Dermatitis Kontak Iritan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

CASE REPORT DERMATITIS KONTAK IRITAN Oleh : Hillery Briliani Octarina Pembimbing : dr. Ruri D. Pamela, Sp.KK



Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin PERIODE 26 FEBRUARI 2018 – 31 MARET 2018 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA JAKARTA 2018



1



BAB I DERMATITIS KONTAK IRITAN



I.



PENDAHULUAN Dermatitis



kontak



iritan



(DKI)



merupakan



reaksi



peradangan



nonimunologik pada kulit yang disebabkan oleh kontak dengan faktor eksogen maupun endogen. Faktor eksogen berupa bahan-bahan iritan (kimiawi, fisik, maupun biologik) dan faktor endogen memegang peranan penting pada penyakit ini.1 Pada tahun 1898, dermatitis kontak pertama kali dipahami memiliki lebih dari satu mekanisme, dan saat ini secara general dibagi menjadi dermatitis kontak iritan dan dermatitis kontak alergi. Dermatitis kontak iritan berbeda dengan dermatitis kontak alergi, dimana dermatitis kontak iritan merupakan suatu respon biologis pada kulit berdasarkan variasi dari stimulasi eksternal atau bahan pajanan yang menginduksi terjadinya inflamasi pada kulit tanpa memproduksi antibodi spesifik.2 Dermatitis kontak iritan lebih banyak tidak terdeteksi secara klinis disebabkan



karena penyebabnya yang bermacam-macam dan interval waktu



antara kontak dengan bahan iritan serta munculnya ruam tidak dapat diperkirakannya. Dermatitis muncul segera setelah pajanan dan tingkat keparahannya ditentukan berdasarkan kuantitas, konsentrasi, dan lamanya terpajan oleh bahan iritan tersebut.3 Penanganan dermatitis kontak tidak selamanya mudah karena banyak dan seringnya faktor-faktor tumpang tindih yang memicu setiap kasus dermatitis.4 Pencegahan bahan-bahan iritasi kulit adalah strategi terapi yang utama pada dermatitis kontak iritan.5



2



II. EPIDEMIOLOGI Dermatitis kontak iritan dapat diderita oleh semua orang dari berbagai golongan umur, ras, dan jenis kelamin. Data epidemiologi penderita dermatitis kontak iritan sulit didapat. Jumlah penderita dermatitis kontak iritan diperkirakan cukup banyak, namun sulit untuk diketahui jumlahnya. Hal ini disebabkan antara lain oleh banyak penderita yang tidak datang berobat dengan kelainan ringan.6 Dari data yang didapatkan dari U.S. Bureau of Labour Statistic menunjukkan bahwa 249.000 kasus penyakit akupasional nonfatal pada tahun 2004 untuk kedua jenis kelamin, 15,6% (38.900 kasus) adalah penyakit kulit yang merupakan penyebab kedua terbesar untuk semua penyakit okupational. Juga berdasarkan survey tahunan dari institusi yang sama, bahwa incident rate untuk penyakit okupasional pada populasi pekerja di Amerika, menunjukkan 90-95% dari penyakit okupasional adalah dermatitis kontak, dan 80% dari penyakit didalamnya adalah dermatitis kontak iritan.1,7 Sebuah kusioner penelitian diantara 20.000 orang yang dipilih secara acak di Sweden melaporkan bahwa 25% memiliki perkembangan gejala selama tahun sebelumnya. Orang yang bekerja pada industri berat, mereka yang bekerja bersentuhan dengan bahan kimia keras yang memiliki potensial merusak kulit dan mereka yang diterima untuk mengerjakan pekerjaan basah secara rutin memiliki faktor resiko. Mereka termasuk : muda, kuat, laki-laki yang dipekerjakan sebagai pekerja metal, pekerja karet, terapist kecantikan, dan tukang roti.8



III. ETIOLOGI Dermatitis kontak iritan adalah penyakit multifaktor dimana faktor eksogen (iritan dan lingkungan) dan faktor endogen sangat berperan.1,9 Faktor Eksogen Selain dengan asam dan basa kuat, tidak mungkin untuk memprediksi potensial iritan sebuah bahan kimia berdasarkan struktur molekulnya. Potensial



3



iritan bentuk senyawa mungkin lebih sulit untuk diprediksi. Faktor-faktor yang dimaksudkan termasuk : (1) Sifat kimia bahan iritan: pH, kondisi fisik, konsentrasi, ukuran molekul, jumlah, polarisasi, ionisasi, bahan dasar, kelarutan ; (2) Sifat dari pajanan: jumlah, konsentrasi, lamanya pajanan dan jenis kontak, pajanan serentak dengan bahan iritan lain dan jaraknya setelah pajanan sebelumnya ; (3) Faktor lingkungan: lokalisasi tubuh yang terpajan dan suhu, dan faktor mekanik seperti tekanan, gesekan atau goresan. Kelembapan lingkunan yang rendah dan suhu dingin menurunkan kadar air pada stratum korneum yang menyebabkan kulit lebih rentan pada bahn iritan.1 Faktor Endogen a. Faktor genetik Ada hipotesa yang mengungkapkan bahwa kemampuan individu untuk mengeluarkan radikal bebas, untuk mengubah level enzym antioksidan, dan kemampuan untuk membentuk perlindungan heat shock protein semuanya dibawah kontrol genetik. Faktor tersebut juga menentukan keberagaman respon tubuh terhadap bahan-bahan ititan. Selain itu, predisposisi genetik terhadap kerentanan bahan iritan berbeda untuk setiap bahan iritan.1 Pada penelitian, diduga bahwa faktor genetik mungkin mempengaruhi kerentanan terhadap bahan iritan. TNF-α polimorfis telah dinyatakan sebagai marker untuk kerentanan terhadap kontak iritan.10 b. Jenis Kelamin Gambaran klinik dermatitis kontak iritan paling banyak pada tangan, dan wanita dilaporkan paling banyak dari semua pasien. Dari hubungan antara jenis kelamin dengan dengan kerentanan kulit, wanita lebih banyak terpajan oleh bahan iritan, kerja basah dan lebih suka perawatan daripada laki-laki. Tidak ada pembedaan jenis kelamin untuk dermatitis kontak iritan yang ditetapkan berdasarkan penelitian.1,9,10 c. Umur Anak-anak dibawah 8 tahun lebih muda menyerap reaksi-reaksi bahanbahan kimia dan bahan iritan lewat kulit. Banyak studi yang menunjukkan bahwa tidak ada kecurigaan pada peningkatan pertahanan kulit dengan



