Blended Learning [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN BLENDEDLEARNING TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA PADA MATERI SPLDV KELAS 8 SMP Proposal Skripsi diajukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam penyusunan skripsi



Oleh : TRISNA NUGROHO NPM 114070112



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON 2018



A. Judul “Pengaruh



Model



Pembelajaran



Blended-Learning



Terhadap



Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa pada Materi SPLDV Kelas 8 SMP” B. Latar Belakang Pada era teknologi dewasa ini, sarana dan prasarana telah menjadi suatu kebutuhan yang dilakukan oleh manusia dalam memudahkan suatu aktivitas. Meningkatnya sumber daya manusia dalam berbagai bidang telah menjadi faktor penting demi kemajuan kehidupan manusia modern. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) telah berkembang pesat sehingga masyarakat akan semakin mudah dalam menggunakan fasilitas yang mendukung dalam dunia pendidikan. Oleh karena itu, diperlukan fasilitas dan peralatan yang memadai dalam melakukan kemajuan tersebut dalam melakukan aktivitas belajar mengajar. Setiap manusia perlu belajar dengan mengikuti perkembangan zaman, terutama dalam mengembangkan IPTEK. Pendidikan merupakan suatu usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritiual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara (UU No 20 tahun 2003). Dalam hal ini, pendidikan diharapkan mampu menjadi sarana dalam mewujudkan generasi bangsa yang dapat menghadapi tantangan akademik di masa depan yang bermanfaat dan berguna bagi bangsa dan negara. Oleh karena itu, perlunya pendidikan harus selaras dan sesuai dengan perkembangan zaman, sesuai dengan tujuan pembelajaran pada UUD 1945 alinea ke-4 yaitu cita-cita bangsa indonesia dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, terutama kepada siswa dan siswi yaitu dengan belajar di berbagai bidang, salah satu bidangnya ialah matematika. Matematika merupakan mata pelajaran yang diajarkan di berbagai jenjang mulai dari kanak-kanak hingga perguruan tinggi dikarenakan



pentingnya mempelajari angka-angka dan simbol matematika untuk dapat menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Permendiknas Nomor 20 tahun 2006 menyatakan bahwa pembelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut (Wijaya, 2012): (1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah. (2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. (3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model menafsirkan solusi yang diperoleh. (4) Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. (5) Memiliki sifat menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Dari tujuan yang ditetapkan permendiknas, salah satu tujuan pembelajaran matematika ialah mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. Baird (Effendy, 2007) mengemukakan bahwa komunikasi adalah suatu proses penyampaian dan penerimaan hasil pemikiran individu melalui simbol kepada orang lain. Hasil penelitian Pugalee (2001) menunjukkan bahwa penggunaan komunikasi dalam pembelajaran keterampilan komunikasi dalam matematika menjadi sebuah sifat dasar dari pengembangan program matematika yang baik, dan hasilnya mereka akan mudah mengekspresikan hasil pikirannya dalam bentuk lisan maupun tulisan kepada orang lain. NCTM (1995) menyatakan bahwa komunikasi matematis adalah salah satu kompetisi dasar matematika yang esensial dari matematika dan pendidikan matematika. Tanpa adanya komunikasi yang baik, maka perkembangan matematika akan terhambat.



Baroody (1993) menyatakan ada lima aspek komunikasi matematis, yaitu merepresentasi (representating), mendengar (listening), membaca (reading), diskusi (discussing) dan menulis (writing). Pengertian komunikasi matematis juga dikemukakan Schoen, Bean, dan Zibarth (Hulukati, 2005) bahwa komunikasi matematis adalah kemampuan menjelaskan algoritma dan cara unik menyelesaikan pemecahan masalah, mengkonstruksi dan menjelaskan sajian fenomena dunia nyata secara grafik, kata-kata dan kalimat, persamaan, tabel, dan sajian secara fisik, memberi dugaan melalui gambar (Hendriana, 2017). Berdasarkan observasi yang dilakukan di salah satu SMP adalah sebagian besar siswanya kurang minat untuk belajar matematika karena masih adanya anggapan bahwa mempelajari matematika itu sulit. siswa hanya cenderung mengandalkan materi dan menghafal rumus saja tanpa mengetahui lebih dalam lagi, sehingga mengakibatkan kurang aktifnya siswa dalam pembelajaran matematika di kelas. Selain itu kurangnya komunikasi dan interaksi yang terjalin antara guru dengan siswa saat pembelajaran matematika berlangsung, sehingga rendahnya kemampuan komunikasi matematis siswa dalam hal penyampaian materi yang disampaikan guru kepada siswa. Berdasarkan wawancara yang dilakukan kepada guru di salah satu SMP diperoleh hasil bahwa masihnya menggunakan pembelajaran konvensional dalam mengajar, siswa, kurang minatnya siswa dalam mempelajari matematika dikarenakan lemahnya menerima pelajaran serta daya berpikir yang kurang ditingkatkan, jarangnya penggunaan media dalam pembelajaran sehingga kurang tertariknya akan pelajaran matematika. Sedangkan berdasarkan wawancara yang dilakukan kepada siswa di salah satu SMP adalah masih terpaku pada materi tertentu yang dipahaminya, kurangnya daya tangkap siswa dalam menerima pembelajaran



