Case Tonsilofaringitis Akut [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN KASUS TONSILOFARINGITIS AKUT



Dokter Pembimbing: dr. Zulrafli, Sp. THT-KL Penyusun: Sisilia Sintia Dewi 112018194



KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG TENGGOROKAN BEDAH KEPALA LEHER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA RS BAYUKARTA PERIODE 19 APRIL – 22 MEI 2021



TINJAUAN PUSTAKA 1.1



Anatomi Faring Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang bentuknya seperti corong,



yang besar di bagian atas dan sempit dibagian bawah. Kantong ini mulai dari dasar tengkorak lalu menyambung ke esofagus setinggi vertebra servikal ke 6. Ke atas, faring berhubungan dengan rongga hidung melalui koana, kedepan berhubungan dengan rongga mulut melalui ismus orofaring, sedangkan dengan laring di bawah berhubungan melalui aditus laring dan ke bawah berhubungan dengan esofagus. Panjang dinding posterior faring pada orang dewasa kurang lebih 14cm. Pada bagian ini merupakan bagian dinding faring yang terpanjang. Dinding faring dibentuk oleh selaput lendir, fasia faringobasiler, pembungkus otot, dan sebagian fasia bukofaringeal.1 Bentuk mukosa daring bervariasi, tergantung pada letaknya. Di nasofaring karena fungsinya sebagai saluran respirasi, maka mukosanya bersilia, sedangkan epitelnya torak berlapis yang mengandung sel goblet. Pada bagian bawah yaitu orofaring dan laringofaring, berfungsi sebagai slauran cerna sehingga terdapat epitel gepeng berlapis dan tidak bersilia. Daerah nasofaring dilalui oleh udara pernapasan yang diisap melalui hidung. Pada bagian atas, nasofaring ditutupi oleh palut lending yang terletak di atas silia dan bergerak sesuai dengan arah gerak silia ke belakang. Palut lendir ini berfungsi sebagai menangkap partikel kotoran yang terbawa oleh udara yang dihisap.1 Otot-otot faring tersusun dalam lapisan melingkar dan memanjang. Otot sirkular terdiri dari m. konstriktor faring superior, media, dan inferior. Otot ini terletak di sebelah luar. Otot ini berbentuk kipas dengan setiap bagian dibawahnya menutup sebaagian otot bagian atas dari belakang. Kerja otot konstriktor adalah sebagai mengecilkan lumen faring. Otot ini dipersarafi oleh n. Vagus (n. X). Pada palatum mole memiliki lima pasang otot yang dijadikan satu dalam satu sarung fasia dari mukosa yaitu m.levator veli palatini, m.tensor veli palatini, m.palatoglosus, m.palatofaring, dan m.azigos uvula.1



Faring mendapatkan darah dari beberapa sumber dan terkadang tidak beraturan. Sumber utama berasal dari cabang a. karotis eksterna dan dari cabang a. maksila interna yaitu cabang palatina superior. Persarafan motorik dan sensorik pada faring berasla dari pleksus faring yang ekstensif. Pleksus dibentuk oleh cabang faring dari n. vagus. berdasarkan letaknya faring dibagi menjadi 3 yaitu:1 a. Nasofaring Nasofaring relatif kecil. Berhubungan erat dengan adenoid, jaringan limfoid, kantong Rathkem tobus tubarius, dan n.vagus. memiliki batas atas yaitu dasar tengkorak, bawah yaitu palatum mole, depan yaitu rongga hidung, dan belakang yaitu vertebra servikal. b. Orofaring Orofaring disebut juga sebagai mesofaring. Memili batas atas yaitu palatum mole, batas bawah yaitu tepi atas epiglotis, batas depan yaitu rongga mulut, dan batas belakang yaitu vertebra servikal. Struktur yang terletak di orofaring yaitu dinding posterior faring, tonsil palatina, fosa tonsil, arkus faring anterior posterior, uvula, tonsil lingual, dan foramen sekum. c. Laringofaring Batas laringofaring pada sebelah superior yaitu tepi atas epigloti, batas anterior yaitu laring, batas inferior yaitu esofagus, dan batas posterior adalah vertebra servikal. Fungsi Faring Fungsi faring ialah untuk respirasi, waktu menelan, resonasi suara dan untuk artikulasi. Proses penelanan dibagi menjadi tiga tahap. Pertama gerakan makanan dari mulut ke faring secara volunter. Tahap kedua, transport makanan melalui faring dan tahap ketiga, jalannya bolus melalui esofagus, keduanya secara involunter. Langkah yang sebenarnya adalah: pengunyahan makanan dilakukan pada sepertiga tengah lidah. Elevasi lidah dan palatum mole mendorong bolus ke orofaring. Otot supra hiod berkontraksi, elevasi tulang hioid dan laring intrinsik berkontraksi dalam gerakan seperti sfingter untuk mencegah aspirasi. Gerakan yang kuat dari lidah bagian



