Budidaya Tanaman Obat [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PEDOMAN BUDIDAYA, PANEN DAN PASCAPANEN TANAMAN OBAT



i



KatalogDalamTerbitan.BadanPenelitiandanPengembanganKesehatan QV766 IND v



Indonesia.KementerianKesehatanRI.BadanPenelitiandan PengembanganKesehatan PedomanBudidaya,PanendanPascapanen.ͲͲJakarta: KementerianKesehatan.2015 xii,168hlm;bib;ilus;17,6cmx25cm  1.Judul  I.PLANT,MEDICINAL



HakciptadilindungiUndangͲUndang.Dilarangmemperbanyakbukusebagian atauseluruhnyatanpaizindariBadanLitbangkes,KementerianKesehatanRI.     Penulis Ir.YuliWidiyastuti,MPdkk       DesignCover KristoforusIvanPamudyaWardhana,S.I.Kom    Cetakanpertama:Februari2015  ISBN978Ͳ602Ͳ373Ͳ003Ͳ2  DiterbitkanOleh: LembagaPenerbitBadanPenelitiandanPengembanganKesehatan Jl.PercetakanNegaraNo.29 Jakarta10560KotakPos1226 Telp.(021)4261088ext.306 EͲmail:[email protected] Website:terbitan.litbang.depkes.go.id.



ii



KATA PENGANTAR KEPALA BALAI BESAR PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TANAMAN OBAT DAN OBAT TRADISIONAL



Buku Pedoman Budidaya, Panen dan Pascapanen Tanaman Obat untuk Program Saintifikasi Jamu Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan ini dibuat untuk melengkapi serial pedoman atau panduan dalam rangka menyelenggarakan Program Saintifikasi Jamu yang berkontribusi dalam mengintegrasikan Jamu ke dalam sistem kesehatan. Pedoman ini berisi informasi mengenai tata cara teknis dalam membudidayakan dan memanen tanaman obat serta tata kelola pascapanen terhadap hasi panen yang sudah diolah menjadi simplisia. Tata cara dan tata kelola yang menjadi substansi merupakan aplikasi yang sudah diterapkan di Kebun Tanaman Obat dan instalasi Pascapanen di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional milik Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kemenkes, yang berada di kecamatan Tawangmangu dan kecamatan Karangpandan, kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Kami mengharapkan dengan membaca, memahami dan mengikuti tata cara dan tata kelola yang dicantumkan dalam buku pedoman ini, pihak-pihak yang menjadi simpul Jejaring Saintifikasi Jamu dan pihak-pihak yang berkreasi dan berinovasi di lingkungan Jamu dan Kesehatan Tradisional Indonesia, akan terbantu dalam aktivitas iptek hulu tanaman obat dan simplisia, yang pada gilirannya akan ikut berkontribusi dalam mengintegrasikan Jamu ke dalam sistem kesehatan.



Tawangmangu, Januari 2015 Kepala INDAH YUNING PRAPTI, SKM, M.Kes



iii



KATA SAMBUTAN KEPALA BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN



Program Saintifikasi Jamu sejak diluncurkan oleh Kementerian Kesehatan pada tahun 2010, telah memberikan kontribusi yang signifikan dalam rangka mengintegrasikan Jamu ke dalam sistem kesehatan. Secara global, pengobatan tradisional (traditional medicine) sudah menjadi agenda kebijakan dan program WHO, yang secara kebijakan sudah menerbitkan WHO Traditional Medicine Strategy 2014–2023. Indonesia secara regional ASEAN sudah menjadi negara yang manjadi referensi/rujukan terkait ’Clinical Trial on Herbal Medicine” dan ’Development of Medicinal Plant Garden”. Secara regional Asia Pasifik, Indonesia juga berhasil mempromosikan Traditional Medicine manjadi salah satu materi Life Science di agenda APEC. Kekayaan tumbuhan obat Indonesia sudah terbukti dari hasil Riset Tumbuhan Obat dan Jamu (RISTOJA), yang sejak 2012 sudah mengumpulkan data tumbuhan obat dan ramuan Jamu berbasis etnis. Data tersebut akan terus diupayakan sampai terkumpul secara penuh sehingga menghasilkan Database Tumbuhan Obat dan Jamu Indonesia. Semua data itu perlu dicatat dan dibukukan menurut substansi pemanfaatan, baik untuk sisi budidaya, panen, pascapanen, riset keamanan dan khasiat, sampai dengan fomulasi dan peningkatan kemandirian masyarakat (community empowerment). Buku Pedoman Budidaya, Panen, dan Pascapanen Tanaman Obat yang diformulasikan oleh Balai Besar Litbang TOOT, Badan Litbangkes, merupakan bentuk keseriusan dan komitmen Kemenkes untuk proaktif mengintegrasikan Jamu ke dalam sistem kesehatan, dan tentunya juga proaktif mengadvokasi dan mengajak lintas sektor dan pemerintah daerah agar mengambil bagian dalam upaya integrasi tersebut. Kami mengharapkan dengan penerbitan buku pedoman dari sisi hulu ini, akan memicu penerbitan pedoman/panduan lain sesuai substansi pemanfaatan, juga semakin menggiatkan upaya melestarikan dan membudayakan Tanaman Obat dan Jamu dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Jakarta, Januari 2015 Kepala PROF. DR. TJANDRA YOGA ADITAMA SP. P(K), MARS, DTM & H, DTCE iv



TIM PENYUSUN



Pengarah Penanggung Jawab Penyusun



: Kepala Badan Litbang Kesehatan : Indah Yuning Prapti, SKM, M.Kes. : 1. Ir. Yuli Widiyastuti, MP 2. Heru Sudrajad, MP 3. Nita Supriyati, M. Biotech., Apt. 4. Dyah Subositi, M.Sc. 5. Elok Widiyanti, M.Si. 6. Nuning Rahmawati, M.Sc. 7. Ikayanti M. Solikhah, M.Sc. 8. Amalia Damayanti, M.Sc. 9. M. Bakti Samsu Adi, M.Si. 10. drh. Galuh Rahmawati 11. Awal P. Kusumadewi, M.Sc., Apt. 12. Mery Budiarti, M.Si. 13. Fauzi, MP 14. Devi Safrina, STP 15. Wahyu Joko Priyambodo, M.Sc. 16. Harto Widodo, M.Biotech 17. Dian Susanti, SP 18. Tri Widayat, M.Sc 19. Sari Haryanti, M.Sc, Apt. 20. Drs. Slamet Wahyono, Apt.



v



DAFTAR ISI Kata Pengantar .......................................................................................... Kata Sambutan .......................................................................................... Pedoman Pembenihan dan Pembibitan Tanaman Obat ............................ 1. Gambaran Umum ........................................................................ a. Benih .................................................................................... b. Pembibitan ........................................................................... 2. Ruang Lingkup ............................................................................. 3. Tujuan .......................................................................................... 4. Sarana dan Prasarana .................................................................. 5. Sumber Daya Manusia ................................................................ 6. Prosedur Pembenihan ................................................................. a. Seleksi Benih ........................................................................ b. Uji Kemurnian Benih ............................................................ c. Uji Kadar Air Benih ............................................................... d. Uji Daya Perkecambahan (Viability Test) .............................. e. Pengolahan Benih ................................................................ f. Penyimpanan Benih ............................................................. 7. Prosedur Pembibitan ................................................................... a. Pembibitan Tanaman Obat Secara Generatif ....................... b. Pembibitan Tanaman Obat Secara Vegetatif ........................ 8. Dokumentasi ............................................................................... Pedoman Umum Budidaya Tanaman Obat ................................................ 1. Gambaran Umum ........................................................................ 2. Ruang Lingkup ............................................................................. 3. Tujuan .......................................................................................... 4. Sarana dan Prasarana .................................................................. 5. Sumber Daya Manusia ................................................................ 6. Prosedur Budidaya ...................................................................... a. Pemilihan Lokasi Penanaman ............................................... b. Penyiapan Lahan .................................................................. c. Penyiapan Bibit dan Penanaman ......................................... d. Jarak Tanam ......................................................................... e. Pemberian naungan ............................................................. f. Pemeliharaan ....................................................................... Pedoman Panen Tanaman Obat ................................................................ 1. Gambaran Umum ........................................................................ 2. Ruang Lingkup ............................................................................. 3. Tujuan ..........................................................................................



vi



iii iv 1 1 1 2 2 2 3 3 4 4 5 5 6 9 9 10 10 12 19 20 20 20 21 21 22 22 22 23 26 27 27 28 34 34 35 35



4.



Panduan Umum Panen Tanaman Obat ....................................... a. Waktu Panen ........................................................................ b. Bahan yang Dipanen ............................................................ c. Teknik Panen ........................................................................ d. Alat-Alat Panen .................................................................... e. Hal-Hal yang Harus Diperhatikan Saat Panen ...................... 5. Panduan Khusus Panen Tanaman Obat ....................................... a. Pedoman Panen Akar ........................................................... b. Pedoman Panen Kulit Kayu .................................................. c. Pedoman Panen Daun .......................................................... d. Pedoman Panen Buah dan Biji ............................................. Pedoman Umum Pascapanen Tanaman Obat ........................................... 1. Gambaran Umum ........................................................................ 2. Ruang Lingkup ............................................................................. 3. Maksud dan Tujuan ..................................................................... 4. Sarana dan Prasarana .................................................................. 5. Sumber Daya Manusia (SDM) ..................................................... 6. Prosedur Pelaksanaan ................................................................. a. Sortasi Basah ........................................................................ b. Pencucian ............................................................................. c. Penirisan .............................................................................. d. Pengubahan Bentuk ............................................................. e. Pengeringan ......................................................................... f. Sortasi Kering ....................................................................... g. Pengemasan dan Pemberian Label ...................................... h. Penyimpanan ....................................................................... i. Kontrol Kualitas .................................................................... Pedoman Budidaya dan Pascapanen Tanaman Obat Terpilih .................... Abrus precatorius L. (saga) ................................................................. Amomum compactum Soland ex Maton (Kapulaga) .......................... Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees (Sambiloto) ........................ Apium graveolens (Seledri) ................................................................ Blumea balsamifera (L.) DC. (Sembung) ............................................. Curcuma domestica Valeton (Kunyit) ................................................. Curcuma xanthorrhiza Roxb. (Temulawak) ......................................... Foeniculum culgare Mill. (Adas) ......................................................... Graptophyllum pictum (L.) Griff. (Daun Ungu) .................................... Guazuma ulmifolia Lamk. (Jati Belanda) ............................................ Gynura procumbens (Lour.) Merr. (Sambung Nyawa) ........................ Mentha piperita L. (Menta) ................................................................



vii



35 36 36 37 38 38 39 39 40 41 42 44 44 45 45 45 46 47 48 49 50 50 53 55 56 57 60 61 62 67 76 80 84 89 95 101 105 110 116 124



Orthosiphon aristatus (Thunb.) B.B.S. non Bth. (Kumis Kucing) ......... Murraya paniculata (L.) Jack. (Kemuning) .......................................... Piper retrofractum Vahl. (Cabe Jawa) ................................................. Plectranthus scutellarioides (L.) R.Br. (Iler) ......................................... Sonchus arvensis (L.) (Tempuyung) .................................................... Stelechocarpus burahol (BI.) Hook.F. & Th. (Kepel) ............................ Thymus vilgaris L. (Timi) ..................................................................... Tinospora crispa (L.) Miers ex. Hook.F. 7 Thoms. (Brotowali) ............. Daftar Pustaka ...........................................................................................



viii



132 137 141 144 148 152 157 161 165



DAFTAR GAMBAR



Gambar 1. Gambar 2. Gambar 3. Gambar 4. Gambar 5. Gambar 6. Gambar 7. Gambar 8. Gambar 9. Gambar 10.



Gambar 11. Gambar 12. Gambar 13. Gambar 14. Gambar 15. Gambar 16. Gambar 17. Gambar 18. Gambar 19. Gambar 20. Gambar 21. Gambar 22. Gambar 23.



Benih bersayap dari tanaman Tempuyung (Sonchus arvensis L.) ............................................................. Membuat media pembibitan ................................................ Etalase bibit dalam polibag ................................................... Persemaian benih ................................................................. Buah Waron (Abelmoschusmoscathus) dari pohon induk yang sehat untuk produksi benih yang berkualitas ............... Benih Ekinase (Echinase purpurea) ....................................... Persiapan lahan untuk persemaian ....................................... Pemberian sungkup plastik pada persemaian untuk melindungi dari hujan dan sinar matahari langsung ............. Tahapan penyiapan bibit Tempuyung (Sonchus arvensis): A. Persemaian; B. Penyapihan; C. Penanaman .......................... A. Bahan stek Stevia (Stevia rebaudiana); B. Pembuatan stek stevia; C. Stek rimpang Jahe (Zingiber officinale); D. Stek rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza) ....................... Tahapan pembibitan kumis kucing (Orthosiphon spicatus BBC.) dengan stek pucuk ................... A. Bibit kencur (Kaempferia galangal); B. Bibit kunyit (Curcuma domestica) ............................................................ Tahapan pencangkokan ......................................................... Tahapan pembuatan bibit dengan cara okulasi ..................... Okulasi yang berhasil ............................................................ Tahapan pembuatan bibit dengan cara perundukan ............ Budidaya Curcuma xanthorrhiza (Temulawak) di dataran menengah ± 600 m dpl ......................................................... Budidaya Thymus vulgaris (Timi) di dataran tinggi ± 1.800 m dpl ......................................................................................... Penyiapan guludan dan pengairan untuk menjamin perumbuhan tanaman di awal penanaman .......................... Penyiapan lahan menggunakan traktor ................................ Pengolahan tanah menggunakan cangkul serta penambahan bahan organik .................................................. Penambahan kapur untuk meningkatkan pH tanah dilakukan pada bedengan setelah pencangkulan lahan ........ Penanaman bibit pada lubang tanam dalam guludan ..........



ix



1 3 3 3 4 5 11 12 12



13 14 14 16 17 18 18 23 23 24 25 25 26 26



Gambar 24. Lubang untuk penanaman yang sudah ditutup dengan mulsa ..................................................................................... Gambar 25. Penggunaan naungan dari paranet pada budidaya Andrographis paniculata (Sambiloto) ................................... Gambar 26. Proses pengairan dengan menggunakan sprinkle di kebun tanaman obat Kalisoro (1.200 m dpl) .................................... Gambar 27. Penyiangan pada tanaman Tempuyung (Sonchus arvinsis) untuk menghilangkan gulma ................................................. Gambar 28. Pendangiran lahan untuk menggemburkan tanah pada budidaya Mint (Mentha piperita) .......................................... Gambar 29. Tanaman sembung (Blumea balsamifera) yang tampak sehat dan layak panen .......................................................... Gambar 30. Rimpang Temulawak terpotong saat penggalian merupakan kerusakan mekanis yang dapat menurunkan kualitas simplisia ................................................................................ Gambar 31. Akar Kelembak (Rheum officinale); A. Belum siap panen; B. Siap panen ........................................................................ Gambar 32. Tahapan panen kulit kayu Manis Jangan (Cinnamomum burmanii) ...................................................... Gambar 33. Panen daun dari tanaman perdu dan herba ......................... Gambar 34. Panen daun Sembung (Blumea balsamifera) ........................ Gambar 35. Panen herba Sambiloto (Andrographis paniculata) .............. Gambar 36. Panen buah Kesumba (Bixa orelana) .................................... Gambar 37. Panen buah Adas (Foeniculum vulgare) ................................ Gambar 38. Panen bunga Kamilen (Matricaria chammomilla) ................ Gambar 39. Sortasi basah; A. Sortasi basah Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.); B. Sortasi basah Tempuyung (Sonchus arvensis L.); C. Sortasi basah Daun Ungu (Graptp[hyllum pictum (Linn.) Griff) ...................................... Gambar 40. Pencucian; A. Daun Sambung Nyawa (Gynura procumbens); B. Daun Ungu (Graptophyllum pictum) ................................. Gambar 41. Proses penirisan dalam rak peniris ....................................... Gambar 42. Proses perubahan bentuk Daun Ungu (perajangan secara manual) ................................................................................. Gambar 43. Proses perubahan bentuk Kunyit (Curcuma domestica) (perajangan menggunakan mesin perajang) ......................... Gambar 44. Hasil perajangan rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza) menggunakan mesin perajang .......



x



27 28 30 31 31 36



38 39 40 41 41 42 42 43 43



48 49 50 51 52 52



Gambar 45. Proses pengeringan; A. Pengeringan daun dengan sinar matahari; B. Pengeringan Temulawak menggunakan oven; C. Mesin oven dengan kapasitas 200 liter mampu mengeringkan 200 kp bahan segar; C. Batch drying, mekanisme pengeringan dengan aliran udara panas, cocok untuk pengeringan daun) ........................................... Gambar 46. Proses sortasi kering; A. Sortasi kering daun Tempuyung (Sonchus arvensis); B. Sortasi kering daun Kemuning (Murraya paniculata) ............................................................ Gambar 47. Pengemasan dan pemberian label; A. Proses pengemasan dan penimbangan; B. Pemberian label ................................. Gambar 48. Gudang penyimpanan simplisia; A. Seorang pegawai mengambil stok simplisia di gudang induk B2P2TOOT; B. Gudang induk simplisia B2P2TOOT dengan sistem pengambilan first in first out yang dilengkapi dengan alat pengatur kelembaban udara; C. Termometer untuk mengatur suhu udara di dalam ruangan penyimpanan, D. Gudang transit simplisia ...................................................



xi



55



56 57



59



PEDOMAN PEMBENIHAN DAN PEMBIBITAN TANAMAN OBAT 1.



Gambaran Umum a. Benih Benih adalah biji tanaman yang digunakan untuk tujuan perbanyakan (agronomis). Biji yang dapat berkembang menjadi tanaman adalah biji yang dihasilkan dari bunga yang telah mengalami penyerbukan. Sedangkan biji yang dihasilkan tanpa proses penyerbukan tidak dapat tumbuh menjadi tanaman. Pengambilan biji tanaman obat untuk digunakan sebagai benih dilakukan pada saat matang fisiologis (physiological maturity) atau disebut juga matang fungsional (functional maturity), karena pada saat matang fisiologis biji mempunyai berat kering maksimum (maximum dry weight), daya tumbuh maksimum (maximum vigor) dan daya kecambah maksimum (maximum viability).



Gambar 1. Benih bersayap dari tanaman Tempuyung (Sonchus arvensis L.)



Mutu benih meliputi mutu fisik, genetik dan fisiologis. Mutu fisik dicerminkan dari bentuk, ukuran, kebersihan, keseragaman, warna dan kecerahan benih. Mutu genetik dimaksudkan untuk menilai kemurnian dan keunggulan varietas benih, sedangkan mutu fisiologis untuk menilai daya tumbuh benih. Benih bermutu memiliki persyaratan sebagai berikut: a.



Daya kecambah



: minimal 80%



b.



Kemurnian benih



: minimal 85%



c.



Cemaran varietas lain



: maksimum 5%



d.



Kotoran



: maksimum 2%



e.



Benih rumputan



: maksimum 2%



1



b.



Pembibitan Keberhasilan budidaya tanaman ditentukan oleh ketersediaan bibit bermutu (unggul). Tanaman obat dapat dibibitkan dengan cara generatif dan vegetatif. Perbanyakan secara generatif menggunakan organ reproduksi tanaman yaitu biji sedangkan secara vegetatif tanpa menggunakan biji. Perbanyakan secara generatif memiliki keuntungan sebagai berikut: tanaman yang dihasilkan memiliki perakaran yang dalam dan kuat, umur tanaman lebih lama, dapat dihasilkan bibit lebih banyak, cocok untuk mendapatkan varietas baru (pemuliaan), biji dapat disimpan dalam jangka waktu lama dan mudah didistribusikan. Kelemahannya antara lain: sifat anakan yang dihasilkan cenderung berbeda dengan induknya dan waktu produksi lebih lama. Keuntungan pembibitan vegetatif adalah: sifat anakan identik dengan induknya, dapat menghasilkan bibit yang sempurna dalam waktu singkat, cepat berproduksi, sedangkan kelemahannya adalah: perakaran tidak kuat, gampang roboh, agak sulit didistribusikan.



2.



Ruang Lingkup Dalam pedoman pembenihan dan pembibitan tanaman obat ini tercakup tata cara koleksi benih, pengolahan dan penyimpanan serta tata cara pemilihan tanaman induk sumber bibit, metode pembibitan dan perbanyakan tanaman obat secara umum.



3.



Tujuan a. Tujuan Umum: Menyediakan pedoman untuk menghasilkan benih dan bibit bagi pelaku usaha yang berminat dalam budidaya tanaman obat. b. Tujuan khusus: 1) Menyediakan pedoman pengelolaan dan koleksi benih sumber untuk bahan perbanyakan dan koleksi spesimen, 2) Menyediakan pedoman penyediaan benih sumber untuk materi pembibitan, 3) Menyediakan pedoman penyediaan bibit tanaman obat untuk keperluan budidaya.



2



4.



Sarana dan Prasarana Sarana dan prasarana dalam kegiatan pembenihan dan pembibitan tanaman obat meliputi: a.



b.



5.



Bahan: – Plastik polybag dengan berbagai ukuran – Pupuk kompos atau pupuk kandang halus – Sekam mentah – Arang sekam – Pupuk daun – Hormon pertumbuhan (perangsang akar, IBA) – Pasir kali – Tanah – Membuat media bibit – Kertas tisue – Tali pengikat – Bahan kimia (asam sulfat) Alat: – Rak bibit – Bak plastik pembibitan berbagai ukuran – Skop – Cangkul – Gembor plastik – Gunting tanaman – Pisau okulasi – Sprayer – Selang – Kaos tangan – Gerobak dorong



Gambar 2. Membuat media pembibitan



Gambar 3. Etalase bibit dalam polibag



Gambar 4. Persemaian benih



Sumber Daya Manusia a. Pelaksana kegiatan pembenihan harus memiliki kompetensi di bidang benih tanaman obat baik yang diperoleh dari pendidikan formal maupun kursus atau magang. b. Secara bertahap pelaksana harus diberikan peningkatan pengetahuan dan keterampilan melalui training dan kursus.



3



c.



6.



Pelaksana harus difasilitasi dengan peralatan pembenihan dan pembibitan untuk keamanan dan kenyamanan dalam pelaksanaan pekerjaan.



Prosedur Pembenihan a. Seleksi Benih 1) Seleksi tanaman induk Tanaman dipilih yang pertumbuhannya baik, bebas dari hama/ penyakit, produktivitas tinggi, batang kokoh dan perakaran kuat. Jika ada data hasil analisis metabolit sekunder pilih tanaman yang memiliki kadar metabolit sekunder tinggi.



Gambar 5. Buah waron (Abelmoschus moscathus) dari pohon induk yang sehat untuk produksi benih yang berkualitas



2) Seleksi buah Buah dipilih yang masak, ukuran besar, bentuk normal, bebas hama/penyakit dan tidak cacat. 3) Seleksi biji Biji dipilih yang bernas, mengkilat, ukuran besar, bentuk normal, bebas hama/penyakit dan tidak cacat.



4



Gambar 6. Benih Ekinase (Echinacea purpurea)



b.



Uji Kemurnian Benih Uji kemurnian benih dilakukan sebagai berikut: 1) Ambil sampel benih. 2) Letakkan pada suatu wadah, pisahkan: a) Benih murni; benih utuh, benih yang berukuran kecil, pecahan benih yang ukurannya lebih dari separuh b) Benih gulma; semua benih atau bagian vegetatif tanaman kategori gulma c) Benih spesies lain; semua benih lain yang ikut tercampur d) Bahan lain atau pengotor; partikel tanah, pasir, sekam dan lain sebagainya 3) Analisis kemurnian dilakukan dua kali ulangan (minimal) 4) Setiap komponen ditimbang lalu ditotal, persentase setiap komponen didapat dari berat masing-masing komponen dibagi berat total kali 100%. Syarat benih bermutu yaitu : – Benih murni : minimal 85% – Benih varietas lain (cemaran) : maksimum 5% – Pengotor : maksimum 2% – Benih gulma : maksimum 2%



c.



Uji Kadar Air Benih Metode pengujian kadar air benih dapat dilakukan dengan: 1) Metode tungku (oven method) Tahapan pengujian kadar air benih dengan metode tungku sebagai berikut:



5



a)



Ambil sampel benih basah kemudian ditimbang didapat berat basah (A) b) Masukkan dalam oven pada suhu 105oC-110oC selama 24 jam. c) Didinginkan dalam eksikator d) Sampel ditimbang untuk mendapatkan berat kering (B) e) Hitung kadar air benih dengan rumus: A–B ––––– × 100% A



Kadar Air Benih (%) =



Keterangan : A = Berat basah sampel benih B = Berat kering sampel benih 2) Metode mekanis otomatis. Alat pengukur kadar air biji otomatis (Seed Moisture tester) atau semi otomatis seperti Universal Moisture Tester, Burrow Moisture Recorder, Burrow Model 700, Digital Moisture Computer d.



Uji Daya Perkecambahan (Viabilitas Test) Parameter daya perkecambahan (viabilitas) dapat dinilai sebagai: 1) Persentase perkecambahan (Germination percentage). Parameter ini merupakan persentase jumlah kecambah normal yang dihasilkan benih murni pada kondisi lingkungan tertentu Jumlah kecambah normal Persentase perkecambahan = ––––––––––––––––––––– × 100% Jumlah benih uji 2) Laju perkecambahan (Germination rate). Parameter ini diukur dengan menghitung jumlah hari yang diperlukan untuk munculnya perakaran (radikel) dan pertunasan (plumula). N1T1 + N2T2 +.........NxTx Laju perkecambahan = ––––––––––––––––––– × 100% Jml total berkecambah Keterangan : N = Jumlah benih berkecambah pada waktu tertentu T = Jumlah waktu antara awal pengujian sampai dengan akhir interval tertentu suatu pengamatan 6



Metode pengujian daya perkecambahan (viabilitas) dapat dilakukan dengan : 1) Uji Di atas Kertas (UDK) Metode ini digunakan untuk benih berukuran kecil yang membutuhkan cahaya bagi perkecambahan, tahapannya adalah: a) Media yang berupa kertas tisu (3-4 lembar) diletakkan pada alas cawan petri. b) Tambahkan air pada media, biarkan sampai air meresap dan air yang berlebih dibuang. c) Benih diletakkan di atas lembaran media dengan pinset; benih yang memiliki + 5 mm 10 butir per cawan petri, benih dengan ukuran 0,5-1 mm 25 butir per cawan petri. d) Cawan petri diletakan secara mendatar atau miring dalam alat perkecambahan (Germinator). e) Inkubasi sampai benih berkecambah secara normal. f) Amati jumlah benih yang tumbuh berkecambah normal, hitung daya kecambah benih dengan rumus diatas. 2) Uji Antar Kertas (UAK) Metode ini digunakan untuk benih yang dalam perkecambahannnya membutuhkan kondisi gelap, misalnya benih Mirabilis jalapa, beberapa familia Liliaceae, Nigella damacena, tahapannya adalah: a) Media yang berupa kertas tisu (3-4 lembar) diletakkan pada alas cawan petri. b) Tambahkan air pada media, biarkan sampai air meresap dan air yang berlebih dibuang. c) Benih diletakkan di atas lembaran media dengan pinset; benih yang memiliki + 5 mm 10 butir per cawan petri, benih dengan ukuran 0,5-1 mm 25 butir per cawan petri. d) Benih yang sudah ditanam ditutup dengan selembar kertas tissu yang sudah dibasahi. e) Cawan petri diletakan secara mendatar atau miring dalam alat perkecambahan (Germinator). f) Inkubasi sampai benih berkecambah secara normal. g) Amati jumlah benih yang tumbuh berkecambah normal, hitung daya kecambah benih dengan rumus diatas.



7



3) Uji daya kecambah secara langsung dengan media pasir atau tanah. Metode ini digunakan untuk benih yang dalam perkecambahannnya memerlukan cahaya terang, (Familia Gramínea, Lobelia inflata, Taraxacum officinale, Verbascum thapsus dll), tahapannya adalah: a) Siapkan kotak berukuran 44 cm x 30 cm x 6 cm. b) Isikan pasir atau tanah yang telah disteril ke dalam kotak. c) Basahi pasir, secukupnya. d) Tanam benih pada satu deretan, deretan dapat digunakan sebagai ulangan. e) Bagian atas kotak ditutup dengan kaca, benih diinkubasi sampai benih berkecambah normal. f) Amati jumlah benih yang tumbuh berkecambah normal, hitung daya kecambah benih dengan rumus diatas Sedang jenis benih yang dapat berkecambah baik dalam cahaya terang maupun gelap antara lain (Allium spp, Arachis hypogea, Brassica, Capsicum, Datura stramonium, Gosypium spp, Lactuca sativa dll.) Berdasarkan letak kotiledon dapat dibedakan 2 (dua) tipe bibit (seedling tipe), yang pertama tipe epigeal yakni bibit dimana cotyledon terangkat diatas permukaan tanah sewaktu pertumbuhannya. (kedele, kacang tanah, tanaman lain termasuk legume). Tipe ke 2 (dua) bibit Hipogeal yakni bibit dimana cotyledon tetap tinggal di bawah permukaan tanah (didalam tanah) sewaktu pertumbuhannya. (umumnya pada familia Graminae/ gandum, Zea mays). Bagian-bagian benih berkecambah antara lain : a) daun pertama b) epicotyl c) cotyledons d) hypocotyl e) primary root f) scundary root



8



4) Uji tetrazolium Benih yang memerlukan waktu yang lama untuk berkecambah, dan data viabilitas dibutuhkan dengan segera maka uji tetrazolium dapat menjadi alternatif. (kacang merah, jagung). a) Benih direndam dalam air selama 18-20 jam. b) Buang selaput dan kulit benih. c) Rendam dalam larutan tetrazolium 1% selama 18-20 jam. d) Amati embrio benih, jika timbul warna merah menunjukan benih tersebut masih baik dan mampu berkecambah. Sebaliknya biji-biji yang tetap berwarna putih menunjukkan kalau biji tersebut sudah mati. Daya kecambah benih dihitung menggunakan rumus. e.



Pengolahan Benih Pengambilan benih idealnya dari buah yang besar dan sehat serta sudah matang penuh dari tanaman induk unggul dan terpilih. Biji dipisahkan dari daging buahnya dan dicuci sampai bersih. Biji dipilih yang berukuran besar, padat (bernas) dengan warna mengkilap atau biji yang sempurna (biji yang bentuknya seragam, tidak terlalu kecil, tidak kempes, tidak rusak oleh hama dan tidak luka). Biji kemudian dimasukan ke dalam air. Hanya biji yang tenggelam yang dipilih untuk bibit, sedangkan yang hampa dibuang. Selanjutnya biji dijemur/ dikeringkan dan setelah kering biji dikemas untuk penyimpanan.



f.



Penyimpanan Benih Benih dapat digunakan dalam jangka panjang asalkan disimpan dengan baik, sehingga kualitasnya tetap terjaga. Secara umum benih harus dikemas dalam wadah yang baik seperti: botol bertutup, kantong plastik, kantong kertas atau alumunium foil bersegel yang disertai silica gel untuk menjaga kadar air. Benih sebaiknya disimpan pada suhu dan kelembaban terkontrol misalnya dalam lemari es. Pada penyimpanan dalam jangka pendek (kurang dari 1 tahun) benih dapat disimpan pada suhu ruang (+300C) dengan kelembaban 50%. Suhu 200C dan kelembaban 50% diperlukan untuk penyimpanan jangka menengah (1-3 tahun). Penyimpanan jangka panjang memerlukan kondisi penyimpanan dengan suhu dan kelembaban rendah. Penyimpanan bibit selama 3-5 tahun memerlukan suhu 100C dan kelembaban 45%, sedangkan penyimpanan lebih dari 5 tahun diperlukan suhu 0-50C dan kelembaban 30%.



9



7.



Prosedur Pembibitan a. Pembibitan Tanaman Obat Secara Generatif Perbanyakan tanaman obat secara generatif dilakukan menggunakan biji. Perbanyakan ini dilakukan pada tanaman tertentu yang bila diperbanyak dengan cara vegetatif kurang efisien, misalnya pada adas, ekinase, sambiloto dan rosella. Perbanyakan secara generatif juga ditujukan untuk menyediakan batang bawah yang selanjutnya akan diokulasi atau disambung dengan batang atas dari tanaman sejenis bervarietas unggul, misalnya pada tanaman kina, jambu dan jeruk. Pembibitan dimulai dengan penyiapan benih, penyemaian dan pemeliharaan. 1) Penyiapan Benih Benih perlu diberi perlakuan awal untuk merangsang pertumbuhan dan mencegah serangan hama penyakit saat disemaikan. Perlakuan tersebut dapat dilakukan dengan cara mekanis, kimiawi, perendaman dengan air dan perlakuan suhu. Benih yang memiliki kulit biji yang keras akan sulit dan lama berkecambah, karena air dan gas sulit menembus bagian dalam biji. Hal ini dapat diatasi dengan cara mengikis, menggosok kulit biji dengan amplas, melubangi atau memotong sedikit kulit biji dengan pisau, sehingga membantu bakal tunas dan akar keluar dari kulit biji. Contohnya biji pala. Perlakuan kimiawi diberikan dalam bentuk zat pengatur tumbuh, misalnya: giberelin, auksin dan sitokinin. Penggunaan zat pengatur tumbuh dari golongan giberelin dapat meningkatkan dan mempercepat benih berkecambah, serta dapat digunakan untuk menghilangkan dormansi benih terutama yang disebabkan oleh faktor after ripening contohnya Lactuca sativa, Gentiana nivali. Perendaman biji dengan asam kuat (seperti asam sulfat dan asam nitrat) menyebabkan kulit biji keras menjadi lunak sehingga air dan oksigen dapat menembus ke dalam biji. Contoh biji Kedawung. Beberapa jenis benih diberi perlakuan perendaman dalam air panas dengan tujuan memudahkan penyerapan air oleh benih. Prosedur yang umum digunakan adalah sebagai berikut: air dipanaskan sampai 80-900C, benih dimasukkan ke dalam air panas tersebut dan dibiarkan sampai menjadi dingin. Cara ini ditetapkan pada benih tanaman Abrus precatorius. 10



2) Penyemaian Untuk memudahkan perawatan benih disemaikan dalam wadah yang terbuat dari kotak kayu, plastik atau polybag. Media untuk persemaian harus mempunyai aerasi baik, subur dan gembur, misalnya campuran pasir, pupuk kandang dan sekam dengan perbandingan 1:1:1. Dengan media yang gembur, maka akar akan tumbuh lurus dan memudahkan pemindahan bibit ke polybag pembesaran. Benih ditabur merata di atas media, lalu ditutup lagi dengan media setebal 1-2 cm dan disiram dengan sampai basah.



Gambar 7. Persiapan lahan untuk persemaian



3) Pemeliharaan Bibit Persemaian perlu dinaungi agar tidak terkena sinar matahari langsung dan air hujan. Lakukan penyiraman untuk menjaga kelembaban. Untuk mempercepat pertumbuhan dapat diberikan pupuk yang banyak mengandung unsur nitrogen dan dapat pula diberi pupuk daun. Biji yang disemaikan biasanya mulai berkecambah (tunas muncul di atas permukaan tanah) antara 1-3 minggu setelah penyemaian, tergantung jenis tanamannya. Setelah biji berkecambah dan tumbuh 3-4 helai daun, bibit dapat dipindah langsung ke lahan atau ke polybag.



11



Gambar 8. Pemberian sungkup plastik pada persemaian untuk melindungi dari hujan dan sinar matahari langsung



Gambar 9. Tahapan penyiapan bibit tempuyung (Sonchus arvensis): A. Persemaian; B. Penyapihan; C. Penanaman



b.



Pembibitan Tanaman Obat Secara Vegetatif Pembibitan secara vegetatif pada tanaman obat dapat dilakukan dengan cara stek, cangkok, okulasi dan merunduk.



