Batu Buli-Buli [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAGIAN ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR



Laporan Kasus AGUSTUS 2017



BATU BULI-BULI



Disusun oleh: A. RAODAH IMRAN 10542 0254 11



Dokter Pembimbing : Dr. A. Malik Yusuf, Sp.U



KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2017



KATA PENGANTAR



Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Batu Buli-Buli”. Selama proses penyusunan referat ini, penulis menghadapi berbagai rintangan dan kesulitan. Segala upaya maksimal



telah penulis lakukan. Besar harapan



penulis agar referat ini sebagai bentuk kontribusi kami pada pengembangan ilmu pengetahuan. Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna oleh karena itu penulis senantiasa mengharapkan saran dan masukan guna perbaikan referat ini, sehingga dapat berguna dan bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya, Aamiin Makassar, Agustus 2017



Penulis



1



LEMBAR PENGESAHAN



Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:



Nama



: A. Raodah Imran



NIM



: 1054025411



Judul Laporan Kasus : Batu Buli-Buli



Telah menyelesaikan tugas laporan kasus dalam rangka kepaniteraan klinik



pada



bagian



Neurologi



Fakultas



Kedokteran



Universitas



Muhammadiyah Makassar.



Makassar, Agustus 2017 Pembimbing



dr. A. Malik Yusuf, Sp.U



2



BAB I PENDAHULUAN



Batu saluran kemih (BSK) merupakan penyakit yang sering di Indonesia. BSK adalah terbentuknya batu yang disebabkan oleh pengendapan substansi yang terdapat dalam air kemih yang jumlahnya berlebihan atau karena faktor lain yang mempengaruhi daya larut substansi. BSK dapat menyebabkan gejala nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran kemih atau infeksi. Batu ini bisa terbentuk di dalam ginjal (batu ginjal) maupun di dalam kandung kemih (batu kandung kemih). Proses pembentukan batu ini disebut urolitiasis, dan dapat terbentuk pada ginjal (nefrolithiasis), ureter (ureterolithiasis),



vesica



urinaria



(vesicolithiasis),



dan



uretra



(urethrolithiasis). Insiden terjadinya batu ginjal (nephrolithiasis) di Amerika utara, dan Eropa diestimasikan mencapai 0,5%. Sedangkan di Amerika prevalesninya meningkat dari 3,2% menjadi 5,2% dalam dua tahun. Nephrolitiasis merupakan penyakit berulang, dengan tingkat kekambuhan 50% dalam 5-10 tahun dan 75% dalam 20 tahun. Sekali berulang, maka risiko berulang selanjutnya akan meningkat dan intervalnya akan semakin pendek. Insiden nephrolithiasis, banyak terjadi pada wanita dibandingkan pada laki- laki. Batu kapur merupakan jenis batu terbanyak yang ditemukan pada nephrolitiasis yaitu lebih dari 80%, kemudian batu asam urat sebanyak 510% . Prevalensi penyakit ginjal di Indonesia diperkirakan sebesar 13% pada laki-laki dewasa dan 7% pada perempuan dewasa. Angka kejadian batu ginjal di Indonesia tahun 2002 berdasarkan data yang dikumpulkan dari rumah sakit di seluruh Indonesia adalah sebesar 37.636 kasus baru, dengan jumlah kunjungan sebesar 58.959 orang. Sedangkan jumlah pasien yang dirawat adalah sebesar 19.018 orang, dengan jumlah kematian adalah sebesar 378 orang.



3



Batu buli-buli disebut juga batu vesica, vesical calculi, vesical stone, bladder stone.



Batu buli-buli atau vesikolitiasis adalah



masa yang



berbentuk kristal yang terbentuk atas material mineral dan protein yang terdapat pada urin. Batu saluran kemih pada dasarnya dapat terbentuk pada setiap bagian tetapi lebih banyak pada saluran penampung terakhir. Pada orang dewasa batu saluran kencing banyak mengenai sistem bagian atas (ginjal, pyelum) sedang pada anak-anak sering pada sistem bagian bawah (buli-buli). Di negara berkembang batu buli-buli terbanyak ditemukan Pada anak laki-laki pre pubertas. Komponen yang terbanyak penyusun batu bulibuli adalah garam calsium. Pada awalnya merupakan bentuk yang sebesar biji padi tetapi kemudian dapat berkembang menjadi ukuran yang lebih besar. Kadang kala juga merupakan batu yang mulitipel.



4



A. Anatomi dan Fisiologi Ginjal Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang terletak dirongga retroperitoneal bagian atas. Bentuknya menyerupai kacang dengan sisi cekungnya menghadap ke medial. Pada sisi ini terdapat hilus ginjal yaitu tempat struktur-struktur pembuluh darah, sistem limfatik, sistem saraf, dan ureter menuju dan meninggalkan ginjal. Besar dan berat ginjal sangat bervariasi. Hal ini tergantung pada jenis kelamin, umur, serta ada tidaknya ginjal pada sisi yang lain. Pada autopsi klinis didapatkan bahwa ukuran ginjal orang dewasa rata-rata adalah 11.5 cm x 6 cm x 3.5 cm. Beratnya bervariasi antara 120-170 gram atau kurang lebih 0.4% dari berat badan. Ginjal dibungkus oleh jaringan fibrus tipis dan mengkilat yang disebut kapsula fibrosa (true kapsul) ginjal dan diluar kapsul ini terdapat jaringan lemak perirenal. Di sebelah kranial ginjal terdapat kelenjar anak ginjal atau glandula adrenal / suprarenal yang berwarna kuning. Kelenjar adrenal bersama-sama ginjal dan jaringan lemak perirenal dibungkus oleh fasia Gerota. Fasia ini berfungsi sebagai barier yang menghambat meluasnya perdarahan dari parenkim ginjal serta mencegah ekstravasasi urine pada saat terjadi trauma ginjal. Selain itu fasia Gerota dapat pula berfungsi sebagai barier dalam menghambat penyebaran infeksi atau menghambat metastasis tumor ginjal ke organ sekitarnya. Di luar fasia Gerota terdapat jaringan lemak retroperitoneal atau disebut jaringan lemak para renal. Di sebelah posterior, Ginjal dilindungi oleh otot-otot punggung yang tebal serta tulang rusuk ke XI dan XII sedangkan disebelah anterior dilindungi oleh organ-organ intraperitoneal. Ginjal kanan dikelilingi oleh hepar, kolon, dan duodenum; sedangkan ginjal kiri dikelilingi oleh lien, lambung, pankreas, jejenum, dan kolon. Secara anatomis ginjal terbagi menjadi dua bagian yaitu korteks dan medulla ginjal. Di dalam korteks terdapat berjuta-juta nefron sedangkan di dalam medula banyak terdapat duktuli ginjal. Nefron adalah unit fungsional terkecil dari ginjal yang terdiri atas, tubulus kontortus proksimal, tubulus kontortus distalis, dan duktus 5



kolegentes. Darah yang membawa sisa-sisa hasil metabolisme tubuh difiltrasi di dalam glomeruli kemudian di tubuli ginjal, beberapa zat yang masih diperlukan tubuh mengalami reabsorbsi dan zat-zat hasil sisa metabolisme mengalami sekresi bersama air membentuk urine. Setiap hari tidak kurang 180 liter cairan tubuh difiltrasi di glomerulus dan menghasilkan urine 1-2 liter. Urine yang terbentuk di dalam nefron disalurkan melalui piramida ke sistem pelvikalikes ginjal untuk kemudian disalurkan ke dalam ureter. Sistem pelvikalikes ginjal terdiri atas kaliks minor, infundibulum, kaliks mayor, dan pielum/pelvis renalis. Mukosa sistem pelvikalikes terdiri atas epitel transisional dan dindingnya terdiri atas otot polos yang mampu berkontraksi untuk mengalirkan urine sampai ke ureter.



