Biografi Van Hielle [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Biografi van hielle Van Hiele adalah seorang pengajar matematika di Belanda, dia telah mengadakan penelitian di lapangan melalui observasi dan tanya jawab.Penelitian Van Hiele ditulis dalam disertasinya pada tahun 1954 yang melahirkan beberapa kesimpulan mengenai tahap-tahap perkembangan kognitif anak dalam memahami geometri.



Model pemahaman segi empat menurut Van Hiele  



Model Pemahaman Segi Empat Van Hiele



Skema 1. Skema Segiempat  a.       Persegi 1.      Keempat sisinya sama panjang 2.      Keempat sudutnya sama besar b.      Persegi panjang 1.      Sisi yang berhadapan sama panjang 2.      Keempat sudutnya sama besar c.       Belah ketupat 1.      Keempat sisinya sama panjang 2.      Sudut yang berhadapan sama panjang d.      Jajar genjang 1.      Sisi yang berhadapan sama panjang 2.      Sudut yang berhadapan sama besar e.       Trapesium



1.      Satu pasang sisi yang berhadapan sejajar. f.       Layang-layang 1.      Dua pasang sisi yang tidak berhadapan sama panjang 2.      Satu pasang sudut yang berhadapan sama besar.



Pembelajaran yang Dilaksanakan pada Setiap Fase Pembelajaran 1.      Aktivitas yang dilaksanakan pada fase 1 (Informasi) a.       Dengan memakai gambar bermacam-macam bangun segiempat, siswa diinstruksikan untuk memberi nama masing-masing bangun. b.      Guru mengenalkan kosa kata khusus, seperti: simetri lipat, simetri putar, sisi berhadapan, sudut berhadapan, dan sisi sejajar. c.       Dengan metode tanya jawab, guru menggali kemampuan awal siswa. 2.      Aktivitas yang dilaksanakan pada fase 2 (Orientasi) 1.      Siswa disuruh membuat suatu model bangun segiempat dari kertas. a.       Dengan menggunakan model bangun tersebut serta kertas berpetak siku-siku, siswa diintruksikan untuk menyelidiki: 1)      Banyaknya sisi berhadapan sejajar 2)      Sudut suatu bangun siku-siku atau tidak b.      Dengan menggunakan suatu model bangun, siswa diminta untuk melipat model bangun tersebut. Kegiatan ini dimaksudkan untuk menemukan sumbu simetri. Selanjutnya siswa diinstruksikan untuk menyelidiki banyaknya sumbu simetri yang dimiliki oleh suatu bangun. c.       Melipat model tersebut pada diagonalnya, kemudian menempatkan yang satu di atas yang lain. Siswa diminta menyelidiki banyaknya pasangan sudut berhadapan yang sama besar. d.      Memotong objek yang berdekatan, kemudian menempatkan salah satu sisi potongan pertama berimpit dengan salah satu sisi potongan yang kedua. Siswa diminta untuk menyelidiki apakah sudut yang berdekatan membentuk sudut lurus. e.       Memotong semua pojoknya dan menempatkan potongan-potongan tersebut sedemikian rupa sehingga menutup bidang rata. Selanjutnya siswa diminta untuk menyelidiki apakah keempat sudut itu membentuk sudut putaran. 1)      Siswa diintruksikan untuk mengukur panjang sisi-sisi suatu segiempat. 2)      Siswa diintruksikan untuk mengukur diagonal suatu segi empat. 3.      Aktivitas yang dilaksanakan pada fase 3 (Penjelasan) Siswa diberi bermacam-macam potongan segiempat. Mereka diminta untuk mengelompokkan segiempat berdasarkan sifat-sifat tertentu, seperti: a.    Segiempat yang mempunyai sisi sejajar b.   Segiempat yang mempunyai sudut siku-siku c.    Segiempat yang mempunyai sisi sama panjang 4.      Aktivitas yang dilaksanakan pada fase 4 (Orientasi Bebas) dengan menggunakan potongan segitiga, siswa diminta untuk membentuk segiempat, dan menyebutkan nama segi empatyang telah terbentuk. 5.      Aktivitas yang dilaksanakan pada fase 5 (Integrasi) Siswa dibimbing untuk menyimpulkan sifat-sifat segiempat tertentu, seperti: a.          Sifat persegi b.         Sifat persegi panjang c.          sifat belahketupat d.         Sifat jajargenjang e.          Sifat layang-layang  f.      Sifat trapesium



 Menurut teori Pierre dan Van Hiele (Murtini, 1993) tingkat-tingkat pemikiran geometrik dan fase pembelajaran siswa berkembang atau maju menurut tingkat-tingkat sebagai berikut: 



Visual Gestalt-like melalui tingkat-tingkat sophisticated dari deskripsi, analisis, abstraksi dan bukti. Teori ini mempunyai karakteristik sebagai berikut:



   



Belajar adalah suatu proses yang diskontu. Tingkat-tingkat itu berurutan dan berhirarki. Konsep-konsep yang secara implisit dipahami pada suatu tingkat menjadi dipahami secara ekplisit pada tingkat berikutnya. Setiap tingkat mempunyai bahasanya sendiri.



