Cerita Inspiratif [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Ayah, Aku ingin Jujur Riandy Kurniawan, sebuah nama sederhana yang lahir dua puluh satu (21) tahun lalu. Riandy adalah buah hati dari pasangan suami istri, Sudadi dan Suni Kuswanti. Riandy mempunyai dua saudara, Wakhid Oktaviansyah (24 tahun) dan Triangga Yoastedy (14 tahun). Ia hidup dalam keluarga sederhana dan jauh dari kesan mewah. Orang tuanya hanya bekerja sebagai petani karet di sebuah daerah kecil yang bernama Rimbo Bujang (Kabupaten Tebo-Jambi). Pada tahun 2008, Riandy terdaftar sebagai salah satu siswa di SMA N 2 Kabupaten Tebo. SMA N 2 merupakan salah satu sekolah favorit di Kabupaten Tebo karena beberapa prestasi yang telah diraih. Di waktu SMA, ia merupakan siswa yang aktif dalam berorganisasi



serta



berkepribadian



baik.



Terbukti



dengan rekam jejak prestasinya, ia selalu menjadi pengurus OSIS di SMA N 2 dan pernah menjadi ketua Panitia Masa Orientasi Siswa Baru (MOSB). Prestasi lain yang pernah diraih adalah saat menjuarai lomba cerdas cermat (LCC) UUD 1945 tingkat Kabupaten Tebo serta menjadi finalis di tingkat Provinsi Jambi. Pada



saat



Riandy duduk



di



bangku



SMA,



handphone (HP) dan laptop adalah barang elektronik yang sedang tenar di kalangan siswa. Jam istirahat



adalah waktu yang digunakan siswa untuk menyibukkan diri dengan handphone dan laptop. Berbeda dengan teman-temannya, Riandy hanya duduk sambil merenung di dalam kelas, ia tidak tertarik ataupun iri terhadap barang-barang mewah yang dimiliki teman-temannya itu, ia justru berpikir untuk bekerja dan menghasilkan uang sehingga dapat membantu perekonomian keluarganya. Pada suatu hari, Riandy memutuskan untuk bekerja memotong karet setelah pulang dari sekolah, sehingga tidak mengganggu proses belajarnya. Setiap harinya, sepulang sekolah, ia memotong karet di kebun hingga sore hari. Uang hasil keringatnya itu ia tabung untuk keperluan mendatang. Di malam harinya, ia selalu menyediakan waktu untuk belajar dan mengerjakan tugas sekolah. Namun, hasil dari kerja keras seorang Riandy masih belum bisa membantu perekonomian keluarga, hingga akhirnya ia berencana untuk berbisnis pulsa elektrik. Namun untuk bisa berbisnis pulsa elektrik, Riandy harus memiliki handphone terlebih dahulu. Kemudian ia mengumpulkan uang dari hasil motong karet itu untuk membeli handphone. Beberapa



bulan



kemudian,



Riandy



mampu



membeli handphone dengan uang hasil kerjanya sendiri. Meskipun kualitas dan teknologinya tidak secanggih milik teman-temannya, ia tetap bersyukur bisa membeli



handphone dengan uangnya sendiri dan handphone itu ia gunakan untuk berbisnis pulsa. Riandy merasa bahagia bisa sekolah sambil bekerja, terkadang ia merasa lelah dan letih karena kurang istirahat. Wajar saja, setiap harinya ia baru bisa istirahat di malam hari. Dua bulan sebelum diadakannya ujian Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN), para siswa SMA N 2 Tebo mulai mendaftar tempat bimbingan belajar seperti Ganesha Operation(GO), GAMA dan Nurul Fikri. Namun tidak untuk Riandy, ia tidak bisa ikut mendaftar karena keterbatasan ekonomi. Pada bulan April 2011, tepat setelah Ujian Akhir Nasional (UAN) tingkat SMA selesai dilakukan, Riandy hanya bisa belajar sendiri di rumah, berbeda dengan teman-temannya yang telah pergi ke Kota Padang, Kota Jambi, bahkan ada yang di Pulau Jawa untuk bimbingan belajar



guna



persiapan



dalam



menghadapi



ujian



SNMPTN. Sebenarnya Riandy juga ingin seperti temantemannya yang melakukan bimbingan belajar, namun ia juga sadar atas kemampuan ekonomi orang tuanya. Selama dua bulan menjelang diadakannya ujian SNMPTN,



