Case THT 1 [PDF]

  • Author / Uploaded
  • Putu
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Laporan Kasus



MASSA PLICA VOCALIS



Disusun oleh : Putri Ayu Ratnasari, S.Ked



04054821618117



Pratiwi Raissa Windiani, S.Ked



04054821517117



M. Reza Pahlevi, S.Ked



04064881517001



Pembimbing : dr. Lisa Apriyanti, Sp. THT-KL, FICS



BAGIAN ILMU KESEHATAN THT-KL RUMAH SAKIT UMUM MOHAMMAD HOESIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2016



HALAMAN PENGESAHAN



Laporan Kasus Massa Plica Vocalis



Oleh: Putri Ayu Ratnasari, S.Ked



04054821618117



Pratiwi Raissa Windiani, S.Ked



04054821517117



M. Reza Pahlevi, S.Ked



04064881517001



Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya/ Rumah Sakit Umum Mohammad Hoesin Palembang periode 21 November2016 – 23 Desember 2016 Palembang,



November 2016



dr. Lisa Apriyanti, Sp. THT-KL, FICS



KATA PENGANTAR



2



Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nyalah, penulis dapat menyelesaikan penulisan laporan kasus ini dengan judul ”Massa Plica Vocalis”. Pada kesempatan ini, penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Lisa Apriyanti, Sp. THT-KL, FICS, selaku pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk membimbing dan memberikan pengarahan dalam penyusunan laporan kasus ini. Dalam penyusunan laporan kasus ini, penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan kasus ini masih terdapat kekurangan, baik dari isi maupun teknik penulisan. Sehingga apabila ada kritik dan saran dari semua pihak untuk kesempurnaan laporan kasus, penulis ucapkan banyak terimakasih. Demikianlah penulisan laporan kasus ini, semoga dapat berguna bagi kita semua.



Palembang, November 2016



Penulis



DAFTAR ISI 3



Halaman HALAMAN JUDUL.................................................................................................i HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................ii KATA PENGANTAR.............................................................................................iii DAFTAR ISI...........................................................................................................iv PENDAHULUAN....................................................................................................1 TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................................2 LAPORAN KASUS...............................................................................................18 DISKUSI................................................................................................................19 DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................22 LAMPIRAN



4



PENDAHULUAN Massa plica vocalis adalah suatu kelainan yang terjadi pada jaringan yang menyusun plica vocalis. Massa jinak pada plica vocalis dapat dibagi kembali menjadi massa non-neoplastik dan massa neoplastik. Massa non-neoplastik plica vocalis terdiri dari dari nodul plica vocalis, polip plica vocalis, dan kista plica vocalis, sedangkan massa ganas pada plica vocalis yang paling sering terjadi adalah karsinoma sel skuamosa.1,2,3 Berdasarkan epidemiologinya, sekitar 11% pasien yang datang dengan keluhan disfonia didiagnosis mengalami gangguan vokal jinak. Nodul plica vocalis sering terlihat pada anak-anak dan perempuan dewasa berusia 18-40 tahun dan diperkirakan 1% suara parau pada pasien yang berobat ke dokter THT disebabkan oleh nodul plica vocalis. Pada salah satu studi, sebanyak 43% guru yang mengalami keluhan suara parau ditemukan nodul pada plica vocalis. Pasien dengan polip plica vocalis umumnya berusia antara 30 sampai 50 tahun dan menyerang baik pada laki-laki maupun perempuan. Kista plica vocalis lebih jarang ditemukan dibandingkan massa jinak plica vocalis lainnya seperti nodul maupun polip, dengan angka prevalensi mulai dari dibawah 1% hingga 4% kasus yang ditangani di sejumlah pusat kesehatan suara utama.4,5,6,7,8 Umumnya gejala kardinal dari seluruh massa pada laring baik jinak maupun ganas adalah suara parau yang persisten. Gejala pada polip yang sering ditemukan adalah adanya suara parau, diplofonia, sedangkan pada nodul terkadang juga ditemukan keluhan batuk. Kista jarang menimbulkan gejala stridor, aspirasi, sensasi globus atau disfagia. Pada massa ganas laring sering ditemukan gejala seperti rasa mengganjal, kebiasaan sering berdeham, disfagia, distres pernapasan, hemoptisis. Gejala tersebut tergantung dari lokasi dan perluasan dari massa.2,5,9 Penegakan



diagnosis



dini



merupakan



langkah



utama



dalam



penatalaksanaan massa pada laring. Penatalaksanaan primer massa pada plica vocalis adalah tindakan pembuangan massa secara operatif berupa tindakan bedah mikrolaring karena massa plica vocalis tidak dapat ditangani hanya dengan tindakan konservatif semata yang selanjutnya harus dipastikan lagi dengan 1



pemeriksaan histopatologi untuk menentukan jenis massa. Tujuan utama operasi pita suara secara umum untuk memperbaiki fungsi vibrasi pita suara dan ligamen pita suara. Untuk penatalaksanaan selanjutnya maka disesuaikan dengan jenis massa. Untuk penatalaksanaan massa ganas laring adalah dengan pembedahan, radiasi, sitostatika ataupun kombinasi, tergantung stadium penyakit dan keadaan umum penderita. Tatalaksana suportif dapat membantu proses pemulihan suara, namun tidak dapat menghilangkan massa ini. Terapi wicara memiliki peran yang terbatas dalam penatalaksaan massa jinak, namun dapat berguna pada kista jenis epidermoid yang kemungkinan banyak disebabkan oleh penyalahgunaan vokal. 10,11,13,14,15



Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk melaporkan kasus massa plica vocalis sebagai bahan pembelajaran agar dapat membuat diagnosis klinik, memberikan terapi pendahuluan, serta mampu menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya sehingga dapat menatalaksana pasien secara optimal.



TINJAUAN PUSTAKA ANATOMI DAN FISIOLOGI Laring adalah bagian terbawah dari saluran pernafasan bagian atas yang menyerupai limas segitiga terpancung dan terletak setinggi vertebra servicalis IV–VI. Pada sebelah kranial laring terdapat aditus laringeus yang berhubungan dengan hipofaring, di sebelah kaudal dibentuk oleh sisi inferior kartilago krikoid dan berhubungan dengan trakea, di sebelah lateral ditutupi oleh otot-otot sternokleidomastoideus, infrahyoid dan lobus kelenjar tiroid. Sedangkan di sebelah posterior dipisahkan dari vertebra servikalis oleh otot-otot prevertebral, dinding dan cavum laringofaring serta disebelah anterior ditutupi oleh fascia, jaringan lemak, dan kulit. 1,2,8



2



Gambar 1. Topografi anatomi Laring9



Laring dibentuk oleh sebuah tulang di bagian atas dan beberapa tulang rawan yang saling berhubungan satu sama lain dan diikat oleh otot intrinsik dan ekstrinsik serta dilapisi oleh mukosa. Struktur laring terdiri dari tulang dan tulang rawan, yaitu os hyoid, kartilago tiroid, kartolago krikoid, kartilago aritenoid, epiglotis, kartilago kornikulata, kartilago kuneiformis, kartilago tritesea. 1,2,9



Os hyoid terletak paling atas dan berbentuk huruf “U”. Pada kedua sisi tulang ini terdapat prosesus longus di bagian belakang dan prosesus brevis bagian depan. Permukaan bagian atas tulang ini melekat pada otot-otot lidah, mandibula dan tengkorak. Kartilago tiroid merupakan kartilago hialin pada laring yang terbesar dan terdiri dari dua lamina yang bersatu di bagian depan dan mengembang ke arah belakang. Kartilago krikoid merupakan kartilago hialin yang terletak di belakang kartilago tiroid dan merupakan tulang rawan paling bawah dari laring. Disetiap sisi tulang rawan krikoid melekat ligamentum krikoaritenoid, otot krikoaritenoid lateral dan di bagian belakang melekat otot krikoaritenoid posterior. N--Epiglotis merupakan kartilago fibroelastik yang melekat pada kartilago tiroid.1,2,9 Kartilago kornikulata merupakan kartilago fibroelastik, diatas kartilago aritenoid, kartilago ini mempertahankan kekakuan A-E folds. Kartilago cuneiformis



merupakan



kartilago



fibroelastik



dengan



A-E



folds



untuk



3



mempertahankan kekakuan. Terkadang kartilago tritesea dapat ditemukan dalam ligamen tirohyoid. 1,2,9



