Dasar Dasar Akustik [PDF]

  • Author / Uploaded
  • Tama
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

1.



PENDAHULUAN



1.1



Definisi



1)



Akustik (Acoustics) adalah teori tentang gelombang suara dan perambatannya di suatu medium.



2)



SONAR (Sound Navigation and Ranging) adalah peralatan yang digunakan untuk mendapatkan informasi tentang obyek-obyek bawah air yakni dengan pemancaran gelombang suara dan pengamatan echo yang kembali dari obyek yang bersangkutan.



3)



Echosounder adalah sistem SONAR yang arah gelombang suaranya vertikal.



4)



Sonar adalah sistem SONAR yang arah pemancaran gelombang suaranya horizontal.



1.2



Sejarah Perkembangan Sistem SONAR ini mula-mula dikembangkan oleh Inggris yakni pada masa Pra



Perang Dunia II dengan dibuatnya ASDIC (Anti Submarine Detection Investigation Committee). Kemudian pada Perang Dunia II, ASDIC tersebut sangat berperan bagi Angkatan Laut negara-negara sekutu untuk tujuan perang dan telah terbukti sukses besar dalam penggunaannya. Setelah berakhirnya



Perang Dunia



II, peralatan tersebut



dikembangkan



penggunaannya, selain untuk tujuan perang, juga untuk tujuan damai. Beberapa contoh penggunaannya pada saat itu adalah : 1)



mempelajari proses perambatan suara di dalam medium (air);



2)



penelitian sifat-sifat akustik dari air dan benda-benda bawah air;



3)



pengamatan benda-benda, dari echo yang mereka hasilkan;



4)



pendeteksian sumber-sumber suara bawah air;



5)



komunikasi dan penetapan posisi dengan alat akustik bawah air. Selanjutnya pada dekade 70-an barulah secara intensif diterapkan dalam



pendeteksian dan pendugaan stok ikan, yakni dengan dikembangkannya analog echo integrator dan echo counter. Perkembangan yang menyolok ini bukan saja di Inggris tetapi juga di Norwegia, Amerika, Jepang, Jerman dan sebagainya. Kemudian setelah diketemukan Digital Echo Integrator, dual-beam acoustic system, split-beam acoustic system, quasi ideal bem system dan aneka echo processor canggih lainnya, barulah ketelitian dan ketepatan pendugaan stok ikan dapat ditingkatkan sehingga Dasar-dasar Akustik Kelautan



1



akhir-akhir ini peralatan akustik menjadi Peralatan standard dalam pendugaan stok ikan dan manajeman sumbardaya perikanan.



1.3



Penggunaan/ Kegunaan Secara garis besar, penggunaan akustik dalam kelautan/ perikanan dapat



dikelompokkan menjadi lima yakni (1) Untuk Survai, (2) Untuk Budidaya Perairan, (3) Untuk Penelitian Tingkah Laku, (4) Untuk mempelajari penampilan dan (5) selektivitas alat-alat penangkapan ikan dan lain-lain.



(1)



Aplikasi dalan Survai Kelautan/Perikanan 



untuk menduga spesies ikan;







untuk menduga ukuran dari individu ikan;







untuk menduga kulimpahan/stok sumberdaya hayati laut (plankton, ikan dan seterusnya).



(2)



Aplikasi dalam Budidaya Perairan 



penentuan/pendugaan



jumlah



ekor



atau



biornass



dari



ikan,



dalam



jaring/kurungan pembesaran (penned fish/ enclosure); 



untuk menduga ukuran dari individu ikan dalam jaring kurungan;







memantau tingkah laku ikan (dengan acoustic telemetering tags), baik aktivitas makan (feeding activity) ataupun kesehatan (heart-beat) dan sebagainya.



(3)



Aplikasi dalam Penelitian Tingkah Laku Ikan 



pergerakan/migrasi ikan (baik vertikal maupun horizontal);







orientasi (tilt angle);







untuk eksplorasi minyak dan mineral di dasar laut;







untuk mempelajari proses sedimentasi;







untuk pertahanan-keamanan (pendeteksian kapal-kapal selam dengan pemasangan buoy-system);







(4)



dan sebagainya.



Aplikasi dalam Studi Penampilan dan Selektivitas Alat tangkap 



pembukaan mulut trawl, kedalaman dan sebagainya;



Dasar-dasar Akustik Kelautan



2







selektivitas penangkapan (prosentase ikan yang tertangkap terhadap yang terdeteksi di depan mulut trawl atau di dalam lingkaran purse seine);



 (5)



dan lain-lain.



Lain-lain 



echo-location (komunikasi antar hewan laut);







sifat-sifat akustik dari air laut dan obyek bawah air;







pendeteksian kapal selam dan obyek-obyek bawah air lainnya.



Kegunaan lain dari akustik bawah air/ kelautan di luar yang telah disebutkan di atas adalah: (1)



penentuan kedalaman dalam pelayaran



(2)



penentuan jenis dan komposisi dasar laut (lumpur, pasir, kerikil, karang dan sebagainya);



(3)



penentuan contour dari dasar laut;



(4)



penentuan lokasi/ tempat kapal berlabuh atau pemasangan bangunan laut;



(5)



untuk eksplorasi minyak dan mineral di dasar laut;



(6)



untuk mempelajari proses sedimentasi;



(7)



untuk pertahanan-keamanan (pendeteksian kapal-kapal selam dengan pemasangan buoy-system);



(8)



dan sebagainya.



Dasar-dasar Akustik Kelautan



3



2.



BEBERAPA KONSEP DASAR



2.1



Pembentukan Gelombang, Suara Jenis gelombang suara yang paling sederhana dan paling banyak dikenal adalah



dihasilkan oleh permukaan yang bergetar dimana bergerak maju dan mundur dalam bentuk suatu gerak terlihat harmonik teratur (regular harmonic motion). Seperti terlihat pada Gambar 1, gelombang suara dihasilkan oleh sebuah gong jika kita memukul gong tersebut. Dalam hal gong adalah sumber gelombang suara, yang karena kontak permurkaan bervibrasi dengan partikel -partikel medium, maka terjadi perpindahan vibrasi tersebut ke partikel-partikel sebelahnya (perambatan gelombang suara) Dalam perambatan gelombang suara tersebut terdapat perubahan tekanan suara secara periodik yang menghasilkan siklus dalam satuan waktu tertentu yang umum dikenal frekuensi suara “f” (dalam Hertz, Hz) yakni jumlah putaran (cycles) per detik. Kecepatan gelombang suara merambat dalam medium (yakni laju perjalanan tekanan maksimum dan mininum yang bersangkutan) disebut kecepatan suara "C" Yang tergantung dari densitas medium. Kecepatan suara di udara adalah 330 m/s dan di air adalah 1500 m/s. Proses pembentukan gelombang dengan panjang gelombang “λ” ini adalah seperti tertera pada Gambar 2. Panjang gelombang “λ” (yakni jarak antara titik-titk maksimum dan minimum) ditentukan dengan frekuensi (f) dan kecepatan suara (C) dengan rumus sederhana sebagai berikut : λ = c/f ................................................................................ .................................. (1) Selanjutnya kalau kita bahas lebih lanjut mengenai proses pembentukan gelombang suara di air, pada prinsipnya tidak berbeda dengan pembentukan gelombang suara di udara. Beberapa perbedaan yang ada yang terutama berkaitan dengan proses pembentukan gelombang ultrasonic (frekuensi tinggi dan tidak bisa didengar oleh ikan atau manusia) adalah pada : 1. Sumber suara adalah tranducer yang memiliki lebar beam dan pola arah (directivity pattern) tertentu 2. Frekuensi yang dihasilkan tinggi atau gelombang suaranya pendek; 3. Tipe gelombang suara yang dihasilkan adalah gelombang pulsa (bukan continous wave, CW); 4. Mediumnya adalah air yang mempunyai impedance (ρc, densitas & kecepatan suara) tertentu.



Dasar-dasar Akustik Kelautan



4



Gambar 1. Gelombang suara yang dihasilkan oleh sebuah gong



Gambar 2. Pembentukan gelombang suara



Dasar-dasar Akustik Kelautan



5



2.2



Tekanan dan Intensitas Suara Dalam dunia akustik dikenal istilah tekanan (pressure) suara "P", kecepatan



partikel dan impedance (ρc) yang sebenarnya setara dengan tegangan (voltage) "V", arus (current) dan tahanan (resistance) dalam dunia listrik. Tekanan diukur dalam satuan micropascal (µPa) dimana 1 µPa = 10 -6 Newtons/m2. Tekanan suara ini sebenarnya adalah tekanan mekanik yang dihasilkan oleh vibrasi permukaan transducer di dalam medium air yang bersangkutan. Intensitas suara adalah jumlah energi per detik (power) yang lewat melalui satuan luas tertentu tegak lurus terhadap arah pemancaraan/ perambatan gelombang (lihat Gambar 3). Kalau dijabarkan dalam bentuk rumus, maka:



P 2 Power ( E / t ) ............................................ .................................. (2) I   C Area A dimana :



E A



= rata-rata energi yang dipancarkan (W/m2) = luas bidang yang terkena pancaran (m2)



ρ



= densitas medium (kg/m3)



C



= kecepaLan suara di dalam medium (m/s)



2.3 Decibels (dB) Satu decibel (dB) = 1/10 Bel (suatu satuan yang diberikan untuk mengenang jasa Alexander Graham Bell) yang mula-mula banyak digunakan berhubungan dengan salurun transmisi telepon, tetapi kemudian umum digunakan pada bidang elektronika dan akustik. Decibel bukanlah satuan linier seperti meter, kg atau detik, tetapi memberikan hubungan antara dua besaran (quantities) yakni logaritme 10 dari suatu ratio dari kedua besaran tersebut. Dalam dunia akustik (kelautan) decibel umum digunakan untuk menunjukkan rasio kekuatan atau intensitas dan rasio voltase atau tekanan.



Dasar-dasar Akustik Kelautan



6



Gambar 3. Konsep Dasar Intensitas Suara



Dasar-dasar Akustik Kelautan



7



(1)



Rasio Kekuatan (power)dan Intensitas



N = 10 log = 10 log



W (dB) W0 I I0



(dB) …………………………………………………….…….. (3)



dimana : W0 = chosen reference power, I0 = chosen reference intensity. n



 n * dB  Jadi, Ratio = antilog    10 10  10  2 Contoh : 10 log    3 dB: 1 1 10 log    3 dB. 2



(2) Rasio Voltase dan Tekanan  V 2 /R  V N = 10 log  2  = 20 log V0  V0 /R   P 2 /C   = 20 log P …………………………………..……...… (4) = 10 log  2  P /C  P0  0 



dimana : V0 = chosen reference voltage, I0 = chosen reference pressure Kalau dibuat contoh dari nilai dB untuk rasio power, intensity, voltage dan pressure tersebut dapatlah diterakan pada Tabel 1 Jadi jelas bahwa untuk mendapatkan nilai dB dari rasio power dan intensitas cukup dengan mengalikan 10, sedangkan untuk rasio voltage dan tekanan dengan mengalikan 20.



2 Contoh : 20 log     6 dB: 1 1 20 log     6 dB. 2



Dasar-dasar Akustik Kelautan



8



Tabel 1. Nilai dB untuk rasio power, intensitas, voltage dan tegangan Nilai Decibel (dB)



Power (W) and Intensity (I) Ratio + -



Voltage (V) dan Pressure (P) Ratio + -



0.1



1.02



0.98



1.01



0.99



0.5



1.12



0.80



1.06



0.98



1



1.12



0.79



1.122



0.84



2



1.58



0.63



1.26



0.79



3



2.00



0.5



1.41



0.71



6



3.98



2.0



0.5



0.10



10



10.00



0.1



3.16



0.316



20



10



2



0.01



10.00



0.1



30



103



10-3



31.62



0.0316



40



104



10-4



102



10-2



50



105



10-5



316.0



60



106



10-6



103



70



107



10-7



80



108



10-8



90



109



10-9



100



1010



10-10



3162 104 31622 105



0.00316 10-3 3.162 x 10-4 10-1 3 .162 x 10-4 10-5



.



Dasar-dasar Akustik Kelautan



9



2.4



Perambatan Gelombang Suara



(1)



Perambatan dalam medium ideal Perambatan. gelombang suara. Dalam medium ideal hanya dipengaruhi



oleh "geometrical spreading" saja karena tidak ada pengaruh penyerapan (attenuation/absorption) suara oleh partikel-partikel yang ada dalam medium yang bersangkutan. Jika diasumsikan bahwa gelombang suara terpancar, dari sumber titik (lihat Gambar 4) dan merambat dalam medium ideal (lossless medium), maka intensitas suara di setiap titik hanya dipengaruhi oleh jarak tetap power (Pr) constant (untuk non-directional radiating).



Ir 



Pr  Pr  Ir  Ar ................................................... ..................... (5) Ar



I1 * 4πr12 = I2 * 4πr22 Untuk standar jarak r0 = 1 m dari sumber, maka I0 = 4π12 = Ir 4πr2 Sehingga Ir 



I0 ............................................................. ..................... (6) r2



PR = I1 4πR12 = I2 4πR22 = .. = const



PR – I1 R12 = I2 R22 = ...



a



b



Gambar 4. Pemancaran gelombang suara dari sumber suatu titik a. non directional radiating b. directional radiating



Dasar-dasar Akustik Kelautan 10



(2) Perambatan dalam Medium yang Sebenarnya (Air) Berbeda dengan perambatan dalam medium yang ideal, perambatan gelombang suara dalam medium yang sebenarnya dipengaruhi oleh "geometrical  1   1   , sehingga : spreading"  2  dan dan attenuation  r   exp r   Ir 



I0 ............................................................... ..................... (7) r . exp r  2



dimana β = logarithmic decrement of attenuation yang tergantung dari densitas medium dan panjang gelombang atau frekuensi gelombang suara



yang



merambat. Makin tinggi frekuensi suara, maka attenuasinya akan makin besar (lihat Gambar 5). Jika pemancaran suara dilakukan melalui transducer yang mempunyai lebar beam dan directivity pattern tertentu, maka rumus (7) di atas harus dikoreksi lagi menjadi : Ir 



I 0 .b  ………………………………………………………………..(8) r . exp r  2



.



2.5



Kecepatan dan Absorpsi Gelombang Suara



(1)



Kecepatan gelombang suara (c) Kecepatan suara di air dipengaruhi oleh suhu, salinitas dan kedalaman.



Secara umum Urick (1983) merekomendasikan rumus kecepatan suara sebagai berikut : C = 1449.34 + 4.56T - 0.046T2 + (1.38 - 0.01T) x (S - 35) + D/61 ................. (9) Dimana T adalah suhu (oC), (S) adalah salinitas dan D adalah kedalaman (m)



Dasar-dasar Akustik Kelautan 11



Gambar 5. Logaritmic decrement of attenuation β and coefficient of attenuation α versus frequency of transmission



Dasar-dasar Akustik Kelautan 12



Untuk memberikan gambaran tentang pengaruh faktor suhu dan salinitas terhadap kecepatan suara, maka pada Gambar 6 ditarakan grafik hubungan antara ketiganya. Dari Gambar 6 dan persamaan (9) tersebut jelas terlihat bahwa perubahan suhu (T) & salinitas (s) akan berpengaruh terhadap kecepatan suara C. Dengan demikian, impedance ρC dari suatu medium akan berubah. dan akibatnya daya refleksi, refraksi dan absorpsi juga akan berubah. Selain terhadap suhu dan salinitas, kecepatan suara juga berubah dengan perubahan frekuensi atau panjang gelombang suara yang dipancarkan menurut persamaan c = f λ



(2)



Absorpsi gelombang Absorpsi α (dB/km) atau disebut juga koefisien attenuation disebabkan



olch absorpsi dari proses kimia di dalam air yang menimbulkan "acoustic loss". Seperti telah disebutkan di atas, α dipengaruhi oleh frekuensi f, dimana makin tinggi frekuensi, absorpsi juga makin besar. Perlu juga diingat ,bahwa α tidak sama dengan β, tetapi proporsional menurut persamaan. α = 4,3β Hubungan antara α dengan suhu tidak begitu jelas karena selain pengaruh frekuensi juga pengaruh salinitas.



Gambar 6. Hubungan antara kecepatan suara dan suhu serta salinitas



Dasar-dasar Akustik Kelautan 13



Secara umum dapat dikatakan bahwa makin tinggi salinitas maka α juga makin tinggi dan makin tinggi suhu maka α makin rendah (Iihat Gambar 7). Hal ini berlaku baik untuk frekuensi suara rendah maupun tinggi. Sudah tentu selain karena pengaruh ketiga faktor tadi, absorpsi suara juga dipengaruhi oleh partikel-partikel yang ada di dalam medium perairan yang bersangkutan. Jadi perbedaan massa air dan perbedaan kandungan kimia dan partikel - partikel dalam air akan saling berpengaruh terhadap refleksi, refraksi dan absorpsi suara.



2.6



Refraksi dan Defleksi Suara Air laut bukan medium yang homogen karena mengandung sejumlah



lapisan dengan densitas yang berbeda sehingga menyebabkan variasi suhu dan salinitas dengan perbedaan kedalaman. Dengan demikian, maka gelombang suara. akan defraksikan pada saat melalui suatu batas densitas yang berbeda. Seperti terlihat pada Gambar 8, kecepatan suara berubah menurut kedalaman jika gelombang suara yang bersangkutan mengenai suatu "wave front''. Jika kecepatan suara menurun lengan kedalaman, maka bagian atas dari "wave front" akan lebih cepat pergerakannya dibandingkan dengan di bagian bawahnya sehingga gelombang akan refraksi (membelok) ke bawah (Gambar 8a). Sebaliknya jika kecepatan suara naik dengan kedalaman gelombang akan membelok dengan arah ke atas (Gambar 8b).



