Bali Dwipa Catatan Perjalanan Spiritual Di Tanah Sakral [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Rumah Dharma - Hindu Indonesia



BALI DWIPA ~ Catatan Perjalanan Spiritual Di Tanah Sakral ~



Ditulis Oleh : I Nyoman Kurniawan



Sujud hormat saya yang sangat mendalam kepada para Guru, kepada para Ista Dewata pelindung, serta kepada para leluhur.



BALI DWIPA Catatan Perjalanan Spiritual Di Tanah Sakral Penulis : I Nyoman Kurniawan Diterbitkan oleh : Rumah Dharma - Hindu Indonesia Rahina suci Saraswati, 25 Juni 2016



Buku ini saya persembahkan untuk para Guru suci Pulau Bali dari semua jaman, untuk tanah Bali Dwipa yang sakral, untuk keluarga Rumah Dharma, serta untuk semua orang.



DAFTAR ISI 1. Kelahiran Kembali Yang Buruk 2. Pintu Gerbang Memasuki Jalan Dharma 3. Mengenal Tuhan 4. Para Ista Dewata 5. Orang Suci Di Pasar 6. Energi Kedamaian Dan Belas Kasih Mendalam Di Pulau Bali 7. Dimensi Kosmik Tempat Suci Tantra 8. Vegetarian 9. Sadhana Abhaya Yadnya 10. Menghadapi Serangan Black Magic Dengan Jalan Belas Kasih 11. Kerauhan 12. Orang Melik 13. Bunuh Diri 14. Menggugurkan Kandungan 15. Sadhana Seringkas-ringkasnya Tapi Lengkap Dan Bercahaya 16. Marga Sunia / Jalan Hening 17. Kelahiran Kembali Yang Baik



~1~



KELAHIRAN KEMBALI YANG BURUK Selama bertahun-tahun saya menapaki jalan spiritual dharma, salah satu hal yang sering membuat hati saya sedih adalah melihat terjadinya kejatuhan Atma dalam siklus samsara. Dalam ajaran dharma ini disebut sebagai dhuka punarbhawa, yaitu dari kehidupan sebagai manusia, setelah meninggal jatuh turun tingkat terlahir kembali menjadi binatang atau menjadi mahluk-mahluk alam bawah. Dalam siklus samsara, mendapat kesempatan terlahir sebagai manusia tidak terjadi dengan mudah. Tubuh fisik manusia yang kita miliki sebagai wahana Atma dalam kehidupan ini sangat sulit diperoleh. Kita perlu mengumpulkan akumulasi karma baik yang sangat banyak dalam jangka waktu sangat panjang agar dapat terlahir sebagai manusia. Jika terjadi dhuka punarbhawa dari kehidupan manusia jatuh turun tingkat terlahir kembali menjadi binatang, ada kecenderungan kita akan berada dalam siklus kelahiran berulang-ulang sebagai binatang dalam kurun jangka waktu yang sangat panjang. Jika



terjadi dhuka punarbhawa dari kehidupan manusia jatuh turun tingkat menjadi mahluk-mahluk alam bawah, ada kecenderungan kita akan berada di alam bawah dalam kurun jangka waktu yang tidak terhingga panjangnya. Saya punya banyak pengalaman langsung menyangkut dhuka punarbhawa ini. Saya akan ceritakan beberapa. ==== Saya punya seorang teman kuliah. Lama tidak ada kontak dan kabar berita, tiba-tiba saya mendapat kabar sedih dari teman kuliah lain bahwa dia meninggal karena sakit. Saya dan teman-teman kuliah lain menjenguk ke rumah duka. Karena keluarganya sudah kehabisan banyak sekali uang untuk pengobatan sakitnya, teman saya ini tidak langsung dibuatkan upacara ngaben, hanya diupacarai dengan cara dikubur saja. Pada suatu hari yang tenang, saya duduk hening di rumah. Saya berusaha menerawang dimana posisi Atma teman kuliah saya ini. Secara niskala saya melihatnya berada di tempat yang gelap dan mengerikan, dan teman saya itu dalam keadaan kebingungan, ketakutan, serta kesedihan yang amat sangat. Rupanya dia sedang berada di Alam Antarabhava, yaitu ruang kosong yang merupakan alam perbatasan antara dimensi alam Marcapada



[alam dunia fisik dimana kita manusia menjalani kehidupan] dengan dimensi-dimensi alam lainnya. Celakanya dia sedang dalam keadaan meluncur menuju ke alam bawah. Sebenarnya hal ini tidak terlalu mengherankan melihat jejak kehidupan teman saya ini. Semasa hidup dia suka mempermainkan wanita, seorang penjudi, seorang pemakai narkoba, dsb-nya. Tapi walaupun gelap jejak hidupnya, saya tetap memutuskan untuk segera menolongnya, sebelum terlambat tidak dapat tertolong lagi [sebelum dia masuk alam bawah]. Karena saya belum begitu ahli untuk melakukan upacara penyeberangan Atma, saya secepatnya meminta bantuan salah seorang kakak spiritual saya. Melalui upacara penyeberangan Atma tersebut, melalui bantuan para Ista Dewata dan para Guru suci di alam niskala, Atma teman saya itu sangat beruntung dapat terangkat naik memasuki alam-alam suci. Untunglah belum terlambat, sebab jika dia sudah masuk ke alam bawah, hampir dapat dikatakan bahwa dia tidak tertolong lagi. ==== Salah satu kakak spiritual saya punya beberapa anjing peliharaan. Diantaranya ada seekor anjing, yang entah kenapa, selalu menarik perhatian saya. Intuisi saya mengatakan ada sesuatu yang berbeda dengan anjing ini.



Suatu hari, kakak spiritual saya belum tiba di rumahnya dan saya duduk menunggu sendirian. Hanya ada saya dan anjing itu. Saya iseng duduk hening menerawang anjing ini secara niskala. Apa yang saya lihat anjing ini masih punya “hawa manusia” yang kuat. Ini membuat saya keheranan dan bertanya-tanya dalam hati. Setelah kakak spiritual saya sampai di rumahnya, saya ceritakan hasil penerawangan saya. Kakak spiritual saya tertawa renyah mendengarnya, karena ketahuan menyimpan rahasia. Beliau kemudian menceritakan hasil penerawangannya sendiri. Di kehidupan sebelumnya anjing itu adalah seorang manusia, seorang Ibu rumah tangga yang memiliki beberapa anak. Karena semasa hidup karma buruknya berat, kesalahannya banyak, dia terlahir kembali menjadi anjing. Tapi Ibu ini masih punya akumulasi karma baik, sehingga dapat terlahir sebagai anjing kakak spiritual saya. Yang berarti siklus kelahirannya sebagai binatang akan singkat, karena jika anjing ini mati, kakak spiritual saya tentu akan membantunya untuk dapat terlahir kembali sebagai manusia. ==== Saya punya banyak pengalaman langsung menyangkut dhuka punarbhawa seperti ini. Itu belum termasuk apa-apa yang diceritakan oleh para Guru



dharma saya. Misalnya [contoh], Guru dharma ketiga saya di rumahnya pernah dicari seekor ular. Bentuk ular itu aneh dan tidak umum. Setelah diterawang secara niskala, ternyata di kehidupan sebelumnya ular tersebut adalah teman bermainnya di masa kecil. Tapi karena melakukan kesalahan karma yang fatal, dia harus terlahir kembali sebagai ular. Tapi karena masih punya tabungan akumulasi karma baik, serta karena masih punya “hawa manusia” yang kuat, secara intuisi ular itu mencari Guru dharma ketiga saya. Tentu saja Guru saya akan melakukan “sesuatu” untuk menolongnya agar kelak dapat terlahir kembali sebagai manusia. Mendapat pertolongan seperti ini tidak lepas dari peran akumulasi karma baiknya sendiri, sehingga siklus kelahirannya sebagai binatang akan singkat. Kalau boleh saya jujur, selambat-lambatnya disaat kita sudah memasuki umur sekitar 40 tahun, sesungguhnya di titik tersebut kita tidak punya pilihan lain selain memasuki jalan dharma. Jika merenungkan terjadinya dhuka punarbhawa [kejatuhan Atma dalam siklus samsara], hendaknya kita tidak mengabaikan jalan dharma. Segeralah melakukan tindakan untuk menolong dan menyelamatkan diri sendiri dalam siklus samsara ini. Kehidupan manusia sangat tidak kekal. Jika dibandingkan dengan umur alam semesta, satu masa



kehidupan manusia itu sangat pendek, sesingkat kilatan petir di angkasa. Segeralah menimbun kebajikan yang menggunung [karma baik yang berlimpah]. Banyak menolong, banyak melayani, banyak berderma, banyak membantu. Karena ingatlah bahwa gunungan kekayaan, kehormatan, atau keterkenalan sama sekali tidak bisa dibawa mati. Hanya dengan cara menimbun gunungan kebajikan [karma baik yang berlimpah] merupakan bekal yang pasti bisa dibawa dalam siklus samsara dan akan berguna selama ratusan bahkan ribuan masa kehidupan. Ajaran dharma adalah ajaran pengembangan dan pemurnian kembali kesadaran. Seperti apapun dan bagaimanapun kehidupan kita saat ini, jangan lupa untuk melaksanakan sadhana [upaya spiritual], dengan tujuan untuk mengembangkan kesadaran, untuk meningkatkan dimensi kesadaran kita. Serta jangan lupa untuk menimbun karma baik yang berlimpah. Umur sekitar 40 tahun bisa dikatakan adalah titik paling kritis dan paling telat untuk memasuki jalan dharma. Dalam ajaran dharma disebut sebagai “persiapan memasuki masa wanaprasta”. Tidak berarti kita harus meninggalkan kehidupan duniawi. Samasekali tidak. Karena melaksanakan kehidupan



duniawi [swadharma] juga merupakan bagian dari ajaran dharma. “Persiapan memasuki masa wanaprasta” berarti mulailah belajar untuk meredakan cengkeraman enam kegelapan pikiran [sad ripu] di dalam diri. Tumbuhkanlah sifat penuh belas kasih dan kebaikan yang kuat di dalam diri. Serta mulailah tekun melakukan meditasi kesadaran. Jauhkan cengkeraman enam kegelapan pikiran [sad ripu] khususnya menjelang masa-masa akhir kehidupan. Apapun yang terjadi dalam kehidupan, belajar untuk tersenyum damai, belajar merelakan diri dan melepaskan apapun dengan sepenuh hati. Serta sering-seringlah melakukan kebaikan. Kumpulkanlah akumulasi karma baik yang sebanyakbanyaknya. Pertahankan ketenangan, kejernihan dan belas kasih kita seiring dengan perjalanan kita menuju alam kematian.



~2~



PINTU GERBANG MEMASUKI JALAN DHARMA Saya punya banyak teman-teman lama, yang sudah lama tidak pernah bertemu dan hanya kontak melalui facebook saja. Biasanya jika tiba-tiba saja mereka minta ketemuan di rumah saya, umumnya itu pasti karena mau curhat tentang hidupnya yang sedang mengalami kesusahan dan kesengsaraan. Tentu saja saya akan memberikan beberapa solusi, serta menyarankan untuk mulai memasuki jalan dharma. Biasanya mereka akan bertanya kepada saya, mengapa saya demikian tekun menapaki jalan dharma. Serta mereka meminta alasan yang baik untuk dirinya sendiri agar tidak mengabaikan ajaran dharma. Saya jelaskan bahwa salah satu sebab utama mengapa banyak manusia mengabaikan ajaran dharma dan tidak memiliki moralitas yang baik, adalah karena kurang memahami tentang hukum



sebab-akibat [hukum karma], serta kurang memahami tentang siklus samsara [perjalanan Atma dan siklus kelahiran kembali yang berulang-ulang]. Ketika hidup sedang mengalami kebahagiaan, sebagian manusia cenderung larut dalam kenikmatan kehidupan duniawi. Ketika hidup sedang mengalami kesengsaraan, sebagian manusia cenderung melakukan perlawanan. Agar kita dapat tidak mengabaikan ajaran dharma, pertama-tama hendaknya kita benar-benar paham dasar-dasar kenyataan kosmik menyangkut keberadaan kita. Bahwa di alam semesta ini terdapat hukum karma yang mutlak dan tidak dapat dibendung, serta hendaknya kita paham tentang siklus samsara.



KARMA ===> Jika kita melakukan kesalahan dan



kejahatan, kelak hal itu akan balik kembali ke diri kita dalam bentuk musibah, kesulitan dan kesengsaraan. Sebaliknya jika kita melakukan kebajikan, kelak hal itu akan balik kembali ke diri kita dalam bentuk kemudahan, kebahagiaan dan keselamatan.



SAMSARA ===> Jika beban karma buruk kita berat



dan banyak, kelak setelah meninggal kita akan mengalami kejatuhan ke alam bawah atau terlahir kembali menjadi binatang [dan sangat sulit untuk



dapat naik kembali menjadi manusia]. Sebaliknya jika akumulasi karma baik kita sangat banyak, kelak setelah meninggal kita akan bisa naik memasuki alam para dewa. Hendaknya kita mengerti dengan baik tentang kenyataan hukum karma dan siklus samsara ini. Dengan tekun melaksanakan dharma, dengan tekun melaksanakan sadhana, kita akan mampu membangun salah satu kekuatan yang sangat membantu proses penjernihan di dalam diri, yaitu sikap penuh penerimaan. Menerima segala kekurangan diri, menerima keadaan hidup kita, menerima kekurangan keluarga, dsb-nya. Ketidakmampuan kita untuk mampu menerima keadaan diri sendiri dan kehidupan, serta kebiasaan kita memelihara sikap melawan dan menolak, akan memunculkan kegelapan bathin dalam bentuk ketidakpuasan, keresahan dan kegelisahan, yang akan melenyapkan kejernihan di dalam diri. Serta sekaligus akan membuat kita mendapat lebih banyak lagi masalah di sepanjang perjalanan kehidupan. Dengan tekun melaksanakan dharma, dengan tekun melaksanakan sadhana, kita akan mampu untuk belajar tersenyum menyatu sempurna dengan apapun berkah kehidupan disaat ini. Belajar untuk



tersenyum memberikan jarak yang sama kepada semua bentuk pikiran-perasaan yang muncul. Dengan cara seperti ini, di dalam diri kita mudah mencapai keadaan yang hening, menjauhkan kita dari kekacauan hidup, sekaligus membuka kemungkinan kita mendapatkan jalan keluar yang baik. Jika kita tekun melaksanakan dharma dan tekun melaksanakan sadhana, suatu hari kejernihan, kedamaian dan kesadaran di dalam diri kita akan memancarkan cahayanya. Untuk menjelaskan lebih lanjut tentang kenyataan hukum karma dan siklus samsara ini, serta bagaimana sebaiknya kita menghadapinya dengan jalan dharma yang mendalam, saya akan menjelaskan sebagian kecil diantaranya, yaitu sebagai berikut. Karmaphala #01 === Ketika tubuh fisik kita sering sakit-sakitan, atau diserang penyakit berat, itu adalah kembalinya karmaphala pada diri kita, karena di masa lalu atau di kehidupan sebelumnya kita pernah membunuh tubuh manusia, atau kita sering melukai, menyakiti atau membunuh tubuh binatang. /// Mulai sekarang terimalah semua penyakit tersebut dengan hati tenang dan penuh kerelaan. Berusahalah mencari kesembuhan dengan jalan yang baik. Serta bertekadlah mulai saat ini kita berusaha menahan diri



agar tidak melukai, menyakiti atau membunuh tubuh makhluk-makhluk lain. Karmaphala #02 === Ketika tubuh fisik kita diserang jenis penyakit menjijikkan atau mengalami luka bernanah, itu adalah kembalinya karmaphala pada diri kita, karena di masa lalu atau di kehidupan sebelumnya kita pernah mencuri sesuatu di tempat suci, atau sesuatu yang dipersembahkan kepada para Ista Dewata atau Guru suci [misalnya mencuri pratima, mencuri sesari, korupsi dana punia, dsbnya]. Atau kita secara sengaja melanggar dresta [aturan sakral] yang berlaku suatu tempat suci. /// Mulai sekarang terimalah penyakit tersebut dengan hati tenang dan penuh kerelaan. Berusahalah mencari kesembuhan dengan jalan yang baik. Serta bertekadlah mulai saat ini kita akan berusaha menahan diri agar tidak mencuri sesuatu di tempat suci, atau sesuatu yang dipersembahkan kepada para Ista Dewata dan Guru suci. Serta bersikap hormat dan tidak melanggar dresta [aturan sakral] yang berlaku di tempat suci yang kita datangi. Karmaphala #03 === Ketika kita dilahirkan di lingkungan yang membuat kita serba salah, itu adalah kembalinya karmaphala pada diri kita, karena di kehidupan sebelumnya kita suka mengkritik orang lain, suka memupuk pandangan-pandangan negatif terhadap orang lain dan suka hanya melihat



kekurangan orang lain. /// Mulai sekarang terimalah keadaan dilahirkan di lingkungan dengan kondisi yang membuat kita serba salah, dengan hati tenang dan penuh kerelaan. Berusahalah mencari jalan keluar yang baik. Serta bertekadlah mulai saat ini kita berusaha menahan diri agar tidak mengkritik orang lain, serta mengembangkan pandangan-pandangan positif terhadap orang lain. Karmaphala #04 === Ketika kita dilahirkan di lingkungan yang banyak terjadi pelanggaran dharma [tidak memiliki moralitas yang baik], atau banyak kejahatan, itu adalah kembalinya karmaphala pada diri kita, karena di kehidupan sebelumnya kita sering melakukan pelanggaran dharma. /// Mulai sekarang terimalah keadaan dilahirkan di lingkungan yang banyak terjadi pelanggaran dharma, atau banyak kejahatan, dengan hati tenang dan penuh kerelaan. Serta bertekadlah mulai saat ini kita berusaha menahan diri agar tidak melakukan pelanggaran dharma [memiliki moralitas yang baik] dan tidak melakukan kejahatan. Karmaphala #05 === Ketika kita dilahirkan dengan wajah atau tubuh fisik yang jelek dan diperlakukan kurang baik oleh teman-teman, itu adalah kembalinya karmaphala pada diri kita, karena di kehidupan sebelumnya kita sering marah-marah [punya sifat pemarah], punya sifat dendam, sentimen, iri, dengki,



atau tidak memperlakukan gambar, arca, atau simbol para Ista Dewata dan mahluk-mahluk suci lainnya dengan baik dan hormat. /// Mulai sekarang terimalah keadaan dilahirkan dengan wajah atau tubuh fisik yang jelek dan diperlakukan kurang baik oleh teman-teman, dengan hati tenang dan penuh kerelaan. Serta bertekadlah mulai saat ini kita berusaha mengembangkan kesabaran, kerelaan diri dan kebaikan hati, serta memperlakukan gambar, arca, atau simbol para Ista Dewata dan mahlukmahluk suci lainnya dengan baik dan hormat. Karmaphala #06 === Ketika pikiran-perasaan kita berada dalam kebingungan, depresi, atau rapuh mudah bergejolak, itu adalah kembalinya karmaphala pada diri kita, karena di masa lalu atau di kehidupan sebelumnya kita sering mengkonsumsi makanan atau minuman yang mengganggu kesadaran [misalnya narkoba, minuman keras, dsb-nya]. Serta karena kita pernah menjadi penyebab kekacauan atau kebingungan dalam pikiran makhluk lain. /// Mulai sekarang terimalah semua pikiran-perasaan bingung, depresi, atau rapuh mudah bergejolak, dengan penuh kerelaan dan penerimaan, dengan hati tenang. Cari jalan keluar dengan tekun melakukan meditasi, melakukan kebaikan-kebaikan dan melukat. Serta bertekadlah mulai saat ini kita berusaha menahan diri agar tidak mengkonsumsi makanan atau minuman yang mengganggu kesadaran, serta tidak menjadi



penyebab kekacauan atau kebingungan dalam pikiran makhluk lain. Karmaphala #07 === Ketika pikiran kita tumpul, tidak dapat berpikir jernih dan tidak bahagia, itu adalah kembalinya karmaphala pada diri kita, karena di masa lalu atau di kehidupan sebelumnya kita pernah menginspirasi, mendorong, menyarankan, atau mengajak makhluk-makhluk lain melakukan kejahatan karma buruk. /// Mulai sekarang terimalah semua pikiran tumpul, tidak dapat berpikir jernih dan tidak bahagia, dengan penuh kerelaan dan penerimaan, dengan hati tenang. Cari jalan keluar dengan tekun melakukan meditasi, melakukan kebaikan-kebaikan dan melukat. Serta bertekadlah mulai saat ini kita berusaha menahan diri agar tidak menginspirasi, mendorong, menyarankan, atau mengajak makhluk-makhluk lain melakukan kejahatan karma buruk. Karmaphala #08 === Ketika pikiran-perasaan kita mudah marah [pemarah], serta memiliki banyak keterikatan, itu adalah kembalinya karmaphala pada diri kita, karena di masa lalu atau di kehidupan sebelumnya kita berpegangan erat dengan sikap mementingkan diri sendiri. /// Mulai sekarang terimalah pikiran-perasaan mudah marah, serta memiliki banyak keterikatan, dengan penuh kerelaan dan penerimaan, dengan hati tenang. Cari jalan keluar



dengan tekun melakukan meditasi, melakukan kebaikan-kebaikan dan melukat. Serta bertekadlah mulai saat ini kita berusaha untuk menolong banyak mahluk dan menghilangkan tuntas sikap mementingkan diri sendiri. Karmaphala #09 === Ketika kita sulit mendapatkan jodoh, atau sering dipermainkan lawan jenis, atau dikhianati pasangan, itu adalah kembalinya karmaphala pada diri kita, karena di masa lalu atau di kehidupan sebelumnya kita sering mempermainkan, memanfaatkan, atau menipu pasangan dan lawan jenis. /// Mulai sekarang terimalah dengan hati tenang dan penuh kerelaan keadaan sulit mendapatkan jodoh, atau sering dipermainkan lawan jenis, atau dikhianati pasangan. Berusahalah mencari jalan keluar yang baik. Serta bertekadlah mulai saat ini kita berusaha menahan diri agar tidak mempermainkan, memanfaatkan, atau menipu pasangan ataupun lawan jenis. Karmaphala #10 === Ketika kita berada dalam keadaan sangat miskin, terbelit banyak hutang, tersiksa oleh rasa lapar dan haus, itu adalah kembalinya karmaphala pada diri kita, karena di masa lalu atau di kehidupan sebelumnya kita sering melakukan penipuan, kecurangan, pencurian, korupsi, serakah dan pelit. /// Mulai sekarang terimalah keadaan sangat miskin, terbelit banyak hutang,



tersiksa oleh rasa lapar dan haus, dengan hati tenang dan penuh kerelaan. Berusahalah mencari jalan keluar yang baik. Serta bertekadlah mulai saat ini kita berusaha menahan diri agar tidak melakukan penipuan, kecurangan, pencurian, korupsi, serakah dan pelit. Karmaphala #11 === Ketika kita kehilangan bendabenda materi dan hal-hal yang dibutuhkan untuk hidup, itu adalah kembalinya karmaphala pada diri kita, karena di masa lalu atau di kehidupan sebelumnya kita tidak menghargai benda-benda materi dan milik orang lain, atau pernah merampasnya. /// Mulai sekarang terimalah keadaan kehilangan benda-benda materi dan hal-hal yang dibutuhkan untuk hidup, dengan hati tenang dan penuh kerelaan. Carilah jalan keluar yang baik. Serta bertekadlah mulai saat ini kita akan menghargai benda-benda materi dan milik orang lain, serta berusaha membantu makhluk-makhluk lain mendapatkan apa yang mereka butuhkan. Karmaphala #12 === Ketika kita terlunta-lunta bergelandangan di jalan, atau tersesat di tempat yang berbahaya, itu adalah kembalinya karmaphala pada diri kita, karena di masa lalu atau di kehidupan sebelumnya kita pernah [atau terlibat] mengusir orang lain dari tempat tinggal mereka. Yang karmanya akan berkali-kali lipat jika orang tersebut



adalah seorang Guru suci yang asli. /// Mulai sekarang terimalah keadaan terlunta-lunta bergelandangan di jalan, atau tersesat di tempat yang berbahaya, dengan hati tenang dan penuh kerelaan. Berusahalah mencari jalan keluar yang baik. Serta bertekadlah mulai saat ini kita tidak akan pernah [atau terlibat] mengusir siapapun dari tempat tinggal mereka. Karmaphala #13 === Ketika apapun yang kita lakukan selalu mengalami kegagalan, serta apa yang kita harapkan sangat sulit untuk terjadi, itu adalah kembalinya karmaphala pada diri kita, karena di masa lalu atau di kehidupan sebelumnya kita pernah [atau terlibat] menghalangi, menghambat, atau menyulitkan kegiatan Guru suci yang asli. /// Mulai sekarang terimalah keadaan selalu mengalami kegagalan, serta apa yang kita harapkan sangat sulit untuk terjadi, dengan hati tenang dan penuh kerelaan. Berusahalah mencari jalan keluar yang baik. Serta bertekadlah mulai saat ini kita akan berusaha membantu dan mendukung kegiatan Guru suci yang asli. Karmaphala #14 === Ketika kita berada dalam keadaan tidak berdaya dan sengsara karena dimanfaatkan, dieksploitasi, atau “diperbudak” oleh orang lain, itu adalah kembalinya karmaphala pada diri kita, karena di masa lalu atau di kehidupan



sebelumnya kita menindas orang yang lemah dan bersikap angkuh [tinggi hati] terhadap orang yang kita anggap lebih rendah posisinya. /// Mulai sekarang terimalah keadaan tidak berdaya dan sengsara karena dimanfaatkan, dieksploitasi, atau “diperbudak” oleh orang lain, dengan hati tenang dan penuh kerelaan. Berusahalah mencari jalan keluar yang baik. Serta bertekadlah mulai saat ini kita akan bersikap penuh pelayanan kepada semua mahluk, serta tunduk menghormat kepada apapun dan siapapun yang datang. Karmaphala #15 === Ketika kita mendapatkan penghinaan, hujatan, atau kata-kata tidak menyenangkan lainnya, itu adalah kembalinya karmaphala pada diri kita, karena di masa lalu atau di kehidupan sebelumnya, melalui perkataan kita sering menyakiti, memecah-belah, atau melakukan berbagai pelanggaran dharma lainnya. /// Mulai sekarang terimalah penghinaan, hujatan, atau kata-kata tidak menyenangkan lainnya, dengan hati tenang dan penuh kerelaan. Serta bertekadlah mulai saat ini kita berusaha menahan diri agar tidak mengucapkan katakata yang menyakiti, memecah-belah, atau kata-kata melanggar dharma lainnya. Karmaphala #16 === Ketika orang lain memfitnah kita untuk sesuatu yang tidak pernah kita lakukan, itu adalah kembalinya karmaphala pada diri kita, karena



di masa lalu atau di kehidupan sebelumnya, kita pernah melakukan kejahatan seperti itu [yang kita difitnah] dan orang-orang lain tidak mengetahuinya. /// Mulai sekarang terimalah keadaan kita difitnah orang dengan hati tenang dan penuh kerelaan. Berusahalah mencari jalan keluar yang baik. Serta bertekadlah mulai saat ini kita akan jujur, serta menjaga diri agar tidak akan melakukan kejahatan dan pelanggaran dharma. Karmaphala #17 === Ketika orang lain tidak menghargai pandangan dan pendapat kita, justru menyerang kita dengan kata-kata keras dan penghinaan, itu adalah kembalinya karmaphala pada diri kita, karena di masa lalu atau di kehidupan sebelumnya, kita tidak menghargai para Ista Dewata dan mahluk-mahluk suci. /// Mulai sekarang terimalah keadaan pandangan dan pendapat kita tidak dihargai, serta terimalah kata-kata keras dan penghinaan, dengan hati tenang dan penuh kerelaan. Serta bertekadlah mulai saat ini kita tidak akan pernah merendahkan makhluk-makhluk lain [sekalipun mereka terlihat salah di mata kita], apalagi merendahkan para Ista Dewata dan mahluk-mahluk suci. Karmaphala #18 === Ketika kita terpisah dari teman-teman yang baik, menyenangkan dan suka menolong, itu adalah kembalinya karmaphala pada



