BBLR & Asfiksia [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

2.1 BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) 2.1.1 Definisi BBLR adalah neonatus dengan berat badan lahir pada saat kelahiran kurang dari 2500 gram tanpa memandang masa gestasi.1 Dimana definisi berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1 jam setelah lahir.5 Pengukuran ini dilakukan setelah badan bayi dikeringkan dari air ketuban dan pada tempat pelayanan kesehatan (Rumah Sakit, Puskesmas, dan Polindes) sedangkan bayi yang lahir di rumah, waktu pengukuran berat badan dapat dilakukan dalam waktu 24 jam.1 2.1.2 Klasifikasi Secara umum BBLR dikelompokkan menjadi 2 golongan, yaitu:2 1. Prematuritas murni - Ialah neonatus dengan usia kehamilan < 37 minggu dan - mempunyai berat badan sesuai dengan berat badan untuk masa kehamilan yang disebut neonatus kurang bulan sesuai masa kehamilan (NKB-SMK). 2. Dismaturitas - Ialah neonatus dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya untuk masa kehamilan. Hal ini karena mengalami gangguan pertumbuhan dalam kandungan dan merupakan bayi yang kecil untuk pertumbuhan masa kehamilan. Dismatur dapat terjadi pada aterm dan post term. Pertumbuhan dalam rahim terhambat dapat disebabkan dari faktor bayi sendiri, plasenta, ataupun faktor ibu (KMK). Klasifikasi BBLR berdasarkan masa gestasi atau umur kehamilan :1 1. Bayi Kurang Bulan (BKB) adalah bayi yang dilahirkan dengan masa gestasi < 37 minggu (< 259 hari). 2. Bayi Cukup Bulan (BCB) adalah bayi yang dilahirkan dengan masa gestasi antara 37-42 minggu (259-293 hari). 3. Bayi Lebih Bulan (BLB) adalah bayi yang dilahirkan dengan masa gestasi > 42 minggu (294 hari). Klasifikasi BBLR berkaitan dengan penanganan dan harapan hidupnya, dibedakan6 1. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR), berat lahir 1500-2499 gram. 2. Bayi Berat Lahir Sangat Rendah (BBLSR), berat lahir < 1500 gram. 3. Bayi Berat Lahir Ekstrim rendah (BBLER), berat lahir < 1000 gram. Klasifikasi bayi menurut berat lahir/umur kehamilan:1,2 1. Sesuai Masa Kehamilan (SMK) yaitu bayi dilahirkan dengan berat lahir yang terletak antara persentil ke-10 dan persentil ke-90. 2. Kecil Masa Kehamilan (KMK) yaitu bayi dilahirkan dengan berat lahir < 10 persentil menurut grafik Lubhenco. 3. Besar Masa Kehamilan (BMK) yaitu bayi dilahirkan dengan berat lahir > 90 persentil menurut grafik Lubhenco.