belakang akan mendorong makanan kebawah melalui orofaring, gerakan dibantu oleh kontraksi otot konstriktor faringis media dan superior. Bolus dibawa melalui introitus esofagus ketika otot konstriktor faringis inferior berkontraksi dan otot krikofaringeus berelaksasi. Peristaltik dibantu oleh gaya berat, menggerakkan makanan melalui esofagus dan masuk ke lambung. Pada saat berbicara dan menelan terjadi gerakan terpadu dari otot-otot palatum dan faring. Gerakan ini antara lain berupa pendekatan palatum mole kearah dinding belakang faring. Gerakan penutupan ini terjadi sangat cepat dan melibatkan mula-mula m.salpingofaring dan m.palatofaring, kemudian m.levator veli palatine bersama-sama m.konstriktor faring superior. Pada gerakan penutupan nasofaring m.levator veli palatini menarik palatum mole ke atas belakang hampir mengenai dinding posterior faring. Jarak yang tersisa ini diisi oleh tonjolan (fold of) Passavant pada dinding belakang faring yang terjadi akibat 2 macam mekanisme, yaitu pengangkatan faring sebagai hasil gerakan m.palatofaring (bersama m.salpingofaring) oleh kontraksi aktif m.konstriktor faring superior. Mungkin kedua gerakan ini bekerja tidak pada waktu bersamaan.1 1.2



Anatomi Tonsil Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh



jaringan ikat dengan kriptus didalamnya. Terdapat macam tonsil yaitu tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatina dan tonsil lingual yang ketiga-tiganya membentuk lingkaran yang disebut cincin waldeyer. Tonsil palatina yang biasanya disebut tonsil saja terletak di dalam fosa tonsil. Pada kutub atas tonsil seringkali ditemukan celah intratonsil yang merupakan sisa kantong faring yang kedua. Kutub bawah tonsil biasanya melekat pada dasar lidah.1 Permukaan medial tonsil bentuknya beraneka ragam dan mempunyai celah yang disebut kriptus. Epitel yang melapisi tonsil ialah epitel skuamosa yang juga meliputi kriptus. Di dalam kriptus biasanya biasanya ditemukan leukosit, limfosit, epitel yang terlepas, bakteri dan sisa makanan.1 Permukaan lateral tonsil melekat pada fasia faring yang sering juga disebut kapsul tonsil. Kapsul ini tidak melekat erat pada otot faring, sehingga mudah



dilakukan diseksi pada tonsilektomi. Tonsil mendapat darah dari a.palatina minor, a.palatina ascendens, cabang tonsil a.maksila eksterna, a.faring ascendens dan a.lingualis dorsal.1 Tonsil lingual terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua oleh ligamentum glosoepiglotika. Di garis tengah, di sebelah anterior massa ini terdapat foramen sekum pada apeks, yaitu sudut yang terbentuk oleh papila sirkumvalata. Tempat ini kadang-kadang menunjukkan penjalaran duktus tiroglosus dan secara klinik merupakan tempat penting bila ada massa tiroid lingual (lingual thyroid) atau kista duktus tiroglosus. 1 1.3



