Desain Strategi Pengembangan Agroindustri Sagu Berbasis Rantai Nilai Di Kabupaten Kepulauan Meranti [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

DESAIN STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI SAGU BERBASIS RANTAI NILAI DI KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI Gusti Randy Pratama, Hartrisari Hardjomidjojo, Ade Iskandar, Thahja Muhandri ABSTRACT



PENDAHULUAN Pohon sagu (Metroxylon sagu Rottb.) dari tanaman liar atau semi liar, sekarang menjadi tanaman komersial yang penting sebagai sumber makanan pokok dan sumber penting sebagai bahan baku pada industri pangan dan non pangan (Karim et al., 2008). Tiga negara produsen sagu terbesar didunia yaitu Indonesia, Malaysia dan Papua Nugini, yang mana pohon sagu ditanam secara komersial untuk produksi pati sagu dan juga dikonversi menjadi makanan hewan atau etanol (Singhal et al., 2008). Pohon sagu berfungsi sebagai tanaman ketahanan pangan yang dapat dipanen dalam jangka waktu yang lama, dan sebagai sumber penghasilan di banyak negara di mana pohon sagu tersebut tumbuh, sehingga berkontribusi terhadap ketahanan pangan rumah tangga dan pengentasan kemiskinan (FAO 2013). Nilai sumber daya makanan yang kurang dimanfaatkan seperti sagu, harus dikenali sepenuhnya, dan pemanfaatannya yang efektif dan berkelanjutan untuk dipromosikan sehingga dapat meningkatkan ketersediaan sumber pangan produksi lokal di negara-negara yang sagu dihasilkan (FAO 2013). Industri berbasis pati umumnya berasal dari sereal (jagung, gandum, beras, sorgum), umbi (kentang, ubi jalar), akar (singkong), dan kacang polong (Karim et al., 2008). Pati Sagu satu-satunya contoh pati komersial yang berasal dari sumber lain yakni dari batang pohon (Karim et al., 2008). Pohon sagu dapat menghasilkan 25 ton pati sagu per hektar per tahun, lebih tinggi dari padi (6 ton), jagung (5,5 ton) dan gandum (5 ton) (Ishizaki 2009; Metaragakusuma et al., 2017). Pati sagu yang diekstrak dari batang pohon sagu, menawarkan potensi yang cukup besar sebagai bahan baku pada industri pengolahan skala kecil, menengah maupun besar, yang diproduksi ke dalam rangkaian produk yang beragam, dan juga untuk produksi etanol dari pemanfaatan residu dan limbah (FAO 2013). Di Asia Tenggara khususnya, pati sagu telah digunakan untuk memasak berbagai jenis hidangan seperti jeli, puding, sup, mie, biskuit dan sagu mutiara (Karim et al., 2008). Pati sagu sebagai sumber makanan berbasis tepung dan produk lain yang tak terhitung jumlahnya dari nilai komersial yang signifikan seperti pati modifikasi, asam laktat, siklodekstrin, dan etanol (Singhal et al., 2008). Kabupaten Kepulauan Meranti merupakan penghasil pati sagu terbesar di Indonesia. Jumlah produksi pati sagu kering pada tahun 2015 mencapai 348.879 ton (DITJENBUN 2016). Penelitian ini mengambil studi kasus di Kabupaten Kepulauan Meranti untuk melihat bagaimana diversifikasi produk, siapa aktor dan bagaimana interaksi antara aktor dalam rantai nilai agroindustri sagu yang sudah berlangsung saat ini. Belum ada literatur terkait yang membahas rantai nilai agroindustri sagu di Indonesia, khususnya di lokasi studi. Tujuan penelitian ini yaitu (1) memetakan rantai nilai agroindustri sagu untuk memahami bagaimana sagu saat ini diproduksi, diubah dan didistribusikan ke pengguna akhir di wilayah tersebut dan siapa saja aktor yang terlibat didalamnya, (2) mengidentifikasi nilai tambah yang dihasilkan oleh setiap aktor yang terlibat didalam rantai nilai untuk mengetahui siapa aktor yang kuat dan lemah didalam rantai dan (3) mengidentifikasi peluang serta



