Buku Panduan Kulap Tambang 1 [PDF]

  • Author / Uploaded
  • Jhony
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BUKU PANDUAN KULIAH LAPANGAN TAMBANG



Tim Penyusun



PROGRAM STUDI S1 TEKNIK PERTAMBANGAN



FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MULAWARMAN 2018



KATA PENGANTAR Kuliah lapangan dimaksudkan untuk memberikan dasar pengetahuan dan keterampilan serta pembentukan perilaku bagi setiap peserta didik untuk menjadi seorang ahli di bidang pertambangan, sehingga peserta didik dapat memahami



secara



konseptual



dan



terstruktur



mengenai



konsep



perancangan tambang. Mengingat kuliah lapangan tambang merupakan bagian dari pada mata kuliah wajib S1 Teknik Pertambangan, Fakultas Teknik, Universitas Mulawarman, diharapkan seluruh peserta didik dapat mampu mengaplikasikan ilmunya secara langsung dilapangan.



Tim Penyusun PROGRAM STUDI S1 TEKNIK PERTAMBANGAN UNIVERSITAS MULAWARMAN



1



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR ....................................................................................................... 1 DAFTAR ISI ...................................................................................................................... 2 BAB I. PERLENGKAPAN LAPANGAN ...................................................................... 4 I.1



Kompas Geologi ............................................................................................. 4



I.2



Palu Geologi .................................................................................................... 5



I.3



Buku catatan lapangan, alat ukur dan ATK............................................. 5



I.4 Peta dasar topografi dari foto udara atau citra indera jauh yang lain. 5 I.5



Clipboard. ......................................................................................................... 6



I.6



Pita atau Tali Ukur dan Paku Payung. ...................................................... 6



I.7



Tas Lapangan .................................................................................................. 6



I.8



GPS (Global Positioning System) .............................................................. 7



I.9



Kamera .............................................................................................................. 8



I.10



Milimeter blok, Kalkir, dan ATK .................................................................. 8



I.11



Theodolit........................................................................................................... 8



BAB II. PEMETAAN GEOLOGI PERMUKAAN ....................................................... 11 II.1



Tujuan ............................................................................................................. 11



II.2



Perencanaan Lintasan ................................................................................ 11



II.3



Mengukur Kedudukan Struktur Bidang ................................................. 12



II.1



Mencantumkan Hasil Pengukuran Pada Peta atau Catatan ............. 14



BAB III. PENGUKURAN TOPOGRAFI ...................................................................... 15 III.1



Tujuan ............................................................................................................. 15



III.2



Prosedur Pengukuran dengan Theodolit............................................... 15



III.3



Polygon Pengukuran................................................................................... 23



III.4



Membuat Garis Kontur................................................................................ 27



BAB IV. EKSPLORASI GEOLOGI PERMUKAAN .................................................. 32 IV.1



Pola Pemboran Eksplorasi ........................................................................ 32



IV.2



3 Point Problem ............................................................................................ 33



IV.1



Cropline .......................................................................................................... 38



BAB V. RANCANGAN PIT .......................................................................................... 41 2



V.1



Tujuan ............................................................................................................. 41



V.2



Rancangan Pit ............................................................................................... 41



V.3



Break Even Stripping Ratio ....................................................................... 42



V.1



Stripping Ratio .............................................................................................. 43



BAB VI. PERHITUNGAN CADANGAN ..................................................................... 44 VI.1



Tujuan ............................................................................................................. 44



VI.2



Metode Perhitungan Cadangan ................................................................ 44



BAB VII. LAPORAN KULIAH LAPANGAN TAMBANG ......................................... 57 VII.1



Format Laporan ........................................................................................ 57



VII.2



Jadwal Kuliah Lapangan Tambang ..................................................... 58



DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 59



3



BAB I. PERLENGKAPAN LAPANGAN



Dalam kegiatan kuliah lapangan tambang, peserta didik akan diberikan beberapa peralatan untuk pendukung keperluan pengukuran dilapangan. Dan peserta didik memiliki kewajiban untuk merawat dan menjaga peralatan yang digunakan selama pengukuran lapangan berlangsung. Adapun



peralatan-peralatan



yang



menunjang



selama



keperluan



pengukuran dilapangan adalah sebagai berikut : I.1 Kompas Geologi Kompas yang diperlukan di dalam kegiatan geologi lapangan adalah kompas yang dapat dipakai untuk mengukur besaran arah jurus dan kemiringan endapan. Fungsi lain dari kompas geologi adalah dapat dipergunakan untuk menentukan arah utara dalam pembuatan kerangka pengukuran dengan menggunakan theodolite.



Gambar 1.1. Kompas Geologi Type Brunton



4



I.2 Palu Geologi Terdapat dua jenis palu geologi yang sering digunakan, yaitu jenis yang berujung runcing (pick-point), umumnya dipakai untuk batuan yang relatif massif, atau jenis yang berujung seperti pahat (chisel point), umumnya dipakai untuk batuan yang berlapis atau berfoliasi.



I.3 Buku catatan lapangan, alat ukur dan ATK Buku catatan lapangan merupakan buku saku yang dapat digunakan untuk mencatat data – data yang diperlukan dilapangan. Sebaiknya buku lapangan tahan terhadap air dan tidak cepat untuk rusak. Alat ukur dan ATK meliputi; pensil, pena atau ballpen, pensil berwarna, penghapus, mistar segitiga, busur derajat, peruncing pensil, dan “marker pen”, yang sangat berguna untuk menandai contoh batuan.



I.4 Peta dasar topografi dari foto udara atau citra indera jauh yang lain. Pada umumnya peta dasar topografi yang dipakai adalah peta berskala 1:25.000 atau 1: 50.000, tergantung pada wilayah yang telah dipetakan. Foto udara atau citra pengindraan jauh yang lain (pada skala yang kurang lebih sama), sangat membantu dalam kegiatan pemetaan geologi permukaan di lapangan. Disamping dapat menentukan lokasi lebih tepat, juga sangat membantu dalam plotting kondisi kedudukan batuan.



