Language. Analisa bahasa adalah metode netral. Tidak mengandaikan epistemology, metafisika, atau filsafat. Metode Wittgenstein mempunyai maksud positif dan negatif. Positif maksudnya bahasa sendirilah yang dijelaskan. Apakah memang dapat dikatakan dan bagaimanakah dapat dikatakan. Segi positif diarahkan pada segi negatif dengan jalan poositif mempunyai efektherapeutis (penyembuhan) terhadap kekeliuran dan kekacauan. Dengan ditampakkan jalan bahasa dan diperlihatkan sumber-sumber salah paham, orang akan terbuka untuk melihat hal-hal menurut adanya.bukan dengan mengajukan teori-teori, tidak dengan menetapkan peraturan bahasa dan juga bukan dengan membuktikan kesalahan ucapan-ucapan yang dipersoalkan. Untuk menganalisa makna bahasa, Wittgenstein mempergunakan teknikteknik khusus. Wittgenstein membedakan bahasa dalam unit-unit paling dasariah : sesuatu tata bahasa dan susunan logis. Dalam bahasa struktur logis dan struktur tata bahasa sering menimbulkan kesulitan. Dua ucapan yang mempunyai struktur tata bahasa sama, bisa berbeda menurut struktur logisnya. Wittgenstein mencontohkan kata ‘is’ dalam bahasa inggris bisa berarti sama dengan, bisa berarti ada. Konsep nyata dan konsep formal berbeda. Orang sering terdorong untuk memakai konsep formal. Seakan-akan itu konsep nyata. Hal ini mengacaukan. Konsep formal hanya merupakan suatu nama, harus diisi dengan konsep nyata. Teknik kedua adalah usaha menentukan bahasa ideal. Bahasa itu bersifat tepat dan logis. Titik tolaknya atom-atom logis yang paling sederhana.



KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 6dari 147



Tanggal Terbit 20 Januari 2021



Bahasa mempunyai unit-unit dasariah yang bisa dijelaskan menurut struktur yang tepat. Wittgenstein tidak memisahkan bahasa natural dan bahasa ideal secara tegas. Dan ia memakai beberapa teknik logis yang khas untuk menentukan hubungan intern antara ucapan-ucapan. Ia menyusun suatu jenjang kemungkinan benar salah. ONTOLOGIA, EPISTIMOLOGIA, AKSIOLOGIA Hakikat Ontologia Ontologia menurut KBBI adalah cabang ilmu filsafat yang berhubungan dengan hakikat hidup. Sedangkan Secara etimologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu on (ada) dan ontos (berada), yang kemudian disenyawakan dengan kata logos (ilmu atau studi tentang). Dalam bahasa Inggris ia diserap menjadi ontology dengan pengertian sebagai studi atau ilmu mengenai yang ada dan berada. Istilah ontologi pertama kali diperkenalkan oleh Rudolf Goclenius pada tahun 1936 M, untuk menamai hakekat yang ada bersifat metafisis. Ontologi membahas tentang apa yang ingin diketahui atau merupakan suatu pengkajian mengenai teori tentang ada. Dasar ontologis dari ilmu berhubungan dengan materi yang menjadi objek penelaahan ilmu. Ilmu dapat disebut sebagai pengetahuan empiris karena objeknya adalah sesuatu yang berada dalam jangkauan pengalaman manusia yang mencakup segala aspek kehidupan yang dapat diuji oleh panca indera manusia. Pembahasan mengenai yang ada (being), dijabarkan oleh Sudarto yaitu ada-nya manusia, alam semesta dan lain-lain. Ontologi merupakan cabang filsafat yang berupaya mendeskripsikan hakekat wujud. Ontologi digunakan sebagai sinonim untuk metafisika dan Aristoteles



menyebutnya



sebagai



filsafat



pertama



hal



senada



diungkapkan oleh Sudarsono bahwa ontologi adalah cabang ilmu pengetahuan (metafisika) menyangkut penelitian terhadap masalahmasalah sifat kehidupan terutama manusia. Di lihat dari landasan ontologi bahwa ilmu akan mengkaji problemproblem yang telah diketahui atau yang ingin diketahui. Masalah yang



KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 6dari 147



Tanggal Terbit 20 Januari 2021



dihadapi adalah masalah nyata. Ilmu menjelaskan berbagai fenomena yang memungkinkan manusia melakukan tindakan untuk menguasai fenomena tersebut berdasarkan penjelasan yang ada. Jadi ontologi ilmu adalah ciri-ciri yang esensial dari objek ilmu yang berlaku umum, artinya dapat berlaku juga bagi cabang-cabang ilmu yang lain. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ontologi adalah suatu ilmu yang membahas dan mengkaji secara komprehensif mengenai teori tentang suatu yang ada atau dapat juga dikatakan bahwa ontologi adalah ilmu yang membahas tentang obyek telaah ilmu terhadap benda-benda empiris. Metafisika umum adalah istilah lain dari ontologi. Dengan demikian, metafiska atau otologi adalah cabang filsafat yang membahas tentang prinsip yang paling dasar atau paling dalam dari segala sesuatu yang ada. Di



dalam



pemahaman



ontologi



dapat



diketemukan



pandangan-



pandangan pokok pemikiran sebagai berikut : 1. Monoisme, : Paham ini menganggap bahwa hakikat yang berasal dari kenyataan adalah satu saja, tidak mungkin dua. Haruslah satu hakikat saja sebagai sumber yang asal, baik berupa materi maupun rohani. Paham ini terbagi menjadi dua aliran : a.



Materialisme, Aliran ini menganggap bahwa sumber yang asal itu



adalah materi, bukan rohani. Aliran ini sering disebut naturalisme. Menurutnya bahwa zat mati merupakan kenyataan dan satu-satunya fakta yang hanyalah materi, sedangkan jiwa atau ruh tidaklah merupakan suatu kenyataan yang berdiri sendiri b.



Idealisme, Sebagai lawan dari materialisme yang dinamakan



spriritualismee. Dealisme berasal dari kata ”Ideal” yaitu suatu yang hadir dalam jiwa. Aliran ini beranggapan bahwa hakikat kenyataan yang beraneka ragam itu semua berasal dari ruh (sukma) atu sejenis dengannya, yaitu sesuatu yang tidak terbentuk dan menempati ruag. Materi atau zat ini hanyalah suatu jenis dari penjelamaan rohani. Secara umum dapat dikatakan ada dua macam kaum idealis; kaum spiritualis dan kaum dualis. Para pengatut paham spiritualisme (jangan di campur



KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 6dari 147



Tanggal Terbit 20 Januari 2021



adukkan dengan ilmu pengetahuan semu yang disebut spiritisme) berpendirian bahwa segenap tatanan alam dapat di kembalikan kepada atau berasal dari sekumpulan roh yang beraneka ragam dan berbedabeda derajatnya. Kaum idealisme memandang alam sebagai keseluruhan yang bertingkattingkat dan diri kita masing-masing sebagai pusat-pusat rohani yang berkesinambungan dengan tingkat-tingkat yang lain. Sebab, kita sendiri merupakan pusat-pusat dan berkesinambungan dengan tingkat-tingkat yang lain dan dapat disimpulkan bahwa bahwa tingkat-tingkat yang lain pun tentu merupakan pusat rohani pula. Apa yang kita namakan dunia material juga merupakan dunia dengan pusat-pusat rohani yang mempengaruhi alat-alat indrawi kita. 2. Dualisme, Aliran ini berpendapat bahwa benda terdiri dari dua macam hakikat sebagai asal sumbernya, yaitu hakikat materi dan ruhani, benda dan ruh, jasad dan spirit. Materi bukan muncul dari benda, sama-sama hakikat, kedua macam hakikat tersebut masing-masing bebas dan berdiri sendiri, sama-sama azali dan abadi, hubungan keduanya menciptakan kehidupan di alam ini. Gagasan tentang dualisme jiwa dan raga berasal setidaknya sejak zaman Plato dan Aristoteles dan berhubungan dengan spekulasi tantang eksistensi jiwa yang terkait dengan kecerdasan dan kebijakan. Plato dan Aristoteles berpendapat, dengan alasan berbeda, bahwa “kecerdasan” seseorang (bagian dari pikiran atau jiwa) tidak bisa diidentifikasi atau dijelaskan dengan fisik. Versi dari dualisme yang dikenal secara umum diterapkan oleh René Descartes (1641) yang dianggap sebagai bapak Filosofi modern. Descartes berpendapat bahwa pikiran adalah substansi nonfisik. Descartes adalah yang pertama kali mengidentifikasi dengan jelas pikiran dengan kesadaran dan membedakannya dengan otak, sebagai tempat kecerdasan.



Sehingga,



dia



adalah



yang



pertama



merumuskan



permasalahan jiwa-raga dalam bentuknya yang ada sekarang. Dualisme bertentangan dengan berbagai jenis monisme, termasuk fisikalisme dan fenomenalisme. Substansi dualisme bertentangan dengan semua jenis



KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



materialisme,



tetapi



Hal 6dari 147



dualisme



properti



dapat



Tanggal Terbit 20 Januari 2021



dianggap



sejenis



materilasme emergent sehingga akan hanya bertentangan dengan materialisme non-emergent. 3. Pluralisme, paham ini beranggapan bahwa segenap macam bentuk merupakan



kenyataan.



Pluralisme



tertolak



dari



keseluruhan



dan



mengakui bahwa segenap macam bentuk itu semuanya nyata, tokoh aliran ini pada masa Yunani kuno adalah Anaxagoras dan Empedcoles, yang menyatakan bahwa substansi yang ada itu terbentuk dan terdiri dari empat unsur, yaitu tanah, air, api dan udara 4. Nihilisme, berasal dari bahasa Yunani yang berati nothing atau tidak ada. Istilah Nihilisme dikenal oleh Ivan Turgeniev dalam novelnya Fadhers an Children yang ditulisnya pada tahun 1862 di Rusia. Doktrin tentang Nihilisme sebenarnya sudah ada sejak zaman Yunani kuno, yaitu pada pandangan Grogias (483-360 SM) yang memberikan tiga proporsi tentang realitas. Pertama, tidak ada sesuatupun yang eksis. Realitas itu sebenarnya tidak ada. Kedua, bila sesuatu itu ada, ia tidak dapat diketahui, ini disebabkan oleh penginderaan itu tidak dapat dipercaya, penginderaan itu sumber ilusi. Ketiga, sekalipun realitas itu dapat kita ketahui, ia tidak akan dapat kita beritahukan kepada orang lain 5. Agnotitisme, Paham ini mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui hakikat benda, baik hakikat materi maupun hakikat ruhani, kata agnosticisme barasal dari bahasa Grick. Ignotos yang berarti Unknow artinya not, Gno artinya Know. Timbulnya aliran ini dikarenakan belum dapatnya orang mengenal dan mampu menerangkan secara kongkret akan adanya kenyataan yang berdiri sendiri dan dapat dikenal. Agnotisisme adalah suatu pandangan filosofis bahwa suatu nilai kebenaran dari suatu klaim tertentu yang umumnya berkaitan dengan teologi, metafisika, keberadaan Tuhan, dewa, dan lainnya yang tidak dapat diketahui dengan akal pikiran manusia yang terbatas. Seorang agnostik mengatakan bahwa adalah tidak mungkin untuk dapat mengetahui secara definitif pengetahuan tentang “Yang-Mutlak”; atau , dapat dikatakan juga, bahwa walaupun perasaan secara subyektif



KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 6dari 147



Tanggal Terbit 20 Januari 2021



dimungkinkan, namun secara obyektif pada dasarnya mereka tidak memiliki informasi yang dapat diverifikasi. Dalam kedua hal ini maka agnostikisme mengandung unsur skeptisisme. Agnostisisme berasal dari perkataan Yunani gnostein (tahu) dan a (tidak). Arti harfiahnya “seseorang yang tidak mengetahui”.Agnostisisme tidak sinonim dengan ateisme. 6. Naturalisme, William R. Dennis seorang pengenut paham naturalisme dewasa ini mengatakan, naturalisme modern berpendirian bahwa apa yang di namakan kenyataan pasti bersifat kealaman yaitu beranggapan bahwa



katagori



pokok



untuk



memberikan



keterangan



mengenai



kenyataan ialah kejadian. Kejadian-kejadian dalam ruang dan waktu merupakan



satuan-satuan



penyusun



kenyataan



yang



ada,



dan



senantiasa dapat dialami oleh manusia biasa. Hanya satuan-satuan semacam itulah yang merupakan satu-satunya penyusun dasar bagi segenap hal yang ada. Yang nyata pasti bereksistensi. Ada dua macam kesimpulan yang segera dapat ditarik dari pendirian di atas . Pertama, sesuatu yang dianggap terdapat diluar ruang dan waktu tidak mungkin merupakan kenyataan. Kedua apa pun yang di anggap tidak mungkin untuk ditangani dengan menggunakan metode-metode yang digunakan dalam ilmu-ilmu alam, tidak mungkin merupakan kenyataan. Ini bukan hanya berarti bahwa yang bereksistensi bukan merupakan himpunan bawahan dari kenyataan melainkan bahwa kedua himpunan tersebut persis sama artinya.



Hakikat Epistimologia Menurut KBBI: cabang ilmu filsafat tentang dasar-dasar dan batas-batas pengetahuan.2)



Secara



etimologi:



dari



bahasa



Yunani



episteme



(pengetahuan, ilmu pengetahuan) dan logos (pengetahuan, informasi) – pengetahuan tentang pengetahuan atau teori pengetahuan yang benar (theory of knowledge). Epistemologi adalah cabang filsafat



yang menyelidiki asal, syarat,



susunan, metode, ilmu pengetahuan. Epistemologi meneliti sumber



KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 6dari 147



Tanggal Terbit 20 Januari 2021



pengetahuan, proses dan syarat terjadinya pengetahuan, batas ilmu pengetahuan. Menurut Titus (1984 : 20) terdapat tiga persoalan yang mendasar dalam epistemologi, yaitu: Tentang sumber pengetahuan manusia Tentang teori kebenaran pengetahuan manusia Tentang watak pengetahuan manusia Epistemologi meliputi sumber, sarana, dan tatacara menggunakan sarana tersebut untuk mencapai pengetahuan (ilmiah). Pengetahuan yang diperoleh oleh manusia melalui akal, indera, dan lain-lain mempunyai metode tersendiri dalam teori pengetahuan, di antaranya adalah: 1.



Metode Induktif



Induksi yaitu suatu metode yang menyimpulkan pernyataan-pernyatan hasil observasi disimpulkan dalam suatu pernyataan yang lebih umum. Yang



bertolak



dari



pernyataan-pernyataan



tunggal



sampai



pada



pernyataan-pernyataan universal. Dalam induksi, setelah diperoleh pengetahuan, maka akan dipergunakan hal-hal lain, seperti ilmu mengajarkan kita bahwa kalau logam dipanasi, ia mengembang, bertolak dari teori ini kita akan tahu bahwa logam lain yang kalau dipanasi juga akan mengembang. Dari contoh di atas bisa diketahui bahwa induksi tersebut memberikan suatu pengetahuan yang disebut sintetik. 2.



Metode Deduktif



Deduksi ialah suatu metode yang menyimpulkan bahwa data-data empirik diolah lebih lanjut dalam suatu sistem pernyataan yang runtut. Hal-hal yang harus ada dalam metode deduktif ialah adanya perbandingan logis antara kesimpulan-kesimpulan itu sendiri. Ada penyelidikan bentuk logis teori itu dengan tujuan apakah teori tersebut mempunyai sifat empiris atau ilmiah, ada perbandingan dengan teori-teori lain dan ada pengujian teori dengan jalan menerapkan secara empiris kesimpulan-kesimpulan yang bisa ditarik dari teori tersebut. 3.



Metode Positivisme



Metode ini dikeluarkan oleh August Comte (1798-1857). Metode ini berpangkal dari apa yang telah diketahui, yang faktual, yang positif. Ia



KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 6dari 147



Tanggal Terbit 20 Januari 2021



mengenyampingkan segala uraian/persoalan di luar yang ada sebagai fakta. Oleh karena itu, iamenolak metafisika. Apa yang diketahui secara positif, adalah segala yang tampak dan segala gejala. Dengan demikian metode ini dalam bidang filsafat dan ilmu pengetahuan dibatasi kepada bidang gejala-gejala saja. 4.



Metode Kontemplatif



Metode ini mengatakan adanya keterbatasan indera dan akal manusia untuk memperoleh pengetahuan, sehingga objek yang dihasilkan pun akan berbeda-beda harusnya dikembangkan sutu kemampuanakal yang disebut dengan intuisi. Pengetahuan yang diperoleh lewat intuisi ini bisa diperoleh dengan cara berkontemplasi seperti yang dilakukan oleh AlGhazali. 5.



Metode Dialektis



Dalam filsafat, dialektika mula-mula berarti metode tanya jawab untuk mencapai kejernihan filsafat. Metode ini diajarkan oleh Socrates. Namun Plato mengartikannya diskusi logika. Kini dialektika berarti tahap logika, yang mengajarkan kaidah-kaidah dan metode-metode penuturan, juga analisis sistematik tentang ide-ide untuk mencapai apa yang terkandung dalam pandangan.



Hakikat Aksiologia AksiologiA. Definisi1) Secara etimologi: dari bahasa Yunani axio (layak, pantas) dan logos (ilmu, studi mengenai) – ilmu tentang nilai2) Menurut KBBI: kegunaan ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia atau kajian tentang nilai, khususynya etika.3) Ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakekat nilai pada umumnya, ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan (Supadjar, 1992 : 108).4) Aksiologi merupakan analisis nilai-nilai. Maksud dari analisis ini ialah membatasi arti, ciri-ciri, asal, tipe, kriteria dan status epistemologis dan nilai-nilai itu.5) Aksiologi merupakan studi yang menyangkut teori umum tentang nilai atau suatu studi yang menyangkut segala yang bernilai.



KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 6dari 147



Tanggal Terbit 20 Januari 2021



Aksiologi adalah teori nilai, yaitu sesuatu yang diinginkan, disukai atau yang baik. Sila-sila Pancasila sebagai suatu sistem filsafat memiliki satu kesatuan dasar aksiologis, yaitu nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila pada hakikatnya juga merupakan suatu kesatuan. Aksiologi Pancasila mengandung arti bahwa kita membahas tentang filsafat nilai Pancasila. Aksiologi menyelidiki pengertian, jenis, tingkatan, sumber dan hakikat nilai secara kesemestaan. Aksiologi Pancasila pada hakikatnya sejiwa dengan ontologi dan epistemologinya. Pokok-pokok aksiologi itu dapat disarikan sebagai berikut: •



Tuhan yang Maha Esa sebagai mahasumber nilai, pencipta alam



semesta dan segala isi beserta antarhubungannya, termasuk hukum alam. Nilai dan hukum moral mengikat manusia secara psikologisspiritual: akal dan budi nurani, obyektif mutlak menurut ruang dan waktu secara



universal.



Hukum



alam



dan



hukum



moral



merupakan



pengendalian semesta dan kemanusiaan yang menjamin multieksistensi demi keharmonisan dan kelestarian hidup. •



Subyek manusia dapat membedakan hakikat mahasumber dan



sumber nilai dalam perwujudan Tuhan yang mahaesa, pencipta alam semesta, asal dan tujuan hidup manusia (sangkan paraning dumadi, secara individual maupun sosial). •



Nilai-nilai dalam kesadaran manusia dan dalam realitas alam



semesta yang meliputi: Tuhan yang mahaesa dengan perwujudan nilai agama yang diwahyukan-Nya, alam semesta dengan berbagai unsur yang menjamin kehidupan setiap makhluk dalam antarhubungan yang harmonis, subyek manusia yang bernilai bagi dirinya sendiri (kesehatan, kebahagiaan, etc.) beserta aneka kewajibannya. Cinta kepada keluarga dan sesama adalah kebahagiaan sosial dan psikologis yang tak ternilai. Demikian pula dengan ilmu, pengetahuan, sosio-budaya umat manusia yang membentuk sistem nilai dalam peradaban manusia menurut tempat dan zamannya.



KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02







Hal 6dari 147



Tanggal Terbit 20 Januari 2021



Manusia dengan potensi martabatnya menduduki fungsi ganda



dalam hubungan dengan berbagai nilai: manusia sebagai pengamal nilai atau ‘konsumen’ nilai yang bertanggung jawab atas norma-norma penggunaannya dalam kehidupan bersama sesamanya, manusia sebagai pencipta nilai dengan karya dan prestasi individual maupun sosial (ia adalah subyek budaya). “Man created everything from something to be something else, God created everything from nothing to be everything.” Dalam keterbatasannya, manusia adalah prokreator bersama Allah. •



Martabat



kepribadian



manusia



secara



potensial-integritas



bertumbuhkembang dari hakikat manusia sebagai makhluk individusosial-moral: berhikmat kebijaksanaan, tulus dan rendah hati, cinta keadilan dan kebenaran, karya dan darma bakti, amal kebajikan bagi sesama. •



Manusia dengan potensi martabatnya yang luhur dianugerahi akal



budi dan nurani sehingga memiliki kemampuan untuk beriman kepada Tuhan yang mahaesa menurut agama dan kepercayaan masing-masing. Tuhan dan nilai agama secara filosofis bersifat metafisik, supernatural dan supranatural. Maka potensi martabat manusia yang luhur itu bersifat apriori: diciptakan Tuhan dengan identitas martabat yang unik: secara sadar mencintai keadilan dan kebenaran, kebaikan dan kebajikan. Cinta kasih adalah produk manusia – identitas utama akal budi dan nuraninya – melalui sikap dan karyanya. •



Manusia sebagai subyek nilai memikul kewajiban dan tanggung



jawab terhadap pendayagunaan nilai, mewariskan dan melestarikan nilai dalam kehidupan. Hakikat kebenaran ialah cinta kasih, dan hakikat ketidakbenaran adalah kebencian (dalam aneka wujudnya: dendam, permusuhan, perang, etc.). Eksistensi



fungsional



manusia



ialah



subyek



dan



kesadarannya.



Kesadaran berwujud dalam dunia indra, ilmu, filsafat (kebudayaan/ peradaban, etika dan nilai-nilai ideologis) maupun nilai-nilai supranatural..



KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 6dari 147



Tanggal Terbit 20 Januari 2021



D. Rangkuman Bahwa filsafat merupakan kegiatan berpikir manusia yang berusaha untuk mencapai kebijakan dan kearifan. Filsafat berusaha merenungkan dan membuat garis besar dari masalah-masalah dan peristiwa-peristiwa yang pelik dari pengalaman umat manusia dengan kata lain filsafat sampai kepada sinopsis tentang pokok-pokok yang ditelaahnya. Dalam hubungan dengan suatu upaya yang bersifat ilmiah, metode berarti cara kerja yang teratur dan sistematis yang digunakan untuk memahami suatu objek yang dipermasalahkan, yang merupakan sasaran dari bidang ilmu tertentu. Metode yang benar dan tepat akan menjamin kebenaran yang diraih. Oleh karena itu, setiap cabang ilmu pengetahuan harus mengembangkan metodologi yang sesuai dengan objek studi ilmu pengetahuan itu sendiri. Ini merupakan suatu keharusan karena sesungguhnya tidak ada satu metode yang cocok digunakan bagi semua bidang ilmu pengetahuan. Filsafat pun memiliki metode sendiri, namun harus ditegaskan pula bahwa filsafat sesungguhnya tidak memiliki metode tunggal yang digunakan oleh semua filsuf sejak zaman purba hingga sekarang ini. Dapat dikatakan bahwa jumlah filsafat adalah sebanyak jumlah filsufnya. Sangat banyak metode filsafat yang digunakan oleh para filsuf dari dahulu sampai sekarang ini. Filsafat ilmu merupakan kajian yang dilakukan secara mendalam mengenai dasar-dasar ilmu. Pendekatan yang digunakan dalam menguak landasan-landasan atau dasar-dasar ilmu adalah melalui tiga hal. Pertama, pendekatan ontologi, yaitu ilmu yang mengkaji tentang hakikat. Teori hakikat pertama kali dikemukakan oleh filsuf Thales yang mengatakan bahwa hakikat segala sesuatu itu adalah air. Kemudian dalam perkembangannya, bermuncullah paham-paham tentang ontologi meliputi monoisme, dualisme, pluralisme, nihilisme, dan agnotisisme. Kedua, pendekatan epistemologi, yaitu cabang filsafat yang mempelajari asal mula atau sumber, struktur, metode dan syahnya (validitas) pengetahuan. Dalam menemukan sumber pengetahuan itu terdapat



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 37dari 147



Tanggal Terbit 20 Januari 2021



beberapa metode yaitu induktif, deduktif, positivisme, kontemplatif, dan dialektis. Dan Ketiga, pendekatan aksiologi, yaitu teori tentang nilai (etika dan estetika).



E. Pertanyaan/Diskusi 1. Menurut anda, bagaimana pengertian filsat dan metode dalam filsafat? 2. Dalam filsafat pendidikan terdapat istilah “ontology”, “aksiologi” dan “ epistemology”. Jelaskan pengertian istilah-istilah tersebut menurut anda?



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 38dari 147



Tanggal Terbit 20 Januari 2021



BAB II FILSAFAT PENDIDIKAN



A. Deskripsi singkat Di zaman Yunani, filsafat bukan merupakan suatu disiplin teoritis dan spesial, akan tetapi suatu cara hidup yang kongkret, suatu pandangan hidup yang total tentang manusia dan tentang alam yang menyinari seluruh kehidupan seseorang. Selanjutnya, dengan kehidupan atau perkembangan peradaban manusia dan problema yang di hadapinya, pengertian yang bersifat teoritis seperti yang di lahirkan filsafat Yunani itu kehilangan kemampuan untuk memberi jawaban yang layak tentang kebenaran peradaban itu telah menyebabkan manusian melakukan loncatan



besar



dalam



bidang



sains,



teknologi,



kedokteran



dan



pendidikan. Perubahan itu mendorong manusia memikirkan kembali pengertian tentang kebenaran. Sebab setiap terjadi perubahan dalam peradaban akan berpengaruh terhadap sistem nilai yang berlaku, karena antara perubahan peradaban dengan cara berfikir manusia terdapat hubungan timbal balik. Pendidikan adalah upaya mengembangkan potensi-potensi manusiawi peserta didik, baik potensi fisik, potensi cipta, rasa maupun karsanya agar dasar kependidikan adalah cita-cita kemanusiaan universal. Karenanya pendidikan



bertujuan



menyiapkan



pribadi



dalam



keseimbangan,



kesatuan, organis, dinamis, guna mencapai tujuan hidup kemanusiaan, melalui filsafat kependidikan. Filsafat pendidikan adalah filsafat yang digunakan dalam studi mengenai masalah-masalah pendidikan.



B. Capaian pembelajaran matakuliah 1. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian filsafat pendidikan. 2. Mahasiswa dapat menjelaskan peranan filsafat pendidikan. 3. Mahasiswa dapat menjelaskan orientasi ruang lingkup dan peranan filsafat pendidikan.



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



C. Isi



Materi



Hal 39dari 147



Tanggal Terbit 20 Januari 2021



perkuliahan



Definisi Filsat Pendidikan Filsafat pendidikan adalah aktivitas pikiran yang teratur yang menjadikan filsafat sebagai jalan untuk mengatur, menyelaraskan, dan memadukan proses pendidikan. Artinya, filsafat pendidikan dapat menjelaskan nilainilai dan maklumat-maklumat yang diupayakan untuk mencapainya. Dalam hal ini, filsafat, filsafat pendidikan, dan pengalaman kemanusiaan merupakan faktor yang integral. Filsafat pendidikan juga bisa didefinisikan sebagai kaidah filosof dalam bidang pendidikan yang menggambarkan aspek-aspek pelaksanaan falsafah umum dalam upaya memecahkan persoalan-persoalan pendidikan secara peraktis. Menurut Jhon Dewey, filsafat pendidikan merupakan suatu pembentukan kemampuan dasar yang fudamental, baik yang menyangkut daya pikir (intelektual) maupun daya perasaan (emosional) menuju tabiat manusia. Menurut Imam Barnadib filsafat pendidikan merupakan ilmu uang pada hakikatnya merupakan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan dalam bidang pendidilkan. Baginya filsafat pendidikan merupakan aplikasi suatu analisis filosof terhadap pendidikan. Untuk mendapatkan pengertian filsafat pendidikan yang lebih sempurna (jelas), ada baiknya kita melihat beberapa konsep mengenai pengertian pendidikan itu sendiri. Pendidikan adalah bimbingan ecara sadar dari pendidik terhadap perkembangan jasmani dan ruhani anak didikmenuju terbentuknya manusia yang memiliki yang utama dan ideal. Dalam pandangan Jhon Dewey, pendidikan adalah sebagai proses pembentukan kemampuan dasar yang fudamental, yang menyangkut: daya pikir (intelektual) maupun daya rasa (emosi). Dalam hubungan ini Al-Syaibani menjelaskan bahwa pendidikan adalah usaha mengubah tingkah laku individu dalam kehidupan pribadinya sebagai bagian dari kehidupan masyarakat dan kehidupan alam sekitarnya. Filsafat, jika dilihat dari fungsinya secara peraktis, adalah sebagai sarana bagi manusia untuk dapat memecahkan berbagai problematika kehidupan yang dihadapinya, termasuk dalam problematika dalam pendidikan. Oleh



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 40dari 147



Tanggal Terbit 20 Januari 2021



karena itu di simpulkan bahwa filsafat merupakan arah dan pedoman atau pijakan dasar bagi ilmu yang pada hakikatnya merupakan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan dalam bidang pendidikan yang merupakan penerapan analisis filosofis dalam lapangan pendidikan. Dengan demikian, dari uraian di atas dapat kita tarik suatu pengertian bahwa filsafat pendidikan sebagai ilmu pengetahuan normatif dalam bidang pendidikan merumuskan kaidah-kaidah norma-norma dan atau ukuran tingkah laku perbuatan yang sebenarnya dilaksanakan oleh manusia dalam hidup dan kehidupannya.



Peranan Filsafat Pendidikan Filsafat, termasuk juga filsafat pendidikan, juga mempunyai fungsi untuk memberikan petunjuk dan arah dalam



pengembangan teori-teori



pendidikan menjadi ilmu pendidikan atau paedagogik. Suatu praktek kependidikan yang didasarkan dan diarahkan oleh suatu filsafat pendidikan tertentu, akan menghasilkan dan menimbulkan bentuk-bentuk dan gejala-gejalan kependidikan yang tertentu pula. Hal ini adalah datadata kependidikan yang ada dalam suatu masyarakat tertentu. Analisa filsafat berusaha untuk menganalisa dan memberikan arti terhadap data-data kependidikan tersebut, dan untuk selanjutnya menyimpulkan serta dapat disusun teori-teori pendidikan yang realistis dan selanjutnya akan berkembanglah ilmu pendidikan (paedagogik). Filsafat, juga berfungsi memberikan arah agar teori pendidikan yang telah dikembangkan oleh para ahlinya, yang berdasarkan dan menurut pandangan dan aliran filsafat tertentu, mempunyai relevansi dengan kehidupan nyata.artinya mengarahkan agar teori-teori dan pandangan filsafat pendidikan yang telah dikembangkan tersebut bisa diterapkan dalam praktek kependidikan sesuai dengan kenyataan dan kebutuhan hidup yang juga berkembang dalam masyarakat. Di samping itu, adalah merupakan kenyataan bahwa setiap masyarakat hidup dengan pandangan filsafat hidupnya sendiri-sendiri yang berbeda antara satu dengan yang lainnya, dan dengan sendirinya akan



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 41dari 147



Tanggal Terbit 20 Januari 2021



menyangkut kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Di sinilah letak



fungsi



filsafat dan filsafat pendidikan dalam memilih dan mengarahkan teori-teori pendidikan dan kalau perlu juga merevisi teori pendidikan tersebut, yang sesuai dan relevan dengan kebutuhan, tujuan dan pandangan hidup dari masyarakat. Peranan pendidikan di dalam kehidupan manusia, lebih-lebih dalam zaman modern ini diakuisebagai sesuatu kekuatan yang menentukan prestasi dan produktivitas seseorang. Tidak ada suatu fungsidan jabatan di dalam mesyarakat tanpa melalui proses pendidikan. Seluruh aspek kehidupan memerlukan proses pendidikan dalam arti demikian, terutama berlangsung di dalam dan oleh lembaga-lembaga pendidikan formal (sekolah, universitas). Akan tetapi scope pendidikan lebih daripadanya hanya pendidikan formal itu. Di dalam masyarakat keseluruhan terjadi pula



proses



pendidikan



kembangankepribadian



manusia.