Faringitis Faringitis merupakan peradangan pada dinding faring yang dapat disebabkan



oleh virus, bakteri, alergi, trauma, toksin, dan lainnya. Faringitis atau yang biasa disebut sebagai sakit tenggorokan merupakan suatu respon inflamasi terhadap patogen. Streptococcus Beta Hemolyticus Group A adalah suatu bakteri gram positif aerob yang paling sering menyebabkan kasus faringitis. Sifat penularan infeksi ini tinggi karena tranmisinya melalui droplet udara yang berasa dari pasien faringitis. Droplet akan dikeluarkan melalui batuk dan bersin. Apabila terkena pada sel yang sehat, bakteri akan bermultiplikasi dan mensekresikan toksin. Toksin inilah yang dapat menyebabkan kerusakan pada sel sehat dan mengakibatkan inflamsi pada orofaring dan tonsil. Kerusakan terjadi tersebut ditandai dengan adanya kemerahan pada faring. Masa inkubasi faringitis hingga gejala klinis terjadi anatar 1 sampai 3 hari. Terdapat beberapa faktor risiko yang memudahkan seseorang terkena faringitis yaitu cuaca dingin, kontak dengan pasien penderita faringitis, merokok atau terpapar oleh asap rokok, infeksi sinus yang berulang, dan alergi.1,2 Epidemiologi Faringitis adalah peradangan pada dinding faring yang disebabkan oleh virus 40-6-%, bakteri 5-40%, alergi, trauma, dan iritan. Setiap tahunnya hampir 40 juta orang mengunjungi pusat pelayanan kesehatan karena faringitis. Anak-anak dan



orang dewasa umumnya mengalami 3-5 kali infeksi virus pada saluran pernafasan atas termasuk faringitis. Faringitis banyak terjadi di seluruh dunia, umumnya di daerah beriklim musim dingin dan awal musim semi. Di Amerika Serikat, sekitar 84 juta pasien datang karena infeksi saluran pernafasan akut pada tahun 1998 dan sekitar 25 juta pasien biasanya disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas. Pada tahun 2004 di Indonesia dilaporkan bahwa kasus faringitis akut termasuk dalam 10 besar kasus penyakit yang terdapat di rawat jalan dengan jumlah penderita sebanyak 2.214.781 dan presentase 1,5%.3 Etiologi Berbagai bakteri dan virus dapat menjadi etiologi faringitis, baik faringitis sebagai manifestasi tunggal maupun sebagai bagian dari penyakit lain. Virus adalah etiologi terbanyak pada faringitis akut. Virus penyebab penyakit respiratori seperti Adenovirus, Rhinovirus, dan virus Parainfluenza dapat menyebabkan faringitis. Virus Epstein Barr dapat menyebabkan faringitis, namun disertai dengan gejala infeksi mononukleosis seperti splenomegali dan limfadenopati generalisata. Infeksi sistemik seperti infeksi virus campak, Cytomegalovirus, virus Rubella, dan berbagai virus lainnya dapat pula menunjukkan gejala faringitis akut. Streptococcus Beta Hemolyticus Group A merupakan bakteri penyebab paling banyak pada faringitis atau tonsilofaringitis akut. Bakteri ini mencakup 15-30% dari penyebab faringitis akut pada anak, sedangkan pada dewasa sekitar 5-10% kasus. Streptococcus Group A biasanya bukan penyebab umum pada anak usia 38 0C, nyeri dan bengkak pada kelenjar getah bening servikal anterior, eksudat tonsil, dan tanpa disertai batuk. Apabila keempat kriteria ini positif, maka probabilitas Streptococcus Beta Haemolyticus Group A mencapai lebih dari 50%. Skor Centor sudah terbukti dapat menurunkan penggunaan antibiotik yang tidak diperlukan untuk faringitis akut.5 Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan laboratorium dengan RADT (Rapid Antigen Detection Test) atau kultur tenggorokan. RADT mendeteksi antigen bakteri dan virus melalui usap tenggorok.2 Tatalaksana



Penatalaksanaan klinis tergantung dari penyebab timbulnya faringitis:1 



Faringitis viral Perawatan bersifat konservatif, infeksi umumnya dapat sembuh sendiri. Istirahat dan minum air yang cukup. Kumur dengan air hangat. Terapi medikamentosa dapat diberikan kortikosteroid oral selama 1 hingga 2 hari. Pemberian obat kumur lidocaine juga dapat memberikan meringankan nyeri tenggorokan.



