Bahan Chain Dan Compass Survey [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAHAN CHAIN DAN COMPASS SURVEY Pemetaan planimetrik sederhana dengan menggunakan pita ukur adalah pemetaan suatu daerah yang relative sempit, hanya beberapa ratus sampai beberapa ribu meter persegi menggunakan alat ukur jarak langsung (pita ukur) dengan mengabaikan unsur ketinggian. Pemetaan cara ini juga dikenal dengan pemetaan blok atau block meeting, dengan skala besar atau sangat besar (Basuki, 2006). Pengukuran ilmu ukur tanah memiliki beberapa metode. Metode tersebut adalah compass surveying dan chain surveying. Masing-masing mempunyai kelemahan dan kelebihan masing-masing. Chain surveying adalah metode pengukuran yang kuno dan digunakan untuk areal yang sempit, datar dan mudah. Metode ini lebih praktis dan efisien. Beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam metode chain surveying adalah: 1. Penentuan batas areal yang akan diukur 2. Pemilihan satu atau lebih garis ukur yang akan digunakan sebagai patokan pengukuran terhadap titik-titik yang lain, Pemilihan garis ukur harus dapat mempermudah pengukuran 3. Garis ukur dibuat sedekat mungkin dengan objek sehingga offset yang dibuat minim 4. Pembuatan sket sebelum pengukuran akan mempermudah pengukuran Prinsip chain surveying hanya digunakan untuk daerah-daerah yang batasnya berupa batas lurus. Karena kebanyakan batas-batas yang kita kenal banyak yang tidak teratur maka dibuatlah jaringjaring segitiga yang dapat digambar dan dicek. Dari garis-garis ukur ini yaitu sisi-sisi segitiga garis offset dibuat dari titik-titik obyek yang diukur garis offset ini tegak lurus terhadap garis ukur (Sudaryatno, 2012). Offset merupakan garis bantu yang dibuat dari titik kenampakan pada tepi areal ukur tegak lurus terhadap garis ukur. Offset dibuat dengan cara: 1. Memperkirakan dengan mata tentang garis tegak lurus yang dibuat dengan pita ukur 2. Memutar pegas ukur pada offset sehingga mencapai jarak yang terpendek 3. Menggunakan prinsip pythagoras perbandingan 3:4:5 4. Menggunakan alat optikal square (kaca sudut) 5. Menggunakan penngaris segitiga Panjang Maksimum Offset tergantung kepada beberapa hal, yaitu : a. Ketelitian yang diperlukan dalam memasukkan suatu kenampakan pada peta. Misalnya, sudut suatu bangunan seharusnya lebih tepat daripaa gerumbul pohon yang tidak teratur



b.



Metode untuk membuat offset



c.



Skala dari peta yang akan dibuat



Adapun prosedur dalam pengukuran garis offset yaitu, Kenampakan yang akan dipetakan ada tiga bentuk dan prosedur offsetting masing-masing sebagai berikut (Sudaryatno, 2012):   



Kenampakan yang lurus (straight features), Seperti pagar tembok, pagar kawat dan lainlain, hanya ujung-ujung saja yang digambar offsetnya. Kenampakan yang tidak terartur (irregular features) dibagi jadi garis patah-patah seperti tepi-tepi sungai Kenampakan yang melengkung (curved features), Offset diambil dan diukur pada interval yang terdapat lengkungan seperti jalan kereta api, jalan raya.



