Daun Alpukat [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

FORMULASI SEDIAAN PASTA GIGI EKSTRAK ETANOL DAUN ALPUKAT (Persea americana Mill) SEBAGAI ANTIBAKTERI Streptococcus mutans SKRIPSI diajukan sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Sarjana (S 1) pada Jurusan Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Al-Ghifari



Oleh : NENI ERMAWATI D1A151169



UNIVERSITAS AL-GHIFARI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN FARMASI BANDUNG 2019



LEMBAR PENGESAHAN



JUDUL



: FORMULASI SEDIAAN PASTA GIGI EKSTRAK ETANOL DAUN ALPUKAT (Persea americana Mill) SEBAGAI ANTIBAKTERI Streptococcus mutans



PENYUSUN



: NENI ERMAWATI



NIM



: D1A151169



Setelah membaca skripsi ini dengan seksama, menurut pertimbangan kami telah memenuhi persyaratan ilmiah sebagai suatu skripsi



Bandung, September 2019



Pembimbing I



Pembimbing II



( Kusdi Hartono, S.Si., M.Mkes )



( Meiry Akmara Dhina, M.Pd )



i



ABSTRAK Salah satu upaya meningkatkan dan menjaga kesehatan gigi dapat ditempuh dengan penggunaan bahan tradisional berupa tanaman bermanfaat untuk mengatasi masalah gigi yang sifatnya spesifik. Salah satu tanaman bermanfaat adalah alpukat (Persea americana Mill) yang memiliki kandungan senyawa aktif alkaloid, flavonoid, saponin, dan tanin yang bekerja sebagai antibakteri Streptococcus mutans penyebab caries gigi. Untuk mengurangi jumlah bakteri ini, diformulasikan sediaan pasta gigi ekstrak etanol daun alpukat yaitu formula 1 (F1), formula 2 (F2), formula 3 (F3), dan formula 4 (F4) dengan konsentrasi ekstrak berturut-turut sebanyak 5%, 15%, 25%, dan 35%. Uji evaluasi fisik dilakukan pada sediaan pasta gigi untuk mendapatkan sediaan yang paling stabil. Hasil evaluasi fisik menunjukkan sediaan pasta gigi yang paling stabil adalah F3. Pada uji organoleptik didapatkan bentuk sediaan berupa pasta, warna sediaan coklat, dan aroma sediaan khas daun alpukat dan menthol, pada uji pH didapatkan rentang pH 7,4-8,2 dan pada uji viskositas selama 21 hari didapatkan pasta yang konsisten sebesar 7750 cPas. Pada uji homogenitas didapatkan sediaan pasta homogen dan pada uji daya sebar didapatkan rentang sebesar 3,1 cm – 4,7 cm. Hasil uji kesukaan pada 20 responden berupa penilaian terhadap rasa, warna, aroma, dan tekstur pasta gigi menunjukkan formula yang paling disukai adalah F1 dan F3. Pasta gigi F3 dan F4 memiliki aktivitas antibakteri terhadap Streptococcus mutans dengan pengujian menggunakan metode sumuran pada media MHA menghasilkan zona hambat rata-rata sebesar 6,22 mm dan 6,97 mm yang termasuk ke dalam kriteria sedang.



Kata kunci : ekstrak etanol, formulasi pasta, pasta gigi, Persea americana Mill, Streptococcus mutans



ii



ABSTRACT One effort to improve and maintain dental health can be achieved by the use of traditional materials in the form of beneficial plants to overcome specific dental problems. One of the beneficial plants is avocado (Persea americana Mill) which contains active compounds of alkaloids, flavonoids, saponins, and tannins that work as antibacterial Streptococcus mutans that cause dental caries. To reduce the amount of these bacteria, formulated of avocado leaf ethanol extract toothpaste is formula 1 (F1), formula 2 (F2), formula 3 (F3), and formula 4 (F4) with each extract concentrations is 5%, 15%, 25% and 35%. A physical evaluation test is performed on a toothpaste preparation to get the most stable preparation. Physical evaluation results showed that the most stable toothpaste preparation is F3. In the organoleptic test the dosage form have the shape of paste, brown color, and the typical aroma of avocado and menthol leaves were obtained, in the pH test, the pH range was 7,4 - 8,2 and in the 21 day viscosity test a consistent paste was 7750 cPas. In the homogeneity test, homogeneous paste preparations were obtained and in the scatter power test a range of 3.1 cm - 4.7 cm was obtained. Preferred test results for 20 respondents in the form of an assessment of the taste, color, aroma, and texture of toothpaste showed the most preferred formulas were F1 and F3. F3 and F4 toothpastes have antibacterial activity against Streptococcus mutans by testing using the wells method on MHA media resulting in an average inhibition zone of 6.22 mm and 6.97 mm which fall under the medium criteria.



Keywords : ethanol extract, avocado leaves, paste formulation, Persea americana Mill, Streptococcus mutans



iii



KATA PENGANTAR



Bismillah Alhamdulillah segala puji dan rasa syukur penulis panjatkan kehadirat Rabb semesta alam Allah SWT yang telah memberikan limpahan nikmat dan karunia-Nya serta memberikan kekuatan dan kemudahan dalam melakukan segala amanah dan aktivitas. Penulis juga limpahkan Shalawat serta Salam semoga selalu tercurah kepada junjungan dan Qudwah kita Nabi Muhammad SAW, kepada para sahabat, keluarga sampai kepada umatnya. Penulis bersyukur dapat menyelesaikan tugas akhir ini yang berjudul “Formulasi Sediaan Pasta Gigi Ekstrak Etanol Daun Alpukat (Persea americana Mill) Sebagai Antibakteri Streptococcus mutans”. Dengan segala kerendahan hati pada kesempatan ini penulis mengucapkan rasa syukur dan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Allah SWT yang diiringi kepada : 1.



Bapak H. Didin Muhafidin, S.I.P., M.Si selaku Rektor Universitas Al-Ghifari.



2.



Bapak Ardian Baitariza, M.Si., Apt selaku Dekan Fakultas MIPA Universitas Al-Ghifari.



3.



Ibu Ginayanti Hadisoebroto, M.Si., Apt selaku Ketua Jurusan Farmasi Fakultas MIPA Universitas Al-Ghifari.



4.



Ibu Dytha Andri Deswati, M.Si., Apt selaku Dosen Wali Mahasiswa Kelas A11B Non Regular.



iv



5.



Bapak Kusdi Hartono, S.Si., M.Mkes selaku Pembimbing 1 dan Ibu Meiry Akmara Dhina, M.Pd selaku Pembimbing 2 yang telah membimbing dan memberikan pengarahan pada penelitian dan penulisan skripsi ini.



6.



Seluruh Dosen, Laboran, dan Staf Universitas Al-Ghifari.



7.



Rekan-rekan seperjuangan angkatan 2015.



8.



Keluarga besar Kelas A11B Non Regular.



9.



Rekan satu tim penelitian formulasi.



10. Sahabat-sahabat saya, akhwat fillah, yaitu Ami Aida, Hidayah Ina, Iis Mulyani, dan Rifati Hanifah. 11. Terkhusus kepada kedua orang tua dan saudara yang saya cintai, atas perhatian, kesabaran, dan do’anya.



Penulis menyadari bahwa laporan tugas akhir ini masih jauh dari sempurna dan masih banyak kekurangan. Akhir kata penulis panjatkan do’a kepada Allah SWT, semoga membalas serta melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan tugas akhir ini.



Bandung, September 2019



Neni Ermawati



v



DAFTAR ISI



LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................... i ABSTRAK .............................................................................................................. ii ABSTRACT ............................................................................................................. iii KATA PENGANTAR ........................................................................................... iv DAFTAR ISI .......................................................................................................... vi DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. ix DAFTAR TABEL ................................................................................................... x BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1 1.1



Latar Belakang ......................................................................................... 1



1.2



Identifikasi Masalah ................................................................................. 4



1.3



Tujuan Penelitian ...................................................................................... 4



1.4



Manfaat Penelitian .................................................................................... 4



1.5



Waktu dan Tempat Penelitian .................................................................. 5



BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 6 2.1



Tumbuhan Daun Alpukat ......................................................................... 6



2.1.1



Klasifikasi Daun Alpukat .................................................................. 7



2.1.2



Bagian-Bagian Tanaman Alpukat ..................................................... 8



2.1.3



Jenis Alpukat ..................................................................................... 9



2.1.4



Kandungan Daun Alpukat ............................................................... 11



2.1.5



Manfaat Daun Alpukat .................................................................... 11



2.2



Senyawa Metabolit Sekunder Daun Alpukat ......................................... 11



2.3



Caries Gigi ............................................................................................. 13



2.3.1



Streptococcus mutans ...................................................................... 13



2.3.2



Substrat (Karbohidrat) ..................................................................... 15



2.3.3



Waktu Pembentukan Caries............................................................ 16



2.3.4



Struktur Gigi Penyebab Caries ....................................................... 16



2.4



Dasar Teori Pasta .................................................................................... 17



2.4.1



Pengertian Sediaan Pasta dalam Farmasi......................................... 17



2.4.2



Karakteristik Sediaan Pasta ............................................................. 18



vi



2.4.3



Macam-Macam Sediaan Pasta ......................................................... 19



2.4.4



Formulasi Sediaan Pasta .................................................................. 20



2.4.5



Keuntungan dan Kerugian dari Sediaan Pasta ................................. 22



2.5



Pasta Gigi ............................................................................................... 23



2.6



Ekstraksi ................................................................................................. 29



2.7



Ekstrak .................................................................................................... 31



2.8



Metode Uji Antibakteri .......................................................................... 31



BAB III METODOLOGI PENELITIAN.............................................................. 35 3.1



Alat dan Bahan Penelitian ...................................................................... 35



3.1.1



Alat Penelitian ................................................................................. 35



3.1.2



Bahan Penelitian.............................................................................. 35



3.1.3



Bakteri Uji ....................................................................................... 35



3.2



Prosedur Penelitian ................................................................................. 36



3.2.1



Pengumpulan Tanaman ................................................................... 36



3.2.2



Determinasi Tanaman ..................................................................... 36



3.2.3



Pembuatan Simplisia Daun Alpukat ............................................... 36



3.2.4



Penentuan Kadar Air ....................................................................... 36



3.2.5



Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Alpukat ....................................... 37



3.2.6



Skrining Fitokimia Ekstrak Etanol Daun Alpukat .......................... 37



3.2.7



Formula Pasta Gigi .......................................................................... 39



3.2.8



Pembuatan Pasta Gigi ..................................................................... 40



3.2.9



Evaluasi Persyaratan Fisik .............................................................. 41



3.2.10



Uji Kesukaan ................................................................................... 43



3.2.11



Uji Daya Hambat terhadap Pertumbuhan Bakteri Streptococcus mutans ............................................................................................. 44



BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 46 4.1



Determinasi Tanaman ............................................................................. 46



4.2



Simplisia Daun Alpukat ......................................................................... 46



4.3



Penentuan Kadar Air .............................................................................. 46



4.4



Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Alpukat .............................................. 47



4.5



Perhitungan Rendemen ........................................................................... 47



vii



4.6



Skrining Fitokimia .................................................................................. 48



4.7



Uji Organoleptik ..................................................................................... 48



4.8



Uji Homogenitas ..................................................................................... 50



4.9



Uji pH ..................................................................................................... 51



4.10



Uji Daya Sebar ....................................................................................... 52



4.11



Uji Viskositas ......................................................................................... 53



4.12



Uji Kesukaan .......................................................................................... 54



4.13



Uji Daya Hambat terhadap Pertumbuhan Bakteri Streptococcus mutans .. ................................................................................................................ 57



BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 59 5.1



Kesimpulan ............................................................................................. 59



5.2



Saran ....................................................................................................... 59



DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 61 LAMPIRAN .......................................................................................................... 64



viii



DAFTAR GAMBAR



Gambar 2.1 Tanaman Daun Alpukat ...................................................................... 7 Gambar 2.2 Struktur kimia kalsium karbonat ....................................................... 25 Gambar 2.3 Struktur kimia propilenglikol ............................................................ 25 Gambar 2.4 Struktur kimia Na-CMC .................................................................... 26 Gambar 2.5 Struktur kimia Saccharin sodium ...................................................... 26 Gambar 2.6 Struktur kimia metil paraben ............................................................. 27 Gambar 2.7 Struktur kimia Na-Lauril sulfat ......................................................... 27 Gambar 2.8 Struktur kimia Menthol ..................................................................... 28 Gambar 2.9 Struktur kimia Aquadest.................................................................... 28 Gambar 4.1 Grafik hubungan antara viskositas dan lama penyimpanan terhadap pasta gigi .......................................................................................... 54 Gambar 4.2 Grafik hasil uji kesukaan terhadap rasa sediaan pasta gigi ............... 55 Gambar 4.3 Grafik hasil uji kesukaan terhadap warna sediaan pasta gigi ............ 55 Gambar 4.4 Grafik hasil uji kesukaan terhadap aroma sediaan pasta gigi............ 56 Gambar 4.5 Grafik hasil uji kesukaan terhadap tekstur sediaan pasta gigi ........... 56



ix



DAFTAR TABEL



Tabel 2.1 Konstituen fitokimia daun, buah dan biji Persea americana (mg/100g) (Arukwe, 2012) ..................................................................................... 11 Tabel 4.1 Hasil Skrining Fitokimia ....................................................................... 48 Tabel 4.2 Hasil Uji Organoleptik .......................................................................... 49 Tabel 4.3 Hasil Uji Homogenitas .......................................................................... 51 Tabel 4.4 Hasil Uji pH .......................................................................................... 51 Tabel 4.5 Hasil Uji Daya Sebar ............................................................................ 52 Tabel 4.6 Hasil Uji Viskositas .............................................................................. 53 Tabel 4.7 Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Terhadap Streptococcus mutans ......... 57



x



BAB I PENDAHULUAN



1.1



Latar Belakang Caries gigi atau gigi berlubang adalah suatu penyakit pada jaringan keras gigi yang ditandai oleh rusaknya email dan dentin (Ramayanti, 2013). Terdapat 4 faktor yang terlibat dalam proses terjadinya caries gigi, yaitu mikroorganisme, gigi (host), makanan, dan waktu (Brown, 2008). Mikroorganisme yang berperan adalah bakteri asidogenik yang dapat ditemukan pada proses caries gigi. Bakteri asidogenik akan menghasilkan asam sehingga dapat menyebabkan demineralisasi enamel dan dentin (Cheng, 2012). Setiap mL air ludah dijumpai 10-20 juta bakteri. Jumlah maksimum bakteri-bakteri ini dijumpai pada pagi hari atau setelah makan. Salah satu mikroorganisme penting yang dijumpai dalam mulut adalah Streptococcus mutans (Tarigan, 2013). Salah satu pendekatan untuk mengurangi insidensi caries adalah menggunakan agen terapeutik berupa bahan anti mikroba dan/ atau anti adherensi (Nostro, 2004). Caries gigi dapat diatasi dengan tindakan preventif secara mekanis dengan menyikat gigi menggunakan pasta gigi. Pasta gigi berfungsi sebagai media bagi zat aktif penghilang bakteri dan plak (antiplak) untuk dapat diaplikasikan pada permukaan gigi (Perry, 2007).



1



Kegiatan penyelenggaraan upaya kesehatan gigi dan mulut dapat ditempuh dengan beragam cara yang salah satunya adalah secara tradisional. Pengobatan tradisional memiliki keterkaitan yang erat dengan obat tradisional (Prasko, 2015). Obat tradisional dalam Permenkes RI Nomor 3 Tahun 2010 adalah bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahan tersebut, secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan dan dapat diterapkan sesuai norma yang berlaku di masyarakat. Penelitian tentang obat tradisional mulai dilakukan dan menemukan berbagai macam tanaman yang bermanfaat untuk mengatasi penyakit yang sifatnya spesifik. Salah satu tanaman yang memiliki banyak manfaat adalah alpukat (Persea americana Mill). Daun alpukat memiliki kandungan senyawa aktif seperti alkaloid, flavonoid, saponin, dan tanin (Sangi, 2008). Senyawa-senyawa ini bekerja sebagai senyawa aktif antibakteri. Senyawa flavonoid mampu merusak sel bakteri dengan cara membentuk senyawa kompleks dengan protein ekstraseluler dan terlarut sehingga senyawa intraseluler akan keluar menuju ekstraseluler (Nuria, 2009). Saponin menghambat pertumbuhan bakteri dengan cara menurunkan tegangan permukaan dinding sel bakteri dan merusak permeabilitas membran karena sifatnya seperti sabun (Zahro, 2013). Alkaloid akan berikatan dengan DNA sel sehingga menimbulkan perubahan keseimbangan genetik pada rantai DNA (Rinawati, 2011). Kandungan tanin yang banyak terdapat pada daun alpukat memiiki daya anti adhesi yang berfungsi untuk



2



menghambat adhesin bakteri atau perlekatan bakteri pada sel penjamu dan membuat enzim-enzim esensial beserta transport protein pada membran sel bakteri menjadi tidak aktif (Novalina, 2013). Bakteri Staphylococcus aureus dan Streptococcus mutans merupakan golongan bakteri yang sama dengan Enterococcus faecalis yaitu bakteri gram positif anaerob fakultatif. Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Prasko (2015), menunjukkan bahwa ekstrak daun alpukat dengan konsentrasi 60% dan 80% memiliki pengaruh dalam menghambat pertumbuhan bakteri Sreptococcus mutans dengan rata-rata daya hambat sebesar 25,03 mm dan 31,7 mm. Sesuai klasifikasi daya hambat menurut Lade (2006) yang mengklasifikasikan zona hambat bakteri menjadi 3 kriteria yaitu sedang (6 mm - 9 mm), kuat (10 mm - 14 mm) dan sangat kuat (15 mm - 18 mm). Berdasarkan penelitian tersebut, ekstrak daun alpukat dapat dijadikan sebagai suatu alternatif bahan alami yang dapat dikembangkan sebagai sediaan antibakteri. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penelitian ini dilakukan untuk memformulasikan sediaan pasta gigi ekstrak etanol daun alpukat (Persea americana Mill) menjadi suatu alternatif bahan alami sebagai sediaan antibakteri terhadap Streptococcus mutans penyebab caries gigi. Variasi konsentrasi ekstrak yang lebih kecil dalam sediaan pasta gigi diharapkan memiliki daya antibakteri terhadap pertumbuhan Streptococcus mutans.



3



1.2



Identifikasi Masalah 1.



Bagaimana formulasi sediaan pasta gigi ekstrak etanol daun alpukat yang paling stabil berdasarkan evaluasi persyaratan fisik sediaan?



2.



Bagaimana formulasi sediaan pasta gigi ekstrak etanol daun alpukat yang sangat disukai responden ?



3.



Bagaimana efektifitas pasta gigi dengan variasi konsentrasi ekstrak etanol daun alpukat terhadap daya hambat pertumbuhan Streptococcus mutans?



1.3



Tujuan Penelitian 1.



Untuk mendapatkan formulasi sediaan pasta gigi ekstrak etanol daun alpukat yang paling stabil berdasarkan evaluasi persyaratan fisik sediaan.



2.



Untuk mendapatkan formulasi sediaan pasta gigi ekstrak etanol daun alpukat yang sangat disukai responden.



3.



Untuk mengetahui efektifitas pasta gigi dengan variasi konsentrasi ekstrak etanol daun alpukat terhadap daya hambat pertumbuhan Streptococcus mutans.



1.4



Manfaat Penelitian 1.



Mengetahui formulasi sediaan pasta gigi ekstrak etanol daun alpukat yang paling stabil berdasarkan evaluasi persyaratan fisik sediaan.



4



2.



Mengetahui formulasi sediaan pasta gigi ekstrak etanol daun alpukat yang sangat disukai responden.



3.



Mengetahui potensi ekstrak etanol daun alpukat untuk dikembangkan sebagai bahan herbal terkait kemampuannya menghambat pertumbuhan Streptococcus mutans sebagai inisiator penyebab caries gigi.



4.



Sebagai referensi informasi untuk melakukan penelitian serta eksplorasi lebih terhadap pemanfaatan kandungan daun alpukat sebagai obat berbahan alami.



5.



Sebagai referensi bahan herbal alternatif untuk pencegahan penyakit gigi yang sediaannya dapat secara mudah diproduksi sehingga lebih aplikatif.



1.5



Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2019 di Laboratorium Teknologi Farmasi dan Laboratorium Bahan Alam, Jurusan Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas AlGhifari, Bandung.



5



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



2.1 Tumbuhan Daun Alpukat Alpukat secara umum terbagi tiga tipe: tipe West Indian, tipe Guatemalan, dan tipe Mexican. Daging buah berwana hijau di bagian bawah kulit dan menguning kearah biji. Warna kulit buah bervariasi, warna hijau karena kandungan klorofil atau hitam karena pigmen antosianin (Lopez, 2002). Menurut Sunarjo (1998), alpukat termasuk tanaman hutan yang tingginya mencapai 20 meter. Bantuk pohonnya seperti kubah sehingga dari jauh tampak menarik. Daunnya panjang (lonjong) dan tersusun seperti pilin. Bunga alpukat keluar pada ujung cabang atau ranting dalam tangkai panjang. Warna bunga putih dan setiap bunga akan mekar sebanyak dua kali. Alpukat atau avokad dikenal dengan berbagai nama lokal antara lain alpuket (Jawa Barat); alpokat (Jawa Timur/Jawa Tengah); boah pokat, jamboo pokat (Batak), advokat, jamboo mentega, jamboo pooan, pookat (Lampung). Tanaman avokad berasal dari dataran rendah/tinggi Amerika Tengan dan diperkirakan masuk ke Indonesia pada abad ke-18. Pohon avokad mempunyai tinggi yang bervariasi sesuai dengan varietas, mulai dari 3 m - 10 m. Ciri botani tanaman avokad antara lain berakar tunggang, batang berkayu, bulat, warnanya coklat, dan bercabang banyak. Daunnya termasuk daun tunggal yang letaknya berdesakan di ujung ranting, bentuknya memanjang, ujug dan pangkal runcing. Tepi daun kadang-kadang



6



agak menggulung ke atas. Bunga majemuk, buahnya buah buni yang berbentuk bola atau bulat telur, daging buah sudah masak lunak, berwarna hijau kekuningan (Paramawati, 2016).



2.1.1 Klasifikasi Daun Alpukat Kingdom



: Plantae (Tumbuhan)



Subkingdom



: Tracheobionta (Tunbuhan berpembuluh)



Super Divisi



: Spermatophyta (Menghasilkan biji)



Divisi



: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)



Kelas



: Magnoliopsida (Berkeping dua/dikotil)



Sub Kelas



: Magnoliidae



Ordo



: Laurales



Famili



: Lauraceae



Genus



: Persea



Spesies



: Persea americana Mill.



Gambar 2.1 Tanaman Daun Alpukat



7



2.1.2 Bagian-Bagian Tanaman Alpukat Tanaman alpukat memiliki dua jenis akar, yaitu akar tunggang dan memiliki akar ambut. Rambut pada akar tanaman alpukat hanya sedikit sehingga pemupukan harus dilakukan dengan cara yang benar. Pupuk harus diletakkan sedekat mungkin dengan akar sehingga pupuk ditanam dengan kedalaman 30 cm - 40 cm di sekitar tanaman (Andi, 2013). Tinggi tanaman alpukat dapat mencapai 20 m, terdiri dari batang berwarna coklat, banyak cabang dan ranting yang berambut halus. Batang tanaman alpukat biasanya digunakan sebagai pengembangan bibit, penyambungan dan okulasi (Prihatman, 2000). Daun tunggal, bertangkai yang panjangnya 1,5 cm - 5 cm, letaknya berdesakkan di ujung ranting, bentuknya lonjong sampai bulat telur memanjang tebal seperti kulit, ujung dan pangkal daun runcing, tepi rata kadang-kadang agak menggulung ke atas, bertulang menyirip, panjang 10 cm - 20 cm, lebar 3 cm - 10 cm, daun muda warna kemerahan dan berambut rapat, daun tua dan gundul (Prihatman, 2000). Bunga alpukat bersifat sempurna (hemaprodit), tetapi sifat pembungaannya dichogamy, artinya tiap bunga mekar 2 kali berselang, menutup antara 2 mekar dalam waktu berbeda. Pada hari mekar pertama, bunga betina yang berfungsi sedangkan pada hari mekar berikutnya bunga jantan yang berfungsi (Ahsari, 2004).



