Dhaeng Sekara [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up

Dhaeng Sekara [PDF]

DHAENG SEKARA* Karya : Rodli TL.

PANGGUNG ARENA TENGAH LAPANGAN. MALAM HARI, BANYAK OBOR MENERANGI RATUSAN BAMBU BERDIR

8 0 100 KB

Report DMCA / Copyright

DOWNLOAD FILE


File loading please wait...
Citation preview

DHAENG SEKARA* Karya : Rodli TL.



PANGGUNG ARENA TENGAH LAPANGAN. MALAM HARI, BANYAK OBOR MENERANGI RATUSAN BAMBU BERDIRI TEGAK. MUSIK PERKUSI TRAGEDI MULAI MERAMBAT BERTALU-TALU. TIBA-TIBA MUNCUL ORANG–ORANG BERLOMPATAN MELAKUKAN ATRAKSI BELADIRI. BEBERAPA BAMBU DIBAKAR. PERTANDA TERJADI KERUSUHAN SANGAT HEBAT DI KAMPUNG TERSEBUT. GEROMBOLAN PERUSUH ITU BERLOMPATAN DENGAN KEPALA TERTUTUP. SERENTAK MEREKA BERLOMPATAN MENINGGALKAN PANGGUNG YANG MENJADI PUING-PUING KEBIADABANNYA. PANJI DAKSA SEBAGAI DALANG KERUSUHAN ITU TERTAWA PONGAH. PERUT BUNCITNYA BERGOYANG YANG DI LENGANNYA TERSELIP KERIS BERKEPALA HARIMAU. BERSAMA ANAK BUANYA MEREKA MENINGGALKAN PANGGUNG YANG TELAH HANGUS. DARI PUING-PUING ITU MASIH NAMPAK BEBERAPA KALI ERANG KESAKITAN. ORANG-ORANG KAMPUNG YANG SEDANG SAKIT ITU BERUSAHA KELUAR DARI KOBARAN API. MUNCUL SEORANG LAKI-LAKI MENYELAMATKAN BAYI YANG SEDANG DALAM DEKAPAN SEORANG WANITA YANG TIDAK BERNYAWA. IA ADALAH IBU DARI BAYI TERSEBUT LAKI-LAKI ITU MELETAKKAN BAYI PADA LEMBAR KAIN PUTIH. BEBERAPA SAAT KEMUDIAN BAYI ITU BERUPA MENJADI GERAKAN KAIN LALU MENJADI REMAJA YANG PERKASA. IA ADALAH DHAENG SEKARA DHAENG SEKARA MUNCUL DENGAN LEMBUT DILEPAS OLEH SEORANG LELAKI TUA YANG NAMPAK MISTERIUS. WAJAHNYA TIDAK TERLIHAT NYATA. IA BERJUBAH PUTIH DAN BERJANGGUT PANJANG. IA MEMUNAJATKAN CINTA PADA SANGYANG TUNGGAL. KAKEK BANTAL : Wahai keindahan yang cemerlang/ Adakah pancaran sinar pagi pengembara papa di malam hari/ Engkau adalah mutiara terindah di mulut kerang/ Mungkinkah aku yang tidak pandai berenang dan menyelam ini dapat mencapai-Mu?/ MASIH DALAM GELAP BERIRING MUSIK RITUAL. MUNAJAT ITU TERUS MENGISI SUNYI. Engkau datang bagai rembulan di cakrawala yang belum terlihat/ Engkau mahkotai keindahan-Mu dengan nyala cahaya yang tak kunjung padam/ pantaskah pungguk celaka ini bertengger di pepohonan iman dan agama untuk menyaksikan keindahan-Mu yang tiada tara/ DENGAN LEMBUT KAKEK BANTAL MENGHILANG



Dok.Lab. sinematografi & pertunjukan unisda Lamongan



TUBUH DHAENG SEKARA SEMAKIN NAMPAK TEGAK . IA BERJALAN KE TENGAH LAPANGAN. LALU IA BERDIRI TEGAK DI TENGAH-TENGAH. PANGGUNG MENJADI SANGAT TERANG. SEAKAN MATAHARI SEDANG DI PUNCAK LANGIT. TEMPAT ITU ADALAH ALUN-ALUN YANG DISEDIAKAN KHUSUS PARA KAWULA ALIT MAJAPAHIT BILA MENGHADAP SRI MAHARAJA. TIBA-TIBA MUNCUL BEBERAPA PRAJURIT PRAJURIT



: Kisanak, mau menghadap Srimaharaja ya?



DHENG SEKARA



: (DIAM)



PRAJURIT : Semua warga bila mau pepe di sini, mau menghadap raja, mereka harus bayar dulu. DHAENG SEKARA : (DIAM) PRAJURIT kami!



: Kisanak, kamu dengar tidak?! Ayo serahkan beberapa uang pada



DHAENG SEKARA : Maaf, saya tidak punya uang untuk sekedar menyuap kalian PRAJURIT pepe lagi!



: Bekerja dulu! bila telah mempunyai, baru datang kemari untuk



DHAENG SEKARA : (TETAP BERDIRI TEGUH DI TENGAH LAPANGAN) PRAJURIT : Oh, jadi kamu mau pepe beberapa hari di sini? Silakan, sampai gosong tubuhmu, kamu tidak akan bisa bertemu dengan Sirimaharaja DHAENG SEKARA : (TETAP DIAM, BERDIRI TEGUH) PRAJURIT



: (MENINGGALKAN DHAENG SEKARA DENGAN SEWOT)



BEBERAPA WAKTU KEMUDIAN MUNCUL SEORANG PRAJURIT BERTOMBAK MEMPERSILAKAN DHAENG SEKARA UNTUK LANGSUNG MENGHADAP, LALU BERJALAN MENGIKUTI PRAJURIT BERTOMBAK TERSEBUT NAMPAK SRI PRABU WIKRAMAWARDANA DUDUK DI ATAS SINGGASANA. DHAENG SEKARA LALU MENGHADAP DENGAN DUDUK BERSILA SAMBIL MENGHATURKAN SEMBAH. SRI MAHARAJA MENGANGKAT TANGAN DAN MENGGERAKKANYA SEBEGAI ISYARAT AGAR DHAENG SEKARA LEBIH MENDEKAT PADA SRI MAHARAJA. DHAENG SEKARA MENDEKAT DAN MELETAKKAN BIDIK KECIL DAN SELEMBAR SURAT DIHADAPANNYA. SRI MAHARAJA : Bukankah engkau ini Daeng Sekara? Ada hubungan apakah engkau ini dengan Rakyan Panji Sekara? DHAENG SEKARA : Ampun beribu ampun Paduka yang Mulia. Hamba menerima surat dari Aji Boto Dhatu Tanggiling, putra Teja ri Warek. Beliau mengatakan bahwa hamba adalah putra Sang Panji Sekara, seorang mantan pimpinan bala awajuh Wilwatikta dengan bukti taji pusaka yang hamba miliki ini adalah milik Sang Panji Sekara