Maksimum panjang offset dapat diperhitungkan. Pada umumnya offset diperkirakan tetapi apabila garis tegak lurus tersebut kurang teliti. Offset yang diperkirakan dari garis tegak lurus sebenarnya biasanya berkisar antara 2°, maka makin panjang offseting makin besar jarak kesalahannya. Jika jarak offset tersebut kecil, kesalahan tidak begitu besar, tetapi offset yang panjang dapat menyebabkan kesalahan yang besar pula (Sudaryatno, 2012). Selain offset dari sebuah garis dasar (baseline), chain survey juga memiliki pengukuran lain yaitu compass traversing yang dimulai dan berakhir pada titik yang sama. Teknik offset survey dapat dilakukan apabila kondisi objek atau situs relatif lurus, seperti parit dan pematang, atau objek survei yang berukuran kecil dan bentuknya tidak beraturan. Compas Traversing adalah suatu istilah yang dipakai dalam pengukuran panjang dan arah garis-garis lurus yang saling berhubungan (Joukowsky 1980: 93). Teknik compass traversing ini dipakai apabila lokasi yang diukur luasannya hanya memiliki sedikit hambatan. Pada prinsipnya, survei dengan teknik ini dimulai dan berakhir pada stasiun yang sama. Serangkaian titik-titik yang dihubungkan dengan garis lurus sehingga titik-titik dalam pengukuran membentuk sebuah rangkaian (jaringan) titik yang dinamakan polygon. Polygon sering digunakan dalam pengadaan kerangka dasar pemetaan karena sifatnya yang fleksibel dan kesederhanaan hitungannya. Poligon sendiri terdapat 2 jenis yaitu polygon terbuka dan polygon tertutup. Poligon Terbuka, adalah suatu poligon dimana titik awal dan titik akhirnya berbeda, salah satu ujungnya terikat oleh koordinat saja, sedangkan ujung yang lain tidak terikat sama sekali , sedangkan Poligon Tertutup, adalah suatu poligon dimana titik awal dan titik akhirnya mempunyai posisi yang sama atau berhimpit, sehingga poligon ini adalah suatu rangkaian tertutup. Metode Poligon adalah cara untuk penentuan posisi horizontal banyak titik dimana titik yang satu dengan lainnya dihubungkan satu dengan yang lain dengan pengukuran jarak dan sudut sehingga membentuk rangkaian titik-titik (Poligon). Ditinjau dari cara menyambungkan titik satu dengan yang lainnya Poligon dapat digolongkan sebagai Poligon terbuka, Poligon tertutup, Poligon bercabang atau kombinasi dari dua atau ketiganya. Di



dalam perhitungan poligon minimal satu titik diketahui koordinatnya, satu sudut jurusan atau αi (umumnya sudut jurusan awal), jarak antara masing-masing titik (dij) dan sudut-sudut mendatar (βι) harus diukur di lapangan (Priyanta,W, 2013). Poligon dapat dihitung dengan metoda bowditch, transit, grafis dan lain sebagainya. Masing-masing metoda tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Metoda bowditch atau biasa disebut juga metoda kompas, sangatlah populer dan banyak digunakan oleh surveyor dalam meratakan hasil-hasil pengukuran poligon. Metoda ini menggunakan asumsi: ketelitian sudut dan jarak pengukuran konsisten, dengan kata lain pengukuran menggunakan instrumen sudut dan jarak yang ketelitiannya sepadan; jika digunakan teodolit ketelitian 5”, ketelitian alat ukur jarak yang digunakan haruslah 2 mm untuk jarak 100 m; jika digunakan teodolit ketelitian 30”, ketelitian alat ukur jarak yang digunakan haruslah 15 mm untuk jarak 100 m (Duggal, 1996).



Compass surveying ini berbeda dengan chain surveying. Jika dua buah garis ukur diperlukan dalam chain surveying untuk memasukkan informasi ke dalam peta, maka dalam compass surveying garis segitiga untuk membentuk segitiga harus diukur, akan tetapi jika magnetik bearing telah diketahui, tanpa garis ukur yang lain kedua garis tersebut sudah dapat tergambar. Kompas transversing merupakan kerangka peta dari pemetaan yang akan dibuat. Kompas transversing ini dibedakan menjadi kompas transversing terbuka dan tertutup. Nilai sudut dalam dan sudut luar serta jarak mendatar antara titik-titik polygon diperoleh atau diukur di lapangan dengan alat ukur yang memiliki ketelitian tinggi. Keuntungan menggunakan metode compass survey ini yaitu alat yang digunakan ringan dan mudah dibawa, pengukurannya lebih cepat, dan setiap bearing tidak terganggu pengukuran sebelumnya. Kelemahan metode ini yaitu pembacaan tidak teliti dan adanya pengaruh medan magnet setempat atau local attraction. Local attraction dapat dihilangkan dengan cara koreksi yang sama dilakukan di setiap stasiun pengukuran berikutnya dan dengan mengoreksi pembacaan pulang dan pembacaan pergi berselisih 180°.



