16 0 4 MB
Akreditasi IDI
Artikel CME Continuing Medical Education
647 Hormon Tiroid dan Efeknya pada Jantung
• ISSN: 0125-913X • CDK-208/ vol. 40 no. 9 • September 2013 • http.//www.kalbemed.com/CDK.aspx
661
TINJAUAN PUSTAKA Diagnosis dan Penatalaksanaan
689
LAPORAN KASUS Liken Planus Hipertropic: Spondilitis Tuberkulosis
689
BERITA TERKINI Laporan Kasus
CDK-208/ vol. 40 no. 9, th. 2013
ISSN: 0125-913X http://www.kalbemed.com/CDK.aspx
Alamat Redaksi Gedung KALBE Jl. Letjen. Suprapto Kav. 4 Cempaka Putih, Jakarta 10510 Tlp: 021-420 8171 Fax: 021-4287 3685 E-mail: [email protected] http://twitter.com/CDKMagazine Nomor Ijin 151/SK/DITJEN PPG/STT/1976 Tanggal 3 Juli 1976 Penerbit Kalbe Farma Pencetak PT. Dian Rakyat
Ketua Pengarah dr. Boenjamin Setiawan, PhD Pemimpin Umum dr. Kupiya Timbul Wahyudi Ketua Penyunting Dr. dr. Budi Riyanto W., SpS Dewan Redaksi dr. Karta Sadana, MSc, SpOk dr. Artati dr. Esther Kristiningrum dr. Dedyanto Henky dr. Yoska Yasahardja
dr. Albertus Agung Mahode Tata Usaha Dodi Sumarna
DAFTAR ISI 645
715
Agenda
717
Indeks
EDITORIAL
ARTIKEL 647 Hormon Tiroid dan Efeknya pada Jantung Anggoro Budi Hartopo
651
Patofisiologi dan Tata Laksana Remodeling Kardiak Darmadi
656
Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue dengan Penyulit Soroy Lardo
661
Diagnosis dan Penatalaksanaan Tuberkulosis Zuwanda, Raka Janitra
674
Implementasi Program Pengendalian Resistensi Antibiotik dalam Mendukung Program Patient Safety Erwin Astha Triyono
679
Spondilitis
643
Liken Planus Hipertrofik: Laporan Kasus Sri Agustina S, Dwi Rakhmawati, Suci Widhiati, Nugrohoaji Dharmawan, Nurrachmat Mulianto, Indah Julianto, Sunardi Radiono
683
Gigi Palsu di Trakea-Laporan Kasus Anton Christanto, Edhie Samodra, Anton B Darmawan, Novi Primadewi
BERITA TERKINI 687
689
Diet Ketogenik untuk Pasien Obesitas RePOOpulate, Tinja Sintetik untuk Mengeradikasi Infeksi Clostridium Difficile Resisten Antibiotik
691 Desflurane Tampaknya Lebih Aman untuk Pasien Alzheimer
693
Allopurinol
Bermanfaat
Mengurangi
Left
Ventricular Mass dan Meningkatkan Fungsi Endotel pada Pasien Jantung Iskemik
694 695
HES Kentang vs HES Jagung Ketofol untuk Sedasi Prosedur Gawat Darurat615 Tadalafil: Phosphodiesterase Inhibitor Tipe 5 yang Lebih Efektif untuk Disfungsi
Ereksi
697
Nutrisi Parenteral Dini vs Nutrisi Parenteral Lambat pada Pasien Anak Kritis di ICU
699 Salbutamol sama Efektifnya dengan Levosalbutamol untuk Asma 701
703
Testosterone untuk Rehabilitasi Pria Penderita Gagal Jantung Kronis dengan Status Testosterone Rendah Ketorolac Efektif untuk Penanganan Migren Akut
705
Meropenem Dibandingkan Ceftazidime/Avibactam + Metronidazole untuk Infeksi Intraabdomen
707
Penambahan Tofacitinib Efektif untuk Rheumatoid Arthritis yang tidak atau Kurang Merespons Methotrexate
dengan
709 Ropivacaine Efektif Menurunkan Nyeri Pascaoperasi Kanker Payudara
711
Opini
PANDUAN UNTUK PENULIS Pelvic fl oor exercise can reduce stress incontinence. Health News. 2005;11(4):11.
CDK (Cermin Dunia Kedokteran) menerima naskah yang membahas
4• pustaka, opini, ataupun hasil penelitian di bidang-bidang tersebut, termasuk berbagai aspek kesehatan, kedokteran, dan farmasi, bisa berupa tinjauan laporan kasus. Naskah yang dikirim ke Redaksi adalah naskah yang khusus untuk diterbitkan oleh CDK (belum pernah diterbitkan di jurnal lain); bila pernah dibahas atau dibacakan dalam pertemuan ilmiah, hendaknya diberi keterangan mengenai nama, tempat, dan saat berlangsungnya pertemuan tersebut.
PANDUAN UMUM Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Jika menggunakan bahasa Indonesia, hendaknya mengikuti kaidah-kaidah bahasa Indonesia yang berlaku (merujuk pada Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, Pedoman Umum PembentukanKamus Besar Bahasa Indonesia). Istilah medis sedapat mungkin menggunakan istilah bahasa Indonesia yang baku, atau diberi padanannya dalam bahasa Indonesia. Panjang naskah berkisar antara 2000-3000 kata, ditulis dengan program MS Word, jenis huruf Times New Roman ukuran 12.
ABSTRAK DAN KATA KUNCI Setiap naskah harus disertai dengan abstrak dalam bahasa Indonesia dan Inggris, disertai dengan 3-5 kata kunci yang disusun berdasarkan abjad. Abstrak ditulis dalam 1 (satu) paragraf dan, untuk artikel penelitian, bentuknya tidak terstruktur dengan format introduction, methods, results, discussion (IMRAD). Panjang abstrak maksimal 200 kata. Jika tidak ada, Redaksi berhak membuat sendiri abstrak berbahasa Indonesia maupun Inggris untuk naskah tersebut. NAMA DAN INSTITUSI PENULIS Nama (para) penulis dicantumkan lengkap (tidak disingkat), disertai keterangan lembaga/ fakultas/institut tempat bekerjanya dan alamat e-mail. TABEL/GRAFIK/GAMBAR/BAGAN Tabel/grafi k/gambar/bagan yang melengkapi naskah dibuat sejelas-jelasnya dan dikirimkan terpisah dalam format JPG (resolusi minimal 150 dpi dengan ukuran sebenarnya). Keterangan pada tabel/grafi k/gambar/bagan sedapatdapatnya dituliskan dalam bahasa Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA Daftar pustaka disusun menurut aturan Vancouver. Rujukan diberi nomor urut sesuai pemunculannya di dalam naskah. Jika penulis enam orang atau kurang, cantumkan semua; bila tujuh atau lebih, tuliskan enam yang pertama dan tambahkan et al.
5•
6•
Volume dengan Suplemen Geraud G, Spierings EL, Keywood C. Tolerability and safety of frovatriptan with shortand long-term use for treatment of migraine and in comparison with sumatriptan. Headache. 2002;42 Suppl 2:S93-9. Edisi dengan Suplemen Glauser TA. Integrating clinical trial data into clinical practice. Neurology. 2002;58(12 Suppl 7):S6-12. Jurnal Elektronik Sillick TJ, Schutte NS. Emotional intelligence and selfesteem mediate between perceived early parental love and adult happiness. E-Jnl Appl Psych [serial on the Internet]. 2006 [cited 2010 Aug 6];2(2):3848. Available from: http://ojs.lib.swin.edu.au/ index.php/ejap/article/view/71/1 00.
BUKU
1•
Penulis/Editor Tunggal
1. 2.
2•
2.
4•
Storey KB, editors. Functional metabolism: regulation and adaptation. Hoboken (NJ): J. Wiley & Sons; 2004.
Lebih dari Satu Penulis/Editor
1.
3•
Hoppert M. Microscopic techniques in biotechnology. Weinheim: Wiley-VCH; 2003.
Lawhead JB, Baker MC. Introduction to veterinary science. Clifton Park (NY): Thomson Delmar Learning; 2005. Gilstrap LC, Cunningham FG, Van Dorsten JP, editors. Operative obstetrics. 2nd ed. New York: McGraw-Hill; 2002.
Edisi dengan Volume Lee GR, Bithell TC, Foerster J, Athens JW, Lukens JN, editors. Wintrobes clinical hematology. 9th ed. Vol 2. Philadelphia: Lea & Febiger; 1993. Bab dalam Buku Ford HL, Sclafani RA, Degregori J. Cell cycle regulatory cascades. In: Stein GS, Pardee AB, editors. Cell cycle and growth control: biomolecular regulation and cancer. 2nd ed. Hoboken (NJ): Wiley-Liss; 2004. p. 42-67.
PROSIDING KONFERENSI Harnden P, Joffe JK, Jones WG, editors. Germ cell tumours V:
Kepustakaan maksimal berjumlah 20 buah, terbitan 10 tahun terakhir. Diupayakan lebih banyak kepustakaan primer (dari jurnal, proporsi minimal 40%) dibanding kepustakaan sekunder.
Proceedings of the 5th Germ Cell Tumour conference; 2001 Sep 13-15;
Contoh format penulisan kepustakaan sesuai aturan Vancouver:
MAKALAH KONFERENSI
Leeds, UK. New York: Springer; 2002.
Christensen S, Oppacher F. An analysis of
JURNAL
Koza’s computational effort statistic for
1•
genetic programming. In: Foster JA, Lutton
Standar
1. 2. 3. 2•
Skalsky K, Yahav D, Bishara J, Pitlik S, Leibovici L, Paul M. Treatment of human brucellosis: systematic review and meta-analysis of randomised controlled trials. BMJ. 2008; 36(7646):701-4. Rose ME, Huerbin MB, Melick J, Marion DW, Palmer AM, Schiding JK, et al. Regulation of interstitial excitatory amino acid concentrations after cortical contusion injury. Brain Res. 2002;935(1-2):40-6.
Organisasi sebagai Penulis
1. 2. 3•
E, Miller J, Ryan C, Tettamanzi AG,
Halpern SD, Ubel PA.Solid-organ transplantation in HIVinfected patients. N Engl J Med. 2002;347:284-7.
American Diabetes Association. 2003;Suppl:19-20, 24.
Diabetes
update.
Nursing.
Parkinson Study Group. A randomized placebo-controlled trial of rasagiline in levodopatreated patients with Parkinson disease and motor fl uctuations: the PRESTO study. Arch Neurol. 2005;62(2):241-8.
Tanpa Nama Penulis
editors. Genetic programming: EuroGP 2002: Proceedings of the 5th European Conference
on
Genetic
Programming;
2002 Apr 3-5; Kinsdale, Ireland. Berlin: Springer; 2002. p. 182-91.
PENGIRIMAN NASKAH Naskah dikirim ke redaksi dalam bentuk softcopy / CD atau melalui email ke alamat:
R e d a k si C D K Jl. Letjen Supra pto
Kav. 4 Cempaka Putih, Jakarta 10510 E-mail: [email protected] Tlp: (62-21) 4208171 Fax: (62-21) 42873685 Seluruh pernyataan dalam naskah merupakan tanggung jawab penulis. Redaksi berhak mengubah susunan bahasa tanpa mengubah isinya. Naskah yang tidak diterbitkan dikembalikan ke pengarang jika ada permintaan.
Korespondensi selanjutnya akan dilakukan melalui
e-mail.
administrasi,
Untuk
mohon
keperluan
disertakan
juga
curriculum vitae, no. Rek. Bank, dan (bila ada) no./alamat NPWP.
Tulisan dalam majalah ini merupakan pandangan/pendapat
Mengingat saat ini CDK sudah dapat diakses lewat internet (online), tentu naskah yang telah diterbitkan akan dapat lebih mudah diunduh dan dimanfaatkan oleh kalangan yang lebih luas.
penulis
dan
pandangan
tidak
masing-masing selalu
atau
merupakan kebijakan
instansi/lembaga tempat kerja si penulis.
644
CDK-208/ vol. 40 no. 9, th. 2013
Edito rial Akreditasi IDI
Artikel CME Continuing Medical Education
647 Hormon Tiroid dan Efeknya pada Jantung
r*44/9r$%,UUQWPMXXXLBMCFNFEOPrDPN4FQUFNCFS$%,BTQY
661
TINJAUAN PUSTAKA Diagnosis dan Penatalaksanaan Spondilitis Tuberkulosis
689
LAPORAN KASUS Liken Planus Hipertropic: Laporan Kasus
689
BERITA TERKINI Desflurane Tampaknya Lebih Aman untuk Pasien Alzheimer
Demam berdarah dengue masih tetap merupakan masalah sepanjang tahun di Indonesia dan tidak lagi mengenal musim. Karena itu, masih perlu ditelaah, apalagi jika diderita oleh seseorang yang sebelumnya telah mengidap penyakit atau kondisi lain– topik yang menjadi salah satu bahasan dalam edisi ini. Tinjauan mengenai vitamin B6 dan garlic dalam kaitannya dengan pencegahan atau pengobatan penyakit atau kondisi medis tertentu menarik untuk disimak, mengingat popularitas vitamin dan suplemen di kalangan masyarakat awam. Penggunaan untuk indikasi medis tentu seyogianya telah melewati uji klinis yang sahih. Seperti biasa, dilengkapi dengan berita terkini mengenai perkembangan dunia kedokteran mutakhir. Selamat membaca.
Redaksi
645
CDK-208/ vol. 40 no. 9, th. 2013
REDAKSI KEHORMATAN
Prof. dr. Sarah S. Waraouw, SpA (K) Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi, Manado
Prof. Dr. dr. Sidartawan Soegondo, SpPD, KEMD, FACE Prof. dr. Abdul Muthalib, SpPD-KHOM Divisi Hematologi Onkologi Medik, Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta
Prof. Dr. Dra. Arini Setiawati, SpFK Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta
Prof. dr. H. Azis Rani, SpPD, KGEH Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta
Prof. Dr. dr. Charles Surjadi, MPH Puslitkes Unika Atma Jaya
Prof. Dr. dr. Darwin Karyadi, SpGK Institut Pertanian Bogor, Bogor, Jawa Barat
Prof. dr. Djoko Widodo, SpPD-KPTI Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta
Prof. dr. Faisal Yunus, PhD, SpP (K) Departemen Pulmonologi & Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/SMF Paru RS Persahabatan, Jakarta
Prof. Dr. dr. Ignatius Riwanto, SpB (K) Bagian Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro/RS Dr. Kariadi, Semarang
Prof. Dr. dr. Johan S. Masjhur, SpPD-KEMD, SpKN Departemen Kedokteran Nuklir, Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran/RSUP Dr. Hasan Sadikin, Bandung
Prof. dr. Rianto Setiabudy, SpFK Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta
Prof. Dr. dr. Rully M. A. Roesli, SpPD-KGH Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran/RSUP Dr. Hasan Sadikin, Bandung
Prof. dr. Samsuridjal Djauzi, SpPD, KAI Sub Dept. Alergi-Imunologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta
Bandung/RSUP Dr. Hasan Sadikin, Bandung
dr. Prijo Sidipratomo, SpRad (K) Bagian Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RSUPN
Prof. drg. Siti Wuryan A. Prayitno, SKM, MScD, PhD
Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta
Bagian Periodontologi, Fakultas Kedoteran Gigi Universitas Indonesia,
dr. R.M. Nugroho Abikusno, M.Sc., DrPH
Jakarta
Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti, Jakarta
Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila, SpAnd, FAACS
dr. Tony Setiabudhi, SpKJ, PhD
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar
Universitas Trisakti/Pusat Kajian Nasional Masalah Lanjut Usia, Jakarta
Dr. dr. Abidin Widjanarko, SpPD-KHOM Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/ RSUP Kanker Dharmais,
Dr. dr. Yoga Yuniadi, SpJP
Jakarta
Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Pusat Jantung Nasional Harapan Kita, Jakarta
Dr. dr. med. Abraham Simatupang, M.Kes Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia, Jakarta
dr. Anna Ulfah Rahajoe, SpJP (K) FIHA Ketua Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PP
dr. Aucky Hinting, PhD, SpAnd
PERKI), Jakarta
Bagian Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/RS Dr. Soetomo, Surabaya
dr. Savitri Sayogo, SpGK Departemen Ilmu Gizi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/ RSUPN Dr.
dr. Hendro Susilo, SpS (K)
Cipto Mangunkusumo, Jakarta
Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/ RS Dr. Soetomo, Surabaya
dr. Sudung O. Pardede, SpA (K) Departemen Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas
Dr. dr. Ike Sri Redjeki, SpAn KIC, KMN, M.Kes
Indonesia/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta
Bagian Anestesiologi & Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran
646
CDK-208/ vol. 40 no. 9, th. 2013
CONTINUING MEDICAL EDUCATION
Akreditasi IDI – 3 SKP
Hormon Tiroid dan Efeknya pada Jantung Anggoro Budi Hartopo Bagian Kardiologi dan Kedokteran Vaskular, Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
ABSTRAK Hormon tiroid merupakan hormon yang berperan penting menjaga struktur dan fungsi jantung. Pada kondisi normal, hormon tiroid memelihara kekuatan kontraksi jantung (inotropi) untuk memenuhi kebutuhan fi siologis tubuh. Pada penyakit tiroid, baik hipertiroidisme maupun hipotiroidisme, terjadi kelainan patologis pada jantung yang disebut penyakit jantung tiroid. Kelainan patologis pada jantung akibat gangguan hormon tiroid adalah gangguan irama jantung, hipertrofi ventrikel kiri, dan gagal jantung. Mekanisme kerja hormon tiroid meliputi efek genomik dan non-genomik pada kardiomiosit yang memberikan efek fenotipik jangka pendek maupun jangka panjang pada jantung. Efek genomik meliputi modifi kasi proses transkripsi gen pada kardiomiosit, sedangkan efek non-genomik meliputi ikatan pada reseptor membran dan protein sitoplasma kardiomiosit. Kata kunci: hormon tiroid, kardiomiosit, reseptor tiroid
ABSTRACT Thyroid hormone is essential for maintaining structure and function of the heart. In normal condition, thyroid hormone preserves the strength of heart contraction (inotropy) to meet physiological demand. In thyroid diseases, either hyperthyroidism or hypothyroidism, caused pathologic heart abnormalities called thyroid heart diseases. The patologic heart abnormalities due to thyroid hormone disorders are dysrythmia, left ventricular hypertrophy and heart failure. The mechanism of action of thyroid hormone includes genomic and non-genomic types on cardiomyocyte that give short and long term phenotypic effects to the heart. Genomic effect includes modifi cation of gene transcription in cardiomyocyte, whereas non-genomic effect includes ligation to membrane receptors and cytoplasmic proteins of cardiomyocytes. Anggoro
Budi Hartopo. Thyroid Hormone and It’s Effect on the Heart. Key words: thyroid hormone, cardiomyocyte, thyroid receptor T4,
hormon tiroid pada jantung, para Penyakit tiroid didapatkan pada sekitar 15% populasi, terutama pada klinisi diharapkan perempuan dewasa.1 Dalam kondisi normal, hormon tiroid memberikan bisa memahami efek terhadap kekuatan kontraktilitas jantung; sel otot jantung atau mekanisme aksi kardiomiosit mengalami perubahan struktural dan fungsional akibat efek obat-obat antitiroid hormon tiroid. Pada penyakit tiroid, baik hipertiroidisme maupun pada jantung. PENDAHULUAN
selebihnya
(±15%) adalah T3. Di dalam hepar, ginjal dan otot skelet, T4 diubah
menjadi T3.1 Selain T4 dan T3, baru-baru ini
penyakit jantung tiroid. Gangguan irama jantung, hipertrofi ventrikel kiri, MEKANISME
adanya
KERJA HORMON TIROID
Tinjauan pustaka ini membahas mekanisme kerja hormon tiroid pada Kelenjar
tiroid
jantung, terutama ditinjau dari sisi molekuler, dan efek patologis memproduksi gangguan hormon tiroid pada jantung. Dengan mengetahui jenis hormon mekanisme kerja
dua aktif,
diidentifi
hormon tiroid yang disebut (TAM)
tironamin yang
fi
siologis.2
TAM
and triiodotironin (T3).
tiroid
Kedua hormon tiroid
dekarboksilasi
tersebut
yang
kelenjar
akibat hormon
tiroid
stimulasi penstimulasi
tiroid (TSH). Sebagian besar (±85%) hormon tiroid disekresikan
yang dalam
peredaran darah oleh kelenjar tiroid adalah
juga
mempunyai aktivitas merupakan
oleh
kasi derivat
yaitu levotiroksin (T4 )
disintesis
5’-
monodeiodinase
hipotiroidisme, terjadi kelainan patologis pada jantung yang disebut dan gagal jantung merupakan efek patologis hormon tiroid pada jantung.
oleh
dalam
hormon
hasil
proses T4
berlangsung
sitoplasma. Transp or hormo n tiroid dalam sitopla sma Masuknya T4 dan T3 ekstraseluler ke dalam sitoplasma sel target difasilitasi oleh protein transporter hormon tiroid yang ditemukan di membran plasma. T4 mempunyai dua transporter, yaitu Lat2 dan Oatp14.2 Setelah berikatan dengan kedua transporternya, T4 masuk ke dalam sitoplasma dan mengalami deiodinasi menjadi
T3 atau dekarboksilasi menjadi TAM; transporter untuk T3 adalahhormon tiroid (TR) MCT8.2 Dalam sitoplasma, baik T3 yang berasal dari deiodinasi T4 yang terdapat dalam dan maupun T3 yang ditransport oleh MCT8 berikatan dengan reseptornukleus menjalankan fungsi fi Alamat korespondensi
email:
[email protected]
CDK-208/ vol. 40 no. 9, th. 2013
siologisnya. Berbeda dengan T4 dan T3 yang mempunyai
reseptor di nukleus, TAM bukan
Tabel 1 Distribusi isoform TR pada berbagai organ tubuh dan kadar ekspresivitasnya 3
berikatan dengan reseptor di dalam nukleus, melainkan berikatan dengan reseptor di membran plasma. Reseptor untuk TAM adalah trace amine associated receptors (TAAR); TAAR merupakan golongan G-protein-coupled receptors (GPCR).2 Mekanisme kerja hormon tiroid meliputi aksi genomik dan nongenomik. Aksi genomik melibatkan transkripsi gen target, sedangkan aksi non-genomik bukan melalui proses aktivasi transkripsi gen, melainkan melalui aktivasi langsung protein-protein dalam sel target. Gambar 1 menunjukkan mekanisme kerja hormon tiroid pada sel target.