1



2.1.3 Epidemiologi Prevalensi bayi berat lahir rendah (BBLR) diperkirakan 15% dari seluruh kelahiran di dunia dengan batasan 3,3%-3,8% sering terjadi di negara-negara berkembang atau sosioekonomi rendah.1,2 Bayi BBLR mempunyai resiko meninggal 40 kali lebih tinggi di bandingkan bayi dengan berat badan normal pada tahun pertama. Angka kematian prenatal pada BBLR di Indonesia tinggi yaitu 181,1 tiap 1000 kelahiran bayi hidup 22,34 penyebab BBLR sampai saat ini masih terus dikaji. Beberapa studi menyebutkan bahwa penyebab BBLR adalah multi faktor, antara lain faktor demografi, biologi ibu, status gizi obstetric, morbiditas ibu hamil, perilaku atau kebiasaan ibu dan keluarga yang kurang mendukung, tabu, pelayanan kesehatan dan gizi termasuk deteksi dini BBLR serta upaya intervensinya.3,4 Makin kecil berat bayi lahir maka makin tinggi kejadian kelainan neurologis dan pisikomotorik bayi.3 Kejadian BBLR yang tinggi menunjukkan bahwa kualitas kesehatan dan kesejahteraan masyarakat itu masih rendah. Untuk itu diperlukan upaya untuk menurunkan angka kejadian BBLR agar kualitas kesehatan dan kesejahteraan menjadi meningkat.3 Kejadian BBLR ini bisa dicegah bila kita mengetahui faktor-faktor penyebabnya. 2.1.4 Etiologi Faktor–faktor yang dapat mempenngaruhi berat bayi lahir rendah:3,4 1. Faktor lingkungan internal  umur ibu, parietas, jarak kelahiran, kesehatan ibu, kadar haemoglobin ibu hamil serta ukuran antropometri ibu hamil. 2. Faktor lingkungan eksternal  lingkungan, masukan makanan ibu selama hamil, jenis pekerjaan ibu, tingkat pendidikan ibu dan bapak (kepala keluarga), pengetahuan gizi dan tingkat social ekonomi. 3. Faktor pengunaan pelayanan kesehatan  frekuensi pemeriksaan kehamilan. Sulit untuk menentukan secara pasti penyebab BBLR, namun ada beberapa faktor resiko yang erat hubungannya dengan kejadian BBLR.1,4,6 Adapun faktor-faktor resiko tersebut adalah: 1. Faktor ibu. a. Penyakit: malaria, anemia, sipilis, infeksi TORCH, dan lain-lain. b. Komplikasi pada kehamilan: komplikasi yang tejadi pada kehamilan ibu seperti perdarahan antepartum, pre-eklamsia berat, eklamsia, dan kelahiran preterm. c. Usia Ibu dan paritas: usia < 20 tahun atau > 40 tahun. d. Faktor kebiasaan ibu: ibu perokok, ibu pecandu alkohol dan ibu pengguna narkotika. 2. Faktor Janin Prematur, hidramion, kehamilan kembar/ganda (gemeli), kelainan kromosom. 3. Faktor Lingkungan Tempat tinggal di daratan tinggi, radiasi, sosio-ekonomi dan paparan zat-zat racun.



2



2.1.5 Patofisiologi



BBLR



3



2.1.6 Diagnosis Penegakkan diagnosis BBLR didapatkan melalui anamesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.1,2,5 1. Anamnesis Riwayat yang perlu ditanyakan pada ibu dalam anamesis untuk menegakkan mencari etiologi dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya BBLR: a. Umur ibu; b. Riwayat hari pertama haid terakir; c. Riwayat persalinan sebelumnya; d. Paritas, jarak kelahiran sebelumnya; e. Kenaikan berat badan selama hamil; f. Aktivitas; g. Penyakit yang diderita selama hamil; h. Obat-obatan yang diminum selama hamil. 2. Pemeriksaan Fisik Yang dapat dijumpai saat pemeriksaan fisik pada bayi BBLR antara lain : a. Berat badan < 2500 gram; b. Tanda-tanda prematuritas (pada bayi kurang bulan); c. Tulang rawan telinga belum terbentuk; d. Masih terdapat lanugo; e. Refleks masih lemah; f. Alat kelamin luar; perempuan: labium mayus belum menutup labium minus; laki-laki: belum terjadi penurunan testis dan kulit testis rata; g. Tanda bayi cukup bulan atau lebih bulan (bila bayi kecil untuk masa kehamilan); h. Tidak dijumpai tanda prematuritas; i. Kulit keriput; j. Kuku lebih panjang Q; tanda tanda prematuritas bayi apa aja ???



4



Tabel 1. Ciri-ciri BBLR BBLR Kurang Bulan



PB - Dada Proporsi - Umbilikus di bawah perut - Kurang aktif Vitalitas - Tangis lemah - Menghirup kurang kuat - Merah lembek, Kulit transparan. - Lemak sub kutan tipis Papila mamae Datar Lembut Rambut Pipih, lembek Telinga Telapak kaki Lembut, hanya beberapa garis Lembut tidak sampai Kuku ujung jari - Wanita : labia mayora Genetalia belum menutupi labia minora - Laki-laki : testis di dalam abdomen atau di kanal



BBLR Cukup Bulan 50-52 cm - 33 cm - Umbilikus pada pusat



BBLR Lebih Bulan 50-52 cm - 33 cm - Umbilikus sama dengan aterm



- Aktif - Tangis kuat - Menghirup kuat - Merah muda segar - Lemak sub kutan positif