4



meningkatnya umur. Data pengaruh umur pada percobaan iritasi kulit sangat berlawanan. Iritasi kulit yang kelihatan (eritema) menurun pada orang tua sementara iritasi kulit yang tidak kelihatan (kerusakan pertahanan) meningkat pada orang muda.1



Reaksi terhadap beberapa



bahan iritan berkurang pada usia lanjut. Terdapat penurunan respon inflamasi dan TEWL, dimana menunjukkan penurunan potensial penetrasi perkutaneus.10 d. Suku Tidak ada penelitian yang mengatakan bahwa jenis kulit mempengaruhi berkembangnya dermatitis kontak iritan secara signifikan. Karena eritema sulit diamati pada kulit gelap, penelitian terbaru menggunakan eritema sebagai satu-satunya parameter untuk mengukur iritasi yang mungkin sudah sampai pada kesalahan interpretasi bahwa kulit hitam lebih resisten terhadap bahan iritan daripada kulit putih.1 e. Lokasi kulit Ada perbedaan sisi kulit yang signifikan dalam hal fungsi pertahanan, sehingga kulit wajah, leher, dan bagian dorsal tangan lebih rentan terhadap dermatitis kontak iritan. Telapak tangan dan kaki jika dibandingkan lebih resisten.1,10 f. Riwayat Atopi Adanya riwayat atopi diketahui sebagai faktor predisposisi pada dermatitis iritan pada tangan. Riwayat dermatitis atopi kelihatannya berhubungan dengan peningkatan kerentanan terhadap dermatitis iritan karena rendahnya ambang iritasi kulit, lemahnya fungsi pertahanan, dan lambatnya proses penyembuhan.1 Pada pasien dengan dermatitis atopi misalnya, menunjukkan peningkatan reaktivitas ketika terpajan oleh bahan iritan.11



IV. PATOGENESIS



5



Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan melalui kerja kimiawi atau fisis. Ada empat mekanisme yang dihubungkan dengan dermatitis kontak iritan, yaitu:1,6 1. Hilangnya substansi daya ikat air dan lemak permukaan 2. Jejas pada membran sel 3. Denaturasi keratin epidermis 4. Efek sitotoksik langsung



Gambar 1 : (a-d) mekanisme imunologis terjadinya dermatitis kontak iritan (DKI). (a) bahan iritan fisik dan kimia memicu pelepasan sitokin dan mediator inflamasi lainnya yang disebut sinyal bahaya. (b) sel epidermis dan dermis merespon sinyal 6 terinfiltrasi. bahaya tersebut. (c) setelah itu, sitokin inflamasi dikeluarkan dari sel residen dan sel inflamasi yang sudah Sitokin utama pada proses ini adalah CXCL 8 (bentuk yang dikelan adalah IL-8) (d) sebagai akibatnya, dari produksi sitokin inflamasi, banyak sel inflamasi termasuk neutrofil diserang dan dibawa pengaruh picuan inflamasi mengeluarkan mediator inflamasi. Hasilnya dapat dilihat secara klinis pada DKI. Dikutip dari kepustakaan [12]



Pada respon iritan, terdapat komponen menyerupai respon imunologis yang dapat didemonstrasikan dengan jelas, dimana hal tersebut ditandai oleh pelepasan mediator radang, khususnya sitokin dari sel kulit yang non-imun (keratinosit) yang mendapat rangsangan kimia. Proses ini tidaklah membutuhkan sensitasi sebelumnya. Kerusakan sawar kulit menyebabkan pelepasan sitokin-sitokin seperti Interleukin-1α (IL-1α), IL-1β, tumor necrosis factor- α (TNF- α). Pada dermatitis kontak iritan, diamati peningkatan TNF-α hingga sepuluh kali lipat dan granulocyte-macrophage colony-stimulating factor (GM-CSF) dan IL-2 hingga tiga kali lipat. TNF- α adalah salah satu sitokin utama yang berperan dalam dermatitis



iritan,



yang



menyebabkan



peningkatan



ekspresi



Major



Histocompatibility Complex (MHC) kelas II dan intracelluler adhesin molecul-I pada keratinosit.1 Pada dermatitis kontak iritan akut, mekanisme imunologisnya mirip dengan dermatitis kontal alergi akut. Namun, perbedaan yang mendasar dari keduanya adalah keterlibatan dari spesisif sel-T pada dermatitis kontak alergi akut.12 Rentetan kejadian tersebut menimbulkan peradangan klasik di tempat terjadinya kontak dikulit berupa eritema, edema, panas, dan nyeri bila iritan kuat. Ada dua jenis bahan iritan yaitu iritan kuat dan iritan lemah. Iritan kuat akan menyebabkan kelainan kulit pada pajanan pertama pada hampir semua orang, sedangkan iritan lemah akan menimbulkan kelainan kulit setelah berulang kali kontak, dimulai dengan kerusakan stratum korneum oleh karena depilasi yang menyebabkan desikasi dan kehilangan fungsi sawarnya, sehingga mempermudah kerusakan sel di bawahnya oleh iritan.6



V. GAMBARAN KLINIS Dermatitis kontak iritan dibagi tergantung sifat iritan. Iritan kuat memberikan gejala akut, sedang iritan lemah memberi gejala kronis. Selain itu juga banyak hal yang mempengaruhi sebagaimana yang disebutkan sebelumnya.6



