Final Buku Modul Pelatihan 2021 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PENINGKATAN KAPASITAS PENDAMPING DESA DAN PENDAMPING LOKAL DESA (2021)



BADAN PENGEMBANGAN SUMBERDAYA MANUSIA DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT, DAERAH TERTINGGAL DAN TRANSMIGRASI



KEMENTERIAN DESA PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL DAN TRANSMIGRASI



1



Kata Pengantar Puji syukur sepantasnya kita haturkan ke hadirat Allah Swt karena pada akhirnya buku Modul Pelatihan Peningkatan Kapasitas Pendamping Desa dan Pendamping Lokal Desa dapat diselesaiakan. Isi buku ini merupakan hasil pembaruan dari materi modul pelatihan yang pernah dibuat sebelumnya dengan menambahkan beberapa pokok bahasan yang disesuaikan dengan kebutuhan yang terkait dengan topik partisipasi masyarakat desa, inklusi sosial, dan akuntabilitas sosial desa. Tujuan dari penulisan buku berikut adalah untuk menyediakan modul pelatihan yang dapat menambah wawasan, keterampilan, dan terutama, penguatan komitmen pendamping desa serta pendamping lokal desa sebagai tenaga pendamping profesional yang tugas pokok membantu pemerintah pusat dalam mendorong percepatan pencapaian arah pembangunan desa. Untuk mendorong percepatan pembangunan desa yang efektif dan efisien dalam mencapai kemajuan desa, Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemen Desa PDTT) menetapkan arah kebijakan Pembangunan Desa, yaitu melalui pendekatan SDGs (sustainable Development Goals – Tujuan Pembangunan Berkelanjutan) Desa. Pendekatan tersebut sekaligus merupakan upaya terpadu untuk pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017. Dengan demikian pendekatan SDGs Desa sekaligus merupakan upaya mencapi tujuan pembangunan berkelanjutan ke dalam konteks yang relevan dengan kebutuhan khas desa-desa di Indonesia. Arah kebijakan dan strategi pencapaian tujuan Pembangunan Desa tersebut ditetapkan dalam Peraturan Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Permendesa PDTT) nomor 21 tahun 2020 tentang Pedoman Umum Pembangunan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat Desa. Selain berisi ketetapan arah kebijakan Pembangunan Desa, Permendesa PDTT terebut juga mengatur mekanisme pembangunan desa dengan menempatkan pendataan sebagai tahap awal. Data desa hasil kerja penataan partisipatif dan dikelola dengan menggunaan teknologi digital dalam platform sistem informasi desa dibutuhkan sebagai dasar sekaligus acuan untuk menentukan kualitas perencanaan percepatan pencapaian Pembangunan SDGs Desa. Guna mendukung percepatan pencapaian arah pembangunan desa tersebut maka perlu diselenggarakan pelatihan untuk meningkatkan kapasitas pendamping desa dan pendamping lokal desa sebagai representasi kehadiran konkret pemerintah pusat, dalam hal ini Kemeterian Desa PDTT, di desa-desa. Di tangan pendamping desa dan pendamping lokal desa, Kementerian PDTT menitipkan misi untuk melakukan upaya percepatan pencapaian arah pembangunan desa. Diharapkan melalui pelatihan yang dilaksanakan berdasarkan arahan buku modul berikut dapat menguatkan komitmen dan mendorong pendamping desa maupun pendamping lokal desa untuk dapat lebh siap sedia baik dari segi penguasaan materi maupun penguasaan keterampilan dalam memberdayakan masyarakat desa untuk berpartisipasi aktif dalam pembangunan desa. 2



Meskipun buku modul yang ada di tangan Anda ini disusun secara khusus untuk memenuhi kebutuhan pelatihan peningkatan kapasitas pendamping desa dan pendamping lokal desa, namun buku berikut terbuka untuk dimanfaatkan para pemangku kepentingan desa yang merasa membutuhkan baik sebagai tuntunan pelaksanaan pelatihan maupun sebagai acuan untuk memahami pokok-pokok materi terkait dengan arah kebijakan Pembangunan SDGs Desa. Akhir kata semoga buku Modul Pelatihan Peningkatan Kapasitas Pendamping Desa dan Pendamping Lokal Desa dapat memberikan kontribusi yang berarti dalam meningkatkan kualitas kerja dan kinerja tenaga pendamping profesional dalam mendampingi Desa dan masyarakat desa.



Jakarta, _______________



(Prof. Dr. Lutfiyah Nurlela, M.Pd.) Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia & Pemberdayaan Masyarakat Desa, Daerah Tertinggal & Transmigrasi)



3



Kata Pengantar Daftar Isi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Tujuan Pelatihan C. Skema Materi pelatihan D. Matrik Silabus Pelatihan E. Prinsip Penggunaan Modul II. MODUL PELATIHAN A. Pokok Bahasan 1: Citra Diri Pendamping Desa B. Pokok Bahasan 2: Pembangunan Desa Partisipatif o



Sub Pokok Bahasan 2.1 : Pokok-Pokok Kebijakan Pembangunan Desa Dalam Permen Desa PDTT Nomor 21 Tahun 2020



o



Sub Pokok Bahasan 2.2 : Pembangunan Desa Berbasis Data SDGs Desa



o



Sub Pokok Bahasan 2.3: Partisipasi Masyarakat Dalam Pemetaan Sosial Pembangunan Desa



C. Pokok Bahasan 3 : Pemberdayaan Masyarakat Desa o



Sub Pokok Bahasan 3.1 : Partisipasi Masyarakat Desa Dalam Penguatan Inklusi dan Akuntabilitas Sosial Desa



o



Sub Pokok Bahasan 3.2 : Pokok Kebijakan Pemberdayaan Ekonomi Desa Melalui BUM Desa dan BUM Desa Bersama



III. MATERI PENDUKUNG A. Bahan Tayang B. Bahan Bacaan



4



I. PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Dalam Prakata buku SDGs Desa Percepatan Pencapaian Tujuan Pembangunan Nasional Berkelanjutan, A.Halim Iskandar, sebagai penulis menceritakan apa yang ada dalam benaknya ketika mendapat pengumuman dipercaya Presiden Joko Widodo untuk mengemban amanah sebagai Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal Dan Transmigrasi. Baginya menunaikan amanah itu luar biasa berat karena sebagai Menteri, Halim Iskandar, harus menyelesaikan problem pembangunan di 74.953 desa, 270 kawasan perdesaan, 62 daerah tertinggal, 619 kawasan transmigrasi di seluruh Indonesia. Tentu saja yang dimaksud dengan problem Pembangunan Desa bukan hanya menyangkut besarnya jumlah kuantitatif desa dengan rentang persebarannya yang begitu luas dan dengan karakter serta tipologi yang beragam. Dalam buku tersebut Menteri Desa PDTT menjelaskan problem utama Pembangunan Desa tidak terlepas dari konsepsi tentang Pembangunan yang selama ini terbukti belum mampu meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat desa. Sampai sejauh sekarang ini Pembangunan dilihat dalam kerangka pertumbuhan pendapatan nasional bruto (Gross National Product) yang akan membawa berkah tetesan ke bawah (tricle down effect). Pendekatan pembangunan tersebut tidak terbukti benar. Sebaliknya yang terjadi justru sebaliknya, pendekatan tetesan ke bawah mengakibatkan ketimpangan sosial, kerusakan lingkungan, kerentanan sosial dan budaya. Problem lain Pembangunan Desa yang di hadapi Menteri Desa PDTT adalah belum maksimalnya penggunaan dana desa dalam menyelesaikan permasalahan yang ada di desa. Sebagaimana diketahui bahwa Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 memberikan mandat kepada pemerintah untuk menyalurkan dana desa. Jumlah dana desa yang disalurkan ke desa-desa setiap tahunnya terus meningkat. Tahun 2015 dana desa yang disalurkan sebesar Rp 20,67 triliun. Tahun 2021direncanakan anggaran dana desa yang akan disalurkan mencapai Rp 72 triliun. Namun hasil Pembangunan Desa dengan pemanfaatan dana desa belum menunjukkan hasil perubahan yang cukup signifikan. Tentu saja ada banyak faktor yang menyebabkan pemanfaatan dana desa tidak maksimal dalam meningkatkan capaian tujuan pembanguan dari mulai dukungan perangkat perencanaan pembangunan desa sampai kualitas sumber daya manusia desa. Untuk itu Menteri Desa PDTT menggagas suatu upaya yang lebih strategis dalam menyelesaikan permasalah desa melaui pendekatan SDGs (sustainable Development Goals – Tujuan Pembangunan Berkelanjutan) Desa. Pendekatan tersebut dinilai sekaligus sebagai upaya terpadu untuk percepatan pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Pendekatan SDGs merupakan suatu pendekatan terpadu untuk mencapai 17 tujuan aspek kehidupan desa yang sudah dipraktikan di berbagai belahan dunia. Untuk kondisi khas Indonesia, Menteri Desa PDTT menambahkan satu tujuan pembangunan berkelanjutan yang merupakan kekhasan bagi desadesa di Indonesia, yaitu kelembagaan desa dinamis dan kebudayaan desa adaptif..



5



Komitmen tersebut dituangkan dalam Peraturan Menteri Desa PDTT Nomor 21 Tahun 2020 Tentang Pedoman Pembangunan Desa Dan Pemberdayaan Masyarakat Desa. Tujuan penerbitan Permendesa Nomor 21 Tahun 2020 disebutkan dalam pertimbangan, yaitu untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi pelaksanaan Pembangunan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat Desa. Dalam Permendesa tersebut ditegaskan bahwa arah kebijakan Pembangunan desa adalah pencapaian tujuan SDGs Desa. Untuk memastikan bahwa setiap desa merencanakan Pembangunan Desa selaras dengan arah kebijakan Pembangunan Desa sebagaimana ditetapkan dalam Permendes tersebut, Kementerian Desa menyediakan Sistem Informasi Desa. Sistem Informasi Desa merupakan sistem pengolahan data kewilayahan dan data kewargaan di desa yang dilakukan secara terpadu dengan mendayagunakan fasilitas perangat lunak dan perangkat keras, jaringan, dan sumber daya manusia untuk disajikan menjadi informasi yang berguna dalam peningkatan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik serta dasar perumuskan kebijakan strategis Pembangunan Desa, Penyediaan Sistem Informasi Desa bertujuan untuk mengefektifkan pemanfaatan data desa sebagai basis perencanaan Pembangunan Desa. Secara teknis Sistem Informasi Desa dirancang sebagai platform teknologi digital yang mampu memberikan rekomendasi prioritas aspek Pembangunan Desa berdasarkan input data obyektif dari setiap desa. Karena data menjadi basis perencanaan Pembangunan Desa yang selaras dengan arah kebijakan SDGs Desa, maka konsekuensinya tahap mekanisme Pembangunan Desa mengalami perubahan. Dalam Prmendesa Nomor 21 Tahun 2020 ditetapkan siklus Pembangunan Desa diawali dengan tahap pendataan desa. Pendataan desa yang dimaksud adalah proses penggalian, pengumpulan, pencatatan, verifikasi dan validasi data SDGs Desa yang memuat data obyektif kewilayahan dan kewargaan desa berupa aset dan potensi aset desa yang dapat didayagunakan untuk pencapaian tujuan Pembangunan Desa, masalah ekonomi, sosial, dan budaya yang dapat digunakan sebagai bahan rekomendasi penyusunan program dan kegiatan Pembangunan Desa, serta data dan informasi terkait lainnya yang menggambarkan kondisi obyektif desa dan masyarakat desa. Mekanisme pendataan desa pada tahap awal merupakan sensus partisipatoris, yaitu pendataan yang melibatkan masyarakat secara inklusif. Permendesa PDTT Nomor 21 Tahun 2020 mengatur secara jelas supaya desa menginput ke dalam Sistem Informasi Desa setiap bentuk dokumen perencanaan Pembangunan Desa yang telah ditetapkan sehingga masyarakat dapat mengakses perkembangan informasi dari setiap tahap Pembangunan Desa. Dokumen yang dimaksud diantaranya adalah RPJM Desa, RKP Desa, maupun APB Desa. Dengan mekanisme tersebut maka Sistem Informasi Desa sekaligus menjadi sarana penunjang penguatan kualitas akuntabilitas sosial desa dimana pemerintah Desa secara terbuka melalui Sistem Informasi Desa menyampaikan setiap informasi terkait dengan Pembangunan Desa. Pendekatan terpadu SDGs Desa Selain merupakan pendekatan terpadu dengan mandat Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017 tentang Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, Permendesa Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembangunan Desa Dan Pemberdayaan Masyarakat Desa yang Dalam kebijakan tersebut ditegaskan bahwa mekanisme pembangunan SDGs Desa tetap dilaksanakan berdasarkan subsidiaritas dengan menghormati kewenangan lokal berskala desa. 6



Platform digital Sistem Informasi Desa sebagai dashboard pemutakhiran data desa Pedoman Pembangunan Desa an Pemberdayaan Masyarakat Desa mengatur secara lebih jelas dan lebih tegas ruang dan praktik penerapan prinisp partisipasi masyarakat desa, inklusi dan akuntabilitas sosial desa. mendapatkan wujud yang lebih jelas secara Menyusul ditetapkannya Permendesa PDTT Nomor 21 Tahun 2020, berikutnya Kementerian Desa PDTT menyusun strategi langkah aksi untuk melakukan percepatan sosialisasi dan peningatan kapasitas para pemangku kepentingan terkait Pembangunan Desa dan Pemberayaan masyarakat Desa. Salah satu target kelompok yang menjadi perhatian Kementeria Desa PDTT adalah Tenaga Pendamping Profesional, utamanya Pendamping Desa dan Pendamping Lokal Desa. Sesuai dengan tugas pokoknya, para pendamping tersebut merupakan barisan depan yang bertanggungjawab untuk memastikan bahwa desa, baik aparat pemerintah desa maupun kader desa dan masyarakat desa secara umum, memahami serta dapat mengimplementasikan mandat Permendesa Nomor 21 Tahun 2021 ke dalam mekanisme Pembangunan Desa. Untuk itu Kementerian Desa PDTT, dalam hal ini Pusat Pengembangan Pemberdayaan Masyarakat Desa, Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, mempersiapkan pelatihan peningkatan kapasitas Pendamping Desa dan Pendamping Lokal Desa. Topik pelatihan adalah Pembangunan Desa Partisipatif yang akan diturunkan ke dalam dua pokok bahasan. Pokok bahasan pertama yang menjadi materi utama pelatihan adalah Permendesa PDTT Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembangunan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat Desa. Pokok bahasan kedua adalah materi Pemberdayaan Masyarakt Desa yang melengkapi pokok bahasan sebeumnya, yaitu tentang inklusi dan akuntabilitas desa dan pemberdayaan masyarakat desa melalui Badan Usaha Milik Desa dan Badan Usaha Milik Desa Bersama. Inklusi dan akuntabilitas sosial merupakan aspek paradigmatik yang menegaskan bahwa Pembangunan Desa berasal “dari rakyat” dan bertujuan “untuk rakyat”. Dalam desa inklusif “tidak ada seorang pun anggota masyarakat desa yang diabaikan”. Masyarakat desa adalah subyek Pembangunan Desa, tanpa memandang perbedaan latar belakang dan kondisi kelompok. Prinsip inklusi sosial, justru memastikan kelompok-kelompok masyarakat desa yang sebelumnya terpinggirkan dijamin untuk dapat berpartisipasi secara aktif dalam menentukan kualitas Pembangunan Desa. Permendes Nomor 21 Tahun 2020 mengatur supaya arah kebijakan Pembangunan Desa dicapai melalui mekanisme yang “tidak meninggalkan seorang pun” (no one left behind). Ruang partisipasi masyarakat harus dibuka lebih lebar. Forum-forum formal seperti Musyawarah Desa yang cenderung hanya mengundang perwakilan masyarakat yang terbatas perlu dikuatkan dengan memperluas forum-forum informal yang dapat mengakomodasi prakarsa berbagai kelompok masyarakat. Dalam perspektif lain jaminan tersedianya ruang partisipasi bagi berbagai kelompok masyarakat merupakan wujud dari keterbukaan atau akuntabilitas sosial pemerintah desa dalam mengakomodasi inisiatif masyarakat untuk pemajuan dan peningkatan kualitas Pembangunan Desa. Mekanisme pencapaian arah kebijakan Pembangunan Desa diatur dalam Permendes Nomor 21 Tahun 2020 dimaksudkan untuk mendorong terwujudnya visi UU Desa secara konsekuen ke dalam praktik penegakan prinsip-prinsip Pembangunan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat Desa sebagai mandat kehendak masyarakat Desa yang menjadi subyek Pembangunan. Karena itu selain pendekatan pembagunan partisipatif, secara operasional akuntabilitas sosial desa juga mencakup upaya pemerintah



7



untuk meningkatkan kualitas pemberdayaan masyarakat, pengembangan keterbukaan informasi desa, dan pengembangan inovasi desa dalam pembangunan. Permendes Nomor 21 Tahun 2020 merupakan Pedoman Pembangunan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat Desa yang mengatur secara konsekuen prinsip-prinsip inklusi sosial dan akuntabilitas sosial kedalam mekanisme Pembangunan Desa. Oleh karena itu dalam pelatihan peningkatan kapasitas Pendamping Desa dan Pendamping Lokal Desa keduanya, inklusi sosial dan akuntabilitas sosial, menjadi topik pembahasan yang tidak terpisahkan dengan topik pembangunan desa partisipatif. Melalui pelatihan yang diselenggarakan Kemen Desa PDTT diharapkan Pendamping Desa dan Pendamping Lokal Desa dapat memahami paradigma inklusi sosial sebagai substansi dari pemberdayaan masyarakat. Pendamping diharapkan mampu membangun perspektif kritis dengan menempatkan pemberdayaan masyarakat sebagai kegiatan penguatan kesadaran masyarakat desa sebagai subyek yang berhak berparisipasi dalam menentukan kualitas Pembangunan Desa. Pelatihan dengan menggunakan materi pokok bahasan sebagaimana disusun dalam buku ini akan dilakukan secara berjenjang. Pelatihan pertama merupakan pelatihan untuk pelatih (Training of Trainer). Pelatihan pertama sekaligus menjadi kesempatan untuk mendapatkan masukan yang berarti guna perbaikan modul. Para Pendamping Desa dan Pendamping Lokal Desa akan mendapatkan pelatihan berikutnya yang difasilitasi oleh pelatih atau fasilitator yang telah mengikuti pelatihan pertama.



B. Tujuan Pelatihan 1. Peningkatan keterampilan Pendamping Desa dan Pendamping Lokal Desa dalam memfasilitasi Pembangunan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat Desa 2. Peningkatan pengetahuan Pendamping Desa dan Pendamping Lokal Desa dalam memahami arah kebijakan Pembangunan Desa 3. Penguatan sikap Pendamping Desa dan Pendamping Lokal Desa sebagai tenaga profesional dalam pendampingan Pembangunan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat Desa



C. Materi Pelatihan



8



Skema Materi Dan Ranah Capaian Modul PB 1



Skema Materi Dan Ranah Capaian Modul PB 2 dan PB 3



9



D. Matrik Silabus Pelatihan



No



Pokok Bahasan



Sub Pokok Bahasan



Tujuan Pembelajaran



Indikator Capaian



Metode



Media (Bahan)



JP



Landasan arah kebijakan Pembangunan Desa Dan Pemberdayaan Masyarakat Desa – Stadium Generale Menteri Desa PDTT Orientasi arah pelatihan 1



Citra Diri Pendamping Desa



1. Memahami citra Pendamping Desa sebagai pilihan komitmen individu untuk merepresentasikan kualitas kehadiran negara. 2. Mengenali faktor-faktor dalam diri yang berpotensi menghambat upaya untuk mengoptimalkan kemampuan diri sebagai pendamping desa. 3. Mengenali pilihan strategis mengatasi faktor-faktor kelemahan diri untuk menguatkan komitmen citra Pendamping Desa



4. Mengenali pilihan



1. Mampu menemukan faktor internal (dalam diri) yang potensial menghambat upaya untuk mengoptimalisasi kemampuan diri sebagai pendamping desa. 2. Mampu menentukan rencana langakah strategis mengatasi faktor internal yang potensial menghambat upaya untuk mengoptimalkan kemamuan diri sebagai pendamping desa.



• Tutorial (ceramah) • Belajar Mandiri • Dikskusi (sharing) • Simulasi • Refleksi



• Video



3



• Bahan bacaan • Bahan tayang (ppt)



3. Mampu menghasilkan



langkah strategis meningkatkan kemampuan diri dalam mewujudnyatakan komitmen untuk meberdayakan masyarakat desa.



strategis mengoptimalkan peran



10



diri Pendamping Desa sebagai penggerak pemberdayaan para pelaku perubahan desa.



2



Pembangunan Desa Partisipatif



Pokok-pokok Kebijakan Pembangunan Desa Dalam Permen Desa PDTT Nomor 21 Tahun 2020



1. Memahami pokok-pokok kebijakan Pembangunan Desa 2. Memahami peran data dalam peningkatan kualitas Pembangunan Desa



1. Mampu menjelaskan pokok-pokok kebijakan Pembangunan Desa



• Tutorial (ceramah) • Diskusi Pleno



2. Mampu menjelaskan peran



Salinan Permen Desa Nomor 21 Tahun 2020



2



data sebagai basis peningkatan kualitas Pembangunan Desa.



3. Memahami Sistem Informasi Desa sebagai teknologi penunjang akuntabilitas sosial dan peningkatan kualitas Pembangunan Desa. Pembangunan Desa Berbasis Data SDGs Desa



3. Mampu menjelaskan alur data Pembangunan Desa dalam Sistem Informasi Desa.



1. Memahami mekanisme



1. Skema rancangan fasilitasi



penentuan prioritas



partisipasi masyarakat



Pembangunan Desa



dalam siklus Pembangunan



berdasarkan data



Desa berbasis data SDGs



indikator SDGs Desa



Desa.



2. Mampu memfasilitasi tahapan siklus pembangunan desa berbasis data mikro SDGs Desa,



• Tutorial



4



(ceramah) • Diskusi



2. Skema rancangan strategi penggunaan data SDGs Desa dalam menentukan prioritas tujuan peningkatan kualitas Pembangunan Desa



3. Mampu merumuskan strategi penggunaan data



11



SDGs Desa untuk menentukan prioritas tujuan peningkatan kualitas Pmbangunan Desa Partisipasi Masyarakat Dalam Pemetaan Sosial Pembangunan Desa



1. Memahami peran penting



1. Mampu merancang strategi



partisipasi masyarakat



partisipasi masyarakat



dalam menentukan



dalam tahap-tahap



prioritas peningkatan



Pembangunan Desa.



kuaitas Pembagunan Desa 2. Mampu memahami metode pemetaan sosial sebagai dasar perencanaan partisipatif penentuan prioritas



• Tutorial



4



• Kajian kelompok • Diskusi pleno



2. Mampu menjelaskan metode pemetaan sosial sebagai dasar perencanaan partisipatif penentuan prioritas Pembangunan



Pembangunan Desa.



Desa.



3. Mampu mengkaji dokumen RPJM Desa, RKP



3. Hasil kajian dokumen RPJM



Desa, dan APB Desa



Desa, RKP Desa, dan APB



berbasis data SDGs



Desa berbasis data SDGs



4. Mampu merancang strategi kajian partisipatif dokumen RPJM Desa, RKP Desa, dan APB Desa berbasis data SDGs



3



Pemberdayaan Masyarakat Desa



Pemberdayaan Masyarakat Dalam Penguatan Inklusi



1. Memahami konsep



Inklusi



sebagai penyelenggaraan



tentang



1. Mampu menjelaskan prinsip



sosial



inklusi sosial sebagai dasar



prinsip



pengauan hak masyarakat



• Tutorial



3



(ceramah) • Diskusi Pleno



12



Dan Akuntabilitas Sosial Desa



Pembangunan



Desa



Partisipatif.



subyek



masyarakat



desa



2. Mampu



memahami



Akuntablitas Sosial dalam perspektif



sosial



masyarakat desa melakukan



masyarakat



desa



meningkatkan



tindakan



inisiatif kontrol



dan



kualitas partisipasi dalam



pengawasan Pembangunan



Pembangunan Desa.



Desa



3. Memahami dengan baik proses



Inklusi



dan



3. Mampu



menjelaskan



dengan baik proses Inklusi



Akuntabilitas Sosial yang



dan



terjadi pada desa masing-



yang terjadi pada wilayah



masing



masing-masing



4. Menerapkan prinsip



prinsip-



Inklusi



dan



Akuntabilitas Sosial dalam proses Pembangunan dan



Akuntabilitas



4. Mampu



Sosial



menerapkan



prinsip-prinsip Inklusi dan Akuntabilitas Sosial dalam proses Pembangunan dan



Pemberdayaan Masyrakat



Pemberdayaan Masyarakat



Desa



Desa



1. Memahami pokok-pokok



1. Mampu menjelaskan



kebijakan pemberdayaan



pokok-pokok kebijakan



ekonomi desa dalam



tetang BUM Desa dalam



Peraturan Pemerintah



Peraturan Pemerintah



Nomor 11 Tahun 2021



Nomor 11 Tahun 2021



2. Memahami isi pokok



2. Mampu menjelaskan isi



ketentuan Peraturan



pokok ketentuan Permen



Menteri Desa



Desa PDTT Nomor 3 Tahun



Pembangunan Daerah



2021.



Tertinggal Dan



• Kajian kelompok



sebagai wujud kesadaran dalam



Pokok Kebijakan Pemberdayaan Ekonomi Desa Melalui BUM Desa Dan BUM Desa Bersama



sebagai



Pembangunan Desa



2. Memahami akuntabilitasi sosial



desa



• Tutorial (ceramah) • Diskusi Pleno • Kajian



Salinan Permen Desa Nomor 3 Tahun 2021



3



kelompok



3. Mampu menjelaskan peran BUM Desa atau BUM Desa



13



Transmigrasi Nomor 3



Bersama sebagai



Tahun 2021



pengungkit pengembangan



3. Memahami BUM Desa atau BUM Desa Bersama



ekonomi desa



4. Mampu menjelaskan peran



sebagai pengungkit



partisipasi masyarakat



pegembangan potensi



dalam pengembanga BUM



ekonomi Desa



Desa atau BUM Desa



4. Memahami peran



Bersama



partisipasi masyarakat dalam pengembangan BUM Desa atau BUM Desa Bersama



14



E. Panduan Penggunaan Modul Pelatihan dengan menggunakan modul berikut akan dilaksanakan secara berjenjang. Pelatihan pertama adalah pelatihan untuk para calon pelatih atau calon fasilitator. Pelatihan pertama sekaligus akan menjadi kesempatan untuk mendapatkan masukan atas modul, utamanya terkait metodologi atau langkah-langkah pembelajaran yang berguna untuk perbaikan modul. Pelatihan kedua adalan pelatihan untuk Pendamping Desa yang akan difasilitasi oleh pelatoh yang sudah mengikuti peltihan pertama.



Untuk memudahkan memahami bagaimana memanfaatkan modul ini dalam pelatihan, baik kiranya jika pelatih atau fasilitator sebelumnya terlebih dahulu memahami beberapa hal yang terkait dengan penggunaan modul.



1. Modul Hanya Panduan Sebagaimana umumnya sebuah modul pembelajaran, demikian pula modul berikut merupakan panduan fasilitasi pembelajaran untuk mencapai target kompetensi tertentu dalam bidang atau aspek materi pengetahuan tertentu. Isi modul mencakup materi ajar, tujuan kompetensi yang akan dicapai, langah-langkah fasilitasi pembelajaran, dan bahan pembelajaran. Meskipun isi mencakup materi pembelajaran, namun demikian modul berikut fungsinya sebagai panduan pembelajaran bukan bahan ajar utama bagi fasilitator maupun, utamanya bagi peserta. Pokok bahasan yang tertulis di dalam modul berikut hanyalah pokok-pokok substansi materi pembelajarannya saja. Oleh karena itu, baik pelatih atau fasilitator maupun peserta pelatihan perlu melengkapi dengan bacaan yang menjadi sumber pembelajaran dan referensi lain yang mendukung. Sebagai panduan ada bagian-bagian modul yang sifatnya permanen atau tidak boleh diubah oleh fasilitator, yaitu tujuan pembelajaran. Karena tujuan merupakan arah capaian peningkatan kapasitas yang sudah ditetapkan oleh pihak yang menyusun atau menerbitkan modul dan berkepntingan dengan pelatihan, dalam hal ini Pusat Pengembangan Pemberdayaan Masyarakat Desa, Daerah Tertinggal dan Transmigrasi. Dalam hal ini perubahan tujuan pembelajaran hanya boleh dilakukan setelah melakukan konsultasi dengan pihak penyusun modul. Namun demikian ada bagian modul yang sifatnya lentur atau boleh diubah oleh pelatih atau fasilitator, yaitu bagian metodologi atau langkah-langkah pembelajaran. Perubahan tentu dilakukan dengan alasan untuk lebih mengefektifkan proses pencapaian tujuan pembelajaran. Perubahan bisa dilakukan dengan pengandaian bahwa pelatih atau fsiitator adalah orang yang berpengalaman dalam fasilitasi pelatihan dan mengenal kondisi obyektif sarana dan peserta pelatihan.



15



2. Pembelajaran Orang Dewasa Peserta pelatihan adalah Pendamping Desa dan Pendamping Lokal Desa. Para peserta adalah orang dewasa yang telah menyatakan komitmennya untuk mendampingi desa karena itu modul disusun dengan metode pembelajaran orang dewasa. Metode pembelajaran orang dewasa dibangun di atas kaidah yang mengakui bahwa setiap orang dewasa memiliki struktur persepsinya masing-masing terhadap suatu pengalaman. Orang dewasa memiliki kemampuan menyusun kerangka logisnya masing-masing dalam memaknai pengalaman. Misalnya saja para peserta sebagai orang dewasa memiliki pengalaman yang sama dalam hal mendampingi desa dengan kondisi desa yang sama, namun pemahaman masing-masing pendamping atas kondisi obyektif desa bisa jadi berbeda satu sama lain. Demikian juga dalam hal menemukan makna di balik pengalamannya berinteraksi dengan desa. Berdasarkan kaidah pembelajaran orang dewasa langkah-langkah pembelajaran dalam modul berikut disusun dengan pendekatan induktif yang mengutamakan pengalaman peserta sebagai basis pembelajaran. Pendekatan berbasis pengalaman peserta merupakan langkah pembelajaran yang efektif mengingat materi pokok bahasan dalam pelatihan adalah materi yang dekat dengan tugas pokok dan pengalaman keseharian peserta sebagai pendamping desa. Dengan pendekatan tersebut fasilitator atau pelatih bukanlan narasumber yang berceramah menyampaikan materi. Pelatih benar-benar melakukan perannya sebagai fasilitator yang memfasilitasi peserta sehingga pembelajaran berjalan efektif dan dapat mencapai tujuan.



3. Kreativitas Pelatih Syarat dalam pelatihan dengan kaidah pembelajaran orang dewasa adalah keberadaan pelatih atau fasilitator yang kritis, kreatif dan kaya referensi terkait materi pokok bahasan. Kemampuan fasilitasi tersebut dibutuhkan juga dalam rangka untuk bisa memfasilitasi peserta mencapai tujuan pembelajaran yang konkret. Kemampuan kritis fasilitator dibutuhkan untuk membantu peserta dapat melakukan kajian atau analisis secara mendalam terhadap materi pembelajaran yang sedang dihadapi. Fasilitator diharapkan mampu menurunkan pertanyaan-pertanyaan kunci yang disediakan dalam modul ke dalam pertanyaan-pertanyaan yang lebih rinci dan relevan dengan konteks pengalaman peserta. Kreatifitas fasilitator dibutuhkan untuk memecahkan situasi dimana peserta pasif atau macet (stuck) karena berbagai kesulitan atau kendala. Sedangkan kaya referensi yang dimaksud adalah kemampuan untuk menyediakan contoh-contoh acuan yang dapat memudahkan peserta untuk lebih bersikap terbuka dalam menerima ide-ide baru dari peserta lain atau dalam mengkaji materi pembelajaran. 4. Pre dan Post Test



16



Modul pelatihan dilengkapi dengan materi yang sama untuk melakukan pre test dan post test. Kegiatan Pre test yang dilakukan sebelum dimulainya pelatihan lebih merupakan assesmen yang bertujuan untuk mengetahui seberapa luas pemahaman peserta pelatihan terkait dengan isu atau topik dari pokok-pokok bahasan yang disajikan. Sedangkan post test dengan materi yang sama dilaukan untuk mengetahui efektifitas pelatihan untuk peningkataan kapasitas pendamping desa dan pendamping lokal desa, terutama pada aspek pengetahuan.



17



(Lesson Plan)



18



Modul 1 Citra Diri Pendamping Desa



Pendampingan desa adalah kerja-kerja yang berurusan dengan kegiatan pemberdayaan masyarakat desa yang bertujuan meningkatkan kapasitas masyarakat dalam menggunakan haknya untuk berpartisipasi dalam



Pembangunan Desa.



Pemerintah, baik pusat, provinsi maupun daerah, tidak cukup mampu sendirian mengampu kerja pendampingan masyarakat desa. Karena itu atas mandat UndangUndang nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, pemerintah, dalam hal ini Kementeria Desa Pembangunan Daerah Tertinggal Dan Transmigrasi menghadirkan Pendamping Desa. Dalam kerangka pelatihan ini yang dimaksud dengan pendamping desa adalah sesuai mandat UU Desa, yaitu tenaga profesional pendamping yang menyakup pendamping desa di tinkat kecamatan maupun pendamping desa di tingkat desa. Dengan demikian pendamping desa adalah penerima sekaligus pelaksana mandat untuk membantu pemerintah dalam pendampingan desa dalam hal kerja teknis dan pemberdayaan masyarakat desa. Atas mandat itu pula maka kehadiran pendamping desa merupakan representasi kehadiran pemerintah pusat di antara masyarakat desa. Istilah pendamping menunjuk pada pengertian keberadaan seseorang yang selalu ada di samping orang yang didampingi. Artinya citra seorang pendamping desa adalah orang yang siap sedia bersama dengan masyarakat desa aktif, kreatif untuk turut serta dalam upaya peningkatan kualitas Pembangunan Desa. Pokok Bahasan modul 1 tentang Citra Diri Pendamping Desa berisi materi pembelajaran yang dimaksudkan untuk memperluas cakrawalan pemahaman peserta pelatihan, dalam hal ini pendamping desa. Tujuan yang dharapkan dapat tercapai dalam pembelajaran modul ini adalah menguatkan kesadaran diri peserta untuk membangun citra positif pendamping desa sebagai representasi kehadiran negara atau pemerintah pusat.



19



I. Tujuan 1. Memahami citra Pendamping Desa sebagai pilihan komitmen individu untuk merepresentasikan kualitas kehadiran negara. 2. Mengenali faktor-faktor dalam diri yang berpotensi menghambat upaya untuk mengoptimalkan kemampuan diri sebagai pendamping desa. 3. Mengenali pilihan strategis mengatasi faktor-faktor kelemahan diri untuk menguatkan komitmen citra Pendamping Desa 4. Mengenali pilihan strategis mengoptimalkan peran diri Pendamping Desa sebagai penggerak pemberdayaan para pelaku perubahan desa.



II. Indikator Capaian 1. Mampu menemukan faktor internal (dalam diri) yang potensial menghambat upaya untuk mengoptimalisasi kemampuan diri sebagai pendamping desa. 2. Mampu menentukan rencana langakah strategis mengatasi faktor internal yang potensial menghambat upaya untuk mengoptimalkan kemamuan diri sebagai pendamping desa. 3. Mampu menghasilkan langkah strategis meningkatkan kemampuan diri dalam mewujudnyatakan komitmen untuk meberdayakan masyarakat desa. III. Pertanyaan Reflektif • • • • •



Seperti apa citra diri positif pendamping Desa? Apa yag menarik dari pekerjaan (profesi) sebagai pendamping Desa? Bagaimana masyarakat dan aparat pemerintahan desa memandang kehadiran pendamping desa? Apa pengaruh nyata kehadiran pendamping desa bagi masyarakat desa? Bagaimana upaya pendamping desa dalam meningkatkan kemampuan diri?



IV. Waktu 4 Jam Pelajaran



V. Metode • Tutorial (ceramah) • Belajar Mandiri • Dikskusi (sharing) • Simulasi • Refleksi



20



VI. Alat Bantu • • • • • • • • •



LCD Proyektor PPT tutorial materi PB Infografis materi PB Video inspirasi citra diri Platform Akademi Desa 4.0 Proyektor Laptop Kertas plano dan metaplan Alat tulis



VII. Aktivitas Pembelajaran Sesi Belajar Mandiri (Sesi belajar mandiri sebaiknya dilakukan setiap peserta di luar jam pelajaran yang disediakan)



1.



Setiap peserta menonton video tentang Citra Diri Pendamping Desa dari kanal youtube https://www.youtube.com/watch?v=gdoju0cttKU 2. Selesai sesi menonton video, peserta menuliskan refleksi. Berikut adalah pertanyaan yang dapat digunakan sebagai panduan menuliskan refleksi; • Bagaimana citra diri positif pendamping desa? • Bagaimana membangun citra diri positif pendamping desa? • Bagaimana citra diri pribadi (saya) sebagai pendamping desa? Sesi Belajar Bersama



VIII. Langkah-langkah Pembelajaran 1. Fasilitator membuka sesi dengan memperkenalkan diri, kemudian menjelaskan tujuan dari sesi pembelajaran tentang Citra Diri Pendamping Desa. 2. Mulai sesi pembelajaran dengan memberikan kesempaan pada peserta untuk menyampaikan hasil pembelajaran mandiri, dengan panduan pertanyaan berikut: • Apa yang dimaksud dengan citra diri? • Bagimana citra diri seseorang dibentuk? 3. Dengan menggunakan pokok-pokok jawaban peserta, fasilitator memperjelas pengertian tentang citra diri dan bagaimana citra diri seseorang dibentuk. Berikan tekanan pada pengertian citra diri bukan suatu bakat atau suatu keadan yang sudah ada dengan sendirinya (given), melainkan suatu gambaran diri yang dibentuk secara sadar. (untuk pokok penjelasan fasilitator dapat merujuk pada pointers bahan tayang) 4. Lanjutkan dengan persiapan sharing kelompok kecil. Sampaikan pengantar untuk sharing. Dalam sesi sharing setiap peserta diminta kesediaannya untuk berbagi pengalaman pribadi. Setiap pengalaman pribadi merupakan privasi yang harus dihormati. Karena itu 21



setiap peserta menghormati peserta yang sedang berbagi pengalaman (sharing) dengan kesediaan untuk mendengarkan. 5. Bagi seluruh peserta ke dalam kelompok-kelompok kecil (berisi 4 – 5 orang). Sediakan waktu 25 menit untuk sesi sharing kelompok. Setiap peserta kelompok dapat memulai berbagi cerita pengalaman dengan panduan berikut: • Kapan (umur berapa) saya pertama kali merasa direndahkan atau diperlakukan tidak adil oleh orang lain? Apa pengaruh peristiwa itu dalam perjalanan hidup saya selanjutnya? • Kapan (umur berapa) saya pertama kali merasa diperhatikan atau dihargai oleh orang lain? Apa pengaruh peristiwa itu dalam perjalanan hidup saya selanjutnya? 6. Selesai sesi sharing kelompok, ajak peserta kembali ke ruang pleno. Fasilitator menyediakan waktu kepada 2 atau 3 peserta yang secara suka rela menyampaikan kesan, tanggapan atas pengalamannya selama sesi sharing kelompok. 7. Fasilitator mengakhiri sesi tanggapan dengan menjelaskan pentingnya refleksi diri untuk menyadari relasi pengaruh pengalaman masa lalu dengan cara bersikap saat ini. Point yang perlu ditegaskan pada penjelasan ini adalah kesanggupan diri untuk senantiasa menentukan sikap positif. 8. Fasilitator menggunakan point penegasan tersebut sekaligus untuk membuka topik pembahasan tentang citra diri pendamping desa. Jelaskan bahwa dalam pelatihan ini yang diimaksud pendamping desa adalah Tenaga Profesional Pendamping, termasuk di dalamnya pendamping lokal desa. 9. Fasilitator membagikan selembar kertas metaplan kepada setiap peserta, kemudian meminta setiap peserta menuliskan jawaban atas pertanyaan berikut: a. Kapan saya pertama kali mendegar atau mengetahui tentang pendamping desa? b. Apakah menjadi pendamping desa merupakan pilihan anda pribadi atau dorongan orang lain? c. Apa motivasi anda untuk mendaftar menjadi pendamping desa? d. Bagaimana pemahaman anda tentang peran pendamping desa sebelum anda mendaftarkan diri? 10. Fasilitator meminta lembar kertas jawaban di tempel di atas meja depan peserta duduk, kemudian meminta kesediaan peserta untuk membacakan jawaban yang ditulis. 11. (fasilitator mencatat pokok-pokok atau kata kunci jawaban peserta) 12. Fasilitator merangkum sambil menunjukkan pengelompokan jawaban peserta untuk masuk pada penjelasan tentang citra diri pendamping desa dengan memberikan kesempatan kepada peserta unutk menjawab pertanyaan; • Apa yang dimaksud dengan citra diri pendamping desa? 13. Fasilitator mengajak peserta untuk mengingat kembali isi video citra diri pendampng desa yang sudah ditonton oleh setiap peserta. Jika kondisi dan sarana memungkinkan fasilitator dapat memutar ulang video mulai dari menit-menit yang membahas tentang citra diri pendamping desa. 14. Jika kondisi dan sarana tidak memungkinkan untuk menonton ulang tayangan video, fasilitator memfasilitasi penjelasan tentang citra diri pendamping desa dengan 22



15.



16.



17.



18.



19.



20. 21.



menggunakan pokok-pokok materi bahasan yang sudah disiapkan dalam format power point. Fasilitator memberikan tekanan pada 2 aspek pokok materi, yaitu pemahaman tentang citra diri positif pendamping desa sebagai suatu keadaan yang dapat dibentuk, bukan bakat dan meningkatkan kemampuan 6 aspek sikap pendamping desa. ➢ Apek Humanis ➢ Aspek ideologi ➢ Aspek normatif ➢ Aspek teknokratik-birokratik ➢ Aspek kreatif-inovatif ➢ Aspek emosional Untuk melihat ulang (review) pemahaman peserta sekaligus menjembatani langkah masuk pada topik selanjutnya, ajak peserta untuk menjawab spontan pertanyaan: dari mana citra diri pendamping desa dapat dikenali? Rangkum jawaban peserta dengan memberikan tekanan pada pemahaman tentang sikap dan tindakan sebagai aspek utama yang menentukan dalam mengenali citra diri pendamping desa. Lanjutkan lagi dengan curah pendapat (branstorming) untuk mendapatkan pokok pemahaman tentang jenis pekerjaan pendamping desa: • Apa jenis pekerjaan yang dilakukan sebagai pendamping desa? Rangkum pokok jawaban peserta ke dalam kerangka kategori 2 aspek pekerjaan pendamping desa, yaitu aspek teknis dan aspek pemberdayaan. (Dalam ketentuan regulasi kedua aspek tersebut dijelaskan dalam jenis Pendampingan Desa dan Pendampingan Masyarakat Desa) Jelaskan pengaruh integritas citra diri pendamping desa dalam kerja-kerja pendampingan untuk peningkatan kualitas pemberdayaan masyarakat desa dan pembangunan desa. Lanjutkan dengan sesi tugas akhir peserta untuk membangun resolusi dengan menyusun rencana strategis pengembangan citra diri positif pendampng desa. Fasilitator membagikan selembar kertas hvs kepada setiap peserta, kemudian meminta setiap peserta menuliskan: a. Apa sisi negatif atau kelemahan diri yang dinilai paling menghambat dalam upaya pengembangan integritas citra diri pendamping desa? b. Bagaimana rencana tindakan pribadi untuk mengatasi kelemahan yang paling menghambat tersebut?



22. Fasilitator meminta peserta mengumpulkan lembar resolusinya setelah masing-masing mendokumentasikannya ke dalam format foto di gadgetnya. 23. Tegaskan kembali tentang beberapa pokok penting terkait materi citra diri pendamping desa sebelum megakhiri sesi pembelajaran. Akhiri sesi pembelajaran dengan memberikan kesempatan pada beberapa peserta menyampaikan kesan atas proses pembelajaran dalam sesi Citra Diri Pendamping Desa.



23



Modul 2 Pembangunan Desa Partisipatif Modul ini akan membahas tentang partisipasi masyarakat dalam pembangunan desa. Tema ini sangat penting unutk dibahas, karena merupakan amanat Undang-Undang Desa, dan sejumlah regulasi yang mengatur tentang pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa. Namun dalam pelaksanaannya, prinsip dan pendekatan “partisipasi” masih jauh dari harapan. Mobilisasi masyarakat dan partisipasi terkadang masih sulit membedakannya. Peran pendamping desa, sangat strategis untuk memberikan pembelajaran kepada semua pihak yang terlibat dalam pelaksanaan pembangunan desa, agar partisipasi masyarakat dalam pembangunan desa semakin berkualitas. Partisipasi berkualitas adalah partisipasi yang melibatkan masyarakat dalam setiap tahapan pembangunan desa dengan penuh “kesadaran”. Untuk itu Pendamping Desa harus menguasai hakekat dan tujuan dilakukannya pembangunan desa secara partisipatif, agar dalam proses fasilitasinya lebih meyakinkan dan menyentuh kesadaran substansial dari komponen masyarakat. Selain itu Pendamping Desa juga harus menguasai berbagai metode dan alat dalam proses fasilitasi pembangunan desa partisipatif, sehingga memudahkan dalam mengkaji masalah dan potensi yang ada di desa. Oleh karena itu dalam pelatihan ini dinilai penting bagi peserta pelatihan untuk memahami apa yang dimaksud dengan pembangunan desa partisipatif, apa tujuan dan prinsip-prinsipnya, dan bagaimana melakukannya sehingga tujuan dari partisipasi masyarakat dalam pembangunan desa dapat dicapai. Materi modul 1, Pembangunan Desa Partisipatif, dibagi ke dalam 3 Sub Pokok Bahasan (SPB) sebagai berikut: 1. SPB 2.1. Pokok-pokok Kebijakan Pembangunan Desa Dalam Permen Desa PDTT Nomor 21 Tahun 2020 2. SPB 2.2. Pembangunan Desa Berbasis Data SDGs Desa 3. SPB 2.3. Partisipasi Masyarakat Dalam Pemetaan Sosial Pembangunan Desa



24



Pokok-Pokok Kebijakan Pembangunan Desa Dalam Permen Desa PDTT Nomor 21 Tahun 2020 I.



Tujuan Pembelajaran



1. Memahami pokok-pokok kebijakan Pembangunan Desa 2. Memahami peran data dalam peningkatan kualitas Pembangunan Desa 3. Memahami Sistem Informasi Desa sebagai teknologi penunjang akuntabilitas sosial dan peningkatan kualitas Pembangunan Desa. II. Indikator Capaian 1. Mampu menjelaskan pokok-pokok kebijakan Pembangunan Desa 2. Mampu menjelaskan peran data sebagai basis peningkatan kualitas Pembangunan Desa 3. Mampu menjelaskan alur data Pembangunan Desa dalam Sistem Informasi Desa. III. Pertanyaan Reflektif •



Apa pokok-pokok kebijakan pembangunan desa sebagimana diatur dalam Permen Desa PDTT nomo 21 tahun 2020?







Apa arah kebijakan Pembangunan Desa sebagimana diatur dalam Permen Desa PDTT nomo 21 tahun 2020?







Apa manfaat sistem informasi desa dalam siklus Pembangunan Desa?



IV. Waktu (Jam Pelajaran) •



2 Jam Pelajaran (2 X 45 menit)



V. Metode Pembelajaran •



Tutorial (ceramah)







Dikskusi (sharing)







Refleksi



25



VI. Bahan Pembelajaran •



Bahan Tayang







Bahan Bacaan



VII. Media Pembelajaran: •



LCD Projector







Laptop







Flipchart Kertas Plano



VIII.



