Detektor Dan Rekonstruksi CT Scan Siemens [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Workshop “Management Pemeliharaan dan Kalibrasi Peralatan Medik di Rumah Sakit sebagai Upaya Peningkatan Keselamatan Pasien”, Surakarta 2012



Teknologi Detektor dan Rekonstruksi Gambar pada Pemindai Tomografi Komputer Daniel Kartawiguna PT. Siemens Indonesia, Arkadia Office Park, Tower F, 18th Floor Jl. T.B. Simatupang Kav. 88, Pasar Minggu, Jakarta 12520, [email protected]



PENDAHULUAN Sebagai produsen Pemindai Tomografi Komputer atau yang lebih dikenal dengan CT scan, Siemens selalu percaya bahwa kemajuan teknologi tercanggih yang dapat dicapai saat ini hanya bersifat sementara dan dapat dilampaui dengan dedikasi yang konsisten untuk peningkatan pelayanan kesehatan. Filosofi inovatif Siemens sebagai perusahaan terkemuka dalam teknologi CT Scan didasarkan seutuhnya atas asumsi bahwa pencapaian kinerja teknis tertinggi hanya penting ketika memenuhi kebutuhan pasien dan pelanggan.



First CT from a med. manufacturer



First spiral scanner



To produce cross sectional images



To leave the axial world



1974



CT



1987



First cardiac scanner To explore the heart



1999



CT



First 0 MHU X-ray First 64-slice TubeGuard (proactive failure tube with CT scanner prediction) since 2008 To scan without compromise



2003



First Dual CT



Source



To routinely scan sub-To alleviate mm resolution compromise



2003



2005



First routine Dual Energy scan



First Flash speed, lowest dose CT



First multimodality First patient-centric First raw-data based 3D imaging network productivity Iter. Recon



First fully integrated detector



To change the face of CT



To make CT healthier



To make reading FAST CARE for all To save up fast & reproducible Patients 60%* dose



To minimize electronic noise



2006



2008



2009



2010



2010



to



2011



* In clinical practice, the use of SAFIRE may reduce CT patient dose depending on the clinical task, patient size, anatomical location, and clinical practice. A consultation with a radiologist and a physicist should be made to determine the appropriate dose to obtain diagnostic image quality for the particular clinical task. The following test method was used to determine a 54 to 60% dose reduction when using the SAFIRE reconstruction software: Noise, CT numbers, homogeneity, low-contrast resolution and high contrast resolution were assessed in a Gammex 438 phantom. Low dose data reconstructed with SAFIRE showed the same image quality compared to full dose data based on this test. Data on file.



Gambar 1. Perkembangan Teknologi CT Scan. Sejak awal, salah satu tuntutan yang paling sering dari pengguna CT Scan adalah keselamatan pasien. Dan dalam CT Scan, keselamatan pasien terutama diterjemahkan ke dalam pengurangan dosis. Untuk alasan ini, sejak awal dalam mengembangkan banyak produk yang berarti dan protokol yang mengikuti prinsip "As Low As Reasonably Achievable" (ALARA) untuk mengurangi dosis radiasi ke tingkat serendah mungkin. Keinginan untuk mengembangkan sistem dengan paparan radiasi seminimum mungkin bagi pasien menjadi dasar filsafat penelitian dan pengembangan CARE (Combined Applications to Reduce Exposure) yang dianut. Selama bertahun-tahun, Siemens telah sangat berhasil dalam mengintegrasikan banyak inovasi ke dalam pemindai Siemens yang secara nyata mengurangi dosis radiasi dibandingkan dengan sistem lain yang tersedia di pasar CT, misalnya, “Adaptive Dose Shield”, diperkenalkan pada Siemens Somatom Definition AS pada tahun 2007, atau pencitraan “Flash Spiral”, inovasi inti dari



© Daniel Kartawiguna, May 2012



Halaman : 1



Workshop “Management Pemeliharaan dan Kalibrasi Peralatan Medik di Rumah Sakit sebagai Upaya Peningkatan Keselamatan Pasien”, Surakarta 2012



Siemens Somatom Definition Flash, diluncurkan pada 2008.



Up to 68%



Up to 30%



Up to 70%



Up to 50%



Up to 50%



1-3 mSv



CARE Dose4D



Ultra Fast Ceramic (UFC)



Hand CARE



Pediatric 80 kV Protocols



DSCT



Adaptive ECGPulsing/Sequence



Siemens Exclusive



1997



1999



Up to 25%



< 1 mSv



No penalty



Up to 60%* Up to 60%



Up to 60%*



Adaptive Shield



Flash Spiral



Selective Shield



IRIS



SAFIRE



2007



Dose



2008



Siemens Exclusive



2008



Photon Siemens Exclusive



2002



2009



2005



Siemens Exclusive



1994



CARE kV



2010



Siemens Exclusive



2007



2010



Siemens Exclusive



* In clinical practice, the use of SAFIRE and IRIS may reduce CT patient dose depending on the clinical task, patient size, anatomical location, and clinical practice. A consultation with a radiologist and a physicist should be made to determine the appropriate dose to obtain diagnostic image quality for the particular clinical task. The following test method was used to determine a 60% dose reduction when using the IRIS reconstruction software and a 54 % to 60 % dose reduction when using SAFIRE reconstruction software: Noise, CT numbers, homogeneity, low-contrast resolution and high contrast resolution were assessed in a Gammex 438 phantom. Low dose data reconstructed with SAFIRE and IRIS showed the same image quality compared to full dose data based on this test. Data on file.



Gambar 2. Perkembangan Teknologi Pembatasan dosis radiasi pada CT Scan.



