CVM Dan TCM Muara Gembong PDF [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KONSEP VALUASI EKONOMI EKOSISTEM MANGROVE DI KECAMATAN MUARA GEMBONG KABUPATEN BEKASI DENGAN METODE BIAYA PERJALANAN DAN METODE CVM Lely Syiddatul Akliyah1, Hilwati Hindersah2 1,2 Program



Studi Perencanaan Wilayah & Kota, Fakultas Teknik, Universitas Islam Bandung, Bandung [email protected], [email protected]



Abstrak Ekosistem mangrove merupakan sumberdaya lingkungan yang mempunyai nilai manfaat yang besar bagi kehidupan manusia. Manfaat yang diberikan dari adanya ekosistem mangrove tersebut berupa manfaat sosial, ekonomi, maupun ekologi. Mangrove mempunyai fungsi utama diantaranya sebagai penyeimbang ekosistem dan menyediakan berbagai bahan yang dibutuhkan oleh masyarakat untuk menopang kehidupan ekonomi. Kecamatan Muara Gembong Kabupaten Bekasi, merupakan salahsatu wilayah yang memiliki ekosistem mangrove yang cukup besar yang berperan besar terhadap kehidupan ekonomi masyarakat. Mengingat besarnya manfaat dari ekosistem mangrove tersebut terhadap tingkat perekonomian masyarakat Kecamatan Muara Gembong, maka perlu dilakukan kajian valuasi ekonomi dari ekosistem mangrove tersebut menggunakan teknik valuasi ekonomi. Dalam tulisan ini, akan dipaparkan mengenai konsep valuasi ekonomi ekosistem mangrove di Kecamatan Muara Gembong menggunakan Metode Biaya Perjalanan (Travel Cost Method/TCM) dan Metode CVM (Contingent Valuation Method). Dengan membandingkan kedua metode tersebut dapat dilihat perbedaan nilai valuasi yang dihasilkan dan dapat menggambarkan perbedaan penggunaan kedua metode tersebut dalam menilai ekosistem mangrove di Kecamatan Muara Gembong. Kata Kunci: Ekosistem, Mangrove, Valuasi Ekonomi, TCM, CVM I.



PENDAHULUAN



1.1 Latar belakang Wilayah pesisir merupakan wilayah peralihan dari daratan ke lautan. Di wilayah ini terdapat beberapa ekosistem yang tumbuh, diantaranya adalah ekosistem mangrove dan ekosistem lingkungan hidup tempat masyarakat tinggal dan beraktivitas. Masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir biasanya bermata pencaharian hanya memanfaatkan sumber daya alam yang ada di lingkungan sekitarnya, seperti menangkap ikan di laut dan memanfaatkan areal pertanian (bisa dari perkebunan, hutan, atau ekosistem mangrove) yang memang sudah ada di lingkungan mereka. Keterbatasan sumberdaya dan kemampuan mengolah sumber daya yang ada, membuat masyarakat yang tinggal di sekitar wilayah pesisir hanya mampu mengolah kekayaan alam yang ada seadanya dan secara turun temurun. Sama halnya seperti masyarakat Kabupaten Bekasi berdasarkan penelitian Lely (2012) tingkat kesejahteraan masyarakat di wilayah



