Buku Cyber Law Juni 2020 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PENGACARA CYBER : PROFESI HUKUM KAUM MILENIAL



Dr. St. Laksanto Utomo, SH, MHum



Editor : Rosa Widyawan



LEMBAGA STUDI HUKUM INDONESIA



PENGACARA CYBER : PROFESI HUKUM KAUM MILENIAL



Penulis : Dr. St. Laksanto Utomo, SH, MHum



Editor : Irwan Kusmadi dan Rosa Widyawan xvi + 186 hal; 21 cm ISBN 978-602-53077-9-9 Cetak Pertama : Mei 2020



Penerbit: Lembaga Studi Hukum Indonesia Jl. Haji Nawi Raya 10 B Jakarta Selatan Telpon: 021 7201478



ii



KATA SAMBUTAN SEKRETARIS MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA



Dunia kepengacaraan atau dunia Advocat berfungsi sebagai garda depan pengawasan dan kontrol jalannya hukum di Indonesia. Maka dituntut adanya kemampuan dalam banyak hal di bidang hukum digital atau hukum elektronik yang wajib dikuasai oleh para advocat kalau mereka



tidak mau ditinggalkan oleh kliennya. Dengan



menguasai teknologi dan pengetahuan maka advokat dapat memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat, mitra, dan klien. Sebagai pengacara, cerdas dan tangkas dalam memberikan advokasi hukum dan proses litigasi seperti pembuatan replik dan duplik di pengadilan yang saat ini sudah berbasis E-Court. Buku ini mengingatkan saya akan cerita dari prof Rhenald Khasali yang bercerita tentang prediksi dari Jack Ma



bahwa tahun 2030, 85% perdagangan dunia akan



dilakukan melalui e-commerce. Tetapi justru dengan adanya pandemi Covid-19, kita pun sudah semakin percaya bahwa teknologi



informasi



semakin



menampakkan



keperkasaannya dalam berkehidupan sebagai bentuk



iii



kenormalan hidup baru hampir diberbagai bidang termasuk di bidang hukum. Kondisi ini



justru harus ditangkap



sebagai peluang yang menarik bagi dunia Kepengacaraan kalau ia tidak mau ditinggalkan kliennya. Terlebih lagi di era Post Covid-19, predilsi yang akan terjadi di tahun 2030 akan lebih cepat terjadi. Mahkamah Agung dalam meng implementasi Cetak Biru/Blue Print 2010 – 2035 jauh sebelum munculnya wabah Covid-19, melalui Perma 3 tahun 2018 dan disusul dengan lahirnya Perma 1 tahun 2019 telah me-redesign tatanan dunia peradilan sebagai Peradilan Modern dengan memanfaatkan Teknologi Informasi. Lalu apa yang perlu dilakukan



oleh dunia



mepengacaraan / Advocat ? Maka mereka



harus



menguasai kecerdasan-



kecerdasan baru. Future intelligences, Kecerdasan yang relevan untuk mengarungi



tahun 2030



yg kemudian



dipercepat adanya situasi wabah Covid-19. Bagaimana



selanjutnya



dunia



Pengacara



menghadapi era Post Covid-19 tersebut. Buku ini sangat tepat lahir di era menjelang post covid-19 yang akan menyadarkan kepada para advocat tentang kehidupan normal baru New Normal. Kecerdasan



iv



baru di dunia baru New Normal atau disebut juga Future intelligence yaitu :



1. Technological intelligence Bagaimana seorang pengacara / advovat mengikuti dan memanfaatkan teknologi, oleh karena itu pengacara harus dilatih utk terbiasa menggunakan teknologi.



2. Contextual intelligence Pengacara harus siap dilatih menggunakan teknologi dlm dunia hukum.



3. Social & emotional Pengacara harus dilatih dan siap Utk menghadapi orang2 berbagai ragam perilaku kehidupan.



4. Generative intelligence Pengacara



harus



memiliki



Kecerdasan



untuk



menangkap kesempatan /peluang.



5. Explorative transformational intelligence Seorang pengacara harus juga memiliki kecerdasan utk mengeksplor kesempatan dan melakukan transformasi dari dunia lama ke dunia baru



6. Moral intelligance Nah yang terakhir bila ia tidak ingin ditinggal oleh kliennya ia harus memiliki kecerdasan yang ke enam ini..



v



Seorang Pengacara harus Bekerja dengan menggunakan nila-nilai yang berlaku secara universal. Bagi seorang pengacara



tidak hanya cerdas dan



pandai tetapi kuncinya apakah seorang pengacara dapat dipercaya. Integritas



yang merupakan basis, apakah



advocat dapat dipercaya atau tidak hanya mereka yang siap dan mampu menghadapi situasi dan kondisi Puncak yang tertinggi yang diperlukan seorang pengacara bukan hanya pengetahuan saja. Pengacara boleh sangat cerdas. #Kuncinya Apakah dapat dipercaya atau tidak. #Kuncinya adalah integritas. Integritas adalah basis karakter apakah Seorng pengacara untuk dapat dipercaya atau tidak. Siapa yang beruntung adalah mereka yg mempersiapkan diiri jauh jauh hari. Kehadiran buku ini akan memberikan dorongan yang masif bahwa advocat harus paham dan menguasai Teknologi Informasi (TI) terlebih lagi dalam era wabah corona telah membuka cara pandang dan cara fikir dalam segela kehidupan bahwa solusi TI menjadi satu satunya jawaban. Tidak hanya itu saja tetapi yang lebih penting soal transparansi



pelayanan



publik



vi



dan



sekaligus



menyelesaiakan persoalan maraknya korupsi termasuk korupsi di dunia hukum dan peradilan, maka jawabannya hanya satu melakukan perubahan sistem dari manual ke digital. Contoh konkrit adalah perubahan di PT Kereta Api Indonesia. Dalam upaya memberantas calo tidak cukup mengawasi dengan menghadirkan petugas petugas baik di dalam Gerbong KA maupun di depan loket-loket station KA tetapi yang lebih penting adalah mengubah dengan sistem yang semula manual menjadi elektronik. Buku ini muncul di saat Mahkamah Agung memperkenalkan e-court. Dengan sistem yang ada dalam ecourt saat ini siapa saja yg akan menggunakan persidangan elektronik



harus



dan wajib memeliki akun sebagai



"Pengguna Terdaftar" dan bahkan dalam perma 1 tahun 2019 dibuka peluang "Pengguna lainnya" satu syarat untuk dapat



sebagai salah



mendaftarkan perkara secara



elektronik tentu akan mendorong para Advokat tidak ada pilihan lain harus memiliki kemampuan dan pengetahuan IT apabila ia ingin tetap eksis di era 4.0. Maka kehadiran buku ini akan memberikan dorongan yg masif bahwa advocat harus paham dan menguasai TI. Penerapan teknologi informasi adalah upaya untuk mewujudkan asas peradilan sederhana, cepat, berbiaya



vii



ringan sekaligus mendorong perkembangan perbaikan manajemen dan administrasi menuju peradilan yang modern. Saya sangat menyambut baik kehadiran buku ini yang akan semakin menambah kekuatan profesionalisme advocat dalam menjalankan profesinya.



Achmad Setyo Pudjoharsoyo, S.H., M.H. Sekretaris Mahkamah Agung republik Indonesia



viii



KATA SAMBUTAN ADV. H. TJOETJOE SANDJAJA HERNANTO, SH., MH., CLA., CIL., CLI., CRA. [PRESIDEN KONGRES ADVOKAT INDONESIA]



Dunia saat ini memasuki era digital memaksa kita memahami



dunia



baru



yaitu



dunia



maya.



Dunia



Pendidikan, dunia bisnis, dunia birokrasi serta dunia penyebaran informasi telah memasuki era baru, yaitu era digital



sehingga



perubahan



kehidupan



dari



dunia



konvensional telah membawa dampak yg sangat besar dalam tatanan kehidupan masyarakat. Akibatnya kita menemukan kebiasaan-kebiasaan baru dalam kehidupan masyarakat kita. Transaksi perbankan tidak lagi harus datang ke bank, belanja tidak harus lagi ke pasar atau ke supermarket, ujian tidak lagi menggunakan kertas, proses belajar mengajar



menggunakan zoom



dan lain sebagainya.



Sehingga saat ini pula bentuk kejahatan sudah beralih dari kejahatan yang dilakukan secara konvensional menjadi kejahatan



digital



yang



wilayah



kejahatannya



menembus batas dunia nyata ke arah dunia maya.



ix



telah



Dititik inilah polisi cyber mengambil peran penting untuk menjaga dan menertibkan dunia maya dari para pelaku kejahatan cyber. Disisi yg lain penegakan hukum cyber memerlukan kehadiran para Advokat Cyber yang memiliki kemampuan dan keahlian dibidang penanganan perkara cyber guna membantu menangani perkara dari para kliennya. Peluncuran buku berjudul “Pengacara Cyber : Profesi Hukum Millenial” yang ditulis oleh Rekan Sejawat Dr. St. Laksanto Utomo, SH, MHum., mencoba menjawab tantangan ini sehingga para pengacara cyber dapat memahami secara utuh dan menyeluruh tentang wilayah penanganan kasus-kasus cyber yang saat ini sangat marak di Indonesia. Kongres



Advokat



Indonesia



(KAI)



sebagai



Organisasi Advokat berbasis IT yang menjadi pelopor penggunaan



eLawyer



dalam



mengelola



database



anggotanya, menyambut baik hadirnya buku digital ini yang ditulis dengan apik dan detail oleh Sdr. Dr. St. Laksanto Utomo (beliau adalah anggota Kongres Advokat Indonesia). Buku ini diharapkan dapat menjadi referensi utama bagi para Advokat, dosen, penegak hukum, maupun para



x



mahasiswa yang ingin bergelut dan mendalami dunia pengacara dengan spesialisasi Cyber Litigation. Selaku Ketua Tim Revisi UU Advokat yang saat itu ditunjuk oleh senior Prof. Dr. Iur. Adnan Buyung Nasution, saya ingin melengkapi informasi BAB 9 buku ini, bahwa secara sosiologis para advokat membutuhkan sistem multibar sebagaimana yang secara de facto terjadi pada saat ini,



sehingga



berkompetisi,



organisasi



advokat



meningkatkan



kapasitas,



sudah



saatnya



kualitas



serta



kompetensi anggotanya guna menghadapi era millenial. Sekali lagi saya ucapkan selamat kepada Sdr. Dr. St. Laksanto Utomo, SH, MHum atas launching bukunya pada hari ini yang bertepatan dengan Hari Jadi Kongres Advokat Indonesia yang ke-12. Terima Kasih Salam sehat selalu. Wassalamu Alaikum WR. WB.



xi



KATA PENGANTAR



Aplikasi



teknologi



informasi



membuat



segala



sesuatu dalam kehidupan semakin mudah, murah, dan efektif. Komunikasi digital, e-bisnis, dan bukti digital pun semakin melimpah. Buku ini hadir ketika muncul kesadaran masyarakat akan kemajuan teknologi informasi sehingga mengubah berbagai bidang dalam kehidupan termasuk bidang



hukum.



Hampir



semua



lembaga



hukum



menggalang dan memanfaatkan pangkalan data bidang hukum. Di lain pihak terjadi lonjakan masalah hukum misalnya



kejahatan



pembajakan



kekayaan



perangkat



cybersquatting



atau



keras,



intelektual, perangkat



penyerobotan



khususnya lunak,



nama



dan



domain.



Perlindungan konten dan hak elektronik di era digital adalah perlindungan terhadap Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Cyber lawyering merupakan peluang bisnis legal baru. Dari



sisi



praktisi



hukum,



saat



ini



sudah



banyak



bermunculan digital lawyer. Ini adalah sistem Kecerdasan Buatan



(artificial



intelligence)



yang



digunakan



untuk



menganalisis pangkalan data dokumen-dokumen hukum. Sistem Kecerdasan Buatan ini dapat menyortir jutaan



xii



dokumen dalam waktu singkat untuk memberikan referensi akurat bagi advokat yang menggunakannya. Bahkan, beberapa sistem tersebut dirancang dapat terus beradaptasi untuk



meningkatkan



kualitas



rekomendasinya.



Para



pengacara harus sadar bahwa digital lawyering merupakan satu dari begitu banyak contoh penggunaan AI di profesi hukum. Saat ini Mahkamah Agung menyediakan pelayanan E-court (https://ecourt.mahkamahagung.go.id/) bagi para Pengguna Terdaftar untuk Pendaftaran Perkara Secara Online, Mendapatkan Taksiran Panjar Biaya Perkara secara online, Pembayaran secara online, Pemanggilan yang dilakukan dengan saluran elektronik, dan pada gilirannya nanti



sampai



Persidangan



yang



dilakukan



secara



Elektronik. E-justice (bagian dari e-government) adalah peradilan yang diproses secara elektronik. Ini juga termasuk transaksi hukum elektronik antara pengadilan dan otoritas administratif di satu sisi dan pengacara, notaris dll; Warga negara dan perusahaan. Pengenalan E-justice merupakan tugas bersama legislatif, kehakiman dan profesi hukum. Selain komunikasi, register elektronik dan informasi file serta manajemen file elektronik. Transformasi digital tidak



xiii



cukup



mendigitalkan



proses



kegiatan,



tetapi



harus



melibatkan inovasi yang memunculkan model bisnis baru. Dalam bidang hukum, dapat kita katakan bahwa eCourt dan digital lawyer memang merupakan bagian penting dari e-Justice. Akan tetapi, e-Justice bukanlah sebatas e-Court dan digital lawyer. Hukum berbeda dengan bisnis. Jika inovasi digital dalam bisnis adalah untuk memunculkan model bisnis baru, inovasi di bidang hukum harus memunculkan budaya hukum e-Justice yang baru. Tepatnya, budaya masyarakat yang tidak hanya sadar hukum dan patuh hukum tetapi juga mampu menjadi praktisi hukum secara umum. Buku ini terbit pada saat terjadi transformasi ke arah e-justice, sehingga khusus untuk menyediakan pemahaman beberapa perubahan kompleks dan mengganggu yang disebabkan oleh praktik yang dimediasi secara teknologi dan untuk mendiskusikan pengetahuan, keterampilan, dan atribut yang diperlukan untuk praktik hukum di era baru. Dalam kondisi seperti ini praktisi mulai mencoba secara otomasi dan pengambilan keputusan algoritmik dalam penegakan hukum, pelayanan hukum dan administrasi peradilan.



xiv



Cara-cara kerja baru menawarkan kita kesempatan untuk merenungkan apa yang dibutuhkan dari sekolah hukum modern yang menghadapi masa depan. Semoga buku ini dapat mengilhami para para akademisi hukum untuk



penalaran,



penelitian dan komunikasi dalam



merefleksikan secara kritis perubahan sifat industri jasa hukum



meneliti,



menganalisis



dan



mengevaluasi



pengembangan teknologi dan aplikasi potensial mereka untuk memberikan



layanan hukum; dan membuat



prototipe produk berbasis teknologi untuk meningkatkan layanan hukum,



Rosa Widyawan Lembaga Studi Hukum Indonesia



xv



DAFTAR ISI



KATA SAMBUTAN SEKRETARIS MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA .............................. KATA



SAMBUTAN



PRESIDEN



iii



KONGRES



ADVOKAT INDONESIA .............................................



ix



KATA PENGANTAR ...................................................



xii



DAFTAR ISI ...................................................................



xvi



PENDAHULUAN .........................................................



1



BAB 1



Menjadi Seorang Pengacara .....................



7



BAB 2



Kompetensi Pengacara Abad Ke-21 ........



33



BAB 3



Pengacara Di Era Pancaroba ....................



49



BAB 4



Teknologi: Kawan Atau Lawan? .............



69



BAB 5



Pengacara



Cyber:



Profesi



Hukum



Kaum Milenial ...........................................



95



BAB 6



Mempersiapkan Pengacara Abad Ini .....



111



BAB 7



Sukses Meniti Karier Sebagai Advokat ..



127



BAB 8



Etika Profesi Pengacara ............................



139



BAB 9



Organisasi Pengacara Indonesia .............



163



xvi



Pendahuluan Buku ini diawali dengan Bab 1 yang memperkenalkan profesi pengacara atau advokat. Kebanyakan orang menganggap profesi ini sebagai panggilan hati sehingga memerlukan komitmen tinggi dan investasi keuangan yang tidak sedikit. Wilayah kerja pengacara meliputi seluruh wilayah negara Republik Indonesia (Pasal 5 ayat 2 UndangUndang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat). Mayoritas mereka bekerja purnawaktu, dan banyak di antaranya bekerja lebih dari 40 jam per minggu. Pengacara yang berpraktik secara pribadi maupun yang bekerja di perusahaan besar selain bekerja dengan jam ekstra juga melakukan penelitian dan menyiapkan serta mengkaji dokumen. Memang sebagian besar pengacara bekerja di kantor. Namun, mereka juga harus melakukan kunjungan ke berbagai tempat untuk menghadiri pertemuan dengan klien, misalnya ke rumah klien, rumah sakit, dan bahkan penjara. Mereka juga harus tampil di hadapan pengadilan. Pekerjaan ini penuh tekanan, yang di antaranya bisa dirasakan ketika berada di pengadilan atau ketika berusaha memenuhi tenggat waktu.



- 1-



Pengacara



di



abad



ke-21



harus



mampu



menunjukkan komitmen untuk mengembangkan diri, mendukung



dan



mendorong



orang



lain



untuk



mengembangkan pengetahuan dan keterampilan sehingga mencapai potensi mereka demi kepentingan yang lebih luas. Gagasan ini dikemukakan dalam Bab 2. Bab ini juga membicarakan perlunya seorang advokat menjadi pebisnis yang efektif serta mampu berinteraksi dengan klien dan kolega dengan baik. Dia harus mampu memimpin tim dalam menyelesaikan kasus atau membuat kesepakatan, dan mengembangkan dan mengelola hubungan dengan klien. Sudah barang tentu seorang pengacara juga perlu mempunyai kemampuan berkomunikasi secara tepat waktu dan tempat. Bab 3 membahas advokat Indonesia dalam masa pancaroba yang ditandai dengan adanya perubahan yang dipicu oleh tiga hal: pertama, reformasi hukum yang penting guna pembentukan negara hukum. Kedua, liberalisasi pelayanan hukum. Bisa jadi di negara yang mengalami liberalisasi hal ini tidak dipedulikan oleh pengacara, karena menganggap ini sekadar permainan kata-kata untuk memperluas daerah hukum belaka. Ketiga, teknologi informasi (TI) dengan munculnya penggabungan antara teknologi komputer dan komunikasi, yang menggulingkan tirani jarak dan waktu. Selanjutnya, Bab 4 membahas perubahan yang disebabkan oleh munculnya teknologi informasi. Suka atau - 2-



tidak, dinamika hukum dan teknologi sedang terjadi dan tidak terelakkan. Namun, dampaknya tidak merata dalam industri



hukum



sehingga



membuka



peluang



baru



sementara mematikan peluang yang lain. Saat ini pengacara muda menjadi bagian dari periode inovasi teknologi, dan hal ini akan mengubah praktik mereka. Salah satu strategi menghadapi periode ini adalah mempelajari hal-hal baru dan memanfaatkan peluang yang ada. Seorang advokat perlu memahami teknologi serta terampil menggunakan perangkat keras dan lunak mutakhir.



Dalam bab ini dibahas juga perubahan



otoritas dan penggunaan hukum karena akses ke bidang hukum berbeda dari masa-masa sebelumnya; kini setiap orang perlu bersekutu dengan teknologi informasi. Bab 5 mengungkap aplikasi teknologi informasi dan menggambarkan dampak kemajuan teknologi, yaitu segala sesuatu dalam kehidupan kita terasa semakin mudah, murah, dan efektif. Komunikasi digital, e-bisnis, dan bukti digital pun semakin melimpah. Di lain pihak terjadi lonjakan



kejahatan



kekayaan



pembajakan perangkat cybersquatting



atau



keras,



intelektual,



khususnya



perangkat



lunak, dan



penyerobotan



nama



domain.



Perlindungan konten dan hak elektronik di era digital adalah perlindungan terhadap Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Cyber lawyering merupakan peluang bisnis legal baru. Bab 6 mengemukakan kemenangan judicial review yang diajukan oleh Asosiasi Pimpinan Perguruan Tinggi - 3-



Hukum Indonesia (APPTHI) lewat keputusan Mahkamah Konstitusi



dalam



perkara



95/PUU-XIV/2016



yang



diucapkan pada 23 Mei 2017. Bab ini mengulas pendidikan advokat dan lima kompetensi inti yang perlu dimiliki oleh advokat, yaitu kemampuan berkolaborasi, kecerdasan emosional, kemampuan manajemen proyek, kemampuan manajemen waktu, dan penguasaan teknologi informasi. Dengan kelima kompetensi ini advokat akan dapat bertahan dan sukses di abad ke-21. Sekolah hukum harus mendidik mereka; lembaga pemerintah perlu menguji mereka; firma hukum perlu membuat mereka ahli dalam bidang mereka. Dalam hal ini, pendidikan advokat menjadi penting dan untuk



itu



diperlukan



kurikulum



atau



sistem



dan



pengaturan materi pembelajaran sebagai panduan dalam kegiatan



belajar



mengajar



calon



advokat.



Untuk



mempersiapkan advokat abad ke-21, perguruan tinggi perlu bekerja sama dengan organisasi profesi. Bab 7 memberikan dorongan bagi mereka yang berhasrat meniti karier sebagai advokat untuk sukses dalam profesi ini. Bab ini menginformasikan kembali bahwa seorang advokat memberikan konsultasi hukum dan bantuan hukum, menjalankan kuasa, mewakili, membela, serta melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan klien berdasarkan peraturan perundang-undangan. Dalam mewakili dan mendampingi klien, seorang advokat harus memegang surat kuasa khusus yang memerinci tindakantindakan hukum yang dapat dilakukan oleh seorang - 4-



advokat sebagai penerima kuasa. Pengacara bertanggung jawab memandu klien mereka melalui sistem hukum dengan terampil dan bijaksana. Untuk menjadi seorang pengacara yang sukses, ada lima keterampilan yang perlu dikuasai, yakni berkomunikasi, mendengarkan, menulis, bernegosiasi, dan mengelola waktu. Etika



Profesi



Pengacara



dalam



Bab



8



mengungkapkan bahwa etika profesi merupakan tugas yang



harus



diikuti



oleh



seorang



advokat



selama



menjalankan profesinya. Tujuan mendasar dari etika profesi adalah untuk menjaga kehormatan dan martabat profesi advokat, untuk memastikan semangat kerja sama yang ramah, terhormat, serta adil dengan klien, dan untuk mengamankan



tanggung



jawab



pengacara



terhadap



masyarakat. Bab 9, yang merupakan bab terakhir, memaparkan organisasi profesi advokat di Indonesia. Organisasi advokat adalah wadah profesi yang bebas dan mandiri untuk meningkatkan kualitas profesi advokat. Dasar pendirian organisasi advokat adalah Undang-Undang No. 18 Tahun 2003



tentang



Advokat



(UU



Advokat).



Bab



ini



menggambarkan perkembangan organisasi advokat dari masa ke masa. Menyimak perkembangannya, kita sulit mempunyai satu wadah organisasi advokat. Namun keberagaman organisasi akan memicu persaingan sehat yang dapat menempa para anggotanya agar menjadi



- 5-



advokat yang tangguh, profesional, bersih, jujur, dan mengutamakan pelayanan publik.



- 6-



Bab 1 Menjadi Seorang Pengacara Sejak dahulu pengacara atau advokat dipandang sebagai profesi



bergengsi,



berderajat



tinggi,



dan



berlimpah



penghasilan. Di Indonesia, profesi pengacara terkesan flamboyan dengan kehidupan mewah. Sampai saat ini, masyarakat menempatkan pengacara dalam lingkaran elite profesional terhormat dan sebagai perwujudan definisi sukses. Mereka menyandang status profesional yang unik dan citra glamor yang didengungkan informasi oleh media. Penampilan mereka sering kali necis, dengan mengenakan setelan jas atau batik tulis, mengendarai mobil mewah, dan menikmati pergaulan masyarakat kelas atas. Bisa dikatakan bahwa medialah yang berperan besar dalam membangun citra ini. Karena itu, wajar jika profesi ini kemudian menjadi idaman remaja yang masih bersekolah dan mahasiswa fakultas hukum. Pengacara memiliki satu atau lebih spesialisasi di bidang hukum dan mereka pada umumnya bekerja di firma hukum, pemerintah, dan perusahaan. Mereka yang bekerja di perusahaan besar menikmati kantor mewah, dukungan staf, dan berbagai tunjangan mulai dari keanggotaan gym sampai hak istimewa untuk duduk di dereten VIP di gedung kesenian bergengsi. - 7-



Walaupun profesi



ini



bergengsi dan banyak



diminati, tak sedikit orang yang berprasangka karena pengacara juga membela pemerkosa, koruptor, atau pelaku kejahatan lainnya di pengadilan. Prasangka ini wajar, karena bisa jadi muncul dari ketidaktahuan. Dalam hukum pidana terdapat asas praduga tak bersalah atau presumption of innocence, yang artinya seseorang



tidak



dianggap



bersalah



sebelum



hakim



memvonis terdakwa dan putusan tersebut berkekuatan hukum tetap. Seseorang yang menyandang status tersangka atau terdakwa belum tentu dipidana, karena dalam pidana dikenal juga alasan pemaaf dan pembenar, misalnya alasan membela diri atau membela kehormatan. Dalam kasus perdata pun pengacara berperan sebagai penerima kuasa pihak yang sedang berperkara di pengadilan. Ia bertugas memberikan opini maupun fakta di muka pengadilan demi kepentingan kliennya dalam memperjuangkan hak dan kewajiban kliennya. Pengacara



memberikan



nasihat



hukum



dan



mewakili individu, perusahaan, dan kantor pemerintah dalam masalah hukum dan sengketa. Secara khusus pengacara melakukan kegiatan sebagai berikut. 



Memberikan nasihat dan mewakili klien di pengadilan untuk masalah pidana maupun perdata.







Berkomunikasi dengan klien, kolega hakim, dan mereka yang terlibat dalam kasus yang ditangani.







Melakukan penelitian dan analisis masalah hukum. - 8-







Mempersiapkan dan mengajukan dokumen hukum, seperti tuntutan hukum, banding, surat wasiat, kontrak, dan perbuatan hukum. Pengacara bertanggung jawab menangani transaksi



hukum yang rumit, membela orang yang dituduh melakukan kejahatan, dan membantu korban kejahatan mendapatkan keadilan. Beratnya tanggung jawab ini membuat praktik hukum sangat menegangkan bagi beberapa pengacara. Penghasilan Gaji pengacara berpengalaman bervariasi, sesuai dengan jenis, skala, dan lokasi klien. Penggajian dilakukan berdasarkan jenjang karier. Di Indonesia, gaji pengacara di firma hukum papan atas dinilai dengan dolar Amerika Serikat---bahkan untuk seorang sarjana yang baru lulus. Selepas masa latihan atau training, calon pengacara harus menjalani on the job training selama sembilan bulan. Mereka yang lulus tahap ini akan diangkat menjadi junior associate dengan gaji bulanan sekitar US$800. Dua sampai tiga tahun kemudian statusnya naik menjadi associate dengan gaji US$1.500–US$1.800 per bulan. Sementara gaji tahunan seorang pengacara di Amerika Serikat adalah US$110.590, dan pengacara top dunia menarik bayaran hingga jutaan dolar. Namun, tidak semua pengacara mendapatkan gaji tinggi, karena hal itu tergantung pada ukuran klien, tingkat pengalaman, dan wilayah geografis. Sekadar contoh,



- 9-



pengacara yang memiliki spesialisasi dan bekerja pada firma hukum besar di wilayah metropolitan umumnya memperoleh pendapatan yang lebih tinggi daripada yang bekerja pada firma hukum di Kota kecil. Pengacara ibarat penyambung lidah klien untuk memberikan argumentasi dan mencari celah hukum agar klien mendapatkan keadilan yang sesungguhnya. Perkara yang dapat ditangani oleh pengacara tidak dibatasi oleh besar kecilnya biaya. Biaya atau honorarium untuk pengacara biasanya dibagi menjadi tiga. 1. Lawyer fee, yang umumnya dibayar di muka sebagai biaya profesional seorang advokat. 2. Operational fee, yang dikeluarkan oleh klien selama penanganan perkara oleh advokat. 3. Success fee, persentasenya ditentukan berdasarkan perjanjian antara advokat dan klien. Advokat mendapatkan success fee dari klien apabila perkaranya menang di pengadilan. Jika kalah, ia tidak mendapatkan success fee. Biaya jasa advokat yang dihitung dalam persentase merupakan komponen success fee. Besaran success fee ditentukan berdasarkan kesepakatan antara advokat dan klien. Misalnya, jika klien berkeberatan dengan success fee sebesar 40 persen, dia dapat menegosiasikannya dengan advokat. Jadwal Kerja Dengan menekuni profesi sebagai pengacara, seseorang memang akan mendapatkan banyak keuntungan, tetapi ada - 10 -



juga beberapa kelemahan yang harus dihadapi. Penghasilan yang tinggi itu menuntut jam kerja yang panjang. Mereka sering bekerja sampai larut malam, bahkan, kalau perlu, bekerja di akhir pekanBagi sebagian orang, meniti karier sebagai pengacara adalah panggilan hati sehingga memerlukan komitmen tinggi dan investasi yang tidak sedikit. Mayoritas pengacara bekerja purna waktu, bahkan banyak di antaranya bekerja lebih dari 40 jam per minggu. Pengacara yang berpraktik secara pribadi maupun yang bergabung di perusahaan-perusahaan besar sering bekerja dengan jam ekstra, melakukan penelitian, dan menyiapkan serta mengkaji dokumen. Memang sebagian besar pengacara bekerja di kantor. Namun, mereka juga harus melakukan kunjungan ke berbagai tempat untuk menemui klien, misalnya ke rumah klien, rumah sakit, dan bahkan lembaga pemasyarakatan. Mereka juga harus tampil di pengadilan. Wilayah kerja pengacara meliputi seluruh wilayah negara Republik Indonesia (Pasal 5 ayat 2 Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat). Pengacara juga dapat menghadapi tekanan berat selama bekerja, antara lain ketika berada di pengadilan atau ketika berusaha memenuhi tenggat waktu. Pengacara yang otonom memiliki kemampuan untuk mengatur jam kerja, menetapkan biaya, dan memilih klien serta daerah praktik mereka sendiri. Dalam hal ini ia memiliki fleksibilitas jam kerja yang memungkinkannya mengurus hal-hal pribadi atau menghabiskan waktu di luar Kantor jika diperlukan.



- 11 -



Tunjangan Bekerja sebagai pengacara juga berarti menerima sejumlah fasilitas lainnya. Sebagai contoh, beberapa pengacara melakukan perjalanan dinas baik di dalam maupun luar negeri untuk mengikuti deposisi, arbitrase, maupun penawaran bisnis. Pengacara lainnya bersantap atau sekadar minum kopi dengan para pemimpin bisnis, politisi, tokoh olah raga, bahkan selebriti. Membantu Sesama Hal yang menarik dari profesi ini adalah bahwa pengacara berada pada posisi unik untuk membantu individu, kelompok, dan organisasi yang menghadapi masalah hukum. Orang-orang akan meminta bantuan pengacara di saat mereka membutuhkan. Seseorang yang terlibat kejahatan atau mungkin membutuhkan saran untuk menangani



masalah



hukum



pribadi



atau



bisnis



mengandalkan pengacara untuk membantu menyelesaikan kasus atau masalahnya. Adalah sebuah pengalaman emosional yang membahagiakan jika seorang pengacara dapat membantu orang lain yang sedang mengalami masalah serius. Apalagi saat ia menangani kasus hukum secara probono, yang berarti ia memberikan pelayanan hukum secara sukarela tanpa memungut biaya. Pro bono publico atau pekerjaan yang bermanfaat bagi orang banyak secara



cuma-cuma



adalah



bagian



pengacara. - 12 -



dari



kerja



sosial



Dalam menjalankan kewajibannya, ada pengacara yang mengabdikan diri sepenuhnya untuk memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada masyarakat miskin



melalui



organisasi



bantuan hukum.



Mereka



membantu pencari keadilan yang kurang beruntung secara finansial, yang tidak mampu membayar pengacara. Biasanya pengacara seperti ini bekerja secara sukarela dan berada dalam satu tim dengan paralegal, mahasiswa fakultas hukum, dan pekerja sosial lain untuk menangani diskriminasi dalam penggusuran, masalah kesejahteraan anak, korban rentenir, surat wasiat orang jompo, korban kekerasan dalam rumah tangga, dan kasus hukum lain yang menimpa kaum duafa. Pengalaman berharga dan kepuasan pribadi seorang pengacara yang memberikan bantuan hukum secara sukarela untuk masyarakat duafa sulit diukur dengan uang. Tidak sedikit orang yang menganggap bahwa pengalaman berharga



dan



menciptakan



kepuasan



keseimbangan



pribadi yang



seperti lebih



itu



baik



akan antara



pekerjaan dan kehidupan. Seorang pengacara yang ingin membantu masyarakat tidak hanya bekerja di lembaga bantuan hukum nirlaba, melainkan bisa juga di firma hukum yang mengadakan program pro bono. Tantangan Intelektual Tidak dimungkiri bahwa advokat merupakan salah satu pekerjaan



yang



membutuhkan - 13 -



intelektualitas



tinggi.



