Data 1 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

https://tirto.id/langkah-budi-karya-mengatasi-jumlah-pilot-pengangguran-cxdb



Langkah Budi Karya Mengatasi Jumlah Pilot Pengangguran Mengapa industri penerbangan Indonesia yang bergairah tidak diimbangi penyerapan lulusan sekolah penerbang? tirto.id - Klaim jumlah 1.200 pilot Indonesia yang menganggur terlontar dari Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi ketika membuka Rapat Kerja Dinas di Direktorat Jenderal Perhubungan Udara awal September lalu. Masalah ini, katanya, karena banyak sekolah penerbangan yang gagal menghasilkan lulusan dengan kompetensi bagus. Karena itu, Budi berencana melakukan moratorium penerimaan siswa penerbang untuk menekan angka pengangguran pilot. Ia juga akan menerapkan syarat baru penerimaan siswa sekolah pilot menjadi sarjana atau diploma empat. Selain itu, Kementerian Perhubungan akan menyatukan sekolah-sekolah pilot swasta. Ia juga akan membatasi usia pesawat latih sehingga bisa mengurangi jumlah sekolah penerbangan di Indonesia. “Yang ekstrem itu, satu sekolah hanya memiliki satu pesawat. Muridnya 20 orang,” ujar Budi Karya kepada reporter Tirto di rumah dinasnya, dua pekan lalu. Ia menilai lulusan sekolah pilot swasta itu bukanlah “bibit unggul.” “Karena bibit unggul itu dilihat dari jumlah yang mendaftar dan diterima itu berapa?” katanya, menambahkan bahwa ada sekitar 24 sekolah penerbangan yang “tidak memiliki fasilitas memadai.” Imbasnya, kata Budi, berdampak pada lulusan pilot yang minim kompetensi. Namun, Agustus lalu, Kementerian Perhubungan melalui Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia malah membuka penerimaan taruna dan taruni baru dari provinsi Jawa Barat untuk berkarier menjadi pilot. Hal ini tentu janggal dan berseberangan dengan pernyataan Budi Karya. Berdasarkan surat yang ditandatangani Bambang Sutarmadji, Ketua Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia, yang diperoleh redaksi Tirto bertanggal 24 Agustus 2017, institusi di bawah Kementerian Perhubungan itu membuka penerimaan siswa baru bagi lulusan pesantren di lima kabupaten wilayah Jawa Barat bagian selatan: Ciamis, Cianjur, Garut, Sukabumi, dan Tasikmalaya. Pernyataan Budi Karya yang berkebalikan dengan langkah terbaru kementeriannya menuai kritik dari sejumlah kalangan, termasuk oleh Alvin Lie, Komisioner Ombudsman RI dan pemerhati penerbangan. Ia mempertanyakan maksud penerimaan siswa baru itu karena bertolak belakang dengan pernyataan bahwa ada ribuan pilot yang belum terserap oleh industri penerbangan tanah air.



“Ini, kan, jadi aneh. Katanya kelebihan, tapi membuka penerimaan baru?” ujar Alvin melalui sambungan telepon, awal pekan lalu.



Berseberangan dengan Rencana Strategis Berdasarkan Rencana Strategis Direktorat Perhubungan Udara Tahun 2015-2019, apa yang dilontarkan Budi Karya tidaklah sejalan dengan pertumbuhan industri penerbangan, baik itu untuk penerbangan sipil maupun kargo, yang diperkirakan naik hingga 10 persen. Kenaikan ini diimbangi prediksi pertumbuhan Angkutan Udara dari 2015 hingga 2019. Direktorat Kelaikan Udara dan Pengoperasian Pesawat Udara dari Dirjen Perhubungan Udara memprediksi, pertumbuhan angkutan udara terus meningkat. Misalnya, untuk penerbangan berjadwal atau disebut AOC 121, tercatat ada penambahan 65 pesawat



antara 2016-2017. Pada rentang yang sama, penerbangan carter (AOC 135) juga bertambah 39 pesawat. Jumlah itu dibarengi kebutuhan sumber daya manusia. Artinya, ada permintaan jumlah pilot. Mengutip data Direktorat Kelaikan Udara, prediksi sumber daya manusia yang bekerja pada perusahaan penerbangan melonjak: dari 804 orang pada 2016-2017 menjadi 867 orang pada 2018. Jika menilik data ini, rencana moratorium penerimaan siswa penerbang justru membuat Indonesia kembali kekurangan pilot. Kekurangan itu akan terus bertambah hingga 2019, yang diprediksi membutuhkan 977 pilot. Untuk memenuhi kebutuhan itu, Direktorat berencana mengurangi penerimaan pilot asing dan sepenuhnya menggunakan pilot lulusan Indonesia, selain akan menambah sekolah penerbangan. Misalnya pada 2018, Direktorat akan menambah 29 sekolah penerbangan. Meski saat ini ada 24 sekolah, yang izin operasinya diberikan oleh Kementerian Perhubungan, jumlahnya akan bertambah menjadi 31 sekolah hingga 2019. Kapten Bambang Adisurya Angkasa, Ketua Umum Ikatan Pilot Indonesia, menilai isu “ribuan” pilot yang menganggur memang harus dilihat dari berbagai aspek. Salah satu aspek itu dengan melihat pertumbuhan maskapai penerbangan Indonesia dan ketersediaan pilot sesuai kriteria. Ia tidak sependapat dengan Budi Karya yang menyebut lulusan pilot di Indonesia minim kompetensi. “Masih bisa dikatakan belum sebanding. Namun sangat mudah untuk mengetahui perbandingannya,” ujar Bambang melalui pesan elektronik, awal pekan lalu. Budi Karya tak menampik bahwa demi memenuhi kebutuhan pilot, pemerintah masih kurang sekolah penerbangan. Tapi, dengan dalih minim kompetensi para lulusan pilot, ia bakal tetap melakukan moratorium. “Saya melihat sekolah-sekolah tidak mempersiapkan diri dengan baik. Peralatan seadanya, lulusannya banyak, terima duit banyak, menimbulkan stagnasi,” ujar Budi. Kapten Rudy Rooroh dari Dewan Pengawas Perkumpulan Institusi Pendidikan Penerbangan Indonesia menilai rencana moratorium itu, termasuk menyatukan sekolah pencetak pilot, bakal “membunuh” institusi pendidikan. Padahal, katanya, menilik kebutuhan pilot dan pertumbuhan industri penerbangan regional, seharusnya pemerintah mendukung langkah perbaikan dunia pendidikan



penerbangan. Apalagi, peluang pasar sekolah penerbangan di Indonesia juga sangat menarik untuk dikembangkan. Indonesia, kata Kapten Rudy, bisa menjadi salah satu negara yang menjadi "tempat belajar menarik" bagi para calon penerbang internasional. “Tiap tahun membutuhkan 1.544 penerbang baru. Sedangkan di Cina, setiap tahun dibutuhkan 4.500 penerbang baru,” ujarnya.



