Dinamika Tegakan Dan Hasil [PDF]

  • Author / Uploaded
  • kinah
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PRAKTIKUM TEKNIK PERANCANGAN HUTAN BW-3204 Manajemen Hutan: Dinamika Tegakan dan Hasil



Disusun Oleh:



Kelompok 02



Kintan Alifah



11515005



Selly Surya



11515008



Rofie Darul Hilmawan



11515011



Reksa Manggala



11515024



Sakinah Karimatunnisa



11515026



PROGRAM STUDI REKAYASA KEHUTANAN SEKOLAH ILMU DAN TEKNOLOGI HAYATI INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG JATINANGOR 2018



1



KATA PENGANTAR Segala puji tim penulis panjatkan kepada tuhan seluruh alam Allah S.W.T yang telah memberikan Rahmat dan Rahimnya sehingga tim penulis dapat menyelesaikan laporan “Manajemen Hutan: Dinamikan Tegakan dan Hasil” dalam memenuhi tugas praktikum mata kuliah Teknik Perancangan Hutan 2018. Shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada pembawa cahaya, pendobrak kegelapan, Rasulullah SAW. Tim penulis sadar bahwa selesainya laporan ini tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, tim penulis mengucapkan terima kasih kepada para teman dan sahabat yang telah memberikan semangat dan dorongan kepada tim penulis. Berbagai upaya telah dilakukan tim penulis untuk mendapatkan hasil terbaik dalam laporan ini. Tim penulis menyadari bahwa laporan ini tidak terlepas dari kesalahan dan kekurangan dikarenakan kemampuan penulis yang terbatas. Oleh karena itu, tim penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca guna kesempurnaan laporan ini. Tim penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat serta menambah pengetahuan bagi para pembaca.



Jatinangor, 8 Februari 2017



Tim Penulis



i



DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1 1.1.



Latar Belakang ......................................................................................... 1



1.2.



Maksud dan Tujuan .................................................................................. 1



1.3.



Ruang Lingkup ......................................................................................... 2



1.4.



Pengertian – pengertian ............................................................................ 2



BAB II METODE PRAKTIKUM .......................................................................... 3 2.1



Waktu dan Lokasi..................................................................................... 3



2.2



Cara Kerja dan Alat Bahan....................................................................... 3



BAB III HASIL MODEL DAN SIMULASI .......................................................... 5 3.1 Hasil Simulasi Model Siklus Penebangan 35 tahun, 20 tahun, dan 60 tahun 5 3.2 Pengaruh Siklus Penebangan (Cutting cycle) Terhadap Keberlanjutan Produksi Kayu ..................................................................................................... 9 3. 3 Pengaruh Siklus Penebangan (Cutting cycle) Terhadap Kelimpahan Relative Satwa Liar ........................................................................................... 10 BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 13 4.1.



Kesimpulan............................................................................................. 13



4.2.



Saran ....................................................................................................... 13



DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 14 LAMPIRAN……………………………………………………………………...15



ii



DAFTAR TABEL Tabel 3 1 Hasil simulasi model siklus penebangan 35 tahun.................................. 5 Tabel 3 2 Hasil simulasi model siklus penebangan 20 tahun.................................. 6 Tabel 3 3 Hasil simulasi model siklus penebangan 60 tahun.................................. 7



iii



DAFTAR GAMBAR Gambar 3.1 Dinamika tegakan dengan siklus penebangan 35 tahun...................... 5 Gambar 3.2 Dinamika tegakan dengan siklus penebangan 20 tahun...................... 7 Gambar 3.3 Dinamika tegakan dengan siklus penebagan 60 tahun........................ 8



