7 0 2 MB
COVER
PEMERIKSAAN DASAR FISIOTERAPI
UU No 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta Fungsi dan sifat hak cipta Pasal 4 Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a merupakan hak eksklusif yang terdiri atas hak moral dan hak ekonomi. Pembatasan Pelindungan Pasal 26 Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, Pasal 24, dan Pasal 25 tidak berlaku terhadap: i Penggunaan kutipan singkat Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait untuk pelaporan peristiwa aktual yang ditujukan hanya untuk keperluan penyediaan informasi aktual; ii Penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait hanya untuk kepentingan penelitian ilmu pengetahuan; iii Penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait hanya untuk keperluan pengajaran, kecuali pertunjukan dan Fonogram yang telah dilakukan Pengumuman sebagai bahan ajar; dan iv Penggunaan untuk kepentingan pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan yang memungkinkan suatu Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait dapat digunakan tanpa izin Pelaku Pertunjukan, Produser Fonogram, atau Lembaga Penyiaran. Sanksi Pelanggaran Pasal 113 1. Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah). 2. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
PEMERIKSAAN DASAR FISIOTERAPI Yelva Febriani, SST.FT, M.Kes Riri Segita, S.Ft, M.KM Siti Munawarah, SST.FT, M.KM Reza Olyverdi, S.Ft, M. Kes Rindu Febriyeni Utami, S.Ft, M.KM Irhas Syah, SKM, M. Fis Annisa Adenikheir, S. Fis, M. Kes Erit Rovendra, SKM, M.KM
Penerbit
CV. MEDIA SAINS INDONESIA Melong Asih Regency B40 - Cijerah Kota Bandung - Jawa Barat www.penerbit.medsan.co.id
Anggota IKAPI No. 370/JBA/2020
PEMERIKSAAN DASAR FISIOTERAPI Yelva Febriani, SST.FT, M.Kes Riri Segita, S.Ft, M.KM Siti Munawarah, SST.FT, M.KM Reza Olyverdi, S.Ft, M. Kes Rindu Febriyeni Utami, S.Ft, M.KM Irhas Syah, SKM, M. Fis Annisa Adenikheir, S. Fis, M. Kes Erit Rovendra, SKM, M.KM Editor: Rintho R. Rerung Tata Letak: Harini Fajar Ningrum Desain Cover: Rintho R. Rerung Ukuran: A5 Unesco: 15,5 x 23 cm Halaman: v, 195 ISBN: 978-623-6290-89-7 Terbit Pada: Juli, 2021
Hak Cipta 2021 @ Media Sains Indonesia dan Penulis Hak cipta dilindungi Undang-Undang. Dilarang keras menerjemahkan, memfotokopi, atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit atau Penulis. PENERBIT MEDIA SAINS INDONESIA (CV. MEDIA SAINS INDONESIA) Melong Asih Regency B40 - Cijerah Kota Bandung - Jawa Barat www.penerbit.medsan.co.id
KATA PENGANTAR
Segala Puji dan Syukur kami panjatkan selalu kepada Tuhan Yang Maha Esa atas Rahmat, Taufiq, dan Hidayah yang sudah diberikan sehingga kami bisa menyelesaikan buku ini yang berjudul “Pemeriksaan Dasar Fisioterapi” dengan tepat waktu. Tujuan dari penulisan buku ini tidak lain adalah untuk membantu para mahasiswa di dalam memahami seperti pemeriksaan umum fisioterapi, pemeriksaan nyeri, pemeriksaan fungsi gerak dasar,pemeriksaan kekuatan otot, pemeriksaan fungsional, pemeriksaan postur tubuh, pemeriksaan antropometri dan pemeriksaan sensomototrik. Selanjutnya, ucapan terima kasih kami ucapkan kepada semua pihak yang membantu terselesaikannya buku ini, yang telah membantu memberikan wawasan dan bimbingan kepada kami sebelum maupun ketika menulis buku ini. Semoga buku ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua. Tentunya masih banyak kekurangan dalam penyusunan buku ini, oleh karena itu saran dan masukan selalu kami harapkan, agar kedepannya kami bisa lebih baik lagi di dalam menulis sebuah buku.
Bukittinggi, 8 April 2021 Tim Penulis
i
ii
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ......................................................... i DAFTAR ISI .................................................................. iii BAB 1 Proses Fisioterapi dan Pemeriksaan Umum ......... 1 A. Anamnesis ....................................................... 1 B. Pemeriksaan Fisik ........................................... 4 C. Tanda-Tanda Vital (TTV) ................................ 11 D. Inspeksi ......................................................... 18 E. Palpasi........................................................... 19 F. Auskultasi ..................................................... 19 G. Perkusi .......................................................... 19 BAB 2 Pemeriksaan Nyeri ............................................ 23 A. Pengertian Nyeri ............................................ 23 B. Faktor yang Mempengaruhi Nyeri .................. 24 C. Klasifikasi Nyeri ............................................. 26 D. Fisiologi Nyeri ................................................ 29 E. Transmisi Nyeri ............................................. 35 F. Patofisiologi Nyeri Secara Umum .................... 37 G. Pengukuran Intensitas Nyeri .......................... 39 H. Diagnostik Nyeri ............................................ 42 BAB 3 Pemeriksaan Fungsi Gerak Dasar Fisioterapi/PFGD ......................................................... 47 A. Prinsip Pemeriksaan ...................................... 48 B. Pemeriksaan Fungsi Gerak Dasar .................. 49 C. Pemeriksaan Gerak Regio Cervical ................. 55 D. Interpretasi Pemeriksaan Gerak Cervical ........ 57 E. Pemeriksaan Gerak Regio Shoulder ................ 57 iii
F. Interpertasi Pada Pemeriksaan Gerakan Shoulder ........................................................ 58 G. Pemeriksaan Gerak Regio Elbow .................... 60 H. Interpretasi Pada Pemeriksaan Elbow ............ 60 I.
Pemerikasaan Gerak Region Hip .................... 63
J.
Interpertasi Pemeriksaan Region Hip .............. 63
K. Pemeriksaan Gerak Region Knee .................... 64 L.
Interpretasi Pemeriksaan Region Knee ........... 64
M. Pemeriksaan Gerak Region Ankle ................... 65 N. Interpretasi Pemeriksaan Gerak Region Ankle 66 BAB 4 Pemeriksaan MMT Eksteremitas Bawah ............ 69 A. Landasan Teori .............................................. 69 B. Konsep Dasar Pengukuran Kekuatan Otot ..... 72 C. Penilaian Kekuatan Otot Dengan Pengukuran Skala MMT (Manual Muscle Testing) .............. 75 D. Proedur Pemeriksaan/Pengukuran Manual Mascle Testing (MMT) Ektremitas Inferior ....... 77 BAB 5 Pemeriksaan Fungsional ................................. 109 A. Indeks Barthel ............................................. 109 B. Indeks Left (Lower Extremity Functional Scale)........................................................... 112 C. Indeks Katz.................................................. 116 D. Indeks Spadi (Shoulder Pain and Disability Indeks) ........................................................ 119 E. Functional Independence Measure (FIM) ...... 122 F. Oswestry Disability Index (ODI) .................... 124 G. Wrist and Hand Disability Indeks (WHDI) ..... 132 H. Skala Jette .................................................. 137 iv
BAB 6 Pemeriksaan Postur ........................................ 139 A. Definisi ........................................................ 139 B. Pembagian Postur ........................................ 139 C. Penilaian Postur .......................................... 140 D. Peran Otot dalam Postur .............................. 143 E. Jenis-Jenis Postur Tubuh ............................ 143 F. Simpulan ..................................................... 161 BAB 7 Antropometri ................................................... 165 A. Berat Badan ................................................ 165 B. Tinggi Badan ............................................... 167 C. Panjang Anggota Tubuh ............................... 169 D. Oedema ....................................................... 170 E. Indeks Masa Tubuh (IMT) ............................ 176 BAB 8 Pemeriksaan Sensomotorik ............................. 181 A. Definisi Sensomotorik .................................. 181 B. Pemeriksaan Fungsi Sensorik ...................... 182 C. Pemeriksaan Fungsi Motorik ........................ 183 D. Pemerikasaan Pola Jalan ............................. 184 E. Pemeriksaan Fungsi Keterampilan Sensomotorik............................................... 189
v
vi
BAB 1 Proses Fisioterapi dan Pemeriksaan Umum Pengkajian Fisioterapi Pengkajian Fisioterapi merupakan pengumpulan data pada dasarnya meliputi teknik dan obyek yang akan diukur atau proses fisioterapi yang memiliki tujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang pasien, agar dapat mengidentifikasi dikumpulkan datanya. Teknik pengumpulan data dalam pengkajian fisioterapi yakni : A. Anamnesis Merupakan cara pengumpulan data dengan jalan Tanya jawab antara terapis dengan sumber data. Anamnesis/Tanya jawab berisi tentang identitas penderita (nama, umur, jenis kelamin, agama, alamat, pekerjaan,
hobby)
serta
hal-hal
yang
berkaitan
dengan keadaan/penyakit penderita seperti keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, lokalisasi keluhankeluhan, kualitas.sifat kelhan, faktor-faktor yang memperberat/memperingankan keluhan, waktu dan lamanya timbul keluhan, manifestasi lain yang menyertai, aktualitas penyakit, pemeriksaan lain yang pernah didapat sebelumnya, riwayat penyakit dahulu, 1
PROSES FISIOTERAPI DAN PEMERIKSAAN UMUM
riwayat keluarga yang ada kaitannya dengan penyakit pasien dan lain-lain 1. Macam Anamnesis Dilihat dari segi pelaksanaanya anamnesis ada 2 macam, yaitu : a.
Autoanamnesis
:
Anamnesis
yang
langsung ditujukan kepada pasien/klien yang bersangkutan. b. Heteroanamnesis : Anamnesis yang dilakukan terhadap orang lain, seperti keluarga, teman atau orang lain yang mengetahui keadaan pasien/klien. Jenis
Anamnesis
dilakukan
jika
langsung
yang
sulit
terakhir
melakukan
pada
biasanya anamenesis
penderita
atau
karenapertimbangan lain seperti penderita anakanak/bayi,
orang
bisul
tuli,
gangguan
syaraf/mental dan lain-lain. Dengan melkaukan anamnesis yang baik dan akurat, maka kurang lebih 80% masalah pasien/klien dapat terungkap. 2. Prinsip-Prinsip Anamnesis : a.
Mempelajari terlebih dahuu rekaman medis
b. Bersikap
peka
pasien/klien
2
terhadap
penderitaan
PROSES FISIOTERAPI DAN PEMERIKSAAN UMUM
c.
Mampu mengontrol emosi diri sendiri dan pasien
d. Jika perlu menjelaskan tujuan anamnesis e.
Suasana harus tenang dan kekeluargaan
f.
Gunakanlah
bahasa
yang
mudah,
jelas,
singkat, sesuai dengan bahasa pasien/klien g.
Tidak bersifat interogatif
h. Menggunakan prinsip “transactional analysis” (TA) i.
Mampu mengontrol jalannya wawancara.
3. Langkah-langkah Anamnesis a.
Pastikan Identitas Pasien dengan Lengkap (Informasi Biografi)
b. Keluhan Utama adalah gangguan terpenting yang
dirasakan
pertolongan,
dan
klien
sampai
menyebabkan
perlu
penderita
datang berobat lalu akan ditanyakan keluhan tambahan c.
Riwayat Kesehatan saat ini adalah keluhan yang dirasakan pasien sejak gejala pertama sampai
saat
dilakukan
anamnesis/klien
meminta pertolongan pertama dimulai dari kapan keluhan mulai dirasakan, lalu durasi dan
frekuensi
keluhan
tersebut
terjadi,
derajat keluhan, lokasi keluhan tersebut 3
PROSES FISIOTERAPI DAN PEMERIKSAAN UMUM
timbul, faktor pencetus yang menyebabkan keluhan timbul, kondisi yang memperberat atau memperingan keluhan, pengobatan yang dilakukan
danada
tidaknya
pengurangan
keluhan dari pengobatan yang dilakukan d. Riwayat Penyakit Dahulu merupakan riwayat penyakit
pasien/keluhan
yang
dirasakan
pasien sejak dahulu, hal yang ditanyakan berupa medikamentosa terdahulu dan riwayat alergi, riwayat keluarga, riwayat pekerjaan dan
kebiasaan,
status
perkawinan
dan
riwayat psikososial. B. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik merupakan pemeriksaan terhadap tubuh
untuk
menentukan
status
kesehatan.
Pemeriksaan fisik melibatkan penggunaan teknik inspeksi,
palpasi,
perkusi
dan
aukultasi
serta
pengukuran tanda-tanda vital. 1. Keadaan Umum Merupakan
pemeriksaan
fisik
harus
selalu
dimulai dengan penilalian keadaan umum yang meliputi : Kesan Kondisi saat Sakit
4
PROSES FISIOTERAPI DAN PEMERIKSAAN UMUM
Menilai keadaan sakit pasien dari hasil inspeksi umum
terhadap
penderita
dapat
dilaporkan
sebagai berikut: a.
Pasien tampak sakit berat
b. Pasien tampak sakit sedang c.
Pasien tampak sakit ringan
d. Pasien tampak tidak sakit Penilaian ini dilengkapi dengan data objektif dari hasil pengamatan (inspeksi) umum seperti: a.
Pasien menggunakan oksigen
b. Pasien menggunakan NGT c.
Pasien menggunakan respirator
d. Pasien terpasang cairan infus e.
Pasien sangat sesak
f.
Pasien harus pada posisi orthopnea
g.
Pasien bisa makan sendiri
h. Pasien bisa jalan-jalan i.
Pasien tampak gembira dan sebagainya.
Data apapun yang didapat, akan menjadi bahan pertimbangan untuk memberi penilaian apakah ia sakit berat, sedang, ringan atau tampak tidak sakit. Kepentingan penilaian ini dikaitkan dengan urutan prioritas sikap apalagi bila menangani 5
PROSES FISIOTERAPI DAN PEMERIKSAAN UMUM
cukup banyak pasien pada situasi tertentu seperti pada
ruang
gawat
darurat,
kerusuhan-
kerusuhan, ataupun di bangsal dengan banyak pasien. Pasien gawat kita atasi kegawatannya dengan tindakan menurut azas kedaruratan sebelum
menyelesaikan
pemeriksaan
secara
lengkap. 2. Kesadaran a.
Tingkat kesadaran Kesadaran adalah derajat hubungan antara Hemispherium
Cerebri
dengan
Reticular
Activating System (di bagian atas batang otak). Kesadaran mempunyai dua komponen: 1)
Fungsi mental keseluruhan. Komponen ini berhubungan dengan Hemispherium Cerebri.
2)
Derajat “awas-waspada”. Komponen ini berhubungan dengan Reticular Activating System (Ascending Reticular System).
Penilaian kualitatif tingkat kesadaran, secara klinis dan umum digunakan adalah: 1)
Compos mentis : sadar penuh
2)
Apatis
3)
Somnolens : mudah tertidur walaupun
: perhatian berkurang
sedang diajak bicara 6
PROSES FISIOTERAPI DAN PEMERIKSAAN UMUM
4)
Soporus
:
rangsangan
kuat
masih
memberikan respon gerakan 5)
Soporo-comatous : hanya tinggal reflek cornea
(sentuhan
ujungkapas
pada
cornea, akan menutup kelopak mata). 6)
Coma : tidak memberi respon sama sekali.
b. Glasgow coma scale (GCS) Glasgow coma scale pertama kali dibuat oleh Graham Teasdale dan Bryan jennet pada tahun 1974, merupakan skala klinis untuk menilai “kedalaman dan durasi gangguan koma pasien. Pengukuran GCS dilakukan oleh
para
tenaga
medis
untuk
melihat
kesadaran pasien yang mengalami cedera otak akibat benturan. Tingkat kesadaran pasien dinilai dari tiga aspek, yaitu respon mata atau kemampuan untuk membuka mata, respon verbal atau suara atau kemampuan dalam berbicara dan respon motoric atau gerakan atau kemampuan pasien untuk bergerak berdasarkan instruksi. 1)
Pemeriksaan Respon Mata Nilai yang diberikan untuk melihar respon mata, adalah sebagai berikut :
7
PROSES FISIOTERAPI DAN PEMERIKSAAN UMUM
a)
Nilai 4 : Pasien bisa membuka mata secara spontan, disertai kedipan
b)
Nilai 3, pasien bisa membuka setelah menerima rangsangan suara seperti teriakan atau panggilan
c)
Nilai 2 : pasien hanya bisa membuka mata setelah mendapat rangsangan nyeri seperti cubitan
d)
Nilai 1 : pasien sama sekali tidak dapat
embuka
mata
meski
telah
menerima berbagai rangsangan 2)
Pemeriksaan respon suara Nilai yang diberikan untuk melihar respon suara, adalah sebagai berikut : a)
Nilai 5 : pasien bisa berbicara dengan baik dan terarah
b)
Nilai 4 : pasien bingung dengan arah pembicaraannya,
tapi
masih
bisa
menjawab pertanyaan c)
Nilai 3 : Pasien tidak bisa memberikan jawban
yang
sesuai
hanya
bisa
mengeluarkan kata-kata yang masih bisa dipahami, bukan berupa kalimat
8
PROSES FISIOTERAPI DAN PEMERIKSAAN UMUM
d)
Nilai
2
:
pasien
tidak
dapat
mengeluarkan kata-kata secara jelas, hanya terdengar seperti rintihan e)
Pasien benar-benar diam dan tidak bisa bersuara
3)
Pengukuran respons gerakan Nilai yang diberikan untuk melihar respon gerakan, adalah sebagai berikut : a)
Nilai 6 : Pasien dapat melakukan gerakan sesuai arahan
b)
Nilai 5 : pasien bisa bergerak secara terkontrol
apabila
memperoleh
rangasangan nyeri c)
Nilai 4 : pasien bisa bergerak secara reflex menjauhi sumber rangsangan nyeri
d)
Nilai 3 : tubuh pasien menekuk dengan
kaku,
sehingga
bergerak
sedikit
saat
hanya
memperoleh
rangsangan nyeri e)
Nilai 2 : seluruh tubuh pasien kaku, sehingga
respons
yang
diberikan
terhadap rangsangan nyeri hampir tidak ada
9
PROSES FISIOTERAPI DAN PEMERIKSAAN UMUM
f)
Nilai 1 : sama sekali tidak ada respons terhadap rangsangan nyeri.
Ketiga hal di atas masing-masing diberi angka. Keadaan coma, tidak ada respon sama sekali
dan
tidak
membuka
mata.
Bila
dijumlahkan, menjadi: Score yang kurang atau sama dengan 7 disebut coma dan Score yang lebih atau sama dengan 9 disebut tidak coma. National Excellence
Institute (NICE)
for
Health
menerbitkan
Care
and
pedoman
Klinis tentang Cedera Kepala untuk Penilaian dan
Manajemen
Dini.