Dasar-dasar Akustik Kelautan 14



Gambar 7. Pengaruh suhu dan salinitas terhadap absorpsi suara untuk frekuensi tertentu



Dasar-dasar Akustik Kelautan 15



Gambar 8. Refraksi suara di air a. Velocity decreasing with depth b. Velocity increasing with depth



Dasar-dasar Akustik Kelautan 16



Gambar 9. Refraksi suara dalam suatu medium berlapis



Gambar 10. Graphical reckoning of the path of a sonar beam a. constant sound velocity b. Sound velocity varying with depth



Dasar-dasar Akustik Kelautan 17



Menurut Hukum Snell, jika suatu gelombang suara mengenai/melewati suatu batas antara lapisan dengan kecepatan suara yang berbeda, maka rasio antara Cos θ dan kecepatan Suara C untuk tiap lapisan akan konstan (Gambar 9). Cos Cos 2 Cos 3    …................= Constant ......………….................(10) C1 C2 C3



Gambar 10 menunjukkan suatu contoh bagaimana menduga arah rambatan gelombang suara yang dihasilkan oleh beam sonar secara grafis dengan hukum Snell tersebut. Untuk Gambar 10a, kecepatan suara adalah konstan menurut kedalaman, transducer diletakkan menetap pade jarak r dari permukaan dan memancarkan suara secara horizontal dalam sudut beam (θ). Berkas gelombang suara. sebelah bawah yang merupakan batas dari beam tidak berubah arahnya sedangkan yang batas bagian atas terpantul I ke bawah oleh permukaan dengan sudut yang sama. Pada contoh Gambar 10b, kecepatan suara bervariasi menurut kedalaman. Kita dapat membedakan adanya tiga lapisan yang masing-masing dengan kecepatan rata-rata C1, C2 dan C3. Dengan adanya perbedaan lapisan air tersebut maka arah gelombang suara akan membelok menurut Hukum Snell sehingga perambatannya tidak lurus melainkan membelok. Garis-garis bengkok(lengkung) menunjukkan keadaan yang sebenarnya sedangkan garis-garis lurus menunjukkan pendekatan teoritis. Dengan fenomena pombelokan suara di atas, maka untuk penggunaan echosounder mungkin pengaruhnya tidak terlalu besar karena arah transmisi suara vertikal ke bawah, tetapi untuk sonar mungkin lebih besar pengaruhnya karena biasanya lapisan air dengan perbedaan suhu dan salinitas yang besar terjadi secara horizontal. 2. 7



Frekuensi dan Panjang Gelombang Frekuensi suara adalah jumlah puncak atau lembah dari suatu gelombang



sinus dalam satu detik. Kecepatan sudut dari gelombang adalah ω =2πf (radian/s), sedangkan waktu periodiknya adalah t =1/f Dalam Akustik Kelautan biasanya digunakan "Single" atau "Dual frequency". Kalau sudah digunakan lebih dari dua frekuensi, biasanya digunakan



Dasar-dasar Akustik Kelautan 18



untuk “frequency diversity purpose” dengan "frequency diversity device'' untuk mengetahui respon frekuensi dari suatu target. Walaupun secara nominal hanya disebut frekuensi tertentu yang hanya menunjukkan “center frequency'' saja, tetapi sebenarnya merupakan "band of Frequency'' dengan "carrier frequency" tertentu. Panjang gelombang (λ) tergantung dari sifat-sifat fisik medium dimana gelombang suara tersebut merambat. Hal ini disebabkan oleh kecepatan suara C ditentukan oleh densitas ρ dan”bulk modulus elasticity" medium air yang bersangkutan. Panjang gelombang didefinisikan sebagai jarak antara puncak yang berdekatan atau lembah yang berdekatan dari gelombang sinus. Seperti telah dijelaskan di atas, panjang gelombang ini berbanding lurus terhadap kecepatan suara dan berbanding terbalik terhadap frekuensi menurut persamaan λ = c/f. Untuk suatu gelombang suara tertentu dalam pembacaan intensitas atau voltasenya dikenal adanya istilah "peak-to peak" dan "root mean square" (rms) yang merupakan nilai efektif atau “virtual” dari gelombang yang bersangkutan. Adapun hubungan antara nilai peak-to-peak dengan rms adalah : rms = (½)½ = 0.707 peak-to-peak ...................................................... (11) 2.8



Pulse Duration/Pulse Length Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa dalam peralatan akustik



umumnya digunakan gelombang pulsa. "Transmitted pulse duration" (lebar pulsa Yang dipancarkan) biasanya tidak pasti/tetap bentuknya walaupun telah



diatur



oleh "bandwith" (lebar band) tertentu pada bagian transmitter, dan modifikasi selanjutnya dari bentuk "envelop echo" terjadi di dalam receiver. Dengan demikian untuk mengukur pulse duration dalam kenyataan bisa menggunakan target standard (dengan respond band yang lebar dari receiver), walaupun secara teoritis "pulse duration" harus diukur pada pulsa yang berbentuk segi empat (rectangular). Kalau ''pulse duration” (τ) adalah lebar pulsa di dalam alat, maka “pulse length” adalah panjang pulsa yang sebenarnya di dalam air yang besarnya = Cτ Jadi untuk menghitung panjang pulsa harus diketahui. dulu “actual pulse duration" dan kecepatan suara dalam medium air yang bersangkutan.



Dasar-dasar Akustik Kelautan 19



Panjang pulsa ini adalah parameter yang sangat penting karena : 1)



menentukan "depth resolution" antar target yakni antara target yang satu dengan yang lain secara vertikal atau antaratarget dengan dasar perairan (sea bed). Untuk itu jarak (vertikal) minimum antara. obyek X dan Y untuk memungkinkan kedua echo tersebut terpisah adalah Cτ/2 (Gambar 11). Ini berarti semakin pendek pulsa duration (τ), maka resolusi akan semakin baik.



2)



mempengaruhi transmisi. energy. Makin panjang pulsa di dalam air, maka makin besar kemungkinan untuk mendeteksi target pada jarak yang jauh karena power rata-rata meningkat.



Gambar 11. Pengaruh panjang pulsa untuk menghasilkan dua echo target terpisah



Dasar-dasar Akustik Kelautan 20



3.



PRINSIP INSTRUMENT AKUSTIK Sistem sonar adalah suatu instrumen yang digunakan untuk memperoleh



informasi tentang obyek-obyek bawah air dengan memancarkan gelombang suara dan mengamati/menganalisis echo yang dihasilkan. Dengan menyebut sistem sonar ini sebenarnya yang dimaksud adalah “active sonar system'' yang digunakan untuk mendeteksi dan meneliti target-target bawah air. Sedangkan “passive sonar system" adalah instrumen yang hanya untuk menerima suara-suara yang dihasilkan oleh obyek-obyek bawah air (ikan dan binatang air lainnya). Secara prinsip, sistem sonar tersebut terdiri dari empat komponen utama yakni Transmitter, Transducer, Receiver dan Display/Recorder (Gambar 12). Di samping itu dilengkapi dengan Time Base dan untuk tujuan kuantitatif lagi. dengan Echo Signal Processor atau Echo Integrator. Sehubungan dengan ruang lingkup kuliah ini masih menitikberatkan dasar-dasar akustik saja yang aplikasinya dibahas lebih lanjut pada kuliah akustik Kelautan/Bawah Air, maka Prinsip Kerja instrument akustik ini hanya mencakup lima komponen utama yakni : Time base Transmitter, Transducer, Receiver dan Display.



3.1.



Time Base Time Base adalah komponen yang suatu pulsa listrik untuk men"-switch



on" (modulate) transmitter, dimana menghasilkan sebuah pulsa dengan centre frequency (f) dan duration (τ) untuk memicu transducer. Energi listrik diubah oleh transducer manjadi energi suara dengan panjang pulsa Cτ yang mana dipancarkan ke dalam air dan merambat mengenai obyek bawah air. Echo dari obyek-obyek tersebut diubah kembali menjadi sinyal pulse listrik oleh transducer. Sinyal-sinyal ini umumnya sangat lemah/ kecil sehingga harus dibesarkan (amplifiad), tetapi dengan cara yang selektif, relatif tergantung dari waktu yang diperlukan setelah transmisi time varied gain (TVG). Ini mengkompensasi power yang hilang selama perjalanan ke luar dan kembali ke transducer. Sete1ah proses TVG sinyal didemodulasi (detected) yakni informasi yang dikandungnya (amplitude dan duration) diekstraksi. Dalam bentuk ini sinyal dapat menandai kertas pencatat, didisplay pada layar monitor (hitam putih atau berwarna) direkam pada data recorder atau diproses dengan echo integrator atau echo signal processor’



Dasar-dasar Akustik Kelautan 21



Jadi Time base berfungsi untuk : 1) untuk menghasilkan '. "clock" dimana memungkinkan diperoleh akurasi dari pengukuran kedalaman; 2) untuk mengontrol “pulse repetition rate" saat mana transmisi dibuat.



Gambar 12. Komponen utama dan prinsip dasar echosounder



Dasar-dasar Akustik Kelautan 22



3.2



Transmitter Transmitter menghasilkan pulsa listrik yang berfrekuensi dan berlebar



tertentu tergantung dari desain transducer. Suatu perintah dari Time Base dan dari Kontak Pemicu Pulsa di Recorder akan memberikan saat kapan pembentuk pulsa (pulse former) bekerja. Pintu pulsa atau switching pu1sa yang dihasilkan oleh pulse former akan menentukan lama pulsa. Pulsa yang dibangkitkan oleh oscillator kemudian diperkuat dengan power amplifier sebelum pulsa tersebut disalurkan kepada transducer. Kekuatan pulsa yang dihasilkan oleh transmitter adalah ciri utamanya berkisar antara beberapa Watt hingga ribuan Watt. Tetapi perlu diingat bahwa kekuatan transmitter (indicated transmitting power) bukan merupakan ukuran yang benar dari suara yang dipancarkan ke dalam air karena faktor efisiensi dan faktor pola penyebaran suara yang dihasilkan transducer. Seperti telah disebutkan di atas, transmitter adalah ditrigger dari time base dengan pulse repetition rate tertentu (PRR). Masing-masing



trigger



memulai



sirkuit pulse duration, ini berlangsung untuk waktu tertentu dan selama waktu ini frekuensi echo sounder, di “couple" terhadap power amplifier dimana kemudian dihubungkan dengan transduser. Power amplifier didalam transmitter meningkatkan keluaran (output) power beberapa ratus Watt atau sampai beberapa KW dan tingkat power ini harus diusahakan tetap. Ini diukur sewaktu dihubungkan dengan transducer, bisa dengan mengambil Voltase "peak-to-peak", diubah menjadi Voltase rms, kemudian dikuadratkan dan dibagi dengan tahanan transducer RR sehingga menjadi :



Power 



2 Vrms



RR



…………………………………………………….. (12)



atau mungkin juga hanya menggunakan voltase peak-to-peak secara, langsung sehingga menjadi :



Power 



V p2 p RR



untuk memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai fungsi transmitter tersebut dapat dilihat pada Gambar 13.



Dasar-dasar Akustik Kelautan 23



Sekali lagi, untuk memberikan gambaran yang lebih jelas dari hubungan antara power dan energy dapatlah digambarkan dengan rumus dan gambar berikut ini (Gambar 14)



Energi   Power dt  ............................................................................(13) dimana integral tersebut dilakukan selebar pulsa. Selanjutnya bagaimana sinyal pulsa dibentuk/dibangkitkan dapat dilihat pada Gambar 15. 3.3



Transducer Fungsi utama transducer adalah untuk mengubah energi listrik menjadi



energi suara ketika suara akan dipancarkan dan sebaliknya mengubah energi suara menjadi energi listrik ketika echo diterima. Fungsi lain (tambahan) dari transducer adalah memusatkan energi suara yang dipancarkan sebagai beam. Bentuk umum beam adalah kerucut (conical ) yang terdiri dari "main lobe” (bagian utama) dan "side lobe". Dilihat dari fungsinya, maka secara umum transducer ini dibagi menjadi projector (untuk transmisi) dan hydrophone (untuk penerimaan). Akhir-akhir ini untuk menunjukkan perbedaan fungsi tersebut, digunakan kode Transducer “T” jika berfungsi hanya untuk transmisi/pemancaran suara dan “R” untuk penerimaan. Dengan demikian untuk transducer yang sebenarnya di mana berfungsi baik untuk.transmisi maupun penerimaan, maka digunakan kode TR. Secara umum ada dua jenis transducer yang biasa digunakan dalam dunia kelautan/ perikanan yakni transducer nickel dan transducer keramik, yang masing-masing mempunyai prinsip kerja yang berbeda. Transducer nickel memakai prinsip magneto striction dan keramik memakai prinsip eletro striction. Singkatnya, jika ada rangsangan oscilasi listrik pada permukaan transducer akan mengakibatkan perubahan dari dimensinya dimana akan menghasilkan variasi tekanan listrik pada. frekuensi yang sama. Efek sebaliknya terjadi jika echo beraksi di permukaan transducer, dimensinya akan berubah yang kemudian menghasilkan voltase melalui



terminal,



rangkaian



listrik



yang



besarnya



tergantung dari kekuatan echo.



Dasar-dasar Akustik Kelautan 24



Gambar 13. Block diagram yang menunjukkan fungsi dari transmitter



Gambar 14. Hubungan antara power dan energi



Dasar-dasar Akustik Kelautan 25



Gambar 15. Proses pembentukan sinyal (pulse atau Cw)



Dasar-dasar Akustik Kelautan 26



Di daerah dekat dengan permukaan transducers intensitas suara bervariasi menurut cara yang sangat kompleks antara tingkat minimum dan maksimum. Sewaktu permukaan transducer membesar (expand), ia akan menghasilkan tekanan pada air (secara cepat) yang kontak dengan permukaan tersebut yang menyebabkan kompresi (compression). Jika transducer mengecil tekanan akan berkurang yang menyebabkan "rarefaction" pengaruh dari compression dan rarefaction ini adalah diproyeksikan ke depan, sampai ke suatu jarak dimana aksi piston tersebut efektif. Jarak dari permukaan transducer sampai ke jarak dimana terjadi fluktuasi yang tinggi dari intensitas/ tekanan tersebut disebut daerah near-field (lihat Gambar 16). Seperti terlihat pada Gambar tersebut, pembentukan beam yang utama (main beam/main lobe) terjadi setelah daerah near-field tersebut secara umum disebut daerah far-field. Batas antara near-field (atau disebut juga Fresnel diffraction zone) dan far-field secara visual memang sulit untuk diketahui, sehingga untuk praktisnya jarak (r) tersebut dihitung dengan rumus r = 2L2/λ



...............................



(14)



dimana L adalah panjang dari dimensi terpanjang dari transducer atau diameternya dan λ adalah panjang gelombang suara. Intensitas akustik dari projector (transducer) terbesar adalah pada sumbu (axis) dari beam, ia berkurang menurut sudut yang semakin membesar dari sumbu sampai dicapai suatu pola respon tertentu (main lobe dan side lobe). Sudut beam (θ) tidak diukur selebar sudut yang membentuk main lobe, tetapi diukur terhadap sudut dimana respon adalah setengah dari Sumbu yakni 10 log ½ = -3 dB. Dengan demikian, sudut beam yang umum disebut (half-beam angle) adalah sudut dari sumbu sampai ke titik dimana respon adalah -3 dB (lihat Gambar 17). Jika dimensi terbesar dari transducer L jauh lebih besar dari panjang gelombang suara λ, maka full beam angle (2θ) dapat dihitung dengan pendekatan sebagai berikut : 2θ = 57.4 λ / L ........................................... (15) dimana 57.3 adalah derajat dalam radian, dan L juga sama dengan panjang permukaan aktif dari transducer dimana menghasilkan pola beam seperti terlihat pada Gambar 16.



Dasar-dasar Akustik Kelautan 27



Gambar 16. Proses terbentuknya beam dari permukaan tranducer



Gambar 17.



Bentuk beam (main lobe dan side lobe) yang dihasilkan oleh tranducer



Dasar-dasar Akustik Kelautan 28



Sifat-sifat dari transducer selanjutnya akan dibahas tersendiri pada Bab 4 sehingga untuk Sub Bab ini cukup sampai bagaimana fungsi dan prinsip kerja transducer saja. Kualitas transducer dapat bervariasi dan salah satu penilaiannya adalah tingkat efisiensinya yakni kemampuan untuk mengubah energi listrik menjadi energi suara dan sebaliknya. Hal lain yang dinilai adalah jumlah dan tingkat dari side lobe-nya. Adanya side lobe menunjukkan kehilangan energi yang efektif untuk "sounding" dan juga akan menghasilkan echo yang tidak diinginkan yang dapat mengacaukan interpretasi terhadap echo dari main lobe. Jadi makin banyak side lobe dan makin tinggi tingkat intensitas side lobe tersebut, maka kualitas transducer makin rendah.



3.4



Receiver Sinyal echo (energi listrik) yang lemah yang dihasilkan oleh transducer



harus diperkuat beberapa ribu kali sebelum diteruskan ke Recorder. Penguatan echo ini dilakukan oleh Receiver Amplifier dan besarnya penguatan dapat diatur oleh sensitivitas (sensitivity control) ataupun pengatur volume. Untuk mungurangi atau menghilangkan echo dari target yang terlalu dekat dengan transducer sensitivitas receiver secara otomatis dapat diatur (dikurangi). Pada. saat pulsa ditransmisikan ke dalam air, sensitivitas receiver dikurangi, tetapi setelah itu dinaikkan kembali hingga maksimum. Pada beberapa echo sounder modern, pengaturan sensitivitas secara otomatis ini disesuaikan dengan depth range penuh dan dibuat untuk mengimbangi dispersi maupun absorpsi suara dalam kisaran kedalaman tersebut. kekuatan echo dibuat tidak tergantung dari jarak target. terhadap transducer, tetapi hanya tergantung dari kekuatan echo (echo strength) yang bersangkutan. Pengaturan sinyal echo yang disesuaikan dengan kedalaman atau jarak target ini dinamakan Time Varied Gain (TVG). Blok diagram dari fungsi receiver amplifier secara prinsip adalah seperti tertera pada Gambar 18.



Dasar-dasar Akustik Kelautan 29



Gambar 18. Block diagram dari receiver amplifier



Dari Gambar tersebut jelas terlihat bahwa Receiver amplifier (1) bersama TVG controller berfungsi untuk menguatkan echo signal dengan faktor gain G berikut :



G  10 log VR



VRT



dB  ...................................................................... (16)



dimana VR adalah output voltase dan VRT adalah minimum detectable voltage dari transducer. Di dalam Receiver ini seperti terlihat pada Gambar 18 tersebut, untuk melakukan fungsi, ada koordinasi antara TVG generator/ circuit dan TVG controller dimana mengatur secara tepat dan otomatis dari tuned/ receiver dalam hubungannya dengan kedalaman.



