C2 - Kasus 5 - Studi Kasus Rumah Sakit [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

STUDI KASUS RUMAH SAKIT “KASUS 14”



Dosen Pengampu : Dr. apt. Samuel Budi Harsono, M.Si



Disusun Oleh : Kelompok 5/C2



Agatha Ria Budiyana



2120424786



Andi Setiawan



2120424787



PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SETIA BUDI SURAKARTA 2021



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Mengingat Standar Pelayanan Farmasi Rumah Sakit sebagaimana tercantum dalam Standar Pelayanan Rumah Sakit masih bersifat umum, maka untuk membantu pihak rumah sakit dalam mengimplementasikan Standar Pelayanan Rumah Sakit tersebut perlu dibuat Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit sehubungan dengan berbagai kendala sebagaimana disebut di atas, maka sudah saatnya pula farmasi rumah sakit menginventarisasi semua kegiatan farmasi yang harus dijalankan dan berusaha mengimplementasikan secara prioritas dan simultan sesuai kondisi rumah sakit. Pelayanan kefarmasian di rumah sakit dilakukan oleh tenaga kefarmasian, yang salah satunya adalah apoteker. Menurut Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit berdasarkan Kemenkes RI nomor 1197 tahun 2004, salah satu fungsi dari pelayanan kefarmasian yang dilakukan di rumah sakit adalah pengelolaan perbekalan farmasi yang meliputi suatu proses yang merupakan siklus kegiatan, dimulai dari pemilihan,



perencanaan,



pengadaan,



penerimaan,



penyimpanan,



pendistribusian,



pengendalian, penghapusan, administrasi dan pelaporan serta evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan. Cakupan dari perbekalan farmasi adalah sediaan farmasi yang terdiri dari obat, bahan obat, alat kesehatan, reagensia, radio farmasi dan gas medis. Tahap awal yang penting untuk menjaga ketersediaan obat dan perbekalan farmasi lainnya agar dapat digunakan pada saat yang tepat adalah tahap perencanaan dan pengadaan perbekalan farmasi. Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan di rumah sakit merupakan salah satu unsur penting dalam fungsi manajerial rumah sakit secara keseluruhan, karena ketidakefisienan akan memberikan dampak negatif terhadap rumah sakit baik secara medis maupun secara ekonomis. Tujuan pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan di rumah sakit adalah agar obat yang diperlukan tersedia setiap saat dibutuhkan, dalam jumlah yang cukup, mutu yang terjamin dan harga yang terjangkau untuk mendukung pelayanan yang bermutu. Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan di rumah sakit diharapkan dapat berjalan dengan baik dan saling mengisi sehingga dapat tercapai tujuan pengelolaan yang efektif dan efisien agar sediaan farmasi



dan perbekalan kesehatan yang diperlukan selalu tersedia setiap saat dibutuhkan dalam jumlah cukup dan mutu terjamin untuk mendukung pelayanan yang bermutu. Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan berhubungan erat dengan anggaran dan belanja rumah sakit. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana cara pengelolaan perbekalan farmasi di rumah sakit? 2. Bagaimana penyelesaian kasus terkait pengelolaan perbekalan farmasi rumah sakit? C. Tujuan 1. Mengetahui cara pengelolaan perbekalan farmasi di rumah sakit 2. Mengetahui penyelesaian kasus terkait pengelolaan perbekalan farmasi rumah sakit



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



A. Pengelolaan perbekalan farmasi 1.



Perencanaan Tahap pengelolaan perbekalan farmasi yang berfungsi menentukan proses pengadaan perbekalan farmasi di rs. Perencanaan obat merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, untuk menghindari kekosongan obat dengan menggunkan metode yang dapat dipertanggungjawabkan dan dasar – dasar perencanaan yang telah ditentukan antara lain konsumsi, epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi disesuaikan dengan anggaran yang tersedia (Kemenkes RI, 2004). 



Metode konsumsi didasarkan atas analisis data konsumsi obat sebelumnya. Perencanaan kebutuhan obat menurut pola konsumsi mempunyai tahapan diantaranya pengumpulan dan pengolahan data, perhitungan



perkiraan



kebutuhan obat dan penyesuaian jumlah kebutuhan obat dengan alokasi dana. Jumlah kebutuhan obat menurut metode konsumsi dapat dihitung dengan rumus berikut : A = (B+C+D ) - E Keterangan : A = Rencana Pengadaan B = Pemakaian rata rata x 12 bulan C = Buffer stock (10 – 20%) D = Lead time 3 – 6 bulan E = Sisa stok Keunggulan metode konsumsi adalah data yang diperoleh akurat, metode paling mudah, tidak memerlukan data penyakit maupun standar pengobatan. jika data konsumsi lengkap pola penulisan tidak berubah dan kebutuhan relatif konstan maka kemungkinan kekurangan atau kelebihan obat sangat kecil. Kekurangannya antara lain tidak dapat untuk mengkaji penggunaan obat dalam perbaikan penulisan resep, kekurangan dan kelebihan obat sulit diandalkan, tidak memerlukan pencatatan data morbiditas yang baik (Depkes RI, 2004). 