- Aktif - Tangis kuat - Menghirup kuat spt lapar - Merah muda - Kering, keriput



(+) Panjang, kokoh Tegak, keras Penuh garis-garis



(+) Panjang, kokoh Kenyal Penuh garis-garis



Keras memenuhi ujung jari - Wanita : labia mayora sudah menutupi labia minora - Laki-laki : testis di dalam skrotum



Keras melebihi ujung jari - Wanita,labia mayora sudah menutupi labia minora - Laki-laki : sudah menutup



5



3. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain : 1. Pemeriksaan skor ballard. Skor Ballard



Tabel 2. Maturitas Neuromuskular



6



Tabel 3. Maturitas Fisik



7



Kurva 1. Hubungan Antara Berat Badan dan Masa Gestasi.



2. Tes kocok (shake test), dianjur untuk bayi kurang bulan. Interpretasi: Positif (+) : Bila terdapat gelembung-gelembung yang membentuk cincin artinya surfaktan terdapat dalam paru dengan jumlah cukup. Negatif (-) : Bila tidak ada gelembung berarti tidak ada surfaktan. Ragu : Bila terdapat gelembung tapi tidak ada cincin.



8



3. Darah rutin, glukosa darah, kalau perlu dan tersedia fasilitas diperiksa kadar elektrolit dan analisa gas darah.  indikasi ??? 4. Foto dada ataupun babygram diperlukan pada bayi baru lahir dengan umur kehamilan kurang bulan dimulai pada umur 8 jam atau didapat/diperkirakan akan terjadi sindrom gawat nafas. 5. USG kepala terutama pada bayi dengan umur kehamilan kurang lebih. 2.1.7 Penatalaksanaan 1. Medikamentosa Pemberian vitamin K1 : a. Injeksi 1 mg IM sekali pemberian, atau b. Per oral 2 mg sekali pemberian atau 1 mg 3 kali pemberian (saat lahir, umur 310 hari, dan umur 4-6 minggu). 2. Diatetik Bayi prematur atau BBLR mempunyai masalah menyusui karena refleks menghisapnya masih lemah. Untuk bayi demikian sebaiknya ASI dikeluarkan dengan pompa atau diperas dan diberikan pada bayi dengan pipa lambung atau pipet. Dengan memegang kepala dan menahan bawah dagu, bayi dapat dilatih untuk menghisap sementara ASI yang telah dikeluarkan yang diberikan dengan pipet atau selang kecil yang menempel pada puting. ASI merupakan pilihan utama, apabila : a. Bayi mendapat ASI, pastikan bayi menerima jumlah yang cukup dengan cara apapun, perhatikan cara pemberian ASI dan nilai kemampuan bayi menghisap paling kurang sehari sekali. b. Bayi sudah tidak mendapatkan cairan IV dan beratnya naik 20 g/hari selama 3 hari berturut-turut, timbang bayi 2 kali seminggu.1,5 3. Suportif Hal utama yang perlu dilakukan adalah mempertahankan suhu tubuh normal, yakni: a. Gunakan salah satu cara menghangatkan dan mempertahankan suhu tubuh bayi, seperti kontak kulit ke kulit, kangaroo mother care, pemancar panas, inkubator atau ruangan hangat yang tersedia di tempat fasilitas kesehatan setempat sesuai petunjuk. b. Jangan memandikan atau menyentuh bayi dengan tangan dingin c. Ukur suhu tubuh dengan berkala.5 Yang juga harus diperhatikan untuk penatalaksanaan suportif ini adalah : a. Jaga dan pantau patensi jalan nafas. Pantau kecukupan nutrisi, cairan dan elektrolit. b. Bila terjadi penyulit, harus dikoreksi dengan segera (contoh; hipotermia, kejang, gangguan nafas, hiperbilirubinemia). c. Berikan dukungan emosional pada ibu dan anggota keluarga lainnya. d. Anjurkan ibu untuk tetap bersama bayi. Bila tidak memungkinkan, biarkan ibu berkunjung setiap saat dan siapkan kamar untuk menyusui.3,5