Gambar 2.1. Struktur Ginjal Ginjal mendapatkan aliran darah dari arteri renalis yang merupakan cabang langsung dari aorta abdominalis, sedangkan darah vena dialirkan melalui vena sentralis yang bermuara ke dalam vena kava inferior. Sistem arteri ginjal adalah end arteri yaitu arteri yang tidak mempunyai anstomosis dengan cabang-cabang dari arteri lain, sehingga jika terdapat kerusakan pada salah satu cabang arteri ini, berakibat timbulnya iskemia/nekrosis pada daerah yang dilayaninya.



6



Tiga proses penting dalam ginjal yaitu, filtrasi glomerulus, reabsorbsi tubulus dan seksresi tubulus. Filtrasi glomerulus melewati tiga lapisan yang membentuk membran glomerulus, lapisan pertama adalah dinding kapiler glomerulus, lapisan kedua lapisan gelatinosa asesuler yang dikenal sebagai membran basal dan lapisan yang ketiga lapisan dalam kapsul bowman. Ketiga lapisan ini memiliki karakteristik yang berbeda-beda dalam kerjanya. Reabsorbsi tubulus merupakan suatu proses perpindahan zatzat bersifat selektif dari lumen tubulus menuju kapiler peritubulus dan diedarkan ke seluruh tubuh. Sekresi tubulus merupakan proses perpindahan zat-zat bersifat selektif termasuk H+ dan K+, serta ionion organik yang dari kapiler peritubulus ke lumen tubulus. Buli-buli merupakan organ berongga yang terdiri atas 3 lapis otot detrusor yang saling beranyaman. Di sebelah dalam adalah otot longitudinal, di tengah merupakan otot sirkuler, dan yang paling luar adalah longitudinal mukosa vesika terdiri dari sel-sel transisional yang sama seperti pada mukosa pelvis renalis, ureter dan uretra posterior. Pada dasar buli-buli kedua muara ureter dan meatus uretra internum membentuk suatu segitiga yang disebut trigonum buli-buli. Secara anatomis buli-buli terdiri dari tiga permukaan, yaitu (1) permukaan superior yang berbatasan dengan rongga peritoneum (2) permukaan antero-inferior dan (3) permukaan posterior.



7



Gambar 1. Traktus Urinarius



Gambar 2. Vesica Urinaria Buli-buli berfungsi menampung urin dari ureter dan kemudian mengeluarkannya melalui uretra dalam mekanisme berkemih. Dalam menampung urin, buli-buli mempunyai kapasitas yang maksimal, yang 8



volumenya untuk orang dewasa kurang lebih adalah 350-450 ml, sedangkan kapasitas buli-buli pada anak menurut formula dari koff adalah:



Kapasitas Buli-buli = (umur(tahun)+2) x 30



Pada saat kosong, buli-buli terdapat di belakang simpisis pubis dan pada saat penuh berada pada atas simpisis pubis sehingga dapat dipalpasi atau di perkusi. Buli- buli yang terasa penuh memberikan rangsangan pada saraf afferen dan menyebabkan aktivasi miksi dimedulla spinalis segmen Sacral 2-4. Hal ini akan menyebabkan kontraksi otot detrussor, terbukanya leher buli-buli dan relaksasi sfingter uretra sehingga terjadilah proses miksi.



9



B. Definisi a) Nefrolithiasis Nefrolithiasis atau yang sering disebut dengan batu ginjal merupakan suatu keadaan yang tidak normal di dalam ginjal dimana terdapat komponen kristal dan matriks organic. Batu staghorn adalah batu ginjal yang bercabang yang menempati lebih dari satu collecting system, yaitu batu pielum yang berekstensi ke satu atau lebih kaliks. Istilah batu cetak/ staghorn parsial digunakan jika batu menempati sebagian cabang collecting system, sedangkan istilah batu cetak/staghorn komplit digunakan batu jika menempati seluruh collecting system. Batu ini bentuknya yang menyerupai tanduk, dan mempunyai cabang-cabang. Batu jenis ini dapat berukuran kecil atau besar tergantung dari ukuran ginjalnya.



Gambar 2.2 Nephrolithiasis



10



b) Batu buli-buli Batu buli-buli isebut juga batu vesica, vesical calculi, vesical stone, bladder stone. Batu buli-buli atau vesikolitiasis adalah masa yang berbentuk kristal yang terbentuk atas material mineral dan protein yang terdapat pada urin. Batu saluran kemih pada dasarnya dapat terbentuk pada setiap bagian tetapi lebih banyak pada saluran penampung terakhir. Pada orang dewasa batu



saluran kencing



banyak mengenai sistem bagian atas (ginjal, pyelum) sedang pada anak-anak sering pada sistem bagian bawah (buli-buli).



C. Etiologi 1. Batu ginjal dapat disebabkan oleh peningkatan pH urine (misalnya batu kalsium bikarbonat) atau penurunan pH urine (misalnya batu asam urat). Konsentrasi bahan-bahan pembentuk batu yang tinggi di dalam darah dan urine serta kebiasaan makan atau obat-obatan tertentu juga dapat merangsang pembentukan batu. Segala sesuatu yang menghambat aliran urine dan menyebabkan stasis (tidak ada pergerakan) urine meningkatkan pembentukan batu. Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu saluran kemih pada seseorang, yaitu faktor intrinsic dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsic: a. Herediter (keturunan): penyakit ini diduga diturunkan dari orang tua b. Umur: paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun c. Jenis kelamin: jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan pasien perempuan Faktor ekstrinsik: a. Geografi: pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran kemih yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah stone belt (sabuk batu), sedangkan daerah Bantu di Afrika Selatan hampir tidak dijumpai penyakit batu saluran kemih. b. Iklim dan temperature 11



c. Asupan air: kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air yang dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih. d. Diet: diet banyak purin, oksalat, dan kalsium mempermudah terjadinya penyakit batu saluran kemih e. Pekerjaan: penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya



banyak duduk atau kurang aktivitas atau



sedentary life. 2. Secara umum



ada dua faktor yang mempengaruhi



terbentuknya batu buli-buli yaitu faktor instrinsik yang terdiri dari herediter (keturunan) penyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya, umur, serta jenis kelamin, jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan pasien perempuan. Sedangkan faktor ekstrinsik terdiri dari keadaan geografi, iklim, temperatur,



asupan air, diet, dan pekerjaan. Geografi,



kebanyakan didaerah pegunungan, padang pasir, dan daerah tropis. Iklim, individu yang menetap di daerah beriklim panas dengan paparan sinar ultraviolet tinggi akan cenderung mengalami dehidrasi serta peningkatan produksi vitamin D3 (memicu peningkatan ekskresi kalsium dan oksalat) sehingga insiden batu