Poligon Terbuka, adalah suatu poligon dimana titik awal dan titik akhirnya berbeda, salah satu ujungnya terikat oleh koordinat saja, sedangkan ujung yang lain tidak terikat sama sekali.Poligon semacam ini dapat dihitung dengan cara memisalkan azimuth awal sehingga masing-masing azimuth sisi poligon dapat dihitung, sedangkan koordinat masing-masing titik dihitung berdasarkan koordinat yang diketahui. Oleh karena itu pada poligon bentuk ini koordinat yang dianggap betul hanyalah pada koordinat titik yang diketahui (awal) sehingga poligon ini tidak ada orientasinya.



DAPUS



Basuki, Slamet. 2006. Ilmu Ukur Tanah. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada Press. Sudaryatno. 2009. Petunjuk Praktikum Ilmu Ukur Tanah. Yogyakarta: Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada. CHAIN SURVEYING 3.4



PENDAHULUAN



Dalam bab ini akan dikemukakan tentang prinsip dasar chain surveying. Hal ini berfungsi untuk mengenalkan mahasiswa dengan teknik-teknik pengukuran tanah. Setelah mengikuti Bab III ini Hasil Pembelajaran yang diharapkan adalah: ·



Mahasiswa dapat menjelaskan prinsip dasar chain surveying



·



Mahasiswa mampu membuat offset dan menentukan ketelitian pengukuran



3.5



PENYAJIAN



3.2.5 Prinsip Dasar Chain Surveying Chain surveying adalah proses dari pemetaan suatu daerah, hanya dengan menggunakan pengukuran-pengukuran linear, yaitu dengan garis-garis ukur. Walaupun metode ini merupakan bentuk pengukuran kuno, tetapi metodeini masih tetap dipakai dalam survei-survei kecil. Pelaksanaannya sering digunakan dalam survei detail dan bahkan dijadikan dasar dalam surveisurvei yang lebih modern, karena itu pengetahuan dasar tentang metode ini perlu diketahui. Prinsip dasarnya dapat dijabarkan sebagai berikut. 1. Ambillah sebagai contoh daerah yang akan dipetakan dibatasi oleh 3 batas garis lurus AB, BC dan CA. Jika tiga sisi ini diukur pengukuran yang sederhana ini akan diplotkan ke dalam peta sebagai berikut : a. Garis AB, misalnya digambar pada kertas dengan sudah diskalakan, dan dianggap sebagai base line (garis basis-basis dasar). b. Panjang garis AC dimasukkan juga dalam kertas gambar dengan skala yang sama yang merupakan busur dengan jari-jari AC c. Dengan skala yag sama pula panjang garis BC digambarkan berupa busur dengan jari-jari BC; d. titik C akan dihasilkan oleh perpotongan busur AB dan BC dan titik A, B dan C telah di plot dalam peta dalam posisi relatif yang sama dengan di lapangan. 2. Apabila daerah yang akan digambarkan dibatasi oleh lebih dari tiga sisi yang lurus, sedapat mungkin pemetaan harus direncanakan sedemikian rupa sehingga daerah tersebut dapat diplot



dengan prinsip segitiga. Misalnya daerah yang berupa empat persegi salah satu diagonalnya juga diukur, kemudian diagonal ini yang mula-mula digambar dalam peta sesudah diskalakan. Dengan demikian dua segitiga akan tergambar pada kedua belah sisi dari diagonal tersebut. Gambar 3.1 Chain Surveying jika terdapat 4 titik pengamatan 3.2.6 Offsets Prinsip chain surveying hanya digunakan untuk daerah-daerah yang batasnya berupa batas lurus. Karena kebanyakan batas-batas yang kita kenal banyak yang tidak teratur maka dibuatlah jaringjaring segitiga yang dapat digambar dan dicek. Dari garis-garis ukur ini yaitu sisi-sisi segitiga garis offset dibuat dari titik-titik obyek yang diukur garis offset ini tegak lurus terhadap garis ukur. Gambar 3.2 Pembuatan jaring segitiga dan offset. Cara membuat garis tegak lurus terhadap garis ukur dapat dilakukan dengan beberapa cara : a.