Langkah-Langkah Pembelajaran



1. Setelah



memperkenalkan



diri,



fasilitator



membuka



sesi



pembelajaran



dengan



mengkonfirmasi kebenaran informasi bahwa peserta pelatihan ini adalah Pendamping Desa dan Pendamping Lokal Desa. Selanjutnya minta kesedian 1 atau 2 peserta untuk menjelaskan, “siapakah Pendamping Desa atau Pendamping Lokal Desa?” 2. Dari jawaban peserta fasilitator memberikan penegasan pengertian tentang Pendamping Desa atau Pendamping Lokal Desa sebagai bagian dari kehadiran pemerintah pusat di desa. Jelaskan dan berikan penegasan peran penting dan strategis Pendamping Desa dan Pendamping Lokal Desa sebagai bagian dari kehadiran pemerintah pusat, kementerian di desa. 3. Untuk menjembatani (bridging) masuk ke sesi pembelajaran, tanyakan kepada peserta, “Permen Desa PDTT Nomor 21 Tahun 2020 mengatur tentang apa?” 4. Lanjutkan dengan menjelaskan tujuan pembelajaran yang akan dicapai dalam sesi pembelajaran tentang Pokok-Pokok Kebijakan Dalam Permen Desa PDTT Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembangunan Desa Dan Pemberdayaan Masyarakat Desa. (gunakan bahan tayang) 5. Kembali ajak peserta mencurahkan pendapat (brainstorming) untuk mengetahui pokok kebijakan yang menjadi mandat Permen Desa PDTT Nomor 21 Tahun 2020. “Apa yang menjadik kekhasan dari Pedoman Pembangunan Desa Dan Pemberdayaan Masyarakat Desa yang ditetapkan sebagai Permen Desa PDTT Nomor 21 Tahun 2020?” 6. Gunakan kata kunci atau pokok-pokok jawaban peserta yang relevan sebagai pijakan untuk masuk pada materi pokok-pokok kebijakan Pedoman Pembangunan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat Desa.



26



7. Tampilkan di layar bahan tayang terkait dengan struktur isi Permen Desa PDTT Nomor 21 Tahun 2020 yang terdiri dari aspek normatif, aspek tujuan, dan aspek teknis atau metodologis.



8. Jelaskan maksud dari pengelompokan tiga aspek isi Permen Desa tersebut. •



Aspek normatif merupakan ketentuan definitif mengenai suatu hal yang memastikan setiap pihak memahaminya dengan penafsiran yang sama. Yang masuk dalam aspek normatif adalah Bab I tentang Ketentuan Umum.







Aspek tujuan adalah aspek yang terkait dengan tatanan perubahan yang diharapkan. Yang masuk dalam aspek tujuan adalah Bab II tentang Arah Kebijakan Pembangunan Desa







Aspek metodologi adalah aspek yang mengatur hal-hal teknis terkait dengan pelaksanaan. Yang masuk dalam aspek metodologis adalah Bab III, IV, dan V.



9. Sampaikan kepada peserta tentang ruang lingkup materi yang akan dibahas dalam sesi pembelajaran ini, yaitu tentang pokok-pokok yang berkaitan dengan aspek normatif dan aspek tujuan. Sampaikan juga tentang aspek metodologis yang akan dibahas lebih mendalam pada sesi pembalajarn berikutnya.



27



10. Jelaskan secara cepat tentang tujuan maksud Pedoman Pembangunan Desa Dan Pemberdayaan Masyarakat Desa. Tampilkan di layar pointer Bab I Pasal 3. 11. Lanjutkan dengan penjelasan tentang cakupan prinsip Pembangunan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat Desa, Pasal 4. 12. Tampilkan di layar gambar 18 ikon tujuan SDGs Desa. Ajak peserta untuk sejenak memperhatikan seksama pada gambar tersebut. Kemudian berikan kesemapatan kepada peserta untuk satu per satu mencoba menjelaskan pemahamannya tentang maksud dari ikon tujuan SDGs tersebut. (untuk mempersingkat waktu fasilitator bisa langsung menunjuk peserta secara bergantian untuk menjelaskan) 13. Sampaikan penegasan tentang 18 ikon SDGs Desa sebagai arah kebijakan Pembangunan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat Desa sebagaimana diatur dalam Permen Desa PDTT Nomor 21 Tahun 2020, pasal 6 (1). 14. Akhiri sesi pembelajaran dengan menyampaikan secara ringkas relevansi sesi pembelajaran ini dengan materi pembelajaran modul berikut. 15. Mintakankonfirmasi ke peserta; apakah tujuan pembelajaran sesi ini sudah tercapai? Dan berikan kesempatan 2 atau 3 peserta untuk menyampaikan saran perbaikan.



28



Pembangunan Desa Berbasis Data I.



Tujuan Pembelajaran 1. Memahami mekanisme penentuan prioritas Pembangunan Desa berdasarkan data indikator SDGs Desa 2. Mampu memfasilitasi tahapan siklus pebanguan desa berbasis data SDGs desa 3. Mampu merumuskan strategi penggunaan data SDGs Desa untuk menentukan prioritas tujuan peningkatan kualitas Pembangunan Desa



II.



Indikator Capaian: 1. Skema rancangan fasilitasi partisipasi masyarakat dalam siklus Pembangunan Desa berbasis data SDGs Desa. 2. Skema rancangan strategi penggunaan data SDGs Desa dalam menentukan prioritas tujuan peningkatan kualitas Pembangunan Desa



III. Pertanyaan Reflektif •



Apa artinya data dan seberapa penting dalam pembangunan desa?







Bagaimana data diperoleh dalam konteks Pembangunan Desa Partisipatif?







Bagaimana praktik pembangunan desa yang terjadi saat ini?



IV. Waktu (Jam Pelajaran): • V.



4 Jam Pelajaran (3 X 45 menit)



Metode Pembelajaran: •



Tutorial (ceramah)



29







Dikskusi (sharing)







Kajian kelompok







Refleksi



VI. Bahan Pembelajaran: •



Bahan Tayang







Bahan Baca



VII. Media Pembelajaran: •



LCD Projector







Laptop







Flipchart Kertas Plano



VIII. Langkah-Langkah Pembelajaran: 1. Fasilitator membuka sesi pembelajaran dengan memanfaatkan waktu singkat untuk mengajak peserta mengingat ulang (review) pokok materi pembelajaran sebelumnya. (5 Menit). 2. Lanjutkan dengan menjelaskan tujuan pembelajaran yang akan dicapai selama sesi pembelajaran modul tentang Pemberdayaan Masyarakat Desa. (5 menit) 3. Ajak peserta untuk dikskusi (sharing) refleksi pengalamannya tentang siklus pelaksanaan pembangunan desa, mulai dari Pendataan, Perencanaan, Pelaksanaan, dan Monitoring Evaluasi. (10 menit) Fasilitator dapat menggunakan pertanyaan pemantik berikut untuk membantu peserta: •



Dari mana sumber informasi dan data diperoleh dalam rangka menyusun perencanaan pembangunan desa?







Bagaimana menentukan prioritas pembangunan desa?







Bagaimana keterlibatan masyarakat dalam proses tahapan pembangunan desa tersebut?



4. Persiapkan peserta untuk memasuki sesi diskusi kelompok untuk mempertajam kajian terhadap tahapan Pembangunan Desa. 5. Bagi peserta ke dalam kelompok-kelompok kecil. Jumlah peserta tiap kelompok tidak lebih dari 7 orang. Waktu untuk penyelesaian tugas diskusi kelompok 30 menit. Berikan panduan pertanyaan diskusi kelompok: 30







Apakah ada perbedaan antara tahapan Pembangunan Desa yang diatur dalam regulasi dengan tahapan Pembangunan Desa dalam praktik pelaksanaannya.



(hasil diskusi kelompok dituiskan di kertas plano dengan matrik seperti contoh di bawah) Tahapan Pembangunan Desa



Menurut Regulasi



Dalam Praktenya di Desa



Keterangan



Pendataan Desa Perencanaan Pembanguna Desa Pelaksanaan Pembangunan Desa Pertanggungjawaban Pembangunan Desa 6. Selesai diskusi kelompok, ajak peserta kembai ke ruangan pleno. Berikan kesempatan kepada perwakilan kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusi. (perhatikan waktu untuk sesi presentasi dan tanya jawab ini hanya sekitar 20 menit) 7. Rangkum pokok-pokok hasil diskusi kelompok sebagai pijakan untuk mempertajam kajian bersama selama 30 menit ke depan. Fasilitator mengajak peserta mempertajam kajian dengan membahas pertanyaan panduan satu per satu: •



Bagaimana menentukan prioritas pembangunan desa?







Di tahapan mana penentuan perioritas pembangunan desa dirumuskan?







Bagaimana dari SDGs Desa dapat terakomodir menjadi prioritas pembangunan desa? (30 menit).



8. Ambil pokok jawaban atau kata kunci yang muncul dari jawaban peserta untuk masuk ke penjelasan materi tentang Pembangunan Desa Berbasis Data SDGs Desa. Selesai fasilitator menyampaikan materi, buka kesempatan bagi peserta untuk bertanya atau memberikan tanggapan. (30 menit) 9. Akhiri sesi pembelajaran dengan menanyakan ke peserta, apakah peserta sudah memahami pokok materi yang dibahas? Apakah tujuan dari sesi pembelajaran ini sudah tercapai? Berikan kesempatan kepada peserta yang ingin menyampaikan saran perbaikan. (5 menit)



31



Partisipasi Masyarakat Dalam Pemetaan Sosial Desa I.



Tujuan Pembelajaran: 1. Memahami peran penting partisipasi masyarakat dalam menentukan



prioritas



peningkatan kuaitas Pembagunan Desa 2. Mampu memahami metode pemetaan sosial sebagai dasar perencanaan partisipatif penentuan prioritas Pembangunan Desa. 3. Mampu mengkaji dokumen RPJM Desa, RKP Desa, dan APB Desa berbasis data SDGs 4. Mampu merancang strategi kajian partisipatif dokumen RPJM Desa, RKP Desa, dan APB Desa berbasis data SDGs II.



Indikator Capaian: 1. Mampu merancang strategi partisipasi masyarakat dalam tahap-tahap Pembangunan Desa. 2. Mampu menjelaskan metode pemetaan sosial sebagai dasar perencanaan partisipatif penentuan prioritas Pembangunan Desa. 3. Hasil kajian dokumen RPJM Desa, RKP Desa, dan APB Desa berbasis data SDGs



III. Pertanyaan Reflektif •



Apa artinya data dan seberapa penting data dalam pembangunan desa?







Bagimana data diperoleh dalam konteks Pembangunan Desa Partisipatif?







Bagaimana praktik pembangunan desa yang terjadi saat ini?



IV. Waktu (Jama Pelajaran): • V.



4 Jam Pelajaran (4 X 45 menit)



Metode Pembelajaran:



32







Tutorial







Praktik Fasiltasi Pemetaan Sosial







Diskusi pleno



VI. Bahan Pembelajaran: •



Video







Artikel







Materi Pembelajaran (bahan bacaan)



VII. Media Pembelajaran: •



LCD Projector







Laptop







Flipchart Kertas Plano







Meta Plan 4 warna







Spidol



VIII. Langkah-Langkah Pembelajaran: 1. Fasilitator membuka sesi pembelajaran dengan memanfaatkan waktu singkat untuk megajak peserta menyegarkan kembali ingatan (review) tentang isi pokok materi pembelajaran sebelumnya. (5 menit) 2. Lanjutkan dengan menjelaskan tujuan pembelajaran yang akan dicapai selama sesi pembelajaran



modul



tentang



Partisipasi



Masyarakat



Dalam



Pemetaan



Sosial



Pembangunan Desa. (5 menit) 3. Fasilitator memulai sesi pembelajaran dengan mengajak peserta diskusi dan curah pendapat untuk mengetahui pemahaman peserta tentang pemetaan sosial. (10 menit) •



Apa yang anda pahami tentang pemetaan sosial?







Metode pemetaan sosial apa saja yang anda kenal dan kuasai?



4. Gunakan pokok jawaban peserta untuk masuk ke sesi penjelasan tentang pemetaan sosial dalam Pembangunan Desa. Fasilitator dengan bantuan tayangan power point menjelaskan materi tentang pemetaan sosial dalam Pembangunan Desa dan alat kaji yang digunakan. (30 menit) 5. Akhiri sesi penjelasan dengan memberikan sedikit waktu bagi peserta untuk bertanya.



33



6. Ajak peserta untuk persiapan masuk ke sesi simulasi praktek pemetaan sosial dengan menggunakan 4 tools Participatory Rural Appraisal (PRA), yaitu Sketsa Desa, Diagram Kelembagaan, Anilisis Pohon Masalah, dan Kalender Musim.



Dengan keempat tools



tersebut peserta dapat mengenali kondisi nyata suatu desa: batas wilayah desa, potensi, aset, masalah sosial-ekonomi-politik-budaya, kelompok-kelompok kepentingan, dan faktor lain yang memengaruhi dan menentukan pengambilan kesepakatan tentang rencana kegiata Pembangunan Desa. 7. Jelaskan aturan main tugas simulasi kelompok sebagai berikut: •



Peserta dibagi menjadi 3 kelompok dengan pembagian peran dalam kelompok: 1 orang berperan sebagai pemandu (fasilitator), 1 orang sebagai notulen, dan anggota sisanya berperan sebagai warga suatu desa.







Masing-masing kelompok melakukan kajian dengan menggunakan keempat tools yang ada. (90 menit)







Setiap kelompok melakukan pemetaan sosial desanya dengan menggunakan empat tools: sketsa desa, diagram ven, analisa pohon masalah, dan kalender musim.







Pemetaan sosial desa digambarkan di atas kertas plano







Tugas simulasi kelompok diselesaikan dalam waktu 90 menit



8. Selesai waktu simulasi, ajak peserta untuk kembali ke ruang pleno. Setiap kelompok secara berganitan diberikan kesempatan untuk mempresentasikan hasil pemetaan kelompoknya. Setiap kelompok selesai presentasi berikan kesempatan pada peserta pleno untuk memberikan tanggapan atau bertanya. 9. Berikan apresiasi atas hasil kerja simulasi kelompok kemudian ajak peserta untuk merefeksikan pengalaman simulasinya dengan bantuan pertanyaan berikut: a. Apa yang dapat dipelajari dari peroses simulasi ini? b. Bagaimana menjadikan hasil pemetaan sosial desa sebagai bahan perencanaan Pembagunan Desa? c. Apa relevansinya pemetaan sosial desa dengan hasil data SDGs Desa? d. Bagaimana cara menggabungkannya dengan hasil pendataan SDGs Desa dan menjadikannya bahan untuk Perencanaan Pembangunan Desa. (30 menit) 10. Akhiri sesi pembelajaran dengan merangkum pokok-pokok



hasil diskusi kelas yang



berkaitan dengan materi Partisipasi Masyarakat Dalam Pemetaan Sosial. Kemudian lakukan konfirmasi; apakah tujuan pembelajaran sesi ini sudah tercapai? Dan berikan kesempatan 2 atau 3 peserta untuk menyampaikan saran perbaikan. (10 menit)



34



Modul 3 Pemberdayaan Masyarakat Desa Pemberdayaan merupakan suatu istilah yang lekat dengan pembahasan terkait Pembangunan. Terlebih dalam konteks “Pembangunan Desa” (dengan huruf P kapital) sebagai suatu sistem menyeluruh untuk menuju tujuan perubahan tertentu, baik perubahan tata kelola pemerintahan, pengadaan dan peningkatan sarana-pra sarana hidup masyarakat. Sedangkan pemberdayaan merupakan tindakan terencana yang terpusat pada upaya meningkatkan, menguatkan potensi daya masyarakatnya sebagai subyek atau pelaku utama Pembangunan Desa. Modul 2 berikut merupakan rencana pembelajaran untuk materi pembahasan aspek tertentu dari Pemberdayaan masyarakat Desa. Secara khusus modul 2 terdiri dari 2 materi yang dibahas dalam 2 modul: 1. SPB 3.1. Pemberdayaan Masyarakat Dalam Penguatan Inklusi Dan Akuntabiitas Sosial Desa 2. SPB 3.2. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Melalui BUM Desa Dan BUM Desa Bersama



35



Pemberdayaan Masyarakat Dalam Penguatan Inklusi Dan Akuntabilitas Sosial Desa



Pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa tidak bisa kita lepaskan dari keterlibatan komponen masyarakat dalam tiga hal, yaitu mulai dari tahapan perencanaan, pelaksanaan sampai pada tahap pengawasan. Hal ini sejalan dengan amanat UU No.6/2014 tentang Desa yang mendefinisikan Pembangunan Desa bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasaran Desa, pengembangan potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjuta (Pasal 78, Ayat 1). Selaras dengan UU tersebut, lahirnya Permendes No.21/2020 tentang Pedoman Umum Pembangunan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat Desa juga mengamanatkan bahwa pembangunan masyarakat Desa harus partisipatif dan inklusif. Hal ini juga sejalan dengan konsep Sustainable Development Goals Desa (SDGs Desa) yang mana tujuan dari pembangunan adalah tidak meninggalkan satupun manfaatnya untuk warga desa. Adapun tujuannya diantaranya adalah mengakhiri segala bentuk kemiskinan, menghilangkan kelaparan, menjamin kehidupan yang sehat, menjamin kualitas pendidikan, mencapai kesetaraan gender, dan juga menjamin ketersediaan air bersih dan sanitasi. Adapun tujuan-tujuan yang diarahkan pada pemenuhan pembangunan kewilayahan mencakup ketersediaam energi yang terjangkau, pertumbuhan ekonomi, infrastruktur yang tangguh, pengurangan kesenjangan, permukiman inklusif, produksi dan konsumsi berkelanjutan, tindakan cepat untuk mengatasi perubahan iklim, sumber daya kelautan, dan ekosistem daratan. Adapun proses membangun yang diharapkan (yang dituju) ialah menguatkan masyarakat yang inklusif dan damai, serta menguatkan kemitraan. Pembangunan dan pemberdayaan masyarakat Desa sesuai dengan UU dan Permendes di atas haruslah dilakukan dengan berpijak pada prinsip-prinsip inklusif (Inklusi Sosial) dan bisa dipertanggungjawabkan kapada seluruh masyarakat desa (Akuntabilitas Sosial). Misalnya saja dalam Undang-Undang Desa, secara tegas disebutkan bahwa terdapat tiga bentuk inklusi sosial yang menyasar pada individu maupun kelompok yang termarjinalkan (Rais, 2017). Pertama, 36



adanya pengakuan akan eksistensi masyarakat hukum adat untuk menyelenggarakan pemerintahan yang didasarkan pada hak asal-usul dan susunan asli. Pengakuan eksistensi masyarakat hukum adat ini pada gilirannya memberikan kesempatan untuk berpartisipasi dalam pembangunan dan pemberdayaan masyarakat Desa secara umum. Kedua, lahirnya kesempatan atas kelompok miskin dan perempuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa. Ketiga, inklusi sosial juga diperuntukkan bagi semua warga desa tanpa terkecuali, termasuk bagi mereka yang selama ini termarjinalkan.



I.



Tujuan Pembelajaran 1.



Memahami



tentang



konsep



Inklusi



sosial



sebagai



prinsip



penyelenggaraan



Pembangunan Desa Partisipatif. 2.



Memahami akuntabilitasi sosial masyarakat desa sebagai wujud kesadaran sosial masyarakat desa dalam meningkatkan kualitas partisipasi dalam Pembangunan Desa.



3.



Memahami dengan baik proses Inklusi dan Akuntabilitas Sosial yang terjadi pada desa masing-masing



4.



Menerapkan prinsip-prinsip Inklusi dan Akuntabilitas Sosial dalam proses Pembangunan dan Pemberdayaan Masyrakat Desa



II. Indikator Capaian 1.



Mampu menjelaskan prinsip inklusi sosial sebagai dasar pengauan hak masyarakat desa sebagai subyek Pembangunan Desa



2.



Mampu memahami Akuntablitas Sosial dalam perspektif inisiatif masyarakat desa melakukan tindakan kontrol dan pengawasan Pembangunan Desa



3.



Mampu menjelaskan dengan baik proses Inklusi dan Akuntabilitas Sosial yang terjadi pada wilayah masing-masing



4.



Mampu menerapkan prinsip-prinsip Inklusi dan Akuntabilitas Sosial dalam proses Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa



III. Pertanyaan Reflektif •



Apa yang Anda pahami tentang Inklusi dan Akuntabilitas Sosial?







Kelompok masyarakat manakah yang sering diabaikan dalam proses Pembangunan Desa.? Mengapa ini bisa terjadi? 37







Bagaimana desa menerapkan prinsip inklusi dan akuntabilitas dalam Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa?







Apa yang menjadi tantangan dalam menerapkan prinsip-prinsip Inklusi dan Akuntabilitas Sosial?







Apa yang Anda lakukan jika ternyata terdapat hambatan dalam menerapkan prinsipprinsip Inklusi dan Akuntabilitas Sosial dalam proses Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa?



IV. Waktu (Jam Pelajaran) • 3 Jam Pelajaran (45 menit X 3)



V. Metode Pembelajaran • Tutorial (ceramah) • Dikskusi Pleno(sharing) • Tugas mandiri • Diskusi kelompok



VI. Bahan Pembelajaran •



Artikel







Bahan tayang Power Point



VII. Media Pembelajaran •



LCD Projector







Laptop







Flipchart Kertas Plano







Metaplan







Doubletip







Spidol



VIII. Langkah-langkah Pembelajaran Sesi 1 : Inklusi Sosial



38



1. Fasilitator menyampaikan salam pembukaan, kemudian melanjutkan pejelasan ringkas tentang pokok materi, tujuan sesi pembelajaran. Fasilitator menjelaskan juga pembelajaran dalam modul ini dibagi ke dalam 2 sesi. Sesi pertama adalah tentang inklusi sosial dan sesi kedua tentang akuntabilitas sosial. (5 menit) 2. Lanjutkan dengan memulai sesi pembelajaran tentang inklusi sosial. Ajak peserta untuk curah pendapat (brain storming) tentang pengertian Inklusi sosial., (10 menit) (sambil mendengarkan diskusi fasilitator mencatat atau menuliskan langsung di kertas plano, kata-kata kunci yang menjadi pokok jawaban peserta.) 3. Dengan menggunakan pokok-pokok jawaban peserta yang relevan fasilitator menjelaskan pengertian inklusi sosial sebagai prinsip yang mendasari pengakuan hak masyarakat desa, tanpa terkecuali, sebagai subyek Pembangunan Desa.(15 meit) 4. Ajak peserta untuk meyebutkan kelompok-kelompok masyarakat desa yang sering diabaikan (terekslusi), paling sering, dan yang selalu diabaikan hak dan kebutuhannya dalam Pembangunan Desa. (15 menit) 5. Rangkum pendapat peserta degen memberikan penekanan pada pokok pengertian tentang inklusi sosial sebagai prinsip Pembangunan Desa yang yang sejalan dengan mandat pengakuan hak masyarakat desa sebagai subyek pembangunan desa. (Fasilitator menegaskan bahwa praktik terbaik inklusi sosial selain dilihat dari partisipasi kelompok-kelompok yang selama ini terpinggirkan, tetapi juga dari kualitas partisipasi masyarakat dalam Pembangunan Desa.) 6. Fasilitator mengakhiri sesi pertama dengan menjelaskan kerangka logis pemahaman prinsip inklusi sosial dari perspektif akuntabilitas sosial desa. (Akuntabilitas merupakan tindakan masyarakat desa sebagai subyek yang berhak untuk terlibat (inkusif) menentukan, mendorong, mengawasi, dan mengevaluasi Pembangunan Desa)



Sesi II : Akuntabiitas Sosial 1. Buka sesi kedua dengan mengajak peserta untuk diskusi curah pendapat (brainstorming) tentang pengertian akuntabilitas sosial. •



“Apa yang anda ketahui tentang akuntabilitas sosial?”



2. Catat pokok-pokok jawaban peserta yang keluar dalam curah pendapat. Perhatikan apakah pokok-pokok gagasan peserta



dapat diklasifikasi ke dalam dua perspektif;



perspektif teknokratik sebagai bentuk pertanggungjawaban pemerintahan desa dan perspektif partisipatif sebagai wujud inisiatif masyarakat dalam ikut serta melakukan kontrol, pengawasan mekanime Pembangunan Desa.



39



(Akuntabilitas Sosial dapat dimaknai sebagai dorongan, keterlibatan, hingga kontrol warga Desa memastikan pendataan, perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pembangunan Desa termasuk pemanfaatan anggaran Desa diperpertanggungjawabkan oleh para pelaksana pembangunan Desa.) 3. Ajak peserta untuk mempersiapkan masuk ke sesi diskusi kelompok. Bagi seluruh peserta ke dalam kelompok kecil (4 sampai 5 anggota setiap kelompok). Berikan pada kelompok waktu 15 menit untuk mendiskusikan pertanyaan berikut: •



Bagaimana praktik-praktek terbaik (best practices) akuntabilitas sosial dalam Pembangunan Desa?







Bagaimana masyarakat desa berperan dalam penguatan akuntabilitas sosial Pembangunan Desa?







Bagaimana langkah strategis pendampingan untuk penguatan akuntabilitas sosial Pembangunan Desa?



4. Selesai tugas kelompok, peserta kembali ke kelas pleno. Fasilitator menyediakan waktu kepada setiap kelompok untuk secara bergantian mempresentasikan hasil diskusi. Setiap satu kelompok selesai presentasi berikan kesempatan pada peserta lain untuk meberikan tanggapan. 5. Fasilitator merangkum pokok-pokok jawaban kelompok dalam kerangka pemahaman tentang jenis-jenis akuntabilitas sosial dan peran masyarakat dalam peningkatan akuntabiitas sosial desa. 6. (tayangkan dalam layar pokok-pokok materi bahasan tentang jenis akuntabilitas sosial) 7. Pada bagian akhir penjelasan fasilitator menekankan kembali kerangka logis yang menunjukkan keterkaitan antara inklusi sosial dengan akuntabilitas sosial desa dari perspektif masyarakat desa sebagai subyek pembangunan desa. 8. Akhiri sesi pembelajaran dengan menanyakan, apakah peserta sudah paham dengan materi pokok tentang inklusi danakuntabilitas sosial desa?



40



Pemberdayaan Ekonomi Desa Melalui BUM Desa Dan BUM Desa Bersama I.



Tujuan Pembelajaran 1.



Memahami pokok-pokok kebijakan pemberdayaan ekonomi desa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2021



2.



Memahami isi pokok ketentuan Peraturan Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal Dan Transmigrasi Nomor 3 Tahun 2021



3.



Memahami BUM Desa atau BUM Desa Bersama sebagai pengungkit pegembangan potensi ekonomi Desa



4.



Memahami peran partisipasi masyarakat dalam pengembangan BUM Desa atau BUM Desa Bersama



II. Indikator Capaian 1.



Mampu menjelaskan pokok-pokok kebijakan pemberdayaan ekonomi desa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2021



2.



Mampu menjelaskan isi pokok ketentuan Permen Desa PDTT Nomor 3 Tahun 2021



3.



Mampu menjelaskan peran BUM Desa atau BUM Desa Bersama sebagai pengungkit pengembangan ekonomi desa



4.



Mampu menjelaskan peran partisipasi masyarakat dalam pengembanga BUM Desa atau BUM Desa Bersama



III. Pertanyaan Reflektif •



Apa artinya BUM Desa atau BUM Desa Bersama diakui sebagai badan hukum?







Apa tujuan pendirian BUM Desa atau BUM Desa Bersama?







Bagaimana peran BUM Desa atau BUM Desa Bersama sebagai pengungkit potensi ekonomi Desa?







Bagaimana partisipasi masyarakat dalam pendirian dan pengembangan BUM Desa atau BUM Desa Bersama?



41



IV. Waktu (Jam Pelajaran) •



3 Jam Pelajaran (3 X 45 menit)



V. Metode Pembelajaran •



Tutorial (ceramah)







Dikskusi, Pleno







Kajian Kelompok







Refleksi



VI. Bahan Pembelajaran •



Bahan Tayang







Bahan Bacaan



VII. Media Pembelajaran •



LCD Projector







Laptop







Flipchart Kertas Plano



VIII. Langkah-Langkah Pembelajaran 1. Fasilitator menyapa peserta kemudian membuka sesi pembelajaran dengan menjelaskan secara singkat materi dan tujuan pembelajaran tentang Pemberdayaan Ekonomi Desa Melalui BUM Desa atau BUM Desa Bersama. (5 menit) 2. Lanjutkan dengan mengajak peserta untuk menyegarkan ingatan tentang regulasi yang mengatur tentang BUM Desa dan BUM Desa Bersama. Gunakan pertanyaan panduan berikut untuk menjaring jawaban peserta: •



Regulasi mana saja yang mengatur tentang BUM Desa dan BUM Desa Bersama yang anda ketahui?



3. Gunakan jawaban peserta yang relevan untuk menjelaskan struktur hirarki regulasi yang mengatur BUM Desa dan BUM Desa Bersama. 4. Ajak peserta berdiskusi untuk mengetahui pokok-pokok kebijakan dalam Peratuan Pemerintah nomor 11 tahun 2021 tentang BUM Desa: Arahkan diskusi untuk mebahas tentang 4 pokok kebijakan tentang BUM Desa:



42







Pengertian tentang BUM Desa







BUM Desa sebagai badan hukum







Tujuan, Landasan, dan Fungsi BUM Desa dan BUM Desa Bersama



5. Lanjutkan dengan diskusi kelompok. Bagi peserta ke dalam kelompok kecil, tidak lebih dari 10 orang setiap kelompok. 6. Setiap kelompok selama 25 menit mendiskusikan dan menuliskan jawaban 2 pertanyaan berikut: a. Jelaskan bagaimana peran BUM Desa sebagai pengungkit potensi ekonomi desa? b. Bagaimana masyarakat dapat berpartisipasi dalam pendirian dan pengembangan BUM Desa? 7. Selesai waktunya diskusi kelompok ajak peserta kembali ke pleno untuk melanjutkan sesi presentasi dan diskusi hasil kerja kelompok. 8. Berikan kesempatan pada setiap kelompok secara bergantian untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompok. Waktu presentasi setiap kelompok 3 menit. Setiap kali kelompok selesai presentasi berikan kesempatan kepada peserta untuk menanggapi. (Selama kelompok presentasi, fasilitator mencatat kata-kata kunci atau pokok-pokok jawaban peserta) 9. Berikan apresiasi atas kerja kelompok kemudian lanjutkan dengan merangkum (wrap up) hasil diskusi kelompok sambil memberikan tekanan (higlight) pada pokok-pokok jawaban yang relevan dengan ketentuan normatif yang berlaku. 10. Lanjutkan degan memberikan penjelasan ringkas isi pokok Permen Desa PDTT nomor 3 tahun 2021 sebagai petunjuk teknis tentang mekanisme pendirian dan pengembangan BUM Desa dan BUM Desa Bersama. 11. Akhiri sesi pembelajaran dengan menanyakan pada peserta apakah tujuan pembelajaran sesi ini sudah tercapai?



43



MATERI PENDUKUNG Bahan Bacaan PB.1



CITRA DIRI PENDAMPING DESA (Ibe Karyanto) Pada masa diberlakukannya Undang-Undang nomor 6 tahun 2014, pendamping desa merupakan nama yang cukup populer. Nama tersebut menunjuk pada suatu profesi yang diakui dapat membantu pemerintah baik dalam menjalankan tugas pokok pendampingan desa maupun pendampingan masyarakat desa. Pasal 128 Peraturan Pemerintah nomor 43 tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Desa menyatakan “pendampingan masyarakat desa…secara teknis dilaksanakan oleh perangkat daerah kabupaten/kota dan dapat dibantu oleh tenaga pendamping profesional…” Selanjutnya dijelaskan bahwa yang dimaksud tenaga pendamping profesional adalah sumber daya manusia yang memiliki kualifikasi dan kompetensi di bidang pendampingan pembagunan dan pemberdayaan masyarakat desa yang direkrut oleh Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal Dan Transmigrasi (Pasal 1 ad 16, Permen Desa PDTT nomor 19 tahun 2020) Pendamping desa merupakan salah satu profesi dari tenaga pendamping profesional yang bertugas di tingkat kecamatan. Selain pendamping desa, masih ada pendamping lokal desa yang bertugas di desa dan beberapa yang disebut tenaga ahli yang bertugas di kabupaten/kota, provins, maupun di pemerintah pusat. Di antara beberapa profesi yang termasuk bagian dari tenaga pendamping profesional, pendamping desa dan pendamping lokal desa (selanjutnya untuk kepentingan tulisan ini keduanya disebut sebagai pendamping desa) merupakan 2 profesi yang tidak menunjuk pada keahlian spesifik. Secara normatif tugas keduanya, terlebih pendamping lokal desa, menyakup tugas pendampingan desa dan pendampingan masyarakat desa. Dua ranah tugas yang selain luas cakupannya, juga membutuhkan beragam keahlian, baik keahlian teknis administratif yang terkait dengan pemerintahan desa maupun keahlian mengorganisir dan memberdayakan masyarakat desa. Selain tugas yang menuntut beragam keahlian, hal lain yang menantang dari tenaga pendamping desa adalah peran kehadirannya sebagai representasi dari negara. Peran tersebut melekat dengan sendirinya karena pendamping desa merupakan tenaga ahli yang direkrut untuk menjadi kepanjangan kaki dan tangan pemerintah yang tidak mampu secara intensif hadir di desa-desa. Peran itu secara eksplisit dinyatakan di Pasal 128 Peraturan Pemerintah nomor 43 tahun 2014. Melihat tugas dan perannya tersebut, tidak lagi bisa diandaikan bahwa pendamping desa adalah orang yang selain memiliki komitmen pelayanan masyarakat yang kuat juga memiliki wawasan yang luas terkait dengan tata kelola desa dan masyarakat desa. Dengan peran dan tugas itu pula, tidak 44



keliru kalau masyarakat desa dan juga aparat pemerintah desa menaruh harapan besar kontribusi pendamping desa pada peningkatan kualitas pemberdayaan dan tata kelola desa. Pertanyaannya kemudian, citra diri seperti apakah yang semestinya dimiliki oleh setiap pendamping desa? Setiap pendamping desa boleh memiliki gambarannya sendiri tentang citra diri pendamping desa. Namun gambaran masing-masing tentang citra diri pendamping desa tentu merupakan gambaran citra diri pendamping desa yang positif. Tulisan berikut merupakan uraian gagasan tentang citra diri pendamping desa, yang diharapkan dapat menjadi referensi bagi setiap pendamping desa dalam merefleksikan peran kehadirannya di tengah masyarakat desa. Tulisan ini terdiri dari dua bagian. Bagian pertama membahas pengertian tentang citra diri dari perspektif pendamping sebagai pribadi, subyek yang memiliki kehendak. Konsepsi tentang citra diri dibahas dengan meminjam pandangan Carl R. Rogers, seorang psikoterapis yang dikenal dengan pendekatan humanis. Fokus teorinya adalah mendalami tentang konsep diri (selfconcept). Citra diri yang dimaksud adalah “diri sejati” (real self) yang dibedakan dengan gambaran tentang “diri ideal” (ideal self). Bagian kedua dari tulisan ini membahas citra pendamping desa. Berbeda dengan citra diri yang merupakan gambaran subyektif pendamping tentang “diri”nya sendiri, yang dimaksud citra pendamping desa adalah gambaran tentang “diri” pendamping desa dari perspektif orang lain.. Citra pendamping desa merupakan gambaran ideal tentang diri pendamping desa yang dibangun berdasarkan citra positif dan nilai-nilai konstruktif yang seharusnya diinternalisasi setiap pendamping desa guna bisa menjadi pribadi pendamping desa yang berfungsi sepenuhnya (fully function person). 1. Citra Diri Dalam suatu kesempatan Carl Rogers diundang sebagai pembicara di Universitas Brandeis – Massachuset, tidak untuk bicara tentang teori psikoterapinya yang mulai populer, tetapi untuk bicara tentang dirinya. Permintaan yang sama juga pernah datang dari Komite Forum Persatuan Mahasiswa di Wisconsin. Mereka penasaran untuk mengetahui seberapa jauh Rogers mengenali “diri”nya sendiri. Bagaimana Rogers bisa memiliki cara pandang, pemikiran, sikap, dan pandangan ke depan yang oprimistik. Para mahasiswa itu berharap Rogers menggambarkan citra diri-nya dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan pokok, “Siapakah dirinya?” “Apa tujuan hidupnya?”. Rasa penasaran para mahasiswa itu yang kemudian mendorong Rogers merasa perlu untuk memperkenalkan “diri”nya kepada para pembaca bukunya, “On Becoming A Person”. Memperkenalan citra diri rupanya tak cukup hanya dengan menjawab definisi yang ditulis dalam dua atau tiga kalimat. Rogers memerlukan 24 halaman untuk menuliskan “diri”nya. Pada tulisan yang menjadi bab pertama dari bukunya yang diberi judul “Inilah Saya” (This Is Me) Roger menuliskan secara komprhensif dan kronologis kisah hidupnya. Sekalipun demikian Rogers masih merasa belum cukup untuk memperkenalkan “diri”nya. Karena itu pada bagian awal dari tulisannya Rogers 45



menjelaskan bahwa untuk mengenal siapa “diri”nya, apa tujuan hidupnya, mengapa “diri”nya menjadi seperti saat ini, pembaca harus membaca seluruh isi buku “On Becoming A Person”. Citra diri adalah persepsi pribadi tentang “diri” yang faktual dalam merasakan dan menilai yang paling benar tentang siapa dan apa tujuan “diri” yang sebenar-benarnya. Persepsi yang dimaksud adalah tindakan kesadaran pribadi untuk memaknai informasi yang diperoleh dari setiap proses interaksi dengan orang-orang lain dan dengan berbagai aspek kehidupan, serta dengan pengalaman-pengalaman di masa lalu yang memengaruhi “diri”nya . Tujuannya adalah untuk mendapatkan citra diri yang sebenarnya. Persepsi tentang citra diri degan demikian menggambarkan kecenderungan dasar “diri” dalam mengaktualisasi keberadaanya (eksistensi) sebagai “diri” pribadi seperti apa adanya (what I am), peran “diri”nya bagi lingkungan, bagi dunianya, (what I can do), dan kesadaran untuk mengaktualisasi “diri” menjadi pribadi yang berfungsi sepenuhnya (becoming fully function person). Citra Diri Positif Gagasan Rogers itu tampak dari teorinya tentang “diri” yang menjelaskan bahwa pada dasarnya setiap pribadi memiliki kecenderungan bawaan untuk mengaktualisasi “diri”. Sebagai kecenderungan bawaan, proses aktualisasi bukan pertama-tama bergantung pada bakat seseorang, melainkan lebih bergantung pada kemampuan dan kecerdasan orang dalam membangun perspesi tentang “diri”nya. Citra diri positif adalah gambaran tentang “diri” yang menginternalisasi nilai-nilai integritas seperti percaya diri, mandiri, jujur, adil, tegas, toleran dalam sikap dan tindakan. Dari kisah yang diceritakan para kliennya, Rogers mendapatkan pemahaman bahwa pribadi dengan citra diri positif adalah pribadi yang sanggup memandang “diri”nya sebagai pribadi yang hidup, yang bergerak dinamis, yang terus berubah menuju pada tujuan menjadi pribadi yang sepenuhnya bermanfaat. Perubahan bukan sesuatu yang mudah dan mengenakkan. Sebaliknya perubahan justru menghadirkan tantangan dan ancaman seperti rasa tidak pasti, kecemasan, keterancaman, ketakutan, kawatir,menjadi semakin nyata. Karena itu prbadi dengan citra diri positif adalah pribadi yang tangguh, yang dengan sadar menyatakan sanggup mengatasi tantangan dan ancaman dalam mengaktualisasi diri menjadi “pribadi yang berfungsi sepenuhnya” (fully function person) atau, menurut Soren Kierkegaard sebagaimana dikutip Rogers, “menjadi diri yang sebenar-benarnya”. (to be that self which one truly is). Menjadi diri yang berfungsi sepenuhnya menurut Rogers merupakan hal yang faktual, “diri” yag sedang bergerak, berubah dinamis bukan pernyataan tentang tujuan. Dengan gagasan Rogers seperti itu bisa dipahami bahwa pribadi dengan citra diri positif adalah pribadi yang menjalani hidup sebagai proses menjadi “diri”nya yang sesungguhnya. Dalam keseharian sikap tersebut tampak dari ciri-ciri tindakan diantaranya; ➢ Keberanian mengambil keputusan untuk mengatur diri sendiri dan menanggung konsekuensinya 46



➢ Menjauhi kecenderungan untuk hanya menampilkan bagian permukaan dari dirinya (fasad). ➢ Menjauhkan diri dari sikap yang seharusnya yang ditentukan oleh lingkungan sosial ➢ Tidak bersikap sekadar memenuhi harapan orang lain atau sekadar membuat orang lain senang ➢ Terbuka pada pengalaman sebagai sumber daya yang bersahabat bukan suatu yang menakutkan ➢ Terbuka pada diri sendiri dan dengan demikian terbuka untuk menerima orang lain Citra Diri Negatif Sebaliknya pribadi yang mempersepsi citra dirinya negatif atau lemah akan cenderung sulit mengaktualisasikan diri. Rogers mencatat bahwa persepsi “diri” yang lemah atau negatif sangat potensial menjadi sumber persoalan personal yang berdampak pada pola relasi sosial. Citra diri lemah bisa terjadi karena pribadi yang bersangkutan mempersepsikan “diri”nya memang lemah, mudah puas dengan keadaan, merasa rendah diri, menganggap diri tidak punya kemampuan, tidak pantas. Di samping itu citra diri negatif juga terbangun dari persepsi yang menganggap kebiasaan sebagai watak bawaan yang tidak bisa dirubah seperti merasa superior, perfeksionis, ekslusif, tertutup, defensif. Pada pribadi tertentu persepsi “diri” negatif bisa jadi merupakan pilihan sadar. Artinya pribadi tersebut memilih untuk secara sadar merendahkan citra dirinya. Penyebabnya bisa karena pribadi bersangkutan tidak berani menghadapi konsekuensi proses aktualisasi “diri” yang dinilai mengancam zona nyaman dan aman yang sudah dibangun. Rogers menjelaskan bahwa orang yang memilih untuk menjadikan citra dirinya seperti itu adalah orang yang berada pada fase keputusasaan yang paling dalam. Meskipun menurut Rogers pribadi yang berada dalam keputusasaan sekalipun tetap dapat membalikkan keadaan dirinya menjadi lebih optimistik. Rogers menegaskan hal itu melalui contoh-contoh pengalaman para kliennya yang berhasil bangkit dari keputusasaan setelah mereka berani membebaskan diri dari berbagai tekanan di luar dirinya. Pengaruh Unsur Eksternal Citra diri bukan sesuatu yang sudah ada begitu saja (given), melainkan wujud dari proses tempaan pribadi. Dari pengalamannya melihat perubahan keprbadian yang dialami para kliennya Rogers memahami bahwa “diri” atau pribadi bukan sesuatu yang statis melainkan organisme yang bergerak mencari kepenuhannya. Pengalaman dan lingkungan sosial: keluarga dan kerabat, peer group atau teman sebaya, masyarakat, merupakan unsur yang berpengaruh membentuk persepsi citra diri seseorang. Lingkungan sosial merupakan bagian dari ekosistem pertumbuhkembangan manusia. Lingkungan sosial yang sehat adalah ekosistem dimana setiap individu di dalamnya dapat memberi dan menerima individu lain sesuai dengan peran, fungsi dan



47



kekhasannya masing-masing. Lingkungan sosial yang sehat menyediakan atmosfer yang mendukung individu untuk membangun persepsi citra diri yang positif. Namun kenyataan memperlihatkan sebaliknya. Kebanyakan klien Rogers memandang lingkungan sosial dan hal-hal eksternal sebagai sesuatu yang obyektif mengancam, menekan, menakutkan. Itulah alasan mengapa mereka tidak menghadirkan “diri”nya sendiri, melainkan hadir sebagai pribadi lain. Mereka merasa terpaksa harus bersikap, bertindak dan berperilaku dengan cara-cara yang diharapkan oleh lingkungannya. Senioritas dalam lingkungan organisasi atau institusi merupakan contoh bangunan sosial yang memaksa setiap individu melepaskan kemerdekaan “diri”nya dan menjadi pribadi lain yang tunduk pada ketentuan yang ditetapkan senior. Kondisi sosial di sekitar kita saat ini yang ditandai dengan menguatnya sikap fundamentalis dan intoleran merupakan contoh lain bagaimana lingkungan sosial memengaruhi emosi dan cara pandang individu di dalamnya. Pengaruh Unsur Internal Salah satu unsur penting yang turut menentukan bagaimana seseorang mempersepsikan citra diriya adalah kebutuhan akan penghargaan positif (need for positive regard). Setiap manusia pada dasarnya membutuhkan penghargaan positif seperti perhatian, penghargaan, penghormatan, cinta-kasih, dan perasaan diterima oleh orang lain. Kebutuhan itu tampak jelas pada fase kanak-kanak dimana anak-anak akan merasa gembira ketika orang lain menerima kehadirannya. Demikian sebaliknya anakanak akan memperlihatkan kekecewaan ketika orang lain menunjukkan sikap menolak kehadirannya. Kebutuhan akan penghargaan positif tersebut terbagi menjadi dua, yaitu penghargaan positif bersyarat (conditional positive regard) dan penghargaan positif tanpa syarat (unconditional positif regard). Kebutuhan akan pengharagaan positif bersyarat terlihat pada anak kecil yang bersedia belajar karena tahu ayah atau ibunya akan memberikan penghargaan. Pengalaman transaksional seperti itu memengaruhi seseorang dalam membangun persepsi tentang citra diri, tentang gambaran “diri”nya harus seperti apa, tentang apa yang harus dilakukan, supaya menarik orang lain untuk memenuhi memberikan penghargaan positif. Rogers menjelaskan bahwa tidak mungkin bagi manusia untuk melepaskan dari kebutuhan akan penghargaan bersyarat dalam hidupnya. Namun penjelasan tersebut tidak dimaksudkan untuk menyatakan bahwa kebutuhan tersebut yang mengatur cara hidup manusia. Sebaliknya manusialah yang justru mampu mengatur kebutuhan dirinya. Salah satu kemampuan manusia adalah menguatkan komitmen untuk konsisten pada persepsi citra positifnya dengan melatih emosinya dalam bersikap dan bertindak mengatur kebutuhan untuk mendapatkan penghargaan positif bersyarat. Sensor internalisasi nila citra diri positif menggerakkan emosi untuk secara cerdas menentukan kapan kebutuhan akan penghargaan perlu itu dipenuhi dan kapan kebutuhan itu perlu ditunda atau dikesampingkan.