Riandy



harus



berusaha



sendiri



untuk



mempersiapkan diri dalam menghadapi ujian tersebut. Dalam kesehariannya, ia harus membagi waktu antara belajar dengan membantu pekerjaan orang tuanya, yaitu



motong karet di kebun. Di pagi hari, mulai jam 07.00 12.00 WIB ia harus motong karet bersama Ayahnya, siang harinya Riandy mulai belajar dan latihan soal-soal SNMPTN tahun-tahun sebelumnya. Pada suatu hari, Eko Sutopo (sahabat Riandy) yang tengah bimbel di GAMA, pulang ke Rimbo Bujang karena ingin mengikuti seleksi Sekolah Tinggi Ilmu Statistik (STIS) bersama Riandy. Setelah sampai di Rimbo Bujang, Riandy datang ke rumah Eko Sutopo untuk meminjam buku bimbingan belajar dan soal-soal try out yang diperoleh selama bimbel di Padang. Setidaknya buku dan kumpulan soal-soal tersebut dapat menambah referensi bagi Riandy untuk belajar. Sebulan sebelum diadakannya ujian SNMPTN, STIS melakukan seleksi penerimaan mahasiswa baru. Riandy dan Eko mengikuti seleksi tersebut di Kota Jambi. Jika diterima atau lulus seleksi di Sekolah Tinggi Ilmu Statistik, biaya kuliah ditanggung pemerintah sampai selesai. Riandy dan Eko pergi ke Kota Jambi dengan penuh keyakinan dan harapan agar lulus seleksi tersebut. Perjalanan menuju Kota Jambi kurang lebih membutuhkan waktu 6 jam dari Rimbo Bujang. Tiba di Kota Jambi, mengingat hari itu adalah H-1 sebelum dilaksanakannya tes tertulis, mereka langsung mencari alamat tempat ujian dengan menggunakan



sepeda motor, setidaknya mereka ingin memastikan tempat dan ruang ujiannya. Cuaca pada saat itu sangat mendung, di tengah perjalanan mereka kehujanan. Hujan yang turun sangat lebat diikuti petir yang menyambar seakan mematahkan langkah mereka untuk menuju ke tempat tersebut. Sebelum berteduh mereka telah basah kuyup karena lebatnya hujan yang turun. Mereka akhirnya memutuskan untuk tetap melanjutkan perjalanan meskipun hujan belum reda, ketika kilat dan petir hampir menyambar mereka, akhirnya mereka berhenti



dan



berteduh,



Riandy



dan



Eko



sangat



bersyukur petir tidak menyambar mereka. Selama kurang lebih setengah jam, mereka berteduh di sebuah lapak pedagang kaki lima, ketika hujan



mulai



reda,



Riandy



dan



Eko



melanjutkan



perjalanan. Beberapa menit kemudian, Riandy mulai kedinginan, namun ia menahan rasa dingin itu, telapak tangannya mulai pucat dan bibirnya mengigil. Tidak lama kemudian, Riandy dan Eko menemukan tempat ujian tersebut. Tampak wajah puas dan lega dipancarkan dari wajah mereka, seakan menjadi pelipur lara atas pengorbanan yang telah dilaluinya. Setelah memastikan ruang dan kursi ujian, mereka langsung kembali ke rumah kontrakan.