5



I.5 Clipboard. Untuk digunakan untuk memudahkan dalam mencatat data di lapangan. Sebainya gunakan clipboard yang keras dan mampu untuk menyimpan berkas-berkas data hasil pengukuran



I.6 Pita atau Tali Ukur dan Paku Payung. Pita atau tali ukur berukuran kecil dengan panjang 5 m – 10 m dimaksudkan untuk dipakai sebagai penanda pada saat melakukan kerangka titik ikat pemetaan topografi. Paku payung juga sangat diperlukan di dalam pengukuran kerangka titik ikat.



I.7 Tas Lapangan Untuk membawa perlengkapan ini perlu diperhatikan mengenai Tas yang dipakai di lapangan. Sebaiknya dibedakan antara tas yang dipakai untuk membawa alat-alat dan peta, dan yang dipakai untuk perbekalan dan contoh batuan. Selain itu juga perlu dipertimbangkan ukurannya, sebaiknya disesuaikan dengan kepentingan dan kondisi lapangan. Pada umumnya tas punggung berukuran sedang akan lebih sesuai untuk melakukan kegiatan pemetaan geologi permukaan lapangan dimana kamera, perbekalan, dan alat tulis dapat disimpan, serta tidak mengganggu dalam melakukan pekerjaan dalam melakukan pengamatan singkapan di medan yang sulit.



6



Gambar 1.2. Tas Lapangan



I.8 GPS (Global Positioning System) GPS, adalah suatu alat elektronik yang berfungsi untuk menentukan kedudukan suatu titik di atas permukaan bumi atau di udara. Pengukuran dengan handheld GPS memang memiliki akurasi yang rendah dan sangat tergantung dari jumlah satelit sebagai referensi dalam penentuan koordinat suatu lokasi.



Gambar 1.3. Global Positioning System



7



I.9 Kamera Kamera diperlukan dalam mengambil dokumentasi selama kegiatan pengukuran di lapangan dilakukan. Dalam fotografi, terdapat beberapa hal khusus yang wajib diperhatikan, yakni : o Gunakan camera yang tahan terhadap air o Pengambilan gambar harus sangat jelas merepresentasikan objek yang ada dilapangan dengan memperhatikan kemiringan dan sudut pengambilan gambar. o Gunakan skala pembanding o Daftarkan Nomor kutipan pada buku catatan lapangan.



I.10



Milimeter blok, Kalkir, dan ATK



Milimeter blok, kalkir, dan ATK sangat diperlukan dalam pembuatan peta topografi, peta iso-struktur, peta isopach, peta iso kualitas, peta rancangan Pit, peta jalan tambang, peta disposal dan lain-lain.



I.11



Theodolit



Fungsi theodolite yakni berguna untuk menentukan jarak miring, jarak datar dan beda tinggi suatu objek permukaan tanah terhadap referensi suatu lokasi dan ketinggian dimana theodolite tersebut ditempatkan. Referensi yang dimaksud adalah teheodolit selalu berada di suatu titik ikat yang diketahui koordinat X, koordinat Y, dan Elevasi Z yang diakui secara global.



8



Gambar 1.4. Theodolit Seperti pada gambar



diatas, adapun komponen-komponen theodolite



yakni sebagai berikut : 1. Tombol micrometer 2. Sekrup penggerak halus vertical 3. Sekrup pengunci penggerak vertical 4. Sekrup pengunci penggerak horizontal 5. Sekrup penggerak harul horizontal 6. Sekrup pendatar nivo 7. Plat dasar 8. Pengunci limbus 9. Sekrup pengunci nonius 10. Sekrup penggerak halus nonius 11. Ring pengatur posisi horizontal 12. Nivo Tabung 9



13. Sekrup koreksi nivo tabung 14. Reflektor cahaya 15. Tanda ketinggian alat 16. Slot Penjepit 17. Slot pengunci nivo tabung teleskop 18. Nivo tabung teleskop 19. Pemantul cahaya penglihatan nivo 20. Visir collimator 21. Lensa micrometer 22. Ring focus benang diafragma 23. Lensa okuler 24. Ring focus okuler



10



BAB II. PEMETAAN GEOLOGI PERMUKAAN



II.1



Tujuan



1. Peseta didik diharapkan agar dapat mengukur arah jurus dan kemiringan lapisan batuan 2. Peserta didik diharapkan agar dapat menentukan lintasan pengukuran geologi permukaan 3. Peserta didik diharapkan agar dapat memplot lintasan dan kedudukan lokasi singkapan batuan kedalam peta



II.2



Perencanaan Lintasan



Perencanaan lintasan sebaiknya disesuaikan dengan keadaan medan dimana lintasan tersebut akan dilakukan. Hal yang perlu diperhatikan adalah: 1. Lintasan sebaiknya memotong arah umum penyebaran batuan. 2. Lintasan diusahakan melalui tempat yang diduga banyak singkapan, misalnya sungai, potongan jalan (road cut), dan lain sebagainya. 3. Lintasan diusahakan tidak melalui daerah-daerah yang sulit ditempuh.



11



Gambar 2.1. Lintasan tertutup dan lintasan terbuka pemetaan geologi permukaan



II.3



Mengukur Kedudukan Struktur Bidang



Kedudukan unsur struktur geologi dinyatakan dalam besaran arah/azimuth dan kecondongan (sudut). Adapun secara geometri, struktur bidang dapat diukur dengan langkah-langkah sebagai berikut : 1. Buka cermin kompas sehingga membentuk sudut tumpul dengan dasarnya. 2. Letakkan salah satu sisi kompas yang bertanda E atau W pada bidang yang akan diukur. 3. Aturlah posisi kompas sedemikian rupa sampai horizontal dengan bantuan bull’s eyes (mata lembu). Tetapi harus dijaga agar sisi kompas tetap menempel pada bidang yang diukur. Bila bidangnya tidak rata, lakukanlah itu dengan bantuan clipboard atau sejenisnya.