48



Demikian halnya meskipun menurut Rogers tidak mungkin manusia melepaskan kebutuhan akan penghargaan bersyarat, namun menurut Rogers sangat mungkin bagi manusia untuk memberi dan menerima penghargaan tanpa syarat. Pandangan Rogers itu menegaskan bahwa pada manusia ada kemampuan untuk dapat diterima, dihargai, dicintai apa adanya. Demikian juga manusia memilki kemampuan untuk menerima, menghargai, menghormati orang lain apa adanya, tanpa syarat, tanpa mengharapkan imbalan penghargaan. Contoh yang relevan untuk tindakan memberikan dan menerima penghargaan tanpa syarat adalah perhatian dan kasih sayang seorang ibu kepada anaknya. Seorang ibu mencintai anaknya karena dia adalah anaknya bukan karena anaknya memenuhi kriteria yang diharapkan. 2. Citra Diri Pendamping Desa Dalam berbagai kesempatan perjumpaan di forum-forum desa tidak jarang terdengar cerita-cerita bernada negatif tentang kinerja pendamping desa kinerjanya dalam mendampingi masyarakat di desa. Cerita-cerita negatif itu kebanyakan hanya menjelaskan aspek-aspek tertentu dari penampakan (performance) pendamping desa seperti sikap, perilaku, cara kerja, atau kemampuan dalam menjalankan tugas dan perannya. Namun pada kesempatan yang sama tidak sedikit juga terdengar cerita-cerita yang bernada positif dengan menambahkan gambaran tentang kinerja pendamping desa yang heroik. Pada umumnya orang akan menanggapi cerita-cerita semacam itu secara emosional dengan perasaan sakit hati, tersinggung, atau malahan marah, terlebih kalau ceritaceritanya bernada negatif. Sekalipun sebenarnya cerita-cerita tersebut disampaikan sebagai kritik konstruktif dan tidak dimaksudkan untuk mendeskreditkan pribadi apalagi sebagai bentuk perudungan (bullying). Bagi pendamping yang cerdas secara emosional akan mampu mengelola perasaan spontannya secara lebih baik sehingga mampu menempatkan cerita-cerita seperti itu sebagai masukan yang dapat dijadikan sebagai bahan refleksi pribadi. Sekalipun tidak menyajikan data konkret bukan berarti cerita-cerita seperti itu tidak obyektif. Cerita tersebut merupakan artikulasi atau wujud penjelasan gagasan tentang hasil obyektif yang diperoleh dari kegiatan kesadaran dalam menyandingkan antara kenyataan faktual dengan gambaran ideal citra pendampig desa. Dari mana orang lain memperoleh gambaran citra ideal pendamping desa? Dalam perspektif teori Rogers gambaran ideal pendamping desa merupakan persepsi orang lain tentang “diri ideal” pendamping desa atau gambaran ideal tentang keberadaan (existence) pendamping desa yang seharusnya. Pengetahuan dan pengalaman interaksi dengan dunia obyektif merupakan referensi tindakan orang mempersepsikan orang lain sebagai citra pendamping desa yang ideal sebagaimana yang diharapkan. Ada beberapa aspek referensial yang memengaruhi tindakan persepsi orang tentang citra pendamping desa. Aspek-Aspek Yang Memengaruhi Persepsi 49



Mempersepsikan citra pendamping desa adalah menggambarkan pengertian tentang manusia yang bekerja, dalam hal ini sebagai pendamping desa. Manusia yang dimaksud adalah mahkluk alamiah yang juga tunduk pada hukum alam. Perbedaannya dengan mahkluk alamiah lain, manusia harus mengolah alam, harus bekerja untuk memenuhi kebutuhannya. Bekerja merupakan penanda khas manusia sebagai mahkluk yang memiliki kebutuhan alamiah. Dengan bekerja manusia tidak hanya berusaha memenuhi kebutuhan jasmani yang bersifat materiil, tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan yang sifatnya rohani. Soren Kierkegaard, filsuf Denmark abad ke-19, memahami kebutuhan hidup manusia pada dasarnya terdiri dari tiga fase, yaitu estetis, etis, dan religius. Dalam kehidupan estetis manusia menangkap seluruh semesta yang berada bersamanya merupakan dunia yang mengagumkan. Bekerja atau berkarya menjadi bagian dari usaha manusia mengungkapkan kebutuhan akan hal-hal yang mengagumkan. Pada fase etis manusia mengungkapkan jati dirinya sebagai mahkluk otonom. Manusia bertindak untuk memenuhi kebutuhannya berdasarkan keputusan-keputusan yang bebas dan dipertanggungjawabkan. Dalam fase religius manusia melakukan tindakan transendental sebagai upaya mengintegrasikan hidupnya dengan Tuhan. Gagasan Kierkegaard tersebut membantu memahamkan bahwa pekerjaan tidak selalu bersifat pragmatis, yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dasar atau sekadar memenuhi kebutuhan sesaat, tetapi juga memiliki makna sebagai aktualisasi diri, yaitu pekerjaan yang dipilih berdasarkan kehendak bebas sebagai tindakan yang menggerakkan orang menjadi dirinya yang sejati. Dengan kata lain pekerjaan yang dipilih secara bebas tidak dirasa sebagai beban atau justru mengasingkan diri pribadi dari citranya sebagai manusia. Dengan kerangka pandang itu maka bisa dimegerti bahwa bangunan persepsi citra diri tentang pendamping desa dipengaruhi oleh pemahaman akal sehat (common sense) tentang beberapa aspek yang terkait dengan manusia sebagai pelaku utama atau pekerja dan terkait dengan pekerjaan sebagai tindakan aktualisasi. • Aspek Humanis Humanis adalah aspek terkait dengan kekhasan manusia sebagai mahkluk alamiah yang berakal budi yang berada di dunianya bersama sesama manusia yang lain. Aspek humanis adalah aspek etis yang memengaruhi integritas seseorang sebagai pendamping desa, seperti empati, jujur, adil, toleran, dan tanggungjawab. Orang lain akan mengenali aspek kemanusiaan pendamping desa dari caranya bertindak. Integritas pendamping desa dilihat dari caranya bertindak yang mencerminkan implikasi etis seperti intensitas atau daya tahan, dan totalitas atau tuntas dalam menjalankan pekerjaan. • Aspek Ideologis Bekerja tidak hanya berorientasi pada kebutuhan pribadi, tetapi juga wujud tindakan yang berorientasi pada nilai keberpihakan. Nilai keberpihakan merupakan aspek ideologis, bagian dari sistem nilai yang menggerakkan orang untuk bertindak. Pendampingan desa 50



merupakan pekerjaan ideologis. Tindakan mendampingi desa merupakan praksis keberpihakan pada masyarakat desa yang bertujuan untuk memberdayakan masyarakat desa dalam mencapai kesejahteraan dan keadilan. Bagaimana orang lain menilai citra pendamping desa salah satunya dipengaruhi pemahaman orang tentang kualifikasi pendamping dalam kinerjanya mengupayakan tercapainya tujuan tersebut. • Aspek Emosional Pribadi yang memiliki integritas adalah pribadi yang cerdas baik secara rasional maupun secara emosional. Kecerdasan kedua dimensi kepribadian tersebut tidak selalu tumbuh linier. Sejauh ini mekanisme rekrutmen pekerja lebih mengutamakan orang yang dinilai cerdas secara rasional. Meskipun dalam kenyataannya untuk mencapai produktivitas, lingkungan kerja membutuhkan pekerja-pekerja yang memilki empati, bisa saling memahami, bekerja-sama membangun harmoni. Terlebih jenis pekerjaan yang berhungungan langsung dengan orang lain, seperti kerja pemberdayaan yang dilakukan pendamping desa. Empati merupakan salah satu bentuk kecerdasan emosional yang dibutuhkan pendamping desa. Kerja pendampingan masyarakat desa hanya mungkin menghasilkan manfaat optimal kalau pendamping desa memiliki kemampuan merasakan apa yang dirasakan masyarakat desa. • Aspek Normatif Pendampingan desa merupakan kerja penugasan yang dalam Peraturan Presiden nomor 47 tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2015 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, merupakan bagian tugas pemerintah dalam melakukan pendampingan dan pemberdayaan desa. Lebih jelas lagi ditegaskan bahwa pendamping desa merupakan tenaga profesional yang menerima penugasan untuk membantu pemerintah dalam melakukan pembinaan dan pengawasan. Selanjutnya pemerintah, dalam hal ini Kementerian Desa PDTT, menerbitkan Peraturan Menteri nomor 18 tahun 2019 tentang Pedoman Pendampingan Masyarakat Desa yang menegaskan tugas pendampingan, dan tata cara pendampingan. Pemahaman tentang norma-norma tersebut merupakan pengetahuan yang terinternalisasi dan menjadi referensi bagi orang lain dalam mempersepsikan atau menilai citra pendamping desa. • Aspek teknis Pendampingan desa merupakan kerja pemberdayaan. Artinya pendampingan merupakan kerja yang bertujuan memfasilitasi masyarakat desa yang daya atau kemampuannya kurang menjadi berdaya atau lebih berdaya. Ada unsur berbagi pengetahuan dan unsur pelatihan. Karena itu kemampuan, pengetahuan dan keterampilan merupakan aspek teknis yang tidak bisa tidak, atau, harus dimiliki oleh pendamping desa. Secara umum orang sudah dapat memahami bahwa pribadi yang bekerja untuk meningkatkan kapasitas pribadi lain adalah pribadi yang memenuhi kuaifikasi teknis. Pemahaman akan kualifikasi kemampuan teknis itu yang memengaruhi persepsi orang lain dalam mengenali citra pendamping desa. Citra Positif Pendamping Desa



51



Persepsi merupakan tindakan untuk menginterpretasikan informasi yang didengar dan apa yang dilihat. Dalam proses menentukan kualifikasi kinerja (performance) pendamping desa persepsi merupakan salah satu tindakan yang dibutuhkan untuk mengartikulasikan gambaran ideal atau citra positif pendamping desa. Berdasarkan pada persespsi maka kualifikasi citra positif pendamping desa dapat dilihat dari ciri-ciri yang menandai karakteristik sikap, tindakan, dan perilaku pendamping desa. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut; • Mandiri: mengandalkan kepercayaan diri pada keputusan dan kemampuan sendiri dalam bersikap dan bertindak, kaya inisiatif tidak mengandalkan instruksi atau petunjuk • Intensitas kedekatan dengan masyarakat sebagai wujud komitmen keberpihakan pada masyarakat desa. • Terbuka pada pengalaman dan pandangan baru sebagai wujud sikap kesetaraan dan kesediaan berdialog • Kesediaan belajar yang dapat terlihat dari perubahan sikap, kemampuan dan keterampilan yang semakin baik dari waktu ke waktu. • Kreatif dan Inovatif sebagai artikulasi dari sikap yang tidak mudah mengeluh dengan kondisi dan keterbatasan. • Konstruktif, sebagai cerminan dari kecerdasannya menyeimbangkan kebutuhan diri dengam berbagai kebutuhan tugas. • Tuntas dalam bekerja, sebagai wujud dari kemampuan mengatur cara kerja yang efektif dan terukur. Penutup Dalam bukunya On Becoming A Person, Carl Rogers berkali-kali meyakinkan kepada pembaca bahwa perubahan “diri” yang dialami para kliennya sangat bergantung pada masing-masing pribadi. Rogers menganggap dirinya tidak memberikan kontribusi banyak pada proses perubahan yang terjadi pada kliennya, selain kesedian untuk mendengarkan dengan penuh hikmat setiap kisah yang diceritakan para kliennya. Rogers menyaksikan dan menemani dengan para kliennya yang mengalami kondisi kritis, merasakan “kesakitan” pada saat-saat para kliennya fase proses perubahan menjadi “diri”nya yang sejati. Pengalaman Rogers dengan para kliennya menegaskan sekurangnya dua hal yang dapat dipelajari. Pertama bahwa perubahan untuk menjadi “diri” sejati, menjadi pribadi yang bermanfaat sepenuhnya adalah proses yang bergantung pada diri yang bersangkutan. Kedua, perubahan menuju yang lebih baik adalah proses yang “menyakitkan” karena ada hal-hal yang harus ditinggalkan dan di depan pun merupakan zona yang belum bisa dipastikan nyaman atau tidak. Kedua hal tersebut juga bermakna sebaliknya, hanya pribadi yang memiliki kehendak bebas yang kuat yang mampu melakukakan perubahan demi perubahan. Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Desa PDTT, senantiasa berupaya menjalankan mandat untuk bisa meningkatkan kapasitas pendamping desa. Berbagai model pendekatan pelatihan diupayakan untuk bisa memfasilitasi peningkatan kapasitas 52



pendamping desa. Namun berbagai upaya yang hanya sepihak dilakukan Kementerian Desa PDTT tidak akan optimal selama pendamping desa bersikap minimalis, kehendaknya untuk berkembang lemah. Untuk mencapai perkembangan kapasitas yang optimal dan perubahan diri yang lebih baik, pendamping desa perlu menyusun strategi pengembangan diri yang relevan dan sinkron dengan berbagai upaya peningkatan kapasitas yang dilakukan Kementerian Desa PDTT. -----------***********-----------



53



Pendamping Pemberdayaan Masyarakat Dari Realawan ke Profesional (Wahyuddin Kessa) Sejarah Pendampingan Tidak ada catatan rinci mengenai sejarah kegiatan pedampingan dan pemberdayaan masyarakat di Indoensia. Ini hanya bisa ditelusi melalui rekam jejak para pelaku penggiat pemberdayaan masyarakat, atau yang juga dikenal dengan pengemangan masyarakat (community development). Aktifitas ini dulunya hanya dilakukan oleh gerakan lembaga swadaya masyarakat (LSM) atau organisasi non pemerintah (NGO) yang dimulai sekitar awal tahun 1970-an. Pada masa-masa itu, penggiat gerakan perubahan social ini mencoba menawarkan model pendekatan pembangunan alternative, yang melibatkan langsung masyarakat (pendekatan partisipatif) di dalam setiap kegiatan pembangunan. Orang-orang yang bekerja di sektor ini (baca LSM/NGO) biasanya adalah orang-orang yang memiliki kepedulian dan idealisme, sehingga mereka lebih memilih disebut sebagai aktifis social, ketimbang disebut sebagai pekerja program. Kelompok masyarakat yang didampingi adalah mereka yang terpinggirkan dari proses pembangunan saat itu. Sebagai kegiatan stimulant, biasanya LSM/NGO mengembangkan berbagai program yang terkait langsung dengan kehidupan masyarakat dampingannya, khususnya masyarakat miskin di perdesaan. Program-program pertanian, kesehatan, pendidikan, pengembangan ekonomi mikro, pembinaan kelompok nelayan dan lainlain, adalah program yang paling banyak dilakukan. Hasil capaian kegiatan bukanlah menjadi tujuan utama, tapi proses pelibatan masyarakat secara langsung menjadi sangat penting, agar masyarakat bisa merasakan dan mengembangkan kreatifitasnya dalam menata hidupnya sesuai potensi yang dimilikinya. Jadi, sesungguhnya kegiatan pemberdayaan masyarakat adalah bertujuan untuk membangun kesadaran kritis masyarakat, agar mereka bangkit untuk memperjuangkan penghidupannya agar bisa lebih baik. Orang-orang yang bergiat sebagai pekerja pengembangan masyarakat biasanya disebut sebagai “pendamping” masyarakat, motivator, atau fasilitator. Merekamereka inilah yang secara langsung membantu atau menfasilitasi masyarakat di dalam melakukan kajian, merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi kegiatan bersama masyarakat dampingannya. Mereka yang memilih bekerja sebagai pendamping, biasanya adalah orang-orang yang memiliki komitmen dan kepedulian tinggi terhadap nasib yang dialami oleh masyarakat miskin. Selain itu, mereka juga harus memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai, terkait dengan isu-isu pembangunan dan pengembangan masyarakat yang digelutinya. Dengan berkembangnya program-program berbasis pemberdayaan masyarakat sejak awal dasawarsa 1990-an, baik yang dikelola oleh LSM maupun yang mulai diprakarsai oleh Pemerintah, maka peran pendamping masyarakat dalam pelaksanaan program-program tersebut menjadi semakin banyak dibutuhkan. Kehadiran pendamping pemberdayaan masyarakat mutlak ada di setiap kegiatan pemberdayaan masyarakat. 54



Wacana tentang pendamping semakin marak dibicarakan ketika Pemerintah mencanangkan Program Instruksi Prsiden No 5 Tahun 1993, tentang Desa Tertinggal (IDT). Program IDT adalah paket program penanggulangan kemiskinan di wilayah perdesaan dengan pendekatan pengembangan masyarakat melaui pembentukan kelompok masyarakat (pokmas). Untuk itu, Program IDT mengandalkan tenaga “pendamping” untuk menjalankan program ini ditingkat desa. Program IDT adalah program yang digagas oleh Bappenas, dengan motor dan arsiteknya; Prof. Dr. Mubyarto, pada saat beliau menjabat Asisten Menteri Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, tahun 1993-1998. Prof. Dr. Mubyarto tidak sendiri dalam pengembangan program ini. Beliau dibantu oleh Sayogyo, sosiolog pedesaan IPB, dan Direktur Bina Swadaya; Bambang Ismawan. Keduanya adalah tokoh NGO/LSM yang sudah berpengalaman dalam pendampingan di pedesaan, khususnya dalam pengembangan pertanan. Program IDT dikembangkan dalam pendekatan kelompok masyarakat, agar memudahkan dalam pendampingan. Pendekatan kelompok didasarkan atas pemikiran bahwa kelompok masyarakat (pokmas) yang terbentuk dari bawah akan lebih kuat ikatannya dan akan lebih mempercepat menolong seseorang keluar dari kemiskinan (community-based development approach). Selain itu pemikiran ini juga bertujuan mengurangi kesenjangan sosial dengan cara meningkatkan kapabilitas sumberdaya manusia, tertutama pada kelompok-kelompok masyarakat miskin. Pada saat itu program IDT diharapkan mampu meningkatkan pendapat dan kemandirian penduduk miskin di perdesaan. Dengan menempatkan masyarakat miskin sebagai subjek pembangunan, diharapkan meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap kelompok miskin lainnya di desa. Untuk menunjukkan keseriusan pemerintah dalam menanggulangi kemiskinan ini pemerintah membentuk sekertariat tersendiri yang mengurusi masalah IDT dengan tujuan mengurangi birokrasi yang ada. Setiap desa tertinggal diberi dana bergulir sebesar Rp 20 juta per tahun selama tiga tahun. Dana tersebut akan bergulir di desa tersebut paling tidak selama tiga tahun. Yang dimaksud dengan dana bergulir artinya dana ini merupakan pinjaman yang harus di kembalikan (dicicil), dan dana tersebut akan di pakai lagi oleh anggota pokmas yang lain dan seterusnya. Pada dasarnya dana yang di pinjamkan ini untuk modal usaha bukan untuk konsumsi. Awal2 program ini diluncurkan terlihat sekali banyak pokmas yang belum terbiasa dengan usaha sendiri, sehingga di putuskan akan ada tenaga pendamping yang disediakan oleh pemerintah. Tenaga pendamping ini tergantung pada keahlian apa yang dibutuhkan oleh daerah setempat. Misalnya kalau desa tertinggalnya adalah desa pantai maka yang akan di terjunkan adalah ahli perikanan atau kalau daerahnya pertanian ya ahli pertanian. Dari beberapa pemantauan di lapangan saat itu jenis usaha yang banyak dilakukan adalah berdagang bakso, berdagang ikan, kue/warung kopi, berdagang barang kelontong, beternak ikan, dan beternak ayam.



55



Setelah Inpres Desa Tertinggal (IDT) berjalan, kemudian Pemerintah kemabli meluncurkan progra Pembangunan Prasarana Pendukung Desa Tertinggal (P3DT), yang bertujuan sama, yaitu mempercepat penanggulangan kemiskinan di perdesaan. Pendekatan P3DT juga sama dengan ITD, yakni dengan pendekatan partisipatif, dan mengandalkan kerja pendampingan. Untuk itu, program P3DT juga merekrut tenaga pendamping P3DT. Pada tahun 1998, Pemerintah kemabli melunjurkan program baru yang diberi nama “Program Pengembangan Kecamatan (PPK)”. Program PPK adalah program penanggulangan kemiskinan yang melanjutkan dua program sebelumnya, yakni; IDT dan P3DT. Program PPK juga menggunakan pendekatan pemberdayaan masyarakat dengan memperbaiki mekanisme perencanaan program, yang menitik beratkan kepada pelibatan masyarakat miskin dalam proses perencanaannya. Dengan konsep seperti itu, maka PPK juga mengandalkan pendampingan dengan merekrut pendamping pada level kecamatan, yang kemudian diberi nama Fasilitator Kecamatan (FK). Ada cerita mengenai alasan pemilihan nama Fasilitator Kecatan untuk pendamping PPK. Pada saat dilakukannya pembahasan Pedoman Umum dan Petunjuk Teknis PPK pada bulan Mei 1998, di Jogjakarta, seorang aktifis LSM yang menjadi Tim penyusun Pedoman Umum, mempertanyakan, “mengapa progam ini menggunakan nama Fasilitator Kecamatan. Apa tidak lebih baik kita gunakan nama Pendamping Kecamatan?”. Pertanyaan ini melahirkan diskusi yang cukup serius. Kemudian Team Leader PPK, Victor Bottini menjelaskan, bahwa pemilihan nama FK didasarkan pada tugas mereka adalah pendamping program. Jadi tugasnya lebih banyak menfasilitasi tahapan program. Untuk itu lebih baik diberi nama FASILITATOR KECAMATAN. Setelah berjalan kurang lebih 9 tahun, program PPK berubah menjadi Program Nasionam Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM MPd) tanpa bergeser dari tujuan utamanya, yakni; meningkatnya kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat miskin di perdesaan dengan mendorong kemandirian dalam pengambilan keputusan dan pengelolaan pembangunan, dengan tetap menggunakan nama Faslitator Kecamatan untuk pendamping programnya. Kemudian penamaan FASITATOR sudah digunakan oleh hamper seluruh program pemerintah. Selain proram-program yang disebutkan di atas, masih banyak lagi program pemerintah yang menggunakan pendekatan pemberdayaan masyarakat dengan menggunakan pendampingan sebagai instrumen utama. Ada program P2KP dan Pamsimas dari Kemeterian PU yang juga menggunakan pendamping sebagai bagian penting dari pengembangan programnya. Mereka juga memberi nama Fasilitator kepada pendamping programnya. Kementerian Sosial juga mengembangkan program yang diberi nama Program Kelurga Harapan (PKH). Program ini sudah mulai menggunakan pendekatan pemberdayaan masyarakat, sehingga Kementerian Sosial juga menggunkan pendamping program untuk membantu masyarakat dan pelaksanaan program. Selain 56



itu, Kementerian Pertanian juga mengembangkan program untuk petani miskin di pedesaan, dengan pendekatan pemberdayaan masyarakat. Nama programnya Rural Empowerment and Agricultural Development Scaling-up Initiative (READSI). Program ini juga mengandalkan pendampingan yang menggunakan istilah Fasilitator Desa. Paska Reformasi tahun 1998, program-program Pemerintah yang menggunakan pendekatan Pengembangan Masyarakat semakin pesat, dan tentu membutuhkan tenaga pendamping atau fasilitator program yang cukup banyak. Jika sebelum reformasi, jumlah tenaga pendamping masih sangat terbatas, akan tetapi setelah reformasi, kebutuhan akan tenaga pendamping atau fasilitator program semakin banyak. Diperkirakan puluhan ribu tega pendamping dibutuhkan untuk bekerja mendampingi program pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh Pemerintah. Dengan dasar itu, pada tahun 2007, muncul pemikiran untuk meberikan standarisasi untuk fasilitator pemberdayaan masyarakat dengan melakukan sertifikasi. Gagasan untuk sertifikasi Fasilitaor Pemberdayaan Masyarakat melahirkan perdebatan yang cukup panjang. Bagi mereka yang tidak setuju dilakukan sertifikasi bagi pendamping/fasilitator pemberdayaan masyarakat, memberikan argumentasi; bahwa pekerjaan pendamping/fasilitator pemberdayaan masyarakat adalah pekerja yang bermula dari relawan, sehingga orang-orang yang bekerja sebagai fasilitator pemberdayaan masyarakat pada dasarnya adalah relawan. Karena tanpa kerelaan, fasilitator pemberdayaan masyarakat akan sulit melakukan pendampingan yang berempati kepada kelompok miskin, atau mereka yang terabaikan oleh pembangunan. Bagi mereka yang mendukung sertifikasi, berargumentasi; bahwa standarisasi keahlian fasilitator melalui sertifikasi tidak akan menghilangkan dasar kerelaan mereka untuk mendampingi masayarakat miskin atau kelompok rentan lainnya. Sertifikasi akan melindungi masyarakat dan pemerintah dari pendamping/fasilitator pemberdayaan masyarakat yang tidak kompeten dibidangnya. Selain itu, kebanyakan dari pendamping/fasilitator pemberdayaan masyarakat dibayar dengan uang negara. Untuk itu perlu menentukan standar yang digunakan untuk membayar seseorang, agar penggunaan uang negara dapat dipertanggung-jawabkan. Dengan dasar itulah maka mereka yang pro sertifikasi, pada tahun 2010 mulai bekerja membentuk Lembaga Serifikasi Profesi Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat. Dan akhirnya, pada tahun 2012 Menteri Tenaga Kerja dan Transmigran mengeluarkan Keputusan No. 81 Tahun 2012, Tentang: Penetapan Rancangan Standar Kompetensi Kerja Nasional (SKKNI) Sektor Jasa Kemasyarakatan Bidang Pemberdayaan Masyarakat Untuk Jabatan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat Menjadi Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia. Dengan demikian, maka dimulailah sejarah baru pendamping/fasilitator pemberdayaan masyarakat sebagai profesi yang diakui oleh negara.



57



Pendamping di Era Undang Undang Desa Setelah melalui pembahasan cukup panjang dan melewati berbagai tekanan, akhirnya Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Undang Undang (RUU) Desa DPR RI bisa menyelesaikan tugasnya, seiring dengan disahkannya RUU Desa sebagai Undang-Undang. Malam sebelum akhir tahun 2013, RRU ini disahkan oleh DPR menjadi Undang Undang. Dan diundangkan menjadi Undang Undang No. 6 Tahun 2014 tentagn Desa pada tanggal 14 Januari 2014 Oleh Presiden Susilo Bambang Yudoyono. Kehadiran undang-undang ini disambut dengan sukacita oleh mereka yang bergiat untuk pembangunan pedesaan. Undang Undang Desa yang ditunggu kehadirannya selama kurang lebih 7 tahun, sepertinya menjadi harapan untuk desa yang lebih kuat, sejahtera, adil dan demokratis. Berbagai diskusi dan seminar dilakukan untuk membahas bagaimana implementasi Undang Undang Desa ini agar dapat mencapai visi, misi dan tujuannya. Diskusi yang paling riuh terjadi di kalangan pelaku PNPM Mandiri Perdesaan. Diskusi yang berkembang terbagi beberapa tema. Ada yang melihat kehadiran Undang Undang Desa sebagai kelanjutan dari Program PNPM Mandiri Perdesaan, dengan demikian mereka berharap bisa kembali bekerja sebagai fasilitator. Mereka yang memilih tema ini, tidak begitu serius memikirkan bagaimana implikasi dari pelaksanaan Undang Undang Desa terhadap kesejahteraan masyarakat desa, tapi mereka lebih peduli dengan keberlanjutan kontrak kerja mereka. Pertnyaan yang banyak muncul dari mereka adalah; apakah program PNPM Mandiri Perdesaan masih berlanjut setelah pelaksanaan Undang Undang Desa? Jika tidak berlanjut, apakah seluruh fasilitator PNPM akan direkrut menjadi Pendamping Desa?. Selain itu, banyak juga dari mereka yang meilihat kelahiran Undang Undang Desa sebagai anugrah untuk masyarakat desa. Undang-ndang ini begitu luas memberi kewenangan kepada Desa untuk mengatur dan mengurus dirinya yang diserta anggaran yang cukup besar. Jika ini dikelola dengan baik, akan memberi dampak luar biasa terhadapat kemakmuran desa. Untuk itu dibutuhkan aturan pelaksanaan yang lebih baik agar tidak mengulang kesalahan program-program perdesaan sebelumnya. Diskusi tentang Undang Undang Desa terus berlanjut, sampai lahirnya Peraturan Pemerintah (PP) No 43 Tahun 2014 Tentang: Peraturan Pelaksanaan Undang Undang No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa. Pada bagian Ketiga Paragraf Satu, Pasal 126 dari PP ini, menyebutkan bahwa; Pemberdayaan masyarakat Desa bertujuan memampukan Desa dalam melakukan aksi bersama sebagai suatu kesatuan tata kelola Pemerintahan Desa, kesatuan tata kelola lembaga kemasyarakatan Desa dan lembaga adat, serta kesatuan tata ekonomi dan lingkungan. Selanjutnya, pada Pasal 128 disebutkan: Pemerintah dan pemerintah daerah menyelenggarakan pemberdayaan masyarakat Desa dengan pendampingan secara berjenjang sesuai dengan kebutuhan. Pendampingan masyarakat Desa secara teknis dilaksanakan oleh satuan kerja perangkat daerah kabupaten/kota dan dapat dibantu oleh tenaga pendamping profesional, kader pemberdayaan masyarakat Desa, dan/atau pihak ketiga.



58



Selanjutnya pada Pasal 129 dijelaskan: Tenaga pendamping profesional terdiri atas: 1) pendamping Desa yang bertugas mendampingi Desa dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa, kerja sama Desa, pengembangan BUM Desa, dan pembangunan yang berskala lokal Desa; 2) pendamping teknis yang bertugas mendampingi Desa dalam pelaksanaan program dan kegiatan sektoral; dan 3) tenaga ahli pemberdayaan masyarakat yang bertugas meningkatkan kapasitas tenaga pendamping dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa. Pendamping Profesional harus memiliki sertifikasi kompetensi dan kualifikasi pendampingan di bidang ekonomi, sosial, budaya, dan/atau teknik. Ini adalah sejarah baru Pendamping Pemberdayaan Masyarakat diberi status professional, dan penggunaan kata Pendamping tentu memiliki makna dan tujuan yang ingin dicapai. Menurut para perancang Undang Undang Desa, bahwa perbedaan mendasar model pendampingan paska ditetapkannya UU Desa adalah ada tuntutan terhadap para Pendamping Desa untuk mampu melakukan transformasi sosial dengan mengubah secara mendasar pendekatan “kontrol dan mobilisasi” pemerintah terhadap desa” menjadi pendekatan “pemberdayaan masyarakat desa”. Masyarakat desa dan pemerintah desa sebagai satu kesatuan selfgoverning community diberdayakan untuk mampu hadir sebagai komunitas mandiri. Dengan demikian, desa-desa didorong menjadi subyek penggerak pembangunan Indonesia dari pinggiran, sehingga mampu merealisasikan salah satu agenda strategis prioritas Pemerintahan Jokowi-JK yaitu “Membangun Indonesia dari Pinggiran dengan Memperkuat Daerah-Daerah dan Desa dalam Kerangka Negara Kesatuan”. Pendampingan Desa adalah kegiatan yang bertujuan melakukan tindakan pemberdayaan masyarakat melalui asistensi, pengorganisasian, pengarahan dan fasilitasi Desa. Fasilitasi dapat dilakukan dengan cara-cara yang kreatif dengan berpedoman kepada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa beserta seluruh aturan pelaksanaannya. Masyarakat desa difasilitasi belajar untuk mampu mengelola kegiatan pembangunan secara mandiri. Berbagai pelatihan dan beragam kegiatan pengembangan kapasitas diberikan oleh pendamping mayarakat desa kepada masyarakat. Pengembangan kapasitas di desa dikelola langsung oleh masyarakat sebagai bagian proses belajar sosial. Dalam bangunan kerangka pikir pemberdayaan masyarakat Desa, penerapan UU Desa ini harus dikawal oleh pendamping Desa yang bertugas mengajarkan aturan legal kepada masyarakat desa. Pendampingan dan pelatihan dari pendamping Desa kepada masyarakat desa ini diharapkan mempercepat proses internalisasi UU Desa sebagai sebuah proses pembiasaaan sosial dalam diri masyarakat desa. Selain itu, pendamping Desa juga bertugas mendampingi warga desa meningkatkan daya tawar dalam mengakses sumberdaya yang dibutuhkan rakyat desa sehingga program dan kegiatan pembangunan mampu dikelola masyarakat desa itu sendiri. 59



Pendamping Desa bukan pengelola proyek pembangunan di desa. Kerja Pendampingan Desa difokuskan pada upaya memberdayakan masyarakat desa melalui proses belajar sosial. Dengan demikian, pendamping desa tidak dibebani dengan tugas-tugas pengelolaan administrasi keuangan dan pembangunan desa yang berdasarkan UU Desa sudah menjadi tugas dan tanggungjawab pemerintah desa. Kerja Pendampingan Desa bukanlah melakukan kontrol dan “mobilisasi partisipasi” terhadap warga desa dalam rangka menjalankan prosedur-prosedur kerja yang serba dirancang dari kepentingan luar desa. Kerja pendampingan lebih tepat dimaknai sebagai proses fasilitasi terhadap warga desa agar berdaya dalam memperkuat desanya sebagai komunitas yang memiliki pemerintahannya sendiri (selfgoverning community). Gambaran self governing community tercermin dari definisi desa dalam UU Desa yaitu bahwa Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kewenangan desa untuk mengatur dan mengurus, yang adalah aktualisasi dari kedudukan desa sebagai self governing community, berdasarkan Pasal 5 UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa meliputi : kewenangan berdasarkan hak asal usul; dan kewenangan lokal berskala Desa. Kewenangan desa dikelola dalam tata pemerintahan desa yang demokratis dengan bertumpu pada empat komponen utama yaitu: musyawarah desa, pemerintah desa, Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan masyarakat desa. Pemerintahan desa merupakan ”bejana kuasa rakyat”, sehingga kewenangan desa sejatinya menjadi kewenangan rakyat yang ditopang oleh adanya kebersamaan, kekeluargaan, dan kegotongroyongan dalam bingkai pengarusutamaan perdamaian dan keadilan sosial. Hal penting yang harus dicermati dalam Tata Kelola Desa yang Demokratis adalah disebutkannya dalam Pasal 54 UU Desa bahwa Musyawarah Desa merupakan forum permusyawaratan yang diikuti oleh Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat Desa untuk memusyawarahkan dan menyepakati hal yang bersifat strategis dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Hal yang bersifat strategis yang dimusyawarahkan di dalam musyawarah desa meliputi : penataan Desa; perencanaan Desa; kerja sama Desa; rencana investasi yang masuk ke Desa; pembentukan BUM Desa; penambahan dan pelepasan Aset Desa; dan kejadian luar biasa. Musyawarah Desa ini diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa dan diikuti oleh Pemerintah Desa dan unsur masyarakat yaitu antara lain : tokoh adat; tokoh agama; tokoh masyarakat; tokoh pendidikan; 60



perwakilan kelompok tani; kelompok nelayan; perempuan; dan kelompok masyarakat miskin.



kelompok perajin;



kelompok



Dalam rangka mewujudkan desa sebagai selfgoverning community, fokus kerja Pendampingan Desa diarahkan pada proses kaderisasi masyarakat desa. Pemberdayaan masyarakat Desa adalah sebuah bagian dari proses transformasi sosial yang digerakkan oleh kader-kader desa yaitu warga desa yang dengan kebebasannya memilih untuk secara sukarela terlibat menjadi penggerak pembangunan dan pemberdayaan masyarakat di desanya. Kader desa adalah orang kunci yang mengorganisir dan memimpin rakyat desa bergerak menuju pencapaian cita-cita. Kader Desa hadir sebagai pemimpin Desa, para penggerak pembangunan Desa, tokoh-tokoh masyarakat, pengelola organisasi kemasyarakatan yang ada di desa, kader-kader perempuan, maupun para pemuda yang yang akan menjadi generasi penerus di desanya. Pendamping Desa memfasilitasi dan mendampingi warga desa untuk bersama-sama merekrut, melatih dan membentuk kader-kader desa. Mencermati arah pendampingan desa sebagaimana yang sudah diuraikan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa; pendamping desa haruslah orang yang memiliki kualifikasi yang mumpuni dibidang pemberdayaan masyarakat dan pembangunan desa. Penguasaan metode dan strategi pendampingan oleh pendamping desa menjadi keniscayaan. Selain itu, penguasaan terhadap seluruh regulasi yang mengatur tentang desa harus dimiliki oleh pendimping desa, agar dapat membantu masyarakat dan pemerintah desa dalam melaksanakan pembanguna dan pemberdayaan masyarakat desa. Untuk itu, pendamping desa harus meningkatkan kapasitasnya dalam berbagai aspek pengetahuan, dan keterampilan. Dan yang paling penting adalah memperbaiki sikap dan cara pandang mereka dalam melihat kondisi masyarakat desa.



Makassar, 1 Juli 2021



61



Bahan Bacaan SPB 2.1 PANDUAN FASILITASI PEMBANGUNAN DESA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA Permendes PDTT No 21 Tahun 2020, Tentang pembanguna dan Pemberdayaan Masyarakat Desa



I.



PENDAHULUAN Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014, tentang Desa telah memasuki tahun ke-7 dalam pelaksanaannya, sejak diberlakukan secara efektif pada Januari 2015. Dalam rentang waktu tersebut, banyak pembelajaran yang dapat diambil dalam rangka menyempurnakan pelaksanaan Undang-Undang Desa. Sebagaimana diatur di dalam Peraturan Persiden Nomor 85 Tahun 2020, tentang; Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Pasal 4; menyebutkan: “Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pembangunan desa dan perdesaan, pemberdayaan masyarakat desa, percepatan pembangunan daerah tertinggal, dan transmigrasi untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara”. Berdasarkan kewenangan tersebut, Kementerian Desa PDTT, telah mengeluarkan berbagai regulasi dan dukungan implementasi pelaksanaan Undang-Undang Desa. Salah satu regulasi yang dikeluarkan oleh Kkementerian Desa PDTT, adalah Peraturan Menteri Desa No. 21 Tahun 2020, Tentang: Pedoman umum Pembangunan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat Desa. Tujuan dari diterbitkannya Permendes ini adalah untuk; a) Meningkatkan kuantitas dan kualitas Pendataan Desa sebagai dasar Perencanaan Pembangunan Desa. b) Mempertajam arah kebijakan Perencanaan Pembangunan Desa yang sesuai dengan kondisi objektif Desa. c) Memfokuskan arah kebijakan Perencanaan Pembangunan Desa pada pencapaian SDGs Desa. d) Mengembangkan prakarsa dan aspirasi masyarakat dalam Pembangunan Desa. e) Meningkatkan swadaya dan gotong royong masyarakat. f) Mengonsolidasikan kepentingan Bersama. g) Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam proses Pembangunan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat Desa. h) Meningkatkan Pembangunan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat Desa sesuai dengan kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala Desa. 62



Peraturan Menteri Desa PDTT, No. 21 Tahun 2020, Tentang: Pedoman umum Pembangunan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat Desa, akan menjadi acuan Tenaga Pendamping Profesional (TPP) dalam menfasilitasi Pembangun dan Pemberdayaan Masyarakat Desa. Untuk itu perlu disusun panduan fasilitasi yang akan digunakan oleh TPP diberbagai jenjang. II.



PEMBANGUNAN DESA Pembangunan Desa adalah upaya peningkatan kualitas hidup dan kehidupan untuk sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat Desa. Pembanguna dan Pemberdayaan Masyarakat Desa dilaukan dengan melibatkan seluruh unsur masyarakat desa secara partispasi dan inklusi. Pembangunan Desa dilaksanakan dengan tahapan: 1) Pendataan Desa. a) Pendataan Desa tahap awal; dan b) Pendataan Desa tahap pemutakhiran. 2) Perencanaan Pembangunan Desa. a) penyusunan RPJM Desa; dan b) penyusunan RKP Desa. 3) Pelaksanaan Pembangunan Desa. a) persiapan pelaksanaan kegiatan Pembangunan Desa; dan b) pelaksanaan kegiatan Pembangunan Desa. 4) Pertanggungjawaban Pembangunan Desa. Prinsip Pembangunan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat Desa, meliputi: 1) kemanusiaan; bahwa Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa dilakukan dengan mengutamakan pemenuhan hak dasar, serta harkat dan martabat Masyarakat Desa. 2) keadilan; bahwa Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa dilakukan dengan mengutamakan pemenuhan hak dan kepentingan seluruh warga Desa tanpa membeda-bedakan atau nondiskriminasi. 3) kebhinekaan; bahwa Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa diselenggarakan dengan mengakui dan menghormati keanekaragaman, baik keanekaragaman pilihan, pendapat, dan identitas Masyarakat Desa maupun keanekaragaman budaya dan kearifan Desa sebagai pembentuk kesalehan sosial berdasarkan nilai kemanusiaan universal.



63



4) keseimbangan alam; bahwa Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa diselenggarakan dengan mengutamakan perawatan bumi yang lestari untuk keberlanjutan kehidupan manusia. 5) kepentingan nasional. bahwa Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa diselenggarakan dengan mengutamakan pelaksanaan kebijakan strategis nasional untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. SDGs Desa merupakan arah kebijakan Pembangunan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat Desa. SDGs Desa adalah upaya terpadu Pembangunan Desa untuk percepatan pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan. SDGs Desa bertujuan untuk mewujudkan: 1) Desa tanpa kemiskinan; 2) Desa tanpa kelaparan; 3) Desa sehat dan sejahtera; 4) pendidikan Desa berkualitas; 5) keterlibatan perempuan Desa; 6) Desa layak air bersih dan sanitasi; 7) Desa berenergi bersih dan terbarukan; 8) pertumbuhan ekonomi Desa merata; 9) infrastruktur dan inovasi Desa sesuai kebutuhan; 10) Desa tanpa kesenjangan; 11) kawasan permukiman Desa aman dan nyaman; 12) konsumsi dan produksi Desa sadar lingkungan; 13) Desa tanggap perubahan iklim; 14) Desa peduli lingkungan laut; 15) Desa peduli lingkungan darat; 16) Desa damai berkeadilan; 17) kemitraan untuk Pembangunan Desa; dan 18) kelembagaan Desa dinamis dan budaya Desa adaptif Tujuan SDGs Desa diprioritaskan berdasarkan kondisi objektif Desa yang tergambarkan pada Sistem Informasi Desa. Prioritas SDGs Desa menjadi pedoman bagi Pemerintah Desa, BPD dan masyarakat Desa dalam menentukan arah kebijakan Perencanaan Pembangunan Desa, serta program dan/atau kegiatan prioritas Pembangunan Desa. Pencapaian tujuan SDGs Desa paling lama bulan Desember tahun 2030 Pencapaian tujuan SDGs Desa diukur dengan melakukan evaluasi laju SDGs Desa berdasarkan Sistem Informasi Desa. Evaluasi laju pencapaian SDGs Desa dilakukan oleh kepala Desa dengan melibatkan masyarakat Desa. Hasil evaluasi laju pencapaian SDGs Desa, menjadi dasar bagi tim penyusun RKP Desa dalam menyusun rancangan RKP Desa



64



Penyelarasana Arah Kebijakan Pembangunan Desa Penyusunan dan penyelarasan arah kebijakan Pembangunan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat Desa dilakukan melalui Sistem Informasi Desa. Sistem Informasi Desa digunakan untuk menyusun: a) Arah kebijakan Perencanaan Pembangunan Desa. b) Program dan/atau kegiatan prioritas Pembangunan Desa untuk pencapaian tujuan SDGs Desa. Sistem Informasi Desa bersifat terbuka dan dapat diakses oleh masyarakat Desa dan Pihak Ketiga yang membutuhkan data dan informasi tentang Desa. Penyelarasan arah kebijakan Pembangunan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat Desa dilakukan melalui penyusunan Peta Jalan SDGs Desa oleh kepala Desa. Peta Jalan SDGs Desa paling sedikit memuat: a) Sasaran SDGs Desa. b) Kondisi objektif pencapaian SDGs Desa. c) Permasalahan dan solusi dalam upaya pencapaian SDGs Desa. d) Potensi dan sumber daya untuk pencapaian SGDs Desa. e) Rancangan program dan/atau kegiatan Pembangunan Desa. Kepala Desa memasukan data dan informasi mengenai Peta Jalan SDGs Desa ke dalam Sistem Informasi Desa. Peta Jalan SDGs Desa dalam Sistem Informasi Desa termuat dalam dashboard SDGs Desa di kabupaten/kota untuk digunakan dalam merumuskan program dan/kegiatan pembangunan daerah kabupaten/kota yang difokuskan pada upaya mewujudkan SDGs Desa. Peta Jalan SDGs Desa dalam Sistem Informasi Desa termuat dalam dashboard SDGs Desa di daerah provinsi untuk digunakan dalam merumuskan program dan/atau kegiatan pembangunan daerah provinsi yang difokuskan pada upaya mewujudkan SDGs Desa. Peta Jalan SDGs Desa dalam Sistem Informasi Desa termuat dalam dashboard SDGs Desa di Kementerian untuk digunakan dalam merumuskan program dan/atau kegiatan pembangunan nasional lintas kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian yang difokuskan pada upaya mewujudkan SDGs Desa. Pemerintah daerah kabupaten/kota, pemerintah daerah provinsi, Kementerian, dan kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian menginformasikan kepada Desa mengenai program dan/atau kegiatan pembangunan masuk Desa untuk percepatan pencapaian SDGs Desa. Pemerintah kabupaten/kota, menginformasikan program dan/atau kegiatan pembangunan masuk Desa untuk percepatan pencapaian SDGs Desa melalui dashboard SDGS Desa di kabupaten/kota Pemerintah kabupaten/kota menginformasikan program dan/atau kegiatan pembangunan masuk Desa untuk percepatan pencapaian SDGs Desa melalui dashboard SDGs Desa di daerah provinsi Kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian menginformasikan program dan/atau kegiatan pembangunan masuk Desa untuk pencapaian SDGs Desa melalui dashboard SDGS Desa Kementerian Pemerintah Desa menuangkan informasi 65



mengenai program dan/atau kegiatan Pembangunan Desa ke dalam format daftar rencana program dan kegiatan yang masuk ke Desa dalam Sistem Informasi Desa. Format daftar rencana program dan kegiatan tercantum dalam Lampiran-1



III.



PENDATAAN DESA Pendataan Desa adalah proses penggalian, pengumpulan, pencatatan, verifikasi dan validasi data SDGs Desa, yang memuat data objektif kewilayahan dan kewargaan Desa, berupa aset dan potensi aset Desa yang dapat didayagunakan untuk pencapaian tujuan Pembangunan Desa, masalah ekonomi, sosial, dan budaya yang dapat digunakan sebagai bahan rekomendasi penyusunan program dan kegiatan Pembangunan Desa, serta data dan informasi terkait lainnya yang menggambarkan kondisi objektif Desa dan masyarakat Desa Pendataan Desa dilaksanakan oleh Pemerintah Desa. Pendataan Desa dilakukan melalui 2 (dua) tahap, yaitu: 1. Pendataan Desa tahap awal. 2. Pendataan Desa tahap pemutakhiran. Hasil Pendataan Desa tahap awal merupakan data dasar SDGs Desa. Sasaran Pendataan Desa merupakan data SDGs Desa yang memuat data kewilayahan dan data kewargaan untuk menggambarkan kondisi objektif Desa. Data SDGs Desa dimasukkan ke dalam aplikasi Sistem Informasi Desa yang disiapkan Kementerian untuk diubah menjadi data digital. Pendataan Desa dapat difasilitasi oleh: a) Perangkat daerah kabupaten/kota yang melaksanakan urusan pemerintahan bidang Pemberdayaan Masyarakat Desa; b) Tenaga pendamping profesional; c) Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa; dan/atau d) Pihak Ketiga. 1. Pendataan Desa Tahap Awal Pemerintah Desa dalam melaksanakan Pendataan Desa tahap awal dibantu oleh kelompok kerja Pendataan Desa. Kepala Desa membentuk kelompok kerja Pendataan Desa yang ditetapkan dengan keputusan kepala Desa. Kelompok kerja Pendataan Desa, terdiri atas: a) pembina yang dijabat oleh kepala Desa; b) ketua yang dipilih oleh kepala Desa dengan mempertimbangkan kemampuan dan keahlian; c) sekretaris yang ditunjuk oleh ketua tim; dan d) anggota yang berasal dari perangkat Desa, Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa, dan unsur masyarakat Desa lainnya. Unsur masyarakat Desa paling sedikit meliputi: a) tokoh adat, tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh pendidikan, tokoh seni dan budaya, dan keterwakilan kewilayahan; 66



b) c) d) e) f) g) h) i) j) k) l)



organisasi atau kelompok tani dan/atau buruh tani; organisasi atau kelompok nelayan dan/atau buruh nelayan; organisasi atau kelompok perajin; organisasi atau kelompok perempuan; forum anak, serta pemerhati dan perlindungan anak; perwakilan kelompok masyarakat miskin; kelompok berkebutuhan khusus atau difabel; kader kesehatan; Penggiat dan pemerhati lingkungan; kelompok pemuda atau pelajar; dan/atau organisasi sosial dan/atau lembaga kemasyarakatan lainnya sesuai kondisi objektif Desa.



