Buku Puisi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Daftar isi Febrian Joyo Kusumo 1. Kamu……………………………………....4 2. Perpisahan………………………………..4 3. Nanti, Nantikanlah!.........................................5 4. Kusaksikan Manusia…………………………………….5 5. Angin Kecil – Kecil Dan Musim Menyekap Kita………………………………...................6 6. Sekedar Permintaan…………,………………7 7. Menyesal…………………………………….7 Muhammad Rendi Setiawan 8. Lingkungan Sehat…………………………8 9. Aku Cinta Lingkungan…………………….9 10. Pupus……………………………………….10 11. Pegunungan………………………………..11 12. Alam…………………………………………12 13. Sampah……………………………………...13 14. Alamku Hijau Berseri………………………14 Muhammad Eka Rachmad 15. Musium Perjuangan………………………15 16. Ibuku Dahulu……………………………….16 17. Ranjang Ibu…………………………………17 18. Kelambu dan Lampu Sentir………………..17 19. Hujan Bulan Juni…………………………….18 20. Biru Bukit, Bukit Kelu……………………….18 1



21. Sajak Matahari…………………………….19 Claudy Indri 22. Peluru ………………………………………20 23. Aku…………………………………………..20 24. Doa………………………………………….21 25. Siapa?......................................................22 26. Teman Perjuangan………………………..23 27. Pahlawan Tanpa Tanda Jasa……………23 28. Kamu ……………………………………….24 Aldy Manheris 29. Sketsa Sementa di Kepala…………………25 30. Malam Yang Penuh Bintang…………….…26 31. Gemerlap Kota………………………………26 32. Senja dan Pantai Yang Penuh Cerita ……27 33. Hutan Yang Hijau……………………………28 34. Sepasang Mata Yang Indah……………….29 35. Seberkas Senyum Yang Membekas……..29 Vania Edria Aurellia 36. Bintang……………………………………….30 37. Bulan dan Matahari…………………………30 38. Ketika Sahabat Menjadi Cinta……………..31 39. Motivator Sejati………………………..….…31 40. Mimpi Dan Cita………………………………32 41. Samudra Kasih Bunda…………………..…33 42. Semangat Dan Harapan…………………..35



2



Rafli Novian 43. Lereng Merapi……………………..35 44. Sajadah Panjang…………………..36 45. Malam Laut…………………………37 46. Guruku………………………………38 47. Guru………………………………….39 48. Bintang………………………………39 49. Dengan Puisi, Aku………………….40



3



Kamu Kamu sangat populer di kepalaku. Bahkan saat aku tidur. Kepalaku tetap disibukkan olehmu. Karena kamu selalu singgah dalam mimpiku Gawat! Kamu itu seperti sel aktif di otakku tak pernah berhenti.



Perpisahan Sejak kepergianmu. Kumerasa ada sesuatu yang hambar. Ada suatu ruang yang terasa kosong. Ada suatu celah yang terasa sepi. Sulit memang, ketika pikiran memaksa kita untuk ikhlas, tetapi hati kita berkata lain. Ada sisi dalam lubuk hati yang berkata-kata ia tidak bisa ikhlas.



4



Nanti, Nantikalah ! Rumput kering kemuning Terhanyut luas. Gemetar tampak hawa panas Atas padang sunyi. Rumput, akarmu jangan turut mengering; Jangan mati kaku di tanah terbaring Nanti, nantikanlah dengan sabar dan tabah sampai hujan turun membasahi bumi.



Kusaksikan Manusia Kusaksikan manusia dendam-mendendam Kudengar denyut ketakutan mengejar siang dan malam Kuyakinkan mereka akan kebaikan kemanusiaan Tapi kusaksikan pula kesetiaan pun dikhianati Ini tanah kita, orang lain tak usah campur. Tapi kulihat mereka mengangkat senjata, lalu menggempur Berikan segala tanah,



5



semua punya kami Yang menang pun mengibarkan panji-panji.



