Contoh Tinjauan Pustaka Laporan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem mangrove merupakan habitat utama bagi biota makrozoobenthos dan sebagai habitat pengasuhan anak ikan (nursery ground). Keadaan yang terlestarikan akan meningkatkan jumlah ikan yang berpijah di kawasan ekosistem mangrove. Ekosistem yang terlestarikan akan menimbulkan Rantai makanan antar biota menjadi kompleks. Salah satu fungsi utama dari mangrove adalah menyediakan suatu lingkungan yang kondusif bagi perairan disekitaranya dengan cara menetralisir sedimen yang di angkut pada saat sungai mengalir ke lautan (Kasmin, 2014). Makrozoobentos adalah hewan invertebrata yang hidup di dasar perairan. Oleh karena itu, komposisi dan struktur komunitas makrozoobentos yang hidup dalam sungai merupakan hasil adaptasinya terhadap perubahan kualitas air yang terjadi di dalam sungai tersebut (Izmiarti, 2010). Makrozoobentos sering dipakai untuk menduga ketidakseimbangan lingkungan fisik, kimia, dan biologi perairan. Perairan yang tercemar akan mempengaruhi kelangsungan hidup organisme makrozoobentos karena makrozoobentos merupakan biota air yang mudah terpengaruh oleh adanya bahan pencemar, baik bahan pencemaran kimia maupun fisik. Hal ini disebabkan karena makrozoobentos pada umumnya tidak dapat bergerak sehingga jika ada bahan pencemar akan terakumulasi di dalam tubuhnya (Sudarso, 2015). Makrozoobentos merupakan hewan yang hidup di dasar air secara berkelompok. Makrozoobentos merupakan salah satu kelompok terpenting dalam ekosistem perairan sehubungan dengan peranannya sebagai organisme kunci dalam jaringan makanan. Selain itu tingkat keanekaragaman yang terdapat di lingkungan perairan dapat digunakan sebagai indikator pencemaran. Jadi kelompok bentos yang hidup menetap (sesile) dan daya adaptasi bervariasi lingkungan, membuat hewan bentos seringkali digunakan sebagai petunjuk bagi penelitian kualitas air. Makrozoobentos memiliki manfaat yaitu membantu mempercepat proses dekomposisi materi organik (Ratih, 2015). Penelitian makrozobentos di perairan di Situ Pamulang dilakukan dengan metode survei di perairan Situ Pamulang. Alat dan bahan yang digunakan meliputi ekman dredge, mikroskop, botol sampel dan formalin. Sampel makrozoobentos dikoleksi dari 3 (tiga) titik daerah masukan air (inlet) menggunakan ekman dredge secara purpossive random sampling. Sampel yang tertampung diidentifikasi untuk mengetahui jenis-jenisnya. Setiap jenis



makrozoobentos dianalisis kelimpahan (abudance), keanekaragaman jenis dan indeks dominansinya (Alfin, 2014). Kelimpahan makrozoobentos pada ekosistem pantai sangat penting pengaruhnya terhadap struktur rantai makanan. Makrozoobentos bersifat relatif menetap pada dasar perairan. Tekanan ekologis yang berlebihan dapat mengurangi kelimpahan organisme ini sehingga dapat mengganggu keseimbangan ekosistem. Pantai berpasir cenderung didominasi oleh hewan jenis infauna (hewan bentik penggali lubang); yang paling banyak dijumpai biasanya adalah kelas Polychaeta dan Mollusca. Salah satu lingkungan yang mampu memberikan dukungan kehidupan bagi makrozoobentos adalah padang lamun (Ruswahyuni, 2008). Penurunan kualitas air sungai akan diikuti dengan perubahan kondisi fisik, kimia dan biologis sungai. Perubahan yang terjadi akan berdampak pada kerusakan habitat dan mengakibatkan penurunan keanekaragaman organisme yang hidup pada perairan sungai termasuk di dalamnya komunitas makrozoobentos. Makrozoobentos merupakan salah satu komponen biotik yang dapat memberikan gambaran mengenai kondisi perairan sungai. Makrozoobentos terdapat diseluruh badan sungai mulai dari hulu sampai ke hilir. Makrozoobentos merupakan salah satu organisme akuatik yang menetap di dasar perairan, yang memiliki pergerakan