Buku Saku Fasilitator [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Buku Saku



FASILITATOR SISTEM LAYANAN DAN RUJUKAN TERPADU (SLRT)



Buku Saku Penyelenggara SLRT Fasilitator Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang ©2020 Kementerian Sosial Republik Indonesia. Dipersilakan untuk menyalin, menyebarkan dan mengirimkan publikasi ini untuk tujuan non-komersial. Direktorat Pemberdayaan Sosial Perorangan, Keluarga dan Kelembagaan Masyarakat (PSPKKM) Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial Kementerian Sosial Republik Indonesia Lantai 5, Jalan Salemba Raya No.28 JakartaPusat, 10430.



Buku Saku



FASILITATOR SISTEM LAYANAN DAN RUJUKAN TERPADU (SLRT)



Panduan Penggunaan Buku Saku Tujuan penyusunan Buku Saku Penyelenggara SLRT untuk Fasilitator adalah untuk memberikan pengetahuan khusus seputar fasilitator, penjelasan mendalam tentang fasilitator, tugas dan fungsi, serta prinsip-prinsip praktik pekerjaan sosial dalam mendukung pelaksanaan Pendampingan dan Penjangkauan yang dilakukan oleh Penyelenggara SLRT khususnya Fasilitator SLRT. Buku ini ditujukan terutama bagi daerah penyelenggara SLRT, khususnya Fasilitator SLRT. Buku ini dikembangkan sebagai petunjuk praktis dan ringkas berdasarkan pedoman umum penyelenggaraan Sistem Layanan dan Rujukan Terpadu (SLRT). Oleh karena itu, buku ini diharapkan menjadi panduan dalam penyelenggaraan SLRT oleh fasiliatator. Buku ini merupakan panduan yang bersifat umum, sehingga pengguna buku ini perlu memperhatikan kondisi & situasi, serta disesuaikan dengan kebutuhannya]. Penguna buku ini juga diingatkan untuk senantiasa memperhatikan peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia No. 15 Tahun 2018 Tentang Sistem Layanan dan Rujukan Terpadu untuk Penanganan Fakir Miskin dan Orang Tidak Mampu.



4



Buku Saku Fasilitator



Bagian 1



Gambaran Umum Penyelenggaraan SLRT



5



1.1 Latar Belakang Pada Tahun 2016 Kementerian Sosial membentuk suatu program pemberian layanan sosial yang memiliki lokus di Kabupaten/Kota dan Desa/Kelurahan, yang sampai sekarang dikenal dengan nama SLRT (Sistem Layanan dan Rujukan Terpadu) dan Puskesos (Pusat Kesejahteraan Sosial). Sampai Tahun 2019 Penyelenggaraan SLRT dan Puskesos tumbuh secara signifikan. Selama empat tahun terkahir, telah ditumbuhkan SLRT di 150 Kabupaten/Kota, baik melalui dukungan pemerintah pusat (Kemensos) maupun melalui pemerintah daerah. Penyelenggaraan SLRT dan Puskesos selama 4 tahun terakhir menunjukan banyak dampak positif, salah satunya penurunan angka kemiskinan. Pada Tahun 2016 angka kemiskinan berada di angka 10,70% (27,76 juta jiwa), dan pada Tahun 2019 tercatat berada di 9,22% (24,79 juta jiwa). Hal ini dapat menunjukan bahwa pemberian layanan sosial dasar kepada masyarakat melalui pembentukan SLRT di Kabupaten/Kota dan Puskesos di Desa/Kelurahan, mampu menurunkan angka kemiskinan. Sebanyak hampir 3 juta jiwa berhasil keluar dari penduduk miskin. Pemberian layanan sosial kepada masyarakat menjadi fokus utama dalam penyelenggaraan SLRT dan Puskesos. Layanan yang diberikan dapat berupa identifikasi keluhan,



6



Buku Saku Fasilitator



advokasi, konsultasi, penjangkauan dan melakukan rujukan. Keterbatasan akses dan stigma masyarakat terhadap penduduk miskin maupun PPKS lainnya, menjadi salah satu persoalan mengapa masyarakat tidak terjangkau oleh program bantuan. Maka perlu strategi untuk tetap memberikan layanan kepada masyarakat yang memiliki keterbatasan akses, maupun hambatan lainnya. SLRT hadir untuk mewujudkan upaya mendekatkan layanan kepada masyarakat dan SLRT memiliki kelebihan dalam hal tersebut. Fasilitator merupakan SDM yang dimiliki oleh SLRT yang bertugas untuk melakukan penjangkauan. Fasilitator juga dibekali dengan perangkat pengolah data (tablet) yang berisikan sistem aplikasi berbasis android yang bernama SIKS Modul SLRT. Berbekalkan dengan alat pengolah data tersebut, fasilitator dapat melakukan proses pencatatan dan identifikasi keluhan, pengusulan pembaruan profil warga masyarakat, dan pengusulan untuk pembaruan DTKS. Untuk meningkatkan pemahaman petugas SLRT khususnya fasilitator dalam melaksanakan tugasnya, dalam buku saku ini akan mengulas mengenai pelaksana SLRT yaitu Fasilitator.



