CH 9 & 10 Sony Keraf [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Najwa Alifia Putri, 2091980151 CHAPTER 9 & 10 2.1 Bisnis Dan Perlindungan Konsumen Masyarakat modern adalah masyarakat pasar atau masyarakat bisnis atau juga disebut sebagai masyarakat konsumen. Alasannya tentu jelas, semua orang dalam satu atau lain bentuk tanpa terkecuali adalah konsumen dari salah satu barang yang diperoleh melalui kegiatan bisnis. Bisnis sudah merasuk ke seluruh masyarakat manusia di dunia dan semua sendi kehidupan manusia. Karena itu, tidak berlebihan kalau dikatakan bahwa bisnis adalah bagian integral dari masyarakat modern, dan mempengaruhi manusia baik secara positif maupun secara negatif. Karena itu, bisnis harus dikendalikan dalam batas-batas yang tidak sampai merusak kebebasan dan hak setiap orang: pelaku bisnis dan hak konsumen atau masyarakat secara keseluruhan. Pada tempat pertama, pelaku bisnis diharapkan masih punya kesadaran moral dan tanggung jawab untuk memperhatikan efek kegiatan bisnisnya bagi masyarakat, baik menyangkut kesehatan, moral, budaya, sosial, dan ekonomi. Diharapkan bahwa pelaku pelaku bisnis masih peka pada kepentingan masyarakat untuk tidak sampai merusak nya hanya demi keuntungan bagi dirinya. Pada tingkat berikut, tetap dibutuhkan kebijaksanaan untuk menjinakkan bisnis ini. Dibutuhkan perangkat legal politis untuk menentukan aturan mainnya masih ditolerir bagi kepentingan masyarakat atau konsumen. Dibutuhkan aturan perundang-undangan yang meletakkan batas-batas minimal yang masih bisa ditolerir bagi kegiatan bisnis tertentu dalam kaitan dengan hak dan kepentingan masyarakat. Secara konkrit misalnya, dibutuhkan undang-undang periklanan, undang-undang keamanan dan kesehatan produk, undang-undang menyangkut mutu produk, dan seterusnya. Atau paling kurang, iklan layanan masyarakat sebagai “imbangan” dari iklan bisnis perlu semakin digencarkan. Misalnya, iklan tentang bahaya rokok, bahaya susu formula dibandingkan dengan ASI, bahaya makanan kaleng untuk bayi, dan semacamnya. Ini penting untuk mengamankan kepentingan masyarakat: agar konsumen tidak dirugikan baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. 2.2 Hubungan Produsen dan Konsumen Dalam pembicaraan mengenai bisnis, termasuk etika bisnis, menyangkut interaksi antara produsen dan konsumen, selalu dikatakan bahwa hak konsumen harus dihargai dan diperhatikan. Persoalanya, apakah konsumen mempunyai ha katas dasar apa konsumen, dalam relasinya dengan produsen, dianggap mempunyai hak tertentu dan yang karena itu harus dipenuhi oleh produsen? Pada umumnya konsumen dianggap mempunyai hak tertentu yang wajib dipenuhi oleh produsen, yang disebut sebagai hak kontraktual. Hak kontraktual adalah hak yang timbul dan dimiliki seseorang ketika ia memasuki suatu persetujuan atau kontrak dengan pihak lain. Maka, ini hanya terwujud dan mengikat orangorang tertentu, yaitu orang-orang yang mengadakan persetujuan atau kontrak satu dengan