Pengacara adalah pemecah masalah, penganalisis, dan pemikir inovatif yang sangat penting perannya dalam persaingan bisnis saat ini. Pekerjaan ini menantang secara intelektual, terutama ketika advokat harus membantu mematenkan rahasia dagang



dan merancang



strategi



persidangan



untuk



mendatangkan miliaran rupiah bagi seorang inovator. Dalam persaingan bisnis saat ini, rahasia dagang—misalnya formulasi



produk,



daftar



pelanggan,



dan



proses



manufaktur—rawan pencurian baik oleh karyawan, mitra bisnis, maupun pesaing. Selama



rahasia



dagang



memberi



perusahaan



keunggulan kompetitif di pasar, perusahaan harus mampu mendapatkan laba dengan melindungi rahasia dagang mereka.



Pengacara



di



memainkan



peran



melindungi



informasi



bidang



penting



hukum



dalam



rahasia



perdagangan



membantu



klien



eksklusif



serta



dan



menegakkan hukum-hukum perdagangan. Sementara itu, perkembangan baru dalam sains dan teknologi meningkatkan kebutuhan terhadap pengacara di bidang kekayaan intelektual untuk membantu melindungi kekayaan intelektual para pebisnis, penulis, penemu, musisi, dan pemilik karya kreatif lain. Bisa jadi praktik hukum lainnya terpengaruh oleh resesi, tetapi hukum kekayaan intelektual kemungkinan besar terus berkembang. Macdonald & Lefang (2008) mengungkapkan keterlibatan pengacara dalam sebuah - 14 -



inovasi. Inovasi dalam bidang biosains, misalnya, sering terjadi, dan hal ini memunculkan pekerjaan yang dinamis dan tak terduga. Sementara pengacara paten banyak berurusan dengan penemuan-penemuan baru sebelum penemuan-penemuan itu tersedia untuk umum, dan hal ini secara sekilas menunjukkan langkah pengacara di masa depan (Simmons, 2011). Jenis dan Praktik Pengacara Secara umum pengacara terbagi dalam dua jenis, yakni pengacara litigasi dan pengacara nonlitigasi. Pengacara litigasi adalah pengacara yang berjuang di pengadilan, baik dalam kasus pidana maupun perdata. Pengacara inilah yang sering kita saksikan di televisi ketika sedang bersidang, memberikan pernyataan pers, maupun dalam acara talk show.



Pengacara



litigasi



membantu



klien



dalam



menyelesaikan sengketa apa pun, mulai dari tagihan yang belum dibayar, syarat kontrak antara pemilik tanah dan penyewa, pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual, klaim terkait konstruksi, kewajiban asuransi, kasus pengiriman, produk cacat, perselisihan dalam industri hiburan, dan lainlain—daftar ini tak ada habisnya. Itu baru di bidang komersial. Sementara pengacara nonlitigasi adalah pengacara yang bergerak di luar pengadilan dan jarang tampil di depan



publik,



seperti



corporate



lawyer



(pengacara



perusahaan), pengacara pasar modal, dan pengacara hak - 15 -



atas merek. Mereka memberikan nasihat hukum kepada perusahaan, melakukan legal audit, dan menyiapkan seperangkat



peraturan



dan



undang-undang



bagi



perusahaan. Jika sengketa tidak dapat diselesaikan dengan negosiasi, maka sengketa tersebut dapat dituntaskan melalui pengadilan. Bentuk penyelesaian sengketa lainnya adalah arbitrase dan mediasi. Arbitrase disukai sebagai metode yang ditetapkan dalam kontrak komersial, yang pada dasarnya adalah pengadilan perdata. Sedangkan negosiasi dilakukan secara terstruktur oleh para pihak dan diawasi oleh mediator independen. Kedua upaya alternatif penyelesaian sengketa ini masih memiliki kendala: arbitrase hampir semahal mengajukan tuntutan hukum dan mediasi tidak selalu memadai untuk hal-hal yang kompleks. Pengacara bisa mengkhususkan diri dalam bidang tertentu. Berikut ini adalah beberapa contohnya. 



Penasihat Perusahaan Pengacara yang bekerja di sebuah perusahaan disebut corporate counsel (penasihat perusahaan) atau in-house counsel. Pengacara ini



memberi masukan dan saran



kepada pengambil keputusan di perusahaan, yang berkaitan kegiatan bisnis perusahaan tersebut, seperti paten,



peraturan



perusahaan



lain,



pemerintah,



kontrak



kepentingan



properti,



dengan pajak,



kesepakatan bersama,tawar-menawar dengan serikat pekerja,



dan



lain-lain. - 16 -



Pengacara



perusahaan



melindungi



bisnis



sebuah



perusahaan



dengan



memastikan perusahaan itu mematuhi hukum dan memastikan legalitas praktik bisnis dan transaksi. Tugasnya yang lain adalah memberikan bimbingan hukum bagi pengusaha dan klien. Dalam menangani sebuah kasus, pengacara ini biasanya bertemu dengan klien untuk memahami detail masalah hukumnya—termasuk membaca pengajuan perusahaan (filling) dan berkonsultasi dengan pengacara lain. Setelah menilai masalah tersebut, ia melakukan penelitian atas kasus terdahulu dan mencari preseden yang disusun. Beberapa pengacara perusahaan bekerja di ruang sidang dan mewakili klien mereka di hadapan hakim dan jaksa. Selama sidang, mereka membuat pembukaan dan penutupan argumen selain memeriksa para saksi. Pengacara perusahaan tidak selalu bekerja untuk sebuah perusahaan besar, mereka juga bisa bekerja sendiri dan menjalin kerja sama dengan banyak perusahaan berbeda. 



Pengacara Bantuan Hukum Pengacara bantuan hukum bekerja untuk organisasi nirlaba,



misalnya



lembaga



swadaya



masyarakat.



Biasanya mereka menangani kasus-kasus perdata seperti sewa-menyewa, diskriminasi pekerjaan, dan sengketa upah.



- 17 -



Pengacara bantuan hukum membantu mereka yang tidak mampu membayar pengacara. Para pihak yang terlibat, seperti pengacara, mahasiswa hukum, dan paralegal di lembaga bantuan hukum atau klinik hukum menerima



masyarakat



berpenghasilan



rendah,



mendengarkan keluhan mereka, dan mewakili mereka dalam kasus pengadilan atau membimbing mereka supaya memahami hak hukum mereka. Meskipun



hanya



pengacara



yang



dapat



mewakili klien di pengadilan, paralegal dan mahasiswa hukum juga memainkan peran penting dalam meneliti masalah



hukum



yang



ditangani,



mempersiapkan



rencana yang relevan untuk klien, dan memberikan nasihat serta masukan kepada klien. Deskripsi pekerjaan pengacara bantuan hukum bervariasi antara lembaga satu dan lainnya. Seorang pekerja bantuan hukum harus akrab dengan sumber, prinsip-prinsip, dan penerapan hukum untuk memberikan bantuan hukum. Pengacara yang bekerja di lembaga bantuan hukum harus memiliki komitmen tinggi dalam pencarian keadilan bagi kaum duafa. Selain memberikan bantuan hukum kepada masyarakat, ia juga harus dapat bekerja sama dengan lembaga lain untuk meningkatkan kesadaran akan bantuan hukum yang diberikan. Para pencari keadilan berpenghasilan rendah sering kali memiliki pengetahuan hukum yang amat terbatas, dan tak sedikit yang berpendidikan rendah. Karena itu, - 18 -



pengacara harus terus mengajukan pertanyaan dan melakukan klarifikasi untuk sampai ke akar masalah klien. 



Pengacara Lingkungan Hidup Guna melestarikan lingkungan hidup perlu dilakukan perlindungan, yang berarti setiap usaha dan/atau kegiatan dilarang melanggar baku mutu dan kriteria baku kerusakan lingkungan. Kegiatan



manusia



penduduk,



yang



perkembangan



mencakup



pertumbuhan



permukiman,



industri,



transportasi, dan lain-lain menimbulkan pencemaran lingkungan. Dampak dari pengembangan industri, misalnya, adalah timbulnya limbah berupa gas, cairan, maupun benda padat yang jika tidak dikelola akan menimbulkan



dampak



yang



berbahaya



terhadap



kehidupan manusia. Karena itu, ditetapkanlah UndangUndang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang mengatur dan menentukan kegiatan manusia pada sistem geologi dan biologi. Isu-isu seputar ekologi, keberlanjutan, tanggung jawab, dan pelayanan sering menimbulkan tindakan hukum. Pengacara lingkungan hidup menangani isu-isu terkait



lingkungan ini. Mereka mewakili kelompok



advokasi, perusahaan, dan lembaga pemerintah untuk memastikan mereka mematuhi hukum.



- 19 -



Seorang pengacara harus mempunyai latar belakang akademis lingkungan hidup, karena undangundang lingkungan bersifat kompleks dan sering saling bertentangan. Beberapa negara memerlukan sertifikasi untuk bisa mengkhususkan diri sebagai pengacara lingkungan. Pengacara



lingkungan



harus



dapat



berkomunikasi secara efektif baik secara lisan maupun dalam



dokumen



tertulis.



Kemampuan



untuk



meyakinkan orang lain tentang pikiran dan sudut pandang



tertentu



sangat



membantu



memenangkan kasus di pengadilan.



dalam



Ia juga harus



mampu menyiapkan dan mengonsolidasikan banyak aspek yang mendetail dalam sebuah kasus. 



Pengacara Pajak Mereka menangani berbagai masalah pajak perorangan dan perusahaan. Pengacara pajak membantu klien memahami peraturan pajak yang rumit sehingga mereka dapat membayar pajak sesuai pendapatan, keuntungan, atau harta mereka. Misalnya, mereka memberikan masukan kepada sebuah perusahaan tentang pajak yang perlu dibayarkan dari keuntungan. Mereka menyelesaikan masalah keuangan atau hukum pajak untuk klien. Ketika masalah pajak timbul, masyarakat umumnya meminta bantuan pengacara pajak untuk menyelesaikan masalah tersebut. Pengacara pajak memiliki pengetahuan tentang undang-undang - 20 -



pajak dan isu-isu termasuk pendapatan, properti, dan hibah. Pengacara pajak harus mengikuti peraturan dan hukum pajak serta memberikan nasihat kepada klien jika terdapat perubahan yang memengaruhi keuangan mereka. Pengacara pajak juga menyimpan catatan yang akurat dan mengembangkan rencana untuk mengatasi masalah keuangan yang memengaruhi kliennya. Tugas dan tanggung jawab pengacara pajak meliputi poin-poin berikut. -



Menjaga kerahasiaan dokumen dan informasi pajak klien.



-



Memahami



prinsip-prinsip



keuangan



dan



akuntansi. -



Berkomunikasi dan bernegosiasi dengan pihak pemerintah.



-



Mengevaluasi dan menilai masalah pajak yang rumit.



-



Meneliti dan menganalisis hukum dan peraturan daerah.







Pengacara Kekayaan Intelektual Pengacara kekayaan intelektual berurusan dengan hukum yang terkait dengan penemuan, paten, merek dagang, dan karya kreatif, seperti musik, buku, dan film. Mereka memberikan saran kepada klien tentang, misalnya, boleh tidaknya menggunakan materi yang dipublikasikan dalam buku klien yang akan terbit.



- 21 -



Pengacara kekayaan intelektual memberikan nasihat kepada klien dalam menegakkan



dan



melindungi modal intelektual. Kebanyakan praktik hukum kekayaan intelektual menyangkut paten, hak cipta, dan merek dagang untuk lisensi, waralaba, distribusi untuk transfer teknologi, dan proyek rahasia perdagangan. Pengacara kekayaan intelektual juga membantu perizinan penemuan, transfer teknologi eksklusif, penyusunan perjanjian lisensi, negosiasi permukiman, dan melakukan due diligence aset IP (intellectual property). Pengacara kekayaan intelektual mengajukan tuntutan terkait kekayaan intelektual di seluruh dunia dan mewakili klien di pengadilan. Selain gelar sarjana hukum, sebagian besar pengacara kekayaan intelektual memiliki bekal pengetahuan ilmiah, teknik, dan teknologi terkait. Pendidikan sains atau teknologi dan pengalaman praktik membantu pengacara IP dalam berbagai industri, termasuk bioteknologi, farmasi, teknik komputer, nanoteknologi, Internet, dan ecommerce. 



Pengacara Sekuritas Pengacara sekuritas berurusan dengan hukum yang berkaitan dengan pembelian dan penjualan saham, obligasi, dan investasi lainnya dan memastikan bahwa semua persyaratan terpenuhi. Mereka memberikan saran kepada perusahaan-perusahaan yang tertarik - 22 -



dengan penawaran umum perdana atau initial public offering (IPO) atau untuk membeli saham perusahaan lain di bursa saham. Seorang pengacara sekuritas menangani aset keuangan klien mereka, juga menangani masalah kecil atau tuntutan hukum. Hukum sekuritas adalah bagian khusus dari hukum bisnis. 



Pengacara Litigasi Mereka menangani semua tuntutan hukum dan sengketa yang muncul karena kontrak, wan prestasi, cedera, atau masalah dalam real estat dan properti. Pengacara litigasi bisa bekerja sebagai pengacara umum untuk semua jenis sengketa dan tuntutan hukum dan bisa pula mengkhususkan diri dalam bidang tertentu, misalnya hukum kecelakaan. Seorang



pengacara



litigasi



bisa



mewakili



penggugat atau tergugat dalam kasus perdata. Untuk itu, pengacara litigasi akan menyelidiki kasus secara mendetail dan memutuskan untuk mengajukan gugatan atas nama penggugat atau mengumpulkan bukti yang cukup untuk mempertahankan klien terhadap gugatan. Pengacara litigasi, saksi, dan pihak-pihak lain membaca deposisi dan menganalisis informasi terkait saat mereka mempersiapkan diri untuk sidang. Beberapa pengacara litigasi sering mengkhususkan diri di daerah tertentu, seperti dalam bisnis atau real estat.



- 23 -



Terdapat serangkaian proses yang harus diikuti oleh



pengacara



litigasi



dalam



menjalankan



pekerjaannya. Sejak awal pengacara litigasi perlu meluangkan waktu untuk melakukan pertemuan dan memberikan nasihat hukum kepada klien mereka. Mereka



akan



mengulas



perincian



kasus,



dan



menentukan strategi: meneruskan kasus ke pengadilan atau menyarankan klien untuk menyelesaikan kasus di luar pengadilan. Dalam kasus gugatan cedera pribadi, misalnya, pengacara litigasi perlu mengunjungi lokasi kecelakaan untuk mengumpulkan detail kasus tersebut. -



Melaksanakan Kegiatan Pra-Persidangan Setelah kasus diterima, pengacara litigasi mulai melakukan persiapan untuk maju ke sidang. Mereka akan mengumpulkan nama-nama calon saksi yang potensial, mengatur saksi ahli, mewawancarai saksi pihak lain yang terkait dengan kasus ini, dan memeriksa bukti-bukti yang dapat digunakan di pengadilan.



-



Mewakili Klien di Pengadilan Jika kasus tidak mencapai penyelesaian sebelum sidang, pengacara litigasi perlu mengembangkan strategi untuk



kasus tersebut. Selama proses



pengadilan, pengacara litigasi akan menyajikan bukti-bukti, membuat pernyataan pembukaan dan penutupan, memeriksa dan memeriksa silang saksi dan ahli, dan memberikan pendapat. - 24 -



Pengacara litigasi perlu memiliki kemampuan analisis yang kuat, berkomunikasi secara lisan dan tertulis, melakukan penelitian, dan berorganisasi. Mereka harus berorientasi pada hasil kerja tim. Mereka juga harus mahir berkomunikasi dengan orang-orang dari berbagai latar belakang etnis dan sosial, karena mereka biasanya berbicara dengan saksi, ahli, hakim, aparat penegak hukum, dan pengacara lain. 



Pengacara Keluarga Mereka



menangani



berbagai



masalah



hukum



antarpribadi yang memiliki hubungan kekeluargaan, yang



mencakup



perwalian,



kenakalan



remaja,



emansipasi, hak asuh, dukungan anak, adopsi, dan perceraian. hukum,



Mereka



dapat



berpartisipasi



mengajukan



dalam



sesi



dokumen



mediasi,



dan



memberikan nasihat hukum untuk klien. Seseorang yang menekuni karier di bidang hukum



keluarga



harus



terampil



dalam



diskusi,



negosiasi, debat yang efektif, dan persuasi. Pengacara keluarga harus jeli dan mampu berinteraksi dengan baik dengan orang lain, bahkan dalam situasi yang sangat emosional



dan



paling



Pengacara



keluarga



juga



menegangkan harus



sekalipun.



terampil



dalam



manajemen waktu dan organisasi untuk mengelola beberapa kasus sekaligus pada waktu yang bersamaan.



- 25 -



Menjadi Pengacara Syarat utama menjadi pengacara harus memiliki gelar sarjana hukum---bisa dari Fakultas Hukum, Fakultas Syariah, Perguruan Tinggi Hukum Militer, atau Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian. Selanjutnya ia harus mengikuti Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA). Pendidikan ini



tidak



mempersiapkan



seseorang



untuk



menjadi



akademisi melainkan untuk menjadi praktisi hukum yang berkecimpung



dalam



realitas



praktik



hukum



yang



sesungguhnya. Selain gelar sarjana hukum, calon pengacara juga perlu memiliki kemampuan berbahasa Inggris, berbicara



di



depan



umum,



pengetahuan



tentang



kepemerintahan, sejarah, ekonomi, dan matematika. Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA), yang diselenggarakan oleh organisasi advokat bersama lembaga pendidikan tinggi, bertujuan memberikan pengetahuan, keterampilan, dan keahlian bagi calon advokat sesuai persyaratan yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003. Pendidikan advokat dimaksudkan untuk melahirkan advokat yang memiliki kepribadian dan perilaku yang



berorientasi pada moral yang



jujur,



berkeadilan, bertanggung jawab, dan mempunyai integritas tinggi terhadap profesi dan kepentingan masyarakat/klien, bukan hanya kepentingan pribadi atau golongan tertentu. Selanjutnya calon pengacara harus mengikuti Ujian Profesi Advokat (UPA), bermagang di kantor advokat sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun secara terus-menerus, - 26 -



serta mengikuti pengangkatan dan Sumpah Pengacara atau Advokat. Di pengacara



Amerika biasanya



Serikat,



untuk



butuh



sekitar



menjadi 7



seorang



tahun



studi



purnawaktu, yaitu 4 tahun studi sarjana diikuti dengan 3 tahun sekolah hukum. Kebanyakan negara dan yurisdiksi mensyaratkan pengacara menyelesaikan gelar juris doctor (J.D.) dari sekolah hukum yang terakreditasi oleh American Bar Association (ABA). Akreditasi ABA menandakan bahwa sekolah hukum yang bersangkutan—terutama kurikulum dan fakultasnya—memenuhi standar tertentu. Hampir semua sekolah hukum di AS, terutama yang disetujui oleh ABA, mensyaratkan pelamar untuk mengikuti tes masuk sekolah hukum atau Law School Admission Test (LSAT). Tes ini mengukur kemampuan pelamar dalam menjalani studi hukum. Program gelar juris doctor memberikan kuliah, seperti hukum konstitusional, kontrak, hukum properti, prosedur sipil, dan penulisan yang berkaitan dengan hukum. Mahasiswa hukum dapat memilih program khusus dalam bidang-bidang seperti pajak, tenaga kerja, dan hukum perusahaan. Setelah lulus, pengacara mendapatkan informasi tentang perkembangan hukum yang memengaruhi praktik mereka. Hampir semua negara mengajurkan pengacara untuk berpartisipasi dalam melanjutkan pendidikan hukum setiap tahun atau setiap tiga tahun. Banyak sekolah hukum



- 27 -



dan negara dan asosiasi bar lokal menyediakan kursus pendidikan



hukum



yang



membantu



pengacara



mendapatkan perkembangan terakhir. Kursus tersebut bervariasi, dan umumnya mencakup subjek dalam praktik hukum, seperti etika hukum, pajak dan penggelapan pajak, dan kesehatan. Beberapa negara bahkan memberikan kesempatan



kepada pengacara untuk mengambil kredit



pendidikan lanjutan melalui kursus online. Prospek Pekerjaan Pengacara Pengacara yang baru direkrut biasanya memulai sebagai rekan



dan



bekerja



dengan



pengacara



yang



lebih



berpengalaman. Setelah beberapa tahun, ia diterima dalam kemitraan perusahaan, yang berarti ia menjadi bagian perusahaan.



Setelah



mendapatkan



pengalaman



kerja



beberapa tahun kemudian, ia dapat membuka praktik sendiri atau pindah ke departemen hukum perusahaan yang lebih besar. Sangat sedikit fresh graduate dari fakultas hukum yang langsung dipekerjakan sebagai pengacara perusahaan. Pengacara membantu klien mereka menyelesaikan masalah hukum. Karena itu, mereka harus mampu menganalisis banyak informasi, menentukan fakta-fakta yang relevan, dan mengusulkan solusi yang layak. Di samping itu, pengacara harus mendapatkan rasa hormat dan kepercayaan dari klien dengan membangun hubungan saling percaya—sehingga klien merasa cukup nyaman untuk berbagi informasi pribadi yang berkaitan dengan kasusnya. - 28 -



Dalam memecahkan masalah, pengacara harus memisahkan emosi dan prasangka mereka dari masalah klien mereka, dan bersikap objektif dalam mengevaluasi masalah tersebut. Karena itu, kemampuan memecahkan masalah penting bagi pengacara untuk mempersiapkan pertahanan Pengacara



terbaik juga



dan



harus



memberikan



memiliki



rekomendasi.



keterampilan



riset.



Mempersiapkan nasihat hukum atau representasi untuk klien membutuhkan penelitian besar. Pengacara harus dapat menemukan undang-undang dan peraturan yang berlaku untuk masalah tertentu. Klien menyewa pengacara untuk berbicara atas nama mereka. Konsekuensinya, pengacara harus hadir dan menjelaskan kasus mereka ke pengadilan, mediator, pihak yang menentang, hakim, atau juri. Dia harus tepat dan spesifik ketika mempersiapkan dokumen, seperti surat wasiat, trust, dan surat kuasa. Meskipun kebutuhan akan jasa hukum pada dasawarsa



mendatang



meningkat,



persaingan



harga



mendorong firma hukum untuk memikirkan kembali staf mereka demi efisiensi biaya. Klien kemungkinan akan mengurangi biaya jasa hukum dengan menuntut tarif lebih murah. Pekerjaan yang sebelumnya ditugaskan kepada pengacara,



seperti



review



dokumen,



mungkin



akan



dibebankan kepada paralegal dan asisten hukum. Beberapa pekerjaan hukum rutin juga dapat diserahkan kepada penyedia hukum yang lebih rendah biayanya. - 29 -



Banyak perusahaan besar cenderung memotong biaya departemen hukum mereka. Kebanyakan perusahaan mengeluarkan biaya tinggi untuk menyewa pengacara sebagai penasihat perusahaan beserta staf pendukung mereka. Untuk menghemat biaya, mereka menggaji staf hukum di perusahaan. Hal ini menimbulkan peningkatan permintaan pengacara



dengan



berbagai



kekhususan,



misalnya untuk keuangan dan asuransi perusahaan, untuk perusahaan konsultan, dan untuk perusahaan penyedia layanan kesehatan. Kompetisi untuk mendapatkan pekerjaan semakin ketat karena jumlah mahasiswa yang lulus dari sekolah hukum setiap tahun lebih banyak dibandingkan pekerjaan yang tersedia. Banyak sarjana hukum baru, yang tidak mampu menemukan pekerjaan tetap, bekerja di firma hukum dengan sistem kontrak untuk jangka pendek. Firmafirma seperti itu membuka kesempatan bagi pengacara baru untuk mengembangkan keterampilan praktis mereka. Untuk mendapatkan pengalaman praktis, lulusan sekolah hukum juga bisa bekerja di negara tetangga. Tetapi untuk itu ia mungkin harus mengambil ujian pengacara di negara yang bersangkutan. Tak sedikit pengacara yang menjadi dosen di fakultas atau sekolah hukum. Mereka mengajar berbagai mata kuliah dan memberikan bimbingan karier serta teknis. Mereka juga melakukan penelitian dan mempublikasikan karya ilmiah dan buku.



- 30 -



REFERENSI Asshiddiqie, Jimly. 2008. Peran Advokat dalam Penegakan Hukum. Bandung: Mahkamah Konsitusi Republik Indonesia. Anwar, H. Y. K. Signifikansi Bantuan Hukum dan Peran Pengacara dalam Menyelesaikan Perkara di Lingkungan Pengadilan Agama. Dalpe-Scott, M., M. Degouffe, D. Garbutt & M. Drost. “A Comparison of Drug Concentrations in Postmortem Cardiac and Peripheral Blood in 320 Cases”. Canadian Society of Forensic Science Journal , Vol. 28, Iss. 2, 1995. Kane, Sally. 2016. “Trade Secret Law”. https://www. thebalance.com/intellectual-property-law2164607. Critical Studies in Innovation, Volume 15, 1997 - Issue 3. Lamarani, H. 2014. “Pemberian Bantuan Hukum pada Masyarakat Kurang Mampu oleh Pemerintah”. Lex Administratum, 2(3). Macdonald, Stuart & Bernard Lefang. “Innovation and the Patent Attorney”, 329–343. Published online: 21 Oct 2008. Nurudin, Agus. 2012. “Keberpihakan Profesi Advokat terhadap Klien yang Tidak Mampu”. MMH, Jilid 41 No. 1 Januari 2012. file:///C:/Users/Z1402/ Downloads/4152-8918-1-SM.pdf diakses pada 10 November 2016. Raharjo, A., A. Angkasa & R. W. Bintoro. 2016. “Akses Keadilan bagi Rakyat Miskin (Dilema dalam Pemberian Bantuan Hukum oleh Advokat)”. - 31 -



Mimbar Hukum-Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, 27(3), 432–444. Simmons, William J. 2011. “In Person: A Career in Biotech Patent Law”. http://www.sciencemag.org/ careers/2011/10/person-career-biotech-patentlaw. Winarta, F. H. 2013. “Dimensi Moral dalam Profesi Advokat dan Pekerjaan Bantuan Hukum”. Law Review, 2(1). Wirawan, C., S. Kalo & E. Yunara. 2014. “Implementasi Pemberian Bantuan Hukum Cuma-Cuma (Pro Bono Publico) dalam Perkara Pidana di Kota Medan Ditinjau Berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum (Studi di Lembaga Bantuan Hukum Medan)”. Jurnal Mahupiki, 2(1). Zainuddin, Muhadi. 2004. “Peran Sosialisasi UU Advokat dalam Pemberdayaan Kesadaran Hukum Masyarakat”. Al-Mawarid, Edisi XII, Tahun 2004.



- 32 -



Bab 2 Kompetensi Pengacara Abad ke-21 Pengacara adalah salah satu profesi yang paling mudah memicu stres. Terlebih ketika ia harus memenuhi tenggat waktu, ada penagihan yang tertunda, tuntutan klien yang di luar dugaan mncul, atau adanya perubahan peraturan di tengah kasus yang sedang dia kerjakan. Apalagi jika seorang pengacara mempunyai banyak klien, beban kerjanya menjadi semakin berat, yang bisa bertambah parah jika jumlah staf terbatas—imbasnya jam kerja pengacara semakin panjang. Ketika perusahaan meminta proposal biaya dan prosedur manajemen proyek kepada sebuah firma hukum, tak jarang firma hukum tersebut mencari pengacara atau profesional lainnya yang memiliki keahlian manajemen proyek hukum.1 Keterampilan yang perlu dikuasai dengan baik oleh pengacara abad ke-21 adalah sebagai berikut.



1 Smathers, R. Amani (2014), “The 21st-Century T-Shaped Lawyer”, American Bar Association, Volume 40 Number 4, http://www.americanbar.org/publications/law_practice_magazine/20 14/july-august/the-21st-century-t-shaped-lawyer.html, diakses pada 25 September 2016.



- 33 -



Pertama, keterampilan legal (legal skills), baik keterampilan praktik maupun pengetahuan yang terkait dengan bidang hukum. Keterampilan ini tentu dimiliki oleh mereka yang telah lulus pendidikan S-1 bidang hukum, yang kurikulumnya disahkan oleh pihak yang memiliki otoritas di bidang tersebut. Kompetensi pokok ini menjadi syarat utama untuk menjalani profesi pengacara. Dalam profesi ini seseorang perlu memiliki pemahaman mendalam tentang hukum dan perundang-undangan yang kompleks dan terkait dengan kasus yang sedang ditanganinya. Untuk itu, ia harus terampil melakukan penelitian tentang aspek hukum yang terkait dengan kasusnya. Penelitian itu bertujuan mengonfirmasi fakta, yang kemudian dapat dimanfaatkan untuk memberikan nasihat hukum kepada klien atau digunakan dalam pembelaan di pengadilan. Selain



itu,



pengacara



berkomunikasi upayanya



secara



mencari



harus lisan



cara



memiliki maupun



yang



paling



kemampuan



tertulis



dalam



efektif



untuk



memecahkan masalah klien. Kedua, kemampuan bermasyarakat—dalam hal ini dijabarkan berkolaborasi



direpresentasikan dalam



sebuah



dengan tim.



keterampilan



Keterampilan



ini



memungkinkan pengacara bekerja secara produktif dengan orang lain. Kolaborasi yang berhasil



membutuhkan



semangat kerja sama dan sikap saling menghormati. Pengacara biasanya mencari mitra yang efektif sebagai bagian dari tim dan bersedia menyeimbangkan prestasi - 34 -



pribadi dengan tujuan kelompok. Kolaborasi dapat terjadi antara berbagai mitra. Seorang



pengacara



abad



ke-21



harus



bisa



berkomitmen untuk mengembangkan diri serta mendukung dan mendorong orang



lain untuk mengembangkan



pengetahuan, keterampilan, dan perilaku mereka sehingga mencapai potensi maksimal demi kepentingan yang lebih luas. Roda kompetensi yang digambarkan berikut ini menguraikan



bidang



kompetensi



yang



dapat



dikembangkan oleh semua pengacara.



Diagram 1. Roda Kompetensi Pengacara sumber: https://www.reedsmith.com/career_development/



- 35 -



Pengacara perlu menjadi pebisnis yang bekerja efektif, berinteraksi dengan klien dan kolega dengan baik, dan menjadi warga perusahaan atau firma yang baik pula. Pengacara



harus



mampu



memimpin



tim



dalam



menyelesaikan kasus atau membuat kesepakatan, sekaligus mengembangkan dan mengelola hubungan dengan klien. Sudah barang tentu seorang pengacara perlu mempunyai kemampuan berkomunikasi secara tepat waktu dan tempat. Mereka diharapkan berfokus pada hal-hal yang terperinci. Pengacara perlu keterampilan untuk berkembang, dan sampai saat ini menjadi pengacara hebat dan sukses di sebuah perusahaan global membutuhkan lebih dari sekadar kepiawaian, pengetahuan, dan keterampilan hukum yang sangat andal.2 Kenyataan menunjukkan bahwa masih ada keluhan dari para pengusaha bahwa pengacara mereka tidak memahami bisnis mereka. Keluhan ini biasanya datang dari perusahaan yang menggunakan jasa firma hukum dari luar perusahaan.



Namun,



firma



hukum



pada



akhirnya



memahami bahwa mereka disewa demi efisiensi biaya dan peningkatan produktivitas klien, termasuk penanganan outsourcing, manajemen proyek, dan perbaikan proses dalam perusahaan.3



Lihat ReedSmith: “the business of https://www.reedsmith.com/career_development/. 3 Smathers, R. Amani (2014), Op.Cit. 2



- 36 -



relationship”,



Mengingat kompleksitas pekerjaan di lapangan, J. Furdlong (2008) mengemukakan enam keterampilan di luar pengetahuan tentang hukum yang perlu dimiliki oleh pengacara. Sesungguhnya, keterampilan ini juga perlu dimiliki oleh profesi lain. Furdlong memperhatikan kemampuan yang siap diterapkan, yang diperoleh dan dikembangkan



melalui



pelatihan



dan



pengalaman.



Menurutnya, ketekunan dan kecerdasan adalah sifat bawaan,



sedangkan



keterampilan



adalah



apa



yang



diperoleh melalui aplikasi keduanya4. Jika Anda memiliki enam keterampilan ini secara memadai, Anda memenuhi syarat untuk menjalankan praktik hukum. 1. Kemampuan Berkolaborasi Kemampuan berkolaborasi dengan baik dalam tim maupun



di



berbagai



lingkungan



kerja



akan



menghasilkan kontribusi kolektif. Cara ini sekarang semakin mudah dilakukan berkat kemajuan teknologi komunikasi—yang



memungkinkan



untuk



berbagi



informasi dengan mudah. Pengacara yang dapat bekerja sama dengan baik akan mampu mencapai hasil yang optimal



bagi



klien.



Pengacara



yang



terampil



4 Furdlong, J. (2008), “Core competence: 6 new skills now required of lawyers”, Law Twenty One, July 4, 2008, http://www.law21.ca/2008/07/core-competence-6-new-skills-nowrequired-of-lawyers/, diakses pada 9 November 2016.