9



4. Pemantauan (Monitoring) 4.1 Pemantauan Saat Dirawat a. Terapi 1. Bila diperlukan terapi untuk penyulit tetap diberikan. 2. Preparat besi sebagai suplemen mulai diberikan pada usia 2 minggu b. Tumbuh kembang 1. Pantau berat badan bayi secara periodik. 2. Bayi akan kehilangan berat badan selama 7-10 hari pertama (sampai 10% untuk bayi dengan berat lahir ≥1500 gram dan 15% untuk bayi dengan berat lahir < 1500 gram. 3. Bila bayi sudah mendapatkan ASI secara penuh (pada semua kategori berat lahir) dan telah berusia lebih dari 7 hari: a. Tingkatkan jumlah ASI dengan 20 ml/kg/hari sampai tercapai jumlah 180 ml/kg/hari. b. Tingkatkan jumlah ASI sesuai dengan peningkatan berat badan bayi agar jumlah pemberian ASI tetap 180 ml/kg/hari c. Apabila kenaikan berat badan tidak adekuat, tingkatkan jumlah pemberian ASI hingga 200 ml/kg/hari. d. Ukur berat badan setiap hari, panjang badan dan lingkar kepala setiap minggu.5 4.2 Pemantauan Setelah Pulang Diperlukan pemantauan setelah pulang untuk mengetahui perkembangan bayi dan mencegah/ mengurangi kemungkinan untuk terjadinya komplikasi setelah pulang sebagai berikut : 1. Sesudah pulang hari ke-2, ke-10, ke-20, ke-30, dilanjutkan setiap bulan. 2. Hitung umur koreksi. 3. Pertumbuhan; berat badan, panjang badan dan lingkar kepala. 4. Tes perkembangan, Denver development screening test (DDST). 5. Awasi adanya kelainan bawaan.5



10



2.1.8 Komplikasi Komplikasi dari BBLR, diantaranya:1,5,6 1. Bayi prematur: asfiksia, sindroma gawat nafas neonatus, hipotermia, hipoglikemia, hipokalsemia, hiperbilirubinemia, perdarahan periintraventrikular, perdarahan paru dan enterokolitis nekrotikan. 2. Bayi kecil masa kehamilan: hipoglikemia, asfiksia, infeksi, aspirasi mekoneum, polisitemia, hiperbilirubinemia, dan kelainan kongenital. Gangguan yang mungkin terjadi pada bayi BBLR antara lain: a. Pusat pengaturan suhu tubuh yang belum matur sehingga menyebabkan mudah mengalami hipotermi. b. Sistem immunologi belum berkembang dengan baik sehingga rentan infeksi. c. Sistem saraf pusat belum matur menyebabkan perdarahan periventrikuler. d. Sistem pernafasan belum matur terutama paru-paru menyebabkan mudah terkena penyakit membran hyalin. e. Immaturitas hepar sehingga metabolisme bilirubin terganggu (hiperbilirubinemia). Masalah jangka panjang yang mungkin timbul pada bayi-bayi dengan berat lahir rendah (BBLR) antara lain :1,5 1. Gangguan perkembangan. 2. Gangguan pertumbuhan. 3. Gangguan penglihatan (Retinopati). 4. Gangguan pendengaran. 5. Penyakit paru kronis. 6. Kenaikan angka kesakitan dan sering masuk rumah sakit. 7. Kenaikan frekuensi kelainan bawaan. 2.1.9 Prognosis Prognosis BBLR tergantung dari berat ringannya masalah perinatal, seperti; masa gestasi (semakin muda dan semakin rendah berat badan bayi makin tinggi angka kematiannya), komplikasi yang menyertai (asfiksia/iskemia, sindrom gangguan pernafasan, perdarahan intra ventrikuler, infeksi, gangguan metabolik, dll).1 Prognosis akan lebih buruk bila BB makin rendah, angka kematian sering disebabkan karena komplikasi neonatal seperti asfiksia, aspirasi, pneumonia, perdarahan intrakranial, hipoglikemia. Bila hidup akan dijumpai kerusakan saraf, gangguan bicara, IQ rendah.1,6



11



Penyebab BBLR pada pasien ini karena masa gestasinya yang kurang dari 37 minggu. Keadaan ini disebabkan karena ibu mengalami perdarahan pervaginam sejak 3 hari sebelum pasien dilahirkan. Penyebab perdarahan paling sering dari wanita hamil tua adalah plasenta previa atau solusio plasenta. ~ Kemungkinan plasenta previa dapat disingkirkan karena pasien telah menjalani pemeriksaan USG sehingga diagnosis yang mungkin adalah ~ solusio plasenta yang ditunjang dengan keterangan bahwa perdarahan disertai dengan nyeri. Namun, apapun penyebab perdarahannya, keadaan tersebut telah menyebabkan bayi lahir sebelum waktunya. Keadaan ini menyebabkan bayi mendapatkan banyak penyulit dan komplikasi akibat kurang matangnya organ karena masa gestasi yang kurang.