tantangan yang dihadapi sepanjang rantai nilai sehingga dapat merumuskan strategi pengembangan apa yang dapat dilakukan. Untuk menjawab tujuan pertama, penelitian ini menggunakan pendekatan rantai nilai. Analisis Rantai Nilai berusaha untuk mengidentifikasi berbagai tahapan dan aktor yang terlibat didalam rantai nilai dan mengevaluasi kinerjanya (Jaligot et al., 2016). Pada tujuan kedua menggunakan model hayami untuk bisa mengidentifikasi nilai tambah pada aktor rantai. Pada tujuan ketiga, menggunakan analisis SWOT untuk menentukan strategi pengembangan. METODE PENELITIAN Jenis Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian mencakup dua jenis data, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui survei pada aktor yang terlibat didalam rantai nilai agroindustri sagu. Disamping pengumpulan data primer, penelitian ini juga mengumpulkan data sekunder seperti laporan tahunan dari dinas pemerintah, pelaku agroindustri sagu dan jurnal-jurnal ilmiah. Teknik Pengambilan Sampling Pada pengumpulan data primer, dilakukan dengan metode survei dengan cara wawancara semi struktur kepada aktor rantai nilai agroindustri sagu yang dijadikan responden dalam penelitian ini. Pemilihan responden menggunakan teknik snowball sampling yaitu salah satu metode dalam pengambilan sampel dari suatu populasi yang mana sampel diperoleh melalui proses bergulir dari satu responden ke responden lainnya. Jumlah responden yang berhasil diwawancarai dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1 Jumlah Responden Aktivitas Produsen Sagu



Aktor Petani PT. NSP Pengumpulan Pengumpul Pengolahan Hulu Kilang Sagu Kering Kilang Sagu Basah Pengolahan Hilir Pabrik Mie Sohun Home Industry Distribusi Koperasi Harmonis Agen Distributor Total Responden



Jumlah 21 1 3 8 8 3 3 1 1 49



Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2017 sampai dengan Agustus 2017. HASIL DAN PEMBAHASAN Peta Rantai Nilai



