Buku Modul Pelatihan Nakes PDF [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

SAMBUTAN DIREKTUR JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Salam Sehat! Agenda pembangunan kesehatan ditujukan untuk mewujudkan akses dan mutu pelayanan kesehatan yang semakin baik dan merata bagi seluruh rakyat Indonesia. Kita patut bersyukur bahwa akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan semakin meningkat dari tahun ke tahun, termasuk kesehatan ibu, anak, dan keluarga berencana. Hal ini juga berdampak positif pada peningkatan pencapaian target-target pembangunan kesehatan, Angka Kematian Ibu di Indonesia telah dapat kita turunkan secara signifikan, dari 390 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1991 menjadi 305 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015. Demikian juga angka kematian bayi telah dapat kita turunkan dari 68 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 1991 menjadi 22 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2015. Keluarga Berencana (KB) mempunyai kontribusi yang besar dalam upaya peningkatan kesehatan reproduksi dan merupakan salah satu pilar penting dalam upaya penurunan kematian ibu dan bayi. Di seluruh dunia, penggunaan kontrasepsi telah mencegah 230 juta kelahiran dan menghindarkan 44 persen kematian ibu. Oleh karena itu, Kementerian Kesehatan melalui Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga telah menetapkan 12 (dua belas) Indikator Keluarga Sehat, dimana indikator pertama adalah "Keluarga Mengikuti Program KB". Keikutsertaan keluarga dalam program KB memerlukan pengetahuan yang memadai serta kesadaran yang tinggi tentang manfaat ber-KB. Salah satu upaya yang perlu dilakukan adalah melalui pemberian layanan konseling KB yang berkualitas oleh tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan primer, dengan menggunakan metode dan alat bantu konseling yang terpercaya dan dapat dipertanggungjawabkan. Guna mendukung kualitas pelayanan konseling KB, selama ini Pemerintah mendorong penggunaan Alat Bantu Pengambilan Keputusan Ber-KB (ABPK KB) sebagaimana direkomendasikan oleh World Health Organization (WHO). Saya menyambut baik dengan diperkenalkan dan dikembangkannya Strategi Konseling Berimbang Keluarga Berencana (SKB KB). SKB KB dapat menjadi salah satu pilihan metode untuk memperkuat pelaksanaan konseling KB dengan menggunakan ABPK KB. Melalui pelayanan konseling KB yang berkualitas, diharapkan cakupan dan kesinambungan masyarakat dalam ber-KB dapat terus meningkat, sehingga akan berkontribusi terhadap peningkatan derajat kesehatan ibu, anak, dan keluarga Indonesia.



Jakarta, Agustus 2018 Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan Republik Indonesia



i



SAMBUTAN DEPUTI BIDANG PELATIHAN, PENELITIAN, DAN PENGEMBANGAN BKKBN Berdasarkan data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2017, angka kelahiran total (Total Fertility Rate/TFR) Indonesia telah menurun menjadi 2,4 anak per wanita dibandingkan dengan hasil SDKI tahun 2012 yaitu 2,6 anak per wanita. Angka prevalensi kontrasepsi (Contraceptive Prevalence Rate/CPR) juga telah meningkat dari 61,9 persen pada SDKI Tahun 2012 menjadi 63,6 persen pada SDKI 2017. Namun terlepas dari capaian tersebut, persentase tingkat putus pakai kontrasepsi mengalami peningkatan dari 27,1 persen pada SDKI tahun 2012 menjadi 28,9 persen pada SDKI tahun 2017. Tingginya tingkat putus pakai kontrasepsi tentu saja akan berdampak pada menurunnya efisiensi program. Untuk mempertahankan pernakaian kontrasepsi pada tingkatan tertentu dibutuhkan lebih banyak lagi peserta KB baru sebagai pengganti peserta KB yang mengalami putus pakai. Disamping itu peningkatan pemakaian kontrasepsi akan semakin sulit dilakukan karena jumlah peserta KB baru akan semakin terbatas. Karena itu untuk meningkatkan atau mempertahankan capaian angka prevalensi kontrasepsi (CPR) selain diperlukan upaya mendapatkan peserta baru maka perlu juga dilakukan upaya untuk menurunkan tingkat putus pakai kontrasepsi. Berbagai studi dan literatur memperlihatkan bahwa pemberian informasi yang komprehensif terkait pelayanan KB melalui proses konseling yang baik dan benar oleh tenaga kesehatan dapat berkontribusi pada penurunan tingkat putus pakai kontrasepsi. Informasi komprehensif tidak mungkin diperoleh peserta KB dari kampanye masal atau terbuka oleh karena kebutuhan informasi peserta KB akan berbeda sesuai dengan kondisi mereka masing-masing. Dengan demikian, upaya peningkatan kompetensi tenaga kesehatan dalam memberikan konseling KB memegang peranan penting dalam menurunkan tingkat putus pakai kontrasepsi serta meningkatkan kualitas pelayanan KB bagi peserta KB. Sebagai tindak lanjut, Badan Kependudukan dan Keluarga Nasional (BKKBN) bekerjasama dengan Kementerian Kesehatan dan Konsorsium Program PilihanKu (My Choice) telah melakukan adaptasi konsep Balanced Counseling Strategy (BCS) pada Pelatihan Strategi Konseling Berimbang Keluarga Berencana (SKB KB) bagi tenaga kesehatan. SKB KB diharapkan dapat menjadi pelengkap atau pilihan alternatif alat bantu bagi tenaga kesehatan dalam meningkatkan kualitas konseling KB kepada Peserta KB. BKKBN menyambut baik upaya ini dan kami ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah bekerja sama menyelesaikan kurikulum dan modul pelatihan "Strategi Konseling Berimbang (SKB KB) bagi Dokter, Bidan, dan Perawat", terutama kepada Pusat Pelatihan SDM Kesehatan-Kementerian Kesehatan yang telah memberikan akreditasi kepada kurikulum dan modul pelatihan ini. Semoga Tuhan Yang Maha Esa meridhoi upaya kita bersama dalam membangun keluarga melalui Program Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga untuk terwujudnya Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera. Jakarta, 17 Juli 2018 Deputi Bidang Pelatihan, Penelitian, dan Pengembangan BKKBN



Prof. Rizal Damanik, PhD



ii



SAMBUTAN KONSORSIUM PROGRAM PILIHANKU Salah satu tujuan Program PilihanKu di Indonesia adalah mendukung upaya pemerintah meningkatkan kualitas pelayanan Keluarga Berencana melalui intervensi yang telah terbukti keberhasilannya. Dari studi literatur, diskusi dan analisis data, maka konsorsium Program PilihanKu yang terdiri dari Johns Hopkins CCP, JHPIEGO dan JSI melihat bahwa salah satu faktor penting dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan KB di Indonesia adalah melalui peningkatan kompetensi dan kepatuhan petugas untuk memberikan konseling. Pada tahun 2016, JHPIEGO telah melakukan pengembangan model pelayanan KB Pasca Persalinan (KBPP) yang didalamnya termasuk juga melakukan pemberian konseling dengan menggunakan metode Strategi Konseling Berimbang (SKB). Hasilnya cukup menggembirakan dimana kepatuhan tenaga kesehatan memberikan konseling meningkat dan adopsi KBPP juga meningkat sebagai dampak dari konseling tersebut. Keberhasilan penggunaan metode SKB pada KBPP mendorong konsorsium Program PilihanKu untuk mengimplementasikan penggunaan metode konseling ini pada konseling KB semua cara (all methods). Penggunaan metode SKB KB yang dilaksanakan 4 kabupaten daerah Program PilihanKu tidak dimaksudkan untuk menggantikan metode konseling KB yang selama ini telah dipakai yaitu ABPK. Metode SKB ini diperkenalkan untuk lebih meningkatkan keterampilan tenaga kesehatan dalam memberikan konseling dan memberikan kepada mereka pilihan metode konseling yang dirasa lebih cocok dengan kondisi yang ada. Buku kurikulum dan modul pelatihan metode SKB ini merupakan hasil diskusi intensif yang melibatkan pakar dibidang KB dan pelatihan dari Kementerian Kesehatan, BKKBN maupun konsorsium Program PilihanKu. Terima kasih yang tidak terhingga kepada semua pihak yang telah berkontribusi pada penyusunan buku ini. Kami berharap bahwa kurikulum dan modul ini bermanfaat untuk pemerintah jika akan melakukan pelatihan SKB dimasa mendatang. Jakarta, Agustus 2018 Country Representative Johns Hopkins CCP selaku Koordinator Konsorsium Program PilihanKu



Fitri Putjuk



iii



PRAKATA Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkah dan karunia-Nya, kita telah menyelesaikan penyusunan kurikulum dan modul Pelatihan Strategi Konseling Berimbang (SKB KB) bagi Dokter, Bidan, dan Perawat dengan tepat waktu untuk kepentingan menjaga kualitas penyelenggaraan dan standarisasi program pelatihan yang telah ditetapkan. Modul ini menguraikan hal-hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan Pelatihan Strategi Konseling Berimbang bagi Dokter, Bidan dan Perawat seperti: deskripsi singkat materi, sasaran dan kriteria peserta, kriteria tenaga pelatihan, sarana prasarana serta perencanaan sampai dengan evaluasi. Keseluruhan isi modul ini berupaya menjamin terselenggaranya kegiatan pelatihan yang berkualitas dan memenuhi kepuasan pengguna pelatihan. Kami berharap, modul ini dapat memberikan acuan bagi penyelenggara kegiatan Pelatihan Strategi Konseling Berimbang (SKB KB) bagi Dokter, Bidan, dan Perawat agar mampu menciptakan kualitas yang terstandar dengan hasil akhir yang ingin dicapai adalah tersedianya tenaga kesehatan yang terampil dalam memberikan konseling pelayanan KB di fasilitas kesehatan. Selanjutnya, kami ucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu penyusunan kurikulum dan modul Pelatihan Strategi Konseling Berimbang (SKB KB) bagi Dokter, Bidan, dan Perawat. Semoga kurikulum dan modul ini bermanfaat untuk menjamin terlaksananya penyelenggaraan Pelatihan Strategi Konseling Berimbang (SKB KB) bagi Dokter, Bidan, dan Perawat yang baik dan bermutu.



iv



UCAPAN TERIMA KASIH Penerbit dan para editor menyampaikan terima kasih dan penghargaan setinggitingginya kepada semua pihak yang telah membantu, mulai dari kesepakatan awal sampai terlaksananya penerbitan modul pelatihan Strategi Konseling Berimbang Keluarga Berencana (SKB KB) ini: Kontributor (urutan berdasarkan instansi/organisasi): - dr. Kirana Pritasari, MQIH (Kementerian Kesehatan RI). - dr. Anung Sugihantono, M.Kes (Kementerian Kesehatan RI). - dr. Eni Gustina, MPH Kementerian Kesehatan RI). - drg. Saraswati, MPH (Kementerian Kesehatan RI). - dr. Achmad S. Tancarino, MARS (PPSDMK Kementerian Kesehatan RI). - Drs. Zaenal Komar, Apt. (BBPK Jakarta Kementerian Kesehatan RI). - drg. Wara Pertiwi Osing, MA (Kementerian Kesehatan RI). - dr. Ganda Raja Partogi Sinaga, M.KM (Kementerian Kesehatan RI). - dr. Wisnu Trianggono, MPH (Kementerian Kesehatan RI). - dr. Laode M. Hajar Dony (Kementerian Kesehatan RI). - dr. Upik Rukmini, M.KM (Kementerian Kesehatan RI). - Henny Fatmawati, S.KM (Kementerian Kesehatan RI). - dr. Era Renjana D. (Kementerian Kesehatan RI). - Dra. Titik Handayani (BBPK Jakarta Kementerian Kesehatan RI). - Roostiyati Sutrisno Wanda, S.KM, M.KM (PPSDMK Kementerian Kesehatan RI). - dr. Indriya Purnamasari, MARS (PPSDMK Kementerian Kesehatan RI). - Dr. Ir. Dwi Listyawardani, MSc (BKKBN Pusat). - Prof. drh. M. Rizal Matua Damanik, MRepSc, PhD (BKKBN Pusat). - Ir. Hermansyah, MA (BKKBN Pusat). - Drs. Ipin Z. A. Husni, MPA (BKKBN Pusat). - Dra. Maryana, MM (BKKBN Pusat). - dr Azora Ferolita, M.Kes (BKKBN Pusat). - Uswatun Nisa, S.Sos, MAPS (BKKBN Pusat). - dr. Ruri Mutia Ichwan (BKKBN Pusat). - dr. Wiwit Ayu Wulandari, M.KM (BKKBN Pusat). - Yufi Winiastuti, S.KM (BKKBN Pusat). - dr. Emi Nurjasmi, M.Kes (Ketua Umum PP IBI). - dr. Gita Maya Koemara Sakti, MHA (JHCCP). - Eddy Hasmi, MSc (JHCCP). - Dinar Pandan Sari, MA (JHCCP). - Yunita Wahyuningrum, M.Si (JHCCP). - Elfira Nacia, S.KM, MA, M.Kes (JHCCP). - E. Priadana Morcky, M.Si (JHCCP). - Ricky N. Tzuarvizan (JHCCP). - Suli Winarsih (JHCCP). - Tris Ferni (JHCCP). - dr. Irfan Riswan (JHPIEGO). - Fransisca Maria Lambe, S.KM (JHPIEGO). - Istiyani Purbasari S.SiT, M.Kes (JHPIEGO). - dr. Hendrik Rupang (JHPIEGO). - Angelina Gabriela Nabu, S.SiT, M.Kes (JHPIEGO). - Nurfadliah, S.Far (JSI). - Juhartini (JSI). - Ambar Mirantini, S.Si, Apt. (JSI).



v



DAFTAR ISI SAMBUTAN DIRJEN KESEHATAN MASYARAKAT KEMENTERIAN KESEHATAN .................................................................................



i



SAMBUTAN DEPUTI BIDANG PELATIHAN, PENELITIAN, DAN PENGEMBANGAN BKKBN .............................................................................



ii



SAMBUTAN COUNTRY REPRESENTATIVE JOHNS HOPKINS CCP SELAKU KOORDINATOR KONSORSIUM PROGRAM PILIHANKU .......................



iii



PRAKATA PLT. KEPALA PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA BKKBN .................................



iv



UCAPAN TERIMA KASIH ........................................................................................



v



DAFTAR ISI ..............................................................................................................



vi



PENDAHULUAN LATAR BELAKANG ........................................................................................ DESKRIPSI PROSES PEMBELAJARAN ........................................................ JADWAL PELATIHAN NAKES .......................................................................



1 2 4



MATERI DASAR 1 KEBIJAKAN PELAYANAN KB ................................................................................ Pokok Bahasan 1. Kebijakan Pelayanan KB ..................................................



7 9



MATERI DASAR 2 KEBIJAKAN PROGRAM INDONESIA SEHAT MELALUI PENDEKATAN KELUARGA .................................................................................... Pokok Bahasan 1. Kebijakan Program Indonesia Sehat Melalui Pendekatan Keluarga ....................................................... MATERI INTI 1 KOMUNIKASI DAN KONSELING ............................................................................. Pokok Bahasan 1. Konsep Komunikasi .......................................................... Pokok Bahasan 2. Konsep Konseling ............................................................ Pokok Bahasan 3. Alat Bantu Konseling KB ................................................... Pokok Bahasan 4. Langkah-Langkah Konseling KB ....................................... MATERI INTI 2 STRATEGI KONSELING BERIMBANG PROGRAM KB .......................................... Pokok Bahasan 1. Gambaran Umum Strategi Konseling Berimbang KB ........ Pokok Bahasan 2. Penapisan Kelayakan Medis dengan Diagram Lingkaran Kriteria Kelayakan Medis Penggunaan Kontrasepsi ................................................. Pokok Bahasan 3. Praktik Strategi Konseling Berimbang KB .........................



vi



15 17 25 29 35 43 45



49 53



60 74



MATERI INTI 3 PENGGUNAAN ALAT BANTU DAN APLIKASI DIGITAL ........................................ 81 Pokok Bahasan 1. Pemeliharaan Standar Untuk Perangkat Alat Bantu Digital yang Dimiliki .......................................... 85 Pokok Bahasan 2. Aplikasi Strategi Konseling Berimbang Untuk Konseling KB .................................................................... 88 Pokok Bahasan 3. Aplikasi SKATA Sebagai Rujukan Informasi Perencanaan Keluarga ...................................... 114 MATERI PENUNJANG 1 MEMBANGUN KOMITMEN BELAJAR ..................................................................... Pokok Bahasan 1. Perkenalan Antar-Peserta, Fasilitator dan Panitia ............. Pokok Bahasan 2. Perumusan Tujuan Pembelajaran ..................................... Pokok Bahasan 3. Norma dan Aturan Selama Pelatihan Berlangsung ........... Pokok Bahasan 4. Komitmen Belajar .............................................................. MATERI PENUNJANG 2 KETERSEDIAAN ALAT DAN OBAT KONTRASEPSI (ALOKON) DI PUSKESMAS ....................................................................................................... Pokok Bahasan 1. Tata Kelola Alokon Program KB ........................................ Pokok Bahasan 2. Tingkat Ketersediaan Alokon Di Puskesmas dan Jejaring/Jaringan ........................................................ Pokok Bahasan 3. Pencatatan dan Pelaporan Logistik Alokon .......................



121 124 126 126 127



129 132 134 136



MATERI PENUNJANG 3 RENCANA TINDAK LANJUT (RTL) ......................................................................... Pokok Bahasan 1. Pengertian RTL ................................................................. Pokok Bahasan 2. Manfaat Adanya RTL ........................................................ Pokok Bahasan 3. Sistematika Penyusunan RTL ........................................... Pokok Bahasan 4. Penyusunan RTL ..............................................................



139 140 140 140 141



MATERI PENUNJANG 4 ANTI-KORUPSI ......................................................................................................... Pokok Bahasan 1. Konsep Korupsi ................................................................ Pokok Bahasan 2. Anti-Korupsi ...................................................................... Pokok Bahasan 3. Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi ............. Pokok Bahasan 4. Tata Cara Pelaporan Dugaan Pelanggaran TPK .............. Pokok Bahasan 5. Gratifikasi ..........................................................................



143 145 149 150 153 156



DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 159 LAMPIRAN



vii



viii



PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Konseling merupakan aspek yang sangat penting dalam pelayanan Keluarga Berencana (KB). Dengan melakukan konseling, maka petugas membantu klien dalam memilih kontrasepsi yang akan digunakan. Penyampaian informasi yang jelas dan benar mengenai metode KB dapat membantu klien mengenal kebutuhannya, untuk memilih solusi terbaik dan membuat keputusan yang paling sesuai dengan kondisi yang sedang dihadapi. Konseling yang baik akan membantu klien menggunakan kontrasepsi lebih lama dan meningkatkan keberhasilan KB. Berdasarkan hasil SDKI tahun 2012 menunjukkan bahwa Angka Kematian Ibu (AKI) masih tinggi dan mengalami peningkatan dari 228/100.000 kelahiran hidup (2007) menjadi 359/100.000 kelahiran hidup (2012). Hal ini menunjukkan masih rendahnya derajat kesehatan masyarakat khususnya kesehatan perempuan. Sedangkan Angka Fertilitas Total (TFR) stagnan dalam 10 tahun terakhir (2002-2012) di angka 2,6, sedangkan angka kesertaan KB aktif (semua metode) hanya meningkat 0,5% dari 61,4% pada tahun 2007 menjadi 61,9% pada tahun 2012. Untuk mengkoreksi angka-angka tersebut dibutuhkan suatu usaha agar menumbuhkan kesadaran ber-KB. Salah satu upaya menumbuhkan kesadaran ber-KB dapat dilakukan melalui pemberian layanan konseling KB yang berkualitas dan berorientasi pada kebutuhan klien dalam memilih salah satu metode kontrasepsi. Pada awal tahun 2016, penggunaan BCS atau di Indonesia disebut Strategi Konseling Berimbang (SKB) mulai dikembangkan dan diadaptasi penggunaannya untuk memperkuat layanan konseling KB Pasca Persalinan (KBPP) pada Program PilihanKu. Adaptasi SKB KB Pasca Persalinan (KBPP) ini dilakukan juga berdasarkan temuan lapangan pada 44 fasilitas program PilihanKu dimana konseling yang umumnya dilakukan sering tidak mencapai kualitas yang diharapkan seperti kurang interaktif, tidak berfokus pada kebutuhan klien, memberikan informasi yang tidak efektif dan jelas seperti efek samping dan kriteria medis yang tidak sesuai dengan WHO Medical Eligibility Criteria tahun 2015. Hal-hal tersebut mempengaruhi kualitas konseling dan adopsi KBPP oleh klien. Disamping hal tersebut kendala lainnya seperti melakukan konseling tanpa menggunakan Alat Bantu Pengambil Keputusan (ABPK), konseling yang tidak terstruktur, dominasi konselor dan waktu yang dibutuhkan dalam sebuah konseling cukup panjang sehingga sering menjadi penyebab rendahnya kualitas konseling KBPP yang diberikan. Data berikut ini akan menunjukkan hubungan antara penggunaan Strategi Konseling Berimbang (SKB) dengan peningkatan persentase konseling yang dilakukan dan peningkatan adopsi metode KBPP dibandingkan dengan sebelum Strategi Konseling Berimbang (SKB) dilakukan pada 44 fasilitas Program KBPP PilihanKu. Pada sepuluh bulan pertama sejak Oktober 2015 hingga Juli 2016 intervensi pelayanan KBPP di 44 fasilitas program PilihanKu belum menggunakan konseling dengan pendekatan Strategi Konseling Berimbang (SKB). Strategi Konseling Berimbang mulai di gunakan pada Agustus 2016 hingga sekarang, pada data di atas digambarkan hingga Juli 2017. Bila dibandingkan persentase rata-rata ibu yang menerima konseling antara sebelum dan sesudah penggunaan Strategi Konseling Berimbang maka didapati perbedaan sekitar 30% peningkatan persentase ibu yang menerima konseling, sebelum menggunakan Strategi Konseling Berimbang (SKB) rata-rata konseling 40% dan sesudah penggunaan SKB meningkat menjadi 70%. Peningkatan konseling ini juga berdampak pada adopsi metode KB yang pilih, dimana ada peningkatan dua kali lipat pada adopsi KBPP yang sebelumnya rata-rata 20% meningkat menjadi rata-rata 40% setelah pengunaan Strategi Konseling Berimbang.



1



Dengan demikian data tersebut menunjukkan bahwa penggunaan Strategi Konseling Berimbang yang dikembangkan di 44 fasilitas Program PilihanKu menunjukkan peningkatan kualitas konseling dan peningkatan adopsi metode KB untuk KBPP. Selanjutnya pengembangan SKB ini dapat dilaksanakan untuk seluruh metode KB pada pelayanan KB secara umum. Pelaksanaan konseling KB dengan teknik SKB diharapkan dapat meningkatkan peserta KB aktif. Untuk itu perlu disiapkan tenaga kesehatan yang mampu dan terampil dalam memberikan konseling KB. Maka diperlukan kegiatan peningkatan konseling KB bagi petugas kesehatan pelayanan pada program KIE dan konseling KB dalam bentuk pelatihan. Agar pelatihan dilaksanakan sesuai dengan tujuan dan pencapaian kompetensi yang diharapkan maka disusunlah kurikulum pelatihan ini sebagai acuan penyelenggaraannya.



B. DESKRIPSI PROSES PEMBELAJARAN 1. Pembukaan. Dalam proses pembukaan diharapkan peserta mendapatkan informasi tentang latar belakang perlunya pelatihan. Pembukaan dilakukan untuk mengawali kegiatan pelatihan secara resmi. 2.



Pre-Test. Sebelum acara pembukaan, dilakukan pre-test terhadap peserta. Pre-Test bertujuan untuk mendapatkan informasi awal tentang pengetahuan dan kemampuan peserta dalam melaksanakan kegiatan pelayanan konseling KB.



3.



Membangun Komitmen Belajar (Building Learning Commitment/BLC). Kegiatan ini ditujukan untuk mempersiapkan peserta dalam mengikuti proses pelatihan. Kegiatannya antara lain: a. Penjelasan oleh fasilitator tentang tujuan pembelajaran dan kegiatan yang akan dilakukan dalam materi BLC. b. Perkenalan antara peserta dengan para fasilitator dan dengan panitia penyelenggara pelatihan, dan juga perkenalan antar-sesama peserta. Kegiatan perkenalan dilakukan dengan permainan, dimana seluruh peserta terlibat secara aktif. c. Mengemukakan harapan, kekhawatiran dan komitmen masing-masing peserta selama pelatihan. d. Kesepakatan antara para fasilitator, penyelenggara pelatihan dan peserta dalam berinteraksi selama pelatihan berlangsung, meliputi: pengorganisasian kelas, kenyamanan kelas, keamanan kelas, dan yang lainnya.



4.



Pemberian Wawasan. Setelah BLC, kegiatan dilanjutkan dengan memberikan materi sebagai dasar pengetahuan/wawasan yang sebaiknya diketahui peserta dalam pelatihan ini. Materi tersebut meliputi: a. Kebijakan pelayanan KB. b. Kebijakan program KB melalui integrasi dengan Program Indonesia Sehat melalui Pendekatan Keluarga (PIS-PK). c. Ketersediaan alat dan obat kontrasepsi (Alokon) di Puskesmas. d. Anti-korupsi. Pada sesi ini juga akan disampaikan tentang mapping pelatihan ini dibanding pelatihan yang lain. Selain itu, peserta juga akan mendapat materi tentang rencana tindak lanjut sebagai penambahan wawasan peserta latih.



2



5.



Pembekalan Pengetahuan dan Keterampilan (Di Kelas dan Lapangan Saat Di Tempat Pelatihan). Pemberian materi pengetahuan dan keterampilan berlangsung selama 6 hari dari proses pelatihan mengarah pada keterampilan spesifik yang berhubungan dengan tugas dan fungsinya. Penyampaian materi dilakukan dengan menggunakan berbagai metode yang melibatkan semua peserta untuk berperan aktif dalam mencapai kompetensi tersebut, yaitu Ceramah Tanya Jawab (CTJ), curah pendapat, diskusi kelompok, bermain peran/role play, latihan, dan praktik di kelas serta praktik lapangan. Pembekalan pengetahuan dan keterampilan meliputi materi: a. Komunikasi dan Konseling. b. Strategi Konseling Berimbang Keluarga Berencana (SKB KB). c. Penggunaan Alat Bantu dan Aplikasi Digital. d. Teknik Melatih. Setiap hari sebelum proses pembelajaran dimulai, fasilitator melakukan kegiatan refleksi dengan tujuan untuk menyamakan persepsi tentang materi yang sebelumnya diterima sebagai bahan evaluasi untuk proses pembelajaran berikutnya.



6.



Praktik Lapangan. Praktik lapangan dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan tempat pelatihan selama 1 hari (8 JPL) dengan didampingi oleh pelatih. Praktik lapangan dilakukan langsung kepada klien. Peserta diperbolehkan untuk melakukan praktik lapangan bila penilaian menggunakan daftar tilik oleh pelatih saat praktik di kelas (role play) sudah mencapai  80. Pada saat praktik lapangan diharapkan peserta sudah mendapatkan minimal 1 klien di fasilitas kesehatan atau dalam hal ini adalah Puskesmas.



7.



Evaluasi Pembelajaran. a. Evaluasi yang dimaksudkan adalah evaluasi terhadap proses pembelajaran tiap hari (refleksi) serta evaluasi terhadap pelatih/fasilitator. Evaluasi tiap hari (refleksi) dilakukan dengan cara me-review kegiatan proses pembelajaran yang sudah berlangsung, sebagai umpan balik untuk menyempurnakan proses pembelajaran selanjutnya. b. Evaluasi terhadap fasilitator dilakukan oleh peserta pada saat fasilitator telah mengakhiri materi yang disampaikannya. Evaluasi dilakukan dengan menggunakan form evaluasi terhadap fasilitator. c. Evaluasi penyelenggaraan dilakukan untuk mendapatkan masukan dari peserta tentang penyelenggaraan pelatihan tersebut dan akan digunakan untuk penyempurnaan penyelenggaraan pelatihan berikutnya.



8.



Rencana Tindak Lanjut (RTL). Rencana tindak lanjut ini tidak hanya merupakan rencana tindak lanjut dari peserta pelatihan, namun berdasarkan data latihan yang didapat saat latihan monitoring dan evaluasi, yang merupakan cerminan data dari fasilitas pelayanan kesehatan, diharapkan peserta mampu melakukan identifikasi masalah berdasarkan data, dan berlatih untuk membuat rencana tindak lanjut dan rekomendasi yang tajam, yang nantinya pengalaman peserta ini dapat diterapkan bersama manajemen fasilitas di tempat mereka bekerja, sehingga kualitas dari pelayanan konseling KB dengan menggunakan Strategi Konseling Berimbang KB bisa tetap berkualitas dengan sistem yang berjalan dengan baik.



3



9.



Post-Test. Setelah keseluruhan materi dan praktik lapangan dilaksanakan, dilakukan post-test. Post-Test bertujuan untuk melihat peningkatan pengetahuan dan keterampilan peserta setelah mengikuti pelatihan.



10. Penutupan. Acara penutupan dapat dijadikan sebagai upaya untuk mendapatkan masukan dari peserta ke penyelenggara dan fasilitator untuk perbaikan pelatihan yang akan datang. Acara penutupan pelatihan merupakan rangkaian yang terdiri dari: a. Laporan ketua penyelenggara pelatihan. b. Pengumuman peringkat keberhasilan peserta. c. Pembagian sertifikat. d. Kesan dan pesan dari perwakilan peserta. e. Pengarahan dan penutupan oleh pejabat yang berwenang. f. Pembacaan doa. C. JADWAL PELATIHAN NAKES (45 JPL)



Ke-1



HARI



Ke-2



HARI



HARI



WAKTU 13.00 - 14.00 14.00 - 14.30 14.30 - 15.00



JPL



WAKTU 08.00 - 10.15 10.15 - 10.30 10.30 - 11.15



JPL 3



11.15 - 12.00



1



12.00 - 13.00 13.00 - 13.45 13.45 - 15.15 15.15 - 15.45 15.45 - 16.30



1



1 2 1



16.30 - 18.00



2



WAKTU 08.00 - 08.15



JPL



08.15 - 09.00



1



09.00 - 10.30



2



Hari Ke-3



10.30 - 10.45 10.45 - 11.30



1



11.30 - 12.15



1



12.15 - 13.15 13.15 - 15.30



3



15.30 - 16.00 16.00 - 17.30



4



MATERI



FASILITATOR



Registrasi Pembukaan Pre-Test



2



MATERI BLC (Building Learning Commitment) Coffee Break Kebijakan Pelayanan KB (Teori) Kebijakan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (Teori) ISHOMA Komunikasi dan Konseling (Teori) Komunikasi dan Konseling (Praktek) Coffee Break Komunikasi dan Konseling (Praktek) Strategi Konseling Berimbang Keluarga Berencana (Teori)



FASILITATOR



MATERI Review Materi Hari Ke-2 Strategi Konseling Berimbang Keluarga Berencana (teori) Strategi Konseling Berimbang Keluarga Berencana (Teori) Coffee Break Strategi Konseling Berimbang Keluarga Berencana (teori) Strategi Konseling Berimbang Keluarga Berencana (Tahap Pra-Pemilihan) ISHOMA Strategi Konseling Berimbang Keluarga Berencana (Tahap Pra-Pemilihan) Coffee Break Strategi Konseling Berimbang Keluarga Berencana (Tahap Pemilihan)



FASILITATOR



HARI



WAKTU 08.00 - 08.15



JPL



08.15 - 09.00



1



09.00 - 09.45



1



Ke-4



09.45 - 10.00



HARI



10.00- 11.30



2



11.30 - 12.15 12.15 - 13.15 13.15 - 14.00 14.00 - 15.30 15.30-16.00 16.00 - 17.30



1



WAKTU 08.00 - 08.15



JPL



08.15 - 10.30



3



1 2 2



Ke-5



10.30 - 10.45 10.45 - 12.15



2



12.15 - 13.15 13.15 - 15.30



3



15.30 - 16.00



Ke-6



HARI



16.00 - 17.30



2



WAKTU 08.00 - 08.15 08.15 - 09.45 09.45 - 10.00 10.00 - 11.30 11.30 - 12.00 12.00 - 13.00 13.00 - 13.30



JPL 2 2



MATERI Review Materi Hari Ke-3 Strategi Konseling Berimbang Keluarga Berencana (Tahap pemilihan) (Praktik) Strategi Konseling Berimbang Keluarga Berencana (Tahap Setelah Pemilihan) (Praktik) Coffee Break Strategi Konseling Berimbang Keluarga Berencana (Tahap Setelah Pemilihan) (Praktik) Penggunaan Alat Bantu dan Aplikasi (Teori) ISHOMA Penggunaan Alat Bantu dan Aplikasi (Teori) Penggunaan Alat Bantu dan Aplikasi (Praktik) Coffee Break Penggunaan Alat Bantu dan Aplikasi (Praktik)



FASILITATOR



MATERI Review Materi Hari Ke-4 Strategi Konseling Berimbang Program Keluarga Berencana (Praktek Lapangan) Coffee Break Strategi Konseling Berimbang Program Keluarga Berencana (Praktek Lapangan) ISHOMA Strategi Konseling Berimbang Program Keluarga Berencana (Praktek Lapangan) Coffee Break Ketersediaan Alat dan Obat (Alokon) di Puskesmas



FASILITATOR



MATERI Review Materi Hari Ke-6 Anti-Korupsi (Teori dan Praktek) Coffee Break Rencana Tindak Lanjut (Teori dan Praktek) Post-Test ISHOMA Penutupan



FASILITATOR



5



6



KEBIJAKAN LAYANAN KB A. DESKRIPSI SINGKAT Indonesia termasuk salah satu negara yang menyepakati tujuan-tujuan pembangunan global yang tertuang dalam Sustainable Development Goals (SDG’s) 2015-2019. Keluarga Berencana (KB) dan Kesehatan Reproduksi (Kespro) tertuang dalam tujuan SDG’s nomor 3 (tiga) dan 5 (lima). BKKBN memiliki tugas untuk menurunkan Angka Total Kelahiran (TFR). Penurunan TFR dicapai dengan penggunaan kontrasepsi serta peningkatan akses serta informasi terhadap KB dan Kespro bagi seluruh perempuan Indonesia. Dalam satu dekade terakhir, program pelayanan KB di Indonesia sempat mengalami keadaan stagnan yang dapat dilihat dari tidak membaiknya hasil SDKI (Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia). Hasil sementara SDKI 2017, menunjukkan ada beberapa indikator yang membaik namun ada juga yang menurun. Beberapa capaian yang belum optimal tersebut dapat disebabkan oleh karena tidak maksimalnya penyampaian informasi tentang KB kepada masyarakat. Promosi dan konseling KB dan Kespro dilaksanakan melalui pendekatan siklus hidup manusia dengan tetap memperhatikan hak-hak reproduksi pada setiap fase kehidupan serta berkesinambungan antarfase kehidupan tersebut (continuum of care). B. TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Tujuan Pembelajaran Umum: Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu memahami kebijakan pelayanan KB. 2. Tujuan Pembelajaran Khusus: Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu menjelaskan kebijakan pelayanan KB. C. POKOK BAHASAN 1. Kebijakan Pelayanan KB. 1.1. Kebijakan BKKBN dalam Penguatan Program KB. 1.2. Program KB Di Era JKN. 1.3. Upaya dan Tantangan dalam Penguatan Pelayanan KB. 1.4. Strategi Konseling Berimbang. D. BAHAN BELAJAR 1. Modul. 2. Bahan Tayang. 3. Komputer/Laptop. 4. LCD. 5. Flipchart. 6. White Board. 7. ATK.



7



E. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN Langkah-langkah kegiatan pembelajaran ini menguraikan tentang kegiatan fasilitator dan peserta dalam proses pembelajaran selama sesi ini berlangsung (Teori 1 JPL x 45 menit = 45 menit) adalah sebagai berikut: Langkah 1. Pengkondisian (5 menit). 1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila belum pernah menyampaikan sesi di kelas, mulailah dengan perkenalan. Perkenalkan diri dengan menyebutkan nama lengkap, instansi tempat bekerja dan materi yang akan disampaikan. 2. Menciptakan suasana nyaman dan mendorong kesiapan peserta untuk menerima materi dengan menyepakati proses pembelajaran. 3. Dilanjutkan dengan penyampaian judul materi, deskripsi singkat, tujuan pembelajaran serta ruang lingkup pokok bahasan yang akan dibahas pada sesi ini dengan menggunakan bahan tayang. Langkah 2. Penyampaian Pokok Bahasan 1 (30 menit). 1. Kegiatan Fasilitator. a. Menggali pendapat pembelajar (apersepsi) tentang kebijakan pelayanan KB. b. Penyampaian dan pembahasan Pokok Bahasan 1 yaitu Kebijakan Pelayanan KB: - Sub-Pokok Bahasan 1.1. Kebijakan BKKBN dalam Penguatan Program KB. - Sub-Pokok Bahasan 1.2. Program KB Di Era JKN. - Sub-Pokok Bahasan 1.3. Upaya dan Tantangan dalam Penguatan Pelayanan KB. - Sub-Pokok Bahasan 1.4. Strategi Konseling Berimbang. 2. Kegiatan Peserta. a. Memberikan pendapat dari pertanyaan fasilitator. b. Mendengar, mencatat hal-hal yang penting dalam materi Kebijakan Pelayanan KB. c. Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator bila masih ada yang belum dipahami. Langkah 3. Rangkuman dan Evaluasi Hasil Belajar (10 menit). 1. Mengadakan evaluasi dengan melemparkan 3 pertanyaan sesuai topik pokok bahasan secara acak kepada peserta. 2. Memperjelas jawaban peserta terhadap masing-masing pertanyaan yang telah diajukan sebelumnya. 3. Bersama peserta merangkum poin-poin penting dari hasil proses pembelajaran. 4. Membuat kesimpulan dapat dilakukan sendiri oleh fasilitator atau membuat kesimpulan dengan mengajak peserta secara bersama-sama. 5. Fasilitator menutup sesi ini, dengan memberikan apresiasi kepada seluruh peserta. F.



8



URAIAN MATERI (Diuraikan secara detail pada Pokok Bahasan 1 di halaman berikutnya).