- 37 -



berkolaborasi meyakini kebijakan kelompok dan tidak menjadi pemain tunggal. 2. Kecerdasan Emosional Dalam hal kecerdasan emosional, pengacara harus melepaskan diri secara emosional dari kasus dan kliennya agar ia dapat memberikan saran hukum terbaik. Bagaimanapun juga, klien memerlukan empati, perspektif, dan kedekatan pribadi sehingga mereka percaya diri dan puas. Untuk itu, pengacara perlu mendengarkan dengan lebih baik daripada sebelumnya. 3. Literasi Finansial Literasi atau kecerdasan finansial adalah kemampuan membaca dan memahami laporan keuangan dan dapat mengambil keputusan tepat dan bertindak cerdas atas laporan keuangan perusahaan. Literasi finansial juga mencakup cara mendapatkan uang, yaitu dengan mengasah



kompetensi



sebagai



pengacara,



dan



mengelola uang yang diperoleh. Setiap pengacara yang berpraktik secara pribadi berarti ia menjalankan bisnis. Setiap klien dan kasus melibatkan uang dalam berbagai cara. Karena itu, tidak ada alasan bagi pengacara untuk tidak mengerti tentang uang, seperti menjalankan bisnis, menyeimbangkan buku besar, memahami



prinsip-prinsip



pajak



dan



statistik,



menghitung margin keuntungan, bahkan menjelaskan alasan di balik biaya mereka. Melek finansial itu penting.



- 38 -



4. Manajemen Proyek Manajemen



proyek



adalah



pekerjaan



memulai,



merencanakan, melaksanakan, mengendalikan, dan menutup kerja sebuah tim. Sifatnya sementara dan dirancang untuk menghasilkan produk atau layanan tertentu biasanya dibatasi oleh waktu, dan sering kali terkendala oleh pendanaan dan untuk membawa perubahan yang menguntungkan atau nilai tambah. Sayangnya,



tak



sedikit



pengacara



yang



cenderung mengabaikan manajemen proyek hukum. Bahkan beberapa pengacara gagap dalam menyusun perencanaan,



mengorganisasi,



dan memanfaatkan



sumber daya untuk meraih tujuan spesifik dengan tetap berada dalam kerangka ruang lingkup, kualitas, waktu, dan anggaran yang ditentukan. Mereka cenderung enggan memperkirakan waktu atau anggaran dan enggan menciptakan dan mengelola sebuah rencana aksi—mungkin karena takut gagal atau terjebak dalam situasi kekurangan tenaga. 5. Manajemen Waktu Hampir setiap pengacara mengatakan hal yang sama: mereka sangat sibuk, banyak pekerjaan yang harus dilakukan, sampai-sampai mereka tidak punya waktu untuk diri sendiri. Bidang hukum memang menuntut kerja keras. Tapi, sebagian besar masalah pengacara terkait pengelolaan waktu adalah ketidakmampuan mereka dalam memprioritaskan tugas-tugas mereka. - 39 -



Pengacara sulit mengatakan “tidak”; mereka sering kali tidak bersedia mendelegasikan pekerjaan agar menjadi lebih efisien, dan banyak yang mendapat kompensasi bukan atas tugas-tugas yang berhasil diselesaikan tetapi berapa lama mereka melakukannya. Pengacara yang tidak



belajar



mengelola



waktu



akan



cenderung



menyalahkan pihak lain atas kesulitan mereka. Lingkungan persaingan saat ini memaksa pengacara untuk menghabiskan lebih banyak waktu pada kegiatan menjalin



hubungan



dengan



klien



dan



aktivitas



manajemen bisnis. Apalagi pengacara yang melakukan praktik hukum global, dia harus tetap siaga bekerja tanpa mengenal waktu. Akibatnya, banyak pengacara mengeluhkan



kurangnya



keseimbangan



antara



kehidupan dan pekerjaan mereka. 6. Minat pada Teknologi Pengacara yang mengalami ketertinggalan teknologi, bahkan pengacara baru yang tech-savvy (tahu banyak tentang teknologi terutama komputer), bisa jadi menyerah



pada



kecepatan



adaptasi



teknologi



perusahaan. Karena itu, ketertarikan pada teknologi adalah kompetensi inti pengacara. Jika Anda tidak dapat secara efektif dan efisien menggunakan e-mail, Internet, dan telepon seluler, Anda mungkin juga tertinggal oleh teknologi. Dan jika Anda tidak peduli untuk belajar tentang RSS, pesan instan, Adobe Acrobat dan sejenisnya, klien dan kolega akan berlalu begitu saja. - 40 -



Penggabungan



teknologi



komunikasi



dan



komputer mengubah praktik hukum dengan cepat. Bisa jadi pengacara tidak lagi memiliki monopoli atas hukum, karena pekerjaan



teknis pendokumentasian



hukum bisa dilakukan secara virtual dan mandiri dari situs self-help. Teknologi telah mengubah praktik hukum.



Konsekuensinya,



pengacara



harus



mahir



memanfaatkan berbagai platform teknologi dalam pekerjaannya, misalnya untuk membuat spreadsheet dan presentasi. Pekerjaan menyusun tren pasar komoditas yang sebelumnya melibatkan pengacara, kini dapat digantikan oleh teknologi sehingga pelayanan hukum menjadi lebih murah dan efisien. Sementara



itu,



Stock



(2008) mencatat



bahwa



beberapa penelitian telah memilah dan meringkaskan kompetensi kunci para pengacara.5 Kompetensi nonhukum itu mencakup sifat pribadi, keterampilan kepemimpinan dan pengembangan, dan kompetensi bisnis/klien seperti diuraikan dalam tabel berikut.



Stock, Richard (2008), “Competencies for Lawyers”, Lexpert, Vol. 9, No. 7c http://www.catalystlegal.com/Articles/CompetenciesLawyers. htm, diakses pada 27 oktober 2016. 5



- 41 -



1. Sifat Pribadi 











2. Kemampuan  Kepemimpinan dan Pengembangan



Berorientasi pada hasil  Menekankan solusi yang memaksimalkan pendapatan ketika memenuhi kebutuhan pengguna.  Mengambil tindakan untuk meminimalkan biaya tak terduga atau menghilangkan kemungkinan kerugian. Efisien  Menemukan cara yang lebih cepat, lebih murah untuk mencapai tujuan.  Mengatur pekerjaan sehingga banyak tugas dapat dicapai secara bersamaan. Bekerja sepenuh hati Mengejar tujuan departemen dengan lebih banyak waktu meskipun kurang dukungan langsung dalam organisasi.  Komunikator  Membuat orang lain mengetahui isuisu dan perubahan yang akan memengaruhi mereka.  Bisa beradaptasi  Menyesuaikan diri terhadap perubahan dengan cepat, baik dalam hal berpikir maupun bekerja.  Membuat perubahan organisasi yang diperlukan untuk merespons pasar. Kepemimpinan Memberikan saran yang jujur dan secara aktif mendukung keputusan perusahaan sekalipun tidak populer.  Menunjukkan kepemimpinan dalam bisnis dan isu-isu penting. Dampak dan pengaruh  Mengambil tindakan terhadap hambatan dalam bekerja menuju hasil. - 42 -



3. Kompetensi Bisnis dan Klien







Inovasi  Mengantisipasi dan mengarahkan perubahan dalam bisnis.







Berfokus pada pelanggan/klien  Menambah nilai dengan mencari cara untuk memberikan hal-hal yang lebih baik bagi pelanggan di dalam dan di luar organisasi. Berorientasi pada prestasi  Menetapkan tujuan untuk meningkatkan kinerja melampaui tujuan itu. Kaya sumber  Secara sistematis mempertahankan kontak /mengumpulkan informasi dalam rangka mendorong organisasi menuju hasil positif. Memahami strategi bisnis  Memahami lingkungan dan menyadari arah industri.











Baik Furdlong (2008) maupun Stock (2008) tidak menyinggung keterampilan hukum karena keterampilan tersebut sudah menjadi syarat untuk menjadi seorang pengacara. Tentu saja gagasan kedua orang ini saling melengkapi dan sangat diperlukan ketika para pengacara akan terjun ke lapangan. Masa depan penasihat hukum semakin cerah, semakin spesifik, dan semakin besar potensinya dalam praktik global. Pengalaman di sektor industri akan menjadi modal berharga bagi mereka yang ingin menjalin hubungan dengan klien penting dan potensial.



- 43 -



Di



banyak



negara,



hanya



pengacara



yang



berkualifikasi yang diizinkan memberikan pelayanan hukum kepada klien, dan hanya pengacara dari organisasi spesifik



saja



yang



biasanya



menggalang



kemitraan.



Undang-undang dan peraturan telah menentukan siapa yang dapat menjadi seorang pengacara, siapa yang dapat menjalankan bisnis hukum, dan pelayanan apa saja yang dapat mereka berikan. Dengan munculnya liberalisasi pelayanan hukum, sebagai konsekuensi disahkan dan disepakatinya hasil Bali Concord II 6 , Indonesia akan menghadapi fenomena pasar bebas, yang artinya barang-barang impor akan mudah masuk ke pasar Indonesia dan bersaing dengan produk lokal Indonesia. Beberapa fakta membuktikan bahwa negara yang menjalankan kesepakatan pasar bebas mengalami peningkatan perekonomian yang pesat. Dalam



situasi



demikian,



seorang



pengacara



memerlukan kompetensi budaya, dalam arti ia mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk berinteraksi dengan orang-orang dari budaya yang berbeda. Kompetensi Kebudayaan Kompetensi kebudayaan adalah perilaku, sikap, dan kebijakan yang menjadi sebuah sistem kalangan profesional, DECLARATION OF ASEAN CONCORD II (BALI CONCORD II), http://asean.org/?static_post=declaration-of-asean-concord-ii-baliconcord-ii. 6



- 44 -



yang memungkinkan mereka bekerja secara efektif dalam situasi lintas budaya. Kompetensi budaya merupakan proses yang berkembang lama. Ketiadaan kompetensi budaya dalam komunitas bisnis dapat merusak harga diri dan karier individu. Kompetensi budaya sama pentingnya dengan kompetensi profesi hukum. Karena itu, pendidikan hukum tidak



hanya



mempromosikan



cita-cita,



tetapi



juga



mencerminkan sejarah, tradisi, dan norma-norma budaya.7 Budaya tidak hanya mencakup agama, ras, atau adat istiadat dan keyakinan, tetapi juga kelompok sosial, kelas sosial, suku, usia, bahasa, orientasi seksual, dan berbagai karakteristik lainnya. Saat ini pengacara berpraktik di dunia multinasional dan multibudaya, sehingga ia harus mampu berinteraksi secara efektif dengan orang-orang yang memiliki budaya yang berbeda.



8



Menjadi kompeten secara budaya itu



Cynthia M. Ward & Nelson P. Mill (ppp), “The role of Law Schools in Shaping Culturally Competent Lawyers”, https://www.researchgate.net/profile/Nelson_Miller/publication/228 260584_The_Role_of_Law_Schools_in_Shaping_Culturally_Competent_ Lawyers/links/54ad9b030cf2213c5fe41492.pdf. 8 Curcio, Andrea Anne, Teresa E. Ward, & Nisha Dogra (2012), “Educating Culturally Sensible Lawyers: A Study of Student Attitudes About the Role Culture Plays in the Lawyering Process”, U. W. Sydney L. Rev., Vol. 16, p. 98–126, Georgia State University College of Law, Legal Studies Research Paper No. 2013-11. Available at SSRN: https://ssrn.com/abstract=2239854, diakses pada 12 November 2016. 7



- 45 -



penting karena pasti akan berpengaruh pada



bisnis



pengacara. Menghormati



budaya



seseorang



tidak



hanya



menghormati penampilannya, tetapi juga identitas pribadi, bahasa, pikiran, tindakan, kebiasaan, keyakinan, dan nilainilainya, apa pun ras, agama, asal geografis, atau status sosialnya. Meskipun penampilan dan bahasa merupakan indikator yang jelas tentang budaya tertentu, kita perlu memiliki kesadaran akan karakteristik lain, seperti identitas pribadi yang tak kasat mata. Misalnya, sebutan pada seseorang. Jika klien memperkenalkan dirinya dengan cara yang spesifik, misalnya disertai gelar akademis atau kebangsawanan, kita perlu memahami bahwa dia ingin menunjukkan jati dirinya. Beberapa pendidik di bidang hukum mengakui pentingnya pemahaman tentang budaya dalam praktik sebagai pengacara, sementara pendidik hukum lainnya kurang menekankan pentingnya kemampuan mahasiswa untuk bekerja secara efektif di berbagai latar belakang budaya yang berbeda.



- 46 -



Referensi



Aastha, M. 2016. “Cultural Competency and the Practice of Law in the 21st Century”. Probate & Property Magazine, Volume 30 No. 02. http://www.americanbar.org/ publications/probate_property_magazine_2012/20 16/march_april_2016/2016_aba_rpte_pp_v30_2_art icle_madaan_cultural_competency_and_the_practic e_of_law_in_the_21st_century.html diakses pada 11 November 2016. Burk, Bernard A. 2014. “What's New About the New Normal: The Evolving Market for New Lawyers in the 21st Century” (August 13, 2013). UNC Legal Studies Research Paper No. 2309497; 41 Florida St. L. Rev 541. Available at SSRN: http://dx.doi.org/10.2139/ ssrn.2309497 diakses pada 12 November 2016. Curcio, Andrea Anne, Teresa E. Ward & Nisha Dogra. 2012. “Educating Culturally Sensible Lawyers: A Study of Student Attitudes About the Role Culture Plays in the Lawyering Process”. U. W. Sydney L. Rev., Vol. 16, p. 98–126, Georgia State University College of Law, Legal Studies Research Paper No. 2013-11. Available at SSRN: https://ssrn.com/abstract=2239854 diakses pada 12 November 2016. Furdlong, J. 2008. “Core competence: 6 new skills now required of lawyers”. Law Twenty One, July 4, 2008. http://www.law21.ca/2008/07/core-competence6-new-skills-now-required-of-lawyers/ diakses pada 9 November 2016. Hamilton, Neil W. 2014. “Changing Markets Create Opportunities: Emphasizing the Competencies Legal Employers Use in Hiring New Lawyers (Including



- 47 -



Professional Formation/Professionalism)”. 65 South Carolina Law Review 567 (2014); U of St. Thomas (Minnesota) Legal Studies Research Paper No. 14-13. Available at SSRN: https://ssrn.com/abstract= 2412324 diakses pada 12 November 2016. Heineman Jr., Ben W. 2007. Lawyers as Leaders. 116 Yale L.J. Pocket Part 266. http://yalelawjournal.org/ forum/lawyers-as-leaders diakses pada 8 November 2016. Nasilenko, Lyudmyla. 2014. “Forming the Future Lawyers’ Communicative Competence: The Experience of Higher Education in Ukraine and Germany Comparative Professional Pedagogy”. 2014; 4(3): 89–94 DOI. https://www.degruyter.com/view/j/rpp. 2014.4. issue-3/rpp-2014-0041/rpp-2014-0041.xml? format=INT. Stock, Richard. 2008. “Competencies for Lawyers”. Lexpert, Vol. 9, No. 7c. http://www.catalystlegal.com/ Articles/CompetenciesLawyers.htm diakses pada 27 Oktober 2016. Ward, Cynthia M. & Nelson P. Mill (ppp). “The role of Law Schools in Shaping Culturally Competent Lawyers”. https://www.researchgate.net/profile/Nelson_Mil ler/publication/228260584_The_Role_of_Law_Scho ols_in_Shaping_Culturally_Competent_Lawyers/li nks/54ad9b030cf2213c5fe41492.pdf.



- 48 -



Bab 3 Pengacara di Era Pancaroba Pengacara atau advokat menghabiskan sebagian besar waktunya untuk memberikan nasihat hukum kepada klien dalam proses penyelesaian sengketa. Klien mereka pun bermacam-macam, ada yang menjalankan bisnis skala kecil atau menengah dan ada pula



warga biasa yang



memerlukan bantuan hukum karena masalah utangpiutang atau klaim ganti rugi. Para klien muncul dengan berbagai masalah yang semakin rumit di masa-masa seperti sekarang ini. Dalam dua dasawarsa mendatang, cara kerja para pengacara mungkin akan berubah secara radikal. Cara pelayanan baru bermunculan, demikian pula penyedia pelayanan hukum, dan pasar jasa hukum serta cara-cara persidangan pun akan berubah. Jika pengacara tidak mampu beradaptasi, maka hanya pengacara yang rela berubah dan punya semangat kewirausahaan yang mampu meraih kesempatan gemilang. 9 Susskind (2014) percaya bahwa perubahan itu dipicu oleh tantangan the more for less (pelayanan hukum yang lebih berkualitas dengan biaya lebih rendah), liberalisasi, dan teknologi informasi. 9 Susskind, R. (2014), Tomorrows Lawyers: An Introduction to Your Future, Oxford: OUP Oxford.



- 49 -



Pengacara Indonesia pada awal abad ini seperti berada dalam masa pancaroba



yang ditandai oleh



kecemasan atau perubahan yang dipicu oleh tiga hal. Pertama, reformasi hukum yang penting guna membangun desain kelembagaan negara hukum. Kedua, liberalisasi pelayanan hukum. Bisa jadi pengacara di negara yang mengalami liberalisasi ini tidak memedulikan hal itu dan menganggap bahwa ini sekadar permainan kata-kata untuk memperluas daerah hukum belaka. Ketiga, teknologi informasi (TI) dengan munculnya penggabungan teknologi komputer dengan komunikasi, yang menggulingkan tirani jarak dan waktu. Reformasi Hukum Reformasi di Indonesia bermula dari lengsernya Soeharto sebagai



presiden



pada



21



Mei



1998.



Masyarakat



menginginkan adanya reformasi di segala bidang, termasuk hukum.



Pada



zaman



pemerintahan



Orde



Baru,



ketidakadilan di bidang hukum sering terjadi, misalnya campur tangan pihak eksekutif dalam hal kekuasaan kehakiman. Berdasar Pasal 24 UUD 1945, seharusnya kehakiman memiliki kekuasaan yang merdeka, yang steril dari campur tangan kekuasaan eksekutif. Kenyataannya mereka sering di bawah kendali eksekutif. Dengan demikian, pengadilan sulit terwujud bagi rakyat sebab hakim harus melayani penguasa. Tak ayal sering terjadi rekayasa dalam proses peradilan. Setelah Orde Baru jatuh, - 50 -



muncullah era reformasi dan keterbukaan. Reformasi hukum mempunyai arti penting guna membangun desain kelembagaan untuk membentuk negara hukum yang dicitacitakan. Pemerintah



tidak



lagi



otoriter



dan



terjadi



demokratisasi di bidang politik, misalnya partai-partai politik baru bermunculan. Di bidang ekonomi, muncul badan-badan umum milik swasta, tidak hanya milik negara. Dan di bidang sosial, pemerintah menjadi lebih mudah menerima kritik dan saran dari rakyat. Memang, gerakan reformasi merupakan perjuangan yang hasilnya tidak dapat segera dilihat atau dirasakan. Agenda-agenda reformasi tidak mungkin dilaksanakan secara bersamaan dan dalam waktu singkat. Reformasi hukum merupakan demokratisasi dalam pembuatan, penegakan, dan kesadaran hukum. Dalam hal pembuatan hukum, bukan inspirasi penguasa saja yang berperan, tapi juga aspirasi pemangku kepentingan. Walaupun reformasi hukum di Indonesia telah diupayakan sejak dasawarsa 1950-an, penegakan hukum di Indonesia diakui masih lemah. Lindsey (2004) menyatakan bahwa dalam hal infrastruktur hukum, Indonesia telah melakukan reformasi secara radikal selama enam tahun sejak krisis. Atas dasar kebutuhan, dibentuklah beberapa komisi, antara lain Komisi Hukum Nasional (KHN) yang dibentuk oleh Presiden Abdurrahman Wahid pada Februari 2000. KHN



- 51 -



diberi mandat untuk memberikan pendapat hukum formal kepada presiden dan untuk mereformasi lembaga-lembaga hukum. Sayangnya KHN tidak diberdayakan untuk benarbenar melaksanakan rekomendasinya sendiri sebab ia berada di luar kementerian atau lembaga dan langsung melapor pada presiden. KHN bergantung pada kemauan politik presiden untuk menjalankan rekomendasinya. Lembaga ini kemudian “diabaikan” oleh Presiden Abdurrahman Wahid dan oleh penggantinya, Presiden Megawati. Salah satu fitur sistem negara Indonesia sejak 1998 adalah dibentuknya beberapa badan kuasi-pemerintah untuk melakukan tugas-tugas yang, di wilayah hukum lain, mungkin menjadi tanggung jawab pengadilan. Strategi reformasi pasca-Soeharto adalah menghindari disfungsi peradilan dengan menciptakan badan alternatif untuk melaksanakan fungsi penting, seperti pengawasan pelayanan publik yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat maupun daerah, termasuk yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara serta pihak swasta atau perseorangan. Profesi hukum tidak teorganisasi dengan baik. Sebagian lembaga merespons hal ini, meskipun kadangkadang lambat, seperti Mahkamah Agung, Komisi Ombudsman, dan para pendidik hukum. Perkembangan badan-badan hukum tertatih-tatih dan lambat, misalnya Komnas HAM, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), dan Pengadilan Niaga. Sementara itu, badan yang lain tidak mengalami perubahan nyata, misalnya KHN,



- 52 -



kejaksaan, dan, bisa dikatakan dalam beberapa hal, kepolisian. Segala upaya untuk menyelesaikan berbagai masalah hukum dilakukan, antara lain dengan pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memberantas korupsi. Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, KPK bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan mana pun. Komisi ini didirikan berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002. Komisi Pemberantasan Korupsi memberikan laporannya secara terbuka dan berkala kepada Presiden, Dewan Perwakilan Rakat, dan Badan Pemeriksa Keuangan. Komisi lainnya yang dibentuk adalah Komisi Yudisial untuk mengawasi perilaku hakim, dan lain-lain. Namun, upaya-upaya yang selama ini dilakukan tampaknya belum optimal dan hasilnya masih jauh dari harapan. Tujuan utama reformasi hukum adalah tegaknya supremasi hukum dalam masyarakat. Melalui penegakan supremasi hukum, hukum akan berfungsi sebagai pedoman bagi penyelenggara negara dan pemerintahan, penegak hukum, pelaku usaha, serta masyarakat umum dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Reformasi perlu diterapkan pada aparatur penegak hukum, peraturan perundang-undangan, yurisprudensi, ajaran hukum, dan bentuk praktik hukum lainnya. Reformasi juga membutuhkan kesiapan hakim, penyidik dan penuntut, penasihat hukum, konsultan hukum, serta sarana dan prasarana. Namun, hingga hari ini hukum masih menjadi alat bagi kepentingan politik dan ekonomi.



- 53 -



Menanggapi reformasi hukum yang tampaknya belum berdampak nyata pada penegakan hukum, Asosiasi Pimpinan Perguruan Tinggi Hukum Indonesia (APPTHI) bertemu dengan Presiden Jokowi di Kantor Presiden, Jakarta, pada 28 Juni 2016. APPTHI mendesak Presiden Jokowi untuk segera mengeluarkan paket kebijakan hukum karena para akademisi prihatin dengan kondisi penegakan hukum di Indonesia. Reformasi di bidang hukum perlu menjadi perhatian utama Pemerintah. Adapun kesembilan paket kebijakan hukum tersebut adalah sebagai berikut. a. Sistem penegakan hukum b. Penataan sistem Pemilu dan pemerintahan daerah c. Pembangunan sistem ekonomi kerakyatan d. Tata kelola moneter dan perpajakan e. Reformasi agraria f. Tata kelola kemaritiman nasional g. Tata kelola sumber daya alam dan lingkungan hidup h. Penataan sosial dan budaya sesuai jiwa bangsa i. Penataan sistem pendidikan hukum Untuk mensosialisasikan paket kebijakan ini, APPTHI melakukan road show ke wilayah Indonesia Timur, Tengah, dan Barat. Paket kebijakan hukum tersebut mencakup penegakan hukum, yang terdiri atas bidang kekuasaan kehakiman, institusi kepolisian, penataan institusi kejaksaan, dan penataan lembaga penegakan hukum lainnya. Pada 27 September 2016, Pemerintah, melalui Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) menjelaskan bahwa akan



- 54 -



terbit paket kebijakan hukum yang merupakan salah satu bagian dari penjabaran konsep nawacita yang digagas oleh Presiden Joko Widodo. Wiranto mengatakan bahwa hampir seluruh aktivitas masyarakat tidak terlepas dari aturan undang-undang. Namun, banyak warga masyarakat yang mengeluhkan praktik hukum yang berlaku. Paket reformasi bidang hukum akan mengubah paradigma hukum nasional.



Sumber: Kompas, 5 Oktober 2016



- 55 -



Liberalisasi Pelayanan Hukum Indonesia mengikuti Declaration of ASEAN Concord II atau Bali Concord II, yang merupakan keputusan kepala negara dari 10 negara anggota. Deklarasi ini disosialisasikan sebelum 2015, saat Indonesia menjadi pasar tunggal berbasis produksi. Konsekuensinya, saat ini Indonesia menghadapi fenomena pasar bebas, yang berarti barang-barang impor dengan mudah masuk ke pasar Indonesia dan bersaing dengan produk lokal. Ratifikasi



ini



tidak



hanya



meningkatkan



perdagangan dan devisa saja. Dalam hal jasa pelayanan, terjadi peningkatan pekerja lintas batas negara, dan tidak menutup kemungkinan bidang pelayanan hukum juga mengalaminya. Dalam hal ini kita bisa melihat UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat (UU Advokat), yaitu bahwa kehadiran advokat atau konsultan hukum asing tidak dilarang.



Pasal



kewenangan



23



advokat



UU



Advokat



asing,



hanya



yaitu



ia



membatasi



hanya



dapat



memberikan nasihat atau opini hukum yang berdasarkan hukum asing. Kedudukan mereka hanya sebagai karyawan atau tenaga ahli firma hukum. Dengan kata lain, ia tidak boleh berpraktik secara langsung atau membuka firma hukum atau perwakilannya di Indonesia.



- 56 -



Meningkatnya kebutuhan akan jasa advokat dalam wilayah MEA mendorong ketertarikan para advokat dan firma hukum dari negara-negara anggota ASEAN untuk berkompetisi merebut pasar pelayanan jasa hukum. Simanjuntak (2016) mencatat bahwa situasi tersebut tidak hanya membutuhkan kesiapan advokat Indonesia untuk berkompetisi dengan advokat asing dalam pasar pemberian jasa hukum di dalam wilayah Indonesia, tetapi juga kemampuan advokat Indonesia untuk berkompetisi dalam pasar pelayanan jasa hukum di wilayah ASEAN.10 Keadaan seperti ini mau tak mau mendorong para pengacara Indonesia



untuk



mempersiapkan



diri



menghadapi



liberalisasi pelayanan hukum. Kebijakan tentang pembatasan advokat asing di Indonesia secara langsung atau tidak langsung justru merugikan pihak Indonesia karena beberapa advokat asing melakukan kerja sama dengan advokat lokal dalam pembukaan firma hukum. Delarosa S. (2006) mencatat adanya celah pada Pasal 23 UU Advokat yang bisa menghambat liberalisasi jasa pengacara. Dengan adanya kemajuan teknologi, pengacara asing yang selama ini



10 Simanjuntak, R. (2016), “Mempersiapkan Advokat Indonesia dalam Menghadapi MEA”, PERADI, 15 Maret, http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt55dd2ee24fb0c/memper siapkan-advokat-indonesia-dalam-menghadapi-mea-br-oleh--dr-ricardosimanjuntak--sh--llm-anziifcip-, diakses pada 20 Maret 2017.



- 57 -



bekerja berdasarkan proyek dapat berpraktik tanpa harus tinggal di Indonesia. Dengan demikian, pengertian frasa “berpraktik secara langsung, dan tidak dapat membuka perwakilan di Indonesia” menjadi tidak jelas. Karena itu, Delarosa



menganjurkan



agar



Pemerintah



Indonesia



membuka peluang bagi advokat asing untuk berpraktik di Indonesia sebagai kompetitor pengacara lokal, dan bukan saatnya Indonesia memberikan “perlindungan advokat lokal” melalui pasal-pasal dalam UU Advokat. Pernyataan kedua penulis di atas menunjukkan bahwa liberalisasi pelayanan hukum tidak terelakkan, dan mendorong menimbulkan



pelayanan



hukum



lintas



batas



yang



tantangan bagi profesi hukum—salah satu



yang paling penting adalah pengetahuan tentang hukum dan praktik yurisdiksi negara-negara lain. Teknologi Informasi Sejak



diperkenalkannya



komputer



mainframe



dengan



prosesor sebesar lemari di Indonesia pada dasawarsa 1970an,



orang



mulai



memanfaatkannya



untuk



data



kepegawaian, statistik, dan lain-lain. Kemudian pada dasawarsa 1980-an muncul microcomputer atau yang lebih dikenal dengan desktop, disusul dengan laptop dan sejenisnya. Pada dasawarsa 2010-an muncul tablet dan smartphone.



- 58 -



Internet



diperkenalkan



pada



tahun



1990-an---



awalnya melalui sambungan dial-up kemudian secara nirkabel. Dampak paling besar adalah munculnya platform web 2.0 yang memfasilitasi para pengguna web untuk berinteraksi melalui blog dan wiki, Rich Site Summary atau Really Simple Syndication (RSS), social tagging (penandaan sosial), social networking: Twitter dan Facebook, video sharing di YouTube, dan instant messaging (pesan langsung). Dengan munculnya platform 2.0, para pengguna Internet lebih mudah berinteraksi satu sama lain. Saat ini platform 2.0 sudah dijadikan standar untuk penggarapan web baru. Survei



Asosiasi



Penyelenggara



Jasa



Internet



Indonesia (APJII) tentang penetrasi pengguna Internet di Indonesia pada 2016 menunjukkan bahwa jumlah pengguna Internet di Indonesia mencapai lebih dari 132,7 juta orang. Sementara jenis konten yang diakses paling banyak adalah media sosial, yaitu sebesar 97,4% (129,2 juta), hiburan 96,6% (128,4 juta) , dan berita 96,4% (127,9 juta).11 Survei ini juga menunjukkan bahwa peringkat paling rendah adalah pemanfaatan untuk pelayanan publik. Adapun konten media sosial yang paling banyak dikunjungi adalah Facebook sebesar 71,6 juta pengguna atau 54%, dan urutan 11 Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (2016), “Infografis Penetrasi & Perilaku Pengguna Internet Indonesia 2016”, https://apjii.or.id/survei2016/.



- 59 -



kedua adalah Instagram sebesar 19,9 juta pengguna atau 15%. Salah satu temuan teknologi komputer yang mendorong perubahan adalah Artificial Intelligence (AI), atau kecerdasan buatan yang menurut kamus Merriam-Webster adalah



bidang



ilmu



komputer



yang



memberikan



kemampuan mesin agar memiliki kecerdasan seperti manusia dan untuk menyalin perilaku manusia yang cerdas itu. Banyak pengacara di negara maju menekuni penerapan AI pada keterampilan analitis mereka demi keberhasilan profesi. Mesin bermanfaat dalam membantu pekerjaan--banyak bidang pelayanan hukum tradisional yang dapat dilakukan, dan pada akhirnya memang dapat digantikan, oleh



mesin---namun



mesin



tidak



bisa



sepenuhnya



menggantikan keterampilan pelayanan hukum seorang pengacara. Banyak contoh pemanfaatan AI, terutama dalam electronic discovery (e-discovery), untuk menggantikan produk kerja pengacara maupun meningkatkan pelayanan hukum. Kebanyakan



provider



menyediakan



algoritme



untuk



menemukan informasi berdasarkan konsep dan kata kunci yang disepakati dan digunakan oleh para pihak dalam pengadilan.12 Hal yang relatif baru dalam e-discovery adalah 12



Law”,



Blair Janis (2014), “How Technology is Changing the Practice of American Bar Accociation Vol. 31 No. 3,



- 60 -



penggunaan AI tingkat tinggi dengan konsep predictive coding atau pengkodean prediktif. Informasi elektronik biasanya disertai dengan metadata yang tidak ditemukan dalam dokumen tercetak, tetapi berperan penting sebagai bukti (misalnya tanggal dan waktu saat dokumen dituliskan dapat berguna dalam kasus hak cipta).



Diagram 2. Kompetensi Profesional Bentuk T



Kompetensi teknologi merupakan komponen kunci dari tugas pengacara. Tapi apakah pengacara di dalam dan http://www.americanbar.org/publications/gp_solo/2014/may_june/h ow_technology_changing_practice_law.html.



- 61 -



luar perusahaan, yang sering terlibat dalam masalah hukum substantif, mematuhi bahwa kepemilikan kompetensi teknologi merupakan suatu kewajiban? Para



pengacara



mengakui



bahwa



kompetensi



teknologi penting, tetapi tampaknya mereka belum benarbenar menguasai bidang tersebut. Karena itu, dalam litigasi yang melibatkan, misalnya, electronically stored information (ESI), mereka dapat meminta bantuan dari mitra yang telah terbukti ahli di bidang itu dan memiliki sertifikasi yang relevan. Kehadiran Dropbo13 membuka peluang pelanggaran kerahasiaan data. Dalam profesi ini kerahasiaan adalah yang terpenting, jadi pengacara tidak boleh tertinggal dalam mengadopsi praktik keamanan modern. Pengacara yang memiliki pengetahuan yang memadai tentang keamanan data akan mampu menjawab pertanyaan klien tentang cara melindungi informasi mereka cenderung sukses dalam bisnis jasa hukum di masa depan. Design



dan



electronic



discovery



(e-discovery)



merupakan kompetensi penting yang perlu dimiliki oleh seorang pengacara masa kini. Penemuan elektronik atau e-



13 Dropbox adalah layanan penyedia data berbasis web yang dioperasikan oleh Dropbox, Inc. Dropbox menggunakan sistem penyimpanan berjaringan yang memungkinkan pengguna untuk menyimpan dan berbagi data serta berkas dengan pengguna lain di Internet menggunakan sinkronisasi data.