12



2.1 Asfiksia Neonatorum 2.1.1 Definisi Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir, sehingga dapat menurunkan O2 dan mungkin meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut.2 2.1.2 Klasifikasi Atas dasar pengalaman klinis, Asfikia neonatorum dibagi dalam:2 1. "Vigorous baby'' skor apgar 7-10, dalam hal ini bayi dianggap sehat dan tidak memerkikan istimewa. 2. "Mild-moderate asphyxia" (asfiksia sedang) skor apgar 4-6 pada pemeriksaan fisis akan terlihat frekuensi jantung lebih dari lOOx/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, refick iritabilitas tidak ada. 3. Asfiksia berat: skor apgar 0-3. Pada pemeriksaan fisis ditemukan' frekuensi jantung kurang dari l00x/menit, tonus otot buruk, sianosis berat dan kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada. Asfiksia berat dengan henti jantung yaitu keadaan : 1. Bunyi jantung fetus menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelu lahir lengkap. 2. Bunyi jantung bayi menghilang post partum. Tabel 5. Skor Apgar2 Tanda Frekuensi jantung



Usaha bernapas



0 Tidak ada



Tidak ada



1



2



Kurang dari 100 Lebih dari 100 x/menit



x/menit



Lambat,



tidak Menangis kuat



teratur Tonus otot



Lumpuh



Ekstremitas fleksi Gerakan aktif sedikit



Refleks



Tidak ada



Gerakan sedikit



Menangis



Warna



Biru/pucat



Tubuh



Tubuh



kemerahan,



ekstremitas



ekstremitas biru



kemerahan



dan



13



2.1.3 Etiologi Asfiksia janin atau neonatus akan terjadi jika terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 dari ibu ke janin. Gangguan ini dapat timbul pada masa kehamilan, persalinan atau segera setelah lahir. Hampir sehagian besar asfiksia bayi baru lahir merupakan kelanjutan asfiksia janin, karena itu penilaian janin selama kehamilan dan persalinan. memegang peran penting untuk keselamatan bayi atau kelangsungan hidup yang sempurna tanpa gejala sisa. 1. Faktor Ibu a. Hipoksia ibu  Terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetika atau anestesia dalam. Hal ini akan menimbulkan hipoksia janin. b. Gangguan aliran darah uterus berkurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan berkurangnya pengaliran oksigen ke plasenta dan kejanin. Hal ini sering ditemukan pada : 1. Ganguan kontraksi uterus, misalnya hipertoni, hipotoni atau tetani uterus akibat penyakit atau obat. 2. Hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan. 3. Hipertensi pada penyakit akiomsia dan lain-lain. 2. Faktor Plasenta  Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta. Asfiksia janin akan terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta, misalnya solusio plasenta, perdarahan plasenta dan lain-lain. 3. Faktor Fetus  Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam pcmbuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin. Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan : tali pusat menumbung, tali pusat melilit leher kompresi tali pusat antar janin dan jalan lahir dan lain-lain. 4. Faktor Neonatus. Depresi pusat pernapasan pada bayi baun lahir dapat terjadi karena: a. Pemakaian obat anestesia/analgetika yang berlebihan pada ibu secara langsung dapat menimbulkan depresi pusat pernafasan janin. b. Trauma yang terjadi pada persalinan, misalnya perdarah intrakranial. Kelainan konginental pada bayi, misalnya hernia diafrakmatika atresia/stenosis saluran pernafasan, hipoplasia paru dan lain-lain.