8



Buah alpukat jenis unggul berbentuk lonjong, bola atau bulat telur dan bulat tidak simetris, panjang 9 cm - 11,5 cm, memiliki massa 0,25 kg - 0,38 kg, berwarna hijau atau hijau kekuningan, berbintik - bintik ungu, buahnya memiliki kulit yang lembut dan memiliki warna yang berbeda-beda. Biasanya warna buah alpukat bervariasi dari warna hijau tua hingga ungu kecoklatan. Buah alpukat berbiji satu dengan bentuk seperti bola berdiameter 6,5 cm - 7,5 cm, keping biji berwarna putih kemerahan. Buah alpukat memiliki biji yang besar berukuran 5,5 cm x 4 cm (Andi, 2013).



2.1.3 Jenis Alpukat Berdasarkan sifat ekologis, tanaman alpukat terdiri dari 3 tipe keturunan/ras, yaitu (Andi, 2013) : 1.



Ras Meksiko Berasal dari dataran tinggi Meksiko dan Equador beriklim semi tropis dengan ketinggian antara 2.400 mdpl - 2.800 mdpl. Ras ini mempunyai daun dan buahnya yang berbau adas. Masa berbunga sampai buah bisa dipanen lebih kurang 6 bulan. Buah kecil dengan berat 100 gram - 225 gram, bentuk jorong (oval), bertangkai pendek, kulitnya tipis dan licin. Biji besar memenuhi rongga buah. Daging buah mempunyai kandungan minyak/lemak yang paling tinggi. Ras ini tahan terhadap suhu dingin.



9



2.



Ras Guatemala Berasal dari dataran tinggi Amerika Tengah beriklim sub tropis dengan ketinggian sekitar 800 mdpl - 2.400 mdpl. Ras ini kurang tahan terhadap suhu dingin (toleransi sampai -4,5 oC). Daunnya tidak berbau adas. Buah mempunyai ukuran yang cukup besar, berat berkisar antara 200 gram - 2.300 gram, kulit buah tebal, keras, mudah rusak dan kasar (berbintil-bintil). Masak buah antara 9-12 bulan sesudah berbunga. Bijinya relatif berukuran kecil dan menempel erat dalam rongga, dengan kulit biji yang melekat. Daging buah mempunyai kandungan minyak yang sedang.



3.



Ras Hindia Barat Berasal dari dataran rendah Amerika Tengah dan Amerika Selatan yang beriklim tropis, dengan ketinggian di bawah 800 mdpl. Varietas ini sangat peka terhadap suhu rendah, dengan toleransi sampai -2 oC. Daunnya tidak berbau, warna daunnya lebih terang dibandingkan dengan kedua ras yang lain. Buahnya berukuran besar dengan berat antara 400 gram - 2.300 gram, tangkai pendek, kulit buah licin agak liat dan tebal. Buah masak 6-9 bulan sesudah berbunga. Biji besar dan sering lepas di dalam rongga, keping biji kasar. Kandungan minyak dari daging buahnya paling rendah.



10



2.1.4



Kandungan Daun Alpukat Alpukat merupakan buah yang sangat bergizi, mengandung 3% 30% minyak dengan komposisi yang sama dengan minyak zaitun dan banyak mengandung vitamin B. Daging buah alpukat terkandung protein, mineral Ca, Fe, vitamin A, vitamin B, dan vitamin C (Andi, 2013).



2.1.5 Manfaat Daun Alpukat Efek farmakologis daun alpukat adalah peluruh kencing (diuretik) dan astringen. Selain itu, daun dan kulit ranting memiliki efek farmakologis, seperti peluruh kentut (karminativ), penyembuh batuk, pelancar menstruasi, emollient dan antibakteri. (Hariana, 2004).



2.2 Senyawa Metabolit Sekunder Daun Alpukat Tabel 2.1 Konstituen fitokimia daun, buah dan biji Persea americana (mg/100g) (Arukwe, 2012) Komposisi



Daun



Buah



Biji



Saponin Tannin Flavonoid Sianogenik glikosida Alkaloid Fenol Steroids



1.29±0.08 0.68±0.06 8.11±0.14



0.14±0.01 0.12±0.03 4.25±0.16



19.21±2.81 0.24±0.12 1.90±0.07



ND



ND



0.06±0.02



0.51± 0.21 3.41± 0.64 1.21±0.14



0.14±0.00 2.94±0.13 1.88±0.19



0.72±0.12 6.14±1.28 0.09±0.00



Keterangan : ND : Not Detected (tidak terdeteksi/tidak ada)



11



Kandungan utama daun alpukat meliputi flavanoid, alkaloid, saponin, tanin, poliferol, quersetin (Lukas, 2008). Komponen senyawa metabolit sekunder yang berfungsi sebagai antibakteri adalah : 1. Flavonoid Flavanoid adalah senyawa fenol yang mempunyai kecenderungan untuk mengikat protein bakteri. (Tersiono, 2008). 2. Alkaloid Alkaloid melakukan penghambatan dengan cara mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian sel bakteri (Juliantina, 2008). 3. Saponin Saponin merupakan zat aktif yang dapat meningkatkan permeabilitas membran sehingga terjadi hemolisis sel. Apabila saponin berinteraksi dengan sel bakteri atau sel jamur, maka bakteri tersebut akan rusak atau lisis (Utami, 2013). 4. Tanin Tanin mempunyai aktivitas mikroba terhadap bakteri Esherichia coli, Steptococcus



faecalis



dan



Staphylococcus



aureus.



Tanin



dalam



konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan bakteri, sedangkan pada konsentrasi tinggi mampu bertindak sebagai antibakteri dengan cara mengkoagulasi atau mengumpulkan protoplasma bakteri sehingga terbentuk ikatan yang stabil dengan protein bakteri. Selain itu, pada



12



saluran pencernaan tanin mampu mengeliminasi toksin (Poeloengan, 2010).



2.3 Caries Gigi Caries gigi atau karies dapat didefinisikan sebagai hasil dari interaksi bakteri yang terdapat di permukaan gigi, plak atau biofilm dan dari diet (khususnya komponen karbohidrat yang dapat difermentasikan oleh bakteri menjadi asam terutama asam laktat dan asetat) sehingga terjadi proses demineralisasi jaringan keras gigi dan proses ini memerlukan waktu agar dapat terjadi. Terakumulasinya plak pada permukaan gigi akan menyebabkan makin banyak bakteri



penyebab karies



pada rongga mulut



yang



memanfaatkan substat yang berasal dari plak dalam proses metabolisme yang menghasilkan asam sehingga menyebabkan terjadinya fluktuasi pH rongga mulut. (Putri, 2008). Karies hanya dapat terjadi jika adanya interaksi faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya karies, yaitu bakteri plak, karbohidrat, waktu, dan struktur gigi (Putri, 2008).



2.3.1 Streptococcus mutans Salah satu penyebab terjadinya karies adalah bakteri. Bakteri akan menguraikan substrat karbohidrat yang melekat di rongga mulut dan membentuk plak. Aktivitas bakteri ini akan makin berlanjut seiring makin asamnya pH rongga mulut. Kondisi ini lama kelamaan akan



13



menyebabkan dekalsifikasi email, dan membentuk lesi white spot yang menandakan dimulainya proses karies. Proses terjadinya karies melibatkan bakteri rongga mulut antara lain bakteri Actinomyces, lactobacilli, dan berbagai jenis bakteri Streptococcus (Streptococcus oralis, Streptococcus mitis, Streptococcus anginosus). Namun jenis bakteri yang paling dominan berperan dalam terjadinya karies adalah Streptococcus mutans (Limeback, 2012). S.mutans dikemukakan pertama kali oleh JK Clark pada tahun 1924 setelah ia mengisolaisnya dari suatu lesi karies (Nugraha, 2008). S.mutans merupakan bakteri gram positif, bersifat nonmotil (tidak bergerak), bakteri anaerob fakultatif. Memiliki bentuk kokus yang sendirian berbentuk bulat atau oval dan tersusun dalam rantai. Bakteri ini tumbuh secara optimal pada suhu sekitar 18 oC – 40 oC. S.mutans paling sering ditemukan pada rongga mulut manusia dan memiliki sifat kariogenik yang tinggi (Zhu, 2006). S.mutans sebagai salah satu bakteri penyebab karies memiliki sifat asidogenik yaitu menghasilkan asam, asidodurik yaitu mampu tinggal pada lingkungan asam. Faktor virulensi dari S.mutans adalah pembentukan lapisan biofilm, yang terlibat pada perlekatan awal bakteri yang dipengaruhi dari substrat sukrosa. Pada saat ada sukrosa, S.mutans memproduksi polisakarida ekstraseluler bernama glukan melalui aktivitas enzim dari 3 glukotransferase. Pembentukan glukan membuat S.mutans dapat melekat ke permukaan gigi. S.mutans juga



14



mempengaruhi karies dari sifat asidogeniknya memungkinkan terjadi demineralisasi email (Zhu, 2006).



2.3.2 Substrat (Karbohidrat) Substrat (karbohidrat) juga memiliki peran penting dalam proses terjadinya karies, karena merupakan sumber energi bagi bakteri dan berperan dalam pembentukan plak. Tidak semua jenis karbohidrat berperan dalam pembentukan karies, sukrosa, disakarida dan glukosa monosakarida merupakan dua jenis substrat yang sangat kariogenik, sedangkan disakarida jenis lainnya tidak memiliki sifat kariogenik yang kuat, namun ada karbohidrat yang bersifat anti karies yaitu xylitol. Sukrosa berperan dalam pembentukan matrik ekstraseluler pada pembentukan plak. Sukrosa akan disintesa oleh enzim yang dihasilkan bakteri (dekransukrase dan levansukrosa) menjadi dekstran dan levan. Dekstran merupakan polimer glukosa yang bersifat tidak larut dalam air, sangat adhesif, dan resisten terhadap hidrolisis bakteri, dan merupakan senyawa yang stabil. Levan lebih mudah larut dalam air dan dapat dihidrolisis oleh lebih banyak bakteri. Kedua senyawa ini berperan sebagai perantara kolonisasi bakteri dan perlekatan bakteri pada permukaan gigi. Dekstran berperan pada perlekatan plak pada permukaan licin gigi seperti pada bakteri S.mutans, sedang levan berperan pada perlekatan plak pada permukaan akar seperti pada bakteri Odontomyces viscosus (Limeback, 2012).



15



2.3.3 Waktu Pembentukan Caries Karies bukanlah penyakit yang spontan terjadi, tetapi penyakit yang terjadi seiring dengan berjalannya waktu. Butuh waktu yang cukup lama agar dapat terjadi kolonisasi bakteri dan pembentukan plak pada permukaan gigi. Selain itu juga perlu waktu bagi bakteri plak agar dapat melakukan metabolisme asam yang menyebabkan demineralisasi email (Putri, 2008).