Dok.Lab. sinematografi & pertunjukan unisda Lamongan



SRI MAHARAJA : Sejak pertama aku melihatmu, hati kecilkku mengatakan bahwa engkau adalah putra Sang Gedhingmanggala Rukyan Panji Sekara. Sebab wajahmu dengan panji Sekera ibarat pinang dibelah dua. Karena itu, pada saat putraku Dyah Kertawijaya mengajukan dirimu sebagai pengalasan wineh suka, aku langsung menyetujui dan memberimu gelar Dhaeng Sekara. Sekarang ini, setelah engkau menunjukkan jati dirimu lewat taji ini, aku semakin yakin jika engkau adalah putra Rakryan Panji Sekara, sebab taji ini adalah hadiah yang aku berikan pada hari pernikahan dengan ibumu. DHAENG SEKARA : Hamba haturkan beribu terimakasih atas penjelasan baginda. Namun, mohon ampun seribu ampun, apakah ramanda hamba sekarang ini masih hidup? SRI MAHARAJA : Sejak peristiwa biadab itu menimpa keluargamu, ramandamu langsung diberhentikan dari jabatannya karena dia tidak mampu mengendalikan diri. Tetapi, sebagai orang yang ku kenal sangat setia, maka ketika aku menggantikan Sri Parbu Rajasanegara, ramandamu kuberikan jabatan yang lain, yaitu Ksetrapala BanaKumeter dengan gelar Dang Acarya Kalamukha. Tetapi dia dikenal dengan nama Ki Bahubraja. O, ada sesuatau yang ingin kutanyakan langsung kepadamu sekitar pembinasaan keluargamu itu. Apakah saat itu engkau mengenali salah seorang diantara para perampok yang menjarah kampungmu? DHAENG SEKARA : Mohon ampun, Baginda Yang Mulia. Peristiwa itu sangat lekat dalam relung ingatan hamba, tapi hamba harus mengatakan dengan jujur bahwa hamba tidak mampu mengenali jati diri para perampok itu, sebab mereka semua mengenakan selubung tutup kepala. Satu-satunya pimpinan perampok yang hamba ingat ketika itu adalah orang yang membunuh ibunda hamba. Seingat hamba, orang itu bertubuh tinggi dan berperut buncit. Pada lengan kirinya terdapat gambar Raja kepala harimau. Selain itu, dia menyelipkan sebilah keris bergagang gading dengan ukiran kepalah harimau. Dan yang tidak dapat hamba lupakan , pada perut bagian kiri terdapat tahi lalat besar yang ditumbuhi rambut. MAHARAJA



: Engkau yakin dengan penglihatanmu waktu itu?



DHAENG SEKARA : Hamba tidak akan pernah lupa dengan kejadian itu, bahkan sampai bertahun-tahun hamba pernah bermimpi didatangai pimpinan perampok tersebut MAHARAJA



: (DIAM)



DHAENG SEKARA : Paduka yang mulia, jika paduka berkenan, hamba mohon diijinkan untuk menjumpai ramanda hamba Dang Acarya Kalamukha di Bana-Kumeter MAHARAJA : Aku ijinkan engkau menjumpai ramadamu. Bahkan jika engkau bersedia, engkau boleh tinggal bersamanya.. tetapi engkau hanya bisa menjumpai ramandamu nanti malam di Kstralaya Bala-Kumeter. Sebab pada siang begini tidak ada seorang pun yang tahu dimana ramandamu berada, termasuk aku.



Dok.Lab. sinematografi & pertunjukan unisda Lamongan



DHAENG SEKARA : Hamba mengucapkan ribuan terimakasih. PANGGUNG GELAP PERTANDA MALAM. DHAENG SEKARA BERDIRI SENDIRIAN DALAM KEGELAPAN. LALU IA BERMONOLOG. DHAENG SEKARA : Ramanda diberi jabatan oleh Sri Prabu Wikramawardhana sebagai penjaga kuburan suci yang dimuliahkan sekaligus dipuja sebagai manusia setengah dewa pelindung negeri. Saya kawatir kalau ramanda telah menjadi seorang pendeta bhairawa. Apakah keadaan itu yang menyebabkan kakek bantal mewanti-wanti agar saya tidak kecewa jika saya berjumpa dengan ramanda. Bagaimana mungkin saya memiliki ayahnda seorang pendeta bhairawa yang suka makan daging dan minum darah manusia?! KAKEK BANTAL MUNCUL DALAM GELAP DENGAN MUNAJATNYA KAKEK BANTAL : Wahai Kekasih di magligai hatiku/ Engkau bersemayam sampai sekujur tubuhku mengucurkan peluh darah/ Di pelupuk mataku Engkau bercahaya sampai berjatuhan air mataku bagai titik-titik darah/ Saat musik cinta engkau lantunkan dari urat leherku, kusaksikan derita jiwa akibat rinduku yang tidak kesampaian untuk bercengkrama dengan-Mu (SUARA DAN TUBUHNYA MENGHILANG DENGAN HALUS) DHAENG SEKARA MULAI MENYUSURI GELAP. IA HANYA MENGENAKAN KAIN GRINGSING YANG DIBELITKAN SEDEMIKIAN RUPA UNTUK MENUTUPI BAGIAN BAWAH . IA MELANGKAH DENGAN PENUH KESIAGAAN KARENA NALURINYA MENGATAKAN BAHWA DIRINYA SEDANG DIINTAI BERPULUH-PULUH MATA BERSEMBUNYI. PEDANG PEMBERIAN KAKEK BANTAL DIGENGGAM ERAT DI TANGAN KIRINYA DISIAGAKAN UNTUK MENGHADAPI SERANGAN LAWAN TIDAK DI KENAL YANG DATANG SEWAKTU-WAKTU. SERINGKALI TERLIHAT KELEBATAN BAYANGAN DEMI BAYANGAN HITAM YANG MEMBERSIT DARI BAMBU SATU KE BAMBU YANG LAIN. BAMBU-BAMBU ITU JUGA KADANG BERGERAK BERTABRAKAN YANG MENGHASILKAN SUARASUARA MENCEKAM. BEBERAPA SAAT KEMUDIAN DHAENG SEKARA MENYADARI KEADAAN TERKEPUNG. IA LALU MENEGUHKAN DIRI DENGAN MEMBACA WIRID HIZBUL KHAFI. DHAENG SEKARA MERASAKAN DARAH DI TUBUHNYA MENGGELORA DENGAN DITANDAI CAHAYA PANGGUNG BERUBAH-UBAH. PADA SAAT ITU SECARA SERENTAK SOSOK-SOSOK DI KEGELAPAN YANG MENGEPUNGNYA ITU MENYERANG BERAMAI-RAMAI, MENERJANG BERBARENGAN, MENGERUBUTI TUBUHNYA. “Heiyaaa!” DENGAN TERIAKAN MENGGUNTUR DHENG SEKARA MELOMPAT KE SAMPING KANAN. DENGAN KEGESITAN SEEKOR KIJANG IA MENGGEMPUR PARA PENYERANG. PARA PENYERANG ITU AKHIRNYA TERPELANTING MENGERANG KESAKITAN. DHAENG SEKARA MASIH BELUM MERASA AMAN, TIDAK LAMA KEMUDIAN BEBERAPA BAYANGAN ITU MUNCUL LAGI, DENGAN JUMLAH YANG LEBIH BANYAK. BAYANGAN ITU TERUS MENGEPUNG, DHAENG SEKARA MULAI Dok.Lab. sinematografi & pertunjukan unisda Lamongan