relatif lambat serta dapat hidup relatif lama sehingga memiliki kemampuan untuk merespon kondisi kualitas perairan sungai (Nangin, 2015). Pengambilan dan Identifikasi Makrozoobentos dilakukan dengan cara sampel makrozoobentos dikoleksi dengan jala surber (30 x 30 cm) untuk substrat batuan dan Eckman Grabb (25 x 25 cm) untuk substrat berlumpur (Fachrul 2007). Sampel diambil satu kali untuk tiap bulan. Pengambilan sampel dilakukan secara komposit. Sampel lalu disaring, diawetkan, diberikan reagen Rose Bengal 1 %, diindentifikasi dan difoto di Laboratorium Biomikro 1, Departemen Manajemen dan Sumberdaya Perikanan, IPB. Sampel didentifikasi dengan menggunakan buku acuan Jutting (1953 dan 1956), Pennak (1953) (Siahaan, 2012). Hasil penelitian tentang keanekaragaman jenis makrozoobentos sungai Mruwe Yogyakarta adalah ditemukan dalam Kelas Gastropoda dengan Famili Thiaridae ialah Brotia testudinaria, Brotia costula, Thiara scabra, Melanoides tuberculata, Melanoides punctate, sedangkan famili Lymnaecidae ialah Lymnaea columella, famili Ampullariidae ialah Pomacea canaliculata, dan famili Viviparidae ialah Viviparous javanicus. Kelas Bivalvia



dengan famili Corbiculidae ialah Corbicula javanica dan Corbicula moltkiana. Kelas Malacostra dengan Famili Parathelphusidae ialah Parathelphusa convexa (Septiani, 2014). Hewan bentos merupakan hewan yang sebagian atau seluruh siklus hidupnya berada di dasar perairan baik sesil, merayap maupun menggali lubang. Hewan bentos mempunyai peranan dalam proses dekomposisi dan mineralisasi material organik di dalam perairan, serta menduduki beberapa tingkatan tropik dalam rantai makanan. Makrozoobentos terdistribusi di seluruh badan sungai mulai dari hulu sampai ke hilir, hidup menetap dengan waktu yang relatif lama. Komposisi dan struktur komunitas makrozoobentos ditentukan oleh lingkungannya. Oleh karena itu, makrozoobentos ini dapat digunakan untuk menduga status suatu perairan. Penggunaan makrozoobentos sebagai penduga kualitas air dapat digunakan untuk kepentingan pendugaan pencemaran baik yang berasal dari point source pollution maupun diffuse source pollution (Oktarina, 2011). Dalam analisis data untuk mengetahui keragaman digunakan indeks keanekaragaman Shanon-Weiner (H’): H' =-Σ pi ln pi (Odum 1998) selain itu dihitung kepadatan (K), kepadatan relatif (KR). Indeks keseragaman dihitung dengan (E): E = H / ln s. Untuk mengetahui kesamaan komunitas digunakan indeks kesamaan Bray-Curtis (C): C = (2W/ A+B) x 100%. Indeks dominansi dihitung (d): d = Σ (ni / N)2. Dimana: pi = ni / N; ni = jumlah taxa jenis ke i; N = jumlah seluruh taxa; s = jumlah genera. Untuk melihat hubungan antara komposisi makrozoobentos dengan variabel lingkungan perairan dilakukan analisis CCA (Canonical corespondence analysis) dengan menggunakan program CANOCO 4,5 for Windows (Syamsudin, 2015). Pengambilan dari contoh makrozoobentos dilakukan dengan menggunakan surber sampler di dasar perairan sungai dengan cara mengeruk bagian luasan petak. Hal tersebut dilakukan agar hewan bentos yang berada di dasar sungai maupun yang menempel pada bebatuan dapat terbawa arus dan masuk ke surber sampler. Sampel yang didapatkan di lapangan diidentifikasi di laboratorium Ekologi dan Konservasi F-MIPA UNSRAT dengan menggunakan Mikroskop dan lup (kaca pembesar). Buku identifikasi yang digunakan yaitu (Borror et al.,1996 dan Edmondson, 1966). Untuk mengetahui indeks keanekaragaman (H’) menggunakan rumus Shannon dan Weaner (Yunitawati, 2012). Pada saat ini data yang tersedia untuk keanekaragaman makrozoobentos di sungai Suhuyon masih kurang. Keanekaragaman makrozoobentos dirasakan sangat penting karena dapat memberikan informasi status kualitas air sungai apakah sudah atau belum tercemar.



