14 0 213 KB
PENATALAKSANAAN DERMATITIS KONTAK IRITAN (DKI)
SOP
No. Dokumen No. Revisi Tanggal Terbit Halaman
: : : :
UPT PUSKESMAS JAGASATRU
1. Definisi
dr. Hj. Wasilah Dinijati, M.H. NIP.19710724 200604 2 011
Dermatisis kontak iritan (DKI) adalah reaksi peradangan kulit nonimunologik. Kerusakan kulit terjadi secara langsung tanpa didahului oleh proses sensitisasi. DKI dapat dialami oleh semua orang tanpa memandang usia, jenis kelamin, dan ras. Penyebab munculnya dermatitis jenis ini adalah bahan yang bersifat iritan, misalnya bahan pelarut, deterjen, minyak pelumas, asam, alkali, dan serbuk kayu yang biasanya berhubungan dengan pekerjaan.
2. Tujuan
Sebagai
pedoman
kerja
bagi
petugas
medis/paramedis
dalam
melaksanakan pemeriksaan di fasilitas pelayanan kesehatan primer khususnya dalam penatalaksanaan dermatitis kontak iritan (DKI) 3. Kebijakan
SK Kepala Puskesmas No.
4. Referensi
1. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer. Edisi 1. Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia. Jakarta. 2017. 2. Panduan Praktik Klinis UPT Puskesmas Jagasatru. Cirebon. 2017
5. Alat-alat 6. Prosedur
1. Petugas menerima pasien dengan ramah 2. Petugas melakukan anamnesa Keluhan di kulit dapat beragam, tergantung pada sifat iritan. Iritan kuat memberikan gejala akut, sedangkan iritan lemah memberikan gejala kronis. Gejala yang umum dikeluhkan adalah perasaan gatal dan timbulnya bercak kemerahan pada daerah yang terkena kontak bahan iritan. Kadang-kadang diikuti oleh rasa pedih, panas, dan terbakar. 3. Petugas mencuci tangan 4. Petugas melakukan pemeriksaan fisik Tanda yang dapat diobservasi sama seperti dermatitis pada umumnya, tergantung pada kondisi akut atau kronis. Selengkapnya dapat dilihat pada bagian klasifikasi. 5. Pada dermatitis kontak iritan (DKI) apabila diagnosis ditegakkan, ditatalaksana dengan: a. Topikal (2 kali sehari)
Pelembab krim hidrofilik urea 10%.
Kortikosteroid: Desonid krim 0,05% (catatan: bila tidak tersedia dapat digunakan Fluosinolon asetonid krim 0,025%).
Pada kasus dengan manifestasi klinis likenifikasi dan hiperpigmentasi,
dapat
diberikan
golongan
Betametason valerat krim 0,1% atau Mometason furoat krim 0,1%).
Pada kasus infeksi sekunder, perlu dipertimbangkan pemberian antibiotik topikal.
b. Oral sistemik
Antihistamin hidroksisin 2 x 25 mg per hari selama maksimal 2 minggu, atau
Loratadin 1x10 mg per hari selama maksimal 2 minggu.
c. Pasien perlu mengidentifikasi faktor risiko, menghindari bahanbahan yang bersifat iritan, baik yang bersifat kimia, mekanis, dan fisis, memakai sabun dengan pH netral dan mengandung pelembab, serta memakai alat pelindung diri untuk menghindari kontak iritan saat bekerja. 6. Petugas melakukan konseling dan edukasi a. Konseling
untuk
menghindari
bahan
iritan
di
rumah
saat
mengerjakan pekerjaan rumah tangga. b. Edukasi menggunakan alat pelindung diri seperti sarung tangan dan sepatu boot. c. Memodifikasi lingkungan tempat bekerja. 7. Bagan Alir Menerima pasien
Anamnesa
Cuci tangan
Pemeriksaan fisik
Penegakkan diagnosis
Tatalaksana : 1. Topikal 2x sehari 2. Oral sistemik 8. Unit terkait
Cuci tangan
Instalasi Gawat Darurat di fasilitas pelayanan kesehatan primer, Unit Kesehatan Pelayanan