yang



disampaikan



guru,



kurangnya



penyampaian



pembelajaran dengan media sehingga lemah dan sulit menerima pembelajaran tersebut.



Secara umum dapat diidentifikasikan bahwa masalah yang terdapat pada pembelajaran matematika di SMP adalah proses belajar mengajar yang masih terpusat pada guru, sebagian besar siswanya hanya dapat menghafal rumus atau materi sehingga tidak adanya pemahaman yang lebih dalam lagi dan kemampuan komunikasi yang masih tergolong rendah hal ini dibuktikan (Fredi, 2016) kurangnya mengemukakan ideide matematis, pengaplikasian materi pada kehidupan nyata, dan masih kurangnya interaksi antara siswa dan guru mengakibatkan kurangnya eksplorasi siswa dalam memahami pelajaran matematika. Salah satu materi pelajaran yang ada di kelas 8 SMP adalah SPLDV. SPLDV merupakan pelajaran yang penting, karena materi ini merupakan kelanjutan dari materi sebelumnya (SPLSV) dan sebagai prasyarat untuk materi berikutnya. pada umumnya bagi sebagian siswa SMP, masih sulitnya mempelajari materi ini adalah menyelesaikan soal cerita, karena soal cerita ini merupakan pengembangan dari SPLDV dan berkaitan pada kehidupan sehari-hari dengan mengilustrasikan menggunakan model matematika. Hal ini didukung dengan data nilai ulangan di suatu kelas dengan rata-rata nilai sebesar 53 dan tentu saja data nilai tersebut tidak memenuhi KKM di sekolah tersebut dengan ketuntasan nilai minimal 75. Dengan mengambil materi SPLDV ini, akan terkait dengan salah satu kemampuan matematis sebagai dasar pembelajaran matematika yaitu kemampuan komunikasi matematis. Media pembelajaran menurut Schramm (1977) adalah teknologi pembawa pesan yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran. Salah satu media pembelajaran yang sering digunakan di bidang pendidikan dewasa ini adalah media ICT. Media pembelajaran berbasis ICT adalah alat yang digunakan dalam proses pembelajaran dengan memanfaatkan teknologi informasi. Dalam sistem ini interaksi antara guru dan siswa tidak harus bertatap muka (bertemu) langsung seperti pembelajaran konvensional, melainkan dalam ruang teknologi informasi (internet)



dengan



memanfaatkan



suatu



media



yaitu



komputer.



