Blow Out Fracture of The Orbita-Dikonversi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Referat



Blow Out Fracture of the Orbit



Oleh : Nabila Qathroh Nada, S.Ked NIM. 2030912320134



Pembimbing : dr. H. Agus Fitrian Noor Razak, Sp.M



BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN ULM/RSUD ULIN BANJARMASIN September, 2021



DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ..................................................................................



i



DAFTAR ISI .............................................................................................. ii DAFTAR GAMBAR .................................................................................. iii BAB I



BAB II



PENDAHULUAN ........................................................................



1



A. Latar Belakang Masalah ...........................................................



1



B. Rumusan Masalah .....................................................................



2



C. Tujuan Penulisan .......................................................................



2



TINJAUAN PUSTAKA ............................................................



3



A. Definisi .................................................................................



3



B. Etiologi .................................................................................



3



C. Anatomi Orbita.....................................................................



3



D. Epidemiologi ........................................................................



4



E. Gejala Klinis………………………………….... .................



5



F. Klasifikasi………………………………….... .....................



5



G. Patofisiologi .........................................................................



7



H. Diagnosis..............................................................................



8



I. Tata Laksana ..........................................................................



9



J. Komplikasi………………………………….... .................... 11 K. Prognosis………………………………….... ..................... 12 BAB III



PENUTUP ............................................................................... 13



DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 14



ii



DAFTAR GAMBAR



Gambar



Halaman



2.1



Anatomi Orbita ..................................................................................



4



2.2



Gambaran Radiologi Blow Out Fracture ..........................................



7



2.3



mekanisme Blow Out Fracture of the Orbit ......................................



8



2.4



Pasien dengan Blow Out Fracture of the Orbit .................................



9



2.5



Tahapan Rekonstruksi Blow Out Fracture of the Orbit .................... 10



iii



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Masalah Trauma pada orbita dapat mengenai tulang fasial dan jaringan lunak di sekitarnya. Fraktur dapat disertai dengan trauma pada isi orbita, struktur intrakranial dan sinus paranasal. Fraktur dinding orbita terisolasi atau lebih dikenal dengan istilah blow out fracture (BOF) merupakan kejadian yang sering pada trauma fasial akibat jatuh, perkelahian, kecelakaan lalu lintas atau cidera olahraga. Benturan ke area orbita oleh objek yang berukuran lebih besar dari rima orbita meningkatan tekanan intraorbita dan organ di dalamnya akan melakukan tekanan ke segala arah, kemudian menyebabkan fraktur pada dinding orbita yang rapuh disertai herniasi organ intraorbita.1,2 Kejadian ini umumnya lebih sering terjadi pada pria dibandingkan wanita dan tidak jarang pada anak-anak. Angka kejadian BOF sendiri cukup sering. Sekitar 30-40% dari seluruh kejadian fraktur facial melibatkan orbita dan sekitar 10% dari seluruh kejadian fraktur facial terbatas hanya mengenai dinding orbita saja dengan mayoritas mengenai dasar orbita.3,4 BOF yang menyebabkan herniasi organ intraorbita ke inferior ditandai dengan enoftalmos yang disertai tanda trauma periorbita seperti ekimosis dan pendarahan subkonjungtiva. Gangguan lain yang dapat timbul adalah diplopia saat melihat ke atas serta gangguan gerakan ekstorsi, elevasi, depresi, dan abduksi bola mata yang disebabkan oleh hematoma dan edema orbita, atau karena mechanical entrapment otot rektus inferior dan inferior oblique.5 Berbagai opsi tatalaksana dan pembedahan terus berkembang dalam beberapa tahun terakhir namun waktu dan indikasi yang tepat untuk tindakan rekonstruksi masih tetap



1



2 kontroversial. Diagnosis dini BOF dan penentuan tatalaksana baik bedah maupun non-bedah menjadi hal yang sangat penting dalam menentukan hasil yang optimal.6



B. Rumusan Masalah Rumusan masalah pada referat ini adalah bagaimana definisi, etiologi, anatomi, epidemiologi, gejala klinis, klasifikasi, patofisiologi, diagnosis, tata laksana, komplikasi, dan prognosis dari blow out fracture of the orbital?



