CBR Pengantar Ilmu Bahasa  [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PENGANTAR ILMU BAHASA Critical Book Review (CBR) Dosen Pengampu : M.Surip, S.Pd., M.Si



Disusun Oleh : Kristin Monika Sirait – 2203210024 Sastra Indonesia B-2020



PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS NEGERI MEDAN MEDAN 2020



KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan kasih karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas Critical Book Review dalam mata kuliah Pengantar Ilmu Bahasa. Penulis sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai sastra khususnya dalam bidang linguistik (ilmu bahasa) di dunia sastra. Mengingat berbagai kendala dan kesulitan penulis saat menyelesaikan makalah ini, penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun dari pembaca sangat dibutuhkan untuk penyempurnaan makalah ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.



Medan, 30 Oktober 2020



Kristin Monika Sirait – 2203210024



DAFTAR PUSTAK



i



KATA PENGANTAR......................................................................................................................i DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................................ii BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................1 A.



LATAR BELAKANG.............................................................................................1



B.



TUJUAN..................................................................................................................1



C.



MANFAAT..............................................................................................................1



BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................................2 A. B.



IDENTITAS BUKU................................................................................................2 RINGKASAN BUKU.............................................................................................3 1. Ringkasan Buku Utama....................................................................................3 2. Ringkasan Buku Pembanding.........................................................................25



BAB III PENILAIAN BUKU.......................................................................................................37 A.



B.



BUKU UTAMA....................................................................................................37 1. Kelebihan Buku...............................................................................................37 2. Kekurangan Buku...........................................................................................37 BUKU PEMBANDING........................................................................................37 1. Kelebihan........................................................................................................37 2. Kekurangan.....................................................................................................37



BAB IV PENUTUP.......................................................................................................................38 A. B.



KESIMPULAN......................................................................................................38 SARAN..................................................................................................................38



DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................39



ii



1



BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Orang pada umumnya tidak merasakan bahwa menggunakan bahasa merupakan suatu keterampilan yang luar biasa rumitnya. Pemakaian bahasa terasa lumrah karena memang tanpa diajari oleh siapa pun, bahkan bayi akan tumbuh bersamaan dengan pertumbuhan bahasanya. Dari umur satu sampai dengan satu setengah tahun seorang bayi mulai mengeluarkan bentuk-bentuk bahasa yang telah kita identifikasikan sebagai kata. Ujaran satu kata ini tumbuh menjadi ujaran dua kata dan akhirnya menjadi kalimat yang komplek. Setelah kita dewasa, kita memakai bahasa seolah-olah tanpa berpikir. Begitu pula jika kita ingin mengungkapkan sesuatu pada saat itu pulalah kita mengeluarkan bunyi-bunyi yang disebut bahasa. Akan tetapi jika kita renungkan secara mendalam akan kita rasakan bahwa pemakaian bahasa merupakan cerminan dari kemampuan yang hanya manusialah yang dapat melakukannya.



B. TUJUAN 1. Untuk memenuhi tugas Critical Book Riview mata kuliah Pengantar Ilmu Bahasa. 2. Untuk menambah kemampuan dalam menganalisa buku. 3. Untuk menambah pemahaman dalam mengkritisi buku.



C. MANFAAT 1. Menambah wawasan mengenai seluk beluk bahasa. 2. Mengetahui kelebihan dan kekurangan buku. 3. Sebagai bahan pertimbangan pembaca dalam memilih buku.



2



BAB II PEMBAHASAN A. IDENTITAS BUKU Buku Pertama (Buku Utama) 1. Judul buku



: Linguistik Umum



2. Penulis



: Abdul Chaer



3. Penerbit



: PT Rineka Cipta



4. Tahun terbit



: 2012



5. Kota terbit



: Jakarta



6. Tebal buku



: 386 halaman



7. ISBN



: 978-979-518-587-1



Buku Kedua (Buku Pembanding) 1. Judul buku



: Linguistik Umum



2. Penulis



: Prof. Dr. Achmad HP & Dr. Alek Abdullah



3. Penerbit



: Erlangga



4. Tahun terbit



: 2013



5. Kota terbit



: Jakarta



6. Tebal buku



: 216 halaman



7. ISBN



: 978-602-241-357-8



B. RINGKASAN BUKU



1. Ringkasan Buku Utama BAB I PENDAHULUAN Linguistik adalah ilmu tentang bahasa atau ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya. Kata linguistik (berpadanan dengan linguistics dalam bahasa Inggris, linguistique dalam bahasa Prancis, dan linguistiek dalam bahasa Belanda) diturunkan dalam bahasa latin lingua yang berarti ‘bahasa’. Bahasa Prancis mempunyai dua istilah, yaitu langue yang berarti suatu bahasa tertentu, seperti bahasa Inggris, bahasa Jawa, dan bahasa Prancis. Sedangkan langage berarti bahasa secara umum, seperti tampak dalam ungkapan ‘manusia punya bahasa sedangkan binatang tidak’. Orang yang ahli dalam ilmu linguistik disebut linguis. BAB II LINGUISTIK SEBAGAI ILMU 1) Keilmiahan Linguistik Tiga tahap perkembangan: a. Tahap spekulasi, dalam tahap ini dibicarakan mengenai sesuatu dan cara mengambil kesimpulan dilakukan dengan sikap spekulatif atau dibuat tanpa didukung oleh bukti-bukti empiris. b. Tahap observasi dan klasifikasi, pada tahap ini para ahli di bidang bahasa baru mengumpulkan dan menggolong-golongkan segala fakta bahasa dengan teliti tanpa memberi teori atau kesimpulan apa pun. c. Tahap perumusan teori, pada tahap ini setiap disiplin ilmuberusaha memahami masalah-masalah dasar dan mengajukan pertanyaan mengenai masalah itu berdasarkan data empiris yang dikumpulkan.



3



2) Subdisiplin Linguistik Setiap disiplin ilmu biasanya dibagi atas bidang-bidang bawahan (subdisiplin) atau cabang-cabang berkenaan dengan adanya hubungan disiplin itu dengan masalah-masalah lain. Demikian pula dengan linguistik, dalam berbagai buku teks linguistik mungkin akan kita dapati nama-nama subdisiplin linguistik seperti linguistik umum, linguistik deskriptif, linguistik komparatif, linguistik struktural, dan sebagainya. 3) Analisis Linguistik Analisis linguistik dilakukan terhadap bahasa, atau lebih tepat terhadap semua tataran tingkat bahasa, yaitu fonetik, fonemik, morfologi, sintaksis, dan semantik. a. Struktur, sistem, dan distribusi. Bisa dikatakan struktur adalah susunan bagian-bagian kalimat atau konstituen kalimat secara linier. Sistem pada dasarnya menyangkut masalah distribusi. Distribusi yang merupakan istilah utama dalam analisis bahasa menurut model strukturalisme Leonard Bloomfield (tokoh linguis Amerika), adalah menyangkut masalah dapat tidaknya penggantian suatu konstituen tertantu dalam kalimat tertentu dengan konstituen lainnya. b. Analisis bawahan langsung, sering disebut juga analisis unsur langsung atau analisis bawahan terdekat (Immediate Constituent analysis) adalah suatu teknik dalam menganilisis unsur-unsur atau konstituen-konstituen yang membangun suatu satuan bahasa, entah satuan kata, satuan frase, satuan klausa, maupun satuan kalimat. c. Analisis rangkaian unsur dan analisis proses unsur, yaitu rangkaian unsur yang mengajarkan bahwa setiap satuan bahasa dibentuk atau ditata dari unsur lain. Misal, satuan ‘tertimbun’ terdiri dari ter- + timbun. Sedangkan analisis proses unsur menganggap setiap satuan bahasa adalah merupakan hasil dari suatu proses pembentukan. Jadi, bentuk ‘tertimbun’ adalah hasil dari proses prefiksasi ter- dengan dasar timbun.



4



4) Manfaat Linguistik Bagi linguis, akan membatunya dalam memahami karya-karya sastra dengan lebih baik, sebab bahasa yang menjadi objek penelitian linguistik itu merupakan wadah pelahiran karya sastra. Bagi guru, dapat melatih keterampilan berbahasa dan dapat menerangkan kaidah-kaidah bahasa dengan benar. Bagi penerjemah, pengetahuan linguistik mutlak diperlukan bukan hanya berkenaan dengan morfologi, sintaksis, dan semantik saja, tetapi juga yang berkenaan dengan sosiolinguistik dan kontrasif linguistik. Sedangkan bagi penyusun kamus atau leksikografer menguasai semua aspek linguistik mutlak diperlukan, sebab semua pengetahuan linguistik akan memberi manfaat dalam menyelesaikan tuganya.



BAB III OBJEK LINGUISTIK: BAHASA 1) Pengertian Bahasa “Apakah bahasa itu?” Seperti yang dikemukakan Kridalaksana (1983) dan juga Djoko Kentjono (1982) “Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerjasama, berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri”. Definisi ini sejalan dengan definisi dari Barber (1964: 21), Wardhaugh (1977: 3), Trager (1949: 18), de Saussure (1966: 16) dan Bolinger (1975: 15). Dalam pendidikan formal di sekolah menengah bahwa” bahasa adalah alat komunikasi”. Jawaban ini tidak salah tetapi juga tidak benar sebab hanya mengatakan” bahasa adalah alat”.