Metode epidemiologi didasarkan pada jumlah kunjungan, frekuensi



penyakit dan standaR pengobatan. Keunggulan



metode



epidemiologi



adalah perkiraan kebutuhan mendekati kebenaran, standar pengobatan mendukung usaha memperbaiki pola penggunaan obat. Sedangkan kekurangannya antara lain membutuhkan waktu dan tenaga yang terampil, data penyakit sulit diperoleh secara pasti, diperlukan pencatatan dan pelaporan yang baik. Seleksi obat dalam rangka efisiensi dapat dilakukan dengan cara analisis VEN dan analisis ABC. Analisis VEN adalah suatu cara untuk mengelompokkan obat yang berdasarkan kepada dampak tiap jenis obat pada kesehatan, yaitu sebagai berikut : 1. Kelompok V adalah kelompok obat-obatan yang sangat esensial, yang termasuk dalam kelompok ini adalah obat – obat penyelamat (life saving drugs), obat – obatan untuk pelayanan kesehatan pokok dan obat – obatan untuk mengatasi penyakit – penyakit penyebab kematian terbesar. 2. Kelompok E adalah obat – obatan yang bekerja kausal yaitu obat yang bekerja pada sumber penyebab penyakit. 3. Kelompok N adalah merupakan obat – obatan penunjang yaitu obatobat yang kerjanya ringan dan bisa dipergunakan untuk menimbulkan kenyamanan atau untuk mengatasi keluhan ringan. Analisa ABC dilakukan dengan mengelompokkan item obat berdasarkan kebutuhan dananya yaitu : 1. Kelompok A: kelompok obat yang jumlah nilai rencana pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 70% dari jumlah dana obat keseluruhan. 2.



Kelompok



B:



kelompok



jenis



obat



yang



jumlah



nilai



rencana pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 20%. 3.



Kelompok rencana



C:



kelompok



jenis



obat



yang



jumlah



nilai



pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 10%



dari jumlah dana obat keseluruhan. 2.



Pengadaan Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah direncanakan dan disetujui, melalui:







Pembelian



Pembelian adalah rangkaian proses pengadaan untuk mendapatkan perbekalan farmasi. Ada 4 metode pada proses pembelian. a. Tender terbuka, berlaku untuk semua rekanan yang terdaftar, dan sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan. Pada penentuan harga metode ini lebih menguntungkan. Untuk pelaksanaannya memerkukan staf yang kuat, waktu yang lama serta perhatian penuh. b. Tender terbatas, sering disebutkan lelang tertutup. Hanya dilakukan pada rekanan tertentu yang sudah terdaftar dan memiliki riwayat yang baik. Harga masih dapat dikendalikan, tenaga dan beban kerja lebih ringan bila dibandingkan denan lelang terbuka. c. Pembelian dengan tawar menawar, dilakukan bila item tidak penting, tidak banyak dan biasanya dilakukan pendekatan langsung untuk item tertentu. d. Pembelian langsung, pembelian jumlah kecil, perlu segera tersedia. Harga tertentu, relatif agak lebih mahal. 



Produksi/pembuatan sediaan farmasi Produksi perbekalan farmasi di rumah sakit merupakan kegiatan membuat,



merubah bentuk, dan pengemasan kembali sediaan farmasi steril atau nonsteril untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Kriteria perbekalan farmasi yang diproduksi: a. Seidaan farmasi dengan formula khusus b. Seidaan farmasi dengan mutu sesuai standar denan harga lebih murah c. Sediaan farmasi yang memerlukan pengemasan kembali d. Seidaan farmasi yang tidak tersedia dipasaran e. Sediaan farmasi untuk penelitian f. Sediaan nutrisi parenteral g. Rekonstitusi sediaan perbekalan farmasi sitostatika h. Sediaan farmasi yang harus selalu dibuat baru 



Sumbangan/droping/hibah. Pada prinsipnya pengelolaan perbekalan farmasi dari hibah/sumbangan,



mengikuti kaidah umum pengelolaan perbekalan farmasi reguler. Perbekalan farmasi yang tersisa dapat dipakai untuk menunjang pelayanan kesehatan disaat situasi normal. Tujuan pengadaan: mendapatkan perbekalan farmasi dengan harga yang layak, dengan



mutu yang baik, pengiriman barang terjamin dan tepat waktu, proses berjalan lancar dan tidak memerlukan tenaga serta waktu berlebihan. 3.