yang lainnya. Ini tergantung dan diatur oleh aturan yang ada didalam masing-masing masyarakat. Ada beberapa aturan yang yang perlu dipenuhi dalam sebuah kontrak yang dianggap baik dan adil, ia menjadi dasar bagi hak kontraktual setiap pihak dalam suatu kontrak. a. Kedua belah pihak mengetahui sepenuhnya hakikat dan kondisi persetujuan yang mereka sepakati. Termasuk di sini, setiap pihak harus tahu hak dan kewajibannya, apa konsekuensi dari persetujuan atau kontak itu, jangka waktu dan lingkup kontrak itu, dan sebagainya. b. Tidak ada pihak yang secara sengaja memberikan fakta yang salah atau memalsukan fakta tentang kondisi dan syarat-syarat kontrak untuk pihak yang lain. Semua informasi yang relevan untuk diketahui oleh pihak lain harus diberikan sejelas mungkin dan tidak boleh diberikan dalam wujud yang dapat menimbulkan perbedaan penafsiran ganda. Dalam kaitan ini, masing-masing pihak harus aktif meminta informasi dan penjelasan serinci mungkin tentang berbagai hal yang menyangkut persetujuan atau kontrak itu. c. Tidak boleh ada pihak yang dipaksa untuk melakukan kontrak atau persetujuan itu. Kontrak atau persetujuan yang dilakukan dalam keadaan terpaksa dan dipaksa harus batal demi hukum. d. Kontrak juga tidak mengikat bagi pihak manapun untuk tindakan yang bertentangan dengan moralitas. Maksudnya, kalo ternyata kontak itu dimaksudkan untuk melakukan tindakan yang bertentangan dengan moralitas, pihak-pihak tersebut bebas melepas kan dirinya dari kewajiban untuk memenuhi tuntutan dalam kontrak itu. Dengan kata lain, kontak itu harus dianggap batal. 2.3 Gerakan Konsumen Kewajiban produsen di satu pihak dan hak konsumen di pihak lain, sebagaimana dipaparkan di atas, jauh lebih mudah untuk dikatakan daripada dilaksanakan. Mengapa? Pertama, karena kendati banyak produsen punya hati emas dan punya kesadaran moral tinggi, hati dan kesadaran moralnya itu sering dihubungkan oleh keinginan untuk mendapat keuntungan atau uang dalam waktu singkat daripada memperdulikan hak konsumen. Kedua di banyak negara sedang berkembang, termasuk Indonesia, para produsen lebih dilindungi oleh pemerintah karena mereka dianggap punya jasa besar dalam menopang perekonomian negara tersebut. Akibatnya, kepentingan mereka lebih diamankan pemerintah daripada kepentingan konsumen. Ketiga dalam system sosial politik di mana kepastian hukum tidak jalan, pihak produsen akan dengan mudah membeli kekuasaan untuk melindungi kepentingan terhadap tuntunan konsumen. Kalaupun konsumen menuntut, pihak produsen selalu merasa diri nya di atas angin. Kekuatan bisnis yang besar dibidang ekonomi dengan mudah mengakumulasi kekuatan politik, baik secara halal maupun tidak, demi mengamankan dirinya dengan akibat munculnya sikap arogan dan tidak peduli pada kepentingan konsumen. keempat, konsumen (individu, khususnya) merasa rugi kalo harus menuntut produsen dan karena itu selalu berada dalam posisi yang lemah.



Gerakan konsumen, lahir karena beberapa pertimbangan sebagai berikut. Pertama, produk yang semakin banyak di satu pihak menguntungkan konsumen, karena mereka punya pilihan bebas yang terbuka, namun di pihak lain juga membuat pilihan mereka menjadi rumit. Karena mereka membutuhkan pedoman atau informasi yang akurat tentang berbagai produk. Padahal informasi seperti itu sulit didapat dari produsen. Karena itu, kehadiran gerakan konsumen atau lembaga konsumen sangat dibutuhkan untuk secara aktif memberi informasi yang netral dan objektif tentang berbagai produk, bahkan informasi tersebut menyangkut hal-hal yang tidak transparan: kadar dan kandungan suatu produk, volume, kemampuan mencuci, dan semacamnya yang hanya diperoleh melalui pengujian ilmiah yang akurat. Kedua, jasa kini semakin terspesialisasi sehingga menyulitkan konsumen untuk memutuskan mana yang memang benar-benar membutuhkannya. Dalam memilih