Bahaya Hazard [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Mata Kuliah : Keselamatan dan Kesehatan Kerja Dosen



: Dr..dr. Syamsiar Russeng.MS



IDENTIFIKASI FAKTOR BAHAYA DI RUMAH SAKIT



OLEH: ALVIRA



RAMDHANI A



P1806215034



KONSENTRASI MANAJEMEN RUMAH SAKIT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2015



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang



Rumah sakit dan fasilitas medis lainnya, perlu di perhatikan adanya keselamatan dan kesehatan kerja bagi pekerja. Begitu pula penanganan faktor potensi berbahaya yang ada di rumah sakit serta metode pengembangan program keselamatan dan kesehatan kerja disana perlu dilaksanakan, seperti misalnya perlindungan baik terhadap penyakit infeksi maupun non-infeksi, penanganan limbah medis, penggunaan alat pelindung diri dan lain sebagainya. Selain terhadap pekerja di fasilitas medis/klinik maupun rumah sakit, Keselamatan dan Kesehatan Kerja di rumah sakit juga “concern” keselamatan dan hak-hak pasien, yang masuk kedalam program patient safety. Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat mempengaruhi kesehatan tenaga kerja atau dapat menyebabkan timbulnya penyakit akibat kerja. Potensi bahaya adalah segala sesuatu yang berpotensi menyebabkan terjadinya kerugian, kerusakan, cidera, sakit, kecelakaan atau bahkan dapat mengakibatkan kematian yang berhubungan dengan proses dan sistem kerja. Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pada Pasal 1 menyatakan bahwa tempat kerja ialah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber-sumber bahaya. Rumah sakit merupakan tempat kerja yang unik dan kompleks untuk menyediakan pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Semakin luas pelayanan kesehatan dan fungsi rumah sakit tersebut, maka akan semakin komplek peralatan dan fasilitas yang dibutuhkan. Kerumitan tersebut menyebabkan rumah sakit mempunyai potensi bahaya yang sangat besar, tidak hanya bagi pasien dan tenaga medis, tetapi juga pengunjung rumah sakit. Potensi bahaya di RS, selain penyakit-penyakit infeksi juga ada potensi bahaya-bahaya lain yang mempengaruhi situasi dan kondisi di RS, yaitu kecelakaan (peledakan, kebakaran, kecelakaan yang berhubungan dengan instalasi listrik, dan sumber-sumber cidera lainnya), radiasi, bahan-bahan kimia yang berbahaya, gas-gas anastesi, gangguan psikososial dan ergonomi.



Peningkatan mutu terhadap keselamatan tenaga kerja di berbagai bidang sangat diperlukan dalam perkembangan Indonesia, khususnya di rumah sakit yang mengurus masalah penyakit baik kritis ataupun ringan. Maka dari itu Keselamatan dan kesehatan kerja di rumah sakit perlu diterapkan di rumah sakit dan harus diperhatikan agar terlindungi dari hal negatif dari pelayanan kesehatan maupun sarana, prasarana, obat-obatan, dan logistik lainnya yang ada di lingkungan rumah sakit yang dapat menyebabkan penyaakit akibat kerja dan kedaruratan termasuk kebakaran dan bencana yang berdampak pada tenaga kerja Rumah Sakit, pasien, pengunjung dan masyarkat lainnya Oleh karena itu, sudah seharusnya pihak pengelola RS menerapkan upayaupaya K3 di RS. Selain itu, agar penyelenggaraan K3 RS lebih efektif, efisien dan terpadu, diperlukan sebuah pedoman manajemen K3 di RS, baik bagi pengelola maupun karyawan RS.