Gambar 2. Tulang dan kartilago pada Laring9



Otot-otot laring terdiri dari 2 kelompok yaitu otot ekstrinsik yang terbagi menjadi dua bagian yaitu otot elevator (m. digrasticus, m. stylohyoideus, m. mylohyoideus, dan m. geniohyoideus) dan otot depressor (m. sternothyroideus, m. sternohyoideus, dan m. omohyoideus. Kerja otot tersebut dibantu oleh daya pegas trachea yang elastis). Otot intrinsik laring dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok yang mengendalikan aditus laryngis dan kelompok yang menggerakkan plica vocalis, berikut dapat dilihat pada Tabel 1. 1,2



4



Tabel 1. Otot intrinsik Laring2



Laring dipersarafi oleh cabang n. vagus yaitu n. laringeus superior dan n.laringeus inferior kiri dan kanan. Nervus laringeus superior berjalan keluar dari n. vagus tepat di bawah ganglion nodosum, melengkung ke depan dan medial di bawah a. karotis interna dan eksterna yang kemudian akan bercabang menjadi ramus internus yang bersifat sensoris, mempersarafi valekula, epiglotis, sinus piriformis dan mukosa bagian dalam laring di atas pita suara sejati, serta ramus eksternus yang bersifat motoris, mempersarafi m. krikotiroid dan m. konstriktor inferior. Nervus laringeus inferior merupakan lanjutan dari n. laringeus rekuren, nervus ini berjalan dalam lekukan diantara trakea dan esofagus, mencapai laring tepat di belakang artikulasio krikotiroidea. Nervus ini merupakan cabang n. vagus setinggi bagian proksimal a.subklavia dan berjalan membelok ke atas sepanjang lekukan antara trakea dan esofagus, selanjutnya akan mencapai laring tepat di belakang artikulasio krikotiroidea dan memberikan persarafan sensoris pada 5



daerah subglotis dan bagian atas trakea dan motoris pada semua otot laring kecuali m. krikotiroid.1,2,3,14



Gambar 3. Persarafan laring (a) aspek anterior (b) aspek posterior (c) aspek lateral 9



Suplai arteri ke setengah bagian atas laring berasal dari ramus laringeus superior a. thyroidea superior. Arteri laringeus superior berjalan bersama ramus interna n. laringeus superior menembus membrana tirohyoid menuju ke bawah diantara dinding lateral dan dasar sinus piriformis. Sedangkan suplai arteri ke setengah bagian bawah laring berasal dari ramus laringeus inferior a. thyroidea inferior. Arteri laringeus inferior berjalan bersama n. laringeus inferior masuk ke dalam laring melalui area Killian Jamieson yaitu celah yang berada di bawah m. konstriktor faringeus inferior, di dalam laring beranastomose dengan a. laringeus superior dan memperdarahi otot-otot dan mukosa laring. Darah vena dialirkan melalui v. laringeus superior dan inferior ke v. tiroidea superior dan inferior yang kemudian akan bermuara ke v. jugularis interna.1,2,14



6



Gambar 4. Vaskularisasi Laring9



Laring mempunyai 3 (tiga) sistem penyaluran limfe, yaitu pada bagian atas pita suara sejati, pembuluh limfe berkumpul membentuk saluran yang menembus membrana tiroidea menuju kelenjar limfe servikal superior profunda. Limfe ini juga menuju ke superior jugular node dan middle jugular node, bagian bawah pita suara sejati bergabung dengan sistem limfe trakea, middle jugular node, dan inferior jugular node, serta bagian anterior laring berhubungan dengan kedua sistem tersebut dan sistem limfe esofagus. 3, 3,5



Gambar 5. Aliran Limfatik Laring9



7



Laring mempunyai tiga fungsi utama yaitu proteksi jalan napas, respirasi dan fonasi. Laring membuat suara serta menentukan tinggi rendahnya nada. Saat bernapas pita suara membuka, sedangkan saat berbicara atau bernyanyi akan menutup sehingga udara meninggalkan paru-paru, bergetar dan menghasilkan suara. Selain itu laring juga berfungsi untuk pembentukan suara. Tinggi rendahnya nada diatur oleh peregangan plika vokalis. Syarat suara nyaring yaitu anatomi korda vokalis normal dan rata, fisiologis harus normal dan harus ada aliran udara yang cukup kuat.2,5,12 Saat berbicara terdapat 3 fase yaitu fase pulmonal (paru), laringeal (laring) ,dan supraglotis/oral. Fase pulmonal menghasilkan aliran energi dengan inflasi dan ekspulsi udara. Hal ini memberikan kolom udara pada laring untuk fase laringeal. Pada fase laringeal, pita suara bervibrasi pada frekuensi tertentu untuk membentuk suara yang kemudian di modifikasi pada fase supraglotik/oral. Kata yang terbentuk sebagai aktivitas faring (tenggorok), lidah, bibir, dan gigi. Disfungsi pada setiap stadium dapat menimbulkan perubahan suara, yang dapat diinterpretasikan sebagai hoarseness oleh seseorang/penderita.2,18 Perbedaan frekuensi suara dihasilkan oleh kombinasi kekuatan ekspirasi paru dan perubahan panjang, lebar, elastisitas, dan ketegangan pita suara. Otot yang bekerja dalam memodifikasi panjang pita suara adalah otot adduktor laringeal. Kerja otot ini meyebabkan kedua pita suara akan merapat (aproksimasi), dan tekanan dari udara yang bergerak menyebabkan vibrasi dari pita suara yang elastik. Laring berperan sebagai penggetar (vibrator), sedangkan pita suara sebagai benda yang bergetar. Pita suara menonjol dari dinding lateral laring ke arah tengah dari glotis. Pita suara ini diregangkan dan diatur posisinya oleh beberapa otot spesifik pada laring itu sendiri. 2,18 DEFINISI Massa plica vocalis adalah suatu kelainan yang terjadi pada jaringan yang menyusun plica vocalis. Massa pada plica vocalis berdasarkan perkembangannya dapat dibagi menjadi massa benigna (jinak) dan massa maligna (ganas). Suatu massa dikatakan jinak apabila secara makroskopik dan mikroskopik massa akan



8



tetap terlokalisir dan tidak menyebar ke tempat lain. Hal ini dapat dilihat dengan adanya kapsul yang memisahkan jaringan jinak dan jaringan lainnya yang sehat dan sel yang berdiferensiasi baik yang sangat mirip dengan padanannya yang normal. Massa dikatakan ganas apabila secara makroskopik dan mikroskopik, terdapat tanda-tanda bahwa massa dapat menyerbu dan merusak struktur di dekatnya dan menyebar ke tempat jauh (metastasis). Hal ini terjadi karena sel-sel massa ganas dapat melepaskan diri dari kelompoknya. Sel-sel tersebut dapat mengeluarkan enzim yang dapat menghancurkan protein atau matriks di sekitarnya, lalu bergerak secara amuboid dan menginvasi jaringan sekitarnya. Selsel ini dapat masuk kedalam aliran darah dan limfe, kemudian menempel dan tumbuh pada jaringan lainnya. 1,2,3 EPIDEMIOLOGI Berdasarkan epidemiologinya, sekitar 11% pasien yang datang dengan keluhan disfonia didiagnosis mengalami gangguan vokal jinak. Nodul plica vocalis sering terlihat pada anak-anak dan perempuan dewasa berusia 18-40 tahun dan diperkirakan 1% suara parau pada pasien yang berobat ke dokter THT disebabkan oleh nodul plica vocalis. Pada salah satu studi, sebanyak 43% guru yang mengalami keluhan suara parau ditemukan nodul pada plica vocalis. Pasien dengan polip plica vocalis umumnya berusia antara 30 sampai 50 tahun dan menyerang baik pada laki-laki maupun perempuan. Kista plica vocalis lebih jarang ditemukan dibandingkan massa jinak plica vocalis lainnya seperti nodul maupun polip, dengan angka prevalensi mulai dari dibawah 1% hingga 4% kasus yang ditangani di sejumlah pusat kesehatan suara utama. 2,4,5,6,7,8 ETIOLOGI Setiap massa jinak plica vocalis memiliki penyebab yang berbeda, tetapi ada faktor-faktor umum yang berkontribusi terhadap perkembangan massa tersebut. Umumnya, massa jinak plica vocalis terjadi sebagai respon terhadap cedera, tetapi juga dikenal memiliki beberapa penyebab. Cedera awal mungkin disebabkan oleh penggunaan atau penyalahgunaan suara, misalnya penggunaan 9