- 62 -



discovery mengacu pada pemerolehan dan pengumpulan informasi dalam format elektronik (electronically stored information, ESI) dalam kaitannya dengan proses hukum, seperti litigasi dan investigasi. Penemuan elektronik tunduk pada aturan, prosedur, dan proses yang disepakati sebelum data diserahkan kepada pihak yang meminta. Informasi elektronik berbeda dengan informasi tercetak karena sifatnya



yang



tak



benda



(intangible),



volumenya,



kefanaannya, dan durabilitasnya.14 Peningkatan kecerdasan



buatan



penggunaan (Artificial



alat-alat



Intelligence,



AI)



seperti dan



penyusunan kontrak secara otomatis untuk pelayanan hukum membuat kebutuhan akan pengacara junior untuk pekerjaan ini menjadi berkurang di masa depan. Perubahan ini mungkin menciptakan peluang bagi profesional yang melek teknologi di bidang hukum; pengacara akan melakukan pekerjaan yang sangat berbeda dari para pendahulunya.



14 Smathers, R. Amani (2014), The 21st-Century T-Shaped Lawyer, American Bar Association, Volume 40 Number 4, http://www.americanbar.org/publications/law_practice_magazine/20 14/july-august/the-21st-century-t-shaped-lawyer.html, diakses pada 25 September 2016.



- 63 -



Skype 15 dan teknologi canggih lainnya sekarang sudah tersedia dan sangat bermanfaat. Teknologi konferensi atau percakapan melalui video memungkinkan Anda berinteraksi dengan seseorang yang berada di belahan bumi lain



secara



bersamaan.



Sekarang



Orang



juga



bisa



menayangkan hologram dirinya. Menurut Susskind,



16



setelah model superkomputer Watson 17 , pada tahun 2020 komputer akan dapat menghitung ke tingkat yang sama seperti otak manusia. Perubahan menuju kemajuan besar teknologi, yang mungkin telah terbayangkan beberapa tahun yang lalu, tidak dapat diabaikan oleh bidang hukum. Susskind menjelaskan bahwa ketika teknologi mengurangi kebutuhan penasihat hukum tradisional, akan tersedia pekerjaan jenis baru yang namanya pun belum kita ketahui saat ini. Bisa jadi itu adalah legal knowledge engineer, legal technologist, dan legal practice analyst. Firma hukum nontradisional akan muncul, baik di bidang penerbitan hukum, konsultan hukum dan teknologi start-up. Saat pancaroba ini merupakan saat yang menantang sekaligus



Skype memungkinkan penggunanya untuk melakukan sesuatu bersama-sama walaupun di tempat yang berbeda melalui teks, suara, dan video untuk berbagi pengalaman dengan orang lain. 16 Susskind, R. (2014), Tomorrows Lawyers: An Introduction to Your Future, Oxford: OUP Oxford, hlm. 11. 17 Watson adalah superkomputer IBM yang menggabungkan kecerdasan buatan (AI) dan perangkat lunak analisis canggih agar menghasilkan kinerja optimal sebagai mesin penjawab pertanyaan. 15



- 64 -



menarik untuk menjadi seorang pengacara. Jenis pekerjaan pengacara tradisional yang bekerja membanting tulang mulai menghilang, berubah menjadi pekerjaan yang lebih menantang, yang membutuhkan kreativitas dan pikiran maju. Kemungkinan besar, profesi pengacara seperti yang selama ini kita kenal akan berubah secara signifikan di masa mendatang. Dalam perkembangan Hukum Acara Pidana di Indonesia, bukti digital belum menjadi alat bukti. Namun, dalam perkara korupsi yang digelar oleh KPK, misalnya, alat bukti perekaman, hasil sadapan, telepon, dan bukti digital sering kali diajukan untuk dipertimbangkan oleh hakim dalam memutus perkara.



- 65 -



REFERENSI Ansari, M. I. 2017. “Akses terhadap Putusan Lembaga Peradilan di Era Keterbukaan Informasi”. Kanun: Jurnal Ilmu Hukum, 13(1), 115–134. http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/kanun/article/vi ew/6236. Bahar, W. 2015. “Peran Hukum dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)”. Journal of Legal and Policy Studies, 1. Delarosa, S. 2016. “Liberalisasi Fee Advokat: Antara Perlindungan dan Kompetisi terhadap Advokat Indonesia”. Veritas et Justitia, 2(2), 355. http://journal.unpar.ac.id/index.php/veritas/artic le/view/2271/2039, diakses pada 26 Januari 2017. “Gagasan Paket Kebijakan Hukum Jokowi”. http://www.theindonesianinstitute.com/gagasanpaket-kebijakan-hukum-jokowi/, diakses pada 8 Maret 2017. Gillers, S. 2012. “A profession, if you can keep it: How information technology and fading borders are reshaping the law marketplace and what we should do about it”. https://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_ id=2026052. I. A. L. S. 2002. “Political Change and Legal Reform towards Democracy and Supremacy of Law in Indonesia” (Doctoral dissertation, Institute OF Developing Economies). Janis, Blair. 2014. “How Technology is Changing the Practice of Law”. American Bar Accociation Vol. 31 No. 3. http://www.americanbar.org/publications/gp_sol



- 66 -



o/2014/may_june/how_technology_changing_prac tice_law.html. Lindsey, T. 2004. “Legal Infrastructure and Governance Reform in Post Crisis Asia: The case of Indonesia”. Asian Pacific Economic Literature, 18(1), 12–40. https://www. readcube.com/library/3ee1bfa1-4126-4cb6-8bb55c0cb63e24df:d1e40822-1962-499a-b78828fdd06923de. Linnan, David K. “Indonesian Law Reform, or Once More unto the Breach: A Brief Institutional History” [online]. Australian Journal of Asian Law, Vol. 1, No. 1, Nov 1999: [1]-33. Availability: ISSN: 1443-0738. [cited 03 Mar 17]. Lodder, A. R. & A. Oskamp. 2006. Information technology and lawyers: advanced technology in the legal domain, from challenges to daily routine. Springer Science & Business Media. https://books.google.co.id/books?hl=id&lr=&id=_ v3Cl2fEYlMC&oi=fnd&pg=PR9&dq=information+t echnology+lawyering&ots=luVAUUwLS2&sig=Nft 0OFYAMyCVz31ZsI7DQU4uP2c&redir_esc=y#v=o nepage&q=information%20technology%20lawyerin g&f=false. Nasution, A. B., SPHN VIII, PHDEP Berkelanjutan & BPH Nasional. 2003. “Implementasi Perlindungan Hak Asasi Manusia dan Supremasi Hukum.” Peyton, A. 2016. “The Connected State of Things: A Lawyer’s Survival Internet of Things World”. 24 Cath. U.J.L and Tech. http://scholarship.law.edu/cgi/viewcontent. cgi?article=1014&context=jlt, diakses pada 12 November 2016.



- 67 -



Simanjuntak, R. 2016. “Mempersiapkan Advokat Indonesia dalam Menghadapi MEA”. PERADI, 15 Maret. http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt55d d2ee24fb0c/mempersiapkan-advokat-indonesiadalam-menghadapi-mea-br-oleh--dr-ricardosimanjuntak--sh--llm-anziifcip-, diakses pada 20 Maret 2017. Smathers, R. Amani. 2014). The 21st-Century T-Shaped Lawyer. American Bar Association, Volume 40 Number 4. http://www.americanbar.org/ publications/law_practice_magazine/2014/julyaugust/the-21st-century-t-shaped-lawyer.html, diakses pada 25 September 2016.



- 68 -



Bab 4 Teknologi: Kawan atau Lawan? Pada umumnya, teknologi hukum merujuk pada penerapan teknologi dan perangkat lunak untuk membantu firma hukum dalam praktik manajemen, penyimpanan dokumen, penagihan, akuntansi, dan penemuan elektronik (electronic discovery). Teknologi hukum mulai berkembang sejak 2011 dan dikaitkan dengan perusahaan start-up di bidang teknologi hukum yang didirikan sebagai terobosan pasar hukum tradisional dengan memberikan akses online yang menghubungkan klien dengan pengacara secara lebih efisien. Pada Februari 2015, Forbes mencatat ratusan start-up hukum bermunculan di Amerika Serikat dan Eropa. Teknologi sangat memengaruhi kehidupan manusia, antara lain mengubah perilaku, mengubah cara berbisnis, mengubah industri hiburan, mengubah sifat iklan, dan mengubah



definisi



penerbitan.



Topik



yang



sering



dibicarakan terkait dengan penemuan teknologi ini adalah sustaining technology atau teknologi berkelanjutan dan



- 69 -



teknologi



disruptif



Christensen,



atau



mengacaukan.



18



Menurut



teknologi berkelanjutan menunjang dan



memperbaiki pasar atau bisnis yang sedang berjalan, misalnya komputerisasi sistem akuntansi mendukung dan mempermudah pekerjaan akuntan. Sebaliknya, teknologi disruptif secara mendasar menantang atau mengubah fungsi sebuah usaha, misalnya teknologi kamera digital yang diluncurkan oleh Kodak mengubah bisnis foto yang berbasis cetak kimia. Contoh lain teknologi aplikasi yang disruptif adalah aplikasi



transportasi



Go-Jek,



Grab,



dan



Uber.



Wahyuningtyas (2016) mencatat bahwa kebutuhan layanan transportasi sepeda motor Indonesia lebih luas daripada layanan mobil. Munculnya jaringan transportasi secara online untuk layanan sepeda motor seperti Go-Jek dan GrabBike



telah



menantang



layanan



sepeda



motor



konvensional (ojek pangkalan).19 Demikian pula Uber dan GrabCar mengancam kelangsungan usaha taksi tradisional.



18 Christensen, C. M. (2016). The innovator's dilemma: When new technologies cause great firms to fail. Boston, Mass: Harvard Business Review Press. Lihat pula versi ringkas pada Youtube https://www.youtube.com/watch?v=yUAtIQDllo8 19 Wahyuningtyas, S. Y. (2016), “The Online Transportation Network in Indonesia: A Pendulum between the Sharing Economy and Ex Ante Regulation”, Competition and Regulation in Network Industries, 17(3-4), 260– 280.



- 70 -



Sementara itu, Khasanah dan Sugiat menyebutkan bahwa di Yogyakarta orang mulai mengadopsi produk lokal sistem aplikasi mobil Calljac20 dalam persaingan bisnis transportasi berbasis aplikasi yang semakin ketat. Pada awalnya, kehadiran aplikasi transportasi ini menimbulkan reaksi keras dari pelaku usaha transportasi konvensional sehingga menimbulkan friksi, antara lain demonstrasi, sweeping, dan pertikaian fisik. Pemerintah pun tanggap akan gejala ini dan berusaha mencari solusi yang saling



menguntungkan



antara



perusahaan



angkutan



konvensional dan pelaku usaha transportasi berbasis online. Dalam



perkembangan



pendidikan



hukum



di



Indonesia, sehubungan dengan globalisasi hukum dan kemajuan teknologi ke depan, mahasiswa hukum perlu selalu



meningkatkan



keahlian,



antara



lain



dengan



menguasai legal writing (penulisan hukum), memanfaatkan kemajuan Internet.



teknologi 21



Selain



informasi, itu,



para



serta sarjana



memanfaatkan hukum



perlu



mempertimbangkan saran berikut: lawyers must become



20 Khasanah, N. A. & M. A. Sugiat, “Strategi Desain Call Jack dan Implementasinya pada Media Visual Design”. 21 Erman Rajaguguk, “Globalisasi hukum dan kemajuan teknologi: Implikasi bagi pendidikan hukum dan pembangunan hukum Indonesia”, Pidato Dies Natalis USU, Medan, 20 November 2001.



- 71 -



expert in some fields of knowledge and know very little about others22. Di samping kurikulum umum, tutorial atas setiap mata



kuliah



perlu



diperbanyak



agar



kemampuan



mahasiswa dalam menyerap serta menguasai materi kuliah dapat dievaluasi oleh pengajar. Beberapa mata ajar PLKH (Pendidikan Latihan Kemahiran Hukum) dalam kurikulum Fakultas Hukum dengan bobot 10 SKS merupakan pertanda bahwa peningkatan keahlian sarjana hukum sangat penting. Salah satu keahlian yang perlu dimiliki oleh mahasiwa adalah membuat due diligence atau legal audit opinion.23



Teknologi Hukum Disruptif Pemberian jasa hukum saat ini tampaknya tidak tersentuh oleh dampak teknologi, tetapi pada akhirnya ia juga akan terpengaruh oleh teknologi. Perangkat lunak atau aplikasi yang dirancang untuk memacu produktivitas dan efisiensi, misalnya, perlu dimiliki oleh firma hukum guna mengejar ketertinggalan dan meningkatkan daya saing.



22 H.W Arthurs, “A lot of Knowledge is a Dangerous Thing, Will the legal Professions Survive the Knowledge Explosions ?”, Dalhousie Journal of Legal Sudies. 23 St. Laksanto Utomo dan Lenny Nadriana (2015), Pemeriksaan dari Segi Hukum atau Due Diligence,. Penerbit PT. Alumni Bandung, hlm. 1.



- 72 -



Sulit dimungkiri bahwa pemicu utama perubahan dalam firma hukum saat ini adalah teknologi yang membuat hukum lebih mudah diakses dan relatif lebih murah bagi klien. Di negara-negara maju banyak firma hukum berusaha memenangi persaingan dengan memanfaatkan teknologi. Mereka bagaikan berlomba terjun ke telaga, siapa yang takut akan kalah. Terdapat disrupsi lain di bidang hukum yang akan lebih sulit dikendalikan dibandingkan dengan teknologi dan regulasi yaitu penciptaan.24 Saat ini, aplikasi legal market place bisa menjadi gangguan. Aplikasi ini memungkinkan klien berbagi pandangan mereka secara online tentang kinerja dan tingkat pelayanan pengacara, tarif dan peringkat penasihat hukum atau firma hukum dalam situs web sederhana. Dalam hal ini calon klien dapat melakukan window-shopping jasa hukum, dan bahkan membeli layanan hukum secara langsung. Di samping itu ada pula aplikasi sistem bimbingan hukum online yang menyediakan informasi hukum, petunjuk



hukum,



dan



nasihat



hukum



yang



tidak



berdasarkan permintaan melalui Internet. Sistem ini dapat Murray, B (2016). “The law firm of the future”, Lawyer weekly, http://www.lawyersweekly.com.au/features/18811-the-law-firm-ofthe-future, diakses pada 21 Maret 2017. 24



- 73 -



menyediakan diagnosis hukum, menghasilkan dokumen hukum, membantu audit, dan memberikan informasi terkini.



Tentu



aplikasi



ini



mengusik



pengacara



konvensional karena biayanya lebih murah daripada fee konsultasi tatap muka. Kemajuan



pesat



teknologi dan Internet



juga



mendukung pembelajaran dan pelatihan hukum, yaitu melalui e-learning yang menggantikan sebagian besar kuliah hukum dan memicu perbaikan metode tradisional sekolah hukum. E-learning telah dimanfaatkan untuk memperluas jangkauan kuliah dan seminar/webinar untuk simulasi praktik



hukum dan pembelajaran hukum.



Di luar



pendidikan formal, e-learning memberi kesempatan bagi firma hukum untuk mengintegrasikan pelatihan dan kiatkiat mereka. Selain itu, kita juga menyaksikan munculnya gerakan Legal Open Source, yaitu gerakan menghimpun materi hukum sebanyak-banyaknya, seperti dokumen standar dan flowchart. Ini merupakan bentuk komodifikasi yang mengganggu pengacara karena konten hukum yang dulu dikenakan biaya sebagai bagian dari layanan pengacara, sekarang tersedia gratis. Legal Information Institute di Cornel University Law School sejak tahun 1992



- 74 -



telah mengunggah konten hukum secara online dan gratis, yang membantu orang memahami masalah hukum. Terkait dengan penelusuran informasi, terdapat teknologi Intelligent Legal Search yang dalam hal ketepatan temuan, kemampuan mengingat, serta mengulas dan mengategorikan dokumen bisa mengungguli paralegal dan pengacara junior. Hal ini tidak hanya “mengganggu” firma hukum



yang



mendapat



keuntungan



dengan



mempekerjakan sumber daya manusia, tapi juga agen outsourcing yang menawarkan layanan serupa. Saat ini, dunia penelitian hukum berbasis data masih dikuasai oleh LexisNexis dan Westlaw. Dua vendor raksasa ini mengelola database yang memuat banyak sekali perincian kasus yang sering menjadi titik awal penelitian hukum. Mereka berfungsi sebagai mesin pencari dan menawarkan alat-alat analisis canggih. Salah satu bidang yang menarik dari



praktik dan riset Internet adalah Big Data. Big Data,



yang dirumuskan oleh Villars, Olofson, dan Eastwood (2011) sebagai teknologi generasi baru, dirancang agar organisasi dapat



menyarikan data dalam volume yang



- 75 -



sangat besar melalui capture, penemuan, dan/atau analisis dalam kecepatan tinggi.25 Memang belum banyak pekerjaan hukum yang menggunakan Big Data, tetapi Susskind memperkirakan bahwa pada suatu saat nanti akan terbukti bahwa Big Data menjadi sangat penting. 26 Misalnya, dari penggabungan hasil penelusuran data, kita mungkin dapat menemukan masalah hukum dan kekhawatiran yang mengganggu masyarakat; dengan menganalisis database keputusan hakim dan regulator, kita mungkin dapat memprediksi hasil putusan dengan cara yang benar-benar baru; dan dengan mengumpulkan kontrak komersial perusahaan besar dan pertukaran e-mail, kita mungkin akan mendapatkan wawasan risiko hukum terbesar yang dihadapi oleh sektor tertentu. Menurut Susskind, disrupsi di sini adalah bahwa akan tiba saatnya wawasan hukum, korelasi, dan algoritma memainkan peran sentral dalam praktik hukum dan manajemen risiko hukum. Artificial Inteligence (AI) merupakan komputer yang menyelesaikan pekerjaan yang ditangani secara tradisional. Salah satu cara AI memengaruhi ruang hukum adalah Villars, R. L., C. W. Olofson & M. Eastwood (2011). “Big data: What it is and why you should care.” White Paper, IDC, 14. 26 Susskind, R. (2013), Tomorrow’s Lawyers, S.l., Oxford Univ Press. 25



- 76 -



kemampuannya memproses data untuk menemukan pola, dan



menganalisis



serta



mengevaluasi



data



untuk



memberikan sejumlah hasil yang dibutuhkan. Teknologi AI mampu menganalisis data dalam jumlah besar dengan kecepatan tinggi sehingga membuahkan hasil yang lebih cepat dan akurat. Branting (2017) menyebutkan adanya dua hambatan utama: tidak adanya teknik yang efisien untuk menciptakan teks hukum yang otoritatif dan sulitnya mengevaluasi istilah dan konsep hukum dalam wacana yang menggunakan bahasa nonhukum. 27 Sementara itu, Parker (2016) berargumen bahwa AI diciptakan tidak untuk mengubah sifat pekerjaan hukum atau mengganti peran pengacara, tetapi memungkinkan pengacara untuk lebih berkonsentrasi



pada



tugas-tugas



kognitif,



seperti



mengembangkan argumen hukum, tanpa menghabiskan waktu menyusun dan mengkaji dokumen, meneliti berkas perkara,



dan



dimanfaatkan



lain-lain. untuk



28



Artificial



memecahkan



Intelligence masalah



dapat hukum,



memberikan nasihat hukum secara online, dan bahkan dapat Branting, L. K. (2017), “Data-centric and logic-based models for automated legal problem solving”, Artificial Intelligence and Law, 25(1), 5–27. 28 Parker, J (2016), “Artificial Intelligence trends and their impact on the legal sector”, Future of Law, October 20, http://blogs.lexisnexis.co.uk/futureoflaw/2016/10/artificialintelligence-trends-and-their-impact-on-the-legal-sector/, diakses pada 31 Maret 2017. 27



- 77 -



mengekspresikan bimbingan tersebut dengan simulasi suara. Pengacara sering berkolaborasi secara online dalam jejaring



sosial



untuk



kepentingan



bersama.



Mereka



mungkin berbagi biaya layanan hukum tertentu dan melakukan kolaborasi yang lebih erat antar-firma hukum. Untuk perusahaan-perusahaan yang melayani klien secara terpisah, platform closed legal communities ini merupakan ancaman yang cukup besar. Ketika proses hukum, terutama perumusan solusi, dilakukan



di



Internet,



kemungkinan



akan



terjadi



pertumbuhan penyelesaian sengketa, seluruhnya atau sebagian, secara online. Untuk litigator yang hasil kerjanya didasarkan pada proses persidangan konvensional di pengadilan, online dispute resolution, seperti e-negotiation dan e-mediation, merupakan tantangan bagi bisnis mereka. Meskipun demikian, pengacara masa kini tidak ingin hubungannya dengan klien dan sejawatnya tersendat atau terputus. Mereka terhubung melalui sarana handset, tablet, akses broadband nirkabel, video conferencing HD, pesan singkat, jaringan sosial, dan surel, tanpa henti. Artinya, klien dan sejawat mudah mendapatkan akses langsung pada sang



- 78 -



pengacara. Hal seperti ini dapat mengganggu kehidupan sosial dan kerja pengacara. Pemanfaatan mendukung



teknologi



pekerjaan



firma



informasi hukum



dalam



sebenarnya



mempunyai riwayat panjang. Carus (2015) memilah pemanfaatan teknologi menjadi tiga bagian, yaitu masa lalu, masa kini, dan masa mendatang.29 Periodisasi ini masih bisa diperdebatkan karena teknologi lama mungkin tetap akan digunakan di masa depan. Periodisasi Carus adalah sebagai berikut.



1. Teknologi dan Firma Hukum Masa Lalu Selama beberapa dasawarsa ini kita telah menggunakan teknologi yang begitu cepat berubah



dan hampir



mustahil mengingat hari-hari sebelum munculnya perangkat elektronik yang kita gunakan. Praktik hukum saat ini, dengan e-mail dan mesin fotokopi, hanya dapat beroperasi



secara



efisien



berkat



perkembangan



teknologi masa lalu.



29 Carus, H. (2015), “Technology and the Law Firm of the Future”, Henry Carus + Associates, https://www.hcalawyers.com.au/blog/technology-and-the-law-firmof-the-future/.



- 79 -



Penggunaan



mesin



fotokopi



dan



printer



memungkinkan dokumen mudah digandakan dan disimpan. Dengan alat ini pengacara lebih mudah membuat salinan berkas untuk digunakan kemudian daripada mengetik ulang atau menulis tangan. Kemudian muncul personal computer (PC) yang digunakan untuk memproses kata, yang membuat penyusunan dokumen atau pengajuan berkas ke pengadilan lebih mudah. Mesin-mesin ini melahirkan produktivitas. Di samping fitur pemroses kata, PC memungkinkan pengacara untuk menyimpan folder, file, dokumen, dan gambar, semuanya dalam satu mesin. Melalui faksimile, para praktisi hukum dapat berkomunikasi secara cepat dengan tim di lokasi yang jauh yang akan berdampak pada percepatan proses hukum. Sebelumnya, melalui surat, waktu untuk menanggapi bisa berhari-hari. Komunikasi seketika— pada jam dan hari yang Sama—yang dihasilkan oleh mesin



faksimile



sangat



bermanfaat



untuk



menindaklanjuti instruksi klien. Tentu, bentuk komunikasi melalui e-mail lebih nyaman dan tepat waktu dibanding mesin faks. Dengan e-mail, komunikasi bisa terjadi dalam hitungan detik,



- 80 -



dan e-mail punya



kemampuan untuk menyimpan



semua hasil komunikasi. Banyak orang berpendapat bahwa e-mail diperbolehkan untuk menghilangkan formalitas komunikasi dengan pengacara. Namun, lonjakan komunikasi informal melalui e-mail bisa menimbulkan konsekuensi negatif pada pengaturan kontrak



dengan



banyaknya



litigasi



mengenai



persyaratan kontrak yang timbul dari pertukaran e-mail informal.



2. Teknologi dan Firma Hukum Masa Kini Teknologi memberikan banyak kelebihan daripada sekadar kemudahan komunikasi dan kemampuan penyimpanan serta penggandaan dokumen secara efisien. Program perangkat lunak dan aplikasi mobile menambah keamanan bagi praktik hukum seseorang, membantu penagihan, manajemen, atau manajemen dokumen penyusunan



firma



hukum,



litigasi



dan



berguna



pengadilan.



Kemudian



dalam ada



pengadilan elektronik. Di negara maju, pengajuan aplikasi, formulir, atau



dokumen



elektronik



ke



pengadilan



sudah



dilakukan. Bentuk pengajuan secara elektronik dapat



- 81 -



meningkatkan produktivitas, dan memungkinkan para profesional hukum untuk mengajukan formulir sesuai dengan tanggal yang ditentukan. Secara perlahan pengadilan



mengikuti



perkembangan



dengan



mememasang komputer di ruang sidang dan program perangkat



lunak



yang



memungkinkan



sidang



pengadilan yang kompleks dapat diikuti dan didengar secara elektronik. Pengacara yang membawa troli berisi tumpukan dokumen mungkin tidak akan terlihat lagi. Saat ini, munculnya media sosial mengubah cara pengacara dalam memasarkan firma atau praktik hukum mereka. Profil praktik hukum tampil di LinkedIn, Facebook, blog pengacara, video YouTube, dan bahkan di halaman Twitter pengacara. Media sosial telah mengubah sifat formal praktik hukum menjadi lebih, informatif dan lebih mudah diakses. Media sosial adalah metode untuk menghasilkan bisnis untuk praktik hukum, tetapi pada saat yang sama juga menambah perdebatan dalam komunitas hukum. Beberapa aplikasi kini digunakan oleh firma hukum untuk menunjang tugas mereka yang terkait dengan



penelusuran



hukum,



- 82 -



penagihan,



dan



manajemen perkantoran.30 Untuk penelusuran hukum, pengacara bisa menggunakan CaseText, Judicata, dan RavelLaw. Saat ini juga tersedia banyak aplikasi perangkat lunak yang memudahkan penghitungan jumlah jam konsultasi yang dapat ditagih, karena klien lebih menyukai transparansi dan kepastian harga yang ditetapkan dalam format penagihan tersebut. Program perangkat lunak seperti Tymetrix 360 Mobile, 3E Thomson Reuters, Aderant Expert, dan Redwood Analytics digunakan oleh firma hukum dari skala kecil hingga besar untuk mengelola penagihan, penggajian, buku besar umum, dan rekening. Sementara untuk mereview dokumen, firma hukum menggunakan Diligence Engine dan Ebrevia. Semua ini dimanfaatkan agar praktik mereka lebih efisien dan hemat biaya. Komputasi cloud adalah gabungan pemanfaatan teknologi



komputer



dan



pengembangan



berbasis



Internet. Cloud computing juga merupakan abstraksi dari infrastruktur kompleks yang disembunyikannya. Ia merupakan metode komputasi di mana kapabilitas 30 Rubin, B. (2014), “Legal Tech Startups Have A Short History And A Bright Future”, TechCrunch, https://techcrunch.com/2014/12/06/legal-tech-startups-have-a-shorthistory-and-a-bright-future/, diakses pada 24 Maret 2017.



- 83 -



terkait teknologi informasi software as a service atau perangkat lunak berbentuk layanan, sehingga pengguna dapat mengaksesnya lewat Internet. Sebagai contoh, Google Apps menyediakan aplikasi bisnis umum secara daring yang diakses melalui suatu penjelajah web dengan perangkat lunak dan data yang tersimpan di server. Teknologi ini menciptakan peluang besar bagi perusahaan ukuran kecil hingga menengah. Hal ini memungkinkan mereka mengakses tanpa pemeliharaan TI yang berat.



Teknologi dan Firma Hukum Masa Depan Dengan adanya inovasi teknologi informasi, firma hukum yang beradaptasi terhadap perubahan-perubahan yang ditimbulkannya akan unggul dalam persaingan. Perihal menarik dalam hal ini adalah munculnya pendapat bahwa para advokat dan praktisi hukum akan meninggalkan perpustaaan konvensional. Padalah bidang hukum dan perpustakaan berjalan beriringan. Teknologi hukum



informasi



menyediakan



mendorong



pelayanan



perpustakaan



online,



dengan



penelusuran informasi elektronik. Sebagai contoh hadirnya Westlaw yang membarikan pelayanan informasi hukum



- 84 -



untuk pengacara dan profesional hukum secara online. Westlaw menyediakan 40.000 pangkalan data kasus hukum, undang-undang, surat kabar dan artikel populer, catatan publik, jurnal hukum, tinjauan hukum, risalah, dan sumber informasi lainnya. Sementara subjek yang ditawarkan mencakup dokumen sejarah, pemerintahan, dan politik, debat



legislatif,



laporan



legislatif



eksekutif,



serta



perundangundangan. Di Indonesia muncul Hukumonline.com, sebuah situs Internet yang menyediakan informasi hukum dan bisa dianggap sebagai perustakaan virtual yang memadai. Sementara itu, Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia menyediakan



portal hukum nasional berisi



database



hukum nasional melalui Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Nasional (JDIHN). Banyak perpustakaan fakultas hukum memberikan pelayanan dokumen digital melalui akses terbuka institutional repository perguruan tinggi masing-masing. Gejala ini menunjukkan bahwa perpustakaan hukum di Indonesia telah melakukan peralihan



pelayanan



konvensional



ke



pelayanan



perpustakaan virtual. Dalam sebuah studi tahun 2014, Thomson Reuters



menemukan bahwa 43% profesional



- 85 -



hukum meramalkan akhirnya hilangnya perpustakaan hukum offline (konvensional), karena adanya konsumsi informasi yang terus meningkat dan ketersediaan sumber informasi digital yang berlipatganda dari waktu ke waktu. Perpustakaan virtual memberikan keleluasaan kerja, karena pengacara dapat mengakses dokumen hukum setiap saat dari mana saja. Karena banyaknya sumber hukum tersedia



secara



online,



bersamaan



dengan



adanya



komputasi cloud dan perangkat pintar (smart devices), mengubah perilaku advokat. Fleksibilitas yang ditawarkan sistem manajemen dokumen, perangkat lunak kolaborasi, perpustakaan virtual, dan aplikasi konferensi. Ini memberi kesempatan profesional hukum melakukan teleworking bekerja dari rumah, tidak harus di kantor. Muncul lah teleworking dan firma hukum virtual. Firma hukum virtual yang praktik secara online akan meningkat. Mereka memenuhi permintaan konsumen dengan biaya lebih murah dan lebih fleksibel, namun tidak termasuk proses pengadilan. Konsumen akan memanfaatkan pelayanan firma hukum virtual, serta informasi hukum secara online, untuk persiapan ke pengadilan. Karena



segmen 'pelayanan



hukum umum' ini diatasi, perusahaan akan melakukan



- 86 -



konsolidasi untuk membangun pasar yang lebih kuat mencakup merger internasional hingga pelayanan khusus. Di masa mendatang praktik hukum umum akan menurun karena diambil alih oleh firma hukum virtual. Sebaliknya, konsolidasi praktik hukum akan meningkat pesat dan firma hukum muncul dengan spesialisasi super, atau spesialisasi terakreditasi yang akan memungkinkan mereka untuk menjangkau ceruk pasar tertentu dan mendapatkan keunggulakompetitif. Firma hukum di masa depan perlu memiliki target pasar yang spesifik. Firma hukum di seluruh dunia akan mengalami perubahan karena perkembangan teknologi. Walaupun hal ini mengubah sifat praktik mereka, kemajuan teknologi mendorong inovasi dan efisiensi, dan pengacara harus menerima



perubahan



ini



untuk



mempertahankan



keunggulan kompetitif. Kegiatan kecil yang dulunya memakan waktu sekarang dibuat lebih cepat dan mudah, sehingga pengacara dapat mengerjakan tugas yang lebih penting. Firma hukum harus beradaptasi dengan perubahan teknologi.



Aplikasi untuk Meningkatkan Proses Hukum



- 87 -



Sebagian besar aplikasi adalah untuk meningkatkan proses hukum yang berorientasi pada pasar hukum Amerika. Namun, bukan berarti tidak bisa diterapkan di Indonesia. eDepoze memungkinkan pengacara menyimpan atau mendeposisi dokumen elektronik dengan menggunakan perangkat



lunak



berbasis



cloud.



Anda



dapat



memperkenalkan, menandai, dan membagi dokumen secara real time. eDepoze dapat digunakan baik secara lokal atau jarak jauh. Aplikasi



ini



dirancang



untuk



meminimalkan



tumpukan kertas dan dokumen yang terus bertambah, dan ketika seorang pengacara sedang mempersiapkan saksi dalam mengutarakan kesaksian. Penemuan elektronik (e-discovery) mengacu pada penemuan dalam proses hukum,



seperti permohonan



litigasi, penyelidikan pemerintah, atau permintaan UndangUndang Kebebasan Informasi, di mana informasi yang dicari ada dalam format elektronik (sering disebut sebagai Electronically Stored Information atau ESI). Aplikasi iPad ini dirancang untuk meningkatkan proses e-discovery. Ada pula aplikasi ExhibitView yang memungkinkan pengacara mengatur dokumen yang perlu disiapkan untuk



- 88 -



persidangan. Aplikasi ini mengakomodasi fitur penjelasan, penyimpanan, dan kemudahan pengambilan dokumen. Dirancang khusus dengan memperhatikan kebutuhan presentasi dalam sidang, aplikasi ini dilengkapi dengan perangkat lunak manajemen transkrip TranscriptPro2. Exhibit View memungkinkan pengelolaan beragam jenis dokumen atau barang bukti, mulai dari gambar, video, audio, sampai barang bukti berbasis web. Sekarang di pasaran juga tersedia Trial Director yang berguna untuk manajemen bukti dan persiapan sidang. Sementara itu, terdapat aplikasi yang dianggap paling mahal, yakni TrialPad, yang juga merupakan salah satu aplikasi yang dirancang paling baik, dan paling laris. Aplikasi ini dipakai bersama Dropbox, yaitu sistem penyimpanan cloud dan pembagi file gratis yang memungkinkan penggunanya berbagi file di perangkat yang berbeda, dari PC ke smartphone atau ke tablet. Dokumen dapat dilihat dan diunduh dari mana saja. Hal ini meningkatkan proses dalam sistem hukum secara dramatis, karena dengan aplikasi ini pengacara dapat membawa tablet ke pengadilan atau ke hadapan klien, dan memiliki akses ke semua file-nya. Lain halnya dengan CaseManager yang diciptakan oleh pengacara hak-hak sipil AS, John Upton. Aplikasi ini



- 89 -



adalah solusi untuk aktivitas mobile yang cepat dengan biaya yang efektif untuk praktisi solo atau firma kecil dalam menjalankan



praktik



hukum



mereka.