pengacara, dokter, universitas, rumah Sakit dan semacamnya banyak orang konsumen lain dapat menjadi informasi terbaik tapi sering sulit mendapatkannya. Karena itu, kehadiran gerakan konsumen atau lembaga konsumen yang juga berfungsi mengumpulkan data dan informasi semacam itu dan menyebarkannya kepada masyarakat luas tentu sangat diperlukan dan berguna. Ketiga, pengaruh iklan yang merasuki setiap menit dan segi kehidupan manusia modern melalui berbagai media massa dan media informasi lainnya, membawa pengaruh yang sangat besar bagi kehidupan konsumen. Tidak hanya konsumen dibuat bingung, tetapi juga iklan-iklan itu sering merusak kepribadian pihak tertentu (anak-anak) baik secara moral maupun kultural. Maka, kehadiran lembaga konsumen dan gerakan konsumen untuk menangkal pengaruh iklan dalam masyarakat modern sudah sangat mendesak. Keempat, kenyataan menunjukkan bahwa keamanan produk jarang sekali diperhatikan secara serius oleh produsen. Ini menyangkut keamanan pribadi maupun sosial, fisik maupun moral-mental-budaya. Termasuk di dalamnya adalah keamanan lingkungan hidup. Atas dasar ini, berbagai pihak menggerakkan kelompok tertentu untuk pertama-sama menyadarkan kepentingan konsumen yang terkait dan terancam oleh pihak produsen. Tetapi lebih dari itu, untuk menuntut produsen agak serius memperhatikan keamanan produk yang ditawarkannya. Kelima, dalam hubungan jual beli yang didasarkan pada kontrak, konsumen lebih berada pada posisi yang lama. Dalam hal ini, konsumen, khususnya yang berasal dari kelas sosial malah, membutuhkan konsultasi, advokasi, dan perlindungan untuk menuntut hak dan kepentingan mereka sesuai dengan prinsip kontrak yang adil dan etis. Karena itu, gerakan konsumen atau lembaga konsumen sangat dibutuhkan kehadirannya untuk memberikan Advokasi dan konsultasi yang dibutuhkan konsumen tersebut, baik secara terangketerangan diminta maupun yang tidak meminta (khususnya melalui media massa).



Hanya saja, hingga sekarang lembaga konsumen lebih merupakan sebuah gerakan Swadaya masyarakat, dan karena itu hampir tidak dibiayai oleh pemerintah, bahkan sering berseberangan dengan pemerintah. Dalam situasi semacam ini, danau menjadi persoalan besar. Tentu saja, dana juga tidak akan menjadi persoalan seandainya konsumen mau membayar informasi sangat dibutuhkan tentang berbagai produk kepada lembaga ini. Artinya, lembaga ini melakukan penelitian dan mengumpulkan berbagai informasi yang akurat dan semua konsumen yang mengkonsumsi informasi diminta untuk membayar informasi itu demi menutup kembali biaya yang telah dikeluarkan. Masalahnya, konsumen cenderung untuk tidak mau membayar informasi yang sangat dibutuhkannya. Ini terutama disebabkan konsumen tidak memahami nilai dari informasi tentang produk yang sesungguhnya sangat dibutuhkan itu. Ini antara lain karena mereka masih merupakan konsumen tradisional, yaitu konsumen yang sekadar membeli asal membeli, dank arena itu mudah menjadi korban iklan dan manupulasi produsen. Pada umumnya, khususnya kelas bawah, baru sampai pada asal kebutuhan terpenuhi. Dalam situasi semacam ini, memang lembaga konsumen harus pertama-tama berjuang untuk hadir dan tetap bertahan sambil menunjukkan dirinya sebagai lembaga yang dipercaya informasinya dank arena itu sangat dibutuhkan konsumen. Hanya melalui itu, lama-kelamaan lembaga konsumen dapat dianggap sangat dibutuhkan dan dipercaya masyarakat konsumen.