12



1) Stek Stek adalah menumbuhkan bagian atau potongan tanaman, sehingga menjadi tanaman baru. Stek dapat menggunakan potongan batang, pucuk batang, daun, umbi maupun rimpang.



Gambar 10. A. Bahan stek stevia (Stevia rebaudiana); B. Pembuatan stek stevia; C. Stek rimpang jahe (Zingiber officinale); D. Stek rimpang temulawak (Curcuma xanthorriza)



Pada umumnya stek batang, stek pucuk batang dan stek daun dilakukan dengan tahapan sebagai berikut : a) Pilih tanaman induk yang sehat dari tanaman varietas unggul. b) Pada stek batang pilih batang atau cabang dengan diameter +1cm, batang yang memiliki 3-4 mata tunas dipotong dengan panjang antara 10-15 cm. Pada stek pucuk batang (misal pada timi) pilih pucuk batang dengan 3-4 daun atau kuncup daun. Untuk stek daun (misal pada cocor bebek) pilih daun yang cukup tua. c) Rendam bagian pangkal stek dalam larutan hormon perangsang pertumbuhan akar. d) Bagian pangkal stek dibenamkan tegak berdiri ke dalam media persemaian kira-kira sepertiga dari panjang stek. Pada tanaman ketela pohon, sirih dan sambung nyowo stek dapat disusun berbaring dalam barisan dengan jarak 5cm



13



e) f)



antar barisan, kemudian stek di tutup media sehingga stek berada pada kedalaman 2 cm di bawah permukaan. Perawatan dilakukan dengan penyiraman secara rutin. Setelah 3-4 minggu stek akan bertunas dan berakar. Stek bisa dipindahkan ke polybag atau ke lahan setelah tumbuh 3-5 helai daun.



Gambar 11. Tahapan pembibitan kumis kucing (Orthosiphon spicatus BBS.) dengan stek pucuk



Stek Rimpang dilakukan pada jenis tanaman familia Zingiberaceae seperti jahe, temulawak, kunyit, lempuyang dan lain-lain. Tahapan stek rimpang adalah sebagai berikut : a) Pilih rimpang yang sehat, sudah tua, bernas, kulit licin dan mengkilat, tidak mudah mengelupas b) Rimpang dipotong-potong masing-masing 2-3 mata tunas c) Taburi bagian luka potongan dengan abu gosok untuk menghindarkan rimpang dari serangan jamur d) Rimpang dikeringkan, lalu diletakkan pada tempat yang teduh dan lembab e) Rimpang akan bertunas setelah 1-1,5 bulan f) Rimpang yang telah bertunas dapat dipindah ke lahan.



Gambar 12. A. Bibit kencur (Kaempferia galanga); B. Bibit kunyit (Curcuma domestica)



14



2) Cangkok Cangkok adalah teknik perbanyakan vegetatif dengan cara pengeratan cabang tanaman induk dan dibungkus media tanam untuk merangsang terbentuknya akar. Cangkok hanya bisa dilaksanakan pada tanamana yang memiliki kayu dan berkambium. Teknik ini sudah lama dikenal oleh petani dengan tingkat keberhasilan yang tinggi. Media untuk mencangkok dapat menggunakan campuran kompos/pupuk kandang dan tanah dengan perbandngan 2:1.. Pelaksanaan pencangkokan sebaiknya dilakukan pada awal musim hujan, sehingga tidak mengalami kekeringan. Selain itu dengan mencangkok di awal musim hujan akan tersedia cukup waktu untuk menanam hasil cangkokan pada musim itu juga. Tahapan pencangkokan adalah sebagai berikut: a) Pilih cabang yang sehat dan kuat dengan diameter 0,5-2 cm dari tanaman induk varietas unggul dan pernah berproduksi. b) Cabang disayat dengan pisau secara melingkar dan dibuat memanjang ke bawah 3-5 cm (Gambar 13a) c) Kulit dikelupas sehingga bagian kambium yang seperti lendir tampak jelas, kambium ini dihilangkan dengan cara dikerik menggunakan mata pisau sampai bersih dan kering. d) Setelah kering pada keratan bagian atas dioles dengan hormon tumbuh. Seperti : Liquinox Start Vitamin B-1 (Gambar 13b). e) Siapkan, atur dan ikat pembungkus menyelubungi batang bagian bawah keratan (pembungkus dapat berupa lembaran plastik atau sabut kelapa). f) Bekas sayatan ditutup dengan media cangkok, selanjutnya diikat dengan baik (Gambar 13c,d) g) Cangkokan dirawat dengan cara disiram secara rutin agar tidak kering. h) Setelah 2-3 bulan akan tumbuh akar, jika akar sudah memenuhi media maka pencangkokan telah berhasil. i) Cangkokan dipotong dan disapih dari induknya. Pemotongan cangkokan dengan menggunakan gunting tanaman atau gergaji pada bagian bawah ikatan cangkok. j) Setelah itu cangkok dipindah dalam polybag atau dipindah ke lahan.



15



Gambar 13. Tahapan pencangkokan



3) Okulasi Penempelan atau okulasi adalah penggabungan dua bagian tanaman yang berlainan sedemikian rupa sehingga menjadi satu kesatuan yang utuh dan tumbuh sebagai satu tanaman. Okulasi hanya bisa dilaksanakan pada tanaman yang memiliki kayu dan berkambium. Tanaman yang mempunyai perakaran kuat dipilih sebagai batang bawah (rootstock atau understock). Entres atau batang atas merupakan tanaman terpilih dari jenis yang sama varietas unggul. Okulasi dapat dilakukan pada batang yang seukuran pensil. Batang atas diambil dari tanaman varietas unggul yang telah berproduksi pada cabang yang tidak terlalu tua (fase pertumbuhan), sehingga pertumbuhannya cepat dan tingkat keberhasilannya tinggi. Yang perlu diperhatikan dalam melakukan okulasi adalah bekerja harus cepat. Sayatan pada tanaman induk tidak boleh terlalu lama di udara terbuka, begitu juga dengan sayatan mata temple (entres), jika terlalu lama maka kambium pada batang bawah dan entres dapat kering, yang berakibat pada menurunnya tingkat keberhasilan okulasi. Agar dapat bekerja dengan cepat dan tak terganggu, sebaiknya semua alat dan bahan yang dibutuhkan dipersiakan terlebih dahulu. Tahapan okulasi adalah sebagai berikut: a) Siapkan alat berupa pisau dan tali plastik. b) Pilih batang bawah yang sehat, kuat dan sudah berkayu dengan diameter 0,5-2 cm.



16



c)



Buat sayatan/kupasan/sobekan sepanjang 3-4 cm pada batang bawah. d) Pilih entres yang berupa mata tunas bernas/sehat/segar dari tanaman varietas unggul dan pernah berproduksi. e) Buat sayatan/kupasan/sobekan dari batang atas (entres). f) Potong entres dengan ukuran sesuai sayatan pada batang bawah. g) Kemudian rapikan dan bersihkan irisan sisi bawah entres untuk menghindari kotoran atau infeksi. h) Ambil entres, masukkan, lekatkan, tancapkan dan tekan pada sayatan batang bawah. i) Ikat menggunakan tali dengan tetap memperlihatkan mata tunas. j) Lakukan perawatan dengan penyiraman dan pemupukan. k) Setelah 2-3 minggu mata okulasi akan mulai tumbuh, ikatan sudah bisa dibuka. l) Setelah tumbuh 2-3 helai daun atau kuncup daun, maka tunas dan cabang yang tumbuh dari batang bawah dipangkas, agar pertumbuhan mata tunas batang atas tidak terganggu.



Gambar 14. Tahapan pembuatan bibit dengan cara okulasi



17



Gambar 15. Okulasi yang berhasil



4) Merunduk Merunduk adalah teknik pembibitan dengan merangsang terbentuknya akar atau tunas adventif sebelum dipisahkan dari pohon induk. Pembibitan dengan cara merunduk dapat dilakukan pada jenis tanaman obat yang mempunyai percabangan yang panjang dan lentur atau menjalar. Contoh tanaman Alyxia reindwardtii. Merunduk dapat dilakukan dengan cara :



Gambar 16. Tahapan pembuatan bibit dengan cara perundukan



Selain cara perbanyakan diatas pembibitan juga dapat dilakukan dengan cara stolon seperti pada pegagan.



18



8.



Dokumentasi Dokumentasi dilakukan untuk menyediakan data awal dari silsilah tanaman. Pencatatan dilakukan dalam form data tanaman yang telah disediakan. Hal-hal yang perlu didokumentasikan adalah: a. Asal tanaman induk, umur dan kondisinya b. Waktu pelaksanaan pemanenan benih, jumlah dan berat. c. Cara pemrosesan d. Tanggal, wadah dan tempat penyimpanan e. Waktu persemaian bibit (generatif maupun vegetatif) f. Waktu penyapihan (transplanting) g. Jenis dan jumlah bibit



19



PEDOMAN UMUM BUDIDAYA TANAMAN OBAT



1.



Gambaran Umum Budidaya tanaman didefinisikan sebagai segala usaha manusia yang diterapkan pada suatu kegiatan penanaman tanaman yang diharapkan akan diperoleh hasil yang lebih baik bila dibandingkan tanpa usaha budidaya. Dengan demikian budidaya tanaman obat dimaksudkan untuk menghasilkan simplisia yang berkualitas. Dukungan teknologi budidaya tanaman obat diperlukan dan penting peranannya untuk pembakuan proses produksi, sejalan dengan upaya mewujudkan penerapan cara budidaya yang baik atau Good Agricultural Practices (GAP). Hingga saat ini ± 85% bahan baku obat tradisional termasuk kosmetika dan produk suplemen berasal dari hutan atau habitat alami dan sisanya merupakan hasil budidaya. Kualitas tanaman obat tidak hanya diukur dari hasil biomassanya saja, namun juga kandungan senyawa aktif. Produktivitas tanaman obat dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor luar seperti perlakuan budidaya. Pengetahuan faktor genetis yang berkaitan dengan biosintesa serta dipadu dengan pengetahuan budidaya yang terkait dengan faktorfaktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman dapat diupayakan untuk mendapatkan hasil tanaman obat yang lebih baik. Keberhasilan budidaya tanaman obat perlu dukungan ketersediaan bibit unggul yang jelas kebenaran spesiesnya. Selain itu, beberapa faktor yang menentukan kualitas hasil antara lain: lingkungan tempat tumbuh yang sesuai dan teknik budidaya yang tepat berdasarkan cara budidaya yang baik (GAP) seperti: pengolahan tanah, waktu tanam, penetapan jarak tanam, pemeliharaan sampai dengan pengumpulan hasil panen.



2.



Ruang Lingkup Pedoman teknis budidaya tanaman obat ini digunakan sebagai petunjuk (pedoman) teknis untuk praktek produksi bahan baku jamu. Lingkup pembahasan meliputi penanaman, pemeliharaan hingga waktu panen.



20



3.



Tujuan a. Tujuan umum: Menyediakan pedoman teknis dalam melaksanakan budidaya tanaman obat secara benar dan tepat sehingga diperoleh produktivitas tinggi, produk berkualitas, ramah lingkungan dengan memperhatikan aspek keamanan, kesehatan dan berkelanjutan. b.



4.



Tujuan khusus: a) Meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman obat b) Meningkatkan mutu hasil tanaman obat c) Meningkatkan efisiensi produksi dan penggunaan sumber daya d) Mempertahankan kesuburan lahan, kelestarian lingkungan dan sistem produksi berkelanjutan e) Mendorong upaya transfer teknologi dan pengetahuan kepada petani tentang budidaya tanaman obat yang baik f) Memberi jaminan mutu, keamanan dan kemanfaatan bahan baku jamu.



Sarana dan Prasarana Sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam kegiatan budidaya tanaman obat meliputi: a. Bahan: – Bibit tanaman obat (merujuk pada pedoman pembenihan dan pembibitan tanaman obat) – Pupuk organik dan an-organik – Bio-pestisida (pestisida alami) – Mulsa (sekam, plastik hitam perak atau jerami kering) b.



Sarana dan peralatan: – Lahan yang sesuai dengan komoditas – Sumber irigasi dengan air yang memenuhi syarat kesehatan (bukan limbah industri atau limbah berbahaya lainnya) – Cangkul, sabit, skop dan garpu – Traktor – Selang – Sprayer – Gerobak dorong



21



– – – –



Meteran gulung Sarung tangan, topi, sepatu kebun dan jas hujan. Gunting tanaman, gergaji dahan dan pisau pruning (pangkas) Keranjang panen



5.



Sumber Daya Manusia a. Pelaksana kegiatan budidaya harus memiliki kompetensi di bidang kultur teknis tanaman obat baik yang diperoleh dari pendidikan formal maupun kursus pelatihan atau magang. b. Secara bertahap pelaksana harus diberikan tambahan pengetahuan dan ketrampilan melalui pelatihan, kursus dan studi banding masalah budidaya tanaman obat c. Pelaksana harus difasilitasi dengan peralatan standar budidaya untuk keamanan dan kenyamanan dalam pelaksanaan pekerjaan.



6.



Prosedur Budidaya a. Pemilihan Lokasi Penanaman Tanaman Obat termasuk tanaman hprtikultura, sehingga budidayanya pada tidak jauh berbeda dengan budidaya sayuran dan buah-buahan (hortikultura). Hasil tanaman obat tidak hanya berorientasi pada aspek kuantitas semata, namun lebih ke arah kualitas yang ditandai dengan kandungan senyawa aktif. Pemilihan lokasi budidaya sangat menentukan hasil produksi dan kualitas simplisia yang diperoleh. Sebagai contoh minyak atsiri tanaman timi (Thymus vulgaris) dihasilkan paling tinggi pada saat tanaman berbunga. Untuk dapat berbunga dengan baik timi membutuhkan suhu malam hari kurang dari 18oC. Kondisi ini diperoleh jika timi ditanam pada ketinggian lebih dari 1.000 m di atas permukaan laut (dpl). Sebaliknya, temulawak yang ditanam pada dataran tinggi akan menghasilkan simplisia dengan kadar curcumin dan minyak atsiri lebih rendah dibandingkan jika ditanam di ketinggian kurang dari 600 m dpl. Dalam menentukan tempat budidaya, aspek-aspek yang perlu diperhatikan diantaranya ketinggian jenis tanah, ketersediaan air, curah hujan dan intensitas cahaya.



22



Gambar 17. Budidaya Curcuma xanthorriza (temulawak) di dataran menengah ± 600 m dpl



Gambar 18. Budidaya Thymus vulgaris di dataran tinggi ± 1.800 m dpl



b. Penyiapan Lahan Untuk mendukung pertumbuhan akar tanaman yang baik, dibutuhkan lahan yang memiliki tekstur yang gembur dan struktur dengan aerasi yang baik. Dengan demikian diperlukan pengolahan lahan, hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengolahan lahan adalah:



23



1) Membersihkan gulma, sisa perakaran dan bahan lain (batu, kayu, sampah an-organik) yang akan mengganggu pertumbuhan 2) Mencangkul lahan secara merata sedalam ± 30 cm, membalik dan membiarkan beberapa hari sehingga terkena sinar matahari untuk membunuh mikroba patogen tanaman yang berada di dalam tanah 3) Memupuk lahan dengan pupuk kandang secara merata dalam jalur petakan dan menutupnya dengan tanah lalu dibuat guludan sesuai ukuran yang diinginkan 4) Pada kondisi khusus misalnya untuk tanaman yang akan ditanam secara intensif, menutup guludan dengan mulsa plastik hitam perak atau mulsa sekam 5) Penggunaan lahan budidaya tanaman obat harus mempertimbangkan aspek konservasi lahan: a) Pengolahan tanah sesuai kontur yang dapat meminimalisasi terjadinya erosi. b) Kemiringan tanah di atas 450 sebaiknya digunakan untuk budidaya tanaman obat menahun. Contoh: kayu manis, kayu putih, kayu legi, gondo puro. Sedangkan kemringan di bawah 450 dapat digunakan untuk budidaya tanaman semusim contoh : sambiloto, stevia, iler.



Gambar 19. Penyiapan guludan dan pengairan untuk menjamin pertumbuhan tanaman di awal penanaman



24



Faktor fisik tanah yang mempengaruhi hasil budidaya tanaman obat adalah : – Kedalaman tanah (solum) – Tekstur dan struktur tanah – Suhu dan kelembaban Untuk meningkatkan kesuburan tanah, perlu dilakukan – Peningkatan porositas tanah yaitu dengan penambahan bahan organik sehingga tanah menjadi lebih gembur. – Pengaturan pH Tanah dengan pH dibawah 6 (masam) dapat dilakukan pengapuran dengan dolomite. Lahan dengan sifat basa (pH lebih dari 7) dapat dilakukan dengan penambahan bahan organik.



Gambar 20. Penyiapan lahan menggunakan traktor



Gambar 21. Pengolahan tanah menggunakan cangkul serta penambahan bahan organik



25



Gambar 22. Penambahan kapur untuk meningkatkan pH tanah dilakukan pada bedengan setelah pencangkulan lahan



c.



Penyiapan bibit dan penanaman 1) Menyiapkan bibit yang akan ditanam, Bibit yang digunakan memiliki kriteria sehat dan seragam baik ukuran maupun umurnya. 2) Menyiapkan lubang tanam Lobang tanam dapat dipersiapkan dalam larikan atau dalam guludan. Bibit ditanaman dalam lubang tanam, kemudian ditutup dengan tanah, lalu di dipadatkan agar bibit tidak goyah. Penanaman dilakukan pada waktu tanam yang tepat sesuai jenis komoditi. Perlu diantisipasi waktu penanaman agar bibit pada masa transplantasi (pemindahan ke lahan) tidak menderita cekaman lingkungan (kekeringan, kebanjiran, tergenang atau faktor lainnya)



Gambar 23. Penanaman bibit pada lobang tanah dalam guludan



26



d.



Jarak tanam Jarak tanam mempengaruhi populasi tanaman dan efisiensi penggunaan cahaya, air dan zat hara. Dengan demikian jarak tanam akan mempengaruhi pertumbuhan dan hasil tanaman obat. Faktorfaktor yang dipertimbangkan untuk menentukan jarak tanam adalah: 1) Tingkat kesuburan tanah Pada tanah yang subur, jarak tanam biasanya lebih lebar jika dibandingkan dengan jarak tanam pada tanah yang kurang subur. 2) Jenis tanaman Jenis tanaman yang bertajuk lebar ditanam dengan jarak yang lebih lebar di bandingkan dengan tanaman bertajuk kecil. 3) Tingkat kemiringan lahan. Pada tanah dengan topografi berbukit atau miring, biasanya jarak tanaman lebih lebar karena harus mengikuti arah garis kontur.



Gambar 24. Lubang untuk penanaman yang sudah ditutup dengan mulsa



e.



Pemberian naungan Tanaman obat memerlukan sinar matahari untuk aktivitas fotosintesisnya. Namun demikian agar produktivitas optimal, tanaman membutuhkan cahaya matahari dengan intensitas tertentu. Untuk itu peningkatan produksi tanaman dapat dilakukan dengan



27



pemberian naungan. Tanaman obat yang tumbuh baik pada lahan dengan naungan antara lain keji beling, kapulogo, dan kumis kucing. Naungan alami dapat dilakukan dengan budidaya tumpangsari antara tanaman obat dengan tanaman lain, misalnya tanaman pegagan dengan jagung, tempuyung dengan bawang merah, bahkan di bawah tegakan pisang hingga tingkat naungan mencapai 50%. Adapun naungan buatan dapat dilakukan dengan menggunakan paranet.



Gambar 25. Penggunaan naungan dari paranet pada budidaya Andrographis paniculata (sambiloto)



f.



Pemeliharaan 1) Pemupukan Jenis dan tingkat kesuburan tanah merupakan salah satu faktor penentu terhadap tingkat produktivitas dan mutu tanaman obat. Pemupukan dapat meningkatkan kesuburan. Bahan organik dalam bentuk kompos lebih dianjurkan dari pada pupuk buatan. Dari hasil penelitian diketahui bahwa pada umumnya tanah-tanah di Indonesia kekurangan unsur makro N, P dan K. Maka usaha untuk memperbaiki kandungan hara dalam



28



tanah pemupukan N, P dan K sangat diperlukan. Di samping itu pupuk kandang dapat memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah. Untuk tanaman semusim/musiman; pemupukan dilakukan dengan a) membuat alur melingkari tanaman budidaya selebar kanopi, atau membuat alur di antara dua baris tanaman budidaya pada bedengan (famili Zingiberaceae) atau dengan taju pada tanaman menjalar disela-sela tanaman b) Menaburkan pupuk NPK secara merata pada alur kemudian ditutup kembali c) Dosis pemberian 5 g/tanaman d) Memberian pupuk NPK cukup sekali pada umur 2,5 bulan pada tanaman semusim dengan umur panen kurang dari 5 bulan. Tanaman semusim dengan panen 9 bulan atau lebih, pupuk NPK diberikan 2 kali yaitu pada umur 3 dan 5 bulan di lahan. Untuk tanaman tahunan pemupukan dilakukan dengan a) Pupuk kandang sebagai pupuk dasar 5 – 10 kg / tanaman yang diberikan dalam lubang tanam berukuran 0,5 x 0,5 x 0,5 m. b) Pemberikan pupuk N, P, dan K dengan dosis 10 g/tanaman dengan cara melubangi/menaju tanah di daerah perakaran (dalam lingkaran kanopi) 2) Irigasi dan drainase Irigasi dan draenase dilakukan sesuai dengan kebutuhan tanaman: a) Menetapkan saluran masuk (inlet), b) Menetapkan saluran keluarnya air irigasi (outlet), c) Menjaga saluran drainase dengan baik, karena genangan air irigasi pada lokasi penanaman akan memicu perkembangan penyakit dan berakibat pada penurunan fungsi aerasi tanah untuk perakaran tanaman d) Air irigasi harus bebas dari sumber pencemaran, hama, penyakit dan limbah berbahaya.



29



Gambar 26. Proses pengairan dengan menggunakan sprinkle di kebun tanaman obat Kalisoro (1.200 m dpl).



3) Pendangiran a) Menggemburkan tanah dilakukan setelah tanah dalam kondisi semakin mampat (padat) sejak pengolahan tanah/ penananam. b) Memperbaiki bedengan atau kerusakan tanah akibat erosi. Dalam mendangiran diusahakan untuk tidak melukai tanaman budidaya atau tidak merusak akar tanaman. 4) Penyiangan Adapun penyiangan merupakan kegiatan membersihkan gulma/ rumput pengganggu di sekitar tanaman.



30



Gambar 27. Penyiangan pada tanaman tempuyung (Sonchus arvensis) untuk menghilangkan gulma



Gambar 28. Pendangiran lahan untuk menggemburkan tanah pada budidaya mint (Mentha piperita)



31



5) Penyulaman Penyulaman dilakukan terhadap tanaman yang tidak tumbuh (mati). Untuk kegiatan menyulam diperlukan : a) Bibit telah siap tanam dalam polybag dan tidak mengalami stagnasi. b) Bibit berumur sama, karena penyulaman dari bibit yang relatif lebih kecil/lebih muda dari tanaman yang disulam berakibat pertumbuhan yang tidak seragam. c) Monitoring/pengawasan, semakin sering dilakukan monitoring terhadap bibit yang tidak tumbuh, maka kegiatan penyulaman akan lebih intensif, sehingga pertumbuhan semakin seragam. 6) Pengendalian hama dan penyakit Hama dan penyakit yang sering ditemui dalam budidaya tanaman obat antara lain berupa insekta/nematoda, bakteri dan fungi/ jamur. a) Busuk batang karena jamur. Busuk batang umumnya timbul pada daerah pangkal batang dekat permukaan tanah, untuk mencegah serangan ini dapat digunakan daun cengkeh yang diserbuk lebih dahulu lalu ditaburkan di sekitar perakaran sebanyak 50-100 g/ rumpun. b) Bakteri Rizoktonia solanacearum (busuk rimpang). Umumnya terdapat gejala serangan pada akar/rimpang, di mana rimpang menjadi busuk. c) Nematoda penggerek batang. Pencegahan dilakukan dengan menggunakan biji mimba 50 g, daun tembakau 50 g, alkohol 10 cc, yang diencerkan dengan air hingga volume 1 liter, lalu didiamkan selama 24 jam, dan disaring. Cairan hasil penyaringan disemprotkan ke bagian tanaman yang diserang. d) Ulat daun. Penyemprotan dilakukan dengan menggunakan daun sirsak 50 g, daun tembakau 1 genggam, deterjen colek 20 gr, air 20 liter. Bahan diserbuk lalu direndam dengan air selama 24 jam, dan disaring. Cairan filtrat hasil penyaringan disemprotkan ke bagian tanaman yang diserang hama.



32



e)



f)



Hama umum (walang sangit, belalang, kutu dsb). Daun mimba 8 kg, lengkuas 6 kg, serai 6 kg, deterjen colek 20 gr air 20 liter. Bahan diserbuk, direndam 24 jam, disaring kemudian diencerkan dengan 60 liter air, lalu disemprotkan. Satu paket formulasi ini digunakan untuk penyemprotan 1 hektar lahan budidaya. Dokumentasi Dokumentasi dilakukan untuk menyediakan data awal dari silsilah tanaman. Pencatatan dilakukan dalam formulir isian tentang data tanaman yang telah disediakan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pendokumentasian hasil pekerjaan adalah: 1) Kegiatan pengolahan lahan, 2) Waktu pelaksanaan penanaman, 3) Kegiatan pemeliharaan, yang meliputi: pemupukan, penyiangan, pendangiran, pengairan dan pemberantasan hama penyakit tanaman, 4) Kegiatan pemanenan.



33



PEDOMAN PANEN TANAMAN OBAT



1.



Gambaran Umum Penyediaan bahan baku jamu yang berkualitas, harus dimulai dari tanaman obat yang jelas sumbernya. Tanaman obat hasil budidaya memiliki nilai lebih dibandingkan tanaman yang berasal dari sumber lain misalnya dari tanaman pagar, peneduh jalan, dan dari hutan. Budidaya tanaman obat mampu menjamin kualitas hasil produksi karena dapat mengendalikan berbagai faktor produksi yaitu bibit, kepastian jenis (spesies), umur panen, waktu panen, intervensi kultur teknis, iklim, cuaca, dan tempat tumbuh. Penyediaan bahan baku jamu yang bermutu merupakan serangkaian kegiatan mulai dari budidaya, panen dan pascapanen tanaman obat. Orientasi produksi tanaman obat sedikit berbeda dengan tanaman pangan, karena tanaman pangan lebih berorientasi untuk menghasilkan biomasa maksimal, sedangkan tanaman obat tidak selalu demikian. Pertimbangan kapan tanaman obat tepat untuk dipanen bukan hanya pada biomasa yang besar tetapi juga kandungan senyawa aktif yang optimal. Untuk itu, pemanenan tanaman obat harus dilakukan pada waktu dan umur serta bagian tanaman yang tepat. Waktu panen erat hubungannya dengan pembentukan senyawa aktif dalam bagian tanaman yang dipanen. Tanaman obat dipanen pada saat tanaman memilki kandungan senyawa aktif pada kadar optimal yang diperoleh pada umur, bagian tanaman dan waktu tertentu, misalnya: – Tanaman yang mengandung minyak atsiri dipanen pada pagi hari karena molekul minyak atsiri masih stabil sebelum proses fotosintesis berlangsung. – Daun salam yang masih muda memiliki kandungan senyawa aktif hipoglikemik lebih tinggi dibandingkan daun tua. – Rimpang dipanen pada akhir masa vegetatif atau saat daun mulai menguning (musim kemarau). – Akar dipanen pada tanaman yang sudah tua pada akhir masa vegetatif. – Kulit batang dipanen saat aktivitas kambium maksimal, sel-sel parenkim belum mengalami diferensiasi, umumnya pada musim penghujan.



34



– – – –



Daun dan herba pada umumnya dipanen saat tanaman menjelang berbunga. Bunga dipanen saat mahkota bunga mekar sempurna, kecuali cengkeh dipanen sebelum tunas bunga membuka. Biji dipanen saat buah masak sempurna sebelum pecah secara alami. Tanaman obat yang mengandung alkaloid dipanen pada musim kemarau dimana kandungannya berada pada kondisi optimal.



2.



Ruang Lingkup Panen tanaman obat merupakan kegiatan pengambilan bahan dari tanaman yang berupa herba, daun, akar, batang, kulit batang, bunga, buah, biji dan kulit batang yang akan dipergunakan sebagai bahan baku jamu. Pedoman panen tanaman obat ini memberikan panduan dalam pelaksanaan panen tanaman obat yang meliputi: bagian yang dipanen, cara panen, umur panen, waktu panen dan alat panen.



3.



Tujuan a. Tujuan umum: Memberikan panduan tata cara panen tanaman obat yang baik sehingga panen sebagai salah satu mata rantai budidaya tanaman obat mampu berperan dalam menjamin ketersediaan bahan jamu yang berkualitas. b. Tujuan khusus: Memberikan pedoman panen tanaman obat yang baik dengan mempertimbangkan faktor-faktor: waktu panen, bahan yang akan dipanen, teknik panen, alat panen dan pengumpulan bahan.



4.



Panduan Umum Panen Tanaman Obat Produk taaman obat sebagai bahan baku jamu bersumber dari hasil budidaya dan sebagian besar masih berasal dari tanaman non-budidaya (liar). Tanaman obat yang berasal dari alam (non-budidaya), seharusnya dapat dipanen secara berkelanjutan. “Berkelanjutan” adalah prinsip manajemen pemanfaatan sumber daya alam secara optimal dengan mempertimbangkan kebutuhan sekarang dan yang akan datang. Panen berkelanjutan harus mempertimbangkan berbagai aspek antara lain umur tanaman, kondisi populasi tanaman di alam, interval waktu panen, bahan yang akan dipanen, teknik panen, alat panen dan pengumpulan bahan. Secara umum panen tanaman obat baik yang dari tanaman budidaya maupun tanaman liar harus memperhatikan waktu panen, bahan yang akan dipanen, teknik panen, dan peralatan panen. 35



a.



Waktu Panen Waktu yang tepat untuk panen tanaman obat disesuaikan dengan: 1) kadar kandungan senyawa aktif, 2) bagian tanaman yang akan dipanen, 3) kondisi iklim untuk menghindari pengeringan, fermentasi, pertumbuhan jamur, atau pembusukan bahan, dan 4) jumlah biomasa,



b.



Bahan yang Dipanen – Identitas tanaman harus jelas agar tidak tercampur dengan tanaman lain yang tidak diinginkan. – Tanaman yang akan dipanen dipilih yang utuh dan sehat. Tanaman yang terinfeksi jamur atau serangga tidak dipanen karena produk organisme tersebut dapat mengubah profil kandungan kimia bahan bahkan menghasilkan racun.



Gambar 29. Tanaman sembung (Blumea balsamifera) yang tampak sehat dan layak panen



36



c.



Teknik Panen Teknik panen bahan simplisia nabati tergantung dari bagian tanaman yang dipanen, dirinci sebagai berikut: 1) Kulit batang (cortex): dari batang utama atau cabang, dikelupas dengan ukuran panjang dan lebar tertentu. Untuk bahan yang mengandung minyak atsiri atau senyawa fenol sebaiknya digunakan alat pengelupas bukan logam. Contoh: Burmani cortex (kulit kayu manis). 2) Batang (caulis): dari cabang tanaman dipotong sepanjang + 50 cm. Contoh: Tinospora caulis (Batang brotowali). 3) Kayu (lignum): dari batang atau cabang, dikelupas kulitnya dan dipotong sepanjang + 50 cm. Contoh: Sappan lignum (kayu secang). 4) Daun (folium): dipilih daun yang tua sebelum menguning, dipetik secara manual ( dipetik satu per satu dengan tangan). Contoh: Blumea folium (daun sembung). 5) Bunga (flos): dari kuncup bunga atau bunga yang telah mekar atau mahkota bunga, dipetik secara manual. Contoh: Jasminum flos (bunga melati). 6) Pucuk (shoot): pucuk daun yang masih muda beserta bunganya (tanaman yang berbunga di ujung) dipetik dengan tangan. Contoh: Orthosiphon folium (pucuk daun kumis kucing). 7) Akar (radix): diambil dari bagian batang di bawah tanah, dipotong dengan ukuran 5- 10 cm dari pangkal batang agar tanaman tidak mati. Contoh: Rouvolfia serpentina radix (akar pule pandak) 8) Rimpang (rhizoma): digali atau dicabut dan dibuang akarnya. Contoh : Curcuma rhizoma (rimpang temulawak) 9) Buah (fructus): dipilih yang tua hampir masak atau telah masak, dipetik dengan tangan atau gunting. Contoh: Morinda fructus (mengkudu) 10) Biji (semen): dipilih buah yang tua/masak, dikupas kulit buahnya, dikeluarkan bijinya. Contoh: Colae semen (biji kola) 11) Herba: tanaman dipotong pada pangkal batang (2-10 cm) dan dibersihkan dari kotoran yang menempel. Contoh : Stevia herba (stevia) 12) Umbi dan umbi lapis (bulbus): tanaman dicabut, umbi dipisahkan dari daun dan akar kemudian dibersihkan. Contoh : Alium cepa bulbus (bawang merah) 13) Kulit buah (pericarpium): buah yang sudah masak dipetik dan dikupas kulit buahnya sedangkan biji dan isi buah dibuang. Contoh: Graniti pericarpium (kulit buah delima). 37



d.



Alat-alat Panen – Alat dan wadah yang digunakan untuk panen tanaman obat harus bersih dan bebas dari sisa tanaman yang dipanen sebelumnya. – Jika wadah yang digunakan berupa plastik harus dipastikan memiliki sirkulasi udara yang baik sehingga kelembaban di dalam wadah terjaga. – Ketika wadah tidak digunakan, dijaga agar tetap kering dan diletakkan dalam ruang yang bersih, terhindar dari serangga, burung dan binatang lain.



e.



Hal-hal yang Harus Diperhatikan Saat Panen – Hasil panen berupa daun dan bunga yang lebih rapuh atau mudah membusuk harus ditangani dengan hati-hati. – Kerusakan yang tidak semestinya harus dihindari agar tanaman yang dipotong dapat tumbuh kembali. – Kerusakan mekanis bahan yang dipanen harus dihindari untuk mencegah perubahan kualitas bahan. – Gulma atau tanaman beracun yang mungkin mencampuri bahan simplisia dan mengurangi kemurniannya harus dibuang. – Masing-masing jenis tanaman yang dipanen harus dimasukkan ke dalam wadah terpisah.



Gambar 30. Rimpang temulawak terpotong saat penggalian merupakan kerusakan mekanis yang dapat menurunkan kualitas simplisia



38



5.



Panduan Khusus Panen Tanaman Obat a.



Pedoman Panen Akar Pada beberapa tanaman obat, senyawa aktif ditemukan pada akar sehingga seluruh bagian tanaman akan terambil dan akhirnya tidak dapat ditumbuhkan lagi. Jika teknik tersebut digunakan pada banyak tanaman dalam jangka waktu pendek, tanaman akan punah. Dalam rangka memastikan keberlangsungan panen bahan berupa akar, disarankan teknik sebagai berikut: ● ● ●



Akar digali pada jarak minimal 30 cm dari batang atau akar utama. Hanya akar pada bagian tepi yang dipanen. Setelah penggalian, lubang ditutup kembali untuk perlindungan dari infeksi dan hama.



Gambar 31. Akar Kelembak (Rheum officinale); A. Belum siap panen; B. Siap panen



39



b.



Pedoman Panen Kulit Kayu Kulit kayu secara tradisional dipanen dengan parang atau pisau. Jika suatu tanaman sangat sering dan banyak digunakan, teknik tersebut dapat membahayakan tanaman. Praktek salah yang paling umum terjadi adalah seluruh kulit kayu dipanen secara melingkar mengelilingi pohon sehingga dapat mematikan pohon tersebut. Dalam rangka memastikan keberlangsungan panen bahan berupa kulit kayu, disarankan teknik sebagai berikut: ● ● ●







Kulit kayu dikelupas dalam potongan-potongan kecil memanjang arah vertikal menggunakan pisau yang sesuai. Kulit kayu tidak dikelupas secara melingkar mengelilingi pohon. Kulit kayu tidak dipotong bagian tepinya dengan kapak karena dapat mengakibatkan kulit kayu yang tersisa terkelupas dan mengering. Jika memungkinkan gunakan “tree seal” atau segel khusus pohon, misal menempelkan pupuk kandang basah pada bekas potongan kulit kayu. Hal ini dapat mencegah bekas potongan mengering.



