18 0 465 KB
Praktikum I ANALISIS KADAR CTM DALAM TABLET CTM
I. Tujuan Mahasiswa dapat memahami dan melakukan analisis kadar CTM dalam tablet CTM.
II. Dasar Teori Obat adalah semua bahan tunggal atau campuran yang digunakan oleh semua makhluk untuk bagian dalam maupun bagian luar, guna mencegah, meringankan, maupun menyembuhkan penyakit. Menurut undang-undang kesehatan, yang dimaksud dengan obat adalah suatu bahan atau campuran bahan yang dimaksudkan untuk digunakan dalam menentukan diagnosis, mencegah, mengurangi, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau kelainan badaniah atau rohaniah pada manusia atau hewan, termasuk memperelok tubuh atau bagian tubuh. Obat memiliki cakupan makna yang luas, bukan hanya terbatas pada zatzat yang digunakan untuk menyembuhkan seseorang dari sakit. Zat-zat yang berfungsi untuk menetapkan diagnosis (mengetahui penyakit), mencegah, mengurangi (meski tidak menyembuhkan), menghilangkan penyakit atau gejala penyakit, luka, atau kelainan, baik jasmaniah maupun rohaniah pada manusia dan hewan, juga disebut dengan obat (Nasution, 2009). Obat dibuat dalam skala besar di pabrik obat. Dibuat dalam bentuk tablet, kapsul, sirup, atau bentuk lainnya, bisa juga dibuat dalam berbagai bentuk sekaligus. Pada proses pembuatannya, zat aktif obat tersebut biasanya akan ditambahkan bahan-bahan lain yang dimaksudkan agar dapat membantu menjadi bentuk obat yang baik. Bahan-bahan tambahan juga dimaksudkan untuk membantu agar obat tersebut mudah masuk dan berkhasiat dalam tubuh sesuai dengan yang diharapkan (Widodo, 2004). Salah satu jenis obat yang banyak diproduksi oleh pabrik adalah tablet. Tablet adalah sediaan padat kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya rata atau cembung, mengandung
1
satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa zat tambahan. Zat tambahan yang digunakan dapat berfungsi sebagai zat pengisi, zat pengembang, zat pengikat, zat pelicin, zat pembasah atau zat lain yang cocok (Anonim, 1979). Salah satu jenis tablet yang kerap dijumpai dipasaran adalah Tablet CTM digunakan sebagai antihistaminikum. Antihistaminikum adalah obat yang menentang kerja histamin pada H-1 reseptor histamin sehingga berguna dalam menekan alergi yang disebabkan oleh timbulnya simptom karena histamin (Ansel, 1995). Chlorpheniramine Maleat (CTM) sebagai obat anti alergi, banyak diberikan secara oral maupun intravena, bekerja di susunan saraf pusat, dapat menimbulkan rasa kantuk yang kuat, maka tidak dianjurkan meminum obat ini jika hendak bepergian. Obat ini juga termasuk obat keras, jadi pemakaiannya harus hati-hati dan dianjurkan untuk menggunakannya hanya jika memang diperlukan (Simbolon, 2008). Meskipun obat dapat menyembuhkan tapi banyak kejadian bahwa seseorang telah menderita akibat keracunan obat. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa obat dapat bersifat sebagai racun. Obat itu akan bersifat sebagai obat apabila tepat digunakan dalam pengobatan suatu penyakit dengan dosis dan waktu yang tepat. Jadi bila digunakan salah dalam pengobatan atau dengan kelewat dosis akan menimbulkan keracunan. Bila dosisnya lebih kecil kita tidak memperoleh penyembuhan (Anief, 1997). Kadar dari suatu obat yang dalam hal ini CTM perlu dilakukan uji terhadap kadarnya agar kita mengetahui bahwa obat yang diproduksi oleh suatu pabrik obat memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Obat yang dikonsumsi akan memberikan efek terapi yang menyembuhkan di dalam tubuh jika kadarnya berada di rentang persyaratan yang ditetapkan. Apabila kadar obat berada di atas rentang persyaratan maka obat tersebut akan memberikan efek toksik terhadap konsumen. Sedangkan bila berada di bawah rentang persyaratan, maka obat tersebut tidak akan memberikan efek terapi. Oleh karena itu penetapan kadar dari obat yang diproduksi setiap pabrik obat perlu dilakukan. Pengawasan mutu adalah bagian yang penting dari cara pembuatan obat yang baik untuk memastikan tiap obat yang di buat senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaanya.