NICE
merekomendasikan pedoman klinik sebagai berikut : a)
Jika Pasien mencapai skor GCS 15, pasien harus diobservasi setiap setengah jam
b)
Setelah skor GCS mencapai 15, pasien harus dinilai ulang menggunakan GCS setiap setengah jam selama dua jam berturut-turut
c)
Jika skor GCS Pasien tetap diatas 15, pasien harus diobservasi setiap jam sekali selama empat jam dan kemudian setiap 2 jam setelah itu.
10
PROSES FISIOTERAPI DAN PEMERIKSAAN UMUM
3. Status gizi a.
Secara klinis : Dengan inspeksi dan palpasi, inspeksi
lihat
proporsi
tubuhnya
kurus/gemuk b. Dengan pemeriksaan Fisik dan antropometris (BB, TB, lingkaran lengan atas, lingkar kepala, dada dan perut) C. Tanda-Tanda Vital (TTV) 1. Tekanan Darah Tekanan darah (tekanan arteri Sistemik) mengacu pada tekanan yang diukur didalam arteri besar dalam
sirkulasi
sistemik.
Angka
ini
terbagi
menjadi tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik.
Tekanan
darah
menggunakan
biasanya
auskultasi
diukur dengan
sphygmomanometer. Takanan sistolik mengacu pada tekanan maksimum didalam arteri besar data otot jantung berkontraksi untuk mendorong darah
keseluruh
tubuh,
takanan
diastolik
menggambarkan tekanan terendah didalam arteri besar selama relaksasi otot jantung. Tekanan darah adalah salah satu parameter klinis yang paling sering diukur dan nilai tekanan darah merupakan penentu utama keputusan terapeutik. Tekanan darah sangat mudah diubah dan dapat
11
PROSES FISIOTERAPI DAN PEMERIKSAAN UMUM
dipengaruhi oleh banyak aktifitas. Tekanan arteri berhubungan langsung dengan : •
Curah Jantung
•
Elastisitas arteri
•
Resistensi pembuluh darah perifer
a.
Bunyi-bunyi Korotkoff Korotkoff merupakan nama dari Dr. Nikolai Koroktov, yang merupakan ilmuwan yang pertamakali memperkenalkan tensimeter atau yang
disebut
menggunakan
sphygmomanometer air
raksa.
Kedua
yang
tekanan
systole dan diastole dapat diukur dengan menggunakan
metode
koroktoff,
yakni
mendengarkan (auskultasi) bunyi yang timbul pada arteri brachialis yang disebut bunyi koroktoff. Ada 5 suara koroktoff : 1)
K I : adalah bunyi pertama yang terdengar, sifatnya
lemah,
nadanya
agak
tinggi
terdengar (tek…, tek…) 2)
KII : adalah bunyi seperti K Iyang disertai bising (teksst,
teksst…) atau (tekrrd,
tekrrd…) 3)
KIII : adalah bunyi berubah menjadi keras, nada rendah, tanpa bising (De:g, De:g…). 12
PROSES FISIOTERAPI DAN PEMERIKSAAN UMUM
4)
KIV : saat pertama kali bunyi jelas melemah (De:g, De:g…deg, deg… )
5)
KV : saat bunyi hilang
Nilai sistolik diambil dari Korothkoff I. Nilai diastolik diambil dari Korothkoff V. Kecuali : 1)
Pada anak kecil (Balita).
2)
Pada keadaan terus terdengarnya bunyi walaupun permukaan air raksa sudah nol
Catatan: pada dua keadaan di atas digunakan K IV untuk pencatatan nilai diastolik. Setelah mendapatkan nilai sistolik
dan
diastolik maka segera hitung M.A.P (Mean Arterial Pressure) yaitu tekanan arteri ratarata:
M.A.P = sist + diast Makna dari M.A.P adalah penilaian Perfusi Ginjal. Ginjal perlu minimal M.A.P 70 mmHg untuk mencapai fungsi ginjal yang memadai. Kurang dari ini fungsi ekskresi berbagai zat akan menurun sampai anuria dan potensial akan memperburuk keadaan pasien. Kriteria hipertensi menurut JNCVI, 1997 untuk usia 18 tahun ke atas:
13
PROSES FISIOTERAPI DAN PEMERIKSAAN UMUM
Seorang
dikatakan
mempunyai
Tekanan
Darah Tinggi bila diukur dalam keadaan istirahat
cukup
sedikitnya
dalam
dan dua
kondisi kali
tenang,
kunjungan
didapatkan nilai rata-rata dalam kriterianya sebagai berikut: Kategori
Sistolik
Diastolik
mmHg
mmHg
Optimal
< 120
dan
abduksi>internal
rotasi. Ciri dari pembatasan pola capsuler ini adalah di akhir gerakan (end feel) terasa keras seperti membentur sesuatu Contoh kasus pada pemeriksaan ROM ditemukan seperti dalam table berikut: Gerakan
Nyeri ringan
Nyeri berat
Endorotasi
200
800
Abduksi
100
300
Internal rotasi
50
150
58
PEMERIKSAAN FUNGSI GERAK DASAR FISIOTERAPI/PFGD
2. Pola non kapsuler merupakan suatu kekakuan sendi akibat pemendekan otot, penebalan kulit atau benda asing dalam sendi dengan ciri khas pada saat akhir gerakan (end feel ) terasa lunak atau lembek. Pada pola non kapsuler merupakan pola yang tidak spesifik yang dibatasi dengan keterbatasan gerak dan nyeri yang terjadi pada arah
gerak
tertentu
contohnya
keterbatasan
kearah endorotasi atau abduksi saja (Kuntono, 2004) 3. Pain full arc Tes daya tahan sakit, jg di bawah traksi yg disebabkan luka subakromial. Nyeri bahu yang disebabkan oleh jaringan ikat (tendon) yang bergesekan dengan tulang belikat. Pain full arc disebabkan oleh inflamasi dari kegiatan bahu yang berulang. Cedera dan penuaan adalah penyebab lainnya. Nyeri bisa terus-menerus dan meningkat saat melakukan gerakan mengangkat atau menjangkau sesuatu. Contoh kasus pada gerakan seperti tergambar pada table : Gerakan yang
Lesi otot
terbatas Abduksi
M. supraspinatus
Endorotasi
M. Subscapularis
Internal rotasi
M. Infraspinatus
59
PEMERIKSAAN FUNGSI GERAK DASAR FISIOTERAPI/PFGD
G. Pemeriksaan Gerak Regio Elbow EKSTENSI
FLEKSI
NO
GERAKAN
1
EkstensiFleksi
NORMAL ROM S=00-01500
2
Pronasisupinasi
R=750-0800
NORMAL END FEEL Ekstensi : hard end feel Fleksi : soft end feel Pronasi : elastic end feel Supinasi : elastic end feel
H. Interpretasi Pada Pemeriksaan Elbow 1. Jika ditemukan pola kapsuler (flexi > ekstensi) dan gerakan pronasi60
supinasi tidak terbatas,
PEMERIKSAAN FUNGSI GERAK DASAR FISIOTERAPI/PFGD
namun menimbulkan rasa sakit dalam posisi akhir
maka
menunjukkan
adanya
arthrisis/arthrosis. 2. Pembatasan pada gerakan flexi pasif dan ekstensi pasif terjadi jika adanya fraktur lengan atas atau bawah yang penyebuhannya tidak terjadi secara sempurna. 3. Jika
sedikit
limitasi
gerakan
menunjukkan adanya gangguan
ekstensi
epicondylitis
lateralis yang berat. 4. Jika terdapat nyeri pada flexi yang ditahan menunjukkan adanya jejas/lecet pada m.biseps brachii/m.brachialis. Bila bisep yang terkena maka
supinasi
yang
ditahan
juga
akan
menumbulkan nyeri. 5. Adanya nyeri yang timbul pada ekstensi yang ditahan menunjukkan adanya luka m.triseps brachii. 6. Adanya
nyeri
merupakan
pada
indikasi
pronasi adanya
yang jejas
ditahan dalam
m.pronator teres, akan tetapi otot ini jarang sekali terkena. Nyeri pada saat melakukan pronasi yang ditahan hampir selalu menunjukkan adanya gangguan epicondylitis medialis. 7. Nyeri yang timbul pada gerakan supinasi yang ditahan menujukkan gangguan pada m.supinator 61
PEMERIKSAAN FUNGSI GERAK DASAR FISIOTERAPI/PFGD
(sangat
jarang)
atau
pada
m.biseps
brachii
(ditandai adanya nyeri baik pada fleksi maupun pada supinasi yang ditahan). 8. Adanya nyeri di sekitar epicondylus medial dan saat pronasi yang ditahan menujukkan adanya gangguan otot-otot fleksoren wrist. 9. Adanya rasa nyeri yang amat sangat pada ekstensi wrist yang ditahan menujukkan adanya gangguan pada otot-otot ekstensor wrist. Rasa nyerinya ditunjukkan pada elboew bagian lateral atau epicondylitis lateral.
62
PEMERIKSAAN FUNGSI GERAK DASAR FISIOTERAPI/PFGD
I.
Pemerikasaan Gerak Region Hip
NO
GERAKAN
NORMAL ROM
1
Ekstensi-fleksi
S=150-0-1200
2
Abduksi adduksi
3
Ekso-endorotasi
–
F=450-0-250
R=450-0-450
NORMAL END FEEL Ekstensi stretch end feel Fleksi soft end feel Abd elastic harder end feel Add stretch end feel Elastic end feel
J. Interpertasi Pemeriksaan Region Hip 1. Endorotasi
pasif
pada
gangguan
artikuler
(athrosis, arthritis), endorotasi menjadi terbatas rotasi yang dilakukan dalam posisi terlentang dengan pangkal paha dan lutut dalam keadaan 900 serta kaki bawah dipakai sebagi pengungkit. 63
PEMERIKSAAN FUNGSI GERAK DASAR FISIOTERAPI/PFGD
2. Ekstensi lutut
yang ditahan terasa sakit/nyeri
yang menunjukan adanya luka didalam m. rectus femoris 3. Ketika dilakukan fleksi dalam keadaan pasi maka terjadi pembatasan gerak. K. Pemeriksaan Gerak Region Knee
NO
GERAKAN
NORMAL ROM
1
Ekstensifleksi
S=00-0-1350
2
Endoeksorotasi
R=400-0-350
NORMAL END FEEL Ekstensi: hard end feel Fleksi : soft end feel Hard end feel
L. Interpretasi Pemeriksaan Region Knee 1. Pembatasan gerak : pola kapsuler a.
Arthritis
b. Arthrosis 2. Pembatasan gerak : pola tidak kapsuler a.
Pembatasan
ekstensi
liberum 64
:
meniscus
corpus
PEMERIKSAAN FUNGSI GERAK DASAR FISIOTERAPI/PFGD
b. Pembatasan fleksi : adhesi intra artikuler M. stieda-pallegrini 3. Gerakan pasif sakit : luka pada ligamen a.
Eksorotasi pasif : Lig. Meniscotibiale medial
b. Endorotasi pasif : Lig. Meniscotibiale lateral 4. Tes daya tahan menimbulkan rasa sakit : luka pada otot a.
Ekstensi yang ditahan : m. quadriceps femoris
b. Endorotasi yang ditahan : m. semitendinosus, m. M. Pemeriksaan Gerak Region Ankle
NO
GERAKAN Plantardorso fleksi Eversiinversi
NORMAL ROM S=200-0-350
R=300-0-200
65
NORMAL END FEEL Dorso fleksi= Soft end feel Plantar = hard end feel Hard end feel
PEMERIKSAAN FUNGSI GERAK DASAR FISIOTERAPI/PFGD
N. Interpretasi Pemeriksaan Gerak Region Ankle 1. Jika terdapat pembatasan atau limitasi gerakan yang
sesuai
dengan
pola
kapsuler
akan
menunjukan adanya arthritis 2. Jika pemeriksaan gerakan pasif terasa jauh lebih sakit di bandingkan dengan TIMT menunjukan adanya tendopati insertio. Table End Feel Normal (Fisiologis) No 1
End feel Soft
Jaringan Penjepitan jaringan lunak
2
Firm
Regangan otot
Regangan kapsul sendi Reganan ligament
Hard
Benturan tulang
66
Contoh Fleksi knee (pertemuan antara bagian posterior betis dan posterior paha) Fleksi hip degan posisi knee lurus (regangan otot hamstring) Ekstensi metacapophalangeal jari-jari (regangan kapsul anterior) Supinasi lengan (regangan ligament palmar radio ulna dari inferior radioulnar joint, membrane interoseus sarabut olique) Ekstensi elbow (benturan antara olecranon ulna dan fosa olecranon humerus)
PEMERIKSAAN FUNGSI GERAK DASAR FISIOTERAPI/PFGD
Table End Feel Patologis No 1
End feel Soft
2
Firm
3
Hard
4
Empty
Jaringan Terjadi pada sendi yang biasanya memiliki firm atau hard end feel terasa empuk Terjadi pada sendi yang biasanya memiliki soft atau hard end feel Adanya serpihan tulang atau terasa benturan antar tulang Bukan end feel yang sebenarnya karena nyeri mencegah tercapainya akhir ROM. Terasa tidak ada tahanan kecuali respon proteksi dari pasien atau adanya spasme otot
Contoh Oedema jaringan lunak Synovitis
Peningkatan tonus otot Pemendekan otot, kapsul, ligamen Chondromalasia
Osteoarthritis Dislokasi Myositis ossifikan atau fraktur Inflamasi sendi akut Bursitis Abses Phycogenic disorder
Daftar Pustaka Wolf A. N De. 1990. Pemeriksaan Alat Penggerak Tubuh. Bohn Stefleu Van Loghum Magee David J, 2006. Orthopedic Physical Assessment, 4th Edition. Canada : Elsevier
67
PEMERIKSAAN FUNGSI GERAK DASAR FISIOTERAPI/PFGD
Viznaik Nikita A. 2010. Quick Reference Evidence Based Muscle Manual, Canada : Professional Health System Frankle and Nordin, Biomechanic,1998 Livingstone, Eidinburgh, Ed. 4,
Churchill
Hall, SJ, Basic biomechanic, Mc Graw Hill, Boston, 2003 Kapanji, 1986 IA. Physiology of joint Vol I Upper extremity, Churchill Livingstone, Eidinburgh, Rasch, PJ, 1998. Philadelphia,
Kinesiology,
68
Lea
and
Febiger,
BAB 4 Pemeriksaan MMT Eksteremitas Bawah A. Landasan Teori Otot yang baik adalah otot yang dapat melakukan gerakan
semaksimal
fleksibilitas
yang
mungkin
bagus,
dan
terlebih
memiliki
lagi
untuk
melakukan pekerjaan yang berat. Dalam menjalani aktifitas harus ditunjang dengan kekuatan otot yang maksimal, yang mampu mengurangi resiko cidera dan
komplikasi
yang
ditimbulkan
saat
beraktifitas, terutama aktifitas-aktifitas yang memiliki beban
kerja
dipengaruhi
yang oleh
aktif.
Kekuatan
beberapa
faktor
otot
sangat
antara
lain,
neurologi, metabolisme, psikologis, serabut otot, usia, jenis kelamin, ukuran otot, perubahan panjang otot saat kontraksi dan kecepatan kontraksi otot masingmasing Kekuatan otot adalah tenaga yang dikeluarkan otot atau sekelompok otot untuk berkontraksi pada saat menahan beban maksimal. Melakukan penilaian terhadap
kekuatan
otot
hendaknya
memiliki
pengetahuan tentang cara kerja dari otot tersebut maupun grub otot. Suatu pola gerakan volunter di 69
PEMERIKSAAN MMT EKSTEREMITAS BAWAH
bentuk oleh kontraksi beberapa otot yang tergabung kedalam grub otot. Bila grub otot penggerak utama (agonis) terkontraksi, maka otot-otot antagonisnya harus
terkoordinasi
untuk
melakukan
elongasi
(mengulur), sehingga akanterbentuk pola gerak yang efeketif dan memilikinkordinasi yang bagus, halini akan terbentuak dengan kontraksi yang terkoordinasi antara otot agonis dan otot antagonis. Untuk melakukan penilaian kekuatan otot, harus adanya kerjasama dan komunikasi yang baik antara fisioterapi dengan pasien yang akan diukur nilai kekuatan
ototnya.
Pemeriksaan
kekuatan
otot
dilakukan dengan tahanan dari terapis diberikan untuk menilai dorongan dari kekuatan otot pasien dengan pola gerak yang telah di isyaratkan oleh fisioterapi lain halnya jika pemeriksaan dilakukan pada orang yang dalam keadaan tidak sadar atau tidak kooperatif penilaian tenaga dilandaskan atas inspeksi dan observasi terhadap gerakan-gerakan yang di periksalangsung secara pasif oleh fisioterapis, Dalam hal ini pengetahuan miologi dan persarafan otot skelatal masing-masing harus dimiliki, agar mengetahui otot atau saraf motorik mana yang sedang dinilai fungsinya. Baik
dalam
melakukan
hal
pemeriksaan
pemberian
maupun
pelayanan
dalam
fisioterapi,
pemeriksaan motoric sangat perlu di lakukan dengan 70
PEMERIKSAAN MMT EKSTEREMITAS BAWAH
membandingkan antara sisi yang sakit dengan sisi yang sehat Dalam melakukan pemeriksaan penilaian kekuatan otot pasien, fisioterapis menyesuaikan posisi pasien berdasarkan
situasi
dan
kondisi
si
pasien
(keterbatasan pasien saat bergerak), seperti gambaran sebagai berikut : 1. Meminta pasien melakukan gerakan volunteer sesua pola gerak yang telah di contohkan terapis. Metode ini dapat di lakukan jika pasien mampu menggerakan secara mandiri anggota gerak yang di periksa oleh fisioterapis sebatas kemampuan yang
dia
miliki
(melakukan
gerakan
aktif
movement) 2. Pasien gerakan
diminta
melakukan
sesuai
dicontohkan
dengan
atau pola
fisioterapi,
lalu
mengulang gerak
yang
fisioterapi
memberikan tahanan minimal pada saat pasien melakukan pengulangan pola gerak tersebut. Metode
ini
lebih
cocok
digunakan
untuk
melakukan penilaian kekuatan otot pada pasien dengan kondisi penurunan kekuatan otot dengan kategori ringan sampai sedang. 3. Penderita diminta untuk melakukan gerakan ke arah yang melawan gaya gravitasi bumi dan mengarah kejurusan gaya tarik bumi. Metode ini 71
PEMERIKSAAN MMT EKSTEREMITAS BAWAH
cocok untuk menilai tenaga otot yang sangat kurang. 4. Penilaian dengan jalan inspeksi dan palpasi gerakan otot. Metode ini diterapkan jika metoda a dan b kurang cocok untuk diselenggarakan, misalnya menilai kekuatan otot maseter atau otot temporalis. (med.unhas.ac.id. 2016) B. Konsep Dasar Pengukuran Kekuatan Otot 1. Definisi Kekuatan Otot Pengertian kekuatan otot adalah kemampuan dari otot baik secara kualitas maupun kuantitas mengembangkan
ketegangan
otot
untuk
melakukan kontraksi. Perubahan struktur otot sangat bervariasi. Penurunan jumlah dan serabut otot, atrofi, pada beberapa serabut otot dan hipertropi pada beberapa serabut otot yang lain, peningkatan
jaringan
lemak
dan
jaringan
penghubung dan lain-lain mengakibatkan efek negative. kekuatan, waktu
Efek
tersebut
penurun
reaksi
dan
adalah
penurunan
fleksibilitas,
perlambatan
penurunan
kemampuan
fungsional. Penilaian Kekuatan Otot mempunyai skala
ukur
memeriksa kelumpuhan
yang
umumnya
penderita selain
dipakai
yang
untuk
mengalami
mendiagnosa
status
kelumpuhan juga dipakai untuk melihat apakah 72
PEMERIKSAAN MMT EKSTEREMITAS BAWAH
ada kemajuan yang diperoleh selama menjalani perawatan
atau
sebaliknya
apakah
terjadi
perburukan pada penderita. 2. Range Of Motion / Lingkup Gerak Sendi (LGS) ROM adalah besarnya suatu gerakan yang terjadi pada suatu sendi. Posisi awal untuk mengukur semua ROM kecuali rotasi adalah posisi anatomis. Dalam
menentukan
ROM
ada
tiga
sistem
pencatatan yang bisa digunakan yaitu yang pertama dengan sistem 0-180 derajat, yang kedua dengan sistem 180 -0 derajat, dan yang ketiga dengan
sistem
360
derajat.