suara nyaring yang berlebihan yang berlangsung dalam jangka waktu lama, seperti penggunaan suara untuk mengajar atau bernyanyi, penyalahgunaan vokal akut, misalnya berteriak pada pertandingan sepak bola atau batuk yang tidak terkendali selama infeksi saluran pernapasan atas, lalu trauma akibat infeksi, atau trauma dari refluks asam lambung yang melukai mukosa laring. Faktor-faktor lain yang berkontribusi terhadap iritasi kronis laring, contohnya post-nasal drip dari yang dihasilkan dari rinitis alergi, sinusitis kronis, atau iritasi zat kimia seperti penggunaan tembakau.2,8 KLASIFIKASI Massa pada plica vocalis berdasarkan perkembangannya dapat dibagi menjadi massa benigna (jinak) dan massa maligna (ganas). Massa jinak pada plica vocalis dapat dibagi kembali menjadi massa non-neoplastik dan massa neoplastik. Massa non-neoplastik plica vocalis terdiri dari dari nodul plica vocalis, polip plica vocalis, dan kista plica vocalis, sedangkan Massa ganas pada plica vocalis yang paling sering terjadi adalah karsinoma sel skuamosa.2,3 Adapun berdasarkan lokasi massanya, massa plica vocalis dapat dibagi menjadi massa epitelial, massa lamina propria, dan massa vaskular. Edema Reinke tidak termasuk dalam ketiga jenis massa ini dan tergolong dalam kategorinya sendiri (Tabel 1).5 Tabel 2. Jenis-jenis plica vocalis berdasarkan lokasi 5



Massa plica vocalis 1. Massa epitelial - Massa keratotik (keratosis) o Leukoplakia o Erythroplakia - Massa maligna - Papilomatosis - Infeksi 2. Massa lamina propria - Massa plica vocalis midmembranosa o Nodul plica vocalis o Polip plica vocalis o Kista subepitelial plica vocalis 10



o Kista ligamen plica vocalis o Massa fibrosa subepitelial o Massa fibrosa ligamen o Massa plica vocalis reaktif o Massa plica vocalis nonspesifik o Pseudocyst - Skar plica vocalis - Sulcus vocalis 3. Massa vaskular - Varises - Ektasis - Telangiektasis 4. Edema Reinke NODUL PLICA VOCALIS Nodul pita suara merupakan pertumbuhan yang menyerupai jaringan parut dan bersifat jinak pada pita suara. Pada nodul pita suara banyak dijumpai pada wanita dewasa muda, terjadi secara bilateral, dengan predileksi terletak pada sepertiga anterior pita suara dan sepertiga medial. Nodul tersebut terjadi akibat trauma pada mukosa pita suara karena pemakaian suara yang berlebihan. 2 Keluhan seperti suara parau dan terkadang disertai batuk sering ditemukan. Pada pemeriksaan didapatkan nodul di pita suara sebesar kacang hijau atau lebih kecil, berwarna keputihan. Massa ini mengganggu penutupan glotis dan memungkinkan udara keluar selama fonasi sehingga menghasilkan suara serak. Nodul terbentuk di persimpangan dari dua pertiga anterior vibrating edge pita suara, yang merupakan titik kekuatan maksimal dengan menyuarakan. Nodul tersebut terjadi akibat trauma pada mukosa pita suara karena pemakaian suara yang berlebihan. Kelainan ini juga sering disebut dengan “singer’s node”. 2,11,12,18 Untuk penatalaksanaan awal dapat dilakukan istirahat bicara dan terapi suara (Voice Therapy). Tindakan bedah mikrolaring dilakukan apabila terdapat kecurigaan keganasan atau massa fibrotik. Nodul kemudian dilakukan pemeriksaan patologi anatomi. Pada hasil pemeriksaan patologi anatomi biasanya dijumpai epitel gepeng berlapis yang mengalami proliferasi dan jaringan sekitar mengalami kongesti.2



11



Gambar 6. Nodul plica vocalis9



POLIP PLICA VOCALIS Massa jinak yang paling umum dijumpai pada orang dewasa adalah polip. Polip pita suara merupakan tumor jinak dari jaringan subepitelial atau lamina propria pada pita suara. Massa ini biasanya lebih banyak ditemukan pada lakilaki dibandingkan perempuan dengan rasio 2:1. Pada pemeriksaan didapatkan massa bertangkai, unilateral, dengan predileksi pada sepertiga anterior, sepertiga tengah, bahkan pada seluruh pita suara. 4,11. Terdapat 2 jenis polip yaitu mukoid dan angiomatosa. Polip mukoid berwarna keabu-abuan dan jernih sedangkan polip angiomatosa berwarna merah tua karena perbedaan tingkat vaskularisasinya. 2,4,11 Pada umumnya gejala yang dirasakan sama dengan nodul yaitu suara parau. Polip dapat mengganggu penutupan glotis dan memungkinkan udara melarikan diri selama fonasi sehingga menghasilkan suara serak. Polip terjadi akibat proses peradangan menahun dari lapisan subepitel. Penyebab tersering adalah penggunaan suara yang berlebihan serta kebiasaan merokok.2,3 Penatalaksanaan standar polip umumnya sama dengan nodul yaitu tindakan bedah mikrolaring dan pemeriksaan histopatologi. Tujuan utama operasi pita suara secara umum adalah memperbaiki fungsi vibrasi pita suara dan ligament pita suara. 2,4,11,12



12



Gambar 6. Polip plica vocalis9 KISTA PLICA VOCALIS Kista plica vocalis merupakan salah satu massa jinak non neoplastik pada laring yang mengenai pita suara. Umumnya kista plica vocalis bersifat unilateral, namun kista ini juga dapat bersifat bilateral. Faktor usia tidak secara signifikan mempengaruhi resiko kista plica vocalis, namun kista plica vocalis tampak lebih banyak dialami pada usia 30-40 tahun.14,16 Prevalensi kista plica vocalis pada populasi umum saat ini belum diketahui secara pasti. Cohen dkk. (2011) dalam sebuah penelitian retrospektif yang meneliti prevalensi dan penyebab disfonia di Amerika Serikat antara Januari 2004 - Desember 2008 menyatakan bahwa prevalensi disfonia diperkirakan sebesar 1%, dimana sekitar 11% pasien dengan disfonia didiagnosis mengalami kelainan vokal jinak. Siddapur dkk. (2015) dalam penelitian yang melibatkan 57 orang yang didagnosis mengalami kelainan massa jinak plica vocalis di Karpaga Vinayaga Institute of Medical Sciences & Research Centre, Tamil Nadu, India menemukan bahwa terdapat 9 (15,8%) orang dengan kista plica vocalis.10,16,19 Kista plica vocalis tampak sebagai struktur berkantung di dalam lamina propria plica vocalis yang diselubungi lapisan epitel, berwarna kuning atau putih dengan batas yang tegas. Kista plica vocalis memiliki dua suptipe, yaitu kista epidermoid dan kista retensi mukus. Secara mikroskopis, kista epidermoid diselubungi oleh epitel skuamosa berlapis terkeratinisasi. Sementara itu kista retensi mukus diselubungi oleh epitel silindris berisi mucus. Kista epidermoid timbul terutama akibat penyalahgunaan vokal dan kista retensi mukus dapat berkembang secara spontan.19 13