TERJEPIT. TIBA-TIBA TERDENGAR SUARA PELUIT PANJANG. BAYANGANBAYANGAN HITAM ITU MUNDUR KE BELAKANG DAN AKHIRNYA LENYAP. TUBUH DHAENG SEKARA MENGEJANG LALU TERBANTING KE TANAH DENGAN KERAS. DENGAN MERANGKAK SAMBIL MEMEGANGI PINGGANGNYA , DIA BERUSAHA BANGKIT. SUASANA MENJADI HENING SENYAP DI BANA-KUMETER. MULAI MUNCUL SUASANA KENGERIAN UNTUK MENGHILANGKAN RASA YANG BEGITU MENCEKAM. DHAENG SEKARA MENGENANG SESUATU. LALU MENGELUARKAN TEROMPET BATANG PADI. LALU IA MENIUPNYA TEROMPET KECIL ITU DENGAN LAGU-LAGU KHAS YANG PERNAH DIAJARKAN OLEH AYAHANDANYA DULU. TIBA-TIBA BAHUNYA DITEKAN OLEH SUATU TONGKAT YANG SANGAT BERAT. LALU TERDENGAR SUARA MENGGUNTUR DIBELAKANGNYA KI BAHUBRAJA



: Siapakah engkau yang meniup terompet batang padi di sini?



DHAENG SEKARA : (KAGET) KI BAHUBRAJA



: Siapakah engkau?



DHAENG SEKARA : Saya…saya Katang. KI BAHUBRAJA



: Katang?



DHAENG SEKARA : Benar, saya Katang. Apakah tuan tahu dimana ramanda saya berada? KI BAHUBRAJA : O anakku (MENGERAM, MENGINGAT MASA LALU YANG MELULULANTAKKAN KELUARGA DAN KAMPUNGNYA) Akulah Panji Sekara, Akulah ramandamu DHAENG SEKARA : Tuan ramanda saya? KI BAHUBRAJA



: Ya, aku adalah Panji Sekara



DHAENG SEKARA LANGSUNG MEROBOHKAN BADANNYA DAN MERANGKUL KAKI RAMANDANYA. PANJI SEKARA PANDANGANNYA MENERAWANG KE ATAS. IA MERASAKAN AMUKAN DASYAT DAN KERINDUAN YANG SELAMA INI DIPENDAMNYA. AIR MATANYA MULAI NANAR, BERKACA-KACA. NAMUN SUATU KEKUATAN MISTERIUS MENDADAK MENYENTAKKAN SELURUH KESADARANNYA. DAN SEPERTI DI LUAR KESADARANNYA KI BAHUBAJRA MERAUNG KERAS BAGAIKAN HARIMAU LUKA. DHAENG SEKARA TERSENTAK KAGET MENDENGAR RAUNGAN RAMANDANYA YANG MENGGETARKAN HATI DAN MELEMAHKAN JARINGAN URAT TUBUHNYA DHAENG SEKARA : Ada apakah ramandah? Kenama ramanda berteriak seperti itu?



Dok.Lab. sinematografi & pertunjukan unisda Lamongan



KI BAHUBRAJA : Akh tidak (DIAM MENEGADAH KE ATAS) Aku sebentar tadi mengingat ibundamu dan seluruh keluarga kita yang dibinasakan oleh para perampok jahanam itu DHAENG SEKARA : Ramanda (BERDIRI MENGHADAP RAMANDANYA) PANJI SEKARA DIAM LAMA. IA BERJALAN MENJAUHI DHAENG SEKARA KI BAHUBRAJA menemuiku?



:



Katang



anakku,



bagaimana



kamu



bisa



datang



kemari



DHAENG SEKARA : Saya menghadap Sri Baginda Maharaja. Beliau yang memberitahu dimana ramanda berada. Saya juga memperoleh ijin dari sri Baginda Maharaja untuk menemui ramanda malam ini. KI BAHUBRAJA : Bagaimana engkau tahu jika dirimu adalah anak Rakyan Panji Sekara pimpinan pasukan bala-awajuh? Bukankah waktu kejadian itu dirimu masih terlalu kecil? DHAENG SEKARA : Dua hari yang lalu, saya diberitahu oleh yang mulia Aji Boto’ Dhatu Tanrigiling, yang dipertuan Luwuk bahwa saya adalah putra Rakryan Panji Sekara pimpinan bala-awajuh Wilwatikta. Yang mulia Aji Boto’ mengaku bahwa beliau telah diberitahu oleh mertua saya I La Pitureppa To Linrungripetung. KI BAHUBRAJA : I La Pitureppa. (MENGINGAT) Kalau tidak salah dia itu adalah Pu Landhi, perwira bala-awajuh. Kalau benar berarti ia memang benar anak buahku. DHENG SEKARA



: Benar Ramanda, beliau juga mengaku bawahan Ramanda.



KI BAHUBRAJA : Aha, jadi engkau diambil menantu oleh Pu Landhi (TERTAWA TERGELAK-GELAK SAMPAI TUBUHNYA TERGUNCANG) DHAENG SEKARA : Saya mohon agar agar ramanda merestui perkawinan saya KI BAHUBRAJA : (MASIH TERTAWA, SEPERTI TIDAK MENGHITAUHKAN PERMOHONAN RESTU DHAENG SEKARA. LALU MIMIK WAJAHNYA BERUBAH MARAH) Katang anakku, tidakkah engkau pernah memperoleh kabar tentang sebenarnya siapakah pelaku pembinasaan terhadap keluarga kita? DHAENG SEKARA : Selama ini saya belum pernah mendengarnya, Ramanda. Tapi bagi saya hal itu tidak penting, sebab segala sesuatu yang sedang terjadi sudah menjadi kehendak Sangyang Tunggal Yang Maha Kuasa KI BAHUBRAJA : He, kenapa engkau berkata begitu? Tidakkah engkau memiliki kuat untuk membalas kematian ibunda, nenek, bibi, paman, dan kerabatmu yang lain? DHAENG SEKARA : Saya memang mempunyai keinginan untuk membalaskan kematian mereka, tetapi itu semau akan saya lakukan sebagai suatu kewajiban darah seperti yang diatur dalam hukum agama. KI BAHUBRAJA



: Perintah agama?