saluran kemih akan



meningkat. Asupan air,



kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air yang dikonsumsi dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih. Diet, obat sitostatik untuk penderita kanker juga memudahkan terbentuknya batu saluran kemih, karena obat sitostatik bersifat meningkatkan asam urat dalam tubuh, diet banyak purin, oksalat, dan kalsium mempermudah terjadinya penyakit batu saluran kemih. Dan pekerjaan, penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk atau kurang aktifitasnya. Batu buli-buli atau vesikolitiasis sering terjadi pada pasien yang menderita gangguan miksi atau terdapat benda asing di buli-buli yang aktivitasnya sebagai inti batu. Gangguan miksi terjadi pada pasienpasien hiperplasia prostat, striktura uretra, divertikel buli-buli dan buli12



buli neurogenik. Pada suatu studi dilaporkan pada pasien dengan cidera spinal dimana ia mempunyai kelainan neurogenik blader dalam delapan tahun, 36%nya berkembang menjadi batu buli-buli. Benda asing tersebut dibedakan menjadi iatrogenic dan non iatrogenik. Benda iatrogenic terdiri dari bekas jahitan, balon folley kateter yang pecah, kalsifikasi yang disebabkan karena iritasi balon kateter, staples, uretral stens, peralatan kontrasepsi, prostetik uretral stents. Noniatrogenik disebabkan adanya benda yang terkandung pada buli-buli seusai pasien rekreasi atau alasan yang lain. Selain itu batu buli-buli dapat berasal dari batu ginjal atau batu ureter yang turun ke buli-buli yang banyak dijumpai pada anak-anak yang menderita kurang gizi atau yang sering menderita dehidrasi atau diare. Infeksi pada saluran kemih akan mempercepat



timbulnya



batu.



Inflamasi



pada



buli-buli



dapat



disebabkan karena hal sekunder misalnya sinar radiasi atau infeksi shiztomiasis yang juga merupakan predisposisi batu buli-buli. Gangguan metabolik juga merupakan faktor predisposisi terjadi pembentukan batu. Pada pasien ini batu umumnya terbentuk dari bahan calsium dan struvit. Pada pasien yang mempunya predisposisi dilakukan evaluasi ada tidaknya hal yang memicu statisnya urin, misalnya BPH. Pada perempuan yang memakai celana ketat, dan cystocele.



B. Gejala Klinik Keluhan yang disampaikan oleh pasien tergantung pada posisi atau letak batu, besar batu dan penyulit yang telah terjadi.Keluhan yang paling sering dirasakan oleh pasien adalah nyeri pada pinggang. Nyeri ini mungkin bias berupa nyeri kolik ataupun bukan kolik. Nyeri kolik terjadi karena aktifitas otot polos sistem kaliks maupun ureter meningkat dalam usaha untuk mengeluarkan batu dari saluran kemih.Peningkatan



peristaltik



itu



menyebabkan



tekanan



intraluminalnya meningkat sehingga terjadi peregangan dari saraf terminal yang memberikan sensasi nyeri. Nyeri nonkolik terjadi akibat peregangan kapsul ginjal karena ginjal. 13



terjadi hidronefrosis atau infeksi



Hematuria seringkali dikeluhkan oleh pasien akibat trauma pada mukosa saluran kemih yang disebabkan oleh batu.Kadang- kadang hematuria didapatkan dari pemeriksaan urinalisis berupa hematuria mikroskopik.Jika didaptakan demam harus dicurigai adanya urosepsis. Dapat juga ditemukan mual muntah dikarenakan adanya jalur syaraf yang menginervasi pelvis ginjal, lambung dan intestine melalui axis celiacus dan syaraf vagal afferent.



C. Patofisiologi 1. Batu terutama terdiri dari komponen kristal yang tersusun oleh bahan-bahan organik maupun anorganik yang terlarut dalam urin. Tahapan pembentukan batu yaitu : nukleasi, perkembangan, dan agregasi melibatkan komponen kristal. Kristal-kristal tersebut tetap berada dalam keadaan metastable (tetap terlarut) dalam urin jika tidak ada keadaan-keadaan tertentu yang menyebabkan terjadi presipitasi Kristal. Kristal-kristal yang saling mengadakan presipitasi membentuk inti batu atau nukleasi yang kemudian mengadakan agregasi dan menarik bahan-bahan lain sehingga menjadi Kristal yang lebih besar. Meskipun ukurannya sudah cukup besar, agregat Kristal masih rapuh dan belum cukup mampu untuk membuntukan saluran kemih. Untuk itu agregat kristal menempel pada epitel saluran kemih (membentuk retensi kristal), dan dari sini bahan-bahan lain diendapkan pada agregat itu sehingga membentuk batu yang cukup besar untuk menyumbat saluran kemih. Batu staghorn bisa memenuhi seluruh kaliks mulai dari pole atas hingga bawah Proses ini dapat dijelaskan melalui matrix component seperti yang telah dibahas di atas. Komponen matrix ini merupakan bahan nonkristalisasi dam memiliki komposisi yang terutama terdiri dari protein dengan mengandung sejumlah kecil hexose dan hexosamine yang disebut matrix calculus. Matrix calculi ditemukan pada sebagian besar individu dengan infeksi yang berkaitan dengan organisme yang menghasilkan 14



urease (bakteri pemecah urea), khususnya golongan Proteus. Boyce (1986) telah menegaskan bahwa matrix calculi ini tersusun dari mucoid yang mengental dengan sangat sedikit komponen Kristal. Komponen matrix ini memiliki tekstur gelatinous (seperti gel) dan pada gambaran radiologic komponen ini memberikan gambaran radiolusen, sehingga bila telah terbentuk komponen ini pada pelvis renalis, maka komponen matrix yang memiliki textur seperti gel ini dapat mengisi seluruh pelvis bahkan dapat masuk sampai ke kaliks sehingga dapat memenuhi kaliks mulai dari pole atas hingga pole bawah. Komponen matrix ini dapat menyediakan nidus untuk agregasi Kristal atau komponen ini akan menjadi seperti lem sehingga komponen-komponen Kristal yang kecil dapat menempel dan akhirnya dapat menyebabkan agregasi Kristal yang dapat terdiri dari asam urat atau calcium sehingga komponen tersebut mengeras dan membentuk batu yang memenuhi kaliks. 2. Pada umumnya batu buli-buli terbentuk dalam buli-buli, tetapi pada beberapa kasus batu buli terbentuk di ginjal lalu turun menuju buli-buli, kemudian terjadi penambahan deposisi batu untuk berkembang menjadi besar. Batu buli yang turun dari ginjal pada umumnya berukuran kecil sehingga dapat melalui ureter dan dapat dikeluarkan spontan melalui uretra.