Proses



pendidikan yang berlangsung di dalam kehidupan sosial yang disebut pendidikan informal ini, bahkan berlangsung sepanjang kehidupan manusia. Meskipun



pengaruh



pendidikan



informal



ini



tak



terukur



dalam



perkembangan pribadi, tapi tetapdiakui adanya. Secara sederhana misalnya, orang yang tak pernah mengalami pendidikan formal, merekayang buta huruf, namun mereka tetap dapat hidup dan melaksanakan fungsi-fungi sosial yang sederhana.Alam dan lingkungan sosial serta kondisi dan kebutuhan hidup telah mendidik mereka. Akan tatapi, yang paling diharapkan ialah pendidikan formal yang relatif baik, dilengkapi dengan suasana pendidikaninformal yang relatif baik pula. Ini ternyata dari usaha pemerintah, pendidik dan para orang tua untuk membina masyarakat keseluruhan sebagai satu kehidupan yang sehat lahir dan batin. Sebab, krisisapapun yang terjadi di dalam masyarakt akan berpengaruh negatif bagi manusia, terutama anak-anak,genarasi muda. Tujuan



filsafat



pendidikan



memberikan



inspirasi



bagaimana



mengorganisasikan proses pembelajaran yang ideal. Teori pendidikan bertujuan menghasilkan pemikiran tentang kebijakan dan prinsip-rinsip



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 42dari 147



Tanggal Terbit 20 Januari 2021



pendidikan yang didasari oleh filsafat pendidikan. Praktik pendidikan atau proses



pendidikan



menerapkan



serangkaian



kegiatan



berupa



implementasi kurikulum dan interaksi antara guru dengan peserta didik guna mencapai tujuan pendidikan dengan menggunakan rambu-rambu dari teori-teori pendidikan. Peranan filsafat pendidikan memberikan inspirasi, yakni menyatakan tujuan pendidikan negara bagi masyarakat, memberikan arah yang jelas dan tepat dengan mengajukan pertanyaan tentang



kebijakan



pendidikan



dan



praktik



di



lapangan



dengan



menggunakan rambu-rambu dari teori pendidik. Seorang guru perlu menguasai konsep-konsep yang akan dikaji serta pedagogi atau ilmu dan seni mengajar materi subyek terkait, agar tidak terjadi salah konsep atau miskonsepsi pada diri peserta didik. Scope dan peranan pendidikan dalam arti luas seperti dimaksud diatas, dilukiskan oleh Prof.Richey dalam buku “Planning for Teaching, an Intriduction



to



Educatiomn”,



antara



lain



sebagai



berikut



:Istilah



“pendidikan” berkenaan dengan fungsi yang luas dari pemeliharaan dan perbaikankehidupan suatu masyarakat yang baru (generasi muda) bagi penunaian kewajiban dan tanggung jawabnya di dalam masyarakat. Jadi pendidikan adalah suatu proses yang lebih luas daripada proses yang berlangsung di dalam sekolah saja. Pendidikan adalah suatu aktifitas sosial yang efensial yangmemungkinkan masyarakat tetap ada dan berkembang. Di dalam masyarakat yang kompleks/modern,fungsi pendidikan ini mengalamai proses spesialisasi dan melembaga dengan pendidikan formal, yangtetap berhubungan dengan proses pendidikan informal di luar sekolahFilsafat pendidikan harus mampu memberikan pedoman kepada para perencana pendidikan, dan orang-orang yang bekerja didalamnya. Hal tersebut akan mewarnai perbuatan mereka secara arif dan bijaksana, menghubungkan usaha-usaha pendidikannya dengan falsafah umum, falsafah bangsa dan negara. Pemahaman akan filsafat pendidikan akan menjauhkan mereka dari perbuatan meraba-raba, mencoba-coba tanpa rencana dalam menyelesaikan masalah-masalah pendidikan.



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 43dari 147



Tanggal Terbit 20 Januari 2021



Prof Brubacher dalam buku “Modren Philosphies of education” menulis tentang fungsi filsafat pendidikan secara terinci, dan pokok pemikirannya tentang fungsi filsafat pendidikan, yang akan dibahas berikut ini : 1.



Fungsi Spekulatif



Filsafat pendidikan berusaha mengerti keseluruhan persoalan pendidikan dan mencobamerumuskannya dalam satu gambaran pokok sebagai pelengkap bagi data-data yang telah ada dari segiilmiah. Filsafat pendidikan berusaha mengerti keseluruhan persoalan pendidikan dan antar



hubungannyadengan



faktor-faktor



lain



yang



mempengaruhi



pendidikan. 2.



Fungsi Normatif



Sebagai penentu arah, pedoman untuk apa pendidikan itu. Asas ini tersimpul dalam tujuan pendidikan, jenis masyarakat apa yang ideal yang akan dibina. Khususnya norma moral yang bagaimanasebaiknya yang manusia cita-citakan. Bagaimana filsafat pendidikan memberikan norma dan pertimbangan bagi kenyataan-kenyataan normatif dan kenyataankenyataan ilmiah, yang pada akhirnyamembentuk kebudayaan. 3.



Fungsi Kritik



Terutama untuk memberi dasar bagi pengertian kritis rasional dalam pertimbangan



danmenafsirkan



data-data



ilmiah.



Misalnya,



data



pengukuran analisa evaluasi baik kepribadian maupunachievement (prestasi). Fungsi kritik bararti pula analisis dan komparatif atas sesuatu, untuk mendapatkesimpulan. Bagaimana menetapkan klasifikasi prestasi itu secara tepat dengan data-data obyektif (angka-angka, statistik). Juga untuk menetapkan asmsi atau hipotesa yang lebih resonable. Filsafat haruskompeten,



mengatasi



kelemahan-kelemahan



yang



ditemukan



bidang ilmiah, melengkapinya dengan datadan argumentasi yang tak didapatkna dari data ilmiah. 4.



Fungsi Teori dan Praktek



Semua ide, konsepsi, analisa dan kesimpulan-kesimpulan filsafat pendidikan adalah berfungsiteori. Dan teori ini adalah dasar bagi



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 44dari 147



Tanggal Terbit 20 Januari 2021



pelaksanaan/praktek pendidikan. Filsafat memberikan prinsip- prinsip umum bagi suatu praktek. 5.



Fungsi Integratif



Mengingat fungsi filsafat pendidikan sebagai asa kerohanian atau ronya pendidikan, maka fungiintegratif filsafat pendidikan adalah wajar. Artinya, sebagai pemadu fungsional semua nilai dan asasnormatif dalam ilmu pendidikan (ingat, ilmu kependidikan sebagai ilmu normatif). Dalam mengkaji peranan filsafat pendidikan, dapat ditinjau dari tiga lapangan filsafat, yaitu metafisika, epistimologi, dan aksiologi (Usiono, 2006: 98-99).



Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan Filsafat adalah studi secara kritismengenai masalah-masalah yang timbul dalam kehidupan manusia dan merupakan alat dalam mencari jalan keluar yang terbaik agar dapat mengatasi semua permasalahan hidup dan kehidupan yang dihadapi. Dalam pengertian yang luas, filsafat bertujuan memberikan pengertian yang dapat diterima oleh manusia mengenai konsep-konsep hidup secara ideal dan mendasar bagi manusia agar mendapatkan kebahagian dan kesejahteraan. Dari uraian di atas, dapat dikatakan bahwa ruang lingkup filsafat adalah semua lapangan pemikiran manusia yang komprehensif. Segala sesuatu yang mungkin ada dan benar-benar ada (nyata), baik material konkret maupun nonmaterial (abstrak). Jadi, objek filsafat itu tidak terbatas. Secara makro, apa yang menjadi objek pemikiran filsafat, yaitu permasalahan kehidupan manusia, alam semesta, dan alam sekitarnya, juga merupakan objek pemikiran filsafat pendidikan. Namun secara mikro, ruang lingkup filsafat pendidikan meliputi: 1.



Merumuskan secara tegas sifat hakikat pendidikan (the nature of



education) 2.



Merumuskan sifat hakikat manusia, sebagai subjek dan objek



pendidikan (the nature of man). 3.



Merumuskan secara tegas hubungan antara filsafat, filsafat



pendidikan, agama dan kebudayaan.



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



4.



Hal 45dari 147



Tanggal Terbit 20 Januari 2021



Merumuskan secara hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan,



teori dan pendidikan. 5.



Merumuskan hubungan antara filsafat negara (ideologi), filsafat



pendidikan dan politik pendidikan (sistem pendidikan) 6.



Merumuskan sistem sistem nilai-norma atau isi moral pendidikan



yang merupakan tujuan pendidikan. Dengan demikian, dari uraian di atas diperoleh suatu kesimpulan bahwa yang menjadi ruang lingkup filsafat pendidikan ialah semua aspek yang berhubungan dengan upaya manusia untuk mengerti dan memahami hakikat pendidikan yang baik dan bagaimana tujuan pendidikan itu dapat dicapai seperti yang di cita-citakan.



Hubungan Filsafat dengan Filsafat Pendidikan Filsafat yang dijadikan pandangan hidup oleh suatu masyarakat atau bangsa merupakan asas dan pedoman yang melandasi semua aspek hidup dan kehidupan bangsa, termasuk aspek pendidikan. Filsafat pendidikan yang dikembangkan harus berdasarkan filsafat yang dianut oleh satu bangsa. Sedangkan pendidikan merupakan suatu cara atau mekanisme dalam menanamkan dan mewariskan nilai-nilai filsafat itu sendiri. Pendidikan sebagai suatu lembaga yang berfungsi menanamkan dan mewariskan sistem-sistem norma tingkah laku yang didasarkan pada dasar-dasar filsafat yang dijunjung oleh lembaga pendidikan dan pendidik dalam suatu masyarakat. Untuk menjamin upaya pendidikan dan proses tersebut efektif, dibutuhkan landasan-landasan filosogis dan ilmiah sebagai asas normatif dan pedoman pelaksanaan pembinaan. Menurut Jhon Dewey, filsafat merupakan teori umum, sebagai landasan dari semua pemikiran umum mengenai pendidikan. Dalam kaitan ini, hasan langgulumg berpebdapat bahwa filsafat pendidikan adalah penerapan metode dan pandangan filsafat dalam bidang pengalaman manusia yang disebutkan pendidikan.



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 46dari 147



Tanggal Terbit 20 Januari 2021



Selanjutnya Al-Syaibani secara teperinci menjelaskan bahwa filsafat pendidikan merupakan usaha mencari konsep-konsep di antara gejala yang bermacam-macam, meliputi; 1.



Proses pendidikan sebagai rancangan terpadu dan menyeluruh.



2.



Menjelaskan berbagai makna yang mendasar tentang semua



istilah pendidkan. 3.



Pokok-pokok yang menjadi dasar dari konsep pendidikan dalam



kaitannya dengan bidang kehidupan manusia. Hubungan antara filsafat dan filsafat pendidikan menjadi sangat penting sekali, sebab ia menjadi dasar, arah, dan pedoman suatu sistem pendidikan. Filsafat pendidikan adalah aktivitas pemikiran teratur yang menjadikan



filsafat



sebagai



medianya



untuk



menyusun



proses



pendidikan, menyelaraskan, mengharmoniskan dan menerangkan nilainilai dan tujuan yang ingin dicapai. Jadi, terdapat kesatuan yang utuh antara filsafat, filsafat pendidikan, dan pengalaman manusia. Filsafat menetapkan ide-ide, idealisme, dan pendidikan merupakann usaha dalam merealisasikan ide-ide tersebut menjadi kenyataan, tindakan, tingkah laku, bahkan membina kepribadian manusia. Kilpatrik mengatakan, berfilsafat dan mendidik adalah adalah dua face dalam satu usaha; berfilsafat ialah memikirkan dan mempertimbangkan nilai-nilai dan cita-cita yang lebih baik, sedangkan mendidik ialah usaha mereliasasikan nilai-niali



dan



cita-cita



itu



dalam



kehidupan,



dalam



kepribadian



manusia.mendidik ialah mewujudkan nilai-nilai yang dapat disumbangkan filsafat, dimulai dengan generalisasi muda, untuk membimbing rakyat, membina nilai-nilai dalam kepribadian mereka, demi menemukan cita-cita tertinggi suatu filsafat dan melembagakannya dalam kehidupan mereka. Lebih lanjut, Burner dan Bruns mengatakan secara tegas bahwa tujuan pendidikan adalah tujuan filsafat yaitu untuk membimbing ke arah kebijaksanaan. Oleh kerena itu, dapat dikatakan bahwa pendidikan adalah reliasi dari ide-ide filsafat; filsafat memberi asas kepastian bagi peranan pendidikan sebagai wadah pembinaan manusia yang telah



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 47dari 147



Tanggal Terbit 20 Januari 2021



melahirkan ilmu pendidikan, lembaga pendidikan dan aktivitas pendidikan jadi, filsafat pendidikan merupakan jiwa dan pedoman dasar pendidikan. Dari uraian di atas, diperoleh hubungan fungsional antara filsafat dan teori pendidikan berikut: 1.



Filsafat, dalam arti filosofis, merupakan satu cara pendekatan



yang



dipakai



dalam



memecahkan



problematika



pendidikan



dan



menyusun teori-teorinpendidikan oleh para ahli. 2.



Filsafat, berfungsi memberi arah begi teori pendidikan yang telah



ada menurut aliran filsafat tertentu yang memiliki relevansi dengan kehidupan yang nyata. 3.



Filsafat, dalam hal ini filsafat pendidikan, mempunyai fungsi untuk



memberikan petunjuk dan arah dalam



pengembangan teori-teori



pendidikan menjadi ilmu pendidikan. Menurut Ali Saifillah, filsafat pendidikan, dan teori pendidikan terdapat hubungan yang suplementer: filsafat pendidikan sebagai suatu dua fungsi tugas normatif ilmiah yaitu: 1.



Kegiatan merumuskan dasar-dasar, tujuan-tujuan pendidikan,



konsep tentang hakikat manusia, serta konsepsi hakikat dan segi pendidikan. 2.



Kegiatan merumuskan sistem atau teori pendidikan yang meliputi



politik pendidikan, kepemimpinan pendidikan, metodologi pendidikan dan pengajaran, termasuk pola-pola akulturasi dan peranan pendidikan dalam pembangunan masyarakat. Dari uraian di atas, kita dapat menarik kesimpulan bahwa antara filsafat pendidikan dan pendidikan terdapat suatu hubungan yang erat sekali dan tak terpisahkan. Filsafat pendidikan mempunyai peranan yang amat penting dalam sistem pendidikan karena filsafat merupakan pemberi arah dan pedoman dasar bagi usaha-usaha perbaikan, meningkatkan kemajuan dan landasan kokoh bagi tegaknya sistem pendidikan.



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 48dari 147



Tanggal Terbit 27 Februari 2017



D. Rangkuman Filsafat pendidikan sebagai ilmu pengetahuan normatif dalam bidang pendidikan merumuskan kaidah-kaidah norma-norma dan atau ukuran tingkah laku perbuatan yang sebenarnya dilaksanakan oleh manusia dalam hidup dan kehidupannya. Ruang lingkup filsafat pendidikan ialah semua aspek yang berhubungan dengan upaya manusia untuk mengerti dan memahami hakikat pendidikan yang baik dan bagai mana tujuan pendidikan itu dapat dicapai seperti yang di cita-citakan. Filsafat pendidikan dan pendidikan terdapat suatu hubungan yang erat sekali dan tak terpisahkan. Filsafat pendidikan mempunyai peranan yang amat penting dalam sistem pendidikan karena filsafat merupakan pemberi arah dan pedoman dasar bagi usaha-usaha perbaikan, meningkatkan kemajuan dan landasan kokoh bagi tegaknya sistem pendidikan. E. Pertanyaan/Diskusi 1. Sebutkan dan jelaskan peranan filsafat pendidikan, menurut anda. 2. Menurut anda, bagaimana orientasi ruang lingkup dan peranan filsafat pendidikan?



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 49dari 147



Tanggal Terbit 27 Februari 2017



BAB III KEBUDAYAAN SEBAGAI ISI PENDIDIKAN



A. Deskripsi singkat Sepanjang sejarah tiap masyarakat, tiap bangsa berada di dalam proses perkembangan kebudayaan, baik dalam arti menerima warisan social dari generasi sebelumnya, maupun mengembangkannya, menciptakan yang baru. Bahkan tidak mustahil pula membuang unsure kebudayaan yang lama yang tidak sesuai dengan kemajuan berfikir atau kebutuhan zamannya. Manusia sebagai makhluk budaya secara alamiah ( kodrat ) dengan potensi kemanusiaanya itu hidup di dalam alam-budaya secara kontinu.



Manusia



tak



terpisahkan



dengan



kebudayaan,



karena



kebudayaan inilah yang membedakan secara prinsipil tata kehidupan manusia daripada kehidupan alamiah makhluk lainnya. Sepanjang sejarah ada manusia, generasi demi generasi, tidak saja sebagai proses regenarasi subyek (manusia), melainkan juga sebagai proses estafet, pengoperan kebudayaan secara terus-menerus. Lembaga yang paling efektif melaksanakan fungsi tersebut terutama pendidikan. Karena itu, kebudayaan dan pendidikan adalah aspek-aspek kehidupan manusia yang tak terpisahkan. Untuk mengerti arti, kedudukan, dan nilai kebudayaan di dalam kehidupan manusia, maka kami mengangkat judul “Kebudayaan sebagai Isi Pendidikan” dalam kami. B. Capaian pembelajaran matakuliah 1. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian kebudayaan 2. Mahasiswa dapat menjelaskan ruang lingkup kebudayaan 3. Mahasiswa dapat menjelaskan ilmu sebagai ilmu kebudayaan 4. Mahasiswa dapat menjelaskan kurikulum



C. Isi Materi perkuliahan Pengertian Dan Ruang Lingkup Kebudayaan



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 50dari 147



Tanggal Terbit 27 Februari 2017



Istilah kebudayaan yang disamakan dengan culture (Inggris), kultur (Jerman), dan cultuur (Belanda) mengandung pengertian yang amat luas. Menurtu Prof. Dr. H. A. Enno van Gelder, “culture” berasal dari kata Latin “colore” yang berarti mengerjakan, memelihara dan memuja. Pengertian



kebudayaan



(culture)



sebagian



sarjana



Anglo



Saxon



mempersamakan dengan pengertian peradaban (civilization) yang dilakukan oleh Dr. Edward B. Taylor yang rnenulis dalam buku “Primitive Culture”: Kebudayaan atau peradaban ialah suatu keutuhan yang kompleks yang meliputi ilmu pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat-istisdat, dan setiap kemampuan serta kebiasaan yang diperoleh manusia sebagai warga masyarakat. Namun Dr. Roucek dan Dr. Warren dalam buku mereka “Sociology an lntroduction” membedakan kedua pengertian tersebut sebagai berikut: Kebudayaan ialah cara hidup yang dikembangkan oleh suatu masyarakat untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok mereka demi tetap survive, dan kekalnya kehidupan jenis meliputi akumulasi obyek-obyek materiil, pola-pola organisasi sosial, bentuk-bentuk tingkah laku yang dipelajari (berlaku), ilmu pengetahuan, kepercayaan, dan semua aktivitas lain yang dikembangkan dalam antar hubungan manusia. Kebudayaan merupakan sumbangan manusia kepada lingkungan hidupnya. Sedangkan pada bagian lain buku itu kedua sarjana tersebut memberi definisi peradaban sebagai berikut: Peradaban berarti suatu tingkat perkembangan kompleksitas kebudayaan yang dicapai suatu masyarakat. Meskipun kriteria yang dipakai berbeda untuk menetapkan suatu peradaban, barangkali yang terpenting sebagai kriteria itu ialah bahasa tertulis.



Melalui



pelengkapan



komunikasi



lisan,



bahasa



tertulis



memungkinkan akumulasi kebudayaan ke tingkat yang lebih besar, dan dalam hal inilah pengertian peradaban sering dipakai. Untuk definisi sebagai perbandingan, beberapa definisi kebudayaan yang dikutip lebih lanjut ialah: Istilah kebudayaan dipakai untuk menunjukkan keseluruhan jumlah ciptaan umat manusia, hasil-hasil yang tersusun daripada pengalaman kolektif manusia hingga sekarang. Kebudayaan



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 51dari 147



Tanggal Terbit 27 Februari 2017



rneliputi semua yang telah dibuat rnanusia dalam bentuk alat-alat, senjata, tempat tinggal, dan semua yang telah dihasilkan sikap dan kepercayaan, cita-cita dan keputusan (pertimbangan), hukum dan lembaga-lembaga, seni dan ilmu pengetahuan, filsafat dan organisasi sosial. Kebudayaan juga meliputi antar hubungan semua bidang di atas dan aspek-aspek lain yang membedakan kehidupan manusia daripada hewani. Segala sesuatu, baik materi atau nonmateriil, yang diciptakan manusia di dalarn proses kehidupan, termasuk dalam pengertian kebudayaan. Henry S. Lucas dalam buku “A Short History of Civila zation” menyatakan: Kebudayaan ialah suatu cara yang umum bagaimana manusia hidup, berpikir dan bertindak. Kebudayaan meliputi (1) suatu penyesuaian umum terhadap



kebutuhan-kebutuhan



ekonomi



atau



kepada



lingkungan



geografis, (2) organisasi yang lazim dibentuk untuk memenuhi kebutuhankebutuhan sosial dan politik yang ada dalam kehidupan, dan (3) lembaga yang



umum



dalam



pemikiran



dan



usaha-usaha



pencapaiannya.



Semuanya itu meliputi seni, sastra, ilmu pengetahuan, penemuanpenemuan,



filsafat



dan



agama.



Suatu



kebudayaan



ialah



suatu



pencapaian yang khas dalarn bidang sosial politik, ekonomi, intelek, seni dan agama dari suatu kelompok manusia. Pendapat Dr. Ki Kajar Dewantara seorang ahli kebudayaan dan pendidik Indonesia menulis: “Menschecultuer” (adab, Ar. ) itu lebih terang artinya jika diterjemahkan ke dalam bahasa kita dengan perkataan “kebudayaan”. Perkataan ini berasal dari “budaya” dan ini berarti buah dari budi manusia. Lalu teranglah sekarang bahwa arti kebudayaan atau kultur kemanusiaan itu ialah semua benda buatan manusia, baik benda batin maupun benda lahir, yang dapat timbul karena kemasakan budi manusia. Drs. Sidi Gazalba dalam buku “Pengantar Kebudayaan sebagai Ilmu,” antara lain sebagai berikut: “Kebudayaan ialah cara berpikir dan cara merasa, yang menyatakan diri dalam seluruh segi kehidupan dan segolongan manusia yang rnembentuk kesatuan sosial dalam suatu ruang dansuatu waktu”.



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 52dari 147



Tanggal Terbit 27 Februari 2017



Dari semua batasan kebudayaan yang dikutip itu agak jelas pengertian kebudayaan sekaligus scope kebudayaan. Pada pokoknya, kebudayaan itu ialah semua ciptaan manusia yang berlangsung di dalam kehidupan. Kebudayaan menampakkan diri pula dalam kepribadian dan tingkah laku manusia di dalam antar hubungan dan antar aksinya. Sebagai makhluk budaya manusia rnerubah unsur-unsur alam menjadi benda-benda kebudayaan dengan potensi kemanusiaannya. Sedikit catatan dan batasan kebudayaan menurut Dr. Henry S. Lucas, yang memandang religion (agama) termasuk kebudayaan. Jika diakui, bahwa kebudayaan ialah semua ciptaan manusia (human creation), barangkali timbul pertanyaan: apakah agama itu ciptaan manusia. Umat beragama percaya bahwa agama itu diturunkan, diwahyukan oleh Tuhan melalui nabi/ rasul untuk umat manusia. Karena itu agama bukan ciptan manusia, sebab agama bersumber dari Maha Pencipta, Tuhan sendiri. Agama yang bersifat universal itu melampaui alam pikiran yang rasional, agama sebagai wujud kepercayaan bersifat supernatural superrasional. Batasan kebudayaan di atas dalam arti umum kebudayaan universal. Tetapi tiaptiap bangsa mempunyai kebudayaan sendiri yang sesuai dengan kondisikondisi lingkungan alamnya, berdasarkan sosiologis dan sosiopsikologis bangsa itu. Kebudayaan suatu bangsa itu disebut kebudayaan nasional. Untuk batasan kebudayaan nasional ini, Drs. Sidi Gazaiba menulis: Berpijak atas definisi kebudayaan dapat dirumuskan definisi kebudayaan nasional sebagai berikut: Cara berpikir/merasa nasion yang menyatakan diri dalam seluruh segi kehidupannya dalam suatu ruang dan suatu waktu. Dengan kata sederhana: cita, dan laku- perbuatan nasion dalarn lapangan-lapangan sosial, ekonomi, politik, ilrnu teknik, kesenian, filsafat dan agama. Tiap



bangsa



kebanggaan



sejalan nasional



dengan atas



kesadaran



kebudayaan



nasionalisme



nasional



memiliki



masing-masing.



Kebudayaan nasional ini merupakan perwujudan kepribadian nasional suatu bangsa. Secara teoritis ada ahli yang membedakan kebudayaan nasional itu atas kebudayaan-formal dan kebudayaan-material. Yang



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 53dari 147



Tanggal Terbit 27 Februari 2017



pertama yaitu hakekat, watak, sikap mental, pola pikir dan nilai-nilai spiritual. Sedangkan yang kedua meliputi semua produk dan perwujudan kebudayaan formal itu. Dalam rangka rnemajukan kebudayaan nasional ini, di antara kebudayaan bangsa-bangsa, antar pemerintah diadakan kerjasama kebudayaan, tukar menukar missi kebudayaan, termasuk tukar menukar mahasiswa. Politik pembinaan kebudayaan nasional ada baiknya kita selalu berpegang patuh asas Tri-con dari Dr. Ki Hadjar Dewantara yaitu: 1.



Asas konsentrasi, bahwa pengembangan kebudayaan harus



berpusat (consentrasi) padakebudayaan nasional, Social Jenitage yang diwarisi dan generasi sebelumnya. 2.



Asas convergensi, bahwa hukum perkembangan itu ialah kerja



sama antara faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam ialah sosiokultural yang sudah berakar, sedang faktor-luar ialah rnenerima unsurunsur kebudayaan-luar (asing) dengan prinsip selektif. Politik “pintu terbuka” dengan “sensor” ini baik dengan komunikasi aktif, maupun karena pengaruh-pengaruh antar hubungan pergaulan bangsa kita dengan bangsa-bangsa lain yang kurang disadari (pasif). 3.



Asas kontinuitas bahwa perkembangan yang terpusat pada



kebudayaan nasional itu, dengan menerima kebudayaan luar secara selektif akan berlangsung terus rnenerus. Kebudayaan yang terdahulu merupakan dasar dan modal bagi pembinaan kebudayaan seterusnya. Bahkan kebudayaan sekarang tak mungkin berkembang sepesat adanya sekarang tanpa asas-asas yang telah dirintis oleh pendahulunya. Kenyataan dalam kehidupan bangsa-bangsa dan negara moderen sekarang, komunikasinya yang efektif amat dimungkinkan oleh teknologi. Maka prinsip trikon itu cukup bijaksana utuk mengambil jalan tengah antara politik pintu-terbuka sama sekali atau politik isolasi, yang keduanya tidak realistis, tidak berrnanfaat. Ilmu Sebagai Ilmu Kebudayaan



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 54dari 147



Tanggal Terbit 27 Februari 2017



Pendidikan dan kebudayaan adalah suatu hubungan antara proses dengan isi pendidikan ialah proses pengoperan kebudayaan dalam arti membudayakan manusia. Proses pendidikan dalarn arti demikian, sangat umum. Dalam masyarakat modern dimana kebudayaan itu amat kompleks, agaknya fungsi dan tanggung jawab pendidikan rnakin besar dan sukar. Pendidikan, terutama pendidikan tinggi memusatkan program aktivitasnya pada pengoperan, pengembangan atau pembinaan ilmu dan research (penelitian). Atau di negara Indonesia tersimpul dalam tridharma perguruan tinggi pendidikan, pengajaran, penelitian, pengembangan, dan pengabdian pada masyarakat. Wujud kebudayaan yang menjadi isi (curriculum) pendidikan dikenal sebagai ilmu pengetahuan (knowledge). Karena luasnya scope kebudayaan dibandingkan dengan keterbatasan waktu, maka demi suksesnya fungsi pendidikan harus ada ketetapan unsur kebudayaan apa yang urgen dididikkan. Program pendidikan dibatasi oleh tujuan yang hendak dicapai sebagai target. Demikian pula kemampuan dan rninat individual, mernbatasi bidang



apa



yang



hendak



dipilih



seseorang



sebagai



lapangan



pendidikannya. Faktor-faktor inilah yang melahirkan bidang-bidang atau jurusan-jurusan pendidikan atau keahlian seseorang. Sejalan dengan halhal tersebut di atas berkembanglah apa yang dikenal sebagai ilrnu pengetahuan. Secara teknis dapat dikemukakan pada bagian ini apakah definisi ilmu (knowledge) yang amat erat hubungannya dengan pendidikan. 1.



Menurut Webster‟s new World Dictionary



“Ilmu pengetahuan : semua yang telah diamati atau dimengerti oleh jiwa (pikiran) belajar dan sesuatu yang telah jelas” 2.



Menurut “Dictionary of Philosophy” oleh Runes



Pengetahuan : Berhubungan dengan tahu (yang diketahui). Kebenaran yang dimengerti. Lawan dari pendapat. Ilmu pengetahuan tertentu lebih daripada pendapat, tetapi di bawah tarafnya jika dibandingkan dengan kebenaran.



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



3.



Hal 55dari 147



Tanggal Terbit 27 Februari 2017



Menurut “American Peoples Encyclopedia.



”Ilmu pengetahuan, suatu kesadaran penuh dan terbutikan dan suatu kebenaran mengenai sesuatu : bersifat praktis, suatu kesadaran yang teratur, tersusun tentang apa pun yang secara definitif dapat diterima sebagai realita. Pengertian knowledge (ilmu pengetahuan) di atas ialah meliputi semua ilmu, apakah ilmu sosial, ilmu eksakta, ilmu filsafat, dan sebagainya. Sedangkan istilah science (kadang-kadang diartikan ilmu pengetahuan juga), telah mempunyai arti isu tertentu, yang dijelaskan oleh “American Peoples Encyclopedia” sebagai berikut: Apa yang disebut science moderen terdiri atas beberapa cabang ilmu pengetahuan, tiap cabang mempunyai suatu kelompok obyek atau dengan subyek khusus, yang



semua



itu dapat



dikatagorikan



dalam



tiga



bidang



utama



penyelidikan: matematika, ilmu alam dan ilmu biologi. Dewasa ini istilah science dipakai dalam arti ketiga bidang pokok di atas. Sedangkan social-science para ahli berbeda pendapat tentang scope dan rnaksudnya. Ada ahli yang berpendapat bahwa social-science meliputi : sejarah, jurisprudence, linguistik dan filsafat. Ada pula ahli lain yang menganggap social-science itu anthropologi-budaya, psikologi sosial, ekonomi,



geografi



internasional,



ilmu



(khususnya



demography),



perbandingan



agama,



ilmu



politik,



archeology,



hukum business



adrninistration, public sociology dan sebagainya. Ada baiknya jika kita tetapkan, bahwa social science ialah ilmu-ilmu selain yang tersimpul di dalam ilmu-ilmu eksakta. Pembedaan istilah, pengertian dan scope ilmu pengetahuan seperti diuraikan di atas mengarahkan pada pengertian tentang sistematika ilmu pengetahuan. Para ahli juga berbeda dalam menetapkan sistematika ilmu pengetahuan. Auguste Comte (1798-1875) menetapkan sistematika ilmu berdasarkan tingkat abstaraksinya dan bagaimana kedudukan ilmu itu terhadap ilmu yang lain. Pengetahuan dan penguasaan suatu ilmu harus dapat membantu penelitian dan studi bagi ilmu yang lain dalam rangka seluruh program pendidik untuk menetapkan kurikulum, urutan kurikulum



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 56dari 147



Tanggal Terbit 27 Februari 2017



harus berorientasi pada interdependensi antar-ilmu dalam jurusan atau departemen tertentu. Dengan dernikian skala priroritas dalam kurikulurn (sequence of curricu1m) harus menjamin efisiensi studi. Urutan materi (isi) pendidikan bukanlah semata-mata berdasarkan pada tingkat kesukaran bahan pelajaran, melainkan juga peranan dan daya guna ilmu itu bagi tingkat studi selanjutnya, khususnya antar huhungan ilmu yang satu dengan ilmu yang lain. Di samping orientasi pada tujuan pendidikan dan potensi kernatangan murid. Menurut Brubacher, masalah kurikulum menyangkut baik teori-nilai rnaupun teori ilrnu. Untuk tujuan kurikulum maka knowledge dimaksud meliputi dua kategori: a.