2
Pengawasan produk obat harus dilakukan untuk menjamin mutu dan keamanannya. Salah satu jenis pengawasan mutu tersebut adalah analisis kadar senyawa aktif dalam proses pengendalian mutu obat. Penentuan kadar senyawa aktif memerlukan suatu metode analisis dengan ketelitian dan ketepatan yang cukup baik. Selain itu juga memenuhi kriteria lain seperti spesifisitas, linearitas, limit deteksi, limit kuantitasi, dan ketangguhan (robustness) (Wulandari, 2007). Analisis kualitatif dan kuantitatif bahan obat harus dilakukan sebelum proses produksi obat dilaksanakan. Dahulu analisis kuantitatif obat dilakukan dengan cara gravimetri dan titrimetri. Kedua cara tersebut relatif mudah dikerjakan serta tidak membutuhkan peralatan yang mahal. Gravimetri dan titrimetri kehilangan kespesifikan karena tidak dapat menyatakan bagian dari molekul obat yang mempunyai informasi biologis tentang khasiat obat tersebut. Peranan gravimetri dan titrimetri dalam penetapan kadar obat kemudian digantikan oleh spektrofotometri dan kromatografi. Penggunaan spektrofotometer serapan sinar tampak dan ultraviolet dalam penetapan kadar obat sangat luas karena obat termasuk molekul organik yang mempunyai elektron ikatan dan bukan ikatan (Gandjar, 1997). Berbagai macam cara penentuan kadar senyawa obat, baik untuk penentuannya dalam sediaan maupun dalam cairan biologis untuk keperluan pengendalian mutu obat dan pemeriksaan klinis telah dikembangkan oleh para peneliti terdahulu. Cara analisis yang sudah dikembangkan tersebut mencakup cara sederhana, seperti spektrofotometri, sampai cara yang melibatkan peralatan analisis yang modern seperti kromatografi gas dan kromatografi cair penampilan tinggi (Rasyid, 1985).
III. Alat dan Bahan A. Alat
Labu takar 5, 25, dan 100 ml
Pipet tetes
Pipet volume
Propipet
Mikropipet + tip
3
Kertas Saring
Gelas Beaker 100 ml
Penyemprot
Corong kaca
Spektrofotometer + kuvet
Neraca analitik
Sendok plastik
Mortir + stamper
Pengaduk kaca
B. Bahan
Tablet CTM
Serbuk CTM murni
H2SO4 98 %
Aquades
IV. Cara Kerja A. Pembuatan larutan H2SO4 0,25 M Ambil 3,4675 ml H2SO4 96% dengan menggunakan pipet ukur 5 ml, Masukkan ke dalam labu takar 25 ml
Tambah aquadest hingga batas
Gojog homogen
B. Pembuatan Larutan Baku Membuat larutan induk ctm
2
⁄2
Masukkan 25 mg serbuk ctm murni ke dalam labu takar 25 ml, tambahkan H2SO4 0,25 M hingga batas
4
Gojog homogen
Membuat seri larutan baku dengan ketentuan sebagai berikut :
No
Volume
Kadar sampel
Pengambilan
(µg/50 ml)
Larutan Baku
ad H2SO4 0,25M (ml)
(µl) 1
20
100
5
2
30
150
5
3
40
200
5
4
50
250
5
5
60
300
5
Gojog homogen
Lakukan scanning pada kadar terkecil untuk menentukan panjang gelombang dan operating time
