Dampak Psikologis Perilaku Bullying Pada Remaja Jurnal Rana Tandang [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Available online at: http://unikastpaulus.ac.id/jurnal/index.php/jrt/ Randang Tana: Jurnal Pengabdian Masyarakat E-ISSN: 2622-0636 Volume x, No x, Januari 2020 (xx-xx) DOI: https://doi.org/10.36928/jrt.v3i1.310



DAMPAK PSIKOLOGIS PERILAKU BULLYING PADA REMAJA Nur Dafiq1 Claudia Fariday Dewi2 Nai Sema3 Sahrul Salam4 1 Universitas Katolik Indonesia 2 Universitas Katolik Indonesia 3 Universitas Katolik Indonesia 4 Universitas Katolik Indonesia Jalan Ahmad Yani No. 10, Ruteng, Flores NTT, 86518. Indonesia e-mail: [email protected], [email protected] 2



Abstrak Kasus bullying di Indonesia menduduki peringkat teratas. Perilaku bullying sering terjadi ketika seseorang mempunyai kekurangan dalam dirinya baik itu secara fisik maupun mental. Dampak bullying bagi siswa dapat berupa kehilangan selera makan, pusing dan minder dalam pertemanan serta menarik diri dalam pergaulan sosial. Peningkatan pemahaman siswa dan siswi terkait perilaku bullying dapat menurunkan kasus bullying. Kegiatan pengabdian dilakukan pada 4 sekolah di Kabupaten Manggarai dan Manggarai Barat yaitu MAN 2 Langke Rembong, MAN Salahudin Nagalili, SMA Familia Lembor dan SMA Negri 1 Rahong Utara. Kegiatan dilakukan pada tahun 2019 dengan rentang waktu 1 Minggu. Kegiatan ini dilakukan dengan tujuan memberikan peningkatan pengetahuan remaja tentang perilaku bullying serta konsekuensi dampak psikologis. Metode pelaksanaan kegiatan ini yaitu dengan cara penyuluhan, dirancang dalam bentuk pemaparan materi serta diskusi dan tanya jawab. Kegiatan dilakukan dalam jangka waktu yang bebeda untuk tiap sekolah. Melalui kegiatan ini remaja mendapatkan pengetahuan tentang bullying, mengetahui bentuk dan faktor-faktor yang mempengaruhi bullying, jenis-jenis bullying serta cara melawan bullying agar tidak menimbulkan dampak buruk bagi kondisi psikis. Manfaat pelaksanaan kegiatan ini bagi sekolah yaitu adanya kesadaran pihak sekolah terhadap dampak buruk perilaku bullying sehingga dapat dilakukan berbagai kebijakan untuk mengurangi dan mencegah terjadinya kasus bullying di sekolah.



Kata kunci: Bullying; remaja; dampak psikologis; penyuluhan



Title (English Version), Written Using Bookman Old Style -12 BoldItalic, Align Center (UPPERCASE) Abstract The case of bullying in Indonesia is at the top of the list. Bullying often occurs when a person has a deficiency in himself both physically and mentally. The impact of bullying for students can be in the form of loss of appetite, dizziness



1 | Randang Tana: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat; E-ISSN: 2622-0636



Dampak Psikologis Perilaku Bullying



and inferiority in friendship and withdrawal in social relations. Increasing student and student understanding related to bullying behavior can reduce bullying cases. Community service activities were carried out at 4 schools in Manggarai and West Manggarai Regencies, namely MAN 2 Langke Rembong, MAN Salahudin Nagalili, Familia Lembor High School and Negri 1 North Rahong High School. Activities carried out in 2019 with a span of 1 week. This activity is carried out with the aim of providing increased knowledge of adolescents about bullying behavior and the consequences of psychological impacts. The method of implementing this activity is by means of counseling, designed in the form of material exposure as well as discussion and question and answer. Activities are carried out in different time periods for each school. Through this activity adolescents gain knowledge about bullying, know the forms and factors that influence bullying, the types of bullying and how to fight bullying so as not to have a negative impact on psychological conditions. The benefits of implementing this activity for schools are the awareness of the school towards the adverse effects of bullying behavior so that various policies can be implemented to reduce and prevent bullying in schools. Keywords: Bullying, teenager, psychology, counseling