Organ yang mengekspresi Isoform TR Kadar tinggi
Kadar rendah Ginjal, otot skelet, paru, jantung,
TRα1
Otak
TRα2
Otak Ginjal, hati, otak, jantung, tiroid Otak, retina, telinga dalam Ginjal, hati, paru
TRβ1 TRβ2 TRβ3
testis, hati Ginjal, otot skelet, paru, jantung, testis, hati Otot skelet, paru, limpa Paru, jantung Otot skelet, limpa, otak, jantung
Aksi genomik hormon tiroid Aksi genomik hormon tiroid melibatkan aktivasi transkripsi pada promoter gen target T3 yang difasilitasi oleh TR dalam nukleus. TR merupakan faktor transkripsi nukleus yang mengenali sekuens DNA-spesifi k promoter pada gen target T3. Terdapat dua isoform TR, yaitu TRα dan TRβ. 3 Ekspresi dan distribusi dua isoform tersebut bervariasi pada berbagai organ tubuh (tabel 1). TR berikatan dengan dengan thyroid hormone response elements (TRE) dalam gen target T3. TRE merupakan sekuens heksanukleotid yang terintegrasi dalam promoter gen target T3. Ikatan TR dengan TRE bisa berupa homodimer (TR-TRE) atau membentuk heterodimer dengan retinoid X receptor / RXR (TR3 RXR-TRE).
Gambar 1 Mekanisme aksi hormon tiroid (T3, T4 dan TAM) di dalam sel target, baik secara genomik dan non-genomik2,3
Terdapat tiga isoform RXR, yaitu RXRα, RXRβ, dan RXRγ, yang salah satunya membentuk heterodimer dengan TR. Heterodimer dengan RXR memperkuat daya ikatan TR pada TRE sekaligus meningkatkan respons kompleks ini terhadap T3.3 T3 dalam sitoplasma mengalami translokasi ke dalam nukleus dan berikatan dengan TR. Ikatan T3 pada kompleks TRRXR-TRE menyebabkan rekrutmen koaktivator yang mengubah konformasi kompleks ini. Konformasi baru ini mengaktifkan kompleks TRRXR-TRE untuk memulai aktivitas 3 transkripsi. Selain dalam nukleus, TR juga ditemukan dalam mitokondria, yang merupakan varian dari TRα. Varian reseptor ini juga berikatan dengan TRE dan T3 untuk memulai proses transkripsi dalam gen mitokondria.4 Aksi nongenomik hormon tiroid Hormon tiroid bekerja secara non-genomik
melalui aktivasi sinyal yang dimulai EFEK dari ikatan T4 atau T3 padaMOLEKULE reseptor di membran plasma dan ikatan langsung T4 atau T3 padaR HORMON protein-protein spesifi k dalamTIROID sitoplasma. Reseptor pada membran plasma sebagai ligan T3PADA atau T4 adalah integrin αVβ3. JANTUNG Ikatan T3 atau T4 pada integrin Pengaruh αVβ3 mengaktifkan jalur kaskadehormon tiroid MAPK dan ERK1/2, yangpada fungsi fi jantung menyebabkan berbagai tingkatansiologis sangat aktivasi seluler.3 Protein spesifi kdipengaruhi kadar dalam sitoplasma yang berikatanoleh T3. Hal dengan T3 atau T4 adalah ERK1/2 serum ini karena dan PI3-K, yang menimbulkanjantung tidak beberapa respons fi siologis.2,3mempunyai aktivitas5’Efek-efek yang terjadi akibat aksi non-genomik hormon tiroidmonodeiodinase ,sehinggaambil meliputi pengaktifan Ca2+-ATPasean T3 dari dan Na-K-ATPase pada membranperedaran plasma, peningkatan ambilandarah merupakan (uptake) 2-deoksiglukosa, pengatursumber hormon + + utama pertukaran Na /H , peningkatan inftiroid uks Na+ ke dalam sel, peningkatanpada 1 kardiomiosit ; proliferasi seluler pada sel tumor, T3 bekerja pada pacuan angiogenesis, pacuankardiomiosit polimerisasi aktin, dan fasilitasisecara genomik nonpergerakan TR dari sitoplasma ke dan genomik. nukleus.3 T3 bekerja secara genomik melalui ikatan dengan TR yang terletak dalam nukleus kardiomiosit. Aktivasi kompleks TRRXR-TRE oleh T3 meningkatkan proses transkripsi dan ekspresi gengen yang menyandi protein-protein struktural dan pengatur beserta enzimenzim penting dalam kardiomiosit.5 Gen-gen pada kardiomiosit yang ekspresinya dipengaruhi oleh kompleks T3-TR-RXR-TRE dapat dikelompokkan menjadi 2 jenis. Jenis pertama adalah gen yang diatur secara positif,
648
CDK-208/ vol. 40 no. 9, th. 2013
Tabel 2 Gen yang dipengaruhi oleh hormon tiroid dan respons yang dihasilkan
Gen yang diatur positif Rantai berat alfa-miosin
Efek genomik
Efek fenotipik
Aktivitas (pato)fisiologis
Peningkatan transkripsi
Peningkatan protein rantai berat alfa-miosin pada fi lamen tebal
Hipertrofi dan peningkatan kontraksi kardiomiosit
Peningkatan transkripsi
Peningkatan protein SERCa2 pada retikulum
Penurunan kadar kalsium sitoplasma
Ca2+-ATPase retikulum sarkoplasma
sarkoplasma
Na+-K+-ATPase
Peningkatan transkripsi
Peningkatan protein membran transporter
Peningkatan ef uks natrium
Reseptor adrenergik beta-1
Peningkatan transkripsi
Peningkatan protein reseptor adrenergik beta-1
Peningkatan respons adrenergik kardiomiosit
Atrial natriuretic hormone
Peningkatan transkripsi
Peningkatan pro-ANP dan ANP
Gangguan pengaturan garam dan keseimbangan cairan
Voltage-gated potassium channels
Peningkatan transkripsi
Peningkatan ekspresi Kv1.5, Kv4.2, dan Kv4.3
Peningkatan ef uks kalium
Guanine-nucleotide-regulatory proteins
Peningkatan transkripsi
Peningkatan guanine-nucleotide binding proteins
Peningkatan aktivitas adenilat siklase dan menaikkan cAMP kardiomiosit
Gen yang diatur negatif
Efek genomik
Efek fenotipik
Aktivitas (pato)fisiologis
Rantai berat beta-miosin
Penurunan transkripsi
Penurunan protein rantai berat beta-miosin pada fi lamen tebal
Hipertrofi dan peningkatan kontraksi kardiomiosit
Fosfolamban
Penurunan transkripsi
Peningkatan aktivitas fosfolamban
Penghambatan aktivitas SERCa2
Adenilil siklase tipe V dan VI
Penurunan transkripsi
Penurunan adenilat siklase
Penurunan konsentrasi cAMP intraseluler
T3 nuclear receptor- α1
Penurunan transkripsi
Penurunan TRα1
Penghambatan aktivitas transkripsi oleh TRα1
Penurunan Na+/Ca2+ exchanger membran
Penghambatan inf uks natrium dan ef uks kalsium
Na+/Ca2+ exchanger
Penurunan transkripsi
plasma
yaitu gen-gen yang mengalami peningkatan aktivitas transkripsi akibat T3. Gen berat,
fosfolamban, 2+ adenilil siklase tipe V ini antara lain gen alfa-miosin rantai berat, Ca -ATPase retikulum + + dan VI, thyroid sarkoplasma, Na -K -ATPase, reseptor adrenergik beta-1, atrial natriuretic hormone receptor-1, 1 hormone (ANP), dan voltage-gated potassium channels.
Gen alfa-miosin
rantai berat menyandi protein kontraktil rantai berat alfa-miosin yang dan
Na+/Ca2+
1,5 Gen beta-miosin rantai 2+ Gen Ca -ATPase retikulum sarkoplasma menyandi protein SERCa2 dalam berat menyandi membran retikulum sarkoplasma, yang mengatur ambilan kalsium dari protein miosin rantai sitoplasma ke dalam retikulum sarkoplasma selama fase diastolik jantung. 5 berat tipe beta pada fi Ambilan kalsium ini menurunkan kadar kalsium dalam sitoplasma yang penting lamen tebal yang dalam memperlama fase diastolik. Kedua gen tersebut berperan dalam merupakan ATPase pengaturan fungsi sistolik dan diastolik jantung. Gen Na +/K+-ATPase danmiosin tipe lambat. voltage-gated potassium channels mengatur respons elektrik dan kimiawi T3 menurunkan kardiomiosit.1 T3 meningkatkan ekspresi protein pengatur transportasi ion ekspresi gen betatersebut yang berperan dalam menghantarkan aktivitas elektrik kardiomiosit. miosin rantai berat Gen reseptor adrenergik beta-1 menyandi protein reseptor beta-1 pada sekaligus menaikkan membran plasma kardiomiosit, yang berfungsi sebagai penghantar respons- ekspresi alfa-miosin berat, respons jantung terhadap pacuan simpatis dan adrenergik. 1,5 Ekspresirantai menghasilkan efek reseptor beta-1 mengalami peningkatan akibat pengaruh T3. hipertrofi dan peningkatan Jenis kedua adalah gen yang diatur secara negatif, yaitu gen-gen kontraktilitas
merupakan serabut otot tipe cepat dalam fi lamen tebal pada kardiomiosit. 1,5exchanger.
yang mengalami penurunan aktivitas transkripsi akibat T3. Gen ini kardiomiosit.6 Fosfolamban antara lain gen beta-miosin rantai merupakan penghambat Ca2+ATPase retikulum endoplasma dalam memompa kalsium ke dalam retikulum sarkoplasma.5 T3 menurunkan ekspresi gen fosfolamban dan
sekaligus meningkatkan aktivitas SERCa2. Pada hipotiroidisme, ekspresi fosfolamban pada kardiomiosit meningkat, menyebabkan hambatan ambilan kalsium ke dalam retikulum sarkoplasma sehingga kalsium sitoplasma meningkat dan mengganggu fase diastolik.5 Tabel 2 menunjukkan gen yang dipengaruhi oleh hormon tiroid beserta efek-efek yang ditimbulkan. Hormon tiroid juga bekerja secara nongenomik, yaitu melalui efek ekstranuklear pada kardiomiosit. Aksi ini tidak melibatkan TRE maupun transkripsi gen. Mekanisme efek non-genomik ini
terjadi melalui ikatan T3 atau T4 pada reseptor dalam membran plasma, retikulum sarkoplasma, sitoskeleton, mitokondria atau elemen-elemen kontraktil kardiomiosit, dan ikatan T3 langsung pada protein spesifi k dalam sitoplasma kardiomiosit.5,6
Efek
non-genomik ini muncul lebih cepat dibandingkan efek genomik hormon tiroid. Efek-efek yang terjadi
brilasi atrium. Gambaran perubahanpolarisasidanpermeabilitassaluran ion untuk Na +, K+, dan Ca2+elektrokardiografi pada membran plasma, pacuan aktivitas Ca 2+-ATPase pada sarkolemayang lain adalah blok dan retikulum sarkoplasma, aktivasi reseptor beta adrenergik,A-V derajat I, polimerisasi aktin, dan modulasi fungsi adenine nucleotide translocator-1 pemendekan interval pada membran mitokondria.1,7 Pada peningkatan T3 sirkulasi dalam Q-T, takikardia jangka waktu pendek, efek non-genomik lebih berperan dibanding efek supraventrikular,dana genomik. Namun, pada hipotiroidisme atau hipertiroidisme jangka lama,bnormalitasgelomban efek genomik lebih menonjol. g T.7 Pasien
bradikardia, amplitudo kompleks QRS yang rendah (low voltage complex), pemanjangan interval P-R, pemanjangan interval Q-T, dan inversi gelombang
belum
hipotiroidisme HORMON TIROID DAN ARITMIA menunjukkan Hormon tiroid memengaruhi irama jantung melalui efeknya pada salurangambaran saluran ion kardiomiosit. Gambaran elektrokardiografi yang paling sering elektrokardiografi pada pasien hipertiroidisme adalah sinus takikardia, fl utter atrium, dan fi berupa sinus
T.7
Hormon
pada
mekanisme
non-genomik
ini
adalah
CDK-208/
nucleotide-gated channels 2/4 yang berperan dalam memulai impuls jantung pada pacemaker.7 Efek hormon tiroid terhadap overekspresi beta-1-adrenergic receptor pada kardiomiosit menyebabkan hipersensitivitas kardiomiosit terhadap respons adrenergik yang mengakibatkan kenaikan kadar cAMP intraseluler. Kenaikan cAMP ini mempercepat fase depolarisasi diastolik yang meningkatkan laju jantung. 1 Hormon tiroid menyebabkan perubahan ekspresivitas dan aktivitas protein-protein saluran ion pada membran plasma, proteinprotein saluran ion yang menghubungkan antar-kardiomiosit, sistem konduksi jantung, dan protein-protein sistem transpor kalsium. 7 Protein-protein pengatur ion dan sistem konduksi ini dipacu oleh T3 atau T4 dan mengaktifkan jalur aktivasi intraseluler yang meningkatkan eksitabilitas dan menyebabkan hiperresponsivitas kardiomiosit, sehingga muncul berbagai bentuk aritmia jantung.
HORMON TIROID DAN HIPERTROFI JANTUNG Hipertrofi jantung akibat hormon tiroid menyerupai hipertrofi fi siologis akibat (exerci se) olah fi sik
pembebanan atau yang berkelanjutan. Hipertrofi fi siologis ini ditandai dengan peningkatan kadar SERCa2, peningkatan kadar protein alfa-miosin rantai
berat pada fi lamen tebal dan penurunan kadar protein betamiosin rantai berat pada fi lamen tebal.5 T3, melalui mekanisme kerja genomik, memacu transkripsi proteinprotein struktural yang menyebabkan proliferasi dan
hipertrofi kardiomiosit. Mekanisme nongenomik, melalui ikatan T3 dengan ligannya dalam sitoplasma, turut berperan dalam hipertrofi jantung melalui aktivasi jalur PI3K yang meningkatkan sintesis protein-
Aktivitas T3 memengaruhi fungsi diastolik dan sistolik jantung. Aktivasi SERCa2 dalam retikulum sarkoplasma oleh T3 menyebabkan penurunan kalsium sitoplasma yang meningkatkan relaksasi ventrikel kiri. Dalam waktu bersamaan, T3 menghambat fosfolamban sehingga fungsi fosfolamban dalam menghambat kerja SERCa2 terblokir. Hasil akhirnya adalah perbaikan fungsi diastolik ventrikel kiri. T3 berefek langsung dalam fungsi kontraktil kardiomiosit melalui peningkatan kadar protein alfa-miosin rantai berat (yang mempunyai fungsi kontraktilitas tinggi) dan penurunan kadar protein betamiosin rantai berat (yang mempunyai fungsi kontraktilitas rendah).5,9 Aktivasi T3 terusmenerus pada kardiomiosit, seperti pada kondisi hipertiroidisme, menyebabkan kenaikan massa ventrikel kiri yang berpotensi mengganggu fungsi pengisian akhir diastolik.10 T3 juga memacu neovaskularisasi sekaligus menghambat apoptosis kardiomiosit yang mengalami hipertrofi sehingga memperberat hipertrofi yang terjadi.8 protein DAFTAR PUSTAKA
HORMO N TIROID DAN GAGAL JANTU NG Pada gagal jantung, gangguan tiroid yang paling sering ditemukan adalah penurunan kadar T3 dalam sirkulasi. Sekitar
karena
melibatkan yang
proses kompleks.
Proses
genomik
maupun
non-
genomik
berperan
serta
dalam
patogenesis
aritmia
akibat hormon tiroid. tiroid
mengatur transkripsi Mekanisme
hyperpolarization-
aritmogenesis
activated cyclic
akibat hormon tiroid
vol. 40 no. 9, th. 2013
struktural pada kardiomiosit sehingga terjadi hipertrofi fi siologis.8 T3 meningkatkan polimerisasi aktin menjadi protein-protein kontraktil fungsional yang memperkuat kontraktilitas kardiomiosit.3
sepenuhnya
dimengerti
649
gen SERCa2. Efek fenotipik yang ditemukan adalah penurunan kontraktilitas ventrikel kiri dan peningkatan waktu relaksasi ventrikel kiri, yang menyebabkan perburukan fungsi sistolik dan diastolik jantung.9 Penurunan kadar T3 juga menurunkan polimerisasi aktin pada sarkomer, menyebabkan gangguan struktural dan susunan geometri kardiomiosit, yang memengaruhi kontraktilitas jantung.9 Selain hipertrofi fi siologis, stimulasi hormon tiroid jangka lama dapat memacu sinyal-sinyal intraseluler yang menyebabkan hipertrofi patologis. Hipertrofi patologis akibat T3 difasilitasi oleh protein sitoplasma, yaitu transforming growth factor β-activated kinase 1 (TAK-1).12
Baik
hipotiroidisme
maupun
hipertiroidisme
dalam jangka lama dapat menyebabkan gagal jantung. Hipotiroidisme menyebabkan gangguan pertukaran kalsium kardiomiosit dan perubahan susunan Efeknya
protein
kardiomiosit.10,13
kontraktil
adalah
penurunan
relaksasi
kardiomiosit dan gangguan pengisian diastolik ventrikel kiri sehingga, secara klinis, terjadi pengurangan kontraktilitas jantung dan curah jantung.13 kenaikan
Hipertiroidisme massa
ventrikel
menyebabkan kiri
yang
dapat
menimbulkan efek berupa gangguan pengisian diastolik ventrikel kiri.10,13 10-30% pasien gagal jantung mempunyai kadar T3 rendah, yang dikenal dengan low thyroid syndrome atau euthyroid sick
SIMPULAN
syndrome.11 Turunnya kadar T3 serum berhubungan dengan penurunan transkripsi gen alfamiosin rantai berat maupun
hormon tiroid pada
Hormon
tiroid
memengaruhi
kerja
jantung, baik sistolik maupun
diastolik.