Penelitian untuk penentuan faktor fisika-kimia air sungai Suhuyon melalui serangkaian pengamatan dan perhitungan indeks keanekaragaman makrozoobentos dirasakan sangat penting. Penentuan status kualitas air Sungai Suhuyon diperlukan dalam upaya untuk memelihara dan menjaga kesehatan lingkungan serta pengelolaannya bagi kesejahteraan masyarakat setempat maupun untuk keberlanjutan kehidupan biota yang mendiami sungai tersebut (Irwan, 2010). Hutan mangrove adalah ekosistem hutan daerah pantai yang terdiri dari kelompok pepohonan yang bisa hidup dalam lingkungan berkadar garam tinggi. Salah satu ciri tanaman mangrove memiliki akar yang menyembul ke permukaan. Penampakan mangrove seperti hamparan semak belukar yang memisahkan daratan dengan laut. Kata mangrove berasal dari kata mangue (bahasa Portugis) yang berarti tumbuhan, dengan grove (bahasa Inggris) yang berarti belukar.1 Sementara itu dalam literatur lain disebutkan bahwa istilah mangrove berasal dari kata mangi-mangi (bahasa Melayu Kuno). Hutan mangrove adalah suatu kelompok jenis tumbuhan berkayu yang tumbuh disepanjang garis pantai tropis dan subtropis yang terlindung dan memiliki semacam bentuk lahan pantai dengan tipe tanah anaerob (Kustanti, 2012). Crustacea merupakan makrozobentos. Crustacea adalah kelompok hewan akuatif (air) yang terdapat di air laut dan air tawar dan memiliki tubuh yang bersegmen (beruas) serta terdiri dari sefalotoraks (kepala dan dada menjadi satu) serta abdomen (perut). Di bagian anterior (ujung depan) tubuh besar dan lebih lebar, sedangkan pada posteriornya (ujung belakangnya) sempit Di bagian kepala Crustacea terdapat beberapa alat mulut yang berupa sepasang antena, pasang mandibula (untuk mengigit mangsanya), pasang maksilia, pasang maksilibed. Alat gerak Crustacea berupa kaki (kaki satu pasang dalam setipa ruas di abdomen) dan berfungsi untuk berenang, merangkak dan menempel di dasar perairan (Abdurahman, 2010). Kepiting adalah binatang crustacea berkaki sepuluh, yang biasanya mempunyai "ekor" yang sangat pendek (bahasa Yunani: brachy = pendek, ura = ekor), atau yang perutnya sama sekali tersembunyi di bawah thorax. Hewan ini dikelompokkan ke dalam Phylum Athropoda, Sub Phylum Crustacea, Kelas Malacostraca, Ordo Decapoda, Suborder Pleocyemata dan Infraorder Brachyura. Tubuh kepiting umumnya ditutupi dengan exoskeleton (kerangka luar) yang sangat keras, dan dipersenjatai dengan sepasang capit. Kepiting hidup di air laut, air tawar dan darat dengan ukuran yang beraneka ragam, dari pea crab, yang lebarnya hanya



beberapa milimeter, hingga kepiting laba-laba Jepang, dengan rentangan kaki hingga 4 m (Mandiri, 2010).