Keesokan harinya, mereka tes ujian tertulis, antusias para siswa sangat tinggi untuk masuk ke Sekolah Tinggi Ilmu Statistik. Ujian berjalan lancar dan tidak ada kendala. Seluruh peserta fokus dengan soal yang diberikan. Beberapa jam kemudian, ujian telah berakhir. Riandy dan Eko langsung kembali ke rumah kontrakan. Sampai di rumah kontrakan, mereka packing seluruh barang dan pakaian karena keesokan hari mereka pulang ke Rimbo Bujang. Seminggu



kemudian,



pengumuman



kelulusan



telah keluar, Riandy dinyatakan tidak lulus seleksi, dan Eko justru lulus seleksi, namun sangat disayangkan, pada tahap seleksi wawancara, Eko juga tidak lulus. Sedih dan kecewa tampak terlukis di wajah mereka, seakan tak percaya dengan hasil yang telah diputuskan. Pada



awalnya,



Riandy



merasa



gelisah



dan



bimbang untuk menyampaikan hasil tersebut kepada orang tuanya. Hal ini bukan tanpa sebab, pada tahun 1999, tepatnya saat Riandy masih duduk di kelas 1 SD, Ayahnya (Sudadi) pernah mengalami depresi akut. Akibat depresi itu, Sudadi hanya berdiam diri di rumah, menangis tanpa sebab, selalu merasa sedih, dan sangat minder jika bertemu dengan orang lain. Pada waktu itu keluarga Riandy benar-benar sedang diuji oleh Allah SWT, pasalnya Sudadi adalah satu-satunya tulang



punggung keluarga yang harus menafkahi seorang istri dan anak-anaknya. Setiap pulang dari sekolah, Riandy langsung menghampiri ayahnya yang mengurung diri di dalam kamar. Pada saat itu Riandy masih berumur 7 tahun. Ayahnya selalu memeluk Riandy ketika ia pulang dari sekolah. Sambil memeluk erat Riandy di tempat tidurnya, Ayah selalu menangis tanpa sebab, Riandy pun hanya bisa ikut menangis tersedu-sedu melihat ayahnya. Pada saat mereka menangis, dua kata yang selalu terlontar dari mulut Riandy, “Ayah kenapa? Ayah kenapa? Ayah kenapa?”. Sebanyak kata yang keluar dari mulutnya hanya pertanyaan itu yang terucap, dan Ayah tidak pernah menjawab pertanyaannya, Ayah justru menangis lebih keras. Riandy pun terus menangis hingga kelelahan, tanpa disadari ia tertidur di pelukan ayahnya. Berbulan-bulan



Sudadi



mengidap



stress



dan



depresi. Berbagai pengobatan telah dilakukan baik secara medis ataupun secara tradisional. Namun sepertinya



semua



pengobatan



tidak



berpengaruh



terhadap kesembuhan penyakit itu. Hingga pada suatu hari saat Riandy menerima rapor yang berisi hasil nilainilai belajarnya di sekolah, ia memperoleh juara pertama. TERSENYUM, itulah ekspresi yang tampak



pada wajah ayahnya ketika melihat nilai rapor Riandy, itu adalah senyum pertama kalinya semenjak Ayah depresi dan stress. Berawal dari itulah Ayah mulai sadar dan mencoba bangkit dari stress dan depresi. “BANGGA”, mungkin itu obat yang telah memotivasi Ayah untuk sembuh. Ayah mulai berpikir bahwa ia memiliki anak yang hebat dan ingin menyekolahkannya hingga ke jenjang perguruan tinggi. Semenjak dari itu, Riandy giat belajar, semua itu ia lakukan demi senyum yang diperoleh dari ayahnya, dan ia tidak ingin ayahnya depresi dan stress lagi. Itulah alasan kenapa Riandy takut dan bimbang untuk



menyampaikan kegagalannya dalam



seleksi



penerimaan mahasiswa baru di Sekolah Tinggi Ilmu Statistik yang telah diikutinya. Akhirnya, Riandy hanya berani menyampaikan hasil tersebut kepada ibunya tanpa sepengetahuan ayahnya. Beberapa minggu setelah itu, ada undangan dari Fakultas Teknik Universitas Negeri Padang di SMA N 2 Tebo. Siswa yang berhak memperoleh undangan tersebut adalah siswa yang memiliki peringkat satu sampai peringkat kelima. Pada saat Riandy duduk di kelas XII SMA, ia memperoleh peringkat empat, dan ia berhak



mendapatkan



undangan



tersebut.