Dasar-dasar Akustik Kelautan 30



Semua amplifier menghasilkan noise, yakni noise yang dihasilkan oleh receiver itu sendiri (self-noise) karena rangkaian listrik (resistor) didalamnya dan noise yang berasal dari transducer (ambient-noise atau radiated noise). Mengenai noise ini akan dibicarakan tersendiri pada Bab terakhir. Pada prinsipnya, noise listrik ini harus lebih rendah dari tingkat acoustic noise. Receiver self-noise level (dB/1 Volt) dapat diusahakan lebih kecil dari acoustic noise melalui suatu terminal yang menghubungkannya dengan TVG amplifier. Receiver amplifier yang modern umumnya mempunyai sensitivitas input sama atau lebih kecil dari 1 µV atau = -120 dB/1 Volt. Kedalaman maksimum dimana untuk target dengan ukuran tertentu dapat dideteksi adalah suatu titik dimana dapat dibedakan/dipisahkan di atas tingkat noise (untuk akustik kelautan/perikanan harus di atas 10 dB). Suatu keadaan yang ekstrim adalah dimana ukuran maksimum atau densitas target melebihi mencakup selang receiver akan menyebabkan tingkat kejenuhan (saturation level) dari sirkuit. Receiver saturation adalah suatu kondisi dimana output voltase tidak lama mengikuti input voltase secara linier yakni gain factor tidak konstan. Adalah sangat penting untuk mempertahankan receiver voltase response (gain) tetap linier antara tingkat sinyal yang ekstrim (>120 DB). Dynamic range adalah beda antara sinyal minimum yang masih bisa dipakai pada receiver input dengan sinyal maksimum dimana tidak menyebabkan kejenuhan. Umumnya “signal dinamyc range” ini adalah 50 – 80 dB.



3.5



Display/ Recorder Sewaktu dikuatkan (amplified), sinyal-sinyal echo masih dalam bentuk



pulsa yang mempunyai sejumlah tertentu cyclus pada frekuensi echosounder yang bersangkutan (Gambar 19a). Untuk tujuan display, hanya pulsa dengan frekuensi tertentu itulah yang kemudian dikuatkan kemudian didemodulasi, atau dikenal sebagai "detected" atau "rectified" (Gambar 19b). Proses ini mengubah semua tampilan (fraces) dari frekuensi echosounder dan mengubah menjadi bagian yang positif saja dari semua bagian pulsa yang negatif. Hasilnya adalah arah positif (uni-directional) dari bentuk gelombang arus DC yang mana dapat digunakan



Dasar-dasar Akustik Kelautan 31



untuk menandai kertas pencatat (pada recording echosounder), atau "deflect" beam dari CRT (Cathode-ray tube), atau direkam pada suatu data recorder. Salah satu echosounder yang umum digunakan adalah recording echosounder dimana dilengkapi dengan kertas pencatat (Gambar 20). Berbagai macam kertas pencatat digunakan (roet/ moist paper dan dry-paper), tetapi prinsip kerjanya adalah hampir sama. Kertas basah walaupun lebih sensitif terhadap sinyal yang lemah dan memiliki "dynamic ranqe" yang lebih bagus dibandingkan dengan kertas kering, tetapi memiliki berbagai kelemahan seperti : kelembaban harus dikontrol secara hati-hati dan warna berubah jika kena sinar. Kertas basah mengandung cairan kimia yang akan berwarna hitam/coklat' jika. arus listrik melewatinya. Tingkat kepekatan/kegelapan warna tersebut berhubungan dengan kekuatan arus listrik yang sebanding dengan kekuatan echo dari target. Pada



penggunaan



kertas



kering,



jejak



echo



dihasilkan



dari



percikan-percikan listrik yang dikeluarkan oleh jarum pencatat (Stylus) yang menyala pada permukaan kertas berwarna abu-abu kertas ini akan menyimpan rekaman dengan baik. Kelemahan dry paper ini adalah dynamic range untuk merekam sinyal echo lebih kecil dibandingkan dengan kertas basah. Di samping tugasnya untuk merekam echo pada kertas pencatat, recorder juga melakukan fungsi-fungsi koordinasi bersama komponen time base. Recorder memberikan sinyal kepada transmitter untuk menghasilkan pulsa dan pada saat yang bersamaan recorder juga mengirimkan sinyal ke receiver untuk menurunkan sensitivitasnya setiap jarum/pena melewati titik nol pada skala kedalaman. Recorder juga mengukur selang waktu antara transmisi pulsa dan penerimaan echo. Hal ini dilakukan dengan menggerakkan jarum perekam di atas kertas pencatat dengan kecepatan tetap yang tergantung pada kecepatan suara dan skala kedalaman. Kecepatan jarum bervariasi menurut depth-scale tersebut dan disesuaikan dengan kecepatan suara di air (untuk air laut = 1500 m/s). Echosounder yang canggih dilengkapi dengan pengatur kecepatan jarum yang. disesuaikan dengan kecepatan suara. Selanjutnya untuk echosounder yang menggunakan CRT, depth range, skala display dan sebagainya dengan mudah dapat diatur untuk menghasilkan resolusi yang optimal dan menyajikan kekuatan echo yang sebenarnya.



Dasar-dasar Akustik Kelautan 32



Gambar 19. Pemrosesan sinyal echo dari Raw Frecuency menjadi demodulated sinyal



Gambar 20. Contoh recording echosounder



Dasar-dasar Akustik Kelautan 33



Display demikian sangat baik untuk mengidentifikasi echo dari target dengan kedalaman dan kekuatan yang berbeda. Akhir-akhir ini untuk melakukan display yang lebih baik, digunakan monitor berwarna yang umum disebut Colour Echosounder. Prinsip kerja dari colour echosounder ini adalah intensitas echo diekspresikan dengan perbedaan warna (karena intensitas echo setara dengan electric signal level). Sebagai contoh intensitas echo yang kuat dari dasar perairan akan berwarna red-brown, gerombolan, ikan besar berwarna orange, gerombolan ikan kecil berwarna hijau, ikan tunggal berwarna biru dan seterusnya (lihat Gambar 21).



Gambar 21. Prinsip colour echosounder



Dasar-dasar Akustik Kelautan 34



Seperti halnya recording echosounder, colour echosounder ini juga tidak bisa. memberikan data kuantitatif dari ukuran ikan, stok (jumlah Akan atau biomass) dan informasi kuantitatif lainnya, sehingga, untuk keperluan itu harus dilakukan pemrosesan echo dengan echo signal processor yang kemudian dengan echo integrator diperoleh stok ikan yang bersangkutan atau dengan in situ target strength analyzer dapat diketahui ukuran ikan yang bersangkutan. Semua materi kuliah yang berkaitan dengan "quantitatif data acquisition and processing system" ini adalah ruang lingkup dari Akustik Kelautan, bukan pada Dasar-Dasar Akustik ini. 3.6



Sistem Linier dalam Akustik System linier yang dimaksudkan di sini adalah output dan sistem



echosounder adalah merupakan penjumlahan dari semua kontribusi dari masing-masing komponen frekuensi input signal Secara sederhana sistem linier ini dapat diterakan pada (Gambar 22. Output voltage, Vo (t) adalah berhubungan dengan input voltage, Vi (t), melalui transfer function S(ω), F(ω) dan H (ω). S dan H adalah mencakup kontribusi dari transducer. Fungsi-fungsi ini didefinisikan dengan persamaan – persamaan berikut : Vi(t)



= V.exp (i ω t) .............................................................. ............ (18)



Pi(t)



= (S/r) exp (-i ω r/c) . Vi(t) .......................................... ............ (19)



Po(t) = (F/r) exp (-i ω r/c).Pi(t) ............................................. ............ (20) Vo(t) = H.Po(t) ...................................................................... ............ (21) dimana Vi(t) V Vo(t) S(ω)



: = = = =



F(ω) = H(ω) = R t ω i



= = = =



transmitted input voltase (V) amplitude of the transmitted input voltage (V) receiver output Voltase (V) transfer Function of the transmitting amplifier and transducer (N/m/J), transfer function of the target (m) transfer function of the 2 receiving transducer and receiver amplifier (Vm /N), jarak antara transducer dan target (m), time between the transmission pu1se and received echo (S) angular frequency (radian/S), square of root of -1



Dasar-dasar Akustik Kelautan 35



Gambar 22. Linier system model an echosounder



Dasar-dasar Akustik Kelautan 36



Acoustic cross section (σ) didefinisikan sebagai σω = 4π│F(ω)│2 ..................................................................... ……… (22) sehingga "power gain" (Gp) dari sistem yang lengkap dapat ditulis sebagai Gp = │Vo│2/│Vi│2 = σ │SH│2/ (4πr4) .................................. ……… (23) Untuk memperluas analisis ini untuk transmisi pulsa dengan lebar terbatas, maka persamaan di atas dapat ditulis kembali dalam bentuk integral selebar spektrum pulsa. Jika “normalized spectrum" dari transmitted input signal (dalam satuan detik) didefinisikan sebagai g (ω) = ∫ (Vi /2π V) exp (-iωt) dt .............................................. ............ (24) maka input dan output signal menjadi Vi (t) = V ∫ g.exp ( iωt) dω ...................................................... ............ (25) Vo(t) = (V/r2) ∫ g SHF.exp [iω (t-2r/c)] dω, ........................... ............ (26) "Power gain" kemudian dapat digantikan dalam bentuk "energy gain" (Ge) : Ge = ∫ │Vo│2 dt / ∫│Vi│2dt = ∫ │gSHF│2dω /(r4∫ │g│2 dω) ....................................... ............ (27) Selanjutnya untuk mendefinisikan acoustic cross section dalam bentuk energi ini dapatlah didefinisikan sebagai berikut σ = - 4π ∫ │gSHF│2. dω / ∫ │gSH│2 dω ................................. ............ (28) Sehingga persamaan "power gain" dalam bentuk continuous wave diubah menjadi "energy gain" dalam bentuk gelombang dengan lebar pulsa terbatas dengan persamaan berikut Ge = (σ /4 πr4) ∫ │gSH│2 dω / ∫ │g│2 dω ............................... ............ (29) Inilah persamaan yang secara teoritis mendekati keadaan yang sebenarnya untuk mengevaluasi efektivitas dari suatu sistem (linier) dari echosounder. Phenomena bahwa akustik perikanan adalah linier telah dibuktikan dengan pendekatan energi tersebut. Demikian juga penggunaan energi dominan dalam akustik kelautan/ perikanan harus diterapkan apalagi urtuk pendugaan stok dengan echo integrator.



Dasar-dasar Akustik Kelautan 37



4.



KARAKTERISTIK TRANSDUCER Seperti telah dijelaskan dalam Bab 3, transducer adalah komponen



terpenting dari sistem echosounder karena betapapun canggihnya rangkaian listrik yang menghasilkan transmitter receiver dan echo signal processor yang akurat ketelitiannya tetapi jika transducernya tidak memadai, maka tidak ada arti nya. Dengan demikian, adalah tepat jika karakteristik transducer ini dibahas tersendiri dan lebih detail karena banyak manfaatnya untuk penguasaan sistem peroleh dan pemrosesan data akustik yang mendekati "real-time". 4.1



Fungsi Seperti telah sekilas dijelaskan di dalam Sub-bab 3.3, transducer adalah



alat yang berfungsi untuk mengubah energi listrik menjadi energi suara dan sebaliknya. Dengan demikian, ditinjau dari fungsinya ini, maka transducer dibagi menjadi dua kelom.pok yakni transducer yang berfungsi untuk pemancaran suara (transmitting transducer) disebut projector dan yang berfungsi untuk penerimaan suara (receiving transduce ) disebut hydrophone. Pemisahan yang jelas antara kedua fungsi itu biasanya pada pasif sonar, sedangkan pada aktif sonar cukup dengan transducer saja karena berfungsi ganda baik untuk transmitting maupun receiving. 4.2



Jenis dan Bahan Secara umum transducer (dari bahan & prinsipnya) dibagi menjadi



magnetostriction transducer dengan bahan utama nickel dan electrostriction/ piezoelectricity transducer dengan bahan utama adalah keramic. (1)



Magnetostriction transducer Bahan-bahan magnetostrictive dapat mengubah dimensi transducer jika diletakkan dalam suatu medan magnet dan dapat mengubah medan magnet didalam dan di sekitarnya jika mengalami stress. Berdasarkan prinsip inilah, maka energi suara dapat diubah menjadi listrik dan sebaliknya.



(2)



Electrostriction/Piezoelectric transducer Bahan-bahan piezoelectric adalah substansi kristal seperti quartz, ammonium dihydrogen phosphate (ADP), rochelle salt, dan sebagainya.



Dasar-dasar Akustik Kelautan 38



Mereka menghasilkan muatan antara permukaan kristal tertentu jika diletakkan di bawah suatu tekanan dan stress jika suatu tegangan listrik (voltase) diletakkan melintasinya. Sedangkan



bahan-bahan



electrostrictive



adalah



seperti



polycrystalline ceramics dimana bisa dipolarisasikan dengan meletakkan pada suatu medan elektrostatis yang tinggi. Contoh bahan-bahan ini adalah barium titanate, lead zircon I ate titanate, dan sebagainya.



4.3



Directivity Patern / Index Sebelum mulai membahas tentang directivity pattern/ index, ada baiknya



mengingat kembali bagaimana proses pembentukan beam. Prinsip dasar adalah kira-kira sebagai berikut Jika dua sumber gelombang suara dengan frekuensi yang sama dan terletak pada satu garis lurus dengan jarak λ, 2 λ, 3 λ dan seterusnya, maka kedua sumber tersebut akan mempunyai phase yang sama sehingga saling memperkuat. Selanjutnya, jika kedua sumber titik tersebut berjarak -1/2 λ, 3/2 λ, 5/2 λ, dan seterusnya, maka kedua gelombang suara yang dipancarkan akan memiliki phase yang berlawanan dan saling menetralisir satu sama lain, sehingga gelombang suara dihasilkan energi total yang sama dengan nol pada setiap tidak medan akustik. Berikutnya jika kedua sumber suara sejajar, maka. akan terjadi interferensi antara gelombang-gelombang suara dari kedua sumber tersebut. Hal ini menyebabkan adanya phase dan arah gelombang suara yang sama sehingga menimbulkan intensitas suara maksimum dan sebaliknya phase gelombang yang berlawanan sehingga intensitasnya menjadi nol. Bisa dibayangkan bahwa karena dipermukaan transducer terdapat banyak sumber suara titik, maka dengan proses interferensi suara tadi akan timbul suatu beam di luar batas interferwisi tersebut. Seperti telah dijelaskan di Sub-bab 3.3, bahwa sehubungan dengan terbentuknya beam dari permukaan transducer, maka sudah tentu terhadap sumbunya terdapat sudut - beam tertentu (θ). Salah satu karakteristik/ sifat transducer yang berkaitan dengan 'sudut beam ini adalah Directivity Index (DI) atau Directivity Pattern.



Dasar-dasar Akustik Kelautan 39



Directivity pattern adalah pola pemancaran gelombang suara dari permukaan transducer yang biasanya terdiri dari satu main lobe dan beberapa side lobe. Salah satu betuk tiga dimensi dari directivity pattern untuk circular transducer adalah seperti tertera pada Gambar 23. Di sini terlihat bahwa transducer axis (Z) adalah garis lurus yang melalui pusat transducer dan tegak lurus dengan permukaannya. Sedangkan Directivity pattern b (θ) didefinisikan sebagai rasio antara intensitas suara pada sudut/ koordinat (θ, Ø) tertentu dari sumbu dengan intensitas suara di sumbu : V2(θ, Ø) ..................................... ........... (30) = b (θ, Ø) = V(θ, Ø) I (θ, Ø) Untuk circuler transducer ini biasanya faktor sudut beam (θ) saja yang berperanan I (θ, Ø)



sehingga untuk mudahnya bisa disederhanakan menjadi I (θ) ................................................................... ........... (31) b (θ) = I (0) Directivity Index (DI) adalah rasio antara intensitas suara yang dipancarkan atau diterima oleh transducer dengan full bam 2θ terhadap omni-directional transducer (lihat Gambar 24). Secara matematis DI dapat digambarkan sebagai berikut



DI  10 log



4



 .bd







 10 log 4A



2



 ................................................................ ……... (32)



dimana A adalah active area of the transducer face, dan λ adalah wavelength. Jadi untuk circular dan square/ rectangu1ar transducer, DI masing-masing adalah : (1)



Circular transducer DI = 10 log (2πa/λ )2 ................................................................ ............(33) = 20 log ka.



dimana a adalah radius permukaan transducer (m), (2)



Rectangular transducer DI = 10 log (4πA/λ2) ............................................................. ........... (34) = 10 log (k2 L W/π)



dimana k adalah 2πf /c = ω/c, L adalah panjang transducer dan W lebar transducer.



Dasar-dasar Akustik Kelautan 40



Gambar 23. Three-dimensional view of the directivity pattern of acircular tranducer a. coordinates b. directivity patteren



Dasar-dasar Akustik Kelautan 41



Gambar 24. Directivity Ibdex dari transducer dengan bentuk pemancaraan dan penerimaan suara yang berbeda. a. omnidirectional b. hemispherical c. directional



Dasar-dasar Akustik Kelautan 42



Dalam perhitungan teoritis, untuk mendapatkan nilai directivity pattern dari suatu transducer bisa digunakan yang lebih rumit. Khusus untuk transmisi suara saja, maka rumus-rumus tersebut menjadi : (1)



Untuk circular transducer



b θ   (2)



2J 1 (ka  Sinθi ............................................................ (35) ka  Sinθ



Untuk rectangular transducer















sin k w sin θ sin k L sin θ 2 2 b (θθο)   w L k sin θ k sin θ 2 2







............................ (36)



dimana J1 adalah Bessel function of the first kind.



4.4



Equivalent/ Ideal Beam Ideal Equivalent Beam adalah suatu beam dimana mempunyai uniform



directivity pattern dan simple conical beam (Gambar 25) seperti pada Gambar 25, ideal beam mempunyai directivity pattern yang seragam dengan sifat-sifat sebagai berikut : (1)



In the transmitting mode Intensitas suara yang dipancarkan adalah konstan (Im) pada setiap jarak dari transducer untuk seluruh lebar beam dengan sudut ψ dan nol di luar sudut beam tersebut.