diri kita, karena di masa lalu atau di kehidupan sebelumnya kita pernah dengan sengaja dan secara mementingkan diri sendiri memisahkan atau memecah-belah orang-orang dengan hubungan erat. /// Mulai sekarang terimalah keadaan terpisah dari teman-teman yang baik, menyenangkan dan suka menolong, dengan hati tenang dan penuh kerelaan. Berusahalah mencari jalan keluar yang baik. Serta bertekadlah mulai saat ini kita berusaha menahan diri agar tidak dengan sengaja dan secara mementingkan diri sendiri memisahkan atau memecah-belah orang lain dari sahabat baik mereka. Karmaphala #19 === Ketika sikap persahabatan kita dibalas dengan penghianatan dan kebohongan, itu adalah kembalinya karmaphala pada diri kita, karena di masa lalu atau di kehidupan sebelumnya kita bersikap angkuh dan mementingkan diri sendiri terhadap sahabat kita. /// Mulai sekarang terimalah keadaan persahabatan kita dibalas dengan penghianatan dan kebohongan, dengan hati tenang dan penuh kerelaan. Serta bertekadlah mulai saat ini kita berusaha tunduk menghormat kepada apapun dan siapapun yang datang, serta melenyapkan sikap mementingkan diri sendiri. Karmaphala #20 === Ketika semua kebaikan yang kita lakukan berubah menjadi musibah, itu adalah kembalinya karmaphala pada diri kita, karena di masa



lalu atau di kehidupan sebelumnya kita pernah memiliki niat yang tidak tulus dan murni dalam melakukan kebaikan, atau kita pernah membalas kebaikan dengan kejahatan. /// Mulai sekarang terimalah kebaikan yang kita lakukan berubah menjadi musibah, dengan hati tenang dan penuh kerelaan. Serta bertekadlah mulai saat ini kita berusaha melakukan kebaikan dengan niat yang tulus dan murni, serta akan bersungguh-sungguh membalas kebaikan makhluk lain. Karmaphala #21 === Ketika dimasa tua kita ditelantarkan dan diabaikan oleh anak-anak kita, itu adalah kembalinya karmaphala pada diri kita, karena di masa lalu atau di kehidupan sebelumnya kita menelantarkan dan mengabaikan orang tua kita. /// Mulai sekarang dimasa tua, terimalah keadaan ditelantarkan dan diabaikan oleh anak-anak kita, dengan hati tenang dan penuh kerelaan. Serta bertekadlah akan bersikap hormat dan tekun melakukan pelayanan kepada orang tua kita [jika masih hidup], melakukan pelayanan kepada anakanak kita, serta melakukan banyak pelayanan kepada semua mahluk. Karmaphala #22 === Ketika dari kecil orang tua kita menelantarkan kita atau memperlakukan kita dengan tidak baik, itu adalah kembalinya karmaphala pada diri kita, karena di masa lalu atau di kehidupan



sebelumnya kita menelantarkan anak-anak kita atau memperlakukan mereka dengan tidak baik. /// Mulai sekarang terimalah keadaan ditelantarkan atau diperlakukan tidak baik oleh orang tua kita, dengan hati tenang dan penuh kerelaan. Serta bertekadlah untuk menyayangi orang tua dan anak-anak kita dengan sebaik-baiknya. Karmaphala #23 === Ketika mertua kita memperlakukan kita dengan tidak baik, itu adalah kembalinya karmaphala pada diri kita, karena di masa lalu atau di kehidupan sebelumnya kita memperlakukan menantu kita, atau orang tua kita, dengan tidak baik. /// Mulai sekarang terimalah keadaan diperlakukan dengan tidak baik oleh mertua kita, dengan hati tenang dan penuh kerelaan. Serta bertekadlah untuk banyak-banyak mengalah, bersikap hormat dan tekun melakukan pelayanan kepada mertua kita, serta melakukan banyak pelayanan kepada pasangan hidup dan anak-anak kita. Karmaphala #24 === Ketika kita sulit memahami dan melaksanakan ajaran dharma yang mendalam, itu adalah kembalinya karmaphala pada diri kita, karena di masa lalu atau di kehidupan sebelumnya kita pernah meninggalkan Guru suci untuk bergaul dengan orang-orang yang menyesatkan baik secara duniawi ataupun menyesatkan secara spiritual, serta



kita meninggalkan ajaran dharma. /// Mulai sekarang terimalah keadaan sulit memahami dan melaksanakan ajaran dharma yang mendalam, dengan hati tenang dan penuh kerelaan. Berusahalah mencari jalan keluar yang baik. Serta bertekadlah mulai saat ini kita meninggalkan pergaulan dengan orang-orang yang menyesatkan baik secara duniawi ataupun menyesatkan secara spiritual, meninggalkan pergaulan dengan orang-orang yang membuat kita berpaling dari jalan dharma dan berusaha melaksanakan ajaran dharma. Karmaphala #25 === Ketika pikiran kita tumpul dalam memahami ajaran dharma yang mendalam, itu adalah kembalinya karmaphala pada diri kita, karena di masa lalu atau di kehidupan sebelumnya kita mempertahankan perkataan dan perbuatan yang seharusnya ditinggalkan. /// Mulai sekarang terimalah keadaan pikiran kita tumpul dalam memahami ajaran dharma yang mendalam, dengan hati tenang dan penuh kerelaan. Berusahalah mencari jalan keluar yang baik. Serta bertekadlah mulai saat ini kita secepatnya meninggalkan perkataan dan perbuatan yang tidak baik. Karmaphala #26 === Ketika semua praktek dharma yang kita lakukan sangat sulit mencapai tujuannya, itu adalah kembalinya karmaphala pada diri kita, karena di masa lalu atau di kehidupan sebelumnya kita



mempertahankan pikiran negatif dan pandangan keliru yang seharusnya ditinggalkan, serta tidak memiliki rasa hormat terhadap Guru suci yang asli dan penjaga dharma. /// Mulai sekarang terimalah keadaan praktek dharma yang kita lakukan gagal mencapai tujuannya, dengan hati tenang dan penuh kerelaan. Berusahalah mencari jalan keluar yang baik. Serta bertekadlah mulai saat ini kita meninggalkan pikiran negatif dan pandangan keliru, tunduk hormat mendalam terhadap Guru suci yang asli dan penjaga dharma, serta praktek dharma apapun yang kita lakukan hanya ditujukan untuk kepentingan makhlukmakhluk lain. Karmaphala #27 === Ketika kita dikuasai kemalasan dan sulit melaksanakan praktek dharma, itu adalah kembalinya karmaphala pada diri kita, karena di masa lalu atau di kehidupan sebelumnya kita terbiasa membiarkan pikiran berkeliaran dalam fantasi duniawi, terbiasa membiarkan pikiran dijerat ambisiambisi duniawi, serta kita banyak mengumpulkan rintangan-rintangan karma [pelanggaran dharma] yang menghalangi kita melaksanakan praktek dharma. /// Mulai sekarang terimalah keadaan kita dikuasai kemalasan dan sulit memfokuskan diri melaksanakan praktek dharma, dengan hati tenang dan penuh kerelaan. Berusahalah mencari jalan keluar yang baik. Serta bertekadlah akan tekun melaksanakan praktek dharma dan siap menanggung



segala jenis kesukaran dalam melaksanakan praktek dharma. Demikianlah sebagian kecil contoh tentang kenyataan hukum karma dan siklus samsara ini, serta bagaimana cara menyelesaikannya dengan jalan dharma yang mendalam. Meskipun kita sudah tahu tentang hukum karma, bahwa kita akan bertanggung-jawab dan pasti mendapatkan akibat terhadap segala perkataan dan perbuatan kita sendiri, tapi kita seringkali lupa bahwa diri kita sendirilah yang telah menanam benih-benih karma. Sehingga ketika terjadi sesuatu yang buruk pada diri kita [karmaphala atau buah karma dari perbuatan dan perkataan kita menjadi matang] kita seringkali menyalahkan orang lain atau hal-hal di luar kita. Pada saat ini kita sedang berbicara atau berbuat. Tapi kita tidak waspada. Kita tidak hati-hati. Kita melupakan fakta bahwa setiap perkataan dan perbuatan kita pasti akan menghasilkan akibat. Pada suatu saat ketika buah karma [karmaphala] kita sendiri akhirnya matang, kita malahan protes, "mengapa hal ini terjadi padaku ?”. Atau, “aku tidak ada melakukan apapun yang membuat aku pantas menerima hal ini ! "



Sesungguhnya hukum alam semesta itu sangat jelas, sangat mudah untuk dimengerti. Tapi seringkali kita gagal menyadari atau memahaminya. Waspadalah, hati-hati, jagalah semua perkataan dan perbuatan kita disaat ini. Sekaligus kita belajar menerima dengan tabah dan rela apapun yang terjadi dalam hidup kita. Itulah yang disebut menyadari dan memahami hukum karma. Dalam perjalanan hidup ini, ketika kita dijerat dalam berbagai kesulitan dan kesengsaraan, terimalah dengan hati tenang dan penuh kerelaan, sehingga hutang-hutang karma buruk kita dari masa lalu dapat terselesaikan. Sadari secara mendalam bahwa semua ini sepenuhnya akibat kelalaian diri kita sendiri, akibat kesalahan kita sendiri di masa lalu yang harus kita selesaikan. Sadari secara mendalam bahwa semua itu adalah akibat karma buruk perkataan dan perbuatan kita di masa lalu, serta kebiasaan kita membiarkan kesadaran kita dicengkeram sad ripu [enam kegelapan pikiran]. Fokuslah untuk merubah diri kita sendiri. Karena apa yang dilakukan orang lain terhadap kita, itu akan menjadi karma mereka. Tapi bagaimana cara kita menanggapi perlakuan mereka, itu akan menjadi karma kita sendiri. Jadi fokuslah merubah diri kita sendiri. Terimalah kesulitan dan kesengsaraan ini



untuk diri kita sendiri dan hancurkanlah sikap mementingkan diri sendiri. Ketika sikap mementingkan diri sendiri muncul dalam pikiran kita, cepatlah membuangnya dan berikanlah kebahagiaan kepada semua makhluk lain. Bacalah dua sloka dari buku suci Sarasamuscaya ini. Kedua sloka ini sangat benar dan [jika mata spiritual terbuka] bisa kita lihat sendiri kebenarannya melalui penembusan niskala. === [Sarasamuscaya / sloka 3] - Jangan pernah bersedih-hati terlahir sebagai manusia, walaupun terlahir dalam kehidupan yang dianggap paling hina. Karena sesungguhnya amat sulit untuk bisa terlahir menjadi manusia. Berbahagialah menjadi manusia. === [Sarasamuscaya / sloka 4] - Menjadi manusia adalah kelahiran yang paling utama. Karena hanya dengan terlahir sebagai manusia kita dapat melakukan sadhana, dapat melakukan kebaikan yang berlimpah dan dapat mengangkat naik tingkat kesadaran. Darisanalah Atma dapat terbebaskan dari kesengsaraan. Karena akumulasi karma-karma kita sendiri dari kehidupan-kehidupan masa lalu yang tidak terhitung banyaknya, mengakibatkan perjalanan kehidupan ini selalu berputar. Saat ini kita beruntung



di waktu lain kita mengalami sial. Saat ini kita dihormati di waktu lain kita dihina. Saat ini kita bahagia di waktu lain kita sengsara. Dst-nya. Demikianlah perputaran alami perjalanan kehidupan. Hal serupa terjadi dengan pikiran-perasaan kita, akibat dari akumulasi karma-karma kita sendiri dari kehidupan-kehidupan masa lalu yang tidak terhitung banyaknya. Pikiran-perasaan kita selalu berputar. Saat ini perasaan kita senang di waktu lain perasaan kita galau. Saat ini perasaan kita damai di waktu lain perasaan kita sakit atau marah. Saat ini pikiran kita jernih di waktu lain pikiran kita kacau. Dst-nya. Demikianlah perputaran alami pikiranperasaan kita. Akar dari banyak sekali kekacauan hidup dan kekacauan pikiran adalah kita melawan. Kita gagal menyatu dengan perputaran ini. Kita memaksa agar kebahagiaan hidup bertahan selama-lamanya. Kita memaksa agar hidup selalu mengalami kesuksesan. Kita memaksa agar pujian terus-menerus datang. Kita memaksa agar perasaan selalu damai. Kita memaksa agar pikiran selalu jernih [tidak kacau]. Dst-nya. Itulah kegagalan menyatu dalam perputaran kehidupan yang membuat kita terbenam dalam kesengsaraan.



Dengan tekun melaksanakan dharma, dengan tekun melaksanakan sadhana, kita akan mampu untuk belajar tersenyum menyatu sempurna dengan apapun berkah kehidupan disaat ini. Belajar untuk tersenyum memberikan jarak yang sama kepada semua bentuk pikiran-perasaan yang muncul. Dengan cara seperti ini, di dalam diri kita mudah mencapai keadaan yang hening, menjauhkan kita dari kekacauan hidup, sekaligus membuka kemungkinan kita mendapatkan jalan keluar yang baik. Para Guru suci dari semua jaman, menyebarkan ajaran dharma dengan satu-satunya tujuan adalah untuk menyelamatkan sebanyak mungkin mahluk, dengan cara menerangi kegelapan dan ketidaktahuan. Tapi para Guru hanya dapat menuntun dan menunjukkan jalan. Kitalah yang harus tulus dan tekun melaksanakan ajaran dharma. Karena garis nasib kita, diri kita sendirilah yang sepenuhnya menentukan. Dalam siklus samsara yang tidak terhingga panjangnya ini, kelahiran sebagai manusia ini sangat sulit untuk didapat. Hendaknya jangan kita sia-siakan. Segeralah mengisi hidup ini dengan memasuki jalan dharma.



Jika diringkaskan, seni memasuki jalan dharma adalah seni melaksanakan dua tugas, yaitu tugas "di dalam" dan tugas "diluar". ===> Tugas kita "DI DALAM" adalah belajar membangun sifat penuh kerelaan diri, sabar, memaafkan, tenang, tersenyum, menerima diri sendiri dan kehidupan seperti apa adanya, bersyukur, hati yang belas kasih, penuh pengertian terhadap orang lain, serta menahan diri agar tidak melakukan kejahatan dan pelanggaran dharma. Dalam melaksanakan tugas "di dalam" ini kita akan sangat terbantu jika kita tekun melaksanakan berbagai sadhana seperti meditasi, penjapaan mantra, melukat, dsb-nya. ===> Tugas kita "DILUAR" adalah kerjakan dan lakukan semua tugas-tugas kehidupan [swadharma] seperti apa seharusnya, dengan sebaik-baiknya, serta banyak-banyaklah melakukan kebaikan [banyak melayani, banyak membantu, banyak menolong, banyak memberikan orang lain kebahagiaan, dsbnya]. Ketekunan kita untuk melaksanakan dua tugas, yaitu tugas "di dalam" dan tugas "diluar" sangat menyelamatkan, yaitu menyelamatkan diri kita sendiri dan orang lain. Kita akan dapat menghadapi perjalanan kehidupan dengan pikiran-perasaan lebih



damai, kita akan terhindar dari kemungkinan mengalami kejatuhan spiritual dalam samsara, serta sekaligus kita dapat menciptakan kebaikan, keberkahan dan kedamaian bagi semua mahluk di alam semesta.



~3~



MENGENAL TUHAN Suatu kali seorang kenalan remaja bertanya kepada saya dengan sikap ragu dan takut-takut. “Saya seorang atheis [tidak percaya keberadaan Tuhan], apakah saya boleh memasuki jalan dharma ?” Saya jawab tentu saja boleh dan pasti diijinkan. Yang harus kamu lakukan di jalan dharma adalah fokus melaksanakan sadhana untuk memurnikan hati dan menjernihkan pikiran, untuk membuat kesadaran di dalam diri menjadi terang bercahaya. Di lain waktu seorang kenalan lain berusia setengah baya, yang mengaku seorang praktisi spiritual, menyatakan kepada saya. “Saya sudah berhenti memuja para Ista Dewata. Sekarang saya hanya memuja Tuhan saja. Saya langsung memuja kepada yang tertinggi dan tidak mau memuja yang lebih rendah.” Saya jawab hal itu sah-sah saja. Tapi kalau boleh saya menyarankan, jangan dijebak oleh pandangan konseptual tentang Tuhan. Yang sesungguhnya harus dilakukan di jalan dharma adalah fokus memurnikan hati dan menjernihkan pikiran, untuk membuat kesadaran di dalam diri



menjadi terang bercahaya. Serta jangan pernah merendahkan atau meremehkan peran para Ista Dewata dan mahluk-mahluk suci, sebab hal itu sangat merugikan diri sendiri secara karma. Sepanjang sejarah, manusia sudah melakukan pencarian kebenaran tentang Tuhan selama ribuan tahun. Hasilnya adalah terdapat demikian banyak beragam pandangan konseptual tentang Tuhan. Saya beritahukan rahasianya. Para pencari kebenaran sejati tidak pernah mencari kebenaran. Sekali lagi tidak pernah. Sebaliknya, apa dilakukan para pencari kebenaran sejati adalah fokus membersihkan dirinya dari berbagai bentuk kekotoran dan kegelapan di dalam diri sendiri. Ketika kesadaran dapat mencapai keadaan hening dan bening, disana secara alami kebenaran semesta akan terlihat secara terang-benderang. Pikiran kita laksana kolam yang keruh sehingga semuanya gelap tidak kelihatan apa-apa. Kesadaran manusia dikeruhkan oleh pikirannya sendiri dengan cara menilai, membanding-bandingkan, menghakimi, mudah marah, mudah tersinggung, merasa resahgelisah, ketakutan, serakah, bersaing, tidak pernah puas, memaksa semua keinginan terpenuhi, mementingkan diri sendiri, bingung, ragu, dsb-nya. Untuk dapat melihat kebenaran semesta, tidak ada



jalan lain selain kita berhenti mengaduk-aduk kolam yang keruh. Tidak ada jalan lain selain kita melatih pikiran dengan meditasi dan praktek dharma. Tujuan terpenting meditasi adalah membuat pikiran menjadi hening dan bening. Di dalam meditasi mendalam kita akan menyadari bahwa sesungguhnya kita tidak dikacaukan oleh orang lain atau faktorfaktor luar apapun, tapi kita dikacaukan oleh pikiran kita sendiri yang tidak terlatih. Di puncak pikiran yang hening dan bening, disana dengan sendirinya secara alami kebenaran semesta dapat terlihat secara terang-benderang. Para orang-orang suci jaman kuno yang kesadarannya sudah mencapai tingkatan kesadaran tertinggi yaitu moksha, sangat memahami suatu kenyataan, bahwa sesungguhnya bagaimana konsep Tuhan yang kita lihat dan pahami tidak lain merupakan pantulan bayangan cermin dari kondisi pikiran dan kesadaran kita sendiri. Artinya, Tuhan akan terlihat berbeda bagi orang dengan tingkat kesadaran yang juga berbeda. === Mereka yang punya sifat pemarah, akan cenderung melihat wujud Tuhan sebagai sosok pemarah yang menghukum manusia.



=== Mereka yang punya sifat mementingkan diri sendiri, akan cenderung melihat wujud Tuhan sebagai sosok yang tidak boleh diduakan. === Mereka yang punya sifat baik hati, akan cenderung melihat wujud Tuhan sebagai sosok baik hati yang memberi manusia berkah. === Mereka yang punya sifat pemaaf, akan cenderung melihat wujud Tuhan sebagai sosok pemaaf yang mengampuni manusia. Demikianlah seterusnya dan seterusnya. Itulah sebab sesungguhnya mengapa di dunia ini terdapat demikian banyak beragam pandangan konseptual tentang Tuhan. Leluhur kita di Bali di jaman kuno dulu sudah mencapai tataran pemahaman yang sangat terang dan agung ini. Itu sebabnya Tuhan oleh para Guru suci Pulau Bali disebut Sanghyang Acintya, yang berarti “yang mahasuci yang tidak terpikirkan”. Secara sederhana artinya lebih sedikit membicarakan tentang Tuhan lebih baik. Bukan karena atheis. Sama sekali tidak. Tapi karena jika Tuhan dijelaskan dengan kata-kata atau logika, secara konseptual, artinya belum memahaminya secara mendalam. Apapun konsep tentang Tuhan pasti tidak mewakili.



Pada intinya adalah kita diarahkan agar tidak semata-mata berusaha memahami Tuhan melalui isi buku-buku suci, ataupun bentuk-bentuk konseptual lainnya. Karena hanya akan menghasilkan pemahaman yang sempit, dangkal, hanya kulit-kulit luarnya saja dan tidak sesuai dengan kenyataan semesta. Jika kita ingin mengenal Tuhan secara sangat mendalam, tidak disarankan sama sekali untuk memikirkan atau mengkonsepkan Tuhan. Tapi berusaha mengenal Tuhan sebagai “mengalami sendiri secara langsung” [pratyaksa pramana]. Dalam hal ini, tehnik [metode] mengenal Tuhan yang sangat disarankan adalah melatih kesadaran dengan meditasi dan praktek-praktek dharma seperti tekun melaksanakan belas kasih dan kebaikan, tidak mementingkan diri sendiri, pengendalian diri, dsbnya. Ini disebut memahami Tuhan secara langsung melalui praktek dan tindakan, yang secara spiritual sangat mendalam. Di puncak pikiran yang hening dan bening, disana dengan sendirinya secara alami kebenaran semesta dapat terlihat secara terangbenderang. Di jaman dahulu sekali saat manusia masih liar dan barbar, manusia ditakut-takuti dengan gambaran Tuhan yang pemarah dan menghukum. Maklum saja, karena hal itu bertujuan agar manusia menjauh dari



kejahatan. Di jaman sekarang ini, banyak manusia yang menggambarkan Tuhan sebagai sosok yang baik hati dan pemurah. Maklum saja, karena di jaman ini kecenderungan manusia sangat takut hidup susah, ingin ini dan itu, minta ini dan itu. Tapi bagi para sadhaka yang sudah mencapai kesadaran terang bercahaya, Tuhan bukanlah sosok yang jauh, melainkan sosok yang sangat dekat. Para orang-orang suci jaman kuno yang kesadarannya sudah mencapai tingkatan kesadaran tertinggi yaitu moksha, dapat memahami kenyataan kosmik sebagai berikut ini. === Mereka yang kesadaran Atma-nya sudah mulai bercahaya dan hatinya penuh belas kasih dan kebaikan, akan dapat melihat wujud Tuhan di dalam semua mahluk. Inilah landasan dari mahavakya “Tat Twam Asi” di dalam Upanishad. === Mereka yang kesadarannya sudah mencapai keheningan sempurna [moksha], akan dapat mencapai rahasia tertinggi tentang Tuhan sebagai rahasia kenyataan kosmik alam semesta. Saya selalu mengatakan ini kepada temanteman yang menempuh jalan bhakti. Sesungguhnya yang terpenting bukanlah siapa obyek yang kita puja atau sembah [Tuhan, Ista Dewata, dsb-nya], juga yang



terpenting bukan cara kita sembahyang, puja, mantra, atau doa. Yang benar-benar penting adalah bagaimana kita tekun merubah pikiran dan perilaku dalam kehidupan sehari-hari. Yaitu kita sungguhsungguh tekun merubah diri agar memiliki pengendalian diri yang baik, sabar, memaafkan, penuh kerelaan diri, bersikap penuh belas kasih dan kebaikan, tidak menghakimi, tidak mementingkan diri sendiri, dsb-nya, terhadap keluarga, terhadap temanteman, lingkungan dan dunia. Tugas kita yang terpenting di jalan bhakti adalah membuat pikiran dan perilaku kita suci dalam kehidupan sehari-hari. Karena di alam ini berlaku suatu hukum mutlak, yaitu hanya kesucian yang dapat terhubung dengan kesucian. Inilah rahasia alam yang perlu dipahami oleh orang yang menempuh jalan bhakti. Jika pikiran dan perilaku kita suci [jernih, hening, penuh belas kasih dan kebaikan], tidak peduli siapapun obyek yang kita puja atau sembah [Tuhan, Ista Dewata, dsb-nya], serta bagaimanapun cara kita sembahyang, puja, mantra, atau doa, maka secara alami di alam doa kita pasti akan terhubung dengan kesucian. Sebaliknya jika pikiran dan perilaku kita kotor dalam kehidupan sehari-hari, tidak peduli siapapun obyek yang kita puja atau sembah [Tuhan, Ista Dewata, dsb-nya], serta bagaimanapun cara kita sembahyang, puja, mantra,



atau doa, maka secara alami di alam doa kita akan sangat sulit dapat terhubung dengan kesucian. Inilah rahasia alam yang sesungguhnya. Sembahyang, puja, mantra dan doa dapat membawa kita mendekatkan diri kepada kemahasucian semesta, tetapi kita kita hanya dapat mendekat sebatas sampai di depan gerbang kemahasucian semesta. Hanya jika sembahyang, puja, mantra dan doa juga disertai dengan pikiran dan perilaku kita suci [jernih, hening, penuh belas kasih dan kebaikan] dalam kehidupan sehari-hari, disana barulah kita bisa masuk ke dalam gerbang kemahasucian semesta.



~4~



PARA ISTA DEWATA Seorang kenalan suatu kali melontarkan suatu pertanyaan, yang bagi saya cukup menggelitik. Yaitu benarkah Ida Btara - Btari itu berbeda dengan para Dewa - Dewi, dimana Ida Btara - Btari itu secara tingkatan lebih rendah. Saya tersenyum saja karena itu merupakan sebuah pandangan yang kurang tepat, disebabkan karena tidak memiliki ketajaman mata spiritual. Ada 3 [tiga] hal yang perlu dipahami untuk meluruskan kesalahpahaman seperti ini. Yaitu sebagai berikut. [1]. Memahami tentang para Ista Dewata [Dewa dan Dewi ]. Beliau para Ista Dewata [para Dewa dan Dewi] pada jaman yang lampau sesungguhnya sama seperti kita, pernah lahir dan berada di alam marcapada ini. Tapi karena dalam kehidupannya mereka berhasil membina diri untuk mencapai tingkat kesadaran dan kebijaksanaan yang sangat tinggi, serta belas kasih



dan kebaikan yang sempurna, atau karena akumulasi karma baik yang sangat berlimpah, maka setelah meninggalkan alam marcapada ini Atma-nya tidak terlahir kembali sebagai manusia, tapi melesat naik menuju alam-alam suci dan menjadi Ista Dewata. Umumnya kita menyebut Beliau sebagai Dewa dan Dewi. Yang berasal dari akar kata “div” dalam bahasa sansekerta yang berarti cahaya. Karena mahluk-mahluk alam suci selalu tampak bercahaya, atau bahkan pada tingkat dimensi yang lebih tinggi memakai tubuh cahaya. Ada yang bercahaya putih, ada yang bercahaya keperakan dan ada bercahaya yang ke-emasan. Ciri khas sifat para Ista Dewata pada umumnya adalah memiliki tingkat kesadaran dan kebijaksanaan yang lebih tinggi dari kebanyakan manusia, serta memiliki sifat belas kasih dan kebaikan yang mendalam. Mengapa kita dalam ajaran dharma melakukan pemujaan dan penghormatan kepada para Ista Dewata, karena sifat belas kasih dan kebaikan-Nya yang mendalam, Beliau para Ista Dewata senantiasa melakukan pelayanan untuk menuntun, menjaga, memberi naungan perlindungan dan mengayomi para mahluk di alam semesta.