Gambar 3. Batu Buli-buli 15



Secara teoritis batu dapat terbentuk diseluruh saluran kemih terutama pada tampat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran urine (statis urine), yaitu pada sistem kalises ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan pada pelvikalises (stenosis uretro-pelvis), divertikel, obstruksi infravesika kronis seperti pada hyperplasia prostate benigna, striktura, dan buli-buli neurogenik merupakan keadaan-keadaan yang memudahkan terjadinya pembentukan batu. Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan organik maupun anorganik yang terlarut di dalam urine. Kristal-kristal tersebut tetap berada dalam keadaan metastable (tetap terlarut) dalam urine jika tidak ada keadaan-keadaan tertentu yang menyebabkan terjadinya presipitasi kristal. Kristal-kristal yang saling mengadakan presipitasi membentuk inti batu (nukleasi) yang kemudian akan mengadakan agregasi, dan menarik bahan-bahan lain sehingga menjadi kristal yang lebih besar. Meskipun ukurannya cukup besar, agregat kristal masih rapuh dan belum cukup mampu membuntu saluran kemih. Untuk itu agregat kristal menempel pada epitel saluran kemih (membentuk retensi kristal), dan dari sini bahan-bahan lain diendapkan pada agregat itu sehingga membentuk batu yang cukup besar untuk menyumbat saluran kemih. Kondisi metastabel dipengaruhi oleh pH larutan, adanya koloid di dalam urine, konsentrasi solute di dalam urine, laju aliran urine di dalam saluran kemih, atau adanya korpus alienum di dalam saluran kemih yang bertindak sebagai inti batu. Lebih dari 80% batu saluran kemih terdiri atas batu kalsium, baik yang berikatan dengan oksalat maupan dengan fosfat, membentuk batu kalsium oksalat dan kalsium fosfat; sedangkan sisanya berasal dari batu asam urat, batu magnesium ammonium fosfat (batu infeksi), batu xanthyn, batu sistein, dan batu jenis lainnya. Meskipun patogenesis pembentukan batu-batu diatas hampir sama, tetapi suasana didalam saluran kemih yang memungkinkan terbentuknya jenis batu itu tidak sama. Dalam hal ini misalkan batu asam urat mudah terbentuk dalam asam, sedangkan batu magnesium ammonium fosfat terbentuk karena urine bersifat basa.



16



Pada penderita yang berusia tua atau dewasa biasanya komposisi batu merupakan batu asam urat yaitu lebih dari 50% dan batu paling banyak berlokasi di vesika. Batu yang terdiri dari calsium oksalat biasanya berasal dari ginjal. Pada batu yang ditemukan pada anak umumnya ditemukan pada daerah yang endemik dan terdiri dari asam ammonium material, calsium oksalat, atau campuran keduanya. Hal itu disebabkan karena susu bayi yang berasal dari ibu yang banyak mengandung zat tersebut. Makanan yang mengandung rendah pospor menunjang tingginya ekskresi amonia. Anakanak yang sering makan makanan yang kaya oksalat seperti sayur akan meningkatkan kristal urin dan protein hewan (diet rendah sitrat). Batu buli-buli juga dapat terjadi pada pasien dengan trauma vertebra/ spinal injury, adapun kandungan batu tersebut adalah batu struvit/Ca fosfat. Batu buli-buli dapat bersifat single atau multiple dan sering berlokasi pada divertikel dari ventrikel buli-buli dan biasanya berukuran besar atau kecil sehingga menggangu kerja dari vesika. Gambaran fisik batu dapat halus maupun keras. Batu pada vesika umumnya mobile, tetapi ada batu yang melekat pada dinding vesika yaitu batu yang berasal dari adanya infeksi dari luka jahitan dan tumor intra vesika.



D. Komposisi Batu Batu saluran kemih pada umumnya mengandung unsur kalsium oksalat atau kalsium fosfat, asam



urat, magnesium, ammonium, fosfat,



xanthin, sistein, silikat dan senyawa lainnya. Data mengenai pembentukan, kandungan atau komposisi batu



sangat



penting untuk pencegahan



timbulnya batu yang residif. Pembentukan batu 1. Primer Pembentukan batu yang terjadi pada saluran kemih yang normal, batu



ini



biasanya



terbentuk



karena



adanya



kelainan



metabolik



(hiperparatiroidisme). Batu jenis ini biasanya berupa kristalisasi tanpa nidus, hal ini dapat terjadi dimana batu berkembang di papila renalis sebagai 17



plaque subepitelial yang selanjutnya akan menyebabkan erosi dari papila sehingga akan terjadi presipitasi dari kristaloid urin. 2. Sekunder Pembentukan batu pada kondisi infeksi dan urin dalam keadaan alkalis. Pada keadaan ini bakteri, debris dan produk inflamasi bertindak sebagai nidus pada presipitasi dari kristaloid urin. Dalam urin normal, konsentrasi kalsium oksalat 4 kali kelarutannya, Karena terdapat inhibitor dan molekul lainnya, presipitasi baru akan terjadi bila supersaturasinya mencapai 7 sampai 11 kali kelarutannya. Hal-hal yang dapat mempengaruhi supersaturasi kalsium oksalat dalam urin, antara lain, volume urin yang rendah, meningkatnya ekskresi kalsium, oksalat, fosfat, urat, rendahnya ekskresi sitrat dan magnesium. Proses pembentukan inti batu yang terdiri dari larutan murni disebut nukleasi homogen. Terdapat 3 macam bahan yang mempengaruhi proscs pembentukan batu dalam urin, yaitu: inhibitor, kompleksor dan promotor. Inhibitor mencegah



melekat pada kristal, sehingga



pertumbuhan dan memperlambat agregasi. Inhibitor untuk



kalsium oksalat dan kalsium fosfat, antara lain magnesium, sitrat, pirofosfat dan nefrokalsin. Dalam urin terdapat 2 glikoprotein yang bersifat inhibitor, yaitu nefrokalsin dan protein Tanim-Harsfall, yang menghambat agregasi pada urin yang pekat. Kompleksor yang penting untuk kalsium oksalat adalah sitrat, yang mempunyai efek maksimal pada pH urin 6,5. Magnesium bersenyawa dengan oksalat, membentuk senyawa lain yang larut dalam urin. Magnesium dan sitrat bersifat kompleksor dan inhibitor. Promotor menginisiasi satu fase pembentukan kristal, tetapi menghambat fase yang lain. Misalnya glikosaminoglikan, menunjang proses nukleasi, tetapi menghambat proses pertumbuhan dan agregasi. Matriks batu adalah protein non kristal yang merupakan bagian dari batu. Kandungan matriks dari batu, bervariasi, umumnya 3% dari bobot batu. Peranan matriks pada pembentukan batu masih belum jelas. Finlayson dkk., berpendapat matriks hanya menambah/ melapisi kristal yang membentuk batu. Polimerisasi matriks diperlukan dalam pembentukan batu. Matriks dibentuk dalam tubulus renal. Dutoit dkk., mengajukan hipotesa terbentuknya batu ginjal



18



karena adanya penurunan aktivitas ensim urokinase dan peningkatan sialidase yang berakibat terjadinya meneralisasi matriks batu.