2) Hakikat Bahasa a. Bahasa sebagai sistem, bahasa terdiri dari unsur-unsur atau komponenkomponen yang secara teratur tersusun menurut pola tertentu, dan membentuk suatu kesatuan. b. Bahasa sebagai lambang, umpamanya dalam membicarakan bendera Sang Merah Putih sering dikatakan warna merah adalah lambang keberanian dan warna putih adalah lambang kesucian. 5



c. Bahasa adalah bunyi, bahwa bahasa adalah sistem lambang bunyi. Jadi, sistem bahasa itu berupa lambang yang wujudnya berupa bunyi. d. Bahasa itu bermakna, bahasa itu adalah sistem lambang yang berwujd bunyi. Yang dilambangkan itu adalah suatu pengertian, suatu konsep, suatu ide, atau suatu pikiran yang ingin disampaikan dalam wujud bunyi itu. Oleh karena lambang-lambang itu mengacu pada suatu konsep, ide, atau pikiran, maka dapat dikatakan bahwa bahasa itu mempunyai makna. e. Bahasa itu arbitrer, yang dimaksud dengan arbitrer adalah tidak adanya hubungan wajib antara lambang bahasa dengan konsep atau pengertian yang dimaksud oleh lambang tersebut. f. Bahasa itu konvensional, artinya semua anggota masyarakat bahasa itu mematuhi



konvensi



bahwa



lambang



tertentu



itu



digunakan



untuk



mewakilikonsep yang diwakilinya. g. Bahasa itu produktif, kata produktif adalah bentuk ajektif dari kata benda produksi. Arti produktif adalah banya hasilnya atau lebih tepat terus menerus menghasilkan. h. Bahasa itu unik, artinya mempunyai ciri khas yang spesifik yang tidak dimiliki oleh orang lain. i. Bahasa itu universal, artinya ada ciri-ciri yang sama yang dimiliki oleh setiap bahasa yang ada di dunia ini. j. Bahasa itu dinamis, karena keterikatan dan keterkaitan bahasa itu dengan manusia, sedangkan dalam kehidupannya di dalam masyarakat kegiatan manusia itu tidak tetap atau selalu berubah, maka bahasa itu juga menjadi ikut berubah, menjadi tidak tetap. Karena itula bahasa itu disebut dinamis. k. Bahasa itu bevariasi, mengenai variasi bahasa ini ada tiga istilah yaitu idiolek adalah variasi atau ragam bahsa yang bersifat perseorangan. Dialek adalah variasi bahasa yang digunakan oleh sekelompok anggota masyarakat pada suatu tempat. Sedangkan ragam adalah variasi bahasa yang digunakan dalam situasi, keadaan, atau keperluan tertentu.



6



l. Bahasa itu manusiawi, bahwa alat komunikasi manusia yang namanya bahasa adalah bersifat manusiawi,dalam arti hanya milik manusia dan hanya dapat digunakan oleh manusia. 3) Bahasa dan Faktor Luar Bahasa a. Masyarakat bahasa, adalah sekelompok orang yang merasa menggunakan bahasa yang sama. Karena titik berat pengertian masyarakat bahasa pada “ merasa menggunakan bahasa yang sama”, maka konsep masyarakat bahasa dapat menjadi luas dan dapat menjadi sempit. b. Variasi dan status sosial bahasa, dalam beberapa masyarakat tertentu ada semacam kesepakatan untuk membedakan adanya dua macam variasi bahasa yang dibedakan berdasarkan status pemakaiannya, yaitu yang pertama adalah variasi bahasa tinggi (T) digunakan dalam situasi- situasi resmi, dan yang kedua adalah variasi bahasa rendah (R) digunakan dalam situasi tidak formal. c. Penggunaan bahasa, suatu komunikasi dengan menggunakan bahasa harus memperhatikan delapan unsur, yang diakronimkan menjadi SPEAKING, yakni: Setting and scene, yaitu unsur yang berkenaan dengan tempat dan waktu terjadinya percakapan, Participants, yaitu orang- orang yang terlibat dalam percakapan, Ends, yaitu maksud dan hasil percakapan, Act sequences, yaitu hal yang menunjuk pada bentuk dan isi percakapan, Key, yaitu yang menunjuk pada cara atau semangat dalam melaksanakan percakapan, Instrumentalities, yaitu yang menunjuk pada jalur percakapan apakah secara lisan atau bukan, Norms, yaitu yang menunjuk pada norma perilaku peserta percakapan, dan Genres, yaitu menunjuk pada kategori atau ragam bahasa yang digunakan. Kedelapan unsur tersebut dalam formulasi lain bisa dikatakan dalam berkomunikasai lewat bahasa harus diperhatikan faktorfaktor siapa lawan atau mitra bicara kita, tentang apa, situasinya bagaimana, tujuannya apa, jalurnya apa dan ragam bahasa yang digunakan yang mana. d. Kontak bahasa, bahasa dari masyarakat yang menerima kedatangan akan saling mempengaruhi dengan bahasa dari masyarakat yang datang. Hal yang sangat menonjol yang bisa terjadi dari adanya kontak bahasa ini adalah 7



terjadinya



atau



terdapatnya



apa



yang



disebut



bilingualisme



dan



multilingualisme dengan berbagai macam kasusnya, sepertu interferensi, integrasi, alihkode, dan campurkode. e. Bahasa dan budaya, Edward Sapir dan Benjamin Lee Whorf ( hipotesis SapirWhorf) menyatakan bahwa bahasa mempengaruhi kebudayaan atau bahasa itu mempengaruhi cara berpikir dan bertindak anggota masyarakat penuturnya. Jadi bahasa itu menguasai cara berpikir dan bertindak manusia. Apa yang dilakukan manusia selalu dipengaruhi oleh sifat- sifat bahasanya. 4) Klasifikasi Bahasa a. Klasifikasi genetis, disebut juga klasifikasi geneologis, dilakukan berdasarkan garis keturunan bahasa-bahasa itu. b. Klasifikasi tipologis, dilakukan berdasarkan kesamaan tipe atau tipe-tipe yang terdapat pada sejumlah bahasa. c. Klasifikasi areal, dilakukan berdasarkan adanya hubungan timbal balik antara bahasa yang satu dengan bahasa yang lain di dalam suatu areal atau wilayah, tanpa memperhatikan apakah bahasa itu berkerabat secara genetik atau tidak. d. Klasifikasi sosiolinguistik, dilakukan berdasarkan hubungan antara bahasa dengan faktor-faktor yang berlaku dalam masyarakat. 5) Bahasa Tulis, Aksara, dan Ejaan Bahasa tulis sebenarnya bisa dianggap sebagai “rekaman” bahasa lisan, sebagai usaha manusia untuk “menyimpan” bahasanya atau untuk bisa disampaikan kepada orang lain yang berada dalam ruang dan waktu yang berbeda. Namun, ternyata rekaman bahasa tulis sangat tidak sempurna. Banyak unsur bahasa lisan, seperti tekanan, intonasi, dan nada yang tidak dapat direkam secara sempurna dalam bahasa tulis, padahal dalam berbagai bahasa tertentu tiga unsur itu sangat penting. Hingga saat ini belum dapat dipastikan kapan manusia mulai menggunakan tulisan. Para ahli dewasa ini memperkirakan tulisan itu berawal dan tumbuh dari gambar- gambar yang terdapat dari gua-gua di Altamira di Spanyol 8



Utara, dan di beberapa tempat lain. Gambar- gambar itu dengan bentuknya yang sederhana secara langsung menyatakan maksud atau konsep yang ingin disampaikan. Gambar- gambar ini disebut piktogram, dan sebagai sistem tulisan disebut piktograf. Beberapa waktu kemudian gambar-gambar piktogram itu benar- benar menjadi sistem tulisan yang disebut piktograf. Dalam piktograf ini, satu huruf yang berupa satu gambar, melambangkan satu makna atau satu konsep. Piktograf ini selanjutnya tidak lagi menggambarkan benda yang dimaksud, tetapi telah digunakan untuk menggambarkan sifat benda atau konsep yang berhubungan dengan benda itu. Piktograf yang menggambarkan gagasan, ide, atau konsep ini disebut ideograf. Kemudian ideograf berubah menjadi lebih sederhana, sehingga tidak tampak lagi hubungan langsung antara gambar dengan hal yang dimaksud. Sistem demikian, yang menggambarkan suku kata disebut aksara silabis. Lalu dalam perkembangannya, aksara silabis ini diambil alih oleh orang Yunani yang kemudian mengembangkan tulisan yang bersifat alfabetis, yaitu dengan menggambarkan setiap konsonan dan vokal dengan satu huruf. Selanjutnya, aksara Yunani ini diambil alih pula oleh orang Romawi. Pada abadabad pertama Masehi aksara Romawi ini (yang lazim disebut aksara Latin) menyebar ke seluruh dunia. Tiba di Indonesia sekitar abad XVI bersamaan dengan penyebaran agama Kristen oleh orang Eropa. Jadi, sudah dikemukakan di atas adanya beberapa jenis aksara, yaitu aksara piktografis, aksara ideografis, aksara silabis, dan aksara fonemis. Semua jenis aksara itu tidak ada yang bisa “merekam” bahasa lisan secara sempurna. Banyak unsur bahasa lisan yang tidak dapat digambarkan oleh aksara itu dengan tepat dan akurat. Alat pelengkap aksara yang ada untuk menggambarkan unsurunsur bahasa lisan hanyalah huruf besar untuk memulai kalimat, koma untuk menandai jeda, titik untuk menandai akhir kalimat, tanda tanya untuk menyatakan interogasi, tanda seru untuk menyatakan interjeksi, dan tanda hubung untuk menyatakan penggabungan. Bahasa- bahasa di dunia ini dewasa ini lebih umum menggunakan aksara Latin daripada aksara lain. Aksara Latin adalah aksara yang tidak bersifat silabis. Jadi, setiap silabel akan dinyatakan dengan huruf vokal dan 9



huruf konsonan. Huruf vokal untuk melambangkan fonem vokal dan huruf konsonan untuk melambangkan fonem konsonan dari bahasa yang bersangkutan. Hubungan antara fonem (yaitu satuan bunyi terkecil yang dapat membedakan makna dalam suatu bahasa) dengan huruf atau grafem (yaitu satuan unsur terkecil dalam aksara) ternyata juga bermacam- macam. Tidak sama antara bahasa yang satu dengan bahasa yang lain, karena jumlah fonem yang ada dalam setiap bahasa tidak sama dengan jumlah huruf yang tersedia dalam alphabet Latin itu. Ada pendapat umum yang mengatakan bahwa ejaan yang ideal adalah ejaan yang melambangkan tiap fonem hanya dengan satu huruf atau sebaliknya setiap huruf hanya dipakai untuk melambangkan satu fonem. Jika demikian, ternyata ejaan bahasa Indonesia belum seratus persen ideal, sebab masih ada digunakan gabungan huruf untuk melambangkan sebuah fonem. Namun, tampaknya ejaan bahasa Indonesia masih jauh lebih baik daripada ejaan bahasa Inggris.