Angin Kecil – Kecil Dan Musim Menyekap Kita Di sini angin pun kecil-kecil dan mengusap wajah kita Di luar musim pun menyekap dan engahan udara Menghembus pohon-pohon, membelai-belai rambutmu Di serambi. Dingin lewat dan berhenti Bersama langkahmu. Bersama bisikan di pusat hatimu Ombak pun terputus. Laut pun surut Serta gugusan pulau-pulau berangkat remang dalam kabut Ketika termangu sepi, ketika menyala lampu-lampu di sini Gemetar cahaya dan sendat. Ketika di jalanan angin tertegun Di pucuk-pucuk daun. Ketika hilang bayang,



6



Bersama lambai tanganmu Selamat malam. Malam pun berhenti, Memusat gema dalam dadaku.



Sekedar Permintaan Hai, Angin, berembuslah dikau perlahan-lahan, Bawalah perahuku ke samuderà tujuan. Dan engkau, Air, tenangkanlah sikapmu, Gerakkan perahuku sehingga aku tenang berlagu. Sedang engkau, Perahu, sabarlah sebentar, Karena hanya engkaulah temanku berlayar.



Menyesal Pagiku hilang sudah melayang, Hari mudaku sudah pergi, Sekarang petang datang membayang, Batang usiaku sudah tinggi. Aku lalai di hari pagi, Beta lengah di masa muda, Kini hidup meracun hati,



7



Miskin ilmu, miskin harta. Apa guna kusesalkan, Menyesal tua tiada berguna, Hanya menambah luka sukma. Kepada yang muda kuharapkan, Atur barisan di hari pagi, Menuju ke arah padang bakti!



Lingkungan sehat kiri kanan pepohonan menjulang menyebarkan udara yang segar tak ada sampah kutemukan di sekitar panjang jalan



itulah lingkunganku itulah tempat tinggalku lingkungan yang subur lingkungan yang makmur



8



lingkunganku bersih tanpa sampah membuat keadaan nyaman membuat manusia senang



Aku Cinta Lingkungan Lingkungan masyarakat yang indah Dulu yang masih bersih dan ramah Sekarang telah menjadi tumpukan sampah Karena manusia membuat ulah



Banjir yang telah melanda kita Jadikan pelajaran untuk manusia Pelajaran yang sangat berharga Karena itu perbuatan kita Masyarakat harus peduli lingkungan Supaya kita merasa nyaman Dan menjadikan kita aman Karena aku cinta lingkungan



9



Pupus Waktu terus berkemas Betapa lekas siang menepi Meninggalkan kenangan yang berserak Pada jejak-jejak musim



Sementara harapan menjemput ratap Mengunyah sisa mimpi Merumuskan perih



Dalam pengembaraanku yang gamang Kulipat sisa kepedihan Ketika pintu dan jendela menujumu Tak lagi terbuka untukku



10



Pegunungan Embun dingin di pagi hari Matahari mulai naik Memancarkan sinarnya Pagi yang cerah akan kembali lagi



Pepohonan yang indah Menambah pagi yang cerah Angin berhembus semilir Betapa menambah sejuknya pagi hari



Awan Biru membentang di langit nan luas Beta indah alam pegunungan Betapa indah karunia Tuhan



11



Alam Gunung tinggi diatas tanah Berkabut putih dan cerah Udara sejuk di pagi hari Sawah hijau nan luas



Air di danau sangat sejuk Embun pagi jatuh di daun Air terjun sangat dingin Dan embun sore yang sejuk



Air biru mewarnai pantai Udara pagi di pantai sangat sejuk Di pantai ada tempat pelelangan penyu Dan laut yang sangat luas



Matahari yang hangat Menyinari lingkungan alam Sinar matahari sangat baik bagi tubuh 12



Membuat hari tampak cerah



Sampah Sampah bertebaran di mana-mana Cih alangkah banyaknya Di pasar, di jalan, di selokan Cih alangkah menjijikannya



Bau busuknya menusuk-nusuk Menyebar ke mana-mana Cih alangkah tidak sedapnya.