PENDAHULUAN Sekolah merupakan lingkungan pendidikan kedua setelah pendidikan yang diperoleh dalam keluarga. Sekolah mempunyai peran yang penting dalam perkembangan psikologi, sosial dan emosi bagi seorang remaja. lingkungan pergaulan yang positif akan berdampak pada perkembangan mental yang positif, begitupun sebaliknya. Lingkungan sekolah merupakan salah satu tempat yang paling banyak terjadinya Bullying. Di Amerika, kasus bullying melanda hingga ke lingkungan kalangan pelajar berkumpul, sebanyak 15. 600 siswa dari SD sampai SMA, 17 % diantaranya melaporkan menjadi korban bullying selama di lingkungan sekolah. Dan berjumlah 19 % mengaku melakukan bullying selama berada di lingkungan sekolah (Sari, 2017). Bullying berasal dari kata serapan dalam bahasa Inggris (bully) yang artinya menggertak atau mengganggu. Bullying adalah tindakan agresi yang di lakukan berupa kekerasan fisik, verbal, atau psikologis yang sengaja dilakukan



oleh orang lain atau sekelompok orang yang merasa kuat atau berkuasa bertujuan untuk menyakiti seseorang atau sekelompok orang yang merasa tidak berdaya (Trevi, dalam Bulu 2019). Perilaku kekerasan seperti bullying telah diteliti oleh para ahli di berbagai Negara di dunia. Diantaranya di Norwegia perilaku bullying pada anak-anak yang berusia 7-16 berjumlah 15% baik sebagai pelaku maupun sebagai korban. Olweus pada tahun 1995 telah melakukan penelitian paling signifikan terhadap pelaku dan korban bullying di Swedia, sebanyak 9 % anak-anak SD mengindikasikan sebagai korban secara regular, sedangkan sebanyak 7% sebagai pelaku bullying (Marela dkk, 2017). Menurut Olweus Bully/victim questionnaire membagi aspek-aspek bullying meliputi Verbal; Mengatakan sesuatu dengan tujuan untuk menyakiti atau menertawakan seseorang (menjadikan bahan lelucon) dengan menyebut atau menyapanya dengan nama yang menyakiti hatinya, menceritakan kebohongan atau



2 | Randang Tana: Jurnal Pengabdian Masyarakat; E-ISSN: 2622-0636



Dampak Psikologis Perilaku Bullying



menyebarkan rumor yang keliru tentang seseorang. Indirect yaitu sepenuhnya menolak atau mengeluarkan seseorang dari kelompok pertemanan atau meninggalkannya dari berbagai hal secara sengaja atau mengirim catatan dan mencoba membuat siswa lain tidak menyukainya. Physical yaitu memberikan tindakan fisik yang dapat menyakiti atau menyinggung seseorang seperti memukul menendang, mendorong, mempermainkan atau meneror ( Nasional, dkk 2011). Hasil penelitian yang dilakukan oleh LSM Plan International dan International Center for Research on Women (IRCW) terkait bullying, dilakukan di beberapa negara dikawasan Asia. Indonesia merupakan salah satu dari Negara yang ada di dunia yang memimiliki persoalan tindakan perilaku agresif yang tinggi seperti Bullying di lingkungan sekolah sebanyak 84%. Sekitar 9000 anak terlibat dalam riset ini berusia 12-17 tahun (Pratiwi, 2017). Penelitian tentang fenomena bullying di Indonesia masih terbilang baru. Hasil studi yang dilakukan oleh ahli intervensi bullying mengungkapkan bahwa di Indonesia siswa yang melaporkan pernah menjadi korban bullying seperti ejekan, cemohan, pengucilan, pemukulan, tendangan, ataupun dorongan,sebanyak 10-60% dengan frekuensi sedikitnya sekali dalam seminggu (Fithria, 2016). Penelitian yang dilakukan oleh Yayasan Semai Jiwa Amini pada 2008 tentang bullying di tiga kota besar di Indonesia, yaitu Yogyakarta, Surabaya, dan Jakarta mencatat terjadinya tingkat kekerasan sebesar 67,9% di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) dan 66,1% di tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP). Tercatat sebesar 41,2% melakukan kekerasan sesama siswa untuk tingkat SMP sedangkan sebanyak 43,7% diduduki tingkat SMA dengan