Terdapat berbagai produk olahan sagu yang dihasilkan oleh pelaku rantai nilai agroindustri sagu di Kepulauan Meranti antara lain pati sagu kering/basah, mie sohun, tepung hunkwe, mie sagu, sagu rendang, sagu lemak, kue sagu dan produk olahan makanan tradisional lainnya. Jumlah produksi yang paling besar antara produk-produk olahan tersebut adalah pati sagu kering. Pati sagu kering merupakan produk yang dihasilkan dari batang pohon sagu dengan melalui berbagai tahap proses produksi, namun produk ini masih tergolong produk setengah jadi (intermediate product) yang perlu proses lebih lanjut untuk menjadi produk akhir. Pasar Ekspor Jepang dan Malaysia mendatangkan 2.161 ton pati sagu kering dari Kepulauan Meranti pada tahun 2016 melalui PT. National Sago Prima (NSP) yang merupakan pelaku pertama industri pengolahan sagu moderen di Indonesia. Produk olahan sagu lainnya yang diekspor dari Kepulauan Meranti yakni pati sagu basah. Malaysia mendatangkan rata-rata 1.000 ton pati sagu basah setiap bulannya melalui PT. Saweri Gading yang merupakan distributor pati sagu kering dan basah yang ada di Kepulauan Meranti. Pasar Domestik Cirebon mendatangkan 53.074 ton pati sagu kering dari Kepulauan Meranti pada tahun 2016 melalui Koperasi Harmonis yang merupakan distributor pati sagu kering dan juga merupakan asosiasi perkumpulan pemilik kilang sagu kering yang ada di Kepulauan Meranti. Jumlah pengiriman pati sagu kering ke Cirebon ini lebih besar dari pada jumlah yang dikirim untuk pasar ekspor, dikarenakan pati sagu kering yang dikirim ke Cirebon ini utamanya dari kilang sagu rakyat yang masih menggunakan teknologi sederhana dalam proses pengolahannya dan juga belum adanya manajemen mutu dalam produk yang dihasilkan, sehingga pati sagu yang dihasilkan belum memenuhi standar ekspor. Alasan lain, Cirebon merupakan sentra pelabuhan yang strategis di Pulau Jawa. Selain ke Cirebon, kilang sagu kering yang tidak tergabung didalam koperasi juga menjual pati sagu keringnya untuk konsumen lokal Kepulauan Meranti namun dalam jumlah yang sedikit tidak mencapai 10 persen dari total produksi. Selain pati sagu kering, produk olehan sagu lainnya seperti pati sagu basah dipasarkan untuk kebutuhan lokal terutama sebagai bahan baku industri hilir berbahan baku sagu yang ada di Kepulauan Meranti, seperti industri mie sohun, tepung hunkwe, mie sagu, sagu rendang dan aneka produk olahan tradisional lainnya. Pati sagu basah ini bisa dibeli langsung ke kilang sagu atau di pasar tradisional. Aktivitas dan Aktor Rantai Nilai Ada berbagai aktivitas dan aktor yang terlibat di dalam rantai nilai agroindustri sagu yang ada di Kepulauan Meranti. Rangkuman dari aktivitas utama, kinerja antar aktor dan hubungan antar aktor akan dijelaskan pada bagian berikut : Produsen Terdapat dua jenis aktor sebagai produsen sagu yang ada di Kepulauan meranti yaitu petani sagu rakyat dan PT. NSP yang memiliki perkebunan sagu. Jumlah petani sagu yang ada di Kepuluan Meranti sebanyak 7.484 petani. Aktivitas petani sagu tersebut bermula dari penanaman hingga pemanenan. Perolehan bibit sagu biasanya petani mendapatkan dari supplier bibit ataupun dari bantuan pemerintah Kepulauan Meranti. Masa panen pohon sagu terbilang cukup lama yakni berkisar 10 sampai 12 tahun. Setelah pohon sagu siap panen