1.1. Kebijakan BKKBN dalam Penguatan Program KB Situasi dan kondisi program pelayanan KB, dari waktu ke waktu mengalami perubahan. Hal tersebut nampak pada hasil sementara Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) yang dilakukan pada tahun 2017, dimana terdapat beberapa indikator yang mengalami perbaikan. Hasil tersebut antara lain adalah penurunan dari TFR dari 2,6 di tahun 2012 menjadi 2,4 pada capaian sementara SDKI 2017. Age Specific Fertility Rate (ASFR) mengalami penurunan dari 48 di SDKI 2012 menjadi 36 pada SDKI 2017. Angka penggunaan kontrasepsi (CPR) pada hasil SDKI 2017 mengalami kenaikan, dari 62 pada SDKI 2012 menjadi 63.7 pada SDKI 2017, namun capaian metode kontrasepsi modern mengalami penurunan dari 58 menjadi 57,2. Angka unmet need mengalami penurunan dari 11,4 menjadi 10,6 pada hasil sementara SDKI 2017. Capaian hasil sementara SDKI 2017 tersebut sekalipun membaik, namun masih memiliki variasi nilai disparitas yang tinggi dari masing-masing provinsinya. Angka putus pakai per metode kontrasepsi meningkat untuk metode kontrasepsi pil (46,1%) dan suntik (27%) dengan berbagai macam alasan putus pakai tersebut. Perolehan capaian indikator merupakan hasil dari pemenuhan dari sisi demand dan supply pelayanan KB. Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, penduduk harus menjadi titik sentral dalam pembangunan berkelanjutan di Indonesia. Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan terencana di segala bidang untuk menciptakan perbandingan ideal antara perkembangan kependudukan dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan serta memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa harus mengurangi kemampuan dan kebutuhan generasi mendatang, sehingga menunjang kehidupan bangsa. Salah satu prioritas pembangunan nasional di dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2010-2025 adalah mewujudkan penduduk tumbuh seimbang, sehingga BKKBN berkomitmen akan turut mensukseskan Agenda Prioritas No. 5 (di dalam Nawacita), untuk mendukung peningkatan kualitas hidup manusia Indonesia dengan menjadi “Lembaga yang Handal dan Dipercaya dalam Mewujudkan Penduduk Tumbuh Seimbang dan Keluarga Berkualitas”, pertumbuhan penduduk yang seimbang dan keluarga berkualitas ditandai dengan menurunnya Total Fertility Rate (TFR) menjadi 2,1 dan Net Reproductive Rate (NRR) sama dengan 1 pada tahun 2025, serta keluarga berkualitas ditandai dengan keluarga yang terbentuk berdasarkan perkawinan yang sah dan bercirikan sejahtera, sehat, maju, mandiri dan memiliki jumlah anak yang ideal, berwawasan ke depan, bertanggung jawab, harmonis dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.



9



Untuk mendukung pelaksanaan pembangunan yang berwawasan kependudukan, maka BKKBN turut memperkuat pelaksanaan pembangunan kependudukan dengan upaya pengendalian kuantitas dan peningkatan kualitas penduduk dan mengarahkan persebaran penduduk. Pembangunan kependudukan juga merupakan upaya untuk mewujudkan keserasian kondisi yang berhubungan dengan perubahan keadaan penduduk yang dapat berpengaruh dan dipengaruhi oleh keberhasilan pembangunan berkelanjutan. Salah satu upaya pengendalian penduduk adalah melalui Keluaga Berencana (KB). Dalam rangka penguatan dan pencapaian tujuan pelayanan KB, maka dukungan manajemen pelayanan KB menjadi sangat penting, mulai dari Perencanaan, Pelaksanaan, sampai dengan Pemantauan dan Evaluasi. Pelaksanaan program KB ini, menjadi peran antara dua kementerian/lembaga yang memegang peranan penting yaitu Kementerian Kesehatan dan BKKBN. Koordinasi yang baik dan berkesinambungan antara BKKBN dan Kementerian Kesehatan beserta jajaran di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota dalam manajemen pelayanan KB menjadi hal yang sangat penting. Dengan manajemen pelayanan yang baik, diharapkan dapat meningkatkan ketersediaan (availability), keterjangkauan (accessibility), penerimaaan (acceptability) dan kualitas pelayanan (quality). Koordinasi tingkat Kementerian Kesehatan berperan sebagai supply site, dimana supply tersebut meliputi pemenuhan fasilitas kesehatan (upaya kesehatan dasar dan rujukan), pembiayaan jaminan kesehatan, tenaga di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota. BKKBN berperan dalam penguatan demand (demand creation) kepesertaan KB. Demand creation yang dilakukan meliputi antara lain advokasi dan KIE, penggerakan lini lapangan, konseloran alkon untuk peserta KB, konseloran sarana penunjang pelayanan KB, dan pelayanan KB. 1.2. Program KB Di Era JKN Sejak 1 Januari 2014 telah dilaksanakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sebagai pemenuhan amanat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Kemudian melalui Peraturan Presiden Nomor 12 tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan menyatakan bahwa pelayanan KB termasuk dalam manfaat pelayanan promotif dan preventif. Penyelenggaraan pelayanan KB dalam JKN tetap memperhatikan mutu pelayanan dan berorientasi pada aspek keamanan pasien, efektifitas tindakan, kesesuaian dengan kebutuhan pasien serta efisiensi biaya. Pengaturan pembiayaan pelayanan KB sudah diatur dengan Permenkes Nomor 59 tahun 2014 tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan dalam Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan. Namun untuk prosedur pembiayaan untuk klien di luar peserta JKN, mengacu pada peraturan daerah masing-masing. Sementara jejaring fasilitas pelayanan kesehatan terdiri atas klinik, rumah sakit, apotek, laboratorium, dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. Sesuai dengan Permenkes Nomor 71 tahun 2013, tentang Pelayanan Kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional dinyatakan bahwa penyelenggara pelayanan kesehatan meliputi semua fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan.



10



Berdasarkan cara pembayaran dalam JKN, maka Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dan Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL). Pelayanan KB tersebut dilaksanakan secara berjenjang di: 1. FKTP meliputi: pelayanan konseling; kontrasepsi dasar (pil, suntik, IUD dan implan, kondom); pelayanan Metode Operasi Pria (MOP); penanganan efek samping dan komplikasi ringan-sedang akibat penggunaan kontrasepsi; merujuk pelayanan yang tidak dapat ditangani di FKTP. 2. FKRTL meliputi: pelayanan konseling; pelayanan kontrasepsi IUD dan implant; Metode Operasi Wanita (MOW); Metode Operasi Pria (MOP). Mengacu pada Permenkes Nomor 75 tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat, dalam rangka meningkatkan aksesibilitas pelayanan, Puskesmas didukung oleh jaringan pelayanan Puskesmas dan jejaring fasilitas pelayanan kesehatan. Jaringan pelayanan Puskesmas terdiri atas Puskesmas Pembantu. Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1464/PER/X/2010 tahun 2010 tentang Ijin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan, maka bidan dalam menjalankan praktik, berwenang untuk memberikan pelayanan kesehatan ibu, anak dan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana meliputi: Memberikan penyuluhan dan konseling kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana; Memberikan alat kontrasepsi oral dan kondom. Selain kewenangan tersebut, terdapat juga kewenangan bidan yang menjalankan program Pemerintah yaitu: Pemberian alat kontrasepsi suntikan, AKDR/ IUD, dan memberikan pelayanan AKBK/implant; Pelayanan AKDR dan AKBK dilakukan oleh bidan terlatih. Bagi bidan yang menjalankan praktik di daerah yang tidak memiliki dokter, dapat melakukan kewenangan pelayanan kesehatan dengan syarat: Daerah yang tidak memiliki dokter ditetapkan oleh Kadinkes kabupaten/kota; Bidan dengan pendidikan D3 Kebidanan atau Bidan yang telah terlatih Bidan Praktik Mandiri yang menjadi jejaring Puskesmas harus terdaftar di Dinas Kesehatan dan di BKKBN melalui SKPD KB/BKKBD agar mendapat distribusi alat dan obat kontrasepsi. 1.3. Upaya dan Tantangan dalam Penguatan Pelayanan KB Konsep pelayanan KB di lapangan terbagi menjadi 3 bagian yaitu prapelayanan KB, pelaksanaan pelayanan KB dan pasca-pelayanan KB. Pada pra-pelayanan KB identik dengan penggerakan calon/peserta KB. Kegiatan pra-pelayanan terdiri dari advokasi, KIE, promosi dan konseling sehingga calon/peserta KB siap mengadopsi salah satu metode. Pada saat calon/peserta siap untuk mengadopsi salah satu metode kontrasepsi, pelayanan KB diberikan oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan. Di fasilitas kesehatan juga kembali dilakukan promosi dan konseling guna memantapkan pilihan klien, serta dilengkapi dengan pemeriksaan penapisan sesuai dengan kondisi medis klien. Kegiatan pasca-pelayanan adalah kegiatan yang dilakukan setelah klien diberikan pelayanan KB. Promosi dan konseling tetap dibutuhkan pada tahap ini, untuk memastikan pengetahuan klien terhadap metode kontrasepsi yang digunakannya. Pengetahuan yang diberikan adalah seputar kemungkinan efek samping yang dapat terjadi dan penanganannya, serta untuk memastikan kepatuhan klien. Dapat disimpulkan



11



bahwa pada semua tahapan pelayanan KB, kegiatan baik promosi dan konseling tetap dibutuhkan dan harus dilakukan. Capaian indikator KB yang sedikit membaik namun belum optimal dapat disebabkan oleh belum optimalnya penyampaian KIE dan komunikasi interpersonal/kelompok tentang metode kontrasepsi, belum optimalnya pelayanan KB yang berkualitas, masih tingginya pelayanan KB jangka pendek dan akses pelayanan KB yang belum merata. Komunikasi pada saat pemberian informasi pada proses konseling tentang KB memegang peranan yang penting dalam hasil capaian pelayanan KB. Proses yang diberikan dalam Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE), salah satunya adalah konseling. Konseling adalah proses pertukaran informasi dan interaksi positif antara klien-petugas untuk membantu klien mengenali kebutuhannya, memilih solusi terbaik dan membuat keputusan yang paling sesuai dengan kondisi yang sedang dihadapi. Melalui pemberian konseling pelayanan KB, dapat membantu klien memilih cara KB yang cocok dan membantunya untuk terus menggunakan cara tersebut dengan benar. Pelayanan konseling KB memegang peranan yang sangat penting, oleh karena itu untuk meningkatkan keberhasilan konseling KB dapat digunakan media KIE; lembar balik Alat Bantu Pengambilan Keputusan (ABPK)-KB ataupun media konseling lainnya. Konseling KB dapat dilaksanakan bagi wanita dan pasangan usia subur, ibu hamil, ibu bersalin dan ibu nifas. Konseling pelayanan KB dilakukan secara keberlanjutan (Continuum of Care) dengan pendekatan siklus hidup manusia. Konseling KB yang diberikan meliputi pendidikan kesehatan reproduksi pada remaja, konseling WUS/calon pengantin, konseling KB pada ibu hamil/promosi KB pasca-persalinan, pelayanan KB pasca-persalinan, dan pelayanan KB interval. Beberapa hal yang menjadi tantangan dalam meningkatkan pelayanan KB di Indonesia, selain mengoptimalkan konseling ke klien dalam mewujudkan program pelayanan KB yang berkualitas perlu dilakukan pula beberapa hal sebagai berikut: 1. Menjamin ketersediaan alat dan obat kontrasepsi serta bahan habis pakai, penyimpanan dan distribusinya hingga fasilitas pemberi layanan KB. 2. Menjamin tersedianya sarana penunjang pelayanan KB seperti obgynbed, IUD kit, implant removal kit, VTP kit, KIE kit, media informasi, dan pedoman pelayanan KB. 3. Menjamin tersedianya pembiayaan pelayanan KB melalui JKN dan sumber lain yang tidak mengikat. 4. Menjamin tersedianya tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan KB yang terampil dalam pelayanan klinis, konseling dan manajemen melalui pelatihan yang terakreditasi. 1.4. Strategi Konseling Berimbang Konseling memegang peran penting dalam tercapainya pelayanan KB yang berkualitas. Konseling dapat diberikan pada setiap tahapan pelayanan KB oleh tenaga kesehatan yang terampil dan handal. Metode konseling dapat dilakukan dengan bermacam cara, asalkan tujuan dari konseling tersebut tercapai. Salah satu metode konseling KB yang telah disosialisasikan adalah konseling dengan menggunakan Alat Bantu Pengambilan Keputusan (ABPK). Saat ini BKKBN bersama dengan Kementerian Kesehatan mengenalkan salah



12



satu metode konseling dengan menggunakan Strategi Konseling Berimbang (SKB) kepada tenaga kesehatan. Dimana perangkatnya terdiri dari diagram, kartu dan brosur yang penggunaannya tidak dapat terpisahkan. Metode SKB dikenalkan sebagai pilihan tambahan dalam melakukan konseling, selain menggunakan ABPK. Strategi Konseling Berimbang di Indonesia dikembangkan oleh JHPIEGO (John Hopkins Program for International Education in Gynecology and Obstectrics). JHPIEGO adalah organisasi kesehatan non-profit internasional dalam membantu peningkatan akses dan kualitas pelayanan kesehatan ibu dan anak. Lewat program PilihanKu mereka mengenalkan SKB KB PP dan PK yang diterapkan di 4 provinsi PilihanKu. Pada penggunaan SKB PP dan PK yang berbasis fasilitas kesehatan, nampak peningkatan dari adopsi KB PP setelah penerapan penggunaan SKB PP tersebut. Atas dasar keberhasilan penggunaan SKB KB PP tersebut, dikembangkan pula SKB KB oleh JHCCP, yang kemudian diadopsi oleh BKKBN dan Kemenkes. Penggunaan SKB KB tersebut sangat membutuhkan keterampilan tenaga kesehatan dalam penggunaannya. SKB KB kit yang terdiri dari diagram, kartu dan brosur harus dikuasi oleh pemberi konseling, selain pengetahuan dasar tentang KB yang akan diberikan. SKB KB yang diperkenalkan ini tidak akan menggantikan metode konseling menggunakan ABPK, namun sebagai keterampilan tambahan dalam memberikan konseling bagi tenaga kesehatan. Peningkatan keterampilan konseling menggunakan SKB KB diberikan melalui pelatihan bagi tenaga kesehatan. Keberhasilan pelatihan konseling dengan menggunakan SKB sangat perlu untuk dievaluasi pada tingkat fasilitas. Pemantauan dapat dilakukan secara berjenjang mulai dari tingkat pusat hingga fasilitas. Jumlah calon/peserta KB yang mengadopsi salah satu metode KB merupakan keberhasilan dari konseling KB selain, menurunnya angka putus pakai.



13



14



KEBIJAKAN PROGRAM INDONESIA SEHAT MELALUI PENDEKATAN KELUARGA A. DESKRIPSI SINGKAT Program Indonesia Sehat merupakan upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Pelaksanaan Program Indonesia Sehat diselenggarakan melalui pendekatan keluarga. Pendekatan keluarga adalah salah satu cara Puskesmas untuk meningkatkan jangkauan sasaran dan mendekatkan/meningkatkan akses pelayanan kesehatan di wilayah kerjanya dengan mendatangi keluarga. Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PIS-PK) pada dasarnya merupakan integrasi Upaya Kesehatan Perseorangan (UKP) dan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) secara berkesinambungan, dengan target/fokus pada keluarga, berdasarkan data dan informasi dari profil kesehatan keluarga. B. TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Tujuan Pembelajaran Umum: Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu memahami kebijakan Program Indonesia Sehat melalui Pendekatan Keluarga (PIS-PK). 2. Tujuan Pembelajaran Khusus: Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu menjelaskan kebijakan Program Indonesia Sehat melalui Pendekatan Keluarga (PIS-PK). C. POKOK BAHASAN 1. Kebijakan Program Indonesia Sehat melalui Pendekatan Keluarga. 1.1. Pendekatan Keluarga. 1.2. Pelaksanaan Pendekatan Keluarga. 1.3. Peran Pemangku Kepentingan. 1.4. Integrasi Program KB dengan Program Indonesia Sehat melalui Pendekatan Keluarga (PIS-PK). D. BAHAN BELAJAR 1. Modul. 2. Bahan Tayang. 3. Komputer/Laptop. 4. LCD. 5. Flipchart. 6. White Board. 7. ATK. E. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN Langkah-langkah kegiatan pembelajaran ini menguraikan tentang kegiatan fasilitator dan peserta dalam proses pembelajaran selama sesi ini berlangsung (Teori 1 JPL x 45 menit = 45 menit) adalah sebagai berikut:



15



Langkah 1. Pengkondisian (5 menit). 1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila belum pernah menyampaikan sesi di kelas, mulailah dengan perkenalan. Perkenalkan diri dengan menyebutkan nama lengkap, instansi tempat bekerja dan materi yang akan disampaikan. 2. Menciptakan suasana nyaman dan mendorong kesiapan peserta untuk menerima materi dengan menyepakati proses pembelajaran. 3. Dilanjutkan dengan penyampaian judul materi, deskripsi singkat, tujuan pembelajaran serta ruang lingkup pokok bahasan yang akan dibahas pada sesi ini dengan menggunakan bahan tayang. Langkah 2. Penyampaian Pokok Bahasan 1 (30 menit). 1. Kegiatan Fasilitator. a. Menggali pendapat pembelajar (apersepsi) tentang kebijakan Program Indonesia Sehat melalui Pendekatan Keluarga (PIS-PK). b. Penyampaian dan pembahasan Pokok Bahasan 1 yaitu Kebijakan Program Indonesia Sehat melalui Pendekatan Keluarga (PIS-PK): - Sub-Pokok Bahasan 1.1. Pendekatan Keluarga. - Sub-Pokok Bahasan 1.2. Pelaksanaan Pendekatan Keluarga. - Sub-Pokok Bahasan 1.3. Peran Pemangku Kepentingan. - Sub-Pokok Bahasan 1.4. Integrasi Program KB dengan Program Indonesia Sehat melalui Pendekatan Keluarga (PIS-PK). 2. Kegiatan Peserta. a. Memberikan pendapat dari pertanyaan fasilitator. b. Mendengar, mencatat hal-hal yang penting dalam materi Kebijakan Program Indonesia Sehat melalui Pendekatan Keluarga (PIS-PK). c. Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator bila masih ada yang belum dipahami. Langkah 3. Rangkuman dan Evaluasi Hasil Belajar (10 menit). 1. Mengadakan evaluasi dengan melemparkan 3 pertanyaan sesuai topik pokok bahasan secara acak kepada peserta. 2. Memperjelas jawaban peserta terhadap masing-masing pertanyaan yang telah diajukan sebelumnya. 3. Bersama peserta merangkum poin-poin penting dari hasil proses pembelajaran. 4. Membuat kesimpulan dapat dilakukan sendiri oleh fasilitator atau membuat kesimpulan dengan mengajak peserta secara bersama-sama. 5. Fasilitator menutup sesi ini, dengan memberikan apresiasi kepada seluruh peserta. F. URAIAN MATERI (Diuraikan secara detail pada Pokok Bahasan 1 di halaman berikutnya).



16



Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis (Pasal 1 UU No. 36/2009 tentang Kesehatan). Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang, agar terwujud kondisi masyarakat Indonesia yang memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangungan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Penyelenggaraan pembangunan kesehatan mengacu pada visi dan misi Presiden RI dan pembangunan nasional 2015-2019, yakni terwujudnya kemandirian di bidang ekonomi, berdaulat di bidang politik dan berkepribadian dalam budaya atau yang dikenal dengan Trisakti. Untuk mewujudkan Trisakti tersebut maka ditetapkan 9 agenda prioritas (Nawacita), dimana pada agenda ke-5 dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia yang akan dicapai melalui Program Indonesia Pintar, Program Indonesia Sehat dan Program Indonesia Kerja dan Program Indonesia Sejahtera. Program Indonesia Sehat adalah upaya untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang berperilaku sehat, hidup dalam lingkungan sehat, dan mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu untuk mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Program Indonesia Sehat dilaksanakan dengan menegakkan 3 pilar, yaitu: paradigma sehat, penguatan pelayanan kesehatan, dan jaminan kesehatan nasional. 1.1. Pendekatan Keluarga Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 39 Tahun 2016 tentang Pedoman Penyelenggaraan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga menyebutkan bahwa Program Indonesia Sehat diselenggarakan melalui pendekatan keluarga. Pendekatan Keluarga merupakan salah satu cara Puskesmas untuk meningkatkan jangkauan sasaran dan mendekatkan/ meningkatkan akses pelayanan kesehatan di wilayah kerjanya dengan mendatangi keluarga. Pendekatan keluarga adalah pendekatan pelayanan oleh Puskesmas yang mengintegrasikan UKP dan UKM secara berkesinambungan, dengan target keluarga, didasarkan pada data dan informasi dari profil kesehatan keluarga. Tujuan dari pendekatan keluarga adalah sebagai berikut: 1. Meningkatkan akses keluarga beserta anggotanya terhadap pelayanan kesehatan komprehensif, meliputi pelayanan promotif dan preventif serta pelayanan kuratif dan rehabilitatif dasar. 2. Mendukung pencapaian Standar Pelayanan Minimum (SPM) kabupaten/kota dan provinsi, melalui peningkatan akses dan screening kesehatan.



17



3. Mendukung pelaksanaan JKN dengan meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menjadi peserta JKN. 4. Mendukung tercapainya tujuan Program Indonesia Sehat dalam Renstra Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019. Pendekatan keluarga melalui kunjungan keluarga bermaksud tidak untuk mematikan Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM) yang sudah ada, tetapi justru memperkuat UKBM-UKBM yang selama ini dirasakan masih kurang efektif. Puskesmas akan dapat mengenali masalah-masalah kesehatan yang dihadapi keluarga secara menyeluruh (holistik) dengan mengunjungi keluarga di rumahnya. Anggota keluarga yang perlu mendapatkan pelayanan kesehatan kemudian dapat dimotivasi untuk memanfaatkan UKBM yang ada dan/atau pelayanan Puskesmas. Keluarga juga dapat dimotivasi untuk memperbaiki kondisi lingkungan yang sehat dan faktor-faktor risiko lain yang selama ini merugikan kesehatannya, dengan pendampingan dari kader-kader kesehatan UKBM dan/atau petugas kesehatan Puskesmas. 1.2. Pelaksanaan Pendekatan Keluarga Dalam rangka penyelenggaraan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga, ditetapkan 12 indikator utama sebagai penanda status kesehatan sebuah keluarga. Kedua belas indikator tersebut adalah sebagai berikut: 1. Keluarga mengikuti Program Keluarga Berencana (KB). 2. Ibu melakukan persalinan di fasilitas kesehatan. 3. Bayi mendapat imunisasi dasar lengkap. 4. Bayi mendapat Air Susu Ibu (ASI) eksklusif. 5. Balita mendapatkan pemantauan pertumbuhan. 6. Penderita tuberculosis paru mendapatkan pengobatan sesuai standar. 7. Penderita hipertensi melakukan pengobatan secara teratur. 8. Penderita gangguan jiwa mendapatkan pengobatan dan tidak ditelantarkan. 9. Anggota keluarga tidak ada yang merokok. 10. Keluarga sudah menjadi anggota Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). 11. Keluarga mempunyai akses sarana air bersih. 12. Keluarga menggunakan jamban sehat. Berdasarkan indikator tersebut, dilakukan penghitungan Indeks Keluarga Sehat (IKS) dari setiap keluarga. Keluarga dinyatakan sehat apabila IKS-nya >0,800. Hasil kompilasi IKS di tingkat keluarga akan menjadi IKS tingkat desa. Demikian juga hasil kompilasi IKS tingkat desa menjadi IKS tingkat kecamatan, dan seterusnya hingga menjadi IKS nasional. Pelaksanaan pendekatan keluarga memiliki tiga hal yang harus diadakan atau dikembangkan, yaitu:



18



1. Instrumen. a. Profil Kesehatan Keluarga (Prokesga) berupa family folder, merupakan sarana untuk menyimpan data keluarga dan data individu anggota keluarga. b. Paket Informasi Keluarga (Pinkesga), berupa flyer, leaflet, buku saku, atau bentuk lainnya yang diberikan kepada keluarga sesuai dengan masalah kesehatan yang dihadapinya. 2. Forum komunikasi yang digunakan untuk kontak dengan keluarga, dapat berupa: a. Kunjungan keluarga di wilayah kerja Puskesmas. b. Diskusi Kelompok Terarah (DKT) melalui Dasawisma PKK. c. Kesempatan konseling di UKBM. d. Forum yang sudah ada di masyarakat seperti majelis taklim, rembug desa, dll. 3. Keterlibatan tenaga dari masyarakat sebagai mitra Puskesmas seperti kader kesehatan dan pengurus organisasi kemasyarakatan (PKK, karang taruna, pengelola pengajian, dll). Pelaksanaan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga terintegrasi dengan manajemen Puskesmas yang mencakup P1 (Perencanaan), P2 (Penggerakan-Pelaksanaan), dan P3 (PengawasanPengendalian-Penilaian) seperti terlihat dalam gambar di bawah ini.



1. 2. 3. 4. 5.



Tahapan persiapan pelaksanaan pendekatan keluarga mencakup: Melakukan sosialisasi di tingkat Puskesmas (internal). Melakukan pembagian wilayah binaan. Menetapkan petugas pembina keluarga. Menyusun SK Tim Pendekatan Keluarga. Melakukan sosialisasi dengan lintas sektor, perangkat desa, RW, RT, PKK dan kader kesehatan.



19



1.3. Peran Pemangku Kepentingan No. 1.



Pihak Terkait Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota



2.



Dinas Kesehatan Provinsi



3.



Kementerian Kesehatan



4.



5.



6. 7. 8.



20



Lintas Sektor BKKBN dan jajarannya Kemendikbud dan jajarannya, Kemenristekdikti Kemenag dan jajarannya Kemenpan & RB, Polri, TNI Kemenkominfo



Peran 1. Mengupayakan terpenuhinya tenaga-tenaga (kesehatan dan non-kesehatan) yang diperlukan dalam pelaksanaan pendekatan keluarga di Puskesmas. 2. Pemenuhan sarana, prasarana, peralatan, obat, dan bahanbahan. 3. Melakukan koordinasi dan bimbingan ke Puskesmas. 4. Mengembangkan sistem pelaporan dari Puskesmas ke dinas kesehatan kabupaten/kota. 5. Memberikan umpan balik terhadap laporan pelaksanaan PIS-PK yang dilakukan oleh Puskesmas. 6. Melakukan verifikasi terhadap proses dan hasil kunjungan keluarga yang dilaksanakan oleh Puskesmas. 1. Pengembangan pengetahuan dan keterampilan tenaga kesehatan melalui penyelenggaraan pelatihan. 2. Pemenuhan sumber daya sarana, prasarana, peralatan, obat, dan bahan-bahan yang diperlukan oleh Puskesmas. 3. Mengkoordinasikan pelaksanaan PIS-PK di wilayah kerjanya misalnya pelatihan, pengadaan, dan lain-lain. 4. Menentukan jadwal kunjungan ke dinas kesehatan kabupaten/kota dalam rangka bimbingan. 5. Mengembangkan sistem pelaporan dari dinas kesehatan kabupaten/kota ke dinas kesehatan provinsi. 6. Memberikan umpan balik terhadap laporan pelaksanaan PIS-PK kepada dinas kesehatan kabupaten/kota. 7. Melakukan verifikasi terhadap proses dan hasil kunjungan keluarga yang dilaksanakan oleh Puskesmas. 1. Menyiapkan kebijakan dan pedoman terkait pelaksanaan PIS-PK. 2. Menyediakan dana untuk pelaksanaan program PIS-PK. 3. Berkoordinasi dengan seluruh dinas kesehatan dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan dengan menyelenggarakan Rapat Kerja Kesehatan Nasional (Rakerkesnas). 4. Melakukan bimbingan kepada dinas kesehatan provinsi wilayah binaannya masing-masing. 5. Mengembangkan sistem pelaporan dari dinas kesehatan provinsi ke Kementerian Kesehatan. 6. Memberikan umpan balik terhadap laporan pelaksanaan PIS-PK kepada dinas kesehatan provinsi wilayah binaannya. 1. Menyediakan pelayanan KB sampai di desa/kelurahan. 2. Kampanye nasional KB. Pendidikan Kespro/KB di SLTA dan perguruan tinggi.



tingkat



Promosi KB oleh pemuka agama. PNS, anggota Polri dan anggota TNI sebagai panutan ber-KB. Kampanye nasional KB.



1.4. Integrasi Program KB dengan Program Indonesia Sehat melalui Pendekatan Keluarga Untuk mencapai Indonesia Sehat, dalam kurun waktu 2015-2019 sektor kesehatan diarahkan untuk memfokuskan upayanya dalam 4 hal, salah satunya adalah menurunkan angka kematian ibu dan bayi. Seperti kita ketahui, Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih tergolong tinggi, yaitu 305 per 100.000 kelahiran hidup (data Survei Penduduk Antar Sensus/SUPAS 2015). Berdasarkan kajian lanjut hasil Survei Penduduk (SP) 2010, 32,5% kematian ibu terjadi pada ibu dengan usia terlalu muda dan terlalu tua, serta 32,4% kematian ibu terjadi pada ibu dengan jumlah anak > 3 orang. Keadaan ini seharusnya dapat dicegah apabila ibu dan/atau suami mengikuti program KB dengan baik. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Lancet (2012) yang menunjukkan bahwa cakupan prevalensi pemakaian kontrasepsi (CPR) 64,2% dapat menurukan 44% jumlah kematian ibu. Selain itu, penelitian dari Women Deliver menunjukkan bahwa terpenuhinya seluruh kebutuhan KB dapat menurunkan 25% jumlah kematian ibu. Situasi program KB saat ini tidak mengalami kemajuan signifikan yang ditunjukkan dengan CPR semua metode hanya naik 0,5% dari 61,4% (SDKI, 2007) menjadi 61,9% (SDKI, 2012), dan turun menjadi 61,1% pada tahun 2015 (PMA, 2015). Selain itu, unmet need ber-KB turun dari 13,1% (SDKI, 2007) menjadi 11,4% (SDKI, 2012), dan hanya turun 0.2% menjadi 11.2% (PMA, 2015). Angka kelahiran pada remaja usia 15-19 tahun mengalami sedikit penurunan dari 51 per 1.000 remaja putri (SDKI, 2007) menjadi 48 per 1.000 remaja putri (SDKI, 2012). Hal-hal tersebut berdampak pada stagnannya TFR dari tahun 2002-2012 di angka 2,6 (SDKI, 2002-2012) dan hanya mengalami penurunan sebesar 0,3 pada tahun 2015 menjadi 2.3 (PMA, 2015). Dalam upaya mewujudkan program pelayanan KB yang berkualitas, perlu dilakukan upaya penguatan demand dan supply. Penguatan demand dalam rangka percepatan revitalisasi program KB untuk pencapaian target penurunan TFR dilaksanakan melalui: 1. Promosi KB. a. Kampanye “Dua Anak Cukup”. b. Memastikan semua PUS mendapatkan informasi tentang kesehatan reproduksi dan KB. c. Memanfaatkan Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K), kelas ibu hamil, konseling calon pengantin untuk meningkatkan pengetahuan tentang KB dan perencanaan keluarga. d. Menyiapkan bahan-bahan KIE yang bersifat edukasi bagi keluarga dalam perencanaan keluarga. e. Mempromosikan pesan pencegahan kehamilan “4 Terlalu” dan penggunaan MKJP. 2. Penggerakan Masyarakat. a. Pemberdayaan petugas dan kader KB di lapangan. b. Memanfaatkan tenaga-tenaga promotif dan preventif untuk menekan kehamilan yang tidak diinginkan dan menurunkan AKI. c. Pembinaan remaja melalui Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR), Usaha Kesehatan Sekolah (UKS), dan Generasi Berencana (GenRe). d. Pembinaan kelompok-kelompok KB yang tergabung dalam Bina Keluarga Balita, Bina Keluarga Remaja, dan Bina Keluarga Lansia.



21



3. Advokasi kepada organisasi non-pemerintah, LSM, swasta, dan asosiasi serta organisasi profesi. Untuk mendapatkan pelayanan KB sesuai standar, diperlukan penguatan supply melalui: 1. Peningkatan akses masyarakat terhadap pelayanan KB. 2. Peningkatan sarana pelayanan kesehatan sehingga semua calon peserta KB mendapatkan pelayanan KB yang berkualitas dan merata. 3. Meningkatkan kompetensi pelayanan KB dengan meniapkan provider pelayanan KB yang terlatih. 4. Menjamin tersedianya pembiayaan pelayanan KB. 5. Memastikan ketersediaan sarana prasarana dan alokon di semua sarana pelayanan. 6. Menjamin mekanisme distribusi alokon melalui satu pintu agar dapat memenuhi kebutuhan fasilitas pelayanan kesehatan. Aspek pelayanan KB menurut Kementerian Kesehatan dapat dilihat pada gambar berikut ini.



Salah satu indikator Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga adalah Keluarga Mengikuti Program KB (Indikator Nomor 1). Program KB merupakan hal yang strategis untuk mencegah kehamilan “Empat Terlalu” (terlalu muda, terlalu tua, terlalu sering melahirkan dan terlalu dekat jarak kelahiran). Pasangan usia subur yang belum/tidak berencana punya anak lagi dan tidak memakai kontrasepsi, masuk ke dalam kelompok yang berisiko tinggi. Keluarga Berencana (KB) membantu mewujudkan tiga pesan utama menuju kehamilan sehat dengan mengatur jarak kehamilan, yaitu:



22



1. Setelah persalinan, wanita seharusnya menunggu 2 tahun untuk kembali hamil lagi. 2. Setelah abortus, wanita seharusnya menunggu 6 bulan sebelum hamil kembali. 3. Wanita seharusnya menunggu hingga usia 20 tahun, untuk hamil yang pertama. Dalam memutuskan menggunakan KB, klien harus mengetahui informasi mengenai KB yang akan digunakan, berdasarkan kondisi klien masingmasing, serta klien dapat memilih metode KB yang diinginkan. Pemberian informasi ini harus segera dimulai bahkan sejak kehamilan dimulai. Informasi ini dapat diperoleh dari konseling KB oleh tenaga kesehatan. Konseling juga dapat diperoleh dari para petugas di lapangan (Non-Klinis) yaitu PPLKB, PLKB, PKB, PPKB, Sub-PPKBD dan kader yang sudah mendapatkan pelatihan konseling yang standar. Klien dapat memperoleh pelayanan KB di FKTP dan FKRTL. Dengan PIS-PK yang dilaksanakan melalui kunjungan keluarga oleh pembina keluarga, akan diperoleh data cakupan KB dari masing-masing keluarga. Selanjutnya dari data tersebut dapat dilakukan intervensi sesuai dengan kebutuhan sehingga permasalahan KB di keluarga dapat teratasi. Adapun langkah-langkah yang dilakukan oleh pembina keluarga yaitu: 1. Memahami definisi operasional Keluarga Mengikuti KB dalam PIS-PK. Jika keluarga merupakan pasangan usia subur, suami atau istri atau keduanya terdaftar secara resmi sebagai peserta atau akseptor KB dan atau menggunakan alat kontrasepsi. 2. Indikator Keluarga Mengikuti KB pada Prokesga berlaku untuk anggota keluarga wanita berstatus menikah (usia 10-54 tahun) dan tidak hamil dan atau anggota keluarga laki-laki berstatus menikah (usia > 10 tahun). 3. Pertanyaan yang diajukan oleh pembina keluarga: Apakah Keluarga menggunakan alat kontrasepsi atau ikut program Keluarga Berencana? Ya (Y) atau Tidak (T). a. Jawaban YA (Y), apabila dalam keluarga tersebut ada anggota keluarga wanita usia 10-54 tahun sudah menikah dan atau laki-laki usia > 10 tahun sudah menikah yang menjadi akseptor KB dan atau menggunakan alat kontrasepsi. b. Jawaban TIDAK (T), apabila dalam keluarga tersebut ada anggota keluarga wanita usia 10-54 tahun sudah menikah dan atau laki-laki usia > 10 tahun sudah menikah namun belum menjadi akseptor KB, tanyakan alasannya. c. Jawaban dapat dikategorikan sebagai Not Available (N) apabila: - PUS > 20 tahun yang mengingingkan anak kandung, dengan kriteria: baru menikah, atau belum memiliki anak, atau memiliki < 2 orang anak. - PUS dengan gangguan reproduksi. - PUS dengan istri sudah menopause.



23



4. Pembina keluarga dapat melanjutkan kegiatan dengan intervensi awal berupa: a. Melakukan KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi) mengenai pentingnya perencanaan kehamilan dan KB (manfaat dan tujuan). b. Memotivasi keluarga berperan aktif mengikuti KB. 5. Selanjutnya terhadap setiap PUS di dalam keluarga dapat diberikan intervensi lanjut berupa konseling (melalui Strategi Konseling Berimbang) oleh petugas terlatih. Langkah-langkah kunjungan rumah oleh pembina keluarga untuk indikator keluarga mengikuti program KB tercantum pada gambar di bawah ini.



24



KOMUNIKASI DAN KONSELING A. DESKRIPSI SINGKAT Komunikasi kesehatan adalah usaha yang sistematis untuk mempengaruhi secara positif perilaku kesehatan masyarakat, dengan menggunakan berbagai prinsip dan metode komunikasi, baik menggunakan komunikasi antar-pribadi maupun komunikasi massa. Konseling merupakan aspek yang sangat penting dalam pelayanan Keluarga Berencana (KB). Dengan melakukan konseling, maka petugas membantu klien dalam memilih kontrasepsi yang akan digunakan. Penyampaian informasi yang jelas dan benar mengenai metode KB dapat membantu klien mengenal kebutuhannya, untuk memilih solusi terbaik dan membuat keputusan yang paling sesuai dengan kondisi yang sedang dihadapi. Konseling yang baik akan membantu klien menggunakan kontrasepsi lebih lama dan meningkatkan keberhasilan KB. B. TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Tujuan Pembelajaran Umum: Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melakukan konseling. 2. Tujuan Pembelajaran Khusus: Setelah mengikuti materi ini peserta mampu: a. Menjelaskan konsep komunikasi. b. Menjelaskan konsep konseling. c. Menjelaskan alat bantu konseling KB. d. Melakukan langkah-langkah konseling KB. C. POKOK BAHASAN 1. Konsep Komunikasi. 1.1. Definisi Komunikasi. 1.2. Tujuan Komunikasi. 1.3. Unsur-Unsur Komunikasi. 1.4. Jenis-Jenis Komunikasi. 1.5. Bentuk-Bentuk Komunikasi. 2. Konsep Konseling 2.1. Definisi Konseling. 2.2. Tujuan Konseling. 2.3. Manfaat Konseling. 2.4. Prinsip Konseling. 2.5. Jenis-Jenis Konseling. 2.6. Etika Konselor. 3. Alat Bantu Konseling KB. 3.1. Definisi. 3.2. Jenis-Jenis Alat Bantu Konseling. 4. Langkah-Langkah Konseling KB. 4.1. GATHER. 4.2. SATU TUJU.