Penerimaan Penerimaan adalah kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang telah diadakan sesuai dengan aturan kefarmasian, melalui pembelian langsung, tender, konsinyasi atau sumbangan. Penerimaan perbekalan farmasi harus dilakukan oleh petugas yang bertanggung jawab. Petugas yang dilibatkan dalam penerimaan harus terlatih baik dalam tanggung jawab dan tugas mereka, serta harus mengerti sifat penting dari perbekalan farmasi. Seluruh perbekalan farmasi yang diterima harus diperiksa dan disesuaikan dengan spesifikasi pada order pembelian rumah sakit. Semua perbekalan farmasi harus ditempatkan dalam tempat persediaan, segera setelah diterima, perbekalan farmasi harus segera disimpan di dalam lemaru besi atau tempat lain yang aman. Perbekalan farmasi yang diterima harus sesuai dengan spesifikasi kontrak yang telah ditetapkan. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam penerimaan: 1. Harus mempunyai Material Safety Data Sheet (MSDS), untuk bahan berbahaya. 2. Khusus untuk alat kesehatan harus mempunyai Certificate of Origin. 3. Sertifikat analisa produk (CoA)



4. Penyimpanan obat Suatu kegiatan pengelolaan perbekalan farmasi yang berguna menjaga, melindungi stabilitas, dan mempermudah pendistribusian perbekalan farmasi. Proses penyimpanan perbekalan farmasi hendaknya dilakukan seperti berikut : 



Dibedakan menurut bentuk sediaan dan jenisnya.







Dibedakan menurut suhunya, kesetabilannya.







Mudah tidaknya meledak/terbakar.







Tahan tidaknya terhadap cahaya disertai dengan sistem informasi yang selalu menjamin ketersediaan perbekalan farmasi sesuai kebutuhan.



Metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas terapi, menurut bentuk sediaan san alfabetis dengan menerapkan prinsip FEFO dan FIFO, dan disertai sistem informasi yang selalu menjamin ketersediaan perbekalan farmasi sesuai kebutuhan.



Indikator penyimpanan obat yaitu : 



Kecocokan antara barang dan kartu stok, indikator ini digunakan untuk mengetahui ketelitian petugas gudang dan mempermudah dalam pengecekan obat, membantu dalam perencanaan dan pengadaan obat sehingga tidak menyebabkan terjadinya akumulasi obat dan kekosongan obat.







Turn Over Ratio (TOR), indikator ini digunakan untuk mengetahui kecepatan perputaran obat, yaitu seberapa cepat obat dibeli, didistribusi, sampai dipesan kembali, dengan demikian nilai TOR akan berpengaruh pada ketersediaan obat. TOR yang tinggi berarti mempunyai pengendalian persediaan yang baik, demikian pula sebaliknya, sehingga biaya penyimpanan akan menjadi minimal.







Persentase obat yang sampai kadaluwarsa dan atau rusak, indikator ini digunakan untuk menilai kerugian rumah sakit.







Sistem penataan gudang, indikator ini digunakan untuk menilai sistem penataan gudang standar adalah FIFO dan FEFO.







Persentase stok mati, stok mati merupakan istilah yang digunakan untuk menunjukkan item persediaan obat di gudang yang tidak mengalami transaksi dalam waktu minimal 3 bulan.







Persentase nilai stok akhir, nilai stok akhir adalah nilai yang menunjukkan berapa besar persentase jumlah barang yang tersisa pada periode tertentu, nilai persentese stok akhir berbanding terbalik dengan nilai TOR.



5. Distribusi Distribusi adalah kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi di rumah sakit untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien rawat inap dan rawat jalan serta untuk menunjang pelayanan medis. Tujuan pendistribusian adalah menyedikan perbekalan farmasi di unit-unit pelayanan secara tepat waktu, tepat jenis dan jumlah. Ada beberapa metode yang dapat digunakan oleh IFRS dalam mendistribusikan perbekalan farmasi di lingkungannya. Adapun metode yang dimaksud antara lain (Siregar dan Amalia, 2004).: 



Resep Perorangan Resep perorangan adalah order/resep yang ditulis dokter untuk tiap pasien. Dalam sistem ini perbekalan farmasi disiapkan dan didistribusikan oleh IFRS sesuai yang tertulis pada resep.







