9 0 119 KB
TUGAS KE-1 KONSELING KONTEMPORER
MATERI : “Disensitisasi Dengan Berbagai Aspeknya”
Dosen pembina: Indah Sukmawati, M.Pd,Kons
Oleh : Nur azizi amrizon 18006044
JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI PADANG 2021
DISENSITISASI DENGAN BERBAGAI ASPEKNYA
Pengertian Disensitisasi
Aspek Disensitisasi
Menurut Windriasari (2018:50) “Desensitisasi
Menurut Novitasari (2019:43), “Salah
sistematis merupakan penerapan rileksasi yang lebih
satu variasi lazim desensistisasi
ditekankan pada latihan yang terdiri atas kontraksi, dan
sistematik, desensitisasi in vivo.
lambat laun diteruskan pada pengenduran otot-otot yang
Desensitisasi in vivo memapari klien
berbeda sampai tercapai suatu keadaan santai penuh”.
dengan situasi nyata yang ditakutinya.
Menurut
Novitasari
(2019:26),“teknik
desensitisasi Sistematis mampu meredakan hingga mampu menghilangkan rasa kegelisahan atau rasa cemas, Desensitisasi Sistematis sebagai model konseling yang memiliki pendekatan yang berorientas kepada perubahan perilaku menyimpang dengan menggunakan prinsip-prinsip
belajar.
Perilaku
manusia
yang
menyimpang dapat dikarenakan proses belajar dapat di ubah dengan menggunakan peinsip-prinsip belajar. Belajar yang dimaksudkan ialah suatu perubahan perilaku yang relative permanen sebagai hasil latihan dan pengalaman.
Variasi lainnya, desensitisasi sistematik yang di administrasikan sendiri, variasi ini mengandung ketiga komponen yang sama dari variasi awal desensitisasi sistematik.
DISENSITISASI DENGAN BERBAGAI ASPEKNYA A. Pengertian Disensitisasi Menurut Novitasari (2019:41) “Desensitisasi sistematik adalah sebuah prosedur dimana klien berulang kali mengingat, membayangkan, atau mengalami kejadian yang membangkitkan kecemasan dan setelah itu menggunakan teknik relaksasi untuk menekankan kecemasan yang disebabkan oleh kejadian itu”. Menurut Effendi (dalam Syafitri, dkk, 2019:143) menyatakan desensitisasi adalah suatu metode untuk mengurangi respon-respon emosional yang disebabkan oleh ancaman atau stimuli yang tidak menyenangkan dengan aktivitas-aktivitas yang bertentangan dengan ancaman respons. Syafitri, dkk (2019:143), “Teknik desensitisasi sistematis adalah salah satu teknik konseling untuk mengurangii respons emosional yang menakutkan atau sesuatu yang mengkhawatirkan melalui kegiatan yang bertentangan dengan respon tersebut”. Menurut Willis (dalam Syahniar, dkk, 2016:105), teknik desensitisasi sistematik bertujuan mengajarkan klien untuk memberikan respon yang tidak konsisten dengan kecemasan yang dialami klien. Teknik ini mengajarkan klien untuk santai dan menghubungkan keadaan santai itu dengan membayangkan pengalaman yang mencemaskan, dan menakutkan. Situasi yang dihadirkan disusun secara sistematis dari yang kurang mencemaskan hingga yang paling mencemaskan. Menurut
Fitriani
dan
Supradewi
(dalamirwin,
2021:20),
Teknik
desensitisasi sistematis menggunakan prinsip belajar kondisioning klasik yang ditemukan oleh Ivan Pavlov seorang filosof Rusia. Beberapa perilaku, termasuk kecemasan atau ketakutan yang tidak rasional merupakan perilaku refleks atau respon dari suatu stimulus. Respon reflek tersebut muncul karena adanya proses pengkondisian. Asumsi dasar dari proses pengkondisian tersebut adalah bahwa respon individu terhadap kecemasan dapat dipelajari atau dikondisikan dan dapat dicegah dengan memberi pengganti situasi atau
