Dampak Negatif Bullying Pada Media Sosial [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Dampak Negatif Bullying Pada Media Sosial



Reza Pahlevi Raring, Arti Prihatini [email protected], [email protected] Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang



Abstrak Pada Era Digital ini banyak terjadi perkembangan dalam berbagai bidang, khususnya dalam bidang komunikasi. Terdapat beberapa Aplikasi yang mendukung manusia untuk bersosialisasi serta melakukan komunikasi dari Dunia Maya tersebut dan sering sekali terjadi perbedaan pendapat serta perselisihan. Disamping itu, juga banyak terdapat fenomena penemuan kosa kata baru dalam ber-sosial media. Banyak negara yang dituntut untuk segera mengikuti kemajuan jaman dengan menetapkan perundang-undangan dalam bersosialisasi dalam media sosial. Di Indonesia sendiri, peraturan dalam ber-media sosial telah diatur dalam Undang-undang nomor 11 tahun 2008 atau yang biasa disebut Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Undang-undang tersebut mengatur tentang bagaimana cara yang tepat serta tidak melanggar hukum dalam bersosial media serta melakukan transaksi secara elektronik. Namun sangat disayangkan masih banyak yang tidak memperhatikan norma dalam bermasyarakat meskipun kita tidak bertatap muka secara langsung sehingga mengakibatkan banyak orang yang masih menggunakan kata-kata dalam bentuk ujaran kebencian ataupun berkonotasi negatif kepada orang lain. Artikel ini bertujuan untuk membahas penggunaan Media Sosial yang memiliki banyak dampak negatif salah satunya Cyber Bullying. Artikel ini merupakan jenis artikel nonpenelitian yang merupakan pengumpulan informasi dari Artikel-artikel ilmiah sebelumnya. Hasil dan Kesimpulan dari Artikel ini, bahwa Cyber Bullying adalah pengaruh negatif dari era serba digital ini. Seharusnya merupakan kewajiban kita bersama sebagai masyarakat agar harus tetap menggunakan norma dan etika dalam bermasyarakat meskipun melalui Internet khususnya dalam Media Sosial. Dalam kasus ini, kita harus dapat membantu kedua belah pihak baik itu korban maupun pelaku karena sejatinya kedua subjek tersebut harus tetap mendapat perlindungan serta tetap melakukan konseling tentang pentingnya mensosialisasikan dampak negatif dari Cyber Bullying.



1 | D a m p a k N e g a ti f B u l l y i n g P a d a M e d i a S o s i a l



Kata kunci: Media sosial, Cyber Bullying, digital, internet, dampak, Dunia maya. Pendahuluan Semakin masifnya pengguna sosial media, banyak berdampak dalam kehidupan manusia. Berbagai kalangan berdasarkan umur serta derajat sosial ramai menghiasi media sosial khususnya pada remaja dengan kisaran umur 12 sampai 18 tahun sudah memiliki akun sosial medianya sendiri. Di Indonesia sendiri, pengguna internet adalah mereka yang berumur antara 15-19 tahun. Hal itu berdasarkan hasil penilitian dari Yahoo dan Taylor Nelson Sofres yang menyebutkan, bahwa sebanyak 64% adalah remaja kisaran umur 15 sampai 19 tahun dari 2000 koresponden (Sumber :kompas.com (penelitian oleh yahoo dan TNS). Banyak efek dari keberadaan media sosial seperti mudahnya mendapat berbagai informasi, sebagai sarana hiburan semata bahkan sampai perilaku Cyber Bullying. Media sosial juga sering dipakai para tokoh penting seperti influencer, politikus, aktivis bahkan para pemimpin negara untuk mengkampanyekan gerakan mereka, menyampaikan visi misi, sharing kegiatan sehari-hari dan lain-lain. Dari sini timbulnya para remaja yang berkeinginan untuk memiliki gaya hidup seperti tokoh idola mereka. Namun sayangnya, mereka pula tak sungkan untuk meniru perilaku negatif dari idola mereka di internet. Platform media sosial yang semakin berkembang pula menuntut semua masyarakat dari berbagai golongan harus bisa menyesuaikan perkembangan pada era digital sekarang ini. Timbulnya perselisihan pendapat atau pandangan, tak luput pula dari media sosial. Perilaku ‘tidak sependapat’ tersebut sering dituangkan dalam media sosial tanpa memperdulikan efek dari perlakuan tersebut. Banyaknya perlakuan menyimpang dalam media sosial, menuntut Pemerintah Indonesia untuk mengatur Undang-undang agar masyarakat tetap memperhatikan etika dan norma dalam bersosialisasi meskipun lewat internet. Tujuan masyarakat dalam bersosialisasi media sosial telah diatur pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 pasal 3 yang berbunyi ”Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik dilaksanakan berdasarkan asas kepastian hukum, manfaat, kehati-hatian, itikad baik, dan kebebasan memilih teknologi atau netral teknologi.”. Berdasarkan pasal diatas bisa disimpulkan bahwa, dalam sosialiasi di media sosial juga harus melihat etika serta norma masyarakat yang berlaku. Maka dari itu, hak bersuara dan bersifat kritis telah dilindungi oleh konstitusi kita. Namun sayang, perbedaan pendapat yang terjadi sering menimbulkan perlakuan represif secara verbal di media sosial sehingga muncul fenomena baru pada era digital ini yang dinamakan Cyber Bullying.



