Destiny Turama UTS LITERASI [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN KEMAJUAN Anda telah mengeksplorasi topik lintas mata pelajaran selama beberapa pertemuan. Tentu anda telah mengenal dan memahami lebih rinci apa itu literasi dasar, bagaimana pelaksanaan di lapangan, strategi dan media yang cocok untuk pengembangan kegiatan literasi. Kali ini, cobalah untuk menulis laporan kemajuan belajar yang berisi pengalaman belajar anda beberapa pertemuan ini. Anda dapat menulis dengan konten sebagai berikut. 1. Apa yang anda ketahui sebelumnya tentang literasi 2. Apa yang anda ketahui tentang literasi setelah mengikuti perkuliahan 3. Kegiatan literasi yang anda temukan di lapangan 4. Refleksi anda terkait perkuliahan literasi Anda diperkenankan membaca artikel ilmiah atau sumber referensi lain yang mendukung proses penulisan saudara. Format penulisan: 1. Judul laporan kemajuan 2. Laporan kemajuan ditulis sepanjang 9-10 halaman. 3. Laporan diketik dengan font arial, 12 pt, spasi 1,5, batas atas dan bawah pengetikan 3 cm, batas kiri 4 cm, dan batas kanan 3 cm, serta ukuran kertas a4. 4. Laporan kemajuan disertai dengan sumber lain yang dicantumkan dalam daftar pustaka.



1. Apa yang anda ketahui sebelumnya tentang literasi? Literasi yang saya ketahui sebelumnya adalah kegiatan membaca, memahami bacaan, berbagi pengetahuan yang telah dibaca kepada orang lain. Selain itu literasi yang saya kenal saat mengamati komunitas literasi adalah mereka saling berdiskusi mengenai suatu masalah yang ada, dan mereka belajar berbicara sesuai dengan pengalaman membacanya. 2. Apa yang anda ketahui tentang literasi setelah mengikuti perkuliahan Mungkin bagi sebagian besar orang terkhusus di indonesia ini, yang dinamakan membaca adalah melihat teks, akan tetapi membaca itu ternyata memiliki arti dan makna yang luas, perlu kita sadari bahwa literasi itu terjadi secara sengaja dan tidak sengaja. Secara sengaja jika direncanakan dan tidak sengaja ketika seseorang tidak memiliki rencana dan tidak disadari. Karena di dunia pendidikan indonesia juga yang sebelum-sebelumnya menilai kemampuan anak itu berdasarkan nilai hasil akhir pembelajaran di rapor, maka definisi membaca menjadi terkesan kecil dan



sempit



maknanya.



Kita



harus



memahami



bahwa



mereka



membicarakan sesuatu dari hasil apa yang dia dengar dan dia saksikan adalah mereka sedang membicarakan pengetahua baru hasil dari literasi yang tidak sengaja mereka dapatkan. Setelah mempelajari mata kuliah ini, saya mengetahui bahwa Literasi lintas mata pelajaran adalah alat yang digunakan guru untuk membantu peserta didik mencapai tujuan belajar. untuk menuntun peserta didik mencapai tujuan pembelajarannya, disinilah kita harus melatih diri kita sebagai seorang guru dan juga melatih peserta didik untuk bisa berfikir lebih luas. suatu materi belajar itu pasti berhubungan dengan ilmu-ilmu lain, contohnya dari Biologi, dapat menjelajah ke materi belajar lainnya, hal tersebut adalah gambaran literasi lintas mata pelajaran. di pembelajaran paradigma baru



ini,



yang



membebaskan



peserta



didik



untuk



bereskplorasi



dan



bereksperimen adalah suatu langkah yang amat baik bagi dunia pendidikan agar kita tahu seperti apa dan bagaimana karakter yang sedang kita kuatkan pada diri mereka masing-masing. Proyek lintas mata pelajaran memberikan kesempatan kepada peserta didik