BAB IV TATARAN LINGUISTIK (1): FONOLOGI 1) Fonetik Fonetik adalah bidang linguistik yang mempelajari bunyi bahasa tanpa memperhatikan apakah bunyi tersebut mempunyai fungsi sebagai pembeda makna atau tidak. Fonetik artikulatoris, mempelajari bagaimana mekanisme alat-alat bicara manusia bekerja dalam manghasilkan bunyi bahasa, serta bagaimana bunyi-bunyi itu diklasifikasikan. Fonetik akustik, mempelajaribunyi bahasa sebagai peristiwa fisis atau fenomena alam. Sedangkan fonetik auditoris, mempelajari bagaimana mekanisme penerimaan bunyi bahasa itu oleh telinga kita. Proses fonasi terjadinya bunyi bahasa dimulai dengan proses pemompaan udara keluar dari paru-paru melalui pangkal tenggorok ke pangkal tenggorok, yang dalamnya terdapat pita suara.



10



Klasifikasi Bunyi, Bunyi bahasa adalah bunyi yang dibentuk oleh tiga faktor, yaitu pernafasan (sebagai sumber tenaga), alat ucap (yang menimbulkan getaran), dan rongga pengubah getaran (pita suara). a. Klasifikasi vokal, bunyi vokal biasanya diklasifikasikan dan diberi nama berdasarkan posisi lidah dan bentuk mulut. Posisi lidah bisa bersifat vertikal bisa bersifat horisontal. b. Klasifikasi konsonan, berdasarkan posisi pita suara dibedakan adanya bunyi bersuara dan bunyi tak bersuara. Bunyi bersuara terjadi apabila pita suara hanya terbuka sedikit, sehingga terjadilah getaran pada pita suara itu. Yang termasuk bunyi bersuara, antara lain, bunyi /b/, /d/, /g/, dan /c/. Bunyi tidak bersuara terjadi apabila pita suara terbuka agak lebar, sehingga tidak ada getaran pada pita suara. Yang termasuk bunyi tidak bersuara, antara lain, bunyi /s/, /k/, /p/, dan /t/. Unsur suprasegmental. Tekanan atau stres, tekanan ini menyangkut masalah keras lunaknya bunyi. Nada atau pitch, nada berkenaan dengan tinggi rendahnya suatu bunyi. Jeda atau persendian, berkenan dengan hentian bunyi dalam arus ujar. Silabel atau suku kata, adalah satuan ritmis terkecil dalam suatu arus ujaran atau runtutan bunyi ujaran. Satu silabel biasanya meliputi satu vokal, atau satu vokal dan satu konsonan atau lebih. 2) Fonemik Identifikasi fonem, untuk mengetahui apakah sebuah bunyi fonem atau bukan, kita harus mencari sebuah satuan bahasa, biasanya sebuah kata, yang mengandung bunyi tersebut, lalu membandingkannya dengan satuan bahasa lain yang mirip dengan satuan bahasa yang pertama. Alofon, alofon-alofon dari sebuah fonem mempunyai kamiripan fonetis. Artinya banyak mempunyai kesamaan dalam pengucapanya. Perubahan fonem, asimilasi dan disimilasi adalah peristiwa berubahnya sebuah bunyi menjadi bunyi yang lain sebagai akibat dari bunyi yang ada di lingkungannya, sehingga bunyi itu menjadi sama atau mempunyai ciri-ciri yang 11



sama dengan bunyi yang mempengaruhinya. Netralisasi dan arkifonem, fonem mempunyai fungsi sebagai pembeda makna kata. Misalnya, bunyi [p] dan [b] adalah dua buah fonem yang berbeda dalam bahasa Indonesia karena terbukti dari pasangan minimal seperti paru vs baru atau pasangan minimal rabat vs rapat. Namun, dalam kasus pasangan [sabtu] dan [saptu] atau [lembab] dan [lembap], kedua bunyi itu tidak membedakan makna. Umlaut, ablaut, dan harmoni vokal: umlaut adalah perubahan vokal sedemikian rupa sehingga vokal itu diubah menjadi vokal yang lebih tinggi sebagai akibat dari vokal yang berikutnya yang tinggi. Ablaut adalah perubahan vokal yang kita temukan dalam bahasa-bahasa Indo Jerman untuk menandai berbagai fungsi gramatikal. Harmoni vokal yaitu perubahan bunyi, contohnya kata at ‘kuda’ bentuk jamaknya adalah atlar ‘kudakuda’. Metatesis dan epentesis, proses metatesis bukan mengubah bentuk fonem menjadi fonem yang lain, melainkan mengubah urutan fonem yang terdapat dalam suatu kata, contohnya selain bentuk sapu, ada bentuk apus dan usap. Dalam proses epentesis sebuah fonem tertentu, biasanya yang homorgan dengan lingkungannya, disisipkan ke dalam sebuah kata. Contoh dalam bahasa Indonesia ada sampi di samping sapi. 3) Fonem dan Grafem Fonem adalah satuan bunyi bahasa terkecil yang fungsional atau dapat membedakan makna kata. Untuk menetapkan apakah suatu bunyi berstatus sebagai fonem atau bukan harus dicari pasangan minimalnya. Grafem merupakan pelambangan fonem ke dalam transkripsi ortografis, yaitu penulisan fonem-fonem suatu bahasa menurut sistem ejaan yang berlaku pada suatu bahasa, atau penulisan menurut huruf dan ejaan suatu bahasa.



BAB V TATARAN LINGUISTIK (2): MORFOLOGI 1) Morfem a. Identifikasi morfem, untuk menentukan sebuah satuan bentuk adalah morfem atau bukan, kita harus membandingkan bentuk tersebut di dalam kehadirannya 12



dengan bentuk lain. Kalau bentuk tersebut ternyata bisa hadir secara berulangulang dengan bentuk lain, maka bentuk tersebut adalah morfem. b. Morf dan Alomorf. Alomorf adalah perwujudan konkret (di dalam pertuturan) dari sebuah morfem. Jadi, setiap morfem tentu mempunyai alomorf, entah satu, entah dua, atau juga enam buah. Selain itu bisa juga dikatakan morf dan alomorf adalah dua buah nama untuk sebuah bentuk yang sama. Morf adalah nama untuk semua bentuk yang belum diketahui statusnya; sedangkan alomorf adalah nama untuk bentuk kalau sudah diketahui status morfemnya. c. Klasifikasi Morfem a) Morfem Bebas dan Morfem Terikat. Morfem bebas adalah morfem yang tanpa kehadiran morfem lain dapat muncul dalam pertuturan sedangkan morfem terikat adalah morfem yang tanpa digabung dulu dengan morfem lain tidak dapat muncul dalam pertuturan. b) Morfem Utuh dan Morfem Terbagi. Morfem utuh adalah morfem yangtanpa kehadiran morfem lain, yang termasuk morfem utuh seperti [meja], [kursi], [kecil], [laut], dan [pinsil]. Morfem terbagi adalah sebuah morfem yang terdiri dari dua buah bagian yang terpisah, misalnya kata ‘kesatuan’ terdapat satu morfem utuh yaitu satu. c) Morfen Segmental dan Morfem Suprasegmental. Morfem segmantal adalah morfem yang dibentuk oleh fonem-fonem segmental, seperti morfem [lihat], [lah], [sikat], dan [ber]. Jadi, semua morfem yang berwujud bunyi adalah morfem segmental. Sedangkan morfem suprasegmental adalah morfem yang dibentuk oleh unsur-unsur suprasegmental, seperti tekanan, nada, durasi, dan sebagainya. d) Morfem Beralomorf Zero. Artinya morfem yang salah satu alomorfnya tidak berwujud bunyi segmental maupun berupa prosodi (unsur suprasegmental), melainkan berupa kekosongan. e) Morfem bermakna Leksikal dan morfem tidak bermakna Leksikal. Yang dimaksud dengan morfem bermakna leksikal adalah morfemmorfem yang secara inheren telah memiliki makna pada dirinya sendiri, tanpa perlu berproses dulu dengan morfem lain. Misalnya 13