2 | D a m p a k N e g a ti f B u l l y i n g P a d a M e d i a S o s i a l



Pembahasan A. Definisi Cyber Bullying. Cyber Bullying berasal dari kata Bully. Dikutip dari American Psychological Association (2013) yang berbunyi”A form of aggressive behavior in which someone intentionally and repeatedly causes another person injury or discomfort. Bullying can take the form of physical contact, words or more subtle actions.” Dapat disimpulkan bahwa, Bully berarti tindakan agresif dari seseorang yang dilakukan secara berulang dan menyebabkan orang lain cidera atau merasa tidak nyaman dan perilaku Bully sendiri bisa berupa kontak fisik, perkataan, ataupun melakukan kekerasan. Menurut beberapa pakar, terdapat beberapa unsur elemen yang bisa dikatan sebagai tindakan Bully (Quistgaard, 2009, Craig & Pepler, 1999), yaitu: a. Perilaku buli melibatkan ketidakseimbangan kuasa. Anak-anak yang melakukan buli atau pembuli mem-punyai kuasa lebih dengan faktor seperti umur, ukuran badan, dukungan rekan sebaya, atau mempunyai status yang lebih tinggi. b. Perilaku buli selalunya merupakan aktivitas yang diulang-ulang yaitu seorang anak itu disisihkan lebih dari sekali, dan lazimnya dalam keadaan yang kronik. c. Perilaku buli dilakukan dengan tujuan untuk memudaratkan korban d. Perilaku buli termasuk agresivitas fisik, penghinaan lisan, penyebaran fitnah, atau gossip, dan ancaman penyisihan dari kelompok sebaya. Perilaku Bullying juga bisa mengindikasikan bahwa seseorang (Individu) atau sekelompok orang ingin membuktikan bahwa mereka memiliki derajat yang lebih tinggi dari yang lain dengan cara menunjukan kelemahan individu atau kelompok lain. Pelaku Bullying dapat terindikasi melakukannya dalam berbagai metode lewat kontak fisik maupun verbal. Namun, Bullying sendiri lebih menjurus atau berkonotasi pada perilaku kontak fisik atau kekerasan fisik dan bisa mengakibatkan efek kepada korban berupa tekanan psikologis yang berkelanjutan serta merasa terancam (Jurnal Pengalaman Intervensi Dari Beberapa Kasus Bullying, Djuwita, 2005; 8, dalam Ariesto 2009). Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa perilaku menyimpang Bulying datang dari individu atau kelompok yang memiliki ‘power’ lebih kepada individu atau kelompok yang lebih rendah darinya. Dengan kata lain, ajang pembully-an merupakan ajang ‘unjuk gigi’ suatu individu atau kelompok berupa memberikan tekanan pada individu atau kelompok yang menjadi korban baik secara fisik maupun verbal.



