16 0 2 MB
CEKUNGAN BINTUNI, PAPUA BARAT Cekungan Bintuni secara geomorfologi terdiri atas offshore (Teluk Bintuni), onshore bagian Utara (daerah Steenkool, Tembuni, Mogoi, Wasian) dan onshore bagian Selatan (daerah Kasuri, Babo). Cekungan Bintuni berada di Teluk Bintuni-Papua Barat (Gambar 1), secara fisiografis terletak di bagian “kepala burung”. Batuan induk Cekungan Bintuni terkenal memiliki potensi hidrokarbon yang cukup tinggi, baik dalam bentuk minyak maupun gas. o
o
130E
135E
o
140E
Jayapura
!
o
o
130E
135E
o
140E
FIGURE 1.LocationMapofBintuniBasin
Gambar 1. Peta Lokasi Cekungan Bintuni Tatanan Tektonik Pulau Papua Pembentukan Papua disebabkan oleh tumbukan dua elemen tektonik besar (Lempeng Samudera Pasifik-Caroline yang bergerak ke barat-baratdaya dan Lempeng Benua Indo-Australia yang bergerak ke utara) bersifat konvergen miring (oblique convergence) sejak Eosen. Tumbukan yang sudah aktif sejak Eosen ini membentuk suatu tatanan struktur kompleks terhadap Papua Barat (Papua), yang sebagian besar dilandasi kerak Benua Indo-Australia. Terdapat dua tahapan kolisi yang terjadi pada Kala Oligosen (Orogenesa Peninsula) dan Miosen (Orogenesa Melanesia).
! Gambar 2. Evolusi Tektonik Papua selama Mesozoik-Saat ini Fisigrafi Regional Secara umum, fisiografi atau struktur regional Pulau Papua terbagi menjadi tiga zona (Gambar 3) yaitu Kepala Burung, Leher Burung, dan Badan Burung. Kepala Burung (KB) didominasi oleh struktur sesar berarah Barat-Timur. Leher Burung (LB) didominasi oleh struktur berarah Utara-Barat Laut (Jalur Perlipatan Lengguru, LFB), yang berhenti pada tinggian Kemum pada daerah Kepala Burung. Tubuh Burung (TB) didominasi oleh struktur berarah Barat-Barat Laut sepanjang Central Range (Jalur Mobil Nugini). Diakhiri oleh sesar mendatar dengan arah Barat-Timur (Zona Sesar Tarera-Aiduna, TAFZ) pada Leher Burung.
! Gambar 3. Fisiografi Regional Pulau Papua
Geomorfologi Papua Barat
! Gambar 4. Peta geologi regional Kepala Burung (KB) (Syawal, 2010) Geomorfologi Papua Barat mengalami deformasi pada umur Tersier Akhir, pada masa ini terjadi proses transgresi yang besar yang berarah barat daya dan berakhir pada New Guinea Mobile Belt, sehingga berbentuk kepala dan leher burung. Tatanan geologi daerah KB dibentuk oleh adanya kompresi pada umur Paleogen tepatnya OligoseResen. Kompresi ini disebabkan karena adanya oblique convergent dua lempeng tektonik utama Pulau Papua (Andi, 2010). Cekungan Bintuni merupakan cekungan Tersier di selatan Blok Kemum dengan luas ± 30.000 km2 , di bagian timurnya dibatasi oleh jalur lipatan Anjakan Lengguru. Cekungan ini dipisahkan dari Cekungan Salawati oleh Paparan Ayamaru dan dari Cekungan Berau oleh Perbukitan Sekak. Struktur elemen penting di daerah KB (Gambar 4) yaitu: 1. Sesar Sorong, terletak di sebelah Utara Sesar Sorong adalah salah satu sesar mayor yang terletak di sebelah utara KB, dengan arah sesar berarah timur-barat. Jenis Sesar Sorong ini yaitu sesar mendatar kiri (left-lateral strike-slip fault). 2. Sesar Tarera Aiduna, terletak di sebelah selatan Sesar Tarera Aiduna merupakan sesar mayor yang berada di daerah KB dimana sesar ini terletak di sebelah selatan dengan arah sesar barat-timur.
