Catatan Koas Interna [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Interna



Randy Richter



Catatan Koas | Ilmu Penyakit Dalam



“GASTROENTEROHEPATIK”



   















Dispepsia  nyeri/ketidaknyamanan pada epigastrium, flatulensi meningkat, mual dan fatty food intolerance Dispepsia  nyeri/ketidaknyamanan yang berpusat pada epigastrium yang bersifat kronis atau rekuren (AGA) Dispepsia berbeda dengan GERD Kriteria dispepsia (mendiagnosis Dispepsia Fungsional) : 1. ROME II Criteria - Keluhan 12 minggu tidak perlu berurutan (terjadi keluhannya total 12 minggu dalam 1 tahun) - Nyerinya bersifat persisten atau rekuren - Tidak ada bukti kelainan organik (ulkus) - Tidak ada gangguan pada Inflammatory Bowel Disease (BAB yang sering) 2. ROME III Criteria - Post prandial  meal-related - Epigastric pain  meal-unrelated Jenis dispepsia : 1. Dispepsia organik  ulkus peptikum, gastritis erosif, gastritis, kanker lambung 2. Dispepsia fungsional  post prandial (sindroma distress setelah makan) dan epigastric pain (sindroma nyeri epigastrium) Alarm Symptoms Dispepsia  Rujuk 1. Usia > 55 tahun 2. Perdarahan saluran cerna bagian atas 3. Riwayat tukak peptik 4. Keluarga penderita kanker 5. Penurunan berat badan 6. Disfagia progresif 7. Muntah-muntah berulang Patofisiologi  meningkatnya asam lambung, infeksi Helicobacter pylori, dismobilitas gastrointestinal, disfungsi autonom dan penurunan akomodasi lambung



Catatan Alur Dispepsia :  Epigastric pain  PPI (Omeprazole, Lansoprazole)  Post prandial  Prokinetik (Domperidon, Metoclopramide)  3x10 mg  Jika belum tertangani  Antidepresan (SSRI  Fluoxetine, Sertraline)



Ulkus Duodenum



Ulkus Gaster



Nyeri menghilang atau mereda ketika diberikan makanan, karakteristik sangat nyeri sampai saat terbangun saat malam hari



Nyeri tidak menghilang atau tidak mereda ketika diberikan makanan



 







Pemeriksaan gold standard dalam mendiagnostik Helicobacter pylori non endoskopi  C urea breath test  meminum tablet C urea Pemeriksaan C urea breath test  CO2 breath analyzer  pasien tidak boleh mengonsumsi PPI dan antibiotik selama 2 minggu sebelum pemeriksaan dilakukan C urea breath test (+)  terinfeksi helicobacter pylori



Lini Pertama PPI Amoksisilin



2x1 2x1 (1000 mg)



Klaritromisin



2x1 (500 mg)



7-14 hari



Didaerah jika resistensi Klaritromisin >20% PPI



2x1



Bismut Subsalisilat Metronidazole Tetrasiklin



2x2 tab 3x1 (500 mg) 4x1 (250 mg)



7-14 hari



Jika Bismut tidak ada PPI Amoksisilin Klaritromisin



2x1 2x1 (1000 mg) 2x1 (500 mg)



Metronidazole



3x1 (500 mg)



7-14 hari



Lini Kedua (jika gagal Klaritromisin) PPI Amoksisilin



2x1 2x1 (1000 mg)



Levofloksasin



2x1 (500 mg)



7-14 hari



   







GERD (Gastroesophageal Reflux Disease)  refluks asam lambung karena sfingter esofagus tidak mampu menutup secara adekuat Komplikasi GERD  esofagitis kronis, barrett esofagus, dan karsinoma esofagus Alarm symptoms  disfagia (sulit menelan), odinofagia (nyeri menelan), anemia, bukti perdarahan (hematemesis / melena), dan penurunan BB Penunjang diagnosis : - GERD-Q - Endoskopi  gold standard (mucosal break di esofagus) - Histopatologi - PPI test  memberikan PPI dosis ganda selama 1-2 minggu tanpa didahului pemeriksaan endoskopi, jika gejala menghilang dengan pemberian PPI dan muncul kembali bila PPI dihentikan  GERD dapat ditegakkan - pH metri 24 jam Khas pada GERD : - Heartburn  nyeri rasa terbakar pada ulu hati / epigastrium - Lower esophageal sphincter/LES (-) atau menurun - LES menurun ketika intraabdominal meningkat (sedang hamil atau rebahan) - Buruknya peristaltik esofagus - Adanya hiatus hernia - Pengosongan lambung berjalan lama











Non farmakologi - Memodifikasi berat badan berlebih - Tinggikan bantal kira-kira 15-20 cm saat tidur - Hentikan rokok dan alkohol - Kurangi obat dan makanan perangsang GERD - Makan malam paling lambat 3 jam sebelum tidur - Makan tidak boleh terlalu kenyang Farmakologi - Dosis tunggal  jika sudah terdiagnosis GERD - Dosis ganda  belum terdiagnosis  PPI test



Pantoprazole Esomeprazole



40 mg 40 mg



2x sehari 40 mg 2x sehari 40 mg



Lansoprazole Omeprazole Rabeprazole



30 mg 20 mg 20 mg



2x sehari 30 mg 2x sehari 20 mg 2x sehari 20 mg



Perdarahan Saluran Cerna Atas



Hematemesis Melena Coffee ground vomit



Perdarahan Saluran Cerna Bawah



Hematochezia Tissue toilet bleeding











Etiologi perdarahan saluran cerna atas : - Perdarahan ulkus peptikum  paling sering - Varises esofagus Adanya gangguan-gangguan pembuluh darah pada perdarahan saluran cerna atas  portosystemic anastomoses



Jika terjadi anastomoses portal-sistemik  aliran back flow  mengakibatkan:  A  Varises esofagus (terjadi hipertensi vena portal pada cabang esofagus  aliran back flow pada vena azygos)  B  Caput medusae (terjadi hipertensi vena portal pada paraumbilikal  aliran back flow pada epigastrik  menuju sampai ke umbilikus)  C  Ascites (terjadi bendungan vena portal di splenic  meningkatnya tekanan hidrostatik  akumulasi cairan masuk ke abdomen)  D  Splenomegali (terjadi bendungan vena portal di splenic  pembesaran limpa)  E  Hemorrhoid (terjadi hipertensi vena portal pada rektal superior  aliran back flow pada rektal inferior)



    



Muntah sering (hematemesis) + hebat Terjadi robekan pada esofagus Faktor risiko  alkohol dan hiatus hernia Endoskopi  gold standard Terapi  Suportif, endoskopik (perdarahan aktif) dan menekan asam (perdarahan tidak aktif)



 



Stabilisasi ABC Stabilkan hemodinamik - Pemasangan IV line 2 jalur dan persiapan transfusi - Oskigen kanul/sungkup - Mencatat intake output dan pemasangan kateter urin - Monitor tekanan darah - Antibiotik broad spectrum (ceftriaxone) - Pertimbangkan intubasi  jika kesadaran mulai menurun Lakukan bilas lambung agar mempermudah dalam tindakan endoskopi Tambahan terapi : - Persiapan vitamin K  penyakit hepar kronis - PPI - Terapi lain sesuai komorbid



 







 



Perdarahan non variseal (perdarahan ulkus peptikum), ditanyakan tentang : - Penggunaan obat NSAID dan riwayat obat lain - Apakah saat makan nyerinya menghilang - Riwayat perdarahan - Riwayat infeksi helicobacter pylori Perdarahan aktif  PPI  jika perdarahan belum terkontrol terapi endoskopik Terbukti infeksi helicobacter pylor  terapi helicobacter pylori + C urea breath test



 



Ikterus  keadaan dimana meningkatnya bilirubin lalu mengumpul di kulit, mukosa dan sklera Tipe ikterus : - Prehepatik  meningkatnya bilirubin indirek / unconjugated, dominan SGOT/SGPT  bisa kernikterus  perlu dicari coomb test - Hepatik  meningkatnya bilirubin direk + indirek, sangat tinggi SGOT/SGPT  bisa terganggu vitamin K, albumin dan estrogen - Posthepatik  meningkatnya bilirubin direk / conjugated, dominan GGT/ALP  obstruksi



Unconjugated bilirubin Conjugated bilirubin VDB (Von den Bergh)



Meningkat



Meningkat



Normal



Normal



Meningkat



Meningkat



Indirek



Bifasik



Direk



AST & ALT



Normal



Meningkat



Normal



GGT & ALP



Normal



Normal



Meningkat



Pucat keabuan



Steatorrhea atau seperti dempul



Feses



Gelap



             



Batu pada empedu Jika batu menutup pada saluran empedu  Mirizi syndrome Faktor risiko  4F (Fat, Forty, Female, Fertile)  hipersaturasi + hipokontraktilitas USG  acoustic shadow + penebalan dinding kandung empedu > 3 mm Batu pada duktus komunis biliaris Memberikan efek ikterus  tingginya bilirubin direk Jika batu terletak pada papila duodeni major / ampula Vater  pankreatitis akut Terjadi inflamasi akibat batu-batu yang banyak dan berdekatan membuat radang pada empedu  infeksi Faktor risiko  4F (Fat, Forty, Female, Fertile)  hipersaturasi + hipokontraktilitas Nyeri kolik pada RUQ yang menyebar ke bawah angulus scapula dextra Murphy sign (+)  napas berhenti dan nyeri ketika dilakukan penekanan pada RUQ saat inspirasi Radang pada duktus komunis biliaris Charcot triad  demam, nyeri RUQ dan ikterus Jika tidak ditangani  Reynold pentad  charcot triad + hipotensi + penurunan kesadaran



  







Hepatitis A  fecal-oral  akut  sudah ada vaksin Hepatitis B  darah/cairan tubuh  akut/kronik  sudah ada vaksin Hepatitis C  darah/cairan tubuh  kronik  belum ada vaksin, blood screen Hepatitis D  darah/cairan tubuh  akut/kronik  sudah ada vaksin, blood screen Hepatitis E  fecal-oral  akut  belum ada vaksin



     



Hepatitis A  transmisi fecal-oral (sanitasi yang buruk) Etiologi  HAV RNA Masa inkubasi  14-50 hari Sifat  akut dan dapat menjadi hepatitis fulminan Replikasi virus pada orofaring Palpasi hepar  sudut tumpul dan tidak licin







HbsAg (+) Sakit



HbsAg (-) Tidak Sakit



IgM (+)



Hepatitis B Akut



IgM (+)



Window Period



IgG (+)



Hepatitis B Kronis



IgG anti-Hbs (+)



Riwayat Vaksin



HbeAg (+)



Hepatitis B Infeksius



IgG anti-Hbs (+) IgG anti-Hbc (+)



Sembuh (minimal 2 IgG antibodi)



Arti marker :  HbsAg  petanda infeksi  Anti-Hbs  petanda infeksi hepatitis B yang sudah sembuh  Anti-Hbc  IgM untuk petanda infeksi akut, IgG untuk petanda kronis  HbeAg  petanda replikasi, sangat infeksius Terapi :  Imunomodulator  interferon alfa (kontraindikasi  psikosis/depresi, sirosis hepatis dekompensata, hamil, infeksi berat, hipertensi, gagal jantung dan akan menjalani transplantasi)  Antinukleotida  lamivudine, adefovir, entecavir, telbivudine, tenofovir Etiologi  virus HBV DNA  masa inkubasi 60-90 hari



     



Etiologi  HCV RNA Masa inkubasi  15-60 hari Bersifat kronik Paling sering menyebabkan sirosis hepatis dan karsinoma hepatoselular Diagnosis menggunakan HCV RNA  seberapa besar aktivitas HCV Serologi : - HCV (+) dan IgM anti-HCV (+)  Hepatitis C Akut - HCV (+) dan IgG anti-HCV (+)  Hepatitis C Kronis - HCV (-) dan IgG anti-HCV (+)  Sembuh



















Terjadi pankreatitis akut diawali karena adanya jejas di sel asini pankreas akibat : - Obstruksi pada duktus pankreatikus / ampula Vater - Stimulasi hormon kolesistokinin  akibat hipertrigliseridemia dan alkohol - Iskemia  prosedur seperti endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP) atau aterosklerosis Kriteria diagnosis  klasifikasi Atlanta (2 dari 3 gejala) : - Nyeri pada daerah perut bagian atas yang khas dengan pankreatitis - Peningkatan lipase atau amilase >3 kali nilai batas atas normal - Gambaran inflamasi pankreas dari pemeriksaan imaging USG, CT Scan atau MRI Tanda khas : - Cullen sign  ekimosis dan edema pada jaringan subkutan sekitar umbilikal - Gray-Turner sign  ekimosis di badan Pemeriksaan penunjang : - Amilase  paling sering digunakan, meningkat dalam 6-12 jam dari onset, dapat meningkat 3-5 hari - Lipase  naik dalam 4-8 jam, pucak dalam 24 jam dan menurun 814 hari, lebih baik deteksi pankreatitis akibat alkohol - CRP  >150 dalam 48 jam masuk RS menunjukkan pankreatitis akut, >180 dalam 72 jam menunjukkan nekrosis pankreas, puncaknya 36-72 jam dari onset