Mekanisme
kerja
kardiomiosit meliputi aksi
genomik
dan
non-genomik. Gangguan tiroid,
hormon baik
hipotiroidisme
hipertiroidisme,
efek
maupun
dapat menimbulkan
gangguan
1.
2.
Klein I, Danzi S. Thyroid disease and the heart. Circulation. 2007;116:1 725-35. Brix K, Fuhre D, Biebermann H. Molecules important for thyroid hormone synthesis and action -
650 CDK-208/ vol. 40 no. 9, th. 2013
Known facts and future perspectiv es. Thyroid Research. 2011;4(Su ppl 1):S9.
3.
Cheng SY, Leonard JL, Davis PJ. Molecula r aspects of thyroid hormone actions. Endocrin
e Rev. 2010;31:13 9-70.
5.
4.
Weitzel JM, Iwen KA. Coordinati on of mitochondr ial biogenesis by thyroid hormone. Mol Cell Endocrin. 2011;342:1 -7.
6.
Dillmann W. Cardiac hypertroph y and thyroid hormone signaling. Heart Fail Rev. 2010; 15:125-32. Dahl P, Danzi S, Klein I. Thyrotoxic cardiac disease. Curr Heart
berupadan
fungsional
strukturaljantung, Fail Rep. 2008;5:1 70-6.
7.
Tribulova N, Knezl V, Shainber g A, Seki S, Soukup T. Thyroid hormone s and cardiac arrhythmi as. Vasc Pharm.
gangguan
seperti
jantung,
2010;52:10 2-12.
8.
irama hipertrofi
ventrikel
kiri,
dan
gagal jantung.
A, Iervasi G. The role of thyroid hormone in the pathophysiology of heart failure: Clinical evidence. Heart Fail Rev. 2010;15:155-69.
Ojama K. Signaling mechanis ms in thyroid hormoneinduced cardiac hypertroph y. Vasc Pharm. 2010;52:11 3-9.
10.
Biondi B, Cooper DS. The clinical signifi cance of subclinical thyroid dysfunction. Endocrin Rev. 2008;29:76-131.
11.
Rhee SS, Pearce EN. The endocrine system and the heart: A review. Rev Esp Cardiol. 2011;64:220-31.
12.
9.
Wang Y-Y, Morimoto S,Du C-K, Lu Q-W, Zhan DY, Tsutsumi T, et al. Up-regulation of type 2 iodothyronine deiodinase in dilated cardiomyopathy. Cardiovasc Res. 2010;87:636–46.
13.
Galli E, Pingitore
Kahaly GJ, Dillmann WH. Thyroid hormone action in the heart. Endocrin Rev. 26;5:704-28.
Patofisiologi dan Tata Laksana Remodeling Kardiak Darmadi RSUD ZA Pagar Alam, Kabupaten Way Kanan, Lampung, Indonesia
ABSTRAK Remodeling kardiak merupakan kondisi fi siologis maupun patologis akibat infark miokard, tekanan berlebihan, volume berlebihan, atau kardiomiopati dilatasi idiopatik, yang melibatkan perubahan genetik, molekuler, dan seluler pada kardiomiosit dan interstisial. Mekanisme yang mendasari adalah regangan miokard, aktivasi neurohormonal dan peranan sitokin. ACEinhibitor, beta blocker, Ca channel blocker, angiotensin receptor blocker, dan antagonis aldosteron terbukti efektif dalam memodulasi proses remodeling. Artikel ini membahas patofi siologi dan tata laksana remodeling kardiak. Kata kunci: remodeling kardiak, fi brosis kardiak, hipertrofi kardiomiosit, gagal jantung
ABSTRACT Cardiac remodeling is commonly defi ned as a physiological or pathological state that may occur after myocardial infarction, pressure overload, volume overload, or idiopathic dilated cardiomyopathy, which involves genetic, molecular and cellular changes in cardiomyocytes and the interstitium. Underlying mechanisms include myocardial stretch, neurohormonal, and cytokine activation. ACE inhibitor, beta blocker, calcium channel blocker, angiotensin receptor blocker, and aldosterone antagonism have proven to be effective in modulating the process of remodeling. This review examines the pathophysiology and treatment of cardiac remodeling. Darmadi. Pathophysiology and Management of Cadiac Remodeling. Key words: cardiac remodeling, cardiac fi brosis, cardiomyocyte hypertrophy, heart failure training
membahas PENDAHULUAN remodeling Remodeling kardiak adalah ekspresi gen yang menghasilkan perubahan kardiak. Artikel ini molekuler, seluler, dan interstitial serta secara klinis bermanifestasi membahas patofi sebagai perubahan ukuran, bentuk dan fungsi jantung. Remodeling dapatsiologi dan bersifat fi siologis maupun patologis. Remodeling fi siologis adalahtatalaksana perubahan kompensasi dari dimensi dan fungsi jantung dalam merespon remodeling proses fi siologis seperti olahraga dan kehamilan. Remodeling patologiskardiak. dapat muncul karena tekanan berlebihan (stenosis aorta, hipertensi), volume berlebihan (regurgitasi katup), maupun pasca infark miokard dan PEMBAHASAN miokarditis.1
adaptasi struktural dan morfologik. Akibat peningkatan beban dinamik, jantung dengan
berespon hipertrofi
eksentrik (ditandai peningkatan
Remodeling Fisiologis
panjang kardiomiosit
Remodeling fi siologis
lebih dominan dibandingkan
Proses remodeling berkaitan dengan prognosis yang lebih buruk pada sering disebut sebagai pasien gagal jantung. Beberapa obat yang terbukti memiliki efek reverse athlete’s heart. remodeling dan mengurangi dilatasi ventrikel antara lain angiotensin- Jantung atlet converting enzyme (ACE)-inhibitor, beta-blocker, calcium channel blocker, merupakan kondisi fi angiotensin receptor blockers, dan antagonis aldosteron. 2 Banyaksiologis penelitian
(seperti pelari dan perenang) terjadi
akibat
peningkatan output
cardiac
dan
volume.
stroke Adaptasi
kardiovaskuler atlet
bisa
pada akibat
aktivitas fi sik dinamik, isometrik,
maupun
kombinasi keduanya.3
Pada jantung atlet endurance
yang
lebarnya). Terjadi perubahan miokard seperti ventrikel
dilatasi kiri,
peningkatan massa ventrikel kiri. Sedangkan pada atlet dengan strength training (seperti atlet angkat beban dan pegulat) perubahan
terkait dengan peningkatan tekanan sistolik dan diastolik. Jantung atlet ini merespon tekanan berlebihan yang tibatiba dengan hipertrofi konsentrik dan terkadang disertai peningkatan diameter kiri.
ventrikel Hipertrofi
konsentrik ditandai peningkatan lebar kardiomiosit yang lebih dominan dibandingkan panjangnya. Remodeling kardiak pada atlet strength training endurance
maupun training
tidak mutlak seperti yang sudah dijelaskan; dinding ventrikel kiri lebih tebal pada strength training, sementara dilatasi ventrikel kiri
lebih dominan pada endurance training. Atlet kombinasi kedua latihanPertumbuhan tersebut menunjukkan derajat dilatasi ventrikel kiri dan hipertrofi remodeling ventrikel yang lebih berat.3,4 adalah
Alamat
651
terhadap
miokard
dan
respons
berlebihan
struktural yang sesuai
Remodeling Adaptif dan Maladaptif
CDK-208/ vol. 40 no. 9, th. 2013
dan
tekanan
Dinding miokard yang
volume
menebal
yang
untuk
membebani jantung.
stres
korespondensi
email:
diperlukan
menormalisasi
[email protected]
Pathophysiologic stimulus
Hemodynamic alterations
Hormonal Imbalance
Increased ventricular wall tension
Cardiac hypertrophy Cardiac hypertrophy Cardiac dilatation and dilatation
Proses remodeling kardiak sangat dipengaruhi oleh beban hemodinamik, aktivasi neurohormonal, faktor endotelin, sitokin, nitric oxide, dan stres oksidatif. Proses yang dapat terjadi dalam remodeling antara lain pemanjangan kardiomiosit, dinding ventrikel menipis, ekspansi daerah infark, inflamasi dan reabsorpsi jaringan nekrosis, pembentukan jaringan parut, hipertrofi miosit, kehilangan miosit berkelanjutan, dan akumulasi kolagen pada interstisial kardiak.1
Cardiac remodeling (Alterations in shape and size of the myocardium)
Heart failure Gambar 1 Konsep remodeling kardiak terkait disfungi jantung pada kasus gagal jantung 7
Pathological heart remodelling
Pada infark miokard, remodeling ventrikel kiri mulai dengan cepat, biasanya dalam beberapa jam pertama setelah infark dan terus berlanjut. Perjalanannya dipengaruhi oleh tingkat keparahan penyakit dasar, kejadian sekunder seperti infark miokard berulang, faktor lain seperti iskemi atau aktivasi neuroendokrin, genotip, dan penatalaksanaan yang dilakukan. Saat miosit meregang, aktivitas norepinefrin lokal, pelepasan angiotensin dan endotelin meningkat. Perubahan ini menstimulasi gangguan ekspresi protein dan hipertrofi miosit. Hasil akhirnya adalah penurunan lebih jauh performa jantung disertai peningkatan aktivasi neurohormonal. Selain itu, peningkatan aktivasi aldosteron dan sitokin juga akan menstimulasi sintesis kolagen, yang mengarah pada fi brosis dan remodeling matriks ekstraseluler.7
Normal heart condition
Eccentric hypertrophy Concentric hypertrophy
Gambar 2 Hipertrofi Eksentrik dan Hipertrofi Konsentrik3
Fase untuk
awal remodeling adalah
memperbaiki dinding yang diinduksi tekanan berlebihan dan
area
dipertahankan walaupun beban kerja lebih
dan beratpembentukan jaringan dipengaruhititik tertentu dianggap geometri ventrikel.Besarnya
tinggi. Proses ini dipandang adaptif atau sebagai
Remodeling
kompensasi,
diartikan sebagaidengan perubahan geometriinfark. tanpa perubahansetelah
Segera infark
berat. Ventrikel yangmiokard, cedera ukurannya
area meluas
membesar
dilatasi dan
melalui proses ini pemendekan serat dapat tetap
memampukan
jantung
untuk
mempertahankan fungsi saat tekanan atau volume berlebihan pada fase akut kerusakan jantung. Pada kondisi tertentu seperti infark miokard,
miokarditis
kardiomiopati,
non
perubahan
iskemik, struktural
dan yang
diamati sebagian besar adalah maladaptif sejak awal. Perubahan struktural tidak diperlukan untuk mempertahankan volume kontraksi yang adekuat. Remodeling yang progresif selalu diartikan
mempunyai
efek
merusak
dikaitkan dengan prognosis buruk.5
Hipertrofi dan Remodeling Hipertrofi peningkatan
mempunyai arti
dan
massa tanpa
lebihremodeling
namundiikuti mempunyai dindingregional tipis akanpenipisan mempunyai beratinfark.
terkait ukuran
zona Saat
jantung yang samaremodeling, dimensi (tanpa hipertrofi )geometrik menjadi namun
mengalamikurang elips dan remodeling. Istilahlebih bulat, juga remodeling merujukterdapat perubahan ventrikel, pada perubahanmassa geometris
dengankomposisi tanpavolume
atau perubahan
dan yang
berat.semuanya Faktanya, padamempengaruhi hampir semua kasusfungsi jantung. Perubahan seluler remodeling, biasanya tetap adadan molekuler dalam peningkatan ototremodeling berupa dan
berat
jantunghipertrofi
miosit,
secara keseluruhan.nekrosis, apoptosis, 5 fi brosis, dan proliferasi fi broblas.
Patofisiologi Miosit
adalah
Akibat selberlebihan,
jantung utama yanginterna
volume radius ventrikel
terlibat dalam prosesmeningkat remodeling.
menyebabkan Komponen lain yanghipertrofi eksentrik. terlibat adalahSebaliknya tekanan interstitium,
fiberlebihan
broblas, kolagen danmenyebabkan tebal pembuluh darahdinding ventrikel kiri tanpa koroner dan prosesmeningkat lain yang terkaitatau dengan sedikit berupa nekrosis apoptosis.6
iskemik,peningkatan ukuran jantung, danrongga
sel
disebut konsentrik.
hipertrofi 8
652
Komponen Utama Remodeling Kardiak
1. Kardiomiosit Miosit dan sel jantung lain dipercaya terlibat dalam proses remodeling. Miosit menjadi fokus utama karena aktivitas kontraksi dan memberikan kontribusi terbesar pada massa jantung. Pada saat rusak, jumlah miosit berkurang dan miosit yang tersisa menjadi panjang atau hipertrofi sebagai bagian dari proses kompensasi awal untuk mempertahankan volume kontraksi setelah kehilangan jaringan kontraktil. Ketebalan dinding ventrikel juga akan meningkat. Kondisi pengisian yang terganggu meregangkan membran sel dan berperan menginduksi ekpresi gen terkait hipertrofi ; pada miosit jantung akan menyebabkan sintesis protein kontraktil yang baru dan penggabungan sarkomer baru. Ada hipotesis yang menyatakan bahwa pola yang terjadi akan menentukan apakah miosit jantung akan memanjang atau justru menambah diameternya.3,5,7 2. Peran proliferasi fi broblas Fibroblas dan sel endotel diaktivasi sebagai respons terhadap serangan iskemik. Stimulasi fi broblas meningkatkan sintesis kolagen dan menyebabkan fi brosis ventrikel. Hal ini menyebabkan apoptosis dan nekrosis kardiomiosit, digantikan oleh fi broblas dan kolagen ekstraseluler.6 Fibrosis menyebabkan kekakuan miokard yang mengganggu pengisian jantung. Kehilangan miosit merupakan mekanisme penting terjadinya gagal jantung. Apoptosis kardiomiosit akan menurunkan kontraktilitas dan menyebabkan berkurangnya ketebalan dinding miokard. Hal inilah yang menyebab-kan terjadinya kardiomiopati dilatasi. Ketika jantung terpapar tekanan berlebihan dan hipertrofi gagal, akan menyebabkan dilatasi ventrikel. Peningkatan kekakuan miokard dan penurunan kontraktilitas merupakan konsekuensi remodeling yang patologis dan menjadi prediktor kuat terjadinya gagal jantung.6,9 3. Peran degradasi kolagen Miosit miokard ditopang oleh jaringan penyambung yang terdiri dari mayoritas kolagen fi brilar, kolagen ini disintesis dan didegradasi oleh fi broblas interstitial. Miokard kolagenase merupakan proenzim penting dalam kondisi inaktif di ventrikel. Aktivasi terjadi setelah adanya kerusakan miokard
yang berkontribusi pada peningkatan dimensi ruangan sebagai respons terhadap peningkatan tekanan. Hal ini diduga menjadi penyebab kelainan miosit.3,5,7 4. Peran apoptosis Ada hipotesis bahwa disfungsi ventrikel kiri progresif terjadi akibat kematian miosit yang berlangsung. Apoptosis mungkin menjadi mekanisme pengaturan penting dalam respons adaptif terhadap tekanan yang berlebihan di mana apoptosis awal terkait dengan hipertofi jantung. Pencetus apoptosis lainnya adalah sitokin (terutama TNF-α dan interleukin), stres oksidatif, dan kerusakan mitokondria.3,5,7 TATA LAKSANA Angiotensin-converting enzyme (ACE)-inhibitor Sejumlah penelitian mengkonfi rmasi bahwa ACE inhibitor mengurangi progresifi tas remodeling ventrikel kiri pada binatang pecobaan dengan gagal jantung. Pfeffer et al mengembangkan penelitian pada tikus dengan infark miokard untuk mempelajari remodeling ventrikel dan menemukan bahwa kaptopril dapat mengurangi hipertrofi ventrikel. 10 Studi lain mendapatkan bahwa ACE inhibitor mengurangi peningkatan massa ventrikel kiri dan deposit kolagen interstisial. Linz dkk. melakukan penelitian dengan ramipril dosis rendah (10 μg/kgBB/hari) yang tidak mempunyai efek pada tekanan darah dan dosis tinggi (1 mg/kgBB/hari) yang dapat menurunkan mean arterial pressure (MAP); didapatkan penurunan hipertrofi ventrikel kiri dan fi brosis miokardial yang sama pada kedua dosis. Hal ini mendukung pendapat bahwa efek anti remodeling ramipril adalah karena efek hemodinamiknya. Kaptopril terbukti menurunkan secara signifi kan volume akhir sistolik ventrikel kiri serta meningkatkan stroke volume dan fraksi ejeksi. Mekanisme perbaikan dengan ACE inhibitor terkait dengan vasodilatasi perifer, ventricular unloading, dan perubahan dilatasi ventrikel, serta efek tambahan pada sirkulasi koroner dan intrinsic plasminogen activating system. ACE inhibitor memiliki efek langsung ke jaringan miokard dan mencegah hipertrofi dan pertumbuhan tidak tepat yang distimulasi oleh angiotensin II dan faktor 11 pertumbuhan lainnya.