morfem [kuda], [pergi], dan [lari]. Sedangkan morfem tak bermakna leksikal tidak mempunyai makna apa-apa pada dirinya sendiri. Contohnya morfem afiks [ber-], [me-], dan [ter-]. d. Morfem dasar, dasar, pangkal, dan akar. Istilah morfem dasar biasanya digunakan sebagai dikotomi dengan morfem afiks. Istilah bentuk dasar atau dasar (base) saja biasanya digunakan untuk menyebut sebuah bentuk yang menjadi dasar dalam suatu proses morfologi. Misalnya kata ‘berbicara’ yang terdiri dari morfem ber- dan bicara. Istilah pangkal (stem) digunakan untuk menyebut bentuk dasar dalam proses infleksi, atau proses pembubuhan afiks inflektif. Contoh dari bahasa Inggris ‘books’ menjadi ‘book’. Akar (root) digunakan untuk menyebut bentuk yang tidak dapat dianalisis lebih jauh lagi. 2) Kata Para tata bahasawan tradisional biasanya memberi pengertian terhadap kata berdasarkan arti dan ortografi. Menurut mereka kata adalah satuan bahasa yang memiliki satu pengertian; atau kata adalah deretan huruf yang diapit oleh dua buah spasi, dan mempunyai satu arti. Para tata bahasawan tradisional menggunakan kriteria makna dan kriteria fungsi dalam mengklasifikasikan kata. Para tata bahasawan strukturalis membuat klasifikasi kata berdasarkan distribusi kata itu dalam suatu struktur atau konstruksi. Untuk dapat digunakan dalam suatu kalimat, maka setiap bentuk dasar, terutama dalam bahasa fleksi dan aglutunasi, harus dibentuk lebih dahulu menjadi sebuah kata gramatikal melalui proses afiksasi, reduplikasi, maupun komposisi. Kata-kata dalam bahasa berfleksi, seperti bahasa Arab, bahasa Latin, dan bahasa Sansekerta, untuk dapat digunakan di dalam kalimat harus disesuaikan dulu bentuknya dengan kategori-kategori gramatikal yang berlaku dalam bahasa itu. perubahan atau penyesuaian bentuk pada verba disebut konyugasi, dan perubahan atau penyesuaian pada nomina dan ajektifa disebut deklinasi. Pembentukan kata secara inflektif tidak membentuk kata baru atau kata lain yang berbeda identitasnya dengan bentuk dasarnya; sedangkan pembentukan 14



kata secara deviratif membentuk kata baru atau kata yang bentuk leksikalnya tidak sama dengan bentuk dasarnya. 3) Proses Morfemis a. Afiksasi adalah proses pembubuhan afiks pada sebuah dasar atau bentuk dasar. Afiks adalah sebuah bentuk, biasanya berupa morfem terikat, yang diimbuhkan pada sebuah dasar dalam proses pembentukan kata. Misalnya sufiks –s pada kata books. Prefiks adalah afiks yang diimbuhkan di muka bentuk dasar, seperti me- pada kata menghibur. Infiks adalah afiks yang diimbuhkan di tengah bentuk dasar. Misalnya infiks –el- padab kata telunjuk. Sufiks adalah afiks yang diimbuhkan pada posisi akhir bentuk dasar. Misalnya sufiks –an pada kata bagian. Konfiks adalah afiks yang berupa morfem terbagi, yang bagian pertama berposisi pada awal bentuk dasar, dan bagian yang kedua berposisi pada akhir bentuk dasar. Misalnya konfiks per-/-an pada kata pertemuan. b. Reduplikasi adalah proses morfemis yang mengulang bentuk dasar, baik secara keseluruhan, secara sebagian (parsial), maupun dengan perubahan bunyi. Seperti ‘meja-meja’ dari dasar meja. c. Komposisi adalah hasil dan proses penggabungan morfem dasar dengan morfen dasar, baik yang bebas maupun yang terikat, sehingga terbentuk sebuah konstruksi yang memiliki identitas leksikal yang berbeda, atau yang baru. Misalnya lalu lintas, daya juang, dan rumah sakit. d. Konversi, Modifikasi Internal, dan Suplesi. Konversi sering disebut juga derivasi zero, transmutasi, dan transposisi adalah proses pembentukan kata dari sebuah kata menjadi kata lain tanpa perubahan unsur segmental. Modifikasi internal (sering disebut juga penambahan internal atau perubahan internal) adalah proses pembentukan kata dengan penambahan unsur-unsur (yang biasanya berupa vokal) ke dalam morfem yang berkerangka tetap (yang biasa berupa konsonan). Ada sejenis modifikasi internal lain yang disebut suplesi. Dalam proses suplesi perubahannya sangat ekstrem karena ciri-ciri bentuk dasar tidak atau hampir tidak tampak lagi. 15



e. Pemendekan adalah proses penanggalan bagian-bagian leksem atau gabungan leksem sehingga menjadi sebuah bentuk singkat, tetapi maknanya tetap sama dengan



makna



bentuk



utuhnya.



Misalnya,



bentuk



‘lab’



utuhnya



‘laboratorium’. f. Produktifitas proses morfemis, yang dimaksud dengan produktifitas dalam proses morfemis adalah dapat tidaknya proses pembentukan kata itu, terutama afiksasi, reduplikasi, dan komposisi, digunakan berulang-ulang yang secara relatif tak terbatas artinya ada kemungkinan menambah bentuk baru dengan proses tersebut. 4) Morfofonemik Disebut juga morfonemik, morfofonologi, atau morfonologi, atau peristiwa berubahnya wujud morfemis dalam suatu proses morfologis, baik afiksasi, reduplikasi, maupun komposisi. Perubahan fonem dalam proses morfofonemik ini dapat berwujud pemunculan fonem, pelepasan fonem, peluluhan fonem, perubahan fonem, dan pergeseran fonem.



BAB VI TATARAN LINGUISTIK (3): SINTAKSIS 1) Struktur Sintaksis Dalam pembicaraan struktur sintaksis, pertama-tama dibicarakan masalah fungsi sintaksis, kategori sintaksis, dan peran sintaksis. Istilah subjek, predikat, objek, dan keterangan adalah peristilahan yang berkenaan dengan fungsi sintaksis. Istilah nomina, verba, ajektifa, dan numeralia adalah peristilahan yang berkenaan dengan kategori sintaksis. Istilah perilaku penderita, dan penerima adalah peristilahan yang berkenaan dengan peran sintaksis. 2) Kata Sebagai Satuan Sintaksis Dalam tataran morfologi, kata merupakan satuan terbesar; tetapi dalam tataran sintaksis, kata merupakan satuan terkecil, yang secara hierarkial menjadi komponen pembentuk satuan sintaksis yang lebih besar, yaitu frase. Dalam 16



pembicaraan kata sebagai pengisi satuan sintaksis, dibedakan adanya kata penuh (fullword) dan kata tugas (functionword). Kata penuh adalah kata-kata yang termasuk kategori nomina, verba, akjetifa, adverbia, dan numeralia. Sedangkan kata tugas adalah kata-kata yang berkategori preposisi dan konjungsi. 3) Frase Frase lazim didefinisikan sebagai satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang bersifat nonpredikatif, atau lazim juga disebut gabungan kata yang mengisi salah satu fungsi sintaksis di dalam kalimat. Frase dibedakan menjadi 4 yaitu: a. Frase eksosentrik adalah frase yang komponen komponennya tidak mempunyai perilaku sintaksis yang sama dengan keseluruhannya. Misalnya frase ‘di pasar’ yang terdiri dari komponen di dan pasar. b. Frase endosentrik adalah frase yang salah satu unsurnya atau komponennya memiliki perilaku sintaksis yang sama dengan keseluruhannya. Misalnya ‘sedang membaca’ dalam kalimat nenek sedang membaca komik di kamar. c. Frase koordinatif adalah frase yang komponen pembentuknya terdiri dari dua komponen atau lebih yang sam dan sederajat, dan secara potensial dapat dihubungkan oleh konjungsi koordinatif, baik yang tunggal seperti dan, atau, tetapi, maupun konjungsi terbagi seperti baik...baik, makin...makin, dan baik...maupun.... d. Frase apositif adalah frase koordinatif yang kedua komponennya saling merujuk sesamanya dan oleh karena itu, urutan komponennya dapat dipertukarkan. Salah satu ciri frase adalah bahwa frase itu dapat diperluas. Maksudnya frase itu dapat diberi tambahan komponen baru sesuai dengan konsep atau pengertian yang akan ditampilkan. Dalam bahasa Indonesia perluasan frase ini tampaknya sangat produktif. Hal ini karena untuk menyatakan konsep-konsep khusus, atau sangat khusus, atau sangat khusus sekali, biasanya diterangkan secara leksikal.



17



4) Klausa Klausa adalah satuan sintaksis berupa runtunan kata-kata berkonstruksi predikatif. Artinya, di dalam konstruksi itu ada komponen, berupa kata atau frase, yang berfungsi sebagai subjek, predikat, objek, atau keterangan. Fungsi subjek dan predikat boleh dikatakan wajib, sedangkan fungsi lain bersifat tidak lain. Jenis klausa dapat dibedakan berdasarkan strukturnya dan berdasarkan kategori segmental yang menjadi predikatnya. Berdasarkan strukturnya dibedakan adanya klausa bebas dan klausa terikat. Klausa bebas adalah klausa yang mempunyai unsur-unsur lengkap, sekurang-kurangnya subjek dan predikat. Sedangkan klausa terikat memiliki struktur yang tidak lengkap, mungkin hanya subjeknya saja atau predikatnya saja, atau mungkin keterangan saja. 5) Kalimat Kalimat merupakan satuan bahasa yang “langsung” digunakan sebagai satuan ujaran di dalam komunikasi verbal. Jenis kalimat dapat dibedakan berdasarkan berbagai kriteria atau sudut pandang, yaitu: a. Kalimat inti dan kalimat non-inti b. Kalimat tunggal an kalimat majemuk c. Kalimat mayor dan kalimat minor d. Kalimat verbal dan kalimat non-verbal e. Kalimat bebas dan kalimat terikat Intonasi merupakan salah satu alat sintaksis yang sangat penting. Intonasi dapat berwujud nada, tekanan, dan tempo. Dalam bahasa Indonesia, intonasi tidak berlaku pada tataran fonologi danmorfologi, melainkan hanya berlakuk pada tataran sintaksis. Tekanan yang berbeda akan menyebabkan intonasi yang berbeda, akibatnya makna keseluruhan kalimat pun akan berbeda. Modus adalah pengungkapan atau penggambaran suasana psikologis perbuatan menurut tafsiran si pembicara atau sikap si pembicara tentang apa yang diucapkannya. Aspek adalah cara untuk memandang pembentukan waktu secara internal di dalam suatu situasi, keadaan, kejadian atau proses. Kala atau tenses 18