Aplikasi



ini



memungkinkan Anda untuk mengontrol seluruh aktivitas praktik hukum Anda dari perangkat mobile. CaseManager memuat kalender, harian berita hukum nasional, fitur daftar tugas, dokumen dan arsip foto, daftar kasus dan catatannya, informasi tagihan, serta daftar janji temu.



Kawan atau Lawan adalah Pilihan Kita menyaksikan teknologi telah mengubah cara-cara tradisional pelayanan hukum. Hal itu memicu terjadinya kompetisi baru dan memicu semangat untuk terus mencari cara yang lebih baik dan efisien dalam memberikan pelayanan



hukum.



Teknologi



telah



memungkinkan



pengaturan ulang konfigurasi penyedia jasa hukum, pemberian jasa hukum dan penyedia hukum yang bersifat “just-in-time”, meningkatnya peningkatan ketergantungan pada sumber non-pengacara, dan pencarian sumber informasi yang lebih mudah secara virtual. Disrupsi atau gangguan akibat perkembangan tekonologi seyogianya janganlah diartikan sebagai musuh (pengacara). Disrupsi bisa menjadi efek baik atau buruk bagi



- 90 -



seorang pengacara, tergantung konteks dan sudut pandang kita. Teknologi baru meningkatkan kualitas—yaitu lebih baik, cepat, dan murah—industri hukum saat ini. Teknologi memungkinkan pemberian pelayanan yang lebih baik, misalnya e-discovery dan legal search engine mengurangi tingkat kesalahan, sehingga akan meningkatkan kualitas pelayanan, dan lebih efisien karena bekerja lebih cepat. Sulit



dimungkiri



bahwa



menimbulkan dampak negatif.



teknologi



juga



Teknologi baru bisa



mengurangi atau menghilangkan kebutuhan akan seorang pengacara. Dengan kata lain, akses pada teknologi baru menjadikan pengguna tidak memerlukan jasa pengacara. Efek



transformatifnya



adalah



teknologi



baru



berpotensi memberikan manfaat yang sebelumnya tidak terbayangkan. Misalnya, teknik penelusuran informasi melalui mesin pencari hampir tidak mungkin disaingi oleh cara lama (dengan membolak-balik buku) dalam hal kecepatan. Apabila kemampuan baru ini memberikan hasil litigasi yang lebih baik, permintaan layanan hukum akan meningkat. Dinamika hukum dan teknologi sedang terjadi dan hal ini tidak terelakkan. Saat ini pengacara menjadi bagian dari periode inovasi teknologi, dan hal itu akan mengubah



- 91 -



praktik mereka. Meskipun demikin, pemanfaatan teknologi dalam bidang hukum merupakan pilihan. hukum



yang



bersedia



berinvestasi



Ada firma



dalam



teknologi



terkemuka yang mendukung efisiensi, kolaborasi, dan bahkan analisis prediktif melalui pengumpulan dan penggunaan Big Data agar dapat ia bergerak lebih gesit dan memenuhi



kebutuhan



klien



dengan



lebih



mudah.



Sementara itu, ada pula firma hukum dan pengacara yang memilih untuk tidak menggunakan hasil perkembangan teknologi terkini kecuali teknologi yang paling mendasar, dengan alasan efisiensi dan produktivitas. Kemunculan teknologi baru tidak perlu dipandang sebagai lawan atau kawan, melainkan sebagai pilihan yang bermuara pada tingkat kepuasan klien.



- 92 -



REFERENSI Branting, L. K. 2017. “Data-centric and logic-based models for automated legal problem solving. Artificial Intelligence and Law, 25(1), 5–27. Buchanan, B. G. & T. E. Headrick. 1970. “Some speculation about artificial intelligence and legal reasoning”. Stanford Law Review, 40–62. Croft, J. 2016. “Artificial intelligence disrupting the business of law”. https://www.ft.com/content/5d96dd72-83eb11e6-8897-2359a58ac7a5, diakses pada 31 Maret 2017. Goodman, Bob. 2014. “Four Areas of Legal Ripe for Disruption by Smart Startups”. Law Technology Today. www.lawtechnologytoday.org/2014/12/ smart-startups/,diakses pada 24 Maret 2017. Juetten, Mary. 2015. “The Future Of Legal Tech: It's Not As Scary As Lawyers Think”. Forbes. https://www.forbes.com/sites/maryjuetten/2015/ 02/19/legal-tech-or-tech-legal/3/#6dcdc7a82c4f, diakses pada 24 Maret 2017. Khasanah, N. A. & M. A. Sugiat. “Strategi Desain Call Jack dan Implementasinya pada Media Visual”. Knake, Renee Newman. 2014. “Legal Information, the Consumer Law Market, and the First Amendment”. Fordham Law Review, Vol. 82, 2014. MSU Legal Studies Research Paper No. 12-10. Available at SSRN: https://ssrn.com/abstract=2436127. Morse, P. 2016. “Cloud Technology Helping Firms Of All Sizes”. Law Technology Today, August 3. http://www. lawtechnologytoday.org/2016/08/cloud-



- 93 -



technology-helping-firms-of-all-sizes/, diakses pada 20 April 2017. Mountain, D. R. 2007. “Disrupting conventional law firm business models using document assembly”. International Journal of Law and Information Technology, 15(2), 170– 191. Parker, J. 2016. “Artificial Intelligence trends and their impact on the legal sector”. Future of Law, October 20. http://blogs.lexisnexis.co.uk/futureoflaw/2016/10 /artificial-intelligence-trends-and-their-impact-onthe-legal-sector/, diakses pada 31 Maret 2017. Rubin, B. 2014. “Legal Tech Startups Have A Short History And A Bright Future”. TechCrunch. https:// techcrunch.com/2014/12/06/legal-tech-startupshave-a-short-history-and-a-bright-future/, diakses pada 24 Maret 2017. Susskind, R. 2013. Tomorrow’s Lawyers, S.l. Oxford Univ Press. Utomo, St. Laksanto & Lenny Nadriana. 2015. Pemeriksaan dari Segi Hukum atau Due Diligence. Penerbit PT Alumni Bandung. Villars, R. L., C. W. Olofson & M. Eastwood. 2011. “Big data: What it is and why you should care”. White Paper, IDC, 14. Wahyuningtyas, S. Y. 2016. “The Online Transportation Network in Indonesia: A Pendulum between the Sharing Economy and Ex Ante Regulation”. Competition and Regulation in Network Industries, 17(3-4), 260–280.



- 94 -



Bab 5 Pengacara Cyber: Profesi Hukum Kaum Milenial Saat ini kita menyaksikan dunia seolah bergerak serentak menuju digitasi. Teknologi informasi merambah ke setiap bidang kehidupan, tidak terkecuali bidang hukum. Jumlah perangkat teknologi dan lainnya semakin berlipat ganda, penggunaannya juga melintasi batas usia, gender, sosial ekonomi, dan geografis. Orang pun mulai menggolongkan generasi berdasarkan pemahaman terhadap teknologi, misalnya golongan digital immigrant dan digital native. Ada pula yang memilah berdasarkan periodisasi, seperti Generasi Baby Boomer adalah generasi yang lahir setelah Perang Dunia II, yaitu pertengahan 1940-an hingga 1964. Generasi ini diikuti oleh Generasi X (Gen X), dengan rentang tahun kelahiran mulai dari pertengahan 1960-an hingga 1980. Kemudian muncul kaum milenial atau Generasi Y, yaitu mereka yang lahir pada awal 1980-an hingga pertengahan 1990-an. Sementara mereka yang lahir pada pertengahan 1990-an hingga 2010 dikenal dengan sebutan iGeneration, Post-Millennials, Homeland Generation, atau Plurals. Perlu digarisbawahi bahwa kaum milenial saat ini merupakan usia produktif di tengah munculnya berbagai inovasi di bidang teknologi informasi. Ciri kaum milenial



- 95 -



antara lain mereka mempunyai kesadaran akan hak-hak mereka, yang merupakan manifestasi dari generasi yang dibesarkan dengan tingkat kepercayaan diri tinggi. Mereka cenderung mengejar pekerjaan yang selaras dengan nilainilai mereka. Ada anggapan bahwa generasi milenial kurang loyal dibandingkan generasi sebelumnya. Menurut Rockwood (2018), kepercayaan diri yang tinggi, kepiawaian teknologi, dan keinginan kaum milenial untuk membentuk pola kerja baru akan memainkan peran penting dalam membangun masa depan hukum. Ini sangat penting karena keunggulan



generasi



milenial



itulah



yang



semakin



diinginkan oleh klien. Dampak Kemajuan Teknologi Informasi Memang kita semua merasakan segala kemudahan akibat kemajuan teknologi. Segala sesuatu dalam kehidupan kita terasa semakin mudah, murah, dan efektif, karena teknologi berhasil menembus kendala jarak dan waktu. Namun di sisi lain, pertumbuhan Internet menciptakan lonjakan kejahatan kekayaan intelektual, khususnya pembajakan perangkat keras,



perangkat



lunak,



dan



cybersquatting



atau



penyerobotan nama domain (Kane, S. 2017). Perlindungan konten



dan



hak



elektronik



di



era



digital



adalah



perlindungan terhadap Hak Kekayaan Intelektual (HKI). China



dan



negara-negara



berkembang



lain,



yang



memberlakukan hukum serta memberikan perhatian lebih besar untuk penegakan HKI, memicu perkembangan - 96 -



hukum



kekayaan



intelektual



internasional.



Hacking,



serangan DDoS31, penipuan online, dan segala pelanggaran di ranah digital harus ditangani melalui litigasi. Sepanjang tahun 2016 terdapat 1.627 kasus pidana, dan kejahatan cyber atau cyber crime adalah kasus dengan jumlah tertinggi, yakni 1.207 kasus. Kasus kejahatan cyber ini paling banyak mengenai kasus pencemaran nama baik melalui media sosial.



32



Tetapi angka-angka ini serupa



gunung es, yaitu hanya menunjukkan pengaduan formal yang terdaftar. Karena itu, hendaknya jangan beranggapan bahwa kita akan kekurangan pekerjaan jika menjadi pengacara cyber. Sebaliknya, kebutuhan akan pengacara cyber justru meningkat. Ada banyak kasus baru dan menarik yang menjadi tantangan nyata bagi pengacara. Meskipun dalam tahap baru lahir, hukum cyber memiliki lingkup dan prospek yang luar biasa di Indonesia. Peretasan, pencurian informasi, dan pelanggaran data adalah masalah umum, dan banyak orang masih belum menerapkan fitur keamanan dasar, seperti password dan autentifikasi, padahal banyak sarana saat ini yang



31 Serangan DoS (denial-of-service attacks’) adalah jenis serangan terhadap sebuah komputer atau server di dalam jaringan Internet dengan cara menghabiskan sumber (resource) yang dimiliki oleh komputer tersebut sampai komputer tersebut tidak dapat menjalankan fungsinya dengan benar sehingga secara tidak langsung mencegah pengguna lain untuk memperoleh akses layanan dari komputer yang diserang tersebut. 32 “Kejahatan Cyber di Jakarta Sepanjang 2016 Mencapai 1.207 Kasus”, https://news.detik.com/berita/d-3384545/kejahatan-cyber-dijakarta-sepanjang-2016-mencapai-1207-kasus.



- 97 -



terhubung ke Internet, seperti TV dan gawai, yang dapat disalahgunakan.



33



Menurut Raksha



Chouhan (2014)



kejahatan cyber dapat dipilah sebagai berikut.



1



Berbasis Pengguna E-mail Spoofing



2



Penguntit cyber



3 4 5



Kecurangan Akses tidak sah Fitnah



No.



Properti



Komunitas



Hak Kekayaan Intelektual Perusakan komputer Mengirim virus Akses tidak sah Pencurian online



Pemalsuan Kejahatan keuangan Pornografi anak Trafficking Perjudian



Munculnya teknologi baru memberikan peluang dan ruang lingkup yang lebih luas kepada para pengguna Internet, sekaligus kepada para penjahat. Bisa jadi saat ini para penjahat cyber memilih target jaringan sosial dan profesional dengan ancaman yang diarahkan pada platform seluler, seperti smartphone dan tablet. Jejak aktivitas digital ilegal sering kali terkubur dalam jumlah data yang menggunung, sehingga sulit diperiksa atau dilacak untuk mendeteksi pelanggaran dan mengumpulkan barang bukti. Seiring banyaknya kejahatan seperti peretasan, penipuan pengiriman uang melalui Internet pun meningkat. Mereka 33 Ketika orang membangun Internet, mereka melupakan orangorang jahat. Paling tidak, itu menurut Eric Schmidt, ketua eksekutif Alphabet dan mantan CEO Google (GOOG). http://money.cnn.com/2017/02/16/technology/eric-schmidt-googlecriminals-forgot-internet/.



- 98 -



yang ingin terjun dalam bidang hukum cyber ini harus mahir dalam menangani komputer dan harus selalu mengikuti perkembangan terakhir di bidangnya. Kegiatan di Internet diatur oleh undang-undang cyber. Di Indonesia kita mengenal Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 atau UU ITE, yaitu undang-undang yang mengatur informasi serta transaksi elektronik, atau teknologi informasi secara umum. Undang-undang ini memiliki yurisdiksi yang berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam UU ini, baik yang berada di dalam maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di dalam dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia. Undangundang ini dilaksanakan berdasarkan asas kepastian hukum, manfaat, kehati-hatian, iktikad baik, dan kebebasan memilih teknologi. UU ini diperuntukkan bagi kepentingan warga negara, yaitu untuk melindungi keamanan mereka dalam memanfaatkan teknologi informasi dan dalam situasi kejahatan cyber yang senantiasa meningkat. Singleton (2013) menyatakan bahwa kejahatan cyber merupakan tindakan yang disengaja dengan menggunakan komputer atau teknologi lainnya, dan aktivitas kriminal ini dilakukan di lingkungan virtual, seperti Internet. Kejahatan cyber terbagi atas tiga elemen: 1) Alat dan teknik untuk melakukan kejahatan; 2) Pendekatan atau - 99 -



metodologi untuk melaksanakan rencana kejahatan— dikenal sebagai vektor; 3) Kejahatan itu sendiri yang merupakan hasil akhir dari rencana dan aktivitas tersebut (cybercrime adalah tujuan akhir dari kegiatan kriminal). Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008



tentang



Informasi



dan



Transaksi



Elektronik



diharapkan dapat menjadi payung hukum, terutama di bidang



telematika,



meskipun



masih



terdapat



ketidaksempurnaan dalam undang-undang tersebut. Rule of law tidak terlepas dari masalah penegakan hukum yang melibatkan



banyak



pihak.



Karena



itu,



keberhasilan



penegakan hukum dipengaruhi beberapa faktor, yaitu UU/peraturan, penegakan hukum, dan sarana untuk mendukung penegakan hukum. Dengan demikian, peran aparat penegak hukum yang profesional dan optimal dalam menjalankan tugasnya memengaruhi efektivitas hukum. Popularitas e-banking, e-commerce, e-ticketing, dan bahkan e-governance yang meningkat akan memicu dunia hukum, peradilan, lembaga investigasi untuk selalu memperbarui pengetahuan guna menjawab tantangan tersebut. Peningkatan tersebut sekaligus meningkatkan kebutuhan masyarakat akan pengacara cyber. Pengacara Cyber Konsep cyber lawyering lahir ketika situs web firma hukum seperti http://www.visalaw.com pertama kali muncul pada Januari tahun 2000. William Paul, yang saat itu - 100 -



presiden American Bar Association, membentuk ABA eLawyering Task Force. Gagasan eLawyering kemudian secara resmi diakui sebagai cara untuk memberikan pelayanan hukum. Visi Paul adalah bahwa pengacara akan dapat menggunakan kekuatan Internet untuk melayani klien. Tidak diragukan lagi, eLawyering akan semakin penting, seperti halnya belanja online yang mengalami pertumbuhan dari tahun ke tahun.



Cyber Lawyering: Penyiapan dokumen perceraian mandiri E-lawyering



mencakup



cara



baru



untuk



berkomunikasi dan berkolaborasi dengan klien, calon klien, dan



pengacara



lain



untuk



menghasilkan



dokumen,



menyelesaikan perselisihan, dan mengelola pengetahuan hukum. Alat dan teknik yang sesuai dapat diterapkan dalam pekerjaan pengacara,



seperti - 101 -



wawancara,



investigasi,



pemberian nasihat, penyusunan draf, advokasi, analisis, negosiasi, pengelolaan, dan sebagainya. E-lawyering ini melibatkan situs web firma hukum yang menggabungkan aplikasi interaktif yang mendukung interaksi antara pengacara dan klien. Pengacara cyber adalah profesi yang menantang karena membutuhkan jam kerja cukup lama terutama untuk melakukan penelitian bukti-bukti forensik digital. Di Eropa dan Amerika, profesi ini sangat dihargai. Karena itu, wajar jika di negara-negara tersebut imbalan yang diberikan untuk profesi ini tergolong tinggi. Pengacara



cyber



memberikan



nasihat



tentang



legalitas format elektronik dan menafsirkan hukum dunia maya untuk klien mereka. Dalam hal kontrak online, misalnya, pengacara cyber melakukan uji menyeluruh guna memastikan bahwa setiap kewajiban yang disepakati dalam perjanjian tidak dilanggar, mengidentifikasi informasi pribadi yang sensitif, dan lain-lain. Mereka menangani masalah pelanggaran dan kejahatan cyber, seperti penipuan kartu kredit, peretasan Internet, cyber stalking, pornografi, dan kejahatan yang terkait dengan kekayaan intelektual, hak cipta, dan merek dagang. Mereka juga memberikan saran kepada klien mengenai aspek hukum media sosial, masalah



yang



berkaitan



dengan



bukti



elektronik,



perselisihan nama domain, perlindungan data, dan privasi. Dalam bidang cyber, tantangan pengacara cyber jauh lebih besar dibandingkan dengan pengacara yang - 102 -



menekuni bidang lain, antara lain karena pengacara pembela diharapkan mendapatkan bukti digital untuk diperiksa secara forensik34 dalam pembelaan. Di Amerika Serikat dan Eropa, bidang hukum cyber didominasi oleh pengacara yang mempunyai latar belakang kesarjanaan bidang hukum dan ilmu komputer. Di negaranegara maju di kedua benua tersebut tersedia program khusus, seperti CFCE (Certified Forensic Computer Examiner), CCFP (Certified Cyber Forensics Professional), CEH



(Certified



Ethical



Hacker),



CISSP



(Certified



Information Systems Security Professional), dan lain-lain. Sementara itu, di India, peradilan dan lembaga penyidik tidak dilatih untuk menghadapi tantangan dan situasi perubahan teknologi ini karena hal itu tidak dianggap sebagai prioritas. Upaya setengah hati dilakukan untuk menjembatani kesenjangan ini, antara lain melalui pelatihan. Namun perubahan itu tidak sebanding dengan potensi yang tersedia sehingga kesenjangan tersebut semakin melebar. Saat ini ada pengacara yang telah memperoleh kualifikasi IT atau PG Diploma dalam Cyber Law dan beberapa teknokrat yang telah memperoleh gelar (Forensik) Analisis media digital untuk mendeteksi pemalsuan atau manipulasi. Digital forensics (kadang dsebut digital forensic science) adalah cabang sains forensik yang mencakup pemulihan dan investigasi materi yang ditemukan di perangkat digital—sering dikaitkan dengan kejahatan komputer. Istilah forensik digital pada awalnya digunakan sebagai sinonim untuk forensik komputer, namun telah diperluas untuk mencakup penyelidikan terhadap semua perangkat yang mampu menyimpan data digital. 34



- 103 -



sarjana hukum, dan para profesional ini disebut sebagai pengacara cyber. Tetapi apakah mereka cukup kompeten untuk menangani masalah kompleks dalam dunia digital? Pengacara



online



memberikan



nasihat



hukum



melalui telepon dan e-mail, mengunggah pertanyaan dan jawaban dalam web yang aman untuk referensi klien di masa



mendatang.



Contohnya



bisa



dilihat



di



http://www.dcdivorceonline.com. Ini adalah layanan yang memudahkan klien yang menginginkan jawaban cepat. Data tentang kasus online juga tersedia melalui Internet sehingga klien bisa melihat dan menganalisisnya. Informasi yang diakses oleh klien dapat dibatasi untuk bidang tertentu ketika mereka log in. Granat (2008) mencatat bahwa beberapa firma hukum mengintegrasikan video dan podcast ke dalam situs web mereka untuk melengkapi penjelasan tertulis. Situs web, blog, dan podcast menawarkan peluang yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk menjangkau klien. Menggabungkan teknologi interaktif ke dalam model bisnis firma hukum akan menjadi peluang, terutama bagi perusahaan yang menawarkan layanan hukum kepada kelas menengah yang luas. Masa depan adalah milik firma hukum yang mau belajar menggunakan teknologi Internet untuk



meningkatkan



daya



saing



mereka



dengan



menawarkan jasa yang rendah biaya, tetapi berkualitas.



- 104 -



Keterampilan yang Dibutuhkan Dunia hukum dibagi dalam dua bidang yang luas, yaitu hukum pidana dan hukum perdata. Setiap kasus yang diajukan ke pengadilan masuk dalam dua domain ini, termasuk kasus teknologi informasi. Peran pengacara dalam kasus teknologi informasi adalah menerapkan hukum substantif pidana atau perdata. Apakah orang yang tidak menguasai hukum pidana atau perdata dapat berdebat dalam persidangan untuk kasus yang melibatkan teknologi? Tentu tidak. Keterampilan untuk maju dalam persidangan memerlukan pengalaman praktik sedikitnya lima sampai tujuh tahun, termasuk pelatihan dengan praktisi yang memenuhi syarat untuk sidang pengadilan. Untuk menjadi seorang pengacara cyber, hal yang utama adalah semangat untuk



menjadi pengacara yang



berkualifikasi dan memiliki diploma dalam hukum cyber atau hukum dunia maya. Anda tidak perlu menjadi spesialis teknologi informasi, tetapi Anda perlu memiliki perpaduan pengetahuan hukum dan teknologi informasi. Dalam kasus cyber, Anda akan berurusan dengan hukum pidana, hukum kekayaan intelektual, komersial, dan kewarganegaraan. Dengan memiliki pengetahuan yang mendalam mengenai hukum-hukum tersebut, selain hukum cyber, Anda akan memiliki keunggulan dalam berpraktik. Dengan menekuni bidang pekerjaan ini, Anda akan selalu berada di garis depan kemajuan karena dalam banyak hal wilayah ini masih belum tersentuh. Kejahatan cyber - 105 -



melampaui batas-batas geografis dan tersembunyi di balik anonimitas.



Penjahat



cyber



bisa



saja



melakukan



pekerjaannya tepat di samping Anda, tanpa Anda sadari. Para pengacara yang sudah berpraktik dapat memasuki bidang



khusus



ini



asalkan



mereka



memperoleh



pengetahuan khusus mengenai jaringan dan teknologi komputer lainnya. Bagi sebagian orang, mungkin sulit untuk memperoleh semua keterampilan yang diperlukan secara bersamaan. Jadwal kerja seorang pengacara cyber bervariasi, tergantung pada jenis pekerjaan dan kasus yang dihadapi. Jika terlibat dalam kasus litigasi, maka kegiatan sehariharinya adalah ke pengadilan untuk proses pengadilan dan penuntutan. Jika seorang pengacara dunia maya terlibat sebagai penasihat internal perusahaan, ia akan melakukan tugas yang berkaitan dengan operasi bisnis dan kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan dan karyawannya. Pengacara cyber harus akrab dengan komputer dan mendapat informasi dengan baik. Namun bagaimanapun juga, pengalaman praktik di pengadilan perdata/pidana perlu lebih diutamakan daripada pengetahuan teknis komputer. Bagi teknokrat yang menjadi pengacara maupun pengacara



yang



keterampilan dibandingkan



berpengetahuan



di



bidang



tentang



teknologi,



lebih



dominan



hukum



pengetahuan



teknis.



Kemampuan



menjalankan program komputer tidak membuat Anda berkompeten untuk menangani kasus-kasus pelanggaran - 106 -



data atau hacking atau yang melibatkan forensik cyber. Keterampilan di bidang teknologi informasi serta hukum harus dikembangkan secara paralel melalui studi yang konsisten, praktis, dan tereksposur. Karier di bidang hukum cyber telah berkembang dan akan menjadi profesi yang menjanjikan di masa depan. Pertumbuhan eksponensial perangkat elektronik dan kejahatan cyber menciptakan kebutuhan akan pengacara dunia maya yang dapat menyelesaikan masalah bukti digital, pelanggaran data, dan kejahatan cyber. Selain menjadi pengacara purnawaktu, seorang sarjana TI bisa mendapatkan pekerjaan sebagai konsultan di perusahaan TI, kepolisian, atau bank. Ia juga bisa menjadi asisten di firma hukum, asisten di perusahaan teknologi, advisor bagi pengembang web, advisor di kementerian informasi dan teknologi, auditor keamanan, dan administrator jaringan di perusahaan teknologi. Mempelajari hukum cyber dapat membantu para profesional TI memberikan keamanan yang lebih baik kepada perusahaan mereka, dan memberi tahu mereka tentang aspek hukum atas masalah yang terkait dengan teknologi. Kaum milenial terus meningkatkan kariernya di bidang hukum ketika banyak firma hukum berusaha tetap relevan dengan teknologi dan inovasi. Dalam waktu dekat, kaum milenial akan memimpin departemen hukum dan firma hukum. Transisi generasi yang telah dibicarakan selama bertahun-tahun akhirnya dimulai (Jordan, 2017). - 107 -



Organisasi yang paling cepat mengenali perubahan ini dan yang bereaksi paling cepat akan mendapatkan posisi terbaik untuk mendominasi pasar hukum baru yang akan datang. Dari sisi klien, sekarang klien firma hukum adalah kaum milenial. Orang-orang ini dan perusahaan yang mereka wakili menjadi lebih canggih serta agresif setiap hari. Sekarang saatnya bagi pembeli dan penjual jasa hukum untuk bertindak secara cepat dan pasti untuk memastikan bahwa transisi generasi terjadi seefektif mungkin. Jika firma hukum tidak menyesuaikan dengan realitas demografi, mereka akan kehilangan kesempatan untuk memimpin di pasar hukum. Jika firma hukum tidak menyesuaikan diri, mereka akan menghadapi risiko kehilangan klien.



- 108 -



REFERENSI Chouhan, R. 2014. “Cyber Crimes: Evolution, Detection, and Future Challenges”. IUP Journal of Information Technology, 10(1), 48. Granat, R.S. 2008. “eLawyering: Providing More Efficient Legal Services With Today’s Technology”. NYSBA Journal, September 2008. www.americanbar.org/.../ newyorkstatebarjournalelawyering.pdf Jordan, F. 2017. “The Rise of the Millenial Lawyer: 14 Ways a generation is changing rules”. https://www. lodlaw.com/wp-content/uploads/2017/05/ Millennial-report-soft-copy.pdf. Kane, S. 2017. “Intellectual Property Law”. The Ballance, February 22. https://www.thebalance.com/ intellectual-property-law-2164607. Lubis, M. & F. A. Maulana. 2010. “Information and electronic transaction law effectiveness (UU-ITE) in Indonesia”. In Information and Communication Technology for the Muslim World (ICT4M), 2010 International Conference on (pp. C-13). IEEE. McLellan, L. 2017. “Can Millennials Save Your Law Firm?” Law Journal News letters, December. http://www. lawjournalnewsletters.com/sites/lawjournalnewsle tters/2017/12/01/can-millennials-save-your-lawfirm/?slreturn=20180319203355. Rockwood, K. 2018. “Millennial Stereotypes? Millennial lawyers are forging their own paths—and it’s wrong to call them lazy”. ABA Journal, January 2018. http://www.abajournal.com/magazine/article/mil lennial_stereotypes_these_lawyers_object/.



- 109 -



Singleton, T. 2013. “The Top 5 Cybercrimes”. https:// www.aicpa.org/InterestAreas/ForensicAndValuati on/Resources/ElectronicDataAnalysis/Downloada bleDocuments/Top-5-CyberCrimes.pdf, diakses pada 30 November 2017.



- 110 -



Bab 6 Mempersiapkan Pengacara Abad Ini Di tengah keriuhan suasana karena munculnya disrupsi teknologi baru yang cepat, lulusan fakultas hukum dan pendidikan pengacara saat ini harus menggunakan teknologi untuk memberikan pelayanan dengan cara baru untuk komunitas baru dalam masyarakat. Firma hukum atau departemen pemerintah tempat lulusan hukum atau para pengacara muda ini bekerja mengharapkan mereka tidak hanya memahami hukum, tetapi juga memiliki keterampilan teknologi, berkomunikasi, sekaligus melek bisnis. Teknologi Informasi (TI) mengubah cara pelayanan hukum, menyederhanakan proses, dan membuahkan efisiensi. Penyusunan dokumen secara otomatis merupakan teknologi hukum yang dapat mengurangi waktu pengacara untuk melakukan tugas yang sama. Demikian pula telepon genggam yang menyediakan konektivitas tanpa henti melalui akses broadband, dengan kecepatan pemrosesan tinggi dan kapasitas penyimpanan yang hampir tak ada habisnya. Susskind (2013) mengelaborasi layanan hukum online, dalam arti penggunaan sistem untuk memberikan diagnosis hukum, membuat dokumen hukum, membantu audit hukum, dan memberikan pembaruan hukum. Untuk itu, pengacara memerlukan keahlian baru di samping kemampuan analitis dan berkomunikasi.



- 111 -



Menghadapi Tantangan Saat Ini Profesi



hukum



sama



sekali



tidak



kebal



terhadap



perkembangan teknologi. Kemungkinan besar, praktik hukum akan berubah secara signifikan pada generasi pengacara mendatang. Pendidikan di bidang hukum harus berbuat lebih banyak untuk mengatasi perubahan ini. Beberapa fakultas hukum tetap berfokus pada apa yang selalu mereka lakukan, yaitu mengajari mahasiswa untuk berpikir seperti pengacara dan belajar teori, tetapi dengan sedikit perhatian pada keterampilan. Langkah yang terbaik adalah mempersiapkan mahasiswa dengan memasukkan lebih banyak keterampilan ke dalam kurikulum. Beberapa fakultas



melangkah



lebih



jauh



dan



memetakan



keterampilan penting seperti literasi teknologi, komunikasi, wawancara, dan investigasi faktual untuk meminimalkan kesenjangan teori dan praktik. Pada banyak fakultas hukum di negara maju, teknologi saat ini menjadi perhatian khusus, seperti kuliah hukum cyber atau hukum Internet. Mahasiswa di kelas hukum cyber misalnya, diperkenalkan pada masalah hukum



yang



melibatkan



antara



lain



printer



3D,



nanoteknologi, penyelesaian sengketa online, asuransi cyber, aplikasi teknologi blockchain, drone, big data, media sosial, kecerdasan buatan, teknologi gen, perangkat lunak



- 112 -



open source, dan model bisnis baru seperti transportasi online. Sementara itu realitas virtual berpotensi mengubah pelatihan dan pendidikan hukum. Realitas virtual dapat digunakan,



misalnya,



untuk



menghadirkan



situasi



wawancara dengan klien dan konteks ruang sidang. Dalam proses pendidikan di bidang hukum, pelaksana



program



pendidikan



hukum



berorientasi



mencetak sarjana hukum yang siap bersaing dengan lulusan dari negara lain, terutama di lingkup ASEAN. Untuk itu, hal-hal yang perlu dilaksanakan dalam penyelenggaraan pendidikan hukum di Indonesia adalah sebagai berikut35. 1. Menetapkan standar kurikulum pendidikan hukum di Indonesia agar terjadi sinkronisasi dan harmonisasi penyelenggaraan pendidikan hukum. 2. Menetapkan capaian pelaksanaan program S-1 Hukum a. Penguasaan ilmu hukum yang memiliki standar keilmuan: 1) menguasai konsep teoretis; 2) menguasai pengetahuan dasar tentang sejarah dan aspek normatif ilmu hukum;



St. Laksanto Utomo. (2016), “Peran Penyelenggara Pendidikan Hukum dalam Menghadapi Persaingan bagi Lulusan Hukum di Era MEA”, disampaikan dalam Seminar Nasional Peran Advokat dalam Penegakan Hukum Indonesia di Era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), Palembang 24 September 2016. 35



- 113 -



3) menguasai pengetahuan tentang prinsip dan langkah penyelesaian masalah atau kasus hukum melalui metode penerapan dan penemuan hukum; 4) menguasai pengetahuan dasar tentang metode penelitian hukum dengan menggunakan metode berpikir logis, sistematis, dan kritis; 5) menguasai konsep umum pengetahuan filsafat hukum, sosiologi hukum, dan perbandingan hukum agar dapat memahami hukum secara kontekstual, sistemik, dan holistik tentang hukum. b. Mampu menciptakan sarjana hukum yang memiliki keterampilan umum: 1) mampu menerapkan pemikiran logis, kritis, sistematis, dan inovatif; 2) mampu menunjukkan kinerja mandiri, bermutu, dan terukur; 3) mampu



mengkaji



pengembangan



atau



implementasi ilmu pengetahuan hukum dan menyelesaikan



persoalan-persoalan



hukum



dalam masyarakat; 4) mampu



memelihara



jaringan kerja;



- 114 -



dan



mengembangkan



5) mampu mengambil keputusan secara cepat dan tepat. 3. Memberikan kemampuan legal service management kepada lulusan S-1 Hukum. Lulusan



S-1



Hukum



bertanggung



jawab



untuk



melindungi integritas hukum, etika, dan keuangan perusahaan sementara melanjutkan tujuan strategis perusahaan. Mereka melakukan ini dengan bermitra dengan bisnis dan memberikan nasihat hukum yang tepat waktu dan akurat untuk memastikan bisnis dilakukan sesuai dengan hukum yang berlaku dan misi, visi, serta nilai-nilai perusahaan. Kurangnya alat untuk secara efektif mengelola kewajiban kontrak, dan mekanisme yang tidak efisien untuk mengoordinasikan tugas-tugas hukum. Sehingga diperlukan sarana yang mempunyai nilai tambah dibandingkan e-mail, spreadsheet, dan solusi homegrown, Sebagai



contok



dapat



memanfatkan



ServiceNow



menyediakan portal self-service yang memberikan pandangan layanan,



tentang pelaporan, perjanjian tingkat dan



built-in



alur



kerja.