Knowledge about things, yang dapat diinterpretasikan sebagai



ilmu secara teoritis. b.



Knowledge of how to do things, yang dapat ditafsirkan sebagai



pengetahuan yang menitikberatkan pada segi praktisnya, pengalamanpengalaman empiris, atau pengalaman berdasaskan experiment. Ilmu sebagai bagian atau unsur kebudayaan adalah merupakan isi pendidikan di samping nilai-nilai, pembinaan skill yang praktis, pembinaan jasmani yang kuat dan sehat, sikap sosial dan tanggung jawab, kepemimpinan dan sebagainya.



Hubungan Kurikulum Dengan Kebudayaan Kurikulum atau secara sederhana kita sebut isi pendidikan adalah “jalan” terdekat untuk sampai pada tujuan pendidikan. Sebaliknya tanpa isi pendidikan, tanpa kurikulum tidak ada proses pendidik dan pengajaran. Dengan perkataan lain, tidak ada pendidikan tanpa kurikulum. Karena itu kurikulum adalah bagian yang amat penting di dalam pendidikan. Dapat dikemukakan batasan kurikulum menurut Stratemayer cs antara lain: Dewasa ini kurikulurn dianggap sebagai bahan pelajaran dan kegiatan kelas yang dilakukan anak-anak dan pemuda: keseluruhan pengalaman



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 57dari 147



Tanggal Terbit 27 Februari 2017



di dalam dan di luar kelas yang disponsori oleh sekolah dan seluruh pengalarnan hidup murid. Apapun batasan yang diterima, pendidikan harus menetapkan ke arah ilmu pengetahuan, pengertian-pengertian, kecakapan-kecakapan yang manakah pengalaman-pengalaman murid akan dibimbing. Kebijaksanaan ini menentukan scope dan kurikulum sekolah. Batasan menurut Stratemeyer itu, amat luas. Sehingga kontrol atas kurikulum seperti dimaksud tidak mungkin. Sekolah hanya mampu menetapkan kurikulum dalam arti pertama dan kedua dan ketiga unsur yang tersebut di atas. Brubacher menguraikan kurikulum sebagai berikut: Dengan tujuan atau arah proses pendidikan yang ditetapkan, langkah selanjutnya sudah jelas yaitu suatu cara-cara dan alat-alat untuk mencapai tujuan tersebut. Di antara semua itu maka kurikulum rneminta perhatian pertama. Sesuai dengan asal pengertiannya, menurut bahasa Latin, kurikulurn ialah suatu arah yang dilalui seseorang untuk mencapai tujuan, seperti di dalam suatu perlombaan. Bentuk pelajaran ini dimasukkan di dalam istilah pendidikan sebagai kurikulum, atau kadangkadang disebut bahan pelajaran. Apapun namanya, namun kurikulum itu menggambarkan landasan di atas maka murid, dan guru berjalan mencapai tujuan pendidikan. Nyatalah bahwa menetapkan kurikulum harus berorientasi kepada tujuan pendidikan yang hendak dicapai. Meskipun ilmu pengetahuan sebagai bagian dan kebutuhaan yang harus menjadi kurikulurn pendidikan, namun keterbatasan waktu dan fasilitas untuk suatu tingkat pendidikan maka harus ada skala prioritas. Secara garis besar Stratemeyer juga menetapkan kriteria atau asas-asas bagaimana suatu kurikulum disusun, antara lain: Para pendidik dapat kembali kepada tiga bidang asasi. Pertama yang berhubungan dengan kodrat masyarakat dan nilai-nilai yang berlaku dan yang dicita-citakan. Asas sosial kedua berorientasi kepada murid sebagai organisme yang berkembang dan kodrat proses belajar (asas psikologis), dan ketiga berpedornan kepada nilai-nilai dan



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 58dari 147



Tanggal Terbit 27 Februari 2017



kepercayaan-kepercayaan yang menjadi filsafat hidup dan filsafat pendidikan mereka (asas-asas filosofis). Hubungan antara tujuan pendidikan dan kurikulum ialah hubungan antara tujuan dan isi pendidikan. Suatu tujuan baru akan tercapai apabila pendidikan tepat, relevant. Dengan perkataan hanya isi yang tepat, kurikulurn yang tepat yang akan meagantarkan pendidikan mencapai tujuannya.



Dalarn



hubungan



demikian



berarti



pula



tujuan



akan



menentukan isi atau kurikulurn pendidikan. Artinya berdasarkan tujuan yang hendak dicapai kita menetapkan isi pendidikan. Atau rnenurut Brubacher hubungan kurikulum dengan tujuan pendidikan dilukiskan sebagai berikut: Kurikulum sedemikian tergantung kepada tujuan pendidikan, dan sangat rnengejutkan bila kita akan rnengetahui bahwa mempelajari kurikulum pada hakekatnya sarna dengan rnencapai tujuan pendidikan itu. Dalam kenyataannya, sedemikian erat hubungan antara tujuan pendidikan dan kurikulurn, sehingga dapat dikatakan bahwa kurikulum tak lain daripada tujuan pendidikan atau nilai-nilai yang termaktub dalam bentuk yang luas. Oleh karena kurikulum merupakan isi dan jalan untuk mencapai tujuan pendidikan, maka sesungguhnya kurikulum menyangkut masalahmasalah: nilai, ilmu, teori, skill, praktek, pembinaan sikap mental dan sebagainya. Ini berarti kurikulum harus mengandung isi pengalarnan yang kaya demi realisasi tujuan. Dengan perkataan lain kurikulum harus kaya dengan pengalaman-pengalaman yang bersifat membina kepribadian. Keseimbangan antara luas dan dalamnnya (broad and depth) suatu kurikulum



adalah



syarat



bagi



penguasaan



suatu



pengetahuan.



Penguasaan teori pengetahuan adalah pangkal pengetahuan praktis. Dan pengetahuan praktis salah satu tujuan pendidikan. Meskipun pada dasarnya tujuan pendidikan yang pokok itu tetap, namun ini tidak berarti bahwa kurikulum itu harus tetap: Kurikulum justru harus berkembang, sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan kebutuhan masyarakat untuk apa pendidikan diselenggarakan. Dengan demikian



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 59dari 147



Tanggal Terbit 27 Februari 2017



kurikulum bersifat progressif, berkembang maju, dinamis. OIeh karera itu kita selalu mengadakan evaluasi dan revisi kurikulum.



KEBUDAYAAN SEBAGAI ISI PENDIDIKAN Ilmu dan kebudayaan keduanya memiliki keterkaitan karena saling mempengaruhi. Keduanya juga memiliki kaitan erat dengan manusia, karena manusia inilah yang membentuk kebudayaan, merumuskan ilmu dan menciptakan teknologi, serta mengembangkannya, karena manusia mempunyai akal dan bahasa. Antara manusia dan ilmu keduanya memiliki



hubungan



yang



saling



mempengaruhi.



Manusia



yang



merumuskan dan mengembangkan ilmu. Adapun sumbangan ilmu bagi manusia adalah ilmu sebagai suatu cara berpikir atau pola pikir manusia, sarana menemukan kebenaran dan ilmu digunakan sebagai sistem nilai dan moral. Selain itu ilmu berfungsi sebagai pengetahuan yang membantu manusia dalam mencapai tujuan hidupnya. Kebudayaan terbentuk dalam masyarakat, artinya manusialah yang membentuk kebudayaan. Adapun sumbangan kebudayaan bagi manusia adalah kebudayaan secara umum akan memengaruhi manusia yang ada di dalamnya, karena dalam kebudayaan terdapat garis-garis pokok tentang perilaku atau blueprint of behavior. Suatu masyarakat akan sangat dipengaruhi oleh budaya masyarakatnya. Berikut ini adalah pengertian Ilmu, Pendidikan dan Kebudayaan : 1)



Ilmu



Istilah ilmu diambil dari bahasa inggris science, yang berasal dari bahasa latin scientia dari bentuk kata kerja scire yang berarti mempelajari dan mengetahui. Menurut The liang Gie (dalam Ihsan, 2010:108) ilmu adalah rangkaian aktivitas penelaahan yang mencari penjelasan suatu metode untuk memperoleh pemahaman secara rasional empiris mengenai dunia ini dalam berbagai seginya dan keseluruhan pengetahuan sistematis yang menjelaskan berbagai gejala yang ingin dimengerti manusia. 2)



Pendidikan



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 60dari 147



Tanggal Terbit 27 Februari 2017



Menurut John Dewey, pendidikan merupakan proses berupa pengajaran dan bimbingan, bukan paksaan, yang terjadi karena adanya interaksi dengan masyarakat. Menurut GBHN tahun 1973, pendidikan pada hakikatnya adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan peserta didik di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. 3)



Budaya



Para pakar antropologi budaya Indonesia umumnya sependapat bahwa kata “kebudayaan” berasal dari bahasa Sansekerta “buddhayah”. Kata Buddhayah adalah bentuk jamak dari Buddhi yang berarti “budi” atau “akal”. Secara etimologis, kata “kebudayaan” berarti hal yang berkaitan dengan



akal



(Koentjaraningrat,



1974).



Kebudayaan



merupakan



keseluruhan yang kompleks terdiri dari pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat oleh seseorang sebagai anggota masyarakat (Edward B. Taylor dalam J. Sudarminta, 2011 :1). Namun ada pula anggapan bahwa kata “budaya” berasal dari kata majemuk budi-daya yang berarti “daya dari budi” atau “daya dari akal” yang berupa cipta,karsa, dan rasa. Lebih lanjut dikatakan Sudarminta (2011)dalamFurkanNuril (2012) bahwa kebudayaan adalah pola perilaku yang terintegrasi dan terdiri dari pemikiran, tuturan, tindakan dan karya-karya seni serta tergantung dari kemampuan manusia untuk belajar dan mewariskan pengetahuannya kepada generasi mendatang. Ditinjau dari segi proses, kita bisa menempatkan pendidikan sebagai berikut : 1. Pendidikan sebagai motor penggerak aktivitas budaya yang terencana. 2. Pendidikan sebagai pemandu masyarakatnya memasuki berbagai perubahan jaman. 3. Pendidikan sebagai transformasi kebudayaan bangsa dan merupakan suatu proses kebudayaan. (Depdikbud, 1992). Pendidikan dalam posisinya yang demikian itu menuntut kepada semua pelaksanaan pendidikan untuk memiliki kesadaran, bahwa mereka itu



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 61dari 147



Tanggal Terbit 27 Februari 2017



telah terlibat dalam proses budaya dan merupakan pelaku-pelaku kebudayaan. PROSES PERKEMBANGAN PENDIDIKAN dan KEBUDAYAAN Pengertian Kebudayaan Istilah kebudayaan yang disamakan dengan culture (Inggris), kultur (Jerman), dan cultuur (Belanda) adalah suatu istilah yang mengandung pengertian yang amat luas. Adapun beberapa para ahli yang mengemukakan pendapatnya mengenai kebudayaan, yaitu : a.



Prof. Dr. H. A. Enno van Gelder, mengemukakan bahwa “clture”



berasal dari kata Latin “colore” yang berarti mengerjakan, memelihara, dan memuja (ENSIE I halaman 145). b.



Dr. K. Kuypers, seorang staf penulis ENSIE berpendapat bahwa



etimologi kata culture ialah “culture animi” (Latin), yang berarti memelihara dan mengembangkan jiwa. c.



Sebagian sarjana Anglo Saxon berpendapat bahwa pengertian



kebudayaan (culture) sama dengan pengertian peradaban (civilization) yang dikemukakan oleh Dr. Edward B. Taylor dalam buku “Primitive Culture”. d.



Dr.



Warren



dalam



bukunya



“Sociology



an



Introduction”



membedakan pengertian kebudayaan (culture) dengan peradaban (civilization). e.



Dr. Lee Etral (cs) dalam bukunya “Principles of Sociology”



berpendapat bahwa istilah kebudayaan dipakai untuk menunjukkan keseluruhan jumlah ciptaan umat manusia, hasil-hasil yang tersusun daripada pengalaman kolektif manusia hingga sekarang. Kebudayaan meliputu semua yang telah dibuat manusia dalam bentuk alat-alat, senjata, tempat tinggal, bahan baku barang-barang dan prosesingnya, dan semua yang telah dihasilkan sikap dan kepercayaan, cita-cita dan keputusan (pertimbangan), hukkum dan lembaga-lembaga, seni dan ilmu pengetahuan, filsafat dan organisasi social. Kebudayaan meliputi juga antar hubungan semua bidang di atas dan aspek-aspek lain yang



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 62dari 147



Tanggal Terbit 27 Februari 2017



membedakan kehidupan manusia daripada hewani. Segala sesuatu, baik materiil atau nonmaterial, yang diciptakan manusia di dalam proses kehidupan, termasuk dalam pengertian kebudayaan. f.



Dr. Ki Hajar Dewantara seorang ahli kebudayaan dan pendidik



Indonesia,



menulis:



“Menschecultuer”



itu



lebih



terang



artinya



diterjemahkan ke dalam bahasa kita dengan perkataan “kebudayaan”. Perkataan ini berasal dari “budaya” dan ini berarti buah dari budi manusia. Arti kebudayaan atau kultur kemanusiaan itu ialah semua benda buatannya manusia, baik benda batin maupun benda lahir, yang dapat timbul karena kemasakan budi manusia. Dan pekerjaan cultural yaitu semua usaha untuk mempertinggi derajat kemanusiaan. Menurut pengertian wetenachap, kultur itu dibagi menjadi 3 jenis: 1.



Yang mengenal rasa kebatinan atau moral



2.



Yang mengenal kemajuan angan-angan



3.



Yang mengenal kepandaian



Usaha kultural ialah segala perbuatan manusia yang timbul dari kemasakan budinya yaitu buah dari kecerdasan pikirannya, serta buah dari kekuatan kehendaknya, yaitu segala tenaganya. Jadi kultur atau kebudayaan itu nyatalah buah dari “trisakti”nya manusia.



Ilmu (Knowledge ) Sebagai Unsur Kebudayaan Ilmu (knowledge) merupakan unsur kebudayaan. Pendidikan dan kebudayaan adalah suatu hubungan antara proses dengan isi. Yaitu, pendidikan adalah proses pengoperasian kebudayaan dalam arti membudayakan manusia. Wujud kebudayaan yang menjadi isi (curriculum) pendidikan dikenal sebagai



ilmu



pengetahuan



(knowledge).



Secara



tehnis



dapat



dikemukakan mengenai definisi ilmu (knowledge) yang amat erat hubungannya dengan pendidikan, yaitu : 1. Menurut Webster’s New World Dictionary “ Knowledge is all that has been perceived or grasped by the mind ; learning; enlightenment”



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 63dari 147



Tanggal Terbit 27 Februari 2017



“ Ilmu Pengetahuan : semua yang telah diamata atau dimengerti oleh jiwa (pikiran) ; belajar ; dan sesuatu yang telah jelas “ ( 26 : 809) 2. Menurut “ Dictionary of Philosophy” oleh Runes : Knowledge : Relation know. Apprehended truth. Opposite of opinions. Certain knowledge is more than opinion, less than truth. ( 20 : 161). Ilmu pengetahuan : berhubungan dengan tahu ( yang diketahui ). Kebenaran yang dimengerti. Lawan dari pendapat. Ilmu pengetahuan tertentu



lebih



daripada



pendapat,



tetapi



dibawah



tarafnya



jika



dibandingkan dengan kebenaran. Ilmu pengetahuan, suatu kesadaran penuh dan terbuktikan dari suatu kebenaran mengenai sesuatu : bersifat praktis, suau kesadaran yang teratur, tersusun tentang apapun yang secara definitive dapat diterima sebagai realita. Pengertian knowledge ( ilmu pengetahuan ) diatas adalah meliputi semua ilmu, seperti ilmu social, ilmu eksakta, ilmu filsafat dan sebagainya. Sedangkan istilah science (kadang-kadang diartikan ilmu pengetahuan juga), telah mempunyai arti tertentu.Istilah science dipakai dalam ketiga bidang pokok di atas. Sedangkan social science menurut para ahli meliputi : sejarah, jurisprudence, linguistic, dan filsafat. Ada juga yang berpendapat bahwa social science meliputi : psikologi social, ekonomi, geografi, ilmu politik dan sebaginya. Namun dapat ditetapkan bahwa social science ialah ilmu-ilmu selain yang tersimpul dalam ilmu-ilmu eksakta.



Proses Perkembangan Pendidikan Dan Kebudayaan Hubungan masyarakat dan pendidikan adalah hubungan antara subyek dengan aktivitasnya. Masyarakat akan relatif lebih maju apabila masyarakat



itu



aktif



membina



pendidikan,atau



masyarakat



itu



menyelenggarakan pendidikan yang maju. Apabila suatu masyarakat mengabaikan pendidikan,maka masyarakat itu sukar untuk maju. Ini disebut hubungan korelasi positif.



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Sedangkan



hubungan



Hal 64dari 147



causalitas



atau



Tanggal Terbit 27 Februari 2017



sebab-akibat,yaitu



karena



masyarakat sadar dengan nilai dan peranan pendidikan,masyarakat aktif membina pendidikan,maka masyarakat menjadi makin maju,makin baik. Hubungan teleotologis berarti bahwa pendidikan masyarakat bergerak (aktif) menuju satu tujuan tertentu,ssatu idealisme. Hubungan pendidikan dan kebudayaan adalah hubungan antara aktivitas dengan isinya. Pendidikan adalah satu proses,satu lembaga,satu aktivitas. Sedangkan kebudayaan adalah isi didalam proses itu,isi suatu lembaga dan aktivitas pendidikan itu. Fungsi dan misi pendidikan adalah mengoperkan kebudayaan dari manusia



yang



berkebudayaan



kepada



anak



didik



yang



belum



berkebudayaan. Mengolah kebudayaan itu menjadi sikap mental,tingkah laku,bahkan



menjadi



kepribadian



anak



didik.



Membudayakan



manusia,atau membina manusia supaya berkebudayaan. Sesungguhnya fungsi pendidikan masih mempunyai tujuan yang lebih utama yaitu untuk membina kepribadian manusia agar lebih kreatif dan produktif,yakni mampu menciptakan kebudayaan. Pendidikan



sesungguhnya



melakukan



peranan



menciptakan



kebudayaan,mengembangkan kebudayaan, baik langsung maupun tak langsung. Pendidikan mempunyai fungsi rangkap untuk kebudayaan: •



Menciptakan yang belum ada, melalui pembinaan manusia yang



kreatif. •



Mengoperkan kebudayaan (yang sudah ada) kepada generasi



demi generasi dalam rangka proses sosialisasi pribadi manusia. Sebagai perbandingan, Auguste Comte ahli sosiologi dan filsafat, membedakan tingkat perkembangan kebudayaan umat manusia atas : tiga tingkatan besar dalam sejarah perkembangan berpikir umat manusia : tingkatan teologis atau tingkat animistis, tingkatan metafisis (filsafat) dan tingkatan ilmu pengetahuan positif. Jhon Dewey menganalisa perkembangan kebudayaan sebagai proses integral daripada perkembangan social,yang dipengaruhi oleh : 1.



Adanya kondisi khusus dan problem-problem yang dihadapi.



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



2.



Hal 65dari 147



Tanggal Terbit 27 Februari 2017



Tuntutan-tuntutan komunikasi social yang menuju pengertian



suatu cita-cita dan informasi. 3.



Adanya penyelidikan secara kritis dan penilaian kembali atas



tujuan dan nilai-nilai kebudayaan yang ada. 4.



Eksperimen



yang



terkontrol



dan



validasi



atas



hasil-hasil



rekonstruksi pada situasi yang spesifik.



Manusia Sebagai Pembina Kebudayaan Melalui definisi kebudayaan kita mengerti bahwa kebudayaan adalah ciptaan atau kreasi manusia. Dengan melalui lembaga dan proses pendidikan, kebudayaan dikembangkan yakni: a.



Dioperkan untuk dimengerti dan dikuasai, dilaksanakan oleh



generasi muda. b.



Pembinaan manusia supaya mampu menciptakan kebudayaan



atau unsur-unsur kebudayaan agar mereka mampu menyesuaikan diri demi kehidupan dalam zamannya. Prestasi-prestasi yang dicapai oleh manusia dalam



menciptakan



kebudayaan ini merupakan prestasi yang menentukan nilai kepribadian, kemajuan suatu zaman. Bahkan satu-satunya ukuran prestasi manusia ialah pada achievement kebudayaan ini.Hal ini lebih jelas pada karya dan prestasi seseorang. Sebenarnya pendidikan, langsung atau tidak langsung terutama berfungsi untuk pembinaan kebudayaan. Pendidikan berfungsi baik sebagai mempertahankan kebudayaan yang ada sebagai warisan sosial, maupun untuk membina pribadi manusia yang pada gilirannya untuk mencipta pula kebudayaan baru. Manusia sebagai pembina kebudayaan dalam arti yang non tradisional ialah tetap mencipta dan mengejar prestasi-prestasi ideal,berarti juga mencipta dan mengejar dan menduduki prestasi-prestasi ethis moral. Mengerti dan mengedakan relasi rohaniah dengan yang non material, yakni aspek-aspek religius dan Tuhan sendiri. Manusia sebagai pribadi yang bermoral adalah manusia yang berkebudayaan dalam makna hakiki. Karena itu manusia sebagai pembina kebudayaan harus diartikan lebih



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 66dari 147



Tanggal Terbit 27 Februari 2017



luas dari makna berbudaya yang tradisional, material saja, intelektual saja, melainkan juga percaya dan berkhidmat kepada Tuhan yang Maha Esa, sebagai kebudayaan langit atau moral agama. Pada sisi lain dari analisis filosofis ini, manusia modern tetap menyadari pula bagaimana ketergantungannya kepada alam, sebagai bahan baku budaya seperti berbagai hasil tambang untuk tekhnologi, bahkan juga unsur alam manapun untuk kehidupan. Cahaya dan panas, udara, air, tanah subur, flora dan fauna dengan demikian makna dan hakikat budaya menjadi proposioanal. Artinya,manusia mempunyai wawasan atas kedudukan dan tanggung jawab budayanya dalam kesemestaan. Misal manusia mampu menikmati alam yang murni tanpa sentuhan tangan manusia sebagai sumber keindahan dan bahkan sumber kenikmatan hidup. Manusia dapat mencintai dan menghargai alam dalam wujud dan tanggung jawab atas lingkungan hidup dan sumber daya alam yang sesungguhnya merupakan prakondisi kehidupan umat manusia.



D. Rangkuman Kebudayaan merupakan semua ciptaan manusia yang berlangsung di dalam



kehidupan.



Kebudayaan



menampakkan



diri



pula



dalam



kepribadian dan tingkah laku manusia di dalam antar hubungan dan antar aksinya. Ilmu (knowledge) merupakan unsur kebudayaan. Pendidikan dan kebudayaan adalah suatu hubungan antara proses dengan isi. Yaitu, pendidikan adalah proses pengoperasian kebudayaan dalam arti membudayakan manusia. Kurikulum atau secara sederhana kita sebut isi pendidikan adalah “jalan” terdekat untuk sampai pada tujuan pendidikan. Karena itu kurikulum adalah bagian yang amat penting di dalam pendidikan. Maksud Kebudayaan sebagai isi pendidikan antara lain Ilmu dan kebudayaan keduanya memiliki keterkaitan karena saling mempengaruhi. Keduanya juga memiliki kaitan erat dengan manusia, karena manusia inilah yang membentuk kebudayaan, merumuskan ilmu dan menciptakan



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 67dari 147



Tanggal Terbit 27 Februari 2017



teknologi, serta mengembangkannya, karena manusia mempunyai akal dan bahasa. Kebudayaan ialah semua ciptaan manusia yang berlangsung di dalam kehidupan. Sebagai makhluk budaya, manusia merubah unsure-unsur alam



menjadi



benda-benda



kebudayaan



dengan



potensi



kemanusiaannya. Secara teoritis, kebudayaan nasional dibagi atas: 1.



Kebudayaan nasional yang bersifat spiritual – psikologis



2.



Kebudayaan nasional yang bersifat rasional-intelektual



3.



Kebudayaan nasional yang bersifat material konkrit.



Ilmu (knowledge) merupakan unsur kebudayaan. Pendidikan dan kebudayaan adalah suatu hubungan antara proses dengan isi. Yaitu, pendidikan adalah proses pengoperasian kebudayaan dalam arti membudayakan manusia. Hubungan masyarakat dan pendidikan adalah hubungan antara subyek dengan aktivitasnya. Masyarakat akan relatif lebih maju apabila masyarakat



itu



aktif



membina



pendidikan,atau



masyarakat



itu



menyelenggarakan pendidikan yang maju. Apabila suatu masyarakat mengabaikan pendidikan,maka masyarakat itu sukar untuk maju. Ini disebut hubungan korelasi positif. Manusia sebagai pembina kebudayaan dalam arti yang non tradisional ialah tetap mencipta dan mengejar prestasi-prestasi ideal,berarti juga mencipta dan mengejar dan menduduki prestasi-prestasi ethis moral.



E. Pertanyaan/Diskusi 1. Menurut anda, jelaskan istilah berikut a) pengertian kebudayaan b) ruang lingkup kebudayaan c) ilmu sebagai ilmu kebudayaan d) kurikulum



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 68dari 147



Tanggal Terbit 27 Februari 2017



BAB IV TEORI-TEORI KEBENARAN



A. Deskripsi singkat Secara umum orang merasa bahwa tujuan pengetahuan adalah untuk mencapai kebenaran. Problem kebenaran inilah yang memacu tumbuh dan berkembangnya epistemologi. Telaah kebenaran secara epistemologi membawa orang kepada suatu kesimpulan bahwa ada tiga jenis kebenaran, yaitu kebenaran epistemologis, kebenaran ontologis, dan kebenaran semantis. Kebenaran epistemologis adalah kebenaran yang berhubungan dengan pengetahuan manusia. Kebenaran dalam arti ontologis adalah kebenaran sebagai sifat dasar yang melekat pada hakikat segala sesuatu yang ada atau diadakan. Sedangkan kebenaran dalam arti semantis adalah kebenaran yang terdapat serta melekat dalam tutur kata dan bahasa. Namun, dalam ini penulis membatasi makna “kebenaran” pada kekhususan makna “kebenaran keilmuan (ilmiah)”.



B. Capaian pembelajaran matakuliah 1. Untuk mengetahui pengertian teori kebenaran dan tingkatannya. 2. Untuk mengetahui teori kebenaran menurut filsafat C. Isi Materi perkuliahan Pengertian Kebenaran Kebenaran adalah satu nilai utama di dalam kehidupan manusia. Sebagai nilai - nilai yang menjadi fungsi rohani manusia. Artinya sifat manusiawi atau martabat kemanusiaan (human dignity) selalu berusaha “memeluk” suatu kebenaran. Pendidikan pada umumnya dan ilmu pengetahuan pada khususnya mengemban tugas utama untuk menemukan, pengembangan, menjelaskan, menyampaikan nilai - nilai kebenaran. Semua orang yang berhasrat



untuk



mencintai



kebenaran,



bertindak



sesuai



dengan



kebenaran. Harus ada kesamaan dalam menilai kebenaran suatu pemikiran. Kriteria kebenaran yang harus disepakati adalah sebelum



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 69dari 147



Tanggal Terbit 27 Februari 2017



melangkah lebih jauh kita artikan dulu apa itu kebenaran. Kebenaran adalah kesesuaian objek dengan realita atau kesesuaian objek dengan pengetahuan barometer kebenaran. Jenis - jenis Kebenaran : 1. Kebenaran Epistemologi (berkaitan dengan pengetahuan) 2. Kebenaran ontologis (berkaitan dengan sesuatu yang ada/ diadakan) 3. Kebenaran semantis (berkaitan dengan bahasa dan tutur kata) Sifat – sifat Kebenaran 1.



Kebenaran bersifat Universal



Kebenaran suatu pemikiran harus bersifat universal, artinya berlaku untuk kapanpun dan dimanapun. 2.



Kebenaran bersifat Mutlak



Tanpa pandangan tersebut, maka diskusi akan sia - sia. Apapun pengetahuan baru yang ada dalam sebuah diskusi tidak dapat diterima sebagai kebenaran. Sehingga semua perkataan yang dikemukakan dalam



sebuah



diskusi



tidak



berbeda



dengan



kebohonghan,



ketidakwarasan, dan omong kosong 3.



Kebenaran bersifat Manusiawi



Artinya bahwa pengetahuan yang disampaikan secara alamiah dapat diterima atau dimengerti oleh manusia. Tak perlu ada rekayasa seperti bujukan atau paksaan. Jika ada rekayasa seperti itu maka perlu dipertanyakan kebenarannya. Kebenaran akan diterima jika memang hal itu sebuah kebenaran, diakui secara lisan atau tidak. 4.



Kebenaran bersifat argumentatif



Dalam sebuah diskusi, pembuktian terhadap kebenaran sebuah pendapat atau pengetahuan baru harus dimiliki. Argumentasi digunakan untuk menjelaskan proses mendapatkan pengetahuan baru tersebut sehingga orang lain dapat menilai kebenarannya dari proses tersebut. Argumentasi adalah proses bergeraknya suatu pengetahuan yang menjadi patokan menuju pengetahuan baru (kesimpulan). Dalam menilai kebenaran dan kabsahan argumentasi, ada dua hal yang harus diperhatikan. Pertama



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 70dari 147



Tanggal Terbit 27 Februari 2017



adalah kebenaran dari isi pengetahuan yang menjadi pijakan. Kedua adalah keabsahan penyusunan pengetahuan - pengetahuan pijakan menjadi suatu kesimpulan (proses pengambilan kesimpulan). 5.



Kebenaran bersifat ilmiah



Ini dimaksudkan agar kebenaran suatu pengetahuan dapat dibuktikan oleh orang lain bahwa pengetahuan tersebut sesuai dengan kenyataan yang ada. Kebenaran yang tidak dapat dibuktikan oleh orang lain dapat didiskusikan. Artinya bahwa kebenaran tersebut tidak dapat dihukumi untuk orang lain. Hakikat – hakikat Kebenaran Banyak para ahli yang memaparkan ide tentang sudut pandang kebenaran termasuk bagaimana membuktikannya. Masalah hakekat kebenaran dapat diklasifikasikan menjadi tiga sudut pandang yaitu : 1.



Kebenaran Ilmiah



Kebenaran yang diperoleh secara mendalam berdasarkan proses penelitian dan penalaran logika ilmiah. Kebenaran ilmiah ini dapat ditemukan dan diuji dengan pendekatan : a.