Obat



antiinflamasi



nonsteroid



seperti



ibuprofen



atau



acetaminophen juga dapat diberikan untuk mengurangi rasa sakit dan demam pada dewasa dan anak-anak. 



Faringitis bakteri Perawatan faringitis bakteri berfokus pada pemberantasan GAS (Group A Streptococcus). Tatalaksana medikamentosa dapat



diberikan



amoksisilin. Sebagai alternatif, dosis tunggal benzathine penisilin G intramuskular



dapat



diberikan



jika



kepatuhan



pasien



kurang



baik.



Kortikosteroid : dexamethason 8-16 mg IM 1 kali. Pemberian analgetik serta kumur dengan air hangat atau antiseptik. 



Faringitis fungal Pasien dengan faringitis fungal harus dicurigai pada pasien dengan immunocompromise dan orang tua. Terapi medikamentosa dapat diberikan nystatin 100.000-400.000 2 kali perhari serta diberikan analgetik.



Komplikasi Kejadian komplikasi pada faringitis akut virus sangat jarang. Pada bakteri virus dan virus dapat ditemukan komplikasi ulkus kronik yang cukup luas. 1.4



Tonsilitis Tonsilitis merupakan suatu peradangan tonsil palatina yang berada diorofaring



bagian lateral. Tonsil ini berisi jaringan limfatik dan ditunjang oleh jaringan ikat dengan kriptus di dalamnya. yang merupakan bagian dari cincin waldayer bersamaan dengan tonsil faringeal (adenoid), tonsil lingual (pangkal lidah) dan tonsil tuba eustachius (lateral band dinding faring/ Gerlach’s Tonsil). Permukaan medial tonsil



palatina memiliki celah yang disebut kriptus. Epitel yang melapisi tonsil merupakan epitel skuamosa yang dilapisi oleh kriptus. Kriptus ini biasanya ditemukan leukosit, limfosit, epitel yang terlepas, bakteri dan sisa makanan. Tonsil palatina merupakan tempat favorit masuknya jalur aerodigestive atas. Tonsil ini terpapar oleh berbagai antigen (virus, bakteri dan partikel makanan), sehingga parenkim tonsil berisi sel M, limfosit B, limfosit T dan sel plasma sebagai kompleks imun. Tonsilitis kronis diartikan sebagai infeksi atau inflamasi pada tonsil palatina yang menetap. Tonsilitis kronis ini disebabkan oleh beberapa serangan ulangan dari tonsilitis per tahunnya.1,6,7 Berdasarkan penyebabnya maka tonsilitis dibagi menjadi tonsilitis viral dan tonsilitis bakterial. 



Tonsilitis viral merupakan penyebab paling sering. Virus tersering merupakan virus yang menyebabkan common cold seperti Rhinovirus, Adenovirus dan Coronavirus. Virus lainnya berupa Epstein-Barr, Cytomegalovirus, Hepatitis A, Rubella dan HIV dapat menyebabkan tonsilitis.







Tonsilitis bakterial biasanya disebabkan oleh Streptococcus beta hemolitikus grup A yang dikenal sebagai strept throat, Pneumococcus, Streptococcus viridan dan Streptococcus pyogenes. Tetapi Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumoniae dan Haemophilus influenza pernah ditemukan pada kultur. Tonsilitis bakteri dapat terjadi baik dari patogen anaerob maupun aerob. Infiltrasi bakteri pada lapisan epitel jaringan tonsil akan menimbulkan reaksi radang berupa keluarnya



leukosit polimorfonuklear



sehingga



terbentuknya detritus. Detritus ini merupakan kumpulan leukosit, bakteri yang mati dan epitel yang terlepas. Pada tonsilitis kronis ditemukan populasi polimikrobial pada banyak kasus seperti spesies streptokokal alfa dan beta hemolitikus, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae dan spesies Bacteroides juga pernah ditemukan. Bakterinya biasanya sama dengan tonsilitis akut tetapi dapat berubah menjadi bakteri gram negatif. Selain itu ada faktor presdisposisi lainnya seperti rangsangan menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, higiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik dan pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat.