iv



BAB I



PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kayu sebagai komoditas utama pada kelola produksi di hutan produksi baik terbatas atau pun tidak, dan hutan alam, membuat pertumbuhan tegakan – tegakan pohon sangat diperhatikan pertumbuhannya, karena akan sangat mempengaruhi pada hasil pendapatan perusahaan pengelola hutan tersebut. Pertumbuhan tegakan ini, khususnya pada kelola produksi di hutan alam, diperhatikan mulai dari tingkat semai menjadi pancang, kemudian pancang menjadi tiang, dan tiang menjadi pohon. Pada hutan alam, dinamika tegakan tersebut diperhatikan untuk kepentingan produksi dengan sistem Tebang Pilih Tanaman Indonesia, maka kayu yang dapat ditebang hanya kayu yang memiliki diameter 50 cm keatas dan dari jenis kayu komersil dan bukan pohon yang dilindungi. Pada pertumbuhan tingkat pohon tersebut dari tingkat semai hingga tingkat tiang menjadi tahap pohon yang berukuran kurang dari 50 cm, yaitu tingkat pohon yang belum boleh ditebangi dan hanya dipengaruhi oleh kematian atau mortalitas.



Sedangkan



pada



pohon



komersil



masak



tebang



yang



mempengaruhi hasil tebangan resmi adalah adanya kegiatan illegal logging. Sedangkan pendapatan perusahaan ditentukan oleh jumlah pohon yang ditebang resmi tergantung pada volume kayu yang ditebang resmi dikalikan dengan harga kayu.



1.2. Maksud dan Tujuan Maksud dan tujuan dari pembuatan laporan praktikum ini adalah untuk membuat simulasi dinamika tegakan pada setiap tingkatan pohon pada satu rotasi yakni 35 tahun yang dipengaruhi oleh kegiatan illegal logging dan mempengaruhi keberlanjutan produksi kayu dan kelimpahan relative spesies satwa liar.



1



1.3. Ruang Lingkup Pemodelan dinamika tegakan dan hasil ini dilakukan pada tegakan – tegakan pohon di kawasan hutan produksi. Mencakup dinamika tegakan hasil yang dipengaruhi oleh mortalitas alami, dan hasil tegakan pada satu rotasi yaitu 35 tahun yang dipengaruhi oleh kegiatan illegal logging. 1.4. Pengertian – pengertian 



TPTJ : merupakan singkatan dari Tebang Pilih Tanam Indonesia merupakan jenis system silvikultur yang berlaku di Indonesia dengan hanya menebang pohon yang memiliki diameter diatas 50cm, biasanya di terapkan pada hutan alam.







Proyeksi kondisi : merupakan fungsi dari ukuran dan kondisi pohon – pohon.



2



BAB II



METODE PAKTIKUM 2.1 Waktu dan Lokasi Praktikum Dinamika Tegakan dan Hasil, dilaksanakan pada Kamis, 22 Februari 2018. Pukul 09.00 – 11.30 WIB di Ruang 9678, gedung GKU 2, Kampus ITB Jatinangor yang bertempat di Jl. Let. Jend. Purn. Dr. (HC) Mashudi No.1 Sayang, Jatinangor, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. GKU 2 berada pada koordinat geografis 6°55'44.09"S dan 107°46'10.90"E.



Gambar 2.1 GKU 2 Kampus ITB Jatinangor dalam Peta Sumber : Google Earth 2.2 Cara Kerja dan Alat Bahan Alat dan bahan yang diperlukan adalah modul praktikum 04 Dinamika tegakan dan hasil, kemudian software Stella versi 9.0.2, laptop dan charger juga mouse.



3



Dibuat sketsa atau model untuk dinamika tegakan dan hasil, berisi tahapan semai hingga pohon dengan faktor mortalitas tiap tahap dan illegal logging.



Dibuat sketsa atau model untuk kepadatan populasi



Dibuat sketsa atau model untuk pencurian kayu



Dibuat sketsa atau model untuk pendapatan perusahaan dari kayu



Dilakukan running pemodelan dan didapatkan hasil berupa grafik dan tabel



Dilakukan analisis dari hasil grafik dan tabel dari pemodelan.



