CRP [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN AKHIR IMUNOSEROLOGI “Pemeriksaan kadar C-Reaktif Protein (CRP) pada sampel serum”



disusun oleh: Mahasiswa Semester IV Jurusan Analis Keshatan



Disampaikan kepada: Dosen Pembimbing Praktikum Immunoserologi



KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR JURUSAN ANALIS KESEHATAN 2014



Laporan Praktikum Imunoserologi



Pemeriksaan kadar C-Reaktif Protein (CRP) pada sampel serum



Hari, Tanggal



: Kamis, 3 April 2014



Tempat



: Laboratorium Jurusan Analis Kesehatan



I.



Tujuan 1.1 Tujuan instruksional umum a. Mahasiswa dapat memahami prosedur pemeriksaan C-Reaktif Protein.



1.2 Tujuan instruksional khusus a. Mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan kadar C-Reaktif Protein pada sampel serum pasien. b. Mahasiswa dapat mengetahui pemeriksaan kadar C-Reaktif Protein pada sampel serum pasien.



II. Metode Metode yang digunakan dalam pemeriksaan kadar C-Reaktif Protein (CRP) pada sampel serum adalah metode aglutinasi latex secara kualitatif dan semi-kuantitatif.



III. Prinsip Pengujian kadar dilakukan dengan mereaksikan suspensi partikel latex yang dilapisi dengan antibodi CRP terhadap antigen yang ada pada serum yang diperiksa. Terjadinya aglutinasi mengindikasikan peningkatan kadar CRP.



IV. Pendahuluan C-Reaktif Protein (CRP) pada awalnya ditemukan oleh Tillet dan Francis pada 1930 sebagai zat dalam serum pasien yang bereaksi dengan polisakarida C pneumococcus. Pada awalnya ia berpikir bahwa CRP mungkin sekresi pathogen seperti yang meningkat pada orang dengan berbagai penyakit termasuk kanker. Namun penemuan sintetis hepatik menunjukkan bahwa CRP adalah protein asli.



CRP adalah protein yang ditemukan dalam darah, yang meningkat sebagai respon terhadap peradangan (suatu protein fase akut). CRP digunakan terutama sebagi penanda peradangan. Selain gagal hati, ada beberapa faktor yang diketahui yang mengganggu produksi CRP. Mengukur dan mencatat nilai CRP dapat berguna dalam menentukan perkembangan penyakit atau efektivitas pengobatan. Maka dari itu, seorang analis kesehatan memerlukan keterampilan dalam melakukan pemeriksaan kadar CRP.



V. Alat, Bahan, dan Reagensia 5.1 . Alat : 1. Mikropipet (50 & 100 µl) 2. Yellow tip 3. Slide test (latar hitam) 4. Stik pengaduk disposible 5. Stopwatch/timer 6. Gelas beaker 7. Tabung serologi ukuran 12x75 mm 8. Rak tabung serologi 9. Ependorf b. Bahan : 1. Sampel serum 2. Tissue c. Reagen : 1. Buffer glysine 2. Reagen CRP latex 3. Serum kontrol positif 4. Serum kontrol negatif



VI. Dasar Teori CRP dinamakan demikian karena pertama kali ditemukan sebagai bahan dalam serum pasien dengan peradangan akut yang bereaksi dengan polisakarida C-(kapsuler) dari pneumococcus. Ditemukan oleh Tillett dan Francis pada tahun 1930. Pada awalnya diperkirakan bahwa CRP adalah sekresi patogen seperti meningkatnya CRP pada orang dengan berbagai penyakit termasuk kanker, namun, penemuan sintesis hati menunjukkan bahwa CRP adalah protein asli (Arman, 2013).



CRP merupakan salah satu dari beberapa protein yang sering disebut sebagai protein fase akut dan digunakan untuk memantau perubahan-perubahan dalam fase inflamasi akut yang dihubungkan dengan banyak penyakit infeksi dan penyakit autoimun. Pada keadaan-keadaan tertentu dimana didapatkan adanya reaksi radang atau kerusakan jaringan (nekrosis), yaitu baik yang infektif maupun yang tidak infektif. Kadar CRP dalams erum dapat meningkat sampai 1000 kali (Handojo, 1982). Beberapa keadaan dimana CRP dapat dijumpai meningkat adalah radang sendi (rheumatoid arthritis), demam rematik, kanker payudara, radang usus, penyakit radang panggung (pelvic inflammatory disease, PID), penyakit Hodgkin, SLE, infeksi bakterial. CRP juga meningkat pada kehamilan trimester akhir, pemakaian alat kontrasepsi intrauterus dan pengaruh obat kontrasepsi oral. CRP disintesa didalam hati. Peningkatan sintesa CRP dalam sel-sel parenkim diinduksi oleh interleukin I. CRP meningkat 1000 kali atau lebih berperan pada imunitas non- spesifik yang dengan bantuan Ca2+ dapat mengikatkat berbagai molekul, antara lain fosforolklorin yang ditemukan pada bakteri atau jamur. Kemudian menggerakkan sistem komplemen dan membantu merusak organisme patogen dengan cara opsonisasi dengan meningkatkan fagositas. (Bratawijaya, 1996). Dalam waktu yang reaktif singkat setelah terjadinya reaksi radang akut atau kerusakan jaringan. Sintesa dan sekresi dari CRP meningkat dengan tajam dan hanya dalam waktu 12-48 jam setelah mencapai nilai puncaknya. Kadar dari CRP akan menurun dengan tajam bila proses peradangan atau kerusakan jaringan mereda dalam 24-48 jam telah mencapai harga normalnya kembali.(Handojo, 1982) Pada penentuan CRP, maka CRP dianggap sebagai antigen yang akan ditentukan dengan menggunakan suatu antibodi spesifik yang diketahui (antibodi anti-CRP). Dengan suatu antisera yang spesifik, CRP (merupakan antigen yang larut) dalam serum mudah dipresipitasikan.