BAB II ISI DAN PEMBAHASAN A. Pengertian dan Ruang Lingkup Kesehatan dan Keselamatan Kerja Rumah Sakit



Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, Pasal 23 dinyatakan bahwa upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) harus diselenggarakan di semua tempat kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai risiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau mempunyai karyawan paling sedikit 10 orang. Maka Rumah Sakit (RS) juga termasuk dalam kriteria tempat kerja dengan berbagai ancaman bahaya yang dapat menimbulkan dampak kesehatan, tidak hanya terhadap para pelaku langsung yang bekerja di RS, tapi juga terhadap pasien maupun pengunjung RS. Sehingga sudah seharusnya pihak pengelola RS menerapkan upaya-upaya K3 di RS. Segala hal yang menyangkut penyelenggaraan K3 di rumah sakit diatur di dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 432 tentang Pedoman Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di Rumah Sakit termasuk pengertian dan ruang lingkup kesehatan dan keselamatan kerja di Rumah Sakit. a. Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja 1) Kesehatan Kerja Menurut WHO / ILO (1995) Kesehatan kerja bertujuan untuk peningkatan dan pemeliharaan derajat kesehatan fisik, mental, dan sosial yang setinggi-tingginya bagi pekerja di semua jenis pekerjaan, pencegahan terhadap gangguan kesehatan pekerja yang disebabkan oleh kondisi pekerjaan; perlindungan bagi pekerja dalam pekerjaannya dari risiko akibat faktor yang merugikan kesehatan; dan penempatan serta pemeliharaan pekerja dalam suatu lingkungan kerja yang disesuaikan dengan kondisi fisiologi dan psikologisnya. Secara ringkas merupakan penyesuaian pekerjaan kepada manusia dan setiap manusia kepada pekerjaan atau jabatannya. 2) Kesehatan dan keselamatan kerja Upaya untuk memberikan jaminan keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan para pekerja/buruh dengan cara pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja, pengendalian bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan, dan rehabilitasi. 3) Konsep Dasar Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit adalah upaya terpadu seluruh pekerja rumah sakit, pasien, pengunjung/pengantar orang sakit untuk menciptakan lingkungan kerja, tempat kerja rumah sakit



yang sehat, aman dan nyaman baik bagi pekerja rumah sakit, pasien, pengunjung/pengantar orang sakit, maupun bagi masyarakat dan lingkungan sekitar rumah sakit.



B.



IDENTIFIKASI BAHAYA Langkah pertama manajemen risiko kesehatan di tempat kerja adalah



identifikasi atau pengenalan bahaya kesehatan. Pada tahap ini dilakukan identifikasi faktor risiko kesehatan yang dapat tergolong fisik, kimia, biologi, ergonomik, dan psikologi yang terpajan pada pekerja. Untuk dapat menemukan faktor risiko ini diperlukan pengamatan terhadap proses dan simpul kegiatan produksi, bahan baku yang digunakan, bahan atau barang yang dihasilkan termasuk hasil samping proses produksi, serta limbah yang terbentuk proses produksi. Pada kasus terkait dengan bahan kimia, maka diperlukan: pemilikan material safety data sheets (MSDS) untuk setiap bahan kimia yang digunakan, pengelompokan bahan kimia menurut jenis bahan aktif yang terkandung, mengidentifikasi bahan pelarut yang digunakan, dan bahan inert yang menyertai, termasuk efek toksiknya. Ketika ditemukan dua atau lebih faktor risiko secara simultan, sangat mungkin berinteraksi dan menjadi lebih berbahaya atau mungkin juga menjadi kurang berbahaya. Sebagai contoh, lingkungan kerja yang bising dan secara bersamaan terdapat pajanan toluen, maka ketulian akibat bising akan lebih mudah terjadi.



Penilaian Pajanan Proses penilaian pajanan merupakan bentuk evaluasi kualitatif dan kuantitatif terhadap pola pajanan kelompok pekerja yang bekerja di tempat dan pekerjaan tertentu dengan jenis pajanan risiko kesehatan yang sama. Kelompok itu dikenal juga dengan similar exposure group (kelompok pekerja dengan pajanan yang sama). Penilaian pajanan harus memenuhi tingkat akurasi yang adekuat dengan tidak hanya mengukur konsentrasi atau intensitas pajanan, tetapi