CDK-208/ vol. 40 no. 9, th. 2013
Di samping mengubah Angiotensin I menjadi Angiotensin II, ACE juga mengkatalisis degradasi bradikinin menjadi metabolit inaktif. Bradikinin mungkin mempunyai peranan lebih menonjol dalam mekanisme kerja ACE inhibitor karena ditemukan jalur alternatif pembentuk Angiotensin II yaitu serine protease chymase jantung yang ditemukan di berbagai organ semua mamalia; serine protease chymase ini mengkatalisis konversi hidrolitik Angiotensin I menjadi Angiotensin II yang secara substansial lebih tinggi dibandingkan dengan ACE dan enzim pembentuk Angiotensin II lain. Lebih dari 90% Angiotensin II manusia dan anjing dibentuk oleh chymase, sedangkan lebih dari 80% Angiotensin II tikus dan kelinci dihasilkan oleh ACE. Chymase pada jantung manusia dan pembuluh darahnya terutama dihasilkan oleh sel mast 12 dan terdapat di interstisial jantung. Beta Blocker Beta blocker secara konsisten memperbaiki fungsi ventrikel kiri. Bersama ACE inhibitor terbukti memperbaiki fraksi ejeksi pasien pasca infark miokard maupun gagal jantung. Data ekokardiografi mendapatkan bahwa carvedilol secara signifi kan menurunkan volume akhir diastolik ventrikel kiri dan volume akhir sistolik, meningkatkan fraksi ejeksi ventrikel kiri, serta perbaikan remodeling kardiak. Studi lain membuktikan karvedilol dan metoprolol dapat memengaruhi geometri dan massa ventrikel kiri. Walaupun bisoprolol dan metoprolol terbukti menurunkan mortalitas pasien gagal jantung, namun efek reverse remodeling-nya lebih lemah dibandingkan carvedilol. Diperkirakan yang berkontribusi dalam reverse remodeling adalah efek antioksidan. Sebuah studi yang membandingkan carvedilol dan metoprolol menunjukkan bahwa keduanya memiliki efek antioksidan yang signifi kan dan memperbaiki fraksi ejeksi setelah penggunaan lebih dari 6 bulan.1 Penurunan mortalitas pasien gagal jantung dengan beta blocker terkait dengan modifi kasi proses remodeling. Beta blocker terbukti secara aktual berperan sebagai reverse remodeling dengan menurunkan volume ventrikel kiri dan memperbaiki fungsi sistolik.13 Carvedilol monoterapi maupun kombinasi carvedilol dan enalapril memiliki efek reverse remodeling, sementara enalapril monoterapi tidak memiliki efek tersebut.14 Sementara itu, reverse remodeling terjadi pada pasien yang mendapat
CDK-208/ vol. 40
metoprolol dan bisoprolol karena terjadi penurunan volume dan diameter ventrikel kiri akhir diastolik dan akhir sistolik.15,16
Patofi siologi peranan beta blocker terhadap reverse remodeling diduga pada tingkat seluler. Aktivasi reseptor beta pada miokard terbukti memicu disfungsi dan kematian kardiomiosit. Efek ini dimediasi oleh peningkatan cAMP, me-nyebabkan peningkatan kalsium intraseluler yang dapat menyebabkan overload kalsium dan nekrosis sel. Katekolamin sendiri dapat berperan sebagai growth factors pada kardiomiosit dan hipertrofi miosit akibat stres oksidatif memicu terjadinya apoptosis. Beta blocker dapat 17 menghambat proses ini. Calcium Channel Blocker Amlodipine dan benidipine terbukti 18 me-ngurangi hipertrofi miokard. Dihidropiridin (CCB kerja panjang) efektif dalam menurunkan tekanan darah, inhibisi remodeling kardiak, dan menurunkan risiko kardiovaskular. Studi lain menunjukkan benidipine (CCB kerja panjang) dapat meningkatkan aliran koroner dan menurunkan iskemia miokard dengan memicu pelepasan NO. NO diketahui dapat mengurangi keparahan hipertrofi dan gagal jantung. Lebih lanjut benidipine juga dapat menghambat fi brosis miokard pada model tikus dengan DM. Benidipine dapat menghambat remodeling kardiak melalui jalur sinyal nitric oxide.19 Fibrosis miokard memegang peranan penting dalam proses remodeling kardiak. Benidipine secarasignifi kanmenghambatfi brosismiokard. Kolagen tipe I dan III diproduksi oleh fi broblas kardiak dan merupakan komponen utama dari matriks kolagen miokard, sementara kolagen tipe IV juga diekspresikan oleh miosit kardiak dan fi broblas, dan merupakan komponen utama membran basalis. Angiotensin II menginduksi peningkatan fi bronektin mRNA di miokard disertai peningkatan kolagen tipe I dan tipe IV. Up regulation prokolagen IV alfa menunjukkan kemungkinan gen yang berperan dalam remodeling kardiak. Down regulation gen ini oleh benidipine merupakan kontribusi penting dalam 20menghambat remodeling kardiak. Angiotensin Receptor Blocker (ARB) Penelitian terhadap model binatang tikus dengan infark miokard menunjukkan penurunan kadar brain natriuretic peptide
no. 9, th. 2013
653
plasma, fi brosis kardiak, dan ukuran kardiomiosit. Telmisartan dapat mencegah remodeling kardiak melalui reduksi hipertrofi kardiak dan fi brosis. Efek antiinf amasi dan aktivasi PPAR-γ diduga turut berkontribusi dalam mensupresi aktivitas angiotensin 21 II.
Studi ekokardiografi VALIANT, meliputi 610 pasien menunjukkan bahwa kaptopril, valsartan, dan kombinasi keduanya mampu memperbaiki ukuran dan fungsi ventrikel. Valsartan memiliki efek yang sama dengan kaptopril dalam memodulasi remodeling kardiak. Studi ekokardiografi ELITE menilai volume ventrikel pada pasien lansia dengan gagal jantung dan/atau disfungsi ventrikel kiri (fraksi ejeksi 50
34 (21%)
40 (31,51%)
ketaatan
Karakteristik
Sex
Umur (tahun)
Prinsip Pencegahan Peningkatan Mikroba Resisten Pencegahan peningkatan mikroba resisten, secara prinsip dengan dua cara, pertama, mencegah
munculnya
mikroba
akibat selection pressure
resisten
dengan cara
penggunaan antibiotik secara bijak dan kedua,
mencegah dengan
penyebaran cara
mikroba
meningkatkan
terhadap
prinsip-prinsip
kewaspadaan standar.1 Tabel 2 Diagnosis saat penderita masuk rumah sakit Diagnosis Masuk
Pra-PPRA (n=162)
Observasi febris Infeksi dengue Demam tifoid GEA + Dehidrasi Diare Kronis Leptospirosis ISK TB Paru Sepsis Lain-lain
6 (3,70%) 100 (61,72%) 8 (4,93%) 42 (25,92%) 1(0,61%) 1 (0,61%) 1 (0,61%) 1 (0,61%) 2 (1,29%)
PPRA (n=127) 15 (11,81%) 32 (25,19%) 12 (9,44%) 52 (40,94%) 7 (5,51%) 2 (1,57%) 1 (0,78%) 1 (0,78%) 5 (3,98%)
Program Pengendalian Resistensi Antimikroba Penggunaan antibiotik secara bijak, menjadi masalah utama di Indonesia, sehingga harus menjadi prioritas untuk semua pelayanan kesehatan di Indonesia. Di RSUD Dr. Soetomo telah dilaksanakan beberapa kegiatan, antara lain implementasi PPRA, perluasan pilot study di beberapa Departemen/SMF yang mengacu kepada pengendalian resistensi antimikroba melalui penggunaan antibiotik yang bijak serta
Tabel 3 Diagnosis saat penderita keluar dari rumah sakit Diagnosis Keluar
Pra-PPRA (n=162)
Observasi febris Infeksi dengue Demam tifoid GEA + Dehidrasi Diare Kronis Leptospirosis ISK TB Paru Sepsis Lain-lain
3 (1,85%) 95 (58,64%) 15 (9,25%) 36 (22,22%) 1 (0,61%) 1 (0,61%) 7 (4,32%) 4 (2,5%)
aktivitas pengendalian infeksi yang benar. PPRA (n=127) 23 (18,11%) 31 (24,40%) 51 (40,15%) 7 (5,51%) 2 (1,57%) 3 (2,36%) 2 (1,57%) 2 (1,57%) 6 (4,88%)
Tabel 4 Hasil pemeriksaan kultur Karakteristik
Pra-PPRA
PPRA
Total pasien
162
127
Pemeriksaan kultur
32 (19,75%)
82(64,56%)
Ada hasil kultur
10 (31,25%)
65 (79,26%)
Ada pertumbuhan kuman
4(40%)
10 (15,38%)
Tabel 5 Macam Isolat Kuman Hasil Kultur Sediaan
Darah
Urine Faeces Dahak
Hasil Isolat Kuman Pra-PPRA
Staphylococcus coagulase neg Pseudomonas spp. Klebsiella oxyteca E. coli patogen serotipe I-II -
Hasil Isolat Kuman PPRA Staphylococcus coagulase neg Streptococcus non hemoliticus
Kegiatan ini sangat bermanfaat untuk menekan pembiayaan penggunaan antibiotik terutama terkait dengan penerapan paket INA-DRG bagi pasien JAMKESMAS dan
pasen ASKES.
Selain itu diharapkan terwujud pengendalian mikroba resisten di rumah sakit yang dapat memengaruhi
mutu
pelayanan
kesehatan
khusunya penanganan kasus-kasus infeksi di rumah sakit.2
KeselamatanPasiensaatinimerupakanisuyan g sedang gencar disosialisasikan di kalangan lembaga pelayanan kesehatan. Keselamatan pasien wajib diterapkan dalam segala aspek pelayanan. Undang-undang tentang Rumah Sakit mewajibkan Rumah Sakit menerapkan standar keselamatan pasien. Keselamatan pasien (patient safety) adalah proses dalam suatu Rumah Sakit yang memberikan
pelayanan yang lebih aman termasuk di dalamnya asesmen risiko, identifi kasi, dan
manajemen
risiko
terhadap
pasien,
pelaporan dan analisis insiden, kemampuan untuk belajar dan menindaklanjuti insiden, dan menerapkan solusi untuk mengurangi, serta
Pseudomonas aeruginosa Acinetobacter spp. Streptococcus Beta Hemoliticus
meminimalisir timbulnya risiko. “Safety is a fundamental principle of patient care and a critical
component
of
hospital
quality
management.” (World Alliance for Patient Safety, Forward Programme WHO 2004). Maka paradigma baru kualitas pelayanan harus memasukkan unsur keselamatan pasien di samping unsur teknis dan kepuasan pasien.3
CDK-208/ vol. 40 no. 9, th. 2013
675
Konsep Dasar PPRA Keselamatan pasien di rumah sakit adalah sistem pelayanan dalam suatu RS yang memberikan asuhan pasien menjadi lebih aman. Risiko terjadinya kesalahan medis
SMF SMF
yang dialami pasien di rumah sakit sangat besar. Besarnya risiko dipengaruhi oleh
DALIN
beberapa faktor antara lain lamanya pelayanan, keadaan pasien, kompetensi
FARMASI
SMF
SMF PPRA
dokter, serta prosedur dan kelengkapan fasilitas. Kesalahan medis tersebut bisa saja
SMF
SMF
terjadi pada saat komunikasi dengan pasien, pemeriksaan fi sik, pemeriksaan
MIKROBIOLOGI KLINIK
penunjang, diagnosis maupun terapi dan tindak lanjut, namun bukan disebabkan oleh
SKFT
SMF
penyakit underlying diseases. Risiko klinis tersebut bisa berakibat cedera,
SMF
Siklus Implementasi PPRA
kehilangan/kerusakan atau bisa juga karena faktor kebetulan atau ada tindakan dini tidak berakibat cedera.3
Guideline update
Kejadian risiko yang mengakibatkan pasien tidak aman sebagian besar dapat dicegah dengan beberapa cara. Antara lain meningkatkan kompetensi diri, kewaspadaan dini, dan komunikasi aktif
Surveilance Sosialisasi
dengan pasien. Salah satu yang bisa dilakukan untuk mendukung program patient safety tersebut adalah penggunaan antibiotik secara bijak dan penerapan pengendalian Diharapkan
infeksi secara benar. penerapan “Program
Guideline update
Pengendalian Resistensi Antibiotik” dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan khususnya penanganan kasus-kasus infeksi di rumah sakit serta mampu meminimalkan risiko terjadinya kesalahan medis yang dialami pasien di rumah sakit.3
Implementasi Dep./SMF
Gambar 1 Konsep dasar PPRA dengan melibatkan 4 pilar dan SMF sebagai ujung tombak penerapan PPRA di masingmasing
SMF
Tim Program Pengendalian Resistensi Antimikroba (Tim PPRA) mempunyai tugas utama membantu Pimpinan Rumah Sakit untuk2:
1.
Menetapkan
program pengendalian antimikroba secara intensif.
resistensisosialisasi PPRA (tabel 1).
Dalam mencapai tujuan tersebut, TimDiagnosis penderita PPRA senantiasa berkoordinasi dengansaat masuk rumah Komite Medik, Komite KPRS, Komitesakit (MRS) maupun DALIN, Sub Komite Farmasi dan Terapi,keluar dari rumah SMF/Instalasi Mikrobiologi Klinik dansakit (KRS) pada praInstalasi Farmasi RSUD Dr. Soetomo.2 kelompok sosialisasi
PPRA
kebijakan pengendalian resistensi antimikroba di RSUD Dr. Soetomo
HASIL PENELITIAN Karakteristik Penderita
2.
kelompok pra sosialisasi PPRA sebanyak 162sedangkan pasien, lebih banyak dibandingkan kelompok kelompok
Menetapkan implementasi program pengendalian resistensi antimikroba di RSUD Dr. Soetomo
3.
Menyebarluask an dan meningkatkan pemahaman pengendalian resistensi antimikroba di RSUD Dr. Soetomo yang berhubungan erat dengan penggunaan antibiotik secara bijak dan penerapan prinsip pengendalian infeksi secara benar.
4.
Mengembangk an penelitian yang berkaitan dengan pengendalian resistensi antimikroba di RSUD Dr. Soetomo secara terpadu.
5.
Monitoring dan evaluasi pelaksanaan
Jumlah
penderita
lebih
banyak
disebabkan
oleh
infeksi yang
masuk
virus,
dalamkhususnya dengue, pada pasca-
setelah sosialisasi PPRA sebanyak 127sosialisasi pasien. Kelompok pra sosialisasi PPRA lebihdiagnosis
PPRA, MRS
banyak didominasi laki-laki dan usia muda maupun KRS lebih bervariasi, yaitu bisa dibandingkan dengan kelompok post disebabkan
oleh
virus, bakteri
atau
kuman
yang
lain
(tabel 2 dan 3). Sosialisasi
PPRA
ternyata memberikan dampak peningkatan kesadaran
klinisi
untuk memeriksakan kultur,
yaitu
29,75
%
dari
menjadi
64,56 % dan setelah ditunjang
oleh
kesiapan
tim
mikrobiologi terdapat
klinik,
79,26
%
hasil kultur kelompok PPRA
yang
dilaporkan tim jumlah
klinisi.
kepada Dari
CDK-208/ vol. 40 no. 9, th. 2013
676
PPRA didapatkan sampel sebanyak 32 pasien
dan
pasca-sosialisasi
PPRA
sebanyak 25 pasien. Tabel 7 menunjukkan
Tabel 6 Turn Around Time
bahwa Turn Around Time
MRS → ambil sample darah kultur
penggunaan
antibiotik
pada
Pra-PPRA (n=10)
PPRA (n=65)
0 hari
-
9 (13,84%)
1-3 hari
7 (70%)
37 (56,92%)
ini karena diagnosis kasus infeksi yang
>3 hari
3 (30%)
19 (29,24%)
disebabkan
kelompok pasca-sosialisasi PPRA sebesar 84%
lebih
banyak
dibandingkan
pra
sosialisasi PPRA sebesar 53,12% dan hal bakteri
lebih
banyak
pada
pasca-sosialisasi PPRA.
7 hari
-
11 (16,90%)
Pra PPRA (n=32)
PPRA (n=25)
Dengan Antibiotika
17 (53,12%)
21 (84%)
Tabel 8 menunjukkan peningkatan ketepatan penggunaan antibiotik menjadi 65 % di kelompok pasca-sosialisasi PPRA dibandingkan kelompok prasosialisasi PPRA yang hanya sebesar 52,94 %.
Tanpa Antibiotika
15 (46,88%)
4 (16%)
Analisis biaya yang tercantum pada tabel 9
Ambil sampel darah kultur → hasil diterima klinisi
Tabel 7 Evaluasi penggunaan antibiotik secara kualitatif Pemakaian Antibiotika
menunjukkan bahwa sosialisasi PPRA mampu Tabel 8 Kategori Kualitas Penggunaan Antibiotik
menghemat
Klasifikasi Gyssen I (penggunaan tepat) IIA (tidak tepat dosis) IIB (tidak tepat interval) IIC (tidak tepat cara pemberian) IIIA (terlalu lama) IIIB (terlalu singkat) IVA (ada obat lain lebih efektif) IVB (ada obat lain kurang toksik) IVC (ada obat lain lebih murah) IVD (ada obat lain lebih spesifi k) V (tidak ada indikasi) VI (rekam medik tidak dapat dievaluasi)
Pra-PPRA (n=17)
PPRA (n=21)
52,94% (9) 0% 0% 0% 0% 0% 17,64% (3) 0% 0% 29,42% (5) 0% 0%
65% (14) 0% 0% 0% 0% 0% 30% (6) 0% 0% 5% (1) 0% 0%
Tabel 9 Analisis biaya Kultur: - Darah (Rp 220.000) - Urine (Rp 60.000) - Feces (Rp 60.000) - Dahak (Rp 60.000) Antibiotik TOTAL
pengeluaran
belanja
antibiotik
sebesar Rp203.000 per pasien selama rawat inap dibandingkan pra-sosialisasi PPRA.
ANALISIS DAN DISKUSI Jumlah sampel kelompok pra sosialisasi PPRA sebanyak 162 pasien, lebih banyak dibandingkan kelompok post sosialisasi PPRA sebanyak 127 pasien. Karakteristik pasien kelompok pra sosialisasi PPRA lebih banyak didominasi laki-laki dan berusia muda dibandingkan dengan kelompok post sosialisasi PPRA. Diagnosis MRS maupun KRS pasien pada
Pra-PPRA (n=17)
PPRA (n=21)
2 (11,76%) / (Rp.440.000) 3 (17,65%) / (Rp.180.000) 2 (11,76%) / (Rp.120.000) Rp.14.365.914 (@ Rp.845.100)
16 (76,19%) /(Rp.3.520.000) 1 (4,76%) / (Rp.60.000) 1 (4,76%) / (Rp.60.000) 2 (9,52%) / (Rp.120.000) Rp.13.492.097 (@ Rp.642.500)
Rp.15.205.914 (@ Rp.894.500 )
Rp.17.252.000 (@ Rp. 821.500 )
kelompok pra sosialisasi PPRA lebih banyak disebabkan oleh infeksi virus khususnya infeksi dengue sedangkan pada kelompok post
sosialisasi
maupun
KRS
PPRA diagnosis
MRS
lebih
yaitu
bervariasi
disebabkan oleh virus, bakteri atau kuman yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa tiap waktu terdapat perbedaan pola infeksi.
Sosialisasi PPRA ternyata memberikan dampak peningkatan kesadaran klinisi untuk memeriksakan kultur dan ditunjang
tersebut hanya 15,38 % yang didapatkan pertumbuhan kuman (tabel 4).
Terdapat perbedaan jenis isolat kuman yang didapatkan pada pra-sosialisasi dan pasca-sosialisasi PPRA (tabel 5).
bahwa
pasca-oleh
kesiapan
tim
sosialisasi
PPRAmikrobiologi klinik sehingga hampir 80 menghasilkan kinerja lebih baik% kelompok post PPRA sehingga pasiensosialisasi demam atau yangmempunyai kultur menggunakan
Data Turn Around Time yang menggambarkan
antibiotik
kinerja pemeriksaan mikrobiologi mulai dari
mendapatkan
pasien menjalani rawat inap sampai hasil
mikrobiologi
mikrobiologi diterima klinisi menunjukkan
menyempurnakan atau
hasil yang
segeradilaporkan kepada klinisi. Dari hasiltim tersebut untukangka hanya 15,38 % yang
memastikandidapatkan yangpertumbuhan
diagnosis dibuat
oleh
parakuman.