2.4 Konsumen adalah Raja? Konsumen adalah raja adalah hal yang menarik kalau kita mengamati berbagai surat pembaca di berbagai media massa yang ditanggapi secara serius oleh perusahaanperusahaan besar yang punya pelanggan dan konsumen jutaan orang. Akhir-akhir ini semakin banyak konsumen menulis surat pembaca berisi keluhannya tentang kekecewaannya baik pada janji atau pelayanan yang tidak memuaskan dari berbagai perusahaan tersebut. Ini bisa dimengerti karena semakin kritisnya konsumen, termasuk semakin saudara konsumen akan hak-hak mereka. Pihak lain hampir semua keluhan yang bersifat individual itu ditanggapi secara serius. Bahkan Wal Mart Indonesia pernah lupa melewati surat pembaca dengan antara lain menulis: "Bagi kami, associate / anggota Wal Mart, para pelanggan adalah bos. Pelanggan yang membayar gaji dan pelatihan, serta memberikan kesempatan kerja bagi kami. Untuk itu kami mengambil tanggung jawab atas kepuasan pelanggan dan wajib menghargai, melakukan upaya inisiatif perbaikan sebagai hasil setiap umpan balik dari pelanggan. Kami ingin selalu memberikan pelayanan terbaik untuk segenap pelanggan." Ini benar-benar mengungkapkan cara konsumen sebagai raja yang harus dilayani secara memu askan kalau suatu perusahaan besar multinasional semacam Wal Mart masih mau bertahan dalam persaingan global yang semakin ketat. 2.5 Iklan dan Dimensi Etisnya



A. Definisi iklan Dalam bab ini kami akan membahas salah satu topik mengenai iklan. Sudah umum,diketahui bahwa abad kita ini adalah abad informasi. Dalam abad informasi ini, iklan memainkan peran yang sangat penting untuk menyampaikan informasi tentang suatu produk kepada masyarakat. Iklan mempunyai andil besar dalam menciptakan citra bisnis baik secara positif maupun negatif. Iklan ikut menentukan penilaian masyarakat mengenai baik buruknya kegiatan bisnis. Sayangnya, lebih banyak kali iklan justru menciptakan citra negatif tentang bisnis, seakan bisnis adalah kegiatan tipu-menipu, kegiatan yang menghalalkan segala cara demi mencapai tujuan, yaitu keuntungan. Ini karena iklan sering atau lebih banyak kali memberi kesan dan informasi yang berlebihan, kalau bukan palsu atau terang-terangan menipu, tentang produk tertentu yang dalam kenyataannya hanya akan mengecoh dan mengecewakan masyarakat konsumen. Karena kecenderungan yang berlebihan untuk menarik konsumen agar membeli produk tertentu dengan dengan memberi kesan dan pesan yang berlebihan tanpa memperhatikan berbagai norma dan nilai moral, iklan sering menyebabkan citra bisnis tercemar sebagai kegiatan tipu-menipu, dan karena itu seakan antara bisnis dan etika ada jurang yang tak terjembatani. Iklan itu sendiri pada hakikatnya merupakan salah satu strategi pemasaran yang bermaksud untuk mendekatkan barang yang hendak dijual kepada konsumen dengan kata lain mendekatkan konsumen dengan produsen. Sasaran akhir seluruh kegiatan bisnis adalah agar barang yang telah dihasilkan bisa dijual kepada konsumen.Dengan kata lain,pada hakikatnya secara positif iklan adalah suatu metode yang digunakan untuk memungkinkan barang konsumen dapat dijual kepada konsumen. Untuk melihat persoalan iklan dari segi etika bisnis,kami ingin menyoroti empat hal penting, yaitu fungsi iklan, beberapa persoalan etis sehubungan dengan iklan, arti etis dari menipu dalam iklan dan kebebasan konsumen. 2.6 Fungsi iklan Pada umumnya kita menemukan dua pandangan berbeda mengenai fungsi iklan.Keduanya menampilkan dua model iklan yang berbeda sesuai dengan fungsinya masing-masing ,yaitu iklan sebagai pemberi informasi dan iklan sebagai pembentuk pendapat umum. a.      Iklan sebagai Pemberi Informasi Pendapat pertama melihat iklan terutama sebagai pemberi informasi. Iklan merupakan media untuk menyampaikan informasi yang sebenarnya kepada masyarakat tentang produk yang akan atau sedang ditawarkan dalam pasar. Yang ditekankan di sini adalah bahwa iklan berfungsi untuk membeberkan dan menggambarkan seluruh kenyataannya yang serinci mungkin tentang suatu produk. Sasaran iklan adalah agar konsumen dapat mengetahui dengan baik produk itu sehingga akhirnya memutuskan untuk membeli produk itu. Namun,