DHAENG SEKARA : Saya adalah seorang selam, Ramanda



Dok.Lab. sinematografi & pertunjukan unisda Lamongan



KI BAHUBRAJA : Jagad Dewa Batara, bagaimana mungkin engkau bisa murtad dari keyakinan nenek moyangmu? DHAENG SEKARA : Semua itu adalah kehendak Sangyang Tunggal, Ramanda KI BAHUBRAJA : Sangyang Tunggal? Engkau pikir aku percaya dengan segala omong kosong tentang Sangyang Tunggal yang diperkenalkan orang-orang Selam itu! DHAENG SEKARA : Ramanda boleh tidak mempercayai Tungal adalah ada dan menguasai segala-galanya.



keberadaan sang yang



KI BAHUBRAJA : Ketahuilah anakku, bahwa tujuan hidup seorang manusia adalah mencapai kehampaaan yang nyata, dan kebahagiaan tertinggi yang disebut suryaparamananda, maka ia telah terbebas dari segala lingkaran roda karma. Ia akan bersemayam dalam keheningan di tengah kehampaan DHAENG SEKARA : Keyakinan saya bertolak belakang dengan keyakinan Ramanda. Dalam keyakinan saya, tujuan akhir dari seorang manusia adalah mencapai hadirat Sangyang Tunggal yang memiliki kebahagiaan tertinggi. Setiap manusia mempunyai hubungan dengan Sangyang Tunggal. Dimanapun manusia akan diluputi oleh kekuasaan Sangyang Tunggal. KI BAHUBRAJA : Pikiranmu ternyata telah dirusak oleh orang-orang Selam. Apakah kau pikir manusia ini budak dari Sangyang Tunggal? Tidak anakku. Seorang manusia yang baik bukanlah orang yang menyandarkan diri kepada Dewa Yang Tertinggi dalam upaya memperoleh pembebasan. Tetapi harus menyatukan dirinya sendiri sebagai dewa dengan melakukan tindakan-tindakan suci. Ketahuilah anakku, jika seseorang sudah berhasil menguasai alam semesta karena sudah menjadi dewa maka ia akan memiliki kekuasaan untuk memahami segalahgalahnya. Semua apa yang kukatakan itu dapat engkau buktikan dengan mengikuti upacara-upacara yang telah ditetapkan caranya dan diajarkan secara turun temurun. DHAENG SEKARA : Sudahlah Ramanda. Kita tidak perlu bersitegang masalah keyakinan. Sebab persoalan keyakinan bukan persoalan yang bisa dipecahkan dengan berdebat untuk saling menang-menangan. KI BAHUBRAJA



: Tapi aku tidak suka engkau menjadi orang selam.



DHAENG SEKARA : Kalau mau jujur saya juga tidak suka Ramanda menjadi seorang pendeta bhairawa! KI BAHUBRAJA : He, beraninya engkau mengecam ayahmu ! beraninya engkau mencela ajaran leluhurmu! DHAENG SEKARA : Saya tidak mengecam, Ramanda. Saya hanya bicara jujur. Sebab, saat saya masih kecil, ibunda sering menakut-nakuti saya dengan bhairawaheruka yang katanya suka menculik dan memakan daging anak-anak. Nah sekarang ini yang saya hadapi justru bhairawa-heruka itu adalah ramanda saya sendiri. KI BAHUBRAJA : Ketahuilah anakku, bahwa apa yang kuyakinkan bertahun-tahun dengan menjadi bhairawa-heruka ini adalah untuk membalaskan dendam kusumatku



Dok.Lab. sinematografi & pertunjukan unisda Lamongan



atas binasanya keluarga kita. Dan setelah kuresapi benar, makna keberadaan bhairawa-heruka, bahwa apa yang menjadi cerita orang-orang yang katanya menakutkan adalah tidak berdasar. DHAENG SEKARA : Bagi Ramanda yang menjadi bhairawa mungkin hal itu tidak menakutkan. Bagaimana dengan perasaan para orang tua yang ketakutan anaknya diculik dan dijadikan korban persembahan oleh para bhairawa seperti Ramnda? PANJI SEKARA : Hukum alam berlaku di mana saja. Harimau memangsa kijang. Kijang pun memangsa rumput. Rumput pun memangsa tanah. Tanah pun pada akhirnya memangsa bangkai harimau. DHAENG SEKARA : Apakah Ramanda hendak mengatakan bahwa para bhairawa adalah harimau dan anak-anak yang dijadikan korban adalah kijang? Bagaimana bila para perampok yang membinasakan keluarga kita nanti mengatakan bahwa segala apa yang dilakukan adalah mengikuti hukum alam semesta? PANJI SEKARA : Engkau rupanya sudah pintar bicara, anakku. Otakkmu pasti sudah diracuni oleh orang-orang yang sesat dari kaum mlecca DHAENG SEKARA DIAM. IA BERDIRI DAN BERGERAK MENJAHUI AYAHNYA. LALU BERUSAHA MENGINGAT SESUATU. PANJI SEKARA MENGAMATI ANAKNYA YANG DIAM. IA MENARIK NAFAS BERAT. KI BAHUBRAJA : membunuh ibumu?



Apakah engkau masih mengenali wajah perampok yang



DHAENG SEKARA : Saya tidak ingat apa-apa, Ramanda. Sebab para perampok ketika itu menggunakan topeng, hanya yang saya ingat pada lengan kiri perampok ada gambar raja kepala harimau. Selain itu, pada pangkal gagang pedangnya terdapat pula ukiran kepala harimau. Dan yang tidak dapat saya lupakan, pada perut kiri perampok itu ada tahi lalat hitam sebesar ibu jari yang ditumbuhi rambut. KI BAHUBRAJA



: Shimarodra keparat! (TERIAK MENGGUNTUR)



DHAENG SEKARA : Ramanda, siapa Shimarodra? Diakah yang membunuh ibunda saya? KI BAHUBRAJA



: Aku tidak menduga kalau binatang rendah itu menghianati aku!



DHAENG SEKARA : Siapakah Shimarodra, Ramanda? KI BAHUBRAJA : Dulu dia adalah salah seorang perwira pemantuku sama seperti Pu Landhi mertuamu. Tapi, sungguh tak kusangka kalau dia bakal berkhianat. DHAENG SEKARA : Di mana Shimarodra sekarang berada? KI BAHUBRAJA : Binatang itu sekarang menggantikan kedudukanku sebagai pimpinan pasukan bala-awajuh Wilwatikta dengan gelar Rakryan Panji Daksa. O Jagat Dewa batara ! betapa bodohnya aku , betapa dungunya aku! Ngrrhh….! DHAENG SEKARA : Ramanda, kenapa dia bisa menggantikan Ramanda? Kenapa Sri Baginda Maharaja tidak memilih orang lain?