Gambar 32. Tahapan panen kulit kayu manis jangan (Cinnamomum burmanii)



40



c.



Pedoman Panen Daun Pada panen daun harus dihindari terjadinya kerusakan tanaman. Berikut pedoman untuk panen daun : – Daun dari tanaman herba harus dipanen sebelum tanaman berbunga, kecuali jika ditentukan lain. Sebisa mungkin daun dipanen dari tanaman dewasa. – Untuk tanaman berupa pohon, dihindari memanen keseluruhan daun yang ada pada tanaman sehingga proses fisiologi tidak terganggu. – Dihindari memanen daun yang masih muda kecuali sudah diketahui terdapat kandungan kimia yang diinginkan. – Apabila biomassa daun yang dipanen menurun dari periode sebelumnya, maka frekuensi panen harus dikurangi.



Gambar 33. Panen daun dari tanaman perdu dan herba



Gambar 34. Panen daun sembung (Blumea balsamifera)



41



Gambar 35. Panen herba sambiloto (Andrographis paniculata)



d.



Pedoman Panen Buah dan Biji Panen buah dan biji harus memperhatikan regenerasi tanaman, dengan cara menyisakan sebagian biji sebagai sumber benih. Berikut adalah pedoman pemanenan buah : – Buah dan biji dipanen saat masak kecuali dinyatakan buah dan biji muda mengandung senyawa aktif yang dimaksud. – Jika diperlukan, biji dapat dipisahkan langsung dari buahnya.



Gambar 36. Panen buah kesumba (Bixa orelana)



42



Gambar 37. Panen buah adas (Foeniculum vulgare)



Gambar 38. Panen bunga kamilen (Matricaria chammomilla)



43



PEDOMAN UMUM PASCAPANEN TANAMAN OBAT



1.



Gambaran umum Tanaman obat sebagai bahan baku obat tradisional atau obat alam harus mengalami beberapa tahap penanganan sebelum menjadi simplisia, diantaranya adalah budidaya, panen dan penanganan pascapanen. Tanaman budidaya sebagai sumber bahan baku memiliki beberapa keunggulan dibandingkan tumbuhan liar, yakni kejelasan asal-usul bahan, kemurnian spesies, umur dan saat panen, cara panen, dan iklim yang mendukung (kondisi tempat tumbuh). Budidaya yang baik tanpa diikuti penanganan pascapanen yang sesuai akan menurunkan mutu bahan baku secara kualitas dan kuantitas. Pengelolaan pascapanen tanaman obat merupakan suatu perlakuan yang diberikan pada hasil panen tanaman obat hingga produk siap dikonsumsi atau menjadi simplisia sebagai bahan baku obat alam. Pengelolaan pascapanen bertujuan untuk memproteksi bahan baku dari kerusakan fisik dan kimiawi sehingga dapat mempertahankan mutu bahan baku/ simplisia tersebut. Tahap pengelolaan pascapanen tanaman obat meliputi pengumpulan bahan, sortasi basah, pencucian, penirisan, pengubahan bentuk, pengeringan, sortasi kering, pengemasan dan penyimpanan. Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain berupa berupa bahan yang telah dikeringkan. Berdasarkan asalnya simplisia dibedakan menjadi tiga, yaitu : a. Simplisia nabati: adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau eksundat tanaman (yaitu isi sel yang keluar secara spontan dari tanaman atau dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya atau zat-zat nabati lain yang dipisahkan dari tanamannya secara tertentu). b. Simplisia hewani: adalah simplisia yang berupa hewan utuh, bagian hewan atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni c. Simplisia pelikan/mineral : adalah simplisia yang berupa bahan pelikan atau mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa zat kimia murni.



44



Catatan : karena sebagian besar simplisia berasal dari tanaman obat (nabati), maka yang dimaksud simplisia pada pedoman ini adalah simplisia nabati. Prosedur standar pengolahan tanaman obat menjadi simplisia bertujuan untuk memenuhi persyaratan simplisia sebagai bahan baku obat tradisional, terutama untuk menjamin keseragaman senyawa aktif, keamanan dan khasiat sediaan akhir (produk). 2.



Ruang Lingkup Pengelolaan pascapanen dimulai sesaat sejak bahan tanaman dipanen sampai siap dikonsumsi. Pedoman pascapanen ini meliputi tata aturan pengelolaan, sarana dan prasarana kegiatan, standar kompetensi pelaksana (SDM) sampai pada panduan teknis dalam pelaksanaan kegiatan.



3.



Maksud dan Tujuan Maksud: Memberikan panduan penanganan pascapanen tanaman obat, untuk menjamin penyediaan bahan baku jamu bermutu, aman dan berkelanjutan. Tujuan Menjamin ketersediaan bahan baku jamu yang bermutu, dalam jumlah cukup dan berkelanjutan.



4.



Sarana dan Prasarana a. Bangunan Bangunan dan fasilitas yang digunakan dalam penanganan paska panen sebaiknya memenuhi kaidah-kaidah berikut: Cahaya dan ruang: Gedung paska panen sebaiknya menyediakan ruang dan cahaya yang cukup untuk kemudahan jalannya proses paska panen. Pengendalian serangga: Rancangan dan pengelolaan gedung paska panen harus dapat mencegah masuknya serangga dan hewan pengerat. Kebersihan: Rancangan dan pengelolaan gedung paska panen harus mengutamakan kebersihan guna mencegah terjadinya kotaminasi dari bahan pencemar.



45



b.



Peralatan Material alat: gunakan hanya peralatan yeng terbuat dari bahan tidak beracun, bersifat inert (netral), serta mudah dibersihkan. Perawatan: peralatan paska panen diuji terlebih dahulu sebelum digunakan, agar dapat digunakan dengan optimal. Perawatan berkala untuk mesin harus dijadwalkan, dan alat timbang harus ditara secara teratur. Bersih: peralatan paska panen sebaiknya mudah dibersihkan, serta mudah digunakan. Dipastikan bagian peralatan yang kontak langsung dengan material tanaman sebaiknya bersih dan bebas dari pencemaran. Hindari pencemaran silang: bersihkan alat yang digunakan untuk paska panen, sebelum digunakan untuk penanganan bahan panen yang lain. Wadah: dipastikan wadah yang digunakan bersih, dan tidak koyak, sehingga dapat melindungi materil bahan tanaman yang diproses. Dalam pelaksanaan kegiatan pascapanen maka diperlukan ketersediaan peralatan sebagai berikut: bak pencucian bertingkat, rak penirisan, keranjang pencucian, air pencuci yang memenuhi standar kesehatan, rak pengering, alat pengubah bentuk (penyerut, perajang dan penyerbuk), oven pengering, bahan pengemas, lemari penyimpan, kotak plastik penyimpan, alat pembuat serbuk (Grinding mill), blower, gunting, tambir, kain hitam, kursi perajang, meja/alas perajang, wadah simplisia, vacuum cleaner, ruang penyimpanan (gudang), timbangan gantung dan timbangan duduk, alat pengepres simplisia, dan label (etiket).



5.



Sumber Daya Manusia (SDM) Terdapat 3 hal utama berhubungan dengan SDM pengelolaan paska panen yang baik, yaitu: Pelatihan, keamanan dan kebersihan a. Pelatihan 1) Pelaksana kegiatan paska panen harus orang yang telah terlatih dan memiliki kompetensi di bidang paska panen, yang dapat diperoleh melalui jalur pelatihan, maupun magang. 2) Pelaksana paska panen harus orang mengetahui identifikasi tanaman, guna mencegah kesalahan dalam penanganan paska panen.



46



3) Pelaksana paska panen harus menjaga kebersihan diri dan lingkungannya guna mencegah terjadinya pencemaran bahan simplisia dari mikroba.



6.



b.



Keamanan 1) Pelaksana paska panen mengenakan pakaian dan sepatu khusus untuk melindungi tubuh. 2) Pelaksana paska panen, juga mengenakan alat pelindung yang sesuai, seperti masker, pelindung mata, pelindung telinga dan sarung tangan. 3) Dipastikan untuk melindungi pelaksana paska panen dari lingkungan yang merusak, seperti suhu yang terlalu tinggi atau terlalu rendah, suara bising, serta debu, ataupun gigitan serangga dan alergi terhadap spesimen tanaman tertentu. 4) Dipastikan alat dan perlengkapan yang digunakan dalam kegiatanpaska panen terpelihara dengan baik, sehingga aman untuk digunakan.



c.



Kebersihan 1) Mencegah terjadinya kontaminasi, terjadi karena mikroba ataupun bahan simplisia lain yang tidak dikehendaki. 2) Dipastikan tersedianya fasilitas kamar kecil, lengkap dengan sabun, tisu dan handuk, untuk memastikan kebersihan diri pelaksana paska panen. 3) Dipastikan pelaksana paska panen dalam kondisi sehat. Bagi pelaksana paska panen yang sedang sakit, memiliki luka terbuka ataupun infeksi kulit, sebaiknya tidak melakukan kegiatan paska panen.



Prosedur Pelaksanaan Tujuan pengelolaan pascapanen tanaman obat adalah membuat simplisia nabati siap dikonsumsi baik secara langsung oleh masyarakat umum, bahan baku jamu, industri OT maupun untuk keperluan ekspor. Kegiatannya meliputi pengumpulan bahan, sortasi basah, pencucian, penirisan, pengubahan bentuk, pengeringan, sortasi kering, pengemasan dan penyimpanan.



47



a.



Sortasi basah Sortasi basah dimaksudkan untuk memisahkan kotoran atau bahan asing serta bagian tanaman lain yang tidak diinginkan dari bahan simplisia. Kotoran yang dimaksud dapat berupa tanah, kerikil, rumput/gulma, tanaman lain yang mirip, bahan yang telah busuk/ rusak, serta bagian tanaman lain yang memang harus dipisahkan dan dibuang. Pemisahan bahan simplisia dari kotoran ini bertujuan menjaga kemurnian serta mengurangi kontaminasi awal yang dapat mengganggu proses selanjutnya, mengurangi cemaran mikroba serta memperoleh simplisia dengan jenis dan ukuran seragam. Oleh karena itu dalam tahapan ini juga dilakukan pemilihan bahan berdasarkan ukuran panjang, lebar, besar kecil dan lain-lain.



Gambar 39. Sortasi Basah A. B. C.



Sortasi basah Temulawak (Curcuma Xanthorrhiza Roxb) Sortasi basah Tempuyung (Shonchus arvensis L.) Sortasi basah Daun Ungu (Graptophyllum pictum (Linn) Griff)



Sortasi basah dilakukan secara teliti dan cermat. Kotoran ringan yang berukuran kecil dapat dipisahkan menggunakan nyiru dengan arah gerakan ke atas ke bawah dan memutar. Kotoran akan bertebangan dan memisah dari bahan simplisia. Kegiatan sortasi basah dapat juga dilakukan bersamaan dengan pencucian dan penirisan. Pada saat pencucian, bahan dibolak-balik untuk memisahkan kotoran yang menempel/ terikut dalam bahan.



48



b.



Pencucian Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan kotoran lain yang melekat pada bahan simplisia. Dilakukan dengan menggunakan air bersih (standar air minum), bisa air sumber, air sumur atau air PAM. Khusus untuk bahan yang mengandung senyawa aktif mudah larut dalam air, pencucian dilakukan secepat mungkin (tidak direndam). Pencucian harus dilakukan secara cermat, terutama pada bahan simplisia yang berada di dalam tanah atau dekat dengan permukaan tanah, misalnya rimpang, umbi, akar, dan batang yang merambat serta daun yang melekat/ dekat dengan permukaan tanah.



Gambar 40. Pencucian A. Daun sambung nyawa (Gynura procumbens); B. Daun Ungu (Grapthophyllum pictum)



Pencucian sebaiknya dilakukan dengan air mengalir agar kotoran yang terlepas tidak menempel kembali. Pencucian bahan simplisia dalam jumlah besar dapat lebih efektif bila dilakukan dalam bak bertingkat yang menerapkan konsep air mengalir. Kotoran yang melekat pada bagian yang susah dibersihkan dapat dihilangkan dengan penyemprotan air bertekanan tinggi atau dengan disikat. Bahan simplisia berupa akar, umbi, batang, atau buah dan biji dapat dilakukan pengupasan kulit luarnya untuk mengurangi mikroba awal, karena sebagian jumlah mikroba biasanya terdapat pada



49



permukaan bahan simplsia dan dengan pencucian saja belum mampu membebaskan mikroba tersebut. Bahan yang telah dikupas dengan cara yang tepat dan bersih kemungkinan tidak perlu dicuci lagi. c.



Penirisan Setelah bahan dicuci bersih segera ditiriskan pada rak-rak yang telah diatur sedemikian rupa untuk mencegah pembusukan atau bertambahnya kandungan air. Penirisan dimaksudkan untuk mengurangi atau menghilangkan kandungan air di permukaan bahan dan dilakukan sesegera mungkin sehabis pencucian. Selama penirisan bahan dibolak-balik untuk mempercepat penguapan, dilakukan di tempat teduh dengan aliran udara cukup agar terhindar dari fermentasi dan pembusukan. Setelah air yang menempel di permukaan bahan menetes atau menguap, bahan simplisia dikeringkan dengan cara yang sesuai.



Gambar 41. Proses penirisan dalam rak peniris



d.



Pengubahan bentuk Beberapa jenis bahan baku/simplisia seringkali harus diubah menjadi bentuk lain, misalnya irisan, potongan dan serutan untuk memudahkan kegiatan pengeringan, pengemasan, penggilingan



50



dan penyimpanan serta pengolahan selanjutnya. Selain itu juga dimaksudkan untuk memperbaiki penampilan fisik dan memenuhi standar kualitas (terutama keseragaman ukuran) serta membuat agar lebih praktis dan tahan lebih lama dalam penyimpanan. Pengubahan bentuk dilakukan dengan hati-hati dengan pertimbangan tepat karena perlakuan yang salah justru berakibat turunnya kualitas simplisia yang diperoleh. Tidak semua jenis simplisia mengalami pengubahan bentuk, umumnya hanya terbatas pada simplisia akar, rimpang, umbi, batang, kayu, kulit batang, daun dan bunga. Perajangan bisa dilakukan dengan pisau (terbuat dari Stainless stell) atau alat perajang khusus yang didesain sedemikian rupa (misal Rasingko) sehingga menghasilkan rajangan yang seragam. Sedangkan untuk menghasilkan simplisia serutan digunakan alat penyerut kayu (elektrik) yang dapat diatur ukuran ketebalannya.



Gambar 42. Proses perubahan bentuk daun ungu (perajangan secara manual)



51



Gambar 43. Proses perubahan bentuk kunyit (Curcuma domestica) (perajangan menggunakan mesin perajang)



Gambar 44. Hasil perajangan rimpang temulawak (Curcuma xanthorriza) menggunakan mesin perajang



Semakin tipis ukuran hasil rajangan atau serutan semakin cepat proses penguapan air sehingga mempercepat waktu pengeringan. Namun demikian rajangan yang terlalu tipis dapat menyebabkan berkurang atau hilangnya zat berkhasiat yang mudah menguap sehingga mempengaruhi komposisi, bahu dan rasa yang diinginkan. Oleh sebab itu bahan simplisia berupa rimpang seperti jahe, temulawak, kunyit dan sejenisnya dihindari perajangan yang terlalu tipis untuk



52



mencegah berkurangnya minyak atsiri. Selain itu perajangan yang terlalu tipis juga menyebabkan simplisia mudah rusak saat dilakukan pengeringan dan pengemasan. Ukuran ketebalan simplisia harus seragam tergantung pada bagian tumbuhan yang diiris. Ketebalan irisan simplisia rimpang, umbi, akar ± 3 mm, sedangkan untuk material daun dipotong melintang dengan lebar daun ± 2 cm dan kulit batang diiris dengan ukuran 2x2 cm. Pada umumnya rimpang diiris melintang, kecuali rimpang jahe, kunyit dan kencur dipotong membujur. e.



Pengeringan Bahan tanaman jarang sekali digunakan dalam keadaan segar, karena mudah rusak dan tidak dapat disimpan dalam waktu lama. Bahan segar umumnya hanya digunakan pada penyarian/penyulingan minyak atsiri atau untuk konsumsi sendiri dalam jumlah kecil. Untuk keperluan stok/penyimpanan agar lebih praktis dan tahan lebih lama, bahan perlu dikeringkan dan disimpan dalam bentuk simplisia (kering). Pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air agar bahan simplisia tidak rusak dan dapat disimpan, menghentikan reaksi enzimatis dan mencegah pertumbuhan kapang, jamur dan jasad renik lain. Dengan matinya sel bagian tanaman, maka proses metabolisme (seperti sintesis dan transformasi) terhenti sehingga senyawa aktif yang terbentuk tidak diubah secara enzimatik. Di lain pihak ada pula bahan simplisia tertentu yang memerlukan proses enzimatik setelah dipetik/ dipanen; sehingga diperlukan proses pelayuan (pada suhu dan Rh tertentu) atau pengeringan bertahap sebelum proses pengeringan sebenarnya. Proses enzimatik disini sangat perlu mengingat senyawa aktif masih berada dalam ikatan kompleks. Contoh buah vanili, buah kola, umbi bidara upas dan umbi bawang. Tetapi untuk simplisia yang mengandung senyawa aktif mudah menguap penundaan pengeringan justru akan menurunkan kadar senyawa aktifnya. Dikenal dua macam pengeringan, yakni pengeringan secara alamiah (dengan sinar matahari langsung dan keringanginkan) dan pengeringan buatan (menggunakan oven, uap panas atau alat pengering lain). Pengeringan alamiah dapat dilakukan dua cara pengeringan:



53



1) Panas sinar matahari langsung. Cara ini dilakukan untuk mengeringkan bagian tanaman yang relatif keras seperti kayu, kulit kayu dan biji serta bagian yang mengandung senyawa aktif yang relatif stabil. Pengeringan ini kelebihan yaitu mudah dan murah, sedangkan kelemahannya yaitu kecepatan pengeringan sangat tergantung dengan cuaca. 2) Dengan diangin-anginkan dan tidak dipanaskan dengan sinar matahari langsung. Cara ini dilakukan untuk mengeringkan bagian tanaman yang lunak seperti bunga, daun dan bagian tanaman yang mengandung senyawa aktif mudah menguap. Hal-hal yang perlu diperhatikan selama proses pengeringan adalah suhu pengeringan, kelembaban udara, aliran udara, waktu (lamanya) pengeringan dan luas permukaan bahan. Dengan pengeringan yang benar diharapkan tidak terjadi face hardening yaitu bagian luarnya kering tetapi bagian dalam masih basah. Adapun penyebab terjadinya face hardening antara lain: a) Irisan/rajangan simplisia terlalu tebal sehingga panas sulit menembusnya b) Suhu pengeringan terlalu tinggi dengan waktu yang singkat c) Keadaan yang menyebabkan penguapan air di permukaan bahan jauh lebih cepat dari pada difusi air dari dalam ke permukaan bahan. Akibatnya bagian luar bahan menjadi keras dan menghambat proses pengeringan lebih lanjut. Suhu pengeringan tergantung bahan simplisia dan cara pengeringan. Bahan simplisia pada umumnya dapat dikeringkan pada suhu < 60oC. Bahan simplisia yang mengandung senyawa aktif mudah menguap (volatil), tidak tahan panas (termolabil) sebaiknya dikeringkan pada suhu rendah, yaitu antara 30-40oC selama waktu tertentu. Kelembaban dalam ruang pengering juga dipengaruhi oleh bahan simplisia, cara pengeringan dan tahapan-tahapan selama pengeringan. Kelembaban akan menurun selama berlangsungnya proses pengeringan. Pada umumnya dengan pengeringan buatan didapatkan simplisia yang mutunya lebih baik, karena pengeringan lebih merata dalam waktu relatif cepat dan tidak dipengaruhi cuaca (tidak tergantung



54



kondisi alam). Selain itu proses pengeringan dapat dipersingkat (hanya beberapa jam) dan kadar air bahan dapat ditekan serendah mungkin.



Gambar 45. Proses pengeringan A. B. C. D.



f.



Pengeringan daun dengan sinar matahari Pengeringan temulawak menggunakan oven Mesin oven dengan kapasitas 200 liter mampu mengeringkan 200 kg bahan segar Batch drying, mekanisme pengeringan dengan aliran udara panas, cocok untuk pengeringan daun



Sortasi kering Prinsip kegiatan sortasi kering sama dengan sortasi basah, tetapi dilakukan terhadap simplisia (bahan yang telah dikeringkan) sebelum dikemas. Sortasi kering bertujuan untuk memisahkan bahan-bahan asing dan simplisia yang belum kering seutuhnya. Kegiatan sortasi kering dilakukan untuk menjamin simplisia benar-benar bebas dari bahan asing. Kegiatan ini dilakukan secara manual, simplisia yang telah bersih dari bahan asing kadang untuk tujuan tertentu (misalnya agar memenuhi standar mutu) masih perlu dilakukan grading atau pemisahan menurut ukuran sehingga diperoleh simplisia dengan ukuran seragam. 55



Gambar 46. Proses sortasi kering A. B.



g.



Sortasi kering daun tempuyung (Sonchus arvensis) Sortasi kering daun kemuning (Murraya paniculata)



Pengemasan dan Pemberian Label Pengepakan atau pengemasan simplisia sangat berpenagruh terhadap mutunya terkait dengan pengangkutan dan penyimpanan simplisia. Kegiatan ini bertujuan untuk melindungi (proteksi) simplisia saat pengangkutan, distribusi, dan penyimpanan dari gangguan luar seperti suhu, kelembaban, cahaya, pencemaran mikroba serta gangguan berbagai jenis serangga. Bahan pengemas harus kedap air dan udara serta dapat melindungi isinya terhadap berbagai gangguan dari luar. Untuk jenis simplisia tertentu bisa dikemas dengan kain



56



katun atau karung yang terbuat dari plastik, jerami atau goni. Guci porselin dan botol kaca biasanya digunakan untuk menyimpan simplisia yang berbentuk cairan. Simplisia daun dan herba umumnya dimampatkan (dipress) dulu untuk mempermudah pengemasan dan pengangkutan. Setelah padat baru dilakukan pengemasan dengan mengunakan karung plastik yang dijahit tiap sisinya. Setiap kemasan ditambahkan silica gel yang dibungkus dengan tujuan menyerap air dan menjaga kondisi kemasan agar tidak lembab. Bahan pengemas seyogyanya memenuhi persyaratan berikut : 1) Bersifat inert/netral, artinya tidak bereaksi dengan simplisia yang dapat berakibat terjadinya perubahan bau, warna, rasa, kadar air dan kandungan senyawa kimia aktifnya 2) Mampu mencegah terjadinya kerusakan mekanis dan fisiologis 3) Mudah digunakan, tidak terlalu berat dan harga relatif murah Setelah simplisia dikemas dalam wadah atau kemasan yang sesuai langkah selanjutnya yaitu pemberian label atau etiket. Label ditempel pada kemasan harus menunjukkan informasi simplisia yang jelas meliputi nama ilmiah tumbuhan obat, asal bahan (tempat budidaya), tanggal panen dan tanggal simpan, berat simplisia dan status kualitas bahan.



Gambar 47. Pengemasan dan pemberian label A. B.



Proses pengemasan dan penimbangan Pemberian label



h.



Penyimpanan Simplisia yang telah dikemas dan diberi label kemudian disimpan dalam gudang yang telah dipersiapkan dengan berbagai pertimbangan. Tujuan penyimpanan adalah agar simplisia tetap tersedia setiap



57



saat bila diperlukan serta sebagai stok bila secara kuantitatif hasil panen melebihi kebutuhan. Penyimpanan merupakan upaya untuk mempertahankan kualitas fisik dan kestabilan kandungan senyawa aktif sehingga tetap memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan. Selama dalam penyimpanan, simplisia dapat rusak dan turun kualitasnya karena beberapa faktor internal dan eksternal berikut ini : 1) Cahaya, sinar dengan panjang gelombang tertentu dapat mempengaruhi mutu simplisia secara fisik dan kimiawi (misal terjadi proses isomerasi dan polimerasi). 2) Reaksi kimiawi internal, terjadinya perubahan kimia simplisia karena proses fermentasi, polimerisasi atau autooksidasi. 3) Oksidasi, oksigen dari udara dapat menyebabkan teroksidasinya senyawa aktif simplisia sehingga kualitasnya menurun 4) Dehidrasi, bila kelembaban di luar lebih rendah dari pada di dalam simplisia, akan terjadi proses kehilangan air yang disebut ”shrinkage” 5) Absorpsi air, pada simplisia yang higroskopis dapat menyerap air dari lingkungan sekitarnya 6) Kontaminasi, sumber kontaminan utama debu, pasir, kotoran bahan asing (minyak tumpah, organ binatang/ manusia, fragmen wadah). 7) Serangga, dapat menimbulkan kerusakan dan pengotoran simplisia dalam bentuk larva, imago dan sisa-sisa metamorfosisnya (kulit telur, kerangka yang telah usang dll). 8) Kapang, jika kadar air simplisia masih tinggi akan mudah ditumbuhi kapang, jamur, ragi dan jasad renik lain yang dapat menguraikan senyawa aktif atau menghasilkan aflatoksin yang membahayakan konsumen.



58



Gambar 48. Gudang penyimpanan simplisia A. B. C. D.



Seorang pegawai mengambil stok simplisia di gudang induk B2P2TOOT Gudang induk simplisia B2P2TOOT dengan sistem pengambilan first in first out yang dilengkapi dengan alat pengatur kelembaban udara Termometer untuk mengatur suhu udara di dalam ruangan penyimpanan Gudang transit simplisia



Oleh karena itu perlu diperhatikan wadah dan gudang penyimpanan simplisia; temperatur, intensitas cahaya, kelembaban dan sebagainya. Demikian pula tentang waktu (lama) simpan setiap jenis bahan berbeda-beda sehingga akan mempengaruhi mutu simplisia. Cara penyimpanan simplisia sejenis harus memenuhi kaidah ”first in first out” artinya simplisia yang disimpan lebih awal harus digunakan terlebih dahulu. Dengan melakukan pengelolaan pascapanen tanaman obat secara seksama (cermat, tepat dan benar) diharapkan dapat bermanfaat untuk menjaga kestabilan mutu simplisia nabati. Secara umum pengelolaan pascapanen tanaman obat dapat : a) Mencegah terjadinya perubahan fisiologi bahan b) Mencegah timbulnya gangguan mikroba patogen c) Mencegah kerusakan penyimpanan akibat gangguan hama d) Mengurangi kehilangan atau kerusakan fisik akibat proses panen dan pengangkutan. 59



i.



Kontrol Kualitas Parameter kontrol kualitas setiap tahapan pengelolaan pascapanen tanaman obat dapat diikhtisarkan sebagai berikut : TAHAPAN



TUJUAN



PARAMETER QUALITY CONTROL



Sortasi



Kebenaran bahan Eliminasi bahan organik asing



Mikroskopis/makroskopis Persentasi bahan organik asing



Pencucian



Eliminasi cemaran fisik, mikroba dan pestisida



Angka cemaran mikroba dan residu pestisida



Perajangan



Aspek kepraktisan dan grading Memudahkan proses berikutnya



Keseragaman bentuk dan ukuran



Pengeringan



Pencapaian kadar air < 10%



Tingkat kekeringan bahan Kestabilan kandungan kimia



Pengemasan



Mencegah kontaminan Menjaga kestabilan tingkat kekeringan



Angka cemaran mikroba % kadar air/susut pengeringan



60



PEDOMAN BUDIDAYA DAN PASCAPANEN TANAMAN OBAT TERPILIH



61



Abrus precatorius L. (Saga)



Nama Daerah Sumatera: thaga, seugeu, saga, parusa, saga biji, saga batino, kandari; Jawa: Saga areuy, saga leutik, saga telik, saga manis, ga saga an lake; Kalimantan: saga, taning bajan; Bali: piling-piling; Nusa Tenggara: Maat metan; Sulawesi: walipopo, punu no matiti, saga, kaca; Maluku: war kamasin, war kamasan, mali-mali, aliwensi, pikalo, kaitasi, ailalu picar, pikal, pikalo, punci; Papua: kalepik.



Botani Saga merupakan tanaman perdu, tumbuh membelit ke kiri, tinggi 2 hingga 5 m. Daun majemuk, menyirip genap dengan panjang ibu tangkai daun 5-10 cm, anak daun 8-20 pasang dengan bentuk bulat memanjang, pangkal daun membulat sampai rompang, tepi daun rata, ujung sedikit terbelah dan berekor, warna hijau, berasa manis. Pembungaan berupa bunga majemuk tandan, tandan bunga di ketiak daun berkelamin banci, sedangkan di ujung berkelamin jantan. Panjang cabang pendukung bunga 3-18 cm, panjang tangkai bunga 1-1,5 cm. Kelopak terdiri atas 5 helai, berlekatan. Mahkota bunga berbentuk kupu-kupu, mula-mula berwarna ungu muda, kemudian menjadi kemerahan. Buah polong, bulat memanjang, 2-5 cm, tiap polong berisi 3-6 biji. Biji bulat lonjong, warna merah dengan bintik hitam di sekitar pusar biji, pusar biji berwarna putih, mengkilat, licin, tebal dan keras. Masa pembungaan hingga berbuah sejak bulan April hingga Oktober.



62



Di Indonesia, saga dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, dengan sedikit naungan, pada ketinggian 0-1.000 m dpl dengan curah hujan 1.500-4.500 mm/ tahun. Tanaman ini tumbuh liar di hutan, ladang atau pekarangan.



Budidaya Untuk membudidayakan menta maka diperlukan langkah-langkah sebagai berikut: 1.



Pembibitan a. Perbanyakan saga dilakukan dengan menggunakan biji. b. Biji saga dapat ditanam secara langsung atau disemaikan terlebih dahulu. c. Biji terlebih dahulu dirambang, biji yang digunakan sebagai benih adalah biji yang tenggelam. d. Penyemaian saga dengan menanam benih dalam polybag berisi media berupa campuran tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 1:1. e. Penyiraman dilakukan setiap pagi hari atau menyesuaikan kondisi lingkungan. f. Bibit siap ditanam setelah berumur 3-4 bulan.



2.



Persiapan lahan Tahapan persiapan lahan meliputi: a. Tanah dibersihkan dari gulma, batuan dan sisa pertanaman kemudian tanah dicangkul sedalam 30 cm agar perakaran dapat tumbuh dengan baik. b. Kemudian lahan dibiarkan selama 2 minggu. c. Setelah 2 minggu, tanah dibersihkan dari sisa gulma dan digemburkan. d. Tanah diberi pupuk kandang 5 kg/bedengan dengan cara dibenamkan dan diaduk merata.



3.



Penanaman a. Pada penanaman secara langsung, benih ditanam dalam lubang sedalam 3-5 cm dengan jarak tanam 25-60 cm, tiap lubang diisi 3 biji. Kebutuhan benih untuk luasan 1 Ha adalah 25-40 kg. b. Penanaman dilakukan di musim hujan. c. Penanaman dilakukan pada pagi hari dan dilanjutkan dengan penyiraman.



63



4.



Pemeliharaan Pemeliharaan tanaman saga meliputi: a. Penyulaman Penyulaman dilakukan segera saat tanaman menunjukkan pertumbuhan yang tidak sehat atau mati. b. Pengairan Pengairan dilakukan sesuai kondisi lahan untuk menjaga kelembaban tanah. c. Pemupukan Pemupukan dilakukan dengan menambahkan pupuk kandang 1 minggu sebelum tanam. d. Penyiangan Penyiangan dilakukan apabila terdapat gulma yang mengganggu pertumbuhan tanaman. e. Pengendalian hama dan penyakit f. Untuk menghindarkan serangan hama penyakit maka sangat dianjurkan untuk dilakukan pengamatan secara rutin, sehingga pada serangan awal sudah bisa dilakukan pengendalian. Hama tanaman saga: 1) Nematoda Meloidogyne sp. 2) Heterodera marioni. 3) Kutu perisai (Coccidae sp.). Penyakit tanaman saga: 1) Sapu setan (Witches broom) Penyebab: Mycoplasma-like organism 2) Busuk batang Penyebab: Rhizoctonia solani Cara pengendalian meliputi: a. Kultur teknis 1) Pengaturan pola tanam, tata tanam dan jarak tanam 2) Penanaman serempak 3) Pemangkasan/pemetikan daun terserang 4) Pemupukan yang tepat. b. Biologis 1) Penggunaan agensia hayati 2) Penggunaan pestisida nabati



64



c.



Kimiawi Pengendalian kimiawi dilakukan jika pengamatan rutin menunjukkan bahwa populasi hama penyakit mengalami peningkatan pesat. Pengendalian dengan menggunakan pestisida harus berdasarkan 6 tepat (tepat sasaran, tepat mutu, tepat jenis, tepat waktu, tepat dosis/konsentrasi dan tepat cara penggunaan). Penyemprotan pestisida sangat tidak dianjurkan karena daun tanaman bisa tercemar. Jika intensitas serangan hama cukup tinggi maka sebaiknya disemprot dengan menggunakan pestisida nabati atau dengan menggunakan agensia hayati seperti Trichoderma, Gliocladium, bakteri Pseudomonas fluorescens, Bacillus substilis dan musuh alami.



5.



Panen a. Panen pertama dilakukan setelah tanaman berumur 6-8 bulan. b. Panen dilakukan dengan cara pemangkasan tanaman setinggi 25-30 cm diatas permukaan tanah. c. Setelah 6 kali pemangkasan, produksi daun meningkat 26%.



6.



Pascapanen a. Sortasi basah Bagian tanaman saga yang digunakan adalah daun. Sortasi basah dilakukan dengan memisahkan daun dari bagian tanaman yang lain ataupun dengan kotoran, bahan asing lainnya serta gulma dan tanah yang terbawa. Selain itu juga dilakukan pembuangan daun yang rusak atau tidak terpakai. b. Pencucian 1) Setelah melalui proses sortasi basah, dilakukan pencucian dengan air mengalir dari sumber air yang bersih dan sehat. 2) Setelah pencucian maka bahan segera ditiriskan atau dianginanginkan. c. Pengeringan Bahan yang sudah bersih dan kering dari sisa air pencucian, dilayukan dan dikeringkan hingga kadar air kurang dari 10%. d. Sortasi kering Setelah pengeringan selesai, dilakukan sortasi kering dengan memisahkan benda asing seperti kotoran-kotoran yang masih tertinggal dan bagian-bagian tanaman yang tidak diinginkan sebelum kemudian dikemas dan disimpan atau digunakan untuk proses selanjutnya.



65



e.



Pengemasan dan penyimpanan 1) Pengemasan dilakukan dalam wadah transparan dan tertutup rapat. 2) Penyimpanan simplisia harus ditempat yang bersih, kering (kelembaban rendah), beraerasi baik dan terhindar dari sinar matahari langsung. 3) Tempatkan bahan dalam rak-rak kayu dan tidak langsung di lantai. 4) Susun bahan berdasarkan konsep FIFO (first in first out), artinya bahan yang pertama masuk ke penyimpanan harus keluar pertama kali juga.



66



Amomum compactum Soland ex Maton (Kapulaga)



Nama Daerah Sumatera: Kapulaga (Aceh), palaga, puwa palago (Minangkabau); Jawa: Kapol (Sunda), kapulaga (Jawa); Madura: kapolagha, palagha; Bali: kapulaga, karkolaka; Sulawesi: Garidimong, kapulaga (Makasar), kapulaga (bugis). [Heyne, K., 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid 1, (Terjemahan). Badan Litbang Departemen Kehutanan, Yayasan Sarana Wana Jaya, Jakarta.]



