6 0 693 KB
KATA PENGANTAR Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 12 Tahun 2020 tentang Akreditasi Rumah Sakit, antara lain dinyatakan pada pasal 4 bahwa akreditasi dilaksanakan oleh lembaga independen penyelenggara akreditasi yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Atas inisiatif para praktisi dan akademisi di bidang manajemen perumahsakitan, kami telah membentuk lembaga akreditasi Rumah Sakit pada tanggal 27 Mei 2021. Pemilihan nama Lembaga Akreditasi Mutu dan Keselamatan Rumah Sakit, dimaksudkan adalah untuk menekankan bahwa lembaga ini fokus dan menukik kepada hasil dari pelaksanaan akreditasi yaitu agar mutu pelayanan dan keselamatan pasien meningkat. Para Pengurus LAM-KPRS berasal dari praktisi-praktisi Rumah Sakit dan institusi pendidikan baik dari unsur Rumah Sakit pemerintah pusat, daerah, swasta dan keagamaan. Untuk pemerataan dan percepatan pelaksanaan akreditasi ke seluruh wilayah tanah air, dibentuk regionalisasi pembinaan wilayah yang mencakup seluruh provinsi. Dibentuknya LAM-KPRS bertujuan agar dapat membantu pemerintah dalam percepatan penyelenggaraan akreditasi Rumah Sakit di Indonesia secara profesional, merata, berkesinambungan, terjangkau, dan berbasis digital agar Rumah Sakit dapat memberikan mutu pelayanan prima yang berorientasi pada kepuasan pelanggan. Dengan adanya panduan ini, diharapkan dapat membantu Rumah Sakit menyiapkan dokumen yang merupakan bagian yang cukup penting dari proses akreditasi Rumah Sakit.
1
SAMBUTAN KETUA LAM-KPRS Dengan diterbitkannya PERMENKES 12/2020, memberikan peluang terbentuknya lebih dari satu lembaga akreditasi Rumah Sakit yang independen. Lembaga Akreditasi Mutu dan Keselamatan Pasien Rumah Sakit (LAM-KPRS) merupakan lembaga independen yang dibentuk oleh para praktisi dan akademisi perumahsakitan yang berpedoman pada prinsip berorientasi pada output/outcome (khususnya kepuasan pelanggan), berbasis digital, memberdayakan wilayah, terjangkau dan menjaga kesinambungan implementasi akreditasi. Semoga LAM-KPRS dapat turut berkontribusi dalam proses akreditasi Rumah Sakit di Indonesia, untuk mencapai peningkatan mutu dan keselamatan pasienRumah Sakit sesuai standar. Terima kasih. Lembaga Akreditasi Mutu dan Keselamatan Pasien Rumah Sakit (LAM-KPRS)
dr. Andi Wahyuningsih Attas, Sp.An, KIC, M.A.R.S Direktur Utama
2
BAB I PENDAHULUAN Akreditasi Rumah Sakit merupakan upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit yang dilakukan dengan membangun sistem dan budaya mutu. Melalui akreditasi Rumah Sakit diharapkan ada perbaikan sistem di Rumah Sakit yang meliputi input, process dan product output (meliputi output dan outcome). Sebagai dasar dimulainya pembangunan sistem di Rumah Sakit, diperlukan dokumen yang merupakan regulasi di Rumah Sakit. Regulasi ini sebaiknya diatur dalam bentuk Panduan Tata Naskah Rumah Sakit, yang akan menetapkan ada 2 jenis naskah di Rumah Sakit yaitu yang merupakan produk hukum (regulasi) dan yang bukan merupakan produk hukum (surat dinas). Di dalam Panduan Penyusunan Dokumen Akreditasi Rumah Sakit ini yang akan dibahas hanyalah acuan untuk penyusunan regulasi. Hal ini menjadi penting, karena selain sebagai panduan Rumah Sakit dalam menyusun dokumen, Rumah Sakit juga menyiapkan dokumen yang terkait dengan aspek hukum. Dengan telah diterbitkannya Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009, dan telah berlaku efektif sejak tanggal 28 Oktober 2011, maka Rumah Sakit
harus mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya dalam
aspek hukum. Aspek hukum tersebut dalam kaitan kewajiban Rumah Sakit untuk memberikan bantuan hukum kepada staf 3
Rumah Sakit maupun karena harus bertanggung jawab secara hukum sesuai ketentuan UU RUMAH SAKIT. Pelaksanaan survei akreditasi Rumah Sakit yang dilakukan oleh LAM-KPRS akan lebih di titik beratkan pada implementasi serta penerapan yang dilakukan di Rumah Sakit, yang dilakukan dengan cara :
Wawancara kepada pasien dan atau keluarganya, serta kepada Pimpinan Rumah Sakit dan atau staf tenaga kesehatan serta non kesehatan Rumah Sakit .
On-site observasi terhadap kegiatan pelayanan, maupun untuk melihat bukti secara fisik, baik berupa dokumen maupun fasilitas Rumah Sakit. Implementasi tersebut, tentunya harus didasarkan pada
regulasi yang telah ditetapkan oleh Pimpinan Rumah Sakit/ Direktur Rumah Sakit. Berdasarkan hal tersebut diatas, untuk membantu Rumah Sakit dalam menyusun dokumen akreditasi, yang juga dalam upaya membangun sistem manajemen Rumah Sakit, maka dipandang perlu untuk membuat Panduan Penyusunan Dokumen Akreditasi Rumah Sakit ini.
4
Tujuan
disusunnya Panduan Penyusunan Dokumen Akreditasi
adalah a. Tersedianya panduan bagi Rumah Sakit dalam penyusunan dokumen yang berbentuk regulasi Rumah Sakit b. Tersedianya panduan bagi pembimbing dalam melakukan bimbingan akreditasi c. Tersedianya panduan untuk pelatihan surveior akreditasi Sasaran dari buku panduan ini adalah pimpinan Rumah Sakit, pembimbing dan surveior dari LAM-KPRS.