Dok.Lab. sinematografi & pertunjukan unisda Lamongan



KI BAHUBRAJA : Aku yang mengusulkan pada Sri Baginda Maharaja Rajasanegara agar sepeninggalku nanti beliau berkenan mengangkat Shimarodra sebagai pimpinan bala-awajuh. Shimarodra adalah anak buahku yang ulet dan patuh. Tidak pernah kuduga. Bodohnya aku! (MENAMPAR KEPALANYA BERULANG-ULANG) DHAENG SEKARA : Sebaiknya, kita menghadap Sri baginda Maharaja besok pagi untuk membicarakan masalah ini, sebab bagaimanapun Sang Panji Daksa adalah pejabat kerajaan. KI BAHUBRAJA



: Tidak. Aku akan menghadap mala mini!



DHAENG SEKARA : Menghadap malam ini? Apakah tidak mengganggu Sri Baginda Maharaja? KI BAHUBRAJA : Tidak. Sebab aku adalah orang kepercayaan Sri Baginda Maharaja yang diberi kewenangan untuk menemui beliau kapan saja dan dimana saja. TANPA MENUNGGU JAWABAN PERSETUJUAN DHAENG SEKARA, KI BAHUBRAJA LANGSUNG ANGKAT KAKI BERJALAN MENGHADAP SRI MAHARAJA. PANJI SEKARA LANGSUNG MENGIKUTI DARI BELAKANG. MEREKA BERPAPASAN DENGAN DUA ORANG BERDIRI TEGAK. PANJI SEKARA LANGSUNG MENGIKUTINYA. KI BAHUBRAJA : Siapakah kalian, o kisanak? Ada kepentingan apa malam-malam begini masuk ke bala-kumeter? KEBOH GALUH : Paman Bahubajra, lupakah paman dengan saya? Saya adalah Kebo Galuh, Tuhakuwu Watesnegara KI BAHUBRAJA



: Lantas siapa orang di sebelah, tuan?



AJI BOTO : Saya Aji Boto, Dhatu Tanrigiling, Paman. Saya putra Teja Ki Warek , Datunna Sunaeng, Yang dipertuan Wira Langit KI BAHUBRAJA datang kemari?



: Ohoho, ada apakah gerangan kalian berdua malam-malam begini



AJI BOTO diurungkan saja.



: Jika paman mau menjumpai Sri Baginda Maharaja sebaiknya



PANJI SEKARA



: Dirungkan?!



AJI BOTO : Ya paman. Urungkan seja. Sebab kami berdua sore tadi telah diutus oleh Sri Baginda Maharaja untu menemui paman di sini untuk membicarakan sesuatu. PANJI SEKARA



: Jadi kalian ini utusan Sri Baginda Maharaja?



AJI BOTO : Paman Bahubraja dan Engkau Dhaeng Sekara. Sri Baginda telah mendengar semua apa yang akan pamanda laporkan. Dan Sri baginda Maharaja telah membuat keputusan . DHAENG SEKARA : Sri baginda Maharaja telah mengetahui persoalanku?



Dok.Lab. sinematografi & pertunjukan unisda Lamongan



AJI BOTO : Sri Baginda telah mengetahui segalanya. Dan siang tadi, seusai Dhaeng Sekara menghadap, Sri Baginda memanggil Sang Panji Daksa. Siang itu pula, lambang kebesaran pimpinan pasukan Bala-Awajuh Wilwatikta diminta oleh beliau dari tangan Panji Daksa. Sri Baginda lalu memerintahkan pada kami untuk untuk menemui paman, menyampaikan lambang kebesaran ini. Menurut sri Baginda, sejak lambang kebesaran ini sampai ke tangan paman, berarti pemimpin pasukan bala awajuh Wilwatikta telah berada di tangan paman kembali. Dan malam ini juga, Sri Baginda maharaja menitahkan paman untuk menunaikan tugas sebagai seorang kesatria. KOTA RAJA MAJAPAHIT DILIPUTI KELENGANGAN. HANYA NAMPAK SEORANG PETUGAS YANG MENYALAKAN API PENERANG. CAHAYA API YANG BERGOYANG-GOYANG DITIUP ANGIN SEMAKIN MEMBUAT SUASANA MENJADI SEPI. SUARA ANGIN DAN GERISMIS MULAI TURUN. DALAM SUASANA LENGANG DILIPUTI KABUT DAN GERIMIS, SAMAR-SAMAR ITULAH TERLIHAT KELEBATAN DUA SOSOK TUBUH MENEMBUS KEGELAPAN . GERAKAN MEREKA SANGAT GESIT. MEREKA LALU BERDIRI DI TENGAH KEREMANGAN KABUT KI BAHUBRAJA : Engkau tunggu sebentar di sini. Aku tidak ingin menimbulkan banyak korban di antara pasukan Majapahit DHAENG SEKARA : Ramanda mau masuk sendiri? KI BAHUBRAJA



: Diamlah disitu sebentar.



KI BAHUBAJRA MEMBERI ISYARAT AGAR DHAENG SEKARA TETAP DI TEMPATNYA. SETELAH ITU, IA MENGELUARKAN SEGUMPAL TANAH DARI KANTUNG KAIN HITAM YANG DIGANTUNGKAN DIIKAT PINGGANGNYA. GUMPALAN TANAH ITU DI KEPAL-KEPAL SAMBIL MULUTNYA KOMAT-KAMIT MEMBACA MANTARA AJI SIREP MEGANANDA MILIK INDRAJIT PUTRA RAHWANA. LALU MELEMPARKANNYA KE SEMUA PENJURU SEKITAR. PARA PENJAGA SATU PERSATU MULAI TERTIDUR. SUASANA NAMPAK MENJADI LENGANG. BAHKAN PENGARUHNYA JUGA PADA DHAENG SEKARA PUN TERTIDUR. PANJI SEKARA



: He, jangan ikut-ikutan tidur!



DHAENG SEKARA : Astaghfirullah PANJI SEKARA



: Kau bicara apa?



DHAENG SEKARA : Saya menyebut Sanghyang Tunggal, Ramanda PANJI SEKARA



: (DIAM)



DHAENG SEKARA : Ramanda, apakah tadi menerapkan aji sirep Megananda milik Indrajit Putra Rahwana? PANJI SEKARA : Hmh, aku ingin agar urusanku dengan Shimarodra tidak diributkan oleh keterlibatan prajurit-prajurit rendahan tak bersalah.