Penggunaan dengan media ini akan mendukung siswa dalam melakukan



pendalaman materi atau konsep yang telah dikuasainya (Supandi, 2016). Pembelajaran yang didukung oleh ICT akan menciptakan situasi dan lingkungan bagi peserta didik yang dapat menstimulasi kemampuan untuk berkreasi dan berinovasi (Husamah, 2014). Tantangan dalam pembelajaran berbasis ICT adalah merancang skenario yang melibatkan siswa pada proses authoring, yaitu menyediakan lingkungan belajar yang mendukung melalui alat yang memadai dalam bentuk digital, umban balik, dan kegiatan sequencing (Papanikolaou, 2012). Dalam hal ini, kegiatan sequencing adalah kegiatan pembelajaran yang dilakukan dengan mengurutkan kegiatan yang telah dirancang sebelumnya. sehingga, ICT dapat menjadi salah satu cara mengurangi kualitas pembelajaran. Namun sayangnya menurut (Kusairi, 2011), perkembangan ICT yang memiliki banyak manfaat ini belum dimanfaatkan secara optimal dalam proses pembelajaran. Upaya untuk mengintegrasikan ICT dalam proses pembelajaran masih kurang sehingga dampak ICT masih kurang nyata. Misalnya contoh, perkembangan multimedia telah berkembang pesat di masyarakat namun pembelajaran di kelas tetap tertinggal meskipun telah menggunakan teknologi komputer. Handphone, tablet, smartphone dan teknologi sejenis juga umum digunakan, tidak hanya untuk orang dewasa namun sudah dijamak oleh anak-anak. Namun demikian, teknologi ini masih belum banyak dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah. ICT akan memberikan manfaat bagi dunia pendidikan jika ICT itu dirancang dan digunakan secara baik bagi kegiatan pendidikan. Tanpa adanya desain yang baik ICT tidak akan memberikan manfaat yang optimal, bahkan tidak menutup kemungkinan menjadi penghambat ataupun masalah bagi kegiatan pendidikan itu sendiri. Hal ini sejalan dengan pernyataan Ellis (Johan, 2010) bahwa memang ICT memiliki kebaikan dan bisa dimanfaatkan bagi pendidikan. Namun demikian ICT sendiri tidak akan memberikan dampak yang signifikan dibandingkan dengan pembelajaran biasa jika penggunaan ICT itu tidak didesain secara baik. Pendidik harus memiliki pengetahuan dan



keterampilan dalam menggunakan alat-alat dan sumber-sumber digital untuk membantu peserta didik agar dapat mencapai standar akademik. Untuk itu diperlukan solusi yang tepat dalam upaya memperbaiki kualitas pembelajaran ICT, yaitu dengan Blended learning. Blended-Learning



merupakan



pendekatan



pembelajaran



yang



mengintegrasikan antara pembelajaran konvensional (tatap muka) dengan pembelajaran yang menggunakan sumber belajar offline maupun online serta beragam pilihan komunikasi yang dapat dilakukan guru maupun siswa (Wasis, 2011). Pelaksanaan pendekatan ini memungkinkan penggunaan sumber belajar online terutama berbasis web dengan atau tanpa meninggalkan pembelajaran konvensional. Dengan pembelajaran Blended-Learning, pembelajaran berlangsung lebih bermakna karena konsep materi belajar telah dirancang sehingga terstruktur dan siswa akan lebih mudah dalam memahami materi yang diberikan. Pengajaran melalui metode blended-learning semakin banyak digunakan dan terus berkembang (Hubackova, 2015), hal ini karena blended-learning meningkatkan keefektifan pembelajaran (Nazarenko, 2014). Selain itu, blended-learning dapat meningkatkan pengalaman belajar siswa dikelas, memberikan kualitas dan lingkungan belajar yang ramah secara keseluruhan (Wai & Seng, 2014). Blended-learning sangat tepat dilakukan di sekolah yang memiliki fasilitas komputer dan jaringan internet yang baik sehingga proses pembelajaran dengan pendekatan ini dapat terlaksana dengan efektif dan efisien (Widya, 2016). Penggunaan media yang digunakan dalam blended-learning ini sangat penting, karena pendekatan ini dapat menggunakan media dalam melakukan proses pembelajaran baik jarak dekat maupun jarak jauh. Pada pembelajaran offline diperlukan media seperti modul, ppt, cd-interaktif, dll dan pembelajaran online seperti e-learning, blog, dan social media. Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Model Pembelajaran Blended-Learning Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Pada Materi SPLDV Kelas 8 SMP”.



C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis menyimpulkan rumusan masalah sebagai berikut. a. Apakah terdapat pengaruh model blended-learning terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa? b. Bagaimana respon siswa terhadap implementasi model blendedlearning? D. Batasan Masalah Untuk menghindari perluasan masalah, maka batasan-batasannya adalah sebagai berikut. 1. Model yang digunakan dalam penelitian adalah model Blended learning 2. Kemampuan matematis yang digunakan adalah Kemampuan Komunikasi Matematis. 3. Indikator Kemampuan komunikasi matematis yang diteliti adalah menurut (Lestari, 2015) yaitu Menjelaskan ide, situasi, dan relasi matematika secara lisan atau tulisan, dengan benda nyata, gambar, grafik, dan aljabar dan Menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa matematika. E. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Untuk mengetahui pengaruh model blended learning terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa 2. Untuk mengetahui respon siswa terhadap implementasi model blended-learning F. Manfaat Penilitian 1. Manfaat Bagi Guru Penelitian ini menjadi tantangan baru bagi para guru dalam mengikuti perkembangan zaman termasuk pentingnya pembelajaran dengan menggunakan media berbasis teknologi. Dengan hal ini, guru akan