(2)



In the receiving mode Respon terhadap gelombang suara yang diterima dari sumber pemancaran kembali (target) dengan power yang konstant dari jarak tertentu adalah konstan untuk seluruh lokasi di dalam sudut ψ dan nol untuk seluruh lokasi diluarnya. Kalau dibandingkan dengan beam biasa, maka beam ideal ini jelas sekali perbedaannya (lihat Gambar 26) dan kalau dihitung DI-nya dapatlah dirumuskan sebagai berikut : a. Untuk circular transducer :



 λ  DI  10 log Ψ  20 log    7.7 db/steradian ...........................(37)  2 πa 



Dasar-dasar Akustik Kelautan 43



Gambar 25. Ideal beam pattern of a tranducer



Gambar 26. Perbandingan antara beam ideal dan beam biasa



Dasar-dasar Akustik Kelautan 44



b. Untuk rectangular transducer



 λ2    7.4 db/steradian ........... .......... (38) DI  10 log Ψ  10 log  4 πLW   Sudah tentu dengan adanya beam ideal ini, maka konsep dasar pendugaan stok ikan akan menjadi jauh lebih mudah, hanya dalam konstruksi/ pernbuatannya sangat sulit. Kalaupun tidal ideal, jika ada beam yang mendekati/quasi ideal beam saja pasti akan sangat besar peranannya dalam dunia akustik kelautan/ perikanan. 4.5



Tipe-tipe Transducer Mutakhir Khususnya Untuk diaplikasikan dalam eksplorasi sumberdaya hay ati laut/



pendugaan stok ikan secara kuantitatif, maka akhir-akhir ini telah banyak didisain dan dikembangkan tipe-tipe beam yang sangat canggih karena memungkinkan pendugaan stok ikan secara real-time. Beberapa diantaranya adalah dual beam, split-beam, quasi-ideal beam dan cross-fan-beam. Penjelasan yang lebih rinci dari tipe-tipe beam tersebut akan diberikan pada. kuliah Akustik Kelautan, untuk sementara yang perlu diketahui adalah tipe-tipenya saja dulu seperti tertera pada Gambar 27:



Dasar-dasar Akustik Kelautan 45



Gambar 27. Tipe-tipe beam transducer mutakhir a. b. c. d.



dual-beam split-beam quasi-ideal-beam cross-fan-beam



Dasar-dasar Akustik Kelautan 46



5.



PERSAMAAN AKUSTIK Persamaan akustik (sonar/acoustic-equations) adalah sangat essensial



karena akan dapat membantu fungsi-fungsi praktis yang sangat penting dalam : (1) menduga penampilan dari pendugaan terhadap peralatan dengan disain yang diketahui atau yang sedang ada; (2) mendisain sonar, dimana "pre-established range" diperlukan untuk operasi peralatan yang sedang didisain. Seperti telah sepintas disinggung di bagian muka, sinyal echo yang diterima di receiver mengandung dua porsi



yakni sinyal itu sendiri yang



diharapkan dan background (yang tidak diharapkan). Background ini terdiri dari noise (the essentially steady state portion not due to one's own echo ranging) dan reverberation (the slowly decaying portion of the background representing the return of one's own acoustic output by scatterers in the sea). Jadi obyektif dari mendisain sonar adalah untuk mendapatkan sinyal setinggi mungkin dan background serendah mungkin, sehingga "signal to background ratio" atau yang lebih spesifik lagi adalah "signal to noise ratio" (SNR) bisa sebesar mungkin. Khusus tentang noise ini sebenarnya dibagi lagi menjadi ambient noise, self noise dan radiated noise. Pada prinsipnya radiated (acoustic noise dan electrical noise) disebabkan transfer energi dari angin, air/ dasar laut, hujan yang terjadi di permukaan, bising suara mesin kapal (ship noise) propeler, mesin-mesin listrik yang berhubungan dengan kabel-kabel clan sebagainya. Termasuk dalam golongan ambient noise adalah biological noise (intense noise, the stridulatory noise) Yang dihasilkan oleh hewan-hewan bawah air (dolphin, porpoise, crabs, shrimp/lobster, dan sebagainya). Sedangkan self-generated noise misalnya receiver amplifier Self-noise. Contoh dari suatu sinyal yang ada noisenya adalah seperti terlihat pada Gambar 28.



Dasar-dasar Akustik Kelautan 47



Gambar 28. Pengaruh noise terhadap sinyal echo



Dasar-dasar Akustik Kelautan 48



Air laut adalah bukan cairan murni, tetapi berisi sejumlah partikel-partikel kecil mulai dari debu, lumpur, pasir sampai organisme-organisme kecil baik phytoplankton maupun zooplankton. Gelembung-gelembung udara (bubbles) 'yang terjadi dipermukaan air sewaktu hujan lebat juga merup akan sumber dari reverberasi permukaan. Reverberation adalah jumlah scattering di dalam volume air yang diinsonifikasi oleh beam transducer yang disebabkan oleh reradiasi suara oleh partikel-partikel atas acoustic power yang dipancarkan.



5.1



Parameter dan Definisinya Dalam persamaan akustik ini terdapat berbagai macam parameter yang secara



garis besar dikelompokkan menjadi tiga, yakni (1) parameter-parameter alat (SL, NL, DI, DT), (2) parameter parameter target (TS, SV), dan (3) parameter-parameter medium (TL, RL, NL). Berikut ini diberikan daftar dari parameter-parameter tersebut beserta definisinya yang untuk tidak mengubah sedikitpun artinya, maka tetap dalam bahasa Inggris (Tabel 2). Perlu dicatat bahwa reference intensity adalah "a plane wave of rms pressure 1 µPa". Untuk memberikan gambaran diagramatik yang mengilustrasikan. parameter-parameter tersebut. Untuk memberikan penjelasan lebih lanjut dari parameter-parameter penting saja, yang umumnya digunakan pada persamaan sonar aktif, maka berikut ini diberikan lima parameter saja (yang lainnya secara umum bisa dilihat pada tabel 2).



Dasar-dasar Akustik Kelautan 49



Tabel 2. Parameter-parameter persamaan akustik dan definisinya Parameter Symbol Source level SL Transmission loss Target strength Noise level Receiving directivity index Reverberatio n level Detection threshold



TL TS NL DI



FL DT



Reference Lyd from source on it’s acoustic axis Lyd from source and at target or receiver Lyd from acoustic center of target At hydrophone location At hydrophone terminals At hydrophone terminals At hydrophone terminals



Definition 10 log 10 log 10 log 10 log 10 log 10 log 10 log



* The reference intensity



Dasar-dasar Akustik Kelautan 50



1.



Source Level, SL (dB/1 μPa/1 m) SL = 10 log (intensity of source/ inferen intensity).........................................(39)



2.



Receiving Sensitivity, SRT (dB/1 m/1 μPa) SRT = 20 log (2,0 x 10-19 η A RR)..................................................................(40) Dimana : η = x (e.g. 50x = 0,25) A = the transducer face in m2 RR= the radiation resistance in ohms



3.



Transmission Loss, TL -



The one-way loss due to spreading and absorption TL = 20 log R + α R ..................................................................................(41)



-



The two-way loss for single target 2 tl = 40 log R + 2 α R ...................................................................…........(42)



-



The two-way loss for school TL2 = 20 log R + 2 α R ..............................................................................(43)



4.



Reverberation Level, RL RL = 10 log (reverberation power at the transducer terminals/ power generated by reference intensity).........................................................................(44)



5.



Beam Faktor, BF (dB) BF = 10 log 2β .............................................................................................(45) = the equivalent beam of solid angle 2β steradians derived by integration on the actual beam pattern



5.1



Persamaan Sonar Aktif dan Pasif Seperti telah disinggung di bagian depan, ada dua macam persamaan sonar yakni



persamaan sonar aktif dan persamaan sonar pasif. Persamaan sonar pasif dimaksudkan adalah target dengan sendirinya menghasilkan sinar yang kemudian dideteksi dengan receiving transducer. Dengan demikian SP adalah level dari radiator noise dari target pada jarak 1 yard. Juga TS menjadi tidak toleran dan hanya TL satu arah saja yang diperhitungkan. Persamaan sonar aktif pada prinsipnya dibagi lagi menjadi dua yakni yang monoststic dan bistatic. Untuk yang monostatic, transducer pemancar dan npenerimaan adalah “coincident” (coaxial) dan echo dari target kembali ke transducer (source). Dasar-dasar Akustik Kelautan 51



Sedangkan untuk yang bistatic, transmitting transducer dipisah dengan receiving transducer (separate transducer). Dalam hal ini kedua TL yang akan menuju dan kembali dari target umumnya tidak sama. Secara matematis, kedua jenis persamaan sonar tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : 1.



Active Sonar -



Noise background SL – 2TL + TS = NL – DI + DTN .............................................................(46)



-



Reverberation background SL – 2TL + TL = NL + DTN .....................................................................(47)



2.



Passive Sonar SL – TL = NL – DI + DTN ........................................................................(48) Selanjutnya terminologi dari berbagai kombinasi dari parameter-parameter sonar



dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Terminology of various combinations of the sonar parameters Name Echo level Noise-masking level Reverberatiomasking level Echo excess Performance figure Figure of merit



5.2



Parameters SL – 2TL + TS NL – CI + DT RL + DT SL – 2TL + TS – (NL – DI + DT) SL – (NL – DI) SL – (NL – DI + DT)



Bentuk “Transient” Persamaan Akustik Seperti telah kita ketahui bahwa peralatan akustik menggunakan gelombang



pulsa yang mempunyai frekuensi, pulsa duration dan power tertentu, dengan demikian energi yang dipancarkan (melalui beam) ke dalam semua perairan dan mencapai target adalah berkaitan dengan waktu/ jarak pemancar. Energi yang dipancarkan untuk panjang pulsa tertentu dan tidak dalam kondisi tetap (not in stably state condition) disebut dalam keadaan “Transient”. Dengan



Dasar-dasar Akustik Kelautan 52



demikian, “energy flux density” adalah energi akustik per satuan luas bentuk gelombang pulsa, yang kalau dirumuskan menjadi : 



E   I (t ) dt 







1 / pc  p 2 (t ) dt ............................................................................................(49) 



Dari persamaan tersebut, dapatlah dicari intensitas suara untuk suatu interval waktu T, yakni : 







I  1/ T







p 2 (t ) dt .............................................................................................(50) pc



atau kalau lebih disederhanakan akan menjadi :



I  E / T .............................................................................................................(51) Kalau dikonversi dalam satuan GB, maka persamaan tersebut menjadi : SL = 10 log E – 10 log







e .................................................................................(52)



Dimana : SL = source level for the intensity form, E = energy flux density source yard







e



= the duration of the echo (in second) for an active sonar



Untuk gelombang pulsa yang dipancarkan dalam bentuk “flat-topped pulsa” dengan SL konstan sebesar SL’ untuk selang waktu 10 log E = SL’ 10 log







o







o,



maka :



...........................................................................................(53)



Dari persamaan (52) dan (53) diperoleh : SL + 10 log SL







e



= SL’ + 10 log







o



 o – 10 log  e = SL’ + 10 log (  o /  e)....................................................................................(54) = SL’ + 10 log



Hal ini menggambarkan bahwa “actual pulse” dengan lebar







o



dan sourse level SL’



yang sulit dihitung (kecuali diukur), maka untuk mendapatkan lebar pulsa yang setara / equivalent (  e ) dapat dihitung dari persamaan (54). Harus diingat bahwa : SL + 10 log







e



= SL’ + 10 log







o



Dasar-dasar Akustik Kelautan 53



Biasanya untuk pulsa yang panjang (long pulse),







o



-  e. Sehingga SL = SL’;



tetapi untuk pulsa pendek (short pulse) yang umumnya banyak ditemukan dalam akustik kelautan/ perikanan,







e



>







o,



sehingga SL < SL’, dan Δ SL = 10 log (  o /  e).



Dari kenyataan di atas, sudah sewajarnyalah untuk memilih lebar pulsa yang setepat tepatnya dalam pengoperasian echo-sounder karena selain berkaitan dengan “depth resolution” dan sebagainya seperti telah dijelaskan pada Bab 2.



6.



REFLEKSI SUARA DAN KONSEP DASAR SISTEM PEROLEHAN DAN PEMROSESAN DATA KUANTITATIF



6.1



Refleksi Suara oleh Singgle Target Ketika gelombang suara dipancarkan oleh transducer dan dirambatkan melalui



suatu medium dan membaur obyek dengan densitas yang berbeda dengan medium yang bersangkutan, dan sebagian sebagian dari energi akustik diserap oleh obyek/ target dan sisanya direfleksi/ dipantulkan kembali ke transducer. Masing-masing target (reflecting target) mempunyai karakteristik tersendiri dalam pemantulan suara yang dapat diekspresikan dalam bentuk rasio antara intensitas suara yangv mengenai obyek (intensity incident sound wave) dan intensitas yang dipantulkan (intensity of reflected sound wave) :



ts 



Ir ...........................................................................................................(55) Ii



atau dalam bentuk logaritma disebut target strength TS = 10 log (Ir/Ii)



....................................................................................(56) r=1m



dimana



Ir = reflected intensity at 1 m from the target, dan Ii = incident intensity which strikes the fish (lihat Gambar 31a).



Jika seluruh (100%) incident energy direfleksikan oleh target yang bersangkutan, maka : ts = Ir / Ii = reflected intensity / incident intesity = 1 dan TS = 10 log (Ir / Ii) = 10 log 1 = 0 dB. Dalam dunia akustik, target inilah yang disebut “ideal target”.



Dasar-dasar Akustik Kelautan 54



Sifat-sifat refleksi suara oleh target cepat juga diukur dengan parameter lain yakni “equivalent cross section” (σ). Seperti terlihat pada gambar 32, jika gelombang suara mengenai target dengan intensitas Ii, maka jumlah power yang mengenai target tersebut adalah Ii σ. Selanjutnya jumlah power yang direfleksikan untuk jarak standar ini dari pusat bola adalah Ir.4π r2. Karena refleksi total maka power yang direfleksikan akan sama dengan yang mengenai target, sehingga : Ii σ = Ir.4π r2 Dengan demikian, σ =.4π r2 (Ir / Ii) ..............................................................................................(57) kalau persamaan (56) digabung dengan persamaan (57), maka : TS = 10 log σ / 4π ..........................................................................................(58) Ini berarti bahwa jika benar tingkat standart adalah pemantul sempurna dan bentuknya uniform, maka : σ =



 D2 4



(dimana D adalah diameter bola); sehingga diperoleh : TS = 10 log (D2 / 4) Ini berarti bahwa untuk mendapatkan nilai TS = 0, maka reference target yang diameternya = 2 π D2 ini adalah suatu ukuran yang sangat besar dan tidak mungkin diaplikasikan dalam pengukuran.



Dasar-dasar Akustik Kelautan 55



Gambar 31. Reflection of sound wave by a single target a. pendekatan linier b. bentuk logaritme (dB)



Gambar 32. Refleksi gelombang suara oleh sebuah bola



Dasar-dasar Akustik Kelautan 56



Equivalent cross section dari target (σ) atau target strength (TS) tergantung dari dimensi target relatif terhadap panjang gelombang dan terhadapdensitas target, relatif terhadap densitas medium. Makin besar perbedaan antara densitas medium dan target, maka makin energi yang direfleksikan. Indek refleksi ini diberikan dalam bentuk impedance (PC) yang dalam kuliah Akustik Kulautan akan dijelaskan secara lebih rinci. Dalam situasi praktis, TS dapat diekstrasi menurut persamaan (lihat Gambar 31b) : TS = EL + 2 (20 log r + α r) – SL = EL + 2 TL – SL .....................................................................................(59) Sudah tentu persamaan ini hanya bisa diterapkan untuk target yang berada pada sumbu beam. Perlu dicatat bahwa 40 log r atau 2 TL = 40 log r + 2 α r. Berkaitan dengan single target saja dimana terjadi dua kali TL. Sebagai contoh, untuk target TS = -30 dB harus mampu merefleksikan suara yang mengenainya sebesar 10 log (1/1000) = -30 dB. Jika dihitung dengan rumus, SL = 222,2 dB/ 1 μPa dan α = 10 dB/ km agar diperoleh TS = 96,2 + (92 + 4) – 222,2 = -30 dB.



6.2



Refleksi Suara oleh Multiple Target Suatu group single (target dimana berada pada suatu volume air tertentu yang



diinsonifikasi suara sesaat (instantaneously) oleh transmitted sound wave dapat dibuat sebagai multiple target (Gambar 33). Dalam hal ini masing-masing individu target menjadi sumber dari “reflected sound wave” (mencakup reradiated and back cattered sound wave) dan pusat akustik dari multiple target tersebut dapat dianggap sebagai sumber dari “coposite reflected wave”. Jika individual target menyebar normal, maka total power yang dipantulkan oleh multiple target akan (secara rata-rata) merupakan jumlah dari power yang direfleksikan oleh masing-masing individu (dengan asumsi tidak ada “shadowing effect” dan “multiple scattering” serta mediumnya adalah homogen). Dengan demikian, maka total intensitas gelombang suara yang dipantulkan oleh suatu multiple target adalah jumlah dari intensitas suara yang dipantulkan oleh individual target : Ir total = Ir1 + Ir2 + .....+ ......+ Irn ...................................................................(60)



Dasar-dasar Akustik Kelautan 57



Dimana irj = the intensity of the sound wave reflected by the jth individual target; n = number of targets. Untuk suatu group terdiri dari n target dengan sifat-sifat akustik yang serupa, kita dapat mengestimasi nilai rata-rata dari intensitas gelombang suara yang dipantulkan oleh target tunggala I r. Dengan demikian, total intensitas dari gelombang suara yang dipantulkan menjadi : Ir total = n I r ................................................................................................(61) dimana, I r 



1 n  Irj n j 1



= average intensity of sound reflected for a single target Equivalent cross section rata-rata per target ( =



1 n  σj), menurut definisi σ = 4π (Ir/Ii) akan menjadi : n j 1



  4 ( Ir / Ii) ................................................................................................(62) Dengan mengganti Ir 



 . In yang diperoleh dari persamaan (62) ke dalam persamaan 4



(61), maka diperoleh : Ir total = (n / 4 ) ........................................................................................(63) Jadi total intensitas dari gelombang suara yang dipantulkan oleh multiple target adalah proporsional terhadap jumlah individual target (n), scattering cross section ratarata per target (  ), dan intensitas dari incident wave (Ii). Persamaan (63) di atas dapat ditulis dalam bentuk yang lebih sederhana yakni : Ir total  n  Ii ........................................................................................................(64) Sekali lagi, model ini adalah valid dengan asumsi bahwa medium adalah homogen dan multiple scattering/ secondary reflection serta shadowing effect diabaikan. Persamaan (64) di atas adalah basis untuk pendugaan secara kuantitatif dari stok/ biomass ikan dengan metode akustik dan melalui berbagai percobaan verifikasi, “linierity of fisheries acoustic” sudah berhasil dibuktikan.