12



4. Baca jarum utara dan segera catat agar tidak lupa (pengunci jarum pada kompas dapat digunakan agar bila kompas diangkat jarum tidak akan bergerak). Angka yang anda baca adalah jurus bidang yang diukur. 5. Tandailah garis potong antara bidang yang diukur dengan bidang datar kompas/ bidang horizontal (>> Jurus). 6. Ubahlah posisi kompas, tegak pada sisi samping kompas dan tegak lurus terhadap jurus (butir 5) 7. Aturlah klinometer sehingga gelembung pengatur horizontal terletak di tengah. Kemudian bacalah angka yang ditunjukkan (dalam hal ini kompas dapat diangkat). Hasil yag diperoleh adalah besarnya kemiringan (dip). 8. Untuk mengetahui arah kemiringan letekkan sisi belakang kompas (tanda S) sedemikian sehingga posisinya menjadi seperti dalam gambar 7.1c . Aturlah posisinya menjadi horizontal dan bacalah arah (kuadran) yang ditunjukkan jarum Utara. Hasil pembacaan adalah arah kemiringan. Misalnya : N, NE, E, SE, S, SW, W, dan NW.



Gambar 2.2 Teknik mengukur struktur bidang



13



II.1



Mencantumkan Hasil Pengukuran Pada Peta atau Catatan



Hasil pengukuran unsure struktur, selain dinyatakan sebagai hasil pembacaan, juga digambarkan (plot) sebagai simbol pada peta atau catatan dengan membubuhkan besaran derajat.



Gambar 2.3. Cara memplot hasil pengukuran pada peta



14



BAB III. PENGUKURAN TOPOGRAFI



III.1



Tujuan



1. Peserta didik diharapkan dapat menggunakan instrument ukur tanah yakni theodolite 2. Peserta didik diharapkan dapat menentukan, mengukur, dan mengolah data hasil pengukuran topografi berrdasarkan prinsip ilmu ukur tanah. 3. Peserta didik diharapakan dapat memplot hasil pengkuran topografi kedalam peta berupa kontur topografi



III.2 Prosedur Pengukuran dengan Theodolit 1) Menyetel Pesawat Dan Memeriksa Sumbu I a. Pasang pesawat theodolit di atas tripod



b. Tempatkan nivo sejajar dengan dua skrub penyetel A & B, dan dengan dua skrub penyetel ini gelembung nivo ditempatkan di tengah – tengah.



15



c. Putar nivo 180° dengan sumbu I sebagai sumbu putar. 1. Bila gelembung tetap ditengah – tengah pekerjaan dilanjutkan ke langkah d.



2. Bila gelembung tidak ditengah – tengah lagi, ulang langkah b, dan bila beberapa kali diulangi ternyata gelembung tidak juga ditengah – tengah setelah nivo diputar 180°. Maka kembalikan gelembung setengahnya dengan sekrub koreksi nivo dan setengahnya lagi dengan sekrub penyetel A & B. d. Ulangi pekerjaan sedemikian rupa hingga gelembung ditengah – tengah sebelum dan sesudah nivo diputar 180° dengan sumbu I sebagai sumbu putar. e. Putar 180° dengan sumbu I sebagai sumbu putar dan ketengahkan gelembung nivo dengan memutar skrub penyetel C, maka sumbu I tegak lurus pada dua garis jurusan yang mendatar dan akan tegak vertikal.



16



f.



Pekerjaan di ulang hingga bila nivo di putar ke semua jurusan gelembung tetap di tengah – tengah. Bila ada nivo lain yang biasanya dipasang pada kaki penyangga



sumbu II (nivo B) dan tegak lurus terhadap nivo yang terletak diatas alidade horizontal (nivo A) maka lanhkah kerja sebagai berikut: a.



Tempatkan nivo A sejajar dengan skrup A dan B dan nivo dengan sendirinya kearah skrup penyetel C.



b.



Tempatkan gelembung kedua nivo tengah-tengah dengan skrup penyetel A, B, C.



c.



Putar nivo 180º dengan sumbu I sebagai sumbu putar bila gelembung kedua nivo tetap di tengah-tengah berarti pesawat sudah baik (sumbu I sudah vertical).



d.



Bila gelembung nivo pindah dari tengah-tengah, coba ulangi lagi dari langkah a. Dan bila beberapa kali diulangi gelembung tidak juga ditengah-tengah setelah nivo diputar 180° , maka kembalikan gelembung kedua nivo ketengah – tengah, setengahnya dengan sekrub koreksi nivo masing – masing, maka sumbu I akan tegak lurus pada garis arah kedua nivo.



e.



Kembalikan gelembung setengahnya lagi, nivo A dengan skrup penyetel A dan B dan nivo B dengan skrup penyetel C.



f.



Mengulangi



pekerjaan,



s4ehingga



p[ada



semua



jurusan



gelembung nivo selalu ditengah-tengah yang berarti sumbu I telah vertical.



2) Memeriksa Sumbu II ┴ Sumbu I Dan Garis Bidik ┴ Sumbu II. a. Menempatkan dan menyetel pesawat ± 5m dimuka suatu dinding (tembok) yang terang. Sumbu I dianggap sudah baik.



17



b. Dengan garis bidik mendatar dan kira-kira tegak lurus pada dinding dibuat suatu titik T pada dinding yang berimpit dengan titik potong dua benang difragma.



c. Dengan menggunakan unting-unting pada dinding dibuat titik P vertical diatas T yang tingginya dua kali titik T dan titik Q vertical dibawah titik T dan letak di kaki dinding.



d. Pada titik P dan Q dipasang kertas millimeter atau kertas skala mendatar sedemikian rupa hingga titik nol skala berimpit dengan titik P dan Q . e. Bidik teropong ketitik T, putar teropong ke atas ( ke arah titik P) dan kebawah ( kearah vertical) dengan sumbu II sebagai sumbu putar , maka akan didapat 4 macam kemungkinan 1. Sewaktu teropong di bidik ketitik P dan sewaktu teropong dibidik ketitik Q garis bidik akan berimpit dengan titik P dan sewaktu teropong dibidik ketitik Q garis bidik akan berimpit 18



dengan titk Q ( pada gambar 7-3a). maka dalam hal ini peasawat sudah baik (sunbu II ┴ sumbu I dan garis bidik ┴ sumbu II ).