Masih
klinisi terutama yangbanyak yang harus dalam terkait dengandiperbaiki pemilihan antibiotikupaya meningkatkan angka keberhasilan tim mikrobiologi
(tabel 6). Pada penggunaan antibiotik sampling
evaluasiuntuk mendapatkan pertumbuhan kuman
mampu dilakukanagar denganmengoptimalkan
penegakan metode kelipatan 5upaya sehingga padadiagnosis penyakit kelompok sosialisasi
prainfeksi terkait
terutama
CDK-208/
vol. 40 no. 9, th. 2013
post sosialisasi PPRA sebesar 84 % lebih
dengan pemilihan antibiotik hasil sensitivitasnya.
sesuai
banyak dibandingkan pra sosialisasi PPRA sebesar 53,12 %. Hal ini karena diagnosis kasus
Bermacam-macam jenis kuman didapatkan dari hasil kultur, terdapat perbedaan macam
infeksi
sosialisasi
bakteri
PPRA
lebih
dibanding
banyak
post
pada
pra
infeksi atau hasil kontaminasi atau kolonisasi sehingga diperlukan tatalaksana yang baik dalam proses pengambilan sampel sampai pada proses pengiriman sampel tersebut ke laboratorium mikrobiologi klinik. Sarana dan prasarana yang memadai atau mutakhir sangat mendukung validitas hasil pemeriksaan kultur disamping peningkatan keahlian tim mikrobiologi. Data Turn Around Time yang menggambarkan
2. Penilaian kualitas penggunaan antibiotik menunjukkan bahwa post sosialisasi PPRA terdapat peningkatan ketepatan penggunaan antibiotik menjadi 65 % dibandingkan kelompok pra sosialisasi PPRA yang hanya Ketepatan indikasi
sebesar 52,94 %. yang lebih baik
diharapkan meningkatkan efi kasi antibitiotik, mampu mencegah resistensi antibiotik dan mengurangi kerugian materiil maupun non materiil pemerintah, rumah sakit maupun pasien dan keluarganya sehingga pada akhirnya mampu mendukung program patient safety.
pasien menjalani rawat inap sampai hasil
Analisis
mikrobiologi
sosialisasi PPRA mampu menghemat pengeluaran belanja antibiotik sebesar
klinisi
menunjukkan
bahwa sosialisasi PPRA menghasilkan kinerja lebih baik sehingga pasien demam atau yang menggunakan antibiotik segera mendapatkan hasil mikrobiologi untuk menyempurnakan atau memastikan diagnosis para klinisi terutama yang terkait dengan pemilihan antibiotik. Makin baik turn around time, makin baik pula kinerja tim PPRA untuk membantu klinisi membuat diagnosis
infeksi
pengobatan
antibiotik
serta
memberikan
yang
paling
tepat
sehingga mampu mencegah timbulnya kuman resisten dan mengurangi kerugian materiail maupun non materiil akibat diagnosis dan
biaya
menunjukkan
bahwa
Rp203.000 per pasien selama rawat inap dibandingkan pra sosialisasi PPRA. Hal ini menunjukkan bahwa implementasi PPRA mampu mengarahkan sebuah institusi kesehatan untuk mengelola kasus infeksi dengan baik dan benar. Penggunaan antibiotik secara bijak selain mampu meningkatkan efi kasi antibiotik sesuai kuman penyebab infeksi juga mampu mencegah timbulnya kuman resisten dan menghemat pengeluaran belanja pasien untuk obat-obatan terutama antibiotik.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan penggunaan
antibiotik
menunjukkan bahwa penggunaan antibiotik di kelompok
1. Implementasi program dan kegiatan PPRA RSUD Dr. Soetomo secara umum dapat dilaksanakan dengan baik. Kegiatan implementasi di SMF Ilmu Penyakit Dalam
teaching hospital
official of the Eur
in
Soc
of
Indonesia.
Clin
Microb
Clinical
and Inf Dis 2009;
prescribing in two
Microbiology and
14(7): 698-707.
governmental
Infection : the CDK-208/ vol. 40 no. 9, th. 2013
678
biaya
menunjukkan
penghematan belanja antibiotik sebesar Rp203.000 per pasien selama rawat inap. Implementasi PPRA mampu meningkatkan mutu
pelayanan
institusi
kesehatan
kasus infeksi dengan baik dan benar serta cost effective.
Saran
1.
Meningkatkan pemahaman staf medik fungsional terhadap penggunaan antibiotik secara bijak.
2.
Memfasilitasi sistem penunjang dan ketersediaan tenaga staf medik fungsionil terkait dengan penguatan laboratorium hematologi, imunologi, mikrobiologi klinik, radiologi atau laboratorium lain yang berkaitan dengan penyakit infeksi agar implementasi penggunaan antibiotik secara bijak berjalan dengan baik. Meningkatkan
prinsip
kewaspadaan
sakit dan di masyarakat, dan evaluasi secara
kualitatif
Pelaksanaan termasuk
maupun
surveilan
tindakan
kuantitatif.
secara
koreksi
intensif terhadap
berbagai penyimpangan diharapkan dapat mencegah muncul dan penyebaran mikroba resisten secara efektif.
Hadi U, et al. Audit antibiotic
Analisis
terhadap penggunaan antibiotik di rumah
DAFTAR PUSTAKA
1.
3.
3.
terapi antibiotik yang kurang tepat.
Evaluasi
Peningkatan ketepatan indikasi penggunaan antibiotik tersebut mampu memberikan efi kasi yang optimal, mencegah timbulnya resistensi antibiotik dan mengurangi kerugian materiil maupun non materiil baik dari pemerintah, rumah sakit maupun pasien dan keluarganya sehingga pada akhirnya mampu mendukung program patient safety.
terutama rumah sakit dalam mengelola
kinerja pemeriksaan mikrobiologi mulai dari diterima
tahun 2009 meningkatkan ketepatan penggunaan antibiotik menjadi 65% post sosialisasi PPRA dibandingkan pra sosialisasi PPRA yang hanya sebesar 52,94%.
sosialisasi.
isolat kuman yang didapatkan pada pra sosialisasi dan post sosialisasi PPRA. Belum dapat disimpulkan apakah kuman tersebut merupakan kuman penyebab
677
2. 3.
Tim PPRA RSUD Dr. Soetomo – FK Unair. Laporan Kegiatan Program Pengendalian Resistensi Antimikroba 2008. Menteri Kesehatan RI. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1691 / MENKES / PER / VIII / 2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
Liken Planus Hipertrofik: Laporan Kasus Sri Agustina S*, Dwi Rakhmawati*, Suci Widhiati*, Nugrohoaji Dharmawan*, Nurrachmat Mulianto*, Indah Julianto*, Sunardi Radiono** *Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta, RSUD Dr. Moewardi, Surakarta, Indonesia **Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta, Indonesia
ABSTRAK Liken planus hipertrofi k (LPH) merupakan kasus jarang dengan prevalensi 1%. LPH merupakan varian liken planus yang sangat gatal. Penyebabnya sebagian besar idiopatik, obat-obatan, atau infeksi virus hepatitis C. Dilaporkan sebuah kasus perempuan usia 35 tahun, sejak 11 tahun yang lalu pada dorsum manus, tulang kering, dorsum pedis tampak papul, nodul, dan plak hiperkeratotik serta hiperpigmentasi dengan permukaan verukosa yang simetris, di bawah payudara dan vulva tampak plak hiperkeratotik dan hiperpigmentasi. Lesi tebal dan gatal. Pemeriksaan histopatologi epidermis dengan HE (hematoksilin eosin) menunjukkan saw-tooth appearance, lapisan basal tampak keratinosit apoptosis, dan pada dermoepidermal junction tampak infi ltrat limfosit. Penderita mempunyai HbsAg reaktif. Diagnosis LPH didasarkan pada gambaran klinis dan pemeriksaan histopatologis. HbsAg reaktif mendukung diagnosis LPH. Kata kunci: liken planus hipertrofi k, dermatoepidermal junction, HbsAg reaktif
ABSTRACT Hypertrophic lichen planus (HLP) is a rare case with 1% prevalence. HLP is the most pruritic variant of lichen planus. Most of the etiologies are idiopathic, certain drugs, or hepatitis C viral infection. This article reported a case of a 35 year-old woman with symmetric hyperkeratotic verrucous, papules, nodules, and hyperkeratotic and hyperpigmented plaques at dorsal of the feet; hyperkeratotic and hyperpigmented lesion was also found under the breast and vulva since 11 years ago. The lesion became thick and itchy. Histopathological HE (hematoxyllin eosin) stain epidermal study revealed a saw-tooth appearance, apoptotic keratinocytes on the basal cell layer and a band-like infi ltrate of lymphocytes at dermoepidermal junction. The patient had a reactive HbsAg. The diagnosis of HLP is based on clinical presentation and histopathological fi nding. Reactive HbsAg support the diagnosis of HLP. Sri Agustina S, Dwi Rakhmawati, Suci Widhiati, Nugrohoaji Dharmawan, Nurrachmat Mulianto, Indah
Julianto, Sunardi Radiono. Hypertrophic Lichen Planus: Case Report. Key words: hypertrophic lichen planus, dermatoepidermal junction, reactive HbsAg interfalangeal.13
menurut konfi gurasi lesi, PENDAHULUAN morfologi lesi Liken planus adalah penyakit peradangan kronis pada1dan lokasi. kulit, membran mukosa, kuku dan rambut. Terdapat 6 P, Penyebabnya sebagian besar idiopatik, kadang-yaitu kadang dihubungkan dengan obat (penisilamin, gold,poligonal,pruritus penghambat angiotensin converting enzyme (ACE), ungu, antimalaria, dan kuinidin), atau infeksi virus,planar, khususnya hepatitis C.2 Liken planus merupakan kasuspapul, dan plak.1 jarang dengan prevalensi kurang dari 1% pada Liken planus populasi dewasa, tidak dipengaruhi oleh ras dan jenis hipertrofi k kelamin. Jarang terjadi pada anak-anak dan orang tua. (LPH) Sepertiga kasus terjadi pada usia 30-60 tahun. merupakan Gambaran klinis Liken Planus dikelompokkan varian liken planus berdasarkan morfologi lesi yang sangat gatal. Gambaran klinis ditandai dengan plak hiperkeratotik yang tebal kadang-kadang dengan permukaan verukosa. Predileksi pada ekstremitas, khususnya tulang kering dan sendi
Patogenesis liken planus tidak diketahui. Imunitas seluler berperan sebagai faktor pemicu. Sel T CD4 dan CD8 ditemukan pada lesi kulit. Infi ltrat limfosit yang
dominan adalah CD8, CD45RO (memori), mengekspresikan sel T reseptor α dan β serta γ dan δ yang menyebabkan apoptosis keratinosit.1,3 Pada pemeriksaan histopatologi, ditemukan hiperkeratosis, penebalan stratum granulosum, rete ridge epidermis yang runcing
(saw tooth appearance), degenerasi vakuoler pada lapisan basal (apoptosis keratinosit), dan infi ltrat limfosit pada papila dermis yang membentuk pita.5,7
setelah 1 tahun. planus Liken planus adalah self-limiting disease. Remisi spontan terjadiLiken hipertrofi k remisi Alamat
CDK-208/ vol. 40 no. 9, th. 2013
679
rata-rata dari 8 Injeksi
korespondensi
lebih tahun. steroid email:
intralesi diperlukan [email protected] m
A
B
C
D
Gambar 1
1. 2. 3.
Pada regio di bawah payudara, tampak plakat hiperpigmentasi, hipertropik, batas tidak tegas, dengan likenifi kasi, aksentuasi folikuler. Pada regio genitalia eksterna, tampak plak hiperpigmentasi, batas tidak tegas, dengan likenifi kasi. Pada regio dorsum manus dan interfalang, tampak papul dan nodul hiperpigmentasi, hipertropik, hiperkeratotik, multipel, konfluen, dengan aksentuasi folikuler, dan permukaan veru-kosa.
4.
Pada regio ekstremitas inferior (tulang kering dan dorsum pedis), tampak papul dan nodul hipertropik, hiperkeratotik, multipel, konfl uen, dengan aksentuasi folikuler, dan permukaan verukosa.
Pada pemeriksaan fi
untuk lesi yang resisten dengan steroid topikal. Antihistamin oralsik, didapatkan diperlukan untuk mengurangi gatal yang dihubungkan dengankeadaan umum liken planus.1,2 penderita baik, LAPORAN KASUS
kompos tekanan
mentis, darah
Seorang perempuan 35 tahun, suku Jawa, warga negara Indonesia, 110/80 mmHg, nadi datang ke poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Moewardi Surakarta 88x/menit, frekuensi dengan keluhan ada benjolan-benjolan di tangan dan kaki yang sangatpernapasan gatal. Kurang lebih 11 tahun yang lalu penderita sering merasa gatal pada 20x/menit, kaki dan tangannya setelah mencuci dengan deterjen; saat itu penderita temperatur aksial bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Penderita mengobatinya 36,7˚C, berat badan dengan CTM, prednison, dan eritromisin serta mengoleskan salep 55 kg. Pada status betametason sampai berobat ke poliklinik kulit dan kelamin RSUD Dr.generalisata, tidak Moewardi Surakarta. Sembilan tahun yang lalu penderita menikah, hamil didapatkan tanda2 kali dan selalu keguguran. Mulai saat itu tidak bekerja lagi sebagai tanda anemia dan pembantu rumah tangga dan tinggal bersama suaminya di Sragen. Saatikterus. Pemeriksaan itu kulit di bawah payudara dan bibir kemaluan menebal dan juga sangat telinga, hidung, dan gatal; kulit di kaki dan tangan juga menebal, membesar dan sangat gatal. tenggorokan dalam Karena dengan pengobatan yang biasa dilakukan sendiri tidak ada batas normal, tidak perubahan dan bertambah gatal, penderita ada pembesaran kelenjar limfe leher dan Tidak
retroaurikuler. didapatkan
kelainan mukosa oral. Pemeriksaan paru dan jantung dalam batas normal. Pada pemeriksaan abdomen, tidak terdapat distensi, bising usus normal, dan tidak ditemukan pembesaran hepar dan limpa. Pemeriksaan rambut, kuku, dan saraf dalam batas normal.
Status
dermatologis
pada dorsum manus, tulang
kering
dorsum
dan pedis
terdapat papul nodul hiperkeratotik, hipertrofi k, multipel, konfl
uen
dengan
aksentuasi folikuler,
hiperpigmentasi, permukaan verukosa. Di bawah payudara dan vulva, tampak plak hiperpigmentasi, hipertropik, multipel, dengan likenifi kasi dan aksentuasi folikuler. Tidak didapatkan pembesaran kelenjar limfe inguinal dekstra dan sinistra serta aksila. (Gambar 1) Hasil
pemeriksaan
laboratorium
darah
rutin,
hepar,
fungsi
fungsi
ginjal,
gula
darah
sewaktu
dan
urine rutin dalam batas normal.
Didapatkan
HbsAg
reaktif.
Pemeriksaan histopatologi
dari
dorsum pedis dengan pewarnaan
HE
mendapatkan epidermis
tampak
hiperkertosis, hipergranulosis, ridge
rete
meruncing
membentuk saw tooth appearance, degenerasi keratinosit
vakuoler (apoptosis
keratinosit)
dan
dropping
melanin
pada
membrana
basalis.
Padaterdapat
collagen
dermoepidermal junction tampak infi ltrat limfosit yang membentuk pita, danstreak Gambar 2 Pewarnaan kelamin RSUDH&E pada keluarga, tidakRegio Dorsum Pedis Dekstra
berobat ke poliklinik kulit dan Dr. Moewardi Surakarta. Di didapatkan riwayat penyakit serupa, demikian juga dengan suami penderita. Tidak ada 1. riwayat sakit kuning, darah tinggi, dan kencing manis, baik pada penderita, keluarga, dan suaminya.
Pada epidermis, tampak hiperkerato sis,
680 2013
CDK-208/ vol. 40 no. 9, th.
hipergran
ce,
ulosis,
dermoepid
rete ridge
ermal
meruncin
junction
g
tampak infi
membent
ltrat limfosit
uk
yang
saw
pada
2.
tooth
membentu
appearan
k
pita
(pembesar
keratinosit
an lemah).
keratinosit)
(apoptosis (pembesaran
sedang).
Pada epidermis,
3.
Pada stratum basalis, tampak
tampak
apoptosis
hipergranu
dropping melanin, serta pada
losis
dermoepidermal
dan
keratinosit
degeneras
terdapat
i vakuoler
(pembesaran kuat).
collagen
dan
junction streak
pada stratum papilare dermis. Simpulan pemeriksaan histopatologi mendukung diagnosis liken planus hipertrofi k. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis, laboratorium, dan histopatologi ditegakkan diagnosis liken planus hipertrofi k (LPH) (Gambar 2). Penderita saat ini masih diterapi dengan injeksi kortikosteroid 10 mg/mL di satu daerah lesi papulonoduler hipertrofi k di tangan, dan kortikosteroid topikal potensi kuat di bawah payudara dan vulva. Untuk mengurangi gatal diberikan setirizin 1x10 mg. Juga diberikan metronidazol 2 x 500mg (rencana 2 bulan). PEMBAHASAN Liken planus merupakan kasus jarang, dengan prevalensi kurang dari 1% pada populasi dewasa.1,3,14,18,21-23 Tidak dipengaruhi oleh ras dan jenis kelamin. Jarang terjadi pada anak-anak dan orang tua. Sepertiga kasus terjadi pada usia 30-60 tahun. Untuk memudahkan diagnosis liken planus, perlu diingat 4P, yaitu pruritus, poligonal, ungu (purple), dan papul.1 Diagnosis liken planus hipertrofi k (LPH) pada kasus ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan klinis, dan pemeriksaan penunjang (laboratorium dan histopatologi).13,5-8 Liken planus adalah penyakit radang kronis pada kulit, membran mukosa, kuku, dan rambut.1-3,18-20 Penyebabnya sebagian besar idiopatik, kadang-kadang dihubungkan dengan obat (penisilamin, gold, penghambat angiotensin converting enzyme/ACE, antimalaria, dan kuinidin), atau infeksi virus, khususnya hepatitis C.2,9-13,16,17 Terdapat hubungan antara tingginya prevalensi HbsAg pada penderita liken planus dibandingkan control.10 Juga terdapat hubungan antara vaksinasi hepatitis 11B dengan terjadinya liken planus. Gambaran klinis liken planus dikelompokkan menurut konfi gurasi lesi, morfologi lesi dan lokasi yang terlibat. Liken planus hipertrofi k (LPH) merupakan varian berdasarkan
morfologi lesi yang sangat gatal. Gambaran klinis ditandai dengan plak hiperkeratotik tebal kadangkadang dengan permukaan verukosa. Predileksi pada ekstremitas, khususnya tulang kering dan sendi interfalangeal.1-3 Pada kasus, didapatkan papul dan nodul hiperkeratotik dan hipertrofi k dengan permukaan verukosa pada kedua ekstremitas (tangan dan kaki terutama tulang kering dan sendi interfalang) yang terasa sangat gatal.
Patogenesis liken planus tidak diketahui. Imunitas seluler berperan sebagai faktor pemicu. Sel T CD4 dan CD8 ditemukan pada lesi kulit liken planus. Infi ltrat limfosit yang dominan pada liken planus adalah CD8, CD45RO (memori) yang mengekspresikan sel T reseptor α dan β serta γ dan δ, menyebabkan apoptosis keratinosit.1,3 Pada pemeriksaan histopatologi ditemukan hiperkeratosis, penebalan stratum granulosum, rete ridge epidermis yang runcing (saw tooth appearance), degenerasi vakuoler pada lapisan basal (apoptosis keratinosit), dan infi ltrat limfosit pada papilla dermis yang membentuk pita. 5,7 Diagnosis banding kasus liken planus hipertrofi k ini adalah epidermodysplasia verucciformis, penyakit kulit yang sangat langka akibat human papilloma virus (HPV) dengan ciri wart datar generalisata di wajah, tangan, dan kaki. Penyakit ini umumnya dimulai dari masa kanak-kanak, belum dapat diobati serta dapat terjadi malignansi. Pemeriksaan histopatologi pada epidermis menampakkan hiperkeratosis, parakeratosis, papilomatosis, serta koilosit.24 Diagnosis liken planus hipertrofi k pada kasus ditegakkan dengan ditemukannya papul nodul hiperkeratotik, hipertrofi k, multipel, konf uen dengan aksentuasi folikuler, hiperpigmentasi, permukaan verukosa pada dorsum manus, tulang kering dan dorsum pedis yang sangat gatal . Di bawah payudara dan vulva, tampak plakat hiperpigmentasi,
hipertropik, multipel, dengan likenifi kasi dan aksentuasi folikuler yang juga sangat gatal. Pemeriksaan histopatologi epidermis dorsum pedis dengan pewarnaan H&E menemukan hiperkeratosis, hipergranulosis, rete ridge yang meruncing membentuk saw tooth appearance, apoptosis keratinosit dan dropping melanin. Pada dermoepidermal junction, tampak infi ltrat limfosit yang membentuk pita, dan terdapat collagen streak pada stratum papilare dermis. Pada pemeriksaan darah ditemukan HbsAg reaktif. Diagnosis banding epidermodysplasia verruciformis dapat disingkirkan berdasarkan pemeriksaan klinis, dan penunjang, terutama
glukokortikoi Injeksi
intralesi
20mg/ml dengan anamnesis, pemeriksaan ) histopatologi.
d (10pemantauan ketat
mungkin diperlukan. Kecuali itu, retinoid sistemik, siklosporin sistemik, azatioprin, hidroksiklorokuin, IFNα2b, metronidazol 2 x 500 mg (1-2 bulan) juga memberi hasil memuaskan. Talidomid digunakan jika dengan terapi lain tidak ada perbaikan.1,2 Pada kasus ini, diberikan injeksi kortikosteroid 10 mg/mL di daerah satu lesi papulonoduler hipertropik di tangan, dan kortikosteroid topikal potensi kuat di bawah payudara dan vulva. Untuk mengurangi gatal, diberikan setirizin 1 x 10 mg. Juga diberikan metronidazol 2 x 500mg (rencana 2 bulan). Liken planus adalah self limiting disease.1-3 Remisi spontan terjadi setelah 1 tahun. Pada liken planus hipertrofi k, remisi rata-rata lebih dari 8 tahun.1,3,18,19 Pada kasus ini, keluhan sudah dirasakan sejak 11 tahun yang lalu, terasa menebal sejak 9 tahun silam, dan tidak pernah sembuh. SIMPULAN Telah dilaporkan satu kasus liken planus hipertrofi k pada seorang perempuan 35 tahun. Diagnosis didasarkan atas anamnesis, pemeriksaan klinis, dan pemeriksaan penunjang (laboratorium dan histopatologi).