Dok.Lab. sinematografi & pertunjukan unisda Lamongan



DHAENG SEKARA : Kalau begitu kita sekarang harus mulai menyerang. KI BAHUBRAJA KE TANAH)



: Ya, kita mulai sekarang (MENGETUKKAN GAGANG TRISULA



MEREKA LALU BERLOMPATAN MENYUSURI GELAP. TIBA-TIBA DHAENG TERCEKAT. SEBAB DI DEPANNYA IA MELIHAT LIMA ORANG BHAIRAWA. IA LALU MEMBACA WIRID HIZBUL KHAFI. JARINGAN OTOTNYA BERGERAK DISERTAI SOROT MATA YANG TAJAM. DENGAN TERIAKAN YANG MENGGUNTUR DHAENG SEKARA BERLARI MENERJANG MUSUH DENGAN PEDANG TERHUNUS BAGAI HARIMAU MENYERGAP MANGSA. DHAENG SEKARA MENEBASKAN PEDANGNYA SECARA BERTUBI-TUBI. PANJI DAKSA : Tunggu! Hentikan dulu! (TUBUHNYA TAMBUN DENGAN PERUT BUNCIT DITUTUPI SELEMBAR KAIN GRINGSING. KERIS BERGAGANG GADING DENGAN UKIRAN KEPALA HARIMAU TAMPAK MENYEMBUL DI PERUTNYA.) DHAENG SEKARA : Bajingan tua! Berlututlah di depanku agar mudah kupenggal kepalamu! PANJI DAKSA : Anak muda tidak tahu tata krama! Ada urusan apa engkau ini, tanpa hujan tanpa angin membuat kerusuhan di sini? Tidak tahukah engkau bahwa di sini adalah kediaman Sang Panji Daksa, pimpinan pasukan bala-awujuh Wilwatikta?! DHAENG SEKARA : (TERTAWA MENGEJEK) Lucu sekali, bajingan tua berbau tengik tanpa hujan tanpa angin tiba-tiba berbicara soal tata krama. He Shimorodra, keparat tua Bangka, tidak sadarkah bahwa dirimu adalah seorang bajingan paling tengik di dunia?! PANJI DAKSA : Bedebah! menggelinding di depanku!



Katakana



siapa



namamu



sebelum



kepalamu



DHAENG SEKARA : Kau tentu sudah pikun tidak mengetahui siapa aku, he bajingan tua. Perlu kuberi tahu kepadamu bahwa namaku adalah katang. Aku datang ke sini hendak menagih nyawa ibu, nenek, bibi, paman, dan seluruh kerabataku yang telah engkau basmi belasan tahun silam di Ktah. PANJI DAKSA : Katang?! Aku tidak pernah mendengar nama itu. Lagi pula aku tidak pernah melakukan kebiadapan seperti yang engkau tuduhkan itu, anak muda. DHAENG SEKARA : Dasar bajingan tua Bangka pikun. Apapun yang dilakukan para bajingan selalu dipungkiri sendiri. Shimarodra, bahwa laki-laki bernama katang yang saat ini berdiri di hadapanmu adalah putra Sang Panji Sekara pimpinan pasukan balaAwajuh Wilwatikta yang telah engkau khianati. PANJI DAKSA : (DARAHNYA TERSIRAP, JANTUNGNYA MELONCAT DARI DADANYA. DENGAN GONTAI IA MUNDUR BEBERAPA LANGKAH) Kau pencoleng cilik! Jangan membikin onar di tempat ini! Aku tahu bahwa engkau baru saja memasang aji penyirepan untuk menidurkan seluruh penghuni markas ini. Tapi, engkau keliru, maling bodoh!



Dok.Lab. sinematografi & pertunjukan unisda Lamongan



DHAENG SEKARA : Bajingan tengik, tua Bangka tidak tahu diuntung. Aku datang kesini tidak untuk mencuri, tapi untuk merampok. Aku akan merampok kepalamu yang berisi otak busuk seorang bajingan. PANJI DAKSA : Binatang! (MENGANGKAT TANGAN KIRINYA MEMBERI ISYARAT MENGOMANDO PASUKANNYA) bunuh binatang kecil ini, jangan biarkan dia lolos! DUA PULUH ORANG PERWIRA PASUKAN BALA AWUJUH LANGSUNG BERLOMPATAN MEMBENTUK FORMASI SETENGAH LINGKARAN MENGEPUNG DHAENG SEKARA. DENGAN GERAMAN MEREKA BERGERAK SETAPAK DEMI SETAPAK. DHAENG SEKARA MEMBACA WIRID HIZBUL KHAFI DAN SHOLAWAT SECARA BERGANTIAN. IA MENJERIT KERAS LALU MELOMPAT MENEMPUS KEPUNGAN BAGAI HARIMAU LAPAR. PEDANG DI TANGAN KANANNYA BERKELEBAT MENEBAS LAWAN. DHAENG SEKARA MENYAKSIKAN PANJI DAKSA BERUSAHA MELARIKAN DIRI DIIRINGI LIMA PENGAWALNYA DHAENG SEKARA : Bajingan Tua, jangan lari kau! DHAENG SEKARA DIHADANG EMPAT BHIRAWA. KEEMPAT BHIRAWA ITU LALU MENYERANG DENGAN HENTAKAN SERENTAK. DHAENG SEKARA TERPENTAL DAN JATUH KE TANAH DHAENG SEKARA BERUSAHA BANGKIT LALU MEMBACA WIRID HIZBUL KHAFI. TUBUHNYA BERGETAR DENGAN TATAPAN MATA YANG AMAT TAJAM. PARA BHIRAWA ITU TERUS SERENTAK MENYERANG BERTUBI-TUBI, NAMUN DIANTARA MEREKA TERPENTAL SATU-PERSATU. DARI TEMPAT JAUH PANJI DAKSA MENYAKSIKAN PERTARUNGAN SENGIT ITU SAMBIL BERGUMAM DENGAN DIRINYA SENDIRI PANJI DAKSA : Tidak, Rakyan Panji Sekara pasti belum mengetahui, sebab jika ia sudah mengetahui, pasti sudah melabrakku habis-habisan. JARAN DAWUK kota raja?



: Yang mulia, apa tidak sebaiknya kita meminta bantuan ke kuwu



PANJI DAKSA : Hmmmm, kuwu kota raja? Kakean keboh galuh? Tidak perluh. Siapkan saja busur dan anak panah untukku sekarang juga! JARAN DAWUK



: Saya sudah menyiapkan anak panah dan busurnya, yang Muliah



PANJI DAKSA



: Anak mudah itu harus mati sekarang juga!



DENGAN KOSENTRASI PENUH SAMBIL MEMBACA MANTRA DANURWENDA MANTRA KETEPATAN MEMANAH, PANJI DAKSA MENGARAHKAN ANAK PANAHNYA KE TUBUH DHAENG SEKARA.