Botani Kapulaga memiliki perawakan terna berbatang semu, tinggi bisa mencapai 1,5 m. Rimpang berdaging, agak keras dan bercabang-cabang. Daun tunggal, lengkap, berbentuk lanset, panjang 30-50 cm, lebar 4-9 cm, pangkal runcing atau berlekuk sampai berbentuk hati, tepi rata, ujung meruncing, helaian daun tebal, warna kemerahan, permukaan licin, berbau khas jika diremas, lidah daun berambut kasar seperti sikat kemudian rambut-rambut gugur, panjang lidah daun 5-7 mm. perbungaan berupa bunga majemuk bulir, muncul dari rimpang,



67



daun-daun pelindung berbentuk bulat sampai bulat telur memanjang, ujung tumpul, pangkal agak runcing, berambut atau gundul, beralur memanjang, sangat rapuh bila kering, warna pucat, panjang 2-2,5 cm, lebat 0,75-1 cm. kelopak bunga 3 helai, mahkota 3 helai, panjang kelopak sama dengan panjang mahkota bunga, berambut, panjang 12,5 mm. Bunga berbibir, warna putih atau atau kekuningan, helaian lebih panjang dari tabungnya, kuning dengan garis melingkar yang berwarna ungu gelap atau putih kekuningan, tepi ungu dan bergaris melingkar yang berwrana kuning dibagian tengahnya, panjang 1,5-1,8 cm, lebar 1-1,5 cm. buah kotak , bentuk bulat telur, permukaan licin beralur jelas, berbau harum. Biji berusuk banyak, tumpul, diameter 4 mm, kulit ari berwarna putih, menempel pada plasenta buah.



Budidaya Untuk membudidayakan kapulaga maka diperlukan langkah-langkah sebagai berikut: 1.



Pemilihan benih Perbanyakan tanaman kapulaga dilakukan dengan generatif dan/atau vegetatif. Petani umumnya melakukan perbanyakan tanaman kalupalga dengancara vegetatif, yaitu dengan stek anakan atau sobekan rumpun tanaman. Cara memilih stek anakan yag berkualitas, dengan kriteria sebagai berikut: a. b. c.



d. e.



f. g. h.



Berasal dari jenis unggul (buah besar, berwarna merah) yang teridentifikasi dengan jelas asal-usulnya; Merupakan jenis murni yang tidak tercampur; Berasal dari tanaman induk yang sehat, berumur 10-12 bulan dan merupakan anakan sehat berasal dari rhizome berakar yang telah mempunyai daun antara 4-10 helai; Rimpang/rhizome mempunyai 2-3 mata tunas; Tidak ada gejala penyakit layu bakteri, busuk akar, busuk rimpang, karat daun, bercak daun, nematoda akar, dan hama penggerek rimpang. Benih dari tunas induk atau tunas anakan yang sehat. Benih tidak cacat fisik (luka, memar, layu, dan lain-lain); Kulit rimpang tidak keriput/kencang dan tidak mudah terkelupas.



Asal-usul benih induk dicatat, memastikan benih jenis unggul. Pemisahan benih dari induknya dengan garpu atau skop dan memotong rimpang dengan pisau. Tanaman induk tetap disisakan agar bertunas dan



68



berkembang kembali sehingga bisa menjadi sumber benih baru atau untuk cadangan penyulaman. Luka pada bekas potongan ditutup dengan abu dapur, abu pembakaran tanaman, atau pasta yang terbuat dari kapur. Sedangkan benih anakan dapat direndam seluruh rimpangnya dengan desinfektan. Setelah semua persyaratan benih bermutu terpenuhi, tahap selanjutnya adalah penyiapan benih. Benih siap tanam memiliki ciri-ciri: a. Anakan yang sehat berasal dari rhizome yang berada dalam tanah; b. Mempunyai daun antara 4-10 helai; c. Tunas berumur ± 3 bulan, tingginya 80-100 cm; d. Tunas berhizome yang memiliki akar dan 2-3 mata tunas. Jika benih dibeli dari pedagang/penangkar, sebaiknya benih kapulaga yang dapat langsung ditanam, hal ini untuk menghindari layu. Benih yang belum ditanam, diusahakan disimpan ditempat yang teduh tidak terkena sinar matahari langsung dan aman dari gangguan lainnya. Benih yang tidak bisa segera ditanam dalam jangka waktu cukup lama, sebaiknya disemai ditempat pembenihan khusus atau ditanam dalam polibag yang terlindung dari sinar matahari langsung dan aman dari gangguan lainnya. 2.



Persiapan lahan a. Pembersihan lahan Pembersihan lahan adalah kegiatan memberishkan lahan dari segala sesuatu yang dapat mengganggu dan menghambat pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Sangat dianjurkan untuk melakukan penyiapan lahan dengan cara yang dapat memperbaiki dan memelihara struktur tanah serta dapat menekan laju erosi. Tahapan kegiatannya sebagai berikut: 1) Lahan bersih dari bebatuan, gulma dan sisa-sisa tanman lainnya. 2) Membongkar dan memusnahkan dengan cara membakar sisa tanaman atau bagian tanaman yang dapat menjadi sumber penyakit. 3) Mengubur/membenamkan sisa-sisa gulma dan semak belukar. Membuat pembatas lahan kapulaga dengan pertanaman atau sarana lainnya sesuai dengan situasi dan kebutuhan setempat. 4) Menanam pohon pelindung/naungan seperti pisang, albasia, mahoni, manggis, karet dan lain-lain sebanyak ± 30% sebelum menanam kapulaga.



69



b.



3.



Pengolahan tanah dan pembuatan bedengan Pengolahan tanah dan pembuatan bedengan adalah kegiatan membuat lahan pertanaman menjadi siap ditanami dengan cara mencangkul, menggembur, dan meratakannya, selanjutnya membuat bedengan dengan bentuk membujur atau disesuaikan dengan letak lahan/arah kontur dan mengikuti kaidah konservasi lahan. Tahapan kegiatannya sebagai berikut: 1) Pengolahan lahan dilakukan dengan kedalaman sekitar 30 cm, kemudian tanah diratakan dan digemburkan. 2) Bedengan dibuat dengan ukuran lebar 150-250 cm, tinggi 30-40 cm, dan panjangnya disesuaikan kondisi lapangan. Jarak antar bedengan ± 50 cm. 3) Lubang tanam dibuat ditengah bedengan dengan ukuran sesuai rekomendasi. Jarak antar lubang tanam 150-200 cm. Pada satu bedengan hanya dibuat satu baris lubang tanam mengarah ke panjang bedengan. 4) Tanah galian dimasukkan dan pupuk kandang yang telah matang ke dalam lubang tanam dan mengaduknya dengan tanah sampai merata. Dilakukan pada 1-2 minggu sebelum tanam. 5) Apabila menanam tanpa membuat bedengan, maka dua bulan sebelum tanam tanah dicangkul/digemburkan, lalu dibuatkan lubang tanam dengan ukuran rekomendasi dan membuat drainase pada setiap 2-4 baris tanaman (setiap jarak 10-20 m) dengan lebar ± 50 cm dan kedalaman 30-40 cm. 6) Satu sampai dua minggu sebelum tanam, masukkan tanah galian dan pupuk kandang ke dalam lubang tanam dan aduk sampai merata.



Penanaman a. Menentukan waktu tanam pada kondisi yang tepat sesuai dengan rekomendasi. b. Penanaman menyesuaikan dengan jarak tanam yang telah ditentukan. c. Penanaman dilakukan dengan posisi benih tegak, dengan kedalaman tanam 3-5 cm dari batas rimpang, kemudian sedikit memadatkan tanah sekitar pangkal batang tanaman. d. Ajir dipasang untuk menopang tanaman dan mengikatkan dengan hati-hati.



70



4.



Pemeliharaan a. Pemupukan 1) Pupuk organik yang bermutu diberikan pada tahap penyiapan lahan sebanyak 10-20 ton/ha atau 5-10 kg/lubang tanam. 2) Pupuk organik susulan diberikan pada 6 bulan setelah tanam (BST) sebanyak 10 kg/rumpun 3) Jika menggunakan pupuk anorganik diberikan menjelang akhir musim kemarau dengan cara membuat lubang melingkar pada jarak ± 20 cm dari rumpun batang kapulaga, ke dalam 5-10 cm, lalu disebarkan merata dan ditutup kembali dengan tanah b. Pemeliharaan 1) Melakukan penyiangan dan pembumbunan dimulai sekitar umur tanaman 2 BST dan melakukannya secara rutin setiap 2 bulan sekali, dengan memperhatikan agar rumpun/tunas baru tidak rusak akibat mekanis. 2) Melakukan penyiraman sesuai dengan kebutuhan dan keadaan iklim setempat. 3) Melakukan penyulaman jika benih yang ditanam mati atau tidak dapat tumbuh normal pada umur 1 BST, dengan menggunakan benih yang berumur sama. 4) Melakukan pemangkasan batang-batang tua/tidak produktif mulai umur 2 tahun. 5) Memangkas dahan dan ranting dari pohon naungan yang terlalu rimbun. 6) Pengaturan saluran drainase terutama saat hujan lebat agar lahan tidak jenuh air dan tergenang. c. Pengendalian OPT (Organisme Pengganggu Tanaman) 1) Sangat dianjurkan pengendalian OPT menggunakan biopestisida dan agens hayati 2) Hama pada tanaman kapulaga antara lain: a) Conogethes punctiferalis Gejala serangan: pertumbuhan terhambat dan terjadi perubahan warna pada daun. Pengendalian: – Mekanis; sanitasi lahan dengan membakar daun tanaman yang terserang – Fisik; penggunaan perangkap lampu – Hayati; ekstrak mimba, sereh wangi



71



b) Aphis craccivora Gejala serangan: pertumbuhan tidak normal pada, perubahan warna, dan embun jelaga pada daun. Pengendalian: – Mekanis; sanitasi lahan – Hayati; ekstrak mimba, sereh wangi c) Pentalonia nigronervosa Cog./Banana aphid Gejala serangan: membentuk simbiosis saling menguntungkan dengan semut. Menyebabkan daun menggulung, aphid hidup di dalamnya. Daun terserang berwarna kekuningan. Serangga sebagai vektor penyakit kerdil, gejala muncul setelah 25 hari. Pengendalian: – Mekanis; sanitasi lahan. d) Bajing Pengendalian: – Kultur teknis dan sanitasi; menanam tanaman budidaya dengan jarak tidak terlalu rapat. Membersihkan daun tua, apabila ada pohon kelapa, buah yang jatuh segera dibersihkan/bakar agar tidak menjadi sarang. – Hayati; konservasi musuh alami yaitu burung hantu, elang, ular, kuing hutan, dll. 3) Penyakit pada tanaman kapulaga antara lain: a) Karat daun Gejala serangan: timbul karat-karat warna kuning kecoklatan, daun muda lebih awal diserang menyebabkan pertumbuhan tanaman tidak optimum sehingga panen menurun. b) Bercak daun Gejala serangan: muncul bintik atau bercak hitam terdiri badan buah cendawan. c) Busuk akar dan busuk akar rimpang Gejala serangan: daunmenguning, setelah tanaman dicabut tampak pangkal batang semu terjadi busuk basah, warna coklat kehitaman. Pembusukan dapat meluas ke pangkal batang menyebabkan batang rebah dan mudah dicabut lepas. Akar rimpang busuk sering tertutup miselium cendawan.



72



d) Mosaik Gejala serangan: daun belang dan mengeriting, daun muda menjadi lebih kecil dan akhirnya seluruh rumpun jadi mengalami degenerasi. Dapat dikarenakan pemakaian bibit yang berasal dari rumpun yang terinfeksi. Virus tidak dapat menular secara mekanis dan tidak terbawa dalam biji. Pengendalian: – Mekanis; pemusnahan tanaman terserang dengan dibakar – Kultur teknis; pergiliran tanaman e) Penyakit akar nematoda Gejala serangan: menginfeksi akar, umbi, dan rimpang tanaman lalu menyebabkan busuk rimpang, daun menguning, dan terjadi perubahan warna. Pengendalian: Kultur teknis; sanitasi kebun, untuk lahan yang sudah pernah terinfeksi diperlakukan secara kimiawi sekurang-kurangnya 2-3 minggu sebelum tanam, rotasi tanaman, penggunaan benih bebas nematoda. 5.



Panen Pemanenan buah kapulaga dilakukan dengan cara yang baik agar mutu produk dapat tetap dipertahankan. Panen buah kapulaga yang pertama dilakukan pada saat tanaman teah berumur 7 bulan. Persyaratan buah kapulaga yang siap panen (tua) dicirikan dengan: a. Buah yang membesar sampai maksimal b. Sebagian kelopak buah (katup) sudah mengelupas c. Mahkota pada tandan buah bagian atas sudah rontok d. Butir buah keras, bernas e. Warna kulit buah putih kemerah-merahan atau putih kecoklatcoklatan sampai coklat f. Bila dikelupas warna kulit biji putih kecoklatan Panen buah kapulaga dapat dilakukan secara rutin dan berkala sampai tanaman tidak produktif lagi yaitu pada umur 5-6 tahun. Panen dilakukan dengan cara memotong pangkal tandan yang semua buahnya sudah siap dipanen/tua, dengan memperhatikan agar rimpang, bunga, buah muda,



73



dan tunas muda tidak rusak secara mekanis. Panen sebaiknya dilakukan pada saat tidak hujan, untuk menghindari kelembaban tinggi pada buah. Wadah hasil panen yang digunakan harus dalam keadaan baik, bersih, dan tidak terkontaminasi. Tahapan pemanenan adalah sebagai berikut: a. Memilih tandan yang semua buahnya siap dipanen. b. Buah kapulaga dipanen dengan cara memotong tandan buah secara hati-hati agar tidak merusak tunas, bunga, dan buah muda yang belum siap dipanen. c. Buah pertama kali dipanen pada saat tanaman berumur 7 bulan. Selanjutnya dilakukan pemanenan apabila terdapat buah berikutnya yang siap dipanen. d. Hasil panen dikumpulkan dalam keranjang panen yang bersih dan menghindarkan kotoran/tanah. e. Hasil panen diangkut dari lahan usaha ke tempat penanganan pascapanen yang dilakukan secara hati-hati. 6.



Pascapanen a. Hasil panen pada keranjang panen diangkut dari lahan usaha tani ke tempat sortasi dilakukan secara hati-hati dengan dipikul atau menggunakan alat transportasi seperti gerobak dorong, gerobak motor roda tiga atau sejenisnya. b. Memipil dilakukan dengan tangan untuk melepaskan buah satu persatu dari tandannya. c. Sortasi buah segar, dilakukan dengan tujuan memisahkan antara buah kapulaga yang baik dengan buah kapulaga yang tidak baik (rusak, cacat, busuk dan lain-lain) d. Buah kapulaga dibersihkan dari kelopak buah yang masih melekat dan kotoran lainnya. e. Mencuci, yang dilakukan apabila diperlukan, dengan cara menggoyang-goyangkan wadah/keranjang panen berisi kapulaga dibawah air yang mengalir. f. Pengeringan dilakukan dengan cara menjemur buah kapulaga segar/ basah dibawah terik sinar matahari diatas lantai jemur dan dibolakbalik dengan tangan menggunakan sarung tangan yang bersih, sampai diperoleh buah kapulaga kering dengan kadar air maksimal 12%, yang dicirikan apabila ditekan dengan 2 jari akan pecah dan bijinya terpisah-pisah, serta warna buah kuning emas hingga kuning kecoklatan.



74



g. h.



Mengeringkan dengan cara lain, yaitu menggunakan alat mesin pengering. Sortasi kering, dilakukan secara manual dengan menampi menggunakan tampir guna memisahkan kotoran seperti kelopak buah yang mengelupas, bahan asing yang mengotori saat proses sebelumnya dan memisahkan kualitas (grade) buah.



75



Andrographis paniculata (Burm.f) Nees (Sambiloto)



Nama Daerah Sumatera: Ampadu (Minangkabau), pepaitan (Melayu). Jawa: Bidara, sadilata, sambiloto, takila (Jawa), ki oray, ki peurat, takilo (Sunda)



Botani Sambiloto merupakan Terna semusim, tinggi 50 – 90 cm, batang disertai banyak cabang berbentuk segi empat, tumbuh di dataran rendah sampai ketinggian 700 m dpl. Secara alami, sambiloto tumbuh pada daerah dengan curah hujan 2000-3000 mm/th. Tanaman ini membutuhkan banyak sinar matahari atau sedikit ternaungi. Sambiloto mampu tumbuh hampir pada semua jenis tanah. Namun demikian, untuk menghasilkan produksi yang maksimal, diperlukan kondisi tanah yang subur, seperti Andosol dan Latosol. Sambiloto tumbuh di India, semenanjung Malaya dan hamper di seluruh Indonesia pada tempat terbuka, di kebun, di tepi sungai, seringkali tumbuh berkelompok.



Budidaya Untuk membudidayakan sambiloto maka diperlukan langkah-langkah sebagai berikut:



76



1.



Pembibitan Pembenihan dengan biji dilakukan dengan cara merendam biji terlebih dahulu selama 24 jam dan kemudian dikeringkan sebelum disemai. Penyemaian dilakukan pada bedeng dengan media campuran tanah, pasir, dan pupuk kandang dengan perbandingan 1 : 1 : 1. Perkecambahan akan terjadi sekitar 7 hari kemudian. Setelah mempunyai 5 helai daun, benih kemudian dipindah ke polibag dengan media tanam campuran tanah, pasir, dan pupuk kandang. Benih dapat dipindah ke lapang setelah 21 hari. Benih dari setek diambil dari 3 ruas pucuk tanaman yang sudah berumur 1 tahun. Benih setek siap dipindahkan ke lapang setelah berumur 21 hari. Benih dari setek lebih cepat berbunga dibandingkan benih dari biji.



2.



Persiapan lahan Pengolahan tanah dilakukan agar diperoleh tanah yang gembur dengan cara menggarpu dan mencangkul tanah sedalam ± 30 cm. Tanah hendaknya dibersihkan dari ranting-ranting dan sisa-sisa tanaman yang sukar lapuk. Saluran drainase harus diperhatikan, terutama pada lahan yang datar jangan sampai terjadi genangan (drainase kurang baik). Pembuatan dan pemeliharaan drainase dimaksudkan untuk menghindari berkembangnya penyakit tanaman.



3.



Penanaman Untuk menghasilkan pertumbuhan tanaman yang maksimal, jarak tanam yang dianjurkan adalah 40 x 50 cm atau 30 x 40 cm disesuaikan dengan tingkat kesuburan tanah. Penanaman dapat dilakukan pada bedengan maupun guludan yang disesuaikan dengan kondisi lahan.



4.



Pemeliharaan a. Pengairan sambiloto dapat dilakukan dengan cara kocoran atau sistem genangan. b. Pemupukan yang dianjurkan untuk tanaman sambiloto meliputi pupuk kandang, pupuk Urea, SP-36 dan KCl. Pupuk kandang diberikan seminggu sebelum tanam. Dosis pupuk kandang anjuran berkisar antara 10-20 ton/ha, disesuaikan dengan tingkat kesuburan tanah. Sedangkan pupuk buatan diberikan 2-3 kali setelah tanam dengan dosis antara 150-200kg/Ha. Penyiangan dan pemeliharaan drainase perlu dijaga sepanjang pertumbuhan tanaman.



77



c.



Organisme pengganggu tanaman seperti hama dan penyakit yang ditemukan menyerang pertanaman sambiloto adalah Aphis spp dan Sclerotium sp. Sclerotium sp seringkali menyerang sambiloto khususnya pada musim hujan, dan menyebabkan tanaman layu. Penggunaan bubuk cengkeh atau eugenol dapat mencegah penyebaran Sclerotium sp. Untuk menghindarkan serangan hama penyakit maka sangat dianjurkan untuk dilakukan pengamatan secara intensif, sehingga pada serangan awal sudah bisa dilakukan pengendalian. Penyemprotan pestisida sangat tidak dianjurkan karena daun tanaman bisa tercemar. Jika intensitas serangan hama cukup tinggi maka sebaiknya disemprot dengan menggunakan pestisida nabati berupa ekstrak tembakau atau ekstrak mimba. Selain pengendalian hama penyakit maka pengendalian gulma juga sangat diperlukan agar pertumbuhan tanaman optimal. Pengendalian gulma dilakukan secara mekanis sekaligus untuk upaya penggemburan tanah.



5.



Panen Panen dilakukan sebelum tanaman berbunga, yaitu sekitar 2 - 3 bulan setelah tanam. Panen dilakukan dengan cara memangkas batang utama sekitar 10 cm diatas permukaan tanah. Panen berikutnya dapat dilakukan 2 bulan setelah panen pertama. Produksi sambiloto dapat mencapai 35 ton biomas segar per ha, atau sekitar 3 - 3,5 ton simplisia per ha. Biomas hasil panen dibersihkan, daun dan batang kemudian dijemur pada suhu 40 - 50°C sampai kadar air 10 %. Penyimpanan ditempatkan dalam wadah tertutup sehingga tingkat kekeringannya tetap terjaga.



6.



Pascapanen a. Sortasi basah Bagian tanaman sambiloto yang digunakan sebagai bahan jamu adalah herba. Herba sambiloto setelah di panen, dipisahkan dari bahan organik asing (seperti rumput) dan bahan anorganik asing (seperti tanah) yang terbawa saat panen. Herba sambiloto selanjutnya di cuci. b. Pencucian 1) Pencucian dilakukan dengan air mengalir dari sumber air yang bersih dan sehat. 2) Setelah pencucian maka bahan segera ditiriskan atau dianginanginkan.



78



c.



d.



e.



f.



Pengubahan bentuk Pengubahan bentuk herba sambiloto dilakukan dengan perajangan. Herba sambiloto yang sudah ditiriskan dirajang dengan pisau stainless stell. Panjang herba rajangan + 5 cm. Pengeringan 1) Bahan yang sudah bersih dan kering dari sisa air pencucian, dikeringkan ditempat yang beraerasi baik, dan jangan di bawah sinar matahari langsung. 2) Setelah bahan setengah kering maka dapat dimasukkan ke dalam oven dengan suhu tidak lebih dari 400C. 3) Pengeringan dihentikan setelah bahan mencapai kadar air lebih kurang 10%, secara fisik ditandai bahan mudah dipatahkan dengan tangan dan berbunyi nyaring. Sortasi kering Sortasi kering dilakukan terhadap herba sambiloto, untuk mencegah tercampurnya sambiloto dengan simplisia lain yang tidak diinginkan. Herba sambiloto paska pengeringan memiliki organoleptis: warna coklat kehijauan, bau khas, rasa sangat pahit. Pengemasan dan penyimpanan (gambar kemasan) 1) Untuk pemilihan bahan pengemasan, karena bahan bertekstur keras, harus dipilih bahan pengemas yang tidak mudah rusak, misalnya kantong kertas tebal (kantong semen), atau kresek plastik. 2) Penyimpanan simplisia harus ditempat yang bersih, kering (kelembaban rendah), beraerasi baik dan terhindar dari sinar matahari langsung. 3) Tempatkan bahan dalam rak-rak kayu dan tidak langsung di lantai. 4) Susun bahan berdasarkan konsep FIFO (first in first out), artinya bahan yang pertama masuk ke penyimpanan harus keluar pertama kali juga.



79



Apium graveolens (Seledri)



Nama Daerah Seledri (Jawa), Saladri (Sunda).



Botani Seledri adalah tanaman dari famili Umbelliferae (Apiaceae). Berupa semak dua musim (biennial), batang bulat, beralur, tegak, tinggi bisa mencapai 1 m. Daun tunggal berbentuk menyirip (pinnatipartus) berbagi lima sampai sembilan dengan masing-masing bagian daun berujung meruncing, tepi bergerigi, panjang 10-30 cm, lebar 5-15 cm, berbau harum. Bunga majemuk, bentuk payung, tangkai muncul seperti batang dari pokok tanaman, kelopak kecil, bertaju lima, hijau, mahkota halus, berbagi lima, berwarna putih. Biji keras, kecil, beralur, berwarna coklat. Akar serabut, berwarna putih kekuningan. Seledri merupakan tanaman yang dikenal secara umum sebagai sayuran dan berasal dari Eropa dan Asia bagian Utara. Saat ini tanaman seledri sudah banyak dibudidayakan hampir di semua negara sub-tropis sampai tropis. Di Indonesia budidayanya terbatas di daerah-daerah dataran tinggi lebih dari 800 m dpl. Menyukai daerah terbuka dengan intensitas cahaya mataharit tinggi, tanah yang gembur dan subur dengan kandungan bahan organik yang tinggi umumnya berjenis latosol atau andosol. Curah hujan yang optimum berkisar antara 2000 sampai 3000 mm/tahun dengan suhu rata-rata harian tidak lebih dari 24oC. Daerah sentra produksi di Jawa Tengah terdapat di Tawangmangu Kab. Karanganyar, Kopeng Salatiga, dan Bandungan Kab. Semarang. 80



Budidaya Untuk membudidayakan seledri maka diperlukan langkah-langkah sebagai berikut: 1.



Persiapan bibit Untuk penyiapan bibit seledri dimulai dengan pesemaian benih di bak pesemaian yang telah diisi media semai berupa campuran pasir halus dan kompos. Benih akan berkecambah dalam waktu 7-12 hari sejak penyemaian. Pisahkan bibit setelah memiliki daun 2-3 helai dalam polibag yang berisi media tanam berupa campuran tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 1:1. Kemudian bibit ditempatkan dalam empat pesemaian yang ternaungi dari air hujan dan memiliki aerasi cukup baik. Setelah bibit dalam pesemaian memiliki tinggi antara 15 – 20 cm maka bibit siap dipindah ke lahan penanaman.



2.



Persiapan lahan penanaman Lahan untuk penanaman seledri dipilih yang tidak ternaungi atau di tempat yang lapang dengan cahaya matahari sepanjang hari. Sebelum penanaman lahan dibersihkan terlebih dahulu dari gulma dan sisa perakarannya, kemudian dicangkul sedalam lebih kurang 30 cm sambil digemburkan. Lahan dibiarkan terbuka selama 7 minggu untuk membunuh mikroba dan selanjutnya diberi pupuk kandang dengan dosis 20 ton/Ha. Setelah diberi pupuk kandang secara merata maka dibuat bedengan-bedengan dengan ukuran lebar 1 m dan tinggi 30 cm, dan panjangnya menyesuaikan dengan panjang lahan.



3.



Penanaman 1. Bibit seledri ditanam dalam bedengan yang telah disiapkan dengan jarak tanam 20 x 40 cm. 2. Penanaman harus dilakukan dengan hati-hati agar akar tanaman tidak rusak, untuk itu sebaiknya dibuat lubang penanaman terlebih dahulu. 3. Setelah bibit tertanam, maka bedengan ditutup dengan mulsa jerami atau kulit padi untuk menjaga kelembaban tanah. 4. Dalam satu hektar lahan dibutuhkan lebih kurang 100.000 bibit seledri.



81



4.



Pemeliharaan Pemeliharaan tanaman yang paling utama adalah menjaga kelembaban tanah dengan jalan memberikan pengairan secara teratur. Pengairan seledri dapat dilakukan dengan cara kocoran atau sistem genangan. Pemupukan susulan dapat diberikan pada saat tanaman berumur 4 – 6 minggu di lahan dengan menggunakan pupuk Urea dan KCl dengan dosis masing-masing 300 kg/Ha dan 150 kg/Ha. Selanjutnya jika memungkinkan penambahan pupuk organik dapat diberikan setelah tanaman berumur 8-10 minggu dengan cara menaburkan kompos di permukaan lahan penanaman. Untuk menghindarkan serangan hama penyakit maka sangat dianjurkan untuk dilakukan pengamatan secara intensif, sehingga pada serangan awal sudah bisa dilakukan pengendalian. Penyemprotan pestisida sangat tidak dianjurkan karena daun tanaman bisa tercemar. Jika intensitas serangan hama cukup tinggi maka sebaiknya disemprot dengan menggunakan pestisida nabati berupa ekstrak tembakau atau ekstrak mimba. Selain pengendalian hama penyakit maka pengendalian gulma juga sangat diperlukan agar pertumbuhan tanaman optimal. Pengendalian gulma dilakukan secara mekanis sekaligus untuk upaya penggemburan tanah.



5.



Panen a. Panen tanaman seledri sudah dapat dilakukan sejak tanaman berumur 8 minggu, yaitu dengan memetik daun-daun yang telah dewasa atau yang pertumbuhannya sudah maksimal. b. Daun-daun yang telah dipetik selanjutnya dikumpulkan dan kemudian dilakukan pengolahan pascapanennya.



6.



Pascapanen a. Pengolahan pascapanen seledri dimulai dengan pencucian daun dengan air bersih, kemudian segera ditiriskan di tempat penirisan. b. Setelah daun bebas dari air pencucian kemudian dilayukan di tempat pelayuan selama lebih kurang 24 jam. c. Setelah layu daun segera dikeringkan di bawah sinar matahari langsung atau dalam oven hingga kadar air mencapai 10% ditandai dengan mudahnya daun hancur ketika diremas. d. Secara organoleptis ciri simplisia daun seledri adalah berupa helaian daun seledri kering, bentuk tidak beraturan, menggulung atau melintir, berwarna hijau, berbau harum, dan berasa sedikit menyengat.



82



7.



Produktivitas Dalam satu hektar tanaman seledri mampu menghasilkan produksi daun segar sebanyak 12 ton setara dengan simplisia sebesar 2 ton. Kadar ekstrak total dengan penyari etanol 70% adalah sebesar 18,63% dengan ciri organoleptis berwarna coklat kehijauan, berasa pahit menyengat dan berbau sedikit harum.



83



Blumea balsamifera (L.) DC. (Sembung)



Nama Daerah Sembung, capa (Melayu), sembung, sembung utan (Sunda), sembung, sembung gantung, sembung gula, sembung kuwuk, sembung legi, sembung mingsa (Jawa), kamandhin (Madura), sembung (Bali), capo (Minangkabau), afoat (Timor), ampampau ampompase, capo (Bugis), madikapu (Ternate)



Botani Sembung tumbuh di India, Filipina, semenanjung Malaya, Australia dan tersebar di seluruh Indonesia. Tanaman ini tumbuh ditempat terbuka sampai tempat yang agak ternaungi, di tepi sungai, tanah pertanian, hutan bambu, jati dan hutan sekunder, pada tanah berpasir dan tanah agak basah mulai dataran rendah sampai ketinggian 2.200 m di atas permukaan laut. Sembung mencakup lebih dari 50 spesies, yang sebagian besar tersebar di Asia tropika mulai dari Sri Lanka sampai China dan sebagian wilayah Malaysia, bahkan sebagian menyebar sampai Afrika barat dan Australia selatan, Pasifik dan Hawaii. Sebagian besar spesies Blumea ditemukan di Asia Tenggara, yang 84



diperkirakan sebagai pusat asalnya. Blumea ditemukan di seluruh Malaysia, dengan jumlah spesies paling banyak, yaitu 19 spesies dan 4 diantaranya endemik, kemudian di Indonesia ditemukan 18 spesies dan 2 diantaranya endemik dan di Semenanjung Malaysia ditemukan sebanyak 6 spesies. Umumnya spesies Blumea toleran terhadap kekeringan dan dijumpai di daerah relatif kering hingga kering. Kekeringan ekstrim akan memacu tumbuhnya tunas dari bagian tanaman yang berada di bawah permukaan tanah. Perawakan perdu tegak menahun, tinggi dapat mencapai 4 m, tumbuhan beraroma khas. Daun tunggal, letak daun berseling, helaian berbentuk elips pendek sampai lonjong, panjang 8–40 cm, lebar 2 – 20 cm, ujung dan pangkal meruncing, memiliki 2-3 tonjolan daun menyerupai sayap pada tangkai, tepi bergigi atau bergerigi, permukaan daun bagian bawah berambut rapat dan halus, permukaan atas agak kasar. Perbungaan berupa bunga majemuk bongkol dengan daun pembalut, bongkol tersusun dalam suatu malai (mayang) yang berbentuk kerucut, panjang bongkol 7-8 mm, setiap bongkol terdiri atas 8-25 bunga, mahkota bunga berbentuk tabung, tabung mahkota 5-7 mm, kuning kadang-kadang ungu. Buah berbentuk silindris, berambut warna putih kecokelatan. Biji pipih, warna putih.



Budidaya Untuk membudidayakan sembung diperlukan langkah-langkah sebagai berikut: 1.



Pembibitan Persiapan bibit merupakan langkah paling dasar yang harus diperhatikan. Langkah persiapan bibit adalah sebagai berikut : a. b.



c.



d.



e.



Siapkan media semai dalam polibag ukuran 5 kg. Media semai berupa campuran tanah gembur dan kompos fermentasi dengan perbandingan 1:2 (untuk tanah yang kurang subur) atau 2:1 (untuk tanah yang subur). Bersamaan dengan pengadukan tanah dan kompos, semprotkan pestisida nabati dengan konsentrasi 3-10 cc per liter, lalu diamkan selama 3 hari. Rendam biji sembung yang telah dikeringkan pada larutan kultur bakteri dengan kosentrasi 3-5 cc per liter selama 15-20 menit. Pisahkan biji yang buruk (yang mengambang, lalu tiriskan biji yang baik pada kain bersih yang lembab selama 24 jam. Masukkan benih kedalam media semai. Setelah berumur 1 bulan, pindahkan bibit kelubang tanam.



85



2.



Persiapan lahan Selama masa pemeliharaan bibit, aktivitas yang dapat dilakukan adalah persiapan lahan penanaman. Adapun langkah persiapan lahan tanam sebagai berikut. Bajak lahan dan campur dengan kompos fermentasi atau pupuk kandang 15 ton/ha.



3.



Penanaman Setelah penyiapan bibit dan persiapan lahan dilakukan maka langkah selanjutnya adalah penanaman. Langkah penanaman dilakukan sebagai berikut. Buat lubang tanam dan keluarkan bibit dari polibag dan masukkan ke lubang tanam. Selanjutnya, tutup lubang tanam dengan tanah. Lakukan penanaman pada sore atau pagi hari sebelum sinar matahari terasa menyengat.



4.



Pemeliharaan a. Mulai saat tanam sampai tanaman berumur 2 bulan dilakukan penyemprotan pestisida nabati 2 minggu sekali keseluruh bagian tanaman. b. Setelah tanaman berumur 2 bulan, penyemprotan cukup dilakukan 1 bulan sekali. c. Penyemprotan tidak diperlukan lagi setelah tanaman berumur 6 bulan. 1) Untuk menjaga kebutuhan air maka pengairan harus dilakukan secara teratur terutama pada saat musim kemarau. 2) Selain pengairan maka penyiangan dan pendangiran juga perlu dilakukan secara intensif.



5.



Panen a. Panen dilakukan dengan cara diambil daun yang telah tua. b. Daun yang diambil dipilih yang telah membuka sempurna dan terletak pada bagian cabang atau batang yang menerima sinar matahari sempurna. Ciri daun sembuh dapat dipanen apabila tanaman sudah menjelang berbunga. c. Daun yang dipilih yaitu daun yang sudah tua, ukuran daun seragam, dan tidak berpenyakit.



86



6.