Van Hiele mengemukakan bahwa kenaikan dari tingkat yang satu ke tingkat berikutnya tergantung sedikit pada kedewasaan biologis atau perkembangannya, dan tergantung lebih banyak kepada akibat pembelajarannya. Fase-fase pembelajaran geometri 1.      Fase informasi Pada awal tingkat ini, guru dan siswa menggunakan tanya jawab dan kegiatan tentang objekobjek yang dipelajari pada tahap berpikir siswa. 2.      Fase orientasi



Siswa menggali topik yang dipelajari melalui alat-alat yang dengan cermat telah disiapkan guru. Alat dan bahan dirancang menjadi tugas pendek sehingga dapat mendatangkan respon khusus. 3.      Fase eksplisitasi/penjelasan Siswa menyatakan pandangan yang muncul mengenai struktur yang diobservasi. 4.      Fase orientasi bebas Siswa memperoleh pengalaman dalam menemukan cara mereka sendiri, maupun dalam menyelesaikan tugas-tugasnya. 5.      Fase integrasi Siswa meninjau kembali dan meringkas apa yang telah dipelajari. Pada akhir Fase kelima ini siswa mencapai tahap berpikir yang baru. Siswa siap untuk mengulangi fase-fase belajar pada tahap sebelumnya.



Lima Tahap Pemahaman Geometri Lima Tahap Pemahaman Geometri 



1. Tahap Pengenalan Pada tahap ini siswa baru mengenal bangun-bangun geometri, misalnya; bola, kubus, segitiga, persegi dan bangun-bangun geometri lainnya. Saat kita hadapkan pada sejumlah



bangun-bangun geometri, anak-anak dapat memilih dan menunjukkan bentuk segitiga. Namun pada tahap pengenalan ini anak belum dapat menyebutkan sifat-sifat dari bangunbangun geometri yang dikenalnya. Dan seorang Guru harus memahami betul karakter anak pada tahap pengenalan. Jangan sampai, anak diajarkan sifat-sifat bangun-bangun geometri tersebut, dan anak hanya menerimanya melalui hafalan bukan dengan pengertian.



2. Tahap Analisis Jika pada tahap pengenalan anak belum mengenal sifat-sifat dari bangun-bangun geometri, tidak demikian pada tahap Analisis. Pada tahap Analisis anak sudah dapat memahami dan mengenal sifat-sifat dari bangun-bangun geometri, seperti pada sebuah kubus banyak sisinya ada 6 buah, sedangkan banyak rusuknya ada 12. Namun anak pada tahap ini belum mampu mengetahui hubungan yang terkait antara suatu bangun geometri dengan bangun geometri yang lainnya.



3. Tahap Pengurutan Pada tahap pengurutan pemahaman siswa terhadap geometri lebih meningkat. Dari sebelumnya yang hanya mengenal bangun-bangun geometri beserta sifat-sifatnya, maka pada tahap ini anak mampu mengetahui hubungan yang terkait antara suatu bangun geometri dengan bangun geometri lainnya. Anak yang berada pada tahap ini sudah memahami pengurutan bangun-bangun geometri. Misalnya, siswa sudah mengetahui jajargenjang itu trapesium, belah ketupat adalah layang-layang, kubus itu adalah balok. Dan pada tahap ini anak sudah mulai mampu melakukan penarikan kesimpulan secara deduktif, tetapi masih pada tahap awal artinya belum berkembang baik.



4. Tahap Deduksi Pada tahap deduksi anak sudah dapat memahami deduksi, yaitu mengambil kesimpulan secara deduktif. Pengambilan kesimpulan secara deduktif adalah penarikan kesimpulan dari hal-hal yang bersifat khusus. Seperti kita ketahui bahwa matematika adalah ilmu deduktif. Matematika, dikatakan sebagai ilmu deduktif karena pengambilan kesimpulan, membuktikan teorema dan lain-lain dilakukan dengan cara deduktif. Contoh untuk menunjukkan bahwa jumlah sudut-sudut dalam jajargenjang adalah 360o. Secara deduktif dibuktikan dengan menggunakan prinsip kesejajaran. Pembuktian secara induktif yaitu dengan memotong-motong sudut-sudut benda jajargenjang, kemudian ditunjukkan semua sudutnya membentuk sudut satu putaran penuh atau 360° itupun belum tuntas dan belum tentu tepat. Seperti diketahui bahwa pengukuran itu pada dasarnya mencari nilai yang paling dekat dengan ukuran yang sebenarnya. Jadi, kemungkinan keliru dalam mengukur sudut-sudut jajargenjang tersebut. Untuk itu pembuktian secara deduktif merupakan cara yang tepat dalam pembuktian pada matematika.