ServiceNow



memberikan pengetahuan dasar untuk mengelola pengetahuan hukum, penelitian, dan dokumen secara terpusat. Ia menyediakan manajemen informasi yang



- 115 -



diperlukan untuk meningkatkan kualitas kerja sehingga meningkatkan kepuasan pelanggan. 4. Memperkuat kerja sama antara perguruan tinggi hukum dan organisasi profesi di bidang hukum di Indonesia agar



terjadi



kesamaan



visi,



misi,



dan



tujuan



penyelenggaraan pendidikan hukum. 5. Meningkatkan kemampuan lulusan pendidikan hukum di bidang informasi dan teknologi. Penyelenggara pendidikan bidang hukum seyogianya memberikan materi informasi dan teknologi dalam kurikulum penyelenggaraannya. 6. Meningkatkan kemampuan bahasa Inggris dan bahasa Anggota MEA bagi lulusan pendidikan hukum. Kemampuan bahasa ini menjadi syarat mutlak agar lulusan pendidikan hukum di Indonesia dapat meniti karier di negara-negara anggota MEA. Memenuhi Kompetensi Di abad ini, fakultas atau sekolah hukum dapat berinovasi dan



mengembangkan



demikian



basis



meningkatkan



kompetensinya,



kemampuan



mereka



dengan untuk



memilih dan mempersiapkan mahasiswa untuk pekerjaan pasca-kelulusan. Proses ini akan memakan waktu, tetapi selama 5–10 tahun ke depan, fakultas hukum dan firma



- 116 -



hukum yang berinovasi akan lebih unggul di tengah perubahan lanskap pemberian jasa hukum. Dengan



berubahnya



lanskap



hukum,



peran



pendidikan hukum pun perlu perubahan. Bernard A. Burk (2014) menyayangkan masih banyaknya sekolah hukum yang tetap menutup diri, walaupun secara perlahan model tradisional mulai sedikit berubah karena tekanan dan perkembangan



pasar



36



.



Negara



ikut



membentuk



kompetensi komunikatif pengacara masa depan. Lyudmyla Nasilenko (2014) mencontohkan bahwa pendidikan hukum di Ukraina dan di Jerman memiliki karakteristik berikut ini. Pertama, sistem hukum di kedua negara itu didasarkan pada pengakuan hukum sebagai sumber dasar yang tepat, baik di bidang konsep dasar hukum. Kedua, dokumen normatif dasar yang menentukan pengelolaan pendidikan di lembaga pendidikan tinggi hukum di Ukraina dan Jerman adalah kurikulum. 37 Analisis yang dilakukan terhadap kurikulum fakultas hukum Universitas Sains modern 36 Burk, Bernard A. (2014), “What’s New About the New Normal: The Evolving Market for New Lawyers in the 21st Century” (August 13, 2013), UNC Legal Studies Research Paper No. 2309497; 41 Florida St. L. Rev 541, available at SSRN: http://dx.doi.org/10.2139/ssrn.2309497, diakses pada 12 November 2016. 37 Lyudmyla Nasilenko (2014), “Forming the Future Lawyers’ Communicative Competence: The Experience of Higher Education in Ukraine and Germany Comparative Professional Pedagogy”, 2014; 4(3): 89–94, DOI https://www.degruyter.com/view/j/rpp.2014.4.issue-3/rpp-20140041/rpp-2014-0041.xml?format=INT.



- 117 -



(Ukraina) dan Universitas Frankfurt (Jerman) menunjukkan bahwa kurikulum mereka didasarkan atas program edukasi-profesional. Ketiga, struktur persiapan pengacara profesional masa depan adalah perpaduan edukasi-kognisi, penelitian, dan praktik. Keempat, persiapan kemampuan komunikasi pengacara masa depan, yang esensinya terdapat dalam integrasi program-program dari disiplin khusus dan profesional, dengan penyempurnaan terusmenerus terhadap keterampilan komunikasi verbal dan tertulis para mahasiswa.



Diagram 3. Contoh Model Kompetensi Sekolah Hukum



Kurikulum inti berbasis kompetensi menawarkan program yang disesuaikan dengan kebutuhan unik pada setiap tingkat. Program inti untuk rekan junior, menengah, - 118 -



dan



senior associate disesuaikan



dengan



persyaratan



kompetensi ketiga tingkat itu. Program itu juga dilengkapi pelatihan keterampilan kerja dan layanan klien untuk rekan junior, manajemen SDM dan pengembangan diri untuk rekan tingkat menengah, kepemimpinan dan manajemen untuk senior associate (Hamilton, 2014). Pengacara harus memiliki lima kompetensi inti, yakni kemampuan berkolaborasi, kecerdasan emosional, kemampuan manajemen proyek, kemampuan manajemen waktu, dan penguasaan teknologi informasi. Kemampuan ini harus mereka miliki jika mereka ingin bertahan di abad ke-21. Sekolah hukum harus mengajar mereka; lembaga pemerintah perlu menguji mereka; firma hukum perlu membuat mereka ahli dalam bidang mereka. Sekolah hukum, selain perlu terus mengajarkan kompetensi inti, juga harus lebih sistematis dalam proses itu, dan bersama-sama pihak lain memberikan kompetensi pelengkap yang diperlukan oleh mahasiswa untuk karier mereka di masa depan. Para mahasiswa memerlukan pendidikan profesional umum dengan penekanan di salah satu bidang hukum, bisnis, atau kebijakan publik, dan ilmuilmu sosial yang relevan.



- 119 -



Pendidikan Advokat Pada dasarnya pendidikan advokat adalah pendidikan profesi yang dilaksanakan berdasarkan realitas sejarah profesi hukum di dunia internasional dan ketentuan peraturan



perundang-undangan



tentang



pendidikan



profesional, baik Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional maupun ketentuan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Salah satu persyaratan untuk menjadi advokat adalah mengikuti pendidikan advokat. Pendidikan advokat tidak mempersiapkan seseorang untuk menjadi akademisi melainkan



untuk



Pendidikan



tersebut



untuk



menjadi



praktisi



diselenggarakan oleh



hukum. organisasi



advokat yang bekerja sama dengan institusi pendidikan tinggi yang tujuannya adalah sebagai berikut. 



Memberikan pengetahuan, keterampilan, dan keahlian agar peserta didik memenuhi persyaratan minimum untuk



ditunjuk



sebagai



advokat,



sesuai



dengan



persyaratan yang ditetapkan oleh Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003. 



Menyampaikan pendidikan ilmiah kepada advokat yang membutuhkan pengetahuan dasar (prinsip, teori, dan filsafat) yang berguna bagi profesi advokat.







Membentuk advokat yang memiliki kepribadian dan perilaku yang jujur, adil, bertanggung jawab, dan - 120 -



memiliki



integritas



kepentingan



tinggi



terhadap



masyarakat/klien,



profesi



bukan



dan hanya



kepentingan pribadi atau kelompok tertentu. Peningkatan keterampilan advokat memerlukan proses



pendidikan



dengan



kurikulum,



akreditasi



pendidikan profesional, dan perizinan khusus oleh asosiasi profesional. Ketentuan Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat menyatakan bahwa yang dapat ditunjuk sebagai Advokat adalah yang memiliki latar belakang pendidikan tinggi di bidang hukum dan telah mengikuti pendidikan khusus profesi advokat yang dilakukan oleh organisasi advokat. Ini berarti bahwa pendidikan profesional advokat harus dilakukan melalui kerja sama antara universitas dan organisasi profesi advokat. Pendidikan profesi advokat akan tidak dapat memenuhi tujuan yang diharapkan apabila perhatian pendidikan tinggi tidak sesuai dengan kebutuhan riil dunia profesional advokat. Selain itu, belum ada



ketetapan



mengenai



kurikulum



standar



untuk



pendidikan tersebut dan kurangnya ketersediaan pengajar profesional, terutama di daerah. Advokat perlu memiliki dua keahlian, yaitu keahlian di bidang hukum secara umum dan keahlian khusus untuk menangani masalah hukum tertentu, misalnya advokat untuk bidang hukum pasar modal harus memiliki sertifikat



- 121 -



keahlian di bidang hukum pasar modal. Untuk memperoleh sertifikat keahlian tersebut, adokat harus mengikuti kursus dan ujian, dan mendapatkan lisensi dari Bapepam. Asosiasi



Pimpinan



Perguruan



Tinggi



Hukum



Indonesia (APPTHI) menilai bahwa organisasi advokat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 4 UU Advokat adalah organisasi profesi, bukan organisasi pendidikan. Karena itu, Ketua Asosiasi Pengarah Perguruan Tinggi Indonesia mengajukan permohonan pengujian UndangUndang Advokat ke Mahkamah Konstitusi terkait dengan Pendidikan Profesi Advokat Khusus PKPA sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) UU Advokat. Kerja sama antara organisasi profesi advokat dan perguruan



tinggi



dapat



diwujudkan



dalam



bentuk



pengembangan program pendidikan profesional di dua tingkat, yaitu tingkat profesi umum dan tingkat keahlian khusus. Dengan demikian peserta program mendapatkan keuntungan ganda, yaitu gelar di bidang hukum secara umum serta di bidang hukum khusus. Persyaratan dan proses pembelajaran sesuai dengan standar pengacara profesional dan standar pendidikan hukum berkualitas prima harus dipikirkan secara serius oleh pendidikan tinggi dan asosiasi profesi hukum, terutama asosiasi advokat. Hanya melalui kerja sama yang saling menguatkanlah masalah pendidikan dalam rangka



- 122 -



meningkatkan kualitas advokat profesional dapat tercapai. Oleh karena itu forum bersama antara fakultas hukum dan asosiasi profesi hukum perlu dilakukan untuk kepentingan pendidikan tinggi hukum dan profesi di bidang hukum. Reformasi kurikulum diperlukan agar mahasiswa dapat mencapai hasil pembelajaran terbaik. Untuk itu, fakultas hukum perlu melihat ke depan dan beradaptasi dengan perubahan-perubahan dalam masyarakat. Fasilitas yang ada harus disesuaikan dan yang baru dirancang untuk jenis pengajaran yang berbeda yang memungkinkan mahasiswa menjadi advokat yang mumpuni di abad ini.



- 123 -



REFERENSI Aastha, M. 2016. “Cultural Competency and the Practice of Law in the 21st Century”. Probate & Property Magazine, Volume 30 No. 02. http://www.americanbar.org/ publications/probate_property_magazine_2012/20 16/march_april_2016/2016_aba_rpte_pp_v30_2_art icle_madaan_cultural_competency_and_the_practic e_of_law_in_the_21st_century.html, diakses pada 11 November 2016. Burk, Bernard A. 2014. “What’s New About the New Normal: The Evolving Market for New Lawyers in the 21st Century” (August 13, 2013). UNC Legal Studies Research Paper No. 2309497; 41 Florida St. L. Rev 541. Available at SSRN: http://dx.doi.org/10.2139/ ssrn.2309497, diakses pada 12 November 2016. Curcio, Andrea Anne, Teresa E. Ward & Nisha Dogra. 2012. “Educating Culturally Sensible Lawyers: A Study of Student Attitudes About the Role Culture Plays in the Lawyering Process”. U. W. Sydney L. Rev., Vol. 16, p. 98–126, Georgia State University College of Law, Legal Studies Research Paper No. 2013-11. Available at SSRN: https://ssrn.com/abstract=2239854, diakses pada 12 November 2016. Furdlong, J. 2008. “Core competence: 6 new skills now required of lawyers”. Law Twenty One, July 4, 2008. http://www.law21.ca/2008/07/core-competence6-new-skills-now-required-of-lawyers/, diakses pada 9 November 2016. Hamilton, Neil W. 2014. “Changing Markets Create Opportunities: Emphasizing the Competencies Legal Employers Use in Hiring New Lawyers (Including



- 124 -



Professional Formation/Professionalism)”. 65 South Carolina Law Review 567 (2014); U of St. Thomas (Minnesota) Legal Studies Research Paper No. 14-13. Available at SSRN: https://ssrn.com/abstract= 2412324, diakses pada 12 November 2016. Heineman, Jr., Ben W. “Lawyers as Leaders”. 116 Yale L.J. Pocket Part 266 (2007), http://yalelaw journal.org/forum/lawyers-as-leaders, diakses pada 8 November 2016. Nasilenko, Lyudmyla. 2014. “Forming the Future Lawyers’ Communicative Competence: The Experience of Higher Education in Ukraine and Germany Comparative Professional Pedagogy”. 2014; 4(3): 89–94. DOIhttps://www.degruyter.com/view/j/rpp.2014. 4.issue-3/rpp-2014-0041/rpp-20140041.xml?format=INT. Sagala, Syaiful. 2011. Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan. Bandung: Alfabeta. Stock, Richard. 2008. “Competencies for Lawyers”. Lexpert, Vol. 9, No 7c. http://www.catalystlegal.com/ Articles/CompetenciesLawyers.htm, diakses pada 27 Oktober 2016. Utomo, St. Laksanto. 2016. “Peran Penyelenggara Pendidikan Hukum dalam Menghadapi Persaingan bagi Lulusan Hukum di Era MEA”. Disampaikan dalam Seminar Nasional Peran Advokat dalam Penegakan Hukum Indonesia di Era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), Palembang 24 September 2016. Ward, Cynthia M. & Nelson P. Mill (ppp). “The role of Law Schools in Shaping Culturally Competent Lawyers”. https://www.researchgate.net/profile/Nelson_Mil



- 125 -



ler/publication/228260584_The_Role_of_Law_Scho ols_in_Shaping_Culturally_Competent_Lawyers/li nks/54ad9b030cf2213c5fe41492.pdf. Wahyudi, Abdullah Tri. “Advokat Berdasarkan UndangUndang Nomor 18 Tahun 2003”. https://advosolo. wordpress.com/2010/05/07/advokat-berdasarkanundang-undang-nomor-18-tahun-2003/.



- 126 -



Bab 7 Sukses Meniti Karier sebagai Advokat Ketika seseorang belajar ilmu hukum dan memilih karier sebagai pengacara, dia akan bekerja dengan orang lain, bekerja atas nama orang lain (klien), dan keputusannya akan memengaruhi kehidupan orang lain pula. Dia harus teguh, persuasif, dan mampu mengukur kejujuran para saksi agar dapat memilih pendekatan terbaik guna meraih hasil yang diinginkan. Seorang pengacara perlu memiliki keterampilan pergaulan (people skills), yang mencakup efektivitas pribadi, keterampilan berinteraksi, dan keterampilan syafaat (intercession skills), dalam arti menjadi penengah bagi orang lain. Dengan kata lain, people skills adalah kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif dengan orang lain. Yap Thiam Hien yang berjuang demi menegakkan keadilan dan hak asasi manusia (HAM) dan Adnan Buyung Nasution, pendiri Lembaga Bantuan Hukum (LBH) di Jakarta, adalah contoh advokat andal yang mempunyai keterampilan berkomunikasi yang sangat baik. Mereka mampu mengungkapkan gagasan secara lisan dengan baik, dan mereka adalah pendengar yang baik pula. Pengacara juga harus bisa mengutarakan gagasan secara tertulis dengan jelas karena mereka harus menghasilkan berbagai dokumen hukum. Karya Yap Thiam - 127 -



yang sering dirujuk antara lain pembelaan (pleidoi) terdakwa Ir. H.M. Sanusi dalam kasus peledakan BCA, tgl. 4 Oktober 1984 di Jakarta dan Report of the International Mission of Jurists to Singapore, 5–9th July 1987 to investigate the arrest and detention of 22 persons in May and June 1987. Sementara itu, karya Adnan Buyung Nasution The aspiration for constitutional government in Indonesia: A socio-legal study of the Indonesian Konstituante juga menjadi rujukan mahasiswa dan praktisi hukum. Kemampuan untuk mengambil kesimpulan logis yang masuk akal atau asumsi dari informasi yang terbatas sangat penting bagi seorang pengacara. Dia perlu mengevaluasi informasi dengan saksama sehingga dapat mengantisipasi potensi kelemahan argumen pihaknya maupun pihak lawan. Untuk itu dia harus melakukan penelusuran informasi, kemudian informasi yang terkumpul harus disaring kesahihannya. Kadang-kadang ada lebih dari satu kesimpulan yang logis,atau lebih dari satu preseden yang berlaku untuk menyelesaikan suatu situasi. Pelajaran dari The Rainmaker Untuk menjadi seorang pengacara andal membutuhkan ketekunan dan komitmen. Ketekunan seorang pengacara ketika mengerjakan sebuah kasus penuh dinamika hingga tuntas dapat kita cermati dalam novel The Rainmaker (1995) karya John Grisham. Pada tahun 1997 novel ini diadaptasi menjadi film dengan judul yang sama yang disutradarai oleh Francis Ford Coppola. The Rainmaker mengemukakan



- 128 -



antara lain penemuan dalam litigasi perdata, persepsi populer etika pengacara, perusahaan asuransi perawatan tertanggung, dan konsepsi kecukupan pelatihan hukum mahasiswa hukum. Tokoh utamanya, seorang pemuda bernama Rudy Baylor, lulusan sekolah hukum di Universitas Negeri Memphis, memilih karier sebagai pengacara. Sebagai pengacara, Rudy sering berada pada posisi buruk, meskipun ia berusaha sebaik mungkin untuk membuat keputusan yang tepat. Pada awalnya, dia melakukan “pekerjaan kasar”, yaitu mengejar ambulans dan mencari korban kecelakaan di Memphis demi mendapatkan selembar surat kuasa yang akan menghasilkan uang baginya. Pengacara pemula ini menggugat perusahaan asuransi besar Great Benefit. Kejahatan perusahaan asuransi itu adalah ia berkali-kali menolak klaim Donny Ray Black, seorang pria yang sakit parah, dengan menghalalkan berbagai cara. Dalam novel mengenai prinsip-prinsip hukum dan emosi manusia yang dramatis ini, perusahaan asuransi kesehatan diceritakan sering memiliki alasan yang dapat dimengerti untuk menolak klaim Donny. Meskipun demikian bukti-bukti jelas menunjukkan bahwa Great Benefit Life tidak memiliki alasan yang dapat dibenarkan untuk menolak klaim tersebut. Situasi Rudy juga sama dramatisnya: ia secara manusiawi menggambarkan konsekuensi pengambilan keputusan dalam menghadapi beberapa masalah mendasar sistem perawatan kesehatan. Dalam literatur kontemporer dan teks hukum yang



- 129 -



sesungguhnya, isu-isu tentang ketersediaan sumber daya perawatan kesehatan dan alokasi sumber daya tersebut masih terus ditangani. The Rainmaker menyajikan pandangan yang realistis tentang lembaga yang mengatur perawatan kesehatan di Amerika Serikat dan konsekuensi atas akses perawatan medis yang tidak memadai. Rainmaker mengajak kita menyelami dimensi moral dari masalah yurisprudensial. Pada akhirnya Rudy Baylor menyadari apa yang benarbenar penting baginya. Menurut saya, akhir novel itu juga menggambarkan poin yang dimaksudkan oleh Jim Carey saat ia mengatakan bahwa semua orang bisa menjadi kaya dan terkenal tetapi kemudian mereka menyadari bahwa itu bukan jawaban.



Kiat Sukses Setelah menjadi sarjana, banyak mahasiswa hukum dinilai tidak siap kerja. Salah satu penyebabnya adalah kurangnya kemampuan analitis untuk memecahkan masalah dan kasus. Mungkin mahasiswa terlalu banyak mendalami teori hingga lupa untuk belajar di lapangan. Karena itu, mahasiswa hukum perlu meningkatkan kemampuan analisis mereka. Di wilayah penegakan hukum, peran dan fungsi advokat sebagai profesi yang bebas, mandiri, dan bertanggung jawab adalah sama pentingnya dengan penegak hukum lain, seperti kepolisian dan kejaksaan. Hal



- 130 -



ini disebutkan dalam Penjelasan UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Jasa hukum seorang advokat meliputi jasa memberikan konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa, mewakili, membela, dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan klien berdasarkan peraturan perundang-undangan. Dalam mewakili dan mendampingi klien, seorang advokat harus memegang surat kuasa khusus yang memerinci tindakan-tindakan hukum yang dapat dia sebagai penerima kuasa. Pengacara memiliki tanggung jawab untuk memandu kliennya melalui sistem hukum dengan terampil dan bijaksana. Pengacara yang baik dapat menciptakan dampak positif dari kasus yang ditanganinya. Berikut ini adalah lima keterampilan yang perlu dikuasai untuk menjadi seorang pengacara sukses. 1. Mengerti Hukum Seorang pengacara harus selalu mengetahui perkembangan di bidang hukum karena hukum dan perundang-undangan sering berubah dan kasus baru diputuskan setiap hari. Jika perlu, ia melakukan riset atau penelusuran informasi. a. Riset/penelusuran Jika Anda memiliki kasus yang belum pernah Anda tangani sebelumnya, luangkan waktu untuk melakukan riset/penelusuran hukum untuk menemukan jawaban. Hindari asumsi bahwa Anda mengetahui segalanya, meskipun Anda telah berkecimpung di bidang hukum yang sama.



- 131 -



Masalah dan kasus baru muncul setiap hari, jadi kita harus melakukan riset untuk menemukan solusi atas kasus yang kita tangani. Adapun metode penelusuran hukum telah berubah secara dramatis selama lebih dari dua dasawarsa terakhir. Pastikan bahwa Anda terbiasa dengan metode riset online terbaru. Jika Anda berlangganan atau memiliki akses ke Lexis-Nexis atau Westlaw yang merupakan dua perusahaan riset hukum online terkemuka, Anda bisa mendapatkan pelatihan ekstensif untuk menggunakan aplikasi mereka. Selain itu, terdapat sistem akses terbuka dan repositori karya ilmiah yang membuka kesempatan bagi kita untuk memperoleh informasi primer dan sekunder di bidang hukum terkait. b. Mengikuti perkembangan hukum Salah satu cara untuk memperoleh pengetahuan dan perkembangan hukum adalah mengikuti seminarseminar yang diselenggarakan oleh fakultas hukum maupun organisasi advokat. Kita bisa mendengar gagasan dan pendapat para ahli dan mengajukan pertanyaan di seminar-seminar ini. Selain itu, dengan menghadiri seminar profesi kita akan memperoleh kesempatan untuk menggalang jaringan dan bertukar informasi dengan pengacara lain. 2. Mempelajari Keterampilan Dasar Secara umum, istilah keterampilan dasar bisa bervariasi berdasarkan konteks ruang dan waktu. Keterampilan



- 132 -



dasar seorang pengacara adalah keterampilan berpikir kritis, menulis, dan berkomunikasi secara lisan. Keterampilan ini bermanfaat untuk mengembangkan kompetensi profesi pengacara.  Berlatih berpikir kritis. Berpikir kritis dapat membantu kita memanfaatkan informasi untuk memecahkan masalah, mencari sumber informasi yang relevan, memperkuat argumen, dan mengungkap kesalahan atau penalaran yang buruk. Untuk menjadi pengacara sukses, kita harus dapat melihat masalah hukum dari segala sisi demi mendapatkan solusi terbaik. Analisis yang tepat tidak hanya membantu kita mengidentifikasi masalah, tetapi juga membantu mengembangkan argumen yang kuat untuk mendukung posisi klien. Kita harus memahami semua fakta yang terkait sebelum menyimpulkan. Jangan selalu mengandalkan klien untuk memberi tahu semuanya di awal. Klien sering kali tidak memberikan informasi secara sukarela karena mereka tidak tahu mana yang penting dan yang tidak. Ajukanlah pertanyaan yang diperlukan untuk mengetahui informasi yang dibutuhkan.  Mengembangkan kemampuan menulis. Tidak semua pengacara dapat menulis laporan secara efektif, sistematis, dan persuasif, walaupun mereka memahami bahwa laporan mereka berkaitan dengan perkara hukum dan nasib orang lain.



- 133 -



Pengacara menghabiskan banyak waktu mereka







untuk mengajukan permohonan dan dokumen lain, yang hampir semuanya memerlukan kemampuan menulis. Secara umum, kemampuan menulis itu digunakan oleh pengacara untuk: - Mengklarifikasi fakta-fakta kasus. - Mengidentifikasi masalah hukum. - Menentukan undang-undang atau peraturan yang berlaku dan relevan. - Menerapkan hukum pada fakta-fakta kasus. - Membuat kesimpulan berdasarkan hukum yang telah diterapkan pada fakta-fakta kasus. Banyak firma hukum yang menangani kasus ekspatriat dan perusahaan asing, atau perusahaan Indonesia di luar negeri, sehingga kemampuan berbahasa Inggris formal, baik lisan maupun tulisan, sangat diperlukan. Meningkatkan keterampilan komunikasi lisan Semua pengacara sukses memiliki keterampilan berkomunikasi secara lisan. Mereka mampu meyakinkan klien potensial bahwa mereka adalah pengacara yang tepat untuknya, mampu bertanya kepada saksi secara efektif, dan mampu mengartikulasikan posisi klien di pengadilan. Ia juga dapat berkomunikasi secara efektif dengan pengacara lain untuk mengupayakan penyelesaian yang dapat diterima oleh semua pihak yang terlibat.



- 134 -



Dalam berurusan dengan pengadilan, pengacara sukses dapat secara tepat dan efektif membela posisi kliennya dengan tetap menghormati pihak lawan. Bergabung dengan asosiasi advokat Dengan bertemu pengacara lain, seorang pengacara berkesempatan belajar dari mereka yang lebih berpengalaman dan bertukar gagasan dan memperluas jaringannya. Asosiasi pengacara sering mensponsori seminar dan berbagai program untuk pembelajaran yang berharga bagi pengembangan profesi pengacara. Asosiasi pengacara juga membuka peluang bagi para pengacara untuk terlibat dalam layanan masyarakat.  Mempunyai mentor/pembimbing Setiap pengacara, berapa pun usianya, membutuhkan mentor atau sejawat yang lebih berpengalaman untuk mendiskusikan kasus, beradu argumen, dan mendapatkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang ia miliki. Hubungan ini akan memberinya kesempatan untuk memperluas pengetahuan dan mendapatkan ide-ide sebelum bersidang di pengadilan. 3. Bertindak dan Bertutur Kata Sopan kepada Klien, Sejawat, dan Hakim Berbicaralah dengan sopan kepada klien, sejawat, hakim, dan staf pengadilan. Dengarkan mereka tanpa menyela. Profesionalisme kita tergantung pada bagaimana kita membawa diri. 



- 135 -



a



Bersikap bijaksana Para klien mungkin khawatir dan tidak senang dengan apa yang akan kita katakan, tetapi cobalah untuk melihat situasi dari sudut pandang mereka. Meski begitu, jangan biarkan klien memanipulasi kita secara verbal atau meminta hal-hal yang tidak masuk akal.



b Mendengarkan klien Jangan pernah menghakimi klien, cukup dengarkan klien Anda dan berikan saran. Bahkan jika klien Anda telah membuat keputusan yang buruk, cari tahu cara terbaik untuk memperbaiki situasi tersebut.



c



Mewawancarai saksi



Ketika menginterogasi saksi, ajukan pertanyaan yang relevan selama persidangan. Jangan mempermalukan saksi jika dia menjadi emosional. Perlu diingat bahwa perlakuan khusus harus diterapkan pada saksi di bawah umur atau korban kekerasan. Seorang hakim akan menilai kita lewat cara kita memperlakukan orang lain selama proses pengadilan. 4. Menjaga Etika Kasus klien adalah urusan pengacara, bukan orang lain, jadi kerahasiaan pengacara-klien harus dijaga. Informasi yang bersifat rahasia hanya dapat disampaikan ke pengadilan dan pihak penasihat lawan jika pengacara diminta untuk melakukannya dan hal itu diperlukan untuk mewakili klien. - 136 -



Dalam hal ini pengacara harus mengikuti aturan perilaku profesional pengacara. Jika melakukan pelanggaran, pengacara akan berisiko mendapat hukuman pidana dan hukuman disiplin profesi, yang dapat mengakibatkan penangguhan atau pencabutan izin pengacara. 5. Membuat Perbedaan Kita perlu mengingat bahwa kesuksesan tidak selalu diukur dengan tingginya penghasilan kita. Terkadang lewat kasus pro bono atau kasus dengan fee yang lebih rendah, kita justru menciptakan perubahan besar dalam kehidupan orang lain. Banyak jalan menuju karier yang sukses. Beberapa pengacara menganggap diri mereka sukses ketika mereka bermitra dengan firma hukum besar dan berpengaruh, sementara pengacara lain mendapatkan kepuasan dengan berpraktik solo. Advokat lainnya menganggap pekerjaan nirlaba atau kasus-kasus yang menyangkut kepentingan umum menjadi kunci kesuksesan dalam hidup mereka. Pada akhirnya, definisi karier yang sukses ditentukan oleh masingmasing individu, bukan oleh orang lain.



- 137 -



REFERENSI Entrepreneur Staff. 2013. “Starting a Business: 7 Qualities to Look For in a Lawyer”. http://www.entrepreneur.com /article/225906. Foonberg, J. 2011. “Why I Love Being a Lawyer Abajournal”. http://www.abajournal.com/magazine/article/wh y_i_love_being_a_lawyer. Mann, Tim. 2015. Farewell Adnan Buyung Nasution, Indonesia at Melbourne, October 5. http:// indonesiaatmelbourne.unimelb.edu.au/farewelladnan-buyung-nasution-2/. Wikihow. “How to be a successful lawyer”. https://www. wikihow.com/Be-a-Successful-Lawyer. Zovic, J. L. 2012. “The Top Five Skills Necessary to be a Lawyer”. Marquette University Law School Faculty Blog. http://law.marquette.edu/facultyblog/2012/02/08 /the-top-five-skills-necessary-to-be-a-lawyer/.



- 138 -



Bab 8 Etika Profesi Pengacara “A man without ethics is a wild beast loosed upon this world”. Albert Camus



Istilah profesi berakar dari bahasa Latin, yaitu proffesio yang berarti janji/ikrar, dan dalam tradisi Eropa anggota profesi diharuskan menyatakan komitmen mereka untuk berbagi cita-cita. Profesi hukum adalah profesi untuk mewujudkan ketertiban berkeadilan yang memungkinkan manusia dapat menjalani



kehidupannya



secara



wajar—karena



ini



merupakan kebutuhan dan keadilan, keutamaan yang paling luhur, dan menyangkut martabat manusia. Semua anggota profesi hukum mengemban tugas penting, baik dalam persidangan maupun dalam hal administrasi peradilan. Dalam melaksanakan tugas ini kemungkinan bisa timbul konflik, misalnya, instruksi klien konsisten dengan tugas para praktisi terhadap pengadilan. Masing-masing profesi hukum mempunyai fungsi dan peran dalam mewujudkan pengayoman hukum kepada masyarakat. Fungsi ini diterapkan sesuai mekanisme hukum berdasarkan perundang-undangan yang berlaku. Dalam melaksanakan tugasnya advokat



perlu senantiasa



menyadari bahwa mereka harus saling berbagi cita-cita demi tegaknya hukum, keadilan, dan kebenaran. Advokat



- 139 -



memiliki otoritas profesi yang bertumpu pada kompetensi. Sementara anggota masyarakat yang mencari keadilan tidak memiliki kompetensi teknis. Klien atau pencari keadilan itu hanya



percaya



pada



pelayanan prima,



pengacara



bermartabat,



yang



memberikan



dan bekerja



dengan



menggunakan seluruh pengetahuan dan keahliannya. Pengacara mengaku bekerja untuk melayani sebagai penegak hukum, tetapi deklarasi itu memiliki konten moral dalam praktik masa kini. Rhode (2002) menyatakan bahwa untuk menghidupkan kembali rasa profesionalisme yang lebih kaya bisa gagal karena kurangnya konsensus tentang apa yang harus dilakukan oleh idealisme itu dan bagaimana merekonsiliasikannya dengan kepentingan yang lebih besar. Tugas yang mereka emban memengaruhi perilaku profesional mereka dalam hubungan klien dan pengacara, dan setiap anggota profesi hukum mendapat amanah untuk menjaga administrasi peradilan yang independen dan imparsial. Karena itu, integritas dan kerja keras akan membantu kelancaran persidangan dan akan meningkatkan kepercayaan publik terhadap sistem pengadilan. Demikian pula ketika seorang pengacara bekerja dengan profesi di luar hukum, ia harus melakukannya dengan kesantunan dan integritas. Etika Profesi Istilah etika (ethos) mempunyai makna berpikir, kebiasaan, adat, perasaan, sikap, karakter, atau watak kesusilaan. - 140 -



Dalam Kamus Bahasa Indonesia, ada tiga arti yang dapat dipakai untuk kata etika, antara lain etika sebagai sistem nilai atau sebagai nilai-nilai atau norma-norma moral yang menjadi pedoman bagi seseorang atau kelompok untuk bersikap



dan



bertindak.