Pascapanen a. Sortasi basah Pada tahap ini memisahkan daun dari kotoran (batu, kerikil, gulma) dan pengotor lain yang tidak diinginkan. Selain itu juga memisahkan daun yang bagus dengan daun yang busuk, rusak, atau berpenyakit. b. Pencucian Pembersihan daun dari kotoran yang melekat dilakukan dengan mencuci daun menggunakan air mengalir hingga kotoran lepas dari permukaan daun. Kotoran yang melekat pada bagian yang susah dibersihkan, dihilangkan dengan cara penyemprotan air bertekanan tinggi atau dengan disikat menggunakan sikat halus. c. Pengubahan bentuk Setelah daun dicuci dan ditiriskan, daun sembung dirajang dengan panjang daun 6-8 cm. Pengirisan rimpang daun sembung sebaiknya dengan menggunakan pisau yang bukan terbuat dari besi atau baja (bersifat inert). Pemotongan bisa dilakukan secara manual atau menggunakan mesin perajang daun. d. Pengeringan 1) Pengeringan dapat dilakukan dengan menggunakan sinar matahari atau dikeringkan dalam ruang pengering. Pengeringan menggunakan sinar matahari dapat dikeringkan 2-3 hari. 2) Pengeringan dengan alat pengering dilakukan dengan suhu 40oC50oC. Suhu pengering yang digunakan tidak boleh terlalu tinggi agar kandungan di dalam daun sembung tidak rusak. 3) Pengeringan dihentikan setelah bahan mencapai kadar air lebih kurang 10%, secara fisik ditandai bahan mudah dipatahkan dengan tangan. e. Sortasi kering Sortasi kering dilakukan dengan memisahkan kotoran dari simplisia kering yang pasih terlewat pada sortasi awal. f. Pengemasan dan penyimpanan 1) Untuk pemilihan bahan pengemasan, karena bahan bertekstur keras, harus dipilih bahan pengemas yang tidak mudah rusak, misalnya kantong kertas tebal (kantong semen), atau kresek plastik. 2) Selanjutnya tiap wadah diberi label yang berisi identitas simplisia meliputi nama simplisia, tanggal penyimpanan, kadar air, jumlah bahan.



87



3) Penyimpanan simplisia harus ditempat yang bersih, kering (kelembaban rendah), beraerasi baik dan terhindar dari sinar matahari langsung. 4) Tempatkan bahan dalam rak-rak kayu dan tidak langsung di lantai. 5) Susun bahan berdasarkan konsep FIFO (first in first out), artinya bahan yang pertama masuk ke penyimpanan harus keluar pertama kali juga.



88



Curcuma domestica Valeton (Kunyit)



Nama Daerah Sumatera: kakunye, (Enggano), kunyet (Aceh), kuning (Gayo), kunyet (Alas), kuning, hunik, unik (Batak), odil, ondil, kondin (Simalur), undre (Nias), kunyit (Melayu), kunyir, jinten (Lampung). Kalimantan: kunit, janar (Banjar), henda (Ngaju), kunyit (Non Maanyan), cahang (Dayak Panyabung), dio (Penihing), kalesiau (Kenya), kunyit (Tidung). Jawa: kunyir, koneng, koneng temen (Sunda), kunir, kunir bentis, temu kuning (Jawa), konye, temo koneng (Madura). Nusa Tenggara: kunyik (Sasak), huni (Bima), kaungi, wingir, winguru (Sumba Timur), dingira, hingiro, kunita, kunyi, konyi, wingira (Sumba Barat), kewunyi (Sawu), kuneh, guni (Flores), kuma (Sohn), kumoh (Alor), kunik, huni, unik (Roti), hunik, kunir (Timor). Sulawesi: uinida (Talaud), kuni, hamu (Sangir) alawahu (Gorontalo), kolalagu (Buol), pagidon (Toli-Toli), uni, kuni (Toraja), kunyi (Makasar), kunyi (Salayar), unyi (Bugis), kuni, nuyik (Mandar). Maluku: kurlai (Leti), lulu malai (Babar), ulin (Tanimbar), turn (Kai), unin (Goram), ina, kunin, uni (Seram Timur), unin, unine, one (Seram Barat), enelo (Seram Selatan), kumino, unin, unine, unino, uninun (Ambon), unino (Haruku), kunine (Nusa Laut), kunino, uni



89



henal (Saparana), kone, konik, uni, unin (Burn), kuni, kon (Sula), gurati, gulati, gogohiki (Halmahera), guraci (Temate, Tidore). Irian: raffle (Kapaur), kandeifu (Nufor), nikwai (Windesi), mingguai (Wandamen), yaw (Arzo).



Botani Kunyit tumbuh dan ditanam di Indonesia, Asia selatan, Cina Selatan, Taiwan dan Filipina. Tumbuh dengan baik di tanah yang baik tata pengairannya, curah hujan yang cukup banyak 2000-4000 mm tiap tahun dan di tempat yang sedikit terlindung. Untuk menghasilkan rimpang yang lebih besar dan baik menghendaki tempat yang terbuka. Tanah ringan seperti tanah lempung berpasir, baik untuk pertumbuhan rimpang. Terna dengan batang berwarna semu hijau atau agak keunguan, rimpang terbentuk dengan sempurna, bercabang-cabang, berwarna jingga. Setiap tanaman berdaun 3-8 helai, panjang tangkai daun beserta pelepah daun sampai 70 cm; tanpa lidahlidah, berambut halus jarang-jarang, helaian daun berbentuk lanset lebar, ujung daun lancip berekor, keseluruhannya berwarna hijau atau hanya bagian atas dekat tulang utama berwarna agak keunguan, panjang 2885 cm, lebar 10-25 cm. Perbungaan terminal, gagang berambut, bersisik, panjang gagang 16-40 cm; tenda bunga, panjang 10-19 cm, lebar 5-10 cm; daun kelopak berambut, berbentuk lanset, panjang 4-8 cm, lebar 2-3,5 cm, daun kelopak yang paling bawah berwarna hijau, bentuk .bundar telur, makin keatas makin menyempit serta memanjang, wama semu putih atau keunguan, kelopak berbentuk tabung, panjang 9-13 mm, bergigi 3 dan tipis seperti selaput; tajuk bagian bawah berbentuk tabung, panjang lebih kurang 20 mm, berwarna krem, bagian dalam tabung berambut; tajuk bagian ujung berbelah-belah, warna putih atau merah jambu, panjang 10-15 mm, lebar 11-14 mm; bibir berbentuk bundar telur, panjang 16-20 mm, lebar 15-18 mm, warna jingga atau kuning keemasan dengan pinggir berwarna cokelat dan ditengahnya berwarna kemerahan.



Budidaya Untuk membudidayakan kunyit maka diperlukan langkah-langkah sebagai berikut: 1.



Pemilihan benih Untuk penyiapan benih yang berkualitas maka dipilih benih dengan kriteria: a. Varietas unggul yang teridentifikasi dengan jelas asal usulnya. b. Merupakan spesies/varietas murni yang tidak tercampur. c. Bentuk, warna dan ukuran seragam.



90



d. e. f. g. h. i.



j. k. l.



Berasal dari tanaman induk yang sehat dan berumur 9-10 bulan. Tidak ada gejala penyakit layu bakteri, busuk akar rimpang, karat daun, bercak daun, busuk rimpang, dan nematoda akar. Bila rimpang dipatahkan akan terlihat banyak serat. Kulit kencang dan tidak mudah terkelupas. Warna lebih mengkilat dan terlihat bernas. Jika menggunakan anak rimpang mempunyai bobot antara 15-20 gram atau jika menggunakan rimpang induk maka dapat dibagi empat bagian (satu rimpang induk dibelah 4 membujur). Rimpang mempunyai 2-3 mata tunas. Benih tidak cacat fisik (luka, memar). Kebutuhan benih 500-700 kg/ha untuk anak rimpang atau 1.0001.500 kg/ha untuk rimpang induk.



2.



Persiapan lahan a. Lahan untuk penanaman kunyit tanahnya harus diolah dengan baik. b. Pembukaan lahan dilakukan dengan membersihkan lahan dari bebatuan, gulma dan sisa-sisa tanaman lain. c. Pengolahan tanah dilakukan dengan menggunakan traktor atau cangkul dengan kedalaman sekitar 30 cm kemudian tanah diratakan dan digemburkan. d. Pada tanah miring, dibuat guludan dan drainase harus sebaik mungkin dengan jarak tanam sekitar 50 cm x 40 cm, 50 cm x 50 cm, 40 cm x 40 cm atau 50 cm x 60 cm. e. Pada tanah datar, dibuat bedengan dengan lebar sekitar 2-6 m, tinggi bedengan disesuaikan dengan kondisi lahan (20 cm – 30 cm). f. Kemudian dibuat lubang tanam sedalam 10 cm dengan jarak tanam untuk sistem monokultur bervariasi antara 50 cm x 40 cm, 50 cm x 50 cm, 40 cm x 40 cm atau 50 cm x 60 cm. g. Pemberian pupuk organik/pupuk kandang yang matang (min 25-3 kg/ lubang) ke dalam lubang tanam 1 minggu sebelum penanaman.



3.



Penanaman a. Penanaman kunyit sebaiknya dilakukan pada awal musim penghujan. b. Penanaman disesuaikan dengan jarak tanam yang sudah ditentukan dengan kedalaman tanam sekitar 10 cm, kemudian bibit diletakkan secara hati-hati ke dalam lubang tanam dengan posisi rebah dan tunas menghadap ke atas.



91



c.



Tahap selanjutnya yaitu dengan menimbun bibit dan memadatkan tanah di sekitar bibit.



4.



Pemeliharaan a. Pada fase awal pertumbuhan, tanaman kunyit banyak memerlukan air. Oleh karena itu, pengairan sebaiknya silakukan setiap seminggu sekali atau tergantung cuaca dan kelembaban tanah. Setelah tanaman cukup kuat, pengairan berangsur-angsur dikurangi. b. Pemupukan areal tanam yang telah diberi pupuk dasar berupa pupuk organik kompos atau pupuk kandang sebanyak 10-20 ton/ha. Pupuk kandang yang diberikan bermutu baik dengan ciri tidak berbau menyengat, tidak membawa gulma dan hama penyakit. c. Untuk menghindarkan serangan hama penyakit maka sangat dianjurkan untuk dilakukan pengamatan secara intensif, dan untuk mencegahnya maka dilakukan dengan menanam bibit sehat, penanaman dilakukan pada musim kemarau, penggiliran tanaman dan perbaikan drainase. Penyemprotan pestisida sangat tidak dianjurkan karena tanaman bisa tercemar. Jika intensitas serangan hama cukup tinggi maka sebaiknya disemprot dengan menggunakan pestisida nabati berupa ekstrak tembakau atau ekstrak mimba. d. Pengendalian gulma dilakukan secara mekanis sekaligus untuk upaya penggemburan tanah. Penyulaman dilakukan pada umur satu bulan setelah tanam dengan menggunakan benih/bibit dengan umur yang sama. Penyiangan dilakukan 2-3 minggu setelah tanam (sesuai kondisi gulma), lalu dilanjutkan sekitar 3-6 minggu sekali. Penyiangan dilakukan dengan hati-hati agar tidak merusak akar tanaman dan mencegah masuknya penyakit. Pembubunan dilakukan setiap bulan, mulai umur 2 bulan dan bisa dilakukan bersamaan dengan penyiangan.



5.



Panen a. Rimpang kunyit dapat dipanen setelah berumur setahun atau lebih dari waktu tanam. Untuk menentukan masa panen yang tepat umumnya ditandai setelah daun menguning atau mati secara fisiologis. Pada beberapa daerah petani memanen kunyit setelah berumur lebih dari 2 musim, agar diperoleh hasil produksi yang lebih besar. Namun pada dasarnya panen kunyit sudah dapat dilakukan setelah tanaman berumur 1 tahun.



92



b.



6.



Cara panen rimpang kunyit yaitu dengan cara membongkar rimpang dengan memakai garpu atau cangkul secara hati-hati. Selanjutnya rimpang dipukul secara hati-hati untuk menghilangkan tanah yang menempel, kemudian akar-akar yang menutupi rimpang dipotong menggunakan pisau.



Pascapanen a. Sortasi basah Sebelum pencucian harus dilakukan sortasi terlebih dahulu untuk memisahkan rimpang yang sehat dan rimpang yang busuk atau juga bahan organik lain yang terikut selama proses panen. b. Pencucian Pembersihan rimpang dilakukan dengan membasuh rimpang dengan air bersih secara bertahap. Paling tidak ada 3 tahap pencucian rimpang, pertama adalah perendaman untuk membuat tanah yang melekat menjadi lunak, tahap kedua adalah pencucian awal untuk membersihkan tanah, dan terakhir adalah pencucian akhir untuk menjamin rimpang bersih dari kotoran pencemar. Setelah pencucian maka dilakukan penirisan di rak peniris untuk mengeringkan air sisa pencucian. c. Pengubahan bentuk Setelah rimpang dicuci dan ditiriskan, maka sebelum diubah bentuknya atau dirajang/diiris, maka rimpang dibersihkan dari akar yang masih melekat. Pengirisan rimpang kunyit sebaiknya dengan menggunakan pisau yang bukan terbuat dari besi atau baja (bersifat inert). Pemotongan bisa dilakukan secara manual atau menggunakan mesin perajang/pemotong. Tebal tiap irisan 3-4 mm pada waktu segar. d. Pengeringan 1) Setelah rimpang diiris atau dipotong, maka langsung dijemur di bawah sinar matahari atau dikeringkan dalam ruang pengering. Setelah kering tebal irisan menjadi 2-3 mm. 2) Penjemuran atau pengeringan irisan dilakukan dengan meletakkan irisan tidak saling tertumpukan. Untuk alas penjemuran dipakai anyaman bambu atau kain hitam, di lantai penjemur atau tikar atau di rak pengering. Pengeringan dengan alat pengering dilakukan dengan suhu awal 40oC agar diperoleh warna yang baik dan bertahap dinaikkan sampai suhu mencapai 50oC.



93



e.



f.



3) Pengeringan dihentikan setelah bahan mencapai kadar air lebih kurang 10%, secara fisik ditandai bahan mudah dipatahkan dengan tangan dan berbunyi nyaring. Sortasi kering Sortasi kering dilakukan dengan memisahkan kotoran dari simplisia kering yang pasih terlewat pada sortasi awal. Pengemasan dan penyimpanan 1) Untuk pemilihan bahan pengemasan, karena bahan bertekstur keras, harus dipilih bahan pengemas yang tidak mudah rusak, misalnya kantong kertas tebal (kantong semen), atau kresek plastik. 2) Selanjutnya tiap wadah diberi label yang berisi identitas simplisia meliputi nama simplisia, tanggal penyimpanan, kadar air, jumlah bahan. 3) Penyimpanan simplisia harus ditempat yang bersih, kering (kelembaban rendah), beraerasi baik dan terhindar dari sinar matahari langsung. 4) Tempatkan bahan dalam rak-rak kayu dan tidak langsung di lantai. 5) Susun bahan berdasarkan konsep FIFO (first in first out), artinya bahan yang pertama masuk ke penyimpanan harus keluar pertama kali juga.



94



Curcuma xanthorrhiza Roxb. (Temulawak)



Nama Daerah Sumatera: temu lawak (Melayu). Jawa: koneng gede (Sunda), temulawak (Jawa), temo labak (Madura).



Botani Temulawak merupakan tumbuhan asli Indonesia. Tumbuh di seluruh pulau Jawa, tumbuh liar di bawah naungan di hutan jati, di tanah yang kering dan di padang alang-alang, ditanam atau tumbuh liar di tegalan; tumbuh pada ketinggian tempat 5-1500 m di atas permukaan laut. Temulawak merupakan terna berbatang semu, tinggi lebih kurang 2 m, berwarna hijau atau coklat gelap, akar rimpang terbentuk dengan sempurna, bercabang-cabang kuat, berwarna hijau gelap. Tiap batang mempunyai daun 2-9 helai berbentuk bundar memanjang sampaim bangun lanset, berwarna hijau atau coklat keunguan terang sampai gelap, panjang 31-84 cm, lebar 10-18 cm, panjang tangkai daun (termasuk helaian) 43-80 cm. Perbungaan lateral, tangkai ramping, berbulu 10-37 cm, sisik berbentuk garis, berbulu halus, panjang 4-12 cm, lebar 2-3 cm. Bentuk bulir bulat memanjang, panjang 9-23 cm, lebar 4-6 cm, berdaun pelindung banyak, panjangnya melebihi atau sebanding dengan



95



mahkota bunga, berbtnuk bundar telur sungsang sampai bangun jorong, berwarna merah, ungu atau putih dengan sebagian dari ujungnya berwarna ungu, bagian bawah berwarna hijau muda atau keputihan, panjang 3-8 cm, lebar 1,5-3,5 cm; kelopak bunga berwarna putih berbulu, panjang 8-13 mm; mahkota bunga berbentuk tabung dengan panjang keseluruhan 4,5 cm, tabung berwarna putih atau kekuningan, panjang 2-2,5 cm, helaian bunga berbentuk bundar telur atau bundar memanjang, berwarna putih dengan ujung yang berwarna merah dadu atau merah, panjang 1,25-2 cm, lebar 1 cm; bibir berbentuk bundar atau bundar telur sungsang, berwarna jingga dan kadang-kadang pada tepinya berwarna merah, panjang 14-18 cm, lebar 14-20 mm; benang sari berwarna kuning muda, panjnag 12-16 mm, lebar 10-15 mm; panjang tangkai sari 3-4,5 mm, lebar 2,5-4,5 mm; kepala sari berwarna putih, panjang 6 mm; tangkai putik panjang 3-7 mm. Buah berbulu, panjang 2 cm.



Budidaya Untuk membudidayakan temulawak diperlukan langkah-langkah sebagai berikut: 1.



Pemilihan bibit Bibit yang digunakan harus berkualitas dengan ciri-ciri: a. Bersal dari varietas unggul yang teridentifikasi dengan jelas asal usulnya; merupakan spesies/varietas murni yang tidak tercampur. b. Berasal dari tanaman induk yang sehat dan berumur 10-12 bulan dan atau anakan dari rimpang yang sehat. c. Apabila menggunakan rimpang induk hanya seperempat bagian (satu rimpang dibelah menjadi empat bagian membujur) untuk satu lubang tanam, sedangkan untuk rimpang anak berukuran 20-40 gr/potong. d. Tidak ada gejala penyakit layu, dan lalat rimpang. e. Jika rimpang dipatahkan akan terlihat banyak serat; kulit rimpang kencang dan tidak mudah terkelupas. f. Warna lebih mengkilat dan terlihat bernas. g. Rimpang mempunyai 2-3 mata tunas. h. Benih tidak cacat fisik (luka, memar. i. Kebutuhan bibit yang berasal dari rimpang anak 1.500-1.700kg/ha dan untuk rimpang induk 2.000-2.500 kg/ha.



2.



Persiapan lahan a. Persiapan lahan dilakukan dengan membersihkan lahan dari bebatuan, gulma dan sisa-sisa tanaman lain.



96



b.



c.



d.



e.



Pengolahan tanah dilakukan dengan menggunakan traktor atau cangkul dengan kedalaman sekitar 30 cm kemudian tanah diratakan dan digemburkan. Pada tanah miring, dibuat guludan dan drainase harus sebaik mungkin. Pada tanah datar, dibuat bedengan dengan lebar sekitar 90-120 cm, tinggi bedengan disesuaikan dengan kondisi lahan (10 cm – 30 cm). Kemudian dibuat lubang tanam sedalam 10 cm dengan jarak tanam untuk sistem monokultur bervariasi antara 50 cm x 50 cm, 50 cm x 60 cm, atau 60 cm x 60 cm dan jarak tanam untuk pola tumpangsari dengan tanaman sisipan 75 cm x 50 cm. Pemberian pupuk organik/pupuk kandang yang matang (min 0,5 kg/ lubang) ke dalam lubang tanam 1 minggu sebelum penanaman.



3.



Penanaman a. Penanaman temulawak sebaiknya dilakukan pada awal musim penghujan. b. Penanaman disesuaikan dengan jarak tanam yang sudah ditentukan dengan kedalaman tanam sekitar 10 cm, kemudian bibit diletakkan secara hati-hati ke dalam lubang tanam dengan posisi rebah dan tunas menghadap ke atas. c. Tahap selanjutnya yaitu dengan menimbun bibit dan memadatkan tanah di sekitar bibit.



4.



Pemeliharaan a. Pada fase awal pertumbuhan, tanaman temulawak banyak memerlukan air. Oleh karena itu, pengairan sebaiknya dilakukan setiap seminggu sekali atau tergantung cuaca dan kelembaban tanah. Setelah tanaman cukup kuat, pengairan berangsur-angsur dikurangi. b. Pemupukan areal tanam yang telah diberi pupuk dasar berupa pupuk organik kompos atau pupuk kandang sebanyak 10-20 ton/ha. Pupuk kandang yang diberikan bermutu baik dengan ciri tidak berbau menyengat, tidak membawa gulma dan hama penyakit. c. Untuk menghindarkan serangan hama penyakit maka sangat dianjurkan untuk dilakukan pengamatan secara intensif, dan untuk mencegahnya maka dilakukan dengan menanam bibit sehat, menghindari perlukaan, penanaman dilakukan pada musim kemarau,



97



d.



penggiliran tanaman dan perbaikan drainase. Penyemprotan pestisida sangat tidak dianjurkan karena tanaman bisa tercemar. Penyulaman pada umur satu bulan setelah tanam dengan menggunakan benih/bibit yang telah disiapkan dengan umur yang sama. Penyiangan dilakukan sesuai dengan kondisi gulma. Diusahakan pada umur 3-6 bulan tanaman bebas dari gulma, setelah tanaman berumur 6 bulan dilakukan penyiangan sesuai kebutuhan. Penyiangan dilakukan dengan mekanis/manual, tidak boleh menggunakan herbisida. Penyiangan pada tanaman yang berumur 4 bulan dilakukan dengan hati-hati agar tidak merusak perakaran tanaman dan mencegah masuknya penyakit. Pembubunan dilakukan setiap bulan, mulai umur 2 bulan dan dapat dilakukan bersamaan dengan waktu penyiangan.



5.



Panen a. Tanaman temulawak dapat dipanen setelah berumur 9 bulan atau lebih, bahkan pada beberapa lokasi, panen temulawak dapat dilakukan setelah tanaman berada di lahan selama 2 kali musim. Panenan dilakukan apabila daun dan bagian tanaman di atas tanah sudah mengering. Untuk daerah yang musim kemaraunya jelas dan penanamannya dilakukan pada pertengahan musim hujan, tanaman akan mengering pada umur kurang dari 9 bulan. b. Panenan dilakukan pada musim kemarau tahun berikutnya. Di daerah yang banyak dan merata curah hujannya dan tidak jelas musim kemaraunya, tanaman dapat dipanen pada umur 9 bulan atau lebih. Cara panenan dilakukan dengan membongkar rimpang menggunakan garpu. Hasil rimpang segar berkisar antara 10-20 ton tiap hektar, pada umur 9-24 bulan. Rimpang yang baru dibongkar cepat-cepat dibersihkan dari akar dan tanah yang melekat.



6.



Pascapanen a. Sortasi basah Sebelum pencucian harus dilakukan sortasi terlebih dahulu untuk memisahkan rimpang yang sehat dan rimpang yang busuk atau juga bahan organik lain yang terikut selama proses panen. b. Pencucian Pembersihan rimpang dilakukan dengan membasuh rimpang dengan air bersih secara bertahap. Paling tidak ada 3 tahap pencucian rimpang, pertama adalah perendaman untuk membuat tanah yang



98



melekat menjadi lunak, tahap kedua adalah pencucian awal untuk membersihkan tanah, dan terakhir adalah pencucian akhir untuk menjamin rimpang bersih dari kotoran pencemar. Setelah pencucian maka dilakukan penirisan di rak peniris untuk mengeringkan air sisa pencucian. c.



Pengubahan bentuk Setelah rimpang dicuci dan ditiriskan, maka sebelum diubah bentuknya atau dirajang/diiris, maka rimpang dibersihkan dari akar yang masih melekat. Pengirisan rimpang temulawak sebaiknya dengan menggunakan pisau yang bukan terbuat dari besi atau baja (bersifat inert). Pemotongan bisa dilakukan secara manual atau menggunakan mesin perajang/pemotong. Tebal tiap irisan 5-6 mm pada waktu segar.



d.



Pengeringan 1) Setelah rimpang diiris atau dipotong, maka langsung dijemur di bawah sinar matahari atau dikeringkan dalam ruang pengering. Setelah kering tebal irisan menjadi 4-5 mm. 2) Penjemuran atau pengeringan irisan dilakukan dengan meletakkan irisan tidak saling tertumpukan. Untuk alas penjemuran dipakai anyaman bambu atau kain hitam, di lantai penjemur atau tikar atau di rak pengering. Pengeringan dengan alat pengering dilakukan dengan suhu awal 40oC agar diperoleh warna yang baik dan bertahap dinaikkan sampai suhu mencapai 50oC. 3) Pengeringan dihentikan setelah bahan mencapai kadar air lebih kurang 10%, secara fisik ditandai bahan mudah dipatahkan dengan tangan dan berbunyi nyaring.



e.



Sortasi kering Sortasi kering dilakukan dengan memisahkan kotoran dari simplisia kering yang pasih terlewat pada sortasi awal.



f.



Pengemasan dan penyimpanan 1) Untuk pemilihan bahan pengemasan, karena bahan bertekstur keras, harus dipilih bahan pengemas yang tidak mudah rusak, misalnya kantong kertas tebal (kantong semen), atau kresek plastik. 2) Selanjutnya tiap wadah diberi label yang berisi identitas simplisia meliputi nama simplisia, tanggal penyimpanan, kadar air, jumlah bahan.



99



3) Penyimpanan simplisia harus ditempat yang bersih, kering (kelembaban rendah), beraerasi baik dan terhindar dari sinar matahari langsung. 4) Tempatkan bahan dalam rak-rak kayu dan tidak langsung di lantai. 5) Susun bahan berdasarkan konsep FIFO (first in first out), artinya bahan yang pertama masuk ke penyimpanan harus keluar pertama kali juga.



100



Foeniculum vulgare Mill. (Adas)



Nama daerah Hades (Sunda), adas, adas londa, adas landi (Jawa),; adhas (Madura), adas (Bali), wala wunga (Sumba).; das pedas (Aceh), adas, adas pedas (melayu).; adeh, manih (Minangkabau), paapang, paampas (Menado).; popoas (Alfuru), denggu-denggu (Gorontalo), ; papaato (Buol), porotomo (Baree), kumpasi (Sangir Talaud).; adasa, rempasu (Makasar), adase (Bugis).



Botani Foeniculum vulgare Mill. adalah tanaman obat dari famili Umbelliferae (Apiaceae) yang memiliki nama umum adas. Tanaman ini merupakan terna menahun, tinggi mencapai 2 m atau lebih tanpa batang utama dan sedikit cabang, tumbuh meroset dengan banyak anakan. Daun tungga, duduk berseling, pangkal tangkai bersayap, helaian berbagi, bentuk jarum, jumlah banyak, kalau diremas berbau harum. Bunga majemuk, bentuk paying, muncul di ujung cabang atau batang, kelopak bertaju 5, hijau, mahkota kecil, berbagi 5, kuning. Buah bentuk bulir, panjang 2-5 mm, sewaktu muda hijau setelah tua hitam. Perakaran tunggang, berwarna putih kekuningan. Adas disebutkan berasal dari kawasan pantai Mediterania, namun tumbuh tersebar di hampir semua wilayah Eropa dan India. Saat ini kultivasinya dikembangkan di Prancis Selatan, Saxony, Galicia dan Rusia juga di India, Persia termasuk di Indonesia. Tanaman ini di beberapa wilayah ditemukan tumbuh



101



liar mulai dari daerah pantai sampai pegunungan dengan ketinggian lebih dari 1.500 m dpl. Di Indonesia pengembangan budidayanya terbatas di wilayah dengan ketinggian di atas 800 m dpl atau di wilayah pegunungan saja. Daerah penghasil utama buah adas adalah Malang, Karanganyar, Temanggung, Boyolali dan Salatiga. Untuk pertumbuhan yang optimal tanaman adas membutuhkan daerah dengan kelembaban rendah dan cahaya matahari penuh, curah hujan tinggi tidak menghalangi tanaman ini untuk berproduksi secara maksimal, sehingga cocok dikembangkan di daerah pegunungan. Tanah yang baik untuk budidaya adas adalah yang gembur dan subur dengan kandungan bahan organik tinggi. Saat tanam yang tepat adalah pada awal musim penghujan (Oktober-November) sehingga panen dapat dilakukan pada musim kemarau (Juni-Juli).



Budidaya Untuk usaha budidaya adas diperlukan beberapa tahap kegiatan yaitu : 1.



Pembibitan a. Adas mudah dikembangbiakkan dengan menggunakan bijinya atau secara generatif. b. Untuk bahan pembibitan pilih benih dari buah yang tua dan berasal dari pohon adas yang sehat dan produktivitasnya tinggi. c. Biji disemaikan terlebih dahulu dalam polibag yang berisi media pembibitan yaitu campuran arang sekam dan kompos dengan perbandingan 1:1. d. Biji selanjutnya ditanam dalam polibag sebanyak 2 biji/polibag, kemudian disemprot dengan air untuk menjaga kelembabannya. e. Pesemaian membutuhkan waktu antara 6-7 minggu untuk menghasilkan bibit adas yang siap dipindah ke lahan dengan jumlah daun berkisar antara 3-4 helai. f. Di beberapa daerah pembibitan adas sering tidak dilakukan dan petani lebih suka langsung menanam benih di lahan budidaya. g. Namun demikian untuk menjamin keberhasilan usaha budidaya, maka disarankan untuk melakukan penyiapan bibit melalui penyemaian benih terlebih dahulu. h. Kelebihan dari penanaman bibit hasil pesemaian adalah keberhasilan tumbuh lebih besar dari pada jika benih langsung di tanam di lahan.



2.



Persiapan lahan a. Lahan untuk penanaman adas harus dipilih yang terbuka atau tidak ternaungi.



102



b. c.



d.



e.



Jika penanaman menggunakan metode monokultur maka lahan perlu diolah terlebih dahulu. Pengolahan lahan dimulai dengan pencangkulan, pemberian pupuk dasar berupa pupuk kandang sebanyak 20 ton/Ha dan pupuk TSP (P) dengan dosis 250 kg/Ha. Lahan kemudian dibedeng-bedeng dengan ukuran lebar 1,2 m dan panjangnya menyesuaikan dengan panjang lahan, jarak antar bedengan adalah 60 cm. Jika penanaman menggunakan metode tumpang sari maka cukup disiapkan lubang tanam dengan diameter 40 cm dan kedalaman 30 cm, kemudian ke dalam lubang tanam dimasukkan pupuk kandang sebanyak 1 kg/lubang dan pupuk TSP 5 gram/lubang.



3.



Penanaman dan pemeliharaan a. Bibit yang telah disiapkan ditanam dalam lubang tanam kemudian disiram agar terjaga kelembabannya. b. Jarak tanam untuk metode penanaman secara monokultur adalah 60 x 100 cm. c. Tanaman adas merupakan tanaman menahun dan umumnya mampu berproduksi optimal dalam waktu 2 tahun dan sesudahnya dapat dilakukan peremajaan. d. Tanaman adas sebaiknya ditanam pada awal musim penghujan yaitu antara bulan Oktober – November, namun jika air bukan kendala maka penanaman adas dapat dilakukan sepanjang tahun. e. Pemeliharaan tanaman yang harus dilakukan meliputi kegiatan pemupukan, penyiangan, pendangiran dan perlindungan dari serangan hama penyakit. f. Pemupukan lanjutan dapat diberikan pada saat tanaman berumur 2, 4 dan 6 bulan di lahan, menggunakan pupuk Urea dengan dosis 150 kg/Ha. g. Penyiangan dan pendangiran dapat dilakukan bersamaan untuk mengendalikan gulma dan memperbaiki tekstur tanah. Tanaman ini hampir tidak pernah mengalami serangan hama dan penyakit yang berarti, namun perlu diperhatikan lingkungan tumbuhnya agar tidak terlalu lembab untuk menghindari serangan jamur.



4.



Panen dan pascapanen a. Tanaman adas dapat dipanen setelah berumur lebih kurang 6 bulan.



103



b. c. d.



e.



f. g. h. i. j.



k.



l.



5.



Panen buah adas dilakukan setelah buah masak penuh ditandai dengan bulir yang keras dan berwarna hijau tua atau hijau kecoklatan. Panen yang terlambat mengakibatkan banyaknya buah yang gugur sehingga dapat mengurangi hasil. Tandan buah yang masak dipotong menggunakan gunting dan dikumpulkan dalam wadah penampung, selanjutnya bulir-bulir buah dipisahkan secara manual atau dengan mesin perontok. Bulir-bulir buah adas kemudian dikeringkan secara alami di ruang terbuka yang memiliki aerasi bagus atau di bawah sinar matahari dengan ditutup kain hitam. Pengeringan dengan oven menggunakan suhu tidak lebih dari 40oC Pengeringan dilakukan sampai kadar air buah adas tidak lebih 10%. Buah yang sudah kering dikemas dalam wadah yang bersih, kedap air, dan tertutup rapat dengan bahan dari plastik atau kertas tebal. Simplisia yang telah dikemas kemudian diberi label dengan keterangan waktu simpan, kadar air, dan berat bahan. Bahan selanjutnya disimpan ditempat penyimpanan yang bersih, kering, bersirkulasi udara baik dan terhindar dari sinar matahari langsung dengan sistem FIFO (first in first out). Syarat simplisia buah adas bahan organik asing tidak lebih dari 2%, kadar abu total tidak lebih dari 12,9%, kadar abu tidak larut asam tidak lebih dari 2,9%, kadar sari larut etanol tidak kurang dari 11,8% dan kadar minyak atsiri tidak kurang dari 1,2%. Penyimpanan buah adas harus dalam wadah tertutup dan terhindar dari sinar matahari langsung.



Produktivitas a. Dalam 1 Ha lahan menghasilkan produksi buah adas segar antara 4-6 ton dan setelah melalui proses pengeringan akan menghasilkan simplisia antara 1,5 – 3 ton/Ha. b. Jika pola tanam tumpang sari maka hasilnya bervariasi tergantung dari jenis tanaman pokoknya dan berapa jarak tanam yang dipakai. c. Secara umum produksi buah adas yang optimal dapat dipertahankan sampai tanaman berumur lebih kurang 2 tahun, setelah itu maka produksi mulai menurun dan sebaiknya mulai diremajakan. d. Kadar ekstrak total dengan pelarut etanol 70% sebesar 13,8% dengan pemerian: warna coklat kehitaman, berbau harum, berasa pahit sedikit manis.



104



Graptophyllum pictum (L) Griff (Daun Ungu)



Nama daerah Puding (Melayu), handeuleum (Sunda), wungu (Jawa), karotong (Madura), temen (Bali), daun putri (Ambon), kabi-kabi (Ternate)



Botani Perawakan semak tegak atau perdu, tidak berambut, tinggi 1,5–8 m (Darma, 1987), cabang bersudut tumpul, berbentuk galah dan berbuku-buku nyata. Daun tunggal, letak daun berseling berhadapan. Helaian daun bulat memanjang atau lancet, panjang 8–20 cm, lebar 3–13 cm. Pangkal daun berbentuk pasak (segitiga terbalik), ujung meruncing, tepi bergelombang, warna ungu kehijauan, ungu bercak hijau, ungu bercak putih atau hijau. Panjang tangkai daun 0,5–1 cm. Perbungaan berbentuk mayang (majemuk malai) dengan panjang malai 3-12 cm yang terletak di ketiak daun atau di ujung cabang atau batang serta memiliki daun pelindung. Panjang tangkai bunga 0,5–0,75 cm sedang panjang rata-rata kelopak bunga 3 mm. Mahkota bunga berwarna merah tua, tabung mahkota pipih kedua sisi (bilateral) dengan panjang 2–3 cm, mahkota berbibir. Daun ungu memiliki benang sari fertile, bagian belakang kecil. Buah berbentuk kapsul. Di Jawa buah ini tidak berkembang dengan sempurna Perakaran berjenis tunggal dan berwarna coklat muda



105



Spesies ini aslinya berasal dari Papua Nugini dan Polinesia. Kemudian, diperkenalkan ke Indo-Cina, Semenanjung Malaya, Filipina, dan Indonesia. Di Jawa, daun ungu tumbuh sampai pada 1.250 mdpl. Tumbuhan ini dibudidayakan sebagai tumbuhan pagar dan tumbuhan hias, yaitu yang bervarietas daun yang berwarna merah).