https://tirto.id/biaya-sekolah-pilot-ratusan-juta-lulus-jadi-pengangguran-cxc9



Biaya Sekolah Pilot Ratusan Juta, Lulus Jadi Pengangguran Empat tahun lalu, pemerintah gembar-gembor kekurangan pilot. Kini situasinya terbalik: Indonesia kebanjiran pilot pengangguran. tirto.id - Empat tahun lalu Tomi memutuskan ikut seleksi di Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia (STPI) Curug, Tangerang. Saat itu, kata Tomi, pemerintah lewat kementerian perhubungan melontarkan bahwa Indonesia kekurangan pilot, yang jumlahnya mencapai ratusan per tahun. Kabar itu pula yang membuat Tomi yakin untuk melanjutkan cita-citanya menjadi seorang penerbang dengan mengikuti seleksi sebagai taruna di STPI. Terlahir dari keluarga ekonomi menengah ke bawah tak menyurutkannya menggapai impian sebagai penerbang. Ia menyingkirkan ratusan pelamar lain. Pada 2016, ia lulus sekolah penerbangan sesudah menempuh pendidikan diploma dua selama tiga tahun. Masalahnya, apa yang didengar Tomi empat tahun lalu kini telah berubah. Situasinya berbanding terbalik: Indonesia kelebihan pilot pemula atau dikenal penerbang ab initio. Imbasnya, Tomi bernasib sama dengan para lulusan sekolah pilot lain: menjadi pengangguran. Anak muda kelahiran Sawahlunto, Sumatera Barat, ini sudah lima kali mengirim lamaran pada tahun ini. Tetapi hanya satu perusahaan yang memanggil, dan ia gagal seleksi. “Sudah setahun saya menganggur,” ujar Tomi melalui telepon, medio September lalu. Ijazahnya sebagai seorang penerbang tak akan mungkin bisa dipakai buat melamar pekerjaan lain kecuali di maskapai atau pegawai negeri di Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. Karena enggan membebani orangtua, sembari menunggu informasi lowongan sebagai pilot, Tomi berusaha mencari pendapatan lain. Ia kini menyewa sebuah toko. “Sudah dua bulan saya buka toko Aquascape,” kata Tomi, kini 24 tahun. Dipandang dari segi pendidikannya, hal itu terdengar kontras dan ironis. Bukannya menerbangkan pesawat, Tomi justru merawat ekosistem bawah air dalam sebuah akuarium sebagai bisnis peruntungannya. Namun, apa yang dialami Tomi juga terjadi pada banyak lulusan penerbang yang lain. Sebut saja Ros, yang pernah merasakan delapan bulan menjadi pengangguran. Saat saya bertemu dengannya pada medio September lalu, anak muda lulusan sekolah penerbangan swasta ini belum sebulan bekerja sebagai pilot pemula di sebuah maskapai swasta yang berkantor pusat di Jakarta.



Menurut Ros, sulit mencari kerja sebagai pilot memang sudah berjalan tiga tahun belakangan. Tepatnya saat gembar-gembor “Indonesia kekurangan pilot” berbarengan dengan tiga maskapai penerbangan gulung tikar: Adam Air, Batavia Air, dan Merpati Nusantara Airlines. Imbasnya, pilot-pilot yang tadinya bekerja di tiga maskapai itu mencari peruntungan di maskapai lain. Di sisi lain, menurut Ros, Kementerian Perhubungan membuka keran perizinan baru bagi sekolah pilot swasta. Alhasil Indonesia justru kelebihan pilot. Pasar tenaga kerja spesialis ini menyingkirkan para lulusan penerbang pemula. “Sudah salah prediksi, eh banyak sekolah penerbangan bermunculan,” ujar Ros, yang menyebut kelebihan pilot pemula ini mencapai angka “ribuan”. Saban membuka lowongan pekerjaan, menurut Ros, maskapai penerbangan paling banter butuh sepuluh orang. “Kalau dulu maskapai yang mencari pilot sampai ke sekolah-sekolah, kini pilot-pilot yang mencari maskapai,” katanya, lagi. Hal terberat lain—dan berdampak psikologis pada keluarga yang menyekolahkan anaknya menjadi penerbang—adalah biayanya yang amat mahal, antara Rp500 juta hingga Rp1 miliar.



Ros, misalnya, telah menghabiskan sekitar Rp1 miliar selama menempuh pendidikan penerbangan. Bandingkan dengan gajinya sekarang: hanya Rp7 juta. Upah ini mau tak mau harus ia ambil lantaran ia juga mesti menambah jam terbang. Jika tidak, Ros bisa jadi akan menganggur selamanya, termakan umur, dan kalah bersaing dengan lulusan pilot lain.



Tata Kelola Keliru di Kementerian Perhubungan Ada banyak faktor yang bikin persoalan banyak pilot menganggur. Namun, faktor dominan mesti dibebankan pada Kementerian Perhubungan. Sejak pemerintah membuka keran sekolah penerbangan baru, jumlah lulusan pilot pemula terus naik, yang tak diimbangi informasi kebutuhan pilot dari industri penerbangan dalam negeri. Imbasnya, banyak orang berlomba-lomba menjadi pilot karena tak mengetahui berapa jumlah pilot yang dibutuhkan untuk industri penerbangan. Kapten Bambang Adisurya Angkasa, Ketua Ikatan Pilot Indonesia, mengatakan pemerintah “belum sepenuhnya” membuat proteksi agar kebutuhan dan ketersediaan pilot di Indonesia seimbang. Ia menilai, di tengah isu “ribuan” lulusan sekolah pilot menjadi pengangguran, pemerintah justru terus mengeluarkan lisensi pilot yang jumlahnya bertambah setiap tahun.



“Seharusnya jumlah kebutuhan dan ketersediaan bisa diatur,” ujar Bambang melalui pesan elektronik, beberapa waktu lalu. Berdasarkan data Kementerian Perhubungan, sejak 2012 hingga 2016, jumlah lisensi pilot terus melonjak. Pada 2012-2013, Kementerian hanya mengeluarkan 624 lisensi pilot, dan 733 lisensi pada 2014. Tapi, seiring Kementerian Perhubungan memberikan izin baru sekolah pilot, jumlahnya membengkak sampai 1.809 lisensi pada 2015-2016. Para pilot mendapatkan lisensi menerbangkan pesawat usai melampaui sejumlah persyaratan, termasuk ujian flight check yang langsung di bawah pilot penguji dari Kementerian Perhubungan. Saat menjalani sekolah penerbangan, materi pendidikan yang mereka dapatkan pun disesuaikan dengan materi yang ditetapkan oleh Kementerian Perhubungan. Meski ada yang keliru dari Kementerian Perhubungan mengelola pendidikan pilot, Budi Karya Sumadi, Menteri Perhubungan saat ini, justru menuduh banyak penganggur dari lulusan sekolah penerbangan karena “kurang kompetensi.” Ia menilai sekolah-sekolah penerbangan swasta—yang izinnya dikeluarkan oleh Kementerian Perhubungan— menjadi muara masalahnya, dengan mencari keuntungan semata. “Jadi sekolah-sekolah ini, saya harus katakan, berorientasi pada uang sehingga lulusan-lulusan itu tidak kompeten,” ujar Budi kepada reporter Tirto di rumah dinasnya, dua pekan lalu. Karena itulah, ia bilang, Kementerian Perhubungan berencana melakukan moratorium penerimaan siswa penerbang. Namun, rencana Budi Karya ini ditanggapi Kapten Deddy Suparli, Wakil Ketua Perkumpulan Institusi Pendidikan Penerbangan Indonesia. Deddy menilai, banyak lulusan pilot yang menganggur karena ada banyak faktor, dan salah satunya masih minim daya serap industri penerbangan terhadap mereka. Agak aneh, kata Deddy, jika mereka “kurang kompetensi”—sebagaimana tudingan Budi Karya. Padahal, lisensi pilot justru dikeluarkan oleh Kementerian Perhubungan. “Misalnya ada maskapai yang rencananya beli sekian pesawat, tapi kenyataannya tidak sesuai jumlahnya. Izin operasionalnya juga terbatas,” ujar Deddy dalam keterangan pers di Klub Persada, Halim Perdanakusuma, pekan lalu. Faktor lain, ujar mantan Kepala Subdirektorat Operasi Pesawat Udara Direktorat Kelaikan Udara dan Pengoperasian Pesawat Udara ini, “masih banyak maskapai [penerbangan sipil] yang memakai pilot-pilot asing.”