untuk



menerapkan



pengetahuan



yang



didapatnya



dalam



menyelesaikan permasalahan di lingkungannya. Proses persiapan, perancangan, pelaksanaan, dan evaluasi proyek merupakan strategi penguatan literasi yang melatih kemampuan peserta didik untuk menemukenali permasalahan di lingkungannya, merumuskan pertanyaan, merancang organisasi dan langkah-langkah pengerjaan proyek, dan melakukan evaluasi serta melakukan refleksi proses pengerjaan proyek. Dahulu literasi mungkin hanya berfokus pada kemampuan membaca dan menulis, sejalan dengan perkembangan konsep literasi yang terjadi, tujuan literasi pun mengalami perubahan, Abidin (2015) menyatakan bahwa pembelajaran literasi ditujuakan agar peserta didik mampu menguasai dimensi bahasa dan dmensi kognitif literasi yang mencakup proses oemahaman, membaca, menulis, dan konsep analisis wacana tertulis. Dengan demikian jelaslah bahwa kemampuan literasi tidak terbatas pada kemampuan kofnitif, melaikan kemampuan yang bersifat lebih kompleks karena mencakup aspek sosial, aspek kebahasaan, dan aspek psikologis. Tujuan dari pembelajaran di disiplin ilmu atau mata pelajaran apapun adalah menghasilkan peserta didik yang bijaksana dan berpengetahuan luas; oleh karena itu, strategi literasi harus digunakan di semua disiplin ilmu untuk memastikan bahwa peserta didik memiliki kesempatan untuk belajar dengan cara yang efektif.



Literasi lintas mata pelajaran ini membawa manfaat yang besar, karena mengutamakan kemampuan untukmendengarkan, berbicara, membaca, menulis, dan melihat untuk mendaoatkan infosmasi dalam disiplin tertentu. Menurut Pahl dan Roswell (2005). Ada 7 karakteristik dalam menerapkan strategi literasi yang dapat mengemabangkan kemampuan metakognitif, yaitu: 1. Memantau



proses



pemahaman



teks



pada



tiga



tahap



dalam



pembelajaran (sebelum, ketika, dan setelah membaca) 2. Menggunakan teks multimoda selama pembelajaran 3. Memberikan instruksi yang jelas dan eksplisit dengan modelling. 4. Menggunakan alat bantu berupa grafis. 5. Mengembangkana respon terhadap berbagai jenis pertanyaan. 6. Membuat pertanyaan. 7. Melakukan analisis, evaluasi dan refleksi terhadap teks. Dengan menilik ketujuh karakteristik pembelajaran di atas, maka dapat disimpulkan bahwa strategi literasi dapat diterapkan di berbagai model pembelajaran, baik pembelajaran kooperatif, berbasis teks, berbasis projek, berbasis masalah, inquiry, discovery, dan saintifik sesuai dengan karakteristik mata pelajaran dan kompetensi yang akan dicapai dalam pembelajaran tersebut.



Penerapan strategi literasi mencerminkan



pembelajaran kontruktivis. Pembelajaran literasi sangat berpengaruh dalam dunia pendidikan, bahkan Indonesia menerapkan Asesmen Nasional sejak tahun 2021. Salah satu komponen dari Asesmen Nasional adalah Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) yang mengukur kompetensi literasi dan numerasi. AKM mengukur kompetensi mendasar yang diperlukan setiap individu agar dapat hidup secara produktif di masyarakat. AKM tidak berbasis mata pelajaran, namun memotret kompetensi mendasar yang diperlukan untuk berhasil pada



berbagai mata pelajaran. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan literasi dalam AKM adalah literasi membaca. Berdasarkan dokumen-dokumen tentang AKM, literasi membaca, dimaknai sebagai “kemampuan untuk memahami, menggunakan, mengevaluasi, merefleksikan berbagai jenis teks untuk menyelesaikan masalah dan mengembangkan kapasitas individu sebagai warga Indonesia dan warga dunia agar dapat berkontribusi secara produktif kepada masyarakat.” Hasil AKM diharapkan dapat dimanfaatkan oleh guru berbagai mata pelajaran untuk menyusun strategi pembelajaran yang efektif sesuai dengan tingkat kompetensi peserta didik. Soal-soal AKM dirancang sedemikian rupa untuk menunjukkan bahwa kompetensi literasi diperlukan di semua disiplin ilmu dan mata pelajaran. Ada dua jenis teks yang berbeda, yakni teks fiksi dan teks informasi. Selain itu, konteks yang digunakan dalam kedua jenis teks tersebut adalah personal, sosial budaya, dan saintifik. Tidak kalah pentingnya adalah 3 (tiga) tingkat proses kognitif, yakni menemukan informasi, melakukan interpretasi dan integrasi, dan melakukan evaluasi dan refleksi terhadap teks yang dibaca. Saya mengutip kembali dari Learning Management System, menurut Cooper (2003), ada delapan prinsip untuk memandu guru dalam melaksanakan



penilaian



literasi



di



kelas.