Ayo kawan jagalah kebersihan Jangan kau buang sampah ssembaranga Itu tanda orang beriman



13



Alamku Hijau Berseri Awan putih yang indah Hutan hijau yang menawan Teduhnya beringin tua yang rindang Burung-burung berkicau riang Suara air jernih terus mengalir



Ah, tapi sekarang Mengapa engkau berubah Tak ku lihat lagi awan putihmu Tak ku lihat lagi hutanmu yang hijau Pohon yang rindang berganti beton yang kokoh Burung-burung itu tak lagi berkicau Air yang jernih berganti sampah yang menjulang



Apakah ini tanda hancurnya alamku ... Tak kan ku biarkan ini terus terjadi Hentikan, ... Ayo kita rawat Sebelum bencana itu datang 14



Musium Perjuangan Susunan batu yang bulat bentuknya berdiri kukuh menjaga senapan tua peluru menggeletak di atas meja menanti putusan pengunjungnya. Aku tahu sudah, di dalamnya tersimpan darah dan air mata kekasih Aku tahu sudah, di bawahnya terkubur kenangan dan impian Aku tahu sudah, suatu kali ibu-ibu direnggut cintanya dan tak pernah kembali Bukalah tutupnya senapan akan kembali berbunyi meneriakkan semboyan Merdeka atau Mati. Ingatlah, sesudah sebuah perang selalu pertempuran yang baru melawan dirimu.



15



Ibuku Dahulu Ibuku dehulu marah padaku diam ia tiada berkata aku pun lalu merajuk pilu tiada peduli apa terjadi. Matanya terus mengawas daku walaupun bibirnya tiada bergerak mukanya masam menahan sedan hatinya pedih kerana lakuku. Terus aku berkesal hati menurutkan setan, mengkacau-balau jurang celaka terpandang di muka kusongsong juga – biar cedera. Bangkit ibu dipegangnya aku dirangkumnya segera dikucupnya serta dahiku berapi pancaran neraka sejuk sentosa turun ke kalbu. Demikian engkau; Ibu, bapa, kekasih pula berpadu satu dalam dirimu mengawas daku dalam dunia.



16



Ranjang Ibu Ia gemetar naik ke ranjang sebab menginjak ranjang serasa menginjak rangka tubuh ibunya yang sedang sembahyang. Dan bila sesekali ranjang berderak atau berderit, serasa terdengar gemeretak tulang ibunya yang sedang terbaring sakit. Kelambu dan Lampu Sentir Lemari tua itu, masih ada di pojok ruang Dulu waktu kecil Aku senang sembunyi di belakangnya Ruangan itu masih menyimpan kenangan Meski tak ada lagi kelambu dan lampu sentir Yang dulu selalu eyang pasang Menjelang maghrib Semua telah tiada Ditelan waktu Tapi dalam kenanganku Semua segar membayang Bagai baru usai kemarin Aku termangu di ruang bisu Anganku hadir Andai aku kembali kecil.



17



Hujan Bulan Juni tak ada yang lebih tabah dari hujan bulan Juni dirahasiakannya rintik rindunya kepada pohon berbunga itu tak ada yang lebih bijak dari hujan bulan Juni dihapusnya jejak-jejak kakinya yang ragu-ragu di jalan itu tak ada yang lebih arif dari hujan bulan Juni dibiarkannya yang tak terucapkan diserap akar pohon bunga itu Biru Bukit, Bukit Kelu Adalah hujan dalam kabut yang ungu Turun sepanjang gunung dan bukit biru Ketika kota cahaya dan dimana bertemu Awan putih yang menghinggapi cemaraku. Adalah kemarau dalam sengangar berdebu Turun sepanjang gunung dan bukit kelu Ketika kota tak bicara dan terpaku



18



Gunung api dan hama di ladang-ladangku. Lereng-lereng senja Pernah menyinar merah kesumba Padang ilalang dan bukit membatu Tanah airku. Sajak Matahari Matahari bangkit dari sanubariku. Menyentuh permukaan samodra raya. Matahari keluar dari mulutku, menjadi pelangi di cakrawala. Wajahmu keluar dari jidatku, wahai kamu, wanita miskin ! kakimu terbenam di dalam lumpur. Kamu harapkan beras seperempat gantang, dan di tengah sawah tuan tanah menanammu ! Satu juta lelaki gundul keluar dari hutan belantara, tubuh mereka terbalut lumpur dan kepala mereka berkilatan memantulkan cahaya matahari. Mata mereka menyala tubuh mereka menjadi bara dan mereka membakar dunia.