Etika



profesional



hukum



merupakan kode etik yang mengatur perilaku orang-orang yang terlibat praktik hukum serta mereka yang bekerja pada sektor hukum. Semua anggota profesi hukum memiliki tugas ke pengadilan dan administrasi peradilan. Kewajiban ini



berlaku



untuk



tugas



lainnya,



terutama



ketika



menghadapi konflik kepentingan. Namun, tidak semua yurisdiksi memiliki Kode Profesional dan tidak semua memberikan perhatian yang cukup terhadap penegakannya. Bagaimanapun, pengacara yang bertindak sesuai dengan kode etik profesional mungkin masih terlibat dalam praktik yang tidak etis. Etika itu penting untuk praktik hukum, dan MacFarlane (2009) mengajukan beberapa alasan, yaitu pertama karena pengacara merupakan bagian integral dari praktik hukum, dan Rule of Law didasarkan pada prinsip keadilan dan kesetaraan.



Jika



pengacara



tidak



mematuhi



atau



menjalankan prinsip-prinsip etika ini maka hukum akan terpuruk dan orang akan menggunakan cara lain untuk menyelesaikan konflik. Aturan Hukum akan gagal dengan munculnya ketidakpuasan publik. Kedua, advokat adalah profesional, masalah tanggung jawab etis dan kewajiban merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari profesi - 141 -



hukum. Perlu diketahui bahwa aset profesi yang paling berharga adalah reputasi kolektif dan kepercayaan. Profesi hukum harus mendapatkan kepercayaan masyarakat. Ketiga, karena pengacara diakui sebagai penegak hukum, dan karena itu memiliki kewajiban untuk melayani pengadilan dan administrasi peradilan. Pengacara adalah profesi



istimewa



karena



hanya



pengacaralah



yang



mendapat wewenang untuk memperjuangkan orang lain di hadapan pengadilan. Rumusan



konkret



sistem



etika



profesional



dirumuskan dalam suatu kode etik profesi yang secara harfiah berarti etika yang tertulis. Kode etik mengarahkan perilaku para profesional sekaligus menjamin mutu moral mereka, serta untuk menjaga kehormatan dan nama baik organisasi



profesi



serta



melindungi



publik



yang



memerlukan jasa prima profesional. Jadi, kode etik merupakan mekanisme pendisiplinan, pembinaan, dan pengendalian etos kerja anggota organisasi profesi. Definisi profesionalisme saat ini akan mencakup: sikap dan perilaku yang menyingkirkan kepentingan diri sendiri, sikap melayani untuk meningkatkan opini publik dan kepercayaan, sikap mematuhi standar etika dan moral yang tinggi, cita-cita untuk komitmen keunggulan dalam kehidupan pribadi dan profesional setiap hari (Nicola A. Boothe-Perry, 2012). Selanjutnya penulis yang sama menyatakan bahwa pedoman noneksklusif tentang sikap dan perilaku tersebut, antara lain: - 142 -



1. menghormati praktik hukum; 2. menghormati sistem hukum (termasuk, tapi tidak terbatas pada, perilaku profesional dalam sidang pengadilan); 3. berintegritas; 4. menghormati orang-orang yang terlibat dalam sistem hukum (berperilaku sopan di antara sesama kolega, dan saling menghormati dalam bekerja); 5. memupuk kebiasaan hidup sehari-hari yang meningkatkan sikap tanggung jawab terhadap profesi; 6. menghindari pernyataan kasar tanpa bukti, perilaku kasar, perilaku tidak sopan, atau komentar dan perilaku agresif yang hanya berujung pada hilangnya produktivitas, stres yang mengganggu, dan konflik; 7. menjaga penampilan profesional termasuk berbusana yang sesuai. Penting



bagi



praktisi



hukum



untuk



menomorsatukan integritas, memberikan bantuan yang layak kepada pengadilan, dan meningkatkan kepercayaan publik terhadap sistem hukum. Dalam menjalankan tugasnya, mereka diminta dan diharapkan untuk bisa berinteraksi dengan anggota lain dari profesi hukum dengan



mengedepankan



Advokat, pengadilan



selain yang



menjadi



kesopanan profesional,



memainkan - 143 -



peran



dan



integritas.



juga penting



petugas dalam



administrasi peradilan. Sidharta (2015) menyatakan bahwa pada masa kini, kode etik itu pada umumnya bersifat tertulis yang ditetapkan secara formal oleh organisasi profesi yang bersangkutan. Pada dasarnya, kode etik itu bertujuan menjaga martabat profesi yang bersangkutan di satu pihak, dan melindungi pasien atau klien (warga masyarakat) dari penyalahgunaan keahlian dan/atau otoritas profesional di lain pihak. Advokat Indonesia adalah warga negara Indonesia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, bersikap kesatria, jujur dalam mempertahankan keadilan dan kebenaran dilandasi oleh moral yang tinggi, luhur dan mulia, dan yang dalam melaksanakan tugasnya menjunjung tinggi hukum, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia, Kode Etik Advokat, serta sumpah jabatannya. Kode Etik Advokat Indonesia (KEAI) dibuat bersama-sama oleh Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN), Asosiasi Advokat Indonesia (AAI), Ikatan Penasehat Hukum Indonesia (IPHI), Himpunan Advokat & Pengacara Indonesia (HAPI), Serikat Pengacara Indonesia (SPI), Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI), Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM), dan disahkan tanggal 23 Mei 2002. Kode Etik Advokat Indonesia adalah sebagai hukum tertinggi dalam menjalankan profesi, yang menjamin



dan



kewajiban kepada



melindungi setiap



namun



advokat



membebankan



untuk



jujur



dan



bertanggung jawab dalam menjalankan profesinya baik - 144 -



kepada klien, pengadilan, negara atau masyarakat dan terutama kepada dirinya sendiri, (alinea kelima Pembukaan KEAI). Standar Perilaku Sulit diingkari bahwa pekerjaan pengacara sering dilakukan di bawah tekanan, baik tekanan keterbatasan waktu, frekuensi kehadiran di pengadilan, dan tugas menangani para terdakwa yang cemas atau tertekan. Namun, pengacara yang bertugas bertanggung jawab terhadap standar perilaku profesional yang sama seperti semua praktisi hukum. Mempertahankan standar perilaku profesional yang tepat sangat penting ketika pengacara memberikan saran hukum atau bertindak untuk terdakwa. Juga penting bagi pengacara yang bertugas untuk menyimpan catatan yang lengkap dan akurat dari semua transaksi dengan terdakwa selama proses pengadilan. Ini termasuk situasi saat pengacara memutuskan dirinya tidak dapat memberikan saran atau mewakili terdakwa lagi. Perilaku



tidak



memuaskan



atau



kesalahan



profesional dapat mengakibatkan komentar pernyataan hukum yang merugikan berikutnya, dan pengacara yang bertugas dapat menjadi subjek proses disipliner. Reputasi mengenai integritas profesional dan konsistensi untuk dapat diandalkan di pengadilan sangat penting bagi pengacara untuk bekerja sebagai advokat yang efektif. - 145 -



Kode Etik Advokat Indonesia mencantumkan beberapa



larangan



advokat,



antara



lain



melakukan



pekerjaan lain yang dapat merugikan kebebasan, derajat, dan martabat advokat (Pasal 3f). Seorang advokat harus menjunjung martabat dalam menangani kasus, dan ketika berada di depan pengadilan. Dia harus menjaga harga diri. Setiap kali ada alasan untuk mengajukan pengaduan terhadap



petugas



pengadilan,



advokat



wajib



menyampaikan keluhannya kepada pihak yang berwenang. Kepribadian Advokat Advokat cenderung berpendapat bahwa membantu orang lain adalah tujuan hidup mereka. Orang dengan tipe kepribadian seperti ini sering terlibat upaya penyelamatan dan melakukan kerja amal. Meskipun begitu, sangat penting bagi advokat untuk memperhatikan diri sendiri. Gairah iktikad mereka mampu membawa mereka melewati titik yang sangat sulit, dan jika semangat mereka tidak terkontrol, akhirnya mereka akan merasa lelah, tidak sehat, dan tertekan. Ini tampak sangat jelas saat advokat mendapati dirinya berhadapan dengan konflik dan kritik. Sensitivitas mereka memaksa mereka melakukan apa saja untuk menghindari hal yang tampaknya seperti serangan pribadi ini, tetapi keadaan ini sulit dihindari, mereka dapat melawan dengan cara yang tidak masuk akal dan tidak berguna.



- 146 -



Bagi advokat, dunia adalah tempat yang penuh dengan ketidakadilan, walaupun seharusnya tidak seperti itu. Tidak ada tipe kepribadian lain yang lebih cocok untuk menciptakan gerakan untuk memperbaiki kesalahan sekecil apa pun. Advokat hanya perlu mengingat bahwa walaupun mereka sibuk mengurus dunia, mereka juga perlu mengurus diri sendiri. Advokat Indonesia adalah warga negara Indonesia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, bersikap kesatria, jujur dalam mempertahankan keadilan dan kebenaran dilandasi oleh moral yang tinggi, luhur, dan mulia, dan yang dalam melaksanakan tugasnya menjunjung



tinggi



hukum,



Undang-Undang



Dasar



Republik Indonesia, Kode Etik Advokat, serta sumpah jabatannya. Advokat dilarang memegang jabatan lain yang bertentangan dengan kepentingan tugas dan martabat profesinya. Advokat tidak boleh memangku jabatan lain yang memerlukan pengabdian sedemikian rupa sehingga merugikan profesi advokat atau mengurangi kebebasan dan kemerdekaan



dalam



menjalankan



tugas



profesinya.



Advokat yang menjadi pejabat negara tidak melaksanakan tugas profesi advokat selama menduduki jabatan tersebut. Advokat Indonesia juga dilarang merangkap jabatan Negara (Pasal 3i), dilarang memasang iklan semata-mata untuk menarik perhatian orang termasuk memasang papan nama dengan ukuran dan/atau bentuk yang berlebihan (Pasal 8b), dilarang membuka kantor atau cabang di tempat - 147 -



yang dapat merugikan kedudukan dan martabat advokat (Pasal 8c), dilarang mengizinkan orang yang bukan advokat mencantumkan namanya sebagai advokat di papan nama kantornya



atau



mengizinkan



orang



tersebut



memperkenalkan dirinya sebagai advokat (Pasal 8d), dilarang



mengizinkan



karyawannya



yang



tidak



berkualifikasi untuk mengurus perkara atau memberikan nasihat hukum (Pasal 8e), dilarang mencari publisitas melalui media massa untuk menarik perhatian mengenai perkara yang sedang atau telah ditanganinya, kecuali untuk menegakkan prinsip-prinsip hukum (Pasal 8f). Di samping larangan tersebut di depan, advokat Indonesia juga diwajibkan



memperjuangkan hak asasi



manusia (Pasal 3c), wajib mempertahankan hak dan martabat advokat (Pasal 3h). Advokat harus senantiasa menjunjung



tinggi



profesi



advokat



sebagai



profesi



terhormat (Pasal 3g), dan harus bersikap sopan terhadap semua pihak (Pasal 3h). Mengenai cara bertindak dalam menangani perkara, advokat diperbolehkan mengeluarkan pernyataan atau pendapat dalam rangka pembelaan perkara secara bebas, proporsional, dan tidak berlebihan (Pasal 7g). Hubungan Antara Advokat dan Klien Hubungan antara advokat dan klien dibangun atas dasar kepercayaan. Hubungan yang paling mendasar dalam hubungan advokat-klien adalah saling percaya (reciprocal - 148 -



trust). Dalam hubungan tersebut, klien percaya bahwa advokat menangani dan melindungi kepentingannya (klien) dengan profesional dan penuh keahlian, memberikan nasihat-nasihat yang benar, serta tidak akan melakukan halhal yang akan merugikan kepentingannya tersebut. Hubungan seperti ini dinamakan hubungan fidusia atau kepercayaan. Sehingga dalam hubungan fidusia, seseorang (klien) menempatkan kepercayaan dirinya, iktikad baik, dan kepercayaan pada pengacara yang bantuan, saran, atau perlindungannya diminta. Di pihak lain, advokat mengharapkan kejujuran dari klien dalam menjelaskan semua fakta mengenai kasus yang dihadapinya kepada advokat. Advokat juga berharap klien mempercayai bahwa advokat menangani dan membela kepentingan klien dengan profesional dan dengan segala keahlian yang dimilikinya. Klien yang baik tidak akan menyembunyikan apa pun yang terkait dengan masalah yang ditangani oleh pengacaranya, di sisi lain advokat bertanggung jawab menjaga percakapan pribadi dengan klien. Ini berada di bawah lingkup hubungan fidusia. Hubungan fidusia adalah hubungan yang dibatasi oleh hukum untuk diungkapkan kepada orang ketiga. Ada hal-hal tertentu yang harus diingat oleh seorang pengacara ketika berhadapan dengan kliennya. Kode Etik Advokat Indonesia mengatur hubungan antara advokat dan kliennya dengan berbagai larangan dan - 149 -



kewajiban.



Misalnya



advokat



dilarang



memberikan



keterangan yang menyesatkan klien mengenai perkara yang sedang diurusnya (Pasal 4b), dilarang menjamin kepada kliennya bahwa perkara yang ditanganinya akan menang (Pasal 4c), dilarang membebani klien dengan biaya-biaya yang tidak perlu (Pasal 4e), dilarang melepaskan tugas yang dibebankan



kepadanya



pada



saat



yang



tidak



menguntungkan posisi klien (Pasal 4i). Dalam menjalankan tugasnya, advokat dilarang membeda-bedakan



jenis



kelamin,



agama,



politik,



keturunan, ras, atau latar belakang sosial dan budaya. Advokat tidak dapat diidentikkan dengan kliennya dalam membela perkara kliennya. Advokat wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahui dari kliennya, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang. Advokat berhak atas kerahasiaan



hubungannya



dengan



klien,



termasuk



perlindungan atas dokumennya terhadap penyitaan atau pemeriksaan dan perlindungan terhadap penyadapan atas komunikasi elektronik. Advokat juga wajib memegang rahasia jabatan tentang hal-hal yang diberitahukan oleh klien, dan tetap menjaga rahasia itu setelah berakhirnya hubungan antara advokat dan kliennya. Advokat Indonesia dalam menjalankan tugasnya tidak semata-mata bertujuan untuk memperoleh imbalan materi, tetapi lebih mengutamakan tegaknya hukum, kebenaran,



dan



keadilan.



Dalam



- 150 -



hal



menentukan



honorariumnya,



advokat



wajib



mempertimbangkan



kemampuan klien (Pasal 4d). Dia wajib memegang rahasia jabatan tentang hal-hal yang diberitahukan oleh klien dan menjaga rahasia itu setelah hubungan dengan klien tersebut berakhir (Pasal 4h), wajib memberikan semua surat dan keterangan yang berkaitan bila klien hendak berpindah ke advokat lain (Pasal 5f), Advokat dapat mengundurkan diri dari perkara yang akan dan/atau diurusnya apabila timbul perbedaan dan tidak dicapai kesepakatan tentang cara penanganan perkara dengan kliennya. Dalam menjalankan tugas profesinya advokat bebas untuk membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya dengan tetap berpegang pada kode etik profesi dan peraturan perundang-undangan. Hak Imunitas Advokat adalah hak advokat yang tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan iktikad baik untuk kepentingan pembelaan klien dalam sidang pengadilan. Advokat berhak memperoleh informasi, data, dan dokumen lainnya, baik dari instansi pemerintah maupun pihak lain yang berkaitan untuk pembelaan kepentingan kliennya. Advokat wajib memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma bagi orang yang tidak mampu (Pasal 5h), wajib menyampaikan pemberitahuan tentang putusan pengadilan kepada klien pada waktunya (Pasal 5i). Advokat Indonesia juga mempunyai keharusan memberikan perhatian yang - 151 -



sama terhadap klien pro deo seperti terhadap klien lain yang membayar (Pasal 4f), harus menolak mengurus perkara yang menurut keyakinannya tidak ada dasar hukumnya (Pasal 4g). Namun di balik larangan, kewajiban, dan keharusan tersebut di depan, advokat boleh menolak klien dengan pertimbangan tidak sesuai dengan keahliannya dan bertentangan dengan hati nuraninya (Pasal 3a), boleh mengundurkan diri dari perkara yang akan dan/atau diurusinya



apabila



timbul



perbedaan



tentang



cara



penanganan perkara dan tidak tercapai kesepakatan dengan kliennya (Pasal 8g). Apabila klien hendak mengganti advokat, maka advokat yang baru hanya dapat menerima perkara itu setelah menerima bukti pencabutan pemberian kuasa kepada advokat semula dan berkewajiban mengingatkan klien untuk memenuhi kewajibannya, apabila masih ada, terhadap advokat semula. Apabila suatu perkara kemudian diserahkan oleh klien terhadap advokat yang baru, maka advokat semula wajib memberikan kepadanya semua surat dan keterangan yang penting untuk mengurus perkara itu, dengan memperhatikan hak retensi advokat terhadap klien tersebut. Hubungan dengan Sejawat Advokat wajib memelihara rasa solidaritas di antara teman sejawat. Advokat wajib memberikan pembelaan hukum kepada teman sejawatnya yang diduga melakukan tindak - 152 -



pidana atas permintaan atau karena penunjukan organisasi profesi. Dalam menjalankan profesinya, advokat bekerja dengan rekan sejawat baik dalam posisi sebagai kawan atau sebagai pihak lawan. Rekan sejawat adalah orang atau mereka yang menjalankan praktik hukum sebagai advokat sesuai



dengan ketentuan



perundang-undangan yang



berlaku. Dapat dikatakan di sini bahwa rekan sejawat adalah orang yang sama-sama menjalankan profesi sebagai advokat. Untuk menciptakan kondisi yang harmonis antarrekan sejawat dan juga untuk menghindari perselisian dengan rekan sejawat yang sama-sama menjalankan profesi sebagai advokat, maka dalam Kode Etik Advokat Indonesia diatur terkait hubungan antar-teman sejawat. Hubungan antar-rekan sejawat adalah sebagai berikut. 



Hubungan antara rekan sejawat advokat harus dilandasi sikap saling menghormati, saling menghargai, dan saling memercayai.







Advokat jika membicarakan rekan sejawat atau jika berhadapan satu sama lain dalam sidang pengadilan, hendaknya tidak menggunakan kata-kata yang tidak sopan baik secara lisan maupun tertulis.







Keberatan-keberatan terhadap tindakan rekan sejawat yang dianggap bertentangan dengan Kode Etik Advokat harus diajukan kepada Dewan Kehormatan untuk diperiksa dan tidak dibenarkan untuk disiarkan melalui media massa atau cara lain. - 153 -







Advokat tidak diperkenankan menarik atau mere ut seorang klien dari rekan sejawat



Penanganan Perkara Belakangan ini sering kita mendengar atau membaca perselisihan antara klien dan advokat/pengacara terkait dengan proses penanganan suatu kasus di berbagai media massa. Karena itu, dalam bertindak menangani perkara, advokat



harus



berpedoman



pada



hal-hal



berikut



sebagaimana diatur dalam KEAI. Surat-surat yang dikirim oleh advokat kepada teman sejawatnya dalam suatu perkara dapat ditunjukkan kepada hakim apabila dianggap perlu kecuali surat-surat yang bersangkutan dibuat dengan membubuhi catatan “Sans Prejudice”. Isi pembicaraan atau korespondensi dalam rangka upaya perdamaian antar-advokat akan tetapi tidak berhasil, tidak dibenarkan untuk digunakan sebagai bukti di muka pengadilan. Dalam perkara perdata yang sedang berjalan, advokat hanya dapat menghubungi hakim apabila bersamasama dengan advokat pihak lawan, dan apabila ia menyampaikan surat, termasuk surat yang bersifat “ad informandum” maka hendaknya seketika itu tembusan dari surat tersebut wajib diserahkan atau dikirimkan pula kepada advokat pihak lawan. Dalam perkara pidana yang sedang berjalan, advokat hanya dapat menghubungi hakim apabila bersama-sama dengan jaksa penuntut umum. - 154 -



Advokat tidak dibenarkan mengajari dan/atau memengaruhi saksi-saksi yang diajukan oleh pihak lawan dalam perkara perdata atau oleh jaksa penuntut umum dalam perkara pidana. Apabila advokat mengetahui bahwa seseorang telah menunjuk advokat mengenai suatu perkara tertentu, maka hubungan dengan orang itu mengenai perkara tertentu tersebut hanya boleh dilakukan melalui advokat tersebut. Advokat



bebas



mengeluarkan



pernyataan-



pernyataan atau pendapat yang dikemukakan dalam sidang pengadilan dalam rangka pembelaan dalam suatu perkara yang menjadi tanggung jawabnya baik dalam sidang terbuka maupun dalam sidang tertutup yang dikemukakan secara proporsional dan tidak berkelebihan dan untuk itu memiliki imunitas hukum baik perdata maupun pidana. Advokat



mempunyai



kewajiban



untuk



memberikan



bantuan hukum secara cuma-cuma (pro bono) bagi orang yang



tidak



mampu.



Advokat



wajib



menyampaikan



pemberitahuan tentang putusan pengadilan mengenai perkara yang ia tangani kepada kliennya pada waktunya. Profesi advokat adalah profesi yang mulia dan terhormat (officium nobile), dan karenanya, selaku penegak hukum di pengadilan advokat sejajar dengan jaksa dan hakim, yang dalam melaksanakan profesinya berada di bawah perlindungan hukum, undang-undang, dan kode etik.



- 155 -



Pemasangan iklan semata-mata untuk menarik perhatian orang adalah dilarang termasuk pemasangan papan nama dengan ukuran dan/atau bentuk yang berlebih-lebihan. Kantor advokat atau cabangnya tidak dibenarkan diadakan di



suatu tempat



yang



dapat



merugikan kedudukan dan martabat advokat. Advokat tidak dibenarkan mengizinkan orang yang bukan advokat mencantumkan namanya sebagai advokat di papan nama kantor advokat atau mengizinkan orang yang bukan advokat tersebut untuk memperkenalkan dirinya sebagai advokat. Advokat tidak dibenarkan melalui media massa mencari publitas bagi dirinya dan/atau untuk menarik perhatian masyarakat mengenai tindakan-tindakannya sebagai advokat mengenai perkara yang sedang atau telah ditanganinya, kecuali apabila keterangan-keterangan yang ia berikan itu bertujuan untuk menegakkan prinsip-prinsip hukum yang wajib diperjuangkan oleh setiap advokat. Advokat



sebagai



profesi



yang



luhur



harus



menegakkan hukum dan peraturan kode etik, sehingga jika terjadi pelanggaran yang merugikan profesi atau klien harus mendapatkan



tindakan



berupa



sanksi



yang



tidak



menghilangkan hak untuk terus menjalankan profesinya. Di sinilah martabat seorang advokat tetap dihormati sementara sanksi adalah bentuk represi atas pelanggaran yang dilakukan. Satu wadah yang secara hukum diakui oleh semua organisasi advokat diperlukan bagi para pendukung - 156 -



dalam menjalankan profesi mereka sebagai penegak hukum. Wadah advokat tunggal ini berwenang untuk mengawasi advokat (Pramono, 2017). Advokat tidak dibenarkan menjamin perkara yang ditanganinya akan menang. Advokat harus menolak mengurus perkara yang menurut keyakinannya tidak ada dasar hukumnya. Advokat tidak dibenarkan melepaskan tugas yang dibebankan kepadanya pada saat yang tidak menguntungkan posisi klien. Advokat harus mengurus kepentingan bersama dari dua pihak atau lebih, harus mengundurkan diri apabila di kemudian hari timbul pertentangan



kepentingan



antara



pihak-pihak



yang



bersangkutan. Hak retensi advokat terhadap klien diakui sepanjang tidak akan merugikan kepentingan klien. Sedangkan



“menghormati



sistem



hukum”



pengacara akan mencakup tindakan yang tidak secara khusus termasuk dalam Aturan Model Perilaku Profesional atau undang-undang akan mengatur perilaku dengan rekan kerja dan personel administratif lainnya yang merupakan peserta aktif dalam holistik. sistem yang legal. Salah satu faktor yang disebutkan yang menggarisbawahi premis penghormatan umum, namun sangat penting bagi definisi profesionalisme



adalah



penanaman



kebiasaan



hidup



pribadi yang meningkatkan inti moral tanggung jawab terhadap profesi . Pengacara menerima tanggung jawab moral pribadi atas konsekuensi tindakan profesional mereka. Untuk - 157 -



memenuhi prinsip ini, perilaku pengacara membutuhkan fondasi yang konsisten, tidak punya konflik kepentingan, dan dapat digeneralisasikan. Jika pengacara melihat diri mereka sebagai pejabat pengadilan, mereka harus menerima kewajiban



yang



lebih



besar



untuk



mengejar



keadilanSebaliknya, pengacara perlu mempertimbangkan konsekuensi dari advokasi mereka terhadap latar belakang sosial yang realistis di mana tidak semua kepentingan terwakili secara memadai. Para pengacara tentu saja akan berbeda tentang bagaimana menimbang nilai-nilai yang menjadi isu. Dan dalam beberapa konteks, kebutuhan untuk aturan kategori dapat secara tepat membatasi kebijaksanaan masing-masing pengacara. Tetapi aturan semacam itu harus memenuhi prinsip-prinsip etika yang diterima secara umum, bukan hanya terbatas pada kekhawatiran yang berpusat pada klien yang mendasari kode etik pengacara. Seorang advokat yang tidak bekerja dengan ikhlas dan tidak mengikuti aturan perilaku dikatakan telah melanggar kode etik profesi ini. Agar perubahan ini masuk akal, panduan final menuntut akuntabilitas publik yang lebih besar untuk regulasi profesional. Bertindak di bawah kekuatan inheren mereka untuk mengatur praktik hukum, pengadilan telah menilai terlalu tinggi otonomi profesional dan telah terlalu banyak menyerahkan tanggung jawab pengawasan mereka kepada organisasi profesi advokat. Pengaduan pelanggaran kode



etik



bisa



diajukan



oleh



- 158 -



pihak-pihak



yang



berkepentingan dan merasa dirugikan yaitu klien, rekan sejawat, pejabat pemerintah, anggota masyarakat, dewan pimpinan pusat/cabang/daerah/dari organisasi profesi tempat teradu menjadi anggota. Dalam



hal



ini



Dewan



Kehormatan



Advokat



memberikan sanksi terhadap advokat yang dinyatakan melakukan pelanggaran etika profesi advokat berkaitan dengan perlindungan hukum bagi klien atau advokat lain yang dirugikan dan pemberian sanksi guna pembinaan advokat yang melanggar. Advokat sebagai profesi mulia harus menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan dan kode etik, sehingga apabila melakukan pelanggaran yang merugikan profesi atau klien harus mendapat tindakan berupa sanksi-sanksi yang dijatuhkan juga tidak menghilangkan haknya untuk tetap menjalankan profesi. Etika profesional juga dapat dinyatakan sebagai tugas yang harus diikuti oleh seorang advokat selama menjalankan profesinya. Ini adalah kewajiban moral dan kesopanan dasar yang harus diketahui oleh setiap orang di bidang ini. Tujuan mendasar dari etika hukum adalah untuk menjaga kehormatan dan martabat profesi hukum untuk memastikan semangat kerja sama yang ramah, kesepakatan yang terhormat dan adil dari nasihat terhadap kliennya, serta untuk mengamankan tanggung jawab para pengacara terhadap masyarakat. Ini akan mengikuti perspektif baru yang dibawa ke profesi sesuai dengan persyaratan dan harapan masyarakat. - 159 -



Martabat



profesi



akan



harus



dipertahankan



untuk



mempertahankan kepercayaan publik di dalamnya. Kode etik penting dalam mengembangkan standar perilaku yang lebih tinggi. Keberadaannya mengandung nilai edukatif, korektif, dan bernilai tinggi baik bagi para pengacara maupun masyarakat.



- 160 -



REFERENSI Boothe-Perry, Nicola A. 2012. “Standard Lawyer Behavior: Professionalism as an Essential Standard for ABA Accreditation”. 42 N.M. L. Rev. 33 at: http://commons.law.famu.edu/facultyresearch, diakses pada 30 Mei. IKADIN (Organisasi). 1996. Kode Etik dan KetentuanKetentuan tentang Dewan Kehormatan Advokat. Jakarta: Ketua Bidang Organisasi Dewan Pimpinan Pusat Ikadin (Indonesian Bar Association). Kojansow, R.R. 2017. “Penyelidikan dan Penyidikan Tindak Pidana oleh Advokat dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Lex Crimen, Vol. VI/No. 3/Mei/2017. MacFarlane, P. 2009. “The Importance of Ethics and the Aplication of Ethical Principles to the Legal Profession”. Journal of South Pacific Law. http://www.paclii.org/journals/fJSPL/vol06/ 8.shtml, diakses pada 27 Mei 2018. Pangaribuan, L. M.P. 2016. “Penegakan Etika bagi Advokat”. http://www.peradi.co/module/ uploads/2016/02/PENEGAKAN-ETIKABAGI-ADVOKAT1.pdf.



- 161 -



Pramono,



A. 2017. “Professional Ethics Advocates as Controlling Efforts in Performing Law Enforcement Functions as an Advocate”. Untag Law Review (ULREV) Volume (1) , May, pp 47–57. http://jurnal.untagsmg.ac.id/index.php/ulrev /article/view/522, diakses pada 27 Mei 2008.



Rhode, D. 2002. “Expanding the Role of Ethics in Legal Education and the Legal Profession”. Markkula Center for Applied Ethics. https://www. scu.edu/ethics/focusareas/more/resources/expanding-the-role-ofethics-in-legal-education/. Sidharta, B.A. 2015. “Etika dan Kode Etik Profesi Hukum”. Veritas et Justitia, 2015 - journal.unpar.ac.id Sylvine. 2016. “Professional Ethics in Law”. Ipleader: Inteligent legal solution. https://blog.ipleaders.in/, diakses pada 30 Mei. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat http://www.hukumonline. com/pusatdata/download/fl18367/node/1314 7, diakses pada 3 Mei 2017.