2.3.4 Struktur Gigi Penyebab Caries Kondisi alami rongga mulut juga menjadi salah satu risiko terjadinya karies. Anatomi dan posisi gigi di dalam mulut, anatomi jaringan sekitar, dan permukaan email yang cacat dapat menyebabkan mudahnya terjadi akumulasi plak pada daerah rawan tersebut. Air ludah juga berperan dalam terjadinya karies. Saliva memiliki fungsi perlindungan dalam hal aksi pembersihan bakteri, menetralkan pH, aktivitas antimikroba, dan remineralisasi. Aktivitas pembersihan bakteri terjadi karena air ludah memiliki molekul glikoprotein yang menyebabkan bakteri menjadi aglutinasi dan ditelan. Air ludah juga memiliki urea dan komponen lain yang membantu melarutkan asam dalam plak. Kemampuan antibakteri air ludah berasal dari lisosim, laktoferin, laktoperoksidase, dan IgA sekretori. Selain itu saliva juga memiliki ion kalsium, fosfat, kalium yang berperan dalam remineralisasi. Jika terjadi penurunan saliva maka akan meningkatkan



16



laju pertumbuhan bakteri karies. Berkurangnya aliran saliva akan menyebabkan fungsi penetralan pH terganggu sehingga pH sulit menjadi



normal



kembali



akibatnya



memudahkan



terjadinya



penghasilan asam oleh bakteri (Putri, 2008).



2.4 Dasar Teori Pasta 2.4.1 Pengertian Sediaan Pasta dalam Farmasi Sediaan pasta berdasarkan beberapa pengertian yaitu : 1. Farmakope Indonesia (FI) Edisi IV : Pasta merupakan sediaan semi padat yang mengandung satu atau lebih bahan obat yang ditujukan untuk pemakaian topikal. 2. Pharmaceutical Practice : Pasta merupakan ointment yang mengandung sekitar 50% serbuk yang terdispersi dalam basis berlemak, namus pasta kurang berlemak dibandingkan ointment karena serbuk akan mengabsorpsi sebagian hidrokarbon air. 3. Formularium Nasional : Pasta adalah sediaan berupa massa lembek yang dimaksudkan untuk pemakaian luar, digunakan sebagai antiseptikum atau pelindung kulit. 4. Menurut DOM : Pasta adalah sediaan semi padat dermatologis yang menunjukkan aliran dilatan yang penting. Ketika digunakan, pasta memiliki nilai yield tertentu dan tahan untuk mengalir meningkat dengan meningkatnya gaya pada penggunaan. Pasta biasanya disiapkan dengan menambahkan sejumlah serbuk yang tidak larut



17



yang signifikan (biasanya 20% atau lebih) pada basis salep konvensional sehingga akan merubah aliran plastis dari salep menjadi aliran dilatan. 5. Formulasi Indonesia (FI) Edisi III : Pasta adalah sediaan berupa masa lembek yang dimaksudkan untuk pemakaian luar. Biasanya dibuat dengan mencampurkan bahan obat yang berbentuk serbuk dalam jumlah besar dengan vaselin dan parafin cair atau dengan bahan dasar tidak berlemak yang dibuat dengan gliserol, mucilago atau sabun. Digunakan sebagai antiseptik atau pelindung.



2.4.2 Karakteristik Sediaan Pasta Karakteristik dari sediaan pasta adalah (Elmitra, 2017) : - Daya absorbsi pasta lebih besar - Sering digunakan untuk mengabsorbsi sekresi cairan serosal pada tempat pemakaian - Tidak sesuai dengan bagian tubuh yang berbulu - Mengandung satu atau lebih bahan obat yang ditujukan untuk pemakaian luar/topikal - Konsistensi lebih kenyal dari unguentum - Tidak memberikan rasa berminyak seperti unguentum - Memiliki persentase bahan padat lebih besar daripada salep yaitu mengandung bahan serbuk (padat) antara 40% - 50%



18



2.4.3 Macam-Macam Sediaan Pasta Beberapa macam sediaan pasta yaitu (Elmitra, 2017) : 1. Pasta Berlemak Pasta berlemak adalah suatu salep yang mengandung lebih dari 50% zat padat (serbuk). Pasta berlemak ternyata kurang berminyak dan lebih menyerap dibandingkan dengan salep karena tingginya kadar obat yang mempunyai afinitas terhadap air. Pasta ini cenderung untuk menyerap sekresi seperti serum dan mempunyai daya penetrasi dan daya maserasi lebih rendah dari salep. 2. Pasta Kering Pasta kering adalah suatu pasta bebas lemak mengandung ± 60% zat padat (serbuk). Dalam pembuatan akan terjadi kesukaran bila dalam resep tertulis ichthanolum atau Tumenol Ammonim, zat ini akan menjadikan pasta menjadi encer. 3. Pasta Pendingin Pasta pendingin adalah campuran serbuk minyak lemak dan cairan berair, dikenal dengan Salep Tiga Dara. 4. Pasta Dentifriciae (Pasta Gigi) Pasta Dentifriciae (pasta gigi) adalah suatu campuran kental terdiri dari serbuk dan Glycerinum yang digunakan untuk pembersih gigi. Pasta gigi digunakan untuk pelekatan pada selaput lendir untuk memperoleh efek lokal.



19



2.4.4 Formulasi Sediaan Pasta Pasta biasanya dibuat dengan mencampurkan bahan obat yang berbentuk serbuk dalam jumlah besar dengan vaselin atau paraffin cair atau dengan bahan dasar tidak berlemak yang dibuat dengan gliserol, musilago, atau sabun (Elmitra, 2017). Beberapa basis pasta diantaranya yaitu : 1. Vaselinum Album Vaselin terdiri dari vaselin putih dan kuning. Vaselin putih adalah bentuk yang telah dimurnikan warnanya, karena pemucatan menggunakan asam sulfat anhydrous tidak larut dalam air, tidak tercucikan dengan air. Kerugiannya adalah berlemak dan tidak dapat dikombinasikan dengan cairan yang mengandung air, hanya dapat menyerap air 5%, jarang dipengaruhi oleh udara. Vaselin digunakan pula sebagai pelumas, pelindung, penutup kulit, karena merupakan film penutup pada kulit yang mencegah penguapan. 2. Gliserol Gliserol dipakai sebagai zat tambahan, antimikroba dan kelembapan. Pada dasarnya basis formulasi sediaan pasta tidak jauh berbeda dengan basis yang digunakan dalam formulasi sediaan salep. 3. Basis Hidrokarbon Basis hidrokarbon memiliki karakteristik tidak diabsorbsi oleh kulit, inert, tidak bercampur dengan air, daya adsorbsi air rendah, menghambat kehilangan air pada kulit dengan membentuk lapisan



20



tahan air dan meningkatkan absorbsi obat melalui kulit. Basis ini dibagi menjadi 5 macam, yaitu soft paraffin, hard paraffin, liquid paraffin, paraffin substitute, paraffin ointment. 4. Basis Absorbsi Basis absorbsi memiliki karakteristik bersifat hidrofil dan dapat menyerap sejumlah tertentu air dan larutan cair. Basis absorbsi terbagi menjadi 2, yaitu : - Non emulsi co. Basis ini menyerap air untuk memproduksi emulsi air dan minyak, terdiri atas Wool Fat, Wool Alcohols, Beeswax, dan Cholesterol - Emulsi A/M co, terdiri atas Hydrous Wool Fat (Lanolin), Oily Cream 5. Larut Air Misalnya PEG (Polyethylene Glycol) yang mampu melarutkan zat aktif yang tak larut dalam air dan meningkatkan penyebaran obat. Bersifat stabil, tersebar merata, dapat mengikat pigmen dan higroskopis



(mudah



menguap),



sehingga



kenyamanan pada pemakaian sediaan pasta. 6. Air Misibel Air misibel misalnya salep beremulsi



21



dapat



memberikan



2.4.5 Keuntungan dan Kerugian dari Sediaan Pasta Suatu sediaan farmasi berupa pasta memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan sediaan farmasi bentuk lainnya, keuntungan sediaan pasta antara lain (Elmitra, 2017) : - Pasta dapat mengikat cairan lebih baik dari pada unguentum (salep). - Pasta lebih melekat pada kulit. Pasta memiliki sifat melindungi, membentuk lapisan yang dapat menyerap dan menetralkan bahan kimia tertentu yang berbahaya sebelum mencapai permukaan kulit. Sifat ini karena adanya bahan tak terlarut pada formulasi pasta. - Pasta dapat membentuk lapisan pelindung untuk menutupi luka pada kulit, serta mencegah luka yang lebih parah dari kulit yang tergores. - Pasta memiliki kemampuan menyerap eksudat oleh sifat alami serbuk atau komponen penyerap lain ketika dioleskan. - Pasta dapat membentuk lapisan kedap air yang buram sehingga dapat digunakan sebagai sunblock. - Konsistensi lebih kenyal dari unguentum. - Tidak memberikan rasa berminyak seperti unguentum (salep). Kelebihan pasta dibanding sediaan topikal yang lain yaitu pasta mengikat cairan sekret sehingga untuk luka akut lebih baik dibandingkan unguentum, bahan obat dalam sediaan pasta lebih melekat pada kulit sehingga meningkatkan daya kerja lokal, konsentrasi pasta lebih kental dari salep, dan daya absorpsi pasta lebih besar dan



22



kurang berlemak dibandingkan dengan sediaan salep (Lieberman, 1994). Sedangkan kerugian sediaan pasta adalah : - Karena sifat pasta yang kaku dan tidak dapat ditembus, pasta pada umumnya tidak sesuai untuk pemakaian pada bagian tubuh yang berbulu - Dapat mengeringkan kulit dan merusak lapisan kulit epidermis - Dapat menyebabkan iritasi kulit



2.5 Pasta Gigi Pasta gigi didefinisikan sebagai bahan semi-aqueous yang digunakan bersama-sama sikat gigi untuk membersihkan deposit dan memoles seluruh permukaan gigi. Pasta gigi yang digunakan pada saat menyikat gigi berfungsi untuk mengurangi pembentukan plak, memperkuat gigi terhadap karies, membersihkan



dan



memoles



permukaan



gigi,



menghilangkan



atau



mengurangi bau mulut, memberikan rasa segar pada mulut serta memlihara kesehatan gingiva (Wolff, 2009). Komponen pasta gigi diantaranya yaitu : 1.



Komponen abrasif berguna untuk membersihkan gigi dari plak dan stain. Contoh komponen abrasif pada pasta gigi adalah silika dioxida, hidrat silika dioxida, kalsium karbonat, sodium bikarbonat, dan kalsium fosfat dihidrat.



23



2.



Komponen fluor yang berfungsi dalam proses remineralisasi gigi, memberi ketahanan pada gigi terhadap demineralisasi oleh asam, dan juga bersifat antibakteri. Komponen fluor dalam pasta gigi dapat berupa stannus fluoride, sodium monofluorofosfat, dan sodium fluoride.



3.



Komponen antiplak berfungsi mengurangi pertumbuhan plak. Hal ini dapat berefek terhadap berkurangnya karies dan gingivitis. Beberapa komponen antiplak pada pasta gigi adalah triklosan, papain dan ekstrak sanguinaria.



4.



Komponen remineralisasi. Komponen terdiri dari kalsium dan fosfat. Kalsium dan fosfat yang dapat larut ini dapat meningkatkan remineralisasi, mencegah karies, mengurangi erosi email dan mengurangi hipersensitivitas dentin.



5.



Komponen deterjen berfungsi dalam pembentukan busa pada penyikatan gigi. Deterjen yang paling umum digunakan dalam pasta gigi adalah Sodium Lauryl Sulfat (SLS).



6.



Komponen pelembab memberikan tekstur dan menjaga agar pasta gigi tetap lembab. Komponen pelembab dalam pasta gigi adalah gliserin, sorbitol, air dan xylitol.



7.



Komponen pengental yang berfungsi memberikan bentuk ke pasta gigi. Contoh pengental adalah carrageenan dan xanthan gum.



8.



Bahan pengawet diberikan untuk mencegah pertumbuhan bakteri pada pasta gigi, seperti metil paraben dan sodium benzoat.



24



9.



Perasa diberikan untuk memberi rasa pada pasta gigi. Rasa pasta gigi sangat beragam mulai dari rasa mint dan rasa buah.



Komponen pasta gigi dalam penelitian ini adalah : 1.



Kalsium Karbonat



Gambar 2.2 Struktur kimia kalsium karbonat Pemerian kalsium karbonat atau CaCO3 yaitu serbuk hablur mikro, putih, stabil di udara, tidak berbau, dan tidak memiliki rasa. Kelarutan kalsium karbonat yaitu tidak larut dalam air dan etanol, tetapi larut dalam asam asetat, asam klorida, dan asam nitrat (Depkes RI, 1995). Kalsium karbonat dengan struktur kimia pada gambar 2. memiliki peran sebagai agen abrasif yang membantu membersihkan kotoran pada gigi (Strassler, 2013).