Etiologi sirosis hepatis : - Infeksi  hepatitis yang tidak diobati - Autoimun - Toksin  alkohol yang terlalu banyak dan sering - Metabolik  non alcoholic fatty liver disease (NAFLD) - Genetik 5 etiologi  mengakibatkan kematian sel-sel hepatosit  membentuk skar dan fibrosis pada hepar  terbentuk nodul untuk meregenerasi  menekan vaskulata  ekskresinya terganggu  sirosis hepatis Dua hal yang menyebabkan sirosis hepatis : - Hipertensi portal - Kegagalan fungsi hati Hipertensi portal  portosystemic anastomoses : - Varises esofagus - Hemorroid - Splenomegali - Ascites  shifting dullness (perkusi  pekak berpindah), undulasi (palpasi  seperti ada getaran cairan pada abdomen dengan tangan pasien keadaan tegak ditengah umbilikus) dan puddle sign (posisi sujud, ada genangan pada daerah terendah abdomen  auskultasi) - Caput medusa Kegagalan fungsi hati : - Hipoalbuminemia  edema anasarka - Meningkatnya hormon estrogen 1. Eritema palmar  warna merah pada thenar dan hipothenar 2. Spider navi  cari bintik perdarahan, tekan dengan jari, akan menyebar seperti kaki laba-laba  biasanya pada daerah vena cava superior 3. Ginekomastia  pada pria payudara membesar 4. Atrofi testis - Koagulopati  gangguan pembekuan darah - Ikterus  gangguan konjugasi - Gangguan ekskresi toksin 1. Ensefalopati hepatikum  penurunan kesadaran diakibatkan oleh peningkatan amonia 2. Asterixis  gerakan bilateral tetapi tidak sinkron, seperti mengepak-ngepak tangan, dorsofleksi lengan























Pemeriksaan penunjang : - SGOT dan SGPT meningkat (SGOT >> SGPT) - Alkali phosphatase meningkat sampai 2-3 kali batas normal atas - Bilirubin (bisa normal/meningkat) - Albumin menurun (hipoalbuminemia) - Globulin meningkat - Prothrombin time (PT) memanjang - Na+ serum menurun (hiponatremia) - Anemia - Trombositopenia - Leukopenia Pada pemeriksaan hepar, jika : - Ukuran hepar mengecil  skar dan fibrosis  sirosis hepatis - Ukuran hepar membesar  bernodul-nodul  karsinoma hepatoselular Komorbid sirosis hepatis : - Tanda sirosis hepatis + gagal jantung  cardiac cirrhosis (adanya backflow + hepatoselular  gangguan katup, hipertensi pulmonal, cor pulmonale, pericardial disease, cardiac tamponade, konstriktif) - Tanda sirosis hepatis + gagal ginjal  hepatorenal syndrome (adanya hipertensi portal  backflow splanic  vasodilatasi  arterial waterfilling  RAAS (hipertensi)  stenosis arteri renalis  kurang volume  AKI pre renal) Jenis sirosis hepatis : - Kompensata  mudah lelah, nafsu makan berkurang, mual muntah, kembung, berat badan menurun - Dekompensata  hipertensi portal dan kegagalan fungsi hati, hilangnya rambut badan, gangguan tidur, hematemesis melena, air kemih warna the pekat Klasifikasi derajat keparahan sirosis hepatis  Child-Turcotte-Pugh







Tatalaksana : - Diet protein 0,8-1 g/kg/hari  menekan uremia - Laktulosa  membantu mengeluarkan amonia - Enema  agar tidak konstipasi, memperlancar BAB - Antibiotik  neomycin  mengurangi bakteri penghasil amonia - Diuretik  spironolakton 100-200 mg/hari atau furosemide 20 mg/hari (maksimal 160 mg/hari)  mengurangi edema - Beta blocker  varises esofagus (sebelum dan sesudah berdarah)



Etiologi  tersering Escherichia coli



Etiologi  Entamoeba histolytica



Jumlah  multipel



Jumlah  single Lokasi  biasanya pada lobus kanan hepar dekat diafragma  Ludwig sign (+) Abses dari usus lalu masuk ke vena porta  khas encovy sauce (pencairan jaringan hati nekrotik berwarna coklat kemerahan)



Lokasi  biasanya diantara lobus hepar



Abses dari sistem biliaris Terapi  drainase + antibiotik IV (cefotaxime 2 gr IV per 8 jam atau ceftriaxone 2 gr IV per 24 jam)



Terapi  metronidazole 500 mg per 8 jam







 



 











Irritable Bowel Syndrome (IBS)  kelainan fungsional usus kronis berulang dengan nyeri atau rasa tidak nyaman pada abdomen yang berkaitan dengan defekasi atau perubahan kebiasaan BAB setidaknya selama 3 bulan Ciri khas IBS  rasa kembung, distensi, dan gangguan defekasi Klasifikasi  ROME III Criteria yang berdasarkan pada karakteristik feses 1. IBS dengan diare (IBS-D) - Feses lembek/cair > 25% waktu dan feses padat/bergumpal < 25% waktu - Ditemukan pada sepertiga kasus - Lebih umum pada laki-laki 2. IBS dengan konstipasi (IBS-C) - Feses padat/bergumpal > 25% waktu dan feses lembek/cair < 25% waktu - Ditemukan pada sepertiga kasus - Lebih umum pada perempuan 3. IBS dengan campuran (IBS-M) - Feses padat/bergumpal dan lembek/cair > 25% waktu - Ditemukan pada sepertiga kasus 25% waktu  3 minggu dalam 3 bulan Alarm symptoms : - Penurunan BB - Darah pada feses - Riwayat keluarga keganasan kolorektal, celiac disease, inflammatory bowel disease - Anemia - Diare atau nyeri nokturnal - Onset pada usia > 45 tahun - Nyeri abdomen bawah dengan demam - Massa abdomen - Ascites Kriteria diagnostik  nyeri abdomen/rasa tidak nyaman yang berulang setidaknya selama 3 hari dalam sebulan pada 3 bulan terakhir, dengan 2 atau lebih gejala berikut : - Perbaikan dengan defekasi - Perubahan frekuensi BAB - Perubahan bentuk dan tampilan feses Terapi  IBS-C (diet tinggi serat), IBS-D (membatasi makanan pencetus), antispasmodik, laksatif, antidiare (loperamide  1-2 hari saja), dan antibiotik broad spectrum



 Staphylococcus aureus Clostridium perfringens



Salmonella typhii







Muncul dalam 30 menit – 6 jam Mual, muntah, diare dan kram perut Muncul dalam 6-24 jam Muntah, demam dan kram perut Muncul dalam 6 jam – 6 hari Diare, demam, nyeri perut, mual dan muntah Muncul dalam 18-36 jam Diplopia, ptosis, slurred speech, paralisis Diare seperti cucian beras Kram perut



 



Muncul dalam 2-5 hari Diare dan kram perut



 



Muncul dalam 3-4 hari Kram perut, diare berdarah, demam, mual dan muntah



Makanan yang tidak direbus sempurna  masih mentah







Daging sapi, unggas, masakan belum matang



 



Ayam belum matang, telur, susu yang tidak dipasteurisasi, buah dan sayuran mentah



  



Clostridium botulinum



Vibrio cholera Campylobacter jejuni Escherichia coli



Makanan kaleng dan berfermentasi Mentah atau belum matang kerang / seafood Mentah atau belum matang unggas Daging mentah dan sayuran mentah



 



Pilihan terapi keracunan makanan (anak-anak) :  Azitromisin (10 mg/kg/hari, selama 3-7 hari)  campylobacter, e-coli, salmonella  Ceftriaxone (50-100 mg/kg/hari IV, selama 5-7 hari)  salmonella  Kotrimoksazol (5/25 mg 2x per hari, selama 2-3 hari)  e-coli, salmonella Pilihan terapi keracunan makanan (dewasa) :  Eritromisin (500 mg 2x per hari, selama 5 hari)  campylobacter  Azitromisin (500 mg hari pertama, 250 mg hari ke-2 sampai ke-5)  campylobacter, e-coli, salmonella  Ciprofloxacin (500 mg 2x per hari, selama 3 hari)  e-coli, salmonella  Kotrimoksazol (160/800 mg 2x per hari, selama 3-7 hari)  e-coli  Ceftriaxone (1-2 gr/hari IV, selama 5-7 hari)  salmonella



Definisi diare :  Diare  keluarnya tinja/feses cair > 3 kali dalam 24 jam disertai perubahan konsentrasi atau konsistensi  Diare akut  < 14 hari  Diare persisten  > 14 hari + penyebab infeksi  Diare kronis  > 14 hari + penyebab non-infeksi Etiologi infeksi : 1. Rotavirus - Golongan  osmotik diare / gangguan absorpsi) - Patofisiologi (vili rusak  makanan yang mengandung laktosa tidak bisa dipecah  masuk ke usus besar  ketemu dengan e-coli  difermentasikan  dihasilkan CO2 (flatus/kentut meningkat), H2S (bau busuk pada feses) dan NH3 (pantat kemerahan) - Ciri diare  diare cair kekuningan dan pantat kemerahan - Tatalaksana  rehidrasi dan zink 2. Shigelosis - Golongan  inflammatory diare - Patofisiologi (merusak tight junction dan mukosa usus  lendir dan berdarah, lebih parah dibanding entamoeba histolytica) - Ciri diare  diare lendir dan berdarah, kram perut, demam, disentri dengan lemas - Tatalaksana  Kuinolon (Ciprofloxacin 500 mg 2x1), Kotrimoksazole 960 mg 2x1 3. Entamoeba histolytica - Golongan  inflammatory diare - Patofisiologi (merusak tight junction dan mukosa usu)  lendir dan berdarah - Ciri diare  diare lendir dan berdarah, berbau busuk - Tatalaksana  Metronidazole 500 mg 3x1 4. Giardia lamblia - Golongan  inflammatory diare - Ciri khas  diare berlemak dan steatorrhea (feses seperti dempul, mengapung dan mengkilat) - Tatalaksana  Metronidazole 500 mg 3x1 5. Vibrio cholera - Golongan  sekretorik diare - Patofisiologi (meningkatkan cAMP  menginhibisi absorpsi Na+ dan K+  banyak keluar air ketika BAB) - Ciri khas  diare seperti cucian beras - Tatalaksana  Azitromisin 500 mg 3x1, Tetrasiklin 500 mg 4x1, Doksisiklin 300 mg 1x1



6. Clostridium difficile - Ciri khas  pemakaian obat antibiotik yang lama - Tatalaksana  Metronidazole 500 mg 3x1



Enteropathogenic (EPEC)



Pediatric diarrhea



Enterotoxigenic (ETEC)



Traveller diarrhea



Enteroinvasive (EIEC)



Bloody diarrhea



Enterohaemorrhagic (EHEC)



Bloody diarrhea, sebabkan hemolitik uremik sindrom



Enteroaggregative (EAEC)



Stacked brick appearance diarrhea, persisten diare pada HIV



Entamoeba histolytica  kristal Charcot-Leyden, trofozoit pada feses encer, kista pada feses padat



Giardia lamblia  pear appearance atau bentuk seperti layang-layang, feses berlemak



Morfologi Entamoeba histolytica vs Entamoeba coli vs Balantidum coli :  Entamoeba histolytica  gerak aktif, pseudopodia jelas seperti jari, ektoplasma lebar, inti bergranula halus, kromatin tipis dan halus, kariosom konsentris dan inklusi terdapat eritrosit  Entamoeba coli  gerak lambat, pseudopodia lebar dan tumpul, ektoplasma sempit, inti bergranula kasar, kromatin tebal dan kasar, kariosom eksentris dan inklusi tidak terdapat eritosit  Balantidum coli  adanya 2 vakuola kontraktil dan vakuola makanan



Keadaan umum



Baik, sadar



Gelisah, rewel



Lesu, tidak sadar



Mata



Tidak cekung



Cekung



Keinginan untuk minum



Normal, tidak ada rasa haus



Cekung Ingin minum terus, rasa haus terus



Turgor



Kembali segera



Kembali lambat



Malas minum Kembali sangat lambat



Minimal 2 dari gejala diatas



5 pilar tatalaksana diare akut :  Rehidrasi  A (diare tanpa dehidrasi), B (diare dehidrasi ringansedang), C (diare dehidrasi berat)  Zinc  pemberian selama 10 hari (< 6 bulan 10 mg, > 6 bulan 20 mg)  Antibiotik selektif  Edukasi  Gizi



Kelompok opiat



Kelompok absorbent



Probiotik



Anti-sekresi selektif



Mengikat reseptor opiat di usus sehingga menghambat motilitas usus Absorbsi air, bakteri dan toksin untuk menghambat kehilangan cairan Nutrisi dan reseptor saluran cerna Menghambat enkephalinase  menormalkan sekresi elektrolit



Loperamide 2-4 mg/3-4x sehari, kontraindikasi pada keadaan demam dan sindroma disentri Kaolin pektin, bismuth subsalisilat dan attapulgit Obat probiotik



Racecadtoril



“INFEKSI TROPIK”



