Batu-Batu Yang Hidup [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



MENDALAMI PEMBANGUNAN JEMAAT YANG HIDUP: BELAJAR DARI BUKU “BATU-BATU YANG HIDUP” KARYA Dr. P.G. VAN HOOIJDONK



SKRIPSI



Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Agama Katolik



Disusun oleh: Fernandus Yongki Januardi NIM : 101124059



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK JURUSAN ILMU PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2016



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



ii



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



iii



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



PERSEMBAHAN



Skripsi ini kupersembahkan kepada Allah Bapa di surga lewat perantaraan Putera-Nya dan Ayahanda serta Ibunda yang selalu memberi dukungan baik secara moral, spiritual maupun finansial.



iv



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



MOTTO “Perhatikanlah orang yang tulus dan lihatlah kepada orang yang jujur, sebab pada orang yang suka damai akan ada masa depan” (Mzm 37:37)



v



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



vi



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



vii



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



ABSTRAK Skripsi ini berjudul MENDALAMI PEMBANGUNAN JEMAAT YANG HIDUP: BELAJAR DARI BUKU “BATU-BATU YANG HIDUP” KARYA Dr. P.G. VAN HOOIJDONK. Judul ini dipilih berdasarkan pengalaman nyata di lingkungan tempat penulis berasal di Paroki Santo Fidelis Sejiram, Keuskupan Sintang, Kalimantan Barat, dimana Pembangunan Jemaat dirasa masih perlu dikembangkan dan ditingkatkan sesuai dengan perkembangan zaman. Penulis juga terinspirasi oleh buku Batu-batu yang Hidup karya Dr. P.G. Van Hooijdonk yang memaparkan pemikiran mengenai Pembangunan Jemaat. Penulis mempunyai kesan bahwa Pembangunan Jemaat di paroki tempat asal penulis masih banyak kekurangan di antaranya sumber daya manusia dan juga keterlambatan dalam menanggapi situasi zaman yang semakin modern, karena berada di daerah pedalaman yang jauh dari kota. Persoalan pokok pada skripsi ini adalah bagaimana umat beriman Kristiani dapat menemukan dan menghayati Pembangunan Jemaat sebagai dasar dalam membangun sebuah komunitas utuh yang berpusat pada Kristus dalam hidup menggereja. Pembangunan Jemaat bukan semata-mata membangun sebuah gedung melainkan lebih kepada sebuah pemikiran yang dituangkan ke dalam tindakan konkret. Oleh karena itu, untuk mengkaji persoalan yang dihadapi umat tersebut dibutuhkan pemecahan masalah lewat pemikiranpemikiran yang tertuang di dalam Pembangunan Jemaat oleh para ahli teologi. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menggunakan studi pustaka sebagai metode, yang bersumber dari Kitab Suci, Dokumen-dokumen Gereja, pandangan para ahli, dan sumber utama buku Batu-batu yang Hidup karya Dr. P.G. Van Hooijdonk yang membahas pengantar ke dalam Pembangunan Jemaat. Penulis menemukan bahwa Pembangunan Jemaat perlu dipahami sebagai teologi praktis yang memperhatikan setiap prosesnya, sehingga umat menyadari tingkat kedewasaan imannya, mau mengikuti Kristus, serta terbuka pada perkembangan zaman. Penulis dalam skripsi ini mengusulkan suatu program rekoleksi bagi orang dewasa khususnya katekis sebagai usaha menumbuhkembangkan iman umat untuk meningkatkan penghayatan dalam komunitas kristiani. Umat melalui program ini diharapkan dapat semakin menemukan, mendalami dan menghayati Kristus sebagai pedoman hidup menggereja, sehingga jemaat semakin berkembang dan terarah pada perkembangan zaman.



viii



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



ABSTRACT This thesis entitled FATHOMING A LIVING COMMUNITY BUILDING: LEARNING FROM A BOOK “LIVING STONES” WRITTEN BY Dr. P. G. VAN HOOIJDONK. This title is chosen based on an empiric experience from the author‟s homeland at Santo Fidelis Parish Sejiram, Diocese of Sintang, West Kalimantan, where the Community Building seems necessary to be developed and improved in line with the ages. The author is also inspired from a book Living Stones written by Dr. P. G. Van Hooijdonk which exposes the thought about Community Building. The author has an impression that Community Building at his homeland is still many shortcomings, especially human resources and also a retardment in responding the modern age, because is located in hinterland area that far from the city. The main subject in this thesis is how the Christians may finding and living the Community Building as a foundation in build a whole community which Chistocentric in religious life. Community Building is not merely to build a building but rather to a thought which is implemented into a concrete action. Therefore, to assess the matter, which is faced by the people, is required a problem solving through the thoughts about Community Building by the theologians. In making this thesis, the author use a literature study as a method, which sourced ftom the Bible, Church Documents, the experts reviews, and the main source a book Living Stones written by Dr. P. G. Van Hooijdonk which discusses about Community Building. The author find that Community Building is need to be understood as a praxis theology which concerning every process, so that the people realize their faith maturity level, will to follow the Christ, and also open to the developing era. In this thesis, the author is suggesting a recollection program for mature people especially catechists as a faith growing and developing effort for increasing appreciation in Christian community. Through this program, people is expected may find more, fathom more, and live more in Christ as a religious life role, so that they develop more and directed to the developing era.



ix



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yesus dan Bunda Maria atas segala cinta dan berkat, serta kasih setia-Nya yang senantiasa membimbing dan menyertai penulis setiap waktu, sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan skripsi ini dengan baik yang berjudul



“MENDALAMI



PEMBANGUNAN JEMAAT YANG HIDUP: BELAJAR DARI BUKU “BATU-BATU YANG HIDUP” KARYA Dr. P.G. VAN HOOIJDONK”. Skripsi ini ditulis berdasarkan kesan pribadi penulis ketika selama tinggal di lingkungan umat dalam rangka mata kuliah Karya Bakti Paroki selama lima puluh hari, membuat penulis tergugah dan tergerak untuk membuat sebuah karya tulis skripsi ini. Situasi umat setempat sangat mencerminkan jemaat yang dibangun dengan baik oleh pihak paroki maupun pihak awam yang terlibat dalam hidup menggereja. Berdasarkan pengalaman tersebut penulis mengharapkan situasi yang serupa di tempat tinggal penulis khususnya daerah Paroki Santo Fidelis Sejiram, Keuskupan Sintang, Kalimantan Barat. Skripsi ini merupakan sumbangan pemikiran bagi umat katolik khususnya umat Paroki tempat tinggal penulis supaya Pembangunan Jemaat dapat tumbuh dan berkembang seturut perkembangan zaman. Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari banyak dukungan dan perhatian berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, dari hati yang paling dalam penulis mengucapkan terima kasih kepada:



x



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



1.



Drs. F.X. Heryatno Wono Wulung SJ, M.Ed., selaku Kaprodi Pendidikan Agama Katolik yang telah memberi dukungan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.



2.



Dr. C Putranto SJ, selaku dosen pembimbing utama sekaligus sebagai dosen pendamping akademik yang selalu mendampingi, membimbing serta memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.



3.



Dr. B Agus Rukiyanto SJ, selaku dosen penguji kedua yang telah mendorong penulis untuk menyusun skripsi ini.



4.



P. Banyu Dewa, H.S. S.Ag., M.Si, selaku dosen penguji ketiga yang telah bersedia menjadi dosen penguji pada pertanggungjawaban skripsi ini.



5.



Bapak Fiktorianus Hellarius dan Ibu Genoveva Katarina yang telah membesarkan, mendidik dan mendoakan penulis hingga sampai pada tahap ini.



6.



Teman-teman De‟kill serta keluarga Longginus angkatan 2010 yang dengan caranya masing-masing telah mendukung serta memotivasi penulis dalam penyelesaian skripsi ini.



7.



Semua pihak yang telah berperan dalam proses studi, khususnya dalam penyelesaian skripsi ini.



Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari segala macam kekurangan. Oleh karena itu, dengan rendah hati dan terbuka penulis menerima kritik maupun saran yang membangun demi penyempurnaan penulisan skripsi ini. Penulis berharap kiranya skripsi ini dapat memberikan



xi



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



xii



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL....................................................................................



i



HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING..........................................



ii



HALAMAN PENGESAHAN......................................................................



iii



HALAMAN PERSEMBAHAN...................................................................



iv



MOTTO........................................................................................................



v



PERNYATAAN KEASLIAN KARYA......................................................



vi



PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI.........................................



vii



ABSTRAK....................................................................................................



viii



ABSTRACT.................................................................................................



ix



KATA PENGANTAR..................................................................................



x



DAFTAR ISI................................................................................................



xiii



DAFTAR SINGKATAN.............................................................................



xxii



DAFTAR ISTILAH



xxiv



BAB I.



PENDAHULUAN.....................................................................



1



A.



Latar Belakang...........................................................................



1



B.



Rumusan Masalah......................................................................



5



C.



Tujuan Penulisan........................................................................



5



D.



Manfaat Penulisan......................................................................



6



E.



Metode Penulisan.......................................................................



6



F.



Sistematika Penulisan.................................................................



6



PEMBANGUNAN JEMAAT DAN TEOLOGI PRAKTIS.....



9



Pembangunan Jemaat adalah Paham Teologis...........................



9



1.



Pembangunan Jemaat adalah masalah Iman.......................



9



2.



Pembangunan Jemaat paham inti dalam Teologi Praktis....



13



a.



14



BAB II. A.



Allah, subjek Pembangunan Jemaat............................. xiii



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



b.



Gereja Lokal Menjadi Subjek Pembangunan Jemaat..



15



1) Sesama subjek itu tersusun secara hierarkis.........



15



2) Sesama subjek ini dimotivasi secara spiritual......



16



c.



Jemaat Lokal adalah Objek Pembangunan Jemaat.....



16



d.



Tujuan Pembangunan Jemaat ialah Kedatangan Kerajaan Allah.............................................................



22



1) Tujuan Pembangunan Jemaat ditentukan secara historis dan kultural...............................................



24



2) Tujuan Pembangunan Jemaat adalah pertumbuhan paroki..............................................



24



3) Tujuan Pembangunan Jemaat: memberi ruang bagi pertumbuhan, terarah kepada penyempurnaan.....................................................



25



Pembangunan Jemaat adalah Jawaban Terhadap Perubahan-perubahan di Masa Kini....................................



26



a. Pokok Pembangunan Jemaat itu bersifat aktual...........



26



b. Pembangunan Jemaat itu bersifat kontekstual..............



27



c. Pembangunan Jemaat bertolak dari keadaan jemaat (de facto).......................................................................



29



Pembatasan Masalah Pembangunan Jemaat..............................



30



1.



Mengapa Pembangunan Jemaat penting?...........................



31



a. Pembaharuan di seluruh dunia.....................................



31



b. Ekklesiologi dari bawah tidak berkembang dengan sendirinya.....................................................................



32



c. Pembangunan Jemaat merefleksikan dan mendorong pemikiran teologis........................................................



33



d. Sinode Jerman tahun 1976............................................



35



e. Mengapa Pembangunan Jemaat itu penting?...............



37



Apa Pembangunan Jemaat itu?...........................................



37



a. Jemaat sebagai Paroki...................................................



37



3.



B.



2.



xiv



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



3.



b. Pembangunan...............................................................



39



1) Pertumbuhan dan perkembangan..........................



39



2) Pendalaman secara spiritual..................................



39



3) Pembaharuan.........................................................



40



4) Cita-cita.................................................................



40



c. Pembangunan Jemaat...................................................



40



Kepada siapa Pembangunan akan diajarkan?...................



43



BAB III



PENGETAHUAN PRAKTEK DALAM PEMBANGUNAN JEMAAT....................................................................................



46



A.



Pengetahuan Praktek dalam Pembangunan Jemaat....................



46



1.



Asosiasi Bebas mengenai Paham Pembangunan Jemaat....



46



2.



Pengetahuan Praktek Pembangunan Jemaat yang Diatur dan Dideskripsikan..............................................................



48



3.



Pengetahuan Praktek Ditata Menurut Teologi Praktis........



49



a. Praktek Pastoral dalam Bagian Disiplin Vertikal dan Horisontal.....................................................................



49



b. Pembangunan Jemaat sebagai Susunan Disiplin Pastoral yang Vertikal..................................................



52



1)



Katekese................................................................



52



2)



Liturgi...................................................................



53



3)



Poimenik (penggembalaan), pastorat perorangan, pastorat kelompok, bimbingan rohani...................



53



4)



Diakonia................................................................



54



5)



Pembangunan Jemaat............................................



55



a)



Koinonia........................................................



55



(1)



Koinonia dalam grup/kelompok sosial.....................................................



56



(2)



Koinonia lewat partisipasi dalam hidup paroki..........................................



56



xv



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



Koinonia sebagai organisasi oleh paroki....................................................



57



b) Sibermatika atau ilmu pengendalian/ kepengurusan.................................................



57



c. Pembangunan Jemaat sebagai Disiplin Pastoral yang Diatur Secara Horisontal..............................................



58



(3)



1)



Kaderisasi..............................................................



59



2)



Dewan-dewan.......................................................



60



Kerja Sama: Pengetahuan Praktek Tentang Pembangunan Jemaat dan Teologi Praktis.................................................



61



Aspek Dasar Pembangunan Jemaat............................................



61



1.



Pembangunan Jemaat sebagai Teori atau Ajaran................



61



2.



Lima Aspek Dasar Pembangunan Jemaat...........................



62



a. Bertindak Imani dan Rasional......................................



63



b. Bertindak Fungsional, Terarah pada Tujuan dan Hasil..............................................................................



63



4. B.



1)



Fungsional.............................................................



63



2)



Terarah pada tujuan dan hasil...............................



63



c. Bertindak Menurut Tata Waktu atau Secara Proses.....



64



d. Bertindak Menurut Tata Ruang atau Pengembangan Organisasi.....................................................................



65



e. Mengaktifkan partisipasi..............................................



66



Sebuah Model.....................................................................



67



Pembangunan Jemaat sebagai Proses.........................................



67



1.



Pengantar.............................................................................



67



a. Aspek Metodik.............................................................



67



b. Pembangunan Jemaat sebagai Proses...........................



68



2.



Dua Polaritas dalam Proses.................................................



69



3.



Polaritas dan Pengembangan...............................................



70



3. C.



xvi



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



4.



Perspektif Aktor dan Perspektif Sistem..............................



71



a. Perspektif Aktor...........................................................



71



1)



Perspektif Aktor Horisontal..................................



71



a) Tahap orientasi...............................................



72



b) Tahap penelitian.............................................



72



c) Tahap perencanaan.........................................



72



d) Tahap pelaksanaan.........................................



73



e) Tahap pemantapan.........................................



73



Perspektif Aktor Vertikal......................................



73



a) Orientasi.........................................................



74



b) Penelitian........................................................



74



c) Perencanaan...................................................



74



d) Pelaksanaan....................................................



75



e) Pemantapan....................................................



75



Polaritas dalam Perspektif Aktor..........................



76



b. Perspektif Sistem..........................................................



76



2)



3)



1)



Perspektif sistem dalam lima tahap.......................



76



c. Aktor dan Perspektif Sistem Terpadu dalam Satu Proses Pengembangan..................................................



78



Umpan Balik dan Evaluasi..................................................



79



a. Evaluasi produk dan proses..........................................



79



b. Evaluasi Formatif.........................................................



79



c. Evaluasi Sumatif...........................................................



80



Kelompok Pendamping......................................................



80



Masing-masing Tahap dalam Proses.........................................



79



1.



Tahap Orientasi: Pengamatan Pertama...............................



81



a. Inisiatif..........................................................................



81



5.



6. D.



xvii



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



2.



3.



b. Kontak..........................................................................



81



c. Menciptakan Kesediaan Membantu.............................



82



d. Pilihan Strategi.............................................................



82



e. Perjanjian......................................................................



82



Tahap Penelitian..................................................................



83



a. Perspektif Aktor dan Perspektif Sistem........................



83



b. Diagnosis......................................................................



84



c. Prognosis......................................................................



85



d. Petunjuk yang Membantu Prognosis............................



85



Tahap Perencanaan..............................................................



86



a. Faktor Penghambat dan Pelancar dalam Proses Pengembangan..............................................................



87



b. Metode Kerja................................................................



88



1)



Model pakar..........................................................



88



2)



Model kerja sama..................................................



89



3)



Model aksi.............................................................



89



4)



Model belajar........................................................



89



c. Membuat Program........................................................



89



d. Proses Pengambilan Keputusan....................................



90



e. Catatan Tambahan: Manajemen Proyek......................



91



4.



Tahap Pelaksanaan..............................................................



92



5



Tahap Pemantapan..............................................................



92



BAB IV



PEMBANGUNAN JEMAAT SEBAGAI TEORI ILMIAH DAN REKOLEKSI UNTUK MENINGKATKAN SEMANGAT PEMBANGUNAN JEMAAT.............................



94



A.



Pembangunan Jemaat adalah Tindak-tanduk Religius dan Imani...........................................................................................



94



1.



94



Catatan Pendahuluan Pertama............................................. xviii



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



2.



Catatan Pendahuluan Kedua...............................................



94



3.



Kenyataan yang Lebih Tinggi Dari Pada Gereja................



95



4.



Kenyataan yang Lebih Jauh Dari Pada Gereja....................



97



B.



Pembangunan Jemaat adalah Tindakan Komunikatif................



98



C.



Pembangunan Jemaat adalah Pengembangan Organisme Gerejawi.....................................................................................



100



1.



Pengembangan....................................................................



100



a



Oikodomè dan istilah agogis pengembangan...............



100



b. Pembangunan serta pengembangan jemaat, pelayanan demi terwujudnya keadilan Allah.................................



100



Jemaat, pengembangan dan c. Pembangunan pertobatan.....................................................................



101



d. Pengembangan: campuran dinamika dan struktur........



103



e. Kesinambungan dan diskontinuitas..............................



104



Percepatan frekuensi perubahan dan keraguan untuk memutuskan..................................................................



104



g. Realisasi tujuan yang sistematis...................................



104



h. Keterbukaan akan hari depan.......................................



105



Pengembangan Organisasi Gereja.......................................



106



a. Oikodomè dan pengembangan organisasi gerejawi.....



106



Pengamatan Situasi Sekarang dan Pengalaman Masa Depan....



107



1.



Catatan Pendahuluan Pertama: Polaritas antara Situasi Sekarang dan Hari Depan...................................................



107



2.



Catatan Pendahuluan Kedua: Dinamika Ganda dalam Pembangunan Jemaat..........................................................



107



3.



Kontekstualisasi dalam Pengamatan Situasi dan Masa Depan..................................................................................



108



a. Apa yang dimaksud dengan kontekstualisasi?.............



109



b. Nivo makrososial..........................................................



111



f.



2.



D.



xix



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



4.



Konteks dan Kebenaran......................................................



111



5.



Bersama Mengamati Kebenaran dalam Situasi Konkret dan Masa Depan..................................................................



112



6.



Pengamatan Situasi dalam Terang Injil...............................



113



a. Pengamatan Situasi: Modernisasi...............................



113



b. Dalam Terang Injil.......................................................



114



Rekoleksi dalam Rangka Meningkatkan Semangat Pembangunan Jemaat................................................................



115



1. Program Rekoleksi Sebagai Usaha Meningkatkan Semangat Katekis Dalam Pembangunan Jemaat di Paroki Santo Fidelis Sejiram, Keuskupan Sintang, Kalimantan Barat....................................................................................



116



a. Pengertian Program Rekoleksi.....................................



116



Belakang Program Rekoleksi untuk b. Latar Meningkatkan Semangat Hidup dalam Pembangunan Jemaat...........................................................................



117



c. Tujuan dan Tema Rekoleksi.........................................



119



d. Gambaran Pelaksanaan Program..................................



121



e. Matrik Program............................................................



122



f.



Jadwal Rekoleksi..........................................................



128



g. Contoh Satuan Persiapan Rekoleksi.............................



129



1) Identitas Kegiatan.................................................



129



2) Pengembangan Langkah-langkah.........................



130



BAB V.



PENUTUP..................................................................................



160



A.



Kesimpulan.................................................................................



160



1.



Bertindak imani dan rasional...............................................



163



2.



Bertindak fungsional, terarah kepada tujuan dan hasil.......



164



a. Fungsional....................................................................



164



b. Terarah pada tujuan dan hasil.......................................



165



E.



xx



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



3.



Bertindak menurut tata waktu atau secara proses...............



165



4.



Bertindak menurut tata ruang atau pengembangan organisasi.............................................................................



166



5.



Mengaktifkan partisipasi.....................................................



166



B.



Refleksi Pribadi..........................................................................



167



C.



Saran...........................................................................................



170



DAFTAR PUSTAKA..................................................................................



171



xxi



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



DAFTAR SINGKATAN



A. Daftar Singkatan Dalam skripsi ini daftar singkatan Kitab Suci mengikuti Lembaga Alkitab Indonesia (1993). B. Daftar singkatan Dokumen Resmi Gereja AA



: Apostolicam Actuositatem (Dekrit Konsili Vatikan II Tentang Kerasulan Awam), 18 November 1965.



AG



Ad Gentes (Dekrit Konsili Vatikan II tentang Kegiatan Misioner Gereja), 7 Desember 1965.



DV



: Dei Verbum (Konstitusi Dogmatis tentang Wahyu Ilahi), 18 November 1965.



GS



: Gaudium et Spes (Konstitusi Pastoral tentang Gereja di Dunia Dewasa Ini), 7 Desember 1965.



LG



: Lumen Gentium (Konstitusi Dogmatis tentang Gereja), 21 November 1964.



C. Daftar Singkatan Lain Bdk



: Bandingkan



DPP



: Dewan Pastoral Paroki



xxii



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



Kan



: Kanon



Ket



: Keterangan



KOMKAT



: KOMISI KATEKETIK



KWI



: Konferensi Waligereja Indonesia



LCD



: Liquid Crystal Display



MB



: Madah Bakti



PJ



: Pembangunan Jemaat



S1



: Strata 1



SDM



: Sumber Daya Manusia



xxiii



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



DAFTAR ISTILAH 1.



Aggiornamento



: Pembaruan Gereja



2.



Agogi



: Aktivitas memimpin/membimbing



3.



Agogis



: Bersifat menuntun



4.



Apokalipsis



: Kitab Wahyu, termasuk kitab deuterokanonika



5.



Apostolat



: Jabatan atau tugas seorang Rasul



6.



Apostolis



: Di utus Kristus



7.



As



: Poros



8.



Asosiasi bebas



: Membuat pertalian antara gagasan, ingatan, atau kegiatan panca indera yang bersifat terbuka (bebas)



9.



Chaos



: Kekalutan



10. Community development



: Membangun komunitas (kelompok)



11. Community and : Komunitas Organizationorganisasi Development



(masyarakat)



dan



pengembangan



12. Diagnosis



: Pemeriksaan terhadap suatu hal



13. Diakonia



: Bidang pelayanan pastoral: meliputi semua bidang Gereja dan masyarakat



14. Didaktik



: Ilmu dalam mendidik



15. De facto



: Pada kenyataannya



16. Ekklesia



: Menjadi Gereja/jemaat



17. Ekklesiologi



: Teologi tentang Gereja



18. Emansipasi



: Persamaan hak



19. Empiris



: Berdasarkan pengalaman, penemuan, percobaan, pengamatan dan penelitian



20. Empiris organisatoris



: Ahli dalam pengalaman berorganisasi



21. Entitas



: Wujud xxiv



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



22. Eskatologis



: Berhubungan dengan tujuan akhir (eskaton) manusia dan mengenai penyudahan sejarah, kedatangan definitif Kerajaan Allah



23. Etos



: Semangat kerja



24. Evangelistik apostolat



: Usaha/tugas perutusan penginjilan seperti yang dilakukan para Rasul



25. Fundamental



: Bersifat dasar (pokok); mendasar



26. Feedback



: Umpan balik



27. Guidance counseling



and : Bimbingan dan konseling



28. Hermeneuse



: Penafsiran



29. Homiletik



: Teori mengenai khotbah atau homili



30. Inkulturasi



: Sebagai proses pengintegrasian pengalaman iman Gereja lokal kedalam kebudayaan setempat



31. Inkulturisasi



: Kegiatan penyatuan budaya kedalam badan Gereja sehingga menjadi Gereja yang kental dengan aspek budaya lokal



32. Interdisipliner



: Kerjasama antara ilmu atau disiplin yang berbedabeda



33. Intermedier



: Tingkat menengah



34. Intervensi



: Tindakan untuk menolong proses pastoral



35. Job hunting



: Berburu pekerjaan



36. Karakteristik gramatikal



: Sebuah karakter yang berubah-ubah sesuai konteks



37. Kategorial



: Memiliki kategori



38. Kateketik



: Teori tentang katekese



39. Koinonia



: Persekutuan dalam kasih Kristus



40. Kolektivitas



: Perihal/keadaan



41. Kolonialisasi



: Masa penjajahan



42. Konservatif



: Tertutup dengan hal baru, bertahan dengan ajaran lama yang sudah ada xxv



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



43. Konstelasi



: Kumpulan orang



44. Kristologis



: Dasar yang kuat berkaitan ilmu tentang Kristus



45. Legimitas



: Keabsahan



46. Liturgik



: Teori mengenai liturgi



47. Nepotisme



: Kecendrungan mengutamakan atau menguntungkan orang terdekat yaitu keluarganya



48. Nivo



: Tataran/tingkatan



49. Oikodome



: Pembangunan



50. Oikodomein



: Membangun



51. Oikodomene



: Pembangunan/mendirikan Jemaat



52. Oriented



: Berorientasi



53. Passivum



: Bersifat/hal pasif



54. Pastoral care



: Pendampingan pastoral



55. Pastorat



: Penggembalaan



56. Pedagogi



: Ilmu pendidikan/pengajaran



57. Pelik



: Tidak biasa



58. Pengetahuan praktek



: Pengetahuan (nyata dilaksanakan) yang diperoleh dari dan dalam Pembangunan Jemaat



59. Person-oriented



: Orang-yang berorientasi



60. Person-person



: Orang-orang



61. Perspektif aktor



: Tindak-tanduk pastoral dilihat dari (perspektif) mereka yang menjalankannya



sudut



62. Perspektif sistem : Tindak-tanduk pastoral dilihat dari sudut (perspektif) kenyataan/entitas tertentu (misalnya paroki atau jemaat) 63. Planning



: Perencanaan



64. Pluriform



: Ruang



65. Pneumatologis



: Teologi mengenai Roh Kudus



66. Polaritas



: Hal atau situasi yang memperlihatkan dua unsur xxvi



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



yang menyebabkan adanya keteganggan atau dinamika 67. Poimenik



: Penggembalaan



68. Prognosis



: Perkiraan mengenai jalannya proses



69. Proteksionistis



: Perlindungan maksimal dari berbagai sektor



70. Quo



: Mempertahankan keadaan seperti itu saja (tidak boleh di ubah)



71. Rasional



: Menurut pikiran dengan pertimbangan yangg logis dan masuk akal



72. Relatio auctifica



: Meningkatkan hubungan



73. Retorika



: Keterampilan dalam berbahasa secara efektif



74. See-judge-act



: Melihat-menilai-bertindak



75. Sekularisasi



: Ideologi yang menganggap bahwa hidup ini adalah semata-mata untuk kepentingan duniawi



76. Sibernetika



: Ilmu mengenai sistem pengendalian



77. Sôma



: Badan/tubuh



78. Teologi exodus



: Teologi tentang keluarnya bangsa bangsa Yahudi dari Mesir (teologi pembebasan umat Yahudi)



79. Teologi penciptaan



: Teologi yang mempelajari tentang penciptaan didasari oleh Allah itu sendiri



80. Teologi praktis



: Refleksi atas praksis Gereja baik dari segi teologis maupun dari segi ilmu-ilmu manusia.



81. Teritorial



: Keseluruhan dalam sebuah wilayah



82. Teritorium



: Cakupan wilayah



83. Tindak-tanduk



: Campur tangan (ikut terlibat dalam suatu pekerjaan)



84. Tindak-tanduk komunikatif



: Campur tangan seseorang atau kelompok yang mengutamakan komunikasi



85. Transformasi



: Perubahan rupa sebagainya)



86. Vak



: Bagian



xxvii



(bentuk,



sifat,



fungsi



proses



dan



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



87. Verbal



: Secara lisan



88. Yuridis



: Secara hukum



xxviii



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Konteks yang paling menentukan Gereja dapat dirangkum dalam satu kata yaitu “Modernisasi”. Baik posisi Gereja dalam masyarakat sekarang maupun kemungkinan bagi iman untuk berkembang, tergantung pada sikap yang kita ambil terhadap modernisasi. Modernisasi itu tidak datang dari dunia Barat, akan tetapi merupakan proses transisi yang digerakkan oleh pemerintah kita sendiri lewat program pembangunan. Transisi itu merupakan proses perubahan dari kebudayaan agraris menuju kebudayaan industrial, teknologis dan elektronis (van Kessel, 1997: 87). Proses transisi atau perubahan tersebut memerlukan pendampingan pastoral yang berbeda dengan pendampingan tradisional yang kita alami sampai sekarang, karena modernisasi mempunyai banyak efek sampingan. Teologi Pastoral Tradisional kita sedang berkembang menjadi Teologi Praktis yang memayungi sejumlah subdisiplin yang diantaranya ialah Pembangunan Jemaat. Pembangunan Jemaat adalah disiplin yang membangun Paroki. Pembangunan Jemaat merupakan disiplin pastoral yang paling muda. Katekese, Liturgi dan Penggembalaan atau Poimenik sudah lebih lama mendapatkan status yang jelas dalam dunia Pastoral. Akhir-akhir ini dalam waktu



yang



relatif



singkat



Pembangunan



Jemaat



sedang



mengejar



ketinggalannya (van Hooijdonk, 1996: ix). Paroki dan Jemaat-jemaat sebagai



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



2



persekutuan Allah yang berhimpun sangat pegang peranan dalam pengembangan hidup beriman. Oleh karena itu, pengelolaan dan pengembangan Paroki dan Jemaat-jemaat perlu mendapat perhatian yang lebih serius. Memang, untuk mengelola, apalagi mengembangkan paroki dan jemaat-jemaat tidaklah mudah, banyak kendala yang dihadapi. Salah satunya adalah kurangnya buku pegangan ataupun pengajaran mengenai Pembangunan Jemaat. Di dalam Pembangunan Jemaat dibutuhkan tenaga penggembalaan selain para Imam dan Biarawan/Biarawati yaitu sosok penggembala yang sekaligus berada dalam lingkungan awam yaitu katekis. Katekis adalah orang dipanggil atau terpanggil untuk mewartakan ajaran Yesus. Kata katekis berasal dari kata dasar



katechein



yang



mempunyai



beberapa



arti:



mengkomunikasikan,



membagikan informasi, mengajarkan hal-hal yang berkaitan dengan iman (Sanjaya, 2011:16). Saat ini sebutan katekis dialamatkan kepada awam yang memiliki tugas pewartaan dalam bidang pengajaran dan pembinaan iman. Katekis memiliki peran penting pada perkembangan Gereja dari masa ke masa. Awal perkembangan Gereja Perdana, katekis yang terlibat dalam pewartaan adalah Para Rasul yang dibantu murid-murid lain. Perkembangan selanjutnya, Uskup merupakan pengganti Para Rasul meneruskan tugas sebagai katekis. Para Uskup tidak dapat bekerja sendiri maka dibantu oleh para Imam dalam wilayah keuskupannya. Dikarenakan jumlah yang banyak, cakupan wilayah yang luas dan Imam yang sedikit, para Imam melibatkan awam untuk membantu tugasnya dalam hal pengajaran dan pembinaan iman umat. Para awam inilah yang disebut



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



3



katekis. para katekis awam tidak berdiri sendiri dalam hierarki Gereja karena sifatnya yang membantu tugas Imam. Katekis yang utama dalam sebuah keuskupan/paroki adalah Uskup/Imam. Jiwa dan raga, rohani dan jasmani, harus seimbang, seperti halnya antara pembangunan gedung gereja dan pengembangan Gereja sebagai jemaat. Namun, mana lebih penting dalam membangun Gereja? Meskipun membangun gedung gereja penting, namun lebih penting dan utama adalah membangun jemaat atau umat. Gereja adalah umat beriman yang berkumpul sebagai komunitas. Gereja bukanlah sekumpulan orang tapi suatu komunitas yang disatukan oleh Kristus, maka Gereja atau umat Allah harus memiliki tujuan, visi dan gerakan yang sama.



Gereja adalah orang-orang yang dipilih Yesus untuk melanjutkan karya dan misi-Nya. Mereka perlu dirangkul, didampingi dan dibangun, karena umatlah yang perlu diutamakan untuk menjadi paroki. Membangun gereja tidak terlalu susah, yang paling susah adalah membangun umatnya. Di Eropa, banyak gereja kosong bahkan dijual untuk menjadi mall atau masjid, karena jemaatnya tidak dibangun. Maka yang paling utama dalam Pembangunan Gereja adalah Pembangunan Jemaat.



Agar pembangunan Gereja terkoordinasi dengan baik dan memiliki visi dan misi yang sejalan, perlu diorganisasi. Maka Gereja memiliki Dewan Pastoral Paroki (DPP). “Mengapa ada DPP?”. Sebelum Konsili Vatikan II, umat paroki hidup tanpa ikatan, hanya tergantung pada pastor. Mereka datang ke gereja,



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



4



menerima pengajaran dan petunjuk pastor dan pulang ke rumah sendiri-sendiri. Suasana itu dikenal dengan istilah “Pastor Sentris”. Jelasnya, umat hanya menunggu perintah pastor, bergerak kalau pastor memberikan dorongan. Bukan Gereja itu yang mau dibangun, tetapi Gereja sebagai komunitas. Gereja saat ini dilihat sebagai persekutuan atau komunitas umat beriman dengan semangat Ekaristi. Selesai Perayaan Ekaristi umat keluar sebagai komunitas. Gereja sebagai komunitas tidak lagi ketergantungan pada pastor. Yang terlibat dalam kepemimpinan komunitas adalah umat sendiri. Model ini tidak mungkin bisa bergantung kepada pastor. Gereja sebagai komunitas hanya mungkin dirasakan di komunitas basis atau lingkungan.



Dengan melihat kenyataan di atas maka penulis mencoba mendalami tulisan ini dengan judul: MENDALAMI PEMBANGUNAN JEMAAT YANG HIDUP: BELAJAR DARI BUKU “BATU-BATU YANG HIDUP” KARYA Dr. P.G. VAN HOOIJDONK. Adapun maksud dari penulisan ini adalah untuk membantu para katekis menggali dan menghayati Pembangunan Jemaat sebagai dasar merangkul dan mengajak umat berhimpun menjadi satu demi memuliakan nama Allah di tengah kehidupannya sehari-hari di tengah umat, selain itu juga dimaksudkan untuk menyemangati dan mendorong para katekis dalam pelayanannya.



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



5



B. Rumusan Masalah 1. Apakah yang dimaksud dengan Pembangunan Jemaat dan teologis praktis? 2. Pengetahuan praktek dalam Pembangunan Jemaat apa saja yang dibutuhkan? 3. Apakah teori praktek Pembangunan Jemaat dapat menjadi bahan pegangan katekis? C. Tujuan Penulisan Penulisan ini bertujuan untuk menghidupkan kembali Pembangunan Jemaat oleh katekis dalam buku “Pengantar ke Dalam Pembangunan Jemaat” yang menjadi sumber semangat katekis dalam melayani dengan rumusan sebagai berikut: 1. Mengetahui dan memahami maksud-maksud Pembangunan Jemaat serta hubungannya dengan teologis praktis. 2. Mengetahui dan memahami apa saja pengetahuan praktek dalam Pembangunan Jemaat. 3. Mengetahui dan memahami teori praktek Pembangunan Jemaat sebagai pegangan katekis dalam tugas pelayanannya.



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



6



D. Manfaat Penulisan 1. Bagi katekis, menjadi pengetahuan dan masukan baru, untuk membantu katekis menumbuhkan semangat pelayanan dalam Pembangunan Jemaat. 2. Membantu katekis menghayati makna Pembangunan Jemaat sebagai sumber dan semangat mereka dalam melayani. 3. Menjadi masukan untuk para katekis dan calon katekis. E. Metode Penulisan Penulisan ini menggunakan metode deskriptif analitis. Pada tulisan ini, penulis akan memaparkan dan menganalisis permasalahan dengan bantuan kepustakaan untuk memecahkan permasalahan. Penulis akan mengupas sebuah buku Pembangunan Jemaat dari buku “Batu-batu yang Hidup” karya Dr. P.G. Van Hooijdonk



dengan bantuan sumber-sumber tertulis. Metode ini



membutuhkan banyak sumber kepustakaan sebagai dasar ilmu untuk memecahkan permasalahan yang tertulis dalam tulisan ini. F. Sistematika Penulisan Tulisan ini mengambil judul Mendalami Pembangunan Jemaat yang Hidup, Belajar dari Buku “Batu-batu yang Hidup” karya Dr. P.G. Van Hooijdonk yang dikembangkan dalam lima bab yakni:



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



7



Bab I. Bab Pendahuluan ini merupakan bagian pendahuluan yang terdiri dari latar belakang penulisan, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan. Bab II. Pembangunan Jemaat dan Teologis Praktis. Pada bab ini akan menguraikan Pembangunan Jemaat dan hubungannya dengan Teologi Praktis. Untuk menguraikan materi ini penulis sebelumnya mengemukakan hal-hal yang berkaitan



dengan



Pembangunan



Jemaat



dan



Teologi



Praktis



yakni;



Pembangunan Jemaat adalah Paham Teologis yang berisi: Pembangunan Jemaat adalah masalah Iman, Pembangunan Jemaat paham inti dalam Teologi Praktis dan Pembangunan Jemaat adalah jawaban terhadap perubahan-perubahan di masa kini. Kemudian penulis akan melanjutkan bagian kedua dengan pembahasan: Pembatasan Masalah Pembangunan Jemaat dengan menjawab pertanyaan



yakni;



Mengapa



Pembangunan



Jemaat



itu



penting?



