7 0 824 KB
SISTEM KLASIFIKASI BIOFARMASETIKA / BCS
Teori dasar
Kelarutan zat aktif
Pelepasan zat aktif dari sediaan (formulasi) dlm btk terlarut (Disolusi) kelarutan Kelas I
*
tinggi*
Permeabilitas tinggi
Kelas II** rendah
tinggi
Kelas III
tinggi*
rendah
Kelas IV
rendah
rendah
kelarutan zat aktif tinggi dan terlarut dgn cepat (formulasi) ** jika Do rendah ~ kemungkinan besar ada korelasi In vitro / in vivo
DEFINISI ✓
model eksperimental yang mengukur permeabilitas dan kelarutan suatu zat dalam kondisi tertentu
✓
Sistem ini dibuat untuk pemberian obat secara oral.
✓
Untuk melewati studi bioekivalen secara in vivo, suatu obat harus memenuhi persyaratan kelarutan dan permeabilitas yang tinggi
TUJUAN BCS
Meningkatkan efisiensi pengembangan obat dan proses peninjauan dengan merekomendasikan strategi untuk mengidentifikasi uji bioekivalensi.
Merekomendasikan kelas pelepasan cepat dari bentuk sediaan padat oral yang secara bioekivalensi dapat dinilai berdasarkan uji disolusi in vitro.
Merekomendasikan suatu metode untuk klasifikasi yang sesuai dengan disolusi bentuk sediaan dengan karakteristik kelarutan dan permeabilitas produk obat.
Biopharmaceutics Classification System • BCS is a scientific framework for classifying drug substances based on their aqueous solubility and intestinal permeability. When combined with the dissolution of the drug product, BCS takes into account three major factors that govern the rate and extent of absorption from IR solid oral dosage forms: dissolution, solubility and intestinal permeability. BCS Guidance: For IR drug products, non-NTI drug products
Biopharmaceutics Classification System Solubility
High Low
Permeability
High Low
Dissolution
Very Rapid Rapid Slow
Drug Substance
Drug Product
Kelas I : Metoprolol, Diltiazem, Verapamil, Propranolol.
• menunjukkan penyerapan yang tinggi dan disolusi yang tinggi. • Senyawa ini umumnya sangat baik diserap. • diformulasikan sebagai produk dengan pelepasan segera, laju disolusi umumnya melebihi pengosongan lambung
hampir 100% penyerapan (setidaknya 85% dari produk larut dalam 30 menit dalam pengujian disolusi in vitro dalam berbagai nilai pH), oleh karena itu data bioekivalensi in vivo tidak diperlukan untuk menjamin perbandingan produk
Kelas II : Fenitoin, Danazol, Ketokonazol, asam mefenamat, Nifedipine.
• memiliki daya serap yang tinggi tetapi laju disolusi rendah. • Dalam disolusi obat secara in vivo maka tingkat penyerapan terbatas kecuali dalam jumlah dosis yang sangat tinggi.
• Penyerapan obat untuk kelas II biasanya lebih lambat daripada kelas I dan terjadi selama jangka waktu yang lama • Korelasi in vitro-in vivo (IVIVC) biasanya diterima untuk obat kelas II.
Kelas III: Simetidin, Acyclovir, Neomycin B, Captopril
• Permeabilitas obat berpengaruh pada tingkat penyerapan obat, namun obat ini mempunyai laju disolusi sangat cepat • Obat ini menunjukkan variasi yang tinggi dalam tingkat penyerapan obat.
• Karena pelarutan yang cepat, variasi ini disebabkan perubahan permeabilitas membran fisiologi dan bukan faktor bentuk sediaan tersebut. • Jika formulasi tidak mengubah permeabilitas atau waktu durasi pencernaan, maka kriteria kelas I dapat diterapkan
Kelas IV : taxol, hydroclorthiazia de, furosemid.
• Senyawa ini memiliki bioavailabilitas yang buruk. Biasanya mereka tidak diserap dengan baik dalam mukosa usus. • Senyawa ini tidak hanya sulit untuk terdisolusi tetapi sekali didisolusi, sering menunjukkan permeabilitas yang terbatas di mukosa GI.
