Diagnosis Dan Komplikasi Hipertensi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

DIAGNOSIS HIPERTENSI. Penegakan diagnosis hipertensi didasarkan oleh anamnesis serta pemeriksaan fisik. Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan untuk mencari penyebab sekunder hipertensi serta memastikan ada tidaknya komplikasi. Anamnesis Anamnesis menyeluruh diperlukan untuk penegakan diagnosis, penilaian progresi penyakit serta risiko komplikasi penyakit kardiovaskular dan pemilihan terapi antihipertensi. Anamnesis sebaiknya meliputi hal berikut. a) Gejala Sebagian besar pasien tidak bergejala. Jika bergela, gejala yang sering dikeluhkan pasien berupa nyeri kepala. Gejala yang dialami terkait komplikasi seperti fatigue, sesak nafas saat beraktifitas, kaki bengkak, kelemahan tubuh satu sisi, dan penglihatan buram. b) Riwayat Kejadian Kardiovaskular Tanyakan kepada pasien apakah sebelumnya sudah didiagnosis hipertensi. Selain itu tanyakan riwayat penyakit kardiovaskular sebelumnya yakni sindrom koroner akut, gagal



jantung, penyakit



ginjal



kronis,



penyakit



arteri



perifer, sleep



apneu, stroke, transient ischemic attack, demensia. c) Faktor Risiko Faktor risiko perlu ditanyakan untuk menilai risiko komplikasi penyakit kardiovaskular serta perencanaan terapi. Hal yang perlu ditanya yakni komorbid terkait risiko penyakit kardiovaskular seperti diabetes, hiperkolesterol, gaya hidup (inaktivitas fisik, kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol) d) Riwayat Konsumsi Obat Hal ini perlu ditanyakan untuk penyesuaian jenis dan dosis antihipertensi pada pasien yang sudah sering berobat untuk masalah hipertensi. Selain itu untuk penilaian ada tidaknya konsumsi obat yang memiliki efek memicu kenaikan tekanan darah. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik utama yakni pengukuran tekanan darah. Pemeriksaan fisik secara lengkap juga perlu dilakukan untuk menilai ada tidaknya komorbid serta komplikasi. Cara Pengukuran Tekanan Darah



Teknik pengukuran tekanan darah harus tepat agar didapatkan hasil pengukuran yang benar. Cara pengukuran tekanan darah yang tepat harus memperhatikan berbagai aspek di antaranya alat tensimeter yang digunakan, ukuran dan pemasangan cuff tensimeter, posisi pasien, waktu pengukuran serta jumlah pengukuran tensi. Saat dilakukan pengukuran tekanan darah posisi pasien sebaiknya duduk dengan posisi lengan setinggi jantung, punggung bersandar serta tungkai tidak menyilang. Posisi yang tidak sesuai terbukti memberikan hasil pengukuran yang lebih tinggi. Pasien tidak berbicara saat dilakukan pengukuran. Pengukuran juga dilakukan minimal setelah 5 menit pasien duduk. Setelah posisi tepat, lakukan pengukuran tekanan darah. Pompa manset tensimeter hingga pulsasi arteri radialis menghilang. Lanjutkan pompa tensimeter hingga 30 mmHg di atas sistolik (di atas batas nilai saat pulsasi menghilang). Letakan stetoskop pada area arteri brachialis dengan penekanan ringan. Kempeskan manset tensi perlahan dengan kecepatan 2 sampai 3 mmHg per denyut nadi. TDS ditandai dengan Korotkoff fase I (bunyi pulsasi yang terdengar pertama kali). Bunyi pulsasi akan perlahan menghilang. Bunyi terakhir yang terdengar atau dikenal dengan Korotkoff fase V merupakan TDD. Penegakan diagnosis hipertensi perlu dilakukan tiga kali pengukuran tekanan darah selama tiga kali kunjungan terpisah, dengan 2-3 kali pengukuran dalam satu kunjungan. Diagnosis hipertensi primer dapat dilakukan dengan beberapa cara meliputi: Berdasarkan bentuknya, dibedakan menjadi yaitu, hipertensi sistolik merupakan peningkatan tekanan sistolik tanpa diikuti peningkatan tekanan diastolik dan umumnya ditemukan pada usia lanjut. Hipertensi diastolik merupakan peningkatan tekanan diastolik tanpa diikuti peningkatan tekanan sistolik, biasanya ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda. Tidak semua penderita hipertensi mengenali atau merasakan keluhan maupun gejala, sehingga hipertensi sering dijuluki sebagai pembunuh diam-diam (Silent Killer). Keluhankeluhan yang tidak spesifik pada penderita hipertensi antara lain sakit kepala, gelisah, penglihatan kabur, rasa sakit didada, jantung berdebar-debar, pusing, mudah, lelah dan lainlain.