C. Tujuan Penulisan Tujuan penulisan pada referat ini adalah: 1. Mengetahui definisi dari blow out fracture of the orbital. 2. Mengetahui etiologi dari blow out fracture of the orbital. 3. Mengetahui anatomi dari blow out fracture of the orbital. 4. Mengetahui epidemiologi dari blow out fracture of the orbital. 5. Mengetahui gejala klinis dari blow out fracture of the orbital. 6. Mengetahui klasifikasi dari blow out fracture of the orbital. 7. Mengetahui patofisiologi dari blow out fracture of the orbital. 8. Mengetahui diagnosis dari blow out fracture of the orbital. 9. Mengetahui tata laksana dari blow out fracture of the orbital. 10. Mengetahui komplikasi dari blow out fracture of the orbital. 11. Mengetahui prognosis dari blow out fracture of the orbital.



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



A. Definsi Blow out fracture of the orbit (BOF Orbit) merupakan fraktur orbita yang paling sering terjadi dan kedua tersering dari jenis fraktur pada bagian midfacial. BOF orbit adalah deformitas dinding orbita yang disebabkan peningkatan tekanan intraorbita karena trauma. Fraktur dinding orbita tanpa disertai fraktur rima orbita adalah tanda khas dari fraktur blow out.7



B. Etiologi BOF orbit dapat terjadi karena kecelakaan lalu lintas, kecelakaan kerja, kecelakaan olahraga, terjatuh atau karena kekerasan. Trauma maksilofasial sering terjadi pada mereka yang tidak mengenakan sabuk pengaman saat mengendarai mobil, terutama terjadi di negara berkembang.8



C. Anatomi Orbita Orbita merupakan rongga yang dibentuk oleh tulang dan berisi bola mata, otot ekstraokular, saraf, lemak, dan pembuluh darah. Orbita berbentuk seperti buah pear dengan bagian apeks di posterior. Orbita memiliki volume sebesar 30 cm. Dinding orbita terdiri dari bagian atap, dasar, dinding medial, dan lateral yang dibentuk oleh 7 tulang seperti pada gambar 2.1. Dasar orbita dibentuk oleh os zygomatikus, os maxillaris, dan os palatina. Dinding medial dibentuk oleh os lakrimalis, os ethmoidalis, os maxillaris, dan os sphenoidalis ala minor. Atap orbita dibentuk oleh os frontalis, os sphenoidalis ala minor sedangkan dinding lateral oleh os zygomatikus dan os sphenoidalis ala mayor. Tinggi dinding medial setengah dari ketinggian dinding lateral orbita.9,10



3



4



Gambar 2.1. Anatomi Orbita.



Bagian tertipis dari orbita adalah lamina papiracea pada dinding medial orbita (0.2-0.4 mm) namun BOF lebih sering terjadi pada dasar orbita sisi medial dari kanalis infraorbita. Hal ini disebabkan karena dinding medial orbita didukung rongga tulang bersepta pada sinus ethmoidalis. Berkas neurovaskular inferior orbita (meliputi nervus infraorbital dan arteri) berjalan dibawah dasar orbita. Ketebalan atap dari canalis infraorbita hanya 0.23 mm dan tulang dasar orbita bagian posteromedial berkisar 0.37 mm. Hal ini sangat kontras dengan tulang dasar orbital bagian lateral yang berkisar 1.25 mm atau 5 kali lebih tebal dari tulang diatas kanalis infraorbita. Hal ini yang meningkatkan kecurigaan kita terjadi fraktur dasar orbita apabila ditemukan rasa baal pada pasien yang meliputi daerah nervus infraorbita.9,10



D. Epidemiologi Lokasi fraktur orbital bervariasi antar etnis, dengan fraktur lebih mungkin terjadi di dasar orbital pada individu kulit putih, tetapi di dinding medial pada individu Afro-Karibia. Selain itu, peningkatan jumlah laporan menunjukkan bahwa individu Asia menunjukkan pola fraktur yang sama seperti individu Afro-Karibia dengan fraktur cenderung terjadi lebih sering di dinding medial daripada di dasar orbital.11 Blow-out fracture sering terjadi pada orang dewasa terutama dewasa muda. Laki–laki lebih sering terkena daripada perempuan. Blow-out fracturepada wanita dewasa sering terjadi