petani biasa menjual batang sagunya ke pengumpul atau ke kilang sagu. Petani yang menjual pohon sagunya ke pengumpul, harganya lebih murah dibandingkan menjualnya langsung ke kilang sagu. Bila petani menjual pohon sagunya ke pengumpul, 1 batang pohonnya dihargai Rp 200.000, namun bila menjualnya langsung ke kilang sagu bisa mencapai Rp 400.000. 1 batang pohon sagu rata-rata bisa mendapatkan 10 tual. Tual yaitu batang pohon sagu yang sudah dipotong dengan panjang berkisar 1 meter dan berat 100 Kg. Petani yang melakukan pemanenan sendiri, biasanya mengangkat buruh tani untuk membantu dalam hal pengiriman tual-tual sagu ke kilang sagu. Upah buruh tani yang dibayar oleh petani berkisar Rp 10.000 – 12.000 per tual dari kebun sampai ke lokasi kilang sagu. Produsen sagu PT NSP memiliki kebun sagu sendiri dengan luas 20.200 Ha dan mengirimkan batang sagunya ke kilang sagu milik PT NSP itu sendiri. Pohon sagu yang ditanam PT NSP dengan cara monokultur dan perawatan khusus dengan penambahan pestisida dan pupuk. Pengumpulan Pengumpulan yakni aktivitas mengumpulkan tual sagu untuk dikirim ke lokasi kilang sagu. Aktor yang terlibat didalam aktivitas pengumpulan ini yaitu pengumpul. Aktivitas pengumpul ini bermula dari membeli batang pohon sagu yang sudah siap panen dari petani untuk kemudian ditebang dan dijual ke kilang sagu. Pengumpul bisa menjual tual sagunya ke kilang sagu kering ataupun kilang sagu basah. Proses pengiriman tual sagu menggunakan jalur sungai dengan tual-tual sagu diikat menggunakan tali dan disusun seperti rakit. 1 tual yang dijual pengumpul ke kilang sagu dihargai Rp 35.000 – 45.000 tergantung dari kualitas tual sagu tersebut. Kualitas tual dilihat dari usia panen pohon sagu, ukuran tual dan cacat tidaknya tual sagu yang biasanya diakibatkan dari proses pengiriman. Pengolahan Hulu Tual sagu yang sudah sampai dilokasi kilang sagu, proses selanjutnya akan diolah menjadi pati sagu. Terdapat dua aktor rantai nilai yang terlibat pada aktivitas pengolahan hulu ini, yakni kilang sagu kering dan kilang sagu basah. Kabupaten Kepuluan Meranti memiliki 73 unit kilang sagu kering dan 22 unit kilang sagu basah yang sudah beroperasi dengan total kapasitas produksi seluruhnya mencapai 171.429 ton pati sagu per tahun. 1 tual sagu yang diolah di kilang sagu bisa menghasilkan berkisar 35 kg pati sagu basah dan 18 kg pati sagu kering. Proses pengolahan pati sagu tersebut diawali dengan pengupasan kulit, pembelahan, pemarutan, pemisahan, pengendapan, pencucian dan pengeringan. Teknologi pengolahan pati sagu yang dimiliki kilang-kilang sagu pada umumnya masih menggunakan teknologi yang sederhana dan proses pengeringan pati sagu dengan sinar matahari. Sebagian kecil kilang sagu yang sudah menggunakan oven dryer dalam proses pengeringannya. Pati sagu kering yang dihasilkan oleh kilang sagu dijual dengan harga berkisar Rp 5.000 per kg, sedangkan pati sagu basah berkisar Rp 1.800 per kgnya. Rata-rata kilang sagu kering mampu memproduksi 180 ton pati sagu setiap bulannya, sedangkan rata-rata produksi pati sagu basah berkisar 30 ton setiap bulannya oleh kilang sagu basah. Pengolahan Hilir Pati sagu basah yang dihasilkan oleh kilang sagu digunakan sebagai bahan baku pada industri-industri hilir yang ada di kepulauan Meranti. Terdapat 4 pabrik pembuatan mie



sohun dan tepung hunkwe yang ada di Kepulauan Meranti dengan rata-rata produksi setiap bulannya 9 ton untuk mie sohun dan 6 ton untuk tepung hunkwe. Hasil produksi mie sohun dan tepung hunkwe tersebut didistribusikan ke Selat Panjang dan Pekanbaru. Terdapat industri skala rumahan atau home industry yang menggunakan pati sagu basah sebagai bahan baku utama untuk diolah menjadi produk makanan tradisional khas kepulauan Meranti seperti mie sagu, sagu rendang dan sagu lemak, namun jumlah produksi yang masih sedikit. Rata-rata produksi mie sagu dari home industry sebanyak 2 ton setiap bulannya. Jumlah pelaku home industry yang menghasilkan berbagai produk turunan sagu sebanyak 111 pelaku usaha. Distribusi Aktor yang terlibat dalam aktivitas distribusi pada rantai nilai agroindustri sagu yaitu Koperasi Harmonis, PT Saweri Gading dan distributor perorangan. Aktivitas distribusi meliputi pengumpulan dan pengiriman. Terdapat 43 kilang sagu kering yang tergabung didalam Koperasi Harmonis. Peran koperasi ini mengumpulkan hasil produksi dari 43 kilang sagu anggota koperasi tersebut lalu mengirimkannya ke Cirebon melalui jalur laut. Pada tahun 2016 Koperasi Harmonis mengirimkan 53.074 ton pati sagu kering ke Cirebon. Selain ke Cirebon, pati sagu kering juga didistribusikan ke Malaysia melalui PT. Saweri Gading namun dalam jumlah yang sedikit. Pada tahun 2016 PT Saweri gading hanya mengirim 200 ton pati sagu kering ke Malaysia. Produk olahan sagu utama yang didistribusikan oleh PT Saweri Gading yakni pati sagu basah. Setiap bulan rata-rata 1.000 ton pati sagu basah didistribusikan ke Malaysia terutama sebagai bahan baku industri hilir di negara tersebut. Pati sagu basah dikumpulkan oleh PT Saweri Gading melalui 14 kilang sagu basah yang berada di Desa Sungai Tohor, Kepulauan Meranti. Produsen