Komposisi kelompok kerja Pendataan Desa paling sedikit 30% (tiga puluh persen) perempuan. Pendataan Desa tahap awal merupakan sensus partisipatoris. Sensus partisipatoris dilaksanakan dengan melibatkan seluruh warga Desa secara inklusif. Partisipasi masyarakat Desa dalam Pendataan Desa dilakukan dengan cara: a) Menjadi anggota kelompok kerja Pendataan Desa; b) Memberikan jawaban yang benar, lengkap dan akurat kepada kelompok kerja Pendataan Desa. c) Memberikan masukan perbaikan tentang data SDGs Desa yang ada di Sistem Informasi Desa. Masyarakat Desa dapat memberikan masukan perbaikan mengenai data SDGs Desa dengan cara: a) Membandingkan antara data SDGs Desa di Sistem Informasi Desa dan kondisi objektif yang ada di tingkat Desa, rukun tetangga, dan/atau keluarga, b) Melaporkan kepada BPD dalam hal terdapat ketidaksesuaian antara data SDGs Desa di Sistem Informasi Desa dan kondisi objektif yang ada di tingkat Desa, rukun tetangga, dan/atau keluarga. BPD menyampaikan kepada kepala Desa masukan perbaikan mengenai data SDGs Desa. Kepala Desa memperbaiki data SDGs Desa dalam Sistem Informasi Desa berdasarkan masukan dari masyarakat. Pendataan Desa tahap awal didanai dengan Dana Desa. Komponen pendanaan terdiri atas: a) dana pembekalan; b) dana transportasi; c) dana konsumsi; d) pembelian telepon genggam dengan spesifikasi paling rendah random access memory 3 (tiga) megabyte dan penyimpanan 64 (enam puluh empat) gigabyte; 67



e) pulsa internet bulanan; dan/atau f) dana lainnya sesuai dengan kewenangan Desa dan diputuskan dalam Musyawarah Desa. 2. Pendataan Desa Tahap Pemutakhiran Pendataan Desa Tahap Pemutakhiran dilakukan terhadap data dasar SDGs Desa. Pendataan Desa Tahap Pemutakhiran dilakukan setiap 6 (enam) bulan. Pendataan Desa Tahap Pemutakhiran menjadi tanggung jawab kepala Desa. Penggelolaan dan Pemanfaatan Data SGDs Desa Desa merupakan pemilik data dasar SDGs Desa dan data SDGs Desa hasil pemutakhiran. Kepala Desa berkewajiban mengelola data SDGs Desa dengan cara: a) menetapkan data dasar di Sistem Informasi Desa dengan membubuhkan tanda tangan elektronik pada Sistem Informasi Desa; b) merawat dan melindungi data SDGs Desa; c) melakukan pemutakhiran data SDGs Desa; dan d) menetapkan data SDGs Desa hasil pemutakhiran dengan membubuhkan tanda tangan elektronik pada Sistem Informasi Desa. IV.



PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA Perencanaan Pembangunan Desa adalah proses tahapan kegiatan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Desa dengan melibatkan BPD dan unsur masyarakat secara partisipatif guna pemanfaatan dan pengalokasian sumber daya Desa dalam rangka peningkatan kualitas hidup manusia dan penanggulangan kemiskinan Perencanaan Pembangunan Desa disusun oleh Pemerintah Desa sesuai dengan kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala Desa dengan mengacu pada perencanaan pembangunan kabupaten/kota. Penetapan kewenangan Desa dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Perencanaan Pembangunan Desa diarahkan pada upaya pencapaian SDGs Desa. Perencanaan Pembangunan Desa dilaksanakan oleh Pemerintah Desa dengan melibatkan unsur masyarakat Desa. Perencanaan Pembangunan Desa dapat difasilitasi oleh: 1. Perangkat daerah kabupaten/kota yang melaksanakan urusan pemerintahan bidang Pemberdayaan Masyarakat Desa; 2. Tenaga pendamping profesional; 3. Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa; dan/atau 4. Pihak Ketiga. Perencanaan Pembangunan Desa terdiri atas: 1. Penyusunan RPJM Desa; dan 2. Penyusunan RKP Desa.



68



Perencanaan Pembangunan Desa disusun secara berjenjangka meliputi: RPJM Desa untuk jangka waktu 6 (enam) tahun; dan RKP Desa untuk jangka waktu 1 (satu) tahun. RPJM Desa ditetapkan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak pelantikan kepala Desa. RKP Desa disusun pada bulan Juli tahun berjalan dan ditetapkan paling lambat akhir bulan September tahun berjalan. Ketentuan mengenai RPJM Desa dan RKP Desa, ditetapkan dengan Peraturan Desa. Petunjuk teknis penyusunan RPJM Desa dan RKP Desa serta petunjuk teknis pelaksanaan kegiatan Pembangunan Desa diatur dengan Peraturan Bupati/Wali Kota Pelibatan Masyarakat Dalam Perencanaan Pembangunan Desa Pelibatan masyarakat Desa dalam Perencanaan Pembangunan Desa paling sedikit berupa; pengajuan usulan program dan/atau kegiatan. Usulan program dan/atau kegiatan disusun berdasarkan data dan informasi yang tertuang dalam Sistem Informasi Desa. Usulan progam dan/atau kegiatan dirumuskan secara partisipatif dan inklusif dengan melibatkan semua warga Desa melalui kelompok diskusi terpumpun dan/atau rembuk warga di tingkat kelompok masyarakat, rukun tetangga/rukun warga, dusun dan Desa. Motode fasilitasi diskusi terpumpun dapat dilihat pada lampiran panduan ini. Usulan progam dan/atau kegiatan dapat disampaikan kepada BPD dan/atau kepala Desa. Usulan program dan/atau kegiatan dapat diusulkan secara perseorangan dan/atau kelompok. Keterlibatan unsur masyarakat desa dalam pelaksanaan tahapan Pembangunan Desa, meliputi: 1. Mengikuti seluruh tahapan Perencanaan Pembangunan Desa. 2. Menyampaikan aspirasi, saran, pendapat secara lisan atau tertulis. 3. Mengorganisasikan kepentingan dan prakarsa individu dan/atau kelompok dalam Musrenbang Desa. 4. Mendorong terciptanya kegiatan Pembangunan Desa. 5. Memelihara dan mengembangkan nilai permusyawaratan, permufakatan, kekeluargaan, dan semangat kegotongroyongan di Desa. 1. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa yang selanjutnya disebut RPJM Desa adalah dokumen perencanaan kegiatan Pembangunan Desa untuk jangka waktu 6 (enam) tahun. RPJM Desa memuat: a. Visi dan misi kepala Desa. b. Arah kebijakan Perencanaan Pembangunan Desa yang difokuskan pada upaya pencapaian SDGs Desa; dan



69



c. Rencana program dan/atau kegiatan penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat yang difokuskan pada upaya pencapaian SDGs Desa. Penyusunan RPJM Desa dilaksanakan dengan memperhatikan arah kebijakan perencanaan pembangunan kabupaten/kota, keberpihakan kepada warga miskin, warga disabilitas, perempuan, anak, lansia, masyarakat adat, serta kelompok marginal dan rentan lainnya. a. Tahapan Penyusunan RPJMDes Penyusunan RPJM Desa, dilakukan dengan tahapan kegiatan yang meliputi: 1) Pembentukan tim penyusun RPJM Desa. Kepala Desa mempersiapkan penyusunan rancangan RPJM Desa dengan membentuk tim penyusun RPJM Desa. Tim penyusun RPJM Desa, terdiri atas: a) Pembina yang dijabat oleh kepala Desa; b) Ketua yang dipilih oleh kepala Desa dengan mempertimbangkan kemampuan dan keahlian; c) Sekretaris yang ditunjuk oleh ketua tim; dan d) Anggota yang berasal dari perangkat Desa, Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa, dan unsur masyarakat Desa lainnya. Unsur masyarakat Desa meliputi: a) tokoh adat, tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh pendidikan, tokoh seni dan budaya, dan keterwakilan kewilayahan; b) organisasi atau kelompok tani dan/atau buruh tani; c) organisasi atau kelompok nelayan dan/atau buruh nelayan; d) organisasi atau kelompok perajin; e) organisasi atau kelompok perempuan; f) forum anak, serta pemerhati dan perlindungan anak; g) perwakilan kelompok masyarakat miskin; h) kelompok berkebutuhan khusus atau difabel; i) kader kesehatan; j. Penggiat dan pemerhati lingkungan; j) kelompok pemuda atau pelajar; dan/atau k) organisasi sosial dan/atau lembaga kemasyarakatan lainnya sesuai kondisi objektif Desa. Tim penyusun RPJM Desa berjumlah ganjil, paling sedikit 7 (tujuh) orang. Komposisi tim penyusun RPJM Desa terdiri dari paling sedikit 30% perempuan. Tim penyusun RPJM Desa ditetapkan dengan keputusan kepala Desa. Tim penyusun RPJM Desa bertugas: a) Menyusun rancangan RPJM Desa; b) Memfasilitasi Musrenbang Desa pembahasan RPJM Desa. 70



c) Pencermatan hasil penyelarasan arah kebijakan Pembangunan Desa dilakukan dengan cara: ➢ Mempelajari dan mengkaji Peta Jalan SDGs Desa; dan ➢ Mempelajari dan mengkaji daftar rencana program dan kegiatan yang masuk ke Desa. 2) Pencermatan hasil penyelarasan Pembangunan Desa.



arah



kebijakan



Perencanaan



Pencermatan hasil penyelarasan arah kebijakan Perencanaan Pembangunan Desa dilakukan dengan mencermati Petajalan SDGs Desa dan program kegiatan pembangunan Kabupaten/Kota yang akan masuk ke desa. 3) Penyusunan rancangan RPJM Desa. Tim penyusun RPJM Desa menyusun rancangan RPJM Desa. Rancangan RPJM Desa disusun berdasarkan: a) Sistem Informasi Desa; dan b) pencermatan hasil penyelarasan arah kebijakan Pembangunan Desa. Rancangan RPJM Desa memuat: a) visi dan misi kepala Desa terpilih; b) tipologi Desa sebagai arah kebijakan Perencanaan Pembangunan Desa; c) prioritas program dan/atau kegiatan Pembangunan Desa yang difokuskan pada upaya pencapaian SDGs Desa; d) lokasi program dan/atau kegiatan; e) perkiraan volume; f) sasaran/manfaat; g) waktu pelaksanan per tahun anggaran; h) perkiraan jumlah dan sumber pembiayaan; dan i) perkiraan pola pelaksanaan meliputi: swakelola, padat karya tunai desa, kerja sama antar Desa, dan/atau kerja sama dengan pihak ketiga. Rancangan RPJM Desa, dituangkan dalam format rancangan RPJM Desa yang tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Rancangan RPJM Desa, disampaikan oleh tim penyusun RPJM Desa kepada kepala Desa. 4) Penyelenggaraan Musrenbang Desa untuk membahas rancangan RPJM Desa.



71



Musrenbang Desa dilaksanakan untuk membahas dan menyepakati rancangan RPJM Desa. Musrenbang Desa diselenggarakan dengan ketentuan sebagai berikut: a) Penyelenggara musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa adalah kepala Desa. b) Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa diikuti oleh Pemerintah Desa, BPD, dan unsur perwakilan masyarakat Desa. c) Kepala Desa berkewajiban memastikan kehadiran undangan dari unsur masyarakat. d) Warga Desa atau kelompok masyarakat selain keterwakilan unsur masyarakat yang diundang oleh kepala Desa berhak menghadiri Musrenbang Desa. Pembahasan dilakukan melalui diskusi kelompok secara terarah yang dibagi berdasarkan agenda SDGs Desa. Diskusi kelompok secara terarah, membahas: a) Visi dan misi kepala Desa terpilih. b) Pokok pikiran BPD; c) Program dan/atau kegiatan Pembangunan Desa yang diusulkan masyarakat Desa; d) Prioritas program dan/atau kegiatan Pembangunan Desa yang direkomendasikan Sistem Informasi Desa; dan e) Rancangan RPJM Desa Hasil kesepakatan dalam Musrenbang pembahasan rancangan RPJM Desa dituangkan dalam berita acara. Berita acara ditandatangani oleh kepala Desa, ketua BPD dan seorang perwakilan masyarakat Desa. Berita acara dan rancangan RPJM Desa hasil Musrenbang Desa disampaikan oleh kepala Desa kepada BPD. Kepala Desa menginformasikan kepada masyarakat Desa berita acara melalui Sistem Informasi Desa dan media publikasi lainnya. Format berita acara tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. 5) Penyelenggaraan Musyawarah Desa untuk membahas, Menyepakati dan menetapkan RPJM Desa. BPD difasilitasi oleh Pemerintah Desa menyelenggarakan Musyawarah Desa untuk membahas, menetapkan dan mengesahkan RPJM Desa. Pembahasan dan pengesahan RPJM Desa meliputi: a) pembahasan rancangan RPJM Desa; b) penetapan rancangan RPJM Desa melalui berita acara musyawarah Desa; dan c) pengesahan dokumen RPJM Desa.



72



Berita acara musyawarah Desa ditandatangani oleh kepala Desa, ketua BPD, anggota BPD dan seorang perwakilan masyarakat Desa. Pengesahan dokumen RPJM Desa dilakukan dengan penandatanganan Peraturan Desa tentang RPJM Desa oleh kepala Desa dan ketua BPD. Peraturan Desa tentang RPJM Desa menjadi pedoman dalam penyusunan RKP Desa. Kepala Desa menginformasikan kepada masyarakat Desa Peraturan Desa tentang RPJM Desa melalui Sistem Informasi Desa dan/atau media publikasi lainnya. 6) Penyelenggaraan sosialisasi RPJM Desa kepada masyarakat oleh Pemerintah Desa melalui media dan forum pertemuan Desa. 2. Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDes) Rencana Kerja Pemerintah Desa yang selanjutnya disebut RKP Desa adalah dokumen penjabaran dari RPJM Desa untuk jangka waktu 1 (satu) tahun. Penyusunan RKP Desa dilakukan melalui tahapan: 1) Pembentukan tim penyusun RKP Desa. Kepala Desa mempersiapkan penyusunan rancangan RKP Desa dengan membentuk tim penyusun RKP Desa. Tim penyusun RKP Desa terdiri dari: a) pembina yang dijabat oleh kepala Desa; b) ketua yang dipilih secara musyawarah mufakat dengan mempertimbangkan kemampuan dan keahlian; c) sekretaris ditunjuk oleh ketua tim; dan d) anggota berasal dari perangkat desa, Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa, dan unsur masyarakat Desa lainnya. Unsur masyarakat Desa meliputi: a) tokoh adat, tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh pendidikan, tokoh seni dan budaya, dan keterwakilan kewilayahan; b) organisasi atau kelompok tani dan/atau buruh tani; c) organisasi atau kelompok nelayan dan/atau buruh nelayan; d) organisasi atau kelompok perajin; e) organisasi atau kelompok perempuan, forum anak, pemerhati dan perlindungan anak; f) perwakilan kelompok masyarakat miskin; g) kelompok berkebutuhan khusus atau difabel; h) kader kesehatan; i. penggiat dan pemerhati lingkungan; i) kelompok pemuda atau pelajar; dan/atau j) organisasi sosial dan/atau lembaga kemasyarakatan lainnya sesuai keadaan Desa. Tim penyusun RKP Desa, paling sedikit berjumlah 7 (tujuh) orang. (5) Komposisi Tim penyusun RKP Desa terdiri dari paling sedikit 30% (tiga puluh 73



per seratus) perempuan. Tim penyusun RKP Desa ditetapkan dengan keputusan kepala Desa. Tim Penyusun RKP Desa bertugas untuk menyusun rancangan RKP Desa dan daftar usulan RKP Desa. Penyusunan rancangan RKP Desa dan daftar usulan RKP Desa dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: a) Pencermatan dan penyelarasan rencana kegiatan dan pembiayaan Pembangunan Desa. b) Pencermatan ulang RPJM Desa. c) Penyusunan rancangan RKP Desa dan daftar usulan RKP Desa. d) Penyusunan rencana kegiatan, serta desain teknis dan rencana anggaran biaya kegiatan. 2) Pencermatan dan penyelarasan rencana kegiatan dan pembiayaan Pembangunan Desa. Rencana Kegiatan Pembangunan Desa yang akan masuk ke dalam rancangan dokumen RKP Desa disusun berdasarkan hasil pencermatan dan penyelarasan daftar rencana program dan kegiatan yang masuk ke Desa. Perkiraan pendapatan transfer Desa meliputi: a) Dana Desa. b) Alokasi Dana Desa. c) Dana bagi hasil pajak dan retribusi d) Bantuan keuangan pemerintah daerah provinsi. e) Bantuan keuangan pemerintah daerah kabupaten/kota.



3) Pencermatan ulang RPJM Desa. Tim penyusun RKP Desa melakukan pencermatan ulang RPJM Desa. Pencermatan ulang RPJM Desa dilakukan dengan cara: a) Mencermati arah kebijakan Perencanaan Pembangunan Desa. b) Mencermati skala prioritas rencana kegiatan Pembangunan Desa untuk 1 (satu) tahun anggaran berikutnya yang tertuang dalam dokumen RPJM Desa. c) Mencermati hasil evaluasi laju pencapaian SDGs Desa; d) Mencermati daftar usulan masyarakat Desa perihal program dan/atau kegiatan Pembangunan Desa untuk pencapaian SDGs Desa. e) Mencermati rencana kerja sama antar Desa dan/atau kerja sama Desa dengan pihak ketiga yang difokuskan pada upaya pencapaian SDGs Desa. Hasil pencermatan ulang RPJM Desa memuat data dan informasi mengenai: a) daftar prioritas usulan rencana program dan/atau kegiatan Pembangunan Desa untuk 1 (satu) tahun anggaran berikutnya; 74



b) daftar usulan masyarakat Desa yang dipilah berdasarkan tujuan SDGs Desa; c) daftar rencana kerja sama antar Desa; dan d) daftar rencana kerja sama Desa dengan pihak ketiga. e) Data dan informasi hasil pencermatan ulang RPJM Desa dimasukkan dalam format hasil pencermatan RPJM Desa yang ada di Sistem Informasi Desa. 4) Penyusunan rancangan RKP Desa dan daftar usulan RKP Desa. RKP Desa disusun oleh Pemerintah Desa dengan mempedomani dokumen RPJM Desa, serta memperhatikan: a) Hasil evaluasi laju pencapaian SDGs Desa; b) Informasi perkiraan pendapatan transfer Desa dari pemerintah daerah kabupaten/kota; c) Daftar rencana program dan kegiatan yang masuk ke Desa yang ada di dalam Sistem Informasi Desa; d) Usulan masyarakat Desa tentang program dan/atau kegiatan Pembangunan Desa untuk pencapaian SDGs Desa; e) Berita acara musyawarah antar Desa terkait kesepakatan antar Desa untuk bekerjasama mewujudkan pencapaian SDGs Desa; dan f) Dokumen perjanjian kerja sama Desa dengan pihak ketiga untuk bekerja sama mewujudkan pencapaian SDGs Desa. Rencana pembiayaan Pembangunan Desa yang akan masuk ke dalam rancangan dokumen RKP Desa disusun berdasarkan: a) Perkiraan pendapatan asli Desa. b) Pagu indikatif Dana Desa yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara; c) Pagu indikatif alokasi Dana Desa yang merupakan bagian dari dana perimbangan yang diterima kabupaten/kota. d) Perkiraan bagian dari hasil pajak daerah dan retribusi daerah kabupaten/kota. e) Rencana bantuan keuangan dari anggaran pendapatan dan belanja daerah provinsi. f) Rencana bantuan keuangan dari anggaran pendapatan belanja daerah kabupaten/kota. g) Sumber keuangan Desa lainnya yang sah dan tidak mengikat. Data dan informasi tentang rencana pembiayaan Pembangunan Desa dimasukkan ke dalam Sistem Informasi Desa. Tim penyusun RKP Desa melaksanakan penyusunan rancangan RKP Desa dan daftar usulan RKP Desa dengan berpedoman pada Sistem Informasi Desa yang memuat: 75



a) daftar rencana program dan kegiatan yang masuk ke Desa; b) data dan informasi tentang rencana pembiayaan Pembangunan Desa; dan c) data dan informasi hasil pencermatan RPJM Desa. Rancangan RKP Desa paling sedikit memuat: a) evaluasi pelaksanaan RKP Desa tahun sebelumnya; b) rencana kegiatan dan rencana anggaran biaya; c) prioritas program, kegiatan, dan anggaran Desa yang dikelola oleh Desa; d) prioritas program, kegiatan, dan anggaran Desa yang dikelola melalui kerja sama antar Desa dan pihak lain; e) rencana program, kegiatan, dan anggaran Desa yang dikelola oleh Desa sebagai kewenangan penugasan dari pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota; dan f) tim Pelaksana Kegiatan. Rencana kegiatan dan rencana anggaran biaya untuk kerja sama antar Desa disusun dan disepakati bersama para kepala Desa yang melakukan kerja sama antar Desa. Rancangan RKP Desa, dituangkan dalam format rancangan RKP Desa yang tercantum dalam Lampiran IV. Pemerintah Desa dapat mengusulkan prioritas program dan kegiatan Pembangunan Desa dan Pembangunan Perdesaan kepada pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi, dan/atau pemerintah daerah kabupaten/kota. Tim penyusun RKP Desa menyusun usulan prioritas program dan kegiatan. Usulan prioritas program dan kegiatan dituangkan dalam rancangan daftar usulan RKP Desa. Rancangan daftar usulan RKP Desa, menjadi lampiran berita acara laporan tim penyusun rancangan RKP Desa. Tim penyusun RKP Desa menyampaikan rancangan RKP Desa kepada kepala Desa untuk diperiksa dengan dilengkapi berita acara. Dalam hal kepala Desa tidak menyetujui rancangan RKP Desa, kepala Desa meminta tim penyusun RKP Desa untuk melakukan perbaikan dokumen rancangan RKP Desa dengan tidak menambahkan kegiatan baru di luar hasil kesepakatan tim RKP Desa. 5) Musrenbang Desa pembahasan rancangan RKP Desa dan daftar usulan RKP Desa. Kepala Desa melaksanakan Musrenbang Desa untuk membahas dan menyepakati rancangan RKP Desa. Musrenbang Desa diikuti oleh Pemerintah Desa, BPD, dan unsur masyarakat. Kepala Desa memastikan kehadiran keterwakilan unsur masyarakat dalam Musrenbang Desa. Warga Desa atau kelompok masyarakat selain unsur, dapat menghadiri Musrenbang Desa. Ketentuan kehadiran keterwakilan unsur masyarakat dan selain unsur masyarakat berpedoman pada Peraturan Menteri yang mengatur mengenai Musyawarah Desa. Musrenbang Desa membahas dan menyepakati:



76



a) hasil pencermatan evaluasi laju pencapaian SDGs Desa yang merujuk pada Sistem Informasi Desa; b) rancangan RKP Desa terkait dengan pembidangan program dan kegiatan beserta sumber pendanaannya; dan c) prioritas program dan/atau kegiatan yang difokuskan pada upaya mewujudkan pencapaian SDGs Desa yang sudah ditetapkan dalam dokumen RPJM Desa. d) Tim penyusun RKP Desa menyampaikan rancangan RKP Desa kepada kepala Desa untuk diperiksa dengan dilengkapi berita acara. Dalam hal kepala Desa tidak menyetujui rancangan RKP Desa, kepala Desa meminta tim penyusun RKP Desa untuk melakukan perbaikan dokumen rancangan RKP Desa dengan tidak menambahkan kegiatan baru di luar hasil kesepakatan tim RKP Desa. e) Dalam hal kepala Desa menyetujui rancangan RKP Desa, kepala Desa meminta BPD menyelenggarakan Musyawarah Desa tentang perencanaan Desa. Dalam pembahasan dilakukan reviu laju pencapaian SDGs Desa dan upaya percepatan pencapaian SDGs Desa. Upaya percepatan pencapaian SDGs Desa dirumuskan berdasarkan data SDGs Desa dan pencermatan hasil evaluasi laju pencapaian SDGs Desa yang merujuk pada Sistem Informasi Desa. Hasil kesepakatan Musrenbang Desa pembahasan rancangan RKP Desa dituangkan dalam berita acara. Berita acara ditandatangani oleh kepala Desa, ketua BPD dan seorang perwakilan masyarakat Desa. Berita acara hasil disampaikan oleh kepala Desa kepada BPD. Kepala Desa menginformasikan kepada masyarakat Desa berita acara melalui Sistem Informasi Desa dan media publikasi lainnya. 6) Musyawarah Desa pembahasan dan pengesahan RKP Desa dan daftar usulan RKP Desa. BPD difasilitasi oleh Pemerintah Desa menyelenggarakan Musyawarah Desa untuk membahas, menetapkan dan mengesahkan RKP Desa. Pembahasan dan pengesahan Rencana Kerja Pemerintah RKP Desa meliputi: a) Pembahasan rancangan RKP Desa; b) Penetapan rancangan RKP Desa melalui berita acara Musyawarah Desa; dan c) Pengesahan dokumen RKP Desa. Berita acara Musyawarah Desa ditandatangani oleh kepala Desa, ketua BPD, anggota BPD dan seorang perwakilan masyarakat Desa. Pengesahan dokumen RKP Desa dilakukan dengan penandatangan Peraturan Desa tentang RKP Desa oleh kepala Desa dan ketua BPD. 77



7) Penyampaian Informsi RKPDess Kepala Desa menginformasikan kepada masyarakat Desa Peraturan Desa tentang RKP Desa melalui Sistem Informasi Desa dan/atau media publikasi lainnya. Format data dan informasi tentang rencana pembiayaan Pembangunan Desa tercantum dalam Lampiran V. Format daftar prioritas usulan rencana program dan/atau kegiatan Pembangunan Desa untuk 1 (satu) tahun anggaran berikutnya, daftar usulan masyarakat Desa yang dipilah berdasarkan tujuan SDGs Desa, daftar rencana kerja sama antar Desa, dan daftar rencana kerja sama Desa dengan pihak ketiga tercantum dalam Lampiran VI. 8) Penyampaian Daftar Usulan RPKDes Kepala Desa menyampaikan daftar usulan RKP Desa kepada bupati/wali kota melalui camat sebagai usulan kegiatan hasil partisipatif di Desa untuk perencanaan pembangunan Daerah. Penyampaian daftar usulan RKP Desa paling lambat 31 Desember tahun berjalan. Bupati/wali kota menginformasikan kepada Pemerintah Desa tentang hasil pembahasan daftar usulan RKP Desa. Informasi diterima Pemerintah Desa sebelum penetapan RKP Desa tahun anggaran berikutnya. V.



PELAKSANAAN PEMBANGUNAN DESA Kepala Desa mengoordinasikan pelaksanaan Pembangunan Desa terhitung sejak ditetapkan APB Desa. Pelaksanaan Pembangunan Desa dilakukan secara swakelola dengan cara: 1. Pendayagunaan swadaya dan gotong royong masyarakat Desa; 2. Pendayagunaan penyedia jasa/barang; dan/atau 3. Padat karya tunai Desa. Dalam hal swakelola pelaksanaan Pembangunan Desa membutuhkan barang dan/atau jasa, Pemerintah Desa dapat melibatkan penyedia barang dan/atau jasa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pelaksanaan Pembangunan Desa dilakukan melalui tahapan: 1. Persiapan pelaksanaan kegiatan Pembangunan Desa; dan 2. Pelaksanaan kegiatan Pembangunan Desa. 1. Tahapan Persiapan Pelaksanaan Kegiatan Pembangunan Desa Tahapan persiapan Pelaksanaan Kegiatan Pembangunan Desa meliputi: a. Penetapan Pelaksana Kegiatan b. Penyusunan rencana kerja. c. Sosialisasi dan/atau publikasi kegiatan. d. Pembekalan Pelaksana Kegiatan. e. Pelaksanaan koordinasi dan sinergitas pelaksanaan kegiatan. 78



f. g. h. i.



Penyiapan dokumen administrasi. Pembentukan tim pengadaan barang dan jasa. Pengadaan tenaga kerja. Pengadaan bahan/material.



a. Penetapan Pelaksana Kegiatan Kepala Desa memeriksa dan menetapkan daftar tim Pelaksana Kegiatan Pembangunan Desa yang ditetapkan dengan keputusan kepala Desa. Tim Pelaksana Kegiatan terdiri atas perangkat Desa dan/atau unsur masyarakat Desa. Dalam hal anggota tim Pelaksana Kegiatan mengundurkan diri, kepala Desa berwenang mengganti anggota tim Pelaksana Kegiatan, pindah domisili keluar Desa, dan/atau berhalangan melaksanakan tugas. Tim Pelaksana Kegiatan bertugas membantu kepala Desa dalam tahapan persiapan, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban kegiatan Pembangunan Desa. b. Penyusunan rencana kerja. Tim Pelaksana Kegiatan menyusun rencana kerja tim bersama kepala Desa. Rencana kerja, memuat: 1) uraian kegiatan; 2) biaya; 3) waktu pelaksanaan; 4) lokasi; 5) kelompok sasaran; 6) tenaga kerja; dan 7) daftar Pelaksana Kegiatan. c. Sosialisasi dan/atau publikasi kegiatan Kepala Desa melakukan sosialisasi dan publikasi dokumen RKP Desa, APB Desa, dan rencana kerja kepada masyarakat. Sosialisasi dan publikasi, dapat dilakukan melalui: 1) musyawarah persiapan pelaksanaan kegiatan desa; 2) Sistem Informasi Desa; 3) papan informasi Desa; dan 4) media lain sesuai kondisi Desa. d. Pembekalan Pelaksana Kegiatan. Kepala Desa mengoordinasikan pembekalan tim Pelaksana Kegiatan. Kegiatan pembekalan dilaksanakan oleh Pemerintah Desa melalui bimbingan teknis. Dalam melaksanakan bimbingan teknis, Pemerintah Desa dapat meminta bantuan pihak lain. Peserta bimbingan teknis terdiri atas: 79



1) 2) 3) 4) 5)



perangkat Desa; tim Pelaksana Kegiatan; panitia pengadaan barang dan jasa; Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa; dan unsur masyarakat Desa.



Materi pembekalan paling sedikit memuat: 1) pengelolaan dan pertanggungjawaban anggaran dan kegiatan; 2) pengadaan barang dan jasa; 3) pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya lokal; 4) penyusunan laporan pelaksanaan kegiatan; dan 5) pengelolaan informasi pelaksanaan kegiatan. e. Pelaksanaan koordinasi dan sinergitas pelaksanaan kegiatan f. Penyiapan dokumen administrasi. Tim Pelaksana Kegiatan berkoordinasi dengan Kepala Desa dalam melakukan penyiapan dokumen administrasi kegiatan. Dokumen administrasi paling sedikit meliputi: 1) Rencana anggaran biaya dan desain kegiatan. 2) Administrasi keuangan. 3) Daftar masyarakat penerima manfaat. 4) Pernyataan kesanggupan pihak ketiga dalam menyelesaikan pekerjaan; 5) Peralihan hak melalui hibah dari warga masyarakat kepada Pemerintah Desa atas lahan atau tanah yang menjadi Aset Desa yang terkena dampak kegiatan Pembangunan Desa. 6) Jual-beli antara warga masyarakat dan Desa atas lahan/tanah yang terkena dampak kegiatan Pembangunan Desa. 7) Pernyataan kesanggupan dari warga masyarakat untuk tidak meminta ganti rugi atas bangunan pribadi dan/atau tanaman yang terkena dampak kegiatan Pembangunan Desa. 8) Pembayaran ganti rugi atas bangunan pribadi dan/atau tanaman yang terkena dampak kegiatan Pembangunan Desa. g. Pembentukan tim pengadaan barang dan jasa.



h. Pengadaan tenaga kerja Penetapan upah dan/atau honor berpedoman pada peraturan bupati/wali kota mengenai harga satuan pengadaan barang dan jasa di Desa. Dalam hal peraturan bupati/wali kota belum ditetapkan, kepala Desa menerbitkan keputusan kepala Desa mengenai penetapan harga satuan barang dan jasa di 80



Desa melalui survei harga satuan setempat. Pemanfaatan sumber daya alam yang ada di Desa dalam pelaksanaan kegiatan Pembangunan Desa paling sedikit meliputi: 1) pendataan jenis dan potensi material lokal; 2) pendataan kebutuhan material atau bahan yang diperlukan; 3) penentuan material atau bahan yang disediakan dari Desa; 4) penentuan cara pengadaan material atau bahan; dan 5) penentuan harga material atau bahan. i. Pengadaan bahan/material Pelaksanaan kegiatan Pembangunan Desa mengutamakan pemanfaatan sumber daya manusia, sumber daya alam dan sumber daya lainnya yang ada di Desa serta mendayagunakan swadaya dan gotong-royong masyarakat. Pemanfaatan sumber daya manusia yang ada di Desa dalam pelaksanaan kegiatan Pembangunan Desa paling sedikit meliputi: 1) pendataan kebutuhan tenaga kerja; 2) pendaftaran calon tenaga kerja; 3) pembentukan kelompok kerja; 4) pembagian jadwal kerja; dan 5) penetapan besaran upah dan/atau honor. Penetapan Harga Material Penentuan harga material atau bahan berpedoman pada peraturan bupati/wali kota mengenai harga satuan material atau bahan di Desa. Dalam hal peraturan bupati/wali kota belum ditetapkan, kepala Desa menerbitkan keputusan kepala Desa mengenai penetapan harga material atau bahan di Desa melalui survei harga satuan setempat. Pendayagunaan Swadaya Lokal Pendayagunaan swadaya dan gotong royong masyarakat Desa dalam pelaksanaan kegiatan Pembangunan Desa, paling sedikit meliputi: 1) Pendataan dan penghimpunan uang atau dana, bahan dan material, maupun tenaga sukarela dari swadaya masyarakat Desa dan/atau pihak lain; 2) Pendataan hibah atas tanah atau lahan dari masyarakat Desa dan/atau pihak lain; 3) Pembentukan kelompok tenaga kerja sukarela; dan 4) penetapan jadwal kerja. Jenis dan jumlah swadaya masyarakat serta tenaga sukarela, sesuai dengan rencana yang tercantum di dalam RKP Desa yang ditetapkan dalam APB Desa. Padat Karya Tunai Padat Karya Tunai Desa adalah kegiatan pemberdayaan masyarakat Desa, khususnya yang miskin dan marginal, yang bersifat produktif dengan 81



mengutamakan pemanfaatan sumber daya, tenaga kerja, dan teknologi lokal untuk memberikan tambahan upah/pendapatan, mengurangi kemiskinan, dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Padat karya tunai Desa dikelola dengan ketentuan: 1) Pekerja diprioritaskan bagi penganggur, setengah penganggur, perempuan kepala keluarga, anggota keluarga miskin, serta anggota masyarakat marginal lainnya 2) Pesaran anggaran upah kerja paling sedikit 50% (lima puluh persen) dari total biaya per kegiatan yang dilakukan menggunakan pola padat karya tunai Desa. 3) Pembayaran upah kerja diberikan setiap hari. 4) Padat karya tunai Desa terdiri atas: • Padat karya ekonomi produktif. • Padat karya infrastruktur produktif. Padat karya ekonomi produktif merupakan usaha ekonomi produktif yang menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar meliputi: 1) Pertanian dan perkebunan untuk ketahanan pangan; 2) Restoran dan wisata Desa; 3) Perdagangan logistik pangan; 4) Perikanan; 5) Peternakan; 6) Industri pengolahan dan pergudangan untuk pangan; dan 7) Usaha ekonomi produktif lainnya. Padat karya infrastruktur produktif meliputi infrastruktur untuk mendukung usaha ekonomi produktif yang menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar, berupa: 1) Sarana prasarana produksi dan pengolahan hasil usaha pertanian dan/atau perikanan untuk ketahanan pangan dan usaha pertanian berskala produktif. 2) Sarana dan prasarana jasa serta usaha industri kecil dan/atau industri rumahan. 3) Sarana dan prasarana pemasaran. 4) Sarana dan prasarana transportasi. 5) Sarana dan prasarana Desa wisata. 6) Sarana dan prasarana Desa digital. 7) Sarana dan prasarana pendukung usaha ekonomi produktif lainnya. Pelaksanaan kegiatan Pembangunan Desa tanpa merugikan hak masyarakat miskin atas aset lahan atau tanah, bangunan pribadi dan/atau tanaman yang ada diatasnya yang terkena dampak kegiatan Pembangunan Desa. Kegiatan Pembangunan Desa yang menimbulkan dampak bagi masyarakat perlu dilaksanakan dengan pemberian ganti kerugian yang layak dan adil. Pemberian ganti kerugian yang layak dan adil dilaksanakan sesuai dengan 82



ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pengadaan tanah untuk kepentingan umum. Penentuan harga atas lahan atau tanah dalam peralihan hak kepemilikan dan pemberian ganti rugi ditetapkan sesuai dengan harga pasar. Pendanaan yang dibutuhkan dalam rangka perlindungan hak masyarakat miskin menjadi bagian dalam komponen rencana anggaran dan biaya kegiatan 2. Pelaksanaan Kegiatan Kepala Desa mengoordinasikan pelaksanaan kegiatan paling sedikit meliputi: a. Rapat kerja pelaksanaan kegiatan. Kepala Desa menyelenggarakan rapat kerja pelaksanaan kegiatan untuk membahas: 1) Perkembangan pelaksanaan kegiatan 2) Pengaduan masyarakat 3) Permasalahan, kendala, hambatan dan penanganannya 4) Target kegiatan pada tahapan selanjutnya 5) Perubahan kegiatan. Rapat kerja dilaksanakan paling sedikit 3 (tiga) kali, mengikuti perkembangan pelaksanaan kegiatan. Kepala Desa dapat menambahkan agenda pembahasan rapat kegiatan sesuai dengan kebutuhan. b. Pengendalian pelaksanaan kegiatan. Kepala Desa mengendalikan pelaksanaan kegiatan Pembangunan Desa dengan cara: 1) Memeriksa dan menilai sebagian dan/atau seluruh proses dan hasil pelaksanaan kegiatan Pembangunan Desa; dan 2) Melakukan pemantauan dan supervisi kegiatan sesuai dengan karakteristik dan/atau jenis kegiatan. 3) Khusus kegiatan infrastruktur, pengendalian dilakukan dalam 3 (tiga) tahapan kegiatan penilaian dan pemeriksaan meliputi: 4) Persiapan pelaksanaan kegiatan pada kondisi fisik 0% (nol persen); 5) Perkembangan pelaksanaan kegiatan pada kondisi fisik 50% (lima puluh persen); dan 6) Akhir pelaksanaan kegiatan pada kondisi fisik 100% (seratus persen). Pengendalian pelaksanaan kegiatan dapat dibantu oleh tenaga pendamping profesional sesuai bidangnya. Tenaga pendamping profesional melaporkan hasil penilaian dan pemeriksaan kepada kepala Desa. c. Perubahan pelaksanaan kegiatan. Kepala Desa mengoordinasikan perubahan pelaksanaan kegiatan Pembangunan Desa melalui Musyawarah Desa. Perubahan pelaksanaan kegiatan pembangunan di Desa dalam hal terjadi:



83



1) peristiwa khusus seperti bencana alam, kebakaran, banjir dan/atau kerusuhan sosial; 2) kenaikan harga yang tidak wajar; dan/atau 3) kelangkaan bahan material. Perubahan pelaksanaan kegiatan, dilakukan dengan ketentuan: 1) penambahan nilai pagu dana kegiatan yang ditetapkan dalam APB Desa yang bersumber dari swadaya masyarakat, bantuan pihak lain, dan/atau bantuan keuangan dari pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan/atau pemerintah kabupaten/kota; 2) tidak mengganti jenis kegiatan yang ditetapkan dalam APB Desa, kecuali jika kegiatan: a) sudah tidak relevan dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat Desa; atau b) terdapat peristiwa khusus tidak melanjutkan kegiatan sampai perubahan pelaksanaan kegiatan disetujui oleh kepala Desa. Dalam hal tim Pelaksana Kegiatan tidak menaati ketentuan, kepala Desa dapat menghentikan proses pelaksanaan kegiatan. Kepala Desa memimpin rapat kerja untuk membahas dan menyepakati perubahan pelaksanaan kegiatan yang dituangkan dalam berita acara. Berita acara dilengkapi perubahan gambar desain dan perubahan rencana anggaran biaya. Perubahan pelaksanaan kegiatan ditetapkan dengan keputusan kepala Desa. d. Penanganan pengaduan dan penyelesaian masalah. Kepala Desa mengoordinasikan penanganan pengaduan dan penyelesaian masalah masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan Pembangunan Desa paling sedikit meliputi kegiatan: 1) penyediaan kotak pengaduan masyarakat; 2) menganalisis pengaduan; 3) penetapan status masalah; 4) penanganan masalah; dan 5) penyelesaian dan penetapan penyelesaian masalah. 6) Penanganan pengaduan dan masalah berdasarkan ketentuan: 7) menjaga kerahasiaan identitas pelapor; dan 8) mengadministrasikan bukti pengaduan. Penyelesaian masalah yang bersifat administrasi dan teknis prosedural maupun masalah pelanggaran hukum dilakukan berdasarkan ketentuan: 1) mengutamakan penyelesaian masalah di tingkat; 2) pelaksana kegiatan; 3) menginformasikan kepada masyarakat Desa perkembangan penyelesaian masalah; 4) melibatkan masyarakat Desa dalam penyelesaian masalah; 84



5) mengutamakan musyawarah untuk mufakat dengan memperhatikan kearifan lokal Desa; dan 6) menyusun berita acara hasil penyelesaian masalah. Kepala Desa bekerja sama dengan tim Pelaksana Kegiatan, BPD dan/atau unsur masyarakat Desa dalam penanganan penyelesaian masalah. Dalam hal permasalahan tidak dapat diselesaikan secara mandiri oleh Desa, kepala Desa dan/atau BPD melaporkan kepada bupati/wali kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. e. Pelaporan hasil pelaksanaan kegiatan. Tim Pelaksana Kegiatan menyusun dan menyampaikan laporan perkembangan pelaksanaan kegiatan setiap bulanan. Laporan perkembangan kegiatan meliputi: 1) uraian kegiatan; 2) belanja biaya; 3) pencapaian target waktu pelaksanaan; 4) lokasi; 5) jumlah kelompok sasaran; 6) jumlah dan jenis tenaga kerja; dan 7) daftar tim Pelaksana Kegiatan. Tim Pelaksana Kegiatan memasukan laporan perkembangan pelaksanaan kegiatan ke dalam Sistem Informasi Desa. Kepala Desa mengesahkan laporan perkembangan pelaksanaan kegiatan dengan cara membubuhkan tanda tangan elektronik. Laporan perkembangan pelaksanaan kegiatan disesuaikan dengan jenis kegiatan dan tahapan penyaluran dana kegiatan yang dituangkan dalam format laporan perkembangan pelaksanaan kegiatan Pembangunan Desa tercantum dalam Lampiran VII. f. Pertanggungjawaban hasil pelaksanaan kegiatan. Berdasarkan hasil laporan tim Pelaksana Kegiatan, kepala Desa menyusun dan menyampaikan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan Pembangunan Desa dalam Musyawarah Desa. Kepala Desa menyampaikan pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan pembangunan dengan cara memaparkan laporan pelaksanaan kegiatan pembangunan dan memberikan tanggapan atas masukan peserta Musyawarah Desa.



85



Musyawarah Desa diselenggarakan setiap akhir tahun anggaran. Masyarakat Desa memberikan tanggapan dan masukan atas laporan pertanggungjawaban pelaksanaan Pembangunan. BPD menyusun berita acara hasil Musyawarah Desa pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan Pembangunan Desa. g. Pemanfaatan dan keberlanjutan hasil kegiatan. Pemanfaatan dan keberlanjutan hasil Pembangunan Desa dilaksanakan dengan cara: 1) Melakukan pendataan hasil kegiatan pembangunan yang perlu dilestarikan dan dikelola pemanfaatannya. 2) Membentuk kelompok dan meningkatkan kapasitas pemanfaatan dan keberlanjutan hasil kegiatan Pembangunan Desa. 3) Mengalokasikan anggaran pemanfaatan dan keberlanjutan hasil pelaksanaan kegiatan Pembangunan Desa. Ketentuan lebih lanjut mengenai pemanfaatan dan keberlanjutan hasil pelaksanaan kegiatan diatur dengan Peraturan Desa.



VI.



PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA Pemberdayaan Masyarakat Desa adalah upaya mengembangkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran, serta memanfaatkan sumber daya melalui penetapan kebijakan, program, kegiatan dan pendampingan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat Desa. 1. Pelaksanaan Pemberdayaan Masyarakat Desa Pemberdayaan Masyarakat Desa dilakukan oleh: a. Desa; Pemberdayaan Masyarakat Desa yang dilakukan oleh Desa dilakukan sesuai kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala Desa. Pemberdayaan masyarakat dilakukan oleh: 1) Pemerintah Desa; 2) BPD; 3) Lembaga Kemasyarakatan Desa; 4) Lembaga Adat Desa; 5) badan usaha milik Desa; 6) badan kerja sama antar Desa; 7) pelaksana yang disepakati dalam hal kerja sama Desa dengan Pihak Ketiga 8) Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa; dan 86



9) Unsur masyarakat individual dan/atau kelompok masyarakat. b. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Pemberdayaan Masyarakat Desa oleh pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah dilakukan sesuai dengan kewenangannya. Pemberdayaan Masyarakat Desa dilakukan oleh: 1) pemerintah pusat melalui kementerian dan/atau lembaga pemerintah nonkementerian; dan 2) pemerintah daerah provinsi dan/atau pemerintah daerah kabupaten/kota melalui perangkat daerah yang melaksanakan urusan pemerintahan bidang pembangunan dan pemberdayaan Masyarakat Desa. Pemberdayaan Masyarakat Desa dapat dibantu pendamping profesional yang dikontrak oleh pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah. c. Pihak Lain Pemberdayaan Masyarakat Desa yang dilakukan oleh pihak lain merupakan wujud peran serta masyarakat sipil dalam Pendampingan Desa. Pemberdayaan Masyarakat Desa dilakukan oleh: 1) Lembaga professional. 2) Asosiasi profesi. 3) Organisasi masyarakat sipil. 4) Lembaga swadaya masyarakat. 5) Perguruan tinggi dan/atau lembaga pendidikan lain. 6) Organisasi kemasyarakatan, termasuk organisasi keagamaan, organisasi sosial, organisasi kepemudaan, organisasi wanita, organisasi atau kelompok seni budaya. 7) Perusahaan dan/atau badan usaha lain. 2. Program dan/atau Kegiatan Pemberdayaan Masyarakat Desa Program dan/atau kegiatan Pemberdayaan Masyarakat Desa meliputi: a. Pengembangan kapasitas masyarakat dan Pemerintahan Desa dalam Pembangunan Desa; b. Penegakan hak dan kewajiban Desa serta masyarakat Desa; c. Penguatan kelembagaan Desa dinamis; dan d. Penguatan budaya Desa adaptif. a. Pengembangan Kapasitas Masyarakat dan Pemerintahan Desa dalam Pembangunan Desa 87



Pengembangan kapasitas dilaksanakan melalui: 1) Pendidikan, pelatihan, dan pembelajaran; 2) Penyuluhan; dan 3) Pendampingan Desa. 1) Pendidikan, pelatihan, dan pembelajaran Pendidikan, pelatihan, dan pembelajaran difokuskan pada peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan sikap mengenai upaya pencapaian SDGs Desa dengan materi pembelajaran mengenai: a) Kebijakan SDGs Desa; b) Pendataan Desa; c) Sistem Informasi Desa; d) Tata kelola Pemerintahan Desa; e) Tata kelola Pembangunan Desa. f) Alih pengetahuan dan teknologi tepat guna. Pendidikan, pelatihan, dan pembelajaran dilakukan dengan cara: a) Pelatihan dalam kelas. b) Pembelajaran mandiri. c) Komunitas pembelajar berupa kelompok belajar dan/atau kelompok diskusi. d) Mentoring. e) Sekolah lapang. f) Studi banding. g) Pemagangan. h) Pembelajaran jarak jauh. i) Cara pembelajaran lainnya sesuai kondisi objektif Desa. 2) Penyuluhan Penyuluhan difokuskan pada peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan sikap mengenai upaya pencapaian SDGs Desa. Penyuluhan dilakukan dengan cara: a) ceramah; b) simulasi; c) praktek lapang; dan d) cara penyuluhan lainnya yang sesuai kondisi objektif Desa. 3) Pendampingan Pendampingan Desa difokuskan pada peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan sikap mengenai upaya pencapaian SDGs Desa. Pendampingan Desa dilakukan dengan cara:



88



a) Pendampingan kepada Pemerintah Desa dan badan permusyawaratan Desa dalam mengelola kegiatan Pendataan Desa, perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan Pembangunan Desa, kerja sama antar Desa, dan kerja sama Desa dengan pihak ketiga serta pembentukan dan pengembangan badan usaha milik Desa dan/atau badan usaha milik Desa Bersama difokuskan pada upaya pencapaian SDGs Desa; b) Pendampingan Desa untuk berpartisipasi aktif dalam Pembangunan Desa difokuskan pada upaya mewujudkan SDGs Desa; dan c) meningkatkan kualitas Pemerintahan Desa dan kualitas partisipasi masyarakat Desa melalui mentoring, pembelajaran secara mandiri, dan/atau pembelajaran melalui komunitas pembelajar. b. Penegakan Hak dan Kewajiban Desa serta Masyarakat Desa Penegakan hak dan kewajiban Desa serta masyarakat Desa difokuskan pada upaya pencapaian SDGs Desa. Penegakan hak dan kewajiban Desa serta masyarakat Desa dilaksanakan melalui: 1) pengembangan paralegal; 2) bantuan hukum; 3) advokasi kebijakan; 4) pengembangan akuntabilitas sosial; 5) pengembangan keterbukaan informasi Pembangunan Desa; dan 6) pengembangan jurnalisme warga. c. Penguatan Kelembagaan Desa Dinamis Penguatan kelembagaan Desa difokuskan pada upaya pencapaian SDGs Desa. Penguatan kelembagaan Desa dinamis dilaksanakan melalui: 1) ketahanan sosial masyarakat Desa dan perdesaan; 2) kaderisasi masyarakat Desa; 3) advokasi kewenangan dan regulasi Desa; 4) konsolidasi partisipasi masyarakat Desa; dan 5) penguatan kerja sama antar Desa, kerja sama Desa dengan pihak ketiga, dan jaringan social. d. Penguatan Budaya Desa Adaptif Penguatan budaya Desa adaptif difokuskan pada upaya pencapaian SDGs Desa. Penguatan budaya Desa adaptif dilakukan melalui: 1) pengembangan modal sosial budaya Desa dan perdesaan; 2) pengembangan Desa inklusif dan desa adat; 3) swakelola Pembangunan Desa; 4) pemajuan kebudayaan Desa; 5) pemberdayaan masyarakat adat; 6) Pemberdayaan Masyarakat Desa berbasis adat dan budaya; dan 89



7) peningkatan peran Lembaga Kemasyarakatan Desa dan Lembaga Adat Desa



VII.