juga faktor lain. Pengukuran dan pemantauan konsentrasi dan intensitas secara kuantitatif saja tidak cukup, karena pengaruhnya terhadap kesehatan dipengaruhi oleh faktor lain itu. Faktor tersebut perlu dipertimbangkan untuk menilai potensial faktor risiko (bahaya/hazards) yang dapat menjadi nyata dalam situasi tertentu. Risiko adalah probabilitas suatu bahaya menjadi nyata, yang ditentukan oleh frekuensi dan durasi pajanan, aktivitas kerja, serta upaya yang telah dilakukan untuk pencegahan dan pengendalian tingkat pajanan. Termasuk yang perlu diperhatikan juga adalah perilaku bekerja, higiene perorangan, serta kebiasaan selama bekerja yang dapat meningkatkan risiko gangguan kesehatan. C.



FAKTOR/ POTENSI BAHAYA DI RUMAH SAKIT Dalam pekerjaan sehari-hari petugas keshatan selalu dihadapkan pada



bahaya-bahaya tertentu, misalnya bahaya infeksius, reagensia yang toksik , peralatan listrik maupun peralatan kesehatan. Secara garis besar bahaya yang dihadapi dalam rumah sakit atau instansi kesehatan dapat digolongkan dalam : 1. Bahaya kebakaran dan ledakan dari zat/bahan yang mudah terbakar atau 2. 3. 4. 5. 6. 7.



meledak (obat– obatan). Bahan beracun, korosif dan kaustik . Bahaya radiasi . Luka bakar . Syok akibat aliran listrik . Luka sayat akibat alat gelas yang pecah dan benda tajam . Bahaya infeksi dari kuman, virus atau parasit. Pada umumnya bahaya tersebut dapat dihindari dengan usaha-usaha



pengamanan, antara lain dengan penjelasan, peraturan serta penerapan disiplin kerja. Pada kesempatan ini akan dikemukakan manajemen keselamatan dan kesehatan kerja di rumah sakit / instansi kesehatan. Untuk menghindari dan meminimalkan kemungkinan terjadinya potensi bahaya di tempat kerja, Pengenalan potensi bahaya di tempat kerja merupakan dasar untuk mengetahui pengaruhnya terhadap tenaga kerja, serta dapat dipergunakan untuk mengadakan upaya-upaya pengendalian dalam rangka pencegahan penyakit akibat kerja yagmungkin terjadi. Secara umum, potensi



bahaya lingkungan kerja dapat berasal atau bersumber dari berbagai faktor, antara lain : 1) faktor teknis, yaitu potensi bahaya yang berasal atau terdapat pada peralatan kerja yang digunakan atau dari pekerjaan itu sendiri; 2) faktor lingkungan, yaitu potensi bahaya yang berasal dari atau berada di dalam lingkungan, yang bisa bersumber dari proses produksi termasuk bahan baku, baik produk antara maupun hasil akhir; 3) faktor manusia, merupakan potensi bahaya yang cukup besar terutama apabila manusia yang melakukan pekerjaan tersebut tidak berada dalam kondisi kesehatan yang prima baik fisik maupun psikis.



D. PEMBAHASAN BAHAYA DI RUMAH SAKIT Diketahui adanya bahaya potensial di rumah sakit dapat saja terjadi. Bahaya potensial tersebut dapat menimbulkan dampak kesehatan bagi warga rumah sakit, yaitu pekerja medis, non medis, pasien bahkan pengunjung dan pengantar pasien. Bahaya potensial di rumah sakit berkaitan dengan : 1. Faktor biologik (kuman patogen), o BAKTERI. Penyakit yang dapat



disebabkan



oleh



bakteri,



misalnya: penyakit antraks, Penyakit TBC,dll o VIRUS. Penyakit yang dpt disebabkan oleh virus,misalnya : Hepatitis (nakes di RS), Rabies (petugas laboratorium), dll o JAMUR,misalnya : Dermatofitosis terdapat pada pemulung, tukang cuci, dll. o PARASIT, misalnya : Ankilostomiasis, tripanosomiasis yang biasanya diderita oleh pekerja diperkebunan,pertanian, kehutanan, dll 2. Faktor kimia (pemaparan dalam dosis kecil namun terus menerus seperti antiseptik pada kulit, gas anestasi pada hati), Desinfektans pensuci hama (misalnya ruang Bedah, Obsgyn, dll) dapat menyebabkan gangguan pernafasan, dermatitis, Mercuri (Tensimeter pecah, termometer dll) dapat menyebabkan kecelakaan misalnya luka. Debu zat kimia