tersebut masih rendah. Bahkan, lebih jauh lagi seiring bertambahnya jumlah penduduk yang berakibat pada peningkatan jumlah kebutuhan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, masyarakat sekitar wilayah pesisir tersebut tak sedikit mengubah penggunaan lahan yang ada dari ekosistem mangrove menjadi kawasan tempat mereka bermukim. Ekosistem mangrove tersebut memiliki berbagai manfaat bagi masyarakat wilayah pesisir, salahsatunya bagi masyarakat sekitar Kecamatan Muara Gembong Kabupaten Bekasi. Di Kecamatan Muara Gembong, yang notabene merupakan wilayah yang berada di kawasan pesisir Laut Jawa dan merupakan ujung utara Kabupaten Bekasi, ekosistem mangrove ini merupakan bagian dari kawasan pesisir yang memiliki nilai manfaat secara ekonomi dan ekologi bagi masyarakat yang tinggal disana. Nilai manfaat tersebut, yang dikenal dengan istilah valuasi ekonomi perlu dihitung untuk menilai seberapa besar nilai manfaat yang bisa diperoleh dari keberadaan suatu sumber daya yang ada di suatu wilayah. Kegiatan valuasi ekonomi terdiri dari tiga tahap yaitu melakukan identifikasi manfaat dan fungsi sumber daya, melakukan kuantifikasi seluruh manfaat dan fungsi sumber daya, dan melakukan pilihan alternatif pengelolaan sumber daya (Dahuri et al. 2004). Dalam kegiatan valuasi ekonomi, terdapat berbagai metode untuk menilai manfaat suatu sumber daya yang ada di suatu wilayah. Dalam menilai manfaat eksosistem mangrove yang ada di Kecamatan Muara Gembong Kabupaten Bekasi ini terlebih dahulu akan dilakukan identifikasi komponen-komponen yang akan dinilai dengan valuasi ekonomi dengan membandingkan konsep valuasi ekonomi metode biaya perjalanan (Travel Cost Method) dan metode CVM (Contingent Valuation Method). Setiap wilayah pesisir, tentunya memilik karakteristik masing-masing. Begitu pula wilayah pesisir Muara Gembong ini memiliki karakteristik sendiri, khususnya karaketristik ekosistem magrovenya. Untuk itu, perlu dilakukan identifikasi komponen-komponen nilai manfaat ekonomi dan ekologi dengan menggunakan dua metode di atas sehingga lebih lanjut dapat dilakukan proses perhitungan secara moneter nilai valuasi ekonomi dari ekosistem tersebut. Lebih lanjt lagi, hal ini dapat dijadikan sebagai masukan untuk kegiatan penyusunan kebijakan pembangunan dan penataan ruang di kawasan tersebut.



1.2 Tujuan dan Manfaat Tujuan dari kajian ini adalah untuk mengidentifikas variable/komponen-komponen nilai manfaat ekonomi dan ekologi dari keberadaan ekosistem mangrove yang ada di Kecamatan Muara Gembong Kabupaten Bekasi sebagai masukan untuk perhitungan valuasi ekonomi dengan metode biaya perjalanan (Travel Cost Method) dan konsep CVM (Contingent Valuation Method). Adapun manfat dari kajian ini diantaranya:



1. Teridentifikasinya variable/komponen nilai manfaat ekonomi dan ekologi ekosistem mangrove yang ada di Kecamatan Muara Gembong Kabupaten Bekasi untuk lebih lanjut dilakukan valuasi ekonomi pada tahap berikutnya. 2. Sebagai masukan untuk kegiatan kajian atau penelitian lanjutan untuk menilai berbagai pengaruh keberadaan ekosistem mangrove terhadap berbagai aspek kehidupan mayarakat yang tinggal di wilayah tersebut. 3. Dapat menentukan kebijakan yang tepat bagi kegiatan pembangunan dan penataan ruang kawasan tersebut dengan adanya manfaat yang didapat berdasarkan hasil valuasi ekonomi. II. KAJIAN LITERATUR 2.1 Definisi Ekosistem Mangrove Ekosistem mangrove adalah suatu sistem di alam tempat berlangsungnya kehidupan yang mencerminkan hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya dan diantara makhluk hidup itu sendiri, terdapat pada wilayah pesisir, terpengaruh pasang surut air laut, dan didominasi oleh spesies pohon atau semak yang khas dan mampu tumbuh dalam perairan asin/payau (Santoso, 2000).



2.2 Peranan Ekologis Mangrove Menurut Anwar & Hendra (2007), peranan ekologis mangrove diantaranya: a. Sebagai tempat pemijahan ikan di perairan, pelindung daratan dari abrasi oleh ombak, pelindung daratan dari tiupan angin, penyaring intrusi air laut ke daratan dan kandungan logam berat yang berbahaya bagi kehidupan, tempat singgah migrasi burung, dan sebagai habitat satwa liar serta manfaat langsung lainnya bagi manusia. b. Hutan mangrove mampu mengikat sedimen yang terlarut dari sungai dan memperkecil erosi atau abrasi pantai. c. Mangrove menambah unsur hara d. Mangrove meningkatkan produksi perikanan e. Mangrove dapat menekan intrusi air laut f. Mangrove berperan terhadap kesehatan. g. Mangrove memiliki fungsi ekologis sebagai habitat berbagai jenis satwa liar. 2.3 Peranan Sosial-Ekonomi Mangrove Berbagai contoh pemanfaatan mangrove, baik langsung maupun tidak langsung antara lain Anwar & Hendra (2007): arang dan kayu bakar, bahan bangunan, bahan baku Chip, tannin, nipah, obat-obatan, perikanan dan rehabilitasi mangrove, pertanian, pariwisata.