Kebenaran Pragmatis



Sesuatu (pernyataan) dianggap benar apabila memiliki kegunaan/manfaat praktis dan bersifat fungsional dalam kehidupan sehari - hari. Contohnya, Yadi mau bekerja di sebuah perusahaan minyak karena diberi gaji tinggi. Yadi bersifat pragmatis, artinya mau bekerja di perusahaan tersebut karena ada manfaatnya bagi dirinya, yaitu mendapatkan gaji tinggi. b.



Kebenaran Koresponden



Sesuatu (pernyataan) dianggap benar apabila materi pengetahuan yang terkandung didalamnya berhubungan atau memiliki korespondensi dengan objek yang dituju oleh pernyataan tersebut. Teori koresponden menggunakan logika induktif, artinya metode yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari hal - hal khusus ke umum. Dengan kata lain kesimpulan akhir ditarik karena ada fakta - fakta mendukung yang telah diteliti dan dianalisa sebelumnya. Contohnya jurusan teknik elektro, teknik



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 71dari 147



Tanggal Terbit 27 Februari 2017



mesin, dan teknik sipil UNP ada di Padang. Jadi Fakultas Teknik UNP ada di Padang. c.



Kebenaran Koheren



Sesuatu (pernyataan) dianggap benar apabila konsisten dan memiliki koherensi dengan pernyataan sebelumnya yang dianggap benar. Teori koheren menggunakan logika deduktif, artinya metode yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari hal - hal umum ke khusus. Contohnya, seluruh mahasiswa UNNES harus mengikuti kegiatan Ospek. Arif adalah mahasiswa UNNES, jadi harus mengikuti kegiatan Ospek.



2.



Kebenaran Non Ilmiah



Berbeda dengan kebenaran ilmiah yang diperoleh berdasarkan penalaran logika ilmiah, ada juga kebenaran karena faktor - faktor non ilmiah. Beberapa diantaranya adalah : a.



Kebenaran Karena Kebetulan



Kebenaran yang didapat dari kebetulan dan tidak ditemukan secara ilmiah. Tidak dapat diandalkan karena kadang kita sering tertipu dengan kebetulan yang tidak bisa dibuktikan. Namun satu atau dua kebetulan bisa juga menjadi perantara kebenaran ilmiah, misalnya penemuan kristal Urease oleh Dr. J.S. Summers. b.



Kebenaran Karena Akal Sehat (Common Sense)



Akal



sehat



adalah



serangkaian



konsep



yang



dipercayai



dapat



memecahkan masalah secara praktis. Kepercayaan bahwa hukuman fisik merupakan alat utama untuk pendidikan adalah termasuk kebenaran akal sehat ini. Penelitian psikologi kemudian membuktikan hal itu tidak benar. c.



Kebenaran Agama dan Wahyu



Kebenaran mutlak dan asasi dari Allah dan Rasulnya. Beberapa hal masih bisa dinalar dengan panca indra manusia, tapi sebagian hal lain tidak. d.



Kebenaran Intuitif



Kebenaran yang didapat dari proses luar sadar tanpa menggunakan penalaran dan proses berpikir. Kebenaran intuitif sukar dipercaya dan



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



tidak



bisa



dibuktikan,



Hal 72dari 147



hanya



sering



dimiliki



Tanggal Terbit 27 Februari 2017



oleh



orang



yang



berpengalaman lama dan mendarah daging di suatu bidang. Contohnya adalah kasus patung Kouros dan museum Getty diatas. e.



Kebenaran Karena Trial dan Error



Kebenaran yang diperoleh karena mengulang - ulang pekerjaan, baik metode, teknik, materi dan parameter - parameter sampai akhirnya menemukan sesuatu. Memerlukan waktu lama dan biaya tinggi. f.



Kebenaran Spekulasi



Kebenaran karena adanya pertimbangan meskipun kurang dipikirkan secara matang. Dikerjakan dengan penuh resiko, relatif lebih cepat dan biaya lebih rendah daripada trial - error. g.



Kebenaran Karena Kewibawaan



Kebenaran yang diterima karena pengaruh kewibawaan seseorang. Seorang tersebut bisa ilmuwan, pakar atau ahli yang memiliki kompetensi dan otoritas dalam suatu bidang ilmu. Kadang kebenaran yang keluar darinya diterima begitu saja tanpa perlu diuji. Kebenaran ini bisa benar tapi juga bisa salah karena tanpa prosedur ilmiah. 3.



Kebenaran Filsafat



Kebenaran yang diperoleh dengan cara merenungkan atau memikirkan sesuatu sedalam - dalamnya dan seluas - luasnya, baik sesuatu itu ada atau mungkin ada. Kebenaran filsafat ini memiliki proses penemuan dan pengujian kebenaran yang unik dan dibagi dalam beberapa kelompok (madzab). Bagi yang tidak terbiasa (termasuk saya) mungkin terminologi yang digunakan cukup membingungkan. Juga banyak yang oportunis alias menganut madzab dualisme kelompok, misal mengakui kebenaran realisme dan naturalisme sekaligus. a.



Realisme



Mempercayai sesuatu yang ada di dalam dirinya sendiri dan sesuatu yang pada hakekatnya tidak terpengaruh oleh seseorang. b.



Naturalisme



Sesuatu yang bersifat alami memiliki makna, yaitu bukti berlakunya hukum alam dan terjadi menurut kodratnya sendiri.



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



c.



Hal 73dari 147



Tanggal Terbit 27 Februari 2017



Positivisme



Menolak segala sesuatu yang di luar fakta, dan menerima sesuatu yang dapat ditangkap oleh panca indra. Tolak ukurnya adalah nyata, bermanfaat, pasti, tepat dan memiliki keseimbangan logika. d.



Materialisme Dialektik



Orientasi berpikir adalah materi, karena materi merupakan satu - satunya hal yang nyata, yang terdalam dan berada diatas kekuatannya sendiri. Filosofi resmi dari ajaran komunisme. e.



Idealisme



Idealisme menjelaskan semua objek dalam alam dan pengalaman sebagai pernyataan pikiran. f.



Pragmatisme



Hidup manusia adalah perjuangan hidup terus menerus, yang sarat dengan konsekuensi praktis. Orientasi berpikir adalah sifat praktis, karena praktis berhubungan erat dengan makna dan kebenaran.



Tingkatan – tingkatan Kebenaran Dalam



kehidupan



manusia,



kebenaran



adalah



fungsi



rohaniah.



Seseorang yang tidak berpendidikan menangkap kebenaran terutama menurut panca inderanya orang yang berpendidikan kebenaran diukur dengan ilmu pengetahuan (rasio) yakni kebenaran menurut ilmu pengetahuan. Manusia di dalam kepribadian dan kesadarannya tak mungkin tanpa kebenaran. Berdasarkan kompetensi subjek, maka susunan tingkatan kebenaran itu menjadi : 1.



Tingkatan kebenaran indra,



adalah tingkatan yang paling



sederhana dan pertama yang dialami manusia. 2.



Tingkatan ilmiah, pengalaman yang didasarkan disamping melalui



indra, diolah pula dengan rasio. 3.



Tingkat filosofis, rasio dan pikir murni, renungan yang mendalam,



mengolah kebenaran itu semakin tinggi nilainya.



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



4.



Hal 74dari 147



Tanggal Terbit 27 Februari 2017



Tingkat religius, kebenaran mutlak yang bersumber dari Tuhan



Yang Maha Esa dan dihayati oleh kepribadian, dengan integritas dengan iman dan kepercayaan. Keempat tingkat kebenaran ini berbeda - beda wujud, sifat dan kualitasnya bahkan juga proses dan cara terjadinya, disamping potensi subjek yang menyadarinya. Potensi subjek yang dimaksud disini ialah aspek kepribadian yang menangkap kebenaran itu. Misalnya pada tingkat kebenaran indera, potensi subjek yang menangkapnya ialah panca indra. Kebenaran itu ialah fungsi kejiwaan, fungsi rohaniah. Manusia selalu mencari kebenaran, jika manusia mengerti dan memahami kebenaran, sifat asasinya terdorong pula untuk melaksankan kebenaran itu. Sebaliknya pengetahuan dan pemahaman tentang kebenaran, tanpa melaksankan konflik kebenaran, manusia akan mengalami pertentangan batin, konflik psikologis. Karena di dalam kehidupan manusia sesuatu yang dilakukan harus diiringi akan kebenaran dalam jalan hidup yang dijalaninya dan manusia juga tidak akan bosan untuk mencari kenyataan dalam hidupnya yang dimana selalu ditunjukkan oleh kebenaran. Teori – teori Kebenaran Menurut Filsafat 1.



Teori Korespondensi



Masalah kebenaran menurut teori ini hanyalah perbandingan antara realita oyek (informasi, fakta, peristiwa, pendapat) dengan apa yang ditangkap oleh subjek (ide, kesan). Jika ide atau kesan yang dihayati subjek (pribadi) sesuai dengan kenyataan, realita, objek, maka sesuatu itu



benar.



Teori



korespodensi



(corespondence



theory



of



truth)



menerangkan bahwa kebenaran atau sesuatu kedaan benar itu terbukti benar bila ada kesesuaian antara arti yang dimaksud suatu pernyataan atau pendapat dengan objek yang dituju/ dimaksud oleh pernyataan atau pendapat tersebut. Kebenaran adalah kesesuaian pernyataan dengan fakta yang berselaran dengan realitas yang serasi dengan sitasi aktual. Dengan demikian ada lima unsur yang perlu yaitu : a.



Statemaent (pernyataan)



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 75dari 147



b.



Persesuaian (agreemant)



c.



Situasi (situation)



d.



Kenyataan (realitas)



e.



Putusan (judgements)



Tanggal Terbit 27 Februari 2017



Menurut teori ini dinyatakan bahwa, kebenaran atau keadaan benar itu berupa kesesuaian [correspondence] antara arti yang dimaksud oleh suatu pernyataan dengan apa yang sungguh - sungguh terjadi merupakan



kenyataan



atau



faktanya.



Jadi



berdasarkan



teori



korespondensi ini, kebenaran/keadaan benar itu dapat dinilai dengan membandingkan antara preposisi dengan fakta atau kenyataan yang berhubungan dengan preposisi tersebut. Bila diantara keduanya terdapat kesesuaian (korespondensi), maka preposisi tersebut dapat dikatakan memenuhi standar kebenaran/keadaan benar. Rumusan teori korespondensi tentang kebenaran itu bermula dari Ariestoteles, (384 - 322 SM) dan disebut teori penggambaran yang definisinya berbunyi “Verietas est adaequatio intelectus et rhei” (kebenaran adalah persesuaian antara pikiran dan kenyataan). Ujian kebenaran yang didasarkan atas teori korespondensi paling diterima secara luas oleh kelompok realisme. Pelopornya Plato, Ariestoteles dan Moore, dikembangkan lebih lanjut oleh Ibnu Sina, Thomas Aquinas di abad skolatik. Teori ini selanjutnya dikembangkan oleh Bertrand Russel (1872 - 1970). Menurut teori ini, kebenaran adalah kesetiaan kepada realita objektif (fidelity to objective reality). Kebenaran adalah persesuaian antara pernyataan tentang fakta dan fakta itu sendiri, atau antara pertimbangan (judgement) dan situasi yang dijadikan pertimbangan kebenaran



itu,



serta



mempunyai



berusaha hubungan



untuk erat



melukiskannya, dengan



karena



pernyataan



ataupemberitaan yang kita lakukan tentang sesuatu (Titus, 1987:237). Jadi, secara sederhana dapat disimpulkan bahwa berdasarkan teori korespondensi suatu pernyataan adalah benar jika materi pengetahuan yang dikandung pernyataan itu berkorespondensi (berhubungan) dan sesuai dengan objek yang dituju oleh pernyataan tersebut (Sumantri,



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 76dari 147



Tanggal Terbit 27 Februari 2017



1990:57). Misalnya jika seorang mahasiswa mengatakan “matahari terbit dari timur” maka pernyataan itu adalah benar sebab pernyataan tersebut bersifat faktual, atau sesuai dengan fakta yang ada bahwa matahari terbit dari timur dan tenggelam di ufuk barat. 2.



Teori Konsistensi



Teori ini merupakan suatu usaha pengujian (test) atas arti kebenaran. Hasil test dan eksperimen dianggap reliabel jika kesan - kesan yang berturut - turut dari satu penyelidik bersifat konsisten dengan hasil tes eksperimen yang dilakukan penyelidik lain dalam waktu dan tempat yang lain. Menurut teori konsistensi, untuk menetapkan suatu kebenaran bukanlah didasarkan atas hubungan subjek dengan realitas objek. Sebab apabila



didasarkan



atas



hubungan



subjek



(ide,



kesannya



dan



comprehensionnya) dengan objek, pastilah ada subjektivitasnya. Oleh karena itu pemahaman subjek yang satu tentang sesuatu realitas akan mungkin sekali berbeda dengan apa yang ada di dalam pemahaman subjek lain. Teori ini dipandang sebagai teori ilmiah yaitu sebagai usaha yang sering dilakukan di dalam penelitian pendidikan khsusunya di dalam bidang pengukuran pendidikan. Teori konsistensi ini tidaklah bertentangan dengan teori korespondensi. Kedua teori ini lebih bersifat melengkapi. Teori konsistensi adalah pendalaman dan kelanjutan yang teliti dan teori korespondensi. Teori korespondensi merupakan pernyataan dari arti kebenaran. Sedangkan teori konsistensi merupakan usaha pengujian (test) atas arti kebenaran tadi. Teori koherensi (the coherence theory of truth) menganggap suatu pernyataan benar bila di dalamnya tidak ada pertentangan, bersifat koheren dan konsisten dengan pernyataan sebelumnya yang telah dianggap benar. Dengan demikian suatu pernyataan dianggap benar, jika pernyataan itu dilaksanakan atas pertimbangan yang konsisten dan pertimbangan



lain



yang



telah



diterima



kebenarannya.



Rumusan



kebenaran adalah truth is a sistematis coherence dan trut is consictency. Jika A = B dan B = C maka A = C



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 77dari 147



Tanggal Terbit 27 Februari 2017



Logika matematika yang deduktif memakai teori kebenaran koherensi ini. Logika ini menjelaskan bahwa kesimpulan akan benar, jika premis premis yang digunakan juga benar. Teori ini digunakan oleh aliran metafisikus rasional dan idealis. Teori ini sudah ada sejak pra Socrates, kemudian dikembangan oleh Benedictus Spinoza dan George Hegel. Suatu teori dianggap benar apabila telah dibuktikan (klasifikasi) benar dan tahan uji. Kalau teori ini bertentangan dengan data terbaru yang benar atau dengan teori lama yang benar, maka teori itu akan gugur atau batal dengan sendirinya. Misalnya, bila kita menganggap bahwa “maksiat adalah perbuatan yang dilarang oleh Allah” adalah suatu pernyataan yang benar, maka pernyataan bahwa “mencuri adalah perbuatan maksiat, maka mencuri dilarang oleh Allah” adalah benar pula, sebab pernyataan kedua adalah konsisten dengan pernyataan yang pertama. 3.



Teori Pragmatisme



Paragmatisme menguji kebenaran dalam praktek yang dikenal para pendidik sebagai metode project atau metode problem solving dalam pengajaran. Mereka akan benar - benar hanya jika mereka berguna mampu memecahkan problem yang ada. Artinya sesuatu itu benar, jika mengembalikan pribadi manusia di dalam keseimbangan dalam keadaan tanpa persoalan dan kesulitan. Sebab tujuan utama pragmatisme ialah supaya manusia selalu ada di dalam keseimbangan, untuk ini manusia harus mampu melakukan penyesuaian dengan tuntutan - tuntutan lingkungan. Dalam dunia pendidikan, suatu teori akan benar jika ia membuat segala sesuatu menjadi lebih jelas dan mampu mengembalikan kontinuitas pengajaran, jika tidak, teori ini salah. Jika teori itu praktis, mampu memecahkan problem secara tepat barulah teori itu benar. Yang dapat secara efektif memecahkan masalah itulah teori yang benar (kebenaran). Teori pragmatisme (the pragmatic theory of truth) menganggap suatu pernyataan, teori atau dalil itu memliki kebenaran bila memiliki kegunaan dan manfaat bagi kehidupan manusia. Kaum pragmatis menggunakan



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 78dari 147



Tanggal Terbit 27 Februari 2017



kriteria kebenarannya dengan kegunaan (utility) dapat dikerjakan (workobility) dan akibat yang memuaskan (satisfaktor consequence). Oleh karena itu tidak ada kebenaran yang mutak/ tetap, kebenarannya tergantung pada manfaat dan akibatnya. Akibat/ hasil yang memuaskan bagi kaum pragmatis adalah : •



Sesuai dengan keinginan dan tujuan







Sesuai dengan teruji dengan suatu eksperimen







Ikut membantu dan mendorong perjuangan untuk tetap eksis



(ada) Teori ini merupakan sumbangan paling nyata dari pada filsuf Amerika tokohnya adalha Charles S. Pierce (1914-1939) dan diikuti oleh Wiliam James



dan



John



Dewey



(1852-1859).



Wiliam



James



misalnya



menekankan bahwa suatu ide itu benar terletak pada konsekuensi, pada hasil tindakan yang dilakukan. Bagi Dewey konsekuensi tidaklah terletak di dalam ide itu sendiri, malainkan dalam hubungan ide dengan konsekuensinya setelah dilakukan. Teory Dewey bukanlah mengerti objek secara langsung (teori korepondensi) atau cara tak langsung melalui kesan - kesan dari pada realita (teori konsistensi). Melainkan mengerti segala sesuai melalui praktek di dalam problem solving. 4.



Kebenaran Religius



Kebenaran adalah kesan subjek tentang suatu realita, dan perbandingan antara kesan dengan realita objek. Jika keduanya ada persesuaian, persamaan maka itu benar. Kebenaran tak cukup hanya diukur dengan rasional dan kemauan individu. Kebenaran bersifat objektif, universal, berlaku bagi seluruh umat manusia, karena kebenaran ini secara antalogis dan oxiologis bersumber dari Tuhan yang disampaikan melalui wahyu. Nilai kebenaran mutlak yang bersumber dari Tuhan itu adalah objektif namun bersifat superrasional dan superindividual. Bahkan bagi kaum religius kebenaran Illahi ini adalah kebenaran tertinggi, dimana semua kebanaran (kebenaran indera, kebenaran ilmiah, kebenaran filosofis) taraf dan nilainya berada di bawah kebenaran ini : Agama sebagai teori kebenaran



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 79dari 147



Tanggal Terbit 27 Februari 2017



Ketiga teori kebenaran sebelumnya menggunakan alat, budi, fakta, realitas dan kegunaan sebagai landasannya. Dalam teori kebenaran agama digunakan wahyu yang bersumber dari Tuhan. Sebagai makluk pencari kebenaran, manusia dan mencari dan menemukan kebenaran melalui agama. Dengan demikian, sesuatu dianggap benar bila sesuai dan koheren dengan ajaran agama atau wahyu sebagai penentu kebenaran mutlak. Agama dengan kitab suci dan haditsnya dapat memberikan



jawaban



atas



segala



persoalan



manusia,



termasuk



kebenaran. 5.



Teori Konsensus



Suatu teori dinyatakan benar jika teori itu berdasarkan pada paradigma atau perspektif tertentu dan ada komunitas ilmuwan yang mengakui atau mendukung paradigma tersebut. Masyarakat sains bisa mencapai konsensus yang kokoh karena adanya paradigma. Sebagai komitmen kelompok, paradigma merupakan nilai-nilai bersama yang bisa menjadi determinan penting dari perilaku kelompok meskipun tidak semua anggota kelompok menerapkannya dengan cara yang sama. Paradigma



juga



menunjukkan



keanekaragaman



individual



dalam



penerapan nilai-nilai bersama yang bisa melayani fungsi-fungsi esensial ilmu pengetahuan. Paradigma berfungsi sebagai keputusan yuridiktif yang diterima dalam hukum tak tertulis. Adanya perdebatan antar paradigma bukan



mengenai



kemampuan



relatif



suatu



paradigma



dalam



memecahkan masalah, tetapi paradigma mana yang pada masa mendatang dapat menjadi pedoman riset untuk memecahkan berbagai masalah secara tuntas. Pengertian & Syarat-syarat Ilmu Pengetahuan Secara umum, filsafat ilmu pengetahuan adalah sebuah upaya untuk memahami makna, metode, struktur logis dari ilmu pengetahuan, termasuk juga di dalamnya kriteria-kriteria ilmu pengetahuan, hukumhukum, dan teori-teori didalam ilmu pengetahuan. Ada berbagai macam definisi atau pengertian dari ilmu, yaitu: Ilmu merupakan kata yang berasal dari bahasa Arab, masdar dari ‗alima –



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 80dari 147



Tanggal Terbit 27 Februari 2017



ya‘lamu yang berarti tahu atau mengetahui, sementara itu secara istilah ilmu diartikan sebagai Idroku syai bi haqiqotih(mengetahui sesuatu secara hakiki). Dalam bahasa Inggeris Ilmu biasanya dipadankan dengan kata science,



sedang



pengetahuan



dengan



knowledge.



Dalam



bahasaIndonesia kata science (berasal dari bahasa lati dari kata Scio, Scire yang berarti tahu) umumnya diartikan Ilmu tapi sering juga diartikan dengan Ilmu Pengetahuan, meskipun secara konseptual mengacu pada makna yang sama. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki dua pengertian : Ilmu Pengetahuan diartikan sebagai suatu pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurutmetode-metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerapkan gejala-gejala tertentu dibidang (pengetahuan)tersebut, seperti ilmu hukum, ilmu pendidikan, ilmu ekonomi dan sebagainya. Ilmu pengetahuan diartikan sebagai pengetahuan atau kepandaian, tentang soal duniawi, akhirat, lahir, batin, dansebagainya, seperti ilmu akhirat, ilmu akhlak, ilmu batin, ilmu sihir, dan sebagainya. Dari kedua pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Ilmu merupakan kumpulan pengetahuan yang disusun secara



sistematis,



dengan



menggunakan metode-metode tertentu.Ilmu bukan sekedar pengetahuan (knowledge), tetapi merangkum sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati dan dapat secara sistematik diuji dengan seperangkat metode yang diakui dalam bidang ilmu tertentu. Dipandang dari sudut filsafat, ilmu terbentuk karena manusia berusaha berfikir lebih jauh mengenai pengetahuan yang dimilikinya. Ilmu pengetahuan adalah produk dari epistemologi. Syarat pengetahuan menurut Conny Semiawan,dkk dalam bukunya “ Panorama Filsafat Ilmu” (2007 ; 108-111) yaitu : 1.



Sebagai dasar pembenaran



Dasar pembenaran mengharuskan seluruh cara kerja ilmiah diarahkan untuk memperoleh derajat kepastian yang setinggi mungkin.Ini berarti pertama-tama pemahaman akan diuji dalam suatu cara kerja ilmiah harus



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 81dari 147



Tanggal Terbit 27 Februari 2017



dapat dibenarkan dalam suatu a priori ( Sebelum teruji melalui metode ilmiah ). Pemahaman itu dapat berasal dari pengetahuan hasil tangkapan empiric ( Menggunakan kelima indera ),dapat juga hasil pengolahan rasional



(



menggunakan



berbagai



bentuk



berpikir



)



atau



dari



keduanya.Kedua cara pengujian itu sendiri harus memiliki dasar pembenaran yang sudah teruji,sehingga dapat disebut metode ilmiah. Dan ketiga,setelah teruji dengan metode ilmiah pemahaman tersebut sudah termasuk sebagai pengetahuan yang seyogyanya dapat diuji secara a posteriori ( melalui metode ilmiah).Sehingga hal ini pun akan menyebabkan paling tidak sedikitnya 1. Makin tingginya tingkat suatu kebenaran akan pengetahuan 2. Makin berkembang dan bervariasi ilmu. 2.



Sistematik



Pengetahuan bersifat sistematik. Maksudnya adalah terdapatnya system dalam susunan suatu pengetahuan ilmiah ( produk ) dan didalam cara memperoleh pengetahuan tersebut ( proses atau metode ).Suatu pengakaji atau penelitian ilmiah tidak akan membatasi dirinya hanya pada suatu bahan informasi saja,melainkan senantiasa meletakan hubungan antara sejumlah bahan informasi. Sambil berusaha antara hubunganhubungan tersebut adalah suatu kebulatan.Dengan jalan melakukan perbandingan,pemeringkatan dan generalisasi,diusahakan untuk sedapat mungkin meletakan hubungan yang bersifat sistematik secara horizontal antara berbagai bidang pengkajian atau penelitian dan isi pengetahuan. Hubungan yang bersifat sistematik verikal diusahakan juga dengan saling mempertemukan,dengan sekoheren mungkin,berbagai langkah pengkaji atau penelitian ilmiah, tahapan-tahapanya berurutan dari penalaran yang analitik dan interpretative, serta berbagai pertanggungjawaban dan penjelasan ilmiah.Susunan dan pengolahan bahan–bahan informasi secara sistematik membantu diperolehnya secara kepastian dengan kadar yang tinggi. Kepastian ini juga memperoleh dasar-dasar yang kuat dengan



ditanyakannya



kembali



secara



sistematik,dasar-dasar system yang terkait. 3.



Intersubjektif



kritis,



melalui



kegiatan



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 82dari 147



Tanggal Terbit 27 Februari 2017



Pengetahuan yang diperoleh seorang subjek harus melalui verifikasi oleh subjek-subjek lain supaya lebih terjamin keabsahannya.Makna verifikasi terutama adalah sebagai mengisyaratkan bahwa bila penelitian yang menghasilkan pengetahuan itu diulang oleh subjek-subjek lain dengan metode yang sama,maka penelitian itu harus memberikan hasil yang sama dengan hasil pengetahuan hasil verifikasi itu.Bila tidak ada subjek peneliti lain yang berhasil,atau bila jumlah yang berhasil itu sedikit sekali,maka sifat intersubjektif tidak dimiliki oleh pengetahuan itu.



Proses Terbentuknya Ilmu Pengetahuan Untuk dapat mengetahui Pembentukan pengetahuan melalui filsafat ilmu ada tiga cabang besar yang harus diketahui yaitu : Ontologi, membicarakan hakikat (segala sesuatu) ; ini berupa pengetahuan tentang hakikat segala sesuatu . Epistemologi, cara memperoleh pengetahuan itu Aksiologi, membicarakan guna pengetahuan itu ONTOLOGI(TEORI HAKIKAT) meliputi apa hakikat ilmu itu, apa hakikat kebenaran dan kenyataan yang inheren dengan pengetahuan ilmiah, yang tidak terlepas dari persepsi filsafat ilmu tentang apa dan bagai¬mana (yang) “Ada” itu (being Sein, het zijn). Paham monisme yang terpecah menjadi idealisme atau spiritualisme, Paham dua¬lisme, pluralisme dengan berbagai nuansanya, merupakan paham ontologik yang pada akhimya menentukan pendapat bahkan ke¬yakinan kita masing masing mengenai apa dan bagaimana (yang) ada sebagaimana manifestasi kebenaran yang kita cari.Pembahasan pengetahuan objek itu dipikirkan secara mendalam sampai pada hakikat terdiri atas : •



materialisme/naturalisme :hakikat benda adalah materi itu sendiri,



rohani, jiwa, spirit muncul dari benda, Naturalisme tidak mengakui roh , jiwa tentu saja termasuk Tuhan •



Idealisme : Hakikat benda adalah rohani, spirit. Alasan : nilai



rohnya lebih tinggi dari badan, manusia tidak dapat memahami dirinya daripada dunia dirinya.



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02







Hal 83dari 147



Tanggal Terbit 27 Februari 2017



Dualisme : hakikat benda itu dua, materi dan imateri, materi bukan



muncul dari roh, roh bukan muncul dari benda, sama-sama hakikatnya •



Skeptisisme







Agnotisme : manusia tidak dapat mengetahui hakikat benda



EPISTEMOLOGI (TEORI PENGETAHUAN) meliputi sumber, sarana, dan tatacara mengunakan sarana tersebut untuk mencapai pengetahuan (ilmiah). Perbedaan mengenal pilihan landasan ontologik akan dengan sendirinya mengakibatkan perbedaan dalam menentukan sarana yang akan kita pilih. Akal (Verstand), akal budi (Vernunft) pengalaman, atau komunikasi antara akal dan pengalaman, intuisi, merupakan sarana yang dimaksud dalam epistemologik, sehingga dikenal adanya model model epistemologik rasionalisme



seperti: kritis,



rasionalisme,



positivisme,



empirisme,



feno¬menologi



kritisisme dengan



atau



berbagai



variasinya. Ditunjukkan pula bagai¬mana kelebihan dan kelemahan sesuatu model epistemologik be¬serta tolok ukurnya bagi pengetahuan (ilmiah) itu seped teori ko¬herensi, korespondesi, pragmatis, dan teori intersubjektif.Cara



memperoleh



pengetahuan



logika



dengan



cara



membentuk pengetahuan itu sendiri terdiri atas : •



Empirisme (John Locke 1632-1704)







Rasionalisme (Rene Decartes 1596 – 1650)







Positivisme (August Compte, 1798 – 1857)







Intusionisme (Hendri Bergson, 1859 – 1941)



AKSIOLOGI meliputi nilal nilai (values) yang bersifat normatif dalam pemberian makna terhadap kebenaran atau ke¬nyataan sebagaimana kita jumpai dalam kehidupan kita yang menjelajahi berbagai kawasan, seperti kawasan sosial, kawasan simbolik atau pun fisik material. Lebih dari itu nilai nilai juga ditunjukkan oleh aksiologi ini sebagai suatu conditio sine qua non yang wajib dipatuhi dalam kegiatan kita, baik dalam melakukan penelitian maupun di dalam menerapkan ilmu.



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 84dari 147



Tanggal Terbit 27 Februari 2017



Dalam perkembangannya Filsafat ilmu juga mengarahkan pandangannya pada Strategi Pengembangan ilmu, yang menyangkut etik dan heuristik. Bahkan sampal pada dimensi ke-budayaan untuk menangkap tidak saja kegunaan atau keman¬faatan ilmu, tetapi juga arti maknanya bagi kehidupan.terditi atas : •



Hedonisme : sesuatu dianggap baik jika mengandung kenikmatan



bagi manusia (hedon) •



Vitalisme : baik buruknya ditentukan oleh ada tidaknya kekuatan



hidup yang dikandung obyek-obyek yang dinilai, manusia yang kuat, ulet, cerdas adalah manusia yang baik. •



Utilitarisme : Yang baik adalah yang berguna, jumlah kenikmatan-



jumlah penderitaan = nilai perbuatan •



Pragmatisma : Yang baik adalah yang berguna secara praktis



dalam kehidupan, ukuran kebenaran suatu teori ialah kegunaan praktis teori itu, bukan dilihat secara teoritis. Ilmu atau ilmu pengetahuan adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya. Ilmu bukan sekadar pengetahuan (knowledge), tetapi merangkum sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati dan dapat secara sistematik diuji dengan seperangkat metode yang diakui dalam bidang ilmu tertentu. Dipandang dari sudut filsafat, ilmu terbentuk karena manusia berusaha berfikir lebih jauh mengenai pengetahuan yang dimilikinya. Ilmu pengetahuan adalah produk dari epistemologi.



Teori-teori Ilmu Pengetahuan 1.



Teori korespondensi



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 85dari 147



Tanggal Terbit 27 Februari 2017



Kebenaran atau keadaan benar apabila ada persesuaian antara arti yang dimaksud oleh suatu pernyataan/pendapat dengan obyek yang



dituju



oleh pernyataan atau pendapat tersebut. 2.



Teori koherensi



Kebenaran atau keadaan benar apabila ada persesuaian antara pernyataan dengan pernyataan yang lain yang sudah lebih dulu diketahui, diterima dan diakui sebagai hal yang benar dan berdasarkan pada penyaksian/justifikasi tentang kebenaran, karena putusan dianggap benar apabila mendapatkan persaksian oleh putusan yang lainnya yang sudah di ketahui/tahan uji. 3.