25



D. BAHAN BELAJAR 1. Modul. 2. Bahan Tayang. 3. Komputer/Laptop. 4. LCD. 5. Flipchart. 6. White Board. 7. ATK. E. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN Langkah-langkah kegiatan pembelajaran ini menguraikan tentang kegiatan fasilitator dan peserta dalam proses pembelajaran selama sesi ini berlangsung di kelas (Teori 1 JPL x 45 menit = 45 menit, dan Praktik 3 JPL x 45 menit = 135 menit), adalah sebagai berikut: Langkah 1. Pengkondisian (5 menit). 1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila belum pernah menyampaikan sesi di kelas, mulailah dengan perkenalan. Perkenalkan diri dengan menyebutkan nama lengkap, instansi tempat bekerja dan materi yang akan disampaikan. 2. Menciptakan suasana nyaman dan mendorong kesiapan peserta untuk menerima materi dengan menyepakati proses pembelajaran. 3. Dilanjutkan dengan penyampaian judul materi, deskripsi singkat, tujuan pembelajaran serta ruang lingkup pokok bahasan yang akan dibahas pada sesi ini dengan menggunakan bahan tayang. Langkah 2. Penyampaian Pokok Bahasan 1 (10 menit). 1. Kegiatan Fasilitator. a. Menggali pendapat pembelajar (apersepsi) tentang komunikasi. b. Penyampaian dan pembahasan Pokok Bahasan 1 yaitu Konsep Komunikasi: - Sub-Pokok Bahasan 1.1. Definisi Komunikasi. - Sub-Pokok Bahasan 1.2. Tujuan Komunikasi. - Sub-Pokok Bahasan 1.3. Unsur-Unsur Lomunikasi. - Sub-Pokok Bahasan 1.4. Jenis-Jenis Komunikasi. - Sub-Pokok Bahasan 1.5. Bentuk-Bentuk Komunikasi. 2. Kegiatan Peserta. a. Memberikan pendapat dari pertanyaan fasilitator. b. Mendengar, mencatat hal-hal yang penting dalam materi konsep komunikasi. c. Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator bila masih ada yang belum dipahami.



26



Langkah 3. Penyampaian Pokok Bahasan 2 (10 menit). 1. Kegiatan Fasilitator. a. Menggali pendapat pembelajar (apersepsi). b. Menyampaikan Pokok Bahasan 2 yaitu Konsep Konseling: - Sub-Pokok Bahasan 2.1. Definisi Konseling. - Sub-Pokok Bahasan 2.2. Tujuan Konseling. - Sub-Pokok Bahasan 2.3. Manfaat Konseling. - Sub-Pokok Bahasan 2.4. Prinsip Konseling. - Sub-Pokok Bahasan 2.5. Jenis-Jenis Konseling. - Sub-Pokok Bahasan 2.6. Etika Konselor. 2. Kegiatan Peserta. a. Memberikan pendapat dari pertanyaan fasilitator. b. Mendengar, mencatat hal-hal yang penting dalam materi konsep komunikasi. c. Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator bila masih ada yang belum dipahami. Langkah 4. Penyampaian Pokok Bahasan 3 (10 menit). 1. Kegiatan Fasilitator. a. Menggali pendapat pembelajar (apersepsi). b. Menyampaikan Pokok Bahasan 3 yaitu Alat Bantu Konseling KB: - Sub-Pokok Bahasan 3.1. Definisi. - Sub-Pokok Bahasan 3.2. Jenis-Jenis Alat Bantu Konseling. 2. Kegiatan Peserta. a. Memberikan pendapat dari pertanyaan fasilitator. b. Mendengar, mencatat hal-hal yang penting dalam materi alat bantu konseling keluarga berencana. c. Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator bila masih ada yang belum dipahami. Langkah 5. Penyampaian Pokok Bahasan 4 (5 menit). 1. Kegiatan Fasilitator. a. Menggali pendapat pembelajar (apersepsi). b. Menyampaikan Pokok Bahasan 4 yaitu Langkah-Langkah Konseling KB: - Sub-Pokok Bahasan 4.1. GATHER. - Sub-Pokok Bahasan 4.2. SATU TUJU. 2. Kegiatan Peserta. a. Memberikan pendapat dari pertanyaan fasilitator. b. Mendengar, mencatat hal-hal yang penting dalam materi langkahlangkah konseling KB. c. Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator bila masih ada yang belum dipahami.



27



Langkah 6. Praktik Kelas (3 JPL x 45 menit = 135 menit). 1. Kegiatan Fasilitator. a. Memberi contoh dengan melakukan role play konseling KB kepada peserta latih. b. Mendampingi peserta latih saat melakukan role play dalam kelompok kecil. c. Melakukan penilaian individu menggunakan form penilaian diri. 2. Kegiatan Peserta. a. Melakukan role play dalam kelompok kecil. b. Peserta melakukan role play konseling KB untuk dilakukan pengambilan penilaian individu menggunakan form penilaian diri. Langkah 7. Rangkuman dan Evaluasi Hasil Belajar (5 menit). 1. Mengadakan evaluasi dengan melemparkan 3 pertanyaan sesuai topik pokok bahasan secara acak kepada peserta. 2. Memperjelas jawaban peserta terhadap masing-masing pertanyaan yang telah diajukan sebelumnya. 3. Bersama peserta merangkum poin-poin penting dari hasil proses pembelajaran. 4. Membuat kesimpulan dapat dilakukan sendiri oleh fasilitator atau membuat kesimpulan dengan mengajak peserta secara bersama-sama. 5. Fasilitator menutup sesi ini, dengan memberikan apresiasi kepada seluruh peserta. F. URAIAN MATERI (Diuraikan secara detail pada Pokok Bahasan 1 sampai dengan 4 di halaman berikutnya).



28



1.1. Definisi Komunikasi Komunikasi adalah proses tercapainya kesamaan pengertian antara individu yang bertindak sebagai sumber dan individu yang bertindak sebagai penerima, meliputi: kemampuan berbicara, mendengar, melihat dan kemampuan kognitif. Ada beberapa pengertian mengenai komunikasi yang dikemukakan oleh beberapa ahli, dimana masing-masing pengertian tersebut adalah: 1. Edward Depari: Komunikasi adalah proses penyampaian gagasan, harapan dan pesan yang disampaikan melalui lambang-lambang tertentu, mengandung arti, dilakukan oleh penyampai pesan ditujukan kepada penerima pesan. 2. James A. F. Stoner: Komunikasi adalah proses dimana seseorang berusaha memberikan pengertian dengan cara pemindahan pesan. 3. John R. Schemerhom: Komunikasi itu dapat diartikan sebagai proses antara pribadi dalam mengirim dan menerima simbol-simbol yang berarti bagi kepentingan mereka. 4. Oxford Dictionary, 1956: Komunikasi adalah pengiriman atau tukar menukar informasi. 5. William Albig: Komunikasi adalah proses pengoperan lambang-lambang yang memiliki arti di antara individu-individu. 6. Taylor dkk.: Komunikasi adalah proses berbagi (sharing) informasi atau proses pembangkitan dan pengoperan arti. Berbagai pengertian tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa komunikasi merupakan kegiatan yang melibatkan dua orang atau lebih dalam bentuk pembagian ide atau pikiran dengan menggunakan lambang dan memiliki tujuan berupa terjadi perubahan pada orang lain. 1.2. Tujuan Komunikasi Pada umumnya komunikasi mempunyai tujuan antara lain: 1. Supaya apa yang ingin disampaikan dapat dimengerti. 2. Memahami orang lain, komunikator harus mengerti aspirasi orang lain, jangan memaksakan kehendak. 3. Supaya gagasan dapat diterima orang lain, melalui pendekatan persuasif bukan memaksakan kehendak. 4. Menggerakkan orang lain untuk melakukan sesuatu, kegiatan yang banyak mendorong dengan cara yang baik.



29



1.3. Unsur-Unsur Komunikasi 1. Pihak yang Mengawali. Disebut sebagai komunikator, pengirim atau sender, encoder, source, yaitu orang yang mengirim pesan. Pihak yang mengawali ini menjadi asal atau sumber pesan. Ia menjadi orang yang masuk dalam hubungan, baik itu intrapersonal artinya dengan dirinya sendiri atau interpersonal yang artinya dengan orang lain. Sebelum ia masuk dalam proses komunikasi, maka ia akan mendapat rangsangan atau stimulus, yang mana rangsangan tersebut dapat dipengaruhi dari luar dirinya atau dari benaknya sendiri yang menimbulkan kebutuhan bagi dirinya untuk menyampaikan gagasannya kepada orang lain. Agar pesan yang akan disampaikan berhasil, maka pengirim akan mengemas dalam bentuk yang dirasa sesuai dan dapat diterima serta dapat dimengerti oleh pihak yang dikirimi pesan. Pengemasan pesan ini disebut dengan encoding (memasukkan kedalam kode). Encoding dapat berbentuk lambang atau kode diterjemahkan dalam kata-kata atau nonkata seperti raut wajah atau gerak-gerik tubuh. Pengirim dalam proses encoding akan melakukan dua hal: Pertama, memikirkan sungguhsungguh perasaan atau gagasan yang hendak disampaikan; Kedua, menerjemahkan perasaan atau gagasannya itu dalam kode, atau melakukan encoding. Selanjutnya memberikan tip bagaimana melakukan encoding agar baik, yaitu dengan memperhatikan pertanyaan sebagai berikut: a. Pesan apa yang hendak disampaikan. b. Kepada siapa pesan itu hendak disampaikan. c. Dalam bentuk apa: verbal atau non-verbal. d. Media apa yang digunakan. e. Akibat apa yang mungkin akan terjadi dalam pengiriman pesan, melalui media bagi urusan yang terkandung dalam pesan atau hubungan pribadi dengan penerima. Hal-hal yang harus diperhatikan oleh komunikator adalah: a. Penampilan. b. Penguasaan masalah. c. Penguasaan bahasa. 2. Pesan yang Dikomunikasikan. Pesan adalah keseluruhan dari apa yang disampaikan oleh komunikator. Pesan ini mempunyai inti pesan atau tema yang sebenarnya menjadi pengarah di dalam suatu usaha mencoba mengubah sikap dan tingkah laku komunikan. Pesan dapat mengupas berbagai segi, namun inti pesan dari komunikasi akan selalu mengarah kepada tujuan akhir komunikasi, sehingga harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: a. Penyampaian Pesan: dapat dilakukan melalui lisan, tatap muka, langsung, atau menggunakan media/saluran. b. Bentuk Pesan. - Informatif: bersifat memberikan keterangan (fakta-fakta), kemudian komunikan mengambil kesimpulan dan keputusan sendiri. Dalam situasi tertentu pesan informatif justru lebih berhasil daripada persuasif, misalnya jika audiens adalah kalangan cendikiawan.



30



-



-



Persuasif: berisikan bujukan, yakni membangkitkan pengertian dan kesadaran manusia bahwa apa yang disampaikan akan memberikan perubahan sikap, tetapi perubahan ini adalah atas kehendak sendiri (bukan dipaksa). Perubahan tersebut diterima atas kesadaran sendiri. Koersif: penyampaian pesan yang bersifat memaksa dengan menggunakan sanksi-sanksi apabila tidak dilaksanakan. Bentuk yang terkenal dari penyampaian model ini adalah agitasi dengan penekanan-penekanan yang menimbulkan tekanan batin dan ketakutan dikalangan publik. Koersif dapat berbentuk perintahperintah, instruksi ataupun ultimatum dan sebagainya.



c. Merumuskan Pesan yang Baik Pesan yang akan disampaikan harus tepat. Ibarat membidik dan menembak, maka peluru harus cocok sesuai dengan sasaran. Pesan yang baik harus memenuhi beberapa syarat antara lain yaitu umum, mudah di pahami oleh komunikan, jelas dan gambling, bahasa jelas, positif, seimbang, sesuai dengan keinginan dan kebutuhan komunikan. d. Hambatan-Hambatan Terhadap Pesan Seringkali kita mengalami hal-hal yang tidak diharapkan dalam berkomunikasi, lain yang dituju atau lain juga yang diperoleh. Dengan perkataan lain yang diharapkan tidak sesuai dengan kenyataan. Hal ini disebabkan adanya hambatan-hambatan terutama adalah: - Hambatan bahasa pesan akan disalah-artikan sehingga tidak mencapai apa yang diinginkan, apabila bahasa yang digunakan tidak dipahami oleh komunikan. Termasuk dalam pengertian ini penggunaan istilah-istilah yang mungkin dapat diartikan berbeda atau tidak dimengerti sama sekali. - Hambatan teknis pesan dapat tidak utuh diterima komunikan karena gangguan teknis, misalnya suara tidak sampai karena pengeras suara rusak, bunyi-bunyian, halilintar, lingkungan yang berisik dan sebagainya. 3. Saluran Komunikasi. Saluran komunikasi atau sering disebut channel, dapat diartikan sebagai tempat yang terbaik, yang terpilih dimana suatu stimulus atau pesan melewatinya. Bisa dikatakan sebagai alat yang digunakan oleh pengirim pesan. Pesan dapat berupa kata-kata atau tulisan, tiruan, gambar atau perantara lain yang dapat digunakan untuk mengirim melalui berbagai saluran/media yang berbeda, seperti lisan/oral, tertulis/written, atau elektronik/electronic (misalnya telepon, televisi, photocopier, hand signal, e-mail, HP, morse, semapore dan sebagainya).



31



4. Situasi Komunikasi. Komunikasi dapat terjadi dalam situasi tempat, waktu, cuaca, iklim dan keadaan alam, serta psikologi tertentu. Situasi dapat alamiah terjadi, atau hasil rekayasa manusia, situasi dapat formal dapat informal. Situasi dapat mempengaruhi jalannya dan tentunya hasil komunikasi. Mengapa? sebab pada saat komunikasi berjalan dapat saja satu pihak berlaku sangat wajar tapi dapat juga berlaku tidak wajar, gemetar, merasa super, minder dll. 5. Gangguan Komunikasi. Media yang digunakan untuk menyampaikan pesan dapat saja mengalami gangguan, yang sering disebut dalam bahasa inggris sebagai noise. Gangguan adalah "segala sesuatu yang menghambat atau mengurangi kemampuan kita untuk mengirim dan menerima pesan". Gangguan komunikasi dapat meliputi: a. Pengacau Indera: ditempat penerima pesan suara terlalu keras, terlalu lembut, bau menyengat, terlampau panas udaranya, hiruk pikuk dll. b. Faktor Pribadi: prasangka, lamunan, perasaan tidak baik. 6. Pihak yang Menerima. Biasanya disebut komunikan, receiver; decoder; destination, audience adalah rekan/partner komunikator. Penerima pesan biasanya menerima pesan dengan menggunakan inderanya terutama mata dan telinganya. Pada saat ia menerima pesan dalam bentuk verbal atau nonverbal, apa yang terjadi? Ia akan membuka pintu khasanah ingatan dalam benaknya yang berisi kumpulan-kumpulan ingatan berupa akumulasi warisan budaya, asuhan pendidikan, lingkungan prakarsa dan biasanya dalam keadaan normal, artinya tidak ada gangguan gangguan komunikasi, maka penerima dapat menafsirkan pesan yang diterimanya dengan baik. Hasil penerjemahan/penafsiran pesan antara pengirim dan penerima dapat: a. Sama, artinya penafsiran dan penerjemahan penerima benar, sehingga maksud pengirim tercapai. b. Berbeda Sedikit, artinya penafsiran dan penterjemahan penerima salah sedikit, sehingga maksud pengirim tercapai meskipun tidak sepenuhnya. c. Berbeda, artinya penafsiran dan penerjemahan penerima berbeda sehingga maksud pengirim tidak tercapai. d. Berbeda Besar, maka terjadi kesalahan besar, sehingga maksud pengirim tidak tercapai sama sekali. Penerima merupakan titik akhir terminal dari tujuan pesan itu, ialah seorang pengumpul, penerjemah akhir pesan.



32



7. Umpan Balik dan Dampak. Tanggapan dari penerima atas pesan yang diterimanya dinamakan sebagai umpan balik/feedback. Umpan balik dapat bersifat negatif dapat bersifat positif. Umpan balik negatif, menujukkan bahwa menerima pesan tidak dapat menerima dengan baik pesan yang diterimanya. Sedangkan umpan balik positif dapat benar dapat salah. Komunikasi yang efektif bila isi dan cara penyampaian dan penafsiran dan penerjemahan penerima benar, dan salah bila isi dan cara penyampaiannya benar akan tetapi penafsiran dan penerjemahan penerima salah. Umpan balik positif, apabila penerima pesan memberikan tanggapan yang menujukkan kesediaan untuk menerima dan mengerti pesan dengan baik dan memberikan tanggapan sebagaimana yang diinginkan oleh pengirim pesan. Umpan balik seperti ini menjadikan komunikasi berjalan baik segala urusan dapat dilaksanakan dengan baik dan benar. 1.4. Jenis-Jenis Komunikasi. Jenis komunikasi dibagi dalam dua bentuk yakni verbal dan non-verbal. 1. Komunikasi verbal: yakni pesan yang disampaikan dalam bentuk katakata atau ucapan, berisi informasi melalui pembicaraan atau bahasa tulisan. Komunikasi verbal bergantung pada bahasa. 2. Komunikasi non-verbal: yakni bentuk pesan yang berupa/disampaikan dengan gerakan tubuh (tidak diucapkan), antara lain dengan facial expression, eye movement, lips movement, body movement, dan physical appearance. 1.5. Bentuk-Bentuk Komunikasi 1. Komunikasi Intrapersonal. Komunikasi intrapersonal merupakan komunikasi intrapribadi yang artinya komunikasi yang dilakukan kepada diri sendiri. Proses komunikasi ini terjadi dimulai dari kegiatan menerima pesan/informasi, mengolah dan menyimpan, juga menghasilkan kembali. Contoh kegiatan yang dilakukan pada komunikasi interpersonal adalah berdoa, bersyukur, tafakkur, berimajinasi secara kreatif dan lain sebagainya. 2. Komunikasi Interpersonal Komunikasi interpersonal adalah komunikasi antar-pribadi. Komunikasi ini juga dapat diartikan sebagai proses pertukaran makna dari orang yang saling berkomunikasi antara satu individu dengan individu lainnya. Suatu komunikasi interpersonal dapat terjadi apabila memenuhi kriteria berikut: a. Melibatkan perilaku verbal dan non-verbal. b. Adanya umpan balik pribadi. c. Terjadi hubungan/interaksi yang berkesinambungan. d. Bersifat saling persuasif.



33



3. Komunikasi Kelompok. Komunikasi kelompok dapat diartikan sebagai tatap muka dari tiga atau lebih individu guna memperoleh maksud dan tujuan yang dikehendaki. Seperti berbagi informasi, pemeliharaan diri atau pemecahan masalah. Komunikasi kelompok merupakan komunikasi yang dillakukan oleh beberapa orang lain atau sekelompok orang. Contoh komunikasi kelompok antara lain kuliah, rapat, briefing, seminar, workshop dan lain-lain. Dalam komunikasi kelompok, setiap individu yang terlibat dalam kelompok masing-masing berkomunikasi sesuai dengan peran dan kedudukannya dalam kelompok tersebut. Pesan atau informasi yang disampaikan juga menyangkut kepentingan seluruh anggota kelompok dan bukan bersifat pribadi. 4. Komunikasi Organisasi. Komunikasi organisasi adalah komunikasi antar-manusia yang terjadi dalam hubungan organisasi. Komunikasi organisasi merupakan proses komunikasi yang berlangsung secara formal maupun non-formal dalam sebuah sistem yang disebut organisasi. Komunikasi organisasi sering dijadikan sebagai objek studi sendiri karena luasnya ruang lingkup komunikasi tersebut. Pada umumnya komunikasi organisasi membahas tentang struktur dan fungsi organisasi, hubungan antar-manusia, komunikasi dan proses pengorganisasian, serta budaya organisasi. 5. Komunikasi Massa. Komunikasi massa merupakan bentuk komunikasi yang menggunakan saluran (media) dalam menghubungkan komunikator dan komunikan secara massal, berjumlah banyak, bertempat tinggal yang jauh, sangat heterogen, dan menimbulkan efek tertentu. Jadi, komunikasi massa sebagai pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang. Ciri-ciri komunikasi massa adalah sebagai berikut: a. Komunikator biasanya suatu lembaga media massa. b. Hubungan antara komunikator dan pemirsa bukan bersifat pribadi. c. Menggunakan media massa. d. Mediumnya dapat digunakan oleh orang banyak. e. Komunikan adalah massa, yang bersifat heterogen. f. Penyebaran pesan serentak pada saat yang bersamaan. g. Umpan balik bersifat tidak langsung. h. Pesan yang disebarkan cenderung tidak langsung berpengaruh terhadap massa. Dari ciri-ciri tersebut komunikasi massa dapat diartikan sebagai komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah besar khalayak yang tersebar, heterogen, melalui media cetak atau elektronik sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat. Sedangkan komunikasi yang dilakukan melalui penggunaan media lain selain media massa disebut komunikasi medio. Komunikasi media biasanya menggunakan media surat, telepon, pamflet, poster, brosur, spanduk, dan sebagainya.



34



2.1. Definisi Konseling Konseling adalah pertemuan tatap muka antara dua pihak, dimana satu pihak membantu pihak lain untuk mengambil keputusan yang tepat bagi dirinya sendiri dan kemudian bertindak sesuai keputusannya (Dyah Noviawati Setya Arum, Panduan Lengkap Pelayanan KB Terkini, 2009). Menurut Kamus Bahasa Indonesia (2008) konseling berarti pemberian bimbingan oleh orang yang ahli kepada seseorang dengan menggunakan metode psikologis. Sedangkan dalam situs Wikipedia Bahasa Indonesia, konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh seorang ahli (konselor) kepada individu yang mengalami sesuatu masalah (konsele) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi klien. Konseling adalah upaya membantu individu melalui proses interaksi yang bersifat pribadi antar konselor dan konseli agar konseli mampu memahami diri dan lingkungannya, mampu membuat keputusan dan menentukan tujuan berdasarkan nilai yang diyakininya sehingga konseli merasa bahagia dan efektif perilakunya (Achmad, 2006). Dalam konteks pelayanan keluarga berencana, konseling adalah sebuah proses, yang membantu klien untuk memutuskan apakah dia ingin ber-KB. Jika klien ingin ber-KB, konseling membantunya memilih metode kontrasepsi yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi medisnya dan yang klien inginkan, konseling membantu klien untuk mengerti bagaimana cara penggunaannya, dan dapat menggunakannya dengan benar untuk perlindungan kontrasepsi yang aman dan efektif. 2.2. Tujuan Konseling Tujuan dalam pemberian konseling keluarga berencana antara lain: 1. Meningkatkan Penerimaan. Informasi yang benar, diskusi bebas dengan cara mendengarkan, berbicara dan komunikasi non-verbal meningkatkan penerimaan KB oleh klien. 2. Menjamin Pilihan yang Cocok. Konseling menjamin bahwa petugas dan klien akan memilih cara yang terbaik sesuai dengan keadaan kesehatan dan kondisi klien. 3. Menjamin Penggunaan Cara yang Efektif. Konseling yang efektif diperlukan agar klien mengetahui bagaimana menggunakan cara KB yang benar, dan bagaimana mengatasi informasi yang keliru dan/isu-isu tentang cara tersebut.



35



4. Menjamin Kelangsungan yang Lebih Lama. Kelangsungan pemakaian cara KB akan lebih baik bila klien ikut memilih cara tersebut, mengetahui bagaimana cara kerjanya dan bagaimana mengatasi efek sampingnya. Kelangsungan pemakaian juga lebih baik bila ia mengetahui bahwa ia dapat berkunjung kembali seandainya ada masalah. Kadang-kadang klien hanya ingin tahu kapan ia harus kembali untuk memperoleh pelayanan. 2.3. Manfaat Konseling Konseling KB yang diberikan pada klien memberikan manfaat kepada pelaksana kesehatan maupun penerima layanan KB dalam hal sebagai berikut: 1. Klien dapat memilih metode kontrasepsi yang sesuai dengan kebutuhannya. 2. Puas terhadap pilihannya dan mengurangi keluhan atau penyesalan. 3. Cara dan lama penggunaan yang sesuai serta efektif. 4. Membangun rasa saling percaya. 5. Mengormati hak klien dan petugas. 6. Menambah dukungan terhadap pelayanan KB. 7. Menghilangkan rumor dan konsep yang salah. 2.4. Prinsip Konseling 1. Konseling harus dilakukan di tempat yang tenang dan membutuhkan privasi dimana klien dan tenaga kesehatan dapat saling mendengarkan, dengan waktu yang cukup untuk memastikan bahwa semua informasi yang diperlukan, semua masalah klien, dan semua persyaratan medis dibicarakan dan didiskusikan. 2. Kerahasiaan harus terjaga, baik kerahasiaan dalam proses konseling dan dalam penanganan rekam medis klien. 3. Sangat penting konseling dilakukan dalam suasana yang tidak menghakimi, penerimaan yang baik dan perduli. 4. Klien harus dapat memahami bahasa yang digunakan oleh tenaga kesehatan (misalnya, dialek lokal, kosa kata sederhana dan sesuai budaya, tidak ada terminologi medis yang sangat teknis). 5. Staf klinik harus menggunakan kemampuan komunikasi interpersonal yang baik, termasuk kemampuan untuk bertanya secara efektif, mendengarkan aktif, merangkum dan memparafrasekan komentar atau masalah klien, serta menerapkan cara yang tidak menghakimi dan bermanfaat. 6. Klien jangan sampai terbebani dengan informasi. Pesan yang paling penting harus didiskusikan terlebih dahulu (misal, apa yang harus dilakukan klien untuk menggunakan metode dengan benar dan aman) serta singkat, sederhana, dan spesifik. Mengulangi informasi penting adalah cara yang paling efektif untuk memperkuat pesan. Ulangi, ulangi, ulangi. 7. Gunakan alat bantu audiovisual dan contoh alat kontrasepsi untuk membantu klien memahami metode pilihannya dengan lebih baik. 8. Selalu melakukan verifikasi bahwa klien sudah mengerti apa yang telah dibahas. Minta klien untuk mengulang kembali pesan atau instruksi yang paling penting.



36



2.5. Jenis-Jenis Konseling 1. Konseling Umum a. Biasanya berlangsung pada kunjungan pertama. b. Kebutuhan klien didiskusikan. c. Kekhawatiran klien dibahas. d. Informasi umum tentang metode/opsi yang diberikan. e. Pertanyaan dijawab. f. Kesalahpahaman/mitos dibahas. g. Pengambilan keputusan dan pilihan metode dimulai. 2. Konseling Spesifik/Konseling Individual. a. Pelayanan konseling di klinik dilakukan untuk melengkapi dan sebagai pemantapan hasil konseling umum. b. Konseling spesifik dapat dilakukan oleh dokter/bidan/konselor. Pelayanan konseling spesifik dilakukan di klinik dan diupayakan agar diberikan secara perorangan di ruangan khusus. Sesuai bila privasi dan kerahasiaan diperlukan. c. Berikan salam dengan ramah. d. Dengarkan tujuan kedatangan klien. e. Tanyakan tentang kesehatan reproduksi dan riwayat kesehatan klien. f. Tanyakan kepada klien apa yang mereka ketahui tentang keluarga berencana dan jelaskan metode keluarga berencana, termasuk keuntungan, kerugian, dan kemungkinan efek sampingnya. g. Dorong klien untuk bertanya dan bantu klien memilih metode. h. Jelaskan kepada klien bagaimana menggunakan metode yang mereka pilih. i. Minta klien untuk mengulangi kembali informasi penting. j. Jadwalkan kunjungan ulang. 3. Konseling Pra dan Pasca-Tindakan. Konseling pra dan pasca-tindakan dapat dilakukan oleh operator/konselor/dokter/bidan. Pelayanan konseling ini juga dilakukan di klinik secara perseorangan. Konseling ini meliputi penjelasan spesifik tentang prosedur yang akan dilaksanakan (pra, selama dan pasca) serta penjelasan lisan/instruksi tertulis asuhan mandiri. a. Informed Choice. - Merupakan bagian integral dari proses konseling dan berarti bahwa seorang klien memiliki hak untuk memilih metode keluarga berencana apa pun yang dia inginkan, berdasarkan pemahaman yang jelas tentang manfaat dan risiko dari semua metode yang ada, termasuk pilihan untuk tidak memilih atau mengadopsi metode apapun. - Untuk membuat pilihan yang benar-benar diinformasikan, klien perlu mengetahui:  Kisaran semua metode yang tersedia (ini mengasumsikan bahwa berbagai metode sebenarnya tersedia, atau upaya dilakukan untuk mendapatkan metode tersebut atau merujuk).  Keuntungan/kerugian masing-masing metode.  Kemungkinan efek samping/komplikasi.



37



 







Tindakan pencegahan berdasarkan riwayat kesehatan masing-masing. Informasi tentang risiko bila tidak menggunakan metode kontrasepsi, seperti risiko yang terkait dengan kehamilan/persalinan versus risiko yang terkait dengan penggunaan kontrasepsi. Cara menggunakan metode yang dipilih dengan aman dan efektif.



b. Informed Consent. - Menerapkan bahwa klien telah diberi konseling secara menyeluruh mengenai semua komponen yang dijelaskan di bagian informed consent, dan berdasarkan informasi ini, dia secara bebas dan sukarela setuju untuk menggunakan metode yang telah dia pilih. - Informed Consent merupakan hal yang sangat penting saat klien memilih kontrasepsi bedah secara sukarela atau metode apa pun yang mungkin memiliki komplikasi serius untuk klien tertentu (misalnya, wanita berusia di atas 35 yang merokok dan ingin menggunakan KOK). c. Hak Dasar Semua Klien KB. - Informasi: Hak untuk belajar tentang manfaat dan ketersediaan keluarga berencana. - Akses: Hak untuk mendapatkan layanan tanpa memandang jenis kelamin, kepercayaan, warna kulit, status perkawinan, atau lokasi. - Pilihan: Hak untuk memutuskan secara bebas apakah akan mempraktikkan keluarga berencana dan metode mana yang akan digunakan. - Keamanan: Hak untuk bisa mempraktikkan keluarga berencana yang aman dan efektif. - Privasi: Hak untuk tetap terjaga privasinya selama dilakukan konseling atau layanan. - Kerahasiaan: Hak untuk memastikan bahwa informasi pribadi akan tetap dirahasiakan. - Martabat: Hak untuk diperlakukan dengan sopan, penuh pertimbangan, dan perhatian. - Kenyamanan: Hak untuk merasa nyaman saat menerima layanan. - Kontinuitas: Hak untuk menerima layanan kontrasepsi dan persediaannya selama diperlukan. - Opini: Hak untuk mengungkapkan pandangan atas layanan yang ditawarkan. Konsep Kunci Konseling 1. Konseling adalah proses komunikasi dua arah dimana klien dan tenaga kesehatan berpartisipasi secara aktif. 2. Konseling adalah proses yang berkelanjutan dan harus menjadi bagian dari setiap interaksi klien dan tenaga kesehatan.



38



4. Keputusan untuk mengadopsi metode tertentu harus menjadi keputusan yang sukarela dan diinformasikan oleh klien. 5. Merupakan tanggung jawab tenaga kesehatan untuk memastikan bahwa klien diberi informasi lengkap dan bebas memilih dan menyetujui. 6. Klien yang telah diberi informasi metode-metode pilihan adalah klien yang puas dengan konseling yang diberikan dan cenderung melanjutkan metode ini. 7. Sifat insitif dari kesehatan reproduksi/keluarga berencana mengharuskan hak klien terhadap privasi, kerahasiaan, rasa hormat, dan martabat yang harus selalu terjamin. 2.6. Etika Konselor Kode etik merupakan seperangkat aturan, kaidah–kaidah atau nilai-nilai yang mengatur segala perilaku (tindakan dan perbuatan serta perkataan) dari suatu profesi atau organisasi bagi para anggotanya. Atas dasar nilai yang dianut oleh para konselor dan konseli, maka kegiatan layanan konseling dapat berlangsung dengan arah yang jelas dan atas keputusan-keputusan yang berlandaskan nilai-nilai. Para konselor seyogyanya berfikir dan bertindak atas dasar nilai-nilai, etika pribadi dan profesional, dan prosedur yang legal. Dalam hubungan inilah para konselor seharusnya memahami dasar-dasar etika seorang konselor. Ada 4 (empat) etika penting yang perlu diterapkan oleh seorang konselor yaitu: 1. Profesional Responsibility. Selama proses konseling berlangsung, seorang konselor harus bertanggung jawab terhadap kliennya dan dirinya sendiri. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu: a. Responding Fully, artinya konselor harus bertanggung jawab untuk memberi perhatian penuh terhadap klien selama proses konseling. b. Terminating Appropriately, artinya kita harus bisa melakukan terminasi (menghentikan proses konseling) secara tepat. c. Evaluating The Relationship, artinya relasi antara konselor dan klien haruslah relasi yang terapeutik namun tidak menghilangkan yang personal. d. Counselor’s Responsibility to Themselves, artinya konselor harus dapat membangun kehidupannya sendiri secara sehat sehingga ia sehat secara spiritual, emosional dan fisikal. 2. Confidentiality. Konselor harus menjaga kerahasiaan klien. Ada beberapa hal yang perlu penjelasan dalam etika ini, yaitu yang dinamakan previleged communication. Artinya konselor secara hukum tidak dapat dipaksa untuk membuka percakapannya dengan klien, namun untuk kasus-kasus yang dibawa ke pengadilan, hal seperti ini bisa bertentangan aturan dari etika itu sendiri. Dengan demikian tidak ada kerahasiaan yang absolute.



39



3. Conveying Relevant Information to The Person in Counseling. Maksudnya klien berhak mendapatkan informasi mengenai konseling yang akan mereka jalani. Dalam hal ini informasi tersebut adalah: a. Counselor Qualifications: Konselor harus memberikan informasi tentang kualifikasi atau keahlian yang ia miliki. b. Counseling Consequences: Konselor harus memberikan informasi tentang hasil yang dicapai dalam konseling dan efek samping dari konseling. c. Time Involved in Counseling: Konselor harus memberikan informasi kepada klien berapa lama proses konseling yang akan dijalani oleh klien. Konselor harus bisa memprediksikan setiap kasus membutuhkan berapa kali pertemuan. Misalnya: Konselor dan klien bertemu seminggu sekali selama 15 kali, kemudian sebulan sekali, dan setahun sekali. d. Alternative to Counseling: Konselor harus memberikan informasi kepada klien bahwa konseling bukanlah satu-satunya jalan untuk menyelesaikan masalah yang sedang mereka alami, ketakutanketakutan, sikap dan nilai seksualitas, KB, kontrasepsi atau tugas sebagai orang tua, ada faktor lain yang berperan dalam hal tersebut, misalnya motivasi konseli, dan lain-lain. 4. The Counselor Influence. Konselor mempunyai pengaruh yang besar dalam relasi konseling, sehingga ada beberapa hal yang perlu konselor waspadai yang akan mempengaruhi proses konseling dan mengurangi efektifitas konseling. Hal-hal tersebut adalah: a. The Counselor Needs: Kebutuhan-kebutuhan pribadi seorang konselor perlu dikenali dan diwaspadai supaya tidak mengganggu efektifitas konseling. b. Authority: Pengalaman konselor dengan figur otoritas juga perlu diwaspadai karena akan mempengaruhi proses konseling jika konselinya juga figur otoritas. c. Sexuality: Konselor yang mempunyai masalah seksualitas yang belum terselesaikan akan mempengaruhi pemilihan konseli, terjadinya bias dalam konseling, dan resistance atau negative transference. d. The Counselor`s Moral and Religius Values: Nilai moral dan religius yang dimiliki konselor akan mempengaruhi persepsi konselor terhadap konseli yang bertentangan dengan nilai-nilai yang ia pegang. Konseling merupakan proses bantuan yang sifatnya profesional. Setiap pekerjaan yang sifatnya profesional tentu memiliki seperangkat aturan atau pedoman yang mengatur arah dan gerak dari pekerjaan profesi tersebut. Hal ini sering disebut etika. Konselor sebagai pelaksana dari pekerjaan konseling juga terikat dengan etika. Etika merupakan standar tingkah laku seseorang, atau sekelompok orang yang didasarkan atas nilai-nilai yang disepakati. Ada beberapa aspek dalam membahas etika konseling antara lain: 1. Aspek Kesukarelaan. 2. Aspek Kerahasiaan. 3. Aspek Keputusan Oleh Konseli Sendiri. 4. Aspek Sosial Budaya.



40



Hubungan konselor dan konseli adalah hubungan yang menyembuhkan. Sekalipun profesional, kita tidak boleh menghilangkan relasi personal, misalnya berelasi sebagai teman. Kita harus mengetahui batasnya. Jika relasi kita sebatas personal, kita hanya menjadi pendengar curahan hati. Relasi antara konselor dan konseli tidak boleh terlalu personal yang menjadikan konseli “over dependent”, atau terjadi relasi yang saling memanfaatkan. Jika demikian, mengingat konselor adalah penanggungjawabnya, ia harus menghentikan proses konseling itu. Konselor sebaiknya berhati-hati juga ketika menyikapi hubungan pribadi dengan konseli. Kedekatan yang berlebihan dengan konseli sering menjadikan dia sangat bergantung kepada kita. Oleh sebab itu, kita harus bisa menjaga jarak. Kita harus mengetahui tanda-tanda konseli mulai bergantung kepada kita. Jika itu sudah terjadi, kita bisa tidak objektif lagi. Kita akan kesulitan dalam melihat masalah konseli dan merefleksikan perasaannya ketika relasi tersebut sudah menjadi terlalu personal. Jadi, relasi yang dibangun di antara konselor dan konseli haruslah bersifat terapeutik. Karakteristik konselor yang efektif, diantaranya: 1. Beritikad baik, prihatin terhadap keadaan orang lain dan bersedia membantunya (termasuk menghadapkan dia dengan hal-hal yang belum disadarinya). 2. Bersedia dan dapat hadir bersama konseli dalam pengalaman hidupnya, entah suka maupun duka. 3. Menyadari dan menerima kelebihannya bukan dengan maksud untuk menguasai atau mendominasi orang lain atau mengecilkan orang lain. 4. Menggunakan metode dan gaya berkonseling yang sesuai dengan kepribadiannya sendiri. 5. Bersedia menanggung risiko, rela menjadi contoh, dalam hal ini bagi konselinya. Bersedia disentuh secara emosional dan menyampaikannya kepada konseli pada saat itu diperlukan. 6. Menghargai diri sendiri sehingga mampu berhubungan dengan orang lain. Menggunakan kelebihannya dalam hal berhubungan dengan orang lain. 7. Bersedia menjadi contoh bagi konseli dan tidak menuntut konseli melakukan sesuatu yang ia sendiri tidak mampu lakukan. Dituntut kejujuran, keterbukaan, dan kesediaan mengoreksi diri sendiri. 8. Berani mengambil risiko untuk membuat kekeliruan dan berani mengakuinya pula. Bersedia belajar dari kekeliruan itu tanpa mencela diri sendiri. 9. Berorientasi pada pertumbuhan, tidak menganggap diri telah berjasa. Seorang konselor yang efektif memiliki pengetahuan teknis yang kuat tentang metode kontrasepsi: 1. Mengetahui semua aspek teknis dari metode keluarga berencana secara menyeluruh. 2. Siap untuk menjawab pertanyaan sekitar kontrasepsi dan pertanyaan di luar kontrasepsi dengan nyaman mengenai topik seperti mitos, rumor, seksualitas, PMS, masalah reproduksi dan pribadi. 3. Mampu menggunakan alat bantu visual dan menjelaskan informasi teknis dalam bahasa yang dipahami klien. 4. Mampu mengenali kapan harus merujuk klien ke spesialis atau penyedia lainnya.