2.4 Konsep Valuasi Ekonomi Sumberdaya alam adalah bagian dari ekosistem yang merupakan bagian yang digunakan dan dibutuhkan oleh makhluk hidup melakukan berbagai aktivitasnya. Oleh karena itu, pemanfaatan sumberdaya alam berarti melakukan perubahan-perubahan dalam ekosistem sehingga membutuhkan aturan-aturan agar sumber dya yang dimanfaatkan tidak mengubah ekosistem yang ad bahkan merusaknya. Sumberdaya alam menghasilkan berbagai barang dan jasa yang dapat dikonsumsi. Selain itu, sumberdaya alam juga menghasilkan jasa-jasa lingkungan yang memberikan manfaat lain, misalnya manfaat keindahan, rekreasi. Mengingat pentingnya manfaat dari sumberdaya alam tersebut, maka manfaat tersebut perlu dinilai. Misalnya nilai lahan sawah sebagai sumber air tanah yang dibutuhkan oleh petani dan masyarakat di sekitarnya. Oleh karena itu menurut Fauzi (2006) output yang dihasilkan dari pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan berupa barang dan jasa, perlu diberi nilai/harga (price tag). Konsep dasar valuasi merujuk pada kontribusi suatu komoditas untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam konteks ekologi, sebuah gen bernilai tinggi apabila mampu berkontribusi terhadap tingkat survival dari individu yang memiliki gen tersebut. Dalam pandangan



ecological



economics,



nilai



(value)



tidak



hanya



untuk



maksimalisasi



kesejahteraan individu tetapi juga terkait dengan keberlanjutan ekologi dan keadilan distribusi (Constanza dan Folke, 1997; Bishop, 1997; Constanza. 2001). Menurut Fauzi (2006), valuasi ekonomi merupakan upaya untuk memberikan nilai kuantitatif terhadap barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumberdaya alam dan lingkungan, baik atas dasar nilai pasar (market value) maupun nilai non-pasar (non market value). Valuasi ekonomi sumberdaya merupakan suatu alat ekonomi (economic tool) yang menggunakan teknik penilaian tertentu untuk mengestimasi nilai uang dari barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumberdaya alam dan lingkungan. Pemahaman tentang konsep valuasi ekonomi memungkinkan para pengambil kebijakan dapat menentukan penggunaan sumberdaya alam dan lingkungan yang efektif dan efisien. Hal ini disebabkan aplikasi valuasi ekonomi menunjukkan hubungan antara konservasi SDA dengan pembangunan ekonomi. Oleh karena itu, valuasi ekonomi dapat dijadikan alat yang penting dalam meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap penggunaan dan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan. Bermacam-macam teknik yang dapat digunakan untuk mengkuantifikasi konsep nilai. Namun konsep dasar dalam penilaian ekonomi yang mendasari semua teknik adalah kesediaan untuk membayar dari individu untuk jasa-jasa lingkungan atau sumberdaya (Munasinghe, 1993).