 



   











Masa inkubasi  5-14 hari Weil disease  bentuk berat dari leptospirosis yang ditandai demam, ikterus (seluruh badan, kalau hanya sklera masih leptospirosis), gagal ginjal akut, syok refrakter dan perdarahan (terutama paru) Weil disease  fase leptospiremia (3-7 hari) dan fase imun (10-30 hari) Reservoir host  kencing tikus Biasanya pada petani disawah atau saat korban banjir Tanda dan gejala leptospirosis : - Nyeri tekan otot pada daera betis dan daerah lumbal - Ronkhi pada auskultasi paru (hipoalbuminemia  tekanan onkotik menurun  merembes ke interstisial) - Sklera ikterik - Conjunctival suffision - Meningismus (hiporefleks atau arefleks pada tungkai) - Demam (muncul mendadak dan bifasik  remiten tinggi pada fase awal leptospiremia kemudian demam turun dan muncul saat fase imun) Pemeriksaan penunjang : - Kultur darah (fase I) - Kultur urin (fase II) - Mikroskop medan gelap - Imunologi  microscopic agglutination test (MAT)  gold standard Tatalaksana : 1. Leptospirosis - Doksisiklin 2x100 mg oral selama 7 hari (kontraindikasi pada ibu hamil) - Amoxcicillin 4x500 mg oral selama 7 hari - Ampicillin 4x500 mg oral selama 7 hari 2. Weil disease (leptospirosis berat) - Penicillin G intravena 1,5 juta unit/6 jam selama 7 hari - Ceftriaxone intravena 1 gr/24 jam selama 7 hari - Doksisiklin intravena 100 mg/12 jam selama 7 hari



    







Transmisi demam tifoid  fecal-oral Etiologi  Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi Morfologi  bakteri gram (-), berflagel dan tidak berspora 3 macam antigen Salmonella typhi  antigen O, H dan Vi Tanda dan gejala demam tifoid : - Rose spot  ruam pada daerah punggung - Typhoid tongue  lidah tertutup selaput putih - Bradikardi relatif  setiap peningkatan 10C tidak diikuti dengan peningkatan 10 denyut nadi - Pola demam  minggu pertama (step ladder), minggu kedua (kontinu) - Gejala-gejala timbul pada minggu kedua  jadi untuk minggu pertama curiga terlebih dahulu DBD Komplikasi (sering terjadi di minggu ketiga demam) : - Perforasi usus - Meningitis tifosa - Hepatitis dan kolesistitis tifosa - Perdarahan usus







Lab rutin : - Limfositosis relatif  hitung jenis limfosit meningkat, tetapi leukosit normal atau menurun - Leukopenia - Monositosis - Trombositopenia ringan - Pemeriksaan darah  minggu 1 - Pemeriksaan feses  minggu 2 - Pemeriksaan urine  minggu 3 - Media kultur  SS agar (Salmonella-Shigella agar) - Widal  mendeteksi antigen O (somatik) dan H (flagella), dilakukan pada akhir minggu 1, positif jika kenaikan titer 4x atau titer O 1:320 - Tubex  deteksi IgM Salmonella typhi terhadap antigen O9 (nilai > 4 positif demam tifoid, > 6 indikasi kuat tifoid, 3 borderline, < 2 negatif)







 











   



Florokuinolon  lini pertama pada dewasa - Ciprofloxacin 2x500 mg (selama 7-14 hari) - Ofloxacin 2x400 mg (selama 7-14 hari) - Norfloxacin 2x 400 mg (selama 7-14 hari) Kloramfenikol  50-100 mg/kgBB/hari, dibagi 4 dosis selama 14 hari  boleh pada anak-anak Sefalosporin generasi 3  lini kedua - Ceftriaxone 3-4 gr/hari (3-5 hari) - Cefixime 20 mg/kgBB/hari (7-14 hari) Kontraindikasi : - Ciprofloxacin  tidak boleh pada anak-anak  penutupan lempeng epifisis lebih dini - Kloramfenikol  tidak boleh pada ibu hamil  grey baby syndrome, dan tidak boleh diberikan jika leukosit < 2000 Pada ibu hamil : - Amoxcicillin  lini pertama - Cefotaxime 200 mg/kgBB IV per 24 jam dibagi menjadi 3-4 dosis - Ceftriaxone 100 mg/kgBB IV per 24 jam (max 4 gr/24 jam) dibagi menjadi 1-2 dosis



Etiologi  virus dengue tipe DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 Transmisi  nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus (betina) yang hidup pada air bersih Gejala umum  demam, nyeri kepala, nyeri retroorbital, nyeri otot, nyeri sendi Kriteria diagnosis (2 klinis + 1 laboratorium  DBD) 1. Klinis - Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus-menerus selama 2-7 hari - Terdapat manifestasi perdarahan :  Uji bendung / torniquet (+)  Petekie, ekimosis, purpura  Perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi  Hematemesis dan/atau melena - Hepatomegali - Syok







2. Laboratorium - Trombositopenia (< 100.000) - Adanya kebocoran plasma karena peningkatan permeabilitas kapiler  Peningkatan hematokrit > 20% dari nilai standar (biasanya nilai standar 40)  Penurunan hematokrit > 20% setelah mendapat terapi cairan  Efusi pleura/perikardial, ascites, hipoproteinemia Patogenesis  trombositopenia terjadi melalui mekanisme : 1. Supresi sumsum tulang  keadaan hiposeluler dan supresi megakariosit 2. Destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit 3. Agregasi trombosit pada endotel yang bocor



 



Demam dengue



DBD derajat 1



DBD derajat 2



DBD derajat 3 (DSS)



DBD derajat 4 (DSS)



Demam disertai 2 atau lebih tanda sakit kepala, nyeri retroorbital, mialgia, artralgia



 



Leukopenia Trombositopenia ( 10 petekie / 1 inchi NS1 - Antigen non struktural untuk replikasi virus - Puncak deteksi NS1  hari ke 2-3 dan mulai tidak terdeteksi pada hari ke 5 dan 6 IgM dan IgG - Infeksi primer IgM (+) muncul setelah hari ke 3-6 dan hilang dalam 2 bulan - IgG muncul mulai hari ke 12 - IgG bertahan berbulan-bulan dan hasil positif seumur hidup, maka untuk mendiagnosis dapat dilihat dari titernya



Nyeri perut hebat Muntah persisten Akumulasi cairan secara klinis Perdarahan pada mukosa Penurunan kesadaran Hepatomegali Peningkatan hematokrit diikuti dengan penurunan trombosit secara cepat



Expanded Dengue Syndrome :  Demam berdarah dengan manifestasi yang unusual  Keterlibatan organ seperti hepar, ginjal, jantung dan otak



Terapi awal cairan intravena kristaloid 6-7 ml/kg/jam (evaluasi 3-4 jam) Tidak Membaik



Membaik



Kurangi infus kristaloid 5 ml/kg/jam



Tanda vital dan hematokrit memburuk



Infus kristaloid 10 ml/kg/jam



Membaik



Membaik



Tidak Membaik



Terapi cairan dihentikan 2448 jam



Kondisi memburuk tanda syok



Membaik



Tatalaksana sesuai protokol syok



5% defisit cairan   



Membaik  penurunan hematokrit, stabilnya pulsasi dan tekanan darah, urine output meningkat Tidak membaik  peningkatan hematokrit, meningkatnya pulsasi, tekanan darah menurun dibawah 20 mmHg, menurunnya urine output Tanda vital memburuk  menurunnya urine output dan adanya tandatanda syok



Resusitasi dengan cairan kristaloid atau koloid 20 ml/kg secepatnya (< 10 menit), beri oksigen nasal canul 1-2 L/menit, usahakan periksa hematokrit sebelum terapi



Membaik



Tetap Syok



Kristaloid/Koloid IV 10 ml/kgBB/jam selama 1 jam



Kristaloid guyur 30 ml/kg/jam dalam 20-30 menit



Membaik



Hematokrit naik



Kristaloid/Koloid IV 5-7 ml/kgBB/jam selama 1-2 jam



Hematokrit turun Transfusi darah 10 ml/kg



Membaik Koloid 10-20 ml/kg dalam 10-15 menit Kristaloid/Koloid IV 3-5 ml/kgBB/jam selama 2-4 jam Membaik



Tetap Syok



Membaik Koloid maksimal 30 ml/kg Kristaloid/Koloid IV 2-3 ml/kgBB/jam selama 2-4 jam Membaik



Stop infus dalam 24-48 jam jika syok sudah teratasi, tanda vital cukup, dan hematokrit selalu dipantau tiap 6-8 jam



Tetap Syok



Pasang kateter vena sentral



Pasang kateter vena sentral



Koloid (bila dosis maksimal belum dicapai) atau kristaloid (bila koloid sebelumnya telah mencapai dosis maksimal  10 ml/kg dalam 10 menit, dapat diulang sampai 30 menit



Hipovolemik



Normovolemik Tetap syok



Kristaloid dipantau 10-15 menit



Kombinasi koloid-kristaloid



Koreksi gangguan asam basa, elektrolit, hipoglikemia, anemia, infeksi sekunder



Perbaikan bertahap vasopressor



Inotropik, vasopressor, vasodilator



Membaik Catatan penting :  Jika syok terkompensasi (tekanan sistolik stabil tetapi ada tanda penurunan perfusi)  kristaloid 5-10 ml/kgBB/jam selama 1 jam  Jika syok hipotensi  kristaloid atau koloid 20 ml/kgBB/jam selama 2 episode dalam 24 jam) - Distress pernapasan (cepat dan dalam  Kussmaul) - Gagal sirkulasi atau syok (CRT > 3 detik) - Ikterus (bilirubin > 3 mg%) - Hemoglobinuria - Perdarahan spontan abnormal - Edema paru (SpO2 < 92%, RR > 30x/menit, chest indrawing) 2. Tanda laboratorium - Hipoglikemia (GDS < 40 mg%) - Asidosis metabolik (plasma bikarbonat < 15 mmol/L, asam laktat > 5 mmol/L) - Anemia berat (Hb < 7 gr/dl atau Hct < 15%) - Hiperparasitemia (parasit > 100.000, > 2% eritrosit) - Gangguan fungsi ginjal (serum kreatinin > 3 mg%)



Falciparum Malariae Vivax/Ovale



Hamil trimester 1-3



ACT (3 hari) + Primakuin (dosis tunggal) ACT (3 hari) ACT (3 hari) + Primakuin (14 hari) Relaps  dosis primakuin ditingkatkan Trimester 1  Kina + klindamisin  Plasmodium falciparum  Kina saja  Plasmodium malariae, vivax, ovale Trimester 2 dan 3  ACT saja



ACT  Artemisinin-Based Combination Therapy :  Dihidroartemisinin + Piperakuin (DHP)  Artesunat + Amodiakuin



1. Artesunat injeksi  Sediaan 60 mg/vial  Pemberian intravena (IV) atau intramuscular (IM)  Hari pertama  2,4 mg/kgBB pada jam ke 0, 12 dan 24  Hari berikutnya  2,4 mg/kgBB (setiap hari sampai pasien sadar)  Jika sudah sadar  ACT (3 hari) + Primakuin pada hari ke 1 2. Artemeter injeksi  Sediaan 80 mg/vial  Pemberian intramuskular (IM)  Hari pertama  3,2 mg/kgBB  Hari berikutnya  1,6 mg/kgBB (1x sehari sampai pasien sadar)  Jika sudah sadar  ACT (3 hari) + Primakuin pada hari ke 1



1. Doksisiklin  1 tablet per hari (1x100 mg)  Diminum 1-2 hari sebelum pergi dan dilanjutkan hingga 4 minggu setelah pulang  Kontraindikasi  pada ibu hamil dan anak < 8 tahun  Anak-anak > 8 tahun  20 mg/kgBB/hari (max 100 mg) 2. Mefloquine  Untuk ibu hamil  Dosis 250 mg (1 tablet per minggu)  Diminum 1-2 hari sebelum pergi dan dilanjutkan hingga 4 minggu setelah pulang











Perjalanan infeksi HIV : - Fase infeksi akut (sindroma retroviral akut)  jumlah limfosit T CD4 > 500 sel/mm3 (infeksi primer HIV) - Fase infeksi laten  jumlah limfosit T CD4 200-500 sel/mm3 (berlangsung sekitar 8-10 tahun post infeksi HIV) - Fase infeksi kronis  jumlah limfosit T CD4 < 200 sel/mm3 Tanda dan gejala : - Demam > 1 bulan (terus-menerus atau intermitten) - Diare > 1 bulan - Kehilangan BB (< 10% dari BB dasar) - Limfadenopati yang meluas - Kulit (kutil genital, folikulitis, dan psoriasis) - Infeksi (jamur  kandidiasis oral, dermatitis seboroik), (virus  herpes zoster, moluskum kontagiosum, kondiloma) - Gangguan pernapasan (batuk > 1 bulan, sesak napas, TBC, pneumonia berulang) - Gejala neurologis (nyeri kepala yang semakin parah, kejang demam, menurunnya fungsi kognitif)



                     



Tidak ada gejala atau hanya ada limfadenopati luas Penurunan BB 5-10% yang tidak diketahui penyebabnya Infeksi saluran napas berulang Herpes zoster Ulkus mulut berulang Ruam kulit  papul yang gatal (papular pruritic eruption) Dermatitis seboroik Infeksi jamur pada kuku Penurunan BB 5-10% yang tidak diketahui penyebabnya Diare kronis > 1 bulan Demam menetap yang tidak diketahui penyebabnya Kandidiasis pada mulut Infeksi bakteri yang berat Sindrom wasting HIV  Nefropati Pneumonia berat berulang  Kardiomiopati Herpes simpleks berulang  Karsinoma serviks Kandidiasis  Limfoma TB ekstra paru  Septikemia Sarkoma kaposi  Mikosis desiminata CMV  Cryptosporidiosis kronis Toksoplasmosis  Leishmaniasis desiminata Ensefalopati HIV



1. ODHA tanpa gejala klinis (stadium 1) + belum pernah terapi ARV  bila CD4 < 350 sel/mm3 2. ODHA dengan gejala klinis + belum pernah terapi ARV  Stadium 2  bila CD4 < 350 sel/mm3  Stadium 3 atau 4  berapapun jumlah CD4 3. Perempuan hamil dengan HIV  berapapun jumlah CD4 atau apapun stadiumnya 4. ODHA dengan koinfeksi TB + belum pernah terapi ARV  berapapun jumlah CD4 5. ODHA dengan koinfeksi hepatitis B + belum pernah terapi ARV  berapapun jumlah CD4



2 NRTI + 1 NNRTI



Lini pertama



1. 2. 3. 4.