19



Matahari adalah cakra jingga yang dilepas tangan Sang Krishna. Ia menjadi rahmat dan kutukanmu, ya, umat manusia ! Peluru Pertama Waktu peluru pertama meledak Tak ada lagi hari minggu atau malam istirahat. Tangan penuh kerja dan mata berjaga mengawasi pantai dan langit yang hamil oleh khianat. Mulut dan bumi berdiam diri. Satunya suara hanya teriak nyawa yang lepas dari tubuh luka, atau jerit hati mendendam mau membalas kematian.



Aku Kalau sampai waktuku 'Ku mau tak seorang 'kan merayuku Tidak juga kau Tak perlu sedu sedan itu Aku ini binatang jalang Dari kumpulannya terbuang



20



Biar peluru menembus kulitku Aku tetap meradang menerjang Luka dan bisa kubawa berlari Berlari Hingga hilang pedih peri Dan aku akan lebih tidak perduli Aku mau hidup seribu tahun lagi



Doa Dengan apakah kubandingkan pertemuan kita, kekasihku? Dengan senja samar sepoi, pada masa purnama meningkat naik, setelah menghalaukan panas payah terik. Angin malam menghembus lemah, menyejuk badan, melambung rasa menayang pikir, membawa angan ke bawah kursimu. Hatiku terang menerima katamu, bagai bintang memasang lilinnya. Kalbuku terbuka menunggu kasihmu, bagai sedap malam menyirak kelo. pak. Aduh, kekasihku, isi hatimu dengan katamu, penuhi dadaku



21



dengan cayamu, biar bersinar mataku sendu, biar berbinar gelakku rayu!



Siapa? Tersebar engkau, kaum sengsara Duduk meratap di seluruh kota Dan s'wara tangismu membubung, memilukan hati. Berbilang kali terdapat badan 'lah bangkar terhampar di tepi jalan Dan lekaslah mayatmu diusung orang pergi. Penaka mentari, bersinar atas pohon berdaun lebat, menyebabkan tanah di bawah bertelautelau; Sebagian tetap gelap, Sebagian pula terang di sinar kuat, Bertan aman subur, penuh berbunga, sedangkan di gelap tangkai menjulang mendambakan cahya, Demikian engkau, kaum penderita; Melihat sesamamu disinar bahagia, Sedang badan sendiri kelam-dingin di dekapan sengsara. Ah, siapa,



22



Siapa akan memanjat pohon, Memotong dahan penuh berdaun, pengalang bahagia ke bumi turun?



Teman Perjuangan Ayo kawan, apa kau lupa? Kau pernah berkata padaku Cerita bukan soal hasil dan tujuan, Tapi tentang proses dari perjalanan Dan kau juga berkata, Perjuangan itu tak ada yang sia-sia, Dan perjuangan itu tak kan ada habisnya Jadi, kenapa kau malah tidur di tengah keramaian zaman?



Pahlawan Tanpa Tanda Jasa Pahlawan tanpa tanda jasa Ialah guruku Yang edukatif untukku Yang membekali berbagai ilmu Dengan tulus dengan sabar



23



Senyummu yang mengimbuhkan dorongan kami Menyongsong masa depan lebih baik Setitik deras peluhmu



Menandakan bahwa sebuah perjuangan besar Untuk para murid-muridnya Terima kasih para Guru Perjuanganmu yang amat besar maknanya bagiku Tanpamu aku tak mengerti tentang dunia selamanya akan ku panjatkan doa Terimakasih ohh Guruku



Kamu Dikala mentari masih merasa malu Engkau datang membangunkanku Membawaku sadar dari alam mimpiku Kau memberiku semangat untuk hariku



Wahai engkau yang di sana 24



Bagaimana kau tau apa yang aku butuhkan? Apa kau memasang lensa di setiap sudut kehidupanku? Atau apa kau menanam matamu di sebelah mataku? Tapi biarlah, itu tak penting Yang terpenting kau masih memberiku senyum semangat untuk mengais pundi pundi kehidupan di tanah orang ini Sketsa Sementa di Kepala Kulukis senja di tepi pantai Bersama angin, Bersama burung-burung yang bertebangan, Juga ombak yang bergulung-gulung Kulukis senja di atas gunung Sebentar lagi, gemerlap cahaya akan muncul dari dua sisi Langit dengan gemintang Serta perkotaan dengan jutaan lampu Kuluki keindahan dunia dalam kepala Kubuat sketsa yang tak bisa dibaca manusia Duniaku yang indah, Akankah ia akan tetap menjadi indah?