Kandungan Batu



a. Batu Kalsium Batu ini merupakan batu yang paling banyak ditemukan yaitu sekitar 7080% dari seluruh batu saluran kemih. Adapun kandungannya adalah kalsium oksalat, kalsium fosfat atau campuran keduanya. Faktor terjadinya batu oksalat adalah sebagi berikut:  Hiperkalsiuri merupakan kenaikan kadar kalsium dalam urin yang melebihi 250-300mg/24jam, disebabkan oleh peningkatan absorbsi kalsium melalui usus, gangguan reabsorbsi kalsium oleh ginjal, dan peningkatan reabsorbsi tulang karena hiperparatiroid atau tumor paratiroid.  Hiperoksaluri merupakan peningkatan ekskresi oksalat melebihi 45 gram/ hari, keadaan ini banyak diderita oleh penderita yang mengalami kelainan usus karena post operasi dan diet kaya oksalat, misalnya teh, kopi instant, minuman soft drinks, kokoa, jeruk, sitrun, dan sayuran yang berwarna hijau terutama bayam.  Hiperurikosuri merupakan kadar asam urat di dalam urin melebihi 850mg/ 24 jam. Asam urat yang berlebihan dalam urin bertindak sebagai inti batu terhadap pembentukan batu kalsium oksalat. Sumber asam urat dalam



urin berasal dari makanan yang



mengandung banyak purin maupun berasal dari metabolisme endogen.  Hipositraturia merupakan sitrat berikatan dengan kalsium di dalam urin sehingga calsium tidak lagi terikat dengan oksalat maupun fosfat, karenanya merupakan penghambat terjadinya batu tersebut. Kalsium sitrat mudah larut sehingga hancur dan dikeluarkan melalui urin.  Hipomagnesia, magnesium juga merupakan penghambat seperti halnya sitrat. Penyebab tersering dari hipomagnesia adalah 19



inflamasi usus yang diikuti gangguan absorbsi. Penyebab tersering hipomagnesuria ialah penyakit inflamasi usus (inflammatory bowel disease) yang diikuti dengan gangguan malabsorbsi. b. Batu struvit disebut juga sebagai batu infeksi karena terbentuknya batu ini karena proses infeksi pada saluran kemih. Hal ini disebabkan karena infeksi yang sebagian besar karena kuman pemecah urea, sehingga urea yang menghasilkan suasana basa yang mempermudah mengendapnya magnesium fosfat, ammonium, karbonat. Kuman tersebut diantaranya adalah Proteus spp, Klebsiella, Enterobacter, Pseudomonas, dan stafilokokus. c. Batu Asam urat merupakan batu yang terjadi pada 5-10% kasus batu. 7580% adalah batu asam urat murni dan sisanya merupakan campuran dengan asam oksalat. Batu ini banyak diderita oleh pasien dengan gout, penyakit mieloproliferatif, pasien yang mendapat terapi antikanker, dan banyak menggunakan obat urikosurik diantaranya tiazid, salisilat, kegemukan, peminum alkohol, diet tinggi protein. Adapun faktor predisposisi terjadinya batu asam urat adalah urin yang terlalu asam, dehidrasi atau konsumsi air minum yang kurang dan tingginya asam urat dalam darah. d. Batu jenis lain diantaranya batu sistin, batu santin, dan batu silikat sangat jarang dijumpai. Batu sistin didapatkan karena kelainan metabolisme yaitu kelainan absorbsi sistin di mukosa usus. Pemakaian antasida yang mengandung silikat berlebihan dalam jangka waktu yang lama dapat memungkinkan terbentuknya batu silikat.



E. Anamnesis dan Pemeriksaan klinis Pasien yang mempunyai batu buli sering asimtomatik, tetapi pada anamnesis biasanya dilaporkan bahwa penderita mengeluh nyeri suprapubik, disuria, gross hematuri terminal, perasaan ingin kencing, sering kencing di malam hari, perasaan tidak enak saat kencing, dan kencing tiba-tiba terhenti kemudian menjadi lancar kembali dengan perubahan posisi tubuh. Gejala lain yang umumnya terjadi dalam menyertai nyeri yaitu nyeri menjalar dari ujung penis, scrotum, perineum, punggung dan panggul, perasaan tidak nyaman tersebut biasa bersifat tumpul atau tajam, disamping sering 20



menarik-narik penisnya pada anak laki-laki dan menggosok-gosok vulva pada anak perempuan. Rasa sakit diperberat saat pasien sedang beraktivitas, karena akan timbul nyeri yang tersensitisasi akibat batu memasuki leher vesika. Pada pemeriksaan fisik didapatkan vesika urinaria tampak penuh pada inspeksi, ketika dipalpasi didapatkan blader distended pada retensi akut. Adapun tanda yang dapat dilihat adalah hematuri mikroskopik atau bahkan gross hematuri, pyuria, bakteri yang positif pada pemeriksaan kultur urin. F. Pemeriksaan Penunjang a. Urinalisis Pemeriksaan urin sering dilakukan karena tidak mahal dan hasilnya dapat menggambarkan jenis batu dalam waktu yang singkat. pemeriksaan yang sering dikerjakan pada kasus urologi meliputi uji makroskopik, dengan menilai warna, bau, dan berat jenis urin. Kimiawi meliputi pemeriksaan derajat keasaman, protein, dan gula dalam urin. Mikroskopik mencari kemungkinan adanya sel-sel, cast atau bentukan lain dalam urin.



Pada



orang dewasa, batu buli akan menyebabkan urin asam. Urin mempunyai pH yang bersifat asam yaitu rata-rata 5,5-6,5. Jika didapatkan pH yang relatif basa kemungkinan terjadi infeksi bakteri oleh baktri pemecah urea, sedangkan bila pH terlalu asam kemungkinan terjadi asidosis pada tubulus ginjal atau terdapat batu asam urat. Selain itu dapat ditemukan hematuri baik mikros ataupun makros, pyuria, bakteriuri dan kultur urine yang memperlihatkan gambaran adanya organisme pemecah urea. Batu buli sering menyebabkan nyeri hebat, oleh sebab itu banyak pasien sering mengurangi konsumsi air minum sehingga urin akan pekat. Pemeriksaan urin juga berguna untuk memberikan antibiotik yang rasional jika dicurigai adanya infeksi. b. Pemeriksaan Darah - Darah rutin



21



Pemeriksaan darah rutin terdiri atas pemeriksaan kadar hemoglobin, lekosit, laju endap darah, hitung jenis lekosit, dan hitung trombosit - Elektrolit : Na, K, Ca, P Pemeriksaan elektrolit



berguna untuk mengetahui faktor



predisposisi pembentukan batu saluran kemih antara lain : fosfat, kalsium,magnesium. Selain itu untuk mendeteksi adanya sindroma para neoplastik yang terjadi pada tumor grawitz c. Pemeriksaan Imaging - Urografi Pemeriksaan



radiologis



yang



digunakan



harus



dapat



memvisualisasikan saluran kemih yaitu ginjal, ureter dan vesika urinaria (KUB). Tetapi pemeriksaan ini mempunyai kelemahan karena hanya dapat menunjukkan batu yang radioopaque. Batu asam urat dan ammonium urat merupakan batu yang radiolucent. Tetapi batu tersebut terkadang dilapisi oleh selaput yang berupa calsium sehingga gambaran akhirnya radioopaque. Pelapisan adalah hal yang sering, biasanya lapisan tersebut berupa sisa metabolik, infeksi dan disebabkan hematuri sebelumnya.



Gambar 4. Foto Bladder 22



 Cystogram/ intravenous pyelografi (IVP) Jika pada pemeriksaan secara klinik dan foto KUB tidak dapat menunjukkan adanya batu, maka langkah selanjutnya adalah dengan pemeriksaan IVP. Adanya batu akan ditunjukkan dengan adanya filling defek.



Gambar 5. BNO-IVP



 Ultrasonografi (USG) Batu buli akan terlihat sebagai gambaran hiperechoic, efektif untuk melihat batu yang radiopaque atau radiolucent.