41



5. Seorang konselor yang efektif memiliki dan mampu menerapkan keterampilan komunikasi interpersonal yang baik, dan teknik konseling. 6. Mampu membangun hubungan/berempati. 7. Mendengarkan secara aktif. 8. Mengajukan pertanyaan dengan jelas, menggunakan pertanyaan terbuka dan tertutup. 9. Menjawab pertanyaan dengan jelas dan obyektif. 10. Mengenali dan menafsirkan isyarat non-verbal dan bahasa tubuh dengan benar. 11. Menafsirkan, parafrase, dan merangkum komentar dan kekhawatiran klien 12. Menawarkan pujian dan dorongan. 13. Menjelaskan informasi dalam bahasa yang dipahami klien dengan cara yang sesuai dengan budaya yang ada. Beberapa hal penting berkaitan dengan etika konseling, diantaranya: 1. Etika dalam menggunakan tape recorder dalam proses wawancara. Beberapa konselor kadang tidak menggunakan tape recorder karena befikiran akan menimbulkan ketidakpercayaan dan ketidaknyamanan pada konseli. Hasil rekaman wawancara yang dihasikan dapat membantu konseli dalam menurunkan sedikit kecemasan yang dialaminya. 2. Adanya kecenderungan pihak tertentu untuk lebih mengutamakan perlindungan hukum terhadap konseli dibanding berusaha secara baik untuk membantu mereka melewati krisis. Pada poin ini sebetulnya menegaskan bahwa sebaiknya konselor mengkomunikasikan batasanbatasan proses konseling, sehingga konseli dapat memutuskan sejauh mana informasi yang akan diberikan. 3. Proses konseling yang dijalani oleh konseli sebaiknya dilakukan karena kemauan konseli itu sendiri, tanpa ada unsur perintah ataupun paksaan. Salah satu usaha yang dapat dilakukan oleh konselor agar konseli bersedia bekerjasama dengan baik dalam proses konseling yakni menghadirkan kemungkinan-kemungkinan kepada konseli akan sesuatu yang akan dicapai dalam konseling.



42



3.1. ABPK Alat Bantu Pengambilan Keputusan (ABPK) saat ini sudah tersedia dan merupakan lembar balik yang dikembangkan WHO, serta telah diadaptasikan untuk konseling di Indonesia. ABPK membantu petugas melakukan konseling sesuai dengan adanya tanda pengingat mengenai keterampilan konseling yang perlu dilakukan dan informasi apa yang perlu diberikan yang disesuaikan dengan kebutuhan klien. ABPK sekaligus mengajak klien bersikap lebih partisipatif dan membantu klien untuk mengambil keputusan (Saifuddin, 2006). Prinsip konseling yang dipakai dalam ABPK adalah: 1. Klien yang membuat keputusan. 2. Provider membantu klien menimbang dan membuat keputusan yang paling tepat bagi klien. 3. Sejauh memungkinkan keinginan klien dihargai/dihormati. 4. Provider menanggapi pernyataan ataupun kebutuhan klien. 5. Provider harus mendengar apa yang dikatakan klien untuk mengetahui apa yang harus dilakukan klien.



1. 2. 3. 4.



ABPK juga mempunyai fungsi ganda sebagai berikut: Membantu pengambilan keputusan metode KB. Membantu pemecahan masalah dalam penggunaan KB. Alat bantu visual untuk pelatihan provider (tenaga kesehatan) yang baru bertugas. Menyediakan referensi. (BKKBN, 2011)



3.2. SKB KB Pada sepuluh bulan pertama sejak Oktober 2015 hingga Juli 2016 intervensi pelayanan KBPP di 44 fasilitas program PilihanKu belum menggunakan konseling dengan pendekatan Strategi Konseling Berimbang (SKB). Strategi Konseling Berimbang mulai digunakan pada Agustus 2016 hingga sekarang, pada data digambarkan hingga Juli 2017. Konseling dengan pendekatan SKB dapat meningkatkan persentase ibu yang menerima konseling sebanyak 30%. Sebelum menggunakan Strategi Konseling Berimbang hanya 40% ibu yang menerima konseling dan sesudah menggunakan Strategi Konseling Berimbang meningkat menjadi 70%. Peningkatan konseling ini juga berdampak pada adopsi metode KB yang pilih, dimana ada peningkatan dua kali lipat pada adopsi KBPP yang sebelumnya rata-rata 20%, meningkat menjadi rata-rata 40% setelah pengunaan Strategi Konseling Berimbang.



43



Peningkatan adopsi KB ini terjadi hampir di semua metode, baik penggunaan AKDR, implan maupun MOW untuk golongan MKJP, serta penggunaan MAL sebagai metode lain yang juga dapat digunakan sebagai pilihan pada KBPP. Hal tersebut disebabkan karena konseling dengan menggunakan SKB dilaksanakan lebih interaktif, fokus, berorientasi pada klien, menghemat waktu dan informasi metode kontrasepsi di-update berdasarkan WHO Medical Eligibility Criteria 2015. Serta didukung dengan penggunaan Aplikasi (Apps) SKB yang akan lebih memudahkan konselor dalam melaksanakan konseling. Penggunaan implan pasca persalinan meningkat lebih dari dua kali setelah Strategi Konseling Berimbang dilakukan, demikian juga peningkatan penggunaan AKDR. Adopsi Metode Kontrasepsi Jangka Panjang meningkat dari sekitar 17 % menjadi 27 %. Demikian juga peningkatan penggunaan MAL dari 4% menjadi 12%. Hal ini dipengaruhi dengan membaiknya interaksi antara klien dan provider serta meningkatnya pengetahuan klien tentang jenis metode kontrasepsi, efek samping serta kesesuaian kondisi kelayakan medis menurut WHO Medical Eligibility Criteria (MEC) 2015. Strategi Konseling Berimbang ini meningkatkan ketepatan interaksi antara konselor kesehatan dengan klien pada pelayanan KB (KBPP/KBPK), metode ini mudah untuk dilakukan, interaktif dan berorientasi kepada klien. Perlu diperhatikan dalam melakukan konseling KB menggunakan SKB: 1. Keputusan siapakah yang lebih dominan dalam sebuah konseling? 2. Berapa lama sebuah konseling berlangsung? 3. Bagaimana pemahaman klien terhadap metode yang dipilihnya? Metode SKB berorientasi pada keputusan klien, meningkatkan interaksi antara konselor dan klien (client-provider interaction). Berdasarkan penelitian Leon et al 1990, MCHIP 2014 Afhanistan, Ghana, Liberia & Malawi, di negaranegara yang melakukan SKB sebagai metode konselingnya, program konseling KB berjalan lebih baik. 1. Konseling yang berfokus pada klien ini memperlihatkan bahwa hak klien dan hak konselor setara hal inilah yang dimaksud dengan “Balance”. 2. Pada konseling menggunakan SKB ini, keputusan benar-benar berdasarkan keinginan klien tanpa dipengaruhi keinginan yang datang dari konselor. Strategi ini memungkinkan klien merasa terlibat dalam proses pemilihan metode keluarga berencananya (ownership). Strategi Konseling Berimbang menggunakan 3 alat bantu konseling (visual memory aids) yang terdiri dari: 1. Diagram bantu konseling SKB KB, untuk membantu keputusan. 2. Kartu konseling SKB KB yang berisikan informasi dasar dan metode KB. 3. Brosur metode KB yang berisi infomasi lengkap untuk setiap metode.



44



Langkah-langkah dalam konseling adalah: 1. Pendahuluan. Langkah pendahuluan atau langkah pembuka merupakan kegiatan untuk mencipatakan kontak, melengkapi data klien untuk merumuskan penyebab masalah, dan menentukan jalan keluar. 2. Bagian Inti/Pokok. Bagian inti/pokok dalam konseling mencakup kegiatan mencari jalan keluar, memilih salah satu jalan keluar yang tepat bagi klien, dan melaksanakan jalan keluar tersebut. 3. Bagian Akhir. Bagian akhir kegiatan konseling merupakan kegiatan penyimpulan dari seluruh aspek kegiatan dan pengambilan jalan keluar. Langkah tersebut merupakan langkah penutupan dari pertemuan dan juga penetapan untuk pertemuan berikutnya (Uripni, 2002). Tenaga Kesehatan harus mengingat ROLES saat berkomunikasi dengan klien: R O L E S



Relax: Membuat klien santai dengan menggunakan ekspresi wajah yang menunjukkan kepedulian. Open Up: Bukalah pembicaraan klien dengan menggunakan nada suara yang hangat dan penuh perhatian. Lean Towards: berbicara mendekatkan diri ke arah klien, tidak menjauh dari mereka. Establish and Maintain: Memulai dan mempertahankan kontak mata dengan klien. Smile: Senyum.



4.1. GATHER Gallen dan Leitenmaier memberikan satu akronim yang dapat dijadikan panduan bagi petugas klinik KB untuk melakukan konseling. Akronim tersebut adalah GATHER yang merupakan singkatan dari:



45



G A



T



H



E



R



Greet: Berikan salam, mengenalkan diri dan membuka komunikasi. Ask atau Assess: Menanyakan keluhan atau kebutuhan pasien dan menilai apakah keluhan/keinginan yang disampaikan memang sesuai dengan kondisi yang dihadapi. Tell: Beritahukan bahwa persoalan pokok yang dihadapi oleh pasien adalah seperti yang tercermin dari hasil tukar informasi dan harus dicarikan upaya penyelesaian masalah tersebut. Help: Bantu pasien untuk memahami masalah utamanya dan masalah itu yang harus diselesaikan. Jelaskan beberapa cara yang dapat menyelesaikan masalah tersebut, termasuk keuntungan dan keterbatasan dari masing-masing cara tersebut. Minta pasien untuk memutuskan cara terbaik bagi dirinya. Explain: Jelaskan bahwa cara terpilih telah diberikan atau dianjurkan dan hasil yang diharapkan mungkin dapat segera terlihat atau diobservasi beberapa saat hingga menampakkan hasil seperti yang diharapkan. Jelaskan pula siapa dan dimana pertolongan lanjutan atau darurat dapat diperoleh. Refer dan Return Visit: Rujuk apabila fasilitas ini tidak dapat memberikan pelayanan yang sesuai atau buat jadwal kunjungan ulang apabila pelayanan terpilih telah diberikan.



4.2. SATU TUJU Dalam memberikan konseling, khususnya bagi calon klien KB yang baru hendaknya dapat diterapkan enam langkah yang sudah dikenal dengan kata kunci SATU TUJU. Penerapan Satu Tuju tersebut tidak perlu dilakukan secara berulang-ulang karena konselor harus menyesuaikan diri dengan kebutuhan klien. SATU TUJU adalah alat bantu untuk mengingat langkah-langkah dasar proses konseling dan menambahkan struktur pada aktifitas yang kompleks. SATU TUJU ini dapat disesuaikan untuk memenuhi kebutuhan masing-masing klien. Berikut ini adalah elemen yang digunakan pada sesi konseling yang baik: Sa T U Tu J U



46



Sapa klien dengan cara yang ramah, membantu, dan penuh hormat. Tanyakan klien tentang kebutuhan keluarga berencana, kekhawatiran, dan alat kontrasepsi yang digunakan sebelumnya. Uraikan kepada klien tentang pilihan dan metode kontrasepsi yang berbeda. Bantu klien untuk membuat keputusan tentang pilihan metode yang dia inginkan. Jelaskan kepada klien bagaimana cara menggunakan metode ini. Jadwalkan dan lakukan kunjungan ulang dan tindak lanjut klien.



Contoh Tugas yang Dilakukan Pada Setiap Langkah Sapa & Salam: 1. Ucapkan salam dan daftarkan klien. 2. Siapkan rekam medik klien. 3. Tentukan tujuan kunjungan. 4. Berikan perhatian penuh kepada klien. 5. Yakinkan klien bahwa semua informasi yang dibahas akan bersifat rahasia. Tanyakan: 1. Tanyakan klien tentang kebutuhannya. 2. Tuliskan usia klien, status perkawinan, jumlah kehamilan dan persalinan sebelumnya, jumlah anak yang masih hidup, riwayat medis dasar, penggunaan metode keluarga berencana sebelumnya, riwayat dan risiko PMS. 3. Kaji apa yang klien ketahui tentang metode keluarga berencana. 4. Tanyakan kepada klien apakah ada metode tertentu yang dia minati. 5. Diskusikan kekhawatiran klien tentang risiko dan manfaat metode modern (hilangkan rumor dan kesalahpahaman). Uraikan: 1. Beritahu klien tentang metode yang tersedia. 2. Jelaskan bagaimana setiap metode bekerja, keuntungan dan manfaat dan kemungkinan efek samping dan kerugiannya. 3. Jawab kekhawatiran dan pertanyaan klien. Bantu: 1. Bantu klien untuk memilih metode. 2. Ulangi informasi jika perlu. 3. Jelaskan setiap prosedur atau tes laboratorium yang akan dilakukan. 4. Periksa klien. 5. Jika ada alasan yang ditemukan pada pemeriksaan atau saat menggali riwayat lebih rinci ternyata klien tidak dapat menggunakan metode yang dipilihnya, bantu klien memilih metode lain. Jelaskan: 1. Jelaskan bagaimana cara menggunakan metode (bagaimana, kapan, dimana). 2. Jelaskan kepada klien bagaimana dan kapan dia bisa/harus mendapatkan re-supply dari metode ini, jika perlu. Ulang: 1. Pada tindak lanjut atau kunjungan kembali tanyakan kepada klien apakah dia masih menggunakan metode ini. 2. Jika jawabannya ya, tanyakan padanya apakah dia mengalami masalah atau efek samping dan jawab pertanyaannya, selesaikan masalah, jika mungkin. 3. Jika jawabannya tidak, tanyakan mengapa dia berhenti menggunakan metode ini dan beri nasihat kepada klien untuk melihat apakah ingin mencoba metode lain atau tetap menggunakan metode yang sama lagi. 4. Pastikan dia menggunakan metode ini dengan benar.



47



48



STRATEGI KONSELING BERIMBANG KELUARGA BERENCANA (SKB KB) A. DESKRIPSI SINGKAT Konseling merupakan aspek yang sangat penting dalam pelayanan Keluarga Berencana. Dengan melakukan konseling, maka konselor membantu klien dalam memilih kontrasepsi yang akan digunakan. Penyampaian informasi yang jelas dan benar mengenai metode KB dapat membantu klien mengenal kebutuhannya, untuk memilih solusi terbaik dan membuat keputusan yang paling sesuai dengan kondisi yang sedang dihadapi. Konseling yang baik akan membantu klien menggunakan kontrasepsi lebih lama dan meningkatkan keberhasilan KB. Metode konseling yang diperkenalkan dalam pelatihan ini adalah Strategi Konseling Berimbang yang lebih berfokus pada klien dengan waktu yang lebih singkat dan lebih efektif sehingga memungkinkan tenaga kesehatan mampu memberikan konseling yang lebih berkualitas. B. TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Tujuan Pembelajaran Umum: Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melakukan konseling menggunakan Strategi Konseling Berimbang Keluarga Berencana (SKB KB). 2. Tujuan Pembelajaran Khusus: Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu: a. Menjelaskan gambaran umum Strategi Konseling Berimbang Keluarga Berencana. b. Melakukan penapisan kelayakan medis dengan Diagram Lingkaran Kriteria Kelayakan Medis Dalam Penggunaan Kontrasepsi (Medical Eligibility Criteria for Contraceptive Use) menurut WHO MEC Edisi 2, 2017. c. Mempraktikkan Strategi Konseling Berimbang Keluarga Berencana. C. POKOK BAHASAN 1. Gambaran Umum Strategi Konseling Berimbang Keluarga Berencana. 1.1. Dasar Pengembangan Strategi Konseling Berimbang Untuk Meningkatkan Kualitas Pelayanan Konseling Keluarga Berencana. a. Tujuan. b. Manfaat. 1.2. Waktu dan Jarak Kehamilan yang Sehat. 2. Penapisan Kelayakan Medis dengan Diagram Lingkaran Kriteria Kelayakan Medis Dalam Penggunaan Kontrasepsi Menurut WHO MEC Edisi 2, 2017. 2.1. Pengertian. 2.2. Tujuan. 2.3. Ruang Lingkup. 2.4. Langkah-Langkah. 2.5. Aplikasi MEC-Wheel. 3. Praktik SKB KB. 3.1. Diagram Bantu Konseling SKB KB. 3.2. Kartu Konseling SKB KB. 3.3. Brosur Metode KB.



49



D. BAHAN BELAJAR 1. Modul. 2. Bahan Tayang. 3. Komputer/Laptop. 4. LCD. 5. Flipchart. 6. White Board. 7. ATK. 8. Diagram Bantu Konseling SKB KB. 9. Kartu Konseling SKB KB. 10. Brosur Metode KB. 11. Panduan Role Play. 12. Panduan PKL. 13. Diagram Lingkaran Kriteria Kelayakan Medis Dalam Penggunaan Kontrasepsi Menurut WHO MEC Edisi 2, 2017. E. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN Langkah-langkah kegiatan pembelajaran ini menguraikan tentang kegiatan fasilitator dan peserta dalam proses pembelajaran selama sesi ini berlangsung teori (6 JPL x 45 menit = 270 menit), praktik di kelas (10 JPL x 45 menit = 450 menit), dan praktik lapangan (8 JPL x 45 menit = 360 menit), adalah sebagai berikut: Langkah 1. Pengkondisian (10 menit). 1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila belum pernah menyampaikan sesi di kelas, mulailah dengan perkenalan. Perkenalkan diri dengan menyebutkan nama lengkap, instansi tempat bekerja dan materi yang akan disampaikan. 2. Menciptakan suasana nyaman dan mendorong kesiapan peserta untuk menerima materi dengan menyepakati proses pembelajaran. 3. Dilanjutkan dengan penyampaian judul materi, deskripsi singkat, tujuan pembelajaran serta ruang lingkup pokok bahasan yang akan dibahas pada sesi ini dengan menggunakan bahan tayang. Langkah 2. Penyampaian Pokok Bahasan 1 (60 menit). 1. Kegiatan Fasilitator. a. Menggali pendapat pembelajar (apersepsi) tentang gambaran umum Strategi Konseling Berimbang Keluarga Berencana. b. Penyampaian dan pembahasan Pokok Bahasan 1 yaitu Gambaran Umum Strategi Konseling Berimbang Keluarga Berencana: - Sub-Pokok Bahasan 1. Dasar Pengembangan Strategi Konseling Berimbang (SKB) Untuk Meningkatkan Kualitas Pelayanan Konseling Keluarga Berencana:  Tujuan.  Manfaat. - Sub-Pokok Bahasan 2. Waktu dan Jarak Kehamilan yang Sehat.



50



2. Kegiatan Peserta. a. Memberikan pendapat dari pertanyaan fasilitator. b. Mendengar, mencatat hal-hal yang penting dalam materi tersebut. c. Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator bila masih ada yang belum dipahami. Langkah 3. Penyampaian Pokok Bahasan 2 (90 menit). 1. Kegiatan Fasilitator. a. Menggali pendapat pembelajar (apersepsi) tentang penapisan kelayakan medis dengan Diagram Lingkaran Kriteria Kelayakan Medis. Dalam Penggunaan Kontrasepsi menurut WHO MEC Edisi 2, 2017. b. Penyampaian dan pembahasan Pokok Bahasan 2 yaitu Penapisan kelayakan medis dengan Diagram Lingkaran Kriteria Kelayakan Medis Dalam Penggunaan Kontrasepsi menurut WHO MEC Edisi 2, 2017. - Sub-Pokok Bahasan 1. Pengertian. - Sub-Pokok Bahasan 2. Tujuan. - Sub-Pokok Bahasan 3. Ruang Lingkup. - Sub-Pokok Bahasan 4. Langkah-Langkah. - Sub-Pokok Bahasan 5. Aplikasi MEC-Wheel. c. Memberikan contoh penggunaan Diagram Lingkaran Kriteria Kelayakan Medis Dalam Penggunaan Kontrasepsi. 2. Kegiatan Peserta. a. Memberikan pendapat dari pertanyaan fasilitator. b. Mendengar, mencatat hal-hal yang penting dalam materi. c. Melakukan latihan penggunaan Diagram Lingkaran Kriteria Kelayakan Medis Dalam Penggunaan Kontrasepsi menurut WHO MEC Edisi 2, 2017. d. Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator bila masih ada yang belum dipahami. Langkah 4. Penyampaian Pokok Bahasan 3 (90 menit). 1. Kegiatan Fasilitator. a. Menggali pendapat pembelajar (apersepsi). b. Penyampaian dan pembahasan Pokok Bahasan 3 yaitu Praktik Strategi Konseling Berimbang Keluarga Berencana: - Sub-Pokok Bahasan 1. Diagram Bantu Konseling SKB KB. - Sub-Pokok Bahasan 2. Kartu Konseling SKB KB. - Sub-Pokok Bahasan 3. Brosur Metode KB. 2. Kegiatan Peserta. a. Memberikan pendapat dari pertanyaan fasilitator. b. Mendengar, mencatat hal-hal yang penting dalam materi konseling. c. Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator bila masih ada yang belum dipahami. Langkah 5. Praktik Kelas (10 JPL x 45 menit = 450 menit). 1. Kegiatan Fasilitator a. Memberi contoh dengan melakukan role play kepada peserta latih. b. Mendampingi peserta latih saat melakukan role play dalam kelompok kecil. c. Melakukan penilaian individu menggunakan daftar tilik SKB KB.



51



2. Kegiatan Peserta. a. Melakukan role play dalam kelompok kecil. b. Peserta melakukan role play SKB KB untuk dilakukan pengambilan penilaian individu menggunakan daftar tilik. Langkah 6. Rangkuman dan Evaluasi Hasil Belajar (20 menit). 1. Mengadakan evaluasi dengan melemparkan 3 pertanyaan sesuai topik pokok bahasan secara acak kepada peserta. 2. Memperjelas jawaban peserta terhadap masing-masing pertanyaan yang telah diajukan sebelumnya. 3. Bersama peserta merangkum poin-poin penting dari hasil proses pembelajaran. 4. Membuat kesimpulan dapat dilakukan sendiri oleh fasilitator atau membuat kesimpulan dengan mengajak peserta secara bersama-sama. 5. Fasilitator menutup sesi ini, dengan memberikan apresiasi kepada seluruh peserta. Langkah 7. Praktik Lapangan (8 JPL x 45 menit = 360 menit). 1. Kegiatan Fasilitator. a. Membagi peserta latih sesuai dengan lahan praktik (Puskemsas). b. Setiap Puskesmas terdiri dari 8-10 orang dengan pendaping PL (2 orang). c. Melakukan persiapan peserta untuk kegiatan praktik lapangan beserta sarana dan pra-sarana. d. Mempersiapkan lembar penilaian dengan daftar tilik. e. Menyampaikan panduan praktik lapangan kepada peserta latih. 2. Kegiatan Peserta. a. Melakukan persiapan praktik lapangan. b. Peserta melakukan praktik lapangan sesuai dengan panduan yang sudah di jelaskan oleh fasilitator. F. URAIAN MATERI (Diuraikan secara detail pada Pokok Bahasan 1 sampai dengan 3 di halaman berikutnya).



52



1.1. Dasar Pengembangan Strategi Konseling Berimbang (SKB) Untuk Meningkatkan Kualitas Pelayanan Konseling Keluarga Berencana. Berdasarkan data SDKI, Angka Fertilitas Total (TFR) berada pada 2,6 pada periode (2002-2012). Sedangkan angka kesertaan KB aktif (semua metode) dalam periode 5 tahun (2007-2012) hanya meningkat 0,5% dari 61,4% menjadi 61,9%. Untuk mengkoreksi angka-angka tersebut dibutuhkan suatu usaha agar menumbuhkan kesadaran ber-KB. Salah satu upaya menumbuhkan kesadaran ber-KB dapat dilakukan melalui pemberian layanan konseling KB yang berkualitas dan berorientasi pada kebutuhan klien dalam memilih salah satu metode kontrasepsi. Data SDKI 2012 tentang konseling KB menunjukkan bahwa konselor kesehatan yang menjelaskan tentang efek samping hanya sebesar 36,5%, konselor kesehatan yang menjelaskan tentang bagaimana mengatasi efek samping hanya sebesar 29,4%, dan konselor kesehatan yang menjelaskan tentang metode alternatif bila mengalami efek samping juga hanya sebesar 51,3%. Sedangkan Survei Midline yang dilakukan Program PilihanKu juga menunjukkan hal yang tidak jauh berbeda, konselor kesehatan yang menjelaskan tentang efek samping hanya sebesar 27,8%, konselor kesehatan yang menjelaskan tentang bagaimana mengatasi efek samping hanya sebesar 23,1%, dan konselor kesehatan yang menjelaskan tentang metode alternatif bila mengalami efek samping juga hanya sebesar 23,9%. Data-data di atas ini menunjukkan bahwa kualitas konseling KB yang dilakukan tenaga kesehatan masih perlu ditingkatkan. Pada akhir tahun 1990, Population Council’s bekerjasama dengan beberapa kementerian kesehatan negara-negara di Amerika Latin (Peru dan Guatemala) mengembangkan dan menguji sebuah praktek konseling yang ramah terhadap klien, interaktif dan berfokus pada kebutuhan klien dalam melakukan pelayanan keluarga berencana yang kemudian dikenal sebagai Konseling Strategi Berimbang/Balance Counseling Strategy (BCS) (León et al. 2004). Latar belakang dikembangkannya Strategi Konseling Berimbang berawal dari negara Peru pada tahun 2000, dimana tenaga kesehatan di Peru dulunya masih memiliki strategi konseling yang belum berpusat pada kebutuhan klien, sehingga saat pemerintah ingin meningkatkan kualitas keluarga berencana, mereka menambahkan Strategi Konseling Berimbang sebagai salah satu strategi konseling: 1. Memulai dengan salam yang hangat. 2. Mendiagnosis kebutuhan klien. 3. Membantu memilihkan metode KB yang tepat. 4. Verifikasi pilihan klien. 5. Memberikan sambutan hangat terhadap pilihan ibu.



53



Pada studi yang dilakukan di Peru, disebutkan bahwa penjelasan semua metode KB saat dilakukan konseling, seringkali membuat klien menjadi bingung dan hal ini juga membuat informasi penting seperti kondisi medis, bagaimana memilih metode dan efek samping seringkali terabaikan. Strategi yang dievaluasi di beberapa negara ini mendorong partisipasi aktif klien. Konselor kesehatan menanyakan pertanyaan-pertanyaan kunci kepada klien. Jawaban klien terhadap pertanyaan-pertanyaan tersebut memandu jalannya konseling sehingga akan bersifat spesifik untuk situasi kehidupan dan keinginan klien. Pengembangan ini didasari dari sebuah penelitian di tahun 1999 dimana pada konseling KB sering ditemukan kondisi konselor gagal untuk mendiskusikan keinginan klien, konselor sering memberikan informasi yang berlebihan, informasi yang diberikan terhadap metode yang dipilih klien jarang diberikan (Leon, 1999). Balance Counseling Strategi di kembangkan untuk meningkatkan layanan konseling dan terjadinya interaksi antara konselor dan klien Client Provider interaction (CPI) dalam melakukan layanan konseling keluarga berencana. Pada awal tahun 2016, penggunaan BCS atau di Indonesia disebut Strategi Konseling Berimbang (SKB) mulai dikembangkan dan diadaptasi penggunaannya untuk memperkuat layanan Konseling KB Pasca Persalinan (KBPP) pada Program PilihanKu. Adaptasi BCS+KB Pasca Persalinan (KBPP) ini dilakukan juga berdasarkan temuan lapangan pada 44 fasilitas program PilihanKu dimana konseling yang umumnya dilakukan sering tidak mencapai kualitas yang diharapkan seperti kurang interaktif, tidak berfokus pada kebutuhan klien, memberikan informasi yang tidak efektif dan jelas seperti efek samping dan kriteria medis yang tidak sesuai dengan WHO Medical Eligibility Criteria tahun 2015. Hal-hal tersebut mempengaruhi kualitas konseling dan adopsi KBPP oleh klien. Disamping hal tersebut kendala lainnya seperti melakukan konseling tanpa menggunakan alat bantu pengambil keputusan (ABPK), konseling yang tidak terstruktur, dominasi konselor dan waktu yang dibutuhkan dalam sebuah konseling cukup panjang sehingga sering menjadi penyebab rendahnya kualitas konseling KBPP yang diberikan. Data berikut ini akan menunjukan hubungan antara penggunaan konseling strategi berimbang dengan peningkatan persentase konseling yang dilakukan dan peningkatan adopsi metode KBPP dibandingkan dengan sebelum Strategi Konseling berimbang dilakukan pada 44 fasilitas program KBPP PilihanKu.



54



Pada sepuluh bulan pertama sejak Oktober 2015 hingga Juli 2016 intervensi pelayanan KBPP di 44 fasilitas program PilihanKu belum menggunakan konseling dengan pendekatan Strategi Konseling Berimbang (SKB). Strategi Konseling Berimbang mulai digunakan pada Agustus 2016 hingga sekarang, pada data di atas di gambarkan hingga Juli 2017. Bila dibandingkan persentase rata-rata ibu yang menerima konseling antara sebelum dan sesudah penggunaan Strategi Konseling Berimbang maka didapati perbedaan sekitar 30% peningkatan persentase ibu yang menerima konseling, sebelum menggunakan Strategi Konseling Berimbang (SKB) ratarata konseling 40% dan sesudah pengunaan SKB meningkat menjadi 70%. Peningkatan konseling ini juga berdampak pada adopsi metode KB yang pilih, dimana ada peningkatan dua kali lipat pada adopsi KBPP yang sebelumnya rata rata 20% meningkat menjadi rata-rata 40% setelah pengunaan Strategi Konseling Berimbang. Peningkatan adopsi KB ini terjadi hampir di semua metode, baik penggunaan AKDR, implan maupun MOW untuk golongan MKJP serta penggunaan MAL sebagai metode lain yang juga dapat digunakan sebagai pilihan pada KBPP sebagimana tergambar pada grafik data di bawah ini.



Hal tersebut di atas disebabkan karena konseling dengan menggunakan SKB dilaksanakan lebih interaktif, fokus, berorientasi pada klien, menghemat waktu dan informasi metode kontrasepsi di-update berdasarkan WHO Medical Eligibility Criteria 2015. Serta didukung dengan penggunaan Apps SKB yang akan lebih memudahkan konselor dalam melaksanakan konseling. Penggunaan implan pasca-persalinan meningkat lebih dari dua kali setelah Strategi Konseling Berimbang dilakukan, demikian juga peningkatan penggunaan AKDR. Adopsi Metode Kontrasepsi Jangka Panjang meningkat dari sekitar 17% menjadi 27%. Demikian juga peningkatan penggunaan MAL dari 4% menjadi 12%. Hal ini dipengaruhi dengan membaiknya interaksi antara klien dan provider serta meningkatnya pengetahuan klien tentang jenis metode kontrasepsi, efek samping serta kesesuaian kondisi kelayakan medis menurut WHO Medical Eligibility Criteria (MEC) 2015.



55



Strategi Konseling Berimbang ini meningkatkan ketepatan interaksi antara konselor kesehatan dengan klien pada pelayanan KB (KBPP/KBPK), metode ini mudah untuk dilakukan, interaktif dan berorientasi kepada klien. Perlu diperhatikan dalam melakukan konseling KB menggunakan SKB: 1. Keputusan siapakah yang lebih dominan dalam sebuah konseling? 2. Berapa lama sebuah konseling berlangsung? 3. Bagaimana pemahaman klien terhadap metode yang dipilihnya? Metode SKB berorientasi pada keputusan klien, meningkatkan interaksi antara Konselor dan klien (client-provider interaction). Berdasarkan penelitian Leon et al 1990, MCHIP 2014 Afhanistan, Ghana, Liberia, & Malawi di negaranegara yang melakukan SKB sebagai metode konselingnya, program konseling KB berjalan lebih baik. 1. Konseling yang berfokus pada klien ini memperlihatkan bahwa hak klien dan hak konselor setara hal inilah yang dimaksud dengan “Balance”. 2. Pada konseling menggunakan SKB ini, keputusan benar-benar berdasarkan keinginan klien tanpa dipengaruhi keinginan yang datang dari konselor. Strategi ini memungkinkan klien merasa terlibat dalam proses pemilihan metode keluarga berencananya (ownership). Strategi Konseling Berimbang menggunakan 3 alat bantu konseling (visual memory aids) yang terdiri dari: 1. Diagram Bantu Konseling SKB KB, berisi pertanyaan-pertanyan kunci, langkah-langkah, petunjuk dalam menjalankan proses konseling serta bagaimana proses menyimpan dan menyingkirkan kartu konseling. 2. Kartu Konseling SKB KB yang berisikan informasi dasar dan metode KB. 3. Brosur metode KB yang berisi infomasi lengkap untuk setiap metode. Klien dapat memilih metode yang paling sesuai dan memenuhi kebutuhannya saat ini. Untuk melanjutkan konseling dengan menggunakan metode ini, konselor harus bereaksi dan merespon terhadap jawaban-jawaban klien yang dimana konselor menggunakan diagram sebagai alat bantu. Diagram Bantu adalah alat untuk memandu konselor dalam menjalankan proses konseling. Diagram ini berisi langkah-langkah dan petunjuk dalam menjalankan proses konseling. Pada diagram akan didapati petunjuk-petunjuk seperti pertanyaan-pertanyaan penting dan bagaimana proses pemakaian (disimpan) dan proses tidak digunakan (disingkirkan) kartu konseling tersebut. Diagram yang terdiri dari petunjuk-petunjuk langkah yang tertulis di dalam box memiliki tiga warna berbeda, warna-warna ini menunjukkan tahapan dalam langkah Strategi Konseling Berimbang, dimana warna kuning menunjukkan tahap sebelum pemilihan, warna hijau menunjukkan tahap pemilihan dan warna biru menunjukkan tahap setelah pemilihan. Dalam penggunaan Diagram Bantu Konseling SKB KB, konselor juga akan menggunakan alat bantu lainnya yaitu Kartu Konseling SKB KB. Kartu Konseling adalah alat yang digunakan untuk memberikan informasi singkat kepada klien, dimana kartu konseling ini berisi gambaran umum informasi mengenai setiap metode kontrasepsi mengenai seberapa efektif metode tersebut dan gambar atau foto sederhana sehingga klien bisa melihat bentuk dari metode tersebut. Kartu Konseling tidak akan membuat klien kewalahan oleh informasi yang terlalu banyak.



56



Kartu Konseling SKB KB dan brosur metode KB ini telah di-edit untuk memasukkan norma dan pedoman keluarga berencana internasional terbaru seperti yang direkomendasikan oleh WHO, termasuk Family Planning: A Global Handbook for Provider (WHO/RHR dan JHU/CCP, info project 2007) dan Medical Eligibility Criteria (Kriteria Kelayakan Medik) WHO MEC Edisi 2, 2017. Strategi Konseling Berimbang ini digunakan oleh tenaga kesehatan yang tertarik untuk menerapkan konseling KB dengan menyederhanakan alat pengambilan keputusan dan respon klien yang sesuai dengan kebutuhan reproduksi klien. Terdapat 10 metode KB yang terdapat dalam brosur dan terwakili oleh kartu-kartu konseling. Kartu konseling ini membantu klien dan tenaga kesehatan untuk memfokuskan pada metode yang sesuai dengan kebutuhan klien. Setelah klien menentukan metode yang dipilihnya maka tenaga kesehatan akan memberikan brosur metode pilihannya untuk dibawa pulang. Jika jawaban menunjukkan bahwa suatu metode tidak sesuai untuk klien, konselor segera menyingkirkan kartu konseling untuk pilihan metode KB tersebut sambil menjelaskan mengapa pilihan tersebut disingkirkan. Misalnya, jika ibu mengatakan bahwa ia masih ingin menambah anak, konselor menyingkirkan kartu metode kontrasepsi mantap dan menjelaskan bahwa metode tersebut akan membuat ibu tidak dapat menambah anak lagi. Klien diminta untuk memilih di antara kartu yang kelihatannya sesuai dengan kebutuhannya berdasarkan jawaban-jawaban yang ia berikan. Setelah ia memilih, konselor mengambil brosur metode dan mengkajinya bersama klien. Brosur metode berisi informasi yang lebih rinci seperti efek samping, cara menggunakan metode dan kondisi medis yang jika dialami oleh ibu akan membuat ia tidak sesuai untuk metode ini. Klien dapat menerima atau menolak metode ini setelah ia mempelajari informasi mengenai metode tersebut. Proses ini berlanjut sampai klien memilih metode yang sesuai untuk dirinya dan ia menerima informasi rinci mengenai metode tersebut. Tujuan. Konseling merupakan aspek yang sangat penting dalam pelayanan KB dan kesehatan reproduksi. Konseling bertujuan membantu klien dalam memilih dan memutuskan jenis metode kontrasepsi yang akan digunakan sesuai dengan pilihannya. Konseling yang baik akan membantu klien dalam menggunakan kontrasepsi lebih lama dan meningkatkan keberhasilan KB.