7



Berdasarkan penyebab tersebut dan pengaruh faktor tersebut, dermatitis kontak iritan dibagi menjadi sepuluh macam, yaitu: 1. Dermatitis Kontak Iritan Akut Pada DKI, kulit terasa pedih atau panas, eritema, vesikel atau bulla. Luas kelainanya sebatas daerah yang terkena dan berbatas tegas.1,7 Pada beberapa individu, gejala subyektif (rasa terbakar, rasa tersengat) mungkin hanya satu-satunya manifestasi. Rasa sakit dapat terjadi dalam beberapa detik dari pajanan. Spektrum perubahan kulit berupa eritma hingga vesikel dan bahan pajanan bahan yang dapat membakar kulit dapat menyebabkan nekrosis.1,6 Secara klasik, pembentukan dermatitis akut biasanya sembuh segera setelah pajanan, dengan asumsi tidak ada pajanan ulang – hal ini dikenal sebagai “decrescendo phenomenon”. Pada beberapa kasus tidak biasa, dermatitis kontak iritan dapat timbul beberapa bulan setelah pajanan, diikuti dengan resolusi lengkap.2 Bentuk DKI Akut seringkali menyerupai luka bakar akibat bahan kimia, bulla besar atau lepuhan. DKI ini jarang timbul dengan gambaran eksematousa yang sering timbul pada dermatitis kontak.9



Gambar 2 : DKI akut akibat penggunaan pelarut industri. Dikutip dari kepustakaan [7]



2. Dermatitis Kontak Iritan Lambat (Delayed ICD)



8



Pada dermatitis kontak iritan akut lambat, gejala obyektif tidak muncul hingga 8-24 jam atau lebih setelah pajanan.1,6,7 Sebaliknya, gambaran kliniknya mirip dengan dermatitis kontak iritan akut.1 Contohnya adalah dermatitis yang disebabkan oleh serangga yang terbang pada malam hari, dimana gejalanya muncul keesokan harinya berupa eritema yang kemudian dapat menjadi vesikel atau bahkan nekrosis.6



3. Dermatitis Kontak Iritan Kronis (DKI Kumulatif) Juga disebut dermatitis kontak iritan kumulatif. Disebabkan oleh iritan lemah (seperti air, sabun, detergen, dll) dengan pajanan yang berulang-ulang, biasanya lebih sering terkena pada tangan.1,6,7 Kelainan kulit baru muncul setelah beberapa hari, minggu, bulan, bahkan tahun. Sehingga waktu dan rentetan pajanan merupakan faktor yang paling penting. Dermatitis kontak iritan kronis ini merupakan dermatitis kontak iritan yang paling sering ditemukan. Gejala berupa kulit kering, eritema, skuama, dan lambat laun akan menjadi hiperkertosis dan dapat terbentuk fisura jika kontak terus berlangsung.1,6



Gambar 3 : DKI kronis akibat efek korosif dari semen Dikutip dari kepustakaan [7]



Distirbusi penyakit ini biasanya pada tangan. Pada dermatitis kontak iritan kumulatif, biasanya dimulai dari sela jari tangan dan kemudian menyebar ke bagian dorsal dan telapak tangan. Pada ibu rumah



9



tangga, biasanya dimulai dari ujung jari (pulpitis).7 DKI kumulatif sering berhubungan dengan pekerjaan, oleh karena itu lebih banyak ditemukan pada tangan dibandingkan dengan bagian lain dari tubuh (contohnya: tukang cuci, kuli bangunan, montir bengkel, juru masak, tukang kebun, penata rambut).6



4. Reaksi Iritan Secara klinis menunjukkan reaksi akut monomorfik yang dapat berupa skuama, eritema, vesikel, pustul, serta erosi, dan biasanya terlokalisasi di dorsum dari tangan dan jari. Biasanya hal ini terjadi pada orang yang terpajan dengan pekerjaan basah. Reaksi iritasi dapat sembuh, menimbulkan penebalan kulit atau dapat menjadi DKI kumulatif.1,6,7



Gambar 4 : Reaksi Iritan. Dikutip dari kepustakaan [20]



5. Reaksi Traumatik (DKI Traumatik) Reaksi traumatik dapat terbentuk setelah tauma akut pada kulit seperti panas atau laserasi. Biasanya terjadi pada tangan dan penyembuhan sekitar 6 minggu atau lebih lama.1,6 Pada proses penyembuhan, akan terjadi eritema, skuama, papul dan vesikel. Secara klinik gejala mirip dengan dermatitis numular.1,2



6. Dermatitis Kontak Iritan Noneritematous Juga disebut reaksi suberitematous. Pada tingkat awal dari iritasi kulit, kerusakan kulit terjadi tanpa adanya inflamasi, namun perubahan



10



kulit terlihat secara histologi.1,2 Gejala umum yang dirasakan penderita adalah rasa terbakar, gatal, atau rasa tersengat. Iritasi suberitematous ini dihubungkan dengan penggunaan produk dengan jumlah surfaktan yang tinggi.1 Penyakit ini ditandai dengan perubahan sawar stratum korneum tanpa tanda klinis (DKI subklinis).6



7. Dermatitis Kontak Iritan Subyektif (Sensory ICD) Kelainan kulit tidak terlihat, namun penderita mengeluh gatal, rasa tersengat, rasa terbakar, beberapa menit setelah terpajan dengan iritan. Biasanya terjadi di daerah wajah, kepala dan leher. Asam laktat biasanya menjadi iritan yang paling sering menyebabkan penyakit ini.1,2,6



8. Dermatitis Kontak Iritan Gesekan (Friction ICD) Terjadi iritasi mekanis yang merupakan hasil dari mikrotrauma atau gesekan yang berulang.1,2 DKI Gesekan berkembang dari respon pada gesekan yang lemah, dimana secara klinis dapat berupa eritema, skuama, fisura, dan gatal pada daerah yang terkena gesekan.2 DKI Gesekan dapat hanya mengenai telapak tangan dan seringkali terlihat menyerupai psoriasis dengan plakat merah menebal dan bersisik, tetapi tidak gatal. Secara klinis, DKI Gesekan dapat hanya mengenai pinggiran-pinggiran dan ujung jemari tergantung oleh tekanan mekanik yang terjadi.9