3 | D a m p a k N e g a ti f B u l l y i n g P a d a M e d i a S o s i a l



Dengan munculnya era digital ini, muncul fenomena baru yang bernama Cyber Bullying. Secara umum, Bully dan Cyber Bullying memiliki arti dan perilaku yang hampir sama, letak perbedaannya hanya pada media yang digunakan. Cyber Bullying terjadi pada media sosial yang terdapat pada internet, seperti contoh Twitter, Facebook, Instagram. Bisa dikatakan bahwa Cyber Bullying merupakan ‘sub cabang’ dari Bullying itu sendiri. Indikator perilaku Bullying sendiri berupa, jika pelaku berumur minimal 18 tahun keatas, maka dapat dikategorikan sebagai pembullyan. Untuk pelaku dibawah 18 tahun kebawah, pelaku masih dikategorikan sebagai ‘anak nakal’ sebagaimana disebutkan dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak yang menyeburkan bahwa: “Orang yang dalam perkara anak nakal adalah anak yang telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai 18(delapan belas) tahun dan belum pernah kawin. Cyberbullying lebih.” Sering terjadinya kasus Cyber Bullying dikarenakan ketergantungan manusia pada teknologi pada akhir-akhir ini. Bahkan semua kegiatan kita sehari-hari dapat dilihat semua orang lewat media sosial. Dengan semakin aktifnya kita dalam ‘berselancar’ di media sosial, akan semakin terbuka kemungkinan kita menerima atau bahkan menjadi pelaku dari Cyber Bullying tersebut. Di Indonesia sendiri, kasus Cyber Bullying masih sulit untuk dianalisis karena masih dianggap terlalu ‘tabu’ serta sikap tidak maunya bercerita korban (khususnya remaja) karena akan dianggap lemah jika mengadukannya kepada orang tua ataupun pihak yang berwenang. B. Peran Media Sosial Dalam Cyber Bullying. Dalam era serba digital sekarang ini, seluruh kegiatan kita tak jauh dari teknologi. Munculnya teknologi mengakibatkan banyak kemajuan pesat dalam berbagai bidang dalam bermasyarakat. Muncul kembali ‘wadah’ untuk sharing atau Aplikasi Media Sosial pertama, yaitu Facebook. Pada awalnya, Facebook digunakan untuk sharing kegiatan, mengungkapkan isi pikiran atau perasaan, menjalin komunikasi antar sesama dan untuk hiburan. Berkembang pesatnya teknologi juga, muncul media untuk ber-internet yang lebih praktis bernama Telepon Genggam. Hadirnya Telepon Genggam dibarengi dengan berkembangnya Start Up Aplikasi yang bermunculan dan semakin variatifnya bentuk serta tujuan Aplikasi tersebut. Seiring berjalannya waktu, hampir seluruh orang di dunia sudah memiliki akun media sosialnya sendiri serta memiliki arti bahwa ketergantungan kita terhadap teknologi ini. Hadirnya media sosial juga menciptakan peluang kerja baru yang menjadikan beberapa orang memiliki influence tinggi pada media sosial tersebut seperti contoh Selebgram (Selebritis Instagram) bernama Anya Geraldine yang terkenal di Instagram memiliki pengikut sebanyak 7,2 Juta akun. Tujuan dari hadirnya media sosial sendiri secara garis besar berfungsi untuk kita sharing kegiatan sehari-hari. Munculnya ketimpangan sosial pada