5 karena kekerasan. Blow-out fracture jarang terjadi pada anak-anak, dimana angka kejadian fraktur daerah wajah pada anak -anak hanya sebesar 5% dari seluruh kasus (dewasa dan anakanak) dan 10% nya terjadi pada umur kurang dari 5 tahun. Anak laki–laki lebih sering mengalami fraktur daerah wajah dengan ratio 1,5 : 1 (laki-laki : wanita), hal ini disebabkan karena anak laki-laki lebih sering terlibat kekerasan dan kecelakaan olahraga.12



E. Gejala Klinis Secara umum gejala klinis yang dapat timbul pada BOF adalah ekimosis dan edema periorbita, diplopia disertai adanya restriksi gerak bola mata, enophthalmus, hipoglobus, emfisema palpebra dan orbita, dan hipoestesia di daerah distribusi saraf infraorbita yaitu sekitar kelopak mata bawah, pipi, palatum, dan bibir atas. Gejala lain yang dapat muncul adalah kebutaan akibat disertai trauma bola mata, trauma nervus optikus atau timbulnya sindroma kompartemen akibat perdarahan retrobulbar.13 Gejala klinis yang timbul pada dewasa umumnya disertai ekimosis dan edema periorbita dan perdarahan subkonjungtiva yang jelas sedangkan pada anak-anak menunjukan gejala diplopia yang lebih berat dan nyeri gerak bola mata tanpa adanya pembengkakan periorbita yang signifikan, tanpa enophthalmus dan tanpa tanda-tanda trauma bola mata lain. Pada fraktur tipe trapdoor dapat timbul refleks okulokardiak yaitu respons vasovagal yang ditandai dengan adanya mual, muntah, hipotensi, bradikardi, dan bahkan pingsan saat bola mata bergerak.14



F. Klasifikasi Blow out fracture dapat terjadi melalui satu atau lebih dinding orbital:15 1. inferior blow out fracture Fraktur blowout inferior adalah yang paling umum. Lemak orbital prolaps ke dalam sinus maksilaris dan dapat bergabung dengan prolaps otot rektus inferior. Pada anak-anak,



6 fraktur dapat kembali ke tempatnya (trap door fracture). Sebagian besar fraktur terjadi di lantai posterior dan medial dari alur infraorbital. Dalam 50% kasus, fraktur blowout inferior dikaitkan dengan fraktur dinding medial. 2. Medial blow out fracture Fraktur blowout medial adalah tipe kedua yang paling umum, terjadi melalui lamina papyracea. Lemak orbital dan otot rektus medial dapat prolaps ke dalam sel udara ethmoid. 3. Superior blow out fracture Fraktur blowout superior murni (tanpa fraktur tepi orbita terkait) jarang terjadi. Mereka biasanya terlihat pada pasien dengan pneumatisasi atap orbita. Fraktur mungkin hanya melibatkan sinus, fossa kranial anterior (kurang umum), atau keduanya sinus dan fossa kranial anterior. Fraktur yang berhubungan dengan fossa kranial anterior memiliki risiko kebocoran CSF dan meningitis. 4. Lateral blow out fracture Fraktur blowout lateral murni jarang terjadi, karena tulangnya tebal dan dibatasi oleh otot. Jika ada fraktur, biasanya berhubungan dengan tepi orbital atau cedera kraniofasial signifikan lainnya.