3. Lengguna Fold-Belt (LFB), Berada di sebelah Timur LFB merupakan serangkaian antiklin yang mempunyai arah umum Barat LautTenggara, yang kemudian terangkat ketika terjadi proses oblique convergent Antara Lempeng Pasifik-Indo Australia. Di sebelah selatan, LFB ini dipotong oleh sesar Tarera Aiduna. Pada saat LFB ini terbentuk, mengakibatkan adanya penurunan (subsidence), sehingga mengalami sedimentasi pada cekungan LFB sebagian besar tersusun atas kelompok New Guinea Limestone (NGL) yang mengisi Cekungan Bintuni. 4. Seram Through, berada di sebelah barat Palung Seram berada di sebelah barat daya KB. Sesar ini terbentuk akibat adanya konvergen Lempeng Australia. Stratigrafi Regional AGE (MYEARS)
FORMATION
LITHOLOGY S Source S Seal R Reservoar
PLEISTOCENE
Conglomeraticsandstones andclays
SELE
2
GEOLOGICALHISTORY ENVIRONMENT REG
HYDROCARBON OCCURENCE
TECTONICACTIVITY
TRANS PROGRESSIVEFILLING OFTHEBASIN PARALIC
PLIOCENE
STEENKOOL
6 U MIOCENE
M
L OLIGOCENE
KLASAFET
S
G U I N E A
KAIS
R
SAGO
L S T G R O U P
EOCENE
U CRETACEOUS L 141 U M
S
FAUMAI
K E M B E L A N G A N
JASS
LOWER KEMBELANGAN
G R O U P
U L 280 U CARBONIFEROUS
M
A I F A M G R O U P
AINIM
S
SILURIAN
DRIFTINGEPISODE
S Shallowwatersandstones interbeddedwithgreyshales
S
Redbedfacies
WIRIAGAN
NEAR SHORE
RIFTINGEPISODE ALLUVIAL PLAIN
R
WIRIAGAN
S
Blackshaleandsandstone alterations,coalseams
PARALIC
MOGOI Shalesandmarlwithcarbonateconcretions MARINE
Wellcementedsandstones intercalatedwithfossiliferous shales
AIMAU
LITORAL
PRE-RIFTINGEPISODE
EROSION
L
DEVONIAN
WIRIAGAN
NON DEPOSITION/ EROSION
AIFAT
345 395
PLATFORM
Lightbrown,oftendolomitic, limestonesandcrystalline dolomite
?
TRIASSIC
PERMIAN
MOGOI
CARBONATE
Sandandshalealterations overlainbyevaporitefacies changinglaterallyshally carbonates OPEN Claystonesandsiltyshales MARINE
R
TIPUMA
230
Fossiliferouschalkylimestonesrichincoraldebris. Changingeastwardsto greyshales Lightgrey,hardandfossiliferousplatformcarbonate.
S
L 195
OBDUCTIONEPISODE
SIRGAH
WARIPI
PALEOCENE 65
JURASSIC
N E W
Shaleandsandstone alterations
KEMUN
Stronglyfoldedandepimetamorphosedshales,graywackesandcoarseclastics
SILURO-DEVONIAN BASEMENT
!
