Beberapa Tokoh Gerakan Oikumene Dunia [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Beberapa Tokoh Gerakan Oikumene Dunia Oikumene di Dunia 1



Nathan Soderblom mempunyai gagasan untuk untuk mendirikan suatu dewan gereja-



gereja dimulai sejak akhir Perang Dunia Pertama. Semangat untuk mendirikan dewan gerejagereja sejajar dengan semangat untuk mendirikan Liga Bangsa-bangsa (1919/1920). Dirasa perlu untuk mendirikan suatu persekutuan gereja-gereja sebagai “jiwa” untuk kerjasama antara bangsa-bangsa. William Temple dari gerakan Faith and Order, yang mengusulkan pada tahun 1935 untuk membentuk suatu dewan oikumenis internasional gereja-gereja, dan Joseph Oldham pada tahun 1936 mengusulkan dalam rapat untuk memanfaatkan



keadaan juga



membicarakan masa depan gerakan oikumenis, yang disepakati membentuk panitia dari wakil gereja-gereja yang berjumlah 33 orang. Pada tanggal 8-10 Juli 1937 di London, disepakati mendirikan World Council of Churches (WCC) yang mewakili gereja-gereja dan memperhatikan dalam banyak bidang.



Erasmus, Pendidik Okiumenis 2



Erasmus menjembatani dunia klasik Yunani-Romawi dan dunia Kristen. Seorang



pendidik yang kuliahnya berupa karya-karya berseru kepada pemimpin dan umum agar memilih jalan salehdan rasional sambil menjauhkan diri dari setiap macam pikiran dan tindakan yang berlebihan. Dia berbicara kebajikan seharusnya diamalkan warga Kristen, meniru kelakuan Yesus khususnya kebajikan-Nya, rendah hati, lemah lembut, murah hati, kasih, damai, kerelaan mengampuni serta kebebasan berkorban demi keselamatan sesamaNya. Ia bersedia memperkaya pengalaman Kristianinya dengan pikiran para pengarang kuno. Erasmus adalah seorang yang suka damai, dia cenderung tidak mau memihak. Namun seiring dengan berjalannya waktu, Erasmus berpendapat bahwa kita harus memihak karena tanah netral sudah tidak ada. Artinya apabila kita tidak memihak, barangkali hasilnya akan lebih buruk lagi. Dalam peranannya sebagai pendidik oikumenis, Erasmus mendidik melalui usahanya memperoleh teks Perjanjian Baru dalam bahasa Yunani yang paling asli dan menjelaskan maknanya kepada jemaat. Erasmus tidak hanya peduli dalam pelajaran saja tapi ia juga peduli terhadap kaum perempuan dalam usaha hak mereka, pernikahan, kaum Kristen dan upacara gereja yang terkadang dianggap mutlak oleh beberapa pihak.