Dasar-dasar Akustik Kelautan 58



Gambar 33. Reflection of sound wave be a multiple target a. pendekatan linier b. b. Bentuk logaritme (dB)



Dasar-dasar Akustik Kelautan 59



Kalau rumus (64) tersebut diubah dalam bentuk logaritma dimana satuannya menjadi dB, maka akan diperoleh hubungan : SV = 10 log n + T S ...............................................................................................(65) Dimana Sv adalah volume reverberation atau volume backscattering strength yang didefinisikan sebagai berikut : SV = 10 log (backscattering intensity from unit volume at 1, distance/ incident intensity) = log (Ir/Ii)



..............................................................................................(66) r =1m



Kalau untuk target tunggal digunakan istilah echo level (EL) untuk intensitas suara yang mencapai transducer, maka untuk multiple target ini digunakan istilah reverberation level (RL). RL ini didefinisikan sebagai : RL = 10 log (reverberation power at the transducer terminal/ power generated by reference intensity) ..............................................................................(67) dimana, reference intensity adalah plane wave dengan tekanan rms sebesar 1μPa. Untuk penggunaan secara umum dari RL, maka beberapa asumsi harus dibuat terutama tentang “scatterer” yang berada pada lapisan pembauran (scattering layer), antara lain : 1) perambatan gelombang suara harus pada garis lurus dan hanya ada spreading loss saja; 2) ikan harus menyebar dengan kemungkinan yang sama pada volume mediumnya dengan depth resolution sebesar setengah panjang pulsa (0 T/2) pada jarak yang bersangkutan/ ditentukan; 3) tidak ada multiple scattering. Point (2) di atas relevan dengan persamaan akustik karena mempengaruhi transmission loss (TL). Hal ini karena one way TL adalah 20 log R, yakni jika jarak bertambah dengan 2 kali, maka luas dari wave front bertambah dengan 2α. Jadi, jumlah target yang dikenai oleh beam meningkat dengan proporsi yang sama dengan TL dimana secara efektif menunda TL dalam satu arah. Ini adalah betuk kedua dari persamaan transmission loss, digunakan untuk multiple target atau lapisan yang menyebar sepanjang beam. TL2 = 20 log R + 2α R ...................................................................................(68) Harus tetap diingat bahwa α masih two-way loss.



Dasar-dasar Akustik Kelautan 60



6.3



Sistem Peroleh dengan Pemrosesan data Kuantitatif Dalam studi tentang akustik ini pada akhirnya harus diusahakan agar diperoleh



data kuantitatif yang kemudian diproses untuk menghasilkan suatu informasi dari target yang menjadi tujuan studi. Untuk itu mula-mula yang dengan susah payah dikembangkan para ahli akustik adalah analog echo integrator. Karena sistem ini sangat mendasar, maka ada baiknya dalam sub-bab ini menitikberatkan diri sistem perolehan dan pemrosesan data dengan analog echo integratordimana pengembangan selanjutnya yakni menjadi digital echo integrator dengan sistem canggih lainnya menjadi ruang lingkup dari kuliah akustik kelautan. Echo integrator menerima semua sinyal dari “calibrated output” echosounder (lihat Gambar 34), yakni sinyal-sinyal yang dalam bentuk RF (raw frequency). Sinyalsinyal tersebut kemudian diproses mula-mula oleh demodulator (untuk menghasilkan envelop detected signal), kemudian dikuatkan dengan Amplifier dengan gain tertentu (sesuai dengan dynamic rangenya), dilewatkan ke threshold dengan level tertentu sehingga noise & reverberation yang tidak diinginkan bisa dihilangkan, selanjutnya dieleksi menurut kedalaman dan interval dengan selector, akhirenya barulah dikuadraqtkan voltasenya dengan voltage squarer agar informasi yang diperoleh menjadi bentuk intensitas, dan yang paling akhir adalah diintegralkan dengan integrator. Jadi jelas disini bahwa istilah integrator digunakan dalam hubungannya dengan perhitungan matematis untuk mengukur luas di bawah kurva power (kuadrat voltase) versus waktu. Waktu adalah proporsional terhadap jarak dan voltege output adalah proporsional terhadap densitas target. Sebagaimana telah dijelaskan pada bagian muka (Bab 2), hubungan dan analogi antara parameter-parameter listrik (sinyal) dengan parameter-parameter fisik di dalam air adalah sebagai berikut : voltase (V) analog dengan pressure (P), Watt (W) analog dengan intensitas (I), V 2 setara dengan W dan P2 setara dengan I.



Dasar-dasar Akustik Kelautan 61



Gambar 34.



Contoh sistem perolehan dan pemrosesan data dengan analog echo integrator A. keadaan yang sebenarnya di lapang, B. block diagram & bentuk-bentuk gelombangnya



Dasar-dasar Akustik Kelautan 62



Dengan demikian, dapatlah dikatakan bahwa pengkuadratan voltase akan proporsional dengan intensitas. Selanjutnya untuk mendapatkan data kuantitatif dari suatu sistem perolehan dan pemrosesan data dapat juga dilakukan dengan melakuikan simulasi/ modelling (pendekatan teoritis) yang hasilnya tentu haris diverifikasi dengan data/ informasi di lapang. Dalam hal ini simulasi bisa mulai dari target strength (TS), kemudian dengan data tersebut harus sampai ke volume backscattering strength (SV) dan densitas stok target.



7.



TARGET STRENGTH DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA



7.1



Target Strength Dalam pendugaan stok Ikan dengan metode akustik dan juga mendisain echo



sounder/sonar, faktor terpenting yang harus diketahui adalah target strength. Target strength adalah kekuatan dari suatu target untuk menentukan suara. Tergantung dari domain yang digunakan, target strength didefinisikan menjadi dua, yakni “intensity target strength” dan “energy target strength”. Secara sederhana kedua definisi tersebut dapat diformulasikan



sebagai. berikut (Johannesson and Mitson,



1983) : (1) Intensity target strength (TSi)



relected intensity1 m from the target incident intensity which strikes the target



TSi 10 log 10 log



Ir ………………………………………………………………(1) Ii



(2) Energy target strength (TSe)



TSe 10 log 10 log



relected energy 1 m from the target incident energy which strikes the target Er ……..…………………………………………………………(2) Ei



dimana dalam hal ini intensitas dan energy (E) didefinisikan sebagai berikut :



P 2 (rec) I …………………………………………………………………...(3) PC Dasar-dasar Akustik Kelautan 63







E   I (t) dt ……………………………………………………………………(4) 0



Serta P(rec) adalah "pressure" yang diterima oleh "receiver" dari echo sounder yang secara matematis dapat didefinisikan sebagai :



P (rec)  s G b 2 σ dimana : s



adalah bentuk gelombang dari sinyal echo,



G adalah cumulative gain, b2 adalah transmit &. receive beam pattern σ



adalah scattering crosssection



Untuk lebih jelasnya, pada Gambar 1 diberikan block diagram dari sistem echo sounder yang pada prinsipnya memberikan alasan kenapa sampai kepada dua definisi target strength yang berbeda. Dari gambar tersebut, definisi intensity target strength dan energy target strength, masing-masing akan menjadi :



TSi



= 10 1og {[P (bsc)]2 / [P(inc)]2) ………………………………….…………….(6) 



TSe







= 10 1og (  [SFH] dw /  [SH]2 dw)……………………………….……….(7) 2



0



0



Dimana : P(bsc) = backscattered signal, P(inc) = incident signal, S(w)



= the frequency transfer fuction of the transmitter,



F(w)



= the frequency transfer fuction of the target,



H(w) = the frequency transfer fuction of the receiver.



Dalam prakteknya, semua parameter di atas sulit untuk diukur, dengan demikian untuk pengukuran target strength ikan di laboratorium pada umumnya, digunakan target acuan (reference target) yang nilai target strengthnya telah diketahui/ diukur sebelumnya. Dalam hal ini, rumus perhitungan target strength akan menjadi (Arnaya et al,1988).



Dasar-dasar Akustik Kelautan 64



 V 2 (max)    TSr (i) ………………………………………….(8) TSi 10 log  2  V r (max)  t2 t2 TSe 10 log   v 2 (t) dt /  v 2 r (t) dt   TSr (e) ……………………………(9) t1  t1 



dimana : v2 (max) 2



= the peak squared echo envelope voltage of target,



v r (max)



= the peak squared echo envelope reference of target,



TSr (i)



= intensity target strength of reference target,







t2







t2



t1



t1



v 2 (t) dt



= the echo energy of target,



v 2 r (t) dt



= the echo energy of reference target,



TSr (e)



= energy target strength of reference target.



Gambar : 35. Model sistem linier dari echo sounder



Perlu diketahui bahwa bola (sphere) adalah suatu target yang paling ideal karena “scattering cross-section (σ) nya akan = π a2. Kemudian karena target strength, TS = 10 log (σ/4π), maka target strength teoritis dapat dihitung dengan rumus yang sangat



Dasar-dasar Akustik Kelautan 65



sederhana (hanya untuk “time-domain” saja karena untuk “frequqncy-domain” harus dilakukan koreksi terhadap “resonance frequency”, dan sebagainya) : TSr = 10 log (a2 / 4) ………………………………………………………...(10) dimana : a adalah jari-jari dari lingkaran bola.



Khusus untuk mendapatkan nilai in situ target strength akan dirumuskan tersendiri pada sub-bab 3.2 sewaktu menjelaskan metode pengukuran in situ target strength. Yang diingat



lagi perlu juga bahwa dalam kenyataannya di lapangan,



pengukuran “energy target strength” sangat sulit,



dengan demikian untuk tingkat



teknologi sekarang ini masih digunakan “intensity target strength”.



7.2



Ukuran Ikan Salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap nilai target strength adalah



ukuran ikan. Untuk spesies ikan yang sama, pada.umumnya makin besar



ukuran



ikan



maka makin besar nilai target strength-nya. Hal ini terutama berlaku untuk “geometric region” dari grafik hubungan antara ukuran target dan target strength (untuk region yang lain yakni Rayleign region, resmance region dam transition region kecenderungan hubungan linier tersebut tidak berlaku). Secara akustik ukuran panjang ikan (L) berhubungan linier dengan scattering cross section (σ) Menurut persamaan σ = a L2, yang dengan demikian hubungan antara target strength (TS) dam L menjadi sebagai berikut : TS = 20 1og L + A ..………………………………………………………(11)



dimana A adalah nilai target strength untuk 1 cm panjang ikan (normalized target strength) dimana tergantung dari species ikan. Khusus untuk ikan-ikan yang mempunyai gelembung renang (bladder f ish)



hubungan linier tersebut sudah banyak diteliti dan



telah teruji kebenarannya (Foote, 1987), akan tetapi untuk ikan-ikan yang tidak mempunyai gelembung renang (bladderless f ish) masih memerlukan penelitian lebih lanjut.



Dasar-dasar Akustik Kelautan 66



Dalam kenyataannya, nilai 20 log L dalam persamaan (11) di atas juga bervariasi karena sangat tergantung dari spesies, ikan dan faktor-faktor instrumen yang digunakan. Sebagai contoh dari hubungan tersebut adalah seperti tertera pada Gambar 2 (untuk horse mackerel) (Johannesson and Losse, 1973). Kekomplekan hubungan antara TS dam L tergantung juga dari faktor-faktor lain (yang akan dijelaskan pada sub-bab berikut ini) karena sulit untuk mengisolasi hanya satu faktor mengingat ada keterpengaruhan antara kesemua faktor-faktor tersebut.



7.3



Gelembung Renang Sacara akustik ikan dam organisme laut lainnya dapat digolongkan menjadi dua



kelompok besar, yakni :



bladder fish



physostomes (gelembung renang terbuka)



"fish" physoclists (gelembung renang tertutup)



bladderless fish



(tidak mempunyai gelembung renang)



Dasar-dasar Akustik Kelautan 67



Gambar 36. Hubungan antara target strengthdan panjang ikan



Dasar-dasar Akustik Kelautan 68



lkan-ikan yang mempunyai gelembung renang (bladder fish) pada umumnya tidak memiliki.target strength maksimum tepat pada dorsal-aspectnya karena gelembung renang tersebut.membentuk sudut terhadap garis sumbu memanjang ikan (garis horizontal) sebesar 2.2 - 100 atau



rata-rata 5.60. Sedangkan untuk ikan-ikan yang



tidak memiliki gelembung renang, nilai maksimum dari TS pada umumnya tepat pada dorsal-aspectnya, kecuali untuk ikan yang bentuk tubuhnya tidak streamline. Berdasarkan penelitian dam kemudian simulasi yang telah dilaksanakan (Furusawa, 1988 dan Arnaya at al,1990 b), nilai TS “bladder fish” adalah ± 10 dB lebih besar dibandingkan dengan bladderless fish” khususnya untuk “geometric region”. Bladderless fish tidak mempunyai memiliki



Resonance



region,



sedangkan



bladder



fish



resonance region yang nilainya tergantung dari kedalaman renang ikan



yang bersangkutan. Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas dari perbedaan kedua jenis ikan tersebut lihat Gambar berikut.



7.4



Tingkah laku/ Orientasi Tingkah laku ikan berpengaruh terhadap orientasinya relative terhadap



transducer. Orientasi ikan ini sebenarnya meliputi pitching (tilting), rolling dan yawing. Pengaruh dari yawing tidak menentukan karena pada umumnya bentuk transducer adalah bulat sdan dilihat dari transducer posisi ikan tidak menimbulkan perubahan sudut. Pengaruh rolling tergantung dari posisi ikan. Untuk bladder fish biasanya tidah berpengaruh nyata karena sebagian besar (lebih besar dari 90%) energi yang dipantulkan oleh tubuhnya berasal dari gelembung renang. Untuk bladderles fish, pengaruh rolling cukup besar mengingat energy yang dipantulkan sangat tergantung dari bentuk dan komponen tubuh dan bukan gelembung renang. Untuk lebih memudahkan dalam mencari pola hubungan antara tingkah laku/ orientasi ikan dan target strengthnya, biasanya pengaruh yawing dan rolling tersebut diabaikan sehingga pitching atau tilting yang harus diperhitungkan. Secara umum, jika orientasi ikan dengan kepala ke bawah (downwardorientationb), maka sudut kemiringan tubuh (tilt angle)nya disebut negatif, sebaliknya kalau kepalanya ke atas (repward-orientation), maka tilt-anglenya disebut positif. Perlu ditambahkan disini bahwa yang dimaksud dengan “tilt angle” adalah sudut yang



Dasar-dasar Akustik Kelautan 69



dibentuk oleh garis horisontal dari garis/ sumbu memanjang ikan yang menghubungkan ujung mulut dan pertengahan sirip ekor.



Gambar 37. Perbedaan kecenderungan umum dari target strength “bladder fish” dan “bladderless fish” Untuk memberikan gambaran bagaimana pengaruh tilt angle (θ) tersebut terhadap nilai target strengthnya, pada Gambar 4 diberikan contoh mekanisme perubahan target strength dengan perubahan tilt angle (θ) yang lebih kecil dari 5 0. Jelas terlihat dari gambar tersebut bahwa energy yang dipantulkan oleh ikan sangat tergantung dari frequensi dari suara yang dipancarkan oleh transducer, karena untuk masing-masing frequensi memiliki karakteristik polar diagram yang berbeda. Makin tinggi frequensi, biasanya “main-lobe”nya makin ramping, sebaliknya makin rendah frequensi, mainlobe-nya makin lebar (broad) sehingga lebih sensitif terhadap perubahan tilt angle. Mengingat tilt angle sangat berpengaruh terhadap TS, maka untuk mencari hubungan matematis antara keduanya harus dicari fungsi distribusi dari tilt angle (tilt angle probability distribution function). Fungsi ini yang umum dikenal sebagai PDF



Dasar-dasar Akustik Kelautan 70



biasanya berbentuk normal (Gaussian) dengan nilai tengah (mean) tertentu dan simpangan baku (standard deviation) tertentu pula. Untuk memudahkannya biasanya digunakan simbol N (θ, sd θ), atau cukup disebut f (θ) saja. Fungsi ini sangat penting karena digunakan untuk mendapatkan nilai rata-rata dari target strength.



Gambar 38. Directional pattern” dari ikan dengan “tilt angle” yang berbeda untuk panjang ikan dan frequensi tertentu



Untuk memberikan gambaran hubungan antara fungsi tilt angle dan nilai ratarata target strength (dalam hal ini digunakan “normalized” target strength, A), berikut ini adalah contoh untuk bladder fish (Gambar a) dan “bladderless fish” (Gambar b). Dari gambar tersebut jelas terlihat bahwa dengan PDF dai tilt angle yang berbeda, maka kecenderungan perubahan nilai rata-rata TS juga berubah secara teratur juga. Di sini hanya diberikan untuk selang panjang ikan yang kecil saja karena kesulitan dalam simulasi (Furusawa, 1988), khusus untuk melihat perbedaan antara nilai maksimum TS



Dasar-dasar Akustik Kelautan 71



dan rata-rata menurut PDF tilt angle (0,10) dan (-5,15) dapat dilihat juga pada Gambar 3 di atas.