BOF diklasifikasikan secara radiologis menjadi: fraktur blow out klasik, fraktur inferomedial, dan fraktur orbital floor total. Fraktur blow out klasik terjadi pada 50% dari total kasus fraktur blow out. Fraktur blow out klasik disebabkan oleh energi rendah dan terjadi pada bagian paling rapuh dari orbital floor yang terdapat di sisi medial dari kanal infraorbitalis, seperti ditunjukkan pada gambar 2.2. Fraktur blow out inferomedial terjadi karena energi sedang yang menyebabkan deformitas orbital floor dan dinding medial orbita. Fraktur blow out inferomedial terjadi pada 10-20% total kasus fraktur blow out. Fraktur orbital floor total melibatkan fraktur pada seluruh penyusun orbital floor yang disebabkan oleh hantaman energi tinggi.16



7



2.2. Gambaran Radiologi Blow Out Fracture.



G. Patofisiologi BOF merupakan trauma pada dinding orbita yang diakibatkan benturan oleh benda tumpul yang berukuran lebih besar dari arpetura orbita. BOF paling sering mengenai dasar orbita, diikuti dengan dinding medial, dan inferomedial. Mekanisme terjadinya BOF dapat dijelaskan melalui 3 prinsip yaitu mekanisme kontak bola mata dengan dinding orbita, hidrolik, dan buckling seperti pada gambar 2.3. Hampir seluruh kejadian BOF melibatkan kombinasi dari ketiga mekanisme diatas.7 Mekanisme internal pada fraktur orbita terbukti disebabkan oleh pergeseran bola mata ke arah posterior yang menyebabkan kontak langsung dengan dinding orbita.Erling et al yang menganalisis mekanisme ini dengan bantuan CT scan dimana pada 75% kasus fraktur orbita didapatkan pergeseran tulang orbita mengikuti bentuk dari bola mata.17 Drs. Byron Smith dan William menyebutkan bahwa BOF merupakan fraktur orbita akibat tekanan hidrolik yang dihasilkan benda yang berukuran lebih besar dibandingkan diameter orbita. Benturan umumnya diakibatkan trauma tumpul langsung pada daerah sekitar mata. Tekanan yang ditimbulkan ini umumnya tidak cukup untuk menyebabkan fraktur pada rima orbita dan isi bola mata yang mengandung cairan juga menjadi bantalan untuk mencegah



8 terjadinya ruptur bola mata. Hal ini menyebabkan tekanan akan diteruskan melalui jaringan lunak ke rongga orbita dan meningkatkan tekanan intraorbital sehingga akan menimbulkan fraktur pada dinding terlemah orbita yaitu bagian dasar dan medial orbita.17,18



Gambar 2.3. mekanisme BOF: kontak bola mata dengan dinding orbita (kiri atas), hidrolik (kanan atas), dan buckling (bawah).



Mekanisme buckling diperkenalkan oleh Fujino tahun 1974 dimana dia menjelaskan bahwa tekanan langsung pada rima orbita akan menyebabkan fraktur pada dasar orbita.17,18



H. Diagnosis Diagnosis fraktur blow out ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang berupa roentgen schedel anteroposterior dan lateral, roentgen waters, dan CT scan. Mekanisme trauma perlu didapatkan dengan jelas dari anamnesis. Pemeriksaan fisik dapat menunjukkan tanda-tanda herniasi organ intraorbita seperti enoftalmos, gangguan gerak bola mata ke superior, dan hipoestesia hingga anestesia area inervasi saraf trigeminal cabang maksilaris infraorbitalis. Pemeriksaan fisik lain dapat menunjukkan tanda-tanda trauma orbita seperti pendarahan subkonjungtiva dan hematoma infraorbita. Pemeriksaan penunjang diperlukan untuk konfirmasi penemuan klinis dan klasifikasi radiologis.19



9



Gambar 2.4. Pasien dengan Blow Out Fracture of the Orbit.