Saya selalu mengatakan kepada orang-orang agar jangan pernah merendahkan atau meremehkan peran para Ista Dewata dan mahluk-mahluk suci, sebab hal itu sangat merugikan diri sendiri secara karma. Dimana secara karma hal itu setidaknya akan melemahkan hubungan kita dengan para Ista Dewata. Yang mungkin dapat mengakibatkan kita kehilangan tuntunan, penjagaan, naungan perlindungan dan pengayoman secara niskala [tidak terlihat]. [2]. Memahami tingkatan-tingkatan dimensi alamalam suci. Untuk menjelaskan tentang para Ista Dewata secara lebih mendalam, saya merasa perlu untuk menyampaikan secara sangat ringkas penjelasan mengenai lima kategori lapisan tingkatan dimensi alam Swah Loka [alam-alam suci]. Dengan catatan dalam hal ini ada aja wera, bahwa penjelasan detail mengenai alam-alam suci ini ada yang diijinkan dibuka dalam tulisan ini dan ada yang tidak. 1. Swah Loka lapisan tingkatan dimensi pertama : SWARGA LOKA. Alam suci lapisan tingkatan dimensi terendah disebut dengan dimensi Swarga Loka.



Mereka yang [setelah meninggal] Atma-nya dapat melesat naik menuju alam suci lapisan tingkatan dimensi Swarga Loka, disebabkan karena selama hidupnya akumulasi karma buruknya sangat sedikit dan sebaliknya memiliki akumulasi karma baik yang sangat berlimpah [banyak melakukan kebaikan-kebaikan]. Alam suci lapisan tingkatan dimensi pertama Swarga Loka, memiliki banyak alam-alam suci dengan berbagai tingkatannya. Seperti misalnya Ashura Loka, Pitra Loka [alam para leluhur], Gandharwa Loka, Yama Loka, Daiwa Loka, Indra Loka, dsb-nya. DewaDewi yang berstana di alam-alam ini kita sebut dengan berbagai istilah sesuai dengan alam tempat mereka masing-masing berstana, seperti Pitara, Widyadara, Widyadari, Gandharwa, Apsara, dsb-nya. Masing-masing alam suci berada di bawah perlindungan seorang Dewa atau Dewi tingkat tinggi sebagai pengayom dan pelindung masing-masing alam tersebut. Seperti misalnya Dewa Yama [Sanghyang Yamadipati] di Yama Loka, Dewa Indra di Indra Loka, dsb-nya. Para Ista Dewata yang berada di lapisan tingkatan dimensi Swarga Loka, suatu saat akan terlahir kembali ke alam marcapada, disaat akumulasi karma baiknya sudah habis.



2. Swah Loka lapisan tingkatan dimensi kedua : MAHAR LOKA. Alam suci lapisan tingkatan dimensi kedua disebut dengan dimensi Mahar Loka. Mereka para sadhaka yang [setelah meninggal] Atma-nya dapat melesat naik menuju alam suci lapisan tingkatan dimensi Mahar Loka, disebabkan karena selama hidupnya sudah dapat mencapai tataran Kesadaran Atma tingkatan awal. Pencapaian ini dalam ajaran dharma disebut sebagai SalokyaMukti. Mukti berarti lepas atau bebas, salokya berarti “tinggal di alam surga yang sama”. Disebut salokya atau “tinggal di alam surga yang sama” karena sang Atma berstana pada sebuah alam pada dimensi alam Mahar Loka, di bawah perlindungan seorang Dewa atau Dewi mahasuci tingkat tinggi pengayom alam tersebut. Alam suci lapisan tingkatan dimensi kedua Mahar Loka, memiliki banyak alam-alam suci dengan berbagai tingkatannya. Artinya ada banyak alam-alam suci di dimensi ini. Masing-masing alam suci berada di bawah perlindungan seorang Dewa atau Dewi tingkat tinggi sebagai pengayom dan pelindung masingmasing alam tersebut. Misalnya [contoh] alam suci



Brahma Loka, dimana pengayom dan pelindung-nya adalah Dewa Brahma. 3. Swah Loka lapisan tingkatan dimensi ketiga : JANA LOKA. Alam suci lapisan tingkatan dimensi ketiga disebut dengan dimensi Jana Loka. Mereka para sadhaka yang [setelah meninggal] Atma-nya dapat melesat naik menuju alam suci lapisan tingkatan dimensi Jana Loka, disebabkan karena selama hidupnya sudah dapat mencapai tataran Kesadaran Atma tingkatan maju. Pencapaian ini dalam ajaran dharma disebut sebagai SarupyaMukti. Mukti berarti lepas atau bebas, sarupya berarti “memiliki bentuk atau wujud yang sama”. Disebut “memiliki bentuk atau wujud yang sama” karena di alam ini para Ista Dewata memakai tubuh cahaya. Kata dewa sendiri berasal dari akar kata “div” dalam bahasa sansekerta yang berarti cahaya. Jana Loka adalah alam cahaya tanpa batas. Alam suci lapisan tingkatan dimensi ketiga ini dipenuhi oleh cahaya suci tanpa batas yang maha-damai mahasejuk tiada tara yang saling menyinari, memenuhi sembilan penjuru.



Sebagaimana lapisan tingkatan dimensi alam suci lainnya, Jana Loka juga terdiri dari berbagai alam-alam suci. Artinya ada banyak alam-alam suci di dimensi ini. Misalnya Siddha Loka, Sukhawati Loka, dsb-nya. 4. Swah Loka lapisan tingkatan dimensi ke-empat : TAPA LOKA. Alam suci lapisan tingkatan dimensi ke-empat disebut dengan dimensi Tapa Loka. Mereka para sadhaka yang [setelah meninggal] Atma-nya dapat melesat naik menuju alam suci lapisan tingkatan dimensi Tapa Loka, disebabkan karena selama hidupnya sudah dapat mencapai tataran Kesadaran Atma yang sangat terang. Pencapaian ini dalam ajaran dharma disebut sebagai Samipya-Mukti. Mukti berarti lepas atau bebas, samipya berarti “menuju penyelesaian akhir”. Disebut “menuju penyelesaian akhir” karena merupakan tahap kesadaran menuju kepada penyatuan kosmik atau moksha. Tapa Loka adalah alam samadhi para Ista Dewata, dimana para Ista Dewata yang berstana di dimensi alam ini kesadarannya konstan laksana samadhi terus-menerus [tapa] dan luas menjangkau berbagai ruang dan penjuru alam semesta. Antara



kesadaran samadhi Ista Dewata, semua mahluk dan alam semesta semuanya saling terhubung. Alam suci lapisan tingkatan dimensi ke-empat Tapa Loka ini terdiri dari berbagai alam-alam suci. Artinya ada banyak alam-alam suci di dimensi ini. Misalnya [contoh] alam suci Subhakristna Loka [Wishnu Loka], dimana pengayom dan pelindung-nya adalah Dewa Wishnu. Dalam manifestasi wujud fisikNya beliau menampilkan diri sebagai dewa yang memegang chakra dan menunggangi burung garuda. Pada alam suci tingkatan tertinggi pada dimensi alam ini, para Ista Dewata tiada berwujud melainkan sebagai kesadaran kosmik, sebagai kesadaran luas melingkupi berbagai penjuru ruang semesta. Tapi karena kesiddhian para Ista Dewata juga dapat menampilkan diri-Nya dalam manifestasi wujud fisik berupa Dewa atau Dewi mahasuci berbadan laksana manusia. 5. Swah Loka lapisan tingkatan dimensi kelima : SATYA LOKA. Alam suci lapisan tingkatan dimensi kelima disebut dengan dimensi Satya Loka. Mereka para sadhaka yang [setelah meninggal] Atma-nya dapat melesat naik menuju alam suci



lapisan tingkatan dimensi Satya Loka, disebabkan karena selama hidupnya sudah dapat mencapai tataran Kesadaran Atma yang hampir mencapai kesempurnaan. Pencapaian ini dalam ajaran dharma disebut sebagai Sayujya-Mukti. Mukti berarti lepas atau bebas, sayujya berarti “mendekati penyatuan”. Disebut “mendekati penyatuan” karena merupakan tahap akhir menuju kepada penyatuan kosmik atau moksha, yang sudah sangat mendekati kesempurnaan. Satya Loka merupakan alam suci lapisan tingkatan dimensi tertinggi dari semua alam suci, sebelum kemanunggalan kosmik Moksha yang tidak terpikirkan. Para Ista Dewata yang berstana di alam ini adalah para Mahadewa yang juga disebut sebagai Mahat atau maha-kesadaran kosmik. Tidak memiliki wujud, tapi sebagai chittakash atau maha-kesadaran kosmik yang menyatu konstan laksana samadhi terusmenerus dan luas tidak terbatas sebagai seluruh penjuru ruang alam semesta dan para mahluk itu sendiri. Alam suci lapisan tingkatan dimensi kelima Satya Loka ini terdiri dari berbagai alam-alam suci. Yang tertinggi adalah alam suci Maha-Isvara Dharma



Loka [Shiwa Loka]. Pengayom dan pelindung-nya adalah Dewa Shiwa. [3]. Memahami makna Ida Btara dan Ida Btari yang sebenarnya. Di alam semesta ini terdapat berjuta-juta banyaknya jumlah para Ista Dewata. Ada banyak sekali para Ista Dewata, yang disebabkan karena kedalaman belas kasih-Nya yang tidak terbatas, menunda untuk dapat mencapai Moksha. Dengan tujuan untuk melindungi dan menyelamatkan semua mahluk di alam semesta. Untuk menuntun, menjaga, memberi naungan perlindungan dan mengayomi para mahluk di alam semesta. Ini merupakan salah satu sebab, mengapa kita dalam ajaran dharma melakukan pemujaan dan penghormatan kepada para Ista Dewata. Sebagian besar manusia pada umumnya memiliki Ista Dewata pengayom dan pelindung utamanya. Tapi bagi masing-masing orang, Ista Dewata pengayom dan pelindung utama-nya adalah berbeda-beda. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor, seperti kelanjutan sadhana kehidupan sebelumnya, akumulasi karma, dsb-nya.



Dalam tradisi Hindu di Bali, Ista Dewata pengayom dan pelindung utama biasa disebut Ida Btara atau Ida Btari. Sebutan ini berasal dari kata “btar” dalam bahasa sansekerta, yang berarti penjaga atau pelindung. Jadi makna Ida Btara - Btari Ida Btara adalah sebuah istilah atau sebutan, untuk merujuk Ista Dewata pengayom dan pelindung utama kita masingmasing. Yang disebut Ida Btara atau Ida Btari adalah para Dewa atau Dewi yang dekat dengan kita secara karma, secara pribadi, sebagai Ista Dewata pengayom dan pelindung utama kita. Misalnya [contoh] kita menyebut Sanghyang Btara Shiwa, itu berarti Dewa Shiwa sebagai Ista Dewata pengayom dan pelindung utama kita [btar, btara = penjaga atau pelindung]. Jadi tidaklah benar pandangan bahwa Ida Btara - Btari itu berbeda dengan para Dewa - Dewi, dimana Ida Btara - Btari itu secara tingkatan lebih rendah. Melainkan hal itu hanya terkait tentang sebuah istilah atau sebutan di Pulau Bali, untuk merujuk Ista Dewata pengayom dan pelindung utama kita masing-masing.



~5~



ORANG SUCI DI PASAR Dalam perjalanan pulang selesai melukat di Pura Telaga Waja di Desa Kendran, saya dan istri mendapatkan berkah simbolik ajaran suci dharma yang mendalam. Kami mampir singgah di sebuah pasar, dimana kakak ipar berjualan disana. Kami berdua ngobrol ini itu dengan kakak ipar dan sahabatnya seorang pedagang lain. Sampai pada akhirnya mereka bercerita tentang salah seorang pedagang disana yang hidupnya penuh kesengsaraan dan ketidak-adilan. Awalnya dia berpacaran dengan seorang lakilaki bujangan, sampai kemudian hamil. Dari sinilah ketidakadilan dan kesengsaraan hidupnya dimulai. Setelah hamil dia baru tahu bahwa dia tertipu, karena ternyata laki-laki tersebut sudah punya istri dan anak. Karena keluarganya malu dan tidak mau menerimanya lagi, dia tidak punya pilihan lain kecuali menikah dengan laki-laki tersebut dan menjadi istri kedua.



Kesengsaraan berikutnya datang tidak lama setelah anaknya lahir. Laki-laki tersebut kehilangan pekerjaan dan menjadi pengangguran. Istri pertamanya pun tidak bekerja. Mau tidak mau dia yang harus bekerja dan mencari uang dengan berjualan di pasar. Karena dia yang sekarang menanggung semua beban kebutuhan hidup keluarga, semua jenis pekerjaan yang menghasilkan uang dia ambil dengan bekerja keras. Hanya dia sendirian saja yang harus menanggung beban kebutuhan hidup seluruh keluarga, selain dia juga harus melayani berbagai tugas-tugas rumah tangga bagi suaminya. Ketika anaknya berumur sekitar 5 [lima] tahun, dia sudah menjadi pedagang dan berbagai pekerjaan lainnya yang cukup sukses. Dan semua hasilnya digunakan untuk kebutuhan hidup keluarga [suami, istri pertama, anak kandungnya dan anak-anak tirinya] dan hanya sedikit untuk dirinya sendiri. Ini dijalaninya dengan penuh kerelaan dan tanpa keluhan. Hantaman berikutnya kemudian datang dalam hidupnya, yaitu suaminya menikah lagi dengan wanita muda. Ketidakadilan dan kesengsaraan yang lebih berat dimulai dari sini. Setelah menikah lagi punya istri ketiga, suaminya menindasnya semakin menjadi-jadi. Semua minta dilayani, semua kebutuhan harus ada, kalau tidak suaminya marah dan marah.



Tidak hanya itu saja, karena jumlah kamar di rumahnya terbatas, diapun harus sering-sering sekamar dan melihat suaminya [maaf] berhubungan badan dengan istri barunya di depan mata. Ditambah lagi jumlah anggota keluarga yang bertambah dan beban kebutuhan hidup yang meningkat membuatnya harus bekerja lebih keras lagi. Sehingga dia bekerja, bekerja dan bekerja lebih keras lagi. Hasil kerja kerasnya ternyata berbuah, sampai dalam satu hari saja dia bisa bersih mendapat uang sekitar Rp. 300 ribu dari berbagai sumber penghasilannya. Dan semua hasilnya tersebut digunakan untuk kebutuhan hidup keluarga [suami, istri pertama, istri ketiga, anak kandungnya dan anakanak tirinya]. Sesungguhnya mudah mengakhiri semua kesengsaraan dan ketidakdilan ini. Cukup dia minta cerai saja, apalagi penghasilannya sudah sangat mapan. Pedagang-pedagang lain di pasar tersebut banyak yang gemas dan geregetan melihat kelakuan suaminya, atau sangat kasihan melihat ketidakadilan yang dialaminya dan mendorongnya untuk bercerai. Apalagi dia tidak terlalu tua, secara fisik masih menarik dan masih bisa mencari laki-laki lain yang lebih baik. Tapi dengan polos dia berkata bahwa dia lebih kasihan nanti memikirkan bagaimana nasib



anak kandung dan anak-anak tirinya kalau dia bercerai, dibandingkan memikirkan dirinya sendiri. Ada juga petugas pasar yang geregetan dan menyarankannya “menyewa” laki-laki lain untuk membalas kelakuan suaminya. Tapi dengan tulus dia berkata bahwa dia tidak ingin membalas agar tidak membuat karma buruk dan hanya berharap bahwa kelak anak kandung dan anak-anak tirinya tidak mengalami nasib yang sama dengan dirinya. Karena dia sangat menyayangi baik anak kandung maupun anak-anak tirinya. Hati saya sangat bergetar mendengar kisah ini. Tambah bergetar lagi ketika bertemu dengan pedagang tersebut. Pancaran dari wajahnya adalah pancaran wajah orang yang tingkat kepasrahan dan kerelaannya sempurna, serta penuh bhakti dan belas asih. Saya terharu dan diam-diam melakukan namaskara memberi hormat dalam hati, karena saya sedang bertemu dengan orang suci. Para sadhaka yang sudah mencapai kesadaran tingkat tinggi pasti tahu, bahwa ketika kesadaran masih sesempit diri ini [ahamkara, ego, ke-aku-an], kita mudah marah, benci, tersinggung, sombong, resah, tidak puas, serakah, dsb-nya. Semakin besar egonya maka ketidakadilan akan semakin terasa menyakitkan. Membuat kita tenggelam dalam



kesengsaraan. Inilah tugas agung seorang sadhaka, yaitu meruntuhkan ahamkara [ego, ke-aku-an] dan sad ripu [enam kegelapan bathin]. Pedagang di pasar itu tidak mengenakan baju orang suci. Tidak mengenakan baju putih-putih, baju pendeta, atau baju seorang sadhaka. Juga tidak pernah belajar dharma secara mendalam. Tapi jauh di kedalaman dirinya, dia sesungguhnya adalah sadhaka tingkat tinggi. Bekal perjalanannya hanya dua, yaitu “ke dalam” adalah tingkat kepasrahan dan kerelaan diri yang sempurna, serta “keluar” muncul adalah hati yang penuh belas kasih dan kebajikan. Sebagai hasilnya adalah kesadaran kosmik yang seluas ruang. Sangat mudah bersikap sabar, tenang, serta penuh belas kasih dan kebaikan saat kita dihormati, disayangi, dipercaya dan dihargai oleh orang lain. Tapi mereka yang bisa tetap sabar, tenang, serta penuh belas kasih dan kebaikan saat disakiti, ditindas dan dibuat sengsara oleh orang lain, itulah orang yang kesadarannya sangat terang dan seluas ruang.



~6~



ENERGI KEDAMAIAN DAN BELAS KASIH MENDALAM DI PULAU BALI Beberapa kali kenalan saya praktisi-praktisi spiritual dari luar Pulau Bali dengan sangat heran menanyakan, mengapa di Pulau Bali mahluk-mahluk alam bawah dan hantu gentayangan pada umumnya cenderung bersikap sopan dan tidak mengganggu. Sedangkan di luar Pulau Bali, mahluk-mahluk alam bawah dan hantu gentayangan cenderung kasar, agresif, bengis dan sangat mengganggu. Saya jawab bahwa di alam ini terdapat sebuah rumus. Jika kita memperlakukan orang lain atau mahluk lain dengan halus dan penuh belas kasih, mereka belum tentu memperlakukan kita juga sama dengan halus dan penuh belas kasih. Jika kita memperlakukan orang lain atau mahluk lain dengan kasar dan jahat, mereka pasti akan memperlakukan kita dengan jauh lebih kasar dan lebih jahat lagi. Tapi jika kita terus-menerus memperlakukan orang lain atau mahluk lain dengan halus dan penuh



belas kasih, lama-kelamaan mereka akan cenderung berubah sikap dan perilakunya menjadi semakin halus dan semakin bercahaya. Pulau Bali merupakan sedikit tempat di dunia dimana selama ribuan tahun secara berkelanjutan tanahnya terus-menerus ditanami dengan upacara belas kasih dan kebaikan mendalam oleh penghuninya. Ini tidak saja membuat Pulau Bali menjadi tanah yang sangat sakral, tapi juga menjadi tanah yang sangat subur bagi praktek spiritual. Hal ini juga yang menjadi sebab, mengapa getaran energi di Pulau Bali sangat berbeda dengan di tempat-tempat lain. Bagi orang-orang spiritual yang peka dengan getaran energi, begitu memasuki Pulau Bali pasti akan merasakan adanya getaran energi yang benar-benar berbeda dengan tempat-tempat lain. Di Pulau Bali terasa sekali ada kehadiran energi yang sejuk, indah dan mendamaikan, yang menyelimuti alam Pulau Bali. Sedangkan bagi orangorang awam-pun juga sama, ketika memasuki Pulau Bali, setidaknya akan dapat merasakan sebentuk rasa ketenangan dan kedamaian yang nyaman. Padahal jika membandingkan dengan pemandangan alam di tempat-tempat lain, masih banyak ada tempat-tempat lain yang pemandangan alamnya juga indah. Tapi pancaran getaran energi



kedamaian seperti di Bali tidak dirasakan. Ini tidak lain disebabkan karena, dimana manusia sering melaksanakan upacara belas kasih dan kebaikan yang mendalam, disana tempat itu akan bertabur dengan getaran energi kedamaian dan keindahan. Di Pulau Bali mahluk-mahluk alam bawah dan hantu gentayangan tidak diperlakukan sebagai musuh, tapi malah diperlakukan dengan sangat baik. Terdapat 3 [tiga] hal yang sangat khas di Bali, yaitu sebagai berikut. 1]. Pelaksanaan upacara keagamaan tidak saja ditujukan “keatas” untuk alam-alam suci, tapi juga ditujukan "ke bawah" dengan memberi makan dan ruang pada alam-alam bawah. 2]. Dedinan [putaran waktu] di Bali dibagi ke dalam dedinan ke atas [menghormat dan menyembah ke alam atas] dan dedinan ke bawah [menghidupi alam bawah], seperti mengucapkan terimakasih ke pepohonan, binatang, barang, dsb-nya, serta memberikan makanan ke alam-alam bawah. 3]. Di setiap rumah orang Bali ada palinggih penunggun karang, yaitu “rumah niskala” yang aman, nyaman dan bercahaya bagi mahluk alam bawah atau hantu gentayangan yang sudah tinggal di sana terlebih dahulu.



4]. Di setiap titik-titik yang angker, orang Bali membuatkan palinggih sebagai “rumah niskala” yang aman, nyaman dan bercahaya bagi mahluk alam bawah yang tinggal disana. Ini tidak lain merupakan bentuk belas kasih dan kebaikan yang mendalam. Upacara orang Bali adalah upacara belas kasih dan kebaikan yang sempurna. Serangkaian pancaran belas kasih dan kebaikan mendalam agar seluruh mahluk di alam semesta bahagia bebas derita. Di dunia agama dan spiritual terdapat banyak sekali perdebatan yang mempertentangkan Tuhan dengan setan. Tuhan dihormati, setan dimusuhi. Tapi dalam cahaya ajaran dharma di Pulau Bali, Tuhan dan setan tidak dipertentangkan, tapi dipahami secara sangat mendalam sebagai bagian dari satu hal yang sama. Tentu saja jika kita salah menjelaskan, maka orang lain dapat menyangka orang Bali memuja setan. Apa yang sesungguhnya dilakukan orang Bali adalah dengan penuh belas kasih menyayangi semua mahluk, tidak menyakiti dan banyak memberi. Melalui belas kasih dan kebaikan yang sempurna, semuanya terhubung dalam sebuah kesatuan kosmik yang manunggal. Yang dapat memahami hal ini secara



mendalam, banyak yang meneteskan air mata. Bukan karena sedih, tapi karena kesadaran di dalam diri kita melihat jalan yang sangat bercahaya untuk kembali menuju kesadaran Atma di dalam diri. Yaitu keheningan sempurna yang berlimpah belas kasih dan kebaikan. Tidak diragukan lagi bahwa para leluhur perancang Upacara di Bali yang demikian mengagumkan, sudah pasti leluhur yang sudah mencapai kesempurnaan penyatuan kosmik [moksha]. Kesempurnaan penyatuan kosmik baru dapat tercapai ketika seorang sadhaka dapat meletakkan Rwa Bhinneda [dualitas] secara sama sejajar. Yaitu memeluk semua dualitas [termasuk dualitas TuhanSetan] dengan kualitas belas kasih dan senyuman yang sama. Tanpa kejahatan maka kebaikan tidak memiliki makna, tanpa kegelapan maka cahaya kehilangan makna. Keduanya merupakan satu bagian manunggal dari tubuh semesta yang sama. Hanya para sadhaka yang sudah mencapai kesempurnaan penyatuan kosmik yang dapat memberikan pancaran belas kasih dan kebaikan kepada siapa saja, termasuk kepada mahluk-mahluk alam bawah dan hantu gentayangan yang di tempat lain disebut setan. Jika kejahatan bermusuhan dengan



kebaikan, belas kasih dan kebaikan mendalam tidak bermusuhan dengan apapun dan siapapun. Jika kita dapat memberi makanan pada mahluk alam bawah, lebih terang dan bercahaya persembahan kita pada Ista Dewata dan Tuhan. Jika kita dapat memberi ruang pada makhluk dari alam gelap, lebih terang dan bercahaya penghormatan kita pada Ista Dewata dan Tuhan. Karena dengan keheningan, serta belas kasih dan kebaikan yang sempurna di dalam diri, akan sangat mudah terjadi keterhubungan dengan kemahasucian semesta. Pulau Bali adalah pulau yang diselimuti oleh energi kedamaian, serta energi belas kasih dan kebaikan yang mendalam. Jika kita ingin disembuhkan, dimurnikan dan disempurnakan oleh kekuatan suci Pulau Bali, jangan lupa untuk melaksanakan belas kasih dan kebaikan yang mendalam kepada semua manusia dan semua mahluk.



~7~



DIMENSI KOSMIK TEMPAT SUCI TANTRA Saya sering diberikan pertanyaan oleh temanteman non-Hindu, yaitu mengapa di pura banyak terdapat simbol-simbol menyeramkan. Tempat suci di Bali adalah tempat suci dalam tradisi Tantra. Ajaran tingkat tinggi yang sangat sakral. Pada tempat suci biasa yang umum, disana yang ada hanyalah simbol dan unsur kekuatan dari alam suci. Sedangkan simbol dan unsur kekuatan dari alam gelap dibuang jauh-jauh, dilawan dan bahkan dicacimaki serta dimusuhi. Tapi pada tempat suci Tantra, tempat suci yang sesungguhnya adalah tempat suci dimana semuanya ada disana. Baik simbol dan unsur kekuatan dari alam suci, maupun simbol dan unsur kekuatan dari alam gelap. Keduanya dihormati dan diletakkan sama sejajar.



Bagi orang yang tidak paham tattwa-nya, kita orang Bali bisa disangka memuja setan. Tapi bagi para sadhaka yang kesadarannya sudah mencapai tingkatan kesadaran tertinggi yaitu moksha, pasti dapat melihat rahasianya, untuk kemudian terkagumkagum. Tempat suci yang sesungguhnya adalah tempat suci dimana semuanya ada disana. Ini tidak lain dari penerapan kekuatan keheningan sempurna, serta kekuatan belas kasih dan kebaikan yang sempurna. Karena dalam keheningan sempurna, serta belas kasih dan kebaikan yang sempurna, disana dapat disadari secara sangat mendalam bahwa baik kekuatan alam suci maupun kekuatan alam gelap, keduanya merupakan satu bagian manunggal dari tubuh semesta yang sama. Ibarat bulan yang memiliki sisi terang dan sisi gelap, keduanya merupakan bagian manunggal dari bulan yang sama. Tidak ada yang perlu dibuang, dilawan dan dimusuhi. Keheningan dan belas kasih sempurna adalah kemahasucian tertinggi. Laksana ruang tidak terbatas yang menyediakan tempat pada apa saja dan siapa saja. Laksana langit yang memayungi semuanya tanpa pernah membeda-bedakan. Laksana matahari yang menyinari semua tanpa pernah memilih-milih.