4 | D a m p a k N e g a ti f B u l l y i n g P a d a M e d i a S o s i a l



media sosial mengakibatkan perasaan iri beberapa orang atau kelompok yang menganggap seberapa ‘beruntung-nya’ orang atau kelompok yang lain. Dari sikap tersebut, orang atau kelompok yang merasa iri tersebut menjadikan Media Sosial sebagai tempat untuk mencurahkan isi pikiran atau perasaan mereka tersebut, entah itu nilai positif ataupun negatif dan munculah perundungan atau yang biasa disebut Cyber Bullying. Cyber Bullying sendiri bisa terjadi karena berbagai faktor seperti durasi lamanya kita ‘berselancar’ dalam internet, faktor keluarga, faktor lingkungan atau bahkan sekedar gayagaya an remaja karena mengikuti perilaku idolanya di media sosial. Menurut Williard (2005), beliau mengkategorikan Cyber Bullying menjadi 7 bagian, yaitu; flamming, online hasshment, cyber-stalking, denigration, masquerading, trickery and outing dan exclusion. Williard (2005) juga beranggapan bahwa, dikarenakan pelaku tidak bisa secara langsung melihat reaksi dari korban perundungan mengakibatkan minim munculnya empati dari para pelaku sehingga pelaku akan melakukan kegiatan tersebut secara terus berulang. Intensitas dalam penggunaan handphone juga menentukan akan terjadinya Cyber Bullying tersebut ditambah dengan rerata pengguna media sosial mencapai 6 jam perhari, akan semakin menambahnya jumlah perilaku agresif tersebut. Faktor lain yang menjadi penyebab terjadinya perilaku tersebut adalah faktor Tayangan Media Elektronik dan Cetak. Menurut penelitian yang dilakukan kompas (Saripah, 2006) menunjukkan bahwa sebanyak 56,9% anak meniru berbagai adegan yang terdapat di Film, secara umum mereka meniru geraknya sebanyak 64% dan 43% lainnya meniru cara berbicaranya. Hal tersebut semakin memperbanyak kemungkinan terjadinya sikap perundungan tersebut. Faktor lingkungan atau faktor kelompok juga sangat menentukan terjadinya hal tersebut. Di Indonesia sendiri, kegiatan Cyber Bullying sudah marak terjadi. Menurut penilitian yang dilakukan oleh UNICEF (2016), sebanyak 50% dari 41 koresponden remaja di Indonesia dengan rentan umur 13 sampai 15 tahun telah mengalami Cyber Bullying. Tindakan tersebut meliputi pengintimidasian, pengancaman, hate-speech, stalker atau penguntitan secara dunia maya, dan balas dendam berupa penyebaran privasi. Bahkan influencer yang memiliki pengikut banyak, rawan menjadi korban Cyber Bullying berupa fitnah dan hate-speech. Hal itu dikarenakan masifnya pengikut mereka dan semakin meningginya tingkat ketimpangan derajat serta sosial mereka dalam beberapa Media Sosial tertentu. Dikarenakan sifat ‘tabu’ dari para masyarakat kebanyakan yang beranggapan bahwa Cyber Bullying adalah hal yang memalukan, mengakibatkan kurangnya perhatian dalam menangani kasus ini.



C. Efek Negatif Terhadap Korban Cyber Bullying. Dampak negatif dari timbulnya perilaku Cyber Bullying harus diperhatikan secara serius oleh berbagai pihak khususnya orang tua. Menurut hasil Penelitian oleh Beran et al (2012), membuktikan bahwa efek samping dari