2. Sewaktu teropong di bidik ketitik P, garis bidik akan menunjuk ke A (sebelah kiri atau kanan P) dan sewaktu dibidik ke titik Q garis bidik akan menunjuk ke B yang bersebelahan dengan titik A dan PA = QB = x jalannya garis bidik ATB (lihat gambar).



a) Bidikkan teropong ketitik A. b) Dengan skrup koreksi sumbu II , garis bidik digeser hingga berimpit dengan titik P. c) Ulangi pekerjaan hingga diputar ke atas dan , garis bidik akan melukiskabn P.T.Q 3. Sewaktu teropong di bidik ke titik P, garis bidik akan menunjuk ke titik C sebelah kiri atau kanan ( lihat gambar 7-3c) dan sewaktu teropong dibidik ke titik Q ,garis bidik akan menunjuk ketitik D yang berada pada belahan yang sama dengan titik C PC = QD = y.



19



Maka dalam hal ini terdapat kesalahan garis bidik tidak tegak lurus sumbu II, tapi sumbu II telah tegak lurus sumbu I. -



Bidik teropong ke titik C.



-



Dengan skrup koreksi diafragma , garis bidik digeser hingga berimpit dengan titik P.



-



Ulangi pekerjaan hingga teropong diputar dari atas ke bawah atau sebaliknya garis bidik akan melukis PTQ.



4. Sewaktu teropong dibidik ketitik P, garis bidik akan menunjuk titik H , sebelah kanan atau kiri titik. Tapi PQ = a ≠ QH = b maka hal ini menunjukkan adanya kesalahan kombinasi , yaitu sumbu II tidak tegak lurus sumbu I dan garis bidik tidak tegak lurus sumbu II.



Untuk memperbaiki kesalahan ini, maka dapat dilakukan langkah-langkah seperti ini : a) Hitung besarnya x dan y. a=x+y



x = ½ (a-b) 20



b = x- y



y = ½ (a+b)



b) Bidik teropong ke skala atas ( titik 6). c) Putarlah skrup koreksi sumbu II sedemikian rupa sehingga pembacaan skala = y ( y = pengaruh tidak tidak tegak lurusnya garis bidik terhadap sumbu II). d) Ulangi pekerjaan hingga bila teropong di bidikkan ke skala atas maupun bawah pembacaan sama dengan y dan terletak pada belahan yang sama terhadap garis PTQ yang berarti sumbu II telah tegak lurus terhadap sumbu I. e) Bidik kembali teropong ke skala atas. f)



Putar skrub koreksi diafragma sedemikian rupa sehingga garis bidik menunjuk skala nol (berimpit dengan titik P)



g) Ulangi pekerjaan hingga bila teropong diarahkan dari atas ke bawah atau sebaliknya garis bidik tetap berimpit PTQ. h) Pesawat telah baik.



3) Pembacaan Sudut Horizontal dan Vertikal a. Pembacaan sudut horizontal. 1. Nyalakan alat theodolit dengan menekan tombol power



2. Arahkan pesawat ke utara dengan bantuan kompas, kemudian kunci penggerak horizontal, setelah itu tekan tombol 0 set.



21



3. Untuk membaca titik selanjutnya, putar alat searah jarum jam kemudian kunci penggerak horizontal



4. Setelah penggerak terkunci, maka pembacaan dapat dilakukan. Jadi, contoh di atas adalah pembacaan sudut horizontal. b. Pembacaan Sudut Vertikal



1. Untuk melakukan pembacaan vertical takan tombol V/%



2.



Setelah pembacaan vertical muncul dilayar LCD, bidik bak ukur kemudian kunci penggerak vertical



22



c. Pembacaan Bak Ukur Untuk melakukan pembacaan bak ukur, putar alat ke titik yang telah dipasangi bak. Setelah bak ukur terlihat, kunci penggerak vertical dan pembacaan dapat dilakukan.



III.3 Polygon Pengukuran 



Poligon Terbuka



Prinsip polygon terbuka adalah menetapkan sudut jurusan dan panjang dari beberapa gabungan garis yang bersama – sama membentuk kerangka dasar untuk keputusan pemetaan dari suatu daerah tertentu, Sudut – sudut diukur dengan tedolit searah jarum jam dan sudut – sudut jurusan dari sudut yang akan di ukur, Garis dari hasil pengukuran baik sudut maupun luasan dapat di peroleh dengan baik.



23



Analisa data hasil pengukuran polygon terbuka ini dapat di lakukan dengan 2 metode, yaitu metode Tangensial dan metode Stadia. Dalam praktikum ini, metode yang akan digunakan adalah metode tangensial. Melalui metode ini kita dapat menghitung jarak, tinggi titik dan koordinat titik.  Rumus Jarak Optis D = S/(tanα ± tanθ)  Rumus Koordinat (x,y) X2 = X1 + ∆x Y2 = Y1 + ∆y di mana : -



X2 = koordinat X titik yang dicari



-



Y2 = koordinat Y titik yang dicari



-



X1 = koordinat X titik yang diketahui



-



Y1 = koordinat Y titik yang diketahui



-



∆x = D.sin α



 α adalah KSJ



-



∆y = D.cos α



 α adalah KSJ



Gambar 3.1. Poligon Terbuka



24







Polygon Tertutup



Prinsip polygon tertutup adalah menetapkan sudut jurusan dan panjang dari beberapa gabungan garis yang bersama – sama membentuk kerangka dasar untuk keperluan pemetaan dan suatu daerah tertentu. Sudut – sudut diukur theodolit searah jarum jam dan sudut –sudut jurusan dihitung dari sudut yang akan diukur garis dari sudut hasil pengukuran baik sudut maupun luasan dapat diperoleh dengan baik. Analisa data hasil pengukuran polygon tertutup ini dapat dilakukan dengan dua metode ini kita dapat menghitung jarak, tinggi titik dan koordinat titik. Rumus-rumus yang digunakan dalam pengukuran poligon sistem stadia yaitu :  Rumus Jarak (D) D = Sn . cos2α  (BA-BB) . 100 cos2α  Rumus Koordinat (x,y) X2 = X1 + ∆x Y2 = Y1 + ∆y di mana : -



X2



= koordinat X titik yang dicari



-



Y2



= koordinat Y titik yang dicari



-



X1



= koordinat X titik yang diketahui



-



Y1



= koordinat Y titik yang diketahui



-



∆x



= D.sin α



 α adalah KSJ



-



∆y



= D.cos α



 α adalah KSJ



25



Gambar 3.2. Poligon Tertutup Pada perhitungan koordinat, nilai positif atau negatif ∆x dan ∆y diketahui berdasarkan kuadran dari koordinat sudut jurusan (KSJ)



-



Kuadran I (UT) x = +, y = +



-



Kuadran II (ST) x = +, y = -



-



Kuadran III (SB) x = -, y = -



-



Kuadran IV (UB)



26



x = -, y = +



 Rumus Koreksi Sudut -



Koreksi Sudut Luar ∑α = (n+2) . 180° 00’ 00”



-



Koreksi Sudut Dalam ∑α = (n-2) . 180° 00’ 00” Keterangan : n adalah banyaknya sudut.