2.



Propilenglikol



Gambar 2.3 Struktur kimia propilenglikol Propilen glikol berfungsi sebagai pengawet antibakeri, disinfektan, humektan, plasticizer, pelarut, stabilizer untuk vitamin dan water-



25



miscible cosolvent (Rowe, 2005). Propilen glikol dapat menahan lembab, memungkinkan kelembutan dan daya sebar yang tinggi dari sediaan, dan melindungi gel dari kemungkinan pengeringan (Voigt, 1984).



3.



Na-CMC



Gambar 2.4 Struktur kimia Na-CMC Natrium karboksi metil selulosa atau Na-CMC merupakan garam natrium dari polikarboksi metil eter selulosa. Senyawa ini memiliki pH antara 6,5-8,5. Pemerian Na-CMC yaitu serbuk atau granul, putih sampai krem, dan higroskopis. Kelarutannya yaitu mudah larut dalam air dan tidak larut dalam etanol, eter, dan pelarut organik lain. Na-CMC akan membentuk koloidal apabila dilarutkan dengan air (Depkes RI, 1995).



4.



Saccharin sodium



Gambar 2.5 Struktur kimia Saccharin sodium Sodium sakarin adalah garam natrium dari 1,2 benzisotiazolin-3-on 1,1dioksida yang memiliki sinonim garam sodium, crystallose, sodium obenzosulfimida, solubel glusida, dan solubel sakarin. Pemerian senyawa yaitu berupa serbuk atau serbuk hablur, berwarna putih, tidak berbau.



26



Kelarutannya yaitu mudah larut dalam air dan sukar larut dalam etanol (95%) P. Sodium sakarin berfungsi sebagai pemanis dalam suatu sediaan (Price, 2003). Rumus kimia C7H5NO3S dengan struktur kimia seperti pada Gambar 2.5.



5.



Metil paraben



Gambar 2.6 Struktur kimia metil paraben Metil paraben digunakan secara luas sebagai bahan pengawet antimikroba dalam kosmetik, produk makanan, dan sediaan farmasi. Golongan paraben efektif pada rentang pH yang luas dan mempunyai aktivitas antimikroba pada spektrum yang luas, meskipun paraben paling efektif melawan kapang dan jamur. Pada sediaan topikal umumnya metil paraben digunakan dengan konsentrasi antara 0,02-0,3% (Rowe, 2005).



6.



Na-Lauril sulfat



Gambar 2.7 Struktur kimia Na-Lauril sulfat Natrium lauril sulfat memiliki sinonim sodium dodecil sulfat, sodium monododecil sulfat, dan sodium monolauril sulfat berfungsi untuk menurunkan tegangan permukaan larutan sehingga dapat melarutkan



27



minyak dan membentuk mikro emulsi. Pemerian Sodium lauril sulfat yaitu berupa serbuk putih atau kuning kristal, tidak berbau, dan rasanya getir (Price, 2003).



7.



Menthol



Gambar 2.8 Struktur kimia Menthol Menthol memiliki sinonim 1-Mentol; 3-Menthanol; Menthan-3-ol; Pepermint camphor, Hexahydrothymol. Menthol merupakan senyawa organik yang disintesis dari peppermint atau minyak mint yang lain, memiliki kemampuan untuk memacu kerja saraf pendeteksi rasa dingin yaitu reseptor TRPM8 yang bertanggung jawab dalam mendeteksi rangasang dingin ketika bernafas, menelan, atau saat diadministrasikan di kulit (Kar, 2007). Menthol adalah senyawa yang termasuk dalam kelompok terpenoid yaitu golongan turunan dari monoterpena siklik, golongan ini memiliki ciri yaitu mengandung dua ikatan rangkap dan satu lingkaran. Pemerian senyawa ini seperti lilin, kristalin, bewarna putih jernih yang berbentuk padat pada temepratur kamar (Rowe, 2009).



8.



Aquadest



Gambar 2.9 Struktur kimia Aquadest



28



Aquadest merupakan cairan jernih, tidak berwarna, tida berbau, tidak mempunyai rasa, titik didih pada 100 oC dan titik beku pada 10 oC, biasa digunakan sebagai pelarut (Rowe, 2009).



2.6 Ekstraksi Metode pembuatan ekstrak (ekstraksi) dibagi menjadi dua yaitu metode ekstraksi dengan pelarut dingin dan ekstraksi dengan pelarut panas. a.



Cara Dingin 1. Maserasi adalah ekstraksi yang menggunakan pelarut yang sesuai dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada suhu kamar (Depkes RI, 2000). Maserasi adalah cara ekstraksi yang paling sederhana. Bahan simplisia yang digunakan dihaluskan dan disatukan dengan bahan pengekstraksi. Pada metode maserasi bahan berupa serbuk simplisia yang halus, yang direndam dalam pelarut sampai meresap dan melunakan susunan sel sehingga zat-zat yang mudah larut agar segera larut. Waktu lamanya maserasi berbeda-beda antara 4-10 hari. Rendaman harus dikocok berulang-ulang karna dalam keadaan diam selama maserasi menyebabkan turunnya perpindahan bahan aktif pada simplisia. Keuntungan cara penyairan dengan maserasiadalah cara pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan. Sedangkan kerugiannya adalah pengerjaannya lama dan penyairannya kurang sempurna (Siswono, 2008).



29



2. Perkolasi Perkolasi adalah suatu proses ekstraksi menggunakan pelarut yang sesuai yang dilakukan dengan cara dilewatkan perlahan lahan pada suatu kolom (Ansel, 1989).



b. Cara Panas 1. Refluks adalah ekstraksi yang menggunakan pelarut yang sesuai pada temperatur titik didihnya selama waktu tertentu dan jumlah pelarut yang digunakan terbatas dan relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Depkes RI, 2000) 2. Soxhlet adalah ekstraksi yang menggunakan pelarut yang selalu baru yang pada umumnya dilakukan menggunakan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinue dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Depkes RI, 2000). 3. Digesti adalah maserasi kinetik yang dilakukan dengan pengadukan terus-menerus pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan yang pada umumnya dilakukan pada temperatur 40-50°C (Depkes RI, 2000). 4. Infusa adalah sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi simplisia nabati dengan menggunakan pelarut air pada suhu 90°C selama waktu 15 menit (Depkes RI, 2000). 5. Dekokta adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut ait pada temperatur penangas air 50 °C selama waktu kurang lebih 30 menit (Depkes RI, 2000).



30



2.7 Ekstrak Ekstrak adalah sediaan pekat yang didapatkan dengan cara mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia hewani ataupun dari simplisia nabati dengan menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian seluruh atau hampir seluruh pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi bau yang telah ditetapkan (Depkes RI, 1995). Menurut sifatnya ekstrak dibagi menjadi empat yaitu : 1.



Ekstrak cair (Extractum fluidum) adalah sediaan cair yang diperoleh dari simplisia nabati yang mengandung etanol berfungsi sebagai pelarut atau sebagai pengawet atau sebagai pelarut dan pengawet (Depkes RI, 1995).



2.



Ekstrak kental (Extractum spissum) adalah sediaan yang dapat dilihat dalam keadaan dingin dan tidak dapat dituang dan memiliki kandungan airnya berjumlah sampai 30% (Voigt, 1984).



3.



Ekstrak kering (Extractum siccum) adalah sediaan yang memiliki konistensi kering dan mudah digunakan. Melalui penguapan cairan pengekstraksi dan pengeringan sisanya akan terbentuk suatu produk yang sebaiknya memiliki kandungan lembab tidak lebih dari 5% (Voigt, 1984).



2.8 Metode Uji Antibakteri Pada metode difusi agar digunakan media agar padat yang dapat berupa kertas cakram, silinder atau cekungan yang dibuat pada media padat. Larutan uji akan berdifusi dari pencadang ke permukaan media agar padat yang telah



31



diinokulasi bakteri. Bakteri akan terhambat pertumbuhannya dengan pengamatan berupa lingkaran atau zona disekeliling pencadang (Jiang, 2011). Macam-macam metode difusi, diantaranya yaitu : 1.



Metode Lubang/ Sumuran/ Silinder (Perforasi) Dalam metode silinder, baja atau porselen silinder stainless dari ukuran seragam (biasanya 8mm × 6mm × 10mm) ditempatkan pada permukaan agar-agar diinokulasi cawan petri, dan diisi dengan sampel dan standar. Pada uji silinder, beberapa lubang berdiameter milimeter pada permukaan agar-agar diinokulasi dan diisi dengan sampel. larutan senyawa yang diuji berdifusi ke media agar menyebabkan penghambatan pertumbuhan mikroorganisme. Kemudian, zona hambatan diukur, konsentrasi hambat minimum (MIC) ditentukan secara visual. (Choma, 2010). Bakteri uji yang umurnya 18-24 jam disuspensikan ke dalam media agar pada suhu sekitar 45 oC. Suspensi bakteri dituangkan ke dalam cawan petri steril. Setelah agar memadat, dibuat lubang-lubang dengan diameter 6-8 mm. Kedalam lubang tersebut dimasukkan larutan zat yang akan diuji aktivitasnya kemudian diinkubasikan pada suhu 37 oC selama 18-24 jam.Aktivitas antibakteri dapat dilihat dari daerah bening yang mengelilingi lubang perforasi (Choma, 2010).



2.



Metode Cakram Kertas Zat yang akan diuji diserapkan ke dalam cakram kertas dengan cara meneteskan larutan antibakteri pada cakram kertas kosong (mencelupkan



32



kertas saring ke dalam larutan senyawa) dalam jumlah tertentu dengan kadar tertentu. Kertas cakram diletakkan diatas permukaan agar padat yang telah diolesi bakteri, diinkubasi selama 18-24 jam pada suhu 37oC. Aktivitas antibakteri dapat dilihat dari daerah hambat di sekeliling cakram kertas (Choma, 2010).



Faktor-faktor yang mempengaruhi metode difusi agar (Rostinawati, 2009) yaitu : 1.



Pradifusi, perbedaan waktu pradifusi mempengaruhi jarak difusi dari zat uji yaitu difusi antar pencadang.



2.



Ketebalan medium agar adalah penting untuk memperoleh sensitivitas yang optimal. Perbedaan ketebalan media agar mempengaruhi difusi dari zat uji ke dalam agar, sehingga akan mempengaruhi diameter hambat. Makin tebal media yang digunakan akan makin kecil diameter hambat yang terjadi.



3.



Kerapatan inokulum, ukuran inokulum merupakan faktor terpenting yang mempengaruhi lebar daerah hambat, jumlah inokulum yang lebih sedikit menyebabkan obat dapat berdifusi lebih jauh, sehingga daerah yang dihasilkan lebih besar, sedangkan jika jumlah inokulum lebih besar maka akan dihasilkan daerah hambat yang kecil.



4.



Komposisi media agar, perubahan komposisi media dapat merubah sifat media sehingga jarak difusi berubah. Media agar berpengaruh terhadap ukuran daerah hambat dalam hal mempengaruhi aktivitas beberapa



33



bakteri, mempengaruhi kecepatan difusi antibakteri dan mempengaruhi kecepatan pertumbuhan antibakteri. 5.



Suhu inkubasi, kebanyakan bakteri tumbuh baik pada suhu 37 oC.



6.



Waktu inkubasi disesuaikan dengan pertumbuhan bakteri, karena luas daerah hambat ditentukan beberapa jam pertama, setelah diinokulasikan pada media agar, maka daerah hambat dapat diamati segera setelah adanya pertumbuhan bakteri.



7.



Pengaruh pH, adanya perbedaan pH media yang digunakan dapat menyebabkan perbedaan jumlah zat uji yang berdifusi, pH juga menentukan jumlah molekul zat uji yang mengion. Selain itu pH berpengaruh terhadap pertumbuhan bakteri.