Ukur absorbansi kelima seri konsentrasi
Buat persamaan kurva baku kadar vs absorbansi
C. Preparasi dan Analisis Sampel Timbang 20 tablet ctm, serbuk halus
Ambil 0,141 g serbuk setara dengan 3 mg ctm
Masukkan dalam labu takar 50 ml, tambahkan H2SO4 0,25 M hingga batas Gojog homogen
5
Saring dengan kertas saring, tampung cairan dalam gelas beaker
Ukur volume larutan sampel
Encerkan sebanyak 3 kali
Ukur absorbansi pada panjang gelombang 265 nm
Hitung kadar ctm dalam sampel
Replikasi 3 kali
V. DATA DAN PERHITUNGAN 1. Data Obat Nama obat
: CTM
Nama produsen
: Kimia Farma
Kategori
: Generik
Bentuk sediaan
: Tablet
Komposisi
: Chlorpheniramine maleat 4 mg
2. Organoleptis
Warna
: kuning
Rasa
: pahit
Bau
: khas
3. Data Percobaan a) Keseragaman bobot Bobot masing-masing tablet : 1. 0,1952 g
6. 0,1751 g
2. 0,2022 g
7. 0,1664 g
3. 0,1711 g
8. 0,1830 g
4. 0,1760 g
9. 0,1893 g
5. 0,1744 g
10.0,1960 g
6
11. 0,1985 g
16.0,1833 g
12. 0,1771 g
17.0,1814 g
13. 0,1839 g
18.0,1890 g
14. 0,1661 g
19.0,1758 g
15. 0,1856 g
20.0,1888 g
Bobot total
= 3,6582 g
SD
= 0,0103
Mean
= 0,1829 g
CV
= ̅
= 5,6315 % Penyimpangan 7,5%
̅
=
= + 0,013725 g Rentang bobot
(7,5%) = ̅
̅
̅
̅
= (0,169275 < x < 0,196725) g Terdapat 1 tablet yang bobotnya berada di luar range. Penyimpangan 15%
=
̅
= + 0,02745 g Rentang bobot
(15%) = ̅
̅
̅
̅
= (0,15555 < x < 0,21045) g Tidak terdapat tablet yang bobotnya berada di luar range. b) Pembuatan larutan H2SO4 0,25 M Tersedia H2SO4 96%, akan diencerkan dalam labu takar 25,0 ml. Molaritas H2SO4 = = = 18,0245 M Pengenceran
:
M1 x V1 = M2 x V2 18,0245 M x V1 = 0,25 M x 500 ml V1= 6,9350 ml ≈ 7 c) Kurva Baku 1.
Pembuatan larutan induk 7
2.
Scanning panjang gelombang Scan panjang gelombang dilakukan dari 400,0 nm hingga 200,0 nm menunjukkan panjang gelombang maksimum CTM dalam H2SO4 0,25 M adalah 623 nm.
3.
Penentuan baku CTM Didapatkan dari literatur
CTM dalam H2SO4 0,25 M yang
diukur pada panjang gelombang 265 nm adalah 212 (Anonim, 2009). = 212 Absorbansi CTM dengan kadar 1 g / 100 ml = 212 Absorbansi CTM dengan kadar 1 mg / 100 ml =
= 0,212
Absorbansi CTM dengan kadar 50 µg / 5 ml = 0,212 Absorbansi CTM dengan kadar 80 µg / 5 ml = = 0,399 Absorbansi CTM dengan kadar 110 µg / 5 ml = = 0,466 Absorbansi CTM dengan kadar 140 µg / 5 ml = = 0,594 Absorbansi CTM dengan kadar 170 µg / 5 ml = = 0,721 Larutan induk CTM 25 mg/25 ml (= 1 µg/µl). Dipipet x µl larutan induk, dimasukkan ke labu 5,0 ml. Ditambahkan H2SO4 0,25 M ad 5,0 ml. Volume pengambilan (µl)
Kadar (µg/ml)
Absorbansi teoritis
50
10
0,212
80
16
0,339
110
22
0,466
140
28
0,594
170
34
0,721
8
4.