DAFTAR PUSTAKA
1.
Pittelkow MR, Daoud MS. Lichen Planus. In: Wolff K, editor. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. 7th ed McGraw Hill Co; 2008. p. 244-55.
CDK-208/ vol. 40 no. 9, th. 2013
681
2.
3.
Bridge KH. Lichen planus. In: Dermatology for skin of color. McGraw Hill Co; 2009. p. 152-7. Cleach LL, Chosidow
O, Cribier B. Lichen planus. In: Evidencebased dermatology; 2003. p. 253-62.
5.
4.
Beachkofsky TM, Wisco OJ, Owens NM, Hodson DS. Verrucous
6.
nodules on the ankle. J Family Practice. 2009;58:427-30. Shimizu H. Disorders of abnormal keratinization. In: Textbook of dermatology. Hokkaido University Pers; 2007. p. 250-2. Taylor G, Heilman ER. Interface dermatitis. In: Color atlas of dermatopathology. Informa Healthcare USA, Inc; 2007. p. 23-4.
7. 8. 9.
Brehmer-Andersson A. Lichen planus and lichen nitidus. In: Dermatopathology. New York; 2006. p. 170-4. Sterry W, Paus R, Burgdorf W. Papulosquamous disorder. In: Thieme clinical companions dermatology. New York; 2006. p. 286-8. Medina J, Garcia Buey L, Moreno-Otero R. Review article: Hepatitis C virus-related extra-hepatic disease —aetiopathogenesis and management. Aliment Pharmacol Ther. 2004;20:129-41.
10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19.
Daramola OOM, George AO, Ogunbiyi AO, Otegbayo JA. Hepatitis B virus in Nigerians with lichen planus. WAJM. 2004;23:104-6. Calista D, Morri M. Lichen planus induced by hepatitis B vaccination: A new case and review of the literature. Internat J Dermatol. 2004;43:562-4. Dogan B. Dermatological manifestations in hepatitis B surface antigen carriers in east region of Turkey. JEADV. 2005;19:323-5. Helvaci MR, Soyucen E, Seyhanli M, Cimbiz A, Tumkaya M. Mutual relationship of hepatitis C virus infection with hepatitis B. J Med Sci. 2006;6:257-61. Sripathi H, Kudur MH, Prabhu S, Pai SB. Punctate keratotic papules and plaques over palm. Indian J Dermatol Venereol Leprol. 2010;76:449. Kossard S, Artemi P. Acitretin for hypertrophic lichen planus–like reaction in a burn scar. Arch Dermatol. 2000;136:591-4. Nnoruka EN. Lichen planus in African children: A study of 13 patients. Pediatric Dermatology. 2007;24:495-8. Nasreen S, Ahmed I, Wahid Z. Associations of lichen planus: A study of 63 cases. J Pakistan Assoc Dermatologists. 2007;17:17-20. Lichen planus. [Internet]. 2011 [cited 2011 Mar 22]. Available from: http://www.dermnetnz.org/scaly/lichen-planus.html.
Chuang TY, Stitle L. Lichen planus. Emedicine Dermatology [Internet]. 2011 [cited 2011 Mar 23]. Availlable from: http://emedicine.medscape.com/article/1123213overview.
20. 21. 22.
O’Connell TX, Nathan LS, Satmary WA, Goldstein AT. Non-neoplastic epithelial disorders of the vulva. Am Fam Physician. 2008;77:321-6,330. Dervis E, Serez K. The prevalence of dermatologic manifestations related to chronic hepatitis C virus infection in a study from a single center in Turkey. Acta Dermatoven. 2005;14:93-8.
Raslan HMZ, Ezzat WM, Hamid MFAE, Emam H, Amre KS. Skin manifestations of chronic hepatitis C virus infection in Cairo Egypt. La Revue de Santé de la
Méditerranée orientale. 2009;15(3):692-700.
23. 24.
Hill AM, Reimer SS, Newman CC, Brown TJ. Hepatitis viruses. In: Mucocutaneous manifestations of viral diseases. Marcel Dekker Inc; 2002. p. 529-46. Androphy EJ, Lowy DR. Wart. In: Wolff K, editor. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. 7 th ed. McGraw Hill Co; 2008. p. 1912-23.
682
CDK-208/ vol. 40 no. 9, th. 2013
Gigi Palsu di TrakeaLaporan Kasus Anton Christanto, Edhie Samodra, Anton B Darmawan, Novi Primadewi Bagian Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada /SMF THT RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, Indonesia
ABSTRAK Benda asing dalam saluran napas, seperti di percabangan trakeobronkial, merupakan salah satu kedaruratan yang membutuhkan penanganan segera guna mempertahankan fungsi pernapasan. Benda asing organik di trakea dapat berupa gandum, kacang, jagung, beras, dan daging, sementara benda asing inorganik antara lain koin, tulang, gigi palsu, jarum, jarum pentul, dan kuku. Diagnosis dini serta penatalaksanaan yang cepat dan tepat akan menentukan prognosis. Dilaporkan sebuah kasus laki-laki 40 tahun dengan gigi palsu di trakea. Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan serak dan batuk hilang-timbul sejak 10 hari sebelumnya. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fi sik, dan pemeriksaan radiologi. Gigi palsu berhasil dikeluarkan tanpa komplikasi melalui prosedur laringoskopi dan bronkoskopi menggunakan bronkoskop kaku (suspension laryngoscopy and bronchoscopy).
Kata kunci: benda asing, gigi palsu, trakeobronkial, penatalaksanaan
ABSTRACT Foreign body in respiratory tract such as in tracheobronchial tree is an emergency requiring prompt treatment to maintain respiratory function. Organic foreign bodies in trachea can be grains, peanut, corn, rice and meat, while the inorganic ones are coin, bone, dental prosthesis, needle, pin and nail. Early diagnosis, immediate and appropriate management will determine the prognosis. We reported a 40 year-old man with dental prosthesis in trachea. The patient came to the hospital complaining hoarseness and intermittent cough for 10 days. The diagnosis was based on anamnesis and physical and radiologic examinations. The dental prosthesis was successfully removed without complications through suspension laryngoscopy and bronchoscopy. Anton Christanto, Edhie Samodra, Anton B Darmawan, Novi Primadewi. Dental Prosthesis in Trachea - Case Report.
Key words: foreign body, dental prosthesis, tracheobronchial, management total atau sebagian. mabuk,
PENDAHULUAN
epilepsi,
hilang kesadaran. 3)
Benda asing merupakan massa atau partikel yang ditemukan di faktor fi sik: gerakan, tempat tidak semestinya1. Benda asing di trakea (trakeobronkial) aktivitas, 4) gigi: gigi merupakan keadaan gawat darurat, dapat menimbulkan sumbatan yang belum tumbuh jalan napas; dapat terjadi pada semua usia, terutama pada bayi dan sempurna. 5) sifat anak usia kurang dari 3 tahun. Pada orang dewasa sering terjadi pada benda asing. 6) usia dekade ke enam atau ke tujuh karena proteksi jalan napas pada kurang hati-hati atau usia tersebut tidak adekuat. Selain itu masuknya benda asing keceroboh: dalam saluran napas sering terjadi pada keadaan intoksikasi alkohol, memasukkan benda penggunaan hipnotik sedatif, keadaan gigi geligi buruk, retardasike dalam mulut, mental serta faktor kecerobohan.
2
Faktor yang mempengaruhi kecelakaan kemasukan benda asing adalah: 1) umur, jenis kelamin. 2) kegagalan mekanisme protektif:
Pada
beberapa
kasus
tidak
KEKERAPAN Benda
asing
memberikan gejala
trakeobronkial
khas
terjadi
sehingga
pada
dalam dapat semua
dapat
golongan
memperlambat
hampir 70 % anak-
diagnosis
anak.3
Anak-anak
sering
memasukkan
maupun
penanganan. Diagnosis
benda
asing trakeobronkial dapat
makan
sambil
tertawa
atau
ditegakkandenganan
bermain, pemberian
amnesisriwayatterse
makanan
sesuatu
umur,
ke
dalam
mulut sehingga dapat tertelan. Benda asing di trakeobronkial bisa terjadi
saat
makan
sambil menangis atau
yang
dak makanan, sesak
bermain-main
belum saatnya pada
napas, pemeriksaan radiologis
sehingga tersedak.4
anak, saat tidur lupa melepas gigi palsu3
dipastikan bronkoskopi.
Setiapbendaasingdis alurannapasmerupa kan hal serius jika menyebabkan sumbatan
jalan
napas
baik
akut,
dan dengan 4,5
Rovin
dkk6
mengungkapkan, lebih dari 75% anak di Amerika yang didiagnosis mengalami aspirasi benda asing berusia di bawah 4 tahun,
dan merupakan penyebab 5% kematian mendadak pada anak (1998) melaporkan berumur 14 tahun. Kasus aspirasi benda asing lebih sering dijumpai 61 kasus aspirasi pada anak laki-laki. Dalam 5 tahun (1991-1995) Sastrowiyoto S benda asing organik Alamat
CDK-208/ vol. 40 no. 9, th. 2013
683
korespondensi
trakeobronkial yang menjalani bronkoskopi, 28 di email:
antaranya berumur
[email protected] atau [email protected]
kurang dari 3 tahun lokasi benda asing 7
terbanyak di bronkus kanan 50,82 %. Iskandar mendapatkan 70 kasus aspirasi benda asing di traktus trakeobronkial selama 4 tahun, 62,86 % di bronkus utama 8
kanan. Di Sub Departemen Bronkoesofagologi THT FKUI RSCM (Januari 2002 sampai Agustus 2004) tercatat 43 kasus aspirasi yang telah dibronkoskopi. Penderita terbanyak berusia di bawah 3 tahun, lebih sering pada anak laki laki dan kacang merupakan benda asing organik yang terbanyak teraspirasi. Di Departemen THT FK UGM RS Dr Sardjito (1999-2004) tercatat 32 kasus benda asing di trakeobronkial. Kacang (21), jarum (5), nasi (2), daging koyor (2), bakso (1) dan gigi palsu
misalnya kacang, jagung, beras dan lainlain. Benda asing anorganik antara lain: uang logam, tulang, gigi palsu, jarum, peniti dan lain-lain. Benda asing endogen yaitu benda asing yang berasal dari tubuh sendiri seperti darah, nanah, sekret dan lain-lain.16
Benda asing organik di dalam saluran napas dapat cepat mengembang karena bersifat higroskopis sehingga dalam waktu 6 sampai 12 jam dapat menyebabkan sumbatan jalan napas secara total. Sebaliknya pada benda asing anorganik, reaksi jaringan lebih sedikit bahkan kadang tidak menimbulkan gejala. 4,16
MANIFESTASI KLINIS
napas pada seorang laki-laki umur 40
Aspirasi benda asing ke dalam saluran napas akan menimbulkan gejala sumbatan jalan napas. Gejala yang timbul tergantung dari jenis benda asing, lokasi tersangkutnya, ukuran dan sifat iritasinya terhadap mukosa serta lamanya benda asing beada dalam saluran
tahun.
napas.2,12,17
PATOFISIOLOGI
Kemungkinan aspirasi benda asing harus
Benda asing yang masuk ke saluran napas
diwaspadai bila terdapat riwayat tersedak atau
akan menimbulkan reaksi jaringan sekitar
kemungkinan tersedak yang diikuti oleh gejala
berupa infl amasi lokal, edema, ulserasi dan
batuk-batuk, sesak napas, sianosis di sekitar
terbentuknya jaringan granulasi yang dapat
mulut atau terdapat mengi unilateral.2,6,10,12-
(1). Sebanyak 22 kasus berumur kurang dari 5 tahun, umur 5-10 tahun sebanyak 4 kasus, 10-20 tahun sebanyak 4 kasus, umur 20-30 tahun sebanyak 1 kasus dan umur 40-50 sebanyak 1 kasus. Hanya didapatkan satu kasus benda asing gigi palsu di saluran
menimbulkan obstruksi jalan napas.12-14
15,17
Akibat obstruksi, di bagian distal sumbatan dan
Pada beberapa keadaan, diagnosis terlambat karena tidak ada saksi atau aspirasi benda asing tersebut tidak
bronkiektasis.2,6,15. Selain itu benda asing yang
memberikan gejala khas.6 Adanya penyakit
masuk saluran napas akan menimbulkan
bertambahnya sekret mukoid.
seperti pneumonia kronis, asma yang tidak jelas gejalanya atau timbul pertama kali, batuk kronis yang tidak sembuh dengan pengobatan adekuat harus diwaspadai disebabkan aspirasi benda asing walaupun tidak ada riwayat aspirasi.
Berkurangnya gerakan silia mengakibatkan
Gejala dan tanda aspirasi benda asing terdiri dari 3 stadium10,13:
akan
terjadi
atelektasis,
reaksi
air
trapping,
pneumonia,
radang
menyebabkan
emfi
abses
paru
sema,
jaringan
sekitarnya
bertambahnya
vaskularisasi
mukosa, sehingga mukosa menjadi hiperemis, edema, bentuknya menjadi tidak teratur dan
retensi lendir di ujung bronkiolus, sehingga dapat
menyebabkan
atelektasis
dan
komplikasi lain. Bila terdapat infeksi bakteri, akan terbentuk pus serta dapat terbentuk jaringan granulasi.2,6,12,14
JENIS BENDA ASING Benda asing dapat dibedakan atas benda asing eksogen dan endogen. Benda asing eksogen adalah benda asing yang berasal
1. Stadium awal, yaitu adanya riwayat tersedak, batuk paroksismal, sulit bernapas dan napas berbunyi. 2.
Stadium asimptomatik, yaitu terjadinya kelelahan refl eks-refl eks sehingga gejala berkurang dan menjadi tersembunyi. Sering kali pasien datang dalam stadium ini sehingga sering salah didiagnosis.
dari luar tubuh, bisa organik atau anorganik.
3.
Benda asing organik antara lain: biji-bijian
komplikasi
Stadium komplikasi, yaitu telah terjadi berupa
obstruksi
total
atau
infeksi. Gejala yang timbul dapat berupa demam, batuk darah, abses paru dan pneumonia.
DIAGNOSIS Diagnosis benda asing trakeobronkial dapat ditegakkan dengan anamnesis teliti atas saksi yang melihat kejadian tersebut; namun sering tidak ada saksi mata. Anamnesis khas seperti riwayat tersedak makanan, batuk paroksisimal, mendadak sesak napas, napas berbunyi atau kebiruan di sekitar mulut ditemukan lebih dari 90% kasus. Pada pemeriksaan fi sik didapatkan gejala sesuai dengan lokasi tersangkutnya benda asing tersebut. Pemeriksaan perkusi dan auskultasi
di
paru
akan
mendapatkan
kelainan, sesuai dengan lokasi benda asing Benda asing di trakea memberikan gejala batuk paroksismal, rasa tercekik (choking), rasa tersumbat di tenggorokan (gagging), dan gejala patognomonik yaitu audible slap, palpatory thud dan asthmazoid wheeze.14,17
PEMERIKSAAN RADIOLOGIS Setiap kasus yang diduga aspirasi benda asing harus diperiksa radiologis. Pemeriksaan foto paru harus dilakukan pada benda asing trakeobronkial untuk mengetahui komplikasi pada paru akibat dari sumbatan saluran napasnya Benda
asing
pemeriksaan
logam radiologi
cukup
dengan
foto
polos,
sedangkan yang organik terutama pada esofagus diperlukan pemeriksaan dengan barium atau kontras untuk mengetahui letak benda asing. Foto rontgen toraks PA dan lateral dibuat dengan posisi lengan di belakang, leher fl eksi dan kepala ekstensi untuk menilai saluran napas dari mulut sampai karina.. Tidak terdapatnya gambaran abnormal pada pemeriksaan radiologi tidak menyingkirkan adanya benda asing di trakeobronkial, karena
diagnosis
pasti
hanya
dengan
bronkoskopi, juga untuk terapi evakuasi benda asingnya.4
Pemeriksaan tomografi komputer dan MRI berguna jika tidak terdeteksi pada pemeriksaan bronkoskopi.13 PENATALAKSANAAN Prinsip penanganan benda asing di saluran napas adalah mengeluarkan benda tersebut dengan segera dalam kondisi paling maksimal dan trauma yang minimal.12,14 Apabila pada saat kejadian pasien masih bisa batuk,
684
CDK-208/ vol. 40 no. 9, th. 2013
menelan (-).
berbicara atau menangis, jangan lakukan intervensi apapun di tempat kejadian. Kasus harus segera dirujuk ke rumah sakit yang memiliki fasilitas bronkoskopi. Penentuan cara pengambilan benda asing dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu usia penderita, keadaan umum, lokasi dan jenis benda asing serta lamanya benda asing berada di saluran
Pada pemeriksaan fi sik: keadaan umum baik, compos mentis, gizi cukup, tekanan darah 110/70 mmHg, nadi: 84 kali/ menit, pernapasan 20 kali / menit. Status lokalis: Hidung, telinga dan tenggorok; pemeriksaan orofaring dalam batas normal.
Pemeriksaan laringoskop indirek dalam batas normal. Pada rontgen toraks, tampak
napas.12
lesi densitas logam setinggi proyeksi korpus vertebra torakal 5. Pada esofagografi
Benda asing trakeobronkial harus segera
dengan kontras Barium tampak kontras mengisi lumen oesofagus, pasase kontras
dievakuasi karena akan cepat menimbulkan edema mukosa jaringan yang menyumbat jalan napas, mengakibatkan sesak napas yang akhirnya bisa menyebabkan kematian; terutama untuk benda asing organik yang higroskopis, karena akan mengembang sehingga menyumbat total lumen jalan
tampak fi lling/additional defect. Pengisian kontras ke gaster (+). Tampak lesi opak densitas logam berbentuk memanjang sepanjang 2 cm
di
kawat luar
esofagus di proyeksi setinggi korpus vertebra torakal 4,5 di dalam lumen
napas.4 Benda asing dapat dikeluarkan dengan bronkoskopi
kaku
mempertahankan pemberian
karena
dapat
untuk
jalan
napas
dan
oksigen
yang
diameter lumen, berpedoman pada usia dan
disertai
bronchus. Kesan: Korpus alienum bentuk kawat sepanjang 2 cm di luar lumen esofagus, sangat mungkin di carina.
adekuat.