Gambar berbagai varitas daun ungu



Budidaya 1.



Pembibitan a. Daun ungu umumnya dikembangbiakkan secara vegetative (Perry, 1980) yaitu dengan stek batang. b. Batang daun ungu dipilih yang tidak terlalu tua dipotong sepanjang 20 – 25 cm. c. Batang dipilih yang memiliki mata tunas yang terletak di ketiak daun. d. Daun dipotong dibiarkan hanya sepertiga bagian daun, satu stek batang minimal mengandung sepasang daun. e. Pembibitan dapat dilakukan di polibang berdiameter 10 cm yang diisi dengan media campuran pasir, pupuk kandang dan tanah dengan perbandingan 1:1:1 masing-masing polibag disisa satu stek batang. f. Pembibitan dapat juga menggunakan media pasir yang ditempatkan pada bak plastik. g. Media stek selalu dijaga kelembaban dan diletakkan di tempat teduh, tidak terkena cahaya matahari yang terik. h. Setelah satu bulan tunas akan tumbuh. Bibit dengan panjang tunas minimal 15 cm (umur 3 bulan) bias dipindah ke lahan.



2.



Persiapan lahan a. Tanaman daun ungu menghendaki penyinaran yang cukup, walaupun masih dapat tumbuh cukup baik pada lahan ternaungi.



106



b. c. d.



e.



f.



g.



h.



Pada penanaman secara monokultur lahan dibuat guludan dengan lebar 50–60 cm antar guludan dibuat parit drainase. Jarak tanam yang digunakan adalah 60–75 cm (antar guludan) x 50– 75 cm (dalam guludan). Pupuk kandang 20–40 ton/Ha diberikan saat pembuat guludan yaitu dengan cara ditebarkan membujur sepanjang guludan selanjutnya pupuk kandang ditutup dengan tanah sehingga pupuk kandang berada di dalam guludan sedalam ± 10–25 cm. Untuk tanah masam dengan pH tanah 5–6 seperti Latosol dan Andosol dapat ditambah dolomite dengan dosis 3–0,75 ton/Ha dicampur merata pada saat pengolahan tanah Untuk penanaman tumpang sari dengan tanaman lain dapat menggunakan jarak tanam yang disesuaikan dengan tanaman utamanya. Sedangkan bila ditanam sebagai tanaman pagar, tanah dipinggir lahan dapat dibuat guludan atau dibuat lobang tanam berukuran 40x40x40 cm jarak antar lobang tanam 50–60 cm. Tiap lobang tanam diberi pupuk kandang 1,5–2 kg.



3.



Penanaman a. Waktu tanam sebaiknya pada awal musim penghujan, sehingga tidak membutuhkan biaya dan tenaga untuk pengairan. b. Polibang yang digunakan untuk menanam bibit dibuang dengan hatihati agar tanah tidak hancur dan perakaran tidak rusak. c. Bibit dibenamkan sedemian rupa sehingga permukaan media yang digunakan untuk bibit terbenam sedalam 3–5 cm dari permukaan tanah. d. Tanah benaman disekitar bibit dipadatkan dan segera disiram dengan air.



4.



Pemeliharaan a. Pemeliharaan tanaman daun ungu meliputi: pemupukan, pengairan dan penyiangan, pendangiran,dan pengendalian hama penyakit. b. Beberapa jenis hama yang sering menyerang daun ungu adalah Trips sp, Coccus sp, Pseudococcus lilacinus, Deloschalia polibette, dan Valanga sp.



107



c.



d.



Adapun hama utama yang menyerang daun adalah ulat Doleschalia polibette Cramer (Lepidoptera, Nympalidae). Ulat tersebut dapat memakan habis daun ungu, baik daun yang masih muda ataupun daun tua sehingga tanaman gundul. Untuk mengatasi ulat tersebut dapat dilakukan penyemprotan dengan insektisida nabati, yaitu ekstrak daun mimba (3.000 ppm) dengan dosis 25 mL/L dilanjutkan dengan piretrum (17.900 ppm) dosis 5 mL/L. Pengendalian ulat tersebut dapat pula menggunakan Bacillus thuringiensis (1 g formulasi/L air)



5.



Panen a. Panen dapat dilakukan pada saat tanaman sudah berumur 6 bulan, namun panen pertama ini belum bisa mendapatkan hasil yang cukup. b. Panen sebaiknya tidak dilakukan dengan memotong salah satu cabang dengan menyisakan cabang lainnya. c. Panen pertama ini juga dapat digunakan sebagai sarana pruning, yaitu memotong batang tanaman (terutama pucuk) agar cabang yang terbentuk semakin banyak sehingga dihasilkan daun yang semakin banyak. d. Setelah 3 atau 4 bulan daun dapat dipanen dengan cara memotong ranting atau cabang dan menyisakan sebagian cabang, dengan cara ini daun ungu akan semakin rimbun pada saat panen berikutnya.



6.



Pascapanen a. Sortasi basah Daun dipisahkan dari batangnya, daun yang sudah kering, menguning, busuk dan kenampakan fisik tidak baik dipisahkan dari daun sehat (utuh, permukaan mengkilap dan tidak mengandung hama penyakit tanaman) dan dikumpulkan pada keranjang atau wadah. b. Pencucian Daun sehat yang telah dikumpulkan dicuci dengan cara merendam dengan air bersih selama 5–10 menit agar kotoran yang menempel di daun mudah dihilangkan. Selanjutnya daun dicuci dengan cara mengaduk-aduk sampai rata, daun dibilas dengan air bersih yang mengalir hingga tidak ada kotoran yang menempel di daun. c. Pengubahan bentuk Daun yang telah dicuci ditiriskan untuk menghilangkan air bekas pencucian dengan diangin-anginkan, selanjutnya dapat dilakukan perajangan dengan lebar rata-rata 1,5–2 cm.



108



d.



e.



f.



Pengeringan Rajangan daun dikeringkan dengan sinar matahari atau dengan oven dengan suhu 40–47oC hingga kadar air 10–12%. Sortasi kering Setelah kering ditandai dengan hancurnya daun bila diremas selanjutnya dilakukan sortasi kering untuk menghilangkan daun yang mengalami kerusakan (busuk) selama proses penirisan hingga pengeringan serta untuk menghilangkan bahan pencemar misalnya bahan lain atau bagian tanaman lain ataupun bahan atau benda yang tidak diinginkan lainnya Pengemasan dan penyimpanan. Simplisia daun ungu kering dan bersih selanjutnya dikemas sesuai berat tertentu sesuai yang diinginkan menggunakan wadah yang kedap udara (plastic ber-seal). Kemasan diberi label yang memuat nama bahan, asal panen, tanggal pengemasan, kadar air, berat per kemasan dan keterangan lain apabila dibutuhkan.



109



Guazuma ulmifolia Lamk (Jati belanda)



Nama Daerah Sumatra : jati blanda (Melayu); Jawa: jati londo, jatos landi (Jawa)



Botani Jati belanda berperawakan semak atau pohon, tinggi dapat mencapai 20 m. Percabangan ramping, bentuk daun bulat telur sampai lanset. Di Indonesia dikenal Guazuma ulmifolia Lamk berasal dari Amerika tropis, di Indonesia tanaman ini sebagai tanaman pekarangan atau pohon peneduh di tepi jalan dan tumbuh liar didaerah tertentu. Jati belanda dapat tumbuh baik ditanah yang subur, mengandung tanah liat dan tanah berpasir. Jati belanda dapat tumbuh diketinggian 0-800 m dpl. dan dapat tumbuh baik pada keadaan tanpa naungan.



Budidaya Untuk membudidayakan jati belanda maka diperlukan langkah-langkah sebagai berikut: 1.



Pembibitan Tanaman jati belanda bisa diperbanyak dengan biji dan stek a. Benih dari biji.



110



b.



1) Benih dari biji harus disemaikan terlebih dahulu didalam bedengan atau tanah tempat (media) pembenihan yang dibuat berbentuk persegi empat berukuran 1 x 3 m yang berisi campuran tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 1:1. 2) Kemudian biji disemaikan dipersemaian dan disiram pagi dan sore. 3) Perkecambahan biasanya pada umur 2 minggu atau setelah berdaun 3-4 helai (tinggi + 6 cm) yang kemudian dipindah kepolibag berisi media tanah dan pupuk kandang (1:1). 4) Setelah umur 4 bulan (tinggi bibit 30-40 cm) bibit siap untuk dipindah ke lapangan. Biit dari stek 1) Penanaman benih stek dilakukan dengan menggali lubang tanah 20 x 20 x 20 cm dengan jarak antar lubang 5 m. 2) Media tanam yang dipergunakan berupa campuran tanah dan pupuk kandang yang telah matang dengan perbandingan 1:5. 3) Setelah tumbuh, tanaman dipupuk dengan pupuk kandang. 4) Pupuk kandang diletakkan disekitar batang tanaman, tetapi tidak boleh terlalu dekat, karena bisa menyebabkan pembusukan akar dan batang tanaman.



2.



Persiapan lahan a. Lahan untuk penanaman jati belanda dipilih yang tidak ternaungi. b. Lahan dibersihkan dari gulma dan dicangkul sedalam 20 cm atau lebih. c. Lubang tanam dibuat dengan ukuran 10 x 40 x 40 cm. Saluran drainase sedalam 0,5 dan lebar 0,5 m dibuat untuk mencegah genangan yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman dan menimbulkan penyakit. Untuk menyuburkan tanah dengan menggunakan pupuk kandang atau pupuk kompos. Tanah juga harus disiangi dari tumbuhan yang tidak berguna serta dicangkul agar tetap gembur.



3.



Penanaman a. Untuk pola monokultur, jati belanda dapat ditanam dengan jarak tanam berturut-turut 5 x 5 m pada tanah yang kurang subur, 10 x 10 m pada tanah subur dan 10 x 15 m untuk tanaman pagar. b. Pola tanam campuran atau polikultur dapat dengan sambiloto, kumis kucing dan temu-temuan, jati belanda dapat ditanam dengan jarak tanam 10 x 15 m atau 15 x 15 m.



111



c. d. e.



Lubang tanam digali selebar mata cangkul, sedalam + 20 cm. Bibit dipisahkan dari polibagnya kemudian ditanam dengan posisi tegak. Untuk mencegah kerusakan akar tanaman, dilakukan pemberian termisida (anti-rayap) disekeliling perakaran.



4.



Pemeliharaan a. Pemeliharaan dilakukan sampai tanaman berumur 3-4 bulan. b. Pemupukan sebaiknya menggunakan pupuk organik berupa pupuk kandang atau kompos diberikan sekitar 2-5 kg untuk setiap tanam. c. Pupuk diberikan 2-5 hari sebelum penanaman dengan cara diaduk dengan tanah dalam lubang tanam. d. Untuk 1 hektar tanah dibutuhkan 10 ton pupuk kandang atau 5 ton kompos. e. Agar bibit yang ditanam tumbuh dengan baik maka harus dijaga kelembabannya sampai bibit benar-benar tumbuh baik dengan cara memberikan pengairan yang cukup. Pengairan dapat dilakukan dengan cara kocoran. f. Penyiangan secara teratur minimal dilakukan ketika tanaman masih muda. Penyiangan intensif dilakukan saat tanaman masih muda minimal setiap bulan g. Setelah tanaman lebih tua penyiangan cukup 2-3 kali setahun. h. Setelah tanaman berumur lebih dari satu tahun pemupukan teratur dengan kompos dapat meningkatkan produksi daun. i. Teknik budidaya jati belanda dapat dilakukan menggunakan metode pruning seperti teh.



5.



Panen Untuk memperoleh simplisia jati belanda yang bermutu perlu memperhatikan tahap berikut: a. Bagian tanaman jati belanda yang digunakan adalah daunnya b. Panen Jati belanda yang baik dilakukan pada musim kemarau, karena pada waktu tersebut kandungan senyawa senyawa aktif pada kadar yang tinggi. c. Tanaman dapat dipanen setelah berumur 1 tahun atau lebih setelah tanam. d. Pada panen awal dapat dilakukan dengan cara memetik daun secara langsung dari ranting atau cabang yang dapat dijangkau. e. Daun yang dipanen haus daun yang telah dewasa dan bentuknya sempurna



112



f.



g. h. i.



Jika pemanenan daun jati belanda dilakukan pada tanaman yang telah dewasa (pohon), maka sebaiknya menggunakan gunting atau alat pemotong dengan cara memotong ranting atau cabang-cabang tanaman. Agar hasil panen tidak kotor dibawah pohon diberi alas berupa plastik atau terpal. Pemanenan dapat dilakukan setiap 2-3 bulan atau saat kebutuhan meningkat. Pada tanaman yang berumur 4-5 tahun dapat dihasilkan 2,5 kg daun kering/pohon setiap pemangkasan.



Gambar daun jati belanda siap panen



6.



Pascapanen a. Sortasi basah Ranting atau cabang jati belanda hasil panen dibawah ke tempat pengolahan selanjutnya dilakukan pemetikan daun dari ranting atau cabangnya. Kegiatan ini sekaligus dilakukan sortasi basah, yaitu memisahkan daun-daun yang terkena serangan penyakit atau daun yang sudah menguning. b. Pencucian 1) Daun yang telah disortasi dicuci dibawah air mengalir yang bersih sambil dibolak-balik secara hati-hati agar tidak rusak.



113



c.



d.



2) Pencucian dilakukan minimal 3 kali agar daun benar-benar bersih dari debu atau tanah yang nemempel pada permukaan daun. 3) Setelah pencucian selesai, maka segera dilakukan penirisan di rak peniris. Penirisan sebaiknya dilakukan ditempat yang sejuk dan beraerasi baik sehingga air bekas pencucian segera bisa kering. Pengeringan 1) Setelah bahan bersih dan kering dari bekas air pencucian, maka dilakukan pengeringan dengan tahap awal dilakukan secara langsung dibawah sinar matahari. 2) Pengeringan dengan matahari dilakukan sampai menjadi layu. 3) Pada saat pengeringan ini bahan harus sering dibolak balik agar daun bisa kering secara merata. 4) Jika peralatan tersedia, tahap pengeringan selanjutnya dapat dilakukan dengan menggunakan oven pada suhu 40oC, namun jika tidak tersedia oven maka pengeringan dengan sinar matahari dilakukan sampai daun benar-benar kering. 5) Daun yang telah kering ditandai dengan cara diremas, jika daun dengan mudah hancur maka pengeringan dihentikan atau pengeringan dihentikan setelah bahan mencapai kadar air lebih kurang 10%. Sortasi kering Daun yang telah selesai dikeringkan sebelum dikemas perlu disortasi terlebih dahulu. Sortasi kering dimaksudkan untuk membuang atau memisahkan bahan yang rusak karena terjadi pembusukan, bahan organik lain yang terikut dalam proses pengeringan, bahan anorganik yang mencemari seperti plastik, batu dan tanah.



Gambar simplisia jari belanda kering



114



e.



Pengemasan 1) Setelah bahan bersih dan kering maka segera dikemas dalam wadah yang kedap air, bersih dan kuat. 2) Tutup rapat kemasan dan simpan di tempat yang bersih, beraerasi baik dan tidak terkena sinar matahari. 3) Tempatkan bahan dalam rak-rak kayu dan tidak langsung di lantai. 4) Susun bahan berdasarkan konsep FIFO (first in first out), artinya bahan yang pertama masuk ke penyimpanan harus keluar pertama kali juga.



115



Gynura procumbens (Lour.) Merr. (Sambung Nyawa)



Nama Daerah Indonesia : beluntas cina, daun dewa, sambungnyawa (Jawa), kalingsir (Sunda).



Botani Sambung nyawa merupakan tanaman asli Malaysia, Indonesia dan Thailand. Di Malaysia, tanaman ini tumbuh di bagian barat semenanjung Malaysia. Tanaman dapat tumbuh di selokan, pagar rumah, pinggir hutan, padang rumput dan ditemukan pada ketinggian 1 – 1.200 mdpl, dataran beriklim sedang sampai basah dengan curah hujan 1.500 – 3.500 mm/tahun dan tumbuh baik pada tanah yang agak lembab sampai lembab dan subur. Tanaman ini sangat ideal dibudidayakan di daerah dengan suhu udara 25 – 32 oC. Kelembaban yang dibutuhkan 70 – 90 % dengan intensitas sinar matahari agak tinggi. Tanaman ini menyukai daerah yang tidak terlalu terbuka atau ternaungi sebesar 25 %, sehingga dapat ditumpangsarikan bersama tanaman lain yang tidak mengganggu pertumbuhannya.



Budidaya Adapun langkah-langkah yang harus dipenuhi untuk membudidayakan sambung nyawa, antara lain : 1.



Pembibitan Pembibitan tanaman daun sambung nyawa dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu stek batang, tunas akar (umbi) dan umbi. Bakal bibit diambil dari tanaman yang memiliki pertumbuhan baik dan subur, serta



116



tidak terserang penyakit. Berikut merupakan beberapa cara pembibitan sambung nyawa : a. Pembibitan dengan stek batang 1) Batang yang dipilih adalah yang tidak terlalu tua ataupun muda memiliki ketinggian lebih kurang 15 – 20 cm, kemudian dipotong dengan pisau atau gunting yang tajam dan steril/bersih. 2) Pangkal stek dipotong dengan kemiringan 45o agar daerah tumbuh perakaran menjadi lebih luas, lalu dibenamkan 1/3 bagiannya atau sedalam 5 cm ke dalam media tanam, dimana setiap lubang tanam cukup ditanami satu stek batang kemudian tanah disekitarnya dipadatkan. Ukuran lubang tanam adalah 20 x 20 x 20 cm. 3) Daun yang terlalu dekat dengan pangkal dipangkas untuk memperluas daerah tumbuh tunas. 4) Persemaian dapat dilakukan langsung pada areal produksi (bedengan) atau polybag selama kurang lebih 2 – 3 bulan, dimana media persemaian yang umum digunakan adalah tanah dan sekam (3 : 1), pupuk kandang dan tanah (1 : 1) atau pupuk kandang, pasir dan tanah (1 : 1 : 1). 5) Jarak tanam yang dipergunakan pada ketiga cara pembibitan tersebut adalah 50 x 75 cm. 6) Tanaman tumbuh optimal bila dikondisikan ternaungi dengan intensitas cahaya matahari sekitar 60%. b. Pembibitan dengan tunas akar 1) Tunas akar sambung nyawa dipilih yang memiliki kenampakan baik, masih segar, tidak terserang jamur dan memiliki harapan tumbuh tunas yang cukup banyak dengan panjang tunas sekitar 1 – 2 cm serta daun yang telah terbuka secara sempurna. 2) Tunas yang tumbuh dipisahkan (dengan ataupun tanpa akar) dengan menggunakan alat bantu pisau atau gunting. 3) Proses persemaian dapat dilakukan langsung pada areal produksi (bedengan) atau polybag dan memerlukan waktu kurang lebih 2 – 3 bulan. Dimana media persemaian yang umum digunakan adalah tanah dan sekam (3 : 1), pupuk kandang dan tanah (1 : 1) atau pupuk kandang, pasir dan tanah (1 : 1 : 1). 4) Jarak tanam yang dipergunakan pada ketiga cara pembibitan tersebut adalah 50 x 75 cm. 5) Tanaman tumbuh optimal bila dikondisikan ternaungi dengan intensitas cahaya matahari sekitar 60%.



117



c.



2.



Pembibitan dengan umbi 1) Umbi sambung nyawa dipilih yang memiliki kenampakan baik, masih segar, tidak terserang jamur dan memiliki harapan tunas yang cukup banyak. 2) Umbi langsung ditanam di lahan produksi dengan kedalaman 3 – 4 cm, dimana setiap lubang tanam yang telah dibuat cukup ditanami satu umbi kemudian tanah disekitar umbi dipadatkan. Ukuran lubang tanam adalah 20 x 20 x 20 cm. 3) Media persemaian yang umum digunakan adalah tanah dan sekam (3 : 1), pupuk kandang dan tanah (1 : 1) atau pupuk kandang, pasir dan tanah (1 : 1 : 1) selama 2 – 3 bulan. 4) Tanaman tumbuh optimal bila dikondisikan ternaungi dengan intensitas cahaya matahari sekitar 60%. Akan tetapi, pembibitan dengan stek batang biasanya kurang memuaskan, karena sambung nyawa cenderung kerdil dan kurus, pertumbuhan daun terhambat dan jumlahnya lebih sedikit bila dibandingkan dengan tanaman hasil perbanyakan tunas dari umbi.



Persiapan lahan a. Sambung nyawa idealnya ditanam pada lahan yang gembur dan subur, banyak mengandung bahan organik (humus) dan memiliki kondisi pH 6 – 7. b. Jenis tanah yang baik untuk budidaya sambung nyawa adalah tanah regosol dan andosol. c. Sambung nyawa memerlukan intensitas sinar matahari yang cukup dan sirkulasi serta drainase yang baik. Hindarkan dari genangan air ataupun tanah yang terlalu kering, karena akan menyebabkan ganggungan pada proses metabolisme (fisiologis) dan pertumbuhan tanaman. d. Persiapan lahan yang akan digunakan sebagai lahan produksi sambung nyawa dilakukan melalui pengolahan tanah dengan kedalaman 30 – 40 cm. e. Mula-mula tanah dicangkul hingga gembur. Lahan yang telah dicangkul dibersihkan dari kayu-kayu atau pengganggu lainnya, kemudian dibiarkan selama 7 – 10 hari. f. Lahan yang akan ditanami dapat disiapkan dengan membuat bedengan-bedengan selebar 1 – 2 m dan tinggi 30 – 40 cm serta panjang yang disesuaikan dengan ketersediaan lahan.



118



3.



Penanaman a. Penanaman bibit sambung nyawa yang paling sesuai adalah pada saat akhir musim hujan, terutama di daerah yang memiliki kelembaban tinggi dan air tanah cukup memadai. b. Bibit yang ditanam adalah yang memiliki pertumbuhan baik dari tempat persemaian, yaitu setelah berumur sekitar satu bulan. c. Penanaman juga perlu memperhatikan waktu, yaitu pada pagi atau sore hari. d. Pada saat penanaman, bibit sambung nyawa dibenamkan kira-kira sampai batas helai daun yang paling bawah atau dengan kedalaman tanam sekitar 6 – 8 cm, lalu ditutup dengan tanah sebelah kanan dan kiri lubang tanam. e. Sambung nyawa yang ditanam terlalu dalam akan mengalami pertumbuhan lambat dan hasil yang rendah. Namun, bila ditanam terlalu dangkal akan berpengaruh pada batang yang mudah roboh.



4.



Pemeliharaan tanaman a. Penyiraman 1) Tanaman sambung nyawa yang kekurangan air penampilan daunnya kecil-kecil dan tebal, sedangkan tanaman yang cukup air akan memiliki helaian daun lebar dan panjang. 2) Penyiraman dalam jumlah cukup harus dilakukan secara rutin. Akan tetapi, hindari genangan air yang cukup lama disekitar tanaman karena tanaman sambung nyawa tidak tahan terhadap genangan air. 3) Pada awal pertumbuhan pengairan dilakukan 1 – 2 kali sehari atau disesuaikan dengan musim dan kelembaban tanah, sebaiknya dilakukan pagi atau sore hari dengan menggunakan gembor. b. Pemupukan 1) Pemupukan yang tepat akan meningkatkan jumlah daun, cabang dan bobot umbi. 2) Pupuk organik yang dapat digunakan adalah pupuk kandang atau pupuk kompos dengan dosis 0,3 – 0,5 kg/lubang tanam atau setara dengan 12 – 15 ton/Ha. 3) Pupuk diberikan 3 – 7 hari sebelum penanaman, diaduk dengan tanah di dalam lubang tanam. 4) Pemupukan selanjutnya dapat dilakukan dengan menggunakan pupuk daun, terutama bila tanaman tampak kekurangan unsur hara. Dosis dan waktu pemberian pupuk daun disesuaikan dengan rekomendasi jenis pupuk yang digunakan.



119



5) Selain menggunakan pupuk, untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman sambung nyawa juga perlu diberikan zat pengatur tumbuh (ZPT), yaitu pupuk organik cair (POC). 6) Dosis yang digunakan adalah 2 cc/liter. Untuk 1 hektar lahan diperlukan 8 – 10 liter. Pengaplikasiannya, yaitu dengan cara disemprot atau disiram ke tanaman. ZPT POC dapat diberikan ketika sudah tumbuh tiga daun (2 minggu setelah tanam) dan selanjutnya dilakukan setiap 2 minggu sekali. c.



Penyulaman 1) Penyulaman terhadap tanaman sambung nyawa yang mati atau tidak baik pertumbuhannya (abnormal) dapat dilakukan 7 – 10 hari setelah penanaman. 2) Penyulaman dilakukan dengan tanaman yang memiliki pertumbuhan baik dan seragam. 3) Penyulaman diusahakan agar tidak terlambat karena akan berpengaruh pada keseragaman panen dan kemudahan dalam perawatan.



d.



Penyiangan 1) Penyiangan atau pemberantasan rumput dan gulma harus dilakukan secara rutin, yaitu dengan memberantas rumputrumput dan tanaman pengganggu. 2) Tujuan penyiangan adalah menghindari terjadinya persaingan zat-zat makanan antara tanaman pokok dan gulma. Penyiangan juga bermanfaat untuk meningkatkan intensitas sinar matahari yang masuk. 3) Proses penyiangan dapat dilakukan secara manual, yaitu dengan menggunakan tangan.



e.



Pengendalian hama penyakit Hama yang sering ditemukan menyerang tanaman sambung nyawa adalah Nyctemera colera, Psylliodes sp., Plococcus sp., Sylepta chinensis, Ularchis miliaris dan Acrida turhita. Untuk mengurangi serangan hama tersebut dapat dilakukan pemangkasan daun-daun yang rusak, berlubang-lubang dan daun yang menyentuh tanah serta pemulsaan areal penanaman dengan daun orok-orok kebo dan daun lamtoro. Pemberantasan hama dan penyakit sebaiknya tidak menggunakan pestisida sebab racun atau residu pestisida dapat menempel atau tertinggal pada bagian tanaman.



120



5.



Panen Kegiatan panen untuk tanaman sambung nyawa terdiri dari : a. Panen daun 1) Panen daun pertama dilakukan setelah tanaman berumur sekitar 1 – 2 bulan setelah tanam. Selanjutnya panen dapat dilakukan secara rutin setiap satu bulan. 2) Panen dilakukan dengan cara memetik atau memangkas daun tua, sebanyak 4 – 6 helai kearah pucuk, yaitu daun yang berwarna hijau tua mengkilap. Pada batang bekas pangkasan akan tumbuh tunas baru yang dapat dipanen kembali secara bertahap. 3) Setelah dipanen, tanaman dipupuk kembali. b. Panen umbi 1) Panen umbi dilakukan pada tanaman yang telah berumur 4 – 5 bulan setelah tanam, yaitu setelah tanaman berbunga untuk yang kedua kalinya. 2) Pemanenan dapat dilakukan dengan mencabut atau membongkar tanaman dengan menggunakan cangkul secara hati-hati agar tidak melukai umbi. Untuk mempermudah pemanenan sebaiknya tanah bedengan disiram terlebih dahulu agar gembur.



6.



Pascapanen Kegiatan pascapanen untuk tanaman sambung nyawa terdiri dari : a. Pascapanen daun 1) Sortasi basah a) Pilih daun yang kenampakan baik ( tidak rusak atau cacat) b) Buang bahan lain yang tidak berguna (gulma) serta kotoran lainnya agar tidak tercampur 2) Pencucian a) Cuci dengan menggunakan air bersih dan mengalir agar sisa kotoran yang masih menempel mudah dibersihkan. b) Lalu tiriskan pada wadah yang berongga agar airnya terbuang. 3) Pengeringan a) Keringkan dengan menjemur di bawah sinar matahari selama sekitar 3 hari hingga diperoleh produk daun kering atau menggunakan oven dengan suhu dinaikkan perlahan hingga 50 – 60 oC sampai kadar air daun antara 10 – 12 %. b) Selama pengeringan, daun perlu dibolak-balik agar diperoleh hasil daun yang kering merata.



121



c)



b.



Penjemuran dapat dilakukan dengan menghamparkan daun pada wadah yang terbuat dari anyaman bambu, agar tidak lembab dan mengandung uap air. 4) Sortasi kering a) Pilih daun yang telah kering dan tidak busuk b) Buang bahan pengganggu lainnya agar tidak terbawa dalam kemasan 5) Pengemasan dan penyimpanan a) Simplisia daun sambung nyawa dapat dikemas dalam karung atau kantong plastik b) Tempatkan pada tempat yang kering (suhu tidak melebihi 30 o C), tidak lembab, bersih, beraerasi baik dan terhindar dari sinar matahari langsung. c) Terakhir tempatkan simplisia tidak bersentuhan langsung dengan lantai (seperti pada rak kayu) dan susun berdasarkan konsep FIFO (first in first out). Pascapanen umbi 1) Sortasi basah Tunas dan akar pada umbi sambung nyawa dibersihkan dari bahan lainnya dengan cara memotongnya menggunakan pisau, gunting atau dipetik langsung dengan tangan. 2) Pencucian a) Umbi dicuci dengan air mengalir dan dilakukan sebentar saja untuk menghindari penurunan kualitas dan senyawa aktif yang terkandung didalam umbi yang terlarut dalam air. b) Kemudian, ditiriskan dalam wadah yang berongga agar sisa air dapat dipisahkan dan diangin-anginkan. 3) Pengubahan bentuk a) Umbi direndam dalam air hangat (suhu 55 – 60 oC) selama 5 – 10 menit. b) Setelah perendaman, umbi ditiriskan agar airnya hilang, kemudian diiris tipis-tipis melintang dengan ketebalan 4 – 5 mm menggunakan pisau stainless steel dan dialasi atau menggunakan mesin pemotong. 4) Pengeringan a) Umbi yang telah dirajang, dijemur dibawah sinar matahari selama 3 hari atau dikeringkan menggunakan oven hingga kadar air mencapai 9 – 10 %.



122



b) Selama pengeringan harus dibolak-balik setiap 4 jam sekali dan irisan tidak boleh saling menumpuk agar pengeringan merata. c) Sebaiknya simplisia dihindarkan dari air, udara yang lembab dan bahan lain yang bisa mengkontaminasi. 5) Pengemasan dan penyimpanan a) Simplisia umbi dapat dikemas dalam karung atau plastic b) Simpan di tempat yang kering, tidak lembab, bersih, beraerasi baik dan terhindar dari sinar matahari langsung. c) Penempatannya tidak boleh bersentuhan langsung dengan lantai (misalnya pada rak kayu). d) Disusun berdasarkan konsep FIFO (first in first out).



123



Mentha piperita L. (Menta)



Nama Daerah Menta (Jawa Tengah)



Botani Menta merupakan terna menahun dengan tinggi mencapai 40 cm, membentuk stolon. Akar tunggang berwarna putih. Batang lunak, bersegi, beruas-ruas , bercabang, berwarna putih atau hijau. Daun tunggal, bulat telur, ujung runcing, pangkal tumpul, tepi bergerigi, bertangkai dan berwarna hijau. Pembungaan berupa bunga majemuk berkarang dengan mahkota bunga terbelah empat berwarna ungu. Buah buni, kecil, bulat telut, halus, warna coklat tua. Tanaman ini berasal dari Eropa dan di Indonesia masih dibudidayakan secara terbatas. Kadang ditemukan tumbuh liar di Jawa Tengah dan dibudidayakan di Kebun Koleksi Tawangmangu dan di Kebun Manoko. Menta ditanam di daerah bersuhu sedang hingga dingin karena tanaman ini membutuhkan lama penyinaran panjang dan suhu siang yang tinggi dan suhu malam yang rendah untuk dapat membentuk komponen senyawa tanaman. Tanaman ini tumbuh dengan baik pada ketinggian 400 hingga 700 m dpl dengan curah hujan diatas 1000 mm/tahun. Menta dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, namun tanaman ini tumbuh dengan baik pada tanah yang subur, gembur, drainase baik dengan kelembaban terjaga, PH antara 5,5 hingga 7,0.



124



Budidaya Untuk membudidayakan menta maka diperlukan langkah-langkah sebagai berikut: 1.



Pembibitan a. Menta diperbanyak dengan geragih (stolon) atau stek batang. b. Geragih sebaiknya langsung ditanam karena cepat layu dan mati. c. Perbanyakan menggunakan stek batang: 1) Batang dipotong sepanjang 10 cm atau minimal memiliki 4 mata tunas. 2) Stek batang ditanam dalam polybag berisi media berupa campuran tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 1:1 3) Stek ditanam dengan posisi tegak sedalam 2-3 cm, kemudian ditutup dengan sungkup plastik selama 1 minggu untuk menjaga kelembaban dengan lebar 1 m dan tinggi 0,5 m, panjang sesuai kebutuhan. 4) Tempat pembibitan diberi naungan yang dibuat menghadap ke timur dengan tinggi 180 cm dan di sebelah barat 150 cm. 5) Penyiraman dilakukan setiap pagi hari atau menyesuaikan kondisi lingkungan. 6) Bibit siap tanam setelah berumur 1 bulan (15-20cm).



2.



Persiapan lahan Penyiapan lahan dilakukan pada saat yang bersamaan dengan pembibitan. Tahapan persiapan lahan meliputi: a. Tanah dibersihkan dari gulma, batuan dan sisa pertanaman kemudian dicangkul sedalam 30 cm agar perakaran dapat tumbuh dengan baik dan stolon dapat tumbuh menyebar di sekitar perakaran. b. Kemudian lahan dibiarkan selama 2 minggu. c. Setelah 2 minggu, tanah dibersihkan dari sisa gulma, digemburkan dan dibuat bedengan/guludan setinggi 20-30 cm, lebar 1-1,5 m dan panjang menyesuaikan kondisi lahan. Jarak antar bedengan 30-40 cm. d. Setelah pembuatan bedengan selesai, tanah diberi pupuk kandang 5-10 kg/bedengan dengan cara dibenamkan dan diaduk merata. e. Pembuatan lubang tanam dilakukan setelah tanah diberi pupuk kandang. f. Lubang tanam dibuat dengan jarak tanam 20-60 cm antar baris dan 20-40 cm dalam baris.



125



3.



Penanaman a. Bibit setinggi 15-20 cm ditanam dalam lubang tanam, dalam posisi tegak dan sedikit ditekan pada bagian pangkal batang. b. Penanaman dilakukan pada pagi hari dan dilanjutkan dengan penyiraman hingga guludan benar-benar basah. c. Tanaman yang tidak sehat atau mati segera diganti dengan melakukan penyulaman. d. Bibit yang telah ditanam diberi naungan agar terhindar dari panas matahari.



4.



Pemeliharaan Pemeliharaan tanaman menta meliputi: a. Pengairan Pengairan menta dapat dilakukan dengan cara penggenangan atau menggunakan sprinkler. Pengairan dengan cara penggenangan dilakukan dengan menggenangi lahan antar bedengan selama beberapa saat hingga tanah bedengan basah, kemudian sisa air pada lahan antar bedengan dibuang untuk menghindari adanya genangan. Pengairan dilakukan sesuai kondisi lahan untuk menjaga kelembaban tanah. b. Pemupukan Pada pertanaman menta secara organik, pemupukan dilakukan dengan menggunakan pupuk kandang 1 minggu sebelum tanam dengan dosis 15-30 kg/ha dan dapat dilanjutkan dengan penyemprotan pupuk organik cair secara berkala. Sedangkan pertanaman menta secara anorganik, pemupukan dilakukan dengan menggunakan Urea, SP-36 dan KCl dengan dosis masing-masing 150 kg/ha. Cara pemupukan anorganik adalah sebagai berikut: 1) Umur 2-3 minggu setelah tanam: 75 kg/ha Urea, 150 kg/ha SP-36 dan KCl 2) Umur 1-2 bulan setelah tanam: 75 kg/ha Urea 3) Pemupukan ini diulangi kembali setelah panen dengan dosis yang sama. Penentuan dosis perlu memperhatikan tingkat kesuburan tanah, umur tanaman dan kondisi iklim.