25



Malam yang Penuh Bintang Sama seperti malam-malam yang sebelumnya, Malam ini harusnya penuh dengan bintang-bintang Hari ini sangat cerah, tetapi bintang tak terlihat Semakin hari, malam semakin temaram Perkotaan dihiasi jutaan cahaya Tetapi, langit malam semakin remang-remang Bias cahaya bumi memancar, mengaburkan cahaya alam Di suatu malam di desa Ratusan bintang memenuhi cakrawala Aku tak pernah lelah melihatnya Bintang-bintang itu adalah keindahan yang paling nyata Gemerlap Kota Semesta tak lagi sepi Kota-kota beton bermunculan setiap hari Setiap malam, kota itu memancarkan riuh cahaya Dunia telah berkembang Keindahan alam tak hanya pantai dengan senja Atau gunung dengan pohon yang hijau Keindahan dunia juga tentang gemerlap kota Semoga keindahan ini tak membawa luka Alam dan manusia harus tetap bersama Saling merawat untuk hidup lebih lama 26



Senja dan Pantai yang Penuh Cerita Di sebuah pantai Ketika matahari mulai berada di ujung cakrawala Orang-orang mulai berdatangan Ya, pantai dan senja selalu mengundang kedatangan kita Senja yang keemasan itu membawa indah yang nyata Terkadang, ada burung-burung laut yang beterbangan Kemudian, orang-orang sibuk mengambil gambar Atau sekedar berpegang tangan dan berpandangan Dalam kepala kita, Senja itu selalu penuh dengan berbagai rasa Ada kenangan bahagia Ada sepi yang tida-tiba menyeruak Atau sekadar bahagia yang singkat Tuhan mencipta senja Untuk menjadi bagian dari bahagia juga luka Senja akan selalu menjadi bagian dunia yang paling bermakna



27



Hutan yang Hijau Pada hutan yang hijau Ada ribuan makhluk yang berlindung di dalamnya Pada hutan yang hijau, Pohon-pohon menjulang tinggi Menjadi sumber kehidupan bagi semua yang ada di bumi Pada hutan yang hijau, Hewan berlindung dari keganasan manusia Menjaga kepunahan Menjaga keseimbangan alam Pada hutan yang hijau, Ada manusia yang serakah Ingin terus menguras dan menguasai manusia Pada hutan yang hijau, Mari kita terus jaga kelestariannya Pada hutan yang hijau, Di sanalah rumah kita semua



28



Sepasang Mata yang Indah Kali itu, kau menatapku dengan penuh rayu Sepasang mata coklat yang indah Sejak itu, aku tak pernah lupa akan dirimu Pada sepasang mata itu, Aku berusaha mencari banyak cerita tentangmu Apakah kau sedang bahagia? Apakah kau sedang penuh luka? Aku mencari dirimu lewat sepasang mata Kali ini, Aku memutuskan untuk bersamamu Mari bercerita Mari membuat cerita tentang kita. Seberkas Senyum yang Membekas Tak kusangka, aku jatuh cinta pada senyum itu Kita telah lama bersama, Tetapi, baru kali ini aku menatapmu dengan penuh rasa Ya, senyummu kali ini membangkirkan rasa Kau kembali tersenyum, Sementara aku tersipu Kau bertanya kepadaku, “Kenapa wajahmu memerah?” Aku semakin malu



29



Bintang Saat malam tiba dengan langit yang gemerlap Saat itu pula akupun mulai tersenyum Melihat bintang dengan berpijar Bagaikan tebaran harap pada kehidupan Namun hatiku kian murung Saat awan hitam mulai menutupi langit Saat bintang itu mulai tertutup gelap Bahkan saat sinarnya mulai meredup tak terlihat Saat terangnya menghiasi langit Sering ku pandangi bintang yang paling terang Dan ingin rasanya ku petik untuk manjakan hati Agar hidupku ini penuh dengan harapan