Om Bhur Bwah Swah, demikian mantra suci yang sering kita ucapkan. Ketiga kelompok dimensi alam semesta, beserta seluruh mahluk di dalamnya adalah OM [Tuhan]. Bhur Bwah Swah adalah kemanunggalan kosmik yang menyatu sempurna sebagai kemahasucian tertinggi. Artinya kemahasucian tertinggi ada diatas dualitas atasbawah, suci-gelap, baik-buruk. Sehingga tidak ada yang perlu dibenci, diperangi, dicaci-maki dan dimusuhi. Karena alam atas maupun alam bawah, kekuatan alam suci maupun kekuatan alam gelap, kebaikan maupun keburukan, adalah satu bagian manunggal dari tubuh semesta yang sama. Semuanya adalah bagian dari alam semesta yang sama. Semuanya adalah bagian dari Tuhan yang sama. Semuanya adalah bagian dari tarian kosmik Shiwa [Shiwa Nataraja] yang sama. Sehingga di tempat suci Tantra, dalam kemahasucian tertinggi, semuanya diberikan tempat dan ruang. Tidak ada kegelapan yang dibenci dan diajak perang. Tidak ada keburukan yang dicaci-maki dan diajak bermusuhan. Kesucian maupun kegelapan, kebaikan maupun keburukan, keduanya diletakkan sama sejajar, serta dihormati dan disayangi secara sama. Ketika semua kebencian, peperangan, caci-maki dan permusuhan dihentikan, kesadaran manusia langsung bersentuhan dengan paramashanti [kedamaian maha-sempurna].



Di tempat suci Tantra, secara ritual dan sadhana kita menghormat ke alam-alam suci dan memberi makan ke alam-alam bawah. Ini merupakan pancaran belas kasih dan kebaikan mendalam agar seluruh mahluk di alam semesta bahagia bebas derita. Dalam siklus samsara, mahluk-mahluk alam bawah adalah mereka yang dulu semasih hidup di alam marcapada [alam dimana kita berada ini] banyak membuat karma buruk dan dimensi kesadarannya rendah. Sehingga setelah meninggal mereka harus terjatuh ke alam-alam bawah. Pahami mereka bukan sebagai mahluk-mahluk jahat, tapi sebagai mahluk-mahluk menderita yang sangat memerlukan belas asih dan kebaikan kita. Saya pernah mengantar suatu rombongan Hindu Jawa melakukan tirtayatra ke sebuah pura kuno di Penebel - Tabanan. Mereka menyebut keberadaan mahluk-mahluk alam bawah sebagai “leluhur” dan mereka memberikan beberapa jenis sesajian. Saya sangat terkesan karena sebutan leluhur itu secara pengetahuan spiritual sangat mendalam. Dalam berjuta-juta kali kelahiran dalam siklus samsara, yang kita sebut sebagai mahluk-mahluk alam bawah itu, di suatu masa kehidupan pasti pernah menjadi orang tua kita yang sangat menyayangi kita. Tapi kebetulan karena pernah



dalam suatu masa kelahiran mereka banyak membuat karma buruk dan dimensi kesadarannya jatuh, sehingga, mereka mengalami kejatuhan dalam siklus samsara. Dalam siklus samsara, keberadaan mereka seperti siklus berputarnya bunga yang dapat berevolusi menjadi sampah dan sampah yang dapat berevolusi menjadi bunga. Alam bawah adalah sisi sampah dari alam suci. Alam suci adalah sisi bunga dari alam bawah. Suatu waktu kita bisa diatas kemudian jatuh ke bawah, suatu waktu kita bisa dibawah kemudian naik ke atas, demikian seterusnya. Sehingga pandanglah mereka bukan sebagai mahlukmahluk jahat, melainkan sama seperti kita, yaitu mahluk yang dalam siklus samsara sedang berjuang jatuh-bangun, jatuh lagi, bangun lagi, untuk dapat mencapai kesadaran Atma. Hendaknya kita jangan pernah meminta apapun kepada mahluk-mahluk alam bawah. Karena secara analogi hal itu ibarat kita dalam posisi sebagai orang kaya-raya [terlahir sebagai manusia] meminta-minta uang kepada pengemis [menjadi mahluk bawah]. Serta karena meminta sesuatu kepada mahluk alam bawah terkadang memiliki resikonya tersendiri. Tindakan yang baik dan luhur adalah kita yang memberi kepada mereka.



Kita juga jangan pernah mengganggu apalagi memusuhi mahluk-mahluk alam bawah. Ingat bahwa mereka sesungguhnya mahluk-mahluk sengsara yang memerlukan belas kasih dan kebaikan kita. Memperlakukan mereka dengan kejam atau jahat, dapat berujung kepada karma yang sangat buruk. Misalnya mengurung mereka dalam botol, itu akan dapat membuat mereka dendam kesumat mendalam kepada kita selama ribuan tahun. Bahkan ketika kita sudah meninggal, atau bahkan ketika kita terlahir, terlahir dan terlahir kembali, mereka akan terus mencari dan mengejar kita karena dendam. Keberadaan mahluk alam-alam bawah sebenarnya bukanlah sebuah ancaman. Dimensi alam mereka berbeda dengan kita. Mereka menjadi berbahaya karena kita manusia mengganggu atau menyakiti mereka. Atau karena kita manusia takut, menghakimi atau tidak menyukai mereka. Ketakutan, penghakiman atau rasa tidak suka ini membuat adrenalin di dalam diri manusia naik, dimana adrenalin yang naik ini menghasilkan sebentuk energi yang dirasakan oleh mahluk alam-alam bawah sebagai kekuatan yang hendak menyerang mereka. Itulah sesungguhnya yang menyebabkan mereka menjadi agresif dan berbahaya. Kepada mahluk-mahluk alam bawah, kita bersikaplah penuh belas kasih dan kebaikan, serta



dengan perasaan yang tenang. Berikan mereka segehan atau rarapan [sesajian] dan doakan mereka agar damai dan bahagia. Kalau kita tidak membawa segehan atau rarapan, cukup dengan mendoakan mereka agar mereka damai dan bahagia. Sekaligus terus mendoakan mereka agar mereka bisa keluar dari alam-alam bawah yang gelap dan sengsara. Ini merupakan bentuk belas kasih dan kebaikan yang sempurna kepada semua mahluk, sekaligus menebarkan energi keharmonisan dan kedamaian ke semua arah. Sebagai hasilnya sudah tentu mereka tidak akan mengganggu kita. Memasuki tempat suci di Bali, terdapat 2 [dua] hal penting yang jangan dilanggar. Ini sering saya sampaikan kepada semua orang. === 1]. Tempat suci di Bali adalah tempat suci Tantra yang sangat sakral. Jangan main-main di tempat suci Tantra, karena secara spiritual kita sangat terhubung dengan alam niskala. Batas antara alam sekala [yang terlihat] dan niskala [yang tidak terlihat] sangat tipis. Di tempat suci Tantra kita bisa dengan sangat mudah terhubung kemanapun, baik terhubung ke alam suci maupun terhubung ke alam bawah. Jangan memasuki tempat suci Tantra dalam keadaan emosi kita sedang sangat gelap [marah, benci, iri hati, dengki, dendam, sangat kesal, atau



tidak puas]. Serta jangan mengajukan permohonan doa yang gelap, seperti minta agar sakit hati kita dibalaskan, atau minta agar orang lain sengsara, celaka, bangkrut, dsb-nya. Karena hal itu akan membuat kita di alam doa dengan sangat mudah terhubung ke alam bawah. Masukilah tempat suci Tantra dalam keadaan kejernihan emosi yang terang [tenang, damai, bahagia, ceria, riang-gembira, atau penuh kasih sayang]. Serta ajukanlah permohonan yang terang, seperti minta agar orang lain bahagia, sehat, murah rejeki, dsb-nya. Karena hal itu akan membuat kita di alam doa dengan sangat mudah terhubung ke alam kemahasucian. === 2]. Tempat suci di Bali adalah tempat suci Tantra yang sangat sakral. Sekali lagi jangan main-main di tempat suci Tantra. Kita wajib bersikap tunduk rendah hati dan penuh rasa hormat terhadap semua dresta [aturan niskala sakral] yang berlaku di suatu tempat suci. Jangan pernah melanggarnya, tapi ikuti dan jalankan dresta yang ada dengan hati polos dan penuh rasa bhakti. Karena melanggar dresta suatu tempat suci Tantra, cepat atau lambat akan ada dampaknya yang berbahaya. Pulau Bali adalah Pulau Tantra. Dimana-mana diterapkan pancaran belas kasih dan kebaikan



mendalam agar seluruh mahluk di alam semesta bahagia bebas derita. Seperti salah satu kreasi local genius orang Bali di jaman kuno dulu yang sangat mengagumkan, yaitu palinggih penunggun karang. Ketika kita pertama kali membangun rumah di tanah kosong, tanah tegalan, tanah sawah, dsb-nya, biasanya secara niskala di tempat tersebut terlebih dahulu sudah ada mahluk-mahluk alam bawah atau hantu gentayangan yang tinggal disana. Dalam ajaran Hindu Bali kita tidak mengusir, memusuhi atau menangkap mahluk-mahluk alam bawah atau hantu gentayangan tersebut. Tapi justru membuatkan mereka “rumah niskala” yang aman, nyaman dan bercahaya, yaitu berupa palinggih penunggun karang. Tidak hanya itu saja, pada hari rahina suci kita juga memberikan mereka rarapan dan segehan. Tentu ini bukan berarti orang Bali menyembah setan. Sama sekali tidak. Ini merupakan penerapan keheningan sempurna, serta belas kasih dan kebaikan yang sempurna. Tidak saja simbol dan unsur kekuatan dari alam-alam suci yang dipuja dan dihormati, tapi simbol dan unsur kekuatan dari alam gelap juga diperlakukan dengan penuh kasih sayang.



~8~



VEGETARIAN Satu pertanyaan yang sering diajukan oleh teman-teman kepada saya belakangan ini adalah tentang vegetarian. Karena entah siapa yang memulainya, dalam beberapa tahun belakangan sering terjadi perdebatan tentang memakan daging. Ada sebagian orang yang mengatakan [dengan penuh penghakiman] bahwa kita bukan penganut Hindu Dharma yang baik jika kita masih memakan daging. Hal ini membuat saya menghela nafas dan gelenggeleng kepala. Jika kita membahas tentang vegetarian, hendaknya kita memahami poros inti utamanya. Landasan inti vegetarian adalah ahimsa, yaitu tidak menyakiti dan tidak melakukan kekerasan kepada mahluk lain. Akan tetapi terdapat suatu kenyataan, bahwa dalam kelahiran samsara ini, kita tidak mungkin dapat sepenuhnya 100% [seratus persen] tidak menyakiti mahluk lain. Ketika kita bernafas ribuan mikroba mati terbunuh. Ketika kita memasak air juga



ribuan mikroba terbunuh. Sekalipun kita seorang vegetarian, tapi hal itu juga menyebabkan banyak sekali mahluk hidup mati terbunuh. Petani harus membasmi banyak hama, serangga dan tikus agar tanaman mereka berhasil dan bisa dipanen. Tumbuhtumbuhan juga adalah mahluk hidup. Hanya karena mereka tidak menjerit dan menangis sebagaimana binatang, bukan berarti tumbuh-tumbuhan bukan mahluk hidup yang tidak merasakan sakit. Demikianlah kenyataan kelahiran dalam samsara ini, yaitu kita tidak mungkin dapat sepenuhnya tidak menyakiti mahluk lain. Sehingga makna dari sadhana ahimsa adalah kita belajar mendidik diri agar kita tidak berhati kejam [anresamsya] dan berusaha sebisa mungkin agar kita tidak terlalu banyak melakukan kekerasan kepada mahluk lain. Sekurang-kurangnya kita tidak melakukan kekerasan kepada mahluk lain hanya berdasarkan ego diri sendiri, untuk kepuasan diri sendiri, atau tanpa alasan yang sangat kuat dan tepat. Jika kita memilih untuk menjadi vegetarian, ingatlah bahwa poros inti utama vegetarian adalah ahimsa, yaitu tidak menyakiti dan tidak melakukan kekerasan kepada mahluk lain. Jika kita mengkritik dan menghakimi orang yang tidak vegetarian, itu sama dengan melakukan kekerasan kepada orang lain, sekaligus menebarkan energi panas dan



kekacauan di alam ini. Menjadi vegetarian justru membuat kita jadi melakukan kekerasan kepada orang lain, sekaligus menambahkan energi panas dan energi kekacauan di alam ini. Tentunya itu adalah sebuah tragedi dan ironi. Menjadi vegetarian dengan tidak memakan daging itu pilihan yang boleh-boleh saja. Tapi yang jauh lebih bagus dan bercahaya adalah menjadi vegetarian dengan tidak menyakiti dan melakukan kekerasan melalui perkataan dan perbuatan. Landasan utama agar kita tidak tidak menyakiti dan melakukan kekerasan melalui perkataan dan perbuatan adalah membebaskan pikiran dari penghakiman. Sehingga kapan saja orang lain terlihat “salah” atau berbeda, cepat-cepat kita membebaskan pikiran dari penghakiman. Jika kita memilih untuk menjadi vegetarian dengan tidak memakan daging, itu boleh saja. Tapi lengkapilah vegetarian dengan cara tidak menghakimi orang lain dalam pikiran, tidak menyakiti orang lain dengan perkataan, tidak melukai orang lain dengan perbuatan. Sehingga dapat tercapai tujuan sesungguhnya, yaitu kita memiliki hati yang penuh belas kasih dan kebaikan. Bagi para vegetarian, tujuan utama menjadi vegetarian adalah menghindari makanan yang berasal



dari pembunuhan. Tapi pernahkah kita memikirkan, adakah makanan yang benar-benar murni tidak melalui pembunuhan. Tentu saja jawabannya hampir tidak ada. Misalnya [contoh] pestisida yang digunakan untuk pertanian, dalam wilayah satu hektar saja, sudah membunuh banyak sekali mahluk yang tidak kita sadari berada dalam wilayah pertanian itu. Jadi ketika kita berpikir bahwa dengan makan tumbuh-tumbuhan [vegetarian], kita sedang memakan makanan yang murni tidak melalui pembunuhan, itu adalah hal yang tidak tepat. Untuk mendapatkan 1 kg beras dan beberapa potong sayuran, dalam prosesnya, ada banyak sekali mahluk yang terbunuh. Jadi kita tanyakan ke diri sendiri apakah benar makanan itu murni tidak melalui pembunuhan. Silahkan periksa dan buktikan sendiri. Selain itu juga disebutkan di dalam ajaran dharma bahwa tumbuh-tumbuhan adalah mahluk hidup. Jadi kita tanyakan ke diri sendiri, benarkah karena tumbuhan tidak menjerit dan menangis, itu berarti tumbuh-tumbuhan bukan mahluk hidup, serta tidak merasakan sakit. Ini tidak berarti saya mengatakan menjadi vegetarian itu salah. Sama sekali tidak. Hal itu boleh saja sebagai suatu pilihan. Yang tidak saya anjurkan adalah ekstrim bervegetarian. Misalnya [contoh] kita



menjadi terobsesi mengkritik, menyalahkan, atau “meluruskan” orang yang tidak vegetarian. Itu justru membuat pikiran kita dipenuhi oleh kekerasan kepada orang lain. Atau misalnya membuat daging tiruan. Itu justru membuat pikiran kita menjadi terobsesi oleh makanan. Menyangkut vegetarian, yang perlu kita sadari sebagai poros inti utamanya adalah ahimsa, yaitu tidak menyakiti dan tidak melakukan kekerasan kepada mahluk lain. Jika kita memilih untuk menjadi vegetarian, kita hendaknya benar-benar menanamkan di dalam diri, bahwa tujuan sesungguhnya dari vegetarian adalah untuk membangunkan hati yang penuh belas kasih dan kebaikan di dalam diri. Artinya, jangan hanya mulut [makanan] kita saja yang vegetarian, karena yang jauh lebih penting dari itu adalah perkataan dan perbuatan kita yang vegetarian. Saya dengan pasti akan mengatakan bahwa dalam ajaran dharma kita tidak dilarang memakan daging. Menjadi vegetarian bukanlah passport untuk mencapai kesadaran yang terang bercahaya. Di jalan dharma, memakan daging bukan sebuah masalah atau halangan. Dengan sebuah catatan, jika kita memilih untuk memakan daging, terdapat cara-cara yang tepat untuk kita ikuti. Yaitu 2 [dua] hal sebagai berikut ini.



I. MENYANGKUT PROSES MEMPEROLEH BAHAN MAKANAN. Yaitu di dalam proses memperoleh bahan makanan, ikuti petunjuk ini : 1] Kita tidak melakukan pembunuhan binatang tumbuhan tersebut. 2] Kita tidak terlibat pembunuhan binatang tumbuhan tersebut. 3] Kita tidak melihat pembunuhan binatang tumbuhan tersebut. 4] Kita tidak mendengar pembunuhan binatang tumbuhan tersebut.



atau atau atau atau



Perlu saya sedikit memberikan tambahan penjelasan bahwa ukuran besarnya karma buruk yang kita hasilkan dari tindakan menyakiti, kekerasan dan pembunuhan, terhadap mahluk lain adalah diukur dari tingkat kesadaran makhluk tersebut. Bukan dari bentuk atau ukuran tubuhnya. Misalnya [contoh] : Membunuh manusia dengan kesadaran terang bercahaya [orang suci] karma buruknya jauh lebih besar dari membunuh manusia biasa. Jika dalam hidup ini kita pernah membunuh seorang manusia dengan kesadaran terang bercahaya, karma buruknya akan membuat kita setelah



meninggal langsung masuk ke alam neraka [naraka loka]. // Membunuh manusia karma buruknya jauh lebih besar dari membunuh binatang. Jika dalam hidup ini kita pernah membunuh seorang manusia, karma buruknya akan membuat kita di masa depan atau di kehidupan-kehidupan berikutnya sangat sering sakit-sakitan, atau mengalami sakit berat, atau terbunuh berkali-kali, atau bahkan dapat membuat kita terjatuh ke alam-alam bawah. // Dsb-nya. Jika dalam hidup ini kita sangat sering membunuh binatang [misalnya profesi menjadi tukang jagal, hobi memancing, hobi berburu binatang, dsb-nya], karma buruknya akan membuat kita di kehidupan-kehidupan berikutnya sering jatuh sakit, atau mengalami sakit berat. Kecuali jika kita adalah sadhaka yang maju, yang setelah membunuh binatang [karena kebutuhan tertentu] dapat melakukan “penyupatan Atma” [penyeberangan roh] binatang tersebut, sehingga binatang tersebut dapat naik tingkat terlahir kembali sebagai manusia. Di Bali leluhur kita mewariskan banyak ajaran dharma tentang cara melakukan penyupatan Atma binatang. Ini merupakan jalan yang terang dan membawa karma baik, karena sangat membantu perjalanan Atma binatang tersebut. Dia tidak harus berjuang melewati banyak kehidupan



binatang sebelum dapat terlahir kembali menjadi manusia. Ataupun juga jika kita bukan sadhaka yang maju, terdapat jalan lainnya untuk banyak-banyak memperingan karma buruknya. Misalnya kita berprofesi sebagai petani, ada saat-saat dimana kita terpaksa tidak terhindarkan harus membasmi banyak sekali hama dan serangga yang merusak tanaman. Atau kita harus sering-sering mencabut rumput dan tanaman liar. Atau kita bukan petani dan rumah kita diserbu oleh ratusan kecoa sehingga kita terpaksa harus membasminya. Dsb-nya. Berlandaskan pengetahuan mendalam mengenai karma, ikuti petunjuk sebagai berikut : === Kita lakukan pembasmian tersebut tanpa rasa marah atau benci, juga tidak dengan rasa rianggembira. === Kita lakukan dengan landasan niat atau motif baik. Yaitu agar kita dapat memberi makan keluarga dan orang lain bisa makan beras atau sayuran. Atau dengan tidak ada kecoa keluarga kita tidak menjadi sakit. === Kita lakukan tidak terlalu sering. === Kita lakukan sendirian saja [tidak mengajak orang lain].



=== Kita lakukan pembasmian tersebut sambil terus meminta maaf. === Kita melakukan upaya memperbaiki dampak menyengsarakan dengan mendoakan hama, serangga, atau kecoa, dsb-nya, yang sudah kita basmi tersebut. === Kita tekun melaksanakan sadhana-sadhana yang dapat menghapus karma buruk, seperti melakukan sadhana maha snana-widhi [melukat maha utama] di pathirtan dan dilakukan dengan tata cara melukat yang tepat. Sebagai suatu kesimpulan menyangkut proses memperoleh bahan makanan, cara paling aman agar kita sepenuhnya terbebas dari segala bentuk karma buruk apapun adalah dengan cara membeli. Misalnya membeli ikan mati di pasar, membeli daging beku di supermarket, dsb-nya. Atau bisa juga dengan cara membeli makanan jadi, seperti misalnya kita membeli nasi campur yang sudah jadi di warung, dsb-nya. Sudah tentu juga ada cara lainnya, terutama bagi para sadhaka yang maju. Yaitu sekalipun kita melakukan pembunuhan binatang [untuk kebutuhan tertentu], kita dapat melakukan “penyupatan Atma” binatang tersebut, sehingga binatang tersebut dapat naik tingkat terlahir kembali sebagai manusia. Ini merupakan jalan yang terang dan membawa karma baik, karena sangat membantu perjalanan Atma binatang tersebut. Dia tidak harus berjuang melewati



banyak kehidupan binatang sebelum dapat terlahir kembali menjadi manusia. II. MENYANGKUT MAKANAN.



TATA



CARA



MENYANTAP



Sekalipun kita membeli bahan makanan atau membeli makanan jadi [yang membuat kita sepenuhnya terbebas dari segala bentuk karma buruk apapun], ada baiknya saat menyantap makanan kita tidak hanya mengambilnya dan memasukkannya ke mulut saja. Lakukanlah hal-hal sebagai berikut untuk mengembangkan belas kasih kepada semua mahluk, untuk menaikkan tingkat kesadaran kita, serta untuk memupuk karma baik. Ikuti petunjuk sebagai berikut. 1]. Ambil sikap namaskara [kedua telapak tangan dicakupkan di dada] di depan makanan. Lakukan dhyanawidhi [membayangkan] bahwa kita bisa makan makanan tersebut berkat belas kasih dan kebaikan banyak sekali mahluk. Petani rela hidup dalam kemiskinan agar kita bisa makan. Binatang dan tumbuhan rela memberikan hidupnya agar kita bisa makan. Dsb-nya. 2]. Niatkan untuk membalas kebaikan mereka melalui doa. Mohonkan kepada Dewa Shiwa agar memberikan perlindungan dan naungan untuk mereka semua



dalam siklus samsara ini. Setelah itu ucapkan mantra “Om Namah Shivaya” sebanyak 3 [tiga] kali. 3]. Ganti namaskara dengan mudra amusti karana, kemudian ucapkan mantra “Om anugraha Amritadi Sanjiwani ya namah swaha”, untuk memurnikan makanan tersebut. 4]. Masukkan ke mulut sendok makan pertama sambil ucapkan mantra “Om Namah Shivaya”. Ini kita lakukan sampai dengan sendok makan ketiga. Setelah itu makan seperti biasa.



~9~



SADHANA ABHAYA YADNYA Suatu kali seorang kenalan dekat bertanya, adakah suatu sadhana yang sederhana dan mudah dilakukan untuk orang duniawi seperti dia, tapi sadhana tersebut memiliki dampak yang besar. Saya menjelaskan bahwa ada dua jenis sadhana yang memiliki nilai sangat tinggi dan utama, yaitu Abhaya Yadnya dan Dharma Yadnya. Disinilah terdapat sadhana yang tidak sulit untuk dilakukan, tapi memiliki dampak yang besar. Sadhana Abhaya Yadnya adalah sadhana berupa menyelamatkan kehidupan mahluk lain, atau membantu dan mendukung upaya menyelamatkan kehidupan mahluk lain [dalam bentuk ngayah atau memberikan dana punia]. Seperti membantu menghidupi dan menyekolahkan anak-anak miskin terlantar atau yatim-piatu [menyelamatkan kehidupan mereka dengan memberi mereka peluang hidup layak di masa depan], melakukan pertolongan dan kesembuhan terhadap orang-orang yang mengalami kecelakaan berbahaya atau yang sakit



keras, membeli binatang yang akan dibunuh, lalu membebaskan mereka di alam atau habitat yang sesuai, sehat dan alami, dsb-nya. Sadhana Dharma Yadnya adalah sadhana berupa menyebarkan ajaran dharma, atau membantu dan mendukung upaya menyebarkan ajaran dharma [dalam bentuk ngayah atau memberikan dana punia]. Karena ini dapat menyelamatkan perjalanan orang lain dalam samsara, sekaligus membuka jalan mereka dapat terbebaskan dari siklus samsara. Sadhana Abhaya Yadnya dan Sadhana Dharma Yadnya merupakan sadhana yang memiliki nilai sangat tinggi dan utama, yang harus dilaksanakan dengan motivasi tulus dan positif, serta hendaknya dipraktekkan oleh semua para sadhaka di jalan dharma. Dengan penuh belas kasih menolong, menyelamatkan dan membantu mahluk lain yang sedang menderita, atau tidak punya perlindungan, atau terbenam dalam kesengsaraan pikiran, mereka yang berjalan dalam kegelapan samsara tanpa cahaya penerang sama sekali. Untuk kenalan dekat saya tersebut, yang meminta masukan sadhana yang sederhana tapi memiliki dampak yang besar, saya menyarankan melakukan dua bentuk sadhana. Yaitu pertama [1] melakukan sadhana Dharma Yadnya, dalam bentuk



memberikan dharma dana [dana punia] untuk membantu dan mendukung upaya menyebarkan ajaran dharma. Serta kedua [2] melakukan sadhana Abhaya Yadnya, dalam bentuk menyelamatkan binatang dari kematian dan melepaskannya di alam bebas. Sadhana Dharma Yadnya diatas tidak perlu saya jelaskan, karena sudah cukup jelas. Jadi saya cukup menjelaskan tentang tata cara sadhana Abhaya Yadnya yang saya sarankan saja. Sadhana Abhaya Yadnya, dalam bentuk menyelamatkan binatang dari kematian dan melepaskannya di alam bebas, merupakan suatu praktek latihan untuk membangkitkan sifat belas kasih dan kebaikan. Selain itu, manfaat karma baik sadhana ini banyak dijelaskan dalam berbagai kitab suci, ajaran para Guru suci, maupun ajaran Tantra. Yaitu manfaatnya sebagai berikut : === Untuk kesembuhan kita dari sakit. // Selain itu, kita juga dapat mempersembahkan karma baik dari sadhana ini untuk kesembuhan sakit orang lain. Dalam beberapa kejadian, dapat menyembuhkan penyakit yang sangat serius. === Untuk memperpanjang umur hidup kita. // Selain itu, kita juga dapat mempersembahkan karma baik



dari sadhana ini untuk memperpanjang umur hidup orang lain. === Untuk menghapus karma-karma buruk kita di masa lalu. Serta dapat menghilangkan sebagian hambatan hidup dan kesialan yang terjadi karena karma buruk kita di masa lalu. Jika kita sangat tekun dan sering melaksanakan sadhana ini, maka sekaligus juga akan muncul manfaat utamanya, yaitu : === Disaat kematian kita akan terbebas dari kebingungan. === Pada kehidupan berikutnya, kita akan mendapat kehidupan manusia yang lebih bahagia, mulia dan luhur, atau dapat memasuki alam para Dewa. === Kita akan menciptakan sebab-sebab untuk dapat mencapai kesadaran sempurna [moksha] di kehidupan yang akan datang. Ada 3 [tiga] hal sangat penting yang perlu diperhatikan saat melaksanakan sadhana ini, yaitu : 1]. Binatang yang tepat untuk sadhana ini adalah binatang yang akan dibunuh. Bukan binatang yang akan dipelihara. 2]. Memberikan puja dan mantra Dewa Shiwa kepada binatang tersebut sebelum dilepaskan dan saat dilepaskan.