Teori pragmatisme



Menurut teori ini kebenaran atau keadaan benar semata mata tergantung dari kemanfaatannya. Menurut Brubacher ada beberapa teori pengetahuan sebagai berikut : a.



Teori pengetahuan menurut Correspondence



Proses mengetahui adalah proses partisipasi langsung oleh peserta didik terhadap realita obyek secara wajar melalui studi sebab realita obyek itu selalu mewujud di dalam sejumlah aspek-aspek perwujudan yang dapat dimengerti. b.



Teori pengetahuan menurut Consistency



Menurut teori ini pengatahuan didapat oleh seseorang dari luar melalui panca indra. Implikasi teori adalah bahwa seseorang dapat memperoleh ilmu pengetahuan didasarkan pada pembentukan pengetahuan yang diperoleh melalui potensi-potensi interval dari pada potensi luar. c.



Teori pengetahuan Intuisi



Dalam hal ini pengetahuan memancarkan secara tiba-tiba bersifat ilhami (inspiratif). validitas pengetahuan intuitif ini sangat bersifat pribadi dan merupakan ekspresi dari keunikan individu. d.



Teori pengetahuan menurut Pragmatisme



Menurut teori ini pengetahuan diperoleh oleh seseorang dengan belajar melalui



interaksi



subyek



lingkungan



secara



langsung.



Belajar



sesungguhnya adalah memperoleh dan menguji kebenaran-kebenaran



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 86dari 147



Tanggal Terbit 27 Februari 2017



teori dengan percobaan-percobaan dan hasil pengalaman yang kontinu itulah yang disebut pengetahuan. e.



Teori pengetahuan menurut Authorithy.



Pengetahauan yang didapat oleh seseorang melalui pendapat orang lain yang didasarkan kepada peneliti dan pembuktian secara ilmiah. Bahkan untuk memperoleh pendapatnya seseorang mengutip pendapat orang lain yang dianggap lebih kuat karena didasarkan pada sumber yang bersifat otoritas seperti buku-buku literatus, encyclopedia.



D. Rangkuman Kebenaran ditentukan oleh potensi subjek yang berperanan di dalam penghayatan atas sesuatu itu. Kebenaran itu adalah perwujudan dari pemahaman (comprehension) subjek tentang sesuatu terutama yang bersumber dari sesuatu yang diluar subjek itu realita, perisitwa, nilai-nilai (norma dan hukum) yang bersifat umum. Kebenaran ada yang relatif terbatas, ada pula yang umum. Bahkan ada pula yang mutlak, abadi dan universal. Wujud kebenaran itu ada yang berupa penghayatan lahiriah, jasmaniah, indera, ada yang berupa ide-ide yang merupakan pemahaman potensi subjek (mental, rasio, intelektual). Substansi kebenaran adalah di dalam intaraksi kepribadian manusia dengan alam semesta. Tingkat wujud kebenaran ditentukan oleh potensi subjek yang menjangkaunya. Semua teori kebenaran itu ada dan dipraktekkan manusia di dalam kehidupan nyata di mana masing – masing mempunyai nilai di dalam kehidupan manusia. Ilmu atau ilmu pengetahuan adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. ilmu ada tiga cabang besar yang harus diketahui yaitu : •



Ontologi, membicarakan hakikat (segala sesuatu) ; ini berupa



pengetahuan tentang hakikat segala sesuatu . •



Epistemologi, cara memperoleh pengetahuan itu



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02







Hal 87dari 147



Tanggal Terbit 27 Februari 2017



Aksiologi, membicarakan guna pengetahuan itu



Menurut Brubacher ada beberapa teori pengetahuan yaitu Teori pengetahuan menurut Correspondence, Teori pengetahuan menurut Consistency , Teori pengetahuan Intuisi, Teori pengetahuan menurut Pragmatisme, Teori pengetahuan menurut Authorithy.



E. Pertanyaan/Diskusi 1. Menurut anda, bagaimana pengertian



teori kebenaran dan



tingkatannya? 2. Menurut anda,bagaimana teori kebenaran menurut filsafat?



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 88dari 147



Tanggal Terbit 27 Februari 2017



BAB V SISTEM NILAI DALAM KEHIDUPAN MANUSIA



A. Deskripsi singkat Selama manusia masih hidup, manusia akan terus mengalami yang namanya pendidikan. Tetapi seringkali seseorang melupakan makna hakikat dan tujuan pendidikan itu sendiri, terlebih lagi kalau mengacu pada nilai yang dihasilkan dari pendidikan atau disebut dengan istilah pendidikan nilai yang lebih cenderung membina sikap afektif seseorang. Selain itu, dalam menyampaikan pendidikan, seorang pendidik juga tidak mengesampingkan kode etik dan etika profesi. Beberapa paparan dalam ini membahas tentang etika kerja dan etos kerja guru serta kode etik. Semua kemampuan di atas sangat penting bagi guru maupun calon guru agar menjadi guru yang profesional. Pendidikan dapat dipandang sebagai suatu proses pemberdayaan dan pembudayaan individu agar mampu memenuhi kebutuhan perkembangan dan memenuhi tuntutan sosial, kultural, serta religius dalam lingkungan kehidupannya. Pengertian pendidikan seperti ini mengimplikasikan bahwa upaya apapun yang dilakukan dalam konteks pendidikan terfokus pada upaya memfasilitasi proses perkembangan individu sesuai dengan nilai agama dan kehidupan yang dianut. Dengan demikian ini akan membahas tentang nilai pendidikan, dan Tujuan Pendidikan serta kode etik dan etika profesi.



B. Capaian pembelajaran matakuliah 1.



Menjelaskan pengertian nilai



2. Menjelaskan tujuan dan fungsi nilai 3. Menjelaskan macam dan wujud nilai 4. Menjelaskan bentuk dan tingkat-tingkat nilai 5. Menjelaskan nilai-nilai pendidikan dan tujuan pendidikan 6. Menjelaskan etika profesi



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 89dari 147



Tanggal Terbit 27 Februari 2017



C. Isi Materi perkuliahan Pengertian Nilai Pepper (dalam Soelaeman, 2005:35) mengatakan bahwa nilai adalah segala sesuatu tentang yang baik atau yang buruk. Sejalan dengan pengertian tersebut, Soelaeman (2005) juga menambahkan bahwa nilai adalah sesuatu yang dipentingkan manusia sebagai subjek, menyangkut segala sesuatu yang baik atau yang buruk, sebagai abstraksi, pandangan atau maksud dari berbagai pengalaman dalam seleksi perilaku yang ketat. Darmodiharjo (dalam Setiadi, 2006:117) mengungkapkan nilai merupakan sesuatu yang berguna bagi manusia baik jasmani maupun rohani. Sedangkan Soekanto (1983:161) menyatakan, nilai-nilai merupakan abstraksi dari pengalaman-pengalaman pribadi seseorang dengan sesamanya. Nilai merupakan petunjuk-petunjuk umum yang telah berlangsung lama yang mengarahkan tingkah laku dan kepuasan dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, nilai dapat dikatkan sebagai sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukkan kualitas, dan berguna bagi manusia. Sesuatu itu bernilai berarti sesuatu itu berharga atau berguna bagi kehidupan manusia. Persahabatan sebagai nilai (positif/baik) tidak akan berubah esensinya manakala ada pengkhianatan antara dua yang bersahabat. Artinya nilai adalah suatu ketetapan yang ada bagaimanapun keadaan di sekitarnya berlangsung. Dari beberapa pendapat tersebut di atas pengertian nilai dapat disimpulkan sebagai sesuatu yang positif dan bermanfaat dalam kehidupan manusia dan harus dimiliki setiap manusia untuk dipandang dalam kehidupan bermasyarakat. Nilai di sini dalam konteks etika (baik dan buruk), logika (benar dan salah), estetika (indah dan jelek).



Nilai Pendidikan Pendidikan dalam arti luas berarti suatu proses untuk mengembangkan semua aspek kepribadian manusia, yang mencakup pengetahuannya, nilai dan sikapnya, serta ketrampilnya. Pendidikan untuk mencapai



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 90dari 147



Tanggal Terbit 27 Februari 2017



kepribadian individu yang lebih baik. Pendidikan sama sekali bukan untuk merusak



kepribadian



manusia,



seperti



halnya



memberi



bekal



pengetahuan maupun keterampilan kepada generasi muda, bagaimana menjadi seorang penjahat atau seorang pencuri yang ulung. Pendidikan



pada



hakikatnya



akan mencakup



kegiatan mendidik,



mengajar, dan melatih, yang di dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 mencakup kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan. Istilah mendidik,



menunjukkan



usaha



yang



lebih



ditujukan



kepada



pengembangan budi pekerti, hati nurani, semangat, kecintaan, rasa kesusilaan, ketaqwaan, dan lain-lain. Dari uraian di atas, pendidikan mengandung suatu pengertian yang sangat luas, menyangkut seluruh aspek kepribadian manusia. Pendidikan menyangkut keterampilan.



hati



nurani,



nilai-nilai,



perasaan,



pengetahuan,



dan



Dengan pendidikan manusia ingin berusaha untuk



meningkatkan dan mengembankan serta memperbaiki nilai-nilai, hati nuraninya, perasaanya, pengetahuaanya, dan ketrampilanya. Seperti yang telah dikemukakan, pendidikan pada hakikatnya akan mencakup kegiatan mendidik, mengajar, melatih. Kegiatan tersebut kita laksanakan sebagai suatu usaha untuk mentransformasikan nilai-nilai. Maka, dalam pelaksanaanya, ketiga kegiatan tersebut harus berjalan secara terpadu dan berkelanjutan serta serasi dengan perkembangan peserta didik dan lingkungan hidupnya. Nilai-nilai yang akan kita transformasikan tersebut mencakup nilai-nilai religi, nilai-nilai kebudayaan, nilai-nilai sains dan teknologi, nilai-nilai seni, dan nilai ketrampilan. Nilai-nilai yang ditransformasikan tersebut dalam rangka



mempertahankan,



mengembangkan,



bahkan



kalau



perlu



mengubah kebudayaan yang dimiliki masyarakat. Maka, disini pendidikan akan berlangsung dalam kehidupan. Agar proses trasformasi berjalan lancar, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam melaksanakan proses pendidikan, antara lain : a.



Adanya hubungan edukatif yang baik antara pendidik dan terdidik.



Hubungan edukatif ini dapat diartikan sebagai suatu hubungan yang



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 91dari 147



Tanggal Terbit 27 Februari 2017



diliputi kasih sayang, sehingga terjadi hubungan yang didasarkan ataas kewibawaan. b.



Adanya



metode



pendidikan



yang



sesuai.



Sesuai



dengan



kemampuan pendidikan, materi, kondisi peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kondisi lingkungan dimana pendidikan tersebut berlangsung. c.



Adanya sarana dan perlengkapan pendidikan yang sesuai dengan



kebutuhan. Sarana tersebut harus didasarkan atas pengabdian pada peserta didik, harus sesuai dengan setiap nilai yang ditransformasikan. d.



Adanya suasana yang memadai, sehingga proses transformasi



nilai-nilai tersebut berjalan dengan wajar, serta dalam suasana yang menyenangkan.



Tujuan Pendidikan Tujuan pendidikan merupakan gambaran dari falsafah atau pandangan hidup



manusia,



baik



secara



perseorangan



maupun



kelompok.



Membicarakan tujuan pendidikan akan menyangkut sistem nilai dan norma-norma dalam suatu konteks kebudayaan, baik dalam mitos, kepercayaan dan religi, filsafat, ideologi, dan sebagainya. Dalam menentukan



tujuan



pendidikan



ada



beberapa



nilai



yang



perlu



diperhatikan, seperti yang dikemukakan oleh Hummel (1977:39) antara lain: a.



Autonom. Gives individuals and groups the maximum awareness,



knowledge and ability so that they can manage their personal and collective life to the greates possible extent. b.



Equity. Enable all citizens to participate in cultural and economic



life by coffering them an equal basic education. c.



Survival. Permit everynation to transmit and enrich its cultural



heritage over the generations, but also guide education towards mutual understanding and towards what has become a worldwide realizations of common destiny. Tujuan pendidikan harus mengandung ketiga nilai tersebut di atas. Pertama, autonomy, yaitu memberi kesadaran, pengetahuan, dan



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 92dari 147



Tanggal Terbit 27 Februari 2017



kemampuan secara maksimum kepada individu maupun kelompok, untuk dapat hidup mandiri, dan hidup bersama dalam kehidupan yang lebih baik. Kedua, equity (keadilan), berarti bahwa tujuan pendidikan tersebut harus member kesempatan kepada seluruh warga masyarakat untuk dapat berpartisipasi dalam kehidupan berbudaya dan kehidupan ekonomi, dengan memberinya pendidikan dasar yang sama. Ketiga, survival, yang berarti bahwa dengan pendidikan akan menjamin pewarisan kebudayaan dari satu generasi kepada generasi berikutnya. Berdasarkan ketiga nilai tersebut di atas, pendidikan mengemban tugas untuk menghasilkan generasi yang lebih baik, manusia-manusia yang berkebudayaan. Manusia sebagai individu yang memiliki kepribadian yang lebih baik. Nilai-nilai di atas menggambarkan pendidikan dalam suatu konteks yang sangat luas, menyangkut kehidupan seluruh umat manusia, di mana digambarkan bahwa tujuan pendidikan adalah untuk menciptakan suatu kehidupan yang lebih baik. Dalam pengertian yang khusus, seperti telah dikemukakan di atas bahwa pendidikan diartikan suatu bimbingan yang diberikan oleh orang dewasa kepada anak untuk mencapai kedewasaannya. Di sini jelas bahwa yang menjadi tujuan pendidikan adalah kedewasaan. Pengertian kedewasaan itu sendiri selalu terdapat dalam bentuk kekhususan, mengingat waktu, tempat, dan pandangan hidup manusia. Pandangan kedewasaan masyarakat primitif akan berbeda dengan pandangan masyarakat modern, baik dilihat dari isi (kualitasnya) maupun dari segi materinya. Secara umum yang disebut manusia dewasa adalah: a)



Manusia mandiri, dapat hidup sendiri, mengambil keputusan



sendiri tanpa menggantungkan diri kepada orang lain. b)



Manusia yang bertanggungjawab, yaitu manusia yang dapat



mempertanggungjawabkan segala perbuatannya, dan dapat dimintai pertanggungjawaban dari perbuatannya. Anak yang belum dewasa belum dapat dimintai pertanggungjawaban atas segala perbuatannya. c)



Manusia yang telah mampu memahami norma-norma serta moral



dalam kehidupannya, dan sekaligus berkesanggupan untuk



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 93dari 147



Tanggal Terbit 27 Februari 2017



melaksanakan norma dan moral tersebut dalam hidup dan kehidupannya, yang dimanifestasikan dalam kehidupan bersama. Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa, merupakan dasar dan sekaligus tujuan yang ingin dicapai dalam melaksanakan pendidikan. Kegiatan pendidikan ditujukan untuk menghasilkan manusia seutuhnya, manusia yang memiliki kepribadian yang lebih baik, yaitu manusia dimana sikap dan perilakunya dalam hidup bermasyarakat dan bernegara dijiwai oleh nilai-nilai Pancasila. Manusia seutuhnya, manusia yang menghayati dan sekaligus mampu mengamalkan Pancasila, itulah merupakan manusia dewasa yang diharapkan oleh bangsa Indonesia. Dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 dijelaskan tentang tujuan pendidikan sebagai berikut: Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggungjawab kemasyarakatan dan kebangsaan. KODE ETIK DAN ETIKA PROFESI Pengertian Profesi Profesi adalah suatu pekerjaan yang memerlukan atau menuntut keahlian (expertise), menggunakan teknik-teknik ilmiah, serta dedikasi yang tinggi. Keahlian yang diperoleh dari lembaga pendidikan khusus diperuntukkan untuk



itu



dengan



kurikulum



yang



dapat



dipertanggungjawabkan.



Seseorang yang menekuni suatu profesi tertentu disebut profesional, sedangkan profesional sendiri mempunyai makna yang mengacu kepada sebutan orang yang menyandang suatu profesi dan sebutan tentang penampilan seseorang dalam mewujudkan unjuk kerja sesuai dengn profesinya. Berikut ini merupakan ciri-ciri dari profesi, yaitu : a)



Keterampilan yang berdasar pada pengetahuan teoretis



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Seorang



professional



Hal 94dari 147



harus



memiliki



pengetahuan



Tanggal Terbit 27 Februari 2017



teoretis



dan



keterampilan mengenai bidang teknik yang ditekuni dan bisa diterapkan dalam pelaksanaanya atau praktiknya dalam kehidupan sehari-hari. b)



Asosiasi Profesional



Merupakan suatu badan organisasi yang biasanya diorganisasikan oleh anggota profesi yang bertujuan untuk meningkatkan status para anggotanya. c)



Pendidikan yang Ekstensi



Profesi yang prestisius biasanya memerlukan pendidikan yang lama dalam jenjang pendidikan tinggi. Seorang profesional dalam bidang teknik mempunyai latar belakang pendidikan yang tinggi baik itu dalam suatu pendidikan formal ataupun non formal. d)



Ujian Kompetisi



Sebelum memasuki organisasi profesional, biasanya ada persyaratan untuk lulus dari suatu tes yang menguji terutama pengetahuan teoretis. e)



Pelatihan Institusional



Selain ujian, juga biasanya dipersyaratkan untuk mengikuti pelatihan institusional dimana calon profesional mendapatkan pengalaman praktis sebelum menjadi anggota penuh organisasi. Peningkatan keterampilan melalui pengembangan profesional juga dipersyaratkan. f)



Lisensi



Profesi menetapkan syarat pendaftaran dan proses sertifikasi sehingga hanya mereka yang memiliki lisensi bisa dianggap bisa dipercaya. g)



Otonomi kerja



Profesional cenderung mengendalikan kerja dan pengetahuan teoretis mereka agar terhindar adanya intervensi dari luar. h)



Kode etik



Organisasi profesi biasanya memiliki kode etik bagi para anggotanya dan prosedur pendisiplinan bagi mereka yang melanggar aturan. i)



Mengatur diri



Organisasi profesi harus bisa mengatur organisasinya sendiri tanpa campur tangan pemerintah. Profesional diatur oleh mereka yang lebih



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 95dari 147



Tanggal Terbit 27 Februari 2017



senior, praktisi yang dihormati, atau mereka yang berkualifikasi paling tinggi. j)



Layanan publik dan altruism



Diperolehnya penghasilan dari kerja profesinya dapat dipertahankan selama berkaitan dengan kebutuhan publik, seperti layanan dokter berkontribusi terhadap kesehatan masyarakat. k)



Status dan imbalan yang tinggi



Profesi yang paling sukses akan meraih status yang tinggi, prestise, dan imbalan yang layak bagi para anggotanya. Hal tersebut bisa dianggap sebagai pengakuan terhadap layanan yang mereka berikan bagi masyarakat.



Pengertian Etika Profesi dan Kode Etik Profesi Etika profesi menurut Keiser dalam (Suhrawardi Lubis, 1994:6-7) adalah sikap hidup berupa keadilan untuk memberikan pelayanan profesional terhadap masyarakat dengan penuh ketertiban dan keahlian sebagai pelayanan dalam rangka melaksanakan tugas berupa kewajiban terhadap masyarakat. Kode etik profesi adalah sistem norma, nilai dan aturan profesional tertulis yang secara tegas menyatakan apa yang benar dan baik, dan apa yang tidak benar dan tidak baik bagi profesional. Kode etik menyatakan perbuatan apa yang benar atau salah, perbuatan apa yang harus dilakukan dan apa yang harus dihindari. Tujuan kode etik yaitu agar profesional memberikan jasa sebaik-baiknya kepada pemakai atau nasabahnya. Dengan adanya kode etik akan melindungi perbuatan yang tidak profesional.



Tiga Fungsi dari Kode Etik Profesi 1)



Kode etik profesi memberikan pedoman bagi setiap anggota



profesi tentang prinsip profesionalitas yang digariskan. 2)



Kode



etik



profesi merupakan



sarana kontrol



masyarakat atas profesi yang bersangkutan.



sosial



bagi



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



3)



Hal 96dari 147



Tanggal Terbit 27 Februari 2017



Kode etik profesi mencegah campur tangan pihak di luar



organisasi profesi tentang hubungan etika dalam keanggotaan profesi.



D. Rangkuman Nilai akan keliatan kegunaannya apabila nilai disandingkan dengan istilah lain. Dan dalam ini tentu nilai bersandingan dengan istilah pendidikan, sehingga terbentuk pendidikan nilai yang lebih cendrung dalam pembentukan afktif seorang manusia. Dan tentu usaha dalam membentuk sikap Afektif tersebut tidak terlepas dari peran para guru atau disebut orang dewasa. Sehingga anak didik mempunyai bekal dalam mengarungi kehidupan serta mendapatkan bekal di alam akhirat kelak. Dalam memberikan bekal pada peserta didik, hendaknya pendidik memperhatikan kode etik dan etika profesi. Kode etik merupakan pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan di dalam melaksanakan tugas dan dalam hidup sehari harí. Kesimpulan Kode etik adalah Himpunan nilai dan norma profesi guru yang tersusun dengan baik, sistematis dalam suatu system yang utuh. Ketaatan guru pada Kode Etik akan mendorong mereka berperilaku sesuai dengan norma-norma yang dibolehkan dan menghindari normanorma yang dilarang oleh etika profesi yang ditetapkan oleh organisasi atau asosiasi profesinya selama menjalankan tugas-tugas profesional dan kehidupan sebagai warga negara dan anggota masyarakat. Dengan demikian, aktualisasi diri guru dalam melaksanakan proses pendidikan dan pembelajaran secara profesional, bermartabat, dan beretika akan terwujud.



E. Pertanyaan/Diskusi 1. Jelaskan istilah berikut menurut pemahaman anda: a) pengertian nilai b) tujuan dan fungsi nilai



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 97dari 147



c) macam dan wujud nilai d) bentuk dan tingkat-tingkat nilai e) nilai-nilai pendidikan dan tujuan pendidikan f)



etika profesi



Tanggal Terbit 27 Februari 2017



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 97dari 147



Tanggal Terbit 27 Februari 2017



BAB VI PANDANGAN FILSAFAT TENTANG HAKIKAT MANUSIA



A. Deskripsi singkat Dengan adanya akal, membuat manusia selalu ingin tahu tentang apapun. Untuk memenuhi rasa ingin tahu itu manusia menggunakan jalur pendidikan. Melalui pendidikan manusia memperoleh berbagai ilmu baru dan dapat mengembangkan ilmu tersebut. Filsafat merupakan cabang ilmu pengetahuan yang selalu menggunakan pemikiran mendalam, luas, radikal (sampai keakar-akarnya), dan berpegang pada kebijakansanaan dalam melihat suatu problem. Dengan kata lain, filsafat selalu mencoba mencari hakikat atau maksud dibalik adanya sesuatu tersebut. Dalam ini, penulis mencoba membahas sedikit tentang hakekat manusia dilihat dari segi filsafat (menyeluruh). Sebenarnya untuk apa manusia hidup, bagaiman ia harus hidup, dll. Yang nantinya, dengan melihat hakekat manusia tersebut, apa kaitanya dengan proses pendidikan. Mengingat manusia merupakan makhluk yang istimewa dan tidak akan pernah cukup membahas tentang manusia yang luas hanya dengan satu , maka penulis sangat mengharap saran dan kritikan yang membangun dari peserta ketika nanti dalam ini terdapat banyak kesalahan (bauk pernyataan maupun penulisan) atau masih ada yang belum lengkap (kurang).



B. Capaian pembelajaran matakuliah 1. Mahasiswa dapat menjelaskan pandangan Filsafat tentang Hakikat Manusia 2. Mahasiswa dapat menjelaskan masalah jiwa raga 3. Mahasiswa



dapat



menjelaskan



metafisika



C. Isi Materi perkuliahan Hakikat Manusia dalam Pandangan Filsafat



Pandangan



antropologia



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 97dari 147



Tanggal Terbit 27 Februari 2017



Sebagaimana telah sedikit di utarakan di awal tadi, manusia merupakan makhluk yang sangat unik. Upaya pemahaman hakekat manusia sudah dilakukan sejak dahulu. Namun, hingga saat ini belum mendapat pernyataan yang benar-benar tepat dan pas, dikarenakan manusia itu sendiri yang memang unik, antara manusia satu dengan manusia lain berbeda-beda. Bahkan orang kembar identik sekalipun, mereka pasti memiliki perbedaaan. Mulai dari fisik, ideologi, pemahaman, kepentingan dll. Semua itu menyebabkan suatu pernyataan belum tentu pas untuk di amini oleh sebagian orang. Para ahli pikir dan ahli filsafat memberikan sbuten kepada manusia sesuai dengan kemampuan yang dapat dilakukan manusia di bumi ini; a. Manusia adalah Homo Sapiens, artinya makhluk yang mempunyai budi, b. Manusia adalah Animal Rational, artinya binatang yang berpikir, c. Manusia adalah Homo Laquen, artinya makhluk yang pandai menciptakan bahasa dan menjelmakan pikiran manusia dan perasaan dalam kata-kata yang tersusun, d. Manusia adalah Homo Faber, artinya makhluk yang terampil. Dia pandai membuat perkakas atau disebut juga Toolmaking Animal yaitu binatang yang pandai membuat alat, e. Manusia adalah Zoon Politicon, yaitu makhluk yang pandai bekerjasama, bergaul dengan orang lain dan mengorganisasi diri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, f. Manusia adalah Homo Economicus, artinya makhluk yang tunduk pada prinsip-prinsip ekonomi dan bersifat ekonomis, g. Manusia adalah Homo Religious, yaitu makhluk yang beragama. Dr. M. J. Langeveld seorang tokoh pendidikan bangsa Belanda, memandang manusia sebagai Animal Educadum dan Animal Educable, yaitu manusia adalah makhluk yang harus dididik dan dapat dididik. Oleh karena itu, unsur rohaniah merupakan syarat mutlak terlaksananya program-program pendidikan. Aliran Dualisme. Aliran ini menganggap bahwa manusia itu pada hakekatnya terdiri dari dua substansi, yaitu



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 97dari 147



Tanggal Terbit 27 Februari 2017



jasmani dan rohani. Aliran ini melihat realita semesta sebagai sintesa kedua kategori animate dan inanimate, makhluk hidup dan benda mati. Demikian pula manusia merupakan kesatuan rohani dan jasmani, jiwa dan raga. Misalnya ada persoalan: dimana letaknya mind (jiwa, rasio) dalam pribadi manusia. Mungkin jawaban umum akan menyatakan bahwa ratio itu terletak pada otak. Akan tetapi akan timbul problem, bagaiman mungkin suatu immaterial entity (sesuatu yang non-meterial) yang tiada membutuhkan ruang, dapat ditempatkan pada suatu materi (tubuh jasmani) yang berada pada ruang wadah tertentu. Jadi, aliran ini meyakini bahwa sesungguhnya manusia tidak dapat dipisahkan antara zat/raga dan ruh/jiwa. Karena pada hakekatnya keduanya tidak dapat dipisahkan. Masing-masing memiliki peranan yang sama-sama sangat vital. Jiwa tanpa ruh ia akan mati, ruh tanpa jiwa ia tidak dapat berbuat apa-apa. Dalam pendidikan pun, harus memaksimalkan kedua unsur ini, tidak hanya salah satu saja karena keduanya sangat penting. Ilmu yang mempelajari tentang hakekat manusia disebut antropologi filsafat. Hakekat berarti adanya berbicara mengenai apa manusia itu, ada empat aliran yang dikemukakan yaitu : aliran serba zat, aliran serba ruh, aliran dualisme, aliran eksistensialisme. 1.



Aliran Serba Zat



Aliran serba zat ini mengatakan yang sungguh-sungguh ada itu hanyalah zat atau materi, alam ini adalah zat atau materi dan manusia adalah unsur dari alam, maka dari itu manusia adalah zat atau materi. 2.



Aliran Serba Ruh



Aliran ini berpendapat bahwa segala hakekat sesuatu yang ada didunia ini ialah ruh, juga hakekat manusia adalah ruh, adapun zat itu adalah manifestasi dari pada ruh diatas dunia ini. Fiche mengemukakan bahwa segala sesuatu yang lain (selain ruh ) yang rupanya ada dan hidup hanyalah suatu jenis perumpamaan, perubahan atau penjelmaan dari ruh ( Gazalba, 1992: 288 ). Dasar pikiran aliran ini ialah bahwa ruh itu lebih berharga, lebih tinggi nilainya dari pada materi. Hal ini mereka buktikan dalam kehidupan sehari-hari, yang mana betapapun kita mencintai



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 97dari 147



Tanggal Terbit 27 Februari 2017



seseorang jika ruhnya pisah dengan badannya, maka materi/jasadnya tidak ada artinya. Dengan demikian aliran ini menganggap ruh itu ialah hakekat, sedangkan badan ialah penjelmaan atau bayangan. 3.



Aliran Dualisme



Aliran ini menganggap bahwa manusia itu pada hakekatnya terdiri dari dua substransi yaitu jasmani dan rohani. Kedudukannya substansi ini masing-masing merupakan unsur asal, yang adanya tidak tergantung satu sama lain. Jadi badan tidak berasal dari ruh, dan ruh tidak berasal dari badan. Perwujudannya manusia tidak serba dua, jasat dan ruh. Antara badan dan ruh terjadi sebab akibat yang mana keduanya saling mempengaruhi. 4.



Aliran Eksistensialisme



Aliran filsafat modern berfikir tentang hakekat manusia merupakan kewajiban eksistensi atau perwujudan sesungguhnya dari manusia. Jadi intinya hakekat manusia itu yaitu apa yang menguasai manusia secara menyeluruh. Disini manusia dipandang tidak dari sudut serba zat atau serba ruh atau dualisme dari dua aliran itu, tetapi memandangnya dari segi eksistensi manusia itu sendiri didunia ini. Filsafat berpandangan bahwa hakekat manusia ialah manusia itu merupakan berkaitan antara badan dan ruh. Islam secara tegas mengatakan bahwa badan dan ruh adalah substansi alam, sedangkan alam adalah makhluk dan keduanya diciptakan oleh allah, dijelaskan bahwa proses perkembangan dan pertumbuhan manusia menurut hukum alam material. Pendirian islam bahwa manusia terdiri dari substansi yaitu materi dari bumi dan ruh yang berasal dari tuhan, maka hakekat pada manusia adalah ruh sedang jasadnya hanyalah alat yang dipergunakan oleh ruh saja. Tanpa kedua substansi tersebut tidak dapat dikatakan manusia. Pandangan tentang hakekat manusia ini poespoprodjo mengemukakan bahwa: a.



Hakekat manusia haruslah diambil dengan seluruh bagiannya



yaitu bagian esensional manusia, baik yang ,metafisis ( animalitas dan rasionalitas ) maupun fisik ( badan dan jiwa ) juga semua bagian yang



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 97dari 147



Tanggal Terbit 27 Februari 2017



integral ( anggota-anggota badan dan pelengkapannya ). Manusia wyamajib menguasai hakekatnya yang kompleks san mengendalikan bagian bagian tersebut agar bekerja secara harmonis. Manusia menurut hakekatnya adalah hewan dan harus hidup seperti hewan ia wajib menjaga badannya dan memberi apa kebutuhannya. Tetapi hewan yang berakal budi dan ia harus juga hidup seperti makhluk yang berakal budi. b.