PEMANTAUAN, EVALUASI, PENGAWASAN, DAN PEMBINAAN 1. Pemantauan Pemantauan dimaksudkan untuk mengendalikan Pembangunan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat Desa agar berjalan secara efektif dan efisien sesuai target waktu, target realisasi keuangan dan target realisasi kegiatan dalam mewujudkan pencapaian SDGs Desa. Pemantauan dilakukan dengan cara: a. Pemantauan partisipatif Pemantauan partisipatif dilakukan oleh masyarakat Desa. Hasil pemantauan partisipatif dituangkan dalam format hasil pemantauan partisipatif. Hasil pemantauan masyarakat Desa disampaikan kepada BPD. b. Pemantauan teknokratis. Pemantauan teknokratis dilaksanakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota. Pemantauan teknokratis menggunakan sistem peringatan dini secara digital dalam Sistem Informasi Desa. Dalam hal terjadi peringatan dini oleh Sistem Informasi Desa dikarenakan pelaksanaan program dan/atau kegiatan Pembangunan Desa tidak mencapai target waktu, target realisasi biaya dan/atau target realisasi kegiatan, dilakukan: 1) pemerintah daerah kabupaten/kota, dengan dibantu pendamping profesional, memfasilitasi Pemerintah Desa dan tim Pelaksana Kegiatan untuk mempercepat pelaksanaan program dan/atau kegiatan; 2) Pemerintah Desa bersama tim Pelaksana Kegiatan melakukan percepatan pelaksanan program dan/atau kegiatan Pembangunan Desa; dan 3) pemerintah dan pemerintah daerah provinsi memantau dan memberikan dukungan jika dibutuhkan terhadap upaya percepatan percepatan pelaksanan program dan/atau kegiatan Pembangunan Desa 2. Evaluasi Evaluasi dilakukan dengan cara: 90



a. Evaluasi Pembangunan Desa; dan b. Evaluasi Pemberdayaan Masyarakat Desa. Evaluasi dimaksudkan untuk mengendalikan laju pencapaian SDGs Desa. Evaluasi Pembangunan Desa sebagaimana dimaksud dalam dilaksanakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota. Evaluasi Pembangunan Desa dikelola dengan sistem peringatan dini secara digital dalam Sistem Informasi Desa. Dalam hal terjadi peringatan dini dikarenakan terjadi pelambatan laju pencapaian SDGs Desa, pemerintah daerah kabupaten/kota, dengan dibantu pendamping profesional, memfasilitasi Pemerintah Desa dan tim Pelaksana Kegiatan untuk mempercepat laju pencapaian SDGs Desa sesuai kemampuan Desa. Dalam hal Pemerintah Desa tidak sanggup mempercepat laju pencapaian Desa dikarenakan keterbatasan sumber daya yang dimiliki Desa, Kementerian menetapkan status kedaruratan SDGs Desa. Upaya menangani kedaruratan SDGs Desa dilakukan dengan memprioritaskan program dan/atau kegiatan Pembangunan Desa yang masuk Desa bagi DesaDesa yang mendapat status kedaruratan SDGs Desa. Status kedaruratan SDGs Desa ditetapkan dengan keputusan Menteri. Evaluasi Pemberdayaan Masyarakat Desa dilaksanakan oleh Kementerian, kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota. Hasil evaluasi Pemberdayaan Masyarakat Desa menjadi umpan balik untuk: a. peningkatan kualitas pendampingan; b. input merumuskan kebijakan dan regulasi tentang Desa; c. peningkatan usaha ekonomi masyarakat; d. peningkatan usaha ekonomi produktif yang dikelola badan usaha milik Desa/ badan usaha milik Desa bersama; e. resolusi konflik; dan f. pengembangan program dan atau kegiatan Pemberdayaan Masyarakat Desa lainnya. Evaluasi kegiatan Pemberdayaan Masyarakat Desa dilakukan dengan cara: a. kunjungan dinas/pengamatan langsung; b. diskusi dengan masyarakat Desa dan perangkat Desa; b. riset, studi/kajian, dan survei; c. evaluasi digital berbasis Sistem Informasi Desa; d. publikasi; dan/atau e. pengaduan dan keluhan masyarakat. Laporan hasil evaluasi kegiatan Pemberdayaan Masyarakat Desa dilaksanakan secara terbuka melalui Sistem Informasi Desa dan media publikasi lainnya. 91



3. Pengawasan Pengawasan dimaksudkan untuk memastikan Pembangunan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat Desa dikelola sesuai dengan rencana yang ditetapkan. Pengawasan dilakukan dengan cara: a. Pengawasan partisipatif. Pengawasan partisipatif dilakukan oleh masyarakat Desa. Pengawasan partisipatif dilakukan untuk mengendalikan kinerja pengelola Pembangunan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat Desa yaitu: 1) kepala Desa; 2) perangkat Desa; 3) kelompok kerja Pendataan Desa 4) tim penyusun RPJM Desa; 5) tim penyusunan RKP Desa; 6) panitia pengadaan barang dan jasa di Desa; dan 7) tim Pelaksana Kegiatan. Dalam hal masyarakat Desa menemukan adanya kinerja pengelola Pembangunan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat Desa tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan, masyarakat Desa dapat menyampaikan aspirasi secara langsung kepada BPD dan/atau menyampaikan aspirasi secara tidak langsung melalui kotak pengaduan. b. pengawasan teknokratis. Pengawasan teknokratis dilaksanakan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota. Pengawasan teknokratis dilaksanakan melalui mekanisme: a. Pengawasan kinerja. Pengawasan kinerja dilaksanakan dengan menggunakan sistem peringatan dini secara digital dalam Sistem Informasi Desa. Dalam hal terjadi peringatan dini dikarenakan rendahnya kinerja pengelola Pembangunan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat Desa, dilakukan tindakan: 1) pemerintah daerah kabupaten/kota, dengan dibantu pendamping profesional, memfasilitasi para pengelola Pembangunan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat Desa untuk meningkatkan kinerja; dan 2) pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi mengawasi dan memberikan dukungan terhadap upaya peningkatan kinerja pengelola Pembangunan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat Desa.



92



b. Pengawasan ketaatan administrasi. Pengawasan ketaatan administratif secara teknokratis dilaksanakan oleh aparat pemeriksa internal pemerintah daerah kabupaten/kota sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. 4. Pembinaan Pembinaan dilaksanakan oleh Kementerian, kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota. Pembinaan, meliputi: a. penyediaan Sistem Informasi Desa oleh Kementerian; b. penyediaan panduan fasilitasi Pembangunan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat Desa; c. mentoring bagi Pemerintah Desa, BPD dan masyarakat Desa; dan d. penyediaan kurikulum, bahan dan media pembelajaran untuk pembelajaran mandiri dan/atau pengembangan komunitas pembelajar bagi Pemerintah Desa, BPD dan masyarakat Desa.



93



Bahan Bacaan SPB. 2.2 DARI SDGs KE SDGs DESA Oleh: A Halim Iskandar Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia



Hikmah terbesar pandemi global Covid-19 ialah great reset. Dormansi hampir seluruh aktivitas ekonomi, sosial, dan politik membuka waktu guna berefleksi. Hanya yang telah bersiap diri, kelak pascapandemi, berlari lebih kencang daripada lainnya. Selama dormansi inilah Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) Desa memperoleh relevansinya, yaitu menyiapkan pembangunan desa secara total: pematangan konsep, dukungan kebijakan dan kelembagaan, serta pendataan detail dari dalam desa. Desa berkesempatan mengatasi ketertinggalan karena SDGs Desa wajib menjangkau semua warga (no one left behind), segenap lingkungan desa, serta wajib mempertahankan ragam kearifan setempat. Sumbangsih desa SDGs diakui sebagai produk PBB paling komprehensif, mencakup segenap aspek pembangunan yang telah dikenal manusia, dan sudah diadopsi Indonesia sejak lama sesuai Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017. Dengan menetralkan cara mencapai kemajuan (karena bisa lewat kapitalisme, sosialisme, atau jalan lainnya), tata kelola pembangunan global beralih memusatkan pada tujuan capaian. Ikatan antarnegara dikuatkan melalui ukuran capaian bersama, yang terus berkembang dari 196 indikator pada 2015 menjadi 247 indikator pada 2020. Sayangnya, peringkat Indonesia yang rendah tidak banyak berubah di antara 116 negara, dari ke-98 pada 2016 melorot ke peringkat ke-101 pada 2020. Dari evaluasi SDGs global, diketahui keunggulan Indonesia pada dukungan kebijakan untuk seluruh tujuan pembangunan. Namun, masih tertanam kelemahan pada implementasi kegiatan, perwujudan keadilan dan keamanan, serta partisipasi antarpihak. Yang kalis dari perhatian selama ini ialah sumbangsih desa mencapai 74 persen dari capaian SDGs nasional. Artinya, sesungguhnya peran desa sangat dominan sebagai tulang punggung pencapaian SDGs. Namun, desa tidak masuk daftar rencana aksi ataupun ukuran penghitungan SDGs nasional. Jika dipilah, kontribusi desa terwujud lantaran wilayah 74.953 pemerintahan desa mencakup 91 persen wilayah pemerintahan Indonesia. Artinya, pemenuhan tujuan pembangunan desa berkontribusi 91 persen terhadap sepuluh SDGs nasional yang berorientasi kewilayahan: energi bersih, pertumbuhan ekonomi, industri dan inovasi, pengurangan ketimpangan, mitigasi iklim, pelestarian lautan, pelestarian daratan, kelembagaan dan keadilan, dan jaringan kerja sama pembangunan. 94



Sementara itu, 118 juta warga desa mencakup 43 persen penduduk Indonesia. Maka, pemenuhan kebutuhan warga desa berkontribusi 43 persen terhadap lima SDGs nasional yang berkaitan dengan kewargaan: penghapusan kemiskinan, menghilangkan kelaparan, akses kesehatan, akses pendidikan, akses air bersih, dan antidiskriminasi jender. Dari SDGs ke SDGs Desa Alpa terhadap desa bisa dialamatkan pada kontestasi narasi akbar pembangunan. Sejak 1945, modernisasi menghubungkan peran positif negara maju kepada negara sedang berkembang. Namun, ketika diketahui surplus negara miskin justru terserap negara maju melalui pola bantuan ini, pada dekade 1960-an berbunga paham ketergantungan. Kedua mata air paradigma pembangunan ini sama-sama menganalisis unit negara. Ketika diturunkan menjadi pembangunan regional, ukuran yang tersedia baru sampai pada level provinsi dan kabupaten, contohnya produk domestik regional bruto (PDRB). Mendasarkan semata-mata narasi akbar menghilangkan konteks lokal yang menyejarah. Akibatnya, mampu mencerabut desa dari akar sosial dan budayanya. Syukurlah pada 1970-an dimulai upaya membawa pembangunan langsung di antara warga (people-centered development). Strateginya, membentuk kelompok masyarakat (pokmas), lalu metode partisipatoris sejak perencanaan, implementasi, hingga evaluasi kegiatan. Sajogyo dan Mubyarto konsisten menerapkannya pada Program Inpres Desa Tertinggal (IDT) tahun 1993-1997. Pendampingan kepada pokmas dan warga membuhulkan pembangunan pada level setiap desa, yaitu tersusun konsensus membangun melalui musyawarah desa, lalu bergotong royong mengimplementasikannya. Karena mengutamakan proses konsensus, pendekatan ini alpa mengonstruksi substansi pembangunan, dan bisa menjauhkan desa dari fakta statistik masalah lokal. Andai musyawarah menetapkan membangun jalan, maka jadilah itu substansi pembangunan lokal. Konsensus itu juga sekaligus meminggirkan substansi pembangunan air minum yang lazim diusulkan perempuan. Kelemahan itulah yang diatasi SDGs Desa, yang melokalkan SDGs global sampai ke pelosok desa. Pelokalan SDGs Desa juga menyesuaikan istilah tujuan berikut dan ikonnya sehingga lebih konkret, sederhana, dan terbayang tercapai. SDGs Desa berturut-turut mencakup tujuan Desa Tanpa Kemiskinan, Desa Tanpa Kelaparan, Desa Sehat dan Sejahtera, Pendidikan Desa Berkualitas, Keterlibatan Perempuan Desa, Desa Layak Air Bersih dan Sanitasi. Tujuan berikutnya ialah Desa Berenergi Bersih dan Terbarukan, Pertumbuhan Ekonomi Desa Merata, Infrastruktur dan Inovasi Desa sesuai Kebutuhan, Desa Tanpa Kesenjangan, Kawasan Permukiman Desa Aman dan Nyaman, Konsumsi dan Produksi Desa Sadar Lingkungan. Berikutnya tujuan 95



Desa Tanggap Perubahan Iklim, Desa Peduli Lingkungan Laut, Desa Peduli Lingkungan Darat. Lalu tujuan Desa Damai Berkeadilan, Kemitraan untuk Pembangunan Desa, Kelembagaan Desa Dinamis dan Budaya Desa Adaptif. Yang penting dicatat, digagas SDGs Desa ke-18: Kelembagaan Desa Dinamis dan Budaya Desa Adaptif. Ini tujuan pembangunan yang benar-benar baru, sebagai refleksi menjaga sejarah, budaya, dan lembaga asli desa-desa di Indonesia. Dengan inilah narasi akbar pembangunan diturunkan ke dalam konteks semikro desa. Langkah SDGs Desa Kritik global atas SDGs dialamatkan pada lemahnya kampanye, kelembagaan yang tidak kuat, serta rendahnya implementasi oleh negara-negara anggotanya. Sementara keunggulannya terletak pada ukuran bersama atas pembangunan ratusan negara, rutin terukur tahunan, hingga membentuk ranking capaian SDGs sebagai mekanisme persaingan sehat antarnegara. Berlandaskan evaluasi itu, kampanye SDGs Desa kami mulai dari penerbitan trilogi buku SDGs Desa. Buku pertama menjelaskan konsep SDGs Desa, buku berikutnya membahas pengukurannya, dan buku pungkasan mengenai hasil SDGs Desa. Implementasi ke seluruh desa dipastikan melalui Peraturan Menteri Desa PDTT Nomor 13 Tahun 2020 tentang prioritas penggunaan dana desa tahun 2021. Seluruh belanja dana desa wajib digunakan untuk menjalankan SDGs Desa. Panitia sosialisasi regulasi ini memasukkan buku SDGs Desa sebagai bagian acara. Kelembagaan Kementerian Desa PDTT dirancang ulang sehingga berfungsi mencapai tiap-tiap tujuan SDGs Desa. Koordinasi kelembagaan sampai ke desa dikuatkan melalui pelatihan 35.000 pendamping desa. Kepala desa dan warga sendiri difasilitasi berkomunikasi, berdiskusi, bahkan berdebat langsung dengan Kementerian Desa PDTT, yang diwakili 37 anggota Tim Sapa Desa. Guna menguatkan pengukuran yang tetap mencuatkan kearifan lokal dan inovasi desa, Sistem Informasi Desa praktis dijalankan mulai Januari 2020. Isinya berupa asupan data detail tahunan tentang kondisi pada level desa, level rukun tetangga dan keluarga. Validasi dan verifikasi langsung dijalankan di tiap desa dan kecamatan, agar keraguan data bisa langsung dicek di lapangan. Seluruh data harus selesai digali pada semester pertama karena langsung dipakai sebagai pengukur jumlah dana desa tahun berikutnya, serta sumber informasi bagi perencanaan pembangunan desa. Rekomendasi bagi tiap-tiap desa muncul otomatis dari olahan Sistem Informasi Desa, dan itu harus dipenuhi sebelum bergerak ke item pembangunan lain. Rencana matang SDGs Desa inilah yang meyakinkan Indonesia melaju kencang begitu pandemi global Covid-19 mulai teratasi pada 2021. 96



PRIORITAS PENGGUNAAN DANA DESA TAHUN 2021. Permendes PDTT No. 13 Tahun 2020, tentang Perioritas Pembangunan Desa Thn 2021



A. SDGES DESA SDGs DesaUndang-Undang Desamemandatkan bahwa tujuan pembangunan Desaadalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat desad an kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana Desa, pengembangan potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan. Yang dimaksud dengan berkelanjutan adalah pembangunan Desa untuk pemenuhan kebutuhan saat ini dilakukan tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi Desa di masa depan. Untuk mengoperasionalkan tujuan pembangunan Desayang dimandatkan oleh UndangUndang Desa, maka penggunaan Dana Desa diprioritaskanuntuk mewujudkan 8(delapan) tipologi Desa dan 18 (delapan belas) tujuan SDGs Desasebagai berikut: 1.Desa tanpa kemiskinandan kelaparan SDGs Desa Desa tanpa kemiskinan;dan SDGs Desa Desa tanpa kelaparan. 2.Desa ekonomi tumbuh merata SDGs Desa8: pertumbuhan ekonomi Desa merata; SDGs Desa9: infrastruktur dan inovasi Desa sesuai kebutuhan; SDGs Desa10: desa tanpa kesenjangan; dan SDGs Desa12: konsumsi dan produksi Desa sadar lingkungan. 3.Desa peduli kesehatan SDGs Desa 3:Desa sehat dan sejahtera; SDGs Desa 6: Desa layak air bersih dan sanitasi; dan SDGs Desa 11: kawasan permukiman Desa aman dan nyaman. 4.Desa peduli lingkungan SDGs Desa 7: Desa berenergi bersih dan terbarukan; SDGs Desa 13: Desa tanggap perubahan iklim; SDGs Desa 14: Desa peduli lingkungan laut; dan SDGs Desa 15: Desa peduli lingkungan darat. 5.Desa peduli Pendidikan SDGs Desa 4: pendidikan Desa berkualitas. 6.Desa ramah perempuan SDGs Desa 5: keterlibatan perempuan Desa. 7.Desa berjejaring SDGs Desa 17: kemitraan untuk pembangunan Desa. 97



8.Desa tanggap budaya SDGs Desa 16: Desa damai berkeadilan; dan SDGs Desa 18: kelembagaan desa dinamis danbudaya desa adaptif. Upaya pencapaian SDGs Desa dalam situasi dan kondisi Pandemi COVID-19 tidaklah mudah, karena itulah, penggunaan Dana Desa 2021 diprioritaskan untuk membiayai kegiatan yang mendukung pencapaian 10 (sepuluh) SDGs Desa yang berkaitan dengan kegiatan pemulihan ekonomi nasional; program prioritas nasional; dan adaptasi kebiasaan baru Desa. 10 (sepuluh) SGDs Desa tersebut adalah: a. b. c. d. e. f. g. h. i. j.



Desa tanpa kemiskinan; Desa tanpa kelaparan; Desa sehat sejahtera; Keterlibatan perempuan Desa; Desaberenergi bersih dan terbarukan; pertumbuhan ekonomi Desamerata; Konsumsi dan produksi Desasadar lingkungan; Desa damai berkeadilan; Kemitraan untuk pembangunan Desa;dan Kelembagaan Desa dinamisdan budaya Desaadaptif.



B. Pemulihan Ekonomi Nasional Sesuai Kewenangan Desa Prioritas Penggunaan Dana Desauntuk pemulihan ekonomi nasional sesuai kewenangan Desa meliputi: 1. Pembentukan, pengembangan,dan revitalisasi badan usaha milik Desa/badan usaha milik Desabersamadan meliputi: a. a.pendirian badan usaha milik Desa dan/atau badan usaha milik Desa bersama; b. b.penyertaan modal badan usaha milik Desa dan/atau badan usaha milik Desa bersama; c. c.penguatan permodalan badan usaha milik Desa dan/atau badan usaha milik Desa bersama; dan d. d.pengembangan usaha badan usaha milik Desa dan/atau badan usaha milik Desa bersama yang difokuskan kepada pembentukan dan pengembangan produk unggulan Desadan/atau produk unggulankawasan perdesaan, antara lain: 1) pengelolaan hutan Desa; 2) pengelolaan hutan adat; 3) pengelolaan air minum; 4) pengelolaan pariwisata Desa; 5) pengolahan ikan (pengasapan, penggaraman, dan perebusan); 6) pengelolaan wisata hutan mangrove (tracking, jelajah mangrovedan wisata edukasi); 98



7) pelatihan sentra pembenihan mangrovedan vegetasi pantai; 8) pelatihan pembenihan ikan; 9) pelatihan usaha pemasaran dan distribusi produk perikanan;dan 10) pengolahan sampah. e. kegiatan lainnya untuk mewujudkan pembentukan, pengembangan,dan revitalisasi badan usaha milik Desa dan/atau badan usaha milik Desa bersama yang sesuai dengan kewenangan Desadan diputuskan dalam Musyawarah Desa. 2. Penyediaan listrik Desaa.pembangkit listrik tenaga mikrohidro; a. pembangkit listrik tenaga biodiesel; b. c.pembangkitlistrik tenaga matahari; c. d.pembangkit listrik tenaga angin;e.instalasi biogas; d. f.jaringan distribusi tenaga listrik (bukan dari Perusahaan Listrik Negara); dan e. g.kegiatan lainnya untuk mewujudkan penyediaan listrik Desa yang sesuai dengan kewenangan Desadan diputuskan dalamMusyawarah Desa. 3. Pengembangan usaha ekonomi produktif a. Pembangunan usaha berskala produktif di bidang pertanian, perkebunan, peternakan dan/atau perikanan yang difokuskan pada pembentukan dan pengembangan produk unggulan Desadan/atau perdesaan; b. Pengembangan jasa serta usaha industri kecil dan/atau industri rumahan yang difokuskan kepada pembentukan dan pengembangan produk unggulan Desadan/atau perdesaan; c. Penyediaan dan pengelolaan sarana/prasarana pemasaran produk unggulan Desadan/atau perdesaan; d. Pendayagunaan perhutanan sosial; e. Pendayagunaan teknologi tepat guna yang ramah lingkungan; f. Investasi usaha ekonomi produktif yang ramah lingkungan; dan kegiatan lainnya untuk mewujudkan pengembangan usaha ekonomi produktif ramah lingkungan yang sesuai dengan kewenangan Desadan diputuskan dalam Musyawarah Desa.



C. Program Prioritas Nasional Sesuai Kewenangan Desa Prioritas Penggunaan Dana Desauntuk program prioritas nasional sesuai kewenangan Desa meliputi:



1. Pendataan Desa a. Pendataan potensidan sumberdaya pembangunan Desa; b. Pendataan pada tingkat rukun tetangga; c. Pendataan pada tingkat keluarga;



99



d. Pemutakhiran data Desatermasuk data kemiskinan; dane.kegiatan pendataan Desa lainnya yang sesuai dengan kewenangan Desadan diputuskan dalam Musyawarah Desa. 2. Pemetaan potensi dan sumber daya pembangunan Desa a. Penyusunan peta potensi dan sumber daya pembangunan Desa; b. Pemutakhiran peta potensi dan sumberdaya pembangunan Desa; c. Kegiatan pemetaan potensi dan sumber daya pembangunan Desalainnya yang sesuai kewenangan Desadan diputuskan dalam Musyawarah Desa. 3. Pengembangan teknologi informasi dan komunikasi a. Pengembangan, pengelolaan dan pengintegrasian sistem administrasi keuangan dan aset Desa dengan aplikasi digital yang disediakan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi; b. Pengembangan, pengelolaan dan pengintegrasian sistem informasi Desayang berbasis aplikasi digital yang disediakan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi; c. Pengembangan keterbukaan informasi pembangunan Desa berbasis aplikasi digital; d. Pengadaan sarana/prasarana teknologi informasi dan komunikasi berbasis aplikasi digital meliputi: 1) tower untuk jaringan internet; 2)pengadaan komputer; 3)Smartphone; dan 4)langganan internet. e. Kegiatan pengembangan, pengelolaan dan pengintegrasian teknologi informasi dan komunikasi lainnya yang sesuai dengan kewenangan Desayang diputuskan dalam Musyawarah Desa. 4. Pengembangan Desawisata a. a.pengadaan, pembangunan, pemanfaatan dan pemeliharaan sarana dan prasarana Desawisata; b. b.promosi Desawisata diutamakan melalui gelar budaya dan berbasis digital; c. c.pelatihan pengelolaan Desawisata; d. d.pengelolaan Desawisata; e. e.kerjasama dengan pihak ketiga untuk investasi Desawisata; dan f. f.kegiatan pengembangan Desawisata lainnya yang sesuaidengan kewenangan Desayang diputuskan dalam Musyawarah Desa.



5. Penguatan ketahanan pangan



100



a. Pengembangan usaha pertanian, perkebunan, perhutanan, peternakan dan/atau perikanan untuk ketahanan pangan; b. Pembangunan lumbung pangan Desa; c. Ppengolahan pascapanen; dand.kegiatan penguatan ketahanan pangan lainnya yang sesuai dengan kewenangan Desadan diputuskan dalam Musyawarah Desa. 6. Pencegahan stuntingdi Desa a. a.pengelolaan advokasi konvergensi pencegahan stuntingdi Desadengan menggunakan aplikasi digital electronic-Human Development Worker(e-HDW); b. b.pemberian insentif untuk Kader Pembangunan Manusia (KPM), kader posyandu dan pendidik Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD); c. c.tindakan promotif dan preventif untuk pencegahan stuntingmelalui rumah Desasehat; d. d.memberikan layanan peningkatan layanan kesehatan, peningkatan gizi dan pengasuhan anak melalui kegiatan: 1) Kesehatan ibu dan anak; 2) Konseling gizi; 3) Air bersih dan sanitasi; 4) Perlindungan sosial untuk peningkatan askes ibu hamil dan menyusui serta balita terhadap jaminan kesehatan dan administrasi kependudukan; 5) Pendidikan tentang pengasuhan anak melalui Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD); 6) Pengasuhan anak di keluarga termasuk pencegahan perkawinan anak; dan 7) Pendayagunaan lahan pekarangan keluarga dan tanah kas Desauntuk pembangunan Kandang, Kolam dan Kebun (3K) dalam rangka penyediaan makanan yang sehat dan bergizi untuk ibu hamil, balita dan anak sekolah. 7. Pengembangan Desa inklusif a. Kegiatan pelayanan dasar untuk kelompok marginal dan rentan yaitu: perempuan, anak, lanjut usia,suku dan masyarakat adat terpencil, penghayatkepercayaan,disabilitas, kelompok masyarakat miskin,dan kelompok rentan lainnya; b. Penyelenggaraan forum warga untuk penyusunan usulan kelompok marginal dan rentan; c. Pemberian bantuan hukum bagi kelompok marginal dan rentan; d. Penguatan nilai-nilai keagamaan dan kearifan lokal untuk membentuk kesalehan sosial di Desa; dan e. Kegiatan lainnya untuk mewujudkan Desainklusifyang sesuai dengan kewenangan Desadan diputuskan dalam Musyawarah Desa.



D. Adaptasi Kebiasaan Baru Desa



101



Prioritas Penggunaan Dana Desauntuk adaptasi kebiasaan baru Desameliputi: 1. DesaAman COVID-19 a.Agenda aksi DesaAman COVID-19 diantaranya: a. menerapkansecara ketat adaptasi kebiasaan baru: a)seluruh warga Desamemakai masker ketika ke luar rumah;b)terdapat tempat cuci tangan pakai sabun dan air mengalir yang siap pakai di setiap tempat umum, antara lain di depan warung, toko, dan los pasar, di tempat ibadah, tempat pelayanan umum seperti balai Desa, poskesdes, dan lain-lain; dan c)senantiasajaga jarak dalam setiap aktivitas di ruang umum dan di dalam ruangan. b. merawatsebagian ruang isolasi Desaagar sewaktu-waktu siap digunakan ketika dibutuhkan. c. mempertahankanpos jaga Desaguna:a)mendata dan memeriksa tamu yang masuk Desa; 1) Mendata dan memeriksa kondisi kesehatan warga yang keluar masuk Desa; 2) Mendata dan memeriksa warga yang baru datang dari rantau; dan 3) Merekomendasikan warga Desa dari rantau atau warga Desa yang kurang sehat untuk karantina mandiri. d. Transformasi relawan DesalawanCOVID-19 menjadi relawan Desa Aman COVID-19 dengan struktur sebagai berikut: 1) Ketua: kepala Desa 2) Wakil: ketua badan permusyawaratan Desa 3) Anggota: a) perangkat Desa; b) anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) c) kepala dusun atau yang setara; d) ketua rukun warga; e) ketua rukun tetangga; f) pendamping lokal Desa; g) pendamping Program Keluarga Harapan (PKH); h) pendamping Desasehat; i) pendamping lainya yang berdomisili di Desa; j) bidan Desa; k) tokoh agama; l) tokoh adat; m) tokoh masyarakat; n) karang taruna; o) Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK); dan p) Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa(KPMD). 4) Mitra: a) bhayangkara pembina keamanan masyarakat(Babinkamtibmas); b) bintara pembina Desa(Babinsa); dan



dan



ketertiban



102



c) pendamping Desa. 5) Tugas relawan Desa aman COVID-19: a) melakukan sosialisasi tentang adaptasi kebiasaan baru di Desauntuk berdisiplin menjalankan protokol kesehatan yaitu: memakai masker, menjaga jarak,dan cuci tangan; b) mendata penduduk rentan sakit, seperti orang tua, balita, serta orang yang memiliki penyakit menahun, penyakit tetap, dan penyakit kronis lainnya, serta mendata keluarga yang berhak mendapat manfaat atas berbagai kebijakan terkaitjaring pengamanan sosial dari Pemerintah Pusat maupun daerah, baik yang telah maupun yang belummenerima; dan c) melakukan penyemprotan disinfektan jika diperlukan, menyediakan tempat cuci tangan dan/atau cairan pembersih tangan (hand sanitizer) di tempat umum



103



Bahan Bacaan SPB 2.2 PENDATAAN SDGES DESA Pemutakhiran IDM 2021 juga berbasis SDGs Desa. Pemutakhiran data berbasis SDGs Desa adalah pemutakhiran data IDM yang lebih detil lagi, lebih mikro, sehingga bisa memberikan informasi lebih banyak. Sebagai proses perbaikan, ada pendalaman datadata pada level RT, keluarga, dan warga. Pihak yang Terlibat Pihak yang terlibat dalam proses pemutakhiran data SDGs Desa ialah Kelompok Kerja Relawan Pendataan Desa, pemerintah daerah kabupaten/kota, pemerintah daerah provinsi, dan Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi. Dengan merujuk pada Permendesa PDTT No 21/2020, Pokja Relawan Pendataan Desa ini mencakup: 1. 2. 3. 4.



Pembina: Kepala Desa Ketua: Sekretaris Desa Sekretaris: Kasi Pemerintahan Desa Anggota: 1. Unsur Perangkat Desa 2. Ketua RW 3. Ketua RT 4. Unsur Karang Taruna 5. Unsur PKK 6. Unsur masyarakat lainnya yang bersedia menjadi relawan pendata 5. Mitra: 1. Pendamping Desa 2. Babinsa 3. Babinkamtibmas 4. Mahasiswa yang berada di Desa Peran Kepala Desa Pemimpin yang disegani serta memiliki wewenang besar di desa ialah kepala desa. Kepala desa juga memiliki tanggng jawab yang besar dalam pembangunan desa, untuk membawa desanya lebih maju. Pembangunan diarahkan untuk mendayagunakan potensi desa, atau mengatasi masalah desa. Untuk itulah dibutuhkan data yang valid, lengkap, dan berkelanjutan. Pada titik inilah kepala desa berperan penting dalam memimpin proses pemutakhiran data SDGs Desa. Tugas kepala desa dalam hal ini ialah: 1. Menetapkan Pokja Relawan Pendataan Desa dalam surat keputusan kepala desa. 104



2. Menggunakan dana desa atau sumber pendapatan lain dalam APB Desa untuk proses pelaksanaan pemutakhiran data SDGs Desa 3. memantau dan mengawasi proses pelaksanaan pemutakhiran SDGs Desa 4. Melaksanakan musdes penetapan hasil pemutakhiran data SDGs Desa Peran Sekretaris Desa Sekretaris Desa berperan: 1. Sebagai pimpinan pada level desa yang pengelolaan proses teknis pemutakhiran data SDGs Desa 2. Setiap hari memantau proses perencanaan, pelaksanaan, dan hasil pemutakhiran data SDGs Desa 3. Menyiapkan data awal yang mencakup nama dan alamat dari keluarga dan warga desa (by name by address atau BNBA), mencakup data: 1) Warga desa yang sakit menurut jenis penyakit, warga desa yang menggunakan metode modern keluarga berencana, stunting pada bayi, balita, dan anak-anak (di bawah 15 tahun) dari Puskesmas dan Puskesmas Pembantu yang melayani desa setempat, serta dari Polindes, Poskesdes, Posyandu di desa setempat 2) Akreditasi sekolah, jumlah murid dan guru dari PAUD, SD, SMP dan sederajat, SMA dan sederajat yang terdapat di desa setempat 3) Warga yang turut serta dalam kegiatan penyetaraan pendidikan di desa setempat, pelatihan tenaga kerja 4) Data warga yang turut serta pada berbagai kegiatan pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat 4. Bersama-sama pendata mengisikan data BNBA tersebut ke dalam kuesioner keluarga dan warga masing-masing. Ini adalah pengisian data yang tidak membutuhkan wawancara dengan keluarga dan warga tersebut, karena datanya telah ada di lembaga yang bersangkutan. 5. Melatih pendata, dan memastikan pendata siap untuk mengumpulkan data lapangan 6. Menetapkan penugasan kepada pendata dari perangkat desa dan pengurus rukun tetangga, serta lokasi Rukun Tetangga untuk penugasan pendata dari warga desa 7. Memantau, memberikan penjelasan dan motivasi, serta mengatasi masalah yang ditemui di lapangan 8. Melakuan pengecekan terhadap seluruh hasil isian aplikasi kuesioner yang dihasilkan seluruh pendata 9. Berhubungan dengan dengan Kementerian Desa PDTT, baik melalui pendamping desa maupun melalui Tim Sapa Desa, untuk melaporkan hasil kegiatan maupun dalam menyelesaikan masalah 10. Menyelesaikan pengisian aplikasi seluruh kuesioner SDGs Desa 11. Menyiapkan musyawarah desa pada akhir proses pemutakhiran data desa untuk mencek akhir hasil data SDGs Desa 105



Peran Pendata dari Relawan Pemutakhiran Data Pendata bertugas: 1. Mengikuti pelatihan pemutakhiran data SDGs Desa yang bisa dilaksanakan secara daring (on line) melalui pelatihan di akademidesa.kemendesa.go.id. Pendata harus memahami pelatihan tersebut sebelum menjalankan tugasnya untuk mengisi kuesioner di lapangan 2. Melakukan pemutakhiran data dengan kuesioner yang sudah disediakan dalam aplikasi android Pendataan SDGs Desa: a. Pendata pengisi kuesioner desa ialah perangkat desa yang ditugasi untuk mengumpulkan data dan informasi agar dapat mengisi kuesioner desa b. Pendata pengisi kuesioner Rukun Tetangga ialah pengurus RT yang ditugasi untuk mengumpulkan data dan informasi agar dapat mengisi kuesioner Rukun Tetangga c. Pendata pengisi kuesioner keluarga dan warga ialah Relawan Desa yang ditugasi di tiap Rukun Tetangga untuk mewawancarai keluarga untuk mengisi kuesioner keluarga dan mewawancarai warga untuk mengisi kuesioner warga. 3. Bertanggung jawab melaksanakan semua kegiatan pemutakhiran data SDGs Desa 4. Menjalin kerja sama yang baik dengan seluruh pendata, kepala desa, dan Relawan Desa lainnya 5. Bekerja dengan rajin dan menepati jadwal penyelesaian pekerjaan. Hal-hal yang perlu diperhatikan pendata: 1. Mendownload aplikasi pendataan SDGs Desa baik untuk komputer maupun untuk telepon pintar (smartphone). 2. Menjaga telepon pintar dan komputer a. Tidak boleh merusak telepon pintar dan komputer b. Tidak boleh meletakkan barang-barang yang dapat merusak telepon pintar dan komputer c. Menjaga kerahasiaan data dalam telepon pintar dan komputer 3. Pemutakhiran data SDGs Desa dilakukan untuk seluruh kuesioner a. Tidak melewatkan kuesioner desa b. Tidak melewatkan kuesioner Rukun Tetangga c. Tidak boleh melewatkan satu pun keluarga di desa yang menjadi tanggung jawab pengisian kuesioner enumerator d. Tidak boleh melewatkan satu pun wawancara dnegan warga desa yang menjadi tanggung jawab pengisian kuesioner enumerator 106



4. Dalam wawancara dengan keluarga dan warga: a. Perhatikan definisi operasional berikut: 1) Keluarga: masuk dalam Kartu Keluarga; ini yang digunakan dalam aplikasi kuesioner keluarga 2) Rumah tangga: makan dari satu dapur; contohnya, jika ada anak kuliah yang kost maka keluarganya sesuai KK, sedangkan rumah tangganya ialah menurut sumber makan pagi, siang, dan malam di rumah manakah. b. Tidak boleh hanya sekali mengunjungi keluarga atau warga yang wawancaranya belum lengkap dan benar, atau responden sulit ditemui c. Tidak boleh memilih waktu sembarangan dan ceroboh untuk kunjungan ulang. Pilih waktu terbaik saat responden dapat ditemui dan diwawancarai. d. Tidak boleh mengisi sendiri aplikasi Pendataan SDGs Desa dengan dugaan, atau perkiraan, atau pengetahuan enumerator. Seluruh pertanyaan pada kuesioner (kecuali ada perintah untuk pengamatan) harus ditanyakan kepada responden. e. Tidak boleh menyebutkan sebagian saja dari kuesioner, karena dapat mengakibatkan jawaban tidak lengkap Peran Pendamping Desa Pendamping desa berperan: 1. Menjelaskan proses pemutakhiran data SDGs Desa 2. Melakukan monitoring terhadap seluruh proses pemutakhiran data SDGs Desa 3. Memecahkan masalah lapangan, dan jika diperlukan dapat berkonsultasi dengan Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi 4. Menyampaikan laporan pelaksanaan pemutakhiran data SDGs Desa kepada Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi Peran Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Aparat pemerintah kabupaten/kota berperan: 1. Memonitor jalannya proses pemutakhiran data SDGs Desa 2. Memonitor rekapitulasi proses dan hasil pemutakhiran data SDGs Desa pada level kecamatan dan kabupaten/kota 3. Memberikan arahan untuk mempercepat dan memperlancar jalannya pemutakhiran data SDGs Desa 4. Memberikan dukungan dan penyelesaian masalah dalam proses pemutakhiran data SDGs Desa Peran Pemerintah Kabupaten/Kota



107



Aparat pemerintah kabupaten/kota berperan: 1. Memonitor jalannya proses pemutakhiran data SDGs Desa 2. Memonitor rekapitulasi proses dan hasil pemutakhiran data SDGs Desa pada level kecamatan dan kabupaten/kota 3. Memberikan arahan untuk mempercepat dan memperlancar jalannya pemutakhiran data SDGs Desa 4. Memberikan dukungan dan penyelesaian masalah dalam proses pemutakhiran data SDGs Desa Peran Pemerintah Provinsi Aparat pemerintah provinsi berperan: 1. Memonitor jalannya proses pemutakhiran data SDGs Desa 2. Memonitor rekapitulasi proses dan hasil pemutakhiran data SDGs Desa pada level provinsi 3. Memberikan dukungan untuk mempercepat dan memperlancar, maupun penyelesaian masalah selama proses pemutakhiran data SDGs Desa Peran Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi berperan: 1. Menyediakan Sistem Informasi Desa yang di dalamnya mencakup aplikasi pendataan SDGs Desa, penyimpanan data, pengolahan dan analisis data, penyusunan rekomendasi pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat sesuai SDGs Desa 2. Menyediakan bahan dan alat pelatihan pendataan SDGs Desa bagi pendamping dan Pokja Relawan Pendataan Desa 3. Mengelola data SDGs Desa pada level nasional Jangka Waktu Pelaksanaan Pemutakhiran data SDGs Desa 2021 dilaksanakan mulai tanggal 1 Maret 2021 sampai dengan 31 Mei 2021 Latihan Pendataan SDGs Desa Pelatihan secara daring (online) dilaksanakan melalui laman Akademi Desa 4.0. Penjelasan juga bisa diperoleh dengan menghubungi tim Sapa Desa, Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi. Metode dan Instrumen Pemutakhiran Data



108



Sesuai dengan Permendesa PDTT Nomor 21/2020, data SDGs Desa adalah milik desa, sehingga pendataan SDGs Desa dilaksanakan dengan metode sensus partisipatoris. Artinya, data dikumpulkan dari informasi di dalam desa, dilaksanakan oleh desa sendiri melalui Pokja Relawan Pendataan Desa, serta untuk keperluan pembangunan dan pemberdayaan masing-masing desa sendiri. Dimensi partisipatoris meningkatkan validitas data SDGs Desa. Adapun dimensi sensus artinya mengambil data seluruh wilayah desa dan RT, serta mengumpulkan data dari seluruh keluarga dan warga desa. Secara rinci instrumen yang digunakan sebagai berikut 1. Pendataan pada level desa, dengan instrumen kuesioner desa, dengan pendata perangkat desa yang mengisi kuesioner sesuai keadaannya. 2. Pendataan pada level rukun tetangga (RT), dengan instrumen kuesioner rukun tetangga (RT), dengan pendata Ketua RT yang mengisi kuesioner sesuai keadaannya. 3. Pendataan pada level keluarga, dengan instrumen kuesioner keluarga, dengan pendata anggota Pokja Relawan Pendata Desa, yang menanyakan kepada keluarga pada satu RT 4. Pendataan pada level warga, dengan instrumen kuesioner warga, dengan pendata anggota Pokja Relawan Pendata Desa, yang menanyakan kepada anggota keluarga pada satu RT Proses Pendataan SDGs Desa Proses pendataan SDGs desa melalui tahapan sebagai berikut: 1. Kepala desa menerbitkan Surat Keputusan Pokja Pendataan Desa. 2. Untuk mendapatkan username dan password aplikasi android input SDGs Desa, maka Kepala desa menyerahkan daftar Pokja Pendataan Desa dalam bentuk MS Excel (Download Format MS Excel Pokja Pendataan Desa yang disampaikan ke pendamping desa) kepada pendamping lokal desa, yang secara berjenjang menyampaikan kepada pendamping desa, koordinator tenaga ahli kabupaten/kota, coordinator tenaga ahli provinsi, yang kemudian mengirimkan ke email [email protected]. 3. Sekretaris desa menetapkan penugasan kepada pendata dari perangkat desa dan pengurus rukun tetangga, serta lokasi Rukun Tetangga untuk penugasan pendata dari warga desa 4. Sekretaris Desa menyiapkan data awal yang mencakup nama dan alamat dari keluarga dan warga desa (by name by address atau BNBA) untuk data-data berikut: 1. Data dari Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Polindes, Poskesdes, Posyandu, dalam waktu setahun terakhir, tentang: 1. Warga desa yang sakit menurut jenis penyakit 2. warga desa yang menggunakan metode modern keluarga berencana 3. stunting pada bayi, balita, dan anak-anak (di bawah 15 tahun) 109



2. Data dari PAUD, SD, SMP dan sederajat, SMA dan sederajat yang terdapat di desa setempat atau sekitarnya, tentang: 1. akreditasi sekolah 2. jumlah murid 3. jumlah guru 3. Data warga yang turut serta dalam kegiatan penyetaraan pendidikan di desa setempat dalam setahun terakhir 1. Data warga yang turut serta dalam pelatihan tenaga kerja dalam waktu setahun terakhir 2. Data warga yang turut serta pada berbagai kegiatan pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat dalam waktu setahun terakhir 5. Seluruh Pokja Relawan Pendataan Desa melakukan pelatihan secara daring (online) pada laman Akademi Desa 4.0. Pelatihan mandiri dapat dilakukan secara luring (offline) bersama pendamping desa. 6. Seluruh Pokja Relawan Pendataan Desa mendownload aplikasi Pendataan SDGs Desa pada Google Playstore dengan nama Pendataan SDGs Desa. Jika saat ini menggunakan HP atau telepon genggam maka bisa langsung klik berikut dan menggunakan https://play.google.com/store/apps/details?id=com.kemendes.survey. Jika saat ini menggunakan komputer maka tautan disediakan paling bawah dari halaman ini; jangan lupa, dengan cara ini maka file aplikasi (APK) masih harus dikirim ke HP untuk bisa digunakan. 7. Pendata memasukkan username dan password ke dalam aplikasi Pendataan SDGs Desa. Ijinkan aplikasi untuk menjalankan fungsi memotret dan mendata lokasi, karena hal ini akan digunakan dalam pendataan selanjutnya. 8. Seluruh pendata mengisikan data BNBA pada nomor 3 di atas ke dalam aplikasi kuesioner keluarga dan warga masing-masing. Ini adalah pengisian data yang tidak membutuhkan wawancara dengan keluarga dan warga tersebut, karena datanya telah ada di lembaga yang bersangkutan. 9. Pendata dari unsur perangkat desa mengisi aplikasi kuesioner desa 10. Ketua Rukun Tetangga mengisi aplikasi kuesioner Rukun Tetangga 11. Pendata di tiap RT mewawancarai keluarga untuk mengisi aplikasi kuesioner keluarga dan warga 12. Dalam kondisi tidak ada sinyal internet, aplikasi Pendataan SDGs Desa tetap bisa dijalankan, dan begitu ada sinyal internet maka otomatis terhubung server Sistem Informasi Desa. Jadi, jika digunakan secara offline, maka untuk upload data perlu dijalankan di lokasi yang terdapat sinyal internet. 13. Desa dapat memulai dengan mengisi kuesioner yag dicetak/dikopi, namun kemudian tetap harus memasukkan ke dalam aplikasi android Pendataan SDGs Desa. 14. Minimal seminggu sekali seluruh Pokja Pendataan Desa bertemu bersama untuk mencek, memvalidasi, memverifikasi, dan mengoreksi kesalahan pengisian data 15. Memantau, memberikan penjelasan dan motivasi, serta mengatasi masalah yang ditemui di lapangan



110



16. Melakukan pengecekan terhadap seluruh hasil isian aplikasi kuesioner yang dihasilkan seluruh pendata, sampai seluruh seluruh keluarga dan warga terdata, seluruh Rukun Tetangga terdata, dan data desa terisi 17. Kepala desa melakukan pertemuan di desa untuk menetapkan data hasil SDGs Desa melalui Surat Keputusan Kepala Desa tentang Penetapan Data SDGs Desa. Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan dan analisis data dilakukan secara elektronik oleh Sistem Informasi Desa yang dikembangkan oleh Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi. Hasil pengolahan dan data SDGs Desa dapat dilihat oleh pemerintah desa secara detil, dan rekapnya dapat dilihat oleh pemerintah daerah pada level kecamatan, kabupaten/kota, dan provinsi, serta masyarakat pada umumnya. Rekomendasi Pembangunan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat Pengolahan lebih lanjut dalam Sistem Informasi Desa menghasilkan rekomendasi perbaikan pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat dalam rangka mencapai tujuan-tujuan dalam SDGs Desa. Pendanaan Sesuai dengan Permendesa Nomor 21/2020, seluruh proses pendataan SDGs Desa didanai oleh Dana Desa, dan dapat diperluas dengan sumber-sumber pendanaan yang sah. Jika saat ini menggunakan komputer, silakan klik tautan pengunduhan aplikasi mobile android untuk melakukan penginputan data SDGs Desa



111



Bahan Bacaan SPB 2.3 PANDUAN FASILITASI PEMETAAN SOSIAL DALAM RANGKA PENGKAJIAN KEADAAN DESA I.