kategori tertinggi kekerasan psikologis berupa pengucilan. Peringkat kedua ditempati kekerasan verbal (mengejek) dan terakhir kekerasan fisik (memukul). Gambaran kekerasan di SMP di tiga kota besar, yaitu Yogyakarta berjumlah 77,5% (mengakui adanya kekerasan) dan 22,5% (mengakui tidak ada kekerasan), Surabaya: 59,8% (ada kekerasan), Jakarta 61,1% (ada kekerasan) (Wiyani, dalam Azwar, 2017). Junior Chamber International (JCI) mencatat sekitar 40% pelajar yang menjadi korban bullying di beberapa kota seperti Kota Bogor, Jawa Barat. Sebanyak 30 - 40% dari korban bullying masih berusia SD, SMP, dan SMA. Perilaku bullying sering terjadi ketika seseorang mempunyai kekurangan dalam dirinya baik itu secara fisik maupun mental (kotabogor.co.id, 2016). Dari paparan data yang di peroleh lembaga Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) terdapat fenomena kasus bullying yang terjadi di Provinsi Aceh selama 3 tahun terakhir dari tahun 2013-2015 yaitu meningkat 2 kali lipat dari 6 kasus menjadi 12 kasus. Para peneliti dari Pulihers Institute melakukan penelitian terkait fenomena bullying yang terjadi di lingkungan sekolah kota Banda Aceh, menyatakan bahwa presentase tertinggi terdapat pada kelompok siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) (38,37%), kemudian Sekolah Menengah Pertama (SMP) (36,67%) dan Sekolah Dasar (SD) (32,90%) (Faizah, 2017). Di Indonesia perilaku kekerasan seperti bullying tetap menjadi perbincangan hangat di setiap kalangan. Hal yang paling banyak menyita perhatian public adalah dunia pendidikan, dimana terjadi penindasan di lingkungan sekolah yang dilakukan guru kepada siswa ataupun oleh siswa kepada siswa lain. Kasus semacam ini tidak hanya mencoreng citra pendidikan yang selama ini dipercayai sebagai



3 | Randang Tana: Jurnal Pengabdian Masyarakat; E-ISSN: 2622-0636



Dampak Psikologis Perilaku Bullying



tempat proses humanisasi berlangsung namun pada kenyataanya tidak sesuai dengan harapan bahkan menimbulkan suatu kehawatiran dan perlu mempertanyakan esensi pendidikan di sekolah. Perilaku bullying merupakan pengguna kekerasan, ancaman atau paksaan untuk menyalahgunakan wewenang atau menindas orang lain tanpa menghormati hak asasi manusia. Perilaku ini menjadi suatu kebiasaan dan melibatkan ketidakseimbangan kekuasaan sosial atau fisik antar sesama manusia. Sehingga perilaku kekerasan ini sangat mendapatakan perhatian khusus baik itu dari pihak pemerintah, pendidik sampai kepada setiap orang tua (Zakiyyah, 2018). Olweus merupakan orang yang pertama kali memperkenalkan konsep bullying pada tahun 1973. Bullying dipandang sebagai suatu bentuk dari perilaku atau tindakan agresif untuk menjahati atau membuat individu merasa kesusahan yang terjadi secara berulang dari waktu ke waktu dan berlangsung suatu hubungan yang tidak terdapat keseimbangan kekuasaan maupun kekuatan secara sengaja. Bullying adalah suatu perilaku yang agresif dengan maksud menyakiti orang lain yang dilakukan secara berulang-ulang dan secara terus menerus dalam suatu relasi interpersonal yang ditandai dengan ketidakseimbangan kekuatan, meski tanpa adanya profokasi yang nyata ( Faizah, 2017). Menurut Djuwita 2006 (dalam Masdin 2013) mengemukakan bahwa adalah bentuk- bentuk perilaku di mana terjadi pemaksaan atau usaha menyakiti secara psikologis ataupun fisik oleh seseorang atau sekelompok orang yang lebih “kuat” atau yang berkuasa terhadap seseorang atau sekelompok orang yang lebih “lemah”, dan dilakukan dalam sebuah kelompok misalnya siswa satu sekolah.



Perilaku bullying di sekolah masih menjadi permasalah di dunia pendidikan Indonesia. Siswa dan siswi SMP belum banyak memahami secara mendalam tentang perilaku bullying yang mereka lakukan atau mereka dapatkan dari lingkungan. Siswa dan siswi SMP juga belum mengatahui bagaimana cara menolak perilaku bullying agar tidak menjadi akar permasalahan kesehatan mental dalam dunia pendidikan. Menurut Nasional, dkk (2018) faktor-faktor yang melatar belakangi siswa melakukan perilaku bullying adalah: 1. Perbedaan kelas (senioritas), ekonomi, etnisitas atau rasisme. Faktor bullying dapat terjadi ketika terdapat perbedaan ektrim individu dengan suatu kelompok dimana ia bergabung dan jika tidak dapat disikapi dengan baik oleh anggota kelompok tersebut, dapat menjadi faktor penyebab bullying. 2. Tradisi senioritas. Senioritas yang disalahartikan dan dijadikan kesempatan atau alasan untuk membully junior terkadang tak berhenti pada suatu periode saja. Perilaku bullying itu sering kali dilakukan hanya karena ining memenuhi keinginan untuk melanjutkan masalah senioritas, untuk mencari kepopuleran, penyaluran dendam dan menunjukkan kekuasaan. 3. Keluarga tidak rukun. Adalanya berbagai masalah internal dari keluarga seperti krtidakhadiran ayah atau ibu, menderita depresi, kurangnya komunikasi dan ketidakharmonisan merupakan peyebab tindakan agresif yang signigfikan. 4. Situasi sekolah yang tidak harmonis atau diskriminatif. Bullying dapat terjadi jika pengawasan dari sekolah dan