3]. Melepaskan binatang tersebut di lingkungan habitat yang sesuai, yang bersih dan alami [tidak tercemar], serta aman bagi mereka. Misalnya [contoh], jangan melepas binatang air tawar ke air laut atau payau, jangan melepas di lingkungan yang kotor atau tercemar, jangan melepas di lingkungan yang banyak pemburu binatang, dsb-nya. Saya akan memberikan suatu contoh bagaimana saya melakukan sadhana Abhaya Yadnya dalam bentuk menyelamatkan dan melepaskan binatang, sebagai berikut : 1]. Misalnya [contoh] ketika saya melepas ikan air tawar, sehingga tempat yang saya pilih adalah di hulu sungai, yang airnya jernih dan tidak tercemar. Serta di lokasi tersebut dari aliran sungai itu sepanjang beberapa kilometer merupakan lembah sungai yang sangat dalam, sehingga sedikit ada orang yang memancing atau menangkap ikan. 2]. Saya membeli ikan di tambak, dimana ikan tersebut akan dibunuh [dipancing dan dimakan]. Saya pastikan ikan yang saya beli habitatnya adalah di sungai, karena saya akan melepasnya di sungai. 3]. Agar ikan tersebut tidak mabuk karena perjalanan jauh, saya membeli di tambak yang dekat dengan



tempat melepasnya. Serta ikan tersebut tempatkan dalam ember khusus yang nyaman.



saya



4]. Sebelum melepaskan ikan tersebut, saya duduk di pinggir sungai dengan ember berisi ikan ada di hadapan saya. Saya sembahyang matur piuning [minta ijin] kepada Ibu Pertiwi, Para Guru suci, Dewa Shiwa dan para Ista Dewata, bahwa saya akan melakukan Sadhana Abhaya Yadnya. 5]. Saya memohon kepada Dewa Shiwa agar mereka dilindungi dan dijaga oleh Dewa Shiwa selama hidupnya, agar setelah meninggal Atma mereka “diambil” oleh Dewa Shiwa, serta agar mereka dapat terlahir kembali sebagai manusia yang berbudi luhur. 6]. Kemudian saya menjapakan mantra “Om Namah Shivaya” sebanyak 108 kali dan karma baiknya saya persembahkan untuk ikan yang akan saya lepas. Saya pastikan ikan tersebut dapat “mendengar” mantra itu, setidaknya secara getaran energi. Dengan tujuan jika mereka terlahir kembali sebagai manusia, mereka akan selalu ingat dengan ajaran dharma yang luhur ketika mereka mendengar mantra “Om Namah Shivaya”. === Catatan : Kita juga dapat mempersembahkan karma baik dari sadhana ini untuk orang lain yang sedang sakit [untuk kesembuhannya], atau untuk



memperpanjang umur orang lain, serta untuk keluarga yang sudah meninggal [untuk membantu perjalanannya di alam kematian]. Caranya, mohonkan pelimpahan karma baik tersebut kepada Dewa Shiwa setelah kita selesai menjapakan mantra. 7]. Saya melepaskan ikan tersebut di sungai, sambil terus mengucapkan mantra "Om Namah Shivaya". Sadhana abhaya yadnya adalah salah satu sadhana yang memiliki dampak besar jika rutin kita lakukan. Tapi jangan hanya melakukan sadhana ini saja. Karena jika kita hanya melakukan 1 [satu] sadhana tunggal saja sudah pasti jauh dari cukup. Untuk mencapai hasil yang menyeluruh, kita harus melaksanakan berbagai sadhana yang bersifat saling berkait-kaitan, saling melengkapi dan saling menyempurnakan, sebagai jalan kesadaran Atma yang terang bercahaya.



~ 10 ~



MENGHADAPI SERANGAN BLACK MAGIC DENGAN JALAN BELAS KASIH Salah satu topik yang sangat sering menjadi bahan pembicaraan dalam keluarga dharma, adikadik dharma, kenalan dekat, serta dalam berbagai lingkungan praktisi spiritual, adalah tentang serangan black magic [ilmu hitam]. Tentu saja ada beragam cara untuk menghadapi serangan black magic. Tapi jika konsultasi dengan saya, saya selalu menyarankan rangkaian jalan untuk langkah pencegahan dan untuk penanganan menghadapi serangan black magic dengan jalan belas kasih. Yaitu melalui seluruh tindakan sebagai berikut. I. Tindakan Pencegahan Ini merupakan 5 [lima] rangkaian susunan cara untuk langkah pencegahan di dalam menghadapi



serangan black magic dengan jalan belas kasih. Yaitu dengan cara sebagai berikut : 1] Rajin bersih-bersih rumah. Bersihkan semua sudut ruangan dari debu, sampah dan kotoran. Perabot dan benda-benda di dalam rumah kita bersihkan dan rapikan. Buka jendela lebar-lebar agar sinar matahari dan udara segar masuk ke dalam ruangan. Jangan biarkan ada benda-benda tidak berguna sangat lama bertahun-tahun menumpuk di dalam rumah. Potong rapikan tanaman dan rumput di halaman rumah. Sapu bersih halaman rumah dari berbagai jenis sampah. Dengan cara ini, maka pancaran getaran energi rumah kita akan menjadi baik. 2] Rajin mebanten dan mesegeh di rumah terutama pada saat rahina suci. Setelah selesai mebanten dan mesegeh, sirat-siratkan tirtha [air suci] ke seluruh wilayah rumah. Dengan cara ini, maka pancaran getaran energi rumah kita akan menjadi bercahaya. 3] Kurangi bertengkar antar sesama penghuni rumah. Hendaknya semua penghuni rumah sama-sama belajar mengalah, sabar, memaafkan dan tidak ego. Selalu mulai dari diri kita sendiri, terutama jika penghuni rumah lain belum dapat melakukannya. Dengan cara ini, maka getaran pancaran energi rumah kita akan menjadi bercahaya.



4] Rajin dan tekun melakukan kebaikan-kebaikan. Jangan marah dan membenci siapapun. Sebaliknya kita banyak menolong, banyak memberi dan banyak melakukan kebaikan kepada orang lain. Dengan cara ini, maka pancaran getaran energi rumah kita akan menjadi sangat bercahaya. 5] Rajin dan tekun melakukan meditasi setiap hari. Setelah selesai meditasi kita selalu persembahkan berkahnya kepada semua mahluk. Sambil namaskara kita ucapkan permohonan ini : “Para Guru, para Ista Dewata, apapun berkah yang saya terima dalam meditasi, saya persembahkan berkahnya kepada semua mahluk, agar semua mahluk dapat mengerti makna dan tujuan kehidupan, agar semua mahluk dapat mencapai pencerahan sempurna”. Dengan cara ini, maka pancaran getaran energi rumah kita akan menjadi sangat bercahaya. Itulah yang disebut dengan langkah pencegahan di dalam menghadapi serangan black magic dengan jalan belas kasih. Jika kita tekun melakukan seluruh 5 [lima] tindakan tersebut, maka apapun bentuk serangan black magic yang datang, kita dan semua penghuni rumah akan sangat sulit untuk terkena serangan semacam itu. Selain semua hal diatas, terdapat cara yang paling sangat mendalam untuk menghadapi serangan



black magic, yaitu membuat kesadaran kita menjadi terang bercahaya, serta hati kita penuh dengan belas kasih dan kebaikan. Karena dengan pencapaian seperti itu, serangan black magic sehebat, sedahsyat dan seseram apapun tidak mungkin akan bisa mengenai kita, karena getaran energi niskalanya sudah berbeda. Tidak akan tersambung. Segala jenis black magic apapun tidak akan mengenai kita. Sebagaimana lalat yang tidak akan bisa betah berlama-lama hinggap di bunga indah. Di alam ini terdapat hukum sempurna yang bekerja, yaitu “sampah” akan mengundang “lalat” dan “bunga” akan mengundang “kupu-kupu”. Jika kita merasa diganggu oleh black magic, atau merasa diganggu oleh mahluk alam bawah, atau merasa diganggu oleh kekuatan gelap lainnya, cepatlah merubah diri kita menjadi “bunga”. Caranya tumbuhkan hati yang penuh belas kasih dan kebaikan di dalam diri kita. Begitu kekuatan belas kasih dan kebaikan mekar bercahaya di dalam hati kita [menjadi “bunga”], maka secara alami “lalat” kekuatan black magic, atau mahluk alam bawah, atau kekuatan gelap lainnya, tidak akan tertarik untuk mengganggu kita. Sebaliknya kita akan mengundang kekuatan-kekuatan suci untuk melindungi diri kita.



Ketakutan kita yang berlebihan terhadap kekuatan black magic, atau mahluk alam bawah, atau kekuatan gelap lainnya, justru akan membuat kita mengundang mereka untuk datang. Mirip seperti magnet yang menarik logam. Sehingga berhentilah takut terhadap kekuatan-kekuatan kegelapan, tapi pandanglah dan perlakukan mereka dengan penuh belas kasih dan kebaikan. Sebagai hasilnya, di satu sisi kita tidak mengundang mereka untuk datang, di sisi lain kalaupun kita berpapasan, mereka tidak tertarik untuk menyakiti atau melukai kita. II. Tindakan Penanganan Kemudian ada yang menanyakan lebih lanjut, jika kita belum dapat melakukan semua itu, kemudian datang serangan black magic, apakah yang harus dilakukan. Untuk itu, maka saya selalu menyarankan menggunakan perpaduan 2 [dua] cara sebagai berikut, yaitu : 1] Di alam ini tidak ada pelindung niskala yang lebih kokoh, lebih hebat dan lebih bercahaya dari kekuatan belas kasih. Ketika kita merasa diserang oleh kekuatan kegelapan, jangan pernah terpancing untuk marah



atau takut. Belajarlah untuk bersikap baik hati terhadap kekuatan kegelapan. Sadari secara mendalam, bahwa mereka memasuki kegelapan disebabkan karena mereka ditenggelamkan oleh kesengsaraan. Pahami kesengsaraan mereka, kemudian pancarkan cahaya pengertian dan belas kasih mendalam. Dengan cara ini, kita sudah menjadi pembawa cahaya yang menerangi dunia. Jika kita merasa dikirimi black magic oleh seseorang, pancarkan cahaya pengertian dan belas kasih mendalam kepada orang yang mengirim. Kemudian ucapkan namanya dalam doa dan doakan agar perjalanannya selamat. Dalam terangnya cahaya belas kasih mendalam, kegelapan manapun pasti akan pudar menghilang. 2] Bhakti mendalam kepada Ista Dewata yang secara karma dekat dengan kita, sebagai pengayom dan pelindung utama kita. Misalnya [contoh] Dewa Shiwa adalah Ista Dewata kita. Ketika ada bahaya serangan black magic, atau ada terasa datangnya bahaya yang tidak bisa dijelaskan, lakukan hal sebagai berikut. === Cepat melakukan puja sembah di depan simbolsimbol Dewa Shiwa [foto, lukisan, arca, dsb-nya] dengan penuh keyakinan serta tanpa keraguan.



=== Lakukan dhyanawidhi [memvisualisasikan] kehadiran Dewa Shiwa. Yakini seyakin-yakinnya [sraddha bhakti] kalau Dewa Shiwa hadir di hadapan kita. === Begitu wajah Dewa Shiwa muncul dalam visual kita, namaskara dengan penuh keyakinan ucapkan mantra “Om Namah Shiwaya” [saya berlindung kepada Dewa Shiwa]. Itulah yang disebut dengan cara penanganan di dalam menghadapi serangan black magic dengan jalan belas kasih. Jika kita tulus dan sungguh-sungguh melakukan semua 2 [dua] tindakan tersebut, maka apapun bentuk serangan black magic yang datang, kita dan semua penghuni rumah akan sangat sulit untuk terkena serangan semacam itu. Segala jenis black magic apapun tidak akan mengenai kita. Sebagaimana lalat yang tidak akan bisa betah berlama-lama hinggap di bunga indah.



~ 11 ~



KERAUHAN Keluarga dharma dan adik-adik dharma saya sering menanyakan kepada saya tentang kerauhan. Saya selalu mengatakan bahwa hendaknya kita menghormati fenomena kerauhan. Terutama karena kita tinggal di Pulau Bali yang sangat sakral. Kerauhan berasal dari kata “rauh” yang berarti “datang”. Tradisi spiritual di Pulau Bali yang berhubungan dengan kerauhan merupakan sebuah tradisi Tantra. Ajaran tingkatan tertinggi yang sangat sakral. Kita hendaknya menghormati fenomena kerauhan. Terutama karena kita tinggal di Pulau Bali yang sangat sakral. Dalam pelaksanaan suatu upacara, kerauhan kadang-kadang digunakan sebagai jalan mendapatkan petunjuk Ista Dewata. Sedangkan tujuan lain kerauhan dalam pelaksanaan suatu upacara adalah untuk kedatangan para Ista Dewata secara sekala ke alam marcapada ini. Untuk menebarkan getaran energi kedewataan di alam marcapada ini. Ini merupakan salah satu ritual yang membuat taksu



Pulau Bali menjadi sangat sakral. Jika ini dihilangkan, maka akan hilang jugalah salah satu tiang taksu bagi kesakralan Pulau Bali ini. Selain itu dalam kehidupan keseharian, kerauhan biasa digunakan sebagai suatu cara untuk mendapatkan tuntunan langkah kehidupan dari Ista Dewata, atau untuk mengetahui permintaan terakhir dari orang yang sudah meninggal, dsb-nya. Seperti misalnya pada saat “nunas baos” [meminta pembicaraan]. Ini merupakan suatu tradisi yang sakral dan baik. Akan tetapi sesungguhnya, kerauhan adalah sebuah fenonema yang kompleks dan rumit. Dimana fenomena kerauhan sesungguhnya terbagi ke dalam klasifikasi 2 [dua] jenis, yaitu kerauhan [kerauhan yang otentik] dan “kerauhan” [fenomena seolah-olah kerauhan]. Yang dimaksud dengan kerauhan yang otentik adalah ketika benar-benar ada Ista Dewata, mahluk bawah, atau roh gentayangan, yang memasuki diri seseorang dan mengambil alih kesadarannya. Yang dimaksud dengan fenomena seolah-olah kerauhan adalah, ketika ada seseorang yang secara penampakan dari luar terlihat seperti seolah-olah sedang kerauhan, tapi sesungguhnya tidak ada Ista



Dewata, mahluk bawah, atau roh gentayangan, yang memasuki dirinya dan mengambil alih kesadarannya. SEBAB TERJADINYA KERAUHAN YANG OTENTIK Orang yang memiliki “bakat” kerauhan yang otentik, artinya orang yang mudah atau sering kerauhan yang otentik, hal itu disebabkan karena lapisan tubuhnya, secara selubung energi memiliki celah-celah yang terbuka. Dari celah-celah selubung energi tubuhnya yang terbuka inilah kemudian Ista Dewata, mahluk bawah, atau roh gentayangan, bisa memasuki dirinya dan mengambil alih kesadarannya [kerauhan yang otentik]. Bagaimana selubung energi tubuh seseorang bisa terbuka dengan menjadi memiliki celah-celah, hal itu disebabkan oleh setidaknya 5 [lima] faktor penyebab, yaitu : [1]. Karena kehendak suci Ista Dewata, untuk membuka selubung energi tubuh seseorang sehingga terdapat celah-celah, demi sebuah tujuan yang luhur. [2]. Karena seseorang belajar suatu praktek spiritual tertentu, dimana kemudian terjadi 2 [dua] macam kemungkinan.



== Jenis dari praktek spiritual yang dilakukannya tersebut secara otomatis membuka selubung energi tubuhnya sehingga terdapat celah-celah. == Praktek spiritual yang dilakukannya tersebut salah tehnik ketika dia praktekkan, sehingga kemudian berakibat membuka selubung energi tubuhnya sehingga terdapat celah-celah. [3]. Karena ada seorang praktisi spiritual kurang baik, yang memiliki kemampuan supranatural tertentu, yang diam-diam secara sengaja membuka atau merobek selubung energi tubuh seseorang, sehingga terdapat celah-celah. Ini biasanya dilakukan untuk tujuan yang tidak baik, atau untuk tujuan kepentingan pribadi praktisi spiritual tersebut. Seringkali hal ini sangat berbahaya untuk orang yang menjadi sasaran perbuatan seperti ini. [4]. Karena seseorang mengalami kejadian “luar biasa” dalam hidupnya, seperti misalnya mengalami kecelakaan, mengalami sakit keras, atau mengalami kejadian sangat traumatik, dsb-nya, dimana kejadian tersebut dalam prosesnya kemudian secara sangat kebetulan merobek selubung energi tubuhnya, sehingga terdapat celah-celah. [5]. Karena ada mahluk bawah dengan kemampuan supranatural tertentu, yang secara sengaja membuka



atau merobek selubung energi tubuh seseorang, sehingga terdapat celah-celah. Ini tentunya tidak untuk tujuan yang baik. Bahkan sangat berbahaya untuk orang yang menjadi sasaran. Dengan catatan bahwa hal ini agak jarang-jarang terjadi, tapi bukannya tidak mungkin untuk terjadi. KLASIFIKASI BERBAGAI JENIS KERAUHAN Kerauhan adalah sebuah fenomena niskala yang kompleks dan rumit. Apa yang disebut “kerauhan” oleh orang awam, tidak selalu diakibatkan oleh adanya Ista Dewata, mahluk bawah, atau roh gentayangan, yang memasuki diri seseorang dan mengambil alih kesadarannya. Terutama karena tentu saja, kebanyakan orang tidak punya kemampuan spiritual untuk membeda-bedakan diantara kerauhan [kerauhan yang otentik] dan “kerauhan” [fenomena seolah-olah kerauhan] Untuk itu akan dijelaskan tentang faktor penyebab dari kerauhan [kerauhan yang otentik] dan faktor penyebab dari “kerauhan” [fenomena seolah kerauhan]. Yaitu sebagai berikut : I. Kerauhan Yang Otentik Yang dimaksud dengan kerauhan yang otentik adalah ketika memang sejatinya benar-benar ada Ista



Dewata, mahluk bawah, atau roh gentayangan, yang memasuki diri seseorang dan mengambil alih kesadarannya. Dimana kerauhan yang otentik dapat dibagi ke dalam 2 [dua] faktor penyebab, yaitu : [1]. Kerauhan karena kemasukan Ista Dewata. Ini merupakan kerauhan yang otentik, dimana ada Ista Dewata yang memasuki diri seseorang dan mengambil alih kesadarannya. Kerauhan karena kemasukan Ista Dewata memerlukan setidaknya 3 [tiga] syarat, yaitu : =1. Orang tersebut lapisan tubuhnya, secara selubung energi memiliki celah-celah yang terbuka. =2. Orang tersebut memiliki kejernihan emosi, serta memiliki belas kasih dan kebaikan yang mendalam kepada semua mahluk di alam nyata ini, kepada manusia, kepada binatang dan semua mahluk. Atau orang tersebut sudah memiliki kualitas spiritual minimal diri yang cukup. Karena di alam niskala ada hukumnya, yaitu kesucian hanya bisa terhubung dengan kesucian. Hanya orang dengan kesadaran di dalam diri yang mulai bercahaya yang bisa terhubung secara niskala dengan Ista Dewata.



=3. Ista Dewata yang bersangkutan, untuk suatu tujuan yang baik, memang berkehendak untuk memasuki diri orang tersebut. Jadi ini berarti bahwa sesungguhnya orang kerauhan karena kemasukan Ista Dewata sangat tidak mudah untuk terjadi. [2]. Kerauhan karena kemasukan mahluk bawah. Ini merupakan kerauhan yang otentik, dimana ada mahluk bawah atau roh gentayangan memasuki diri seseorang dan mengambil alih kesadarannya. Dalam pelaksanaan suatu upacara, biasanya Sulinggih atau Jro Mangku akan menguncar mantra untuk mengundang para Ista Dewata tedun [turun ke alam marcapada]. Kehadiran para Ista Dewata juga akan diikuti oleh kedatangan mahluk-mahluk alam bawah sebagai rencang di suatu tempat suci Tantra. Bagaimana seseorang bisa kerauhan karena kemasukan mahluk bawah dalam pelaksanaan suatu upacara, disebabkan karena 2 [dua] faktor sebagai berikut : =1. Orang tersebut lapisan tubuhnya, secara selubung energi memiliki celah-celah yang terbuka.



=2. Orang tersebut tidak memiliki kejernihan emosi, serta tidak memiliki belas kasih dan kebaikan yang mendalam kepada semua mahluk di alam nyata ini, kepada manusia, kepada binatang dan semua mahluk. Atau orang tersebut tidak memiliki kualitas spiritual minimal diri yang cukup. Jangan sekali-sekali kita pernah menghakimi mereka sebagai kemasukan setan. Diterima saja tanpa penghakiman sama sekali. Mahluk-mahluk bawah juga bagian dari tubuh semesta yang sama dengan kita. Kerauhan mahluk bawah dalam suatu pelaksanaan upacara merupakan bagian dari ritual Tantra. Dalam ajaran Tantra Bali, kedatangan para Ista Dewata dan kedatangan mahluk-mahluk alam bawah sama pentingnya. Keduanya sama-sama berguna. Dalam analogi sederhana, tanpa adanya penyatuan kekuatan positif dan negatif tidak akan menghasilkan cahaya. Sekalipun dalam suatu pelaksanaan upacara seseorang dimasuki mahluk alam bawah, jangan sekali-sekali kita pernah menghakimi mereka. Diterima saja tanpa penghakiman sama sekali. Selalu ingat bahwa kita tinggal di Pulau Bali yang sangat sakral. Pandanglah mahluk-mahluk bawah dengan penuh belas kasih, pahami mereka sebagai mahluk sengsara yang sedang membutuhkan pertolongan



kita. Jika ada aspirasi tertentu yang ingin disampaikan, kita tanyakan mereka minta apa. Sepanjang aspirasi tersebut tidak aneh-aneh dan kita masih mampu, penuhi permintaan mereka. Akan tetapi, khusus ditujukan untuk diri kita sendiri, jika kita kerauhan karena kemasukan mahluk bawah dalam pelaksanaan suatu upacara, apalagi jika kita kerauhan karena kemasukan mahluk bawah atau roh gentayangan diluar konteks pelaksanaan suatu upacara, hal itu sangatlah tidak disarankan, karena sangat berbahaya. Hal ini sebaiknya cepat kita tangani dan atasi dengan sebaik-baiknya. Terutama dengan cara belajar membangun kejernihan emosi, serta belajar memiliki belas kasih dan kebaikan yang mendalam kepada semua mahluk di alam nyata ini, kepada manusia, kepada binatang dan semua mahluk. Atau dengan cara melakukan praktek spiritual dharma mendalam, agar kita memiliki kesadaran yang terang bercahaya. II. Fenomena Seolah-olah Kerauhan Yang dimaksud dengan fenomena seolah-olah kerauhan adalah, ketika ada seseorang yang secara penampakan dari luar terlihat seperti orang tersebut seolah-olah sedang kerauhan, tapi sesungguhnya tidak ada Ista Dewata, mahluk bawah, atau roh



gentayangan, yang memasuki dirinya dan mengambil alih kesadarannya. Dimana hal ini terjadi disebabkan oleh 6 [enam] faktor kemungkinan, yaitu : [1]. Karena kelahiran melik dengan pertanda pingit, yang membawa bija [benih] energi spiritual. Seseorang kelahiran melik dengan pertanda pingit, dimana secara kelahiran di dalam lapisan tubuh energinya membawa bija [benih] energi spiritual yang tersembunyi di dalam dirinya. Dimana energi spiritual yang terbawa dari kehidupan sebelumnya tersebut, pada kehidupannya yang baru, pada umumnya sifatnya sebagai kekuatan energi yang katakan saja masih liar dan mentah, yang perlu diolah kembali dengan praktek spiritual dharma yang mendalam. Jika energi tersebut masih liar dan mentah [belum diolah kembali dengan praktek spiritual dharma yang mendalam], maka ketika orang melik tersebut menghadiri suatu pelaksanaan upacara, atau memasuki tempat suci yang sakral, atau memasuki kawasan yang sakral, kemudian terjadi bahwa energi tempat suci atau kawasan sakral tersebut “menghidupkan” energi spiritual yang ada di dalam tubuh orang melik tersebut. Maka sebagai hasilnya,



orang melik tersebut akan bereaksi atau mengalami sensasi seolah-olah seperti sedang kerauhan. Padahal sesungguhnya sama sekali tidak ada yang memasuki tubuhnya. [2]. Karena belajar suatu praktek spiritual tertentu. Ini disebabkan karena seseorang belajar suatu praktek spiritual tertentu, dimana praktek spiritual yang dilakukannya tersebut salah tehnik ketika dia praktekkan, sehingga energi di dalam dirinya liar dan tidak bisa dia kendalikan. Sehingga ketika orang tersebut menghadiri suatu pelaksanaan upacara, atau memasuki tempat suci yang sakral, atau memasuki kawasan yang sakral, kemudian terjadi bahwa energi tempat suci atau kawasan sakral tersebut “menghidupkan” energi praktek spiritual yang ada di dalam tubuh orang tersebut. Maka sebagai hasilnya, orang tersebut akan bereaksi atau mengalami sensasi seolah-olah seperti sedang kerauhan. Padahal sesungguhnya sama sekali tidak ada yang memasuki tubuhnya. [3]. Karena bekal-bekal niskala. Ini disebabkan karena seseorang memasukkan bekal-bekal niskala ke dalam tubuhnya, atau karena seseorang bepergian dengan membawa bekal-bekal



niskala. Tapi dia sendiri tidak benar-benar tahu bagaimana sesungguhnya cara untuk menggunakan atau mengendalikan bekal-bekal niskala tersebut secara baik atau tepat. Sehingga ketika orang tersebut menghadiri suatu pelaksanaan upacara, atau memasuki tempat suci yang sakral, atau memasuki kawasan yang sakral, kemudian terjadi bahwa energi tempat suci atau kawasan sakral tersebut “menghidupkan” energi bekal-bekal niskalanya, atau bahkan “berbenturan” dengan energi bekal-bekal niskalanya. Maka sebagai hasilnya, orang tersebut akan bereaksi atau mengalami sensasi seolah-olah seperti sedang kerauhan. Padahal sesungguhnya sama sekali tidak ada yang memasuki tubuhnya. [4]. Karena terkena ilmu hitam. Ini disebabkan karena seseorang terkena ilmu hitam. Seperti misalnya terkena bebai, dsb-nya. Sehingga ketika orang tersebut menghadiri suatu pelaksanaan upacara, atau memasuki tempat suci yang sakral, atau memasuki kawasan yang sakral, kemudian terjadi bahwa energi tempat suci atau kawasan sakral tersebut “berbenturan” dengan energi ilmu hitam yang ada di dalam dirinya. Maka sebagai hasilnya, orang tersebut akan bereaksi atau



mengalami sensasi seolah-olah seperti sedang kerauhan. Padahal sesungguhnya sama sekali tidak ada yang memasuki tubuhnya. [5]. Karena gangguan kejiwaan. Ini terjadi semata-mata karena seseorang mengalami masalah kejiwaan. Artinya, tidak ada kaitannya sama sekali dengan urusan niskala. Jika seseorang dalam jangka waktu lama memendam tekanan pikiran-perasaan yang hebat di dalam dirinya, maka tekanan-tekanan tersebut akan terpendam di alam bawah sadarnya. Ketika diluar ada suatu hal, atau suatu faktor, yang memicu tekanan pikiran-perasaan yang tersimpan di alam bawah sadarnya, yang membuatnya meletup keluar, maka orang tersebut akan memunculkan perilaku seolah seperti kerauhan. Padahal sesungguhnya tidak ada kejadian atau urusan niskala apapun. [6]. Karena pura-pura kerauhan. Ini terjadi semata-mata karena kelakuan seseorang yang berpura-pura [hanya akting] saja mengalami kerauhan. Padahal sesungguhnya tidak ada sesuatu apapun yang terjadi. Motif orang-orang berpura-pura mengalami kerauhan ini ada banyak macamnya. Ada yang karena memiliki kepentingan



pribadi, motif mengambil keuntungan, agar dipercaya orang, dsb-nya. Tentu saja tidak semua motifnya buruk. Tidak bisa kita ambil ke dalam satu kesimpulan, karena setiap kejadian berbeda-beda. Menyangkut hal ini, saya pernah punya pengalaman yang cukup menggelikan. Suatu saat saya ikut bergabung dalam rombongan tirtayatra ke sebuah candi pathirtan kuno di Kendran [Tegallalang, Gianyar]. Ketika sedang meditasi, salah seorang Jro Mangku senior mengalami kerauhan. Dalam kerauhan tersebut Jro Mangku berkata yang tedun Ida Btara yang malinggih disana, kemudian menjelaskan beberapa hal menyangkut pura kuno tersebut dan memberikan petunjuk niskala. Semua apa yang dikatakan Jro Mangku senior tersebut sama dengan apa yang saya dapatkan dalam meditasi, serta apa yang disampaikan Ida Btara yang malinggih disana secara niskala. Hanya saja ada suatu keanehan, sebab secara mata spiritual saya sama sekali tidak melihat adanya faktor-faktor yang dapat memunculkan kerauhan. Ketika kami melanjutkan perjalanan tirtayatra, ada suatu kesempatan dimana saya benar-benar berdua saja dengan Jro Mangku tersebut. Jadi dengan rasa ingin tahu saya tanyakan, “Maaf ya Jro, mohon jangan tersinggung. Apakah di pura tadi Jro memang



benar-benar kerauhan ? Sebab secara mata spiritual saya sama sekali tidak melihat adanya mahluk yang masuk”. Dengan enteng Jro Mangku berkata, “memang tadi saya hanya pura-pura saja kerauhan, sebab kalau tidak begitu, orang-orang tidak akan percaya dengan apa yang saya katakan”. Saya tidak dapat menahan tawa mendengar jawaban itu. Dari keseluruhan 2 [dua] kerauhan [kerauhan yang otentik] dan 6 [enam] “kerauhan” [fenomena seolah kerauhan] tersebut, secara sekala tidak ada cara yang benar-benar pasti dan akurat untuk dapat membedakannya. Memang ada beberapa cara sekala untuk mengujinya, tapi cara itu tidaklah selalu bisa tepat dan akurat. Satu-satunya cara yang benar-benar pasti dan akurat adalah secara niskala, yaitu dengan ketajaman mata spiritual untuk dapat melihatnya. Sebagai penutup, sekali lagi perlu saya tegaskan bahwa, sebagai sebuah catatan untuk diri kita sendiri, jika kita mengalami kerauhan yang otentik karena kemasukan mahluk bawah dalam pelaksanaan suatu upacara, apalagi jika kita kerauhan karena kemasukan



mahluk bawah atau roh gentayangan diluar konteks pelaksanaan suatu upacara, hal itu merupakan sebuah tanda-tanda bahwa yang kita punya pe-er atau tugas penting secara spiritual. Yaitu memilih salah satu diantara 2 [dua] pilihan sebagai berikut : 1]. Belajar membangun kejernihan emosi, serta belajar memiliki belas kasih dan kebaikan yang mendalam kepada semua mahluk di alam nyata ini, kepada manusia, kepada binatang dan semua mahluk. 2]. Melakukan praktek spiritual dharma mendalam, agar kita memiliki kesadaran yang terang bercahaya. Dengan cara-cara demikian, maka sekalipun kita memiliki “bakat” kerauhan yang otentik [tubuh kita secara selubung energi memiliki celah-celah yang terbuka], maka mahluk-mahluk alam bawah atau roh gentayangan tidak akan tertarik memasuki tubuh kita, karena getaran energinya tidak cocok. Sebagaimana lalat yang tidak tertarik hinggap pada bunga indah.