PENDAHULUAN Sebagaimana diatur didalam Permendes PDTT No. 21 Tahun 2020, tentang Pembangunan Desa Dan Pemberdayaan Masyarakat Desa, disebutkan bahwa; “Pembangunan Desa adalah upaya peningkatan kualitas hidup dan kehidupan untuk sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat Desa. Pembanguna dan Pemberdayaan Masyarakat Desa dilaukan dengan melibatkan seluruh unsur masyarakat desa secara partispasi dan inklusi”. Ketentuan ini sangat prinsip dalam pelaksanaan Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa. Pasal 23, ayat 1, 2 dan 3 dari Permendes PDTT No 21 tahun 2020, menyebutkan: Pelibatan masyarakat Desa dalam Perencanaan Pembangunan Desa paling sedikit berupa; pengajuan usulan program dan/atau kegiatan. Usulan program dan/atau kegiatan disusun berdasarkan data dan informasi yang tertuang dalam Sistem Informasi Desa. Usulan progam dan/atau kegiatan dirumuskan secara partisipatif dan inklusif dengan melibatkan semua warga Desa melalui kelompok diskusi terpumpun dan/atau rembuk warga di tingkat kelompok masyarakat, rukun tetangga/rukun warga, dusun dan Desa. Usulan progam dan/atau kegiatan dapat disampaikan kepada BPD dan/atau kepala Desa. Usulan program dan/atau kegiatan dapat diusulkan secara perseorangan dan/atau kelompok. Untuk itu perlu disusun panduan fasilitasi diskusi kelompok terfokus atau diskusi kelompok terpumpun, dalam rangka pelibatan masyarakat dalam perencanaan pembangunan desa. Panduan ini akan membantu Pendamping Desa dan Pendamping Lokal Desa dalam membantu Tim Penyusun RPJMDes dan RKPDes dalam menfasilitasi peroses perencanaan desa yang melibatkan mayarakat secara langsung.



II.



TUJUAN Secara umum, tujuan utama Pemetaan Sosial dalam rangka Pengakajian Keadaan Desa adalah untuk memfasilitasi masyarakat desa dalam memahami keadaan dan lingkungannya, khusunya yang terkait dengan SDGs Desa. 112



Tujuan Khusus ➢ Memfasilitasi masyarakat untuk mengidentifikasi dan mengkaji masalahmasalah yang dirasakan mengganggu kesejahteraan hidup mereka, serta MENGAPA masalah-masalah itu terjadi. Kajian ini diharapkan menjadi bahan untuk menyusun Rencana Kegiatan tingkat desa yang benar-benar akan menjawab kebutuhan nyata masyarakat desa. ➢ Memfasilitasi masyarakat untuk mengidentifikasi dan mengkaji potensi yang mereka miliki, atau untuk menjawab BAGAIMANA cara-cara masyarakat sendiri mengatasinya, berdasarkan sumber daya yang ada. Kajian ini dilakukan agar penyusunan Rencana Kegiatan itu lebih banyak mengutamakan kemampuan swadaya masyarakat daripada ‘bantuan orang lain’. III.



PERSIAPAN Agar prosess fasilitasi Pemetaan Sosial berjalan maksimal, maka PD-PLD atau Pemandu Proses Pemetaan, perlu melakukan persiapan sebagai berikut: 1. Pastikan Data SDGs Desa sudah diperoleh dari Sistim Informasi Desa (SID). Data SDGs Desa yang sudah dimuat di Sistim Informasi Desa harus sudah dimilikioleh Tim Pemandu sebelum pelaksanaan diskusi dilakukan. 2. Tentukan sasaran kelompok diskusi terarah/diskusi terpumpun yang akan difasilitasi. Penentuan kelompok sasaran didasarkan pada: jumlah dusun yang ada, jumlah kelompok kepentingan (kelompok tani, nelayan, perempuan, keluarga miskin, dll) 3. Bentuk Tim Pemandu/Fasilitator yang akan menfasilitasi diskusi. Tim Pemandu, sekurang-kurangnya berjumlah 3 orang, dengan fungsi masing-masing: Pemandu Diskusi, Pencatat Diskusi, Pengamat Diskusi. 4. Tentukan metode dan alat kajian yang akan digunakan. Alat kaji/metode yang akan digunakan adalah: Pemetaan social/sketsa desa, kajian pohon masalah, diagram kelembagaan, dan kalender musim. 5. Tentukan jadwal pelaksanaan. Sepakati jadwal pelaksanaan diskusi dimasing-masing dusun dan kelompok. Kemudian laporkan jadwal tesebut kepada kepala desa untuk mendapatkan dukungan. 6. Beri pembekalan kepada Tim Pemandu 113



Pembekalan perlu diberikan kepada Tim Pemandu diskusi, agar mereka memahami penggunaan tools/alat kaji yang akan digunakan. 7. Kunjungan persipan ke kelompok yang akan menjadi sasaran pengkajian keadaan desa. Lakukan kunjungan persiapan untuk memasitikan kesiapan peserta dimasing-masing lokasi dusun dan kelompok kepentingan. 8. Siapkan alat yang dibutuhkan dalam pemetaan social/pengakjian keadaan desa. Siapkan alat bantu fasiliasi diskusi berupa: spidol besar warna-warni, kertas pelano secukupnya, alat perekam, dan buku notulen. 9. Laporkan rencana kegiatan Pemetaan Sosial tersebut kepada Kepala Desa. PD-PLD dan Tim Pemandu perlu menyampikan laporan persiapan dan rencana pelaksanaan diskusi terpumpun/terarah kepada Kepala Desa agar mendapatkan dukungan.



IV.



WAKTU PELAKSANAAN Waktu Pelaksanaan setelah pendataan SDGs Desa, dan setelah Pembentukan Tim Penyusun RPJMDes.



V.



PELAKSANAAN Pelaksanaan Pemetaan Sosial melalui diskusi terpumpun dilaksanakan berdasarkan jadwal yang sudah disepakati. Langkah-langkah fasilitasi diskusi, dimulai dari penggunaan alat kaji sketsa desa/peta social desa, kemudian lengkapi dengan kajian masalah/pohon masalah, kalender musim, dan diagram kelembagaan. Langkah-langkah fasilitasi diskusi terpumpun untuk pemetaan social atau pengkajian keadaad desa, sebagai berikut: 1. Penggunaan alat kaji Sketsa Desa/Peta social Desa Pemetaan adlah teknik PRA yang digunakan untuk memfasilitasi diskusi mengenai keadaan wilayah desa tersebut beserta lingkungannya. Keadaankeadaan itu digambarkan ke dalam PETA atau sketsa desa. Ada yang menggambarkan keadaan sumber daya umum desa dan ada peta dengan tema tertentu yang menggambarkan hal-hal yang sesuai dengan ruang lingkup tema tersebut (misalnya, peta desa yang menggambarkan jenis-jenis



114



tanah, peta sumber daya pertanian, peta penyebaran penduduk peta pola pemukiman dan sebagainya). Langkah-langkah Fasilitasi: 1) Buka acara diskusi dan sampaikan tujuan pertemuan. 2) Sampaikan masalah yang terkait dengan18 SDGes Desa. 3) Tanyakan ke Pserta diskusi, apakah mereka sudah mengetahui data tersebut? 4) Pilih isu/masalah yang akan dibahas terlebih dahulu, khusunya yang terkait dengan kondisi lingkungan desa dan sumberdaya alam yang tersedia. 5) Pilihlah salah satu peserta yang paling mengetahui tentang batas-batas wilayah Desa/ Dusun 6) Ajaklah untuk membuat batas Desa / Dusun pada media yang tersedia 7) Sepakati bersama simbol/legenda dan tulis/gambar pada pojok kiri bawah sketsa desa 8) Ajaklah peserta untuk menggambar simbol yang disepakati dalam sketsa yang telah dibuat 9) Ajaklah peserta untuk meneliti kembali sketsa desa yang telah dibuat 10) Ajaklah Peserta untuk melakukan perbaikan kalau memang diperlukan. 11)Setelah gambar sketsa desa selesai, tanyakan ke peserta, apakah ada masalah terkait dengan; lingkungan, akses ke pelayanan public dan layan ekonomi? (guakan alat kaji Pohon Masalah untuk mendalami antara masalah utama dan penyebab masalah) 12)Jelaskan ke Peserta diskusi apa yang dimaksud masalah, dan apa yang dimaksud potensi. 13)Catat seluruh masalah-masalah yang disampaikan oleh peserta diskusi ke kertas meta plan. Satu masalah satu kertas metaplan. 14)Kelompokkan masalah yang sama, atau hampir sama, atau memiliki rumpun penyebab yang sama. 15)Tempelkan masalah-masalah yang sudah ditulis di metaplan di papan tulis, atau kertas plano yang sudah disiapkan. 16)Setelah masalah-masalah teridentifikasi, tanyakan ke peserta diskusi, kegiatan apa yang dapat dilakukan dalam mengatasi masalahmasalah tersebut ? 17)Apa potensi yang dimiliki (sumberdaya alam dan manusia) dalam mengatasi masalah-masalah tersebut? 2. Penggunaan alat kaji Kajian Pohon Masalah 115



Analisan pohon masalah adalah salah satu medote dan teknik PRA untuk menelusuri “penyebab masalah”, dengan melihat sebab akibat. Metode ini cukup fleksibel. Melalui metode ini, orang yang terlibat dalam memecahkan satu masalah dapat melihat penyebab yang sebenarnya, yang mungkin belum bisa dilihat kalau masalah hanya dilihat secara sepintas. Metode Analisa Pohon Masalah harus melibatkan orang setempat yang tahu dan meraskan secara mendalam masalah yang ada.



Langkah-langkah Fasilitasi: 1) Diskusikan bersama masyarakat, masalah apa yang ingin diselesaikan. Tentutakan masalah utama, yang menurut masyarakat perlu diselesaikan. Masalah dapat diambil dari 18 Tujuan SDGs Desa. 2) Tulisan masalah utama yang mau diatasi ditulis di kartu metaplan, lalu di tempel di lantai atau dinding sebagai ‘batang’ pohon. 3) Mulai dari batang, diskusikan mengenai penyebab-penyebab. 4) Dari setiap penyebab yang muncul, tanyakan lagi ‘kenapa begitu?, ‘apa penyebabnya?’ Untuk mempermudah cara pikir, dan mengecek bahwa tidak ada yang dilupa, menganggap bahwa setiap masalah adalah akibat 5) Dari kondisi lain – Tanyalah ‘Kondisi ini adalah akibat dari apa?’ 6) Akar dibahas sampai mendalam sehingga akhirnya masalah terakhir dalam satu akar akan dibalik dan menjadi kegiatan atau rencana tindak lanjut 7) Langkah –langkah ini pada akhirnya memunculkan satu gambar yang lengkap dan terinci - dengan akar yang diwakili oleh penyebab masalah, dan akibat dari masalah tersebut. 8) Setelah gambar selesai, tanyakan cara yang terbaik untuk mengatasi masalah-masalah yang muncul. 9) Kalau sudah lengkap, ajaklah masyarakat (tanpa terkecuali) untuk melihat secara keseluruhan masalah-masalah akar dari masalah utama. 10)Juga mintalah komentar, apakah ada penyebab yang muncul beberapa kali walaupun dalam ‘akar’ lain? 11)Dari semua informasi yang muncul, diperlihatkan apa yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah akar sehingga akibat diatas tidak terjadi. 12)Jika akibat diatas masih terjadi, berarti masih ada masalah yang perlu diatasi.



116



13)Sehubungan dengan keterbatasan-keterbatasan, lebih baik kalau selesai gambar Pohon Masalah, masalah-masalah yang muncul diprioritaskan supaya yang paling penting dapat diatasi lebih dahulu. 14)Tim yang bertugas sebagai pencatat proses, bertugas mendokumentasi semua hasil diskusi. 3. Penggunaan alat kaji Kalender Musim Langkah-langkah Fasilitasi: 1) Ajaklah masyarakat untuk menggambar sebuah kalender dengan 12 bulan (atau 18 bulan) sesuai kebutuhan. 2) Diskusikan secara umum tentang jenis-jenis kegiatan serta keadaan apa yang paling sering terjadi pada bulan-bulan tertentu dan apakah kegiatan itu selalu terulang dari tahun ke tahun. 3) Sepakati bersama masyarakat tentang symbol-simbol. 4) Ajaklah masyarakat menggambarkan kegiatan-kegiatan utama serta keadaan-keadaan kritis yang berakibat besar bagi masyarakat dalam kalender. 5) Diskusikan lebih lanjut (lebih mendalam) bersama masyarakat tentang keadaan, masalah-masalah, sebabnya serta akibatnya. 6) Sesuaikan gambaran dengan hasil diskusi. 7) Ajaklah masyarakat untuk menyimpulkan apa yang dibahas dalam diskusi. 8) Ingat: Tugas pencatat proses



4. Penggunaan alat kaji Diagram Kelembagaan Diagram Kelembagaan atau Diagram Venn merupakan teknik yang bermanfaat untuk melihat hubungan masyarakat dengan berbagai lembaga yang terdapat di desa (dan lingkungannya). Diagram venn : alat untuk memfasilitasi diskusi masyarakat untuk mengidentifikasi pihak-pihak yang berada di desa, serta menganalisa dan mengkaji perannya, kepentingannya untuk masyarakat dan manfaat untuk masyarakat. Lembaga yang dikaji meliputi lembaga-lembaga lokal, lembaga-lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga swasta (termasuk Lembaga Swadaya Masyarakat). 117



Diagram Venn bisa sangat umum atau topikal; mengenai lembaga-lembaga tertentu saja, misalnya yang kegiatannya berhubungan dengan agama, penyuluhan pertanian saja, kesehatan saja atau pengairan saja. Langkah-langkah Fasilitasi: 1) Jelaskan maksud, tujuan dan proses kajian kelembagaan desa. 2) Diskusikan mengenai jenis-jenis lembaga yang berhubungan dengan desa lagsung, baik itu berada di dalam maupun di luar desa (biasanya sampai tingkat kecamatan). 3) Mintalah masyarakat untuk membuat daftar nama-nama lembaga tersebut di atas kertas besar. 4) Fasilitasi masyarakat untuk mendiskusikan kegiatan atau program yang telah dikembangkan oleh masing-masing lembaga, juga mengenai anggota dan pengurusnya. 5) Pemandu kemudian menjelaskan cara membuat bagan. Fasilitasi masyarakat agar mengemukakan saran tentang cara membuat bagan yang lebih mudah bagi mereka. Sepakati mengenai: ➢ Symbol-simbol yang akan dipergunakan (biasanya symbol yang digunakan adalah besar kecilnya lingkaran) ➢ Pengertian dan kriteria ‘penting’ atau ‘bermanfaat’nya suatu lembaga ➢ Pengertian dan kriteria ‘kedekatan’ lembaga 6) Sepakatilah mengenai simbol-simbol yang dipergunakan, misalnya: ➢ besarnya lingkaran: menunjukkan pentingnya lembaga-lembaga tersebut menurut pemahaman masyarakat. Semakin penting suatu lembaga maka semakin besar lingkaran ➢ Jarak dari tingkatan masyarakat: menunjukkan pengaruh (hubungan kedekatan pelayanan) lembaga tersebut menurut pemahaman masyarakat. Semakin dekat dengan lingkaran masyarakat maka lembaga tersebut semakin berpengaruh. 7) Pemandu selanjutnya meminta salah seorang peserta diskusi untuk memilih besarnya lingkaran sebagai symbol lembaga tertentu yang telah didiskusikan dan dinilai menafaat kegiatannya bagi masyarakat. Fasilitasi masyarakat agar penilaian mereka berdasarkan persetujuan bersama bukan pendapat perorangan. 8) Setelah ukuran-ukuran lingkaran lembaga semua disepakati, langkah selanjutnya adalah menentukan jarak penempatan lingkaran-lingkaran lembaga tadi dari lingkaran masyarakat. Cara penempatan lingkaran jangan permanen dahulu (bisa dengan selotip kecil), agar masih bisa dipindahkan bila terjadi koreksi.



118



9) Setelah seluruh symbol telah dipilih dan ditempatkan, selanjtnya dilakukan pemeriksaan kembali ketepatan informasi dari hasil yang diperoleh. Setelah dianggap baik, barulah lingkaran-llingkaran tersebut dilekatkan secara permanen (dilem). 10) Diskusikan dan bahas lebih lanjut bagan tersebut, terutama tentang masalah dan potensi kelembagaan, serta kegiatan dan pola hubungan yang diharapkan masyarakat. 11) Catatlah proses, pendapat, penilaian dan seluruh informasi selama kegiatan pembuatan Bagan Hubungan Kelembagaan ini (oleh Tim PRA yang bertugas sebagai pencatat). 12) Cantumkan nama-nama atau jumlah peserta, nama pemandu, tanggal dan tempat pelaksanaan kegiatan.



119



Bahan Bacaan SPB. 2.3



PARTISIPATORY RURAL APPRAISAL (PRA) A. Pengertian PRA Jika istilah “Participatory Rural Appraisal” (PRA) diterjemahkan secara harfiah atau kata per kata, maka artinya adalah “Penilaian/Pengkajian/Penelitian (Keadaan) Desa secara Partisipatif”. Dengan demikian, metode PRA artinya adalah cara yang digunakan dalam melakukan kajian untuk memahami keadaan atau kondisi desa dengan melibatkan partisipasi masyarakat. PRA = Partcipatory Rural Appraisal, atau Pengakjian (keadaan) Desa secara Partisipatif PRA memang dimaksudkan untuk mengembangkan “partisipasi” masyarakat (diterjemahkan sebagai “keikutsertaan” masyarakat). Pertanyaan yang muncul adalah: siapa yang ikut serta dalam kegiatannya siapa? Dengan cita-cita dasar bahwa kegiatan pembangunan pada akhirnya dikembangkan dan dimiliki sendiri oleh masyarakat, hal ini berarti yang ikut serta adalah “orang luar”, yakni para petugas lembaga-lembaga pembangunan masyarakat pada kegiatan masyarakat. Bukan sebaliknya, masyarakatlah yang ikut serta pada kegiatan “orang luar”. Artinya, program bukan dirancang oleh orang luar kemudian masyarakat diminta ikut melaksanakan, tetapi program dirancang oleh masyarakat dnegan difasilitasi oleh orang luar. Dengan pemikiran ini, aktivis pembangunan selalu menempatkan masyarakat sebagai pelaku utama pembangunan. Metode dan teknik-teknik PRA tidak hanya sesuai untuk diterapkan di daerah rural/desa, tetapi juga di daerah kota atau daerah pertemuan antara desa dan kota. Dengan demikian, akan lebih tepat apabila PRA mencantumkan ‘kajian masyarakat’ daripada ‘kajian desa’. Selanjutnya, PRA menganduk aspek “appraisal” atau “peneltian”. Metode PRA memang mengembangkan teknik-teknik kajian keadaan masyarakat, tetapi metode PRA sendiri bukanlah metode penelitian yang menekankan pada penggunaan teknik-teknik PRA untuk pengumpulan data. Metode PRA merupakan metode pembelajaran masyarakat. Teknik-teknik kajian keadaan masyarakat tersebut hanyalah sebagai alat pada proses belajar dengan masyarakat. Proses belajar itu sendiri tidak berhenti pada saat kegiatan pengkajian keadaan saja, tetapi juga pada saat’orang luar’ menjalankan program bersama masyarakat. Karena, justru tujuan praktis kegiatan pengkajian dengan menggunakan teknik-teknik PRA itu adalah untuk pengembangan program. Di Indonesia, belum ada kesepakatan tentang istilah dan cakupan yang tepat untuk pendekatan PRA ini. Namun berdasarkan pengalaman selama ini, penerapan PRA memiliki komitmen dasar untuk digabungkan ke dalam upaya pengembangan program. Kegiatan PRA bukanlah pelibatan masyarakat dalam sebuah “paket” penerapan PRA, melainkan dalam sebuah proses berkesinambungan selama berkegiatan bersama, antara penyelenggara program dan masyarakat. Karena itu, PRA dapat dipahami 120



sebagai: “pendekatan dan teknik-teknik pelibatan masyarakat dalam proses-proses pemikiran yang berlangsung selama kegiatan-kegiatan perencanaan dan pelaksanaan, serta pemantauan dan evaluasi program pembangunan masyarakat.” Robert Chambers sebagai orang yang mengembangkan Metode PRA, menyatakan bahwa metode dan tenik yang digambarkan sebagai PRA berkembang sangat pesat sehingga tidak ada gunanya untuk memberikan definisi final. PRA merupakan metode dan pendekatan pembelajaran mengenai kondisi dan kehidupan pedesaan dari, dengan, oleh masyarakat pedesaan sendiri. Dengan catatan: • Pengertian belajar ini meluas, meliputi kegiatan menganalisis, merencanakan dan bertindak. • PRA lebih cocok disebut metode-metode atau pendekatan-pendekatan (jamak) daripada metode atau pendekatan (tunggal). • PRA memiliki metode-metode dan teknik-teknik yang bisa kita pilih. Sifatnya selalu terbuka untuk menerima cara-cara dan metode baru yang dianggap cocok. Dengan demikian definisi PRA: “Sekumpulan pendekatan dan metode yang mendorong masyarakat pedesaan untuk turut serta meningkatkan dan menganalisis pengetahuan mereka mengenai hidup dan kondisi mereka sendiri, agar mereka dapat membuat rencana dan tindakan.” 1. Munculnya Pemikiran Tentang Pendekatan Partisipatif Kritik dan alasan-alasan seperti itulah yang melahirkan beragam pemikiran tentang pendekatan pembangunan program yang lebih partisipatif. Istilah-istilah seperti “partisipatif masyarakat” dan “bottom-up planning” (perencanaan dari bawah atau dari masyarakat), pada saat ini sudah menjadi bagian yang lumrah dalam istilah para aktivis pembangunan masyarakat, baik di kalangan lembaga-lembaga swasta maupun di kalangan pemerintah. Apabila dapat dilibatkan secara berarti dalam keseluruhan proses program, selain program itu menjadi lebih sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan rasa kepemilikan warga masyarakat terhadap program lebih tinggi, juga keterampilan-keterampilan analisis dan perencanaan tadi dipindahkan kepada masyarakat. Dengan demikian, di masa yang akan dating ketergantungan pada pihak “luar” dalam pengambilan prakarsa dan perumusan program secara bertahap akan bisa dikurangi. 2. PRA sebagai Pendekatan Alternatif Tantangan yang kemudian dihadapi lembaga-lembaga ini adalah menemukan cara untuk mewujudkan pendekatan yang partisipatif secara praktis di lapangan. Pilihan (alternative)yang kemudian dianggap layak dicoba adalah seperangkat metode dan teknik yang dikenal dengan “Participatory Rural Appraisal” atau “PRA”. Pendekatan ini dianggap baik karena didasarkan prinsip-prinsip untuk mewujudkan partisipasi masyarakat, sekaligus memiliki teknik-teknik terapannya. Dengan demikian, secara besar latar belakang pengembangan metode PRA adalah:



121



a. Kebutuhan adanya metode kajian keadaan masyrakat yang ‘mudah’ dilakukan untuk pengembangan program yang benar-benar menjawab kebutuhan masyarakat setempat. Seperti yang telah dijelaskan, “PRA” mencakup aspek ‘penelitian’, namun tekanan aspek ini bukan pada ‘validitas ilmiah’ (kebenaran ilmu) dari data yang diperoleh, namun lebih pada penerapan prinsip pembelajaran masyarakat dan pada nilai praktis pengembangan program masyarakat yang berasal dari masyarakat. “PRA” merancang proses dan visualisasi (alat peraga atau gambar) yang mudah ditangkap dan dapat dilaksanakan di tingkat desa dengan sarana seadanya, dengan, harapan petani dapat memahami dan pada akhirnya data melakukan sendiri dengan peran “orang luar” yang minimal. Dari kacamata para akademisi, pendekatan penyederhanaan dan adaptasi teknik tersebut sering dikritik, karena dianggap mengabaikan ketepatan data dan ketajaman analisa. Namun hal ini diimbangi dengan kekayaan informasi yang sangat local, seperti pandangan dan pengetahuan tradisional para petani sendiri. b. Kebutuhan adanya pendekatan program pembangunan yang bersifat kemanusiaan dan berkelanjutan. “PRA” adalah salah satu metode pendekatan yang tekanannya pada keterlibatan masyarakat dalam keseluruhan kegiatan pengembangan program pembangunan. Pendekatan PRA memang bercita-cita menjadikan warga masyarakat sebagai PELAKU AKTIF (SUBYEK) PEMBANGUNAN, yaitu sebagai “peneliti”, perencana, dan pelaksana program pembangunannya sendiri. Dengan pelibatan tersebut, diharapkan agar tercapai PEMBERDAYAAN MASYARAKAT atau penguatan kemampuan masyarakat yang merupakan cita-cita dan misi utama metode PRA. Salah satu dari penguatan kemampuan itu adalah mendorong agar warga masyarakat mengembangkan alternative (pilihan) pemecahan masalah, bukan hanya sekedar “konsumen” pemecahan masalah (teknologi) yang dikembangkan di lembaga-lembaga riset dan diterapkan kepada mereka oleh lembaga program. Dengan demikian, pembangunan akan bersifat berkelanjutan karena memperhatikan pembangunan manusia dan pengembangan teknologi sederhana (tepat guna), bukan hanya pembangunan fisik serta modernisasi berupa teknologi mutakhir yang dikuasai oleh segelintir orang berpendidikan tinggi, sedang masyarakat banyak semakin tersisih. B. Prinsip-prinsip PRA Salah satu masalah dengan penanaman atau istilah PRA adalah adanya anggapan bahwa PRA hanya sekedar metode ‘pengkajian’ atau metode ‘penelitian’ (oleh) masyarakat. Sejumlah prinsip-prinsip dasar Metode PRA yang akan diuraikan di bawah ini, memperlihatkan adanya nilai-nilai atau keyakinan dalam PRA karena bukan hanya sekedar pengkajian atau penggalian informasi saja. 122



1. Prinsip Mengutamakan Yang Terabaikan (Keberpihakan) Sering terjadi dalam masyarakat, sebagian besar lapisan masyarakat tetap berada di pinggir arus pembangunan yang berjalan cepat. Karena itu, prinsip paling pertama metode PRA ialah mengutamakan masyarakat yang terabaikan tersebut agar memperoleh kesepakatan untuk memiliki peran dan mendapat manfaat dalam kegiatan program pembangunan. Keberpihakan terhadap golongan masyarakat yang terabaikan ini bukan berarti bahwa golongan masyarakat lainnya (elite masyarakat) perlu mendapat giliran untuk diabaikan atau tidak diiukutsertakan. Keberpihakan ini lebih pada upaya untuk mencapai keseimbangan perlakuan terhadap berbagai golongan yang terdapat di suatu masyarakat, dengan mengutamakan golongan paling miskin agar kehidupannya meningkat. 2. Prinsip Pemberdayaan (Penguatan) Masyarakat Pendekatan PRA bermuatan peningkatan kemampuan masyarakat. Kemampuan itu ditingkatkan di dalam proses pengkajian keadaaan, pengambilan keputusan dan penentuan kebijakan, sampai pada pemberian penilaian dan koreksi terhadap kegiatan yang berlangsung. Dengan kata lain, masyarakat memiliki akses (peluang/kesempatan) dan control (kemampuan memberikan keputusan dan memilih) terhdapa berbagai keadaaan yang terjadi di seputar kehidupannya. Dnegan demikian mereka bisa mengurangi ketergantungan terhadap bantuan ‘orang luar’, terutama bila bantuan itu bersifat merugikan (melemahkan posisi masyarakat/petani). 3. Prinsip Masyarakat Sebagai Pelaku, Orang Luar Sebagai Fasilitator Metode PRA menempatkan masyarakat sebagai pusat dari kegiatan pembangunan. Orang luar harus menyadari perannya sebagai “fasilitator” dan bukannya “guru”, “penyuluh” atau bahkan “instruktur”. Hal seperti ini mudah untuk diucapkan, tetapi tidak mudah untuk dilakukan karena adanya anggapan bahwa masyarakat miskin itu bodoh. Bahkan terdapat anggapan bahwa kemiskinan itu disebabkan oleh kebodohan. Untuk itu, perlu sikap rendah hati serta kesediaan untuk belajar dari masyarakat dan menempatkan warga masyarakat sebagai narasumber utama dalam memahami keadaan masyarakat itu. Kalaupun pada awalnya peran ‘orang luar’ lebih besar, harus diusahakan agar secara bertahap peran itu bisa berkurang dengan mengalihkan prakarsa kegiatan-kegiatan PRA pada warga masyarakat itu sendiri. 4. Prinsip Saling Belajar dan Menghargai Perbedaan



123



Salah satu prinsip dasar adalah pengakuan akan pengalaman dan pengetahuan tradisional masyarakat. Hal ini bukanlah berarti bahwa masyarakat selamanya benar dan harus dibiarkan tidak berubah. Kenyataan memperlihatkan bahwa dalam banyak hal perkembangan pengalaman dan pengetahuan tradisional masyarakat tidak sempat mengejar perubahan-perubahan yang terjadi dan tidak lagi dapat memecahkan masalah-masalah yang berkembang. Namun, sebaliknya telah terbukti pula bahwa pengetahuan “modern” yang diperkenalkan oleh “orang luar” tidak juga memecahkan masalah mereka karena tidak cocok. Bahkan dalam banyak kasus, malah menciptakan masalah yang lebih besar lagi. Karenanya harus dilihat bahwa pengalaman dan pengetahuan masyarakat dan pengetahuan orang luar saling melengkapi dan sama bernilainya, dan bahwa proses “PRA” adalah ajang komunikasi antara kedua sistem pengetahuan itu untuk melahirkan sesuatu yang lebih baik. 5. Prinsip Santai dan Informal Kegiatan PRA diselenggarakan dalam suasana yang bersifat luwes, terbuka, tidak memaksa, dan informal. Situasi yang santai ini akan menimbulkan hubungan akrab, karena orang luar akan berproses masuk sebagai anggota masyarakat, bukan sebagai ‘tamu asing’ yang oleh masyarakat harus disambut dengan segala protocol. Terkadang menjadi tradisi bagi masyarakat desa untuk menerima kedatangan orang di luar komunitasnya dengan semacam penyambutan, seperti berkumpulnya para tokoh adat dan pemerintah desa, jamuan dan tarian adat. Barangkali suasana santai dan informal ini lebih cocok disebutkan sebagai salah satu tip untuk pemandu, tetapi hal ini menjadi prinsipil karena sering dilanggar. Penerapan PRA diharapkan untuk sama sekali tidak mengganggu kegiatan sehari-hari masyarakat. Orang luar harus memperhatikan jadwal kegiatan masyarakat bukan sebaliknya masyarakat diharuskan mengikuti jadwal orang luar dalam kegiatan PRA yang terpatok waktu. 6. Prinsip Triangulasi Salah satu kegiatan PRA adalah usaha mengumpulkan dan menganalisis data secara sistematis bersama masyarakat. Usaha itu akan memanfaatkan berbagai sumber informasi yang ada. Namun kita tahu, tidak semua sumber informasi itu senantiasa bisa dipercaya ketepatannya. Untuk mendapatkan informasi yang kedalamannya bisa diandalkan kita bisa menggunakan triangulasi yang merupakan bentuk “pemeriksaan dan pemeriksaan ulang” (“check and re-check”) informasi. Triangulasi dilakukan antara lain melalui penganekaragaman keanggotaan tim (keragaman disiplin ilmu atau pengalaman), penganekaragaman sumber



124



informasi (keragaman latar belakang golongan masyarakat, keragaman tempat, jenis kelamin), dan variasi teknik. Keragaman Teknik PRA Setiap teknik PRA mempunyai kelebihan dan kekurangan. Tidak semua informasi yang diperlukan dapat diperoleh, dibahas, dan dimanfaatkan dengan satu atau dua teknik saja. Karenanya, bersama masyarakat kita harus bisa melihat bagaimana teknik-teknik “PRA” dapat saling melengkapi, sesuai dengan proses belajar yang diinginkan dan cakupan informasi yang dibutuhkan dalam kegiatan pengembangan program. Keragaman Sumber Informasi Masyarakat selalu memiliki bentuk hubungan yang kompleks (rumit) dan memliki berbagai kepentingan yang sering berbeda bahkan bertentangan. Informasi yang berasal dari sumber tunggal atau terbatas tidak jarang diwarnai oleh kepentingan prubadi atau kepentingan kelompok tertentu. Karena itu, sangat perlu mengkaji silang informasi dari sumber informasi yang berbeda asalkan relevan atau berhubungan. Informasi dari kelompok elit masyarakat perlu dikaji silang dengan informasi dan masyarakat biasa, demikian juga informasi dari kelompok laki-laki dikaji silang dengan pendapat perempuan, juga informasi dari sumber lainnya saling dikaji silang, seperti dari kelompok kaya dan miskin, kelompok muda dan tua, dan sebagainya. Keragaman Latar Belakang Tim Pemandu/Tim PRA Pelaksanaan kajian dengan teknik-teknik PRA bisa dilakukan oleh perorangan (missal oleh petugas lapangan dalam menjalankan kegiatannya) maupun secara khusus oleh sebuah Tim yang terdiri dari sejumlah orang (misal dalam kegiatan kajian keadaan yang cukup luas untuk perencanaan kegiatan atau evaluasi kegiatan yang sudah berlangsung sekian lama). Dalam hal penerapan PRA dengan tim semacam ini dianjurkan keberagaman latarbelakang tim, baik itu dari segi pendidikan, pengalaman, keterampilan, dan jenis kelamin. Keikutsertaan masyarakat di dalam tim inti PRA memerlukan pertimbangan tersendiri. Persoalannya adalah mereka memiliki budaya dan bahasa yang berbeda dengan anggota tim lain, yang selain orang luar juga biasanya berpendidikan lebih tinggi. Keuntungan menyertakan petani merupakan nilai yang tinggi, kegiatan ini juga akan menampilkan sisi pengamatan dari orang dalam bersikap sebagai orang luar (menjadi tim inti yang memfasilitasi kegiatan). 7. Prinsip Mengoptimalkan Hasil



125



Dalam upaya mengumpulkan informasi seringkali dilakukan pengumpulan informasi sebanyak-banyaknya dan ternyata banyak dari informasi tersebut yang tidak diperlukan atau tidak dipergunakan. Walaupun sudah banayak teknik PRA yang dipergunakan untuk mengkaji, tetapi tim pemandu seringkali merasa bahwa informasi yang terkumpul belum lengkap atau belum mendetail. Tim pemandu pada saat persiapan perlu merumuskan secara jelas jenis dan tingkat kedalaman informasi yang dibutuhkan. Hanya, jangan lupa bahwa kebutuhan informasi tim pemandu semestinya menyerap juga pendapat masyarakat tentang informasi-informasi yang menurut masyarakat itu lebih penting daripada yang dirumuskan oleh tim pemandu. Berikut ini adalah penjabaran dari prinsip mengoptimalkan atau memperoleh hasil informasi yang tepat guna menurut Metode PRA: a. Lebih baik kita ‘tidak tahu tentang apa yang tidak perlu kita ketahui’ (ketahui secukupnya saja) b. Lebih baik kita ‘tidak tahu apakah informasi itu bisa disebut benar seratus persen, tetapi diperkirakan bahwa informasi itu cenderung mendekati kebenaran’ (daripada kita tidak tahu sama sekali) 8. Prinsip Orientasi Praktis PRA berorientasi praktis, yakni pengembangan kegiatan. Untuk itu dibutuhkan informasi yang sesuai dan memadai, agar program yang dikembangkan bisa memecahkan masalah dan meningkatkan kehidupan masyarakat. Karena itu, PRA bukanlah kegiatan yang dilakukan demi PRA itu sendiri. PRA hanya sebagai alat atau metode yang dimanfaatkan untuk mengoptimalkan program-program yang dikembangkan bersama masyarakat. Penerapan metode PRA tidak hanya sekedar untuk menggali informasi dari masyarakat, tetapi menindaklanjutinya ke dalam kegiatan bersama. 9. Prinsip Keberlanjutan Dan Selang Waktu Kepentingan-kepentingan dan masalah-masalah masyarakat tidaklah tetap, tetapi berubah dan bergeser menurut waktu sesuai dnegan berbagai perubahan dan perkembangan baru dalam masyarakat itu sendiri. Karenanya, pemahaman masyarakat bukanlah suatu usaha yang sekali dilakukan kemudian selesai, namun merupakan kegiatan berlanjut. Metode PRA bukanlah ‘paket kegiatan PRA’ yang selesai setelah kegiatan penggalian informasi dianggap cukup, dan orag luar yang memfasilitasi kegiatan keluar dari desa. PRA merupakan metode yang harus dijiwai dan dihayati oleh lembaga dan para pelaksana di lapangan, agar program yang mereka kembangkan secara terus-menerus berlandaskan pada prinsip-prinsip dasar PRA yang mencoba menggerakkan potensi masyarakat. 126



10. Prinsip Belajar Dari Kesalahan Melakukan kesalahan dalam kegiatan PRA adalah sesuatu yang wajar. Yang terpenting bukanlah kesempurnaan dalam penerpannya, yang tentu sukar dicapai, melainkan penerapan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuan yang ada. Kemudian, kita belajar dari kekurangan-kekurangan/kesalahan yang terjadi, agar pada kegiatan berikutnya menjadi lebih baik. Satu hal yang paling penting diingat adalah bahwa kegiatan PRA bukanlah kegiatan “coba-coba” (‘trial and error’) yang tanpa perhitungan. Kita harus meminimalkan dan mengurangi kesalahan. 11. Prinsip Terbuka Prinsip ini menganggap PRA sebagai metode dan perangkat teknik yang belum selesai, sempurna, dan pasti k=benar. Diharapkan bahwa teknik-teknik itu senantiasa bisa dikembangkan sesuai dengan keadaan dan kebutuhan setempat. Sumbangan-sumbangan dari mereka yang lansung menerapkan dan menjalankannya di lapangan untuk memperbaiki konsep, pemikiran maupun merancang teknik-teknik baru, akan sangat berguna salam memperkaya metode ini.



C. Visi Dan Tujuan Metode PRA Pengertian ‘visi’ adalah ‘pandangan’ terhadap keadaan masyarakat atau kehidupan yang melahirkan keinginan mendalam (cita-cita) untuk melakukan sesuatu. Dengan memahami pengertian PRA serta prinsip-prinsip dasarnya, sebenarnya telah tergambarkan apa yang menjadi cita-cita berkembangnya metode PRA. Ketimpngan dalam masyarakat yang disebabkan oleh proses pembangunan masih sangat besarnya, cita-cita pendekatan PRA adalah perubahan sosial dan pemberdayaan (penguatan) masyarakat agar ketimpangan itu ditiadakan atau dikurangi. Kesejahteraan seharusnya dinikmati secara adil dan merata. Beberapa catatan penting mengenai hal ini adalah: 1. Pemberdayaan Masyarakat sebagai Perubahan Perilaku serta Perubahan Sosial Pemberdayaan masyarakat dilakukan untuk ‘merubah’ masyarakat agar menjadi lebih mampu untuk menganalisis keadaannya sendiri, kemudian memikirkan apa yang bisa dilakukan untuk memperbaiki keadaannya, serta mengembangkan potensi-potnsi dan keterampilan mereka untuk meningkatkan kehidupan. Dengan demikian, pemberdayaan masyarakat terjadi apabila perubahan perilaku masyarakat terjadi. Perubahan perilaku diharapkan oleh Metode PRA adalah perubahan perilaku yang membuat masyarakat kuat dan mandiri serta mengerti hak-hak dan kewajiban mereka. 127



2. Pendidikan Masyarakat sebagai Pendidikan Orang Dewasa Perubahan perilaku memerlukan pendidikan. Pengertian pendidikan di sini tidaklah sama dengan pendidikan formal di sekolah melainkan sebagai pembelajaran yang dilakukan oleh orang dewasa melalui kegiatan bersama. Sesuai dengan prinsip PRA, ‘orang luar’ tidak betindak sebagai ‘guru’ melainkan sebagai fasilitator belajar untuk saling berbagi pengetahuan dan pengalaman. Dengan demikian, Metode PRA dikembangkan dengan dua tujuan utama, yaitu: ➢ Tujuan Praktis (Tujuan Jangka Pendek) adalah menyelenggarakan kegiatan bersama masyarakat untuk mengupayakan pemenuhan kebutuhan praktis dan peningkatan kesejahteraan masyarakat, sekaligus sebagai sarana proses belajar tersebut. ➢ Tujuan Strategis (Tujuan Jangka Panjang) adalah membawa visi di atas yaitu mencapai Pemberdayaan Aasyarakat dan Perubahan Sosial melalui pengembangan masyarakat dengan menggunakan pendekatan pembelajaran.