Gambar 6. USG  CT scan Pemeriksaan ini dilakukan untuk banyak kasus pada pasien yang nyeri perut, massa di pelvis, suspek abses, dan menunjukkan adanya batu buli-



23



buli yang tidak dapat ditunjukkan pada IVP. Batu akan terlihat sebagian batu yang keruh.  MRI Pemeriksaan ini akan menunjukkan adanya lubang hitam yang semestinya tidak ada pada buli yang seharusnya terisi penuh, ini diassosiasikan sebagai batu.  Sistoskopi Pada pemeriksaan ini dokter akan memasukkan semacam alat endoskopi melalui uretra yang ada pada penis, kemudian masuk kedalam blader.



Gambar 7. Sistoskopi



G. Pengobatan a.



Konservatif Terapi ditujukan untuk batu yang ukurannya kurang dari 5 mm,



karena diharapkan batu dapat keluar spontan. Memberikan minum yang berlebihan disertai diuretik. Dengan produksi air kemih yang lebih banyak diharapkan dapat mendorong batu keluar dari saluran kemih. Pengobatan simptomatik mengusahakan agar nyeri, khususnya kolik, yang terjadi menghilang dengan pemberian simptomatik. Dan berolahraga secara teratur. 24



Adanya batu struvit menunjukkan terjadinya infeksi saluran kemih, karena itu diberikan antibiotik. Batu struvit tidak dapat dilarutkan tetapi dapat dicegah pembesarannya bila diberikan



pengobatan dengan



pengasaman urin dan pemberian antiurease, seperti Acetohidroxamic acid. Ini untuk menghambat bakteri urease dan menurunkan kadar ammonium urin. Pengobatan yang efektif untuk pasien yang mempunyai batu asam urat pada saluran kemih adalah dengan alkalinisasi supaya batu asam yang terbentuk akan dilarutkan. Pelarutan batu akan terjadi apabila pH urin menjadi lebih tinggi atau berjumlah 6,2. Sehingga dengan pemberian bikarbonas natrikus disertai dengan makanan alkalis, batu asam urat diharapkan larut. Potasium Sitrat (polycitra K, Urocit K) pada dosis 60 mEQ dalam 3-4 dosis perhari pemberian digunakan untuk terapi pilihan. Tetapi terapi yang berlebihan menggunakan sediaan ini akan memicu terbentuknya deposit calsium pospat pada permukaan batu sehingga membuat terapi tidak efektif lagi. Atau dengan usaha menurunkan produksi kadar asam urat air kemih dan darah dengan bantuan alopurinol, usaha ini cukup memberi hasil yang baik. Dengan dosis awal 300 mg perhari, baik diberikan setelah makan. b.



Litotripsi Pemecahan batu telah mulai dilakukan sejak lama dengan cara buta,



tetapi dengan kemajuan tehnik endoskopi dapat dilakukan dengan cara lihat langsung. Untuk batu kandung kemih, batu dipecahkan dengan litotriptor secara mekanis melalui sistoskop atau dengan memakai gelombang ultrasonic atau elektrohidrolik. Makin sering dipakainya gelombang kejut luar tubuh (ESWL = Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy) yang dapat memecahkan batu tanpa perlukaan ditubuh sama sekali. Gelombang kejut dialirkan melalui air ke tubuh dan dipusatkan di batu yang akan dipecahkan. Batu akan hancur berkeping-keping dan keluar bersama kemih. c.



Terapi pembedahan Terapi bedah digunakan jika tidak tersedia alat litotriptor, alat



gelombang kejut atau bila cara non bedah tidak berhasil. Walaupun 25



demikian kita harus memerlukan suatu indikasi. Misalnya apabila batu kandung kemih selalu menyebabkan gangguan miksi yang hebat sehingga perlu diadakan tindakan pengeluarannya. Litotriptor hanya mampu memecahkan batu dalam batas ukuran 2,5 cm kebawah. Batu diatas ukuran ini dapat ditangani dengan batu kejut atau sistolitotomi. 1. Transurethral Cystolitholapaxy: tehnik ini dilakukan setelah adanya batu ditunjukkan dengan sistoskopi, kemudian diberikan energi untuk membuat nya menjadi fragmen yang akan dipindahkan dari dalam buli dengan alat sistoskopi. Energi yang digunakan dapat berupa energi mekanik (pneumatic jack hummer), ultrasonic dan elektrohidraulik dan laser. 2. Percutaneus Suprapubic cystolithopaxy: tehnik ini selain digunakan untuk dewasa juga digunakan untuk anak- anak, tehnik percutaneus menggunakan endoskopi untuk membuat fragmen batu lebih cepat hancur lalu dievakuasi.sering tehnik ini digunalan bersama tehnik yang pertama denagn tujuan stabilisasi batu dan mencegah irigasi yang ditimbulkan oleh debris pada batu. 3. Suprapubic Cystostomy: tehnik ini digunakan untuk memindah batu dengan ukuran besar, juga di indikasikan untuk membuang prostate, dan



diverculotomy.



Pengambilkan



prostate



secara



terbuka



diindikasikan jika beratnya kira- kira 80-100gr. Keuntungan tehnik ini adalah cepat, lebih mudah untuk memindahkan batu dalam jumlah banyak, memindah batu yang melekat pada mukosa buli dan kemampuannya untuk memindah batu yang besar dengan sisi kasar. Tetapi kerugian penggunaan tehnik ini adalah pasien merasa nyeri post operasi, lebih lama dirawat di rumah sakit, lebih lama menggunakan kateter.



26



Gambar



8.



Suprapubic Cystostomy



H.



Pencegahan







Diuresis



yang adekuat Untuk mencegah timbulnya kembali batu maka pasien harus minum banyak sehingga urin yang terbentuk tidak kurang dari 1500 ml. pada pasien dengan batu asam urat dapat digunakan alkalinisasi urin sehingga pH dipertahankan dalam kisaran



6,5-7,



mencegah



terjadinya



hiperkalsemia



yang



akan



menimbulkan hiperkalsiuria pasien dianjurkan untuk mengecek pH urin dengan kertas nitrasin setiap pagi. 



Olahraga yang cukup







Pemberian medikamentosa







Diet untuk mengurangi kadar zat-zat komponen pembentuk batu Beberapa diet yang dianjurkan : 1. Rendah protein, karena protein akan memacu ekskresi kalsium urin dan menyebabkan suasana urin menjadi lebih asam. 27



2. Rendah oksalat. 3. Rendah garam karena natriuresis akan memacu timbulnya hiperkalsiuri. 4. Rendah purin 



Eradikasi infeksi saluran kemih khususnya untuk batu struvit.



I. Komplikasi 1. Obstruksi, karena aliran urin terhambat oleh batu. 2. Infeksi saluran kemih Infeksi dapat terjadi karena batu menimbulkan inflamasi saluran kemih dan terhambatnya aliran urin. 3. Gagal ginjal akut Gagal ginjal akut dapat terjadi karena urin yang tidak dapat mengalir, akan kembali lagi ke ginjal, menekan bagian dalam ginjal dan mempengaruhi aliran darah keginjal, sehingga dapat menimbulkan kerusakan pada organ tersebut.



28



LAPORAN KASUS I. Identitas Pasien



II.