Hakekatnya manusia harus diambil dengan seluruh nisbahnya,



seluruh kaitannya tidak hany terdapat keselarasan batin antara bagianbagian dan kemampuan –kemampuan yang membuat manusia itu sendiri, tetapi juga harus terdapat keselarasan antara manusia denagn lingkungannya. menarik.sebab



Keberadaan selain



manusia



manusia



itu



dimuka



sendiri



bumi



selalu



suatu



menjadi



yang pokok



permasalahan ,juga dapat dilihat bahwa segala peristiwa apapun yang terjadi didunia ini dan masalah apapun yang harus dipecahkan dibumi ini ,pada intinya dan akhirnya berhubungan juga dengan manusia .untuk itu usaha mempelajari hakikat manusia memerlukan pemikiran yang filosofis .karena setiap manusia akan selalu berfikir tentang dirinya sendiri .namun tingkat pemikiran itu selalu mempunyai perbedaan (nawawi ,1993:65). Hal itu disadarkan pada pemikiran bahwa selain sebagai subyek pandidikan ,manusia merupakan objek pendidikan itu sendiri . Kedudukan manusia yang paling menarik ialah bahwa manusia itu menyelidiki kedudukannya sendiri dalam lingkungan yang diselidiki pula (Drijarkara, 1986:50).suatu kenyataan terkadang yang diperoleh, ternyata hasil penyelidikan mengenei lingkungannya itu lebih memuaskan dari pada penyelidikan tentang manusia itu sendiri. Pemikiran tentang hakikat manusia sejak jaman dahulu sampai jaman modern ini belum berakhir dan tak akan pernah berakhir karena dalam pandangan yang lebih jauh, antara badan dan ruh menyatu dalam pribadi manusia yang disebut “aku”. Manusia yang pada dasarnya hewan memiliki banyak sifat yang serupa dengan makhluk lain. Meski demikian ada seperangkat perbedaan antara manusia dengan makhluk lain yang tidak disamai, yang menganugrahi keunggulan pada diri manusia ( Muthahhari,1992: 62). Kenyataan seperti



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 97dari 147



Tanggal Terbit 27 Februari 2017



ini terkadang membuat manusia mempunyai versi yang berbeda dalam fikirannya. Sesuatu saat manusia akan berfikir bahwa mereka merupakan salah satu anggota margasatwa ( Animal kingdom). Disaat lain dia juga akan merasa warga dunia idea dan nilai ( Anshari, 1992:6). Pandangan seperti itulah yang pada akhirnya akan memperlihatkan keberadaan manusia secara utuh, bahwa mereka adalah pencari kebenaran.



Pandangan Ilmu Pengetahuan Tentang Manusia Hampir semua disiplin itu pengetahuan dalam bahasannya berusaha menyelidiki dan dan mengerti tentang makhluk yang bernama manusia. Secara khusus tujuan-tujuan pendidikan adalah memahami dengan mendalam tentang hakekat manusia itu sendiri. Aritoteles (384-32 SM) mengatakan bahwa manusia itu adalah hewan berakal sehat, yang mengeluarkan pendapatnya yang berbicara berdasarkan akal pikirannya ( Zaini dan ananto, 1986 :4) hal itu tentu saja dengan tetap menilai seperangkat perbedaan antara manusia dengan hewan itu secara umum. Menurut tinjauan islam, manusia adalah pribadi atau individu, yang berkeluarga dan selalu bersilaturrohmi dan mengabdi Tuhan. Manusia juga adalah pemeliharaan alam sekitar, wakil Allah SWT. Diatas permukaan bumi ini( Muntasir, 1985 : 5). Manusia dalam pandangan islam selalu berkaitan dengan kisah tersendiri, tidak hanya sebagai hewan tingkat tinggi yang berkuku pipih, berjalan dengan dua kaki, berbicara. Islam memandang manusia sebagai makhluk sempurna dibandingkan sengan hewan. Dan makhluk ciptaan Tuhan yang lain, karena itu manusia disuruh menggunakan akalnyadan indranya agar tidak salah memahami mana kebenaran yang sesungguhnya dan mana kebenaran yang dibenarkan, atau dianggap benar (jalaludin dan usman said , 1994: 28). Eksistensi manusia yang padat itulah yang perlu ( dan seharusnya) dimengerti untuk pemikiran selanjutnya. Karena pada dasarnya manusia adalah makhluk religius, yang dengan pernyataan itu mewajibkan manusia memperlakukan agama sebagai suatu kebenaran yang harus



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 97dari 147



Tanggal Terbit 27 Februari 2017



dipatuhi dan diyakini ( muhaimin, 1989 : 69). Untuk itu, adalah sangat penting membangun manusia yang sanggup melakukan pembangunan diniawi, yang mempunyai arti bagi hidup pribadi diakherat kelak. Dengan kata lain, usaha ilmu tersebut dalam rangka pembinaan manusia ideal merupakan progarm utama dalam pendidikan modern ( pendidikan yang lebih maju) pada masa-masa sekarang ini.



Masalah Rohani Dan Jasmani Terlalu banyak sebutan dan istilah yang diberikan untuk makhluk-makhluk berakal pikiran ciptaan Tuhan , seperti homo sapiens , homo rasionli ,animal social ,al-insan dan lain sebagainya. Bentuk sebutan itu mencerminkana keragaman sifat dan sikap manusia.hal itu dapat terjadi karena didalam diri manusia itu sendiri terdapat enam rasa yang menjadi satu , yaitu rasa intelek , rasa agma,rasa susilah, rasa sosial, rasa seni dan rasa harga diri/sifat ke-aku-an(muhaimin:63). Maka tidak heran kalau sejak dulu manusia tiada henti-hentinya berusaha membedakan



antara



unsur



manusia



yang



bersifat



lahiriah



dan



maknawiah. Kebanyakan ahli filsafat yunani bependapat bahwa ruh itu merupakan satu unsur yang harus , yang dapat meninggalkan badan. Jika dia pergi dari badan, dia kembali ke alamnya yang tinggi , meluncur keangkasa luar dan tidak mati , sebagai mana ungkapan phytagoras kepada diasgenes(umar,1984:223). Islam berpandangan bahwa hakikat manusia merupakan perakitan antara badan dan ruh.islam mengatakan dengan tegas bahwa kedua substansi ini



adalah



substansi



alam(zuhairini



:



75



).



Islam



memandang



permasalahan roh/ruh merupakan suatu hal yang terbatas untuk dipelajari secara mendalam(Q.S, 17:85). Hal itu menjadi landasan bukti walaupun banyak ilmu yang telah dimiliki oleh manusia, namun sampai kapan pun ia tidak akan melebihi Tuhannya, dalam kaitan masalah ruh ( Basalamah, 1993: 155). Itulah yang membedakan hasil yang telah dicapai islam dari segi sistem kerohaniannya yang tampak pada manusia adalah sosok tubuhnya, dalam hal efektifitas dirinya bersumber pada jiwa dan ruh.



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 97dari 147



Tanggal Terbit 27 Februari 2017



Karena itu hidup seorang muslim haruslah diarahkan atas kerjasama yang sempurna antara kepentingan dan kebutuhan jasmani-rohani PANDANGAN ANTROPOLOGIA METAFISIKA Pandangan Antropologia Metafisika Menurut Antropologi Metafisik hakikat manusia adalah integrasi antara wataknya sebagai mahluk indifidu, sebagai mahluk sosial, dan sebagai mahluk susila. Jadi manusia itu sebagai pemimpin dan dipimpin, sebelum menjadi pemimpin manusia harus dipimpin atau diajarkan suatu pendidikan agar bersifat dewasa dan bertanggungjawab. Secara garis besar antropologi metafisik bertujuan menyelidiki, menginterpretasi dan memahami gejala-gejala atau ekspresi-ekspresi manusia sebagaimana halnya dengan ilmu-ilmu tentang manusia. Adapun secara spesifik bermaksud memahami hakikat atau esensi manusia dengan mencari dan menemukan jawaban sesungguhnya tentang manusia. Menurut Cristian Wolf (1679-1754), metafisika terbagi menjadi dua jenis, yaitu: 1)



Metafisika Generalis, yakni ilmu yang membahas mengenai yang



ada atau pengada atau yang lebih dikenal sebagai ontologi, 2)



Metafisika spesialis yang terbagi menjadi tiga bagian besar,







antropologi, yang menelaah mengenai hakikat manusia, tentang



diri dan kedirian, tentang hubungan jiwa dan raga, •



kosmologi, yang membahas asal-usul alam semesta dan hakikat



sebenarnya, dan •



teologi, membahas mengenai Tuhan secara rasional.



Sementara itu Driyarkara menyamakan metafisika dengan ontologi, ia menyatakan bahwa filsafat tentang ada dan sebab-sebab pertama adalah metafisika atau ontologi, yang di samping membahas tentang ada dan sebab-sebab pertama tersebut, juga membahas mengenai apakah kesempurnaan itu, apakah tujuan, apakah sebab-akibat, apa yang merupakan dasar yang terdalam dalam setiap barang yang ada (hylemorfism), intinya adalah, apakah hakikat dari segala sesuatu itu.



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 97dari 147



Tanggal Terbit 27 Februari 2017



Metafisika ternyata mendapat penentangan dari beberapa ilmuwan, antara lain adalah yang menganut paham positivisme logis dengan menyatakan



bahwa



metafisika



tidak



bermakna.



Misal,



Katsoff



menyatakan bahwa agaknya Ayer berupaya untuk menunjukkan bahwa natutalisme, materialisme, dan lainnya merupakan pandangan yang sesat. Ayer menunjang argumentasinya dengan membuat criterion of verifiability atau keadaan dapat diverifikasi. Penentang lain Ludwig Wittgenstein menyatakan bahwa metafisika bersifat the Mystically, hal-hal yang tak dapat diungkapkan (inexpressible) ke dalam bahasa yang bersifat logis dan sebaiknya didiamkan saja. Namun pada kenyataannya banyak ilmuawan besar, terutama Albert Einstein, yang merasakan perlunya membuat formula konsepsi metafisika sebagai konsekuensi dari penemuan ilmiahnya. Manfaat metafisika bagi pengembangan ilmu dikatakan oleh Thomas Kuhn terletak pada awal terbentuknya paradigma ilmiah, yakni ketika kumpulan kepercayaan belum lengkap faktanya, maka ia mesti dipasok dari luar, antara lain adalah ilmu pengetahuan lain, peristiwa sejarah, pengalaman personal, dan metafisika. Misalnya adalah, upaya-upaya untuk memecahkan masalah yang tak dapat dipecahkan oleh paradigma keilmuan yang lama dan selama ini dianggap mampu memecahkan masalah membutuhkan paradigma baru, pemecahan masalah baru, hal ini hanya dapat dipenuhi dari hasil permenungan metafisik yang dalam banyak hal memang bersifat spekulatif dan intutitif, hingga dengan kedalaman kontemplasi serta



imajinasi



(peluang-peluang)



akan



dapat



konsepsi



membuka teoritis,



kemungkinan-kemungkinan



asumsi,



postulat,



tesis,



dan



paradigma baru untuk memecahkan masalah yang ada. 1.



Dari segi antropologi terdapat tiga sudut pandang hakekat



manusia, yaitu:



Manusia Sebagai Makhluk Individu (Individual



Being) Dalam



bahasa



filsafat



dinyatakan



self-existence



adalah



sumber



pengertian manusia akan segala sesuatu. Self-existence ini mencakup pengertian yang amat luas, terutama meliputi: kesadaran adanya diri



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 97dari 147



Tanggal Terbit 27 Februari 2017



diantara semua relita, self-respect, self-narcisme, egoisme, martabat kepribadian, perbedaan dan persamaan dengan pribadi lain, khususnya kesadaran akan potensi-potensi pribadi yang menjadi dasar bagi selfrealisasi. Manusia sabagai individu memiliki hak asasi sebagai kodrat alami atau sebagi anugrah Tuhan kepadanya. Hak asasi manusia sebagai pribadi itu terutama hak hidup, hak kemerdekaan dan hak milik. Disadari atau tidak menusia sering memperlihatkan dirinya sebagai makhluk individu, seperti ketika mereka memaksakan kehendaknya (egoisme), memecahkan masalahnya sendiri, percaya diri, dan lain-lain. Menjadi seorang individu manusia mempunyai ciri khasnya masingmasing. Antara manusia satu dengan yang lain berbeda-beda, bahkan orang yang kembar sekalipun, karena tidak ada manusia di dunia ini yang benar-benar sama persis. Fisik boleh sama, tetapi kepribadian tidak. Jadi dalam pendidikan seorang guru sangat perlu memahami hakekat manusia sebagai individu. Itu kaitanya dengan menghargai perbedaan dalam setiap anak didiknya, agar sang guru tidak semena-mena dan memaksakan



kehendaknya



(diskriminasi)



kepada



peserta



didik.



Perbedaan itu bisa berupa fisik, intelejensi, sikap, kepribadian, agama, dan lain-lain. 2.



Manusia Sebagai Makhluk Sosial (Sosial Being)



Telah kita ketahui bersama bahwa manusia tidak dapat hidup sendirian, manusia membutuhkan manusia lain agar bisa tetap exsis dalam menjalani kehidupan ini, itu sebabnya manusia juga dikenal dengan istilah makhluk sosial. Keberadaanya tergantung oleh manusia lain. Esensi manusia sebagai makhluk sosial ialah adanya kesadaran manusia tentang status dan posisi dirinya dalam kehidupan bersama dan bagaimana tanggung jawab dan kewajibannya di dalam kebersamaan itu. Adanya kesadaran interdependensi dan saling membutuhkan serta dorongan-dorongan untuk mengabdi sesamanya adalah asas sosialitas itu. Kehidupan individu di dalam antar hubungan sosial memang tidak usah kehilangan identitasnya. Sebab, kehidupan sosial adalah realita sama rielnya dengan kehidupan individu itu sendiri. Individualitas itu



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 97dari 147



Tanggal Terbit 27 Februari 2017



dalam perkembangan selanjutnya akan mencapai kesadaran sosialitas. Tiap manusia akan sadar akan kebutuhan hidup bersama segera setelah masa kanak-kanak yang egosentris berakhir. Seorang



guru



dalam



kegiatan



pembelajaran



perlu



menanamkan



kerjasama kepada peserta didiknya, agar kesadaran sosial itu dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Hal tersebut dapat dicapai dengan penerapan strategi dan metode yang tepat, juga dengan pemberian motivasi tentang kebersamaan. 3.



Manusia Sebagai Makhluk Susila (Moral Being)



Asas pandangan bahwa manusia sebagai makhluk susila bersumber pada kepercayaan bahwa budi nurani manusia secara apriori adalah sadar nilai dan pengabdi norma-norma. Kesadaran susila (sense of morality) tak dapat dipisahkan dengan realitas sosial, sebab, justru adanya nilai-nilai, efektivitas nilai-nilai, berfungsinya nilai-nilai hanyalah di dalam kehidupan sosial. Artinya, kesusilaan atau moralitas adalah fungsi sosial. Asas kesadaran nilai, asas moralitas adalah dasar fundamental yanng membedakan manusia dari pada hidup makhluk-makhluk alamiah yang lain. Rasio dan budi nurani menjadi dasar adanya kesadaran moral itu. Ketiga esensi diatas merupakan satu kesatuan yang tidak terlepaskan dari diri manusia, tinggal ia sadar atau tidak. Beberapa individu mempunyai kecenderungan terhadap salah satu esensi itu. Ada yang cenderung esensi pertama yang lebih menonjol, ada yang kedua dan ada yang ketiga. Semua tergantung pemahaman dan pendidikan yang dialami oleh si individu tersebut. Fungsi pendidikan adalah mengembangkan ketiganya secara seimbang. Agar manusia dapat menempatkan diri sesuai situasi dan kondisi yang sedang dialami. Sesuatu yang berlebihan atau malah kurang itu tidak baik, jadi yang terbaik itu adalah seimbang. Pandangan Monodualisme dan Dualisme 1.



Hakekat



Dualisme



Manusia



melalui



Pandangan



Monodualisme



dan



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 97dari 147



Tanggal Terbit 27 Februari 2017



Manusia pada hakekatnya adalah makhluk yang monodualisme alias dwitunggal. Secara kodrati, manusia merupakan mahluk monodualis. Artinya selain sebagai mahluk individu, manusia berperan juga sebagai mahluk sosial. Sebagai mahluk individu, manusia merupakan mahluk ciptaan Tuhan yang terdiri atas unsur jasmani (raga) dan rohani (jiwa) yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Jiwa dan raga inilah yang membentuk individu. Manusia juga diberi kemampuan (akal, pikiran, dan perasaan) sehingga sanggup berdiri sendiri dan bertanggung jawab atas dirinya. Disadari atau tidak, setiap manusia senantiasa akan berusaha mengembangkan kemampuan pribadinya guna memenuhi hakikat individualitasnya (dalam memenuhi



berbagai



kebutuhan



hidupnya).



Hal



terpenting



yang



membedakan manusia dengan mahluk lainnya adalah bahwa manusia dilengkapi



dengan



akal



pikiran,



perasaan



dan



keyakinan



untuk



mempertinggi kualitas hidupnya. Manusia adalah ciptaan Tuhan dengan derajat paling tinggi di antara ciptaan-ciptaan yang lain. Sebagai individu tidak dapat lepas dari faktor eksternal yang berupa individu-individu lain. Hal inilah yang mendorong berpadu dan bekerjasamanya manusiamanusia individualis dalam suatu komunitas, yaitu komunitas sosial. Jadi manusia adalah makhluk individu sekaligus makhluk sosial. Dualisme merupakan pandangan pertama bersifat monis-materialis, sedangkan kedua bersifat monis-spiritualis. Menurut Descartes esensi diri manusia terdiri atas dua substansi, yaitu badan dan jiwa. Oleh karena manusia terdiri atas dua substansi yang berbeda (badan dan jiwa) maka antara keduanya tidak terdaoat hubungan salaing mempengaruhi, namun demikian setiap peristiwa kejiwaan selalu pararel dengan peristiwa badaniah atau sebaliknya. Dalam keadaan status manusia sebagai mahluk individu, segala sesuatu yang menyangkut pribadinya sangat ditentukan oleh dirinya sendiri, sedangkan orang lain lebih banyak berfungsi sebagai pendukung. Kesuksesan seseorang misalnya sangat tergantung kepada niat, semangat, dan usahanya yang disertai dengan doa kepada Tuhan secara



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 97dari 147



Tanggal Terbit 27 Februari 2017



pribadi. Demikian juga mengenai baik atau buruknya seseorang di hadapan Tuhan dan dihadapan sesama manusia, itu semua sangat dipengaruhi oleh sikap dan perilaku manusia itu sendiri. Jika iman dan takwanya mantap maka dihadapan Tuhan menjadi baik, tetapi jika sebaliknya, maka dihadapan Tuhan menjadi jelek. Jika sikap dan perilaku individunya baik terhadap orang lain, tentu orang lain akan baik pula terhadap orang tersebut. Konsekuensi (akibat) lainnya, masing-masing individu juga harus mempertanggung jawabkan segala perilakunya secara moral kepada dirinya sendiri dan kepada Tuhan. Jika perilaku individu itu baik dan benar maka akan dinikmati akibatnya, tetapi jika sebaliknya, akan diderita akibatnya. 2.



Peranan Manusia sebagai Makhluk Individu dan Sosial



Sebagai mahluk hidup yang berada di muka bumi ini keberadaan manusia adalah sebagai mahluk individu dan mahluk sosial, dalam asrti manusia



senantiasa



tergantung



dan



atau



berinteraksi



dengan



sesamanya. Dengan demikian, maka dalam kehidupan lingkungan sosial manusia senantiasa terkait dengan interaksi antara individu manusia, interaksi antar kelompok, kehidupan sosial manusia dengan lingkungan hidup dan alam sekitarnya, berbagai proses sosial dan interaksi sosial, dan berbagai hal yang timbul akibat aktivitas manusia seperti perubahan sosial. Secara sosial sebenarnya manusia merupakan mahluk individu dan sosial yang mempunyai kesempatan yang sama dalam berbagai hidup dan kehidupan dalam masyarakat. Artinya setiap individu manusia memiliki hak, kewajiban dan kesempatan yang sama dalam menguasai sesuatu, misalnya bersekolah, melakukan pekerjaan, bertanggung jawab dalam keluarga serta berbagai aktivitas ekonomi, politik dan bahkan beragama. Namun demikian, kenyataannya setiap individu tidak dapat menguasai atau mempunyai kesempatan yang sama. Akibatnya, masing-masing individu mempunyai peran dan kedudukan yang tidak sama atau berbeda. a.



Pandangan Individualisme



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 97dari 147



Tanggal Terbit 27 Februari 2017



Individualisme berpangkal dari konsep bahwa manusia pada hakikatnya adalah makhluk individu yang bebas. Paham ini memandang manusia sebagai makhluk pribadi yang utuh dan lengkap terlepas dari manusia yang lain. Pandangan individualisme berpendapat bahwa kepentingan individulah yang harus diutamakan. Yang menjadi sentral individualisme adalah kebebasan seorang individu untuk merealisasikan dirinya. Paham individualisme menghasilkan ideologi liberalisme. Paham ini bisa disebut juga ideologi individualisme liberal. Paham individualisme liberal muncul di Eropa Barat (bersama paham sosialisme) pada abad ke 18-19. Yang dipelopori oleh Jeremy Betham, John Stuart Mill, Thomas Hobben, John Locke, Rousseau, dan Montesquieu. Beberapa prinsip yang dikembangkan ideologi liberalisme adalah sebagai berikut. 1)



Penjaminan hak milik perorangan.



2)



Mementingkan diri sendiri atau kepentingan individu yang



bersangkutan. 3)



Pemberian kebebasan penuh pada individu



4)



Persaingan bebas untuk mencapai kepentingannya masing-



masing. b.



Pandangan Sosialisme



Paham sosialisme ditokohi oleh Robert Owen dari Inggris (1771-1858), Lousi Blanc, dan Proudhon. Pandangan ini menyatakan bahwa kepentingan masyarakatlah yang diutamakan. Kedudukan individu hanyalah objek dari masyarakat. Menurut pandangan sosialis, hak-hak individu sebagai hak dasar hilang. Hak-hak individu timbul karena keanggotaannya dalam suatu komunitas atau kelompok. Sosialisme adalah paham yang mengharapkan terbentuknya masyarakat yang adil, selaras, bebas, dan sejahtera bebas dari penguasaan individu atas hak milik dan alat-alat produksi. Sosialisme muncul dengan maksud kepentingan masyarakat secara keseluruhan terutama yang tersisih oleh system liberalisme, mendapat keadilan, kebebasan, dan kesejahteraan. Untuk meraih hal tersebut, sosialisme berpandangan bahwa hak-hak



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 97dari 147



Tanggal Terbit 27 Februari 2017



individu harus diletakkan dalam kerangka kepentingan masyarakat yang lebih luas. Dalam sosialisme yang radikal/ekstem (marxisme/komunisme) cara untuk meraih hal itu adalah dengan menghilangkan hak pemilikan dan



penguasaan



alat-alat



produksi



oleh



perorangan.



Paham



marxisme/komunisme dipelopori oleh Karl Marx (1818-1883). Paham individualisme liberal dan sosialisme saling bertolak belakang dalam memandang hakikat manusia. Dalam Declaration of Independent Amerika Serikat 1776, orientasinya lebih ditekankan pada hakikat manusia sebagai makhluk individu yang bebas merdeka, manusia adalah pribadi yang memiliki harkat dan martabat yang luhur. Sedangkan dalam Manifesto Komunisme Karl Marx dan Engels, orientasinya sangat menekankan pada hakikat manusia sebagai makhluk sosial semata. Menurut paham ini manusia sebagai makhluk pribadi yang tidak dihargai. Pribadi dikorbankan untuk kepentingan Negara.



Dari kedua paham tersebut terdapat kelemahannya masing-masing. Individualisme liberal dapat menimbulkan ketidakadilan, berbagai bentuk tindakan tidak manusiawi, imperialisme, dan kolonialisme, liberalisme mungkin membawa manfaat bagi kehidupan politik, tetapi tidak dalam lapangan ekonomi dan sosial. Sosialisme dalam bentuk yang ekstrem, tidak menghargai manusia sebagai pribadi sehingga bisa merendahkan sisi kemanusiaan. Dalam negara komunis mungkin terjadi kemakmuran, tetapi kepuasan rohani manusia belum tentu terjamin.



Kepribadian Manusia Dan Pendidikan Filsafat yang dijadikan pandangan hidup oleh suatu masyarakat atau bangsa merupakan asas dan pedoman yang melandasi semua aspek hidup dan kehidupan bangsa, termasuk aspek pendidikan. Filsafat pendidikan yang dikembangkan harus berdasarkan filsafat yang dianut oleh satu bangsa. Sedangkan pendidikan merupakan suatu cara atau mekanisme dalam menanamkan dan mewariskan nilai-nilai filsafat itu sendiri. Pendidikan sebagai suatu lembaga yang berfungsi menanamkan



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 97dari 147



Tanggal Terbit 27 Februari 2017



dan mewariskan sistem-sistem norma tingkah laku yang didasarkan pada dasar-dasar filsafat yang dijunjung oleh lembaga pendidikan dan pendidik dalam suatu masyarakat. Untuk menjamin upaya pendidikan dan proses tersebut efektif, dibutuhkan landasan-landasan filosogis dan ilmiah sebagai asas normatif dan pedoman pelaksanaan pembinaan. Filsafat timbul karena kodrat manusia. Manusia mengerti bahwa hidupnya tergantung dari pengetahuannya. Pengetahuan itu digunakan untuk menyembpurnakan kehidupannya. Karena konsekuensi dari pandangan filsafat itu sangat penting dan menentukan sikap orang terhadap dirinya sendri, terhadap orang lain, dunia, dan tuhannya. Tingkah laku manusia berlainan sekali dengan tingkah laku hewan, manusia adalah merdeka,ia dapat mengerti, menciptakan kebudayaan, ilmu pengetahuan. Filsafat itu berhubungan erat dengan sikap orang dan pandangan hidup manusia, justru karena filsafat mempersoalkan dan menanyakan sebab-sebab ya ng terakhir dari kesmua yang ada. Apabila filsafat dijadikan suatu ajaran hidup maka ini berarti bahwa orang mengharapkan dari filsafat itu dasardasar ilmiah yang dibutuhkannya nuntuk hidup. Filsafat diharapkan memberikan petunjuk-petunjuk tentang bagaimana kita harus hidup untuk menjadi manusia sempurna, baik, susila dan bahagia. Manusia merupakan salah satu dari berbagai jenis makhluk hidup, yang sudah ribuan abad lamanya menghuni bumi sebagai satu-satunya planet yang paling sesuai untuk dijadikan sebagai tempat hidupnya. Sebelum menjadi proses pendidikan diluar dirinya, manusia cenderung pada awalnya berusaha melakukan pendidikan pada dirinya sendiri. Pendidikan dimaksud, manusia berusaha mengerti dan mencari hakekat kepribadian tentang siapa mereka yang sebenarnya. Berfikir pada batasnya ini maksudnya berkata-kata, dan mengeluarkan pendapat serta fikiran (Anshari, 1982:4). Pada perjalanan proses pendidikan, peranan efektif terhadap pembinaan kepribadian manusia dapat melalui lingkungan dan juga didukung oleh faktor pembawaan sejak manusia mulai dilahirkan. Dalam kaitan ini perlu ditinjau tentang teori natifisme, empirisme dan konfergensi. Pada dasarnya tujuan pendidikan



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 97dari 147



Tanggal Terbit 27 Februari 2017



secara umum adalah untuk membina kepribadian manusia secara sempurna . pengertian kriteria sempuna ditentukan oleh masing-masing pribadi ,masyarakat ,bangsa suatu tempat dan waktu. Pendidikan yang terutama dianggap sebagai transfer kebudayaan , pengembangan ilmu pengetauan akan membawa manusia mengerti dan memahami lebih luas tentang masalah seperti itu. Dengan demikian ilmu pengetahuan memiliki nilai-nilai praktis di dalam kehidupan,baik sebagai pribadi maupun sebagai warga masyarakat.



D. Rangkuman Hubungan antara manusia, filsafat dan pendidikan terletak pada; filsafat digunakan untuk mencari hakekat manusia, sehingga diketahui apa saja yang ada dalam diri manusia. Hasil kajian dalam filsafat tersebut oleh pendidikan dikembangkan dan dijadikannya (potensi) nyata berdasarkan esensi keberadaan manusia. Dalam filsafat, pemahaman manusia dilihat dari berbagai sudut pandang, yaitu: pertama, masalah rohani dan jasmani; Aliran Serba zat (Faham Materialisme),



Aliran



Serba



Ruh,



Aliran



Dualisme,



dan



Aliran



Eksistensialisme. Kedua, sudut pandang antropologi; manusia sebagai makhluk individu (individual being), manusia sebagai makhluk sosial (sosial being) dan manusia sebagai makhluk susila (moral being). Ketiga, pandangan Freud tentang struktur jiwa (kepribadian); bagian dasar atau das Es (the Id), bagiantengahatau das Ich (aku) dan bagianatasatau das UberIch (superego). Keempat, sudut pandang asal-mula dan tujuan hidup manusia ; kehidupan ini berawal dari causa prima (Tuhan) dan pada akhirnya kembali kepada causa prima (Tuhan) pula. Hubungan antara manusia, filsafat dan pendidikan terletak pada filsafat digunakan untuk mencari hakekat manusia, sehingga diketahui apa saja yang ada dalam diri manusia. Hasil kajian dalam filsafat tersebut oleh pendidikan dikembangkan dan dijadikannya potensi nyata berdasarkan esensi keberadaan manusia. Filsafat pendidikan adalah aktivitas pikiran yang teratur yang menjadikan filsafat sebagai jalan untuk mengatur,



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 115dari 147



Tanggal Terbit 27 Februari 2017



menyelaraskan, dan memadukan proses pendidikan. Ruang lingkup filsafat adalah semua lapangan pemikiran manusia yang komprehensif. Segala sesuatu yang mungkin ada dan benar-benar ada (nyata), baik material konkret maupun nonmaterial (abstrak). Jadi, filsafat pendidikan merupakan jiwa dan pedoman dasar pendidikan Dalam filsafat, pemahaman manusia dilihat dari berbagai sudut pandang, yaitu: pertama masalah rohani dan jasmani, Aliran Dualisme, dan Aliran Eksistensialisme. Kedua, sudut pandang antropologi; manusia sebagai makhluk individu (individual being), manusia sebagai makhluk sosial (sosial being) dan manusia sebagai makhluk susila (moral being). Ketiga, pandangan Freud tentang struktur jiwa (kepribadian); bagian dasar atau das Es (the Id), bagian tengah atau das Ich (aku) dan bagian atas atau das UberIch (superego). Keempat, sudut pandang asal-mula dan tujuan hidup manusia ; kehidupan ini berawal dari causa prima (Tuhan) dan pada akhirnya kembali kepada causa prima (Tuhan) pula.



E. Pertanyaan/Diskusi 1. Menurut anda, bagaimana pandangan Filsafat tentang Hakikat Manusia? 2. Menurut anda, bagaimana masalah jiwa raga dalam filsafat pendidikan? 3. Menurut anda, bagaimana pandangan antropologia metafisika?



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 116dari 147



Tanggal Terbit 27 Februari 2017



BAB VII HAKEKAT MASYARAKAT, POLITIK DAN PENDIDIKAN



A. Deskripsi singkat Masyarakat adalah suatu perwujudan kehidupan bersama manusia. Dalam masyarakat berlangsung proses kehidupan sosial yaitu proses antar hubungan dan interaksi. Di dalam masyarakat sebagai suatu lembaga



kehidupan



manusia



berlangsung



pula



keseluruhan



perkembangan kehidupan manusia. Masyarakat dapat diartikan suatu wadah atau medan tempat berlangsungnya interaksi warga masyarakat. Masyarakat juga bisa diartikan sebagai subjek, yakni sebagai perwujudan warga masyarakat dengan semua sifat (watak) dalam suatu gejala dan manifestasi tertentu atau keseluruhan, sosio psikologisnya. Setiap warga masyarakat sadar atau tidak, selalu terlibat dengan proses dalam mekanisme masyarakat itu. Tiap-tiap pribadi tidak saja menjadi warga masyarakat secara pasif, melainkan dalam kondisi-kondisi tertentu ia menjadi warga masyarakat yang aktif. Suatu kenyataan masyarakat bahwa kita hidup bergaul, bekerja sampai meninggal dunia didalam masyarakat. Masyarakat sebagai lembaga hidup bersama, sebagai suatu Gemeinschafts, bahkan tidak dapat dipisahkan dari pada warga masyarakatnya dengan segala antar hubungan dan antaraksi yang berlangsung didalamnya.