Bersaing dengan Pilot Asing Pernyataan Budi Karya Sumadi yang menyebut lulusan pilot “kurang komptensi”, sehingga menyingkirkan para penerbang ab initio, menuai kritikan dari pelbagai kalangan. Di antaranya dari Alvin Lie, pemerhati penerbangan juga komisioner Ombudsman Republik Indonesia. Alvin menilai, masalah ada “1.200” pilot yang menganggur bermuara dari Kementerian Perhubungan sebagai regulator. Sejak pemerintah mengizinkan sekolah penerbangan baru untuk mencetak pilot demi mengimbangi kebutuhan industri, hal ini tidak dibarengi kualitas merata guna menghasilkan calon penerbang andal. Buntutnya, kata Alvin, banyak maskapai penerbangan yang lantas membuka sekolah pilot, yang berimbas justru mencetak lulusan pengangguran. “Kementerian Perhubungan mudah memberi izin, sehingga kualitasnya tidak merata. Akibatnya lagi, maskapai hati-hati menerima pilot,” ujar Alvin. Ia juga menyoroti masih banyak pilot asing yang bekerja di Indonesia untuk mencari jam terbang. Kehadiran mereka mengambil celah lowongan pilot yang seharusnya bisa diisi oleh pilot-pilot pemula Indonesia.



“[Pilot asing] ini juga lulusan baru. Karena mencari jam terbang, mereka pun [bisa dikatakan] enggak digaji pun enggak apa-apa,” ujar Alvin. “Bahkan ada yang membayar.” Sayangnya, data mengenai jumlah pilot asing yang sengaja mencari jam terbang ini tak diketahui angka pasti. Namun, menurut Budi Karya, kebanyakan pilot asing mengisi rute penerbangan perintis dan mereka “mau bekerja keras.” “Yang saya lihat, pilot asing itu mau keringetan. Pilot kita, kan, maunya langsung naik jet, maunya Boeing 737, langsung ATR. Suruh pakai baling-baling ke Papua, enggak mau,” ujar Budi. Namun, pernyataan Budi itu disanggah oleh Ros, pilot pemula dari sekolah penerbangan swasta. Menurutnya, mayoritas pelamar untuk maskapai yang membuka lowongan penerbangan perintis adalah lulusan sekolah penerbangan di Indonesia. Bahkan, seingatnya, saat ada lowongan penerbangan perintis ke Papua, sebanyak 400 pilot pemula dari sekolah-sekolah penerbangan Indonesia ikut menjalani seleksi.



https://ekonomi.kompas.com/read/2018/12/07/220000626/banyak-pilot-nganggur-menhub-inginkurangi-sekolah-penerbangan Banyak Pilot Nganggur, Menhub Ingin Kurangi Sekolah Penerbangan SEMARANG, KOMPAS.com - Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menginginkan jumlah sekolah penerbangan di Indonesia terus dikurangi. Menurut dia, sekolah penerbangan yang memiliki kompetensi kurang baik sebaiknya ditutup. "Sekolah penerbangan itu harus jumlahnya dibatasi, seleksinya harus ditingkatkan," ujar Budi di Semarang, Jawa Tengah, Jumat (7/12/2018). Budi menambahkan, dengan banyaknya sekolah penerbangan maka jumlah pilot yang lulus akan semakin banyak. Namun, saat ini lapangan kerja yang tersedia masih minim. Karena hal tersebut lah, lanjut Budi, jumlah pilot yang menganggur cukup banyak. "Kalau inputnya tidak baik, seleksinya tidak baik, jumlah sekolah banyak sekali, maka keluar lah jumlah pilot yang banyak sekali. Siapa saja yang daftar masuk, padahal kan harus ada kualifikasi," kata Budi. Atas dasar itu, Budi mengaku telah menutup beberapa sekolah penerbangan yang dianggap kompetensinya masih belum baik. "Jadi saya imbau kepada sekolah-sekolah (penerbangan) reformasi diri, yang merasa tidak mampu enggak usah bersaing. Sekarang ini (sekolah penerbangan) saya kurang-kurangin terus. Saya sudah kurangi 4 sekolah. Saya akan tugaskan Dirjen Udara untuk melihat lagi," ucap dia. Sebelumnya, Ketua Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia (STPI) Curug, Capt Novyanto Widadi mengatakan, sekitar 142 pilot AB initio lulusan sekolah itu masih menganggur. " Pilot AB initio sebenarnya kalau di kami dari 300 lulusan, tinggal 142 pilot (yang masih menganggur)," ujar Novyanto di Jakarta, Kamis (6/12/2018). Novyanto menjelaskan, sejak tiga tahun yang lalu penerimaan pilot di STPI ditutup. Penutupan itu dilakukan karena masih banyak pilot yang menganggur. "Tahun ini kami sudah menerima buat pilot," kata Novyanto.



Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Banyak Pilot Nganggur, Menhub Ingin Kurangi Sekolah Penerbangan", https://ekonomi.kompas.com/read/2018/12/07/220000626/banyak-pilotnganggur-menhub-ingin-kurangi-sekolah-penerbangan. Penulis : Akhdi Martin Pratama Editor : Bambang Priyo Jatmiko



https://ekonomi.kompas.com/read/2018/03/22/103000026/inaca--indonesia-masih-kekurangankapten-pilot INACA: Indonesia Masih Kekurangan Kapten Pilot KOMPAS.com - Ketua Umum Indonesia National Air Carriers Association ( INACA) Pahala N Mansury mencermati kurangnya jumlah kapten pilot di Indonesia. Hal itu disampaikannya dalam acara Indonesian Aviation Training and Education Conference (IATEC) 2018 yang digelar di Jakarta, Rabu (21/3/2018). Padahal, industri penerbangan Indonesia terus mengalami pertumbuhan yang ditandai dengan peningkatan jumlah penumpang dari tahun ke tahun. Menurut Pahala, sebetulnya, jumlah pilot baru atau lulusan lulusan Ab Initio sangat banyak saat ini. Tetapi pilot baru tersebut masih harus membutuhkan pelatihan lebih lanjut, memiliki jam terbang yang cukup, dan mengikuti aturan-aturan lainnya untuk bisa masuk ke level kapten pilot. Baca juga : Kiat Jadi Pilot Bagi Anak Muda Zaman Now Dia mengatakan, kekurangan level kapten pilot saat ini cukup besar. Ini bukan hanya terjadi pada satu maskapai tetapi di industri secara keseluruhan. "Oleh karena itu lewat IATEC kita bisa secara bersama-sama belajar dari airlines dan asosiasi bagaimana melakukan training bukan hanya untuk pilot tetapi untuk skill yang lain juga yang dibutuhkan dalam dunia aviasi," kata Pahala. Menurut dia, seluruh stakeholder juga harus bersama-sama belajar menginterpretasikan atau membaca aturan khususnya yang terkait dengan aviatic risk management agar tidak menghambat langkah peningkatan jumlah kapten pilot. "Sekarang ada peraturan yang membatasi. Oleh karena itu, maskapai dan regulator harus sama-sama bagaimana mmebaca regulasi di masing-masing negara," katanya. Baca juga : Datang ke STPI, Menhub Paparkan Data Pilot Pemula yang Sudah Mulai Bekerja Dia menjelaskan, untuk mengatasi kekuaranga tersebut, industri aviasi Indonesia tidak banyak merekrut kapten pilot asing. Namun yang harus dilakukan adalah membahas secara bersama antara maskapai, asosiasi pilot dan regulator bagaimana mengakselerasi penerbang menjadi seorang kapten dan memastikan bahwa penerbang itu profesional dan berkompetensi. (Dina Mirayanti Hutauruk)



https://money.kompas.com/read/2014/07/23/091600426/Aerotropolis.Konsep.Pengembangan.Kawasa n.Berbasis.Aviasi Aerotropolis, Konsep Pengembangan Kawasan Berbasis Aviasi