Apa



Pembangunan Jemaat itu? Kepada siapa Pembangunan Akan diajarkan? Bab III. Pengetahuan Praktek dalam Pembangunan Jemaat sebagai sumber pengetahuan bagi katekis di lapangan berisi tentang: bagian pertama yaitu Pengetahuan Praktek dalam Pembangunan Jemaat yakni; Asosiasi Bebas mengenai Paham Pembangunan Jemaat, Pengetahuan Praktek Pembangunan Jemaat yang Diatur dan Dideskripsikan, Pengetahuan Praktek Ditata Menurut Teologi Praktis dan Kerjasama: Pengetahuan Praktek tentang Pembangunan Jemaat dan Teologi Praktis. Bagian kedua yaitu Aspek Dasar Pembangunan Jemaat yakni; Pembangunan Jemaat sebagai Teori atau Ajaran, Lima Aspek Dasar Pembangunan Jemaat dan Sebuah Model. Bagian ketiga yaitu



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



8



Pembangunan Jemaat sebagai Proses: Pengantar, Dua Polaritas dalam Proses, Polaritas dan Pengembangan, Perspektif Aktor dan Perspektif Sistem, Umpan Balik dan Evaluasi dan Kelompok Pendamping. Bagian terakhir bab ini yaitu Masing-masing Tahap dalam Proses: Tahap Orientasi: Pengamatan Pertama, Tahap Penelitian, Tahap Perencanaan, Tahap Pelaksanaan dan Tahap Pemantapan. Bab IV. Pembangunan Jemaat sebagai Teori Ilmiah yang berisi tentang: Pembangunan Jemaat adalah Tindak-tanduk Religius dan Imani, Pembangunan Jemaat



adalah



Tindakan



Komunikatif,



Pembangunan



Jemaat



dalam



Pengembangan Organisme Gerejawi serta Pengamatan Situasi Sekarang dan Pengamatan Masa Depan yakni; Catatan Pendahuluan Pertama: Polaritas antara Situasi Sekarang dan Masa Depan, Catatan Pendahuluan Kedua berupa Dinamika Ganda dalam Pembangunan Jemaat, Kontekstualisasi dalam Pengamatan Situasi (sekarang) dan Masa depan, Konteks dan Kebenaran, Bersama Mengamati Kebenaran dalam Situasi Konkret dan Masa Depan dan Pengamatan Situasi dalam Terang Injil. Serta pada bagian akhir bab ini berisi tentang Usulan Program. Bab V. Kesimpulan, Refleksi Pribadi dan Saran. Bagian ini merupakan bagian terakhir yang terdiri dari Kesimpulan, Refleksi Pribadi dan Saran.



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



9



BAB II PEMBANGUNAN JEMAAT DAN TEOLOGI PRAKTIS A. Pembangunan Jemat adalah Paham Teologis Pembangunan Jemaat dewasa ini sangat aktual bagi situasi yang beraneka ragam, terutama pada penurunan dan penambahan anggota ini dipengaruhi oleh konteks kemasyarakatan yang aktual. Akan tetapi, sebab perubahan itu tidak selalu jelas dan juga sulit untuk membuat prognosis mengenai nasib paroki di kemudian hari. Pemikiran semacam ini melatarbelakangi ketiga bagian dalam pembahasan ini; Pembangunan Jemaat adalah masalah iman, Pembangunan Jemaat merupakan paham inti dalam Teologi Praktis dan Pembangunan Jemaat merupakan jawaban atas perubahan masa kini.



1. Pembangunan Jemaat adalah masalah Iman Iman, berasal dari kata pistis (Yunani), fides (Latin) secara umum artinya adalah persetujuan pikiran kepada kebenaran akan sesuatu hal berdasarkan perkataan orang lain, entah dari Tuhan atau dari manusia. Persetujuan ini berbeda dengan persetujuan dalam hal ilmu pengetahuan, sebab dalam hal pengetahuan, maka persetujuan diberikan atas dasar bukti nyata, bahkan dapat diukur dan diraba, namun perihal iman, maka persetujuan diberikan atas dasar perkataan orang lain. Maka iman yang ilahi (Divine Faith), adalah berpegang pada suatu kebenaran sebagai sesuatu yang pasti, sebab Allah, yang tidak mungkin berbohong dan tidak bisa dibohongi, telah mengatakannya. Dan jika



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



10



seseorang telah menerima/setuju akan kebenaran yang dinyatakan Allah ini, maka selayaknya ia menaatinya.



Maka tepat jika Magisterium Gereja Katolik menghubungkan iman dengan ketaatan dan mendefinisikannya sebagai berikut:



Kepada Allah yang menyampaikan wahyu manusia wajib menyatakan “ketaatan iman” (Rm 16:26; lih. Rm 1:5 ; 2Kor 10:5-6). Demikianlah manusia dengan bebas menyerahkan diri seutuhnya kepada Allah, dengan mempersembahkan “kepatuhan akal budi serta kehendak yang sepenuhnya kepada Allah yang mewahyukan”, dan dengan secara sukarela menerima sebagai kebenaran wahyu yang dikurniakan oleh-Nya. Supaya orang dapat beriman seperti itu, diperlukan rahmat Allah yang mendahului serta menolong, pun juga bantuan batin Roh Kudus, yang menggerakkan hati dan membalikkannya kepada Allah, membuka mata budi, dan menimbulkan “pada semua orang rasa manis dalam menyetujui dan mempercayai kebenaran”. Supaya semakin mendalamlah pengertian akan wahyu, Roh Kudus itu juga senantiasa menyempurnakan iman melalui kurnia-kurnia-Nya. (Konsili Vatikan II tentang Wahyu Ilahi, Dei Verbum 5) Maka dalam hal ini iman tidak berupa perasaan atau pendapat, tetapi merupakan sesuatu yang tegas, perlekatan akal budi dan pikiran yang tak tergoyahkan kepada kebenaran yang dinyatakan oleh Tuhan. Maka motif sebuah iman yang ilahi adalah otoritas Tuhan, yaitu berdasarkan atas Pengetahuan-Nya dan Kebenaran-Nya. Jadi, manusia percaya akan kebenaran-kebenaran itu bukan karena pikiran mampu sepenuhnya memahaminya atau dapat melihatnya, namun karena Allah yang Maha Bijaksana dan Maha Benar menyatakan-Nya. Kebenaran yang dinyatakan oleh Allah ini diberikan melalui Sabda-Nya, yaitu yang disampaikan kepada kita umat beriman melalui Kitab Suci dan Tradisi Suci, sesuai dengan yang diajarkan oleh Magisterium Gereja Katolik, yang



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



11



kepadanya Kristus telah memberikan kuasa untuk mengajar dalam nama-Nya. Untuk menerima kebenaran yang dinyatakan Allah ini, diperlukan kasih karunia dari Allah sendiri, dan untuk menanggapinya dengan ketaatan, diperlukan kerjasama dari pihak kita manusia.



Iman mempunyai dimensi obyektif dan subyektif. Obyektif, karena dasar kepatuhan akal budi dan kehendak kita adalah kebenaran dari Tuhan (dari Kitab Suci dan Tradisi Suci), yang tidak mungkin salah; namun juga subyektif karena berhubungan dengan kebajikan yang dimiliki oleh tiap-tiap orang, yang melaluinya ia dapat menjadi taat beriman.



Pembangunan Jemaat adalah pengertian iman dan teologis. Dalam karangan itu, mengutip dari Haarsma dalam buku Batu-batu yang Hidup karya Dr. P.G. Van Hooijdonk, bicara mengenai “Gereja sebagai karya pembangunan Roh Kudus” (Hooijdonk, 1996: 4). Tema ini diolahnya melalui pembangunan istilah oikodome dan oikodomein dalam Perjanjian lama maupun Perjanjian Baru. Makna harafiah kata oikodomein kita jumpai dalam kata Yesus yang bersifat nabiah dan apokaliptis (menyingkap) seperti ditulis oleh Markus: Saya sudah mendengar orang ini berkata: Aku akan merubuhkan Bait Suci buatan tangan manusia ini dan dalam tiga hari akan Ku-dirikan (oikodomein) yang lain, yang bukan buatan tangan manusia (Mrk. 14:58). Dalam Perjanjian Lama terdengar suara kritis itu tentang kenisah sebagai rumah Allah: Beginilah firman TUHAN: Langit adalah takhta-Ku dan bumi adalah tumpuan kaki-Ku; rumah apakah yang akan kamu dirikan (oikodomein)



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



12



bagiKu, dan tempat apakah yang akan menjadi perhentian-Ku? (Yes 66:1). Kata kritis Nabi Yesaya ini dipakai oleh Stefanus sebelum kematiannya sebagai martir, untuk memperkuat kesaksiannya di hadapan Mahkamah Tinggi dan Imam-imam Kepala: Tetapi yang Mahatinggi tidak diam di dalam apa yang dinuat (oikodomein) oleh tangan manusia (Kis 7:48) Dalam tradisi religius Kisah Para Rasul, istilah oikodomein dihubungkan dengan Gereja dan menjadi istilah inti. Jemaat itu dibangun (oikodomein) dan hidup dalam takut akan Tuhan. Paulus mengatakan kepada para tua-tua Gereja di efesus: “Dan sekarang aku menyerahkan kamu kepada Tuhan dan kepada firman kasih karunia-Nya, yang berkuasa membangun (oikodomein) kamu dan menganugerahkan kepada kamu bagian yang ditentukan bagi semua orang yang telah dikuduskan-Nya” (Kis 20:32). Oikodomein menunjuk kepada kegiatan apostolis, di mana Rasul sendiri mendirikan, meletakkan dasar dan membangun. Namun, oikodomein juga dikaitkan dengan kegiatan warga Gereja yang satu dengan yang lain; dengan kegiatan yang bersifat meneguhkan, membangun, menegur hal atau orang yang kurang baik, menguatkan mereka yang kecil hatinya, mendukung mereka yang lemah dan bersabar dengan semua orang (1Tes 5:11-14). Dengan tajam Paulus mengatakan: “siapa yang berkata-kata dengan bahasa roh, ia membangun (oikodomein) dirinya sendiri, tetapi siapa yang bernubuat, ia membangun (oikodomein) Jemaat” (1Kor 14:4). Cinta satu sama lain menjadi perioritas Paulus karena “kasih itu membangun (oikodomein)” (1Kor 8:1). Secara eksplisit, Paulus memakai istilah “membangun jmaat” karena



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



13



bagi Paulus oikodomein bukan untuk kepentingan perorangan melainkan kepentingan jemaat seluruhnya. Untuk memperkuat bahwa Gereja adalah karya pembangunan Roh Kudus maka menurut Haarsma menunjuk pada karakteristik gramatikal (sebuah karakter yang berubah-ubah sesuai konteks) yang ada pada kata oikodomein. Oikodomein (membangun) adalah passivum (hal pasif). Jemaat itu aktif satu dengan yang lain, namun pembangunan itu adalah karya Roh Kudus (Hooijdonk, 1996: 6). dalam Kitab Suci oikodomein mendorong kita untuk memandang Pembangunan Jemaat pertama-tama sebagai hal iman dan sebagai paham teologis. Paham ini mendahului semua arti yang diperoleh istilah itu dalam teori dan praktek Pembangunan Jemaat sampai kini. Pembangunan Jemaat menantang iman kita, hingga kita dalam kegiatan manusia melihat berkaryanya Roh Allah. 2. Pembangunan Jemaat paham inti dalam Teologi Praktis Teologi Praktis membawa hal baru yaitu kaitannya dengan ilmu sosial. Maka dalam Teologi Praktis perwujudan diri Gereja mendapat makna empiris yang lebih luas. Lagi ada hal yang baru: dibandingkan dengan paham keuskupanlah sebagai Gereja lokal, Teologi Praktis memandang paroki, jemaat dan warganya sebagai Gereja lokal. “Gereja, Sarana dan Tanda Keselamatan” dengan jelas memperlihatkan hubungan antara beberapa pokok. Pokok yang paling penting ialah Keselamatan, yaitu keselamatan Allah bagi manusia



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



14



a. Allah, subjek Pembangunan Jemaat Pembangunan Jemaat sebagai pengertian pokok dalam Teologi Praktis. Pengertian itu mengandung polaritas antara karya Allah dengan karya manusia. Ilmu sosial menyediakan banyak sarana komunikatif dan efektif bagi perwujudan diri Gereja. Kemungkinan baru bagi manusiauntuk bekerja dalam Gereja dihargai dan diselidiki oleh Teologi Praktis. Kata oikodome dalam Perjanjian Lama mempunyai arti kiasan yaitu membangun rumah Israel, umat Allah. Dalam Perjanjian Baru, istilah ini mendapat warna gerejawi. Maka oikodome boleh diterjemahkan sebagai Pembangunan Jemaat. Oikodome secara gramatikal merupakan „passivum‟ maka arti pertama Pembangunan Jemaat bukanlah bahwa jemaat dibangun oleh manusia, melainkan oleh Roh Kudus. Kalau oikodomein boleh diterjemahkan sebagai Pembangunan Jemaat maka dalam kesadaran beriman kita memberi ruang kepada berkaryanya Allah dan kita mengakui Allah sebagai asal dari Pembangunan Jemaat. Dalam hal ini, ada perbedaan dengan teolog Barthian Jerman yang juga mengatakan bahwa Allah membangun Gereja, namun kurang mengindahkan sumbangan ilmu sosial (Hooijdonk, 1996: 9). Disiplin Pembangunan Jemaat memprofilkan diri sebagai disiplin teologis di negara yang lain juga. Akan tetapi, Pembangunan Jemaat harus bertolak dari pertanyaan teologis, menekankan bahwa Pembangunan Jemaat tidak boleh diidentikkan dengan ilmu “Community and Organization-Development”.



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



15



b. Gereja Lokal ikut Menjadi Subjek Pembangunan Jemaat Serentak dengan mengakui berkaryanya Allah dalam Pembangunan Jemaat kita pun harus mengakui berkaryanya manusia di dalamnya. Dalam Pembangunan Jemaat manusia adalah sesama subjek dengan Allah. Masih ada pemikiran lain yang mengarahkan pandangan kita, yakni: emansipasi (persamaan hak) orang beriman dalam Gereja Katolik. Konsili Vatikan II memutuskan hubungan dengan struktur grejawi yang feodal vatikan II memilih struktur dimana persamaan dan kesetaraan warga Gereja dijadikan pusatnya (Hoiijdonk, 1996: 9). Dalam tata Gereja yang baik, jabatan berfungsi sebagai pelayanan. Akan tetapi, sebagaimana yang dialami sesudah Konsili Vatikan II, Umat Allah masih harus menempuh jalan panjang sebelum cita-cita emansipasi itu terwujud pada segala jemaat beriman Gereja. Emansipasi orang beriman paling mungkin terjangkau pada jemaat beriman lokal yaitu jemaat dan paroki. Pada jemaat beriman itulah Pembanguunan Jemaat sering mendorong kesadaran, rasa tanggung jawab, dan inisiatif orang beriman. 1) Sesama subjek itu tersusun secara hierarkis Pengakuan akan adanya karunia-karunia Roh dalam Gereja tidak boleh menghambat pengakuan akan kepemimpinan dan tindakan pejabat Gereja. Masih sering diidentifikasikan dengan uskup dan para imam. Akan tetapi, hal itu mendapat kritik banyak juga. Struktur hierarkis yang sehat tidak usah menghalangi Pembangunan Jemaat. Paulus menyadari juga bahwa tidak



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



16



seorangpun dapat meletakkan dasar pembangunan selain dasar yang sudah ada yakni Yesus Kristus. 2) Sesama subjek ini dimotivasi secara spiritual Kesadaran akan panggilan Allah diperluas: bukan hanya seorang melainkan banyak orang telah terpanggil; bukan hanya mereka yang meninggalkan ayah ibunya termasuk Yesus akan tetapi, juga mereka yang tinggal di rumah, seperti kawan-kawan Yesus di Betani. Spiritualitas adalah dasar Pembangunan Jemaat. Banyak aktivis duduk di dewan paroki, di kelompok kerja dan lain badan paroki. Partisipasi yang aktif itu merupakan ungkapan keterlibatan mereka dalam Gereja. Pastisipasi itu juga mengaktifkan hidup beriman dan orientasi iman mereka. Ungkapan iman kiranya merupakan titik tolak bagi perkembangan spiritualitas sebagai sumber kekuatan bagi Pembangunan Jemaat. Spiritualitas bersama mrenjadi kekuatan bagi Gereja Perdana juga. c. Jemaat Lokal adalah Objek Pembangunan Jemaat Jemaat sebagai objek sudah kita jumpai dalam Perjanjian Lama: “aku akan memulihkan keadaan Yehuda dan Israel dan akan membangun mereka seperti dahulu” (Kis 9:31). Membangun jemaat berarti membangun umat Allah. Dalam Perjanjian Baru Umat Allah ini mendapat wujud sebagai Gereja setempat dan diberi nama provinsi: Demikianlah kamu bukan lagi orang asing dan pendatang, melainkan kawan sewarga dari orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah,



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



17



yang dibangun di atas para rasul dan para nabi, dengan Kristus Yesus sebagai batu penjuru. Di dalam Dia tumbuh seluruh bangunan, rapi tersusun, menjadi bait Allah yang kudus, di dalam Tuhan. Di dalam Tuhan kamu juga ikut dibangunkan menjadi tempat kediaman Allah, di dalam Roh (Ef 2:19-22).



Objek ini adalah Jemaat orang beriman lokal. Tetapi orang perorangan secara pribadi disapa juga seperti kita baca dalam surat Petrus (1Ptr 2:4-5a). Jemaat lokal berdiri atas kehendak ilahi dan adalah persekutuan orangorang kudus yang dipanggil dari dunia, untuk menyatakan kesetiaannya kepada Tuhan Yesus Kristus, dan yang bersama-sama dipanggil untuk suatu tujuan. 'Bersama-sama dipanggil untuk suatu tujuan'. Hal ini jelas menunjukkan, bahwa jemaat lokal dipanggil untuk melaksanakan kehendak Allah. Dengan perkataan lain, jemaat lokal adalah jemaat yang bermisi. Untuk memahami misi jemaat lokal, kita harus ingat bahwa misinya itu adalah bagian dari misi Gereja. Misi jemaat lokal di Yogyakarta tidak berbeda dengan misi jemaat lokal di Medan atau di Bangkok atau di Amerika. Perintah dan isi misi itu sama. Namun cara setiap jemaat lokal menanggapi mandat ini bisa berbeda sesuai kondisi dan situasi setempat. Betapapun pentingnya pembebasan sosial, politik, dan ekonomi, misi jemaat tidaklah dimaksudkan terutama untuk hal itu. Tentu kesadaran orang Kristiani terhadap masalah sosial, politik, dan ekonomi menjadi pelik (tidak biasa) dan bangkit oleh ajaran dan pemberitaan Injil, sehingga mereka peka terhadap situasi nasional dan internasional (Matius 5:13). Garam berfungsi mencegah pembusukan. Kita juga, sebagai murid Kristus, harus bersikap tegas



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



18



menentang kejahatan perseorangan, kejahatan sosial, dan struktural. Kita tidak dapat tinggal diam menyaksikan kejahatan dan ketidakadilan. Tapi hal ini sekali-kali tidak berarti bahwa jemaat lokal harus mengorganisasi dirinya menjadi organisasi massa yang terlibat dalam gerakan sosio-politik praktis. Kendati Tuhan Yesus sendiri mengajar para murid-Nya menentang kejahatan dalam bentuk apa pun, Ia tidak pernah mengarahkan atau merekayasa mereka untuk terjun ke dalam gerakan praktis politik pembebasan untuk menentang pemerintah Roma, atau ke dalam gerakan sosial melawan para tokoh agama Yahudi. Menjadi garam dunia adalah bagian dari pemuridan Kristen yang dituntut dari setiap warga jemaat lokal. Namun menggarami dunia bukan merupakan bagian dari Amanat Agung yang Kristus berikan kepada seluruh gereja-Nya. Jemaat harus peka terhadap masalah kelaparan, kemiskinan, dan penderitaan di dunia ini. Dan jemaat wajib terlibat berkorban untuk melayani masyarakat yang membutuhkan pertolongan. Tuhan Yesus berkata, 'Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri' (Matius 22:39). Untuk mematuhi perintah ini, setiap warga jemaat lokal wajib memperhatikan kebutuhan jasmani masyarakat sekitarnya. Jemaat sebagai satu kesatuan yang utuh wajib terlibat dalam upaya mencukupi kebutuhan mereka. Hanya melalui pelayanan nyata dan dengan kerendahan hati, kesaksian verbal dari jemaat memperoleh pengakuan. Namun pelayanan demikian pada dirinya bukanlah penggenapan misi jemaat lokal. Jemaat lokal harus memberikan kesaksian verbal, yakni memberitakan Injil kepada masyarakat sekitarnya.



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



19



Penginjilan bukanlah kegiatan yang setara dengan keprihatinan sosial. Memang ada penginjil yang menyatakan bahwa penginjilan dan keprihatinan sosial adalah sama. Hal itu tidak benar dan tidak alkitabiah. Alkitab mengajarkan betapa hal yang rohani jauh lebih penting dari pada yang jasmani dan yang sosial. Keselamatan yang Yesus berikan kepada manusia seperti yang dibicarakan dalam Alkitab adalah keselamatan rohani. Keselamatan dari dosa dan yang menuntut kita kepada hidup persekutuan dengan Allah dan taat kepada kehendak-Nya. Justru kewajiban memberitakan Injil untuk menghimbau orang supaya percaya kepada Kristus, menjadi murid-Nya dan bergabung dalam jemaat-Nya adalah yang terpenting. Hal itu sekali-kali tidak dapat dianggap sama dengan bantuan dana dan pembangunan atau pelayanan sosial. Pendapat umum mengatakan, bahwa tuntas sudah kewajiban seorang Kristiani bila ia aktif terlibat dalam kegiatan penginjilan terhadap masyarakat di sekitarnya. Tidak perlu lagi terlibat dalam upaya penginjilan terhadap masyarakat yang berbeda budaya, bahasa dan negeri. Konsep pemikiran demikian adalah keliru. Mengamati Amanat Agung Kristus, kita temukan ungkapan-ungkapan: 'semua bangsa' (Matius 28:19); 'segala makhluk' (Markus 16:15); 'segala bangsa' (Lukas 24:47); 'ke dalam dunia' (Yohanes 17:18); 'ke ujung bumi' (Kisah 1:8). Tuhan Yesus tidak mengatakan bahwa murid-murid-Nya harus menuntaskan dulu penginjilan di Yerusalem baru kemudian bergerak ke Yudea, Samaria, dan sampai ke ujung bumi. Kata penghubung 'dan' menunjukkan bahwa kesaksian Kristen itu harus serentak dilakukan di Yerusalem, Yudea, Samaria, dan di ujung



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



20



bumi. Jemaat yang punya kemampuan tapi tidak melibatkan diri dalam upaya penginjilan lintas budaya (setidak-tidaknya melalui dukungan doa), belum menggenapi misinya sebagaimana mestinya. Konstitusi Gereja India Selatan mengemukakan hal ini dengan tepat sekali. 'Setiap warga jemaat Allah wajib menunaikan misinya di lingkungannya, bahkan sampai ke ujung bumi'. Warga yang ideal dari suatu jemaat lokal peka terhadap isu politik, ketidakadilan sosial-ekonomi, dan penindasan. Mereka bangkit menentang sekaligus memperbaiki kebobrokan demikian, sesuai tanggung jawab moral kristianinya. Jemaat wajib terlibat melayani kebutuhan masyarakat. Dalam rangka pemuridan yang bertanggung jawab dan pelayanan, jemaat memproklamirkan Injil kepada lingkungannya dan terlibat dalam penyebaran Injil kepada segala bangsa di bumi. Kita tidak menganggap keprihatinan sosial berbeda dan terpisah sama sekali dari penginjilan. Penginjilan yang efektif dan yang mendampakkan kemuliaan bagi Kristus, dapat terjadi hanya di tengah-tengah pelayanan sosial yang tulus. Kendati demikian keprihatinan sosial dan penginjilan tidaklah setara dan sama. Dalam misi jemaat lokal, penginjilan (yakni penginjilan pada masyarakat sekitar) adalah yang utama. 'Pelayanan penginjilan adalah misi utama jemaat yang penuh pengorbanan. Penginjilan dunia menuntut seluruh gereja untuk memberitakan Injil seutuhnya kepada dunia. Gereja adalah pusat tujuan Allah dan sarana yang dipilih Allah untuk menyebar-luaskan Injil'. Misi jemaat lokal tidaklah melulu pemberitaan Injil. Dalam misi itu tentu termasuk rencana mendirikan jemaat-jemaat di tengah-tengah permukiman



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



21



masyarakat, kepada siapa Injil itu diberitakan. Misi jemat lokal ialah penginjilan dengan rencana mendirikan jemaat-jemaat di wilayah sekelilingnya dan di dunia. Jemaat lokal menghadirkan dirinya di wilayah sekelilingnya dan di lapangan misinya. Tokoh-tokoh jemaat Yerusalem berpencar akibat penganiayaan. Beberapa di antara mereka berasal dari Kirene dan Siprus. Mereka ke Antiokhia, mengabarkan Injil dan mendirikan jemaat di sana. Inilah pola misi yang alkitabiah. Tujuan misi ialah mendirikan jemaat Yesus Kristus di tempat-tempat di mana belum ada jemaat. Jemaat adalah pusat tujuan misi Allah. 'Supaya sekarang oleh jemaat diberitahukan pelbagai ragam hikmat Allah kepada pemerintah-pemerintah dan penguasa-penguasa di sorga.' (Efesus 3:10) Jemaat adalah tanda dan 'panjar rasa' dari Kerajaan Allah, yang menjadi tujuan akhir dan harapan kita. Kerajaan Allah bukanlah kerajaan Utopia yang didirikan oleh kemelut pertarungan manusia melawan pemerintah-pemerintah yang lazim. Kerajaan Allah adalah Kerajaan rohani, yang bertumbuh bila jemaat didirikan di antara bangsa-bangsa di dunia ini, dan bangsa-bangsa serta sukusuku bangsa tunduk di bawah kedaulatan pemerintahan Allah. Selanjutnya, melalui campur tangan Allah yang supra-alami, Kerajaan Allah dalam ujudnya yang terpadu seutuhnya akan dinyatakan di dunia ini. Dalam hal ini kita hanya membicarakan penginjilan lintas budaya, dan menyebutnya 'misi'. Misi ini selalu menghadapi kendala-kendala baru. Sekelompok masyarakat dengan bahasa, budaya, etnis atau sosial yang berbeda, bukan saja ada di daerah pegunungan, hutan dan lembah terpencil, tapi juga di kota-kota besar dan kecil. Misalnya, orang Sindhis di kota-kota India. Mereka



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



22



masyarakat minoritas yang erat ikatan kekeluargaannya, dan umumnya hidup berdagang. Memang, beberapa orang Sindhi telah menjadi Kristen, tapi sampai sekarang, di manapun di dunia ini, belum ditemukan satu pun jemaat Kristen Sindhi. Hal yang sama terjadi pula di Indonesia. Masyarakat Suku Sakai, Suku Sasak, misalnya, masih belum terjangkau Injil. Demikian juga pedagang Cina di kota-kota di Riau kepulauan dan di pulau-pulau lain di Indonesia Timur. Padahal di kota-kota itu ada gereja. Pengertian yang benar dan alkitabiah akan menolong kita mengerti misi alkitabiah. Jemaat lokal merupakan sarana untuk memasuki misi lintas budaya. Tujuan seluruh tugas misi adalah untuk mendirikan dan membina jemaat. Tugas misi lahir dari keprihatinan orang percaya akan pertumbuhan dan kesempurnaan gereja universal milik Kristus. Untuk mencapai pelayanan misi yang efektif, maka misi harus berpusat pada jemaat. Tujuan utama misi adalah untuk membangun jemaat. Tujuan akhir pelayanan misi harus mengarah pada pembangunan dan penyempurnaan masyarakat sorgawi yang baru, warga baru Kerajaan Allah yang mandiri. d. Tujuan Pembangunan Jemaat ialah Kedatangan Kerajaan Allah Jemaat lokal adalah objek Pembangunan Gereja, artinya Pembangunan Jemaat – melalui dan melewati jemaat lokal ini – mengarahkan diri kepada perwujudan Karya Penyelamatan Allah sebagaimana dikatakan dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Karya penyelamatan itu tertuju kepada manusia. Menurut E. Schillebeeckx, jemaat Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru sangat



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



23



sadar



akan



pernyataan



kasih



Allah



kepada



dunia



itu



dan



sering



mengungkapkannya. Kepada jemaat Perjanjian Lama, Allah menyatakan keterikatan-Nya yang merupakan dedikasi-Nya terhadap kehidupan manusia. Dedikasi itu terutama dinyatakan-Nya lewat kepedulian dan pemeliharaan-Nya terhadap yang lemah, yang tertindas, yang ada dalam keadaan bahaya (Hooijdonk, 1996: 13). Bagi jemaat Perjanjian Baru, keadilan Allah dan persekutuan Allah dengan manusia dalam Yesus Kristus mendapat wujud yang serba baru dan unik. Tidak hanya dalam diri Yesus Kristus, tetapi juga dalam diri manusia sendiri. Dalam Yesus Kristus telah datang Hidup baru di dunia ini. Bagi jemaat Perjanjian Baru, peristiwa eskatologis (hal-hal mengenai kedatangan Kerajaan Allah) ini mendapat wujud definitif dalam kebangkitan Yesus. Para pengikut Yesus yang dipersatukan dalam jemaat lokal, telah belajar melihat diri sebagai awal peristiwa eskatologis tadi yang dimaklumkan oleh Yesus (Hooijdonk, 1996: 13). Teologi Vatikan II menggaris bawahi rencana keselamatan Allah untuk semua orang. Vatikan II menghasilkan Konstitusi Lumen Gentium, mengenai Gereja sebagai „Sacramentum Mundi‟, tanda keselamatan bagi dunia dan juga “Gaudium et Spes” yang menekankan bahwa keprihatinan terhadap dunia adalah keprihatinan Gereja. Dapat



dirumuskan



tujuan



umum



Pembangunan



Jemaat,



yaitu:



mengantarai terjadinya keadilan Allah sebagai peristiwa eskatologis dalam dan lewat jemaat lokal dan dalam serta lewat sejarah manusia yang aktual. Pembangunan Jemaat menjangkau tujuan akhirnya bukan dalam Gereja melainkan di dunia.



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



24



1) Tujuan Pembangunan Jemaat ditentukan secara historis dan kultural Pembangunan Jemaat mendapat wajah baru karena kedewasaan orang beriman, pendapat-pendapat mereka tentang apa saja yang sekarang ini membawa keselamatan bagi dunia: usaha mencari hermeneuse (penafsiran) yang aktual mengenai Kabar Penyelamatan Allah. Pembangunan Jemaat seharusnya bertujuan: mengantarai peristiwa (eskatologis) dalam mana keadilan Allah diwujudkan di sini dan sekarang, dalam jemaat paroki. Tujuan umumnya – yaitu mengantarai



keadilan dan kasih Allah – paling sedikit secara historis dan



kultural perlu dirumuskan kembali dengan lebih seksama. Perlu juga membuat kriteria yang jelas untuk dapat menguji dapat tidaknya paroki menjangkau tujuannya. 2) Tujuan Pembangunan Jemaat adalah pertumbuhan paroki Gereja Katolik mengatur Jemaat setempat lewat sistem paroki. Maka dapat dikatakan juga bahwa tujuan Pembangunan Jemaat adalah pertumbuhan paroki. Tujuan umum Pembangunan Jemaat ialah menjadi perantara bagi keadilan dan kasih Allah. Maka tolok ukur bagi pertumbuhan jemaat ialah kalau jemaat diperkuat sebagai tanda dan sarana keadilan serta kasih bagi dunia. Kalau Pembangunan Jemaat mengejar tujuan umum itu, maka terulanglah polaritas antara berkarya manusia dan berkarya Allah. Kenyataan paroki sebagai tanda dan keefektifan paroki sebagai alat akhirnya disebabkan oleh kedatangan Allah di dunia ini. Tujuan akhir Pembangunan Jemaat tidak hanya dihasilkan oleh karya pembangunan manusia.