adalah informasi dalam kalimat yang menyatakan waktu terjadinya perbuatan, kejadian, tindakan atau pengalaman yang disebutkan di dalam predikat. Modalitas adalah keterangan dalam kalimat yang menyatakan sikap pembicara terhadap hal yang dibicarakan, yaitu mengenai perbuatan, keadaan, dan peristiwa atau juga sikap terhadap lawan bicaranya. Fokus adalah unsur yang menonjolkan bagian kalimat sehingga perhatian pendengar atau pembaca tertuju pada bagian itu. Sedangkan diatesis adalah gambaran hubungan antar pelaku atau peserta dalam kalimat dengan perbuatan yang dikemukakan dalam kalimat itu. 6) Wacana Wacana adalah satuan bahasa yang terlengkap, sehingga dalam hierarkial gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi. Sebagai satuan bahasa yang lengkap, maka dalam wacana itu terdapat konsep yang utuh yang bisa dipahami oleh pembaca atau pendengar. Sebagai satuan gramatikal tertinggi, wacana dibentuk dari kalimat-kalimat yang memenuhi persyaratan gramatikal. Alat-alat gramatikal yang digunakan untuk membuat wacana menjadi kohesif adalah konjungsi, kata ganti, dan ellipsis. Jenis wacana ada wacana lisan dan wacana tulis berkenaan dengan sasarannya. Kemudian ada pembagian wacana prosa dan wacana puisi dilihat dari pengguanaan bahasa apakaha dalam bentuk uraian atau puitik. Wacana prosa dilihat dari isinya dibedakan adanya wacana narasi, wacana eksposisi, wacana persuasi, dan wacana argumentasi. Dalam wacana berupa karangan ilmiah, dibangun oleh subsatuan atau subsubsatuan wacana yang disebut bab, subbab, paragraf, atau juga subparagraf. Namun, dalam wacana–wacana singkat sub-subsatuan wacana tidak ada.



BAB VII TATARAN LINGUISTIK (4): SEMANTIK 1) Hakikat Makna Menurut teori yang dikembangkan dari pandangan Ferdinand de Saussure bahwa makna adalah ‘pengertian’ atau ‘konsep’ yang dimiliki atau terdapat pada sebuah tanda linguistik. 19



2) Jenis-jenis Makna a. Makna leksikal, gramatikal, dan kontekstual. Makna leksikal adalah makna yang dimiliki atau ada pada leksem mesti tanpa konteks apapun. Makna gramatikal baru ada kalau terjadi proses gramatikal, seperti afiksasi, reduplikasi, komposisi, atau kalimatisasi. Makna kontekstual adalah makna sebuah leksem atau kata yang berada di dalam satu konteks. b. Makna referensial dan nonreferensial. Sebuah kata disebut atau leksem disebut bermakna referensial kalau adal referensnya atau acuannya. Kata-kata seperti kuda, merah, dan gambar adalah termasuk kata-kata yang bermkna referensial karena ada acuannya dalam dunia nyata. Sebaliknya kata-kata seperti dan, atau, dan karena adala termasuk kata-kata yang tidak bermakna ferensial, karena kata-kata itu tidak mempunyai referens. c. Makna denotatif dan makna konotatif. Makna denotatif adalah makna asli, makna asal, atau makna sebernarnya yang dimiliki oleh sebuah leksem. Makna konotatif adalah makna makna alin yang ‘ditambahkan’ pada makna denotatif tadi yang berhubungan dengan nilai rasa. d. Makna konseptual dan makna asosiatif. Yang dikasud dengan makna konseptual adalah makna yang dimiliki sebuah leksem terlepas dari konteks atau asosiasi apapun. Sedangkan makna sosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah leksesm atau kata berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan sesuatu yang berada di luar bahasa. e. Makna kata dan makna istilah. Penggunaan makna kata ini baru menjadi lebih jelas kalau kata itu sudah berada di dalam konteks kalimatnya atau konteks situasinya. Berbeda dengan kata, maka yang disebut dengan istilah mempunyai makna yang pasti, yang jelas, yang tidak meragukan, meskipun tanpa konteks kalimat. f. Makna idiom dan peribahasa. Idiom adalah satuan ujaran yang maknanya tidak dapat diramalkan dari makna unsur-unsurnya, baik secara leksikal maupun secara gramatikal. Yang disebut peribahasa memiliki makna yang masih dapat ditelusuri atau dilacak dari makna unsur-unsurnya karena adanya asosiasi antara makna asli dengan makna nya sebagai peribahasa. 20



3) Relasi Makna a. Sinonimi atau sinonim adalah hubungan semantik yang menyatakan adanya kesamaan makna antara satu satuan ujaran dengan satuan ujaran lain. b. Antonimi atau antonim adalah hubungan semantik antara dua buah satuan ujaran yang maknanya menyatakan kebalikan, pertentangan, atau kontras antara yang satu dengan yang lain. c. Polisemi adalah sebuah kata atau satuan ujaran disebut polisemi kalau kata itu mempunyai makna lebih dari satu. d. Homonimi adalah dua buah kata atau satuan ujaran yang bentuknya kebetulan sama maknanya tentu saja berbeda, karena masing-masing merupakan kata atau bentuk ujaran yang berlainan. e. Hipomini adalah hubungan semantik antara sebuah bentuk ujaran yang maknanya tercakup dalam makna bentuk ujaran yang lain. f. Ambiguiti adalah gejala dapat terjadinya kegandaan makna akibat tafsiran gramatikal yang berbeda. Tafsiran gramatikal yang berbeda ini umumnya terjadi pada bahasa tulis, karena dalam bahasa tulis unsur suprasegmental tidak dapat digambarkan dengan akurat. g. Redundansi, istilah redundansi biasanya diartikan sebagai berlebih-lebihannya penggunaan unsur segmental dalam suatu bentuk ujaran. 4) Perubahan Makna Secara sinkronis makna sebuah kata atau leksem tidak akan berubah, tetapi secara diakronis ada kemungkinan dapat berubah. Dalam masa yang relative singkat, makna sebuah kata tidak akan berubah, tetapi dalam waktu yang relative lama ada kemungkinan makna tersebut akan berubah. Ini tidak berlaku untuk semua kosakata, tetapi hanya terjadi pada sebuah kata saja, yang disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu perkembangan dalam bidang ilmu dan teknologi, perkembangan sosial budaya, perkembangan pemakaian kata, pertukaran tanggapan indera (sinestesia), dan adanya asosiasi.



21



BAB VIII SEJARAH DAN ALIRAN LINGUISTIK 1) Linguistik Tradisional a. Zaman Yunani. Dalam perkembangannya di dalam aliran linguistik tradisional dikenal linguistik zaman Yunani. Sejarah studi bahasa pada zaman Yunani ini sangat panjang, yaitu dari lebih kurang abad ke-5 S.M sampai lebih kurang abad ke 2 M. Masalah pokok kebahasaan yang menjadi pertentangan pada linguis pada waktu itu adalah pertentangan antara bahasa bersifat alami (fisis) dan bersifat konvensi (nomos). b. Zaman Romawi. Studi bahasa pada zaman Romawi dapat dianggap kelanjutan dari zaman Yunani, sejalan dengan jatuhnya Yunani dan munculnya kerajaan Romawi. Tokoh pada zaman romawi yang terkenal antara lain, Varro (116 – 27 S.M) dengan karyanya De Lingua Latina dan Priscia dengan karyanya Institutiones Grammaticae. c. Zaman Pertengahan. Studi bahasa pada zaman pertengahan di Eropa mendapat perhatian penuh terutama oleh para filsuf skolastik, dan bahasa Latin menjadi Lingua Franta, karena dipakai sebagai bahasa gereja, bahasa diplomasi, dan bahasa ilmu pengetahuan. d. Zaman Renaisans. Dalam sejarah studi bahasa ada dua hal pada zaman ini yang menonjol, yaitu yang pertama, selain menguasai bahasa Latin, sarjanasarjana pada waktu itu juga mengusai bahasa Yunani, Ibrani, dan Arab. Kedua, selain bahasa Yunani, Ibrani, dan Arab, bahasa Eropa lainnya juga mendapat perhatian. e. Menjelang lahirnya linguistik modern. Dalam masa ini ada satu tonggak yang sangat penting dalam sejarah studi bahasa, yaitu dinyatakan adanya hubungan kekerabatan antara bahasa Sanskerta dengan bahasa-bahasa Yunani, Latin dan bahasa-bahasa Jerman lainnya. 2) Linguistik Strukturalis a. Ferdinand de Saussure. Ferdinand de saussure (1857-1913) dianggap sebagai bapak linguistik modern, pandangannya dimuat dalam buku course de linguistique generle. Beliau mengemukakan teori bahwa setiap tanda 22



linguistik (signe) dibentuk oleh dua buah komponen yang tidak terpisahkan, yaitu komponen signifiant (bentuk) dan komponen signifie (makna) b. Aliran praha. Tokohnya Vilem Mathesius. Aliran praha inilah yang pertamatama membedakan tegas akan fonetik dan fonolog. c.