Dengan
sistem
pencatatan 0 -180 derajat, sendi ekstremitas atas dan bawah ada pada posisi 0 derajat untuk gerakan fleksi, ekstensi, abduksi, dan adduksi ketika tubuh dalam posisi anatomis. Posisi tubuh dimana
sendi
ekstremitas
berada
pada
pertengahan antara medial (internal) dan lateral (eksternal) rotasi adalah 0 derajat untuk untuk ROM rotasi. ROM dimulai pada 0 derajat dan bergerak menuju 180 derajat. Sistem pencatatan seperti ini adalah yang paling banyak digunakan di dunia. Pertama kali dirumuskan oleh Silver pada 1923 dan telah dibantu oleh banyak penulis, termasuk Cave dan roberts, Moore, American Academy of Orthopaedic Surgeons, dan American Medical Association. Dua sistem pencatatan yang 73
PEMERIKSAAN MMT EKSTEREMITAS BAWAH
lainnya yaitu sistem 180 -0 derajat yang diukur pada posisi anatomis, ROM dimulai dari 180 derajat dan bergerak menuju 0 derajat. Sistem 360 derajat juga diukur pada posisi anatomis, gerakan fleksi dan abduksi dimulai pada 180 derajat dan bergerak menuju 0 derajat, gerakan ekstensi dan adduksi dimulai pada 180 derajat dan bergerak menuju 360 derajat. Kedua sistem pencatatan
tersebut
lebih
sulit
dimengerti
dibandingkan sistem pencatatan 0 -180 derajat dan juga kedua sistem pencatatan tersebut jarang digunakan. (minio1.123dok.com.2019) 3. End Feel Pada pemeriksaan ROM pasif struktur unik pada tiap sendi dapat terasa, beberapa sendi ROM nya dibatasi oleh kapsul sendi, ada juga yang dibatasi oleh ligamen, batasan gerak normal yang lainnya adalah
oleh
ketegangan
otot,
benturan
permukaan sendi dan jaringan lunak. Tipe setiap struktur
yang
membatasi
ROM
mempunyai
karakteristik rasa, yang dapat terasa dengan pemeriksaan sendi pasif. Rasa yang bisa di rasakan
oleh
seseorang
yang
melakukan
pemeriksaan pada akhir ROM pasif tersebut dinamakan end feel. Untuk mengembangkan kemampuan dalam menentukan karakter dari end feel diperlukan latihan dan sensitifitas. 74
PEMERIKSAAN MMT EKSTEREMITAS BAWAH
Menentukan end feel harus dilakukan secara perlahan dan teliti untuk merasakan akhir dari gerakan sendi dan untuk membedakan antara normal
end
feel
dan
abnormal
end
feel.
(minio1.123dok.com.2019) C. Penilaian Kekuatan Otot Dengan Pengukuran Skala MMT (Manual Muscle Testing) Penilaian Kekuatan Otot mempunyai skala ukur yang umumnya dipakai untuk memeriksa pasien yang mengalami kelumpuhan selain mendiagnosa status kelumpuhan juga dipakai untuk melihat apakah ada kemajuan yang diperoleh selama menjalani perawatan atau sebaliknya apakah terjadi perburukan pada pasien, Penilaian tersebut meliputi: 1. Nilai 0: paralisis total atau tidak ditemukan adanya kontraksi pada otot hal ini dapat di ketahui atau dirasakan ada/tidaknya kontraksi otot yang muncul baik dengan cara di palpasi maupun inspeksi pada pada otot yang di stimulus. 2. Nilai 1: kontaksi otot yang terjadi hanya berupa perubah dari tonus otot, dapat diketahui dengan palpasi maupun inspeksi, terlihat saat pasien diminta
untuk
menggerakkan
otot
yang
di
periksa, pasien tidak dapat menggerakan sendi tetapi terlihat dan dapat dirasakan munculnya kontraksi otot. 75
PEMERIKSAAN MMT EKSTEREMITAS BAWAH
3. Nilai
2:
otot
hanya
mampu
mengerakkan
persendian dengan posisi anggota kerak si pasien yang di periksan di minimalkan dari gaya gravitasi bumi, sehingga akan terlihat kekuatan otot ada hanya saja jika di minta menggerakan tidak dapat melawan pengaruh gravitasi bumi. 4. Nilai 3: dapat menggerakkan sendi, otot juga dapat melawan pengaruh gravitasi tetapi untuk menilai ada peningkatan level kekuatan otot dari pasien, fisioterapis memberikan beban tahanan minimal pada anggota gerak pasen yang di periksa, dan akan terlihat hasil, tidak kuat terhadap tahanan/beban minimal yang diberikan fisioterapis. 5. Nilai 4: kekuatan otot seperti pada nilai 3 disertai dengan
kemampuan
otot
terhadap
melawan
tahanan/beban minimal yag diberikan fisioterapis 6. Nilai 5: kekuatan otot norma, mampu melawan grafitasi bumi, mampu melawan tahanan/beban minimal dari fisioterapis, dan mampu menahan beban maximal 1 repmax. (med.unhas.ac.id. 2016)
76
PEMERIKSAAN MMT EKSTEREMITAS BAWAH
D. Proedur Pemeriksaan/Pengukuran Manual Mascle Testing (MMT) Ektremitas Inferior 1. Regio Hip Fleksi (Psoas Major dan Iliacus) Nilai 5 (Normal), nilai 4 (Baik) dan nilai 3 (Cukup) a.
Memberi penjelasan kepada klien.
b. Posisi pasien : duduk pada ujung bed atau meja dengan paha tersanggah penuh dan kaki tergantung ditepi bed atau meja. Pasien bisa menggunakan lengan untuk stabilisasi trunk dengan berpegangan atau menyanggah tubuh dengan kedua tangan pada sudut meja atau bed c.
Posisi terapis : berdiri disamping ekstremitas yang akan dites. Tangan terapis memberikan tahanan pada bagian distal dari paha dan bagian proksimal dari lutut.
Sumber : med.unhas.ac.id. 2016
77
PEMERIKSAAN MMT EKSTEREMITAS BAWAH
d. Tes : Pasien melakukan fleksi hip sampai akhir lingkup geraknya, paha terangkat dari meja serta mempertahankan rotasi netralnya. Posisi ini dipertahankan dengan melawan tahanan dari terapis, dengan tahanan ke arah lantai. e.
Instruksi untuk pasien : “Angkat kaki anda dari meja atau bed, jangan biarkan saya menekannya turun”
f.
Paha terangkat dari meja atau bed. Pasien dapat melawan tahanan maksimal. Nilai 5 (Normal)
g.
Hip fleksi dengan melawan tahanan cukup kuat (optimum). Pada akhir posisi tahanan boleh ditambahkan. Nilai 4 (Baik)
h. Pasien menyelesaikan tes dengan full range dan
menahan
posisinya
tanpa
pemeriksa. Nilai 3 (Cukup)
Sumber : med.unhas.ac.id. 2016
78
tahanan
PEMERIKSAAN MMT EKSTEREMITAS BAWAH
Nilai 2 (Kurang) a.
Posisi pasien : tidur menyamping dengan ektremitas yang akan dites berad pada bagian atas dan disanggah oleh pemeriksa. Trunk pada posisi normal. Ekstremitas yang berada dibawah bisa difleksikan untuk stabilitas pasien. 10) Posisi terapis : berdiri di belakang pasien kemudian menyanggah/ menggendong ekstremitas yang dites dengan satu tangan dibawah
lutut.
Tangan
yang
lain
mempertahankan kesejajaran trunk pada hip. b. Posisi terapis : berdiri di belakang pasien kemudian
menyanggah/
menggendong
ekstremitas yang dites dengan satu tangan dibawah
lutut.
Tangan
yang
lain
mempertahankan kesejajaran trunk pada hip.
Sumber : med.unhas.ac.id. 2016
c.
Tes
:
pasien
memfleksikan
hip
yang
disanggah. Lutut dibolehkan untuk ditekuk agar
mencegah
79
ketegangan
hamstring.
PEMERIKSAAN MMT EKSTEREMITAS BAWAH
Instruksi untuk pasien : “Bawa lutut anda ke dada” d. Pasien menyelesaikan tes dengan full range of motion (ROM) pada posisi tidur menyamping. Nilai 2 (Lemah) Nilai 1 (Sangat lemah) dan Nilai 0 (tidak ada kekuatan sama sekali) a.
Posisi pasien : terlentang. Ekstremitas yang dites disanggah oleh pemeriksa dibwah betis dan dibagian belakang lutut.
b. Posisi terapis : berdiri pada sisi ekstremitas yang dites. Ekstremitas yang dites disanggah dibawah betis dan dibelakang lutut dengan tangan. Tangan yang lain palpasi otot bagian distal dari ligament inguinal pada sisi medial dari Sartorius.
Sumber : med.unhas.ac.id. 2016
c.
Tes : Pasien berusaha untuk memfleksikan hip.
80
PEMERIKSAAN MMT EKSTEREMITAS BAWAH
d. Instruksi untuk pasien : “Coba bawa lutut anda ke arah hidung anda”. e.
Dapat dirasakan adanya konstraksi pada otot tapi tidak ada gerakan yang terlihat. Nilai 1 (Sangat lemah) : Tidak dapat dirasakan adanya kontraksi pada otot. Nilai 0 tidak ada kekuatan
sama
sekali
(med.unhas.ac.id.
2016) 2. Regio Hip Ekstensi (Gluteus Maksimus dan Hamstring) Nilai 5 (Normal), nilai 4 (Baik) dan nilai 3 (Cukup) Untuk semua otot ekstensor hip) a.
Posisi pasien : tengkurap, lengan dapat diletakkan
dibagian
diabduksikan
pada
atas sisi
kepala
meja
atau
atau bed.
(Catatan : jika ada kontraktur pada fleksi hip, lakukan dengan pasien berdiri dengan kaki yang tidak dites menyanggah tubuh dan badan tengkurap pada bed atau meja serta lengan digunakan untuk memeluk meja atau bed untuk stabilitas tubuh) b. Posisi terapis : berdiri pada sisi ekstremitas yang akan dites sejajar dengan pelvis pasien (Catatan : pemeriksa juga bisa berada pada sisi yang berseberangan dengan ekstremitas
81
PEMERIKSAAN MMT EKSTEREMITAS BAWAH
yang dites untuk mengindari adanya aktifitas ekstremitas yang tidak dites) c.
Tangan yang memberikan tahanan diletakkan pada pagian posterior kaki, tepat diatas ankle. Tangan yang lainnya dapat digunakan untuk menstabilkan
atau
mempertahankan
kesejajaran pelvis pada area posterior superior spine dari ilium. Ini adalah tes yang berat karena lengan berada pada lever terpanjang
Sumber : med.unhas.ac.id. 2016
d. Posisi alternative : tangan yang memberikan tahanan ditempatkan pada bagian belakang paha, tepat diatas lutut. Tes ini lebih ringan daripada tes sebelumnya.
Sumber : med.unhas.ac.id. 2016
82
PEMERIKSAAN MMT EKSTEREMITAS BAWAH
a.
Tes : pasien melakukan ekstensi hip pada seluruh jangkauan gerak (ROM). Tahanan diberikan mengarah pada lantai. (Tidak ada tahanan yang diberikan pada tes untuk nilai 3)
b. Paha
dapat
melakukan
pada
seluruh
jangkauan gerak (Full ROM) dengan melawan tahanan maksimal. Nilai 5 (Normal) c.
Pasien melakukan pada seluruh jangkauan gerak (full ROM) dengan melawan tahanan cukup kuat (optimum). Nilai 4 (Baik)
d. Pasien menyelesaikan tes dengan full range dan
menahan
posisinya
tanpa
tahanan
pemeriksa. Nilai 3 (Cukup) Nilai 2 (Lemah) a.
Posisi pasien : tidur menyamping dengan ekstremitas yang dites pada bagian atas. Lutut lurus dan disanggah oleh pemeriksa. Ekstremitas yang dibagian bawah (tidak dites) difleksikan untuk stabilitas.
b. Posisi terapis : berdiri dibelakang pasien sejajar dengan paha. Terapis menyanggah ekstremitas yang dites pada bagian tepat bawah lutut, gendong lengan. Lengan yang berlawanan diletakkan pada bagian Krista
83
PEMERIKSAAN MMT EKSTEREMITAS BAWAH
ilaka untuk mempertahankan kesejajaran hip.
Sumber : med.unhas.ac.id. 2016
c.
Tes : pasien mengekstensikan hip dengan full ROM.
d. Intstruksi untuk pasien : “Bawa kaki anda ke belakang, ke arah saya. Tetap luruskan lutut anda” e.
Dapat melakukan ekstensi pada lingkup geraknya dengan posisi tidur menyamping.
Nilai 2 (Lemah) Nilai 1 (Sangat lemah) dan Nilai 0 (Tidak ada kekuatan sama sekali) a.
Posisi pasien : tengkurap
b. Posisi terapis : berdiri pada sisi ekstremitas yang akan dites, sejajar dengan hip pasien. Palpasi hamstrings (pada jaringan yang lebih dalam dengan jari-jari) pada bagian ischial tuberosity (Gambar dibawah). Palpasi gluteus maksimus dengan tekanan yang dalam pada
84
PEMERIKSAAN MMT EKSTEREMITAS BAWAH
bagian tengah pantat dan juga pada bagian atas dan bawahnya.
Sumber : med.unhas.ac.id. 2016
c.
Instruksi
untuk
pasien
:
“Coba
untuk
mengangkat kaki dari meja atau bed”. Atau “Himpitkan kedua pantat anda bersamaan”. Dapat dirasakan adanya konstraksi pada otot hamstring atau gluteus maksimus tapi tidak ada gerakan yang terlihat. Nilai 1 (sangat lemah) Tidak dapat dirasakan adanya kontraksi pada otot. Nilai 0 Tidak ada kekuatan otot sama sekali (med.unhas.ac.id. 2016) 3. Abduksi
Hip
(Gluteus
Medius
dan
Gluteus
Minimus) Nilai 5 (Normal), nilai 4 (Baik) dan nilai 3 (Cukup) a.
Posisi pasien : tidur menyamping dengan kaki yang dites berada diatas. Mulai tes dengan 85
PEMERIKSAAN MMT EKSTEREMITAS BAWAH
ekstremitas dengan sedikit ekstensi melewati garis tengah dan pelvis sedikit rotasi ke depan (endorotasi).
Kaki
yang
berada
dibagian
bawah (yang tidak dites) dalam posisi fleksi untuk stabilisasi.
Sumber : med.unhas.ac.id. 2016
b. Posisi terapis : berdiri dibelakang pasien. Lengan
digunakan
untuk
memberikan
tahanan pada bagian lateral lutut. Lengan yang lain digunakan untuk palpasi gluteus medius pada bagian proksimal trochanter mayor
femur.
(tidak
ada
tahanan
diberikan untuk tes pada nilai 3)
Sumber : med.unhas.ac.id. 2016
86
yang
PEMERIKSAAN MMT EKSTEREMITAS BAWAH
c.
Alternative : tahanan dapat diberikan pada ankle, dengan memberikan lever yang panjang pada lengan pemeriksa dan mengharuskan kekuatan terbesar dari pasien untuk nilai 5 atau 4. Pemeriksa diingatkan untuk selalu menggunakan
lever
yang
sama
saat
memberikan tes dan untuk perbandingan testes selanjutnya. d. Untuk membedakan hasil nilai 5 dari nilai 4, pertama-tama,
aplikasikan
tahanan
pada
ankle dan kemudian pada knee. e.
Tes : pasien mengabduksikan hip pada jangkauan geraknya tanpa memfleksikan hip atau rotasi pada arah manapun.
f.
Instruksi untuk pasien : “Angkat kaki anda, kemudian
tahan.
Jangan
biarkan
saya
menekannya turun” g.
Dapat melakukan gerakan full ROM dengan tahanan maksimal. Nilai 5 (Normal)
Sumber : med.unhas.ac.id. 2016
87
PEMERIKSAAN MMT EKSTEREMITAS BAWAH
h. Melakukan dengan full ROM dan melawan tahanan cukup kuat (optimum). Nilai 4 (Baik) i.
Melakukan gerakan dengan full ROM dan menahan posisinya diakhir tanpa tahanan. Nilai 3 (Cukup)
Nilai 2 (Lemah)
Sumber : med.unhas.ac.id. 2016
a.
Posisi pasien : terlentang
b. Posisi terapis : berdiri disisi ekstremitas yang akan dites. Satu tangan menyangga dan mengangkat ekstremitas dengan menahan pada bagian bawah ankle agar ekstremitas sedikit
naik
hambatan/
dan
gesekan
untuk saat
mengurangi
menggerakkan.
Tangan terapis tidak memberikan tahanan sama sekali, dan jangan digunakan untuk membantu
gerakan
menggunakan
pasien.
permukaan
88
Tidak yang
perlu halus.
PEMERIKSAAN MMT EKSTEREMITAS BAWAH
Tangan yang lain palpasi gluteus medius pada bagian proksimal trochanter mayor dari femur c.
Tes : pasien mengabduksikan hip pada jangkauan gerak yang memungkinkan.
d. Intruksi untuk pasien : “Bawa kaki anda keluar. Usahakan tempurung lutut anda tetap berada di atas” e.
Melakukan gerakan sepanjang jangkauan gerak (ROM) dengan posisi terlentang tanpa tahanan dan minimal sampai tidak ada gesekan atau hambatan dari meja/bed.
Nilai 2 (Lemah) Nilai 1 (Sangat lemah) dan Nilai 0 (Tidak ada kekuatan sama sekali) a.
Posisi pasien : terlentang
b. Posisi terapis : berdiri pada sisi ekstremitas yang akan dites, sejajar dengan paha. Satu tangan
menyanggah
ekstemitas
dibawah
ankle dan tepat di atas maleolus (tangan tidak berperan untuk menahan ataupun membantu gerakan). Tangan lainnya mempalpasi gluteus medius pada bagian lateral hip, tepat dibawah trochanter mayor. c.