126



c.



d.



Penyiangan 1) Penyiangan dilakukan 1 minggu sekali dan lebih intensif menjelang panen. 2) Penyiangan dilakukan untuk menghilangkan gulma dan menggemburkan tanah di sekitar perakaran tanaman. 3) Selain menjadi pesaing penyerapan hara dan sebagai tanaman inang penyebab penyakit bagi menta, gulma juga mengganggu pertumbuhan stolon menta. 4) Gulma yang terbawa saat panen, akan mempengaruhi mutu dan kualitas produksi. Pengendalian hama dan penyakit Untuk menghindarkan serangan hama penyakit maka sangat dianjurkan untuk dilakukan pengamatan secara rutin, sehingga pada serangan awal sudah bisa dilakukan pengendalian. Hama tanaman menta: 1) Tungau merah (Tetranychus sp.) 2) Serangga yang disebut juga spider mites atau red spider mites menyerang dengan menghisap cairan tanaman. Serangan ditandai dengan timbulnya bercak-bercak yang awalnya berwarna putih kekuningan dan lama-kelamaan berubah seperti karat. Bercak ini meluas pada seluruh permukaan daun seiring meluasnya serangan. Tanda serangan dapat dilihat dari bentuk daun menjadi berlekuk-lekuk tidak teratur akhirnya merontok. Populasi tungau berkembang dan tumbuh cepat pada M. Piperita. 3) Rayap tanah 4) Populasi rayap tanah dalam jumlah sangat tinggi menyerang perakaran menta sehingga tanaman kering dan mati. 5) Hama sekunder berupa ulat pemakan daun, ulat penggulung daun (Sylepta sp.), kutu putih (Planococcus sp.) dan belalang. Cara pengendalian meliputi: 1) Kultur teknis a) Pengaturan pola tanam, tata tanam dan jarak tanam b) Penanaman serempak c) Penggunaan tanaman perangkap (Angelica acutibola dan Ricinus communis) untuk mencegah tungau merah. d) Pemangkasan/pemetikan daun terserang e) Pemupukan yang tepat.



127



2) Biologis a) Penggunaan musuh alami b) Penggunaan agensia hayati c) Penggunaan pestisida nabati 3) Kimiawi a) Pengendalian kimiawi dilakukan jika pengamatan rutin menunjukkan bahwa populasi tungau merah mengalami peningkatan pesat. b) Pengendalian dengan menggunakan pestisida harus berdasarkan 6 tepat (tepat sasaran, tepat mutu, tepat jenis, tepat waktu, tepat dosis/konsentrasi dan tepat cara penggunaan). Penyakit tanaman menta: 1) Karat mint (Puccinia menthae) Gejala berupa munculnya bintik melepuh berwarna kuning terang pada tunas muda yang kemudian tumbuh menjadi bintik merah kecoklatan yang dikelilingi lingkaran kuning. Daun yang terinfeksi jatuh dan terjadi kerontokan parah pada tanaman. Pengendalian dapat dilakukan dengan membajak tanah bekas pertanaman mint untuk mengubur spora jamur penyebab penyakit. 2) Layu (Verticillium dahliae) Gejala awal penyakit ini adalah daun bagian atas (pucuk) tumbuh seperti terpelintir dan keriting. Tanaman yang terinfeksi menjadi kerdil dan warna daun menjadi kuning atau merah tembaga. Kematian diawali daun terendah dan diikuti bagian tanaman diatasnya. Pada saat pembungaan atau terjadi tekanan pertumbuhan, menta dapat mati lebih cepat tanpa terdeteksi terlebih dahulu. Pengendalian dilakukan dengan melakukan rotasi tanaman dengan tanaman yang tidak rentan penyakit tersebut, segera mencabut dan membakar tanaman yang terinfeksi sebelum menular ke tanaman lain, dan menggunakan bibit tanaman yang sehat. 3) Antraknosa mint (Sphaceloma menthae) Gejala diawali dengan adanya bintik cekung kecil berwarna coklat pada daun bagian bawah, batang dan stolon. Bintik tersebut kemudian membesar membentuk luka oval dengan pusat berwarna abu cerah dan warna coklat kemerahan pada



128



bagian pinggir. Luka oval dalam jumlah banyak akan menyatu dan menyebabkan kerontokan atau bahkan membentuk kanker besar yang membelah batang. Kelembaban dan curah hujan yang tinggi memperburuk infeksi antraknosa. Pencegahan dapat dilakukan dengan pengolahan tanah yang baik. 4) Busuk batang (Phoma strasseri) Penyakit ini sering muncul di musim hujan. Gejala meliputi adanya kanker hitam atau coklat gelap pada batang atau akar, biasanya terdapat pada sambungan cabang lateral. Penyakit ini melingkari batang hingga bagian tanaman diatas bagian yang terinfeksi layu dan mati. 5) Busuk daun, batang dan akar (Rhizoctonia solani) Gejala berupa munculnya warna coklat atau hitam secara cepat pada bagian yang busuk. Tanaman layu secara tiba-tiba. Pengendalian dilakukan dengan membuang tanaman terinfeksi dan melakukan pendangiran pada tanah bekas tanaman yang sakit. 6) Powdey mildew (Erysiphe cichoracearum) Gejala penyakit ini adalah munculnya tepung jamur warna putih abu tumbuh pada permukaan daun hingga kemudian daun menguning dan rontok. Cara pengendalian dengan menimbun tanaman yang terinfeksi penyakit tersebut agar tidak menular. Penyemprotan pestisida sangat tidak dianjurkan karena daun tanaman bisa tercemar. Jika intensitas serangan hama cukup tinggi maka sebaiknya disemprot dengan menggunakan pestisida nabati atau dengan menggunakan agensia hayati seperti Trichoderma, Gliocladium, bakteri Pseudomonas fluorescens, Bacillus substilis dan musuh alami. 5.



Panen a. Sebelum pemanenan, dilakukan penyiangan gulma untuk menjaga kualitas produksi menta. b. Menta dipanen dengan cara memotong bagian tanaman dengan sabit atau gunting stek + 20 cm dari permukaan tanah. c. Panen pertama dilakukan pada saat tanaman berumur sekitar 3-4 bulan setelah tanaman mencapai puncak pertumbuhan vegetatif.



129



d.



e. f.



6.



Panen dilakukan pada pagi hari pukul (08.00-10.00) saat udara cerah, agar tidak ada embun yang menempel pada daun yang menyebabkan daun cepat busuk yang akan mempengaruhi aroma minyak. Pemanenan dilakukan 3-4 kali setahun. Hasil panen tidak boleh disimpan lebih dari 1 minggu karena akan mempengaruhi kadar minyaknya.



Pascapanen a. Sortasi basah Bagian tanaman menta yang digunakan adalah semua bagian tanaman di atas tanah (herba). Sortasi basah dilakukan dengan memisahkan menta dengan kotoran, bahan asing lainnya serta gulma dan tanah yang terbawa. Selain itu juga dilakukan pemisahan bagian-bagian tanaman yang rusak atau tidak terpakai. b. Pencucian 1) Setelah melalui proses sortasi basah, dilakukan pencucian dengan air mengalir dari sumber air yang bersih dan sehat. 2) Setelah pencucian maka bahan segera ditiriskan atau dianginanginkan. c. Pengeringan 1) Bahan yang sudah bersih dan kering dari sisa air pencucian, dikeringkan di tempat yang beraerasi baik (dikering-anginkan) selama 3-4 hari tergantung kondisi cuaca. 2) Selama dikering-anginkan bahan dibolak-balik. 3) Untuk bahan penyulingan, pengering-anginan dilakukan hingga kadar air mencapai sekitar 30-35% atau penyusutan bahan mencapai kira-kira 1/3 dari berat semula. 4) Untuk simplisia, pengering-anginan dilakukan hingga kadar air mencapai maksimal 12%. 5) Pengeringan menggunakan sinar matahari langsung harus dihindari karena menyebabkan penguapan minyak dan terjadi reaksi polimerisasi. d. Sortasi kering Setelah pengeringan selesai, dilakukan sortasi kering dengan memisahkan benda asing seperti kotoran-kotoran yang masih tertinggal dan bagian-bagian tanaman yang tidak diinginkan sebelum kemudian dikemas dan disimpan atau digunakan untuk proses selanjutnya.



130



e.



f.



Penyulingan 1) Alat yang digunakan untuk penyulingan dibuat dari bahan alumunium atau stainless steel, tidak boleh menggunakan bahan besi atau tembaga. 2) Cara penyulingan dilakukan dengan cara kukus selama 6 jam atau cara uap langsung dengan boiler selama 4 jam. Pengemasan dan penyimpanan 1) Minyak hasil penyulingan, disaring menggunakan kertas sablon atau kertas saring. 2) Minyak yang telah jernih dikemas dalam botol berwarna gelap, botol alumunium atau jerigen berjenis poly ethylene kemudian ditutup rapat. 3) Pengisian minyak tidak boleh terlalu penuh. 4) Untuk pemilihan bahan pengemasan simplisia, menggunakan wadah transparan dan tertutup rapat. 5) Penyimpanan simplisia harus ditempat yang bersih, kering (kelembaban rendah), beraerasi baik dan terhindar dari sinar matahari langsung. 6) Tempatkan bahan dalam rak-rak kayu dan tidak langsung di lantai. 7) Susun bahan berdasarkan konsep FIFO (first in first out), artinya bahan yang pertama masuk ke penyimpanan harus keluar pertama kali juga.



131



Orthosiphon aristatus (Thunb.) B.B.S non Bth. (Kumis Kucing)



Nama Daerah Kumis kucing (Melayu), remujung (Jawa), remukjung, kumis kucing (Sunda), sesalaseyan, soengot koceng (Madura).



Botani Kumis kucing tumbuh di dataran rendah sampai sedang. Selain di Indonesia ditemukan juga di Asia Tengah, Cina, Kepulauan Pasifik dan Australia. Perawakan terna tegak, tinggi sampai dapat mencapai 2 m. Batang bersegi empat dari pangkal, agak beralur, tidak berambut sampai berambut pendek. Daun tunggal, letak bersilang-berhadapan, helaian daun berbentuk bulat telur, bulat memanjang-lanset, oval atau belah ketupat, pangkal meruncing, runcing sampai tumpul, petulangan daun menyirip, tulang daun berambut, di seluruh permukaan daun berbitik-bitik kelenjar, panjang tangkai 3 cm. Perbungaan berupa bunga majemuk tandan, di ujung batang atau cabang, panjang 7-29 cm, tertutup rambut berwarna ungu, saat kering berwarna putih, tangkai bunga berambut halus dan jarang, panjang 1-6 mm. Kelopak bunga berbintik kelenjar, alur dan pangkal daun kelopak berambut halus jarang, bagian ujung tidak berambut, saat bunga mekar panjang kelopak 4-7,5 mm, saat tua mencapai 12 mm, Mahkota bunga berbibir 2, daun mahkota berwarna ungu pucat sampai putih, panjang 13-27 mm, tabung mahkota 10-18 mm, bibir 4,5-10 mm, toreh mahkota bunga membulat sampai tumpul, putih atau ungu terang. Benang



132



sari lebih panjang dari tabung mahkota bunga, melebihi bibir mahkota bagian atas. Buah berwarna coklat gelap, panjang 1,75-2 mm.



Budidaya Untuk membudidayakan kumis kucing diperlukan langkah-langkah sebagai berikut: 1.



Pembibitan a. Perbanyakan tanaman kumis kucing dapat dilakukan dengan stek batang atau stek cabang. b. Untuk mendapatkan bibit yang baik, ambil bahan stek dari tanaman yang sehat, memiliki pertumbuhan yang optimal dan dari jenis atau varietas yang jelas. c. Bahan stek diambil dari pucuk batang atau cabang atau dari cabang atau batang yang tidak terlalu tua dan berdiameter antara 3-5 mm. d. Panjang stek antara 15 sampai 20 cm. e. Stek disemaikan terlebih dahulu untuk menjamin keseragaman pertumbuhan di lahan. f. Pesemaian stek dilakukan di tempat yang teduh dan lembab dengan media semai berupa campuran tanah, pupuk kandang dan pasir dengan perbandingan 1:1:1. g. Pesemaian dilakukan sampai stek tumbuh dengan baik antara 6-8 minggu.



2.



Persiapan lahan a. Pola penanam kumis kucing dapat dilakukan secara monokultur atau tumpangsari tergantung dari tujuannya, untuk budidaya monokultur pengolahan lahan sangat penting untuk dilakukan sebagai upaya memberikan tempat tumbuh yang optimal. b. Sebelum diolah, lahan dibersihkan terlebih dahulu dari gulma dan sisa perakarannya, kemudian dicangkul secara merata sedalam 30 cm dan diratakan. c. Setelah lahan dicangkul dibuat lajur-lajur dan dibuat lubang tanam dengan jarak 40 cm antar lubang dan 60 cm antar baris. d. Dalam setiap lubang tanam diberi pupuk kandang sebanyak 1 kg dan pupuk TSP sebanyak 5 gram.



3.



Penanaman a. Bibit yang telah disiapkan langsung ditanam dalam lubang tanam.



133



b. c.



d.



Setelah penanaman bibit harus dijaga kebutuhan airnya sampai benar-benar tumbuh dengan baik di lahan. Penanaman dengan menggunakan pola tumpang sari harus menyesuaikan dengan tanaman pokoknya apakah itu semusim atau menahun. Jika ditanam di bawah tegakan (tanaman menahun), penanaman dilakukan diantara tanaman pokok yang masih memungkinkan memperoleh sinar matahari cukup.



4.



Pemeliharaan a. Pemeliharaan tanaman kumis kucing di lahan dimulai dari pemberian pupuk susulan berupa NPK dengan dosis 3gr/tanaman diberikan pada saat tanaman berumur 3 bulan di lahan. b. Untuk menjaga kebutuhan air maka pengairan harus dilakukan secara teratur terutama pada saat musim kemarau. Meskipun tanaman kumis kucing termasuk tanaman yang tahan terhadap kekeringan namun guna menjaga pertumbuhan vegetatifnya perlu dijaga kebutuhan airnya. c. Selain pengairan maka penyiangan dan pendangiran juga perlu dilakukan secara intensif. Untuk menjaga tanaman dari serangan hama penyakit harus dilakukan pengamatan secara intensif. Umumnya jenis penyakit yang sering menyerang tanaman kumis kucing adalah jamur upas (Upasia salmonicolor atau Corticum salmonicolor). Untuk pengendalian penyakit ini perlu dilakukan dengan perbaikan drainase, pemotongan tanaman yang sakit parah, rotasi tanaman dan jika serangan sangat parah bisa dilakukan penyemprotan fungisida.



5.



Panen a. Waktu panen kumis kucing yang tepat sebaiknya dilakukan pada saat tanaman memasuki fase vegetatif optium yaitu pada saat tanaman akan membentuk calon bunga, dengan perhitungan waktu, berkisar pada umur 6-8 minggu sejak penanaman. b. Pemetikan atau pemanenan yang dilakukan lebih awal justru lebih baik karena akan merangsang pertunasannya. c. Pemanenan dilakukan secara manual dengan memetik cabang kumis kucing sampai daun ke-8 dihitung dari pucuknya. d. Keterlambatan panen dapat menyebabkan kumis kucing lebih cepat berbunga dan jika sudah berbunga maka simplisia yang dihasilkan akan menurun kualitasnya.



134



e.



6.



Pemanenan dapat dilakukan secara rutin setiap 2-3 minggu sampai tanaman berumur 2-3 tahun dan selanjutnya perlu dilakukan peremajaan.



Pascapanen Pengelolaan pascapanen terutama proses pengeringan daun kumis kucing memerlukan perlakuan sedikit berbeda. Hal ini disebabkan kandungan fenol yang terdapat pada daun kumis kucing menyebabkan daun cepat mengalami proses pencoklatan akibat reaksi oksidasi. a. Sortasi basah Pada tahap ini dipisahkan daun kumis kucing dari tangkainya. Selain itu juga memisahkan daun dari kotoran (batu, kerikil, gulma) dan pengotor lain yang tidak diinginkan. Selain itu juga memisahkan daun yang bagus dengan daun yang busuk, rusak, atau berpenyakit. b. Pencucian Pembersihan daun dari kotoran yang melekat dilakukan dengan mencuci daun menggunakan air mengalir hingga kotoran lepas dari permukaan daun. Kotoran yang melekat pada bagian yang susah dibersihkan, dihilangkan dengan cara penyemprotan air bertekanan tinggi atau dengan disikat menggunakan sikat halus. c. Penirisan Penirisan bertujuan untuk menghilangkan air yang melekat pada permukaan daun. Penirisan ini dilakukan dengan cara menghamparkan daun di atas rak peniris yang bersih. Kemidian rak peniris diletakkan di tempat yang teduh dengan aliran udara yang cukup. d. Pengeringan 1) Pengeringan dapat dilakukan dengan menggunakan sinar matahari atau dikeringkan dalam ruang pengering. Pengeringan menggunakan sinar matahari tidak dengan sinar matahari langsung, tetapi dikering anginkan. 2) Pengeringan dengan alat pengering dilakukan dengan suhu 40oC50oC. Suhu pengering yang digunakan tidak boleh terlalu tinggi agar kandungan di dalam daun kumis kucing tidak rusak. 3) Pengeringan dihentikan setelah bahan mencapai kadar air lebih kurang 10%, secara fisik ditandai bahan mudah dipatahkan dengan tangan. e. Sortasi kering Sortasi kering dilakukan dengan memisahkan kotoran dari simplisia kering yang pasih terlewat pada sortasi awal.



135



f.



Pengemasan dan penyimpanan 1) Untuk pemilihan bahan pengemasan, karena bahan bertekstur keras, harus dipilih bahan pengemas yang tidak mudah rusak, misalnya kantong kertas tebal (kantong semen), atau kresek plastik. 2) Selanjutnya tiap wadah diberi label yang berisi identitas simplisia meliputi nama simplisia, tanggal penyimpanan, kadar air, jumlah bahan. 3) Penyimpanan simplisia harus ditempat yang bersih, kering (kelembaban rendah), beraerasi baik dan terhindar dari sinar matahari langsung. 4) Tempatkan bahan dalam rak-rak kayu dan tidak langsung di lantai. 5) Susun bahan berdasarkan konsep FIFO (first in first out), artinya bahan yang pertama masuk ke penyimpanan harus keluar pertama kali juga.



136



Murraya paniculata [L] Jack (Kemuning)



Nama Daerah Minangkabau: kamuniang; Jawa : kamuning; Bali : kuning; Nusa Tenggara: kemuni (Bima), kemiuning (Sumba), sukik (Bread); Sulawesi: kamuning (Manado), kamoni (Bare), kamuning (Napier), Palopo (Bugis); Maluku: eschi (Wetar), fanasa (Aru), kamoni (Ambon)



Botani Perawakan semak atau pohon rendah, bercabang banyak, tinggi dapat mencapai 7 m. Batang keras, beralur, tidak berduri. Daun majemuk menyirip ganjil dengan anak daun berjumlah 3-8, umumnya 4–7, letak daun berseling. Helaian anak daun bertangkai, bentuk bulat telur sungsang (terbalik) atau lonjong, ujung dan pangkal runcing, tepi rata atau agak beringgit, panjang 2-7 cm, lebar 1-3 cm, permukaan licin, mengkilap, warna hijau, bila diremas tidak berbau. Perbungaan berupa bunga majemuk tandan, tersusun atas 1-8 bunga, warna putih, harum, tumbuh dari ketiak daun atau ujung cabang batang.



137



Panjang kelopak bunga 2 – 2,5 mm. Panjang daun mahkota bunga 6–27 mm, lebar 4–10 mm, berwarna putih, tangkai bunga 2–9 mm. Benang sari dengan tangkai berbentuk garis, panjang 3,5 – 13 mm, tangkai putik 4–9 mm. Buah tebal, berdaging, berbentuk telur atau lonjong, panjang 8-12 mm, masih muda hijau setelah tua merah mengkilap, berisi 2 biji.



Budidaya Untuk membudidayakan kemuning maka diperlukan langkah-langkah sebagai berikut: 1.



Pembibitan a. Untuk penanaman biji disemaikan terlebih dahulu di tempat persemaian atau dalam polibag dengan media tanam berupa campuran tanah dan kompos dengan perbandingan 1:1. b. Biji akan berkecambah dalam waktu 1-2 minggu dan siap dipindah ke lahan setelah tumbuh 15-20 cm yaitu pada umur 2-3 bulan.



2.



Pengolahan lahan a. Tanah dicangkul kemudian tanah dicampur dengan pupuk kandangatau pupupk kompos (1:1). b. Campur sampai rata dan selanjutnya tanam bibit yang sudah siap dalam media tanam.



3.



Penanaman a. Penanaman kemuning dilakukan pada awal musim penghujan, dilahan yang subur dan gembur. b. Untuk penanaman awal ke lubang tanam diberi pupuk kandang sebanyak 5 kg/ lubang.



4.



Pemupukan a. Pemeliharaan selanjutnya adalah pemberian pupuk susulan secara berkala yaitu 6 bulan sekali menggunakan pupuk NPK dengan dosis 10 g/tanaman. b. Panen kemuning sudah dapat dimulai setelah tanaman berumur 2-3 tahun, dan selanjutnya secara berkala setiap 6 bulan sekali.



5.



Panen a. Untuk memperoleh kandungan senyawa aktif yang optimal, pemanenan daun kemuning sebaiknya dilakukan dengan cara memetik daun-daun yang telah tua atau telah tumbuh optimal namun belum mengalami senescen (mati fisiologis). 138



b.



6.



Hasil panen bisa ditampung dalam kantong plastik atau tempat lain. Jika panen dilakukan terhadap pohon kemuning yang telah tumbuh tinggi (lebih dari 3m), maka dibagian bawah diberi alas terpal dan hasil pemetikan bisa langsung ditampung dibawahnya. Cara ini untuk menghindarkan daun kontak langsung dengan tanah.



Pascapanen a. Sortasi dan pencucian 1) Setelah bahan hasil panen dibawa ke tempat pengolahan maka pertama kali yang harus dilakukan adalah sortasi. 2) Kegiatan ini bertujuan untuk memisahkan bahan asing, daun yang telah kuning dan daun yang rusak akibat pemanenan. 3) Selanjutnya bahan dicuci dibawah air mengalir dari sumber air yang bersih. 4) Pencucian dilakukan dengan berhati-hati agar daun tidak rusak. 5) Segera setelah pencucian selesai maka daun harus segera ditiriskan di dalam wadah peniris atau rak peniris sampai bahan kering dari air pencuci. b. Pengeringan 1) Daun kemuning yang telah dicuci dan ditiriskan kemudian dikeringkan dengan pengeringan alami dan mesin. 2) Pengeringan alami dilakukan di rak atau wadah pengering langsung dibawah sinar matahari, sedangkan dengan mesin pengeringan dilakukan dengan menggunakan oven. 3) Untuk pengeringan dibawah sinar matahari perlu dilakukan pembalikan secara teratur agar daun kering secara merata dan juga tumpukan daun tidak terlalu tebal sehingga tidak mengakibatkan pengeringan berjalan sempurna. 4) Jika tumpukan daun terlalu tebal juga dapat mengakibatkan terjebaknya uap air di antara tumpukan daun yang memicu proses enzimatis (browning) sehingga warna daun menjadi coklat. 5) Pengeringan dihentikan setelah kadar air daun mencapai lebih kurang 10% ditandai daun jika diremas langsung hancur dan tangkai daun dapat dengan mudah dipatahkan. c. Sortasi kering 1) Kegiatan sortasi kering sebenarnya bisa dilakukan sekaligus ketika pengeringan tengah berlangsung. 2) Sortasi kering dimaksudkan untuk membuang bahan asing yang mencemari atau daun yang rusak akibat pengeringan, misalnya gosong atau busuk. 139



d.



3) Namur sortasi kering dapat juga dilakukan setelah bahan selesai dikeringkan dan biasanya akan memberikan hasil lebih bersih. 4) Bahan pencemar yang biasanya terikut selama proses pengeringan seperti debu, kerikil, tali plastik, dan rambut harus dibuang. Pengemasan dan penyimpanan 1) Bahan yang telah selesai dikeringkan harus segera dikemas dalam wadah yang kedap air, bersih dan kuat. 2) Bahan pengemas untuk simplisia tanaman obat juga harus bersifat inert atau tidak bereaksi dengan simplisia, sebagai contoh bahan yang baik terbuat dari kantong plastik yang tebal, kertas semen tebal atau kertas yang berlapis aluminium foil. 3) Penyimpanan simplisia harus digudang yang bersih, beraerasi baik, kelembaban rendah dan terhindar dari sinar matahari langsung.



140



Piper retrofractum Vahl (Cabe Jawa)



Nama Daerah Sumatera: lada panjang, cabai jawa, cabai panjang (Melayu); Jawa cabean, cabe alas, cabe areuy,cabe jawa, cabe sula (Jawa); Madura: cabhi jhamo, cabi onggu, cabi salah (Madura); Sulawesi: cabia (Makassar)



Botani Cabe jawa merupakan tanaman semak, merayap di tanah atau membelit di batang pohon dengan panjang mencapai 10 meter. Daun tunggal, letaknya tersebar, berbentuk bulat telur sampai lonjong dengan pangkal daun berbentuk jantung atau membulat. Ujung daun runcing. Buah berbentuk bulat, lonjong berwarna merah. Biji berukuran 2-2,5 mm. Tumbuh di Bali, Jawa, Sumatera dan Maluku pada ketinggian 0-600 m dpl, terutama banyak ditemukan di daerah pantai, hutan sekunder, lereng bukit, menempel pada tiang atau batang pohon. Tumbuh baik pada daerah tanah sedikit berpasir dengan kandungan bahan organik yang banyak. Cabe jawa dapat hidup di daerah naungan maupun daerah dengan intensitas cahaya tinggi. 141



Terdapat beberapa varitas seperti varitas Madura, Ponorogo dan Wonogiri. Sentra produksi banyak tersebar di beberapa daerah. Salah satunya di pesisir barat Sumatera.



Budidaya Untuk membudidayakan cabe jawa diperlukan langkah-langkah sebagai berikut: 1.



Pembibitan a. Diperbanyak dengan stek batang atau stek sulur panjat, sulur tanah atau sulur cacing dan sulur buah. b. Panjang stek 30-40 cm dengan jumlah tunas 3-4. c. Stek dicelup dalam larutan auksin atau auksin ditambah gula selama 4 jam atau larutan air kelapa 25% selama 12 jam untuk memacu pertumbuhan akar. d. Media penyemai menggunakan campuran tanah (3) : pasir (1) : pupuk kandang (1), tergantung jenis tanahnya.



2.



Persiapan lahan a. Lahan berprosentase kandungan tanah liat agak tinggi dicampur pupuk kandang dengan perbandingan 7:3. b. Lahan digemburkan denga cara dicangkul. c. Dibuat parit pemisah untuk menjaga drainase. d. Tiang panjat ditata dengan jarak 1,5-2 m. e. Dibuat lubang tanam dengan ukuran 50x50x50 cm, berjarak 20-30 cm dari tiang panjat. Setiap tiang panjat dapat dibuat 1-3 lubang tanam



3.



Penanaman a. Waktu tanam dipilih pada awal musim penghujan agar suplai air cukup. b. Bibit cabe jawa ditanam sebanyak lubang tanam yang telah disiapkan pada setiap tiang panjat. c. Cabe jawa dapat ditanam secara monokultur ataupun polikultur. Polikultur dapat dengan jagung atau padi. d. Penanaman cabe jawa di perkebunan dapat dilakukan dengan jarak antar baris sejauh 2-3 m



4.



Pemeliharaan a. Pemeliharaan tanaman meliputi pembentukan tajuk, pembuangan sulur, penyiangan, pemulsaan dan pemupukan



142



b. c.



Pemupukan: 25-40 g Urea, 10-25 g SP-36 dan 10-25 g KCl per tanaman per tahun. Penyakit yang sering muncul pada tanaman cabe jawa lebih banyak disebabkan oleh cendawan dan kutu daun.



5.



Panen a. Panen dilakukan dengan cara memetik buah masak (kekuninganmerah) b. Pemanenan dilakukan secara bertahap karena pematangan buah tidak bersamaan.



6.



Pascapanen a. Buah cabe jawa setelah dipanen dilakukan sortasi basah untuk menghilangkan benda-benda asing. b. Setelah disortasi, buah cabe jawa segera diangin-anginkan di atas tikar atau kerai bambu (tampah) untuk mencegah tumbuhnya jamur. c. Sebelum dikeringkan, rendam cabe jawa dalam air mendidih selama 10 menit (blanching) untuk menghentikan proses pematangan lebih lanjut. d. Setelah direndam selama 10 menit kemudian ditiriskan, yang selanjutnya untuk dilakukan proses pengeringan. e. Pengeringan dilakukan dengan menjemur di bawah sinar matahari Cabe jawa akan kering dalam waktu 5-7 hari pada cuaca cerah atau dengan oven pada suhu 40-500C. Proses pengeringan dengan oven selama 1-2 hari. Kadar air setelah proses pengeringan antara 10-12%. f. Simplisia yang telah cukup kering dikemas dalam kantong plastik dan disimpan g. Setelah kering, cabe dikemas dimasukkan dalam karung atau kantong plastik.



143



Plectranthus scutellarioides (L.) R.Br. (Iler)



Nama Daerah Sumatera: si gresing (Batak), adang-adang (Palembang), miana, pilado (Minangkabau); Jawa: jawer kotok (Sunda), iler, kentangan (Jawa), Madura: dhin-kamandhinan (Madura); Sulawesi: rangon, serewung (Minahasa), ati-ati, panci-panci, saru-saru (Bugis).



Botani Iler merupakan tumbuhan berbatang lunak tidak berkayu, bersegi empat dan tinggi mencapai 1 meter. Tumbuhan ini mempunyai ratusan varietas yang dicirikan pada variasi bentuk daun, warna daun, habitus dan karakteristik perbungaan. Warna daun hibrid iler sangat bervariasi antara lain hijau, hijau muda, merah, ungu, merah muda, kuning maupun campuran dari berbagai warna tersebut. Iler lebih sering ditanam sebagai tanaman hias, tumbuh di pekarangan, maupun di area persawahan. Tanaman ini dapat tumbuh di dataran rendah hingga dataran tinggi pada ketinggian mencapai 1.300 m.



Budidaya Untuk membudidayakan iler maka diperlukan langkah-langkah sebagai berikut: 1.



Pembibitan Iler dikembangbiakkan secara vegetatif menggunakan stek batang yang akan berakar dengan mudah.



144



a. b.



c.



Panjang stek 15-20 cm diambil dari ujung batang muda. Pesemaian dilakukan menggunakan polibag kecil yang telah diisi dengan media semai berupa campuran tanah, pasir dan pupuk kandang dengan perbandingan 1:1:1. Pesemaian dilakukan di tempat yang teduh. Setelah tumbuh tunas diketiak daun maka bibit siap dipindah ke lahan penanaman.



2.



Persiapan lahan a. Lahan untuk penanaman iler dipilih yang tidak ternaungi atau di tempat terbuka dengan sinar matahari yang cukup sepanjang hari. b. Lahan dibersihkan dari gulma dan sisa perakaran kemudian dicangkul sedalam ± 30 cm sambil digemburkan dan dibuat guludan. c. Buat lubang tanam dalam guludan dengan ukuran diameter 15 cm dengan kedalaman 30 cm.



3.



Penanaman a. Lubang tanaman diberi pupuk kandang sebanyak 0,5 kg. b. Bibit iler dimasukkan ke dalam lubang tanam dan ditimbun dengan tanah dengan sedikit ditekan-tekan serta dengan jarak tanam 30 x 30 cm.



4.



Pemeliharaan a. Setelah bibit tertanam dilakukan penyiraman untuk menjaga kelembaban tanah dengan cara kocoran atau sistem genangan. b. Pemupukan susulan menggunakan pupuk NPK dengan sebanyak 5-10 g/tanaman yang diberikan setiap bulan sekali. c. Lakukan penyiangan terhadap gulma atau tanaman pengganggu lainnya untuk mengurangi persaingan dalam memperoleh hara tanah. d. Pengamatan secara intensif dilakukan untuk mengendalikan serangan awal hama penyakit.



5.



Panen a. Iler dapat dipanen setelah berumur 4-6 bulan menjelang berbunga. b. Panen dilakukan dengan memotong batang atau cabang sepanjang yang memiliki daun 8-10 daun dihitung dari daun bagian pucuk. c. Batang dipotong-potong dengan ukuran panjang 5-10 cm. d. Bahan dikumpulkan dalam wadah untuk dibawa ke tempat pengelolaan pascapanen.



145



6.



Pascapanen a. Sortasi basah Bahan yang masih segar dipisahkan dari bahan pencemar lain berupa tanah, kotoran, daun yang busuk, atau tanaman lain yang terikut dari proses panen secara cermat. b.



Pencucian 1) Pencucian bahan dilakukan dalam bak pencuci atau dalam keranjang pencuci di bawah air mengalir yang berasal dari sumber air yang bersih 2) Lalukan proses pencucian secara hati-hati agar daun atau bahan tidak rusak karena kerusakan bahan akan memicu proses pembusukan 3) Pencucian dilakukan secara bertingkat sampai air pencuci jernih. 4) Setelah bahan dicuci kemudian ditiriskan dalam rak peniris sampai air bekas pencucuian hilang. Penirisan sebaiknya dilakukan di tempat yang teduh dengan aerasi yang baik.



c.



Pengubahan bentuk Pengubahan bentuk dilakukan dengan perajangan atau pemotongan dengan ukuran panjang ±5 cm menggunakan pisau stainless steel.



d.



Pengeringan 1) Pengeringan iler dapat dilakukan dengan menggunakan oven pengering maupun secara alamiah di bawah sinar matahari. 2) Pengeringan menggunakan oven dilakukan dengan cara bahan langsung dimasukkan dalam oven dengan suhu tidak lebih dari 500C. 3) Pengeringan dengan sinar matahari dapat dilakukan dalam rak pengering atau di atas tambir. 4) Selama proses pengeringan bahan harus sering dibalik-balik agar diperoleh dapat kering secara serentak. 5) Pengeringan dihentikan setelah bahan cukup kering dengan kadar air tidak lebih 10%, secara fisik ditandai dengan mudah dipatahkan batangnya, dan daunnya jika diremas langsung hancur.



e.



Sortasi kering Selama proses pengeringan dapat dilakukan kegiatan sortasi kering untuk memisahkan atau membuang pencemar baik organik maupun an-organik yang terikut selama proses pengolahan maupun pengeringan.



146



f.



Pengemasan 1) Bahan yang telah kering harus segera dikemas jika tidak langsung digunakan 2) Bahan pengemas harus terbuat dari bahan yang kedap air, kuat dan bersih. 3) Setelah dikemas langsung ditutup rapat, diberi label dan disimpan di tempat yang bersih, bersirkulasi udara baik dan terhindar dari sinar matahari.



147



Sonchus arvensis (L). (Tempuyung)



Nama Daerah Jawa: Rayana, galibug (Sunda), tempuyung (Jawa)



Botani Tempuyung merupakan terna semusim, tegak, tinggi dapat mencapai 1,5 m dan mempunyai akar tunggang yang kuat. Tumbuhan ini hidup terutama di daerah yang banyak curah hujannya, pada ketiggian 50 m-1.650 m dari permukaan laut. Tumbuh di tempat terbuka atau sedikit terlindung pada tanah bertebing, di pematang dan di pinggir saluran air. Tempuyung mempunyai 2 keanekaragaman, yaitu berdaun kecil (Sunda, Lampung) dengan daun berukuran panjang 30 cm, lebar 6 cm dan tanaman yang berdaun besar (rayana) dengan tinggi batang sampai 2 m, daun berukuran panjang 48 cm dan lebar 10 cm. Tempuyung banyak ditemukan si Sumatera, Jawa, Bali, Sulawesi dan Papua.