 Rumus Koreksi Koordinat  Faktor koreksi x (kx) =  Faktor koreksi y (kx) =



∑Δ𝑥+ − ∑∆𝑥− ∑Δ𝑥+ + ∑∆𝑥− ∑Δ𝑦+ − ∑∆𝑦− ∑Δ𝑦+ + ∑∆𝑦−



III.4 Membuat Garis Kontur Garis kontur merupakan garis yang menghubungkan elevasi/ketinggian yang sama. Dalam membuat garis kontur, perlu diperhatikan beberapa hal



sebagai berikut ; 1. Kontur tidak boleh memotong kontur yang lain. 2. Sebelum pembuatan kontur dilakukan, apabila lokasi studi terdapat



daerah bukaan seperti lereng, puritan/ditch perlu ditegaskan berupa garis pembatas untuk crest dan toe lereng, dan garis pembatas



27



paritan/ditch agar kontur yang akan dibuat sesuai dengan kondisi di lapangan. Untuk membuat kontur, perlu juga diperhatikan interval konturnya, adapun interval kontur (IK) dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut : IK =



1 × skala peta 2000



Dalam hal lain, guna menentukan posisi/jarak dari elevasi yang akan dicari dari 2 titik yang berbeda elevasi dapat ditentukan sebagai berikut :



Jarak yang dicari =



(Elevasi yang dicari − Elevasi Terendah) × Jarak (Elevasi Tertinggi − Elevasi Terendah)



28



FORM ISI PENGUKURAN POLIGON Data



:



Surveyor



:



Area



:



Instrument



:



Date



:



Computed



:



Horiz



Loc. Horiz. Angle



STA



Point



Correcting



Dist (m)



Corrected



Azimuth Coordinate



˚







‘’



˚







‘’



dN



dE



Final Coordinate Coordinate



Z N



E



Z



N



E



Z



Z N



Remarks



E



29



30



FORM ISI PENGUKURAN DETAIL Data



:



Surveyor



:



Area



:



Instrument



:



Date



:



Computed



:



H. Angle



STADIA



V. Angle



Diff. H.



HI



STA



BS



IS



FS



Slope ˚







‘’



Top



Center



Bottom



˚







‘’



of



Elev



Remarks



Dist Height



31



BAB IV. EKSPLORASI GEOLOGI PERMUKAAN



IV.1 Pola Pemboran Eksplorasi Secara umum pola dasar eksplorasi adalah bekerja dari lokasi yang sudah diketahui menuju lokasi yang belum diketahui. Akibat adanya factor mineralisasi dan kondisi topografi, maka bentuk pola-pola eksplorasi dapat berbeda sesuai dengan kondisinya, antara lain : 1. Pola bujur sangkar, digunakan untuk jenis endapan yang mempunyai penyebaran isotrop (mineralisasi homogeny) dan topografi landau. 2. Pola persegi panjang, digunakan untuk jenis endapan yang mempunyai penyebaran mineralisasi dengan variasi bijih atau kadar ke arah tertentu lebih besar daripada variasi kadar kea rah lain dimana kondisi topografi landau. 3. Pola segitiga (acak), digunakan untuk endapan-endapan yang mempunyai penyebaran mineralisasi yang tidak homogen dimana topografi cenderung bergelombang. 4. Pola rhombohedron, umumnya digunakan untuk kondisi mineralisasi sebagaimana dijelaskan pada poin 1 dan 2 dimana kondisi di lapangan tidak memungkinkan membentuk pola bujursangkar atau persegi panjang



32



IV.2 3 Point Problem Dalam eksplorasi, penyebaran endapan merupakan hal yang sangat penting. Penyebaran yang dimaksud adalah penyebaran endapan yang digambarkan ke dalam bentuk kontur struktur. Penyebaran endapan dapat ditentukan dengan prinsip three point problem. Adapun contoh langkahlangkahnya sebagai berikut : Apabila diketahui singkapan pada 3 lokasi, maka dapat ditentukan strike dan true dip dari singkapan.



Langkah 1 



Gambarkan sebuah garis diantara singkapan pada elevasi yang lebih tinggi dan singkapan pada elevasi yang lebih rendah.







Apabila terdapat kedua singkapan memiliki elevasi yang sama maka metode three point problem tidak cocok digunakan. Pada kondisi tersebut maka ditarik garis secara langsung dari kedua singkapan yang memiliki elevasi yang sama.



33







Pada peta diatas, garis biru memiliki panjang 1600 meter,dan untuk mengetahui dip semu dapat menggunakan ilustrasi berikut :



tan(θ) = (opp/adj) tan(θ) = (400m/1600m) tan-1(400m/1600m) = θ = 14° = dip semu



Langkah 2 Untuk mengetahui letak elevasi 300, maka perbedaan harganya menjadi : Perbedaan Elevasi = 300 – 200 = 100.



34



tan(14°) = (100m/adj) adj = (100m/tan(14°)) = 401m



Langkah 3 Ukur jarak 401 m dari elevasi 200 dan diberi tanda. (disesuaikan dengan skala) Hubungkan titik elevasi 300 pada garis biru dengan singkapan elevasi 300.



Langkah 4 True dip tegak lurus daripada strike dan berarah ke elevasi yang lebih rendah. Dari gambar dibawah, arah true dip yakni South East.