7



1.2 Landasan Hukum Penyelenggaraan SLRT menggunakan berbagai peraturan perundangan dan kebijakan sebagai landasan hukumnya, diantaranya: 1. Undang-undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4967); 2. Undang-Undang No 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Neagar Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5038); 3. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Penanganan Fakir Miskin (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5235); 4. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5495); 5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014, tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia 8



Buku Saku Fasilitator



6.



7.



8. 9.



10.



11.



12.



13.



Tahun 2015 Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5657); Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 68 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5294); Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan Upaya Penanganan Fakir Miskin Melalui Pendekatan Wilayah; Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2018 tentang Standar Pelayanan Minimal; Peraturan Presiden Nomor 166 Tahun 2014 tentang Program Penanggulangan Kemiskinan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 341); Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pedoman Pengintegrasian Layanan Sosial Dasar di Pos Pelayanan Terpadu (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 288); Peraturan Menteri Sosial Nomor 08 Tahun 2012 tentang Pedoman Pendataan dan Pengelolaan Data Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial dan Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 567); Peraturan Menteri Sosial Nomor 28 Tahun 2017 tentang Pedoman Umum Verifikasi dan Validasi Data Terpadu Penanganan Fakir Miskin dan Orang Tidak Mampu; Peraturan Menteri Sosial Nomor 9 Tahun 2018 tentang Standar Teknis Pelayanan Dasar Pada Standar Pelayanan 9



Minimal Bidang Sosial di Daerah Provinsi Dan di Daerah Kabupaten/Kota; 14. Keputusan Menteri Sosial Nomor 50/HUK/2013 tentang Pedoman Pelayanan Terpadu dan Gerakan Masyarakat Peduli Kabupaten/Kota Sejahtera; 15. Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2018 Tentang Sistem Layanan dan Rujukan Terpadu Untuk Penanganan Fakir Miskin dan Orang Tidak Mampu.



10



Buku Saku Fasilitator



Bagian 2



Peran dan Tugas Fasilitator SLRT



11



2.1 Pengertian Fasilitator Sebagai program pemerintah yang mendekatkan layanan sosial kepada masyarakat, SLRT memiliki kelebihan, salah satunya Fasilitator SLRT. Fasilitator SLRT secara garis besar bertugas untuk menjangkau masyarakat yang mengalami keterbatasan terhadap akses, baik keterbatasan aspek jarak dari tempat tinggal ke tempat Pengelola Program, maupun keterbatasan akses informasi tentang Program Perlindungan Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan. Menurut pengertian dari regulasi yang berlaku, Permensos No.15 Tahun 2018, pengertian fasilitator sebagai berikut;



Fasilitator adalah petugas lapangan yang melaksanakan fungsi SLRT khususnya penjangkauan dan fasilitasi masyarakat di tingkat desa/kelurahan/nama lain, dan berasal dari unsur PSKS atau kader masyarakat.



Sehingga dapat dipahami bahwa Peran seorang fasilitator dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat menjadi perhatian utama. Bahwa pada dasarnya untuk mengefektifkan pelayanan sosial dasar kepada masyarakat khususnya masyarakat rentan akses, pemerintah perlu mendekatkan layanan kepada masyarakat yang membutuhkan. Fasilitator adalah petugas SLRT. Fasilitator merupakan kepanjangan tangan dari pemerintah daerah, untuk 12



Buku Saku Fasilitator



mendekatkan akses layanan kepada masyarakat. Menurut pengertian dalam Permensos sebelumnya terkait fasilitator, dapat dipahami bahwa Fasilitator merupakan bentuk pelibatan unsur masyarakat dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pelibatan unsur masyarakat setempat dalam penyelenggaraan SLRT sebagai fasilitator menjadi nilai tambah. Dengan adanya pelibatan masyarakat setempat tersebut, diharapkan seorang fasilitator mampu memahami kondisi riil dilapangan, dan memahami betul Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial di lingkungannya. Unsur masyarakat yang dilibatkan sebagai Fasilitator SLRT dapat berasal dari Karang Taruna, Pekerja Sosial Masyarakat (PSM), Taruna Siaga Bencana (Tagana), Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK), Kader Desa/ Kelurahan, Relawan Sosial, Penyuluh Sosial, dan pilar-pilar sosial lainnya.