DETEKTOR Detektor merupakan salah satu komponen utama yang penting dan memegang peranan yang kritis dalam keseluruhan sistem CT Scan. Berfungsi untuk mendeteksi radiasi sinar-X secara kuantitatif dengan cara mengubah intensitas berkas sinar-X yang mengenainya menjadi sinyal elektronik, memperkuat sinyal ini, dan mengubah dari bentuk sinyal analog menjadi bentuk sinyal digital. Komponen yang menentukan dalam sebuah detektor adalah elemen detektor yang sensitif terhadap sinar-X dan konfigurasi geometrisnya, preamplifier dan konverter analog ke digital (ADC). Kebutuhan akan rangkaian elektronik pada detektor, sebagai contoh preamplifier dan konverter analog ke digital, dapat dengan mudah dispesifikasikan. Tingkat derau elektronik (noise) yang ditimbulkan oleh komponen-komponen elektronik dalam detektor harus secara nyata lebih rendah daripada fluktuasi statistik intensitas sinar-X yang disebabkan oleh derau kuantum (quantum noise). Kebutuhan yang sering dinyatakan adalah derau elektronik harus tidak lebih besar daripada separuh magnitudo derau kuantum maksimum yang diperkirakan, dan dapat dinyatakan dalam persamaan σE < 0,5•σQ. Bagaimanapun juga, beberapa karakteristik sistem detektor yang lainnya dan evaluasinya secara umum lebih sulit untuk dispesifikasikan. Dalam impelentasinya, banyak pendekatan telah didiskusikan dan diikuti. Dalam CT Scan ada dua prinsip konversi dan jenis detektor utama telah digunakan, yaitu: a. Bilik Ionisasi (ionization chambers), kebanyakan diisi dengan golongan mulia yaitu gas xenon pada tekanan tinggi.



© Daniel Kartawiguna, May 2012



Halaman : 2



Workshop “Management Pemeliharaan dan Kalibrasi Peralatan Medik di Rumah Sakit sebagai Upaya Peningkatan Keselamatan Pasien”, Surakarta 2012



Gambar 3. Detektor bilik ionisasi xenon. b. Detektor Skintilasi dalam bentuk kristal, seperti cesium iodida atau cadmium tungstat, dan material keramik seperti gadolinium oksisulfat.



Gambar 4. Detektor skintilasi. Saat ini digunakan bahan skintilasi keramik yang cepat. Sketsa dan prinsip kerja dari kedua jenis detektor ini dapat dilihat pada Gambar 3 dan Gambar 4. Sedangkan untuk material semikonduktor, detektor solid state yang menghasilkan sinyal listrik secara langsung sehingga seringkali disebut sebagai konverter langsung, hingga saat ini tidak digunakan pada sistem CT scan dalam aplikasi klinis. Pengembangan detektor semikonduktor ini tidak diharapkan dapat diaplikasikan pada pencitraan klinis dalam waktu dekat ini. Bilik ionisasi xenon memberikan beberapa keuntungan: secara prinsip konstruksinya sudah baik, dan sensitifitas masing-masing kanal detektor secara individu secara tepat adalah sama karena tekanan gas yang konstan pada seluruh elemen detektor. Tanggapan waktu dari xenon dengan peluruhan yang cepat dan afterglow yang rendah telah sering dinyatakan sebagai tambahan keuntungan penggunaan detektor xenon. Karakteristik temporal akan dijelaskan dan didiskusikan berikut ini serta perbandingannya dengan sistem detektor semikonduktor (solid state). Efisiensi kuantum yang rendah telah didaftarkan sebagai salah satu kelemahan dari detektor xenon bila dibandingkan dengan material detektor solid sate. Ini tidak berarti bahwa secara umum sistem detektor xenon berkualitas lebih rendah daripada sistem detektor skintilasi.



© Daniel Kartawiguna, May 2012



Halaman : 3



Workshop “Management Pemeliharaan dan Kalibrasi Peralatan Medik di Rumah Sakit sebagai Upaya Peningkatan Keselamatan Pasien”, Surakarta 2012



Seluruh faktor yang mempengaruhi harus dipertimbangkan. Efisiensi total dari sistem detektor tidak hanya diberikan oleh efisiensi penyerapan kuantum material detektor saja, karena ada sejumlah faktor lainnya yang berperan. Efisiensi geometris juga penting dan kebanyakan ditentukan oleh ruang mati (dead space) antar masing-masing elemen detektor. Nilai ini umumnya dalam orde antara 0,1 hingga 0,2 mm dalam arah berkas kipas untuk elemen detektor dengan lebar 1 hingga 2 mm. Detektor xenon dapat berbeda secara nyata dalam unjuk kerjanya tergantung pada rancangannya. Efisiensinya dapat jauh berbeda tergantung pada tekanan gas, kedalaman ruang bilik elemen detektor, ketebalan dari jendela sebagai pintu masuk radiasi dan detail konstruksi lainnya. Kualitas gambar secara umum, khususnya dalam hal tingkah laku artefak yang diakibatkan oleh tipe detektor, mempengaruhi kemampuan pendeteksian resolusi kontras rendah (low-contrast) dan juga secara langsung atau tidak langsung menentukan efisiensi dosis radiasi terhadap sistem secara keseluruhan. Detektor xenon memberikan keuntungan dalam hal ini oleh karena distribusi gas yang homogen dan resultan tanggapan yang serba sama (uniform). Sifat ini merupakan alasan mengapa detektor xenon dipilih sebagai detektor sistem CT scan dalam periode waktu yang cukup lama. Dengan kombinasi dengan tanggapan temporal, ini juga menjelaskan bagaimana beberapa pabrik mengubah sistemnya dari detektor solid sate menjadi detektor xenon pada akhir tahun 1980-an, ketika dibutuhkan sistem pemindaian yang lebih cepat. Kebutuhan untuk waktu peluruhan (decay time) yang sangat singkat menjadi sangat penting dengan dikembangkannya sistem dengan waktu pemindaian kurang dari 1 detik (subsecond scan time). Untuk mengilustrasikan sifat ini dapat dilihat pada grafik berikut ini (Gambar 5).