Patogenesis kedua jenis kista ini berbeda. kista epidermoid berkembang ketika sel epitel secara congenital tertimbun dibawah lapisan subepitel atau bisa juga dari penyembuhan mukosa setelah penyalahgunaan vocal diatas sel epitel yang tertimbun. Kista retensi mukus terbentuk ketika kelenjar mukosa mengalami obstruksi akibat beberapa kondisi seperti infeksi saluran nafas atas, penggunaan suara secara berlebihan dan refluks cairan asam lambung.9,10 Pasien dengan kista plica vocalis memiliki gejala yang mirip dengan pasien dengan nodul plica vocalis. Pola getaran abnormal akibat adanya kista dapat menyebabkan "diplophonia" atau suara dengan dua suara. Kista sering terjadi secara unilateral, namun kista besar dapat menyebabkan pembengkakan reaktif yang timbul pada kontralateral plica vocalis yang terlibat. Massa plica vocalis dapat menghasilkan suara serak, hilangnya jangkauan vokal, kelelahan vokal atau kehilangan suara.9 Umumnya, pasien dengan massa intrakordal memiliki disfonia yang menjadi lebih berat seiring penggunaan suara. Mereka juga dapat memiliki periode afonia saat berbicara. Kista jarang menimbulkan gejala stridor, aspirasi, sensasi globus atau disfagia. Pasien mungkin serak atau mungkin memiliki suara normal. Pada laringoskopi direk, kista dapat memenuhi lipat pita suara atau hanya sebagai garis berkilau yang terlihat di bawah mukosa. Massa intrakordal harus dicurigai pada pasien disfonia bila tidak ada massa yang jelas ditemukan pada laringoskopi langsung.10



Gambar 7. Kista plica vocalis9



14



Penatalaksanaan primer kista plica vocalis adalah tindakan pembuangan massa secara operatif berupa tindakan bedah mikrolaring karena kista plica vocalis tidak dapat ditangani hanya dengan tindakan konservatif semata. Tatalaksana suportif dapat membantu proses pemulihan suara, namun tidak dapat menghilangkan massa ini. Terapi wicara memiliki peran yang terbatas dalam penatalaksaan massa ini, namun dapat berguna pada kista jenis epidermoid yang kemungkinan banyak disebabkan oleh penyalahgunaan vokal.15,19 KARSINOMA SEL SKUAMOSA Setiap tahun, 11.000 kasus baru kanker laring didiagnosis di Amerika Serikat (1% dari diagnosa kanker baru), dan sekitar sepertiga akan meninggal karenanya. Rasio laki-laki dibandingkan perempuan untuk kanker laring adalah 4:1, namun persentase relatif wanita yang menderita kanker laring telah meningkat dalam beberapa waktu terakhir. Kanker laring paling umum ditemukan pada dekade keenam dan ketujuh dalam kehidupan dan lebih umum di antara kelompok sosial ekonomi rendah, yang sering mengalami keterlambatan diagnosis. Lebih dari 90% kanker laring adalah karsinoma sel skuamosa dan secara langsung terkait dengan tembakau dan penggunaan alkohol yang berlebihan. Karena sifat kompleks dan beragam penyakit ini, rencana perawatan yang terbaik disampaikan melalui format papan tumor multidisiplin.18,17 Massa yang berasal dari pita suara umumnya memiliki tanda awal berupa suara serak persisten. Keluhan lain yang terjadi pada pasien dengan keganasan pita suara dapat berupa dispnea, stridor, disfagia, odinofagia, hemoptisis, penurunan berat badan disebabkan oleh nutrisi yang buruk, dan halitosis disebabkan oleh nekrosis tumor, yang menandakan penyakit sudah berada pada tahap lanjut. Pasien dengan karsinoma dapat datang dengan massa di leher akibat metastasis ke kelenjar getah bening regional. Temuan laringoskopik konsisten dengan gambaran tumor berbentuk jamur yang rapuh dengan tepi yang menumpuk dan penampilan granular dengan beberapa daerah nekrosis pusat atau daerah hiperemia (erythroplasia) atau hiperkeratosis (leukoplakia). Trakeostomi 15



darurat kadang-kadang diperlukan jika tumor cukup besar untuk menyebabkan obstruksi saluran napas atas. Pada tahap awal KSS dapat diobati dengan terapi radiasi atau laser cordectomy dengan persentase tingkat kesembuhan lebih dari 90%. Pasien dengan penyakit yang lebih lanjut mungkin menjadi kandidat untuk dikombinasikan kemoterapi / radiasi terapi (protokol konservasi laring) atau laryngectomy parsial atau total. 18,17 KEGANASAN LAIN PADA LARING Dapat berupa karsinoma kelenjar liur (salivary gland carcinoma), sarkoma,



dan neoplasma lain (metastasis, invasi keganasan tiroid, tumor



karsinoid, dan limfoma) yang hadir dalam insidens yang lebih rendah dibandingkan KSS. 18,17



Gambar 8. Karsinoma Laring9



DIAGNOSIS Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis dimulai menanyakan riwayat lengkap masalah suara dan evaluasi metode berbicara. Umumnya keluhan utama dari seluruh massa pada laring baik jinak maupun ganas adalah suara parau yang persisten. Gejala pada polip yang sering ditemukan adalah adanya suara parau, diplofonia, sedangkan pada nodul terkadang juga ditemukan keluhan batuk. Kista jarang menimbulkan gejala stridor, aspirasi, sensasi globus atau disfagia. Pada massa ganas laring sering ditemukan gejala seperti rasa mengganjal, kebiasaan sering berdeham, disfagia, distres pernapasan, hemoptisis. Gejala tersebut tergantung dari lokasi dan perluasan dari massa.2,5,9 16



Seorang klinisi harus menelusuri waktu onset terjadinya disfonia, faktorfaktor yang berhubungan dengan onset seperti infeksi saluran pernapasan atas, apakah keluhan suara serak memburuk di pagi hari, sore atau sepanjang hari, adanya kelelahan vokal, adanya nyeri apabila menggunakan suara terus menerus, adanya keterbatasan bernyanyi, riwayat penyakit dahulu, dan riwayat pengobatan dan alergi obat.15 Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan kepala dan leher lengkap. Evaluasi laring dapat dilakukan dengan menggunakan cermin, cermin laring dimasukkan ke bagian belakang mulut dan laring dilihat dengan menggunakan lampu. Cara ini baik untuk mengevaluasi warna mukosa, tetapi terbatas untuk visualisasi. Flexible nasopharyngolaryngoscope (NPL) dapat dilakukan setelah mengaplikasikan anastesi topikal, flexibel teleskop dimasukkan melalui hidung ke bagian belakang tenggorok untuk memvisualisasikan laring. Rigid endoscopy, teleskop berbentuk batang dengan ujung siku yang memungkinkan untuk melihat setiap sudut laring. Videostroboscopy dapat dilakukan dengan NPL atau Rigid endoscopy. Selama pemeriksaan mikrofon ditempatkan pada leher pasien untuk mengambil frekuensi suara. Sebuah lampu strobo yang telah disinkronasikan dengan frekuensi suara kemudian melintas di laring. Gambaran histologi pita suara termasuk lapisan multipel dengan unsur mekanikal yang berbeda dan gelombang mukosa dihasilkan selama fonasi. Lampu strobo yang telah disinkronasikan menangkap berbagai tahap getaran laring dan pada video akan muncul gambar gelombang mukosa dalam gerakan lambat. Videostroboscopy diperlukan untuk menjelaskan sifat massa selain itu juga dapat mrmbantu dalam program perawatan, mengetahui indikasi operasi dan prognosis.9 PROGNOSIS Massa plica vocalis jila ditatalaksana dengan adekuat umumnya memiliki prognosis yang baik. Penelitian yang dilakukan Zitels dkk (2002) pada 185 pasien yang berprofesi sebagai penyanyi dan artis yang menjalani phonomicrosurgery pada 365 massa lamina propia superfisial plica vocalis menunjukkan perbaikan fungsi suara setelah operasi. Bequiqnon dkk. (2013) menyatakan bahwa nodul 17