4 | Randang Tana: Jurnal Pengabdian Masyarakat; E-ISSN: 2622-0636



Dampak Psikologis Perilaku Bullying



bimbingan dan pengawasan kurang berjalan dengan baik atau tidak disiplin. 5. Karakerter inidvidu atau kelompok. Dendam atau iri hati, untuk meningkatkan popularitas pelaku di kalangan teman sepermainan (peers), persepsi nilai yang salah atas perilaku koban.



seseorang, memanipulasi persahabatan sehingga menjadi retak, sengaja mengucilkan atau mengabaikan, mengirim surat kaleng 5. Pelecehan seksual: seperti kadang dikategorikan perilaku agresi fisik atau verbal



Menurut Sucipto (2012), gejalagejala tengah terjadinya tindakan bullying pada remaja di sekolah adalah: a). Adanya penurunan pada penampilan akademisnya, b) adanya penurunan pada kehadirannya di sekolah, c) hilangnya minat pada pekerjaan sekolah / PR, d) Sulit berkonsentrasi pada pekerjaan sekolah, e) berkurangnya minat pada kegiatankegiatan sekolah, f) drop out dari kegiatan yang tadinya dia sukai. Berdasarkan pengelompokannya (Riauskina, 2005), ada lima kategori perilaku bullying, yaitu: 1. Kontak Fisik langsung: seperti memukul, menggigit, menjambak, menedang, mengunci seseorang dalam ruangan, mencubit, mencakar, juga termasuk memeras dan merusak barang-barang yang dimiliki orang lain. 2. Kontak verbal langsung: seperti mengancam, mempermalukan, merendahkan, mengganggu, memberi panggilan nama (name-calling), sarkasme, mencela/mengejek, mengintimdasi, memaki, menyebarkan gossip. 3. Perilaku non-verbal langsung: seperti melihat dengan sinis, menjulurkan lidah menampilkan ekspresi muka yang merendahkan, mengejek, atau mengancam; biasanya disertai oleh bullying fisik atau verbal. 4. Perilaku non-verbal tidak langsung:seperti mendiamkan



Berdasarkan hasil penelitian dari lembaga STKIP Santu Paulus Ruteng menjelaskan bahwa dari data 674 responden sebanyak 15.4% mendapat kekerasan verbal dari oleh orang tua, 17.7% mendapat kekerasan verbal dri guru atau kepala sekolah dan 17.7% mendapat kekerasan verbal dari teman atau lingkungan. Sebanyak 31.54% menjadi pelaku kekerasan. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Yayasan Semai Jiwa Amini (SEJIWA) tahun 2008 yang bekerjasama dengan Plan Indonesia dan Universitas Indonesia tentang kekerasan bullying di kota besar di Indonesia yaitu di Yogyakarta, Jakarta, dan Surabaya mencatat terjadinya tingkat kekerasan sebesar 67,9% di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) dan 66,1% ditingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP). Kekerasan yang dilakukan sesama siswa tercatat sebesar 41,2% untuk tingkat SMP dan 43,7% untuk tingkat SMA dengan kategori tertinggi berupa pengucilan. Berdasarkan hasil survey global yang diadakan oleh The Health Behavior in SchoolAged Children (HBSC) pada 40 negara di dunia, mengurutkan negara yang memiliki kasus bullying tertinggi adalah Jepang, Indonesia, Kanada dan Amerika Serikat. Penelitian yang dilakukan di berbagai negara terhadap siswa berusia 8 sampai 16 tahun menunjukkan bahwa 8% hingga 38% siswa adalah korban bullying. Di Indonesia, provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) merupakan salah satu provinsi yang terdapat banyak kasus kekerasan