5
BAB II DOKUMEN AKREDITASI Yang dimaksud dokumen akreditasi adalah semua dokumen yang harus disiapkan Rumah Sakit dalam pelaksanaan akreditasi Rumah Sakit . Dalam hal ini dokumen dibedakan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu dokumen yang merupakan regulasi dan dokumen sebagai bukti pelaksanaan kegiatan. Untuk dokumen yang merupakan regulasi, sangat dianjurkan untuk dibuat dalam bentuk Panduan Tata Naskah Rumah Sakit. Dokumen regulasi di Rumah Sakit dapat dibedakan menjadi: 1. Regulasi pelayanan Rumah Sakit , yang terdiri dari:
Kebijakan Pelayanan Rumah Sakit
Pedoman/Panduan Pelayanan Rumah Sakit
Standar Prosedur Operasional (SPO)
Rencana
jangka panjang
(Renstra,
Rencana
strategi
bisnis, bisnis plan, dll)
Rencana kerja tahunan (RKA, RBA atau lainnya)
2. Regulasi di unit kerja Rumah Sakit yang terdiri dari:
Kebijakan Pelayanan Rumah Sakit
Pedoman/Panduan Pelayanan Rumah Sakit
Standar Prosedur Operasional (SPO)
Program (Rencana kerja tahunan unit kerja)
6
Kebijakan dan pedoman dapat ditetapkan berdasarkan keputusan atau peraturan Direktur sesuai dengan panduan tata naskah di masing – masing Rumah Sakit . Dokumen sebagai bukti pelaksanaan, terdiri dari: 1. Bukti tertulis kegiatan/rekam kegiatan 2. Dokumen
pendukung
lainnya
misalnya
Ijazah,
sertifikat
pelatihan, serifikat perijinan, kalibrasi, dll. Kebijakan, pedoman/panduan, dan prosedur merupakan kelompok dokumen regulasi sebagai acuan untuk melaksanakan kegiatan, dimana kebijakan merupakan regulasi yang tertinggi di Rumah Sakit kemudian diikuti dengan pedoman/panduan
dan
kemudian
prosedur (SPO). Karena itu untuk menyusun pedoman/panduan harus mengacu pada kebijakan-kebijakan yang sudah dikeluarkan oleh Rumah Sakit, sedangkan untuk menyusun SPO harus berdasarkan kebijakan dan pedoman/panduan. Program kerja Rumah Sakit dimulai dengan rencana strategik (renstra) untuk selama 5 tahun, yang dijabarkan dalam rencana kerja tahunan (misalnya RKA, RBA atau lainnya). Program kerja termasuk dalam regulasi karena memiliki sifat pengaturan dalam rencana kegiatan beserta anggarannya. Oleh karena itu program kerja selalu dijadikan acuan pada saat dilakukan evaluasi kinerja.
7
BAB III KEBIJAKAN DAN PEDOMAN/PANDUAN A. Kebijakan Kebijakan Rumah Sakit adalah penetapan
Direktur/
Pimpinan Rumah Sakit pada tataran strategis atau bersifat garis besar yang mengikat. Karena kebijakan bersifat garis besar maka untuk penerapan kebijakan tersebut perlu disusun pedoman/panduan dan prosedur sehingga ada kejelasan langkah–langkah untuk melaksanakan kebijakan tersebut. Kebijakan ditetapkan dengan peraturan atau keputusan Direktur/Pimpinan Rumah Sakit. Kebijakan dapat dituangkan dalam pasal-pasal di dalam peraturan/keputusan tersebut atau merupakan lampiran dari peraturan/keputusan. Contoh format dokumen untuk Kebijakan adalah format peraturan/keputusan Direktur Rumah Sakit/Pimpinan Rumah Sakit sebagai berikut : 1. Pembukaan a. Judul : Peraturan/Keputusan Direktur Rumah Sakit tentang Kebijakan pelayanan ......... b. Nomor : sesuai dengan nomor surat peraturan/keputusan di Rumah Sakit.
8
c. Jabatan pembuat peraturan/keputusan ditulis simetris, diletakkan di tengah margin serta ditulis dengan huruf kapital. 1) Konsiderans Menimbang, memuat uraian singkat tentang pokok-pokok pikiran yang menjadi latar belakang dan alasan pembuatan peraturan/keputusan. Huruf awal kata menimbang ditulis dengan huruf kapital diakhiri dengan tanda baca titik dua dan diletakkan di bagian kiri 2) Konsiderans kewenangan yang
Mengingat,
yang
memuat
dasar
dan peraturan perundang-undangan
memerintahkan
pembuatan
peraturan/
keputusan tersebut. Peraturan perundang – undangan yang menjadi dasar hukum adalah peraturan yang tingkatannya sederajat atau lebih tinggi. Konsiderans Mengingat diletakkan di bagian kiri tegak lurus dengan kata menimbang.