Bulan dan Matahari Siang, sering mengingatkan aku kepada matahari Manakala malam, sering mengingatkan aku kepada bulan Keduanya saling melengkapi siang dan malam Matahari tidak pernah lelah, membiaskan cahayanya di kala siang Manakala bulan tidak pernah lupa, menerangi malam malam ku



30



Ketika Sahabat Menjadi Cinta Kebahagiaan sebuah pertemanan kini telah berubah menjadi keindahan sebuah kisah cinta yang dulunya bertengkar sekarang menjadi damai akan hadirnya cinta dan pernah ada yang menyangka bahwa Sebuah pertemanan bisa menjadi sebuah percintaan Dan mungkin semua orang tau ji Bahwa cinta itu berawal dari sebuah pertemanan Keindahan sebuah persahabatan lebih indah jika ditambah dengan sebuah kisah cinta antara dua makhluk yang saling mengasihi



Motivator Sejati Sang sahabat utusan Tuhan Ajakan dan nasihat yang kau beri Jadikannya sosok yang berarti Guna dewasaku di masa depan Motivator sejati… Kau beri penataran ciptakan solusi dari perangkap kehidupan yang membelenggu pemikiran



31



jadikan diri ini seputih melati Semangat motivasi yang tak pernah berhenti Dari pengalaman yang kau beri Ikhlas dan tulus arahanmu Tuk raih tujuan hidupku Motivator sejati… Janganlah kau pergi Dari kehidupanku ini Tinggalkan ku sendiri Urai muslihat berduri Dalam sepinya ide yang kumiliki



Mimpi dan Cita Tersenyum aku menahan getir dan rintihan jiwa Sebab impian dan cita-cita terhenti Oleh ketidak-mampuanku dan tiadanya dukungan orang tua Kusimpan mimpiku setelah lepas masa Putih Abu Perjuanganku belum berakhir Walau setitik harapan sudah kudapat Pada Kota penuh cahaya ini Aku datang untuk pergi, berkelana merajut cita Tentang semua mimpi dan cita Takkan pernah ada kata menyerah Meski berpuluh kali aku telah jatuh Berpuluh kali pula aku bangkit lagi 32



Di atas tanah Bumi Pertiwi aku melangkah Di atas tanah ini pula ku berbakti, menuntut ilmu Akan kutunjukkan pada Dunia, aku bisa Aku mampu meraih mimpi dan cita-citaku, di Indonesia.



Samudra Kasih Bunda Ibu selalu memberi, memberi, memberi Sedari kita kecil hingga dewasa sampai dia pun tutup usia Kasih sayangnya pancaran kasih sayang Tuhan Tulis ikhlasnya pancaran tulus ikhlas Tuhan Dia samudra amat dalam dan langit luas kehidupan Dia seindah kerajaan burung-burung dan terumbu karang istana ikan Yang menjajikan kedamaian dan hidup bahagia Dia benteng pelindung atas bencana menimpa Meski tubuhnya sendiri renta Ibulah cahaya-cahaya di kegelapan Pandu penunjuk jalan lurus Karena hati dan cintanya yang tulus Pengorbananmu, Buda, iklas sumbangsihmu Teladan bagi banyak hal yang bernama baik Dengan akhlak dan cantik



33



Dari rahimu kan lahir anak-anak salih-salihah Di telapak kakimu tergelar surga Karena selalu kau jaga langkahnya Di hadapan ibu yang mulia Terkaparlah anak-anak durhaka Ialah mereka yang mengingkari dan mengkhianati Tulus mendalam kasih sayangmu Yang lalai dan lupa karena tipu daya dunia Maka samudra ampunmu, Buda, kumohonkan sepenuh kalbu Jika kami pernah bersalah, berdosa Seringnya mengecewakan dan menyesakkan nafasmu Adapun doa restumu, Bunda, panjatkan dan limpahkanlah Untuk putra-putri yang mendambakanmu Sebelum kami berangkat mengayun langkah Membuka lahan-lahan kehidupan.