5. Tahap Keakuratan



Tahap terakhir dari perkembangan kognitif anak dalam memahami geometri adalah tahap keakuratan. Pada tahap keakuratan anak sudah memahami betapa pentingnya ketepatan dari prinsip-prinsip dasar yang melandasi suatu pembuktian. Tahap keakuratan merupakan tahap tertinggi dalam memahami geometri. Pada tahap ini memerlukan tahap berpikir yang kompleks dan rumit. Selain mengemukakan mengenai tahap-tahap perkembangan kognitif dalam memahami geometri, Van Hiele juga mengemukakan beberapa teori berkaitan dengan pembelajaran geometri. Teori yang dikemukakan Van Hiele antara lain adalah sebagai berikut: Tiga unsur yang utama pembelajaran geometri yaitu waktu, materi pembelajaran dan metode penyusun yang apabila dikelola secara terpadu dapat mengakibatkan meningkatnya kemampuan berpikir anak kepada tahap yang lebih tinggi dari tahap yang sebelumnya. Untuk mendapatkan hasil yang diinginkan yaitu anak memahami geometri dengan pengertian, kegiatan belajar anak harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak atau disesuaikan dengan taraf berpikirnya. Dengan demikian anak dapat memperkaya pengalaman dan cara berpikirnya, selain itu sebagai persiapan untuk meningkatkan tahap berpikirnya kepada tahap yang lebih tinggi dari tahap sebelumnya.



FASE-FASE PEMBELAJARAN GEOMETRI



Menurut teori Pierre dan Dina Van Hiele (dalam Muharti, 1993) tingkat-tingkat pemikiran geometrik dan fase pembelajaran siswa berkembang atau maju menurut tingkattingkat sebagai berikut: dari tingkat visual Gestalt-like melalui tingkat-tingkat sophisticated dari deskripsi, analisis, abstraksi dan bukti. Teori ini mempunyai karakteristik sebagai berikut: 1.                   Belajar adalah suatu proses yang diskontinue, yaitu ada tahap-tahap dalam kurva belajar yang menyatakan adanya tingkat-tingkat pemikiran yang diskrit dan berbeda secara kualitatif. 2.             Tingkat-tingkat itu berurutan dan berhirarki. Supaya siswa dapat berperan dengan baik pada suatu tingkat yang lanjut dalam hirarki van Hiele, dimana harus menguasai sebagian besar dari tingkat yang lebih rendah. Kenaikan dari tingkat yang satu ke tingkat yang berikutnya lebih banyak tergantung dari pembelajaran daripada umur atau kedewasaan biologis. Seorang guru dapat mengurangi materi pelajaran ke tingkat yang lebih rendah, dapat membimbing untuk mengingat-ingat hafalan, tetapi seorang siswa tidak dapat mengambil jalan pintas ke tingkat tinggi dan berhasil mencapai mencapai pengertian, sebab menghafal bukan ciri yang penting dari tingkat manapun. Untuk mencapai pengertian dibutuhkan kegiatan tertentu dari fase-fase pembelajaran. 3.            Konsep-konsep yang secara implisit dipahami pada suatu tingkat menjadi dipahami secara eksplisit pada tingkat berikutnya. Pada setiap tingkat muncul secara ekstrinsik dari sesuatu yang intrinsik pada tingkat sebelumnya. Pada tingkat dasar, gambar-gambar sebenarnya juga tertentu oleh sifat-sifatnya, tetapi seseorang yang berpikiran pada tingkat ini tidak sadar atau tidak tahu akan sifat-sifat itu.



4.                          Setiap tingkat mempunyai bahasanya sendiri, mempunyai simbol linguistiknya sendiri dan sistem relasinya sendiri yang menghubungkan simbol-simbol itu. Suatu relasi yang benar pada suatu tingkat, ternyata akan tidak benar pada tingkat yang lain. Misalnya pemikiran tentang persegi dan persegi panjang. Dua orang yang berpikir pada tingkat yang berlainan tidak dapat saling mengerti, dan yang satu tidak dapat mengikuti yang lain.



Menurut Van Hiele (dalam Ismail, 1998), kenaikan dari tingat yang satu ke tingkat berikutnya tergantung sedikit pada kedewasaan biologis atau perkembangannya, dan tergantung lebih banyak kepada akibat pembelajarannya. Guru memegang peran penting dan istimewa untuk memperlancar kemajuan, terutama untuk memberi bimbingan mengenai pengharapan. Van Hiele menuntut bahwa tingkat yang lebih tinggi tidak langsung menurut pendapat guru, tetapi melalui pilihan-pilihan yang tepat. Anak-anak sendiri akan menentukan kapan saatnya untuk naik ke tingkat yang lebih tinggi. Meskipun demikian, siswa tidak akan mencapai kemajuan tanpa bantuan guru. Oleh karena itu, maka ditetapkan fase-fase pembelajaran yang menunjukkan tujuan belajar siswa dan peran guru dalam pembelajaran dalam mencapai tujuan itu.



Fase-fase pembelajaran tersebut adalah:



Fase Informasi Pada awal tingkat ini, guru dan siswa menggunakan tanya jawab dan kegiatan tentang objek-objek yang dipelajari pada tahap berpikir siswa. Objek yang dipelajari adalah sifat komponen dan hubungan antar komponen bangun-bangun segi empat. Guru mengajukan pertanyaan kepada siswa sambil melakukan observasi. Tujuan dari kegiatan ini adalah: (1) guru mempelajari pengalaman awal yang dimiliki siswa tentang topik yang dibahas. (2) guru mempelajari petunjuk yang muncul dalam rangka menentukan pembelajaran selanjutnya yang akan diambil.