Instruksi untuk pasien : “Coba bawa kaki anda ke sisi luar”
89
PEMERIKSAAN MMT EKSTEREMITAS BAWAH
d. Dapat dirasakan adanya konstraksi pada otot gluteus medius tapi tidak ada gerakan yang terlihat. Nilai 1 (sangat lemah) . e.
Tidak dapat dirasakan adanya kontraksi pada otot. Nilai 0 (Tidak ada kekuatan otot sama sekali).
4. Eksorotasi Eksternus, Piriformis,
Hip
(Obturators
Gemellae
Internus
Superior
Quadratus
dan
Femoris,
dan
Inferior, Gluteus
Maksimus (Posterior) Nilai 5 (Normal), nilai 4 (Baik) dan nilai 3 (Cukup) a.
Posisi pasien : duduk pada ujung bed atau meja dengan paha tersanggah penuh dan kaki tergantung ditepi bed atau meja. Pasien bisa menggunakan
lengan
untuk
menyanggah
tubuh dengan kedua tangan pada meja atau bed . b. Posisi terapis : duduk pada kursi yang rendah atau berlutut pada sisi ekstremitas yang akan dites. Tangan memberikan tahanan dengan menggenggam ankle tepat di bawah maleolus. Tahanan diberikan dari arah lateral dengan kekuatan pada ankle. c.
Tangan
lainnya,
yang
akan
memberikan
tekanan ke arah medial, dengan tangan 90
PEMERIKSAAN MMT EKSTEREMITAS BAWAH
berada pada bagian lateral dari paha, tepat diatas lutut. Tahanan diberkan ke arah medial dari lutut. Kedua tahanan yang diberikan berlawanan dengan gerakan rotasi
Sumber : med.unhas.ac.id. 2016
d. Tes : Pasien melakukan eksternal rotasi hip. Pada tes ini, dimana lebih baik untuk pemeriksa ektremitas
menempatkan yang
memberitahukan
posisi
dites
pasien
untuk
akhir
kemudian bergerak
(pasien mengikuti gerakan yang dicontohkan) e.
Instruksi untuk pasien : “Jangan biarkan saya memmutar kaki anda keluar”
f.
Menahan sampai akhir ROM dengan melawan tahanan maksimal. Nilai 5 (Normal)
g.
Menahan sampai akhir Rom dengan melawan tahanan cukup kuat (optimum). Nilai 4 (Baik)
91
PEMERIKSAAN MMT EKSTEREMITAS BAWAH
h. Menahan dengan full range dan menahan posisinya tanpa tahanan pemeriksa. Nilai 3 (Cukup)
Sumber : med.unhas.ac.id. 2016
Nilai 2 (Kurang) a.
Posisi pasien : terlentang. Ekstremitas yang akan dites dalam keadaan internal rotasi
b. Posisi terapis : berdiri pada sisi ekstremitas yang akan dites. c.
Tes : Pasien melakukan gerakan eksternal rotasi
hip
pada
jangkauan
gerak
yang
memungkinkan. Satu tangan boleh diletakkan untuk mempertahankan kesejajaran pelvis pada bagian lateral hip
Sumber : med.unhas.ac.id. 2016
92
PEMERIKSAAN MMT EKSTEREMITAS BAWAH
d. Instruksi untuk pasien : “Putar kaki anda ke luar” e.
Pasien menyelesaikan dengan full range of motion. Dengan hip berputar melewati garis tengah, tahanan minimal dapat diberikan untuk mengimbangi bantuan grafitasi. Nilai 2 (Lemah).
f.
Alternatif tes untuk Grade 2 : dengan pasien duduk di tepi meja/ bed, terapis melakukan gerakan internal rotasi secara pasif. Pasien kemudian
diinstruksikan
menggerakkan
ekstremitas
secara
untuk aktif
sampai garis tengah (posisi netral) dengan melawan sedikit tahanan. Ini dilakukan untuk memastikan
kekuatan
grafitasi
tidak
dominan. Jika gerakannya baik, tes dapat dilakukan dengan posisi terlentang. Nilai 1 (Sangat lemah) dan Nilai 0 (tidak ada kekuatan sama sekali) g.
Posisi pasien : terlentang dengan ekstremitas yang dites berada pada posisi internal rotasi.
h. Posisi terapis : berdiri pada sisi ekstremitas yang dites. i.
Tes
:
Pasien
eksorotasikan hip.
93
berusaha
untuk
meng-
PEMERIKSAAN MMT EKSTEREMITAS BAWAH
j.
Instruksi untuk pasien : “Coba putar kaki anda keluar”.
Nilai 1 (Sangat lemah) dan nilai 0 (tidak ada kekuatan sama sekali) Otot eksternal rotator, kecuali gluteus maksimus tidak teraba ada kontraksi. Jika ada gerakan (aktifitas kontraktil), dapat diberikan nilai 1; sebaliknya nilai 0 diberikan ketika diperkirakan tidak mampu, maka nilai yang lebih rendah dapat diberikan. (med.unhas.ac.id. 2016) 7. Endorotasi Hip (Gluteus Minimus dan Medius, Tensor Fasciae Latae) Nilai 5 (Normal), nilai 4 (Baik) dan nilai 3 (Cukup) a.
Posisi pasien : duduk pada ujung bed atau meja dengan paha tersanggah penuh dan kaki tergantung ditepi bed atau meja. Pasien bisa menggunakan
lengan
untuk
menyanggah
tubuh dengan kedua tangan pada meja atau bed; atau tangan disilangkan pada dada. b. Posisi terapis : duduk atau berlutut didepan ekstremitas yang akan dites. Satu tangan memberikan tahanan dengan menggenggam ankle
tepat
di
atas
maleolus.
Tahanan
diberikan (hanya untuk Nilai 5 dan 4) dari arah medial dengan kekuatan pada ankle. 94
PEMERIKSAAN MMT EKSTEREMITAS BAWAH
c.
Tangan lainnya, berada pada bagian medial dari
paha,
tepat
diatas
lutut.
Tahanan
diberkan ke arah lateral dari lutut. Catatan : kedua tangan terapis memberikan dorongan/ tahanan. d. Tes : Ekstremitas yang dites ditempatkan pada akhir gerakan internal rotasi oleh pemeriksa untuk hasil tes yang terbaik .
Sumber : med.unhas.ac.id. 2016
e.
Menahan sampai akhir ROM dengan melawan tahanan maksimal. Nilai 5 (Normal)
f.
Menahan sampai akhir Rom dengan melawan tahanan cukup kuat (optimum). Nilai 4 (Baik)
g.
Menahan dengan full range dan menahan posisinya tanpa tahanan pemeriksa. Nilai 3 (Cukup)
95
PEMERIKSAAN MMT EKSTEREMITAS BAWAH
Sumber : med.unhas.ac.id. 2016
Nilai 2 (Kurang) a.
Posisi pasien : terlentang. Ekstremitas yang akan dites dalam keadaan setengah eksternal rotasi
b. Posisi terapis : berdiri pada sisi ekstremitas yang akan dites. Palpasi gluteus medius proksimal pada trochanter mayor dan tensor fasia latae pada anterolateral hip dibawah SIAS.
Sumber : med.unhas.ac.id. 2016
96
PEMERIKSAAN MMT EKSTEREMITAS BAWAH
c.
Tes : Pasien melakukan gerakan internal rotasi
hip
pada
jangkauan
gerak
yang
memungkinkan. d. Instruksi untuk pasien : “Putar kaki anda mendekati (keluar ke) kaki yang satunya” e.
Pasien menyelesaikan dengan full range of motion. Dengan hip berputar melewati garis tengah ke arah dalam, tahanan minimal dapat diberikan
untuk
mengimbangi
bantuan
grafitasi. Nilai 2 (Lemah) Alternatif tes untuk Grade 2 : dengan pasien duduk di tepi meja/ bed, terapis melakukan gerakan eksternal rotasi secara pasif dengan full ROM. Pasien kemudian diinstruksikan untuk menggerakkan ekstremitas secara aktif sampai garis tengah (posisi netral) dengan melawan sedikit tahanan. Ini dilakukan untuk memastikan kekuatan
grafitasi
tidak
dominan.
Jika
gerakannya baik, tes dapat dilakukan dengan posisi terlentang (tes yang pertama) Nilai 1 (Sangat lemah) dan Nilai 0 (tidak ada kekuatan sama sekali a.
Posisi pasien : terlentang dengan ekstremitas yang dites berada pada posisi eksternal rotasi.
97
PEMERIKSAAN MMT EKSTEREMITAS BAWAH
b. Posisi terapis : berdiri pada sisi ekstremitas yang dites. c.
Tes
:
Pasien
berusaha
untuk
meng-
endotasikan hip. Satu tangan digunakan untuk mem-palpasi gluteus medius (pada bagian posterolateral hip diatas trochanter mayor).
Tangan
lainnya
(pada
bagian
anterolateral hip dibawah SIAS) d. Instruksi untuk pasien : “Coba putar kaki anda kedalam”. e.
Teraba adanya kontraksi pada satu atau kedua otot.
Nilai 1 (Sangat lemah) Tidak ada kontraksi otot yang teraba sama sekali. Nilai 0 Tidak
ada
kekuatan
sama
sekali
(med.unhas.ac.id. 2016) 8. Regio Knee Fleksi Knee (Hamstring) Nilai 5 (Normal), nilai 4 (Baik) dan nilai 3 (Cukup) Ada 3 otot yang dites untuk hamstring pada Nilai 5 dan 4. Pemeriksa dapat mengetes pertama untuk keseluruhan otot hamstring (dengan kaki pada garis tengah). Hanya jika ada gerakan deviasi (asimetris) atau sebuah pertanyaan muncul untuk 98
PEMERIKSAAN MMT EKSTEREMITAS BAWAH
pemeriksa untuk memeriksa bagian medial atau lateral
hamstring
secara
terpisah.
Untuk
hamstring secara keseluruhan a.
Posisi pasien : tengkurap dengan ekstremitas lurus dan jari kaki melewait ujung meja atau bed. Tes bisa dimulai pada 45º fleksi lutut.
b. Posisi terapis : berdiri disamping ekstremitas yang akan dites. Tangan memberikan tahanan dengan berada pada bagian posterior kaki, tepat diatas ankle. Tahanan yang dberikan ke arah knee ekstensi untuk Nilai 5 dan 4. Tangan lainnya ditempatkan pada hamstring tendon pada bagian posterior paha
Sumber : med.unhas.ac.id. 2016
c.
Tes : pasien mem-fleksikan lutut ketika sambil mempertahankan kaki untuk berada pada rotasi netral
d. Instruksi untuk pasien : “Tekuk lutut anda. Tahan
ini,
jangan
meluruskannya”. 99
biarkan
saya
PEMERIKSAAN MMT EKSTEREMITAS BAWAH
e.
Melawan tahanan maksimal, dan knee fleksi (rata-rata 90º) tidak dapat robek. Nilai 5 (Normal)
f.
Posisi akhir gerakan fleksi dapat ditahan dengan tahanan cukup kuat (optimum). Nilai 4 (Baik)
g.
Menahan pada akhir range dan menahan posisinya tanpa tahanan pemeriksa. Nilai 3 (Cukup) Nilai 2 (Kurang)
Sumber : med.unhas.ac.id. 2016
h. Posisi
pasien
:
tidur
miring
dengan
ekstremitas yang akan dites (bagian atas) disanggah oleh pemeriksa. Ekstremitas yang dibagian bawah difleksikan untuk stabilitas. i.
Posisi terapis : berdiri dibelakang pasien sejajar dengan lutut. Satu lengan digunakan untuk menggendong bagian paha pasien, memberikan sanggahan pada medial lutut. Tangan lainnya menyanggah kaki pada bagian ankle tepat diatas maleolus. 100
PEMERIKSAAN MMT EKSTEREMITAS BAWAH
Sumber : med.unhas.ac.id. 2016
j.
Tes : Pasien melakukan gerakan fleksi knee pada ROM yang memungkinkan
k. Instruksi untuk pasien : “Tekuk lutut anda l.
Pasien menyelesaikan dengan full range of motion pada tidur menyamping. Nilai 2 (Lemah) Nilai 1 (Sangat lemah) dan Nilai 0 (tidak ada kekuatan sama sekali)
m. Posisi pasien : tengkurap dengan ekstremitas lurus dengan jari-jari berada melebihi meja atau bed. Lutut semi fleksi dengan disanggah pada bagian ankle oleh pemeriksa n. Posisi terapis : berdiri pada sisi ekstremitas yang dites sejajar dengan lutut. Satu tangan menyanggah pada posisi fleksi pada bagian ankle (Gambar di atas). Tangan lainnya mempalpasi bagian medial dan lateral tendon hamstring, tepat diatas bagian belakang lutut. o.
Tes : Pasien berusaha untuk menm-fleksikan knee. 101
PEMERIKSAAN MMT EKSTEREMITAS BAWAH
p. Instruksi untuk pasien : “Coba tekuk lutut anda”. q.
Tendon menjadi menonjol, tapi tidak terlihat adanya gerakan. Nilai 1 (Sangat lemah)
r.
Tidak teraba adanya kontraksi otot; tendon tidak menonjol. Nilai 0 tidak ada kekuatan sama sekali (med.unhas.ac.id. 2016)
9. Ekstensi Knee (Quadrisep femoris) Otot Quadrisep femoris diuji bersamaan sebagai suatu grup fungsional. Beberapa yang diberikan tidak dapat digambarkan dari MMT. Rectus femoris dapat dibedakan dari quadrisep saat hip fleksi.
Pengetahuan
hamstring
pasien
tentang sangat
gerakan
penting
pada
sebelum
memberikan tes untuk kekuatan ekstensi knee. Straight leg raising (SLR) merupakan posisi optimal untuk menguji ekstensi knee pada saat posisi duduk. Pada saat duduk dengan kaki menggantung di tepi meja atau bed untuk Nilai 5, 4, dan 3, jangkauan gerak SLR jadi menurun, gerakan trunk condong ke belakang. Jangkauan dari SLR juga memberikan informasi untuk pemeriksa bahwa jangkauan gerak pasien dalam posisi nyaman adalah tidur menyamping. Nilai 5 (Normal), nilai 4 (Baik) dan nilai 3 (Cukup)
102
PEMERIKSAAN MMT EKSTEREMITAS BAWAH
a.
Posisi pasien : duduk di ujung meja atau bed. Tempatkan
ganjalan
pada
bagian
ujung
bawah paha untuk mempertahankan femur pada posisi horizontal. Pengalaman pemeriksa dapar diganti dengan ganjalan dibawah paha dengan tangannya. Tangan pasien dapat tempatkan diatas meja atau bed pada sisi tubuh
untuk
stabilisasi,
atau
bisa
menggenggam sudut meja atau bed. Pasien dapat diijinkan untuk condong ke belakang untuk mengurangi ketegangan pada hamstri b. Posisi terapis : berdiri disamping ekstremitas yang akan dites. Tangan memberikan tahanan dengan berada pada bagian anterior kaki, tepat diatas ankle. Untuk Nilai 5 dan 4, tahanan yang dberikan ke arah bawah (ke arah lantai) pada gerakan knee fleksi.
Sumber : med.unhas.ac.id. 2016
103
PEMERIKSAAN MMT EKSTEREMITAS BAWAH
c.
Tes : pasien mem-ekstensikan lutut pada jangkauan gerak yang memungkinkan tapi tidak melampaui 0º.
d. Instruksi untuk pasien : “Luruskan lutut anda.
Tahan
ini,
jangan
biarkan
saya
menekuknya”. e.
Nilai 5 (Normal) : menahan dan melawan tahanan
maksimal
pada
akhir
posisi.
Kebanyakan fisioterapis tidak akan mampu untuk menggambarkan ekstensi knee normal f.
Nilai 4 (Baik) : menahan dan melawan dengan tahanan cukup kuat (optimum).
g.
Nilai 3 (Cukup) : melakukan gerakan dan menahannya tanpa tahanan dari pemeriksa.
Sumber : med.unhas.ac.id. 2016
Nilai 2 (Kurang) a.
Posisi
pasien
:
tidur
miring
dengan
ekstremitas yang akan dites (bagian atas). Ekstremitas
yang 104
tidak
dites
difleksikan
PEMERIKSAAN MMT EKSTEREMITAS BAWAH
untuk stabilitas. Ekstremitas yang akan diuji ditahan pada posisi knee fleksi 90º. Hip dalam keadaan full ekstensi. b. Posisi terapis : berdiri dibelakang pasien sejajar dengan lutut. Satu lengan digunakan untuk menggendong bagian kaki pasien yang akan di tes dengan tangan mengelilingi pahanya, tangan ditempatkan pada bagian bahaw knee. Tangan lainnya menahan kaki, pada bagian tepat di atas maleolus.
Sumber : med.unhas.ac.id. 2016
c.
Tes : Pasien melakukan gerakan ekstensi knee pada ROM yang memungkinkan. Terapis menyanggah
ekstremitas,
tapi
tidak
memberikan bantuan atau tahanan pada gerakan pasien. Bagian ini bagian dari seni MMT yang harus dipahami. d. Instruksi untuk pasien : “Luruskan lutut anda”
105
PEMERIKSAAN MMT EKSTEREMITAS BAWAH
e.
Nilai 2 (Lemah) : Pasien menyelesaikan dengan full range of motion. Nilai 1 (Sangat lemah) dan Nilai 0 (tidak ada kekuatan sama sekali)
f.
Posisi pasien : terlentang.
g.
Posisi terapis : berdiri pada sisi ekstremitas yang dites sejajar dengan lutut Satu tangan mem-palpasi quadrisep tendon bagian atas knee dengan tendon menahan dengan lemah antara ibu jari dan jari lainnya. Pemeriksa juga bisa mem-palpasi tendon patellar dengan dua sampai empat jari pada bagian bawah lutut.
Sumber : med.unhas.ac.id. 2016
h. Tes
:
Pasien
berusaha
untuk
menm-
ekstensikan knee. Alternative lainnya, terapis bisa menempatkan satu tangan di bawah knee yang
semifleksi;
palpasi
quadrisep
atau
tendon patellar ketika pasien mencoba untuk meng-ekstensikan knee.
106
PEMERIKSAAN MMT EKSTEREMITAS BAWAH
i.
Instruksi untuk pasien : “Tekan lutut anda turun ke meja atau bed” atau “Kencangkan tempurung lutut anda” (quadrisep setting).
j.
Untuk alternative tes : “Tekan tangan saya menggunakan lutut anda”
k. Nilai 1 (Sangat lemah) : kontraksi dapat dipalpasi pada tendon. Tidak ada gerakan sendi l.
Nilai 0 (tidak ada kekuatan sama sekali): tidak teraba
adanya
kontraksi
otot.