Aliran glosematik. Tokohnya Louis Hjemslev beliau terkenal karena usaha untuk membuat ilmu bahasa menjadi ilmu yang berdiri sendiri.



d. Aliran firthian. Tokohnya R. Firth (1890-1960) beliau terkenal karena teorinya mengenai fonologi prosodi. Fonologi prosodi adalah suatu cara untuk menentukan arti pada tataran fonetis. Fonologi prosodi terdiri dari satuansatuan fonematis dan satuan prosodi e. Aliran linguistik sistemik. Tokohnya M.A.K Halliday belaiu mengembangkan teori Fith mengenai bahasa khususnya yang berkenaan dengan segi kemasyarakatan



bahasa.Pokok-pokok



pandangannya



antara



variasinya



pemberian bahasa tertentu berserta variasinya mengenai adanya gradasi dan kontinum. f. Aliran tagmemik. Tokohnya Kenneth L. Pike, menurut aliran ini satuan dasar dari sintaksis adalah tagmen. Yang dimaksud tagmen adalah bentuk kata yang dapat saling dipertukarkan untuk mengisisi slot tertentu. 3) Linguistik Transformasional dan Aliran-aliran Sesudahnya a. Tata Bahasa Transformasi, teori ini lahir dengan terbitnya buku Noam Chomsky yang berjudul ‘Syntactic Structure pada tahun 1957. Sejalan dengan konsep langue dan parole dari de Saussure, Chomsky membedakan adanya kemampuan  (competence) dan perbuatan berbahasa (performance). b. Semantik Generatif, menurut semantik generatif, sudah seharusnya semantik dan sintaksis diselidiki bersama sekaligus karena keduanya adalah satu. c. Tata Bahasa Kasus, teori ini pertama kali di perkenalkan oleh Charles J. Fillmore dalam karangannya berjudul ‘The Case for Case’ tahun 1968. Yang dimaksud dengan kasus dalam teori ini adalah hubungan antara verba dengan nomina. Verba di sini sama dengan predikat, sedangkan nomina sama dengan



23



argumen dalam teori semantik generatif. Hanya argumen dalam teori ini diberi label kasus. d. Tata Bahasa Relational, teori ini muncul pada tahun 1970-an sebagai tantangan langsung terhadap beberapa asumsi yang paling mendasar dari teori sintaksis yang dicanangkan oleh aliran tata bahasa transformasi. Tokoh-tokoh aliran ini antara lain David M. Perlmutter dan Paul M. Postal. 4) Tentang Linguistik di Indonesia Pada awalnya penelitian bahasa di Indonesia dilakukan oleh para ahli Belanda dan Eropa lainnya, dengan tujuan untuk kepentingan pemerintahan kolonial. Pendidikan formal linguistik di fakultas sastra dan di lembaga-lembaga pendidikan guru sampai akhir tahun lima puluhan masih terpaku pada konsepkonsep tata bahasa tradisional yang sangat bersifat normatif. Pada tanggal 15 November 1975, atas prakarsa sejumlah linguis senior berdirilah organisasi kelinguistikan yang diberi nama Masyarakat Linguistik Indonesia (MLI). Anggotanya adalah para linguis yang kebanyakan bertugas sebagai pengajar di perguruan tinggi negeri atau swasta dan di lembaga-lembaga penelitian kebahasaan. Penyelidikan terhadap bahasa-bahasa daerah Indonesia dan bahasa nasional Indonesia, banyak pula dilakukan orang di luar Indonesia. Pelbagai segi dan aspek bahasa telah dan masih menjadi kajian yang dilakukan oleh banyak pakar dengan menggunakan pelbagai teori dan pendekatan sebagai dasar analisis. Dalam kajian bahasa nasional Indonesia, di Indonesia tercatat nama-nama seperti Kridalaksana, Kaswanti Purwo, Dardjowidjojo, dan Soedarjanto, yang telah menghasilkan tulisan mengenai pelbagai segi dan aspek bahasa Indonesia.



24



2. Ringkasan Buku Pembanding BAB I HAKIKAT BAHASA Bahasa itu arbitrer, artinya tidak adanya hubungan wajib antara lambang bahasa (yang berwujud bunyi itu) dengan konsep atau pengertian yang terkandung dalam lambang tersebut. Bahasa itu konvensional, artinya semua anggota masyarakat bahasa itu mematuhi konvensi bahwa lambang tertentu digunakan untuk mewakili konsep yang diwakilinya. Bahasa itu bervariasi, artinya anggota masyarakat suatu bahasa biasanya terdiri dari berbagai orang dengan berbagai status sosial dan berbagai latar belakang budaya yang tidak sama. Bahasa itu identitas suatu kelompok sosial, artinya bahasa adalah ciri pembeda yang paling menonjol, karena lewat bahasa tiap kelompok sosial merasa dirinya sebagai kesatuan yang berbeda dari kelompok lain. BAB II STUDI BAHASA 1) Studi Bahasa dan Ilmu Linguistik Ilmu linguistik telah mengalami tiga tahap perkembangan ilmu. Tahap pertama, yaitu spekulasi. Dalam tahap ini, pembicaraan mengenai sesuatu dan cara mengambil kesimpulan dilakukan dengan sikap spekulatif. Artinya, kesimpulan itu dibuat tanpa didukung oleh bukti-bukti empiris dan dilaksanakan tanpa menggunakan prosedur-prosedur tertentu. Tahap kedua, adalah tahap observasi dan klasifikasi. Pada tahap ini, para ahli di bidang bahasa baru mengumpulkan dan menggolong-golongkan segala fakta bahasa dengan teliti tanpa memberi kesimpulan apa pun. Tahap ketiga adalah tahap perumusan teori. Pada tahap ini setiap disiplin ilmu berusaha memahami masalah-masalah dasar dan



mengajukan



pertanyaan-pertanyaan



berdasarkan data empiris yang dikumpulkan.



25



mengenai



masalah-masalah



itu



2) Pembidangan Linguistik a. Berdasarkan cakupan objek kajiannya, dibedakan menjadi linguistik umum yang berusaha mengkaji kaidah-kaidah bahasa secara umum dan linguistik khusus yang berusaha mengkaji kaidah-kaidah bahasa yang berlaku pada bahasa tertentu. b. Berdasarkan kurun waktu objek kajiannya, dibedakan adanya linguistik sinkronis yang mengkaji bahasa pada kurun waktu tertentu dan linguistik diakronis yang mengkaji bahasa pada masa yang tidak terbatas. c. Berdasarkan hubungan dengan faktor di luar bahasa, objek kajiannya dibedakan menjadi linguistik mikro yang mempelajari struktur internal bahasa dan linguistik makro yang menyelidiki bahasa dalam kaitannya dengan faktorfaktor di luar bahasa. d. Berdasarkan tujuan kajiannya, dibedakan antara linguistik teoretis yang berusaha mengadakan penyelidikan terhadap bahasa-bahasa atau juga terhadap hubungan bahasa dengan faktor-faktor yang berada di luar bahasa dan linguistik terapan yang berusaha mengadakan penyelidikan terhadap bahasa atau hubungan bahasa dengan faktor-faktor di luar bahasa untuk memecahkan masalah-masalah praktis yang terdapat di dalam masyarakat. e. Berdasarkan aliran atau teori yang digunakan dalam penyelidikan bahasa dikenal adanya linguistik tradisional, linguistik struktural, linguistik transformasional, linguistik semantik generatif, linguistik relasional, dan linguistik sistemik. Bidang sejarah linguistik ini berusaha menyelidiki perkembangan seluk beluk ilmu linguistik dari masa ke masa serta mempelajari pengaruh ilmu-ilmu lain, dan pengaruh berbagai pranata masyarakat terhadap linguistik sepanjang masa. 3) Manfaat Linguistik Bagi linguis sendiri, pengetahuan yang luas mengenai linguistik tentu akan sangat membantu dalam menyelesaikan dan melaksanakan tugasnya. Bagi peneliti, kritikus, dan peminat sastra, linguistik akan membantunya dalam memahami karya-karya sastra dengan lebih baik. Bagi guru, terutama guru 26



bahasa, pengetahuan linguistik sangat penting, mulai dari subdisiplin fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, dan leksikologi, sampai dengan pengetahuan mengenai hubungan bahasa dengan kemasyarakatan dan kebudayaan. Bagi penerjemah, pengetahuan linguistik mutlak diperlukan dan bukan hanya yang berkenaan dengan morfologi, sintaksis, dan semantik saja, melainkan juga yang berkenaan dengan sosiolinguistik dan linguistik kontrastif. Bagi penyusun kamus atau leksikografer, penguasaan semua aspek linguistik mutlak diperlukan, sebab semua pengetahuan linguistik akan memberi manfaat dalam menyelesaikan tugasnya. Bagi penyusun buku pelajaran atau buku teks, pengetahuan linguistik akan memberi tuntunan bagi penyusun buku teks dalam penyusunan kalimat yang tepat dan memilih kosakata yang sesuai dengan jenjang usia pembaca buku tersebut.



BAB III DASAR-DASAR FONOLOGI 1) Jenis Fonetik Fonetik terbagi atas tiga jenis, yaitu fonetik organis yang mempelajari bagaimana



bunyi-bunyi



bahasa



dihasilkan



oleh



alat-alat



bicara, fonetik



akustis yang mempelajari bunyi bahasa menurut aspek-aspek fisiknya, dan fonetik auditoris yang mempelajari bagaimana mekanisme penerimaan bunyi bahasa itu oleh telinga kita.



2) Terjadinya Bunyi Bahasa (Fonasi) Udara dipompakan dari paru-paru melalui batang tenggorok ke pangkal tenggorok, yang di dalamnya terdapat pita suara. Pita suara itu  harus terbuka supaya udara bisa keluar, melalui rongga mulut atau rongga hidung atau melalui kedua-duanya. Kemudian udara diteruskan ke udara bebas. 3) Klasifikasi Bunyi Bahasa



27



a. Bunyi vokoid dihasilkan dengan udara yang keluar dari paru-paru tanpa adanya hambatan. Proses terjadinya vokal, selain oleh hambatan udara, dipengaruhi pula oleh gerakan bibir dan gerakan lidah. b. Bunyi kontoid atau sering disebut konsonan adalah bunyi bahasa yang dihasilkan oleh aliran udara yang menemui berbagai hambatan atau penyempitan. c. Bunyi semi vokoid sering disebut semi vokal. Bunyi ini dikategorikan ke dalam bunyi ke dalam bunyi semi vokal karena dapat berstatus konsonan, dan juga berstatus vokal. 4) Diftong atau Vokal Rangkap



Ketika memroduksi bunyi diftong atau vokal rangkap posisi lidah pada bagian awal dan akhir tidak sama. Arus ujaran merupakan suatu runtunan bunyi yang sambung-menyambung terus-menerus diselang-selingi dengan jeda singkat atau jeda agak singkat, yang disertai dengan keras lembut bunyi, tinggi rendah bunyi, panjang pendek bunyi, dan sebagainya.