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



25



Tujuan itu eskatologis. Maka tujuan akhir Pembangunan Jemaat tidak saja merupakan hasil serangkaian tindakan, melainkan juga merupakan kepenuhan yang dihadiahkan Allah kepada kita seperti diungkapkan oleh Kitab Suci Wahyu 21:2. 3) Tujuan Pembangunan Jemaat: memberi ruang bagi pertumbuhan, terarah kepada penyempurnaan Gambaran



menanam



dan



pertumbuhan



serta



melandaskan



dan



membangun, menunjukkan pada proses yaitu tindakan manusia yang berkelanjutaan: : “Aku menanam, Apolos menyiram tetapi Allah yang memberi pertumbuhan” (1Kor 3:6). Gambaran mengenai tahap-tahap demi membangun Tubuh Kristus menunjukkan proses kehidupan juga, namun sekarang diperkuat dan dikendalikan oleh Roh Kudus: “Ada rupa-rupa karunia, tetapi satu Roh” (1Kor 12:4). Roh Allah berkarya melintasi tindak-tanduk jemaat secara perorangan maupun bersama. Roh melintasi tindak-tanduk seperti meneguhkan dan menasehati, mendukung dan menghibur, melintasi tindakan bersabar dan juga tindakan menantang dengan bernubuat. “Janganlah padamkan Roh, dan janganlah anggap rendah nubuat-nubuat. Ujilah segala sesuatu dan peganglah yang baik. Jauhkanlah dirimu dari segala jenis kejahatan” (1Tes 5:19-22) Dapat disimpulkan bahwa tujuan utama dari Pembangunan Jemaat adalah pemberdayaan kaum awam. Hal ini harus dimulai dengan memberikan pemahaman yang benar, apa makna awam secara Alkitabiah, warga Gereja



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



26



sebagai umat pilihan Allah sendiri. Dengan demikian sebenarnya baik awam maupun pelayan yang ditahbiskan di hadapan Tuhan adalah sama, tidak ada yang lebih tinggi atau rendah. Warga Gereja haruslah menyadari pangilannya sebagai awam. Apapun pekerjaan dan profesinya haruslah dipahami dan dijalani sebagai pannggilan Tuhan atas dirinya. Oleh sebab itu sudah sewajarnya menjalani keseharian dengan etos yang berbeda, ia melakukan pekerjaan sekulernya sebagai penghayatan imannya kepada Allah. Dengan demikian ia haruslah mewujudkan kebenaran Tuhan dalam profesinya, tidak hanya berorientasi pada keuntungan materi semata. Selain itu, awam juga harus mewujudkan etos (semangat kerja) yang berorientasi pada prestasi, kerja keras, dan sikap yang benar terhadap materi. Karena itu semua merupakan ibadah kepada Tuhan, dengan demikian awam bisa menyampaikan kesaksian hidup dan imannya bahkan menjadi garam dan terang dunia. Bagi awam tidak ada pemisahan kegiatan dalam dunia sekuler maupun ibadah minggu di gereja, karena semuanya itu harus dilakukan dengan penuh tanggung jawab dan kesungguhan yang dipersembahkan kepada Tuhan. 3. Pembangunan Jemaat adalah Jawaban Terhadap Perubahan-perubahan di Masa Kini a. Pokok Pembangunan Jemaat itu bersifat aktual Pokok Pembangunan Jemaat bersifat aktual: aktual bagi situasi yang beraneka ragam. Ada dua situasi: yang satu situasi dalam mana anggota jemaat bertambah dan yang kedua dimana mereka berkurang. Di Indonesia merupakan



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



27



tempat dimana jemaat bertambah dan di Eropa Barat terdapat penurunan anggota jemaat. Kenaikan dan penurunan anggota Gereja ini merupakan permasalahan yang kompleks, yang tidak begitu saja dapat dideskripsikan dengan kategori kuantitatif seperti besar-kecil atau dengan kategori partisipasi oleh banyak atau sedikit orang. Maka terlalu simplistis kalau kehidupan paroki di Indonesia kita jadikan contoh bagi paroki di Eropa Barat. Akan tetapi terlalu simplistis juga untuk mengatakan bahwa pembaharuan inspiratif dalam kehidupan paroki di Eropa Barat dapat menjadi teladan bagi paroki di Indonesia. Maka itu Pembangunan Jemaat senyatanya harus dimulai dari kultur atau budaya Indonesia sendiri yang menyatu di dalam Gereja (inkulturisasi). Sebab umat kristiani yang saat ini khususnya yang ada di Indonesia memiliki keunikankeunikan tersendiri yang tidak bisa disamakan dengan umat Kristiani di luar Indonesia meskipun ajaran Kristianinya sama, namun di Indonesia sudah mengalami sedikit perombakan dimana budaya menyatu di dalam ajaran dan liturgi Kristiani. Hal ini merupakan sebuah keunikan dan pembaharuan umat katolik Indonesia supaya semakin mendekatkan diri pada Allah lewat berbagai macam budaya dan tradisi yang berbeda-beda ditiap suku atau ras. b. Pembangunan Jemaat itu bersifat kontekstual Kontekstual: Jemaat lokal merupakan situasi dimana teologi lokal dibentuk. Menurut Schreiter tidak hanya mengamati kontekstual kultural, melainkan juga persekutuan beriman dalam mana teologi lokal diciptakan. Oleh karena itu, Pembangunan Jemaat memperlihatkan bermacam warna-warni yang



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



28



tidak sama, misalnya di Jerman, Belanda dan Amerika. Hal itu disebabkan tidak hanya karena Amerika berbeda dengan Jerman dan Jerman berbeda dengan Belanda, melainkan juga karena masing-masing persekutuan Gereja atau jemaat berbeda (Hooijdonk, 1996: 18). Orang beriman Eropa Barat mengira bahwa mereka membawa iman universal ke “daerah misi” dan tidak menyadari bahwa mereka membawa iman Kristiani yang telah mendapat bentuk yang spesifik di Eropa Barat. Misalnya dalam liturgi, katekese dan pelayanan pastoral yang seharusnya disesuaikan dengan situasi setempat. Hal yang sama terjadi dengan organisasi jemaat setempat menurut sistem paroki dari Eropa Barat. Sebetulnya desa dan daerah merupakan kesatuan alami yang lebih cocok bagi Pembangunan Jemaat; pemimpin lokal sering mempunyai pengaruh lebih besar terhadap hidup Gereja dari pada seorang imam yang dikirim dan diangkat oleh uskup. Namun nilai kebudayaan tradisional sedang mengilang dengan cepat, kata para pakar di Indonesia; sedangkan nilai sosial yang baru belum mendarah daging. Dalam



kanon 518 paroki teritorial dianggap sebagai aturan umum,



namun secara eksplisit dibuka kemungkinan – di mana dianggap bermanfaat – untuk mendirikan paroki personal, atau dengan istilah kita paroki kategorial. Rumusan Hukum Gereja sangat luas. Maka paham paroki bisa dikenakan pada bermacam-macam entitas (wujud) atau kenyataan sosial. Paham paroki



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



29



merupakan paham dasar: jemaat, umat atau sebagian dari umat. Tambahan teritorial atau kategorial atau personal menyatakan konteks tertentu. c. Pembangunan Jemaat bertolak dari keadaan jemaat (de facto) Orang beriman semakin menyadari dwi kewajiban mereka untuk menangani yang pertama; kabar penyelamatan, yang kedua; masalah dan kebutuhan para orang beriman disekitarnya. Dari antara orang beriman, di seluruh dunia timbul gerakan dan kelompok-kelompok untuk mewujudkan kesadaran baru itu. Dewasa ini, misalnya lebih mementingkan “paroki kategorial” dari pada dulu. Pembangunan adalah istilah yang digunakan untuk pembangunan paroki, teritorial maupun kategorial, Pembangunan Jemaat, pembangunan Gereja. Di Indonesia istilah oikodome diungkapkan pula kerinduan akan ekumene antara orang beriman Protestan dan Katolik. Dengan istilah ini juga mau digaris bawahi keimanan para warga jemaat serta partisipasi semua orang beriman dalam Pemabngunan Jemaat. Gereja yang mengimani imamat orang beriman itu dan mendorong partisipasi semua umat pada reksa pastoral, perlu dicari gaya kepemimpinan baru bagi imamat khusus, yaitu gaya kepemimpinan suportif yang melayani. Akhirnya dengan istilah Pembangunan Jemaat diteguhkan juga sifat kelembagaan Gereja setempat. Keadaan jemaat Kristiani di Indonesia juga dipengaruhi oleh beberapa faktor terutama yang paling jelas terlihat adalah menjadi umat beragama dalam kategori minoritas. Sebagai minoritas tentunya banyak tekanan yang menjadikan



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



30



umat katolik terkadang merasa canggung dan ragu untuk berkembang. Maka itu dibutuhkan peran besar dalam Pembangunan Jemaat sebagai motor penggerak kemajuan umat dan keberanian umat untuk menyatakan imannya. Tidak harus menjadi berbesar diri karena harus menyatakan imannya ditengah umat beragama lainnya, namun cukup dengan bisa membaur dan menjadi satu sebagai umat katolik yang toleransi namun bangga dengan berbagai macam perbedaan beragama yang ada di Indonesia. Senyatanya Pembangunan Jemaat harus bisa melihat segi nyatanya keadaan umat katolik sebagi minoritas kemudian baru membangunnya, dimulai dari yang paling bawah hingga mencapai pada puncaknya. B. Pembatasan Masalah Pembangunan Jemaat Menurut Dr. P.G. van Hooijdonk ada tiga pertanyaan yang memenuhi pemikirannya mengenai pembatasan masalah Pembangunan Jemaat: mengapa Pembangunan Jemaat itu penting? Apa Pembangunan Jemaat itu? Kepada siapa Pembangunan Jemaat akan diajarkan? (Hooijdonk 1996:21). Dari ketiga pertanyaan itu serta jawabannya dipandang perlu untuk membatasi subjek dan tujuan Pembangunan Jemaat. Dalam pembahasan ini Hooijdonk mengikuti pendekatan Kardinal Kardjin yang juga digunakan dalam Teologi Praktis, antara lain oleh majalah Concilium dan oleh Institut untuk Teologi Praktis di VU (Vrije Universiteit), Amsterdam, yaitu „see-judge-act‟ (melihat-menilai-bertindak). Melihat: mendeskripsikan dan menganalisis situasi, menilai: berefleksi dalam terang teologis dan ilmu sosisal, bertindak:



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



31



mengadakan perbaikan yang nyata. Formula „seejudge-act‟ yang padat ini merupakan pedoman yang baik untuk menangani permasalahan Pembangunan Gereja. 1.



Mengapa Pembangunan Jemaat itu penting?



a.



Pembaharuan di seluruh dunia Banyaklah prakarsa yang dikerjakan orang diberbagai situasi masyarakat



dan kebudayaan contohnya di Asia, Afrika, dan Amerika Latin. Yang dicari ialah penyesuaian hidup orang kristiani dibasis dengan kebutuhan jaman ini. Dalam dunia ketiga, prakarsa itu mempunyai kesamaan karakteristik. 1) Di masa lalu, kolonialisasi dan evangelisasi membawa masuk sistem paroki yang berasal dari Eropa Barat. 2) Di masa sekarang sistem paroki itu, sebagai sistem organisasi grejawi, kurang memenuhi kebutuhan jemaat setempat, yang jumlahnya besar dan imamnya kurang. 3) Di masa sesudah kolonialisasi dan Vatikan II, penyadaran awam berkembang dengan pesat; yang dicari ialah bentuk baru bagi hidup menggereja dalam unit sosial yang kecil. 4) Bersamaan



dengan



penyadaran



awam,



kebudayaan



religius



lokal



mempengaruhi wujud gerejawi hidup kristiani. Gereja-Gereja di Afrika dan Asia mendapat tempat tersendiri di dalam Gereja sedunia.



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



32



Unsur kedekatan menjadi prnsip dasar bagi Komunitas Basis Kristiani di Brasil; demikian pula bagi sistem lingkungan atau wilayah sebagai subbagian paroki di Indonesia. Kedekatan itu mendinamiskan kehidupan Gereja. Namun, proses pendinamisan itu tidak bertumbuh begitu saja, melainkan mengandaikan proses belajar dan pendampingan yang panjang. Walaupun banyak negara dan Gereja lokal konteksnya berbeda-beda, namun, dimana-mana nyatanya penyebaran tanggung jawab dn tugas pastoral menuntut waktu dan kesabaran dari yang bersangkutan. Di Eropa Barat terjadi pembaharuan, namun, bersamaan dengan itu terjadi penurunan tajam dalam partisipasi gerejawi: pendinamisan hidup Gereja yang telah terjadi dalam kelompok dan persekutuan kecil hampir tidak kelihatan pengaruhnya terhadap orang banyak. b. Eklesiologi dari bawah tidak berkembang dengan sendirinya Literatur mengenai pembaharuan Gereja lokal berkali-kali menyebut pengaruh Konsili Vatikan II. Konsili itu mempunyai arti besar bagi pembangunan intern Gereja Katolik Roma. Kiranya teks Konsili diseleksi sesuai dengan selera, kebutuhan, dan keiginan pribadi para teolog, pemimpin Gereja, dan orang beriman yang aktif. Diantara interpretasi yang berbeda itu ada yang menerima Vatikan II dengan gembira. Mereka terbuka akan aggiornamento (pembaruan Gereja): penyesuaian Gereja masa kini; orang awam ikut bertanggung jawab; Konstitusi tentang Gereja terbuka terhadap nilai hidup yang modern. Mereka mengalami Konstitusi tentang Gereja sebagai pendobrakkan



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



33



dan berharap akan adanya orang yang berani merumuskan opsi-opsi sesuai dengan pendobrakkan itu. c.



Pembangunan Jemaat merefleksikan dan mendorong pemikiran teologis Eklesiologi Konsili Vatikan II oleh banyak teolog disebut eklesiologi dari



bawah. Mengutip dari Jacobs, hal yang sama dapat dibaca: “Konsili Vatikan II tidak mau berbicara dari atas, melainkan ingin menyuarakan iman yang hidup di kalangan umat”. Konsili membuat Gereja lebih terbuka dengan membuka kemungkinan untuk menyatakan pandangannya sendiri-sendiri



di kalangan



Gereja sendiri (Hooijdonk, 1996: 24). Dengan Konsili Vatikan ke II mulai ada kebebasan berbicara dan kebebasan berdikusi dalam Gereja. Kebenaran yang mutlak dan kebenaran yang tidak bisa diganggu gugat, sedikit banyak ditinggalkan. Perhatian untuk Kitab Suci dan ajaran para bapa Gereja menjadi lebih besar. Yang paling penting adalah kesadaran Konsili bahwa Gereja tidak terpisah dari dunia, melainkan merupakan kesatuan dengan dunia. Gereja adalah komunikasi iman yang dibangun dari bawah.; “Inspirasi baru, dari bawah lebih dipentingkan dari pada ajaran yang diwariskan”; “Panggilan biblis-historis terhadap gereja dengan sendirinya berarti paham Gereja sebagai misteri yang berkembang dari bawah, dari kalangan umat sendiri” (Hooijdonk, 1996: 24). Eklesiologi berkeyakinan bahwa iman yang hidup dan aktif lebih terjamin dalam konsensus bersama dari pada dalam gaya kepemimpinan yang



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



34



otoriter. Eklesiologi mengimani bahwa Roh Allah tidak hanya bekerja dalam Gereja melalui para pejabat gerejawi, tetapi juga melalui karisma yang ia bagikan kepada siapa saja Ia berkenan. Tanpa mendalami hubungan antara eklesiologi dari bawah dan ungkapan ajaran Gereja yang resmi, secara empiris dapat dikatakan bahwa kedua faktor tersebut merupakan kondisi bagi Pembangunan Jemaat. Hal yang sama dapat dikatakan mengenai peraturan yuridis Gereja. Dinamika Pembangunan Jemaat tidak tergantung pada peraturanperaturan yuridis itu namun, peraturan tersebut menggariskan batas gerak dinamika itu. Menurut Huysmans, secara tajam dapat dirumuskan bahwa, Kodeks yang baru tidak mendukung eklesiologi dari bawah. Memang persamaan fundamental orang awam dengan pejabat dalam gereja diatur dalam Kanon 208. Partisipasi tiap orang beriman dalam tritugas Kristus diutamakan. Akan tetapi, kewajiban mereka lebih berat dari haknya. Orang beriman wajib menghormati dan menaati pimpinan Gereja, sedangkan tidak nyata bahwa pimpinan Gereja mempunyai kewajiban terhadap orang beriman. Seharusnya diolah secara yuridis sifat khas jabatan itu ialah pelayanan sebagaimana dikatakan dalam Konstitusi mengenai Gereja (LG 24). Harapan yang ditimbulkan oleh teks Konsili hilang dalam rumusan yuridis Kodeks yang baru (Hooijdonk, 1996: 25). Dari sudut lain, Kodeks mencermikan perkembangan dalam Gereja juga. Betapa besar kritik terhadap Kodeks, namun harus diakui bahwa melalui dan sejak Konsili Vatikan II hukum Gereja diperkaya dengan hukum awam (Hooijdonk, 1996: 26). Pembangunan Jemaat, kalau secara teologis berfungsi



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



35



dengan baik akan mengikut sertakan teologi dalam berfikir serta bertindaktanduk tidak hanya secara retrospektif melainkan juga secara prospektif. Dengan demikian, Pembangunan Jemaat dapat menjadi motor yang penting bagi perkembangan pemikiran teologis dan penataan yuridis dalam Gereja. d. Sinode Jerman tahun 1976 Sumber yang tak terduga bagi perkembangan eklesiologi dari bawah dalam Gereja Kotolik ialah Sinode Bersama Para Diosis di Republik Federasi Jerman Barat tahun 1976 yang bertemakan: “Harapan Kita – Pengakuan Iman untuk Masa Kini”: Semua orang beriman harus terlibat atau dilibatkan dalam pembaharuan hidup Gereja. Pembaharuan ini tidak dapat diperintahkan dan tidak akan jadi oleh karena ada beberapa peraturan pembaharuan sinodal. Pengikut yang satu harus melahirkan banyak pengikut, saksi yang satu harus mendorong banyak saksi harapan yang satu diemban banyak pendukung. Hanya dengan demikian upaya pembaharuan demi gereja dapat menjadi upaya pembaharuan oleh Gereja. Hanya dengan demikian dapat terjadi, bahwa dalam situasi transisi kita ini Gereja yang rupanaya proteksionistis terhadap umat menjadi Gereja yang hidup milik umatnya. Dalam Gereja yang diperbaharui itu semua orang beriman akan bertanggung jawab atas keadaan Gereja serta kesaksiannya tentang harapan (Hooijdonk, 1996: 26).



Menurut Haarsma, dokumen yang diedarkan oleh Sinode Jerman ini dengan berbagai cara merombak dasar teologi yang mempertahankan monopolisasi jabatan imamat, yang memusatkan karya Roh dalam jabatan uskup dan imam. Pendapat itu bertentangan dengan ajaran Vatikan I dan II (Hooijdonk, 1996: 27). Lumen Gentium mengatakan:



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



36



Dikatakan sepanjang waktu, Roh Kuduslah yang menyatukan segenap Gereja dalam persekutuan dan pelayanan, melengkapinya dengan pelbagai kurnia hierarkis dan karismatis (Ad Gentes 4), dengan menghidupkan lembaga gerejawi bagaikan jiwanya, dan dengan meresapkan semangat misioner, yang juga mendorong Kristus sendiri, kedalam hati umat beriman (LG 1).



Dari kedua pasan di atas terlihat jelas akan adanya kedua perbedaan yang mencolok. Dari sinode Jerman menekankan seluruh orang beriman untuk ikut dan ambil bagian harus terlibat atau dilibatkan dalam pembaharuan hidup Gereja, artinya tanpa terkecuali harus ambil bagian dengan segala kekuatan dan kemampuannya untuk pembaharuan secara gerak cepat karena dalam pernyataan tersebut juga terkandung bahwa Gereja yang “proteksionistis” atau berarti menutup diri. Sedangkan dari ajaran Vatikan I dan II lebih menekankan Roh Kudus sebagai penggerak lewat jabatan imamat dan berharap dengan adanya kaum hierarkis dapat menjadi pembaharuan bagi umat Allah. Jelas hal ini sungguh menjadi sebuah pertentangan, sinode Jerman menekankan semuanya (secara keseluruhan) yang percaya kepada Allah tanpa terkecuali bisa membuat pembaharuan sedangkan Vatikan I dan II hanya lewat kaum hierarkis. Dari kedua hal tersebut tidak baik jika hanya mengandalkan satu sumber saja sebagai cara untuk pembaharuaan jemaat Gereja, tetapi dapat diambil kesimpulan bahwa semua yang percaya kepada Allah akan membuat sebuah pembaharuan kearah yang lebih baik. Tetapi para kaum hierarkis juga harus berada di tengah umatnya untuk jadi penggerak bukan lagi sebagai monopoli seperti yang ada dalam pembahasan di atas namun sebagai yang utama menjadi contoh dan pendorong bagi umat untuk sebuah pembaharuan.



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



37



e.



Mengapa Pembangunan Jemaat itu penting? Pembangunan Jemaat digerakkan oleh kuasa Roh Kudus yang berdiam



dalam diri orang beriman. Dinamikanya tergantung pada keterbukaan jemaat dan pemimpinya dalam hal mendengarkan dan membaca. Dipandang dari dinamika itu, Pembangunan Jemaat penting sebagai tempat dimana orang beriman dapat belajar. 2.



Apa Pembangunan Jemaat itu?



a. Jemaat sebagai Paroki Di antara berbagai macam meso-sosial Gereja memusatkan perhatian pada paroki. Istilah paroki dipakai pertama-tama untuk paroki teritorial, namun selanjutnya untuk setiap bentuk reksa pastoral personal bagi kelompok sosial atau institusi kemasyarakatan. Rumusan yuridis tentang paroki merupakan titik tolak paroki teritorial meliputi semua orang beriman dalam teritorium (cakupan wilayah) tertentu; paroki personal meliputi kategori sosial seperti mahasiswa, pemuda, buruh, orang miskin. Atas dasar ini paham paroki masih bisa diperlebar lagi. Pembatasan Pembangunan Jemaat pada paroki dapat memberi kesan seakan-akan hanya aspek kelembagaan dan yuridis saja yang menjadi penting. Menurut Kodeks lama, paroki adalah daerah pemeliharaan jiwa yang diserahkan kepada pastor. Menurut Kodeks baru paroki adalah jemaat orang beriman tertentu. Pergeseran makna dari daerah ke jemaat sangat penting artinya. Paroki sekarang diakui sebagai jemaat, sebagai umat Allah lokal.



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



38



Paroki itu mempunyai kekhasan sendiri yaitu merupakan badan hukum. Dalam keuskupan, paroki diakui sebagai semacam kesatuan umat yang khas juga (sui iuris) dan tidak merupakan cabang keuskupan. Akan tetapi, sekalipun paroki disebut jemaat, namun menurut ketentuan hukum Gereja, paroki tidaklah merupakan jemaat yang demokratis. Kepemimpinan dan staf pastoralnya yang dibawah wewenang seorang uskup dipercayakan kepada seorang pastor. Kitab Hukum baru membuka kemungkinan untuk membentuk dewan paroki. Akan tetapi, pembentukannya tergantung pada penilaian uskup. Selain itu dewan paroki hanya mempunyai hak konsultatif dan ketuanya adalah pastor. paroki mencakup aturan yuridis mengenai personel, keuangan serta sarana untuk memelihara paroki. Kebiasaan setempat dapat menjamin pengaruh warga paroki terhadap susunan personel serta penggunaan sarana fisik. Sekalipun banyak kritik, namun paroki teritoriallah yang paling banyak dipakai pada jemaat beriman lokal sebagai bentuk yuridis (secara hukum) dan empiris organisatoris (ahli dalam pengalaman berorganisasi) untuk hidup sosial gereja. Namun demikian, paroki teritorial, karena bersifat global tidak bisa memenuhi semua tuntutan dan tantangan dari kelompok dan orang dalam masyarakat modern. Tujuan Pembangunan Jemaat baru tercapai kalau jemaat setempat secara efektif memperhatikan kebutuhan dan keprihatinan orang sekitarnya. Paroki teritorial saya lihat sebagai kenyataan yuridis dan empiris yang mendapat arti teologis dalam hubungan dengan Pembangunan Jemaat. Istilah jemaat lebih teologis dan lebih dekat pada pengertian paguyuban, persekutuan orang beriman, kerukunan, orang beriman yang bertanggung jawab



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



39



atas pembentukan jemaat (Hooijdonk, 1996: 29). Dalam proses penyadaran orang beriman terjadilah ekklesia (menjadi jemaat), dalam arti kata sepenuhmya: kalau orang menyadari adanya struktur hierarkis gereja, justru timbullah istilah seperti basis atau jemaat basis. Jemaat mendapat nada kritis: jemaat lebih cocok dengan teologi dari bawah (basis) dari pada kata paroki. b. Pembangunan pembangunan dalam bahsa sehari-hari dan dalam tulisan teologis serta ilmu sosial mempunyai skala arti yang luas yang pada intinya berarti membuat sebuah atau segala sesuatu dari awal hingga tahap akhir yaitu finishing. 1) Pertumbuhan dan perkembangan Perkembangan ke tahap berdikari yang tinggi dan perkembangan ke visi yang luas dan mendalam; menuju keterbukaan kedalam dan keluar terhadap kebutuhan manusia; ke jemaat beriman yang lebih tinggi dalam relasi antar manusia; ke profesionalitas lebih tinggi dalam hal memimpin. Perkembangan dan pertumbuhan semacam ini dapat ditingkatkan melaui proses pembinaan dan pendidikan. 2) Pendalaman secara spiritual Pertumbuhan kearah identitas spiritual dalam kepengikutan Kristus. Pendalaman spiritual jemaat sebagai sekutuan orang beriman, bukanlah spiritualitas pribadi. Melainkan spiritualitas untuk sebuah dasar pembangunan.



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



40



3) Pembaharuan Menurut Baumler-Mette, bicara tentang jemaat sebagai program yaitu program



pembaharuan;



sebagai



Leitbegriff,



pengertian



pokok,



yang



mengarahkan tindakan Gereja menuju masa depan; sebagai tolak ukur dan arah bagi Gereja. Pembangunan mengimplisitkan perubahan yang efektif menuju perwujudan masa depan (Hooijdonk, 1996: 30). 4) Cita-cita Jemaat dapat dilihat juga sebagai cita-cita yang dirumuskan secara teologis sedangkan pembangunan dapat dilihat sebagai tindakan untuk mendekatkan cita-cita dan mewujudkannya. Dengan adanya cita-cita maka dapat ditegaskan bahwa cita-cita menjadi sebuah semangat untuk menuju sebuah keberhasilan dalam Pembangunan Jemaat. c. Pembangunan Jemaat Jemaat adalah persekutuan orang beriman setempat, persekutuan orang beriman berarti paroki teritorial. Pembangunan ialah campur tangan aktif atau intervensi dalam tindak-tanduk jemaat setempat yakni paroki. Pembangunan mempunyai arti banyak: baik empiris maupun teologis. Berdasarkan pengertian ilmu sosial dipakai istilah intervensi, pembentukan edukatif, dan perubahan paroki secara sistematis metodis. Dari sudut teologis saya pandang proses pembentukan jemaat sebagai cita-cita. Menurut aspek ilmu sosialnya Pembangunan Jemaat di paroki dapat dibandingkan dengan pembangunan



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



41



masyarakat atau community development dengan pengembangan organisasi dan dengan pendidikan orang dewasa. Pembangunan Jemaat dipandang sebagai disiplin teologis. Disiplin itu mengikuti norma yang berlaku bagi jemaat lokal yaitu: perantaraan kedatangan eskatologis Kerajaan Allah dalam keadilan dan cinta kasih. Mengingat aspek empiris dan normatif ini, Pembangunan Jemaat dirumuskan sebagai berikut: Pembangunan Jemaat adalah intervensi sistematis dan metodis dalam tindak-tanduk jemaat beriman setempat. Pembangunan Jemaat menolong jemaat beriman lokal untuk – dengan bertanggung jawab penuh – berkembang menuju persekutuan iman, yang mengantarai keadilan dan kasih Allah, dan yang terbuka terhadap masalah manusia di masa kini (Hooijdonk, 1996:32).



Dalam upaya menangani perwujudan Gereja sesuai dengan kehendak Kristus, Pembangunan Jemaat melihat Gereja baik dari perspektif orang-orang dengan keseluruhan aktivitas yang dijalankannya, maupun dari perspektif sistem (unsur-unsur yang saling kait-mengait menyatu) yang ada dan berlaku dalam Gereja. Itulah sebabnya, Pembangunan Jemaat tidak sama dengan tugas menggembalakan, membina dan mengader Warga Gereja, yang perhatian utamanya tertuju kepada anggota dan pemimpin Gereja dengan segala aktivitasnya. Pembangunan Jemaat juga bukan merupakan tambahan dari tugastugas yang sudah ada sebelumnya, karena Pembangunan Jemaat berupaya memadukan tugas-tugas yang telah ada itu agar menjadi satu kesatuan gerak. Pembangunan Jemaat lebih luas dari itu semua, juga lebih luas dari membangun organisasi dan struktur Gereja. Pembangunan Jemaat menyangkut keseluruhan



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



42



Gereja, baik orang-orangnya dengan berbagai kemampuan yang ada di dalamnya, kegiatan-kegiatannya, serta unsur-unsur yang saling kait-mengkait atau sistem yang berlaku dan dijalani dalam kehidupannya. Kecuali itu, dalam rangka menangani Gereja, Pembangunan Jemaat juga melihat Gereja dari dua sisi, sisi masa kini sebagai suatu kenyataan apa adanya, dan sisi masa depan yang dicita-citakan sebagai suatu harapan. Hal ini dilakukan agar Gereja semakin setia menjalani kehidupan dan karyanya sesuai dengan kehendak Kristus. Untuk itu, dalam rangka Pembangunan Jemaat diperlukan adanya upaya merumuskan visi dan misinya berdasarkan keyakinan imannya, serta dibutuhkan adanya pengenalan yang memadai terhadap situasi masyarakat di mana Gereja hidup dan berkarya, sehingga visi dan misinya itu menjadi visi dan misi yang aktual. Pembangunan Jemaat mengintegrasikan kenyataan dengan cita-cita menjadi Gereja Yesus Kristus, berangkat dari Gereja secara konkret, apa adanya, menuju Gereja yang dicita-citakan sesuai kehendak Kristus dalam relasi timbal-balik dengan situasi masyarakat yang ada di sekitarnya. Dalam rangka mengupayakan perwujudan Gereja sesuai dengan kehendak Kristus itu, upaya ini merupakan upaya perubahan (transformasi). Pembangunan Jemaat mengolah sumber daya yang dimiliki oleh Gereja (orangorangnya, pengetahuannya, kemampuan dananya, serta peluang-peluang yang dimilikinya) supaya menghasilkan sumber daya yang menjadi berkat bagi masyarakat di sekitarnya, seperti misalnya : cinta kasih, pertobatan, kerelaan saling berbagi, semangat persaudaraan dan sebagainya. Dalam melakukan perubahan itu kecuali didasari oleh penghayatan iman dan pengetahuan teologis



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



43



yang mendalam, juga menggunakan cara-cara dan sarana-sarana yang tepat seperti dikembangkan dalam ilmu Manajemen Gereja. Perubahan itu juga tidak berlangsung sesaat, namun dilakukan secara bertahap secara sinambung dan terus menerus : tahap penyadaran terhadap perlunya perubahan, tahap penelitian terhadap hal-hal yang perlu diperbaiki, tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, dan tahap pemantapan. Lebih lanjut upaya perubahan itu tidak hanya dilakukan oleh para pemimpin Gereja atau orang-orang tertentu dalam Gereja, melainkan dilaksanakan oleh segenap warga Gereja. Pemimpin beserta segenap warga Gereja merupakan subyek sekaligus obyek Pembangunan Jemaat. Dengan demikian Pembangunan Jemaat merupakan keseluruhan usaha perubahan yang dilakukan oleh Gereja secara terencana, sinambung, dan terus menerus. Mempertimbangkan apa yang telah dikemukakan ini, secara singkat dapat dirumuskan bahwa Pembangunan Jemaat adalah keseluruhan usaha yang dilakukan oleh Gereja untuk merencanakan dan melaksanakan proses-proses perubahan secara menyeluruh, terpadu, terarah dan sinambung dalam hubungan timbal balik dengan masyarakat di mana Gereja hidup dan berkarya, agar Gereja mampu mewujudkan hidup dan karyanya sebagai Gereja Yesus Kristus di dunia ini.



3.



Kepada siapa Pembangunan Akan di Ajarkan? Semua orang beriman – tanpa kecuali – ikut menjadi subjek dalam



Pembangunan Jemaat dan tidak mengkhususkan orang beriman tertentu sebagai sesama subjek itu. Orang beriman hanya dibedakan menurut kharisma yang



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



44



dibagi-bagi oleh Roh dan menurut jabatan serta pelayanan kepemimpinan yang dibagikan kepada mereka. Menangani proses Pembangunan jemaat dalam aspek yang beraneka ragam mengandaikan kualitas-kualitas kepemimpinan dalam arti tadi, yaitu kualitas kepemimpinan yang mencakup bakat refleksi dan bakat pelaksanaan. Perlu dilihat dan mengakui bahwa dalam kenyataan dewasa ini tidak hanya pejabat Gereja melainkan juga orang awam mempunyai kualifikasi sebagai pemimpin. Kodek baru mengakui realitas itu: Orang awam yang diketahui cakap, dapat diangkat oleh Gemabala rohani untuk mengemban tugas dan jabatan grejawi, yang menurut ketentuan hukum dapat mereka pegang (228, 1). Orang yang unggul dalam pengetahuan, kearifan dan peri hidupnya, dapat berperan sebagai ahli atau penasiha, juga dalam dewan-dewan menurut norma hukum, untuk membantu para Gembala Gereja (228, 2)



Menurut norma teologis makin banyak orang beriman diharapkan berpartisipasi dalam Pembangunan Jemaat. Pembangunan Jemaat dalam hal ini akan diarahkan kepada katekis karena katekis memiliki ruang gerak yang lebih luas dan selain itu pula katekis juga memiliki pendidikan yang mumpuni dalam bidangnya, karena katekis berbeda dari pada prodiakon yang lebih besar pada pelayanan berdasarkan pengalaman. Katekis mendapatkan cukup ilmu tentang kekatolikkan beserta prakteknya yang nantinya memiliki ruang gerak menjadi seorang katekis di keuskupan,



paroki



maupun



lingkungan



dan



merambah



juga



dalam



pendidikanyaitu menjadi seorang guru. Dengan ruang gerak yang cukup luas ini



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



45



diharapkan pula katekis dapat menjangkau hingga kedalam plosok-plosok penjuru negeri untuk mewartakan Kerajaaan Allah dan mengajarkan Pembaharuan bagi umat-umat katolik yang tidak mampu di jangkau oleh kaum hierarkis.



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



46



BAB III PENGETAHUAN PRAKTEK DALAM PEMBANGUNAN JEMAAT A. Pengetahuan Praktek dalam Pembangunan Jemaat Pengetahuan praktek ialah pengetahuan yang diperoleh dari dan dalam praktek Pembangunan Jemaat. Yang dapat menjadi subjek pengetahuan ini ialah mereka yang secara aktif dan sebagai pemimpin menjalankan Pembangunan Jemaat sendiri, mereka yang dilibatkan dalam Pembangunan Jemaat, walaupun pasif dan ilmuan yang mengatur kesan-kesan mengenai praktek – walaupun dari agak jauh. Dalam pengetahuan praktek dibedakan menjadi tiga bentuk yaitu: pertama, asosiasi bebas yang timbul pada orang beriman kalau mendengar istilah Pembangunan Jemaat. Kedua, pengetahuan mengenai praktek Pembangunan Jemaat yang diatur dan dideskripsikan. Ketiga, pengetahuan prakter yang diatur menurut Teologi Praktis. 1. Asosiasi Bebas mengenai Paham Pembangunan Jemaat Ada cukup banyak orang mengasosiasikan Pembangunan Jemaat dengan kegiatan para warga paroki sendiri. Kemudian dirangkum beberapa asosiasi yang berasal dari orang beriman di tempat yang berbeda-beda seperti, asosiasi yang berkaitan dengan paroki: Pembangunan Jemaat ialah mengadakan dan memperbaiki dewan paroki dan kelompok kerja, memperbaiki komunikasi antar anggota dewan paroki sendiri, memperbaiki komunikasi antara dewan, serta kelompok kerja dengan kelompok lain di luarnya. Dari asosiasi yang



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



47



terkumpul ini jelaslah bahwa struktur mendapat perhatian lebih besar dari pada hal berfungsinya paroki. Ada asosiasi yang menyangkut penanganan dan perluasan tugas pastoral di paroki: Pembangunan Jemaat ialah tugas yang bertujuan memperdalam iman pribadi seperti katekese, pengembalaan terhadap pribadi dan kelompok, bimbingan rohani. Ada asosiasi yang menyebut sejumlah kegiatan serentak secara bersama untuk memperlihatkan bahwa paroki itu hidup. Pembangunan Jemaat disini berarti: meningkatkan mutu kegiatan itu dan menolong jemaat menjadi orang beriman yang lebih insaf dan dewasa. Ada asosiasi yang menunjukan hanya satu macam kegiatan, yang biasanya kita sebut dengan pendidikan kader. Dan ada asosiasi yang berbicara tentang jemaat yang terbuka; terbuka dalam macam-macam arti: membangun jemaat di daerah yang tidak mengenal Injil, mengembangkan hubungan dengan agama lain, mempersiapkan jemaat untuk hidup diera sekularisasi. Asosiasi dengan membangun gedung Gereja makin berkurang. Tidak berarti bahwa gedung Gereja tidak lagi dianggap perlu. Orang beriman tetap mencari ruang untuk berkumpul dan mendengarkan Firman sekaligus merayakan kebersamaannya dengan Kristus. Gedung itu adalah tanda perkenalan, simbol yang mempersatukan orang beriman satu dengan yang lainnya. Partisipasi awam pada tanggung jawab atas Gereja serta kegiatannya makin dianggap perlu dan layak. Layak, oleh karena kesadaran diri dan kedewasaan awam makin bertumbuh. Perlu, karena jumlah pastor, kini dan di masa depan, tidak mencukupi untuk menjalankan reksa pastoral jemaat secara intensif.



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



48



Pembangunan Jemaat tidak terutama mereka asosiasikan dengan relasi interen antara pastor dan para aktivis awam (misalnya dalam hal hak dan kewajiban, hal wewenang, hal keuangan), melainkan lebih dengan penyadaran iman mereka sendiri, pembentuka kader dan dengan tugas yang perlu mereka laksanakan di Gereja dan dunia. 2. Pengetahuan



Praktek



Pembangunan



Jemaat



yang



Diatur



dan



Dideskripsikan Pengetahuan praktek menolong mengerti mengapa dan bagaimana Pembangunan Jemaat dapat menggerakkan orang, apa yang menjadi inti Pembangunan Jemaat, apa cara kerjanya dan hasil mana yang dapat diharapkan dari padanya. Pengetahuan praktek ini bersal dari praktek dan diuji dalam praktek, pengetahuan ini tidak hanya bermanfaat bagi mereka yang sudah mempunyai pengalaman praktek, melainkan juga bagi yang dengan cara lain terlibat dalam Pembangunan Jemaat. Tidak hanya dikumpulkan laporan praktek Pembangunan Jemaat dilapangan, melainkan juga artikel mengenai Pembangunan Jemaat yang populer atau dipopulerkan. Sering juga artikel itu sudah membuktikan manfaatnya untuk dan di dalam praktek. Manfaatnya menentukan nilai pengetahuan praktek ini. Para pemakailah yang menjadi penilai definitif. Mereka menentukan apakah ada efek bagi “Pembangunan Jemaat” di lapangan? Jika kiranya bahwa Pengetahuan Praktek, betapapun diperlukan, memiliki nilai keterbatasan untuk mendapat pengertian tentang Pembangunan Jemaat. Kalau situasi paroki menjadi rumit



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



49



sedangkan percobaan untuk memecahkan persoalan terus-menerus gagal, maka pengetahuan praktek tidak memadai. Dengan bertolak dengan pada praktek, perlu memanggil bantuan dari nivo pembentukan teori yang lebih tinggi. Diperlukan insight (wawasan) lebih mendalam mengenai: latar belakang problematik, hubungan antara bermacammacam segi problematik, problem yang membutuhkan intervensi dan problem yang tidak dan unsur yang menentukan tindak-tanduk pembangunan. Atau dengan kata lain: perlu masuk nivo (tantaran/jenjang) berpikir yang lebih tinggi, dengan mengolah dan mendalami pengetahuan praktek itu sendiri, serta mengolah teori-teori yang diperoleh dari ilmu teologi dan ilmu sosial untuk dapat menjawab pertanyaan tentang latar belakan problem-problem dalam praksis dan tentang hubungan antar problematik. 3. Pengetahuan Praktek Ditata Menurut Teologi Praktis a. Praktek Pastoral dalam Bagan Disiplin Vertikal dan Horisontal Pembangunan Jemaat mencakup sejumlah disiplin praktis Teologis. Pengetahuan Praktek ini dapat menjadi titik tolak yang penting bagi pembentukan teori teologisnya. Pembangunan Jemaat diharapkan dapat mendorong vak seperti homiletik, diakonia dan koinonia untuk menampilkan Gereja sebagai kenyataan sosial dinamis dan institusional; dan menampilkan Gereja dalam berfungsinya sebagai jemaat partisipatif karismatis sebagai jemaat yang mengaku adanya jembatan dan sebagai jemaat yang menangani perkembangannya secara profesional. Pembangunan Jemaat dapat berfungsi



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



50



secara kritis dan mencegah agar: homiletik tidak menjadi retorika saja, kateketik tidak menjadi didaktik saja, poimenik tidak menjadi pisikologi pastoral saja, diakonia tidak menjadi urusan masyarakat saja, koinonia tidak menjadi pengembangan organisasi saja dan sibernetika (ilmu mengenai sistem pengendalian) tidak menjadi ilmu manajemen perusahaan saja. Menurut Firet, kesamaan semua dalam disiplin teologi praktis ialah bahwa disiplin itu berfungsi sebagai Gereja dan berperan secara pastoral, atau berfungsi dan berperan dalam setting gerejawi. Kesamaan itu tidak lagi ekslusif dihubungkan dengan setting gerejawi, melainkan dengan komunikasi dan organisasi atau struktur praktis teologis. Maka Firet mau menekankan sifat gerejawinya disiplin pastoral. Tidak lagi melulu bertindaknya Gereja dan parokilah yang merupakan garis horisontal antara disiplin teologis praktis. Semua cara dalam nama Allah mengkomunikasikan diri dalam Sabda-Nya dan semua cara dalam mana orang berkumpul sebagai ekklesia (Gereja/jemaat) untuk mengantarai Sabda itu dapat menjadi garis horisontal (Hooijdonk, 1996: 51). Teologi Praktis tidak lagi dimengerti sebagai teori teologis tentang pastor saja. Juga tidak lagi sebagai teori tentang perantaraan Kabar Keselamatan oleh Gereja saja. Maka Pembangunan Jemaat dapat berfungsi sebagai garis horisontal yang menghubungkan beberapa disiplin patoral. Dalam arti ini, Firet bicara tentang Pembangunan Jemaat sebagai vak (bagian) horisontal. Dulu dalam



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



51



Teologi Praktis hanya ada disiplin pastoral sebagai vak (bagian) vertikal. Namun pada tahun 1973, Firet menulis: Teologi Praktis dapat bekerja lebih efektif dan memberi sumbangan teologis yang lebih khas kalau gerakannya tidak lagi dibatasi oleh bagan subdisiplin yang vertikal melulu, seperti homiletik, kateketik, poimenik, tetapi juga menghubungkan vak-vak (bagian-bagian) itu secara horisontal, yaitu: melalui garis komunikasi dan struktur teologis praktis (Hooijdonk, 1996: 52).