Lini kedua



AZT + 3TC + NVP AZT + 3TC + EFV TDF + 3TC atau FTC + NVP TDF + 3TC atau FTC + EFV



1 NtRTI + 1 NRTI + 1 PI TDF + 3TC atau FTC + LPV



NRTI (Nucleside Reverse Transcriptase Inhibitor) :  AZT (Zidovudine)  250-300 mg tiap 12 jam  3TC (Lamivudine)  150 mg tiap 12 jam atau 300 mg tiap 24 jam  FTC (Emitricitabine)  300 mg tiap 12 jam atau 600 mg tiap 24 jam NtRTI (Nucletide Reverse Transcriptase Inhibitor) :  TDF (Tenofovir)  300 mg tiap 24 jam NNRTI (Non Nucletide Reverse Transcriptase Inhibitor) :  NVP (Nevirapine)  200 mg tiap 24 jam, selama 14 hari  EFV (Efavirenz)  600 mg, single dose 24 jam (malam hari) PI (Protease Inhibitor) :  LPV (Lopinavir)  400 mg setiap 12 jam







 







Sepsis  infeksi + > 2 gejala SIRS (sindrom inflamasi respon sistemik)  tahun 2001 - Suhu > 380C atau < 360C - Denyut jantung > 90 x/menit - Pernapasan > 20 x/menit - PaCO2 < 32 mmHg - Leukosit > 12000 /mm3 atau < 4000 /mm3 atau > 10% immature bands Sepsis  disfungsi organ yang mengancam jiwa yang disebabkan oleh disregulasi respon host terhadap infeksi  tahun 2016 Syok septik  subset dari sepsis dengan disfungsi peredaran darah dan seluler / metabolik yang berhubungan dengan risiko mortalitas yang tinggi Patofisiologi  infeksi  munculnya mediator inflamasi  menimbulkan (vasodilator  hipotensi), (disfungsi endotel  edema), vasokonstriksi dan penyumbatan mikrovaskular  ke-4 hal tersebut mengakibatkan maldistribusi peredaran darah mikrovaskular  iskemia  kematian sel  disfungsi organ  sepsis







Menghitung rasio PaO2 / FiO2 : - Rasio PaO2 / FiO2  normal > 300 - Rasio PaO2 / FiO2  < 300  acute lung injury - Rasio PaO2 / FiO2  < 200  ARDS - Cara hitung  cari nilai FiO2 (misalnya menggunakan oksigen nasal canul 3 L/menit  FiO2 33% atau 0,32. Kemudian hasil pemeriksaan AGD pada PaO2 didapatkan 82 mmHg - Hasilnya  PaO2 / FiO2 = 82/0,33 = 273,3  acute lung injury



1. Oksigen  high flow 15 L/menit via non-rebreathe mask (target saturasi >94%) 2. Kultur darah 3. Antibiotik  broad spektrum IV 4. Resusitasi cairan  NaCl 0,9% bolus atau Hartmann’s 20 ml/kgBB sampai maksimal 60 ml/kgBB 5. Serum laktat 6. Urine output



“NEFROLOGI”







AKI atau gangguan ginjal akut  kelainan ginjal struktural dan fungsional dalam 48 jam yang diketahui melalui pemeriksaan darah, urin atau radiologis



 



Peningkatan serum kreatinin (SCr) > 0,3 mg/dL dalam 48 jam, atau Peningkatan SCr > 1,5 x baseline (nilai dasar), yang terjadi atau diasumsikan terjadi dalam kurun waktu 7 hari sebelumnya, atau Volume urine < 0,5 mL/kgBB/jam selama > 6 jam







1



2



3



Serum kreatinin > 0,3 mg/dl atau kenaikan 150-200% dari nilai dasar Kenaikan serum kreatinin 200-300% dari nilai dasar Kenaikan serum kreatinin >300% dari nilai dasar atau Serum kreatinin > 4 mg/dl atau Inisiasi terapi penggantian ginjal (TPG) atau Pasien 24 jam atau Anuria selama 12 jam



Risk



Injury



Failure



Peningkatan serum kreatinin 1,5x atau penurunan GFR >25% Peningkatan serum kreatinin 2x atau Penurunan GFR >100%



< 0,5 ml/kgBB/jam selama 6 jam



< 0,5 ml/kgBB/jam selama 12 jam



< 0,5 ml/kgBB/jam selama 24 jam atau Anuria selama 12 jam Gangguan ginjal akut persisten, kerusakan total fungsi ginjal selama 4 minggu



Peningkatan serum kreatinin 3x



Loss End stage renal disease



Gagal ginjal terminal > 3 bulan



Gangguan Ginjal Akut



Renal



Pre renal



   



Hipovolemia Cardiac output menurun Gagal jantung kongestif Gagal hati



 



Post renal



Tubulus dan interstitium



Glomerular Glomerulonefritis akut



 







   



Obstruksi saluran kemih Obstruksi pelvo-ureteral bilateral Hipertrofi prostat



Vaskular Vaskulitis Hipertensi maligna HUS



 



Etiologi  Escherichia coli  Shiga-like toksin (verotoxin) Trias HUS : - Anemia hemolitik mikroangiopati - Trombositopenia - Insufisiensi renal (AKI)



         



Acyclovir Aminoglikosida Amphotericin Cisplatin Cyclosporine Indinavir Lithium NSAIDs Pentamidine Vancomycin







Risiko tinggi - Hentikan semua agen nefrotoksik bila memungkinkan - Pastikan status volume dan tekanan perfusi - Pertimbangkan pemantauan hemodinamik fungsional - Pantau serum kreatinin dan urine output - Hindari hiperglikemia - Pertimbangkan prosedur alternatif dari radiokontras Stadium 1 - Lakukan pemeriksaan diagnostik non-invasif (USG) - Pertimbangkan pemeriksaan diagnostik invasif Stadium 2 - Periksa bila ada perubahan dosis obat - Pertimbangkan terapi pengganti ginjal  hemodialisis - Pertimbangkan ICU Stadium 3 - Hindari kateter - Subklavia bila memungkinkan















        



Allopurinol Cephalosporine NSAIDs Penicillin Phenytoin PPI Quinolone Rifampisin Sulfas



Asidosis dengan pH 6,5 mEq/L)



Overload cairan



          



Oliguria (produksi urin < 2000 ml dalam 12 jam) Anuria (produksi urin < 50 ml dalam 12 jam) Hiperkalemia (kalium > 6,5 mmol/L) Asidemia (pH < 7) Azotemia (kadar urea > 30 mmol/L) Ensefalopati uremikum Neuropati uremikum Perikarditis uremikum Abnormalitas natrium plasma Hipertermia Keracunan obat



  



CKD  kerusakan ginjal baik struktural maupun fungsional yang ditandai dengan penurunan LFG/GFR selama > 3 bulan GFR  < 60 ml/menit/1,73 m2  perlu dievaluasi Laju filtasi glomerulus  Cockcroft-Gault equation (140 − umur) 𝑥 BB 72 x kreatinin plasma







Pada wanita dikali 0,85



 



Kerusakan ginjal + GFR normal atau meningkat



> 90



2



Kerusakan ginjal + GFR menurun ringan



60-89



3



Kerusakan ginjal + GFR menurun sedang



30-59



4



Kerusakan ginjal + GFR menurun berat



15-29



5



Gagal ginjal  rutin HD



103), asimptomatik (> 105) - Kateter  ditemukan bakteri > 102 CFU - Pungsi suprapubik  1 bakteri saja sudah positif



Leukosit esterase Nitrit WBC RBC



(-)



(+)  pyuria



(-) 104  ISK  < 104  tidak ada ISK b) Perempuan  1 atau 2 atau 3 x biakan > 105  ISK  5 x 104 – 105  diragukan (ulangi)  104 – 5 x 104 + klinis simptomatik  diperkirakan ISK (ulangi)  104 – 5 x 104 + klinis asimptomatik  tidak ada ISK  < 104  tidak ada ISK



Trimetroprim + Sulfametoksazol Trimetroprim Ciprofloxacine Levofloxacine Cefixime Sefpodoksim proksetil Nitrofurantoin makrokristal Nitrofurantoin monohidrat Amoksisilin klavulanat



2x960 mg 2x100 mg 2x100-250 mg 2x250 mg 1x400 mg 2x100 mg 4x50 mg 2x100 mg 2x625 mg



Sefepim Ciprofloxacine Levofloxacine Ofloxacine Gentamicin (+ ampicilin)



2x1 gram 2x400 mg 1x500 mg 2x400 mg 1x3-5 mg/kgBB 3x1 mg/kgBB 4x1-2 gram 3x3,2 gram 3-12x3,375 gram 3-4x250-500 mg



Ampisilin (+ gentamicin) Tikarsilin + Klavulanat Piperasilin + Tazobaktam Imipenem + Silastatin



3 hari 3 hari 3 hari 3 hari 3 hari 3 hari 7 hari 7 hari 7 hari



12 jam 12 jam 24 jam 12 jam 24 jam 8 jam 6 jam 8 jam 2-8 jam 6-8 jam



“ENDOKRINOLOGI”



   



DM  sindrom hiperglikemia (peningkatan gula dalam darah) Etiologi  produksi insulin menurun atau rusaknya transporter insulin (GLUT-4) Gejala klasik DM  polifagia, polidipsi, poliuria Tipe DM : - Tipe 1  Produksi insulin menurun akibat destruksi sel beta pankreas (autoimun atau idiopatik)  Biasanya terjadi pada anak-anak (50 tahun)  Biasanya perlahan-lahan dan pada orang gemuk (obesitas)  C-peptide (+)  Terapinya bermacam-macam - Gestasional  Didiagnosis pada trimester kedua atau ketiga (> 20 minggu) dimana sebelum kehamilan tidak didapatkan diabetes  Terapinya insulin



Maturity Onset DM of Young



Latent Autoimmune DM in Adult



DM tipe 2 pada anak-anak / remaja



DM tipe 1 pada dewasa



Biasanya pada usia 15-30 tahun



Biasanya pada usia >40 tahun



C-peptide (+)



Autoantibodi IAA/CAA (+)



11 penyebab hiperglikemia pada DM (The Egregious Eleven), ada beberapa literatur menyebutkan 8 penyebab hiperglikemia pada DM (Omnious Octet) : 1. Sel beta pankreas  penurunan sekresi insulin (DM tipe 1), obat yang bekerja di pankreas yaitu sulfonilurea 2. Sel alpha pankreas  peningkatan sekresi glukagon (lawan hormon insulin yaitu glukagon, hormon yang berpengaruh juga yaitu kortisol dan tiroid yang mana sama dengan glukoagon / kontra insulin) 3. Sel lemak  peningkatan lipolisis (lipid-lipid lisis akibat proses glukoneogenesis) 4. Otot  penurunan utilisasi glukosa (energi berkurang) 5. Hepar  peningkatan produksi glukosa - Hepar berperan penting dalam metabolisme glukosa - 3 proses yang terjadi pada hepar  glikogenesis, glikogenolisis dan glukoneogenesis - Insulin  meningkatnya glikogenesis, menurunnya glikogenolisis dan menurunnya glukoneogenesis