5 | D a m p a k N e g a ti f B u l l y i n g P a d a M e d i a S o s i a l



perundungan online tersebut akan berakibat pada kesejahteraan emosional dengan hilangnya kepercayaan diri karena takut akan terjadinya Cyber Bullying secara berulang. Perilaku Cyber Bullying juga dapat menyerang secara psikis seorang individu yang mengakibatkan seorang individu akan selalu merasa tertekan dan merasa terintimidasi. Dalam hal tersebut dapat disimpulkan bahwa Cyber Bullying akan meninggalkan ‘bekas luka’ yang dalam terhadap korban sehingga timbulnya sifat yang pasif dalam bersosialisasi. Menurut penelitian dari Karspersky Lab dan iconKids & Youth (2015) menyatakan bahwa efek dari Cyber Bullying dapat mengakibatkan, penurunan proses pembelajaran (30%), bahkan sebanyak (28%) akan mendapati efek depresi dalam anak-anak, dan sebanyak (25%) akan terjadi gejala susah tidur terhadap korban. D. Pencegahan dalam Cyber Bullying. Menurut Carroll et al (2009), ada beberapa poin yang mendorong para remaja untuk melakukan hal tersebut, seperti faktor individu, keluarga, peer group, dan faktor lingkungan. Faktor lingkungan mempunyai pengaruh yang besar dalam terjadinya perundungan. Kurangnya pedoman moral dan etika dapat menjadikannya menjadi seorang pembuli. Pada saat itu pula, para remaja yang bersifat labil tersebut dapat jatuh kedalam kelompok atau komunitas yang memiliki ekosistem pengaruh yang cenderung negatif. Ketika mereka memiliki kelompok yang sangat masif serta memiliki pengaruh dalam sosial mereka, mereka akan cenderung semena-mena dan akan lebih berpotensi besar melakukan perundungan secara fisik maupun secara Cyber Bullying. Kurangnya perhatian terhadap Cyber Bullying menjadi salah satu akibat maraknya terjadi kasus tersebut dan semakin bertambahnya presentase-nya. Terlalu menganggap ‘sepele’ hal ini juga dapat berakibat fatal dalam masa depan seorang individu. Peran Orang tua menjadi hal yang utama dalam pencegahan kasus Cyber Bullying ini. Semakin dekat hubungan anak dengan orang tua dapat menjadi acuan bagaimana kegiatan anak selama lepas dari pengawasan orang tua mereka. Selain memberi edukasi terhadap cara menanggapi kasus Cyber Bullying, diharapkan agar orang tua juga mulai membatasi kegiatan anak khususnya dalam ber-media sosial di internet. Pastikan mereka sudah layak untuk membuat akun media sosial sendiri dan biasakan untuk sharing jika terjadi masalah. Menurut penelitian dari Li (2007), mengungkapkan bahwa hanya sebanyak 35% dai koresponden yang melaporkan perlakuan Cyber Bullying. Menurut United Press International (UPI) mencatat, 40% dari korban remaja yang menjadi korban perundungan ini hanya sebanyak 10% yang melaporkan kepada orang tua mereka. Hal ini membuktikan bahwa Faktor



6 | D a m p a k N e g a ti f B u l l y i n g P a d a M e d i a S o s i a l



Keluarga berpengaruh penting. Hal lain yang dapat dilakukan adalah penyuluhan terhadap perilaku perundungan online ini. Menurut penelitian dari Slonje et al (2012) menyatakan bahwa, sebanyak 70% dari pelaku tindakan bullying merasakan penyesalan terhadap perlakuannya. Selain itu, pentingnya pelaku civitas kegiatan dari sekolah maupun kampus memperhatikan perilaku yang terjadi di sekitarnya sangat berpengaruh juga dalam pencegahan kasus Cyber Bullying. Menurut Rigby (2002), beliau menyarankan 10 tahapan dalam menangani tindak perilaku Bully dalam lingkup sekolah, yaitu; 1) Mulai dengan sosialisasi apa itu perilaku Bully yang jelas dan mudah diterima. 2) Menjelaskan berbagai bentuk Bullying. 3) Mengenalkan peraturan yang tegas pada lingkup sekolah. 4) Menyusun rencana tindakan. 5) Mengkampanyekan gerakan anti-bullying. 6) Menyediakan tempat bagi korban untuk mengadukan masalah. 7) Mendorong kegiatan positif. 8) Mengatasi kejadian Bullying secara bijaksana. 9) Menyediakan bantuan terhadap korban. 10) Bekerja sama kepada Orang tua untuk mencegah terjadinya Bullying. Selain berfokus pada korban perilaku Bullying, tidak dapat dipungkiri bahwa harus memperhatikan para pelaku juga. Para pelaku dapat melakukan hal tersebut dikarenakan berbagai alasan dari internal maupun eksternal, sama halnya seperti para korban. Menurut Lee (2010), berikut beberapa hal yang dapat dilakukan terhadap pelaku Bullying; 1) Mengajak diskusi kepada pelaku mengapa mereka melakukan hal tersebut. 2) Memastikan bahwa apa yang pelaku lakukan adalah salah. 3) Meyakinkan pelaku bahwa Anda siap membantu dalam hal perubahan perilaku pelaku. 4) Bantu pelaku untuk ‘menebus’ kesalahan mereka. 5) Memberikan pujian terhadap pelaku saat melakukan hal positif. 6) Bersikap jika mereka kembali berbuat tindakan Bullying kembali dan segera menginatkan. E. Kesimpulan Perilaku Bully maupun Cyber-Bullying tidak dapat dibenarkan keberadaannya meskipun memakai berbagai alasan. Tindakan ini dapat merugikan orang lain secara verbal maupun fisik. Pemerintah Indonesia juga sudah ‘mempayungi’ hukum yang mengatur kegiatan dalam bersosial media yang terdapat pada Undang-undang nomor 11 tahun 2008 atau yang biasa disebut Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Meskipun masih sering terjadi pembahasan di media sosial dengan beberapa pasal dari UU ITE tersebut yang bersifat ‘karet’, Undang-undang tersebut