BAB IV DASAR-DASAR FONOLOGI FONEMIK



1) Fonem Objek kajian fonemik adalah fonem, yakni bunyi-bunyi bahasa yang membedakan makna kata. Untuk menentukan apakah sebuah bunyi itu fonem atau bukan, kita harus mencari sebuah kata, yang mengandung bunyi tersebut, lalu membandingkannya dengan kata lain yang mirip. Adapun bunyi-bunyi yang merupakan realisasi dari sebuah fonem, disebut alofon. Kita mengenal adanya fonem segmental dan fonem suprasegmental. Fonem segmental terdiri atas vokal dan konsonan. Ciri dan karakteristik vokal maupun konsonan ini sama dengan klasifikasi bunyi vokal maupun konsonan. Ucapan sebuah fonem dapat berbedabeda sebab sangat tergantung pada lingkungannya, atau pada fonem-fonem lain yang berada di sekitarnya. Beberapa perubahan fonem yang epentesis antara lain 28



asimilasi dan disimilasi, netralisasi dan arkifonem, umlaut, ablaut dan harmoni vokal, kontraksi dan hilangnya bunyi, metatesis. 2) Fonem dan Grafem Fonem adalah satuan bunyi bahasa terkecil yang fungsional atau membedakan makna kata. Untuk menetapkan sebuah bunyi berstatus sebagai fonem atau bukan, antara lain harus dicari pasangan minimalnya, yang berupa dua buah kata yang mirip, yang memiliki lingkungan yang sama dan satu bunyi yang berbeda. Bila ternyata kedua kata itu memiliki makna yang berbeda, maka kedua bunyi itu adalah dua buah fonem yang berbeda. Alofon-alofon yang merealisasikan sebuah fonem itu dapat dilambangkan secara akurat dalam wujud tulisan atau transkripsi fonetik. Dalam transkripsi fonetik ini setiap alofon, termasuk unsur-unsur suprasegmentalnya, dapat digambarkan secara tepat atau tidak meragukan. Dalam transkripsi fonemik, penggambaran bunyi-bunyi itu sudah kurang akurat, sebab alofon-alofon yang bunyinya jelas tidak sama dilambangkan dengan lambang yang sama. Yang dilambangkan adalah fonemnya, bukan alofonnya.



BAB V DASAR-DASAR FONOLOGI Untuk menentukan apakah sebuah satuan gramatikal itu morfem atau bukan, kita perlu membandingkan bentuk satuan gramatikal tersebut di dalam kehadirannya dengan bentuk-bentuk lain dalam ujian. Jika bentuk tersebut ternyata muncul secara berulang-ulang (walaupun dalam bentuk lain), maka bentuk tersebut adalah sebuah morfem. Di samping merupakan bentuk yang berulang, morfem juga menunjukkan makna tertentu baik leksikal maupun gramatikal. Adapun jenis-jenis morfem, yaitu: a. Morfem bebas dan morfem terikat. Morfem bebas adalah morfem yang dapat muncul dalam ujaran tanpa kehadiran morfem lain dapat muncul dalam ujaran. Sebaliknya, morfem terikat adalah morfem yang tidak dapat muncul dalam ujaran tanpa digabung dulu dengan morfem lain. Semua imbuhan (afiks) dalam bahasa Indonesia adalah morfem terikat. 29



b. Morfem segmental dan morfem suprasegmental. Morfem segmental adalah morfem yang dibentuk oleh fonem-fonem segmental, seperti morfem {lari}, {kah}, {kali}, dan {ter}. Jadi, semua morfem yang berwujud bunyi adalah morfem segmental. Sedangkan morfem suprasegmental adalah morfem yang dibentuk oleh unsur-unsur suprasegmental. c. Morfem bermakna leksikal dan morfem tidak bermakna leksikal. Morfem bermakna leksikal adalah morfem-morfem yang secara inheren telah memiliki makna pada dirinya sendiri, tanpa perlu berproses dulu dengan morfem lain. Morfem tak bermakna leksikal adalah morfem-morfem yang tidak mempunyai makna apa-apa pada dirinya sendiri. Morfem ini akan mempunyai makna dalam gabungannya dengan bentuk lain dalam ujaran.



Morfem dasar, bentuk dasar (lebih umum dasar saja), pangkal, dan akar adalah empat istilah yang biasa digunakan dalam kajian morfologi. Namun, kadang-kadang istilah-istilah ini digunakan dengan pengertian yang kurang cermat. Pengertian pangkal digunakan untuk menyebut bentuk dasar dalam proses infleksi atau proses pembubuhan afiks inflektif. Akar digunakan untuk menyebut bentuk yang tidak dapat dianalisis lebih jauh lagi. Artinya, akar itu adalah bentuk yang tersisa setelah semua afiksnya ditanggalkan. Klasifikasi kata disebut juga penggolongan kata, atau penjenisan kata. Dalam sejarah linguistik klasifikasi kata selalu, menjadi salah satu topik pembicaraan, sejak zaman Aristoteles hingga kini, termasuk juga dalam kajian linguistik Indonesia. Pembentukan kata sering disebut juga proses morfologi, yaitu proses terjadinya kata yang berasal dari morfem dasar melalui perubahan morfemis.



BAB VI DASAR-DASAR SINTAKSIS



1) Alat Sintaksis 30



Alat sintaksis merupakan bagian dari kemampuan mental penutur untuk dapat menentukan apakah urutan kata, bentuk kata, dan unsur lain yang terdapat dalam ujaran itu membentuk kalimat atau tidak, atau kalimat yang didengar atau dibacanya dapat diterima atau tidak. a. Urutan. Dalam bahasa pada umumnya peranan urutan sangat penting, karena ikut menentukan makna gramatikal. b. Bentuk kata. Bentuk kata sebagai alat sintaksis biasanya diperlihatkan oleh afiks (imbuhan). c. Partikel atau kata tugas. Partikel atau kata tugas sebagai salah satu alat sintaksis mempunyai ciri-ciri yang membedakannya dari kategori kata yang lain. 2) Satuan Sintaksis a. Kata sebagai satuan sintaksis. Kata penuh adalah kata yang secara leksikal memiliki makna, mempunyai kemungkinan untuk mengalami proses morfologi, merupakan kelas terbuka, dan dapat berdiri sendiri sebagai sebuah satuan tuturan. Sedangkan yang disebut kata tugas adalah kata yang secara leksikal tidak mempunyai makna, tidak mengalami proses morfologi, merupakan kelas tertutup, dan di dalam pertuturan dia tidak dapat berdiri sendiri. b. Frase sebagai satuan sintaksis. Frase adalah suatu konstruksi atau satuan gramatikal yang terdiri dari dua kata atau lebih, yang tidak berciri klausa dan yang pada umumnya menjadi pembentuk klausa. c. Klausa sebagai satuan sintaksis. Klausa adalah satuan gramatikal yang disusun oleh kata dan atau frase, dan mempunyai satu predikat. d. Kalimat sebagai satuan sintaksis. Kalimat adalah satuan bahasa yang secara relatif dapat berdiri sendiri, mempunyai pola intonasi final, dan secara aktual maupun potensial terdiri dari klausa. 3) Peran Sintaksis



31



Dalam pembentukan suatu konstruksi, misalnya kalimat, tiap unsur memiliki andil dalam membentuk makna secara keseluruhan. Dengan kata lain konstituen itu memiliki peran gramatikal masing-masing. Jenis peran itu ada banyak. Beberapa di antaranya antara lain pelaku (agentif), tujuan (obyektif), penerima (benefaktif), penyebab (kausatif), alat (instrumental), waktu (temporal), tempat (lokatif), tindakan (aktif), sandangan (pasif), dan pemilikan (posesif).



BAB VII DASAR-DASAR SEMANTIK



1) Apa Itu Semantik? Semantik di dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Inggris semantics, dari



bahasa



Yunani



sema



(nomina)



yang



berarti



‘tanda’



atau



dari



verba samaino yang berarti ‘menandai’, ‘berarti’. Istilah tersebut digunakan para pakar bahasa untuk menyebut bagian ilmu bahasa yang mempelajari makna. Semantik merupakan bagian dari tiga tataran bahasa yang meliputi fonologi, sintaksis (tata bahasa), dan semantik. 2) Ruang Lingkup Semantik Makna leksikal adalah makna unsur-unsur bahasa secara tersendiri, lepas dari konteks. Misalnya, kata culture (bahasa Inggris), yang berarti budaya di dalam kamus Shadily & Echols disebutkan sebagai nomina (kata benda) dan artinya, kesopanan, kebudayaan, pemeliharaan biakan (biologi). Makna gramatikal adalah makna yang menyangkut hubungan intra bahasa atau makna yang muncul sebagai akibat berfungsinya sebuah kata di dalam kalimat. Makna ideasional adalah makna yang muncul sebagai akibat penggunaan kata yang berkonsep.