Lewat perluasan kearah komunikasi dan struktur inilah maka Firet membuka juga kemungkinan bagi interdisiplinaritas yang luas antara Teologi Praktis dan Ilmu Sosial. Diagram berikut dapat menolong untuk lebih



Pembangunan Jemaat a. koinonia b. sibernetika



evangelistik apostolat



diakonia



Poimenik



Liturgik



Kateketik



Homiletik



memahami apa yang dikatakan Firet:



OIKODOME ATAU PEMBANGUNAN JEMAAT Pada diagram di atas Pembangunan Jemaat atau Oikodome tidak hanya digambarkan secara vertikal saja melainkan juga secara horisontal. Hal itu berarti bahwa: dimensi spiritual, yang termaktub dalam paham oikodome, mau ditekankan dalam semua disiplin teologi praktis. Kemudian digaris bawahi bahwa semua kegiatan pastoral mengikuti patokan dan tatanan komunikasi serta



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



52



struktur bersama. Hanya Pembangunan Jemaatlah yang digambarkan sebagai vak horisontal. Homilitik dan kateketik memiliki garis horisontal juga, tetapi dibatasi pada Pembangunan Jemaat saja. b. Pembangunan Jemaat sebagai Susunan Disiplin Pastoral yang Vertikal 1) Katekese Katekese umat makin berperan oleh karena umat semakin dipandang sebagai pembawa utama katekese itu. Itulah sebabnya juga semakin pentinglah kalau warga paroki diaktifkan dalam proses sosialisasi Gereja. Katekese Dewasa atau Pendalaman Iman atau Aksi Puasa dipakai untuk kelompok dalam mana umat disadarkan akan arti keanggotaannya dalam Gereja, akan tanggung jawabnya sebagai Gereja bagi masyarakat yang dekat dan jauh. Bentuk katekese yang sangat dibutuhkah ialah katekese diakonal, bersamaan dengan katekese audio visual yang mempergunakan kemajuan di dunia elektronika dan menyediakan banyak material katekis kemasyarakatan dengan media video. Pada umumnya dapat dikatakan bahwa katekese lebih membutuhkan bantuan ahli-ahli dari pada dulu, karena era modernisasi masuk kedalam bidang kateketik pula. Namun, tetap ada kelompok yang dibentuk dari bawah oleh pemimpin lokal karismatis. Oleh pusat diosesan, religius dan ekumenis diterbitkan banyak bahan dan diadakan banyak kursus serta pekan studi untuk membantu kelompok di lapangan.



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



53



2) Liturgi Pada jaman dahulu, hanya pastor saja yang bertugas dalam liturgi, menurut ritual yang ditentukan dari atas sampai yang terkecil sekalipun. Sekarang ini, orang awam mendahului dalam doa, berfungsi sebagai lektor, pemberi bahan meditasi dan pembagi komuni. Perubahan tersebut dengan banyaknya aktivis serta kreativitas mereka menuntut kualitas baru pada pemimpin. Mereka membutuhkan bimbingan juga, agar panitia masing-masing dapat mencocokkan diri satu sama lain dan dapat bekerja sama. Tidak semua warga paroki siap untuk menerima perubahan, betapapun bagusnya. Hal ini menuntut banyak dari kemampuan pemimpin. 3) Poimenik (penggembalaan), pastorat perorangan, pastorat kelompok, bimbingan rohani. Poimenik berwajah banyak yang paling dikenal ialah penggembalaan. Penggembalaan atau pastoral care (pendampingan pastoral) sudah berkembang menjadi



suatu



ilmu



tersendiri



yang



dijalankan



secara



internasional.



Penggembalaan merupakan disiplin teologis praktis yang dijalankan dalam hubungan timbal balik dengan guidance and counseling (bimbingan dan konseling). Disiplin ini kiranya lebih dikenal dikalangan Protestan dari pada kalangan Katolik. Di kalangan Katolik kiranya lebih dikenal bimbingan rohani. Dewasa ini dikembangan spiritualitas awam. Spiritualitas awam itu mencari bagaimana dalam sekularitas yang menjadi cirikhas awam. Dewasa ini dicari juga spiritualitas jemaat. Maksudnya ialah mengembangkan inspirasi



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



54



rohani bagi jemaat sebagai keseluruhan dalam masing-masing anggota umat berbagi pengalaman mereka sebagai umat dan saling menginspirasikan untuk membangun komunitas mereka. Aspek saling makin menjadi ciri pastorat kelompok. Kelompok makin dibentuk berdasarkan situasi hidup yang problematik tertentu. Bentuk pastorat (penggembalaan) yang terkenal juga ialah pendampingan orang sakit terminal. Tidak lagi ada banyak pastor yang dapat mengunjungi umatnya dari rumah ke rumah secara sistematis dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama. Namun, sedang berkembang sistem orang kontak atau kelompok kontak. Mereka ingin membawa paroki dekat pada warga paroki di lingkungan. 4) Diakonia Diakonia adalah pelayanan Gereja kepada dunia tau realisasi Kerajaan Allah di dunia. Diakonia ialah fungsi Gereja yang bertujuan semakin mewujudkan nilai Injil dalam hidup bermasyarakat disegala bidang: pendidikan, kesehatan, politik, kebudayaan, sosial, kenegaraan dan lain-lain. Dalam dokumen Konsili Vatikan II, pelayanan ini dipandang sebagai bidang kerja khusus kaum awam. Akan tetapi, kerja sama dan hubungan timbal balik antara awam



dan



imam



sangat



dibutuhkan.



Awam



tidak hanya memohon



pendampingan diberi inspirasi dan harapan, diteguhkan dan diberi penjelasan, melainkan juga mengharapkan agar ada imam dan religius yang mendahului karena faktor resiko bagi mereka yang tidak berkeluarga lebih kecil dari pada bagi kebanyakan awam yang harus memikirkan keluarga mereka.



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



55



Diakonia merupakan kegiatan vertikal. Namun sudah jelas juga bahwa diakonia merupakan unsur dalam semua kegiatan vertikal yang lain. Maka diakonia merupakan juga garis horisontal: baik dalam liturgi maupun dalam katekese, poimenik dan Pembangunan Jemaat ada dimensi diakonal. Diakonia mengikuti Injil. Yang paling pokok dalam Kerajaan Allah ialah orang miskin. Diakonia adalah panggilan setiap orang beriman terhadap semua orang di dunia. Diakonia tidak menggiatakan terlalu banyak warga paroki. Namun, ada faktor yang menyebabkan hal itu : (i) kalau sifat minoritas terlalu ditekankan, sehingga umat terlalu defensif; (ii) kalau dalam negara, etatisme (paham yang lebih mementingkan negara dari pada rakyatnya) sangat kuat dan pihak penguasa terlalu mengontrol segala kegiatan jemaat terhadap masyarakat; (iii) kalau perjuangan demi keadilan dianggap kritik terhadap penguasa. 5) Pembangunan Jemaat Pembangunan Jemaat dapat dimengerti sebagai vak (bagian) vertikal dan sebagai dimensi horisontal. Pembangunan Jemaat sebagai vak (bagian) vertikal dibagi atass dua bagian: pertama, koinonia atau pembangunan persekutuan dan yang kedua sibernetika atau ilmu pengendalian. a) Koinonia Koinonia ingin menumbuhkan kedekatan, kebersamaan dan dukungan satu sama lain. Di atas, dibicarakan orang kontak, fungsi itu sering dijalankan oleh ketua lingkungan. Mereka ingin membawa paroki dekat kepada umat. Mengembangkan sistem yang membagi paroki atas bagian-bagian yang lebih



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



56



kecil. Perlu memperkecil skala: tidak hanya agar jemaat dapat mendekat dan rukun, melainkan juga agar mereka dapat berpastoral dengan lebih efektif. Baik secara teologis maupun secara sosiologis, keluarga merupakan dasar untuk perkembangan hidup manusia. Keluarga dewasa ini diancam dengan berbagai macam-macam cara. Maka pastoral keluarga mendapat perhatian besar. Koinonia dapat juga diwujudkan dalam bentuk sosial-manusiawi yang ditentukan secara sosiologis. (1) Koinonia dalam grup/kelompok sosial Kelompok/grup merupakan bentuk pertama untuk kedekatan dan keakraban. Di dalamnya ada rumusan tujuan bersama dan pembagian tugas yang disepakati bersama atas dasar kebutuhan yang langsung dirasakan. Proses awal bagi kelompok yang mulai dibentuk biasanya berlangsung lama, penuh keraguraguan dan kesulitan. Dalam rangka pengembangan organisasi paroki, pembentukan kelompok ini merupakan unsur yang esensial dalam dinamika paroki. (2) Koinonia lewat partisipasi dalam hidup paroki Koinonia berarti bahwa warga paroki merasa semakin akarab dan dekat sebagai warga paroki. Usaha melibatkan semakin banyak jemaat dalam hidup paroki dapat merupakan „policy‟ paroki sehingga partisipasi jemaat itu menjadi tujuan. Koinonia lebih mudah tercapai pada nivo makro (kring, blok, kelompok basis dan lain sebagainya). Dalam skala kecil lebih mudah bagi orang beriman merasakan keakraban sebagai orang beriman bersama jemaat lain.



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



57



(3) Koinonia sebagai organisasi oleh paroki Paroki adalah organisasi hidup gerejawi pada nivo meso sosial. Hampir tidak mungkin melestarikan kelompok atau organisasi kalau ada kekurangan anggota. Namun, selama paroki memiliki sarana finansial yang cukup dan pemimpin yang baik, hal itu dapat berlangsung terus walaupun anggota hampir tidak ada lagi. Penting membangun struktur paroki, dimana terus-menerus dijaga tidak hanya relasi formal melainkan juga relasi koinonial antara nivo (tantaran/tingkatan) makro, meso, dan makro, dan antara sekian banyak kelompok sosial yang ada. b) Sibernetika atau ilmu pengendalian/kepengurusan Dalam paroki dibedakan struktur kerja dan struktur pengendalian/ kepengurusan. Dalam struktur kerja ada tiga unsur yang diolah yaitu pembagian tugas, pembagian wewenang dan penyesuaian pelaksanaan tugas. Menurut mengutip R.G. Scholten, dalam struktur pengendalian/kepengurusan yang dianggap paling penting: pengembalian keputusan. Pengembalian keputusan memperhatikan: relasi tujuan paroki, mengatur relasi antara orang dan badan dewan (dewan dan sebagainya), serta mengatur prosedur-prosedur (Hooijdonk, 1996: 60). Orang lebih memperhatikan supaya keputusan diambil dari pada supaya keputusan dilaksanakan. Kemudian dalam struktur kerja biasanya lebih memperhatikan organisasi kegiatan yang rutin seperti liturgi, katekese dan pastorat (penggembalaan) dari pada tujuan dan kegiatan yang ada hubungan



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



58



dengan kebutuhan kemasyarakatan yang memerlukan kreativitas yang selalu segar dan baru. c. Pembangunan Jemaat sebagai Disiplin Pastoral yang Diatur Secara Horisontal Pembangunan Jemaat adalah disiplin yang ditemukan kembali di dalam tiap-tiap disiplin pastoral yang lain. Kegiatan pastoral sebelumnya diatur secara vertikal dan kemudian dihubungkan secara horisontal. Dengan demikian diperoleh gambaran kehidupan paroki yang beraneka warna. Aspeknya sebagai berikut: pertama, kontak antara anggota jemaat, peneguhan dan pendampingan satu sama lain dalam saat hidup yang sulit. Kedua, penyadaran dan pendalaman yang pribadi dan religius lewat pelbagai proses instruksi serta pembagian pengalaman (proses sosialisasi). Ketiga, solidaritas dengan orang beriman. Dan yang keempat, kesaksian bersama dan perayaan bersama tentang Kabar Gembira yang dianugerahkan kepada kita dalam Yesus Kristus. Supaya sekarang oleh jemaat diberitahukan pelbagai ragam hikmat Allah kepada pemerintah-pemerintah dan penguasa-penguasa di surga, sesua dengan maksud abadi, yang telah dilaksanakan-Nya dalam Kristus Yesus, Tuhan kita. Di dalam Dia, kita beroleh keberanian dan jalan masuk kepada Allah dengan penuh kepercayaan oleh iman kita kepadaNya. (Efesus 3:10-12)



Bekerja



sama



mengandung



dan



menuntut



perundingan



serta



pembentukan kebijakan dan keputusan. Kerja sama dan organisasi itu terjadi pada garis horisontal. Namun, akan terjadi juga pada masing-masing garis vertikal. Yang mengatur kegiatan pastoral secara vertikal saja kurang



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



59



mencerminkan realitas yang sesungguhnya. Hubungan horisontal antara liturgi dan katekese jelas dalam perayaan Ekaristi. Dalam perayaan sakramen selalu ada ruang untuk katekese. De facto hubungan horisontal tidak selalu disadari umat. Perayaan di Gereja pada hari Minggu masih sering merupakan oasis bagi jemaat, yang merasa berat berjuang di dunia. Hubungan horisontal baru dapat berkembang jika ada pandangan menyeluruh: terhadap kegiatan pastoral yang mungkin diadakan dalam situasi tertentu, terhadap kebutuhan jemaat dan terhadap konteks masyarakat dan penugasan Gereja setempat. Dalam kenyataan sosial jemaat dapat dilihat bahwa komunikasi dan organisasi itu sedang mencari jalan baru lewat pembentukan kader dan pembentukan dewan-dewan. 1) Kaderisasi Jemaat menerima tanggung jawab baru serta diajak mempertanggung jawabkannya. Hubungan dengan pastor yang diangkat uskup sering kabur dan menjadi sumber ketegangan konflik. Persyaratan yang jelas untuk pengkaderan sering belum ada, seleksi belum ada atau belum ada kriteria seleksi. Sering hubungan baik lebih dipentingkan dari pada kemampuan. Perkembangan kader awam di Gereja setempat telah mengubah baik peran pastor maupun peran warga paroki. Pastor tidak lagi orang yang memegang segala-galanya dalam tangannya. Ia berbagi tanggung jawab dan kegiatan pastoralnya dengan petugas awam di paroki.



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



60



Jika lebih banyak orang beriman menjalankan fungsi pastoral (dan tidak selalu tersedia) maka dari pastor diharapkan tugas baru yang dahulu tidak dikerjakannya yaitu: menginspirasikan, mengkomunikasikan, mendukung, mengadakan evaluasi, mengkader dan memberi training; dan barangkali juga merencanakan, memprogramkan, mengorganisasikan, dan mengkoordinasikan. Peran warga paroki juga: berubah tidak hanya oleh karena warga paroki menjadi anggota dewan dan klompok kerja atau oleh karena ia menjalankan salah satu fungsi yang resmi gerejawi. Disamping itu ia pun diharapkan dapat menginspirasikan sesama orang beriman demi kesinambungan dan perluasan hidup berparoki. 2) Dewan-dewan Dengan makin berkembangnya tanggung jawab pastoral awam di paroki, di samping dan dalam hubungannya dengan tanggung jawab pastor yang sampai saat itu sering dipikul oleh pastor sendiri, berkembanglah badan atau dewan yang menjamin adanya perundingan dan sumbangan jemaat terhadap kebijakan paroki. Anggota dewan diharapkan mempunyai atau memperoleh pandangan menyeluruh tentang keadaan di dalam paroki dan masyarakat. Menentukan kebijakan berarti bahwa warga dewan itu harus memikirkan hari depan, mendahului apa yang dipikirkan oleh orang banyak; harus mengambil keputusan di mana ada banyak keinginan tetapi ada sedikit kemungkinan.



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



61



4. Kerja Sama: Pengetahuan Praktek Tentang Pembangunan Jemaat dan Teologi Praktis Asosiasi bebas mengidentifikasikan Pembangunan Jemaat dengan penyadaran beriman, pengkaderan, dan munculnya tugas baru. Asosiasi itu cocok sekali dengan pandangan para ahli Teologi Praktis; mereka membedakan garis horisontal yang melintasi semua garis pastoral vertikal. Garis horisontal itu ialah garis Pembangunan Jemaat. Diciptakan kemungkinan bagi hubungan timbal balik antara teori dan praktek. Asosiasi adalah membuat pertalian antara gagasan, ingatan, atau kegiatan panca indera. B. Aspek Dasar Pembangunan Jemaat 1. Pembangunan Jemaat sebagai Teori atau Ajaran Pembangunan Jemaat sebagai teori atau ajaran merupakan hasil refleksi atas pengetahuan praktek dan pengolahan teori fundamental ilmiah. Walaupun masih dalam bentuk yang sederhana, namun hasil ini sudah merupakan ajaran mengenai Pembangunan Jemaat. Ajaran itu merupakan sistem pengertian dan norma teologis dan sosial ilmiah yang dirumuskan demi tindak-tanduk Pembangunan Jemaat. Dapat dikatakan juga bahwa pengertian dan norma itu memberikan arah dalam pemecahan problematik Pembangunan Jemaat. Pengertian teologis dan sosial ilmiah tadi dapat diungkapkan: lewat pengertian yang lebih bersifat sosial ilmiah seperti bertindak fungsional, bertindak terarah pada tujuan dan hasil serta bertindak secara proses,



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



62



pengembangan organisasi, peningkatan partisipasi atau lewat pengertian yang lebih bersifat teologis seperti: bertindak tanduk imani, jemaat beriman lokal, umat Allah. Sistem



atau



ajaran



itu



harus



bersifat



kontekstual,



artinya



memperhitungkan aspek berikut: wujud dan kaidah empiris jemaat-jemaat gerejawi, situasi aktual dan lokal di tempat jemaat berada, sifat dan kaidah intervensi yang mau diadakan sehingga jemaat beriman dengan lebih baik menjalankan



penugasannya



dan



menjawab



permintaan



orang.



Ajaran



Pembangunan Jemaat itu harus dapat diuji dengan apakah legitim menurut norma dan pengertian teologis dan apakah efektif menurut penelitian empiris tentang berfungsinya intervensi-intervensi yang termasuk metode Pembangunan Jemaat. 2. Lima Aspek Dasar Pembangunan Jemaat Ada lima aspek dasar Pembangunan Jemaat yaitu bertindak imani dan rasional, bertindak fungsional terarah kepada tujuan dan hasil, bertindak menurut tata ruang atau pengembangan organisasi dan mengaktifkan partisipasi. Dalam bertindak rasional, tersirat aspek bertindak fungsional dan terarah pada tujuan serta hasil dan sebagainya. Bertindak fungsional mencakup penataan waktu dan sebaliknya. Demikian pula unsur lain dapat dikaitkan dengan keseluruhan dan antar mereka sendiri. dalam Pembangunan Jemaat sekarang, kelima aspek inilah yang selalu menjadi bahan refleksi.



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



63



a. Bertindak Imani dan Rasional Dalam Pembangunan Jemaat senantiasa terjadi kombinasi: antara bertindak imani dan bertindak rasional, antara bertindak mengimani karya Roh Kudus dalam Gereja dan yang merasa diteguhkan oleh tradisi yang diwariskan serta bertindak yang secara rasional mengatur sumbangan jemaat serta mengarahkannya kepada tujuan yang dapat terjangkau dan disamping itu merancang dan menguji metode serta sarana untuk mencapai hasil yang sebaik mungkin. b. Bertindak Fungsional, Terarah pada Tujuan dan Hasil 1) Fungsional Gereja adalah sarana manusiawi, lembaga manusia, organisasi sosial yang dapat dituntut kualitas manusiawi tertentu dibidang kepemimpinan dan manajemen. Cara berpikir itu legitim karena di dalamnya dirumuskan keprihatinan agar: Gereja setia pada panggilannya dan mengadakan perbuatan efektif yang merealisasikan panggilan itu 2) Terarah pada tujuan dan hasil Untuk dapat merumuskan Tujuan dan hasil perlu mengadakan diagnosis yang baik tentang pertanyaan dan kebutuhan masa kini. Tidak dapat berbuat sesuatu untuk masa depan kalau tidak bertolak pada masa kini. Masa depan itu penuh makna, jika apa yang menjadi pertanyaan dan kebutuhan sekarang akan terpenuhi nanti.



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



64



Gerak dalam Gereja lokal terarah pada terpenuhnya janji Injil kini dan di sini dalam Kristus. Hal itu menuntut bahwa Gereja memahami dengan baik situasi masyarakat dan situasi religius gerejawi di mana manusia berada saat ini. Pembangunan Jemaat ingin meningkatkan pelayanan Gereja, jemaat lokal agar dapat bergerak secara efektif dalam situasi ini. Jemaat lokal perlu juga secara berkala menyesuaikan tujuan serta tindak-tanduknya. Malah kadang perlu mencari jalan serta sarana pastoral yang baru untuk melaksanakan tujuan baru, memperluas usahanya kepada kelompok baru, dan memenuhi kebutuhan baru. c. Bertindak Menurut Tata Waktu atau Secara Proses Orang dapat memandang proses Pembangunan Jemaat dari dua segi: orang dapat meninjau kembali sejarah dan melihat Pembangunan Jemaat sebagai proses historis yang berlangsung sampai hari ini, juga dapat melihat keadaan sekarang dan hari depan serta memandang Pembangunan Jemaat sebagai tindakan intervensi untuk mempersiapkan, melaksanakan dan menstabilisasikan. Pembangunan Jemaat dimengerti juga sebagai tindakan intervensi: intervensi itu didasarkan pada kekurangan yang dilihat, kebutuhan yang tidak terpenuhi dan cita-cita yang tidak terealisasi. Intervensi itu terarah pada perubahan dan pembaharuan agar kekurangan di atasi dan cita-cita terealisasikan. Pada hakikatnya dan secara sederhana, proses itu berlangsung lewat tiga tahap yaitu, pertama: membuka orang akan perubahan atau start (unfreezing), kedua: orang mulai bekerja atau pelaksanaan (moving) dan yang



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



65



ketiga: menciptakan kondisi agar hasil yang tercapai dilestarikan, dimantapkan atau penyelesaian. d. Bertindak Menurut Tata Ruang atau Pengembangan Organisasi Bagi cukup banyak orang beiman, istilah “organisasi” bertentangan dengan “bertindak sebagai komunitas beriman”. Kalau organisasi diadakan maka terjadilah “keterpaksaan”. Perlawanan terhadap organisasi dalam jemaat beriman dapat dibandingkan dengan perlawanan terhadap rasionalitas serta bertindak fungsional dan terarah pada hasil. Organisasi tidak boleh disamakan dengan menata dan mendesak agar hukum serta petunjuk gerejawi dipatuhi; juga tidak dengan mewajibkan orang beriman agar berfikir sesuai dengan katekismus dan dogmatik. Organisasi tidak hanya dan malahan tidak terutama menciptakan struktur. Atas dasar penelitian yang seksama, pakar ilmu sosial seperti Hendriks dan Likert, menekankan bahwa yang vital dan yang menjadi perioritas bagi jemaat adalah usaha usaha menciptakan relasi yang baik antar manusia; menciptakan komunikasi terbuka yang memungkinkan orang dapat berkembang menurut apa adanya (Hooijdonk, 1996: 72). Dinamika sosial merupakan syarat bagi organisasi gerejawi agar dapat berfungsi dan terarah kepada tujuan dan tugas Pembangunan Jemaat kiranya dapat belajar banyak dari teori sosial dinamis ini; dan juga dari praktek dalam hidup organisasi, ekonomi dan kemasyarakatan yang diinspirasikan oleh teori itu.



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



66



e. Mengaktifkan partisipasi Metode ilmu sosial seperti pembangunan masyarakat dan pengembangan organisasi mendorong dan menumbuhkan partisipasi yang aktif dalam proses perubahan. Teologi bersifat normatif tetapi ilmu sosial mempunyai banyak pertanyaan mengenai keadaan jemaat yang baru diaktifkan: sampai seberapa jauhkah jemaat atau kelompok dalam jemaat sudah berkembang. Mengutip Jan Hendriks, menunjukkan faktor-faktor yang merupakan prasyarat dalam jemaat untuk merealisasikan cita-cita. Ia juga menekankan bahwa realisasi harus berlangsung sebagai proses dan secara bertahap (Hooijdonk, 1996: 73). Untuk membantu mengaktifkan jemaat diterbitkannya buku yang kedua mengenai Pembangunan Jemaat dalam mana fokus diletakkan kembali pada paroki yang menarik dan vital. Dari pihak sosiologi dan agama, perhatian ilmiah justru diarahkan kepada yang disebut paroki biasa. Mereka mencari kemungkinan bagi Pembangunan Jemaat untuk memperbaiki dan mengubah paroki biasa itu: “oleh karena di situ masih terjadi bagian terbesar karya pastoral” (Hooijdonk, 1996: 73). Sebagai proses agogsis (bersifat menuntun), Pembangunan Jemaat harus dan mau bekerja dengan manusia yang beriman. Agogi itu tidak mau memaksa atau menekan, melainkan mau mengadakan relasi kerjasama yang fungsional untuk mencapai sesuatu. Agogi (aktivitas memimpin/membimbing) mau bekerja sama sebagai rekan, dengan empati terhadap orang lain dan sekaligus penuh perhatian terhadap perasaannya sendiri.



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



67



3. Sebuah Model Masih ada cara lain untuk memandang keseluruhan yaitu dengan bertolak pada satu aspek fundamental saja. Cara memandang keseluruhan itu juga disebut model. Aspek proses sebagai titik tolak untuk melihat keseluruhan. Hal itu berarti bahwa Pembangunan Jemaat dikembangkan lewat fase-fase waktu. Maka Pembangunan Jemaat secara proses: bersifat imani dan rasional, bersifat fungsional dan tujuan serta hasil „oriented‟, menata ruang bertindak dalam pengembangan organisasi, dan menggiatkan partisipasi jemaat pada proses. Bertindak secara intervensi mempunyai waktunya sendiri, ada fase-fase dalam proses. Masing-masing fase terdiri atas sejumlah (set) tindakan yang memberi sumbangan karakteristik kepada proses. Dalam paragraf sebelumnya sudah disebutkan tiga macam set tindakan, sesuai dengan teori Kurt Lewin: start atau unfreezing, pelaksanaan atau moving, dan pemantapan atau freezing (Hooijdonk, 1996: 60). C. Pembangunan Jemaat sebagai Proses 1. Pengantar a. Aspek Metodik Manusia biasanya bertindak secara proses namun ia tidak selalu menyadarinya. Dalam jemaat yang sedang mengembangkan diri sudah berlangsung sejumlah proses, akan tetapi biasanya secara spontan, artinya kurang disadari dan tidak sengaja. Dari tindakan proses secara spontan dapat



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



68



dibeda-bedakan bertindak secara proses diatur secara sistematis dan terarah pada tujuan. Bertindaknya yang demikian, sebagai intervensi dan merupakan aspek metodik Pembangunan Jemaat. b. Pembangunan Jemaat sebagai Proses Proses adalah gerak dan perubahan, penataan waktu, pengembangan dimana dapat dibedakan saat atau fase, tahap tertentu. Tahap-tahap itu merupakan deretan situasi atau rangkaian tindakan (yaitu intervensi) yang menyebabkan “situasi” tertentu. Secara global dapat dikatakan bahwa proses mulai bergerak dari situasi awal yang kurang diinginkan menuju ke situasi akhir yang kurang dikehendaki: melalui serangkaian tindakan yang membawa proses menuju tujuan yang dikehendaki. Pembangunan Jemaat dengan sadar mengatur waktu, mendeskripsikan rangkaian tindakan yang termasuk satu fase, kemudian memulai fase itu dengan memakai pengertian teoritis; tindakan selanjutnya akan disesuaikan dengan tujuan yang mau dicapai, demgan konteks yang de Facto ada dan dengan tercapai tidaknya hasil. Proses yang mementingkan unsur belajar dan dalam mana pimpinan paroki berperan sebagai guru berbeda dengan proses dimana inisiatif orang yang bersangkutan menjadi fokus pokok. Kemudian rantaian tindakan atau fase ditentukan juga oleh pertimbangan kemungkinan atau taktik yang dipakai. Tambahan pula dalam masing-masing fase dapat dibedakan teknik dan sarana.



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



69



2. Dua Polaritas dalam Proses Dalam studinya mengenai perkembangan organisasi C. Zwart, menyebut dua polaritas yang fundamental: masa lalu ↔ masa depan dan cita-cita / konsepsi ↔ kenyataan. Berfikir tentang masa depan jemaat lokal yang membandingkan masa lalu dan masa kini dibedakan dengan berfikir tentang cita-cita, konsep Gereja jemaat lokal itu yang membandingkan kenyataan jemaat. Maka berpikir tentang teori masa depan tidaklah identik dengan berpikir tentang realisasi cita-cita (Hooijdonk, 1996: 77). Mencari jalan itu berarti mengatur kemungkinan-kemungkinan secara sistematis, memikirkan untung ruginya, kalau perlu mengadakan eksperimen dengan alternatif-alternatif sehingga akhirnya sampai pada pilihan yang paling memungkinkan menuju hari depan yang dibayangkan. Polaritas kedua itu, yaitu polaritas antara cita-cita dan kenyataan, dianggap unsur khas Pembangunan Jemaat. Rasa tidak puas dengan situasi kini harus mendorong untuk berefleksi atas asal usul Gereja. Kalau tidak maka tindakan pastoral kita yang sistematis akan menjadi teknik yang kosong. Dalam sejarah Gereja, khususnya pada masa kemunduran, gerakan spiritualitaslah yang biasanya membawa pembaharuan. Sebagai contoh dapat disebut gerakan spiritual Fransiskan dan Dominikan di abad pertengahan. Berpikir tentang masa depan, pada dasarnya merupakan perbuatan iman. Karena di dalamnya ada kesadaran bahwa Kerajaan Allah akan datang dan sudah datang. Lagi pula kesadaran bahwa Kerajaan Allah dipercayakan kepada kita,



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



70



sebagai bendahara. Oleh sebab itu, kita harus memeliharanya sehingga dapat berubah seratus kali lipat (Luk 8:8). 3. Polaritas dan Pengembangan Berpikir dalam polaritas adalah berpikir dalam dua pola yang saling mengisi: masa lalu dan masa depan sebagai awal dan akhir proses, cita-cita dan kenyataan sebagai ketegangan antara cita-cita dan relasi cita-cita itu. Ketegangan itu mendorong ke perubahan aktif. C. Zwart lebih suka berbicara mengenai perkembangan dari pada mengenai perubahan: masa depan berkembang dari masa lalu sedangkan kenyataan sekarang berkembang dari citta-cita. Pengembangan adalah pengembangan bertahap yang menghormati irama hidup manusia (Hooijdonk, 1996: 79). Pengembangan adalah campur tangan, intervensi, dalam perjalanan historis paroki. Pengurus paroki dan para warganya harus bersedia menerima serta membantu. Pengembangan merupakan rangkaian intervensi yang bersifat cukup eksperimen. Pengembangan paroki tidak pernah selesai. Situasi dan manusia senantiasa meminta orientasi ulang, eksperimen baru dan banyak proyek baru. Kedua polaritas masa lalu ↔ masa depan dan cita-cita ↔ kenyataan dapat digambarkan dengan dua garis yang tegak lurus yang satu pada lain sebagai berikut:



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



71



cita-cita



tahap-tahap PJ masa lalu



masa depan ket: PJ = Pembangunan Jemaat



kenyataan



Dari bagan tersebut tampak bahwa masa lalu mendahului dan mempengaruhi fase-fase dalam proses Pembangunan Jemaat. Hal itu perlu diperhitungkan dalam proses. Setiap fase horisontal mesti ada ketegangan vertikal antara cita-cita dan kenyataan. Maju dalam perjalanan proses berarti: bawa jarak antara cita-cita dan kenyataan makin kecil, atau bahwa cita-cita makin dekat satu sama lain. Dapat dikatakan juga bahwa tujuan semakin konkret, secara realistis dan semakin dapat terjangkau. Lagi pula dalam berlangsungnya proses, kita mempelajari cita-cita manakah yang dapat menjadi kenyataan. 4. Perspektif Aktor dan Perspektif Sistem a. Perspektif Aktor 1) Perspektif Aktor Horisontal Perspektif aktor dapat kita gambarkan pada suhu horisontal yang menghubungkan polaritas masa lalu dan masa depan. Kalau perkembangan paroki mau terlaksana maka: para anggota paroki sendiri, secara aktif, harus



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



72



menangani proses perubahan dan demi itu, mereka sendiri juga harus mengalami proses perubahan. Dari sudut perspektif aktor – para anggota paroki dan menurut keterlibatan mereka dalam proses – dapat dibedakan dalam lima tahap yaitu tahap orientasi, penelitian, perencanaan, pelaksanaan, dan pemantapan. a) Tahap orientasi Para anggota kelompok paroki semakin sadar bahwa perubahan diperlukan. Kelompok kecil mempelopori proses perubahan. Pengamatan pertama: permasalahan apa yang muncul; apakah para warga paroki mulai menyadari bahwa perubahan itu penting bagi hari depan paroki serta merupakan kepentingan mereka sendiri? apakah persetujuan terhadap proses perubahan iu sudah meluas? b) Tahap penelitian Permasalahan yang sudah diamati diperdalam via diagnosis sistematis. Untuk itu tersedia macam-macam model analisis. Bagi proses perkembangan perlu sekali bahwa paroki memfasihkan diri dengan diagnosis dan prognosis. Alangkah baiknya kalau paroki berhasil membuat diagnosis dan pragnosis diri. c) Tahap perencanaan Menurut teori proses, motivasi untuk menangani proses perubahan secara efektif diransang, kalau umat paroki sendiri merumuskan tujuan yang dapat terjangkau. Mereka perlu memilih apa ynag perlu dibuat sekarang, perlu juga mengambil keputusan sehingga pelaksanaan perubahan terjamin: yaitu tentang



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



73



pembentukan kelompok kerja, mengenai pengadakan eksperimen-eksperimen, mengenai pencarian fasilitas personal dan material . d) Tahap pelaksanaan Pelaksanaan tergantung pada pembagian tugas serta tanggung jawab yang baik; juga pada jelas tidaknya penugasan pimpinan yang akan mengendalikan, mengkoordinasikan, dan mengontrol pelaksanaan. e) Tahap pemantapan Tujuan yang terjangkau serta tujuan kualitas itu perlu diidentifikasikan dan diuji sehingga para pelaku proses merasa bahwa jerih payah mereka menghasilkan buah. 2) Perspektif Aktor Vertikal Menurut pendapat C. Zwart, bahawa perspektif aktor juga dapat digariskan pada poros vertikal yang menghubungkan polaritas kedua: cita-cita ↔ kenyataan. Pembangunan Jemaat merupakan kegiatan ynag dikendalikan oleh konsep teologis. Berpikir teologis, sebagai orang beriman mengenai masa depan jemaat bersifat eskatologis. Kesadaran bahwa dalam Yesus dan Gereja-Nya, keselamatan sudah ada ditengah kita dan sekaligus bahwa kedatangannya harus mencapai kesudahannya, mengarahkan refleksi teologis dalam masing-masing tahap proses. Pada setiap tahap diharapkan melihat dimensi iman dalam konsep teologis itu (Hooijdonk, 1996: 82-83).



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



74



a) Orientasi Menjadi sadar berarti menjadi sadar sebagai orang beriman: apakah karya gerejawi yang kita jalankan dalam praktek menjawab penugasan oleh jemaat Gereja? Dari antara permasalahan yang kita alami, manakah yang penting dalam rangka masa depan Gereja? b) Penelitian Teologi Praktis pertama-tama melihat kenyataan jemaat dan menentukan apa yang menjadi batas bagi keterjangkauan. Kemudian Teologi Praktis merumuskan permasalahan yang ada dalam konteks kemasyarakatan dan gerejawi disitu. Teologi Praktis memberikan gambaran tentang faktor yang menentukan pembangunan intern jemaat. Lewat hasil penelitian empiris, dapat dimengerti apa yang sebenarnya terjadi dijemaat. Yang penting ialah bagaimana kita sebagai gereja memandang perkembangan masyarakat dan Gereja. Walaupun di Indonesia dampak modernisasi menjadi kabur oleh karena masih kelihatan adanya pertumbuhan, namun kiranya sudah sampai waktunya untuk menanyakan, dengan pandangan teologis manakah jemaat beriman menangkap dan mengalami perubahan dalam masyarakat masa kini. c) Perencanaan Dalam tahap perencanaan ini akan melihat cita-cita. Melihat ke tahap (pelaksanaan) dalam mana cita-cita itu akan di tempatkan di dalam dimensi waktu. Hal itu artinya bahwa cita-cita harus diterjemahkan kedalam tujuan yang



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



75



dapat terjangkau. Inilah pilihan yang sangat prinsipal. Disamping itu harus memilih strategi. Paroki, sampai kini terutama sangat memperhatika liturgi. Di masa depan, paroki harus lebih prihatin terhadap kebutuhan problem yang besar dalam masyarakat. d) Pelaksanaan Tidak terutama lewat diskusi yang panjang melainkan lewat pelaksanaan perubahan akan menjadi jelas latar belakan ideologis mana yang menghalangi proses perubahan. Kemahiran hermeneutis – komunikatif dapat membantu untuk menangani hambatan tersebut. e) Pemantapan Operasionalisasi tujuan yang sudah dipilih dan penyesuaian tujuan secara terus-menerus



agar



dapat



semakin



terjangkau



merupakan



dasar



bagi



pembentukkan kriteria evaluasi. Perasaan warga paroki sendiri bahwa cita-cita mereka sedikit demi sedikit terwujud merupakan syarat yang paling baik bagi pemantapan.