~ 12 ~



ORANG MELIK Beberapa kali pernah teman atau keluarga saya, datang ke rumah saya mengajak temannya yang dari lahir memiliki kemampuan melihat kehadiran mahluk-mahluk halus. Mereka datang untuk melakukan konsultasi dengan saya, tentang mengapa terjadi seperti itu dan apa yang sebaiknya harus dilakukan. Itu tidak lain merupakan salah satu pertanda dari kelahiran melik. PERTANDA KELAHIRAN MELIK Secara keseluruhan, pertanda bahwa seseorang itu melik adalah berbeda-beda, karena hal itu sangat tergantung dari bagaimana dan seperti apa orang yang bersangkutan di masa kehidupan sebelumnya. Serta kemungkinan lain, tergantung dari misi kelahiran orang yang bersangkutan.



Secara keseluruhan, terdapat 21 [duapuluh satu] pertanda bahwa seseorang itu melik, yang terbagi ke dalam 4 [empat] kategori, yaitu : I. Pertanda Pingit. 1. Ini merupakan pertanda melik yang paling sakral dan rahasia. Dimana secara kelahiran di dalam lapisan tubuh energinya membawa bija [benih] energi spiritual yang tersembunyi di dalam dirinya. Energi spiritual ini secara niskala bisa berbentuk cahaya, permata, pendaran energi Ista Dewata, dsb-nya. Biasanya diperlukan tuntunan dari seseorang yang wikan untuk mengetahui keberadaan bija [benih] energi spiritual ini. 2. Di niskala [alam tidak terlihat mata biasa] memiliki Dharmapala [Ista Dewata penjaga]. Biasanya diperlukan tuntunan dari seseorang yang wikan untuk mengetahui keberadaan Dharmapala tersebut. II. Pertanda Adnyana. 1. Secara alami [tanpa pernah melakukan praktek spiritual apapun], mata spiritualnya terbuka. Yaitu dapat melihat kehadiran mahluk bawah atau roh gentayangan, sebagai pertanda bahwa di kehidupan sebelumnya sudah mencapai tingkatan jnana mata spiritual [mata ketiga, trineta] terbuka.



2. Secara alami [tanpa pernah melakukan praktek spiritual apapun] pendengaran spiritualnya terbuka. Yaitu dapat mendengarkan suara-suara dari alam niskala, sebagai pertanda bahwa di kehidupan sebelumnya sudah mencapai tingkatan jnana mendengar alam niskala. 3. Secara alami [tanpa pernah melakukan praktek spiritual apapun] memiliki kepekaan terhadap getaran energi. Misalnya dapat mendeteksi energi seseorang, atau dapat mendeteksi energi suatu tempat, dsb-nya, sebagai pertanda bahwa di kehidupan sebelumnya sudah mencapai tingkatan jnana kepekaan terhadap getaran energi. 4. Sering mengalami mimpi yang menjadi kenyataan [melihat masa depan melalui mimpi], sebagai pertanda bahwa di kehidupan sebelumnya sudah mencapai tingkatan jnana dapat melihat atau meramal masa depan. III. Pertanda Manasa. 1. Di masa kecil, ada perasaan kurang nyaman menjadi anak kecil dan ingin cepat-cepat segera menjadi dewasa. Kurang tertarik bergaul dengan teman-teman seumuran, sehingga kadang lebih suka menyendiri.



2. Dari masa kecil, atau bisa juga dari sejak remaja hingga dewasa, memiliki kepekaan intuisi untuk mengenali orang-orang yang bisa membahayakan atau mengacaukan perjalanan hidupnya. Serta secara alami memiliki intuisi untuk menjauh dan tidak bergaul dengan mereka. 3. Dari sejak remaja hingga dewasa, mudah merasa bosan atau merasa enggan dengan kehidupan duniawi. Tanpa bisa dijelaskan, begitu saja didatangi hal-hal spiritual seperti buku-buku, arca Ista Dewata, dsb-nya. Pada saat yang sama timbul kerinduan untuk melakukan praktek spiritual dharma mendalam seperti meditasi, japa mantra, dsb-nya. Serta ketika belajar spiritual, merasa nyaman, mudah dan lancar. 4. Seringkali mimpi terbang, sebagai pertanda simbolik kelahiran dari alam atas. Atau seringkali mimpi berjalan-jalan telanjang bulat di tempat umum dan tidak merasa malu, sebagai pertanda simbolik bahwa di kehidupan sebelumnya sudah mencapai tingkatan spiritual yang tinggi. 5. Dari masa kecil, remaja, hingga dewasa, seringkali ketika dalam hidup mengalami musibah atau hal-hal yang membahayakan, tiba-tiba saja di sekitar ada orang, atau muncul sesuatu, atau ada kejadian yang menyelamatkan.



6. Seringkali mimpi tentang alam-alam suci, atau seringkali mimpi didatangi para Dewa-Dewi, atau seringkali mimpi didatangi orang-orang suci, sebagai pertanda simbolik bahwa secara niskala dituntun dan dijaga oleh Ista Dewata pelindung, atau oleh Dharmapala. 7. Mengalami kejadian hidup yang berat atau menyakitkan sebagai gerbang pembuka untuk memasuki jalan dharma mendalam. Kemudian selanjutnya kelak akan semakin terpanggil memasuki jalan dharma mendalam setelah melihat kejadian atau peristiwa sedih kemanusiaan, atau setelah melihat penderitaan, kegelapan dan ketidaktahuan [avidya] orang-orang di sekitar. 8. Merasakan hadirnya kebetulan-kebetulan terpola penuh makna dalam perjalanan hidup, untuk kemudian menuntun dapat melihat siapa Guru hidup [Guru manusia] yang sebaiknya didatangi untuk belajar spiritual dharma dan untuk dilayani dengan penuh bhakti. IV. Pertanda Ceciren. 1. Pada tubuh fisik terdapat tanda kelahiran berbentuk Omkara, atau berbentuk senjata Dewa seperti Bajra, Gada, Chakra, Trisula, dsb-nya, atau



berbentuk unsur panca maha bhuta seperti api dan riak air, atau berbentuk simbol-simbol spiritual lainnya seperti bunga padma, swastika, dsb-nya. 2. Pada rambut di kepala memiliki usehan [user-user] sebanyak 3 [tiga] atau lebih. 3. Pada lidah sebagian berwarna hitam [lidahnya poleng atau belang]. 4. Pada kelamin terdapat tahi lalat. 5. Ketika menginjak usia tertentu, secara alami muncul gimbal [dreadlock] pada rambutnya. 6. Lahir pada putaran waktu sakral tertentu, yaitu saat rahina suci Purnama, saat Tumpek Wayang, saat Kajeng Kliwon, dsb-nya. 7. Pada waktu kelahirannya terlilit oleh tali pusar. Itulah keseluruhan 21 [duapuluh satu] pertanda yang ada bahwa seseorang itu kelahiran melik. BAHAYA KEHIDUPAN ORANG MELIK Setiap orang yang memiliki atau mengalami setidaknya minimal 4 [empat] pertanda dari 21 [duapuluh satu] pertanda tersebut, sebaiknya



secepatnya belajar dan mempraktekkan spiritualitas dharma mendalam. Apalagi jika seseorang memiliki atau mengalami setidaknya minimal 8 [delapan] pertanda dari keseluruhan 21 [duapuluh satu] pertanda tersebut, maka orang tersebut tidak punya pilihan lain selain secepatnya belajar dan mempraktekkan spiritualitas dharma mendalam. Terutama melalui jalan pembuka, yaitu menemukan siapa Guru hidup [Guru manusia] yang sebaiknya didatangi untuk belajar spiritual dharma dan untuk dilayani dengan penuh bhakti. Selanjutnya kemudian mengikuti panggilan spiritual [tugas spiritual] dari kelahirannya ke dunia ini. Sebab jika panggilan spiritual [tugas spiritual] dari kelahirannya ke dunia ini tidak diikuti, maka hidupnya akan terus dikejar-kejar bahaya, seperti misalnya mengalami kejadian hidup yang berat atau menyakitkan, mengalami sakit keras, atau bahkan bisa meninggal di usia muda. Hal itu disebabkan oleh 3 [tiga] faktor, yaitu sebagai berikut : [1]. Karena orang melik di dalam dirinya memiliki kekuatan energi jauh lebih besar dari orang kebanyakan, serta sifatnya katakan saja masih liar dan mentah.



Kekuatan energi yang besar ini sangat perlu disalurkan atau diekspresikan secara spiritual, karena jika tidak maka orang melik tersebut akan mengalami gangguan emosi, seperti sensitif [mudah tersinggung], mudah marah, mudah sedih, mudah lelah, mudah depresi, dsb-nya, atau sering mengalami sakit kepala, atau sering pingsan, dsb-nya. Kadang-kadang akan muncul dalam bentuk mirip seolah-olah seperti kerauhan [kesurupan]. Jika kekuatan energi yang besar ini tidak disalurkan atau diekspresikan secara spiritual dalam jangka waktu lama, energi ini dapat menjadi sangat liar dan memantul balik, kemudian menimbulkan kekacauan bagi kehidupan orang melik seperti misalnya dia akan sering mengalami kecelakaan, atau sulit mendapat rejeki, atau sulit ketemu jodoh, atau bercerai dengan pasangan, dsb-nya, atau kemungkinan lain energi ini dapat merusak tubuhnya sehingga membuat orang melik mengalami sakit. [2]. Karena orang melik laksana permata kemilau yang menarik perhatian para Dewa-Dewi atau para mahluk alam-alam bawah. Secara alami orang melik laksana permata bercahaya kemilau yang akan menarik perhatian para Dewa-Dewi atau mahluk alam-alam bawah. Orang



melik cenderung disukai oleh para Dewa-Dewi atau mahluk alam-alam bawah. Jika orang melik tersebut belajar dan mempraktekkan spiritualitas dharma mendalam, maka orang melik tersebut akan mengundang kehadiran para Dewa-Dewi. Ini merupakan langkah yang aman. Dia akan dinaungi dan dilindungi oleh para Dewa-Dewi. Kalaupun dia ada didatangi oleh mahluk-mahluk bawah, mereka datang untuk mencari pertolongan dan bukan untuk mengganggu. Sebaliknya jika orang melik tersebut tidak belajar dan mempraktekkan spiritualitas dharma mendalam, maka orang melik tersebut akan mengundang kehadiran para mahluk alam-alam bawah. Sehingga secara umum kehidupannya akan banyak terganggu. Apalagi jika orang melik tersebut menjalin hubungan dengan "para Dewa-Dewi" [tapi sesungguhnya tipuan mahluk alam-alam bawah yang menyamar], atau bahkan mengikat janji dengan mereka. Ini merupakan langkah yang sangat berbahaya. Dampaknya adalah orang melik seperti ini kelak ketika meninggal akan ditarik ke alam-alam bawah. Dalam beberapa kasus-kasus yang ekstrim, bahkan orang melik seperti ini dengan sangat tidak sabar bisa ditarik ke alam-alam bawah, dengan cara



bisa tiba-tiba meninggal dengan cara bunuh diri, tabrakan, dsb-nya. [3]. Karena pada umumnya orang melik terlahir ke dunia dengan membawa karma-karma spiritual untuk melaksanakan suatu panggilan spiritual [tugas spiritual]. Jika orang melik tersebut tidak belajar dan mempraktekkan spiritualitas dharma mendalam, serta tidak mengikuti panggilan spiritual [tugas spiritual] dari kelahirannya ke dunia ini, maka jiwanya di dalam akan mengalami semacam kesedihan spiritual. Yang akan membuat perjalanan hidupnya kacau, atau mengalami sakit keras, atau bahkan bisa meninggal di usia muda. PRAKTEK SPIRITUAL PALING MINIMAL ORANG MELIK Sesungguhnya, energi melik di dalam diri seseorang tidak akan pernah bisa hilang secara permanen sebelum dia mati, tidak peduli apapun upacara, pebayuhan, ritual, atau usaha-usaha lain yang dilakukan. Energi ini bisa rusak atau kacau karena sebagian diambil [dicuri] oleh praktisi spiritual yang tidak baik, tapi tetap tidak akan pernah bisa hilang secara permanen.



Yang bisa dilakukan adalah mengubah energi melik ini menjadi sesuatu yang berguna, sehingga energi melik ini menjadi "karunia luar biasa" dan bukan menjadi musibah. Orang yang terlahir melik sesungguhnya sangat beruntung. Dalam urusan spiritual, secara alami sudah jauh lebih maju dibandingkan orang-orang biasa. Ibarat dari lahir memang dipersiapkan untuk memasuki alam-alam suci para Ista Dewata atau mencapai Moksha. Dengan bersedia tekun belajar dan mempraktekkan spiritualitas dharma mendalam, maka kelak setelah meninggal sangat mungkin dapat memasuki alam-alam suci para Ista Dewata atau mencapai Moksha. Berbeda dengan orang-orang biasa yang harus berjuang keras. Selain itu, sesungguhnya orang melik adalah berkah bagi keluarganya. Karena jika dia tekun belajar dan mempraktekkan spiritualitas dharma mendalam, maka dia akan menjadi “kapal laut” yang akan mengangkut keluarganya ke samudera kebahagiaan secara sekala maupun niskala. Energi melik ini tidak akan membuat hidup orang melik menjadi banyak hambatan dan rintangan, tidak akan membuat hidup menjadi kacau dan banyak masalah, tidak akan membuat berumur pendek, tapi sebaliknya malah akan mendatangkan keselamatan



dan karunia kehidupan, jika orang melik bersedia tekun belajar dan mempraktekkan spiritualitas dharma mendalam. Sehingga, jika di sekitar kita ada anggota keluarga atau kenalan yang melik, bantu dan bimbinglah dia ke arah yang tepat. Sehingga kelak dia akan terhindar dari garis kehidupan yang buruk, serta sekaligus dapat menjadi orang yang berguna bagi keluarga dan masyarakat. Jika seseorang yang terlahir melik secara karma belum bisa berjodoh untuk berada dalam tuntunan seorang Guru hidup [Guru manusia] yang asli, serta ada banyak halangan dan rintangan untuk belajar dan mempraktekkan spiritualitas dharma mendalam, maka dia setidaknya minimal menjalankan praktek spiritual paling minimal orang melik, yaitu : [1]. Terjun Ke Jalan Pelayanan. [2]. Tekun melaksanakan 14 [Empat Belas] Langkah Spiritual. Dengan sebuah catatan bahwa, praktek spiritual paling minimal orang melik ini, hanya berlaku untuk orang melik yang secara karma memang benar-benar belum bisa berjodoh untuk berada dalam tuntunan seorang Guru hidup [Guru manusia] yang asli.



Dengan mengambil langkah seperti ini, maka di sepanjang perjalanan orang melik akan dapat menemukan banyak tuntunan menuju arah perjalanan hidup yang benar dan tepat. Bahkan bisa ada terbuka suatu kemungkinan, kemudian akan berjodoh untuk berada dalam tuntunan seorang Guru hidup [Guru manusia] yang asli. Untuk kemudian belajar dan mempraktekkan spiritualitas dharma mendalam. Terjun Ke Jalan Pelayanan Terjun ke jalan pelayanan ini sangat banyak ada macam dan pilihannya. Misalnya rajin ngayah di pura, aktif membersihkan lingkungan, kegiatan menjaga dan merawat alam, menolong anak-anak miskin yang terlantar, mengajar yoga-asana secara gratis, dsb-nya. Seperti apapun jalan pelayanan yang dipilih, lakukan dengan tekun dan tulus. 14 [Empat Belas] Langkah Spiritual Selain secepatnya terjun ke jalan pelayanan, juga laksanakan 14 [empat belas] langkah spiritual, yaitu sebagai berikut : [1]. Segera melakukan pewintenan Saraswati.



[2]. Rajin memurnikan diri [melukat] di pura pathirtan [sumber mata air suci] yang sakral paling minimal setidaknya satu kali setiap bulan. Terutama khususnya bagi orang melik melakukan melukat maha snana-widhi [melukat maha-utama], yaitu melukat tanpa busana. Ini bertujuan pertama yaitu untuk memurnikan energi melik di dalam diri, agar energi tersebut tidak menjadi energi yang mengganggu emosi, atau menjadi sakit, atau menimbulkan kekacauan bagi kehidupan. Tujuan kedua yaitu untuk untuk memurnikan energi di dalam diri karena dalam kehidupan keseharian mungkin mengalami leteh karena secara tidak sengaja mesulub di jemuran, makan minum diluar yang tidak sukla, pergi ke tempat yang energinya tidak bagus, dsb-nya. [3]. Punya hati penuh belas kasih, penuh pengertian dan sering melakukan kebaikan-kebaikan, sehingga energi melik tersalurkan dan terekspresikan menjadi energi yang indah, yang menyembuhkan jiwa dan raga. Rasakan sendiri bagaimana mekarnya perasaan bahagia di dalam diri ketika mengekspresikan energi melik untuk menolong, menyelamatkan, atau memberikan kebahagiakan untuk mahluk lain. [4]. Berusaha keras menahan diri dari perbuatan dan perkataan yang menyengsarakan atau menyakiti mahluk lain, serta menahan diri dari sifat-sifat



mementingkan diri sendiri. Jangan terseret energi kemarahan, kebencian, keserakahan, jangan hanya memikirkan diri sendiri, jangan sedih terlalu dalam, jangan sombong, dsb-nya. Dengan tujuan agar energi melik tidak tersalurkan dan terekspresikan menjadi energi yang menyeramkan. Yang tidak saja akan membuat orang melik menarik perhatian para mahluk alam-alam bawah, tapi juga membuat energi melik menjadi energi yang mengganggu emosi, menjadi sakit, atau menimbulkan kekacauan bagi kehidupan. [5]. Belajar dan berusaha untuk memiliki cara pandang positif terhadap diri kita sendiri, maupun kepada apa yang terjadi dalam kehidupan kita. [6]. Belajar dan berusaha untuk banyak bersyukur pada semua berkah-berkah kehidupan yang kita miliki dan pada apa yang kita dapatkan. [7]. Tekun mempraktekkan meditasi kesadaran [meditasi non-dualitas, advaitta-citta], sehingga energi melik tersalurkan dan terekspresikan menjadi energi spiritual yang mengangkat kesadaran orang melik pada dimensi kesadaran Atma yang tinggi. [8]. Belajar dan berusaha semampunya untuk dapat bersikap ikhlas dan penuh kerelaan di dalam menghadapi rasa sakit dan perasaan tidak nyaman.



Ketika kita disakiti orang lain atau tersakiti oleh situasi keadaan, atau ketika berada dalam situasi keadaan yang tidak nyaman, kita belajar dan berusaha semampu kita untuk menerimanya dengan tenang, damai dan keikhlasan sempurna. [9]. Tidak melakukan hubungan seks diluar nikah. Sebab jika sampai melakukan hubungan seks diluar nikah akan mengacaukan energi spiritual orang melik, sekaligus menghasilkan akumulasi karma buruk yang berat. Hanya diperbolehkan melakukan hubungan seks dengan pasangan sah [suami / istri]. Artinya sudah menikah. Karena orang menikah dalam upacara pernikahan sudah di-pasupati, serta secara niskala sudah memperoleh restu, ijin dan perlindungan dari para Ista Dewata dan leluhur kedua belah pihak. Jika orang melik belum menikah, kemudian sangat terdesak sekali perlu penyaluran nafsu seks, lebih baik melakukan [mohon maaf] masturbasi. Dengan catatan, ini dilakukan tanpa melihat materi pornografi dan tanpa alat bantu. Cara ini merupakan pilihan yang jauh lebih baik dibandingkan melakukan hubungan seks diluar nikah. Karena secara karma hal ini sangat sedikit pengaruhnya dan secara energi spiritual sangat mudah untuk dimurnikan kembali. [10]. Selektif dalam makanan dan minuman. Jangan minum-minuman beralkohol, apalagi memakai



narkoba. Karena itu akan mengacaukan energi orang melik. Hindari mengkonsumsi makanan atau minuman yang diolah secara sembarangan [tidak sukla]. Bagus sekali dan sangat disarankan kalau bisa tidak memakan binatang berkaki empat. [11]. Selektif dalam pergaulan. Hindari bergaul dekat dengan orang yang tidak baik, seperti tukang gosip, hedonis, berandalan, dan sejenisnya. [12]. Selektif dalam memasukkan informasi ke dalam pikiran kita, seperti menonton tv, melihat berita, membaca buku, mendengarkan musik, melihat sosial media, dsb-nya. Misalnya jangan menonton sinetron dengan tema kebencian dan konflik, atau membaca berita tentang perang, kejahatan dan politik, dsb-nya. [13]. Tidak melanggar dresta-dresta [peraturan niskala] yang ada di suatu pura saat tirtayatra. Karena secara niskala hal ini dampaknya berbahaya bagi orang melik. [14]. Kalau bisa hindari untuk pergi ke sembarang tempat, yaitu tempat yang energinya buruk dan liar, serta tempat sembarangan yang secara niskala banyak terdapat mahluk-mahluk bawah. Terutama sekali, hindari untuk tidur di sembarang tempat.



~ 13 ~



BUNUH DIRI Salah satu hal yang sering membuat hati saya sangat tercekat dan sangat sedih, adalah ketika mendengar kabar atau membaca di media massa bahwa ada orang yang mati bunuh diri. Karena bunuh diri merupakan cara kematian yang sangat buruk dan paling buruk. Tanpa melewati proses apapun Atma akan langsung meluncur memasuki alam-alam bawah yang penuh kesengsaraan berat dan ekstrim. Ini merupakan avidya [kebodohan, ketidaktahuan] yang menjerumuskan pada kerugian yang teramat sangat besar. Setelah mati bukannya manusia akan terbebas dari beban-beban berat kehidupan, tapi Atma justru akan mengalami kesengsaraan yang jauh lebih berat, keras dan gelap dibandingkan dengan kesengsaraan apapun selama masa kehidupan manusia. Analoginya seperti dari tidur di hotel sangat mewah [hidup sebagai manusia] langsung berubah menjadi tidur di tumpukan sampah busuk [menjadi mahluk alam bawah].



Selain itu, dalam siklus samsara, mendapat kesempatan terlahir sebagai manusia tidak terjadi dengan mudah. Tubuh fisik manusia yang kita miliki sebagai wahana Atma dalam kehidupan ini sangat sulit diperoleh. Kita perlu mengumpulkan akumulasi karma baik yang sangat banyak dalam jangka waktu sangat panjang agar dapat terlahir sebagai manusia. Jika manusia mati dengan cara bunuh diri, Atma akan langsung meluncur memasuki alam-alam bawah yang penuh kesengsaraan berat dan ekstrim dan akan berada disana dalam kurun waktu yang tidak terhingga panjangnya. Akibat buruk juga tidak hanya akan menimpa orang yang mati bunuh diri, tapi juga berakibat bagi orang yang ditinggalkan. Jika di suatu tempat ada orang yang mati bunuh diri, hal itu akan meninggalkan getaran energi buruk dalam jangka waktu lama di tempat tersebut. Serta dapat menular ke orang-orang lain yang masih hidup. Dalam siklus samsara, orang yang terlahir dengan pikiran yang tidak kuat [mudah kena pengaruh tidak baik dari orang lain], mudah terguncang [emosional, seperti mudah marah, sedih, atau takut] dan tidak stabil [gampang stres, depresi], merupakan hasil dari rangkaian karma-karma buruk yang panjang antar kehidupan. Orang yang di kehidupan-kehidupan sebelumnya sering



mengkonsumsi minuman atau makanan yang melemahkan kesadaran [seperti minuman keras, narkoba, dsb-nya], maka di kehidupan berikutnya cenderung memiliki pikiran yang tidak kuat, mudah terguncang dan tidak stabil. Itu merupakan salah satu sebab mengapa ajaran dharma menyarankan kita untuk tidak mengkonsumsi minuman keras, narkoba, dsb-nya. Karena tidak saja akan menciptakan hambatanhambatan bagi energi spiritual kita, tapi sekaligus juga akan memberikan masalah besar di kehidupan kita berikutnya. Sehingga seberat apapun kehidupan ini terasa, jangan pernah sedikitpun terpikir untuk melakukan bunuh diri. Karena sangat berbahaya dan sangat luar biasa merugikan diri sendiri. Setelah mati kita justru akan mengalami kesengsaraan yang jauh lebih berat, keras dan gelap dibandingkan dengan kesengsaraan apapun selama masa kehidupan manusia. Ketika diri kita dilanda kesedihan mendalam, jalan terbaik adalah segera mencari perlindungan dharma, bisa dalam bentuk membaca ajaran suci dharma, pergi ke tempat-tempat suci, mencari Guru pembimbing, mencari saudara spiritual, dsb-nya.