Menurut Pearce dan Turner (1991) dalam Fauzi (2006) menilai jasa-jasa lingkungan pada dasarnya dinilai berdasarkan ”willingness to pay” (WTP) dan ”willingnes to accept (WTA). Willingness to pay dapat diartikan sebagai berapa besar orang mau membayar untuk memperbaiki lingkungan yang rusak (kesediaan konsumen untuk membayar), sedangkan willingness to accept adalah berapa besar orang mau dibayar untuk mencegah kerusakan lingkungan (kesediaan produsen menerima kompensasi) dengan adanya kemunduran kualitas lingkungan. Kesediaan membayar atau kesediaan menerima merefleksikan preferensi individu, kesediaan membayar dan kesediaan menerima adalah parameter dalam penilaian ekonomi (Pearce dan Moran, 1994 dalam Fauzi, 2006). Menurut Suparmoko dan Maria (2000) dalam Fauzi (2006), nilai sumberdaya alam dibedakan atas nilai atas dasar penggunaan (instrumental value) dan nilai tanpa penggunaan secara intrinsik melekat dalam aset sumberdaya alam (intrinsic value). Selanjutnya berdasarkan atas penggunaannya, nilai ekonomi suatu sumberdaya dapat dikelompokkan ke dalam nilai atas dasar penggunaan (use values) dan nilai yang terkandung di dalamnya atau nilai intrinsik (non use values). Nilai penggunaan ada yang bersifat langsung (direct use values) dan nilai penggunaan tidak langsung (indirect use values) serta nilai pilihan (option values). Sementara itu nilai penggunaan tidak langsung (non use values) dapat dibedakan atas nilai keberadaan (existence values) dan nilai warisan (bequest values). Nilai ekonomi total atau total economic value (TEV) diperoleh dari penjumlahan nilai atas dasar penggunaan dan nilai atas dasar penggunaan tidak langsung (Pearce dan Turner, 1991; Munasinghe, 1993; Pearce dan Moran, 1994; Fauzi, 2006). Total Economic Value (TEV) dapat ditulis dengan persamaan matematis sebagai berikut: TEV



= UV + NUV



UV



= DUV + IUV + OV



NUV



= EV + BV



TEV



= UV + NUV = (DUV + IUV + OV) + (EV + BV)



Dimana: TEV UV NUV DUV IUV OV EV BV



= Total Economic Value (Nilai Ekonomi Total) = Use Values (Nilai Penggunaan) = Non Use Value (Nilai Intrinsik) = Direct Use Value (Nilai Penggunaan Langsung) = Inderect Use Value (Nilai Penggunaan Tidak Langsung) = Option Value (Nilai Pilihan) = Existence Value (Nilai Keberadaan) = Bequest Value (Nilai Warisan/Kebanggaan)



Secara skematik pengelompokan nilai ekonomi total sumberdaya alam dan lingkungan ditampilkan pada Gambar 2. Selanjutnya uraian dari masing-masing konsep nilai ekonomi adalah sebagai berikut: 1. Nilai penggunaan (use value) diperoleh dari pemanfaatan aktual dari sumberdaya alam dan lingkungan. Menurut Pearce dan Moran (1994) dalam Munasinghe (1993) nilai penggunaan berhubungan dengan nilai karena seseorang memanfaatkan atau berharap akan memanfaatkan di masa mendatang. 2. Nilai penggunaan langsung (direct use values) dihitung berdasarkan kontribusi sumberdaya alam dan lingkungan dalam membantu proses produksi dan konsumsi saat ini (Munasinghe, 1993). 3. Nilai penggunaan tidak langsung (indirect use values) ditentukan oleh manfaat yang berasal dari jasa-jasa lingkungan dalam mendukung aliran produksi dan konsumsi (Munasinghe, 1993). Nilai guna tidak langsung diperoleh dari fungsi pelayanan lingkungan hidup dalam menyediakan dukungan terhadap proses produksi dan konsumsi saat ini, misalnya nilai berbagai fungsi ekologi terhadap daur ulang unsur hara dalam tanah. 4. Nilai pilihan (option value) berkaitan dengan pilihan pemanfaatan lingkungan di masa mendatang. Ketidakpastian penggunaan di masa datang berhubungan erat dengan ketidakpastian penawaran lingkungan sehingga option value lebih diartikan sebagai nilai pemeliharaan sumberdaya sehingga pilihan untuk memanfaatkannya masih tersedia untuk masa yang akan datang. 5. Nilai intrinsik atau nilai non-penggunaan (non use values) nilai yang diberikan pada sumberdaya alam dan lingkungan atas dasar keberadaannya, meskipun tidak dikonsumsi secara langsung. 6. Nilai keberadaan (existence values) mempunyai nilai karena adanya kepuasan seseorang atau komunitas atas keberadaan suatu asset, walaupun yang bersangkutan tidak ada keinginan untuk memanfaatkannya. 2.1 Metode Biaya Perjalanan (Travel Cost Method) Metode biaya perjalanan (Travel Cost Method) mengestimasi kurva permintaan barangbarang rekreasi di luar rumah. Asumsi yang digunakan adalah semakin jauh tempat tinggal seseorang yang datang memanfaatkan fasilitas rekreasi akan semakin menurun permintaan terhadap produk rekreasi tersebut karena biaya perjalanan yang mahal. Metode biaya perjalanan dapat diterapkan untuk menyusun kurva permintaan masyarakat terhadap rekreasi untuk suatu produk/jasa SDA dan lingkungan. Menurut FAO (2001) dalam Sumarno (2010), metode biaya perjalanan dan valuasi kontingensi dapat