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



76



3) Polaritas dalam Perspektif Aktor



Model proses Pembangunan Jemaat dari sudut perspektif aktor



b. Perspektif Sistem Menurut ilmu pengetahuan sosial, kenyataan sosial dapat bertumbuh menjadi kenyataan sendiri yang relatif independen dari subjek yang membawanya. Kenyataan sosial itu dapat mendukung tetapi juga menekan subyek itu. Perhatian terhadap kenyataan sosial yang kurang lebih independen ini disebut perspektif sistem. Perspektif sistem menggaris bawahi kompleksitas dan iterdependensi gejala sosial itu. 1) Perspektif sistem dalam lima tahap Pada as (poros) horisontal kita melihat perkembangan sistem sebagai objek perubahan dari masa lalu ke masa depan. Pada as vertikal kita melihat ketegangan antara cita-cita dan kenyataan dalam sistem. Proses perkembangan



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



77



dalam lima tahap sudah diolah bagi perspektif aktor. Untuk perspektif sistem perlu diberi petunjuk sebagai berikut: a)



Model Jan Hendriks, jemaat yang vital dan menarik menyebutkan lima



faktor yang menurut dia paling penting bagi jemaat. Kelima faktor itu sudah diuji secara ilmiah. Sistem terbuka Paul Dietterich tidak hanya menyebut faktor di dalam melainkan juga faktor di luar sistem – inilah faktor dalam konteks jemaat lokal. Model mereka bermanfaat bagi tahap penelitian (Hooijdonk, 1996: 86). b)



Mulai dari tahap perencanaan perlu diadakan pilihan. Pendekatan yang



dipakai dalam fase „planning‟ ini ialah pendekatan menurut fase. Maka ilmu sosial suka berbicara tentang manajemen proyek. Bidang permasalahan dan kelompok sasaran diseleksi. Kemudian membentuk kelompok proyek khusus yang mulai menangani proyeknya dengan sarana yang tersedia. c)



Pelaksanaan baru dapat dikatakan efektif kalau hasil yang diharapkan



sudah mulai nyata atau dibuat nyata. De facto dalam praktek sering terjadi bahwa hasil yang dicapai bukanlah merupakan cermin dari tujuan yang kita rumuskan pada awal proses. d)



Dapat terjadi bahwa proyek demi perbaikan kepemimpinan dalam paroki



tidak terutama menghasilkan pemimpin yang lebih baik, namun menghasilkan pengertian akan kesulitan masing-masing anggota dewan dan macam kesulitan yang terdapat dalam hal memimpin dan mendampingi.



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



78



c. Aktor



dan



Perspektif



Sistem



Terpadu



dalam



Satu



Proses



Pengembangan Kalau ingin membawa paroki lebih dekat pada tujuannya, maka harus menggerakkan dan membentuk „person-person‟ dalam jemaat. Karena itu, model pengembangan ini adalah „person-oriented‟. Model perkembangan yang kedua adalah pengembangan relasi-relasi di paroki. Model perkembangan ini terarah pada komunikasi, kerjasama, kepemimpinan, dan ruang untuk pengembangan grup. Mengutip dari sosiolog Jan Hendriks berkata pula bahwa paroki merupakan kenyataan sosial dan organisme dengan struktur dan dinamikanya sendiri; kenyataan sosial tersebut kemudian mempengaruhi dinamika dan aspek struktural dalam relasi dan dalam pejabat, aktivis, serta pelaku pastoral (Hooijdonk, 1996: 88). Menurut para sosiolog organisasi paroki merupakan jaringan relasi yang bekerja sama dan yang bertujuan „oriented‟. Kalau jaringan relasi itu tersusun dengan rapi dan jelas maka tindak-tanduk organisatoris jemaat terpengaruh olehnya.untuk itu pengembangan paroki tidak hanya mencakup: perilaku pribadi dan kebiasaan, pemikiran pribadi dan pola pemikiran, mentalitas pribadi dan sikap, hubungan antar pribadi dan pola komunikasi, serta pembagian tugas dan tanggung jawab antar pribadi. Melainkan juga mencakup prilaku dan cara berpikir umat paroki sebagai totalitas, sebagai mana menjadi nyata dalam: kebijakan paroki dan relasi tujuan, pilihan dan penilaian fungsi pastoral, cara bermusyawarah dan komunikasi, serta pembagian tugas dan tanggung jawab.



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



79



Maka pengembangan paroki baru lengkap kalau di dalamnya paroki berfungsi sebagai totalitas. 5. Umpan Balik dan Evaluasi Menurut teori proses perlu juga mengadakan umpan balik (feedback). Feedback itu bukan saja pada tahap akhir melainkan juga sesudah setiap tahap agar dapat mengetahui apakah proses memang menuju ke tujuan melalui intervensi yang sebelumnya direncanakan. Umpan balik disebut juga evaluasi. Teori evaluasi membedakan beberapa bentuk evalusi: a. Evaluasi produk dan proses Evaluasi produk menilai apakah tujuan yang dietapkan tercapai. Evaluasi produk mengandaikan bahwa tujuan dirumuskan atau dioperasionalkan sedemikian rupa sehingga sesudahnya hasil yang tercapai dapat diuji sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Dalam evaluasi produk, perhatian ditujukan juga kepada latar belakang tujuan, pada visi, dan penilaian situasi. Evaluasi proses memperhatikan perspektif aktor, keterlibatan peserta dalam proses, dan komunikasi antara peserta dalam proses. b. Evaluasi formatif Dalam proses perlu menoleh kebelakang, mengadakan umpan balik: melihat kembali pada permulaan, melihat kembali beberapa tahap sebelum tahap aktual sekarang, melihat kembali permulaan tahap yang sekarang dikerjakan. Dari tahap perencanaan, harus kembali ketahap penelitian. Evaluasi formatif



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



80



mensinyalir – sambil proses berlangsung lewat evaluasi proses atau produk dimana proses berada dan apakah perlu dilakukan penyesuaian. c. Evaluasi sumatif Evaluasi sumatif tidak merupakan sarana demi kepentingan pribadi saja. Pembangunan Jemaat mengadakan juga perayaan bersama. Dalam hidup orang beriman, berkaryanya Roh tidak hanya mendapat wujud dalam pengalaman hidup sehari-hari melainkan juga lewat pertemuan liturgis yang khusus dimana orang beriman mengungkapkan rasa syukur mereka satu sama lain dan terhadap Tuhan 6. Kelompok Pendamping Berdasarkan ilmu sosial harus berhati-hati karena tugas kelompok pendamping sangat kompleks. Masalah yang muncul terutama sehubungan dengan profesionalitas tugas, kewibawaan, relasi dengan dewan-dewan dan kelompok kerja yang lain dan lamanya proyek. Pembangunan Jemaat adalah aktivitas pastoral baru. Aktivitas itu sering disebut kegiatan awam dan dipercayakan kepada pekerja pastoral, seakan-akan tidak ada problematik dalam hubungan dengan jabatan, van Kessel (1989) malah merumuskan argumentasi teologis agar Pembangunan Jemaat sebagai aktivitas koinonial mendapatkan tempatnya pada jemaat: laos – laikal (Kessel, 1997:1). Kalau membutuhkan kualitas profesional maka diharapkan memberi kesempatan kepada pejabat laikal untuk mengikuti pendidikan profesional yang memadai.



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



81



D. Masing-masing Tahap dalam Proses



1. Tahap Orientasi: Pengamatan Pertama a. Inisisatif Inisiatif akan pembaharuan dapat dilakukan berbagai orang atau kelompok di dalam atau di luar paroki. Secara global dapat dibedakan: pemimpin pusat, pastor, dewan paroki dan orang atau kelompok lain. b. Kontak Perlu mengadakan kontak untuk menggerakkan proses pembaharuan, untuk itu tokoh atau kelompok yang berpengaruh harus didekati. Meski pastor



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



82



atau dewan paroki atau tokoh-tokoh lain mendapat banyak kritik, namun tidak boleh tidak melibatkan mereka dalam usaha pembharuan. Tanpa usaha pembaharuan mereka akan gagal. Disamping itu, perlu mendekati orang kunci yang lain tanpa memperhitungkan apakah sikap mereka terbuka, tidak perduli atau tertutup. c. Menciptakan Kesediaan Membantu Harus ada rasa tidak puas dengan situasi dari sebagian besar umat dan diungkapkan dengan jelas. Orang kunci harus mendukung pembaharuan secara faktual: tidak hanya pastor, melainkan juga pemimpin informal yang penting. Perlu juga persetujuan warga jemaat yang seluas mungkin dan dimana mungkin, partisipasi mereka. Akhirnya perlu juga memperhatikan faktor yang menentang pembaharuan. d. Pilihan Strategi Strategi dapat berarti bahwa kita mencari bantuan seorang pakar. Dapat juga bahwa mau mengadakan proses pengembangan yang panjang. Di dalamnya ada kemungkinan seperti: strategi kerjasama, strategi belajar dan strategi aksi. e. Perjanjian Pada khususnya perlu membuat perjanjian tentang masalah atau masalahmasalah manakah yang akan ditangani terlebih dahulu. Hal itu mengandaikan bahwa masalah-masalah akan diinventariskan dan diatur menurut bobot dan urgensinya. Kualitas perjanjian dan konkretnya perjanjian akan diukur dengan



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



83



jelas.



Pokok fase orientasi



ialah supaya



diadakan



janji-janji



yang



memungkinkan proses dimulai. Diagnosis yang mendalam, rumusan tujuan, perencanaan kegiatan yang akan diadakan dalam fase-fase berikut. 2. Tahap Penelitian Penelitian bertolak pada fase orientasi. Dalam fase orientasi, masalah sudah dilokalisasi dan diberi interpretasi sementara; dicoba mengadakan prioritas; kemudian diadakan perjanjian mengenai kerelaan untuk bekerja sama dan kemungkinan untuk menangani masalah. Fase penelitian akan mengadakan diaknosis dan prognosis formal: Penelitian mengamati masa kini dan masa lalu dan kemudian mengadakan diagnosis. a. Perspektif Aktor dan Perspektif Sistem Dari sudut perspektif aktor penting sekali kalau jemaat lokal membuat diagnosis dan prognosisnya; atau membuat diagnosis-diri dan prognosis-diri. Dari sudut perspektif sistem diperlukan – sesudah seleksi problem yang mau ditangani – gambaran ikhtisar untuk mengidentifikan masalah. Ikhtisar itu diperoleh dari model analisis. Ada bermacam-macam model analisis, pertama model analisis mengutip dari Jan Hendriks ialah lima faktor: identitas, tujuan serta pembagian tugas, struktur, kepemimpinan, dan iklim. Kedua, model sistem terbuka mengutip dari Paul Dietterich. Paul Dietterich menggaris bawahi pentingnya tiga faktor dalam konteks jemaat yaitu: faktor gerejawi, faktor kemasyarakatan, dan faktor pribadi (Hooijdonk, 1996: 95). Masing-masing faktor (dalam model analisis) akan menolong operasionalisasi penugasan Injili



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



84



sesuai dengan kenyataan dan kemudian melihat kenyataan itu dalam terang penugasan Injili tadi (cita-cita norma). b. Diagnosis Profil analitis dengan bantuan konsep identitas menjawab kedua pertanyaan berikut ini: siapa kita dan misi serta panggilan kita. Analisis dapat diadakan juga berdasarkan konsepsi teoritis. Identitas menjawab kedua pertanyaan berikut ini: siapa kita dan apa misi serta panggilan kita. Analisis dapat diadakan juga berdasarkan konsepsi teoritis seperti: Gereja sebagai institut, sebagai institut, sebagai organisasi, sebagai organisme atau berdasarkan konsepsi identitas, kepemimpinan, tujuan dan tugas, struktur, iklim atau berdasarkan



konteks



jemaat



lokal:



gerejawi,



kemasyarakatan,



pribadi



(Hooijdonk, 1996: 96). Penelitian tidak boleh berhenti pada lokalisasi teoritis saja. Perlu mencari sebab mengapa semangat sampai macet. Perlu mencari garis penghubung antar gejala. Kiranya pembirokrasian terlalu menekankan institusionalisasi yang berlawanan dengan gerak-gerak non-institusional dalam paroki, yang merupakan ungkapan semangat awal dan tanda kegiatan Roh dalam paroki. Faktor yang ditemukan via model analisis sering mempunyai segi terang dan segi gelap. Misalnya ada kekurangan tenaga namun ada juga tenaga yang tidak dipakai; ada masalah yang dianggap terlalu besar bagi paroki, namun ada kelompok lain yang sedang menghadapi problem yang sama, tanpa diketahui oleh semua kelompok.



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



85



c. Prognosis Prognosis dalam hal ini diartikan sebagai ramalan tentang peristiwa yang akan datang. Prognosis sering dimulai dengan situasi yang diinginkan agar situasi yang tidak diinginkan berusaha terlebih dahulu menunjukkan arah tindakan pastoral di masa depan, prognosis yang merumuskan situasi yang diinginkan berusaha terlebih dahulu menunjukkan arah tindakkan pastoral di masa depan. Arah itu berfungsi sebagai penunjuk jalan. Petunjuk jalan itu harus sejajar dengan pertanyaan identitas dalam diagnosis seperti tersebut di atas. d. Petunjuk yang Membantu Prognosis Skenario



juga



merupakan



sarana



ilmu



sosial



dalam



proses



pengembangan. Sarana menjadi stimulans untuk berfikir tentang hari depan. Skenario mau menangani masa depan secara kreatif dan didapatkan dengan mengkhayalkan masa depan secara konkret. Masa depan itu sering merupakan ekstrapolasi masa kini; walaupun tidak mutlak, ada empat macam skenario: skenario trend, skenario pesimistis, skenario optimistis dan skenario balans. 1)



Skenario trend memperluas data di luar data yang tersedia di masa kini



tetapi tetap mengikuti pola kecendrungan data yang tersedia itu. Misalnya skenario trend menggambarkan hari depan lima tahun mendatang sambil bertolak pada perkembangan (trends) yang ada dalam situasi sekarang. 2)



Skenario pesimistis mengkalkulasikan pukulan dengan mendadak dapat



terjadi dalam lima tahun mendatang. Ada misalnya beberapa pastor muda yang



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



86



mati mendadak maka pekerjaan menjadi terlalu berat bagi pastor tua. Maka para pastor tidak mau melayani lebih dari satu gereja. Lalau ditengah malapetaka itu dicari seseorang yang berani mengambil keputusan, lebih baik seorang atasan. 3)



Skenario optimistis mengandaikan bahwa dalam lima tahun mendatang



jumlah orang awam, pria dan wanita, sudah mencukupi untuk memimpin jemaat lokal secara inspiratif. 4)



Skenario balans merupakan keseimbangan atau balans antara skenario



trend dan skenario optimistis. Skenario balans dianggap realistis karena situasi trend tidak dibiarkan begitu saja. Skenario balans prihatin terhadap urgensi dan secepatnya perubahan dalam Gereja. Tahap penelitian penting dalam proses pembangunan dan penentuan tahap-tahap berikutnya. Tahap perencanaan mengoprasionalkan tahap penelitian. Tahap pelaksanaan dan tahap pemantapn mengevaluasi hasil atas dasar apa yang ditemukan dalam penelitian, baik dalam diagnosis maupun dalam prognosis. 3. Tahap Perencanaan Tahap perencanaan merupakan transisi dari tahap penelitian ketahap pelaksanaan. Diagnosis diharap menunjukkan bidang aksi. Prognosis tidak boleh berhenti pada skenario yang tidak menentu. Tujuan yang dapat terjangkau diperlukan kalau mau sampai aksi. Fase perencanaan dibulatkan dengan pengambilan keputusan karena program menjadi pelaksanaan lewat keputusan yang diambil oleh mereka yang terlibat.



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



87



a. Faktor Penghambat dan Pelancar dalam Proses Pengembangan Faktor penghambat dan faktor pelancar dapat ditemukan lewat brainstroming atau lewat dua kolom saja yaitu kolom penghambat dan kolom pelancar sebagai berikut:



FAKTOR PENGHAMBAT



FAKTOR PELANCAR



- Orang mempunya kepentingan supaya situasi sekarang tidak berubah



- Orang mempunyai kepentingan kalau situasi berubah menjadi situasi yang diinginkan



- Perubahan yang tidak dikenal hasilnya - Perubahan berarti bahwa perlu menimbulkan rasa yang tidak enak mencari lagi dilain tempat dan tidak aman - Situasi sekarang memiliki segi menarik yang akan hilang kalau perubahan terjadi



- Orang yang hingga sekarang tidak turut serta mempunyai kemungkinan untuk terlibat dalam situasi yang baru



Faktor penghambat dan pelancar ini perlu dipertimbangkan: 1)



Menurut efektivitasnya, yaitu faktor manakah yang paling berpengaruh



pada terjadi tidaknya situasi baru? 2)



Menurut kemungkinan memakai pengaruh itu, yaitu kalau pastor tadi tidak



ikut mendorong perubahan maka hampir tidak mungkin perubahan itu akan terjadi.



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



88



3)



Menurut legimitas (keabsahan) perubahan, yaitu apakah perubahan yang



hendak diadakan dapat dibenarkan? Apa yang baik, membawa selamat, syalom, bagi Gereja atau jemaat setempat? Pertanyaan mengenai legitimitas itu merupakan pertanyaan sentral yang erat hubungannya dengan diagnosis dan prognosis: siapakah kita ini sebagai Gereja dan apa misi kita? b. Metode Kerja Metode adalah cara bertindak yang cepat dan dipikirkan dengan baik untuk mencapai tujuan. Penelitian ilmiah menguji metode: efektivitas, keabsahan serta relevansi teologisnya bagi masalah aktual gerejawi dan manusiawi. Dalam metodik Pembangunan Jemaat dapat dibedakan tiga komponen teoritis yaitu: konsep, strategi, dan sarana. Sebagai konsep teologis dapat dipilih struktur karismatis jemaat setempat. Menurut konsep itu orang beriman harus sebanyak mungkin dilibatkan dalam karya paroki dengan memperhitungkan pendapat dan kemampuan mereka. Strategi mengantisipasi reaksi-reaksi dari pihak lain. Model-model strategi yang paling dikenal ialah berikut ini: 1) Model pakar Untuk menentukan jalan menuju hari depan dimintakan nasihat seorang pakar; relasi dengan pakar yang membantu itu berhenti sesudah ia memberikan advisnya.



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



89



2) Model kerja sama Penentuan jalan menuju kehari depan dilakukan dalam perundingan antara pembimbing dengan yang dibimbing. Penentuan itu makin disesuaikan dalam hubungan timbal balik terus-menerus antara pembimbing dan yang dibimbing. Pembimbing mendorong pengertian dan kemampuan orang yang dibimbingnya. 3) Model aksi Jemaat sendiri terlalu besar, kurang dinamis, dan terlalu apatis untuk mencari jalan lain. Dewasa ini sering dipakai aksi-aksi yang disiapkan dan dipimpin dengan baik oleh kelompok aksi yang khusus dibentuk untuk itu. 4) Model belajar Model belajar mempunyai kesamaan dengan model kerjasama: tidak hanya perencanaan melainkan juga pelaksanaan terjadi dalam kerja sama antara pembimbing dan yang dibimbing. Perencanaan, pelaksanaan dan pengolahan adalah hal yang perlu dipelajari. Model kerjasama dan model belajar membutuhkan waktu yang lebih panjang walaupun keuntungannya ialah bahwa kedua model terakhir lebih meransang partisipasi. c. Membuat Program Program merumuskan bidang dalam mana aksi bergerak, tujuan yang mau dicapai, dan langkah yang diperlukan untuk mencapai tujuan itu. Program



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



90



mengkonkretkan strategi yang diikuti, sarana yang digunakan, orang yang dilibatkan, material dan keuangan ynag diperlukan. Program yang baik merupakan



buah



pikiran



yang



konkret



dan



berlandaskan



pada



pengalaman.namun program yang baik perlu diuji supaya efektif dan efisien. Pertanyaan berikut ini dapat dipakai menguji program: Apa program konsisten dengan konteks atau situasi?, Apakah program sejalan dengan pedoman intern jemaat, dengan gaya manajemennya, dengan pandangan jemaat mengenai tugas dan misinya?, Apakah proyek sesuai dengan sumber dana dan daya yang tersedia?, Apakah resiko yang terkait dengan program dapat diterima?, Apakah timing untuk program ini tepat? Atau perlu ditunda dulu? Dan apakah ada hal lain yang perlu dipertimbangkan? d. Proses Pengambilan Keputusan Pengambilan keputusan itu merupakan langkah tersendiri dalam tahap perencanaan tidak ada gunanya melaksanakan keputusan. Pembangunan Jemaat dari sudut perspektif aktor meminta partisipasi dan persetujuan sebesar mungkin dari para anggota jemaat dalam paroki. Suatu masalah dapat memerlukan pemecahan lain yang lebih cepat. Akan tetapi, proses yang lebih cepat pun memerlukan prosedur pengambilan keputusan dengan saksama. Untuk itu perlu rumusan progmasi yang baik. Rumusan program itu harus dipresentasikan oleh pengurus kepada masing-masing kelompok kerja dan dewan paroki agar diketahui dan didukung seluas mungkin.



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



91



e. Catatan Tambahan: Manajemen Proyek Manajemen proyek sedang menjadi objek studi sendiri. Unsur-unsur manajemen proyek adalah: 1) Proyek memerlukan kelompok proyek. Kelompok proyek itu diatus secara intern dan ekstern: yaitu seorang pemimpin proyek dan staf proyek. Kelompok proyek perlu dideskripsikan dan harus ada pembagian tanggung jawab dan wewenang. 2) Proyek terarah pada tujuan tertentu: maka perlu konkretiasi tujuan, kelompok sasaran dan akhirnya juga hasil yang mau dicapai. 3) Proyek harus di tempatkan di dalam keseluruhan aktivitas paroki. Bagi orang lain dalam paroki, proyek harus mendukung dan tidak mengganggu. 4) Maksud dan arti proyek menjadi jelas lewat pilihan yang dilakukan dan keputusan yang diambil. 5) Proyek mempunyai konsekuensi bagi perkembangan konsep dan cita-cita dalam jemaat. Akan tetapi juga bagi investasi manusia dan uang dalam paroki. Paroki perlu menyediakan kemungkinan untuk belajar, kalau mau mulai bekerja secara proyek.



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



92



4. Tahap Pelaksanaan Dalam tahap pelaksanaan segala aktivitas perlu diorganisasi dengan baik. Disamping tujuan konkret dan jelas yang sudah dibicarakan, aharus ada: pembagian tugas, deskripsi tanggung jawab, penugasan orang dan kelompok, penyesuaian tugas serta orang yang berssangkutan satu dengan yang lain, serta komunikasi yang diperlukan untuk itu semua. Pengambilan keputusan tidak hanya mendahului pelaksanaan. Pelaksanaan mengandaikan pengambilan keputusan yang continue selama konkretisasi tujuan, mengenai sumbangan perorangan dan kelompok, dan mengenai sarana yang akan dipakai. Perlu disadari bahwa pelaksanaan proses Pembangunan Jemaat, iklim positif antara warga jemaat dan kepemimpinan yang suportif merupakan syarat mutlak. 5. Tahap Pemantapan Fase freezing adalah fase pemantapan yaitu konsolidasi situasi baru atau menciptakan syarat yang menjamin bahwa hasil yang tercapai tetap terpelihara. Termasuk fase pemantapan ialah evaluasi sumantif. Evaluasi itu mengenai dua perspektif: perspektif aktor dan sistem. Permasalahan yang muncul di masa lalu, baru sungguh terpecahkan, kalau pimpinan paroki dan warga paroki sudah terbiasa dengan cara kerja yang baru. Pemantapan menuntut juga persyaratan berdasarkan sistem parokial. Tidak hanya pribadi tertentu yaitu orang paroki, yang harus berubah, melainkan juga paroki sendiri atau aspek paroki. Perlu adanya perhatian khusus untuk manajemen proyek. Bekerja dengan proyek-proyek menuntut organisasi karya paroki yang lain. Bekerja sama



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



93



dengan kelompok kerja membuka jalan untuk struktur baru.



Konsekuensi



manajemen proyek yang pokok ialah desentralisasi pembentukan kebijakan dan pengambilan keputusan dalam paroki. Sentralisasi berarti bahwa kelompokkelompok kerja terkonsentrasi dan tergantung pada dewan paroki. Hal yang sama berlaku bagi pengembangan kebijakan.



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



94



BAB IV PEMBANGUNAN JEMAAT SEBAGAI TEORI ILMIAH DAN REKOLEKSI UNTUK MENINGKATKAN SEMANGAT PEMBANGUNAN JEMAAT A. Pembangunan Jemaat adalah Tindak-tanduk Religius dan Imani Pembangunan Jemaat itu bukan pertama-tama menjadi pekerjaan manusia, melainkan pekerjaan Roh Kudus. Memang Pembangunan Jemaat telah mendapat stimulans yang kuat dari ilmu sosial, namun Teologi Praktis harus berusaha agar sifat religius dan imaninya terjaga dan diperdalam. 1.



Catatan Pendahuluan Pertama Tidak mengherankan bahwa akhir-akhir ini para teolog menempatkan



Pembangunan Jemaat dalam perspektif yang lebih luas dari pada eklesiologi tradisional. Dalam usaha teologisnya tentang Pembangunan Jemaat Prof. R. Van Kessel menempatkan teologi mengenai Gereja tidak pada halaman depan, melainkan dibelakang. Karena lebih dahulu harus dimengerti masalah fundamental masa kini dan pokok-pokok inti Kabar Injil yang dapat membalas problem itu, karena pokok-pokok inti itu menyentuh tujuan Gereja sampai pada hakikatnya (Hooijdonk, 1996: 142). 2.



Catatan Pendahuluan Kedua Pembangunan Jemaat bersandar pada pengertian religius dan imani.



Manusia harus meraba-raba serta mencari-cari juga bahwa Allah mempunyai



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



95



Pesan, Firman pembebasan dan penebusan bagi masalah fundamental masa kini, dan bahwa Pesan itu dapat diwujudkan dan dimengerti di tempat ini, dalam jemaat ini. Paul Zulehner berkata: Fungsi dasar setiap jemaat ialah hidup di tempat tinggalnya (maka dalam ruang dan waktu) dan dengan demikian bagi orang lain memperagakan apa maksud Allah untuk semua manusia: yakni supaya manusia itu luput dari lingkaran ketakutan yang mematikan dan dibawah kuasa KerajaanNya dan dalam suasana penuh kepercayaan akan menjadi manusia seperti Yesus – yang menjadi manusia seperti kita – dalam mana Allah sendiri menjadi manusia (Hooijdonk, 1996: 143).



Maka Zulehner mengaitkan Kabar Allah mengenai pembebasan dengan perwujudan Kerajaan Allah di dunia ini. Bertindak religius dan imani harus dihubungkan dengan pengertian dasar bertindak komunikatif dan pembangunan organisme gerejawi. Kaitan itu didasarkan pada keyakinan bahwa akan terjadi eklesiogenesis jikalau komunikasi religius dan hubungan kerja sama religius komunikatif yang baru mulai berakar di dalam umat Allah paroki dan lahir serta disuburkan oleh iman sendiri (Hooijdonk, 1996: 143). 3. Kenyataan yang Lebih Tinggi Dari Pada Gereja Schillebeeckx,



menyebut



Gereja



penampakan







Sôma



(badan)



kejasmanian Yesus yang telah dimuliakan. Akan tetapi pencurahan Roh Kudus pada Pentakosta merupakan asal dan sumber kehidupan Gereja (Hooijdonk, 1996: 144). Menurut L. Boff: Kesatuan antara kedua unsur ini kita temukan dalan Yesus sendiri. Dia yang mati dan dibangkitkan menjadi kehadiran Roh Kudus yang terkuat di dunia; dan Roh Kudus di dalam Gereja sudah menjadi kehadiran Kristus yang bangkit dalam sejarah (Hooijdonk, 1996: 144).



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



96



Pandangan Kristologis lebih menekankan Pembangunan Jemaat lokal yang organis. Antara pandangan oganis itu ada yang mengaku adanya beraneka ragam karisma dan fungsi dalam Gereja. Gert Schneider melihat model Tubuh Kristus tidak sebagai model yang statis, melainkan dinamis. Katanya: Jemaat baru dapat disebut jemaat dan baru terbentuk sebagai jemaat, kalau orang perorangan berpartisipasi pada keseluruhan yang dianggap sebagai organisme. Kesatuan terjadi dari praksis warga jemaat yang masing-masing mempunyai identitasnya sendiri (Hooijdonk, 1996: 145).



Gert Schneider berpendapat juga bahwa pandangan organis tentang Gereja tidak mengimplisitkan struktur hierarkis. Yesus Kristus adalah kepala, Tuhan Gereja. Maka di dalam jemaat tidak ada perbedaan antara yang menjadi Tuhan dan bawahan (Hooijdonk, 1996: 145). Pandangan hierarkis tidak bisa begitu saja dikaitkan dengan pandangan kristologis yang organis. Pandangan Pneumatologis (teologi mengenai Roh Kudus) menekankan Pembangunan Jemaat lokal menurut karisma. Pandangan pneumatologis tentang jemaat lokal bertolak pada kesamaan fundamental antara semua orang yang termasuk jemaat lokal itu. Kesamaan fundamental ini mengimani bahwa semua orang menerima Roh Kudus, yaitu dalam bentuk karisma yang berbeda satu sama lain. Pandangan pneumatologis itu mencakup unsur hierarkis: ada karisma kepemimpinan dan kepengurusan, ada karisma untuk merintis dan menunjukkan jalan, ada karisma yang memprihatinkan kesatuan. Namun, Leonardo Boff, karisma ini tidak menempatkan seseorang beriman di atas atau di luar jemaat,



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



97



melainkan justru di dalam jemaat dan demi kesejahteraan jemaat (Hooijdonk, 1996: 146). Sejak Konsili Vatikan II terjadilah perubahan yang fundamental dalam Gereja Katolik karena pelbagai gerakan dan cara berfikir terutama penyebaran teologi Umat Allah. Namun, mengenai paham Umat Allah pun ada tafsir yang berbeda-beda yaitu dari yang sangat konservatif (mempertahankan ajaran lama) terhadap status quo (mempertahankan keadaan seperti itu saja) sampai pendombrakkan dalam relasi antara imam dan awam (Hooijdonk, 1996: 146). 4. Kenyataan yang Lebih Jauh Dari Pada Gereja Dalam jemaat lokal, orang beriman tidak diajak berkumpul hanya untuk saling mengingatkan akan tindakan Yesus, melainkan juga untuk melestarikan dan mengintensifkan keprihatinan dan pelayanan Yesus terhadap dunia. Berkenaan dengan hal itu ada dua cara pendekatan: a.



yang dikendaki dan dilakukan oleh Yesus dianggap sebagai norma bagi



tindak-tanduk jemaat lokal. Sebaliknya, tindak-tanduk jemaat yang faktual dinilai dengan norma dan kriteria yang diambil dari cerita hidup Yesus (meniru Yesus). b.



Pendekatan kedua memperhitungkan konteks. Pendekatan itu mau



mewujudkan kepengikutan (discipleship) Yesus kedalam konstelasi masyaakat ini, dalam realitas jemaat ini – eklesia (Gereja/jemaat) manusia – dan dalam konstelasi (kumpulan orang) masyarakat ini (mengikuti Yesus).



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



98



Diungkapkan fondasi kristologis (dasar yang kuat berkaitan ilmu tentang Kristus) dan pneumatologis (teologi tentang Roh Kudus) serta sifat apostolis (diutus Kristus) jemaat lokal. Namun, ada juga beberapa unsur fundamental (mendasar) baru: a.



Jemaat lokal sebagai subjek. Dalam teologi tentang jemaat yang baru



muncul pemikian bahwa warga jemaat bersama-sama menjadi penanggung jawab dan pembawa tindak-tanduk jemaat lokal dalam hal mengajar, memelihara, melayani dan merayakan. Di tengah-tengah kebersamaan itu ada jabatan dalam jemaat lokal sebagai pelayanan kepada Pembangunan Jemaat lokal. b.



Pembangunan Jemaat bukanlah bangunan atas mana kita dapat merasa puas,



seakan-akan sudah selesai. Pembangunan Jemaat merupakan tindak-tanduk yang senantiasa harus ditinjau ulang dan merupakan proses belajar yang terus menerus, agar bisa menjawab penugasannya dengan lebih baik: dalam kepercayaan bahwa perjanjian akan semakin menjadi nyata. B. Pembangunan Jemaat adalah Tindakan Komunikatif Dalam hubungan timbal balik antara praksis pastoral dan ilmu-ilmu komunikasi telah berkembang teori mengenai tindak-tanduk pastoral dan komunikatif yang dari sudut pengetahuan praktek dapat menjadi penting bagi teori tentang Pembangunan Jemaat sebagai tindak-tanduk komunikatif. Mewartakan, mengajar, memelihara, menggembalakan, melayani, merayakan dan juga membangun merupakan bentuk komunikasi.



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



99



Apa yang akhirnya dikehendaki Allah dalam seluruh umat manusia, ialah datangnya keadilan dan kedamaian bagi mereka yang berkekurangan, bagi orang yang lemah, yang miskin dan yang tertindas (Kessel 1997, 80-81). Yang khas bagi gambar penguji ialah bahwa Kerajaan Allah sejalan dengan kebutuhan asasi orang yang lemah dan tertindas di masa kini. Itulah sebabnya van Kessel mengawili studinya tentang Pembangunan Jemaat dengan analisis mengenai penghayatan kenyataan manusia modern. Sekaligus ia melihat perlunya mengubah bentuk hidup Gereja menjadi tindak-tanduk komunikatif dalam iman: Kalau mengatakannya dengan tajam, hal ini berarti: Gereja mulai berada dimana orang spontan dengan jujur dan sungguh-sungguh saling menceritakan kisah perjumpaannya dengan Allah dan secara bersamasama sampai kepada doa dengan menggunakan kata-kata dan gambargambar yang dipakai dalam kisah tersebut (Kessel, 1997: 74)



Kemudian Schneider melihat komunikasi sebagai struktur dasar jemaat (Hooijdonk, 1996: 150). Struktur dasar mencakup dialog, komunikasi dan kerja sama kooperatif mendasari tindakan Yesus dan pembentukan jemaat setempat atau Gereja-Gereja. Stuktur dasar komunikatif ini, menurut Schneider membawa komunikasi lebih lanjut. Dalam jemaat lokal, dialog dan komunikasi harus memungkinkan adanya hak berbicara dan membela kepentingan diri bagi pribadi atau kelompok. Jika demikian, memelihara kebutuhan menjadi tanggung jawab sendiri. Secara prinsipal dan dengan memakai model tindakan yang teruji dalam praktek para ahli teologi tersebut mengolah pemikiran bahwa Pembangunan Jemaat adalah tindak-tanduk komunikatif. Tindak-tanduk komunikatif yang



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



100



dimaksud adalah campur tangan yang bertanggung jawab dalam berkomunikasi membangun jemaat . Tindakan komunikatif ini mengandaikan bahwa para warga gereja sendiri membawa kisah riwayat hidupnya dan mengungkapkan kebutuhan hidup mereka. Dengan memakai istilah sosial teoritis: Pembangunan Jemaat bersifat komunikatif dan intersubjektif. Atas dasar pengertian teoritis ini maka hal jemaat sebagai sesama subjek dalam Pembangunan Jemaat.



C. Pembangunan Jemaat adalah Pengembangan Organisme Gerejawi 1.



Pengembangan



a.