34



Semangat dan Harapan Setiap hari kita bertemu, Engkau ikhlas memberi ilmu, Meski lelah menyiksa batinmu, Tapi semangat kau curah selalu… Melihat ketabahan dan ketulusanku, Buatku tersentuh dan terpaku, Ijinkan aku melanjutkan perjuanganmu, Ketika nanti tlah tiba waktuku… Ada semangat yang berkobar, Ada harapan yang tak memudar, Setiap hari aku belajar, Untuk menjadi seorang pengajar… Lereng Merapi Kutahu sudah, sebelum pergi dari sini Aku akan rindu balik pada semua ini Sunyi yang kutakuti sekarang Rona lereng gunung menguap Pada cerita cemara berdesir Sedu cinta penyair Rindu pada elusan mimpi Pencipta candi Prambanan



35



Mengalun kemari dari dataran ….



Dan sekarang aku mengerti Juga di sunyi gunung Jauh dari ombak menggulung Dalam hati manusia sendiri Ombak lautan rindu Semakin nyaring menderu ….



Sajadah Panjang Ada sajadah panjang terbentang Dari kaki buaian Sampai ke tepi kuburan hamba Kuburan hamba bila mati



Ada sajadah panjang terbentang Hamba tunduk dan sujud Di atas sajadah yang panjang ini Diselingi sekedar interupsi



36



Mencari rezeki, mencari ilmu Mengukur jalanan seharian Begitu terdengar suara azan Kembali tersungkur hamba



Ada sajadah panjang terbentang Hamba tunduk dan rukuk Hamba sujud dan tak lepas kening hamba Mengingat Dikau Sepenuhnya.



Malam Laut Karena laut tak pernah takluk, lautlah aku Karena laut tak pernah dusta, lautlah aku Terlalu hampir tetapi terlalu sepi Tertangkap sekali terlepas kembali



Ah malam, gumpalan cahaya yang selalu berubah warna Beginilahh jika mimpi menimpa harapan banci



37



Tak kusangka serupa dara Sehabis mencium bias mendera



Karena laut tak pernah takluk, mereka tak tahu aku di mana Karena laut tak pernah dusta, ku tak tahu cintaku di mana Terlalu hampir tetapi terlalu sepi Tertangkap sekali terlepas kembali



Guruku Ketika aku kecil dan menjadi muridnya Dialah di mataku orang terbesar dan terpintar Ketika aku besar dan menjadi pintar Kulihat dia begitu kecil dan lugu Aku menghargainya dulu Karena tak tahu harga guru Ataukah kini aku tak tahu Menghargai guru?



38



Guru Barangsiapa mau menjadi guru Biarlah dia memulai mengajar dirinya sendiri Sebelum mengajar orang lain Dan biarkan pula dia mengajar dengan teladan Sebelum mengajar dengan kata-kata



Sebab, mereka yang mengajar dirinya sendiri Dengan membenarkan perbuatan-perbuatan sendiri Lebih berhak atas penghormatan dan kemuliaan Daripada mereka yang hanya mengajar orang lain Dan membenarkan perbuatan-perbuatan orang lain



Bintang Aku mencintai kelasmu Kamu membantuku ‘tuk melihat



Bahwa untuk hidup bahagia Belajar adalah kuncinya



39



Kamu memahami muridmu Kamu perhatian dan pandai



Kamu guru terbaik yang pernah ada Aku tahu itu dari awal kita bertemu



Aku memperhatikan kata-katamu Kata-kata dari seorang guru sejati Kamu lebih dari teladan terbaik Sebagai guru, kamu adalah bintang



Dengan Puisi, Aku Dengan puisi aku bernyanyi… Sampai senja umurku nanti.. Dengan puisi aku bercinta… Berbaur cakrawala…



Dengan puisi aku mengenang… Keabadian Yang Akan Datang… 40



Dengan puisi aku menangis… Jarum waktu bila kejam mengiris..



Dengan puisi aku mengutuk… Napas jaman yang busuk… Dengan puisi aku berdoa.. Perkenankanlah kiranya…



41



42