5 | Randang Tana: Jurnal Pengabdian Masyarakat; E-ISSN: 2622-0636



Dampak Psikologis Perilaku Bullying



pada anak. Provinsi DKI Jakarta menjadi provinsi terbanyak dalam kasus kekerasan terhadap anak yaitu 649 kasus. Menyusul Provinsi terbanyak berikutnya adalah Jawa Barat 391 kasus, Banten 362 kasus, Sumatera Utara 317 kasus, Lampung 252 kasus, Nusa Tenggara Timur 234 kasus, Jawa Timur 228 kasus, dan Sulawesi Selatan 206 kasus. Sementara Kaltim 195 kasus dan Bali 182 kasus (Menengah, 2018). Fakta menunjukkan bahwa dampak bullying bagi siswa bisa sangat beragam, mulai dari kehilangan selera makan, pusing dan minder dalam pertemanan serta menarik diri dalam pergaulan sosial. Dampak psikis tersebut bisa saja berdampak lebih besar bagi tumbuh kembang siswa dikemudian hari. Bahkan, ironisnya kegiatan inisiasi siswa seperti MOS (masa orientasi studi), perubahan pengurus OSIS, latihan dasar kepemimpinan, outbond, dan kegiatan lain yang dilakukan oleh senior kelas cenderung menjadi ajang bagi bullying yang dilakukan untuk mempermalukan siswa baru atau adik kelas dengan kegiatan yang merendahkan dan mengintimidasi siswa (Menengah,s 2018). Berdasarkan paparan permasalahan diatas, dapat disimpulkan bahwa perilaku bullying ini harus dihentikan demi terciptanya kesehatan mental remaja yang positif. Perlunya kerjasama antara orang tua dan pihak sekolah untuk memantau perilaku bullying yang terjadi di sekolah agar perilaku tersebut dapat dihentikan. Dengan menggunakan kampanye anti bullying yang disebrkan lewat media sosial maupun majalah dinding (mading) efektif untuk meningkatkan pemahaman siswa dan siswi terkait perilaku bullying. Tema utama yang diangkat dalam pengabdian ini adalah Dampak psikologis korban bullying pada remaja di kota Ruteng. Peneliti melakukan pengabdian ini bersama



mahasiwa STIKES Santu Paulus Ruteng (sekarang menjadi Univeristas Katolik Indonesia Santu Paulus Ruteng). Pengabdian kepada masyarakat ini dilakukan pada MAN 2 Langke Rembong, MAN Salahudin Nagalili, SMA Familia Lembor dan SMA Negri 1 Rahong Utara. Pengabdian pada masyarakat ini dilaksanakan pada tahun 2019. Kegiatan ini dilakukan dengan tujuan memberikan meningatkan pengetahuan remaja tentang perilaku bullying serta konsekuensi dampak psikologis yang ditimbulkan. METODE PELAKSANAAN Tujuan dari kegiatan ini adalah memberikan gambaran pengetahuan tengtang perilaku bullying serta dampak psikologis yang ditimbulkan akibat perilaku bullying. Manfaat kegiatan ini adalah remaja dapat mengetahui tentang bullying serta mencegah perilaku bullying pada diri sendiri dan lingkunganya. Selain itu, manfaat lain yang diharapkan adalah perilaku bullying pada remaja dapat menurun. Sebelum dilakukan kegiatan tersebut, tim melakukan pendekatan pada sekolah-sekolah yang berkaitan dengan cara mengirim surat serta melakukan wawancara terhadap pihak sekolah. Metode pelaksanaan kegiatan ini yaitu dengan cara penyuluhan, dirancang dalam bentuk pemaparan materi serta diskusi dan tanya jawab secara aktif. Kegiatan dilakukan dalam jangka waktu yang bebeda untuk tiap sekolah. HASIL DAN PEMBAHASAN Pelaksanaan kegiatan diawali dengan pemberian kata sambutan dan pihak sekolah serta



6 | Randang Tana: Jurnal Pengabdian Masyarakat; E-ISSN: 2622-0636



Dampak Psikologis Perilaku Bullying



perkenalan diri anggota tim pengabdian. Sebelum masuk pada penyampaian materi, siswa diajak untuk melakukan serangkaian permainan sederhana untuk mencairkan suasnan dan dapat mem bangun hubungan keakraban antara tim dan peserta. Sebelum masuk pada kegiatan inti, peserta diminta untuk memberikan pendapat pribadi mereka terkait perilaku bullying untuk mengetahui pandangan atau persepsi mereka terkait dengan fenomena bullying pada remaja. Materi yang disampaikan pada pengabdian masyarakat ini adalah defenisi bullying, jenis-jenis bullying, bentuk bullying, dampak psikologi perilaku bullying, cara mencegah terjadinya perilaku bullying serta peran sekolah dalam mengetasi perilaku bullying pada remaja. Setelah selesai pemaparan materi tentang bullying, sesi berlanjut pada diskusi dan tanya jawab. Adapaun pertanyaanpertanyan yang diajukan oleh peserta yaitu tentang bagaimana cara mengatasi teman yang suka mengejek, bagaimana mencegah perilaku bullying pada tatanan keluarga, bagaimana cara mencegah bullying guru pada siswa, bagaimana cara mengatasi bullying pada lingkup sekolah, dan bagaimana cara membela diri pada teman yang suka mengejek. Beberapa dari remaja tersebut mengemukakan pengalaman mereka tentang perilaku bullying, yaitu diejek oleh teman dan orang tua, dikucilkan oleh lingkungan dan mendapat kekerasan fisik. Anak remaja lain menyatakan pendapat mereka tentang faktor pemicu terjadinya bullying yaitu bentuk fisik. Pernyataan di atas sesuai