Pemeriksaan Lain Pemeriksaan fisik lain yang sebaiknya dilakukan adalah : a) Pemeriksaan fisik lengkap b) Pemeriksaan Antropometri : Perhitungan indeks massa tubuh diperlukan untuk pemantauan berat badan. Obesitas terbukti merupakan faktor risiko hipertensi. Data berat badan diperlukan untuk evaluasi pencapaian berat badan ideal. c) Lingkar pinggang : Komponen sindroma metabolik salah satunya yakni lingkar pinggang (pria >102 cm dan wanita >88 cm). Tak hanya sindroma metabolik tetapi juga menilai kemungkinan DM tipe 2. d) Pemeriksaan fisik terkait komplikasi hipertensi : a. Pemeriksaan neurologis. Pemeriksaan neurologis lengkap harus dilakukan jika secara klinis terdapat gejala stroke b. Pemeriksaan mata. Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan pada fundus okuli. Selain itu cek ada tidaknya xanthoma sebagai tanda gangguan metabolisme lipid c. Tanda kongesti. Pada pasien gagal jantung dapat ditemukan tanda kongesti seperti peningkatan tekanan vena jugularis, ronki basah halus, hepatomegalli dan pitting edema. Pembesaran ventrikel kiri dapat dicurigai jika apeks teraba bergeser ke lateral saat palpasi d. Pulsasi. Penyakit arteri perifer dapat ditandai dengan melemah bahkan hilangnya pulsasi perifer Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada penderita hipertensi bertujuan untuk mengetahui progresi penyakit ini. Pemeriksaan dasar yang sebaiknya dikerjakan pada hipertensi primer yakni: Laboratorium Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan disesuaikan dengan faktor risiko dan klinis pasien : a) Penilaian risiko kardiovaskular : Gula darah puasa, profil lipid, asam urat b) Penilaian penyebab hipertensi : TSH (Thyroid-stimulating hormone) c) Penilaian komplikasi hipertensi : a. Serum kreatinin untuk perhitungan Egfr



b. Serum sodium, potassium dan kalsium c. Urinalisa Pemeriksaan Penunjang Lainnya Terdapat berbagai pilihan pemeriksaan untuk menilai ada tidaknya komplikasi: a) Elektrokardiografi : digunakan untuk menilai apakah terjadi komplikasi seperti infark miokard akut atau gagal jantung b) Foto polos thoraks : digunakan untuk menilai apakah terjadi pembesaran ventrikel atau edema paru c) Ekokardiografi : digunakan untuk melihat fungsi katup dan bilik jantung d) Doppler perifer : digunakan untuk melihat struktur pembuluh darah, misalnya pada thrombosis vena dalam dan penyakit arteri perifer e) USG ginjal : digunakan untuk melihat adanya kelainan pada ginjal, misalnya batu ginjal atau kista ginjal f) Skrining hipertensi endokrin g) CT scan kepala KOMPLIKASI HIPERTENSI Hipertensi yang terjadi dalam kurun waktu yang lama akan berbahaya sehingga menimbulkan komplikasi. Komplikasi tersebut dapat menyerang berbagai target organ tubuh yaitu otak, mata, jantung, pembuluh darah arteri, serta ginjal. Sebagai dampak terjadinya komplikasi hipertensi, kualitas hidup penderita menjadi rendah dan kemungkinan terburuknya adalah terjadinya kematian pada penderita akibat komplikasi hipertensi yang dimilikinya. Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara langsung maupun tidak langsung. Beberapa penelitian menemukan bahwa penyebab kerusakan organ-organ tersebut dapat melalui akibat langsung dari kenaikan tekanan darah pada organ, atau karena efek tidak langsung, antara lain adanya autoantibodi terhadap reseptor angiotensin II, stress oksidatif, down regulation, dan lain-lain. Penelitian lain juga membuktikan bahwa diet tinggi garam dan sensitivitas terhadap garam berperan besar dalam timbulnya kerusakan organ target, misalnya kerusakan pembuluh darah akibat meningkatnya ekspresi transforming growth factor-β (TGF-β).45 Umumnya, hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara langsung maupun tidak langsung. Menurut Ardiansyah, M. komplikasi dari hipertensi adalah : 1) Stroke



Stroke akibat dari pecahnya pembuluh yang ada di dalam otak atau akibat embolus yang terlepas dari pembuluh nonotak. Stroke bisa terjadi pada hipertensi kronis apabila arteri-arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan penebalan pembuluh darah sehingga aliran darah pada area tersebut berkurang. Arteri yang mengalami aterosklerosis dapat melemah dan meningkatkan terbentuknya aneurisma. 2) Infark Miokardium Infark miokardium terjadi saat arteri koroner mengalami arterosklerotik tidak pada menyuplai cukup oksigen ke miokardium apabila terbentuk thrombus yang dapat menghambat aliran darah melalui pembuluh tersebut. Karena terjadi hipertensi kronik dan hipertrofi ventrikel maka kebutuhan okigen miokardioum tidak dapat terpenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung yang menyebabkan infark. 3) Gagal Ginjal Kerusakan pada ginjal disebabkan oleh tingginya tekanan pada kapiler-kapiler glomerulus. Rusaknya glomerulus membuat darah mengalir ke unti fungsionla ginjal, neuron terganggu, dan berlanjut menjadi hipoksik dan kematian. Rusaknya glomerulus menyebabkan protein keluar melalui urine dan terjadilah tekanan osmotic koloid plasma berkurang sehingga terjadi edema pada penderita hipertensi kronik. 4) Ensefalopati Ensefalopati (kerusakan otak) terjadi pada hipertensi maligna (hipertensi yang mengalami kenaikan darah dengan cepat). Tekanan yang tinggi disebabkan oleh kelainan yang membuat peningkatan tekanan kapiler dan mendorong cairan ke dalam ruang intertisium diseluruh susunan saraf pusat. Akibatnya neuro-neuro disekitarnya terjadi koma dan kematian. Daftar Pustaka : 1. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Pedoman tatalaksana hipertensi pada penyakit kardiovaskular. 2015 2. Thomas G, Sullivan DJ, Forman JP, Bakris GL. Blood pressure measurement in



diagnoss and management of hypertension in adults. 2018 [25 Juni 2021] Diakses dari https://www.uptodate.com/contents/blood-pressure-measurement-in-thediagnosis-and-management-of-hypertension-inadults? topicRef=3852&source=see_link