Jika transporter insulin (GLUT-4) rusak  menurunnya glikogenesis, meningkatnya glikogenolisis dan meningkatnya glukoneogenesis - Obat yang bekerja di hepar yaitu Metformin (golongan biguanide) dan Tianzolindindion (TZD)  fungsi memperbaiki 3 proses tadi yang terjadi pada hepar gara-gara defisiensi insulin 6. Otak  disfungsi neurotransmitter (karena makanan utama otak  glukosa) 7. Kolon  abnormal mikrobiota (glukosanya tertumpuk di darah sedangkan pada flora usus normal yaitu e-coli butuh glukosa) 8. Usus halus  peningkatan absorpsi glukosa (akibat efek inkretin menurun) - Ketika makan karbohidrat (polisakarida)  didalam usus diubah oleh enzim amilase menjadi monosakarida - Selain enzim amilase ada juga enzim alpha glukonidase (membantu enzim amilase)  agar tidak diubah menjadi monosakarida diberikan obat alpha glukonidase inhibitor (acarbose) - Monosakarida dari usus akan diserap oleh darah menggunakan hormon inkretin - Pada hormon inkretin ada 2 yaitu GLP1 dan GIT, yang berguna menstimulasi insulin, ketika efek inkretin menurun maka untuk menaikkannya menggunakan obat GLP1 agonis - Hormon inkretin akan dihancurkan oleh DPP-4, agar stimulasi insulin baik maka hormon inkretin tidak dihancurkan maka digunakan obat DPP-4 inhibitor 9. Ginjal  peningkatan reabsorpsi glukosa (oleh transporter SGLT-2), agar tidak hiperglikemia maka harus diturunkan reabsorpsi glukosa oleh obat SGLT-2 inhibitor 10. Lambung  percepatan pengosongan (akibat amylin meningkat) yang mana normalnya lambung kosong dalam 30 menit – 3 jam akibatnya langsung cepat masuk ke usus halus 11. Sistem imun  disregulasi atau inflamasi (autoimun) akibatnya penurunan sekresi insulin -



Gejala  polifagia, polidipsi, poliuria dan penurunan BB



Ada gejala trias



Tidak ada gejala trias



GDS > 200 mg/dl



GDP > 126 mg/dl atau TTGO > 200 mg/dl atau HbA1c > 6,5%



Diabetes Mellitus



Diabetes Mellitus



   







GDS (glukosa darah sewaktu)  langsung diperiksa saat itu juga (tanpa puasa) GDP (glukosa darah puasa)  pasien puasa 8 jam dari malam, kemudian dilakukan pengecekkan TTGO (tes toleransi glukosa oral)  setelah cek GDP kemudian menyuruh pasien meminum 75 gram glukosa, kemudian diukur GD2PP (gula darah 2 jam post prandial)  setelah sudah dilakukan TTGO, 2 jam setelah makan 75 gram glukosa yang tadi kemudian pasien cek lagi gula darahnya HbA1c  paling bagus menggambarkan kondisi selama 3 bulan















GDPT (glukosa darah puasa terganggu) - GDP 100 – 125 mg/dl - TTGO < 140 mg/dl  normal TGT (toleransi glukosa terganggu) - GDP < 100 mg/dl  normal - TTGO 140 – 199 mg/dl Prediabetes  GDPT + TGT



Obesitas (IMT > 25)



Ya



Tidak



Kadar C-peptide



Autoantibodi



Tinggi



Rendah



DMT2



Autoantibodi



Ya



DMT1



Tidak



Kadar C-peptide



Tidak



Rendah



DMT1 atau MODY



Ya



DMT1



Tinggi



DMT2



5 pilar tatalaksana DM - Edukasi (pemeliharaan dan perawatan kaki, mengenal dan mencegah penyakit, dan rencana kegiatan khusus) - Manajemen diet  Rumus Broca  BB ideal = 90% x (TB-100)  90% digunakan jika tinggi laki-laki > 160 cm dan perempuan > 150 cm  Kebutuhan kalori laki-laki  30 kal/kgBB  Kebutuhan kalori perempuan  25 kal/kgBB  Karbohidrat (45-65%), lemak (20-25%), protein (10-20%) dan serat (2035 gram /hari) - Aktivitas fisik - Obat-obatan - Monitoring mandiri



 











  



HbA1c saat diperiksa < 7,5%  monoterapi (Metformin) HbA1c belum mencapai < 7% dalam 3 bulan (ketika mengonsumsi monoterapi) atau HbA1c saat diperiksa > 7,5%  kombinasi 2 obat (biasanya Metformin + Sulfonilurea) HbA1c belum mencapai < 7% dalam 3 bulan (ketika mengonsumsi kombinasi 2 obat)  kombinasi 3 obat (Metformin + salah satu obat + salah satu obat sesuai tabel diatas) HbA1c saat diperiksa > 9% - Gejala klinis (+)  tambahkan insulin atau intensifikasi insulin - Gejala klinis (-)  kombinasi 2 atau 3 obat HbA1c belum mencapai < 7% dalam 3 bulan (ketika mengonsumsi kombinasi 3 obat)  Insulin Lini pertama  Metformin Insulin  disuntikkan pada daerah perut sekitar pusat sampai kesamping, kedua lengan atas bagian luar (bukan deltoid), atau kedua paha bagian luar



1. Biguanide - Obat  Metformin - Cara kerja  menekan produksi glukosa hati dan menambah sensitivitas terhadap insulin - Indikasi  bagus pada orang tua dan obesitas, tidak menyebabkan hipoglikemia, menurunkan kejadian penyakit kardiovaskular - Kontraindikasi  CKD, asidosis, hipoksia dan dehidrasi - Efek samping  gastrointestinal, asidosis laktat, defisiensi vitamin B12 2. Sulfonilurea - Obat  glibenklamid, glipizid, gliklazid, glimepirid - Cara kerja  meningkatkan sekresi insulin - Indikasi  bagus pada orang kurus atau IMT normal, efek hipoglikemik kuat, menurunkan komplikasi mikrovaskuler - Efek samping  risiko hipoglikemia dan BB meningkat - Kontraindikasi  lansia, wanita hamil, gangguan fungsi hati dan ginjal 3. Tiazolindindion - Obat  pioglitazone, rosiglitazone - Cara kerja  menambah sensitivitas terhadap insulin - Indikasi  tidak menyebabkan hipoglikemia, bagus untuk dislipidemia - Efek samping  BB meningkat, edema, gagal jantung, risiko fraktur meningkat pada wanita menopause 4. Alpha glukonidase inhibitor - Obat  acarbose - Cara kerja  menghambat absorpsi glukosa - Indikasi  gula darah yang sangat meningkat setelah makan, tidak menyebabkan hipoglikemia - Efek samping  gastointestinal 5. DPP4 inhibitor - Obat  sitagliptin, linagliptin, saxagliptin, vildagliptin - Cara kerja  meningkatkan sekresi insulin, menghambat sekresi glukogon - Indikasi  tidak menyebabkan hipoglikemia - Efek samping  angioedema, urtika atau efek dermatologis lain 6. SGLT-2 inhibitor - Obat  canagliflozin, empagliflozin, dapagliflozin - Cara kerja  menghambat absorpsi kembali gula di tubuli distal ginjal - Indikasi  penyakit kardiovaskular, BB menurun, tidak hipoglikemia - Efek samping  ISK 7. GLP1 agonis - Obat  exenatide, liraglutide, lixisenatide, dulaglutide - Cara kerja  meningkatkan sekresi insulin, menghambat sekresi glukogon - Indikasi  penyakit kardiovaskular, obesitas, tidak hipoglikemia - Efek samping  BB menurun, gastrointestinal



Insulin kerja cepat (Rapid-acting insulin)   



Insulin Lispro (Humalog) Insulin Aspart (Novorapid) Insulin Glulisin (Apidra)



5-15 menit



1-2 jam



4-6 jam



Insulin kerja pendek (Short-acting insulin)  



Humulin R Actrapid



30-60 menit



2-4 jam



6-8 jam



Insulin kerja menengah (Intermediate-acting insulin)   



Humulin N Insulatard Insuman Basal



1,5-4 jam



4-10 jam



8-12 jam



Insulin kerja panjang (Long-acting insulin)   



Insulin Glargine (Lantus) Insulin Detemir (Levemir) Lantus 300



1-3 jam



Hampir tanpa puncak



12-24 jam



Insulin kerja ultra panjang (Ultra long-acting insulin) 



Degludec (Tresiba)   



 



30-60 menit



Hampir tanpa puncak



Sampai 48 jam



Insulin post prandial  Rapid-acting insulin (kerja cepat)  GDS tinggi Insulin basal  Long-acting insulin (kerja panjang)  GDP tinggi Indikasi insulin  HbA1c > 9% dengan dekompensasi metabolik, penurunan BB cepat, hiperglikemia berat dengan ketosis, krisis hiperglikemia, gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal, stress berat, DM gestasional yang tidak terkendali, gangguan fungsi ginjal/hati, kontraindikasi terhadap OHO Efek samping  hipoglikemia dan reaksi alergi terhadap insulin Kebutuhan insulin harian total  0,2 unit / kgBB - Prandial  50% (misalnya BB 50 kg  total 10 unit (50% yaitu 5 unit)  3x pemberian (jam 6 pagi, jam 12 siang, jam 6 sore) - Basal  50% (misalnya BB kg  total 10 unit (50% yaitu 5 unit)  1x pemberian (misalnya jam 10 malam)



IMT TD sistolik TD diastolik GDP GD2PP HbA1c Kadar LDL Kadar HDL Trigliserida



18,5 - < 23 < 140 < 90 80 – 130 < 180 40) dan perempuan (> 50) < 150



Komplikasi



Akut



Hipoglikemia



Kronis



Hiperglikemia



Gula darah 70)  Ketika sudah tercapai  D10% 100 ml tiap jam



1. Cairan  NaCl 0,% 1L/jam 2. Insulin - KAD  0,15 IU bolus, lalu maintenance 0,05 IU/jam - HHS  0,05 IU/jam 3. Hipokalemia (kalium < 3,3 mEq/L)  40 mEq/L (koreksi kalium dulu jika ada sebelum diberikan insulin) 4. Bikarbonat (pada KAD)  100 mmol dalam 400 ml H2O (indikasi pH < 6,9)











Klasifikasi Wagner : - Grade 0  tidak terdapat ulkus - Grade 1  ulkus superficial yang mengenai seluruh lapisan kulit tapi tidak mengenai jaringan dibawahnya - Grade 2  ulkus dalam, penetrasi ke dalam sampai ligamen dan otot, tapi tidak mengenai tulang atau terdapat abses - Grade 3  ulkus dalam dengan selulitis atau abses, sering dengan osteomielitis - Grade 4  gangren yang terlokalisasi pada fore foot - Grade 5  gangren yang mengani seluruh kaki Pemeriksaan fisik - Ankle Brachial Index  Right ABI  tekanan tertinggi pada kaki kanan / tekanan tertinggi pada kedua tangan  Left ABI  tekanan tertinggi pada kaki kiri / tekanan tertinggi pada kedua tangan  Indikasi obstruksi < 0,9 (normal ABI  0,9 – 1,3) - Pulsasi a. dorsalis pedis atau a. tibialis posterior - Sensoris (nyeri, raba, getaran)



’        











Dalrymple sign  tampaknya sklera antara kornea dan palpebra superior pada saat membuka mata Eksoftalmus  penonjolan bola mata Jofroy sign  otot fasial yang tidak bergerak pada saat gerak bola mata ke arah atas Lid lag sign  kelopak mata atas berada di atas iris pada saat gerak bola mata ke arah bawah Moebius sign  gangguan gerak konvergen bola mata Rosenbach sign  tremor palpebra superior saat menutup mata Stellwag sign  melihat tanpa sering berkedip Von Graef sign  ketidakmampuan kelopak mata atas untuk mengikuti gerak bola mata ke arah bawah



Pemeriksaan fisik : - Inspeksi  amati kelenjar tiroid dari depan dan samping, meminta pasien menelan ludah - Palpasi  dari belakang pasien, menilai (lokasi, bentuk, permukaan, ukuran, pembesaran KGB, konsistensi, mobilitas dan nyeri) - Auskultasi  menilai apakah ada bruit (menandakan adanya toksin  Grave) Kelenjar tiroid : - Folikular  T3 dan T4 (pro-metabolisme) - Parafolikular (meningkatkan pelepasan kalsium pada darah)  kalsitonin (merangsang osteoblast  menghambat pelepasan kalsium pada darah)



Meningkat



Benjolan leher



TSH menurun



Hipertiroid primer



TSH meningkat



Hipertiroid sekunder



TSH menurun



Hipotiroid sekunder



TSH meningkat



Hipotiroid primer



T4



Menurun



Ya



Kista duktus tiroglossus



Tidak



Tiroid



Bergerak saat menjulurkan lidah



Tiroid



Bergerak saat menelan



Tidak



Ya



Limfoma (keganasan) atau kista



Uninodular



Nodul



Toxic



Multinodular Difus



Goiter Difus



Non Toxic



Uninodular



Nodul



Multinodular



   



Nodul  keganasan Difus + hipertiroid + eksoftalmus  Graves Difus + hipotiroid + anti-TPO (+)  Hashimoto Eutiroid atau Hipotiroid + daerah gunung + kena masal  goiter endemik



 