57



Manfaat. Manfaat melakukan konseling dengan menggunakan Strategi Konseling Berimbang adalah: 1. Meningkatkan kepuasan klien terhadap metode yang dipilih, penggunaan kontrasepsi yang lebih baik dan berkelanjutan dengan tepat. 2. Tercapainya tujuan kesehatan reproduksi, seperti berhasil menjarangkan atau membatasi kehamilan (Huntington, Lettenmaier, and Obeng-Quaidoo 1990; Barge, Patel, and Khan 1995; Costello et al 2001; Sathar et al 2005. 3. Waktu dilakukannya konseling menjadi lebih efektif dan efisien. 1.2. Waktu dan Jarak Kehamilan yang Sehat Healthy Timing and Spacing of Pregnancy (HTSP) atau Waktu dan Jarak Kehamilan yang Sehat adalah intervensi untuk membantu wanita dan keluarga untuk menunda atau memberikan jarak pada kehamilan mereka agar mendapatkan hasil yang paling sehat bagi wanita, bayi baru lahir, bayi, dan anak-anak, dalam konteks pilihan yang bebas setelah mendapatkan informasi yang cukup, dengan mempertimbangkan kesuburan dan jumlah anak yang diinginkan. Beberapa tahun terakhir USAID telah mendanai serangkaian penelitian tentang penjarakkan kehamilan dan hasilnya terhadap kesehatan. Tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk melakukan penelian dari data dan bukti yang didapatkan, efek dari menjarakkan kehamilan pada kesehatan ibu, bayi baru lahir dan anak. Pada bulan Juni 2005, WHO menyelenggarakan panel yang terdiri dari 30 ahli untuk melakukan tinjauan pada enam penelitian USAID. Berdasarkan tinjauan para ahli, dihasilkan dua rekomendasi untuk WHO: 1. Setelah persalinan, ibu harus memberikan jarak paling tidak 24 bulan atau 2 tahun untuk kehamilan berikutnya, untuk menghindari risiko kesehatan yang buruk bagi ibu dan bayinya. 2. Setelah keguguran, ibu harus memberikan jarak paling tidak enam bulan untuk kehamilan berikutnya, untuk menghindari risiko kesehatan yang buruk bagi ibu dan bayinya. Studi kualitatif yang dilakukan oleh USAID di Pakistan, India, Bolivia, dan Peru menunjukkan bahwa wanita dan pasangannya tertarik untuk mengetahui kapan waktu yang paling sehat untuk hamil dan kapan waktu yang sehat untuk melahirkan. Oleh karena itu, waktu dan jarak kehamilan yang sehat berbeda dari pendekatan jarak kelahiran sebelumnya yang merujuk pada interval setelah kelahiran hidup dan kapan melahirkan. Waktu dan jarak kehamilan yang sehat juga memberikan panduan tentang usia paling sehat untuk kehamilan pertama. Dengan demikian, waktu dan jarak kehamilan yang sehat mencakup konsep siklus reproduksi yang lebih luas mulai dari usia paling sehat untuk kehamilan pertama pada remaja, untuk jarak kehamilan berikutnya setelah kelahiran hidup, stillbirth, keguguran–mampu mencakup semua interval terkait kehamilan dalam kehidupan reproduksi wanita. Dasar Pemikiran Waktu dan Jarak Kehamilan yang Sehat Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kehamilan dengan jarak yang dekat, berkontribusi terhadap kesehatan ibu dan perinatal yang buruk. Seperti ditunjukkan pada tabel di bawah ini, risikonya sangat tinggi bagi wanita yang hamil segera setelah kehamilan atau keguguran sebelumnya.



58



Tabel Risiko Kesehatan pada Jarak Kehamilan yang Sangat Pendek, Dibandingkan dengan Jarak Kehamilan pada Kelompok Referensi atau Kelompok Kontrol yang Digunakan dalam Penelitian. PENINGKATAN RISIKO PADA JARAK KEHAMILAN ENAM BULAN SETELAH PERSALINAN TERAKHIR Komplikasi Kesehatan Peningkatan Risiko Induced Abortion 650 % Keguguran 230 % Kematian Bayi Baru Lahir (< 9 Bulan) 170 % Kematian Maternal 150 % Prematuritas 70 % Stillborn 60 % BBLR 60 % PENINGKATAN RISIKO PADA JARAK KEHAMILAN KURANG DARI ENAM BULAN SETELAH KEGUGURAN Peningkatan Risiko Pada jarak kehamilan Peningkatan Risiko pada jarak 1-2 bulan kehamilan 3-5 bulan BBLR 170 % 140 % Anemia Kehamilan 160 % 120% Prematuritas 80 % 40 % Sumber: Conde-Agudelo, et al, 2000, 2005, 2006; Da Vanzo, et al, 2004, Razzaque, et al, 2005; Rutstein, 2005



Jarak kehamilan yang terlalu panjang (> 5 tahun) juga berkontribusi dengan risiko komplikasi bagi ibu dan bayi. Dengan demikian, melalui promosi waktu dan jarak kehamilan yang sehat, ada potensi untuk secara signifikan mengurangi risiko bagi ibu dan anak. Waktu dan jarak kehamilan yang sehat merupakan aspek KB yang terkait dengan kesuburan dan membantu wanita dan keluarga membuat keputusan tentang jarak kehamilan dan waktu untuk mendapatkan kehamilan yang sehat. Keluarga Berencana telah membuat kemajuan besar dalam membantu wanita menghindari kehamilan yang tidak diinginkan. Namun sampai saat ini, fokus KB sebagian besar adalah pada penurunan kesuburan, bukan kesuburan yang sehat. Temuan dari panel teknis WHO mendukung peran KB dalam mencapai kesuburan sehat dan hasil kehamilan yang sehat. Waktu dan jarak kehamilan yang sehat adalah “entry point” yang efektif untuk memperkuat dan merevitalisasi KB dalam kondisi yang sensitif karena berfokus pada ibu atau anak dan dapat meningkatkan hasil kesehatan bagi ibu dan bayi. Waktu dan jarak kehamilan yang sehat memberi kesempatan untuk menyoroti KB sebagai intervensi preventif dengan menggunakan kerangka pemikiran ibu sehat, bayi sehat, keluarga sehat dan masyarakat sehat. Waktu dan jarak kehamilan yang sehat mempunyai 3 outcome: 1. Memberikan jarak kehamilan > 24 bulan setelah persalinan sebelumnya. 2. Memberikan jarak kehamilan > 6 bulan setelah keguguran. 3. Waktu yang sehat untuk kehamilan pertama pada remaja, menunda sampai usia 20 tahun, agar ibu dan bayi sehat.



59



Dalam menentukan metode kontrasepsi yang akan digunakan oleh klien, perlu dilakukan penapisan klien. Penapisan klien bertujuan untuk menentukan apakah terdapat keadaan yang membutuhkan perhatian khusus atau kondisi/masalah/ penyakit lain yang membutuhkan pengamatan dan pengelolaan lebih lanjut, misal post-partum, kebiasaan merokok, diabetes melitus, hipertensi, HIV, dll. 2.1. Pengertian Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 97 Tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil, Masa Hamil, Persalinan, dan Masa Sesudah Melahirkan, Penyelenggaraan Pelayanan Kontrasepsi, serta Pelayanan Kesehatan Seksual mengamanatkan bahwa penyelenggaraan pelayanan kontrasepsi dilakukan dengan cara yang dapat dipertanggungjawabkan dari segi agama, norma budaya, etika, dan kesehatan. Dalam kaitan ini, pilihan metode kontrasepsi yang dilakukan oleh pasangan suami istri harus mempertimbangkan usia, paritas, jumlah anak, kondisi kesehatan, dan norma agama. Oleh karena itu konselor kesehatan perlu mengetahui kondisi medis dan karakteristik khusus sebelum klien menggunakan kontrasepsi. Hal ini dikarenakan pada klien dengan kondisi medis atau karakteristik khusus, terdapat metode kontrasepsi yang mungkin dapat memperburuk kondisi medis atau membuat risiko kesehatan tambahan. Di sisi lain terdapat juga kondisi medis atau karakteristik klien yang dapat mempengaruhi efektifitas metode kontrasepsi. Dalam melakukan penapisan kelayakan medis sebelum penggunaan kontrasepsi, konselor kesehatan dapat menggunakan alat bantu berupa Diagram Lingkaran Kriteria Kelayakan Medis Dalam Penggunaan Kontrasepsi Menurut WHO MEC Edisi 2, 2017 Kriteria Kelayakan Medis Penggunaan Kontrasepsi (Medical Eligibility Criteria for Contraceptive Use) pertama kali diterbitkan oleh WHO pada tahun 1996 (edisi kelima diterbitkan pada tahun 2015). Kriteria ini berisi kumpulan hasil review oleh tim mitra beserta WHO terhadap kajian-kajian klinis dan epidemiologis terkini terkait pelayanan kontrasepsi. Hasil review tersebut kemudian menjadi panduan dan rekomendasi terhadap tingkat keamanan metode kontrasepsi dalam konteks pelayanan kepada klien dengan kondisi medis dan karakteristik khusus. Ringkasan rekomendasi-rekomendasi tersebut dituangkan dalam suatu alat bantu Medical Eligibility Criteria for Contraceptive Use (MEC) Wheel yang telah diadaptasi di Indonesia dalam bentuk Diagram Lingkaran dan Aplikasi Kriteria Kelayakan Medis Dalam Penggunaan Kontrasepsi WHO MEC edisi 2, 2017.



60



2.2. Tujuan Tujuan penapisan kelayakan medis dalam penggunaan kontrasepsi dengan menggunakan Diagram Lingkaran Kriteria Kelayakan Medis Dalam Penggunaan Kontrasepsi Menurut WHO MEC Edisi 2, 2017 adalah: 1. Meningkatkan pemahaman konselor kesehatan pemberi pelayanan kontrasepsi akan kondisi medis dan karakteristik khusus yang perlu diperhatikan sebelum memberikan pelayanan kontrasepsi. 2. Meningkatkan kualitas pelayanan kontrasepsi yang dapat memenuhi kebutuhan klien sesuai kondisi medis dan karakteristik khusus yang dimiliki. 3. Meningkatkan angka dan tingkat keberlangsungan penggunaan kontrasepsi. 4. Memberikan kontribusi dalam penurunan risiko kematian ibu dan anak. 2.3. Ruang Lingkup Diagram Lingkaran Kriteria Kelayakan Medis Dalam Penggunaan Kontrasepsi Menurut WHO berisi kriteria persyaratan medis untuk memulai penggunaan metode kontrasepsi tertentu. Alat bantu ini memberikan informasi dan rekomendasi kepada konselor kesehatan mengenai metode kontrasepsi yang aman digunakan untuk klien dengan kondisi medis atau karakteristik khusus. Diagram lingkaran yang telah diadaptasi untuk Indonesia mencakup rekomendasi-rekomendasi untuk memulai penggunaan 11 (sebelas) alat/obat kontrasepsi, meliputi: 1. Pil kombinasi atau kontrasepsi oral kombinasi dosis rendah (kandungan ≤35 μg etinil estradiol) (KOK). 2. Koyo (patch) kontrasepsi kombinasi (P). 3. Cincin vagina kontrasepsi kombinasi (CVK). 4. Kontrasepsi injeksi kombinasi (KIK). 5. Pil progestogen (PP). 6. Injeksi progestogen: depo medroxyprogesterone acetate intramuskular atau subkutan (DMPA IM, SC), atau norethisterone enantate intramuskular (NET-EN). 7. Implan progestogen, LNG/ETG (levonorgestrel atau etonogestrel) (implan LNG/ETG). 8. Alat Kontrasepsi Dalam Rahim-LNG (AKDR-LNG). 9. Alat Kontrasepsi Dalam Rahim-Copper (AKDR-Cu). 10. Sterilisasi pada perempuan (Tubektomi). 11. Sterilisasi pada laki-laki (Vasektomi). 2.4. Langkah-Langkah Setelah mendapatkan informasi tentang kondisi dan masalah kesehatan klien pada saat tahap pra-pemilihan Diagram Bantu Konseling SKB KB, maka dilakukan penapisan kelayakan medis dalam penggunaan kontrasepsi dengan menggunakan Diagram Lingkaran Kriteria Kelayakan Medis Dalam Penggunaan Kontrasepsi Menurut WHO MEC Edisi 2, 2017 adalah sebagai berikut:



61



1. Tanyakan kondisi dan masalah kesehatan klien dengan menggali riwayat penyakit sekarang dan riwayat penyakit dahulu. 2. Cocokkanlah kondisi-kondisi medis atau karakteristik khusus yang dimiliki klien (ditunjukkan pada diagram lingkaran sisi luar) dengan metodemetode kontrasepsi (ditunjukkan pada diagram lingkaran sisi dalam).



Kondisi-kondisi medis atau karakteristik khusus yang dimiliki klien (diagram lingkaran sisi luar).



Metode-metode kontrasepsi (diagram lingkaran sisi dalam).



62



3. Lihatlah rekomendasi penggunaan metode-metode kontrasepsi yang ditunjukkan dengan nomor atau huruf. Nomor atau huruf ini merupakan kategori yang menunjukkan apakah klien dapat mulai menggunakan suatu metode kontrasepsi.



4. Selain terdapat pada diagram lingkaran sisi luar, beberapa kondisi medis atau karakteristik khusus tertentu juga dapat dilihat pada diagram lingkaran sisi belakang.



Seluruh kondisi medis atau karakteristik khusus yang terdapat pada diagram lingkaran sisi belakang memiliki Kategori 1 dan 2, artinya setiap metode kontrasepsi non-sterilisasi dapat digunakan.



63



5. Lihatlah deskripsi nomor dan huruf untuk rekomendasi penggunaan kontrasepsi. Kategori ini dibedakan untuk metode kontrasepsi nonsterilisasi (No. 1-9) dan metode kontrasepsi sterilisasi (No. 10-11). a. Metode Kontrasepsi Non-Sterilisasi.



Kategori



Deskripsi



1



Dapat digunakan. Keuntungan melebihi risiko.



2



Ketika Penilaian Klinis Tersedia Gunakan metode ini dalam kondisi apapun. Secara umum gunakan metode ini.



3



Risiko secara umum melebihi keuntungan.



Penggunaan metode ini biasanya tidak direkomendasikan, kecuali metode lain tidak tersedia/ tidak dapat diterima.



4



Risiko kesehatan dapat diterima.



Metode tidak boleh digunakan.



tidak



Ketika Penilaian Klinis Terbatas Gunakan metode ini. Jangan gunakan metode ini.



Kategori 1 dan 4 merupakan rekomendasi-rekomendasi yang jelas. Untuk Kategori 2 dan 3, penilaian klinis dibutuhkan dan tindak lanjut yang hati-hati mungkin dibutuhkan. Jika penilaian klinik terbatas, maka Kategori 1 dan 2 artinya metode dapat digunakan, sementara Kategori 3 dan 4 artinya metode tidak dapat digunakan.



64



b. Metode Kontrasepsi Sterilisasi



Kategori A



Accept (Dapat Diterima).



C



Caution (Hati-Hati).



D



Delay (Tunda).



S



Special (Khusus).



Deskripsi Tidak ada alasan medis untuk menolak sterilisasi pada kondisi ini. Prosedur biasanya dapat dilakukan pada keadaan normal namun perlu persiapan ekstra dan hati-hati. Prosedur ditunda sampai kondisi dievaluasi dan/atau dikoreksi. Metode kontrasepsi alternatif sementara harus disediakan. Prosedur harus dilakukan oleh operator dan staf yang berpengalaman dan peralatan harus tersedia untuk anestesi umum, dan dukungan medis lainnya. Pada kondisi ini harus dipikirkan prosedur dan regimen anestesi yang tepat. Metode kontrasepsi alternatif sementara harus disediakan jika rujukan dibutuhkan atau jika terdapat penundaan.



6. Jika nomor atau huruf diikuti kode tertentu (misal 3A, Cb), lihatlah keterangan kode tersebut pada diagram lingkaran sisi belakang.



65



Sebagai contoh, pada klien dengan HIV stadium 3 atau 4, AKDR-Cu memiliki kategori 3A. Pada diagram lingkaran sisi belakang, keterangan kode “A” bermakna “Jika kondisi timbul saat menggunakan metode kontrasepsi ini, kontrasepsi tersebut dapat dilanjutkan selama pengobatan”. Hal ini berarti: - Klien dengan HIV stadium 3 atau 4 tidak direkomendasikan untuk memulai penggunaan AKDR-Cu. - Namun jika HIV stadium 3 atau 4 baru timbul pada saat klien sedang menggunakan AKDR-Cu, maka AKDR-Cu tetap dapat dilanjutkan sesuai jangka waktu pemakaian, dengan syarat klien mendapat pengobatan HIV sesuai standar. 7. Jika diperlukan, buatlah tabel bantu untuk mempermudah penapisan kelayakan medis. Pada kolom “Kondisi”, isilah dengan kondisi medis atau karakteristik khusus yang dimiliki klien. Pada kolom “Metode”, isilah dengan nomor atau kode rekomendasi yang tertera pada diagram lingkaran. Contoh tabel yang telah diisi adalah sebagai berikut Kondisi Hipertensi ≥ 160 mmHg DM Post partum 48 jam s/d < 4 minggu



KOK/ Koyo/ CVK 4 2Q 4D,F



2



DMPA/ NETEN 3



Implan, LNG/ ETG 2



2 2



2Q 3



2 2



KIK



PP



4 2Q 4D,F



AKDRCu



AKDRLNG



Tubektomi



Vasektomi



1



1



S



-



1 3



2 3



Cc A/Da



C -



8. Berikanlah informasi kepada klien tentang hasil penapisan kelayakan medis sesuai kondisi medis dan karakteristik khusus yang dimiliki klien. Informasi yang diberikan meliputi: a. Metode Kontrasepsi yang Direkomendasikan Metode yang direkomendasikan adalah metode yang berada dalam Kategori 1 atau 2 (untuk metode non-sterilisasi), serta A atau C (untuk metode sterilisasi). Pada contoh di atas, untuk klien post-partum 48 jam s/d < 4 minggu dengan hipertensi >160 mmHg dan diabetes melitus, metode kontrasepsi yang direkomendasikan adalah: - Pil progestin saja, atau - Implan progesteron, LNG/ETG, atau - Vasektomi (untuk suami klien). b. Metode Kontrasepsi yang Tidak Direkomendasikan Metode yang tidak direkomendasikan adalah metode yang berada dalam Kategori 3 atau 4 (untuk metode non-sterilisasi), serta D atau S (untuk metode sterilisasi). Pada contoh di atas, untuk klien post-partum 48 jam s/d < 4 minggu dengan hipertensi >160 mmHg dan diabetes melitus, metode kontrasepsi yang tidak direkomendasikan adalah yang selain metode pada butir (a).



66



Berikanlah informasi bahwa metode yang tidak direkomendasikan ini mungkin dapat memperburuk kondisi medis atau membuat risiko kesehatan tambahan pada klien. Selain itu, kondisi medis atau karakteristik khusus yang dimiliki klien juga dapat mempengaruhi efektifitas metode kontrasepsi yang tidak direkomendasikan tersebut. 9. Bila klien setuju dengan hasil penapisan, lanjutkanlah dengan permintaan informed consent dan pemberian pelayanan kontrasepsi sesuai standar. 10. Bila klien tidak setuju dengan hasil penapisan, lakukanlah konseling ulang pada kunjungan berikutnya atau berikanlah kesempatan kepada klien untuk berdiskusi bersama pasangan. Sementara itu, anjurkan klien dan pasangan untuk menggunakan kontrasepsi metode barier/kondom. 11. Lakukanlah pencatatan hasil penapisan dan keputusan klien pada rekam medis dan Buku KIA. 2.5. Aplikasi Diagram Lingkaran Kriteria Kelayakan Medis Dalam Penggunaan Kontrasepsi WHO MEC Edisi 2 Tahun 2017 Aplikasi Diagram Lingkaran Kriteria Kelayakan Medis Dalam Pengunaan Kontrasepsi dapat diakses di seluruh perangkat teknologi, baik berbasis Android maupun iOS. 1. Cara Mengunduh Aplikasi di Android/IOS. a. Buka aplikasi Play Store (untuk Android) atau Appstore (untuk iOS). b. Pada kotak search, ketik MEC Wheel.



67



Pada layar akan muncul beberapa pilihan aplikasi. Pilihlah Indonesian WHO MEC-WHEEL, kemudian pilih install atau unduh.



2. Cara Penggunaan Aplikasi. a. Setelah aplikasi ter-install/unduh, sentuh icon Indonesian WHO MECWHEEL, kemudian akan muncul layar Home seperti berikut:



68



b. Sentuh layar perangkat untuk masuk ke Menu Utama seperti berikut:



c. Menu Utama terdiri dari: - Langkah-Langkah Konseling, yang berisi tentang panduan konseling SATU TUJU.



69



-



70



Macam-Macam Metode Kontrasepsi, halaman ini berisi tentang berbagai pilihan metode kontrasepsi. Apabila calon akseptor KB ingin mengetahui informasi setiap metode KB, dapat langsung menge-”klik” metode yang diinginkan, dan selanjutnya akan muncul penjelasan mengenai metode kontrasepsi tersebut.



-



Tingkat Efektifitas Metode Kontrasepsi, halaman ini berisi tentang tingkat efektifitas tiap metode kontrasepsi jika dipakai secara tepat dan konsisten serta dipakai secara biasa. Daftar efektifitas ini dapat digunakan untuk memudahkan pemilihan metode kontrasepsi bagi calon akseptor KB.



-



Prosedur Penapisan Klien, halaman ini memuat tentang prosedur pemeriksaan apa saja yang perlu dilakukan sebelum penggunaan kontrasepsi, misalnya sebelum pemasangan AKDR (pada tabel terdapat kode huruf A, B dan C), maka prosedur penapisan yang harus dikerjakan adalah yang diberi kode A yaitu pemeriksaan dalam, seleksi IRS/IMS.



71



-



72



Penapisan Klien Berdasarkan Kriteria Kelayakan Medis berisi tentang 21 kondisi-kondisi medis klien dalam bentuk pertanyaan, untuk memudahkan dalam anamnesis kondisi medis klien.



Diagram Lingkaran Kriteria Kelayakan Medik



-



-



Kontrasepsi Dalam Keadaan Khusus tediri dari kontrasepsi darurat, kontrasepsi persalinan, dan kontrasepsi pasca persalinan. Penapisan Kehamilan terdapat 6 pertanyaan untuk menentukan kemungkinan klien hamil atau tidak.



73



Tiga alat bantu kerja utama untuk melakukan konseling dengan menggunakan Strategi Konseling Berimbang, adalah: 3.1. Diagram Bantu Konseling SKB KB Diagram Bantu Konseling SKB KB adalah alat untuk memandu konselor dalam menjalankan proses konseling. Diagram ini berisi pertanyaanpertanyan kunci, langkah-langkah, petunjuk dalam menjalankan proses konseling serta bagaimana proses menyimpan dan menyingkirkan kartu konseling dilakukan. Diagram ini terdiri dari petunjuk-petunjuk langkah yang tertulis di dalam box yang memiliki tiga warna berbeda, warna-warna ini menunjukkan tahapan dalam langkah strategi konseling berimbang, dimana warna kuning menunjukkan tahap sebelum pemilihan, warna hijau menunjukkan tahap pemilihan dan warna biru menunjukkan tahap setelah pemilihan. Dan dilakukan secara berurutan sesuai dengan penomoran dalam diagram bantu konseling tersebut. Berikut tahapannya: 1. Tahap Sebelum Pemilihan. Selama tahap ini terdapat 7 langkah dan merupakan tahap penapisan sebelum klien mengambil keputusan atau tahap pemilihan, konselor menciptakan kondisi yang membantu klien memilih metode perencanaan KB. a. Konselor dengan hormat menyapa klien. Konselor menekankan bagi klien bahwa selama konsultasi, masalah kesehatan reproduksi lainnya akan ditangani tergantung pada kondisi individualnya. Konselor akan menanyakan mengenai penggunaan konterasepsi. b. Apabila klien hamil maka konselor akan melanjutkan ke prosedur pemeriksaan ANC dan menanyakan kepada klien apakah bersedia melanjutkan konseling KB. Jika klien tidak hamil, maka konselor akan menampilkan kartu daftar tilik untuk merasa cukup yakin ibu tidak sedang hamil. c. Konselor akan menanyakan mengenai keinginan untuk memiliki anak lagi di masa yang akan datang. d. Konselor memberikan informasi mengenai waktu dan jarak kehamilan yang sehat. e. Konselor menggunakan Diagram Lingkaran Kriteria Kelayakan Medis Dalam Penggunaan Kontrasesi (WHO MEC Edisi 2, 2017) sehingga dapat disesuaikan dengan kondisi dan masalah kesehatan klien. f. Sebagai klien menanggapi setiap pertanyaan, konselor menyingkirkan kartu dari metode yang tidak sesuai untuk klien. Menyingkirkan kartukartu ini membantu untuk menghindari pemberian informasi tentang metode yang tidak relevan dengan kebutuhan klien. Serta memastikan bahwa klien bersedia untuk melanjutkan konseling untuk memilih salah satu metode KB. g. Pada tahap ini warna kotak di dalam diagram bantu adalah Kuning.



74



2. Tahap Pemilihan. Selama tahap ini, konselor menawarkan informasi yang lebih luas tentang metode yang belum disingkirkan, termasuk keefektifannya. Ini membantu klien memilih metode yang sesuai dengan kebutuhan reproduksinya. Mengikuti langkah-langkah pada Diagram Bantu Konseling SKB KB, konselor terus mempersempit jumlah kartu konseling sampai suatu metode dipilih. Jika klien memiliki ketentuan dimana metode tidak disarankan (menggunakan brosur), konselor membantu klien untuk memilih metode lain. a. Konselor menjajarkan kartu berdasarkan urutan efektivitasnya. Ia membacakan informasi dari setiap kartu yang masih tertinggal: implan, AKDR, MAL dan pil progestin saja jika ibu masih ingin punya anak lagi. Masukkan sterilisasi (MOW/MOP) jika ibu menyatakan bahwa ia dan suaminya merasa jumlah anggota keluarga mereka sudah lengkap. Jika ibu tidak tertarik dengan metode pasca persalinan segera sebelum ia pulang, konselor membahas metode-metode tambahan yang dapat digunakan pada 6 minggu setelah melahirkan seperti suntik progestin saja. Konselor meminta klien untuk memilih salah satu kartu metode KB yang diinginkan. b. Memeriksa pilihan klien dengan mengunakan brosur, dengan menanyakan “metode ini tidak disaran kan jika…” bila tidak sesuai minta klien memilih metode lain. c. Pada tahap ini warna kotak di dalam diagram bantu adalah Hijau. 3. Tahap Setelah Pemilihan. Selama tahap ini, konselor menggunakan brosur untuk memberikan informasi lengkap kepada klien tentang metode yang telah dipilihnya. Memastikan bahwa klien telah mantap dengan pilihannya. Jika klien bersedia untuk diberikan pelayanan KB, maka konselor dapat segera memberikan pelayanan kepada klien dan mencatat hasil konseling dan pelayanan tersebut. Pada tahap ini warna kotak di dalam diagram bantu adalah Biru.



75



Berikut adalah Diagram Bantu Konseling KB Strategi Konseling Berimbang yang digunakan:



76



3.2. Kartu Konseling SKB KB Kartu Konseling SKB KB adalah alat yang digunakan untuk memberikan informasi singkat kepada klien, dimana kartu konseling ini berisi gambaran umum informasi utama mengenai setiap metode kontrasepsi. Informasi terdapat pada kedua sisi dari kartu konseling: 1. Pada sisi informasi yang ditujukan bagi klien berisi gambar yang diharapkan mampu memberikan stimulasi ide tentang hal-hal yang sedang dikonselingkan. 2. Pada sisi informasi yang ditujukan bagi konselor, terdapat poin-poin informasi utama yang harus disampaikan pada klien. 3. Informasi pada kartu konseling ini sebaiknya jangan ditambahkan atau dikurangi saat konseling dilakukan. 4. Informasi utama yang singkat ini nantinya akan diperkuat dengan informasi yang lebih detail pada brosur KB. Kartu konseling berisi tentang: 1. Informasi. Kartu-kartu ini digunakan pada tahap sebelum pemilihan dalam diagram. Contoh kartu ini, antara lain kartu waktu dan jarak kehamilan yang sehat 2. Metode KB. Kartu ini merupakan kartu berisi informasi mengenai metode KB, kartu inilah yang akan dipilih oleh klien dan berisi informasi tentang jenis-jenis metode kontrasepsi, seperti informasi tentang efektivitas, efek samping dan informasi umum lainnya secara singkat.



77



3.3. Brosur Metode KB Brosur metode KB ini berisi informasi rinci mengenai setiap metode, termasuk kriteria medis agar dapat menggunakan metode tersebut (eligiblility), bagaimana metode bekerja, efek samping yang biasa dirasakan, dan cara penggunaan metode. Brosur metode ini telah dimutakhirkan untuk mencerminkan Kriteria Persyaratan Medis dari WHO (World Health Organization Medical Eligiblility Criteria, WHO MEC Edisi 2, 2017) yang dirilis pada bulan Juli 2015. WHO telah memodifikasi kriteria ini untuk ibu yang memerlukan informasi mengenai keluarga berencana. Brosur ini dapat digunakan untuk semua ibu dengan tidak memandang pengalaman persalinan mereka sebelumnya. Brosur ini berperan sebagai alat bantu kerja untuk konselor kesehatan dalam memberikan informasi singkat yang menyeluruh dan tanpa bias. Klien dapat membaca sendiri informasi ini, tetapi kami menyarankan konselor kesehatan membacakannya terlebih dahulu untuk klien lalu mengkonfirmasi pemahaman klien dengan menanyakan pertanyaan terbuka. Contoh dari pertanyaan terbuka adalah “mohon paparkan beberapa efek samping dari metode ini”. 1. Persiapan Konseling. a. Memastikan klien tepat untuk menerima konseling. b. Mempersiapkan alat bantu konseling: - Mempersiapkan tempat konseling yang nyaman bagi klien. - Mempersiapkan kartu konseling. - Mempersiapkan brosur konseling. - Mempersiapkan kartu WHO MAC WHEEL. 2. Tahap Sebelum Pemilihan. a. Memastikan klien siap dan bersedia untuk konseling: - Menyapa klien dan memperkenalkan diri. - Menjaga privasi klien. - Menanyakan jumlah dan usia anak klien. b. Menanyakan tentang penggunaan salah satu metode kontrasepsi: - Menanyakan metode kontrasepsi yang digunakan (apabila klien menggunakan metode kontrasepsi, tanyakan apakah klien puas dengan metode yang sedang digunakan, atau berniat mengganti metode lain. Simpan kartu yang tidak disukai, minta klien untuk menjelaskan metode yang digunakan, dan tanyakan apakah klien bersedia menerima informasi tentang metode kontrasepsi yang lain. - Menentukan penggunaan kartu mendapat dukungan ber-KB dari suami yang didalamnya terdapat manfaat ber-KB (apabila klien tidak menggunakan metode kontrasepsi). c. Menanyakan kepada klien, apakah saat ini sedang hamil: - Melanjutkan untuk prosedur pemeriksaan ANC dan tanyakan apakah klien ingin melanjutkan konseling (apabila klien sedang hamil). - Menentukan penggunaan kartu daftar tilik untuk merasa cukup yakin ibu sedang tidak hamil (apabila klien sedang tidak hamil). d. Menanyakan kepada klien, apakah masih ingin memiliki anak lagi di masa yang akan datang:



78



-



Menentukan penggunaan kartu MOW MOP dan kartu lain yang belum disingkirkan (apabila klien tidak ingin memiliki anak lagi dan jelaskan mengapa). - Menentukan penggunaan kartu MOW MOP (apabila klien ingin memiliki anak lagi dan jelaskan mengapa). e. Menjelaskan mengenai waktu dan jarak yang sehat seorang wanita untuk hamil: Menjelaskan kartu waktu dan jarak kehamilan yang sehat. f. Menanyakan kepada klien, apakah sedang menyusui bayi yang kurang dari 6 bulan secara eksklusif: - Menentukan penggunaan kartu Pil Kombinasi, suntik 1 bulan dan suntik 3 bulan. - Menentukan penggunaan kartu MAL. g. Menanyakan kepada klien, apakah memiliki masalah kesehatan: Menentukan penggunaan Diagram Lingkaran Kriteria Kelayakan Medis Dalam Penggunaan Kontrasepsi (WHO MEC WHEEL 2017) untuk menapis metode yang tidak sesuai dengan kondisi dan masalah klien. h. Menanyakan kepada klien, apakah klien bersedia melanjutkan konseling dan memilih salah satu metode: Memastikan klien bersedia untuk melanjutkan konseling. 3. Tahap Pemilihan. a. Menyampaikan kepada klien mengenai kartu metode KB yang tersisa: - Menyusun kartu konseling berdasarkan yang paling efektif. - Menjelaskan satu per satu keterangan yang tertulis di belakang kartu pada klien. - Meminta klien (dan pasangan) untuk memilih salah satu kartu metode KB yang diminati. - Periksa pilihan klien dengan mengunakan brosur, dengan menanyakan “metode ini tidak disaran kan jika…” bila tidak sesuai minta klien memilih metode lain. 4. Tahap Setelah Pemilihan. a. Menjelaskan informasi tentang metode KB yang mejadi pilihan klien: - Menggunakan brosur untuk memberikan informasi yang lebih lengkap. - Menjelaskan efektivitas, cara penggunaan dan efek samping dari metode yang dipilih. b. Memastikan klien telah mantap dengan pilihannya dan memahami metode yang dipilihnya: - Meminta klien untuk mengulangi pehamanan tentang cara penggunaan dan efek samping. - Meminta klien untuk membaca semua isi brosur. c. Menanyakan klien untuk kesediaannya diberikan pelayanan konterasepsi sesuai dengan pilihannya: - Memberikan pelayanan dan catat hasil pelayanan dalam buku KIA/register/pencatatan dan pelaporan serta jadwalkan kunjungan ulang. - Apabila klien tidak bersedia, maka catat hasil konseling dalam buku KIA/register pelayanan dan jadwalkan kunjungan ulang.



79



80



PENGGUNAAN ALAT BANTU DAN APLIKASI DIGITAL A. TUJUAN PEMBELAJARAN Materi Inti 3 “Penggunaan Alat Bantu dan Aplikasi Digital” akan membahas mengenai penggunaan beberapa alat bantu konseling yang dimiliki oleh tenaga kesehatan yang berbentuk digital. Dalam materi inti ini juga akan diberikan materi terkait pemeliharaan alat bantu digital agar dapat berfungsi dengan baik dan optimal. Aplikasi SKB adalah aplikasi offline yang digunakan oleh tenaga kesehatan dengan menggunakan gadget atau perangkat Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang dimilikinya. Aplikasi ini akan membantu tenaga kesehatan untuk melakukan konseling kepada klien, menyampaikan manfaat Keluarga Berencana (KB) dan berbagai macam informasi terkait metode kontrasepsi dalam berbagai kesempatan konseling di klinik. Melalui aplikasi yang dimasukkan (install) ke dalam alat bantu digital, tenaga kesehatan dapat memainkan video penunjang, mengakses informasi akurat tentang cara kerja sebuah metode kontrasepsi, serta meningkatkan kapasitas diri melalui akses terhadap berbagai macam publikasi. Aplikasi SKATA adalah sebuah aplikasi publik yang dapat diakses secara gratis melalui App Store, Play Store, maupun website, dan juga sosial media, seperti Facebook, Twitter, Instagram dan YouTube. Aplikasi ini berisikan seluruh informasi terkini terkait perencanaan keluarga, kontrasepsi, dan kesehatan reproduksi. Aplikasi ini menyediakan informasi yang akurat dan praktis sekaligus menghubungkan PUS dengan layanan kesehatan yang ada di sekitarnya melalui sebuah fitur yang diberi nama Cari Bidan. Aplikasi ini bersifat online dan di-update/diperharui secara reguler setiap harinya sebagai alat bantu KIE digital. Bagian akhir dari Materi Inti 3 juga memberikan pembekalan mengenai tata cara pemeliharaan alat bantu digital termasuk pemeliharaan keamanannya. B. TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Tujuan Pembelajaran Umum: Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu menggunakan alat bantu dan aplikasi digital untuk konseling KB menggunakan Strategi Konseling Berimbang KB (SKB KB). 2. Tujuan Pembelajaran Khusus: Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu: a. Menjelaskan pemeliharaan standar untuk perangkat alat bantu digital yang dimiliki. b. Menggunakan aplikasi Strategi Konseling Berimbang untuk konseling KB. c. Melakukan pemasangan (installing) aplikasi secara mandiri. C. POKOK BAHASAN 1. Pemeliharaan Standar untuk Alat Bantu Digital yang Dimiliki. 1.1 Panduan Keamanan. 1.2 Panduan Pemeliharaan Baterai. 1.3 Tips Perawatan Alat Bantu Digital. 1.4 Hal yang Sering Ditanyakan (Frequently Asked Questions).



81



2. Aplikasi Strategi Konseling Berimbang untuk Konseling KB. 2.1 Manfaat Aplikasi. 2.2 Tata Cara Install Aplikasi. 2.3 Tata Cara Penggunaan Aplikasi dan Penjelasan Menu Di Dalam Aplikasi. 3. Aplikasi SKATA Sebagai Rujukan Informasi Perencanaan Keluarga. 3.1 Manfaat Aplikasi SKATA. 3.2 Tata Cara Install Aplikasi SKATA. D. BAHAN BELAJAR 1. Modul. 2. Bahan Tayang. 3. Komputer/Laptop. 4. LCD. 5. Flipchart. 6. White Board. 7. Sticky Notes. 8. ATK. 9. Tablet. 10. Aplikasi Digital. 11. Skenario Bermain Peran (Role Play Scenario). 12. Panduan Praktik. E. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN Langkah-langkah kegiatan pembelajaran ini menguraikan tentang kegiatan fasilitator dan peserta dalam proses pembelajaran selama sesi ini berlangsung teori (2 JPL x 45 menit = 90 menit), praktik di kelas (4 JPL x 45 menit = 180 menit), adalah sebagai berikut: Langkah 1. Pengkondisian (10 menit). 1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila belum pernah menyampaikan sesi di kelas, mulailah dengan perkenalan. Perkenalkan diri dengan menyebutkan nama lengkap, instansi tempat bekerja dan materi yang akan disampaikan. 2. Menciptakan suasana nyaman dan mendorong kesiapan peserta untuk menerima materi dengan menyepakati proses pembelajaran. 3. Dilanjutkan dengan penyampaian judul materi, deskripsi singkat, tujuan pembelajaran serta ruang lingkup pokok bahasan yang akan dibahas pada sesi ini dengan menggunakan bahan tayang. Langkah 2. Penyampaian Pokok Bahasan 1 (20 menit). 1. Kegiatan Fasilitator. a. Menggali pendapat pembelajar (apersepsi) tentang pemeliharaan standar untuk perangkat alat bantu digital yang dimiliki.