mengetahui kelebihan dan kekurangan penggunaan media yang disertai dengan pembelajaran konvensional. 2. Manfaat Bagi Siswa Siswa akan merasakan pengalaman belajar yang berbeda, sehingga akan membuat belajar menarik dan menyenangkan. Dengan model blended-learning, pembelajaran yang dilakukan siswa akan menjadi lebih bermakna sehingga memotivasi mereka untuk belajar secara mandiri lebih efektif. 3. Manfaat Bagi Peneliti Peneliti mengetahui informasi tentang kemampuan awal komunikasi matematis siswa sebelum pembelajaran dilakukan. Dengan ini, peneliti dapat mengetahui kelebihan dan kekurangan pembelajaran menggunakan



model



blended-learning



terhadap



kemampuan



komunikasi matematis siswa pada proses belajar mengajar. Peneliti juga dapat mengetahui keefektifan siswa dalam pembelajaran pada materi SPLDV dengan penggunaan model blended-learning. G. Definisi Operasional Agar tidak terjadi salah persepsi, maka dibuatlah definisi operasional berikut. 1. Pengaruh pengaruh adalah sumber daya yang dapat mengubah atau menciptakan sesuatu yang lain. 2. Blended-Learning adalah Pembelajaran yang mengintegrasikan antara pembelajaran konvensional atau tatap muka (face to face) dengan pembelajaran yang menggunakan sumber belajar offline maupun online serta beragam pilihan komunikasi dapat digunakan oleh guru maupun siswa. 3. Kemampuan Komunikasi Matematis adalah kemampuan dalam menyampaikan gagasan/ide matematis, baik secara lisan maupun tulisan serta kemampuan memahami dan menerima gagasan/ide matematis orang lain secara cermat, analisis, kritis, dan evaluatif untuk mempertajam pemahaman. Indikator kemampuan komunikasi



matematis diantaranya: (a) Menghubungkan benda nyata, gambar, dan diagram ke dalam ide matematika (b) Menjelaskan ide, situasi, dan relasi matematika secara lisan atau tulisan, dengan benda nyata, gambar, grafik, dan aljabar. (c) Menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa matematika. (d) Mendengarkan, diskusi, dan menulis tentang matematika. (e) Membaca dengan pemahaman suatu presentasi matematika tertulis. (f) Menyusun pernyataan matematika yang relevan dengan situasi masalah. (g) Membuat konjektur, menyusun argumen, merumuskan definisi dan generalisasi. H. Kajian Teori 1. Media Pembelajaran a. Media Pembelajaran Berbasis ICT ICT berasal dari kata bahasa inggris yaitu Information yang berarti Informasi dan Communication Technology yaitu teknologi komunikasi. ICT mencakup dua aspek yaitu teknologi informasi dan teknologi komunikasi. Teknologi informasi meliputi segala hal yang berkaitan dengan proses, penggunaan sebagai alat bantu, manipulasi dan pengelolaan informasi. Sedangkan teknologi komunikasi adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan penggunaan alat bantu untuk memproses dan mentransfer data dari perangkat yang satu ke yang lainnya. ICT merupakan bagian dari ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang berhubungan dengan pengambilan, pengumpulan (akusisi), pengolahan, penyimpanan, penyebaran, dan penyajian dari sebuah informasi (Kementrian Negara Riset dan Teknologi, 2006). Menurut Fitrihana (2007), ICT adalah sistem atau teknologi yang dapat mereduksi batasan ruang dan waktu untuk mengambil



memindahkan,



menganalisis,



menjadikan,



menyimpan dan menyampaikan informasi data menjadi sebuah informasi. 2. Model Pembelajaran a. Blended learning