Hipertiroid  berkurangnya efek tiroid atau kadar tiroksin di jaringan Hipertiroid primer : - Hashimoto  goiter difus, dominan hipotoroid, antibodi TPO (+), hurtle sign (+) - Silent tiroiditis  goiter tidak nyeri, ada fase hipertiroid singkat, antibodi TPO (+) dan defisiensi iodin - Subakut tiroiditis (de Quervain’s tiroiditis)  goiter nyeri, peningkatan LED dan CRP, defisiensi iodin, adanya post infeksi (giant cell) Hipertiroid sekunder  masalah di hipofisis atau hipotalamus Tanda dan gejala : - Cepat lelah, mudah mengantuk dan lamban - Rambut dan alis rontok - BB naik - Suara serak, lamban bicara dan sesak napas - Obstipasi - Depresi - Oligomenorrhea atau infertilitas Pemeriksaan fisik  kulit kering, pucat, dingin, edema wajah dan ekstremitas, refleks fisiologis menurun, bradikardia Diagnosis  skor Billewicz (hipotiroid jika skor > 25) Dalam mendiagnosis hipotiroid  pertama cek selalu TSH



 



  











 



Hipotiroid dekompensata berat (koma miksedema) - Infeksi (septikemia, pneumonia, ISK dan selulitis) - Stress (penyakit serebrovaskular, infark miokard, gagal jantung) - Trauma akut Terapi hipotiroid : - Levothroxin  dosis 112 mcg/hari atau 1,6 mcg/kgBB (diberikan pada pagi hari saat perut kosong) - Hipotiroid subklinis (mild hypothroidism)  tidak dianjurkan terapi rutin apabila TSH < 10 mU/L - Terapi suportif  hidrokortison - Terapi jika gangguan elektrolit  pembatasan cairan dan pemberian NaCl (jika Na < 120 mEq/L) - Koma miksedema  hormon tiroid, pengobatan umum, ventilator, cegah hipotermia dan atasi hipotensi



Hipertiroid  bertambahnya efek tiroid atau kadar tiroksin di jaringan Tirotoksikosis  manifestasi yang muncul akibat hipertiroid (kelelahan, oftalmopati, dispnea, penurunan libido / oligomenorrhea, insomnia, berkeringat, kehilangan BB, palpitasi, tremor halus)



 



  







Etiologi tersering hipertiroid  Grave’s disease Diagnosis hipertiroid yaitu gejala hipertiroid ditambah : - Antibodi tiroid (+)  TSI/TBII (+), anti TPO (+), dan anti-thyroglobullin (+) - Goiter  difus, tidak nyeri, bruit (+) - Oftalmopati  edema preorbita, retraksi - Myxedema pretibial disertai dermatopati infiltratif Diagnosis  skor Wayne (hipertiroid jika skor > 19) Dalam mendiagnosis hipertiroid  pertama cek selalu TSH dan T4 Pemeriksaan TSH : - TSH normal dengan tiroid < 1 cm  USG guided FNAC - TSH normal dengan tiroid > 1 cm  FNAC - TSH menurun  hot nodule (benign) dan cold nodule (malignant) Terapi hipertiroid : - Propiltiuurasil (PTU) 100-200 mg per 6-8 jam, maintain 50-100 mg, atau Metimazole dosis awal 15 mg/hari  menghambat sintesis hormon tiroid, efek imunosupresif dan menghambat konversi T4 ke T3 - Propanolol  untuk kontrol takikardi, dosis 20-40 mg per 6 jam - Ibu hamil  PTU pada trimester 1, Metimazole pada trimester 2 dan 3







 



Krisis tiroid  penyakit hipertiroid disertai trias : - Demam tinggi (sampai 400C) - Penurunan kesadaran - Kolaps kardiovaskular (dapat menyebabkan atrial fibrilasi) Diagnosis  skor Burch-Wartofsky Tatalaksana : - Terapi suportif - Rehidrasi cairan (NaCl, dextrose 5%) - Antagonis aktivitas hormon tiroid - Blokade produksi hormon tiroid :  PTU 300 mg tiap 4-6 jam oral (kondisi berat diberikan via NGT 600-1000 mg loading dose)  Metimazole 20-30 mg tiap 4 jam oral (kondisi berat diberikan via NGT 60-100 mg) - Blokade ekskresi hormon tiroid  lugol 8 tetes tiap 6 jam - Beta blocker  propranolol 20-40 mg tiap 6 jam



Kolesterol LDL :  < 100 mg/dl  100 – 129 mg/dl  130 – 159 mg/dl  160 – 189 mg/dl  > 190 mg/dl



Optimal Hampir optimal Borderline tinggi Tinggi Sangat tinggi



Kolesterol Total :  < 200 mg/dl  200 – 239 mg/dl  > 240 mg/dl



Optimal Borderline tinggi Tinggi



Kolesterol HDL :  < 40 mg/dl  > 60 mg/dl



Rendah Tinggi



 



 



Faktor risiko  merokok, hipertensi, HDL rendah, LDL tinggi, riwayat PJK dini dari keluarga, umur pria > 45 tahun dan wanita > 55 tahun Jenis risiko : - Rendah  0-1 faktor risiko, dengan risiko PJK dalam 10 tahun terakhir < 10% - Sedang  > 2 faktor risiko, dengan risiko PJK dalam 10 tahun terakhir < 20% - Tinggi  salah satu (riwayat PJK, diabetes, gagal ginjal kronis, stroke, PAD, aneurisma aorta abdominal, penyakit aterosklerosis lainnya) Hiperkolesterolemia  kolesterol LDL dan total tinggi Dislipidemia hiperkolesterolemia + trigliserida tinggi



Jumlah faktor risiko 0-1



LDL > 160 mg/dl



LDL < 160 mg/dl



 



Gaya hidup sehat Periksa ulang setiap 1-2 tahun bila LDL < 130 mg/dl



Cari dan obati penyebab sekunder



LDL > 160 mg/dl



Terapi diet periksa ulang 3 bulan



LDL 160 – 189 mg/dl



  



Teruskan diet dan olahraga Pertimbangkan statin Periksa ulang 3 bulan



LDL > 190 mg/dl



 



Mulai statin Periksa ulang 3 bulan



Sasaran LDL < 160 mg/dl



Jumlah faktor risiko > 2



LDL > 130 mg/dl



LDL < 130 mg/dl



 



Cari dan obati penyebab sekunder



Gaya hidup sehat Periksa ulang setiap 1-2 tahun



LDL > 130 mg/dl



Terapi diet periksa ulang 3 bulan



LDL 130 – 159 mg/dl



  



Teruskan diet dan olahraga Pertimbangkan statin Periksa ulang 3 bulan



LDL > 160 mg/dl



 



Mulai statin Periksa ulang 3 bulan



Sasaran LDL < 130 mg/dl



Risiko tinggi



LDL < 100 mg/dl



 



Gaya hidup sehat Periksa ulang setiap 6-12 tahun



LDL > 100 mg/dl



 



Diet dan olahraga Dipertimbangkan pemberian statin bila LDL > 130 mg/dl



Periksa ulang 3 bulan



LDL > 130 mg/dl



 



Mulai statin Periksa ulang 3 bulan



Sasaran LDL < 100 mg/dl



Riwayat penyakit kardiovaskular dengan :  DM  Merokok  Sindroma metabolik  Sindroma koroner akut



Risiko sangat tinggi Sasaran LDL < 70 mg/dl



1. HMG-CoA reductase inhibitor - Obat  statin - Mekanisme  hambat sintesis kolesterol hepar - Efek samping  miopati/mialgia dan peningkatan SGOT/SGPT - Indikasi  lini pertama (jika kolesterol total dan trigliserida > 200 mg/dl) 2. Fibrat - Obat  gemfibrozil (2x600 mg atau 1x900mg) dan fenofibrat (1x200 mg) - Mekanisme  menurunkan ApoC3 dan menaikkan ApoA1 dan ApoA2, sehingga menurunkan trigliserida dan menaikkan HDL - Efek samping  dispepsia, batu empedu, dan miopati - Kontraindikasi  CKD dan penyakit hepar - Indikasi  jika trigliserida > 500 mg/dl (langsung berikan fibrat) 3. Penghambat absorpsi kolesterol - Obat  ezetimibe - Mekanisme  hambat absorpsi kolesterol dari diet dan empedu - Efek samping  gangguan gastrointestinal 4. Resin - Obat  kolesistramin dan kolestipol - Mekanisme  hambat sirkulasi enterohepatik dan meningkatkan perubahan asam empedu di hati - Efek samping  flushing, hiperglikemia, hiperurisemia, hepatotoksik, konstipasi 5. Asam nikotinat - Obat  niasin - Mekanisme  hambat mobilisasi lemak perifer ke hepar - Efek samping  ruam, dispepsia



Memiliki kemampuan menurunkan kolesterol LDL > 50%  



Atorvastatin 40-80 mg Rosuvastatin 20-40 mg



Memiliki kemampuan menurunkan kolesterol LDL 30 - 50%   



Atorvastatin 10-20 mg Rosuvastatin 5-10 mg Simvastatin 20-40 mg



Memiliki kemampuan menurunkan kolesterol LDL < 30% 



Simvastatin 10 mg



Diagnosis sindroma metabolik  > 3 faktor risiko dibawah ini :



Lingkar perut



> 90 cm



> 80 cm



Trigliserida



> 150 mg/dl



> 150 mg/dl



HDL



< 40 mg/dl



< 50 mg/dl



Tekanan darah



> 130 / > 85 mmHg



> 130 / > 85 mmHg



Gula darah puasa



> 100 mg/dl



> 100 mg/dl







  



















Cushing syndrome  kumpulan manifestasi klinis akibat kelebihan abnormal hormon glukokortikoid yang kronis  bila disebabkan oleh peningkatan ACTH Etiologi  dependen ACTH (cushing disease dan ektopik sindrom ACTH), independen ACTH (adrenokortikal adenoma) Gejala  badan lemah, anoreksia, gangguan memori dan konsentrasi, insomnia, iritabel dan gangguan mood, memar atau kemerahan Tanda : - Obesitas sentral - Hipertensi - Moon face dan buffalo bump - Intoleransi glukosa - Ruam atau hiperpigmentasi - Striae rubra - Kelemahan otot proksimal - Edema tungkai Diagnosis : - Dexamethasone Supression Test (DST)  pemberian kortisol eksogen dengan low dose (overnight 1 mg, 2 hari 2 mg) dan high dose (overnight 8 mg, 2 hari 8 mg) - Tumor pituitary  low dose DST (ACTH meningkat dan kortisol meningkat) dan high dose DST (ACTH menurun dan kortisol menurun) - Tumor adrenal  low dose DST (ACTH menurun dan kortisol meningkat) dan high dose DST (ACTH menurun dan kortisol meningkat) - Tumor ektopik  low dose DST (ACTH meningkat dan kortisol meningkat) dan high dose DST (ACTH meningkat dan kortisol meningkat) Terapi definitif : - Cushing disease  reseksi tumor pituitari transsfenoidal - Adrenal tumor  adrenalectomy Terapi farmakologis  Antisteroid - Ketoconazole 3x200 mg - Mietyapone 4-6x250 mg - Mifepristone 1x300-600 mg Terapi suportif - Antihipertensi - Antidiabetes - Kotrimoksazol  cegah infeksi Pneumocystis carinii



Tanda dan Gejala Cushing Syndrome



Cek level ACTH



Borderline



Rendah



Tes stimulasi CRH



Tinggi



ACTH independen



ACTH Dependen



CAT scan atau MRI abdomen



Sampel sinus petrosal inferior dan MRI otak



Adrenal adenoma / Adrenal cancer



Bilateral adrenal hyperplasia



Tumor pituitari (Cushing disease)



Ectopic ACTH producing tumor



“ALERGI IMUNOLOGI”



1. Hipersensitivitas tipe I - Anaphylaxis  IgE-mediated  tipe cepat - Patogenesis  antigen mengikat IgE yang terikat membran pada sel mast, menghasilkan pelepasan amine, metabolit asam arakidonat, dan molekul vasoaktif lainnya. - Penyakit  atopi, urtikaria, asma, rheumatoid arthritis, konjungtivitis alergi, alergi makanan, anafilaksis 2. Hipersensitivitas tipe 2 - Cytotoxic IgG-mediated - Patogenesis  antibodi IgG atau IgM terikat pada permukaan sel antigen atau komponen matriks ekstraseluler - Penyakit  anemia hemolitik, ITP 3. Hipersensitivitas tipe 3 - Immune-complex mediated - Patogenesis  pengendapan kompleks antigen-antibodi yang terbentuk dalam substansi padat seperti sel atau jaringan - Penyakit  ENL, glomerulonefritis, arthus reaction, rheumatoid disease, SLE 4. Hipersensitivitas tipe 4 - Delayed type  cell-mediated  tipe lambat - Patogenesis  aktivitas perusakan jaringan oleh sel limfosit T dan makrofag - Penyakit  SJS/TEN, fixed drug eruption, dermatitis kontak, eritroderma, psoriasis, pemfigus vulgaris, reaksi tuberkulin, reaksi 1 yang kronis



“RHEUMATOLOGI”



 



 