Pengumpulan



Pengolahan Hulu



Pengolahan Hilir



Distribusi



Produk



Ekspor : Jepang, Malaysia



Kilang Rakyat N = 73



Kilang Sagu Kering



Kilang Sagu Basah N = 22



Pengumpul



Kebun Sagu Rakyat N = 7.484 Petani



Perkebunan PT. NSP



PT NSP



Koperasi Harmonis



Pati Sagu Kering Domestik: Cirebon



Agen/ Distributor



PT. Saweri Gading Pabrik Sohun N=4 Home Industry N = 111



Pati Sagu Basah



Ekspor: Malaysia



Mie Sohun Tepung Hunkwe Makanan Tradisional : Mie Sagu, Sagu Rendang, Sagu Lemak, Kue



Gambar 1 Peta Rantai Nilai Agroindustri Sagu



Identifikasi Nilai Tambah



Pasar



Domestik: Pekanbaru, Selat Panjang



Identifikasi nilai tambah disepanjang rantai nilai agroindustri sagu dilakukan untuk mengetahui aktor yang paling berpengaruh didalam rantai nilai dan memiliki keuntungan terbesar. Terdapat 3 rantai nilai utama pada agroindustri sagu di Kepulauan Meranti yaitu rantai nilai pati sagu kering, pati sagu basah dan produk hilir. Identifikasi rantai nilai ini menggunakan tabel matrik untuk melihat seberapa besar nilai tambah yang dihasilkan. Pada tabel 1 menjelaskan nilai tambah pada setiap aktor yang terlibat didalam rantai nilai pati sagu kering. Rantai nilai ini merupakan rantai nilai utama dalam agroindustri sagu di Kepulauan Meranti dan berkontribusi paling besar didalam rantai nilai agroindustri sagu secara keseluruhan. Dapat dilihat pada tabel 1 aktor kilang sagu kering mendapatkan nilai tambah tertinggi dibandingkan aktor lainnya. Rendemen pengolahan tual menjadi pati sagu kering berkisar 18 persen. Tabel Nilai Tambah Rantai Nilai Pati Sagu Kering



Petani



Batang Sagu



1.000



200



200.000



Nilai Tambah (Rp) 200.000



Pengumpul



Tual



1.000



400



400.000



200.000



Kilang Sagu Kering



Pati Sagu Kering



180



5.000



900.000



500.000



Koperasi Harmonis



Pati Sagu Kering



180



5.500



990.000



90.000



Aktor



Komoditas/Produk



Berat (Kg)



Harga / Kg (Rp)



Total Harga (Rp)



Pada tabel 2 menjelaskan nilai tambah pada rantai nilai pati sagu basah. Identifikasi nilai tambah pada rantai nilai ini menjelaskan aktor PT Saweri Gading yang perannya didalam rantai nilai sebagai distributor pati sagu basah ke Malaysia memperoleh nilai tambah tertinggi dibandingkan aktor kilang sagu basah sendiri yang mana PT Saweri Gading mengumpulkan pati sagu dari kilang tersebut, sedangkan nilai tambah yang diperoleh kilang sagu basah dan pengumpul hanya selisih Rp 30.000. Tabel Nilai Tambah Rantai Nilai Pati Sagu Basah



Petani



Batang Sagu



1.000



200



200.000



Nilai Tambah (Rp) 200.000



Pengumpul



Tual



1.000



400



400.000



200.000



Kilang Sagu Basah



Pati Sagu Basah



350



1.800



630.000



230.000



PT Saweri Gading



Pati Sagu Basah



315



3.800



1.197.000



567.000



Aktor



Komoditas/Produk



Berat (Kg)