memperkirakan dengan mata garis tegak lurus yang dibuat oleh 2 pita ukur;



b.



dengan memutar pegas ukur pada offset sehingga mencapai jarak yang terpendek.



c. Dengan prinsip perbandingan garis 3 : 4 : 5 (phytagoras) dari titik A ditarik/diukur jarak 3 m pada garis ukur (1) misalnya didapat titik B. Dari B dan A dipotong jarak 4 m dan 5 m sehingga didapat A'. Akhirnya didapat A'A. d. Dengan alat optical square (kaca sudut) e.



Dengan penggaris segitiga



3.2.7 Prosedur dalam Pengukuran Garis Offset Kenampakan yang akan dipetakan ada tiga bentuk dan prosedur offsetting masing-masing sebagai berikut : a. Kenampakan yang tidak terartur (irregular features) dibagi jadi garis patah-patah seperti tepitepi sungai. b.



Kenampakan yang lurus (straight features)



Seperti pagar tembok, pagar kawat dan lain-lain, hanya ujung-ujung saja yang digambar offsetnya. c.



Kenampakan yang melengkung (curved features)



Offset diambil dan diukur pada interval yang terdapat lengkungan seperti jalan kereta api, jalan raya.



3.2.8 Panjang Maksimum Offset Hal ini tergantung kepada beberapa hal, yaitu : a. Ketelitian yang diperlukan dalam memasukkan suatu kenampakan pada peta. Misalnya, sudut suatu bangunan seharusnya lebih tepat daripaa gerumbul pohon yang tidak teratur b.



Metode untuk membuat offset



c.



Skala dari peta yang akan dibuat



Maksimum panjang offset dapat diperhitungkan.Pada umumnya offset diperkirakan tetapi apabila garis tegak lurus tersebut kurang teliti. Offset yang diperkirakan dari garis tegak lurus sebenarnya biasanya berkisar antara 2°, maka makin panjang offseting makin besar jarak kesalahannya. Jika jarak offset tersebut kecil, kesalahan tidak begitu besar, tetapi offset yang panjang dapat menyebabkan kesalahan yang besar pula. 3.6



PENUTUP



3.3.4 Tes Formatif dan Jawabannya 1.



Mengapa dalam Chain Surveying diperlukan adanya Offset?



Jawab: Karena metode chain surveying hanya mengandalkan garis lurus (linear) dalam pengukurannya, oleh karena itu jika ingin memetakan obyek secara detil diperlukan garis bantu yang disebut sebagai offset untuk mengukur kenampakan yang detil. 2. Dalam suatu survei dengan chain surveying, garis-garis offset tegak lurus pada garis ukur, diperkirakan hanya dijamin sampai ketelitian 2°, Berapa maksimum panjang offset yang diperbolehkan, jika hasil pengukuran tersbut akan dipetakan dengan skala 1:500 ? Jawab: Pada skala 1:500, ketelitian jarak yang mungkin masih tergambar sebesar 0.2 mm. Batas jarak 0,2 mm dalam peta = 500 x 0,2 mm = 100 mm = 10 cm = 0,1 m X = 2,86 m atau 3 m maksimal 3.3.5 Umpan Balik Setelah mempelajari materi pada bab ini mahasiswa Mahasiswa dapat menjelaskan prinsip dasar chain surveying dan membuat offset untuk pengukuran detil objek. 3.3.6 Pengayaan Chandra, A.M., 2005, Surveying: Problem Solving with Theory and Objective Type Questions, New Delhi, New Age International Publishers.



Ghilani, C.D., dan Wolf, P.R., 2012, Elementary Surveying: An Introduction to Geomatics (13th edition), New Jersey, Prentice Hall. Wirshing, J.R., dan Wirshing, R.W., 1995, Pengantar Pemetaan (Introductory Surveying), Jakarta, Penerbit Erlangga. Wongsotjitro, S., 1991. Ilmu Ukur Tanah, Yogyakarta, Penerbit Kanisus