digunakan untuk menilai barang SDA dan lingkungan, termasuk eksternalitas lahan pertanian. 2.2 Metode CVM (Contingent Valuation Method) Metode CVM merupakan metode valuasi yang menentukan preferensi konsumen terhadap pemanfaatan SDA dan lingkungan dengan mengemukakan kesanggupan untuk membayar (WTP atau willingnes to pay) yang dinyatakan dalam nilai uang. Teknik metode ini dengan melakukan survei dan wawancara dengan responden tentang nilai dan manfaat SDA dan lingkungan yang mereka rasakan. Dalam pengelolaan lahan pertanian sawah msialnya, pendekatan WTA (willingnes to accept) ini digunakan untuk mengetahui seberapa besar petani mau dibayar agar tetap bersedia mengelola dan mempertahankan lahan sawahnya. Metode valuasi kontingensi dengan metode survei WTP dan WTA telah banyak digunakan oleh peneliti (Navrud dan Mungatana, 1994; Rolfe et al, 2000; Othman, 2002; Sumarno, 2010). III. METODOLOGI 3.1 Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang dilakukan dalam kajian ini adalah menggunakan beberapa metode, diantaranya: 1. Kajian Literatur Kajian literatu digunakan dengan meninjau berbagai penelitian, pengambilan data sekunder ke Kantor Kecamatan dan instansi seperti BPS dan Bapeda Kabupaten Bekasi. Kegiatan ini dilakukan untuk mendapatkan data awal mengenai kondisi fisik, kependudukan, social budaya, dan ekonomi di wilayah Kecamatan Muara Gembong. 2. Observasi Lapangan Obervasi lapangan dilakukan dengan melakukan pengamatan langsung ke lapangan untuk melihat karakteristik wilayah tersebut, khususnya kondisi ekosistem mangrove yang ada di wilayah tersebut. Kegiatan ini dilakukan untuk melihat jenis-jenis mangrove yang ada, sebarannya, serta menilai langsung manfaat yang langsung maupun tidak langsung dari keberadaan ekosistem mangrove di Kecamatan Muara Gembong 3.



Wawancara Kegiatan wawancara dilakukan untuk mengumpulkan informasi mengenai kondisia,



keberadaan, dan manfat yang dirasakan oleh masyarakat dengan adanya ekosistem mangrove di wilayah tersebut. Serta bagaimana perubahan yang terjadi di sekitar ekosistem mangrove tersebut dalam beberapa dekade.