35



Langkah 5 Untuk mendapatkan true dip, maka lakukan penambahan garis strike. Hubungkan garis strike ke kontur yang berelevasi 200, lalu buat garis tegak lurus dari garis strike hingga ke singkapan. Ukur jarak garis tegak lurus, dalam hal ini dari gambar (240 meter)



36



Langkah 6 Untuk mengetahui true dip, maka dapat dibuat ilustrasi pada gambar di bawah ini.



tan(θ) = (opp/adj) tan(θ) = (100m/240m) -1



tan (100m/240m) = θ = 23° = true dip



Langkah 7



Tan(23°) = (100m/adj) adj = (100m/tan(23°)) = 236m



Langkah 8



37



IV.1 Cropline Cropline



merupakan



garis



khayal



suatu



endapan



yang



muncul



dipermukaan. Pada kondisi nyata endapan yang muncul dipermukaan tanah selalu dinamakan singkapan (outcrop) dan dinyatakan dalam arah/jurus dan kemiringan. Adapun teknik yang digunakan dalam menentukan cropline, yakni sebagai berikut : Langkah 1 Kondisi mula-mula seluruh permukaan dari suatu endapan disajikan kedalam bentuk kontur struktur. Kontur struktur merupakan garis yang menghubungkan elevasi yang sama berdasarkan struktur endapannya. Kontur struktur ini secara bersama dapat digambarkan diatas peta topografi.



38



Langkah 2 Beri tanda pada perpotongan garis kontur struktur dan garis kontur topografi yang memiliki elevasi yang sama. (Pada gambar ditandai dengan warna kuning).



39



Langkah 3 Hubungkan tanda dari perpotongan garis kontur struktur dan garis kontur topografi dengan cara menarik garis. (Ingat hukum “V”)



40



BAB V. RANCANGAN PIT



V.1



Tujuan



1. Peserta didik diharapkan dapat memahami break even stripping ratio, dan stripping ratio untuk dapat diaplikasikan pada rancangan pit 2. Peserta didik diharapkan dapat membuat rancangan pit dengan mempertimbangkan nisbah pengupasan



V.2



Rancangan Pit



Perancangan pit selalu diikuti dengan beberapa data pendukung yakni : 1. Peta kontur topografi 2. Peta iso-structure, isopach dan iso-thickness untuk endapan sedimen seperti batubara 3. Peta penyebaran model blok untuk endapan bijih Rancangan pit secara konvensional dapat dilakukan dengan membuat sayatan penampang. Batas rancangan pit mempertimbangkan beberaqp faktor seperti batas Ijin Usaha Pertambangan (IUP) eksploitasi, penyebaran lapisan endapan, dimensi lereng aman, rencana produksi, nisbah kupas, aliran sungai, dan jalan Negara yang melewati tambang tersebut. Menurut Arif (2005), penentuan batas lereng akhir tambang juga mengacu pada nisbah kupas dan dimensi maksimum lereng yang aman berdasarkan rekomendasi kajian geoteknik. Rencana produksi akan menentukan batas pit yang akan di tambang setiap tahun dengan nisbah kupas tertentu.



41



Gambar 5.1 Rancangan Pit konvensional dengan sayatan penampang Batas penambangan tiap semester / tahun baik kearah lateral (luas bukaan tambang) maupun vertikal (posisi lantai tambang) diwujudkan dalam peta kemajuan tambang tiap tahun.



V.3



Break Even Stripping Ratio



Untuk menganalisis kemungkinan system penambangan yang akan digunakan, apakah tambang terbuka ataukah tambang bawah tanah, maka dipelajari Break Even Stripping Ratio (BESR)(1), yaitu perbandingan antara biaya penggalian endapan bijih (ore) dengan biaya pengupasan tanah penutup (overburden) atau merupakan perbandingan biaya penambangan bawah tanah dengan penambangan terbuka



42



𝐵𝐸𝑆𝑅(1) =



𝑈𝑛𝑑𝑒𝑟𝑔𝑟𝑜𝑢𝑛𝑑 𝑚𝑖𝑛𝑖𝑛𝑔 𝑐𝑜𝑠𝑡 𝑝𝑒𝑟 𝑡𝑜𝑛 𝑜𝑟𝑒 − 𝑂𝑝𝑒𝑛 𝑝𝑖𝑡 𝑚𝑖𝑛𝑖𝑛𝑔 𝑐𝑜𝑠𝑡 𝑝𝑒𝑟 𝑡𝑜𝑛 𝑜𝑟𝑒 𝑂𝑝𝑒𝑛 𝑝𝑖𝑡 𝑠𝑡𝑟𝑖𝑝𝑝𝑖𝑛𝑔 𝑐𝑜𝑠𝑡 𝑝𝑒𝑟 𝑡𝑜𝑛 𝑤𝑎𝑠𝑡𝑒



(BESR)(2) juga disebut economic stripping ratio yang artinya berapa besar keuntungan yang dapat diperoleh bila endapan bijih itu ditambang secara tambang terbuka, adapun untuk menentukan BESR (2) dapat menggunakan persamaan sebagai berikut : 𝐵𝐸𝑆𝑅(2) =



V.1



𝑅𝑒𝑐𝑜𝑣𝑒𝑟𝑎𝑏𝑙𝑒 𝑣𝑎𝑙𝑢𝑒 𝑝𝑒𝑟 𝑡𝑜𝑛 𝑜𝑟𝑒 − 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑐𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑐𝑜𝑠𝑡 𝑝𝑒𝑟 𝑡𝑜𝑛 𝑜𝑟𝑒 𝑆𝑡𝑟𝑖𝑝𝑝𝑖𝑛𝑔 𝑐𝑜𝑠𝑡 𝑝𝑒𝑟 𝑡𝑜𝑛 𝑤𝑎𝑠𝑡𝑒



Stripping Ratio



Nisbah pengupasan atau stripping ratio di definisikan sebagai nisbah dari jumlah material penutup (waste) terhadap jumlah material bijih (ore). Pada tambang bijih, nisbah ini biasanya dinyatakan dalam ton waste / ton ore. Di tambang batubara sering dipakai m3 / ton batubara. 𝑆𝑡𝑟𝑖𝑝𝑝𝑖𝑛𝑔 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 (𝑆𝑅) =



𝑇𝑜𝑛 𝑊𝑎𝑠𝑡𝑒 ; 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑇𝑜𝑛 𝑂𝑟𝑒



𝑆𝑡𝑟𝑖𝑝𝑝𝑖𝑛𝑔 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 (𝑆𝑅) =



𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑊𝑎𝑠𝑡𝑒 𝑇𝑜𝑛 𝐷𝑒𝑝𝑜𝑠𝑖𝑡



43



BAB VI. PERHITUNGAN CADANGAN



VI.1 Tujuan Peserta didik diharapkan dapat memahami metode perhitungan cadangan dan dapat mengaplikasikannya.