7.5



Acoustic Impedance Kalau dalam duinia pelistrikan dikenal istilah tekanan (resistance), maka dalam



dunia akustik dikenal istilah acoustic impedance (PC), dimana C adalah kecepatan suara dalam medium dan P adalah densitas medium yang bersangkutan. Untuk air laut, C = 1500 m/s dan P = 1.025 g/cm3, sedangkan untuk tubuh ikan kedua nilai tersebut sangat tergantung dari jenis ikan dan komponen-komponen pembentuknya. Dengan demikian, untuk bladder fish nilai PC tidak berpengaruh terhadap TS, tetapi untuk “bladderless fish” sangat besar pengaruhnya karena perubahan P atau C yang kecil saja akan menimbulkan perubahan yang cukup besar pada nilai TS (lihat Gambar 6). Jadi jika melakukan pengukuran target strength dari bladderless fish”, maka maka faktor acoustic impedance ini harus diperhitungkan benar agar ketelitian pengukuran bisa ditingkatkan. Untuk memudahkannya, jika melakukan pengukuran TS ikan air laut, maka haruslah dilakukan di laut, sebaliknya untuk ikan-ikan air tawar dilakukan di air tawar juga. Sudah tentu kalu melakukan pengukuran TS dalam “in-situ condition” hal ini tidak perlu diperhitungkan karena sudah pada kondisi yang sebenarnya dan ikanpun dalam keadaan berenang bebas.



Dasar-dasar Akustik Kelautan 72



Gambar 39. Pengaruh orientasi (tilt angle) terhadap dorsal aspect target strength dari ikan. a. bladder fish b. bladderless fish



Dasar-dasar Akustik Kelautan 73



Gambar 40. Pengaruh acoustic impedance (PC) terhadap target strength “bladderless fish”



7.6



Ensonifying Frequency/ panjang Gelombang Suara Ensonifying Frequency (frekuensi suara yang digunakan) atau panjang



gelombang suara sangat berpengaruh terhadap target strength ikan yang bersangkutan. Pada umumnya untuk “bladder fish”, makin tinggi frequensi (f) atau makin pendek panjang gelombang suara (λ) (ingat λ = c/f), maka ada kecenderungan nilai TS makin rendah. Hal ini selain disebabkan oleh semakin sempitnya “directional pattern” dari energy suara yang dipantulkan untuk frequensi tinggi (lihat Gambar 4) sehingga yang kembali ke permukaan transducer lebih terbatas, juga karena untuk frequensi tinggi faktor absorpsi suara oleh air laut semakin besar. Dengan demikian, dalam survai atau penelitian dengan metode akustik, penentuan frequensi atau panjang gelombang suara haruslah hati-hati. Dalam hal ini harus diusahakan sedemikian rupa sehingga rasio dan panjang ikan terhadap panjuang



Dasar-dasar Akustik Kelautan 74



gelomabang (L/ λ) diatas 10 atau “acoustic scattering” dari ikan yang bersangkutan berada pada “geometric region”. Dengan kata lain, Jika metode akustik digunakan untuk meneliti ikan-ikan besar, digunakan frequensi rendah (misalnya 38 kHz), sebaliknya untuk zooplankton harus digunakan frequensi tinggi (bisa sampai1 MHz). Berdasarkan penelitian Lytle and Maxwell (1983), secara umum hubungan antara L/λ dan target strength adalah seperti tertera pada Gambar 7. Raylegn region adalah untuk ikan yang terlalu kecil dibandingkan dengan λ (L > λ. Seperti telah disebutkan di atas, hanya bladder fish yang memiliki “Resonance region” karena suara yang mengenai tubuh ikan bervariasi dan mengakibatkan absorbsi dan pemancaran kembali energi sehingga nilai TS-nya lebih besar dibandingkan dengan nilai jika diprediksi dengan pendekatan Rayleign. Untuk itu faktor kedalaman renang dari ikan harus diperhitungkan juga karena menimbulkan perbedaan pada “resonance region” tersebut dan konsekuensinya pada nilai target strength.



Gambar 41. Hubungan antara frequensi dan target strength untuk ikan dengan panjang yang sama



Dasar-dasar Akustik Kelautan 75



7.7



Beam Pattern Beam Pattern tergantung dari luas permukaan transducer dan frequensi yang



digunakan. Makin kecil luas permukaan transducer, maka makin besar sudut beam dari transducer tersebut (untuk frekuensi tertentu), sebaliknya makin besar luas permukaan transducer, maka Makin kecil sudut beam yang dihasilkan. Mengingat perubahan dari beam pattern, khususnya sudut beam tersebut, maka terhadap target strength juga menimbulkan pengaruh tertentu tergantung dari besar kecilnya sudut beam tersebut. Adapun bentuk umum dari hubungan antara sudut



beam



dan perubahan nilai target strength adalah seperti tertera pada Gambar 8. Dari Gambar tersebut terlihat bahwa makin besar sudut beam, maka makin besar perubahan nilai TS yang ditimbulkannya. Dengan demikian, untuk menghindari perubahan TS yang besar, hendaknya digunakan beam yang relatif sempit yakni lebih kecil dari 10 0. Sudah tentu untuk menghasilkan beam dengan lebar yang sekecil mungkin akan menemui kesulitan, lebih-lebih untuk frekuensi rendah, karena luas permukaan transducer harus sebesar mungkin. Secara teknis sulit dilakukan karena menjadi tidak efisien dan transducernya menjadi besar dan berat.



7.8



Spesies/Jenis Ikan Seperti telah disebutkan pada sub-bab 2.3 di atas, secara akustik ikan-ikan hanya



dikelompokkan menjadi dua jenis, yakni bladder fish dan bladderless fish. Contoh dari bladder fish yang termasuk physoclists (gelembung renang tertutup) adalah cod, walley pollock, Pacific, whiting, saithe, dan sebagainya; sedangkan yang termasuk physostomes (gelembung renang terbuka) adalah herring, apart dan sebagainya. Selanjutnya yang termasuk bladderless fish adalah Atlantic mackerel, jenis-jenis tuna/ cakalang, I squid dan seterusnya. Dengan melihat rumus umum hubungan



antara target strength dan



panjang ikan yakni TS 20 log L + A seperti tertera pada rumus (11) di atas, maka secara implisit dan eksplisit pengaruh dari spesies terkandung dalam nilai A (normalized target strehoth). Jadi dengan mengetahui nilai A tersebut sebenarnya secara kasar dapat membedakan psysoclists spesies ikan. Pada umummya untuk PS biasanya nilai A sekitar 67.5 dB, sedangkan untuk physostomes sekitar 71.9 dB dan untuk bladderless fish sekitar dB (Foote, 1987) dan Arnaya, 1990b). Sudah tentu untuk mengetahui species



Dasar-dasar Akustik Kelautan 76



ikan yang sebenarnya, selain memerlukan pengalaman dan ketelitian dalam menginterpretasi echogram, juga perlu verifikasi dengan alat penangkapan ikan, underwater camera/ video camera dan sebagainya.



Gambar 42. Hubungan antara beam pattern dan terget strength.



7.9



Kecepatan Renang Seperti telah umum diketahui bahwa dengan pergerakan renang dari ikan maka



akan menimbulkah perubahan bentuk tubuh dari ikan yang bersangkutan. Perubahan bentuk (lateral deformation) ini akan menimbulkan perubahan pada echo yang dihasilkannya dan konsekuensinya pada nilai target strength.



Dasar-dasar Akustik Kelautan 77



Untuk “bladder fish”, perubahan bentuk tubuh ikan akan mengakibatkan perubahan bentuk yang kecil saja dari gelembung renang. Dengan demikian, berdasarkan penelitian kecepatan renang bladder fish tidak akan menimbulkan pengaruh yang nyata dari target strength. Untuk “bladderless fish”, berdasarkan penelitian Arnaya et al (1990a), kecepatan renang sangat berpengaruh terhadap nilai target strength. Hal ini terutama berlaku untuk squid dimana menggunakan mekanisme renang berupa "Jetpropulsion". Jelas sekali bahwa dengan kecepatan renang yang berbeda, tilt angle dari squid yang bersangkutan juga berubah, yang dengan demikian target strengthnya juga berubah. Untuk “bladderless fish” lainnya



seperti Atlantic mackerel, kecepatan renang



juga sangat ”body tilt angle” karena untuk mempengaruhi membuat keseimbangan gayagaya yang bekerja pada sistem hidrodinamikanya (gravityn force, drag, thrust, lift dan sebagainya).



7.10



Multiple Scattering/Shadowing Effect "Multiple scattering" adalah phenomena yang belum pasti kebenarannya dalam



marine acoustics. Banyak ahli yang menyangsikan kebenarannya, misalnya Foote (1982) yang menyatakan bahwa multiple scattering baru akan terjadi jika densitas ikan



lebih



besar dari 32.300 ikan/m3 yang dalam kenyataannya tidak mungkin ada. Dengan demikian, yang mungkin terjadi adalah “shadowing effect” dari target yang berada di lapisan atas terhadap target (ikan) yang ada dibawahnya. Untuk pengukuran target strength dimana syaratnya target harus menyebar secara individual bukan bergerombol karena nantinya sulit untuk mengisolasi target tunggal, maka kekhawatiran akan kedua effek (multiple scattering dan shadowing) mungkin sudah tidak beralasan lagi. Akan tetapi untuk penelitian volume backscattering strength (SV) mungkin hanya pengaruh pembayangan (shadowing effect) saja yang perlu diperhitungkan dan akan diuraikan lebih rinci pada sub-bab 3.1.2 berikut ini.



8.



PENGUKURAN TARGET STRENGTH Pengukuran target strength bisa dilakukan dengan cara terkontrol dimana ikan



yang menjadi target penelitian dalam kondisi terkontrol (controlled conditions), dan in situ conditions dimana ikan-ikan dengan bebas berenang pada kondisi yang sebenarnya.



Dasar-dasar Akustik Kelautan 78



Sebelum teknologi elektronika secanggih seperti sekarang ini, metode terkontrol banyak digunakan karena memang tidak ada pilihan dan terbukti mampu mengungkap sifat-sifat akustik dari ikan seperti yang telah dijelaskan di dalam Bab 2 di atas. Sampai sekarangpun metode terkontrol ini masih bisa dilakukan asalkan asumsi-asumsi yang digunakan mendekati keadaan yang sebenarnya di lapangan. Selanjutnya metode "in situ" baru akhir-akhir ini banyak digunakan, khususnya metode pengukuran langsung, yakni dengan ditemukannya teknologi canggih di bidang transducer seperti dual-beam, split-beam, quasi-ideal-beam dan multi-beam system lainnya. Sudah tentu metode in situ ini baru bisa digunakan jika tersedia peralatan canggih tersebut serta mampu untuk mengoperasikannya. Untuk memberikan gambaran yang lengkap dari kedua metode tersebut serta keunggulan dan kelemahan masing-masing maka berikut ini akan dijelaskan satu demi satu dari kesemuanya itu, walaupun pada akhirnya hanya metode in situ (secara langsung)-lah yang memiliki keunggulan komparatif dan di masa mendatang akan mendominasi dunia Akustik Kelautan khususnya dalam eksplorasi sumberdaya hayati laut.



8.1. Kondisi terkontrol Tergantung dari kondisi target yang menjadi obyek penelitian serta jenis/ tipe peralatan yang digunakan make pengukuran TS dengan kondisi terkontrol ini dibagi menjadi dua metode yakni “tethered method” dan “cage Method”.



8.1.1. Tethered Method Pada pengukuran TS ikan dengan metode ini, ikan-ikan yang menjadi obyek penelitian adalah ikan yang telah mati atau ikan yang dibius (dianaestesi) sehingga ikan tersebut tidak bisa bergerak. Dengan demikian, orientasi (tilt angle) ikan dapat diatur sesuai dengan kepentingan penelitian (dorsal aspect, side aspect, dan seterusnya) dan berdasarkan perbedaan orientasi tersebut, ukuran ikan, spesies ikan, jenis ensonifying frequency, dan sebagainya, maka dapatlah dicari hubungannya dengan target strength yang diukur.



Dasar-dasar Akustik Kelautan 79



Pengukuran target strength ikan dengan metode ini telah sejak lama dimulai tetapi secara besar-besaran dilaksanakan oleh Nakken and Olsen (1977) dan kemudian oleh Miyanohana et al (1987). Kalau pada metode Nakken dart Olsen menggunakan standard/ reference target untuk mendapatkan nilai target strength, maka pada Metode Miyanohana et al digunakan hydrophone. Walaupun ada perbedaan cara pengukurannya, secara prinsip tidak jauh berbeda karena masing-masing memiliki keunggulan dan kelemahan. Pada prinsipnya untuk pengukuran



dengan “tethered Method” ini harus



ada echosounder (transmitter receiver), “fish suspension and rotating tilting mechanism, oscilloscope/FFT analyzer, data aequisition and processing apparatus, transducer dan hydrophone/ standard ball. Contoh dari sistem yang menggunakan hydrophone adalah seperti tertera pada Gambar berikut dan untuk yang menggunakan standard target adalah seperti tertera pada Gambar berikut. Mengingat cara pengukuran dengan penggunaan hydrophone lebih mahal dan sulit dibandingkan dengan cara pengukuran dengan menggunakan standard target, Maka berikut ini akan diberikan cara yang kedua, saja seperti halnya pada cara hydrophone, untuk setiap posisi, ikan (misalnya



dorsal aspect dengan sudut kemiringan (tilt angle



tertentu) harus dilakukan “perekaman” dan pemrosesan data. Dengan demikian, untuk tilt angle θ akan diperoleh nilai TS (θ) : TS (θ) = 20 log (V(θ) / Vr) + TSr……………………………………………(12)



Dimana : V(e)



= voltage sinyal echo dari ikan dengan tilt angle θ,



Vr



= voltase sinyal echo dari standard/ reference target,



TSr



= target strength dari standard target.



Untuk ukuran ikan tertentu dari species tertentu pula, akan diukur satu set target strength mulai dari tilt angle minus 45 0 sampai dengan + 450 (dengan interval satu derajat). Satu bergerak untuk, pengukuran target strength dengan “cage method” ini harus digunakan ikan hidup. Kemudian, kalau pada “tethered method” pengukuran seekor demi seekor, maka untuk “cage method” ini dilakukan pengukuran mulai dari



Dasar-dasar Akustik Kelautan 80



densitas ikan yang paling rendah sampai ke densitas yang paling tinggi dalam kurungan (cage). Menurut hipotesis bahwa dalam akustik kelautan berlaku sistem lincar, maka echo yang berasal dari gerombolan ikan adalah jumlah dari echo tiap individu ikan. Kemudian jika proses penerimaan echo adalah linier dan tidak adanya “extinction”, maka “equivalent received pressure field” Prec adalah (Foote, 1982) :



n



Prec



=



P i 1



rec



, i …………………………….……………………………..(14)



Selanjutnya jika densitas, tinggi gerombolan dan “extinction cross section” ratarata (σe) dari ikan, yang bersangkutan cukup besar sehingga “extinction” menjadi nyata, maka persamaan (14) harus digeneralisasi menjadi (Foote, 1983).



n



Prec



= exp (2.ρ.ρ.σe.Δ . Prec , i ……….….……………………………..(15) i 1



dimana : ρ



= densitas ikan,



Δz



= ketebalan dari lapisan distribusi ikan,



Prec, i = komponen dari “received pressure” ikan ke i tanpa extinction = Si



(G b 2 σ) i lihat persamaan (3) di atas.



Kemudian, intensitas sesaat, I, tergantung dari acoustic impedance (ρC) dari air laut dan menurut persamaan



I



Prec ………………………………………………………………………(16) ρC



dan energy dari echo yang diterima adalah integral (waktu) dari intensitas sesaat I :



Dasar-dasar Akustik Kelautan 81











1 2 E   I (t)dt  Prec (t)dt …………………………………………………(17)  ρC 0 0 dimana integral tersebut dalam prakteknya diambil dalam selang “duration” dari “received echo signal”. Perlu kiranya dicatat bahwa energi echo E adalah sama apakah untuk time-domain atau frequency-domain dan tidak tergantung dari “system phase resonance”. Akan tetapi E tergantung dari bentuk pulsa dan orientasi dari ikan di dalam beam suara. Dalam hal tidak adanya noise, maka energi rata-rata adalah hasil perataan dari sejumlah besar (lebih besar dari 500 energi echo) yang berasal dari ensonifikasi terhadap agregasi ikan :



= Kρf …………………………………………….…………….(18)



dimana : K Ρf



= parameter dari sistem alat yang ditentukan berdasarkan teknik kalibrasi baku, = densitas rata-rata dari ikan yang dideteksi per ping, =  G.b 2 . .dF /  G.b 2 .dF …………………………………………(19)



dimana : dF adalah elemen kemungkinan yang berkaitan dengan posisi ikan di dalam beam suara, distribusi orientasinya, panjang, dan banyak lagi kemungkinan variabel sifat-sifat ikan di dalam agregasi misalnya spesies kondisinya pada saat diamati, tingkah laku dan sebagainya. Dalam bentuk logaritme, persamaan (18) dapat disederhanakan menjadi : = 10 log ρf + …………………………………………………(20) Inilah persamaan pokok untuk mengestimasi, densitas ikan ρf dengan metode echo integration. 8.1.2. Case method Pada penelitian yang sebenarnya, pengukuran (SV) dapat dilakukan dengan memasukkan jumlah tertentu ikan ke dalam kurungan (cage) mulai dari densitas



Dasar-dasar Akustik Kelautan 82



terendah sampai densitas tertinggi. Untuk masing-masing densitas tersebut, dapat dihitung “volume backscattering rata-rata” (SV) menurut persamaaan berikut ini : = 10 log {( - ) / } + - 10 log N + 10 log ρf…. (21)



dimana : = rata-rata energi echo dari ikan dan cage, = rata-rata energi echo dari cage kosong, = rata-rata energi echo dari “reference target”, = rata-rata target strength dari “reference target”, N



= jumlah ikan di dalam cage



ρf



= densitas ikan di dalam cage (fish/m3)



Akhirnya dengan regresi linier diperoleh hubungan antara dan ρf menurut persamaan : = a.log ρf + B ……………………………………………………….(22) dimana kalau nilai a mendekati atau sama dengan 10, maka nilai B akan sama dengan menurut persamaan (20) di atas. Demikian prinsip dan prosedur pengukuran target strength dengan “cagemethod” dimana sebenarnya yang dicari adalah hubungan linier antara dan . Contoh dari cara pengukuran adalah seperti tertera pada Gambar berikut (Arnaya, et al, 1988a, 1988b).



8.2



Kondisi In Situ Dengan adanya beberapa kelemahan dari pengukuran target strength ikan dalam



kondisi terkontrol, misalnya ketidakpastian dari asumsi tingkah laku ikan untuk menyatakan bahwa ikan yang bersangkutan dalam keadaan berenang bebas, maka sebagai alternatifnya dikembangkan pengukuran dalam kondisi in situ. Sebelum sampai kepada penjelasan dari masing-masing metode, maka ada baiknya kembali ke prinsip pokok dari persamaan akustik aktif yang nantinya akan jelas



Dasar-dasar Akustik Kelautan 83



kelihatan kenapa dikelompokkan menjadi metode tidak langsung dan metode langsung dalam pengukuran target strength tersebut.