Fase  Orientasi Siswa menggali topik yang dipelajari melalui alat-alat yang dengan cermat telah disiapkan guru. Aktivitas ini akan berangsur-angsur menampakkan kepada siswa struktur yang memberi ciri-ciri sifat komponen dan hubungan antar komponen suatu bangun segi empat. Alat atau pun bahan dirancang menjadi tugas pendek sehingga dapat mendatangkan respon khusus.



Fase Penjelasan Berdasarkan pengalaman sebelumnya, siswa menyatakan pandangan yang muncul mengenai struktur yang diobservasi. Di samping itu, untuk membantu siswa menggunakan bahasa yang tepat dan akurat, guru memberi bantuan sesedikit mungkin. Hal tersebut berlangsung sampai sistem hubungan pada tahap berpikir mulai tampak nyata.



Fase Orientasi Bebas Siswa menghadapi tugas-tugas yang lebih kompleks berupa tugas yang memerlukan banyak langkah, tugas yang dilengkapi dengan banyak cara, dan tugas yang open-ended. Mereka memperoleh pengalaman dalam menemukan cara mereka sendiri, maupun dalam menyelesaikan tugas-tugas. Melalui orientasi di antara para siswa dalam bidang investigasi, banyak hubungan antar objek menjadi jelas.



Fase Integrasi Siswa meninjau kembali dan meringkas apa yang telah dipelajari. Guru dapat membantu siswa dalam membuat sintesis ini dengan melengkapi survey secara global terhadap apa yang telah dipelajari. Hal ini penting, tetapi kesimpulan ini tidak menunjukkan sesuatu yang baru. Pada akhir fase kelima ini siswa mencapai tahap berpikir yang baru. Siswa siap untuk mengulangi fase-fase belajar pada tahap sebelumnya.



Implementasi Teori Belajar Van Hiele IMPLEMENTASI TEORI BELAJAR VAN HIELE DALAM PEMBELAJARAN GEOMETRI



1.  Aktivitas yang dilaksanakan pada fase 1 (Informasi) 1.  Dengan memakai gambar bermacam-macam bangun segiempat, siswa diinstruksikan untuk memberi nama masing-masing bangun. 2. Guru mengenalkan kosa kata khusus, seperti: simetri lipat, simetri putar, sisi berhadapan, sudut berhadapan, dan sisi sejajar.



3.   Dengan metode tanya jawab, guru menggali kemampuan awal siswa.



2.  Aktivitas yang dilaksanakan pada fase 2 (Orientasiasi) Siswa disuruh membuat suatu model bangun segiempat dari kertas. a)        Dengan menggunakan model bangun tersebut serta kertas berpetak siku-siku, siswa diinstruksikan untuk menyelidiki: 1)    banyaknya sisi berhadapan yang sejajar 2)    sudut suatu bangun siku-siku atau tidak b)        Dengan menggunakan suatu model bangun, siswa diminta untuk melipat model bangun tersebut. Kegiatan ini dimaksudkan untuk menemukan sumbu simetri. Selanjutnya siswa diinstruksikan untuk menyelidiki banyaknya sumbu simetri yang dimiliki oleh suatu bangun. c)        Melipat model tersebut pada diagonalnya, kemudian menempatkan yang satu di atas yang lain. Siswa diminta untuk menyelidiki banyaknya pasangan sudut berhadapan yang besarnya sama. d)        Memotong pojok yang berdekatan, kemudian menempatkan salah satu sisi potongan pertama berimpit dengan salah satu sisi potongan yang kedua. Siswa diminta untuk menyelidiki apakah sudut yang berdekatan membentuk sudut lurus. e)       Memotong semua pojoknya dan menempatkan potongan tersebut sedemikian rupa, sehingga menutup bidang rata. Selanjutnya siswa diminta untuk menyelidiki  apakah keempat  sudut itu membentuk sudut putaran. 1)     Siswa  diinstruksikan untuk  mengukur  panjang sisi-sisi suatu segiempat, apakah ada sisi yang sama panjang? 2)  Siswa diinstruksikan untuk mengukur diagonal suatu segi empat, apakah diagonalnya sama panjang?



3. Aktivitas yang dilaksanakan pada fase 3 (Penjelasan) Siswa diberi bemacam - macam potongan segiempat. Dan mereka semua diminta untuk mengelompokkan segiempat tersebut berdasarkan sifat-sifat tertentu, seperti: a)     segiempat yang mempunyai sisi sejajar b)     segiempat yang mempunyai sudut-sudut siku-siku c)     segiempat yang mempunyai sisi-sisi sama panjang



4. Aktivitas yang dilaksanakan pada fase 4 (Orientasi Bebas)



Dengan menggunakan potongan segitiga, siswa diminta untuk membentuk segiempat, dan menyebutkan nama segiempat yang telah terbentuk.



5. Aktivitas yang dilaksanakan pada fase 5 (Integrasi) Siswa dibimbing untuk menyimpulkan sifat-sifat segiempat tertentu.