JAKARTA, KOMPAS.com - Rencana pengembangan aerotropolis, tak dimungkiri, merupakan sebuah langkah Angkasa Pura II untuk menjadi operator bandara bertaraf internasional. Ini sejalan dengan langkah serupa yang dilakukan oleh pengelola bandara terkemuka di berbagai negara. Aerotropolis merupakan gagasan yang dimunculkan oleh John Kasarda dari University of North Carolina, yang mengacu pada pusat bisnis yang terintegrasi dengan bandar udara. Salah satu pendukung yang harus tersedia adalah sarana transportasi massal yang memungkinkan pergerakan barang dan penumpang dari dan ke bandara bisa dilakukan secara efisien, seiring dengan semakin terintegrasinya perekonomian global. Sementara itu mengutip Dewan Bandara Internasional (Airport Council International/ACI, 2010), aerotropolis berkembang secara organik dan dimulai dari bandara itu sendiri. Di mana bandara tak hanya sebatas sebagai penyokong kegiatan aviasi. Lebih dari itu, ada berbagai jenis kegiatan bisnis lainnya, sehingga bandara dan wilayah sekitarnya merupakan kawasan komersial yang terintegrasi. Semisal, perkantoran perbelanjaan, pusat konvensi, hotel, hingga pusat hiburan. Berkembangnya kawasan bandara dan sekitarnya menjadi pusat aktivitas bisnis akan memicu kawasan lainnya ikut tumbuh, sehingga membentuk klaster bisnis. Seperti di distrik bisnis Zuidas, yang berada di dekat bandara Schiphol Amsterdam. Di kawasan tersebut, berdiam kantor pusat berbagai perusahaan global yang berbasis di Eropa, yang di antaranya adalah ABN Amro dan ING Banks. Pada kawasan itu juga terdapat kawasan hunian bagi para professional yang bekerja di distrik bisnis ini. Di kawasan ini turut berkembang tempat hiburan dan gaya hidup. Dengan demikian, proses pergerakan barang dan penumpang bisa dilakukan secara efisien. Dinamika pengembangan aerotropolis juga terlihat di kawasan Sky City yang berada di sekitar Hong Kong International Airport. Kawasan bisnis ini tak hanya menjadi penopang kegiatan aviasi, melainkan telah berkembang menjadi kawasan bisnis yang terintegrasi, termasuk taman hiburan Disney Land Hong Kong serta permukiman Tung Chung yang merupakan kantong hunian bagi pekerja di kawasan bisnis tersebut. Moda kereta bandara ekspress menjadi tulang punggung aerotropolis di Hong Kong ini, sehingga konektivitas dari dan ke bandara Hong Kong beserta kawasan sekitarnya bisa dilakukan secara efisien. Sementara itu di Malaysia, konsep aerotropolis dikembangkan melalui superkoridor, yang membentang sepanjang 50 kilometer, mulai dari Kuala Lumpur hingga bandara Kuala Lumpur International Airport (KLIA) yang berada di daerah Sepang, Negara Bagian Selangor. Adapun yang menjadi penghubung utama adalah kereta bandara ekspres dan jalan bebas hambatan. Pun di berbagai negara lain, pengembangan aerotropolis belakangan ini sangat gencar, karena ada potensi bisnis yang cukup besar jika konsep ini terwujud. Tak hanya bagi pengelola bandara sendiri, melainkan juga bagi pertumbuhan ekonomi negara yang



bersangkutan. Seperti di Songdo Korea Selatan, Dubai, India, Taiwan dan sebagainya, hari-hari ini terus berekspansi untuk mengembangkan kawasan bandara agar tak sebatas sebagai penopang kegiatan penerbangan, namun juga menjadi penopang pertumbuhan ekonomi secara lebih luas. Mengutip Kasarda, pengembangan aerotropolis tentunya akan merangsang pertumbuhan ekonomi di wilayah sekitarnya. “These transportation hubs are able to dramatically stimulate local economies by attracting a wide range of aviation-related businesses to their peripheries and resulting.” Semakin baik konektivitas antar-pusat pertumbuhan ekonomi, maka akan semakin besar pertumbuhan ekonomi bisa digenjot. Demikian juga dengan impian AP II mengembangkan wilayah Kualanamu sebagai aerotropolis, merupakan upaya untuk mendorong agar kawasan ini bisa berkembang dan bisa memicu pertumbuhan ekonomi lebih tinggi (Baca: Menimbang Manfaat Pengembangan Aerotropolis di Sumatra Utara) Namun, pengembangan kawasan tersebut harus memperhatikan berbagai aspek, dan tidak sekedar ikut-ikutan negara lain yang juga mengembangkan fasilitas serupa.



https://ekonomi.kompas.com/read/2018/01/24/190600626/banyak-pilot-yang-menganggur-inipenjelasan-menhub Banyak Pilot yang Menganggur, Ini Penjelasan Menhub



JAKARTA, KOMPAS.com — Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menjelaskan penyebab tingginya jumlah pilot yang menganggur tidak hanya persoalan kompetensi, tetapi terkait juga dengan jumlah pesawat yang dioperasikan maskapai penerbangan di Indonesia. Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menceritakan, saat ini tingkat pertumbuhan penumpang penerbangan mencapai kisaran 9 persen per tahun. Tingkat pertambahan pesawat di Tanah Air justru lebih rendah, yakni di kisaran 5 persen per tahun. "Jadi realistisnya kebutuhan (pilot) itu 5 persen. Berapa jumlah pilot sekarang? Lebih dari 2.000, angka 5 persennya cuma 100 (pilot). Kalau 3.000 ya jadi 150 (pilot). Saya tidak tahu angka pastinya," kata dia saat ditemui di sela Workshop Aeronautical Knowledge untuk Pilot Ab-Initio di Jakarta, Rabu (24/1/2018). Budi Karya mengatakan, sekarang total ada 18 sekolah pilot di Tanah Air dengan kemampuan melahirkan 50 pilot per tahun per sekolah. Artinya, dapat diperkirakan ketersediaan pilot tiap tahun membeludak hingga 900 orang. Baca juga: 556 Pilot Pemula yang Menganggur Diberi Pelatihan Sementara itu, Direktur Operasi Lion Air atau Managing Director Lion Group Daniel Putut menyebutkan, pihaknya membutuhkan sekitar 300 pilot pada 2017. Namun, kebutuhan pilot tersebut belum terpenuhi. Salah satu kendalanya bukan masalah kualifikasi pada pilot pemula, baik lulusan sekolah penerbangan luar negeri maupun dalam negeri. Kebanyakan peserta tes di Lion Group, gagal dalam proses ujian tertulis serta wawancara. Sebagai contoh, kualifikasi yang harus dipenuhi oleh seorang pilot adalah memiliki pengetahuan dalam hal airlaw atau hukum udara, nilai TOEIC mencapai 700, memiliki pengetahuan penerbangan dan kinerja yang baik. "Jadi 2017 kebutuhan kami adalah 300, tapi yang terpenuhi pada Juni 2017 hanya 55 orang, lalu Desember 2017 kemarin buka lagi dan baru dapat yang lulus murni saja cuma 2 orang," kata Daniel saat ditemui dalam kesempatan yang sama. "Pada kesempatan ini, sekolah penerbangan bisa introspeksilah. Lulusan sekolah penerbangan luar dan dalam negeri sama saja, di tempat kami juga yang luar banyak yang tidak lulus," ucap dia.