Gambar 5. Karakteristik penurunan level sinyal berbagai jenis material detektor setelah mendapatkan pulsa sinar-X yang singkat. Peluruhan sinyal secara temporal setelah pulsa radiasi yang pendek adalah ditentukan oleh dua buah fenomena: a. Peluruhan (decay), kecepatan penurunan amplitudo sinyal dari nilai maksimum menjadi nilai minimumnya. b. Afterglow, fase peluruhan kedua yang jauh lebih lambat dengan kontribusi yang lebih rendah terhadap sinyal yang dapat diperkirakan secara bersama-sama dengan pendekatan fungsi



© Daniel Kartawiguna, May 2012



Halaman : 4



Workshop “Management Pemeliharaan dan Kalibrasi Peralatan Medik di Rumah Sakit sebagai Upaya Peningkatan Keselamatan Pasien”, Surakarta 2012



multi eksponensial. Karakteristik yang unggul dari bahan UFC (ultra fast ceramic), sebuah bahan keramik yang dihasilkan dari proses sintering (pembuatan obyek dari bahan bubuk yang dipanaskan dibawah titik leburnya hingga menyatu membentuk bahan padat) dari bahan dasar gadolinium oksisulfida (Gd2O2S) yaitu bahan dengan waktu peluruhan 10-6 detik. Pengaruhnya pada resolusi ruang gambar yang dihasilkan dan kualitas gambar dapat didemonstrasikan secara simulasi seperti pada Gambar 6 berikut ini.



Gambar 6. Pengaruh afterglow pada resolusi gambar. Pengaruh karakteristik peluruhan pada resolusi ruang (spatial resolutions) juga telah dibuktikan secara langsung dengan membandingkan sebuah detektor UFC dengan sebuah detektor xenon pada sistem CT scan yang sama dan peningkatan resolusi yang nyata diperoleh dari detektor UFC. Keunggulan dalam kualitas gambar yang diperoleh secara langsung akan meningkatkan efisiensi dosis radiasi. Berkaitan dengan itu, tanggapan temporal juga dipertimbangkan sebagai karakteristik detektor yang penting berhubungan dengan dosis selain efisiensi kuantum. Dalam sembarang kasus, kecepatan pemindaian yang sangat tinggi yang telah dicapai saat ini, detektor xenon tidak lagi dipertimbangkan dalam pengunaannya sebagai standar teknologi peralatan CT scan. Kelemahan lebih jauh pada detektor xenon adalah kenyataan bahwa susunan linier (array linier) untuk pemindaian irisan tunggal dapat dibangun dengan mudah, tetapi untuk rancangan detektor berbaris banyak (multi-row) akan sangat sulit dibuat dengan detektor xenon. Oleh sebab itu, seluruh detektor multi-row pada masa yang lalu dan seluruh sistem detektor yang baru telah dibuat dengan bahan keramik atau kristal skintilasi. Efisiensi geometris yang tinggi adalah sebuah kebutuhan yang penting pada detektor multi-row secara khusus. Ini akan berdampak pada ruang mati (dead space) harus seminimum mungkin. Pembatas antar elemen detektor atau septa sebagai kolimator anti-hamburan yang digunakan untuk membatasi radiasi hambur yang mengenai elemen detektor yang bersebelahan umumnya memiliki lebar 0,1 hingga 0,2 mm, sementara jarak antar komponen elektronik dalam arah sumbu-z adalah sekitar 0,1 mm. Sehingga nilai efisiensi geometris terbaik yang tersedia saat ini adalah sekitar 80% hingga 90%. Pengurangan efisiensi geometris harus diterima untuk deretan detektor dengan jarak pemisahan antar elemen detektor yang lebih tipis dalam arah sumbu-z. Contoh dari susunan detektor multi-row dapat dilihat pada Gambar 9 sampai dengan Gambar 12 berikut ini. Jenis detektor ini diperkenalkan pada pasar tahun 1988 untuk pesawat CT scan 4 irisan. Oleh karena pertimbangan biaya, masing-masing elemen detektor tidak diberikan kanal elektronik lengkap yang sepenuhnya terpisah untuk tiap elemen. Bagaimanapun juga tebal irisan yang lebih besar dari lebar maising-masing elemen detektor akan diperoleh dengan penggabungan sinyal dari beberapa elemen sekaligus dalam arah sumbu-z yang kemudian diperkuat dan diubah menjadi bentuk digital. Ini berdampak pada kemampuan untuk



© Daniel Kartawiguna, May 2012



Halaman : 5



Workshop “Management Pemeliharaan dan Kalibrasi Peralatan Medik di Rumah Sakit sebagai Upaya Peningkatan Keselamatan Pasien”, Surakarta 2012



mendefinisikan lebar irisan dengan kombinasi sinyal secara elektronik, dimana berkas sinar-x dikolimasikan pada sisi sumber radiasi dengan cara yang sudah umum.