9
2. Diktum a. Diktum
Memutuskan
seluruhnya
ditulis
simetris
di
tengah,
dengan huruf kapital, serta diletakkan di
tengah margin b. Diktum
Menetapkan
memutuskan
dicantumkan
disejajarkan
ke
bawah
setelah dengan
kata kata
menimbang dan mengingat, huruf awal kata menetapkan ditulis dengan huruf kapital, dan diakhiri dengan tanda baca titik dua c. Nama peraturan/keputusan sesuai dengan judul (kepala), seluruhnya ditulis dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda baca titik. 3. Batang Tubuh a. Batang
tubuh
memuat
semua
substansi
peraturan/keputusan yang dirumuskan dalam 10diktumdiktum, misalnya KESATU
:
KEDUA
:
dst b. Dicantumkan
saat
berlakunya
peraturan/keputusan,
perubahan, pembatalan, pencabutan ketentuan, dan peraturan lainnya
10
c. Materi
kebijakan
dapat
peraturan/keputusan ditandatangani
dibuat
sebagai
lampiran
pada
halaman
terakhir
dan
oleh
pejabat
yang
menetapkan
peraturan/keputusan. 4. Kaki Kaki peraturan/keputusan merupakan bagian akhir substansi peraturan/keputusan
yang
memuat
penanda
tangan
penetapan peraturan/keputusan, pengundangan peraturan/ keputusan yang terdiri
atas
tempat
dan
tanggal
penetapan, nama jabatan, tanda tangan pejabat, dan nama lengkap pejabat yang menandatangani. 5. Penandatanganan Peraturan/Keputusan
Direktur/Pimpinan
Rumah
Sakit
ditandatangani oleh Direktur/Pimpinan Rumah Sakit disertai tanggal penetapan Surat Keputusan 6. Lampiran peraturan/keputusan Halaman
pertama
harus
dicantumkan
judul
dan
nomor peraturan/keputusan Lampirkan judul Surat Keputusan Halaman
terakhir
harus
ditandatangani
oleh
Direktur/Pimpinan Rumah Sakit .
11
B. Pedoman/Panduan Pedoman adalah kumpulan ketentuan dasar yang memberi arah bagaimana sesuatu harus dilakukan, dengan demikian merupakan hal pokok yang menjadi dasar untuk menentukan atau melaksanakan
kegiatan.
Sedangkan
panduan
adalah
merupakan petunjuk dalam melakukan kegiatan. Dengan demikian, dapat diartikan bahwa pedoman mengatur beberapa hal, sedangkan panduan hanya meliputi 1 (satu) kegiatan. Agar pedoman/panduan dapat dimplementasikan dengan baik dan benar, diperlukan pengaturan melalui SPO. Mengingat
sangat
pedoman/panduan
bervariasinya
maka
sulit
bentuk
untuk
dan
dibuat
isi
standar
sistematikanya atau format bakunya. Oleh karena itu Rumah Sakit menyusun/membuat sistematika buku pedoman/ panduan sesuai kebutuhan. Namun, ada
beberapa
hal
yang
perlu
diperhatikan untuk dokumen pedoman/panduan ini yaitu: 1. Setiap
pedoman/panduan
harus
dilengkapi
dengan
peraturan/keputusan Direktur/Pimpinan Rumah Sakit untuk pemberlakukan Direktur/Pimpinan keputusan
pedoman/panduan Rumah
Sakit
Direktur/Pimpinan
tersebut. diganti,
Rumah
Bila
peraturan/
Sakit
untuk
pemberlakuan pedoman/panduan tidak perlu diganti.
12
2. Peraturan/Keputusan Direktur Rumah Sakit diganti bila memang ada perubahan dalam pedoman/panduan tersebut (revisi A menjadi B atau revisi 1 menjadi 2). 3. Setiap pedoman/panduan sebaiknya dilakukan evaluasi minimal setiap setahun sekali dan dikoordinasikan dengan unit terkait dalam pelaksanaannya serta dilaporkan ke Direktur. 4. Bila
Kementerian
Kesehatan
sudah
menerbitkan
pedoman/panduan untuk suatu kegiatan/pelayanan tertentu maka Rumah Sakit dalam membuat pedoman/panduan wajib mengacu pada pedoman/ panduan yang diterbitkan oleh Kementerian Kesehatan tersebut. 5. Walaupun
format
baku
sistematika
pedoman/panduan
tidak ditetapkan, namun ada sistematika yang lazim digunakan sebagai berikut : a. Format Pedoman Pengorganisasian Unit Kerja BAB I
Pendahuluan
BAB II
Gambaran Umum Rumah Sakit
BAB III
Visi, Misi, Falsafah, Nilai dan Tujuan Rumah Sakit
BAB IV
Struktur Organisasi Rumah Sakit
BAB V
Struktur Organisasi Unit Kerja
BAB VI
Uraian Jabatan
BAB VII
Tata Hubungan Kerja
BAB VIII
Pola Ketenagaan dan Kualifikasi SDM 13
BAB IX
Kegiatan Orientasi
BAB X
Pertemuan/rapat
BAB XI
Pelaporan 1. Laporan Mingguan 2. Laporan Bulanan 3. Laporan Tahunan
b. Format Pedoman Pelayanan Unit Kerja BAB I
Pendahuluan A. Latar Belakang B. Tujuan Pedoman C. Ruang Lingkup Pelayanan D. Batasan Operasional E. Landasan Hukum
BAB II
Standar Ketenagaan A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia B. Distribusi Ketenagaan C. Pengaturan Jaga
BAB III
Standar Fasilitas A. Denah Ruang B. Standar Fasilitas
BAB IV
Tata Laksana Pelayanan
BAB V
Logistik
14
BAB VI
Keselamatan Pasien
BAB VII
Keselamatan Kerja
BAB VIII
Pengendalian Mutu
BAB IX
Penutup
c. Format Panduan Pelayanan Rumah Sakit BAB I
Definisi
BAB II
Ruang Lingkup
BAB III
Tata Laksana
BAB IV
Dokumentasi
Sistematika panduan pelayanan Rumah Sakit tersebut diatas bukanlah
baku
tergantung
dari
materi/isi
panduan.
Pedoman/panduan yang harus dibuat adalah pedoman/panduan minimal yang harus ada di Rumah Sakit yang di persyaratkan sebagai regulasi yang diminta dalam elemen penilaian. Bagi Rumah Sakit yang telah menggunakan e-file tetap harus mempunyai hard copy pedoman/panduan yang dikelola oleh Tim Akreditasi Rumah Sakit atau Bagian Administrasi Rumah Sakit.