7 | D a m p a k N e g a ti f B u l l y i n g P a d a M e d i a S o s i a l



tetap menjadi patokan kita untuk bersosialisasi dalam media sosial dengan bijak. Munculnya Cyber Bullying merupakan dampak dari era digital sekarang ini dan harus menjadi fokus penting berbagai pihak dalam menanganinya. Dari Pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa Cyber Bullying terbagi menjadi 2 bentuk yaitu Cyber Bullying direct attack dan Cyber Bullying by proxy. Cyber Bullying direct attack lebih menjurus kepada perlakuan agresif dari pelaku dalam meyebarkan hate-speech terhadap individu atau kelompok tertentu. Sedangkan untuk Cyber Bullying by proxy lebih menjurus ke dalam faktor hacking akun korban dan menyebabkan kerugian secara formil maupun non formil kepada korban. Melakukan pengawasan terhadap para remaja untuk menggunakan sosial media juga sangat penting bagi orang tua agar dapat mengontrol setiap kegiatan dan apa yang mereka lakukan selama menggunakan gadget mereka. Karena menggunakan internet sangat luas jangkauan yang bisa mereka capai dari yang positif maupun negatif. Banyak opsi yang bisa digunakan untuk mengawasi apa yang mereka jelajahi selama bermain internet seperti mengawasi melalui IP saat mereka menggunakan jaringan Wifi dalam rumah atau melakukan sharing akun Google pada gadget mereka agar para orang tua juga tetap bisa melakukan kontrol pada gadget masing-masingnya. Selain memperhatikan keadaan korban, para pelaku Cyber Bullying juga harus dapat perhatian yang lebih dan menuntun ke arah yang positif kembali. Konseling terhadap pelaku tentang apa alasan dan tujuan melakukannya bisa menjadi tolak-ukur kasus Cyber Bullying sendiri. Karena jika kita hanya berfokus pada korban, para pelaku juga bisa menjadi korban dalam perundungan online maupun kehidupan bersosial langsung dan dapat terjadi “perputaran” yang akan terus terjadi dalam perundungan tersebut. Maka dari itu, penting bagi kita sebagai pemerhati untuk memposisikan diri sebagai kedua belah pihak agar tetap objektif melakukan penilaian dan memperlakukan kedua belah pihak.



8 | D a m p a k N e g a ti f B u l l y i n g P a d a M e d i a S o s i a l



Daftar Pustaka



Peraturan Undang-Undang Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Jurnal/Artikel Ilmiah/Makalah Utami, Yana Choria, Cyberbullying di Kalangan Remaja, Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga, 2013. Yusuf, Fahrudin, Perilaku Bullying, Asesmen Multidimensi Dan Intervensi Sosial, Jurnal Psikologi Undip, Vol. 11 No. 2, Oktober 2012. Zakiyah, Ela Zain, Sahadi Humaedi, Meilanny Budiarti Santoso, Faktor Yang Mempengaruhi Remaja Dalam Melakukan Bullying, Jurnal Penelitian & PPM, Vol. 4 No. 2:129-389, Juli 2017. Syah, Rahmat, Istiana Hermawati,