VI.2 Metode Perhitungan Cadangan Menurut (Notosiswoyo,2005) ada beberapa metode yang digunakan dalam perhitungan cadangan sebagai berikut: 



Metode penampang Metode penampang lebih cocok digunakan untuk tipe endapan yang mempunyai kontak tajam seperti bentuk tabular (perlapisan atau vein). Pola eksplorasi (bor) umumnya teratur yang terletak sepanjang garis penampang, namum untuk kasus endapan yang akan ditambang secara underground umumnya mempunyai pola bor yang kuranf teratur (misalnya sistem pengeboran kipas). Keuntungan dari metode ini adalah proses perhitunganhya tidak rumit dan sekaligus dapat dipergunakan untuk menyajikan hasil interpretasi model dalam sebuah penampang atau irisan horisontal. Sedangkan kekurangan metode penampang adalah tidak bisa dipergunakan untuk tipe endapan dengan mineralisasi yang kompleks. Di samping itu hasil perhitungan secara konvemsional ini dapat dipakai sebagai alat pembanding untuk mengecek hasil perhitungan yang lebih canggih misalnya dengan sistem blok.



44







Rumus luas rata-rata (mean area)



Rumus luas rata-rata dipakai untuk endapan yang mempunyai penampang yang seragam.



Gambar 6.1. Sketsa Perhitungan Volume Bijih Dengan Rumus Mean Area (Metode Penampang), (Notosiswoyo,2005)



S𝑉 =𝐿



(𝑆1 +𝑆2 ) 2



1,



S2



= luas penampang endapan



L



= jarak antar penampang



V



= volume endapan



Sedangkan untuk menghitung tonase bijih digunakan rumus :



T= V x BJ



Dimana : T



= tonase bijih (ton)



V



= volume bijih (m3)



BJ



= berat jenis bijih (ton/m3)



45







Rumus prismoida



Gambar 6.2. Sketsa Perhitungan Volume Bijih Dengan Rumus Prismoida, (Notosiswoyo,2005) 𝑉 = (𝑆1 + 4𝑀 + 𝑆2 )



𝐿 6



Keterangan: S1,S2 = luas penampang ujung M



= luas penampang tengah



L



= jarak antara S1 dan S2



V



= volume cadangan



46







Rumus kerucut terpancung



Gambar 6.3. Sketsa Perhitungan Volume Bijih Dengan Rumus Kecurut Terpancung, (Notosiswoyo,2005) 𝐿 (𝑆 + 𝑆2 + √𝑆1 𝑆2 ) 3 1



𝑉=



Keternagan:







S1



= luas penampang atas



S2



= luas penampang atas



L



= jarak antar S1 dan S2



V



= volume cadangan



Rumus obelisk



Rumus obelsik dipakai untuk bentuk endapan yang membajji, merupakan



suatu



modifikasi



dari



rumus



prismoida



dengan



mensubstitui: (𝑎1 + 𝑎2 ) (𝑏1 + 𝑏2 ) 2 2 𝐿 𝑉 = (𝑆1 + 4𝑀 + 𝑆2 ) 6 𝑀=



𝐿



= 6 [𝑆1 + 4



(𝑎1 +𝑎2 )(𝑏1 +𝑏2 ) 4



+ 𝑆2 ]



47



𝐿



= 3 [𝑆1 + 𝑆2 +



(𝑎1 +𝑏2 )(𝑎2 +𝑏1 ) 24



]



Gambar 6.4. Sketsa Perhitungan Voume Bijih Dengan Rumus Obelisk, (Sumber Notosiswoyo,2005)



48



No



Penampang



FORM ISI PERHITUNGAN CADANGAN Jarak Luas (m2)



antara sayatan



Volume Densitas (m3)



(Ton/m3)



Berat (Ton)



(m)



49







Metode poligon (area of influence)



Metode ini umum diterapkan pada endapan-endapan yang relatif homogen dan mempunyai geometri yang sederhana. Kadar pada suatu luasan didalam poligon ditaksir dengan nilai data yang berada ditengahtengah poligon sehingga metode ini sering disebut dengan metode poligon daerah pengaruh (area of influence). Daerah pengaruh dibuat dengan membagi dua jarak antara dua titik conto dengan satu garis sumbu.



Gambar 6.5. Metode poligon (area of influence), (Notosiswoyo,2005)



Andaikan ketebalan bijih pada titik 1 adalah t i dan luas daerah pengaruhnya adalah S1maka volume (V) = S1 x t1 (volume pengaruh). Bila specific gravity dari bijih = ρ, maka tonase bijih = S1 x t1 x ρ ton.



Untuk data yang sedikit metode poligon ini mempunyai kelemahan, antara lain : 1. Belum memperhitungkan data letak (ruang) nilai data disekitar poligon, 2. Tidak ada batasan yang pasti sejauh mana nilai conto mempengaruhi distribusi ruang.



50







Metode USGS circular 891 (1983)



Sistem united states geologicak survey (USGS,1983) merupakan pengembangan dari sistem blok dan perhitungan vokume biasa. Sistem USGS ini dianggap sesuai untuk diterapkan dalam perhitungan sumberdaya batubara, karena sistem ini ditujukan pada pengukuran bahan galian yang berbentuk perlapisan (tabular) yang memiliki ketebalan dan kemiringan lapisan yang relatif konsiten. Sumberdaya yang dihitung terdiri dari sumberdaya terukur (measure coal) dan sumberdaya terunjuk (indicated coal), yang keduanya termaksud kedalam jenis sumberdaya demonstrated coal. Prosedur atau teknik perhitungan dalam sistem USGS adalah dengan membuat lingkaran-lingkaran (setengah lingkaran) pada setiap titik informasi endapan batubara, yaitu singkapan batubara dan lokasi titik pengeboran.