2.2 Tempat penugasan fasilitator Fasilitator SLRT yang memiliki tugas penjangkauan kepada masyarakat tentunya bertugas di lingkup Desa/Kelurahan atau nama lainnya. Hal ini juga telah tercantum dalam Permensos yang disebutkan sebelumnya. Beberapa daerah penyelenggara SLRT memiliki keunikan tersendiri terkait lingkup tugas fasilitator, ada yang bertugas di Desa/Kelurahan, dan adapun yang bertugas ditingkat 13



Kecamatan. Penentuan lokasi penugasan fasiliatator SLRT diserahkan kembali ke daerah penyelenggara SLRT, dengan pertimbangan daerah penyelenggara SLRT memiliki kondisi yang unik dan perlu disesuaikan kebutuhannya.



2.3 Tugas dan tanggung jawab fasilitator Tugas utama Fasilitator adalah melakukan penjangkauan dan pendampingan terhadap masyarakat. Secara khusus, pendamping sosial bertanggung jawab melakukan: a) penjangkauan dan pendampingan terhadap masyarakat; b) pencatatan kepesertaan program; c) pencatatan kebutuhan program; d) pencatatan keluhan; dan e) sinergi dengan pendamping program kesejahteraan sosial lainnya Penjangkauan dan penanganan keluhan adalah upaya yang dilakukan oleh fasilitator SLRT untuk mendatangi dan memastikan bahwa PPKS memperoleh layanan sosial dasar sesuai dengan kebutuhannya. Dasar dilakukannya penjangkauan adalah melihat kondisi masyarakat miskin maupun PPKS lainnya yang berada di lokasi fasilitator tersebut bertugas. Tujuan dilakukannya penjangkauan untuk mendata masyarakat miskin maupun PPKS lainnya yang belum terlayani kebutuhan sosial dasarnya. Seperti kepemilikan Administrasi Kependudukan (adminduk), dan atau program perlindungan sosial dan penanggulangan 14



Buku Saku Fasilitator



kemiskinan lainnya. Tugas penjangkauan adalah: a) Mendatangi dan mengecek PPKS khususnya masyarakat miskin apakah masuk atau tidaknya kedalam DTKS; b) Menyampaikan informasi program yang sesuai dengan kebutuhan warga masyarakat tersebut. Selain melakukan penjangkauan, tugas fasilitator lainnya adalah melakukan penanganan keluhan. Perlu dipahami bahwa setiap petugas SLRT perlu memahami alur penanganan keluhan. Tugas dan tanggung jawab mengidentifikasi keluhan dan melakukan rujukan yang dimiliki SLRT terjadi dari tingkat Fasilitator sampai dengan tingkat Pusat. Selain itu, fasilitator dibekali alat pengolah data (tablet) yang memiliki sistem aplikasi berbasis android SIKS Modul SLRT. Penggunaan aplikasi ini sebagai alat yang membantu mempermudah pendataan keluhan masyarakat miskin maupun PPKS lainnya terhadap kebutuhan program bantuan sosialnya, baik yang sudah dimiliki, dan atau pengusulan penerima program bantuan sosial lainnya. Sistem aplikasi ini telah masuk kedalam menu SIKS-NG, sehingga segala macam bentuk kegiatan melalui aplikasi ini akan tercatat dalam database Pusdatin Kementerian Sosial RI. Keberadaan fasilitator di desa/kelurahan menjadi salah satu penguat upaya peningkatan kesejahteraan sosial. Dilingkungan Desa/Kelurahan terdapat juga pilar-pilar sosial lainnya, seperti PSM, Karang Taruna, Tagana, Relawan Sosial, 15



juga terdapat pendamping program perlindungan sosial dan penanggulangan kemiskinan lainnya. Keberadaan pilar-pilar sosial dan pendamping program di Desa/Kelurahan tersebut, menjadi faktor penting dalam meningkatkan keberfungsian Potensi Sumber Kesejahteraan Sosialnya. Fasilitator dapat memanfaatkan keberadaan PSKS tersebut untuk menjalin kemitraan secara individu, dalam upaya memberikan pertolongan kepada masyarakat yang membutuhkan.