I. Tata Laksana Tatalaksana fraktur blow out terbagi menjadi tatalaksana awal dan tatalaksana lanjutan. Observasi dilakukan sebagai tatalaksana awal dengan pemberian kompres dingin, antibiotik oral, steroid untuk meringankan tanda-tanda inflamasi, dan neuroprotektor bila didapatkan neuropati perifer. Tatalaksana lanjutan berupa operasi dapat dipertimbangkan setelah masa observasi. Indikasi tindakan operasi pada fraktur blow out adalah diplopia yang menetap hingga 2 minggu setelah terjadi trauma pada pasien dengan fraktur blow out yang sudah dikonfirmasi secara radiologis, enoftalmos >2 mm, dan defek orbital floor lebih dari setengah orbital floor.20 Operasi sebagai tatalaksana fraktur blow out bertujuan untuk rekonstruksi orbital floor, reposisi organ intraorbita, dan menghilangkan diplopia dengan memperbaiki gerak bola mata. Tujuan tersebut dicapai dengan pemasangan implan yang diharapkan dapat menggantikan struktur dan fungsi orbital floor yang telah rusak. Implan yang digunakan dapat berupa autograft dari tulang tempurung kepala, lempeng iliakum dari anterior iliac crest, tulang rawan conchae, bagian osteum dari tulang iga, dan mandibula.21 Teknik operasi reparasi BOF sama, baik pada dewasa dan anak-anak. Pendekatan operasi BOF dapat dilakukan dengan beberapa teknik tergantung dari lokasi defek. Dua teknik yang



10 paling sering digunakan untuk pendekatan operasi dasar orbita adalah transkonjungtiva dan transkutaneus baik subsilier maupun subtarsal seperti pada gambar 2.5. Teknik transkonjungtiva lebih sering digunakan tidak hanya untuk menghindari timbulnya skar tetapi juga komplikasi malposisi kelopak mata seperti ektropion paska bedah. Meskipun insisi trankonjungtiva dapat dikombinasi dengan kantotomi dan kantolisis lateral, namun hal ini jarang dilakukan karena umumnya dasar orbita sudah bisa terlihat dengan jelas tanpa manuver tambahan.Untuk dinding medial orbita dapat dieksplor melalui sayatan transkonjungtiva maupun transkutaneus yang diperpanjang dari dasar orbita atau menggunakan transcaruncular atau orbitotomi medial dengan sayatan Lynch (frontoethmoidal).22,23



Gambar 2.5. Tahapan Rekonstruksi Blow Out Fracture.



Tujuan dilakukannya tindakan operasi adalah untuk mengembalikan anatomi orbita dan fisiologi dari mata sendiri. Tindakan yang dilakukan adalah dengan mereposisi jaringan yang mengalami herniasi kembali ke rongga orbita dan rekonstruksi dinding orbita dengan pemasangan implan untuk menutup defek. Reposisi jaringan yang mengalami herniasi kadang membutuhkan adhesiolisis yang agresif bahkan memperbesar patahan tulang seperti pada kasus-kasus trapdoor. Penempatan implan yang baik juga menjadi hal yang krusial mengingat



11 tidak sedikit kasus membutuhkan operasi sekunder untuk memperbaiki posisi implan yang tidak baik. Rekonstruksi pada kasus fraktur kombinasi dasar dan medial orbita harus dilakukan pada kedua dinding orbita mengingat apabila hanya dilakukan pada dasar orbitanya saja maka dapat menimbulkan komplikasi yaitu shifting enopthalmos syndrome.22,23 Material implan yang digunakan untuk rekonstruksi tulang orbita terdiri dari material autologus dan alloplastik. Material autologus yang dapat dipakai berasal dari tulang tengkorak, crista iliaca, kartilago septum nasi, kartilago aurikula, dan kartilago costa. Jaringan tulang autologus merupakan material pertama yang pertama kali digunakan dan sejauh ini masih menjadi baku emas untuk rekonstruksi tulang wajah dan orbita. Jaringan tulang memiliki stabilitas yang baik, tidak menimbulkan reaksi penolakan, resistensi yang baik terhadap infeksi dan lebih murah. Namun, ada beberapa kerugian yang dapat timbul yaitu membutuhkan waktu yang lama saat pengambilan donor, keterbatasan jumlah dan ukuran implan, kematian jaringan di tempat donor yang diambil dan, proses resorpsi tulang yang tidak dapat diprediksi yang dapat menyebabkan enopthalmus dan hipoglobus di kemudian hari.24,25 Terdapat beberapa alternatif lain untuk implan yaitu material alloplastik yang terdiri dari 2 jenis yaitu permanen dan absorbable. Contoh implan permanen adalah hidroxyapatite, porous polyethylene, nylon, marlexmesh dan metal seperti titanium. Keuntungan penggunaan material alloplastik permanen adalah mudah dibentuk, dapat digunakan untuk defek yang besar, dan mengurangi lama operasi. Kerugiannya adalah dapat menimbulkan infeksi, reaksi benda asing, migrasi dan ekstrusi dari implan. Material alloplastik akan sulit dikeluarkan kembali apabila timbul infeksi.24,25