1) Pengertian Model Blended learning Blended learning menurut Dwiyogo (2011) merupakan pendekatan



pembelajaran



yang



mengkombinasikan



antara



pembelajaran konvensional yang menggunakan tatap muka (face to face) dengan pembelajaran berbasis komputer (offline dan online) sebagai sumber belajar serta beragam komunikasi yang dapat digunakan oleh guru maupun siswa. (Purtadi, 2010) menjelaskan bahwa Blended learning adalah kombinasi berbagai media pembelajaran yang berbeda (teknologi, aktivitas, dan berbagai jenis peristiwa) untuk menciptakan program pembelajaran yang optimum untuk audiens (siswa) yang spesifik. Program Blended learning menggunakan berbagai bentuk e-learning yang digabungkan dengan pelatihan yang terpusat pada instruktur dan format langsung lainnya. Adapun menurut Thorne (Husamah, 2014) Blended learning merupakan perpaduan dari teknologi multimedia, CR ROM video streaming, kelas virtual, voice-mail, e-mail dan telconference, animasi teks online dan video-streaming. Semua ini dikombinasi dengan bentuk tradisional pelatihan di kelas dan pelatihan satu-satu. Berdasarkan ketiga para ahli, dapat disimpulkan bahwa Blended learning



adalah



Pembelajaran



yang



menggabungkan



antara



pembelajaran biasa yang menggunakan tatap muka dengan pembelajaran berbasis komputer (online dan offline) sebagai sumber informasi yang digunakan baik guru maupun siswa. 2) Jenis-jenis Model Blended learning Blended learning memiliki dua kategori utama yaitu : a. Peningkatan bentuk aktivitas tatap muka (face to face). Banyak pengajar menggunakan istilah Blended learning untuk merujuk kepada penggunaan teknologi informasi dan komunikasi dalam aktifitas tatap-muka, baik dalam bentuknya yang memanfaatkan internet (web-dependent) maupun sebagai pelengkap (web-supplemented) tanpa merubah model aktifitas



b. Hybrid learning. Pembelajaran model ini mengurangi aktivitas tatap muka (face to face) namun tidak menghilangkannya, sehingga memungkinkan peserta didik untuk belajar secara online. 3) Karakteristik Model Blended learning Secara umum karakteristik Blended learning adalah sebagai berikut. a. Pembelajaran



yang



menggabungkan



berbagai



cara



penyampaian, model pengajaran, gaya pembelajaran, serta berbagai media berbasis teknologi yang beragam b. Sebuah kombinasi pengajaran langsung (face to face), belajar mandiri, dan belajar mandiri via online. c. Pembelajaran yang didukung oleh kombinasi efektif dari cara penyampaian, cara mengajar dan gaya pembelajaran. d. Pengajar dan orangtua peserta belajar memiliki peran yang sama penting, pengajar sebagai fasilitator, dan orangtua sebagai pendukung. b. Konvensional Menurut Depdiknas (2001) konvensional mempunyai arti berdasarkan



konvensi



(kesepakatan)



umum



(seperti



adat,



kebiasaan, kelaziman); tradisional. Adapun menurut Djamarah (1996), metode pembelajaran konvensional adalah metode pembelajaran tradisional atau disebut metode ceramah, karena sejak dulu metode ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan anak didik dalam proses belajar dan mengajar. (Burrowes, 2003) menjelaskan metode pembelajaran konvensional pada resitasi konten tanpa memberikan waktu yang cukup kepada siswa untuk merefleksikan materi-materi yang dipresentasikan,



menghubungkannya



dengan



pengetahuan



sebelumnya, atau mengaplikasikannya kepada situasi kehidupan nyata. 3. Kemampuan Komunikasi Matematis



Hendriana



(2009)



mengemukakan



bahwa



komunikasi



merupakan suatu keterampilan yang sangat penting dalam kehidupan manusia dan merupakan suatu alat bagi manusia untuk berhubungan dengan orang lain di lingkungannya baik secara verbal maupun



tertulis.



Adapun



menurut



Asikin



(Darta,



2004)



mengemukakan beberapa peran penting komunikasi matematis dalam pembelajaran matematika diantaranya adalah : (a) Melalui komunikasi ide matematika dapat digali dalam berbagai perspektif; (b) Mempertajam cara berpikir untuk meningkatkan kemampuan melihat keterkaitan antara konten matematika; (c) Untuk mengukur pemahaman matematis; (d) Mengorganisasi cara berpikir; (e) Mengkonstruksikan pengetahuan matematika, mengembangkan pemecahan masalah, meningkatkan penalaran, menumbuhkan rasa percaya



diri,



serta



meningkatkan



keterampilan



sosial;