B. Capaian pembelajaran matakuliah 1. Untuk mengetahui pengertian masyarakat dan struktur sosial. 2. Untuk



mengetahui



pandangan



filosofis



terhadap



masyarakat. 3. Untuk mengetahui hubungan masyarakat dan pendidikan.



C. Isi Materi perkuliahan Pengertian Masyarakat dan Struktur Social a)



Pengertian masyarakat



hakikat



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 117dari 147



Tanggal Terbit 27 Februari 2017



Masyarakat (sebagai terjemahan istilah society) adalah sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem semi tertutup (atau semi terbuka), dimana sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut. Kata "masyarakat" sendiri berakar dari kata



dalam



bahasa Arab,



musyarak.



Lebih



abstraknya,



sebuah



masyarakat adalah suatu jaringan hubungan-hubungan antar entitasentitas. Masyarakat adalah sebuah komunitas yang interdependen (saling tergantung satu sama lain). Umumnya, istilah masyarakat digunakan untuk mengacu sekelompok orang yang hidup bersama dalam satu komunitas yang teratur. Adapun pengertian masyarakat menurut para ahli adalah : •



Selo Soemardjan, Masyarakat adalah orang-orang yang hidup



bersama dan menghasilkan kebudayaan. •



Max Weber, Masyarakat sebagai suatu struktur atau aksi yang



pada pokoknya ditentukan oleh harapan dan nilai-nilai yang dominan pada warganya. •



Emile Durkheim, Masyarakat adalah suatu kenyataan objektif



individu-individu yang merupakan anggota-anggotanya. •



Karl Marx, Masyarakat adalah suatu struktur yang menderita



ketegangan



organisasi



ataupun



perkembangan



karena



adanya



pertentangan antara kelompok-kelompok yang terpecah-pecah secara ekonomis. •



Syaikh Taqyuddin An-Nabhani, Masyarakat adalah sekelompok



manusia dapat dikatakan sebagai sebuah masyarakat apabila memiliki pemikiran, perasaan, serta sistem/aturan yang sama. Dengan kesamaankesamaan tersebut, manusia kemudian berinteraksi sesama mereka berdasarkan kemaslahatan. Masyarakat sering diorganisasikan berdasarkan cara utamanya dalam bermata pencaharian. Pakar ilmu sosial mengidentifikasikan ada: masyarakat



pemburu,



masyarakat



pastoral



nomadis,



masyarakat



bercocoktanam, dan masyarakat agrikultural intensif, yang juga disebut masyarakat peradaban. Sebagian pakar menganggap masyarakat



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 118dari 147



Tanggal Terbit 27 Februari 2017



industri dan pasca-industri sebagai kelompok masyarakat yang terpisah dari masyarakat agrikultural tradisional. Masyarakat dapat pula diorganisasikan berdasarkan struktur politiknya: berdasarkan urutan kompleksitas dan besar, terdapat masyarakat band, suku, chiefdom, dan masyarakat negara. b)



Pengertian struktur sosial



Menurut pengertian umum, struktur dapat diartikan sebagai konstruksi, rangkaian atau susunan dari berbagi substansi yang ada didalamnya, namun tidak sekedar bertumpuk dari atas ke bawah atau kepinggir tetapi juga menyebar menurut tempatnya masing - masing; biasanya konsep struktur ini dipakai dalam peristilahan teknik, hanya karena untuk lebih mempermudah pemahaman tetang gejala-gejala sosial,



walaupun



sebenarnya abstrak, konsep ini dipakai juga dalam peristilahan sosial. Adapun pengertian struktur sosial yang di lihat dari sudut pandang Antropologi dan sosiologi: Dalam Antropologi sosial, konsep tentang struktur sosial dipergunakan sebagai sinonim dari organisasi sosial, dan terutama dipergunakan dalam analisa terhadap masalah kekerabatan, lembaga politik, dan lembaga hukum dari masyarakat yang sederhana. •



Keesing (1992) mengatakan bahwa struktur sosial adalah



organisasi kelompok atau masyarakat dilhat sebagai strruktur kedudukan dan peranan; abstraksi formal dari hubungan –hubungan sosial yang berfungsi dalam komunitas. Pengecualianya adalah hasil karya Raymond Firth (1966) yang dengan tegas membedakan arti dua konsep tersebut; • pilihan



Firth, menyatakan bahwa organisasi sosial berkaitan dengan dan



keputusan



dalam



hubungan-hubungan



sosial



aktual,



sedangkan struktur sosial mengacu pada hubungan-hubungan sosial yang



lebih



fundamental



yang



memberikan



bentuk



dasar



pada



masyarakat, yang memberikan batas-batas pada aksi-aksi yang mungkin dilakukan secara organisatoris. •



Fortes



(1949)



berpendapat



bahwa



konsep



struktur



sosial



diterapkan pada setiap totalitas yang terbit, seperti misalnya, lembaga-



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 119dari 147



Tanggal Terbit 27 Februari 2017



lembaga, kelompok, situasi, proses dan posisi sosial. Dilihat dari sudut pandang tertentu Fortes berpendapat bahwa struktur sosial itu bukan hanya merupakan suatu aspek dari kebudayaan, tetapi merupakan seluruh kebudayaan itu sendiri. Dalam sosiologi, pada beberapa keadaan struktur sosial dipergunakan untuk menggambarkan keteraturan sosial, untuk menunjuk pada perilaku yang diulang-ulang dengan bentuk atau cara yang sama. Struktur sosial diartikan sebagai hubungan timbal balik antara posisi-posisi sosial dan antara peranan-peranan. Interaksi dalam sistem sosial dikonsepkan secara lebih terperinci dengan menjabarkan manusia yang menempati posisi-posisi dan melaksanakan peranannya.struktur sosial adalah suatu fenomena sosial yang merupakan susunan lembaga-lembaga sosial, lembaga-lembaga sosial mana secara sengaja dibentuk oleh masyarakat dengan tujuan untuk menciptakan suatu keteraturan sosial dengan mengatur hubungan-hubungan antar manusia dalam rangka memenuhi berbagai macam kebutuhan hidup mereka, keteraturan sosial ini juga untuk menunjuk pada perilaku yang diulang-ulang dengan bentuk atau cara yang sama. Dari semua keterangan di atas, Soerjono Soekanto(1983) menyatakan bahwa yang jelas sebenarnya struktur sosial itu merupakan suatu jaringan daripada unsur-unsur sosial yang pokok dalam masyarakat; unsur-unsur pokok yang pokok tersebut mencakup : (1)Kelompok sosial; (2)Stratifikasi sosial; (3)Lembaga sosial; (4)Kekuasaan dan wewenang; (5)kebudayaan.



Pandangan Filosofis Terhadap Hakekat Masyarakat Sejarah perkembangan masyarakat adalah sejarah adanya manusia dan peradaban. Karena itu, bagaimana hakikat bentuknya masyarakat hak dapat dipisahkan dengan usaha untuk mengerti peranan manusia itu didalam masyarakat. Manusia adalah subjek dalam masyarakat. Jadi uraian tentang masyarakat pasti dihubungkan dengan fungsi dan kedudukan manusia didalam masyarakat. Teori-teori tentang hakikat



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 120dari 147



Tanggal Terbit 27 Februari 2017



masyarakat yang berkembang dan dianut dunia pada umurnya hingga dewasa itu adalah: 1.



Teori Atomistik



Masyarakat, kebersamaa sosial adalah hasil kemauan sukarela warga masyarakat untuk melakukan antar hubungan dan antraksi untuk tujuan kesejahteraan. Masyarakat adalah perwujudan cita-cita, persamaan yang tersimpul dalam hak-hak asasi mereka. Tanpa asas-asas kemerdekaan dan nilai-nilai hak-hak asasi individu, akan terjadi di sintegrasi-sosial, disharmonis yang mengancam eksintensis masyarakat.menyadari prinsipprinsip



itu



tata



kehidupan



sosial



menurut



teori



otomistik



pasti



berlandaskan nilai-nilai demokrasi. Manusia sebagai individu merupakan pusat orientasi, sebab manusia adalah subjek didalam masyarakat bahkan pada sebagian penganut teori ini masyarakat adalah tujuan hidup yang utama. 2.



Teori Organisme



Pada dasarnya setiap individu dan berkembang didalam masyarakat. Manusia lahir dalam suatu keluarga bukanlah atas kehendak dan pilihan bebas melainkan berlangsung secara kodrati, dengan perkataan lain manusia lahir tanpa pilihan dimana, dalam masyarakat yang bagaimana, dan dalam keluarga apa ia harus lahir. Prinsip pelaksanaan pola-pola kehidupan didalam masyarakat menurut teori organisme adalah: a)



Bahwa kekayaan dan kehendak masyarakat sebagai lembaga



diatas hak, kepentingan, keinginan, cita-cita dan kekuasaan individu. b)



Lembaga masyarakat yang meliputi seluruh bangsa, secara



nasional, bersifat totaliter, pendidikan berfungsi mewujudkan warga negara yang ideal, dan bukan manusia sebagai individu yang ideal. 3.



Teori Integralistik



Menurut teori meskipun masyarakat sebagai suatu lembaga yang mencerminkan kebersamaan sebagai suatu totalitas, namun tak dapat diingkari realita manusia sebagai pribadi. Sebaiknya manusia sebagai selalu ada didalam kebersamaan didalam masyarakat. Adanya



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 121dari 147



Tanggal Terbit 27 Februari 2017



(eksistensis) pribadi di dalam masyarakat sama dengan adanya suatu masyarakat.



Hubungan Masyarakat dan Pendidikan Masyarakat dan pendidikan merupakan dua komponen yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya, masyarakat membutuhkan pendidikan begitu pula sebaliknya, tanpa masyarakat pendidikan tidak akan berjalan dengan baik karena di dalam pendidikan terdapat unsur masyarakat seperti guru, peserta didik dan lain-nya, begitu pula sebaliknya tanpa ada pendidikan masyarakat akan menjadi bodoh dan tidak mempunyai ilmu pengetahuan. Selain itu masyarakat juga dipandang sebagai “laboratorium dimana anak belajar, menyelidiki dan turut serta dalam usaha-usaha masyarakat yang mengandung unsur masyarakat”. [1] Dan masyarakat berfungsi sebagai “penerus budaya dari generasi selanjutnya secara dinamis sesuai situasi dan kondisi serta kebutuhan masyarakat melalui pendidikan dan interaksi sosial”. [2] Yang sehingga sangat mustahil bila kedua unsur ini yakni pendidikan dan masyarakat dipisah dan tidak berkaitan dan apabila kedua hal tersebut tidak menyatu maka akan menghasilkan hasil didikan yang tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan lingkungan. NEGARA DAN NASIONALISME 1.



Negara



Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, negara merupakan organisasi di suatu wilayah yang mempunyai kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati rakyatnya, serta merupakan kelompok sosial yang menduduki wilayah atau daerah tertentu yang diorganisasi dibawah lembaga politik atau pemerintah yang efektif, mempunyai satu kesatuan politik yang berdaulat sehingga berhak menetukan tujuan nasionalnya. Pengertian pendapat dari para ahli, antara lain sebagai berikut : a.



George Jellineck



Negara ialah organisasi kekuasaan dari sekelompok manusia yang telah berkediaman di wilayah tertentu.



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



b.



Hal 122dari 147



Tanggal Terbit 27 Februari 2017



Soekarno



Negara adalah organisasi kekuasaan masyarakat yang mempunyai daerah tertentu dimana kekuasaan negara berlaku sepenuhnya sebagai sovereign c.



Jean Bodine



Negara



adalah



suatu



persekutuan



keluarga



dengan



segala



kepentingannya yang dipimpin oleh akal dari suatu kuasa yang berdaulat d.



Miriam Budiarjo



Negara adalah suatu daerah teritorial yang rakyatnya dipimpin oleh sejumlah pejabat dan yang berhasil menuntut dari rakyatnya ketaatan perundangan melalui penguasaan kontrol dari kekuasaan yang sah. Dari beberapa pendapat mengenai negara tersebut dapat disimpulkan bahwa negara adalah organisasi yang didalamnya harus ada rakyat, wilayah yang permanen, dan pemerintah yang berdaulat. Hal tersebut merupakan unsur-unsur negara. Unsur-unsur negara meliputi : a.



Rakyat, yaitu orang yang bertempat tinggal diwilayah itu, tunduk



pada kekuasaan negara, dan mendukung negara yang bersangkutan b.



Wilayah, yaitu daerah yang menjadi kekuasaan negara serta



menjadi tempat tinggal bagi rakyat negara. Wilayah negara mencakup wilayah darat, laut, dan udara. c.



Pemerintah yang berdaulat, yaitu adanya penyelenggaraan



pemerintahan



di



negara



tersebut.



Pemerintah



tersebut



memiliki



kedaulatan baik kedalam maupun keluar. Kedaulatan kedalam berarti negara memilki kekeuasaan untuk ditaati oleh rakyatnya. Kedaulatan keluar artinya negara mampu mempertahankan diri dari serangan negara lain.. Hakikat Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara kebangsaan modern.



Negara



pembentukannya



kebangsaan didasarkan



modern



pada



adalah



semangat



negara



kebangsaan



yang atau



nasionalisme yaitu tekad suatu masyarakat untuk membangun masa depan bersama di bawah satu negara yang sama walaupun warga masyarakat tersebut berbeda-beda agama, ras, etnik, atau golongannya.



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 123dari 147



Tanggal Terbit 27 Februari 2017



Bangsa Indonesia bercita-cita mewujudkan negara yang bersatu, berdaulat, adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Hal ini sesuai dengan amanat dalam alinea II Pembukaan UUD 1945, yaitu negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur. Tujuan negara Indonesia terjabar dalan Alinea IV Pembukaan UUD 1945, secara rinci sebagai berikut: a) Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia; b) Memajukan kesejahteraaan umum; c) Mencerdaskan kehidupan bangsa; d) Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Visi bangsa Indonesia adalah terwujudnya masyarakat Indonesia yang damai demokratis, berkeadilan, berdaya saing, maju dan sejahtera, dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang didukung oleh manusia Indonesia yang sehat, mandiri, beriman, bertakwa, berakhlak mulia, cinta tanah air, berkesadaran hukum dan lingkungan, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, memiliki etos kerja yang tinggi serta berdisiplin ( Tap MPR no. VII/MPR/2001).



2. Dalam



Nasionalisme Kamus



Besar



Bahasa



Indonesia



(Depdikbud,



1997:648),



Nasionalisme didefinisikan kesadaran keanggotaan dalam suatu bangsa yang



secara



potensial



atau



aktual



bersama-sama



mencapai,



mempertahankan, dan mengabadikan identitas, integritas, kemakmuran, dan kekuatan bangsa itu, yakni semangat kebangsaan. Nasionalisme dapat



dirumuskan



sebagai



satu



paham



yang



menciptakan



dan



mempertahankan kedaulatan sebuah negara (dalam bahasa Inggris “nation”) dengan mewujudkan satu identitas yang dimiliki sebagai ikatan barsama dalam satu kelompok. •



BEBERAPA BENTUK NASIONALISME



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 124dari 147



Tanggal Terbit 27 Februari 2017



Nasionalisme dapat menonjolkan dirinya sebagai bagian paham negara atau gerakan (bukan negara) yang populer berdasarkan pendapat warga negara etnis, budaya, keagamaan dan ideologi. Kategori tersebut lazimnya



berkaitan



mencampuradukkan



dan sebagian



kebanyakan atau



semua



teori



nasionalisme



elemen



tersebut.



Nasionalisme dapat dikelompokkan sebagai berikut: a.



Nasionalisme kewarganegaraan (atau nasionalisme sipil) adalah



sejenis nasionalisme dimana negara memperoleh kebenaran politik dari penyertaan aktif rakyatnya, "kehendak rakyat"; "perwakilan politik". Teori ini mula-mula dibangun oleh Jean-Jacques Rousseau dan menjadi bahan-bahan tulisan. Antara tulisan yang terkenal adalah buku berjudul Du Contract Sociale (atau dalam Bahasa Indonesia "Mengenai Kontrak Sosial"). b.



Nasionalisme etnis adalah sejenis nasionalisme di mana negara



memperoleh kebenaran politik dari budaya asal atau etnis sebuah masyarakat.



Dibangun



olehJohann



Gottfried



von



Herder,



yang



memperkenalkan konsep Volk (bahasa Jerman untuk "rakyat"). c.



Nasionalisme romantik (juga disebut nasionalisme organik,



nasionalisme identitas) adalah lanjutan dari nasionalisme etnis dimana negara memperoleh kebenaran politik secara semulajadi ("organik") hasil dari bangsa atau ras; menurut semangat romantisme. Nasionalisme romantik adalah bergantung kepada perwujudan budaya etnis yang menepati idealisme romantik; kisah tradisi yang telah direka untuk konsep nasionalisme romantik. Misalnya "Grimm Bersaudara" yang dinukilkan oleh Herder merupakan koleksi kisah-kisah yang berkaitan dengan etnis Jerman. d.



Nasionalisme Budaya adalah sejenis nasionalisme dimana negara



memperoleh kebenaran politik dari budaya bersama dan bukannya "sifat keturunan" seperti warna kulit, ras dan sebagainya. Contoh yang terbaik ialah rakyat Tionghoa yang menganggap negara adalah berdasarkan kepada budaya. Unsur ras telah dibelakangkan di mana golongan Manchu serta ras-ras minoritas lain masih dianggap sebagai rakyat



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 125dari 147



Tanggal Terbit 27 Februari 2017



negara Tiongkok. Kesediaan dinasti Qing untuk menggunakan adat istiadat Tionghoa membuktikan keutuhan budaya Tionghoa. Malah banyak rakyat Taiwan menganggap diri mereka nasionalis Tiongkok sebab



persamaan budaya mereka tetapi menolak



RRC



karena



pemerintahan RRT berpaham komunisme. e.



Nasionalisme



kenegaraan



ialah



variasi



nasionalisme



kewarganegaraan, selalu digabungkan dengan nasionalisme etnis. Perasaan nasionalistik adalah kuat sehingga diberi lebih keutamaan mengatasi hak universal dan kebebasan. Kejayaan suatu negeri itu selalu kontras



dan



berkonflik



dengan



prinsip



masyarakat



demokrasi.



Penyelenggaraan sebuah 'national state' adalah suatu argumen yang ulung, seolah-olah membentuk kerajaan yang lebih baik dengan tersendiri. Contoh biasa ialah Nazisme, serta nasionalisme Turki kontemporer, dan dalam bentuk yang lebih kecil,Franquisme sayap-kanan di Spanyol, serta sikap 'Jacobin' terhadap unitaris dan golongan pemusat negeri Perancis, seperti juga nasionalisme masyarakat Belgia, yang secara ganas menentang demi mewujudkan hak kesetaraan



(equal



rights) dan lebih otonomi untuk golongan Fleming, dan nasionalis Basque atau Korsika. Secara sistematis, bilamana nasionalisme kenegaraan itu kuat, akan wujud tarikan yang berkonflik kepada kesetiaan masyarakat, dan terhadap wilayah, seperti nasionalisme Turki dan penindasan kejamnya terhadap nasionalisme Kurdi, pembangkangan di antara pemerintahan pusat yang kuat di Spanyol dan Perancis dengan nasionalisme Basque, Catalan, dan Corsica. f.



Nasionalisme agama ialah sejenis nasionalisme dimana negara



memperoleh legitimasi politik dari persamaan agama. Walaupun begitu, lazimnya



nasionalisme



etnis



adalah



dicampuradukkan



dengan



nasionalisme keagamaan. Misalnya, di Irlandia semangat nasionalisme bersumber dari persamaan agama mereka yaitu Katolik; nasionalisme di India seperti yang diamalkan oleh pengikut partai BJPbersumber dari agama Hindu.



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 126dari 147



Tanggal Terbit 27 Februari 2017



Nasionalisme bagi bangsa Indonesia suatu faham yang menyatukan berbagai suku bangsa dan berbagai keturunan bangsa asing dalam wadah negara kesatuan Republik Indonesia. Nasionalisme mempunyai akar-akar



yang



dalam



di



masa



lampau,



kondisi-kondisi



yang



menyebabkan timbulnya nasionalisme telah matang sebelumnya, dan berkembang di suatu saat tertentu sebagai kesatuan. Aspirasi pertama nasionalisme adalah perjuangan untuk mewujudkan persatuaan nasional dalam bidang politik dan tumbuh berkembang di suatu saat serta bermuara dalam bentuk negara nasional sebagai perwujudan semangat nasionalisme, yang sekaligus mewujudkan identitas nasional. Nasionalisme



adalah



satu



paham



yang



menciptakan



dan



mempertahankan kedaulatan sebuah negara (dalam bahasa Inggris "nation") dengan mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia. Para nasionalis menganggap negara adalah berdasarkan



beberapa



"kebenaran



politik"



(political



legitimacy).



Bersumber dari teori romantisme yaitu "identitas budaya", debat liberalisme yang menganggap kebenaran politik adalah bersumber dari kehendak rakyat, atau gabungan kedua teori itu. Ikatan nasionalisme tumbuh di tengah masyarakat saat pola pikirnya mulai merosot. Ikatan ini terjadi saat manusia mulai hidup bersama dalam suatu wilayah tertentu dan tak beranjak dari situ.



FILSAFAT NEGARA DAN POLITIK 1.



Filsafat Negara



Negara adalah sebuah organisasi atau badan tertinggi yang memiliki kewenangan



untuk



mengatur



kepentingan



masyarakat



luas



perihal serta



yang



berhubungan



memiliki



kewajiban



dengan untuk



mensejahterakan, melindungi dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Negara secara obyektif diartikan sebagai suatu wilayah yang dihuni oleh sejumlah penduduk yang memiliki sistem pemerintahan sendiri secara otonom serta memperleh pengakuan dari negara lain. Sedangkan secara subyektif negara diartikan sebagai sekumpulan individu yang menduduki



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 127dari 147



Tanggal Terbit 27 Februari 2017



posisi yang memiliki wewenang dalam membuat dan melaksanakan keputusan yang mengikat semua pihak yang ada diwilayah tertentu. Termasuk ke dalam wilayah ini adalah presiden, para menteri dan para kepala daerah. Filsafat negara adalah tali pengikat bagi seluruh warga negara. 2.



Filsafat Politik



Politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud pada proses pembuatan keputusan khususnya dalam negara. Politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud pada proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara. Politik juga sering dikaitkan dengan hal penyelenggaraan pemerintahan dan negara. Yang menyelenggarakannya bukan rakyat, tetapi pemerintahan yang berkuasa. Hanya saja partisipasi rakyat sangat diharapkan. Filsafat Politik adalah suatu upaya untuk membahas hal-hal yang berkaitan dengan politik secara sistematis, logis, bebas, mendalam, serta menyeluruh. Filsafat Politik berarti pemikiran-pemikiran yang berkaitan tentang politik. Bidang politik merupakan tempat menerapkan ide filsafat. Ada berbagai macam ide-ide filsafat yang ikut mendorong perkembangan politik modern yaitu liberalisme, komunisme, pancasila, dan lain-lain. •



Pengertian Filsafat Politik Oleh Para Ahli



Plato, filsafat politik adalah upaya untuk membahas dan menguraikan berbagai segi kehidupan manusia dalam hubungannya dengan negara. Ia menawarkan konsep pemikiran tentang manusia dan negara yang baik dan ia juga mempersoalkan cara yang harus ditempuh untuk mewujudkan konsep pemikiran. Bagi Plato, manusia dan negara memiliki persamaan hakiki. Oleh karena itu, apabila manusia baik negara pun baik dan apabila manusia buruk negara pun buruk. Apabila negara buruk berarti manusianya juga buruk, artinya negara adalah cerminan mansuia yang menjadi warganya. Machiavelli, filsafat politik adalah ilmu yang menuntut pemikiran dan tindakan yang praktis serta konkrit terutama berhubungan dengan



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 128dari 147



Tanggal Terbit 27 Februari 2017



negara. Baginya, negara harus menduduki tempat yang utama dalam kehidupan penguasa. Negara harus menjadi kriteria tertinggi bagi akivitas sang penguasa. Negara harus dilihat dalam dirinya tanpa harus mengacu pada realitas apa pun di luar negara. Bagi Agustinus, filsafat politik adalah pemikiran-pemikiran tentang negara. Menurutnya negara dibagi 2 (dua) yaitu negara Allah (civitas dei) yang dikenal dengan negra surgawi “kerajaan Allah, dan negara sekuler yang dikenal dengan negara duniawi (civitas terrena). Kehidupan di dalam Negara Allah diwarnai dengan iman, ketaatan, dan kasih Allah. Sedangkan Negara Sekuler “duniawi”, menurutnya identik dengan negara cinta pada diri sendiri atau cinta egois ketidakjujuran, pengmbaran hawa nafsu,keangkuhan, dosa, dan lain-lain. Dengan jelas bahwa filsafat politik negara Allah Agustinus merupakan penjelmaan negara ideal Plato. Plato dalam bukunya Republika mempersoalkan dan membahas berbagai permasalahan tersebut. Menurut Plato, negara ideal adalah negara yang penuh dengan kebajikan dan keadilan. Setiap warganya berfungsi sebagaimana mestinya dalam upaya merealisasikan negara ideal itu, oleh karenanya maka pendidikan harus diatur oleh negara. Pendidikan menduduki tempat amat penting dalam filsafat politik Plato. Agar negara ideal itu dapat terwujud nyata, yang patut menjadi raja atau presiden adalah mereka yang mempelajari filsafat. Dengan kata lain raja haruslah seorang filsuf, karena hanya filsuflah yang benar-benar mengenal ide-ide. Selain itu filsuf juga tahu tentang kebijakan, kebaikan dan keadilan, sehingga pemerintahannya tidak akan mengarah pada kejahatan dan ketidakadilan. Menurut Plato, hanya filsuflah yang memiliki pengetahuan yang sesungguhnya, dan karena pengetahuan adalah kekuasaan, maka filsuflah yang layak memerintah.



PENDIDIKAN NASIONAL Adalah sangat penting dan menarik untuk dicamkan bahwa Pembukaan UUD 1945 secara eksplisit menyebutkan tentang "mencerdaskan kehidupan bangsa" sebagai salah satu tujuan dari pembentukan



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 129dari 147



Tanggal Terbit 27 Februari 2017



pemerintah negara kita yang berdasarkan Pancasila. Dengan kata lain salah satu cita-cita kemerdekaan yang hendak diwujudkan dengan pembentukan pemerintah negara kita itu ialah terwujudnya kehidupan bangsa Indonesia yang cerdas. Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan pancasila dan UUD negara republik indonesia tahun 1945 yang berakar pada pada nilai – nilai agama, kebudayaan nasional indonesia dan tanggap terhadap tuntutan jaman. Berdasarkan ini kita memahami mengapa Pasal 31, ayat 1 dari UUD 1945 dengan tegas mengamanatkan - bahwa "Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran". Bangsa yang cerdas adalah bangsa yang berpengajaran atau istilahnya yang lebih lazim digunakan sekarang yang berpendidikan. Oleh sebab itu menjadi kewajiban pemerintah sebagai abdi dan alat negara



untuk



mengupayakan



agar



setiap



warga



negara



dapat



memperoleh pengajaran/pendidikan yang menjadi haknya itu, demi terwujudnya suatu kehidupan bangsa yang cerdas, yang menjadi cita-cita kemerdekaan nasional kita. Mengenai tujuan dari pendidikan nasional yang diselenggarakan oleh pemerintah dan masyarakat, GBHN merumuskannya sbb.: "Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila, bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras, tangguh, bertanggungjawab, mandiri, cerdas dan terampil serta sehat jasmani dan rohani. Pendidikan nasional juga harus mampu menumbuhkan



dan



memperdalam



rasa



cinta



pada



Tanah



Air,



mempertebal semangat kebangsaan dan rasa kesetiakawanan sosial. Sejalan dengan itu dikembangkan iklim belajar dan mengajar yang dapat menumbuhkan rasa percaya pada diri sendiri serta sikap dan perilaku yang inovatif dan kreatif. Dengan demikian pendidikan nasional akan mampu mewujudkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa". Selanjutnya GBHN menegaskan pula bahwa "Pendidikan merupakan proses budaya untuk meningkatkan harkat dan



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 130dari 147



Tanggal Terbit 27 Februari 2017



martabat manusia". (Bandingkan, GBHN, Bab IV, bagian Agama dan Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa, Sosial Budaya, 2. Pendidikan ayat a dan b). Pendidikan nasional merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila. Pada fihak lain pendidikan nasional juga berfungsi untuk menjamin dan melestarikan keberhasilan pembangunan. Dengan demikian ada hubungan dialektis antara pendidikan nasional dan pembangunan nasional. Dengan perkataan lain, pendidikan nasional harus mampu mengantisipasikan dan mempengaruhi perkembangan dan arah pembangunan, sedangkan pembangunan harus mampu menjamin terlaksananya pendidikan sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai oleh pendidikan. •



Tingkat Pendidikan Dasar



Program pendidikan nasional di Indonesia yang melandasi jenjang menengah. Dalam menunjang terselenggaranya kependidikan dasar, pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar bagi setiap warga negara yang berusia 6 (enam) tahun pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya. Dalam hal ini pemerintah juga mempunyai tanggungjawab dalam hal pengelolaan, pembangunan,



pengadaan,



dan



pembinaan.



Pemerintah



melalui



kementerian (kemdiknas), dapat juga menjadi partner akademik yang baik dengan memberikan penghargaan, beasiswa prestasi, dll. Bentuk dan jenjang kependidikan sekolah terdiri atas pendidikan Sekolah Dasar (SD) atau Madrasah Ibtida’iyah (MI), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), serta bentuk lain yang sederajat. •



Pendidikan Menengah



Tingkat lanjutan dari pendidikan nasionaldasar, yang terdiri atas menengah umum dan kejuruan, artinya, lulusan sekolah / tingkat dasar (SD dan SMP) akan dilanjutkan dengan tingkat menengah. Adapun bentuknya, sebagaimana yang telah umum disekeliling kita, yakni; 1. Sekolah Menengah Atas (SMA),



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 131dari 147



Tanggal Terbit 27 Februari 2017



2. Madrasah Aliyah (MA), 3. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan 4. Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat. •



Pendidikan Tinggi



Tingkat keilmuan lanjut dari tingkat menengah. Mencakup program diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi. Bentuknya bisa bermacam-macam, diantaranya adalah; akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut, universitas. Sebagai jenjang



tinggi,



PT



berkewajiban



menyelenggarakan



pendidikan,



penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Pendidikan tinggi juga dapat menyelenggarakan program akademik, profesi, dan/atau vokasi. Selain program pendidikan nasional diatas, ada jenjang yang tidak termasuk dalam urutan jenjang formal, yakni nonformal atau pendidikan luar sekolah. •



Pendidikan nonformal



Pendidikan non formal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Hal ini berfungsi untuk mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta



pengembangan



sikap



dan



kepribadian



profesional.