Van Hiele (dalam The Child’s Thought and Geometry) menjelaskan bahwa hal pertama pada pembelajaran geometri adalah bagaimana agar siswa dapat memvisualisasikan dan mengenali bangun geometri sesuai dengan sifatnya. Siswa kelas IV sekolah dasar, umumnya berada pada rentang usia 9-11 tahun. Menurut Piaget, pada rentang usia 10-12 siswa berada pada tahap berpikir operasional konkrit. Tahap ini merupakan tahap yang menentukan perkembangan kognitif anak, karena tahap ini menandai awal pemikiran logis atau operasional pada anak. Piaget menjelaskan bahwa pada tahap ini anak cukup mampu menggunakan pemikiran logis atau operasi, tetapi mereka hanya bisa menerapkan hal tersebut pada benda konkrit. Berangkat dari teori belajar geometri yang dikemukakan oleh Van Hiele: visualisasi dan inkuiri, serta teori Piaget tentang tahap operasional konkrit pada anak usia 10-12 tahun, saya mengembangkan secara tutorial menggunakan media power point untuk  untuk membantu kegiatan pembelajaran pada materi bangun ruang balok di Sekolah Dasar kelas empat. Pada tutorial ini, pembelajaran berawal dari situasi nyata dan benda-benda konkrit yang ada di sekitar siswa. Kemudian siswa diarahkan untuk membangun pemahaman teoritis tentang materi balok.



        



        



Teori Belajar Van Hiele (Teorema Van Hiele)



Tahap Pengenalan (Visualisasi) Dalam tahap ini peserta didik mulai belajar mengenai suatu bentuk geometri secara keseluruhan, namun belum mampu mengetahui adanya sifat-sifat dan bentuk geometri yang dilihatnya itu. Sebagai contoh, jika pada seorang peserta didik diperlihatkan sebuah kubus, ia belum mengetahui sifat-sifat atau keteraturan yang dimiliki oleh kubus tersebut. Ia belum menyadari bahwa kubus mempunyai sisi-sisi yang merupakan bujursangkar, bahwa sisinya ada 6 buah, rusuknya ada 12 dan lain-lain. 2. Tahap Analisis Pada tahap ini peserta didik sudah mulai mengenal sifat-sifat yang dimiliki benda geometri yang diamatinya. Ia sudah mampu menyebutkan keteraturan yang terdapat pada benda geometri itu. Misalnya ketika ia mengamati persegi panjang, ia telah mengetahui bahwa terdapat dua pasang sisi yang berhadapan, dan kedua pasang sisi tersebut saling sejajar. Dalam tahap ini peserta didik belum mampu mengetahui hubungan yang terkait antara suatu benda geometri dengan benda geometri lainnya. Misalnya, peserta didik belum mengetahui bahwa bujursangkar adalah persegi, bahwa bujursangkar adalah belah ketupat dan sebagainya. 3. Tahap Pengurutan (Deduksi Informal) Pada tahap ini peserta didik sudah mampu melakspeserta didikan penarikan kesimpulan yang kita kenal dengan sebutan berpikiur deduktif. Namun kemampuan ini belum berkembang secara penuh. Satu hal yang perlu diketahui adalah peserta didik pada tahap ini sudah mulai mampu mengurutkan. Misalnya, ia sudah mengenali bahwa bujur sangkar adalah jajar genjang, bahwa belah ketupat adalah laying-layang. Demikian pula pada pengenalan benda-benda ruang, peserta didik-peserta didik memahami bahwa kubus adalah balok juga, dengan keistimewaannya, yaitu bahwa semua sisinya berbentuk bujursangkar. Pola pikir peserta didik pada tahap ini masih belum mampu menerangkan mengapa diagonal suatu persegi panjang itu sama panjang. Peserta didik mungkin belum memahami bahwa belah ketupat dapat dibentuk dari dua segitiga yang kongruen. 1.



4. Tahap Deduksi Dalam tahap ini peserta didik sudah mampu menarik



kesimpulan secara deduktif, yakni penarikan kesimpulan dari hal-hal yang bersifat umum menuju hal-hal yang bersifat khusus. Demikian pula ia telah mengerti betapa pentingnya peranan unsure-unsur yang tidak didefinisikan, di samping unsure-unsur yang didefinisikan. Misalnya, peserta didik sudah mulai memahami dalil. Selain itu, pada tahap ini peserta didik sudah mulai mampu menggunakan aksiomaatau postulat yang digunakan dalam pembuktian.Postulat dalam pembuktian segitiga yang sama dan sebangun, seperti postulat sudut-sudut-sudut, sisi-sisi-sisi atau sudut-sisi-sudut, dapat dipahaminya, namun belum mengerti mengapa postulat tersebut benar dan mengapa dapat dijadikan sebagai postulat dalam cara-cara pembuktian dua segitiga yang sama dan sebangun (kongruen). 5. Tahap Akurasi Dalam tahap ini peserta didik sudah mulai menyadari betapa pentingnya ketepatan dan prinsip-prinsip dasar yang melandasi suatu pembuktian. Misalnya, ia mengetahui pentingnya aksioma-aksioma atau postulat-postulat darigeometri Euclid. Tahap akurasi merupakan tahap berfikir yang tinggi, rumit dan kompleks. Oleh karena itu tidak mengherankan jika beberapa peserta didik, meskipun sudah duduk di bangku sekolah lanjutan atas, masih belum sampai pada tahap berfikir ini.