82



b. Penyampaian dan pembahasan Pokok Bahasan 1 yaitu Pemeliharaan Standar Untuk Perangkat Alat Bantu Digital yang dimiliki: - Sub-Pokok Bahasan 1.1. Panduan Keamanan. - Sub-Pokok Bahasan 1.2. Panduan Pemeliharaan Baterai. - Sub-Pokok Bahasan 1.3. Tips Perawatan Alat Bantu Digital. - Sub-Pokok Bahasan 1.4. Hal yang Sering Ditanyakan (Frequently Asked Questions). 2. Kegiatan Peserta. a. Memberikan pendapat dari pertanyaan fasilitator. b. Mendengar, mencatat hal-hal yang penting dalam materi. c. Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator bila masih ada yang belum dipahami. Langkah 3. Penyampaian Pokok Bahasan 2 (30 menit). 1. Kegiatan Fasilitator. a. Menggali pendapat pembelajar (apersepsi) tentang Aplikasi Strategi Konseling Berimbang Untuk Konseling KB. b. Penyampaian dan pembahasan Pokok Bahasan 2 yaitu Aplikasi Strategi Konseling Berimbang Untuk Konseling KB. - Sub-Pokok Bahasan 2.1. Manfaat Aplikasi. - Sub-Pokok Bahasan 2.2. Tata Cara Install Aplikasi. - Sub-Pokok Bahasan 2.3. Tata Cara Penggunaan Aplikasi dan Penjelasan Menu Dalam Aplikasi. c. Melakukan praktik tata cara install aplikasi. 2. Kegiatan Peserta. a. Memberikan pendapat dari pertanyaan fasilitator. b. Mendengar, mencatat hal-hal yang penting dalam materi. c. Mempraktikkan tata cara download dan install aplikasi. d. Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator bila masih ada yang belum dipahami. Langkah 4. Penyampaian Pokok Bahasan 3 (20 menit). 1. Kegiatan Fasilitator. a. Menggali pendapat pembelajar (apersepsi) tentang pemasangan (installing) aplikasi secara mandiri. b. Penyampaian dan pembahasan Pokok Bahasan 3 yaitu Pemasangan (installing) Aplikasi Secara Mandiri. - Sub-Pokok Bahasan 3.1. Pemasangan (Installing) Aplikasi Secara Mandiri. - Sub-Pokok Bahasan 3.2. Langkah-Langkah Aplikasi SKATA Sebagai Rujukan Informasi Perencanaan Keluarga. 2. Kegiatan Peserta. a. Memberikan pendapat dari pertanyaan fasilitator. b. Mendengar, mencatat hal-hal yang penting dalam materi. c. Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator bila masih ada yang belum dipahami.



83



Langkah 5. Praktik Kelas Pokok Bahasan 2 dan 3 (60 menit). 1. Kegiatan Fasililitator a. Memberikan contoh tata cara download dan install Aplikasi SKB KB menggunakan smartphone, komputer ataupun tablet. b. Memberikan contoh tata cara penggunaan aplikasi dan penjelasan menu di dalam aplikasi, penggunaan tiap fitur di dalam aplikasi dengan menggunakan smartphone, komputer atau tablet masing-masing peserta latih. c. Mendampingi peserta latih saat mengikuti instruksi pelatih. d. Melakukan penilaian individu. 2. Kegiatan Peserta. a. Mengikuti instruksi pelatih. b. Melakukan pembahasan mengenai tata cara download dan install aplikasi SKB KB. Langkah 6. Praktik Kelas (Role Play) Pokok Bahasan 2 (120 menit). 1. Kegiatan Fasilitator. a. Membagi peserta dalam 4-5 kelompok. b. Memberikan skenario role play Pokok Bahasan Aplikasi Strategi Konseling Berimbang untuk konseling KB kepada tiap kelompok. c. Mendampingi kelompok melakukan role play-nya. d. Meminta perwakilan 1-2 kelompok untuk memperagakan role play di depan kelas. e. Meminta peserta lainnya mengomentari role play yang baru saja mereka lakukan. f. Melakukan penilaian individu. 2. Kegiatan Peserta. a. Mengikuti instruksi pelatih dan skenario yang diberikan. b. Bermain role play sesuai dengan skenarionya. c. Memberikan review terhadap role play yang baru dilakukan. Langkah 7. Rangkuman dan Evaluasi Hasil Belajar (10 menit). 1. Mengadakan evaluasi dengan melemparkan 3 pertanyaan sesuai topik pokok bahasan secara acak kepada peserta. 2. Memperjelas jawaban peserta terhadap masing-masing pertanyaan yang telah diajukan sebelumnya. 3. Bersama peserta merangkum poin-poin penting dari hasil proses pembelajaran. 4. Membuat kesimpulan dapat dilakukan sendiri oleh fasilitator atau membuat kesimpulan dengan mengajak peserta secara bersama-sama. 5. Fasilitator menutup sesi ini, dengan memberikan apresiasi kepada seluruh peserta. F. URAIAN MATERI (Diuraikan secara detail pada Pokok Bahasan 1 sampai dengan 3 di halaman berikutnya).



84



1.1. Panduan Keamanan Hati-hati dalam menggunakan smartphone atau alat bantu digital. 1. Tempatkan perangkat ini di permukaan yang rata dan aman. 2. Hindari alat bantu digital dan perangkat lainnya seperti alat pengisi baterai. dari air, benda tajam, dan benda yang berat. 3. Jauhkan alat bantu digital dan perangkat lainnya dari jangkauan anak kecil. 4. Jangan mencoba untuk membongkar pasang alat bantu digital. 5. Gunakan SIM card dengan ukuran yang tepat.



Ada berbagai macam ukuran SIM card yang beredar di pasaran. Cari tahu ukuran yang tepat untuk alat bantu digital yang dimiliki peserta. 1.2. Panduan Pemeliharaan Baterai Peserta (tenaga kesehatan) perlu diingatkan untuk mengisi baterai secara berkala. Periksalah kondisi baterai di layar. Jika gambar menunjukkan baterai yang hampir kosong, maka peserta perlu untuk mengisi baterai segera. 1. Tahap Pengisian Baterai. a. Pasanglah perangkat pengisi baterai kepada port micro-usb. b. Pasanglah perangkat pengisi baterai ke stop kontak. c. Jika tanda pengisian baterai sudah muncul berarti baterai smartphone sudah mulai mengisi. d. Cabutlah perangkat baterai dari alat bantu digital dan stop kontak setelah baterai terisi cukup. e. Peserta dapat melepas perangkat pengisian baterai kapanpun. f. Peserta tetap bisa menggunakan alat bantu digital ketika mengisi baterai, namun pengisian baterai akan berjalan lebih lambat.



85



2. Menjaga Baterai Lebih Awet. a. Matikan wifi, tethering, dan Bluetooth jika tidak digunakan. b. Kurangi tingkat keterangan layar. c. Atur posisi layar padam. d. Kurangi aplikasi. e. Kurangi bermain games online atau media sosial. 2.1. Tips Perawatan Alat Bantu Digital 1. Jangan melakukan over charging (dari malam sampai pagi) atau terlampau sering melakukan ini. Hal ini dapat merusak baterai dan perangkat. Jika indikator charging sudah terlihat penuh lepaskan charger. 2. Jangan melakukan charging sambil browsing atau bermain game. Hal ini dapat menyebabkan temperatur baterai naik (baterai panas). Hal ini akan cepat merusak baterai, bahkan bila panas semakin meningkat dapat membuat baterai mengembung. 3. Charging lebih optimal saat perangkat dalam keadaan mati, karena tidak ada baterai yang terpakai, sehingga baterai akan cepat penuh. 4. Jangan menggunakan power bank sebagai charger utama. Power bank hanya dalam keadaan darurat saat charger tidak ada. 5. Jangan biarkan perangkat over low bat (baterai merah), segera lakukan charging saat indikator baterai tersisa sekitar 20%. Jika tidak ada charger, lebih baik matikan perangkat untuk mencegah over low batt. 6. Hindari area layar sentuh dari tekanan terlebih terhadap benturan dan semua yang bisa mengakibatkan area layar sentuh tergores. 7. Jangan mengeluarkan SIM card dan SD card saat perangkat dalam keadaan hidup untuk mencegah kerusakan pada SIM card dan SD card dan juga perangkatnya. 8. Jangan dekatkan perangkat pada perangkat elektonik listrik untuk menghindari gelombang elektromagnet dari perangkat elektronik listrik tersebut yang dapat berpengaruh pada sinyal. 9. Jangan dekatkan perangkat dengan benda yang mengandung magnet. 10. Jangan letakkan perangkat di tempat yang lembab. 11. Jangan letakkan perangkat di tempat yang terkena terik matahari/panas. 12. Jangan meletakkan perangkat dengan posisi area layar sentuh berada di bawah/terbalik. 2.2. Hal yang Sering Ditanyakan (Frequently Asked Questions) Apa yang harus dilakukan, jika: 1. Smartphone tidak bisa di hidupkan? Coba untuk di-charge terlebih dahulu +/- 30 menit, setelah itu ulangi untuk dihidupkan. Hubungkan charger ke perangkat, lalu tekan tombol Reset, kemudian kembali tekan tombol On/Off pada PAD 785. Tombol Reset ada pada bagian belakang. Jika masih bermasalah, segera hubungi service center. 2. Layar sentuh error? Pastikan saat tes, layar sentuh tidak sedang sambil charging. Tekan tombol Reset, lalu coba untuk menghidupan kembali device, lalu tes kembali fungsi Touch Panel. Jika masih bermasalah, segera hubungi service center.



86



3. Tidak bisa baca SIM card? Pastikan ukuran dan posisi SIM card sesuai dan tidak terbalik posisinya. Pastikan tidak dalam posisi “Air Plane Mode: On” (ada gambar pesawat di area baterai/sinyal), jika ada, Off-kan “Airplane Mode”. Pastikan dalam memasang atau mengganti SIM card dalam kondisi tablet harus mati. Coba tes menggunakan SIM card lain. Lihat di menu “SIM Management”, “Swicth SIM Information” harus posisi hidup. Jika masih bermasalah, segera hubungi service center. 4. Tidak bisa baca SD card? Pastikan posisi SD card tidak terbalik. Coba tes menggunakan SD card lain. Jika masih bermasalah, segera hubungi service center. 5. Layar tidak bisa rotasi? Menu “Setting”, “Accessibiity” beri tanda check list “Auto Rotate” pada kotak yang kosong. Jika masih bermasalah, segera hubungi service center. 6. Tidak ada suara? Masuk menu “Setting”, “Audio Profile”, pastikan pada posisi “Umum”. Pastikan setting “Volume” sudah benar (setting tidak pada posisi “Silent/Meeting”). Jika masih bermasalah, segera hubungi service center. 7. Tidak bisa charging? Coba tes dulu charging +/- 30 menit. Coba tes menggunakan charger lain yang ukuran volt dan ampere-nya sesuai. Hubungkan charger ke device lalu tekat tombol reset. Jika masih bermasalah, segera hubungi service center. 8. Tidak ada sinyal? Tes dengan SIM card lain. Pastikan ukuran dan posisi SIM card sesuai dan tidak terbalik posisinya. Pastikan perangkat tidak dalam posisi “Air Plane Mode: On” (ada gambar pesawat di area baterai/sinyal), jika ada, Off-kan “Airplane Mode”. Pastikan dalam memasang atau mengganti SIM card dalam kondisi tablet harus mati. Coba tes menggunakan SIM card lain. Masuk menu “Setting”, “SIM Management”, pastikan setting pada “SIM Information” pada posisi “On”. Lihat di menu “SIM Management”, “Swicth SIM Information” harus posisi hidup. Jika masih bermasalah, segera hubungi service center. 9. Tidak bisa download aplikasi? Pastikan memori internal masih cukup ruang untuk download, jika ruang kurang maka tidak akan bisa download aplikasi. Jika memori internal tidak cukup, hapus aplikasi yang jarang digunakan atau tidak digunakan lagi. Intinya untuk download harus cukup ruang pada memori internal. Pastikan kuota internet juga cukup dan kartu masih dalam masa aktif. Pastikan GMail Customer sudah sinkron dengan tabletnya dan jika masih bermasalah, segera hubungi service center.



87



2.1. Manfaat Aplikasi Strategi Konseling Berimbang Materi ajar ini akan dibuka dengan pemahaman umum terhadap perkembangan teknologi seluler di Indonesia. Kemudian dilanjutkan dengan secara spesifik menghubungkan antara perkembangan umum teknologi seluler dan manfaat smartphone bagi peserta (tenaga kesehatan) termasuk manfaat aplikasi yang ada didalamnya untuk menunjang kinerja tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan. Sesi ini menggunakan pendekatan Technology Acceptance Model yang berusaha menitikberatkan pada manfaat yang akan diperoleh pengguna dari teknologi baru yang dimilikinya dan kemudahan dalam menguasainya. Kedua hal ini dipercaya akan meningkatkan kemungkinan seseorang mengadopsi intervensi teknologi baru. Pada bagian manfaat Aplikasi Strategi Konseling Berimbang untuk konseling KB akan disampaikan beberapa manfaatnya bagi peserta (tenaga kesehatan), yaitu: 1. Menggunakan Aplikasi Strategi Konseling Berimbang untuk konseling KB berarti bidan memiliki akses terhadap alat-alat penyuluhan audio dan video untuk melakukan tugasnya. Ini berarti bidan tidak hanya terbatas pada teks saja. Gambar dan video dipercaya memiliki tingkat pengaruh yang jauh lebih tinggi daripada penggunaan teks dalam konteks memberikan keyakinan dan pemahaman baru. Kekuatan video adalah pada emosi yang ditimbulkannya (rasa riang, hormat, sedih/haru, dll). 2. Dengan menggunakan aplikasi ini, seluruh dokumen dapat disimpan, diakses, dan kemudian digunakan untuk diperlihatkan secara mudah hanya dengan beberapa langkah sederhana. 3. Peserta (tenaga kesehatan) juga tidak harus membawa-bawa semua alat bantu yang dimilikinya dan bahkan dapat memperlihatkan testimoni seseorang dan menggunakan pendapat ahli tanpa harus menghadirkan ahli tersebut secara langsung. Pelatih dapat memulai sesi ini dengan sebuah diskusi ringan untuk menggali persepsi peserta (tenaga kesehatan). Pelatih dapat mengundang peserta untuk memberikan ide-ide lain dan kemudian merangkumkan seluruh ide yang ada. Beberapa hal yang perlu diantisipasi dalam sesi ini adalah jika ada partisipan yang merasa tidak nyaman dengan alat bantu kerja smartphone ini. Technology Acceptance Model menjelaskan bahwa semakin tinggi keyakinan seorang pengguna terhadap kemampuannya dalam menggunakan sebuah teknologi, semakin besar upayanya untuk mengadopsi teknnologi tersebut. Pelatih dapat merespon kekhawatiran ini dengan kembali mengajak peserta berdiskusi dan menggali apa saja kemungkinan terburuk yang mereka pikir akan terjadi dan menggali hal-hal yang dapat mereka lakukan untuk mengantisipasinya. Di akhir pembelajaran modul ini, pelatih juga dapat kembali lagi pada daftar kekhawatiran ini dan melihat sejauh mana kekhawatiran yang masih ada dan yang sudah terjawab.



88



2.2. Tata Cara Download Aplikasi Sebelum memulai instalasi aplikasi, peserta harus memiliki: 1. File aplikasi. 2. Folder dokumen bernama folder SKBKB, yang berisi data video, data kontrasepsi, data buku, dan data-data konten aplikasi lainnya. 3. Perangkat telepon genggam atau tablet android yang minimal masih memiliki ruang penyimpanan minimal sebesar 250 MB. 4. Kabel data atau kabel OTG. Jika file di atas Anda terima dalam bentuk CD atau sudah dipindahkan ke dalam komputer, maka Anda akan membutuhkan kabel data untuk menghubungkan komputer Anda dengan telepon genggam. Namun jika file di atas ada di dalam USB, Anda akan membutuhkan kabel OTG untuk menghubungkan antara USB dan perangkat teleport. Tahap Persiapan. 1. Pastikan fitur “Unknown Source” atau sumber yang tidak dikenal dicentang atau dihidupkan untuk memberikan ijin kepada aplikasi yang akan dimasukkan ke dalam perangkat telepon genggam/TIK peserta. 2. Peserta bisa menemukan fitur ini di bawah fitur “Keamanan”. Fitur “Keamanan” atau “Security” sendiri dapat ditemukan di dalam “Setting” atau “Setelan” atau “Pengaturan”.



3. Pastikan telepon genggam/alat bantu digital peserta diijinkan untuk membaca kabel OTG dengan cara menghidupkan fitur OTG (menggeser menjadi “On/Hidup”). Peserta bisa menemukan fitur OTG di bawah fitur “Setting” atau “Setelan” atau “Pengaturan”. Fitur ini hanya berlaku di beberapa merk telepon genggam.



89



Proses Instalasi. 1. Setelah peserta memastikan ini semua, peserta siap untuk memulai instalasi. Instalasi dari sumber komputer atau USB pada prinsipnya adalah sama. Peserta perlu menemukan dimana file .apk dari Aplikasi Strategi Konseling Berimbang untuk konseling KB dan Folder SKBKB tersimpan untuk kemudian melakukan copy paste/pindahkan ke telepon genggam peserta masing-masing. 2. Instalasi dari USB: a. Pasangkan USB ke kabel OTG dan hubungkan ujung satu lagi dengan telepon genggam/alat bantu digital yang digunakan.



90



b. Buka file di dalam USB dan copy folder SKBKB dari USB dan pindahkan ke “Internal Storage” di telepon genggam/TIK yang digunakan.



91



c. Setelah menyalin folder data SKBKB, lakukan hal yang sama dengan file .apk. Pindahkan file .apk ke folder Downloads.



d. Setelah selesai klik file .apk untuk meng-install aplikasi.



92



e. Tunggu dan lanjutkan hingga proses instalasi selesai.



f.



Klik “Allow/Ijinkan” untuk membuka aplikasi SKB-KB.



g. Selamat aplikasi sudah bisa digunakan.



93



3. Jika melakukan pemindahan file dari komputer: a. Hubungkan antara komputer dan telepon genggam dengan kabel data. b. Buka file di dalam komputer dan copy folder SKBKB dan pindahkan. ke “Internal Storage” atau “Memori Internal” di telepon genggam.



c. Setelah menyalin folder data SKBKB, lakukan hal yang sama dengan file .apk. Pindahkan file .apk ke folder Downloads.



94



d. Setelah selesai klik file .apk untuk meng-install aplikasi. e. Tunggu dan lanjutkan hingga proses instalasi selesai.



f. Klik “Allow/ijinkan” untuk membuka Aplikasi SKB-KB.



95



g. Selamat, aplikasi sudah bisa digunakan.



96



2.3. Tata Penggunaan Aplikasi dan Penjelasan Menu Di Dalam Aplikasi. 1. Sentuh ikon Aplikasi SKB-KB pada perangkat Anda untuk menjalankannya, beranda Aplikasi SKB-KB terlihat seperti gambar di bawah. Sentuh tombol “Mulai Konseling” untuk memulai sesi konseling.



2. Jawablah pertanyaan pertama yang muncul pada sesi konseling. Sentuh “Ya” atau “Tidak” untuk menjawab dan tekan tanda panah ke kanan untuk melanjutkan. Jika Jawaban klien “Ya” maka lanjutkan kelangkah Nomor 3. Apabila jawabannya “Tidak” maka akan dilanjutkan kelangkah Nomor 4.



97



3. Pertanyaan dilanjutkan dengan menampilkan seluruh metode kontrasepsi untuk menanyakan kontrasepsi yang sedang digunakan oleh klien pada sesi konseling ini. Kemudian sentuh tanda panah ke kanan untuk melanjutkan.



4. Pada langkah ini klien akan ditanyakan apakah saat ini bersama suami dan akan diarahkan untuk mendapatkan konseling mengenai dukungan dari suami dalam ber-KB.



98



5.



Pada langkah ini klien akan dijelaskan mengenai dukungan pasangan dalam menentukan metode yang sesuai untuknya.



99



6. Pada tahap ini, merupakan langkah lanjutan dari jawaban “Ya” yang dari langkah Nomor 3. Klien akan ditanyakan pengalaman akan tingkat kepuasan terhadap metode kontrasepsi yang sedang dia gunakan dan berniat untuk mengganti dengan metode lain. Jawab “Ya” atau “Tidak” dan sentuh tanda panah ke kanan untuk melanjutkan.



100



7. Pada langkah ini klien ditanyakan apakah sedang hamil atau tidak. Jika jawaban klien “Ya” bahwa dia lagi hamil maka klien akan lanjut ke prosedur pemeriksaan ANC dan proses dari konseling akan dihentikan. Jika jawabannya “Tidak” maka lanjut ke langkah berikutnya dengan menyentuh tanda panah ke kanan untuk melanjutkan.



101



8. Pada tahap ini ketika klien menjawab “Tidak” dari langkah sebelumnya, maka klien akan dievaluasi dengan kartu tilik untuk meyakinkan bahwa klien memang sedang dalam keadaan tidak hamil.



102



9. Pada langkah ini klien ditanyakan apakah ingin memiliki anak lagi.



10. Apabila dari langkah nomor 9 diatas klien menjawab “Ya” maka kartu MOW dan MOP akan disingkirkan dan jelaskan mengapa kartu tersebut disingkirkan. Sentuh tanda panah ke kanan untuk melanjutkan.



103



11. Apabila dari langkah nomor 9 di atas klien menjawab “Tidak” maka kartu MOW dan MOP akan disimpan dan jelaskan mengapa kartu tersebut disimpan. Sentuh tanda panah ke kanan untuk melanjutkan.



12. Pada langkah ini klien akan menjelaskan mengenai waktu dan jarak kehamilan yang sehat. Dan kartu Waktu dan Jarak Kehamilan yang Sehat akan diperlihatkan.



104



13. Setelah kartu Waktu dan Jarak Kehamilan Yang Sehat diperlihatkan maka sentuh tanda panah ke kanan untuk melanjutkan.



105



14. Pada langkah ini tanyakan kepada klien apakah sedang menyusui bayi yang berusia kurang dari 6 bulan secara ekslusif.



Jika jawaban yang diberikan adalah “Ya” maka ditanyakan apakah waktu menyusui kurang dari 6 minggu.



106



Jika memang menyusui kurang dari 6 minggu maka kartu Pil Kombinasi, Suntik 1 Bulan dan Suntik 3 Bulan disingkirkan dan jelaskan kenapa disingkirkan.



Jika bayi sudah menyusui lebih dari 6 minggu maka kartu Suntik 1 Bulan dan Pil Kombinasi disingkirkan dan jelaskan kenapa disingkirkan.



107



15. Apabila jawaban dari langkah 14 klien menjawab “Tidak” bahwa klien tidak sedang menyusui bayi yang berusia kurang dari 6 bulan maka singkirkan kartu MAL dan jelaskan kenapa disishkan.



108



16. Langkah ini akan menanyakan apakah klien memiliki masalah pada kesehatannya.



17. Jika memang klien memiliki masalah kesehatan, tanyakan pada klien penyakit apakah yang pernah atau sedang klien derita. Sentuhlah pada layar ketika klien menyebutkan penyakit-penyakit yang tertera pada aplikasi. Setelah semua penyakit yang diderita atau setidaknya yang diketahui oleh klien seluruhnya disebutkan maka sentuh tombol lanjut.



109



18. Pada langkah ini klien ditanyakan akan kesediannya untuk melanjutkan konseling dan memilih salah satu metode KB.



Jika jawabannya “Tidak” maka akan dilanjutkan dengan anjuran untuk berkonsultasi dengan keluarga. Jika klien tidak ingin berkonsultasi dengan keluarga maka konseling akan diakhiri. Dan apabila klien bersedia atau jawaban dari pertanyaan di atas dijawab “Ya” maka sesi konseling akan terus dilanjutkan.



110



19. Jika klien menjawab “Ya” dari langkah nomer 18 maka seluruh kartu hasil dari penapisan pertanyaan-pertanyaan yang telah diajukan akan ditampilkan. Jelaskan satu per satu metode KB dari kartu yang tersisa.



111



20. Setelah seluruh kartu yang tersisa dijelaskan maka mintalah klien untuk memilih salah satu kartu yang diminati, periksalah pilihan klien tersebut dengan menggunakan brosur, dengan menanyakan dan menjelaskan bahwa “metode ini tidak disarankan jika…”, dan bila tidak sesuai mintalah klien untuk memilih metode lainnya.



21. Jelaskan tentang efektifitas, cara penggunaan, efek samping yang mungkin timbul dan kemana klien harus berkonsultasi jika mendapatkan masalah. Pastikan klien telah mantap dan memahami dengan metode KB yang dipilih, mintalah klien untuk melihat dan membaca kembali isi brosur dan mendiskusikan dengan pasangan. Sentuh tanda panah ke kanan untuk melanjutkan. 22. Catat hasil konseling pada buku KIA dan buku regiater pelayan, dan proses konseling telah selesai. Akhiri dengan menyentuh tombol “Selesai”.



112



Aplikasi Strategi Konseling Berimbang untuk konseling KB dapat diakses di seluruh perangkat teknologi yang peserta miliki. Aplikasi ini telah dibuat responsif atau menyesuiakan secara otomatis terhadap semua ukuran layar, yaitu ukuran layar telepon genggam normal (4-6.5 inchi) dan ukuran tablet (di atas 7 inchi), serta ukuran desktop/laptop. Begitu terunduh di dalam alat bantu digital peserta, akan muncul simbol aplikasi sebagai berikut:



Ketika simbol/icon ini di-klik atau ditekan/diketuk secara halus akan muncul layar Home sebagai berikut:



113



SKATA adalah sumber informasi akurat untuk PUS yang dapat disampaikan oleh bidan. Dengan jumlah petugas lapangan yang secara proporsional tidak lagi seimbang dengan wilayah yang harus dijangkaunya, SKATA adalah salah satu alat yang dapat menjangkau mereka secara langsung dan membantu pekerjaan bidan. Jika sebelumnya bidan meninggalkan selembar flyer terkait informasi bermanfaat setelah selesai melakukan penyuluhan, kini bidan dapat menganjurkan alamat website dan ajakan untuk mengunduh aplikasinya jika PUS ingin mencari informasi lebih mendalam atau memiliki pertanyaan lanjutan yang tidak dapat didiskusikan pada saat itu juga. Saat ini sumber informasi tentang KB didapat masyarakat dari tenaga kesehatan, TV, dan teman/tetangga/keluarga. Namun sumber-sumber informasi di atas memiliki beberapa kelemahan, diantaranya adalah: 1. Tenaga kesehatan tidak selalu bertemu dengan PUS. PUS harus menyediakan waktu untuk menemui mereka, sehingga pertukaran informasi tidak selalu terjadi antara tenaga kesehatan dan PUS. 2. TV hanya menyampaikan iklan sehingga informasi yang akurat tidak tersampaikan dengan mendalam. 3. Teman/tetangga/keluarga dapat dengan mudah diakses namun belum tentu informasi yang diperoleh dari mereka adalah akurat. SKATA ingin mencapai tujuan berikut: 1. Perencanaan keluarga menjadi topik pembicaraan. Tidak lagi sosial media diisi dengan hanya mengenai makanan, restoran, selfie. 2. PUS dapat memperoleh informasi akurat tentang KB, bahkan dapat mencari lokasi bidan terdekat. 3.1 Manfaat Aplikasi SKATA Bagi peserta latih (tenaga kesehatan), SKATA adalah alat KIE baru (media promosi baru) yang dapat dianjurkan penggunaannya kepada PUS untuk mendapatkan informasi yang akurat dan praktis serta mendalam terkait keluarga berencana, kesehatan reproduksi, dan kontrasepsi. SKATA memudahkan tenaga kesehatan dalam melakukan rujukan untuk informasi yang akurat melalui telepon genggam yang dimiliki klien, karena SKATA memfasilitasi PUS untuk mendapatkan informasi-informasi yang bermanfaat terhadap dirinya dan keluarga secara mandiri ataupun dengan pasangannya dengan cara yang lebih praktis karena langsung dapat mereka akses di telepon genggam mereka sendiri.



114



Peserta (tenaga kesehatan) tidak perlu tergantung pada ketersediaan brosur dan flyer, melainkan memanfaatkan telepon genggam dan jaringan media sosial dari klien itu sendiri untuk bisa menghubungkan klien ke konten yang akurat dan praktis. Dengan menganjurkan ini, peserta juga secara tidak langsung akan memperluas jaringan pengguna SKATA ke pasangan dan keluarga serta teman dari klien. Sehingga harapannya akan lebih banyak klien yang datang ke tenaga kesehatan sudah dengan memiliki perencanaan keluarga bersama pasangan.



1.



2.



3.



4.



5. 6. 7.



Di dalam SKATA, terdapat tujuh (7) menu utama: Artikel: Membantu keluarga di Indonesia menemukan informasi yang bermanfaat seputar perencanaan keluarga, pengasuhan anak, kesehatan reproduksi, penjelasan metode kontrasepsi, dan komunikasi pasangan. Metode Kontrasepsi: Memberikan informasi yang akurat dan praktis tentang semua metode kontrasepsi yang ada di Indonesia, termasuk cara kerja, manfaat, efek samping, dan rumor serta fakta mengenainya. Cari Petugas Kesehatan: Menghubungkan pengguna SKATA dengan petugas kesehatan terdekat agar memudahkan seseorang dan pasangannya dalam berkonsultasi dengan tenaga kesehatan. Kuis Uji Pengetahuan: Menghadirkan sejumlah topik pertanyaan untuk dapat mengetes pengetahuan terkait kesehatan reproduksi dan perencanaan keluarga. Kuis juga dilengkapi dengan jawaban yang benar dan penjelasannya. Simulasi Perencanaan Keluarga: Membantu keluarga di Indonesia dalam memproyeksikan masa depan keluarga dan kebutuhan finansialnya. Kalender Menstruasi: Membantu pengguna SKATA dalam memonitor jadwal haidnya. Tahapan Kehidupan: Memberikan penjelasan terkait tahapan kehidupan dan pilihan yang dimiliki seseorang dan pasangannya terkait tahapannya tersebut.



115



3.2 Tata Cara Install Aplikasi SKATA SKATA dapat ditemukan di App Store untuk pengguna iOS dan di Play Store untuk pengguna Android. SKATA juga dapat dilihat melalui website, melalui www.skata.info. SKATA juga ada di media sosial, seperti Facebook (SKATAID), Twitter (@skata_id), di Instagram (@skata_id), dan Youtube (SKATA perencanaan keluarga). Cara mengunduh Aplikasi SKATA di Google Play Store: 1. Masuk ke Google Play Store dengan meng-klik icon Google Play Store.



2. Pada kotak “Search” di Google Play Store ketik kan “SKATA”.



116



3. Pilihlah SKATA seperti pada gambar berikut.



4. Pilih “Install” untuk lanjut pada proses instalasi SKATA.



117



5. Pilih “Accept/Terima” ketika muncul layar berikut.



6. Proses instalasi akan dimulai dan tunggu hingga proses selesai dengan sempurna.



118



7. Ketika proses instalasi selesai, pilihlah “OPEN/Buka” untuk membuka aplikasi SKATA untuk pertama kali.



8. Icon SKATA akan muncul di smartphone peserta seperti berikut.



119



120



BUILDING LEARNING COMMITMENT (MEMBANGUN KOMITMEN BELAJAR) A. DESKRIPSI SINGKAT Building Learning Commitment (BLC) adalah suatu proses pembelajaran yang bertujuan untuk mempersiapkan atau mengkondisikan peserta latih untuk mengikuti proses pembelajaran selanjutnya. Kegiatan ini dilakukan di awal pelatihan agar peserta latih secara individual, kelompok maupun menyeluruh dapat mengenal diri sendiri dan mengenal orang lain yang akhirnya dapat beradaptasi dengan mengubah diri ke arah yang positif. Proses pembelajaran BLC yang baik dapat membangun motivasi belajar baik fisik, intelektual maupun emosional, baik secara individual, kelompok maupun menyeluruh sehingga dapat meningkatkan produktivitas peserta latih. B. TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Tujuan Umum. Setelah mengikuti pelatihan ini peserta diharapkan mampu memahami konsep “Membangun Komitmen Belajar” dan mampu mengaplikasikan serta menimbulkan motivasi belajar selama proses belajar berlangsung. 2. Tujuan Pembelajaran Khusus. Setelah mengikuti pelatihan ini peserta mampu: a. Mengenali norma-norma belajar, baik secara individu maupun secara kelompok serta mampu menegakkan norma-norma tersebut. b. Mau dan mampu melakukan perubahan diri untuk mengikuti proses pembelajaran. c. Mau dan mampu berperan secara optimal dalam setiap pembelajaran dan kerjasama. d. Mampu berperan secara optimal dalam membangun dan mengembangkan tim belajar yang efektif. C. POKOK BAHASAN 1. Konsep Building Learning Commitment. 2. Harapan Pembelajaran. 3. Norma Belajar Bersama. 4. Kontrol Kolektif. D. BAHAN BELAJAR Instrumen-instrumen games.



121



E. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN 1. Pencairan dan Perkenalan a. KERETA NAMA - minta setiap orang untuk berdiri membentuk lingkaran dan sebutkan nama Anda dan menambah satu nama orang di sebelah kanan Anda - minta orang yang di sebelah itu untuk menyebut nama Anda, namanya sendiri dan orang di sebelah kanannya - lanjutkan untuk semua orang dalam lingkaran diakhiri dengan orang terakhir mengulang semua nama - minta orang untuk melakukn perubahan tempat di dalam lingkaran dan tantang seorang - sukarelawan untuk mengulangi semua nama b. PERMAINAN BOLA: - minta setiap orang untuk berdiri membentuk lingkaran dan lemparkan bola kepada seseorang - dengan menyebutkan nama Anda sendiri, nama orang yang Anda lempari bola dan nama orang lain yang harus dilempari bola selanjutnya. - orang yang menerima bola mengulang lagi namanya sendiri, nama orang yang memintanya - melempar bola dan nama orang yang dilempari bola. 2. Pembentukan NILAI dan NORMA a. Peserta diacak kembali dengan membuat kelompok baru (anggota kelompok 8-10 peserta) b. Diberi lembar kerja yang berisi nilai-nilai c. Setiap individu dalam kelompok memilih lima buah nilai, kemudian didiskusikan dan menghasilkan nilai kelompok (5 nilai) d. Nilai-nilai yang telah disepakati di jabarkan dalam bentuk norma e. Kelas bersama-sama memilih norma mana yang akan dipakai selama pembelajaran berlangsung. 3. Pembentukan Kontrol Bersama (Collective Control) a. Buat kesepakatan tentang ” collective control” (untuk menjaga agar norma tetap dilaksanakan secara konsekuen) b. Pembentukan norma harus bisa memberikan pembelajarn kepada peserta untuk tidak mengulangi kesalahannya dan memberi nilai pembelajaran yang baik bagi peserta.



122



F. PERUBAHAN YANG DIHARAPKAN Peserta menyadari kebutuhan perubahan: tidak tahu, tidak mampu



tahu, tidak mampu



tahu, mampu



Mastery (Unconcious Competence)



PESERTA DAPAT MENJADI TIM PEMBELAJARAN YG EFEKTIF



G.



URAIAN MATERI (Diuraikan secara detail pada Pokok Bahasan 1 sampai dengan 4 di halaman berikutnya).



123



Pada awal memasuki suatu pelatihan, sering para peserta menunjukkan suasana kebekuan (freezing), karena belum tentu pelatihan yang diikuti merupakan pilihan prioritas dalam kehidupannya. Mungkin saja kehadirannya di pelatihan karena terpaksa, tidak ada pilihan lain, harus menuruti ketentuan/persyaratan. Mungkin juga terjadi, pada saat pertama hadir sudah memiliki anggapan merasa sudah tahu semua yang akan dipelajari atau membayangkan kejenuhan yang akan dihadapi. Untuk mengantisipasi semua itu, perlu dilakukan suatu proses pencairan (unfreezing). Proses BLC adalah proses melalui tahapan dari mulai saling mengenal antarpribadi, mengidentifikasi dan merumuskan harapan dari pelatihan ini, sampai terbentuknya norma kelas yang disepakati bersama serta kontrol kolektifnya. Pada proses BLC setiap peserta harus berpartisipasi aktif dan dinamis. Keberhasilan atau ketidakberhasilan proses BLC akan berpengaruh pada proses pembelajaran selanjutnya. Perkenalan Pada tahap perkenalan fasilitator memperkenalkan diri dan asal usul institusinya dilanjutkan dengan menyampaikan tujuan pembelajaran. Kemudian mengajak peserta untuk ikut berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. Dalam memandu peserta untuk proses perkenalan dengan menggunakan metode yaitu: dalam 5 menit pertama setiap peserta diminta berkenalan dengan peserta lain sebanyak-banyaknya. Meminta peserta yang berkenalan dengan jumlah peserta terbanyak, dan dengan jumlah peserta paling sedikit untuk memperkenalkan teman-temannya. Meminta peserta yang belum disebut namanya untuk memperkenalkan diri, sehingga seluruh peserta saling berkenalan, diikuti juga oleh panitia untuk memperkenalkan dirinya. Pencairan. Fasilitator menyiapkan kursi sejumlah peserta dan disusun melingkar: 1. Fasilitator meminta semua peserta duduk di kursi dan satu diantaranya duduk di tengah lingkaran. 2. Peserta yang duduk di tengah lingkaran diminta memberi aba-aba, agar peserta yang disebut identitasnya pindah duduk, misalnya dengan menyeru: ”Semua peserta berbaju merah pindah” Pada keadaan tersebut akan terjadi pertukaran tempat duduk dan saling berebut antar-peserta. Hal tersebut menggambarkan suasana “storming”, atau seperti “badai” yang merupakan tahap awal dari suatu pembentukan kelompok. 3. Ulangi lagi, setiap peserta yang duduk di tengah lingkaran untuk menyerukan identitas yang berbeda, misalnya peserta yang berkaca mata atau yang berbaju batik dan lain-lain. 4. Lakukan permainan tersebut selama 10-15 menit, tergantung situasi dan kondisi. 5. Fasilitator memandu peserta untuk merefleksikan perasaannya dalam permainan tersebut serta pengalaman belajar apa yang diperolehnya. 6. Fasilitator membuat rangkuman bersama-sama peserta, agar terjadi proses yang dinamis.



124



Merumuskan Harapan Pelatihan dan Norma yang Akan Disepakati. 1. Fasilitator membagi peserta dalam kelompok kecil @ 5-6 orang. 2. Kemudian menjelaskan tugas kelompok tersebut. 3. Masing-masing kelompok akan menentukan harapan terhadap pelatihan ini serta kekhawatiran dalam mencapai harapan tersebut. 4. Juga didiskusikan bagaimana solusi (pemecahan masalah) untuk mencapai harapan tersebut serta menghilangkan kekhawatiran yang akan terjadi selama pelatihan. Mula-mula secara individu, kemudian hasil setiap individu dibahas dan dilakukan kesepakatan sehingga menjadi harapan kelompok. 5. Setiap kelompok diminta untuk mempresentasikan hasil diskusinya. Peserta dari kelompok lainnya diminta untuk memberikan tanggapan dan masukan bila ada. 6. Fasilitator memandu peserta untuk membahas harapan dan kekhawatiran dari setiap kelompok tersebut sehingga menjadi harapan kelas yang disepakati bersama. Berdasarkan hasil pemaparan diskusi seluruh kelompok maka disepakati bersama fasilitator untuk menentukan ketua kelas dan sekretaris yang akan memandu peserta secara bersama-sama untuk merumuskan norma-norma kelas yang akan disepakati bersama. 7. Peserta difasilitasi sedemikian rupa agar semua berperan aktif dan memberikan komitmennya untuk menaati norma kelas tersebut. Menentukan Kontrol Kolektif. 1. Ketua kelas dan sekretaris beserta fasilitator memandu brainstorming tentang sanksi apa yang harus diberlakukan bagi orang yang tidak mematuhi atau norma yang telah disepakati agar komitmen yang dibangun menjadi lebih kuat. 2. Tuliskan hasil brainstorming pada flipchart agar bisa dibaca oleh semua peserta. 3. Peserta difasilitasi sedemikian rupa sehingga aktif dalam melakukan brainstorming, sehingga dapat dirumuskan sanksi yang disepakati kelas. Penutupan Sesi. 1. Fasilitator memandu peserta membuat rangkuman dari semua proses dan hasil pembelajaran selama sesi ini. 2. Fasilitator memberi ulasan singkat tentang materi yang terkait dengan BLC.