https://www.kabar-banten.com/seribu-pilot-menganggur-sekolah-pilot-diminta-kerja-sama-denganairlines/



Seribu Pilot Menganggur, Sekolah Pilot Diminta Kerja Sama dengan Airlines TANGERANG, (KB).- Angka pengangguran untuk lulusan sekolah penerbang (Flying School) atau pilot Indonesia masih cukup tinggi. Sejak tahun 2015, calon pilot yang masih menganggur atau belum bekerja di maskapai mencapai 1.000 orang lebih. Calon pengemudi burung besi itu merupakan lulusan dari 20 flying school yang tersebar di seluruh Indonesia. Pemerintah pun berupaya mencarikan solusi agar lulusan flying school dapat bekerja di maskapai penerbangan. Direktur Jenderal Perhubungan Udara Agus Santoso menuturkan, flying school diminta untuk bekerja sama dengan maskapai penerbangan untuk kemudian dapat menampung lulusan flying school itu sendiri. “Mulai tahun ini, sekolah pilot ini diharapkan agar bisa membuat kerja sama dengan airlines untuk menampung atau mendidik calon-calon pilot,” ujar Agus, Selasa (7/11/2017). Hal itu disebut dapat menyalurkan 1.000 pilot Indonesia yang saat ini belum bekerja di maskapai penerbangan. Selain itu, pihaknya juga sedang mengupayakan kerja sama untuk menyalurkan pilot tersebut ke negara Cina dan Meksiko. “Mengapa kita bekerja sama dengan Cina? Karena banyak airlines dari Cina yang tujuan ke Indonesia. Ada empat maskapai yang melayani penerbangan dari Cina ke Indonesia,” ucapnya. Menurut Agus, Cina memiliki wilayah yang sangat luas. Dan penerbangan domestik sendiri juga terbilang cukup banyak, mengingat jumlah penduduknya yang banyak. “Hubungan ini diharapkan agar para pilot dapat diendorse dengan maskapai-maskapai dari negara Cina. Ini solusi sehingga dapat mengurangi jumlah pengangguran pilot di Indonesia,” kata Agus. Sementara itu, Direktur Kelaikudaraan dan Pengoperasian Pesawat Udara (KPPU) Kementerian Perhubungan Muzaffar mengatakan, penyaluran pilot Indonesia sudah dibahas dengan delegasi Cina. “Tadi sudah kita bicarakan dengan delegasi Cina, mereka sangat positif. Kita akan lihat regulasi mereka dan langkah selanjutnya kita akan siapkan ketentuan-ketentuan yang dipersyaratkan dengan China,” ucap Muzaffar.



https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20150121114517-92-26180/industri-penerbangan-ri-masihcarut-marut-ini-solusinya



Industri Penerbangan RI Masih Carut Marut, Ini Solusinya Jakarta, CNN Indonesia -- Sebuah audit mendapati industri penerbangan Indonesia masih berada dalam kondisi memprihatinkan. Eks Kepala Staf TNI Angkatan Udara Chappy Hakim menilai permasalahan di industri penerbangan di Indonesia adalah peningkatan jumlah penumpang yang tinggi tapi tidak dibarengi dengan peningkatan sumber daya manusia dan infrastruktur yang memadai. Chappy, Direktur CSE Aviation, sebuah perusahaan konsultan penerbangan, menyatakan tercatat peningkatan jumlah penumpang yang luar biasa pada kurun waktu 1990-2014. Dari 9 juta menjadi 71 juta. Pada periode yang sama, jumlah maskapai naik dari 7 saja menjadi 22 maskapai. Begitu pun jumlah pesawat, naik dari 102 unit menjadi 950 pesawat. Tapi itu tak sejalan dengan ketersediaan pilot. Diperkirakan Indonesia sebetulnya membutuhkan 800 pilot per tahun. Tapi yang tersedia hanya 400-500 pilot per tahun. Air Traffic Controller (ATC) membutuhkan 200 personel per tahun, tapi yang ada hanya 40-60 personel per tahun.



Sementara, teknisi pesawat yang dibutuhkan 4.700 orang per tahun. Tapi yang ada hanya 300-400 orang per tahun. Dengan jumlah penduduk yang demikian besar, jumlah sekolah penerbangan di Indonesia hanya 13 sekolah atau sekitar 1 persen dari Amerika yang memiliki 1.076 sekolah penerbangan. Chappy menyatakan untuk mengatasi permasalahan di dunia penerbangan diperlukan kerjasama beberapa pihak. Ia berharap Kementerian Perhubungan lebih serius dalam mengatasi masalah di industri penerbangan. Setidaknya tambah personil regulator atau inspektor penerbangan Kemenhub. "Masalah ini tidak dapat diselesaikan oleh Kementerian Perhubungan sendiri, perlu kerjasama berbagai pihak di industri penerbangan. Sebagai contoh Korea membuat task force dengan berbagai tim luar dan independen dan diperlukan waktu lima tahun untuk mengatasi masalah penerbangannya," kata Chappy, dalam sebuah acara di Jakarta, Rabu (21/1). Audit International Civil Aviation Organization (ICAO) mendapati ada 600 temuan dalam industri penerbangan Indonesia pada periode 2007-2014, naik dari 120 temuan pada periode sebelumnya. Audit bulan Mei 2014 itu juga menunjukkan efektivitas organisasi operator penerbangan Indonesia kurang dari 20 persen sedangkan dalam hal kelayakan terbang (airworthiness) hanya sekitar 60 persen. Tingkat keamanan penerbangan Indonesia sendiri masih masuk dalam kategori 2. (ded/ded)



http://www.ilmuterbang.com/artikel-mainmenu-29/faqs/717-apa-bedanya-sekolah-penerbang-dansekolah-penerbangan



http://hubud.dephub.go.id/?id/news/detail/2304



PEMERINTAH SUBSIDI RP 400 JUTA UNTUK MENCETAK SEORANG PILOT Pemerintah memberikan subsidi sebesar Rp 400 juta untuk mendidik pilot di sekolah penerbang milik pemerintah yaitu Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia (STPI) Curug, Tangerang, Banten dan Loka Pendidikan dan Pelatihan Penerbang Banyuwangi (LP3B) Banyuwangi, Jawa Timur.