15
BAB IV PROSEDUR A. Beberapa Istilah Prosedur Yang Sering Digunakan 1. Standard Operating Procedure
(SOP), istilah ini lazim
digunakan namun bukan merupakan istilah baku di Indonesia. 2. Standar Prosedur Operasional (SPO), istilah ini digunakan di Undang- undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran dan Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit. 3. Prosedur tetap (Protap) 4. Prosedur kerja 5. Prosedur tindakan 6. Prosedur penatalaksanaan 7. Petunjuk teknis. Walaupun banyak istilah, namun istilah digunakan adalah SPO karena sesuai dengan yang tercantum di dalam undang-undang. Oleh karena itu untuk selanjutnya istilah yang digunakan di buku panduan ini adalah SPO.
16
B. Pengertian Yang dimaksud dengan SPO adalah suatu alur/cara kerja yang sudah
ter-standarisasi,
Standar
Operasional
Prosedur
ini
memiliki kekuatan sebagai suatu petunjuk. Hal ini mencakup halhal dari operasi yang memiliki suatu prosedur tertulis yang pasti C. Tujuan Penyusunan SPO Agar berbagai proses kerja rutin terlaksana dengan efisien, efektif,
konsisten/
seragam
dan
aman,
dalam
rangka
meningkatkan mutu pelayanan melalui pemenuhan standar yang berlaku. D. Manfaat SPO 1. Memenuhi
persyaratan
standar
pelayanan
Rumah
Sakit/Akreditasi Rumah Sakit. 2. Membantu mengurangi kesalahan dan pelayanan dibawah standar (substandar) dengan memberikan langkah-Iangkah yang sudah diuji dan disetujui dalam melaksanakan berbagai kegiatan 3. Mendokumentasi langkah-langkah kegiatan. 4. Memastikan
staf
Rumah
Sakit
memahami
bagaimana
melaksanakan pekerjaannnya
17
E. Format SPO 1. Format SPO sesuai dengan lampiran Surat Edaran Direktur Pelayanan
Medik
Spesialistik
nomer
YM.00.02.2.2.837
tertanggal 1 Juni 2001, perihal bentuk SPO. 2. Format mulai diberlakukan 1 Januari 2002. 3. Format merupakan format minimal, format ini dapat diberi tambahan materi misalnya nama penyusun SPO, unit yang memeriksa SPO, dll, namun tidak boleh mengurangi itemitem yang ada di SPO . 4. Format SPO sebagai berikut : Nama Rumah Sakit dan Logo Standar Prosedur Operasional
Judul SPO No. Dokumen
Tanggal Terbit
No. Revisi
Halaman
Ditetapkan oleh Direktur Rumah Sakit
Pengertian Tujuan Kebijakan Prosedur Bidang/ Instalasi/ Unit Terkait
18
Penjelasan : Penulisan SPO yang harus tetap di dalam tabel/ kotak adalah Nama Rumah Sakit dan logo, judul SPO, SPO, No dokumen, No revisi, tanggal terbit dan tanda tangan Direktur RUMAH SAKIT, sedangkan untuk pengertian, tujuan, kebijakan, prosedur dan bidang/instalasi/unit terkait. 5. Petunjuk Pengisian SPO a. Kotak Heading: masing-masing kotak (Rumah Sakit, Judul SPO, No. dokumen, No. Revisi, Halaman, Prosedur Tetap, Tanggal terbit, Ditetapkan Direktur) diisi sebagai berikut : 1) Heading dan kotaknya dicetak pada setiap halaman. Pada halaman pertama kotak heading harus lengkap, untuk halaman-halaman berikutnya kotak heading dapat hanya memuat
:
Kotak
Nama
Rumah Sakit, Judul SPO, No. Dokumen, No. Revisi dan Halaman. 2) Kotak Rumah Sakit diberi nama Rumah Sakit dan logo Rumah Sakit (bila Rumah Sakit sudah mempunyai logo). 3) Judul SPO : diberi judul/nama SPO sesuai proses kerjanya. 19
4) Nomor Dokumen : diisi sesuai dengan ketentuan penomoran yang berlaku di Rumah Sakit yang bersangkutan, yang dibuat sistematis agar ada keseragaman. 5) No.
Revisi
:
diisi
dengan
status
revisi,
dianjurkan menggunakan huruf. Contoh : dokumen baru diberi huruf A, dokumen
revisi
pertama
diberi huruf B dan seterusnya. Tetapi dapat juga dengan angka, misalnya untuk dokumen baru dapat diberi nomor 0, sedangkan dokumen revisi pertama diberi nomor 1, dan seterusnya. 6) Halaman:
diisi
nomor
halaman
dengan
mencantumkan juga total halaman untuk SPO tersebut. Misalnya : halaman pertama: 1/5, halaman kedua: 2/5, halaman terakhir : 5/5. 7) SPO (istilah) SPO,
diberi
penamaan
sesuai
ketentuan
yang digunakan Rumah Sakit, misalnya : prosedur,
prosedur
tetap,
petunjuk
pelaksanaan, prosedur kerja dan sebagainya.
20
8) Tanggal terbit : diberi tanggal sesuai tanggal terbitnya
atau
tanggal
diberlakukannya
SPO
tersebut. 9) Ditetapkan Direktur : diberi tanda tangan Direktur dan nama jelasnya. b. Isi SPO 1) Pengertian: berisi penjelasan dan atau definisi tentang istilah yang mungkin sulit dipahami atau menyebabkan salah pengertian. 2) Tujuan: berisi tujuan pelaksanaan SPO secara spesifik. Kata kunci
:
”Sebagai
acuan
penerapan langkah-langkah untuk ...................................” 3) Kebijakan: berisi kebijakan Direktur/Pimpinan Rumah Sakit yang menjadi dasar dibuatnya SPO tsb. Dicantumkan kebijakan yang mendasari SPO tersebut,
kemudian
diikuti
dengan
peraturan/keputusan dari kebijakan terkait. 4) Prosedur: bagian ini merupakan bagian utama yang menguraikan langkah-langkah kegiatan untuk menyelesaikan proses kerja tertentu. 5) Unit terkait: berisi unit-unit yang terkait dan atau prosedur terkait dalam proses kerja tersebut.