(med.unhas.ac.id. 2016) Daftar Pustaka https://med.unhas.ac.id/fisioterapi/wpcontent/uploads/2016/12/PEMERIKSAAN-MANUALMASCLE-TESTING.pdf (di akses pada tanggal 20 april 2020) https://minio1.123dok.com/dt03pdf/123dok/pdf/2019/ 02_17/rrsg3o1593252187.pdf(di akses tanggal 20 april 2020)
107
108
BAB 5 Pemeriksaan Fungsional
P
emeriksaan kemampuan fungsional dilakukan untuk mengetahui kemampuan pasien dalam melakukan
aktifitas
sehari-hari,
selain
itu
untuk
mengetahui
ketergantungan pasien terhadap bantuan orang lain atau lingkungan
sekitarnya
dalam
melakukan
aktifitas
fungsional. Pemeriksaan fungsional terdiri dari berbagai macam pemeriksaan sesuai dengan kondisi pasien, diantaranya: A. Indeks Barthel 1. Pengertian Merupakan
suatu
indeks
untuk
mengukur
kualitas hidup seseorang dilihat dari kemampuan melakukan
aktivitas
kehidupan
sehari-hari
(Activity of Daily Living/ADL) secara mandiri. Indeks
Barthel
adalah
indeks
dengan
menggunakan skala ordinal 0 (total dependen)100 (total independen). Indeks Barthel umum digunakan
karena
sederhana
dan
sifat
tidak
pengerjaannya memerlukan
yang
keahlian
khusus karena hanya melayani kemampuan
109
PEMERIKSAAN FUNGSIONAL
pasien melakukan aktivitas kehidupan seharihari. Indeks
Barthel
berfungsi
untuk
mengukur
kemandirian fungsional dalam hal perawatan diri dan mobilitas serta dapat juga digunakan sebagai kriteria dalam penilaian kemampuan fungsional bagi
pasien-pasien
keseimbangan.
yang
memiliki
Tingkat
gangguan
kemandirian
diklasifikasikan menjadi 10 indikator. 10 indikator Indeks Barthel tersebut adalah : makan,
mandi,
perawatan
diri
(Grooming),
berpakaian, buang air besar, buang air kecil, toileting,
transfer
(berpindah),
mobilisasi
(berpindah), dan naik tangga ini diperoleh dari pengkajian dengan Indeks Barthel. 2. Tujuan Indeks
Barthel
bertujuan
untuk
aktivitas
fungsional penderita stroke, penderita gangguan neuromuskuler
atau
muskuloskeletal
penderita onkologi. 3. Lembar Pengkajian Indeks Barthel Nama Klien
:
Usia
:
Jenis Kelamin
:
Sumber Informasi
: 110
lain,
PEMERIKSAAN FUNGSIONAL
Tabel 5.1 Lembar Pengkajian Indeks Barthel No. 1.
2. 3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Item yang dinilai Skor Makan 0 = Tidak mampu 1 = Butuh bantuan memotong lauk, mengoles mentega dll 2 = Mandiri Mandi 0 = Tergantung orang lain 1 = Mandiri Perawatan diri 0 = Membutuhkan bantuan orang lain 1 = Mandiri dalam perawatan muka, rambut, gigi, dan bercukur Berpakaian 0 = Tergantung orang lain 1 = Sebagian dibantu (misal mengancing baju) 2 = Mandiri Buang air kecil 0 = Inkontinensia atau pakai kateter dan tidak terkontrol 1 = Kadang Inkontinensia (maks, 1x24 jam) 2 = Kontinensia (teratur untuk lebih dari 7 hari) Buang air besar 0 = Inkontinensia (tidak teratur atau perlu enema) 1 = Kadang Inkontensia (sekali seminggu) 2 = Kontinensia (teratur) Penggunaan 0 = Tergantung bantuan orang lain toilet 1 = Membutuhkan bantuan, tapi dapat melakukan beberapa hal sendiri 2 = Mandiri Transfer 0 = Tidak mampu 1 = Butuh bantuan untuk bisa duduk (2 orang) 2 = Bantuan kecil (1 orang) 3 = Mandiri Mobilitas 0 = Immobile (tidak mampu) (berjalan di 1 = Menggunakan kursi roda
111
PEMERIKSAAN FUNGSIONAL
permukaan datar)
10.
2 = Berjalan dengan bantuan satu orang 3 = Mandiri (meskipun menggunakan alat bantu seperti, tongkat) 0 = Tidak mampu 1 = Membutuhkan bantuan (alat bantu) 2 = Mandiri
Naik turun tangga
Hasil Pemeriksaan : Hasil dari pemeriksaan Indeks Bartel dikategorikan menjadi 5 kategori dengan rentang nilai berikut ini : a.
Skor 20
: Mandiri
b. Skor 12-19 : Ketergantungan Ringan c.
Skor 9-11
: Ketergantungan Sedang
d. Skor 5-8
: Ketergantungan Berat
e.
: Ketergantungan Total
Skor 0-4
B. Indeks Left (Lower Extremity Functional Scale) 1. Pengertian Lower Extremity Functional Scale (LEFS) adalah ukuran hasil penilaian pasien (PROM) yang valid untuk pengukuran fungsi ekstremitas bawah. Ini pertama kali dikembangkan oleh Binkley et al. (1999) pada sekelompok pasien dengan berbagai kondisi muskuloskeletal.
112
PEMERIKSAAN FUNGSIONAL
2. Tujuan Tujuan Lower Extremity Functional Scale (LEFT) untuk mengukur fungsi awal pasien, kemajuan yang sedang berlangsung dan hasil-hasil untuk berbagai
kondisi
ekstremitas
bawah.
LEFT
ditujukan untuk digunakan oleh orang dewasa, dengan kondisi ekstremitas bawah 3. Lembar pengkajian Lower Extremity Functional Scale (LEFT) Lower
Extremity
Functional
Scale
(LEFT)
digunakan untuk mengetahui apakah seseorang mengalami
kesulitan
dengan
aktivitas
yang
tercantum dibawah ini yang berhubungan dengan masalah tungkai bawah. Pasien diminta untuk memberikan jawaban untuk setiap aktivitas. Lingkari satu nomor di setiap baris Tabel 5.2 Lembar Pengkajian Lower Extremity Functional Scale (LEFT) Activities
Extreme
Quite a
Moderate
A little
Difficulty
bit of
difficulty
bit of
or unable
difficulty
No difficulty
difficulty
to perform activity
a. Any of your usual work, housework or school activities.
0
1
113
2
3
4
PEMERIKSAAN FUNGSIONAL
b. Your usual hobbies, recreational or sporting activities
0
1
2
3
4
c. Getting into or out of the bath.
0
1
2
3
4
d. Walking between rooms.
0
1
2
3
4
e. Putting on your shoes or socks.
0
1
2
3
4
f. Squatting.
0
1
2
3
4
g. Lifting an object, like a bag of groceries from the floor.
0
1
2
3
4
h. Performing light activities around your home.
0
1
2
3
4
i. Performing heavy activities around your home.
0
1
2
3
4
j. Getting into or out of a car.
0
1
2
3
4
k. Walking 2 blocks.
0
1
2
3
4
l. Walking a mile.
0
1
2
3
4
m. Going up or down 10 stairs (about 1 flight of stairs).
0
1
2
3
4
n. Standing for 1 hour.
0
1
2
3
4
114
PEMERIKSAAN FUNGSIONAL
o. Sitting for 1 hour.
0
1
2
3
4
p. Running on even ground.
0
1
2
3
4
q. Running on uneven ground.
0
1
2
3
4
r. Making sharp turns while running fast.
0
1
2
3
4
s. Hopping.
0
1
2
3
4
t. Rolling over in bed.
0
1
2
3
4
Column Totals: Pasien memilih jawaban dari skala berikut untuk setiap aktivitas yang terdaftar: a.
Kesulitan
Ekstrim
atau
Tidak
Dapat
Melakukan Aktivitas b. Sedikit Kesulitan c.
Kesulitan Sedang
d. Sedikit Kesulitan e.
Tidak Ada Kesulitan
Skor pasien dihitung di bagian bawah halaman. Skor maksimum yang mungkin adalah 80 poin, menunjukkan fungsi yang sangat tinggi. Skor minimum
yang
mungkin
adalah
0
menunjukkan fungsi yang sangat rendah. 115
poin,
PEMERIKSAAN FUNGSIONAL
C. Indeks Katz 1. Pengertian Indeks Katz adalah suatu instrument pengkajian dengan sistem penilaian yang didasarkan pada kemampuan
seseorang
untuk
melakukan
aktivitas kehidupan sehari-hari secara mandiri. Penentuan
kemandirian
mengidentifikasikan keterbatasan
fungsional
dapat
kemampuan
klien
sehingga
dan
memudahkan
pemilihan intervensi yang tepat (Maryam,R. Siti, dkk, 2011). 2. Tujuan Tujuan Indeks ADL, atau KATZ ADL, adalah untuk memantau prognosis dan pengobatan lansia dan orang yang sakit kronis. Secara khusus,
KATZ
seseorang
ADL
dalam
mengukur
kegiatan
kemandirian
bersama
dalam
kehidupan sehari-hari (ADL). 3. Lembar pengkajian Indeks Kats Indeks Katz meliputi kemampuan mandiri lansia untuk mandi, berpakaian, toileting, berpindah tempat,
kontinen,
dan
makan.
Indeks
Katz
membentuk suatu kerangka kerja untuk mengkaji kehidupan
hidup
mandiri
lansia
atau
bila
ditemukan terjadi penurunan fungsi maka akan disusun titik fokus perbaikannya. 116
PEMERIKSAAN FUNGSIONAL
Tabel 5.3 Lembar pengkajian Indeks Katz Aktivitas Mandi
Berpakaian
Toileting
Mandiri (Skor 0) Melakukan mandi secara mandiri atau memerlukan bantuan hanya untuk bagian tertentu saja misalnya punggung atau bagian yang mengalami gangguan Mengambil baju dari lemari, memakai pakaian, melepaskan pakaian, mengancingi/mengikat pakaian. Bisa pergi ke toilet sendiri, membuka, melakukan BAB BAK sendiri.
Berpindah Tempat
Bisa berpindah tempat sendiri tanpa bantuan, alat bantu gerak diperkenankan
Kontinen
BAK dan BAB seluruhnya dikontrol sendir
Makan
Mengambil makanan dari piring dan menyuapinya sendiri
117
Ketergantungan (Skor 1) Perlu bantuan lebih dari satu bagian tubuh, perlu bantuan total.
Tidak dapat memakai baju sendiri atau hanya Sebagian Menerima bantuan untuk masuk ke kamar kecil dan menggunakan pispot Perlu bantuan dalam berpindah dari bed ke kursi roda, bantuan dalam berjalan. Inkontinensia parsial atau total; penggunaan kateter,pispot, enema dan pembalut ( pampers) Bantuan dalam hal mengambil makanan dari piring dan menyuapinya, tidak makan sama
PEMERIKSAAN FUNGSIONAL
sekali, dan makan parenteral (NGT)
Skala yang ditetapkan Katz Index dalam ADL terdiri dari dua kategori yaitu kemandirian tinggi (index A, B, C, D) dan kemandirian rendah (E, F dan G). a.
Indeks Katz A yaitu kemandirian dalam 6 aktivitas yaitu makan, kontinen, berpindah, kekamar kecil, berpakaian dan mandi.
b. Katz Index B yaitu kemandirian dalam 5 aktivitas. c.
Katz Index C yaitu kemandirian dalam semua hal kecuali mandi dan satu fungsi tambahan.
d. Katz Index D yaitu kemandirian dalam semua hal kecuali mandi, berpakaian dan satu fungsi tambahan. e.
Katz Index E yaitu kemandiri dalam semua hal kecuali mandi, berpakaian, kekamar kecil dan satu fungsi tambhan.
f.
Katz Index F yaitu kemandirian dalam semua hal kecuali mandi, berpakaian, kekamar kecil, berpindah dan satu fungsi tambahan.
g.
Katz Index G yaitu ketergantungan terhadap keenam fungsi tersebut.
118
PEMERIKSAAN FUNGSIONAL
D. Indeks Spadi (Shoulder Pain and Disability Indeks) 1. Pengertian SPADI merupakan kuesioner yang diisi pasien dengan 13 item yang menilai tingkat nyeri dan tingkat kesulitan dengan ADL yang membutuhkan penggunaan ekstremitas atas. Subskala nyeri memiliki 5 item dan subskala Disabilitas memiliki 8 item. Indeks SPADI membutuhkan waktu 5-10 menit untuk pasien melengkapi dan merupakan ukuran khusus yang reliable dan valid untuk bahu. Instruksi penilaian untuk menjawab pertanyaan, pasien melingkari pada angka tabel pemeriksaan untuk
setiap
pertanyaan.
Garis
penilaian
kemampuan fungsional “tidak ada kesulitan” dan “kesulitan” dan membutuhkan bantuan orang lain untuk melakukannya 2. Tujuan Indeks
Spadi
merupakan
kuesioner
yang
bertujuan untuk menilai tingkat nyeri dan tingkat kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari-hari pada pasien Shoulder pain, Rotator cuff disease, Osteoarthritis, Rheumatoid arthritis, Adhesive Capsulitis, Shoulder arthroplasty.
119
PEMERIKSAAN FUNGSIONAL
3. Lembar Pengkajian Spadi a.
Lingkari angka yang paling menggambarkan rasa sakit Anda di mana :
0 = tidak ada
rasa sakit dan 10 = nyeri terburuk yang tidak bisa dibayangkan. b. Seberapa parah nyeri yang anda rasakan? Tabel 5.4 Skala Nyeri Sangat nyeri?
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Ketika posisi tiduran sisi yang terkena?
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Meraih sesuatu di rak tinggi?
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Menyentuh ke bagian belakang leher anda?
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Mendorog dengan tangan yang sakit?
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
c.
Berapa besar kesulitan yang Anda miliki?
d. Lingkari angka yang paling menggambarkan pengalaman Anda dimana: 0 = tidak ada kesulitan
dan
10
=
membutuhkan bantuan.
120
sangat
sulit
dan
PEMERIKSAAN FUNGSIONAL
Tabel 5.5 Skala Disabilitas Mencuci rambut anda? 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Menggosok punggung anda?
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Mengenakan baju?
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Memakai kemeja dengan kancing didepan?
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Memakai celana anda?
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Menempatkan benda ke rak yang tinggi?
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Membawa benda berat 10 pounds (4,5 kg) Mengambil sesuatu dari saku belakang anda?
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Jumlah skor nyeri
:/ 50 x 100 =
%
Jumlah skor disabilitas
:/ 80 x 100 =
%
Jumlah skor spadi
:/ 130 x 100 =
%
Skor 0 menunjukkan 100 terbaik menunjukkan terburuk. Skor yang lebih tinggi menunjukkan lebih banyak kecacatan. Dalam penilaian SPADI, pertanyaan yang terlewat harus dikeluarkan dari skor total setiap subskala.
121
PEMERIKSAAN FUNGSIONAL
yaitu jika 1 pertanyaan dihilangkan di bagian nyeri, skor total dibagi dengan 40. E. Functional Independence Measure (FIM) 1. Pengertian Functional merupakan
Independence alat
Measure
pengukuran
18
item
(FIM) yang
mengeksplorasi fungsi fisik, psikologis dan sosial individu. Ini setara dengan Uniform Data System for Medical Rehabilitation (UDSMR). Alat ini digunakan
untuk
menilai
tingkat
kecacatan
pasien serta perubahan status pasien sebagai respons terhadap rehabilitasi atau intervensi medis. FIM menggunakan tingkat bantuan yang dibutuhkan
individu
untuk
menilai
status
fungsional dari kemandirian total hingga bantuan total 2. Tujuan FIM digunakan oleh praktisi kesehatan untuk menilai
status
mengalami
fungsional
gangguang
seseorang
mobilitas
yang
fungsional
berdasarkan tingkat bantuan yang dia butuhkan. 3. Lembar Pengkajian FIM Skor FIM berkisar dari 1 hingga 7. Kategori penilaian berkisar dari "bantuan total = 1" hingga "kebebasan penuh tanpa bantuan = 7". Terlepas
122
PEMERIKSAAN FUNGSIONAL
dari penggunaan alat bantu apa pun, orang tersebut dianggap mandiri sepenuhnya. Skor yang jatuh di bawah 6 membutuhkan orang lain untuk pengawasan atau bantuan. Tabel 5.6 Klasifikasi Penilaian Functional Independence Measure (FIM) Klasifikasi Penilaian Skor Motorik: Mengurus Diri Makan 1-7 Sendiri Berdandan 1-7 Mandi 1-7 Memakai Baju 1-7 Memakai Celana 1-7 Kekamar mandi 1-7 (Toilet) Kontrol Sphincter Manajemen kontrol 1-7 buang air kecil 1-7 Manajemen kontrol buang air besar Mobilitas Tidur, pakai kursi, 1-7 pakai kursi roda 1-7 Buang air sendiri 1-7 Mandi dibak mandi, dengan shower Gerakan Berjalan atau dengan 1-7 kursi roda 1-7 Naik tangga Kognitif: Komunikasi Pemahaman 1-7 Ekspresi 1-7 Kognisi sosial Interaksi sosial 1-7 Memecahkan 1-7 masalah 1-7 ingatan
123
PEMERIKSAAN FUNGSIONAL
Tabel 5.7 Interpretasi Penilaian Functional Independence Measure (FIM) Tingkat Ketergantunga Tanpa Bantuan
Relatif tergantung dengan bantuan
Komplit tergantung dengan bantuan
Tingkat Fungsional
Nilai
Komplit tanpa ketergantunga Relatif tanpa ketergantungan Supervisi Bantuan minimal (≤75% tanpa ketergantungan) Bantuan sedang (≥50% tanpa ketergantungan) Bantuan maksimal (≥25% tanpa ketergantungan) Bantuan total (≤25% tanpa ketergantungan)
7 6
5 4 3
2 1
F. Oswestry Disability Index (ODI) 1. Pengertian Oswestry Disability Indeks (ODI) merupakan alat ukur yang berisi daftar pertanyaan atau kuisioner yang dirancang untuk memberikan informasi seberapa besar tingkat disabilitas Nyeri Punggung Bawah (NPB) dalam melakukan aktifitas seharihari. Oswestry Disability Indeks (ODI) adalah kuesioner yang
didesain
untuk
membantu
fisioterapis
mendapatkan informasi tentang bagaimana nyeri punggung bawah yang diderita pasien berdampak pada kemampuan fungsional pasien sehari-hari.
124
PEMERIKSAAN FUNGSIONAL
2. Tujuan Mengetahui tingkat disabilitas nyeri punggung bawah akut atau kronis 3. Lembar Pengkajian ODI Metode pengukuran ODI terjadi dari beberapa faktor
utama,
antara
lain
intensitas
nyeri,
perawatan diri, mengangkat, berjalan, duduk, berdiri, tidur, kegiatan seksual, kehidupan sosial, serta rekreasi. Berikan tanda √ pada salah satu pilihan jawaban yang paling menggambarkan keadaan anda. a.