aktivitas yang sebaliknya atau menimbulkan kenyamanan. Oleh karena itu desensitisasi sistematis selalu disertai dengan relaksasi yang dapat mendorong subjek merasa nyaman sebelum menghadapi objek yang ditakuti secara bertahap Adapun prosedur pelaksanaan teknik desensitisasi sistematis menurut Windriasari (2018:38-39) , yaitu: 1. Analisis perilaku yang menimbulkan kecemasan. 2. Menyusun jenjang-jenjang situasi yang menimbulkan kecemasan dari yang kurang hingga yang paling mencemaskan klien. 3. Memberi latihan relaksasi otot-otot yang dimulai dari lengan hingga otot kaki. Secara rinci relaksasi otot dimulai dari lengan, kepala, leher, bahu, perut, dada dan kemudian anggota bagian bawah. 4. Klien diminta membayangkan situasi yang menyenangkan seperti dipantai, atau di tengah taman yang hijau ataupun hal-hal yang dianggap klien menyenangkan. 5. Klien disuruh memejamkan mata, kemudian disuruh membayangkan situasi yang kurang mencemaskan, bila klien sanggup tanpa cemas atau gelisah berarti situasi tersebut dapat diatasi klien. Demikian seterusnya hingga kesituasi yang paling mencemaskan. 6. Bila dalam suatu situasi klien cemas dan gelisah, maka konselor memerintahkan klien agar membayangkan situasi yang menyenangkan tadi untuk menghilangkan kecemasan yang baru terjadi. 7. Menyusun jenjang kecemasan harus bersama klien, dan konselor menuliskannya dikertas. B. Aspek Disensitisasi Menurut Novitasari (2019:43), “Salah satu variasi lazim desensistisasi sistematik, desensitisasi in vivo. Desensitisasi in vivo memapari klien dengan situasi nyata yang ditakutinya. Variasi lainnya, desensitisasi sistematik yang di administrasikan sendiri, variasi ini mengandung ketiga komponen yang sama dari variasi awal desensitisasi sistematik. Klien pertama-tama perlu
mengenal dengan baik teknik relaksasi dan setelah itu perlu membuat sebuah hierarki kecemasan yang memasukkan deskripsi terperinci tentang situasinya. Setiap sesi seharusnya berusaha menangani situasi persesi. Keadaan relaksasi mendalam seharusnya tercapai di akhir setiap sesi selama beberapa menit”. Menurut Novitasari (2019), “Pada dasarnya teknik desensitisasi sistematik merupakan kontinuitas dan ekstenstifikasi Wolpe dari teknik rileksasi di atas secara kombinatif.Selain itu terapis juga menekankan kepada subjek agar mampu menjadi individu yang asertif.Indvidu yang asertif sedikitnya mencakup tiga klasifikasi umum perilaku, yaitu tepat dalam cara menolak permintaan orang lain, ekspresi yang tepat dalam pikiran-pikiran dan perasaan-perasaan, serta ekspresi yang tepat dari keinginankeinginan yang dimilikinya. Asertivitas itu penting dalam pembelajaran perilaku baru yang menggantikan perilaku cemas subjek yang disebabkan oleh hambatan ekspresi dan perasaannya”. Menurut Lumonggo (dalam Irwin, 2021:25), Teknik desensitisasi sistematik tidak selalu merupakan teknik yang tepat guna untuk digunakan dengan klien yang mengalami kecemasan. Agar teknik ini efektif, klien harus menjadi profisien dengan relaksasi otot progresif atau teknik relaksasi lain. Jika klien tidak belajar untuk rileks, teknik lain seharusnya dipilih. Di samping itu, sebagian klien tidak dapat membayangkan berbagai situasi dengan cukup jelas, yang pada umumnya menyebabkan teknik desensitisasi sistematik tidak efektif. Konselor profesional seharusnya juga memastikan bahwa klien tidak memfokuskan terlalu panjang pada suatu adegan tanpa memberikan isyarat kepada konselor.
KEPUSTAKAAN Irwin, D. (2021). Implementasi Teknik Desensitisasi Sistemasis Terhadap Kecemasan Berbicara Di Depan Umum Pada Mahasiswa Fakultas Dakwah Dan Ilmu Komunikasi. Skripsi. Novitasari, E. (2019). Pengaruh Teknik Desensitisasi Sistematis Untuk Pengurangan Kecemasan Peserta Didik Dalam Menghadapi Ujian Kelas VII DI SMP Negeri 06 Kotabu. Skirpsi. Diakses tanggl 21 Februari 2021 pukul 15:13.http://repository.radenintan.ac.id/9696/1/SKRIPSI%20II.pdf Syafitri, D, dkk. (2019). Mengatasi Dampak Negatif Introvert Melalui Konseling Behavioristik Teknik Desensitisasi Sistematis Pada Siswa. Jurnal Prakarsa Paedagogia. 2(2). 141-150. Syahniar, dkk. (2016). Teknik Desensitisasi Sistematik untuk Mengurangi Fobia Mahasiswa. Jurnal Konselor. 5(2). 100-107. Windriasari, E. (2018). Pengaruh Layanan Bimbingan Kelompok Dengan Teknik Desensitisasi Sistematis Untuk Mengurangi Kecemasan Berbicara Peserta Didik Di SMA Negeri 3 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2018/2019. Skripsi.
Diakses
tanggl
21
Februari
2021
pukul
15:14.http://repository.radenintan.ac.id/5410/1/Skripsi%20Full.pdf