Oikodomè dan istilah agogis pengembangan “Pengembangan”



menambahkan



sesuatu



pada



pengertian



biblis



oikodomè (pembangunan), yaitu aspek “bertindak” atau “bertindak-tanduk”. Pengembangan adalah pengertian agogis yang mencakup perubahan dan pendampingan menuju perubahan pada manusia. Ada hubungan dengan “pedagogi”, namun tidak menyangkut anak melainkan orang dewasa. Agogi mendampingi orang dewasa agar mereka bisa menentukan hidupnya sendiri dengan semakin matang. b. Pembangunan



serta



pengembangan



jemaat,



pelayanan



demi



terwujudnya keadilan Allah Pengembangan jemaat beriman berati bahwa jemaat itu sendiri mengambil inisiatif akan perubahan. Dalam rangka Pembangunan Jemaat seorrang



lazim



berbicara



tentang



mengaktifkan



jemaat



dan



tentang



meningkatkan patisipasi dalam segala bentuk, termasuk diciptakannya serta



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



101



berfungsinya dewan perunding dan pengurus. Dalam bahasa tindakan dapat dikatakan: jemaat merupakan sarana untuk mencapai tujuan-tujuan dalam bidang personal, bidang meso-sosial gerejawi dan kemasyarakatan. Pembangunan Jemaat sebagai pengertian agogis yang mencakup perubahan harus mengakui kenyataan bahwa orang beriman dan kelompok orrang beriman tidak hanya dapat menjadi subjek melainkan juga produk perubahan yang terjadi di dalam masyarakat. Pembangunan Jemaat sebagai tindak-tanduk agogis terarah pada pengaktifan jemaat lokal, agar jemaat itu bisa menjalankan kebijakannya sendiri dalam situasi mereka. Menurut Firet, menempatkan momen agogis ini dalam Teologis Praktis tentang tindakan pastoral dalam arti luas. Tindakan pastoral didefinisikan sebagai tindakan intermedier bagi kedatangan Allah dalam Firman (Hooijdonk, 1996: 155). Tindakan pastoral dan tindakan agogis mempunyai kaitan makna yang sama yaitu, “mengadakan hidup” serta “membuatnya bertumbuh” (Hooijdonk, 1996: 155). Dalam arti ini dapat kita katakan bahwa antara Pembangunan Jemaat dan bertindak agogis ada kaitan makna yang sama yaitu: mendorong terjadinya keadilan, berusaha agar orang (kecil) bisa “menjadi orang” dalam sejarah manusia yang aktual ditengah relasi-relasi masyarakat lokal. c. Pembangunan Jemaat, pengembangan dan pertobatan Jemaat beriman berada dalam dunia sekular dimana manusia telah menemukan kemungkinan rasional serta moralnya. Van Kessel mengatakan bahwa Gereja-Gereja kurang mengerti arti kristiani proses sekularisasi (Kessel,



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



102



1997: 16). Gereja-Gereja terlalu lama hanya menekankan efek sampingan negatif dalam proses sekularisasi sebagai usaha legitim oleh manusia untuk mengembangkan diri sesuai dengan kemampuan yang diberikan Tuhan kepadanya. Dari sudut pandan teologis perubahan tidak sama dengan perkembangan atau pengadaan hidup. Kadang-kadang manusia justru menentang apa yang membawa hidup dan apa yang mendekatkannya kepada dirinya sendiri dan kepada Tuhan. Hal itu tidak hanya terjadi dalam masyarakat, melainkan juga dalam jemaat itu sendiri. hal itu tidak hanya terjadi dalam masyarakat, melainkan juga dalam jemaat itu sendiri. Untuk perubahan yang sebenarnya, perlu pertobatan dalam arti teologis penuh (Hooijdonk, 1996: 156). Maka istilah pengembangan (dalam Pembangunan Jemaat) tidak hanya berarti “menghidupkan dan mengaktifkan jemaat” melainkan juga dan terutama menghidupkan jemaat sampai hidup baru, sampai metanoia, yaitu “pembalikan hati”. Maka pertobatan berarti perubahan arah sebagai mana wajar bagi jemaat yang telah masuk kedalam Tubuh Kristus, yang bangkit. Metanoia mempunyai arti yang lebih luas. Dalam bahahasa Yunani berarti perubahan pikiran, dalam konteks teologis ditafsirkan sebagai pertobatan. Singkatnya, kita diajak mempererat hubungan satu sama lain sebagai persekutuan iman; bersama-sama kita menemukan inti pokok sebagai jemaat yaitu panggilan wahyu Allah dalam Kristus; jawaban kita ialah mengikuti



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



103



Kristus dalam Roh-Nya. Salib yang dimuliakan adalah simbol yang menghimpun kita dan menginspirasikan kehidupan kita secara mendalam. d. Pengembangan: campuran dinamika dan struktur Waktu menunjukkan dinamika bagi jemaat setempat; ruang menunjukkan struktur. Dinamika dalam hal ini merupakan sebuah interarksi dan struktur merupakan unsur-unsur yang berhubungan satu sama lain yang mempunyai sifat totalitas dan transformatif. Zwart, memakai istilah “pengembangan” agar kita dapat berpikir secara bertentangan: putih atau hitam, dinamika atau struktur, mempertahankan dan membuang. Paham pengembangan mencegah bahwa perubahan dalam jemaat berarti hubungan dengan masa lalu putus. Masa lalu dan masa depan jemaat harus dikaitkan dengan pengembangan masa kini. Yang baru terjadi oleh metamorfose bertahap dari yang lama (Hooijdonk, 1996: 157158). Pembaharuan akan bertahan lama kalau terintegrasi dalam apa yang sudah ada. Kesinambungan didasarkan pada iman akan apostolistas (tugas perutusan) jemaat. Kesinambungan didasarkan pula pada paham historis sosiologis bahwa jemaat beriman secara konsisten membawa diri sebagai paroki dalam arti gerejawi institusional, walaupun realitas sosial tidak selalu cocok dengan apa yang oleh hukum secara tertulis ditentukan. Diskontinuitas didasarkan pada paham historis sosiologis dan hermeneutis bahwa situasi kemasyarakatan dalam mana manusia hidup berubah terus-menerus.



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



104



e. Kesinambungan dan diskontinuitas Zwart memperingatkan kita agar tidak mengira bahwa terjadinya perubahan besar merupakan tanda khas untuk masa kini. Perubahan merupakan tanda khas bagi keseluruhan sejarah manusia. Maka adanya perubahan adalah hal yang biasa dalam sejarah (Hooijdonk, 1996: 159). f. Percepatan frekuensi perubahan dan keraguan untuk memutuskan Zwart memakai istilah percepatan perubahan: dalam arti bahwa interval waktu antara perubahan yang satu dengan perubahan yang lain makin pendek. Bersamaan dengan percepatan perubahan ini bertambahlah jumlah keputusan untuk mengadakan perubahan dan pembaharuan (Hooijdonk, 1996: 159). Pengembangan ingin memperkuat kemampuan orang beriman serta jemaat lokal untuk mengambil keputusan mengenai masa depannya sendiri. Tetapi kesulitannya ialah bahwa keputusan mengenai masa depan itu harus diambil dalam konteks percepatan interval antara perubahan-perubahan. Akibat dari itu, bertambahlah ketidak pastian mengena masa depan. Dapat dikatakan bahwa secara global, dicukup banyak tempat di dunia sekarang, percepatan dan ketidak pastian tadi merupakan karakteristik yang mempengaruhi organisme sosial pada umumnya dan Gereja-Gereja pada khususnya. g. Realisasi tujuan yang sistematis Zwart bependapat bahwa perubahan organisme sosial terlaksana lewat pengembangan realisasi tujuan yang sistematis. Realisasi tujuan yang sistematis



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



105



itu tidak sama dengan planing. Planing merupakan fase awal saja dalam proses. Bertindak sistematis lebih dari melaksanakan rencana (Hooijdonk, 1996: 160). Proses penahapan berarti bekerja selangkah demi selangkah. Memperhitungkan kemampuan manusiawi, maka langkah itu harus bisa terjangkau. Penahapan sistematis berarti bahwa langkah harus dapat dibedakan sebagai stadia; dan bahwa stadia itu mengikuti urutan waktu yang tidak bisa dibalik, kecuali kalau proses macet. Namun kalau macet maka proses juga tidak begitu saja dimulai dari permulaan. Memfasekan proses hanya lewat fase planing dan pelaksanaan tampak terlalu simplistis. Realisasi tujuan baru menjadi sistematis kalau manusia didinamisir dan penahapan distrukturkan. Hal ini tidak sama dengan planing. h. Keterbukaan akan hari depan Keuntungan konsep Pembangunan Jemaat sebagai pengembangan ialah bahwa hari depan jemaat lokal pada dasarnya terbuka. Pelayanan tindakan agogis (memimpin/membimbing) terhadap relatio auctifica (meningkatkan hubungan) dengan Allah menginplisitkan juga keterbukaan terhadap kedatangan Roh Allah sebagai subjek Pembangunan Jemaat dan juga keterbukaan terhadap kedatangan keadilan Allah dalam dunia sebagai tindakan eskatologis; tentu saja di dalam dan oleh aktivitas jemaat lokal.



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



106



2. Pengembangan Organisme Gereja a. Oikodomè dan pengembangan organisasi gerejawi Firet, menunjuk pada diskusi yang pernah diadakan diantara teologteolog protestan, mengenai pertanyaan apakah Gereja Perdana merupakan kolektivitas (perihal/keadaan), yang dibangun dari bawah tanpa kaitan yang sangat ketat; ataukah kenyataan sosial yang sudah terbentuk dahulu (Hooijdonk, 1996: 162). Diskusi itu mencapai konsensus bahwa sejak masa awal Gereja, para orang beriman diterima dalam jemaat yang sudah terbentuk. Diskusi itu memperkuat pengertian historis orang Katolik tentang kenyataan jemaatnya sendiri. Pembangunan Jemaat sebagai pengembangan agogis (memimpin/ membimbing) ditujukan kepada jemaat secara keseluruhan. Dari sudut keseluruhan ini ditentukan arah proses dan siapa, orang dan kelompok, yang menjadi sasaran. Tanggung jawab sendiri, penentuan diri, dan relasi tujuan secara sistematis didekati dari totalitas jemaat lokal sebagai kenyataan sosial yang sungguh-sungguh berbeda. Yang ingin dihindari ialah bahwa organisme dipakai secara psikologis yang menimbulkan kesan seakan-akan jemaat bertindak sebagai person individual, dengan pandangan, sikap dan kelakuan perorangannya. Jemaat orang beriman sebagai organisme adalah realitas sosial. Sebagai organisme jemaat itu merupakan kenyataan manusiawi dan spiritual. Oleh karena itu, perlu berbicara tentang identitasnya yang khas, norma serta nilainya yang khas dan spiritualitasnya yang khas (Hooijdonk, 1996:163).



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



107



D. Pengamatan Situasi Sekarang dan Pengalaman Masa Depan 1.



Catatan Pendahuluan Pertama: Polaritas antara Situasi Sekarang dan Hari Depan Pada umumnya dalam proses perubahan dibedakan antara masa kini dan



masa depan. Demikian pula halnya dalam proses Pembangunan Jemaat. Kedua waktu itu dibedakan, agar perubahan yang terjadi dapat diamati dengan jelas. Dalam kutipan Jürgen Moltmann diungkapkan bahwa pengharapan menjadi penghubung antara kedua waktu tersebut. Hanya pengharapan dapat disebut realistis, karena pengharapan sajalah secara serius memperhitungkan segala kemungkinan yang teresap dalam realitas. Kejadian dalam situasi oleh pengharapan tidak dianggap sebagai hal statis, melainkan sebagai hal yang bergerak dan berjalan dan yang mempunyai kemungkinan untuk berubah. Itulah sebabnya pengharapan serta antisipasi terhadap masa depan merupakan pengamatan yang realistis tentang apa yang mungkin demi masa depan. Pengharapan itulah yang menyebabkan semuanya bergerak dan bertahan dalam perubahan (Hooijdonk, 1996: 164)



Mengingat sifat komunikatif dan agogis (memimpin/membimbing) yang ada pada Pembangunan Jemaat perlu ditambahkan satu kata yaitu bersama. Maka dibicarakan tentang pengamatan situasi konkret bersama dan tentang pengamatan masa depan bersama. 2. Catatan Pendahuluan Kedua: Dinamika Ganda dalam Pembangunan Jemaat Pembangunan Jemaat digerakkan oleh dinamika ganda: a. Allah menugaskan jemaat untuk menggerakkan tindakan penyelamatan-Nya dan memperlihatkan bahwa ia bermaksud baik dengan manusia; penugasan ini



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



108



harus dijalankan dalam dunia masa kini, yaitu dalam konteks masyarakat yang historis (waktu) dan pluriform (ruang). b. Dari pihak lain, manusiaa sendiri harus mengungkapkan kebutuhan dan kerinduan kita yang terdalam. Pembangunan Jemaat adalah tindakan komunikatif. Di dalam persekutuan jemaat, mengkomunikasikan bagaimana manusia sendiri mengalami tindak-tanduk Allah terhadap sesama dan membandingkannya dengan kebutuhan hidup pribadi sendiri yang paling fundamental. Agar perantaraan penyelamatan serta relasi tujuan berhasil, perlu memperhatikan kebutuhan dan keinginan warga jemaat serta kemampuan mereka untuk menjalankannya. Itulah sebabnya, Pembangunan Jemaat berada dalam polaritas antara pengamatan situasi sekarang dan pengamatan masa depan. Intersubjektivitas dan komunikasi merupakan karakteristik bagi usaha berteologi. Berfikir secara teologis tidak merupakan privilise elite universiter (hak istimewa kaum terpilih di perguruan tinggi). Pengamatan kebenaran mengenai maksud Tuhan dalam situasi jemaat yang konkret adalah urusan semua anggota jemaat dan bukanlah urusan pakar teologi belaka. 3. Kontekstualisasi dalam Pengamatan Situasi dan Masa Depan Kontekstualisasi tidak terutama berarti bahwa kita memperhatikan kebudayaan-kebudayaan dalam mana kristianitas dan Gereja memperoleh bentuknya. Yang disebut konteks ialah situasi sekarang yang ditentukan oleh banyak faktor: masa lalu, sekarang dan masa depan, termasuk faktor perubahan



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



109



nilai dan segala kekaburan yang menjadi akibatnya. Perlu menggaris bawahi bahwa kontekstualisasi itu merupakan aspek penting dalam Pembangunan Jemaat. Kontekstualisasi itu merupakan aspek penting dalam Pembangunan Jemaat. Kontekstualisasi membuat Pembangunan Jemaat menjadi proses yang relevan. a. Apa yang dimaksudkan dengan kontekstualisasi? Kontekstualisasi berarti bahwa lingkungan masyarakat, tempat jemaat berada akan mengungkapkan diri dan ikut berbicara; bahwa terjadi hubungan timbal balik antara pengertian tentang kenyataan manusia yang diberikan oleh masyarakat dan pengartian yang diberikan oleh tradisi kristiani dan gerejawi. Hubungan timbal balik itu tidak begitu saja terjadi oleh karena kedua pengartian itu dapat berbeda secara fundamental. Konteks jemaat lokal dapat berbeda-beda coraknya kalau dipandang dari segi sosiologis. Yang spesifik bagi kebanyakan paroki dan jemaat ialah organisasinya yang mensosial, maka konteks jemaat lokal pun terutama berpengaruh pada nivo mesososial. Ada aspek konteks yang main peranan atau yang seharusnya main peranan, misalnya: 1) Konteks katolik dan ekumenis; hal itu berarti bahwa paroki dan jemaat mebagi-bagi katolisitasnya dengan paroki dan jemaat yang lain, serta dengan kelompok kristiani yang punya (atau tidak punya) hubungan dengan salah satu Gereja.



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



110



2) Konteks politik; politik itu ialah politik lokal atau efek politik provinsi terhadap situasi lokal, misalnya: politik transmigrasi, politik mengenai lokasi industri. 3) Konteks ekonomi; yang dimaksud ialah kegiatan lokal. Hal pengangguran dan kemungkinan untuk berhasil dalam „job hunting‟ (berburu pekerjaan) dinilai berdasarkan situasi lokal. Sejauh manakah paroki bisa mengembangkan wiraswasta kecil. 4) Konteks sosio agama; apakah pernah diselidiki sejauh manakah proses industrialisasi mempengaruhi religiositas jemaat kita? Masih banyak lagi aspek konteks mesososial, yaitu: Konteks keadilan; makin banyak berita dalam surat-surat kabar mengenai orang kecil yang diperlakukan secara tidak adil oleh orang kuat. Jemaat dan paroki bergerak pada nivo mesososial. Maka memperhatikan hidup bermasyarakat dan hidup menggereja pada nivo mesososial pula. Hal yang paling inti itu ialah sikap terhadap orang yang tidak kuat, tidak berkuasa, yang lemah, kecil dan miskin. Terhadap konteks lokal dengan banyak aspeknya, jemaat dipanggil untuk membenarkan diri sebagai umat Allah atau memperlihatkan identitas di atas. Maka jemaat diajak mendengarkan apa yang terjadi dalam konteks itu dan mempertimbangkanya.



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



111



b. Nivo makrososial Dalam Gereja Katolik, paroki lokal tidak bisa dilihat lepas dari nivo (tantaran/tingkatan)



makrososialnya



seperti



keuskupan,



kepengurusan



keuskupan, uskup sendiri. De facto pernyataan dan ungkapan uskup mempengaruhi pernyataan di jemaat. Kata van Kessel: Apa saja yang berlaku bagi Gereja sebagai Gereja (makrososial), berlaku pula bagi semua perwujudan serta penampilannya yang lokal (meso dan makro). Diferensisasi dalam perwujudan lokal ini tidak tergantung pada keputusan kebijakan yang diambil pada nivo makro, melainkan pada seluk-beluk situasi lokal itu sendiri – ruang dan waktunya – dimana jemaat dipanggil untuk mewujudkan identitasnya (Hooijdonk, 1996: 169).



Kontekstualisasi ingin memperhitungkan unsur yang disebut van Kessel itu: seluk-beluk situasi menurut waktu dan ruang, sejarah lokal, organisasi politik, ekonomis, sosial dan gerejawi setempat. Dalam aspek inilah jemaat diminta menampilkan diri sesuai dengan identitasnya. Gereja lokal tidak bisa mengerti dan menjalankan tugasnya mengenai Kabar Penyelamatan dalam dunia jika tidak berhubungan dengan konteksnya. Untuk itu perlu menciptakan ruang organisatoris sehingga mereka yang menjadi subjek aktivitas pastoral dilibatkan dalam kontekstualisasi itu. Liturgi, pewartaan, katekese, pastorat, koinonia menentukan bersama identitas jemaat lokal. 4. Konteks dan Kebenaran Dalam pengamatan situasi sekarang dan masa depan, konteks dan kebenaran terkait satu sama lain, seperti subjek dan objek terkait satu sama lain.



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



112



Dalam kontektualitas Pembangunan Jemaat lokal itu masyarakatlah yang diberi ruang untuk mengungkapkan diri. Nivo (tantaran/tingkatan) sosial (meso) dan sektor-sektor masyarakat digambarkan secara ringkas. Dalam Pembangunan Jemaat, nivo dan sektor itu perlu dipelajari lebih lanjut agar sumbangan masyarakat sebagai konteks jemaat betul-betul terjamin. Sektor-sektor masyarakat



yang termasuk konteks jemaat lokal,



ditemukan yang disebut subjek yang mengartikan realitas manusia dalam masyarakat. Interpretasi dan pengartian hidup itu dalam masyarakat sendiri sering berbeda-beda. Perbedaan itu disebabkan oleh kepentingan yang berbeda pada orang atau kelompok tertentu. 5. Bersama Mengamati Kebenaran dalam Situasi Konkret dan Masa Depan Perubahan dalam hidup bermasyarakat dan beragama diinterpretasikan secara berbeda-beda. Akibat perbedaan interpretasi itu diusulkan pemecahan yang sangat berbeda pula. Yang kurang dalam jemaat ialah komunikasi tentang latar belakang fundamen itu; sehingga untuk mencapai konsensus lebih sulit lagi. Pembangunan Jemaat membutuhkan konsensus mengenai apa yang sedang berlangsung dalam konteks, maka perlu dicari bersama pengartian hidup manakah yang ditekankan dalam konteks dan kepentingan-kepentingan manakah yang diperjuangkan oleh kelompok tertentu. Usaha disebut pengamatan bersama tentang kebenaran. Pentinglah bahwa semua warga boleh berbicara dan menyumbangkan pemikirannya, tetapi tidak boleh terjadi bahwa satu pemikiran menguasai yang lain.



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



113



6.



Pengamatan Situasi dalam Terang Injil



a.



Pengamatan Situasi: Modernisasi Modernisasi dimungkinkan oleh kemajuan teknologi yang pesat yang



berlangsung di dunia masa kini di mana-mana, namun tidak secara merata. Seluruh proses ini di Indonesia dirangkum dengan istilah pembangunan. Menurut sosiologi gejala industrialisasi biasanya disertai oleh proses urbanisasi, artinya bahwa makin banyak orang pindah dari desa ke kota. Modernisasi membawa perubahan dalam skala nilai. Nilai yang penting dalam kebudayaan agraris lama-kelamaan tidak berlaku lagi dalam kebudayaan industri. Dalam kebudayaan agraris, relasi manusia dengan alam merupakan nilai sentral. Dalam rangka modernisasi dan sehubungan dengan perubahan dalam skala nilai, Paus Yohanes Paulus II mendesak supaya menciptakan bahasa pewartaan baru yang dapat dimengerti oleh orang beriman dan manusia jaman ini. Suasana modernisasi memperkuat individualisme (paham yang menganggap diri sendiri lebih penting dari orang lain). Salah satu gejala individualisme ialah nepotisme (kecendrungan mengutamakan atau menguntungkan orang terdekat yaitu keluarganya) . Dalam rangka ini muncul juga yang disebut sekularisasi. Sekularisasi adalah proses dimana manusia makin mengerti dunianya – yang berdimensi ruang dan waktu – sebagai tempat yang dimaksud untuk diciptakan kembali; sebagai „chaos‟ (kekalutan) yang oleh manusia harus dijadikan „kosmos‟, yaitu tempat yang penuh makna dan layak didiami (van Kessel, 1997: 16)



Sikap negatif Gereja terhadap sekularisasi sudah ada sejak jaman Pencerahan. Sering Gereja secara berat sebelah menekankan dampak negatif



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



114



sekularisasi. Sebetulnya, proses sekularisasi merupakan proses emansipasi bagi manusia kearah kebebasan dan tanggung jawab. Dengan melibatkan diri kedalam dunia serta berusaha memperbaikinya maka manusia membebaskan diri dan dunia. Yang mulai sebagai penugasan dalam “teologi penciptaan” menjadi pembebasan dalam “teologi exodus”. Sekularisasi menolong untuk mengamati kebenaran tentang manusia. Dunia harus dibangun dengan kebebasan dan tanggung jawab sehingga menjadi dunia di mana manusia Indonesia dapat mengembangkan diri sesuai dengan kebutuhan dasar serta cita-citanya yang luhur. Jelaslah, bahwa arah pembangunan atau perubahan, melalui penguasaan teknik serta kebebasan yang lebih besar untuk bergerak dan berkembang tak dapat dielakkan lagi. b. Dalam Terang Injil Melalui proses sekularisasi manusia belajar mengenai kebenaran disekitar keberadaan manusia, yaitu manusia dengan kebebasan serta tanggung jawabnya dipanggil untuk mengolah dunia lebih lanjut secara baru sesuai dengan perkembangannya yang tidak pernah berhenti. Pengamatan kenyataan manusia dalam jemaat kristiani dilaksanakan dalam terang Injil. Van Kessel dalam bukunya Enam Tempayan Air menulis bahwa Injil adalah berita kesukaan bagi dan dari orang miskin. Injil adalah berita pembebasan. Penebusan berarti pembebasan dari penindasan, keadaan tidak berdaya dan tidak kuat Pembebasan berarti menjaadi merdeka dan berada pada taraf yang sama dengan sesama manusia; menjadi bertanggung jawab sendiri terhadap hidup



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



115



pribadi dan sosial. Dalam bukunya Enam Tempayan Air, van Kessel menerangkan bahwa dewasa ini dalam jemaat ada krisis rohani yaitu krisis dalam iman akan Allah. Kebenaran tentang Allah kadang-kadang kurang jelas atau malahan kurang tepat. Dalam pengamatan proses sekularisasi, tidak hanya bertemu dengan Allah sebagai Pencipta melainkan juga dengan Allah sebagai Pembebas. Allah yang menciptakan adalah Allah yang membebaskan kita dari sengsara yang tak terelakkan. Manusia dapat mengambil bagian dalam pembebasan dengan kebebasan serta tanggung jawabnya sendiri. Situasi politik, ekonomi dan sosial dapat berubah. Orang yang miskin dan tertindas dapat menjadi bebas dan sederajat dalam relasi-relasi kemasyarakatan. Asal mengimani Allah juga sebagai Pembebas yang mengantar umat-Nya keluar dari Mesir. Namun de facto selalu ada bahaya bahwa umat katolik kurang mengerti Injil orang miskin. E. Rekoleksi dalam Rangka Meningkatkan Semangat Pembangunan Jemaat Dalam setiap bab sebelumnya membahas berbagai macam topik mengenai Pembangunan Jemaat. Dari kenyataan yang ada, masih terkendala banyak faktor SDM, kesadaran para katekis untuk melayani Gereja dan Pembangunan Jemaat hanya cukup dimengerti artinya saja tanpa ada niat untuk tindak lanjutnya. oleh karena itu pada bagian ini dibahas mengenai usulan rekoleksi yang dapat diberikan pada katekis di paroki Santo Fidelis Sejiram. Rekoleksi ini dengan



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



116



tujuan membantu katekis untuk lebih semangat lagi dalam berperan aktif memberikan pelayanannya lewat Pemembangun jemaat. Dalam bab ini diusulkanlah program rekoleksi yang nantinya akan membantu membangkitkan dan menghidupkan semangat pelayanan dalam Pembangunan Jemaat di Paroki Santo Fidelis Sejiram. Pada bagian ini akan diuraikan mengenai rekoleksi dalam rangka meningkatkan semangat. Dengan tema besar rekoleksi adalah “Bersama Yesus Menjadi Misionaris Sejati”. Tema utama dibagi lagi menjadi tiga sub tema yaitu: Meneladani Yesus dalam Tanggung Jawab Sebagai



Katekis, Pembangunan Jemaat Sebagai Tugas



Misioner dan Semakin Mantap Menjalani Tugas Perutusan. 1.



Program Rekoleksi Sebagai Usaha Meningkatkan Semangat Katekis Dalam Pembangunan Jemaat Di Paroki Santo Fidelis Sejiram, Keuskupan Sintang, Kalimantan Barat



a.



Pengertian Program Rekoleksi Dalam bahasa Inggris terdapat istilah re-co-llect



yang berarti



mengumpulkan kembali. Dalam buku “Membimbing Rekoleksi”, dijelaskan pengertian rekoleksi yaitu sebagai usaha untuk memperkembangkan kehidupan iman atau rohani (Mangunhardjana, 1984: 7). Terdapat



berbagai



macam



rekoleksi



berdasarkan



waktu



penyelenggaraannya yang ditulis berdasarkan inspirasi dari buku Membimbing Rekoleksi (Mangunhardjana, 1984: 17), yaitu: periodik selama sepanjang tahun, seperti rekoleksi imam dan biarawan-biarawati yang dilakukan satu bulan satu



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



117



kali; periodik bukan selama sepanjang tahun, melainkan hanya dalam masa-masa liturgis tertentu, seperti rekoleksi dikalangan umat selama masa Adven atau Prapaskah yang diadakan setiap minggu, Aksidentil tidak tetap, karena berhubungan dengan peristiwa penting tertentu, seperti pelantikan pengurus Mudika, terpecahkannya masalah dalam sebuah keluarga, dan sebagainya; Aksidentil tanpa ada hubungan dengan peristiwa atau peringatan tertentu, melainkan karena sedang ada minat, biaya, waktu dan ada pendampingannya seperti rekoleksi keluarga Katolik lingkungan. b.



Latar Belakang Program Rekoleksi untuk Meningkatkan Semangat Hidup dalam Pembangunan Jemaat Pembangunan Jemaat terutama di lokasi dimana penulis berasal yaitu di



paroki Santo Fidelis Sejiram masih menemui berbagai macam hambatan baik dari faktor SDM sampai faktor lokasi yang sulit dijangkau oleh transportasi. Selain itu pula sering dijumpai bahwa SDM katekis cukup banyak tersebar di desa-desa sekitar paroki namun tidak banyak yang bergerak sebagai tenaga gereja untuk membantu pewartaan dan pelayaan di tengah jemaat. Bahkan banyak katekis yang kenyataannya hanya menganggap dirinya guru agama memiliki berbagai macam alasan untuk tidak ikut dalam setiap kegiatan menggereja. Seperti halnya beralasan banyak kesibukan sehubungan dengan tugasnya sebagai guru disebuah sekolah, kemudian beralasan masih banyak pekerjan lain di ladang atau perkebunan yang harus diselesaikan. Sehingga tenaga katekis yang seharusnya cukup banyak dan memadai untuk melanjutkan Pembanggunan Jemaat terhalang oleh kurangnya kesadaran melayani Gereja.



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



118



Katekis memang sebagai pelayan Gereja, namun dalam hal ini sosok seorang katekis yang dicerminkan oleh Yesus masih kurang tampak di dalam diri katekis itu sendiri. Contohnya: hanya ingin menjadi seorang katekis dan menuntut bayaran mahal sedangkan jika tidak dituruti niatnya maka katekis tersebut akan menolak setiap tawaran dari gereja jika tidak mendapatkan bayaran yang besar. Hal ini tidaklah mencerminkan seorang katekis yang penuh pelayanan tetapi katekis yang penuh dengan hal duniawi berupa materi. Kemudian dalam tugas pelayanan masih banyak katekis yang hanya melayani jika dipanggil saja oleh pihak hierarki untuk melayani. Namun pada kenyataannya tidak mau untuk melayani sesama yang ada disekitarnya. Contohnya: Pembangunann Jemaat adalah tanggung jawab bersama, baik kaum hierarki maupun awam, tetapi awam (katekis) biasanya cenderung ikut saja alur membangun jemaat, tidak mau ikut ambil bagian melihat dan memecahkan masalah, hanya dalam artian ikut tampil saja dalam rapat-rapat mengenai Pembangunan Jemaat. Padahal katekis sangat dituntut untuk bisa secara langsung melihat dan memecahkan masalah. Katekis adalah orang awam yang tinggal bersamaan ditengah-tengah umat dan nantinya setiap permasalahan bisa disampaikan ke pastor paroki dan dipecahkan bersama. Dengan permasalahan ini tidak terlihat adanya jiwa misioner dari seorang katekis yang memiliki misi untuk menjadi kaki-tangan kristus ditengah umat dalam pelayanannya. Dengan adanya pengetahuan lebih tentang tugas misionernya sebagai orang yang terlibat aktif ambil bagian dalam Pembangunan Jemaat, maka katekis bisa semakin bersemangat dan lebih berilmu dalam mengemban tugasnya



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



119



sebagai awam pelayan Gereja. Keaktifan dan kemantapan dalam menjalani tugas pelayanan akan semakin mendorong seorang katekis untuk semakin bangga dan mencintai setiap tugas perutusan yang diembannya. Maka itu sangat penting dibutuhkan semangat dan kemantapan dalam pelayanan. Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, rekoleksi ini akan menjadi usaha untuk meningkatkan semangat hidup Pembangunan Jemaat. Dalam proses rekoleksi ini diusahakan komunikasi yang baik antara pemandu dan peserta, sehingga peserta dapat terlibat aktif dalam rekoleksi. Untuk melaksanakan rekoleksi dibutuhkan waktu yang cukup luang, karena membutuhkan waktu selama tiga hari. Kiranya waktu khusus tersebut dapat diambil bertepatan pada waktu libur lebaran. Sebab pada waktu tersebut, baik para katekis yang juga berprofesi sebagai guru maupun katekis gereja dapat meluangkan tiga hari waktu yang efektif untuk mengikuti rekoleksi. Penulis berharap dengan adanya usulan rekoleksi ini diharapkan dapat meningkatkan kembali dan menyadarkan para katekis betapa pentingnya peran awam dalam ambil bagian untuk ikut serta membangun jemaat Gereja dalam pelayanannya. c.



Tujuan dan Tema Rekoleksi Menurut hasil pengamatan yang terjadi dilapangan, terlihat masih



kurangnya niat dan kesadaran katekis untuk mengabdikan diri kepada Gereja dalam pelayanannya. Tujuan dari rekoleksi yang dibuat untuk para katekis adalah untuk memberikan semangat kepada katekis supaya lebih terlibat dalam menggabdikan diri kepada Gereja khususnya dalam Pembangunan Jemaat.



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



120



Tema Umum



:



Bersama Yesus Menjadi Misionaris Sejati



Tujuan Umum



:



Pendamping dan



peserta



semakin



mendalami



panggilan dan tugas perutusannya sebagai katekis dalam Pembangunan Jemaat sehingga umat semakin maju dan berkembang dalam mengimani Kristus Tema bersama Yesus menjadi misionaris sejati ini berisi tentang materimateri dan kegiatan yang akan membantu katekis semakin menghayati panggilan dan perutusannya serta semakin mantab mengikuti Kristus dalam tugas Pembangunan Jemaat. Bersama Yesus menjadi misionaris sejati, mengajak katekis meneladani pelayanan Yesus kepada jemaat lewat kerasulannya ditengah hidup menggereja. Tema umum ini dibagi menjadi tiga tema beserta tujuannya masing-masing, yaitu: Tema 1



:



Meneladani Yesus dalam Tanggung Jawab Sebagai Katekis.



Tujuan



:



Pendamping



dan



peserta



diharapkan



mampu



meneladani Yesus dalam pelayanan-Nya sebagai seorang katekis dan melaksanakan tanggung jawab membina iman umat. Tema 2



:



Pembangunan Jemaat Sebagai Tugas Misioner.



Tujuan



:



Pendamping dan peserta menjiwai panggilan katekis yang membangun jemaat, membina iman umat agar



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



121



umat semakin berkembang dalam iman serta mengimani Kristus sebagai tugas misioner. Tema 3



:



Semakin Mantap Menjalani Tugas Perutusan



Tujuan



:



Pendamping dan peserta semakin mantap untuk aktif dan terlibat penuh dalam tugas perutusan membangun jemaat.



d.



Gambaran Pelaksanaan Program Kegiatan rekoleksi ini akan dilaksanakan selama tiga hari. Rekoleksi akan dilaksanakan pada hari jum‟at, sabtu dan minggu. Rekoleksi dapat dilaksanakan di paroki, rumah ret-ret atau di tempat lain yang sekiranya mendukung. Susana rekoleksi dibuat semenari mungkin agar peserta tidak merasa bosan. Dinamika kelompok diberikan dalam rekoleksi agar peserta dapat berbagi pengalaman dengan sesama.



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



122



e. Matrik Program Tema Umum



:



Bersama Yesus Menjadi Misionaris Sejati



Tujuan Umum



:



Pendamping dan peserta semakin mendalami panggilan dan tugas perutusannya sebagai katekis dalam Pembangunan Jemaat sehingga umat semakin maju dan berkembang dalam mengimani Kristus



1) Rekoleksi Pertama Tema



:



Meneladani Yesus dalam Tanggung Jawab Sebagai Katekis



Tujuan



:



Pendamping dan peserta diharapkan mampu meneladani Yesus dalam pelayanan-Nya sebagai seorang katekis dan melaksanakan tanggung jawab membina iman umat.



No (1) 1



Judul Pertemuan (2) Salam pembuka dan pengantar



Tujuan Pertemuan (3) Membuka pertemuan rekoleksi dengan semangat dan saling mengenal, sehingga menjalin keakraban antara peserta selama



Materi (4)  Doa pembuka  Ucapan selamat datang  Lagu pembuka



Metode (5)



Sarana (6)



 Informasi  Gerak dan lagu



 Teks lagu “Tingkatkan karya serta karsa”  LCD



Sumber Bahan (7)  Madah Bakti no. 533



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



123



(1) 2



(2) Yesus teladan dan penuntunku



3



Istirahat snack dan minum Tanggung jawab sebagai katekis



4



5



Penutup



mengikuti rekoleksi (3) Pendamping dan peserta mampu meneladani Yesus dalam pelayanan-Nya sebagai seorang katekis.



(4)  Yesus Sang Katekis  Yesus teladanku



  



(5) Informasi Sharing Diskusi kelompok



-



 Laptop (6)  Laptop  LCD  Hand out  Kitab Suci  Lembar diskusi



-



-



-



Pendamping dan peserta menyadari tanggung jawabnya sebagai katekis untuk membina iman umat



 Tanggung jawab katekis dalam membina iman umat



  



Informasi Sharing Tanya jawab



 Laptop  LCD  Hand out



Mengakhiri rekoleksi I



 Doa penutup  Lagu penutup “Tuhanku Gembalaku”



 



Informasi Gerak dan lagu



 Laptop  LCD



(7)  Sanjaya, 2011, Belajar dari Yesus “Sang Katekis”: 21  Yohanes 21:15-19  KWI, 1996, Iman Katolik :448  KWI, Pedoman Untuk Katekis, 1993  Madah Bakti no. 301



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



124



2) Rekoleksi Kedua Tema



:



Pembangunan Jemaat Sebagai Tugas Misioner



Tujuan



:



Pendamping dan peserta menjiwai panggilan katekis yang membangun jemaat, membina iman umat agar umat semakin berkembang dalam iman serta mengimani Kristus sebagai tugas misioner.



No (1)



Judul Pertemuan (2)



1



Salam pembuka dan pengantar



2



Pembanguanan Jemaat



3



Istirahat snack dan minum



Tujuan Pertemuan (3) Membuka pertemuan rekoleksi dengan semangat, sehingga terjalin keakraban antara peserta selama mengikuti rekoleksi Pendamping dan peserta mampu menjiwai panggilan katekis yang membangun jemaat dan membina iman umat -



Materi (4)  Doa pembuka  Ucapan selamat datang  Lagu pembuka  Pembangunan Jemaat



-



  



Metode (5)



Sarana (6)



 Informasi  Gerak dan lagu  LCD  Laptop



 Teks lagu “Srengenge Nyunar”  LCD  Video



Informasi Sharing Diskusi kelompok



-



    



Sumber Bahan (7)  Youtube video



Laptop LCD Hand out Kitab Suci Lembar diskusi



 Kessel, 1997, 6 Tempayan Air: 74  Kisah Para rasul 2:41-47



-



-



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



125



(1) 4



5



(2) Tugas misioner katekis



Penutup



(3) Pendamping dan peserta menyadari dan menjiwai tugas misioner sebagai katekis Mengakhiri rekoleksi II



(4)  Tugas misioner katekis



 Doa penutup  Lagu penutup “Hidup Dalam Kristus”



  



(5) Informasi Sharing Tanya jawab



(6)  Laptop  LCD  Hand out



 



Informasi Menyanyi



 Laptop  LCD



(7)  Sanjaya, 2011, Belajar dari Yesus “Sang Katekis”: 61  Madah Bakti no. 829



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



126



3) Rekoleksi Ketiga Tema



:



Semakin Mantap Menjalani Tugas Perutusan



Tujuan



:



Pendamping dan peserta semakin mantap untuk aktif dan terlibat penuh dalam tugas perutusan membangun jemaat.