3.2 Metode Analisis Analisis yang digunakan dalam kajian ini menggunakan analisis kualitatif dengan pendekatan konsep metode biaya perjalanan dan metode CVM. Adapun hasil kajian kualitatif ini akan menjadi masukan dalam kajian berikut untuk melakukan analisis valuasi ekonomi dengan metode biaya perjalanan dan CVM. Metode biaya perjalanan (Travel Cost Method) dan metode CVM (Contingent Valuation Method) untuk mengidentifikasi nilai manfaat ekonomi dari ekosistem mangrove yang ada. Metode biaya perjalanan dilakukan dengan mengidentifikasi nilai manfaat ekosistem mangrove berdasarkan biaya perjalanan yang dikeluarkan untuk mencapai kawasan tersebut. Adapun valuasi ekonomi ekosistem mangrove di Kecamatan Muara Gembong dengan metode CVM dilakukan dengan melakukan wawancara terhadap nelayan/masyarakat di Kecamatan Muara Gembong yang mendapatkan nilai manfaat dari ekosistem mangrove dengan menanyakan kesanggupan membayar (WTP) terhadap sumberdaya yang mereka ambil dan kesanggupan dibayar (WTA) dari sumberdaya yang mereka manfaatkan. IV. KONSEP VALUASI EKONOMI EKSOSITEM MANGROVE DI KECAMATAN MUARA GEMBONG DENGAN METODE BIAYA PERJALANAN DAN CVM 4.1 Konsep Valuasi Ekonomi Eksosistem Mangrove dengan Metode Biaya Perjalanan Konsep valuasi ekonomi dengan metode biaya perjalanan (Travel Cost Method) merupakan salahsatu metode valuasi menggunakan kurva non permintaan. Metode ini jika diterapkan di dalam menghitung nilai manfaat ekosistem mangrove di Muara Gembong dihitung berdasarkan biaya perjalanan wisatawan yang datang ke wilayah tersebut untuk berbagai kegiatan. Dari kegiatan yang dapat dilihat oleh wisatawan di kawasan tersebut diantaranya: 1. Melihat langsung kondisi ekosistem mangrove dengan berkeliling menggunakan perahu/kapal kecil yang disewa dengan biaya rata-rata Rp 500.000,-. Hal ini merupakan bagian dari kegiatan ecotourism yang ada di wilayah tersebut. 2. Dapat melihat proses pembibitan dan penanaman beberapa kawasan baru yang ditanami mangrove. 3. Mendapat pelajaran mengenai jenis-jenis mangrove dan manfaat langsung maupun tidak langsung yang dapat kita peroleh.



a



b



Gambar 1 Gambar a adalah jenis mangrove vidada dan gambar b adalah jenis mangrove api-api Sumber: Hasil Observasi, 2014



Melalui metode ini valuasi ekonomi ekosistem mangrove di Kecamatan Muara Gembong Kabupaten Bekasi dapat dilakukan dengan melakukan wawancara kepada wisatawan yang melakukan



kegiatan



ecotourism



dengan



menghitung



biaya-biaya



perjalanan



yang



dikeluarkan. Biaya-biaya perjalanan yang dikeluarkan ini hampir sama dengan kajian yang lain salahsatunya yang dilakukan oleh Eva dan Lely (2006), diantaranya: •



Biaya perjalanan dari rumah ke tempat wisata (Kecamatan Muara Gembong)







Biaya penginapan







Biaya transportasi local (sewa kapal)







Biaya konsumsi







Biaya cinderamata (hasil olahan pohon mangrove dan ikan hasil tangkap)







Biaya dokumentasi







Biaya-biaya lainnya selama perjalanan wisata. Penilaian ekosistem mangrove di Kecamatan Muara Gembong dilakukan dengan



melakukan wawancara terhadap beberapa wisatawan yang datang dengan menanyakan biaya-biaya di atas, kemudian dirata-ratakan. Hasil rata-rata biaya yang dikeluarkan berdasarkan wawancara tersebut kemudian dikalikan dengan jumlah wisatawan yang datang per tahun. Nilai itulah yang merupakan nilai valuasi ekonomi ekosistem mangrove di Kecamatan Muara Gembong berdasarkan metode biaya perjalanan (Travel Cost Method). Kegiatan penilaian ini akan dilakukan pada kajian berikutnya karena pada saat ini kegiatan penelitian ini masih dilakukan. 4.2 Konsep Valuasi Ekonomi Eksosistem Mangrove dengan Metode CVM Valuasi ekonomi ekosistem mangrove dengan metode CVM di Kecamatan Muara Gembong dilakukan dengan cara menanyakan secara langsung kepada konsumen tentang nilai manfaat ekosistem mangrove yang mereka rasakan. Metode ini dilakukan dengan