Absorbansi baku Larutan induk CTM 25 mg/25 ml (= 1 µg/µl). Dipipet x µl larutan induk, dimasukkan ke labu 5,0 ml. Ditambahkan H2SO4 0,25 M ad 5,0 ml. Volume pengambilan (µl)
Kadar (µg/ml)
Absorbansi nyata
20
100
0,259
30
150
0,366
40
200
0,464
50
250
0,587
60
300
0,636
A
= 0,0724
B
= 1,95 x 10 -3
r = 0,9934 y = 1,95 x 10 -3 x + 0,0724
Kurva baku CTM 0.7 y = 0.002x + 0.0724
0.6
Absorbansi
0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0 0
50
100
150
200
250
300
350
Kadar (µg/50 ml)
d) Data sampel Pengambilan sampel
: 0,1829 g
Kemudian masing-masing diencerkan hingga 50,0 ml dan disaring. Setelah disaring, ketiganya menghasilkan 46 ml.
9
Sampel
Absorbansi (A) (pengenceran 5x)
1
0,582
2
0,638
3
0,568
x=
x faktor pengenceran
Berat CTM per tablet = Sampel 1 : y = 0,582 =
x 5 = 1307,6925 µg/50 ml = 1,3077 mg/50 ml
Jumlah CTM hasil absorbansi = = 1,3077 mg/ tablet
Jumlah CTM dalam sampel teoritis =
x = 3,9999 mg Persentase CTM dalam sampel = = = 32,69 %
Sampel 2 : y = 0,638 =
x 5 = 1451,2825 µg/50 ml = 1,4513 mg/50ml
Jumlah CTM hasil absorbansi =
10
= 1,4513 mg/ tablet Jumlah CTM dalam sampel teoritis =
x = 3,9999 mg Persentase CTM dalam sampel = = = 36,28 % Sampel 3: y = 0,568 =
x 5 = 1271,7950 µg/50 ml = 1,2717 mg/50ml
Jumlah CTM hasil absorbansi = = 1,2717 mg/ tablet Jumlah CTM dalam sampel teoritis =
x = 3,9999 mg Persentase CTM dalam sampel = = = 31,79 %
No
1
Absorbansi
Kadar
Jumlah
(pengenceran 5x)
(µg/50ml)
(mg)
0,582
261,5385
1,3077
CTM dalam sampel mg
%
1,3077
36,28
CTM tiap tablet (mg) 3.9999
11
2
0,638
290,2565
1,4513
1,4513
32,69
3,9999
3
0,568
254,3590
1,2717
1,2717
31,79
3,9999
Rata-rata
268,7180
1,3436
1,3436
33,59
3,9999
SD jumlah CTM per tablet = 0,0950 CV % CTM dalam sampel = = = 7,0706 % Recovery jumlah CTM per tablet = = = 33,59 %
VI. PEMBAHASAN Percobaan ini bertujuan menguji kadar CTM (klofeniramin maleat) dalam tablet tunggal CTM secara analisis kuantitatif, dengan menggunakan metode spektrofotometri visibel. Metode yang dipilih ini berdasarkan oleh standar yang telah ditetapkan di dalam British Pharmacopoeia 2009. CTM bisa dianalisis dengan spektrofotometer visibel karena kemampuan molekul CTM menyerap sinar visibel oleh gugus kromofor yang ditunjukkan oleh rumus bangunnya sebagai berikut:
N
H3C
N CH3
Cl
Molekul CTM di atas merupakan molekul utuh pada suasana netral. Nantinya saat akan dianalisis dengan spektrofotometer visibel, sampel mengandung CTM akan dilarutkan dalam asam sulfat karena sifat CTM yang
12
cenderung bersifat basa dapat terlarut di dalam suatu asam membentuk ion sebagai berikut:
+
H3C
HN
NH+ CH3
Cl
Dengan adanya muatan positif pada atom N di suasana asam inilah akan menyebabkan CTM memiliki absorbansi lebih besar dibandingkan molekul netralnya. Lebih jelasnya dapat dituangkan dalam persamaan sebagai berikut: ɛ = 0,87 x 1020 x P x a A = ɛbc Dimana ɛ = koefisien ekstinsi molar A = absorbansi P = probabilitas transisi electron a = panjang kromofor b = tebal kuvet c = konsentrasi sampel (Gandjar, 1997) Semakin
besar
perbedaan
muatan
timbul,
maka
semakin
besar