No (1) 1



2



Judul Pertemuan (2) Salam pembuka dan pengantar



Tujuan Pertemuan



Materi



Metode



Sarana



Sumber Bahan



(3)



(4)



(5)



(6)



(7)



Membuka pertemuan rekoleksi dengan semangat, sehingga terjalin keakraban antara peserta selama mengikuti rekoleksi Katekis Pendamping dan pelayaan Allah peserta mampu memaparkan diri dengan mantap sebagai pelayan Allah



 Doa pembuka  Ucapan selamat datang  Lagu pembuka  Kita Ini Pelayan Allah Yang Memaparkan Diri



 Informasi  Gerak dan lagu  LCD  Laptop   



Informasi Sharing Diskusi kelompok



 Teks lagu “Srengenge Nyunar”  LCD  Video  Laptop  LCD  Hand out



 Youtube video



 Drs. FX. Kamari, 1985, Pradnyawidya 13: Kepribadian Seorang Katekis: 13



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



127



(1) (2) 3 4



5 6 7



8



Istirahat snack dan minum Keterlibatan katekis dalam hidup menggereja



Makan siang dan istirahat Ice breaking Katekis di era globalisasi



Penutup



(3)



(4)



(5)



(6)



(7)



-



-



-



-



-



Pendamping dan peserta dapat menyadari dan menjiwai panggilan serta spiritualitas sebagai katekis -



 Identitas, Panggilan dan Spiritualitas Katekis



  



Pendamping dan peserta semakin menyadari pentingnya kemajuan era globalisasi sebagai pintu masuk Pembangunan Jemaat pendamping dan peserta diteguhkan untuk siap mengemban tugas membangun jemaat



 Eksistensi  Katekis Dalam  Meningkatkan  Pewartaan



Informasi Sharing Tanya jawab



 Laptop  LCD  Hand out



 Pengantar  Doa penutup  Lagu penutup



Informasi



 Teks lagu:  Laptop  LCD



-



Informasi Sharing Tanya jawab



-







 Laptop  LCD  Hand out



-



 Iman Katolik  KWI, Pedoman Untuk Katekis, 1993  KOMKAT KWI, 2005



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



128



f. JADWAL REKOLEKSI No



Hari



Lama kegiatan 08.00-08.30 08.30-09.00 09.00-10.30 10.30-11.00 11.30-13.00 13.00-13.15 13.15-13.30



Acara Registrasi peserta Salam pembuka dan pengantar Materi I (Yesus Teladan dan Penuntunku) Istirahat (minum dan snack) Materi II (Tanggung Jawab Sebagai Katekis) Ice breaking Penutup (pulang)



1



Jum‟at



2



Sabtu



08.00-08.40 08.40-09.00 09.00-10.30 10.30-11.00 11.30-13.00 13.00-13.10 13.10-13.30



Salam pembuka dan pengantar Ice breaking Materi I (Pembangunan Jemaat) Istirahat (minum dan snack) Materi II (Tugas Misioner Katekis) Ice breaking Penutup



3



Minggu



08.00-08.30 08.30-09.00 09.00-10.30 10.30-11.00 11.30-13.00



Salam pembuka dan pengantar Ice breaking Materi I (Katekis Pelayan Allah) Istirahat (minum dan snack) Materi II (Keterlibatan Katekis Dalam Menggereja) Istirahat (makan siang) Materi III (Katekis Era Globalisasi) Ice breaking Penutup dan sayonara



13.00-13.30 13.30-15.00 15.00-15.15 15.15-15.45



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



129



g.



Contoh Satuan Persiapan Rekoleksi



1) Identitas Kegiatan a)



Tema



:



Meneladani Yesus dalam Tanggung Jawab Sebagai Katekis.



b)



Tujuan



:



Pendamping dan peserta diharapkan mampu meneladani Yesus dalam pelayanan-Nya sebagai seorang katekis dan melaksanakan tanggung jawab membina iman umat.



c)



Peserta



:



Katekis



d)



Tempat



:



Aula paroki



e)



Waktu



:



08.00 – 13.30



f)



Metode



:



-



g)



Sarana



:



-



h)



Sumber bahan



:



-



Informasi Diskusi Sharing Tanya jawab Gerak dan lagu Teks lagu LCD Laptop Hand out Lembar diskusi Madah Bakti no. 533 Sanjaya, 2011, Belajar dari Yesus “Sang Katekis”: 21 Yohanes 21:15-19 KWI, 1996, Iman Katolik :448 KWI, Pedoman Untuk Katekis, 1993 Madah Bakti no. 312



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



130



2) Pengembangan Langkah-langkah a) Registrasi peserta (08.00-08.30) Tujuan diberlakukannya registrasi peserta ini adalah untuk memasukkan data-data berupa nama lengkap, pekerjaan, pendidikan serta nomor kontak peserta yang dapat dihubungi kembali jika ada kegiatan sehubungan dengan katekis. selain itu pula registrasi peserta ini juga dimaksudkan untuk melihat seberapa banyak SDM (sumber daya manusia) katekis yang ada di paroki baik yang aktif maupun baru terlibat. b) Salam pembuka dan pengantar rekoleksi (08.30-08-40) Bapak-ibu yang terkasih dalam Yesus Kristus, pertama-tama kita bersyukur dan berterima kasih kepada Tuhan karena kita diberi kesempatan untuk bertemu dan berkumpul bersama hari ini. Kita berkumpul bersama sebagai satu keluarga besar yang mengimani Kristus sebagai Juru selamat. Bapak-ibu yang terkasih, pada hari ini kita telah berkumpul bersama untuk mengikuti kegiatan rekoleksi dengan tema umum: Bersama Yesus Menjadi Misonaris Sejati. Melalui pertemuan ini, kita diajak untuk semakin mendalami panggilan dan tugas perutusan sebagai katekis dalam Pembangunan Jemaat. Semoga pertemuan ini kita semakin menghayati panggilan dan perutusan serta semakin mantab mengikuti Kristus dalam tugas Pembangunan Jemaat. Bersama Yesus menjadi misionaris sejati, mengajak kita meneladani pelayanan Yesus kepada jemaat lewat kerasulannya ditengah hidup menggereja.



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



131



c)



Doa (08.40-08.50)



Bapa yang Maha-baik, kami bersyukur dan berterima kasih atas rahmat yang telah Engkau berikan kepada kami sampai saat ini. Secara khusus, kami juga mengucapkan banyak terima kasih karena pada kesempatan ini, kami juga Kau kumpulkan dalam satu ikatan keluarga yang mengimani Kristus. Saat ini kami akan bersama-sama menggali, merefleksikan sejauh mana kami sungguh menyadari akan pentingnya tugas misioner sebagai katekis dalam membangun jemaat dibawah genggaman tangan Kristus. Bimbinglah dan hantarlah kami agar semakin mampu untuk menjadi katekis yang mampu melayani umat dalam perlindungan mu dan menjadi katekis sejati dalam setiap pelayaan dengan rendah hati. Kami persembahkan segala pembicaraan kami saat ini kepada-Mu, semoga Engkau berkenan memberkati dan menyemangati usaha pendalaman iman kami ini. Demi Kristus, Tuhan dan Pengantara kami. Amin. d)



Lagu pembukaan (08.50-09.00)



Tingkatkan karya serta karsa membangun dunia. Walaupun rintangan menghadang di jalan, majulah terus kita 'kan menang, jangan bimbang. Walau penuh pengorbanan, namun penuh pengharapan, jangan kita putus asa. (Madah Bakti 533 e)



Sesi I: Yesus Teladan dan Penuntunku (09.00-10.30)



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



132



(1) Pengantar (09.00-09.10) Bapak-ibu yang yang terkasih dalam Kristus, memasuki sesi pertama ini, bapak-ibu akan mendapatkan pengetahuan dan materi dengan tema: “Yesus Teladan dan Penuntunku”. Dalam sesi ini nanti akan dibi lagi menjadi dua bagian materi yaitu Yesus Sang Katekis dan Yesus Teladanku. Materi ini berkaitan dengan tujuan yang akan kita capai untuk meneladani Yesus dalam pelayanan-Nya sebagai seorang katekis. Dalam sesi pertama ini bapak-ibu nantinya akan sharing berbagi pengalaman, diskusi dan tanya jawab. (2) Materi (09.10-10.30) (a) Yesus Sang Katekis (09.10-09.50) Gereja merupakan Umat Allah yang saat ini sedang berziarah menuju kebahagiaan abadi bersama Allah. Setiap anggota Gereja memiliki peranan masing-masing dalam kehidupannya. Namun secara sederhana bahwa mereka merupakan umat yang dipanggil oleh Allah. Panggilan mereka berdasar pada sakramen permandian dan penguatan yang diterimanya. Dengan hal ini mereka dipanggil dan diutus untuk memberitakan Kabar Keselamatan kepada semua orang. Yesus merupakan teladan bagi kita semua. Selama kehidupanNya, Yesus telah mewartakan Karya Keselamatan. Yesus juga memberi perutusan kepada kita untuk mewartakan Injil kepada semua orang sebelum kenaikanNya ke surga. Perutusan inilah yang kemudian terus dihidupi oleh Gereja sebagai penerus karya keselamatan dari Yesus.



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



133



Perintah yang diberikan oleh Yesus membuat Gereja semakin menggiatkan dirinya untuk memberitakan Karya Keselamatan. Secara langsung perutusan ini diterima oleh semua anggota Gereja, sehingga Gereja mengeluarkan dekrit Apostolicam Actuositatem yang pada intinya mengajak semua anggota Gereja untuk terlibat aktif dalam mewartakan Kerajaan Allah, yang secara khusus diberikan kepada kaum awam. Setiap orang yang dibaptis telah diangkat menjadi Umat Allah. Hal ini menyebabkan orang tersebut secara pribadi dipanggil oleh Allah untuk memberikan pewartaan bagi kedatangan Kerajaan Allah. Saat menjadi awam ada berbagai macam panggilan atau kerasulan yang berbeda-beda. Secara khusus bagi katekis yang memiliki sumber panggilan dari sakramen pembaptisan dan penguatan yang diterimanya. Katekis adalah semua umat beriman kristiani, baik klerus maupun awam yang dipanggil dan diutus oleh Allah menjadi pewarta SabdaNya. Profesi kehidupan seorang katekis adalah mengajar dan mewartakan Sabda Allah ditengah-tengah umat. Dari pengertian tentang katekis, kita dapat mengetahui bahwa yang menjadi katekis tidak hanya kaum awam saja, para kleruspun adalah katekis. Para pastor paroki merupakan katekis utama dalam parokinya yang bertugas mengajar agama dan moral kristiani kepada umat yang dipercayakan kepadanya. Panggilan menjadi katekis ialah panggilan yang luhur. Hal ini disebabkan karena katekis mengambil bagian dalam tugas pengajaran Kristus di dunia. Sehingga seorang katekis harus mempunyai sikap mengamalkan segala hal yang telah diperolehnya kepada umat beriman. Dia menjadi batu penjuru



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



134



bagi umat yang ingin mengetahui ajaran kristiani dan yang ingin mengenal Yesus sebagai penyelamat.







Tugas Pokok Katekis “Pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka



dalam Nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah kuperintahkan kepadamu” (Mat. 28:19-20). Inilah perintah perutusan dari Yesus kepada semua Umat Allah, yang khususnya kepada katekis. Perutusan harus selalu dihayati secara mendalam agar katekis benar-benar menjadi pewarta yang tangguh. Dari perutusan Yesus tersebut kita dapat melihat bahwa tugas pokok katekis ialah: 



Mewartakan Sabda Allah Katekis mempunyai tugas untuk mewartakan Sabda Allah. Ini merupakan



tugas perutusan yang diberikan oleh Yesus. Hal ini berarti katekis dalam kerasulannya bertugas untuk menghadirkan Sabda Allah kepada umat sesuai dengan kebutuhan yang umat hadapi. Dengan maksud untuk menghantarkan umat mencapai kepenuhan hidup Kristus. 



Memberi Kesaksian Kesaksian hidup katekis memiliki peranan penting bagi umat beriman.



Sehingga dibutuhkan keselarasan rohani dan tindakan hidup. Untuk itu, sikap yang dituntut seorang katekis adalah mengamalkan segala sesuatu yang diajarkan kepada umat beriman. Katekis harus memberi contoh baik yang selaras dengan pengajarannya. Dengan demikian, kesaksian katekis dapat mendorong



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



135



umat agar semakin menghayati kehidupannya agar selaras dengan ajaran Kristus.



(b)



Kerasulan Awam Kerasulan awam sudah muncul dalam Gereja sejak zaman Tuhan Yesus



di Yerusalem. Zaman Gereja perdana dimana Yesus sang utusan Bapa mengelilingi daerah Palestina untuk menyampaikan kasih Allah pada manusia yang berdosa. Hal ini dapat dilihat dari istilah “awam” yang dipergunakan pada zaman Perjanjian Baru, yakni “apostolos” yang berarti “yang diutus”. Namun pemikiran mengenai kerasulan awam ini baru muncul pada Konsili Vatikan II. Saat itu Konsili Vatikan II berhasil merumuskan dan memutuskan mengenai kerasulan awam dalam suatu Dekrit Konsili yang disebut dengan Dekrit Apostolicam Actuositatem atau Dekrit tentang Kerasulan Awam. Gambaran kerasulan awam dalam Konsili Vatikan II yakni “Gereja diciptakan untuk menyebarkan kerajaan Kristus di seluruh dunia demi kemuliaan Allah Bapa. Dengan demikian semua manusia mengambil bagian dalam penebusan yang menyelamatkan dan lewat mereka seluruh dunia benar-benar diarahkan kepada Kristus. Semua usaha Tubuh Mistik yang mempunyai tujuan ini dinamakan kerasulan. Kerasulan dijalankan Gereja melalui anggotanya, walaupun dengan cara berbeda-beda. Panggilan Kristen dari kodratnya adalah panggilan untuk kerasulan. Seperti dalam kesatuan badan yang hidup, tidak satu anggota pun bersikap melulu pasif, tetapi serentak mengambil bagian dalam kehidupan tubuh dan berperan dalam kegiatannya, demikian pula dalam Tubuh Kristus yakni



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



136



Gereja, seluruh tubuh mengusahakan pengembangan tubuh menurut kegiatan sesuai dengan takaran tiap anggotanya (Apostolicam Actuositatem 2).



Konsili Vatikan II memberi gambaran kerasulan awam secara luas dan menyeluruh. Kerasulan mencakup setiap kegiatan Tubuh Mistik Kristus, baik yang dilakukan di dalam Gereja maupun masyarakat atau dunia. Kata kerasulan dapat dikatakan sebagai berikut: “Semua awam yang terhimpun dalam Umat Allah dan berada dalam satu Tubuh Kristus dibawah satu kepala, tanpa terkecuali, dipanggil untuk sebagai anggota yang hidup menyumbangkan segenap tenaga yang mereka terima berkat kebaikan Sang Pencipta dan rahmat Sang Penebus demi perkembangan Gereja serta pengudusan terus menerus. Oleh karena itu, kerasulan awam disebut sebagai partisipasi dalam misi keselamatan Gereja serta sebagai usaha menghadirkan dan mengaktifkan Gereja, khususnya bilamana hanya melalui merekalah Gereja dapat hadir.



(c) Pendasaran Kerasulan Awam Pendasaran kerasulan awam pada umumnya ialah dengan teologi persekutuan (theologia communionis). Pendasaran ini menekankan pada posisi dan status berbeda sambil bersamaan antara karisma imamat jabatan dan imamat umum. Menurut Paus Joannes Paulus II dimensi-dimensi dalam pendasaran teologi persekutuan ini ialah mencakup isi sentral misteri atau rencana ilahi untuk keselamatan umat manusia (Joannes Paulus II, 1998d, 19). Hal-hal yang terdapat dalam pendasaran ini yakni:



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



137







Dimensi terdalam dari teologi persekutuan ialah mengenai kesatuan dan



perbedaan sehingga menjadi persekutuan antara manusia dengan Allah. Dalam Yesus Kristus dan Roh Kudus, umat dijadikan satu dengan persekutuan Bapa, Putera dan Roh Kudus. 



Persekutuan dengan Allah Putera yakni Yesus Kristus, yang dilihat lewat



pendasaran kristologi pokok anggur: penggabungan orang-orang kristiani kedalam kehidupan Krsitus. Dan juga persekutuan umat dengan Roh Kudus dalam pelbagai rahmat, yang memperbarui kehidupan jemaat. 



Persekutuan dengan orang kudus. Dalam Credo dan katekismus kita



percaya adanya persekutuan Orang Kudus dan kita bersekutu dengan mereka dalam hal memohon bantuan kepada mereka untuk mendoakan kita. 



Persekutuan dengan para anggota Gereja. Persekutuan ini memungkinkan



komunikasi kehidupan dan cinta antara para anggota di dalam Gereja, yakni persekutuan dengan semua orang beriman. 



Persekutuan antara umat awam dengan imam. Kesatuan ini sangat



mendalam dan bersifat hakiki yang diandaikan sebagai dasar asali: ada satu umat Allah terpilih; satu Tuhan, satu iman, satu pembaptisan (Ef 4:5). 



Persekutuan kolegialitas dan solidaritas. Kolegialitas (kerekanan)



menunjuk kepada kesetaraan status dan posisi. Sedangkan segi solidaritas dikembangkan kerjasama pada tingkat-tingkat yang sama dan berbeda-beda dalam Keuskupan serta semangat subsidiaritas yang tetap mengakui hak-hak dan kewajiban bawahan sebanding dan bertanggung jawab.



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



138



(d)



Panggilan Awam untuk Merasul Kerasulan merupakan upaya Gereja menyebarluaskan Kerajaan Kristus



di dunia ini demi kemuliaan Allah Bapa. Setiap anggota Gereja dipanggil untuk merasul dengan mewartakan Injil, supaya dapat menggarami semua orang agar terarah pada Yesus Kristus untuk diselamatkan olehNya. Awam diserahi tugas untuk menyucikan (imamat), mengajar (kenabian) dan memimpin (rajawi). Awam memiliki ciri khas status hidup yaitu hidup di tengah masyarakat dengan banyak urusan duniawi sehingga dijiwai semangat Kristiani untuk menunaikan kerasulan mereka (Apostolicam Actuositatem 2). Kaum awam memiliki hak untuk menerima perutusan merasul yang didasarkan pada Kristus. Mereka dipanggil untuk merasul berkat baptisan, Sakramen Krisma, dan Sakramen Ekaristi. Mereka menjalankan kerasulan dalam iman, harapan dan kasih. Mereka menerima pencurahan Roh Kudus supaya jerih payah dalam mewartakan Injil sungguh dapat diterima oleh semua orang (Apostolicam Actuositatem 3). Meskipun demikian, karya kerasulan tidak bisa dilepaskan dari Kristus sebagai sumber kehidupan Gereja. Awam perlu memiliki spiritualitas yang baik sebagai bekal dalam kegiatan merasul. Spiritualitas ini tampak dalam kehidupan rohani awam yang didorong oleh cinta kasih yang berasal dari Allah. Dalam semangat cinta kasih, awam memiliki perutusan untuk menyucikan sesamanya dengan mewartakan Kabar Keselamatan dan memanggil sesama untuk masuk dalam kepenuhan hidup Kristus. Semuanya itu tidak bisa dilepaskan dari teladan Bunda Maria, yang selalu memperhatikan semua umat



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



139



yang masih berziarah di dunia ini untuk menuju kebahagiaan kekal (Apostolicam Actuositatem 4).



(e) Pelbagai Bidang Kerasulan Awam Kerasulan awam memiliki bidang-bidang yang luas dalam lingkup Gereja dan masyarakat umum. Aneka bidang kegiatan kerasulan seperti jemaatjemaat gerejawi, keluarga, kaum muda, lingkungan sosial, tata nasional dan internasional (Apostolicam Actuositatem 9). Dalam jemaat gerejawi, awam berperan serta dalam tugas sebagai imam, nabi dan raja. Awam dapat membantu tugas hirarki dalam kegembalaan Gereja. Sehingga awam perlu memiliki relasi yang dekat dengan hirarki. Selain itu, relasi awam dengan Keuskupan dan Paroki menjadikan sebuah perutusan pewartaan secara bersama-sama demi keselamatan semua manusia (Apostolicam Actuositatem 10). Kegiatan kerasulan selanjutnya ialah di keluarga. Allah telah menyatukan suami dan isteri menjadi satu keluarga dalam sakramen. Suamiisteri memiliki peranan dalam pendidikan kerasulan bagi anak-anaknya. Keluarga menjadi sel penting dalam kedidupan bermasyarakat dan bersemangat untuk membantu sesama yang berkekurangan (Apostolicam Actuositatem 11). Selain itu, kaum muda memiliki peranan penting dalam masyarakat dan Gereja. Kaum muda menjadi aset dan kekuatan penting serta penerus dalam kegiatan kerasulan. Kaum muda juga perlu dialog dengan kaum dewasa untuk saling berbagi dalam perutusan merasul (Apostolicam Actuositatem 12).



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



140



Awam terpanggil untuk menyampaikan nilai Kristiani, sehingga meresapi masyarakat dalam segi-segi hidup bersamanya. Ini merupakan kerasulan bidang lingkungan sosial. Kaum Awam membawa sesama kepada Yesus Kristus dan Gereja-Nya, melalui hidup solidaritas dengan sesama warga negara (Apostolicam Actuositatem 13). Perutusan kerasulan awam memiliki peranan juga dalam kehidupan nasional dan internasional, dalam rangka menuju kesejahteraan umum. Kaum Awam mengusahakan dirinya berbobot dan jangan menolak untuk menjalankan urusan-urusan umum. Kaum awam perlu berkerjasama dengan semua orang dalam setiap bangsa yang disemangati oleh nilai-nilai Injili demi terwujudnya kesejahteraan bersama (Apostolicam Actuositatem 14). (f)



Kesimpulan Setiap orang dipanggil oleh Allah untuk karya pewartaan di dunia ini.



Hal ini merupakan sebuah anugerah bagi mereka yang dengan bahagia menyadari dan menanggapi panggilan tersebut. Yesus memberi perintah kepada kita untuk pergi ke seluruh dunia dan mewartakan Injil (Mat 28:19-20). Perintah ini berarti kita semua memiliki hak untuk mewartakan Injil. Salah satu sikap menerimanya ialah dalam kerasulan awam. Kerasulan awam menjadi upaya untuk mewartakan Kerajaan Allah di tengah-tengah masyarakat. Salah satu bidang kerasulan awam ialah katekis. Katekis yang dimaksud disini ialah katekis dari kaum awam. Katekis ini memiliki peranan penting dalam kegiatan kerasulan sebab berkat pembaptisan mereka dipersatukan dengan Kristus. Mereka dipanggil untuk menjalankan tugas pewartaan Injil. Dekrit ini



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



141



memberi gambaran bahwa katekis merupakan sebuah kerasulan dalam Gereja yang melaksanakan perutusan untuk mewartakan Injil dan menyucikan umat manusia yang berkat pembaptisan yang menyatukannya menjadi anggota Gereja dan berkat sakramen penguatan yang meneguhkannya dalam terang Roh Kudus serta melalui Ekaristi yang memberi jiwa kerasulan untuk hidup dalam Yesus Kristus. Hal ini berarti katekis sebenarnya ialah awam yang merasul. Mereka menjalankan semangat kerasulan dalam terang Roh Kudus dan semuanya itu merupakan anugerah dari Allah sendiri. Dekrit Apostolicam Actuositatem mengatakan bahwa semangat kerasulan sangat kuat zaman dulu, sedangkan saat ini mulai terpengaruhi oleh adanya kemajuan teknologi dan bertambahnya manusia. Konsili menginginkan agar semangat kerasulan tidak hilang melainkan terus dihidupi, sehinga konsili mendorong supaya semua anggota Gereja (khususnya kaum awam) ikut terlibat kegiatan kerasulan. Hal ini penting supaya semua manusia mengalami keselamatan dalam Yesus Kristus. Kegiatan merasul pun memiliki pelbagai bidang kehidupan dan semuanya mengarah pada karya pewartaan Injil di dunia ini. Karena kerasulan memiliki bidang-bidangnnya maka cara untuk mewartakan Karya Keselamatan pun beranekaragam sesuai dengan bidangnya masingmasing. Dalam hal ini, dibutuhkan pembinaan tertentu bagi mereka yang ikutserta dalam kegiatan merasul sehingga semangat kerasulannya tidak hilang, bahkan selalu dihidupi untuk senantiasa mewartakan Injil agar semua manusia bisa mengalami keselamatan.



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



142



Secara khusus bagi calon katekis yang saat sedang mempersiapkan diri. Kehidupanya saat ini memang banyak dipenuhi tantangan yang terkadang membuat mereka sering mengeluh. Meskipun demikian, dengan adanya dekrit ini bisa memberikan semangat bagi calon katekis untuk tetap semangat untuk tugas perutusan yakni mewartakan Karya Keselamatan Allah kepada semua orang. Bagi semua umat beriman kristiani, dekrit ini memberi gambaran bahwa mereka juga menerima perutusan untuk mewartakan Sabda Allah. Hal ini berarti mereka memiliki hak untuk karya perutusan ini.



(g) Yesus Teladanku (09.50-10.30) 21:15. Sesudah sarapan Yesus berkata kepada Simon Petrus: "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku lebih dari pada mereka ini?" Jawab Petrus kepada-Nya: "Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau." Kata Yesus kepadanya: "Gembalakanlah domba-domba-Ku." 21:16 Kata Yesus pula kepadanya untuk kedua kalinya: "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?" Jawab Petrus kepada-Nya: "Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau." Kata Yesus kepadanya: "Gembalakanlah domba-domba-Ku." 21:17 Kata Yesus kepadanya untuk ketiga kalinya: "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?" Maka sedih hati Petrus karena Yesus berkata untuk ketiga kalinya: "Apakah engkau mengasihi Aku?" Dan ia berkata kepadaNya: "Tuhan, Engkau tahu segala sesuatu, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau." Kata Yesus kepadanya: "Gembalakanlah domba-domba-Ku. 21:18 Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya ketika engkau masih muda engkau mengikat pinggangmu sendiri dan engkau berjalan ke mana saja kaukehendaki, tetapi jika engkau sudah menjadi tua, engkau akan mengulurkan tanganmu dan orang lain akan mengikat engkau dan membawa engkau ke tempat yang tidak kaukehendaki." 21:19 Dan hal ini dikatakan-Nya untuk menyatakan bagaimana Petrus akan mati dan memuliakan Allah. Sesudah mengatakan demikian Ia berkata kepada Petrus: "Ikutlah Aku."



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



143



Teks ini sudah amat terkenal. Ini adalah dialog antara Yesus dengan Petrus yang terdapat pada akhir Injil Yohanes. Pada pertemuan antara Yesus dan Petrus yang terjadi sesuadah kebangkitan, terjadilah dialog yang diwarnai oleh angka tiga. Tiga kali Yesus yang bangkit bertanya kepada murid-Nya, “Apakah engkau mengasihi Aku?” (ayat 15.16.17). Tiga kali Petrus menjawab secaara positif, dan tiga kali juga Yesus memberikan penugasannya, “Peliharalah domba-domba-Ku” (ayat 15.16.17). Dalam dialog itu, dengan jelas dikaitkan kesediaan mengasihi Yesus dengan tanggung jawab menggembalakan domba-domba-Nya. Boleh dikatakan bahwa “menggembalakan domba” merupakan perwujudan dari “mengasihi Yesus”. Gagasan ini menarik dan muncul beberapa kali dalam Injil Yohanes. Dalam Yoh 15, 12, Yesus mengatakan, “inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu”. Yesus tidak mengatakan “Engkau mesti mengasihi Aku karena Aku telah mengasihi kamu” seperti pola timbal balik yang biasanya dipraktikkan di antara kita. Yang diperintahkan Yesus adalah “kalau kamu mengasihi Aku, maka kamu harus saling mengasihi atau mengasihi sesama”. dalam konteks Yoh 21, perintah itu berarti demikian: kalau



para



murid



menggembalakan



mengasihi



Yesus,



domba-domba-Nya.



maka



Ukuran



mereka mengasihi



mesti Yesus



bersedia adalah



kesediaan memelihara kawanan domba-Nya. Bahwa sampai tiga kali Yesus bertanya hal yang sama kepada Petrus sehingga Petrus merasa sedih, menunjukkan bahwa masalahnya merupakan soal yang serius. Ini bukan soal main-main! Tampaknya untuk soal yang satu ini,



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



144



Yesus sungguh-sungguh membutuhkan ketegasan dan komitmen yang jelas dari pihak Petrus. Kalau ya, ya; kalau tidak, tidak! Sering kali, teks perutusan seperti ini dianggap lebih tepat atau bahkan hanya untuk perutusan para imam serta biarawan-biarawati. Di satu pihak pandangan seperti itu tidak keliru. Di kalangan kita, kosa kata “gembala dan domba” sering kali dikaitkan dengan para imam dan umat. Imam adalah sang gembala, dan umat adalah posisi sebagai domba. Oleh karena itu, kita mendengar ada yang disebut surat gembala, dan beberapa tahun yang lalu, ada juga yang disebut surat domba. Akan tetapi dilain pihak, rasanya tidak perlu membatasi penerapan teks seperti itu. Pada jaman Yesus, jelas belum ada hierarki Gereja seperti yang di miliki sekarang. Paling-paling, yang ada hanyalah dua belas rasul dengan Petrus sebagai “pemimpinnya”. Oleh karena itu, teks perutsan seperti itu rasanya juga tepat jika diterapkan untuk para pemimpin jemaat, termasuk di dalamnya para katekis. tambahan lagi, seperti yang sudah disebutkan, para katekis ikut ambil bagian dalam tugas Gereja. Dengan demikian, para katekis juga mendapatkan tugas perutsan dari Yesus yang bangkit untuk “menggembalakan kawanan domba-Nya” Lalu, apa artinya menggembalakan atau menjadi gembala? Pada zaman Yesus-dan sebenarnya juga pada zaman jauh sebelumnya- setidak-tidaknya ada 2 (dua) tugas penting seorang gembala yang bertanggung jawab: yang pertama adalah menjamin tersedianya makanan bagi kawanannya, yang kedua menjaga kawanan dari ancaman yang ada. Justru karena seorang gembala bertanggung jawab untuk menyediakan makanan bagi kawanannya, maka dia harus tahu



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



145



diman tempat “padang yang berumput hijau dan air yang tenang” (bdk. Mazmur 23, 2). Kadang-kadang, dia harus pergi bersama kawanannya selama berharihari, dari satu tempat ke tempat yang lain, untuk mencari padang rumput yang hijau. Oleh karena itu, seorang gembala perlu mempunyai penguasaan medan yang baik. Sejalan dengan itu, seorang gembala juga harus mempunyai kemampuan dan keberanian untuk menjaga kawanannya. Seorang gembala biasanya membawa “Gada atau Tongkat” gembala (bdk. Mazmur 23, 4). Untuk mengarahkan kawanannya. Tetapi “Gada atau tongkat” juga bisa berfungsi sebagai senjjata untuk menghadapi binatang buas atau pencuri yang mengancam (bdk. Yohanes 10, 10). Dari bacaan di atas, dua pokok rasanya perlu menjadi dasar hidup atau boleh dikatakan spiritualitas seorang katekis. yang pertama ialah mengasihi Yesus; dan yang kedua, kesediaan menggembalakan domba-domba-Nya sebagai wujud dari kasih itu. Dua hal itu tidak bisa dipisahkan dan harus ada bersama. Sebagai mana kasih perlu diwujudkan dalam tindakan kongkrit, maka rumusan indah “mengasihi Yesus” juga perlu mendapatkan wujudnya. Yesus meminta agar kasih kepada-Nya diarahkan kepada saudara-saudara-Nya. Dalam hidup-Nya sendiri, Yesus sudah membuktikan hal tersebut dengan memberikan nyawa-Nya bagi domba-domba-Nya (bdk. Yohanes 10, 16). Dengan demikian, hal yang iya minta kepada murid-Nya adalah hal yang Ia sendiri sudah lakukan. Ini adalah satu keistimewaan dalam diri Yesus yang harus juga menjadi pegangan hidup kita.



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



146



f) Istirahat minum dan snack (10.30-13.00) Diisi dengan menikmati hidangan dan sejenak bersantai dari beberapa materi yang diberikan sekaligus untuk saling bercengkrama antara peserta agar suasana rekoleksi semakin hangat danlebih rileks. g)



Sesi II: Tanggung Jawab Sebagai Katekis (13.00-15.30)



(1)



Pengantar (13.00-13.10) Bapak-ibu sekalian, setelah kita beristirahat sejenak dengan snack dan



minuman yang telah kita santab. Maka selanjutnya kita akan masuk pada sesi selanjutnya mengenai apa saja tanggung jawab dan tugas sebagai seorang katekis yang harus diemban dalam membina iman umat. Dari pertemuan ini diharapkan bapak-ibu bisa mengambil manfaat ketika dalam pelayanannya nanti. (2)



Materi : Tanggung Jawab Katekis Dalam Membina Iman Umat (13.1015.00)



(a)



Katekis: Kaum Beriman Awam yang Membimbing Orang untuk Beriman



Sebagai kaum beriman awam, identitas dan spiritualitas katekis mesti mengalir pula dari jatidirinya sebagai kaum beriman awam. Berkat Sakramen Baptis dan Krisma, dia mengemban tritugas imamat Kristus sebagai imam, nabi, dan raja (LG 31). Tugas kenabian berarti turut mewartakan Injil kepada segala makhluk (Mrk 16:15) dan menjadikan semua bangsa murid Kristus (Mat 28:1920a). Sebagai kaum beriman awam, tugas kenabian diwujudkan dengan cara



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



147



memberikan kesaksian hidup Injili (LG 35; bdk. Mat 5:16) dan mewartakan dengan kata-kata (AA 6). Kerap poin kedua ini kurang mendapat perhatian, padahal Konsili Vatikan II dengan tegas menyatakan, “Rasul yang sejati mencari kesempatan-kesempatan untuk mewartakan Kristus dengan kata-kata, baik kepada mereka yang tidak beriman untuk menghantar mereka kepada iman, baik kepada kaum beriman untuk mengajar dan meneguhkan mereka, dan mengajak mereka hidup dengan semangat lebih besar “ (AA 6).



Sementara katekis awam yang berkeluarga, kehidupan perkawinannya merupakan bagian integral spiritualitasnya. Paus Yohanes Paulus II menulis, “para katekis yang telah berkeluarga diharapkan menjadi saksi yang tetap bagi nilai perkawinan Kristiani, yang menghidupi sakramen perkawinan dalam kesetiaan penuh dan mendidik anak mereka dengan rasa tanggung jawab” .



Selanjutnya, para katekis awam ini mendapat panggilan tambahan. “Kemudian Hierarki juga mempercayakan kepada kaum awam berbagai tugas, yang lebih erat berhubungan dengan tugas-tugas gembala, misalnya di bidang pengajaran Kristiani, dalam berbagai upacara liturgi, dalam reksa pastoral. Berdasarkan perutusan itu dalam pelaksanaan tugas mereka para awam wajib mematuhi sepenuhnya Pimpinan Gereja yang lebih tinggi” (AA 24). Secara eksplisit juga dikatakan, “Secara intensif mereka menyumbangkan tenaga dengan menyampaikan sabda Allah, terutama melalui katekese” (AA 10).



Keterlibatan kaum awam dalam pewartaan Injil ini bukanlah hal yang baru. Dalam Perjanjian Baru juga dinyatakan banyak pria dan wanita yang



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



148



membantu Paulus dalam pewartaan Injil dengan berjerih lelah dalam Tuhan (lih. Flp 4:3; Rom 16:3). Demikian pula pasutri Priskila-Akwila membimbing Apolos, seorang yang fasih tentang Kitab Suci dari Aleksandria, untuk mengenal Jalan Tuhan sehingga kemudian menjadi pewarta Injil yang handal (lih. Kis 18:24-28).



(b)



Membimbing dan Mengajar Katekumen



Tujuan katekese adalah persatuan dengan Kristus (GDC 80). Salah satu kelompok yang dibimbing dan diajar oleh para katekis adalah para katekumen/calon baptis. Para calon murid Tuhan ini harus diajar melakukan semua perintah-Nya (Mat 28:20a). Mereka perlu dibimbing untuk menanggalkan manusia lama dan mengenakan manusia baru yang terus-menerus diperbaharui dalam kebenaran dan kekudusan (Ef 4:22). Mereka mesti dimotivasi meninggalkan perbuatan kegelapan dan mengenakan perlengkapan senjata terang (Rom 13:12). Mereka mesti dibimbing pada kepenuhan pengetahuan akan Allah (lih. 2 Tim 2:4; Ef 4:13). Hukum Gereja memberikan rambu-rambu pengajaran bagi mereka sbb: “Para katekumen, melalui pengajaran dan masa percobaan hidup kristiani, hendaknya diperkenalkan dengan tepat kepada misteri keselamatan serta diantar masuk ke dalam kehidupan iman, liturgi, cinta kasih umat Allah serta hidup kerasulan” (Kan 788§2).