Intensitas nyeri
o o o o o o
Saat ini saya tidak nyeri (Nilai : 0) Saat ini nyeri terasa sangat ringan (Nilai:1) Saat ini nyeri terasa ringan (Nilai : 2) Saat ini nyeri terasa agak berat (Nilai : 3) Saat ini nyeri terasa sangat berat (Nilai : 4) Saat ini nyeri terasa amat sangat berat (Nilai : 5)
b. Perawatan diri (mandi, berpakaian dll)
o
Saya merawat diri secara normal tanpa disertai timbulnya nyeri (Nilai : 0)
125
PEMERIKSAAN FUNGSIONAL
o
Saya merawat diri secara normal tetapi terasa sangat nyeri (Nilai : 1)
o
Saya merawat diri secara hati-hati dan lamban
karena
terasa
sangat
nyeri
(Nilai:2)
o
Saya memerlukan sedikit bantuan saat merawat diri (Nilai : 3)
o
Setiap hari saya memerlukan bantuan saat merawat diri (Nilai : 4)
o
Saya tidak bisa berpakaian dan mandi sendiri, hanya tiduran di bed (Nilai :5)
c.
Aktifitas Mengangkat
o
Saya dapat mengangkat benda berat tanpa disertai timbulnya nyeri (Nilai :0)
o
Saya dapat mengangkat benda berat tetapi disertai timbulnya nyeri (Nilai :1)
o
Nyeri
membuat
saya
tidak
mampu
mengangkat benda berat dari lantai, tetapi saya mampu mengangkat benda berat yang posisinya mudah, misalnya di atas meja. (Nilai : 2)
o
Nyeri
membuat
saya
tidak
mampu
mengangkat benda berat dari lantai, tetapi saya mampu mengangkat benda ringan
126
PEMERIKSAAN FUNGSIONAL
dan
sedang
yang
posisinya
mudah,
misalnya di atas meja. (Nilai : 3)
o
Saya hanya dapat mengangkat benda yang sangat ringan (Nilai : 4)
o
Saya tidak dapat mengangkat maupun membawa benda apapun (Nilai : 5)
d. Berjalan
o
Saya
mampu
berjalan
berapapun
jaraknya tanpa disertai timbulnya nyeri (Nilai : 0)
o
Saya hanya mampu berjalan tidak lebih dari 1 mil karena nyeri (Nilai : 1)
o
Saya hanya mampu berjalan tidak lebih dari 1/4 mil karena nyeri (Nilai :2)
o
Saya hanya mampu berjalan tidak lebih dari 100 yard karena nyeri (Nilai :3)
o
Saya
hanya
mampu
berjalan
menggunakan alat bantu tongkat atau kruk (Nilai : 4)
o
Saya hanya mampu tiduran, untuk ke toilet dengan merangkak (Nilai : 5)
e.
Duduk
o
Saya mampu duduk pada semua jenis kursi selama aku mau (Nilai : 0) 127
PEMERIKSAAN FUNGSIONAL
o
Saya mampu duduk pada kursi tertentu selama aku mau (Nilai : 1)
o
Saya hanya mampu duduk pada kursi tidak lebih dari 1 jam karena nyeri (Nilai:2)
o
Saya hanya mampu duduk pada kursi tidak lebih dari 1/2 jam karena nyeri (Nilai:3)
o
Saya hanya mampu duduk pada kursi tidak lebih dari 10 menit karena nyeri (Nilai : 4)
o
Saya tidak mampu duduk karena nyeri (Nilai : 5)
f.
Berdiri
o
Saya mampu berdiri selama aku mau (Nilai : 0)
o
Saya mampu berdiri selama aku mau tetapi timbul nyeri (Nilai : 1)
o
Saya hanya mampu berdiri tidak lebih dari 1 jam karena nyeri (Nilai : 2)
o
Saya hanya mampu berdiri tidak lebih dari 1/2 jam karena nyeri (Nilai : 3)
o
Saya hanya mampu berdiri tidak lebih dari 10 menit karena nyeri (Nilai :
128
PEMERIKSAAN FUNGSIONAL
o
Saya tidak mampu berdiri karena nyeri (Nilai : 5)
g.
Tidur
o
Tidurku
tak
pernah
terganggu
oleh
timbulnya nyeri (Nilai : 0)
o
Tidurku
terkadang
terganggu
oleh
timbulnya nyeri (Nilai : 1)
o
Karena nyeri tidurku tidak lebih dari 6 jam (Nilai : 2)
o
Karena nyeri tidurku tidak lebih dari 4 jam (Nilai : 3)
o
Karena nyeri tidurku tidak lebih dari 2 jam (Nilai : 4)
o
Saya tidak bisa tidur karena nyeri (Nilai :5)
h. Aktifitas Seksual (bila memungkinkan)
o
Aktifitas seksualku berjalan normal tanpa disertai timbulnya nyeri (Nilai :0)
o
Aktifitas seksualku berjalan normal tetapi disertai timbulnya nyeri (Nilai :1)
o
Aktifitas
seksualku
berjalan
hampir
normal tetapi sangat nyeri (Nilai : 2)
o
Aktifitas seksualku sangat terhambat oleh adanya nyeri (Nilai : 3)
129
PEMERIKSAAN FUNGSIONAL
o
Aktifitas seksualku hampir tak pernah karena adanya nyeri (Nilai : 4)
o
Aktifitas seksualku tidak pernah bisa terlaksana karena nyeri (Nilai : 5)
i.
Kehidupan Sosial
o
Kehidupan sosialku berlangsung normal tanpa gangguan nyeri (Nilai : 0)
o
Kehidupan sosialku berlangsung normal tetapi
ada peningkatan derajat nyeri
(Nilai : 1)
o
Kehidupan
sosialku
misalnya
olahraga
yang
aku
tidak
sukai begitu
terganggu adanya nyeri (Nilai : 2)
o
Nyeri menghambat kehidupan sosialku sehingga
aku
jarang
keluar
rumah
(Nilai:3)
o
Nyeri hanya
membuat
kehidupan
berlangsung
di
sosialku
rumah
saja
(Nilai:4)
o
Saya tidak mempunyai kehidupan sosial karena nyeri (Nilai : 5)
130
PEMERIKSAAN FUNGSIONAL
j.
Bepergian / Melakukan Perjalanan
o
Saya
bisa
semua
melakukan
tempat
tanpa
perjalanan adanya
ke
nyeri
(Nilai:0)
o
Saya
bisa
melakukan
perjalanan
ke
semua tempat tetapi timbul nyeri (Nilai :1)
o
Nyeri memang mengganggu tetapi saya bisa melakukan perjalanan lebih dari 2 jam (Nilai : 2)
o
Nyeri
menghambatku
hanya
bisa
sehingga
melakukan
saya
perjalanan
kurang dari 1 jam (Nilai : 3)
o
Nyeri
menghambatku
hanya
bisa
sehingga
melakukan
saya
perjalanan
pendek kurang dari 30 menit (Nilai : 4)
o
Nyeri menghambatku untuk melakukan perjalanan kecuali hanya berobat (Nilai :5)
Setiap
pertanyaan
mempunyai
enam
respon
alternative mulai dari yang “no problem” sampai dengan
“not
possible”.
Skor
ODI
kemudian
dihitung dengan cara dijumlahkan setiap itemnya 0-5 jadi total nilai maksimal adalah 50, kemudian dikalikan 100. Jika ada salah satu item yang tidak dijawab, maka yang dihitung hanya yang dijawab saja.
Total
skor
antara
0-100%, dimana 0
menggambarkan tidak ada ketidakmampuan dan 131
PEMERIKSAAN FUNGSIONAL
100
berarti
Interpretasi
ketidakmampuan
skor
pada
maksimal.
kuesioner
Oswestry
Disability Index (ODI) adalah sebagai berikut: a.
0% - 20 % = Minimal disability : Pasien dapat melakukan
aktivitas
sehari-hari
tanpa
b. 21% - 40% = Moderate disability :
Pasien
terganggu oleh rasa nyeri.
merasakan
nyeri
kesulitan
dalam
sehari-hari
yang
seperti
lebih
dan
melakukan duduk,
mulai
aktivitas
mengangkat
barang dan berdiri. c.
41% - 60% = Severe disability : Nyeri terasa sepanjang waktu dan aktivitas sehari-hari mulai terganggu karena rasa nyeri.
d. 61% - 80% = Crippled : Nyeri yang timbul mengganggu seluruh aktivitas sehari- hari. e.
81% - 100% = Pasien sudah sangat tersiksa oleh nyeri yang timbul
G. Wrist and Hand Disability Indeks (WHDI) 1. Pengertian Wrist and hand disability merupakan alat ukur untuk
mengetahui
seberapa
pengaruh
nyeri
terhadap aktifitas fungsional tangan dan jari-jari.
132
PEMERIKSAAN FUNGSIONAL
2. Tujuan Untuk mengetahui tingkat disabilitas tangan dan jari-jari 3. Lembar pengkajian WHDI Wrist and Hand Disability Indeks (WHDI) terdiri dari 10 indikator penilaian meliputi intensitas nyeri, rasa tebal dan kesemutan, perawatan diri, kekuatan otot, toleransi menulis dan mengetik, bekerja, menyetir kendaraan, tidur, pekerjaan rumah dan rekreasi atau olahraga dengan empat kriteria tingkat keparahan aktifitas fungsional. Tabel 5.8 Wrist and Hand Disability Indeks (WHDI) Kriteria Nyeri
Pertanyaan (...) Tidak ada nyeri di pergelangan tangan. (...) Ada nyeri di pergelangan intermiten/ kadang kadang. (...) Ada nyeri di pergelangan tangan continue. (...) Nyeri di pergelangan tangan bersifat konstan dan adanya keterbatasan pada tangan dalam batas sedang. (...) Nyeri pergelangan tangan bersifat konstan dan adanya keterbatasan fungsional bersifat berat. (...) Nyeri di pergelangan tangan bersifat konstan dan tidak dapat menggunakan tangan untuk aktifitas.
133
PEMERIKSAAN FUNGSIONAL
Kesemutan dan Rasa Tebal
(...) Tidak ada rasa tebal dan kesemutan pada pergelangan tangan. (...) Kadang kadang merasa tebal dan kesemutan. (...) Rasa tebal dan kesemutan dirasakan terus menerus namun tidak mengganggu aktifitas tangan. (...) Rasa tebal dan kesemutan terus menerus dan mengganggu aktifitas tangan dalam batas sedang. (...) Rasa tebal dan kesemutan terus menerus dan mengganggu aktifitas tangan dalam batas berat. (...) Rasa tebal dan kesemutan terusmenerus dan tidak dapat menggunakan tangan untuk aktifitas.
Perawatan Diri
(...) dapat melakukan aktifitas perawatan diri tanpa gejala. (...) Dapat melakukan aktifitas perawatan diri namun meningkatkan gejala yang ada. (...) Tidak merasa nyaman dalam melakukan aktifitas perawatan diri, namun masih bisa dilakukan dengan pelan pelan atau hati hati. (...) Dapat melakukan aktifitas perawatan diri dengan tangan yangsakit dan kadang kadang menggunakan tangan yang sehat. (...) Dapat melakikan aktifitas perawatan diri dengan tangan yang sakit namun lebih sering menggunakan tangan yang sehat. (...) Tidak mampu melakukan aktifitas perawatan diri menggunakan tangan yang sakit sehingga selalu menggunakan tangan yang sehat.
134
PEMERIKSAAN FUNGSIONAL
Kekuatan
(...) Dapat mengangkat beban terberat tanpa ada gejala. (...) Dapat mengangkat beban berat namun meningkatkan gejala. (...) Gejala yang ada mencegah untuk mengangkat beban lebih dari sedang, misal galon aqua. (...) Gejala yang ada mencegah mengangkat beban lebih ringan, misal buku. (...) Sering tidak dapat mengangkat beban yang ringan karena kelemahan pada pergelangan tangan. (...) Menghindari mengangkat barang apapun dengan tangan yang sakit.
Toleransi Menulis dan Mengetik
(...) Mampu menulis/mengetik tanpa muncul gejala. (...) Mampu menulis/mengetik namun meningkatkan gejala. (...) Mampu menulis/mengetim 31-60 menit sebelum gejala muncul. (...) Mampu menulis/mengetik 11-30 menit sebelum gejala muncul. (...) Mampu menulis/mengetik 10 menit sebelum gejala muncul (...)Tidak dapat menulis/ mengetik menggunakan tangan yang sakit
Bekerja
(...) Mampu melakukan pekerjaan tanpa gejala. (...) Mampu melakukan pekerjaan namun meningkatkan nyeri. (...) Mampu melakukan pekerjaan namun tidak semua karena gejala yang ada. (...) Mampu melakukan sebagian pekerjaan karena gejala yang muncul. (...) Mampu melakukan beberapa pekerjaan dengan susah payah karena gejala yang ada. (...) Tidak mampu melakukan pekerjaan yang ada karena gejala yang ada.
135
PEMERIKSAAN FUNGSIONAL
Menyetir dan Mengemudi
(...) Mampu menyetir tanpa gejala (...) Mampu menyetir namun meningkatkan gejala yang ada (...) Mampu menyetir 31-60 menit sebelum gejala (...) Mampu menyetir 11-30 menit sebelum gejala muncul. (...) Mampu menyetir 10 menit sebelum gejala muncul (...) Tidak dapat menyetir sama sekali.
Tidur
(...) Tidak ada masalah tidur. (...) Tidur sedikit mengalami gangguan atau bangun sekali setiap tidur. (...) Tidur agak mengalami gangguan atau dua kali bangun setiap tidur. (...) Tidur mengalami gangguan bangun tiga sampai empat kali setiap tidur. (...) Tidur banyak mengalami gangguan bangun lima sampai enam kali setiap tidur. (...) Tidur sangat terganggu bangun tujuh sampai delapan kali setiap tidur.
Pekerjaan Rumah Tangga
(...) Tidak mengalami kesulitan dalam melakukan pekerjaan rumah tangga. (...) Dapat melakukan semua pekerjaan rumah tangga namun butuh istirahat. (...) Dapat melakukan pekerjaan rumah tangga seperlunya. (...) Dapat melakukan sebagian pekerjaan rumah tangga. (...) Dapat melakukan sebagian kecil pekerjaan rumah tangga. (...) Sama sekali tidak dapat melakukan pekerjaan rumah tangga.
136
PEMERIKSAAN FUNGSIONAL
Rekreasi atau Olahraga
(...) Dapat melakukan kegiatan rekreasi atau olahraga tanpa ada gejala. (...) Dapat melakukan beberapa kegiatan rekreasi atau olahraga dengan sedikit gejala. (...) Tidak semua kegiatan rekreasi atau olahraga dapat dilakukan karna gejala. (...) Dapat melakukan sedikit kegiatan rekreasi atau olahraga karena gejala. (...) Dapat melakukan beberapa aktifitas karena adanya gejala. (...) Tidak dapat melakukan kegiatan rekreasi dan olahraga karena gejala.
Tabel 5.9 Interpretasi Hasil Wrist and Hand Disability Indeks (WHDI) 1-20%
Skor
Derajat kecacatan Minimal disability
20-40%
Moderate
40-60%
Severe disability
>60%
Severly disability in several area of life
Skor : ....../50 x 100% =.........% (............) H. Skala Jette 1. Pengertian 2. Tujuan 3. Lembar Pengkajian Skala Jette Daftar Pustaka Bambang, T. 2012. Instrumen Pemeriksaan Fisioterapi dan Penelitian Kesehatan. Cetakan II. Yogyakarta: Nuha Hermansyah, Lina, R., & Aminoto, T. (2015). Latihan Napas Pengaruhterhadap Kualitas Hidup Lanjut Usia 137
PEMERIKSAAN FUNGSIONAL
Di Panti Werdha Riapembangunan.Jurnal Ilmu dan Teknologi Ke sehatan Vo.l 2 No.2 , 57-64 Idris, D., & Estherine, P. (2016). Kegiatan Penderita Harian Hariankusta Berdasarkan Tingkat Cacat Dengan Indeksbarthel. Jurnal STIKES Vo l. 9 No. 1 Irawati, Selly. (2017). Penatalaksanaan Ultra Sound Dan Terapi Latihan PadaCarpal Tunnel Syndrome Sinistra. Akademi Fisioterapi Widya Husada: Semarang Katz P. Measures of Adult General Functional Status. Arthritis Care Res (Hoboken). 2003. 49; 5S: S15–S27. Linacre JM, Heinemann JW, Wright BD, Granger CV, Hamilton BB. The structure and stability of the functional independence measure. Arch Phys Med Rehabil. 1994. 75: 127-132. Lower extremity functional scale https://www.researchgate.net/figure/Sourceoriginale-Binkley-JM-Stratford-PW-Lott-SA-RiddleDL-The-LowerExtremity_fig1_221874838 McCabe D. Katz Index of Independence in Activities of Daily Living (ADL). Best Practices in Nursing Care to Older Adults. 2019. 2. Rehabilitation Measures Database Lower Extremity Functional Scale http://www.rehabmeasures.org/ Lists/RehabMeasures/DispForm.aspx?ID=1113 Roland M, Fairbank J. The Roland-Morris Disability Questionnaire and the Oswestry Disability Questionnaire. Spine 2000; 25: 3115-3124 (Version 2.1) Staples MP, Forbes A, Green S, Buchbinder R. Shoulder‐ specific disability measures showed acceptable construct validity and responsiveness. J Clin Epidemiol 2010; 63: 163–70. Syafi'i, J., Sukiandra, R., & Mukhyarjon. (2016). Korelasi Streshiperglisemia Dengan Indeks Barthel Di Akut Non-Pasien Stroke Hemoragik Di Bawah Neurologi RSUD arifin Achmad Pekanbaru. JOM Vol. 3 No. 1 138
BAB 6 Pemeriksaan Postur A. Definisi Postur yaitu sebagai sikap tubuh baik selama beraktivitas, atau sebagai hasil dari gerakan yang terkoordinasi oleh sekelompok otot yang bekerja untuk menjaga stabilitas tubuh. B. Pembagian Postur Postur dinamis adalah sikap menahan diri saat bergerak,
seperti
saat
berjalan,
berlari,
atau
membungkuk untuk mengambil sesuatu. Biasanya diperlukan untuk membentuk dasar pergerakan yang efisien. Otot bekerja
dan
untuk
struktur beradaptasi
non-kontraktil dengan
harus
perubahan
keadaan. Postur statis adalah posisi tubuh saat tidak bergerak, seperti saat duduk, berdiri, atau tidur. Segmen tubuh disejajarkan dan dipertahankan pada posisi tetap. Ini biasanya dicapai dengan koordinasi dan interaksi berbagai kelompok otot yang bekerja secara statis untuk melawan gravitasi dan gaya lainnya.
139
PEMERIKSAAN POSTUR
C. Penilaian Postur Postur tubuh yang baik adalah posisi tulang belakang yang baik. Tulang belakang memiliki tiga lekukan alami - di leher, punggung tengah / atas, dan punggung
bawah. Postur
mempertahankan
yang
lekuk-lekuk
benar
ini,
tetapi
harus tidak
meningkatkannya. Kepala Anda harus berada di atas bahu Anda, dan bagian atas bahu Anda harus berada di atas pinggul. 1. Dalam postur tubuh yang ideal, garis gravitasi harus
melewati
titik-titik
tubuh
tertentu. Ini
hanya dapat diamati atau dievaluasi dengan menggunakan garis tegak lurus untuk menilai garis tengah tubuh. 2. Garis ini harus melewati lobus telinga, sendi bahu, sendi pinggul, meskipun trokanter mayor femur lebih besar, kemudian sedikit anterior ke garis tengah sendi lutut dan terakhir anterior malleolus lateral. 3. Jika dilihat dari depan atau belakang, garis vertikal yang melewati pusat gravitasi tubuh secara teoritis seharusnya membagi dua tubuh menjadi dua bagian yang sama, dengan berat badan didistribusikan secara merata di antara kedua kaki.