2.4 Tantangan Berbagai macam kemungkinan dan cara, dimana peran dan fungsi fasilitator bisa hilang kendali, dalam kata lain penyalahgunaan wewenang. Hal ini sering dialami oleh fasilitator baik disadari maupun tidak disadari. Tantangan ini menjadi hubungan yang saling terkait antara tanggung jawabnya sebagai fasilitator SLRT dengan keberadaannya di lingkungan masyarakat. Sebagai contoh, terdapat beberapa kasus ditemui seorang fasilitator ikut terlibat secara aktif dalam kegiatan politik di suatu daerah. Melihat peluang kedekatan hubungan fasilitator dengan masyarakatnya, pihak tertentu akan mengambil strategi untuk melibatkan seorang fasilitator menjadi tim pemenangan atau tim sukses kepentingan politiknya. Untuk itu fasilitator perlu memahami integritas. Tanggung jawabnya kepada masyarakat murni karena tujuan peningkatan kesejahteraan sosial, bukan hanya untuk kepentingan satu pihak saja. Hal ini yang akan menunjukan integritas seorang SDM SLRT di mata 16



Buku Saku Fasilitator



masyarakat. Untuk meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat, seorang fasilitator harus menjaga baik amanah yang diberikan untuk tetap berfokus kepada pelaksanaan Peningkatan Kesejahteraan Sosial, tanpa terganggu oleh faktor eksternal maupun faktor internal.



2.5 Prinsip praktik pekerjaan sosial dalam tugas Fasilitator Tugas dan fungsi seorang fasilitator merupakan salah satu praktik pekerjaan sosial. Dalam ruang lingkup pekerjaan sosial terdapat beberapa prinsip dan etika dasar. Adapun seorang fasilitator dalam menjalankan tugasnya harus mampu memahami prinsip-prinsip Pendampingan Sosial. Prinsip-prinsip tersebut diantaranya; 1.



Penerimaan Siapapun masyarakat yang datang untuk meminta bantuan (klien), seorang fasilitator wajib menerima masyarakat tersebut, tanpa memandang suku, agama, ras, dan tidak memandang latar belakang ekonomi masyarakat tersebut. Klien memiliki hak untuk ditolong dan mendapatkan layanan sosial dasar. Fasilitator juga harus memperlakukan setiap klien dengan rasa hormat.



2.



Ketulusan Layanan yang diberikan oleh fasilitator kepada klien tidak berdasarkan imbalan apapun. Fasilitator harus 17



memahami bahwa seringkali kondisi klien bisa jadi jauh lebih memprihatinkan dan lebih sulit daripada kita. Oleh karena itu hendaknya fasilitator tidak mengharapkan imbalan apapun dari pekerjaannya. 3.



Kejujuran Seorang fasilitator yang baik akan dipercaya oleh masyarakat sekitarnya, rekan kerja maupun mitra-mitra kerja lainnya. Dengan bertindak jujur, seorang fasilitator akan mendorong etika baik dalam memberikan layanan yang prima kepada masyarakat maupun dalam menjaga integritas SLRT di daerahnya.



4.



Empati Ketika melakukan pendampingan kepada klien, fasilitator akan dihadapkan dengan situasi dimana emosi klien akan dengan mudah meluap. Sedih, senang, marah, kecewa, dan lainnya. Fasilitator hendaknya memahami apa yang kliennya rasakan, tanpa harus terbawa emosinya secara berlarut-larut.



5.



Tidak menghakimi Seorang fasilitator tidak boleh menilai dan menghakimi kliennya. Apabila fasilitator menemui masyarakat/ klien ketika melakukan penjangkauan, fasilitator harus bersikap bersahabat, tidak melukai perasaan klien dengan menghakimi. Contoh dalam melakukan penjangkauan fasilitator menemui keluarga yang terdapat anggota keluarga dengan gangguan kejiwaan/ 18



Buku Saku Fasilitator



ODGJ. Fasilitator hendaknya tidak melukai perasaan anggota keluarga lainnya dengan menunjukan sikap merendahkan atau menunjukan rasa jijik/jorok melihat kondisi ODGJ tersebut. Meskipun kondisinya memprihatinkan, seorang fasilitator tidak boleh menunjukan sikap tersebut. 6.



Hak menentukan kehidupan sendiri Meskipun klien yang kita temui seringkali memiliki permasalahan, perlu diingat bahwa dalam pengambilan keputusan apapun dalam proses pendampingan, harus bersumber dari klien itu sendiri. Kehadiran seorang fasilitator hanya memfasilitasi klien dengan informasi, pelayanan yang baik dan yang utama adalah sebagai Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial. Dengan prinsip ini, diharapkan klien sadar betul bahwa keberadaan fasilitator mendorong klien tersebut untuk bertanggung jawab secara sosial dan mampu menentukan nasibnya sendiri.