kemungkinan transisi electron (P) karena muatan yang lebih positif lebih mudah menarik elektron dari atom lain untuk berpindah. Karena nilai P yang lebih tinggi, nilai ɛ (koefisien ekstinsi molar)nya juga lebih tinggi. Nilai ɛ yang lebih tinggi ini menyebabkan absorbansi (A) semakin besar karena nilai A berbanding lurus dengan ɛ. Pada analisis ini digunakan model multi-point calibration, meskipun pada literature acuan menggunakan one-point calibration. Hal ini dipilih karena
13
mempertimbangkan perbedaan kondisi lingkungan, perlakuan, fasilitas, dan instrumentasi antara laboratorium sumber literature (Inggris) dengan kondisi di laboratorium tempat percobaan dilaksanakan. Mula-mula disiapkan larutan asam sulfat baku dengan konsentrasi 0,25 M. larutan tersebut dapat dibuat dengan memipet dengan seksama 3.4675 mL larutan asam sulfat stok 96% dengan molaritas 18,0245 M dengan menggunakan pipet ukur (dalam percobaan menggunakan pipet ukur berskala 5 mL). Kemudian dimasukkan ke dalam labu takar dengan volume 25 mL. Kemudian ditambahkan aquadest hingga mencapai batas yang tertera pada labu takar. Lalu digojog hingga didapat larutan asam sulfat yang homogen. Pengenceran larutan asam sulfat dilakukan di dalam labu takar, karena labu takar merupakan instrument volumetrik yang didesain memiliki presisi dan akurasi yang tinggi untuk melakukan pengenceran, yang dapat dilakukan kalibrasi secara berkala sehingga akurasinya selalu terjaga. Sedangkan untuk memipet sejumlah tertentu larutan stok dapat digunakan pipet ukur, atau menggunakan buret sebagai alternative pengganti pipet ukur. Skala yang digunakan juga sebaiknya menyesuaikan seberapa banyak volume yang akan diambil. Dalam analisis kali ini digunakan asam sulfat dengan konsentrasi 0,25 M sesuai dalam ketentuan dalam British Pharmacopoeia 2009. Setelah membuat larutan baku asam sulfat, kemudian menyiapkan larutan seri kadar CTM yang selanjutnya digunakan untuk membuat kurva baku (metode multi-point calibration). Yang pertama dilakukan pada tahap ini adalah menimbang dengan seksama CTM baku tunggal sebanyak 25 mg, kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 25 mL untuk dilakukan pelarutan dengan larutan asam sulfat 0,25 M baku tadi sampai batas yang tertera pada labu takar. Gojog homogen hingga mendapat larutan yang jernih, dimana semua serbuk CTM terlarut sempurna di dalam larutan asam sulfat. Setelah itu menyiapkan labu takar 5 mL untuk dilakukan pengenceran dengan hasil akhir CTM dengan berbagai konsentrasi yang telah ditentukan. Secara berturut-turut larutan awal CTM tadi dipipet sebanyak 0, 80, 110, 140, 170 μL. Ha ini didasarkan dari hitun an melalui rumus one-point calibration analisis CTM pada literature sumber, ditentukan beberapa titik absorbansi diatas dan dibawah absorbansi kalkulasi
14