Teori Level Van Hiele dalam Pembelajaran Geometri   Nov



27by Bustang Buhari



Pengalaman dari para guru matematika di sekolah menengah (baik SMP maupun SMA) menunjukkan bahwa banyak siswa mengalami kesulitan dalam belajar geometri, khususnya dalam melakukan pembuktian formal. Apa sebenarnya



penyebab dari kesulitan tersebut? Selama periode 1930 sampai 1950, beberapa pendidik matematika dan psikolog dari Soviet mengkaji pembelajaran geometri dan mencoba untuk menjawab pertanyaan tersebut. Wirszup (1976) misalnya, melaporkan bahwa: This very significant research has influenced the improvement in the teaching of geometry only slightly. The truly radical change and farreaching innovations in the Soviet geometry curriculum have, in fact, been introduced thanks to Russian research inspired by two Western psychologists and educators. Orang pertama yang dimaksud adalah Jean Piaget dan kedua adalah P.M. van Hiele, seorang pendidik berkebangsaan Belanda, yang meneliti tentang peranan intuisi dalam belajar geometri menarik perhatian orang-orang Soviet setelah dia mengirim makalah berjudul“La pensee de l’enfant et la geometrie” pada konferensi pendidikan matematika di Sevres, Prancis pada tahun 1957. Pendekatan yang digunakan dalam mengajarkan geometri biasanya cenderung berbeda dengan materi matematika lain, dimana siswa diperkenalkan tentang belajar dengan menggunakan sistem matematika (melalui penggunaan berbagai macam postulat atau aksioma, teorema, definisi dan mengerjakan dengan pembuktian) dan pada saat yang sama siswa juga belajar tentang materi geometri itu sendiri. Oleh karena itu, meskipun materi geometri tersebut masih sangat mendasar, materi tersebut tetap diajarkan secara abstrak. Background The Van Hiele level theory, yang dikembangkan oleh dua orang pendidik matematika asal Belanda pada tahun 1950-an, telah digunakan untuk menjelaskan mengapa banyak siswa kesulitan dalam proses kognitif tingkat tinggi, khususnya pembuktian, yang merupakan hal yang sangat penting dalam mencapai keberhasilan dalam belajar geometri. Apa yang saat ini dikenal sebagai The Van Hiele level theory (Teori Level Van Hiele) dikembangkan oleh Dina Van Hiele-Geldof dan suaminya Pierre



Marie Van Hiele di dalam disertasi mereka yang berbeda yang ditulis saat belajar di University of Utrecht(Universitas Utrecht) pada tahun 1957. Dina kemudian meninggal dunia tidak lama setelah menyelesaikan disertasinya, lalu Pierre yang kemudian menjelaskan dengan lengkap tentang teori tersebut. Pada tahun 1958 – 1959, Pierre menulis tiga buah makalah ( dua ditulis dalam Bahasa Inggris, satu ditulis dalam Bahasa Belanda yang kemudian di terjemahkan ke dalam Bahasa Perancis) yang tidak terlalu terkenal di dunia barat, tetapi diaplikasikan dalam pengembangan kurikulum oleh akademisi dari Soviet, Pyshkalo pada tahun 1968. Freudenthal, pembimbing Van Hiele, kemudian mempublikasikan teori tersebut di dalam bukunya yang terkenalMathematics as an Educational Task pada tahun 1973. Melalui Freundenthal dan akademisi Soviet, teori van Hiele kemudian menarik perhatian Wirszup, yang merupakan orang pertama yang berbicara di depan publik tentang teori tersebut di kawasan Atlantik pada tahun 1974 dan kemudian mempublikasikannya pada tahun 1976. Makalah yang ditulis oleh Wirszup tentang teori tersebut kemudian melahirkan berbagai macam karya lain. Hoffer, orang yang pernah menulis buku teks sekolah tentang geometri pada tahun 1979 yang menghabiskan banyak waktu dalam menuliskan pembuktian, datang menemui Van Hiele di Belanda, menemukan kesamaan pemikiran, dan menulis tentang teori level Van Hiele tersebut pada tahun 1981. Dua proyek lain (dikerjakan oleh Burger dan Geddes pada tahun 1981) yang mengkaji tentang aspek-aspek dari teori tersebut mendapatkan pendanaan dan juga sebuah disertasi yang kemudian mengujicoba aspek tersebut dikerjakan oleh Mayberry juga pada tahun 1981. The Characteristics and Levels of The Van Hiele Level Theory Teori Van Hiele terdiri dari tiga aspek: keberadaan level-level tersebut, sifat-sifat dari level-level tersebut, dan perpindahan dari satu level ke level berikutnya. Existence of levels. Berdasarkan pada teori tersebut, ada lima level pemahaman dalam geometri dimana siswa tidak dapat mencapai suatu