Dok.Lab. sinematografi & pertunjukan unisda Lamongan



SEPERTI KILAT, ANAK PANAH YANG DILEPAS PANJI DAKSA MENGHANTAM PAHA KIRI HINGGA IA TERSENTAK. DENGAN SIGAP PANJI DAKSA MENGAMBIL LAGI SEBATANG ANAK PANAH DAN MENGARAHKAN TEMBAKAN KE DADA DHAENG SEKARA. DAN DALAM HITUNGAN DETIK ANAK PANAH ITU MENYAMBAR PERUT DHAENG SEKARA. SEPERTI TIDAK PERCAYA DHAENG SEKARA TERHUYUNG MEMEGANGI ANAK PANAH YANG MENEMBUS PERUTNYA. MELIHAT LAWANNYA TERLUKA, KI KALA KUNTHANA MERANGSEK DENGAN MENUSUKKAN TOMBAK KE LAMBUNG DHAENG SEKARA. PANJI DAKSA TIDAK MELEWATKAN KESEMPATAN ITU. DENGAN TERTAWA PONGAH IA MENUSUU KKAN KERIS BERKEPALA HARIMAU ITU. BERSAMAAN DENGAN AKSI PANJI DAKSA, DHAENG SEKARA MENERIAKKAN TAKBIR UNTUK MENGAHIRI HIDUPNYA. NAMUN TIDAK DISANGKA-SANGKA MUNCUL BAYANGAN HITAM BERKELEBAT CEPAT MENYAMBAR KERIS PANJI DAKSA DAN TERPENTAL MELAYANG TINGGI KE LANGIT, PANJI DAKSA BERUSAHA MENGEJAR DAN MENANGKAPNYA KEMBALI, NAMUN, SEBELUM MAKSUDNYA KESAMPAIAN, IA MELIHAT KERIS ITU DIHANTAM TOMBAK. PARA PENGAWAL MELIHAT SOSOK YANG DATANG ITU, MEREKA LALU BERTERIAK KETAKUTAN. PENGAWAL



: Ki Bahubraja…. Ksatria Bana-Kumeter



PANJI DAKSA MENDENGAR TERIKAN TERSEBUT IA NAMPAK KAGET DAN LANGSUNG CIUT, KETAKUTAN. KI BAHUBRAJA MENDEKAT PADA PANJI DAKSA YANG SEDANG KETAKUTAN DENGAN TATAPAN MATA YANG TAJAM DAN LANGKAH YANG SIGAP SEAKAN SINGAH YANG MAU MENERKAM MANGSANYA. KI BAHUBRAJA : Seorang pengecut licik rupanya tidak pernah menjadi ksatria. Sungguh memalukan Majapahit mempunyai seorang gedhing manggala rendah seperti engkau, Shimarodra! PANJI DAKSA



: Eee, ada urusan apakah rakanda kemari?



KI BAHUBRAJA : Urusan apa? (MENGERANG) Aku mau menagih hutang darah darimu. Jika dulu engkau membinasakan seluruh keluargaku, maka malam ini aku menagihnya. Kepalamu, kepala istrimu, kepala anak-anakmu dan kepala seluruh kerabatmu akan ku penggal untuk digantung di alun-alun bubat. PANJI DAKSA TIDAK BISA BERKILA LAGI. DENGAN UNTUNG-UNTUNGAN IA MELOMPAT KEBELAKANG MEMERINTAH PARA PENGAWALNYA UNTUK MENYERANG KI BAHUBRAJA. MENYAKSIKAN PARA PENGAWAL ITU MENGEPUNGNYA, KI BAHUBRAJA LANGSUNG SIGAP DAN MENGETUKKAN TRISULA KE TANAH LIMA KALI, IA LALU MEMBENTAK DENGAN KERAS KE SELURUH PENGAWAL. PARA PENGAWAL ITU BERLOMPATAN DAN TERKAPAR KE TANAH. MEREKA BERUSAHA BANGKIT NAMUN DARAH KELUAR DARI MULUTMULUT MEREKA. AKHIRNYA KEMBALI TERJATUH DAN MATI.



Dok.Lab. sinematografi & pertunjukan unisda Lamongan



PANJI DAKSA BENAR-BENAR KEHILANGAN NYALI, IA BERINGSUT BERUSAHA LARI, NAMUN KAKINYA TERASA BERAT UNTUK MELANGKAH, TUBUHNYA BERINGSUT KE TANAH. KI BAHUBRAJA



: Sekarang sampailah ajalmu, binatang rendah!



PANJI DAKSA MENGAMBIL LANGKAH UNTUNG-UNTUNGAN, BERSUJUD DAN MERATAP DI KAKI BAHUBRAJA PANJI DAKSA : Ampunilah aku Rakryan Panji Sekara. Ampuni aku, Yang Termulia di antara bhairawa KI BAHUBRAJA DENGAN ACUH MEMBALIKKAN BADAN MENDEKATI DHAENG SEKARA YANG TERKAPAR DI TANAH TANPA DAYA. IA MEMEGANG TANGANNYA MEMERIKSA DENYUT NADINYA. KI BAHUBRAJA



: Engkau masih kuat bertahan, Nak!



DHAENG SEKARA : Tubuh saya terasa panas sekali, Ramanda. Saya terkena cakaran racun jahat, ramanda, KI BAHUBRAJA : Kuatkan dirimu, tahanlah rasa sakitmu sebentar saja, engkau harus menyaksikan bagaimana ramandamu ini menunaikan sumpahnya DHAENG SEKARA : Tapi dia sudah minta ampun, Ramanda KI BAHUBRAJA : Meminta ampun?! Kau pikir dia mau memberi ampun kepada ibu, nenek, bibi, paman dan keluargamu yang lain? Binatang rendah macam Shimarodra tidak pantas diberi ampun. Sebab ia adalah racun yang berbahaya bagi kehidupan. KI BAHUBRAJA MEMANDANGI PANJI DAKSA YANG MASIH BERSUJUD. KI BAHUBRAJA MENGETUKKAN TRISULANYA KE TANAH, SAMBIL BERTERIAK MENGERANG IA MELOMPAT MENERKAM TUBUH PANJI DAKSA DAN MENGHABISINYA DENGAN HANTAMAN YANG BERTUBI-TUBI, DENGAN KEMARAHAN YANG PALING MEMUNCAK. KI BAHUBRAJA MERAUNG-RAUNG. TUBUH PANJI DAKSA YANG MENGALIRKAN DARAH ITU DIANGKAT DAN DARAH YANG BERJUJURAN ITU DIMINUM SEPERTI MENENGGAK ARAK, LALU IA MEMBASAHI RAMBUT DAN MUKANYA DENGAN DARAH PANJI DAKSA. DHAENG SEKARA MENYAKSIKAN KEGANASAN AYAHNYA YANG TIDAK PERNAH TERBAYANG. DHAENG SEKARA : Ramanda, bagaimana jika sekarang ini saya mati? KI BAHUBRAJA



: Mati?! Hahahaha, engkau belum akan mati, Dhaeng Sekara?