Epidemiologi Tonsilitis dapat terjadi pada semua usia terutama pada anak (jarang pada anak muda diatas 2 tahun). Cara penyebaran infeksi melalui udara (airborne dan droplets), tangan dan ciuman.1 Patofisiologi Tonsilitis berawal dari penularan yang terjadi melalui droplet dimana kuman menginfiltrasi lapisan epitel. Infeksi berulang pada tonsil menyebabkan suatu waktu tonsil tidak dapat membunuh semua kuman sehingga kuman kemudian bersarang pada tonsil. Pada keadaan ini fungsi pertahanan tubuh dari tonsil berubah menjadi sarang infeksi (fokal infeksi). Kuman dan toksinnya dapat menyebar ke seluruh tubuh misalnya pada saat imunitas menurun. Proses radang berulang dapat mengakibatkan epitel mukosa dan jaringan limfoid juga ikut terkikis. Sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid akan diganti menjadi jaringan parut yang mengalami pengerutan sehingga kripta melebar. Kripta ini tampak diisi oleh detritus. Jika proses ini terus berlanjut maka dapat menembus kapsul tonsil yang pada akhirnya menimbulkan perlekatan dengan jaringan di sekitar fosa tonsilaris. Pada anak proses ini disertai dengan pembesaran kelenjar limfa submandibula.1,7 Gejala Klinis Gejala dari tonsilitis akut berupa demam, eksudat tonsil, nyeri tenggorok, nyeri menelan, lesu, nyeri pada sendi-sendi, tidak nafsu makan dan rasa nyeri di telinga. Rasa nyeri di telinga akibat dari nyeri alih melalui saraf n.glosofaringeus (N.IX). Akibat dari hipertrofi tonsil dapat terjadi bila adanya obstruksi jalan nafas sehingga adanya manifestasi seperti bernafas dari mulut, mendengkur hingga sleep apnea. Pada pemeriksaan akan tampak tonsil membengkak, hiperemis dan terdapat detritus folikel, lakuna (bercak detritus yang menjadi satu dan membentuk alur) atau tertutup oleh membran semu. Kelenjar submandibula membengkak dan nyeri tekan.



Infeksi EBV dapat menyebabkan pembesaran tonsil disertai dengan perubahan warna menjadi keabuan serta adanya petechiae palatum, demam, limfadenopati servikal posterior, hepatosplenomegali dan rasa lelah. Pada tonsilitis kronis, pemeriksaan tampak tonsil membesar dengan permukaan tidak rata, kripta melebar dan beberapa terisi oleh detritus. Selain itu juga ada rasa mengganjal di tenggorok, rasa kering di tenggorok dan napas berbau.1,6,7 T1: 75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan kultur tenggorokan dilakukan karena bakteri penyebab tersering berupa streptokokus beta hemolitikus grup A sehingga kriteria standard untuk memeriksanya dari kultur tenggorok. Pemeriksaan ini merupakan gold standard. Pada infeksi streptokokus beta hemolitikus dapat ditemukan peningkatan pada CRP, leukosit total dan granulosit neutrofil. Tetapi ini biasanya memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang rendah. Jika infeksi EBV primer dicurigai, pemeriksaan hitung darah mungkin dapat membantu menyingkirkannya dengan tonsilitis akibat streptokokus. Pada EBV dapat ditemukan leukositosis dengan peningkatan dari limfosit yang mana pada tonsilitis streptokokus lebih mengarah peningkatan neutrofilia.7,8,9 Komplikasi Tonsilitis biasanya secara simtomatik dapat ditangani dengan hasil yang baik tetapi komplikasi masih dapat terjadi. Komplikasi yang dapat terjadi pada tonsilitis akut



berupa



abses



peritonsil/quinsy,



obstruksi



jalan



nafas,



otitis



media,



glomerulonefritis poska streptococcus, dan demam rematik.1 Penatalaksanaan Pada tonsilitis akut biasanya diberi terapi suportif termasuk analgetik dan hidrasi oral. Pengobatan seperti steroid dan NSAID dapat digunakan untuk



