Patofisiologi Tonsilofaringitis [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Patofisiologi tonsilofaringitis Bakteri dan virus masuk dalam tubuh melalui saluran nafas bagian atas akan menyebabkan infeksi pada hidung atau faring kemudian menyebar melalui system limfa ke tonsil. Adanya bakteri dan virus patogen pada tonsil menyebabkan terjadinya proses inflamasi dan infeksi sehingga tonsil membesar dan dapat menghambat keluar masuknya udara. Infeksi juga dapat mengakibatkan kemerahan dan edema pada faring serta ditemukannya eksudat bewarna putih keabuan pada tonsil sehingga menyebabkan timbulnya sakit tenggorokan, nyeri nelan, demam tinggi, bau mulut serta otalgia.



PATOFISIOLOGI FARINGITIS Penularan terjadi melalui droplet, kuman menginfiltrasi lapisan epitel, kemudian bila epitel terkikis maka jaringan limfoid superfisial bereaksi, terjadi pembendungan radangan dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklear. Pada stadium awal terdapat hiperemi, kemudian edema dan sekresi meningkat. Eksudat awalnya serosa tetapi menjadi menebal dan kemudian cenderung menjadi kering dan melekat pada dinding faring. Bentuk sumbatan yang berwarna kuning, putih, dan abu-abu terdapat di dalam folikel jaringan limfoid. Tampak bahwa folikel limfoid dan bercak-bercak pada dinding faring posterior. Bakteri Streptococcus pyogens memiliki sifat penularan yang tinggi dengan droplet yang berasal dari pasien faringitis. Droplet ini dikeluarkan melalui batuk dan bersin. Jika bakteri hinggap pada sel sehat, bakteri ini akan bermultiplikasi dan mensekresikan toksin. Toksin menyebabkan kerusakan pada sel hidup dan inflamasi pada orofaring dan tonsil. Kerusakan jaringan ini ditandai dengan adanya tampakan kemerahan pada faring. Periode inkubasi hingga gejala muncul yaitu sekitar 24-72 jam. Bakteri ini memiliku protein M, faktor virulensi yang cukup kuat karena dapat mencegah fagositosis bakteri, dan terdapat pula kapsul asam hialuronat yang memperkuat kemampuan bakteri untuk menginvasi jaringan. Beberapa strain dariS.pyogens menghasilkan eksotoksin eritrogenik (multiple exotoxins dan 2 hemolisin – Streptolisin S dan Streptolisin O) yang menyebabkan bercak kemerahan pada kulit leher, dada, dan lengan. Bercak tersebut terjadi sebagai akibat dari kumpulan darah pada pembuluh darah yang rusak akibat pengaruh toksin.



patofisiologi tonsillitis Bakteri atau virus memasuki tubuh melalui hidung atau mulut, amandel berperan sebagai filter atau penyaring yang menyelimuti organisme berbahaya, sel-sel darah putih ini akan menyebabkan infeksi ringan pada amandel. Hal ini akan memicu tubuh untuk membentuk antibodi terhadap infeksi yang akan datang, akan tetapi kadang-kadang amandel sudah kelelahan menahan infeksi atau virus. Infeksi bakteri dari virus inilah yang menyebabkan tonsilitis.



Kuman menginfiltrasi lapisan epitel, bila epitel terkikis maka jaringan limfoid superficial mengadakan reaksi. Terdapat pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit poli morfonuklear. Proses ini secara klinik tampak pada korpus tonsil yang 6 berisi bercak kuning yang disebut detritus. Detritus merupakan kumpulan leukosit, bakteri dan epitel yang terlepas, suatu tonsilitis akut dengan detritus disebut tonsilitis falikularis, bila bercak detritus berdekatan menjadi satu maka terjadi tonsilitis lakunaris. Tonsilitis dimulai dengan gejala sakit tenggorokan ringan hingga menjadi parah. Pasien hanya mengeluh merasa sakit tenggorokannya sehingga nafsu makan berkurang. Radang pada tonsil dapat menyebabkan kesukaran menelan, panas, bengkak, dan kelenjar getah bening melemah di dalam daerah sub mandibuler, sakit pada sendi dan otot, kedinginan, seluruh tubuh sakit, sakit kepala dan biasanya sakit pada telinga. Sekresi yang berlebih membuat pasien mengeluh sukar menelan, belakang tenggorokan akan terasa mengental. Hal-hal yang tidak menyenangkan tersebut biasanya berakhir setelah 72 jam. Bila bercak melebar, lebih besar lagi sehingga terbentuk membran semu (Pseudomembran), sedangkan pada tonsilitis kronik terjadi karena proses radang berulang maka epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis. Sehingga pada proses penyembuhan, jaringan limfoid diganti jaringan parut. Jaringan ini akan mengkerut sehingga ruang antara kelompok melebar (kriptus) yang akan diisi oleh detritus, proses ini meluas sehingga menembus kapsul dan akhirnya timbul perlengketan 7 dengan jaringan sekitar fosa tonsilaris. Pada anak proses ini disertai dengan pembesaran kelenjar limfe submandibula.