435 ORDOVICIAN
FIGURE3.RegionalStratigraphyofBintuni Basin
Gambar 5. Stratigrafi Regional Cekungan Bintuni
Basement. Batuan dasar (basement) Cekungan Bintuni adalah Formasi Kemum yang berumur Silur–Devon (Paleozoic), yang tersusun oleh batulempung, graywackes, dan klastik kasar (Patra Nusa Data, 2006). Formasi ini diduga telah mengalami perlipatan dan intrusi batuan granit Devon. Pre-Rifting. Kelompok Aifam yang terdiri dari Formasi Aimau, Formasi Aiduna/Aifat, dan Formasi Ainim berumur Permian Akhir menindih secara tidak selaras Formasi Kemum. Formasi Tipuma yang berumur Triasik–Jurasik Awal diendapkan secara tidak selaras di atas kelompok Aifam. Litologi penyusun Formasi Tipuma adalah batupasir kuarsa dan batulempung karbonatan yang diendapkan pada lingkungan fluvial deltaik. Syn-Rift. Kelompok Kembelangan yang berumur Jurasik Awal–Kapur dibagi menjadi Kembelangan Bawah dan Kembelangan Atas. Kembelangan Bawah yang berumur Jurasik Awal–Kapur Awal, dan secara tidak selaras menindih Formasi Tipuma, tersusun oleh batupasir, batuan karbonat dan batubara dengan lingkungan pengendapan deltaik hingga laut tertutup. Formasi yang termasuk ke dalam Kembelangan Bawah adalah Formasi Kopai dan Formasi Ayot. Sedangkan Formasi Kembelangan Atas yang berumur Kapur Awal–Kapur Akhir, dan secara tidak selaras menindih Formasi Kembelangan Bawah, terdiri atas batupasir dan batulempung. Kembelangan Atas terdiri atas batugamping Piniya, batupasir Ekmai dan Formasi Jass. Formasi Kembelengan Bawah dan Kembelengan Atas dipisahkan oleh ketidakselarasan yang berumur Kapur Awal atau disebut dengan intra–cretaceous unconformity dan juga merupakan awal dari fase rifting (Patra Nusa Data, 2006). Drifting. Formasi Waripi menindih secara selaras Kelompok Kembelangan dan berumur Paleosen. Litologi penyusunnya adalah batupasir, batulempung dan serpih yang merupakan ciri dari endapan lingkungan laut dalam. Kelompok Batugamping New Guinea diendapkan pada Eosen–Miosen Tengah. Pada Kapur Akhir terjadi penghentian suplai detritus klastik ke utara laut Australia, sehingga terjadi akumulasi karbonat yang merupakan sekuen batugamping yang tebal. Tiga Formasi yang termasuk dalam Kelompok batugamping New Guinea yaitu: Formasi Faumai yang berumur EosenOligosen, Formasi Sirga berumur Miosen Awal dan Formasi Kais berumur Miosen
Tengah. Lapisan karbonat ini meluas sepanjang Cekungan Bintuni dengan lingkungan pengendapan berupa shallow-shelf. Kelompok New Guinea Limestone ini diketahui merupakan batas akhir fase kompresi antara Lempeng Australia dengan Lempeng Pasifik. Kelompok ini merupakan source rock dan reservoir dari Cekungan Bintuni (Patra Nusa Data, 2006). Obduksi. Formasi Klasafet diendapakan pada Miosen Akhir–Pliosen yang diendapakan secara tidak selaras di atas Formasi Kais. Litologi penyusunnya terdiri atas berupa serpih, dalam lingkungan pengendapan laguna (lagoon). Formasi ini berfungsi sebagai penutup (seal) pada Cekungan Bintuni. Kemudian pada Pliosen Awal– Pleistosen, terjadi tektonik yang membentuk Cekungan Bintuni dan Lengguru Fold– Thrust–Belt (LFTB) dan diendapkan Formasi Steenkool yang tersusun oleh batulanau, batupasir serpihan, batulempung dengan lingkungan pengendapan neritik. Formasi ini diketahui berperan sebagai penutup (seal) pada Cekungan Bintuni (Patra Nusa Data, 2006). Petroleum System Cekungan Bintuni Terdapat lima bagian dari petroleum system yang dipengaruhi dengan kondisi geologi regional maupun lokal yaitu: 1. Batuan Induk Terdapat dua batuan induk pada cekungan bintuni berupa black shale dan coal seams pada formasi Ainim (Upper Permian) dan red shale pada formasi Tipuma (Lower Jurassic). 2. Batuan Reservoar Batuan reservoar yang terdapat pada cekungan Bintuni berupa batupasir pada formasi Lower Kembelangan (Upper Jurassic) dan batugamping pada formasi Kais dan Klasafet (Middle Miocene). 3. Migrasi Terjadi migrasi hidrokarbon berupa migrasi primer dari source rock ke carrier bed dan migrasi sekunder dari carrier bed ke reservoir dan trap. Migrasi bergerak secara lateral melalui lapisan permeable batupasir dan pergerakan vertical migrasi dipengaruhi oleh adanya patahan atau rekahan.
4. Perangkap (Trap) Perangkap yang terdapat pada cekungan Bintuni berupa perangkap struktur berupa antiklin NW-SE dan strike slip faults, sesar yang berarah E-W. 5. Penutup (Seal) Batuan penudung pada petroleum sistem cekungan Bintuni berupa lapisan impermeable yaitu batulempung pada formasi Klasafet dan Lower Kambelangan.