21
F. Tata Cara Pengelolaan SPO 1. Rumah Sakit agar menetapkan siapa yang mengelola SPO 2. Pengelola SPO harus mempunyai arsip seluruh SPO Rumah Sakit 3. Pengelola SPO agar membuat tata cara penyusunan, penomoran, distribusi, penarikan, penyimpanan, evaluasi dan revisi SPO 4. Pengelola SPO melakukan evaluasi minimal 6 bulan sekali terhadap SPO yang sudah ada berdasarkan perkembangan regulasi/aturan perumahsakitan G. Tata Cara Penyusunan SPO 1. Hal-hal yang perlu diingat a) Siapa yang yang harus menulis atau menyusun SPO. b) Bagaimana merencanakan dan mengembangkan SPO. c) Bagaimana SPO dapat mudah dipahami. d) Bagaimana memperkenalkan SPO kepada pelaksana dan unit terkait. e) Bagaimana pengendalian SPO nya (nomor, revisi, distribusi serta evaluasi).
22
2. Syarat penyusunan SPO a) Identifikasi kebutuhan yakni mengidentifikasi apakah kegiatan yang dilakukan saat ini sudah ada SPO belum dan bila sudah ada agar diidentifikasi, apakah SPO masih efektik atau tidak. b) Perlu penekanan dan penegasan bahwa SPO harus ditulis oleh mereka yang melakukan pekerjaan tersebut atau oleh unit kerja tersebut, Tim atau panitia yang ditunjuk oleh Direktur/Pimpinan Rumah Sakit hanya untuk menanggapi dan mengkoreksi SPO tersebut. Hal tersebut sangatlah penting, karena komitmen terhadap pelaksanaan SPO hanya
diperoleh
dengan adanya
keterlibatan personil/unit kerja dalam penyusunan SPO. c) SPO harus merupakan flow charting dari suatu kegiatan. Pelaksana atau unit kerja agar mencatat proses kegiatan dan membuat alurnya kemudian Tim/Panitia diminta memberikan tanggapan. d) Dalam isi SPO harus dapat dikenali dengan jelas siapa melakukan apa, dimana, kapan dan mengapa. e) SPO jangan menggunakan kalimat majemuk. Subyek, predikat dan obyek harus jelas.
23
f) SPO
harus
perintah/instruksi
menggunakan dengan
bahasa
kalimat yang
dikenal
pemakai. g) SPO harus jelas ringkas dan mudah dilaksanakan. Untuk SPO pelayanan pasien maka harus memperhatikan aspek keselamatan, keamanan dan kenyamanan pasien. Untuk SPO profesi harus mengacu kepada standar profesi, standar pelayanan, mengikuti perkembangan Regulasi
dari
Kementerian
Kesehatan
dan
memperhatikan aspek keselamatan pasien. 3. Proses penyusunan SPO a) SPO disusun dengan menggunakan format SPO b) Penyusunan
SPO
dapat
dikelola
oleh
suatu
Tim/panitia dengan mekanisme sebagai berikut : 1) Pelaksana atau unit kerja menyusun SPO dengan melibatkan unit terkait. 2) SPO yang telah disusun oleh pelaksana atau unit kerja disampaikan ke Tim/Panitia SPO. 3) Fungsi Tim/Panitia SPO :
Memberikan
tanggapan,
mengkoreksi
dan
memperbaiki
terhadap SPO yang telah disusun
oleh pelaksana/unit kerja baik dari segi bahasa maupun penulisan. 24
Sebagai koordinator dari SPO yang sudah dibuat oleh masing-masing unit kerja sehingga tidak terjadi duplikasi SPO/tumpang tindih SPO antar unit.
Melakukan cek ulang terhadap SPO-SPO yang akan di tanda tangani oleh Direktur Rumah Sakit
4) Penyusunan mengidentifikasi
SPO
dilakukan
kebutuhan
SPO.
dengan Untuk
SPO
pelayanan dan SPO admnistrasi, untuk melakukan identifikasi kebutuhan SPO bisa dilakukan dengan menggambarkan proses bisnis di unit kerja tersebut atau alur kegiatan dari kerja yang dilakukan di unit tersebut. Sedangkan untuk SPO Profesi identifikasi kebutuhan dilakukan dengan mengetahui pola penyakit yang sering ditangani di unit kerja tersebut. 5) Dari identifikasi kebutuhan SPO maka di suatu unit kerja dapat diketahui berapa banyak dan macam SPO yang harus dibuat/disusun. Untuk melakukan identifikasi kebutuhan SPO dapat pula dilakukan dengan
memperhatikan
elemen
penilaian pada
standar akreditasi Rumah Sakit, minimal SPO-SPO apa saja yang harus ada. 25
6) SPO yang dipersyaratkan di elemen penilaian adalah SPO minimal yang harus ada di Rumah Sakit. Sedangkan identifikasi SPO dengan menggambarkan terlebih dahulu proses bisnis di unit kerja adalah seluruh SPO secara lengkap yang harus ada di unit kerja tersebut. 7) Mengingat SPO merupakan flow charting dari proses kegiatan maka untuk memperoleh pengertian yang jelas bagi subyek, penulisan SPO adalah dimulai dengan membuat flow chart dari kegiatan yang dilaksanakan. Caranya adalah membuat diagram kotak sederhana yang menggambarkan langkah penting dari seluruh proses. Contoh : diagram kotak untuk pembelian bahan yang digunakan di Rumah Sakit.