Sebaliknya, jika kita ada melihat orang dengan gejala-gejala akan melakukan bunuh diri, lakukankah tindakan dharma dengan segera menolong dan menyelamatkannya. Misalnya [contoh] salah satu cara, sediakan diri kita menjadi pendengar yang baik dan penuh pengertian bagi curhat isi hatinya, tanpa sedikitpun menghakiminya. Karena hal ini sangat membantu melepaskan beban-beban negatif yang tersimpan di dalam dirinya. Dalam ajaran dharma, menyelamatkan orang yang hendak bunuh diri, serta menolong menuntun orang yang dulu pernah hendak melakukan bunuh diri, merupakan sebuah kewajiban dharma yang luhur. Karena tidak saja menyelamatkan seseorang dari bahaya besar dalam samsara, tapi juga sekaligus menyelamatkan banyak orang lainnya. Karena di tempat orang pernah mati bunuh diri akan meninggalkan getaran energi buruk dalam jangka waktu lama, yang tidak saja dapat menimbulkan kekacauan hidup orang di sekitar sana, tapi juga dapat menularkan kecenderungan bunuh diri ke orangorang lain yang masih hidup.



~ 14 ~



MENGGUGURKAN KANDUNGAN Salah satu bentuk pelanggaran berat secara karma, yang jarang disadari generasi jaman sekarang sebagai pelanggaran berat adalah menggugurkan kandungan. Karena menggugurkan kandungan termasuk pelanggaran berat melakukan pembunuhan. Mata spiritual saya secara alami bisa mendeteksi jika seorang perempuan pernah menggugurkan kandungan. Secara sekala dan niskala ada ciri-cirinya yang sangat khas, tapi tidak bisa saya sampaikan disini karena termasuk aja wera. Dalam kehidupan sehari-hari ketika saya bergaul dan berinteraksi dengan orang lain, dengan sendirinya saya akan dapat melihat jika ada temanteman perempuan saya memiliki ciri-cirinya yang sangat khas secara sekala dan niskala. Dalam waktu sekitar 1 [satu] minggu saja bergaul dan berinteraksi, tanpa saya melakukan upaya penembusan niskala apapun, saya akan benar-benar dapat mengetahui secara pasti dan akurat diantara teman-teman



perempuan saya, bahwa si A atau si B pernah menggugurkan kandungan. Tapi tentu saja dalam urusan ini, saya harus sangat hati-hati agar tidak sampai menimbulkan kesalahpahaman. Jadi saya lebih sering hanya menyimpannya sendiri saja. Tidak memberitahukan hal ini kepada siapapun. Bahkan termasuk kepada orang yang bersangkutan-pun juga saya memilih diam saja. Suatu ketika ada seorang teman perempuan saya datang meminta curhat dan konsultasi spiritual kepada saya. Saya sudah biasa melakukan ini kepada teman-teman siapapun sebagai bentuk pelayanan saya di jalan dharma. Terlepas dari masalah pribadi rumit yang diceritakannya, saya melihat ada “roh janin” yang menempel di tubuhnya. Jika ada seorang perempuan menggugurkan kandungan, maka pada umumnya roh janin bayi yang digugurkan cenderung akan menempel pada Ibu-nya. Hal itu akan memberikan paparan getaran energi buruk kepada Ibu-nya. Paparan getaran energi buruk ini tidak saja akan membuat Ibu-nya secara emosional kurang seimbang [mudah marah, mudah sedih, mudah tidak puas, dsb-nya], tapi juga sekaligus membuat kehidupan Ibu-nya banyak mengalami masalah dan kesulitan pada kehidupan duniawi-nya.



Dengan sebuah catatan juga, bahwa roh janin tidak selalu menempel pada Ibu-nya. Pada beberapa kasus, tapi cukup jarang terjadi, ada beberapa kemungkinan lain-lainnya. Misalnya roh janin menempel pada Bapak-nya, atau roh janin berkeliaran tanpa arah tujuan [dengan kesedihan yang amat sangat] sebagai roh gentayangan, atau roh janin dipungut dan dijaga oleh roh keluarga dekat yang sudah terlebih dahulu meninggal, atau roh janin berkumpul dengan sesama roh janin lainnya, atau roh janin diambil oleh penguasa niskala suatu tempat tertentu. Tapi secara umum, pada hampir sebagian besar kasus, roh janin bayi yang digugurkan cenderung akan menempel pada Ibu-nya. Cerita kembali pada teman perempuan saya yang curhat tersebut. Melalui penembusan niskala, saya dapat merasakan kesedihan roh janin tersebut. Sehingga saya mengambil keputusan, dengan sangat hati-hati saya bertanya kepada teman perempuan saya tersebut, “Mohon maaf sekali, tapi apakah kamu pernah menggugurkan kandungan ?”. Teman perempuan saya itu sangat terkejut mendengar pertanyaan saya. Karena selama ini dia menutup rapat rahasia hidupnya ini. Kemudian saya ceritakan semua apa yang saya lihat secara niskala. Dia langsung menangis berlinang air mata. Dia



mengakui bahwa dia pernah menggugurkan kandungan. Dia sebenarnya sama sekali tidak berniat melakukan itu. Tapi keadaan yang serba salah memaksa dia melakukannya. Saya jelaskan kepadanya bahwa menggugurkan kandungan itu secara karma termasuk pelanggaran berat, yaitu melakukan pembunuhan. Selain itu roh janin bayi yang digugurkan cenderung akan menempel pada Ibu-nya. Hal itu akan memberikan paparan getaran energi buruk kepada Ibu-nya, yang akan membuat Ibu-nya secara emosional tidak seimbang, serta dapat membuat kehidupan duniawi banyak mengalami masalah dan kesulitan. Jalan keluar terbaik adalah melakukan upacara penyeberangan Atma terhadap roh janin bayi yang digugurkan tersebut. Tapi saya belum begitu ahli melakukannya. Jadi harus minta bantuan seorang kakak spiritual saya yang sangat ahli di dalam melakukan upacara penyeberangan Atma. Selanjutnya kisah ini saya ringkas saja. Malam itu saya langsung mengantarnya ke rumah kakak spiritual saya untuk minta bantuan upacara penyeberangan Atma. Kakak spiritual saya menyanggupi untuk membantu, dengan syarat teman perempuan saya itu mau berjanji untuk tidak pernah



lagi menggugurkan kandungan. Teman perempuan saya itu langsung menyanggupi dan berjanji. Beberapa hari kemudian, pada hari yang telah ditentukan, kami melakukan upacara penyeberangan Atma terhadap roh janin bayi yang digugurkan tersebut. Astungkara upacara penyeberangan Atma itu berjalan dengan baik dan lancar. Roh janin bayi tersebut mendapatkan tempat di Shiwa Loka. Kemudian kakak spiritual saya agar saya mengantarnya melukat di Pura Telaga Waja, Desa Kendran - Tegalalang, pada saat hari rahina suci Purnama, dengan tujuan untuk membersihkan semua sisa-sisa energi-energi negatif yang masih tidak mau lepas, karena menempel dengan sangat kuat di tubuhnya. Setelah upacara dan sadhana tersebut dilaksanakan, barulah kehidupan teman perempuan saya itu jauh berubah dan terus berjalan dengan semakin baik. Tidak saja karma buruknya yang sangat berat itu terselesaikan dan terhapuskan, tapi juga rintangan-rintangan hidupnya yang diakibatkan menggugurkan kandungan itu menjadi hilang lenyap. Sepanjang perjalanan spiritual saya, sudah puluhan kali saya membantu orang-orang lain yang juga pernah menggugurkan kandungan. Ada teman-



teman saya sendiri, ada juga teman-teman saya yang pernah saya bantu kemudian mengajak temannya yang juga pernah menggugurkan kandungan. Saya bantu dengan cara melakukan upacara penyeberangan Atma terhadap roh janin bayi yang digugurkan, yang kemudian dilanjutkan dengan mengantar orang yang bersangkutan melukat pada hari rahina suci Purnama. Tapi tentu saja tidak semua orang memiliki keberuntungan seperti itu. Karena perlu akumulasi karma baik yang banyak agar seseorang dapat memperoleh kesempatan memperbaiki kesalahan berat, secara cepat dan tidak sulit. Jika Anda, baik laki-laki [Bapak] maupun perempuan [Ibu], jika pernah menggugurkan kandungan, tapi kemudian tidak memiliki jalan keluar sebagaimana yang saya utarakan dalam tulisan ini, tetap masih ada beberapa jalan keluar yang lainnya. Salah satu jalan keluarnya adalah dengan memasuki jalan spiritual dharma yang mendalam, bagi seorang laki-laki [Bapak] atau seorang perempuan [Ibu] yang pernah menggugurkan kandungan. Salah satu kesalahpahaman sebagian orang adalah, karena pernah melakukan kesalahan-



kesalahan di masa lalu kemudian merasa diri kotor untuk memasuki jalan dharma. Itu merupakan sebuah pandangan keliru. Jika kita terus-menerus merasa bersalah dan terbebani dengan kesalahan masa lalu, kita akan kehilangan kesempatan merubah diri. Jangan pernah mengijinkan masa lalu yang buruk membuat hidup kita juga menjadi buruk. Karena berbagai sebab, dalam hidup ini kita semua pernah mengambil keputusan yang salah dan buruk. Tapi tidak berarti kita munafik atau jahat. Selama masih berbadan manusia [manusapada] kita cenderung tidak sempurna, sehingga kita semua pernah melakukan kesalahan. Sehingga maafkanlah diri sendiri. Karena terbenam di dalam rasa bersalah dan penyesalan akan menjadi penghalang berat bagi perjuangan spiritual kita. Agar kesadaran kita dapat berevolusi menjadi terang bercahaya, belajar untuk menerima semua kekurangan dan kesalahan diri sendiri. Bahkan termasuk yang paling buruk. Yang terpenting bukan apa yang sudah terjadi, tapi bagaimana kita sanggup memberbaiki diri. Berani mengakui kesalahan kita [tanpa rasa bersalah dan penyesalan] kemudian bertekad melangkah ke depan secara jauh lebih baik. Untuk membuat kesadaran menjadi terang bercahaya. Pandang masa lalu bukan sebagai tumpukan kesalahan-kesalahan, tapi sebagai sumber pelajaran



untuk melangkah ke depan. Kemudian gunakan pelajaran-pelajaran tersebut sebagai landasan tekad yang kuat untuk tulus dan tekun memasuki jalan dharma. Untuk sangat tulus dan tekun melakukan kebaikan-kebaikan, tidak menyakiti, praktek meditasi kesadaran, memurnikan diri, dan berbagai sadhana lainnya. Dengan cara demikian, seperti apapun masa lalu kita, kehidupan menjadi penuh berkah spiritual untuk menyempurnakan kesadaran Atma. Jika seorang laki-laki [Bapak] atau seorang perempuan [Ibu] yang pernah menggugurkan kandungan, kemudian tekun membina dirinya di jalan dharma yang mendalam, sehingga suatu saat dapat mencapai kesadaran Atma yang terang bercahaya, maka hal itu akan sangat membantu roh janin yang dulu digugurkan tersebut. Roh janin tersebut akan terus mendapatkan pancaran getaran energi positif dari salah satu atau kedua orangtuanya. Sehingga roh janin tersebut akan terbebaskan, dapat terangkat naik dan melakukan perjalanan selanjutnya. Dimana ada 2 [dua] kemungkinan, yaitu roh janin tersebut akan dapat memasuki alam suci para leluhur [Pitra Loka], atau mendapatkan kesempatan terlahir kembali [punarbhawa, reinkarnasi] menjadi manusia. Sehingga kesalahan masa lalu dapat terselesaikan dengan cara yang terang bercahaya.



~ 15 ~



SADHANA SERINGKAS-RINGKASNYA TAPI LENGKAP DAN BERCAHAYA Selama bertahun-tahun saya menapaki jalan spiritual dharma, beberapa kali saya pernah bertemu orang-orang yang berpikir bahwa memasuki jalan spiritual dharma yang mendalam itu identik dengan segala sesuatu yang hebat, atau segala sesuatu yang gaib, atau segala sesuatu yang dapat membuat orang lain takjub dan berdecak kagum. Padahal sesungguhnya tidak demikian. Saya selalu berusaha memaparkan kepada keluarga dharma, kepada adik-adik dharma, serta kepada kenalan dekat, bahwa memasuki jalan spiritual dharma yang sesungguhnya itu adalah perjalanan untuk mengenal kenyataan diri yang sejati. Dalam ajaran dharma ini disebut sebagai Atma Jnana. Tanpa menempuh jalan ini, maka perjalanan kita dalam samsara akan penuh bahaya masuk ke dalam jurang kesengsaraan yang dalam.



Kenyataan sejati diri kita semua mahluk adalah kesadaran Atma. Sayangnya, ketidaktahuan dan kebodohan [avidya] membuat nyaris semua mahluk mengidentikkan dirinya dengan lapisan-lapisan pembungkus luar Atma yaitu tubuh fisik, pikiran dan perasaan. Jalan spiritual dharma yang sesungguhnya adalah melaksakan sadhana [upaya spiritual] untuk membuat kesadaran kita di dalam diri menjadi terang bercahaya. Dengan tekun melaksanakan sadhana, disana kita sedang membuka lapisan-lapisan pembungkus luar Atma, untuk kemudian menyadari kenyataan diri yang sejati adalah kesadaran Atma. Saya selalu memaparkan kepada keluarga dharma, kepada adik-adik dharma, serta kepada kenalan dekat, bahwa walaupun untuk dapat mempraktekkan sadhana, untuk dapat mencapai kenyataan kosmik ini umumnya berat dan sulit, memerlukan waktu ketekunan praktek selama bertahun-tahun. Akan tetapi tehnik atau metode prakteknya sendiri dapat saya singkat seringkasringkasnya, menjadi suatu sistem sadhana yang terdiri dari hanya melaksanakan 5 [lima] sadhana saja, tapi lengkap dan bercahaya. Yang dimaksud dengan “sistem sadhana” adalah serangkaian sadhana yang saling berkait-kaitan,



saling melengkapi dan saling menyempurnakan, sebagai jalan kesadaran Atma. Karena tidak pernah ada jalan kesadaran Atma yang dapat tercapai dengan kita hanya melaksanakan 1 [satu] sadhana tunggal saja. Kita pasti selalu memerlukan suatu sistem sadhana yang saling berkait-kaitan, saling melengkapi dan saling menyempurnakan. Misalnya [contoh], jika kita sangat tekun dan rajin praktek meditasi [dhyana], tapi dalam keseharian kita sering marah, sering berbohong, sering menyakiti, serakah, dsb-nya, maka daya angkat meditasi terhadap kesadaran sangat lemah. Sebaliknya Jika kita tekun dan rajin praktek sabar, jujur, bersyukur, dsb-nya, tapi dalam keseharian kita tidak praktek meditasi, maka kemajuan kesadaran kita akan sangat lambat. Tidak pernah ada jalan kesadaran Atma yang dapat tercapai dengan hanya melaksanakan 1 [satu] sadhana tunggal saja. Hanya jika kita tekun melaksanakan suatu sistem sadhana, yang saling berkait-kaitan, saling melengkapi dan saling menyempurnakan, barulah kesadaran Atma akan dapat tercapai. Sistem sadhana yang akan saya sampaikan ini bersifat seringkas-ringkasnya, tapi sekaligus lengkap dan bercahaya. Dengan tekun melaksanakan sistem



sadhana ini, disana kita sedang melakukan upaya untuk membuka lapisan-lapisan pembungkus luar Atma, yang merintangi kita menyadari kenyataan diri yang sejati. Inilah 5 [lima] sadhana yaitu sebagai berikut.



1]. DHYANA === meditasi. Tekun setiap hari



mempraktekkan meditasi kesadaran [meditasi nondualitas, advaitta-citta]. Tujuan DHYANA adalah sadhana [praktek spiritual] untuk membangun energi kesadaran menjadi kuat dan kokoh, dengan cara mendatangkan energi kebiasaan baru yang terang bercahaya, serta menetralisir energi kebiasaan lama yang tidak baik. Inilah tehnik praktek meditasi kesadaran [meditasi non-dualitas, advaitta-citta] : 1. Duduklah bersila dengan santai dan tenang. 2. Punggung dalam posisi tegak lurus tapi santai. 3. Kedua telapak tangan membentuk mudra. Silahkan bebas memilih mudra mana yang sesuai untuk diri kita sendiri. Yang terpenting bahu dalam keadaan santai [tidak tegang]. 4. Tekuk ujung lidah menyentuh langit-langit mulut. 5. Pejamkan mata. 6. Bernafaslah secara alami saja. Tidak usah mengatur irama nafas.



7. Konsentrasilah kepada sentuhan keluar-masuk nafas pada hidung. == Jika pada saat konsentrasi itu pikiran kita berkeliaran kesana-kemari, itu bukanlah suatu masalah, kegagalan, atau kesalahan dalam meditasi, karena itu memang sifat alami dari pikiran kita. == Sadari dengan penuh belas kasih bahwa pikiran yang berkeliaran kesana-kemari memang sifat alami dari pikiran kita. Jangan ditolak atau berusaha dikendalikan. Disaksikan saja dengan senyum penuh belas kasih tanpa dihakimi sebagai salah-benar, baikburuk, suci-kotor [dualitas pikiran]. Kemudian kembalilah konsentrasi kepada sentuhan keluarmasuk nafas pada hidung. == Demikianlah seterusnya dan seterusnya. Inilah yang disebut dengan praktek meditasi kesadaran, atau meditasi non-dualitas [advaita-citta]. Lakukanlah praktek meditasi kesadaran secara rutin setiap hari, minimal 1 [satu] jam setiap hari. Serta di dalam melakukan aktifitas keseharian, kapan saja kehidupan dalam keadaan rumit, sulit, atau penuh dengan gejolak emosi, lakukan praktek



meditasi singkat, cukup selama 1 menit saja. Singkatsingkat saja cukup 1 menit, tapi sering kita lakukan. Setiap kali ada yang bertanya tentang satu saja saran spiritual yang paling penting, maka saya selalu mengatakan, “jangan pernah meninggalkan meditasi kesadaran !” Pusatkan seluruh usaha spiritual kita di dalamnya. Usaha itu harus tekun dan sangat disiplin teratur, karena pencapaian spiritual hanya akan datang dari disiplin praktek yang teratur. Usaha itu harus sangat gigih dan keberlanjutannya harus dijaga dengan baik. Bahkan untuk melewatkan 1 [satu] hari saja kita akan menghancurkan banyak hal, dimana setidaknya minimal 1 [satu] jam setiap hari harus kita sisihkan untuk meditasi. Setelah kita disipilin melakukan meditasi selama 1 [satu] jam setiap hari selama 4 [empat] bulan, secara terus berkelanjutan tanpa jeda istirahat, akan mulai muncul keadaan transendental. Ketika saat itu tiba, itulah saat meditasi dan keterhubungan bisa dilakukan kapan saja dan melalui apapun. Setelah jangka waktu 4 [empat] bulan, kita akan mulai terbentuk menjadi seorang sadhaka [praktisi spiritual] yang sesungguhnya. Satu-satunya hal yang penting adalah untuk terus disiplin teratur dan tidak mengendurkan usaha kita. Jangka waktu 4 [empat] bulan itu hanyalah merupakan periode dasar yang



paling penting. Nanti begitu dasar itu ada, maka banyak pintu akan terbuka.



2]. LASCARYA === keikhlasan, kerelaan diri. Tekun berlatih menahan diri dari cengkeraman emosi-emosi gelap seperti iri hati, sentimen, marah, benci, dendam, tidak puas atau rasa sedih yang terlalu dalam. Tujuan LASCARYA adalah sadhana [praktek spiritual] untuk memperkuat energi kesadaran dengan cara belajar sabar, merelakan diri, mengalah dan memaafkan. Dengan cara ini kita tidak saja terus membangun kekuatan kejernihan, kedamaian dan kesadaran terang bercahaya di dalam diri, tapi sekaligus juga menghindarkan hidup kita berjalan ke arah yang lebih kacau atau berbahaya. Dalam kehidupan manusia tidak pernah ada kehidupan yang selalu aman, nyaman dan bebas dari masalah. Jika kesulitan, kesialan atau masalah sudah saatnya datang dalam kehidupan akibat akumulasi karma buruk kita di masa lalu, hal itu akan datang dengan tidak bisa dibendung. Jika disaat-saat seperti itu pikiran kita dicengkeram oleh perasaan iri hati, sentimen, marah, benci, dendam, tidak puas atau rasa sedih yang terlalu dalam, itu hanya merupakan sebuah masukan kalau kondisi pikiran kita masih gelap dan sempit, serta kesadaran kita masih berada dalam tingkat dimensi kesadaran yang rendah.



Sebagai manusia, emosi-emosi gelap merupakan bagian tidak terpisahkan dari diri kita sendiri, yang tidak mungkin dapat kita lenyapkan semasih kita berbadan manusia. Perjuangan spiritual yang kita lakukan bukanlah melenyapkan emosiemosi gelap, melainkan memperkuat energi kesadaran sehingga pikiran kita tidak lagi dicengkeram oleh emosi-emosi gelap. Yang dimaksud dengan pikiran dicengkeram oleh emosi-emosi gelap yaitu ketika ada kesulitan, kesialan atau masalah dalam hidup, kemudian kita terseret arus emosi-emosi gelap tersebut. Yang membuat kita berkata-kata atau bertindak dibawah pengaruh energi iri hati, sentimen, marah, benci, dendam, tidak puas, atau rasa sedih yang terlalu dalam. Sadarilah bahwa setiap kesengsaraan yang kita alami tidak lain adalah cara alam semesta memanggil dan menuntun kita untuk melihat cahaya di dalam diri. Memanggil kita untuk melihat kenyataan diri yang sejati di dalam diri. Kebahagiaan memang terasa enak tapi tidak memberikan kita pelajaran apa-apa. Kesengsaraan memang terasa sakit, tapi jika kita tulus dan tekun selalu menerima kesengsaraan dengan dengan penuh kerelaan dan senyuman damai, hal itu akan membuat kita mengerti semakin dalam tentang



kenyataan diri yang sejati. Suatu saat kelak ketika kesadaran sudah terang bercahaya, disana kita akan mengerti bahwa kesengsaraanlah yang memanggil dan menuntun kita untuk menemukan cahaya kesadaran di dalam diri. Sadarilah bahwa setiap kesengsaraan yang kita alami tidak lain adalah cara alam semesta membantu memurnikan kita. Sehingga kapan saja kesengsaraan hadir dalam hidup kita, jangan melawan, tapi terima dengan dengan penuh kerelaan dan senyuman damai. Tentu saja akan terasa sakit, tentu saja akan terasa melelahkan, tapi jika kita tulus dan tekun selalu menerima kesengsaraan dengan dengan penuh kerelaan dan senyuman damai, disana kesengsaraan sangat memurnikan sekaligus menjernihkan kesadaran di dalam diri.



3]. DAYADHVAM === belas kasih dan kebaikan. Tekun melakukan kebaikan-kebaikan.



Tujuan DAYADHVAM adalah sadhana [praktek spiritual] untuk mengirimkan energi pemurnian kesadaran ke dalam diri kita sendiri, serta untuk meredakan ahamkara [ego, ke-aku-an] dan sifat egois mementingkan diri sendiri di dalam diri, sebagai penghalang besar bagi kesadaran. Tekun melaksanakan kebaikan-kebaikan akan terus



membangun kekuatan kejernihan, kedamaian dan kesadaran terang bercahaya di dalam diri. Dalam kehidupan sehari-hari ada banyak sekali jenis dan kesempatan yang kita miliki untuk melaksanakan kebaikan. Misalnya memberikan kursi kita di bis umum untuk wanita hamil atau orang tua, meminggirkan kendaraan saat ada ambulance lewat, membelikan makanan atau pakaian bagi yang memerlukan, menyumbang uang untuk penyebaran ajaran dharma, menyekolahkan anak-anak miskin dan yatim-piatu, mencarikan pekerjaan bagi pengangguran, membantu kesembuhan orang-orang yang sakit, dsb-nya. Banyak sekali ada jenis dan kesempatan untuk melakukan kebaikan di dunia ini. Penghalang utama untuk melaksanakan kebaikan hanya satu saja, yaitu ego [ahamkara, keaku-an], sifat kita yang mementingkan diri sendiri. Padahal sesungguhnya, mengapa kita terus berputarputar tanpa henti dalam siklus samsara, jatuh bangun dalam kurun waktu yang tidak terhingga panjangnya, terutama sekali disebabkan oleh sifat kita yang mementingkan diri sendiri, atau ahamkara [ego, keaku-an]. Melaksanakan kebaikan-kebaikan tidak hanya membantu, menolong menyelamatkan, atau membahagiakan mahluk lain, tapi sekaligus juga



mengirimkan energi kejernihan dan kebahagiaan ke dalam diri kita sendiri. Melaksanakan kebaikan tidak hanya menyegarkan hati mahluk lain, tapi sekaligus juga mengirimkan energi kedamaian ke dalam diri kita sendiri. Dengan kata lain, melaksanakan kebaikan-kebaikan tidak hanya berguna bagi mahluk lain, tapi terutama sekali sangat berguna untuk diri kita sendiri.



4]. AHIMSA === Tidak menyakiti. Tekun berlatih menjaga diri sendiri agar tidak menyakiti dan tidak melakukan kejahatan.



Tujuan AHIMSA adalah sadhana [praktek spiritual] untuk menjaga ketenangan dan kejernihan di dalam kesadaran kita. Menyakiti dan melakukan kejahatan adalah penyebab yang berdampak sangat kuat terhadap rusaknya ketenangan dan kejernihan di dalam kesadaran kita. Karena menyakiti dan melakukan kejahatan terhadap mahluk lain, secara pasti akan memantul balik ke dalam diri kita dalam bentuk keresahan, kegelisahan, ketidakbahagian dan menjauh dari kedamaian. Mungkin kadang tidak kita sadari dalam kehidupan sehari-hari, kita sering menyakiti orang lain, atau bahkan melakukan kejahatan. Misalnya [contoh] mengerjai orang lain, menjadikan orang lain bahan ejekan dan olok-olokan, kebut-kebutan di jalan,



ngebel-ngebel tidak sabar dan tidak mau mengalah di jalan, membuang sampah sembarangan, ada wanita lewat kita lecehkan dengan siulan cuit-cuit, menyerobot antrean, melanggar lampu lalu-lintas, menghidupkan musik keras-keras yang sangat mengganggu, melakukan penipuan, korupsi, selingkuh, perampokan, pelecehan seksual, pembunuhan, dsb-nya. Padahal sesungguhnya, yang mungkin saja tidak kita sadari, bahwa menyakiti dan melakukan kejahatan tidak saja menghasilkan karma buruk, tapi sekaligus juga berdampak sangat kuat terhadap rusaknya ketenangan dan kejernihan di dalam kesadaran kita. Ini berarti, alasan kita menahan diri untuk tidak menyakiti dan melakukan kejahatan semata-mata demi keselamatan dan kedamaian diri kita sendiri. Belajarlah disiplin menahan diri agar kita tidak menyakiti dan melakukan kejahatan, agar perjalanan kita selamat, serta agar kesadaran kita tidak ditenggelamkan oleh kesengsaraan.