Prosedur Tes CRP dapat dilakukan secara manual



menggunakan metode aglutinasi atau metode lain yang lebih maju, misalnya sandwich imunometri. Tes aglutinasi dilakukan dengan menambahkan partikel latex yang dilapisi antibodi anti CRP pada serum atau plasma penderita sehingga akan terjadi aglutinasi. Untuk menentukan titer CRP, serum atau plasma penderita diencerkan dengan buffer glisin dengan pengenceran bertingkat (1/2, 1/4, 1/8, 1/16 dan seterusnya) lalu direaksikan dengan latex. Titer CRP adalah pengenceran tertinggi yang masih terjadi aglutinasi. Tes sandwich imunometri dilakukan dengan mengukur intensitas warna menggunakan Nycocard



Reader. Berturut-turut sampel (serum, plasma, whole blood) dan konjugat diteteskan pada membran tes yang dilapisi antibodi mononklonal spesifik CRP. CRP dalam sampel ditangkap oleh antibodi yang terikat pada konjugat gold colloidal particle. Konjugat bebas dicuci dengan larutan pencuci (washing solution). Jika terdapat CRP dalam sampel pada level patologis, maka akan terbentuk warna merah-coklat pada area tes dengan intensitas warna yang proporsional terhadap kadar. Intensitas warna diukur secara kuantitatif menggunakan NycoCard reader II (Arman, 2013). Nilai rujukan dalam serum manusia yang sehat biasanya lebih rendah dari 6 mg/L, sedikit meningkat dengan penuaan. Tingkat yang lebih tinggi ditemukan pada akhir hamil wanita, peradangan dengan ringan dan infeksi virus dengan nilai 10-40 mg/L, pada peradangan aktif, infeksi bakteri memiliki 40-200 mg/L, dan untuk kasus infeksi barat oleh bakteri dan luka bakar mendapatkan nilai >200 mg/L dalam darah.(Ariawan, 2013). Kadar CRP serum ini merupakan inkubator non-spesifik yang cukup baik untuk proses- proses peradangan/ kerusakan jaringan, terutama sebagai cermindari keadaan akut/aktivitas dari penyakit. Di klinik penentuan CRP sering digunakan untuk : 1. Test penyaring pada penyakit genetik Peningkatan kadar CRP serum menunjukkan adanya proses peradangan atau kerusakan jaringan yang aktif. Jadi, dapat digunakan sebagai kriteria untuk menentukan adanya penyakit organic. 2. Penentuan aktivitas penyakit pada proses peradangan. Aselaritas dan linearitas yang tajam dari CRP serum pada penyakit- penyakit radang/kerusakan jaringan merupakan kriteria yang sensitif untuk menentukan aktivitas dari penyakit dan untuk menilai hasil pengobatan. Namun, bagaimanapun juga peningkatan CRP serum merupakan suatureaksi



yang



tidak



spesifik.



Jadi,



hanya



dapat



digunakan



sebagai



pembantudiagnosis untuk melengkapi data- data klinik. 3. Membantu diagnosa dan evaluasi hasil pengobatan pada penyakit infeksi. Penentuan CRP serum amat bermanfaat sebagai parameter untuk pengelolaan penderita dengan septicemia dan meningitis pada masaneonates dima pemeriksaan mikrobiologis sukar dikerjakan. 4. Diagnosa banding beberapa penyakit. Penentuan kadar CRP serum dapat menjadi parameter pembantu dalam diagnose banding beberapa penyakit seperti SLE dan Rhematoidarthritis, atau arthritis lain. Infeksi oleh bakteri dengan infeksi oleh virus dan penyakit lain. 5. Membantu menegakkan diagnosa bagi mati jantung. Peningkatan kadar CRP berarti infark transmural daripada yang non-transnural. Umumnya kadar CRP serum mencapai



puncaknya. Pada waktu50- 60 jam setelah rasa nyeri yang maksimal. Pada waktu yang mana biasanya telah kembali normal. (Handojo, 1982) Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi akurasi pemeriksaan C-Reaktif Protein antara lain: 1. Aktivitas / latihan yang berlebihan Aktivitas yang berlebihan dapat menimbulkan cedera jaringan. Selain itu latihan atau aktivitas yang berlebihan dapat meningkatkan panas tubuh dimana kemungkinan terburuk adalah terjadinya heat stoke. Suhu tubuh yang tinggi cenderung menggadakan semua reaksi kimia intraseluler, sehingga pada pemeriksaan CRP kadarnya meningkat. 2. Penggunaan terapi hormon Misalnya kontrasepsi oral yaitu terapi untuk mencegah kehamilan dengan mengubah siklus reproduksi. Terapi ini biasanya memberikan hasil positif palsu pada pemeriksaan CRP. Reaksi ini akan dikenali sebagai reaksi inflamasi walaupun sebenarnya tidak terjadi proses peradangan. 3. Penggunaan IUD Pemasangan alat kontrasepsi dalam rahim biasanya akan menimbulkan reaksi peradangan karena masukknya benda asing dalam tubuh akan merangsang respon inflamasi, sehingga kadar CRP dalam darah meningkat. 4. Hamil Reaksi



hormonal yang terjadi pada wanita hamil akan dikenali sebagai reaksi



inflamasi. Sehingga pada pemeriksaan CRP kadarnya akan meningkat. Range normal kadar CRP wanita hamil