level berpikir tanpa melalui level sebelumnya. Level tersebut dijelaskan oleh Van Hiele dalam berbagai macam bentuk, baik dengan menggunakan istilah-istilah umum maupun istilah-istilah sosial. Gambaran singkat dari level tersebut dan juga contohnya diberikan sebagai berikut: Level 1: (recognition) siswa mengidentifikasi menamai, membandingkan, dan melakukan operasi dalam bidang geometri. (misalnya segitiga, sudut, perpotongan garis atau garis yang sejajar) berdasarkan pada tampilannya. Level 2: (analysis) siswa menganalisa bidang tersebut dalam hal komponen-komponen dan hubungannya dengan komponen tersebut serta mencari sifat atau aturan pengklasifikasian bidang tersebut secara empiris. (misalnya dengan melipat, mengukur, menggunakan kertas berpetak atau diagram). Level 3: (order) siswa mampu secara logika menghubungkan temuan sifat atau aturan sebelumnya dengan diberikan atau mengikuti argumenargumen informal. Level 4: (deduction) siswa mampu membuktikan teorema secara deduktif dan menyebutkan hubungan diantara jalinan teorema-teorema tersebut. Level 5: (rigor) siswa menjelaskan teorema-teorema dalam sistem postulat yang berbeda dan menganalisa atau membandingkan sistem tersebut. Van Hiele memberi angka pada level tersebut dengan angka 0 sampai 4, bukan 1 sampai 5,  sedangkan Dina menyebut aspek geometri, materi pokok geometri, pengetahuan tentang teori geometri, dan pengetahuan ilmiah tentang geometri sebagai level 2 – 5 secara berurutan (Van HieleGeldof, 1957). Secara umum, Van Hieles telah membuat suatu observasi tentang sifat alamiah dari level berpikir dan hubungannya dengan pengajaran. P.M. van Hiele (1959/1984) menuliskan bahwa at each level there appears in an extrinsic way that which was intrinsic at the preceding level. A level 0, figures were in fact determined by their properties, but someone thinking at level 0 is not aware of these properties.



Sebagai contoh:



Level 0: Siswa mengukur sudut jajargenjang.



Level 1: Siswa menemukan bahwa sudut-sudut yang berlawanan pada jajargenjang besarnya sama dengan mewarnai sudut -sudut yang sama tersebut pada jajargenjang seperti gambar diatas.



Level 2: Siswa memberikan pendapat informalnya mengapa sudut-sudut yang berlawanan sama besarnya dengan menggunakan prinsip-prinsip yang telah diketahui (misalnya dengan menggunakan contoh gergaji atau tangga).



Properties of levels. Sudah melekat dalam teori Van Hiele bahwa dalam memahami geometri, seseorang harus melalui level tersebut secara berurutan. Hal ini disebut sebagai sifat terurut dari level tersebut. Sifat 1: (fixed sequence) siswa tidak dapat berada pada Van Hiele teori tanpa melalui level n – 1. P.M. Van Hiele (1958 – 1959) mengidentifikasi sifat-sifat lain dari level tersebut, yang kemudian namai oleh Zalman Usiskin dari The University of Chicago (Universitas Chicago) dalam sebuah proyek yang disebut dengan nama Cognitive Development and Achievement in Secondary School Geometry (CDASSG) project. Sifat 2: (adjacency) pada setiap level berpikir, apa yang instrinsik di level sebelumnya menjadi ekstrinsik di level sekarang. Sifat 3: (distinction) setiap level memiliki simbol-simbol tersendiri dan jalinan hubungan-hubungannya menghubungkan simbol-simbol tersebut. Sifat 4: (separation) dua orang yang berdebat pada level yang berbeda tidak dapat saling memahami satu sama lain. Untuk menjelaskan sifat-sifat tersebut, perhatikan contoh berikut. Andaikan ada seorang siswa yang berkata kepada guru geometrinya, “saya mengerti pembuktian tersebut saat bapak/ibu menuliskannya di kelas, tetapi saya tidak bisa melakukannya sendiri di rumah”. Siswa tersebut mungkin berada pada level 3 ketika gurunya sementara menjelaskan di level 4. Sifat ke – 4 mengindikasikan bahwa siswa tidak dapat memahami apa yang dijelaskan oleh guru, dan sifat ke – 3 menjelaskan mengapa terjadi ketidakpahaman, bagi guru yang menggunakan objek (proposisiproposisi dalam hal pembuktian) dan jalinan hubungan (pembuktian itu sendiri) dimana siswa belum mengerti dengan menggunakan cara tersebut. Jika siswa berada pada level 3, maka pemahaman siswa terdiri dari urutan sifat-sifat yang sederhana, dan sifat ke – 2 mengindikasikan bahwa urutan tersebut, intrinsik pada level 3, menjadi ekstrinsik pada level 4.