4



BAB III HASIL MODEL DAN SIMULASI 3.1 Hasil Simulasi Model Siklus Penebangan 35 tahun, 20 tahun, dan 60 tahun Hasil simulasi model siklus penebangan 35 tahun dapat dilihat pada Tabel 3.1 dan Gambar 3.1. Tabel 3.1 Hasil simulasi model siklus penebangan 35 tahun Pohon



Pohon



Tebangan



Illegal



D50Up



komersil



resmi



logging



(batang)



(batang)



(btg/thn)



(btg/thn)



0



16



4



4



0



Rp



35



177



1558



1470



89



Rp 2,523,651,772



70



177



1355



1278



77



Rp 2,193,968,140



105



177



1355



1278



77



Rp 2,193,968,140



140



177



1355



1278



77



Rp 2,193,968,140



Tahun



Pendapatan



6,477,231



Gambar 3.1 Dinamika tegakan dengan siklus penebangan 35 tahun



5



Berdasarkan tabel diatas, didapat bahwa jumlah pohon komersil setelah 35 tahun adalah sebanyak 1355 batang, dengan jumlah pohon yang berdiameter 50 cm up sebanyak 177 batang. Jumlah tebangan resmi setelah 35 tahun adalah sebanyak 1278 batang pohon per tahun, dan jumlah illegal logging sebanyak 77 batang pohon per tahun. Pada setiap daur setelah 35 tahun, didapat pendapatan konstan sebesar Rp. 2,1 miliar. Berdasarkan Gambar 3.1, terlihat grafik pertumbuhan illegal logging sebanding dengan grafik pertumbuhan pohon komersil. Begitu juga dengan grafik jumlah pendapatan yang sebanding dengan grafik jumlah tebangan resmi. Sedangkan grafik jumlah pohon berdiameter 50 cm up setelah daur pada tahun ke 35 adalah konstan. Hasil simulasi model siklus penebangan 20 tahun dapat dilihat pada Tabel 3.2 dan Gambar 3.2. Tabel 3.2 Hasil simulasi model siklus penebangan 20 tahun Pohon



Pohon



Tebangan



Illegal



D50Up



komersil



resmi



logging



(batang)



(batang)



(btg/thn)



(btg/thn)



0



16



4



4



0



Rp



20



177



1565



1475



89



Rp 2,533,536,832



40



177



1074



1012



61



Rp 1,738,502,514



60



177



1074



1012



61



Rp 1,738,486,896



80



177



1074



1012



61



Rp 1,738,486,896



Tahun



6



Pendapatan



6,477,231



Gambar 3.2 Dinamika tegakan dengan siklus penebangan 20 tahun Berdasarkan tabel diatas, didapat bahwa jumlah pohon komersil setelah 35 tahun adalah sebanyak 1074 batang, dengan jumlah pohon yang berdiameter 50 cm up sebanyak 177 batang. Jumlah tebangan resmi setelah 20 tahun adalah sebanyak 1012 batang pohon per tahun, dan jumlah illegal logging sebanyak 61 batang pohon per tahun. Pada setiap daur setelah 20 tahun, didapat pendapatan konstan sebesar Rp. 1,7 miliar. Berdasarkan gambar 3.2, terlihat grafik pertumbuhan illegal logging sebanding dengan grafik pertumbuhan pohon komersil. Begitu juga dengan grafik jumlah pendapatan yang sebanding dengan grafik jumlah tebangan resmi. Sedangkan grafik jumlah pohon berdiameter 50



cm up setelah daur pada



tahun ke 20 adalah konstan. Hasil simulasi model siklus penebangan 60 tahun dapat dilihat pada Tabel 3.3 dan Gambar 3.3. Tabel 3.3 Hasil simulasi dengan siklus penebangan 60 tahun



Tahun



Pohon



Pohon



Tebangan



Illegal



D50Up



komersil



resmi



logging



(batang)



(batang)



(btg/thn)



(btg/thn)