Sekolah



masih



dapat



menggunakan prinsip-prinsip penilaian literasi ini dengan tolok ukur perkembangan literasi sebagai bagian dari rencana penilaian literasi sekolah. Dengan demikian kepala sekolah dan guru perlu menggunakan penilaian peserta didik sebagai panduan utama untuk pengajaran dalam hubungannya dengan standar literasi.



Saat membaca prinsip-prinsip penilaian, kenali faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil penilaian literasi, terutama faktor perkembangan, budaya, instruksional, dan karakteristik peserta didik. Dengan pemikiran tersebut, penilaian literasi yang dilakukan di sekolah akan lebih valid dan reliabel: 1. Penilaian adalah proses berkelanjutan yang terjadi setiap kali seorang peserta didik berbicara, mendengarkan, membaca, menulis, atau melihat sesuatu. 2. Penilaian adalah bagian dari pembelajaran. Ketika peserta didik terlibat dalam kegiatan pembelajaran, tanggapan mereka memberitahu Anda tentang apakah proses pembelajaran berlangsung dengan baik atau tidak. 3. Penilaian bersifat autentik. Jika Anda ingin mengetahui seberapa baik peserta didik menulis paragraf dalam esai, mintalah dia menulis esai. 4. Penilaian adalah proses kolaboratif dan reflektif yang memungkinkan peserta didik untuk belajar sendiri di luar ruang kelas. Dengan membuat penilaian kolaboratif, tanggung jawab dan rasa saling menghargai menjadi penanda baik tidaknya hubungan antara guru dan peserta didik. 5. Penilaian bersifat multidimensi karena berbagai ukuran menghasilkan ukuran yang lebih andal. Menulis portofolio dengan draf, penilaian diri, revisi, dan produk akhir menawarkan gambaran yang lebih lengkap tentang kinerja menulis peserta didik pada akhir semester daripada tugas menulis tunggal. 6. Penilaian mempertimbangkan faktor budaya, perkembangan dan karakteristik peserta didik. Untuk itu guru perlu melakukan penyesuaian dalam melakukan penilaian. 7. Penilaian mengidentifikasi kekuatan serta kebutuhan peserta didik, dan ini menyediakan tempat untuk memulai dan membangun saat peserta didik bergerak menuju pembelajaran baru.



8. Penilaian mencerminkan pemahaman tentang bagaimana peserta didik belajar membaca, menulis, dan menggunakan bahasa. Adapun saya mencari tahu tentang siapa saja yang menjadi pemangku kepentingan GLS, diantaranya adalah Kemendikbud, LPMP, Disdik Provinsi, Disdik Kab/Kota, Satuan Pendidikan Menengah, dan Masyarakat. Berikut saya lampirkan skema pemangku kepentingan GLS.



(Sumber: Wiedarti, dkk, 2016) Adapun tahapan pelaksanaan GLS, diantaranya: 1. Pembiasaan, meliputi penumbuhan minat baca melalui kegiatan 15 menit membaca. 2. Pengembangan, yaitu meningkatkan kemampuan literasi melalui kegiatan menanggapi buku pengayaan.