Gambar 7. Struktur rangakaian elektronik pada sistem pengukuran data. Sebagai contoh dalam pesawat CT Scan dengan 64 irisan, elemen detektor menggunakan bahan Ultra Fast Ceramic (UFC) yang disusun dan dirangkai dengan prinsip banyak irisan (multi-slice). Detektor dengan 40 baris diposisikan dalam arah sumbu-z. Secara keseluruhan ada 672 kanal detektor dalam masing-masing baris. Dari total 672 kanal dikelompokkan dalam 42 modul yang masing-masing terdiri dari 16 kanal elemen detektor x 40 baris yang masing-masing dihubungkan pada sebuah modul Front End Electronic (FEE). Susunan detektor yang tiap modulnya terdiri dari 16 kanal x 10 baris dihubungkan pada rangkaian SliceSelect MUX (multiplekser). Masing-masing 40 kanal masukan dihubungkan ke 16 buah multiplekser pemilihan irisan (SliceSelect MUX). Jadi detektor 40 baris dikonversi menjadi 32 irisan tergantung pada mode pemilihan irisan yang dipilih saat akuisisi data. Penghitungan nomor irisan dimulai dari baris detektor yang paling belakang. Modul FEE berisi seluruh komponen elektronik yang diperlukan untuk memperkuat sinyal (integrator) dan komponen untuk mengubah sinyal analog menjadi data digital (ADC) serial. 32 kanal keluaran dari unit multiplekser pemilihan irisan masing-masing dihubungkan pada 16 buah integrator. Dalam integrator sinyal analog ini diintegrasikan dan diubah menjadi sinya digital serial oleh konverter analog ke digital (A/D converter). Blok diagram dari modul detektor dan modul FEE dapat dilihat pada Gambar 8 berikut ini.



© Daniel Kartawiguna, May 2012



Halaman : 6



Workshop “Management Pemeliharaan dan Kalibrasi Peralatan Medik di Rumah Sakit sebagai Upaya Peningkatan Keselamatan Pasien”, Surakarta 2012



Gambar 8. Multiplekser, Integrator, dan ADC pada modul detektor.



Gambar 9. Struktur detektor banyak baris dengan susunan isotropik. Gambar 9 menunjukan solusi secara teknis yang dikembangkan oleh GE Medical System. 16 baris deretan detektor yang memiliki ketebalan minimum 1,25 mm pada pusat putaran dapat dikombinasikan menjadi irisan tunggal dengan ketebalan 1,25 mm, 2,5 mm, 3,75 mm, atau 5 mm secara berurutan. Toshiba Medical System menawarkan solusi yang hampir mirip dengan struktur detektor mendekati isotropis dalam susuan matriks yang secara teknis lebih rumit dengan 34 baris elemen detektor yang diimplementasikan pada Aquilion. Pada empat baris bagian yang paling dalam masing-masing memiliki ketebalan 0,5 mm, diikuti pada setiap sisi oleh 15 baris elemen detektor dengan ketebalan 1 mm. Disini juga, hanya 4 irisan dapat dihasilkan secara simultan, dalam kasus ini 4 irisan dengan ketebalan 0,5 mm, 1 mm, 2 mm, 4 mm, atau 8 mm secara berurutan.



© Daniel Kartawiguna, May 2012



Halaman : 7



Workshop “Management Pemeliharaan dan Kalibrasi Peralatan Medik di Rumah Sakit sebagai Upaya Peningkatan Keselamatan Pasien”, Surakarta 2012



Sebuah solusi alternatif yang secara prinsip menggunakan pendekatan yang hampir mirip, tetapi dicoba untuk meminimumkan ruang mati, telah dikembangkan oleh Siemens bekerjasama dengan Elscint dan diterapkan pada Siemens SOMATOM VOLUME ZOOM dan pada MARCONI Mx8000. Rancangannya dikenal dengan nama adaptive array yang dapat dilihat pada gambar, dimana hanya dua baris yang paling tengah memiliki ketebalan 1 mm, sementara baris lainnya yang menjauhi pusat detektor memiliki ketebalan yang makin meningkat. Ketebalan irisan gambar disini juga ditentukan oleh kolimator yang terletak pada sisi tabung sinar-x (pre-patient collimator) dan kolimator pada sisi detektor (post-patient collimator) secara bersama-sama. Tentu saja tambahan kolimator pada sisi detektor dapat ditambahkan dengan mudah untuk keperluan ini. Sebuah keunggulan yang penting dari konfigurasi detektor adaptive array adalah elemen detektor yang paling luar memiliki ketebalan yang paling tebal, dalam kasus ini 5 mm, tidak memilki septa dan tidak menyebabkan pengurangan efisiensi geometris. Pemilihan irisan yang sangat tipis adalah dimungkinkan dengan mengecilkan bukaan kolimator pada sisi tabung sinar-x dan pembatasan hanya disebabkan oleh dua baris detektor yang paling tengah.



Gambar 10. Konfigurasi Adaptive Array Detector yang tersusun secara anisotropik 8 baris 4 irisan. Dua buah konsep detektor yang dijelaskan di sini, yaitu detektor dengan struktur regular yang isotropik dan detektor dengan struktur anisotropik (adaptive array), menunjukan kemajuan teknologi yang menyakinkan dalam perkembangan teknologi detektor CT scan. Pembuatan detektor 2 baris cukup mudah dan telah diterapkan pada CT scan saat pertama kali dikembangkan tahun 1974. Penguasaan teknologi susunan detektor pertama kali dicapai dengan keberhasilan perancangan sistem pemindaian 4 irisan yang selanjutnya berkembang dengan jumlah irisan yang makin meningkat. Solusi produk seperti ini tersedia dipasaran saat ini. Sebagai contoh sisten CT Scan dengan 40 baris detektor yang dapat mengakusisi 64 irisan seperti yang ditunjukan pada gambar berikut, yang merupakan konsep dari pesawat Siemens Sensation 64. Kombinasi dari susunan isotropik diperlihatkan disini, kadang-kadang disebut sebagai susunan campuran (hybrid array), yang saat ini nampaknya lebih dipilih sebagai solusi secara teknis yang digunakan oleh banyak pabrik. Dengan meningkatnya jumlah baris dan jumlah irisan yang dapat diakuisisi secara bersamaan lebih lanjut kita dapat melihat meningkatnya susunan isotropik. Sebuah contoh pengembangan detektor yang dilakukan oleh