BAB VIII DASAR-DASAR PSIKOLINGUISTIK 32



1) Apa Itu Psikolinguistik? Psikolinguistik merupakan ilmu yang menguraikan proses-proses psikologis yang terjadi apabila seseorang menghasilkan kalimat dan memahami kalimat yang didengarnya ketika berkomunikasi dan bagaimana kemampuan berbahasa itu diperoleh manusia (Simanjuntak, 1987: 1). Aitchison (1984: 240), membatasi psikolinguistik sebagai studi tentang bahasa dan pikiran. Tujuan utama seorang psikolinguis ialah menemukan struktur dan proses yang melandasi kemampuan manusia untuk berbicara dan memahami bahasa. Yang mereka kerjakan terutama ialah menggali apa yang terjadi dalam individu yang berbahasa.



2) Subdisiplin Psikolinguistik a. Neuropsikolinguistik berbicara tentang hubungan bahasa dengan otak manusia. b. Psikolinguistik Eksperimental berbicara tentang eksperimen-eksperimen dalam semua bidang yang melibatkan bahasa dan perilaku berbahasa. c. Psikolinguistik Terapan berbicara tentang penerapan temuan-temuan keenam subdisiplin psikolinguistik ke dalam bidang-bidang tertentu, seperti psikologi, linguistik, berbicara dan menyimak, pendidikan, pengajaran dan pembelajaran bahasa, pengajaran membaca, neurologi, psikiatri, dan komunikasi.



BAB IX DASAR-DASAR WACANA



1) Hakikat Wacana Istilah “wacana” berasal dari bahasa Sanskerta wac/wak; vak, artinya ‘berkata’, ‘berucap’ (Douglas, 1976). Apabila dilihat dari jenisnya, kata wacana dalam lingkup morfologi bahasa Sanskerta, termasuk kata kerja golongan III parasmaepada(m) yang bersifat aktif, yaitu ‘melakukan tindakan ujar’. Kata tersebut kemudian mengalami perubahan menjadi wacana. Bentuk ana yang 33



muncul di belakang adalah sufiks (akhiran), yang bermakna ‘membendakan’ (nominalisasi). Jadi, kata wacana dapat diartikan sebagai ‘perkataan’ atau ‘tuturan’. 2) Pendekatan Pragmatik Pendekatan pragmatik terhadap wacana didasarkan pertama-tama pada ide ahli filsafat Grice. Konsep-konsep pragmatik adalah kajian tentang tiga konsep dalam interaksi komunikatif yaitu makna, konteks, dan komunikasi. Salah satu jenis pragmatik yang relevan dengan wacana adalah teori kerjasama Grice. Konsep sentral pragmatik Grice adalah makna penutur dan prinsip kerja sama. 3) Kedudukan Wacana dalam Satuan Kebahasaan Wacana ialah satuan bahasa terlengkap, yang dalam hierarki kebahasaan merupakan satuan gramatikal tertinggi dan terbesar. Wacana dapat direalisasikan dalam bentuk kata, kalimat, paragraf, atau karangan utuh (buku), yang membawa amanat lengkap. Esensi sebuah wacana tidaklah hanya dipandang sebagai satuan bahasa di atas tataran kalimat. Esensi sebuah wacana dapat dipandang dari sisi komunikasi dan dari sisi maksud komunikasi itu sendiri. 4) Unsur-unsur Wacana Unsur internal berkaitan dengan aspek formal kebahasaan, sedangkan unsur eksternal berkenaan dengan hal-hal di luar wacana itu sendiri. Kedua unsur tersebut membentuk satu kepaduan dalam suatu struktur yang utuh dan lengkap. Unsur eksternal (unsur luar) wacana adalah sesuatu yang menjadi bagian wacana, namun tidak nampak secara eksplisit. Sesuatu itu berada di luar satuan lingual wacana. Kehadirannya berfungsi sebagai pelengkap keutuhan wacana. Adapun unsur eksternal terbagi sebagai berikut: a. Implikatur ialah ujaran yang menyiratkan sesuatu yang berbeda dengan yang sebenarnya diucapkan. Implikatur adalah maksud, keinginan, atau ungkapanungkapan hati yang tersembunyi.



34



b. Referensi adalah hubungan antara kata dengan benda (orang, tumbuhan, sesuatu lainnya) yang dirujuknya. Referensi merupakan perilaku pembicara/ penulis. c. Inferensi percakapan adalah proses interpretasi yang ditentukan oleh situasi dan konteks. Dengan cara itu, pendengar dapat menduga maksud dari pembicara. Dan dengan itu pula pendengar dapat memberikan responnya.



BAB X MASYARAKAT BAHASA DAN VARIASI BAHASA



1) Pengertian Masyarakat Bahasa Masyarakat bahasa adalah sekelompok orang yang merasa atau menganggap diri mereka memakai bahasa yang sama (Halliday, 1968). Frase ‘merasa atau menganggap diri’ perlu ditekankan di sini, karena dari kenyataan sehari-hari, sering kita jumpai adanya anggapan masyarakat mengenai bahasa yang berbeda dengan konsep linguis mengenai hal yang sama. 2) Fungsi Bahasa Fungsi ekspresif (untuk mengekspresikan perasaan pembicara), fungsi direktif (untuk meminta seseorang untuk melakukan sesuatu), fungsi referensial (untuk menyediakan informasi), fungsi metalinguistik (untuk mengomentari tentang bahasa itu sendiri), fungsi puitis (untuk memfokuskan karakteristik bahasa yang estetik, misalnya, puisi, moto, dan ritme), dan fungsi fatis (untuk mengekspresikan suatu solidaritas dan empati kepada orang lain). Fungsi fatis ini digunakan untuk memulai dan mempertahankan komunikasi. 3) Variasi Bentuk Direktif 35



Menurut Leech (1983), variasi bentuk direktif merupakan tindak tutur yang dilakukan oleh penutur untuk membuat pendengarnya melakukan sesuatu, bertindak, atau berkata. Bentuk tindak tutur direktif itu dapat bersifat langsung dan tidak langsung. 4) Alih Kode dan Campur Code Alih kode adalah peralihan atau kode bahasa, baik antarragam bahasa, dialek, peralihan antarbahasa dan dapat juga berupa klausa atau kalimat lengkap yang mempunyai kaidah gramatika sendiri. Alih kode dilakukan secara sadar karena alasan-alasan tertentu. Penyebab terjadi alih kode karena adanya selipan dari lawan bicara, pembicara teringat pada hal-hal yang perlu dirahasiakan, salah bicara, rangsangan lain yang menarik perhatian, dan hal-hal yang sudah direncanakan. 5) Diglosia Diglosia diidentikkan sebagai situasi kebahasaan yang menunjukkan adanya pemakaian bahasa tinggi dan rendah dalam suatu masyarakat tutur. Ragam tinggi dan rendah ini mengacu pada pemakaian bahasa yang dikaitkan dengan situasi komunikasinya.



6) Kedwibahasaan (Billingualisme) Bilingualisme adalah kemampuan menggunakan dua bahasa yang meliputi keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. . Bilingualisme dipengaruhi oleh tingkat hubungan antara dua kelompok bahasa yang mungkin saja bervariasi tingkatannya pada tiap individu yang dikenali dengan baik, mulai dari menyimak sampai berbicara, dan dari membaca sampai menulis.



36



37



BAB III PENILIAIAN BUKU



A. BUKU UTAMA 1. Kelebihan Buku a. Materi yang dipaparkan sudah cukup lengkap secara umum sehingga dapat menambah pengetahuan tentang linguistik bagi pembacanya. b. Bahasa yang digunakan buku ini baku. c. Di dalamnya terdapat soal evaluasi bagi pembacanya agar lebih memahami tentang linguistik. 2. Kekurangan Buku a. Bahasa buku yang baku membuat pembaca sulit memahami makna kata ataupun kalimatnya. b. Buku ini terlalu tebal dan isinya penuh hanya dengan tulisan sehingga membuat pembacanya mudah bosan. c. Buku ini jarang ditemukan di toko-toko buku umum.



B. BUKU PEMBANDING 1. Kelebihan a. Buku memberikan informasi tentang kajian bahasa yang cakupannya sangat luas namun dirangkum dan diuraikan secara ringkas dan padat. b. Buku ini menggunakan kata-kata yang lugas dan baku sehingga mudah untuk dipahami oleh semua kalangan orang.



38



c. Sampul buku cukup bagus sehingga menarik perhatian untuk dibeli. 2. Kekurangan a. Buku terlalu monoton dalam menyampaikan isinya sehingga terlalu mendominasi pada sebuah teori saja. b. Subbab yang diberikan juga terlalu banyak sehingga membuat pembaca malas untuk membacanya.



BAB IV PENUTUP



A. KESIMPULAN



Secara popular orang sering menyatakan bahwa linguistik adalah ilmu tentang bahasa atau ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya. Pada dasarnya setiap ilmu, termasuk juga ilmu linguistik telah mengalami 3 tahap perkembangan, yaitu spekulasi, observasi dan klasifikasi, dan perumusan teori. Dengan mempelajari linguistik berarti membuka gerbang menuju berbagai pintu masuk pada bidang kajian kebahasaan dan ilmu-ilmu lainnya. Buku ini membantu dan mempermudah proses pembelajaran untuk memahami konsep-konsep yang termasuk dalam lingkup bidang kebahasaan sebagai upaya menjelajahi samudera linguistik. Buku ini bebas digunakan oleh kalangan apapun, baik pelajar dan mahasiswa. Karena buku ini berisi tentang sifat dasar sebuah bahasa.



B. SARAN



Sebaiknya penulis menggunakan bahasa yang lebih mudah dipahami (tidak baku) sehingga memudahkan para pembaca terutama bagi pemula untuk memahaminya. Dan



39



apabila ada penggunaan istilah-istilah kesastraan, alangkah baiknya untuk membuat catatan kaki yang membahas artinya.



40



DAFTAR PUSTAKA Chaer, Abdul. 2012. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta. Abdullah, Alek dan Achmad HP. 2013. Linguistik Umum. Jakarta: Erlangga.