pada plica vocalis memiliki kemungkinan untuk kambuh rata-rata 5 tahun setelah pengangkatan nodul. Terapi suara post operatif akan dapat menurunkan risiko kekambuhan nodul plica vocalis. 21,22 LAPORAN KASUS ± 7 bulan yang lalu Tn. I usia 58 tahun mengeluh suara parau. Suara parau semakin lama semakin memberat, rasa menganjal ditenggorokan (-), sesak nafas (-), nyeri menelan (-), sulit menelan (-), batuk (+) berdahak warna putih sebanyak 1 sdt, pilek (-), rasa terbakar di tenggorokan dan di dada (-), mengi (-), mengorok (-), demam (-), penurunan berat badan (-).Os kemudian berobat ke dokter umum dan diberi obat batuk dan obat radang, os lupa nama obatnya, keluhan batuk berkurang, tapi suara parau masih ada. Kemudian os dirujuk ke RS swasta dilakukan laringoskop indirek dengan teleskop dan terdapat massa pada pita suara sebelah kanan kemudian os dirujuk ke RSMH untuk dilakukan operasi. Penyakit Penyakit Dahulu



:



Riwayat operasi benjolan pada pita suara tahun 1991 Riwayat hipertensi (+) 10 tahun yang lalu rutin minum amlodipin 1x5 mg Riwayat diabetes melitus (-) Riwayat sakit maag (+) 20 tahun yang lalu rutin minum Ranitidin Riwayat sakit paru-paru dan asma (-) Riwayat trauma (-) Riwayat Penyakit Keluarga



:



Riwayat penyakit yang sama disangkal Riwayat Kebiasaan



:



Riwayat merokok (+) selama 20 tahun Riwayat alkohol (-) Riwayat terpapar insektisida (+) selama 28 tahun Riwayat berteriak setiap hari (+) selama bekerja sebagai petugas keamanan



18



Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum dan vital sign dalam batas normal, kecuali didapatkannya tekanan darah yang meningkat, yaitu 150/90 mmHg dan os mengaku memang memiliki riwayat hipertensi dan rutin mengkonsumsi obat antihipertensi. Pemeriksaan laringoskop indirek didapatkan dasar lidah tidak ada kelainan, tonsila lingualis eutropi, valekula tidak ada kelainan, fossa piriformis tidak ada kelainan, epiglotis tenang, aritenoid hiperemis, plica vocalis terdapat massa di plica vocalis anterior dextra, gerak simetris, plica vestibularis tidak ada kelainan, rima glottis lapang, trakea tidak ada kelainan. Pemeriksaan telinga, hidung, dan tenggorokan dalam batas normal. Berdasarkan keterangan di atas, pasien didiagnosis dengan massa plica vocalis dextra sepertiga anterior. Pada penatalaksanaan direncanakan dilakukan biopsi dengan laringoskop direk dan ekstirpasi massa plica vocalis dextra dengan bedah mikrolaring. Selain itu, penderita diberi obat antihipertensi yaitu amlodipin 1x5 mg PO. Kemudian direncanakan dilakukan pemeriksaan histopatologi pada jaringan biopsi untuk mengetahui jenis massa. DISKUSI Dilaporkan pasien laki-laki usia 58 tahun dengan pekerjaan sebagai petugas keamanan dengan riwayat kebiasaan berteriak, merokok, serta sering terpapar insektisida tanpa memakai masker saat berkebun didiagnosis dengan massa plica vocalis dextra sepertiga anterior dan direncanakan untuk dilakukan tindakan operatif berupa laringoskop direk biopsi dan ekstirpasi massa dengan mikrolaring. Berdasarkan penelitian Siddapur dkk. (2015) dan Sharma dkk. (2015), faktor usia pasien kista plica vocalis tidak secara signifikan mempengaruhi risiko kista plica vocalis, namun paling banyak dialami pada usia 30-40 tahun. Pada kasus ini diagnosis massa plica vocalis dextra sepertiga anterior ditegakkan berdasarkan anamnesis gejala klinis dan pemeriksaan fisik pasien. Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien datang dengan keluhan suara parau sejak ± 7 bulan yang lalu. Suara parau semakin lama semakin berat yang menandakan gangguan dalam getaran, ketegangan, dan adduksi kedua plica vocalis dextra dan sinistra. Pasien



19



juga mengaku tidak ada rasa menganjal di tenggorokan, nyeri menelan yang menyingkirkan gangguan pada faring, tidak ada sulit menelan menyingkirkan gangguan faring dan supraglotis, tidak ada sesak nafas yang menyingkirkan gangguan pada subglotis dan saluran nafas lainnya. Selain itu, pasien mengaku pernah mempunyai riwayat penyakit yang sama tahun 1991 dan sudah dilakukan operasi, tapi pasien tidak mengetahui jenis massa di pita suara tersebut. Pasien juga memiliki kebiasaan berteriak, merokok, serta sering terpapar insektisida tanpa memakai masker saat berkebun sebagai faktor predisposisi yang mengakibatkan terjadinya iritasi kronis pada pita suara dan berdasarkan Boies dkk, (1997) degenerasi polipoid di sepanjang korda vokalis biasanya berkaitan dengan penggunaan vokal yang lama, merokok, dan radang yang menetap. 2,5,18 Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum dan vital sign dalam batas normal, kecuali didapatkannya tekanan darah yang meningkat, yaitu 150/90 mmHg dan os mengaku memang memiliki riwayat hipertensi dan rutin mengkonsumsi obat antihipertensi sehingga dapat didiagnosis bahwa pasien menderita hipertensi derajat I. Pemeriksaan laringoskop indirek didapatkan hiperemis pada aritenoid dan massa di plica vocalis sepertiga anterior dextra, pemeriksaan ini mendukung pada diagnosis massa plica vocalis yang menyebabkan disfonia pada pasien, ditambah dari pemeriksaan lainnya tidak ditemukan kelainan lain yang dapat menyebabkan disfonia seperti tidak ada gerakan plica vocalis yang asimetris menyingkirkan gangguan pada saraf dan/atau otot pengerak plica vocalis (paralisis plica vocalis). Lokasi massa plica vocalis yang terletak di 1/3 anterior memberi kemungkinan bahwa massa ini bersifat jinak.2,22 Pemeriksaan penunjang berupa rontgen soft tissue AP lateral cervicalis juga menunjukan tidak terdapat massa pada region leher yang dapat mendorong atau dapat menyebabkan kelainan pada plica vocalis, sedangkan pada CT-Scan laring menunjukan adanya



massa pada supraglotis. Pada pemeriksaan



laboratorium juga tidak didapatkan kelainan. Tujuan dari pemeriksaan pencitraan adalah untuk mengetahui penyebaran tumor, karakteristik pola invasi submukosa dan implikasinya terhadapat stadium tumor dan rencana terapi, oleh karena itu 20



pada kasus ini tidak didapatkan penyebaran massa ke struktur jaringan lain di leher dan tidak ada pembesaran kelenjar getah bening23. Tatalaksana pada pasien ini direncanakan untuk dilakukan biopsi dengan laringoskop direk dan ekstirpasi massa plica vocalis dan kemudian dilakukan pemeriksaan histopatologi untuk mengetahui secara pasti jenis massa dan tindakan apa yang harus dilakukan untuk pengobatan selanjutnya. Kemudian dilakukan edukasi, yaitu mengurangi pengunaan suara yang berlebihan, seperti berteriak dan menyanyi, hindari allergen bila ada yang dapat menyebabkan iritasi, hindari kontak dengan insektisida, gunakan pelindung mulut dan hidung ketika berpergian2,7,11,13,15,22.