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



149



(c)



Belajar dari St. Paulus:



Perlunya Kerjasama Rahmat Tuhan dan Upaya Kateketis perlu disadari bahwa penggerak utama karya pewartaan Injil adalah Roh Kudus sendiri (EN 75). Hanya oleh rahmat Tuhan seseorang dipanggil menjadi murid Kristus. “Tidak ada seorang pun yang dapat datang kepada-Ku, jikalau ia tidak ditarik oleh Bapa yang mengutus Aku, dan ia akan Kubangkitkan pada akhir zaman, ” demikian Sabda Yesus (Yoh 6:44.bdk. 6:65). Dan hanya oleh Roh Kudus seseorang mampu berkata “Yesus adalah Tuhan” (1 Kor 12:3).



Maka dalam pewartaannya, Paulus tidak mengandalkan kata-katanya sendiri, tetapi terlebih mengandalkan kekuatan Roh (1 Tes 1:5). Sebab dia menyadari bahwa hanya Tuhan yang sanggup membuka pintu untuk pewartaannya (lih. 2 Kor 2:12 dan Kol 4:3). Secara indah dalam Kis, dituturkan bagaimana di tempat sembahyang Yahudi di kota Filipi, Tuhan membuka hati Lidia (Kis 16:14; bdk. Kis 14:27) sehingga ia mendengarkan pewartaan Paulus dan kemudian memberi diri dibaptis beserta keluarganya. Saat mengalami tantangan pewartaan dan dalam perjuangan yang berat, Paulus tetap berani mewartakan Injil semata-mata karena berkat pertolongan Tuhan (1 Tes 2:2). Maka untuk keberhasilan karya misinya ini, tak segan-segan Paulus meminta umat untuk turut mendoakannya. “Selanjutnya, saudara-saudara, berdoalah untuk kami, supaya firman Tuhan beroleh kemajuan dan dimuliakan, sama seperti yang telah terjadi di antara kamu, dan supaya kami terlepas dari para



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



150



pengacau dan orang-orang jahat, sebab bukan semua orang beroleh iman” demikian pintanya(2 Tes 3:1-2; lih. Rom 15:30-32).



Kendati demikian, bukan berarti usaha dari pihak manusia tidak perlu. Paulus yang dari kecil dididik dalam Taurat dan pernah menjadi murid Gamaliel (Kis 22:3) memang dipersiapkan untuk menjadi alat pilihan di tangan Tuhan untuk mewartakan nama-Nya (Lih. Kis 9:15). Maka penguasaan Paulus akan Kitab Suci memberi andil dalam keberhasilan pewartaannya, sama seperti Apolos (lih. Kis 18:27-28). Dalam mewartakan Injil di kota-kota Yunani, Paulus pertama-tama akan mencari rumah ibadat Yahudi (sinagoga). Sebab di sana dia bisa bertemu dengan orang-orang Yahudi maupun orang-orang yang takut akan Tuhan (simpatisan Yahudi), terlebih di sana dia mendapat peluang untuk memberikan kesaksian tentang Yesus seperti terjadi di Antiokhia Pisidia (Kis 13:14-16) maupun di Tesalonika (Kis 17:2-3). Ketika berada di Filipi dia tidak menemukan rumah ibadat Yahudi, maka dia dan kawan-kawannya menyusuri sungai, sebab tempat sembahyang Yahudi pasti tidak jauh dari sungai untuk mengadakan ritual pembasuhan. Dugaannya tidak meleset (Kis 16:13).



Sementara ketika tiba di Areopagus kota Atena, dia mesti mencari pintu masuk pewartaan. Saat menemukan adanya mezbah untuk “Allah yang tidak dikenal” (Kis 17:23), dia pun menjadikannya sebagai pintu masuk pewartaan Injil. Selanjutnya dengan lantang dia mewartakan bahwa Kristus yang tersalib itu telah bangkit kembali. Suatu pewartaan yang tidak menarik bagi orang-orang Yunani yang mengharapkan pembebasan jiwa dari penjara badan. Kendati tidak



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



151



banyak membawa hasil (Kis 17:34), terobosan katekese kreatifnya ini patut diapresiasi. Demikian pula aneka kesempatan dipakai oleh Paulus untuk mewartakan Injil, termasuk saat dihadapkan ke sidang Mahkamah Agama Yahudi (Kis 23:6), di hadapan Raja Herodes Agripa II (Kis 26:24-32), maupun saat menjadi tahanan rumah di kota Roma (Kis 28:30-31).



Paulus melakukan apa yang kemudian dinasihatkannya sendiri kepada Titus, “Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya” (Tit 4:2a). Hal yang sama dilakukan oleh jemaat perdana, saat terjadi penganiayaan di Yerusalem, mereka pun menyebar ke seluruh negeri Palestina. “Mereka yang tersebar itu menjelajah ke seluruh negeri itu sambil memberitakan Injil” (Kis 8:2). Demikian pula Petrus dan Yohanes, dalam perjalanan pulang dari Samaria ke Yerusalem mereka memberitakan Injil dalam banyak kampung di Samaria(Kis 8:25).



Sebagai pewarta firman, Paulus berusaha menyesuaikan diri dengan situasi pendengarnya agar dapat memenangkan mereka semua bagi Injil Tuhan (lih. 1 Kor 9:19-22). Untuk mewartakan Injil ini, Paulus mesti bertekun dan siap mengalami aneka rintangan dan penderitaan (lih. 2 Kor 11:23-28). Lebih dari itu, Paulus berusaha menjadi saksi Injil melalui keteladanan hidupnya. “Dalam hal apapun kami tidak memberi sebab orang tersandung, supaya pelayanan kami jangan sampai dicela” (2 Kor 6:3).



Bagaimana pun juga, dalam pewartaan Injil diperlukan kerjasama rahmat Tuhan dan kerja keras usaha kita. Menarik bahwa Gereja memiliki dua



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



152



pelindung karya misi, yakni St. Fransiskus Xaverius yang gigih mewartakan Injil kemana-mana (3 Des) dan St. Theresia Lisieux, seorang biarawati kontemplatif yang banyak berdoa untuk para misionaris (1 Okt). Sebagai katekis, upaya memperdalam sumber-sumber iman dan aneka metodenya memang penting, namun juga harus disertai dengan doa yang mendalam.



(d)



Tuntutan bagi Seorang Katekis



Mengingat tugas mewartakan Injil ini bukanlah perkara mudah, maka dituntut dari seorang katekis hal-hal berikut ini. Pertama, yakin akan iman yang hendak diwartakannya. Tulis Paulus, “Sebab aku mempunyai keyakinan yang kokoh dalam Injil, karena Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya, pertama-tama orang Yahudi, tetapi juga orang Yunani” (Rom 1:16).



Kedua, tuntutan belajar terus-menerus baik materi iman yang akan diajarkan supaya terhindar dari hal yang menyesatkan (Luk 17:1-2) dan makin jelas bagi pendengarnya, maupun metode yang lebih sesuai dengan subjek yang dihadapi (lih. Kan 779). Dalam kaitannya semangat belajar ini tetap berlaku prinsip, “Yang mempunyai akan ditambahkan” (bdk. Mat 25:29).



Ketiga, tuntutan menjadi saksi Injil, atas apa yang telah kita wartakan. Tidak cukup bila kita hanya bernubuat dan berkata-kata, sementara perbuatan kita tidak selaras dengan kehendak Tuhan (bdk. Mat 7:22). Kepada Timotius Paulus berpesan, “Awasilah dirimu sendiri dan ajaranmu” (1 Tim 4:16). Dan



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



153



Paus Paulus VI menulis, “Dunia… membutuhkan pewarta yang berbicara mengenai Tuhan yang mereka kenal dan yang akrab dengan mereka, seakan mereka telah melihat yang Tak Kelihatan itu” (EN 75). Secara lugas dokumenPedoman Katekis juga menyebut, “Sangat disayangkan kalau mereka „tidak mempraktekkan apa yang mereka wartakan‟ dan berbicara tentang Tuhan yang secara teoretis mereka tahu baik sekali, tetapi mereka sendiri tidak mempunyai kontak dengan-Nya.”



Keempat,



tuntutan terbuka kepada



Gereja, dimana



keterbukaan



ini



diungkapkan dalam cinta, pengabdian terhadap pelayanannya, dan kesediaan menderita. Gereja mengharapkan katekis-katekis yang memiliki rasa handarbeni dan tanggung jawab mendalam sebagai anggota yang hidup dan aktif dari Gereja. Secara konkret hal ini tampak dalam kesetiaan mengikuti Misa Mingguan dan partisipasi di lingkungan setempat.



(e)



Tantangan Bagi Para Katekis



Selain mesti memenuhi harapan dan tuntutan di atas, seorang katekis akan dihadapkan pada pelbagai tantangan.



Pertama, dari diri kita sendiri. Kita menyadari aneka kelemahan dan kerapuhan kita, ibarat bejana tanah liat, namun syukur pada Allah bahwa kita dipercaya untuk ambil bagian mewartakan Injil. Menyadari kelemahan dan keterbatasan diri, kiranya kita patut bersyukur bila dipercaya mengemban tugas luhur ini. Dan di sinilah kita boleh berharap akan kekuatan dan bantuan Allah,



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



154



“Tetapi harta ini kami punyai dalam bejana tanah liat, supaya nyata, bahwa kekuatan yang melimpah-limpah itu berasal dari Allah, bukan dari diri kami” (2 Kor 4:7).



Kedua, kita akan dihadapkan pada aneka kondisi tanah batin pendengar yang berbeda-beda, tidak selalu tanah yang subur (lih. Mat 13:1-23). Dibutuhkan kesabaran dan ketekunan. Di lain pihak kita mesti mengimani bahwa para pendengar itu adalah kawanan domba milik Kristus sendiri yang mesti diberi santapan firman dan digembalakan. Cinta akan Kristus memotivasi kita untuk menunaikan tanggungjawab ini (bdk. Yoh 21:15-17).



Ketiga, medan pewartaan yang kita hadapi tidak selalu mudah, sebab dalam pewartaan Injil ini kita tidak memilih sendiri “kawanan domba yang gemuk”, tetapi bersama yang lain kita mau peduli pada kawanan yang dipercayakan kepada kita. Terkadang kita sungguh dituntut berkorban, dihadapkan pada aneka kesulitan dan penganiayaan, kendati mungkin tidak seberat yang dialami oleh St. Paulus (lih. 2 Kor 11:23-28). Sebagai katekis kita tidak ingin seperti benih yang jatuh di tanah berbatu, yang cepat layu karena penindasan dan penganiayaan (Mat 13:20-21). Semoga penderitaan itu justru mematangkan iman kita (bdk. 2 Tim 3:10-13).



Tugas mewartakan Injil berarti mewartakan Kristus, bukan mewartakan diri kita sendiri. Maka semangat kerendahan hati St. Yohanes Pemandi perlu kita resapkan, “Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil “ (Yoh 3:30). Kepada jemaat di Tesalonika Paulus menegaskan bahwa dia mewartakan Injil



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



155



bukan untuk mencari pujian manusia ataupun dengan maksud loba tersembunyi, melainkan semata-mata ingin menyukakan hati Allah (1 Tes 2:4-6).



Paulus bisa menjadi pewarta Injil yang militan dan handal karena dia telah berjumpa dan mengalami Kristus yang bangkit. Demikian pula orang Gerasa yang kerasukan roh jahat, setelah disembuhkan oleh Yesus diutus mewartakan pengalaman imannya kepada orang-orang sekampungnya (Mrk 5:19). Begitu pula wanita Kanaan (Yoh 4:28-30). Tugas pewartaan ini mengandaikan adanya pengalaman kontak personal dengan Tuhan sendiri. Inilah yang mesti senantiasa kita pupuk dan kembangkan. Bagaimana kita bisa mewartakannya, kalau kita sendiri tidak duduk mendengarkan sabda-Nya? Kita mesti tinggal bersama Yesus dalam doa. Dalam doa kita bisa mempersembahkan suka-duka pewartaan kita. Hanya Tuhanlah yang sanggup membuka pintu hati sehingga orang bertobat dan percaya. Dan di luar Dia, kita tidak akan bisa berbuat apa-apa (Yoh 15:5).



Kita patut bersyukur mendapat kesempatan membimbing katekumen menjadi murid Kristus. Dalam hal ini kita perlu belajar dari St. Andreas yang termasuk di antara empat murid pertama Yesus. Bahkan dalam Injil Yohanes, Andreas digambarkan sebagai pribadi “pengantar”. Dialah yang mengantar Simon, kakaknya, kepada Yesus (Yoh 1:41-42). Dialah yang melaporkan anak yang membawa lima roti jelai dan dua ikan sehingga Yesus mengadakan mukjizat pergandaan (Yoh 6:8-9). Dan dia pula yang menyertai Filipus untuk melaporkan kepada Yesus bahwa ada orang Yunani mau menemui-Nya (Yoh



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



156



12:22). Kendati demikian, dalam aneka kesempatan istimewa, seperti Yesus membangkitkan anak Yairus, Yesus menyatakan kemuliaan-Nya di gunung tinggi, ataupun saat Yesus berdoa di Getsemani, Andreas tidak pernah diajak serta. Andreas adalah sosok pribadi yang rendah hati dan bersyukur bahwa boleh menjadi “pengantar” orang bertemu dan mengalami Kristus.



Sebagai katekis, kita akan dihadapkan pada aneka kesulitan dan derita. Bahkan barangkali juga tiada jaminan bahwa kita akan terbebas dari penyakit. Kalaupun kita mesti menanggung penderitaan karena Injil, baiklah kita mengingat Sabda Bahagia Tuhan Yesus (Mat 5:10-12) dan nasihat Paulus berikut ini, “Kepada kamu dikaruniakan bukan saja untuk percaya kepada Kristus, melainkan juga untuk menderita untuk Dia” (Flp 1:29). Kepada Timotius dia juga menasihatkan agar tabah dalam menanggung penderitaan karena Injil (2 Tim 2:3.4.9).



Akhirnya, kita mesti menyadari bahwa kita bersama-sama ambil bagian dalam pewartaan Kerajaan Allah, bukan “kerajaan-ku”, maka semangat kerjasama,



“pergi



berdua-dua” ,



perlu



dikembangkan.



Maka



gaya



pewartaan single fighter, perlu diganti dengan sinergi aneka potensi. Pengurus mesti memberdayakan aneka potensi yang ada dan mensinergikannya. Yesus mengutus dan mendelegasikan tugas perutusan kepada para murid. Paulus pun menasihati Timotius untuk menunjuk pengajar-pengajar yang lain (lih. 1 Tim 2:2). Dalam hal ini „jabatan‟ pengurus hendaknya pertama-tama dilihat sebagai



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



157



tanggung jawab pelayanan dan pemberdayaan, bukan sekedar status, apalagi untuk menguasai (bdk. Mat 20:28).



(f)



Lantas, Apa Upahku? Memang dalam pewartaan Injil, ada prinsip “Pekerja patut mendapatkan



upah” (Mat 10:10; bdk. 1 Kor 9:10). Namun, Paulus sengaja memilih tidak menggunakan haknya. Dia bersyukur boleh mewartakan Injil tanpa upah (1 Kor 9:18). Dia bisa tetap hidup dari keringatnya sendiri karena bekerja sebagai pembuat tenda (Kis 18:3). Maka selain membagikan Injil, Paulus juga membagikan hidupnya sendiri (1 Tes 2:8). Hal yang sama terjadi di antara para katekis. Maka pertanyaannya, lantas apa upahku?



Kepada para murid yang kembali dari tugas perutusannya, Yesus berpesan, “Janganlah bersukacita karena roh-roh itu takhluk kepadamu, tetapi bersukacitalah karena namamu ada terdaftar di sorga” (Luk 10:20). Inilah yang membahagiakan. Daniel pun menuliskan penglihatannya, bahwa pada akhir zaman “Orang-orang bijaksana akan bercahaya seperti cahaya cakrawala, dan yang telah menuntun kepada kebenaran seperti bintang-bintang, tetap untuk selama-lamanya” (Dan 12:3). Inilah janji Tuhan bagi semua yang ambil bagian dalam pewartaan Injil. Maka, kita boleh berseru bersama St. Paulus, “Celakalah aku, jika aku tidak memberitakan Injil” (1 Kor 9:16b).



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



158



h) Ice breaking (13.00-13.15) Berisi gerak dan lagu untuk kembali menyegarkan suasana dan menambah semangat para peserta yang hadir. Ice breaking diisi dengan lagu dan video “chicken dance”. Ice breaking ini dipandu langsung oleh pemandu rekoleksi. Diharapkan semua peserta bergoyang dan menari bersama dengan mengikuti pembina dan alunan dari musik video “chicken dance”. Ice breaking ini disesuaikan dengan waktu yang ada karena hanya sebatas pilihan untuk mengisi kejenuhan setelah menerima banyak materi dari pendamping. i) Penutup (13.15-13.30) (1) Pengantar Bapak ibu sekalian yang terkasih dalam Kristus, hari ini kita telah melewati dan menyelesaikan rekoleksi pertama kita dengan dua sesi yang berisi materi yang membantu bapak ibu untuk semakin mantap dalam pelayanannya sebagai katekis. untuk pertuan hari ini kita cukupkan sampai disini. Dan semoga bapak-ibu pada pertemuan selanjutnya dapat berkumpul kembali disini untuk mengikuti kegiatan rekoleksi. Terimakasih atas perhatian bapak ibu semua. Jika ada yang masih terarasa kurang untuk ditanyakan dapat ditanyakan dipertemuan kedepan. Pertemuan hari ini kita tutup dengan doa dan lagu penutup. (2) Doa penutup (13.15-13.20) Allah yang maha baik kami berterima kasih kepada-Mu atas penyertaanMu dalam rekoleksi hari ini sehingga rekoleksi ini berjalan dengan lancar. Ya



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



159



Bapa semoga dengan apa yang kami dapat padai hari ini dapat berguna dalam setiap pelayanan dan perutusan kami kedepan. Kami tahu sebagai manusia kami memiliki banyak kekurangan. Tetapi kami akan berjanji dengan segenap hati kami dapat menjadi pelayan-mu yang setia sehidup semati menjadi perantara ditengah-tengah umat-Mu dalam membina iman mereka. Seluruh doa ini kami haturkan lewat perantaraan Putera-Mu Yesus Kristus. Amin. (3) Lagu penutup (13.20-13.30)



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



160



BAB V PENUTUP



Pada bagian akhir dari karya tulis ini, penulis mencoba melihat kembali secara keseluruhan uraian dari Bab I sampai IV dengan membuat kesimpulan. Pada bagian pertama akan disampaikan kesimpulan, pada bagian kedua akan disampaikan refleksi dari penulis untuk Pembangunan Jemaat di daerah tempat tinggal penulis berkarya sebagai katekis nantinya dan pada bagian akhir akan disampaikan saran bagi Gereja dalam arti luas. A. Kesimpulan Konsep van Hooijdonk mengenai Pembangunan Jemaat sebenarnya merupakan sintesis dari istilah “pembangunan” dan “jemaat.” Sebelum sampai pada penyimpulan mengenai definisi Pembangunan Jemaat, ia mula-mula menerangkan arti “jemaat” dan “pembangunan”. Baginya jemaat adalah persekutuan orang beriman setempat. Orang beriman setempat itu menunjuk pada persekutuan orang beriman dalam suatu paroki teritorial. Sementara dengan “pembangunan” dimaksudkan sebagai campur tangan aktif atau intervensi dalam tindak-tanduk



jemaat



setempat,



yaitu



paroki.



Hooijdonk



kemudian



menyimpulkan kosep Pembangunan Jemaat itu sebagai “Intervensi sistematis (campur tangan yang teratur menurut sistem) dan metodis (sesuai metode) dalam tindak-tanduk jemaat setempat”. Baginya Pembangunan Jemaat menolong jemaat beriman lokal untuk dengan bertanggung jawab penuh berkembang



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



161



menuju persekutuan (paguyuban) iman, yang mengantarai keadilan dan kasih Allah dan yang terbuka terhadap masalah manusia di masa kini. Konsep di atas mengarah pada satu tujuan, yaitu persekutuan atau paguyuban iman yang lebih sesuai dengan kepengikutan Yesus, yaitu mengantarai keadilan dan kasih Allah, serta keterbukaan terhadap pertanyaanpertanyaan zaman kini menyangkut masalah-masalah manusia. Upaya untuk sampai ke arah paguyuban iman yang baru tersebut terjadi dalam proses. Karena itu dalam definisi di atas terdapat istilah “berkembang” yang menunjuk pada proses. Hal ini dipertegas pula oleh pernyataan awal: “Intervensi sistematis dan metodis dalam tindak-tanduk jemaat setempat”. Pernyataan ini mengandaikan bahwa proses perubahan jemaat menuju suatu persekutuan iman yang baru memerlukan pula suatu campur-tangan teoritis yang sistematis dan metodis. Konsep Pembangunan Jemaat itu menjelma paling konkrit dalam jemaat lokal yang oleh Hooijdonk disebut paroki teritorial di mana gereja ada, hidup dan berkembang. Jemaat lokal dalam hal ini menjadi subyek maupun obyek. Akan tetapi perlu diperhatikan bahwa Allah tetap menjadi subyek utama Pembangunan Jemaat. Arti pertama Pembangunan Jemaat bukanlah bahwa jemaat dibangun oleh manusia, melainkan oleh Roh Kudus. Bersamaan dengan Roh Kudus juga, Kristus disebut sebagai batu penjuru. Di dalam Dia tumbuh seluruh bangunan, rapi tersusun menjadi bait Allah yang kudus di dalam Tuhan. Di dalam Dia kamu juga turut dibangun menjadi tempat kediaman Allah, di dalam Roh. Allah-lah yang asal dari Pembangunan Jemaat.



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



162



Serentak dengan mengakui berkaryanya Allah dalam Pembangunan Jemaat harus diakui pula karya manusia dalam Pembangunan Jemaat. Tidak mungkin mengakui berkaryanya Allah tanpa mengaitkannya dengan karya manusia. Manusia dengan segala kesetaraannya, kesadaran, dan rasa tanggungjawab menjadi subyek Pembangunan Jemaat. Sesama subyek itu tersusun secara hirarkis. Uskup dan imam harus menciptakan iklim positif di mana warga jemaat biasa dipandang sebagai subyek, yakni sebagai manusia yang dipanggil untuk memikul tanggung-jawab dengan bebas, dan mengusahakan kepemimpinan yang inspiratif, kooperatif dan suportif terhadap umat. Manusia sebagai subyek pembangun jemaat perlu mengerti juga bahwa Allah-lah yang membangun Gereja, bahwa Roh Allah secara spiritual bekerja bersama para anggota umat dan pejabat gereja. Jemaat dalam arti ini bukan saja menjadi subyek melainkan obyek pembangunan. “Aku akan memulihkan keadaan Yehuda dan Israel dan akan membangun mereka seperti dulu.” (Yer 33:7). Bukan Yehuda dan Israel saja, melainkan semua orang. Semuanya menjadi subyek maupun obyek pembangunan, sambil memperhatikan apa sebenarnya yang menjadi tujuan Pembangunan Jemaat. Tujuan Pembangunan Jemaat adalah kedatangan Kerajaan Allah. Kedatangan Kerajaan Allah adalah kehadiran keselamatan. Pembangunan Jemaat terarah ke situ. Itulah yang dimaksudkan dengan persekutuan (paguyuban) iman, yang mengantarai keadilan dan kasih Allah yang mengejawanta secara konkrit dalam jemaat lokal dalam bentuk paroki, dan yang



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



163



memberi ruang bagi semua orang untuk pertumbuhan yang terarah pada penyempurnaan. Menyatukan umat dalam pengertian penulis selaras pula dengan pernyataan Hooijdonk yaitu mengantarai kasih dan keadilan Allah. Umat akan mengerti tentang kasih dan keadilan Allah jika mereka merasakan kasih dan keadilan secara nyata. Kasih yang kongkrit itu bisa ditularkan oleh pemimpin umat. Hal ini juga terinspirasi dari kata-kata Paulus: “Kenakanlah kasih sebagai perekat yang mempersatukan dan menyempurnakan.” Satu dalam kasih dan terarah pada kesempurnaan. Kasih juga yang mengandaikan keadilan. Adanya kasih pasti menciptakan situasi yang adil. Dalam arti itu umat beriman merasa dirangkul, diperlakukan secara sama dan tidak ada yang terpinggirkan. Hadir, tinggal dan merasakan kehidupan nyata umat sambil mempersatukan diri mereka dalam keterikatan parochial dalam mana Allah terus berkarya dan umat beriman juga tetap melaksanakan tanggung-jawab masing-masing sesuai keahlian dan tugas yang dipercayakan. Di atas disebut bahwa upaya menolong dan mengarahkan umat terjadi dalam proses. Tujuannya adalah agar umat bertumbuh dalam persekutuan iman yang baru. Proses ke arah persekutuan tersebut akan terlaksana dengan baik jika ada dasar teoretis yang bisa dijadikan kerangka acuan untuk berproses. Berkaitan dengan itu Hooijdonk memberikan aspek dasar Pembangunan Jemaat, yaitu:



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



164



1. Bertindak imani dan rasional Dalam bertindak imani senantiasa terjadi kombinasi antara bertindak imani dan bertindak rasional. Antara bertindak yang mengimani karya Roh Kudus dalam Gereja dan yang merasa diteguhkan oleh tradisi yang diwariskan kepada kita serta bertindak yang secara rasional mengatur sumbangan jemaat serta mengarahkannya kepada tujuan yang dapat terjangkau dan di samping itu merancang dan menguji metode serta sarana untuk mencapai hasil yang sebaik mungkin. Di sini diandaikan bahwa Pembangunan Jemaat itu tidak boleh berat sebelah. Misalnya penekanan pada usaha beriman saja. Harus ada kombinasi antara keduanya. Berhadapan dengan hal ini maka menjadi tugas seorang pemimpin untuk memberikan pengarahan. Iman memang yang utama. Akan tetapi penanaman iman sampai menuju persekutuan iman yang baru memerlukan pula sarana teoretis yang perlu bagi pengembangan, seperti penyediaan sarana pastoral dalam bentuk kebijakan dan kemampuan kritis seorang pemimpin. Penekanan berlebihan pada iman tanpa pertimbangan rasional justru akan mengakibatkan



kepicikan



dan



kebodohan.



Pemimpin



harus



bisa



mengembangkan daya nalar dan kritis terhadap apa yang diimani sambil juga mengajak umat untuk mampu mempertanggung-jawabkan iman mereka.



2. Bertindak fungsional, terarah kepada tujuan dan hasil Berpikir dengan kategori fungsional, tujuan dan hasil rupanya belum biasa bagi mereka yang menjalankan pastoral. Namun ada juga pakar teologi



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



165



praktis yang berpendapat bahwa fungsionalitas merupakan kategori teologis sejauh di dalamnya tersirat realisasi kerajaan Allah. a. Fungsional Adanya ilmu sosial memberikan sumbangan kepada gereja untuk berpikir secara instrumental atau fungsional. Kualitas manusiawi dapat pula dituntut di bidang kepemimpinan dan managemen. Intinya setiap tugas dan peran memang harus efektif dan fungsional. Masing-masing pihak yang terkait perlu kesadaran akan tugas dan fungsi kehadirannya dalam Pembangunan Jemaat. b. Terarah pada tujuan dan hasil Harus ada tujuan dan hasil yang hendak dicapai. Ada tujuan jangka panjang dan ada tujuan jangka pendek. Tujuan jangka panjang



dalam hal



Pembangunan Jemaat adalah paguyuban iman yang baru yang memberi tempat utama pada kasih dan keadilan Allah. Dalam rangka pencapaian tujuan akhir tersebut perlu pula ada tujuan-tujuan antara yang mengarah ke sana. Tujuan jangka panjang menunjuk pada kepemimpinan yang memiliki visi, sementara untuk sampai ke situ ada tapakan-tapakan kegiatan yang diatur secara managerial untuk memperoleh hasil maksimal lewat kerja keras dan pemberdayaan umat.



3. Bertindak menurut tata waktu atau secara proses Proses Pembangunan Jemaat dapat dipandang dari dua proses, yaitu: peninjauan kembali sejarah dan melihat Pembangunan Jemaat sebagai proses historis yang berlangsung sampai hari ini dan melihat keadaan sekarang dan hari



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



166



depan serta memandang Pembangunan Jemaat sebagai tindakan intervensi untuk mempersiapkan, melaksanakan dan menstabilkan. Secara sederhana proses Pembangunan Jemaat ini berlangsung lewat tiga tahap, yaitu:  Membuka orang akan perubahan/start (unfreezing)  Orang mulai bekerja/pelaksanaan (moving)  Menciptakan kondisi agar hasil yang tercapai dilestarikan, dimantapkan, atau diselesaikan. Tahap-tahap ini berproses secara spiral. Itu berarti bahwa ada hilir mudik. Kesalahan dalam fase tertentu kadangkala baru menjadi jelas dalam fase berikutnya, sehingga harus ada perbaikan untuk melanjutkan suatu kegiatan gereja atau kebijakan bersama lewat program-program yang ada.



4. Bertindak menurut tata ruang atau pengembangan organisasi Dalam kaitan dengan Pembangunan Jemaat, istilah organisasi jemaat dianggap sangat penting. Fungsi ini perlu ada. Perlawanan terhadap hal ini dapat dibandingkan dengan perlawanan terhadap rasionalitas serta bertindak fungsional dan terarah pada hasil. Yang penting sebenarnya adalah memanfaatkan ilmu sosial untuk mencapai hasil. Bagi banyak orang, adanya organisasi dianggap sebagai penciptaan struktur, seperti menciptakan dewan paroki atau dewan pengurus. Organisasi sebetulnya bukan pertama-tama penciptaan struktur, melainkan penciptaan relasi yang baik antarmanusia, menciptakan komunikasi terbuka yang memberi kemungkinan perkembangan



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



167



pribadi-pribadi di dalamnya. Ini menjadi syarat agar organisasi gereja dapat terarah kepada tujuan dan tugas.



5. Mengaktifkan partisipasi Untuk mencapai suatu paguyuban iman yang baru, maka penting kiranya agar semua elemen umat terlibat di dalamnya, baik pemimpin maupun semua anggota. Pengaktifan umat bukanlah hal yang mudah. Namun penciptaan vitalisasi umat beriman bukan juga hal yang mustahil. Pembangunan Jemaat harus dan mau bekerjasama dengan semua manusia yang beriman tanpa paksaan atau penekanan, melainkan mau mengadakan relasi kerja sama yang fungsional untuk mencapai persekutuan yang didambakan. Perlu ada kerjasama sebagai rekan, ada empati terhadap orang lain dan sekaligus perhatian terhadap perasaan sendiri. Dalam arti itu harapan akan keaktifan umat dalam Pembangunan Jemaat boleh terwujud. Aspek-aspek dasar Pembangunan Jemaat sebagaimana diungkapkan oleh Hooijdonk di atas menjadi kerangka acuan untuk pencapaian hasil. Ia berbicara tentang definisi Pembangunan Jemaat, dan memberikan pula beberapa pemikiran dasar yang membantu jemaat untuk sampai pada tujuan yang semestinya, yaitu paguyuban iman yang baru yang lebih sesuai dengan kepengikutan Yesus dan terbuka bagi semua manusia zaman sekarang.



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



168



B. Refleksi Pribadi setelah memahami sekian banyak pengetahuan tentang Pembangunan Jemaat dan kaitannya dengan Gereja, maka penulis akan merefleksikan Pembangunan Jemaat tersebut dalam kaitannya dengan jemaat di tempat tinggal penulis berkarya nantinya sebagai seorang katekis. Membangun jemaat di tempat penulis berada nantinya pasti tidaklah semudah yang dibayangkan, karena harus berhadapan dengan kondisi medan jalan yang rusak, penduduk yang tinggal berjauhan hingga kepedalaman yang sulit dijangkau kendaraan darat, cuaca, dan umat yang rata-rata berpendidikan maksimal tingkat SMA (Sekolah Menengah Atas) yang berprofesi sebagai petani. Tantangan terberatnya adalah membahasakan Pembangunan Jemaat sesederhana mungkin sesuai dengan pengalaman dan budaya yang dipegang umat setempat. Semua hal itu harus bisa saling berhubungan agar lebih mudah masuk dan secara pasti membangun jemaat tahap demi tahap demi tercapainya Pembangunan Jemaat yang tetap berpegang pada budaya yang berbaur dengan Gereja. Seperti yang penulis alami selama menjadi umat di tempat penulis berasal yakni desa Sejiram, kecamatan Seberuang, kabupaten Kapuas Hulu, provinsi Kalimantan Barat, umat di sana begitu erat memegang adat istiadat dan budaya. Hal ini harus dipertahankan jika ingin membangun jemaat Kristus. Lewat budaya yang begitu kental tersebut, Pembangunan Jemaat diharapkan bisa semakin mempererat antara Gereja dan budaya supaya bisa saling berdampingan dalam strategi menyatukan jemaat. Jika umat merasa di dalam Gereja budaya tetap tidak dilupakan maka secara otomatis ada rasa sangat dihargai unsur



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



169



identitas diri dalam beragama dan timbal baliknya, umat berbudaya tersebut akan menerima setiap Pembangunan Jemaat yang diberikan oleh Gereja Katolik. Diharapkan dengan adanya Pembangunan Jemaat di tempat asal penulis memberikan sumbangsih yang besar bagi perkembangan iman umat. Sebab di dalam Pembangunan Jemaat mengandung banyak unsur pembaharuan contohnya seperti paguyuban-paguyuban. Dengan adanya sebuah paguyuban, umat yang biasanya hanya berkumpul untuk mengikuti sebuah perayaan Ekaristi atau ibadat berupah menjadi pemberi sumbangsih besar dalam ide-ide untuk saling memperkembangkan iman, berorganisasi, berbagi pendapat seputar kemajuan Gereja dan lain sebagainya. Setidaknya dengan adanya Pembangunan Jemaat ini diharapkan mampu membangkitkan semangat umat katolik berbudaya dayak yang selama ini hanya sekedar mengikuti perayaan Ekaristi berubah menjadi umat yang mampu mempelopori kegiatan-kegiatan gerejawi dalam sebuah perkumpulan paguyuban dan terus melanjutkan Pembangunan Jemaat sampai ke anak cucu nantinya. Dan penulis sendiri yang kedepannya akan menjadi seorang katekis di daerah asal memiliki cita-cita tidak hanya menjadikan setiap perkuliahan selama ini hanya untuk mengejar ijasah sarjana (S1) yang bergerak dalam pendidikan saja demi beberapa lembar uang, tetapi lebih kepada pelayanan dan tujuan utama Pembangunan Jemaat dan pemberdayaan umat katolik menjadi umat yang maju dalam segala bidang khususnya dalam pengetahuan hidup menggereja di hadapan Allah. Dengan karya tulis mengenai Pembangunan Jemaat ini, penulis mengerti arti pelayanan bukan sekedar menjadi katekis dalam arti pegawai



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



170



sebuah instansi (guru) tetapi lebih kepada seluruh ilmu yang diperoleh harus bisa dibagikan dan ditindak lanjuti di tengah masyarakat bukan hanya sekedar menjadi seorang pengajar dan ketika di tengah umat tenggelam atau hilang tanpa ada sumbangsih sebagai seseorang yang sedikit banyak memahami ilmu agama dalam pelayanan di tengah umat. C. Saran



Umat Paroki Santo Fidelis Sejiram, Keuskupan Sintang, Kalimantan Barat sangat membutuhkan pendampingan agar mampu meningkatkan semangat menggereja dalam misi Pembangunan Jemaat. Penulis sudah menyarankan program rekoleksi pada bab sebelumnya yang bertujuan memberikan pengetahuan dan semangat pelayanan bagi para katekis dalam menjalankan tugasnya sebagai pelayan Kristus yang misioner. Melalui rekoleksi tersebut umat diharapkan dapat semakin menemukan, mendalami, dan menghayati Kristus sebagai pedoman hidup menggereja, sehingga iman semakin berkembang dan terarah pada perkembangan zaman. Semoga dengan adanya pengetahuan lebih tentang Pembangunan Jemaat, katekis tidak lagi mengira-ngira dan mencari-cari apa saja tugas dan tanggug jawabnya karena dasarnya sudah terangkum dalam Pembangunan Jemaat itu sendiri.



PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI



171



DAFTAR PUSTAKA Darmawijaya, Pr. (1990). Aneka Tema Rekoleksi. Yogyakarta: Kanisius. van Hooijdonk, P.G. (1996). Batu-batu yang Hidup “Pengantar ke Dalam Pembangunan Jemaat”. Yogyakarta: Kanisius. Kamari, FX. (1985). Kepribadian Seorang Katekis (Pradnyawidya 13). Yogyakarta: Sekolah Tinggi Filsafat Kateketik “Pradnyawidya”. Katekese KOMKAT KWI. (1997). Pedoman Untuk Katekis. Yogyakarta: Kanisius. Rubiyatmoko, Editor. (2006). Kitab Hukum Kanonik. Bogor: Grafika Mardi Yuana. Konferensi Waligereja Indonesia. (1996). Iman Katolik: Buku Informasi dan Referensi. Yogyakarta: Kanisius. Mangunhardjana, A.M. (1985). Membimbing Rekoleksi. Yogyakarta: Kanisius. Kessel, Rob van. (1989). 6 Tempayan Air “Pokok-pokok Pembangunan Jemaat”, Seri Pembangunan Jemaat. Yogyakarta: Kanisius. Sanjaya, V. Indra. (2011). Belajar dari Yesus “Sang Katekis” . Yogyakarta: Kanisius.