Ketua STPI Curug, Yurlis Hasibuan di sela - sela penanda tanganan kerjasama dengan maskapai Air Asia Indonesia di Tangerang, Banten, Kamis. (23/10/14) mengungkapkan, biaya pendidikan pilot di sekolah milik pemerintah sebesar Rp 500 juta per orang. Dari jumlah itu, sebesar Rp 400 juta disubsidi oleh pemerintah dan sisanya Rp 100 juta dibayar oleh siswa. " Biaya yang dibayar oleh siswa tersebut untuk membeli kebutuhan siswa seperti seragam dan sebagainya," ujar Yurlis. Secara keseluruhan, untuk mencetak 200 pilot, kata Yurlis, pemerintah memberikan subsidi sebesar Rp 100 miliar per tahun. Yurlis menambahkan, sebelum tahun 2014, para para calon penerbang tersebut disubsidi 100 persen oleh pemerintah. Namun, setelah itu ada kebijakan baru yang terbit sejak akhir 2013 yaitu biaya pendidikan pilot tidak sepenuhnya tidak ditanggung pemerintah. Yurlis menambahkan, sekolah penerbang milik pemerintah STPI Curug dan Banyuwangi hanya mampu mencetak 200 penerbang setiap tahun. " Dua ratus pilot lulusan STPI dan di Banyuwangi, sebanyak 150 pilot sudah dipesan Garuda Indonesia," papar Yurlis. Pertumbuhan industri penerbangan nasional setiap tahun membutuhkan sebanyak 510 pilot per tahun. Sementara kemampuan untuk menghasilkan tenaga penerbang tersebut hanya 420 orang per tahun. "Kita



defisit



Didik



20



90 Siswa



pilot Teknik



per



tahun," Penerbangan



pungkas Program



Yurlis. CHAMP



STPI Curug, Tangerang, Banten mendidik 20 siswa melalui program CHAMP (sCholarship for Air Asia Mechanic Program) dari maskapai Air Asia Indonesia. Ke-20 siswa ini dididik bidang avionik, basic sistem radio, sistem instrumentasi dan sistem kelistrikan pesawat terbang selama 9 bulan. Ke 20 siswa tersebut telah lolos seleksi tes psikologi (tes kepribadian), tes IQ, mechanical test, dan terakhir proses wawancara, maka terpilihlah 17 pelajar dari sekitar 800 kandidat di lima kota besar di Indonesia dan tiga karyawan AirAsia Indonesia yang terdiri dari RAMP officer, staf Guest Service dari Hub Bali, dan satu orang staf dari departemen engineering. Ketua STPI Curug, Yurlis Hasibuan berterima kasih atas kepercayaan yang diberikan AirAsia Indonesia kepada STPI Curug untuk membentuk dan mendidik para penerima beasiswa



tersebut agar siap menjadi talenta berkualitas yang diperlukan oleh maskapai penerbangan. " Kontribusi industri penerbangan dalam bidang pendidikan diamanatkan dalam undang-undang dan kami menyambut program ini dengan baik, “ jelas Yurlis. Presiden Direktur AirAsia Indonesia, Sunu Widyatmoko mengatakan, salah satu tantangan terbesar kami saat ini adalah keterbatasan jumlah tenaga kerja di bidang perawatan pesawat terbang terutama engineer untuk sistem avionik, sementara kebutuhan akan tenaga kerja dalam bidang tersebut terus meningkat. Oleh karena itu, pihaknya menginisiasikan program beasiswa teknik penerbangan untuk merekrut tenaga-tenaga muda Indonesia yang memiliki bakat dan keinginan untuk menjadi seorang engineer namun memiliki keterbatasan finansial. " Program yang kami namakan CHAMP ini, juga merupakan bagian dari tanggung jawab sosial perusahaan yang berfokus pada pendidikan. Kami sangat senang karena menerima respon yang sangat positif di lima kota besar di Indonesia yang kami kunjungi,” papar Sunu.(SNO)



https://ekonomi.bisnis.com/read/20140813/98/249650/kualitas-sekolah-pendidikan-penerbanganindonesia-diakui-internasional



KUALITAS SEKOLAH & PENDIDIKAN PENERBANGAN Indonesia Diakui Internasional Indonesia makin diakui oleh dunia penerbangan internasional sebagai lokasi pelatihan dan pendidikan tenaga kerja di bidang penerbangan sipil, sesuai dengan standar International Civil Aviation Organization atau ICAO. Bisnis.com, JAKARTA - Indonesia makin diakui oleh dunia penerbangan internasional sebagai lokasi pelatihan dan pendidikan tenaga kerja di bidang penerbangan sipil, sesuai dengan standar International Civil Aviation Organization atau ICAO. Kepala Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia (PPSDM) Angkutan Udara Kementerian Perhubungan Judie Asri Sirompul mengatakan pihaknya sudah mendapatkan sertifikat keanggatoaan penuh ICAO Trainair Plus. “Hal in ini berarti sekolah penerbangan milik pemerintah yakni STPI Curug, Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Terbang Banyuwangi serta Akademi Teknik dan Keselamatan Penerbangan Makassar sudah memenuhi standar ICAO,” ujarnya, Rabu (13/8/2014). Perwakilan ICAO Mustafa Hamidi mengatakan pihaknya memang telah mengakui Indonesia sebagai salah satu negara yang memiliki keanggotaan penuh pelatihan penerbangan udara karena sudah menerapkan berbagai ketentuan sesuai standar internasional agar bisa menghasilkan lulusan yang handal. “Ke depan perlu ada strategi penyeragaman standar pelatihan penerbangan di Indonesia maupun di negara lain yang sesuai dengan standar internasional. Hal ini menjadi tantangan bagi kita semua,” tuturnya. Menurutnya, industri penerbangan global mengalami pertumbuhan yang pesat di mana menurut catatan ICAO, kebuthan akan penerbang di tingkat global sampai dengan 2030 adalah 980.799 orang dan kebutuhan akan teknisi pesawat sampai 2030 mencapai 1.164.969 orang. Indonesia saat ini baru menyumbang tenaga penerbang sebanyak 600 orang pertahun yang dihasilkan oleh berbagai sekolah penerbang milik pemerintah maupun swasta. Sementara teknisi pesawat setiap tahunnya mencapai 800 orang. Sebagai wujud pengakuan serta ingin mengenalkan dunia penerbangan Indonesia, PPSDM Angkutan Udara Kemenhub menyelenggarakan seminar internasional pendidikan penerbangan sipil Rabu pagi. Semintar tersebut menurutnya sebagai sarana komunikasi para pemangku kepentingan industri penerbangan. Turut hadir dalam kegiatan tersebut berbagai pihak dari dalam dan luar negeri termasuk ICAO, Incheon Aviation Academy, Korea Selatan, serta Joint Aviation Authorities Training Organisation, Belanda.



http://www.angkasareview.com/2018/03/23/ketua-stpi-sampaikan-pola-pengasuhan-sdmpenerbangan-masa-depan-di-forum-iatec-2018/



http://dephub.go.id/post/read/kebutuhan-sdm-teknisi-pesawat-di-indonesia-masih-tinggi-14818