Gambar 5 : DKI Gesekan. Dikutip dari kepustakaan [9]



9. Dermatitis Kontak Iritan Akneiform



11



Disebut juga reaksi pustular atau reaksi akneiform. Biasanya dilihat setelah pajanan okupasional, seperti oli, metal, halogen, serta setelah penggunaan beberapa kosmetik. Reaksi ini memiliki lesi pustular yang steril dan transien, dan dapat berkembang beberapa hari setelah pajanan. Tipe ini dapat dilihat pada pasien dermatitis atopy maupun pasien dermatitis seboroik.1,2



Gambar 6: DKI Akneiform. Dikutip dari kepustakaan [21]



10. Dermatitis Asteatotik Biasanya terjadi pada pasien-pasien usia lanjut yang sering mandi tanpa menggunakan pelembab pada kulit. Gatal yang hebat, kulit kering, dan skuama ikhtiosiform merupakan gambaran klinik dari reaksi ini.1,2



Gambar 7: DKI Asteatotik. Dikutip dari kepustakaan [22]



VI. DIAGNOSIS



12



Diagnosis dermatitis kontak iritan didasarkan atas anamnesis yang cermat dan pengamatan gambaran klinis yang akurat. DKI akut lebih mudah diketahui karena munculnya lebih cepat sehingga penderita lebih mudah mengingat penyebab terjadinya. DKI kronis timbul lambat serta mempunyai gambaran klinis yang luas, sehingga kadang sulit dibedakan dengan DKA. Selain anamnesis, juga perlu dilakukan beberapa pemeriksaan untuk lebih memastikan diagnosis DKI.6 A. Anamnesis Anamnesis yang detail sangat dibutuhkan karena diagnosis dari DKI tergantung pada anamnesis mengenai pajanan yang mengenai pasien. Anamnesis yang dapat mendukung penegakan diagnosis DKI (gejala subyektif) adalah:13 -



Pasien mengklain adanya pajanan yang menyebabkan iritasi kutaneus



-



Onset dari gejala terjadi dalam beberapa menit sampai jam untuk DKI akut. DKI lambat dikarakteristikkan oleh causa pajanannya, seperti benzalkonium klorida (biasanya terdapat pada cairan disinfektan), dimana reaksi inflamasinya terjadi 8-24 jam setelah pajanan.



-



Onset dari gejala dan tanda dapat tertunda hingga berminggu-minggu ada DKI kumulatif (DKI Kronis). DKI kumulatif terjadi akibat pajanan berulang dari suatu bahan iritan yang merusak kulit.



-



Penderita merasakan sakit, rasa terbakar, rasa tersengat, dan rasa tidak nyaman akibat pruritus yang terjadi.



B. Pemeriksaan Fisis Menurut Rietschel dan Flowler, kriteria dignosis primer untuk DKI sebagai berikut: 13-14 -



Makula eritema, hiperkeratosis, atau fisura predominan setelah terbentuk vesikel



-



Tampakan kulit berlapis, kering, atau melepuh



-



Bentuk sirkumskrip tajam pada kulit



-



Rasa tebal di kulit yang terkena pajanan



C. Pemeriksaan Penunjang.



13



Tidak ada pemeriksaan spesifik untuk mediagnosis dermatitis kontak iritan. Ruam kulit biasanya sembuh setelah bahan iritan dihilangkan. Terdapat beberapa tes yang dapat memberikan indikasi dari substansi yang berpotensi menyebabkan DKI. Tidak ada spesifik tes yang dapat memperlihatkan efek yang didapatkan dari setiap pasien jika terkena dengan bahan iritan. Dermatitis kontak iritan dalam beberapa kasus, biasanya merupakan hasil dari efek berbagai iritans.14 1. Patch Test Patch test digunakan untuk menientukan substansi yang menyebabkan kontak dermatitis dan digunakan untuk mendiagnosis DKA. Konsentrasi yang digunakan harus tepat. Jika terlalu sedikit, dapat memberikan hasil negatif palsu oleh karena tidak adanya reaksi. Dan jika terlalu tinggi dapat terinterpretasi sebagai alergi (positif palsu). Patch tes dilepas setelah 48 jam, hasilnya dilihat dan reaksi positif dicatat. Untuk pemeriksaan lebih lanjut, dan kemabali dilakukan pemeriksaan pada 48 jam berikutnya. Jika hasilnya didapatkan ruam kulit yang membaik, maka dapat didiagnosis sebagai DKI,1,7 Pemeriksaan patch tes digunakan untuk pasien kronis, dengan dermatitis kontak yang rekuren.13 2. Kultur Bakteri Kultur bakteri dapat dilakukan pada kasus-kasus komplikasi infeksi sekunder bakteri.13 3. Pemeriksaan KOH Dapat dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui adanya mikology pada infeksi jamur superficial infeksi candida, pemeriksaan ini digunakan untuk menyingkirkan diagnosis banding dermatitis kontak iritan.13 4. Pemeriksaan IgE Peningkatan imunoglobulin E dapat menyokong adanya diathetis atopic atau riwayat atopi.13



VII. DIAGNOSA BANDING



1.



Dermatitis Kontak Alergi



14



Berbeda dengan DK, pada DKA, terdapat sensitasi dari pajanan/iritan. Gambaran lesi secara klinis muncul pada pajanan selanjutnya setelah interpretasi ulang dari antigen oleh sel T (memori), dan keluhan utama pada penderita DKA adalah gatal pada daerah yang terkena pajanan.18 Pada patch tes, didapatkan hasil positif untuk alergen yang telah diujikan, dan sensitifitasnya berkisar antara 70 – 80%.16 2.