Movement from one level to the next. Van Hiele (1959) lebih optimistik daripada Piaget, dengan menyakini bahwa perkembangan kognitif dalam geometri dapat dipercepat dengan pembelajaran. Van Hieles (P.M. dan Dina, 1958; P.M., 1959) telah memberikan penjelasan yang rinci tentang bagaimana seharusnya guru mengajar agar dapat membimbing siswa dari satu level ke level berikutnya. Usiskin, dkk menganggap hal tersebut sebagai sifat ke – 5 dari level Van Hiele. Sifat 5: (attainment) proses belajar yang membawa kepada pemahaman yang menyeluruh pada level berikutnya yang lebih tinggi yang mempunyai lima tingkatan, yang hampir harus berurutan, yakni: inquiry, directed orientation, explanation, free orientationdan  integration. Tulisan dari Van Hieles mengindikasikan bahwa proses perpindahan dari satu level ke level berikutnya membutuhkan lebih banyak waktu, lebih dari satu kali pertemuan. Sebagai contoh, Dina (1957) menuliskan 20 unit pembelajaran untuk berpindah dari level 1 ke level 2, 50 unit pembelajaran untuk berpindah dari level 2 ke level 3, untuk anak umur 12 tahun. Hal ini sama dengan satu semester pembelajaran jika di lakukan secara terusmenerus. Properties of the theory. Dari deskripsi diatas tentang teori Van Hiele, para pembaca mungkin telah mencatat bahwa teori tersebut mempunyai tiga karakteristik unik: elegance, comprehensiveness,dan wide applicability. Elegance berarti bahwa teori tersebut menggunakan struktur yang sederhana  yang digambarkan dengan pernyataan-pernyataan yang ringkas dengan efek yang besar. Misalnya, prinsip-prinsip yang sama digunakan untuk berpindah dari level 1 ke level 2, dari level 2 ke level 3 dan seterusnya menunjukkan bentuk yang elegan. Kemudian kesederhanaan strukturnya akan tampak jelas ketika seseorang mengetahui bahwa pengetahuan-pengetahuan pada level 1 merupakan pondasi bagi sifat-sifat pada level 2, yang kemudian terurut pada level 3, urutan menjadi prasyarat utama untuk memahami sistem matematika pada level 4, satu dari objekobjek tersebut di bandingkan pada level 5.



Menurut Pierre van Hiele (1959/1984), progres dari satu level ke level berikutnya melalui lima tahapan: information, guided orientation, explicitation, free orientation, dan integration. Tahapan tersebut, yang membawa sampai pada berpikir tingkat tinggi, digambarkan dibawah ini disertai dengan contoh yang diberikan untuk transisi dari level 1 ke level 2. Information. Siswa berkenalan dengan domain yang akan dikerjakan (misalnya menganalisa contoh dan bukan contoh). Guided orientation. Siswa mengerjakan tugas-tugas yang harus menggunakan relasi jaringan yang berbeda (misalnya melipat, mengukur, melihat kesimetrisan) Explicitation. Siswa menjadi sadar tentang relasi-relasi, mencoba untuk menggambarkannya dalam kata, mempelajari bahasa teknis yang sesuai dengan topik tersebut (misalnya mengungkapkan ide-ide tentang sifat-sifat bidang datar). Free orientation. Siswa belajar dengan mengerjakan tugas yang lebih kompleks, untuk menemukan jalan mereka sendiri dalam jaringan relasirelasi tersebut (misalnya sifat-sifat salah satu bidang datar, mengidentifikasi sifat tersebut untuk bidang datar lainnya, misalnya layang-layang). Integration. Siswa meringkas semua yang dia pelajari tentnag suatu materi, kemudian merefleksikanya dalam perilaku mereka dan memperoleh gambaran singkat dari jaringan relasi-relasi yang terbentuk (misalnya sifat-sifat bidang datar di buat ringkasannya). Teori apapun yang mencakup semua pembelajaran geometri, dan yang mencoba menjelaskan, bukan hanya mengapa siswa kesulitan dalam belajar tetapi juga apa yang dapat dilakukan untuk menghilangkan batu sandungan tersebut, yang kemudian dapat disebut teori yang komprehensif. P.M. Van Hiele menegaskan dalamBegrip en Inzicht bahwa teori tersebut berlaku untuk semua pemahaman matematis dan memberikan contoh tentang pembelajaran fungsi dan materi non geometri



lainnya. Namun, teori tersebut belum dibuat terperinci untuk topik lain sehingga kemudian dapat disebut komprehensif. Secara signifikan, sifat-sifat dari teori tersebut (elegance, comprehensiveness, dan wide applicability) tidak memberikan kesempatan untuk diuji. Mungkin hal itulah yang membuat teori Van Hiele tersebar dan diketahui begitu cepat di Amerika Serikat. Oleh karena itu, banyak pendidik matematika yang menerima dan menggunakan teori tersebut berdasarkan pada karakteristik teori tersebut daripada berdasarkan pada pengujian komponen-komponennya secara terpisah. Sebagai kesimpulan, karakteristik umum dari “level” Van Hieles adalah (a) level tersebut tersusun secara berurutan, (b) setiap level mempunyai bahasa, simbol-simbol, jaringan hubungannya sendiri, (c) sesuatu yang implisit pada satu level kemudian menjadi eksplisit pada level berikutnya, (d) materi yang diajarkan kepada siswa yang berada diatas level mereka adalah hal yang akan direduksi oleh pengadaan level tersebut, (e) progres dari satu level ke level berikutnya lebih bergantung pada pengalaman belajar daripada umur atau kedewasaan, dan (f) setiap orang melalui tahapan-tahapan yang berbeda dalam melewati dari satu level ke level berikutnya.