© Daniel Kartawiguna, May 2012



Halaman : 8



Workshop “Management Pemeliharaan dan Kalibrasi Peralatan Medik di Rumah Sakit sebagai Upaya Peningkatan Keselamatan Pasien”, Surakarta 2012



Toshiba Medical System seperti yang ditunjukkan pada Gambar 12, sebuah prototipe detektor 256 baris yang dapat melakukan akuisisi gambar 256 irisan dengan tebal 0,5 mm secara simultan.



Gambar 11. Susunan detektor campuran 40 baris yang memungkinkan akuisisi 64 irisan dengan teknik zflying focal spot (Siemens Somatom Sensation 64).



Gambar 12. Susunan detektor untuk CT scan 256 irisan dari Toshiba. Seluruh usaha pengembangan yang lebih baru juga mencerminkan kecenderungan untuk mencapai irisan yang semakin tipis, sebagai contoh adalah usaha untuk memberikan resolusi yang makin tinggi dalam arah sumbu-z. Pengenalan konsep double z-sampling bekerja pada arah yang sama dan memberikan alternatif yang sangat efektif dan elegan daripada ekspansi sistem detektor secara fisik yang sangat memakan biaya. Pada saat yang bersamaan,



© Daniel Kartawiguna, May 2012



Halaman : 9



Workshop “Management Pemeliharaan dan Kalibrasi Peralatan Medik di Rumah Sakit sebagai Upaya Peningkatan Keselamatan Pasien”, Surakarta 2012



konsep ini juga akan menghindari kerugian dalam efisiensi geometris yang disebabkan ketika septa tambahan diberikan pada detektor sebagai sebuah solusi alternatif untuk mendapatkan cuplikan yang lebih halus. Konsep alternatif pengembangan detektor selanjutnya muncul dari teknologi panel datar (flat panel detector) yang dikembangkan pada bidang radiografi digital. Penggunaannya dan kemampuannya dalam pencitraan CT scan sedang diteliti dengan intensif pada saat ini.



Gambar 13. Prototipe CT Scan dengan detektor panel datar (flat panel detector) dan contoh gambar yang dihasilkannya.



DETEKTOR STELLAR Detektor Stellar dikembangkan oleh Siemens dengan teknologi miniaturisasi yang memungkinkan membuat desain yang sangat terintegrasi. Semua rangkaian elektronik yang terintegrasi langsung dengan photodiode untuk memdapatkan efisiensi yang maksimum saat konversi sinyal. Berkurangnya jumlah komponen elektronik yang terlibat dalam rantai pengolahan sinyal menghasilan dissipasi daya yang lebih rendah. Oleh karena disipasi daya yang dihasilkan detektor ini secara nyata lebih rendah maka detektor ini dapan mengasilkan sinya 20 – 30 % lebih jernih.



Detektor Konvensional



Fully Integrated Stellar Detector



Conventional photodiode (PD)



Photodiode and AD-converters in one ASIC



Complex board w/ AD-converters



Simple board w/o AD-converters



Gambar 14. Detektor Konvensional dan Detektor Stellar. Karena integrasi rangkaian elektronik secara penuh dari Elemen Detektor Stellar maka tidak ada komponen elektronik lainnya (sperti microchip, konduktor, dll) yang terpasang pada modul elemen detektor. Kondisi ini meminimalkan derau (noise) elektronik yang dibangkitkan oleh elemen detektor. Jadi, Signal to Noise-Ratio (S/N) meningkat secara nyata, memungkinkan



© Daniel Kartawiguna, May 2012



Halaman : 10



Workshop “Management Pemeliharaan dan Kalibrasi Peralatan Medik di Rumah Sakit sebagai Upaya Peningkatan Keselamatan Pasien”, Surakarta 2012



pemanfaatan sinyal lemah pada detektor yang lebih baik. X-Ray



z-direction



Minimized slice blurring Increased spatial resolution septa



Detector signal with minimized cross-talk



aperture 0.5 mm 0.6 mm



minimized cross-talk



Gambar 15. Cross-Talk Sebuah prinsip umum pada CT Scan: irisan tipis memberikan detail gambar yang lebih detail, tetapi juga jumlah kuantum cahaya yang kurang per voxel, sehingga menghasikan noise yang lebih tinggi. Hal ini akan menurunkan rasio signal-to-noise (SNR) dan menyebabkan gambar irisan menjadi kabur. Pesawat CT konvensional mengkompensasi hal ini dengan cara meningkatkan dosis radiasi yang diberikan. Pengalaman klinis yang mengikuti prinsip ALARA (As Low As Reasonably Achievable) telah menunjukkan bahwa lebar kolimator 0,6 mm adalah kombinasi optimum ketebalan irisan dan dosis. Jadi pengurangan lebih lanjut dari ketebalan irisan tidak dimungkinkan lagi hingga saat ini.