14



2.1.4 Patofisiologi Pernapasan spontan bayi baru lahir bergantung kepada kondisi janin pada masa kehamilan dan persalinan. Proses kelahiran sendiri selalu menimbulkankan asfiksia ringan yang bersifat sementara pada bayi (asfiksia transien), proses ini dianggap sangat perlu untuk merangsang kemoreseptor pusat pernafasan agar lerjadi “Primary gasping” yang kemudian akan berlanjut dengan pernafasan.6,7 Bila terdapat gangguaan pertukaran gas/pengangkutan O2 selama kehamilan persalinan akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan mempengaruhi fugsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian. Kerusakan dan gangguan fungsi ini dapat reversibel/tidak tergantung kepada berat dan lamanya asfiksia. Asfiksia yang terjadi dimulai dengan suatu periode apnu (Primany apnea) disertai dengan penurunan frekuensi jantung selanjutnya bayi akan memperlihatkan usaha bernafas (gasping) yang kemudian diikuti oleh pernafasan teratur. Pada penderita asfiksia berat, usaha bernafas ini tidak tampak dan bayi selanjutnya berada dalam periode apnu kedua (Secondary apnea).6 Pada tingkat ini ditemukan bradikardi dan penurunan tekanan darah. Disamping adanya perubahan klinis, akan terjadi pula G3 metabolisme dan pemeriksaan keseimbangan asam basa pada tubuh bayi. Pada tingkat pertama dan pertukaran gas mungkin hanya menimbulkan asidoris respiratorik, bila G3 berlanjut dalam tubuh bayi akan terjadi metabolisme anaerobik yang berupa glikolisis glikogen tubuh , sehingga glikogen tubuh terutama pada jantung dan hati akan berkurang. Asam organik terjadi akibat metabolisme ini akan menyebabkan tumbuhnya asidosis metabolik. Pada tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskuler yang disebabkan oleh beberapa keadaan diantaranya hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung terjadinya asidosis metabolik akan mengakibatkan menurunnya sel jaringan termasuk otot jantung sehinga menimbulkan kelemahan jantung dan pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan menyebabkan akan tingginya resistensinya pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah ke paru dan kesistem tubuh lain akan mengalami gangguan. Asidosis dan gangguan kardiovaskuler yang terjadi dalam tubuh berakibat buruk terhadap sel otak. Kerusakan sel otak yang terjadi menimbulkan kematian atau gejala sisa pada kehidupan bayi selanjutnya.1,6,7



15



2.1.5 Manifestasi Klinis Asfiksia biasanya merupakan akibat dari hipoksi janin yang menimbulkan tanda:2,5 1. DJJ lebih dari 100x/mnt/kurang dari l00x/menit tidak teratur. 2. Mekonium dalam air ketuban pada janin letak kepala. 3. Apnea a. Apnea primer : Pernafasan cepat, denyut nadi menurun dan tonus neuromuscular menurun. b. Apnea sekunder : Apabila asfiksia berlanjut, bagi menunjukkan pernafasan megap-megap yang dalam, denyut jantung terus menurun, bayi terlihat lemah (pasif), pernafasan makin lama makin lemah. 4. Pucat. 5. Sianosis. 6. Penurunan terhadap stimulus. 2.1.6 Diagnosis Diagnosis hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukannya tandatanda gawat janin. Tiga hal perlu mendapat perhatian:6 1. Denyut jantung janin  Frekuensi normal adalah antara 120 dan 160 denyut semenit, selama his frekuensi ini bias turun, tetapi diluar his kembali lagi kepada keadaan semula. Peningkatan kecepatan dnyut jantung umumnya tidak besar artinya, akan tetapi apabila frekuensi turun sampai dibawah 100x semenit di luar his dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda bahaya. 2. Mekanisme dalam air ketuban  Mekoneum pada presentasi-sungsang tidak ada artinya, akan tetapi pada presentasi kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenasi dan harus menimbulkan kewaspadaan. Asanya mekoneum dalam air ketuban pada presentasi-kepala dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah. 3. Pemeriksaan pH darah janin  Dengan menggunakan amnioskopi yang dimasukkan lewat serviks dibuat sayatan kecil pada kulit kepala janin dan diambil contoh darah janin. Darah ini diperiksa pH-nya. Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu sampai turun dibawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya oleh beberapa penulis. Pemeriksaan diagnostic : 1) Pemeriksaan darah kadar As. Laktat. kadar bilirubin, kadar PaO2, PH. 2) Pemeriksaan fungsi paru. 3) Pemeriksaan fungsi kardiovaskuler; 4) Gambaran patologi.