Gambar 43. Penggunaan hydrophone dalam pengukuran target strength dengan “tethered method”



Dasar-dasar Akustik Kelautan 84



Gambar 44. Penggunaan hydrophone dalam pengukuran target strength dengan “tethered method”



Dasar-dasar Akustik Kelautan 85



Gambar 45. “experimental set-up” dari pengukuran target strength dengan “cage method”



Dasar-dasar Akustik Kelautan 86



Intensitas dari akustik echo yang dipantulkan oleh ikan tunggal dinyatakan dengan (Ehsenberg, 1993) : I  k(10 2αα /R 4 ).b 2 ( ,  ) bs ………………………………………………..(23)



k (10-2αR / R4) b2 (θ,Ø) σbs



= faktor skala dimana dapat ditentukan selama kalibrasi alat, = faktor peredaman/ pengurangan intensitas suara karena penyerapan dan “spreading”. = fungsi "beam Pattern'' dua arah dari sistem akustik, = acoustic backscattering cross section dari ikan yang terletak pada koordinat sudut (θ,Ø).



Untuk mendapatkan statistik backscattering cross section atau target strength dari “received echo” yang diperoleh dari target-target tunggal, maka pengaruh dari faktor skala k, faktor peredaman suara karena pengaruh absorpsi dan jarak 10 -2αR/ R4, dan fungsi “beam pattern” b2 (θ,Ø) harus dicleminir dari intensitas echo tersebut. Dari ketiga faktor tersebut di atas, yang paling sulit untuk dieleminir adalah b 2 (θ,Ø) karena tergantung dari posisi sudut target/ ikan yang menyebar secara random di dalam beam yang bersangkutan. Sebaliknya faktor k dan (10-2αR / R4) relatif lebih mudah dieleminir yakni dengan melakukan kalibrasi yang akurat pada time varied gain (TVG) dari “receiver” dan “source level” (SL) serta gain dari keseluruhan sistem. Sejumlah prosedur untuk mengeleminir faktor beam pattern telah diketemukan. Teknik-teknik tersebut pada prinsipnya dapat dikelompokkan menjadi dua yakni secara tidak langsung mengekstrak pengaruh beam pattern dari suatu koleksi echo, dan secara langsung mengeleminir/memindah beam pattern dari masing-masing echo tunggal.



8.2.1



Metode Tidak langsung Ide



penggunaan



metode



tidak



langsung



ini



adalah



karena



dapat



diimplementasikan dengan single transducer yang sama dengan sistem echo sounder yang digunakan untuk pendugaan stok ikan. Sejumlah, pendekatan yang berbeda telah dikemukakan untuk pendugaan/ pengukuran, target strength secara tidak langsung dari suatu koleksi echo-echo tunggal. Kesemuanya



itu mengandalkan asumsi bahwa



target menyebar secara uniform (merata) di dalam volume yang diiluminasi suara.



Dasar-dasar Akustik Kelautan 87



Dengan asumsi tersebut serta directivity function dari transducer, adalah memungkinkan untuk menghitung/menentukan sifat-sifat statistik yang diperlukan dari beam pattern pada persamaan (23) di atas. Ada dua pendekatan yang berbeda untuk memperoleh variable backscattering cross section σbs. Dalam pendekatan pertama, statistik dari σbs diasumsikan sebagai “unknown”, dan pendugaan “probability density function” (PDF) dari σbs dilakukan. Craig and Forbes-lah (1969) yang pertama kali menggunakan pendekatan ini yang disebut juga “non-parametric method”. Dalam teknik mereka, intensitas echo diekspresikan dalam dB dengan: E = T + D …………………………………………………………………….(24)



dimana :



E



= 10 log I,



T



= 10 log k. σbs,



D



= 10 log b2 (θ,Ø).



Mereka menggunakan geometri dari acoustic beam untuk menentukan hubungan antara penyebaran E, T dan D (Lihat Gambar 12). Jika dinyatakan dalam bentuk persamaan matematis, maka hubungan antara PDF dari E, T dan D adalah sebagai berikut : 



PE (e) =



P



T



(x).Pd (x  e)dx …………………………………………………(25)







Persamaan integral ini dapat disederhanakan menjadi suatu set persamaanpersamaan linier dimana sama/ setara dengan formula Craig-Forbes jika diasumsikan bahwa PE(e), PT(t) dan PD(d) dapat dihitung dari “beam pattern directivity function” secara merata/ uniform. Hasil akhir kemudian dapat dipecahkan dengan persamaan linier. Dalam pendekatan kedua yang diajukan oleh Ehrenberg (1972) dan kemudian didukung oleh Robinson (1978), dikembangkan suatu metode dimana dengan



Dasar-dasar Akustik Kelautan 88



menggunakan persamaan integral berhubungan dengan backscattering cross section dan bs intensitas echo



(bukan dalam bentuk log). Persamaan tersebut dapat dipecahkan



dengan menggunakan pendekatan polinomial untuk berbagai PDF. Pendekatan ini juga disebut “Parametric method” yang sebenarnya dengan ketelitian hasil yang tidak jauh berbeda dengan “non-parametric method”).



Gambar 46. Penampang melintang dari “acoustic beam pattern” untuk penghitungan target strength dengan metode Craig-Forbes Mengingat bahwa, kesemua metode/ pendekatan untuk pengukuran target strength secara tidak langsung tersebut sangat tergantung dari kesalahan numerik dan



Dasar-dasar Akustik Kelautan 89



statistik, maka ketelitiannyapun sebenarnya sangat diragukan oleh para ahli akustik. Dengan demikian mereka mencari jalan ke luar yakni dengan menemukan metode langsung dalam pengukuran in situ target strength.



8.2.2



Metode Langsung Kalau pada metode tidak langsung digunakan metode statistik (“software”) untuk



mengeleminir pengaruh beam pattern, maka dalam, metode langsung ini untuk mengeleminir pengaruh beam pattern tersebut digunakan “hardware” yang dengan diketemukannya sistem beam tertentu yang berbeda dengan sistem beam tunggal (single beam). Beberapa diantaranya yang pada akhir-akhir ini berkompetisi dalam kecanggihan dan perebutan pasar dunia adalah dual-beam method, split-beam method dan quasiideal-beam method.



(1)



Dual-beam method Ide pengukuran in situ target strength ikan dengan menggunakan metode “dual-



beam” ini dicetuskan oleh Ehrenberg (1974). Pada, transducer dengan beam ganda ini, acoustic signal dipancarkan oleh narrow beam dan diterima oleh narrow-beam dan widebeam secara bersamaan. Seperti terlihat pada Gambar 13, faktor “beam pattern” untuk wide-beam mendekati konstan pada “main-lobe” dari “narrow-beam” dan “wide-beam” adalah sama untuk suatu target pada sumbu utama beam (on-axis). Dengan demikian dan ditambah dengan asumsi bahwa karakteristik TVG adalah ideal, maka intensitas echo pada “narrow-beam” dan “wide-beam” untuk suatu target pada koordinat sudut θ dan Ø adalah sebagai berikut :



In



= k.b2 (θ,Ø).σbs ……………………………………………………..(26)



Iw



= k.b (θ,Ø).σbs …………………………….………………………..(27)



dimana : k



= suatu konstanta,



b (θ,Ø) adalah faktor “beam-pattern” untuk narrow-beam transducer. Σbs



= backscattering cross section dari ikan.



Dasar-dasar Akustik Kelautan 90



Gambar 47. “Beam pattern dari dual-beam transducer Selanjutnya faktor “beam-pattern” dapat diperoleh dengan mengambil rasio dari kedua intensitas echo tersebut yakni :



In k .b 2 ( ,  ).bs   b ( ,  ) ……………………………………………...…(28) Iw k .b ( ,  ).bs



Dengan demikian, σbs dapat dihitung dengan mengeleminir pengaruh “beam pattern” dan konstanta k dari In atau Iw :



σbs 



Iw Iw (Iw)2   …………………………………………(29) k.b( ,  ) k.(In,Iw) k.In



Jadi jelaslah bahwa “dual-beam method” dapat mengukur nilai σbs atau TS dari ikan tunggal menurut prinsip tersebut di atas yang dalam aplikasinya terdiri atas “dualbeam transducer” itu sendiri, echosounder dengan dua channel “receiver”, “dual-beam



Dasar-dasar Akustik Kelautan 91



processor”, microcomputer dan program computer (software) target strength (Ehrenberg, 1984). Dual-beam processor mengisolasi dan merekam data echo ikan tunggal yang diterima dari elemen-elemen marrow dan wide beam-transducer. Kemudian program komputer akan memproses data tersebut untuk menghitung nilai σbs atau TS dan penyebarannya menurut kedalaman dan sebagainya. Informasi yang diperoleh dengan metode ini bukan hanya akan meningkatkan akurasi dari survai pendugaan stok ikan secara akustik, tetapi sekaligus memberikan informasi yang sangat berharga tentang ukuran ikan di dalam populasi



(2)



Split beam method Walaupun banyak sekali keunggulan yang dimiliki oleh dual-beam method,



tetapi terhadap, noise mempunyai banyak kelemahan. Untuk itulah dikembangkan metode baru yang diketemukan oleh Ehrenberg (1981) juga tetapi kemudian dikembangkan di Norwegia (Foote, et.al, 1984). Metode ini menggunakan “receiving transducer” yang displit menjadi empat kuadran (lihat Gambar 14). Pemancaran gelombang suara dilakukan dengan “full-beam” yang merupakan penggabungan dari keempat kuadran dalam pamancaran secara simultan. Selanjutnya, sinyal yang memancar kembali dari target diterima oleh masingmasing kuadran secara terpisah. Output dari masing-masing kuadran kemudian digabung lagi untuk membentuk suatu “fullbeam” dan dua set split beam (Gambar berikut). Target tunggal diisolasi dengan menggunakan output dari fullbeam sedangkan posisi sudut target dihitung dari kedua set, split beam. Pada prinsipnya, posisi/ lokasi sudut (θ1, θ2) dari masing-masing target tunggal dalam bidang tegak lurus ditentukan dengan mengukur beda fase (phase difference) Δθe dari sinyal yang diterima dari kedua belahan transducer. Hubungan antara lokasi sudut θL dan beda fase listrik Δθe tersebut adalah sebagai berikut :



Dasar-dasar Akustik Kelautan 92



θL



 C. e = sin-1    0 .d



  …………………………………………………….(30) 



dimana : C



= kecepatan perambatan suara di air laut,



ω0



= angular frequency = 2πf (f = acoustic frequency),



d



= jarak antara pusat/ sumbu akustik dari kedua belahan transducer.



Dalam kenyataannya, lokasi sudut θL akan sangat kecil sehingga θL =



c.Δ e . ω 0 .d



Dengan demikian, maka koordinat sudut (θ,Ø), dari posisi target dapat dihitung dari :



sin 2 θ1  sin 2 θ 2 ………………………..…………………..(31)



θ



= sin-1



Ø



= tan-1 (sin θ1 / sin θ2)



Untuk sudut-sudut yang dekat acoustic-axis, maka persamaan (31) akan mejadi :



θ1  θ 2 ………………….…………………….…………………..(32)



θ



=



Ø



= tan-1 (θ1 / θ2)



Dengan didapatnya nilai sudut θ dan Ø, maka faktor beam pattern b (θ,Ø) untuk suatu target tunggal pada lokasi sudut θ,Ø dapat dihitung sehingga kemudian nilai σbs dapat diestimasi berdasarkan persamaan (23) di atas. Dibandingkan dengan dual-beam method split method ini lebih sulit diimplementasikan karena memerlukan hardware dan software yang lebih rumit untuk mengukur beda fase antara sinyal-sinyal yang diterima pada kedua bagian/ belahan beam. Rincian Iebih lanjut dari kedua metode ini akan diberikan pada Bab 4 sewaktu membahas pendugaan stok ikan.



Dasar-dasar Akustik Kelautan 93



Gambar : Bentuk dari split-beam transducer dan “fill-beam” transducer



Gambar 48. Prinsip dari split-beam echosounder



Dasar-dasar Akustik Kelautan 94



(3)



Quasi-ideal-beam method Kalau pada metode dual-beam dam split-beam menggunakan sistem multi-beam



untuk pengukuran in situ target strength, maka pada quasi-ideal-beam ini tetap menggunakan beam tunggal hanya berkat kecanggihan teknologi elektronika dan teknologi transducer akhirnya dihasilkan suatu beam yang mendekati ideal. Beam ini dikatakan ideal karena memiliki mainlobe dengan puncak yang datar (flat) dan sidelobenya berada pada level lebih kecil dari -30 dB. Adapun contoh dari quasi-ideal beam adalah seperti tertera pada Gambar berikut. Seperti terlihat pada gambar tersebut (untuk frequensi 200 kHz), puncak dari mainlabe adalah datar dimana hampir seluruhnya pada sudut beam. Dengan demikian, untuk ikan dengan ukuran yang sama, dimanapun posisinya di dalam beam akan menghasilkan intensitas echo yang sama. Jadi berbeda dengan sistem beam lainnya, untuk quasi idealbeam ini tidak perlu mengeleminir beam pattern b (θ,Ø) supaya bisa menghitung target strength. Inilah suatu keunggulan komparatif yang dimilikinya. Untuk bisa menghasilkan “quasi ideal-beam transducers”, perlu penguasaan tentang teori pembentukan beam yang karena memerlukan penjelasan khusus dan lengkap, maka tidak menjadi ruang lingkup dari diktat kuliah ini. Bagi yang ingin membaca Iebih jauh tentang “beam forming theory” ini bisa baca Urick (1983) atau Clay and Medwin (1977). Adapun prinsip dari cara penghitungan in situ target strength dengan metode ini adalah seperti tertera pada Gambar berikut (Sasakura, et.al). Seperti halnya pada dualbeam atau split-beam disinipun selain diperlukan hardware berupa “data analyzer”, diperlukan juga software khusus yang sebenarnya sulit dipisahkan dari sistem perhitungan secara keseluruhan mengingat data akhir yang diperoleh adalah “real-time”.



Dasar-dasar Akustik Kelautan 95



Gambar 49. Bentuk dari quqsi ideal-beam



8.2.3



Kombinasi Metode Akustik dan Metode Lain Yang dimaksud dengan kombinasi di sini adalah nilai back scattering cross section



(SV) yang diperoleh dari survai akustik dengan menggunakan sistem single-beam echo sounder/echo integrator dibagi dengan densitas ikan ρf yang diperoleh dari echogram (ikan-ikan tunggal), camera bawah air, alat penangkapan ikan (khususnya trawl) sehingga berdasarkan persamaan (SV) = log ρf + (TS), maka nilai rata-rata dari target strength () dengan mudah didapat. Cara ini adalah yang ketelitiannya paling rendah karena sulit untuk melakukan kalibrasi dari gabungan metode yang digunakan dan sumber kesalahan (baik alat maupun pengamatan oleh mata manusia) sulit dihindarkan. Dengan demikian, untuk tingkat teknologi yang sudah semakin canggih seperti sekarang ini, metode ini sudah hampir ditinggalkan. Akan tetapi



jika alat canggih tidak ada dan dituntut untuk



Dasar-dasar Akustik Kelautan 96



mendapatkan nilai in situ



target strength walaupun ketelitiannya rendah, maka



mungkin juga masih bisa digunakan.



Gambar 50. Block diagram dari cara penghitungan in situ target strength dengan “quasi-ideal-beam method”. Dasar-dasar Akustik Kelautan 97



9.



PENDUGAAN STOK IKAN DENGAN METODE AKUSTIK Echo counting dan echo integration adalah dua metode pokok untuk



mendapatkan nilai kuantitatif dari pendugaan stok/ kemelimpahan ikan dengan metode akustik jika densitas ikan pada volume yang disampling adalah rendah, maka echo dari ikan-ikan tunggal dapat dengan mudah dipisahkan dan kemudian dapat dihitung satu demi satu. Akan tetapi pada densitas ikan yang tinggi atau ikan-ikan tersebut membentuk gerombolan, dimana echo dari target ganda menjadi overlap dan ikan tunggal sulit dipisahkan, maka total biomass atau jumlah ikan seluruhnya dapat diukur/ diduga dengan echo integrator. Echo integrator ini seperti telah sedikit disinggung di bagian muka berfungsi untuk mengubah energi total dari echo ikan menjadi densitas ikan dalam fish/m3 atau kg/m3. Biasanya untuk survai kelautan satuan bisa juga dalam bentuk “number per unit area” (NPUA) sebagai ganti dari “number per unit volume”.