apakah dalam kenyataannya pembeli membeli produk tersebut atau tidak, itu merupakan sasaran paling jauh. Sasaran dekat yang lebih mendesak adalah agar konsumen tahu tentang produk itu, kegunaannya, kelebihannya, dan kemudahan-kemudahannya. Dalam kaitan dengan itu, iklan sebagai pemberi informasi menyerahkan keputusan untuk membeli kepada konsumen itu sendiri. Maka, iklan hanyalahmedia informasi yang netral untuk membantu pembeli memutuskan secara tepat dalam membeli produk tertentu demi memenuhi kebutuhan hidupnya. Karena itu, iklan lalu mirip seperti brosur. Namun, ini tidak berarti iklan yang informatif tampil secara tidak menarik. Kendati hanya sebagai informasi, iklan dapat tetap dapat tampil menarik tanpa keinginan untuk memanipulasi masyarakat. b.      Iklan sebagai pembentuk pendapat umum Berbeda dengan fungsi iklan sebagai pemberi informasi, dalam wujudnya yang laik iklan dilihat sebagai suatu cara untuk mempengaruhi pendapat umum masyarakat tentang sebuah produk. Dalam hal ini fungsi iklan mirip dengan fungsi propaganda politik yang berusaha mempengaruhi massa pemilih. Dengan kata lain, fungsi iklan adalah untuk menarik massa konsumen untuk membeli produk itu. Caranya dengan menampilkan model iklan yang manupulatif, persuasif, dan tendensius dengan maksud untuk menggiring konsumen untuk membeli produk tersebut. Karena itu, model iklan ini juga disebut sebagai iklan manipulatif. Secara etis, iklan manipulasi jelas dilarang karena iklan semacam itu benar-benar memanipulasi manusia, dan segala aspek kehidupannya, sebagai alat demi tujuan tertentu di luar diri manusia. Iklan persuasif sangat beragam sifatnya sehingga kadang-kadang sulit untuk dinilai etis tidaknya iklan semacam itu. Bahkan batas antara manipulasi terangterangan dan persuasi kadang-kadang sulit ditentukan. Untuk bisa membuat penilaian yang lebih memadai mengenai iklan persuasif, ada baiknya kita bedakan dua macam persuasi: persuasi rasional dan persuasi non-rasional. Persuasi rasional tetap mengahargai otonomi atau kebebasan individu dalam membeli sebuah produk, sedangkan persuasi non-rasional tidak menghiraukan otonomi atau kebebasan individu. Suatu persuasi dianggap rasional sejauh daya persuasinya terletak pada isi argumen itu. Persuasi rasional bersifat impersonal.ia tidak di hiraukan siapa sasaran dari argumen itu.yang penting adalah isi argumen tepat.dalam kaitan dengan iklan,itu berati bahwa iklan yang mengandalkan persuasi rasional lebih menekankan isi iklan yang mau disampaikan . jadi, kebenaran iklan itulah yang ditonjolkan dan dengan demikian konsumen terdorong untuk membeli produk tersebut.maka,iklan semacam itumemang berisi informasi yang benar,hanya saja kebenaran informasi tersebut ditampilkan dalam wujud yang sedemikian menonjol dan kuat sehingga konsumen terdorong untuk membelinya.dengan kata lain,persuasinya didasarkan pada fakta yang bisa dipertanggung jawabkan.



2.7 Beberapa Persoalan Etis Ada beberapa persoalan etis yang ditimbulkan oleh iklan, khususnya iklan yang manipulatif dan persuasif non-rasional. Pertama, iklan merongrong otonomi dan kebebasan manusia. Dalam banyak kasus ini jelas sekali terlihat. Iklan membuat manusia tidak lagi dihargai kebebasannya dalam menentukan pilihannya untuk membeli produk tertentu. Banyak pilihan dan pola konsumsi manusia modern sesungguhnya adalah pilihan iklan. Manusia didikte oleh iklan dan tunduk pada kemauan iklan, khususnya iklan manupulatif dan persuasif yang tidak rasional. Ini justru sangat bertentangan dengan imperatif moral Kant bahwa manusia tidak boleh diperlakukan hanya sebagai alat demi kepentingan lain di luar dirinya, termasuk dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Pada fenomena iklan manipulatif, manusia benar-benar menjadi objek untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya dan tidak sekedar di beri informasi untuk membantunya memilih produk tertentu. Kedua, dalam kaitan dengan itu, iklan manipulatif dan persuasif non-rasional