3



John Releigh Mott adalah seorang tokoh besar dalam kegiatan penginjilan di



kalangan mahasiswa di berbagai universitas di Amerika Serikat pada akhir abad ke-19 dan permulaan abad ke-20. Ia juga dikenal sebagai seorang tokoh pergerakan oikumene di dunia yang tiada tandingnya. Mott memulai kegiatan pekabaran Injil.Sebenarnya Mott ke Cornell agar ia dapat bekerja pada pekerjaan duniawi atau meneruskan usaha ayahnya. Di Cornell ia segera terpilih menjadi wakil ketua Young Men Christian Association (YMCA) Cabang Cornell. Dia giat memberitakan Injil di kalangan mahasiswa dan memimpin kebaktian di penjara-penjara.Pada tahun 1888 ia menyelesaikan studinya di Cornell. Pada waktu dibukanya cabang YMCA, Mott sudah melibatkan diri dalam organisasi oikumenisini. Kemudian ia pindahke Cornell guna belajar ilmu hukum agar kelak dapat bekerja di lapangan politik. Ia memulai studinya di Cornell tahun 1885. Di Cornell, Mott bergumul tentang cita-citanya dengan panggilan Allah. Pada akhirnya ia tunduk kepada panggilan Allah. Lalu dia bersahabat dengan D.L. Moody. Pada musim panas YMCA mengadakan konferensi mahasiswa internasional dimana D.L. Moody menjadi ketua konferensinya. Mott menghadiri konferensi ini sebagai wakil dari Cornell.Dalam konferensi ini Mott memutuskan untuk menjadi seorang penginjil bersama dengan 100 mahasiswa lainnya. Inilah permulaan lahirnya Student Volunteer Movement for Foreign Missions (Gerakan Mahasiswa Sukarela untuk Pekabaran Injil ke Luar Negeri). Tahun 1886 Mott menjadi ketua Student Christian Movement di Cornell. Ia bekerja keras untuk menjalankan kegiatan-kegiatan gerakan ini di Cornell. Dari sinilah Mott belajar untuk mengumpulkan mahasiswa dari berbagai denominasi. Sejak semula ia telah berniat untuk mengusahakan kerjasama antara semua gereja. Ia berkata: "Kita harus awas! Jangan kita menyangka bahwa gereja kita sendiri adalah satu- satunya gereja. Kita harus selalu menghormati semua cabang dari gereja yang Kudus danam." Setelah tamat dari Cornell, Mott segera menjadi sekretaris YMCA USA dan Kanada.Ia sekarang mengunjungi seluruh universitas dan perguruan tinggi di Amerika Serikat dan Kanada. Ia juga menjadi ketua dari Student Volunteer Movement for Foreign Missions. Pekerjaannya makin hari makin berat. Tahun 1891 Mott ke Amsterdam untuk menghadiri konferensi YMCA seDunia.Sekarang ia terdorong untuk membentuk suatu federasi dari seluruh gerakan mahasiswa Kristen se dunia. Ia berkali-kali berkunjung ke Eropa sambil mengutarakan rencana tersebut. Rencanan yaitu akhirnya berhasil, yaitu dengan terbentuknya Federasi Mahasiswa Kristen se Dunia.Ia sendiri terpilih sebagai sekretarisnya. Sebagai sekretaris umum, maka ia mengunjungi banyak negara di dunia.



Mott juga menjadi Ketua Komisi Persiapan untuk Konferensi Pekabaran Injil se Dunia di Edinburgh tahun 1910. Mott adalah pemikir utama dalam konferensi itu serta banyak memimpin persidangan. Setelah itu konferensi bubar, maka dibentuklah Komisi Penerus (Continuation Committee) yang diketuai oleh Mott hingga tahun 1920. Tokoh Mott tidak dapat dilepaskan dari Dewan Pekabaran Injil International (International Missionary Council) yang dibentuk pada tahun 1920. Mott menjadi ketua Dewan ini hingga tahun 1942. Dalam kedudukannya sebagai Ketua Dewan Pekabaran Injil ini, ia mendorong agar di tiap Negara dibentuk Dewan Pekabaran Injil Nasional. Selama Perang Dunia I (1914-1918) Mott bersama anggota YMCA melayani pemudapemuda yang masuk tentara serta melayani para tawanan perang. Karena pekerjaan pelayanannya selama Perang Dunia I, maka pemerintah Amerika Serikat menghadiahkan kepadanya medali kehormatan. Pada tahun 1948 Mott adalah salah seorang pemenang Hadiah Nobel untuk perdamaian. Pada waktu dibentuknya Dewan Gereja-gereja se Dunia, di Amsterdam 1948, Mott diangkat sebagai Ketua Kehormatan. Hal ini adalah patut dilakukan mengingatakan jasa dan peranannya dalam pergerakan oikumene dan pekabaran Injil di dunia. Jabatan ini dipegangnya hingga ia meninggal dunia pada 31 Januari 1955. Dalam sejarah pergerakan oikumene di Indonesia nama Mott perlu dicatat pula. John Mott mengunjungi Indonesia pada tahun 1926. Di sini ia memberikan rangsangan yang sangat berarti bagi kegiatan Gerakan Mahasiswa Kristen di Hindia Belanda. Organisasiorganisasi seperti YMCA, kemudian GMKI dan DGI dengan Komisi Pekabaran Injilnya berakar dari pekerjaan John R. Mott.



1.



Menuju KeEsaan Gereja, Dr. Christian De Jonge (2009: hlm. 34-35), BPK GM.



2.



Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek Pendidikan Agama Kristen, Robert R. Boehlke, Ph. D (2006: hlm. 278-291), BPK GM. 3.



RiwayatHidupSingkatTokoh-tokohdalamSejarahGereja, Drs. F. D. Wellem, M.Th (1999: hlm. 187189), BPK GM.



Oikumene di Asia 4



1.