- 162 -



- 163 -



Bab 9 Organisasi Pengacara Indonesia Organisasi advokat adalah wadah profesi yang bebas dan mandiri dengan maksud dan tujuan untuk meningkatkan kualitas profesi advokat. Dasar pendirian organisasi advokat adalah Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat (UU Advokat). Namun untuk menuju ke undangundang ini memerlukan upaya panjang. Sejarah organisasi advokat di Indonesia bermula sejak profesi hukum diperkenalkan oleh penjajah Belanda di Indonesia. Pada zaman tersebut profesi hukum di Indonesia relatif lambat berkembang, yang ditunjukkan dengan tidak adanya advokat sampai pertengahan 1920-an. Kemudian jumlah pengacara di Indonesia meningkat menjadi hampir tiga ratus orang pada 1940, namun jumlah ini sangat kecil dibandingkan dengan jumlah populasi Indonesia sebanyak 60 juta waktu itu. Setelah kemerdekaan, banyak pengacara Indonesia menduduki posisi penting di pemerintahan. Bentuk dan paradigma organisasi advokat di Indonesia terus berubah, seiring dengan perkembangan politik, ekonomi, sosial, dan budaya (Nasution, 2012). Karena itu, perjalanan organisasi advokat Indonesia penuh dinamika. Pada masa sebelum dan awal kemerdekaan jumlah advokat Indonesia masih



- 164 -



sangat sedikit. Beberapa nama yang dikenal waktu itu, antara lain Mr. Besar Mertokusumo (advokat pertama Indonesia). Mertokusumo lahir di Brebes, Jawa Tengah pada 8 Juli 1894. Setelah lulus Europeesche Lagere School di Pekalongan pada 1909, dia melanjutkan ke Rechtschool di Batavia dan lulus pada 1915. Setelah beberapa tahun bekerja sebagai Ambtenaar Ter Beschikking di Landraad (pengadilan negeri) Pekalongan, dia menerima beasiswa ke Leiden, Belanda, untuk belajar hukum di Universitas Leiden dan lulus pada 1922. Pelopor pengacara lain adalah Mr. Suyudi, Mr. Sastromulyono, Mr. Ali Sastroamidjojo, Mr. Singgih, Mr. Mohammad Roem yang merupakan advokat pelopor di Pulau Jawa. Karena jumlahnya sangat sedikit mereka tidak membentuk



atau



tergabung



dalam



satu



organisasi



persatuan advokat, tetapi di kota-kota besar ada suatu perkumpulan yang dikenal dengan Balie Van Advocaten. Sekitar tahun 1959–1960 para advokat di Semarang mendirikan perkumpulan Balie Jawa Tengah dengan ketua Mr. Suyudi dan anggotanya, antara lain Mr. Kwo Swan Sik, Mr. Ko Tjay Sing, Mr. Abdul Majid, Mr. Tan Siang Hien, Mr. Tan Siang Sui, dan Mr. Tan Nie Tjong. Kemudian berdiri Balie Van Advocaten di Jakarta pada 14 Maret 1963, Bandung, Surabaya, dan Medan. Langkah gagasan dalam membentuk suatu wadah organisasi sudah dirintis sejak tahun 1959–1960 di Semarang yang dipelopori oleh para pengacara senior. - 165 -



Pada 1960-an, terdapat seruan beberapa advokat untuk menyusun undang-undang untuk mengatur profesi hukum. Sebuah rancangan undang-undang tentang profesi hukum pertama kali diajukan pada 1962, namun karena kurangnya dukungan, hal itu tidak disahkan pada saat itu (Crouch, 2011) Beberapa rancangan diajukan pada tahuntahun berikutnya, meskipun selalu mendapat perlawanan dari sebagian pengacara yang khawatir bahwa itu berarti akan ada campur tangan pemerintah, dan subordinasi profesi. Melissa Crouch mencatat bahwa hanya 250 sampai 300 anggota baru yang bergabung dengan profesi ini pada tahun 1960-an, dan pada saat itu sistem hukum dipahami sebagai bawahan otoritas politik sebelumnya. Meskipun pada



tahun



1970,



profesi



ini



mulai



mengalami



pertumbuhan. Dari tahun 1971 sampai 1984, terdapat 1.075 advokat baru terdaftar di Kementerian Kehakiman. Jumlah ini masih sangat kecil proporsinya bagi populasi, yang pada tahun 1980 adalah sebesar 147.490.298,51 jiwa. Sampai tahun 1998, profesi tersebut dipahami secara luas untuk dijinakkan oleh kontrol otoriter Presiden Rezim Orde Baru Soeharto (1966–1998). PERADIN didirikan pada tahun 1963 dengan tujuan menyatukan profesi hukum Indonesia dan sejak awal ditandai dengan komitmennya terhadap reformasi hukum, konstitusionalisme, dan kemandirian profesional. Hal ini juga sangat dipengaruhi oleh pengacara-pengacara yang



- 166 -



terkemuka, berani, dan terus terang termasuk pendirinya, Yap Thiam Hien, dan Adnan Buyung Nasution. Pada awal 1967, Soeharto mengeluarkan pernyataan di media yang mengakui legitimasi dan otoritas PERADIN. Adnan Buyung Nasution menggambarkan PERADIN pada saat itu sebagai “bergengsi dan kuat”. Menurut Lev, PERADIN menjadi terkenal karena kredibilitas politiknya yang “sempurna” karena berusaha menegakkan idealisme konstitusionalisme dan aturan hukum. Pendiri PERADIN adalah Yap Thiam Hien, seorang pengacara hak-hak sipil yang merupakan keturunan Tionghoa. Diawali dengan terbentuknya Persatuan Advokat Indonesia (PAI) tanggal 14 Maret 1963 di Jakarta bersamaan diselenggarakannya Seminar Hukum Nasional. Setahun kemudian, pada Kongres I Musyawarah Advokat Indonesia pada 30 Agustus 1964 di Solo, PAI dileburkan menjadi Persatuan Advokat Indonesia (PERADIN). Meskipun jauh sebelum terbentuknya PERADIN, yaitu sejak tahun 1920-an, di beberapa daerah telah berdiri pula organisasi advokat. Kemudian pada Kongres Advokat tanggal 30 Agustus 1964, secara aklamasi (pernyataan lisan dari seluruh anggota rapat, tanpa voting) diresmikanlah wadah advokat pertama yang diberi nama Persatuan Advokat Indonesia (PERADIN) sebagai pengganti PAI, di Solo. Di bawah kepemimpinan Presiden Soekarno (1945– 1965),



pemerintah



mendukung



kalangan



profesional



sebagai fondasi penting sistem hukum, termasuk gagasan - 167 -



konstitusionalisme dan proses hukum yang tidak memihak dan otonom. Setelah masa Demokrasi Terpimpin (1957– 1966) terjadi masa sulit karena secara profesional, politis, dan ideologis dibatasi oleh pemerintah Orde Baru, dan profesinya secara keseluruhan menjadi lumpuh dan mandek. Suasana ini memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kemampuan profesi hukum untuk menarik anggota baru. Meski jumlahnya kecil, profesi selalu punya anggota beberapa cause lawyer 38 , pengacara pejuang yang berusaha



menentang



ketidakadilan



negara



dan



menanamkan rasa integritas dan etika yang lebih besar dalam profesi hukum. Orde Baru Salah seorang yang mendukung penggulingan Soekarno adalah Adnun Buyung Nasution, namun kemudian bentrok dengan Soeharto dan meninggalkan jabatan di kantor Kejaksaan Agung yang baru saja dia dapatkan kembali dengan perubahan pemerintahan. Mengejar sebuah gagasan yang diilhami sejak tinggal di Australia sebelumnya, dia memutuskan untuk menerapkan sebuah rencana untuk



Cause lawyer, juga dikenal sebagai pengacara pejuang, pembela kepentingan umum atau pengacara sosial, mereka mengabdikan diri untuk penggunaan hukum untuk mempromosikan perubahan sosial. Mereka mempraktikkan “lawyering for the good” atau menggunakan undang-undang untuk memberdayakan anggota lapisan masyarakat yang lebih lemah. 38



- 168 -



mempromosikan bantuan hukum dan hak asasi manusia di Indonesia. Kemudian dalam perkembangannya, berselang dua tahun PERADIN mendapat perhatian positif pemerintah Orde Baru yang baru saja menggantikan kekuasaan pemerintahan Orde Lama. Berdasarkan Surat Pernyataan Bersama



Menteri



Panglima



Angkatan



Darat



selaku



Panglima Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib) menunjuk PERADIN sebagai pembela tokoh-tokoh pelaku G30S/PKI. Surat ini dikeluarkan tanggal 3 Mei 1966, dalam surat ini PERADIN dinyatakan sebagai satu-satunya wadah bagi profesi advokat Indonesia saat itu. Pada perkembangannya, hubungan baik antara PERADIN dan pemerintahan Orde Baru mulai surut ketika tahun 1970-an PERADIN mensponsori berdirinya Lembaga Bantuan



Hukum



(LBH).



Adnan



Buyung



Nasution



mendapatkan dukungan dari dalam dan luar pemerintah untuk merencanakannya, dan pada tahun 1970 dia menggalang LBH dengan PERADIN. Walaupun



jumlahnya



sedikit,



kebanyakan



anggotanya tergolong pengacara pejuang yang berusaha menentang praktik negara yang tidak adil dan menanamkan rasa etika dan integritas yang lebih besar dalam profesi hukum.



Di lain pihak, sejak awal PERADIN memang



mengembangkan diri ke arah suatu idealisme hukum, yang tidak hanya sekedar advokatuur tetapi juga mempunyai - 169 -



tekad



mewujudkan



pemisahaan



suatu



kekuasaan,



negara



peradilan



hukum



dengan



independen,



dan



supremasi hukum atau rule of law. Lembaga Bantuan Hukum dianggap menjadi titik tolak reformasi hukum dan politik di kalangan akademisi AS, dan kemudian menjadi manifestasi gerakan hak asasi manusia di Indonesia. Nasution merekrut pengacara muda idealis, mengembangkan kantor, dan mulai mengalami lebih



banyak



gesekan



dengan



pemerintah.



Karena



pemerintah menjadi lebih represif, Nasution memutuskan untuk mencoba memperluas wilayah lain di Indonesia dan untuk tujuan tersebut mengundang tokoh asing, termasuk Daniel Lev dan Paul Modito (yang telah pindah ke Belanda), untuk



memberikan



ceramah



tentang



peraturan



perundangan dan demokrasi. Pada awal era Orde Baru ada kesadaran untuk meningkatkan kemampuan dan semangat advokat dengan mengadakan pelatihan dan berbagai lokakarya untuk membangun



seluruh



kelas



profesional



junior



yang



diharapkan bisa menggantikan pengacara yang telah dilumpuhkan oleh Soekarno. Pusat Hukum Internasional, International Law Center (ILC) yang disponsori oleh Ford Foundation secara signifikan terlibat dalam perkembangan pengacara di Indonesia pada tahun 1970-an. Salah satu programnya adalah mengirimkan individu ke Indonesia (dan tempat lain) melalui program kerja sama yang



- 170 -



menempatkan pengacara muda Amerika Serikat di negara berkembang (Dezalay & Garth, 2008). Robert Hornick, yang kemudian memimpin Coudert Brothers dan menjadi ahli utama AS dalam hukum Indonesia, dikirim untuk bekerja dengan Profesor Mochtar Kusamaatmadja yang sempat memperoleh pendidikan hukum di Yale, Harvard, dan University of Chicago. Profesor Kusamaatmadja adalah seorang yang menonjol dalam reformasi hukum pada waktu itu, wali amanat ILC. Ia menyelenggarakan sebuah lokakarya ILC tentang Sistem Hukum



Indonesia



pada



tahun



1973.



Profesor



Kusamaatmadja kemudian melanjutkan kariernya sebagai Menteri Kehakiman dan Menteri Luar Negeri di bawah Soeharto. Banyak rekan ILC dikirim untuk mencoba meningkatkan pengajaran hukum di Indonesia. Dalam kasus ini, Ford Foundation menekankan pada pelatihan pengacara yang berkomitmen terhadap keadilan sosial. Kemudian, puncaknya ketika pada Kongres V tahun 1977 di Yogyakarta ditegaskan kembali bahwa PERADIN bukan organisasi profesi konvensional, tetapi organisasi perjuangan di bidang hukum. Pandangan PERADIN yang lugas dan tegas sebagaimana tertulis dalam lambang PERADIN dengan motto “Fiat Justitia Ruat Coelum” artinya “demi



keadilan



sekalipun



langit



runtuh”,



telah



menimbulkan kehawatiran penguasa Orde Baru, maka status PERADIN sebagai satu-satunya wadah advokat



- 171 -



mulai dilemahkan. Berbagai organisasi baru profesi advokat bermunculan sebagai tandingan. Ternyata melalui pemilihan one man one vote, Haryono Tjitrosubono terpilih sebagai Ketua Umum IKADIN yang pertama. Selanjutnya, sebesar 90% pengurus IKADIN kala itu adalah mantan pengurus PERADIN. Dan calon yang dijagokan oleh pemerintah tidak berhasil menjadi Ketua Umum PERADIN. Dimulailah era wadah tunggal sejak tahun 1985 yang tetap mendapatkan gangguan dari penguasa waktu itu. Rapat Kerja IKADIN di Hotel Sahid tahun 1988 tidak memperoleh izin. Munas IKADIN yang pertama di Hotel Horizon, Ancol, Jakarta untuk memilih Ketua Umum periode 1990–1995 berakhir ricuh karena para peserta terbelah dua antara pemilihan secara perwakilan DPC atau one man one vote. Ismail Saleh selaku Menteri Kehakiman waktu itu membuka Munas IKADIN dengan menyarankan pemilihan secara one man one vote—padahal waktu itu cabang (DPC) sudah berdiri, dan menurut tradisi PERADIN pemilihan ketua umum memang dilakukan melalui pemungutan suara dari perwakilan cabang



seluruh



Indonesia. Karena perbedaan tajam itu, berdirilah Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) yang langsung diakui oleh pemerintah Orde Baru. Meskipun ada upaya pemerintah untuk mengendalikan pengacara melalui asosiasi semacam itu, Lev mencatat bahwa kurangnya pengaruh pemerintah atas para pengacara di bawah Orde Baru sangat luar biasa. - 172 -



PERADIN, lebih dari organisasi bar lainnya, memiliki pengaruh besar terhadap profesi hukum dalam tahap awal formasi dan konsolidasi di Indonesia (Crouch, 2011). Sedikit kilas balik sebelum IKADIN terbentuk pada 1985, PERADIN menyelenggarakan Kongres PERADIN II yang diadakan di Jakarta, dan dalam kongres tersebut terpilih Sukardjo, S.H. sebagai Ketua Umum. Selanjutnya Kongres PERADIN III juga diadakan di Jakarta pada tanggal 18–20 Agustus 1969. Dalam kongres tersebut telah diambil keputusan antara lain memilih DPP PERADIN periode 1969–1973 dan terpilih Lukman Wiriadinata, S.H. (Ketua Umum). Dalam masa periode DPP ini pulalah dibentuk Lembaga Bantuan Hukum (LBH) di Jakarta di mana lembaga ini menciptakan proyek kerja sama yang harmonis antara PERADIN dan Pemerintah. Setelah beberapa tahun, baik Soeharto maupun para ekonom



lulusan Berkeley



banyak



undang-undang.



dilaporkan menghambat



bahwa



hukum



perubahan



bersedia menginvestasikan Pendapat adalah yang



para



teknokrat



“kendala”



diperlukan



yang untuk



pembangunan ekonomi. Rupanya Soeharto tidak merasa perlu melakukan investasi hukum untuk melegitimasi rezim antikomunisnya. Tahun 1980-an, Pemerintah meleburkan PERADIN dan organisasi-organisasi advokat lainnya ke dalam wadah tunggal yang dikontrol oleh Pemerintah. (1) PUSBADHI (Pusat Bantuan dan Pengabdian Hukum); (2) FOSKO - 173 -



Advokat (Forum Studi dan Komunikasi Advokat); (3) HPHI (Himpunan Penasehat Hukum Indonesia); (4) BHH (Bina Bantuan Hukum); (5) PERNAJA, (6) LBH Kosgoro. Para pendiri PERADIN prihatin melihat kondisi profesi advokat Indonesia. Organisasi advokat Indonesia akan bersatu dalam wadah tunggal jika kembali ke “Khittah Advokat Indonesia 1964” dengan semangat Persatuan Advokat Indonesia (PERADIN), “Fiat Justitia Ruat Coelum”, dengan mekanisme dan sistem “keorganisasiannya” yang menjunjung tinggi demokrasi, dan mengamalkan “Ikrar PERADIN” secara murni dan konsekuen. Dalam Kongres PERADIN di Bandung pada 1981, Ketua Mahkamah Agung Mudjono, Menteri Kehakiman Ali Said, dan Jaksa Agung Ismail Saleh sepakat untuk mengusulkan pembentukan Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN) sebagai wadah tunggal advokat. Selanjutnya pada tanggal 10 November 1985, setelah melalui negosiasi yang panjang, PERADIN akhirnya setuju dengan usulan pembentukan IKADIN dengan konsesi bahwa Harjono Tjitrosoebono dari PERADIN akan ketua pertama IKADIN. Seluruh anggota IKADIN berikrar bahwa IKADIN adalah wadah tunggal profesi advokat. Memang Ikadin yang dibentuk dan didirikan pada 10 November 1985 melalui musyawarah nasional advokat Indonesia yang diprakarsai oleh Menteri Kehakiman Ali Said waktu itu dimaksudkan untuk menjadi wadah tunggal advokat Indonesia. Tetapi, kenyataannya sampai sekarang - 174 -



masih ada organisasi advokat di luar Ikadin, belum semua advokat bergabung dalam Ikadin (Winarta & Rosari, 2009). Ketua



Umum



PERADIN



kala



itu adalah Haryono



Tjitrosubono yang kemudian terpilih menjadi Ketua Umum pertama Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN) pada tanggal 10 November 1985. Banyak para pengurus DPP PERADIN yang tidak setuju dengan ide wadah tunggal organisasi advokat, antara lain: Suardi Tasrif, Haryono Tjitrosubono, Soekardjo Adidjojo, Adnan Buyung Nasution, Yap Thiam Hien, Nari Razak, Jerry Abubakar, dan lain-lain. Namun akhirnya, di bawah tekanan politik, para anggota PERADIN setuju bergabung dengan ide wadah tunggal organisasi advokat yang kemudian dinamakan IKADIN. Pada awalnya hanya Adnan Buyung Nasution dan Yap Thiam Hien yang bersikeras menolak untuk bergabung. Tetapi setelah dibujuk oleh para koleganya, akhirnya mereka setuju bergabung dengan tujuan agar wadah tunggal organisasi advokat ini tetap dapat dijalankan oleh mantan pengurus DPP PERADIN. Melihat gejala hubungan yang tidak harmonis dengan pemerintah Orba, beberapa anggota PERADIN yang menikmati kemapanan material sejak rezim Orba mengundurkan diri dan membentuk Himpunan Penasehat Hukum Indonesia (HPHI). Langkah itu diambil sematamata karena mereka tidak setuju dengan penajaman visi dan misi PERADIN yang semakin mengukuhkan diri sebagai - 175 -



organisasi yang memiliki komitmen terhadap demokrasi dan rule of law (Amr, 2005). Di sinilah awal pudarnya dukungan total Pemerintah kepada PERADIN. Pada waktu itu terdapat upaya mengorganisasi profesi hukum ke dalam sebuah asosiasi pengacara bersatu pada masa Orde Baru. Gejala berpalingnya Pemerintah dari PERADIN diungkapkan dengan adanya izin Pemerintah atas



pembentukan



LPPH



(Lembaga



Pelayanan



dan



Penyuluhan Hukum) yang dipimpin oleh Albert Hasibuan. Organisasi LPPH berafiliasi dengan Golongan Karya, partai yang berkuasa saat itu, dan juga ditengarai dimaksudkan semata untuk menandingi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) yang dibentuk oleh PERADIN sebelumnya. Pemerintah memutuskan untuk melarang perluasan tersebut dan pada bulan Januari 1974, setelah demonstrasi mahasiswa melawan Soeharto, Adnan Buyung Nasution ditangkap. Ketika ia keluar, ia berhasil membangun kembali Lembaga Bantuan Hukum dan, dengan dukungan aktif asosiasi pengacara lokal, memperluas program ini hingga pada akhirnya memiliki 18 kantor di seluruh Indonesia. Pemerintah memberikan izin pendirian Ikatan Penasehat Hukum Indonesia (IPHI) sebagai wadah bagi para pengacara praktik pada tahun 1987. IPHI didirikan di Surabaya dan diketuai oleh Abdul Azis Muhammad Bahlmar. Pendirian IPHI didasarkan pada dikotomi antara advokat dan pengacara praktik. Keberadaan IKADIN - 176 -



dianggap hanya memberikan wadah bagi advokat dan tidak mengakomodasi para pengacara praktik. Dalam Kongres IKADIN yang pertama pada 1988, Harjono kembali menduduki posisi sebagai Ketua Umum. Ini menandakan kegagalan Pemerintah untuk menempatkan orang yang dapat mengendalikan para advokat melalui IKADIN. Dengan bergabungnya anggota-anggotanya ke dalam IKADIN, tidak berarti PERADIN telah bubar. PERADIN hanya masuk ke dalam kondisi demisioner karena ditinggalkan oleh anggotanya yang masuk ke IKADIN. Sementara itu, beberapa konsultan hukum mendirikan Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI) dengan tujuan



mempertegas



perbedaan



karakteristik



antara



konsultan hukum dan profesi hukum lainnya (Lubis, 2014). Pada 4 April 1989, sejumlah konsultan hukum, advokat, penasihat hukum, dan pengacara praktik mendirikan Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM). Perlu diketahui bahwa sebelum UU Advokat lahir pada 2003, telah diawali dengan bergabungnya tujuh organisasi profesi advokat Indonesia, yaitu Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN), Asosiasi Advokat Indonesia (AAI), Ikatan Penasehat Hukum Indonesia (IPHI), Himpunan Advokat/Pengacara Indonesia (HAPI), Serikat Pengacara Indonesia (SPI), Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI), Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM) dalam satu wadah Komite Kerja Advokat Indonesia (KKAI). Sebelum ketujuh organisasi profesi - 177 -



tersebut mendirikan KKAI, sebelumnya telah terbentuk Forum Advokat Indonesia (FAI) yang anggotanya pertama kali terdiri atas IKADIN, IPHI, dan AAI. Era Reformasi Era reformasi di Indonesia ditandai dengan turunnya Presiden Soeharto dari jabatannya pada Mei 1998. Peristiwa ini memicu munculnya era baru dalam sejarah Indonesia. Era ini dipandang sebagai awal periode demokrasi dengan perpolitikan yang terbuka dan liberal. Dalam era baru ini, otonomi yang luas kemudian diberikan kepada daerah dan tidak lagi dikuasai sepenuhnya oleh Pemerintah Pusat (desentralisasi). Dasar dari transisi ini dirumuskan dalam UU yang disetujui oleh parlemen dan disahkan oleh Presiden Indonesia pada tahun 1999 yang menyerukan transfer kekuasaan pemerintahan dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah. Desember 2000 pengurus PERADIN cabang Jakarta memasang iklan di majalah mingguan Tempo yang



meminta



para



anggota



PERADIN



melakukan



pendaftaran ulang. Pada 11 Februari 2002, IKADIN, AAI, IPHI, HAPI, SPI, AKHI, dan HKHPM membentuk Komite Kerja Advokat Indonesia (KKAI) menggantikan FKAI, dalam rangka menyongsong satu organisasi advokat Indonesia. Semangat pembentukan KKAI juga dilandasi keinginan untuk merebut



pelaksanaan



ujian



pengacara



praktik



dari



pengadilan tinggi. Koordinator FKAI dan KKAI awal - 178 -



dipegang oleh Ketua Umum IKADIN, Soedjono. Seiring terpilihnya Otto Hasibuan sebagai Ketua Umum IKADIN, ia kemudian menggantikan Soedjono di tengah periode KKAI jilid satu. Sekelompok sarjana syariah mendirikan Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia (APSI) pada 18 Februari 2003. Selanjutnya pada 23 Mei 2003 KKAI memprakarsai dan merampungkan Kode Etik Advokat Indonesia sebagai satusatunya peraturan kode etik yang diberlakukan dan berlaku di Indonesia, bagi mereka yang menjalankan profesi advokat. Pada 5 April 2003 Pemerintah mengundangkan UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat. UU Advokat mengamanatkan advokat Indonesia untuk membentuk wadah tunggal organisasi advokat. Tanggal 16 Juni 2003 adalah tanggal diakhirinya KKAI jilid satu, sekaligus menandakan dimulainya KKAI jilid dua di mana APSI turut serta di dalamnya. KKAI jilid dua mempunyai tiga misi yang harus diselesaikan. Ketiga misi tersebut adalah mempersiapkan



pembentukan



organisasi



advokat,



mempersiapkan tim sertifikasi, dan menyelenggarakan pendaftaran dan verifikasi. Dengan lahirnya undang-undang tersebut pula advokat diberikan kebebasan untuk melakukan improvisasi profesi



maupun



hukum,



seperti



berhak



melakukan



pengadaan serta pengangkatan advokat yang dilakukan oleh organisasi profesi advokat yang dibentuk sesuai - 179 -



dengan ketentuan dalam undang-undang tersebut. Sesuai dengan amanah Undang-Undang No. 18 Tahun 2003, beberapa organisasi advokat yang ada di Indonesia disatukan



dalam



satu



payung



organisasi,



yakni



Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI). Juni



2003



sampai



Maret



2004



dilaksanakan



pendaftaran ulang seluruh advokat di Indonesia yang menghasilkan Kartu Tanda Pengenal Advokat (KTPA). Kurang lebih 15 ribu advokat/pengacara praktik ikut serta dalam proses yang dilaksanakan oleh KKAI ini. Akhir 2004, tepatnya 21 Desember 2004 dideklarasikan pendirian Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI). PERADI didirikan tanpa Anggaran Dasar. Eksistensi delapan organisasi advokat yang ada sebelumnya tetap dipertahankan. Otto Hasibuan, melalui konsensus di antara delapan ketua umum organisasi, diangkat sebagai Ketua PERADI pertama. Penunjukan Otto sebagai Ketua Umum PERADI juga sempat diwarnai debat alot karena Ketua Umum IPHI Indra Sahnun Lubis awalnya menentang mekanisme penunjukan yang hanya berdasarkan konsensus, bukan suara terbanyak. Akhirnya PERADI diluncurkan secara resmi pada 7 April 2005. Karena proses terbentuknya PERADI dianggap kurang demokratis, inkonstitusional, dan tidak mewakili - 180 -



seluruh advokat, karena hanya didirikan oleh beberapa orang yang mengklaim mewakili organisasinya masingmasing, maka pada 30 Mei 2008 para advokat sepakat menyelenggarakan



Munas



di



Jakarta.



Langkah



ini



merupakan bentuk pelaksanaan amanat UU No. 18 Tahun 2003 tentang



Advokat.



Alhasil,



terbentuklah Kongres



Advokat Indonesia (KAI). Belakangan, PERADIN juga aktif kembali sebagai organisasi advokat. Kongres Advokat Indonesia (KAI) pertama kali menyelenggarakan Agustus 2008 dan



Ujian ujian



Calon



kedua



Advokat



pada November



pada 2008.



Berkaitan dengan hal tersebut, KAI telah mengirim surat permohonan kepada Ketua Pengadilan Tinggi di seluruh Indonesia untuk berkenan mengambil sumpah Calon Advokat KAI sebagaimana yang diamanatkan oleh UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Namun surat dari KAI tersebut tidak mendapatkan tanggapan, bahkan Mahkamah Agung Republik Indonesia justru mengimbau kepada Ketua Pengadilan Tinggi di seluruh Indonesia untuk tidak mengambil sumpah para Calon Advokat baik dari PERADI,



KAI,



maupun



PERADIN



sebelum



ketiga



organisasi advokat tersebut bersatu dalam wadah tunggal sebagaimana amanat UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Hal tersebut sebagaimana Surat Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 052/KMA/V/2009, tertanggal 1 Mei 2009, di mana dalam Surat Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia tersebut, Mahkamah - 181 -



Agung juga menyatakan tidak turut campur dalam urusan intern organisasi advokat. Hal ini tentu saja melanggar amanat UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, juga bertentangan dengan isi Surat Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 052/KMA/V/2009 itu sendiri. Karena jika Mahkamah Agung Republik Indonesia tidak turut campur dalam urusan intern Organisasi Advokat, seharusnya Mahkamah Agung



Republik



Indonesia



tidak



melarang



Ketua



Pengadilan Tinggi di seluruh Indonesia untuk mengambil sumpah Calon Advokat, meskipun para Calon Advokat tersebut tidak bisa dihalangi untuk beracara di Pengadilan, karena pada kenyataannya para Calon Advokat tersebut sering



mengalami



kendala



pada



saat



menjalankan



profesinya selaku aparat penegak hukum. Pada tahun 2013, Komite Legislatif badan legislatif nasional, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), bekerja pada amandemen



Undang-Undang



Advokasi



dan



mempertimbangkan masalah yang sangat menjengkelkan tentang apakah harus menguji kembali kebijakan satu bar asosiasi. PERADI telah menyampaikan bahwa setiap revisi harus secara khusus mengidentifikasi itu sebagai satusatunya asosiasi pengacara, tetapi KAI telah bersikeras bahwa persyaratan untuk satu asosiasi dihapus dan bahwa baik PERADI dan KAI terdaftar sebagai asosiasi pengacara yang sah. Para komentator lain hanya berharap, agak optimis, bahwa RUU yang baru itu akhirnya akan - 182 -



mengakhiri perseteruan berkelanjutan dan bahwa profesi yang disatukan dan diatur dengan benar, mungkin diciptakan untuk pertama kalinya dalam sejarah Indonesia. Jika ini terjadi, itu pasti akan menjadi pembalikan yang penting dari pola-pola perpecahan dan perselisihan yang mapan



di



mana



para



pengacara



terkemuka



telah



memainkan bagian-bagian penting di kedua sisi argumen. Perlu bahu-membahu Sifat asosiasi pengacara yang terfragmentasi di Indonesia terbukti dalam perpecahan IKADIN pada tahun 1991. Beberapa pengacaranya kemudian mendirikan organisasi lain, seperti Asosiasi Advokat Indonesia (AAI). Lev meringkas pembagian dalam advokasi dan hubungannya dengan pemerintah Orde Baru dengan cara berikut: ketidakmampuan advokasi untuk berorganisasi secara efektif dan mendisiplinkan anggotanya sebagian karena kurangnya kepentingan pemerintah dalam mengatur profesinya. Departemen Kehakiman hanya melakukan sedikit pendataan, dan dari siapa biaya tidak resmi diekstraksi dalam prosesnya, karena kode prosedural tidak menghalangi orang lain untuk berlatih, hal itu tidak menjadi masalah apakah pengacara terdaftar atau tidak. Banyak keluhan dari para advokat muda bahwa perkara kode etik yang mereka laporkan kepada organisasi tidak diperiksa atau diputus, maka tidak aneh korupsi yudisial menjadi marak dan menjatuhkan martabat dan - 183 -



kehormatan profesi advokat. Klaim officium nobile banyak dislogankan dan diucapkan tanpa dipahami artinya secara mendalam. Bagaimana para pengurus organisasi advokat mengklaim profesinya officium nobile atau profesi mulia padahal sehari-hari terlibat dalam praktik memberikan suap dan



sogok,



menghilangkan bukti,



mengubah



bukti,



memalsukan dokumen, bertemu hakim secara sepihak, memberikan janji atau gratifikasi, menjanjikan promosi, menyalahgunakan fasilitas umum (semua itu masuk kategori Korupsi Yudisial menurut International Bar Association). Kalau sekarang PERADI pecah menjadi tiga maka dapat dipastikan akan ada pecahan-pecahan lagi jika orientasi berorganisasi dengan prinsip kepentingan dan komersial masih dijadikan misi utama organisasi. Tidak ada cara



lain



lagi,



sekarang



organisasi



advokat



harus



menjalankan prinsip “good governance” dan bersaing secara sehat dalam sistem multi-bar association. DPR harus cepat mengesahkan RUU Advokat dengan sistem multi-bar association karena dengan persaingan bebas nantinya yang diuntungkan adalah pencari keadilan (justitiabelen) dan masyarakat—karena akan memperoleh pelayanan hukum secara



profesional,



jujur,



bersih,



mengedepankan



kepentingan klien, ahli, dan memahami hukum dan fungsinya sebagai advokat dengan baik dan luas. Melihat perkembangannya, kita sulit mempunyai satu wadah organisasi advokat. Di pihak lain, keragaman ini - 184 -



akan memicu persaingan sehat yang akan menempa para advokat



tangguh,



mengutamakan



profesional,



pelayanan



bersih,



publik.



jujur



Semua



ini



yang akan



berpulang kepada para pengacara, yang akan membawa arah perjuangan mereka. Pemerintah telah melaksanakan kewenangannya secara proporsional, saat ini seorang advokat sudah diberi status hukum sebagai penegak hukum oleh undang-undang, sejajar dengan hakim, jaksa, polisi. Para pengacara perlu bahu-membahu dalam melaksanakan tugas pengabdiannya selaku penegak hukum, dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia mewujudkan negara hukum yang modern dan demokratis.



- 185 -



REFERENSI Amr. 2005. “Hari ini, Kamis 7 April 2015, hanya berselang dua hari dari hari jadi UU Advokat yang kedua, advokat Indonesia akan mendeklarasikan secara resmi berdirinya Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi)”. Hukum Online retrieved from http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol12 597/deklarasi-peradi-pendakian-menuju-satuwadah. Arinanto, S. 2001. “Transparansi Birokrasi, Partisipasi Rakyat & Peran Kontrol Lembaga Hukum”. Hukum dan Pembangunan. http://www.jhp.ui.ac.id/index. php/home/article/viewFile/1417/13372001, diakses pada 26 Juni 2018. Crouch, M. 2011. “Cause Lawyers, Legal Profession and the Courts in Indonesia: the Bar Association Controvercy”. LawASIA Journal, 63–86. https://www.academia. edu/1993919/Cause_Lawyers_the_Legal_Professio n_and_the_Courts_in_Indonesia_The_Bar_Associati on_Controversy. Dezalay, Yves M. & Bryant Garth. 2008. “Law, Class, and Imperialism”. Available at SSRN: https://ssrn.com/ abstract=1092161 or http://dx.doi.org/10.2139/ssrn .1092161. Lindsey, T. & M Crouch. 2014. “Cause Lawyers in Indonesia: A House divide”. Wisconsin International Law Journal, Vol. 31, No. 3. https://hosted.law.wisc.edu/ wordpress/wilj/files/2015/01/LindseyCrouch_final.pdf. Lubis, A. 2014. “Peran Advokat dalam Penegakan Hukum di Organisasi Asosiasi Advokat Indonesia Cabang - 186 -



Medan”. Jurnal Ilmu Pemerintahan dan Sosial Politik, 2 (2): 176–192. Nasution, H. 2012. “Mewujudkan Organisasi Advokat yang Mandiri dan Profesional”. Retrieved from https://pustakalegal.wordpress.com/materi/organ isasi-advokat/. Persatuan Advokat Indonesia. 2018. “Sejarah PERADIN”. http://www.peradin.or.id/index.php?option=com _content&view=article&id=48%3Asejarahperadin& catid=36%3Atentang-peradin&lang=in, diakses pada 19 Juni 2018. Somomoeljono, S. 2016. “Pelurusan Sejarah Organisasi Advokat Secara Konstitusional”. Retrieved from https://www.kompasiana.com/suhardis/56f3d13a 0123bda9159494b9/pelurusan-sejarah-organisasiadvokat-secara-konstitusional. Tobing, L. 2011. “Organisasi Advokat Menurut UU Advokat: PERADI”. Retrieved from https://www.kompasiana.com/leo.tobing/organis asi-advokat-menurut-uu-advokatperadi_550abbb8813311f017b1e15b. Winarta, F. H. & A. S. B. L. Rosari. 2009. Suara rakyat hukum tertinggi. Jakarta: Buku Kompas. Winarta, F. 2018. “Quo Vadis Wadah Tunggal Advokat”. http://www.franswinarta.com/news/quo-vadiswadah-tunggal-advokat/.



- 187 -