7



Pendapatan



0



16



4



4



0



Rp



6,477,231



60



177



1555



1466



89



Rp



2,518,236,501



120



177



1508



1422



86



Rp



2,442,223,180



180



177



1508



1422



86



Rp



2,442,223,180



240



177



1508



1422



86



Rp



2,442,223,180



Gambar 3.3 Dinamika tegakan dengan siklus penebagan 60 tahun Berdasarkan tabel diatas, didapat bahwa jumlah pohon komersil setelah 60 tahun adalah sebanyak 1508 batang, dengan jumlah pohon yang berdiameter 50 cm up sebanyak 177 batang. Jumlah tebangan resmi setelah 60 tahun adalah sebanyak 1422 batang pohon per tahun, dan jumlah illegal logging sebanyak 86 batang pohon per tahun. Pada setiap daur setelah 60 tahun, didapat pendapatan konstan sebesar Rp. 2,4 miliar. Berdasarkan gambar 3.2, terlihat grafik pertumbuhan illegal logging sebanding dengan grafik pertumbuhan pohon komersil. Begitu juga dengan grafik jumlah pendapatan yang sebanding dengan grafik jumlah tebangan resmi. Sedangkan grafik jumlah pohon berdiameter 50 cm up setelah daur pada tahun ke 60 adalah konstan.



8



3.2 Pengaruh Siklus Penebangan (Cutting cycle) Terhadap Keberlanjutan Produksi Kayu Keberlanjutan usaha hutan alam produksi ditentukan berdasarkan analisis finansial dan keberadaan tegakan sisa pada hutan tersebut (Labetubun, et al., 2005). Tujuan pengelolaan hutan alam harus didefinisikan secara jelas, baik proyeksi hasil yang diharapkan, komposisi, maupun proyeksi pendapatan dan biaya. Hal ini bertujuan agar pengelolaan hutan alam dilaksanakan dengan cara yang paing efektif (Labetubun, et al., 2005). Darussaman (1989, dalam Labetubun, 2005) mengatakan bahwa waktu yang panjang merupakan permasalahan dalam kegiatan produksi kayu. Biaya yang dikeluarkan di dalam kegiata pengusahaan hutan merupakan pinjaman yang terkena suku bank. Oleh karena itu, jangka waktu penanaman modal harus sangat dipertimbangkan. Jangka waktu penanaman modal berkaitan dengan siklus penbangan. Siklus penebangan yang optimal dapat ditentukan dengan memaksimumkan pendapatan yang dikenai suku bunga sehingga kelestarian hasil yang maksimum dapat diperoleh. Selain dari volume kayu, keberlanjutan produksi juga dipengaruhi oleh nilai harapan lahan. Nilai harapan lahan merupakan nilai pendapatan bersih yang diperoleh dari sebidang lahan, yang dihitung untuk tingkat bunga tertentu (Fitriadi, et al., 2010). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Fitiriadi, bertambahnya umur tegakan akan meningkatkan nilai harapan lahan dan biaya total. Semakin lama umur tegakan, nilai harapan lahan kan meningkat begitu pula dengan biaya total. Nilai harapan lahan akan mencapai nilai optimum pada suatu umur tertentu. Berdasarkan hasil simulasi yang telah dilakukan, siklus penbangan 60 tahun memberikan pendapatan yang terbesar. kemudian diikuti oleh siklus penebangan 35 tahun dan 20 tahun, pendapat yang diberikan berturut-turut adalah sebesar Rp 2.442.223.180, Rp 2,193,968,140, dan Rp 1.738.486.896. Hal ini sesuai dengan pernyataan Fitriadi, et al (2010) bahwa semakin lama umur tegakan maka akan semakin banyak pula tegakan yang dihasilkan. Meski begitu, lamanya penanaman modal pun harus diperhatikan karena hal ini berkaitan dengan bunga yang dikenakan dan berpengaruh pada biaya total. Namun, jika siklus yang dipilih adalah siklus penebangan 20 tahun, maka pendapatan yang dihasilkan akan sedikit