meredakan gejala. Jika penyebabnya akibat bakteri (Streptococcus pyogenes yang paling sering) diberikan penisilin selama 10 hari per oral. Jika pasien alergi terhadap penisilin dapat diberi azitromisin selama 5 hari atau sefalosporin/klindamisin selama 10 hari.1,8,9 Indikasi tonsilektomi yang sering dan masih digunakan di indonesia adalah AAO‐NHS Clinical Indicator Compendium tahun 1995 yang menetapakan indikasi berupa indikasi absolut dan relatif. Indikasi absolut berupa pembesaran tonsil yang menyebabkan sumbatan jalan napas, disfagia berat, sleep apneu, gangguan berbicara dan cor pulmonale, rhinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil yang tidak berhasil hilang dengan pengobatan serta hipertrofi tonsil unilateral yang dicurigai adanya keganasan. Indikasi relatif berupa terjadi serangan tonsilitis lebih dari 3 kali dalam setahun walaupun telah mendapatkan terapi yang adekuat, halitosis atau napas bau yang tidak berhasil dengan pengobatan, otitis media efusi atau otitis media supuratif.



BAB II LAPORAN KASUS A. IDENTITAS PASIEN Nama lengkap



: Tn. GHAB



Alamat



: Karawang



Tanggal pemeriksaan : 05 Mei 2021



Jenis Kelamin : Laki - Laki



Usia



: 23 tahun



Suku Bangsa : Jawa



Status Perkawinan



: belum menikah



Agama



: Katolik



Pekerjaan



: Swasta



Pendidikan



:-



B. ANAMNESIS : Dilakukan Autoanamnesis pada: 05 Mei 2021 Keluhan utama: Pasien datang dengan keluhan nyeri tenggorok sejak 3 hari SMRS. Keluhan Tambahan: Nyeri menelan, penurunan nafsu makan, badan terasa lemas. Riwayat penyakit sekarang: Seorang laki-laki usia 23 tahun datang dengan keluhan nyeri tenggorok sejak 3 hari SMRS dan dirasakan hilang timbul. Pasien juga mengeluhkan adanya rasa mengganjal dan nyeri saat menelan makanan padat. Karena nyeri saat menelan, pasien mengaku mengalami penurunan nafsu makan dan badan terasa lemas. Pasien juga merasakan badannya kedinginan. Pasien tidak mengalami kesulitan dalam membuka mulut. Tidak ada mual dan muntah. Pasien tidak mengeluhkan batuk dan pilek, ataupun adanya dahak di dalam tenggorokan. Pasien tidak mengeluhkan suaranya serak. Pasien tidak merasakan demam. Pasien tidak mengeluhkan adanya gangguan pada kedua telinga. Pasien juga tidak mengeluhkan adanya hidung tersumbat dan sering bersin di pagi hari.



Riwayat penyakit dahulu:



Riwayat alergi



: disangkal



Riwayat penyakit serupa



: pasien pernah mengalami keluhan yang sama,



tetapi sudah lama tidak sakit seperti ini. Riwayat sakit gigi



: disangkal



Riwayat Kebiasaan



: Pasien sering mengkonsumsi makanan pedas.



Riwayat penyakit keluarga: Riwayat alergi



: Disangkal



Riwayat penyakit serupa



: Disangkal



Riwayat pribadi dan sosial ekonomi 



Riwayat merokok



: Pasien merokok







Riwayat minum alkohol



: Disangkal



C. Pemeriksaan fisik 1. Status generalis 



Keadaan umum



: Sakit sedang







Kesadaran



: Compos mentis







Tanda vital



Tekanan darah



: 110/70 mmHg



Pernafasan



: 20 x/menit



Suhu



: 36,5°C



Nadi



: 88x/menit







Berat badan



: 85 kg







Kulit



: Dalam batas normal







Kepala dan leher



: Dalam batas normal







Mata



: Dalam batas normal







Jantung dan paru



: Dalam batas normal



2. Status Lokalis



Pemeriksaan telinga No . 1. 2.



Pemeriksaan Telinga Tragus Daun telinga



Telinga kanan



Telinga kiri



Nyeri tekan (-), edema (-) Nyeri tekan (-), edema (-) Bentuk dan ukuran dalam Bentuk dan ukuran dalam batas normal, hematoma (-), batas normal, hematoma (-),



3.