Skabies



Pasien dapat didiagnosis menderita penyakit skabies, jika ditemukannya 2 dari tanda 4 tanda kardinal skabies maka diagnosis klinis dapat ditegakkan, yakni: 1. Pruritus nokturna (gatal pada malam hari ) karena akitivitas tungau lebih tinggi pada malam hari. 2.



Ditemukan pada sekelompok manusia, misalnya mengenai seluruh keluarga, sebagian tetangga yang berdekatan.



3. Ditemukannya kanalikulus pada tempat predileksi yang berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata–rata panjang 1 cm, pada ujung terowongan ditemukan papul dan vesikel. 4. Menemukan tungau. Merupakan hal yang paling diagnostik.



VIII. PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan dari dermatitis kontak iritan dapat dilakukan dengan melakukan dengan memproteksi atau menghindarkan kulit dari bahan iritan. Selain itu, prinsip pengobatan penyakit ini adalah dengan menghindari bahan iritan, melakukan proteksi (seperti penggunaan sarung tangan), dan melakukan substitusi dalam hal ini, mengganti bahan-bahan iritan dengan bahan lain. Selain itu, beberapa strategi pengobatan yang dapat dilakukan pada penderita dermatitis kontak iritan adalah sebagai berikut:



15



1. Kompres dingin dengan Burrow’s solution Kompres dingin dilakukan untuk mengurangi pembentukan vesikel dan membantu mengurangi pertumbuhan bakteri.5,17 Kompres ini diganti setiap 23 jam.5 2. Glukokortikoid topikal Efek topical dari glukokortikoid pada penderita DKI akut masih kontrofersional karena efek yang ditimbulkan, namun pada penggunaan yang lama dari corticosteroid dapat menimbulkan kerusakan kulit pada stratum korneum.17 Pada pengobatan untuk DKI akut yang berat, mungkin dianjurkan pemberian prednison pada 2 minggu pertama, 60 mg dosis inisial, dan di tappering 10mg.7 3. Antibiotik dan antihistamin Ketika pertahanan kulit rusak, hal tersebut berpotensial untuk terjadinya infeksi sekunder oleh bakteri. Perubahan pH kulit dan mekanisme antimikroba yang telah dimiliki kulit, mungkin memiliki peranan yang penting dalam evolusi, persisten, dan resolusi dari dermatitis akibat iritan, tapi hal ini masih dipelajari. Secara klinis, infeksi diobati dengan menggunakan antibiotik oral untuk mencegah perkembangan selulit dan untuk mempercepat penyembuhan. Secara bersamaan, glukokortikoid topikal, emolien, dan antiseptik



juga



digunakan.



Sedangkan



antihistamin



mungkin



dapat



mengurangi pruritus yang disebabkan oleh dermatitis akibat iritan. Terdapat percobaan klinis secara acak mengenai efisiensi antihistamin untuk dermatitis kontak iritan, dan secara klinis antihistamin biasanya diresepkan untuk mengobati beberapa gejala simptomatis.5 4. Anastesi dan Garam Srontium (Iritasi sensoris) Lidokain, prokain, dan beberapa anastesi lokal yang lain berguna untuk menurunkan sensasi terbakar dan rasa gatal pada kulit yang dihubungkan dengan dermatitis iritan oleh karena penekanan nosiseptor, dan mungkin dapat menjadi pengobatan yang potensial untuk dermatitis kontak iritan.5 Garam strontium juga dilaporkan dapat menekan depolarisasi neural pada hewan, dan setelah dilakuan studi, garam ini berpotensi dalam mengurangi sensasi iritasi yang dihubungkan dengan DKI.5



16



5. Kationik Surfaktan Surfaktan kationik benzalklonium klorida yang iritatif dapat meringankan gejala dalam penatalaksanaan iritasi akibat anion kimia.5 6. Emolien Pelembab yang digunakan 3-4 kali sehari adalah tatalaksana yang sangat berguna.



Menggunakan



emolien



ketika



kulit



masih



lembab



dapat



meningkatkan efek emolien. Emolien dengan perbandingan lipofilik : hidrofilik yang tinggi diduga paling efektif karena dapat menghidrasi kulit lebih baik.5 7. Imunosupresi Oral Pada penatalaksanaan iritasi akut yang berat, glukokortikoid kerja singkat seperti prednisolon, dapat membantu mengurangi respon inflamasi jika dikombinasikan dengan kortikosteroid topikal dan emolien. Tetapi, tidak boleh digunakan untuk waktu yang lama karena efek sampingnya. Oleh karena itu, pada penyakit kronik, imunosupresan yang lain mungkin lebih berguna. Obat yang sering digunakan adalah siklosporin oral dan azadtrioprim.5 8. Fototerapi dan Radioterapi Superfisial Fototerapi telah berhasil digunakan untuk tatalaksana dermatitis kontak iritan, khususnya pada tangan. Modalitas yang tersedia adalah fototerapi photochemotherapy ultraviolet A (PUVA) dan ultraviolet B, dimana penyinaran dilakukan bersamaan dengan penggunaan fotosensitizer (soralen oral atau topical). Sedangkan radioterapi superfisial dengan sinar Grentz juga dapat digunakan untuk menangani dermatitis pada tangan yang kronis. Penalataksanaan ini jarang digunakan pada praktek terbaru, hal ini mungkin disebabkan oleh ketakutan terhadap kanker karena radioterapi.5



IX. PROGNOSIS Prognosisnya kurang baik jika bahan iritan penyebab dermatitis tersebut tidak dapat disingkirkan dengan sempurna.