Upaya Pencegahan Kasus Cyberbullying bagi Remaja Pengguna Media Sosial di Indonesia, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesejahteraan Sosial, Jurnal PKS Vol. 17 No. 2:131-146, Juni 2018. Adilla, Nissa, Pengaruh Kontrol Sosial Terhadap Perilaku Bullying Pelajar Di Sekolah Menengah Pertama, Jurnal Kriminologi Indonesia, 5,(1). 56-66. Bank, R. (2000). Bullying in Schools. Eric Review, 7(1):12-14. Nansel, T.R., Overpeck, M., Pilla, R.S., Ruan, W. J., Simon, M.B. & Scheidt, P. (2001). Bullying behavior among US Youth. JAMA, 285:20942100. Beran, T. N., Rinaldi, C., Bickam, D. S., & Rich, M. (2012). Evidence for the need to support adolescents dealing with harrasment and cyberharrasment: Prevalence, progression, and impact. School Psychology International, 33(5):562576. Espelage, D.L., Bosworth, K. &



9 | D a m p a k N e g a ti f B u l l y i n g P a d a M e d i a S o s i a l



Simon,T.R.(2000), Examining the social context of bullying behaviors in early adolescence. Journal of Counseling Development, 78:326-333. Lee, A., Houghton, S., Durkin, K., & Hattie, J. A. (2009). Adolescent Reputations and Risk. New York: Springer. Buku Anwar, Y. Adang, Pengantar Sosiologi Hukum, Jakarta: Gramedia Widyasarana Indonesia, 2018 Ritzer dan Goodman, Teori Sosiologi Modern, Jakarta: Kencana Perdana Media Group, 2004. TimSejiwa. (2008). Bullying: Panduan bagi Orang Tua dan Guru Mengatasi Kekerasan di Sekolah dan Lingkungan, Jakarta: Grasindo. Baumrind, D., Berkowitz, M. W., Lickona, T., Nucci, L. P., & Watson , M. (2008). Parenting for character: five experts, five practices. (D. Streight, Penyunt.) New York:Council for Spiritual & Ethical. Rigby, Ken. (2002). New Perspective on Bullying. Jesica Kingsley MPublishers: London. Web Yusuf, Oik, (2012) 2013, Pengguna



Internet Indonesia Bisa Tembus 82 Juta. Diakses pada 12 Juni 2013. http://tekno.kompas.com/r ead/2012/12/13/1010306 5/2013.pengguna.internet.i ndonesia.bisa.tembus.82.jut a Diakses pada tanggal 25 Desember 2020. Wahyudi, Reza. (2011) Naik 13 Juta, Pengguna Internet Indonesia 55 Juta Orang. Diakses pada 12 Juni 2013. http://tekno.kompas.com/r ead/2011/10/28/1653463 5/Naik.13.Juta.Pengguna.Int ernet.Indonesia.55.Juta.Ora ng Diakses pada tanggal 25 Desember 2020. American Psychological Association. (2004). APA Resolution on Bullying Among Children and Youth. http://www.apa.org/about /policy/bullying.pdf. Diakses pada tanggal 25 Desember 2020. Malai, R. (2013). Dealing with bullying behavior: Social work methods help defuse conflicts. http://www.socialworkblo g.com./nasw-newsarticle/2013/04/dealingwith-bullying-behaviorsocial-work-methods-helpdiffuse-conflicts/. Ra Diakses pada tanggal 25 Desember 2020. Ariesto, A. (2009). Pelaksanaan



10 | D a m p a k N e g a ti f B u l l y i n g P a d a M e d i a S o s i a l



Program Antibullying Teacher Empowerment. Retrieved Juni 12, 2017, from https://lib.ui.ac.id/file? file=digital/123656-SK



%20006%2009%20Ari %20p%20%20Pelaksanaan %20program-Literatur.pdf. Diakses pada tanggal 25 Desember 2020.



11 | D a m p a k N e g a ti f B u l l y i n g P a d a M e d i a S o s i a l