Conventional Detector



New Stellar Detector



Focal spot



Focal spot



Detector



Detector



Projection



Projection



Gambar 16. Teknologi EDGE. Teknologi EDGE Derau (noise) Elektronik dan cross-talk berhasil diminimalkan berkat integrasi rangkaian elektronik secara penuh. Tanpa cross-talk, pngaburan irisan intrinsik antara baris detektor yang saling berdampingan dapat dihindari dan profil irisan individu jauh lebih tepat. Teknologi



© Daniel Kartawiguna, May 2012



Halaman : 11



Workshop “Management Pemeliharaan dan Kalibrasi Peralatan Medik di Rumah Sakit sebagai Upaya Peningkatan Keselamatan Pasien”, Surakarta 2012



EDGE Siemens menciptakan model hampir sempurna dari titik fokus dan detektor, menghasilkan ketebalan irisan 0,5 mm. Berkat derau elektronik diminimalkan, irisan 0,5 mm memiliki sinyal yang cukup berkontribusi dalam aplikasi klinis rutin. Teknologi konvensional Cross-talk menghasilkan irisan yang kabur dalam detektor konvensional. Sebuah contoh kasus klinis pada gambar 17 berikut ini: sebuah stent dalam phantom model dengan diameter 3 mm yang saat ini menjadi keterbatasan untuk evaluasi pada kasus stent restenosis. Detektor Stellar secara nyata dapat meningkatkan kepercayaan diagnostik dalam evaluasi kasus stent restenosis karena peningkatan yang resolusi 0,30 mm (18,3 LP) bagian yang mengembang.



* Under FDA review. Not available for sale in the U.S. Courtesy of J. Hausleiter, MD, Cardiologist, German Heart Center, Munich, Germany



Gambar 17. Pencitraan Stent dengan resolusi tinggi.



© Daniel Kartawiguna, May 2012



Halaman : 12



Workshop “Management Pemeliharaan dan Kalibrasi Peralatan Medik di Rumah Sakit sebagai Upaya Peningkatan Keselamatan Pasien”, Surakarta 2012



Reduced blooming increased sharpness



and



Enhancing stent and calcified lesion evaluation * Under FDA review. Not available for sale in the U.S. Courtesy of J. Hausleiter, MD, Cardiologist, German Heart Center, Munich, Germany



Gambar 18. Detektor Stellar pada pencitraan Coronary CTA. Tantangan saat ini: beam hardening dan parsial-volume artefak menyebabkan penebalan buatan dari struts stent selama pemeriksaan CT, yang disebut blooming stent. Gejala blooming stent ini bertanggung jawab atas tampaknya penyempitan lumen stent yang tidak benar. Derajat penyempitan lumen tergantung pada jenis stent, diameter stent, dan berbagai parameter dan rekonstruksi pemindaian. Dengan Stellar Detector maka parsial-volume artefak diminimalkan dengan tampilan lumen stent benar.



Conventional Detector



New Stellar Detector



 Limited dynamic range  Potential detail loss



 Full dynamic range  Higher image detail



Gambar 19. Teknologi TrueSignal dan pencitraan HiDynamics. Teknologi TrueSignal dari Detektor Stellar membawa satu lagi inovasi yaitu pencitraan HiDynamics. Ini merupakan hal yang unik, rentang dinamis penuh memberikan sensitivitas



© Daniel Kartawiguna, May 2012



Halaman : 13



Workshop “Management Pemeliharaan dan Kalibrasi Peralatan Medik di Rumah Sakit sebagai Upaya Peningkatan Keselamatan Pasien”, Surakarta 2012



gambar yang lebih tinggi, terutama untuk sinyal rendah dan pemidaian energi rendah. Sebuah rentang dinamis yang lebih besar memperluas sensitivitas detektor. Seperti pada foto backlit dengan kamera konvensional, daerah depan berubah menjadi hitam. Tapi dengan sensitivitas yang lebih tinggi, detail tetap terlihat. Manfaat Teknologi TrueSignal dan HiDynamics juga jelas dalam aplikasi pencitraan fungsional seperti pencitraab energi ganda (dual energy), serta dalam pemeriksaan dinamis. Pemindaian dimanis dilakukan dengan melakukan beberapa akuisisi gambar daerah yang sama untuk mendapatkan informasi fungsional, seperti karakteristik jaringan atau data perfusi hingga morfologi. Dalam kedua kasus pemeriksaan tersebut, mode pemindaian memperoleh data pada kV rendah. HiDynamics secara signifikan meningkatkan tingkat detail dan ketajaman gambar untuk kumpulan data tersebut. Stellar Detector B Excellent



80 kV series 80 kV



140 Sn kV Stellar Detector A



140 kV Selective



Photon



Shield Courtesy of Dr. J. Hausleiter, German Heart Center, Munich, Germany



Gambar 20. Gambar 80 kV dengan kualitas 140 kV. Detektor Stellar dengan Teknologi TrueSignal membuat pencitraan HiDynamic mungkin. HiDynamics mengoptimalkan pencitraan sinyal rendah untuk aplikasi energi ganda sehingga lebih banyak pasien dapat dipindai pada 80 kV. Data Teknis Detektor Stellar untuk DSCT: • 2 x Multislice Stellar Detektor dengan Teknologi TrueSignal • 50 cm; 65 cm dengan HD FoV; 78 cm dengan FoV diperpanjang • 2 x 64 baris detektor • 2 x 128 irisan akuisisi yang diperoleh melalui Teknologi z-Sharp™ untuk resolusi isotropik industri tertinggi 0,33 x 0,33 x 0,33 mm ³ • 2 x 384 irisan hasil rekonstruksi ** • min. tebal irisan: 0,5 mm dengan Teknologi Edge* untuk resolusi tertinggi industri lintasbidang rutin 0,30 mm • 77.824 detektor elemen: 47.104 detektor A***; 30.720 detektor B. • kanal detektor: detektor A: 1472; detektor B: 960 • 4.608 proyeksi (1/360°) di masing-masing detektor * ** ***