BADAN PENGEMBANGAN SDM KEBUTUHAN SDM TEKNISI PESAWAT DI INDONESIA MASIH TINGGI Biro Komunikasi dan Informasi Publik - Selasa, 25 September 2012 Jumlah Dilihat: 2759 kali (Surabaya, 24/9/2012) Kebutuhan SDM di bidang penerbangan khususnya teknisi Pesawat masih cukup tinggi, saat ini di Indonesia membutuhkan sekitar 7500 teknisi pesawat. Demikian disampaikan Menteri Perhubungan, EE Mangindaan saat menghadiri acara wisuda Taruna Akademi Teknik Keselamatan Penerbangan (ATKP) Surabaya, Senin (24/9). Dalam sambutannya dihadapan para Taruna, Menhub mengatakan dengan masih tingginya kebutuhan SDM teknisi Pesawat, tentunya menjadi peluang bagi para lulusan di ATKP untuk mengisi kebutuhan tersebut. "Dengan pesatnya pertumbuhan industri angkutan udara di Indonesia, tentunya diikuti dengan meningkatnya kebutuhan SDM," jelas Menhub. Untuk itu, Menhub mengingatkan kepada para wisudawan agar terus mengembangkn disiplin ilmu yang telah didapat selama pendidikan. "Kualitas SDM di bidang transportasi udara merupakan hal yg tidak bs ditawar lagi, karena merupakan industri jasa yang dalam operasionalnya dapat diukur dan diperhitungkan kualitas, keselamatan, biaya dan ketepatan waktunya, serta sangat sensitif terhadap penilaian dan kritik dari pengguna jasa," jelas Menhub. Dalam wisuda ini, ATKP Surabaya mewisuda sebanyak 77 Taruna Diploma II (D2) program studi Teknik Pesawat Udara. Sebelumnya pada 5 September lalu, ATKP Surabaya telah mewisuda 157 Taruna, sehingga pada tahun 2012 total lulusan dari ATKP Surabaya sebanyak 234 orang. Pada kesempatan yang sama, dilaksanakan pula penandatanganan kesepakatan bersama antara Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Perhubungan dengan 5 (lima) perusahaan maskapai antara lain : Airasia, Citilink, Merpati, Pelita Air dan Travira Air. Kerjasama tersebut dimaksudkan untuk dapat saling memanfaatkan potensi yang ada pada masingmasing pihak, dalam rangka meningkatkan kualitas dan kuantitas SDM di bidang penerbangan. (RDH).



http://dephub.go.id/post/read/kebutuhan-pilot-800-orang-per-tahun-13543



BADAN PENGEMBANGAN SDM KEBUTUHAN PILOT 800 ORANG PER TAHUN Biro Komunikasi dan Informasi Publik - Jumat, 29 Juni 2012 Jumlah Dilihat: 2944 kali (Jakarta, 27/6/2012) Kebutuhan jumlah penerbang atau pilot masih cukup tinggi. Saat ini sebanyak 800 orang setiap tahunnya dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan operasional penerbangan maskapai yang ada di tanah air. Jumlah tersebut dibutuhkan seiring dengan pertumbuhan di bidang penerbangan yang terus meningkat dan bertambahnya jumlah pesawat. Saat ini menurut data dari INACA (Indonesian National Air Carries Association) yang beranggotakan 39 maskapai, jumlah pesawat sebanyak 705 dan akan menjadi 966 di 2015 mendatang dan tentu saja membutuhkan banyak tenaga penerbang untuk mendukung pelayanan penerbangannya. Dirjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, Herry Bakti S. Gumay mengemukakan, dari kebutuhan yang ada masih sangat minim bila dibandingkan dengan jumlah sekolah yang menghasilkan penerbang. Jumlah sekolah penerbang saat ini 13 baik yang dimiliki Kemenhub ataupun swasta. "Saat ini baru sekitar 300 lulusan/tahun yang dihasilkan. Untuk itu kami akan terus mengupayakan adanya penambahan seperti yang akan dibangun di Batam," ujar Herry usai menghadiri Signing ceremony of Memorandum of Understanding (MoU) between Human Resources Development on Transport Agency and The Boeing Company and Garuda Indonesia Airlines di Jakarta, Rabu (27/6). Dia juga mengemukakan bahwa untuk memenuhi kebutuhan pilot maskapai juga melakukan kerjasama dengan sekolah-sekolah penerbangan baik Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia (STPI) dan Sekolah Penerbangan swasta lainnya. Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Kemenhub, Bobby R. Mamahit mengungkapkan penandatanganan MoU yang dilakukan dengan maskapai Garuda Indonesia merupakan perpanjangan MoU sebelumnya yang dilaksanakan pada 2005 lalu. "Kami bekerja sama dalam mendukung upaya pengembangan industri penerbangan dengan menyalurkan lulusan dari STPI," katanya. PT Garuda Indonesia (Persero) dan Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Kemenhub melakukan bekerjasama penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan di bidang penerbangan. Hal tersebut dilakukan oleh Garuda seiring dengan berkembangnya industri penerbangan di Indonesia yang harus diimbangi dengan sumber daya manusia (SDM) yang handal dan profesional. Menurut Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero), Emirsyah Satar, pihaknya sangat berterima kasih atas dukungan yang telah diberikan BPSDM selama ini dan kerjasama dengan BPSDM ini sangat membantu Garuda khususnya dalam penyiapan dan pemenuhan tenaga penerbang untuk mendukung program ekspansi Garuda ke depan yakni Quantum Leep. "Kami akan menambah jumlah pesawat dari 98 yang ada saat ini menjadi 154 di 2015 mendatang dan upaya kerja sama ini sangat strategis untuk memenuhi kebutuhan jumlah penerbang kami," kata Emir. (CHAN)



https://www.cendananews.com/2018/11/kebutuhan-sdm-semakin-besar-sekolah-penerbangan-masihterbatas.html



Kebutuhan SDM Semakin Besar, Sekolah Penerbangan Masih Terbatas Editor: Satmoko Budi Santoso Jurnalis: Jatmika H Kusmargana - 10 Nov 2018 - 19:04



Arif Rahman, pendiri PT. Aeropors Academy - Foto Jatmika H Kusmargana



YOGYAKARTA – Semakin meningkatnya kebutuhan Sumber Daya Manusia (SDM) di dunia penerbangan Indonesia saat ini, ternyata belum diimbangi dengan jumlah sekolah yang fokus mencetak lulusan handal di bidang profesi tersebut. Salah satu profesi di dunia penerbangan yang masih banyak dibutuhkan adalah Flight Operation Officer (FOO) atau personel penerbangan yang disertifikasi Kementerian Perhubungan, yang bertindak sebagai salah satu pihak penanggungjawab keselamatan dari proses penerbangan. FOO menjadi satu bagian penting dari pengoperasian penerbangan selain pilot dan teknisi. “Kebutuhan akan profesi FOO ini semakin besar. Hal ini tak lepas karena perkembangan dunia penerbangan berdasarkan statistik bidang itu menunjukkan kinerja yang positif. Tiap tahun jumlah penerbangan dan jumlah penumpang terus meningkat. Sementara SDM masih kurang, karena sekolah penerbangan juga masih terbatas” ujar Arif Rahman, pendiri PT. Aeropors Academy, saat ditemui di sela event Job Fair Sekolah Vokasi UGM, baru-baru ini. Terbatasnya SDM handal yang mengisi profesi FOO itu membuat banyak pencari kerja tertarik terjun ke dunia penerbangan. Mengingat peluang kerja profesi tersebut sangat besar. Terlebih saat ini pemerintah begitu gencar memperbanyak pembangunan infrastruktur bandara baru di sejumlah daerah. “Apalagi tak lama lagi Yogyakarta juga akan memiliki bandara baru di Kulon Progo. Dan dengan terus bertambahnya maskapai, kebutuhan SDM dunia penerbangan khususnya FOO ini juga pasti akan semakin bertambah,” ujarnya



http://mediaindonesia.com/read/detail/159141-kompetensi-sdm-penerbangan-harus-ditingkatkan