Liang telinga



nyeri tarik aurikula (-) Lapang, serumen



nyeri tarik aurikula (-) (+), Lapang, serumen



hiperemis (-), furunkel (-), hiperemis (-),



4.



Membran timpani



(-),



furunkel (-),



edema (-), otorhea (-)



edema (-), otorhea (-)



Intak, putih mengkilat seperti mutiara, refleks cahaya (+) arah jam 5



Intak, putih mengkilat seperti mutiara, refleks cahaya (+) arah jam 7



Pemeriksaan hidung Pemeriksaan Hidung Hidung luar



Hidung kanan



Hidung kiri



Bentuk (normal), hiperemi (-),



Bentuk (normal), hiperemi (-),



nyeri tekan (-), deformitas (-)



nyeri tekan (-), deformitas (-)



Vestibulum nasi



Normal, ulkus (-)



Normal, ulkus (-)



Cavum nasi



Lapang, mukosa merah muda, Lapang, mukosa merah muda,



Rinoskopi anterior



Konka nasi inferior



hiperemia (-) , benda asing (-)



hiperemia (-), benda asing (-)



Eutrofi



Eutrofi



Konka nasi media



Eutrofi



Eutrofi



Septum nasi



Tidak ada deviasi



Tidak ada deviasi



Pemeriksaan sinus



Tidak ada nyeri tekan



Pemeriksaan Tenggorokan Bibir Geligi Lidah Uvula Palatum mole Faring



Mukosa bibir normal Normal Tidak ada ulkus, pseudomembrane (-) Bentuk normal, berada di tengah, hiperemi (+) Ulkus (-), hiperemi (-) Mukosa hiperemi (+), reflex muntah (+), dinding tidak rata,



Tonsil



granular (+) Kanan Kiri T2, hiperemi (+), detritus T2, hiperemi (+),detritus (+), (+), kriptus tidak melebar



kriptus tidak melebar



D. RESUME Laki-laki 23 tahun keluhan nyeri tenggorokan sejak 3 hari SMRS, disertai rasa mengganjal dan nyeri saat menelan. Pasien mengeluhkan juga tidak nafsu makan, badan lemas dan kedinginan. Pernah mengalami keluhan yang sama namun sudah lama. Pasien seorang perokok dan sering makan makanan yang pedas. Pada pemeriksaan fisik tenggorokan didapatkan tonsil T2-T2, tampak detritus (+), hiperemis. Mukosa faring tampak hiperemis, dinding tidak rata, granular (+). E. DIAGNOSIS BANDING Tonsilofaringitis akut ec susp virus F. WORKING DIAGNOSIS Tonsilofaringitis akut ec susp bakteri G. PEMERIKSAAN ANJURAN



Darah lengkap Kultur tenggorok H. TATALAKSANA Medikamentosa Metilprednisolon 3x4 mg PO Vitamin C 500 mg PO Azytromicin 1x500 mg PO Non-medikamentosa Kumur dengan betadine kumur 4 kali sehari Istirahat cukup Makan-makanan yang lunak, perbanyak minum air putih Hindari asap rokok, debu, dan polutan. I. PROGNOSIS Quo ad vitam Quo ad sanam Quo ad functionam