menciptakan kebutuhan manusia dengan akibat manusia modern menjadi konsumtif. Secara ekonomis hal ini tidak baik karena dengan demikian akan menciptakan permintaan ikut menaikkan daya beli masyarakat. Bahkan, dapat memacu prduktivitas kerja manusia hanya memenuhi kebutuhan hidupnya yang bertambah dan meluas itu. Namun, di pihak lain muncul masyarakat konsumtif, di mana banyak dari apa yang dianggap manusia sebagai kebutuhannya sebenarnya bukan benar-benar kebutuhan. Ketiga, yang menjadi persoalan etis yang serius adalah bahwa iklan manipulatif dan persuasif non-rasional malah membentuk dan menentukan identitas atau citra memiliki barang sebagaimana ditawarkan iklan. Ia belum merasa diri penuh kalau belum memakai minyak rambut seperti diiklankan bintang film terkenal, dan seterusnya. Identitas manusia modern lalu hanyalah identitas massal, serba sama, serba tiruan, serba polesan, serba instan. Keempat, bagi masyarakat Indonesia dengan tingkat perbedaan ekonomi dan sosial yang tinggi, iklan merongrong rasa keadilan sosial masyarakat. Iklan yang menampilkan yang serba mewah sangat ironis dengan kenyataan sosial di mana banyak anggota masyarakat masih berjuang untuk sadar hidup. Iklan yang mewah tampil seakan tanpa punya rasa solidaritas dengan sesamanya yang miskin. 2.8 Makna Etis Menipu dalam Iklan Entah sebagai pemberi informasi atau sebagai pembentuk pendapat umum, iklan pada akhirnya membentuk citra sebuah produk atau bahkan sebuah perusahaan di mata masyarakat. Citra ini terbentukk bukan terutama karena bunyi atau penampilan iklan itu sendiri, melainkan terutama terbentuk oleh kesesuaian antara kenyataan sebuah produk yang diiklankan dengan apa yang disampaikan dalam iklan itu, entah secara tersurat



ataupun tersirat. Karena itu, iklan sering dimaksudkan sebagai media untuk mengungkapkan hakikat dan misi sebuah perusahaan atau produk. Prinsip etika bisnis yang paling relevan di sini adalah prinsip kejujuran, yakni mengatakan hal yang benar dan tidak menipu. Prinsip ini tidak hanya menyangkut kepentingan banyak orang, melainkan juga pada akhirnya menyangkut kepentingan perusahaan atau bisnis seluruhnya sebagai sebuah profesi yang baik. Secara singkat dapat disimpulkan bahwa iklan yang dan karena itu secara moral dikutuk adalah iklan yang secara sengaja menyampaikan pernyataan yang tidak sesuai dengan kenyataan dengan maksud menipu atau yang menampilkan pernyataan yang bisa menimbulkan penafsiran yang keliru pada pihak konsumen yang sesungguhnya berhak mendapatkan informasi yang benar apa adanya tentang produk yang ditawarkan dalam pasar. Dengan kata lain, berdasarkan prinsip kejujuran, iklan yang baik dan diterima secara moral adalah iklan yang memberi pernyataan atau informasi yang benar sebagaimana adanya. 2.9 Kebebasan Konsumen Setelah kita melihat fungsi iklan, masalah etis dalam iklan, dan makna etis dari menipu dalam iklan, ada baiknya kita singgung sekilas mengenai peran iklan dalam ekonomi, khususnya pasar. Iklan merupakan suatu aspek pemasaran yang penting, sebab iklan menentukan hubungan antara produsen dan konsumen. Secara lebih konkrit, iklan menentukan pula hubungan penawaran dan permintaan antara produsen dan pembeli, yang pada gilirannya ikut pula menentukan harga barang yang dijual dalam pasar. Kode etik periklananan tentu saja sangat diharapkan untuk membatasi pengaruh iklan ini. Tetapi, perumusan kode etik ini harus melibatkan berbagai pihak: ahli etika, konsumen (atau lembaga konsumen), ahli hukum, pengusaha, pemerintah, tokoh agama dan tokoh masyarakat tertentu, tanpa harus berarti merampas kemandirian profesi periklanan. Yang juga penting adalah bahwa profesi periklanan dan organisasi profesi periklanan perlu benar-benar punya komitmen moral untuk mewujudkan iklan yang baik bagi masyarakat. Namun, kalau ini pun tidak memadai, kita membutuhkan perangkat legal politis, dalam bentuk aturan perundang-undangan tentang periklanan beserta sikap tegas tanpa kompromi dari pemerintah, melalui departemen terkait, untuk menegakkan dan menjamin iklan yang baik bagi masyarakat.