Budidaya Untuk membudidayakan sambiloto maka diperlukan langkah-langkah sebagai berikut:



148



1.



Pembibitan Tempuyung diperbanyak dengan biji. Biji tempuyung berukuran kecil dan halus. Setiap gram berisis 2.500 biji. Benih tempuyung bersifat rekalsitran, artinya daya kecambahnya cepat menurun. Benih yang sudah disimpan lebih dari 1 bulan tidak direkomendasikan untuk digunakan. a. Benih disemai dalam bedeng pesemaian yang ditutup dengan plastik dan dinaungi. b. Diperlukan 100-200 g benih/Ha lahan, dengan luas pesemaian 1020m2. c. Benih akan berkecambah dalam 5 hari. d. Setelah berumur 1 minggu, bibit dipindahkan ke dalam polybag yang telah diisi campuran tanah dan pupuk kandang.



2.



Persiapan lahan a. Lahan yang akan digunakan untuk menanam tempuyung diolah dengan bedengan 20-30 cm. b. Panjang bedengan disesuaikan dengan keadaan lahan, dan dipupuk dengan pupuk organik. c. Tanah hendaknya dibersihkan dari ranting-ranting dan sisa-sisa tanaman yang sukar lapuk. d. Saluran drainase harus diperhatikan, terutama pada lahan yang datar jangan sampai terjadi genangan (drainase kurang baik). e. Pembuatan dan pemeliharaan drainase dimaksudkan untuk menghindari berkembangnya penyakit tanaman.



3.



Penanaman a. Tempuyung dapat dibudidayakan di lahan kering atau tanah tegalan pada musim penghujan. b. Pilih bibit yang baik, seragam dengan tinggi 10 cm, berdaun 4. c. Tanamkan bibit tersebut ke dalam lubang-lubang yang tersedia sedalam 5 cm. d. Padatkan tanah sekitar pangkal bibit, dengan jarak tanam 30 x 40 cm. e. Tanaman muda perlu dinaungi selama 1-2 minggu untuk mencegah cekaman akibat tingginya intensitas cahaya matahari.



4.



Pemeliharaan a. Pengairan tempuyung dapat dilakukan dengan cara kocoran atau sistem genangan.



149



b. c. d.



Pemupukan dilakukan 3 minggu setelah ditanam dengan dosis per Ha75 kg Urea, 100 kg SP36 dan 50 kg KCl. Pemupukan berikutnya dilakukan 8 minggu setelah tanam dengan dosis yang sama. Pemeliharaan meliputi penyiraman, penyulaman, penyiangan, pemupukan dan pengendalian hama.



5.



Panen a. Panen pertama dilakukan pada usia 2,5-3 bulan. b. Cara memanen daun tempuyung yaitu dengan memotong daun dan batang sampai pangkalnya dengan menggunakan gunting atau pisau tajam. c. Tanaman tersebut akan segera tumbuh kembali dengan munculnya tunas dan daun-daun baru. d. Panen kedua dilakukan dua bulan setelah panen pertama, dan seterusnya. Tanaman tersebut dapat dipanen 4-5 kali. e. Potensi hasil dalam bentuk daun kering adalah 750-1200 kg daun kering/Ha. f. Penyakit yang sering menyerang tempuyung adalah jamur karat (Puccina sp) dan busuk pangkal batang.



6.



Pascapanen a. Sortasi basah 1) Bagian tanaman tempuyung yang digunakan sebagai bahan jamu adalah daun. 2) Tanaman tempuyung setelah di panen, dipisahkan dari bahan organik asing (seperti rumput) dan bahan anorganik asing (seperti tanah) yang terbawa saat panen. 3) Selanjutnya tanaman dipisahkan daun dan tangkainya. Daun tempuyung kemudian dicuci. b. Pencucian 1) Pencucian dilakukan dengan air mengalir dari sumber air yang bersih dan sehat. 2) Setelah pencucian maka bahan segera ditiriskan atau dianginanginkan. c. Pengubahan bentuk Tempuyung yang tumbuh di jawa adalah tempuyung berdaun kecil, sehingga tidak diperlukan tindakan pengubahan bentuk ataupun perajangan.



150



d.



Pengeringan 1) Bahan yang sudah bersih dan kering dari sisa air pencucian, dikeringkan ditempat yang beraerasi baik, dan jangan di bawah sinar matahari langsung. 2) Setelah bahan setengah kering maka dapat dimasukkan ke dalam oven dengan suhu tidak lebih dari 400C. 3) Pengeringan dihentikan setelah bahan mencapai kadar air lebih kurang 10%, secara fisik ditandai bahan mudah dipatahkan dengan tangan dan berbunyi nyaring.



e.



Sortasi kering Sortasi kering dilakukan terhadap daun tempuyung pasca pengeringan, untuk mencegah tercampurnya simplisia tempuyung dengan simplisia lain yang tidak diinginkan. Organoleptis simplisia tempuyung: warna coklat kehijauan, bau lemah, tidak berasa.



f.



Pengemasan dan penyimpanan 1) Untuk pemilihan bahan pengemasan, karena bahan bertekstur keras, harus dipilih bahan pengemas yang tidak mudah rusak, misalnya kantong kertas tebal (kantong semen), atau kresek plastik. 2) Penyimpanan simplisia harus ditempat yang bersih, kering (kelembaban rendah), beraerasi baik dan terhindar dari sinar matahari langsung. 3) Tempatkan bahan dalam rak-rak kayu dan tidak langsung di lantai. 4) Susun bahan berdasarkan konsep FIFO (first in first out), artinya bahan yang pertama masuk ke penyimpanan harus keluar pertama kali juga.



151



Stelechocarpus burahol (BI.) Hook.F. & Th. (Kepel)



Nama Daerah Jawa: Burahol, turalak (Sunda), kepel, kecindul, simpol, cindul (Jawa)



Botani Kepel atau burahol (Stelechocarpus burahol (Blume) Hook.f & Thomson) termasuk salah satu jenis buah. Jenis ini merupakan salah satu famili Annonacecae, merupakan flora asli dari Indonesia. Tumbuhan ini biasa dijumpai di keraton-keraton yang ada di Pulau Jawa. Buah kepel digemari puteri keraton karena dipercaya menyebabkan keringat beraroma wangi dan membuat air seni tidak berbau tajam. Kepel merupakan tanaman identitas Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kepel saat ini sudah sulit dijumpai dan menjadi pohon langka. Jenis ini termasuk salah satu jenis yang masuk dalam Daftar Tanaman Langka.



152



Pohon kepel tegak dengan tinggi mencapai 25 M. Daun berwana hijau gelap berbentuk lanset (bulat telur), tidak berbulu dan merotal tipis dengan pangkal daun panjangnya mencapai 1,5 cm. Tajuk atau kanopinya berbentuk kubah meruncing (layaknya pohon cemara). Cabang-cabangnya mendatar, sementara batangnya berwarna coklat cenderung hitam dengan diameter berkisar 40 cm. Bunga muncul pada tonjolan-tonjolan batang adalah bunga yang berkelamin tunggal, mula-mula berwarna hijau kemudian berubah menjadi keputihputihan. Bunga jantan terletak di batang sebelah atas dan di cabang cabang yang lebih tua, berkumpul sebanyak 8-16 kuntum berdiameter 1 cm. Sementara bunga betina hanya berada di pangkal batang, diameter mencapai 3 cm. Buah bergerombol antara 1-13 buah. Panjang tangkai buaha mencapai 8 cm; buah yang matang hampir bulat bentuknya, berwarna kecoklat-coklatan, diameter 5-6 cm, dan berisi sari buah yang dapat dimakan. Biji berbentuk menjorong, berjumlah 4-6 butir, panjang sekitar 3 cm. Berat segar buah antara 62-105 g, dengan bagian yang dapat dimakan sebanyak 49% dan biji 27% dari berat buah segar. Buah kepel dianggap matang jika digores kulit buahnya terlihat berwarna kuning atau coklat muda.



Budidaya Untuk membudidayakan kepel maka diperlukan langkah-langkah sebagai berikut: 1.



Pembibitan a. Kepel umumnya diperbanyak dari biji yang diambil dari buah matang dan disemaikan. b. Penyetekan dan pencangkokan sudah pernah dicoba, tetapi tidak berhasil. c. Benih dibersihkan dengan cara dicuci dan dikeringkan di tempat teduh. d. Sebelum disemai benih disakarifikasi, tetapi perkecambahannya masih memerlukan waktu beberapa bulan. e. Lambat-laun persentase perkecambahannya menigkat. f. Perkecambahan hipogeal, akar tunggangnya membengkak dan tidak bercabang untuk beberapa waktu. g. Mula-mula semai tumbuh lambat. h. Pada saat semai berdaun 3-5 helai, dipindahtanamkan ke dalam pot. i. Ketika tinggi mencapai 0,5-1,0 m bibit dipindahtanamkan ke lahan dengan jarak tanam 6-8 meter. Fase pertumbuhan vegetatif (vegetative phase, juvenile phase) berlangsung selama 6-9 tahun.



153



2.



Persiapan lahan a. Lahan yang akan digunakan untuk menanam kepel diolah dan dilakukan pembuatan lubang-lubang tempat penanaman berukuran 50 x 50 x 50 cm. b. Tanah lapisan atas hasil galian dicampur dengan pupuk kandang selanjutnya dikembalikan ke tempat penanaman setelah tanaman dipindahtanamkan.



3.



Penanaman a. Kepel dapat dibudidayakan di lahan kering atau tanah tegalan pada musim penghujan. b. Pilih bibit yang baik dan tinggi mencapai 0,5-1,0 m. c. Tanamkan bibit tersebut ke dalam lubang-lubang yang tersedia dengan jarak tanam 6-8 m. d. Untuk memacu pertumbuhan vegetatif daun, tanaman kepel perlu dipupuk dengan kompos 75 kg/Ha, yang diberikan setiap 9 bulan.



4.



Pemeliharaan a. Setelah satu tahun tumbuh, tanaman diberi pupuk kandang, dua minggu sesudahnya diberi pupuk kimia, berupa campuran urea 400 g, dubbel superfosfat 150 g dan kalium sulfat 500 g. Pemupukan dilakukan apda awal musim penghujan demikian seterusnya dilakukan pemupukan setiap tahunnya. Pemeliharaan meliputi penyiraman, penyulaman, penyiangan, pemupukan dan pengendalian hama. b. Belum ada laporan mengenai hama dan penyakit yang berbahaya, tetapi pohon harus dijaga dari serangan kelelawar dan binatang pengerat.



5.



Panen Panen dapat dilakukan setiap 3 bulan. Cara memanen daun kepel yaitu dengan memotong daun dari batangnya menggunakan gunting atau pisau tajam. Kepel merupakan tanaman menahun sehingga bisa dipanen berulang kali.



6.



Pascapanen a. Sortasi basah Bagian tanaman kepel yang digunakan sebagai bahan jamu adalah daun. Setelah di panen, daun dipisahkan dari bahan organik asing



154



(seperti rumput) dan bahan anorganik asing (seperti tanah) yang terbawa saat panen. Selanjutnya tanaman dipisahkan daun dan tangkainya. Daun kepel kemudian dicuci. b.



Pencucian Pencucian dilakukan dengan air mengalir dari sumber air yang bersih dan sehat. Setelah pencucian bahan segera ditiriskan atau dianginanginkan.



c.



Pengubahan bentuk Daun kepel berukuran lebar sehingga perlu pengubahan bentuk melalui perajangan menjadi bagian yang lebih kecil untuk mempercepat proses pengeringan. Perajangan menggunakan pisau stainless untuk menghindari tercampurnya logam berat dan reaksi kimia yang tidak diinginkan bahan dengan komponen bahan perajang.



d.



Pengeringan 1) Bahan yang sudah bersih dan kering dari sisa air pencucian, dikeringkan ditempat yang beraerasi baik, dan jangan di bawah sinar matahari langsung. 2) Setelah bahan setengah kering dimasukkan ke dalam oven dengan suhu tidak lebih dari 400C. 3) Pengeringan dihentikan setelah bahan mencapai kadar air kurang dari 10%, secara fisik ditandai bahan mudah dipatahkan dengan tangan dan berbunyi nyaring.



e.



Sortasi kering Sortasi kering dilakukan terhadap daun kepel paska pengeringan, untuk mencegah tercampurnya simplisia daun kepel dengan simplisia lain yang tidak diinginkan. Organoleptis simplisia daun kepel: warna coklat kehijauan, bau lemah, tidak berasa.



f.



Pengemasan dan penyimpanan 1) Untuk pemilihan bahan pengemasan, karena bahan bertekstur keras, harus dipilih bahan pengemas yang tidak mudah rusak, misalnya kantong kertas tebal (kantong semen), atau kresek plastik. 2) Simplisia daun kepel disimpan dalam wadah tertutup rapat, pada suhu kamar, di tempat kering, sejuk, sirkulasi udara lancar dan terhindar dari cahaya. 3) Tempatkan bahan dalam rak-rak kayu dan tidak langsung di lantai.



155



4) Susun bahan berdasarkan konsep FIFO (first in first out), artinya bahan yang pertama masuk ke penyimpanan harus keluar pertama kali juga.



156



Thymus vulgaris L. (Timi)



Nama Daerah Timi (Jawa)



Botani Thymus vulgaris L. (timi) merupakan tanaman obat dari famili Lamiaceae, berupa terna menahun dengan tinggi mencapai 80 cm. Tumbuh tegak merumpun, tanpa batang utama, dengan percabangan yang banyak. Batang keras berkayu, bulat berwarna coklat. Daun tunggal, letak bersilang berhadapan, ujung runcing, pangkal tumpul, panjang 3-5 mm dan lebar 2-3 mm, berbau harum. Bunga majemuk bentuk malai, terletak di ujung batang atau cabang, kelopak bentuk mangkok warna hijau bertaju 5, mahkota bentuk bibir berwarna ungu. Biji kecil, keras, berwarna hitam. Akar serabut, berwarna putih kecoklatan. Bagian yang digunakan untuk obat sesuai persyaratan Farmakope Indoneisa adalah pucuk berbunga. Timi merupakan tanaman yang berasal dari daerah Mediterania dan secara umum dibudidayakan sebagai tanaman pekarangan di hampir seluruh wilayah Eropa. Di Indonesia timi pertama kali diintroduksi pada era sebelum kemerdekaan, kemungkinan dibawa oleh bangsa Belanda. Tanaman ini



157



diketahui hanya dibudidayakan di pulau Jawa yaitu di Lembang Bandung, lereng Gunung Salak Bogor dan di lereng gunung Lawu, Tawangmangu. Karena daerah asalnya adalah wilayah sub tropis sangat logis jika tanaman ini di Indonesia hanya tumbuh di wilayah pegunungan yang berhawa dingin saja. Daerah yang memungkinkan untuk ditanami timi terbatas di ketinggian lebih dari 1.500 m di atas permukaan laut saja untuk menghasilkan simplisia yang memenuhi standar farmakope. Di bawah ketinggian 1.500 m dpl, timi tidak mampu menghasilkan bunga yang merupakan syarat dari herba timi menurut farmakope untuk menghasilkan senyawa aktif timol dan karvakrol. Tanah yang baik untuk menanam timi harus bertektur gembur, mengandung bahan organik dalam jumlah yang tinggi umumnya berjenis andosol atau organosol. Curah hujan berkisar antara 4.000 mm/tahun dengan suhu rata-rata harian di bawah 20oC.



Budidaya Tahap-tahap budidaya timi adalah sebagai berikut : 1.



Pembibitan Timi mudah dikembangbiakkan dengan menggunakan stek batang, meskipun di daerah asalnya timi juga secara umum dikembangbiakkan dengan menggunakan bijinya atau secara generatif. Untuk membuat bibit timi yang baik, pilih bahan stek dari tanaman yang sehat dan telah cukup umurnya (lebih dari 1 tahun). a. Stek diambil dari pucuk tanaman timi dengan panjang rata-rata 15 cm. b. Semaikan stek timi dalam bedeng pesemaian dengan media berupa campuran tanah dan kompos dengan perbandingan 1:1 yang dipadatkan. c. Untuk mempercepat perakaran maka penggunaan hormon penumbuh akar dianjurkan. d. Setelah stek timi ditanam dalam bedeng pembibitan maka bedengan disungkup menggunakan plastik untuk menjaga kelembaban. e. Pesemaian dijaga kelembabannya dengan cara menyemprot air secara teratur. f. Dalam waktu 6-8 minggu stek timi sudah menghasilkan akar yang cukup untuk dilakukan pemindahan ke lahan (transplanting).



2.



Persiapan lahan Dalam budidaya timi, pemilihan lokasi penanaman sangat menentukan keberhasilan usaha kultur tekniknya. Timi tergolong tanaman sub-tropis, sehingga budidaya timi di wilayah tropis perlu mencari lokasi yang 158



memiliki iklim mirip dengan kondisi sub-tropis, untuk itu di Indonesia budidaya timi harus mencari lokasi pada ketinggian di atas 1.500 m dpl guna memperoleh kondisi lingkungan yang dikehendaki. a. Lahan untuk penanaman perlu diolah terlebih dahulu yaitu dengan cara dicangkul secara merata dengan kedalaman 30 cm. b. Tujuan pengolahan lahan adalah untuk menyiapkan media tanam yang optimal bagi pertumbuhan akar tanaman, selain itu juga untuk menghilangkan gulma dari penanaman sebelumnya. c. Setelah lahan dicangkul secara merata maka diberi pupuk dasar berupa pupuk kandang dengan dosis 20 ton/Ha dan pupuk TSP dengan dosis 250 kg/Ha. d. Kemudian lahan dibuat bedengan-bedengan dengan ukuran lebar 0,7 m dan panjang menyesuaikan dengan keadaan lahan dan jarak antar bedengan adalah 50 cm. e. Untuk penanaman timi dibuat bedengan dalam bentuk lajur-lajur guna memudahkan pemeliharaan dan pemanenan mengingat tanaman timi termasuk tanaman menahun. 3.



Penanaman a. Bibit timi yang telah disiapkan kemudian ditanam dalam lubang tanam yang telah dibuat dalam bedengan-bedengan. b. Jarah tanam yang baik adalah 40 cm sedangkan jarak bedengan adalah 50 cm, sehingga dalam satu hektar lahan diperlukan lebih kurang 50.000 bibit timi. c. Setelah penanaman selesai maka segera dilakukan penyiraman untuk memberikan kelembaban yang cukup pada bibit yang baru dipindahkan ke lahan. d. Waktu penanaman yang dianjurkan adalah pada awal musim penghujan yaitu berkisar antara bulan Oktober – November agar bisa dipanen tepat pada musim kemarau yaitu bulan Juni-Juli.



4.



Pemeliharaan Timi termasuk tanaman yang mudah dipelihara, dengan kecukupan bahan organik dan pengairan maka sudah cukup untuk mendukung pertumbuhan tanaman. a. Pemeliharaan yang selanjutnya dilakukan adalah pemupukan, penyiangan dan pendangiran serta perlindungan tanaman dari serangan hama penyakit. b. Pemupukan susulan dilakukan setiap 3 bulan sekali menggunakan pupuk NPK dengan dosis 300 kg/Ha.



159



c. d. e. f.



Setelah panen dapat diberikan pupuk Nitrogen guna merangsang pertunasan dengan dosis 150 kg/Ha. Penyiangan tanaman timi dapat dilakukan bersamaan dengan pendangiran mengingat bentuk bedengan berupa lajuran. Kegiatan penyiangan ini harus dilakukan secara intensif guna menjaga pertumbuhan tanaman yang optimal. Meskipun hampir tidak pernah ditemukan adanya serangan hama dan penyakit namun dalam usaha budidaya timi, perlu terus dilakukan monitoring guna mencegah terjadinya serangan hama dan penyakit.



5.



Panen dan pascapanen a. Panen timi dapat dilakukan setelah tanaman berumur lebih kurang 9 bulan, selanjutnya panen dapat dilakukan setiap 4-6 bulan. b. Bagian tanaman yang dipanen adalah pucuk tanaman yang berbunga dengan panjang lebih kurang 15 cm. c. Pemanenan menggunakan gunting tanaman dari bahan steinsteel agar tidak menimbulkan reaksi antara alat potong dengan senyawa kimia yang dikandung. d. Pucuk-pucuk yang telah dipotong dikumpulkan dalam wadah yang bersih untuk dibawa ke tempat pemrosesan lanjut. e. Setelah pucuk-pucuk timi dikeluarkan dari wadah panenan maka segera dilakukan pencucian menggunakan air bersih dan selanjutnya sesegera mungkin ditiriskan. f. Setelah bahan kering dari air pencucuian maka dilakukan pengeringan. Mengingat herba timi mengandung minyak atsiri maka pengeringan tidak boleh dilakukan di bawah sinar matahari. g. Umumnya pengeringan dilakukan di ruangan terbuka dengan udara mengalir. h. Pengeringan dihentikan setelah kadar air bahan mencapai batas kering standar yaitu kandungan air berkisar 12%. i. Secara organoleptis simplisia timi dicirikan sebagai pucuk-pucuk timi kering, berwarna hijau kecoklatan, berbau khas dan berasa pahit.



6.



Produktivitas Dari budidaya seluas 1 Ha lahan akan menghasilkan biomasa timi segar sebanyak 15–25 ton/tahun dan akan menghasilkan simplisia sebanyak 6-12 ton/tahun.



160



Tinospora crispa (L.) Miers ex Hook. F. & Thoms. (Brotowali)



Nama Daerah Jawa: antawali, bratawali, daun gadel, putrawali (Jawa Tengah), andawali (Sunda), Bali: antawali (Bali)



Botani Brotowali termasuk salah satu tanaman obat keluarga karena dapat ditanam di pekarangan rumah. Perawakan semak berkayu memanjat dengan cara membelit, tinggi atau panjang tanaman dapat mencapai 15 m. Batang tua permukaan berbintil-bintil sampai bertotol-totol kasar, batang muda tidak berambut, pahit. Daun tunggal, letak daun tersebar, helaian daun berbentuk jantung, ujung meruncing pangkal terbelah, panjang 6–13 cm, tangkai 4–16 cm. Perbungaan berupa bunga majemuk tandan, panjang 7–25 cm. Bunga jantan : 3 bersama satu tangkai, kelopak hijau, daun mahkota 6, panjang ratarata 2,5 mm, panjang benang sari 2 – 2,5 mm. Tumbuh mulai dari dataran rendah sampai 1.000 m dpl.



Budidaya Untuk membudidayakan kepel maka diperlukan langkah-langkah sebagai berikut: 1.



Pembibitan a. Untuk memperbanyaknya cukup dengan menanam batang pendek atau stek batang lebih kurang 5 cm menggunakan polibag. Hal ini erat kaitannya dengan morfologi batangnya yang berbintil-bintil. b. Polibag yang dipakai tidak perlu terlalu besar, cukup dengan yang berdiameter 15 cm. 161



c. d.



Stek batang ini dibiarkan selama 1-2 minggu hingga bertunas. Jika kondisi ini sudah tercapai, bibit brotowali sudah siap ditanam.



2.



Persiapan lahan Tanah diolah dengan cara dicangkul kemudian diberi pupuk kandang atau pupuk kompos dengan perbandingan tanah dan pupuk kandang (1:1)



3.



Penanaman a. Jika kondisi ini sudah tercapai, bibit brotowali sudah siap ditanam. b. Bibit brotowali ditanam dengan jarak beberapa sentimeter dan dibiarkan merambat pada tonggak penopang yang tingginya 2 meter. c. Untuk pertumbuhan selanjutnya, sering-sering diberikan kapur dan pupuk organik. d. Pertumbuhannya akan lebih cepat jika merambat ke pohon, pagar atau tegakan yang sesuai.



4.



Untuk penanaman dalam jumlah banyak dapat digunakan potongan kayu atau bamboo yang disusun segitiga. Dengan penampang berbentuk segitiga ini, areal rambat untuk brotowali menjadi semakin luas dan pertumbuhannya optimal. Jika digunakan penampang lain lain, dikhawatirkan penampang tersebut rusak atau roboh. Hal ini terjadi karena tanaman brotowali cenderung lebih berat, terutama jika dibandingkan dengan tanaman sejenis labu. Brotowali tumbuh baik di daerah tropis dengan cara merambat. Daerah yang biasa ditempati biasanya memiliki ketinggian 0-1.000 m dpl.



5.



Pemeliharaan a. Brotowali tidak memerlukan pemeliharaan yang intensif. Meskipun demikian, untuk mendapatkan hasil yang optimal, dapat dipergunakan pupuk. Pupuk yang digunakan sebaiknya pupuk kandang seperti kotoran hewan. Pupuk ini dicampur tanah dengan perbandingan 1:3. b. Jika akan digunakan insektisida, sebaiknya dipilih jenis insektisida alami seperti ekstrak nimbi dan tembakau. Namun brotowali dapat tumbuh dengan baik tanpa diberi insektisida. Berdasarkan laporan Warta Tumbuhan Obat Indonesia, ada penelitian yang menyebutkan batang brotowali dapat berperan sebagai anti serangga. Senyawa antiserangga tersebut adalah minyak atsiri yang terkandung dalam fraksi glikosida. Hal inilah yang mendukung pernyataan bahwa



162



brotowali tidak perlu mendapatkan semprotan insektisida. Malahan hewan pemakan daun sekalipun seperti belalang,kambing dan sapi tidak menyukai tanaman brotowali. 6.



Panen a. Bagian tanaman brotowali yang dipanen adalah batangnya. b. Pemanenan daun jika diperlukan biasanya dilakukan mengikuti panen batang. Bagian tanaman yang dipanen ini tentunya disesuaikan dengan kebutuhan. c. Batang yang baik untuk dipanen adalah batang yang berumur cukup tua dengan diameter lebih dari 1 cm. d. Batang tua yang paling baik digunakan sebagai obat adalah yang berwarna coklat. e. Biasanya, untuk menghasilkan produk tanam yang baik dan berjumlah cukup, pemanenan dapat dilakukan setelah masa tanam mencapai 8-12 bulan. Meskipun demikian, tanaman yang berumur 3 bulan juga sudah dapat dipanen. f. Panen batang brotowali dilakukan dengan memilih cabang-cabang yang sudah cukup umurnya, potong menggunakan gunting atau sabit lalu tarik sulur secara hati-hati agar tidak mematahkan batang pohonnya. g. Batang yang telah dipanen dibersihkan dari daun-daun yang menempel dan digulung untuk dibawa ke tempat pengolahan.



7.



Pascapanen a. Sortasi dan pencucian 1) Setelah bahan hasil panen dibawa ke tempat pengolahan maka pertama kali yang harus dilakukan adalah sortasi. Kegiatan ini bertujuan untuk memisahkan bahan asing, daun yang telah kuning dan daun yang rusak akibat pemanenan. 2) Selanjutnya bahan dicuci dibawah air mengalir dari sumber air yang bersih. 3) Segera setelah pencucian selesai maka batang harus segera ditiriskan di dalam wadah peniris atau rak peniris sampai bahan kering dari air pencuci. b. Perubahan bentuk dan pengeringan 1) Batang brotowali yang telah dicuci dan ditiriskan kemudian dirajang kecil-kecil dengan ukuran kira-kira 1-2 cm. 2) Kemudian dikeringkan dengan pengeringan alami dan mesin.



163



3) Pengeringan alami dilakukan di rak atau wadah pengering langsung dibawah sinar matahari, sedangkan dengan mesin pengeringan dilakukan dengan menggunakan oven. 4) Untuk pengeringan dibawah sinar matahari perlu dilakukan pembalikan secara teratur dan juga tumpukan jangan terlalu tebal sehingga dapat mengakibatkan pengeringan tidak berjalan sempurna. 5) Pengeringan dihentikan setelah kadar air daun mencapai lebih kurang 10%. c.



Sortasi kering 1) Kegiatan sortasi kering sebenarnya bisa dilakukan sekaligus ketika pengeringan tengah berlangsung. 2) Sortasi kering dimaksudkan untuk membuang bahan asing yang mencemari bahan. 3) Namun sortasi kering dapat juga dilakukan setelah bahan selesai dikeringkan dan biasanya akan memberikan hasil lebih bersih. 4) Bahan pencemar yang biasanya terikut selama proses pengeringan seperti debu, kerikil, tali plastik, dan rambut harus dibuang.



d.



Pengemasan dan penyimpanan 1) Bahan yang telah selesai dikeringkan harus segera dikemas dalam wadah yang kedap air, bersih dan kuat. 2) Bahan pengemas untuk simplisia tanaman obat juga harus bersifat inert atau tidak bereaksi dengan simplisia, sebagai contoh bahan yang baik terbuat dari kantong plastik yang tebal, kertas semen tebal atau kertas yang berlapis aluminium foil. 3) Penyimpanan simplisia harus digudang yang bersih, beraerasi baik, kelembaban rendah dan terhindar dari sinar matahari langsung.



164



Daftar Pustaka Acuan Sediaan Herbal, 2000, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, vol 4 edisi 1, Jakarta, 80-84 Backer, C.A.D.Sc.& R.C.B. Van Den Brick, 1963. Flora of Java (Spermatophytes only) Vol II. Wolters-Noordhoff N.V.-Groningen, The Netherlands Backer CA and RCB van den Brink, 1965. Flora of Java (Spermatophyte only) Vol.II, Wolters-Noordhoff N.V. Groningen, The Netherlands. Clarke CB, 1882. Oleaceae, dalam Hooker JD (Ed.): The Flora of British India. Periodical Expert Book Agency, New Delhi, India, Vol.3 part 9, 590-618 De Guzman C.C., Siemonsma J.S. (Eds.), 1999. Plant Resources of South-East Asia No.13: Spices, Backhuys Publisher, Leiden, Netherland. Delahaut, K. A. 1999. Crop Profile for Mint in Wisconsin. http://www. ipmcenters.org/cropprofiles/docs/wimint.pdf, January 1st,2015 Dharma, A.P. 1987. Tanaman-Tanaman Obat Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. ISBN 979-407-032-7. Essential Oil Crops Production Guidelines for Peppermint. Peppermint Production. 2012. Department of Agriculture, Forestry and Fishery, Directorate: Plant Production. South Africa. Hadipoentyanti, E. 2012. Pedoman Teknis Budidaya Mentha (Mentha arvensis L.). Sirkuler Teknologi Tanaman Rempah dan Obat. Balittro. Kementerian Pertanian. Jakarta. Heyne K, 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia, Jilid III, Terjemahan badan Litbang Departemen Kehutanan, Yayasan Sarana wana Jaya, Jakarta. Hutape JR dkk. 1991. Inventarisasi Tanaman Obat Indonesia. Bdaan Litbangkes, Depkes RI. Hutape JR dkk. 1994. Inventaris Tanaman Obat Indonesia (III). Depkes RI IPTEKnet, sentra informasi IPTEK, www.iptek.net.id (22 Maret 2010). Januwati M dan J Pitono, 1996. Budidaya dan Pengembangan tempuyung sebagai obat. Jurnal Litbang. Pert. 15(3):69-73 Krisdiatin, Fatma. 2011. Tugas Akhir : Budidaya Daun Dewa (Gynura procumbens (Lour.) Merr.) dan Khasiatnya sebagai Obat Tradisional di PT. Indmira, Kaliurang, Yogyakarta. Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. http://digilib.uns.ac.id Lamoureux, C.H. (ed.). 1980. Fruits. Rome: IBPGR Secretariat. Lebowitz R., 1985. The Genetics And Breeding Of Coleus. Plant Breeding Rev., 3: 343-360



165



Lemmens, R.H.M.J. & Breteler, F.J., 1999. Abrus Adanson[Internet] Record from Proseabase. de Padua, L.S., Bunyapraphatsara, N. and Lemmens, R.H.M.J. (Editors). PROSEA (Plant Resources of SouthEast Asia) Foundation, Bogor, Indonesia. http://www.proseanet.org. Accessed from Internet: 02-Jan-2015 Liliek Haryjanto. 2012. Konservasi kepel (stelechocarpus burahol (blume) hook.f & thomson): jenis yang telah langka kepel (Stelechocarpus burahol (Blume) hook.f & Thomson) conservation: an endangered. Mitra Hutan Tanaman, vol.7 no.1. Materia Medika Indonesia (Jilid I), 1977. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Materia Medika Indonesia (Jilid 3), 1983. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Mogea JP, 2001. Kategori dan Kriteria Tumbuhan Langka. Dalam: Mogea JP, Djunaedi Gandawidjaja, Harry Wiriadinata, Rusdy E. Nasution dan Irawati. Tumbuhan Langka Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologl – Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Muhammad H, M Januwati dan M Iskandar, 1993. Pengaruh Jarak tanam terhadap produksi daun tempuyung (Sonchus arvensis L.). Warta Tumbuhan Obat Indonesia Vol.2(3):13-14 Perry, L.M. 1980. Medicinal plants of East and South-East Asia; Attributed Properties and Uses. MIT press, Cambridge, United States and London, p. 2. Pscheidt, J.W., and Ocamb, C.M. (Senior Eds.). 2014. Pacific Northwest Plant Disease Management Handbook. © Oregon State University. Cited at http://pnwhandbooks.org/ plantdisease/, January 1st, 2015. Plant Resources of South-East Asia 12, 12-1. 1999. Medicinal and Posonous Plants 1, Prosea Foundation, Bogor, 119-123. Priadi S.M., Andang. 2004. Budi Daya Daun Dewa. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Pribadi, E. R. 2010. Peluang Pemenuhan Kebutuhan Produk Mentha Sp. dii Indonesia. Perspektif Vol. 9 No. 2: 66 – 77. Samanta, J. N., B. D. Solanki and K. Mandal. 2009. First Report Of Sweet Wormwood Leaf Blight Disease In India. Australasian Plant Disease Notes 4: 78-79. Cited at http://paperity.org/p/30932142/first-report-of-sweetwormwood-leaf-blight-disease-in-india, January 1st, 2015.



166



Serial Tanaman Obat: Saga. 2007. BPOM. Jakarta. Siswanto U, Risnailly dan E. Inoriah, 2012. Kajian Penggunaan Vermikompos Pada Pertumbuhan Dan Hasil Tempuyung (Sonchus arvensis L). Prosiding Seminar Nasional Tumbuhan Obat Indonesia XXVI. 199-205 Sudarsono, Phil. Nat., 2001, Tumbuhan Obat II Hasil Penelitian, Sifat-sifat dan Penggunaan, Pusat Studi Obat Tradisional, UGM, Yogyakarta Suganda, A.G., dkk. 2007. Serial Tanaman Obat Jati Belanda. Badan POM. Deputi Bidang Pengawas Obat Tradisional, kosmetik dan Produk Komplemen. Direktorat Obat Asli Indonesia. Jakarta. Standart Prosedur Operasional Budidaya Cabe Jawa, Mengkudu, Jambu Biji, Jati Belanda Dan Salam, Circular No. 10, 2004. Balai Penelitian Tanaman Obat dan rempah (Balittro) Balitbang pertanian, Bogor. Syamsuhidayat SS dan JR Hutapea, 2000. Inventarisasi Tanaman Obat Indonesia I, Jilid I, Badan Litbangkes, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Thai Herbal Pharmacopoeia, Vol.4, 1995. Prachachon Co. Bangkok. Vademekum bahan obat alam, 1985, Departemen Kesehatan RI, Jakarta. Vademekum Bahan Obat Alam, 1989. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Vademekum Tanaman Obat Untuk Saintifikasi Jamu Jilid 2. 2011. Kementerian Kesehatan RI. Jakarta. Vedemekum Tanaman Obat Untuk Saintifikasi Jamu Jilid 1, ed. Revisi, 2012. Edt. Pramono, et. al., Kementerian Kesehatan RI. Van Valkenburg JLCH and N Bunyapraphtasara, Ed., 2002. Plant Resources of South-East Asia No. 12 (2). Medicinal and Poisonous Plants 2. Prosea Foundation. Bogor. Indonesia Winarto, W.P dan Tim Karyasari. 2003. Sambung Nyawa, Budi Daya dan Pemanfaatan untuk Obat. Penebar Swadaya. Jakarta.



167