Sistem distribudi persediaan lengkap di ruang



Definisi sistem distribusi persediaan lengkap di ruang adalah tatanan kegiatan pengantaran sediaan perbekalan farmasi sesuai dengan yang ditulis dokter pada order perbekalan farmasi, yang disiapkan dari persediaan di ruang oleh perawat dengan mengambil dosis/unit perbekalan farmasi dari wadah persediaan yang langsung diberikan kepada pasien di ruang tersebut. 



Sistem distribusi dosis unit (Unit Dose Dispensing = UDD) Definisi perbekalan farmasi dosis unit adalah perbekalan farmasi yang diorder oleh dokter untuk pasien, terdiri atas satu atau beberapa jenis perbekalan farmasi yang masing-masing dalam kemasan dosis unit tunggal dalam jumlah persediaan yang cukup untuk suatu waktu tertentu.







Sistem distribusi kombinasi Definisi: sistem distribusi yang menerapkan sistem distribusi resep/order individual sentralisasi, juga menerapkan distribusi persediaan di ruangan yang terbatas. Perbekalan farmasi yang disediakan di ruangan adalah perbekalan farmasi yang diperlukan oleh banyak penderita, setiap hari diperlukan, dan biasanya adalah perbekalan farmasi yang harganya murah mencakup perbekalan farmasi berupa resep atau perbekalan farmasi bebas



6. Pengendalian Pengendalian Pengendalian persedian adalah suatu kegiatan untuk memastikan tercapainya sasaran yang diinginkan sesuai dengan strategi dan program yang telah ditetapkan sehingga tidak terjadi kelebihan dan kekurangan/kekosongan obat di unitunit pelayanan. Tujuannya adalah agar tidak terjadi kelebihan dan kekosongan perbekalan farmasi di unit-unit pelayanan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengendalian pelayanan kefarmasian adalah sbb: 



Rekaman pemberian obat







Pengembalian obat yang tidakdigunakan







Pengendalian obat dalam ruang bedah dan ruang pemulihan Kegiatan pengendalian ini mencakup sabagai berikut :







Memperkirakan/menghitung pemakaian rata – rata periode tertentu. Jumlah stok ini disebut stok kerja.







Menentukan stok optimum adalah stok obat yang diserahkan kepada unit pelayanan agar tidak mengalami kelurangan/kekosongan







Menentukan waktu tunggu (lead time) adalah waktu yang diperlukan dari mulai pemesanan sampai obat diterima.



7. Dokumentasi 



Pencatatan Pencatatan merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk memonitor transaksi



perbekalan farmasi yang keluar dan masuk di lingkungan IFRS. Adanya pencatatan akan memudahkan petugas untuk melakukan penelusuran bila terjadi adanya mutu obat yang sub standar dan harus ditarik dari peredaran. Pencatatan dapat dilakukan dengan menggunakan bentuk digital maupun manual. Kartu yang umum digunakan untuk melakukan pencatatan adalah Kartu Stok dan Kartu Stok Induk. 



Pelaporan



Pelaporan adalah kumpulan catatan dan pendataan kegiatan administrasi perbekalan farmasi, tenaga dan perlengkapan kesehatan yang disajikan kepada pihak yang berkepentingan.