34



BAB III METODOLOGI PENELITIAN



3.1 Alat dan Bahan Penelitian 3.1.1 Alat Penelitian Alat-alat yang digunakan adalah blender, moisture balance, timbangan digital, ayakan mesh 40, rotary evaporator, termometer, alat-alat gelas, cawan penguap, mortir dan stamper, pH meter, viskometer Brookfield, cawan petri, ose, batang pengaduk, mikropipet, perforator, autoklaf, inkubator.



3.1.2 Bahan Penelitian Bahan-bahan yang digunakan adalah simplisia daun alpukat, etanol 70%, aquadest, pereaksi mayer, pereaksi dragendrof, pereaksi bouchardat, serbuk Mg, amil alkohol, HCl 2N, pereaksi FeCl3, kalsium karbonat, propilenglikol, Na-CMC, saccharin sodium, nipagin, Na-lauril sulfat, menthol kristal, media agar MH, NaCl fisiologis, pasta gigi merk pasaran.



3.1.3 Bakteri Uji Bakteri yang digunakan adalah bakteri yang sudah diuji penegasan, bakteri Streptococcus mutans dengan No. Atcc 35668.



35



3.2 Prosedur Penelitian 3.2.1



Pengumpulan Tanaman Daun alpukat yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun alpukat (Persea americana Mill) yang didapat dari Kebun Percobaan Manoko, Lembang, Jawa Barat.



3.2.2



Determinasi Tanaman Determinasi tanaman dilakukan di Herbarium Jatinangor, Laboratorium Taksonomi Tumbuhan, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Padjadjaran (UNPAD).



3.2.3



Pembuatan Simplisia Daun Alpukat Daun alpukat yang telah dikumpulkan kemudian dicuci, disortasi basah dan ditimbang. Daun alpukat dikeringkan dengan cara dianginanginkan sampai kering dan terlindung dari sinar matahari langsung. Simplisia yang telah kering ditimbang dan diblender sampai halus, lalu diayak dengan ayakan mesh 40.



3.2.4



Penentuan Kadar Air Kadar air ditentukan dengan menggunakan alat Moisture balance dengan memanaskan serbuk simplisia pada suhu 105 oC selama 15 menit. Sebanyak 2 gram sampel diletakkan pada piring timbangan



36



sebelah kanan dan timbangan 2 gram diletakkan pada piring sebelah kiri, posisi skala adalah nol dan lampu dihidupkan. Bila serbuk simplisia mulai mengering maka skala kesetimbangan mulai berubah. Bila indikator kesetimbangan telah berhenti maka serbuk simplisia telah kering.



3.2.5



Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Alpukat Ekstraksi simplisia daun alpukat dilakukan dengan metode maserasi dengan cara menimbang simplisia kering daun alpukat sebanyak 400 gram yang dimasukkan ke dalam toples kaca kemudian ditambahkan pelarut etanol 70% sebanyak 4 L. Simplisia direndam selama 3 hari dan dilakukan pengadukan sesering mungkin. Hasil ekstrak cair yang disaring menggunakan kain flanel ditampung dalam sebuah wadah kaca. Kemudian sisa ampasnya dilakukan remaserasi sebanyak dua kali. Setelah semua ekstrak cair didapat kemudian diuapkan di penangas air dan diperoleh ekstrak kental. Kemudian dihitung rendemen yang diperoleh dari ekstrak etanol daun alpukat. Rendemen =



3.2.6



x 100 %



Skrining Fitokimia Ekstrak Etanol Daun Alpukat Skrining fitokimia bertujuan menentukan golongan kandungan kimia metabolit sekunder dalam ekstrak etanol daun alpukat.



37



Identifikasi golongan senyawa kimia dilakukan menurut J.B. Harborne : 1.



Uji Alkaloid Uji Alkaloid dilakukan dengan cara 10 tetes ekstrak daun alpukat dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 2 tetes pereaksi Mayer dan terbentuk endapan putih/kuning. 10 tetes ekstrak daun alpukat dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 2 tetes pereaksi Bouchardat sehingga terbentuk endapan coklat sampai hitam. 10 tetes ekstrak daun alpukat dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 2 tetes pereaksi Dragendrof dan terbentuk endapan jingga sampai merah coklat. Bila sedikitnya 2 dari 3 pereaksi menghasilkan endapan yang sama maka positif mengandung alkaloid.



2.



Uji Flavonoid Uji Flavonoid dilakukan dengan cara 10 tetes ekstrak daun alpukat dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 2 tetes HCl pekat, serbuk Mg, dan 2 tetes amil alkohol. Bila terbentuk warna kuning, jingga, atau merah pada lapisan amil alkohol memberikan indikasi adanya flavonoid.



38



3.



Uji Saponin Uji Saponin dilakukan dengan cara 10 tetes ekstrak daun alpukat dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Ditambahkan air panas secukupnya, dikocok selama 15 menit dan 2 tetes HCl 2 N bila terbentuk buih permanen selama kurang lebih 10 menit maka memberikan indikasi adanya saponin.



4.



Uji Tanin Uji Tanin dilakukan dengan cara 10 tetes ekstrak daun alpukat ditambah dengan 10 mL air suling, disaring. Filtrat diencerkan dengan air suling sampai tidak berwarna. Diambil 2 mL filtrat lalu ditambahkan 1 sampai 2 tetes pereaksi FeCl3. Bila terbentuk warna biru tua atau hijau kehitaman, memberikan indikasi adanya tanin.



3.2.7



Formula Pasta Gigi Sediaan pasta gigi ekstrak etanol daun alpukat (Persea americana Mill) dibuat 4 formula, masing-masing sediaan sebanyak 100 gram, dengan variasi konsentrasi yang terdapat pada tabel 3.1.



39



Tabel 3.1 Formula sediaan pasta gigi ekstrak etanol daun alpukat (Persea americana Mill) Konsentrasi (%)



Bahan Ekstrak etanol daun alpukat Propilenglikol Na-CMC Saccharin sodium Kalsium karbonat Nipagin Na. Lauril Sulfat Menthol kristal Aquadest



F1



F2



F3



F4



Kontrol (-)



5



15



25



35



0



2,5 1,5 1 40 0,5 1 0,5 add 100



2,5 1,5 1 40 0,5 1 0,5 add 100



2,5 1,5 1 40 0,5 1 0,5 add 100



2,5 1,5 1 40 0,5 1 0,5 add 100



2,5 1,5 1 40 0,5 1 0,5



Kontrol (+)



Pasta gigi merk pasaran yang mengandung fluoride



add 100



Formula 1 mengandung bahan aktif ekstrak etanol daun alpukat dengan konsentrasi 5 %, Formula 2 yaitu 15%, Formula 3 yaitu 25%, dan Formula 4 yaitu 35%. Kontrol negatif berupa sediaan pasta gigi tanpa kandungan ekstrak etanol daun alpukat dan kontrol positif berupa sediaan pasta gigi merk pasaran yang mengandung fluoride.



3.2.8



Pembuatan Pasta Gigi 1.



Na-CMC ditabur di atas air panas, didiamkan selama 15 menit agar terbentuk adonan yang homogen (massa 1)



2.



Saccharin sodium dilarutkan dengan sebagian aquadest ditambah nipagin, diaduk hingga homogen (massa 2)



40



3.



Menthol kristal dimasukkan ke dalam 2,5 ml propilenglikol kemudian ditambah sedikit demi sedikit kalsium karbonat, diaduk dengan kecepatan konstan sampai homogen (massa 3)



4.



Massa 1 ditambahkan ke dalam massa 2, ditambahkan massa 3, diaduk hingga homogen.



5.



Ekstrak etanol daun alpukat ditambahkan sesuai dengan perlakuan dan diaduk sampai homogen.



6.



Na-Lauril



sulfat



kemudian



ditambahkan,



diaduk



dengan



kecepatan rendah untuk menghindari terjadinya busa, diaduk hingga homogen sampai terbentuk massa pasta. 7.



3.2.9



Sediaan pasta gigi yang telah jadi dimasukkan ke dalam wadah.



Evaluasi Persyaratan Fisik 1.



Uji Organoleptik Pengamatan organoleptik pasta gigi meliputi bentuk, warna, dan aroma yang diamati secara obyektif. Pengamatan ini bertujuan untuk melihat terjadinya perubahan secara signifikan pada sediaan yang telah dibuat. Pengujian dilakukan setiap minggu selama 3 minggu penyimpanan (Afni, 2015).



41



2.



Uji Homogenitas Uji homogenitas dilakukan dengan cara pasta gigi yang akan diuji dioleskan pada gelas obyek untuk diamati homogenitasnya. Apabila tidak terdapat butiran-butiran kasar di atas gelas obyek tersebut, maka pasta gigi yang diuji dinyatakan homogen, sedangkan adanya butiran-butiran kasar menunjukkan bahwa pasta gigi tidak homogen. Pengujian dilakukan setiap minggu selama 3 minggu penyimpanan (Afni, 2015).



3.



Uji pH Uji pH dilakukan dengan melarutkan sediaan pasta (1 gram) dengan aquades 10 ml. (Hidayati, 2013). Pengukuran pH dimaksudkan untuk memberikan rasa nyaman dan agar tidak mengiritasi mukosa mulut sesuai persyaratan SNI (12-3524-1995) pH pasta gigi antara 4,5 – 10,5 (Afni, 2015). Na-CMC diketahui berada dalam keadaan baik pada pH 7-9 (Rowe, 2009).



4.



Uji Daya Sebar Uji daya sebar dilakukan dengan meletakkan 0,5 gram sediaan ditengah-tengah lapisan kaca. Lapisan kaca lainnya ditimbang kemudian diletakkan di atas sediaan selama 1 menit, sediaan yang menyebar dihitung diameternya. Beban 50, 100, 150, 200, 250, 300, dan 400 gram diletakkan di atas kaca secara bergantian,



42



didiamkan selama 1 menit dan diukur diameter sediaan yang menyebar. Penambahan beban dihentikan ketika sediaan tidak menyebar lagi (Pratiwi, 2016).



5.



Uji Viskositas Uji viskositas dilakukan menggunakan viskometer Brookfield dengan cara sediaan uji dimasukkan ke dalam wadah berbentuk tabung lalu dipasang spindel 64. Spindel harus terendam dalam sediaan uji. Viskometer dinyalakan dan dipastikan rotor dapat berputar pada kecepatan 60 rpm. Diamati jarum petunjuk dari viskometer yang mengarah ke angka pada skala viskositas lalu dicatat dan dikalikan faktor 1000 (Zuklamanin, 2013).



3.2.10 Uji Kesukaan Uji hedonik atau penilaian kesukaan bertujuan untuk mengetahui penerimaan responden terhadap produk yang dihasilkan. Pengujian kesukaan



dilakukan



mengungkapkan



pada



tanggapan



20



responden.



pribadi



tentang



Setiap



responden



kesukaan



atau



ketidaksukaan terhadap produk yang dihasilkan. Uji kesukaan terhadap produk merupakan penilaian yang digunakan dalam stabilitas suatu sediaan. Pengambilan sampel yang digunakan yaitu accidental sampling. Teknik ini memiliki keuntungan yaitu lebih praktis dan cepat dalam memperoleh data (Daud, 2016).



43



3.2.11 Uji Daya Hambat terhadap Pertumbuhan Bakteri Streptococcus mutans 1.



Pembuatan Media MHA MHA ditimbang sebanyak 19 gram ditambahkan aquadest sebanyak 500 mL, disterilkan dengan menggunakan autoklaf selama 15 menit pada suhu 121 oC.



2.



Pembuatan Suspensi Bakteri 5 mL NaCl fisiologis dimasukkan ke dalam tabung reaksi, diambil 1 ose biakan bakteri, dimasukkan ke dalam tabung reaksi, dihomogenkan serta disetarakan dengan tingkat kekeruhan 0,5 MC Farland.



3.



Pembuatan Larutan Uji 10 gram sediaan pasta gigi masing-masing perlakuan dilarutkan dalam 100 mL aquadest steril.



4.