(Gudang obat, desinfektan dll) dapat menyebabkan Gangguan Pernafasan yang dapat menjadi Kanker paru-paru dalam jangka panjang.Ledakan /kebakaran oleh zat kimia/gas O2, dll. Obat kemoterapi, obat antineoplastik dan gas anestesi dapat memberikan dampak kesehatan bagi petugas kesehatan. Efek toksik dari obat kemoterapi adalah berupa keracunan yang dapat memberikan dampak negatif pada sistem saraf bahkan dapat memicu risiko kanker darah apabila obat tersebut telah memasuki sirkulasi darah. Setelah diidentifikasi lebih lanjut, obat kemoterapi ternyata juga termasuk dalam B3 (Barang Berbahaya dan Beracun) karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup, dan atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya. Petugas kesehatan yang bekerja di rumah sakit dapat terkena paparan obat kemoterapi melalui kontak langsung dengan kulit dan mata secara terus menerus saat melayani pasiennya. Oleh karena itu, penggunaan APD berupa perlengkapan yang terdiri dari sarung tangan serta gaun dan kacamata khusus sangat dianjurkan untuk melindungi petugas kesehatan yang pekerjaannya sangat terkait dengan pemakaian obat kemoterapi. Efek toksik dari pejanan gas lain, yaitu berupa gas anestesi di rumah sakit dalam jangka panjang bisa memicu ketidaksuburan baik pada pria maupun wanita. Selain itu, obat antineoplastik juga dijelaskan dapat memicu keguguran maupun abortus spontan pada pekerja wanita yang hamil. Kasus banyak terpaparnya tenaga kesehatan di rumah sakit terhadap obat kemoterapi dan bahan kimia lain yang bersifat karsinogenik tersebut harusnya sudah menjadi sorotan SMK3 di Rumah Sakit (klinik kanker). Hal ini sangat penting terutama apabila tingkat risiko keterpaparan bahan kimia merupakan hal yang memiliki bahaya potensial tinggi. Sehingga kasus yang terkait dengan kecelakaan kerja ini semakin urgent untuk cepat diselesaikan. 3. Faktor ergonomi (cara duduk salah, cara mengangkat pasien salah),



Biasanya disebabkan oleh peralatan kerja yang tidak sesuai dengan ukuran tubuh atau anggota badan (tidak ergonomik). Hal ini dapat menimbulkan kelelahan secara fisik dan adanya keluhan-keluhan dan gangguan kesehatan, misalnya : Carpal tunnel syndrome, tendinitis, tenosynovitis, dan lain sebagainya. 4. Faktor fisik ((kebisingan, getaran, suhu, dsb) Misalnya panas pada kulit, tegangan tinggi pada sistem reproduksi, radiasi pada sistem pemroduksi darah, Bahaya atau gangguan kesehatan yang dapat timbul dari faktor lingkungan ini : a. Tuli permanen akibat kebisingan (misalnya ruang Generator, bengkel b. c. d. e. f.



reparasi alat, dll) Heat stress, (misalnya ruang Generator, dapur, laundry, dll) Raynaud’s syndrom karena getaran (Generator, bengkel dll) Leukemi akibat radiasi (X-ray, Radioterapi dll) Kelelahan mata karena pencahayaan yang kurang, Kecelakaan misalnya : boiler meledak, jatuh ditangga, tersekap di lift, dl