DHAENG SEKARA : Bagaimana Ramanda bisa memastikan hidup dan mati saya KI BAHUBRAJA kematian.



: Karena luka yang engkau derita tidak akan membawamu ke



TUBUH DHAENG SEKARA MELEMAS. NAFASNYA MULAI TERSENGAL-SENGAL DHAENG SEKARA : Dada saya sesak. Nafas saya….. Dok.Lab. sinematografi & pertunjukan unisda Lamongan



KI BAHUBRAJA : Tenanglah, anakku (MERANGKUL ANAKNYA DAN MELETAKKAN KEPALA DI PANGKUANNYA) Ikutilah yang ramanda perintahkan. Tenangkan jiwamu, kosongkan pikiranmu, tarik nafas kuat-kuat sambil mengucapkan A…..U….M…. lalu keluarkan nafasmu perlahan-lahan sambil mengucapkan A…A…. lakukan terus-menerus sambil engkau mengingat bahwa engkau adalah bagian dariku, sebab darah, daging dan tulangmu tidak lain adalah sama dengan darah, daging dan tulangku. SAMBIL MEMBACA MANTRA KI BAHUBRAJA DENGAN GERAKAN CEPAT MENCABUT ANAK PANAH DARI PAHA DAN PERUT DHAENG SEKARA. KI BAHUBRAJA LALU MENGGOSOK-GOSOK DARAH DAN LUKA BEKAS ANAK PANAH. DALAM SEKEJAP LUKA ITU HILANG TANPA BEKAS. KI BAHUBRAJA : Sekarang engkau telah mewarisi sebagian dari kesaktianku. Anakku, ayo kita selesaikan tugas kita sampai tuntas. DHAENG SEKARA : Ramanda, apakah kematian Panji Daksa belum cukup? KI BAHUBRAJA : Bocah bodoh! Apa kau pikir nyawa ibu, nenek, bibi, paman dan semua kerabatmu yang lain cukup hanya ditebus dengan nyawa khunyuk busik Shimarodra? Oh tidak anakku. Kita harus menghabiskan seluruh keluarganya. DHAENG SEKARA : Sungguh suatu perbuatan nista jika seorang gedhingmanggala seperti ramanda yang dikenal sakti mandraguna melakukan pembunuhan terhadap orang-orang tidak berdaya. Apa bedah antara Rakryan Panji Sekara dengan Sang Panji Daksa? Apakah keduanya tidak sama licik, sama curang dan sama-sama kejamnya. KI BAHUBRAJA



: Engkau memang pandai bersilat lidah



DHAENG SEKARA : Saya tidak bersilat lidah, Ramanda. Tapi saya ingin hidup sebagai ksatria sejati yang berkewajiban melindungi dan mengayomi orang-orang lemah dan tak berdaya KI BAHUBRAJA



: Jadi engkau akan melindungi keluarga Shimarodra?



DHAENG SEKARA : Saya tidak berkata demikian, Ramanda. Tapi jika Ramanda akan melakukan pembantaian terhadap perempuan, anak-anak dan orang tua yang tanpa daya, maka saya harap ramanda membunuh saya terlebih dahulu. Sebab saya tidak dapat hidup menanggung malu karena tidak dapat menunaikan tugas sebagai ksatria sejati. KI BAHUBRAJA



: Hmh bodoh! Bodoh! Lantas apa maumu sekarang?!



DHAENG SEKARA : Saya mohon agar ramanda menyerahkan urusan para perempuan, anak-anak dan orang-orang yang tidak berdaya dari keluarga Panji Daksa itu kepada pihak kerajaan. Biarlah masalah ini diselesaikan menurut undang-undang Kutaramanawa yang menjadi tiang penegak keadilan di majapahit. TIBA-TIBA DARI KEJAHUAN NTERDENGAR SUARA SUARA HIRUK PIKUK PASUKAN YANG DIPIMPIN RAKEAN KEBO GALUH.



Dok.Lab. sinematografi & pertunjukan unisda Lamongan



RAKEAN KEBO GALUH : Yang Mulia Panji Sekara dan Yang Mulia Dhaeng Sekara, apakah Tuan berdua tidak mengalami kesulitan untuk melakukan penggrebekan Panji Daksa? KI BAHUBRAJA : Seperti yang telah Tuan saksikan sendiri. Pimpinan komplotan jahat itu telah tewas dan pengikut-pengikut setianya mengikutinya ke akhirat. KEBO GALUH : Menurut Sri baginda, Panji Daksa bertanggungjawab atas sejumlah kerusuhan yang ditimbulkan oleh Ki Macan Rembang dan Ki Dugel Pragolapati. Sebab Panji Daksa adalah dalang dibalik semua kerusuhan. Sri baginda menduga bahwa orang-orang seperti Panji Daksa tidak sedikit jumlahnya. Maka Sri baginda maharaja memberikan kepercayaan memimpin kembali pasukan Bala-awujuh Wilwatikta. Bersama ini kami ucapkan selamat kepada Yang Mulia karena Majapahit telah menemukan kembali kesatria yang telah menghilang bertahun-tahun. MEDAN PERANG ORANG-ORANG SAKTI ITU MENJADI RIUH KEGEMBIRAAN. PARA KESATRIA ITU LALU MENUNJUKKAN KEBOLEHAN ILMU BELADIRINYA DENGAN BERLOMPATAN SILIH BERGANTI. HARI SORE MENJADI MALAM. DHENG SEKARA BERJALAN BERDIRI TEGAP MEMBELAKANGI PENONTON. KAKEK BANTAL MENGAMATI DARI BELAKANG DENGAN SYAIR PUJIAN PADA SANGYANG TUNGGAL KAKEK BANTAL : Wahai Yang Mutlak/ Aku adalah kedip cahaya kunang-kunang yang melenyap tanpa makna di hadirat matahari keindahan-Mu/ Aku adalah setetes air yang sirna ditelan hamparan samudera tanpa batas-Mu/ Aku adalah kejakaman yang menyatu ke dalam ketunggalan Tauhid-Mu/ Keterbatasanku hanyut ditelan kemutlakanMu/ dan saat kusadari segala tidak kesadaran dalam sadarku, kudapati Engkau sebagai Penguasa yang menggerakkan seluruh jagad raya hidupku// MALAM GELAP. SUNYI. PERTUNJUKAN SELESAI. TAMAT Lamongan, Maret 2014 *Diadaptasi dari beberapa adegan novel Dhaeng Sekara (Telik Sandi Tanah Pelik Majapahit) karya Agus Sunyoto



Dok.Lab. sinematografi & pertunjukan unisda Lamongan