26
PEMILIHAN PEMASOK
MENGKOMUNIKASIKAN PERSYARATAN
PENERIMAAN BARANG
PERIKSA BARANG
MENEMPATKAN DI GUDANG Setelah dibuatkan diagram kotak maka diuraikan kegiatan di masing- masing kotak dan dibuat alurnya. Semua SPO harus ditandatangani oleh Direktur/Pimpinan Rumah Sakit. Untuk SPO pelayanan dan SPO administrasi, sebagian memerlukan uji coba Agar SPO dapat dikenali oleh pelaksana maka perlu dilakukan sosialisasi SPO-SPO tersebut dan bila SPO rumit maka untuk melaksanakan SPO perlu dilakukan pelatihan.
27
4 Yang mempengaruhi keberhasilan penyusunan SPO a) Ada komitmen dari pimpinan Rumah Sakit yang terlihat dengan adanya dukungan fasilitas dan sumber daya lainnya b) Ada fasilitator/petugas yang mempunyai kemampuan dan kemauan untuk menyusun SPO, jadi ada aspek pekerjaan dan aspek psikologis. c) Ada target waktu yaitu ada target dan jadwal yang disusun dan disepakati d) Adanya
pemantauan
dan
pelaporan
kemajuan
penyusunan SPO H. Tata Cara Penomoran SPO 1. Semua SPO harus diberi nomor 2. Rumah Sakit agar membuat kebijakan tentang pemberian nomor untuk SPO. 3. Pemberian nomor bisa mengikuti tata persuratan Rumah Sakit atau ketentuan penomoran yang khusus untuk SPO (bisa menggunakan garis miring atau dengan sistem digit). Pemberian nomor sebaiknya secara sentral.
28
4. Kode-kode yang digunakan untuk pemberian nomor : a. Kode unit kerja : Masing-masing unit kerja di Rumah Sakit mempunyai
kode
sendiri-sendiri,
kode
berbentuk angka bisa juga bebentuk huruf.
bisa
Sebagai
contoh Instalasi gawat darurat mempunyai kode 08 (bila kode berbentuk angka) atau huruf : g (bila kode berbentuk huruf) b. Kode SPO : adalah didalam tata peRumah Sakituratan RUMAH SAKIT
yang diberikan untuk SPO, kode bisa
berbentuk angka atau huruf. Sebagai contoh : kode untuk SPO adalah 03 (bila kode berbentuk angka) atau c (bila kode berbentuk huruf) c. Nomor urut SPO adalah urutan nomer SPO di dalam unit kerja. d. Contoh penomoran SPO di Instalasi Gawat Darurat : 08.03.15 (artinya SPO dari Instalasi Gawat Darurat dengan nomer urut SPO = 15) atau g.c.15 (bila penomoran dengan huruf) Contoh penomoran SPO lainnya : a. SPO
yang
khusus
untuk
satu
unit,
misalnya
IGD : ...../IGD/bulan/tahun; b. Satu SPO dipergunakan oleh 2 unit yang berbeda misalnya SPO rujukan pasien maka penomoran bisa sebagai berikut : ...../IGD/Keperawatan/bulan/tahun 29
I. Tata Cara Penyimpanan SPO 1. Yang dimaksud penyimpanan adalah bagaimana
SPO
tersebut disimpan. 2. SPO asli agar disimpan di sekretariat Tim akreditasi Rumah Sakit atau Bagian sekretariat Rumah Sakit, sesuai dengan kebijakan yang berlaku di Rumah Sakit tersebut tentang tata cara pengarsipan dokumen. Penyimpanan SPO yang asli harus rapi, sesuai metode pengarsipan dokumen sehingga mudah dicari kembai bila diperlukan. 3. SPO foto copy ada di simpan di masing-masing unit kerja dimana SPO tersebut
dipergunakan. Bila
SPO
tersebut
sudah tidak berlaku lagi atau tidak dipergunakan lagi karena di revisi atau hal lainnya maka unit kerja wajib mengembalikan SPO yang sudah tidak berlaku tersebut ke sekretariat Tim Akreditasi/Sekretariat Rumah Sakit sehingga di unit kerja hanya ada SPO yang masih berlaku saja. 4. Sekretariat Tim Akreditasi/Bagian sekretariat Rumah Sakit dapat memusnahkan foto copy SPO yang tidak berlaku tersebut, namun untuk SPO nya yang asli agar tetap disimpan, dengan lama penyimpanan sesuai ketentuan dalam pengarsipan dokumen di Rumah Sakit. 5. SPO di unit kerja harus harus diletakkan ditempat yang mudah dilihat, mudah diambil dan mudah dibaca oleh pelaksana 30
6. Bagi rumah sakit yang sudah menggunakan e-file maka penyimpanan SPO sebagai berikut : a. Setiap SPO harus di print-out dan disimpan sebagai SPO asli . b. SPO di unit kerja tidak perlu hard copy, SPO bisa dilihat di intranet di Rumah Sakit. Namun untuk SPO penanganan gawat darurat tetap harus dibuatkan hard copynya. J. TATA CARA PENDISTRIBUSIAN SPO 1. Yang dimaksud dengan distribusi adalah kegiatan atau usaha menyampaikan SPO kepada unit kerja dan atau pelaksana yang memerlukan SPO tersebut agar dapat sebagai panduan dalam melaksanakan kegiatannya. Kegiatan ini dilakukan oleh Tim Akreditasi Rumah Sakit atau Bagian sekretariat Rumah Sakit sesuai kebijakan Rumah Sakit dalam pengendaian dokumen. 2. Distribusi harus memakai buku ekspedisi dan atau formulir tanda terima 3. Distribusi SPO bisa hanya untuk unit kerja tertentu tetapi bisa juga untuk seluruh unit kerja. Hal tersebut tergantung jenis SPO tersebut, bila SPO teRumah Sakitebut merupakan acuan untuk melakukan kegiatan di semua unit kerja maka SPO ddistribusikan ke semua unit kerja.