9



sedangkan biaya penebangan yang harus dikeluarkan hampir sama dengan siklus penebangan lainnya. Analisis nilai harapan lahan sulit untuk dilakukan karena keterbatasan data. Berdasarkan analisis finansial yang telah dilakukan, siklus penbangan yang paling baik adalah siklus penebangan 35 tahun dengan pendapatan Rp 2,193,968,140. 3.3 Pengaruh Siklus Penebangan (Cutting cycle) Terhadap Kelimpahan Relative Satwa Liar Kehidupan satwa liar sangat rentan terhadap berbagai intervensi dari kegiatan kehutanan, terutama kondisi terkait pasca tebang. Kegiatan tebang pilih merupakan salah satu pilihan yang memiliki dampak lebih kecil dibanding penebangan habis, terhadap kelimpahan satwa liar, terutama vebtebrata. Kelompok satwa yang paling dirugikan dengan berkurangnya luas tutupan hutan diantaranya spesies tertentu dari mamalia burung teresterial dan pemakan serangga, hal ini terkait dengan berkurangnya makanan (pohon, liana dan tumbuhan bawah yang merupakan salah satu syarat tebang) dan tempat tinggal mereka. Namun beberapa spesies yang dapat beradaptasi dengan baik pada habitat yang terbuka seperti rusa bisa dapat meningkat setelah kegiatan penebangan. Dalam sudut pandang kehidupan satwa liar, kegiatan kehutanan menimbulkan 2 masalah penting yang sangat mempengaruhi konservasi satwa, yaitu munculnya kegiatan perburuan dan fragmentasi hutan. Perburuan meningkat seiring sejalan dengan peningkatan jumlah jalan tebangan dan akses kedalam hutan dan juga pengembangan pemukiman sementara bagi kegiatan penebangan (camp). Pembersihan lahan, adanya jalan sarad, daerah-daerah yang rusak dan panen yang berlebihan juga memecah habitat habitat hutan, menyebabkan populasi menjadi kecil dan terisolasi, terburuknya adalah kepunahan. Bahkan sejumlah penelitian melaporkan bahwa pengaruh penebangan kayu dapat meluas dalam jarak yang cukup besar ke dalam hutan utuh di sekitarnya (Meijaard, Erik, et.al., 2006). Dalam 3 grafik siklus penebangan menunjukkan perbedaan dalam rentang waktu 250 tahun. Jika kegiatan penebangan dan segala dampak yang ditimbulkannya disebut sebagai ‘gangguan’, maka siklus 20 tahun akan memberi 10



gangguan yang paling sering dalam jangka waktu 250 tahun kehidupan satwa. Sehingga dapat dikatakan bahwa siklus 60 dengan gangguan paling jarang merupakan pilihan terbaik jika tujuannya menitikberatkan pada konservasi satwa. Namun menurut Meijaard (2006), selain faktor bahwa segala hal yang berkaitan dengan penebangan adalah hal yang merugikan konservasi, banyak faktor yang dapat dipertimbangkan dalam pemilihan siklus tebangan terbaik bagi konservasi satwa, diantaranya aspek reproduksi, berkaitan dengan usia subur, jarak kelahitan, waktu reproduksi dan karakteristik tempat produksi, selanjutnya adalah usia pertumbuhan satwa, ketergantungannya terhadap bentang alam kusus serta perilaku



jelajahnya.



Selain



itu



dalam



teknis



penebangan



dapat



juga



mempertimbangkan tentang komposisi makanan yang tersedia bagi satwa, pola pencarian makan satwa, serta jenis jenis makanannya. Dalam Meijaard juga disebutkan bahwa menilai seberapa lama suatu spesies bereaksi terhadap penebangan atau daur tebangan sangat terbatas. Terutama dari faktor informasi dan penelitian yang hanya menggunakan satu jenis daur tebangan. Selain itu bias dapat terjadi dari keahlian dan pengalaman pengamat terhadap identifikasi jumlah dan spesies yang terdeteksi. Spesies yang tertutup dan pemalu, hanya dapat dideteksi secara efektif oleh pengamat yang benar-benar ahli. Namun satu hal yang pasti bahwa, kelimpahan satwa liar akan berubah seiring adanya kegiatan penebangan yang menimbulkan perubahan komposisi vegetasi dan dinamika tegakan. Dalam suatu penelitian oleh Susanto, (2008) menyebutkan contoh spesies kancil dan rusa yang lebih menyukai hutan yang terbuka, meningkat dan mencapai puncak pada sekitar 20 tahun setelah penebangan. Setelah itu, ketika kondisi hutan mulai tertutup dengan tegakan yang semakin besar, populasi rusa semakin berkurang seiring dengan makin klimaksnya hutan disertasi perkembangan populasi pupolasi lain. Hal ini membuktikan bahwa kelimpahan satwa didalam hutan juga dipengaruhi oleh kestabilan tegakan pasca tebang. Kepadatan spesies sangat dipengaruhi oleh aspek lingkungan disekitarnya (Meijaard, 2006). Berkaitan dengan tebang pilih, yang hanya menebang pohon dengan diameter 50 cm, sehingga masih ada tegakan tersisa sebagai sumber benih dan sumber makanan serta tempat tinggal satwa seperti primata dan burung, sehingga membutuhkan waktu yang lebih sedikit 11