17



BAB II



LAPORAN KASUS



2.1 Identitas Pasien Nama : Ny. WLJT Umur : 64 tahun Jenis kelamin : Perempuan Alamat : Jl. Dago no:28, RT 17/RW 07, Jakarta Timur Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Pendidikan : SMA Agama : Kristen Suku Bangsa : Chinese Status : Menikah



2.2 Anamnesis Autoanamnesis dilakukan tanggal 8 Maret 2018 di Poliklinik Kulit RSU UKI. 2.2.1 Keluhan Utama Bercak dan plak kemerahan pada kulit disertai rasa panas dan gatal. 2.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke poli kulit RS UKI, dengan keluhan plak kemerahan pada selasela jari disertai rasa panas dan gatal. Pasien mengaku sudah pernah mengalami gejala seperti ini semenjak 1 tahun yang lalu dan hilang timbul. Awalnya satu tahun yang lalu pasien mengganti sabun pencuci piring, pasien hanya merasakan keluhan panas dan gatal saja di sela-sela jari dan pasien sering menggaruknya sehingga sering terjadi luka. Pasien mengaku sembuh jika berobat ke puskesmas. Tetapi setelah itu jika pasien berkontak dengan sabun pencuci piring lagi keluhan tersebut muncul lagi dan keluhan menjadi bertambah berat.



2.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu Pasien tidak pernah menderita keluhan seperti ini sebelumnya. Tidak ada riwayat alergi terhadap makanan, obat-obatan, dan debu.



18



2.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada keluarga pasien yang menderita gejala yang sama seperti pasien.



2.3 Pemeriksaan Fisik 2.3.1 Status generalis Keadaan umum : tampak sakit ringan Kesadaran : compos mentis Tanda vital: • Tekanan darah : • Nadi : 86x/m • Suhu : 36,5ºC • Pernapasan : 19x/m Tinggi badan : 160 cm Berat badan : 65 Kg Kepala : Normocephali, rambut hitam, distribusi merata, tidak ada kelainan kulit Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, alis mata hitam Telinga : Normotia, tidak ada kelainan kulit Hidung : Normal, deviasi (-), sekret (-), tidak ada kelainan kulit Mulut : bibir tidak kering, caries dentis (-), faring hiperemis (-) Thoraks : dalam batas normal Abdomen : dalam batas normal. Ekstremitas atas : tidak ada edema, tidak sianosis, terdapat kelainan kulit (lihat status dermatologikus) Ekstremitas bawah : tidak ada edema, tidak sianosis, terdapat kelainan kulit (lihat status dermatologikus)



2.3.2 Status Dermatologis Distribusi : regional Ad Regio : interdigitalis dorso manus Efloresensi :



19



Pada regio interdigitalis 2,3,4 dorsum manus sinistra et dextra tampak plak eritema dengan penyebaran regional yang diatasnya terdapat skuama disertai erosi.



2.4 Pemeriksaan Penunjang Tidak ada pemeriksaan spesifik untuk mediagnosis dermatitis kontak iritan. Ruam kulit biasanya sembuh setelah bahan iritan dihilangkan. Terdapat beberapa tes yang dapat memberikan indikasi dari substansi yang berpotensi menyebabkan DKI. Tidak ada spesifik tes yang dapat memperlihatkan efek yang didapatkan dari setiap pasien jika terkena dengan bahan iritan. Dermatitis kontak iritan dalam beberapa kasus, biasanya merupakan hasil dari efek berbagai iritans tetapi



bisa dilakukan beberapa pemeriksaan untuk



menyingkirkan diagnosis lain. Seperti : 



Patch test digunakan untuk menientukan substansi yang menyebabkan kontak dermatitis dan digunakan untuk mendiagnosis DKA. Konsentrasi yang digunakan harus tepat. Jika terlalu sedikit, dapat memberikan hasil negatif palsu oleh karena tidak adanya reaksi. Dan jika terlalu tinggi dapat terinterpretasi sebagai alergi (positif palsu). Patch tes dilepas setelah 48 jam, hasilnya dilihat dan reaksi positif dicatat. Untuk pemeriksaan lebih lanjut, dan kemabali dilakukan pemeriksaan pada 48 jam berikutnya. Jika hasilnya didapatkan ruam kulit yang membaik, maka dapat didiagnosis sebagai DKI,1,7 Pemeriksaan patch tes digunakan untuk pasien kronis, dengan dermatitis kontak yang rekuren. 



Kultur Bakteri



Kultur bakteri dapat dilakukan pada kasus-kasus komplikasi infeksi sekunder bakteri.13 



Pemeriksaan KOH



Dapat dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui adanya mikology pada infeksi jamur superficial infeksi candida, pemeriksaan ini digunakan untuk menyingkirkan diagnosis banding dermatitis kontak iritan.13 



Pemeriksaan IgE



20



Peningkatan imunoglobulin E dapat menyokong adanya diathetis atopic atau riwayat atopi.13



2.5 Diagnosis Banding a. Dermatitis kontak iritan b. Dermatitis kontak alergi c. Scabies



2.6 Diagnosis Kerja dermatitis kontak iritan



2.7 Tatalaksana 2.7.1



Edukasi  Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakit dan informasi tentang penyakit yang di derita pasien  Mengindari pajanan bahan iritan serta menyingkirkan faktor yang memperberat.  Pemakaian alat pelindung diri yang adekuat bagi mereka yang bekerja dengan bahan iritan.



2.7.2 Medikamentosa a. Topikal •



Desoximetasone 0.05% zalf



b. Sistemik •



Anti histamin : cetirizine 10mg tab



c. Emollients (untuk memperbaiki sawar kulit)