untuk kandungan CTM 4 mg secara one-point calibration. Dari titik-titik tersebut ditentukan berapa kadar CTM yan harus disiapkan pada larutan seri kadar, sehingga dapat dilakukan seperti pada uraian diatas tersebut. Setelah larutan seri kadar siap, dilakukan scanning panjang gelombang. Hal ini perlu dilakukan untuk memastikan serapan visibel maksimal oleh larutan sari kadar tersebut. Karena dimungkinkan terjadi perubahan nilai panjang gelombang yang minor akibat perbedaan perlakuan selama preparasi larutan seri kadar. Pada proses ini dilakukan scanning dengan menggunakan larutan seri kadar yang paling kecil. Scanning dilakukan pada panjang gelombang 200 sampai 400 nm. Hal ini diharapkan pada kadar terkecil pun masih dapat menyerap sinar visibel secara maksimal, pada panjang gelombang tertentu. Hasilnya diperoleh absorbansi maksimal pada panjang gelombang 265 nm. Setelah didapatkan panjang gelombang yang memberikan absorbansi maksimal, kemudian segera dilakukan penetapan absorbansi tiap-tiap seri kadar. Sehingga akhirnya dapat ditentukan untuk membuat suatu persamaan kurva baku yang baik, untuk kemudian digunakan dalam penetapan kadar CTM dalam sampel tablet tunggal CTM yang ada dalam perdagangan. Dari seri absorbansi diperoleh, dapat dibuat regresi linier kadar vs absorbansi untuk memperoleh kurva baku. Dari hasil regresi linier kurva baku didapat persamaan kurva baku y = 0,0181 x + 0,1674 dengan r = 0,986. Nilai r ini tidak memenuhi persyaratan r yang baik (diatas 0,999), tapi persamaan ini sudah cukup bagus mewakilkan respon yang timbul sebagai perubahan kadar. Tahapan analisis yang berikutnya adalah preparasi dan pengukuran sampel. Pada tahap analisis awal diawali dengan screening visual pada kemasan dan sampel obat. Screening visual dapat dilakukan dengan mengidentifikasi kondisi fisik kemasan, komposisi kandungan yang tertera, jumlah/konsentrasi kandungan yang tertera, kode produksi, tanggal produksi, tanggal kadaluwarsa, perusahaan pembuat, pengemasan obat, segel pengaman (kalau ada), kenampakan obat setelah dibuka dari kemasan. Dan dapat pula dikalukan organoleptis jika perlu (Gandjar, 1997). Namun hal tadi tidak dilakukan karena pada saat penyerahan sampel, tidak direstai dengan wadah yang semestinya (hanya dimasukkan dalam plastic klip). Dari data obat secara organoleptis diketahui wujud berupa tablet kuning berasa pahit dan berbaus khas.
15
Sedangkan
untuk
preparasi
sampel
dilakukan
dengan
mula-mula
menimbang sejumlah 20 tablet untuk mengetahui uji keseragaman bobotnya (Anonim, 1979). Hasil uji keseragaman bobot berupa hanya 1 tablet yang menyimpang 7,5% dari bobot rata-rata dan tidak ada tablet yang menyimpang 15% dari bobot rata-rata. Syarat tablet ini memenuhi keseragaman bobot adalah tidak boleh ada yang menyimpang 7,5% lebih dari 2 tablet dan tidak boleh ada tablet yang menyimpang lebih dari 15%. Setelah itu 20 tablet tadi digerus hingga halus. Kemudian diambil dengan seksama sejumlah 0,141 g yang diasumsikan jika satu tablet mengandung 4 mg CTM, maka dalam 20 tablet yang dihaluskan terdapat 0,141 g yang mewakili jumlah CTM seharusnya. Setelah itu sejumlah sebuk tadi dimasukkan ke dalam labu takar 50 mL dan kemudian dilarutkan dengan asam sulfat 0,25 M hingga batas. Dilakukan
penambahan pelarut berupa asam sulfat adalah untuk