untuk pemulihan kelimpahan satwa yang seimbang untuk komunitas hutan, karena hal tersebut daur tebangan 35 tahun adalah waktu yang cukup baik untuk memulihkan kelimpahan dan keseimbangan satwa liar pada hutan pasca tebang dengan sistem tebang pilih. Siklus tebang 60 tahun dimana hutan telah lebih klimaks, akan mengembalikan hutan seperti keadaan alaminya yang semula, kondisi yang berbeda adalah kepadatan optimum tiap spesiesnya. Kemudian kami menyimpulkan bahwa, siklus 20 tahun tidak terlalu baik bagi kelimpahan relative terhadap satwa liar. Siklus 35 tahun, cukup untuk mengembalikan kestabilan komunitas hutan beserta kelimpahannya. Untuk siklus 60 tahun, akan berdampak lebih baik bagi perkembangan lingkungan, tentunya diikuti oleh kelimpahan relative satwa didalamnya, walaupun terlalu lama untuk produksi.



12



BAB IV



KESIMPULAN DAN SARAN 4.1. Kesimpulan Siklus penebangan yang paling optimal untuk kebelanjutan produksi kayu adalah pada siklus 35 tahun dengan pendapatan Rp Rp 2,193,968,140 dan siklus penebangan yang paling baik untuk kelimpahan relative satwa liar adalah pada siklus 35 pula, karena cukup mengembalikan kestabilan komunitas hutan beserta kelimpahannya. 4.2. Saran Terdapatnya data yang lebih rinci mengenai biaya agar keberlanjutan produksi dapat dianalisis secara ekonomi dan pada pemodelan perlu adanya simulasi mengenai kelimpahan satwa liar pula, agar mempermudah analisis.



13



DAFTAR PUSTAKA



Fitriadi, A., Lahjie, A. M. & Kristiningrum, R., 2010. Produksi Kayu Bulat dan Nilai Harapan Lahan Hutan Tanaman Rakyat Gaharu (Aquilaria microcarpa) Di Desa Perangat Kecamatan Marangkayu Kabupaten Kutai Kartanegara.



[Online]



Available



at:



https://www.researchgate.net/profile/Abubakar_Lahjie/publication/319631 540_Produksi_Kayu_Bulat_dan_Nilai_Harapan_Lahan_Hutan_Tanaman_ Rakyat_Gaharu_Aquilaria_microcarpa_Di_Desa_Perangat_Kecamatan_M arangkayu_Kabupaten_Kutai_Kartanegara/links/59b6cc25458515c [Accessed 14 Maret 2018]. Labetubun, M. S., Suhendang, E. & Darusman, D., 2005. Pengembalian Ekonomi dalam Pengelolaan Hutan Alam Produksi: Suatu Pendekatan Dinamika Sistem. Jurnal Manajemen Hutan, XI(2), pp. 42-54. MEIJAARD, Erik. Et al., 2006. HUtan pasca pemanenan. Melindungi satwa liar dalam kegiatan hutan produksi di kalimantan. Perpustakaan Nasional Indonesia, Penerbitan dalam Katalog. Center for International Forestry Research Susanto, Sudomo Indra 2008. PENDEKATAN SISTEM PENDUGAAN NILAI HASIL HUTAN KAYU DAN NON KAYU Dinamika Tegakan Hutan Alam Model Dinamika Tegakan dan Hasil Hutan Hutan alam primer. IPB Repository.



14



LAMPIRAN



15



Gambar model stella dinamika tegakan da hasil



16