7.



Kerahasiaan Kerahasiaan merupakan prinsip yang penting dipahami oleh fasilitator. Fasilitator tidak boleh menyebarluaskan dalam bentuk apapun suatu informasi, tanpa sepengetahuan dan izin dari klien. Prinsip ini diaplikasikan oleh fasilitator bukan hanya dalam menjaga informasi klien, tetapi fasilitator juga harus menjaga informasi tentang badan/lembaga/instansi dimana fasilitator bekerja. Terutama hal-hal yang menyangkut dengan 19



kondisi pekerjaan, maupun persoalan-persoalan yang ada dalam lingkungannya. Dalam prinsip ini fasilitator juga harus memahami kerahasiaan informasi apa saja yang betul-betul tidak boleh disebarluaskan, dicatat, direkam dan hanya fasilitator tersebut saja yang mengetahui, atau informasi apa saja yang dapat diungkapkan dengan tujuan pertolongan dan boleh untuk didiskusikan dengan petugas SLRT lainnya. 8.



Individualisasi Kita harus memahami bahwa setiap manusia itu unik, baik dari segi pemikiran, perasaan, sikap dan, perilakuknya. Oleh karena itu dalam kegiatan penjangkauan dan pendampingannya, fasilitator harus pintar-pintar dalam menentukan sikap, bertutur kata, dan menentukan apa tindakan selanjutnya dalam pertemuan tersebut.



9.



Kesadaran diri Fasilitator juga tetap manusia yang tentu memiliki keterbatasan. Fasilitator hendaknya memahami kemampuan dirinya ketika akan melakukan penjangkauan dan pendampingan. Bila dalam proses penjangkauan fasilitator merasa tidak mampu, sebaiknya hal tersebut disampaikan untuk dicari jalan keluarnya secara bersama-sama. Fasilitator tidak perlu merasa malu, karena dalam hal tertentu, proses pendampingan memerlukan kemampuan diluar kemampuan seorang fasilitator. Sebagai contoh, jika fasilitator bertemu



20



Buku Saku Fasilitator



dengan kasus yang diluar kemampuannya, hendaknya ia sampaikan kondisi dan situasinya kepada rekanan, baik sesama fasilitator maupun kepada pimpinan. Agar permaslahan tersebut tetap dapat tertangani dengan tepat dan efektif.



2.6 Pemberian layanan dalam situasi kedaruratan Dalam situasi kedaruratan, untuk melaksanakan tugasnya petugas SLRT khususnya fasilitator dapat terus memberikan pelayanan kepada masyarakat yang terkena dampak kedaruratan tersebut. Namun perlu diperhatikan kembali untuk mempersiapkan diri dengan perlengkapan tambahan seperti alat pelindung diri (APD) yang sesuai dengan standar K3 (Kesehatan, Keselamatan, dan Kesejahteraan Manusia) dan juga sesuai dengan kebutuhan dan situasi kedaruratannya. Sebelum melakukan penjangkauan ke warga masyarakat, fasilitator hendaknya mempersiapkan diri dengan alat pelindung diri yang cukup. Penyiapan APD dapat diperoleh masing-masing, dan atau disediakan oleh instansi terkait, misal Dinas Sosial, Dinas Kesehatan, BPBD, dan OPD/lembaga lainnya. Untuk menjaga sanitasi pada saat fasilitator turun lapangan, minimalnya fasilitator melengkapi diri dengan masker perlindungan pernapasan/sejenisnya, dan membekali diri dengan hand sanitizer. Dalam keadaan tertentu fasilitator



21



bisa saja dihadapkan dengan kondisi masyarakat yang memiliki penyakit menular, oleh karena itu perlindungan diri harus disiapkan. Fasilitator juga hendaknya mengetahui nomor-nomor telefon darurat (Nomor Emergency) seperti ambulance, dinas pemadam kebakaran, aparat setempat, atau nomor telefon penanggulangan bencana lainnya untuk mengantisipasi keadaan dilapangan yang memburuk dan keadaan tersebut dapat ditindaklanjuti dengan efektif.



22



Buku Saku Fasilitator



23



Direktorat Pemberdayaan Sosial Perorangan, Keluarga, dan Kelembagaan Masyarakat (PSPKKM) Kementerian Sosial Republik Indonesia Gedung Kementerian Sosial RI Lantai 5 Jalan Salemba Raya No.28 Jakarta Pusat, 10430. Email: [email protected]