Menurut Pilon, ada empat faktor yang menentukan perkembangan oikumene di Asia : Pengaruh Nasionalisme di Asia yang mulai berkembang di mana-mana sesudah Jepang



mengalahkan Rusia pada tahun 1905. Timbul perasaan bahwa orang-orang Asia tidak perlu diatur oleh orang-orang Barat karenan mereka sudah mampu mengurus perkaraa yang ada, orang Asia mempunyai pendapat bahwa gereja-gereja Asia harus menjadi urusan orang-orang Asia sendiri. 2.



Pengaruh pekabaran Injil. Usaha-usaha untuk kerjasama yang memuncak pada konperensi Edinburgh (1910) sangat berpengaruh di Asia. Kerjasama gerejani di Asia di pelopori oleh kerjasama di bidang pekabaran Injil.



3. Pengaruh agama-agama lain. Agama Kristen masih sangat berkiblat kedunia Barat. Timbul kesadaran bahwa orang-orang Kristen Asia harus menghadapi bersama-sama agama-agama yang bukan Kristen. 4.



Pengaruh Alkitab, khususnya Yoh 17 : 21 “supaya mereka semua menjadi satu”. Yang menentukan di sini adalah cara orang-orang Kristen memahami Alkitab dan ajakan-ajakan didalamnya untuk bersatu.



Selain itu ada tiga faktor lain yang mempengaruhi : 1. Pengalaman perang dunia kedua, khususnya di daerah-daerah yang diduduki oleh Jepang. Di sana bantuan materiel dan personil dari Barat tiba-tiba berhenti dan gereja-gereja terpaksa mulai mengatur dirinya sendiri. 2.



Proses dekolonisasi yang menyusul perang dunia kedua.Negara-negara Asia, yang dahulu hidup secarabterpisah dalam hubungan dengan masing-masing kuasa penjajah mereka, mulai melihat keperluan kerjasama regional. Hal yang serupa terjadi juga pada gereja-gereja di Asia.



3.



Kesadaran bahwa gerakan oikumenis yang bermuara pada Dewan-dewan Gereja se-Dunia masih sangat ditentukan oleh gereja-gereja Barat. Walaupun gereja-gereja Asia terlibat dalam DGD dirasa bahwa gereja-gereja Barat sibuk dengan persoalan-persoalan yang berbeda dari masalah yang dihadapi di Asia. Karena itu dirasa bahwa orang-orang Kristen Asia sendiri harus menyelesaikan persoalan yang muncul di konteks Asia tanpa campur tangan dari gereja-gereja lain, khususnya gereja Barat.



Oikumene di Indonesia 5



Dalam Buku Duapuluh Lima tahun DGI Dr. TB. Simatupang menunjuk kepada lima



jenis pengaruh yang nyata dalam sejarah pembentuka DGI, yaitu : 1. Alkitab (Yoh 17 : 21) dan Pengakuan Iman 2. Nasionalisme di Indonesia menjelang dan sesudah Perang Dunia Kedua 3.



Pengalaman Pemuda Kristen dalam Perhimpunan Mahasiswa-mahasiswa Kristen dan pada Sekolah Tinggi Theologia di Jakarta



4. Pengalaman pada masa Jepang 5. Pengaruh gerakan oikumenis dari luar



Dorongan yang lebih langsung untuk gerakan oikomenes di Indonesia yang bermuara pada pembentukan DGI thn 1950 datang dari kofrensi IMC ygke 3 diTambaran pada thn 1938. Disini ada 9 tokoh gereja, diantaranya Sultan Gunung Mulia yang sebelumnya beliau hadir dalam kofrensi IMC di yerusalem. Disini dibicarakan bagaimana membentuk Dewan Gereja Dunia, untuk itulah mendorong di Indonesia juga membentuk dewan gereja–gereja diIndonesia. Tanggal 12 januari 1939, diadakan pertemuan di Batavia atas inisiatif Gereja Protestan di Indonesia (GPI),GKJW,GKI . Dari sejarah oikomene di Indonesia menjelang Perang dunia ke-2 kiranya jelas bahwa peranan PI khususnya melalui zending consulat cukup penting dalam menempuh jalan yg berakhir pada pembentukan DGI.



4.



Menuju KeEsaan Gereja, Dr. Christian De Jonge (2009: hlm. 71-75), BPK GM.



5.



Menuju KeEsaan Gereja, Dr. Christian De Jonge (2009: hlm. 83-87), BPK GM.



(http://adefrida.blogspot.co.id/2011/04/tafsir-10-hukum-taurat.html)