2.8 Prognosis 



Quo Ad vitam : ad bonam







Quo Ad functionam : ad bonam



21







Quo Ad cosmeticam : ad bonam







Quo Ad sanationam : ad dubia BAB III



PEMBAHASAN



Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala klinik, dan pemeriksaan yang dilakukan. Dari anamnesis didapatkan bercak dan plak kemerahan disertai rasa panas dan gatal. Keluhan dirasakan lebih berat ketika berkontak langsung dengan sabun pencuci piring. Pasien mengaku pernah memiliki gejala yang sama seperti ini sekitar 1 tahun yang lalu, dan hilang timbul. Awalnya satu tahun yang lalu pasien mengganti sabun pencuci piring, pasien hanya merasakan keluhan panas dan gatal saja di sela-sela jari dan pasien sering menggaruknya sehingga sering terjadi luka. Pasien mengaku sembuh jika berobat ke puskesmas. Tetapi setelah itu jika pasien berkontak dengan sabun pencuci piring lagi keluhan tersebut muncul lagi dan keluhan menjadi bertambah berat. Pasien dapat didiagnosis menderita dermatitis kontak iritan kronik kumulatif, dimana hal ini sesuai dengan teori yang ada bahwa penyebab dermatitis jenis ini ialah pajanan yang bersifat iritan, misalnya bahan pelarut, detergen, minyak pelumas, asam, alkali, dan serbuk kayu. Kelainan kulit yang terjadi selain ditentukan oleh ukuran molekul,daya larut, konsentrasi bahan tersebut dan vehikulum. Terdapat juga factor lain, yaitu lama kontak, kekerapan (terus-menerus atau berulang), oklusi yang menyebabkan kulit lebih permiabel. Factor individu juga berpengaruh pada DKI, misalnya perbedaan ketebalan kulit di berbagai tempat menyebabkan perbedaan permeabelitas ( usia amak dibawah 8 tahun dan usia lanjut mudah teriritasi), ras (kulit hitam lebih tahan disbanding kulit putih; jenis kelamin (insiden DKI lebih banyak di derita oleh perempuan), penyakit kulit yang pernah atau sedang dialami (ambang rangsang terhadap bahan iritan menurun) misalnya pada dermatitis atopi. Dermatitis kronik kumulatif merupakan dermatitis yang paling sering terjadi, sebagai penyebabnya ialah kontak berulang dengan iritan lemah(misalnya detergen,sabun, pelarut, tanah, bahkan air.) dan gejala klasik dari dermatitis kontak iritan kronik kumulatif adalah berupa kulit kering, disertai eritema,



22



skuama, yang lambat laun kulit menjadi tebal (hyperkeratosis) dengan likenifikasi, yang difus. Dari status dermatologi pasien kita dapatkan bahwa terdapat lesi polimorf. Pada pemeriksaan dermatologis didapatkan, Pada regio interdigitalis 2,3,4 dorsum manus sinistra et dextra tampak plak eritema dengan penyebaran regional yang diatasnya terdapat skuama disertai erosi. Sesuai dengan teori yang ada, maka diduga pada pasien ini menderita dermatitis kontak iritan kronik kumulatif. Pada kasus ini dipikirkan juga diagnosis banding yaitu dermatitis kontak alergi dan scabies. Dermatitis kontak alergi merupakan penyakit kulit yang disebabkan karna berkontak dengan allergen. Mekanisme terjadinya kelainan kulit pada DKA mengikuti respon imun yang diperantarai oleh sel (cell-mediated immune respons) atau reaksi imunologik tipe IV, reaksi ini melibatkan dua fase yaitu fase sensitisasi dan fase elisitasi. Berikut perbedaan antara DKI dan DKA :



DKA Definisi



DKI



Suatu dermatitis ( peradangan Suatu dermatitis yang bisa kulit ) yang timbul pada terjadi pada semua orang, individu dengan kerentanan timbul setelah kontak dengan setelah



kontak



allergen



melalui



dengan paparan



zat



kimia



yang



proses bersifat iritan / korosif.



sensitisasi. Epidemiologi



1. Umur : dapat terjadi pada semua umur.



bisa



2. Distribusi : penderita Wanita



lebih



dibandingkan pria.



1. Umur : pada semua umur terjadi.



Tetapi



umumnya pada dewasa



banyak



yang sudah bekerja. 2. distribusi : frekuensi sama anatara pria dan wanita



Etiologi



Alergen atau sensitizer yang Iritan primer seperti asam dan umumnya



berupa



bahan basa



kuat,



serta



logam berat, kosmetik, bahan organic.Iritan perhiasan, jam tangan, karet, karena obat-obatan



(obat



detergen,



pelarut sekunder pelarut



kumur, organik, air terjadi karena



23



sulfa, penisilin).



paparan yang terus - menerus dan berulang.



Faktor



yang Berpengaruh besar lingkungan Lingkungan



mempengaruhi



yang



banyak



pekerjaan dengan lingkungan mengandung basa atau asam yang basah, tempat – tempat kuat lebih. lembab



atau



panas,



dan



pemakaian alat yang salah. Gejala



singkat Perjalanan penyakit termasuk Perjalanan penyakit termasuk



peyakit



keluhan utama dan keluhan keluhan utama dan keluhan tambahan.



Awalanya tambahan. Biasanya kelainan



kemerahan kontak,



pada



daerah kulit timbul beberapa saat



kemudian



timbul sesudah



kontak



pertama



eritema, papula, vesikel dan dengan kontaktan eksternal. penderita



selalu



mengeluh Penderita akan mengeluh rasa



gatal



panas, nyeri, ataupun gatal.



Pemeriksaan



Uji temple (patch test)



Uji tempel



penunjang



Uji gores (scratch test) Uji tusuk (prick test)



Pengobatan



Kortikosteroid dapat diberikan Kortikosteroid



topical,



dalam jangka pendek untuk misalnya hidrokortison, atau mengatasi peradangan pada kelainan yang kronis dapat DKA



akut



dengan



yang



ditandai diawali dengan kortikosteroid



eritema,



vesikel



atau



bula,



eksudatif,



serta



misalnya



prednisone Umumnya



edema, yang lebih kuat.



30mg/hari. kelainan



kulit



mereda setelah bebrapa hari.