21



DAFTAR PUSAKA



1. Snell RS. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2006. 2. Soepardi EA, Nurbaiti I, Jenny B, Ratna DR. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, tenggorok, Kepala, dan Leher Edisi 7. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2012. 3. Kumar, V., Cotran, R. S., Robbins, S. L. Buku Ajar Patologi Robbins Edisi 7. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2007. 4. Robinson RA. Atlas For Histologic And Cytologic Diagnosis. Head and Neck Pathologic. Philadelphia: Lippincott Williams and Willkins. 2009. 111-113. 5. Sridharan SS, Rosen CA. Nomenclature of Laryngeal Massaons. Dalam: Sataloff’s Comprehensive Textbook of Otolaryngology Head and Neck Surgery Volume 4: Laryngology Ed.1. New Delhi: Jaypee The Health Sciences Publisher. 2016. 6. Smith, Steven. Benign Vocal Fold Massaons. Grand Rounds Presentation, The University of Texas Medical Branch in Galveston, Department of Otolaryngology. 2013. 7. Pedersen M, McGlashan J. Surgical versus non-surgical interventions for vocal cord nodules. Cochrane Database Syst Rev. 2012(13):6. 8. Bouchayer M, Cornut G, Witzig E, et al. Epidermoid cysts, sulci, and mucosal bridges of the true vocal cord: a report of 157 cases. Laryngoscope. 1985(95):1087-94. 9. Probst, Rudolf, Gerhard Grevers, Heinrich Iro. Basic Otorhinolaryngology. New York: Thieme. 2006. 10. Schweinfurth J. Vocal Fold Cysts. http://emedicine.medscape.com/article/866019 diakses pada 26 November 2016. 11. Pilch BZ. Vocal Cord Polyps. In Head and Neck Surgical Pathology. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. 2000. 237-240. 12. Rosen CA. Benign Vocal Fold Massaons and Phonomicrosurgery. Dalam : Bailey, Byron J, Jhonson, Jonas T, Shawn. Head and Neck Surgery 4 th edition, Lipponcot. 2006. 838-848. 13. Sharma M, Kumar S, Goel M, Angral S, Kapoor M. A Clinical Study of Benign Massaons of Larynx. Int J Oral Health Med Res. 2015(2):22-28. 14. Hermani B, Abdurrachman H, Cahyono A. Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT-KL Edisi 7. Kelainan Laring. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2012.



22



15. Siddapur GK, Siddapur KR. Comparative study of benign vocal fold massaons in a tertiary health centre. Int J Otorhinolaryngol Head Neck Surg. 2015(1):65-8. 16. Wareing M., Obholzer R. Benign Laryngeal Massaons. Dalam: A.K. Lalwani (Ed), CURRENT Diagnosis & Treatment in Otolaryngology— Head & Neck Surgery. Chapter 29. 2008. http://www.accessmedicine.com/content.aspx?aID=2827547 diakses pada 26 November 2016. 17. Adams, George L., Boies. Buku Ajar Penyakit THT (Boies fundamentals of otolaryngology) Edisi 6. Jakarta: EGC. 1997. 18. Akif Kilic M, Okur E, Yildirim I, et al. The prevalence of vocal fold nodules in school age children. Int J Pediatr Otorhinolaryngol. 2004(4):409-12. 19. Benjamin B, Croxson G. Vocal nodules in children. Ann Otol Rhinol Laryngol. 1987 (5):530-3. 20. Zeitels SM, Hillman RE, Desloge R, Mauri M, Doyle PB. Phonomicrosurgery in Singers and Performing Artist: Treatment Outcome Management Theories and Future Directions. Ann Otol Rhinol Laryngol Suppl. 2002(190):21-40. 21. Bequiqnon E. Bach C., Fugain C, Guillere L, Blumen M, Chabolle F, Wagner I. Long-term result of surgical treatment of vocal cord nodules. Laryngoscope Epub. 2013 (8):1926-1930. 22. Steven S, Michael U. Benign Vocal Fold Lesions. Grand Rounds Presentation, The University of Texas Medical Branch in Galveston, Department of Otolaryngology, 2013 : 1-8 23. Minerva B, Karim B, Pavel D, Abdelkarim A. Imaging of the larynx and hypopharynx. European Journal of Radiology 66 (2008) 460–479



23



UNIVERSITAS SRIWIJAYA FAKULTAS KEDOKTERAN BAGIAN ILMU PENYAKIT TELINGA, HIDUNG, DAN TENGGOROK



STATUS PENDERITA



Nama Mahasiswa : …………… NIM



: ……………



Dokter Instruktur: …………… Tanggal



: 21-8-2016



IDENTITAS PENDERITA Nama



: Tn. I



Umur



: 58 tahun



Status Poliklinik



: THT-KL



Jenis Kelamin: Laki-laki



Pekerjaan



: Petugas keamanan kebun sawit



Alamat



: Jl. Pembangunan Kampung Sawah, Betung, Kab. Banyuasin, Sumatera



ANAMNESIS Keluhan Utama



: Suara parau semakin memberat sejak 7 bulan yang lalu



Keluhan Tambahan



: -



Riwayat Perjalanan Penyakit : ± 7 bulan yang lalu Tn. I usia 58 tahun mengeluh suara parau. Suara parau semakin lama semakin memberat, rasa menganjal ditenggorokan (-), sesak nafas (-), nyeri menelan (-), sulit menelan (-), batuk (+) berdahak warna putih dan kental sebanyak 1 sdt , pilek (-), rasa terbakar 1



di tenggorokan dan di dada (-),mengi (-), mengorok (-), demam (-), penurunan berat badan. Os kemudian berobat ke dokter umum dan diberi obat batuk dan obat radang, os lupa nama obatnya, keluhan batuk berkurang, tapi suara parau masih ada. Kemudian os dirujuk ke RS swasta dilakukan laringoskop indirek dengan teleskop dan terdapat massa pada pita suara sebelah kanan kemudian os dirujuk ke RSMH untuk dilakukan operasi. Penyakit Penyakit Dahulu



:



Riwayat operasi benjolan pada pita suara tahun 1991, os lupa diagnosisnya. Riwayat hipertensi (+) 10 tahun yang lalu rutin minum amlodipin 1x5 mg Riwayat diabetes melitus (-) Riwayat sakit maag (+) 20 tahun yang lalu rutin minum ranitidin Riwayat sakit paru-paru dan asma (-) Riwayat Penyakit Keluarga



:



Riwayat penyakit yang sama disangkal Riwayat Kebiasaan



:



Riwayat merokok (+) selama 20 tahun Riwayat alkohol (-) Riwayat terpapar insektisida (+) selama 28 tahun Riwayat berteriak setiap hari (+) selama bekerja sebagai petugas keamanan PEMERIKSAAN FISIK Status Generalis KeadaanUmum : Tampak sakit sedang Kesadaran



: Compos Mentis



Tekanan Darah



: 150/100 mmHg



Nadi



: 76 kali/menit



Pernafasan



: 20 kali/menit 2



Suhu



: 36,50 C



Berat Badan



: 66 Kg



Tinggi Badan



: 167 cm



IMT



: 23,66 kg/m2



Kepala



: Konjungtiva palpebra pucat (-)/(-), Sklera ikterik (-)/(-)



Leher KGB



: JVP 5-2 cmH2O,Pembesaran tiroid (-) : Tidak ada pembesaran



Thorax Cor



: I: Ictus kordis tidak terlihat P: Ictus kordis tidak teraba P: Batas jantung atas ICS II, batas kanan linea sternalis dextra, batas kiri 2 jari