J. Komplikasi komplikasi baik akibat trauma maupun paska rekonstruksi orbita meliputi infeksi, enophthalmos, disestesia infraorbital, entropion, ektropion, diplopia persisten, dan perdarahan. Timbulnya proptosis mendadak, perdarahan subkonjungtiva, ekimosis periorbita, dan atau



12 penurunan visus mendadak paska operasi mengindikasikan adanya perdarahan retrobulbar. Perdarahan retrobulbar merupakan kasus emergensi pada mata dan perlu dilakukan dekompresi segera dengan kantotomi lateral dan kantolisis inferior untuk menyelamatkan penglihatan. Kunjungan kontrol yang rutin selama masa observasi dan setelah operasi diperlukan untuk mengawasi keadaan-keadaan komplikasi yang dapat timbul.26



K. Prognosis Setelah perbaikan blow out fracture, hasilnya tidak selalu menjamin perbaikan dan pemulihan sering kali berkepanjangan. Beberapa pasien mungkin mengalami neuralgia saraf infraorbital selama 6-9 bulan. Orang lain mungkin memiliki diplopia, yang mungkin memerlukan operasi lanjutan. Akhirnya, enophthalmos dapat memburuk seiring waktu.27



BAB III PENUTUP



Blow out fracture of the orbit adalah deformitas dinding orbita yang disebabkan peningkatan tekanan intraorbita karena trauma. Blow-out fracture dapat terjadi karena kecelakaan lalu lintas, kecelakaan kerja, kecelakaan olahraga, terjatuh atau karena kekerasan serta trauma maksilofasial. Blow out fracture bisa terjadi di satu atau lebih bagian, bagian itu adalah inferior, lateral, superior dan medial blow out fracture. Observasi dilakukan sebagai tatalaksana awal dan tatalaksana lanjutan. Operasi dilakukan bila terdapat diplopia yang menetap hingga 2 minggu setelah trauma pada pasien dengan fraktur blow out, enoftalmos >2 mm, dan defek orbital floor lebih dari setengah orbital floor.



13



DAFTAR PUSTAKA



1.



Yamanaka Y, et al. Impact of Surgical Timing of Postoperative Ocular Motility in Orbital Blowout Fractures. Br J Opthalmol. 2018;102:398-403.



2.



Foster JA, et al. Section 7 : Orbit, Eyelids, and Lacrimal System. Dalam: Basic Science and Clinical Course. USA: American Academy of Opthalmology; 2016. Hal 130-4.



3.



Dolman PJ, Rootman J. Orbital Trauma dalam Orbital Surgery: a conceptual approach. Edisi ke-2. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. 2014. Hlm: 370-2.



4.



Codner MA, McCord CD. Chapter 34: Blowout Fracture of The Orbital Floor. Dalam: Eyelid & Periorbital Surgery. Edisi 2. New York : Thieme Medical Publishers; 2016. Hal 1005-21.



5.



Alisanab B. Orbital Blow Out Fracture: To Operate or Not To Operate-That is The Question. Stockholm: Karolinska Institutet; 2017. Hal 17-35.



6.



Cantor LB, Rapuano CJ, Cioffi GA. Orbit, Eyelids, and Lacrimal System. San Fransisco: American Academy of Ophthalmology. 2018. Hlm: 72.



7.



Sugamata A. Etiology of blowout fractures. The Journal of Tokyo Medical University. 2014;72(1):19–24.



8.



Takahashi Y, Nakakura S, Sabundayo MS, Kitaguchi Y, Miyazaki H, Mito H, Kakizaki H. Differences in common orbital blowout fracture sites by age. Plastic and reconstructive surgery. 2018 Jun 1;141(6):893e-901e.