Masih dalam tahap pengembangan. Tidak tersedia untuk dijual di Amerika serikat Pada rekonstruksi dengan kenaikan 0,1 Nilai untuk tipe CT Scan Siemens SOMATOM Definition Edge



© Daniel Kartawiguna, May 2012



Halaman : 14



Workshop “Management Pemeliharaan dan Kalibrasi Peralatan Medik di Rumah Sakit sebagai Upaya Peningkatan Keselamatan Pasien”, Surakarta 2012



Teknologi Rekonstruksi Gambar Pada Siemens, pengurangan dosis terus diberikan prioritas utama, memastikan bahwa pasien dan tenaga medis mendapatkan resiko sekecil mungkin, sehingga pada tahun 2009 diperkenalkan solusi dosis rendah lainnya - sekali lagi Siemens telah menetapkan patokan pada pencitraan rendah dosis dengan pengenalan rekonstruksi berulang. Dengan IRIS (Iterative Reconstruction in Image Space) pemindai Siemens kelas atas SOMATOM Definition memberikan kualitas gambar diagnostik yang sangat baik dengan tingkat dosis yang lebih rendah daripada sebelumnya. Dengan IRIS, pendekatan cerdas Siemens untuk rekonstruksi iteratif, menghasilkan pengurangan dosis tambahan hingga 60% dapat dicapai dalam berbagai aplikasi rutinitas harian CT Scan.



Standard FBP



Theoretical IR



Fast Image Data Space



Statistical IR



Fast Image Data Space



Fast Image Data Space



Exact image correction



Basic image correction



IRIS Fast Image Data Space



Image data recon



Exact image correction



Compare Raw data recon



Full raw data projection



Raw data recon



Compare



Slow Raw Data Space



Slow Raw Data Space



Raw data recon



Basic raw data projection



Master recon



Compare



Slow Raw Data Space



Slow Raw Data Space



Gambar 21. Berbagai macam teknologi rekonstruksi gambar. Pengurangan dosis radiasi pada CT Scan terbatas oleh karena teknik proyeksi yang saat ini digunakan untuk rekonstruksi gambar yaitu algoritma rekonstruksi filtered back projection (FBP). Bila menggunakan rekonstruksi konvensional maka proses rekonstruksi data mentah diperoleh menjadi data gambar ada kendala trade-off antara resolusi spasial dan noise yang harus dipertimbangkan. Resolusi spasial lebih tinggi akan meningkatkan kemampuan untuk melihat detail terkecil, namun secara langsung berkorelasi dengan peningkatan noise gambar dalam standar rekonstruksi filtered back projection seperti yang biasa digunakan dalam CT scanner saat ini. Pendekatan rekonstruksi iteratif memungkinkan pemisahan trade-off antara resolusi spasial dan noise. Dalam rekonstruksi iteratif, diperkenalkan kalang (loop) koreksi ke dalam proses rekonstruksi gambar. Data proyeksi yang disintesis dibandingkan dengan data pengukuran nyata secara iteratif: citra yang diperbaiki diperbaharui dengan gambar koreksi dan pengetahuan sebelumnya yang dipalikasikan pada data gambar. Penerapan pengetahuan sebelumnya akan menghaluskan gambar dalam wilayah yang homogen, sedangkan tepi kontras tetap dipertahankan. Gambar hasil koreksi memiliki potensi untuk menghasilkan resolusi spasial yang pada kontras objek yang lebih baik dan mengurangi noise gambar di daerah kontras rendah. Dalam 20 tahun terakhir, berbagai pendekatan rekonstruksi iteratif telah dikembangkan. Meskipun hal ini merupakan sesuatu yang baru untuk dalam teknologi rekonstruksi gambar CT



© Daniel Kartawiguna, May 2012



Halaman : 15



Workshop “Management Pemeliharaan dan Kalibrasi Peralatan Medik di Rumah Sakit sebagai Upaya Peningkatan Keselamatan Pasien”, Surakarta 2012