Pulmo



Abdomen



Ekstremitas



lateral linea mid clavicula sinistra ICS V A : Bunyi jantung I-II (+) normal, HR= 76x/menit, reguler, murmur (-), gallop (-) : I : Gerakan dada simetris kiri = kanan, laju pernafasan= 20x/menit P: Stem fremitus kiri = kanan P: Sonor A: Vesikuler (+) normal, wheezing (-), ronki (-) :I: Datar P :Lemas P:Timpani A:Bising usus (+) normal :Akral pucat (-), edema pretibial (-)



Status Lokalis Telinga I. Telinga Luar



Kanan



Kiri



3



Regio Retroaurikula -Abses



Tidak ada



Tidak ada



-Sikatrik



Tidak ada



Tidak ada



-Pembengkakan



Tidak ada



Tidak ada



-Fistula



Tidak ada



Tidak ada



-Jaringan granulasi



Tidak ada



Tidak ada



-Kista Brankial Klep



Tidak ada



Tidak ada



-Fistula



Tidak ada



Tidak ada



-LobulusAksesorius



Tidak ada



Tidak ada



-Mikrotia



Tidak ada



Tidak ada



-Efusi perikondrium



Tidak ada



Tidak ada



-Keloid



Tidak ada



Tidak ada



-Nyeri tarik aurikula



Tidak ada



Tidak ada



-Nyeri tekan tragus



Tidak ada



Tidak ada



Lapang



Lapang



-Oedema



Tidak ada



Tidak ada



-Hiperemis



Tidak ada



Tidak ada



-Pembengkakan



Tidak ada



Tidak ada



-Erosi



Tidak ada



Tidak ada



-Krusta



Tidak ada



Tidak ada



-Sekret (serous/seromukus/mukopus/pus)



Tidak ada



Tidak ada



-Perdarahan



Tidak ada



Tidak ada



Regio Zigomatikus



Aurikula



Meatus Akustikus Eksternus -Lapang/sempit



4



-Bekuan darah



Tidak ada



Tidak ada



-Cerumen plug



Tidak ada



Tidak ada



-Epithelial plug



Tidak ada



Tidak ada



-Jaringan granulasi



Tidak ada



Tidak ada



-Debris



Tidak ada



Tidak ada



-Banda asing



Tidak ada



Tidak ada



-Sagging



Tidak ada



Tidak ada



-Exostosis



Tidak ada



Tidak ada



-Warna (putih/suram/hiperemis/hematoma)



Putih



Putih



-Bentuk (oval/bulat)



Oval



Oval



-Pembuluh darah



Tidak ada



Tidak ada



-Refleks cahaya



+



+



-Retraksi



Tidak ada



Tidak ada



-Bulging



Tidak ada



Tidak ada



-Bulla



Tidak ada



Tidak ada



-Ruptur



Tidak ada



Tidak ada



-Perforasi (sentral/perifer/marginal/attic)



Tidak ada



Tidak ada



-Pulsasi



Tidak ada



Tidak ada



-Sekret (serous/ seromukus/ mukopus/ pus)



Tidak ada



Tidak ada



-Tulang pendengaran



Tidak ada



Tidak ada



-Kolesteatoma



Tidak ada



Tidak ada



-Polip



Tidak ada



Tidak ada



-Jaringan granulasi



Tidak ada



Tidak ada



II.Membran Timpani



(kecil/besar/ subtotal/ total)



Gambar Membran Timpani



5



III. Tes Khusus



Kanan



Kiri



Tes Rinne



+



+



Tes Weber



Tidak Lateralisasi



Tidak Lateralisasi



Tes Scwabach



Sama dengan Pemeriksa



Sama dengan Pemeriksa



2.Tes Audiometri



Tidak dilakukan



Tidak dilakukan



1.Tes Garpu Tala



Audiogram



6



3.Tes Fungsi Tuba -Tes Valsava



Kanan



Kiri



Tidak dilakukan



Tidak dilakukan



Kanan



Kiri



-Tes Toynbee



4.Tes Kalori -Tes Kobrak



Tidak dilakukan



Tidak dilakukan



Hidung I.Tes Fungsi Hidung



Kanan



Kiri



-Tes aliran udara



Normal



Normal



Tidak dilakukan



Tidak dilakukan



-Tes penciuman I Kopi Tembakau 7



II.Hidung Luar



Kanan



Kiri



-Dorsum nasi



Normal



Normal



-Akar hidung



Normal



Normal



-Puncak Hidung



Normal



Normal



-Sisi hidung



Normal



Normal



-Ala nasi



Normal



Normal



-Deformitas



Tidak ada



Tidak ada



-Hematoma



Tidak ada



Tidak ada



-Pembengkakan



Tidak ada



Tidak ada



-Krepitasi



Tidak ada



Tidak ada



-Hiperemis



Tidak ada



Tidak ada



-Erosi kulit



Tidak ada



Tidak ada



-Vulnus



Tidak ada



Tidak ada



-Ulkus



Tidak ada



Tidak ada



-Tumor



Tidak ada



Tidak ada



-Duktus nasolakrimalis (tersumbat/tidak tersumbat)



Tidak ada



Tidak ada



Kanan



Kiri



-Sikatrik



Tidak ada



Tidak ada



-Stenosis



Tidak ada



Tidak ada



-Atresia



Tidak ada



Tidak ada



-Furunkel



Tidak ada



Tidak ada



-Krusta



Tidak ada



Tidak ada



-Sekret (serous/seromukus/mukopus/pus)



Tidak ada



Tidak ada



III.Hidung dalam 1. Rinoskopi Anterior a.Vestibulum nasi



b.Kolumela 8



-Utuh/tidakutuh



Utuh



Utuh



-Sikatrik



Tidak ada



Tidak ada



-Ulkus



Tidak ada



Tidak ada



Lapang



Lapang



-Sekret (serous/seromukus/mukopus/pus)



Tidak ada



Tidak ada



-Krusta



Tidak ada



Tidak ada



-Bekuan darah



Tidak ada



Tidak ada



-Perdarahan



Tidak ada



Tidak ada



-Benda asing



Tidak ada



Tidak ada



-Rinolit



Tidak ada



Tidak ada



-Polip



Tidak ada



Tidak ada



-Tumor



Tidak ada



Tidak ada



Eutrofi



Eutrofi



(basah/kering)



Basah



Basah



(licin/taklicin)



Licin



Licin



Merah muda



Merah Muda



Tidak ada



Tidak ada



Sulit dinilai



Sulit dinilai



c. Kavumnasi -Luasnya (lapang/cukup/sempit)



d. Konka Inferior -Mukosa (erutopi/ hipertropi/atropi)



-Warna (merah muda/hiperemis/pucat/livide) -Tumor



e. Konka media -Mukosa (erutopi/ hipertropi/atropi) (basah/kering) (licin/taklicin) -Warna (merah muda/hiperemis/pucat/livide) -Tumor



9



f.Konka superior -Mukosa (erutopi/ hipertropi/atropi) (basah/kering) (licin/taklicin)



Sulit dinilai



Sulit dinilai



Sulit dinilai



Sulit dinilai



Sulit dinilai



Sulit dinilai



Eutrofi



Eutrofi



(basah/kering)



Basah



Basah



(licin/taklicin)



Licin



Licin



Merah muda



Merah Muda



-Tumor



Tidak ada



Tidak ada



-Deviasi (ringan/sedang/berat)



Tidak ada



Tidak ada



-Warna (merah muda/hiperemis/pucat/livide) -Tumor



g. Meatus Medius -Lapang/ sempit -Sekret (serous/seromukus/mukopus/pus) -Polip -Tumor



h. Meatus inferior -Lapang/ sempit -Sekret (serous/seromukus/mukopus/pus) -Polip -Tumor



i. Septum Nasi -Mukosa (eutropi/ hipertropi/atropi)