9.



Rootman J, Stewart B, Goldberg RA. Orbital Anatomy dalam Orbital Surgery: a Conceptual Approach. Edisi ke-2. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. 2014:233-5.



10. Cantor LB, Rapuano CJ, Cioffi GA. Fundamentals and Principles of Ophthalmology. San Fransisco: American Academy of Ophthalmology. 2018:11-23. 11. Sun MT, Wu W, Watanabe A, Kakizaki H, Chen B, Ueda K, Katori N, Takahashi Y, Selva D. Orbital blowout fracture location in Japanese and Chinese patients. Japanese journal of ophthalmology. 2015 Jan 1;59(1):65-9. 12. Seifert LB, Mainka T, Herrera-Vizcaino C, Verboket R, Sader R. Orbital floor fractures: epidemiology and outcomes of 1594 reconstructions. European Journal of Trauma and Emergency Surgery. 2021 Jun 14:1-0. 13. Homer N, Huggins A, Durairaj VD. Contemporary management of orbital blowout fractures. Current opinion in otolaryngology & head and neck surgery. 2019 Aug 1;27(4):310-6. 14. Matthew R, Shammary YK. Surgical Outcome of Blowout Fractures of Floor of Orbit: A Case Series of 5 Patients. J Clin Exp Ophtalmol.2016;7:1.



14



15



15. Gaillard, F., Murphy, A. Orbital blowout fracture. Reference article, Radiopaedia.org. (accessed on 21 Sep 2021) https://radiopaedia.org/articles/1000 16. Valencia MR, Miyazaki H, Ito M, Nishimura K, Kakizaki H, Takahashi Y. Radiological findings of orbital blowout fractures: a review. Orbit. 2021 Mar 4;40(2):98-109. 17. Shah PD, Mukherjee S. Management of Extensive Blowout Fracture of Combined Orbital Floor and Medial Wall: A Challenge in Reconstruction. Int J Otorhinolaryngol Clin. 2014;6(3):123-6. 18. Sugamata A, Yoshizawa N. A Case of Blowout Fracture of The Orbital Floor in Early Childhood. Int Medical Case Reports Journal. 2018;8:155-8. 19. Alinasab B, Borstedt KJ, Rudström R, Ryott M, Qureshi AR, Beckman MO, Stjärne P. New algorithm for the management of orbital blowout fracture based on prospective study. Craniomaxillofacial trauma & reconstruction. 2018 Dec;11(04):285-95. 20. Boyette JR, Pemberton JD, Bonilla-Velez J. Management of orbital fractures: challenges and solutions. Clinical Ophthalmology (Auckland, NZ). 2015;9:2127. 21. Mansour TN, Rudolph M, Brown D, Mansour N, Taheri MR. Orbital blowout fractures: a novel CT measurement that can predict the likelihood of surgical management. The American journal of emergency medicine. 2017 Jan 1;35(1):112-6. 22. Boyette JR, Pemberton JD, Velez JB. Management of Orbital Fractures: Challenges and Solutions. Clinical Opthalmology. 2015;9:2127-37. 23. Saluja H, et al. Autogenous Grafts for Orbital Floor Reconstruction : A Review. Int J Oral Craniofac Sci. 2017;3(2):046-052. 24. Hidalgo M, et al. Comparative Study of Enophthalmos Treatment withTitanium Mesh Combined with Absorbable Implant vs. Costochondral Graft for Large Orbital Defects in Floor Fractures. J Oral Health Craniofac Sci. 2017;2:022-9. 25. Dubois L, et al. Controversies in Orbital Reconstruction-III Biomaterials for Orbital Reconstruction: A Review With Clinical Recommendations. Int J Oral Maxillofac Surg. 2016;45:41-50. 26. Holtmann H, et al. Orbital Floor Fractures-short and Intermediate-Term Complications Depending on Treatment Procedures. Head & Face Medicine. 2016;12:1. 27. Koenen L, Waseem M. Orbital Floor Fracture. InStatPearls [Internet] 2021 Feb 10. StatPearls Publishing.