Riandy



memilih prodi S1 Teknik Pertambangan. Undangan



tersebut masih akan diseleksi di Universitas Negeri Padang, dan hasilnya akan diumumkan satu bulan setelah pengiriman berkas dan persyaratan diterima pihak kampus. Sebulan setelah itu, pengumuman masih belum keluar. Pada akhirnya Riandy memutuskan untuk mengikuti ujian SNMPTN di Kota Jambi. Ia mengambil jurusan Pendidikan Matematika Universitas Negeri Padang (UNP) dan Pendidikan Matematika Universitas Negeri Jambi (UNJA). Namun ia tetap tidak lulus seleksi. Inilah puncak konflik batin yang dihadapi Riandy. Ia menyadari hal ini akan sangat berdampak buruk bagi Ayah jika mengetahui kegagalan dari seleksi tersebut. Riandy sangat takut untuk menyampaikan kegagalan yang ketiga kalinya ini kepada ibunya, karena ia menyadari



satu-satunya



hal



yang



bisa



membuat



ayahnya bangga dan bangkit dari depresi beberapa tahun yang lalu adalah prestasi yang dimiliknya. Namun tanpa sepengetahuan Riandy, ternyata ibunya telah menceritakan semua hal yang terjadi kepada ayahnya. Tidak seperti yang dibayangkan oleh Riandy, ayahnya justru menerima keadaan, Riandy akhirnya merasa lega dan sedikit berkurang beban yang ia tanggung selama ini.



Sebenarnya Riandy telah diminta oleh kakak sepupunya untuk kuliah di Akademi Keperawatan, karena sepupunya punya link disana, sehingga jika Riandy mau, ia tidak perlu seleksi dan bisa langsung diterima. Namun Riandy tetap tidak mau menerimanya, karena itu sama saja melakukan kecurangan, dan akhirnya



Riandy



memutuskan



untuk



tidak



kuliah.



Kejujuran dan prinsip yang diajarkan oleh orang tuanya benar-benar telah tumbuh dalam diri Riandy. Meskipun tidak bisa melanjutkan kuliah, Ayah dan Ibunya benarbenar bangga atas keputusan yang telah diambil oleh Riandy. Mungkin inilah takdir dan kebesaran Tuhan yang telah ditunjukkan kepada Riandy. Pada suatu hari Riandy



pergi



ke



warnet



untuk



sekedar



mengisi



kekosongan, namun tidak tahu mengapa ia tiba-tiba ingin membuka website Universitas Negeri Padang, tanpa



diduga,



dalam



website



tersebut



terdapat



pengumuman kelulusan yang seharusnya sudah keluar sebulan yang lalu, saat Riandy membaca bahwa dirinya dinyatakan lulus, detak jantung Riandy menjadi lebih cepat, bulu kuduknya pun dengan kompak berdiri tegap seakan



menggambarkan



ketidakpercayaan



atas



pengumuman tersebut. Riandy pun langsung pulang dan menceritakan kepada kedua orang tuanya.



Pengalaman sejarah



hidup



ini



benar-benar



seorang



Riandy



menjadi



ukiran



Kurniawan



dalam



menyambut masa depan yang lebih baik.



Riandy



percaya bahwa ini adalah awal dari perjuangan menuju kesuksesan yang akan diraih di hari selanjutnya, dan kejujuran yang telah diajarkan oleh kedua orang tuanya benar-benar menjadi pedoman dan pondasi hidup yang kokoh dalam dirinya.