Yakni



merupakan pendidikan yang diarahkan untuk menanamkan kompetensi tertentu secara khusus, membentuk tenaga-tenaga profesional yang memiliki kemampuan khusus sesuai dengan kurikulum dan rencana seerta satuan pendidikan yang bersangkutan oleh masing-masing penyelenggara. Ada beberapa bentuk dan jenis pendidikan nasional nonformal, diantaranya adalah kecakapan hidup, anak usia dini, kepemudaan, pemberdayaan perempuan, keaksaraan, keterampilan dan pelatihan kerja,



kesetaraan,



serta



pendidikan



lain



mengembangkan kemampuan peserta didik.



yang



ditujukan



untuk



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 132dari 147



Tanggal Terbit 27 Februari 2017



Pendidikan non formal dapat diselenggarakan oleh lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis. Program Kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan,



keterampilan,



kecakapan



hidup,



dan



sikap



untuk



mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan. •



Pendidikan Informal



Pendidikan yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan atau juga adalah jalur pendidikan luar sekolah, berbentuk kegiatan belajar secara mandiri. Hasil jalur ini dapat diakui sama dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan. •



Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)



Program yang diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar dan dapat diselenggarakan melalui jalur formal, nonformal, dan/atau informal. Jalur formalnya adalah TK dan RA atau bentuk lain yang sederajat. Bentuk non formalnya adalah Kelompok Bermain (KB), Tempat Penitipan Anak (TPA) dan bentuk lain yang sederajat. Dalam bentuk informal, adalah pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan. •



Pendidikan Kedinasan



Program pendidikan profesi yang diselenggarakan oleh departemen atau lembaga



pemerintah



kemampuan



dan



nondepartemen.



keterampilan



(sumber



Berfungsi daya



meningkatkan



manusia



)



dalam



pelaksanaan tugas kedinasan bagi pegawai dan calon pegawai negeri suatu departemen atau lembaga pemerintah nondepartemen dan dapat diselenggarakan baik melalui jalur formal dan nonformal.



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02







Hal 133dari 147



Tanggal Terbit 27 Februari 2017



Pendidikan Keagamaan



Program pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau kelompok masyarakat dari pemeluk agama, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.



Dapat



diselenggarakan



pada



jalur



formal,



nonformal, dan informal. Pendidikan keagamaan dapat berbentuk diniyah, pesantren, pasraman, pabhaja samanera, dan bentuk lain yang sejenis. •



Pendidikan Jarak Jauh



Dapat diselenggarakan dalam berbagai bentuk, modus, dan cakupan yang didukung oleh sarana dan layanan belajar serta sistem penilaian yang menjamin mutu lulusan sesuai dengan standar nasional pendidikan. •



Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus



Program bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Program layanan khusus adalah program bagi peserta didik di daerah terpencil atau terbelakang, masyarakat adat yang terpencil, dan/atau mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi.



D. Rangkuman Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa masyarakat adalah sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem semi tertutup (atau semi terbuka), dimana sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut. Struktur sosial itu merupakan suatu jaringan daripada unsur-unsur sosial yang pokok dalam masyarakat.



Sedangkan



pandangan



filosofis



terhadap



hakekat



masyarakat itu sendiri terdiri dari 3 teori berkembang dan dianut dunia pada umurnya hingga dewasa ini meliputi Teori Atomistik, Teori Organisme,Teori Integralistik. Masyarakat dan pendidikan merupakan dua komponen yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya, masyarakat membutuhkan pendidikan begitu pula sebaliknya, tanpa masyarakat pendidikan tidak akan berjalan dengan baik karena di dalam pendidikan



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 134dari 147



Tanggal Terbit 27 Februari 2017



terdapat unsur masyarakat seperti guru, peserta didik dan lain-nya, begitu pula sebaliknya tanpa ada pendidikan masyarakat akan menjadi bodoh dan tidak mempunyai ilmu pengetahuan. Sebuah negara bangsa adalah ialah satu konsep atau bentuk kenegaraan yang memperoleh pengesahan politiknya dengan menjadi sebuah entiti berdaulat bagi satu-satu bangsa sebagai sebuah (unit) wilayah yang berdaulat, yang pada prinsipnya adalah tipe masyarakat yang sama, terorganisir oleh latar belakang suku atau budaya yang sama di suatu wilayah. Jadi dapat dikatakan Negara merupakan organisasi yang didalamnya harus ada unsur rakyat, wilayah yang permanen, dan pemerintah yang berdaulat. Nasionalisme



adalah



satu



paham



yang



menciptakan



dan



mempertahankan kedaulatan sebuah negara dengan mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia. Filsafat negara adalah tali pengikat bagi seluruh warga negara. Sedangkan Filsafat Politik adalah suatu upaya untuk membahas hal-hal yang berkaitan dengan politik secara sistematis, logis, bebas, mendalam, serta



menyeluruh.



Pendidikan



nasional



adalah



pendidikan



yang



berdasarkan pancasila dan UUD negara republik indonesia tahun 1945 yang berakar pada pada nilai – nilai agama, kebudayaan nasional indonesia dan tanggap terhadap tuntutan jaman.



E. Pertanyaan/Diskusi 1. Menurut pemahaman anda, bagaimana pengertian masyarakat dan struktur sosial? 2. Bagaimana mengetahui pandangan filosofis terhadap hakikat masyarakat, menurut anda? 3. Menurut



anda,



bagaimana



masyarakat dan pendidikan?



cara



mengetahui



hubungan



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 135dari 147



Tanggal Terbit 27 Februari 2017



BAB VIII FILSAFAT PENDIDIKAN DI INDONESIA



A. Deskripsi singkat Pendidikan merupakan bagian penting dari kehidupan yang sekaligus membedakan manusia dengan makhluk hidup lainnya. Hewan juga belajar tetapi lebih ditentukan oleh instinknya, sedangkan manusia belajar berarti merupakan rangkaian kegiatan menuju pendewasaan guna menuju kehidupan yang lebih berarti. Sebagai filsafat negara, Pancasila patut menjadi jiwa bangsa Indonesia, menjadi semangat dalam berkarya pada segala bidang, dan mewarnai segala segi kehidupan dari hari ke hari. Tindakan manusia dalam praktik kehidupan sehari-hari perlu ditanamkan, dikembangkan, dan dibiasakan sejak kecil. Ini berarti menyangkut



pendidikan,



belum



ada



upaya



mengoperasionalkan



pancasila agar mudah diterapkan dalam kegiatan-kegiatan dimasyarakat, termasuk penerapannya dalam dunia pendidikan. Namun, sekarang sudah mulai ada perbaikan terhadap pengembangan hal tersebut, tidak lagi hanya menilai penguasaan materi, melainkan mengutamakan perilaku sehari-hari. Dunia pendidikan di Indonesia belum punya konsep atau teori-teori sendiri yang cocok dengan kondisi, kebiasaan atau budaya Indonesia tentang pengertian pendidikan dan cara-cara untuk mencapai tujuan pendidikan. Sebagian besar konsep atau teori pendidikan diimpor dari luar negeri sehingga belum tentu valid untuk diterapkan di Indonesia. Dengan demikian dapat diibaratkan membuat manusia Indonesia yang dicita-citakan seperti menempa patung cetakan luar negeri. Hasilnya tentu tidak persis seperti manusia yang dicita-citakan, karena cetakan itu sendiri belum ada di Indonesia.



B. Capaian pembelajaran matakuliah 1. Menjelaskan filsafat pendidikan di Indonesia. 2. Menjelaskan Pancasila sebagai filsafat.



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 136dari 147



Tanggal Terbit 27 Februari 2017



3. Menjelaskan fungsi Pancasila sebagai filsafat. 4. Menjelaskan hubungan Pancasila dengan sistem pendidikan ditinjau dari filsafat pendidikan. 5. Menjelaskan filsafat pendidikan Pancasila dalam tinjauan ontologi, epistemologi dan aksiologi. 6. Menjelaskan upaya mewujudkan filsafat pendidikan Pancasila di Indonesia.



C. Isi Materi perkuliahan Filsafat Pendidikan di Indonesia Filsafat pendidikan merupakan aplikasi filsafat dalam pendidikan (Kneller, 1971). Pendidikan membutuhkan filsafat karena masalah-masalah pendidikan tidak hanya menyangkut pelaksanaan pendidikan yang dibatasi pengalaman, tetapi masalah-masalah yang lebih luas, lebih dalam, serta lebih kompleks, yang tidak dibatasi pengalaman maupun fakta-fakta pendidikan, dan tidak memungkinkan dapat dijangkau oleh sains pendidikan. Filsafat membahas sesuatu dari segala aspeknya yang mendalam, maka dikatakan kebenaran filsafat adalah kebenaran menyeluruh yang sering dipertentangkan dengan kebenaran ilmu yang sifatnya relatif. Filsafat pendidikan harus mampu memberikan pedoman kepada para pendidik atau guru. Hal tersebut akan mewarnai sikap perilakunya dalam mengelola proses belajar mengajar. Selain itu pemahaman filsafat pendidikan akan menjauhkan mereka dari perbuatan meraba-raba, mencoba-coba tanpa rencana dalam menyelesaikan masalah-masalah pendidikan. Eksistensi suatu bangsa adalah eksis dengan ideologi atau filsafat hidupnya, maka demi kelangsungan eksistensi tersebut dilakukan pewarisan nilai ideologi kepada generasi selanjutnya. Jalan yang efektif untuk itu hanya melalui pendidikan, kesadaran moral dan sikap mental yang menjadi kriteria manusia ideal dalam sistem nilai suatu bangsa bersumber pada ajaran filsafat yang dianut. Untuk menjamin supaya pendidikan itu benar dan prosesnya efektif, maka dibutuhkan landasan



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 137dari 147



Tanggal Terbit 27 Februari 2017



filosofis dan landasan ilmiah sebagai asas normatif dan pedoman pelaksanaan pembinaan. Sebagaimana dinyatakan dimuka, eksistensi suatu bangsa adalah eksistensi dan ideologi atau filsafat hidupnya, maka demi kelangsungan eksistensi itu ialah dengan mewariskan nilai-nilai ideologi itu kepada generasi selanjutnya. Adalah realita bahwa jalan dan proses yang efektif untuk ini hanya melalui pendidikan. Setiap masyarakat, setiap bangsa melaksanakan aktivitas pendidikan secara prinsipiil untuk membina kesadaran nilai-nilai filosofis nasional bangsa itu, baru sesudah itu untuk pendidikan aspek-aspek pengetahuan dan kecakapan-kecakapan lain. Pendidikan sebagai suatu usaha membina dan mewariskan kebudayaan, mengemban satu kewajiban yang luas dan menentukan prestasi suatu bangsa, bahkan tingkat sosio-budayanya. Sehingga pendidikan bukanlah usaha dan aktivitas spekulatif sematamata. Pendidikan secara fundamental didasarkan atas asas-asas filosofis dan ilmiah yang menjamin pencapaian tujuan yakni meningkatkan perkembangan sosio-budaya bahkan martabat bangsa, kewibawaan dan kejayaan negara. Dalam kehidupan suatu bangsa, pendidikan memang mempunyai peranan yang sangat penting untuk menjamin perkembangan dan kelangsungan kehidupan bangsa yang bersangkutan (UU No.2 Tahun 1989 tentang SPN 1992:23). Karena itu, pendidikan diusahakan dan diselenggarakan oleh pemerintah sebagai suatu sistem pegajaran nasional, sebagaimana yang termaktub dalam UUD 1945 pasal 31 ayat 2. Pendidikan suatu bangsa akan mengikuti ideologi yang dianut oleh bangsa yang bersangkutan. Karenanya, sistem pendidikan nasional Indonesia dijiwai, didasari, dan mencerminkan identitas Pancasila. Sementara cita dan karsa bangsa kita, tujuan nasional dan hasrat luhur rakyat Indonesia tersimpul dalam pembukaan UUD 1945 sebagai perwujudan jiwa dan nilai Pancasila. Cita dan karsa ini dilembagakan dalam sistem pendidikan nasional yang bertumpu dan dijiwai oleh suatu keyakinan dan pandangan hidup Pancasila.



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 138dari 147



Tanggal Terbit 27 Februari 2017



Oleh karena itu, sangat tidak mungkin jika Sistem Pendidikan Nasional dijiwai oleh sistem filsafat pendidikan lain selain Pancasila. Hal ini tercermin dalam tujun Pendidikan Nasional yang termuat dalam UU No.2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yakni : pendidikan nasional



bertujuan



mencerdaskan



kehidupan



bangsa



dan



mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan, keterampilan, kesehatan jasmani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta bertanggung jawab kemasyarakatan.



Pancasila sebagai Filsafat Pendidikan Bangsa Indonesia memiliki filsafat umum atau filsafat Negara ialah pancasila sebagai falsafah Negara, Pancasila patut menjadi jiwa bangsa Indonesia, menjadi semangat dalam berkarya pada segala bidang. Pasal 2 UU-RI No. 2 Tahun 1989 menetapkan bahwa pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Rincian selanjutnya tentang hal itu tercantum dalam penjelasan UU-RI No. 2 Tahun 1989, yang menegaskan bahwa pembangunan nasioanal termasuk dibidang pendidikan adalah pengamalan pancasila, dan untuk itu pendidikan nasional mengusahakan antara lain: “ Pembentukan manusia



Pancasila



sebagai



manusia



pembangunan



yang



tinggi



kualitasnya dan mampu mandiri”. Sedangkan ketetapan MPR-RI No.II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan Pengamalan Pancasila menegaskan pula bahwa pancasila itu adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia, kepribadian bangsa Indonesia, pandangan hidup bangsa Indonesia,dan dasar Negara Republik Indonesia. Pancasila sebagai sumber dari segala gagasan mengenai wujud bangsa manusia dan masyarakat yang dianggap baik, sumber dari segala sumber nilai yang menjadi pangkal serta mauara dari setiap keputusan dan tindakan dalam pendidikan dengan kata lain: Pancasila sebagai sumber sistem nilai dalam pendidikan. Perlu ditegaskan bahwa pengamalan Pancasila itu haruslah dalam arti keseluruhan dan keutuhan kelima sila dalam



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 139dari 147



Tanggal Terbit 27 Februari 2017



pancasila itu, sebagai yang dirumuskan dalam pembukaan UUD 1945, yaitu Ketuhanan yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab,Persatuan Indonesia,Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmad kebijaksanaan dalam permusyawaratan /perwakilan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam Filsafat Pancasila terdapat banyak nilai-nilai luhur yang menjadi ciri khas dan perekat bangsa Indonesia. Filsafat yang terkandung didalam pancasila harus disoroti dari titik tolak pandangan yang holistic mengenai kenyataan kehidupan bangsa yang beranekaragam. Ini menekankan pada semangat Bhineka Tunggal Ika, semangat ini diharapkan mendasari seluruh kehidupan bangsa Indonesia. Yaitu adanya kesatuan didalam keaneka ragaman yang ada. Dari penjelasan itu dapat dinyatakan bahwa Bhineka Tunggal Ika adalah inti Filsafat Pancasila. Kerinduan bangsa Indonesia akan terwujudnya kesatuan didalam pengalaman akan kepelbagaian tersebut merupakan cerminan kerinduan umat manusia sepanjang zaman. Menurut Drijarkara, 1980 Pancasila adalah inheren (melekat) kepada eksistensi manusia sebagai manusia, lepas dari keadaan yang terntu pada kongretnya. Sebab itu dengan memandang kodrat manusia “qua valis’ (sebagai manusia), kita juga akan sampai ke Pancasila. Hal ini digambarkan melalui sila-sila dalam Pancasila. Notonagoro, 1984 dalam kaitannya menyebutkan “ kalau dilihat dari segi intisarinya, uruturutan lima sila Pancasila menunjukkan suatu rangkaian tingkat dalam luasnya isi, tiap-tiap sila yang lima sila dianggap maksud demikian, maka diantara lima sila ada hubungannya yang mengikat yang satu kpada yang lain, sehingga Pancasila merupakan satukesatuan yang bulat. Adapun hubungannya



dengan



pendidikan



bahwa



bagi



bangsa



Indonesia



keyakinan atau pandangan hidup bangsa, dasar negara Republik Indonesia ialah Pancasila. Karenanya sistem pendidikan nasional wajarlah dijiwai, didasari, dan mencerminkan identitas Pancasila itu. Sistem pendidikan nasional dan sistem filsafat pendidikan Pancasila adalah sub sistem dari sistem negara Pancasila. Dengan kata lain sistem



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 140dari 147



Tanggal Terbit 27 Februari 2017



negara Pancasila wajar tercermin dan dilaksanakan di dalam berbagai subsistem kehidupan nasional bangsa Indonesia secara keseluruhan. Tegasnya, tiada sistem pendidikan nasional tanpa filsafat pendidikan. Jadi, jelas bahwa tidak mungkin sistem pendidikan nasional Pancasila dijiwai dan didasari oleh sistem pendidikan yang lain, kecuali Filsafat Pendidikan Pancasila. Filsafat pancasila dapat diartikan sebagai refleksi kritis dan rasional tentang pancasila sebagai dasar negara dan kenyataan budaya bangsa dengan tujuan untuk mendapatkan pokok-pokok pengertian secara mendasar dan menyeluruh. Pembahasan filsafat dapat dilakukan secara deduktif yaitu dengan mencari hakikat pancasila serta menganalisis dan menyusunnya secara sistematis menjadi keuutuhan pandangan yang komprehensif. Sedangkan secara induktif yaitu dengan mengamati gejalagejala sosial budaya masyarakat, merefleksikannya dan menarik arti dan makna yang hakiki dari gejala-gejala itu. Wawasan filsafat meliputi 3 bidang yaitu ontologi, epistemologi dan axiologi. 1.



Ontologi



Menurut Runes adalah teori tentang keberadaan atau eksistensinya. Menurut Aristoteles adalah ilmu yang mempelajari hakikat sesuai atau disamakan artinya dengan metafisika. Bidang ontologi meliputi : penyelidikan tentang keberadaan manusia, benda, dan alam semesta. Artinya ontologi adalah menjangkau adanya Tuhan dan alam gaib seperti rohani dan kehidupan sesudah kematian (alam dibalik dunia, alam metafisika). Jadi ontologi adalah bidang filsafat yang menyelidiki makna yang ada (eksitensi dan keberadaan) sumber ada, jenis ada, hakikat ada, termasuk di dalamnya ada alam, manusia, metafisika, dan kesemestaan atau kosomologi. 2.



Epistemologi



Menurut Runes adalah bidang atau filsafat yang menyelidiki asal, syarat, susunan, metode dan validitas ilmu pengetahuan. Epistemologi meneliti sumber pengetahuan, proses dan syarat terjadinya pengetahuan, serta



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



batas



dan



validitas



Hal 141dari 147



ilmu



pengetahuan.



Tanggal Terbit 27 Februari 2017



Yang



termasuk



cabang



episteomologi adalah matematika, logika, dan sematik. 3.



Axiologi



Menurut Runes berarti manfaat, pikiran, atau ilmu, teori. Dalam pengertian modern axiologi disamakan dengan teori nilai , yakni sesuai yang diinginkan, disukai atau yang baik dan juga yang menyelidiki hakikat nilai, kriteria dan kedudukan metafisika sebagai suatu nilai. Menurut Brameld, axiologi dapat disimpulkan : Tingkah laku moral yang berwujud etika, ekspresi etika yang berujud estetika atau seni keindahan, sosio politik. Jadi axiologi adalah cabang filsafat yang menyelidiki makna nilai, sumber nilai, jenis dan tingkatan nilai dan hakikat nilai. Nilai-nilai pancasila menjadi dasar dan arah keseimbangan antara hak dan



kewajiban asasi manusia.



Nilai-nilai



dari



sila-sila



pancasila



terkandung beberapa hubungan manusia yang melahirkan keseimbangan antara hak dan kewajiban yaitu : Hubungan vertikal, hubungan manusia dengan Tuhan YME sebagai penjelmaan dari nilai Ketuhanan Yang Maha Esa. Dalam hubungan ini manusia mempunyai kewajiban untuk melaksanakan



perintahNya



dan



menjauhi



larangaNya.



Hubungan



horizontal, hubungan manusia dengan sesamanya baik dalam fungsinya sebagai warga masyarakat, warga bangsa, dan warga negara. Hubungan alamiah, hubungan manusia dengan alam sekitar yang meliputi hewan, tumbuhan dan alam dengan segala kekayaannya. Alasan yang prinsipil pancasila sebagai pandangan hidup dengan fungsinya tersebut di atas adalah : Pancasila mengakui adanya kekuatan gaib yang di luar manusia menjadi pencipta, pengatur serta penguasa alam



semesta.



Mengatur



keseimbangan



dalam



hubungan



dan



keserasian-keserasian dimana untuk menciptakannya perlu pengendalian diri. Dalam mengatur hubungan, peranan dan kedudukan bangsa sangat penting.



Kekeluargaan



dan



gotong



royong,



kebersamaan



serta



musyarawah untuk mufakat dijadikan sendi kehidupan. Kesejahteraan menjadi tujuan hidup bersama.



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 142dari 147



Tanggal Terbit 27 Februari 2017



Isi pemikiran filsafat pancasila sebagai suatu filsafat tentang negara adalah bahwa pancasila memberi jawaban yang mendasar dan menyeluruh atas masalah-masalah asasi : Masalah pertama : Apa negera itu ? dijawab dengan prinsip kebangsaan Indonesia. Masalah kedua : Bagaimana hubungan antara bangsa dan negara ? dijawab dengan prinsip



perikemanusiaan.



Masalah



ketiga:



siapakah



sumber



dan



pemegang kekuasaan negara ? dijawab dengan prinsip demokasi. Masalah keempat : Apa tujuan negara ? dijawab dengan prinsip negara kesejahteraan. Masalah kelima : bagaimana hubungan antara agama dan negara ? dijawab dengan prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa.



Filsafat Pendidikan Pancasila Para bapak pendiri bangsa Indonesia sudah sepakat, bahwa Pancasila adalah dasar dari negara Indonesia. Artinya, segala kebijakan publik maupun perilaku bangsa haruslah sejalan dengan nilai-nilai Pancasila. Namun, sekarang ini, Pancasila terjebak menjadi sekedar retorika luhur, tanpa realitas yang jelas. Banyak kebijakan publik (mulai dari perda Syariah sampai kebijakan ala neoliberalisme) dan perilaku bangsa kita (brutal, korup, serta tidak adil) yang berbeda jauh dari nilai-nilai Pancasila yang ada. Di sisi lain, pendidikan Pancasila pun semakin tak terasa relevansinya. Banyak orang mengeluh, bahwa pendidikan Pancasila terjebak menjadi semata kegiatan menghafal dan memuntahkan hasil hafalan belaka, tanpa olah pikir yang rasional, kritis, dan sistematis, serta tak jelas relevansinya. Situasi ini semakin mendorong terpuruknya Pancasila menjadi sekedar nostalgia sejarah, ataupun retorika luhur tanpa kenyataan. Trauma yang diciptakan oleh Orde Baru, yakni menindas dan memusnahkan kelompok-kelompok yang berbeda atas nama Pancasila pun belum juga hilang. Untuk mengembalikan Pancasila sebagai ideologi yang operasional dalam realitas, kita perlu untuk menyuntikkan filsafat di dalam proses memahami sekaligus mengajarkan Pancasila. Filsafat sangat diperlukan,



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 143dari 147



Tanggal Terbit 27 Februari 2017



karena filsafat tidak hanya mengajarkan, melainkan menghidupi pola berpikir yang rasional, kritis, sistematis, dan berkelanjutan di dalam upaya memahami kehidupan, dan menjadi semakin bijak dari hari ke hari. Filsafat adalah kaca mata yang bisa digunakan untuk memahami dan mengajarkan Pancasila, sehingga sungguh menjadi atmosfer kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia.



Upaya Mewujudkan Filsafat Pendidikan Pancasila di Indonesia Belum ada upaya mengopersionalkan Pancasila agar mudah diterapkan dalam kegiatan–kegiatan di masyarakat, termasuk penerapanya dalam dunia pendidikan. Kalaupun ada bidang studi menyangkut moral Pancasila, sebagian besar diterapkan seperti melaksanakan bidangbidang studi lain. Pendidik mengajarkannya, lalu peserta didik berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan pendidik dalam ujian. Sementara itu dunia pendidikan di Indonesia belum punya konsep atau teori-teori sendiri yang cocok dengan kondisi, kebiasaan atau budaya Indonesia tentang pengertian dan cara-cara mencapai tujuan pendidikan. Sebagian besar konsep atau teori pendidikan diimpor dari luar negeri sehingga belum tentu valid untuk diterapkan di Indonesia. Teori-teori biasa



didapat



dengan cara belajar diluar negeri, atau dengan cara melakukan studi banding.



Dan



yang



paling



banyak



dilakukan



adalah



dengan



mendatangkan buku atau membeli buku dari Negara lain. Inilah sumber konsep pendidikan di Indonesia. Kalaupun ada usaha menyususn sendiri konsep pendidikan sebagian besar juga bersumber dari buku-buku ini. Begitu pula tentang konsep-konsep pendidikan yang ditatarkan dalam penataran-penataran pendidikan juga bersumber dari buku-buku. Dengan demikian dapat diibaratkan membuat manusia Indonesia yang dicitacitakan seperti menerpa patung dengan cetakan luar negeri, hasilnya tentu tidak persis seperti manusia yang dicita-citakan, karena cetakan itu sendiri belum ada di Indonesia.



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 144dari 147



Tanggal Terbit 27 Februari 2017



Untuk mengembangkan ilmu pendidikan yang bercorak Indonesia secara valid, terlebih dahulu dibutuhkan pemikiran dan perenungan yang mendalam tentang ilmu itu sendiri dan budaya serta geografis Indonesia yang akan mewarnainya. Pemikiran dan perenungan itu adalah filsafat yang khusus membahas pendidikan yang tepat diterapkan di bumi Indonesia. Dengan kata lain, untuk menentukan teori-teori pendidikan yang bercorak Indonesia dibutuhkan terlebih dahulu rumusan filsafat pendidikan yang bercorak Indonesia pula. Sesuatu akan terjadi secara relatif lebih mudah bila gagasan itu bersumber dari dan disepakati atau disetujui oleh pemerintah. Filsafat pendidikan akan lebih mudah mendapat jalan dalam pengembangannya, manakala pemrakarsa dapat menggugah hati pemerintah untuk menyetujuinya. Rumusan filsafat Indonesia akan mudah dibentuk apabila pemerintah memberikan perhatian lebih di dunia pendidikan. Upaya mendorong pemerintah untuk merumuskan filsafat pendidikan dan teori pendidikan yang bercorak Indonesia sudah pernah dilakukan menjelang sidang umum MPR (Kompas, 27 Nopember 1992, dalam Pidarta, 2007), sebagai satu sumbangan untuk bahan sidang umum itu. Namun, GBHN 1993 sebagai produk sidang itu tidak mencantumkan perlunya perumusan filsafat dan teori pendidikan. Di samping kunci utama untuk memulai kegiatan pengembangan filsafat pendidikan itu belum ada, ada lagi kunci kedua yang membuat sulitnya mengembangkan filsafat dan teori pendidikan itu, yaitu kesulitan menjabarkan sila-sila Pancasila agar mudah diterapkan di lapangan.



Tugas



utama



para



ahli



ilmu



pendidikan



adalah



(1)



mengungkapkan pemikiran yang sistematik dan mendasar mengenai implikasi filsafat Pancasila dalam filsafat pendidikan nasional yang akan dibentuk, dan (2) dalam menggunakan sumber-sumber dari luar termasuk teori pendidikan dan perlu diadakan saringan-saringan agar sesuai dengan filsafat Negara kita.



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 145dari 147



Tanggal Terbit 27 Februari 2017



D. Rangkuman Dari uraian tersebut tampaklah bagi kita bahwa terjadi ketidaksamaan pandangan diantara para ahli pendidikan tentang pendidikan itu sendiri. Juga terjadi ketidak konsistenan arah pendidikan karena pengarahan kurang jelas. Yang ada hanyalah arahan umum yang bisa ditemukan dalam



Undang-Undang



Pendidikan



Nasional



beserta



peraturan-



peraturannya. Arahan seperti sulit diaplikasikan dilapangan. Bila ditanya bagaimana cara mengembangkan manusia seutuhnya atau manusia Pancasila sejati, mereka tentu bingung menjawabnya. Karena itu perlu dirintis dengan segera filsafat pendidikan yang cocok dengan kondisi serta budaya Indonesia. Suatu filsafat pendidikan yang dijabarkan dari filsafat Pancasila sebagai filsafat.



E. Pertanyaan/Diskusi Menurut anda, jelaskan istilah berikut: 1. Pancasila sebagai filsafat. 2. Fungsi Pancasila sebagai filsafat. 3. Hubungan Pancasila dengan sistem pendidikan ditinjau dari filsafat pendidikan. 4. Filsafat



pendidikan



Pancasila



dalam



tinjauan



ontologi,



epistemologi dan aksiologi. 5. Upaya mewujudkan filsafat pendidikan Pancasila di Indonesia.



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



No. Revisi 02



Hal 146dari 147



Tanggal Terbit 27 Februari 2017



Daftar Pustaka Adrian,



Restu. 2013. Hubungan Masyarakat dengan Pendidikan. http://restuandrian.blogspot.com/2013/01/hubungan-masyarakat-denganpendidikan_4055.html (diunduh pada tanggal 07 maret 2015)



Ahmadi, Abu. 2004. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. Anonym. 2014. Masyarakat. http://id.wikipedia.org/wiki/Masyarakat (diunduh pada tanggal 06 maret 2015) Bertens, K. 1976. Ringkasan Sejarah Filsafat. Jakarta: Yayasan Krisius Djumransyah. 2004. Pengantar Filsafat Pendidikan. Malang : Banyumedia Publishing. Fatchurrahman, M. 1990. Pengantar Filsafat. Padang: Universitas Andalas. Gunawan, Ary H. 2000. Sosiologi Pendidikan. Jakatra: Rineka Cipta Hadikusumo, Kunaryo. 1994. Filsafat Pendidikan Pancasila. Semarang : IKIP Semarang Press. Hadi, Sirajul. 2012. Hakikat Masyarakat. http://rajul-al.blogspot.com/2012/01/-hakikatmasyarakat.html (diunduh pada tanggal 07 maret 2015) Iksan. 2010. Filsafat Ilmu. M. Iksan AW, http://iksanawsbw.blogspot.com/2010/05/filsafatilmu.htmlBottom of Form (Diunduh pada Kamis, 5 Maret 2015 pukul 13:15). Indriana, Zulfaidah. 2013.Pengertian,Unsur dan Kriteria Masyarakat. http://zulfaidahindriana.blogspot.com/2013/05/pengertian-unsur-dan-kriteria-masyarakat.html (diunduh pada tanggal 16 maret 2015) Jalaluddin dan Abdullah Idi. 2012. Filsafat Pendidikan: Manusia, Filsafat, dan Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Koento Wibisono.1997. Dasar-Dasar Filsafat. Jakarta : Universitas Terbuka. Moeis Syarif. 2008. Struktur sosial: Kelompok dalam Masyarakat. http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._SEJARAH/195903051989011SYARIF_MOEIS/BAHAN_KULIAH 5.pdf (diunduh pada tanggal 06 maret 2015) Moersaleh. 1987. Filsafat Administrasi. Jakarta : Univesitas Terbuka. Noor Syam, Mohammad. 1988 cet.4. Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila. Surabaya: Usaha Nasional Notonagoro, Pnacasila Dasar Filsafat Negara RI I.II.III. Pidarta, Made. 1997. Landasan Kependidikan. Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak Indonesia Jakarta : Rineka Cipta.



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001 Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]



FORMULIR MUTU



BAHAN AJAR/DIKTAT No. Dokumen FM-01-AKD-07



Orat.



No. Revisi 02



Hal 147dari 147



Tanggal Terbit 27 Februari 2017



2012. Filsafat Pancasila. http://orathforever.blogspot.com/2012/10/-filsafatpancasila-ontologis.html (Diunduh pada Kamis, 5 Maret 2015 pukul 13:00).



Salam, H. Burhanuddin, 1998. Filsafat Pancasilaisme. Jakarta: Rineka Cipta. Saputra, Hendra. 2008. Pengantar Filsafat Pendidikan. PSB FKIP UHAMKA: Jakarta Soetriono dan SRDm Rita Hanafi. 2007. Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian. Yogyakarta: C.V Andi Ofset. Sumantri, Surya. 1994. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan Syam, M. Noor. 1987. Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila. Surabaya: Usaha Nasional. Syam,Mohammad noor. 1983. Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila. Surabaya : Usaha Nasional. Tatang Syarifudin.2006. Pengantar Filsafat Pendidikan. Percikan Ilmu: Bandung Uyoh, Sadullah. 2004. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung: Al Fabeta.