125



Dalam sesi BLC, lebih banyak menggunakan metode games/permainan, penugasan individu dan diskusi kelompok, yang pada intinya adalah untuk mendapatkan komitmen belajar, harapan, norma kelas dan kontrol kolektif. Proses BLC sendiri adalah proses melalui tahapan dari mulai saling mengenal antarpribadi, mengidentifikasi dan merumuskan harapan dari pelatihan ini, sampai terbentuknya norma kelas yang disepakati bersama serta kontrol kolektifnya. Pada proses BLC setiap peserta harus berpartisipasi aktif dan dinamis. Keberhasilan atau ketidakberhasilan proses BLC akan berpengaruh pada proses pembelajaran selanjutnya. Pada kesempatan ini juga fasilitator akan merumuskan tujuan pembelajaran yang akan dicapai dalam kegiatan membangun komitmen belajar, sehingga dengan demikian para peserta dengan sendirinya sadar akan peran dan tanggung jawabnya dalam keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran yang dilaksanakan pada pelatihan tersebut.



Norma merupakan nilai yang diyakini oleh suatu kelompok atau masyarakat, kemudian menjadi kebiasaan serta dipatuhi sebagai patokan dalam perilaku kehidupan sehari hari kelompok/masyarakat tersebut. Norma adalah gagasan, kepercayaan tentang kegiatan, instruksi, perilaku yang seharusnya dipatuhi oleh suatu kelompok. Norma dalam suatu pelatihan adalah gagasan, kepercayaan tentang kegiatan, instruksi, perilaku yang diterima oleh kelompok pelatihan, untuk dipatuhi oleh semua anggota kelompok (peserta, pelatih/fasilitator dan panitia). Kontrol kolektif merupakan kesepakatan bersama tentang memelihara agar kesepakatan terhadap norma kelas ditaati. Biasanya ditentukan dalam bentuk sanksi apa yang harus diberlakukan apabila norma tidak ditaati atau dilanggar.



126



Komitmen merupakan keterikatan, keterpanggilan seseorang terhadap apa yang dijanjikan atau yang menjadi tujuan dirinya atau kelompoknya yang telah disepakati dan terdorong berupaya sekuat tenaga untuk mengaktualisasinya dengan berbagai macam cara yang baik, efektif dan efisien. Komitmen belajar/pembelajaran, adalah keterpanggilan seseorang/kelompok/kelas (peserta pelatihan) untuk berupaya dengan penuh kesungguhan mengaktualisasikan apa yang menjadi tujuan pelatihan/pembelajaran. Keadaan ini sangat menguntungkan dalam mencapai keberhasilan individu/kelompok/kelas, karena dalam diri setiap orang yang memiliki komitmen tersebut akan terjadi niat baik dan tulus untuk memberikan yang terbaik kepada individu lain, kelompok dan kelas secara keseluruhan. Dengan terbangunnya BLC, juga akan mendukung terwujudnya saling percaya, saling kerja sama, saling membantu, saling memberi dan menerima, sehingga tercipta suasana/lingkungan pembelajaran yang kondusif. Harapan dengan membangun komitmen belajar maka para peserta akan berupaya untuk mencapai harapan yang diinginkannya dalam setiap proses pembelajaran. Dalam hal ini harapan peserta adalah kehendak/keinginan untuk memperoleh atau mencapai sesuatu. Dalam pelatihan berarti keinginan untuk memperoleh atau mencapai tujuan yang diinginkan sebagai hasil proses pembelajaran. Dalam menentukan harapan harus realistis dan rasional sehingga kemungkinan untuk mencapainya menjadi besar. Harapan jangan terlalu tinggi dan jangan terlalu rendah. Harapan juga harus menimbulkan tantangan atau dorongan untuk mencapainya, dan bukan sesuatu yang diucapkan secara asal-asalan. Dengan demikian dinamika pembelajaran akan terus terpelihara sampai proses pembelajaran berakhir.



127



128



KETERSEDIAAN ALAT DAN OBAT KONTRASEPSI DI PUSKESMAS A. DESKRIPSI SINGKAT Penyediaan alat dan obat kontrasepsi (alokon) dan sarana penunjang akan menjamin kelangsungan pembinaan peserta KB dan kelangsungan Program Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga (KKBPK) terutama yang menyangkut penyelenggaraan urusan wajib yang terkait dengan pelayanan dasar program Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera. Dengan demikian diharapkan melalui tata kelola yang baik ini dapat memastikan ketersediaan alokon dan sarana penunjang yang berkesinambungan di semua tingkatan dan terjaga kualitasnya. Mengingat alokon memiliki nilai yang sangat strategis baik dalam menunjang operasional Program KKBPK maupun membantu peserta KB, termasuk anggaran yang dibutuhkan untuk penyediaan/pembeliannya sangat besar, maka alokon dan sarana penunjang tersebut harus dikelola dengan prinsip 6 tepat, yaitu tepat jumlah, tepat produk, tepat tempat, tepat waktu, tepat kondisi serta tepat biaya. Alokon melalui berbagai proses pada rantai pasok mulai dari proses perencanaan, penyediaan, penerimaan, penyimpanan dan pendistribusian hingga tersedia di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dan Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL) yang berupa Faskes KB beserta Jaringan dan/atau Jejaring. Penerapan manajemen rantai pasok yang baik membutuhkan visibilitas data yang dapat diandalkan, yaitu berdasarkan pencatatan yang terbaru, rutin dan akurat serta pelaporan yang tepat waktu. Sehingga pengelola dan pembuat keputusan di masing-masing tingkatan dapat melakukan keputusan yang tepat berdasarkan informasi dari data tersebut. Penggunaan data dalam membuat keputusan logistik (misalnya menghitung pasokan ke tingkat bawahnya, ataupun keputusan realokasi) dan untuk monitoring kinerja rantai pasok sangat penting untuk menjaga pengelolaan rantai pasok yang efektif dan efisien. Faskes KB diharapkan mampu melakukan pengelolaan alokon yang selain menjamin ketersediaan di fasilitasnya, juga mencakup ketersediaan di Jejaring/Jaringannya. Pada umumnya, sesuai peraturan pengelolaan obat di fasilitas kesehatan berada di bawah tupoksi farmasi. Meski demikian alokon seringkali juga dikelola di tempat pelayanan KB oleh bidan. Untuk itu bidan juga perlu dibekali pengetahuan mengenai pengelolaan alokon. B. TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Tujuan Pembelajaran Umum: Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu memahami mengenai ketersediaan alat dan obat kontrasepsi. 2. Tujuan Pembelajaran Khusus: Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu: a. Memahami tata kelola alokon program KB. b. Memahami tingkat ketersediaan alokon di puskesmas dan jejaring/jaringan. c. Memahami pencatatan dan pelaporan logistik alokon.



129



C. POKOK BAHASAN 1. Tata Kelola Alokon Program KB. 1.1 Alur Penyediaan Alokon. 1.2 Jenis Alokon yang Disediakan Oleh BKKBN. 1.3 Penyimpanan Alokon yang Baik. 2. Tingkat Ketersediaan Alokon di Puskesmas dan Jejaring/Jaringan. 2.1 Tingkat Ketersediaan Stok: Stok Maksimal, Memadai, Titik Stok Realokasi, dan Titik Pemesanan Darurat. 2.2 Permintaan Darurat dan Realokasi. 3. Pencatatan dan pelaporan logistik alokon. 3.1 Kartu Stok. 3.2 Formulir Register R/II. 3.3 Laporan F/II/KB. D. BAHAN BELAJAR 1. Modul. 2. Bahan Tayang. 3. Komputer/Laptop. 4. LCD. 5. Flipchart. 6. White Board. 7. ATK E. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN Langkah-langkah kegiatan pembelajaran ini menguraikan tentang kegiatan fasilitator dan peserta dalam proses pembelajaran selama sesi ini berlangsung teori (2 JPL x 45 menit = 90 menit) adalah sebagai berikut: Langkah 1. Pengkondisian (10 menit). 1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila belum pernah menyampaikan sesi di kelas, mulailah dengan perkenalan. Perkenalkan diri dengan menyebutkan nama lengkap, instansi tempat bekerja dan materi yang akan disampaikan. 2. Menciptakan suasana nyaman dan mendorong kesiapan peserta untuk menerima materi dengan menyepakati proses pembelajaran. 3. Dilanjutkan dengan penyampaian judul materi, deskripsi singkat, tujuan pembelajaran serta ruang lingkup pokok bahasan yang akan dibahas pada sesi ini dengan menggunakan bahan tayang. Langkah 2. Penyampaian Pokok Bahasan 1 (20 menit) 1. Kegiatan Fasilitator. a. Menggali pendapat pembelajar (apersepsi) tentang tata kelola persediaan alat dan obat kontrasepsi. b. Penyampaian dan pembahasan Pokok Bahasan 1 yaitu Tata Kelola Alokon: - Sub-Pokok Bahasan 1.1. Alur Penyediaan Alokon. - Sub-Pokok Bahasan 1.2. Jenis Alokon yang Disediakan oleh BKKBN. - Sub-Pokok Bahasan 1.3. Penyimpanan Alokon yang Baik.



130



2. Kegiatan Peserta. a. Memberikan pendapat dari pertanyaan fasilitator. b. Mendengar, mencatat hal-hal yang penting dalam materi tersebut. c. Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator bila masih ada yang belum dipahami. Langkah 3. Penyampaian Pokok Bahasan 2 (20 menit). 1. Kegiatan Fasilitator. a. Menggali pendapat pembelajar (apersepsi). b. Penyampaian dan pembahasan Pokok Bahasan 2 yaitu Tingkat Ketersediaan Alokon Di Puskesmas dan Jejaring/Jaringan. - Sub-Pokok Bahasan 2.1. Tingkat Ketersediaan Stok: Stok Maksimal, Memadai, Titik Stok Realokasi, dan Titik Pemesanan Darurat. - Sub-Pokok Bahasan 2.2. Permintaan Darurat dan Realokasi. 2. Kegiatan Peserta. a. Memberikan pendapat dari pertanyaan fasilitator. b. Mendengar, mencatat hal-hal yang penting dalam materi. c. Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator bila masih ada yang belum dipahami. Langkah 4. Penyampaian Pokok Bahasan 3 (20 menit). 1. Kegiatan Fasilitator. a. Menggali pendapat pembelajar (apersepsi). b. Penyampaian dan pembahasan pokok bahasan 3 yaitu Pencatatan dan Pelaporan Logistik Alokon. - Sub-Pokok Bahasan 3.1. Kartu Stok. - Sub-Pokok Bahasan 3.2. Formulir Register R/II. - Sub-Pokok Bahasan 3.3. Laporan F/II/KB. 2. Kegiatan Peserta. a. Memberikan pendapat dari pertanyaan fasilitator. b. Mendengar, mencatat hal-hal yang penting dalam materi konseling. c. Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator bila masih ada yang belum dipahami. Langkah 5. Rangkuman dan Evaluasi Hasil Belajar (15 menit). 1. Mengadakan evaluasi dengan melemparkan 3 pertanyaan sesuai topik pokok bahasan secara acak kepada peserta. 2. Memperjelas jawaban peserta terhadap masing-masing pertanyaan yang telah diajukan sebelumnya. 3. Bersama peserta merangkum poin-poin penting dari hasil proses pembelajaran. 4. Membuat kesimpulan dapat dilakukan sendiri oleh fasilitator atau membuat kesimpulan dengan mengajak peserta secara bersama-sama. 5. Fasilitator menutup sesi ini, dengan memberikan apresiasi kepada seluruh peserta. F. URAIAN MATERI (Diuraikan secara detail pada Pokok Bahasan 1 sampai dengan 3 di halaman berikutnya).



131



1.1 Alur Penyediaan Alokon Pada bagian ini peserta pelatihan akan mendapatkan pengetahuan terkait kebijakan BKKBN dalam penyediaan alokon. Penyediaan dilakukan secara sentralisasi oleh BKKBN Pusat sampai tahun 2017 untuk kemudian didistribusikan secara berjenjang. Mulai tahun 2018, pemesanan untuk kebutuhan rutin dilakukan secara desentralisasi oleh Kantor Perwakilan BKKBN Provinsi dan didistribusikan ke kabupaten/kota untuk selanjutnya ke Faskes KB. Sesuai dengan program Jaminan Kesehatan Nasional, distribusi alokon dari OPD KB Kabupaten/Kota ditujukan ke Faskes KB, yang berupa FKTP dan FKRTL. Faskes KB melakukan pelayanan KB ke akseptor, dan juga melakukan fungsinya sebagai pengampu Jejaring/Jaringannya. Sesuai dengan diagram berikut ini:



132



1.2 Jenis Alokon yang Disediakan Oleh BKKBN Alokon yang disediakan oleh program antara lain: 1. Metode kontrasepsi jangka Panjang (MKJP) yaitu IUD dan implan. 2. Non-MKJP yaitu Pil KB Kombinasi, Suntik KB 1 & 3 bulanan dan kondom. 1.3 Penyimpanan Alokon yang Baik Standarisasi penyimpanan alokon di Faskes KB mengikuti prosedur Pedoman Pengelolaan Obat dan Alat Kesehatan dari Kementerian Kesehatan menurut tingkatan Fayankes masing-masing. Materi ajar ini akan dilengkapi dengan slide presentasi, namun secara keseluruhan metode pengajarannya akan menggunakan metode curah pendapat, praktek langsung dan diskusi, baik itu dalam kelompok maupun diskusi yang melibatkan seluruh peserta pelatihan.



133



2.1 Tingkat Ketersediaan Stok: Stok Maksimal, Memadai, Titik Stok Realokasi, dan Titik Pemesanan Darurat Materi ajar ini diberikan agar bidan dibuka dengan pemahaman mengenai tingkat persediaan. Tingkat persedian perlu diketahui agar petugas pengelola alokon dapat melakukan perencanaan kebutuhan dengan benar sehingga alokon tersedia setiap saat. Untuk dapat melakukan perhitungan kebutuhan alokon data yang dibutuhkan adalah konsumsi rata-rata pemakaian per bulan yang diperoleh dari laporan F/II KB selama 3 bulan terakhir pada bagian 3 laporan persediaan alokon, sisa stok yang ada di puskesmas dan berapa stok maksimum yang seharusnya ada di faskes. Untuk perhitungan kebutuhan ini akan dilakukan oleh OPD KB dan untuk kebutuhan jaringan/jejaring akan dihitung oleh petugas pengelola alokon. Bidan dapat berkoordinasi dengan petugas pengelola alokon terkait dengan ketersediaan alokon di Puskesmas. Tabel berikut akan menunjukkan tingkat persediaan yang berbeda-beda sesuai dengan tindakan apa yang perlu dilakukan pada masing-masing tingkat wilayah: Tingkat Wilayah



Tingkat Stok Maksimum



Tingkat Stok Minimum



Jadwal Pasokan Ulang Rutin



Titik Pemesanan Darurat (EOP)



Titik Stok Realokasi



Pusat



3 bulan (Sebagai stok penyangga)



Provinsi



18 bulan



6 bulan



Setahun sekali



3 bulan



24 bulan



Kab/Kota



6 bulan



3 bulan



Setiap 3 bulan



1.5 bulan



8 bulan



Faskes



4 bulan



2 bulan



Setiap 2 bulan



0.5 bulan



5 bulan



Jejaring / Jaringan



2 bulan



1 bulan



Setiap bulan



0.5 bulan



3 bulan



Setahun sekali



2.2 Permintaan Darurat dan Melakukan Realokasi Pada kasus tertentu dimana terjadi gangguan siklus rutin rantai pasok alokon yang menyebabkan tingkat persediaan berada di bawah stok minimal, maka diperlukan prosedur permintaan darurat segera (kapan pun) pada saat Puskesmas maupun jejaring/jaringan menyentuh titik pemesanan darurat agar dapat menghindari terjadinya kekosongan stok.



134



Contoh: Puskesmas “Mattirobaji” di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan memiliki ratarata konsumsi untuk suntik KB 153 vial/bulan pada bulan Januari 2017 dan stok akhir menunjukkan sisa 82 vial. Berarti tingkat persediaannya adalah 0,4 bulan. Karena titik permintaan darurat Puskesmas adalah 0,5 bulan, maka Puskesmas ini mengajukan Surat Permintaan Darurat agar menghindari kekosongan stok. Untuk menindaklanjuti surat tersebut, Kabupaten Gowa akan melakukan pengiriman suntikan sesegera mungkin dengan jumlah yang memungkinkan Faskes KB ini bertahan hingga jadwal pengiriman rutinnya.



Titik stok realokasi ditetapkan untuk menghindari stok berlebih atau over stock agar tidak terjadi kadaluarsa sebelum digunakan dan memaksimalkan penyerapan agar sesuai kebutuhan. Jika suatu fasilitas memiliki tingkat persediaan yang menyentuh titik ini, maka fasilitas diatasnya dapat melakukan realokasi ke fasilitas lain sesuai mekanisme distribusi dinamis. Jumlah yang direalokasi, hendaknya dihitung agar fasilitas tersebut kembali menyentuh titik stok maksimumnya.



Contoh: Puskesmas “Bontobahari” di Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan memiliki rata-rata konsumsi untuk IUD “0” buah/bulan pada bulan Februari 2017 dengan stok akhir pada laporan F/II/KB menunjukkan sisa 28 buah. Bila suatu Puskesmas memiliki rata-rata konsumsi nol, maka dianggap satu buah/bulan. Berarti tingkatan stoknya adalah 28 bulan. Berdasarkan tabel tingkatan stok di atas, stok realokasi Puskesmas adalah 5 bulan. Setelah mengkaji tingkat ketersediaan IUD di Puskesmas ini berada di 28 bulan, maka OPD KB Bulukumba akan menginstruksikan koordinasi realokasi agar IUD tidak menumpuk dan bisa digunakan di Puskesmas lain yang membutuhkan. Konsumsi “nol” disetarakan dengan “satu” dengan tujuan agar dalam perhitungan kebutuhan, Puskesmas masih tersedia alokon untuk pelayanan metode tersebut, walaupun selama tiga bulan terakhir tidak ada pemakaian. Dengan demikian juga akan menghindari kejadian kekosongan stok. Sehingga dengan menganggap rata-rata konsumsinya sama dengan “satu” maka stok maksimalnya adalah 4 buah IUD/bulan. Dan diputuskan realokasi IUD sebanyak 24 buah dari Puskesmas ini.



135



Materi ajar ini akan dibuka dengan pemahaman mengenai pencatatan. Kemudian dilanjutkan dengan secara spesifik membahas mengenai berbagai formulir pencatatan. Selanjutnya peserta akan berlatih mengisi dan melengkapi pencatatan untuk kemudian diterjemahkan ke dalam pelaporan. Setiap alokon yang dikelola harus dilengkapi dengan pencatatan yang lengkap dimulai dari penerimaan sampai dengan dikeluarkan. Pencatatan informasi logistik yang akurat dan tepat waktu memungkinkan manajemen stok yang baik dan akurasi dalam pelaporan. Pengelola logistik harus memiliki data kapanpun dan dimanapun diperlukan untuk membuat keputusan secara cepat. Faskes KB juga perlu melapor tepat waktu dan dengan data yang akurat. 3.1 Formulir Register R/II Register R/II merupakan registrasi KB yang mencatat mutasi dari alokon yang dibuat berdasarkan tanggal mutasi alokon dan dilaporkan setiap bulan. Register KB merupakan salah satu sumber data untuk pengisian laporan bulanan F/II KB. 3.2 Kartu Stok Kartu stok merupakan bentuk pencatatan yang paling utama dan paling banyak digunakan untuk memantau barang yang dikelola, baik di tingkat gudang maupun Faskes KB. Kartu stok pada umumnya disimpan di tempat penyimpanan, berdekatan dengan produk yang dicatat dan harus ada satu kartu stok untuk setiap produk (termasuk informasi tentang dosis dan ukuran kemasan). Satu kartu stok harus digunakan per satu jenis alokon yang dikelola per unit satuan kemasan. Unit satuan kemasan yang ditetapkan untuk alokon adalah sebagai berikut: 1. IUD: Unit. 2. Implan: Set. 3. Pil: Siklus. 4. Kondom: Lusin. 5. Suntik KB: Vial. Kartu stok harus diperbaharui setiap terjadi transaksi penerimaan ataupun pengeluaran, dan juga pada saat penghitungan fisik stok (stok opname).



136



Tujuan dari kartu stok adalah untuk menyediakan pencatatan yang terbaru dari seluruh transaksi dan jumlah stok yang ada saat ini. Transaksi di kartu stok yaitu: 1. Penerimaan, baik dari tingkatan atas maupun jika menerima distribusi dinamis atau stok realokasi dari fasilitas lain. 2. Pengeluaran, untuk tingkat gudang yaitu semua transaksi keluar baik ke fasilitas tingkat bawahnya maupun realokasi. Sedangkan untuk tingkat Faskes KB yaitu semua transaksi keluar baik yang dikeluarkan untuk melayani akseptor atau disalurkan ke jejaring. Di Faskes KB, jumlah pengeluaran untuk pelayanan kepada akseptor harus diperbaharui setiap hari dengan mengacu pada Register KB (R/II). 3. Pencatatan hasil perhitungan fisik. 4. Sisa stok akhir, merupakan stok yang tersedia yang dihitung dari stok sebelumnya ditambah stok diterima, dikurangi stok keluar yaitu untuk digunakan dalam pelayanan, stok rusak/kadaluarsa/lainnya. Kartu stok membantu pengelola alokon untuk memantau level stok, memastikan bahwa stok memadai hingga pemasokan berikutnya, dan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan seperti membuat permintaan darurat ke tingkat atas atau melakukan realokasi ke fasilitas lain. Kartu stok hendaknya memiliki informasi Titik Permintaan Darurat (EOP) dan Titik Realokasi (RP) dan hendaknya diperbaharui setiap bulannya. Informasi mengenai EOP dan RP terkini akan diberikan oleh tingkatan atas, pada saat pengiriman alokon rutin, dan pengelola alokon harus memperbaharui jumlah titik-titik tersebut di kartu stok. Setiap waktu pada saat dibutuhkan, pengelola alokon dapat membandingkan sisa stok akhir yang ada di kartu stok dengan jumlah titik permintaan darurat dan titik realokasi, untuk kemudian mengambil tindakan yang diperlukan sesuai tingkat persediaan. 3.3 Laporan F/II/KB Setelah pencatatan dilakukan secara lengkap, kemudian data logistik di laporkan oleh Puskesmas melalui Laporan F/II/KB bagian III. Puskesmas juga perlu melakukan rekapitulasi laporan Jejaring/Jaringannya. Sehingga total kebutuhan yang akan dipasok dari OPD Kabupaten/Kota merupakan kebutuhan untuk Puskesmas tersebut beserta Jejaring/Jaringannya.



137



138



RENCANA TINDAK LANJUT (RTL) A. DESKRIPSI SINGKAT Modul ini berisi tentang pengertian, manfaat dan langkah-langkah dalam pembuatan RTL. B. POKOK BAHASAN DAN ATAU SUB POKOK BAHASAN Dalam modul ini akan dibahas pokok bahasan dan sub pokok bahasan sebagai berikut: 1. Pengertian RTL. 2. Manfaat adanya RTL. 3. Sistimatika penyusunan RTL. 4. Penyusunan RT. C. URAIAN MATERI (Diuraikan secara detail pada Pokok Bahasan 1 sampai dengan 4 di halaman berikutnya).



139



RTL adalah setiap upaya atau kegiatan yang dilakukan oleh peserta pelatihan setelah kegiatan pelatihan selesai. Rencana Tindak Lanjut hendaknya dibuat secara spesifik dan realistis sesuai dengan tanggungjawabnya.



1. Mengetahui dan menumbuhkan komitmen peserta dan lembaga/instansi pengirim untuk menerapkan apa yang telah dibahas selama pelatihan berlangsung. 2. Sebagai alat dan panduan untuk memantau (monitoring) dan mengevaluasi penerapan hasil program pelatihan. 3. Sebagai bahan dan alat untuk mengetahui dampak pelatihan baik secara individu maupun kelembagaan termasuk didalamnya faktor pendukung dan faktor penghambat.



Dalam menyusun RTL pada umumnya akan mencakup hal-hal sebagai berikut: 1. “Apa”, yaitu menyangkut jenis kegiatan yang dapat dilakukan di dalam kegiatan sehari-hari di tempat kerja. 2. “Bagaimana”, yaitu cara atau langkah-langkah yang harus ditempuh sehingga dapat terlaksana dengan baik dan benar. 3. “Siapa”, yaitu menyebutkan pihak terkait (stakeholder) siapa saja yang harus dan perlu dilibatkan dalam melakukan kegiatan tindak lanjut. 4. “Kapan”, yaitu menjelaskan dan menguraikan tentang batasan waktu kapan akan dimulai dan kapan akan berakhir. 5. “Dimana”, yaitu menyebutkan dimana kegiatan tersebut akan dilakukan.



140



Dalam menyusun RTL yang baik: Memiliki tujuan yang jelas, obyektif, rasional. Cukup menantang untuk diperjuangkan. Mudah dipahami dan tidak multitafsir. Dapat dipakai sebagai pedoman untuk bertindak ekonomis rasional. Menjadi dasar dan alat untuk pengendalian. Dapat dikerjakan oleh sekelompok orang. Berkesinambungan, urutan, waktu. Meliputi semua yang akan dilakukan. Saling mendukung dan tidak boleh bertentangan. Fleksibel tetapi tidak mengubah tujuan. Sensitif terhadap situasi, sehingga terbuka kemungkinan untuk mengubah teknik pelaksanaannya. 12. Seimbang antara pemberian tugas dan penyediaan fasilitas. 13. Berdasarkan analisis terhadap data, informasi dan fakta. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.



Berdasarkan hasil analisis kemudian disusun RTL dengan langkah-langkah berikut: 1. Identifikasi dan buat perumusan yang jelas dari semua kegiatan yang akan dilaksanakan (apa/what). 2. Tentukan apa tujuan dari masing-masing kegiatan yang telah ditentukan. 3. Tentukan sasaran dari masing-masing kegiatan yang telah ditentukan. 4. Tetapkan cara atau metode yang akan digunakan dalam pelaksanaan setiap kegiatan (bagaimana/how). 5. Perkirakan waktu yang diperlukan untuk setiap kegiatan (kapan/when), dan tentukan lokasi yang akan digunakan dalam melakukan kegiatan (tempat/where). 6. Perkirakan besar dan sumber biaya yang diperlukan pada setiap kegiatan. 7. Tetapkan siapa mengerjakan apa pada setiap kegiatan dan bertanggung jawab kepada siapa (siapa/who). Oleh karena itu dalam menyusun RTL harus mencakup unsur-unsur berikut: 1. Kegiatan: yaitu uraian kegiatan yang akan dilakukan, didapat melalui identifikasi kegiatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Agar hal ini terealisasi maka diidentifikasi kegiatan kegiatan apa yang diperlukan. 2. Tujuan: adalah membuat ketetapan ketetapan yang ingin dicapai dari setiap kegiatan yang direncanakan pada unsur nomor 1. Penetapan tujuan yang baik adalah di rumuskan secara konkrit dan terukur. 3. Sasaran: yaitu seseorang atau kelompok tertentu yang menjadi target kegiatan yang direncanakan. 4. Cara/Metode: yaitu cara yang akan dilakukan dalam melakukan kegiatan agar tujuan yang telah ditentukan dapat tercapai.



141



5. Waktu dan Tempat: dalam penentuan waktu sebaiknya menunjukkan kapan suatu kegiatan dimulai sampai kapan berakhir. Apabila dimungkinkan sudah dilengkapi dengan tanggal pelaksanaan. Hal ini untuk mempermudah dalam persiapan kegiatan yang akan dilaksanakan, serta dalam melakukan evaluasi. Sedangkan dalam menetapkan tempat, seyogyanya menunjukkan lokasi atau alamat kegiatan akan dilaksanakan. 6. Biaya: Agar RTL dapat dilaksanakan perlu direncanakan anggaran yang dibutuhkan untuk kegiatan tersebut. Akan tetapi perencanaan anggaran harus realistis untuk kegiatan yang benar-benar membutuhkan dana, artinya tidak mengada-ada. Perhatikan/pertimbangkan juga kegiatan yang memerlukan dana tetapi dapat digabung pelaksanaannya dengan kegiatan lain yang dananya telah tersedia. Rencana anggaran adalah uraian tentang biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan kegiatan, mulai dari awal sampai selesai. 7. Pelaksana/Penanggung Jawab: yaitu personal/tim yang akan melaksanakan kegiatan yang direncanakan. Hal ini penting karena personal/tim yang terlibat dalam kegiatan tersebut mengetahui dan melaksanakan kewajiban. Untuk lebih mudahnya, penyusunan RTL dapat menggunakan. Format Isian sebagai berikut: Format Isian Rencana Tindak Lanjut Penjelasan: Kolom 1 : Kolom Nomor, pada kolom ini dicantumkan nomor kegiatan mulai dari 1, 2, 3 dst sesuai dengan jumlah kegiatan yang direncanakan. Kolom 2 : Kolom Kegiatan, pada kolom ini dirinci kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan biasanya dimulai dari lapor pada atasan tentang pelatihan yang telah diikuti sampai dengan tujuan yang ingin dicapai. Kolom 3 : Kolom Tujuan, pada kolom ini dicantumkan tujuan dari masing-masing kegiatan, yaitu hasil yang ingin dicapai apabila kegiatan tersebut dilaksanakan. Kolom 4 : Kolom Sasaran, pada kolom ini dicantumkan siapa atau kelompok apa sasaran yang telah ditetapkan pada setiap kegiatan. Kolom 5 : Kolom Cara/Metode, pada kolom ini dicantumkan cara-cara dalam melakukan kegiatan. Kolom 6 : Kolom Waktu dan Tempat, pada kolom ini dicantumkan kapan dan dimana kegiatan akan dilaksanakan. Kolom 7 : Kolom Biaya, pada kolom ini diisi pembiayaan yang meliputi: besar biaya yang dibutuhkan dan sumber biaya yang dimungkinkan, atau tidak perlu biaya atau biaya sudah tercakup dalam kegiatan yang dipadukan. Kolom 8 : Kolom Pelaksana/Penanggung Jawab, pada kolom ini dicantumkan nama dari pelaksana/penanggung jawab dari masing-masing kegiatan.



142



ANTI-KORUPSI A. DESKRIPSI SINGKAT Korupsi yang terjadi di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan dan berdampak buruk luar biasa pada hampir seluruh sendi kehidupan. Korupsi telah menghancurkan sistem perekonomian, sistem demokrasi, sistem politik, sistem hukum, sistem pemerintahan, dan tatanan sosial kemasyarakatan di negeri ini. Upaya pemberantasan korupsi yang telah dilakukan selama ini belum menunjukkan hasil yang optimal. Korupsi dalam berbagai tingkatan tetap saja banyak terjadi seolah-olah telah menjadi bagian dari kehidupan kita yang bahkan sudah dianggap sebagai hal yang biasa. Jika kondisi ini tetap kita biarkan berlangsung maka cepat atau lambat korupsi akan menghancurkan negeri ini. Korupsi harus dipandang sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yang oleh karena itu memerlukan upaya luar biasa pula untuk memberantasnya. Upaya pemberantasan korupsi yang terdiri dari dua bagian besar, yaitu (1) penindakan dan (2) pencegahan, tidak akan pernah berhasil optimal jika hanya dilakukan oleh pemerintah saja tanpa melibatkan peran serta masyarakat. Agar muatan tentang anti-korupsi dapat tersampaikan secara standar pada setiap pelatihan bagi para PNS di lingkungan Kementerian Kesehatan maka perlu disusun modul anti-korupsi sebagai pegangan fasilitator dalam menyampaikan materi. B. TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Tujuan Pembelajaran Umum: Setelah mempelajari materi ini, peserta mampu memahami budaya anti korupsi di lingkungan kerjanya. 2. Tujuan Pembelajaran Khusus: Setelah mempelajari materi ini, peserta mampu: a. Menjelaskan Konsep Korupsi. b. Menjelaskan Anti Korupsi. c. Menjelaskan Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi. d. Menjelaskan Tata Cara Pelaporan Dugaan Pelanggaran Tindakan Pidana Korupsi (TPK). e. Menjelaskan Gratifikasi. C. POKOK BAHASAN dan SUB POKOK BAHASAN Pokok bahasan dalam materi ini meliputi: 1. Pokok Bahasan 1. Konsep Korupsi. 2. Pokok Bahasan 2. Konsep Anti-Korupsi. 3. Pokok Bahasan 3. Upaya Pencegahan Korupsi dan Pemberantasan Korupsi. 4. Pokok Bahasan 4. Tata Cara Pelaporan Dugaan Pelanggaran Tindak Pidana Korupsi. 5. Pokok Bahasan 5. Gratifikasi.



143



D. METODE, MEDIA dan ALAT BANTU 1. Metode. a. Curah Pendapat (Brainstorming). b. Ceramah dan Tanya Jawab. c. Film. 2. Media dan Alat Bantu. a. Bahan Tayang (slide power point). b. Laptop. c. LCD. d. Modul. e. White Board, Flipchart, Spidol. f. Alat bantu lain disesuaikan. E. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN 1. Pengkondisian (10 menit). a. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. b. Apabila belum pernah menyampaikan sesi di kelas, mulailah dengan perkenalan. c. Perkenalkan diri dengan menyebutkan nama lengkap, instansi tempat bekerja, materi yang akan disampaikan. d. Sampaikan tujuan pembelajaran materi ini dan pokok bahasan yang akan disampaikan, sebaiknya dengan menggunakan bahan tayang. 2. Penyampaian Materi (90 menit). a. Fasilitator menyampaikan paparan seluruh materi sesuai urutan pokok bahasan dan sub-pokok bahasan dengan menggunakan bahan tayang. b. Fasilitator menyampaikan materi dengan metode ceramah tanya jawab, kemudian curah pendapat. 3. Rangkuman dan Kesimpulan (35 menit). a. Fasilitator melakukan evaluasi untuk mengetahui penyerapan peserta terhadap materi yang disampaikan dan pencapaian tujuan pembelajaran. b. Fasilitator merangkum poin-poin penting dari materi yang disampaikan. c. Fasilitator membuat kesimpulan. F. URAIAN MATERI (Diuraikan secara detail pada Pokok Bahasan 1 sampai dengan 5 di halaman berikutnya).



144



A. Definisi Korupsi Kata “korupsi” berasal dari bahasa Latin “corruptio” (Fockema Andrea: 1951) atau “corruptus” (Webster Student Dictionary: 1960). Selanjutnya dikatakan bahwa “corruptio” berasal dari kata “corrumpere”, suatu bahasa Latin yang lebih tua. Dari bahasa Latin tersebut kemudian dikenal istilah “corruption, corrupt” (Inggris), “corruption” (Perancis) dan “corruptie/korruptie” (Belanda). Arti kata korupsi secara harfiah adalah kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian. Ada banyak pengertian tentang korupsi, diantaranya adalah berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), didefinisikan “penyelewengan atau penggelapan uang negara atau perusahaan, dan sebagainya untuk keperluan pribadi”. Selanjutnya untuk beberapa pengertian lain, disebutkan bahwa Korup artinya busuk, suka menerima uang suap/sogok, memakai kekuasaan untuk kepentingan sendiri dan sebagainya; Korupsi artinya perbuatan busuk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok, dan sebagainya; dan Koruptor artinya orang yang melakukan korupsi (Muhammad Ali, 1998). B. Ciri-Ciri Korupsi Ada 6 ciri korupsi adalah sebagai berikut: 1. Dilakukan oleh lebih dari satu orang; 2. Merahasiakan motif; ada keuntungan yang ingin diraih; 3. Berhubungan dengan kekuasaan/ kewenangan tertentu; 4. Berlindung di balik pembenaran hukum; 5. Melanggar kaidah kejujuran dan norma hokum; 6. Mengkhianati kepercayaan. C. Jenis/Bentuk Korupsi Berikut ini adalah berbagai bentuk korupsi yang diambil dari Buku Saku yang dikeluarkan oleh KPK atau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK: 2006).



145



No 1



2



3



4



5



6



7



Bentuk Korupsi



Perbuatan Korupsi



Kerugian Keuangan Negara Secara melawan hukum melakukan perbuatan mem-perkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi; Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada. Suap Menyuap Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada Pegawai Negeri atau penyelenggara negara .... dengan maksud supaya berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya; Memberi sesuatu kepada Pegawai Negeri atau penyelenggara negara .... karena atau berhubungan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam ja-batannya; Memberi hadiah atau janji kepada Pegawai Negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang mele-kat pada jabatan atau kedudukannya atau oleh pemberi hadiah/janji dianggap melekat pada jabatan atau kedu-dukan tersebut; Penggelapan dalam Jabatan Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan disimpan karena jabatannya, atau uang/ surat berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut; Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja memalsu buku-buku atau daftar-daftar yang khusus untuk pemeriksaan adminstrasi; Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang di-tugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja menggelapkan, merusakkan atau membuat tidak da-pat dipakai barang, akta, surat atau daftar yang digu-nakan untuk meyakinkan atau membuktikan di muka pejabat yang berwenang, yang dikuasai karena jaba-tannya. Pemerasan Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain se-cara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri; Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada wak-tu menjalankan tugas, meminta atau menerima pekerjaan atau penyerahan barang, seolaholah merupakan utang kepada dirinya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bu-kan merupakan utang. Perbuatan Curang Pemborong, ahli bangunan yang pada waktu membuat ban-gunan, atau penjual bahan bangunan yang pada waktu me-nyerahkan bahan bangunan, melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keamanan orang atau barang, atau keselamatan negara dalam keadaan perang; Setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau menyerahkan bahan bangunan, sengaja membiarkan per-buatan curang. Benturan Kepentingan Dalam Pengadaan Pegawai negeri atau penyelenggara negara baik lang-sung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan atau perse-waan yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk se-luruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya. Gratifikasi Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau peny-elenggara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban tugasnya.