Nama



: Amdiar



Usia



: 40 tahun



Jenis kelamin



: laki-laki



Alamat



: jl. Parang Lambe, Palopo



Suku



: Luwu



Agama



: Islam



Bangsal



: Mawar



No. CM



: 610567



Tanggal MRS



: 2 Juli 2017



Anamnesis Anamnesis dilakukan kepada pasien sendiri dan keluarganya A. Keluhan utama



:



Nyeri perut kanan bawah dan nyeri pinggang atas Keluhan Tambahan Buang air kecil berwarna kuning keruh dan terdapat endapan putih



Riwayat Penyakit Sekarang



:



Seorang pasien laki-laaki masuk rumah sakit pelamonia rujukan dari RS Masamba (Palopo), karena mengeluh nyeri perut kanan bawah dan nyeri pinggang atas yang di alami memberat sekitar 3 minggu yang lalu. Awal mulanya pasien mengalami kecelakaan motor 20 tahun yang lalu, akibatnya patah pada tulang punggungnya, sehingga di rawat di RS Wahidin dan dipasangkan Flank pada Lumbal V, dan mengalami kelemahan pada kedua tungkai bawah sampai saat ini sulit berjalan, dan akibat kejadian itu pasien dipasangkan keteter seumur hidup karna gangguan mati rasa (Anastesi dari akral sampai thoracal).



29



Nyeri perut bertambah hebat sekitar 3 minggu,terakhir dan disertai mual (+), muntah (+) frekuensi 10 kali, setiap ada makanan yang masuk dimuntahkan. Dan terjadi perubahan warna kecing menjadi lebih keruh, terdapat butiran pasir dan endapan putih (+) didalam kantong keteternya, juga biasa terdapat darah (+). Demam terkadang (+), menggigil (-), Riwayat ramuan tradisional (-).



B. Riwayat Penyakit Dahulu 1. Riwayat Hipertensi disangkal 2. Riwayat Diabetes Melitus disangkal 3. Riwayat sakit jantung disangkal 4. Riwayat trauma pada daerah perut disangkal 5. Riwayat penyakit ginjal disangkal 6. Riwayat alergi obat disangkal 7. Riwayat operasi disangkal 8. Riwayat dirawat di Rumah Sakit : selama 2 minggu di RS.Masamba (Palopo)



B. Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan seperti ini.



C. Riwayat Sosial, Ekonomi, Lingkungan Pasien memiliki kebiasaan jarang minum air putih. Kesan ekonomi : Baik



III.



Pemeriksaan Fisik A. Status Generalis 1. Keadaan umum



: baik.



2. Kesadaran



: GCS: E4M5V6, composmentis



3. Tanda vital



:



 Nadi



: 88x/menit, isi dan tekanan cukup, reguler







Suhu



: 36,9oC (axilla) 30







Respirasi



: 21x/menit



4. Status Urologis Inspeksi



: suprapubik cembung, bekas operasi (-)



Auskultasi : peristaltik (+) Perkusi



: timpani (+), meteorismus (+)



Palpasi



: suprapubis menonjol, teraba massa (+)



5. Rectal Toucher: 



tonus sphincter ani cukup, mukosa rectum licin,







Bimanual: Teraba massa multiple, permukaan keras ,ukuran seperti bakso, mobile (+)







IV.



Lendir (-), darah (-)



PEMERIKSAAN LABORATORIUM 



Darah lengkap (02/07/2017) WBC 9.54 (103/uL)







RBC



3.49 (106/uL)



HB



7.9 (g/dL) *



PLT



567 (103/uL)



LED



83



CT



9’00’’ menit



BT



2’30” menit



mm/jam



Darah lengkap (09/07/2017) WBC 6.34 (103/uL) RBC







5.18 (106/uL)



HB



13.3 (g/dL) * ( Post Transfusi PRC 3 bag)



PLT



405 (103/uL)



LED



40 mm/jam



Lain-lain (02/07/2017) GDS



147 mg/dl 31



SGOT 11 U/L SGPT 8 U/L Ureum 101 mg/dl*



V.



Kreatinin



3.19 mg/dl*



Asam Urat



5.7 mg/dl



Natrium



137.0 mmol/L



Kalium



2.90 mmol/L*



Chlorida



115.0 mmol/L*



PEMERIKSAAN FOTO RADIOLOGIS



1. Foto CT Scan Abdomen tanpa kontras



32



Gambar 1. -



Bayangan batu staghorn dextra multiple



-



nefrolithiasis bilateral



-



Hidronefroureter bilateral



-



Vesicolithiasis



-



Fraktur kompresi L1 disertai spondylolisthesis grade II ke posterior T12 terhadap L1



33



2. Ultrasonografi (USG)



Gambar 2. Batu Buli-buli 



Hepar : ukuran/echo parenkim dalam batas normal, ductus billier dan vaskuler dalam batas normal, tidak tampak massa







Lien



: ukuran/echo tekstur parenkim normal tidak



tampak massa 



Kandung Empedu



: ukuran normal, dinding tidak



menebal, tidak tampak massa/batu 



Pancreas



: ukuran normal, ductus pancreaticus



normal, tidak tampak massa 



Ginjal kanan : tampak multiple echo batu dengan ukuran rata-rata 1.6 cm







Ginjal kiri



: Tampak dilatasi PCS sedang disertai



multiple echo batu dengan ukuran rata-rata 1.5cm



34







Tampak multiple lesi hiperechoic dengan acoustic shadow pada rongga pelvis, struktur buli-buli tidak terlihat jelas







Regio abdomen kanan bawah : tidak tampak kelainan



Kesan



:



-



Multiple Nephrolith Bilateral



-



Hidronephrosis sinistra



-



Susp. Multiple Batu Buli-Buli



3. Foto Thorax



Gambar 3. Tidak tampak kelainan pada foto thorax.



VI.



FOLLOW UP Tanggal 03 Juli 2017 S



: Pasien masuk dari UGD dengan nyeri perut kanan bawah dan nyeri pinggang ±3 minggu yg lalu, mual (+), muntah (+) frek >10x setiap ada makanan yang masuk, pasien ada riwayat kelemahan kedua tungkai sejak ±20 tahun yang lalu, riwayat pemakaian keteter sejak post KLL, BAK



lebih



keruh, butiran pasir dan endapan putih (+) didalam kantong keteternya, darah (+), demam (+) kadang-kadang. O



: Pemeriksaan fisik KU : Baik, sadar TD: 130/80 mmHg N : 88x/m P : 22x/m S : 36,5ºC



P



: - Periksa Lab lengkap - CT Scan abdomen 35



- Rencana Sectio Alta - Konsul Neurologi



36



Tanggal 04 Juli 2017



S



: Nyeri (+),mual (+), muntah (+) frek 3x, demam (-).



O



: Pemeriksaan fisik KU : Baik, sadar TD : 120/90 mmHg N : 90 X/m P : 22 X/m S : 37.0 ºC Pemeriksaan USG didapatkan (batu bulli-buli)



A



: Batu buli-buli Batu Staghorn dextra



P



: IVFD RL 16 tpm Ceftriaxone 500 mg/12jam/iv 37



Kaltrofen 50mg 2x1 Ranitidin/12jam/iv Foto CT Scan Abdomen tanpa kontras Foto Thorax Tunggu toleransi operasi dari neurologi



Hasil konsul neuro : Neurodex 1x1, Mecobal 3x1. Lyrica 75 mg 1x1, providing 2x1 dan fisioterapi S



: Kelemahan kedua tungkai (+) Pergerakan



: Kedua tangan normal, Kedua tungkai



kiri dan kanan menurun Kekuatan



: Kedua tangan normal, Kedua tungkai



kiri dan kanan tidak dapat digerakkan Sensoris



: Anastesi dari akral sampai Th X,



Hipostesi Th IX – Th VII P



: Paraplegi inferior dan Spondylolisthesis



Tanggal 05 Juli 2017



S



: Nyeri (+), mual (+), muntah (-), demam (-), nafsu makan berkurang.