16



2.1.7 Penatalaksanaan a. Tindakan Umum 1. Bersihkan jalan nafas : kepala bayi dileakkan lebih rendah agar lendir mudah mengalir, bila perlu digunakan larinyoskop untuk membantu penghisapan lendir dari saluran nafas ayang lebih dalam. 2. Rangsang reflek pernafasan : dilakukan setelah 20 detik bayi tidak memperlihatkan bernafas dengan cara memukul kedua telapak kaki menekan tanda achiles. 3. Mempertahankan suhu tubuh. 4. CPAP : bantuan pernapasan dengan cara meningkatkan tekanan pulmoner secara artifisial pada saat fase ekspirasi pada bayi yang bernapas secara spontan . Intermittent Positive Pressure Ventilation (IPPV) atau Intermittent Mandatory Pressure Ventilation (IMV) : pernapasan bayi diambil alih sepenuh nya oleh mesin ventilator mekanik dan meningkatkan tekanan pulmoner baik pada fase inspirasi maupun ekspirasi. Indikasi CPAP Gangguan napas sedang atau berat dengan retraksi dan grunting Apnu berulang PaO2 < 60 torr dengan FiO2 > 0.6 (60%) dengan head box. CPAP gagal maka harus segera diberikan bantuan napas dengan Ventilator mekanik 1. Retraksi sedang sampai berat 2. Laju pernapasan > 70 /menit 3. Sianosis dengan FiO2 > 0.4 4. Serangan apnu berulang 5. Syok atau ancaman syok 6. PaO2 < 50 mm Hg dengan FiO2 > 1.0 7. PaCO2 > 60 8. PH < 7.25.2,5,6 b. Tindakan khusus 1. Asfiksia berat. Berikan O2 dengan tekanan positif dan intermiten melalui pipa endotrakeal. dapat dilakukan dengan tiupan udara yang telah diperkaya dengan O2. Tekanan O2 yang diberikan tidak 30 cm H 20. Bila pernafasan spontan tidak timbul lakukan message jantung dengan ibu jari yang menekan pertengahan sternum 80 –100 x/menit. 2. Asfiksia sedang/ringan. Pasang reflek pernapasan (hisap lendir, rangsang nyeri) selama 30-60 detik. Bila gagal lakukan pernafasan kodok (Frog breathing) 1-2 menit yaitu : kepala bayi ektensi maksimal beri O2 1-2 1/mnt melalui kateter dalam hidung, buka tutup mulut dan hidung serta gerakkan dagu ke atas-bawah secara teratur 20x/menit. 3. Penghisapan cairan lambung untuk mencegah regurgitasi.2,5,6



17



Dalam melakukan penatalaksanaan pada bayi dengan asfiksia seperti yang telah disebutkan di atas, perlu diingat prinsip dasar resusitasi, yakni:2 1. Memberikan lingkungan yang baik pada bayi dan mengusahakan saluran pernapsanag tetap bebas serta merangsang timbulnya pernapasan, yaitu agar oksigenasi dan pengeluaran CO2 berjalan lancar. 2. Memberikan bantuan pernapasan secara aktif pada bayi yang menunjukkan usaha pernapasan lemah. 3. Melakukan koreksi terhadap asidosis yang terjadi.



18



4. Menjaga agar sirkulasi darah tetap baik.



DAFTAR PUSTAKA



1. Kosim, M. Sholeh, dkk. 2008. Buku Ajar Neonatologi Edisi Pertama Cetakan Pertama. Jakarta: IDAI.



19



2. Hassan, Rusepno, dkk. 2007. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Jilid 3 Cetakan Kesebelas. Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 3. Mardiyaningrum, D. 2011. Hubungan Beberapa faktor Ibu dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum di Badan RSUD Banjarnegara Kabupaten Banjarnegara Tahun 2005. Available from http://eprints.undip.ac.id/4714/ (Accessed January 19th). 4. Desfauza, E. 2007. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Asphyxia Neonatorum Pada Bayi Baru Lahir Yang Dirawat Di RSU Dr Pirngadi Medan Tahun 2007.



Available



from



http://library.usu.ac.id/index.php?option=com_journal_review&id=12582&task=v ew (Accessed January 19th). 5. Pudjiadi, Antonius H., dkk. 2010. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia Jilid 1. Jakarta: IDAI.



20