melarutkan CTM yang bersifat basa, sehingga dapat larut dalam suatu larutan asam dan membentuk garamnya. Kemudian dilakukan penyaringan dengan menggunakan kertas saring untuk menyaring residu padatan yang tidak ikut larut dalam pelarut yang digunakan tersebut. Ketika disaring ditampung dalam gelas ukur, untuk diukur volume setelah penyaringan. Setelah itu dilakukan orientasi dengan mengukur absorbansinya. Ternyata absorbansi yang didapat masih terlalu tinggi, sehingga diputuskan untuk dilakukan pengenceran sebanyak 3 kali. Kemudian dilakukan orientasi kembali, dan hasil absorbansi cukup bagus, sehingga pembacaan absorbansi dilanjutkan dan direplikasi sehingga didapat minimal 3 data. Setelah didapat data absorbansi pada sampel, kemudian dilakukan perhitungan dengan memasukkan data absorbansi ke dalam kurva baku yang udah dibuat pada awal percobaan tadi untuk memperoleh kadar CTM pada sampel. Absorbansi yang diperoleh masih berada di dalam range yang diperkirakan (0,2-0,8), sehingga perhitungan kadar dapat segera dilakukan tanpa harus melakukan ekstrapolasi garis kurva baku. Adapun kadar rata-rata dari ketiga sampel diperoleh sebesar 71,8121 µg/ml. Dari nilai kadar CTM yang diukur absorbansinya ini dapat dibuat perhitungan dengan perbandingan sedemikian rupa untuk memperoleh persen kadar CTM pada tablet tersebut.
16
Persentase rata-rata kadar CTM dalam 1 tablet adalah 107,3047 % dengan CV 4,7788%. CV disini menyatakan validitas data yang diukur dari perbandingan standar deviasi dengan mean data yang ada. Jika CV dibawah 5%, maka data dianggap valid. Karena CV perhitungan kadar didapat kurang dari 5%, maka hasil analisis dapat dikatakan valid. Adapun kadar CTM dalam tablet yang diperbolehkan adalah 92.5 sampai 107.5% dari yang disebutkan di label. Karena nilai rata-ratanya masuk dalam range, maka dapat dikatakan sampel tablet CTM memenuhi syarat kuantitatif kadar yang diperbolehkan.
VII.KESIMPULAN 1. Analisis kadar CTM dalam tablet CTM dapat dilakukan menggunakan spektrofotometri visibel. 2. Panjang gelombang maksimum dari CTM adalah 623 nm. 3. Tablet memenuhi persyaratan keseragaman bobot. 4. Rata-rata kadar CTM tiap tablet adalah 4,2923 mg.
VIII. DAFTAR PUSTAKA Anief, M, 1997, Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktek, GMU Press, Yogyakarta Anonim, 1979, Farmakope Indonesia Edisi III, Depkes RI, Jakarta Ansel, H. C., 1995, Pengantar Sediaan Formulasi IV, UI Press, Jakarta Rasyid, Raslim dkk, 1985, Spektrofotometri untuk Menentukan Antidepresan Amin Trisiklik yang Beredar di Indonesia dalam Tablet dan Dalam Urin, Proceedings ITB, Bandung Gandjar,
Ibnu Gholib, 1997,
Perkembangan Analisis
Farmasi
dalam
Pengawasan Mutu Obat, UGM, Yogyakarta Simbolon, Bintang, 2008, Uji Disolusi Chlorpheniramine Maleat Secara Spektrofotometri Ultra Violet, USU, Medan Nasution, Yulida Amelia, 2009, Penetapan Kadar Zat Aktif Parasetamol dalam Obat Sediaan Oral dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT), USU, Medan
17
Widodo, R, 2004, Panduan Keluarga memilih dan Menggunakan Obat, Kreasi Wacana, Yogyakarta Wulandari, Niken, 2007, Validasi Metode Spektrofotometri Derivatif Ultraviolet untuk Penentuan Reserpin dalam Tablet Obat, ITB, Bogor
Yogyakarta, 29 Mei 2012 Praktikan,
Ardea Mahananda
(FA/08516)
Agustina A. B.
(FA/08519)
Marvin
(FA/08522)
Nur Hidayat
(FA/08525)
18