O



: Pemeriksaan fisik KU : Baik, sadar TD : 120/70 mmHg N : 89 X/m P : 22 X/m S : 36,7 ºC



A



: Batu buli-buli Batu Staghorn dextra



P



: IVFD RL 16 tpm Ceftriaxone 500 mg/12jam/iv Kaltrofen 50mg 2x1 Ranitidin/12jam/iv Rencana Sectio Altha (10/7/2017) 38



Tanggal 06 Juli 2017



S



: Nyeri berkurang, demam (-),



O



: Pemeriksaan fisik KU : Baik, sadar TD:120/80 mmHg N : 87 X/m P : 21 X/m S : 37 ºC Rectal toucher : Bimanual:



Tonus sphincter ani cukup,



Ampula recti tidak kolaps, Mukosa rectum



licin, Teraba



massa multiple, Permukaan keras, ukuran seperti bakso A



: Batu staghorn dextra Batu buli-buli Paraplegi inferior



P



: IVFD RL 16 tpm Ceftriaxone 500 mg/12jam/iv Kaltrofen 50mg 2x1 Rencana Sectio Altha (10/7/2017)



Tanggal 07 Juli 2017



S



: Nyeri berkurang, demam (-),



O



: Pemeriksaan fisik KU : Baik, sadar TD:120/80 mmHG N : 87 X/m P : 21 X/m S : 37 ºC



A



: Batu Staghorn dextra Batu Buli-buli Paraplegi inferior



P



: IVFD RL 16 tpm Ceftriaxone 500 mg/12jam/iv 39



Kaltrofen 50mg 2x1 Rencana Sectio Altha (10/7/2017) Transfusi PRC 1 bag sampai Hb > 10 gr/dl



Tanggal 08 Juli 2017



S



: Nyeri berkurang, demam (-),



O



: Pemeriksaan fisik KU : Baik, sadar TD:120/80 mmHG N : 87 X/m P : 21 X/m S : 37 ºC



A



: Batu Staghorn dextra Batu Buli-buli Paraplegi inferior



P



: IVFD RL 16 tpm Ceftriaxone 500 mg/12jam/iv Kaltrofen 50mg 2x1 Rencana Sectio Altha (10/7/2017) Pukul 21.30 Transfusi PRC 1 bag Optimalkan Hb>10



Tanggal 09 Juli 2017



S



: Nyeri berkurang, demam (-),



O



: Pemeriksaan fisik KU : Baik, sadar TD:120/80 mmHG N : 87 X/m P : 21 X/m S : 37 ºC



A



: Batu Staghorn dextra Batu Buli-buli 40



Paraplegi inferior P



: IVFD RL 16 tpm Ceftriaxone 500 mg/12jam/iv Kaltrofen 50mg 2x1 Rencana Sectio Altha (10/7/2017) Pukul 09.30 Transfusi PRC bag k-2 Pukul 16.00 transfusi PRC bag k-3 Optimalkan Hb>10 Lapor Ok Konsul anastesi Konfirmasi dr.Hartono,Sp.S



Tanggal 10 Juli 2017



S



: Nyeri berkurang, demam (-),



O



: Pemeriksaan fisik KU : Baik, sadar TD:120/80 mmHG N : 87 X/m P : 21 X/m S : 37 ºC



A



: POD 0 Batu buli-buli Batu Staghorn dextra



P



: IVFD RL : D5 2:5 Ceftriaxone 500 mg/12jam/iv Kaltrofen 50mg 2x1 Rencana hari ini operasi Sectio Alta (10/7/2017) POD I Batu buli-buli



41



Laporan Operasi 1.Posisi litotomi (SAB) lepas keteter uretra 2.Disinfeksi lapangan operasi dan ditutup dengan doek steril 4. Insisi suprapubik 10 cm pada midline 5. Insisi diperdalam menembus subkutis yang tebal sampai fascia 6. Peritonium dibebaskan kearah proksimal/ fundus buli 7. Bebaskan dinding buli dari jaringan sekitar dan rectus abdominis 8. Identifikasi buli-buli,insisi buli-buli dan diperlebar dengan lagen back 9. Ekstraksi buli-buli 8 bh diameter terbesar 4.5x4x4 cm, kuning, keras, dan kasar 10. Diameter batu yang lain antara 2-4cm, sebagian batu pada uretra prostatika 11. Permukaan buli tidak rata, tebal pucat dan Nampak berupa tumor dibeberapa tempat 12. Pasang keteter 18 F 13. Jahit buli-buli all layer dengan dekson 3/0 14. Pasang drain 1 bh, jahit otot dengan fascia dengan dekson 1/0 dan dekson 2/0 15. Jahit kulit dan subkutis dengan zide 3/0 16. Operasi section alta selesai tanpa komplikasi 17. Instruksi pasca bedah : - Diet bebas - Infuse RL: D5 = 2:3 - Injeksi ceftriaxone 2 x 1 mg - Ketorolac 2x1 amp - Catat produksi urin, drain dan balance cairan



42



Tanggal 11 Juli 2017



S



: Nyeri post op (+)



O



: Pemeriksaan fisik KU : Baik, sadar TD : 130/80 mmHg N : 90X/m P : 22 X/m S : 36,5ºC



A



: POD II Batu buli-buli



P



: IVFD RL : D5 2:5 Ceftriaxone 1gr/12jm/iv Ketorolac 1amp/12jm/iv PCT 500mg 3x1 Neurodex 2x1 Catat produksi urin, drain perhari dan balance cairan



43



Tanggal 12 Juli 2017 S



: Tidak ada keluhan.



O



: Pemeriksaan fisik KU : Baik, sadar TD : 120/80 mmHg N : 89 X/m P : 22 X/m S : 36,7 ºC Drain 3cc



A



: POD III Batu buli-buli



P



: KRS dengan keteter Aff infuse Aff drain dan GV Cefixime tab 2x1 Paracetamol 3x500mg ACC pulang dari neurologi



VII.



PROGNOSIS



Ad vitam



: Dubia ad bonam



Ad sanationam



: Dubia ad bonam



Ad fungsional



: Dubia ad bonam



44



DAFTAR PUSTAKA



1. Basler, J. 2007. Bladder Stones. Emedicine Journal. Sited by http://www.emedicine.com. 2. De Jong, W. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta:EGC 3. Prince, Sylvia dan Lorrane ,Wilson. 2003. Gangguan Sistem Ginjal dalam Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC. 4. Purnomo, Basuki. 2008. Anatomi Sistem Urogenital dalam DasarDasar Urologi. Sagung Seto: Jakarta. 5. Reksoprojo, S. 2007. Ilmu Bedah. Jakarta: Binarupa Aksara 6. Sudoyo, A. W., Setiyohadi, B., Alwi, I., dan Setiati, S. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 7. Sherwood, Lauralee. 2010. Human Phsysiology : from cells to systems Seventh Edition: 517-524. Jakarta:EGC



45