31
4. Namun bila SPO tersebut hanya untuk unit kerja tertentu maka distribusi
SPO hanya untuk
unit kerja
tertentu
tersebut dan unit terkait yang tertulis di SPO tersebut. 5. Bagi Rumah Sakit yang sudah menggunakan e-file maka distribusi SPO bisa melalui intranet dan diatur kewenangan otorisasi di setiap unit kerja, sehingga unit kerja dapat mengetahui batas kewenangan dalam membuka SPO K. TATA CARA EVALUASI 1. Evaluasi SPO dilaksanakan sesuai kebutuhan minimal 6 (enam) Bulan sekali dan maksimal 1 (satu) tahun sekali sesuai perkembangan perumahsakitan. 2. Evaluasi SPO dilakukan oleh masing-masing unit kerja yang dipimpin oleh kepala unit kerja. 3. Hasil evaluasi : SPO masih tetap bisa dipergunakan atau SPO perlu diperbaiki/direvisi. Perbaikan/revisi bisa isi SPO sebagian atau seluruhnya. 4. Perbaikan/revisi perlu dilakukan bila : a. Alur di SPO sudah tidak sesuai dengan keadaan yang ada b. Adanya perkembagan IPTEK c. Adanya perubahan organisasi atau kebijakan baru. d. Adanya perubahan fasilitas
32
L. INSTRUKSI KERJA Pada akreditasi Rumah Sakit tidak dikenal istilah instruksi kerja. Hal ini sesuai dengan yang tercantum, baik pada Undangundang 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran maupun Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit tentang penjelasan SPO. Pada akreditasi Rumah Sakit instruksi kerja adalah SPO karena instruksi kerja juga merupakan suatu perangkat instruksi/langkah-langkah yang dibakukan untuk menyelesaikan proses kerja rutin tertentu. 1. Font yang digunakan dalam menyusun dokumen akreditasi adalah Arial dengan font size 12 dan 14 (disesuaikan dengan jenis dokumen) 2. Kertas yang digunakan dalam mencetak/print
dokumen
adalah A4 (8.27 x 11.69) 3. Proses
pembuatan
dokumen
regulasi/panduan/pedoman
harus
yang
mencakup
berdasarkan
standar
Kementerian Kesehatan atau unit yang bersangkutan. 4. Seluruh dokumen ditetapkan oleh Direktur sebagai bentuk keabsahan atau dapat diberlakukan aturan tersebut 5. SK/Pedoman/Panduan/Regulasi dari Rumah Sakit ditetapkan pada tanggal 03 – 07 Januari 2022 6. Untuk SPO, Edaran, dan dokumen lebih lanjut ditetapkan setelah SK/Pedoman/Panduan/Regulasi diterbitkan pada tanggal 10 – 31 Januari 2022 33
BAB V PROGRAM A. Pengertian Program Ada banyak pengertian tentang program sebagai berikut : 1. Menurut Collins Cobuild English Language Dictionary program: a) Rencana berkala besar dan terperinci yang dibuat untuk suatu tujuan tertentu. b) Sebuah rencana kegiatan atau pekerjaan yang akan dilaksanakan, termasuk
waktu
kapan
setiap
kegiatan itu harus terjadi atau akan dilaksanakan. 2. Menurut Longman program adalah Sebuah rencana yang baku tentang rangkaian kegiatan, daftar tugas dan lain sebagainya. 3. Menurut American Heritage Dictionary program adalah Sebuah (problem
prosedur solving),
untuk
menyelesaiakan
termasuk
masalah
pengumpulan
data,
memprosesnya dan presentasi hasilnya. 4. Menurut Oxford Advanced Leaner’s Dictionary of Current English, program adalah sebuah rencana tentang apa yang akan dikerjakan.
34
5. Buku Panduan Perencanaan Strategis dan pengukuran kinerja yang dikeluarkan oleh Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi yang dimaksud program adalah Penjabaran terperinci tentang strategi dan langkahlangkah yang dipergunakan untuk
mencapai tujuan
lembaga. 6. Kesimpulan Berdasarkan beberapa pengertian tersebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa program berisi rencana kegiatan yang akan dilaksanakan yang disusun secara rinci
yang
dipergunakan
untuk
mencapai
tujuan
lembaga/unit kerja. B. Ketentuan Program di Dalam Standar Akreditasi RS 1. Tujuan program Umum : Sebagai panduan dalam melaksanakan kegiatan unit kerja sehingga tujuan program dapat tercapai. Khusus : a. Adanya
kejelasan
langkah-langkah
dalam
melaksanakan kegiatan. b. Adanya kejelasan siapa yang melaksanakan kegiatan dan bagaimana melaksanakan kegiatan tersebut sehingga tujuan dapat tercapai. 35
c. Adanya
kejelasan
sasaran,
tujuan
dan
waktu
pelaksanaan kegiatan. 2. Sistematika/Format Program Sistematika atau format program sebagai berikut : a. Pendahuluan b. Latar belakang c. Tujuan umum dan tujuan khusus d. Kegiatan pokok dan rincian kegiatan e. Cara melaksanakan kegiatan f. Sasaran g. Schedule (Jadwal) pelaksanaan kegiatan h. Evaluasi pelaksanaan kegiatan dan pelaporan i.
Pencatatan, pelaporan dan evaluasi kegiatan
Sistematika/format tersebut diatas adalah minimal, Rumah Sakit dapat menambah sesuai kebutuhan, tetapi tidak diperbolehkan mengurangi. Contoh penambahan ditambah point untuk pembiayaan/anggaran.
36
C.
Petunjuk Penulisan Pendahuluan Yang ditulis dalam pendahuluan adalah hal-hal yang bersifat umum yang masih terkait dengan program. Latar belakang Latar belakang adalah merupakan justifikasi atau alasan mengapa program tersebut disusun. Sebaiknya dilengkapi dengan data-data sehingga alasan diperlukan program tersebut dapat lebih kuat. Tujuan umum dan tujuan khusus Tujuan disini adalah merupakan tujuan program. Tujuan umum adalah tujuan secara garis besarnya, sedangkan tujuan khusus adalah tujuan secara rinci. Kegiatan pokok dan rincian kegiatan Kegiatan pokok langkah
dan rincian kegiatan adalah langkah-
kegiatan
yang
harus
dilakukan
sehingga
tercapainya program tersebut. Karena itu antara tujuan dan kegiatan harus berkaitan dan sejalan. Cara melaksanakan kegiatan Cara melaksanakan kegiatan adalah metode untuk melaksanakan kegiatan pokok dan rincian kegiatan. Metode tersebut bisa antara bisa dengan membentuk tim, melakukan rapat, melakukan audit, dan lain-lain.