scan, tetapi rekonstruksi iteratif banyak digunakan dalam PET. Penggunaannya dalam praktek CT klinis tidak disukai karena memperlambat konvergensi rekonstruksi dan akibatnya, membutuhkan komputer dengan kapasitas kemampuan yang lebih besar dan perangkat keras yang lebih besar untuk menghindari waktu rekonstruksi citra yang lama. Dalam rekonstruksi iteratif teoritis, sifat fisik dari sistem akuisisi pemindai diperhitungkan, dengan cara maka kualitas gambar hasil rekonstruksi dapat ditingkatkan. Pemodelan sistem akuisisi pemindai adalah melibatkan komputasi yang sangat mahal, maka rekonstruksi gambar memakan waktu dan rumit. Untuk menghindari waktu rekonstruksi citra lama, modifikasi pertama dari teknologi rekonstruksi iteratif yang menghasilkan komputasi lebih cepat yaitu teknik rekonstruksi iteratif berdasarkan hanya satu model korektif statistik, sifat noise dari data pengukuran, diperkenalkan untuk hanya mengatasi noise gambar. Meskipun model statistik secara signifikan mengurangi kebutuhan untuk iterasi dibandingkan dengan rekonstruksi iteratif sebenarnya, namun pengurangan noise yang agresif menyebabkan penampilan yang bebas noise dengan pelemahan yang luar biasa homogen. Tekstur nosie gambar adalah sangat berbeda dari FBP yang membatasi penggunaan klinis sebagai pengguna harus membiasakan diri bekerja dengan tayangan gambar yang asing. Dengan tujuan untuk mengurangi jumlah model koreksi untuk meningkatkan kecepatan rekonstruksi, Siemens telah mengembangkan metode baru untuk rekonstruksi iteratif yang mempertahankan kualitas gambar hasil koreksi setara dengan rekonstruksi iteratif sesungguhnya. Untuk mempercepat konvergensi rekonstruksi dan untuk menghindari waktu rekonstruksi yang lama maka dikembangkan teknik baru yang disebut IRIS (Iterative Reconstruction in Image Space). Dengan teknik ini iterasi diterapkan pada data mentah rekonstruksi hanya sekali. Data mentah hasil rekonstruksi yang pertama dihasilkan disebut sebagai master gambar adalah mengandung informasi data mentah sepenuhnya namun dengan menghilangkan noise secara signifikan. Koreksi berulang berikut ini dikenal rekonstruksi iteratif sesungguhnya adalah dilakukan berurutan dalam ruang gambar. Koreksi ini akan "membersihkan" citra dan menghilangkan noise gambar tanpa menurunkan ketajaman gambar. Oleh karena itu, proyeksi berulang yang memakan waktu dan proyeksi balik yang bersesuaian dapat dihindari. Selain itu, tekstur kebisingan gambar sebanding dengan standar mapan kernel konvolusi. Hasil teknik baru ini adalah pengurangan artefak dan nosie, peningkatan ketajaman gambar, dan penghematan dosis hingga 60% untuk berbagai aplikasi klinis yang luas. Standard FBP Keuntungan • Rekonstruksi ultracepat tanpa iterasi. • Kesan gambar yang telah diterima dengan baik.



Kekurangan Keterbatasan dalam kemampuan pengurangan dosis.



Theoretical IR Keuntungan • Pengurangan dosis atau peningkatan kualitas gambar. • Kesan gambar yang telah diterima dengan baik.



Statistical IR Keuntungan • Pengurangan dosis.



Kekurangan Waktu rekonstruksi sangat lama.



Kekurangan Gambar yang dihasilakn tidak umum (plastic-like).



• Rekonstruksi cepat dengan sedikit parameter.



IRIS Keuntungan • Pengurangan dosis atau peningkatan kualitas gambar. • Kesan gambar yang telah diterima dengan baik. • Rekonstruksi cepat dalam ruang gambar. Kekurangan



In clinical practice, the use of IRIS may reduce CT patient dose depending on the clinical task, patient size, anatomical location, and clinical practice. A consultation with a radiologist and a physicist should be made to determine the appropriate dose to obtain diagnostic image quality for the particular clinical task.



Gambar 22. Perbandingan Teknologi Rekonstruksi Gambar. © Daniel Kartawiguna, May 2012



Halaman : 16



Workshop “Management Pemeliharaan dan Kalibrasi Peralatan Medik di Rumah Sakit sebagai Upaya Peningkatan Keselamatan Pasien”, Surakarta 2012



SIMPULAN Perkembangan teknologi CT Scan saat ini ditujukan untuk pengurangan dosis radiasi pemeriksaan dengan peningkatan kulitas gambar. Salah satu cara untuk mengurangi dosis radiasi pasien adalah dengan mengembangkan komponen detektor CT Scan yang lebih efisien. Diperlukan komponen detektor yang dapat mengubah foton sinar-x menjadi sinyal listrik dengan efisien dan bebas dari derau (noise). Siemens berhasil mengembangkan elemen detektor generasi terbaru yang dapat memenuhi kriteria ini yang diberi nama Detektor Stellar. Elemen ini berhasil diciptakan dengan dukungan teknologi miniaturisasi komponen elektronik terintegrasi. Dengan teknologi ini maka jumlah komponen elektronik dapat dikurangi sehingga derau listrik dan disipasi daya dapat secara nyata diperkecil. Selain itu, teknik rekonstruksi gambar yang digunakan juga dapat berperan dalam pengurangan dosis radiasi dan peningkatan kualitas gambar. Algoritma rekonstruksi gambar yang selama ini digunakan yaitu filtered back projection (FBP) memiliki keterbatasan oleh karena adanya trade-off antara antara resolusi spasial dan noise yang harus dipertimbangkan. Untuk mengatasi hal ini serta dengan membertimbangkan kecepatan waktu rekonstruksi, Siemens berhasil mengembangkan teknologi rekonstruksi IRIS (Iterative Reconstruction in Image Space). Teknik ini memberikan 3 keuntungan yaitu: pengurangan dosis dengan peningkatan kualitas gambar, menghasilkan gambar yang wajar, dan waktu rekonstruksi yang cepat dalam ruang gambar.



DAFTAR PUSTAKA Buzug, Thorsten M. (2008). Computer Tomography -From Photon Statistics to Modern ConeBeam CT. Berlin Heidelberg: Springer-Verlag. Kalender, Willi A. (2005). Computed Tomography: Fundamentals, System Technology, Image Quality, Applications. Erlangen, Jerman: Publicis Corporate Publishing. Siemens AG. (2012). Stellar Detector For SOMATOM Definition Flash and Definition Edge First fully integrated detector. Presentation slide. Erlangen, Germany: Siemens AG. Siemens AG. (2012). Iterative Reconstruction in Image Space (IRIS). Presentation slide. Erlangen, Germany: Siemens AG. === /// ===



© Daniel Kartawiguna, May 2012



Halaman : 17