140
PEMERIKSAAN POSTUR
Saat menilai postur tubuh, simetris dan rotasi / kemiringan harus diamati pada pandangan anterior, lateral dan posterior. Menilai: 1. Kepala yg sejajar 2. Lengkungan serviks, toraks, dan lumbal 3. Simetri tingkat bahu 4. Simetri panggul 5. Sendi pinggul, lutut, dan pergelangan kaki 6. Saat duduk: 7. Telinga harus sejajar dengan bahu dan bahu sejajar dengan pinggul 8. Bahu harus rileks dan siku dekat dengan sisi tubuh 9. Sudut siku, pinggul dan lutut kira-kira 90 derajat 10. Kakinya rata di lantai 11. Lengan bawah sejajar dengan lantai dengan pergelangan tangan lurus 12. Kaki harus beristirahat dengan nyaman di atas permukaan 13. Meningkatkan tekanan pada tulang belakang sehingga
lebih
rentan
degenerasi
141
terhadap
cedera
dan
PEMERIKSAAN POSTUR
14. Perhatikan postur tubuh selama aktivitas seharihari, seperti menonton televisi, mencuci piring, atau berjalan 15. Tetap
aktif. Jenis
olahraga
apa
pun
dapat
membantu memperbaiki postur tubuh. 16. Pertahankan berat badan yang ideal. Berat badan berlebih dapat
melemahkan otot
perut ,
menyebabkan masalah pada panggul dan tulang belakang, dan berkontribusi pada nyeri punggung bawah. 17. Kenakan
sepatu
hak
rendah
yang
nyaman. Sepatu hak tinggi, dapat mengganggu keseimbangan
dan
memaksa
orang
untuk
berjalan dengan cara yang berbeda. Ini memberi lebih banyak tekanan pada otot dan merusak postur tubuh. 18. Pastikan permukaan kerja berada pada ketinggian yang nyaman untuk Anda, baik saat duduk di depan komputer, menyiapkan makan di meja makan. Fisioterapis dapat mengidentifikasi gaya postur dan memberikan intervensi, latihan koreksi postur, dan produk rumahan yang bermanfaat bagi Anda untuk mencapai postur yang bagus.
142
PEMERIKSAAN POSTUR
D. Peran Otot dalam Postur Postur tubuh yang seimbang mengurangi kerja otot dalam
mempertahankan
dalam
postur
berdiri. Pemeriksaan menggunakan elektromiografi bahwa: 1. Otot intrinsik kaki diam, karena dukungan yang diberikan oleh ligamen. 2. Soleus terus aktif karena gravitasi cenderung menarik
tubuh
ke
depan
melewati
kaki. Gastrocnemius dan otot tibialis posterior jarang aktif. 3. Tibialis
anterior kurang
aktif
(kecuali
jika
menggunakan sepatu hak tinggi). 4. Quadriceps dan Hamstring umumnya tidak aktif 5. Iliopsoas selalu aktif. 6. Gluteus maximus tidak aktif. 7. Gluteus medius dan tensor fascia latae aktif untuk melawan goyangan postural lateral. 8. Erector Spinae aktif, melawan tarikan gravitasi ke depan. E. Jenis-Jenis Postur Tubuh Beberapa contoh postur tubuh tidak normal adalah sebagai berikut:
143
PEMERIKSAAN POSTUR
1. Postur Lordosis Lordosis adalah kondisi di mana tulang belakang bagian lumbal melengkung ke dalam secara berlebihan.
Tulang
belakang
memerlukan
lengkungan alami agar dapat berfungsi dengan baik. Tulang belakang setiap orang memiliki sedikit lengkungan punggung punggung Lengkungan
di
leher,
atas,
dan
bawah. tersebut
membantu tubuh untuk: •
Meredam tekanan
•
Mendukung berat kepala
144
PEMERIKSAAN POSTUR
•
Meluruskan kepala dengan panggul
•
Menstabilisasi
dan
mempertahankan
strukturnya •
Bergerak dengan fleksibel
Bila lengkungan berlebihan, tekanan pada bagian tulang belakang yang lain akan menimbulkan rasa nyeri. a.
Tipe Lordosis Kelainan tulang belakang ini terdiri dari beberapa jenis. Berikut jenis lordosis yaitu 1)
Lordosis postural Tipe kelainan tulang belakang ini kerap kali disebabkan oleh kelebihan berat badan sehingga membuat area perut memiliki beban lebih besar dan lumbar lebih maju ke depan. Bisa juga terjadi ketika otot perut dan otot punggung lemah sehingga tidak dapat menopang tulang belakang dengan benar.
2)
Lordosis kongenital atau trauma Jenis kelainan ini biasanya terjadi ketika janin
dalam
perkembangan
kandungan tulang
mengalami
belakang
yang
tidak sempurna. Akibatnya ada kecacatan pada
tulang 145
belakang,
sehingga
PEMERIKSAAN POSTUR
membuatnya
lemah
dan
bisa
melengkungan berlebihan. Selain
karena
cacat
bawaan
lahir,
swayback juga bisa terjadi akibat cedera olahraga, terjatuh dari tempat yang tinggi, atau tertabrak kendaraan. 3)
Lordosis neuromuskuler Tipe kelainan tulang disebabkan oleh berbagai kondisi yang mengganggu fungsi dan otot pada tubuh. Beberapa penyakit tersebut adalah distrofi otot dan cerebral palsy.
4)
Lordosis sekunder dari kontraktur fleksi pinggul Jenis
kelainan
tulang
belakang
ini
disebabkan oleh kontraktur pada sendi pinggul, yakni pemendekan permanen pada sendi dan otot. Kontraktur bisa terjadi
akibat
infeksi,
cedera,
atau
keseimbangan otot yang terganggu. b. Jenis Lordosis 1)
Lordosis
punggung
bawah
(lumbar
lordosis) Lordosis punggung bawah, atau tulang belakang lumbal, adalah tipe yang paling 146
PEMERIKSAAN POSTUR
sering ditemukan. Cara termudah untuk memeriksa kondisi ini adalah dengan berbaring telentang di permukaan yang rata. Tangan bisa diletakan di bawah punggung melalui sedikit ruang kosong. Seseorang dengan lordosis akan memiliki ruang
ekstra
permukaan
antara
tempat
punggung berbaring.
dan Jika
seseorang memiliki kurva yang ekstrim, akan ada lengkungan menyerupai huruf “C” ketika berdiri. Dan dari sisi samping, perut dan bokong akan terlihat menonjol. 2)
Lordosis leher (cervical lordosis) Pada tulang belakang yang sehat, leher akan terlihat seperti huruf C yang sangat lebar,
dengan
lekukan
mengarah
ke
belakang leher. Lordosis serviks adalah kondisi di mana tulang belakang pada daerah leher tidak melengkung seperti biasanya. c.
Pemeriksaan Fisik 1)
Tes CT scan dan CAT Prosedur tes pencitraan ini menggunakan kombinasi sinar X dan teknologi komputer untuk menghasilkan gambaran tulang belakang
Anda. 147
Bahkan,
memberi
PEMERIKSAAN POSTUR
gambaran rinci otot, lemak, dan organ di sekitarnya. 2)
MRI (magnetic resonance imaging) Tes diagnosis menggunakan kombinasi magnet tenaga tinggi, frekuensi radio, dan komputer untuk menghasilkan gambaran detail dari tulang belakang Anda.
3)
X-ray Tes
pencitraan
ini
mengandalkan
pancaran energi elektromagnetik untuk menghasilkan gambaran tulang secara mendetail. Dokter biasanya menggunakan tes
ini
untuk
menentukan
derajat
kelengkungan tulang belakang. 4)
Tes pemindaian tulang Tes
pencitraan
ini
digunakan
untuk
menentukan penyebab munculnya rasa nyeri
di
perubahan
punggung, pada
mengevaluasi
persendian,
dan
mendeteksi penyakit tulang lain yang mungkin terjadi. 5)
Tes darah Sebenarnya tes darah tidak masuk dalam tes diagnosis standar untuk lordosis. Akan tetapi, tes ini kadang diperlukan 148
PEMERIKSAAN POSTUR
untuk mengetahui masalah metabolisme tertentu yang mungkin berkaitan dengan kelengkungan tubuh yang abnormal. d. Pencegahan Lordosis Lordosis
tidak
menyebabkan
kesehatan
yang
Tetapi penting untuk
masalah signifikan.
menjaga
tulang
belakang yang sehat karena tulang belakang bertanggung
jawab
atas
pergerakan
dan
fleksibilitas tubuh. Tidak mengobati lordosis dapat
menyebabkan
jangka panjang dan
ketidaknyamanan peningkatan
risiko
masalah dengan: tulang belakang, pinggul, kaki dan organ dalam Lakukan
beberapa
mempertahankan
postur
latihan yang
untuk baik
dan
menjaga kesehatan tulang belakang. Latihanlatihan ini dapat berupa: 1)
Mengangkat bahu
2)
Meregangkan otot leher dengan menoleh ke kanan dan ke kiri
3)
Pose
yoga,
seperti cat pose dan bridge
pose 4)
Mengangkat kaki
149
PEMERIKSAAN POSTUR
5)
Menggunakan bola yoga untuk melatih panggul Berdiri dalam waktu lama juga dapat mengubah lekuk tulang belakang.
2. Postur Kifosis (Kyphosis) Kifosis daitu kelainan di lengkungan tulang belakang yang membuat punggung bagian atas terlihat membulat atau bengkok tidak normal. Setiap orang memiliki tulang belakang yang melengkung, pada kisaran 25 sampai 45 derajat. Akan tetapi pada penderita kifosis, kelengkungan tulang belakang bisa mencapai 50 derajat atau lebih. Kondisi tersebut membuat orang menjadi bungkuk.
Pada
umumnya,
kifosis
hanya
menimbulkan sedikit masalah dan tidak perlu ditangani. Akan tetapi pada kasus yang parah, kifosis dapat menyebabkan nyeri, serta gangguan pernapasan. Kondisi tersebut perlu ditangani dengan prosedur bedah. a.
Gejala Kifosis Penderita kifosis dapat menunjukkan gejala yang berbeda. Umumnya kondisi ini ditandai dengan: 1)
Perbedaan pada tinggi bahu kanan dan kiri.
150
PEMERIKSAAN POSTUR
2)
Perbedaan pada tinggi atau posisi skapula (tulang belikat)
3)
Kepala terlihat lebih condong ke depan dibanding bagian tubuh lain.
4)
Saat membungkuk, tinggi punggung atas terlihat tidak normal.
5)
Otot
hamstring
(otot
belakang
paha)
terasa kencang. 6)
Nyeri punggung dan kaku.
Tetapi dalam kondisi yang ringan bisa tidak menunjukkan gejala apapun. b. Penyebab Kifosis Kifosis dibedakan menjadi tiga, yaitu: 1)
Postural kyphosis Postural kyphosis adalah jenis kifosis yang paling sering terjadi dan terlihat saat masa
pertumbuhan.
Kifosis
jenis
ini
ditandai dengan kondisi tulang belakang yang melengkung hingga 50 derajat atau lebih.
Bungkuk
kyphosis tergolong diperbaiki samping
pada postural
lentur,
dan
dapat
dengan fisioterapi rutin. itu,
kifosis
menimbulkan
nyeri,
151
ini
Di
juga
jarang
sehingga
tidak
PEMERIKSAAN POSTUR
mengganggu
aktivitas
sehari-hari
penderitanya. Postural kyphosis biasanya
disebabkan
oleh postur tubuh yang salah, misalnya karena bersandar di kursi dengan posisi yang terlalu membungkuk, atau akibat membawa tas sekolah yang terlalu berat. Penelitian menunjukkan, kifosis ini lebih sering
terjadi
pada
anak
perempuan
dibanding anak laki-laki. 2)
Scheuermann’s kyphosis Scheurmann’s
kyphosis terjadi
ketika
tulang belakang mengalami kelainan pada perkembangannya.
Kifosis
ini
terjadi
sebelum masa puber, dan lebih sering terjadi pada anak laki-laki dibanding anak perempuan. Umumnya, lengkungan pada kifosis ini kaku dan memburuk seiring pertumbuhan,
sehingga
membuat
penderitanya tidak bisa berdiri lurus. Pada sebagian orang, kifosis ini bisa sangat menyakitkan. Nyeri bisa terasa di punggung bagian atas atau bawah. 3)
Congenital kyphosis Kifosis jenis ini terjadi akibat kelainan perkembangan 152
tulang
belakang
saat
PEMERIKSAAN POSTUR
masih di dalam kandungan. Kelainan bisa terjadi
pada
satu
atau
lebih
tulang
belakang, dan dapat memburuk seiring pertumbuhan
anak. Congenital
kyphosis membutuhkan tindakan bedah secepatnya
guna
mencegah
bungkuk
bertambah parah. Belum
diketahui
apa
menyebabkan congenital
yang kyphosis,
namun kondisi ini diduga terkait dengan kelainan gen. Dugaan tersebut muncul karena pada beberapa kasus, kondisi ini dialami
anak
dari
keluarga
dengan
riwayat congenital kyphosis.
c.
Komplikasi Kifosis Jika tidak ditangani dengan benar, kifosis berpotensi
menimbulkan
beberapa
komplikasi, seperti: 1)
Gangguan pernapasan. Pada kasus yang parah, kifosis dapat menekan paru-paru 153
PEMERIKSAAN POSTUR
dan menyebabkan penderitanya menjadi sesak napas. 2)
Gangguan
pencernaan. Kifosis
parah
dapat menekan saluran pencernaan dan memicu masalah, seperti sakit maag atau sulit menelan. 3)
Gerak tubuh yang terbatas. Kifosis dapat menyebabkan penderitanya sulit berjalan, bangkit dari kursi, atau menengadahkan kepala.
Tulang
punggung
yang
melengkung juga dapat menimbulkan nyeri bila penderita berbaring. 4)
Penampilan
tubuh
yang
tidak
menarik. Kifosis membuat penderitanya terlihat tidak menarik, karena bungkuk atau
karena
punggung
memakai untuk
penyangga memperbaiki
kondisinya. Pada keadaan ekstrim bisa menimbulkan pengucilan dari lingkungan sosial. d. Pemeriksaan Kifosis Dalam
mendiagnosa
kifosis,
selain
menggunakan X-ray digunakan juga alat-alat konvensional seperti : 1)
Flexicurve. Alat ini seperti penggaris dan mudah dilengkungkan. Para fisioterapis 154
PEMERIKSAAN POSTUR
menggunakan alat ini untuk mengukur kelengkungan bagian tulang belakang telah
banyak
digunakan
untuk
pengukuran kurva tulang belakang pada bidang spinal. 2)
Iclinometer manual Alat yang digunakan para fisioterapis untuk mengukur sudut bungkuk
dari
penderita
kifosis.
Penggunaannya dengan cara memasang dua buah titik inclinometer pada bagian atas dan bawah tulang belakang.
3. Skoliosis Skoliosis adalah kelainan bentuk tulang belakang tiga dimensi yang abnormal. Kelainan pada tulang belakang, sendi kosta-vertebra, dan tulang rusuk menghasilkan 'cembung' dan 'cekung' pada tulang rusuk.
155
PEMERIKSAAN POSTUR
a.
Ada
beberapa
tipe
skoliosis
yang
dikelompokkan menurut penyebabnya seperti di bawah ini. 1)
Skoliosis
idiopatik. Skoliosis
Adalah
kasus
skoliosis
idiopatik
yang
tidak
diketahui penyebab pastinya. Skoliosis idiopatik
memang
tidak
diketahui
penyebabnya tetapi faktor genetik diduga memiliki peran dalam terjadinya skoliosis tipe
ini.
Skoliosis
idiopatik
diderita
sebanyak 80 persen dari jumlah penderita skoliosis. 2)
Skoliosis degeneratif. Skoliosis degeneratif adalah
skoliosis
yang
terjadi
akibat
kerusakan bagian tulang belakang secara perlahan-lahan. Skoliosis tipe ini sering terjadi pada orang dewasa dikarenakan seiring
bertambahnya
usia
beberapa
bagian tulang belakang menjadi lemah dan menyempit. Selain itu ada beberapa penyakit yang bisa menyebabkan skoliosis degeneratif, seperti osteoporosis, penyakit Parkinson, motor disease, sklerosis
neurone multipel,
dan
kerusakan tulang belakang yang terjadi akibat operasi.
156
PEMERIKSAAN POSTUR
3)
Skoliosis kongenital. Skoliosis kongenital atau
bawaan
disebabkan
adalah
oleh
skoliosis
pertumbuhan
yang tulang
belakang yang tidak normal pada saat bayi masih dalam kandungan. Akibatnya setelah lahir kondisi tulang belakang pada bayi sudah tidak normal. 4)
Skoliosis
neuromuskular. Skoliosis
neuromuskular
adalah
skoliosis
yang
disebabkan oleh gangguan persarafan dan otot
seperti
pada
penyakit lumpuh
otak atau distrofi otot. Persarafan dan otot yang
mengalami
mengakibatkan
gangguan
otot-otot
tersebut
pada
tulang
belakang menjadi lemah sehingga kondisi tulang belakang menjadi bengkok ke samping. b. Klasifikasi Skoliosis dari derajat kurva yang terbentuk
c.
1)
Scoliosis ringan : kurva kurang dari 20 o
2)
Scoliosis sedang : kurva 20 o - 40 o/50 o
3)
Scoliosis berat : lebih dari 40 o/50o
Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan skoliosis, pasien harus buka
baju
agar
157
tulang
belakang
dapat
PEMERIKSAAN POSTUR
diperiksa secara langsung. Posisi terbaik untuk
pemeriksaan
ialah
posisi
berdiri,
meskipun pemeriksaan dengan posisi duduk, tidur tengkurap, atau tidur miring juga dapat dilakukan sesuai dengan kondisi pasien. Halhal
yang
harus
pemeriksaan
fisik
diperhatikan ialah
deviasi
pada
prosesus
spinosus dari garis tengah, punggung yang tampak miring, rib hump, asimetri skapula, kesimetrisan pinggul serta bagian atas dan bawah
trunkus
perbedaan
(bahu
panjang
dan
pelvis),
tungkai.