D. Beberapa Tekni PRA



1. Teknik Pembuatan Peta Sosial Desa Salah satu sumber informasi dan bahan perencanaan pembangunan yang umum dikenal adalah peta. Hampir di setiap kantor lembaga pemerintah kita bisa menemukan peta-peta yang dipasang di dinding. Ada peta topografi (peta yang menggambarkan bentuk permukaan wilayah), peta geologi (peta yang menggambarkan susunan dan jenis batu-batuan), peta hidrologi (peta yang menggambarkan keadaan sumber-sumber dan aliran air), peta rencana kawasan, dan sebagainya. Ada pula peta-peta sosial misalnya yang menunjukkan penyebaran penduduk dari berbagai suku dan bahasa. Serta ada juga peta yang menunjukkan batas-batas daerah pemerintahan. Dalam penerangan PRA, peta lingkungan desa dibuat oleh masyarakat sendiri. Berikut ini akan diuraikan mengenai teknik pemetaan yang tidak bertujuan hanya sekedar membuat peta itu sendiri, melainkan juga untuk penyadaran masyarakat akan kondisi lingkungannya. a. Pengertian 128



➢ Pemetaan adlah teknik PRA yang digunakan untuk memfasilitasi diskusi mengenai keadaan wilayah desa tersebut beserta lingkungannya. ➢ Keadaan-keadaan itu digambarkan ke dalam peta atau sketsa desa. Ada peta yang menggambarkan keadaan sumber daya umum desa dan ada peta dengan tema tertentu yang menggambarkan hal-hal yang sesuai dengan ruang lingkup tema tersebut (misalnya, peta desa yang menggambarkan jenis-jenis tanah, peta sumber daya pertanian, peta penyebaran penduduk peta pola pemukiman dan sebagainya). b. Beberapa Cara Pemetaan 1) Pemetaan di atas tanah Pemetaan di atas tanah dapat dilakukan di halaman rumah atau lapangan yang memadai. Peralatan yang dipergunakan adalah peralatan sederhana, misalnya tongkat kayu untuk menggaris, batu-batuan, biji-bijian, rantingranting, daun-daunan, pasir atau kapur berwarna (bila ada). Bisa juga bahan-bahan lain yang tersedia untuk menandai bagian-bagian penting. Keunggulan pemetaan di atas tanah adalah cara ini dapat dilakukan oleh banyak orang secara cepat dan mudah. Kesalahan informasi mudah diperbaiki kembali dan lahan yang luas membuat informasi yang digambarkan lebih jelas dan mendetail. Juga cara ini disukai oleh masyarakat seta menimbulkan kegembiraan dan suasana santai. Hanya kelemahan cara ini adalah agak suliit memfasilitasi diskusi, apabila peserta diskusi terlalu ramai. Selain itu, hasilnya harus digambar kembali di atas kertas lebar untuk mendapatkan dokumentasinya. 2) Pemetaan di atas kertas Cara ini mirip dengan cara pemetaan di atas tanah, hanya saja dilakukan di atas kertas dengan menggunakan alat tulis. Mula-mula dilakukan penandaan dengan symbol-simbol seperti kacang-kacangan (biji-bijian), daun-daun kecil, kerikil, atau digambar dengan pinsil. Dengan demikian, mudah diperbaiki atau dihapus bila ada kesalahan. Selain itu tanda-tanda (symbol-simbo) tersebut diganti dengan menggunakan spidol bermacam warna agar menarik dan mudah dikenali. Bisa juga diganti dengan kertas warna-warni yang dibentuk menjadi berbagai symbol dan ditempelkan. Arti symbol-simbil informasi yang dicantumkan di atas peta, diberi keterangan di sudut kerja. 129



Keuntungan cara ini adalah hasil pemetaan dapat ditinggalkan di desa atau dibawa sebagai dokumentasi. Kelemahannya terletak pada luas kertas yang terbatas, sehingga menyulitkan dalam menggambarkan keterangan yang lebih rinci. Selain itu, partisipasi masyarakat tidak sebesar dengan pemetaan di atas atanah karena jumlah orang yang terlibat lebih sedIkit. 3) Pembuatan dalam bentuk model atau market Selain dalam bentuk gambar (dua dimensi), pemetaan dapat pula dibuat dengan model atau maket (dalam tiga dimensi). Pembuatan model merupakan pengembangan dari pemetaan di atas tanah, yang berbeda adalah bahwa dalam kegiatan ini symbol-simbol dibuat dalam bentukbentuk menyerupai sesungguhnya dalam ukuran kecil. Pembuatan model ini meliputi bentuk rumah-rumahan, bentuk balai desa, bentuk rumah ibadah, tiang-tiang listrik, sumber air, bentuk-bentuk manusia, ternak, dan sebagainya. Untuk itu masyarakat bersama-sama Tim PRA membuat berbagai model dengan menggunakan peralatan seperti: karton untuk membuat model bangunan, tanah liat/lilin mainan untuk membuat model manusia dan ternak, lidi dan benang untuk membuat model tiang listrik, dan sebagainya. Pembuatan model ini bisa juga menggunakan benda-benda dan bahan local yang tersedia di lokasi kegiatan, misalnya batu, ranting, daun, dan sebagainya. Keuntungan cara ini adalah bahwa model atau maket jauh lebih menarik dari segi penampilan. Juga diharapkan menimbulkan partisipasi peserta yang lebih baik karena kegiatan ini menyenangkan baik bagi masyarakat desa maupun bagi Tim PRA. Cara ini sangat baik untuk menarik minat masyarakat dan seringkali dianggap sebagai hiburan oleh masyarakat. Kekurangan cara pembuatan model atau maket ini adalah membutuhkan persiapan yang lebih lama untuk membuat model-modelnya, dan untuk membuatnya dibutuhkan keterampilan khusus. Apabila proses terlalu lama, masyarakat bisa juga menjadi bosan karena menghabiskan waktu mereka. c. Jenis Informsi Kajian Seperti yang telah dijelaskan, sebenarnya setiap teknik PRA bisa mengkaji jenis informasi apa saja. Secara garis besar jenis informasi yang biasa dikaji dengan pemetaan adalah: ➢ Peta Sumber Daya Desa (Umum)



130



Peta dibuat untuk melihat keadaan umum desa dan lingkungannya yang menyangkut sumberdaya dan sarana/prasarana yang ada di desa, keadaan fisik lingkungan desa seperti kondisi topografis (kemiringan lahan, padang, perbukitan, dsb), luas dan tata-letak lahan-lahan kebun, penyebaran daerah pemukiman, daerah berhutan, lahan-lahan kritis, mata air, sungai atau aliran air, koperasi, pasar, sekolah, Posyandu, Puskesmas, jalan raya, dan sebagainya. ➢ Peta Sumber Daya Alam Desa Peta ini dilakukan untuk mengenal dan mengamati secara lebih tajam mengenai potensi sumberdaya alam serta permasalahanpermasalahannya, terutama sumber daya pertanian. Yang diperhatikan dalam hal ini adalah kebun, sawah, hutan, sumber air pertanian, dan sumber daya pertanian lain. Seringkali, lokasi kebun dan lahan pertanian lainnya milik masyarakat berada di batas dan luar desa, sehingga peta sumber daya alam ini bisa sampai ke luar desa. ➢ Peta Khusus (Topikal) Peta dibuat untuk menggali aspek tertentu dalam sebuah wilayah seperti pertanian, kehutanan, peternakan, perikanan, ekonomi, keagamaan, kemasyarakatan, pendidikan, kesehatan (misalnya peta khusus penyebaran kebun dan lahan pertanian, peta khusus pemukiman dan penyebaran penduduk berdasarkan kelas-kelas sosial, pemetaan penyebaran penyakit tertentu, pemetaan rumah-rumah para ibu hamil/menyusui dan anak-anak balita dsb). Yang dikaji antara lain adalah berbagai sumber daya yang ada, berbagai masalah, serta harapanharapan masyarakat mengenai keadaan tersebut. Sumber Informasi • Untuk kegiatan pemetaan yang bertujuan menggali informasi yang bersifat umum, akan lebih baik bila dihadiri oleh anggota masyarakat dari berbagai lapisan: tua dan muda, laki-laki dan perempuan, kaya dan miskin, penguasa atau sekedar rakyat biasa. • Untuk kegiatan pemetaan yang topiknya tertentu atau spesifik, kadangkadang perlu sumber informasi tertentu yang dianggap memiliki pengetahuan tentang informasi yang bersangkutan. • Berbagai jenis peta di kantor desa yang telah ada, dapat dimanfaatkan sebagai Data Sekunder. d. Tujuan Kajian Pemetaan Desa 131



Memfasilitasi masyarakat untuk mengungkapkan keadaan desa dan lingkungannya sendiri seperti: • Lokasi sumber daya dan batas-batas suatu wilayah tertentu, misalnya dimana letak kawasan hutan, kebun-kebun, dan sebagainya • Keadaan jenis-jenis sumber daya yang ada di desa, baik masalah-masalah maupun potensi-potensinya. Memfasilitasi masyarakat untuk mengkaji perubahan-perubahan keadaaan yang terjadi dari sumber daya mereka, yaitu mengenai sebab-sebab dan akibat-akibat dari perubahan tersebut. e. Manfaat Kajian Pemetaan Desa Bagi ‘orang dalam’ (masyarakat):Masyarakat telah turun temurun hidup dan bekerja di wilayahnya, sehingga mereka jarang memikirkan kembali seluruh keadaan lingkungannya karena telah terlalu terbiasa. Dengan membuat peta, masyarakat mengambil ‘jarak’ dari lingkungannya. Mereka dapat merenungkan dan memikirkan kembali keadaan-keadaan yang dipetakan itu, serta merencanakan arah perubahan. Bagi ‘orang luar’: Pemetaan bermanfaat untuk mengetahui gambaran tentang keadaan wilayah, termasuk berbagai kejadian, masalah, dan sumber daya yang ada di masyarakat. Selain itu pembuatan peta akan membantu’orang luar’ untuk menyelami cara berpikir masyarakat desa, prioritas-prioritas mereka, alasan-alasan mereka melakukan pekerjaan tertentu, cara mereka mengatasi masalah, dan sebagainya. Manfaat-manfaat pemetaan yang lainnya adalah: •















Kegiatan pemetaan bersama masyarakat dapat menimbulkan partisipasi yang sangat baik, akrena kegiatan ini cukup mudah dan mengasyikkan dilakukan oleh berbagai lapisan masyarakat. Dengan demikian, kegiatan pemetaan juga merupakan bagian dari proses penyadaran. Pemetaan untuk pengenalan tata-batas dapat bermanfaat dalam usahausaha mengatasi persengketaan mengenai tata-batas yang sering terjadi dalam masyarakat. Selain itu, dalam proses PRA secara umum, informasi yang diperoleh dari kegiatan pemetaan dapat menjadi dasar bagi pemilihan dan penggalian informasi dengan teknik-teknik PRA lainnya. Biasanya pemetaan dilakukan sebagai dasar perencanaan program yang akan dilakukan. Juga dapat dilakukan untuk keperluan evaluasi program di waktu-waktu mendatang. Hasil pencatatan/dokumentasi kegiatan 132



pemetaan tersebut, apalagi jika dilakukan beberapa kali dengan selang waktu yang cukup, merupakan salah satu media yang akan banyak membantu evaluasi perkembangan program.



2. Pembuatan Bagan Hubungan Kelembagaan (Diagram Ven) Di dalam setiap masyarakat, pasti terdapat berbagai lembaga, baik lembagalembaga adat/tradisional yang tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat itu sendiri, maupun lembaga-lembaga dari ‘luar’, seperti lembaga-lembaga pemerintah atau swasta. Ada lembaga yang bersifat longgar (perkumpulan atau kelompok), ada pula lembaga-lembaga yang organisasinya jelas (pemerintah Desa). Salah satu hal yang penting dipertimbangkan dalam usaha pengembangan masyarakat adalah pemanfaatan potensi lembaga-lembaga tersebut. Karenanya, keberadaan dan tingkat penerimaan masyarakat terhadap lembaga-lembaga tersebut perlu untuk diperhitungkan dalam setiap usaha pengembangan masyarakat. Teknik Diagram Venn merupakan teknik PRA yang sering dipergunakan untuk melihat hubungan berbagai lembaga yang terdapat di desa, sehingga diagram ini dikenal berbagai Bagan Hubungan Kelembagaan. a. Pengertian ➢ Teknik Pembuatan Bagan Hubungan Kelembagaan merupakan teknik PRA yang dipergunakan untuk memfasilitasi kajian hubungan antara masyarakat dengan lembaga-lembaga yang terdapat di lingkungannya. ➢ Hasil pengakjian dituangkan ke dalam Diagram Venn (sejenis diagram lingkaran, diadaptasi dari disiplin ilmu matematika), yang akan menunjukkan besarnya manfaat, pengaruh dan dekatnya hubungan suatu lembaga dengan masyarakat. b. Jenis Informasi Kajian Informasi yang dikaji adalah: ➢ Lembaga secara umum: yaitu informasi mengenai semua lembaga yang berhubungan dengan masyarakat desa, baik yang berada di dalam desa tersebut, maupun yang berada di luar desa tetapi hubungan dengan desa (misal, Puskesmas di Kecamatan). Jenis lembaga yang dikaji adalah: • Lembaga-lembaga local (tradisional) 133







Lembaga-lembaga pemerintah (misal Pemerintah Desa, Puskesmas, Koperasi Unit Desa/KUD, dsb) • Lembaga-lembaga swasta (misal Lembaga Swadata Masyarakat). ➢ Lembaga-lembaga khusus: yaitu informasi mengenai lembaga-lembaga tertentu saja, misalnya lembaga yang kegiatannya berhubungan dengan pertanian saja, kesehatan saja, lembaga adat, dan sebagainya. Sumber Informasi ➢ Sumber informasi utama adlah para warga masyarakat, terutama mereka yang secara langsung atau tidak langsung mempunyai pengalaman yang menyangkut lembaga-lembaga yang bersangkutan. ➢ Informasi dari masyarakat bisa dicek-silang (triangulasi) dengan informasi dari pengelola lembaga yang bersangkutan. ➢ Data sekunder (misalnya dari kantor desa, dan dari lembaga yang bersangkutan) bisa juga digunakan sebagai perbandingan. c. Tujuan Kajian Bagan Hubungan Kelembagaan ➢ Memfasilitasi diskusi masyarakat mengenai keberadaan, manfaat dan peranan lembaga di desa. ➢ Memfasilitasi diskusi masyarakat mengenai saling hubungan di antara lembaga-lembaga tersebut. ➢ Memfasilitasi diskusi masyarakat mengenai keterlibatan berbagai kelompok masyarakat di dalam kegiatan kelembagaan tersebut. d. Manfaat Kajian Bagan Hubungan Kelembagaan Bagi ‘orang dalam’ (masyarakat) • Diskusi ini akan lebih memperkenalkan keberadaan lembaga-lemnaga di desa karena seringkalu lembaga-lembaga ‘luar’ hanya dikenal sebagaian kecil masyarakat yang terlibat. • Diskusi ini juga berguna untuk membahas peningkatan berbagai lembaga. Setelah mendiskusikan permasalahan dalam hubungan masyarakat dengan lembaga tersebut, kemudian mengkaji harapanharapan mereka mengenai kegiatan lembaga dan bentuk hubungan yang sesuai dengan harapan tersebut. Bagi ‘orang luar’: • Kita bisa memahami cara masyarakat membuat urutan prioritas terhadap kegiatan lembaga-lembaga tersebut dan penilaian mereka tentang sumbangan yang diberikannya kepada masyarakat desa.



134







Bagi lembaga ‘luar’ yang telah menyelenggarakan program, informasi yang terungkap desa menjadi umpan-balik yang bermanfaat dalam memperbaiki pelayanan lembaganya pada masyarakat. Sedangkan bagi yang sedang menjajagi kemungkinan pengembangan program, kajian ini menjadi bahan acuan bagi kemungkinan kerjasama dalam membuat kegiatan.



e. Langkah-lamgkah Pelaksanaan ➢ Jelaskan maksud, tujuan dan proses kajian kelembagaan desa. ➢ Diskusikan mengenai jenis-jenis lembaga yang berhubungan dengan desa lagsung, baik itu berada di dalam maupun di luar desa (biasanya sampai tingkat kecamatan). ➢ Mintalah masyarakat untuk membuat daftar nama-nama lembaga tersebut di atas kertas besar. ➢ Fasilitasi masyarakat untuk mendiskusikan kegiatan atau program yang telah dikembangkan oleh masing-masing lembaga, juga mengenai anggota dan pengurusnya. ➢ Pemandu kemudian menjelaskan cara membuat bagan. Fasilitasi masyarakat agar mengemukakan saran tentang cara membuat bagan yang lebih mudah bagi mereka. Sepakati mengenai: • Symbol-simbol yang akan dipergunakan (biasanya symbol yang digunakan adalah besar kecilnya lingkaran) • Pengertian dan kriteria ‘penting’ atau ‘bermanfaat’nya suatu lembaga • Pengertian dan kriteria ‘kedekatan’ lembaga ➢ Pemandu selanjutnya meminta salah seorang peserta diskusi untuk memilih besarnya lingkaran sebagai symbol lembaga tertentu yang telah didiskusikan dan dinilai menafaat kegiatannya bagi masyarakat. Fasilitasi masyarakat agar penilaian mereka berdasarkan persetujuan bersama bukan pendapat perorangan. ➢ Setelah ukuran-ukuran lingkaran lembaga semua disepakati, langkah selanjutnya adalah menentukan jarak penempatan lingkaran-lingkaran lembaga tadi dari lingkaran masyarakat. Cara penempatan lingkaran jangan permanen dahulu (bisa dengan selotip kecil), agar masih bisa dipindahkan bila terjadi koreksi. ➢ Setelah seluruh symbol telah dipilih dan ditempatkan, selanjtnya dilakukan pemeriksaan kembali ketepatan informasi dari hasil yang diperoleh. Setelah dianggap baik, barulah lingkaran-llingkaran tersebut dilekatkan secara permanen (diem).



135



➢ Diskusikan dan bahas lebih lanjut bagan tersebut, terutama tentang masalah dan potensi kelembagaan, serta kegiatan dan pola hubungan yang diharapkan masyarakat. ➢ Catatlah proses, pendapat, penilaian dan seluruh informasi selama kegiatan pembuatan Bagan Hubungan Kelembagaan ini (oleh Tim PRA yang bertugas sebagai pencatat). ➢ Cantumkan nama-nama atau jumlah peserta, nama pemandu, tanggal dan tempat pelaksanaan kegiatan. f. Catatan dan Anjuran ❖ Apabila di anatra peserta diskusi terdapat orang-orang yang berasal dari sebuah lembaga yang juag akan dinilai, maka penilaian yang diberikan masyarakat baisanya bukan penilaian yang sebenarnya. Seringkali masyarakat akan memberikan penilaian yang lebih baik terhadap lembaga tersebut, meskipun dalam kenyataannya tidak demikian. Untuk mengatasinya: • fasilitasi suasana keterbukaan di dalam diskusi • apabila masih sulit, cek-silang hasil informasi (triangulasi). ❖ Selain itu, sering pula muncul penilaian yang disebabkan adanya masalah-masalah pribadi dari peserta diskusi dengan lembaga yang sedang dinilai. Dalam kasus seperti ini dituntut kepekaan pemandu untuk selalu memeriksa kembali informasi yang diperoleh. g. Bagan Hubungan Kelembagaan Untuk Kajian Gender Informasi gender yang bisa dikaji dengan bagan ini adalah: • Apakah perempuan terlibat di dalam kegaitan lembaga-lembaga tersebut? Sebagai apa? • Berapa banyak perempuan yang terlibat dibandingkan dengan laki-laki? • Apakah perempuan bisa ikut menentukan dan mengambil keputusan di dalam kegiatan lembaga-lembaga tersebut? UNTUK PEMANDU ❖ Penentuan Simbol ➢ Setiap lembaga diwakili oleh sebuah symbol berupa lingkaran dari kertas/karton. ➢ Symbol utnuk masyarakat adalah lingkaran berukuran sedang dengan tulisan ‘masyarakat’ atau ‘penduduk desa’ yang diletakkan di tengah lantai, atau papan.



136



➢ Semakin besar ukuran simbol berarti semakin besar manfaat yang dirasakan masyarakat dari program lembaga tersebut, dan begitu pula sebaliknya. ➢ Semakin dekat lletak sebuah simbol terhadap posisi simbol masyarakat, maka semakin dekat hubungan keakraban lembaga tersebut dengan masyarakat, begitu pula sebaliknya. ❖ Pemilihan Besarnya Lingkaran ➢ Penting tidaknya atau besarnya manfaat suatu lembaga diberi simbol dengan besar kecilnya lingkaran. Kriteria ‘penting’ dan ‘bermanfaat’ disepakati oleh masyarakat (peserta diskusi). ➢ Pemandu dapat membantu jalannya diskusi, misalnya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan: “Apakah benar ukurannya demikian?”, “Manfaat apa yang sudah dirasakan sehingga memilih ukuran yang demikian?”, “Perlukah ukuran simbol tersebut diperbesar atau diperkecil?”, dan pertanyaan-pertanyaan lain. ➢ Seringkali terjadi perdebatan seru yang sulit untuk diselesaikan. Misalnya untuk sebuah lembaga (A) terkadang tak satupun dari petani memiliki pendapat yang sama dalam menentukan ukuran lingkaran. Untuk mengatasi hal tersebut, mintalah masyarakat untuk melakukan PERBANDINGAN lingkaran lembaga-lembaga. ➢ Apabila terlalu sulit bagi masyarakat, pemandu mengajukan pertanyaan: “Apabila (A) dibandingkan dengan lembaga lain(B), apakah lingkarannya lebih besar atau lebih kecil?”, “Bagaimana perbandingan (C) lembaga (A) dan lembaga (B)?”. ➢ Pembuatan Diagram Venn tidaklah bermaksud member penilaian tentang suatu lembaga secara mutlak, melainkan hanya penilaian relatif (kira-kira) dibandingkan dengan lembaga lain yang ada. Dengan cara perbandingan, perdebatan yang berlarut-larut juga bisa dihindari. ❖ Petunjuk Jarak ➢ Kedekatan suatu lembaga diberi simbol dengan jauh dekatnya jarak lingkaran lembaga tersebut kepada lingkaran pusat (lingkaran masyarakat). Kriteria ‘kedekatan’ disepakati oleh masyarakat (peserta diskusi). ➢ Sama dengan penentuan besar lingkaran, penentuan jarak juga bukan merupakan penilaian mutlak. Kedekatan hubungan itu merupakan perbandingan relatif (kira-kira dengan lembaga lain. ➢ Salah satu hal yang dapat dipakai untuk menilai tingkat keakraban hubungan antara masyarakat dengan sebuah lembaga, yaitu 137



pendekatan yang dilakukan lembaga tersebut, termasuk jumlah kehadiran dan panjangnya waktu tinggal di lokasi untuk setiap kehadiran lembaga tersebut. ➢ Pada tahap ini, pemandu kembali dapat mendorong diskusi, misalnya dengan mengajukan pertanyaan: “Mengapa leytaknya jauh?”, “Bagaimana cara pembinaan lembaga tersebut terhadap masyarakat?”, dsb. ➢ Pemandu hendaknya selalu memeriksa kembali sebuah penilaian atau pendapat yang dimunculkan, yaitu dengan cara melontarkan kembali kepada peserta dsikusi lainnya. ❖ Saran Praktis ➢ Untuk menentukan ukuran lingkaran, sebaiknya mulai dari lembaga yang dianggapnya lingkaran manfaanya terbesar dan terkecil. Begitu juga untuk menentukan jarak/letak lingkaran, sebaiknya dimulai dari yang paling jauh dan paling dekat. Hal ini akan sangat membantu peserta diskusi dalam membandingkan dengan besar dan jarak lembaga lain. CARA LAIN: Penentuan besar ‘manfaat’ atau ‘penting’nya suatu lembaga bisa dilakukan dengan menggunakan angka-angka memakai batu atau kerikil atau kacangkacangan. Buat kolom nilai di dalam daftar lemabga. Semakin besar manfaat, semakin besar nilainya (semakin banyak kerikil yang diletakkan). Hasil penilaian ini digambarkan kembali dalam bentuk lingkaran. Semakin besar nilainya, semakin besar lingkaran lembaga tersebut. Cara penilaian seperti ini, akan lebih mendekati keadaan yang sebenarnya.



3. Penyusunan Kalender Musim Kegiatan-kegiatan dalam daur kehidupan masyarakat desa, sangat dipengaruhi oleh Siklus Musim, seperti musim tanam menjelang musim hujan, musim panen setelah padi menguning, musim paceklik jika kemarau terlampau panjang. Juga kegiatan atau peristiwa sosial seringkali berkaitan dengan peristiwa-peristiwa musim itu, seperti pesta adat dan perkawinan setelah panen yang berhasil, merantau atau migrasi ke kota ketika musim paceklik. Dengan mengenali dan mengkaji pola-pola musiman ini akan terlihat “pola”kehidupan masyarakat yang merupakan informasi penting sebagai dasar pengembangan program. a. Pengertian 138



➢ Teknik Penyusunan Kalender Musim adalah teknik PRA yang memfasilitasi pengkajian kegiatan-kegiatan dan keadaan-keadaan yang terjadi berulang dalam suatu kurun waktu tertentu (musiman) dalam kehidupan masyarakat. ➢ Kegiatan-kegiatan dan keadaan-keadaan itu dituangkan ke dalam ‘kalender’ kegiatan atau keadaan-keadaan, biasanya dalam jarak waktu 1 tahun musim (12 bulan). b. Jenis Informasi Kajian Informasi-informasi yang biasanya muncul antara lain adlah: ➢ Penanggalan atau sistem kalender yang dipakai oelh masyarakat ➢ Iklim, curah hujan, ketersediaan air ➢ Pola tanam/panen, biaya pertanian, hasil pertanian dan tingkat produksi ➢ Ketersediaan pangan dan pakan ternak teruatama pada masa paceklik ➢ ketersediaan tenaga kerja ➢ musim bekerja ke kota pada masa paceklik ➢ masalah hama dan penyakit tanaman/ternak ➢ kesehatan (musim wabah penyakit) dan kebersihan lingkungan ➢ pola pengeluran (konsumsi, produksi, investasi) ➢ kegiatan sosial (kemasyarakatan), adat, agama ➢ dan sebagainya.



c. Tujuan Kajian Kalender Musim Memfasilitasi masyarakat untuk mengkaji: • Keadaan dan pola kegiatan masyarakat, sehingga diperoleh profil kegiatan utama mereka sepanjang tahun • Profil kegiatan-kegiatan masyarakat, sehingga terlihat pola pemanfaatan waktu masyarakat, yaitu saat mereka sibuk bekerja, saat sibuk dengan kegiatan lain (sosial, agama, adat), dan saat mereka mempunyai waktu luang. Tujuan utamanya adlah memfasilitasi diskusi mengenai masalah-masalah yang terjadi pada suatu keadaan atau dalam menyelenggarakan suatu kegiatan. d. Manfaat Kajian Kalender Musim ➢ Gambaran mengenai pola kegiatan dan pola pembagian kerja masyarakat memunculkan berbagai pemikiran tentang keadan usaha mereka sendiri 139



terutama usaha pertanian. Melalui teknik ini muncul pembahasan tentang masa-masa sulit (masa-masa kritis) dan masa-masa baik usaha mereka, serta keadaan-keadaan yang mempengaruhi terjadinya masa-masa itu. ➢ Informasi yang diperoleh melalui teknik kalender musim dapat menjadi masukan dalam pembuatan perencanaan. Sebagai contoh, dalam merencanakan suatu program pertanian di desa perlu diketahui keadaan pertanian yang sudah ada, misalnya pola tanam di desa yang bersangkutan. ➢ Teknik ini juga berguna sebagai salah satu cara untuk menilai suatu tawaran program, misalnya tentang penanaman jenis tanaman baru, perbaikan varietas, perubahan pola tanam, atau anjuran tanam serentak. Sumber Informasi • Sumber informasi adalah masyarakat desa dari semua kelompok atau golongan. Misalnya, anggota masyarakat yang tinggal di tepi jalan desa, yang tinggal jauh di dalam, yang mengolah lahan datar dan yang menggarap lahan miring, laki-laki dan perempuan, dsb. • Selain itu ada informasi kita juga menghubungi lembaga-lembaga yang dapat membantu melengkapi informasi yang akan dibahas (triangulasi), seperti Puskesmas, Balai Penyuluhan Pertanian, dan lain-lain. Tentu data sekunder yang menyangkut jenis-jenis informasi yang akan dibahas tersebut juga sebaiknya dipahami. e. Langkah-langkah Kegiatan ➢ Terangkan maksud dan proses pelaksanaan kegiatan. ➢ Ajak masyarakat untuk mendiskusikan secara umum: • Jenis-jenis kegiatan apa yang paling sering terjadi pada bulan-bulan tertentu • Apakah kegiatan itu selalu terulang dari tahun ke tahun • Selain, kegiatan, keadaan apa yang juga sering terjadi pada bulan-bulan tertentu )misal kekeringan, wabah penyakit). ➢ Setelah cukup tergambarkan, sepakatilah bersama peserta: • Kegiatan-kegiatan utama yang akan dicantumkan ke dalam kalender serta perlu didiskusikan lebih lanjut • Keadaan-keadaan kritis yang berakibat besar bagi masyarakat yang akan dicantumkan ke dalam kalender • Symbol topic-topik bahasan yang dicantumkan ke dalam bagan, berupa gambar-gambar sederhana ynag mudah dikenali



140



• ➢



➢ ➢











Symbol untuk memberikan nilai dengan bahan-bahan local yang tersedia (biji jagung, kerikil, daun, dan sebagainya). Mintalah masyarakat untuk membuatkan kalender di atas kertas besar yang ditempelkan di dinding dengan mencantumkan kolam kedua belas serta kolom topik-topik informasi sesuai dengan hasil diskusi. Cantumkan di sudut kertas symbol-simbol beserta artinya, serta penjelasan lain untuk memahami gambar. Lakukan analisis kalender musim, yaitu: • Apa sebab terjadi masala-masalah di dalam pengelolaan kegiatan mereka • Apa sebab terjadi masa-masa kritis di masyarakat (kekeringan, wabah, paceklik/kurang pangan, dan sebagainya) • Apakah terdapat hubungan sebab-akibat di masalah-masalah dan keadaan-keadaan tersebut • Apakah jalan keluar yang telah dilakukan masyarakat untuk mengatasinya. Catatlah seluruh masalah, potensi, dan informasi yang muncul dalam diskusi dengan cermat, sbeab hasil penggalian ini akan menjadi bahan bagi kegiatan penerapan teknik lain (Tugas Tim PRA yang menjadi pencatat proses dan hasil diskusi). Cantumkan peserta, pemandu, tanggal dan tempat pelaksanaan diskusi.



f. Catatan dan Saran Praktis ❖ Dapat juga digunakan penanggalan tradisional yang biasa dipergunakan masyarakat untuk membuat Kalender Musim agar masyarakat tidak merasa asing dan lebih mudah mamahaminya. Sebagai contoh, di sejumlah daerah di NTT bulan Januari biasa disebut sebagai bulan Satu, bulan Februari sebagai bulan Dua, dst. Sementara di daerah-daerah yang masyarakatnya beragama Islam mungkin lebih akrab dengan penanggalan Arab yaitu bulan Syawal, Dzulhijjah, dan seterusnya. UNTUK PEMANDU ➢ Contoh beberapa pertanyaan kunci yang bisa dipergunakan untuk mengawali diskusi antara lain adalah: Apa saja peristiwa-peristiwa penting yang terjadi setiap tahun? Kapan acara-acara itu diadakan? Bagaimana keadaan curah hujan di desa ini? ; Kapan saat hujan yang paling banyak dan kapan yang paling kering? ; Kapan para petani mulai mengolah tanah, menanam, menyiang, memanen, mengolah hasil,



141



menjual, dsb? ; dan sebagainya, kembangkan sesuai topik informasi yang dikaji. ➢ Contoh-contoh pertanyaan diskusi untuk merangsang analisa terhadap data yang sudah diisikan pada media kalender musim antara lain adalah: Mengapa peristiwa tertentu hanya terjadi pada saat tertentu (mengapa tegal hanya dikerjakan pada bulan-bulan April dan Mei?); Peristiwa-peristiwa mana saja yang saling berhubungan (mengapa banyak orang sakit pada musim kemarau?) ; Bagaimanakah hubungan tersebut (apakah hubunga sebab-akibat, atau memang harus berurutan?), dan sebagainya.



4. Kajian Pohon Masalah Analisan pohon masalah adalah salah satu medote dan teknik PRA untuk menelusuri “penyebab masalah”, dengan melihat sebab akibat. Metode ini cukup fleksibel. Melalui metode ini, orang yang terlibat dalam memecahkan satu masalah dapat melihat penyebab yang sebenarnya, yang mungkin belum bisa dilihat kalau masalah hanya dilihat secara sepintas. Metode Analisa Pohon Masalah harus melibatkan orang setempat yang tahu dan meraskan secara mendalam masalah yang ada. LANGKAHLANGKAH FASILITASI 1. Diskusikan bersama masyarakat, masalah apa yang ingin diselesaikan. Tentutakan masalah utama, yang menurut masyarakat perlu diselesaikan. Masalah dapat diambil dari 18 Tujuan SDGs Desa. 2. Tulisan masalah utama yang mau diatasi ditulis di kartu metaplan, lalu di tempel di lantai atau dinding sebagai ‘batang’ pohon. 3. Mulai dari batang, diskusikan mengenai penyebab-penyebab. 4. Dari setiap penyebab yang muncul, tanyakan lagi ‘kenapa begitu?, ‘apa penyebabnya?’ Untuk mempermudah cara pikir, dan mengecek bahwa tidak ada yang dilupa, menganggap bahwa setiap masalah adalah akibat 5. Dari kondisi lain – Tanyalah ‘Kondisi ini adalah akibat dari apa?’ 6. Akar dibahas sampai mendalam sehingga akhirnya masalah terakhir dalam satu akar akan dibalik dan menjadi kegiatan atau rencana tindak lanjut 7. Langkah –langkah ini pada akhirnya memunculkan satu gambar yang lengkap dan terinci - dengan akar yang diwakili oleh penyebab masalah, dan akibat dari masalah tersebut. 8. Setelah gambar selesai, tanyakan cara yang terbaik untuk mengatasi masalah-masalah yang muncul. 142



9. Kalau sudah lengkap, ajaklah masyarakat (tanpa terkecuali) untuk melihat secara keseluruhan masalah-masalah akar dari masalah utama. 10. Juga mintalah komentar, apakah ada penyebab yang muncul beberapa kali walaupun dalam ‘akar’ lain? 11. Dari semua informasi yang muncul, diperlihatkan apa yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah akar sehingga akibat diatas tidak terjadi. 12. Jika akibat diatas masih terjadi, berarti masih ada masalah yang perlu diatasi. 13. Sehubungan dengan keterbatasan-keterbatasan, lebih baik kalau selesai gambar Pohon Masalah, masalah-masalah yang muncul diprioritaskan supaya yang paling penting dapat diatasi lebih dahulu. 14. Tim yang bertugas sebagai pencatat proses, bertugas mendokumentasi semua hasil diskusi. 15. Kesimpulan :



143



Bahan Bacaan SPB 3.1.



Akuntabilitaas Sosial Desa (Ibe Karyanto) Melalui Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 pemerintahan Presiden Joko Widodo – K.H. Ma’ruf Amin menuangkan visi Pembangunan Jangka Menengah Nasional, yaitu “Terwujudnya Indonesia Maju yang Berdaulat, Mandiri, dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong Royong”. Visi tersebut memberikan landasan yang menguatkan pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembang unan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) Semangat pencapaian tujuan SDGs yang disepakati oleh negara-negara secara global adalah tidak meninggalkan seorang pun dalam pebangunan (no one left behind). Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigras (Kemen Desa PDTT) dalam upaya melaksanakan visi Presiden di tingkat desa menerbitkan Peraturan Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Permen Desa PDTT) Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pedoman Umum Pembangunan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat Desa. Fokus pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat desa sebagaimana ditetapkan dalam Permen Desa PDTT tersebut adalah tercapainya 17 tujuan yang sesuai dengan tujuan SDGs di tingkat global dan 1 tujuan yang sesuai dengan kekhasan desa di Indonesia. Sejalan dengan semangat SDGs global, misi SDGs Desa dilaksanakan dengan semangat “desa untuk semua warga”. Semangat tersebut didasarkan pada prinsip tata kelola pemerintahan desa yang inkusif dan demokratis. Partisipasi masyarakat desa dengan demikian merupakan faktor penentu yang menentukan tingkat kemampuan desa dalam mencapai tujuan pembangunan. Faktor lain yang menentukan dalam mewujudkan pemerintahan desa inklusif dan demokratis adalah kepala Desa beserta perangkat desa yang mampu bekerja secara cakap, profesional, bersih, dan akuntabel, khususnya akuntabel dalam mengelola keuangan serta aset Desa.Kedua faktor tersebut merupakan isi utama akuntabilitas sosial desa, yaitu suatu pendekatan untuk penguatan sinergi partisipasi aktif masyarakat dengan transparansi atau pertanggungjawaban terbuka kepala desa sebagai pimpinan pemerintah desa. Namun demikian akuntabilitas sosial di kebanyakan desa belum berjalan cukup optimal. Masih cukup banyak masyarakat desa yang bersikap kurang peduli pada urusan pembangunan dan pemerintahan desa. Di sisi pemerintahan desa, cukup banyak juga kepala desa dan aparat pemerintahan desa mengabaikan prnsip akntabiitas tata kelola desa. Hal itu berpotensi membuka peluang terjadinya penyalahgunaan kekuasaan dan tindak korupsi kepala desa atau aparat pemerintah desa.



Memahami Arti Akuntabilitas Sosial Untuk memahami pengertian konsep akuntabilitas sosial desa atau akuntabilitas sosial dalam kerangka mandat Undang-Undang Desa terlebih dahulu perlu memahami pengertian tentang akuntabilitas dalam konteks tata pemerintahan. Akuntabilitas dapat dimengerti sebagai kewajiban pemegang



kekuasaan untuk mempertanggungjawabkan tindakan dan kinerjanya. Dalam konteks pemerintahan demokratis, pertanggungjawaban yang wajib dilakukan pemegang kekuasaan merupakan konsekuensi logis dari posisi pemegang kekuasaan sebagai delegasi atau pemegang mandat suara masyarakat. Prinsip dasar demokrasi adalah bahwa masyarakat memiliki hak untuk menuntut akuntabilitas kepada pejabat pemegang kekuasaan dan pejabat pemegang kekuasaan memiliki kewajiban untuk memenuhi tuntutan akuntabilitas. Tindakan yang wajib dipertanggungjawabkan oleh pemegang kekuasaan menyakup perilaku dan kinerjanya sebagai pejabat publik. Pengertian tersebut sekaligus menjelaskan tentang maksud dari asas akuntabilitas pemerintahan desa sebagaimana bunyi mandat pada pasal 24 huruf g Undang-Undang 144



Tentang Desa tentang akuntabilitas sebagai asas peyelenggaraan pemerintahan desa. Mandat tersebut ditegaskan kembali pada pasal 26 ayat 4 huruf g yang mengatur kewajiban Kepala Desa untuk melaksanakan tugas menata kelola pemerintahan yang akuntabel. Dalam lembar penjelasan UU Desa tentang pasal akuntabilitas disebutkan: ”yang dimaksud dengan akuntabilitas adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir kegiatan penyelengaraan pemerintahan desa harus dapat dipertenggungjawabkan kepada masyarakat desa sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.” Kewajiban tersebut melekat pada tugas dan tanggungjawab kepala desa sebagai pemimpin pemerintahan desa, pemegang kekuasaan yang sudah dipiih oleh masyarakat.



Kalau akuntabilitas dapat dimengerti sebagai pertanggungjawaban pimpinan, dalam hal ini kepala desa sebagai pemerintahan desa, kemudian apa yang dimaksud dengan akuntabilitas sosial? Akuntabilitas sosial merupakan suatu pendekatan untuk menguatkan akuntabilitas pimpinan yang bertumpu pada partisipasi masyarakat secara langsung atau tidak langsung dalam menuntut haknya untuk mendapatkan pertanggungjawaban. Mekanisme akuntabilitas sosial dapat terjadi secara vertikal dan mekanisme secara horisontal atau integrasi di antara keduanya. Mekanisme dari vertikal atau dari luar luar adalah pendekatan yang diinisiasi dan difasilitasi oleh pemerintah, seperti pemilihan umum. Sedangkan mekanisme horisontal atau dari dalam adalah pendekatan akuntabilitas sosial yang diinisiasi oleh masyarakat biasa, komunitas, organisasi masyarakat sipil dan media independen untuk meminta pertanggungjawaban pejabat publik. Inti dari akuntabilitas sosial dapat dipahami sebagai bentuk nyata keterlibatan masyarakat sipil ke dalam urusan tata pemerintahan dengan tujuan untuk meminta pertanggungjawaban pejabat publik. Akuntabilitas Sosial dalam Kerangka Mandat Undang-Undang Desa Dalam hubungannya dengan tata kelola pemerintahan desa, pengertian akuntabiitas sosial perlu didudukkan pada kerangka mandat Undang-Undang Desa yang menegaskan pengertia tentang desa sebagai kesatuan masyarakat subyek yang berpemerintahan. Keberadaan desa sebagai kesatuan masyarakat subyek berpemerintahan itu diakui (rekognisi). Artinya kita mengakui keberadaan desa sebagai kesatuan masyarakat subyek dengan hak dan kewenangan yang dimiliki sebelum republik Indonesia ini terbentuk sebagai negara kesatuan. Desa bukan terdiri dari masyarakat dan pemerintah desa, dua pihak yang terpisah, berdiri salnig berhadapan. Desa adalah kesatuan masyarakat dan pemerintah desa merupakan bagian dari kesatuan masyarakat. Pemegang kedaulatan desa adalah masyarakat yang kemudian dimandatkan kepada kepala desa, sebagai pimpinan terpilih. Pengakuan (rekognisi) tersebut seiring dengan mandat subsidiaritas, dimana desa diberikan kepercayaan untuk mengatur dan mengurus urusan kehidupan masyarakat desa dan pemerintahan desa.



145



Pemerintahan desa pada dasarnya merupakan sistem tata kelola kehidupan desa yang ditentukan dan dikuatkan oleh masyarakat desa sendiri. Mandat pemerintah desa berasal dari masyarakat. Kepala desa adalah pimpinan pemerintahan desa yang berasal dari masyarakat, dipilih oleh masyarakat, dan karena itu wajib menjalankan pemerintahan yang berpihak pada masyarakat. Masyarakat desa sebagai subyek pemberi mandat memiliki hak mendapatkan pelayanan kebutuhan dasar, memanfaatkan hasil pembangunan dan mendapatkan informasi terkait penyeleggaraan pembangunan desa dan pemerintahan desa. Selain itu masyarakat desa juga memiliki hak untuk berpartisipasi secara aktif dalam menentukan kualitas perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pembangunan desa. Kewajiban kepala desa sebagai pimpinan pemerintah desa untuk mempertanggungjawabkan kinerja pemerintahannya merupakan konsekuensi dari pelaksanaan nilai demokrasi dimana kepala desa dipilih masyarakat untuk menjalankan mandat. Sekalipun demikian tidak dengan sendirinya setiap kepala desa yang terpilih dan aparat pemerintahan desa bersedia menjalankan kewajibannya untuk mempertanggunjawabkan kinerjanya kepada masyarakat. Demikian juga tidak serta merta pemerintah desa memberikan ruang partisipasi yang optimal bagi masyarakat untuk turut serta menentukan kualitas pembangunan desa. Oleh karena itu dorongan dari masyarakat untuk mengingatkan kewajiban pemerintah desa, dalam hal ini kepala desa supaya memenuhi kewajibannya untuk mempertanggungjawabkan tugasnya dalam menjalankan tata kelola pemerintahan dan pembangunan desa. Dorongan masyarakat dilakukan atas dasar hak masyarakat untuk berpartisipasi melakukan pengawasan sekaligus hak untuk mendapatkan informasi pertanggunjawaban. Tujuan dari tindaan masyarakat tersebut pada dasarnya dimaksudkan untuk menguatkan pemerintahan yang akuntabel dan transparan. Tindakan masyarakat dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung tindakan partisipasi masyarakat untuk mengingatkan pertanggungjawaban kepala desa dapat dilakukan melalui mekanisme formal yang disediakan seperti musyawarah desa atau melalui Badan Permusyawaratan Desa. Namun apabila saluran formal suara masyarakat tidak juga efektif, maka masyarakat dapat secara langsung meminta kesediaan waktu kepala desa untuk mendengarkan tuntutan masyarakat. Masyarakat juga dapat mendorong dan menguatkan akuntabilitas pemerintahan desa melalui tindakan yang tidak langsung. Tindakan itu bisa dilakukan dengan menginisiasi prakarsa warga untuk mendirikan kelompokkelompok belajar atau organisasi pemberdayaan yang bertujuan meningkatkan kesadaran dan kemampuan masyarakat. Melalui kelompok atau organisasi peberdayaan masyarakat sekaligus menggerakkan pemerintah desa supaya memberikan dukungan pada inisiatif masyarakat. Akuntabilitas sosial desa dengan demikian dapat dipahami sebagai pendekatan masyarakat desa dalam mengoptimalkan partisipasinya untuk mendorong pemerintah desa supaya selalu terbuka, akuntabel dengan melaksanakan kewajibannya menyampaikan pertanggungjawaban tugasnya.



146



Pentingnya Akuntabilitas Sosial Desa



Alasan pentingnya akuntabilitas sosial desa diantaranya adalah untuk mendorong tata kelola pemerintahan desa menjadi lebih baik, meningkatkan efektifitas pembangunan desa, dan meningkatkan kualitas pemberdayaa masyarakat desa. Salah satu faktor yang menentukan tata kelola pemerintahan desa yang baik adalah akuntabilitas kepala desa sebagai pejabat publik pilihan masyarakat. Dalam tatanan demokrasi, sebelum menentukan pilihan kepala desa masyarakat perlu mengenali secara baik integritas dan akuntabilitas para calon kepala desa. Akuntabilitas sosial desa penting untuk meningkatkan efektivitas pembangunan, melalui keterbukaan informasi dan partisipasi aktif masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pembangunan. Akuntabilitas sosial desa juga penting untuk memastikan kegiatan pemberdayaan berpihak pada masyarakat yang miskin dan rentan. Akuntabilitas sosial desa memberikan informasi tentang hak setiap anggota masyarakat tanpa kecuali dan membuka ruang untuk bisa mendapatkan suara kelompok masyarakat miskin dan rentan. Selan penting akuntabilitas sosial desa juga berfungsi strategis. Prinsip akuntabilitas sosial desa adalah partisipasi pengawasan masyarakat dan keterbukaan pemerintah desa. Dengan prinsip tersebut maka akuntabilitas sosial desa dapat berfungsi: a) sebagai mekanisme kontrol atas praktik tata kelola desa yang demokratis, dimana seluruh pihak pemangku kepentingan di desa berinteraksi saling mendukung degan menjalankan kewajiban masing-masing, b) untuk mencegah supaya kepala desa. sebagai pemegang mandat rakyat, dan aparatus pemerintahan desa tidak menyalahgunakan kekuasaan dan tidak melakukan korupsi, c)untuk peningkatan efektifitas layanan pemerintahan desa. Layanan pembangunan menjadi efektif, tepat sasaran kalau masyarakat juga berupaya meningkatkan kualitas partisipasi dalam perencanaan pembangunan, dan d) untuk peningkatan efisiensi layanan pemerintahan desa. Pembangunan desa menjadi efisien dari segi anggaran jika perencanaan dan pembangunannya efektif. Akuntabilitas sosial desa dapat dipahami sebagai “sisi pemerintahan desa yang baik” yang didasarkan atas keterlibatan aktif masyarakat desa dalam menuntut akuntabilitas kepala desa sebagai perwakilan dari pimpinan desa yang terpilih. Atas dasar itu maka akuntabilitas sosial desa dapat menjadi mekanisme yang efektif untuk menguatkan pemerintah desa dalam memperhatikan isu atau agenda-agenda penting lain. • Pengurangan kemiskinan. Akuntabilitas sosial memiliki potensi kuat untuk memberikan kontribusi pada pengurangan kemiskinan melalui desain visi desa dan perencanaan pembangunan desa yang lebih berpihak pada masyarakat miskin, peningkatan pemberian layanan, dan pemberdayaan. •



Inklusi sosial. Akuntabilitas sosial dapat berfungsi juga sebagai mekanisme untuk menguatkan praktik baik inklusi sosial desa. Melalui ruang prakarsa masyarakat baik yang diinisiasi oleh masyarakat maupun yang disediakan secara formal dalam mekanisme tata kelola desa, masyarakat maupun BPD dapat memastikan peran aktif keterlibatan kelompok-kelompok rentan yang sering terpinggirkan ke dalam mekanisme pembangunan desa. Demikian halnya pemerintah desa melalui kewenangan yang dimandatkan dapat memastikan kebijakan dan layanan publik yang



147



berpihak pada kelompok masyarakat, kelompok disabilitas, masyarakat lain yang terpinggirkan.



dan kelompok







Penguatan peran perempuan. Di desa secara khusus, perempuan merupakan salah satu kelompok rentan dan terpinggirkan. Penguatan akuntabilitas sosial memiliki implikasi gender yang penting. Melaui mekanisme akuntabilitas sosial masyarakat dapat mempromosikan kepentingan perempuan dan memperjuagkan hak-hak mereka. Pemerintah desa dapat memfasilitasi tuntutan masyarakat tersebut dengan menetapkan kebijakan pembangunan yang memperhatikan ha perempuan dan membangun ruang yang secara sistematis memastikan keterwakilan partisipasi perempuan dalam pembangunan desa.







Keterbukaan (transparansi) pemerintahan desa. Keterbukaan merupakan prinsip kolaborasi pemerintah desa bersama dengan masyarakat dalam meningkatkan kualitas layanan publik. Pemerintahan desa yang terbuka sekurangnya dapat dikenali dari dua aspek, yaitu aspek pemberdayaan dan aspek layanan publik. Pada aspek pemberdayaan, pemerintah desa mampu meningkatkan kualitas partisipasi masyarakat. Sedangkan pada aspek layanan publik, keterbukaan pemerintah desa ditandai dengan kemudahan bagi masyarakat untuk mendapatkan informasi terkait dengan pembangunan desa dan pemerintahan desa.



148



Bahan Bacaan SPB 3.2.