9.1



Echo Counting Seperti telah disebutkan di atas, jika target-target ikan adalah menyebar secara



merata atau terpisah satu sama lain sehingga hanya sebagian kecil/tidak ada echo yang overlap, maka memungkinkan untuk mengidentifikasi dan menghitung echo dari ikan tunggal yang bersangkutan. Penghitungan ini akan memberikan suatu pendugaan dari densitas ikan di dalam beam suara. Sebagai tambahan, dengan mengukur amplitudo echo, maka akan diperoleh juga informasi yang sangat berharga tentang distribusi dari ukuran ikan. Persyaratan utama dari berfungsinya “echo country system” ini adalah “single fish echoes” (echo ikan tunggal). Seandainya echo yang didapat berasal dari “multiple target”, maka sudah tentu alat ini tidak akan bisa berfungsi. Ada beberapa kriteria untuk menentukan apakah echo yang bersangkutan berasal dari target tunggal atau target majemuk, diantaranya “amplitude criteria”, dan “Pulse duration criteria” yang penggunaannya harus bersama-sama. Dalam menggunakan kriteria pertama (amplitudo), maka harus ditentukan dulu amplitudo minimum yang biasanya sedikit di atas “noise threshold”. Dengan demikian, maka “single fish echo” diterima jika amplitudonya lebih besar dari amplitudo



Dasar-dasar Akustik Kelautan 98



minimum, noise ditolak dengan amplitudo yang lebih kecil dari amplitudo minimum, dan khusus untuk “multiple fish echo” karena amplitudonya lebih besar dari amplitudo minimum, maka harus dimasukkan lagi ke kriteria yang kedua (pulse duration). Pada kriteria yang kedua ini terlebih dahulu harus ditentukan lebar pulsa minimum dan maksimum pada dua tingkatan amplitudo yakni “half-amplitudo pulse width” dan “eighth-amplitudo pulse width” atau lebar pulsa pada amplitudo –6 dB dan 18 dB. Jadi kalau multiple target sudah pasti.akan ditolak jika lebar pulsanya baik pada tingkat setengah amplitudo maupun pada tingkat 1/8 amplitudo lebih besar dari kriteria lebar pulsa maksimum pada masing-masing tingkat tersebut. Untuk lebih jelasnya, lihat Gambar 17 yang secara sistematis digunakan untuk penilaian “single fish echo” tersebut. Sebenarnya kriteria ini bisa juga digunakan untuk penentuan “single target echo” baik pada dual-beam system maupun sistem lainnya. Secara sederhana, block diagram dari sistem echo counting ini adalah seperti tertera pada Gambar 18. Sebagai perbandingan diterakan juga block diagram yang umum dari echo integrator. Pada gambar tersebut belum dimasukkan. kriteria tersebut di atas, dimana biasanya berada antara “linear/ envelope detector” dan “pulse counter” yakni berupa “range gate” dan “threshold device”. Dalam prakteknya, echo counting tidak efektif digunakan karena pada umumnya sulit untuk mendapatkan penyebaran ikan yang merata dan densitasnyapun rendah (karena ikan biasanya bergerombol). Dengan demikian, echo integratorlah yang lebih efektif dan lebih banyak dikembangkan di seluruh dunia lebih-lebih telah secara resmi direkomendasikan oleh FAO.



9.2



Echo Integration Pada permulaan diketemukan dan dikembangkannya echo integrator ini hanya



“analog echo integrator” yang berhasil diterapkan dan itupun dengan “single beam system”. Kemudian dengan semakin majunya teknologi, maka analog echo integrator ditinggalkan dan lahirlah “digital echo integrator”. Walaupun telah menggunakan sistem digital tetapi karena belum bisa mengukur in situ target strength secara langsung dan time” (karena masih menggunakan sistem beam tunggal) maka ketelitian/ akurasi dan ketepatan pendugaan stok ikan menjadi tidak begitu tinggi. Selanjutnya dengan



Dasar-dasar Akustik Kelautan 99



ditemukannya teknologi canggih dalam pengukuran in situ target strength seperti digital echo yang telah dijelaskan pada Bab 3, digital echo integrator untuk pendugaan stok ikan menjadi sangat andal dan berkembang dengan pesat penggunaannya di seluruh dunia.



Gambar 51. Kriteria untuk penentuan echo target tunggal pada echo counter



Dasar-dasar Akustik Kelautan 100



Gambar 52. Block diagram dari sistem echo counter dan echo integrator secara umum



9.2.1



Single beam system Echo integrator dengan “single beam acoustic system” ini semula banyak



memberikan harapan, akan tetapi kemudian banyak menimbulkan permasalahan karena hasil pendugaan stok ikan yang diperolehnya kurang bisa dipertanggungjawabkan. Echo integrator tipe ini mula-mula dikembangkan di Norwegia, kemudian di Amerika Serikat, Perancis, dan Jepang. Akhir-akhir ini dengan berbagai modifikasi dari echo integrator generasi sebelumnya. Kaijo Denki (Jepang) mengembangkan digital echo integrator dengan sistem yang mereka sebut “quasi dual-beam system” (Furusawa et al, 1990), yakni dengan memanfaatkan dua beam dari dua transducer dengan frequensi yang berbeda (25 dan 100 kHz). Akan tetapi setelah dikaji lebih lanjut dan kembali kepada prinsip-prinsip dasar dari dual-beam system, maka sebenarnya echo integrator tersebut masih tetap mengaplikasikan sistem beam tunggal. Selanjutnya walaupun telah dilengkapi dengan monitor khusus yang bisa diatur sedemikian rupa sehingga nilai target strength berdasarkan perbedaan warna (dengan ketelitian 1,5 dB), maka tetap tidak bisa



Dasar-dasar Akustik Kelautan 101



menghasilkan nilai in situ target strength yang sebenarnya dan dengan akurasi yang tinggi. Dengan demikian, kiranya single-beam system ini tidak akan mampu bersaing di masa depan, yang dengan demikian pilihan akan tetap jatuh pada sistem beam yang lebih canggih.



4.2.2



Dual-beam system Dengan mengkombinasikan dual-beam system untuk mendapatkan in situ target



strength dan digital echo integrator seperti tertera pada Gambar 19, maka dual-beam acoustic system ini mempunyai suatu keunggulan dalam sistem perolehan dan pemrosesah data (Burczynski and Johnson, 1986). Seperti terlihat pada Gambar tersebut, dengan transducer yang menggunakan dual-beam yang dioperasikan dengan towed-body (V-fin), maka melalui echo sounder akan diperoleh echo signal yang kemudian disalurkan ke masing-masing TVG. Echo signal dari wide beam yang melalui TVG 40 log R + 2αR hanya digunakan untuk mengukur in situ target strength melalui dual-beam processor. Sedangkan echo signal yang berasal dari narrow beam dipecah menjadi dua, yang satu masuk ke TVG = 40 log R + 2αR untuk diproses bersama echo signal dari wide-beam di dual-beam processor, sedangkan yang satu lagi untuk ke TVG = 20 log R + 2αR untuk diproses lebih lanjut di echo integrator. Demikianlah seterusnya, dari dual-beam processor akan dihasilkan nilai rata-rata in situ target strength sedangkan dari echo integrator dihasilkan nilai rata-rata SV. Kemudian dengan micro computer dapat dilakukan penghitungan lebih lanjut sampai mendapatkan densitas ikan dan kemudian stok/kemelimpahan ikan. Demikianlah secara ringkas prinsip dari dual-beam acoustic system yang hingga saat ini memiliki keunggulan komparatif pada portabilits yang tinggi karena transducer dioperasikan dengan towed body dan sudah tentu jika noise tidak telalu besar maka ketelitiannya tinggi.



Dasar-dasar Akustik Kelautan 102



Gambar 53. Blok diagram dari “combine dual-beam/ echo integrator system”



Dasar-dasar Akustik Kelautan 103



9.2.3



Split-beam system Pada prinsipnya tidak ada perbedaan yang mendasar dari digital echo integrator



yang digunakan pada split-beam acoustic system ini dengan “dual-beam acoustic system”. Perbedaannya hanya pada perolehan dan pemrosesan data target strength. Secara umum sistem perolehan dan pemrosesan data dengan sistem ini adalah seperti tertera pada Gambar 20. Sehubungan dengan prinsip kerja dari sistem ini adalah mencari beda fase dari echo signal yang diterima oleh dua belahan transducer (sebutlah yang satu adalah portstarboard phase pulse, dan yang satu lagi fore-aft phase pulse), maka selain dapat mengukur in situ target strength secara akurat juga dapat mengukur posisi sudut dari masing-masing target yang terletak di dalam beam (Foote, 1988). Untuk sistem perolehan dan pengolahan data yang real time, maka ada baiknya diberikan penyederhanaan dari sistem yang ada hanya untuk memudahkan pemahaman tentang bagaimana real-time system tersebut bekerja (lihat Gambar 21 diatas). 9.2.4



Quasi ideal-beam system Dengan ditemukannya “quasi-ideal-beam” seperti yang telah dijelaskan pada



Bab sebelumnya, maka kalibrasi akustik dan pengukuran in situ target strength yang akurat menjadi kenyataan. Echo integrator dengan sistem ini seperti pada sistem lainnya, memiliki dua processor yang terpisah yang memungkinkan nilai SV dan TS untuk frekuensi ganda dan secara simultan menghitung SV dan TS untuk frekuensi tinggal tertentu (lihat Gambar 54). Dalam perhitungan dengan “SV mode”, SV dan data lain seperti SS (Surface scattering strength per unit area), S (ratio of the area of the fish echo recorded within each integration layer), N (density of fish) dan BSV (backscattering strength of a single fish per unit volume = TS) dapat juga dihitung dan diprint-out secara bersamaan. Selanjutnya pada penghitungan dengan “TS mode”, perhitungan dari nilai ratarata TS pada masing-masing layer, TS max (maksimum TS), M (total fish density) dan N (densitas ikan) dapat dihitung dan diprint-out seperti haInya “SV-mode”. Sebagai tambahan,, disediakan juga “TS distribution mode” yang memperlihatkan histogram dari distribusi TS atau panjang dari ikan-ikan yang diteliti/ disurvai.



Dasar-dasar Akustik Kelautan 104



Gambar 54. Block diagram dai system perolehan dan pemrosesan data pada splitbeam acoustic system



Dasar-dasar Akustik Kelautan 105



Gambar 55. Block diagram dari “combined split-beam/ echo integration acoustic system



Dasar-dasar Akustik Kelautan 106



Gambar 56. Block diagram dari perhitungan SV pada “Quasi-ideal-beam acoustic system”



Dasar-dasar Akustik Kelautan 107



9.2.5



Frequency-Diversity System Satu lagi sistem yang akhir-akhir ini dikembangkan oleh Japan Radio Company



(Jepang) adalah “frequency-diversity device”, yakni suatu teknik baru dalam sistem pendugaan stok ikan secara akustik dengan menggunakan beberapa frequency yang berbeda, misalnya 45, 50 dan 55 kHz. Prinsip dasar dari sistem ini adalah untuk mengurangi komponen “interference” dari echo signal yang diterima dari target yang sebenarnya tergantung dari jenisnya memiliki “frequency response” tertentu. Oleh karenanya, keunggulan dari sistem ini adalah menggunakan frequency domain, dimana jika digunakan tiga frequensi atau tiga gelombang suara yang berbeda tetapi agak berdekatan, maka komponen “interference” dari “instantaneons power” akan menjadi -6 dB lebih rendah dibandingkan dengan jika hanya menggunakan frekuensi tunggal. Dalam prakteknya, untuk menghindarkan pengaruh,interferensi antar gelombang suara, maka dilakukan perata-rataan dari anggaplah tiga gelombang suara tersebut dalam menghasilkan echo signal. Block diagram dari sistem ini dapat dilihat pada Gambar 23. Sistem ini telah berhasil diterapkan terutama pada “marine ranching system” yang menggunakan telemetri untuk mentransfer informasi/ data yang diperoleh dari marine ranch yang bersangkutan ke stasiun di darat.



Dasar-dasar Akustik Kelautan 108



Gambar 57. Block diagram dari “frecuency-diversity system” dalam perhitungan SV



Dasar-dasar Akustik Kelautan 109



10.



PENUTUP Dengan kecanggihan teknologi yang dimiliki oleh masing-masing sistem akustik



yang telah diuraikan di atas, maka di masa depan prospek pengembangan akustik kelautan khususnya untuk eksplorasi sumberdaya hayati laut sudah tidak bisa diragukan lagi. Seiring dengan perkembangan teknologi juga, di masa depan hendaknya diusahakan untuk mempertemukan kecanggihan yang dimiliki oleh masing-masing sistem tersebut sehingga memungkinkan terbentuknya sistem tunggal yang sebenarnya adalah multi-system. Anggaplah dual-beam system bisa dipadukan dengan split-beam system, ideal-beam system dam frequency-diversity system, sehingga dengan hanya satu instrumen akustik saja bisa melakukan apa saja.. Hal ini memang masih merupakan impian, tetapi penulis yakin kelak akan menjadi kenyataan. Kemudian karena organisme laut tersebut beraneka ragam jenis/ spesies dan ukurannya, maka di masa depan juga hendaknya diciptakan suatu instrumen akustik kelautan yang mampu digunakan untuk semua target, mulai dari plankton sampai ke ikan-ikan tuna yang besar. Sudah tentu multiple-frequency system ini secara teknologis akan sangat mahal tetapi ditinjau dari kegunaannya yang bisa multi-purpose, maka hendaknya sejak dini dikaji betul-betul untuk pengembangannya nanti. Kemudian, karena ada kesulitan untuk mengidentifikasi spesies “ikan” tanpa alat bantu tertentu (alat penangkapan ikan), maka di masa mendatang perlu juga pengembangan Remottely-Operated Vehicle (ROV) yang dilengkapi dengan underwater video camera dan transducer “canggih” sehingga identifikasi spesies bisa dilakukan secara simultan dengan pengukuran target strength (TS), volume backscattering, strength (SV), behaviour/ orientasi (tilt angle distribution) dan sebagainya. Selanjutnya karena kapal peneliti menghasilkan noise yang cukup besar sehingga berpengaruh terhadap hasil penelitian akustik kelautan ini dan juga mengakibatkan “avoidance reaction” dari ikan, maka pengadaan “silent-ship” mungkin perlu dipertimbangkan.



Dasar-dasar Akustik Kelautan 110



DAFTAR PUSTAKA Amos, D., 1980. A Fisherman’s Guide to Echosounding and Sonar Equipment : Acoustic Fish Detection Instruments. Marine Bulletin 41, University of Rhode Island. 67 pp. Arnaya, I.N., N. Sano and K. Iida, 1988. Studies on acoustic target strength of squid. I. Intensity and energy target strengthgs. Bull. Fac. Fish. Hokkaido Univ., 39(3) : 187 - 200. ......................................., 1989a. Studies on acoustic target strength of squid. III. Measurement of the mean target strength of small live squid. Bull. Fac. Fish . Hokkaido Univ., 40 (2) : 100 - 115. ......................................., 1989b. Studies on acoustic target strength of squid. IV. Measurement of the mean target strength of relatively large-sized live squid. Bull. Fac.Fish. Hokkaido Univ., 40 (3) : 168 - 181. Arnaya, I.N., N. Sano, 1990. Studies on acoustic target strength of squid. V. Effect of swimming on target strength of squid. Bull. Fac. Fish. Hokkaido Univ., 41 (1) 18 - 31. ......................................., 1990b. Studies on acoustic target strength of squid. VI. Simulation of target strength by prolate spheroidal model. Bull. Fac. Fish. Hokkaido Univ., 41 (1) 32 - 42. Burczyaski, J.J. and R.L. Johnson, 1986. Applications of dual-beam acoustic survey techniques to limnetic population of juvenile sockeye salmon (Oncorhynchus nerka). Can. J. Fish. Auat. Sci., 43 : 1776 - 1778. Burczynski, J., 1982. Introduction to the use of Sonar System for Estimating fish biomass. FAO Fisheries Technical Paper No. 191 Revision 1. 89 pp. Clay, C.C. and H. Medwin, 1977. Acoustical Oceanography : principles and aplications. A Wiley-Interscience Publication, John Wiley & Sons, New york, 544 pp. Craig, R.E. and S.T. Foobes, 1969. Design of a sonar for fish counting. Fisk Dr.Skr.Sec. HavUnders., 15 : 210 – 219. Ehrenberg, J.E. 1972. A method for extracting the fish target strength distribution from acoustic echoes. Proc. 1972 IEEE Conf. Eng. Ocean. Environ. Vol. 1 : 61 - 64. ....................................., 1974. Two application for dual-beam transducer in hydroacoustic fish assessment system. Proc.1974 IEEE Conf. Eng. Ocean Environ., VoI. 1 : 152-155. .....................................,. 1981. Analysis of split-beam backscattering cross section estimation and single echo isolation. Applied physic laboratory, University of Washington, Seattle, WA. APL-UW 8108. ......................................, 1983. A review of in situ target strength estimation techniques. FAO. Fish. Rep., 300 : 85 - 90. ......................................, 1984. The Biosomics dual beam target strength measurement system. FAO Fish. Circ., 778 : 71 - 78. FAO, 1988. Echosounding and Sonar for Fishing (FAO Fishing Manual). Fishing News Books LTD,. Surrey, Great Britain, 104 pp.



Dasar-dasar Akustik Kelautan 111



Foote, K.G., 1982. Energy in acoustic echoes from fish aggregation. Fish.Res., 1 (1981/19 82) : 129 - 140. ...................................., 1983. Linearity of fishies acoustics, with addition theorems.J.Acoust. Soc. Am., 73 (6) l932 - 194O. ...................................., 1988. Fish target strengths for use in echo integrator surveys. J. Acoust. Soc. Am., 82 (3) : 981 - 987. Foote, K.G., F.H. Kristensen and H. Solli, 1984. Trial of a new, split-beam echosounder. Intern. Counc. Expl. Sea, CM.1984/B : 21, 15 pp. Foote, K.G., H.P. Knudsen and G. Vestnes, 1987. Calibration of acoustic instruments for fish density estimation : a practical guide. ICES Cooperative Research Report No. 144, 69 pp. Forbes, S.T. and O. Nakken, 1972. manual of Methods for fisheries resource survey and apraisal. Part 2. The Use of acoustic instruments for fish detection and abundance estimation. FAO manual in Fisheries Science No. 5, 138 pp. Furusawa, M., 1988. Prolate spheroidal models for predicting general trends of fish target strength. J. Acoonst. Soc. Jpn (E), 9, 13 - 24. Johannesson, K.A and G.F. Losse, 1977. Some results of observed abundance estimations obtained in several UNDP/FAO Resource survey Projects. Rapp. P. ver. Reun. Cons. int. Explor. Mer., 170 : 296-318. Johannesson, K.A. and R.B. Mitson, 1983. Fisheries acoustics : a practical manual for aquaticbiomass estimation. FA Fish. Tech. Pap., 240. 249 pp. Lytle, D.W. and D.R. Maxwell, 1983. Hydoacoustic assessment in high density fish schools. FAO Fish. Rep., 300, 157 - 171. Nielson, R.L, I. Hampton and I. Everson, 1979. calibration of hydro-acoustic Instruments. Biomass Handbook No. 1, SCAR/SCOR/IABO/ACMRR Group Specialists on Living Resources of the Southern Oceans. 52 pp. Robinson, B.J. 1982. An in situ technique to determine fish target strength, with results for blue whiting (Micromesistius poutassou). Cons. int. Explor. Mer., 40 : 153 – 160. Sasakura, T., K. Minohara, J. Kagawa, 1987. Scientific sounder using quasi-ideal beam transducer. Intern. Symp. Fish. Acoust., June 22 - 26, 1987, Seattle, Washington. 40 pp. Urick, R.J. 1983. Principles of underwater sound. Third edition. McGraw-Hill Book Company, 423 pp.



Dasar-dasar Akustik Kelautan 112