D. Tingkatan Korupsi Ada 3 (tiga) tingkatan korupsi seperti uraian di bawah ini: 1. Materi Benefit. Penyimpangan kekuasaan untuk mendapatkan keuntungan material baik bagi dirinya sendiri maupun orang kain. Korupsi pada level ini merupakan tingkat paling membahayakan karena melibatkan kekuasaan dan keuntungan material. Ini merupakan bentuk korupsi yang paling banyak terjadi di Indonesia.



146



2. Penyalahgunaan Kekuasaan (Abuse of Power). Abuse of power merupakan korupsi tingkat menengah, merupakan segala bentuk penyimpangan yang dilakukan melalui struktur kekuasaan, baik pada tingkat negara maupun lembaga-lembaga struktural lainnya termasuk lembaga pendidikan tanpa mendapatkan keuntungan materi. 3. Pengkhianatan Terhadap Kepercayaan (Betrayal of Trust). Pengkhianatan merupakan korupsi paling sederhana. Orang yang berkhianat atau mengkhianati kepercayaan atau amanat yang diterimanya adalah koruptor. Amanat dapat berupa apapun, baik materi maupun nonmateri. Anggota DPR yang tidak menyampaikan aspirasi rakyat atau memanfaatkan jabatan untuk kepentingan pribadi merupakan bentuk korupsi. E. Faktor Penyebab Korupsi Agar dapat dilakukan pencegahan dan pemberantasan korupsi maka perlu diketahui faktor penyebab korupsi. Secara umum ada dua penyebab korupsi yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Berikut adalah faktor-faktor penyebab korupsi: 1. Penegakan hukum tidak konsisten: Penegakan hukum hanya sebagai make-up politik, sifatnya sementara, selalu berubah setiap berganti pemerintahan. 2. Penyalahgunaan kekuasaan/wewenang, takut dianggap bodoh kalau tidak menggunakan kesempatan. 3. Langkanya lingkungan yang antikorup: Sistem dan pedoman anti-korupsi hanya dilakukan sebatas formalitas. 4. Rendahnya pendapatan penyelenggara negara. Pendapatan yang diperoleh harus mampu memenuhi kebutuhan penyelenggara negara, mampu mendorong penyelenggara negara untuk berprestasi dan memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat. 5. Kemiskinan, keserakahan: Masyarakat kurang mampu melakukan korupsi karena kesulitan ekonomi. Sedangkan mereka yang berkecukupan melakukan korupsi karena serakah, tidak pernah puas dan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan keuntungan. 6. Budaya memberi upeti, imbalan jasa, dan hadiah. 7. Konsekuensi bila ditangkap lebih rendah daripada keuntungan korupsi: saat tertangkap bisa menyuap penegak hukum sehingga dibebaskan atau setidaknya diringankan hukumannya. 8. Budaya permisif/serba membolehkan; tidak mau tahu: Menganggap biasa bila ada korupsi, karena sering terjadi. Tidak peduli orang lain, asal kepentingannya sendiri terlindungi. 9. Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan Republik Indonesia mengidentifikasi beberapa sebab terjadinya korupsi, yaitu: Aspek individu pelaku korupsi, aspek organisasi, aspek masyarakat tempat individu, dan korupsi yang disebabkan oleh sistem yang buruk.



147



G. Dasar Hukum tentang Korupsi Beberapa peraturan perundangan yang berkaitan dengan korupsi adalah sebagai berikut: 1. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1); 2. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; 3. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme; 4. UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3851); 5. UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3874); sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001.



148



A. Pengertian Anti-korupsi merupakan kebijakan untuk mencegah dan menghilangkan peluang bagi berkembangnya korupsi. Anti korupsi adalah pencegahan. Pencegahan yang dimaksud adalah bagaimana meningkatkan kesadaran individu untuk tidak melakukan korupsi dan bagaimana menyelamatkan uang dan asset. Peluang bagi berkembangnya korupsi dapat dihilangkan dengan melakukan perbaikan sistem (sistem hukum, sistem kelembagaan) dan perbaikan manusianya (moral dan kesejahteraan). B. Nilai-Nilai Anti-Korupsi Nilai-nilai anti-korupsi yang akan dibahas meliputi kejujuran, kepedulian, kemandirian, kedisiplinan, pertanggungjawaban, kerja keras, kesederhanaan, keberanian, dan keadilan. Nilai-nilai inilah yang akan mendukung prinsip-prinsip anti-korupsi untuk dapat dijalankan dengan baik. Ada sembilan nilai anti-korupsi yang cara gampangnya untuk mengingatnya dengan jembatan keledai “Jupe mandi tangker sebedil”. C. Prinsip-Prinsip Anti-Korupsi Setelah memahami nilai-nilai anti-korupsi yang penting untuk mencegah faktor internal terjadinya korupsi, berikut akan dibahas prinsip-prinsip Antikorupsi yang meliputi akuntabilitas, transparansi, kewajaran, kebijakan, dan kontrol kebijakan, untuk mencegah faktor eksternal penyebab korupsi. Ada 5 (lima) prinsip anti-korupsi seperti diilustrasikan pada bagan di bawah ini



149



Korupsi masih terjadi secara masif dan sistematis. Praktiknya bisa berlangsung dimanapun, di lembaga negara, lembaga privat, hingga di kehidupan sehari-hari. Melihat kondisi seperti itu, maka pencegahan menjadi layak didudukkan sebagai strategi perdananya. Pada bab sebelumnya telah dijelaskan pengertian korupsi, faktor-faktor penyebab korupsi, nilai-nilai yang perlu dikembangkan untuk mencegah seseorang melakukan korupsi atau perbuatan-perbuatan koruptif. dan prinsip-prinsip upaya pemberantasan korupsi. Ada yang mengatakan bahwa upaya yang paling tepat untuk memberantas korupsi adalah menghukum seberat-beratnya pelaku korupsi. Dengan demikian, bidang hukum khususnya hukum pidana akan dianggap sebagai jawaban yang paling tepat untuk memberantas korupsi. Merupakan sebuah realita bahwa kita sudah memiliki berbagai perangkat hukum untuk memberantas korupsi yaitu peraturan perundang-undangan. Kita memiliki lembaga serta aparat hukum yang mengabdi untuk menjalankan peraturan tersebut baik di Kemenkes, Kejaksaan, dan Pengadilan Negeri. Kita bahkan memiliki sebuah lembaga independen yang bernama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang kesemuanya dibentuk salah satunya untuk memberantas korupsi. Namun apa yang terjadi? Korupsi tetap tumbuh subur dan berkembang dengan pesat. Sedihnya lagi, dalam realita ternyata lembaga dan aparat yang telah ditunjuk tersebut dalam beberapa kasus justru ikut menumbuhsuburkan korupsi yang terjadi di Indonesia. Ada pula pendapat yang mengatakan bahwa bekal pekerjaan (termasuk Pekerjaan Agama) memegang peranan yang sangat penting untuk mencegah korupsi. Benarkah demikian? Yang cukup mengejutkan, negara-negara yang tingkat korupsinya cenderung tinggi, justru adalah negara-negara yang masyarakatnya dapat dikatakan cukup taat beragama. Ada yang mengatakan bahwa untuk memberantas korupsi, sistem dan lembaga pemerintahan serta lembaga-lembaga negara harus direformasi. A. Upaya Pencegahan Korupsi Berikut akan dipaparkan berbagai upaya atau strategi yang dilakukan untuk memberantas korupsi yang dikembangkan oleh United Nations yang dinamakan the Global Program Against Corruption dan dibuat dalam bentuk United Nations Anti-Corruption Toolkit (UNODC, 2004). 1. Pembentukan Lembaga Anti-Korupsi. Salah satu cara untuk memberantas korupsi adalah dengan membentuk lembaga yang independen yang khusus menangani korupsi. Sebagai contoh di beberapa negara didirikan lembaga yang dinamakan Ombudsman. 2. Peran lembaga ombudsman yang kemudian berkembang pula di negara lain, antara lain menyediakan sarana bagi masyarakat yang hendak mengkomplain apa yang dilakukan oleh Lembaga Pemerintah dan pegawainya. Selain itu lembaga ini juga memberikan edukasi pada



150



pemerintah dan masyarakat serta mengembangkan standar perilaku serta code of conduct bagi lembaga pemerintah maupun lembaga hukum yang membutuhkan. Salah satu peran dari Ombudsman adalah mengembangkan kepedulian serta pengetahuan masyarakat mengenai hak mereka untuk mendapat perlakuan yang baik, jujur dan efisien dari pegawai pemerintah (UNODC, 2004). B. Pemberantasan Korupsi Tidak ada jawaban yang tunggal dan sederhana untuk menjawab mengapa korupsi timbul dan berkembang demikian masif di suatu negara. Ada yang menyatakan bahwa korupsi ibarat penyakit ‘kanker ganas’ yang sifatnya tidak hanya kronis tapi juga akut. Ia menggerogoti perekonomian sebuah negara secara perlahan, namun pasti. Penyakit ini menempel pada semua aspek bidang kehidupan masyarakat sehingga sangat sulit untuk diberantas. Perlu dipahami bahwa dimanapun dan sampai pada tingkatan tertentu, korupsi memang akan selalu ada dalam suatu negara atau masyarakat. Dalam pemberantasan korupsi sangat penting untuk menghubungkan strategi atau upaya pemberantasan korupsi dengan melihat karakteristik dari berbagai pihak yang terlibat serta lingkungan di mana mereka bekerja atau beroperasi. Tidak ada jawaban, konsep atau program tunggal untuk setiap negara atau organisasi. Untuk memberantas korupsi tidak dapat hanya mengandalkan hukum (pidana) saja dalam memberantas korupsi. Upaya yang paling tepat untuk memberantas korupsi adalah dengan memberikan pidana atau menghukum seberat-beratnya pelaku korupsi. Dengan demikian bidang hukum khususnya hukum pidana akan dianggap sebagai jawaban yang paling tepat untuk memberantas korupsi. Benarkah demikian? Padahal beberapa kalangan mengatakan bahwa cara untuk memberantas korupsi yang paling ampuh adalah dengan memberikan hukuman yang seberat-beratnya kepada pelaku korupsi. Kepada pelaku yang terbukti telah melakukan korupsi memang tetap harus dihukum (diberi pidana), namun berbagai upaya lain harus tetap terus dikembangkan baik untuk mencegah korupsi maupun untuk menghukum pelakunya.



Adakah gunanya berbagai macam peraturan perundang-undangan, lembaga serta sistem yang dibangun untuk menghukum pelaku korupsi bila hasilnya tidak ada? Jawabannya adalah jangan hanya mengandalkan satu cara, satu sarana atau satu strategi saja yakni dengan menggunakan sarana penal, karena ia tidak akan mempan dan tidak dapat bekerja secara efektif. Belum lagi kalau kita lihat bahwa ternyata lembaga serta aparat yang seharusnya memberantas korupsi justru ikut bermain dan menjadi aktor yang ikut menumbuhsuburkan praktik korupsi.



151



Dalam menjalani aktivitas sehari-hari dilingkup perusahaan mungkin kita melihat ada beberapa “oknum” pejabat yang melakukan tindak pidana korupsi namun kita binggung bagaimana cara melaporkan kasus tersebut. Pengertian Laporan/Pengaduan dapat kita temukan didalam Pasal 1 angka 24 dan 25 UU No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seorang karena hak atau kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana.(Pasal 1 angka 24 KUHAP). Sedangkan yang dimaksud Pengaduan adalah pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan kepada pejabat yang berwenang untuk menindak menurut hukum seorang yang telah melakukan tindak pidana aduan yang merugikannya.(Pasal 1 angka 25 KUHAP)



152



A. Laporan Dari pengertian sebelumnya, laporan merupakan suatu bentuk pemberitahuan kepada pejabat yang berwenang bahwa telah ada atau sedang atau diduga akan terjadinya sebuah peristiwa pidana/kejahatan. Artinya, peristiwa yang dilaporkan belum tentu perbuatan pidana, sehingga dibutuhkan sebuah tindakan penyelidikan oleh pejabat yang berwenang terlebih dahulu untuk menentukan perbuatan tersebut merupakan tindak pidana atau bukan. Kita sebagai orang yang melihat suatu tidak kejahatan memiliki kewajiban untuk melaporkan tindakan tersebut. Selanjutnya, di mana kita melapor? Dalam hal jika Anda ingin melaporkan suatu tindak pidana korupsi yang terjadi di lingkungan kementerian Kesehatan, saat ini Kementerian Kesehatan melalui Inspektorat Jenderal sudah mempunyai mekanisme pengaduan tindak pidana korupsi. Mekanisme Pelaporan 1. Tim Dumasdu pada Unit Eselon 1 setiap bulan menyampaikan laporan penanganan pengaduan masyarakat dalam bentuk surat kepada Sekretariat Tim Dumasdu. Laporan tersebut minimal memuat informasi tentang nomor dan tanggal pengaduan, isi ringkas pengaduan, posisi penanganan dan hasilnya penanganan. 2. Sekretariat Tim Dumasdu menyusun laporan triwulanan dan semesteran untuk disampaikan kepada Menteri Kesehatan dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi dan pihak-pihak terkait lainnya. B. Penyelesaian Hasil Penanganan Pengaduan Masyarakat Sekretariat Tim Dumasdu secara periodik melakukan monitoring dan evaluasi (monev) terhadap hasil ADTT/Investigasi, berkoordinasi dengan Bagian Analisis Pelaporan dan Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan (APTLHP). Pelaksanaan monev dan penyusunan laporan hasil monev dilakukan sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang berlaku pada Inspektorat Jenderal. Penyelesaian hasil penanganan dumas agar ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, berupa: 1. Tindakan administratif; 2. Tuntutan perbendaharaan dan ganti rugi; 3. Tindakan perbuatan pidana; 4. Tindakan pidana; 5. Perbaikan manajemen.



153



C. Pengaduan Pengaduan yang dapat bersumber dari berbagai pihak dengan berbagai jenis pengaduan, perlu diproses ke dalam suatu sistem yang memungkinkan adanya penanganan dan solusi terbaik dan dapat memuaskan keinginan publik terhadap akuntabilitas pemerintahan.Ruang lingkup materi dalam pengaduan adalah adanya kepastian telah terjadi sebuah tindak pidana yang termasuk dalam delik aduan, dimana tindakan seorang pengadu yang mengadukan permasalahan pidana delik aduan harus segera ditindaklanjuti dengan sebuah tindakan hukum berupa serangkaian tindakan penyidikan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Artinya dalam proses penerimaan pengaduan dari masyarakat, seorang pejabat yang berwenang dalam hal ini internal di Kementerian Kesehatan khususnya Inspektorat Jenderal, harus bisa menentukan apakah sebuah peristiwa yang dilaporkan oleh seorang pengadu merupakan sebuah tindak pidana delik aduan ataukah bukan. Tata Cara Penyampaian Pengaduan Prosedur Penerimaan Laporan kepada Kemenkes adalah berdasarkan Permenkes Nomor 49 tahun 2012 tentang Pengaduan Kasus Korupsi, beberapa hal penting yang perlu diketahui antaranya adalah pengaduan masyarakat di Lingkungan Kementerian Kesehatan dikelompokkan dalam: 1. Pengaduan masyarakat berkadar pengawasan; dan 2. Pengaduan masyarakat tidak berkadar pengawasan. - Pengaduan masyarakat berkadar pengawasan adalah: mengandung informasi atau adanya indikasi terjadinya penyimpangan atau penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh aparatur Kementerian Kesehatan sehingga mengakibatkan kerugian masyarakat atau negara. - Pengaduan masyarakat tidak berkadar pengawasan merupakan pengaduan masyarakat yang isinya mengandung informasi berupa sumbang saran, kritik yang konstruktif, dan lain sebagainya, sehingga bermanfaat bagi perbaikan penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat. - Masyarakat terdiri atas orang perorangan, organisasi masyarakat, partai politik, institusi, kementerian/lembaga pemerintah, dan pemerintah daerah. - Pengaduan masyarakat di lingkungan Kementerian Kesehatan dapat disampaikan secara langsung melalui tatap muka, atau secara tertulis/surat, media elektronik, dan media cetak kepada pimpinan atau pejabat Kerrienterian Kesehatan. - Pengaduan masyarakat berkadar pengawasan dapat disampaikan secara langsung oleh masyarakat kepada Sekretariat Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan. - Pengaduan masyarakat tidak berkadar pengawasan dapat disampaikan secara langsung oleh masyarakat kepada sekretariat unit utama dilingkungan Kementerian Kesehatan. - Pengaduan masyarakat di lingkungan Kementerian Kesehatan harus ditanggapi dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak pengaduan diterima.



154



D. Tim Penanganan Pengaduan Masyarakat Terpadu di Lingkungan Kemenkes Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, Inspektorat Jenderal mempunyai tugas melaksanakan pengawasan intern di lingkungan Kementerian Kesehatan, sehingga dalam rangka melaksanakan fungsi tersebut perlu suatu pedoman penanganan pengaduan masyarakat yang juga merupakan bentuk pengawasan. Selain itu untuk penanganan pengaduan masyarakat secara terkoordinasi di lingkungan Kementerian Kesehatan telah dibentuk Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 134/Menkes/SK/III/2012 tentang Tim Penanganan Pengaduan Masyarakat Terpadu di Lingkungan Kementerian Kesehatan (Tim Dumasdu) yang anggotanya para Kepala bagian Hukormas yang ada pada masing-masing Unit Eselon I di Kementerian Kesehatan. E. Pencatatan Pengaduan Pada dasarnya pengaduan disampaikan secara tertulis. Walaupun peraturan yang ada menyebutkan bahwa pengaduan dapat dilakukan secara lisan, tetapi untuk lebih meningkatkan efektifitas tindak lanjut atas suatu perkara, maka pengaduan yang diterima masyarakat hanya berupa pengaduan tertulis. Pencatatan pengaduan masyarakat oleh Tim Dumasdu dilakukan sebagai berikut: 1. Pengaduan masyarakat (dumas) yang diterima oleh Tim Dumasdu pada Unit Eselon I berasal dari organisasi masyarakat, partai politik, perorangan atau penerusan pengaduan oleh Kementerian/Lembaga/Komisi Negara dalam bentuk surat, fax, atau email, dicatat dalam agenda surat masuk secara manual atau menggunakan aplikasi sesuai dengan prosedur pengadministrasian/tata persuratan yang berlaku. Pengaduan yang disampaikan secara lisan agar dituangkan ke dalam formulir yang disediakan. 2. Pencatatan dumas tersebut sekurang-kurangnya memuat informasi tentang nomor dan tanggal surat pengaduan, tanggal diterima, identitas pengadu, identitas terlapor, dan inti pengaduan. Pengaduan yang alamatnya jelas, segera dijawab secara tertulis dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak surat pengaduan diterima, dengan tembusan disampaikan kepada Sekretariat Tim Dumasdu pada Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan.



155



A. Pengertian Gratifikasi Bagi sebagian orang mungkin sudah mengetahui apa yang dimaksud dengan kata gratifikasi. Tapi saya lebih senang menafsirkan kata tersebut dengan kata yang mendefinisikan sesuatu yang berarti “gratis di kasih”. Gratifikasi menurut kamus hukum berasal dari Bahasa Belanda, “gratificatie”, atau Bahasa Inggrisnya “gratification“ yang diartikan hadiah uang. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI,1998), gratifikasi diartikan pemberian hadiah uang kepada pegawai di luar gaji yang telah ditentukan. Menurut UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, penjelasan Pasal 12b Ayat (1), gratifikasi adalah Pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik. Pemberian gratifikasi tersebut umumnya banyak memanfaatkan momen-momen ataupun peristiwa-peristiwa yang cukup baik, seperti: Pada hari-hari besar keagamaan (hadiah hari raya tertentu), hadiah perkawinan, hari ulang tahun, keuntungan bisnis, dan pengaruh jabatan. Pengecualian: Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12b Ayat (1) tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. B. Aspek Hukum Aspek hukum gratifikasi meliputi tiga unsur yaitu: (1) Dasar hukum, (2) Subyek hukum, (3) Obyek Hukum. Ada dua dasar Hukum dalam gratifikasi yaitu: (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 dan (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pasal 16: “Setiap PNS atau Penyelenggara Negara yang menerima gratifikasi wajib melaporkannya kepada KPK”. Menurut Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Korupsi pasal 12c Ayat (1) tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada KPK. Ayat 2 penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam Ayat 1, wajib dilakukan oleh penerima gratifikasi paling lambat 30 hari kerja terhitung sejak tanggal gratifikasi tersebut diterima. Subyek hukum terdiri dari: (1) Penyelenggara negara, dan (2) Pegawai negeri. Penyelenggara negara meliputi: Pejabat negara pada lembaga tertinggi negara, pejabat negara pada lembaga tinggi negara, menteri, gubernur, hakim, pejabat lain yang memiliki fungsi strategis dalam kaitannya dalam penyelenggaraan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku. Pegawai Negeri Sipil meliputi PNS sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang Kepegawaian, PNS sebagaimana yang dimaksud dalam



156



KUHP, orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara atau daerah, orang yang menerima gaji atau upah dari suatu korporasi yang menerima bantuan dari keuangan negara atau daerah; orang yang menerima gaji atau upah dari korporasi lain yang mempergunakan modal atau fasilitas negara atau rakyat. Obyek hukum gratifikasi meliputi: (1) Uang; (2) barang; dan (3) fasilitas. C. Gratifikasi Dikatakan Sebagai Tindak Pidana Korupsi Gratifikasi dikatakan sebagai pemberian suap jika berhubungan dengan jabatannnya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut: Suatu gratifikasi atau pemberian hadiah berubah menjadi suatu yang perbuatan pidana suap khususnya pada seorang penyelenggara negara atau pegawai negeri adalah pada saat penyelenggara negara atau pegawai negeri tersebut melakukan tindakan menerima suatu gratifikasi atau pemberian hadiah dari pihak manapun sepanjang pemberian tersebut diberikan berhubungan dengan jabatan ataupun pekerjaannya. Bentuknya: Pemberian tanda terima kasih atas jasa yang telah diberikan oleh petugas, dalam bentuk barang, uang, fasilitas. D. Contoh Gratifikasi Contoh pemberian yang dapat digolongkan sebagai gratifikasi, antara lain: 1. Pemberian hadiah atau uang sebagai ucapan terima kasih karena telah dibantu; 2. Hadiah atau sumbangan dari rekanan yang diterima pejabat pada saat perkawinan anaknya; 3. Pemberian tiket perjalanan kepada pejabat/pegawai negeri atau keluarganya untuk keperluan pribadi secara cuma-cuma; 4. Pemberian potongan harga khusus bagi pejabat/pegawai negeri untuk pembelian barang atau jasa dari rekanan; 5. Pemberian biaya atau ongkos naik haji dari rekanan kepada pejabat/pegawai negeri; 6. Pemberian hadiah ulang tahun atau pada acara-acara pribadi lainnya dari rekanan; 7. Pemberian hadiah atau souvenir kepada pejabat/pegawai negeri pada saat kunjungan kerja; 8. Pemberian hadiah atau parsel kepada pejabat/pegawai negeri pada saat hari raya keagamaan, oleh rekanan atau bawahannya. Berdasarkan contoh di atas, maka pemberian yang dapat dikategorikan sebagai gratifikasi adalah pemberian atau janji yang mempunyai kaitan dengan hubungan kerja atau kedinasan dan/atau semata-mata karena keterkaitan dengan jabatan atau kedudukan pejabat/pegawai negeri dengan si pemberi. E. Sanksi Gratifikasi Sanksi pidana yang menerima gratifikasi dapat dijatuhkan bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang: 1. Menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberi hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya;



157



2. Menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya; 3. Menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya; 4. Dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri; 5. Pada waktu menjalankan tugas, meminta, menerima, atau memotong pembayaran kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kepada kas umum, seolah-olah pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kas umum tersebut mempunyai utang kepadanya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang; 6. Pada waktu menjalankan tugas, meminta atau menerima pekerjaan, atau penyerahan barang, seolah-olah merupakan utang kepada dirinya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang; 7. Pada waktu menjalankan tugas, telah menggunakan tanah negara yang di atasnya terdapat hak pakai, seolah-olah sesuai dengan peraturan perundang-undangan, telah merugikan orang yang berhak, padahal diketahuinya bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan perundangundangan; atau baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan, yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya.



158



DAFTAR PUSTAKA 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30.



31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40.



Alat Bantu Pengambilan Keputusan Ber-KB (ABPK). Andi AT Mappiare. 2010. Pengantar Konseling dan Psikoterapi. Jakarta: Rajagrafindo Perkasa. AS, Enjang. 2009. Komunikasi Konseling. Bandung: Nuansa Bandung. BKKBN. 2006. Pedoman Teknis Komunikasi Interpersonal/Konseling KB. Jakarta: BKKBN. Bobby De Porter & Mike Hernacki. 2000. Quantum Learning. Terjemahan. Bandung: Kaifa. Buku Konseling Kepulangan Ibu Program PilihanKu. Buku Register Konseling ANC Program PilihanKu Dave Meier. 2000. The Accelerated Learning. Terjemahan. Bandung: Kaifa. Departemen Kesehatan RI. 2002. Modul Presentasi Interaktif. Departemen Kesehatan RI. 2006. Modul Pelatihan Tenaga Pelatih Program Kesehatan (TPPK). Departemen Kesehatan RI. 2007. Modul Manajemen Diklat. Departemen Kesehatan RI. 2007. Modul Metode Pembelajaran. Departemen Kesehatan RI. 2007. Penggunaan Alat Bantu Pembelajaran. Departemen Kesehatan RI. 2004. Kumpulan Games dan Energizer. Jakarta: Pusdiklat Kesehatan. Hanifah, Winkjosastro. 2007. Ilmu Kandungan Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Instruksi Presiden No. 1 Tahun 2013. Kepmenkes No. 232/Menkes/SK/VI/2013 tentang Strategi Komunikasi Pekerjaan dan Budaya Anti Korupsi. Kepmenkes RI No. HK.02.02/Menkes/52/2015 tentang Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015- 2019. Lembaga Administrasi Negara RI. 2007. Modul Evaluasi Pendidikan. Lembaga Administrasi Negara RI. 2007. Modul Kemampuan Dasar Mengajar. Modul Pelatihan KB Pasca Persalinan Fokus AKDR Pasca Persalinan. Munir, Baderel. 2001. Dinamika Kelompok, Penerapannya Dalam Laboratorium Ilmu Perilaku. Jakarta. Panduan Pemeliharaan Perangkat yang Dipakai. Pelaksanaan Penggunaan Alat Bantu IT pada Program Intervensi KBPP Di 11 Kab/Kota Di Bawah Program PilihanKu. Perka BKKBN 286/2011. Perka BKKBN 303/2016 tentang Pedoman Rumusan Alat dan Obat Kontrasespsi Serta Sarana Penunjang Kontrasepsi. Permenkes No. 39 Tahun 2014 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelaksanaan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga. Permenkes No. 43 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan. Permenkes No. 44 Tahun 2016 tetang Pedoman Manajemen Puskesmas. Permenkes No. 97 Tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil, Masa Hamil, Persalinan, dan Masa Sesudah Melahirkan, Penyelenggaraan Pelayanan Kontrasepsi, serta Pelayanan Kesehatan Seksual. Population Council. Adaptasi “The Balanced Counseling Strategy: A Toolkit for Family Planning Service Providers”. Saifuddin, Abdul Bari. 2006. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Standar Penyelenggaraan Pelatihan Pusdiklat Aparatur, Jakarta, 2012 Sofyan S. Willis. 2004. Konseling Individual Teori dan Praktek. Bandung: Alfabeta. Suranto AW. 2011. Komunikasi Interpersonal. Yogyakarta: Graha Ilmu. Technology Acceptance Model. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. WHO. 2017. Diagram Lingkaran Kriteria Kelayakan Medis Dalam Penggunaan Kontrasepsi menurut WHO Edisi 2, 2017. WHO. 2015. Medical Eligibility Criteria for Contraceptive Use.



159



160



FORM PENILAIAN KONSELING



MATERI INTI 1. KOMUNIKASI DAN KONSELING



Apabila anda melakukan konseling, apakah anda biasa melakukan hal berikut ? NO



JAWABAN



Beri tanda (√) pada kolom "Ya" atau "Tidak" YA



1



Mengucapkan salam pada saat bertemu klien. Memperkenalkan diri



2



Menggunakan bahasa isyarat (non verbal) secara baik.



4



Menanyakan masalah yang dihadapi klien.



5



Memberikan kesempatan klien untuk menyampaikan masalah lain.



6



Menanyakan kepada klien tentang kejelasan informasi yang diberikan.



7



Memberi umpan balik masalah yang dihadapi klien (termasuk pujian).



8



Memberitahu klien tentang pemeriksaan dan tindakan yang akan dilakukan.



9



Memberitahu klien tentang hasil pemeriksaan yang dilakukan.



10



Memberitahu klien penanganan yang diberikan, obat dan cara penggunaan.



11



Menyepakati bersama klien kapan harus melakukan kunjungan ulang/rujukan



12



Mengulangi kata-kata klien untuk memperjelas.



13



Mendengarkan klien secara serius.



14



Tidak memotong pembicaraan.



15



Mengulas kembali tentang hal-hal yang telah disampaikan.



TOTAL Baik : 11-15, anda punya potensi baik untuk konseling dan perlu dipelihara dan ditingkatkan dalam praktek. Sedang: 6-10, anda punya potensi sedang untuk konseling dan perlu lebih banyak belajar dan praktek. Kurang: 0-5, anda kurang mengerti tentang konseling dan perlu lebih banyak belajar dan praktek.



TIDAK



Daftar Tilik Penilaian Ketrampilan Strategi Konseling Berimbang KB Nama Petugas yang ditunjuk: Nama Fasilitas: Tanggal: INDIKATOR STANDAR STRATEGI KONSELING BERIMBANG KB No



YA TIDAK



VERIFIKASI



STANDAR



Persiapan Konseling 1



Melihat rekam medik pasien



2



Memastikan klien tepat untuk mendapatkan konseling



3



Mempersiapkan Alat bantu Konseling Mempersiapkan tempat konseling yang nyaman bagi klien Mempersiapkan algoritma SKB KB Mempersiapkan kartu konseling



4



Mempersiapkan brosur konseling Mempersiapkan WHO MEC WHEEL Tahap Sebelum Pemilihan Memastikan klien siap dan bersedia untuk konseling Menyapa klien dan memperkenalkan diri Menyampaikan kepada klien bahwa kesempatan ini untuk mendiskusikan tentang pemilihan metode kontrasepsi yang aman dan sesuai kondisi kesehatan



5



Menjaga privacy klien Menanyakan jumlah dan usia anak klien Menanyakan tentang penggunaan salah satu metode kontrasepsi 6



Apabila tidak menggunakan kontrasepsi, Menentukan penggunaan Kartu mendapatkan dukungan ber KB Atau Apabila menggunakan kontrasepsi, Menanyakan kepuasan menggunakan kontrasepsi tersebut Menanyakan kepada klien apakah saat ini sedang hamil



7



Menentukan penggunaan kartu daftar tilik untuk merasa cukup yakin ibu tidak sedang hamil Menanyakan tentang keinginan klien memiliki anak lagi di masa yang akan datang



8



Menanyakan rencana klien ingin memiliki anak lagi Menentukan penggunaan kartu MOW dan MOP dan kartu lain yg blm disingkirkan Menjelaskan kepada klien waktu dan jarak yg sehat untuk hamil



9



Menjelaskan mengenai kartu waktu dan jarak kehamilan yang sehat 10 Menanyakan kepada klien apakah sedang menyusui bayi yang berusia kurang dari 6 bulan secara eksklusif Apabila Menyusui, Menentukan penggunaan kartu pil kombinasi, suntik 1 bulan dan suntik 3 bln (→ usia kurang/lebih dr 6 minggu) Atau Apabila tidak Menyusui, Menentukan penggunaan kartu MAL Menanyakan mengenai kondisi dan masalah kesehatan klien



11



Menentukan penggunaan Diagram Lingkaran Kriteria Kelayakan Medis Dalam Penggunaan Kontrasepsi (WHO MEC WHEEL 2017) untuk menapis metode yang tidak sesuai (bila ada masalah kesehatan)



12



Menanyakan kesediaan klien untuk melanjutkan konseling dan memilih salah satu metode KB Tahap Pemilihan Menyampaikan kepada klien mengenai kartu metode KB yang tersisa Menyusun kartu berdasarkan yang paling efektif



13



Menjelaskan satu per satu keterangan yang tertulis di belakang kartu Meminta klien (dan pasangan) untuk memilih kartu metode KB yang di minati sesuai dengan kondisi ibu Memeriksa pilihan klien dengan menggunakan brosur Tahap Setelah Pemilihan Menjelaskan informasi tentang metode KB yang menjadi pilihan klien Menjelaskan beberapa point penting dari metode yang di pilih menggunakan brosur



14



Menjelaskan mengenai efektifitas metode yang di pilih Menjelaskan mengenai cara penggunaan metode KB yang di pilih Menjelaskan mengenai efek samping metode KB yang di pilih Memastikan klien mantap dengan metode yang dipilih Meminta klien mengulangi pemahaman tentang cara penggunaan dan efek samping



15



Meminta klien untuk membaca semua isi brosur Menanyakan kesediaan klien untuk di berikan pelayanan kontrasepsi 16



Bila ya : (1) Bila Tidak : (0)



Berikan pelayanan dan catat hasil pelayanan dalam buku KIA/register/pencatatan dan pelaporan serta jadwalkan kunjungan ulang atau Apabila tidak, catat hasil konseling dalam buku KIA/Register Pelayanan dan Jadwalkan kunjungan ulang



BATAS NILAI 80



NILAI YA (1) YANG DI PEROLEH 30



X



100



CATATAN UNTUK PENINGKATAN KUALITAS INDIKATOR STANDAR



DIAGRAM BANTU KONSELING KB MENGGUNAKAN STRATEGI KONSELING BERIMBANG



TAHAP SEBELUM PEMILIHAN 1) 2)



Sapa Klien dan pasangan atau keluarga yang ikut dengan hangat, perkenalkan diri. Sampaikan pada Klien bahwa kesempatan ini untuk mendiskusikan tentang pemilihan metode kontrasepsi yang aman dan tepat sesuai dengan kondisi kesehatan klien dan pasangan. 3) Sampaikan pada klien bahwa privasi dan kerahasiaan klien dijamin, sehingga klien diharapkan terbuka dan tidak menutupi informasi tentang dirinya. Tidak, tanyakan alasan. 4) Tanyakan berapa jumlah dan usia anak klien. bila klien bersama pasangannya, gunakan kartu TANYA : Mendapatkan dukungan ber KB dari Suami (lanjutkan ke langkah 2 )



1. Apakah saat ini ibu sedang menggunakan salah satu metode kontrasepsi?



2. Apakah saat ini Ibu sedang hamil?



Ya, Tanyakan apakah klien puas dengan metode yang sedang di gunakan atau berniat menggunakan Metode lain? (simpan kartu yang tidak disukai, minta klien untuk menjelaskan metode yang digunakan, dan tanyakan apakah klien bersedia menerima informasi tentang metode kontrasepsi yang lain ( bila ya, lanjutkan ke langkah 3)



Ya, lanjutkan prosedur pemeriksaan ANC, dan tanyakan apakah ingin melanjutkan konseling. Lanjutkan ke langkah 3 Jika Tidak. Akhiri konseling. Tidak, gunakan Kartu Daftar Tilik Untuk Merasa Cukup Yakin Ibu Tidak Sedang Hamil (Lanjutkan langkah ke 3)



3. Apakah ibu masih ingin memiliki anak lagi di masa yang akan datang?



4. Jelaskan waktu dan jarak yang sehat untuk hamil dengan menggunakan kartu Waktu dan Jarak Kehamilan yang Sehat (lanjut ke langkah 5)



5. Apakah ibu sedang Menyusui Bayi yang berusia Kurang dari 6 bulan secara eksklusif?



Ya, Singkirkan Kartu MOW dan MOP, Jelaskan mengapa (Lanjutkan ke langkah 4)



Tidak, simpan kartu MOP dan MOW dan kartu lain yg blm disingkirkan, Jelaskan mengapa (Lanjutkan ke langkah 4)



Ya : - Jika menyusui bayi krg dr 6 minggu singkirkan kartu Pil kombinasi, suntik 1 bln & suntik 3 bln (Jelaskan), - Jika menyusui bayi lbh dr 6 minggu, singkirkan kartu suntik 1 bln dan pil kombinasi (Jelaskan) Lanjutkan ke langkah 6



Tidak, singkirkan Kartu MAL, Jelaskan mengapa (Lanjutkan ke langkah 6)



6. Apakah ibu memiliki masalah kesehatan?



7. Apakah Ibu bersedia melanjutkan konseling untuk memilih salah satu metode KB?



Cari tahu lebih lanjut kondisi dan masalah kesehatan klien, gunakan Diagram Lingkaran Kriteria Kelayakan Medis Dalam Penggunaan Kontrasepsi (WHO MEC, edisi 2 2017) untuk menapis metode yang tidak sesuai, sisihkan metode tersebut, Jelaskan mengapa (Lanjutkan ke langkah 7)



Tidak bersedia, tanyakan alasan, anjurkan berkonsultasi dengan keluarga dan jadwalkan konseling ulang



Ya, Bersedia (Lanjutkan ke tahap pemilihan langkah ke-8)



DIAGRAM BANTU KONSELING KB MENGGUNAKAN STRATEGI KONSELING BERIMBANG



TAHAP PEMILIHAN 8. Beritahu klien Kartu metode KB yang tersisa dari penapisan pada tahap sebelum nya



Susun Kartu berdasarkan yang Paling Efektif ,lalu bacakan satu persatu keterangan yang tertulis di belakang kartu pada Klien (lanjut ke langkah 9)



9. Mintalah klien (dan pasangan) untuk memilih salah satu kartu metode KB yang diminati



Periksa Pilihan klien dengan menggunakan brosur, dengan menanyakan “ metode ini tidak disaran kan jika…” bila tidak sesuai minta klien memilih metode lain (lanjutkan ke tahap setelah pemilihan )



TAHAP SETELAH PEMILIHAN 10. Jelaskan beberapa point penting dari metode yang dipilih dengan menggunakan brosur



11. Pastikan klien telah mantap dengan Pilihan nya dan memahami metode yang dipilihnya 12. Tanyakan klien apakah bersedia di berikan pelayanan kontrasepsi sesuai dengan pilihan pelayanan.



Jelaskan tentang efektifitas, Cara penggunaan, efek samping yang mungkin timbul dan kemana ibu harus berkonsultasi bila mendapatkan masalah.



Minta klien untuk mengulangi pemahaman tentang cara penggunaan dan efek samping, Minta klien untuk membaca semua isi brosur dan mendiskusikanya dengan pasangan. Ya, Berikan pelayanan dan catat hasil pelayanan dalam buku KIA/register/pencatatan dan pelaporan serta jadwalkan kunjungan ulang



Tidak, Catat hasil konseling dalam buku KIA/Register pelayanan dan jadwalkan kunjungan ulang