Cenderung sangat sulit diformulasikan
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BCS
•Laju disolusi •Kelarutan •Permeabilitas
Disolusi • USP : suatu produk obat dikatakan cepat melarut jika tidak kurang dari 85% dari jumlah berlabel bahan obat larut dalam waktu 30 menit
Kelarutan • menentukan kesetimbangan kelarutan suatu obat dalam kondisi pH fisiologis • Profil kelarutan obat pada 37 ± 1oC dalam media air dengan rentang pH 1-7,5
Permeabilitas : • didasarkan langsung pada tingkat penyerapan usus suatu obat pada manusia atau tidak langsung pada pengukuran laju perpindahan massa melintasi membran usus manusia • sangat permeabel ketika tingkat penyerapan pada manusia adalah 90% atau lebih dari dosis yang diberikan, berdasarkan pada keseimbangan massa atau dibandingkan dengan dosis pembanding intravena
Permeabilitas zat aktif tinggi
Bioavailabilitas Absolut ≳ 90% Nilai kesetimbangan kembali (Mass Balance Recovery) ≳ 90% metode in vitro
Permeabilitas (apparent) tergantung pada:
Transpot perlintasan dinding sal.cerna
Tempat absorbsi (Site of Absorption) Obat
Obat
hrs berupa larutan pd tempat abs.
berada (kontak) didaerah abs.selama waktu tertentu
BCS dari zat aktif ❖ kelas 1 : kelarutan dalam air tinggi, permeabilitas dalam usus tinggi ❖ kelas 2 : kelarutan dalam air rendah, permeabilitas dalam usus tinggi ❖ kelas 3: kelarutan dalam air tinggi, permeabilitas dalam usus rendah ❖ kelas 4 : kelarutan dalam air rendah, permeabilitas dalam usus rendah Kelarutan dalam air tinggi (dari zat aktif) Jika dosis tertinggi yang direkomendasi WHO (jika terdapat dalam daftar obat esensial WHO) atau kekuatan dosis tertinggi (yang ada dipasar) dari obat larut dalam ≤250 ml media air pada kisaran pH 1,2 s/d 6,8 pada suhu 37±1°C. Penentuan kelarutan pada setiap pH harus dilakukan minimal triplo. Permeabilitas dalam usus tinggi(dari zat aktif) Jika absorpsi pada manusia ≥85% dibandingkan dosis intravena dari pembandingnya. 15
BCS dijelaskan melalui 3 bilangan/angka :
An ~ bil. Abs. (absorption number)
Do ~ bil. Dosis (dose number)
Dn ~ bil.Disolusi (dissolution number)
Bilangan Absorbsi Fungsi permeabilitas sal.cerna dgn senyawa obat
P An = R
eff
T (T ) = T
GI
GI
ABS
Effective permeability
P An = R
eff
Radius of GI
T (T ) = T
GI
GI
ABS
Residence time in GI Time required for complete absorption
F =1− e
−2 An
F(solution) vs An 1 0.8
0.6
An < 1.15 F
F
< 0.90
Permeability
~ Not High
0.4 0.2 0 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22
BA in the absence of formulation factors
An
F =1− e
F(solution) vs An
−2 An 1 0.8
An ≳ 1.15 F
0.6
F
≳ 0.90
Permeability
~ High
0.4 0.2 0 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22
BA in the absence of formulation factors
An
Bilangan Dosis fungsi kelarutan senyawa obat
D V Do = C
Highest Dose Unit
W ater
Solubility Issues
D / Vwater >> CS ~ High Do
S
250 mL
Solubility
D / Vwater 14
BE Variability
Low Dn Class IV Dissolution predicts PK BE if Dissolution =
Hipotesa berdasarkan hasil penelitian Class I drug products are bioequivalent
First Pass Metabolism ~ Variability ~ Design Issues
Class II drug products are usually bioequivalent if dissolution profiles match (pH 1, pH 4.5, pH 6.8)
If first Pass Metabolism ~ Variability ~ Design Issues
Certain excipients might alter g.i. permeability (???)
Class III drug products are bioequivalent if study is powered account for variability
Lower permeability = higher variability ~Design Issues
If first Pass Metabolism ~ Variability ~ Design Issues
Certain excipients alter g.i. permeability
Class IV drug products are often unpredictable
Class I drug products are bioequivalent
First Pass Metabolism ~ Variability ~ Design Issues
Certain excipients might alter g.i. permeability (???)
Guidance permits BE waiver
Class II drug products are usually bioequivalent if dissolution profiles match (pH 1, pH 4.5, pH 6.8)
If first Pass Metabolism ~ Variability ~ Design Issues
Certain excipients might alter g.i. permeability (???)
Class II drugs that employ surfactant ?