51



Teknik Perhitungan Sumberdaya Batubara Berdasarkan Sistem United States Geological Survey Circular 891 (1983), (Sumber, Notosiswoyo,2005)



-



Daerah dalam radius lingkaran 0-400 m adalah untuk sumberdaya terukur.



-



Daerah radius 400-1200 m adalah untuk sumberdaya terunjuk.



52



Gambar 6.6. Cara Menghitung Sumberdaya Batubara Dengan Kemiringan ≤ 300 (Atas) Dan Kemiringan . 300 (Bawah), (USGS, 1983), (Sumber, Notosiswoyo,2005)



-



Teknik



perhitungan



seperti



gambar



diatas



hanya



berlaku



untukkemiringan lapisan lebih kecil atau sama dengan 30𝑜 (≤ 30𝑜 ). Sedangkan untuk batubara dengan kemiringan lapisan lebih besar dari 30𝑜 ≥ 30𝑜 caranya adalah mencari harga proyeksi radius lingkaranlingkaran tersebut ke permukaan terlebih dahulu. -



53



Gambar 6.7. Kontrol Struktur Pada Batas Sumberdaya Batubara (USGS, 1983), (Sumber, Notosiswoyo,2005)



Gambar diatas adalah aspek-aspek geologi daerah yang ikut mengontrol perhitungan sumberdaya batubara.



54







Metode segitiga



metode segitiga memodelkan daerah estimasi sumberdaya dalam bentuk segitiga yang berasal dari tiga titik data (gambar 2.3). nilai setiap segitiga didasarkan pada nilai rata-rata disetiap sudut-sudut segitiga, baik kagar (g) maupun ketebalan (t) tahapan perhitungan dimulai dengan mengukur luas (A) masing-masing segitiga bijih (biasanya dengan planimeter). Luas segitiga dikalikan dengan ketebalan rata-ratanya untuk mendapatkan volume masing-masing segitiga. 𝑛



𝑣𝑏𝑖𝑗𝑖ℎ = ∑ 𝐴𝑖 × 𝑡̅𝑖 𝑑𝑖𝑚𝑎𝑛𝑎 𝑡̅𝑖 = 𝑖=1







𝑡1 + 𝑡2 + 𝑡3 3



Sistem blok



Pemodelan dengan komputer untuk merepresentasikan endapan bahan galian umumnya dilakukan dengan model blok (block model). Dimensi block model dibuat sesuai dengan disain penambangnya, yaitu mempunyai ukuran yang sama dengan tinggi jenjang. Semua parameter seperti jenis batuan, kualitas batubara, dn topografi dapat dimodelkan dalam bentuk blok.parameter yang mewakili setiap blok yang teratur diperoleh dengan menggunakan metode penaksiran yang umum yaitu NNP,IDW, atau krigging. Dalam kerangka model blok, dikenal jenis penaksiran poligon dengan jarak titik terdekat (rule of nearest point), yaitu nilai hasil penaksiran hanya dipengaruhi oleh conto yang terdekat atau dengan kata lain titik (blok) terdekat memnerikan nilai pembobotan satu untuk titik yang ditaksir. Sedangkan titik (blok) yang lebih jauh memberikan nilai pembobotan nol (tidak mempunyai pengaruh).



55



Gambar 6.8. Perhitungan Sumberdaya Dengan Model Blok, (Sumber, Hustrulid dan Kuchta,2006)



56



BAB VII. LAPORAN KULIAH LAPANGAN TAMBANG



VII.1 Format Laporan Laporan kuliah lapangan tambang disusun berdasarkan urutan bab dan sub bab sebagai berikut : COVER LAPORAN DAFTAR ISI BAB I. PENDAHULUAN I.1 Lokasi dan kesampaian daerah Kuliah Lapangan I. 2 Geologi Regional daerah Kuliah Lapangan BAB II. PENGUKURAN LAPANGAN II. 1 Pengukuran geologi permukaan II. 2 Pengukuran topografi BAB III. PENGOLAHAN DATA III. 1 Pengolahan data pengukuran geologi permukaan III. 2 Pengolahan data pengukuran topografi III. 3 Rancangan PIT III. 4 Rancangan Jalan Tambang III. 5 Rancangan Disposal BAB IV. PEMBAHASAN BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN LAMPIRAN (Berupa data pengukuran dilapangan, hasil pengolahan data dan Peta-Peta)



57



VII.2 Jadwal Kuliah Lapangan Tambang Rencana kegiatan yang akan dilakukan pada acara kuliah lapangan tambang sebagai berikut : No.



1.



2.



3. 4. 5.



Kegiatan



Hari



Hari



Hari



Hari



Hari



ke-1



ke-2



ke-3



ke-4



ke-5



Pemetaan Geologi Permukaan Pengukuran Topografi dan Pengolahan Data Plotting Pemetaan Geologi Permukaan Rancang Desain PIT Rancang Desain Jalan Tambang



6.



Rancang Disposal



7.



Pembuatan Laporan



8.



Presentasi



58



DAFTAR PUSTAKA



Brinker., R.C., Wolf., P. R., 1984, Elementary Surveying, Harper & Row Publisher Inc. Heinz,. F., 1979, Ilmu dan Alat Ukur Tanah, Kanisius Publisher, Indonesia Hustrulid,. W., Kuchta,. M., 2006., Open Pit Mine Planning & Design, Taylor Francis Plc., London Arif., I., 2005., Diktat Kuliah Perencanaan Tambang., Institut Teknologi Bandung., Indonesia. Notosiswoyo., S., Lilah., S., Heriawan., M.N., Widayat., A.H., 2005, Diktat Kuliah Metode Perhitungan Cadangan, Institut Teknologi Bandung, Indonesia



59