Pemilihan bronkoskop yang sesuai dengan penderita
lancar, kaliber esofagus normal, dinding licin, oesophagogastric junction baik, tak
persiapan
bronkoskop dengan ukuran yang lebih kecil
Pada hari itu juga, dilakukan laringoskopi dan bronkoskopi menggunakakan rigid bronchoscope (bronkoskop kaku)—dikenal juga dengan istilah suspension
keberhasilan.12-14
laryngoscopy and bronchoscopy. Pengambilan benda asing menggunakan
Antibiotika dan steroid tidak rutin diberikan
bronkoskop kaku di kamar operasi dengan anestesi umum; benda asing gigi palsu
akan
dapat
meningkatkan
angka
sebelum tindakan bronkoskopi, hanya pada kasus-kasus yang terlambat diagnosisnya
dapat diambil utuh dari trachea. Sebelum bronkoskopi diberikan amoksisilin inj 1gram
dan pada benda asing organik.12
dan deksametason inj 8mg.
KOMPLIKASI
Hari pertama pascatindakan dilakukan pengawasan tanda vital dan perdarahan, diberi O2 3 L/mnt, amoksisilin inj 3x1gram, asam traneksamat inj 3 x 500 mg, ketorolak trometamin 2 x 30mg, deksametason 3 x 8 mg,
Komplikasi benda asing traktus trakeobronkial dapat disebabkan oleh benda asingnya, trauma tindakan bronkoskopi atau pengaruh anestesi.12-14
LAPORAN KASUS Seorang laki laki 40 tahun, suku Jawa, petani, kiriman RSUD Wates Jawa Tengah
Hari kedua: perdarahan (-), batuk (+), serak
dengan keluhan utama tersedak 3 buah gigi
(+), sesak napas (-), Tanda vital dalam batas
palsu 10 hari yang lalu, sehingga penderita
normal. Diet biasa. Terapi sama seperti hari
bersuara serak dan batuk. Telah dilakukan
pertama. Ketorolak trometamin hanya diberikan
Ro Thorax dan dirujuk dengan diagnosis
jika nyeri. Deksametason di-taper off. (3x4mg)
benda asing gigi palsu di esofagus.
Pada saat di poli THT RSUP Dr Sardjito Yogyakarta keluhan nyeri tenggorok (-), tersedak benda asing (+), suara serak (+), batuk (+), keluhan sesak napas (-), muntah (-), sulit
Pasien dijinkan pulang pada hari ketiga, pengobatan dilanjutkan peroral, amoksisilin 3 x 500 mg, K-diklofenak 3 x 50 mg.. Penderita kontrol ke poli THT seminggu
kemudian, keluhan serak (+), batuk (-), nyeri
diberikan sebelum tindakan bronkoskopi.12,13,18
leher (+), nyeri telan (-), makan minum biasa. Pengobatan dilanjutkan selama 5 hari. Pada
kontrol berikutnya: serak (-), batuk (-), nyeri leher(-), nyeri telan (-). Makan minum lancar.
DISKUSI Masalah
kasus
ini
adalah
penegakan
diagnosis, penanganan jalan napas, ekstraksi benda
asing,
serta
penanganan
pasca
ekstraksi. Kasus ini tidak dapat didiagnosis di RSUD Wates hingga 10 hari dan dirujuk ke RSUP Dr Sardjito. Penegakan diagnosis didapat dari anamnesis, pemeriksaan fi sik, dan radiologik.
Pada penderita tersangka benda asing esophagus
dan
trakea/bronkus,
harus
dibuat rontgen toraks anteroposterior dan lateral untuk mengetahui bentuk dan ukuran benda
asing,
lokasi,
serta
komplikasi.
Benda asing radioopak dapat diidentifi kasi dengan mudah, benda asing radiolusen dapat dikenali dari efek samping pada paru, seperti
emfi
sema,
atelektasis,
dan
gambaran abses.
Esofagografi untuk menentukan lokasi benda asing apakah berada di dalam atau di luar esofagus dilakukan jika pada rontgen toraks didapatkan gambaran paru dalam batas normal. Penderita tidak sesak, hanya batuk-batuk dan suara serak. Tidak sesak karena letak gigi palsu sedemikian rupa terhadap trakea sehingga tidak menyebabkan gangguan total aliran udara. Suara serak/ parau disebabkan oleh ujung benda asing yang menonjol di subglotis ke tepi bebas pita suara. Pada pasien ini, dilakukan tindakan laringoskopi
dan
menggunakan
bronkoskopi bronkoskop
kaku
segera untuk
diagnosis pasti sekaligus mengeluarkan benda asing. Bronkoskop kaku merupakan pilihan terbaik karena dapat menjamin patensi
jalan
napas
dan
memberikan
visualisasi yang jelas.
Benda asing harus segera dikeluarkan terutama benda asing di trakea untuk mencegah komplikasi. Ekstraksi dengan bronkoskopi harus hati-hati mengingat posisi di trakea meningkatkan risiko obstruksi jalan napas. Tindakan bronkoskopi dilakukan secepatnya dengan persiapan optimal agar hasilnya maksimal. Antibiotik dan steroid sangat berguna pada kasus
kronik
untuk
mengurangi
edema,
CDK-208/ vol. 40 no. 9, th. 2013
Antibiotik yang digunakan harus dapat mengatasi
kuman
Steptococcus
pascatrauma. Perlu penjelasan kepada anak dan orang tua untuk pencegahan.
Perawatan pascaekstraksi meliputi pengendalian nyeri dan risiko infeksi
dan bronkoskopi menggunakan bronkoskop dengan
anestesi
umum
tanpa
komplikasi. Pasien diijinkan pulang setelah
18
haemolyticus dan Staphylococcus aureus.
berhasil dikeluarkan dengan laringoskopi kaku
beta-
685
SIMPULAN
dirawat
Telah dilaporkan satu kasus benda asing
kemudian. Saat kontrol berikutnya penderita
tiga
hari
dan
kontrol
3
hari
gigi palsu di trakea selama 10 hari. Gigi
dalam keadaan baik.
palsu DAFTAR PUSTAKA Kecelakaan
1.
2.
3.
Rumah Tangga 5 Dorlands Illustrated Medical Dictionary, 25 th ed. Philadelphia: WB Saunders 1976. Dikensoy O, Usalan C, Filiz A. Foreign body aspiration: Clinical utility of fl exible bronchoscopy. Postgrad Med J 2002:78:399-403. Sudjarwadi, Hidayat
W,
Sukardjo,
Februari Dr. Sardjito.
4.
5.
Agung
dan saluran cerna atas. pada ilmiah
1990,
HUT ke 8 RSUP
IB. Corpus alineum di saluran napas
7.
6.
Dibacakan kegiatan Smposium
686 CDK-208/ vol. 40 no. 9, th. 2013
Evans JNG. Foreign Bodies in the Larynx and Trachea. In: Kerr AG Paediatric Otolaryngology. Scott-Brown’s Otolaryngology 6 th ed, Butteworth Heinemann 1997: 25/1-10.
Boies L. Fundamentals of Otolaryngology. WB Saunders Co 1963; 420-8. Rovin D, Rodgers M. Pediatric foreign body aspiration. Ped in review. 2000;21(3):86-90.
8.
9.
Sastrowiyoto S. Riwayat Tersedak dan Sesak Nafas Sebagai Indikator Bronkoskopi Benda Asing Organik Trakeobronkial. Karya Tulis Akhir 1998. Iskandar N. Ingested and inhaled foreign bodies in Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital Jakarta, Indonesia, Med J ORLI,1994; 25: 311-8. Weir N. Anatomy of The Larynx and Tracheobronchial Tree . In: Kerr AG, Basic Sciences. Scott-Brown’s Otolaryngology 6 th ed, Butterworth Heinemann 1997: 12/1-28.
10.
Iskandar N.Bronkoskopi. Dalam:Soepardi E,Iskandar N.Buku ajar ilmu kesehatan THT-KL.Ed 5 Jakarta:Balai Pernebit FKUI, 2001:224-31.
11.
Wilson ML. Penyakit pernafasan restriktif. Dalam: Price S, Wilson L.Patofi siologi konsep klinis proses-proses penyakit.Ed 4 1992:701-15.
12.
Alya Y, Soepardi E. Penyulit pada penataksanaan aspirasi benda asing di bronkus.Kumpulan naskah ilmiah pertemuan ilmiah tahunan PERHATI Malang 1996:570-9.
13.
Tamin S.Benda Asing di Saluran Nafas dan Cerna. Disampaikan pada: Satelit simposium pananganan mutakhir kasus THT. PKB bagian THT FKUIRSCM.2003:16-28.
14.
Yunizaf M. Benda asing di saluran nafas.Dalam: Soepardi E, Iskandar N.Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT-KL.Ed 5 Jakarta:Balai Penerbit FKUI, 2001: 218-22.
15.
Steen H et al. Tracheobronchial aspiration of foreign bodies in children: A study of 94 cases. Laryngoscope 1990; 100: 525-30.
16.
Chandra D, Samiadi D. Benda asing bronkus. Kumpulan Naskah Ilmiah PIT Perhati di Batu Malang 1996 ; 580-6.
17.
Darrow DH, Holinger LD. Foreign body of the larynx, trachea and bronchi. In: Bluestone C, Stool S, editors. Ped Otolaryngol. 3rd ed (2). Philadelphia.WB Saunders Co. 1996. p.1390-401.
18.
Munter W. Foreign bodies, trachea. http:www.emedicine.com/EMERG/topic 751.htm.
Available
from:
Diet Ketogenik untuk Pasien Obesitas nutrisi
ini
juga
menghilangkan
O
lapar dan dapat
besitas adalahini.kejadian epidemik di abad ke-21 Kegagalan terapi konvensional untuk obesitas, yaitu diet hipokalori jangka panjang, disebabkan
menurunkan berat badan
secara
oleh mentalitas individu di abad modern ini
cepat.
Penelitian
yang selalu menginginkan hasil yang cepat.
ini
Para
metode
individu
penurunan
obesitas
berat
ingin
badan
mengalami
secara
cepat
menyebutkan untuk
pasien obesitas ini disebut
(instant).
nutrisi
enteral ketogenik. Seperti diketahui, kehilangan berat badan/
Studi
weight
lanjutan dilakukan
loss
adalah
konsekuensi
keseimbangan kalori negatif; makin tinggi
pada
keseimbangan
pasien
kalori
negatif,
penurunan
besar 19.036 obesitas
penurunan berat badan pun makin cepat.
(usia rerata 44,3
Secara logika, puasa total merupakan cara
tahun)
tercepat untuk menurunkan berat badan,
BMI rerata 36.5.
akan tetapi metode ini sangat tidak praktis
Pasien
dengan alasan:
ini
1.
Menyebabkan ekstrim
2.
Mengakibatkan
rasa
lapar
yang
kehilangan
LBM
(lean body mass) yang dapat membahayakan, kemudian menyebabkan neutropenia, menurunkan bersihan kreatinin, dan meningkatkan kadar bilirubin darah.
dengan obesitas
diberi
nutrisi
enteral
ketogenik
dalam
1
siklus
yang berlangsung disebabkan oleh
selama
kadar
menggunakan
ketone
10
hari
bodies (KB) yang
NGT (nasogastric
tinggi
tube).
pada
kondisi
puasa.
EN
ketogenik ini berisi
Peningkatan
50-65
Total kehilangan nitrogen setelah puasa total
kadar KB tidak
dengan
nilai
3-4 minggu berkisar 200 gram atau sama
membahayakan
biologis
tinggi
dengan 1.250 gram protein atau ekuivalen
pasien obesitas,
(whey),
dengan kehilangan 6 kg jaringan otot. Pasien
karena
dan
elektrolit.
obesitas dengan metode ini akan kehilangan
peningkatan KB
Dosis
rata-rata
berat badan di tempat yang salah, seperti
akan
harian adalah 0,85
kaki,
meningkatkan
paha,
dan
dada,
yang
akan
menghasilkan penampilan layaknya pasien
sekresi
kaheksia. Selain itu, kehilangan berat badan
sehingga
tersebut secara cepat akan kembali seiring
memodulasi efek
dengan
lipolitik.
proses
tubuh
mengembalikan
insulin,
Selain
kehilangan LBMnya. Sehingga, kehilangan
itu,
berat badan yang optimal harus dicapai
yang tinggi dapat
dengan cara mengurangi massa lemak,
mengurangi dan
bukan massa otot.
menurunkan
kadar
KB
rasa lapar.
Sebuah penelitian oleh Blackburn dkk menunjukkan bahwa infus kontinu asam
Pada
amino
penelitian
saat
kehilangan amino
puasa protein.
dapat
dapat
mencegah
sebuah
Pemberian
asam
pada
secara
efektif
obesitas
awal, pasien yang
mempertahankan LBM dan mencegah
diberi
katabolisme protein melalui penurunan
protein
kadar insulin tubuh. Selain itu, tubuh juga
hari
menghasilkan efek lipolitik yang
ketonemia ringan
50-65
g
(whey)/ terjadi
(100-120 mg%). REFERENSI:
Pemberian
g
protein
vitamin
g/kgBB/ hari untuk pria dengan kandungan kalium 13-17 mEq. Pemberian nutrisi dilakukan secara infus kontinu selama 24 jam dengan bantuan pompa. Pasien bebas memilih jumlah siklus yang ingin diikuti.
Hasil studi tersebut:
1.
Jumlah siklus rata-rata yang diikuti pasien obesitas g/kgBB/hari untuk wanita dan 0,89
1.
patient Cappello G, Franceschelli
s. Nutr
A, Cappello A, De Luca P.
Metab
Ketogenic enteral nutrition
(Lond).
as a treatment for obesity:
2012;9
short term and long term
(1):96-
results
103.
from
CDK-208/ vol. 40 no. 9, th. 2013
687
19,000
2.
John ston e AM, Lobl ey
adalah siklus.
2.
nutrisi
2,5
enteral
ketogenik
efek
menurunkan berat
Rata-rata
kehilangan berat badan dalam 2 siklus adalah 10,2 kg, kehilangan massa lemak 5,8 kg, dan massa sel tubuh 2,2 kg.
badan
sebesar
3.
cepat, dan murah,
10%, menghilangkan massa
lemak
57%, serta tidak ada efek samping yang
bermakna.
Selain itu, metode ini
Tidak
relatif
serta
ditemukan efek samping bermakna selain konstipasi dan kelelahan yang dapat diatasi dengan terapi.
aman, memiliki
hasil
yang
dalam
baik
durasi
tahun
1
sebagai
weight management. (MAJ)
Simpulannya,
GE,
Morrice PC, et al. Effects of a high-
Horga
protein,
n GW,
protein, moderate-carbohydrate weight-
Bremn
loss
er DM,
endothelial
Fyfe
indices of the cardiometabolic profi le.
CL,
Br J Nutr. 2011;106(2):282-91.
low-carbohydrate
diet
on
v.
antioxidant
markers
and
highstatus, plasma
RePOOpulate, Tinja Sintetik untuk Mengeradikasi Infeksi Clostridium Difficile Resisten Antibiotik C
Table Recommendation s for the lostridium difficile adalah bakteri Gram Treatment of positif, anaerob, pembentuk spora Clostridium difficile Infection yang terdapat pada saluran cerna (CDI)
dari 2 – 3 % individu dewasa sehat serta 70 % bayi sehat. Bakteri ini ditemukan tahun 1935 dari tinja seorang bayi baru lahir dan saat itu dianggap tidak membahayakan manusia. Pada tahun 1970, baru diketahui bahwa
Clostridium difficile menyebabkan penyakit kolitis pseudomembranosa. Penyakit ini ditandai dengan gejala diare ringan sampai sedang, nyeri perut dan kadang-kadang dapat menjadi akut abdomen dan kolitis fulminan.1
Clinical definition
Supportive clinical data
Recommended teratment
Initial episode,
Leukocytosis with a white blood cell
Metronidazole, 500 mg 3 times
mild or moderate
count of 15,000 cells/μL or lower and a serum creatinine level less than 1.5
per day by mouth for 10-14 days
Streng of recommendation A-i
times the premorbid level Initial episode,
Leukocytosis with a white blood cell
Vancomycin, 125 mg 4 times per
severe
count of 15,000 cells/μL or higher or a serum creatinine level greater than or
day by mouth for 10-14 days
B-I
equal to 1.5 times the premorbid level Initial episode,
Hypotension or shock, ileus,
Vancomycin, 500 mg 4 times per
severe, complicated
megacolon
day by mouth or by nasogastric tube, plus metronidazole, 500 mg every 8 hours intravenously. If complete ileus, consider adding
C-III
First recurrence
...
Same as for intial episode
A-II
Second
...
Vancomycin in a tapered and/or
B-III
rectal instillation of vancomycin
recurrence
pulsed regimen
Sebagian
Kolitis kasus pseudomembranosa infeksi dikenal dengan adanyaClostridiu tanda khas yaitum difficile terbentuknya selaputdisebabka kuning di mukosa salurann oleh cerna kolon dan rektum.strain Diperkirakan, 20% dariyang pasien rawat inapresisten mengalami infeksi terhadap
Clostridium difficile danantibiotik. 30% di antaranyaUntuk mengalami diare,kasus sehingga kolitisseperti ini, pseudomembranosa salah satu adalah salah satu infeksialternatifn nosokomial yang palingya adalah menggun banyak terjadi.1 akan Gejala kolitistransplant pseudomembranosa di-asi tinja sebabkan oleh adanyadari toksin yang dihasilkanindividu oleh Clostridium difficile.sehat ke Patogenesis kolitispasien terinfeksi. pseudomembranosa Akan adalah tidak3 seimbangnya fl oratetapi, normal di dalam usustindakan besar, salah satunyatransplant akibat penggunaanasi tinja antibiotik. Untukmemiliki pengobatan kolitisbeberapa keterbata pseudomembranosa, IDSA (2010)san, memberikan panduanseperti pengobatan sebagaiproses screening berikut 2 (Tabel):
Aberra FN, Katz J. Clostridium Difficile Colitis. Medscape Reference [Internet]. 2013 [cited 2013 28 Feb]. Available from: http://emedicine .medscape.com/
cocok.4
Olehdisemprot karena itu, sekelompokkan peneliti dari Ontario,melalui Canada menumbuhkankolonosko 33 bakteri yang secarapi ke normal ada dalamdalam saluran cerna individukolon sehat kemudianasendens mencampurkannya dan kolon menjadi sebuahtransvers campuran tinja sintetikum. Hasil yang diberi namasetelah 2 yang
RePOOpulate.4
– 3 hari,
Kemudian
dilakukan
pilot
pada
study
2
pasien usia 70 tahun dengan Clostridium yang
gagal
melalui
3
pengobatan metronidazole
art icl e/ 18 64 58 ov er vie w #a
2.
Infectious Diseases Society of America. Clinical Practice Guidelines for Clostridium difficile Infection in Adults: 2010 Update by the Society
pasien tersebut
kalibiasa dan
tidak ataukambuh
vancomycin.
w2aab6b2b1 aa
kedua
kembali infeksi buang air difficile besar setelahseperti
sampai 6 bulan pasca pengobat an.5 Simpulan pilot study ini adalah pengguna an tinja sintetik secara rektal
donor yang
REFERENSI:
1.
membutuhkan waktuCampura lama, serta sulitnyan tinja menemukan donorsintetik ini
for He alt hc ar e Ep id e mi ol og y of A m eri ca (S HE
A ) a n d t h e I n f e c t i o u s
Di se as es So cie ty of A m eri ca (ID SA ). Inf ec tio n co
berpote nsi untuk menjadi alternati f pengob atan infeksi Clostridi um difficile di samping antibioti k dan transpla ntasi tinja. Dibandi ngkan transpla ntasi tinja, prosedu r ini memiliki kelebiha n berupa mikroor ganisme yang tumbuh sudah diketahu i dan dapat terkontr ol. Selain
itu, menguran gi risiko penularan penyakit dari donor ke resipien dibanding kan dengan tindakan transplant asi tinja. Oleh karena itu, pilot study ini membutu hkan uji klinik dengan sampel lebih besar di masa akan datang.5 (NNO)
ntrol and hospital epidemiology. 2010;31(5):431-55.