3. Pembelajaran, meningkatkan kemampuan literasi di semua



mata



pelajaran dengan menggunakan buku pengayaan dan strategi membaca di semua mata pelajaran. Untuk mewujudkan GLS atau budaya literasi dan menciptakan masyarakat yang literat, perlu adanya strategi didalamnya. Menurut Beers, dkk (2009) dalam buku A Principal‘s Guide to Literacy Instruction, bebrapa strategi untuk menciptakan budaya literasi yang positif disekolah antara lain: 1. Mengkondisikan lingkungan fisik ramah literasi Sekolah selayaknya menjadi “taman” yang didalamnya, anak-anak Indonesia mendapatkan suasana belajar yang penuh tantangan dan menyenangkan, oleh karena itu maka diharapkan lingkungan fisik disekolah perlu terlihat ramah literasi dan kondusif untuk pembelajaran. Sekolah yang mendukung pengembangan budaya literasi sebaiknya mendekatkan dan mempermudah akses warga sekolah terhadap buku dan bahan bacaan dengan mengoptimalkan fungsi perpustakaan sekolah, menyediakan sudut baca di masing-masing kelas dan di beberapa area lain di sekolah. Hasil karya siswa, guru maupun tenaga kependidikan disarankan agar diberi ruang yang lebih luas secara berkala, bergilir dan rutin agar dapat menjadi wadah pengembangan kemampuan literasi warga sekolah. 2. Mengupayakan lingkungan sosial dan afektif sebagai model komunikasi dan interaksi yang literat Lingkungan fisik, sosial, dan afektif berkaitan erat dengan lingkungan akademik. Ini dapat dilihat dari perencanaan dan pelaksanaan gerakan literasi di sekolah. Sekolah sebaiknya memiliki komitmen bersama antar warga sekolah dalam menjalankan program literasi. Kepala sekolah



sebagai figur pimpinan hendaknya memiliki wawasan dan visi yang literat yang mampu memfasilitasi keberagaman pemahaman demi tercapainya keberhasilan bersama dalam mengupayakan sekolah sebagai lingkungan akademik yang literat. 3. Mengupayakan sekolah sebagai lingkungan yang literat Lingkungan sosial dan mayarakat hendaknya dilibatkan dalam program literasi yang dibangun melalui model komunikasi dan interaksi seluruh komponen sekolah secara aktif. Penggalangan dana dalam upaya pemenuhan bahan bacaan dapat dilakukan melalui interaksi aktif orang tua siswa, alumni maupun kerjasama sejumlah pihak seperti Forum Komite Sekolah maupun badan usaha yang memiliki perhatian terhadap pendidikan khususnya literasi. Setelah mengikuti mata kuliah literasi lintas mata pelajaran, uraian di atas merupakan beberapa hal yang kurang lebih saya dapatkan. 3. Kegiatan literasi yang anda temukan di lapangan. Jika yang dimaksud lapangan disini adalah sekolah yang menjadi tempat praktik pengalaman lapangan, saya dan kelompok mengamati dan telah mengobservasi, untuk kegiatan literasi di sekolah yang sudah diterapkan adalah pembiasaan membaca 15 menit sebelum pembelajaran dimulai. Selain itu ada juga ekstrakurikuler yang menampng peserta didik untuk menyalurkan minat dan bakat dalam bidang membaca dan menulis. Jika yang dimaksud lapangan dalam pertanyaan ini bisa mencakup lingkungan sekitar, saya dan kelompok PPL saya mengetahui adanya program Lentera Mahardika (Literasi Untuk Bersama Memajukan Masyarakat Pembelajar Terus Berkarya) yaitu suatu program inovasi GLS (Gerakan



Literasi Sekolah.



Seperti diketahui, GLS sudah menjadi bagian dari kegiatan penguatan budi pekerti. Salah satu tujuannya difokuskan untuk memperoleh kecakapan berpikir kritis, kreatif, berkomunikasi efektif serta bekerja secara kolaboratif. Melihat manfaat dari kegiatan berliterasi, GLS dilaksanakan di sekolahsekolah yang berada di KCD Wilayah VI Jabar dengan menyediakan waktu selama 15 menit untuk membaca. Berarti di sekolah tempat PPL saya dan kelompok saya sudah mulai bergerak dalam memperkuat GLS dalam tahapan pembiasaan. Daftar Pustaka Abidin, Yunus. 2015. Pembelajaran Multiliterasi. Bandung: Refika Aditama. Beers, C. S., Beers, J. W., & Smith, J. O. 2009. A Principal’s Guide to Literacy Instruction. Ney York: Guilford Press. Wiedarti, Pangesti, dkk. 2016. Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah. Jakarta. Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbud. Pahl, Kate dan Roswell Jennifer. 2005. Understanding New Literacy Studies in the Classroom. Literacy and Education. Hal. 192. ISBN-1-4129-0113-8.