survei melalui wawancara langsung dengan responden (nelayan dan masyarakat) yang memanfaatkan ekosistem mangrove tersebut. Cara ini diharapkan dapat menentukan preferensi responden terhadap ekosistem mangrove dengan mengemukakan kesanggupan untuk membayar (WTP: willingness to pay) yang dinyatakan dalam nilai uang Untuk memperoleh hasil yang maksimal, maka penerapan metode ini memerlukan rancangan dan pendekatan kuesioner yang baik. Menurut Sumarno (2010) terdapat empat pendekatan kuesioner yang dapat dipertimbangkan dalam menerapkan metode CVM, yaitu: a. Pendekatan pertanyaan langsung, yaitu memberikan pertanyaan langsung tentang berapa harga yang sanggup dibayarkan oleh responden untuk dapat memanfaatkan ekosistem mangrove yang ditawarkan. b. Pendekatan penawaran bertingkat, merupakan penyempurnaan dari pendekatan penawaran langsung. Pendekatan ini dimulai dengan suatu tingkat harga awal tertentu yang telah ditetapkan oleh peneliti lalu ditanyakan kepada responden apakah harga tersebut layak. Jika responden menjawab ”ya” maka nilai tersebut dinaikkan dan ditawarkan kepada responden hingga responden menjawab ”tidak”. Jawaban atau angka terakhir yang dicapai tersebut merupakan nilai WTP yang tertinggi dari responden. c. Pendekatan kartu pembayaran menggunakan bantuan sebuah kartu berisi daftar harga yang dimulai dari nol sampai pada suatu harga tertentu yang relatif tinggi. Kemudian responden memilih harga maksimum yang sanggup dibayar untuk suatu produk atau jasa SDA dan lingkungan. d. Pendekatan setuju atau tidak setuju, merupakan cara yang paling sederhana karena responden ditawari suatu tingkat harga tertentu kemudian ditanya setuju atau tidak setuju dengan harga tersebut. Berdasarkan beberapa rancangan di atas, jika melihat karakteristik masyarakat Kecamatan Muara Gembong yang relatif memiliki sifat terbuka maka dapat dipilih pendekatan pertanyaan langsung dan pendekatan setuju atau tidak setuju. Nilai manfaat yang ditanyakan berupa seberapa besar kemampuan nelayan/masyarakat membayar untuk memanfaatkan ekosistem mangrove yang ada di wilayah tersebut. Adapun variabel-variabel yang dinilai diantaranya: 1. Kemampuan membayar ekosistem mangrove sebagai tempat pemijahan ikan di perairan, pelindung daratan dari abrasi oleh ombak, pelindung daratan dari tiupan angin, penyaring intrusi air laut ke daratan dan kandungan logam berat yang berbahaya bagi kehidupan 2. Kemampuan membayar dari fungsi mangrove sebagai tempat pemijahan dan penangkapan ikan.



3. Kemampuan



membayar



untuk



manfaat



ekosistem



sebagai



penahan



abrasi



(penyeimbang lingkungan). 4. Kemampuan membayar dari adanya pohon mangrove yang menghasilkan buah yang dapat diolah menjadi berbagai aneka olahan seperti sirup, keripik, dodol, makanan ringan (onde-onde kering). 5. Kemampuan membayar manfaat pohon mangrove sebagai arang dan kayu bakar. 6. Kemampuan membayar manfaat pohon mangrove sebagai salahsatu bahan untuk membuat kok yang digunakan olahraga badminton. 7. Kemampuan membayar manfaat ekosistem mangrove yang berfungsi ekologis sebagai habitat satwa liar (lutung). 8. Kemampuan membayar manfaat ekosistem mangrove sebagai penyedia bahan bangunan (kayu).



Gambar 2 Gambar Kiri adalah buah mangrove vidada yang memiliki berbagai manfaat untuk diolah sebagai sirup, dodol, makanan kering. Gambar kanan adalah gambar batang mangrove yang bisa dimanfaatkan untuk salahsatu bahan membuat kok badminton. Sumber: Hasil Observasi, 2014