5. Faktor psikologis (ketegangan di UGD, penerimaan pasien, ruang operasi dan ICU). Yaitu suasana kerja yang tidak harmonis misalnya pekerjaan monoton, upah



yg



kurang, hubungan atasan-bawahan yg



kurang baik, dll. Hal



tersebut Dapat menimbulkan stres kerja dengan gejala psikosomatis berupa mual, muntah, sakit kepala, nyeri ulu hati, jantung berdebar-debar, dll.Kekhawatiran (efek psikologis) yang ditimbulkan dari kesalahan kinerja tersebut tidak hanya terjadi pada pasien tetapi juga terjadi pada petugas medis Pengendalian Bahaya dengan langkah (Hierarchy of Control) a. Eliminasi,



adalah



menghilangkan



penggunaaan



suatu



bahan/mesin/peralatan atau proses dalam suatu rangkaian proses. b. Subtitusi, yaitu proses mengganti dengan bahan/mesin/peralatan/proses lain yang memiliki potensi bahaya yang rendah. c. Rekayasa teknik atau yang biasa disebut Engineering control, yaitu mendesain ulang suatu proses/peralatan/mesin yang dilakukan melalui beberapa tahap yaitu dengan cara; kegiatan pemberian batas mendesain ulang menjadi proses semi tertutup atau tertutup total, pemisahan lokasi



proses yang berbahaya dari operator, penyediaan ventilasi yang memadai dan sebagainya. d. Tindakan Administrasi atau Admninistrative Control, yaitu merubah metode



dengan



cara



pemabatasan



ijin



masuk



dalam



daerah



berbahaya,pembatasan paparan kerja,menjaga kebersihan atau kerapihan (housekeeping), penetapan prosedur kerja penanganan bahan yang aman, melakukan inspeksi secara teratur, melakukan pelatihan kerja bagi setiap karyawan dan sebagainya. e. Alat Pelindung Diri (APD), yaitu merupakan cara terakhir yang efektif dalam menghadapi bahaya dengan menggunakan alat pelindung diri seperti Ear plug/ear muff,helmet,safety shoes,safety glasses,safety gloves, masker, dan safety harness



BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan Menurut



Kepmenkes



NOMOR



432/MENKES/SK/IV/2007



tentang



Pedoman Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di Rumah Sakit, upaya K3 menyangkut tenaga kerja, cara atau metode kerja, alat kerja, proses kerja dan lingkungan kerja. Upaya ini meliputi peningkatan, pencegahan, pengobatan dan pemulihan. Kinerja setiap petugas kesehatan dan non kesehatan merupakan resultan dari tiga komponen K3 yaitu kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja. Lingkungan kerja adalah kondisi lingkungan tempat kerja yang meliputi faktor fisik, kimia, biologi, ergonomi dan psikososial yang mempengaruhi pekerja dalam melaksanakan pekerjaannya. Rumah Sakit (RS) termasuk ke dalam kriteria tempat kerja dengan berbagai ancaman bahaya yang dapat menimbulkan dampak kesehatan, tidak hanya terhadap para pelaku langsung yang bekerja di RS, tapi juga terhadap pasien maupun pengunjung RS. Dampak kesehatan dari bahaya potensial di rumah sakit salah satunya adalah penyakit akibat kerja (PAK). Penerapan program K3 di Rumah Sakit kenyataannya masih perlu banyak perbaikan hal ini dapat dilihat dari contoh pada kasus bab III. Implementasi tugas,



dan fungsi pokok K3RS masih kurang efektif, hal ini dikarenakan tidak dapat mencapai standart-standart yang harusnya terpenuhi ketika ada personel K3 dalam rumah sakit. Salah satunya adalah melakukan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian akan bahaya dari kecelakaan kerja dalam bentuk apapun. Oleh karena itu, sosialisasi dan pengawasan mengenai K3 di Rumah Sakit harus lebih ditingkatkan lagi. Harusnya SMK3 juga menerapkan prinsip AREC (Anticipation, Recognition, Evaluation dan Control) dari metode kerja, pekerjaan dan lingkungan kerja, agar tupoksi K3RS sendiri dapat tercapai.