BAB III PEMBAHASAN



A. Kasus RS”X” adalah rumah sakit tipe B dengan rumah sakit berbasis militer dengan menggunakan sistem non BLUD. Rumah sakit “X” dengan memiliki apoteker sebanyak 4 orang dimana satu diantaranya adalah sebagai Kepala Instalasi Farmasi RS. RS ”X” mencapai akreditasi 16 pelayanan pada 3 tahun yang lalu dan tahun depan ini mengajukan kembali akreditasi yang lebih tinggi dan lebih baik. BOR rata2 di RS ”X” adalah 71% dan total bed yang dimiliki adalah 132. Pada saat melakukan persiapan akreditasi tahun depan, Kepala Instalasi Farmasi melakukan evaluasi terhadap beberapa tahapan pelayanan pengelolaan manajemen obat dan alkes yang dia pimpin. Hasil yang didapatkan adalah: 1. Tahap seleksi yang tidak sesuai standar adalah kesesuaian dengan Formularium Nasional (92,51%) dan kesesuaian dengan Formularium Rumah Sakit (78,78%). 2. Tahap Perencanaan dan pengadaan yang sesuai standar adalah persentase alokasi dana yang tersedia (35,42%) dan yang tidak sesuai standar adalah frekuensi tertundanya pembayaran oleh rumah sakit terhadap waktu yang disepakati (123 x atau semua tagihan tertunda pembayarannya), persentase kesesuaian antara perencanaan obat dengan kenyataan masing- masing obat (120,43%). 3. Tahap distribusi yang sesuai standar adalah standar Turover Ratio (TOR) sebanyak (10,42 kali), tingkat ketersediaan obat sebesar 13,36 bulan dan yang tidak sesuai ketepatan data jumlah obat pada kartu stok sebesar (93,75%). 4. Tahap penggunaan yang sesuai standar adalah persentase peresepan dengan nama generik (90,37%), dan yang tidak sesuai standar adalah jumlah item obat perlembar resep (3,41 lembar), rata-rata waktu yang digunakan melayani resep non racikan (38 menit) dan resep racikan (73 menit). Pertanyaan: 1. Jelaskan permasalahan dari kasus di atas! 2. Berikan solusi yang tepat berdasarkan standar yang ada! 3. Berikan gambaran seharusnya yang harus dilakukan oleh Apoteker tersebut agar solusi yang disarankan tersebut bisa berjalan sesuai dengan yang distandartkan!



B. Pembahasan 1.



Permasalahan yang ditemukan No



Permasalahan



.



Keterangan Jumlah apoteker di RS tipe B sebanyak 4 apoteker dan 1 orang apoteker sebagai kepala IFRS. Hal ini tidak sesuai dengan PERMENKES 56 tahun 2014, bahwa tenaga kefarmasian RS



Ketidaksesuaian jumlah 1



tenaga kefarmasian di RS tipe B



tipe B paling sedikit terdiri atas 1 apoteker sebagai kepala IFRS, 4 apoteker yang bertugas di rawat jalan dan dibantu 8 TTK, 4 apoteker di rawat inap dibantu oleh 8 TTK, 1 apoteker di IGD dibantu 2 TTK, 1 orang apoteker di ruang ICU dibantu 2 TTK, 1 orang apoteker sebagai koordinator penerimaan dan distribusi dan 1



2



Kesesuaian dengan



orang apoteker sebagai coordinator produksi. Hasil evaluasi didapatkan tahap seleksi yang



Formularium



tidak sesuai standar adalah kesesuaian dengan Formularium Nasional (92,51%) dan kesesuaian dengan Formularium Rumah Sakit (78,78%). Dimana



nilai



kesesuaian



obat



dengan



Formularium yaitu 100%, hal ini menandakan kesesuaian obat dengan Formularium belum efektif dikarenakan masih terdapat beberapa 3



Frekuensi tertundanya



obat yang tidak masuk dalam Formularium. Frekuensi tertundanya pembayaran oleh rumah



pembayaran oleh rumah



sakit terhadap waktu yang disepakati (123x atau



sakit terhadap waktu yang semua tagihan tertunda pembayarannya). Hal disepakati



tersebut telah melebihi standar nilai yaitu 0-25x yang artinya kualitas pembayaran oleh rumah



4



Perencanaan obat dengan



sakit masih buruk atau tidak baik. Persentase kesesuaian antara perencanaan obat



kenyataan



dengan



kenyataan



masing-



masing



obat



(120,43%) (melebihi standar nilai yaitu 100-



No .



Permasalahan



Keterangan 120%). Hal tersebut menandakan kurangnya ketepatan jumlah item yang diadakan dengan



5



Ketepatan



data



kenyataan pakai, sehingga belum efisien. jumlah Ketepatan data jumlah obat pada kartu stok



obat pada kartu stok



sebesar (93,75%) dimana kurang dari standar nilai yaitu 100%. Hal ini menunjukkan bahwa dalam pencatatan obat oleh petugas farmasi



6



Jumlah item obat



kurang baik dan kurang teliti. Jumlah item obat perlembar resep 3,41 lembar



perlembar resep



dengan standar nilai 1,8-2,2 obat/lembar, hasil tersebut melebihi standar. Indikator jumlah item obat perlembar resep bertujuan untuk mengukur derajat polifarmasi sehingga dapat dijaga tingkat rasionalitas penggunaan obat yang diresepkan di



7



Rata-rata waktu yang



rumah sakit. Rata-rata waktu yang digunakan melayani resep



digunakan melayani resep



non racikan (38 menit) dan resep racikan (73



non racikan dan resep



menit), melebihi nilai standar. Dimana nilai



racikan



standar untuk resep non peracikan