Kemudian diagnosis banding lain adalah scabies. Pada scabies kelainan kulit



memang



menyerupai



dermatitis



dengan



ditemukannya



papul,



24



vesikel,utikaria, dan lain-lain, dan biasanya sering mengenai sela-sela jari tetapi diagnosis scabies baru bisa ditegakkan jika menemukan dua dari empat cardinal sign ini: a. Pruritus nocturna (gatal pada malam hari) karena aktifitas tungau lebih tinggi pada suhu yang lembab dan panas. Biasanya timbul pada fase-fase awal penyakit. b. Pada umumnya ditemukan pada sekelompok manusia, misalnya mengenai seluruh anggota keluarga. c. Adanya terowongan yang berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata panjang 1 cm, pada ujung timbul pustul dan ekskoriasi. Tempat predileksi biasanya daerah dengan stratum korneum tipis, yaitu sela-sela jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, aerola mammae, lipat glutea, umbilikus, bokong, genitalia eksterna, dan perut bagian bawah. d. Menemukan tungau merupakan hal yang paling diagnostik. Dapat ditemukan satu atau lebih stadium hidup tungau ini. Sehingga pada kasus ini diagnosis scabies bisa disingkirkan. Penatalaksanaan pada



kasus



DKI dapat



dilakukan baik



dengan non-



medikamentosa dan medikamentosa. Penatalaksanaan non medikamentosa yaitu dengan memberikan edukasi seperti menghindari pajanan bahan iritan yang menjadi penyebab, baik yang bersifat mekanik, fisis maupun kimiawi, serta menyingkirkan factor yang memperberat. Bila hal ini dapat dilaksanakan dengan sempurna, dan tidak terjadi komplikasi maka DKI tersebut akan sembuh tanpa pengobatan topical, mungkin cukup diberikan pelembab untuk memperbaiki sawar kulit. Apabila diperlukan, untuk mengatasi peradangan dapat diberikan kortikosteroid topical, misalnya hidrokortison, atau untuk kelainan yang kronis dapat diawali dengan kortikosteroid dengan potensi kuat. Pemakaian alat pelindung diri yang adekuat diperlukan bagi yang bekerja dengan bahan iritan, sebagai salah satu pencegahan. Prognosis dari dermatitis kontak yang di derita pasien pada umumnya baik jika bahan iritan dapat dihindari, sebaliknya bila bahan iritan yang menjadi penyebab



25



dermatitis tersebut tidak dapat disingkirkan dengan sempurna, maka prognosisnya kurang baik.



DAFTAR PUSTAKA



1. Wolff K, Lowel AG, Stephen IK, Barbara AG, Amy SP, David JL, editors. Fitzpatrick’s Dermatology in general medicine. 7th ed. New York: McGraw – Hill; 2008.p.396-401. 2. Chew AL and Howard IM, editors. Ten Genotypes Of Irritant Contact Dermatitis. In: Chew AL and Howard IM, editors. Irritant Dermatitis. Germany: Springer-Verlag Berlin Heidelberg; 2006.p.5-8 3. Buxton, Paul K. ABC Of Dermatology 4th ed. London: BMJ Books; 2003.p.19-21 4. Grawkrodjer, David J. Dermatology an Illustrated Colour Text Third Edit. British: Crurchill Livingstone.2002.p.30-1 5. Levin C, Basihir SJ, and Maibach HI, editors. Treatment Of Irritant Contact Dermatitis. In: : Chew AL and Howard IM, editors. Irritant Dermatitis. Germany: Springer-Verlag Berlin Heidelberg; 2006.p.461-5 6. Sularsito, S.A dan Suria Djuanda, editors. Dermatitis. In: Djuanda A, Mochtar H, Aisah S, editors. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2008.p.130-33. 7. Wolff C, Richard AJ, and Dick S, editors. Fitzpatrick’s Color Atlas & Synopsis Of Clinical Dermatology 5th ed. New York: McGraw – Hill; 2005. 8. Gould Dinah. Occupational Irritan Dermatitis in Healthcare Workers – Meeting the Challenge of Prevention.[Online] 2003 [cited 2011 January 9]:[5 screens]. Available from : URL:http://ssl-international.com 9. Grand



SS.



Allergic



Contact



Dermatitis



Versus



Irritant



Contact



Dermatitis.[Online].2008. [cited 2011 January 9]:[30 screens]. Available from: URL:http://wsiat.on.ca/english/mlo/allergic.htm 10. Wilkinson SM, and Beck MH. Rook’s Textbook Of Dermatology 7th ed. Australia: Blackwell Publishing. 2004.chapter 19.



26



11. Schnuch A and Berit CC, editors. Genetics And Individual Predispotitions in Contact Dermatitis. In: Johansen JD, Peter JF, Jean PL, editors. Contact Dermatitis 5th ed. New York: Springer. 2011.p.28-30 12. Rustenmeyer T, Ingrid MW, B.Mary E, Sue G, Rik JS, editors. In: Johansen JD, Peter JF, Jean PL, editors. Contact Dermatitis 5th ed. New York: Springer.2011.p.43-8. 13. Hogan D J. Contact Dermatitis, Irritant. [Online] 2009 [cited 2011 January 8]:[4



screens].



Available



from:



URL:



http://emedicine.medscape/



article/1049352-overview.htm 14. Anonim. Contact Dermatitis. [Online] 2009 [cited 2011 January 9]:[1 screen]. Available



from:



URL:



http://nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article



/000869..htm 15. Ale SI and Howard IM, editors. Irritant Contact Dermatitis Versus Allergic Contact Dermatitis. In: Chew AL and Howard IM, editors. Irritant Dermatitis. Germany: Springer-Verlag Berlin Heidelberg; 2006.p.11-6 16. Bourke J, Coulson I, and English J. Guidelines For The Managemen Of Contact Dermatitis: An Update. London: British Journal of Dermatology; 2008.p.946-54 17. Loffer H and Isaak E, editors. Primary Prevention Of Irritant Contact Dermatitis. In: : Chew AL and Howard IM, editors. Irritant Dermatitis. Germany: Springer-Verlag Berlin Heidelberg; 2006.p.401-6 18. Ngan Vanessa. Irritant Contact Dermatitis. [Online] 2010 [cited 2011 January 9]:[1 screen]. Available from: URL: http://darmnetnz.org/dermatitis/contactirritant.htm 19. Budimulja, Unandar. Dermatofitosis. In: Djuanda A, Mochtar H, Aisah S, editors. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2008.p.92-3.



27