Harga / Kg (Rp)



Total Harga (Rp)



Pada tabel 3 identifikasi nilai tambah dilakukan pada rantai nilai produk hilir. Rantai nilai produk hilir ini masih tergolong kecil, tidak mencapai 10 persen dari kapasitas produksi pati sagu yang dihasilkan kilang sagu basah maupun kering. Aktor home industry memiliki keuntungan yang paling tinggi didalam skema rantai nilai ini dibandingkan aktor didalam rantai nilai lainnya, namun sayangnya jumlah produk yang dihasilkan masih sedikit, sedangkan aktor pabrik sohun menduduki peringkat kedua nilai tambah tertinggi setelah aktor home industry.



Tabel Nilai Tambah Rantai Nilai Produk Hilir Aktor



Komoditas/Produk



Petani



Batang Sagu



Pengumpul



Tual



Kilang Sagu Basah



Pati Sagu Basah



Pabrik Sohun



Mie Sohun



Home Industry



Berat (Kg) 1.000



Harga / Kg (Rp) 200



Total Harga (Rp) 200.000



Nilai Tambah (Rp) 200.000



1.000



400



400.000



200.000



350



1.800



630.000



430.000



70



15.000



1.050.000



420.000



Tepun Hunkwe



175



7.000



1.225.000



595.000



Mie Sagu



280



7.000



1.960.000



1.330.000



Sagu Rendang



280



12.000



3.360.000



2.730.000



Namun identifikasi nilai tambah ditiap aktor rantai nilai agroindustri sagu, belum merepresentasikan nilai tambah sesungguhnya, kerena belum menghitung faktor-faktor dalam proses produksi seperti biaya produksi dan upah pekerja. Satuan satu batang pohon sagu menjadi perhitungan yang disamakan disepanjang identifikasi nilai tambah rantai nilai untuk memudahkan dalam melihat besaran keuntungan yang didapatkan setiap aktor dalam rantai nilai tersebut. Strategi Pengembangan Rantai Nilai



Kelemahan



Kekuatan



Sebelum menentukan strategi pengembangan yang akan dilakukan untuk meningkatkan kinerja rantai nilai agroindustri sagu di kepulauan meranti, terlebih dahulu mengidentifikasi faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi setiap aktivitas didalam rantai nial agroindustri sagu. Identifikasi faktor internal dan eksternal ini menggunakan analisis SWOT. Pada gambar 1 menjelaskan analisis SWOT dalam matrik rantai nilai agroindustri sagu.



Ancaman



Peluang



Aktifitas



Kondisi tanah yang cocok, Kearifan lokal. Rentan terjadi kebakaran, Masa panen, akses pasar, akses modal



Lahan sagu petani yang luas, akses pasar Penanganan material yang lemah



Produsen Meningkatnya agroindustri sagu



Pengumpulan Meningkatnya agroindustri sagu



Alih fungsi lahan, hama tanaman



Keengganan petani menjual ke pengumpul



Gambar Matrik SWOT



Pasokan bahan baku



Nilai tambah yang tinggi, pasokan bahan baku



Teknologi pengolahan sederhana, ketersediaan air bersih, kualitas belum standar, pengolahan limbah, akses pasar dan modal Pengolahan Hulu Permintaan pati sagu dalam dan luar negeri



Teknologi pengolahan sederhana, akses pasar dan modal, produksi yang stabil Pengolahan Hilir Permintaan produk hilir, pemanfaatan limbah sagu Hadirnya pesaing luar daerah



Limbah hasil pengolahan, hadirnya pesaing luar daerah, harga jual ditentukan distributor/pasar



Posisi wilayah strategis, Akses pasar Ketersediaan kapal, pelabuhan bongkar muat



Distribusi Ekspor



Pasokan dari luar daerah, Penyusutan pati sagu



Strategi pengembangan