: dubia ad bonam : dubia ad bonam : dubia ad bonam



PEMBAHASAN



Seorang laki-laki 23 tahun keluhan nyeri tenggorokan sejak 3 hari SMRS, disertai rasa mengganjal dan nyeri saat menelan. Pasien mengeluhkan juga tidak nafsu makan, badan lemas dan kedinginan. Pernah mengalami keluhan yang sama namun sudah lama. Pasien seorang perokok dan sering makan makanan yang pedas. Faringitis merupakan peradangan pada dinding faring yang dapat disebabkan oleh virus, bakteri, alergi, trauma, toksin, dan lainnya. Tonsilitis merupakan suatu peradangan tonsil palatina yang berada diorofaring bagian lateral. Keluhan pada pasien seperti nyeri tenggorok dan kesulitan menelan bisa terjadi akibat adanya perdangan pada faring dan tonsil. Pada faringitis akut memiliki gejala nyeri kepala hebat, demam atau menggigil, malaise, nyeri menelan, muntah, dan batuk namun jarang timbul. Gejala dari tonsilitis akut berupa demam, eksudat tonsil, nyeri tenggorok, nyeri menelan, lesu, nyeri pada sendi-sendi, tidak nafsu makan dan rasa nyeri di telinga. Dari gejala faringitis dan tonsilitis diatas, pasien ini dikatakan menderita tonsilofaringitis akut. Pada pemeriksaan fisik tenggorokan didapatkan tonsil T2-T2, tampak detritus (+), hiperemis. Mukosa faring tampak hiperemis, dinding tidak rata, granular (+). Pada faringitis pemeriksaannya tampak tonsil membesar, faring dan tonsil hiperemis dan terdapat eksudat di permukaannya. Beberapa hari kemudian timbul bercak petechiae pada palatum dan faring. Kelenjar limfa leher anterior membesar, kenyal dan nyeri pada penekanan. Pada tonsilitis pemeriksaannya akan tampak tonsil membengkak, hiperemis dan terdapat detritus folikel, lakuna (bercak detritus yang menjadi satu dan membentuk alur) atau tertutup oleh membran semu. Kelenjar submandibula membengkak dan nyeri tekan. Dari pemeriksaan yang dilakukan pada pasien didapatkan keluhan-keluhan yang terjadi pada kasus tonsilofaringitis akut. Tatalaksana pada pasien di berikan obat antibiotik, steroid, vitamin dan obat kumur. Obat ini sesuai dengan tatalaksana pada tonsilofaringitis akut. Tatalaksana medikamentosa pada faringitis dapat diberikan amoksisilin, kortikosteroid serta



pemberian analgetik dan kumur dengan air hangat atau antiseptik. Pada tonsilitis akut biasanya diberi terapi suportif termasuk analgetik dan hidrasi oral. Pengobatan seperti steroid dan NSAID dapat digunakan untuk meredakan gejala. Jika penyebabnya akibat bakteri diberikan penisilin selama 10 hari per oral. Jika pasien alergi terhadap penisilin dapat diberi azitromisin selama 5 hari atau sefalosporin/klindamisin selama 10 hari.



DAFTAR PUSTAKA 1. Soepardi EA, Iskandar N, Bashirudin J, Restuti RD. Buku ajar ilmu kesehatan telinga tenggorok kepala & leher. Jakarta : Universitas Indoensia ; 2012. Ed.7. hal. 188-9. 2. Sykes EA, Wu Vincent. Pharyngitis. Cam Fam Physician. 2020; 66(4); 251-7 3. Febriani AD. Asuhan keperawatan pada An.D dengan gangguan sistem pernafasan : faringitis akut di ruang mina RS PKU Muhammadiyah Surakarta. Surakarta: UMS; 2012. 4. Triadi DA, Sudipta IM. Karakteristik kasus faringitis akut di rumah sakit umum daerah Wangaya Denpasar periode januari-desember 2015. Intisari Sains Medis. 2020; 11(1) : 245-7. 5. Kadaristiana A, Mardhotillah A, Kurniati N. Laporan kasus berbasis bukti akurasi modifikasi skor centor (MsIsaac) dalam mendeteksi faringitis Grup A Streptokokus. Sari pediatri. 2019; 21(4) : 253-61. 6. Anderson



J,



Paterek



E.



Tonsilitis.



2020.



Diunduh



dari



https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK544342/ . Diakses pada 07-052021.



7. Sundariyati IGAH. Tonsilitis kronis eksaserbasi akut. Bali: Fakultas Kedokteran Universitas Udayana; 2017. H. 8-13 8. Shah UK. Tonsilitis and peritonsillar abscess. 2020. Diunduh dari



https://emedicine.medscape.com/article/871977-overview#a5 . Diunduh pada 07-05-2021. 9. Windfuhr JP, Toepfner N, Steffen G, Waldfahrer F, Berner R. Clinical practice guideline: tonsilitis I. diagnostics and nonsurgical management. Eur Arch Otorhinolaryngol. 2016: 273. h. 983-4 10. Tanjung FF, Imanto. Indikasi Tonsilektomi pada Laki‐Laki Usia 19 Tahun dengan Tonsilitis Kronik. J Medula Unila. 2016; 5 (2) : 24