dengan pendapat Sejiwa (dalam Harahap & Saputri, 2019) bahwa pelaku bullying biasanya dengan mudah bisa mengendus calon korbannya. Pada pertemu pertama, pelaku bullying akan melancarkan aksinya terhadap sang korban. Ciriciri korban yang dapat memicu adanya bullying adalah berfisik kecil, lemah, sulit bergaul, kurang percaya diri, memliki aksen yang berbeda, kurang pandai, tidak cantik atau tidak ganteng. Begitu juga dengan yang peneliti temukan di sekolah bahwa korban yang mudah untuk dibully yaitu siswa yang mempunyai fisik kecil dan pendiam atau sangat memilih-memilih teman di sekolah. Remaja yang menjadi partisipan dalam kegiatan pengabdian ini menjelaskan alasan mereka menerima perilaku bullying yaitu dari orang tua dan lingkungan yang tidak mendukung. Banyak faktor yang menjadi pemicu terjadinya perilaku bullying. Salah satu faktor yang mempengaruhi seorang remaja atau siswa melakukan perilaku kekerasan atau bullying adalah faktor lingkungan. Faktor lingkungan ini terbagi menjadi faktor sekolah dan pergaulan teman (Monks,dalam Bulu 2019). Sekolah dan pergaulan teman tidak bisa dipisahkan dari seorang siswa. Bahkan dalam kesehariannya, siswa khususnya remaja lebih menganggap penting sahabat dibandingkan orang tua. Selain itu remaja juga lebih banyak menghabiskan waktunya dengan sahabat mereka dibanding keluarga (Murtiyani dalam Muhlisin, 2016). Faktor dari perilaku bullying disebabkan oleh adanya pengaruh teman sebaya yang menimbulkan pengaruh negatif melalui cara menyebarkan ide bahwa bullying



7 | Randang Tana: Jurnal Pengabdian Masyarakat; E-ISSN: 2622-0636



Dampak Psikologis Perilaku Bullying



bukan suatu masalah besar melainkan hal yang wajar untuk dilakukan. Pada masanya, anak juga memiliki kemauan untuk tidak bergantung pada keluarga dan suka mencari dukungan. Jadi bullying terjadi karena ada pengaruh teman. Beberapa faktor penyebab seseorang melakukan tindakan bullying yaitu karena faktor teman sebaya atau lingkungan sosial. Konformitas adalah perubahan reaksi seseorang untuk menyamakan lebih dekat dengan standar kelompok. Konformitas juga memiliki bentuk dan mempengaruhi aspek kehidupan seseorang. Faktor Konformitas / pengaruh Teman Sebaya secara sosial dikenal sebagai fase pertama untuk berkelompok sehingga memiliki banyak teman dan dikenal dengan gang age, jadi, konformitas teman sebaya atau peer lebih mempunyai pengaruh terhadap prilaku. Faktor Media Saat ini menjadi bagian kehidupan yang mempengaruhi pola hidup seseorang baik melalui media cetak maupun elektronika, akibat yang ditimbulkan dapat saja baik atau tidak (Bulu, dkk 2019). Bullying memiliki dampak fisik dan psikologis, secara fisik menjelaskan bahwa perilaku bullying diantaranya adalah dampak yang mengakibatkan sakit secara fisik seperti patah tulang, gigi rusak, gegar otak, luka dimata bahkan kerusakan otak permanen. Perilaku bullying yang dirasakan oleh korban akan memberikan dampak yang tidak baik bagi perkembangan korban. Ketika siswa menjadi korban bullying mengakui bahwa mereka sangat terganggu dengan perlakuan bullying (Sullivan dalam Damayanti & Karsih, 2016). Lebih lanjut, Wiyani (dalam Buku dkk



2019) mengatakan bahwa perilaku bullying memberikan dampak negatif, baik bagi korban maupun pelaku. Dampak bullying fisik bagi korban yaitu akan mengalami sakit kepala, sakit dada, luka memar, luka tergores, benda tajam, dan sakit fisik lainnya. Bahkan dalam beberapa kasus akibat dari bullying fisik mengakibatkan kematian. Sedangkan dampak psikologisnya antara lain menurunnya kesejahteraan psikologis, penyesuaian sosial semakin buruk, mengalami emosi seperti marah, dendam, kesal, tertekan, takut, malu, sedih, tidak nyaman, terancam, cemas, dan bahkan keinginan korban untuk bunuh diri dari pada harus menghadapi tekanan berupa hinaan dan hukuman. Kerugian bagi pelaku adalah adanya sanksi, lebih lanjut jika perilaku kekerasan (bullying) sampai melampaui batas otoritas lembaga, dan peraturan sekolah, kekerasan tersebut dapat mengarah pada pelanggaran atas HAM yang dapat dikenakan sebagai kasus pidana. Dampak yang terjadi ketika mengalami bullying, korban merasakan emosi negatife (seperti marah, dendam, tertekan, malu, dan sedih). Yang paling bahaya dari dampak psikologis adalah kemungkinan munculnya gangguan psikologis pada korban seperti rasa cemas berlebihan, merasa takut, depresi,ingin bunuh diri dan gangguan stress pasca trauma (post traumatic stress disorder) Anak menjadi korban bullying, tindakan kekerasan fisik, verbal di sekolah akan mengalami trauma dan depresi yang bisa mengakibatkan gangguan mental. Gejalagejala kelainan mental yang muncul pada masa kanak-