37
Sasaran Sasaran program adalah target per tahun yang spesifik dan terukur untuk mencapai tujuan-tujuan program Sasaran
program
menunjukkan
hasil
antara
yang
diperlukan untuk merealisir tujuan tertentu. Penyusunan sasaran program perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut : Sasaran yang baik memenuhi “SMART” yaitu : 1. Specific : sasaran harus menggambarkan hasil spesifik yang diinginkan, bukan cara pencapaiannya. Sasaran harus memberikan arah dan tolok ukur yang jelas sehingga dapat dijadikan landasan untuk penyusunan strategi dan kegiatan yang spesifik pula. 2. Measurable : sasaran harus terukur dan dapat dipergunakan
untuk memastikan
apa
dan
kapan
pencapaiannya. Akuntabilitas harus ditanamkan kedalam proses perencanaan. Oleh karenanya metodologi untuk mengukur pencapaian sasaran (keberhasilan program) harus
ditetapkan
sebelum
kegiatan
yang
terkait
dengan sasaran teRumah Sakitebut dilaksanakan.
38
3. Aggressive but Attainable : Apabila sasaran harus dijadikan standard keberhasilan, maka sasaran harus menantang, namun tidak boleh mengandung target yang tidak layak. Umpamanya kita bisa menetapkan sebagai suatu sasaran “ pengurangan kematian misalnya di IGD hanya sampai ketingkat tertentu” namun “meniadakan kematian” merupakan
hal yang tidak
dapat dipastikan kelayakannya. 4. Result oriented :
sedapat mungkin sasaran harus
menspesifikasikan hasil yang ingin dicapai. Misalnya : mengurangi komplain pasien sebesar 50 % 5. Time bound : sasaran sebaiknya dapat dicapai dalam waktu yang relatif pendek, mulai dari beberapa minggu sampai ke
beberapa bulan, sebaiknya kurang dari 1
tahun. Kalau ada program 5 (lima) tahun dibuat sasaran antara. Sasaran akan lebih mudah dikelola dan dapat lebih serasi dengan proses anggaran apabila dibuatnya sesuai dengan batas-batas tahun anggaran di Rumah Sakit.
39
Schedule (Jadwal) pelaksanaan kegiatan adalah merupakan perencanaan waktu melaksanakan langkah-langkah tergantung
kegiatan
rencana
program.
program
Lama
teRumah
waktu
Sakitebut
dilaksanakan. Untuk program tahunan maka jadwal yang dibuat adalah jadwal untuk 1 tahun, sedangkan untuk program 5 tahun maka jadwal yang harus dibuat adalah jadwal 5 tahun. Skedul (jadwal) dapat dibuat time tabel sebagai berikut : No
Kegiatan
Bulan 1
1.
Pembentukan Tim X
2.
Rapat Tim
3.
Dst
X
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
Evaluasi pelaksanaan kegiatan dan pelaporannya Yang dimaksud dengan evaluasi pelaksanaan kegiatan adalah evaluasi dari jadwal kegiatan. jadwal tersebut akan dievaluasi setiap berapa bulan sekali (kurun waktu tertentu), sehingga bila dari evaluasi diketahui ada pergeseran jadwal atau penyimpangan jadwal maka dapat segera diperbaiki sehingga tidak mengganggu program secara keseluruhan.
40
X
Karena itu, yang ditulis dalam kerangka acuan adalah kapan (setiap kurun waktu berapa lama) evaluasi pelaksanaan kegiatan dilakukan dan siapa yang melakukan. Yang dimaksud dengan pelaporannya adalah bagaimana membuat laporan evaluasi pelaksanaan kegiatan tersebut dan kapan laporan tersebut harus dibuat. Jadi yang harus ditulis di dalam kerangka acuan adalah cara atau bagaimana membuat laporan evaluasi dan kapan laporan harus dibuat dan ditujukan kepada siapa. Pencatatan, pelaporan dan evaluasi kegiatan Pencatatan adalah catatan kegiatan, karena itu yang ditulis di dalam kerangka acuan adalah
bagaimana melakukan
pencatatan kegiatan atau membuat dokumentasi kegiatan. Pelaporan adalah bagaimana membuat laporan program dan kurun waktu (kapan) laporan harus diserahkan sera kepada siapa saja laporan harus ditujukan. Evaluasi kegiatan adalah evaluasi pelaksanaan program secara menyeluruh.
Jadi yang ditulis di dalam krangka
acuan bagaimana melakukan evaluasi dan kapan evaluasi harus dilakukan.
41
BAB VI PENUTUP Pada prinsipnya dokumen akreditasi adalah TULIS YANG DIKERJAKAN DAN KERJAKAN YANG DITULIS DAN BISA DIBUKTIKAN, namun pada penerapannya tidaklah semudah itu.
Penyusunan
prosedur
kebijakan,
operasional
dan
pedoman/panduan, program
selain
standar
diperlukan
komitmen Direktur/Pimpinan Rumah Sakit juga perlu staf yang mampu dan mau menyusun dokumen akreditasi tersebut. Dengan tersusunnya Buku Panduan Penyusunan dokumen Akreditasi, diharapkan dapat membantu Rumah Sakit dalam menyusun dokumen-dokumen yang terkait dengan akreditasi Rumah Sakit.
Mengetahui Direktur
dr. Hadarati Razak, M.Kes
42