(f)



Menumbuhkembangkan kemampuan berpikir kritis, rasional, pemecahan masalah, dan keterampilan dalam bersosialisasi, melalui Writing and Talking. NCTM (1995) merinci indikator kemampuan komunikasi meliputi : (a) Memodelkan situasi-situasi dengan menggunakan gambar, grafik dan ekspresi aljabar; (b) Mengungkapkan dan menjelaskan pemikiran tentang ide-ide dan situasi matematis; (c) Menjelaskan



ide



dan



definisi



matematika



(d)



Membaca,



mendengarkan, menginterpretasikan, dan mengevaluasi ide-ide matematis; (e) Mendiskusikan ide-ide matematis dan membuat dugaan-dugaan



dan



alasan-alasan



yang



menyakinkan;



(f)



Menghargai nilai, notasi matematika, dan perannya dalam masalah sehari-hari dan pengembangan matematika dan disiplin ilmu lainnya. 4. Respon Siswa Menurut (Lestari, 2015:93), Respon adalah suatu sikap yang menunjukkan adanya partisipasi aktif untuk melibatkan diri dalam suatu kegiatan pembelajaran. Indikator respon antara lain:



a. Kepuasan merespon b. Kemauan untuk merespon/berpartisipasi aktif. c. Kesudian untuk merespon/berpartisipasi aktif. I. Hipotesis Hipotesis dapat dirumuskan dalam penelitian ini sebagai berikut. H0 :



tidak terdapat pengaruh model blended learning terhadap



kemampuan komunikasi matematis siswa H1 : terdapat pengaruh model blended learning terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa J. Metodologi Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif. Penelitian Kuantitatif merupakan metode-metode untuk menguji teori-teori tertentu dengan cara meneliti hubungan antarvariabel. variabel-variabel tersebut diukur dengan instrumen-instrumen penelitian sehingga data yang terdiri atas angka-angka dapat dianalisis berdasarkan prosedur-prosedur statistik. 2. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen. Metode Eksperimen adalah suatu metode penelitian yang berusaha mencari hubungan variabel tertentu terhadap variabel lain dalam kondisi yang terkontrol secara ketat (Sugiyono, 2003). Penelitian menggunakan eksperimen adalah salah satu metode penelitian yang paling kuat yang dapat peneliti gunakan. Alasan penggunaan metode eksperimen ini adalah untuk menunjukkan hubungan sebab akibat antarvariabel, baik variabel bebas (X) adalah model blended learning dengan variabel terikat (Y) adalah kemampuan komunikasi matematis . 3. Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan adalah The Nonequivalent PretestPosttest Control Group Design. Paradigma dalam penelitian ini, diilustrasikan sebagai berikut.



E



O1



K



O2



X



O1 O2



Keterangan : E : Kelas Eksperimen K : Kelas Kontrol O1 : pretes dan postes eksperimen O2 : pretes dan postes kontrol X : pembelajaran model blended learning terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa 4. Subjek Penelitian Populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh siswa kelas VIII SMP. Populasi adalah sekumpulan objek dalam penelitian. adapun teknik sampling yang digunakan adalah Purposive Sampling, dikarenakan teknik yang digunakan untuk mengukur kemampuan matematis bergantung pada kebutuhan yang dilakukan peneliti. sampel yang diambil adalah kelas VIII-B dan VIII-C. 5. Alur Penelitian Alur dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.



Pada penelitian ini, terdapat 4 tahap : 1. Tahap 1 : persiapan yaitu kajian pustaka, menyusun instrumen, uji instrumen dan analisis uji coba instrumen 2. Tahap 2 : pelaksanaan yaitu menggunakan prestes untuk mengukur kemampuan awal komunikasi matematis siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pada kelas kontrol menggunakan Pembelajaran Konvensional, sedangkan pada kelas kelas eksperimen menggunakan model Blended learning dan pemberian angket kepada siswa. setelah pembelajaran dilakukan maka mulailah dilakukan Postes Kemampuan Komunikasi matematis 3. Tahap 3 : Analisis data, pada Data kuantitatif menggunakan pretes dan postes, sedangkan data kualitatis menggunakan Angket 4. Tahap 4 : Setelah semua tahap dilakukan, maka dilakukan penarikan kesimpulan dari data kuantitatif dan penyusunan laporan.



6. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data merupakan suatu kegiatan mencari data di lapangan yang akan digunakan untuk menjawab permasalahan penelitian (Lestari, 2017:232). Pengumpulan data dilakukan untuk mengetahui atau mempelajari suatu masalah yang menjadi variabel dalam penelitian. Hasil pengumpulan ini akan menghasilkan data mentah yang kegunaannya masih terbatas. Setelah dilakukan pengolahan dan analisis data, barulah data mentah tersebut dapat memberikan informasi yang diperlukan peneliti untuk menguji hipotesis atau menyelesaikan masalah dalam penelitian. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah : a. Teknik Tes Pengumpulan data melalui teknik tes dilakukan dengan memberikan instrumen tes yang terdiri dari seperangkat pertanyaan/soal untuk memperoleh data mengenai kemampuan matematika pada aspek kognitif. 1. Data Pretes Data pretes diperoleh melalui tes yang dilakukan sebelum perlakuan diberikan pada penelitian. Data pretes digunakan untuk mengetahui gambaran mengenai kemampuan awal siswa pada materi SPLDV. 2. Data Postes Data postes diperoleh melalui tes yang dilakukan setelah perlakuan diberikan pada akhir penelitian. Data postes digunakan



untuk



mengetahui



gambaran



mengenai



kemampuan akhir/pencapaian kemampuan siswa pada materi SPLDV. b. Teknik Non Tes 1. Kuesioner (Angket) Pengumpulan data melalui kuesioner dilakukan dengan memberikan instrumen berupa daftar pertanyaan yang harus



dijawab oleh orang yang menjadi subjek dalam penelitian (responden). Kuesioner dalam penelitian ini digunakan untuk memperoleh respon siswa terhadap pembelajaran yang telah dilakukan. 7. Instrumen Penelitian 1) Instrumen Utama a. Instrumen Tes Instrumen Tes yang digunakan adalah Tes Surjektif. Tes Surjektif merupakan tes yang berbentuk soal uraian (essay). b. Instrumen Non Tes Instrumen Non Tes yang digunakan adalah Kuesioner berupa Angket. Angket adalah instrumen non tes yang berupa daftar pertanyaan yang harus dijawab oleh orang yang menjadi subjek dalam penelitian. Adapun ngket yang digunakan adalah Angket respon siswa pada model Blended learning terhadap kemampuan komunikasi matemattis siswa. 2) Instrumen Penunjang Instrumen Penunjang yang digunakan adalah berupa RPP dan LKS. 8. Teknik Pengolahan Data Pengolahan data yang digunakan dalam penelitian adalah : 1. Uji Normalitas Menurut (Lestari, 2015:243), Uji Normalitas merupakan salah satu uji prasyarat untuk memenuhi asumsi kenormalan dalam analisis data statistik parametrik. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah sebaran data berdistribusi normal atau tidak. 2. Uji Homogenitas Uji Homogenitas merupakan salah satu uji prasyarat analisis data statistik



parametrik



pada



teknik



komparasional



(membandingkan). Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah variansi data dari sampel yang dianalisis homogen atau tidak.



DAFTAR PUSTAKA Husamah. 2014. Pembelajaran Bauran (Blended learning). Malang : Prestasi Pustaka Lestari, K.E dan Yudhanegara M.R. 2017. Penelitian Pendidikan Matematika. Bandung: PT Refika Aditama Hendriana, H Dkk. 2017. Hard Skills dan Soft Skills Matematik Siswa. Bandung:PT Refika Aditama. Putra, Fredi G. 2016. Pengaruh Model Pembelajaran Reflektif dengan Pendekatan Matematika Realistik Bernuansa Keislaman terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa. Jurnal Pendidikan Matematika, Vol 7, No 2, Hal 203-210. Darkasyi, M. Dkk. 2014. Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis dan Motivasi Siswa dengan Pembelajaran Pendekatan Quantum Learning pada Siswa SMP Negeri 5 Lhokseumawe. Jurnal Didaktik Matematika, Vol 1, No 1, Hal 21-34. Supandi, Dkk. 2016. Keefektifan Pembelajaran Blended Learning Berbasis Kearifan Lokal pada Pembelajaran Matematika. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran, Vol 23, No 1, Hal 64-69. Papanikolaou K, 2011. Web-Enhanced learning scenarios. Jurnal Procedia Social and Behavioral Science, Vol 15, Hal 1158-1162