5]. MAHA SNANA-WIDHI === melukat. Tekun melakukan mandi penyucian maha utama.



Tujuan SNANA-WIDHI [melukat] adalah sadhana [praktek spiritual] untuk menyelaraskan dan



memurnikan ketidakseimbangan [kekacauan] secara energi di dalam diri kita, melalui pemberkahan dari para Ista Dewata dan pemurnian langsung dari alam semesta. Yang akan mengubah rangkaian energi di dalam diri kita menjadi lebih selaras dan termurnikan. Sedangkan dalam maha snana-widhi [melukat maha utama], selain mendapat semua berkah diatas, juga akan mendapatkan berkah untuk menghapus akumulasi karma-karma buruk Badan manusia sesungguhnya terdiri dari banyak lapisan badan, yang disebut panca maya kosha, yang terdiri dari badan fisik serta berbagai lapisan badan-badan energi dan badan pikiran yang halus. Jika lapisan badan-badan energi dan badan pikiran yang halus ini dalam keadaan kotor dan tidak bersih, maka akan dapat menimbulkan berbagai gangguan pikiran dan perasaan, yang kemudian dapat menimbulkan masalah dan hambatan dalam kehidupan. Snana-widhi atau melukat berarti melakukan sadhana mandi penyucian atau pemurnian diri terhadap lapisan badan-badan energi dan badan pikiran yang halus tersebut. Usahakan kita untuk melukat setiap 1 [satu] bulan sekali, atau minimal setidaknya 3 [tiga] bulan sekali. Lakukan melukat di sumber mata air suci [pura pathirtan, pura beji]. Untuk memurnikan lapisan tubuh fisik [annamaya kosha], lapisan tubuh energi



prana [pranamaya kosha] dan lapisan tubuh pikiran dan perasaan [manomaya kosha] kita. Karena sebagian kegiatan yang kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari, hal itu mempengaruhi diri kita, melalui getaran-getaran energi yang tidak dapat kita lihat dengan mata biasa. Ada beberapa kegiatan dalam kehidupan sehari-hari yang membuat energi tubuh kita tidak bagus [leteh]. Seperti misalnya kita mesulub di bawah jemuran, kita datang ke tempat orang meninggal, kita makan dengan membeli makanan yang diolah dengan alat sembarangan, kita bertengkar dengan orang lain, dsb-nya. Dengan rutin melukat setiap 1 [satu] bulan sekali, atau minimal setidaknya 3 [tiga] bulan sekali, maka energi-energi leteh tersebut dapat termurnikan kembali. Selain itu, dalam kehidupan lampau dan juga dalam kehidupan sehari-hari kita membuat banyak karma buruk, yang perlu kita murnikan dengan sadhana maha snana-widhi [melukat maha utama]. Memilih Genah Melukat Ini saran memilih genah melukat yang paling disarankan untuk memperoleh hasil maksimal : 1. Pura pathirtan atau pura beji yang memiliki sumber mata air alami [kelebutan]. Air suci dari kelebutan [sumber mata air alami] tersebut kemudian secara



alami mengalir menuju pancoran-pancoran sebagai tempat untuk melukat dan kita melukatnya langsung di pancoran-pancoran tersebut. 2. Pura pathirtan atau pura beji yang berusia tua [minimal ratusan tahun] dan memiliki latar belakang sejarah yang sakral. 3. Pura pathirtan atau pura beji yang orang melukat disana tidak terlalu ramai. Hindari ke genah melukat yang sangat ramai orang melukat, apalagi sampai antre berdesak-desakan. Disebabkan, pertama [1] karena energinya sudah terlalu banyak terambil, serta kedua [2] karena kita juga bisa kena tampias energi buruk orang lain. Jika kita hendak melakukan sadhana melukat, carilah pura pathirtan atau pura beji yang memenuhi semua 3 [tiga] ketentuan diatas, sehingga sangat besar kemungkinan kita memperoleh hasil maksimal. Cara Melukat Inilah urutan dan cara melukat yang paling disarankan untuk memperoleh hasil maksimal : 1. Keliling menghaturkan persembahan canang, dupa, lekesan, dll, di palinggih-palinggih yang ada. Akan sangat bagus jika kita juga menghaturkan segehan.



Jika kita membawa pejati, haturkan pejati tersebut di palinggih utama atau palinggih pesamuhan Ida Btara, dengan dupa sebanyak 11 [sebelas] batang. 2. Lakukan persembahyangan. Menghubungkan diri dengan para Ista Dewata yang berstana di tempat suci tersebut, matur piuning [mohon ijin] untuk melukat, serta mohon karunia pemberkahan. 3. Lakukan sadhana mandi penyucian diri [melukat]. dengan tanpa memakai busana [tanpa sehelai benangpun]. Ini disebut maha snana-widhi [melukat maha utama]. Yang boleh dipakai hanya aksesoris spiritual seperti kalung, gelang, cincin, dsb-nya. Serta kita melukat dengan cara berdiri, bukan dengan cara berjongkok. Sangat penting dalam mandi penyucian diri ini, seluruh titik simpul energi [seluruh tubuh] kita, semuanya agar berinteraksi langsung dengan tirtha [air suci] yang mengalir dari pancoran tanpa halangan sama sekali. Serta meminum tirtha yang mengalir dari pancoran sebanyak 3 [tiga] kali. 4. Kembali melakukan persembahyangan. Untuk menghaturkan rasa terimakasih mendalam atas karunia pemberkahan para Ista Dewata. Kemudian lanjut dengan nunas tirtha dan bija dari Jro Mangku. Seluruh rangkaian sadhana melukat ini kita tutup dengan sembahyang menyampaikan pamit pulang.



~ 16 ~



MARGA SUNIA / JALAN HENING Salah satu topik yang kadang-kadang menjadi bahan diskusi dalam suatu lingkungan praktisi spiritual adalah memaknai upaya mencapai puncak Kesadaran Atma [keheningan] sebagai upaya mengosongkan pikiran atau melenyapkan pikiran. Saya menghormati pemahaman seperti itu. Tapi saya selalu menyampaikan hal ini kepada keluarga dharma, kepada adik-adik dharma, serta kepada kenalan dekat, yang ingin belajar dharma dengan saya. Meditasi tidak sama dengan mengosongkan pikiran. Meditasi tidak sama dengan melenyapkan pikiran. Meditasi [terutama di tingkat kesempurnaan] lebih dekat dengan latihan untuk selalu "istirahat" di saat ini seperti apa adanya. Keheningan tidak sama dengan keadaan pikiran yang kosong atau pikiran yang lenyap. Keheningan juga bukan keadaan pikiran-perasaan yang selalu konstan terus-menerus damai tenang-seimbang. Tidak pernah ada pencapaian seperti itu. Karena sifat alami pikiran-perasaan manusia mirip dengan



gelombang samudera. Ada saat gelombang naik dengan perasaan senangnya, ada saat gelombang turun dengan perasaan sedihnya, ada saat gelombang datar dengan galau-nya. Ada saat gelombang naik dengan pikiran tenang-jernihnya, ada saat gelombang turun dengan pikiran kacaunya, ada saat gelombang datar dengan pikiran bingungnya. Demikianlah sifat alami pikiran-perasaan kita. Keheningan adalah kemampuan untuk memberikan jarak yang sama kepada pikiranperasaan. Entah pikiran-perasaan kita saat ini sedang mengalami kesedihan, atau kebahagiaan, atau datar, hambar, galau, atau tenang, atau kacau, tapi kita bisa tersenyum damai, berjarak dan merasa nyaman seperti apapun pikiran-perasaan yang muncul. Meditasi kesadaran [meditasi non-dualitas, advaitta-citta] merupakan sadhana utama untuk mencapai keheningan. Tapi meditasi kesadaran tidak dapat menghentikan gelombang pikiran-perasaan. Sekali lagi tidak. Karena sifat alami pikiran-perasaan manusia mirip dengan gelombang samudera. Tapi melalui ketekunan praktek meditasi kesadaran akan membuat kita mengalami perubahan kesadaran. Dari diri yang diseret arus gelombang [menangis kalau sedih, marah jika tersinggung, murung jika galau, merasa bersalah jika pikiran kacau, dst-nya], menjadi diri yang duduk tenang tersenyum di atas semua



bentuk riak-riak gelombang. Dapat memberikan jarak yang sama kepada apapun pikiran-perasaan yang muncul. Meditasi kesadaran adalah praktek melatih kesadaran dengan cara menjadi saksi yang penuh belas kasih. == Ketika mengalami perasaan sedih, perasaan sedih itu disaksikan saja dengan senyuman penuh belas kasih. == Ketika mengalami perasaan senang, perasaan senang itu disaksikan saja dengan senyuman penuh belas kasih. == Ketika mengalami perasaan galau dan hambar, perasaan galau dan hambar itu disaksikan saja dengan senyuman penuh belas kasih. == Ketika pikiran tenang, pikiran tenang itu disaksikan saja dengan senyuman penuh belas kasih. == Ketika pikiran kacau atau buruk, pikiran yang kacau atau buruk itu disaksikan saja dengan senyuman penuh belas kasih. Sebagaimana yang tertulis dalam Upanishad sebagai “neti, neti”. Ini bukan dan itu bukan. Kenyataan sejati diri kita bukanlah tubuh, pikiran atau perasaan. Kenyataan sejati diri kita adalah kesadaran Atma [Atma Jnana], keheningan yang berlimpah belas kasih dan kebaikan.



Bagi para sadhaka pemula biasanya melakukan praktek meditasi penuh halangan. Itu suatu hal yang wajar dan biasa. Halangan tersebut secara umum adalah : 1. Halangan tubuh fisik -- tubuh yang lelah, kaki terasa sakit karena lama duduk bersila, dsb-nya. 2. Halangan mental -- malas, ragu-ragu, dsb-nya. 3. Halangan konsep -- bahwa meditasi harus begini dan begitu, meditasi harus selalu mendamaikan [padahal meditasi juga mengalami siklus naik-turun], dsb-nya. Sesungguhnya yang terpenting dalam praktek meditasi bukanlah hasilnya, tapi membiasakan diri melakukan praktek meditasi. Lakukan terus meditasi agar menjadi kebiasaan. Meditasi adalah sadhana yang harus terus dilakukan secara konsisten selama bertahun-tahun. Praktek melatih kesadaran membutuhkan waktu, ketekunan dan kesabaran. Serta tidak cukup hanya dengan satu sadhana tunggal saja, tidak cukup hanya dengan meditasi kesadaran saja. Kita memerlukan sadhana-sadhana lainnya. Kita memerlukan sebuah sistem sadhana yang saling berkait-kaitan satu sama lain sebagai jalan yoga, yang bekerja bersama-sama secara sistematis untuk



mengarahkan sadhaka kesadaran Atma.



mencapai



kesempurnaan



Misalnya [hanya sebuah contoh], jika kita tekun melakukan praktek meditasi kesadaran, tapi dalam keseharian kita tidak tekun melakukan praktek perkataan dan perbuatan yang baik, misalnya kita sering menghina, sering berbohong, sering menyakiti, tidak puas, serakah, egois, dst-nya, maka daya angkat meditasi terhadap kesadaran sangat lemah. Sebaliknya jika kita tekun melakukan praktek perkataan dan perbuatan yang baik, tapi dalam keseharian kita tidak praktek meditasi kesadaran, maka kemajuan kesadaran kita akan berjalan lambat. Hanya jika kita tekun melakukan praktek meditasi kesadaran dan praktek perkataan dan perbuatan yang baik secara bersama-sama, barulah kesadaran kita akan cepat majunya. Keheningan adalah kemampuan untuk memberikan jarak yang sama kepada semua bentuk pikiran-perasaan yang muncul. Kesedihan, kesengsaraan, ketidakpuasan, keserakahan, marah, tersinggung, dsb-nya, adalah ilusi yang muncul dari dalam diri kita, tapi tidak kita sadari keberadaannya sebagai ilusi. Karena kita tidak mengenal kesadaran yang ada didalam diri. Kita tidak mengenal kenyataan diri yang sejati.



Pikiran yang hening itu sesungguhnya sangat sederhana. Pikiran yang "istirahat" disaat ini seperti apa adanya. Istirahat dari segala bentuk kontradiksi [dualitas pikiran]. Secara alami di dalam tubuh fisik, pikiran dan perasaan kita terdapat banyak kontradiksi [dualitas]. Misalnya baik melawan buruk, benar melawan salah, suci melawan kotor, bahagia melawan sengsara, untung melawan rugi, sukses melawan gagal, berani melawan takut, rasa lepas melawan rasa malu, agama melawan ilmu pengetahuan, damai melawan kacau, ekspresi diri melawan norma sosial, logika melawan rasa, menyenangkan melawan menyakitkan, pendapat saya benar melawan pendapat orang lain salah, dsb-nya. Serta masih banyak sekali ada kontradiksi-kontradiksi lainnya di dalam diri kita. Semakin keras kesadaran kita dicengkeram oleh kontradiksi-kontradiksi [dualitas], apalagi jika kita menilai atau menghakimi sebagai salah, jelek, buruk, atau dosa, berdasarkan pikiran yang terkondisi oleh ajaran agama, norma sosial, pengetahuan, atau gagasan, maka semakin hiruk-pikuk dan ramailah guncangan konflik kontradiksi di dalam diri. Hampir semua kekacauan mental, kejiwaan dan kesadaran, berasal dari guncangan-benturan konflik



kontradiksi di dalam diri. Lebih jauh dari itu, dalam ajaran Tantra disebutkan bahwa, kebiasaan pikiran yang diguncang kontradiksi [dualitas] inilah yang menarik kita untuk kembali lagi dan kembali lagi ke alam samsara yang penuh kesengsaraan ini. Hal itu sesederhana lalat yang mencari sampah atau katak yang mencari kolam. Selain itu dalam ajaran Tantra juga disebutkan bahwa hukum karma bekerja lebih keras pada manusia yang kesadarannya diguncang kontradiksi [dualitas]. Mencapai pikiran yang hening atau tidak, kita manusia masih akan tetap memiliki banyak kontradiksi [dualitas] di dalam diri. Semata-mata karena sifat alami tubuh fisik, pikiran dan perasaan kita memang penuh kontradiksi. Bedanya pikiran yang hening "istirahat" disaat ini seperti apa adanya. Istirahat dari pembandingan, istirahat dari persaingan, istirahat dari ketidakpuasan, dsb-nya. Istirahat dari segala bentuk kontradiksi yang muncul di dalam diri. Apapun bentuk kontradiksi yang muncul di dalam diri hanya disaksikan saja dengan senyuman penuh belas kasih. ISTIRAHAT. Inilah yang disebut sebagai jalan hening. Pikiran hanya pikiran bukan diri kita. Perasaan hanya perasaan bukan diri kita. Gagasan hanya gagasan bukan diri kita. Kemunculan pikiran, perasaan dan gagasan hanya disaksikan saja dengan



senyuman penuh belas kasih. Kemunculan segala kontradiksi-kontradiksi di dalam diri hanya disaksikan saja dengan senyuman penuh belas kasih. ISTIRAHAT. Salah satu pertanda penting tercapainya keheningan [Kesadaran Atma] adalah saat kita merasa tenang, nyaman, aman dan damai, terhadap semua kemunculan kontradiksi-kontradiksi [dualitas] pikiran dan perasaan di dalam diri. Kemunculannya hanya disaksikan saja dengan senyuman penuh belas kasih tanpa penghakiman sama sekali. Pikiran yang ISTIRAHAT. Istirahat dalam keheningan. Di tahap ini kesadaran Atma sudah dekat, tapi belum tersempurnakan. Sudah dekat tapi belum sempurna. Kesadaran Atma baru mencapai tingkat kesempurnaan, jika dari keheningan kemudian melahirkan belas kasih dan kebaikan yang sangat mendalam kepada semua mahluk [keterhubungan kosmik yang sempurna].



~ 17 ~



KELAHIRAN KEMBALI YANG BAIK Selama bertahun-tahun saya menapaki jalan spiritual dharma, salah satu hal yang sering membuat hati saya sedih adalah melihat terjadinya kejatuhan Atma dalam siklus samsara. Dalam ajaran dharma ini disebut sebagai dhuka punarbhawa, yaitu dari kehidupan sebagai manusia, setelah meninggal jatuh turun tingkat terlahir kembali menjadi binatang atau menjadi mahluk-mahluk alam bawah. Bentuk kelahiran dimana kebodohan [avidya] dan kesengsaraan sangat mendominasi. Selain itu bahwa jika itu sampai terjadi, maka akan memerlukan waktu sangat lama dan akumulasi karma baik yang sangat banyak untuk bisa naik tingkat terlahir kembali sebagai manusia. Sehingga kepada teman-teman dan kenalan dekat yang belum mau memasuki jalan dharma, karena masih sangat menyukai kehidupan duniawi, saya selalu menyarankan untuk mempersiapkan kelahiran kembali yang baik. Agar mereka bisa selamat dalam perjalanan samsara ini.



Dimana terdapat 7 [tujuh] pembinaan diri bagi setiap manusia untuk dapat mengalami kelahiran kembali berikutnya yang baik, yaitu : 1. Dapat terlahir kembali sebagai manusia. Terlahir sebagai manusia adalah paling ideal untuk evolusi kesadaran. Karena terlahir sebagai binatang atau menjadi mahluk-mahluk alam bawah, kita akan terlalu banyak mengalami kebodohan [avidya] dan kesengsaraan. Cara agar di kehidupan berikutnya kita dapat terlahir kembali sebagai manusia adalah, tumbuhkan sifat belas kasih mendalam dan banyak melakukan kebaikan-kebaikan. Hindari memelihara kegelapan pikiran seperti iri hati, marah, benci, dendam. Jangan melakukan pelanggaran dharma yang berat. Serta jangan menyakiti, apalagi sampai membunuh. 2. Dapat berjodoh dengan ajaran dharma yang asli. Tanpa berjodoh dengan ajaran dharma yang asli, evolusi kesadaran kita cenderung akan sangat sulit, lambat, berat atau tanpa tujuan yang benar. Karena kita berada dalam avidya [kebingungan dan ketidak-tahuan].



Cara agar kita dapat berjodoh dengan ajaran dharma yang asli adalah, tumbuhkan sifat belas kasih dan banyak melakukan kebaikan. Serta seringlah melakukan dharma yadnya, yaitu menyebarkan dan melestarikan ajaran-ajaran dharma yang asli. Seperti misalnya membantu membagikan atau memberikan dana punia bagi penyebaran ajaran dharma secara gratis. Cara lainnya secara gratis memberikan dharma wacana, mengajarkan meditasi, dsb-nya. Kemudian jangan sekali-sekali fanatik dengan ajaran agama atau pemahaman spiritual yang kita yakini. Hormatilah agama orang lain. Hormatilah jalan spiritual yang berbeda dengan jalan yang kita tempuh. Hormatilah pandangan spiritual yang berbeda. Serta terutama sekali hormatilah tradisi spiritual di tempat kita dilahirkan. Misalnya kita lahir jadi orang Bali hormatilah tradisi spiritual asli warisan leluhur orang Bali, kalau kita lahir jadi orang Jawa hormatilah tradisi spiritual asli warisan leluhur orang Jawa, dstnya. Kalau ada yang kita anggap salah, galilah maknanya yang lebih dalam. Kalau kita tidak mampu, diam saja jangan menjelek-jelekkan. 3. Dapat terlahir di lingkungan yang aman dan damai. Jika kita terlahir di daerah konflik, banyak kekerasan dan peperangan, mau tidak mau kita akan



terseret ke dalam arusnya dan cenderung sangat sulit untuk memahami ajaran dharma. Cara agar di kehidupan berikutnya kita dapat terlahir di lingkungan yang aman dan damai adalah, jangan kita sampai memecah-belah manusia dengan alasan kepentingan pribadi, ajaran agama, politik sektarian yang jahat, dsb-nya. Jangan memfitnah, melakukan propaganda, menghasut sesama agar saling merendahkan dan saling membenci. 4. Dapat terlahir di keluarga dan lingkungan dengan moralitas yang baik. Jika kita lahir di keluarga dan lingkungan yang dipenuhi para pemabuk, koruptor, tukang berkelahi, tukang selingkuh, penipu, dsb-nya, cepat atau lambat dari sejak kecil kita juga akan ikut terpengaruh, untuk kemudian cenderung sangat sulit untuk mengembangkan kesadaran. Cara agar di kehidupan berikutnya kita dapat terlahir di keluarga dan lingkungan dengan moralitas yang baik adalah, jauhi dalam hidup ini untuk melakukan kegiatan-kegiatan melanggar dharma, seperti narkoba, selingkuh, mencuri, korupsi, memanipulasi orang lain, minuman keras, menipu, judi, dsb-nya. Kalau dalam kehidupan ini moralitas kita tidak baik, pada kelahiran berikutnya kita akan



terlahir di keluarga dan lingkungan dengan moralitas tidak baik. 5. Dapat terlahir di keluarga yang berkecukupan secara ekonomi. Jika kita lahir di keluarga yang melarat, sebagian besar waktu kita dalam hidup akan kita habiskan fokus untuk urusan mencari makan dan urusan bertahan hidup saja, sehingga kecenderungannya hanya ada sedikit sekali waktu untuk mempelajari dan mempraktekkan ajaran dharma yang mendalam. Cara agar di kehidupan berikutnya kita dapat terlahir di keluarga yang secara ekonomi berkecukupan adalah, banyak-banyak memberi, memberi dan memberi. Banyaklah melakukan kebaikan-kebaikan dengan jalan pemberian, yaitu pemberian yang terkait dengan uang, harta dan benda-benda. Jangan pelit urusan uang dan harta, dikarenakan sifat mementingkan diri sendiri. 6. Dapat terlahir sebagai manusia yang sehat secara fisik. Memiliki fisik yang sehat dan tidak sakit-sakitan sangat membantu di dalam mempraktekkan ajaran dharma yang mendalam.



Cara agar di kehidupan berikutnya kita terlahir sebagai manusia yang sehat secara fisik adalah, jangan secara sengaja menyakiti dan melakukan kekerasan fisik kepada mahluk lain. Apalagi sampai secara sengaja membunuh mahluk lain. 7. Dapat berjodoh [dapat belajar] dari seorang Guru dharma yang asli. Salah satu kemewahan spiritual yang langka dalam hidup ini adalah jika kita berjodoh [dapat belajar] dari seorang Guru dharma yang asli, apalagi Guru dharma kelahiran dari alam-alam suci. Karena evolusi kesadaran kita dalam satu kehidupan akan maju dengan sangat pesat. Cara agar kita dapat berjodoh dengan seorang Guru dharma yang asli adalah, hormati semua Guru spiritual dan hormati secara mendalam semua Ista Dewata. Jangan pernah merendahkan, menjelekkan atau menghina Guru spiritual. Kalau kita tidak cocok cukup menjauh saja, tapi jangan merendahkan, menjelekkan, apalagi menghina. Jangan pernah merendahkan, menjelekkan atau menghina para Ista Dewata dan semua mahluk-mahluk suci lainnya. Kemudian hormati semua simbol-simbolnya. Kalau ada buku tulisan atau gambar Guru spiritual kita, jangan menaruhnya di tempat sembarangan. Kalau



ada gambar atau arca Ista Dewata jangan menaruhnya di tempat sembarangan. Serta jika kita melihat bungkus dupa yang bergambar Ista Dewata, atau lungsuran persembahan [seperti lungsuran canang dan upacara] jangan membuangnya di tempat sampah, tapi kumpulkan dan bakar di dalam periuk tanah liat yang sukla [titipkan di alam api]. Nanti abunya sebar di campuhan sungai [pertemuan dua atau lebih aliran sungai], atau di laut, atau di tanah sanggah dan merajan.



RUMAH DHARMA - HINDU INDONESIA



Halaman facebook Rumah Dharma - Hindu Indonesia : facebook.com/rumahdharma [Rumah Dharma - Hindu Indonesia] Website Rumah Dharma - Hindu Indonesia : rumahdharma.com Kumpulan e-book lengkap dari Rumah Dharma - Hindu Indonesia bisa di-download secara gratis tanpa dipungut biaya apapun di : rumahdharma.com/download tattwahindudharma.blogspot.com



DHARMA DANA Rumah Dharma - Hindu Indonesia Rumah Dharma - Hindu Indonesia telah dan akan terus melakukan penerbitan buku-buku dharma berkualitas, baik berupa e-book maupun buku cetak, untuk dibagibagikan secara gratis tanpa dipungut biaya apapun. Untuk melakukan penyebaran buku-buku dharma berkualitas, Rumah Dharma - Hindu Indonesia memerlukan bantuan para donatur, yang sadar akan pentingnya melakukan pembinaan kesadaran masyarakat. Semakin banyak dharma dana yang terkumpul maka semakin banyak juga buku-buku dharma yang dapat diterbitkan dan disebarluaskan. Ada empat cara memanfaatkan kekayaan sebagai ladang kebaikan yang bernilai sangat utama, salah satunya adalah ber-dharma dana untuk penyebaran ajaran dharma. Karena ini bukan saja sebuah kebaikan mulia dengan karma baik berlimpah, tetapi juga adalah sebuah sadhana nirjara, sadhana penghapusan karma buruk. Karma baik dari mendonasikan dharma dana bagi penyebarluasan ajaran dharma adalah : 1. Donatur akan mendapatkan penghapusan berbagai karma buruk.



2. Dalam setiap reinkarnasi kelahirannya donatur akan berjodoh dengan ajaran dharma yang suci dan terang. 3. Donatur akan mendapatkan perlindungan dharma, tidak mudah terseret dendam kebencian, pikirannya lebih mudah tenang, serta menjadi lebih bijaksana. 4. Jika dampak penyebarannya mencerahkan masyarakat luas, donatur akan mendapatkan perlindungan dari para Ista Dewata. Transfer Dharma Dana anda ke rekening :



Bank BNI Kantor Cabang Denpasar No Rekening : 0340505797 Atas Nama : I Nyoman Agus Kurniawan Astungkara berkat karma baik ini para donatur mendapat kerahayuan.



TENTANG PENULIS



I Nyoman Kurniawan lahir pada tanggal 29 January 1976. Mendapatkan garis spiritualnya dari kakeknya, Pan Siki, yang merupakan seorang balian usadha terkenal dari Banjar Tegallinggah, Kota Denpasar. Pada tahun 2002, memulai perjalanan spiritualnya dengan belajar meditasi. Pada tahun 2007 mulai memberikan komitmen yang menyeluruh kepada spiritualisme dharma. Di tahun



yang sama belajar dengan Guru dharma-nya yang pertama, serta memulai melakukan tirthayatra dan penjelajahan ke berbagai pura pathirtan kuno, sebagai bagian dari arahan Gurunya, sekaligus juga panggilan spiritualnya sendiri. Pada tahun 2009 mulai belajar dengan Guru dharma-nya yang kedua, mendalami kekayaan spiritual Hindu Bali, mendalami ajaran Tantra, menjalin pertemanan dengan banyak Guru dan praktisi spiritual, serta tetap meneruskan melakukan tirthayatra dan penjelajahan ke berbagai pura pathirtan kuno. Pada tahun 2010 mulai melakukan pelayanan dharma untuk umum di halaman facebook “Rumah Dharma - Hindu Indonesia”, serta mulai memberikan tuntunan dan berbagi ajaran kepada adik-adik dharmanya. Di tahun yang sama juga mulai menulis buku. Inspirasi dharma yang didapatnya dari perjalanan ke berbagai pura pathirtan kuno, dikombinasikan dengan ajaran dari para Guru-nya, dari praktek meditasi, membaca puluhan buku-buku suci, serta diskusi-diskusi panjang dengan banyak praktisi spiritual, kemudian ditulisnya menjadi berbagai buku. Pada tahun 2015 mulai belajar dengan Guru dharma-nya yang ketiga, serta tetap meneruskan melakukan pelayanan dharma untuk umum.