Variabel-variabel di atas dapat digunakan sebagai dasar untuk menentukan biaya awal yang ditawarkan bagi responden (masyarakat/nelayan) untuk kesediaannya membayar dari ekosistem mangrove yang dimanfaatkan oleh mereka. Tidak berbeda jauh dengan WTP, pada prinsipnya pendekatan WTA (Willingness to Accept), tetapi respondennya adalah masyarakat yang menyediakan atau menghasilkan jasa lingkungan dari ekosistem mangrove tersebut. Salahsatunya, untuk mengetahui seberapa besar masyarakat mau dibayar agar tetap bersedia mengelola dan mempertahankan ekosistem mangrove yang dimanfaatkan. Variabel-variabel yang dapat dijadikan dasar menentukan biaya yang ditawarkan (WTA) untuk masyarakat agar tetap mengelola, memanfaatkan, dan mempertahankan ekosistem



mangrove di Kecamatan Muara Gembong yang perlu diperhatikan adalah komponenkomponen biaya yang digunakan oleh masyarakat untuk mengolah apa yang mereka manfaatkan dari ekosistem mangrove. Biaya-biaya tersebut diantaranya biaya-biaya tenaga kerja, modal/bahan, dan peralatan yang dikeluarkan masyarakat untuk mengolah mangrove sebagai bahan olahan makanan, bahan bangunan, jasa ecotourism. V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Berdasarkan paparan diatas, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: 1. Dari kedua konsep valuasi ekonomi ekosistem mangrove yang dapat diterapkan di Kecamatan Muara Gembong, masing-masing memiliki keunggulan sendiri karena pendekatan kedua metode ini berbeda. 2. Metode Biaya Perjalanan hanya mempertimbangkan total biaya perjalanan yang dikeluarkan oleh wisatawan yang berkunjung kesaba, sementara karena kurangnya sosialisasi terhadap wilayah ini masih sedikit orang yang berkunjung kesana dan belum adanya pengelolaan kawasan itu sebagai kawasan ecotourism. 3. Metode CVM (Contingent Valuation Method) memiliki kelebihan karena pendekatan penilaian pada metode ini langsung dilakukan ke pelaku kegiatan yang memanfaatkan langsung ekosistem mangrove di Kecamatan Muara Gembong yaitu masyarakat dan nelayan dengan menanyakan kesediaan membayar dan dibayar untuk memanfaatkan, mengelola, dan mempertahankan ekosistem mangrove tersebut. Adapun rekomendasi dari kajian ini diantaranya: 1. Perlu kajian lebih lanjut dengan menghitung valuasi ekonomi dengan kedua metode tersebut. 2. Perlu dilakukan pembandingan dengan metode valuasi lain agar komponen/variabel manfaat yang dijadikan acuan lebih komprehensif dalam menilai manfaat ekonomi, ekologi suatu kawasan/wilayah.



DAFTAR PUSTAKA Anwar, Chairil & Hendra Gunawan. 1997. Peranan Ekologis dan Sosial Ekonomis Hutan Mangrove dalam Mendukung Pembangunan Wilayah Pesisir. Prosiding Ekspose Hasilhasil Penelitian : Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Hutan 20 September. 2006. Padang. Constanza dan Folke, 1997. Ecological Economic, The Science and Management of Sustainability,. Columbia University Press, New York. Dahuri, R.J. 2004. Keanekaragaman Hayati Laut. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Dixon, J.A and Hodgson, G. 1988. Economic Valuation of Coastal Resources : the El Nino Study. Uniter Nations Economic Commission For Latin American An



Caribbean. International Center For Living Aquatic Resources Management (ICLARM), Chile. Eva S., Lely SA. 2006. Valuasi Ekonomi Taman Hutan Wisata Di Taman Hutan Raya Ir. H. Juanda Kota Bandung. LPPM Unisba. Bandung, Indonesia. Fauzi, Akhmad. 2006. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan, Teori dan Aplikasi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Lely, SA. 2012. Laporan Pemetaan Penyangdang Masalah Kesejahteraan Sosial Kabupaten Bekasi. Dinas Sosial Kabupaten Bekasi, Bekasi. Munasinghe, M. 1993. Environmental Economics and Sustainable Development. World Bank Environment Paper Number 3. The World Bank. Washington D.C. Santoso, N. 2000. Pola Pengawasan Ekosistem Mangrove. Makalah disampaikan pada Lokakarya Nasional Pengembangan Sistem Pengawasan Ekosistem Laut Tahun 2000. Jakarta, Indonesia. Sumarno, MS. 2010. Metode Valuasi Ekonomi Sumber Daya Pertanian. Bahan kajian untuk MK. Ekonomi Sumberdaya Alam PDIP PPS FPUB 2010. Bogor, Indonesia.