Osteoarthritis  penyakit sendi yang ditandai dengan degenerasi tulang rawan, hipertrofi tepi tulang dan perubahan membran sinovial Tanda dan gejala : - Nyeri memberat saat aktivitas, membaik saat istirahat - Biasanya mengenai pada lumbosakral, hip joint dan knee joint - Lebih diperberat pada orang obesitas  sulit berjalan - Kaku di pagi hari < 30 menit - Terdapat deformitas berupa genu varus (kaki seperti huruf O) - Sendi bengkak asimetris - Nyeri weight bearing joint - Nodus Bouchard (pada proximal interphalangeal  PIP) dan nodus Herberden (pada distal interphalangeal  DIP) Patognomonik X-ray OA  osteofit, kista tulang, sklerosis subkondral, dan penyempitan celah sendi Klasifikasi Kellgren-Lawrence : - Grade 1  penyempitan celah sendi - Grade 2  grade 1 + osteofit - Grade 3  grade 2 + sklerosis - Grade 4  grade 3 + deformitas kontur tulang



Tatalaksana :  Analgesik  paracetamol (lini pertama), NSAID (tidak ada gastritis / ulkus peptikum)  Selektif COX-2 inhibitor  (partial  meloxicam atau piroxicam) dan (total  celecoxib)  ada gastritis / ulkus peptikum  DMOADS  glukosamin, kondroitin sulfat, asam hialuronat, vitamin C, injeksi steroid intraartikular  grade 1 dan 2  Operatif  TKR atau THR  grade 3 dan 4  Perlindungan sendi  penurunan BB, olahraga (seperti berenang, sepeda statis, senam OA), fisioterapis dan penguatan otot quadriceps



 







Gout arthritis (pirai)  radang sendi karena deposisi kristal monosodium urat Tanda klinis : - Kondisi hiperurisemia (laki-laki > 7,0 mg/dl) dan (perempuan > 6,0 mg/dl) - Tanda-tanda inflamasi - Lokasi tersering  MTP 1 (Metatarsophalangeal 1), bisa juga pada siku, lutut, dorsum pedis, dekat Achilles, tulang rawan telinga - Gejala memberat biasanya pada malam hari atau lingkungan dingin - Bisa menyebabkan demam, menggigil dan nyeri badan - X-ray  erosion with overhanging edges dan rat-bite erosion Fase gout : - Akut  bentuk podagra  nyeri, merah dan bengkak  terapinya Kolkisin atau NSAID - Interkritikal  gejala gout menurun - Kronis  bentuk tophus  sudah tidak ada tanda inflamasi, tetapi ada nodul  terapinya Allopurinol



Sendi-sendi kecil Nyeri sekali



Sendi-sendi yang lebih besar Nyeri moderate



Sendi inflamasi Hiperurisemia



Sendi bengkak Kondrokalsinosis



Kristal asam urat (berbentuk jarum)



Kristal kalsium pirofosfat (berbentuk rhomboid)



Birefringent test negatif kuat (biru)



Birefringent test positif lemah (merah)



Gout



Pseudogout



1. Akut  Kolkisin - Dosis awal 1 mg PO dilanjut 0,5-0,6 mg per 2 jam sampai nyeri dan inflamasinya hilang (max 6-8 mg) - Mekanisme kerja  menghambat fagositosis, pergerakan neutrofil, kemotaksis dan menghambat prostaglandin - Kontraindikasi  gangguan ginjal  NSAIDS - Full dose 2-5 hari, setelah serangan terkontrol turun dalam 2 minggu (natrium diklofenak 2x50 mg atau asam mefenamat 2x500 mg) 2. Kronis (2-4 minggu post serangan akut)  Xanthine Oxidase Inhibitor (Allopurinol) - Dosis awal 100 mg/hari - Bila perlu  naik bertahap (max 800 mg/hari) - Target terapi  kadar asam urat < 6 mg/dl  Urikosurik (Probenesid) - Dosis 0,5 gr/hari - Kontraindikasi  gangguan ginjal - Target terapi  < 6 mg/dl 3. Modifikasi gaya hidup hindari makanan tinggi purin (bayam, jeroan, otakotak, emping), buah nangka, seafood, minuman manis pengawet



 











Rheumatoid arthritis  penyakit radang sendi kronik akibat proses autoimun pada HLA B27 Patofisiologi  proliferasi makrofag dan fibroblas membran sinovial, infiltrasi leukosit intraartikular, pembentukan pannus yang merusak kartilago dan osteum sehingga kartilago menghilang, dan terdapat erosi juksaartikular Tanda dan gejala : - Sinovitis - Erosi tulang - Pannus (jaringan ikat pada celah sendi) - Degradasi kartilago - Swan neck deformity  hiperekstensi PIP dan fleksi DIP - Boutonniere deformity  fleksi PIP dan hiperekstensi DIP - Deviasi ulnar pada sendi metacarpophalangeal (MCP) - Hallux valgus  MTP 1 terdesak ke arah medial dan ibu jari kaki terdesak ke arah lateral - Rheumatoid factor (+) dan anti-CCP (ACPA) (+) - Nyeri sendi simetris - Membaik dengan aktivitas - Kaku di pagi hari > 30 menit Terapi : - DMARDs (Disease-Modifying Antirheumatic Drug)  drug of choice  Methrotrexate 7,5 – 25 mg/minggu + suplemen asam folat  Sulfasalazine 2-3 gr/hari  Leflunomide 1x20 mg  Klorokuin 250 mg - NSAID  mengontrol nyeri  Diklofenak 50-100 mg 2x/hari  Meloksikam 7,5-15 mg/hari  Celecoxib 200-400 mg/hari - Kortikosteroid  mengontrol inflamasi  Prednisone 10-15 mg/hari



 











Osteoporosis  penyakit tulang sistemik akibat gangguan mikroarsitektur tulang Tipe osteoporosis : - Primer  penurunan estrogen, penurunan fungsi paratiroid, tingkat keropos tulang cepat (tipe 1  post menopause dan tipe 2  berhubungan dengan usia) - Sekunder  penuaan dan penurunan kalsium, peningkatan fungsi paratiroid, tingkat keropos lambat (tipe 3  konsumsi steroid, osteodistrofi renal, hiperparatiroid Tanda dan gejala : - Fraktur patologis  fraktur colles, collum femoris, wedge - Penurunan tinggi badan - Peningkatan kifosis torakal - Riwayat penggunaan obat-obatan  kortikosteroid, siklosporin - Dowager’s Hump  kifosis dorsal (Bone mineral density  menurun) Pemeriksaan Penunjang : - Biokimiawi tulang  alkali fosfatase isoenzim tulang dan osteocalcin  pembentukan tulang (diukur dalam serum) - Biokimiawi tulang  deoxypyridinoline dan pyridinoline cross-links  reabsorpsi tulang (diukur dalam urine) - Densitometri tulang  teknik DXA (dual X-ray absorptiometry) diukur pada vertebra lumbal 1-4, panggul dan lengan bawah (radius 1/3 distal) Nilai T-score :  > -1  normal  -1 sampai -2,5  osteopenia  < -2,5  osteoporosis  < -2,5 + fraktur patologis  osteoporosis berat Nilai Z-score :  > -2  within expected range for age  < -2  low BMD (bone mineral density) for chronological age







Tatalaksana : - Non farmakologis  Aktivitas fisik teratur  berjalan 30-60 menit/hari, bersepeda atau berenang  Intake kalsium  1000-1500 mg/hari - Farmakologis  Bifosfonat 1. Alendronate 5 mg/hari 2. Risendronate 5 mg/hari 3. Ibandronate 150 mg/bulan (oral) atau 3 mg/3 bulan (IV)  SERMS (Selective Estrogen Receptor Modulators) 1. Raloxifene 60 mg/hari 2. Tamoxifene (sesuai kondisi)  Terapi lainnya 1. Kalsitonin 2. Kalsitriol 3. Hormon paratiroid 4. Strontium ranelat 5. Denosumab



“HEMATOLOGI”



Thalassemia Normal Sideroblastik Mikrositik Hipokromik



Besi serum Defisiensi besi Menurun



ANEMIA



Penyakit kronik



Normositik Normokromik



Anemia hemolitik Retikulosit



Meningkat Perdarahan akut



Anemia aplastik



Defisiensi folat Makrositik



Normal / Menurun Leukemia



Defisiensi B12



  



MCV < 80 fl MHC < 27 pg MCHC < 32%



PP  apusan darah tepi, ferritin, kadar zat besi serum, TIBC, saturasi transferrin, elektroforesis Hb



  



MCV 80-100 fl MHC 27-32 pg MCHC 32-35%



PP  leukosit, trombosit, apusan darah tepi, retikulosit



  



MCV > 100 fl MHC > 32 pg MCHC 32-35%



PP  apusan darah tepi, kadar vitamin B12, kadar asam metilmalonik (MMA)























Gejala : - Lemah, lelah, letih, lesu dan lunglai - Sakit kepala - Light-headedness (penglihatan berkunang-kunang) - Kesemutan - Rambut rontok - Restless leg Tanda : - Konjungtiva anemis - Glossitis (lidah warna merah permukaan licin) - Stomatitis (sariawan) - Angular cheilitis (radang pada ujung sudut bibir) - Koilonikia / spoon nail (kuku cekung) - Disfagia - Pica (makanan yang tidak lazim, seperti tanah) - Atrofi papil Pemeriksaan penunjang : - Besi serum  menurun - TIBC  meningkat - Feritin serum  menurun - Saturasi transferin  menurun (< 15%) - Morfologi  mikrositik hipokromik - Apusan darah tepi  anisositosis, poikilositosis, sel pensil Patofisiologi : - Proses absorpsi besi  diserap di duodenum dalam bentuk ferro (Fe2+) - Pengaruh antasida terhadap suplemen besi  absorpsi Fe berkurang Tatalaksana : - Sulfas ferosus  sediaan 325 mg, kandungan besi elemental 65 mg - Fero fumarat  sediaan 325 mg, kandungan besi elemental 107 mg - Fero glukonat  sediaan 325 mg, kandungan besi elemental 39 mg - Kandungan Fe elemental terbanyak  Fero fumarat > sulfas ferosus > fero glukonat - Dosis  3-6 mg besi elemental/kgBB/hari - Target Hb  meningkat 1 gr/dl dalam 2-3 minggu - Terapi besi oral tetap dilanjutkan hingga usia 3-4 bulan























Anemia megaloblastik : - Defisiensi vitamin B12 (cyanocobalamin) - Defisiensi vitamin B9 (asam folat) Etiologi : - B12  kurang pasokan vitamin B12, akloridia (atrofi mukosa gaster), defisiensi faktor intrinsik (anemia pernisiosa, gastrektomi), celiac disease (penyakit autoimun akibat konsumsi gluten), pankreatitis kronis, vegetarian - B9  kekurangan asupan asam folat, alkoholisme, reseksi usus dan jejunum, pada wanita hamil Tanda khas : - Defisiensi B12  absorpsi di ileum dan ada gangguan neurologis - Defisiensi B9  absopris di duodenum/jejunum dan tidak ada gangguan neurologis Pemeriksaan penunjang : - Morfologi  makrositik - Schilling test  mengukur kadar vitamin B12 - Pemeriksaan kadar asam folat - Apusan darah tepi  hipersegmentasi neutrofil Tatalaksana : - Defisiensi B12  Vitamin B12 1 mg/hari (IM atau SC), selama 1 minggu  Dilanjutkan dengan 1 mg/minggu selama 4 minggu, lalu 1 mg/bulan  Sediaan oral kurang efektif apabila ada gangguan absorpsi vitamin B12 di gastrointestinal - Defisiensi B9  Asam folat 1-5 mg/hari selama 1-4 bulan  Dosis 1 mg/hari biasanya cukup efektif



















Anemia hemolitik : - Intravaskular  Mikroangiopati  Inkompabilitas ABO  Paroksismal cold hemoglobinuria  Infeksi  Gigitan ular - Ekstravaskular  Hemoglobinopati (anemia bulan sabit atau thalassemia)  defek intrakorpuskular  Defek membran (sferositosis herediter  bentuk eritrosit oval besar gendut serta tidak ada central pallor atau defisiensi G6PD  hilangnya radikal bebas pada eritrosit)  defek intrakorpuskular  Defek ekstrakorpuskular (autoimun, akibat obat-obatan, penyakit hepar, toksin) Tanda khas : - Anemia - Ikterus - Hepatosplenomegali Pemeriksaan penunjang : - Retikulosit  meningkat - Eritrosit  peningkatan eritrosit berinti - Morfologi  normositik normokromik - Bilirubin total  meningkat (dominasi bilirubin indirek) - Coomb test (+) - Defisiensi G6PD  Heinz bodies dan bite cell Tatalaksana  pemberian kortikosteroid











 



 