Pengujian Aktivitas Antibakteri Pengujian aktivitas antibakteri pasta gigi ekstrak etanol daun alpukat terhadap Streptococcus mutans dilakukan dengan metode difusi sumuran sebagai berikut : 20 mL MHA dituangkan ke cawan petri steril, Streptococcus mutans sebanyak 20 μL diinokulasi pada media, kemudian media dibuat sumuran dengan ukuran 6 mm. Sediaan pasta gigi ekstrak etanol daun alpukat berbagai konsentrasi, basis sediaan pasta gigi dan kontrol positif masing-masing sebanyak 50 μL dimasukkan



44



pada sumuran yang telah dibuat, kemudian diinkubasi pada suhu 37 oC selama 24 jam. Zona bening yang menunjukkan daerah hambat di sekitar sumur diukur mulai dari tepi sumur menggunakan alat ukur jangka sorong (Oswari, 2000).



45



BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN



4.1



Determinasi Tanaman Identifikasi bertujuan untuk memastikan kebenaran



dan kejelasan



tanaman dalam pembuatan simplisia untuk digunakan selama penelitian berlangsung. Hasil identifikasi yang dilakukan di Herbarium Jatinangor, Laboratorium Taksonomi Tumbuhan, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika Dan



Ilmu



Pengetahuan



Alam



Universitas



Padjadjaran



(UNPAD)



menunjukkan bahwa tumbuhan yang digunakan adalah benar Persea americana Mill.



4.2



Simplisia Daun Alpukat Simplisia daun alpukat yang diperoleh sebanyak 400 gram dengan karakteristik warna hijau kecoklatan dan aroma khas daun alpukat.



4.3



Penentuan Kadar Air Penentuan kadar air dilakukan untuk memasikan bahwa simplisia telah memiliki kadar air yang cukup rendah sehingga tidak dapat ditumbuhi mikroorganisme dan memperpanjang waktu penggunaan simplisia. Kadar air yang tinggi akan menghambat pelarut untuk menembus dinding sel sehingga penyarian senyawa fitokimia akan sulit untuk dilakukan.



46



Batas kadar air yang ditetapkan untuk simplisa adalah < 10 % (Sembiring, 2006). Hasil pengujian kadar air simplisia daun alpukat adalah sebesar 2,1%, hal ini menunjukkan bahwa simplisia daun alpukat memiliki kadar air yang cukup rendah untuk digunakan dalam pembuatan sediaan pasta gigi.



4.4



Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Alpukat Ekstraksi simplisia daun alpukat dilakukan dengan metode maserasi menggunakan etanol 70% selama 24 jam dan remaserasi sebanyak dua kali. Metode maserasi dipilih karena merupakan metode penyarian yang sederhana dan tidak menggunakan panas sehingga menghindari rusaknya senyawa fitokimia yang bersifat termolabil. Pemilihan pelarut etanol 70% didasarkan pada sifatnya yang universal dengan kemampuannya menarik senyawa organik yang bersifat polar dari daun alpukat seperti alkaloid, flavonoid, saponin, dan tanin yang dapat bekerja sebagai antibakteri.



4.5



Perhitungan Rendemen Hasil ekstraksi 400 gram simplisia kering setelah dilakukan penguapan melalui pemanasan diperoleh ekstrak etanol daun alpukat sebanyak 83,529 gram dengan nilai rendemen 20,882%.



47



4.6



Skrining Fitokimia Hasil skrining fitokimia menunjukkan ekstrak etanol daun alpukat mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, saponin, dan tanin, dapat dilihat pada tabel 4.1. Tabel 4.1 Hasil Skrining Fitokimia Pengujian Uji Alkaloid - Pereaksi Mayer - Pereaksi Bouchardat - Pereaksi Dragendrof Uji Flavonoid Uji Saponin Uji Tanin



Hasil Tidak terbentuk endapan putih/ kuning



(-)



Terbentuk endapan coklat-hitam



(+)



Terbentuk endapan jingga-merah coklat



(+)



Terbentuk warna jingga pada lapisan amil alkohol Terbentuk buih permanen selama 10 menit Terbentuk warna biru tua/kehitaman



(+) (+) (+)



Keterangan : (-) tidak mengandung senyawa aktif (+) mengandung senyawa aktif



4.7



Uji Organoleptik Hasil pengamatan organoleptik terhadap bentuk, warna, dan aroma pada sediaan pasta gigi ekstrak etanol daun alpukat dapat dilihat pada tabel 4.2



48



Tabel 4.2 Hasil Uji Organoleptik Hari Formula F1 F2 1



14



21



Warna



Pasta, Krem sedikit cair Pasta, Krem-kecoklatan sedikit cair



F3



Pasta



Coklat



F4



Pasta



Coklat pekat



F1



7



Bentuk



F2



Krem, Pasta, lapisan coklat sedikit cair di permukaan Pasta, Krem-kecoklatan sedikit cair



F3



Pasta



Coklat



F4



Pasta



Coklat pekat Krem, lapisan coklat di permukaan Krem-kecoklatan, lapisan coklat di permukaan



F1



Pasta



F2



Pasta



F3



Pasta



Coklat



F4



Pasta



Coklat pekat Krem, lapisan coklat di permukaan Krem-kecoklatan, lapisan coklat di permukaan



F1



Pasta



F2



Pasta



F3



Pasta



Coklat



F4



Pasta



Coklat pekat



49



Aroma Khas daun alpukat, menthol Khas daun alpukat, menthol Khas daun alpukat, menthol Khas daun alpukat, menthol Khas daun alpukat, menthol Khas daun alpukat, menthol Khas daun alpukat, menthol Khas daun alpukat, menthol Khas daun alpukat, menthol Khas daun alpukat, menthol Khas daun alpukat, menthol Khas daun alpukat, menthol Khas menthol, sedikit aroma daun alpukat Khas menthol, sedikit aroma daun alpukat Khas daun alpukat, menthol Khas daun alpukat, menthol



Hasil evaluasi pengamatan organoleptik terhadap bentuk sediaan, mengalami perubahan pada hari penyimpanan ke-21 pada Formula 1 dan 2, sedangkan tidak mengalami perubahan pada Formula 3 dan 4. Pada pengamatan organoleptik terhadap warna, terjadi pemisahan cairan sediaan pada Formula 1 yang ditunjukkan dengan terbentuknya lapisan coklat di permukaan sediaan pada hari ke-7 dan pada Formula 2 pada hari ke-14, sedangkan pada Formula 1 danm4 tidak mengalami perubahan. Pengamatan organoleptik terhadap aroma sediaan, terjadi perubahan pada hari ke-21 yaitu bau khas menthol lebih dominan dibandingkan dengan bau khas daun alpukat pada Formula 1 dan 2, sedangkan pada Formula 3 dan 4 bau khas daun alpukat tetap lebih dominan dibandingkan dengan bau menthol. Perubahan yang terjadi disebabkan karena adanya faktor-faktor luar yang mengganggu kualitas sediaan, seperti cahaya, kelembaban, dan suhu.



4.8



Uji Homogenitas Homogenitas pasta gigi dimaksudkan agar bahan aktif dalam pasta gigi terdistribusi merata dan agar tidak mengiritasi ketika diaplikasikan pada area mulut. Hasil pengujian homogenitas pada sediaan pasta gigi ekstrak etanol daun alpukat dapat dilihat pada tabel 4.3.



50



Tabel 4.3 Hasil Uji Homogenitas Homogenitas



Lama Penyimpanan (Hari) 1



7



14



21



F1



Tidak Homogen



Tidak Homogen



F2



Homogen



Homogen



Tidak Homogen Tidak Homogen



Tidak Homogen Tidak Homogen



F3



Homogen



Homogen



Homogen



Homogen



F4



Homogen



Homogen



Homogen



Homogen



Hasil pengamatan homogenitas didapatkan adanya butiran-butiran kasar di atas permukaan objek pada Formula 1 yang menujukkan sediaan tidak homogen. Sedangkan pada Formula 2, 3, dan 4 tidak terdapat adanya butiran-butiran kasar di atas permukaan kaca objek dan pemisahan antar kandungan pasta gigi itu sendiri tidak terlihat yang menunjukkan sediaan homogen. Namun semakin lama penyimpanan maka nilai kehomogenitasan pasta gigi semakin berkurang, terlihat pada Formula 2 pada hari ke-14.



4.9



Uji pH Hasil uji pH dapat dilihat pada tabel 4.4. Tabel 4.4 Hasil Uji pH pH



Lama Penyimpanan (Hari) 1



7



14



21



F1



8,2



8,0



7,9



7,7



F2



7,9



7,7



7,6



7,5



F3



7,8



7,7



7,6



7,5



F4



7,7



7,6



7,5



7,4



51



Hasil penelitian menunjukkan nilai pH pasta gigi ekstrak daun alpukat yang tertinggi yaitu pada Formula 1, sedangkan nilai pH yang paling rendah yaitu pada Formula 4. Nilai pH pasta gigi ekstrak daun alpukat masuk dalam rentang pH yang ditetapkan oleh Standar Nasional Indonesia yaitu berkisar antara 7,4 – 8,2. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak daun alpukat maka semakin rendah pH pasta gigi tersebut. Hal ini disebabkan karena ekstrak daun alpukat bersifat asam. Nilai pH berkaitan dengan efektivitas dan stabilitas, serta kenyamanan sediaan sewaktu diaplikasikan pada area mulut. Nilai pH yang terlalu asam maupun basa dapat menyebabkan iritasi.



4.10 Uji Daya Sebar Hasil uji daya sebar pasta gigi dapat dilihat pada tabel 4.5. Tabel 4.5 Hasil Uji Daya Sebar Formula



Daya Sebar (cm)



F1



3,8 – 4,7



F2



3,6 – 4,5



F3



3,4 – 4,4



F4



3,1 – 4,2



Uji daya sebar bertujuan untuk mengetahui kemampuan menyebar pasta gigi karena mempengaruhi transfer bahan aktif pada daerah target dalam dosis yang tepat. Semakin besar nilai diameter kemampuan menyebar maka semakin besar luas permukaan yang dapat dijangkau oleh sediaan pasta gigi. Daya sebar pasta gigi ekstrak etanol daun alpukat yaitu pada rentang 3,1 –



52



4,7 cm. Daya sebar sediaan akan semakin tinggi jika sediaan memiliki viskositas yang semakin rendah, sehingga profil daya sebar sediaan berbanding terbalik dengan profil viskositas sediaan.



4.11 Uji Viskositas Hasil pengujian viskositas pada sediaan pasta gigi ekstrak etanol daun alpukat dapat dilihat pada tabel 4.6. Tabel 4.6 Hasil Uji Viskositas Viskositas (cPas)



Lama Penyimpanan (Hari)



F1



5050 5300 5650 5700



F2



5900 6400 6700 6850



F3



7750 7900 8050 8200



F4



8000 8200 8350 8450



1



7



14



21



Sediaan pasta gigi F3 mudah dikeluarkan dari tube dan membentuk pasta yang konsisten karena semakin tinggi nilai viskositas sediaan maka terlihat kokoh ketika sudah menempel di atas sikat gigi. Sebaliknya semakin rendah nilai viskositas maka pasta gigi segera melebur ke bawah permukaan sikat gigi, yaitu pada sediaan F1 dan F2 yang memiliki viskositas lebih rendah. Sedangkan sediaan pasta gigi F4 memiliki konsistensi yang keras saat dikeluarkan dari tube dan tidak menyebar sempurna di atas sikat gigi karena viskositasnya yang sangat tinggi dibandingkan formula lainnya. Hubungan antara viskositas dan lama penyimpanan terhadap pasta gigi dapat dilihat pada gambar 4.1



53



Gambar 4.1 Grafik hubungan antara viskositas dan lama penyimpanan



Viskositas (cPas)



terhadap pasta gigi 10000 8000 6000 4000 2000 0 Hari ke-1 F1



Hari ke-7 F2



F3



Hari ke-14 Hari ke-21 F4



Selama waktu penyimpanan 21 hari terjadi peningkatan nilai viskositas yang dipengaruhi oleh Na-CMC terhadap berkurangnya kadar air dalam sediaan karena memiliki sifat dapat menyerap 50% air yang ada dalam sediaan (Rowe, 2009). Semakin lama waktu penyimpanan, kecenderungan kadar air dalam sediaan semakin rendah. Selain itu, adanya kontak antara udara dan sediaan selama proses evaluasi mutu dengan sering terbukanya tutup wadah menyebabkan kadar air dalam sediaan menjadi berkurang.