BADAN USAHA MILIK DESA DAN BADAN USAHA MILIKI DESA BERSAMA Rujukan Regulasi: PP No.11 Tahun 2021 Tentang Badan Usaha Milik Desa, dan Peraturan Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigran No. 3 Tahun 2021, Tentang Pendataan, Pemeringkatan, Pembinaan, Pengembangan, dan Pengadaan Barang / Jasa BUM Desa/BUM Desa Bersama



1. Pendahuluan Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) pertama kali diatur secara resmi oleh Pemereintah melalui Pemeraturan Pemerintah No 72 Tahun 2005, tentang Desa. Pada pasal 78, ayat 1, disebukak; Dalam meningkatkan pendapatan masyarakat dan Desa, Pemerintah Desadapat mendirikan BadanUsaha MilikDesa sesuai dengan kebutuhan dan potensi Desa. Pembentukan Badan Usaha Milik Desa ditetapkan dengan Peraturan Desa berpedoman pada peraturan perundang-undangan. Bentuk Badan Usaha Milik Desa harus berbadan hukum. Badan Usaha Milik Desa adalah usaha desa yang dikelola oleh Pemerintah Desa. Kemudian lahirlah Undang-Undang No.6 Tahun 2014, Tentang Desa, yang mengatur lebih lanjut mengenai BUMDES tersebut. Pada Bab X, Pasal 87, sebutkan; Desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa yang disebut BUM Desa. BUM Desa dikelola dengan semangat kekeluargaan dan kegotongroyongan. BUM Desa dapat menjalankan usaha di bidang ekonomi dan/atau pelayanan umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Selanjutnya, pada Pasal 88 disebutkan, Pendirian BUM Desa disepakati melalui Musyawarah Desa, kemudian ditetapkan dengan Peraturan Desa. Untuk lebih operasionalnya Undang Undang No. 6 Tahun 2014, maka Pemerintah pengeluarkan aturan pelaksananya, melaui Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 2014, tentang Peraturan Pelaksanaan Undang Undang No 6 Tahun 2014, Tentang Desa, sebagaimana telah dilakukan revisi dengan Kelaurnya PP No. 47 Tahun 2015, Tentang Peruhanan Atas Peraturan Pemerintah No 43 Tahun 2014, tentang Desa. Peraturan Pemerinrah No. 43 Tentang Desa; Pasal 132 ayat 1 menyebutkan Desa dapat mendirikan BUM Desa. Pendirian BUM Desa dilakukan melalui musyawarah Desa dan ditetapkan dengan peraturan Desa. Organisasi pengelola BUM Desa terpisah dari organisasi Pemerintahan Desa. Kemudian PP 43 mengalami revisi dengan keluarnya PP No. 47 Tahun 2015. PP 47 Tahun 2015 menyebutkan: “Ketentuan Pasal 135 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 135 (1) Modal awal BUM Desa bersumber dari APB Desa. (2) Modal BUM Desa terdiri atas: a. penyertaan modal Desa; dan b. penyertaan modal masyarakat Desa. (3) Kekayaan BUM Desa yang bersumber dari penyertaan Modal Desa sebagaimana 149



dimaksud pada ayat (2) huruf a merupakan kekayaan Desa yang dipisahkan. (4) Penyertaan modal Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a berasal dari APB Desa. (5) Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota dapat memberikan bantuan kepada BUM Desa yang disalurkan melalui APB Desa”. “Ketentuan ayat (1) dan ayat (5) Pasal 136 diubah dan ayat (4) Pasal 136 dihapus, sehingga Pasal 136 berbunyi sebagai berikut: Pasal 136 (1) Anggaran dasar dan anggaran rumah tangga disepakati melalui musyawarah Desa. (2) Anggaran dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat paling sedikit nama, tempat kedudukan, maksud dan tujuan, modal, kegiatan usaha, jangka waktu berdirinya BUM Desa, organisasi pengelola, serta tata cara penggunaan dan pembagian keuntungan. (3) Anggaran rumah tangga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat paling sedikit hak dan kewajiban, masa bakti, tata cara pengangkatan dan pemberhentian personel organisasi pengelola, penetapan jenis usaha, dan sumber modal. (4) Dihapus. (5) Anggaran dasar dan anggaran rumah tangga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa” Berdasarkan PP 43 Tahun 2014 dan revisinya dengan PP 47 tahun 2015, Kementerian Desa Menyusun Peraturan Menteri Desa PDTT No. 4 Tahun 2015 Tentang; PENDIRIAN, PENGURUSAN DAN PENGELOLAAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK DESA. Pada Bab I, Pasal 1, ayat 2, disebutkan bahwa “Badan Usaha Milik Desa, selanjutnya disebut BUM Desa, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Desa melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan Desa yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa Permendes No. 4 Tahun 2015 mengatur cukup lengkap tentang BUMDES, mulai dari Pendirian, Pengurus dan Pengelolaan, Permodala, Jenis Usha, sampai pada Pertanggungjawaban BUMDES. Permendes inilah yang menjadi acuan pendiriaan BUMDES, sampai lahirnya Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 2021 Tentang Badan Usaha Miliki Desa. PP ini adalah merupakan aturan Pelaksanaan Ketentuan Pasal 117 dan Pasal 185 huruf b Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2O2O tentang Cipta Kerja, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Badan Usaha Milik Desa. Undang Undang Cipta Kerja ini sekaligus mengakhiri polemic tentang Badan Hukum Usaha BUMDES, yang sudah berlangsung sejak era PP 72 tahun 2005. Membaca secara cermat PP No.11 Tahun 2021 Tentang Badan Usaha Milik Desa, terdapat perbedaan yang mendasar bila dibandingkan dengan aturan BUMDES sebelumnya, khususnya terkait dengan prangkat organisasi. Pasal 15, menyebutkan: Perangkat Organisasi BUM Desa/BUM Desa bersama terdiri atas: a. Musyawarair Desa/Musyau'ar.ah Antar Desa; b. penasihat; c. pelaksana operasional; dan d. pengawas



150



Musyawarah Desa/Musyawarah Antar Desa merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam BUM Desa/BUM Desa bersama. Pelaksanaan Musyawarah Desa/Musya'warah Antar Desa dihadiri oleh badan permusyawaratan desa, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat yang pelaksanaannya diatur dalam Anggaran Dasar. Musyawarah Desa/ Musyawarah Antar Desa berwenang: 1) Menetapkan pendirian BUM Desa/ BUM Desa Bersama. 2) Menetapkan Anggaran Dasar BUM Desa/BUM Desa bersama dan pqrubahannya. 3) Membahas dan memutuskan jr.rmlah, pengorganisasian, hak dan kewajiban, serta kewenangan pihak penerima kuasa lungsi kepenasihatan pada BUM Desa 4) Mernbahas dan menyepakati penataan dan pergiliran penasihat BUM Desa Bersama. 1) Mengangkat dan memberhentikan secara tetap pelaksana operasional BUM Desa/BUM Desa Bersama. 2) Mengangkat pengawas BUM Desa/BUM Desa bersama; 3) Mengangkat sekrctaris dan bendahara BUM Desa/BUM Desa bersama 4) memberikan persetujuan atas perryertaan modal pada BUM Desa/BUM Desa Bersama. 5) Memberikan persetujuan atas rancangan rencana program kerja yang diajukan oleh pelaksana operasional setelah ditelaah pengawas Can penasihat. 6) Memberikan persetujuan atas pinjaman BUIVI Desa/BUM Desa bersama dcngan jumlah tertentu sebagaimana ditetapkan dalam Anggaran Dasar BUM Desa/BUM Desa Bersama. 7) Memberikan persetujuan atas kerja sama BUM Desa/BUM Desa bersama dengan nilai, jumlah investasi, dan/atau bentuk kerja sama tertentu dengan pihak lain sebagaimana ditetapka.n dalam Anggaran Dasar BUM Desa/BUM Desa Bersama. 8) Menetapkan pembagian besaran laba bersih BUM Desa/BUM Desa Bersama. 9) Menetapkan tujuan penggunaan laba bersih BUIU Desa/BUM Desa Bersama. 10) Memutuskan penugasan Desa kepada BUM Desa/ BUM Desa ber sama untuk melaksanakan kegiatan tertentu. 11) Memutuskan penutupan Unit Usaha BUM Desa/BUM Des Bersama. 12) Menetapkan prioritas penggunaan pembagian hasil Usaha BUM Desa/BUM Desa bersanra dan/atau Unit Usaha BUM Desa/BUM Desa bersama yang diserahkan kepada Desa 13) Menerima laporan tahunan BUM Desa/BUM Desa bersama dan menyatakan pembebasan tanggung jawab penasihat, pelaksana operasional, dan pengawas. 14) Memballas dan memutuskan penutupan kerugian BUM Desa/EUM Desa bersama dengan Aset BUM Desa/BUM Desa Bersama. 15) Membahas dan memutuskan bentuk pertanggungjawaban yang harus dilaksanakan oleh penasihat, pelaksana operasional, dan/atau pengawas dalam hai terjadi kerugian BUM Desa/BUM Desa bersama yang diakibatkan oleh unsur kesengajaan atau kelalaian; 16) Memutuskan untuk menyelesaikan kerugian secara proses hukum dalam hal penasihat, pelaksana operasional, dan atau pengawas tidak menunjukkan iktikad baik melaksanakan pertanggungjawaban.



151



17) Memutuskan penghentian seluruh kegiatan operasional BUM Desa/BUM Desa bersama karena keadaan tertentu. 18) Menunjuk penyelesai dalam rangka penyelesaian seluruh kewajiban dan pembagian harta atau kekayaan hasil penghentian kegiatan Usaha BUM Desa/BUM Desa Bersama. 19) Meminta dan menerima pertanggungjawaban penyelasi. 20) Memerintahkan pengawas atau menunjuk auditor independen untuk melakukan audit iuvestigatif dalam hal terctapat inCikasi kesalahan dan/atau kelalaian dalam pengelolaan BUM Desa/BUM Desa bersama. Begitu luasnya kewenagan Msuyawarah Desa dalam pendirian dan pengelolaan BUMDES menunjukkan bahwa peran serta masyarakat dalam pendirian BUM Desa/BUM Desa Bersama sangat besar.



2. Tujuan Pendirian BUM Desa/BUM Desa Bersama BUM Desa/BUM Desa Bersama bertujuan: agar Desa dapat melakukan kegiatan ursaha ekonomi melalui pengelolaan usaha, serta pengembangan investasi dan procluktivitas perekonomian, dan potensi Desa. Melakukan kegiatan pelayanan umum melalui penyediaan barang dan/atau jasa serta pemenuhan kebutuhan umurn masyarakat Desa, dan mengelola lumbung pangan Desa. Dengan demikian Desa akan memperoleh keuntungan atau laba bersih bagi peningkatan pendapatan asli Desa serta mcngembangkan sebesar-hesarnya manfaat atas surnber daya ekonomi masyarakat Desa. Untuk itu pernanfaatan Aset Desa guna menciptakan nilai tanbah atas Aset Desa; dan mengembangkan ekosistem ekonomi digital di Desa perlu dilakukan. Untuk mmewujudkan tujuan pendirian BUM Desa/BUM Desa bersama, pengelolaan BUM Desa/BUM Desa bersama dilaksanakan berdasarkan semangat kekeluargaan dan kegotongroyongan dengan prinsip: profesional; terbuka dan bertal-rggung jawab; partisipatif; prioritas sumber daya lokal; dan berkelanjutan. Pencapaian tujuan BUM Desa/BUM Desa Bersarna tersebut, dilakukan melalui pengembangan fungsi BUM Desa/BUM Desa bersama meliputi: konsolidasi produk barang dan/atau jasa masyarakat Desa; produksi barang dan/atau jasa; penampung, pembeli, pemasaran produk masyarakat Desa; inkubasi usaha masyarakat Desa; stimulasi dan dinamisasi usaha ekonomi masyarakat Desa; pelayanan kebutuhan dasar dan umum bagi masyarakat Desa; peniugkatan kemanfaatan dan nilai ekonomi kekayaan budaya, religiositas dan sumberdaya alam, serta peningkatan nilai tambah set Desa dan pendapatan asli Desa. 3. Pendirian BUM Desa/BUM Desa Bersama Tatacara pendirian BUM Desa/BUM Desa Bersama diatur pada pasal Pasal 7 PP 11 Tahun 2021 sebagai berikut: 152



1) BUM Desa didirikan oleh 1 (satu) Desa berdasarkan Musyawarah Desa dan pendiriannya ditetapkan dengan Peraturan Desa. 2) BUM Desa bersama diclirikan oleh 2 (dua) Desa atau lebih berdasarkan Musyawarah Antar Desa dan pendiriannya ditetapkan dengan Peraturan Bersama Kepala Desa. 3) BUM Desa bersama didirikan berdasarkan kesamaan potensi, kegiatan usaha, atau kedekatan wilayah. 4) Pendirian BUM Desa bersama tidak terikat pada batas wilayah administratif. 5) Pendirian BUM Desa bersanra dilakukan Desa Cengan Desa lain secara langsung.tanpa mempertimbangkan ada atau tidaknya BUM Desa di Desa masing-masing. 6) Peraturan Desa dan Peraturan Bersama Kepala Desa pailing sedikit memuat: penetaparr pendirian BUM Desa/BIJM Desa bersama; Anggaran Dasar BUM Desa/BUM Desa bersama; dan penetapan besarnya penyertaan modal Desa dan/atau rrrasyarakat Desa dalam rangka pendirian BUll Desa/B'UM Desa bersama. BUM Desa/BUM Desa Bersama memperoleh status badan hukum pada saat diterbitkannya sertifikat pendaftaran secara elektronik dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia. Dalam hal BUM Desa/BUM Desa Bersama memiliki Unit Usaha BUM Desa/ BUM Desa bersama, kedudukan badan hukum unit usaha tersebut terpisah ctari BUM Desa/BUM Desa bersama sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Untuk rnemperoleh status badan hukum, Pemerintah Desa melakukan pendaftaran BUM Desa/BUM Desa bersarna kepada Menteri melaluri sistem informasi Desa. Hasil pendaftaran BUM Desa/BUM Desa bersama terintegrasi dengan sistem administrasi badan hukum pada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia. Hasil pendaftaran BUM Desa/BUM Desa bersama menjadi dasar Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dibidang hukum dan hak asasi manusia untuk menerbitkan sertifikat pendaftaran badan hukum BUM Desa/BUM Desa Bersama. Ketentuah mengenai pendaftaran BUM Desa/BUM Desa Bersama diatur dengan Peraturan Menteri. Pendirian BUM Desa/BUM Desa Bersama didasarkan pada pertimbangan: • kebutuhan masyarakat; • pemdcahan masalah bersama • kelayakan usaha; • model bisnis, tata keIola, bentuk organisasi dan jenis usaha, serta pengetahuan dan teknologi; dan • visi pelestarian, orientasi keberlanjutan, dan misi pelindungan nilai religiositias, adat istiadat, perilaku sosial, dan kearifan local. 4. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga



153



Anggaran Dasar BUM Desa/BUM Desa bersama dan perubahannya dibahas dan ditetapkan melalui Musyawarah Desa/ Musyawarah Antar Desa. Anggaran Dasar BUM Desa/BUM Desa Bersama paling sedikit mernuat: nama; tempat kedudukan, maksud dan tujuan pendirian; modal, jenis usahra di bidang ekonomi dan/atau pelayanan umum; nama dan jumlah penasihat, pelaksana operasional, dan pengawas; hak dan kewajiban, tugas, tanggung jawab dan wewenang serta tata cara pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian penasihat, pelaksana- operasional, dan/atau pengawas; dan ketentuan pokok penggunaan dan pembagian dan/atau pelaksanaan dan pemanfaatan hasil usaha. Uraian lebih lanjut mengenai anggaran dasar dan anggaran rumahtangga BUM Desa/BUM Desa Bersama dapat dilihat pada PP 11 tahun 2021, mulai dari Pasal 11 sampai dengan Pasal 13. 5. Organisasi dan Pegawai Organisasi BUM Desa/BUM Desa bcrsama terpisah dari Pemerintah Desa. Struktur Organisasi BUM Desa/BUM Desa Bersama terdiri atas: Musyawarah Desa/Musyau'ar.ah Antar Desa; Penasihat; Pelaksana operasional; dan Pengawas. Uraian lebih lanjut mengenai Organisasi dan Pegawai BUM Desa/BUM Desa Bersama dapat dilihat pada PP 11 tahun 2021, mulai dari Pasal 14 sampai dengan Pasal 38. 6. Rencana Program Kerja Pelaksana operasional menyusun rancangan rencana program kerja BUM Desa/BUM Desa bersama sebelum dimulainya tahun bukuyang akan datang. Rancangan rencana program kerja BUM Desa/BUM Desa bersama disampaikan kepada penasihat dan pengawas untuk ditelaah. Hasil telaahan rancangan rencana program keda BUM Desa/BUM Desa Bersama diputuskan dalam Musyawarah Desa/Musyawarah Antar Desa sebagai rencana program kerja BUM Desa/BUM Desa bersama. Dalam hal pelaksana operasional tidak menyusun rancangan rencana program kerja BUM Desa/BUM Desa bersama, berlaku rencana program kerja BUM Desa/BUM Desa bersama tahun sebelumnya. Rencana program kerja BUM Desa/BUM Desa Bersarna paling sedikit memuat: a. Sasaran usaha, strategi usaha, kebijakan, dan program kerja/kegiatan BUM Desa/BUM Desa bersarna. b. Anggaran BUM Desa/BUM Desa bersama yang dirinci atas setiap anggaran program kerjalkegiatan. c. Hal lain yang memerlukan keputusan Musyawarah Desa/ Mr"rsyawarah Antar Desa. 7. Kepemilikan, Modal, Aset, dan Pinjaman BUM Desa/BUM Desa Bersam 154



a. Modal BUM Desa/BUM Desa Bersama Seluruh atau sebagian besar kepemilikan modal BUM Desa/BUM Desa Bersama dimiliki oleh Desa atau bersama Desa-Desa. Besaran kepemilikan modal BUM Desa/BUM Desa bersama dinyatakan dalam Anggaran Dasar BUM Desa/BUM Desa Bersama. Modal BUM Desa/BUM Desa bersama terdiri atas: 1) penyertaan modal Desa; 2) penyertaan modal masyarakat Desa; dan 3) bagian dari laba usaha yang ditetapkan dalam Musyarvarah Desa/Musyawarah Anrar Desa untuk menambah modal. Modal awal BUM Desa/BUM Desa bersama dapat berasal dari: penyertaan modal Desa: dan penyertaan modal Desa dan penyertaan modal nrasyarakat Desa. Penyertaan modal Desa bersumber dari APB Desa atau APB Desa masingmasing Desa, yang ditetapkqn dengan Peraturan Desa atau Peraturan Bersama Kepala Desa. Penyertaan modal masyarakat Desa dapat berasal dari lembaga berbadan hukum, lembaga tidak berbadan hukum, orang perseorangan, gabungan orang dari Desa dan/atau Desa-Desa setemlrat. Penyertaan modal Desa dan/atau masyarakat Desa dapat dilakukan untuk: modal awal pendirian BUMDesa/BUM Desa bersama; dan/atau penambahan modal BUM Desa/ BUM Desa bersama. Penyertaan modal Desa berupa: uang; dan/atau barang selain tanah dan bangrunan. Sementara penyertnan rnodal masyarakat Desa berupa: uang; dan/atau barang baik tanah dan bangunan maupun bukan tanah dan bangunan. Penyertaan modal Desa dan penyerteian modal masyarakat Desa dibahas dan diputuskan dalam Musyawerah Desa dan/atau Musyawarah Antar Desa. Penyertaan modal Desa dan/atau masyarakat Desa untuk penambahan modal BUM Desa/BUM Desa Bersama digunakan untul; pengembangan kegiatair Usaha BUM Desa/BUM Desa bersama dan/atau tlnit Usaha BUM Desa/BUIM Desa bersama; penguatan struktur permodalan dan peningkatan kapasitas usaha; dan/atau penugasan Desa kepada BUM Desa/BUM Desa bersama untuk melaksanakan kegatan tertentu. Penyertaan modal yang berasal dari Desa dan/atau masyarakat Desa disalurkan langsung kepada BUM Desa/BUM Desa bersama paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak keputusan Musyawarah Desa/ Musyawarah Antar Desa. Penyaluran langsung penyertaan modal kepada BUM Desa/BUM Desa bersarna dalam bentuk uang ditempatkan dalam rekening BUM Desa/BUM Desa bersama. Penyaluran langsung penyertaan modal kepada BUM Desa/BUM Desa bersama dalam bentuk barang dicatat dalam laporan keuangan BUM Desa/BUI\yI Desa bersama.



155



Dalam hal terdapat kebutuhan penambahan modal BUM Desa/BUM Desa bersama, pelaksana operasional menyampaikan rencana kebutuhan kepada penasihat dan pengawas. Rencana penambahan moclal BUM Desa/BUM Desa bersama disampaikan kepada Musyawarah Desa/Musyawarah Antar Desa setelah dilakukan analisis keuangan oleh penasihat, pelaksana operasional, dan pengawas BUM Desa/BUM Desa bersarna, serta setelah tersedianya rencana kegiatan. Rencana penambahan modal BUM Desa/BUM Desa bersama dibahas dan diputuskan dalam Musyawarah Desa/ Musyawarah Antar Desa. Penambahan modal BUM Desa/BUM Desa bersama dalam perubahan Peraturan Desa atau Peraturan Bersama Kepala Desa mengenai Anggaran Dasar BUM Desa/BUM Desa bersama. b. Aset BUM Desa/BUM Desa Bersama Aset BUM Desa/BUM Desa Bersama bersumber dari: penyertaan modal; bantuan tidak mengikat termasuk hibah; hasil usaha; pinjaman; dan/atau sumber lain yang sah. Perkembangan dan keberadaan Aset BUM Desa/BUM Desa bersama dilaporkan secara berkala dalam laporan keuangan. BUM Desa/BUM' Desa bersama melakukan pengelolaan Aset BUM Desa/BUM Desa bersama berdasarkan kaidah bisnis yang sehat. BU Desa/BUM Desa Bersama dapat menerima bantuan dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan/atau pihak lain yang tidak mengikat. Bantuan tersebut menjadi Aset BUM Desa/BUM Desa Bersama. Bantuan Per,rerintah Pusat dan Pemerintah Daerah disalurkan langsung kepada BUM Desa/BUM Desa bersama dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan penrndang-undangan. Bantuan pihak lain disalurkan langsung kepada BUM Desa/BUM Desa bersama dan dilaksanakan sewaktu-waktu sesuai dengan kesepakatan para pihak dengan BUM Desa/BUM Desa bersama. c. Pinajaman BUM Desa/BUM Desa Bersama BUM Desa/BUM Desa Bersama dapat melakukan pinjaman yang dilakukan dengan memenuhi prinsip transparan, akuntabel, efisien dan efektif, serta kehatihatian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pinjaman BUM Desa/BUM Desa bersama dapat dilakukan kepada lembaga keuangan, Pemerintah Pusal, Pemerintah Daerah, dan surnber dana dalam negeri lainnya dengan ketentuan: 1) Pinjaman digunakan untuk pengembangarr usaha dan/atau pembentukan Unit Usaha BUM Desa/BUM Desa Bersama. 2) Jangka waktu kewajiban pembayaran kembali pokok pinjarnan, bunga, dan biaya lain dalam kurun waktu yang tidak melebihi sisa rnasa jabatan direktur. 156



3) Memiliki laporan keuangan yang sehat paling sedikit 2 (dua) tahun berturutturut. 4) Tidak mengakibatkan perubahan proporsi kepemilikan modal. Rencana pinjaman diajukan oleh pelaksana operasional untuk mendapat persetujuan penasihat dan pengawas atau musyawarah Desa/Musyawarah Antar Desa sesuai dengan kewenanganya yang diatur dalam Anggaran Dasar BUM Desa/BUM Desa Bersama. 8. Unit Usaha BUM Desa/BUM Desa Bersama BUM Desa/BUM Desa Bersama dapat memiliki dan/atau membentuk Unit Usaha BUM Desa/BUM Desa bersama sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Dalam hal Unit Usaha BUM Desa/BUM Desa Bersama tersebut memiliki fungsi strategis serta berhubungan dengan hajat hidup orang banyak dan kesejahteraan umum, sebagian besar rnodal unit usaha tersebut harus dimiliki oleh BUM Desa/RUM.Desa Bersama. BUM Desa/EIUM Desa Bersama dapat memiliki modal di luar Unit Usaha BUM Desa/BUM Desa Bersama setelah mendapat persetujuan Musyawarah Desa/ Musyawarah Antar Desa. Untuk memperoleh keuntungan funans:al dan memberikan manfaat kepada masyarakat, Unit Usaha BUM Desa/BUM Desa Bersama dapat melakukan kegiatan sebagai berikut: a. Pengelolaan sumber daya dan potensi baik alam, ekonomi, budaya, scsial, religi, pengeLahrlan, keterampilan, dan tata cara hidup berbasis kearifan local di masyarakat. b. Industri pengolahan berbasis sumber daya local. c. Jaringan distribusi dan perdagangan. d. layanan jasa keuangan. e. Pelayanan umum prioritas kebutuhan dasar termelitrk pangan, elektrifika-ul: sanitasi, danpermukiman. f. Perantara barang/jasa termasuk distribusi dan keagenan. g. Kegiatan lain yang memenuhi kelayakan. BUM Desa/BUM Desa bersama dapat melakukan penutupan Unit Usaha BUM Desa/BUM Desa bersama, dalam iial rebagai berikut: a. Terjadi penurunan kinerja atau mengalami kegagalan; b. Terdapat indikasi bahwa Unit Usaha BUM Desa/BUM Desa bersama menyebabkan pencemaran danlatdu kerusakan bagi lingkungan dan kerugian masyarakat Desa. c. Terjadi penyimpangan atau pengelolaan tidak sesuai anggaran dasar dan anggaran runralr tangga Unit Usaha BUM Desa/BUM Desa Bersama. d. Sebab lain isepakati dalam Musyawarah Desa/ Musyawarah Antar Desa; dan/atau e. Sebab lain berdasarkan putusan pengadilan dan/atau sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.



157



Ketentuan mengenai penutupan Unit Usaha BUM Desa/BUM Desa Bersanra sesuai dengaq ketentuan peraturan perundang-undangan. Aset Desa yang dikelola, dipakai-sewa, dipinjam, dan diambil manfaatnya, pada saat penutupan Unit Usaha BUM Desa/BUM Desa Bersama tersebut tidak dapat dijadikan jaminan, ganti rugi, pemenuhan kewajiban atau prestasi lain yang menjadi tanggung jawab hukum Unit Usaha BUM Desa/BUM Desa Bersama. 9. Pengadaan Barang dan Jasa Pengadaan barang dan/atau jasa pada BUM Desa/BUM Desa bersama dilaksanal dengan memperhatikan prinsip transparansi, akuntabilitas, efisiensi, dan profesionalitas. Pelaksanaan pengadaan barang dan/atau jasa pada RUM Desa/BUM Desa bersama dipublikasikan melaiui media yang dapat dijangkau oleh masyarakat Desa. Ketentuan mengenai pedoman pengadaan barang dan/atau jasa pada BUiv{ Desa/BLJM Desa bersama akan diatur dengan Peraturan Menteri. 10. Kerjasama BUM Desa/RUM Desa Bersarna dalam menjalankan usaha di bidang ekonomi dan/atau pelayarran umurn dapat melakukan kerja sama dengan pihak lain. Kerja sama tersebut terdiri atas: kerja sama usaha; dan kerjasama nonusaha. Kerja sama hanrus saling menguntungkan dan melindungi kepentingan Desa dan masyarakat Desa serta para pihak yang bekerja sama, Pihak lain yang dimasud adalah paling sedikit meliputi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Pemerintah Desa, dunia usaha atau koperasi, lembaga nonpemerintah, lembaga pendidikan, dan lembaga sosial budaya, yang dimiliki warga negara atau badan hukum Indonesia, dan BUM Desa/BUM Desa Bersama lain. Kerja sama usaha termasuk tidak terbatas berupa kerja sama dengan Pemerintah Desa dalam bidang pemanfaatan Aset Desa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pengelolaan Aset Desa. Dalam kerja sama usaha tersebut, BUM Desa/BUM Desa bersama dilarang menjadikan atau meletakkan beban kewajiban atau prestasi apapun untuk pihak lain termasuk untuk penutupan risiko kerugian dan/atau jaminan pinjaman atas Aset Desa yang dikelola, didayagrnakan, dan diamhii manfaat tertentu. Selain kerja sama usaha, BUM Desa/BUM Desa bersama dapat melakukan kerja sama usaha dengan pihak lain berupa kerja sama usaha termasuk namun tidak terbatas dalam bentuk pengelolaan bersama surnber derya. Kerja sama usaha BUM Desa/BUM Desa Bersama dengan pihak lain berupa pengelolaan bersama sumber daya dilakukan setelah mempertimbangkan kedudukan hokum, status kepemilikan clan/atau penguasaarl objek tersebut berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.



158



Rencana kerja sama usaha diajukan oleh pelaksana operasional untuk mendapat persetujuan penasihat dan pengawas atau Musyarvarah Desa/Musyavrarah Antar Desa sesuai kervenangannya yang diatur dalam Anggaran Dasal'BUM Desa/BUM Desa bersama. Kerja sama nonusaha tersebut dilakukan dalam bentuk paling sedikit alih teknologi, ilmu pengetahuan, seni dan kebudayaan, dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia. Rcncana kerja sama nonusaha diajukan oleh pelaksana operasional untuk mendapat persetujuan penasihat dan pengawas. 11. Pertanggungjawaban Pelaksana operasional wajib rlenviapkan laporan berkala yang mernuat pelaksanaan rencana program kerja BUM Desa/BUM Desa Bersama. Laporan berkala tersebut meliputi laporan semesteran dan laporan tahunan. Laporan semesteran disampaikan kepada penasehat. Laporan semesteran paling sedikit memuat: a. Laporan posisi keuangan sernesteran dan perhitungan laba rugi semesteran serta penjelasannya. b. Rrincian srasalah yang timbul selama 1 semester yang mempengaruhi kegiatan Desa/BUM Desa bersama Laporan tahunan disampaikan kepada Musyawarah Desa/Musyawarah Antar Desa setelah ditelaah oleh penasihat dan pengawas. Laporan tahunan tersebut paling sedikit memuat: a. Perhitungan tahunan yang terdiri atas laporan posisi keuangan akhir tahun buku yang baru berakhir dan perhitungan laba rugi dari tahun buku yang bersangkutan serta penjelasannya. b. Laporan posisi keuangan dan perhitungan laporan laba rugi konsolidasi dari Unit Usaha BUM Desa/BUM Desa bersarna. c. Laporan mengenai keadaan dan jalannya BUM Desa/BUM Desa bersama serta hasil yang telah dicapai. d. Kegiatan utama BUM Desa/BUM Desa. bersama dan perubahan selama tahun buku. e. Rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang memengaruhi kegiatan BUM Desa/BUM Desa Bersama. f. Laporan mengenai tugas pengurusan oleh pelaksana operasional, pengawasan oleh pengawas, dan pemberian nasihat oleh penasihat yang telah dilaksanakan selama tahun buku yang baru berakhir. Selain laporan berkala tersebut, pelaksana operasional sewaktu-waktu dapat memberikan laporan khusus kepada pengawas dan/atau Musyawarah Desa/Musyawarah Antar Desa. Hasil Musyawarah Desa darr/atau Musyawarah Antar Desa dipublikasikan melalui alat media massa dan penyebaran informasi publik yang mudah diakses masyarakat desa. Musyawarah Desa memutuskan penerimaan laporan tahunan BUM Desa/BUM Desa bersarna tersebut, serta memutuskan penggunaan hasil 159



Usaha BUM Desa/BUM Desa Bersama yang menjadi bagian Desa. Penerimaan laporan tahunan BUM Desa/BUM Desa Bershma oleh Musyawarah Desa/Musyawarah Antar Desa membebaskan tanggung jawab penasihat, pelaksana operasional, dan pengawas atas pelaksanaan tugas dan wewenang dalam tahun buku yang berakhir. 12. Pembagian Hasil Usaha Flasil Usaha BUM Desa/BUM Desa bersama merupakan pendapatan yang diperoleh dari hasil kegiatan usaha dikurangi dengan pengeluaran biaya dalam 1 (satu) tahun buku. Pembagian hasil Usaha BUM Desa/BUM Desa bersama yang diserahkan kepada Desa menjadi pendapatan Desa yang prioritas penggunaannya dapat ditetapkan secara khusus dan disepakati dalam musvawarah Desa/ Musyawarah antar Desa. Ketentuan mengenai pembagian hasil usaha BUMDesa/BUM Desa Bersama kepada masing-masing penyerta modal diatur dalanr Anggaran Dasar BUM Desa/BUM Desa bersarna. 13. Kerugian Terhadap laporan keuangan BUM Desa/BUM Desa bersama dilakukan pemeriksaan/audit oleh pengawas. Pelaksanaan pemeriksaan dapat dilakukan dengan menunjuk dan meminta bantuan auditor independen. Dalam hal terdapat indikasr kesalahan dan/atau kelalaian dalam pengelolaan BUM Desa/BUM Desa bersama, dapat dilakukan audit investigatif atas perintah Musyawarah Desa/Musyawarah Antar Dcsa. Dalam hal hasil pemeriksaan/audit menemukan kerugian BUM Desa/BUM Desa bersama, penasihat, pelaksana operasional, dan atau pengawas bertanggung jawab penuh secara pribadi atas, kerugian BUM Desa/BUM Desa Bersama. Penasihat, pelaksa operaSional, dan/atau pengawas tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian apabila dapat membuktikan: a. Kerugian tersebut bukan karena kesalahan atetu kelalaiannya. b. Telah melakukan wewenang dan tugasnya dengan iktikad baik dan kehatihatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan BUM Desa/BUM Desa Bersama dan/atau be.dasarkan keputusan Musyawarah Desa/ Musyarvarah Antar Desa. c. Tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan yang mengakibatkan kerugian. d. Telah mengambii tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut. Dalam hal kerugian BUM Desa/BUM Desa Bersama diakibatkan oleh unsur kesengajaan atau kelalaian penasihat, pelaksana operasional, dan/atau pengawas maka Musyawarah Desa/Musyawarah Antar Desa membahas dan memutuskan bentuk pertaniggungjawaban yang harus dilaksanakan oleh 160



penasihat, pelaksana operasional, dan/atau pengawas berdasarkah semangat kekeluargaan dan kegotongroyongan. Dalam hal penasihat, pelaksarra operasionai, dan/atau pengawas tidak menunjukkan iktikad baik melaksanakan pertanggungjawaban tersebut, maka Musyawarah Desa/Musyawarah Antar Desa memutuskan untuk menyelesaikan kerugian secara proses hukum. Apabila hasii pemeriksaan/audit menemukan kerugian murni sebagai kegagalan usaha dan tidak disebabkan unsur kesengajaan atau kelalaian penersihat, pelaksana operasional, dan/atau pengawas, kerugian diakui sebagai beban BUM Desa/BUM Desa bersama. Dalam hal BUM Desa/BUNI Desa bersama tidak dapat menutupi kerugian dengan aset dan kekayaan yang dimilikinya, maka pernyataan dan akibat kerugian, dibahas dan diputuskan melalui Musyarvarah Desa/ Musyawarah Antar Desa. Berdasarkan hasil Musyawarah Desa/Musyawarah Antar Desa, dapat diambil pilihan kebijakan: a. Dalam hal BUM Desa/BUM Desa bersama tidak memiliki kreditur, Aset BUM DesaiBUM Desa bersama dikembalikan kepada penyerta modal dan dilakukan penghentian kegiatan Usaha BUM Desa/BUM Desa Bersama b. Mengajukan permohonan pailit kepada pengadilan niaga. c. Merestrukturisasi. keuangan BUM Desa/BUM Desa bersama; d. Menutup sebagian Usaha BUM Desa/BUM Desa Bersama, serta melakukan reorga-nisasi BUM Desa/BUM Desa Bersama. e. Kebijakan lain yang sesuai berdasarkan semangat kekeluargaan dan kegotongroyongan. 14. Penghentian Kegiatan Usaha BUM Desa/BUM Desa Bersama Penghentian kegiatan Usaha BUM Desa/BUM Desa Bersama merupakan penghentian seluh kegiatan operasional BUM Desa/BUM Desa Bersama termasuk seluruh Usaha BUM Desa/BUM Desa bersama yang dimiliki karena keadaan tertentu yang diputuskan melalui Musyawarah Desa/Musyawarah Antar Desa dan ditetapkan dalam Peraturan Desa/Peraturan Bersama Kepala Desa. Keadaan tertentu yang dimaksud adalah meliputi: a. Mengalami kerugian terus menerus yang tidak dapat diselamatkan. b. Mencemarkan lingkrrngan c. Dinyatakan pailit. d. sebab lain yang sah. Penghentian kegiatan Usaha BUM Desa/BUM Desa bersama didasarkan pada hasil analisis investasi Usaha BUM Desa/BUM Desa bersama, penilaian kesehatan dan hasil evaluasi kinerja BUM Desa/BUM Desa bersarna. Penghentian kegiatan Usaha BUM Desa/BUM Desa bersama dilakukan melalui penutupan Usatra BUM Desa/BUM Desa bersama. Penghentian kegiatan Usaha BUM Desa/BUM Desa bersama diikuti dengan penyelesaian seluruh kewajiban dan pembagian harta atau kekayaan hasil 161



penghentian kegiatan Usaha BUM Desa/BUM Desa bersama kepada masing-masing benyerta modal dan kreditur sesuai ketentuan perundang-udangan yang berlaku. Dalam rangka penyelesaian seluruh kewajiban dan pembagian harta atau kekayaan hasil penghentian kegiatan Usaha BUM Desa/BUIM Desa bersama ditunjuk penyelesai melalui Musyawarah Desa dan/atau Musyawarah Antar Desa. Aapabila Musyawarah Desa dan/atau Musyawarah Antar Desa tidak menunjuk penyelesai, pelaksana operasional bertindak selaku penyelesai. Penyelesai yang dimaksud ditetapkan dalam keputusan penasihat. Selama proeses penyelesaian, BUM Desa/BUM Desa bersama tetap ada dengan sebutan BUM Desa/BUM Desa bersarna dalam penyelesaian. Penyelesai mempunyai hak, wewenang, dan kewajiban sebagai berikut: a. Melakukan segala perbuatan hukum untuk dan atas nama BUM Desa/BUM Desa bersama dalam penyelesaian. b. Mengumpulkan segala keterangan yang diperlukan. c. Mengundang pelaksana operasional SUM Desa/BUM Desa bersama, baik senciiri-selrdiri maupun Bersama-sama; d. Memperoleh, memeriksa, dan menggunakan segala catatan dan arsip BUM Desa/BUM Desa bersama; e. Menetapkan dan melaksanakan segala kewajiban pembavaran yang didahulukan dari pembayaran utang lalnnya. f. Menggunakan sisa kekayaan BUM Desa/BUM Desa Bersama untuk menyelesaikan sisa kewajiban BUM Desa/ BUM Desa Bersama. g. Membagikan sisa hasil penyelesaian kepada penyerta modal. h. Membuat berita acara penyelesaian. Penyelesaian dilaksanakan setelah dikeluarkan keputusan penghentian kegiatan Usaha BUM Desa/BUM Desa bersama oleh Musyawarah Desa/ Musvawarah Antar Desa. Penyelesai bertanggung jawab kepada Musyawarah Desa/ Musyarvarah Arrtar Desa. Dalam hal terjadi penghentian kegiatan Usaha BUM Desa/BUM Desa bersama, penyerta modal hanya menanggung kerugian sebesar modal yang disertakan. Penghentian kegiatan Usaha BUM Desa/BUM Desa bersama harus dilaporkan kepada Menteri guna pemutakhiran data. Penghentian kegiatan Usaha BUM Desa/BUM Desa bersama tidak berakibat pada penghapusan entitas BUM Desa/BUM Desa bersama sebagai badan hukum. BUM Desa/BUM Desa bersama dapat dioperasionalisasikan kembali melalui: a. Penyertaan modal baru b. Penataan Organisasi BUM Desa/BUM Desa bersama c. Pembentukan usaha baru d. Tindakan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.



162



Pengoperasionalan kembali BUM Desa/BUM Desa bersama ditetapkan dengan Peraturan Desa atau Peraturan Bersama Kepala Desa, dan dilaporkan kepada Menteri guna pemutakhiran data. 15. Perpajakan dan Retribusi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dapat memberikan insentif dan kemudahan perpajakan serta retribusi bagi BUM Desa/BUM Desa bersama sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 16. Pendataan, Pemeringkatan, Pembinaan, dan Pengembangan BUM Desa/BUM Desa Bersama Menteri melakukan pendataan dan pemeringkatan BUM Desa/BUM Desa bersama. Hasil pendataan dan pemeringkatan menjadi dasar untuk evaluasi, pembinaan, dan pengembangan BUM Desa/BUM Desa bersama. Ketentuan lebih lanjut mengenai pendataan dan pemeiringkatan BUM Desa/BUM Desa bersama diatur dengan Peraturan Menteri Desa PDTT. Lihat Peraturan Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigran No. 3 Tahun 2021, Tentang Pendataan, Pemeringkatan, Pembinaan, Pengembangan, dan Pengadaan Barang / Jasa BUM Desa/BUM Desa Bersama 17. Ketentuan Lain-Lain Pada Pasal 73 disebutkan ketentuan lain-lain sebagai berikut: a. Pengelola kegiatan dana bergulir masyarakat eks program nasional pemberdayaan masyarakat mandiri perdesaan wajib dibentuk menjadi BUM Desa bersarna paling larna 2 (dua) tahun terhitung sejak PeraLuran Pemerintah ini diundangkan. b. Modal BUM Desa bersama tersebut bersumber dari modal bersama DesaDesa dan modal masyarakat Desa. c. Modal masyarakat Desa berasal dari keseluruhan aset yang dikelola pengelola kegiatan dana bergulir masyarakat eks program nasional pembedayaan masyarakat mandiri perdesaan yang status kepemilikannya merupakan kepernilikan bersama masyarakat Desa dalam 1 (satu) kecamatan eks program nasional pemberdayaan masyarakat. d. BUM Desa bersama dapat membentuk Unit Usaha BUM Desa bersama sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. e. Keuntungan yang diperoleh dari BUM Desa bersama yang merupakan porsi pengelolaan asset eks program nasional pemberdayaan masyarakat mandiri perdesaan digunakan sebesar-besarnya untuk penanggulangan kemiskinan. f. Pelaksanaan program dan/atau kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, pemerintah Daerah, dan pihak lain yang melibatkan masyarakat Desa 163



dan memiliki dampak, potensi, dan kelembagaan yang terkait dengan pengembangan BUM Desa/BUM Desa bersarna, berkoordinasi dengan BUM Desa/BUM Desa bersarna. g. Dalam hal hasil pelaksanaan program dan/atau kegiatan tersebut, dapat dikelola oleh BUM Desa/BUM Desa bersama sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan potensi pengelolaan mendatangkan manfaat bagi masyarakar Desa dan/atau BUM Desa/BUM Desa bersama, rencana pengelolaan hasil pelaksanaan program dan/atau kegiatan diputuskan dalam Musvarrvarah Desa/ Musyawarah Antar Desa. 18. Ketentuan Peralihan BUM Desa/BUM Desa bersama yang telah ada sebelum Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, wajib menyesuaikan dengan Peraturan Pemerintah ini paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak Peraturan Pemerintah ini diundangkan. Periodesasi jabatan pelaksana operasional dan pengawas BUM Desa/BUM Desa bersama yang telah ditetapkan sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini tetap berlaku sampai dengan berakhirnya periodesasi rnasa jabatan dimaksud. 19. Ketentuan Penutup Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, BAB VIII tentang Badan Usaha Milik Desa, Pasal 132 sampai dengan Pasal I42 Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2Ol4 tentang Desa Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor I23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5539, sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2Ol9 Nomor 4I, Tambahan Lembaran lVegara Republik Indonesia Nornor 6321), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, semua peraturan pelaksanaan yang mengatur mengenai BUM Desa/BUM Desa bersama dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini. Peraturan Pemerintah i mulai berlaku pada tanggal diundangkan .



164



Materi Pre dan Post Test Test Untuk Peserta Pelatihan Peningkatan Kapasitas Pendamping Desa 2021



Petunjuk • • •



Berilah tanda silang pada 1 jawaban yang paling tepat dari 15 pertanyaan berikut ini. Waktu pengerjaan 20 menit. Setiap jawaban yang benar mendapatkan nilai 5. Total jawaban benar mendapatkan nilai sempurna atau setara dengan 100.



1. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa dan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 Tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 yang disebut Pendamping Desa dan Pendamping Lokal Desa termasuk bagian dari: A. Penggerak Swadaya Masyaralat B. Tenaga Profesional C. Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa D. Pekerja Pihak Lain 2. Sesuai mandat Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa dan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 Tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014, pendampingan merupakan bagian dari tugas pemerintah untuk: A. Kaderisasi pendamping masyarakat desa B. Fasilitasi pelaksanaan pembangunan C. Pemberdayaan masyarakat desa D. Pembinaan aparat pemerintah desa 3. Berikut merupakan aspek profesional pendamping desa dan pendampig lokal desa, kecuali: A. Aspek humanis B. Aspek Ideologis C. Aspek kreatif-inovatif D. Aspek partisipatif 4. Peraturan Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal Dan Transmigrasi yang mana berikut ini yang mengatur tentang Pedoman Pembangunan Desa Dan Pemberdayaan Masyarakat Desa? A. Permen Desa PDTT Nomor 13 Tahun 2020 B. Permen Desa PDTT Nomor 21 Tahun 2020 C. Permen Desa PDTT Nomor 3 Tahun 2021 D. Permen Desa PDTT Nomor 17 Tahun 2019



165



5. Apa tahap pertama Pembangunan Desa yang diatur dalam Pedoman Pembangunan Desa Dan Pemberdayaan Masyarakat Desa yang terbaru? A. Perencanaan Pembangunan Desa B. Prakarsa Masyarakat Desa C. Pendataan Desa D. Kelompok Diskusi Terarah 6. Sesuai Pedoman Pembangunan Desa Dan Pemberdayaan Masyarakat Desa yang terbaru apa arah kebijakan Pembangunan Desa? A. Meningkatkan efektifitas dan efisiensi pelaksanaan Pembangunan Desa Dan Pemberdayaan Masyarakat Desa B. Meningkatkan Pembangunan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat Desa sesuai dengan kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala Desa. C. Mengembangkan prakarsa dan aspirasi masyarakat dalam Pembangunan Desa D. Tercapainya tujuan SDGs Desa 7. Ada berapa tujuan yang ingin dicapai dalam Pembangunan Desa Berkelanjutan (SDGs Desa)? A. 6 tujuan B. 17 tujuan C. 18 tujuan D. 10 tujuan 8. Berikut adalah tujuan Pembangunan Desa Berkelanjutan (SDGs Desa), kecuali? A. Layanan Desa digital B. Desa sehat dan sejahtara C. Pendidikan Desa berkualitas D. Keterlibatan perempuan Desa 9. Penyusunan arah kebijakan Pembangunan Desa Dan Pemberdayaan Masyarakat Desa dilakukan melalui? A. Indeks Desa Membangun B. Sistem Informasi Desa C. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten/Kotamadya D. Rencana Pembangunan Nasional 10.Untuk mewujudkan arah kebijakan dan mencapai tujuan tersebut Pembangunan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat Desa dilaksanakan berdasarkan prinsip berikut, kecuall? A. kemanusiaan B. kebhinekaan C. kesejahteraan D. keseimbangan alam 11.Tahap pemutakhiran data dasar SDGs Desa dilakukan setiap? A. 1 tahun B. 3 bulan C. 5 tahun D. 6 bulan 12.Bentuk partisipasi masyarakat desa dalam perencanaan Pembangunan Desa yang diatur dalam Pedoman Pembangunan Desa Dan Pemberdayaan Masyarakat Desa meliputi kegiatan berikut, kecuali? A. Memberdayakan masyarakat desa



166



B. Meningkatkan kapasitas masyarakat desa Mengikuti seluruh tahapan Perencanaan Pembangunan Desa C. Menyampaikan aspirasi, saran, pendapat secara lisan dan tertulis D. Mengorganisasikan kepentngan dan prakarsa individu dan/atau kelompok dalam Musrenbang Desa 13.Pada tahap mana dalam siklus Pembangunan Desa perlu mempertimbangkan hasil pemetaan sosial desa oleh masyarakat desa? A. Tahap pelaksanaan B. Tahap pendataan C. Tahap perencanaan D. Tahap pengawasan 14.Berikut adalah alat atau metode untuk melakukan pemetaan sosial desa, kecuali? A. Diagram Ven B. Peta Desa C. Participatory Rural Apraisal (PAR) D. Kalender Musim 15.Berikut adalah prinsip penyelenggaraan Pemerintah Desa sebagaimana diatur dalam UU Desa No. 6 Tahun 2014, kecuali A. Akuntabilitas B. Ekonomi lokal C. Partisipatif D. Keberagaman 16.Semangat Pembangunan SDGs Desa yang “tidak mengabaikan seorang pun anggota masyarakat, terutama yang terpinggirkan: adalah sejalan dengan prinsip Pembangunan Desa? A. Partisipatif B. Inklusif C. Akomodatif D. Ekslusif 17.Berikut merupakan fungsi dari akuntabilitas sosial desa, kecuali: A. Sebagai fungsi kontrol atas mekanisme tata kelola pemerintahan desa yang demokratis B. Untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan pemegang kekuasaan pemerintahan desa C. Untuk meningkatkan efektifitas layanan pemerintahan desa. D. Untuk meningkatkan kapasitas aparat pemerintah desa 18.Akuntabilitas sosial desa sebagai pendekatan keseimbangan paran partisipasi masyarakat dan kewajiban transparani pemerintahan desa dilaksanakan atas dasar prinsip tata kelola pemerintahan desa: A. Demokratis B. Efektif C. Efisien D. Partisipatif 19.Apakah bentuk resmi dari Badan Usaha Milik Desa atau Badan Usaha Milik Desa Bersama yang telah ditetapkan berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku? A. Koperasi B. Perseroan Terbatas C. Badan Hukum D. Yayasan



167



20.Berikut adalah landasan prinsip pendirian Badan Usaha Milik Desa dan Badan Usaha Miliki Desa Bersama, kecuali? A. Profesional B. Menguntungkan C. Terbuka dan bertanggungjawab D. Berkelanjutan



168