Kompetensi SDM Penerbangan Harus Ditingkatkan Penulis: Dhika Kusuma WinataPada: Minggu, 06 Mei 2018, 14:49 WIB



CALON-CALON tenaga penerbangan Indonesia, khususnya pilot, perlu meningkatkan kompetensi di profesi agar memiliki daya saing secara internasional. Pasalnya, pasar industri penerbangan, khususnya penerbangan penumpang di Tanah Air, terus berkembang. Ketertinggalan dari segi kompetensi diperkirakan bakal menggerus kesempatan kerja SDM dalam negeri. Dirjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Agus Santoso mengatakan Indonesia, saat ini, menjadi salah satu negara dengan peningkatan jumlah penumpang yang signifikan di kawasan Asia Pasifik. Namun, sejumlah tantangan dihadapi dunia SDM penerbangan. Salah satunya ialah kurang diserapnya SDM seperti pilot dan teknisi. "Saya berharap kepada para calon pilot di sekolah-sekolah penerbangan untuk meningkatkan profesionalitas sehingga mampu memenuhi kebutuhan internasional. Salah satunya dengan penerapan multipilot engine rating yang tentunya mengikuti apa yang digariskan oleh regulator penerbangan," kata Agus melalui keterangan yang diterima, Sabtu (5/5). Dia menambahkan, saat ini, peraturan penerbangan sipil Indonesia telah mengubah referensi dasarnya dari Federal Aviation Administration (FAA) Concept yang dikeluarkan Amerika Serikat menjadi International Civil Aviation Organization (ICAO) Concept. Peningkatan diperlukan khususnya di bidang aeronautical knowledge dan keterampilan, tes bagi stages pilot, commercial pilot, instrument rating, dan airline transport pilot. Hal itu mengacu kepada ICAO Standards and Recommended Practices (ICAO SARPs) Annex 1. Ketua Ikatan Alumni Curug (IAC) Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia (STPI) Curug, Salahudin Rafi, mengatakan gambaran kebutuhan SDM penerbangan dari para pelaku industri penting guna mengetahui sumber daya apa yang diharapkan agar sesuai dengan kebutuhan pasar saat ini. Karena itu, pihaknya menggelar industry gathering bertajuk Link & Match Alumni dengan Industri yang digelar di STPI Curug, Tanggerang, Banten, akhir pekan lalu. "Kami berharap mendapatkan masukan dari sejumlah stakeholder dan pakar industri penerbangan yang kompeten untuk meningkatkan SDM di industri kedirgantaraan nusantara yang lambat laun semakin berkembang," terangnya. Ketua STPI Curug Novyanto Widadi mengatakan, selama ini, sejumlah kampus penerbangan di Indonesia masih berorientasi pada sistem akademik yang konvensional. Hal itu tidak dibarengi dengan materi untuk memenuhi kebutuhan industri yang terus berkembang sehingga para lulusan kampus-kampus penerbangan semakin tertinggal. Salah satu yang menjadi sorotan ialah belum adanya peningkatan materi penerbangan yang dibutuhkan industri saat ini seperti Airline Transport Pilot License (ATPL), multiengine, dan jet simulator.



"Kita melihat saat ini industri penerbangan membutuhkan 3 materi tersebut. Ke depannya kami akan melakukan upgrade dengan memberikan materi tersebut kepada calon-calon pilot, termasuk alumni akan kembali disekolahkan secara gratis agar dapat memahami 3 materi tersebut," ujar Novyanto. (OL-2)



http://www.wiraangkasaacademy.net/berikut-data-kebutuhan-sdm-penerbangan-saat-ini-sampai-10tahun-kedepan/ Berikut Data Kebutuhan SDM Penerbangan saat ini sampai 10 tahun kedepan Bekerja di penerbangan memang impinan banyak orang dan memang memiliki banyak potensi yang sangat baik, untuk dapat hidup sejahtera,dengan sekolah yang sangat singkat dan gaji terhitung cukup besar. Beragam profesi yang ada di dunia penerbangan, namun hanya dua profesi yang banyak di keal oleh masyarakat, yaitu pilot dan pramgari,p padahal selain itu masih banyak profesi yang terlibat dalam dunia penerbangan, di antaranya teknisi, penatur lalu lintas udara, pilot darat, Petugas keamanan penerbangan ( Avsec),petugas pemeriksa barang berbahaya(DG), dan lainya. Saat ini profesi tersebu menjadi peluang yang sangat besar dan terus tumbuh seiring dengan perkembangan moda transportasi udara, yang dari tahun ke tahun terus menanjak, dan di minati masyarakat, oleh karena itu du butuhkan Sumberdaya Manusia ( SDM) yang mempuni di bidangnya. Presiden Joko Widodo (Jokowi) berjanji membangkitkan kembali kejayaan industri penerbangan atau kedirgantaraan Indonesia dengan memberikan dukungan dan insentif kepada industri tersebut. “Yang jelas dana-dana riset akan diperbesar sehingga dalam jangka panjang bisa diwujudkan sebuah produk yang secara ekonomi bisa digunakan oleh masyarakat,” kata Presiden Jokowi. Kepala Pusat Pengembangan SDM Perhubungan Udara Yuli Sudoso Hastono menjelaskan Jumlah sekolah penerbang saat ini yang diapprove oleh Kemenhub ada 24. Patut diketahu, bahwa kebutuhan Pilot saat ini pertahun 770 orang, dan tehnisi pesawat Udara 960 orang dan Air Traffic Control 726 orang, Sedangkan Saat ini, dari jumlah 235 bandara internasional maupun domestik di Indonesia, ada sekitar 14.000 petugas keamanan bandara yang telah memiliki lisensi,mengingat banyaknya bandara yang ada di Indonesia itu tidak sebanding dengan petugas yang ada di dalamnya, terutama petugas bagian keamanan bandara yaitu petugas Avsec ( Aviation Security ). Dan belum lagi sepanjang tahun 2016 ini, pembangunan infrastruktur untuk menunjang pertumbuhan perekonomian Indonesia terus dibangun. Utamanya infrastruktur-infrastruktur yang berkaitan dengan transportasi. Selain nantinya akan digunakan sebagai moda mobilitas masyarakat, infrastruktur transportasi juga akan mempermurah biaya logistik di Indonesia. Salah satu infrastruktur transportasi yang dikebut pembangunannya adalah bandara. Sebagaimana dijelaskan oleh Kementerian Perhubungan (Kemenhub) yang pada tahun ini menargetkan pembangunan dan pengembangan bandara baru di 15 lokasi yang tersebar di seluruh Indonesia. Selain pembangunan bandara baru, Kementerian Perhubungan juga akan memperpanjang landasan pacu (runway) di 27 lokasi dan merehabilitasi terminal penumpang bandara di 13 lokasi. Selain itu pemerintah akan membangun 45 bandara baru sampai tahun 2022. Kementerian Perubungan menilai industri penerbangan masih akan menjadi lahan bisnis yang menggiurkan dalam beberapa tahun kedepan. Oleh karena itu pemerintah berusaha mengimbanginya dengan membangun 45 bandara baru dalam kurun waktu 10 tahun ke depan