-Warna (merah muda/hiperemis/pucat/livide)



(kanan/kiri) (superior/inferior) 10



(anterior/posterior) (bentuk C/bentuk S) -Krista



Tidak ada



Tidak ada



-Spina



Tidak ada



Tidak ada



-Abses



Tidak ada



Tidak ada



-Hematoma



Tidak ada



Tidak ada



-Perforasi



Tidak ada



Tidak ada



-Erosi septum anterior



Tidak ada



Tidak ada



Gambar Dinding Lateral Hidung Dalam



Gambar Hidung Dalam Potongan Frontal



2.Rinoskopi Posterior



Kanan



Kiri 11



-Postnasal drip -Mukosa (licin/taklicin) (merah muda/hiperemis) -Adenoid -Tumor



Tidak dilakukan



Tidak dilakukan



Kanan



Kiri



-infraorbitalis



Tidak ada



Tidak ada



-frontalis



Tidak ada



Tidak ada



-kantus medialis



Tidak ada



Tidak ada



-Pembengkakan



Tidak ada



Tidak ada



-Transiluminasi



Tidak ada



Tidak ada



-Koana (sempit/lapang) -Fossa Russenmullery (tumor/tidak) -Torus tobarius (licin/taklicin) -Muara tuba (tertutup/terbuka) (carcin/tidak)



Gambar Hidung Bagian Posterior



IV.Pemeriksaan Sinus Paranasal -Nyeri tekan/ketok



-regio infraorbitalis



12



-regio palatum durum



Tenggorok I.Rongga Mulut



Kanan



Kiri



Tidak ada kelainan



Tidak ada kelainan



-Gusi (hiperemis/udem/ulkus)



Tidak ada kelainan



Tidak ada kelainan



-Bukal (hiperemis/udem)



Tidak ada kelainan



Tidak ada kelainan



Utuh



Utuh



Tidak ada kelainan



Tidak ada kelainan



Tidak ada kelainan



Tidak ada kelainan



-Lidah (hiperemis/udem/ulkus/carcino) (mikroglosia/makroglosia) (leukoplakia/gumma) (papilloma/kista/ulkus)



(vesikel/ulkus/mukokel) -Palatum durum (utuh/terbelah/fistel) (hiperemis/ulkus) (pembengkakan/abses/tumor) (rata/tonus carcinoma) -Kelenjar ludah (pembengkakan/litiasis) (striktur/ranula) -Gigi geligi (mikrodontia/makrodontia) (anodontia/supernumeri) (kalkulus/karies)



II.Faring -Palatum molle (hiperemis/udem/asimetris/ulkus) -Uvula (udem/asimetris/bifida/elongating) -Pilar anterior (hiperemis/udem/perlengketan)



Kanan



Kiri



Tidak ada kelainan



Tidak ada kelainan



Di tengah



Di tengah



Tidak ada kelainan



Tidak ada kelainan



(pembengkakan/ulkus)



13



-Pilar posterior (hiperemis/udem/perlengketan)



Tidak ada kelainan



Tidak ada kelainan



Tidak ada



Tidak ada



(granuler/ulkus)



Tidak ada



Tidak ada



(secret/carcinom)



Tidak ada



Tidak ada



Tidak ada



Tidak ada



T1



T1



Rata



Rata



Tidak diperiksa



Tidak diperiksa



(lekat/tidak)



Tidak



Tidak



(kripta lebar/tidak)



Tidak



Tidak



(dentritus/carcinom)



Tidak ada



Tidak ada



(hiperemis/udem)



Tidak ada



Tidak ada



(ulkus/tumor)



Tidak ada



Tidak ada



(pembengkakan/ulkus) -Dinding belakang faring (hiperemis/udem)



-Lateral band (menebal/tidak) -Tonsil Palatina (derajat pembesaran) (permukaan rata/tidak) (konsistensi kenyal/tidak)



Gambar rongga mulut dan faring



14



Rumus gigi-geligi



III.Laring



Kanan



Kiri



Tidak ada kelainan



Tidak ada kelainan



Eutropi



Eutropi



-Valekula (benda asing/tumor)



Tidak ada kelainan



Tidak ada kelainan



-Fosa piriformis (benda asing/tumor)



Tidak ada kelainan



Tidak ada kelainan



-Epiglotis (hiperemis/udem/ulkus/carcinom)



Tidak ada kelainan



Tidak ada kelainan



-Aritenoid (hiperemis/udem/ulkus/carcinom)



Hiperemis



Hiperemis



Tidak hiperemis



Tidak hiperemis



Massa sepertiga anterior



Tidak ada



Simetris



Simetris



1.Laringoskopi tidak langsung (indirect) -Dasar lidah (tumor/kista) -Tonsila lingualis (eutropi/hipertropi)



-Pita suara (hiperemis/udem/menebal) (nodus/polip/tumor) (gerak simetris/asimetris)



15



-Pita suara palsu (hiperemis/udem)



Tidak ada kelainan



Tidak ada kelainan



Lapang



Lapang



Tidak ada kelainan



Tidak ada kelainan



Tidak dilakukan



Tidak dilakukan



-Rima glottis (lapang/sempit) -Trakea



2.Laringoskopi langsung (direct)



Gambar laring (laringoskopi tidak langsung)



Pemeriksaan Penunjang X-RAY THORAX



Pada pemeriksaan foto Thorax PA didapatkan : -



Tulang-tulang jaringan lunak tak tampak ada kelainan



-



Cor normal dan bentuk normal 16



-



Pulmo tak tampak kelainan



-



Trachea : posisi, batas-batas, dan diameter dalam batas normal, tak tampak penebalan garis paratracheal



-



Mediastinum di tengah dan tak melebar



-



Diafragma normal, sudut costophrenicus lancip



Kesan : tak tampak kelainan radiologis pada foto thorax X-RAY SOFT TISSUE AP LATERAL CERVICALIS



Pada pemeriksaan foto Cervical Soft Tissue didapatkan : -



Massa (-)



-



Tak tampak klasifikasi



-



Trakea di tengah . Tak tampak penyempitan trakea



-



Tulang- tulang baik



Kesan : tak tampak kelainan radiologis pada cervical soft tissue



CT-SCAN LARING



17



Hasil pemeriksaan CT-SCAN Larynx tanpa kontras irisan axial sbb : -



Tampak massa dengan batas yang tidak tegas, tepi yang tidak rata, terletak di dinding latynk di supraglotis sebelah kanan. Massa ini masih di dalam larynk tetapi massa ini meluas melewati garis tengah. Glottis dan infraglottis baik. Pita suara baik.



-



Tulang-tulang baik, pembesaran kelenjar limfe tak dapat dievaluasi karena tidak memakai kontras.



Kesan : Ca di dinding supraglotis sebelah kanan PEMERIKSAAN LABORATORIUM



Hasil



Konvensional Rujukan



Hemoglobin Eritrosit Leukosit Hematokrit Trombosit HITUNG JENIS LEUKOSIT Basofil Eosinofil Netrofil Limfosit Monosit FAAL HEMOSTATIS



14,9 5.04 7.9 45 231



13,48-17,40 4,40-6,30 4,73-10,89 41-51 170-396



g/dL 106/mm3 103/mm3 % 3 10 /mcg



0 3 64 21 12



0-1 1-6 50-70 20-40 2-8



% % % % %



Waktu perdarahan Waktu pembekuan KIMIA KLINIK



2 8 6,8



1-3 9-15 6,4-8,3



Menit Menit g/dL



Jenis Pemeriksaan



Satuan



HEMATOLOGI



HATI 18



Protein Total Albumin Globulin METABOLISME KARBOHIDRAT Glukosa Sewaktu GINJAL Ureum Kreatinin ELEKTROLIT Natrium Kalium IMUNOSEROLOGI



4,4 2,4



3,5-5,0 2,6-3,6



g/dL g/dL



96