8 | Randang Tana: Jurnal Pengabdian Masyarakat; E-ISSN: 2622-0636



Dampak Psikologis Perilaku Bullying



kanak secara umum terbukti anak tumbuh menjadi orang yang cemas, , cepat gugup dan takut hingga tak bisa berbicara ( Djuwita , dalam Bulu dkk 2019). Banyak remaja mendapatkan perilaku bullying di sekolah yang dilakukan oleh guru. Berdasarkan hasil diskusi bersama remaja dalam pengabdian ini, mereka sering diejek, dibentak dan tindakan bullying lainnya. Banyak intervensi yang dapat dilakukan dalam pencegahan perilaku bullying pada remaja di sekolah. Dalam melakukan intervensi terhadap masalah bullying, Smith (dalam Putri & Suyanto, 2016) menyebutkan ada sebelas pendekatan bullying di sekolah baik yang bersifat preventif maupun interventif yaitu: pertama, melakukan pendekatan dengan kebijakan. Kedua, memotivasi siswa. Ketiga, menciptakan atmosfer kelas dengan menciptakan hubungan yang baik di dalam kelas. Keempat, kurikulum menyediakan informasi mengenai apa itu bullying, dampak yang diakibatkan kepada korban dan pertolongan yang didapatkan siswa. Kelima, mengatasi prejudice sosial dan sikap-sikap yang tidak diinginkan seperti SARA. Keenam, pengawasan dan monitoring perilaku siswa diluar kelas. Ketujuh, melibatkan siswa-siswa yang telah di training sebagai mediator grup untuk membantu dan mengatasi konflik. Kedelapan, memberikan bentuk penalti non fisik atau sanksi. Kesembilan, melibatkan orang tua korban bullying serta pelaku bullyng dan mengundang mereka untuk datang ke sekolah dan mendisikusikan bagaimana perilaku bullying dapat dirubah. Kesepuluh, menyelenggarakan semacam konfrensi komunitas, dimana korban



didorong untuk menyatakan kesedihan mereka di hadapan orang yang telah melakukan bully dan juga dengan teman-teman atau pendukung mereka yang terlibat dalam peristiwa bullying. Kesebelas, pendekatan-pendekatan lainnya yang bertujuan untuk memberi dampak perubahan perilaku yang positif kepada siswa dalam masalah bullying. Berdasarkan hasil dikusi dan pemaparan materi mengenai perilaku bullying dalam kegiatan pengabdian tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa masih banyak remaja yang menjadi korban maupun pelaku bullying. kurangnya pengatahuan yang dimiliki oleh ramaja dan lingkungan masyarakat sehingga perilaku bullying terus terjadi. Faktor lingkungan sangat berpengaruh dan memberikan dampak negatif bagi kondisi kejiwaan remaja. Selain itu, dalam dunia pendidikan, perilaku bullying yang dilakukan oleh guru pada siswa masih sering terjadi. Peran sekolah dirasakan belum optimal dalam menangani perilaku bullying. Hasil lain yang diperoleh melalui diskusi tersebut adalah remaja yang menjadi korban perilaku bullying membutuhkan intervensi lebih lanjut. Bullying masih menjadi topik yang akan selalu menjadi pembicaraan. Perilaku bullying tidak dapat benti atau selesai apabila masyarakat belum mepunya pengetahuan yang cukup tentang bullying. Foto dokumentasi kegiatan:



9 | Randang Tana: Jurnal Pengabdian Masyarakat; E-ISSN: 2622-0636



Dampak Psikologis Perilaku Bullying



Tunarungu di SMK Negeri 30 Jakarta. Insight: Jurnal Bimbingan Dan Konseling, 2(2), 86–90. Faizah, F., & Amna, Z. (2017). bullying dan kesehatan mental pada remaja SMA di Banda Aceh. Maret, 3(1), 77. Fithria, Fithria, R. A. (2016). FaktorFaktor yang Berhubungan dengan Perilaku Bullying. Idea Nursing Journal, 7(3), 9–17. Harahap, E., & Ika Saputri, N. M. (2019). Dampak Psikologis Siswa Korban Bullying Di Sma Negeri 1 Barumun. RISTEKDIK : Jurnal Bimbingan Dan Konseling, 4(1), 68. https://doi.org/10.31604/ristekdik.v4 i1.68-75 SIMPULAN DAN SARAN Perilaku bullying merupakan fenomena sosial yang sering terjadi pada remaja, khusunya daerah Manggari NTT. Bullying dianggap sebagai hal yang biasa. Remaja sering mendapatkan bullying dan tekanan sosial lingkunga namun minim intervensi. Dampak yang ditimbyklan berupa depersei dan berujung pada bunuh diri. Dari kegiatan pengabdian ini, remaja juga mendapatkan pengetahuan tentang bullying, remaja mengetahui bentuk dan faktor-faktor yang mempengaruhi bullying, jenis-jenis bullying serta cara melawan bullying agar tidak menimbulkan dampak buruk bagi kondisi psikis. Selain itu, pihak sekolah menyadari bahwa perilaku bullying sangat buruk bagi kondisi kesehatan mental remaja. DAFTAR PUSTAKA



Damayanti, R., Hanim, D. W., & Karsih. (2016). Studi Kasus Dampak Psikologis Bullying pada Siswa



Menengah, S., Negeri, A., Samarinda, S. M. A., & Syahrin, M. N. Al. (2018). Jurnal Abdimas Mahakam Pelatihan Komunikasi Teman Sebaya Sebagai Upaya Meminimalisasi Jurnal Abdimas Mahakam. 2(2), 48–56. Marela, G., Wahab, A., & Marchira, C. R. (2017). Bullying verbal menyebabkan depresi remaja SMA Kota Yogyakarta. Berita Kedokteran Masyarakat, 33(1), 43. https://doi.org/10.22146/bkm.8183 Masdin, O. (2013). Jurnal Al-Ta’dib Vol. 6 No. 2 Juli - Desember 2013 FENOMENA. 6(2), 73–83. Nasional, K., Anak, P., Pa, K., Tarogong, K., Kabupaten, K., Mapping, H., Bully, D., Bullying, T. A., Poster, P., Kegiatan, H., Garut, K., & Kunci, K. (2011). Prevention bullying behaviour at students smp 2 in tarogong kidul, garut district. Putri, F., & Suyanto, T. (2016). Strategi Guru Dalam Mengatasi Perilaku



10 | Randang Tana: Jurnal Pengabdian Masyarakat; E-ISSN: 2622-0636



Dampak Psikologis Perilaku Bullying



Bullying Di Smp Negeri 1 Mojokerto. Kajian Moral Dan Kewarganegaraan, 1(4), 62–76. Pratiwi, C, J., Ariestanti, Y. (2017). FAKTOR – Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Bullying Pada Siswa Di Yayasan Pendidikan Bina Pangudi Luhur Jakarta Timur Tahun 2017. Jurnal Ilmu Bidang Kesehatan, 10 (2) Riauskina, I.I., Djuwita, R., dan Soesetio, S. R. (2005). ”Gencet -gencetan” di mata siswa/siswi kelas 1 SMA: Naskah kognitif tentang arti, skenario, dan dampak ”gencet -gencetan”. Jurnal Psikologi Sosial , 12 (1), 1 -13 kotabogor.go.id. (2016). Pemerintah Kota Bogor (p. 29 Desember 2016). http://kotabogor.go.id/ Sari, E. P. (2017). Faktor Yang Mempengaruhi Bullying Pada Anak Usia Sekolah Di Sekolah Dasar



Kecamatan Syiah Kuala Banda Aceh. Faktor Yang Mempengaruhi Bullying Pada Anak Usia Sekolah Di Sekolah Dasar Kecamatan Syiah Kuala Banda Aceh, 8(3). Sari, Y. P., & Azwar, W. (2018). Fenomena Bullying Siswa: Studi Tentang Motif Perilaku Bullying Siswa di SMP Negeri 01 Painan, Sumatera Barat. Ijtimaiyya: Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam, 10(2), 333–367. https://doi.org/10.24042/ijpmi.v10i2 .2366 Sucipto. (2012). Bullying Dan Upaya Meminimalisasikannya Bullying and Efforts To Minimize. Psikopedagogia, 1(1). Tribhuwana, U., & Malang, T. (2019). FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU BULLYING PADA REMAJA AWAL Yunita Bulu 1) , Neni Maemunah 2) , Sulasmini 3). 4.



11 | Randang Tana: Jurnal Pengabdian Masyarakat; E-ISSN: 2622-0636