Yang
dan harus
dicatat pada saat pemeriksaan skoliosis ialah bentuk dan derajat kurvatura yang terbentuk pada berbagai posisi. Deskripsi kurvatura harus
meliputi
panjang
segmen
dimana
kurvatura dimulai dan berakhir, bentuk (C atau
S),
dan
Skoliometer
arah
puncak
dapat
mengukur
sudut
kurvatura.
digunakan
kurvatura
untuk
tanpa
foto
radiografi. d. Pemeriksaan Radiologik Pemeriksaan
radiografi
dapat
mengukur
derajat kurvatura skoliosis secara kuantitatif. Teknik
standar
kurvatura
untuk
skoliosis
Pemeriksaan
ialah
radiografi 158
mengukur sudut
dilakukan
sudut Cobb. dengan
PEMERIKSAAN POSTUR
posisi berdiri, kecuali jika kondisi pasien tidak memungkinkan maka posisi yang dipilih ialah posisi terlentang. Panggul, pelvis, dan femur, bagian
proksimal
harus
terlihat.
Kurva
skoliosis dikatakan ringan bila sudut Cobb yang terbentuk 450.
Pada anak-anak dan
remaja, maturitas tulang dilihat dengan garis Risser
pada
krista
iliaka
untuk
memperkirakan pertumbuhan tulang yang pesat, progresifitas skoliosis, dan berhentinya pertumbuhan. Kurva skoliosis yang disertai rotasi mungkin lebih sulit untuk ditangani dan mungkin menyebabkan gangguan pada rongga dada sehingga dapat mengganggu pernapasan. Secara radiografi, posisi pedikel menunjukkan derajat rotasi yang terbaik. Pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging (MRI) dilakukan atas indikasi nyeri, gangguan neurologik, kurvatura torakal kiri, skoliosis juvenil idiopatik, progresi yang cepat, dan defek kulit. e.
Gejala Skoliosis 1)
Tubuh terlihat lebih condong ke 1 sisi, sisi kanan atau sisi kiri.
2)
Bahu,
tulang
belikat,
tampak tinggi sebelah.
159
atau
pinggang
PEMERIKSAAN POSTUR
3)
Nyeri
punggung
terjadi
akibat
ketidakseimbangan bahu atau pinggang. Bahu atau pinggang yang tidak seimbang tersebut menimbulkan spasme otot tulang belakang. 4)
Keluhan nyeri punggung biasa dirasakan saat derajat kelengkungan sebesar 10 derajat.
5)
Jika kondisi kelengkungan cukup parah ditambah dengan rotasi tulang belakang maka
dapat
pernapasan.
160
menimbulkan
gangguan
PEMERIKSAAN POSTUR
F. Simpulan 1. Penting untuk memastikan klien memiliki postur dinamis dan statis yang baik. 2. Hanya mengetahui cara memperbaiki postur tubuh tidak cukup untuk mencapai perubahan kebiasaan. 3. Tubuh menggunakan pola motorik yang dipelajari untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Saat kita duduk, berdiri, berjalan atau bergerak - tubuh kita mengikuti pola motorik yang telah dipelajari sebelumnya. 4. Fisioterapis dengan mengoreksi dan memperbaiki postur melalui teknik penilaian dan pengobatan dapat menghasilkan hasil kesehatan yang positif bagi klien. Deformitas Postural Deformitas
Problematika
Posisi kepala maju
Nyeri servical ata, sakit kepala,
Kifosis
servical/
thoracal
Nyeri servical atas, sakit kepala, abduksi scapula, peregangan
dan
kelemahan otot thrunk, pemendekan otot anterior Scapula
membuka
elevasi/
depresi
Kelemahan
ektremitas
ats,
kelemahan
stabilisator
161
scapula(
PEMERIKSAAN POSTUR
scapula
retraksi
skapula
serratus, tengah
trapezius dan
bawah),
spasme otot area torasik atas ↑Lordosis lumbal
Hipermobilitas ekstensi, ke
ke
hipomobilitas
fleksi,
penurunan
kekuatan otot abdominal, pemendekan
fleksor
panggul ↓ lordosis lumbal
Mungkin mengarah pada penyakit discus
Daftar Pustaka Lordosis – lumbar. MedlinePlus – Health Information from the National Library of Medicine. https://medlineplus.gov/ency/article/003 278.htm Lordosis - lumbar: MedlinePlus Medical Encyclopedia Lordosis: Causes, Treatments, and Risks - Healthline William Morrison, MD, Lordosis (https://www.healthline.com/health/lordosis) Yaman, O, Dalbayrak, S. (2014). Kyphosis and review of the literature. Turkish Neurosurgery (italic). Katzman, WB. et al. (2010). Age-Related Hyperkyphosis: Its Causes, Consequences, and Management. Journal of Orthopaedic & Sports Physical Therapy (italic). Negrini Stefano et al, 2012, 2011 SOSORT guidelines: Orthopaedic and Rehabilitation treatment of idiopathic scoliosis during growth, Romano M, Minozzi S, Bettany-Saltikov J, Zaina F, Chockalingam N, Kotwicki T, et al. Exercises for adolescent idiopathic scoliosis (Protocol). The 162
PEMERIKSAAN POSTUR
Cochrane Library. Issue 4. New Jersey: JohnWiley & Sons, Ltd.; 2012 Paul SM. Scoliosis and other spinal deformities. In: DeLisa JA, Frontera FW, Gans BM, Walsh NE, Robinson LR, editors. Physical Medicine and Rehabilitation: Principles and Practice (Fourth Edition). Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2005; p. 679-97 Cailiet R. Scoliosis. Philadelphia: F.A. Davis Company; 1975. Janicki JA, Alman B. Scoliosis : Review of Diagnosis and Treatment. Paediatr Child Health. 2007; 12 (9) : 771776. Medlineplus Good Posture Available from:https://medlineplus.gov/guidetogoodposture.ht ml Chiba R, Takakusaki K, Ota J, Yozu A, Haga N. Human upright posture control models based on multisensory inputs; in fast and slow dynamics. Neuroscience research. 2016 Mar 1 Physioworks Posture Correction Available from:https://physioworks.com.au/treatments1/posture-correction
163
164
BAB 7 Antropometri
A
ntropometri berasal dari kata “anthro” yang memiliki arti manusia dan “metri” yang memiliki arti ukuran.
Antropometri adalah sebuah studi tentang pengukuran tubuh dimensi manusia dari tulang, otot dan jaringan adiposa atau lemak. Antropometri adalah studi yang berkaitan dengan pengukuran dimensi tubuh manusia. Bidang antropometri meliputi berbagai ukuran tubuh manusia seperti berat badan, posisi ketika berdiri, ketika merentangkan tangan, lingkar tubuh, panjang tungkai, dan sebagainya. A. Berat Badan Berat badan merupakan jumlah cairan, lemak, otot, dan mineral tulang di dalam tubuh manusia. Berat badan seseorang dapat diketahui dengan beberapa cara,
namun
yang
paling
sederhana
adalah
melakukan penimbangan menggunakan timbangan berat badan yang dinyatakan dalam satuan kilogram (Kg). Timbangan berat badan yang digunakan dapat berupa timbangan digital maupun timbangan jarum. Prosedur penimbangan berat badan untuk orang dewasa dapat dilakukan dengan cara berikut:
165
ANTROPOMETRI
1. Pengukuran berat badan hendaknya dilakukan setelah sisa-sisa makanan diperut kosong dan sebelum makan (waktu yang dianjurkan adalah di pagi hari) 2. Letakkan alat timbangan berat badan di tempat yang datar 3. Sebelum melakukan penimbangan, hendaknya timbangan
digital/jarum
dikalibrasi
terlebih
dahulu menggunakan berat standar 4. Setelah
alat
siap.
Mintalah
subjek
untuk
melepaskan alas kaki (sepatu dan kaos kaki), asesoris yang digunakan (jam, cincin, gelang kalung, kacamata, dan lain-lain yang memiliki berat maupun barang yang terbuat dari logam lainnya) dan pakaian luar seperti jaket. Saat menimbang
sebaikya
subjek
menggunakan
pakaian seringan mungkin untuk mengurangi bias / error saat pengukuran 5. Setelah itu mintalah subjek untuk naik ke atas timbangan, kemudian berdiri tegak pada bagian tengah timbangan dengan pandangan lurus ke depan 6. Pastikan pula subjek dalam keadaan rileks / tidak bergerak-gerak 7. Catat hasil pengukuran dalam satuan kilogram (Kg). 166
ANTROPOMETRI
B. Tinggi Badan Cara berdiri yang benar dan alat ukur yang pas dengan rangka tubuh adalah beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengukur tinggi badan. Anakanak yang sudah dapat berdiri tegap dan orang dewasa
pada
umumnya
diukur
menggunakan
Microtoise (stature meter) atau Shortboard. Berikut adalah cara melakukan pengukuran tinggi badan yang benar : 1. Pilih bidang vertikal yang datar (misalnya tembok/ bidang
pengukuran
lainnya)
sebagai
tempat
untuk meletakkan 2. Pasang Microtoise pada bidang tersebut dengan kuat dengan cara meletakkannya di dasar bidang / lantai), kemudian tarik ujung meteran hingga 2 meter ke atas secara vertikal / lurus hingga Microtoise menunjukkan angka nol. 3. Pasang penguat seperti paku dan lakban pada ujung Microtoise agar posisi alat tidak bergeser (hanya berlaku pada Microtoise portable).
167
ANTROPOMETRI
4. Mintalah
subjek
yang
akan
diukur
untuk
melepaskan alas kaki (sepatu dan kaos kaki) dan melonggarkan ikatan rambut (bila ada) 5. Persilahkan subjek untuk berdiri tepat di bawah Microtoise. 6. Pastikan subjek berdiri tegap, pandangan lurus ke depan, kedua lengan berada di samping, posisi lutut tegak / tidak menekuk, dan telapak tangan menghadap ke paha (posisi siap). 7. Setelah itu pastikan pula kepala, punggung, bokong, betis dan tumit menempel pada bidang vertikal / tembok / dinding dan subjek dalam keadaan rileks. 8. Turunkan
Microtoise
hingga
mengenai
/
menyentuh rambut subjek namun tidak terlalu 168
ANTROPOMETRI
menekan
(pas
dengan
kepala)
dan
posisi
Microtoise tegak lurus. 9. Catat hasil pengukuran C. Panjang Anggota Tubuh Ada 3 (tiga) macam pengukuran yaitu : true length, bone length dan appearence length. Cara : 1. Panjang tungkai : a.
True length : SIAS ke maleolus medialis melalui patela
b. Bone length : trochantor mayor ke epikondilus lateralis femur; epikondilus medialis tibiae ke maleolus medialis c.
Appearence length : umbilikus ke maleolus lateralis melalui patela
2. Panjang lengan : a.
True length : acrimion ke prosesus steloideus radii
b. Bone
length
medialis
:
acromion
humeri;
ke
olekranon
epikondilus ke
prosesus
steloideus radii c.
Appearence length : acromion ke ujung jari tengah melalui palmar
169
ANTROPOMETRI
3. Panjang tangan Appearance length : titik tengan depan sendi wrist ke ujung jari tengah melalui palmar D. Oedema Oedema adalah istilah medis untuk pembengkakan akibat berlebihnya cairan yang menumpuk pada jaringan tubuh. Oedema dapat disebabkan oleh trauma, proses peradangan, infeksi, kehamilan, obatobatan, dan kondisi medis lainnya. Oedema bisa ditemukan di seluruh tubuh, tetapi oedema lebih sering terjadi pada daerah tangan, lengan, kaki, dan pergelangan kaki. Gejala oedema tergantung dari lokasi dan jumlah akumulasi cairan yang tertahan pada jaringan. Namun, umumnya pada penderita yang mengalami oedema, dapat timbul gejala seperti: 1. Bengkak pada jaringan di bawah kulit, yang terutama mudah ditemukan pada daerah tangan dan kaki yang mengalami oedema 2. Kulit yang meregang atau mengkilat pada daerah yang mengalami ooedema 3. Cekungan pada kulit yang disebut sebagai pitting ooedema, apabila kulit yang mengalami oedema ditekan selama beberapa detik 4. Infeksi, rasa gatal, dan jaringan parut 170
ANTROPOMETRI
5. Perut yang membesar 6. Rasa nyeri yang membatasi ruang gerak lengan, pada oedema di daerah lengan
7.
Kaki menjadi berat dan apabila dibiarkan dapat menimbulkan ulkus pada kulit kaki, pada oedema di daerah kaki
Adapun pemeriksaan fisik pada oedema antara lain: 1. Pitting Ada dua jenis oedema, pitting dan nonpitting oedema. Pitting
oedema
digambarkan
sebagai
lekukan yang tertinggal di area oedema setelah diberikan tekanan. Lokasi, waktu, dan luasnya ditentukan
untuk
respons
pengobatan. Ini
terutama dinilai pada malleolus medial, bagian tulang tibia, dan
dorsum kaki.
Non-pitting
ooedema terlihat pada limfoedema, miksoedema dan lipoedema. 2. Nyeri Nyeri saat palpasi di area oedema berhubungan dengan DVT (Deep Vein Trombosis) dan sindrom nyeri
regional
kompleks
tipe
1,
sebaliknya
limfoedema umumnya tidak menimbulkan nyeri saat palpasi.
171
ANTROPOMETRI
3. Perubahan suhu kulit, warna, dan tekstur Kehangatan di daerah oedema berhubungan dengan DVT akut dan selulitis. Kemerahan, kulit bersinar dan bisul harus diperhatikan. Deposisi hemosiderin
kuning-coklat
terlihat
pada
insufisiensi vena. Ada berbagai metode yang digunakan dalam menilai oedema. Alat yang digunakan untuk mengukur oedema adalah : 1. Pengukuran volume dengan volume air Volumeter: a.
Diperkenalkan dalam kedokteran oleh Glisson pada tahun 1622
b. Memanfaatkan prinsip perpindahan air yang sama yang pertama kali ditemukan oleh ahli matematika Yunani kuno, Archimedes, yang menyatakan
bahwa
volume
air
yang
dipindahkan sama dengan volume benda yang dibenamkan ke dalam air. c.
Menggunakan kotak persegi panjang akrilik bening (13″x5″x9″) dengan saluran air pada bagian atas salah satu sisinya yang pendek diisi dengan air sampai air mengalir keluar dari cerat. Ketika ketinggian air stabil, pasien menempatkan satu kaki di volumeter, air yang
172
ANTROPOMETRI
dipindahkan dikumpulkan dan diukur dalam silinder ukur. Jumlah air yang dipindahkan dalam mililiter sama dengan volume kaki / pergelangan kaki atau tangan. d. Untuk pergelangan kaki, tes volumetri dapat dilakukan dengan duduk atau berdiri dengan lutut 90 derajat saat duduk dan kaki rata di dasar volumeter. e.
Untuk tangan, tangan peserta ditempatkan perlahan-lahan ke dalam volumeter dengan lengan bawah pronasi, jari-jari adduksi, dan ibu jari menghadap saluran air sampai jari tengah dan jari manis bertumpu pada paku kayu penghenti volumeter.
2. Pengukuran ketebalan dengan pita ukur (midline) Cara mengukur oedem dengan midline adalah: a.
Posisi pasien/klien nyaman dan stabil
b. Tandai titik pada tonjolan tulang sebagai patokan c.
Bandingkan dengan sisi yang berlawanan
d. Catat hasil dalam sentimeter
173
ANTROPOMETRI
Titik yang diukur : a.
Lingkar lengan atas Lokasi ukur dari acromion diukur 10cm ke distal, 20cm ke distal dan 30cm ke distal
b. Lingkar lengan bawah Lokasi ukur dari epikondilus lateralis 10cm ke distal, 20cm ke distal dan 30cm ke distal c.
Lingkar tangan Lokasi
ukur
titik
tengah
antara
sendi
pergelangan dan ujung jari tengah d. Lingkar tungkai atas Lokasi ukur dari SIAS 10cm ke distal, 20cm ke distal dan 30cm ke distal e.
Lingkar tungkai bawah Lokasi ukur dari tuberositas tibia 10cm ke distal, 20cm ke distal dan 30cm ke distal
f.
Kaki Lokasi ukur titik tengan antara maleolus medialis ke ujung jempol kaki
g.
Lingkar panggul Lokasi ukur melingkar pada SIAS kanan dan kiri
174
ANTROPOMETRI
Pengukuran
pitting
oedema
berdasarkan
kedalaman dan durasi lekukan Cara menilainya tekan dengan kuat dengan ibu jari selama 2 detik pada setiap ekstremitas yaitu di atas punggung kaki, di belakang maleolus medial dan betis bagian bawah di atas maleolus medial, kemudian kedalaman lubang dan waktu yang dibutuhkan kulit untuk kembali ke seperti semula dicatat. Tingkat
oedema
ditentukan
lubang
(diukur
secara
pemulihan
dari
tingkat
oleh
visual)
kedalaman dan
0-4. Skala
waktu tersebut
digunakan untuk menilai tingkat keparahan dan skornya adalah sebagai berikut: a.
Grade 0: Tidak ada oedema klinis
b. Grade 1: Slight pitting (kedalaman 2 mm) tanpa
distorsi
terlihat
yang
langsung
memantul c.
Grade 2: Lubang yang agak lebih dalam (4 mm) tanpa distorsi yang mudah dideteksi yang memantul dalam waktu kurang dari 15 detik
d. Grade 3: Lubang yang sangat dalam (6 mm) dengan ekstremitas bergantung penuh dan bengkak yang membutuhkan waktu hingga 30 detik untuk memantul 175
ANTROPOMETRI
e. Grade 4: Lubang sangat dalam (8 mm) dengan ekstremitas bergantung sangat terdistorsi yang membutuhkan lebih dari 30 detik untuk memantul Beberapa
tindakan
dapat
dilakukan
untuk
mencegah terjadinya ooedema kembali. Adapun yang bisa dilakukan dalam pencegahan oedema adalah : a.
Menggerakkan otot pada daerah yang terkena oedema. Menggerakkan otot pada daerah yang terkena oedema, bisa membantu memompa kelebihan cairan kembali ke jantung.
b. Elevasi atau meninggikan anggota tubuh yang terkena
oedema
lebih
tinggi
dari
posisi
jantung, selama beberapa kali dalam sehari. c.
Pemijatan dan kompresi dengan alat, untuk membantu menggerakkan kelebihan cairan yang timbul karena oedema
d. Mengurangi atau membatasi konsumsi garam yang memiliki dampak menahan cairan tubuh dan dapat memperparah oedema. E. Indeks Masa Tubuh (IMT) Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI) merupakan alat atau cara yang sederhana untuk
memantau
status 176
gizi
orang
dewasa,
ANTROPOMETRI
khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan
berat
badan.
Indeks
Massa
Tubuh
didefinisikan sebagai berat badan seseorang dalam kilogram dibagi dengan tinggi badan dalam meter (kg/m2). Komponen dari Indeks Massa Tubuh terdiri dari tinggi badan dan berat badan. Tinggi badan diukur dengan keadaan berdiri tegak lurus, tanpa menggunakan alas kaki, kedua tangan merapat ke badan, punggung menempel pada dinding serta pandangan diarahkan ke depan. Lengan tergantung relaks di samping badan dan
bagian
pengukur
yang
dapat
bergerak
disejajarkan dengan bagian teratas kepala (vertex) dan harus diperkuat pada rambut kepala yang tebal, sedangkan
berat
badan
diukur
dengan
posisi
berdiridiatas timbangan berat badan. Rumus :
Kriteria hasil dari pemeriksaan Indeks Masa Tubuh (IMT) adalah : Klasifikasi