3. Nood
Ev, Vrieze A, Nieuwdorp M, Fuentes S, Zoetendal EG, de Vos WM, et al. Duodenal infusion of donor feces for recurrent Clostridium difficile. N Engl J Med. 2013. DOI: 10.1056/NEJMoa1205037.
4.
Laidman J. C difficile: Synthetic Stool Substitute Clears Infection. Medscape
Me dic al Ne ws [In ter ne t].
2013 [cited 2013 Feb 28]. Available from: http://www. medscape.c om/ viewarticle/7
5.
CD K-
20 8/
77 51 5 Pe tro f
E O , G l o o r G
B, Va nn er SJ, We es e SJ,
vol. no. 9, th. 2013 40
Carter D, Daigneault MC, et al. Stool substitute transplant therapy for the eradication of Clostridium difficile infection: ‘RePOOPulating’ the gut. Microbiome. 2013;1(3):1-12.
689
Desflurane Tampaknya Lebih Aman untuk Pasien Alzheimer dalam kematian
Sekitar 8,5 juta pasien Alzheimer di
REFERENSI:
sel
dan
pembentukan
dunia memerlukan pembedahan dan anestesi setiap tahun. Perkembangan panduan untuk anestesi yang lebih aman untuk pasien tersebut memerlukan kerjasama antara spesialis anestesi, neurologi, kedokteran geriatri, dan spesialis lain. Sebagai langkah pertama, diperlukan identifi kasi anestestik yang paling kecil kemungkinannya untuk berkontribusi terhadap neuropatogenesis
plak
amyloid-
beta dalam otak tikus.
Studi yang baru didesain untuk membandingkan efek isofl urane dengan desfl urane, anestetik yang belum pernah dikaitkan dengan kerusakan neuron. Para
peneliti
menemukan bahwa
aplikasi
isofl
penyakit Alzheimer dan disfungsi kognitif.
urane
terhadap yang
sel dikultur
Studi sebelumnya telah menunjukkan bahwa pembedahan dan anestesi
dan neuron tikus
umum dapat meningkatkan risiko Alzheimer, dan telah diketahui
permeabilitas
dengan baik bahwa meskipun kecil, jumlah pasien bedah yang mengalami disfungsi kognitif sementara pada periode pascaoperasi cukup bermakna. Dalam suatu studi yang dipublikasikan di Annals of Neurology, peneliti dari Massachusetts General Hospital melaporkan bahwa pemberian isofl urane mengganggu performa tikus pada tes standar pembelajaran dan memori, sedangkan hal tersebut tidak tampak jika diberi desfl urane. Kaitan antara anestetik inhalasi isofl urane dengan perubahan mirip penyakit
meningkatkan
perlu dikonfi rmasi dalam studi pada manusia, desfl urane tampaknya merupakan anestetik yang lebih baik untuk pasien yang rentan terhadap disfungsi kognitif, seperti pada pasien Alzheimer.
Alzheimer pada otak mamalia dapat pada
Pada
mitokondria, tempat sebagian besar
2008,
energi
peneliti
disebabkan
oleh
efek
diproduksi.
obat Isofl
urane
tahun tim dari
menginduksi aktivasi enzim caspase
Massachusetts
dan apoptosis, yang merupakan bagian
General
neuropatogenesis penyakit Alzheimer
Hospital
yang
melalui jalur apoptosis yang tergantung
sama
juga
mitokondria.
menunjukkan
Mereka
menemukan
bahwa isofl urane dan desfl urane
bahwa
tersebut mempunyai efek berbeda pada
urane
fungsi
menginduksi
mitokondria.
merupakan
hasil
Hasil
tersebut
pertama
yang
isofl
perubahan
menunjukkan bahwa isofl urane, tetapi
mirip
bukan desfl urane, dapat menginduksi
Alzheimer, dan
kematian sel neuron dan mengganggu
meningkatkan
proses belajar dan memori karena
aktivasi enzim
kerusakan mitokondria. Meskipun
yang
terlibat
membran mitokrondria, yang mengganggu keseimbangan ion pada kedua sisi
membran
mitokondria, menurunkan kadar ATP, dan meningkatkan kadar
enzim
caspase yang
sel yang disebabkan isofl urane adalah peningkatan pembentukan spesies oksigen reaktif (molekul yang mengandung oksigen tak stabil) yang dapat merusak komponen sel.
urane,
Anesthesia and
dibandingkan dengan
Analgesia 2012, sekitar
kelompok kontrol. Tidak
seperempat pasien bedah
ada seluler
efek atau
yang mendapat isofl urane
perilaku terlihat
yang jika
menunjukkan beberapa
diberi urane.
desfl Pada
tingkat disfungsi kognitif
Performa
tikus
pada tes perilaku standar proses dan
belajar memori
berperan dalam kematian sel.menurun 2-7 Hasilnya juga menunjukkan bahwabermakna hari setelah langkah pertama menuju kematian
studi lain oleh tim yang sama,
seminggu setelah
bekerjasama dengan peneliti
pembedahan, sedangkan
dari Beijing Friendship
pasien yang mendapat desfl
Hospital yang melibatkan 45
urane anestesi
pasien hasilnya
tidak mengalami penurunan
dan
diterbitkan dalam
atau spinal
performa kognitif. (EKM)
pemberian isofl
1.
medic
be-
for-
g Y, Xu Z, Wang H, Dong Y, Shi HN,
Desfl urane may be
al.net/
safe
patien
Culley DJ et al. Anesthetics isofl
safer anesthetic option
news/
r-
ts-
urane and desfl urane differently
for patients with AD
20120
ane
with-
affect
[Internet] 2012. [cited
302/D
sthe
AD.as
learning, and memory. Ann Neurol.
2013
esfl
tic-
px
2012;71(5):687-98.
urane-
opti
may-
on-
Feb
Available http://www.news-
26]. from:
CD
K-
2.
Zhan
mitochondrial
function, doi:
10.1002/ana.23536. Epub 2012 Feb 24.
208/ vol. 40 no. 9, th.
2013
691
Allopurinol Bermanfaat Mengurangi Left Ventricular Mass dan Meningkatkan Fungsi Endotel pada Pasien Jantung Iskemik Secara umum studi ini menunjukkan bahwa allopurinol dapat digunakan untuk mengurangi LVH pada mereka dengan tekanan darah terkontrol di mana tidak ada metode lain yang diketahui dapat
Studi terbaru menunjukkan bahwa allopurinol mengurangi left ventricular mass (LVM) dan memperbaiki fungsi endotel pada pasien dengan penyakit jantung
iskemik. Dr. Allan D. Struthers (University of Dundee, Ninewells Hospital and Medical School in Scotland) mengatakan left ventricular hypertrophy (LVH) adalah faktor risiko yang sudah umum dikenal dan pengurangan LVH akan mengurangi risiko kematian mendadak, gagal jantung, dan stroke. Sejauh ini diketahui dengan mengurangi tekanan darah, LVH dapat dikurangi, tetapi LVH tetap bertahan pada banyak pasien yang tekanan darahnya sudah terkontrol. Dr. Struthers dkk. mempelajari apakah terapi allopurinol (xanthine oxidase inhibitor) dosis tinggi (600 mg/hari) selama 9 bulan, dapat mengurangi LVM pada 66 pasien yang sudah menjalani terapi optimal, evidence-based untuk penyakit jantung iskemik. Semua pasien dalam studi acak kontrol plasebo ini memiliki tekanan darah di bawah 150/90 mmHg dan memiliki LVH (dideteksi dengan pemeriksaan ekokardiografi ).
B-type Pemberian allopurinol mengurangi LVM sebesar 5,2natriuretic g, sedangkan LVM berkurang sebesar 1,3 g pada peptide (BNP), kelompok plasebo (p=0,007); indeks LVM jugadibandingkan secara signifi kan berkurang pada kelompokdengan plasebo. allopurinol dibandingkan dengan kelompok plasebo. Perawatan Lebih lanjut lagi, perubahan LVM di dalam kelompok allopurinol juga dan indeks LVM bersifat signifi kan hanya pada membawa pekelompok allopurinol. Allopurinol secara signifi kan rubahan signifikan mengurangi left ventricular end-systolic volume dan terkait dengan pengurangan non-signifi kan padapada endotel left ventricular end-diastolic volume dan median
fungsi
dan
kekakuan
REFERENSI:
yang
arteri,
dibuktikan
dengan peningkatan fl owmediated
dilation
dan pe-ngurangan augmentation index. Tidak terjadi perubahan tekanan
darah
yang
signifkan
pada
kelompok
yang
diberikan
allopurinol.
mengurangi LVH, terutama jika mereka juga memiliki penyakit jantung iskemik. Studi ini juga menambahkan dukungan lebih lanjut untuk pengembangan xanthine oxidase inhibitors untuk perawatan gagal jantung. Obat golongan ini dapat bekerja pada pathway patofi siologis gagal jantung yang saat ini masih kurang diperhatikan: nitroso-redox imbalance. Masih diperlukan penelitian lebih
lanjut mengenai hal ini.
Simpulannya,
1.
allopurinol
dosis
bermanfaat untuk mengurangi left tinggiventricular mass
Feb 28].
scape
Boggs W. Allopurinol reduces left
Availabl
.com/
ventricular
e from:
viewa
heart disease. Medscape Medical
http://w
rticle/
News [Internet] 2013 [Cited 2013
ww.med
77988
mass
in
CDK-208/ vol. 40 no. 9, th. 2013
693
ischemic
7
2.
Rekhraj S, Gandy
(LVM) dan memperbaiki fungsi endotel pada pasien
dengan penyakit jantung iskemik. (AGN)
SJ, Szwejkowski BR, Nadir MA, Noman A, Houston JG, et al. High-dose allopurinol reduces left ventricular mass in patients with ischemic heart disease. J Am Coll Cardiol 2013;61:926-932,933-935
HES Kentang vs HES Jagung
yang berbeda juga menunjukkan tidak adanya toksisitas pada ginjal.
RRT
6% 130/0,42 dan
spesifiproduk
HES
kasi HES yangjagung
adalah
dan
P
enggunaan cairan koloid
VOLUVEN
berbeda,
sebagai resusitasi dimulai sekitar tahun 1911 sebagai terapi substitusi cairan pada kasus perdarahan hebat. Dalam sebuah jurnal JAMA pada tahun 1915 disebutkan meskipun pemberian cairan NaCl 0,9% dapat meningkatkan tekanan darah pada kasus perdarahan, akan tetapi efek substitusi cairan lebih baik secara bermakna pada kelompok koloid, yang pada studi tersebut digunakan golongan gelatin. Pemberian gelatin dapat memberikan peningkatan tekanan darah yang lebih stabil dan bertahan lama dibandingkan
misalnya beratdengan spesifikasi molekul (BM),HES 6% 130/0,4.
dengan larutan salin.
dengan
HES (hydroxyethyl starch) merupakan golongan koloid sintesis yang paling umum digunakan pada setting kedokteran pada saat ini. Meskipun demikian, HES memiliki batasan, contoh pada kasus sepsis yang pada studi terbaru pemberian HES memberikan outcomes yang lebih buruk dan peningkatan mortalitas dibandingkan dengan cairan RL (ringer’s lactate). Penggunaan HES lebih sesuai pada kasus perdarahan hebat seperti cedera kepala dan paru, serta pada setting pembedahan. Tetapi
beberapa
studi
derajat substitusi, danSebuah rasio C2:C6,preklinik akan memberikan
menunjukkan
parameter
kasus
tersebut
perdarahan dan
menentukan
cedera
farmakologi
memiliki
HES,efektivitas peningkatan sebanding dandengan kristaloid dan koloid
BM derajat substitusi
golongan gelatin
dikaitkan
dalam
lebihanalisis tetapipenggunaan jagung negatifHES
yang lama, efek
1230 terhadap ginjalterhadap akan lebihpasien dengan prosedur
tinggi juga.
pembedahan Selainitu,perbe daanjenisHESj ugamemberika n efek berbeda. Pada saat ini terdapat 2 jenis HES
yang
umumnya digunakan sebagai cairan koloid,
yaitu
HES
berasal
dari
kentang
(potato-derived 6% HES) dan berasal jagung
(maize-derived 6% HES; waxymaize
starch).
Produk
HES
berasal
dari
kentang
yang
terdapat
di
Indonesia pada saat ini adalah TETRASPAN dengan spesifikasi HES
replacement therapy) lebih
Jadi
Studi dilakukan
variabel
dan lamapulmoner bertahan diginjal. Selain itu, metaintravaskuler studi
dari
sama. Jenis
paru
produk
HES
yang
dkk
hasil berbeda.pemberian HES kentang pada Ketiga
HES
efek
oleh
Silva
menunjukkan tidak semua memiliki
studi
(renal
Fungsi utama pemberian cairan koloid pada setting resusitasi cairan adalah sebagai pengganti cairan yang hilang, sehingga suksesnya suatu resusitasi dapat dipengaruhi dari pemilihan jenis cairan resusitasi yang digunakan. apakah
HES jagung sebanding dengan kentang
HES ?
Terdapat 2 studi terbaru menggunakan HES kentang dan jagung
HES yang
dibandingkan dengan penggunaan cairan kristaloid. Studi pertama adalah sebuah acak
studi dan
tersamar ganda pada pasien sepsis yang
berat diberi
tinggi dibandingkan dengan kristaloid. Studi lain secara acak ganda
tersamar pada
pasien sakit kritis yang diberi HES 130/0,4 (VOLUVEN; maized-derived) atau kristaloid menunjukkan efektivitas dan outcomes yang sebanding antara kelompok HES dan kristaloid. yang
terhadap 7000 pasien di ICU ini menunjukkan tidak terdapat perbedaan mortalitas pada pasien yang diberi HES atau kristaloid, kejadian
serta gagal
ginjal. Meskipun demikian, penggunaan RRT secara bermakna banyak
lebih pada
kelompok HES jika dibandingkan dengan kelompok kristaloid.
HES 130/0,42 (TETRASPAN;
Simpulan
potato-derived) atau kristaloid.
dua studi terbaru tersebut,
Studi ini menyimpulkan
perbandingan tidak langsung
HES kentang ini memberikan
menunjukkan pemberian HES
outcomes lebih buruk
jagung aman
dibandingkan dengan cairan
dibandingkan dengan HES
kristaloid. Kelompok HES
kentang dengan angka mortalitas
memiliki mortalitas
lebih Akan
dan
juga kebutuhan
dari
lebih jika
rendah. tetapi,
masih diperlukan
data pendukung lebih lanjut
antara
yang dapat menunjukkan perbandingan langsung
penggunaan kentang HES jagungkhususnya pada 201 3;1 18( 2):2 447.
REFERENSI:
1.
Bagchi A, Eikermann M. Mashed potatoes and maize: Are the staches safe?. Anesthesiolog y
694 CDK-208/ vol. 40 no. 9, th. 2013
2.
Pern er A, Haa se N,
Guttorm sen AB, Tenhune n J, Klemenz son G, Åneman A, et al. Hydroxy ethyl starch 130/0.42 versus Ringer’s
dan
acetat e in sever e sepsis . N Engl J Med. 2012; 367(2) :12434.
HES
3.
kasus
ho N, Beda A, Rentzsch I, et al. Effects
Silva
of intravascular volume replacement on
PL,
lung and kidney function and damage in
Güldne r
pasien
kritis dan sepsis. (MAJ)
A,
Uhlig C, Carval
4.
nonseptic
experimental
lung
injury.
Anesthesiology 2013;118(2):395-408. Martin C, Jacob M, Vicaut E, Guidet B, Van Aken H, Kurz A. Effect of waxy maize-derived hydroxyethyl starch 130/0.4 on renal function in surgical patients. Anesthesiology 2013;118(2):387-94.
Ketofol untuk Sedasi Prosedur Gawat Darurat bahwa kombinasi ketamine-propofol membantu
O
meminimalkan efek
bat sedasi prosedural yang ideal untuk unit gawat darurat adalah mudah dititrasi, onsetnya cepat, lama kerjanya singkat, dan memberikan sedasi dan analgesia tanpa gangguan pernapasan dan hemodinamik. Meskipun banyak obat telah dicoba, tidak ada obat tunggal yang
seperti
Ketamine
dilakukan
suatu
studi
jarang
digunakan sebagai
memenuhi profi l tersebut. Telah
samping hipotensi.
obat tunggal pada untuk
dewasa
membandingkan
efektivitas dan keamanan propofol dengan kombinasi ketamine-propofol untuk sedasi prosedural menggunakan monitoring indeks bispektral untuk mengukur kedalaman sedasi. Ketamine dan propofol bisa dicampur dalam satu syringe yang sama (ketofol) atau diberikan secara terpisah. Studi dilakukan secara acak pada 28 pasien yang disedasi prosedural untuk manipulasi fraktur di unit gawat darurat pusat trauma tingkat 1. Pasien secara acak mendapat propofol dengan dosis target 0.5-1,5 mg/kg atau kombinasi ketamine-propofol dengan dosis target baik ketamine dan propofol 0,75 mg/kg. Keberhasilan prosedur, skor indeks bispektral, efek samping, waktu pemulihan, dan tanda vital diukur. Hasilnya menunjukkan bahwa kelompok kombinasi ketaminepropofol mengalami penurunan tekanan darah sistolik yang lebih kecil (1,6% vs 12,5%), skor indeks bispektral pada sedasi yang dituju (77 vs 61), perbedaan yang lebih kecil antara skor indeks bispektral basal dan sedasi yang dituju (18,78 ± 10 vs
menarik untuk sedasi prosedural (92,5 ± 58 vs 177,27 ± 11 mg). di unit gawat Tidak ada pasien dari kedua kelompok yang mengalami darurat. depresi pernapasan atau memerlukan intervensi lain. Dibandingkan dengan propofol, Kombinasi ketamine dan propofol merupakan pilihan kombinasi ketamine-propofol REFERENSI: menyebabkan hipotensi yang lebih rendah, sedasi yang lebih baik, dan peningkatkan kenyamanan dan keamanan pasien. 34,64 ± 11) dan dosis propofol rata-rata yang lebih rendah
karena
risiko
munculnya
reaksi,
namun,
jika
dikombinasi dengan propofol, tidak ada peningkatan
efek
samping
yang
bermakna dibandingkan dengan monoterapi propofol. Efek
hemodinamik
ketofol
juga
telah
diteliti
dalam
studi
acak dan tersamar ganda pada pasien anestesi umum dan
Dari 10 studi yang
hasilnya
telah
menunjukkan bahwa
dilakukan
untuk
ketofol
dikaitkan
membandingkan
dengan
perbaikan
kombinasi
stabilitas
ketamine-propofol
hemodinamik selama
dengan
obat
10
tunggal,
hasilnya
pertama
dibanding
menunjukkan
propofol,
sehingga
juga
menit
induksi
ketofol dapat digunakan sebagai obat alternatif untuk induksi (EKM) darurat di mana stabilitas hemodinamik dipertimbangkan.
1.
Patanwal
alone
Am
Phillips W, Anderson A, Rosengreen M,
a
for
Health
Johnson J, Halpin J. Propofol versus
Combinat
proced
Syst
propofol/ketamine
ion
ural
Pharm.
ketamine
sedatio
2011
and
n in the
1;68(23):
index scale comparison. J Pain Palliat
propofol
emerge
2248-56.
Care Pharmacother. 2010;24(4):349-
versus
ncy
55.
either
depart
agent
ment.
procedures department:
2.
Thomas
for
in
the
clinical
MC,
brief and
695
emergency bispectral
Jennett-Reznek
CDK-208/ vol. 40 no. 9, th. 2013
painful
AM,
AE. of
3.
ed controlled trial of ketamine/propofol versus propofol alone for emergency department procedural sedation. Ann Emerg Med. 2011;57(5):435-41.
J
4.
David H, Shipp J. A randomiz
Smischney NJ, Beach ML, Loftus RW, Dodds TM, Koff MD. Ketamine/propofol admixture (ketofol)
is
associated
with
improved
hemodynamics as an induction agent: a randomized, controlled trial. J Trauma Acute Care Surg. 2012;73(1):94-101.