Anemia aplastik  anemia yang disertai pansitopenia pada darah tepi karena kelainan primer pada sumsum tulang dalam bentuk aplasia atau hipoplasia tanpa adanya infiltrasi, supresi atau pendesakan sumsum tulang Etiologi : - Primer  kongenital (Fanconi  tanda anemia aplastik + gangguan tumbuh kembang) - Sekunder  radiasi, bahan kimia dan obat-obatan Patofisiologi  gangguan induk hemopoeitik, gangguan lingkungan mikro sumsum tulang dan proses imunologis Tanda khas : - Anemia - Leukopenia - Trombositopenia - Tidak ada organomegali - Hasil sumsum tulang  hiposelular dan berlemak Gejala anemia aplastik hampir sama dengan mielodisplasia sindrom, bedanya mielodisplasia sindrom adanya organomegali Pemeriksaan penunjang : - Retikulosit  menurun - Eritrosit  penurunan eritrosit berinti - Leukosit  menurun dengan relatif limfositosis (tidak dijumpai sel muda dalam darah tepi) - Trombosit  menurun - Besi serum  normal atau meningkat - TIBC  normal - HbF  meningkat - Morfologi  normositik normokromik



  



  



Anemia sideroblastik  anemia yang timbul karena berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoiesis karena gangguan mitokondria Patofisiologi  terganggunya inkorporasi besi ke dalam heme  akumulasi heme di mitokondria  degenerasi Fe Pemeriksaan penunjang : - Morfologi  mikrositik hipokromik - Besi serum  normal atau meningkat - Feritin  meningkat - TIBC  normal - Saturasi transferin  menurun atau normal (50-100%) - Apusan darah tepi  besi berbentuk cincin (ring sideroblastik), Pappenheimer bodies



Anemia kronis  anemia yang disebabkan oleh penyakit-penyakit kronis (kanker, infeksi kronis, autoimun, dan lain-lain) Gambaran klinis  mirip dengan anemia defisiensi besi Pemeriksaan penunjang : - Morfologi  mikrositik hipokromik - Besi serum  menurun - Feritin  normal atau meningkat - TIBC  menurun - Saturasi transferin  menurun (10-20%) - Sideroblas  tidak ada atau menurun



MCV dan MCH menurun



Besi serum



Besi serum meningkat



Besi sumsum tulang meningkat



Anemia Sideroblastik 



 











Besi serum normal/menurun



Besi serum menurun



Besi serum



Besi serum



Pemeriksaan HbF/HbA2



Kadar feritin



Thalassemia



Feritin menurun



Feritin normal atau menurun



Defisiensi Besi



Penyakit kronik



Membedakan thalassemia dan anemia defisiensi besi  Mentzer Index - Skor < 13  Thalassemia - Skor < 13  anemia defisiensi besi Thalassemia  diturunkan secara autosomal resesif, merupakan defek sintesis rantai globin Fenotip : - Mayor  transfusion dependent - Intermedia  gejala klinis ringan - Minor  asimptomatik Genotip : - Alfa thalassemia  kromosom 16  HbH dan Hb Bart - Beta thalassemia  kromosom 11  HbF dan HbA2 Tanda khas : - Riwayat keluarga (+) - Tanda-tanda anemia hemolitik - Deformitas tulang - Apusan darah tepi  sel target, teardrop cell, howell jolly bodies, basophillic stippling dan anisositosis - Morfologi  mikrositik hipokromik



Hb Bart disease Thalassemia alfa



HbH disease Alfa minor



Beta mayor Thalassemia beta Beta minor







Defek 4 rantai beta  hidrops fetalis atau IUFD Hb dengan 4 rantai beta  anemia hemolitik kronis, mikrositosis, splenomegali Asimptomatik, anemia ringan, target cell (+) Simptomatik, anemia berat, transfusi seumur hidup, hepatosplenomegali, facies cooley (wajah mongoloid, mulut roden) Anisositosis, poikilositosis, target cell (+), basophillic stippling (+) Asimptomatik Anemia ringan, mikrositik, target cell (+), tear drop cell (+)



Hb elektroforesis  pengukuran densitometri - Thalasemia alfa  terdapat HbH atau Hb Barts - Thalasemia beta  peningkatan HbA2, penurunan HbA dan peningkatan HbF







Tatalaksana - Transfusi PRC  Indikasi  Hb < 8  Indikasi  Hb > 8 (bila keadaan umum kurang baik, anoreksia, gangguan aktivitas, gangguan pertumbuhan, splenomegali, perubahan pada tulang  Diberikan sampai target Hb 12  Bila Hb > 5  dosis PRC diberikan 10-15 ml/kgBB/kali dalam 2 jam atau 20 ml/kgBB/kali dalam 3-4 jam - Iron chelating agent  Biar pemberian besi tidak berlebihan  Deferiprox  75 mg/kg/hari dibagi 3 dosis PO  Diberikan bersamaan dengan transfusi PRC







Catatan transfusi darah : - Whole blood  Isi  eritrosit, trombosit dan plasma serta antikoagulan CPDA  Transfusi sebaiknya dilakukan dalam 30 menit setelah darah dikeluarkan dari pendingin  Pemberian 1 unit (500 ml)  naikkan Hb 1 gr% atau hematokrit 3-4%  Indikasi  syok hipovolemik (perdarahan >30%) dan bedah mayor dengan perdarahan > 1500 ml - Packed Red Cell (PRC)  1 unit biasanya 300 ml  2/3 nya atau 200 ml  eritrosit  PRC 10 ml/kgBB  Hb naik 3 gr/dl dan hematokrit naik 10% (Hb 1 gr/dl  perlu PRC 4 ml/kgBB)  Indikasi  anemia tanpa penurunan volume - Fresh Frozen Plasma (FFP)  Volume 200 ml  Isi  semua faktor koagulasi  Manfaat  gangguan faktor koagulasi - Kriopresipitat  Dibuat dari pemisahan FFP yang dicairkan pada suhu 4 0C dengan metode pemutaran dengan waktu dan kecepatan tertentu  Volume 200 cc  Isi  250 mg fibrinogen dan 80-100 unit faktor VIII dan vWF  Indikasi  hemofilia A, vWD, defisiensi faktor VIII yang didapat  1 unit kriopresipitat  menaikkan fibrinogen 8 mg/dl



Gangguan Koagulasi :  Trombosit  bleeding time (normal < 10 menit)  Vaskuler  bleeding time (normal < 10 menit)  Faktor koagulasi  clotting time (normal 4-10 menit)  APTT dan PT



Jumlah Trombosit Menurun



Normal



Faktor koagulasi menurun



Faktor koagulasi normal



DIC



ITP



Memanjang



Normal



Von Willebrand Disease



Gangguan vaskular & platelet



Memanjang



Gangguan semua faktor koagulasi



Bleeding Time



Memanjang



Normal



APTT



APTT



Memanjang



Normal



PT



PT



Memanjang



Normal



Normal



Gangguan faktor intrinsik (hemofilia)



Gangguan faktor ekstrinsik



Gangguan faktor XII



    



Faktor koagulasi terganggu  APTT dan PT memanjang Faktor intrinsik  APTT  VIII, IX, XI, XII  hemofilia A, B, C (normal 25-35 detik) Faktor ekstrinsik  PT  III, VII (normal 11-13 detik) Common pathway  PT  I, II, IV, V, VI, X, XIII Nama lain faktor-faktor koagulasi : - I = fibrinogen - II = protrombin - III = tissue factor - IV = calcium - V = proaccelerin - VI = accelerin - VII = proconvertin - VIII = antihemophilic factor A - IX = christmas factor - X = stuart-prower factor - XI = plasma thromboplastin antecedent (PTA) - XII = hageman factor - XIII = protransglutaminase



  







ITP  penyakit yang menyebabkan tubuh mudah memar atau berdarah, karena rendahnya jumlah trombosit Etiologi  autoimun Tanda khas : - Riwayat infeksi yang sudah sembuh - Ruam merah atau memar di tubuh - Perdarahan yang sulit dihentikan ketika luka - Bercak darah pada urine dan feses - Trombositopenia saja Tatalaksana awal : - Prednisone 1 mg/kgBB/hari oral (7-10 hari) - Dexametasone 40 mg/hari oral (4 hari setiap 2 minggu untuk 4 siklus) - IVIG 1 gr/kgBB/hari IV (2 hari) - Platelet  jika sedang perdarahan



 











Hemofilia  kelainan pembuluh darah tersering yang diturunkan dengan pola X-linked resesif baik A dan B Jenis hemofilia (defisiensi faktor intinsik) : - Hemofilia A  defisiensi faktor VIII - Hemofilia B  defisiensi faktor IX - Hemofilia C  defisiensi faktor XI (jarang) Diagnosis : - Riwayat perdarahan pada pria - Hemarthrosis spontan (perdarahan spontan pada sendi) - Trombosit  normal - Bleeding time  normal - Clotting time  memanjang - PT  normal - APTT  memanjang Tatalaksana : - Cegah terjadinya perdarahan - Pemberian suntikan dihindari - Hemofilia A  konsentrat faktor VIII + kriopresipitat - Hemofilia B  konsentrat faktor IX + FFP (fresh frozen plasma)







 











vWD  penyakit yang disebabkan defek pada faktor VIII dalam plasma disertai gangguan agregasi trombosit pada subendotel dinding pembuluh darah vWD  kelainan ini diturunkan secara autosomal dominan, autosomal resesif, dan X-linked resesif Tanda khas : - Mudah memar - Perdarahan kulit - Perdarahan berkepanjangan dari permukaan mukosa Pemeriksaan penunjang : - Tes vWF antigen (+) - Tes ritocetin (+)  waktu aglutinasi meningkat ketika menggunakan antibiotik - Trombosit  normal - PT  normal - INR  normal (bentuk standar internasional dari rasio PT)  monitor terapi warfarin - Bleeding time  memanjang - APTT  memanjang Tatalaksana  Desmopressin (DDAVP), dosis diberikan sesuai berat ringannya gejala atau tindakan invasif yang akan dilakukan



 











Polisitemia vera  kelainan mieloproliferatif dengan ciri proliferasi sel prekursor eritroid yang tidak terkendali (masalah bone marrow) Jenis polisitemia : - Primer (Vera)  peningkatan RBC karena keganasan RBC - Sekunder  stimulasi eritropoietin berlebihan dari respon tubuh terhadap oksigenasi jaringan yang berkurang (akibat penyakit) - Relatif  peningkatan bukan karena RBC (dehidrasi atau luka bakar) Gejala dan tanda : - Gangguan oksigenasi ringan  nyeri kepala, vertigo, tinnitus, gangguan penglihatan dan angina - Trombosis vena atau arteritromboemboli - Tanda perdarahan  petekie hingga perdarahan saluran cerna - Gatal  lepasnya granulosit histamin - Neuropati perifer  degenerasi akson saraf - Hepatosplenomegali - Hipertensi - Facial plethora Kriteria diagnosis (WHO 2016)  3 mayor atau 2 mayor + 1 minor 1. Hemoglobin > 16,5 gr/dl (pria), > 16,0 gr/dl (wanita), atau Hematokrit > 49% (pria), > 48% (wanita), atau Peningkatan massa eritrosit (>25%) 2. Biopsi sumsum tulang menunjukkan hiperselularitas dengan adanya eritroid yang menonjol, granulositik, dan proliferasi megakariositik dengan pleomorfik 3. Adanya mutasi dari JAK2V617F atau JAK2 ekson 12 Level eritropoietin serum dibawah normal











Pemeriksaan penunjang : - Hb  meningkat - Leukosit  meningkat - Trombosit  meningkat Tatalaksana : - Flebotomi  mempertahankan hematokrit (< 0,45 + dosis rendah ASA / aspirin 81-100 mg/hari) - Jika risiko tinggi dari trombosis (kepatuhan yang buruk terhadap flebotomi, mieloproliferasi yang progresif, splenomegali, leukositosis dan trombositosis  terapi sitoreduktif - Terapi sitoreduktif :  Hydroxyurea  lini pertama  Interferon  umur < 40 tahun dan hamil



  















Leukemia  keganasan darah akibat tubuh terlalu banyak memproduksi sel darah normal Faktor risiko  paparan benzena Gejala dan tanda : - Organomegali  hepatosplenomegali - Perdarahan spontan  petekie - Demam - Nyeri tulang Klasifikasi : - Akut  sel blast banyak (limfoblast atau mieloblast), perdarahan spontan dan gejala berat muncul - Kronik  sel matur banyak dan gejala asimptomatis  tidak ada perdarahan spontan Jenis leukemia : - AML (acute myeloblast leukemia)  Auer rod (+), perdarahan spontan, sel blast banyak - ALL (acute lymphoblast leukemia )  biasanya pada anak-anak, sel blast banyak - CML (chronic myeloblast leukemia)  semua fase pembelahan sel darah putih ada (fenomena pasar mala), philadelphia kromosom, sel matur banyak - CLL (chronic lymphoblast leukemia)  smudge cell, sel matur banyak Pemeriksaan penunjang : - Leukosit  meningkat - Bisitopenia  anemia dan trombositopenia - Apusan darah tepi  Limfoblast  akan menjadi limfosit  tidak ada granul  Mieloblast  akan menjadi semua (selain limfosit)  ada granul - Hitung jenis leukosit  Urutannya  eosinofil / basofil / neutrofil batang / neutrofil segmen / limfosit / monosit  Shift to the left  peningkatan PMN  mieloblast  Shift to the right  peningkatan MN  limfoblast  Normal neutrofil segmen dan limfosit  2 digit, yang lainnya normal (eosinofil, basofil, neutrofil batang dan monosit)  1 digit