4.12 Uji Kesukaan Hasil pengujian kesukaan atau hedonik pada sediaan pasta gigi ekstrak etanol daun alpukat terhadap rasa, warna, aroma, dan tekstur dapat dilihat pada gambar 4.2, 4.3, 4.4, dan 4.5 (n = 20).



54



Gambar 4.2 Grafik hasil uji kesukaan terhadap rasa sediaan pasta gigi



Persentase kesukaan (%)



Rasa 50 40 30 20 10 0 Sangat Tidak Biasa Disukai Sangat tidak disukai disukai disukai F1



F2



F3



F4



Persentase tertinggi kesukaan responden terhadap rasa sediaan pasta gigi ekstrak etanol daun alpukat adalah sangat tidak disukai pada F4, tidak disukai pada F3, biasa pada F3 dan F4, disukai pada F2, dan sangat disukai pada F1.



Gambar 4.3 Grafik hasil uji kesukaan terhadap warna sediaan pasta gigi



Persentase kesukaan (%)



Warna 50 40 30 20 10 0 Sangat Tidak Biasa Disukai Sangat tidak disukai disukai disukai F1



F2



F3



F4



Persentase tertinggi kesukaan responden terhadap warna sediaan pasta gigi ekstrak etanol daun alpukat adalah sangat tidak disukai pada F4, tidak disukai pada F3, biasa pada F2 dan F3, disukai pada F1, dan sangat disukai pada F1, F2 dan F3.



55



Gambar 4.4 Grafik hasil uji kesukaan terhadap aroma sediaan pasta gigi.



Persentase kesukaan (%)



Aroma 60 50 40 30 20 10 0 Sangat Tidak Biasa Disukai Sangat tidak disukai disukai disukai F1



F2



F3



F4



Persentase tertinggi kesukaan responden terhadap aroma sediaan pasta gigi ekstrak etanol daun alpukat adalah tidak terdapat formula yang sangat tidak disukai, tidak disukai pada F4, biasa pada F4, disukai pada F1, dan sangat disukai pada F3.



Gambar 4.5 Grafik hasil uji kesukaan terhadap tekstur sediaan pasta gigi



Persentase kesukaan (%)



Tekstur 70 60 50 40 30 20 10 0 Sangat Tidak Biasa Disukai Sangat tidak disukai disukai disukai F1



F2



F3



F4



Persentase tertinggi kesukaan responden terhadap tekstur sediaan pasta gigi ekstrak etanol daun alpukat adalah tidak terdapat formula yang sangat



56



tidak disukai, tidak disukai pada F4, biasa pada F3, disukai pada F2, dan sangat disukai pada F3.



4.13 Uji Daya Hambat terhadap Pertumbuhan Bakteri Streptococcus mutans Hasil pengujian mikrobiologi daya hambat sediaan pasta gigi ekstrak etanol daun alpukat terhadap pertumbuhan Streptococcus mutans dapat dilihat pada tabel 4.7. Tabel 4.7 Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Terhadap Streptococcus mutans Formula Pasta Gigi



Diameter Zona Hambat (Triplo) (mm)



Rata-rata Diameter Zona Hambat (mm)



F1



-



-



-



-



F2



-



-



-



-



F3



5,90



6,32



6,45



6,22



F4



6,56



6,80



7,55



6,07



Kontrol (-)



-



-



-



-



Kontrol (+)



10,31



11,05



11,18



10,84



Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan pada sediaan pasta gigi ekstrak etanol daun alpukat menunjukkan adanya aktivitas antibakteri terhadap Streptococcus mutans dengan diameter zona hambat rata-rata Formula 3 dan 4 secara berturut-turut adalah 6,22 mm dan 6,97 mm. Sedangkan pada Formula 1 dan 2 tidak terbentuk zona bening di sekitar sumur yang menunjukkan tidak adanya aktivitas antibakteri. Pasta gigi pasaran yang mengandung fluoride sebagai kontrol positif mempunyai diameter zona hambat rata-rata 10,84 mm. Sesuai klasifikasi daya hambat



57



menurut Lade (2006) yang mengklasifikasikan zona hambat bakteri menjadi 3 kriteria yaitu sedang (6 mm - 9 mm), kuat (10 mm - 14 mm) dan sangat kuat (15 mm - 18 mm), diameter zona hambat rata-rata yang diperoleh termasuk ke dalam kriteria sedang. Sediaan pasta gigi Formula 3 dan 4 mampu menghambat bakteri Streptococcus mutans yang merupakan bakteri penyebab caries gigi.



58



BAB V KESIMPULAN DAN SARAN



5.1 Kesimpulan 1.



Berdasarkan hasil evaluasi persyaratan fisik pada keempat formula pasta gigi ekstrak etanol daun alpukat, sediaan yang paling stabil adalah sediaan pasta gigi Formula 3 dengan konsentrasi ekstrak sebanyak 25% sehingga paling efektif digunakan.



2.



Berdasarkan hasil uji kesukaan pada 20 responden terhadap warna, rasa, aroma, dan tekstur sediaan pasta gigi ekstrak etanol daun alpukat, formula yang sangat disukai responden adalah sediaan pasta gigi Formula 1 dan 3.



3.



Berdasarkan hasil pengujian aktivitas antibakteri yang dilakukan pada keempat formula sediaan pasta gigi ekstrak etanol daun alpukat menunjukkan adanya aktivitas antibakteri terhadap pertumbuhan Streptococcus mutans dengan diameter zona hambat rata-rata yang diperoleh Formula 3 sebesar 6,22 mm dan Formula 4 sebesar 6,97 mm.



5.2 Saran 1.



Diharapkan dapat dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai uji daya hambat dari konsentrasi minimum ekstrak etanol daun alpukat terhadap pertumbuhan bakteri lain penyebab masalah gigi.



59



2.



Diharapkan agar dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai ekstrak etanol daun alpukat untuk mengetahui kadar senyawa antibakteri alkaloid, flavonoid, saponin, dan tanin.



60



DAFTAR PUSTAKA



Afni, Nur., Said, Nasrah., Yuliet. 2015. Uji Aktivitas Antibakteri Pasta Gigi Ekstrak Biji Pinang (Areca catechu L) Terhadap Streptococcus mutans Dan Staphylococcus aureus. GALENIKA Journal of Pharmacy Vol. 1 (1) : 48-58 Brown, J.P dan M.W.J Dodds. 2008. Dental Caries and Associated Risk Factors. Edisi Prevention in Clinical Oral Health Care., Philadelphia. Daud, Nur Sa’adah., Desi, Sulasni Atma., Ifaya, Mus. 2016. Formulasi Pasta Gigi Infusa Daun Jambu Biji (Psidium guajava Linn) Dengan Variasi Konsentrasi Na-CMC Sebagai Bahan Pengikat. Jurnal Ilmiah Ibnu Sina (JIIS): Ilmu Farmasi dan Kesehatan Vol 1, No.1. Akademi Farmasi ISFI Banjarmasin. Elmitra. 2017. Dasar-Dasar Farmasetika dan Sediaan Semi Solid. Hal. 199, 201, 202, 213, 215. Deepublish Publisher. Yogyakarta. Cheng, L., Weir, M.D., Zhang, K., Wu, E.J., Xu, S.M., Zhou, X. 2012. Dental Plaque



Microcosm



Biofilm



Behavior



on



Calcium



Phosphate



Nanocomposite with Quaternary Ammonium. Dent. Mater., 28: 853-862. Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia, Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan, diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata. Bandung: Penerbit ITB. Hidayati, NW. 2013. Pengaruh Konsentrasi Ekstrak Daun Stevia sebagai Pemanis Alami terhadap Sifat Fisik, Kimia dan Uji Hedonik Sediaan Pasta Gigi. Universitas Negeri Sebelas Maret. Lade, H.S., M.P. Chitanand, G. Gyananath, T.A. Kadam. 2006. Studies on Some Properties of Bacterocins Produced by Lactobacillus Species Isolated from Agro-Based Waste. The Internet Journal of Microbilogy. Lopez,VMG. 2002. Fruit Characterization of High Oil Contect Avocado Varietes. Scientia Agricol.



61



Nostro, A., Cannatelli, M.A., Crisafi, A.D., Musolino, A.D., Procopio, F., and Alonzo, V. 2004. Modifications of hydrophobicity, in vitro adherence and cellular aggregation of Streptococcus mutans by Helichrysum italicum extract. Lett Appl Microbiol 38, 423+427. Novalina, D., & Susilowati, A. 2013. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Carica Pubescens Dari Dataran Tinggi Dieng terhadap Bakteri Penyebab Penyakit Diare. Surakarta: Universitas 11 Maret. Nuria, M.C., Faizatun. A., dan Sumantri. 2009. Uji Antibakteri Ekstrak Etanol Daun



Jarak



Pagar



(Jatropha



cuircas



L)



Terhadap



Bakteri



Staphylococcus aureus ATCC 25923, Escherichia coli ATCC 25922, dan Salmonella typhi ATCC 1408. Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian 5 : 26-27. Paramawati R. Hildegardis Dyna R. D. 2016. Khasiat Ajaib Daun Avokad. Jakarta: Penerbit Penebar Swadaya. Perry, D.A and P.L Beemsterboer. 2007. Periodontology For The Dental Hygienist. St.Lovis: Satunders Elsevier., 241-242, 249-250. Prasko, Bambang Sutomo, Suwarsono, Iman Supardan. 2015. Daya Hambat Daun Alpukat Muda Terhadap Bakteri Mulut (Streptococcus mutans)., Jurnal Kesehatan Gigi. Vol. 02., No. 2. Semarang. Ramayanti, Sri dan Idral Purnakarya. 2013. Peran Makanan terhadap Kejadian Karies Gigi., Jurnal Kesehatan Masyarakat Andalas (Andalas Journal of Public Health). Vol. 7. No. 2., Hal 89-93. Padang. Rinawati. 2011. Daya Antibakteri Tumbuhan Majapahit (Crescentia cujete L.) terhadap Bakteri Vibrio alginolyticus. Universitas Institut Teknologi Sepuluh Nopember. h.8-7. Rowe, R.C., Sheskey, P.J., and Quinn, M.E. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipient, 6th Ed. The Pharmaceutical Press. London, 86, 87, 110-120. Sangi, dkk. 2008. Analisis Fitokimia Tumbuhan Obat di Kabupaten Minahasa Utara. Chem. Prog,1(1):53-47. Sembiring, B. Br., Ma’mun dan Ginting, E. I. 2006. Pengaruh Kehalusan Bahan dan Lama Ekstraksi Terhadap Mutu Ekstrak Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb). Buletin Littro. 17 : 53-58.



62



Sunarjono, H. 1998. Berkebun 21 Jenis Tanaman Buah. Penebar Swadaya. Jakarta Tarigan, S. 2013. Karies Gigi. Penerbit Buku Kedokteran: EGC., pp: 17-24. Jakarta. Zahro, Latifatuz. 2013. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kasar Saponin Jamur Tiram Putih (Pleorotus ostreatus) Terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. UNESA Journal of Chemistry. Vol 2. No. 3. h. 120-129.



63



LAMPIRAN



Lampiran 1 : Skema Prosedur Penelitian



64



Lampiran 2 : Determinasi Tanaman Alpukat



65



Lampiran 3 : Uji Penegasan Streptococcus mutans



66



Lampiran 4 : Lembar Kuesioner



67



Lampiran 5 :



Simplisia Daun Alpukat (Persea americana Mill)



Ekstrak Kental Daun Alpukat (Persea americana Mill)



Sediaan Pasta Gigi Ekstrak Etanol Daun Alpukat (Persea americana Mill)



Zona hambat pasta gigi F3 dan F4 terhadap Streptococcus mutans



68